Ceritasilat Novel Online

Yang Hilang 2

Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn Bagian 2

Boney dan Gilpin memindahkan wawancara kami ke kantor polisi,

yang kelihatan seperti bank rakyat yang gagal. Mereka meninggalkan

aku sendirian di ruangan kecil selama empat puluh menit, aku

memerintahkan diriku untuk tidak bergerak. Berpura-pura tenang

adalah dengan menjadi tenang, semacam itulah. Aku duduk mem?

bungkuk di atas meja, menumpangkan daguku di lengan. Menunggu.

"Kau ingin menelepon orangtua Amy?" Boney bertanya.

"Aku tidak mau membuat mereka panik," kataku. "Jika kita tidak

mendengar darinya dalam sejam, aku akan menelepon."

Kami sudah mengulang percakapan itu tiga kali.

Akhirnya, para polisi masuk dan duduk di seberangku di meja.

Aku berusaha menahan dorongan untuk tertawa karena ini amat

terasa seperti acara TV. Ini ruangan yang sama yang aku lihat ketika

menjelajahi TV kabel larut malam selama sepuluh tahun terakhir,

dan dua polisi ini?letih, intens?berakting seperti bintang acara?

nya. Benar-benar palsu. Kantor Polisi Epcot. Boney bahkan meme?

gang cangkir kertas berisi kopi dan map manila yang kelihatan

seperti properti. Properti polisi. Aku merasa tidak keruan, merasa

selama sejenak kami semua orang-orang yang berpura-pura: Ayo

mainkan permainan Istri Hilang!

"Kau baik-baik saja, Nick?" tanya Boney.

"Aku baik-baik saja, kenapa?"

"Kau tersenyum."

Rasa tidak keruan itu meluncur ke lantai berubin. "Maafkan aku,

hanya saja?"

"Aku tahu," kata Boney, memberiku tatapan yang kelihatan se?

perti tepukan menenangkan. "Ini terlalu aneh, aku tahu." Dia ber?

deham. "Pertama-tama, kami ingin memastikan kau nyaman di sini.

Kau butuh apa pun, beritahu kami. Semakin banyak informasi yang

bisa kauberikan sekarang, semakin baik, tetapi kau bisa pergi kapan

saja, itu juga bukan masalah."

"Apa pun yang kaubutuhkan."

"Oke, bagus, terima kasih," kata Boney. "Um, oke. Aku ingin me?

nyingkirkan hal menyebalkannya terlebih dulu. Hal-hal mengesalkan.

Kalau memang istrimu diculik?dan kita tidak tahu itu, tapi kalau

sampai begitu?kami ingin menangkap orangnya, dan ketika kami

menangkap orangnya, kami ingin menindaknya, tegas. Tidak ada

jalan keluar. Tidak ada ruang untuk membebaskan diri."

"Baiklah."

"Jadi kami harus menyingkirkanmu dari daftar kecurigaan de?

ngan sangat cepat, sangat mudah. Jadi si pelakunya tidak bisa

kembali dan bilang kami tidak berhenti mencurigaimu, kau tahu

maksudku?"

Aku mengangguk secara mekanis. Aku tidak benar-benar paham

maksudnya, tetapi aku ingin terlihat sekooperatif mungkin. "Apa

pun yang kaubutuhkan."

"Kami tidak ingin membuatmu panik," tambah Gilpin. "Kami

cuma ingin menangani ini dengan cermat."

"Tidak masalah buatku." Selalu si suami, pikirku. Semua orang

tahu selalu si suami pelakunya, jadi kenapa mereka tidak mengata?

kannya saja: Kami mencurigaimu karena kau suaminya dan selalu

si suami pelakunya. Tonton saja Dateline.

"Oke, bagus, Nick," kata Boney. "Pertama-tama ayo kita ambil

sampel pipi bagian dalammu jadi kita bisa memisahkan semua

DNA di rumah yang bukan milikmu. Apakah itu tidak masalah?"

"Tentu."

"Aku juga ingin mengambil sampel tanganmu untuk residu

mesiu. Sekali lagi, seandainya?"

"Tunggu, tunggu, tunggu. Apakah kau sudah menemukan sesuatu

yang membuatmu berpikir istriku?"

"Tidaktidaktidak, Nick," sela Gilpin. Dia menarik kursi ke meja

dan duduk dengan dada menempel ke sandaran kursi. Aku ber?

tanya-tanya apakah polisi benar-benar melakukan itu. Atau seorang

aktor cerdas melakukannya, kemudian para polisi mulai melaku?

kannya karena mereka sudah melihat para aktor yang memerankan

polisi melakukan itu dan kelihatan keren?

"Ini cuma protokol jaga-jaga," lanjut Gilpin. "Kami mencoba me?

nangani ini dengan cermat: Memeriksa tanganmu, mendapatkan

sampel DNA, dan kalau kami bisa memeriksa mobilmu juga...."

"Tentu saja. Seperti yang kubilang, apa pun yang kaubutuhkan."

"Terima kasih, Nick. Aku benar-benar menghargainya. Kadangkadang laki-laki, mereka membuat urusan jadi sulit untuk kami

hanya karena mereka bisa."

Aku persis kebalikannya. Ayahku sudah menanamkan rasa ber?

salah yang tak terkatakan ke dalam masa kanak-kanakku; dia tipe

orang yang mengendap-endap mencari hal-hal untuk dijadikan

pelampiasan kemarahannya. Ini membuat Go menjadi defensif dan

sangat tidak mungkin menerima kebusukan yang tidak beralasan.

Itu membuatku menjadi penjilat lihai kepada otoritas. Mom, Dad,

para guru: Apa pun yang membuat tugasmu jadi lebih mudah, Sir

atau Madam. Aku mendambakan arus persetujuan tanpa henti.

"Kau secara harfiah akan berbohong, berbuat curang, dan men?

curi?sial, membunuh?untuk meyakinkan orang-orang kau orang

yang baik," Go sekali waktu berkomentar. Kami sedang mengantre

knish di Yonah Schimmel?s, tidak jauh dari apartemen lama Go di

New York?aku ingat benar momen itu?dan aku kehilangan selera

makanku karena komentar Go itu amat benar dan aku tidak pernah

menyadarinya, dan bahkan ketika Go mengatakannya, aku berpikir:

Aku tidak akan pernah melupakan ini, salah satu momen yang akan

tersimpan di otakku selamanya.

Kami mengobrol basa-basi, polisi dan aku, soal pesta kembang

api 4 Juli dan cuacanya, sementara tanganku dites untuk residu

mesiu dan lapisan licin di pipi dalamku diusap dengan kapas. Ber?

pura-pura itu normal, kunjungan ke dokter gigi.

Ketika sudah selesai, Boney menaruh secangkir kopi lain di

depanku, meremas bahuku. "Aku minta maaf soal itu. Bagian ter?

buruk dari tugas ini. Kau mau menjawab beberapa pertanyaan

sekarang? Itu akan sangat membantu kami."

"Ya, tentu saja, silakan."

Boney menempatkan perekam digital langsing di meja di

depanku. "Kau keberatan? Dengan begini kau tidak harus menjawab

pertanyaan yang sama berulang kali...." Dia ingin merekamku agar

aku terikat dengan satu cerita. Aku seharusnya menelepon penga?

cara, pikirku, tetapi hanya orang bersalah yang membutuhkan

pengacara, jadi aku mengangguk: Tidak masalah.

"Jadi: Amy," kata Boney. "Kalian berdua sudah tinggal di sini

berapa lama?"

"Hampir dua tahun."

"Dan dia aslinya dari New York. City."

"Ya."

"Dia bekerja, punya pekerjaan?" kata Gilpin.

"Tidak. Dia dulu menulis kuis kepribadian."

Kedua detektif itu bertukar pandang: Kuis?

"Untuk majalah remaja, majalah wanita," kataku. "Kau tahu:

?Apakah kau tipe pencemburu? Coba kuis kami dan cari tahu! Apa?

kah pria-pria merasa kau terlalu mengintimidasi? Coba kuis kami

dan cari tahu!?"

"Keren sekali, aku suka kuis-kuis itu," kata Boney. "Aku tidak

tahu itu pekerjaan sungguhan. Menulis kuis seperti itu. Seperti,

sebuah karier."

"Yah, bukan. Tidak lagi. Internet penuh dengan kuis gratis. Amy

lebih cerdas?dia dulu punya gelar Master psikologi?masih punya

gelar Master psikologi." Aku tertawa canggung karena kejanggalan

kalimatku. "Tapi kecerdasan tidak bisa mengalahkan yang gratis."

"Lalu apa?"

Aku mengangkat bahu. "Lalu kami pindah kemari. Dia cuma

tinggal di rumah sekarang."

"Oh! Kalian punya anak kalau begitu?" Boney berkicau, seolaholah dia menemukan kabar baik.

"Tidak."

"Oh. Kalau begitu apa yang dia lakukan sehari-hari?"

Itu juga yang aku tanyakan. Amy dulu adalah wanita yang me?

ngerjakan sedikit dari semua hal, setiap saat. Ketika kami akhirnya

tinggal bersama, dia mempelajari masakan Prancis dengan intens,

memperlihatkan kemahirannya menggunakan pisau dengan amat

cepat dan hidangan beef bourguignon yang mengagumkan. Untuk

ulang tahun ke-34 Amy, kami terbang ke Barcelona, dan dia mem?

buatku tertegun dengan meluncurkan kalimat-kalimat percakapan

dalam bahasa Spanyol, yang diam-diam dipelajari selama berbulanbulan. Istriku memiliki otak brilian, yang tidak terduga, rasa ingin

tahu yang serakah. Tetapi obsesi Amy cenderung didorong oleh

kompetisi: Dia butuh memesona para pria dan membuat para

wanita cemburu: Tentu saja Amy bisa memasak hidangan Prancis

dan bicara bahasa Spanyol dengan lancar dan berkebun dan merajut

dan lari maraton dan main saham dan menerbangkan pesawat dan

kelihatan seperti peragawati ketika melakukannya. Dia harus men?

jadi Amazing Amy setiap saat. Di sini, di Missouri, para wanita

berbelanja di Target, mereka dengan tekun membuat makanan

yang nyaman untuk mereka, mereka tertawa soal betapa sedikitnya

bahasa Spanyol di pelajaran SMA yang mereka ingat. Kompetisi

tidak menarik bagi mereka. Pencapaian keberhasilan Amy yang

tanpa henti diterima dengan tangan terbuka dan mungkin sedikit

rasa kasihan. Itu mungkin hasil terburuk untuk istriku yang kom?

petitif: kota dengan orang-orang yang kalah bersaing dan merasa

puas.

"Dia punya banyak hobi," kataku.

"Ada yang mencemaskanmu?" tanya Boney, kelihatan cemas.

"Kau tidak khawatir soal narkoba atau minum? Aku tidak bicara

buruk soal istrimu. Banyak ibu rumah tangga, lebih banyak dari?

pada yang kauduga, mereka melewati hari-hari seperti itu. Harihari terasa panjang ketika kau sendirian. Dan kalau kebiasaan

minum berubah ke narkoba?dan aku tidak membicarakan heroin,

tapi bahkan obat pereda sakit dengan resep dokter?nah, ada be?

berapa oknum berbahaya yang menjual barang seperti itu sekarang

di sini."

"Jual-beli narkoba memburuk," kata Gilpin. "Ada banyak polisi

yang dipecat?seperlima anggota dan sejak awal pun tidak ada

banyak polisi. Maksudku, ini buruk, kami diserbu."

"Ada ibu rumah tangga, wanita baik-baik, giginya lepas satu bulan

lalu karena OxyContin," ujar Boney.

"Tidak, Amy mungkin minum segelas anggur atau sesuatu se?

perti itu, tetapi tidak narkoba."

Boney menyelidiku; ini jelas bukan jawaban yang dia inginkan.

"Dia punya teman baik di sini? Kami ingin menghubungi beberapa,

hanya untuk memastikan. Jangan tersinggung. Kadang-kadang

pasangan adalah orang terakhir yang tahu ketika ada narkoba ter?

libat. Orang merasa malu, terutama wanita."

Teman-teman. Di New York, Amy berteman dan mencampakkan

teman setiap minggu; mereka itu seperti proyek-proyeknya. Amy

akan bersemangat soal mereka: Paula yang memberi Amy kursus

menyanyi dan punya suara wicked good?keren sekali (Amy ber?

sekolah di sekolah asrama di Massachusetts; aku menikmati mo?

men yang sangat jarang terjadi ketika dia terdengar sangat New

England: wicked good); Jessie dari kursus desain mode. Tetapi

kemudian aku akan menanyakan soal Jessie atau Paula sebulan

kemudian, dan Amy akan menatapku seperti aku sedang mengarang
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata-kata.

Kemudian ada para pria yang selalu membuntuti Amy dengan

berisik, bersemangat melakukan hal-hal khas suami yang gagal

dilakukan oleh suaminya. Memperbaiki kaki kursi, berburu teh

Asia impor kesukaannya. Para pria yang menurut sumpah Amy

adalah teman-temannya, cuma teman baik. Amy menyimpan me?

reka dalam jarak dekat?cukup jauh sehingga aku tidak terlalu

terganggu, cukup dekat sehingga dia bisa menggerakkan jarinya

dan mereka akan memenuhi permintaannya.

Di Missouri... ya Tuhan, aku benar-benar tidak tahu. Hal ini baru

terlintas di benakku. Kau benar-benar bajingan, pikirku. Dua tahun

kami tinggal di sini, dan sesudah perkenalan awal yang cepat,

bulan-bulan pertama yang terasa gila itu, Amy tidak memiliki teman

yang dia temui secara reguler. Dia memiliki ibuku, yang sekarang

sudah meninggal, dan aku?dan bentuk dasar percakapan kami

adalah serangan dan sangkalan. Ketika kami sudah kembali ke sini

selama setahun, aku bertanya kepadanya dengan nada sok galan,

"Dan seperti apa rasanya tinggal di North Carthage, Mrs. Dunne?"

"Carthage yang baru, maksudmu?" jawabnya. Aku menolak untuk

menanyakan apa maksudnya, tetapi aku tahu itu hinaan.

"Dia punya beberapa teman baik, tetapi kebanyakan tinggal di

timur."

"Orangtuanya?"

"Mereka tinggal di New York. City."

"Dan kau masih belum menelepon orang-orang ini?" tanya Boney,

senyum geli di wajahnya.

"Aku sudah melakukan semua hal lain yang kauminta. Aku tidak

sempat." Aku sudah menandatangani izin untuk melacak kartu

kredit dan ATM dan melacak ponsel Amy, aku memberikan nomor

ponsel Go dan nama Sue, si janda di The Bar, yang mungkin bisa

menegaskan jam aku tiba di sana.

