Ceritasilat Novel Online

Yang Hilang 8

Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn Bagian 8

"Yang harus kita lakukan adalah menemukan Amy," katanya,

mengabaikanku. "Gadis seperti itu, aku tidak bisa membayangkan

dia akan bisa bersembunyi lama-lama. Kau ada ide?"

Aku terus membayangkan Amy di balkon hotel mahal di dekat

laut, terbungkus mantel putih setebal karpet, menyesap Montrachet

yang amat lezat, sementara dia melacak kehancuranku di Internet,

di TV kabel, di tabloid. Sementara dia menikmati liputan dan pe?

mujaan Amy Elliott Dunne yang tidak berakhir. Menghadiri pe?

makamannya sendiri. Aku bertanya-tanya apakah dia cukup sadar

diri untuk menyadari: Dia sudah mencuri satu halaman dari kisah

Mark Twain.

"Aku membayangkan dia di dekat laut," kataku. Kemudian aku

berhenti, merasa seperti seorang cenayang yang ada di pelataran

pantai. "Tidak, aku tidak punya bayangan. Dia bisa ada di mana

saja. Aku rasa kita tidak akan melihatnya sampai dia memutuskan

untuk kembali."

"Itu sepertinya tidak mungkin," Tanner mendesah, sebal. "Jadi

ayo kita temukan Andie dan lihat kepalanya ada di mana. Kita

kehabisan ruang untuk bergerak."

Kemudian tiba waktu makan malam, kemudian matahari terbenam,

dan aku sendirian lagi di rumah berhantuku. Aku sedang memikir?

kan semua kebohongan Amy dan apakah kehamilan itu salah satu?

nya. Aku sudah berhitung. Amy dan aku berhubungan seks cukup

sporadis sehingga kehamilan itu mungkin terjadi. Tetapi dia tahu

aku akan berhitung.

Kebenaran atau kebohongan? Kalau itu kebohongan, itu didesain

untuk melukaiku.

Aku selalu berasumsi Amy dan aku akan memiliki anak. Itu salah

satu alasan aku tahu aku akan menikahi Amy, karena aku mem?

bayangkan kami memiliki anak bersama. Aku ingat kali pertama

aku membayangkannya, bahkan belum dua bulan sesudah kami

mulai berkencan: Aku sedang berjalan dari apartemenku di Kips

Bay ke taman kecil favorit di sepanjang East River, jalur yang mem?

bawaku melewati kantor pusat PBB berbentuk kotak seperti

mainan LEGO raksasa, bendera beragam negara berkibar-kibar

tersibak angin. Anak kecil akan menyukai ini, pikirku. Semua warna

yang berbeda, permainan mengingat bendera mana untuk negara

apa yang hiruk pikuk. Itu Finlandia, dan itu Selandia Baru. Senyum

bermata satu milik Mauritania. Kemudian aku menyadari itu bukan

seorang anak, tetapi anak kami, anakku dan Amy, yang akan me?

nyukai ini. Anak kami, terbaring di lantai dengan ensiklopedia tua,

seperti yang dulu kulakukan, tetapi anak kami tidak akan sendirian,

aku akan berbaring di sebelahnya. Membantunya dalam perkem?

bangan veksilologinya, yang tidak terdengar seperti studi bendera

tapi lebih mirip studi dalam hal menjengkelkan, cocok dengan sikap

ayahku terhadapku. Tetapi tidak dengan sikapku terhadap putraku.

Aku membayangkan Amy bergabung dengan kami di lantai,

telungkup, kakinya dijulurkan ke udara, menunjuk Palau, titik ku?

ning di sebelah kiri tengah pada latar belakang biru bersih, yang

aku yakini akan menjadi bendera favoritnya.

Dari situ, si anak lelaki menjadi nyata (dan kadang-kadang anak

perempuan, tapi seringnya anak lelaki). Dia tidak bisa dihindari.

Aku menderita akibat rasa sakit paternalis yang rutin dan teratur.