"Bayi keluarga." Boney menggeleng. "Kau benar-benar meng?

ingatkanku pada adik laki-lakiku." Jeda. "Itu pujian, sumpah."

"Dia amat menyayangi adiknya," kata Gilpin, menulis di buku

catatan. "Oke, jadi kau pergi dari rumah sekitar 07.30, dan kau

muncul di The Bar sekitar tengah hari, dan di antaranya, kau ada

di pantai."

Ada pantai sungai tempat pasukan tentara dulu berlabuh, sekitar

16 kilometer utara rumah kami, kumpulan pasir, endapan lumpur,

dan pecahan botol bir yang tidak terlalu menyenangkan. Tong-tong

sampah penuh berisi cangkir Styrofoam dan popok kotor. Tetapi

ada meja piknik yang searah dengan embusan angin yang diterangi

matahari, dan jika kau menatap lurus-lurus ke arah sungai, kau

bisa mengabaikan sampah lain.

"Kadang-kadang aku membawa kopi dan koranku dan duduk

saja di sana. Harus memanfaatkan musim panas sebaik mungkin."

Tidak, aku tidak mengobrol dengan siapa pun di sana. Tidak,

tidak ada yang melihatku.

"Tempat itu sepi di pertengahan minggu," Gilpin membenarkan.

Kalau polisi bicara kepada siapa pun yang mengenalku, mereka

dengan cepat akan mengetahui aku jarang pergi ke pantai dan aku

tidak pernah kadang-kadang membawa kopiku ke sana hanya untuk

menikmati pagi hari. Aku punya kulit putih khas orang Irlandia

dan ketidaksabaran melihat pusar orang: Aku bukan bocah pantai.

Aku memberitahu polisi itu karena itu ide Amy, agar aku duduk di

tempat di mana aku bisa sendirian dan memperhatikan sungai

yang kusukai dan merenungkan hidup kami bersama. Dia mengata?

kan itu kepadaku pagi ini, sesudah kami makan crepe buatan Amy.

Dia condong ke depan di meja makan dan berkata, "Aku tahu kita

mengalami masa sulit. Aku masih sangat mencintaimu, Nick, dan

aku tahu aku punya banyak hal yang harus kuperbaiki. Aku ingin

menjadi istri yang baik untukmu, dan aku ingin kau menjadi suami?

ku dan bahagia. Tetapi kau harus memutuskan apa yang kau?

inginkan."

Dia jelas sudah melatih pidato itu; dia tersenyum bangga ketika

dia mengatakannya. Dan bahkan ketika istriku menawariku ke?

baikan ini, aku berpikir, Tentu saja dia harus mengatur adegan ini.

Dia menginginkan bayangan aku dan sungai yang berarus liar, ram?

butku diacak-acak embusan angin ketika aku menatap cakrawala

dan merenungkan kehidupan kami bersama. Aku tidak bisa cuma

pergi ke Dunkin? Donuts.

Kau harus memutuskan apa yang kauinginkan. Sayangnya untuk

Amy, aku sudah memutuskan.

Boney menengadah dan menatap dengan wajah cerah dari buku

catatannya: "Bisakah kau memberitahuku apa golongan darah

istrimu?" tanyanya.

"Eh, tidak, aku tidak tahu."

"Kau tidak tahu golongan darah istrimu?"

"Mungkin O?" tebakku.

Boney mengerutkan dahi, kemudian bernapas seperti seseorang

yang latihan yoga. "Oke, Nick, ini beberapa bantuan yang sedang

kami lakukan." Dia mendaftarkannya: ponsel Amy diawasi, fotonya

disebarkan, kartu kreditnya dilacak. Pelaku kejahatan seks di

daerah itu diwawancarai. Lingkungan tempat tinggal kami yang

sepi diperiksa. Telepon rumah kami disadap, seandainya ada tele?

pon untuk meminta uang tebusan.

Aku tidak yakin harus berkata apa sekarang. Aku memutar

ingatanku untuk pernyataan: Apa yang biasa dikatakan para suami

pada saat ini di film? Tergantung dia bersalah atau tidak.

"Aku tidak bisa mengatakan itu menenangkanku. Apakah kau?

apakah ini penculikan atau kasus orang hilang, atau tepatnya apa

yang terjadi?" Aku tahu statistikanya, tahu dari acara TV yang sama

yang kubintangi sekarang: Kalau 48 jam pertama tidak menghasil?

kan apa pun dalam sebuah kasus, kasus itu kemungkinan tidak

akan terpecahkan. Empat puluh delapan jam pertama itu amat

penting. "Maksudku, istriku hilang. Istriku hilang!" Aku menyadari

itu pertama kali aku mengatakannya dengan cara yang semestinya:

panik dan marah. Ayahku adalah pria dengan variasi getir, marah,

dan tidak suka yang tidak memiliki batas. Dalam pergulatan seumur

hidupku untuk menghindari berubah menjadi seperti ayahku, aku

sudah mengembangkan ketidakmampuan untuk memperlihatkan

emosi negatif sama sekali. Itu hal lain yang membuatku kelihatan

seperti orang yang menjengkelkan?perutku bisa jadi berisi belut

berbalut oli, dan kau tidak akan menebak apa pun dari wajahku

dan lebih sedikit dari kata-kataku. Ini terus-menerus menjadi ma?

salah: terlalu banyak kontrol dan tidak ada kontrol sama sekali.

"Nick, kami menangani ini dengan sangat serius," kata Boney.

"Orang-orang lab ada di rumahmu sekarang, dan itu akan memberi

kita lebih banyak informasi untuk melanjutkan penyelidikan. Se?

karang, semakin banyak kau bisa menceritakan kepada kami soal

istrimu akan semakin baik. Dia seperti apa?"

Frasa standar suami muncul di benakku: Dia manis, dia hebat,

dia menyenangkan, dia suportif.

"Dia seperti apa bagaimana?" tanyaku.

"Jelaskan kepadaku soal kepribadiannya," ujar Boney. "Misalnya,

apa yang kaubeli untuk hadiah pernikahan istrimu? Perhiasan?"

"Aku belum membeli apa pun," kataku. "Aku mau melakukan itu

sore ini." Aku menunggu Boney tertawa dan berkata "bayi keluarga"

lagi, tetapi dia tidak mengatakannya.

"Oke. Nah, kalau begitu, ceritakan kepadaku soal dirinya. Apakah

dia supel? Apakah dia?aku tidak tahu cara mengatakan ini?apa?

kah dia tipikal orang New York? Yang bisa diartikan sebagai kasar?

Mungkin menyinggung orang lain?"

"Aku tidak tahu. Dia bukan orang yang tidak akrab, tapi dia

tidak?tidak cukup kasar untuk membuat seseorang... melukainya."

Ini bohongku yang kesebelas. Amy hari ini cukup kasar hingga

seseorang ingin melukainya, kadang-kadang. Aku membahas secara

spesifik Amy hari ini, yang hanya sedikit mirip dengan wanita yang

membuatku jatuh cinta. Sekarang seperti transformasi mengerikan

dari sebuah dongeng. Sesudah hanya beberapa tahun, Amy yang

lama, gadis dengan tawa lebar dan sikap santai, benar-benar me?

ngelupas dirinya, setumpuk kulit dan jiwa di lantai, dan keluarlah

Amy baru yang getas, getir. Istriku bukan lagi istriku, tetapi simpul

kawat tajam yang menantangku untuk melonggarkan ikatannya,

dan aku tidak mampu melakukan tugas itu dengan jari-jariku yang

gemuk, kebas, dan gugup. Jari-jari pedesaan. Jari-jari yang ter?

lupakan dan tidak terlatih untuk tugas ruwet, berbahaya dalam

memecahkan Amy. Ketika aku memperlihatkan jari-jari berdarah

itu, Amy akan menghela napas dan berpaling kepada buku catatan

di benaknya tempat dia menjumlahkan semua kekuranganku, se?

lamanya mencatat kekecewaan, kelemahan, kekurangan. Amy

lamaku, sial, dia menyenangkan. Dia lucu. Dia membuatku tertawa.

Aku sudah lupa itu. Dan dia tertawa. Dari dasar tenggorokannya,

dari tepat di belakang relung berbentuk jari kelingking itu, sumber

tawa terbaik. Dia melepaskan keluhan-keluhannya seperti segeng?

gam biji-bijian makanan burung: Mereka ada di sana lalu mereka

hilang.

Amy bukan makhluk yang menjadi perwujudannya sekarang,

makhluk yang paling aku takuti: wanita yang marah. Aku tidak

berhubungan baik dengan wanita yang marah. Mereka mengeluarkan

sesuatu yang menjijikkan dari dalam diriku.

"Dia senang memerintah?" tanya Gilpin. "Pemegang kendali?"

Aku memikirkan kalendar Amy, kalendar yang mencatat tiga

tahun ke depan, dan kalau melihat setahun ke depan, kau akan

menemukan janji: dokter kulit, dokter gigi, dokter hewan. "Dia

seorang perencana?dia tidak, kau tahu, melewatkan apa pun. Dia

suka membuat daftar dan memeriksa semuanya. Menyelesaikan

semua hal. Itu kenapa ini tidak masuk akal?"

"Itu bisa membuatmu sinting," kata Boney dengan simpatik.

"Kalau kau bukan tipe itu. Sepertinya kau berkepribadian B."

"Aku lebih santai, kurasa," kataku. Kemudian aku menambahkan

kalimat yang semestinya kutambahkan: "Kami saling melengkapi."

Aku menatap jam di dinding dan Boney menyentuh tanganku.

"Hei, kenapa kau tidak menelepon orangtua Amy? Aku yakin

mereka akan menghargainya."

Saat itu sudah lewat tengah malam. Orangtua Amy pergi tidur

pukul sembilan malam; mereka anehnya sangat bangga soal waktu

tidur yang awal ini. Mereka sudah tidur lelap sekarang, jadi ini akan

menjadi telepon tengah malam yang penting. Ponsel mereka selalu

mati pukul 20.45, jadi Rand Elliott akan harus berjalan keluar

kamar tidur ke ujung lorong untuk mengangkat telepon kuno berat?

nya; dia akan meraba-raba kacamatanya, repot dengan meja lampu.

Dia akan meyakinkan diri sendiri dengan semua alasan untuk tidak

mencemaskan panggilan telepon larut malam, semua alasan tidak

berbahaya yang menjadi penyebab telepon itu berdering.

Aku menekan nomor mereka dua kali sebelum panggilannya

tersambung. Ketika aku tersambung, yang menjawab adalah

Marybeth, bukan Rand, suara dalamnya berdengung di telingaku.

Aku baru sampai pada "Marybeth, ini Nick" ketika aku tidak bisa

bicara.

"Apa ada, Nick?"
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku menarik napas.

"Apakah ini soal Amy? Beritahu aku."

"Aku eh?maafkan aku seharusnya aku menelepon?"

"Beritahu aku, sialan!"

"Kami t-tidak bisa menemukan Amy," aku tergagap.

"Kau tidak bisa menemukan Amy?"

"Aku tidak tahu?"

"Amy hilang?"

"Kami tidak tahu pasti, kami masih?"

"Sejak kapan?"

"Kami tidak yakin. Aku pergi pagi ini, jam tujuh lebih sedikit?"

"Dan kau menunggu sampai sekarang untuk menelepon kami?"

"Maafkan aku, aku tidak mau?"

"Ya Tuhan. Kami main tenis malam ini. Tenis dan kami bisa saja....

Ya Tuhan. Apakah polisi terlibat? Kau sudah melapor?"

"Aku di kantor polisi sekarang."

"Hubungkan dengan siapa pun yang berwenang, Nick. Tolong."

Seperti anak kecil, aku pergi memanggil Gilpin. Mama mertuaku

ingin bicara denganmu.

Menelepon keluarga Elliott meresmikannya. Keadaan gawat

darurat?Amy hilang?menyebar keluar.

Aku sedang berjalan kembali ke ruang wawancara ketika aku men?

dengar suara ayahku. Kadang-kadang, pada momen yang terutama

memalukan, aku mendengar suaranya di kepalaku. Tetapi ini suara

ayahku, di sini. Kata-katanya muncul dalam gelembung-gelembung

basah seperti sesuatu dari rawa berbau tengik. Jalang jalang jalang.

Ayahku, kehilangan akalnya, terbiasa menyerukan kata itu kepada

wanita mana pun yang bahkan hanya sedikit menganggunya: jalang

jalang jalang. Aku mengintip ke ruang pertemuan, dan di sana dia

duduk di bangku menyandar ke tembok. Dia dulu pria yang tampan,

intens, dan berdagu belah. Begitu sedap dipandang adalah cara

bibiku menggambarkan ayahku. Sekarang dia duduk bergumam

ke lantai, rambut pirangnya kusut, celana panjangnya berlumpur,

dan lengannya tergores, seolah-olah dia sudah menerobos semak

berduri. Segaris air ludah berkilauan menuruni dagunya seperti

jejak siput, dan dia menegangkan dan melemaskan otot lengan

yang masih kuat. Polisi wanita yang tegang duduk di sebelahnya,

bibirnya cemberut marah, berusaha mengabaikan ayahku: Jalang

jalang jalang aku beritahu kau jalang.

"Apa yang terjadi?" aku bertanya kepada si polisi. "Ini ayahku."

"Anda dapat telepon dari kami?"

"Telepon apa?"

"Untuk menjemput ayah Anda." Dia menegaskan kalimatnya

dengan berlebihan, seolah-olah aku anak sepuluh tahun yang tolol.

"Aku?istriku menghilang. Aku ada di sini nyaris semalaman."

Polisi itu menatapku, sama sekali tidak menghubungkan kedua

hal itu. Aku bisa melihat dia berdebat apakah harus mengorbankan

keuntungannya dan meminta maaf, bertanya. Kemudian ayahku

memulai lagi, jalang jalang jalang, dan si polisi memilih untuk

mempertahankan keuntungan yang dia punya.

"Sir, Comfort Hill sudah berusaha menghubungi Anda seharian.

Ayah Anda keluar dari pintu kebakaran pagi ini. Dia menderita

sedikit luka gores dan lecet, seperti yang bisa Anda lihat, tetapi

tidak ada cedera. Kami menjemputnya beberapa jam yang lalu,

berjalan di sepanjang River Road, bingung. Kami berusaha meng?

hubungi Anda."

"Aku dari tadi ada di sini," kataku. "Tepat di pintu sebelah ter?

kutuk ini, bagaimana bisa tidak ada orang yang menyadarinya?"

Jalang jalang jalang, kata ayahku.

"Sir, tolong jangan bicara dengan nada seperti itu pada saya."

Jalang jalang jalang.

Boney menyuruh seorang petugas?pria?untuk mengantarkan

ayahku kembali ke rumah jompo agar aku bisa menyelesaikan

wawancara dengan kedua detektif. Kami berdiri di anak tangga di

luar kantor polisi, memperhatikan ayahku dimasukkan ke mobil,

masih bergumam. Sepanjang waktu dia tidak pernah menyadari

kehadiranku. Ketika mereka berangkat, dia bahkan tidak menoleh

ke belakang.

"Kalian tidak akrab?" tanya Boney.

"Kami definisi dari tidak akrab."

Para polisi selesai dengan pertanyaan-pertanyaan mereka dan

bergegas memasukkanku ke mobil polisi sekitar pukul dua pagi

dengan nasihat aku sebaiknya tidur dan kembali pukul sebelas

untuk konferensi pers tengah hari.

Aku tidak bertanya apakah aku bisa pulang. Aku meminta me?

reka mengantarku ke rumah Go, karena aku tahu dia akan terjaga

dan minum bersamaku, membuatkanku roti lapis. Hanya itu, me?

nyedihkannya, yang kuinginkan sekarang: wanita yang membuat?

kanku roti lapis dan tidak bertanya macam-macam.

***

"Kau tidak mau mencarinya?" tanya Go ketika aku makan. "Kita

bisa menyetir berkeliling."

"Sepertinya sia-sia," kataku datar. "Mau cari ke mana?"

"Nick, ini benar-benar serius, berengsek."

"Aku tahu, Go."

"Bertingkahlah seperti itu, oke, Lance? Jangan myuhmyuhmyuh,

bangsat." Itu suara lidah yang bengkak, suara yang selalu dibuat

Go untuk menyiratkan keragu-raguanku, disertai dengan putaran

bingung dari bola matanya dan penggunaan nama depan resmiku.

Orang dengan tampang seperti ini tidak cocok dengan panggilan

Lance. Go memberiku segelas Scotch. "Dan minum ini, tapi hanya

ini. Kau tidak mau pengar besok. Sial, kira-kira dia ada di mana?

Ya Tuhan, aku merasa mual." Go menuangkan segelas minuman

untuknya, menenggaknya, kemudian berusaha menyesap, berjalan

bolak-balik di dapur. "Kau tidak cemas, Nick? Bahwa ada pria yang

melihat Amy di jalan dan memutuskan untuk begitu saja menculik?

nya? Memukul kepalanya dan?"

Aku terlonjak. "Kenapa kau mengatakan memukul kepalanya,

apa-apaan itu, sialan?"

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuat ilustrasi, aku

cuma... aku tidak tahu. Aku cuma terus berpikir. Soal orang gila."

Dia menuangkan lebih banyak Scotch ke gelasnya.

"Omong-omong soal orang gila," kataku. "Dad kabur lagi hari ini,

mereka menemukannya berkeliaran di River Road. Dia sudah kem?

bali ke Comfort."

Go mengangkat bahu: oke. Itu kali ketiga dalam enam bulan ayah

kami menyelinap keluar. Go menyalakan rokok, pikirannya masih

terpaku pada Amy. "Maksudku, tidakkah ada seseorang yang bisa

kita ajak bicara?" tanyanya. "Sesuatu yang bisa kita lakukan?"

"Ya Tuhan, Go! Kau benar-benar harus membuatku merasa lebih

impoten daripada yang sekarang kurasakan, ya?" bentakku. "Aku

tidak tahu apa yang seharusnya kulakukan. Tidak ada ?Panduan

Jika Istrimu Menghilang.? Polisi memberitahuku aku bisa pergi. Aku

pergi. Aku hanya melakukan yang mereka beri tahukan kepadaku."

"Tentu saja kau begitu," gumam Go, yang dulu memiliki misi

untuk mengubahku menjadi pemberontak. Tidak berhasil. Aku

anak SMA yang menepati jam malam; aku penulis yang tepat

tenggat, bahkan tenggat yang palsu. Aku menghormati peraturan,

karena jika kau mengikuti aturan, hal-hal berjalan mulus, biasanya.

"Berengsek, Go, aku akan kembali ke kantor polisi dalam be?

berapa jam, oke? Bisakah kau tolong berbaik hati kepadaku selama

sedetik? Aku takut setengah mati."

Kami saling memelototi selama lima detik, kemudian Go mengisi

gelasku sekali lagi, sebuah permintaan maaf. Dia duduk di sebelah?

ku, menaruh tangan di bahuku.

"Amy yang malang," katanya.

Amy Elliott Dunne

21 April 2009

Catatan buku harian

Malangnya aku. Akan kugambarkan adegannya: Campbell dan

Insley dan aku nongkrong di Soho, makan malam di Tableau. Begitu

banyak tarcis keju kambing, bakso daging domba, dan salad daun

rocket, aku tidak tahu kenapa tempat ini banyak dibicarakan. Tetapi

kami mulai dari belakang: makan malam dulu, kemudian minum

di salah satu ceruk yang sudah dipesan Campbell, lemari kecil di

mana kau bisa bersantai dengan mahal di tempat yang tidak terlalu

berbeda dari, misalnya, ruang dudukmu. Tetapi tak apa, kadangkadang menyenangkan untuk melakukan hal-hal yang konyol,

trendi. Kami semua berpakaian berlebihan, dalam rok gemerlap

mini kami, hak sepatu runcing, dan kami makan hidangan-hidangan

kecil yang kelihatan sama dekoratif dan tidak pentingnya seperti

kami.

Sebelumnya kami membahas soal mengajak para suami kami

untuk bergabung minum-minum. Jadi kami di sana, sudah makan

malam, terlindung dalam ceruk kami, mojito dan martini dan

bourbon-ku diantarkan kepada kami oleh pelayan perempuan yang

bisa jadi ikut audisi untuk peran kecil di Cewek Wajah Segar Baru

Datang dari Kota Kecil.

Kami kehabisan bahan obrolan; hari ini Selasa dan tidak ada

yang merasa berbeda. Minuman diminum dengan hati-hati: Insley

dan Campbell sama-sama punya janji tidak jelas besok pagi dan

aku harus bekerja, jadi kami tidak bersiap-siap untuk berpesta

semalaman, kami bersantai, dan kami mulai merasa jenuh, bosan.

Kami akan pergi jika kami tidak menunggu kemungkinan muncul?

nya para pria. Campbell terus mengintip BlackBerry-nya, Insley

mengamati betisnya yang ditekuk dari sudut-sudut yang berbeda.

John tiba pertama?permintaan maaf besar kepada Campbell, se?

nyum lebar dan ciuman untuk kami semua, pria yang senang ber?

ada di sini, lega tiba di pengujung jam koktail di ujung kota agar

dia bisa menenggak satu minuman dan pulang dengan istrinya.

George muncul sekitar 20 menit kemudian?malu, tegang, alasan

jengkel soal pekerjaan, Insley membentaknya, "Kau empat puluh

menit terlambat," dia membentak balik, "Yah, maaf karena aku

menghasilkan uang untuk kita." Kedua orang itu nyaris tidak saling

bicara ketika mereka mengobrol dengan orang lain.

Nick tidak pernah muncul; tidak ada telepon. Kami menunggu

45 menit selanjutnya, Campbell perhatian ("Mungkin dia dapat

tenggat di menit terakhir," katanya, dan tersenyum kepada John si

baik hati, yang tidak pernah membiarkan tenggat menit terakhir

mengganggu rencana istrinya); kemarahan Insley kepada suaminya

meleleh sesudah wanita itu menyadari suaminya cuma bajingan

kedua terbesar di kelompok itu ("Kau yakin dia bahkan belum

mengirim pesan, Sayang?")

Aku, aku cuma tersenyum: "Siapa yang tahu dia ada di mana?

aku akan bertemu dia di rumah." Kemudian giliran para pria di

kelompok itu yang kelihatan terkejut: Maksudmu itu sebuah pilihan?

Tidak bergabung malam itu tanpa konsekuensi mengerikan? Tidak

ada rasa bersalah atau kemarahan atau merajuk?

Yah, mungkin tidak untuk kalian.

Nick dan aku, kami kadang-kadang menertawakan, keras-keras,

hal-hal mengerikan yang dipaksakan para wanita kepada suami

mereka untuk membuktikan cinta mereka. Tugas-tugas tidak ber?
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arti, begitu banyak pengorbanan, menyerah tanpa akhir. Kami

menyebut para pria ini doger monyet.

Nick akan pulang, berkeringat dan asin dan santai sesudah

minum bir dari seharian di lapangan bisbol, dan aku akan mering?

kuk di pangkuannya, bertanya soal pertandingan kepadanya, ber?

tanya apakah temannya Jack bersenang-senang, dan dia akan

berkata, "Oh, dia terserang penyakit doger monyet?Jennifer yang

malang sedang mengalami ?minggu yang bikin stres? dan sangat

membutuhkan dia di rumah."

Atau teman Nick di kantor, yang tidak bisa keluar minum karena

pacarnya sangat membutuhkannya untuk mampir di suatu restoran

tempat si pacar makan malam dengan teman dari luar kota. Jadi

mereka akhirnya bisa bertemu. Dan jadi dia bisa menunjukkan

betapa patuhnya monyet kepunyaannya: Dia datang ketika aku

panggil dan lihat betapa rapinya dia!

Pakai ini, jangan pakai itu. Kerjakan tugas ini sekarang dan kerja?

kan tugas ini kalau kau sempat dan maksudku berarti sekarang.

Dan jelas, jelas, lepaskan semua hal yang kausukai untukku, jadi aku

akan punya bukti kau paling mencintaiku. Ini kontes kencing ala

wanita?ketika kami menyusuri kelab buku dan jam koktail kami,

hanya ada sedikit yang lebih disukai wanita ketimbang mampu

secara detail menceritakan pengorbanan yang dibuat para pria

kami untuk kami. Semacam panggilan-dan-respons, responsnya

adalah: "Ohhh, itu manis sekali."

Aku bahagia tidak berada di kelab itu. Aku tidak terlibat, aku

tidak puas oleh pemaksaan emosional, memaksa Nick memainkan

peran suami senang?peran suami tukang mengangkat bahu, ceria,

patuh buang sampah dulu, Sayang! Pria impian setiap wanita, lawan

dari fantasi semua pria yaitu wanita manis, seksi, santai yang suka

seks dan minuman keras.

Aku lebih suka berpikir aku percaya diri dan aman dan cukup

dewasa untuk tahu Nick mencintaiku tanpa dia terus-menerus

membuktikannya. Aku tidak butuh cerita doger monyet untuk di?

ceritakan ulang kepada teman-temanku; aku puas membiarkan dia

menjadi dirinya sendiri.

Aku tidak tahu kenapa para wanita merasa itu sulit dilakukan.

Ketika aku pulang dari makan malam, taksiku berhenti tepat

ketika Nick keluar dari taksinya sendiri, dan dia berdiri di jalan

dengan lengan terbuka kepadaku dan seringai lebar di wajahnya?

"Baby!"?dan aku berlari lalu melompat ke dalam pelukannya dan

dia menekankan dagu berjenggot pendeknya ke daguku.

"Apa yang kaulakukan malam ini?" tanyaku.

"Beberapa teman main poker sesudah kerja, jadi aku nongkrong

sebentar. Kuharap itu tidak masalah."

"Tentu saja," kataku. "Lebih menyenangkan daripada malamku."

"Siapa saja yang datang?"

"Oh, Campbell dan Insley dan para doger monyet mereka. Mem?

bosankan. Kau berhasil lolos. Lolos dari hal menyebalkan."

Dia memelukku erat-erat?lengan kuat itu?dan mengangkatku

dari anak tangga. "Ya Tuhan, aku mencintaimu," katanya.

Kemudian datang seks dan minuman keras dan tidur malam

dalam jalinan manis, kusut lelah di tempat tidur besar kami yang

lembut. Malangnya aku.

Nick Dunne

Satu hari hilang

Aku tidak mendengar nasihat Go soal Scotch-nya. Aku menghabiskan

botol setengah penuh itu sembari duduk di sofa Go sendirian, le?

dakan adrenalin ke-18 menendang tepat ketika aku pikir aku

akhirnya akan tidur: Mataku mulai menutup, aku menggeser ban?

talku, mataku menutup, kemudian aku melihat istriku, darah meng?

usutkan rambut pirangnya, menangis dan buta dalam rasa sakit,

mengais-ngais sepanjang lantai dapur kami. Memanggil-manggil

namaku. Nick, Nick, Nick!

Aku berulang kali menyentakkan botol, menenggak isinya,

dengan pikiranku berusaha membuat diriku bisa tidur, pengulangan

yang tidak berhasil. Tidur seperti kucing: Kantuk hanya akan da?

tang ketika kau mengabaikannya. Aku minum lebih banyak dan

melanjutkan mantraku. Berhenti berpikir, tenggak, kosongkan

kepalamu, tenggak, sekarang, serius, kosongkan kepalamu, lakukan

sekarang, tenggak. Kau harus sigap besok, kau harus tidur! Tenggak.

Aku hanya bisa tidur sejenak dengan gelisah ketika sudah men?

dekati fajar, bangun sejam kemudian dengan rasa pengar. Bukan

rasa pengar yang membuatku tak berdaya, tetapi cukup kuat. Aku

merasa lunak dan kebas. Berkabut. Mungkin masih sedikit mabuk.

Aku berjalan terhuyung-huyung ke Subaru milik Go, gerakan itu

terasa asing, rasanya seperti kakiku berjalan mundur. Aku pemilik

sementara mobil ini; polisi dengan senang hati menerima Jetta-ku

yang kupakai dengan hati-hati untuk pemeriksaan bersama dengan

laptop-ku?semuanya hanya formalitas, aku diyakinkan begitu. Aku

menyetir pulang untuk mengambil beberapa pakaian layak.

Tiga mobil polisi diparkir di blokku, tetangga kami yang se?

gelintir itu berseliweran. Tidak ada Carl, tetapi ada Jan Teverer?

si wanita Kristen?dan Mike, ayah dari kembar tiga bayi tabung?

berusia tiga tahun: Trinity, Topher, dan Talullah. ("Aku benci se?

muanya, cuma dari namanya," kata Amy, penilai muram untuk apa

pun yang trendi. Ketika aku menyebutkan bahwa nama Amy dulu

trendi, istriku berkata, "Nick kau tahu cerita namaku." Aku sama

sekali tidak tahu apa yang dia bicarakan.)

Jan mengangguk dari kejauhan tanpa berserobok pandang de?

nganku, tetapi Mike berjalan menghampiri ketika aku keluar dari

mobil. "Aku ikut bersedih, man, apa pun yang bisa kulakukan, beri?

tahu aku. Apa pun. Aku memotong rumput pagi ini, jadi setidaknya

kau tidak harus cemas soal itu."