Berbulan-bulan sesudah pernikahan, aku mengalami momen aneh

di depan kabinet obat, benang di antara gigiku, ketika aku berpikir:

Dia ingin anak, kan? Aku harus bertanya. Tentu saja aku harus ber?

tanya. Ketika aku mengajukan pertanyaan itu?berputar-putar,

tidak jelas?dia menjawab, Tentu saja, tentu saja, suatu hari nanti,

tapi setiap pagi dia masih bertengger di depan wastafel dan me?

nelan pil kontrasepsinya. Selama tiga tahun dia melakukan ini

setiap pagi, sementara aku menggelepar-gelepar di dekat topik itu

tetapi gagal untuk benar-benar mengatakan kata-katanya: Aku ingin

kita punya bayi.

Sesudah pemecatan, sepertinya itu mungkin terjadi. Tiba-tiba,

di sana ada jarak yang tak tertandingi di dalam kehidupan kami,

dan pada satu hari ketika sarapan, Amy menengadah dari roti ba?

karnya dan berkata, Aku berhenti minum pil. Begitu saja. Dia ber?

henti minum pil selama tiga bulan, dan tidak ada yang terjadi, dan

tidak lama sesudah kepindahan kami ke Missouri, dia membuat

janji untuk kami memulai perawatan medis. Begitu Amy memulai

proyek, dia tidak suka menunda-nunda: "Kita akan memberitahu

kita sudah mencoba selama setahun," katanya. Bodohnya aku se?

tuju?kami nyaris tidak saling menyentuh pada saat itu, tapi kami

masih berpikir memiliki anak rasanya masuk akal. Tentu saja.

"Kau harus terlibat juga, kau tahu kan," katanya dalam perjalanan

ke St. Louis. "Kau harus memberikan air mani."

"Aku tahu. Kenapa kau mengatakannya seperti itu?"

"Aku hanya berpikir kau akan terlalu sombong. Sadar diri dan

sombong."

Aku memang campuran mengerikan dari kedua sifat itu, tetapi

di pusat kesuburan, aku dengan patuh masuk ke ruangan kecil

aneh yang ditujukan untuk penyiksaan diri: tempat di mana ratusan

pria masuk untuk satu tujuan yaitu putar engkol, bersihkan se?

napan, sentakkan si mentimun, membuat pria botak menangis,

menumbuk si ikan pipih, berlayar di laut mayones, goyangkan si

walrus, mengecat dengan warna putih bersama Tom dan Huck.

(Kadang-kadang aku menggunakan humor sebagai pertahanan

diri.)

Ruangan itu berisikan kursi berlengan berlapis vinil, TV, dan

meja yang menampung setumpuk bahan porno dan sekotak tisu.

Materi pornografinya berasal dari awal ?90-an, menilik dari rambut

para wanitanya (ya: atas dan bawah), dan aksinya biasa saja. (Esai

bagus lainnya: Siapa yang memilih materi pornografi di pusat ke?

suburan? Siapa yang menilai apa yang akan membuat pria ter?

puaskan tetapi tidak terlalu merendahkan kepada semua wanita

di luar ruangan sperma, para perawat dan dokter, dan para istri

yang penuh harap dan penuh hormon?)

Aku mengunjungi ruangan itu pada tiga peristiwa yang ber?

beda?mereka ingin memiliki banyak cadangan?sementara Amy

tidak melakukan apa pun. Dia seharusnya mulai meminum pil,

tetapi dia tidak melakukannya, kemudian dia tidak melakukannya

lebih lama. Dia yang ingin hamil, yang ingin menyerahkan tubuhnya

kepada si bayi, jadi aku menunda mendesaknya selama beberapa

bulan, memperhatikan botol pil untuk melihat apakah jumlahnya

berkurang. Akhirnya, sesudah beberapa bir pada satu malam di

musim dingin, aku menapaki anak tangga rumah kami, melepaskan

pakaian berlapis saljuku, dan meringkuk di sebelah Amy di tempat

tidur kami, wajahku di dekat bahunya, menghirup aromanya, meng?

hangatkan ujung hidungku di kulitnya. Aku membisikkan kata-kata

itu?Ayo lakukan ini, Amy, ayo punya bayi?dan dia menjawab

tidak. Aku mengharapkan kecemasan, kewaspadaan, kekhawatiran?