Mike dan aku bergantian memotong rumput semua properti

terabaikan yang ditutup di kompleks ini?hujan lebat di musim

semi mengubah halaman menjadi hutan, yang memancing rakun

datang. Kami diserang rakun di mana-mana, menggerogoti sampah

kami malam-malam, menyelinap ke ruang bawah tanah, bersantai

di beranda seperti hewan peliharaan yang malas. Memotong rum?

put sepertinya tidak mengusir mereka, tetapi kami setidaknya bisa

melihat mereka datang sekarang.

"Trims, man, terima kasih," kataku.

"Man, istriku, dia histeris sejak mendengar kabarnya," katanya.

"Benar-benar histeris."

"Aku menyesal mendengar itu," kataku. "Aku harus?" Aku me?

nunjuk ke arah pintuku.

"Cuma duduk-duduk, menangis melihat foto-foto Amy."

Aku yakin ada seribu foto di Internet yang muncul dalam se?

malam, hanya untuk menyuapi kebutuhan menyedihkan wanitawanita seperti istri Mike. Aku tidak punya simpati untuk ratu

drama.

"Hei, aku harus bertanya?" Mike memulai.

Aku menepuk-nepuk lengannya dan menunjuk ke pintu sekali

lagi, seolah-olah aku memiliki urusan penting. Aku berbalik se?

belum dia bisa menanyakan pertanyaan lain dan mengetuk pintu

rumahku sendiri.

Opsir Vel?squez mengantarku ke lantai atas, ke kamar tidurku

sendiri, ke dalam lemariku sendiri?melewati kotak hadiah kubus

sempurna berbalut kertas perak?dan mengizinkanku memilihmilih pakaianku. Itu membuatku tegang, memilih pakaian di depan

wanita itu dengan kepang cokelat panjangnya, wanita yang pasti

menilaiku, membentuk pendapat. Aku akhirnya meraih pakaian

tanpa melihat: Tampilan akhirnya adalah setelan bisnis santai,

celana panjang dan kemeja tangan pendek, seperti akan pergi ke

konferensi. Ini akan menjadi esai yang menarik, pikirku, memilih

baju yang tepat ketika orang terkasihmu hilang. Penulis yang rakus,

selalu lapar mencari sudut pandang, mustahil untuk dimatikan.

Aku menjejalkan semua itu ke dalam tas dan berbalik, melihat

kotak hadiah di lantai. "Bisakah aku melihat isinya?" aku bertanya

kepada si opsir.

Dia ragu sesaat, kemudian memilih bermain aman. "Tidak, maaf?

kan saya, Sir. Lebih baik tidak sekarang."

Ujung kertas kado sudah dipotong dengan cermat. "Apakah se?

seorang sudah melihat isinya?"

Si opsir mengangguk.

Aku melangkah melewati Vel?squez ke arah kotak. "Kalau sudah

dilihat berarti?"

Dia melangkah ke depanku. "Sir, saya tidak bisa membiarkan

Anda melakukan itu."

"Ini konyol. Ini untukku dari istriku?"

Aku melangkah mundur menjauhi si polisi, membungkuk, dan

satu tanganku di ujung kotak ketika dia menghantamkan lengannya

ke dadaku dari belakang. Aku merasakan ledakan amarah sejenak,

bahwa wanita ini mengira dia bisa memberitahuku apa yang harus

kulakukan di rumahku sendiri. Tidak peduli sekeras apa aku ber?

usaha menjadi anak ibuku, suara ayahku masuk ke kepalaku tanpa

diminta, meninggalkan pikiran-pikiran buruk, kata-kata kasar.

"Sir, ini tempat kejadian perkara, Anda?"

Jalang tolol.

Tiba-tiba rekannya, Riordan, ada di kamar dan menghalauku

juga, dan aku mengibaskan mereka?oke, oke, berengsek?dan

mereka memaksaku menuruni tangga. Seorang wanita sedang me?

rangkak di dekat pintu masuk, merayap di sepanjang lantai kayu,

mencari, aku berasumsi, percikan darah. Dia menengadah kepadaku

dengan tatapan tenang, kemudian kembali menunduk.

Aku memaksa diri meredakan amarah ketika menyetir kembali

ke rumah Go untuk berpakaian. Ini hanyalah satu dari rangkaian

panjang hal menyebalkan dan konyol yang akan dilakukan para

polisi dalam penyelidikan ini (aku suka peraturan yang masuk akal,

bukan peraturan tanpa logika), jadi aku harus tenang: Jangan mem?

buat kesal para polisi, aku memberitahu diriku. Ulang jika perlu:

Jangan membuat kesal polisi.

Aku berpapasan dengan Boney ketika memasuki kantor polisi, dan

dia berkata, "Mertuamu ada di sini, Nick," dengan nada menye?

mangati, seolah-olah dia menyodorkan muffin hangat kepadaku.

Marybeth dan Rand Elliott berdiri sambil berpelukan. Di tengah93

tengah kantor polisi, mereka kelihatan seperti sedang berpose

untuk foto. Begitulah aku selalu melihat mereka, tangan bersen?

tuhan, dagu saling menempel, pipi saling menggesek. Setiap kali

mengunjungi rumah keluarga Elliott, aku menjadi tukang berdeham

yang obsesif?aku mau masuk?karena pasangan Elliott bisa ada

di pojok mana pun, berkasih-kasihan. Mereka berciuman penuh di

mulut setiap kali mereka berpisah, dan Rand akan menangkup

bokong istrinya ketika berpapasan dengan Marybeth. Itu terasa

asing bagiku. Orangtuaku bercerai ketika aku dua belas tahun, dan

kupikir mungkin, ketika aku masih sangat muda, aku menyaksikan

ciuman di pipi tanpa emosi di antara kedua orangtuaku ketika hal

itu tidak mungkin dihindari. Natal, ulang tahun. Bibir kering. Pada

hari-hari terbaik dalam pernikahan mereka, komunikasi mereka

sepenuhnya seperti transaksi: Kita kehabisan susu lagi. (Aku akan

beli hari ini.) Aku butuh ini disetrika dengan benar. (Aku akan laku?

kan hari ini.) Seberapa susah sih membeli susu? (Hening.) Kau lupa

menelepon tukang leding. (Desah.) Bangsat, pakai mantelmu, seka?
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rang, dan keluar lalu beli susu terkutuk itu. Sekarang. Pesan-pesan

dan perintah-perintah ini disajikan kepadamu oleh ayahku, manajer

perusahaan telepon tingkat menengah yang memperlakukan ibuku

paling baik seperti karyawan yang tidak becus. Paling buruk? Ayah?

ku tidak pernah memukul ibuku, tetapi amarah sesungguhnya yang

tidak terkatakan akan mengisi rumah selama berhari-hari, ber?

minggu-minggu, setiap kali, membuat udara terasa lembap, sulit

untuk bernapas, ayahku berjalan mondar-mandir dengan rahang

bawahnya mencuat, membuatnya kelihatan seperti petinju terluka

yang penuh dendam, mengertak-ngertakkan gigi begitu keras kau

bisa mendengarnya dari ujung ruangan. Melemparkan benda-benda

ke dekat ibuku tetapi tidak persis mengenainya. Aku yakin dia

memberitahu dirinya sendiri: Aku tidak pernah memukulnya. Aku

yakin karena persoalan teknis ini, dia tidak pernah melihat dirinya

sebagai si penyiksa. Tetapi dia mengubah kehidupan keluarga kami

menjadi perjalanan tanpa akhir dengan arahan yang buruk dan

pengemudi berang berahang tegang, liburan yang tidak pernah

mendapatkan kesempatan untuk jadi menyenangkan. Jangan sam?

pai aku memutar balik mobil ini. Kumohon, sungguh, putar balik.

Aku rasa masalah ayahku bukan hanya dengan ibuku. Ayahku

hanya tidak menyukai wanita. Dia pikir mereka bodoh, tidak ber?

arti, mengganggu. Jalang bodoh itu. Itu frasa kesukaannya untuk

setiap wanita yang mengganggunya: sesama pengemudi, pelayan,

guru sekolah kami, yang tidak ada yang pernah benar-benar dia

temui, pertemuan orangtua-guru sendiri sudah berbau wanita. Aku

masih ingat ketika Geraldine Ferraro diumumkan sebagai kandidat

wakil presiden tahun 1984, kami semua menontonnya di berita

sebelum makan malam. Ibuku, ibu mungil manisku, menaruh

tangannya di belakang kepala Go dan berkata, Nah, kurasa itu hal

yang baik. Dan ayahku menjentikkan TV hingga mati dan berkata,

Itu lelucon. Kau tahu itu lelucon keparat. Seperti menonton monyet

naik sepeda.

Butuh lima tahun lagi sebelum ibuku memutuskan dia sudah

selesai. Aku pulang sekolah satu hari dan ayahku tidak ada lagi.

Dia ada di sana pada pagi hari dan hilang pada sore hari. Ibuku

meminta kami duduk di meja makan dan mengumumkan, "Ayahmu

dan aku memutuskan akan lebih baik untuk semua orang jika kami

hidup terpisah," dan tangis Go meledak dan berkata, "Bagus, aku

benci kalian berdua!" kemudian, bukannya berlari ke kamarnya

sesuai dengan naskah, dia menghampiri ibuku dan memeluknya.

Jadi ayahku pergi dan ibuku yang kurus, sedih, menjadi gemuk

dan bahagia?sedikit gemuk dan sangat bahagia?seolah-olah dia

seharusnya begitu dari dulu: balon kempis yang menghirup udara.

Dalam setahun, dia berubah menjadi wanita sibuk, hangat, ceria

sampai ketika dia meninggal, dan saudara perempuan ibuku me?

ngatakan hal-hal seperti "Syukurlah Maureen yang lama sudah

kembali," seolah-olah wanita yang membesarkan kami adalah

penipu.

Dan ayahku, selama bertahun-tahun aku bicara padanya di tele?

pon sekitar sekali sebulan, percakapan kami sopan dan berisi

berita, pengulangan hal-hal yang sudah terjadi. Satu-satunya per?

tanyaan yang pernah ayahku tanyakan soal Amy adalah "Apa kabar

Amy?," yang tidak ditujukan untuk mendapatkan jawaban lebih

dari "Dia baik-baik saja." Ayahku kukuh berjarak, sekalipun ketika

dia memudar ke dalam demensia di usia enam puluhan. Kalau kau

selalu lebih cepat, kau tidak pernah akan terlambat. Mantra ayahku

dan itu termasuk awal penyakit Alzheimer?penurunan perlahan

menjadi turunan tiba-tiba dan drastis yang memaksa kami me?

mindahkan ayah kami yang mandiri dan misoginis ke rumah besar

yang berbau kaldu ayam dan pesing, di mana dia dikelilingi banyak

wanita yang membantunya setiap saat. Ha.

Ayahku memiliki keterbatasan. Itu yang selalu dikatakan ibu

kami yang baik hati kepada kami. Dia punya keterbatasan, tetapi

dia tidak berniat jahat. Baik sekali ibuku mengatakan itu, tetapi

ayahku membuat kerusakan. Aku ragu Go akan pernah menikah:

Jika dia sedih atau kesal atau marah, dia harus sendirian?dia takut

seorang pria akan mengabaikan air mata perempuannya. Aku juga

buruk. Hal baik di dalam diriku kudapatkan dari ibuku. Aku bisa

bercanda, aku bisa tertawa, aku bisa menggoda, aku bisa merayakan

dan mendukung dan memuji?pada dasarnya aku bisa berfungsi

ketika suasana baik?tetapi aku tidak bisa berhadapan dengan

wanita yang marah atau penuh tangis. Aku merasakan kemurkaan

ayahku bangkit di dalam diriku dengan cara yang paling buruk.

Amy bisa memberitahumu soal itu. Dia jelas akan memberitahumu,

kalau dia ada di sini.

Aku memperhatikan Rand dan Marybeth selama sesaat sebelum

mereka melihatku. Aku bertanya-tanya seberapa berang mereka

kepadaku. Aku sudah melakukan tindakan tak termaafkan, baru

menelepon mereka sesudah kejadiannya lama berlalu. Karena ke?

pengecutanku, mertuaku akan selalu menyimpan ingatan malam

main tenis itu di imajinasi mereka: malam yang hangat, bola kuning

malas memantul-mantul di lapangan, decit sepatu tenis, Kamis

malam biasa yang mereka lewatkan sementara putri mereka meng?

hilang.

"Nick," kata Rand Elliott, melihatku. Dia mengambil tiga langkah

lebar ke arahku, dan ketika aku menyiapkan diri menerima ton?

jokan, dia memelukku amat kuat.

"Kau baik-baik saja?" bisiknya ke leherku dan mulai gemetar.

Akhirnya, dia mengeluarkan bunyi tersedak bernada tinggi, isak

tangis yang dia telan, dan mencengkeram lenganku. "Kita akan

menemukan Amy, Nick. Pasti akan begitu. Kau percaya itu, oke?"

Rand Elliott memaku diriku dalam tatapan mata birunya selama

beberapa detik, kemudian luluh kembali?sentakan napas tiga kali

seperti anak perempuan yang terlontar bagai cegukan?dan Mary?

beth bergerak mendekat, menyusupkan wajahnya ke ketiak suami?

nya.

Ketika kami berpisah, Marybeth menengadah kepadaku dengan

mata besar yang terpana itu. "Ini seperti?seperti mimpi buruk,"

katanya. "Bagaimana kabarmu, Nick?"

Ketika Marybeth bertanya Bagaimana kabarmu, itu bukan sopan

santun, itu pertanyaan soal eksistensi. Wanita itu memperhatikan

wajahku, dan aku yakin dia sedang mempelajariku, dan akan terus

mencatat setiap pikiran dan tindakanku. Pasangan Elliott yakin

semua sifat harus dipertimbangkan, dinilai, dikategorikan. Itu

semua berarti sesuatu, itu semua bisa dimanfaatkan. Ibu, Ayah, si

Bayi, ketiganya orang cerdas dengan tiga gelar cerdas dalam ilmu

psikologi?mereka berpikir lebih banyak sebelum pukul sembilan

pagi dibandingkan kebanyakan orang dalam sebulan. Aku ingat

sekali waktu menolak pai ceri saat makan malam, dan Rand me?

miringkan kepala dan berkata, "Ahh! Penganut ikonoklasme. Me?

remehkan patriotisme yang mudah dan simbolik." Dan ketika aku

berusaha menertawakannya sambil lalu dan berkata, yah, aku juga

tidak suka cobbler ceri, Marybeth menyentuh lengan Rand: "Karena

perceraian orangtuanya. Semua makanan penghibur itu, hidangan

penutup yang dimakan bersama satu keluarga, itu kenangan buruk

untuk Nick."

Konyol tetapi sangat manis, orang-orang ini menghabiskan

begitu banyak energi untuk memahamiku. Jawabannya: Aku tidak

suka ceri.

Pada pukul 11.30, kantor polisi pekak dengan suara-suara ber?

gulung. Telepon berdering, orang-orang berteriak di sepanjang

ruangan. Seorang wanita dengan nama yang tidak pernah kuingat,

yang kukenali hanya sebagai wanita berambut besar yang cerewet,

tiba-tiba membuat keberadaannya disadari di sisiku. Aku tidak

tahu sudah berapa lama dia ada di sana: "...dan tujuan utama dari

hal ini, Nick, adalah meminta orang-orang mencari Amy dan mem?

beritahu dia memiliki keluarga yang menyayanginya dan ingin dia

kembali. Ini akan sangat terkendali. Nick, kau harus?Nick?"

"Ya."

"Orang-orang akan ingin mendengar pernyataan pendek dari

suaminya."

Dari ujung ruangan, Go berderap cepat ke arahku. Dia mengan?

tarkanku ke kantor polisi, kemudian bergegas ke The Bar untuk

mengurus urusan bar selama tiga puluh menit, dan sekarang dia

kembali, bersikap seolah-olah dia sudah mengabaikanku selama

seminggu, berjalan zig-zag di antara meja-meja, tidak mengacuhkan

opsir muda yang jelas sudah ditugaskan untuk mengantar Go ma?

suk, dengan rapi, tidak berisik, dan bermartabat.

"Baik-baik saja sejauh ini?" kata Go, meremas lenganku, pelukan

khas cowok. Anak-anak Dunne tidak bisa berpelukan dengan baik.

Ibu jari Go mendarat di puting susu kananku. "Seandainya Mom

ada di sini," bisiknya, pikiran yang sudah ada di benakku juga. "Ti?

dak ada kabar?" tanyanya ketika dia menjauh.

"Tidak ada, tidak ada apa pun, berengsek?"

"Kau kelihatan seperti orang sakit."

"Aku merasa busuk sekali." Aku akan mengatakan betapa tololnya

diriku, tidak mendengarkan Go soal Scotch itu.

"Aku pun pasti akan minum sampai habis." Go menepuk pung?

gungku.

"Waktunya hampir tiba," kata si wanita Humas, tiba-tiba muncul

dengan ajaib. "Hasilnya tidak buruk untuk akhir pekan 4 Juli." Dia

mulai mengarahkan kami semua ke ruang konferensi yang suram?

tirai aluminium dan kursi lipat dan beberapa reporter yang ke?

lihatan bosan?dan naik ke platform. Aku merasa seperti pembicara

kelas tiga di konferensi tidak penting, aku dalam setelan bisnis

santai serbabiru, bicara kepada peserta yang terkurung, yang ter?

diri atas orang-orang terkena jet lag, mengkhayalkan apa yang akan

mereka santap untuk makan siang. Tetapi aku bisa melihat para

jurnalis menjadi bersemangat ketika mereka melihatku?ayo kita

katakan: pria muda, berpenampilan layak?kemudian si wanita

Humas menaruh poster dari karton di kuda-kuda dekat podium

dan itu adalah foto Amy yang diperbesar dengan tampilan paling

memukau, wajah yang membuatmu terus mengecek: Dia tidak

mungkin secantik itu, kan? Memang bisa, dia memang secantik itu,

dan aku menatap foto istriku ketika kamera-kamera menjepret

fotoku sedang menatap foto Amy. Aku memikirkan hari itu di New

York ketika aku menemukan Amy lagi: rambut pirang, bagian bela?

kang kepalanya, hanya itu yang bisa kulihat, tapi aku tahu itu dia,

dan aku melihat itu sebagai pertanda. Berjuta-juta kepala sudah

kulihat sepanjang hidupku, tapi aku tahu ini kepala cantik Amy

yang mengambang di sepanjang Seventh Avenue di depanku. Aku

tahu itu dia dan bahwa kami akan bersama.

Lampu kilat kamera menyala. Aku berpaling dan melihat bintikbintik. Rasanya surealis. Itu yang selalu dikatakan orang-orang

untuk menjelaskan momen yang sebenarnya hanyalah tidak biasa.

Aku berpikir: Kau sama sekali tidak tahu apa itu surealis. Rasa

pengarku benar-benar memanas sekarang, mata kiriku berdenyutdenyut seperti jantung.

Kamera-kamera terus membuat bunyi klik dan kedua keluarga

berdiri bersama, semuanya dengan mulut rapat, Go satu-satunya

yang kelihatan mirip orang sungguhan. Selebihnya kami kelihatan

seperti manusia-manusia pengganti, tubuh-tubuh yang sudah

digiring masuk dan dipasang tegak. Amy, di atas kuda-kudanya,
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelihatan lebih hadir. Kami semua sudah menonton konferensi

berita seperti ini?ketika wanita-wanita lain menghilang. Kami

dipaksa untuk tampil dalam adegan yang diharapkan pemirsa TV:

keluarga yang cemas tapi penuh harap. Mata-mata yang mabuk

kafein dan lengan-lengan lesu seperti boneka usang.

Namaku disebutkan; orang-orang seisi ruangan membuat suara

berdeguk penuh harap. Waktunya pertunjukan.

Ketika melihat tayangannya kemudian, aku tidak mengenali

suaraku. Aku nyaris tidak mengenali wajahku. Alkohol mengam?

bang, seperti siput, tepat di bawah permukaan kulitku membuatku

kelihatan seperti pecundang montok, cukup menyinggung perasaan

dan membuat namaku jelek. Aku cemas suaraku akan terdengar

goyah, jadi aku mengoreksi diriku berlebihan dan kata-kataku

keluar singkat-singkat, seperti sedang membaca laporan saham.

"Kami hanya ingin Amy kembali pulang dengan aman...." Sangat

tidak meyakinkan, tidak terhubung. Aku bisa saja membacakan

angka-angka secara acak.

Rand Elliott masuk dan berusaha menyelamatkanku: "Putri kami,

Amy, adalah gadis berhati baik, sangat bersemangat. Dia satu-satu?

nya anak kami, dan dia cerdas dan cantik dan baik hati. Dia benarbenar Amazing Amy. Dan kami ingin dia kembali. Nick ingin dia

kembali." Rand menaruh tangannya di bahuku, mengusap matanya,

dan aku tanpa diminta menjadi kaku. Ayahku lagi: Pria tidak me?

nangis.

Rand terus bicara: "Kami semua ingin dia kembali ke tempat

yang seharusnya, bersama keluarganya. Kami sudah mengatur

ruang kendali di Days Inn...."

Siaran berita menunjukkan Nick Dunne, suami si wanita yang

hilang, berdiri kaku di sebelah mertuanya, tangan terlipat, mata

berkilau, kelihatan nyaris bosan ketika orangtua Amy menangis.

Kemudian lebih buruk. Respons bertahun-tahunku, kebutuhan

untuk mengingatkan orang-orang aku bukan bajingan, aku pria

baik hati sekalipun tatapan tanpa emosiku, wajah rangah, menye?

balkan.

Jadi itu muncul, entah dari mana, ketika Rand memohon ke?

pulangan putrinya: senyum yang mematikan.

Amy Elliott Dunne

5 Juli 2010

Catatan buku harian

Aku tidak akan menyalahkan Nick. Aku tidak menyalahkan Nick.

Aku menolak?menolak!?berubah menjadi gadis bermulut kecut,

marah-marah dengan suara melengking. Aku membuat dua janji

kepada diriku sendiri ketika aku menikahi Nick. Satu: tidak ada

tuntutan doger monyet. Dua: Aku tidak akan pernah mengatakan,

Tentu, itu tidak masalah untukku (kalau kau mau nongkrong di luar

nanti, kalau kau mau menghabiskan akhir pekan dengan temanteman cowok, kalau kau ingin melakukan sesuatu yang ingin kau?

lakukan) kemudian menghukumnya karena melakukan yang ku?

katakan tidak masalah untukku.

Tetapi tetap saja. Hari ini ulang tahun pernikahan kami yang

ketiga dan aku sendirian di apartemen kami, wajahku kaku akibat

menangis karena, yah, karena: Baru sore ini aku mendapatkan

pesan suara dari Nick, dan aku sudah tahu ini akan buruk, aku tahu

pada detik pesan suara itu dimulai karena aku bisa menebak dia

menelepon dari ponselnya dan aku bisa mendengar suara-suara

pria di latar belakang dan jeda lama, luas, seperti dia berusaha

memutuskan apa yang akan dia katakan, kemudian aku mendengar

suara samar-samarnya, suara yang sudah basah dan malas karena

alkohol, dan aku tahu aku akan marah?tarikan napas cepat itu,

bibir menjadi kaku, bahu naik, perasaan Aku sangat tidak ingin

marah tapi aku akan marah. Apakah pria tidak tahu perasaan itu?

Kau tidak mau marah, tetapi kau berkewajiban untuk marah, nyaris

seperti itu. Karena aturan, aturan yang baik, aturan yang menye?

nangkan dilanggar. Atau mungkin aturan bukan kata yang benar.

Protokol? Kesopanan? Tetapi aturan/protokol/kesopanan?hari

ulang tahun pernikahan kami?dilanggar untuk alasan yang bagus,

aku mengerti, sungguh. Gosipnya memang benar: Enam belas pe?

nulis dipecat di majalah tempat Nick bekerja. Sepertiga staf. Nick

selamat, untuk sementara, tetapi tentu saja dia merasa berkewa?

jiban untuk mengajak yang lain mabuk-mabukan. Mereka pria,

berdesakan di taksi, menuju Second Avenue, berpura-pura berani.

Beberapa orang pulang ke istri mereka, tetapi mengejutkannya

sekelompok besar memilih tetap di luar. Nick akan menghabiskan

malam ulang tahun pernikahan kami membelikan minuman untuk

orang-orang ini, pergi ke kelab striptis dan bar yang norak, merayu

gadis 22 tahun (Temanku di sini baru saja dipecat, dia butuh di?

peluk). Pria-pria tidak punya pekerjaan ini akan berseru Nick pria

yang baik ketika dia membelikan mereka minuman dengan kartu

kredit yang terhubung dengan rekening bankku. Nick akan ber?

senang-senang pada hari ulang tahun pernikahan kami, yang bah?

kan tidak dia sebutkan dalam pesannya. Malahan, dia berkata, Aku

tahu kita punya rencana tapi....

Aku bertingkah seperti gadis kecil. Aku hanya berpikir ini akan

menjadi tradisi: Di sepanjang kota, aku sudah menyebarkan pesanpesan cinta pendek, pengingat setahun kami bersama, perburuan

harta karunku. Aku bisa membayangkan petunjuk ketiga, berkibarkibar tertahan selotip di lekukan huruf V pahatan Love karya Robert

Indiana di dekat Central Park. Besok, turis dua belas tahun yang

bosan, tersandung-sandung di belakang orangtuanya, akan memu?

ngut kertas itu, membacanya, mengangkat bahu, dan membiarkannya

terbang seperti kertas permen.

Akhir perburuan harta karunku asalnya sempurna, tapi sekarang

tidak. Hadiahnya adalah tas kantor vintage yang amat indah. Kulit.

Ulang tahun ketiga adalah kulit. Hadiah berhubungan dengan pe?

kerjaan mungkin ide buruk, mengingat pekerjaan sedang tidak

benar-benar menyenangkan sekarang. Di dapur kami, aku punya

dua lobster hidup, seperti biasanya. Atau seharusnya seperti biasa?

nya. Aku harus menelepon ibuku dan mencari tahu apakah mereka

bisa bertahan lebih dari sehari, mengacak-acak dengan bingung di

sekitar kandang mereka, atau apakah aku harus terhuyung-huyung,

dan dengan mataku yang kuyu karena anggur, bergulat dengan

lobster-lobster itu dan merebus mereka di panci tanpa alasan jelas.

Aku membunuh dua lobster yang bahkan tidak akan kumakan.

Dad menelepon untuk mengucapkan selamat, dan aku mengang?

kat telepon dan tadinya akan pura-pura santai, tetapi kemudian

aku mulai menangis ketika aku bicara?aku melakukan ngomongnangis cewek yang mengerikan: mwaha-waah-gwwahh-dan-waaawa?jadi aku harus memberitahu Dad apa yang terjadi, dan dia

memberitahu aku sebaiknya membuka sebotol anggur dan

berkubang di dalamnya sebentar. Dad selalu menjadi pendukung

sikap merajuk yang baik. Tetap saja, Nick akan marah karena aku

memberitahu Rand, dan tentu saja Rand akan melakukan kebiasaan

khas ayahnya, menepuk-nepuk Nick di bahu dan berkata, "Kudengar

kau harus minum-minum darurat pada ulang tahun pernikahanmu,

Nicky." Dan tergelak. Jadi Nick akan tahu, dan dia akan marah ke?

padaku karena dia ingin orangtuaku percaya dia sempurna?dia

berseri-seri ketika aku memberitahu orangtuaku cerita-cerita be?

tapa dia menantu yang tak bercela.

Kecuali malam ini. Aku tahu, aku tahu, aku sedang seperti gadis

kecil.

***

Sekarang pukul lima pagi. Matahari terbit, nyaris seterang lampu

jalan di luar yang baru saja berkedip mati. Aku selalu suka

perubahan itu, ketika aku bangun untuk melihatnya. Kadang-ka?

dang ketika tidak bisa tidur, aku akan menyeret tubuhku dari

tempat tidur dan menyusuri jalan pada waktu fajar, dan ketika

lampu-lampu menjentik mati, semua bersamaan, aku selalu merasa

aku sudah melihat sesuatu yang istimewa. Oh, lampu jalannya mati!

Aku ingin mengumumkan. Di New York, jam sepi bukanlah jam

tiga atau empat pagi?ada terlalu banyak orang sisa dari bar, saling

berseru ketika mereka rubuh ke dalam taksi, berteriak ke ponsel

ketika mereka dengan panik mengisap rokok terakhir sebelum

pergi tidur. Pukul lima pagi, itu waktu paling baik, ketika bunyi hak

sepatumu di trotoar terdengar terlarang. Semua orang sudah di?

masukkan ke kotak mereka dan kau menguasai seluruh tempat

sendirian.

Ini yang terjadi: Nick pulang tak lama sesudah pukul empat pagi,

sosok bengkak berbau bir dan rokok dan telur goreng, plasenta

bau busuk. Aku masih bangun, menunggu Nick, otakku berdentang

sesudah menonton maraton Law and Order. Dia duduk di dipan

kami dan melirik ke hadiah di meja dan tidak mengatakan apa pun.