Nick, akankah aku menjadi ibu yang baik??tetapi aku mendapatkan

tidak yang singkat dan dingin. Jawaban tidak tanpa celah. Tidak

ada yang dramatis, tidak dibesar-besarkan, hanya sesuatu yang

tidak menarik lagi untuk Amy. "Karena aku menyadari aku akan

terjebak melakukan semua tugas yang sulit," dia memberi alasan.

"Semua popok dan janji dokter dan disiplin, dan kau hanya me?

lenggang masuk dan menjadi Ayah yang Menyenangkan. Aku akan

harus melakukan semua kerja keras untuk membuat mereka men?

jadi orang yang baik, dan kau akan merusak semuanya, dan mereka

akan mencintaimu dan membenciku."

Aku memberitahu Amy itu tidak benar, tetapi dia tidak memer?

cayaiku. Aku memberitahunya aku tidak hanya ingin seorang anak,

aku membutuhkan seorang anak. Aku harus tahu aku bisa mencintai

seseorang tanpa syarat, bahwa aku bisa membuat makhluk kecil

merasa terus diterima dan diinginkan apa pun yang terjadi. Bahwa

aku bisa menjadi ayah yang berbeda dibandingkan dengan ayahku.

Bahwa aku bisa membesarkan seorang putra yang tidak seperti

diriku.

Aku memohon kepadanya. Amy tetap bergeming.

Setahun kemudian, aku mendapatkan surat pemberitahuan:

Klinik itu akan membuang air maniku kecuali mereka mendapatkan

kabar dari kami. Aku meninggalkan surat itu di meja ruang makan,

teguran terbuka. Tiga hari kemudian, aku melihat surat itu di tem?

pat sampah. Itu komunikasi terakhir kami mengenai persoalan itu.

Pada saat itu aku sudah diam-diam mengencani Andie selama

berbulan-bulan, jadi aku tidak punya hak untuk merasa kesal. Te?

tapi itu tidak menghentikan rasa sakitku dan itu tidak menghenti?

kanku mengkhayalkan putra kami, milikku dan Amy. Aku menjadi

terikat padanya. Faktanya adalah, Amy dan aku akan menghasilkan

anak yang mengagumkan.

Kedua boneka itu mengawasiku dengan mata hitam yang waspada.

Aku mengintip ke luar dari jendelaku, melihat mobil-mobil kru

berita sudah pergi, jadi aku keluar ke malam yang hangat. Waktu?

nya untuk berjalan kaki. Mungkin seorang penulis tabloid sendirian

mengikutiku; kalau ya, aku tidak peduli. Aku mengarah ke kompleks

kami, kemudian 45 menit di sepanjang River Road, kemudian ke

jalan tol yang terbentang menembus tengah-tengah Carthage. Tiga

puluh menit yang bising dan lucu?melewati penjual mobil dengan

truk dipajang semenarik hidangan pencuci mulut, melewati

jaringan restoran hidangan cepat saji dan toko minuman keras dan

toko swalayan kecil dan pompa bensin?hingga aku sampai di be?

lokan menuju pusat kota. Aku tidak bertemu dengan seorang ma?

nusia pun yang berjalan kaki sepanjang waktu itu, hanya bayangan

kabur tak berwajah melesat melewatiku dalam mobil.

Saat itu hampir tengah malam. Aku melewati The Bar, tergoda

untuk masuk tetapi batal karena kerumunan orangnya. Satu atau

dua reporter pasti menunggu di sana. Kalau jadi mereka, itu yang

akan kulakukan. Tapi aku ingin berada di dalam bar. Aku ingin di?

kelilingi orang-orang, bersenang-senang, meredakan ketegangan.