Aku menatapnya balik. Dia bahkan tidak akan menyerempet ke

arah permintaan maaf?hei, maaf hari ini jadi kacau. Cuma itu yang

kuinginkan, pengakuan cepat.

"Selamat sehari sesudah ulang tahun pernikahan," aku memulai.

Nick menghela napas, erangan jengkel yang dalam. "Amy, aku

mengalami hari terburuk. Tolong jangan ditambah dengan mem?

buatku merasa bersalah."

Nick tumbuh dewasa dengan seorang ayah yang tidak pernah,

sama sekali, meminta maaf, jadi ketika Nick merasa dia berbuat

salah, dia akan menyerang. Aku tahu ini dan biasanya bisa me?

nunggu, biasanya.

"Aku cuma bilang selamat."

"Selamat ulang tahun pernikahan, suami berengsekku yang

mengabaikanku pada hari pentingku."

Kami duduk diam selama semenit, perutku terpilin. Aku tidak

mau jadi orang jahatnya di sini. Aku tidak pantas diperlakukan

begitu. Nick berdiri.

"Yah, jadi bagaimana semalam?" tanyaku patuh.

"Bagaimana? Semalam buruk luar biasa. Enam belas temanku

sekarang tidak punya pekerjaan. Situasinya menyedihkan. Aku juga

mungkin akan dipecat, beberapa bulan lagi."

Teman. Dia bahkan tidak menyukai setengah dari pria-pria yang

keluar bersamanya, tapi aku tidak mengatakan apa pun.

"Aku tahu sekarang terasa mengerikan, Nick. Tapi?"

"Ini tidak mengerikan untukmu, Amy. Tidak untukmu, tidak akan

pernah mengerikan. Tetapi kami semua? Sangat berbeda."

Omongan lama. Nick tidak suka aku tidak harus cemas soal uang

dan tidak akan pernah harus. Dia berpikir itu membuatku lebih

lembek dibandingkan orang lain dan aku tidak akan tidak setuju.

Tetapi aku bekerja. Aku masuk kerja dan pulang kantor. Beberapa

teman wanitaku sungguh-sungguh tidak pernah punya pekerjaan;

mereka membahas orang-orang yang bekerja dengan nada menga?

sihani yang sama ketika kau membicarakan si cewek gendut dengan

"wajah yang begitu cantik." Mereka akan mencondongkan badan

ke depan dan berkata, "Tetapi tentu saja, Ellen harus bekerja," se?

perti sesuatu dari drama No?l Coward. Mereka tidak menganggapku,

karena aku selalu bisa berhenti bekerja kalau mau. Aku bisa

mengisi hari-hariku di seputar komite badan amal dan dekorasi

rumah dan berkebun dan kegiatan sukarela, dan kurasa tidak ada

yang salah dengan membangun kehidupan di seputar hal-hal itu.

Sebagian besar hal-hal indah yang baik dilakukan oleh para wanita

yang dibenci orang-orang. Tetapi aku bekerja.

"Nick, aku di pihakmu. Kita akan baik-baik saja apa pun yang

terjadi. Uangku adalah uangmu."

"Tidak menurut perjanjian pranikah."

Dia mabuk. Dia hanya menyebutkan perjanjian itu ketika dia
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mabuk. Kemudian semua kedengkian itu kembali. Aku sudah ra?

tusan kali, sungguh-sungguh ratusan kali, memberitahunya, ku?

ucapkan kata-kata: Perjanjian pranikah itu murni bisnis. Itu bukan

untukku, itu bahkan bukan untuk orangtuaku, itu untuk para

pengacara orangtuaku. Perjanjian itu tidak menyiratkan apa pun

tentang kita, tidak kau dan aku.

Nick berjalan ke dapur, melemparkan dompetnya dan uang ker?

tas yang kusut ke meja kopi, meremas-remas sehelai kertas dan

melemparkannya ke tempat sampah bersama dengan bon kartu

kredit.

"Itu hal busuk untuk dikatakan, Nick."

"Ini hal busuk untuk dirasakan, Amy."

Dia berjalan ke bar kami?dengan gaya berjalan pemabuk yang

hati-hati, seperti sedang menyeberangi rawa-rawa?dan ternyata

menuangkan segelas minuman lagi.

"Kau akan membuat dirimu mual," kataku.

Dia mengangkat gelasnya dengan gaya persetan-denganmu ke?

padaku. "Kau tidak paham, Amy. Kau tidak bisa. Aku sudah bekerja

sejak aku empat belas tahun. Aku tidak pergi ke kemah tenis

bangsat dan kemah penulisan kreatif dan persiapan SAT dan semua

hal berengsek itu yang ternyata dilakukan semua orang di New

York City, karena aku sedang mengelap meja di mal dan aku memo?

tong rumput dan aku menyetir ke Hannibal dan mengenakan kos?

tum seperti Huck Finn bajingan untuk para turis dan aku mem?

bersihkan wajan funnel cake pada tengah malam."

Aku merasakan dorongan untuk tertawa, tertawa terbahakbahak. Tawa dari dalam perutku yang akan membujuk Nick dan

segera kami berdua akan tertawa dan ini akan selesai. Litani pe?

kerjaan-pekerjaan yang payah. Menikah dengan Nick selalu meng?

ingatkanku: Orang-orang harus melakukan hal mengerikan untuk

mendapatkan uang. Sejak menikah dengan Nick, aku selalu me?

lambai ke arah orang-orang yang mengenakan kostum makanan.

"Aku harus bekerja begitu keras dibandingkan orang lain di ma?

jalah itu untuk bahkan bisa berada di dalam majalahnya. Hampir

dua puluh tahun aku sudah bekerja keras mencapai tempatku se?

karang, dan sekarang semuanya akan hilang, dan aku tidak tahu

hal lain untuk dilakukan, kecuali aku ingin kembali ke rumah, men?

jadi tikus sungai lagi."

"Kau mungkin terlalu tua untuk berperan sebagai Huck Finn,"

kataku.

"Persetan kau, Amy."

Kemudian dia pergi ke kamar tidur. Dia tidak pernah mengumpat

kepadaku seperti itu, tetapi kata itu keluar dari mulutnya begitu

mulus sehingga aku berasumsi?dan ini tidak pernah terlintas di

benakku?aku berasumsi dia pernah memikirkannya. Berkali-kali.

Aku tidak pernah berpikir aku akan menjadi wanita yang akan

dikatai persetan oleh suaminya. Dan kami sudah bersumpah tidak

pernah pergi tidur dengan rasa marah. Kompromi, komunikasi,

dan tidak pernah pergi tidur dengan rasa marah?tiga nasihat yang

dihadiahkan dan dihadiahkan kembali kepada semua pasangan

baru. Tetapi akhir-akhir ini sepertinya aku satu-satunya yang ber?

kompromi; komunikasi kami tidak menyelesaikan apa pun; dan

Nick sangat lihai pergi tidur dalam keadaan marah. Dia bisa me?

matikan emosinya seperti keran. Dia sudah mendengkur.

Kemudian aku tidak bisa menahan diriku, walaupun ini bukan

urusanku, walaupun Nick akan berang jika dia tahu: Aku melintas

ke arah tempat sampah dan mengeluarkan bon-bonnya, jadi aku

bisa membayangkan di mana dia berada semalaman. Dua bar, dua

kelab striptis. Dan aku bisa melihatnya di setiap tempat itu, mem?

bicarakan diriku dengan teman-temannya, karena dia pasti sudah

membicarakan aku sampai-sampai semua kekejian picik penuh

noda itu bisa keluar begitu mudah. Aku membayangkan mereka di

salah satu kelab striptis yang lebih mahal, di kelab mewah yang

membuat para pria percaya mereka didesain untuk berkuasa, bah?

wa wanita ditujukan untuk melayani mereka, akustik yang sengaja

dibuat buruk dan musik yang berdentam-dentam sehingga tidak

ada yang harus bicara, wanita dengan payudara layu membelai

suamiku (yang bersumpah semua itu cuma lelucon), rambut wanita

itu tergerai di punggungnya, bibirnya basah dengan pemulas bibir

mengilat, tetapi aku seharusnya tidak merasa terancam, tidak, ini

cuma hura-hura bocah lelaki, aku seharusnya menertawakannya,

aku seharusnya menjadi teman yang pengertian.

Kemudian aku melicinkan kertas yang diremas-remas dan me?

lihat tulisan tangan perempuan?Hannah?dan nomor telepon.

Seandainya ini seperti di film-film, namanya sesuatu yang konyol,

CanDee atau Bambie, sesuatu yang bisa membuatmu memutar bola

mata. Misti dengan dua hati di atas huruf i. Tetapi ini Hannah, wa?

nita sungguhan, mungkin seperti aku. Nick tidak pernah ber?

selingkuh dariku, dia pernah bersumpah, tetapi aku juga tahu dia

punya banyak kesempatan. Aku bisa menanyainya soal Hannah,

dan dia akan berkata, Aku tidak tahu kenapa dia memberiku nomor?

nya, tetapi aku tidak mau kasar, jadi aku mengambilnya. Yang

mungkin benar. Atau tidak. Dia bisa berselingkuh dariku dan dia

tidak akan pernah memberitahuku, dan dia akan semakin tidak

menghargaiku karena aku tidak mengetahui wanita simpanan itu.

Dia akan menatapku dari ujung meja sarapan, tanpa rasa bersalah

menyeruput sereal, dan tahu aku tolol, dan bagaimana bisa orang

menghargai orang tolol?

Sekarang aku menangis lagi, dengan Hannah di tangan.

Sangat khas perempuan kan, merasa buruk tentang satu malam

ketika cowok-cowok berkumpul kemudian hal itu semakin mem?

besar menjadi ketidaksetiaan yang akan menghancurkan perni?

kahan kami?

Aku tidak tahu apa yang seharusnya kulakukan. Aku merasa

seperti wanita galak bersuara nyaring bermulut kasar, atau orang

konyol tertindas?aku tidak tahu yang mana. Aku tidak mau marah,

aku bahkan tidak bisa memutuskan apakah seharusnya marah. Aku

berpikir untuk tidur di hotel, membiarkan Nick bertanya-tanya

soal diriku sekali ini.

Aku berdiam di tempat selama beberapa menit, kemudian me?

narik napas dan mengarungi kamar kami yang lembap karena

alkohol, dan ketika aku masuk ke tempat tidur, dia berbalik ke

arahku dan melingkarkan lengannya ke tubuhku dan mengubur

wajahnya dalam leherku, dan pada saat bersamaan kami berdua

berkata, "Maafkan aku."

Nick Dunne

Sehari hilang

Lampu kilat meledak dan aku memudarkan senyumku, tetapi tidak

cukup cepat. Aku merasakan gelombang panas menggulung naik

di leherku dan titik-titik keringat terbit di hidungku. Bodoh, Nick,

bodoh. Kemudian, persis ketika aku berusaha mengendalikan

diriku, konferensi pers itu berakhir, dan terlambat sudah untuk

membuat kesan yang berbeda.

Aku berjalan keluar dengan pasangan Elliott, kepalaku ditunduk?

kan dalam-dalam ketika lebih banyak lampu kilat menyala. Aku

nyaris sampai ke pintu keluar ketika Gilpin berjalan melintasi

ruangan ke arahku, memberi tanda kepadaku untuk berhenti: "Bisa

minta waktu sebentar, Nick?"

Dia mengabariku selagi kami berjalan ke kantor di belakang:

"Kami memeriksa rumah di kompleks rumahmu yang didobrak

masuk, kelihatannya ada orang-orang yang tinggal di sana, jadi

kami mengirim orang lab ke sana. Dan kami menemukan rumah

lain di ujung kompleksmu ditinggali beberapa tunawisma."

"Maksudku, itu yang mencemaskanku," kataku. "Orang-orang

menumpang tidur di mana-mana. Seisi kota ini dibanjiri penganggur

yang marah."

Carthage, sampai setahun yang lalu, adalah kota perusahaan dan

perusahaan itu adalah Riverway Mall yang luas, kota kecil di dalam

kota yang sekali waktu mempekerjakan empat ribu orang lokal?

seperlima dari populasi total. Mal itu dibangun pada 1985, mal

yang menjadi tempat tujuan dan diniatkan menarik pengunjung

dari seluruh Middle West. Aku masih ingat hari pembukaannya:

aku dan Go, Mom dan Dad, menonton keramaian dari kerumunan

paling belakang di tempat parkir luas berlapis ter, karena ayah

kami selalu ingin bisa pergi cepat-cepat, dari tempat mana pun.

Bahkan pada pertandingan bisbol, kami parkir di sebelah pintu

keluar dan pergi pada babak kedelapan, aku dan Go adalah se?

pasang anak yang merengek dan berlumuran moster, merajuk dan

terbakar matahari: Kita tidak pernah melihat akhirnya. Tetapi kali

ini, posisi menguntungkan di kejauhan ini lebih baik, karena kami

bisa melihat keseluruhan acara: kerumunan yang tidak sabar, ber?

sama-sama bertumpu pada satu kaki bergantian; walikota di atas

podium berwarna merah, putih, dan biru; kata-kata yang mem?

bahana?kebanggaan, kemajuan, kemakmuran, sukses?bergulir di

atas kami, tentara-tentara di medan pertempuran konsumerisme,

dipersenjatai dengan buku cek bersampul vinil dan tas tangan

perca. Dan pintu-pintu membuka. Dan ketergesa-gesaan ke dalam

ruangan sejuk berpendingin udara, musik mal Muzak, para penjual

yang tersenyum yang adalah para tetangga kami. Ayahku meng?

izinkan kami masuk hari itu, mengantre, dan membelikan kami

sesuatu: cangkir kertas lembap penuh dengan minuman dari

Orange Julius.

Selama seperempat abad, Riverway Mall bertahan. Kemudian

resesi melanda, mengempas satu demi satu toko hingga seluruh

mal bangkrut. Sekarang tempat itu menjadi gema seluas 18 hektare.

Tidak ada perusahaan yang mengklaimnya, tidak ada pebisnis yang

menjanjikan kebangkitan kembali, tidak ada yang tahu apa yang

harus dilakukan dengan bangunan itu atau apa yang terjadi kepada

orang-orang yang bekerja di sana, termasuk ibuku, yang kehilangan

pekerjaannya di Shoe-Be-Doo-Be?dua dekade berlutut dan me?

mijat, mengatur kotak-kotak dan mengumpulkan kaus kaki lembap,

hilang tanpa peringatan.