Aku berjalan selama lima belas menit selanjutnya ke ujung lain

pusat kota, ke bar yang lebih norak, berisik, muda, yang toiletnya

selalu ternoda dengan muntahan pada Sabtu malam. Itu bar yang

akan didatangi teman-teman Andie, dan mungkin, siapa tahu, me?

nyeret Andie ikut bersama mereka. Akan jadi keberuntungan

menyenangkan bisa melihat dia di sana. Setidaknya menebak sua?

sana hatinya dari seberang ruangan. Dan kalau dia tidak ada di

sana, aku akan memesan satu minuman terkutuk.

Aku masuk sejauh mungkin ke dalam bar?tidak ada Andie,

tidak ada Andie. Wajahku setengah tertutup topi bisbol. Tetap saja,

aku merasa ada desingan ketika berjalan melewati kerumunan

peminum: kepala-kepala tiba-tiba menoleh ke arahku, mata

membelalak karena mengenaliku. Orang itu! Ya, kan?

Pertengahan Juli. Aku bertanya-tanya apakah aku sudah akan

menjadi begitu keji pada Oktober, aku akan menjadi kostum

Halloween tidak berkelas yang dipakai anak perkumpulan maha?

siswa: rambut pirang, buku Amazing Amy diselipkan di ketiak. Go

bilang dia mendapatkan begitu banyak telepon bertanya apakah

The Bar punya T-shirt resmi untuk dijual. (Kami tidak punya,

syukurlah.)

Aku duduk dan memesan Scotch dari si bartender, pria se?

umuranku yang menatapku sedetik terlalu lama, memutuskan
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apakah dia akan melayaniku atau tidak. Dia akhirnya, dengan kesal,

meletakkan gelas kecil di depanku, cuping hidungnya terkembang.

Ketika aku mengeluarkan dompet, dia mengarahkan telapak tangan

siaga ke arahku. "Aku tidak mau uangmu, Bung. Sama sekali tidak."

Aku tetap meninggalkan uang itu di sana. Bajingan.

Ketika aku berusaha memanggilnya untuk satu minuman lain,

dia melirik ke arahku, menggeleng, dan mencondongkan badan ke

arah wanita yang sedang dia goda. Beberapa detik kemudian,

wanita itu dengan sembunyi-sembunyi menengok ke arahku, ber?

pura-pura dia meregangkan badan. Mulutnya cemberut ketika dia

mengangguk. Itu dia. Nick Dunne. Si bartender tidak pernah kem?

bali.

Kau tidak bisa berteriak, kau tidak bisa memaksa: Hei, bangsat,

kau mau memberiku minum atau bagaimana? Kau tidak bisa men?

jadi bajingan yang orang-orang yakini adalah dirimu. Kau cuma

harus duduk dan menerimanya. Tapi aku tidak pergi. Aku duduk

dengan gelas kosong di depanku dan berpura-pura sedang berpikir

keras. Aku memeriksa ponsel cadanganku, berjaga-jaga seandainya

Andie sudah menelepon. Tidak. Kemudian aku mengeluarkan

ponsel asliku dan bermain satu babak solitaire, berpura-pura

tertarik. Istriku sudah melakukan ini kepadaku, mengubahku men?

jadi orang yang tidak bisa mendapatkan minuman di kampung

halamannya sendiri. Ya Tuhan, aku membencinya.

"Itu Scotch?"

Seorang gadis sekitar seumuran Andie berdiri di depanku. Ke?

turunan Asia, rambut sebahu hitam, menarik ala gadis kantor.

"Maaf?"

"Apa yang sebelumnya kauminum? Scotch?"

"Ya. Sulit untuk mendapatkan?"

Dia menghilang, ke ujung bar, dan mendesak masuk ke pan?

dangan si bartender dengan senyum lebar tolong aku, seorang

gadis yang terbiasa membuat kehadirannya disadari, kemudian dia

kembali dengan Scotch di gelas besar pria dewasa sungguhan.

"Ambil ini," dia mendorong gelas itu dan aku mengambilnya.

"Bersulang." Dia mengangkat minumannya yang jernih dan bersoda.

Kami mendentingkan kedua gelas kami. "Aku boleh duduk?"