Kejatuhan mal itu membuat Carthage bangkrut. Orang-orang

kehilangan pekerjaan, mereka kehilangan rumah. Tidak ada yang

bisa melihat ada hal baik yang akan segera tiba. Kita tidak pernah

melihat akhirnya. Hanya saja kelihatannya kali ini Go dan aku akan

melihat akhirnya. Kami semua akan melihatnya.

Kebangkrutan itu selaras sempurna dengan jiwaku. Selama be?

berapa tahun, aku merasa bosan. Bukan kebosanan bocah perengek

yang gelisah (walaupun aku tidak lebih baik dibandingkan itu),

tetapi rasa tidak nyaman yang pekat dan menyelimuti. Sepertinya

bagiku tidak ada hal baru lagi untuk ditemukan. Masyarakat kami

amat tidak orisinal dengan cara yang merusak (walaupun tidak

orisinal sebagai sebuah kritik sebenarnya tidaklah orisinal). Kami

manusia pertama yang tidak akan pernah melihat apa pun untuk

kali pertama. Kami memelototi keajaiban dunia, bermata bosan,

tidak terpesona. Mona Lisa, Piramida, Empire State Building. Satwa

hutan menyerang, gunung es tua rubuh, gunung meletus. Aku tidak

bisa mengingat satu hal mengagumkan yang kulihat pertama kali

yang tidak langsung kuhubungkan dengan film atau acara TV. Iklan

bangsat. Kau tahu kalimat membosankan yang dilagukan itu:

Basiiiiii. Aku benar-benar sudah melihat semuanya, dan yang paling
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buruk, hal yang membuatku ingin meledakkan kepalaku adalah:

Pengalaman tangan kedua itu selalu lebih baik. Gambarnya lebih

tajam, pemandangannya lebih menyenangkan, sudut kamera dan

lagu pengantarnya memanipulasi emosiku dengan cara yang tidak

bisa lagi dilakukan oleh realitas. Aku tidak tahu apakah kita se?

benarnya masih manusia pada titik ini, orang-orang yang mirip

dengan kita, yang tumbuh dewasa dengan TV dan film dan sekarang

Internet. Jika dikhianati, kita tahu kata-kata yang harus dikatakan;

ketika orang terkasih meninggal, kita tahu kata-kata yang harus

dikatakan. Jika ingin berperan menjadi si pria jantan, atau si sok

tahu, atau si pandir, kita tahu kata-kata yang harus diucapkan. Kita

semua mengandalkan naskah dengan halaman terlipat yang sama.

Sekarang adalah era yang amat sulit untuk menjadi seseorang,

seseorang yang nyata dan sungguhan, ketimbang koleksi kepri?

badian yang dipilih dari mesin otomatis sifat yang tak akan pernah

berakhir.

Dan kalau kita semua berakting, tidak ada yang namanya

pasangan jiwa, karena kita tidak benar-benar memiliki jiwa.

Ini sampai pada titik ketika tidak ada yang berarti, karena aku

bukan orang sungguhan dan orang lain pun bukan.

Aku bersedia melakukan apa pun untuk merasa nyata kembali.

Gilpin membuka pintu ke ruang yang sama tempat mereka meng?

interogasiku malam sebelumnya. Di tengah-tengah meja ada kotak

hadiah keperakan Amy.

Aku berdiri menatap kotak itu tergeletak di tengah meja, begitu

meneror dalam latar baru ini. Rasa ngeri terbit dalam diriku.

Kenapa sebelumnya aku tidak menemukan kotak itu? Aku seharus?

nya menemukan kotak itu.

"Silakan," kata Gilpin. "Kami ingin kau melihat isinya."

Aku membuka kotak itu dengan hati-hati seolah-olah mungkin

ada kepala di dalamnya. Aku hanya menemukan amplop biru lem?

but bertuliskan PETUNJUK PERTAMA.

Gilpin menyeringai. "Bayangkan kebingungan kami: Kasus orang

hilang dan kami menemukan amplop bertuliskan PETUNJUK PER?

TAMA."

"Ini untuk perburuan harta karun yang istriku?"

"Benar. Untuk ulang tahun pernikahanmu. Ayah mertuamu me?

nyebutkan itu."

Aku membuka amplop, menarik kertas tebal biru langit?kertas

surat khas Amy?dilipat sekali. Rasa getir merayap ke tenggorokan?

ku. Perburuan harta karun selalu berujung pada satu pertanyaan:

Siapakah Amy? (Apa yang dipikirkan istriku? Apa yang penting

baginya setahun terakhir ini? Momen apa yang membuatnya paling

bahagia? Amy, Amy, Amy, ayo berpikir soal Amy.)

Aku membaca petunjuk pertama dengan gigi terkatup rapat.

Mengingat suasana pernikahan kami setahun terakhir ini, petunjuk

ini akan membuatku kelihatan buruk. Aku tidak butuh hal lain yang

membuatku kelihatan buruk.

Aku membayangkan diriku jadi muridmu,

Dengan guru yang tampan dan bijak

Pikiranku terbuka (lalu kakiku pun terkuak!)

Kalau aku muridmu, tak perlu bunga jemu

Mungkin hanya janji nakal di jam kerjamu

Jadi cepat, berangkat, bersua

Dan kali ini aku akan mengajarimu satu atau dua

Ini adalah daftar untuk kehidupan yang lain. Kalau segala hal

berjalan sesuai dengan visi istriku, kemarin dia akan menyedot

debu di dekatku ketika aku membaca puisi ini, memperhatikanku

dengan penuh harap, harapan memancar dari dirinya seperti de?

mam: Tolong tebak ini. Tolong pahami aku.

Dan dia akhirnya akan berkata, Jadi? Dan aku akan berkata:

"Oh, aku tahu ini! Pasti maksudnya adalah kantorku. Di kampus

D3. Aku dosen pembantu di sana. Heh. Maksudku, pasti itu ja?

wabannya, kan?" Aku menyipitkan mata dan membaca ulang. "Dia

memberiku yang mudah tahun ini."

"Kau ingin aku mengantarmu ke sana?" tanya Gilpin.

"Tidak, aku menyetir mobil Go."

"Aku akan mengikutimu kalau begitu."

"Kaupikir ini penting?"

"Yah, ini menunjukkan pergerakannya sehari atau dua hari se?

belum dia menghilang. Jadi ini bukannya tidak penting." Gilpin

menatap kertas surat itu. "Ini manis, kau tahu? Seperti sesuatu dari

film: perburuan harta karun. Istriku dan aku, kami saling memberi

kartu dan mungkin makan di luar. Kelihatannya kalian melakukannya

dengan benar. Menjaga romansanya."

Kemudian Gilpin menatap sepatunya, merona merah, dan meng?

gerincingkan kuncinya lalu pergi.

Kampus itu dengan megah memberiku kantor sebesar peti mati,

cukup besar untuk satu meja, dua kursi, beberapa rak. Gilpin dan

aku berjalan melintasi siswa-siswa sekolah musim panas, kom?

binasi dari anak-anak yang amat muda (bosan tapi sibuk, jari-jari

mereka mengetikkan pesan atau memutar musik) dan orang-orang

lebih tua yang tampak bersungguh-sungguh dan mereka, menurut

tebakanku, adalah para pekerja mal yang dipecat, berusaha melatih

diri untuk karier baru.

"Kau mengajar apa?" tanya Gilpin.

"Jurnalisme, jurnalisme majalah." Seorang gadis menulis pesan

di ponselnya dan berjalan, lupa situasi di sekitarnya, dan nyaris

menabrakku. Dia melangkah ke pinggir tanpa menengadah. Itu

membuatku merasa jengkel, seperti pria tua yang menjerit me?

nyingkir dari halamanku!

"Kukira kau tidak bekerja di jurnalisme lagi."

"Dia yang tidak bisa...." Aku tersenyum.

Aku membuka kunci kantorku, melangkah masuk ke udara

pengap berbau debu. Aku cuti musim panas ini; sudah bermingguminggu sejak aku datang kemari. Di mejaku ada amplop lain,

bertuliskan PETUNJUK KEDUA.

"Kuncimu selalu di gantungan kuncimu?" tanya Gilpin.

"Ya."

"Jadi Amy bisa meminjamnya untuk masuk."

Aku merobek pinggir amplop.

"Dan kami punya kunci cadangan di rumah." Amy membuat

duplikat untuk semua hal?aku cenderung lupa menaruh kunci,

kartu kredit, ponsel, tetapi aku tidak mau memberitahukan ini

kepada Gilpin, dan mendapatkan ejekan bayi di keluarga lagi.

"Kenapa?"

"Oh, hanya ingin memastikan dia tidak harus meminjam kepada,

entahlah, petugas kebersihan kampus atau orang lain."

"Tidak ada tipe Freddy Krueger di sini setahuku."

"Tidak pernah menonton film-film itu," jawab Gilpin.

Di dalam amplop ada dua lembar kertas terlipat. Satu diberi

gambar hati; satu lagi ditulisi PETUNJUK.

Dua surat. Berbeda. Perutku mengejang. Tuhan tahu apa yang

akan dikatakan Amy. Aku membuka surat dengan gambar hati.

Seandainya aku tidak membiarkan Gilpin masuk, kemudian aku

menangkap kata-kata pertamanya.

Suami Tersayangku,

Aku rasa ini tempat yang sempurna?lorong-lorong suci tem?

pat belajar ini!?untuk mengatakan bahwa kupikir kau adalah

pria yang brilian. Aku tidak cukup sering memberitahumu ini,

tapi aku takjub akan pikiranmu: statistika dan anekdot aneh,

fakta-fakta tidak lazim, kemampuan mengherankan mengutip

kalimat dari film, kecerdasanmu yang gesit, caramu merangkai

kata yang indah. Setelah bertahun-tahun bersama, aku pikir se?

pasang suami-istri bisa lupa betapa indahnya mereka menemu?

kan satu sama lain. Aku ingat ketika kita pertama kali bertemu,

betapa aku terpesona olehmu, karena itu aku ingin menyempatkan

diri untuk memberitahumu aku masih terpesona dan ini adalah

salah satu hal tentangmu yang amat kusuka: Kau BRILIAN.

Mulutku berair. Gilpin membaca dari atas bahuku dan dia meng?

hela napas. "Wanita yang manis," katanya. Kemudian dia berdeham.

"Euh, eh, ini punyamu?"

Dia menggunakan ujung penghapus dari sebatang pensil untuk

mengangkat pakaian dalam wanita (sebenarnya, itu celana dalam?

minim, berenda, merah?tetapi aku tahu para wanita tidak me?

nyukai kata itu?cari di Google benci kata celana dalam). Benda

itu menggantung di kenop unit AC.

"Oh, astaga. Itu memalukan."

Gilpin menunggu penjelasan.

"Euh, sekali waktu Amy dan aku, yah, kau membaca suratnya.

Kami semacam, kau tahu kan, kadang-kadang harus memeriahkan

suasana."

Gilpin menyeringai. "Oh, aku paham, dosen bergairah dan siswa

yang nakal. Aku paham. Kalian berdua sungguh-sungguh melaku?

kannya dengan benar." Aku meraih pakaian dalam itu, tetapi Gilpin

sudah mengeluarkan kantong barang bukti dari sakunya dan me?

masukkan benda itu. "Cuma untuk jaga-jaga," katanya tanpa pen?

jelasan lebih.

"Oh, kumohon, jangan," kataku. "Amy akan mati?" Aku meng?

hentikan diriku bicara.

"Jangan cemas, Nick, ini cuma protokol, Teman. Kau tidak per?

caya aturan yang harus kami patuhi. Cuma untuk jaga-jaga, untuk

jaga-jaga. Konyol. Apa yang dikatakan petunjuknya?"

Aku membiarkan Gilpin membaca dari atas bahuku lagi, aroma

segarnya yang membahana mengalihkan perhatianku.

"Jadi yang ini maksudnya apa?" tanyanya.

"Aku tidak tahu," aku berbohong.

Akhirnya aku bisa menyingkir dari Gilpin, kemudian menyetir tanpa

arah sepanjang jalan tol agar aku bisa menelepon menggunakan

ponsel cadanganku. Tidak ada jawaban. Aku tidak meninggalkan

pesan. Aku menyetir selama beberapa saat, seolah-olah bisa pergi

ke mana pun, kemudian aku berputar balik dan menyetir selama

45 menit kembali ke kota untuk menemui pasangan Elliott di Days

Inn. Aku berjalan ke lobi yang penuh dengan anggota Asosiasi

Pemasok Gaji Midwest?tas beroda diparkir di mana-mana, para

pemilik tas menyesap minuman selamat datang dalam cangkir

plastik kecil dan membangun relasi, memaksakan tawa dengan

suara berat dan kantong untuk memancing kartu bisnis. Aku naik

lift dengan empat pria, semuanya nyaris botak dan bercelana khaki

dan berkaus golf, tali bretel memantul-mantul di sekitar perut-pe?

rut yang berdekatan.

Marybeth membukakan pintu sambil berbicara di ponselnya;

dia menunjuk ke arah TV dan berbisik kepadaku, "Kami punya

daging asap kalau kau mau, Sayang," kemudian pergi ke kamar

mandi dan menutup pintu, gumamnya berlanjut.

Dia keluar dari kamar mandi beberapa menit kemudian, tepat

waktu untuk berita lokal jam lima dari St. Louis, yang diawali de?

ngan berita hilangnya Amy. "Foto yang sempurna," gumam Mary?

beth ke arah layar TV, di mana Amy menatap balik ke arah kami.

"Orang-orang akan melihatnya dan tahu pasti seperti apa rupa

Amy."

Aku memikirkan foto itu?foto wajah Amy ketika dia mencoba
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akting?cantik tetapi menggelisahkan. Foto Amy membuatmu me?

rasa seolah-olah dia memperhatikanmu, seperti foto lama di rumah

berhantu, matanya mengikuti dari kiri ke kanan.

"Kita sebaiknya memberi mereka beberapa foto candid Amy,"

kataku. "Beberapa foto sehari-hari."

Pasangan Elliott mengangguk bersamaan tetapi tidak berkatakata, memperhatikan. Ketika berita itu sudah selesai, Rand me?

mecah keheningan: "Aku merasa mual."

"Aku tahu," kata Marybeth.

"Bagaimana keadaanmu, Nick?" tanya Rand, membungkuk, ta?

ngan di lutut, seolah-olah dia bersiap-siap bangkit dari sofa tetapi

tidak bisa melakukannya.

"Aku berantakan, sejujurnya. Aku merasa begitu tidak berguna."

"Kau tahu, aku harus bertanya, bagaimana dengan para pe?

gawaimu, Nick?" Rand akhirnya berdiri. Dia pergi ke minibar, me?

nuangkan ginger ale untuk dirinya, kemudian berpaling kepadaku

dan Marybeth. "Yang lain? Sesuatu? Apa pun?" Aku menggeleng;

Marybeth meminta air soda.

"Mau air soda dengan sedikit gin, Sayang?" tanya Rand, suara

dalamnya terdengar tinggi di kata terakhir.

"Tentu. Ya. Aku mau." Marybeth menutup mata, membungkuk,

dan menaruh wajahnya di antara kedua lututnya; kemudian dia

menarik napas dalam-dalam dan duduk kembali persis sama se?

perti posisi sebelumnya, seolah-olah itu hanyalah latihan yoga.

"Aku memberi mereka daftar nama semua orang," kataku. "Tapi

ini bisnis yang cukup jinak, Rand. Aku pikir itu bukan tempat yang

harus diperhatikan."

Rand menaruh tangan di mulutnya dan menggosok-gosok wajah?

nya dengan gerakan ke atas, daging pipinya mengumpul di sekitar

matanya. "Tentu saja, kami melakukan hal yang sama dengan bisnis

kami, Nick."

Rand dan Marybeth selalu merujuk seri Amazing Amy sebagai

bisnis, yang menurutku dalam pandangan pertama selalu terasa

konyol: Itu buku anak-anak, soal gadis kecil yang sempurna yang

ditampilkan di setiap sampul buku, versi kartun dari Amy-ku.

Tetapi tentu saja seri itu adalah (dulu) bisnis, bisnis yang besar.

Seri itu menjadi bacaan wajib di sekolah dasar selama nyaris dua

dekade, terutama karena kuis yang ada di bagian akhir setiap bab.

Di kelas tiga, misalnya, Amazing Amy menangkap basah teman?

nya Brian memberi kura-kura kelas terlalu banyak makanan.

Amazing Amy berusaha untuk menjelaskan itu kepada Brian, tetapi

ketika si anak lelaki itu teguh memberikan makanan lebih, Amy

tidak memiliki pilihan lain selain mengadukan Brian kepada guru?

nya: "Mrs. Tibbles, aku tidak mau jadi pengadu, tetapi aku tidak

yakin harus melakukan apa. Aku berusaha bicara kepada Brian

sendiri, tetapi sekarang... kurasa aku butuh bantuan dari orang

dewasa...." Hasil akhirnya:

1) Brian memberitahu Amy dia teman yang tidak bisa dipercaya

dan berhenti bicara dengannya.

2) Teman pemalu Amy, Suzy, berkata Amy seharusnya tidak

memberitahu guru; dia seharusnya diam-diam mengambil

makanannya keluar tanpa diketahui Brian.

3) Saingan bebuyutan Amy, Joanna, berkata Amy iri dan hanya ingin

memberi kura-kura makan sendiri.

4) Amy menolak menyerah?dia merasa dia melakukan hal yang

tepat.

Siapa yang benar?!

Nah, itu gampang, karena Amy selalu benar, dalam setiap cerita.

(Jangan pikir aku belum mengangkat isu ini dalam argumenku

dengan Amy-ku yang sungguhan, karena aku sudah melakukannya,

lebih dari sekali.)

Kuis-kuis itu?ditulis oleh dua psikolog, yang juga adalah orang?

tua seperti kau!?seharusnya mengungkapkan ciri-ciri kepribadian

seorang anak: Apakah si kecilmu suka merajuk dan tidak bisa di?

koreksi, seperti Brian? Penurut yang penakut, seperti Suzy? Pencari

masalah, seperti Joanna? Atau sempurna, seperti Amy? Buku-buku

itu menjadi amat trendi di kalangan kelas pekerja yang berkembang:

Seri ini menjadi panduan cara menjadi orangtua. Seperti kubus

Rubik dalam hal pengasuhan anak. Keluarga Elliott menjadi kaya.

Pada satu waktu diperkirakan semua perpustakaan sekolah di

Amerika memiliki buku Amazing Amy.

"Kau cemas ini mungkin berhubungan dengan bisnis Amazing

Amy?" tanyaku.

"Kami pikir ada beberapa orang yang kami pikir layak diperiksa,"

Rand memulai.

Aku terbatuk menahan tawa. "Kaupikir Judith Viorst menculik

Amy untuk Alexander jadi dia tidak akan mengalami lebih banyak

Hari-Hari Jelek, Mengerikan, Tidak Bagus, Amat Buruk?"

Rand dan Marybeth memalingkan wajah terkejut dan kecewa

yang sama ke arahku. Itu hal menjijikkan dan tidak bermutu untuk

dikatakan?otakku mengeluarkan serdawa pikiran-pikiran tidak

pantas pada waktu yang tidak tepat. Gas mental yang tidak bisa

kukendalikan. Seperti ini, aku akan mulai menyanyikan lirik lagu

"Bony Moronie" di pikiranku setiap kali aku melihat teman polisiku.

Dia sekurus batang makaroni, otakku akan bersenandung sementara

Detektif Rhonda Boney memberitahuku soal memeriksa sungai

untuk mencari istriku yang hilang. Mekanisme pertahanan diri, aku

memberitahu diriku, cuma mekanisme pertahanan diri yang aneh.

Aku ingin itu berhenti.

Aku mengatur ulang kakiku dengan hati-hati, bicara dengan

hati-hati, seolah-olah kata-kataku adalah tumpukan porselen indah

yang berat dan sulit diatur. "Maafkan aku, aku tidak tahu kenapa

aku mengatakan itu."

"Kita semua lelah," Rand menawarkan penjelasan.

"Kita akan memita polisi menciduk Viorst," Marybeth mencoba

bicara. "Dan si jalang Beveryly Cleary juga." Itu lebih mirip pengam?

punan daripada lelucon.

"Kurasa aku harus memberitahumu," kataku. "Para polisi, wajar

dalam kasus seperti ini?"

"Untuk memeriksa suami terlebih dulu, aku tahu," Rand meng?

interupsi. "Kukatakan mereka membuang-buang waktu. Perta?

nyaan-pertanyaan yang mereka tanyakan kepada kami?"

"Pertanyaan-pertanyaan itu ofensif," Marybeth menyelesaikan

omongan.

"Jadi mereka sudah bicara dengan kalian? Soal aku?" Aku ber?

jalan ke minibar, dengan santai menuangkan gin. Aku menelan tiga

tenggak sekaligus dan langsung merasa lebih buruk. Perutku se?

dang merayap naik ke kerongkongan. "Mereka menanyakan hal

seperti apa?"

"Pernahkah kau melukai Amy, pernahkah Amy menyebutkan

kau mengancamnya?" Marybeth mendaftarkan pertanyaan-per?

tanyaan itu. "Apakah kau perayu wanita, pernahkah Amy menyebut?

kan kau berselingkuh? Karena itu kedengarannya seperti Amy,

bukan? Aku memberitahu mereka kami tidak membesarkan anak

yang penurut."

Rand menaruh sebelah tangan di bahuku. "Nick, apa yang se?

harusnya kami katakan pertama-tama adalah ini: Kami tahu kau

tidak akan pernah melukai Amy. Aku bahkan memberitahu polisi,

menceritakan soal kau menyelamatkan tikus di rumah pantai, me?

nyelamatkannya dari jebakan lem." Rand menoleh ke arah Marybeth

seolah-olah dia tidak tahu cerita itu dan Marybeth memberikan

perhatian penuhnya. "Menghabiskan satu jam berusaha memojok?

kan binatang sialan itu, kemudian benar-benar membawa bajingan

kecil itu ke luar kota. Apakah itu kedengaran seperti pria yang akan

menyakiti istrinya?"

Aku merasakan ledakan rasa bersalah dan benci pada diri sen?

diri. Aku berpikir sesaat aku mungkin akan menangis, akhirnya.

"Kami menyayangimu, Nick," kata Rand, memberiku remasan

terakhir.

"Kami memang menyayangimu, Nick," ulang Marybeth. "Kau

putra kami. Kami sangat menyesal selain Amy menghilang, kau

harus berurusan dengan ini?awan kecurigaan."

Aku tidak suka frasa awan kecurigaan. Aku lebih suka penye?

lidikan rutin atau formalitas belaka.

"Mereka bertanya-tanya soal reservasi restoranmu malam itu,"

kata Marybeth, dengan lirikan yang terlalu santai.

"Reservasiku?"

"Mereka bilang kau memberitahu kau membuat reservasi di

Houston?s, tetapi mereka memeriksanya dan tidak ada reservasi.

Mereka sepertinya sangat tertarik dengan itu."

Aku tidak membuat reservasi dan aku tidak punya hadiah untuk

Amy. Karena kalau berencana untuk membunuh Amy hari itu, aku

tidak membutuhkan reservasi untuk malam itu atau hadiah yang

tidak harus kuberikan kepadanya. Pencapaian seorang pembunuh

yang sangat pragmatis.

Aku begitu amat pragmatis?teman-temanku jelas bisa mem?

beritahu polisi soal itu.

"Eh, tidak. Tidak, aku tidak pernah membuat reservasi. Mereka

pasti salah paham. Aku akan memberitahu mereka."

Aku mengenyakkan diri ke sofa di seberang Marybeth. Aku tidak

mau Rand menyentuhku lagi.

"Oh, oke. Bagus," kata Marybeth. "Apakah Amy, euh, apakah kau

mendapatkan perburuan harta karun tahun ini?" Matanya berubah

merah lagi. "Sebelum...."

"Ya, mereka memberiku petunjuk pertama hari ini. Gilpin dan

aku menemukan petunjuk kedua di kantorku di kampus. Aku masih

berusaha menebaknya."

"Bisakah kami melihatnya?" tanya ibu mertuaku.

"Aku tidak membawanya," aku berbohong.

"Akankah kau... akankah kau mencoba untuk menyelesaikan

perburuan harta karun itu, Nick?" tanya Marybeth.

"Aku akan melakukannya, Marybeth. Aku akan menyelesaikannya."

"Aku tidak suka memikirkan benda-benda yang Amy sentuh,

ditinggalkan di luar sana, sendirian?"

Ponselku berbunyi, si ponsel cadangan, dan aku melirik ke layar?

nya, kemudian mematikan telepon. Aku harus menyingkirkan

benda ini, tetapi aku masih belum bisa.

"Kau seharusnya menjawab setiap panggilan, Nick," kata Mary?

beth.

"Aku kenal yang ini?hanya dana alumni kampusku mencari

uang."

Rand duduk di sebelahku di sofa. Bantalan sofa yang usang, su?

dah disiksa begitu lama melesak dalam karena berat badan kami,

jadi kami berakhir saling terdorong mendekat, dengan lengan sa?

ling menyentuh, dan itu tidak masalah untuk Rand. Dia salah satu

pria yang akan mengatakan Aku tukang peluk ketika dia menda?

tangiku, mengabaikan untuk bertanya apakah perasaan itu sama

untuk orang lain.

Marybeth kembali serius: "Kami pikir mungkin seorang peng?

gemar Amy yang obsesif yang menculiknya." Dia berpaling kepada?

ku, seolah-olah sedang memohon. "Kami diikuti orang-orang itu

selama bertahun-tahun."
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Amy dulu senang mengingat-ingat cerita para pria yang terobsesi

kepadanya. Dia menjelaskan para penguntit itu dengan suara pelan

sembari meminum gelas-gelas anggur pada beragam periode di

pernikahan kami?para pria yang masih ada di luar sana, selalu

memikirkannya dan menginginkannya. Aku curiga cerita-cerita itu

dilebih-lebihkan: Para pria itu selalu terdengar berbahaya hingga

tingkat yang amat tepat?cukup untuk membuatku cemas tetapi

tidak cukup untuk kami melibatkan polisi. Singkatnya, dunia drama

di mana aku bisa menjadi pahlawan berdada bidang Amy, membela

kehormatannya. Amy terlalu independen, terlalu modern, untuk

bisa mengakui kenyataannya: Dia ingin jadi gadis yang diselamatkan.

"Akhir-akhir ini?"

"Tidak, akhir-akhir ini tidak," kata Marybeth, menggigiti bibirnya.

"Tapi ada gadis yang mentalnya sangat terganggu ketika SMA."

"Terganggu bagaimana?"

"Gadis ini terobsesi dengan Amy. Yah, dengan Amazing Amy.

Namanya Hilary Handy?dia mencontoh sahabat Amy di buku,

Suzy. Pertamanya itu kelihatan imut, kurasa. Kemudian itu rasanya

tidak cukup lagi?dia ingin menjadi Amazing Amy, bukan Suzy si

pendamping. Jadi dia mulai meniru Amy kami. Gadis itu berpakaian

seperti Amy, dia mewarnai rambutnya pirang, dia berkeliaran di

luar rumah kami di New York. Sekali waktu aku sedang berjalan

menyusuri jalan dan dia menghampiriku sambil berlari, gadis aneh

ini, dan dia menyelipkan lengannya ke lenganku dan berkata, ?Aku

akan menjadi putrimu sekarang. Aku akan membunuh Amy dan

menjadi Amy barumu. Karena tidak masalah untukmu, bukan?

Se?lama kau punya seorang Amy.? Seakan-akan putri kami adalah

cerita fiksi yang bisa dia tulis ulang."

"Kami akhirnya meminta surat perintah jaga jarak karena dia

mendorong Amy jatuh dari tangga di sekolah," kata Rand. "Gadis

yang sangat terganggu. Mentalitas seperti itu tidak hilang begitu

saja."

"Kemudian Desi," kata Marybeth.

"Dan Desi," kata Rand.

Bahkan aku tahu soal Desi. Amy bersekolah di sekolah asrama

di Massachusetts bernama Wickshire Academy?aku sudah melihat

foto-fotonya, Amy berpakaian rok untuk bermain lacrosse dan ikat

kepala, selalu dengan warna-warna musim gugur di latar belakang?

nya, seolah-olah sekolah itu tidak berlokasi di sebuah kota tetapi

dalam sebuah bulan. Oktober. Desi Collings bersekolah di sekolah

asrama laki-laki yang berhubungan dengan Wickshire. Dalam

cerita-cerita Amy, anak lelaki itu pucat, figur Romantis, dan masa

pacaran mereka adalah jenis pacaran anak sekolah asrama: per?

mainan football di udara dingin dan acara dansa di udara yang

terlalu panas, korsase bunga lilac, dan naik Jaguar vintage. Semua?

nya sedikit seperti tahun 1950-an.

Amy pacaran dengan Desi, cukup serius, selama setahun. Tapi

Amy mulai menyadari Desi membuatnya cemas: Desi bicara seolaholah mereka bertunangan, dia tahu jumlah dan jenis kelamin anakanak mereka. Mereka akan punya empat anak, semuanya laki-laki.


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Satria Gendeng 02 Geger Pesisir Jawa Dewa Linglung 9 Iblis Hitam Tangan

Cari Blog Ini