"Aku sebenarnya tidak akan lama-lama?" Aku menatap ke se?

keliling, meyakinkan tidak ada orang yang menyorotkan ponsel

berkamera kepada kami.

"Jadi, oke," katanya dengan senyum santai. "Aku bisa berpurapura aku tidak tahu kau Nick Dunne, tetapi aku tidak akan meng?

hinamu. Aku memihakmu, omong-omong. Kau sudah mendapatkan

omongan buruk."

"Trims. Sekarang, eh, waktu yang aneh."

"Aku serius. Kau tahu bagaimana, di pengadilan, mereka mem?

bahas soal efek CSI? Semua orang yang menjadi juri sudah me?

nonton begitu banyak CSI sehingga mereka percaya sains bisa

membuktikan semua hal?"

"Ya."

"Yah, kurasa ada efek Suami Jahat. Semua orang sudah melihat

terlalu banyak acara kejadian kriminal nyata di mana si suami,

selalu, selalu menjadi si pembunuh, jadi orang-orang otomatis

berasumsi si suami adalah penjahatnya."

"Itu tepat sekali," kataku. "Terima kasih. Itu tepat sekali. Dan

Ellen Abbott?"

"Persetan dengan Ellen Abbott," kata teman baruku. "Dia satu

wanita yang hidup, bicara, penyimpangan wanita-pembenci-pria

dari sistem peradilan." Dia mengangkat gelasnya lagi.

"Siapa namamu?" tanyaku.

"Scotch lagi?"

"Itu nama yang indah."

Namanya, ternyata, adalah Rebecca. Dia memiliki kartu kredit yang

siap dipakai dan perut yang tahan minum. (Satu lagi? Satu lagi?

Satu lagi?) Dia dari Muscatine, Iowa (salah satu kota Sungai

Mississippi), dan pindah ke New York sesudah lulus S1 untuk men?

jadi penulis (juga seperti aku). Dia sudah bekerja sebagai asisten

redaktur di tiga majalah yang berbeda?majalah pernikahan, ma?

jalah ibu bekerja, majalah gadis remaja?semuanya sudah gulung

tikar dalam beberapa tahun ke belakang, jadi dia sekarang bekerja

untuk blog kasus kriminal bernama Whodunnit, dan dia (terkikik)

ada di sini berusaha mendapatkan wawancara denganku. Persetan,

aku harus menyukai kelancangan haus prestasinya: Terbangkan

aku ke Carthage?jaringan besar belum mendapatkannya, tetapi

aku yakin aku bisa!

"Aku sudah menunggu di luar rumahmu bersama dengan seisi

dunia, kemudian di kantor polisi, kemudian aku memutuskan aku

butuh minum. Dan kau masuk ke sini. Terlalu sempurna. Terlalu

aneh, ya kan?" katanya. Dia mengenakan anting emas bulat kecil

yang terus dia mainkan, rambutnya diselipkan di belakang telinga.

"Aku harus pergi," kataku. Kata-kataku terasa lengket di akhir,

awal dari omongan cadel karena mabuk.

"Tapi kau tidak pernah memberitahu kenapa kau di sini," kata

Rebecca. "Aku harus memberitahumu, kurasa ini butuh banyak

keberanian, untukmu keluar tanpa seorang teman atau dukungan.

Aku bertaruh kau mendapatkan banyak tatapan tidak menye?

nangkan."

Aku mengangkat bahu: Bukan masalah besar.

"Orang-orang menilai semua yang kaulakukan bahkan tanpa

mengenalmu. Seperti kau dengan foto ponsel di taman. Maksudku,

kau mungkin seperti diriku: Kau dibesarkan untuk bersikap sopan.

Tapi tidak ada yang ingin cerita yang sesungguhnya. Mereka hanya

ingin... kena kau. Kau tahu, kan?"

"Aku lelah dengan orang-orang menilaiku karena aku cocok di

dalam satu cetakan tertentu."

Dia mengangkat alisnya; anting-antingnya bergerak-gerak.

Aku memikirkan Amy duduk di pusat kendali misteriusnya, di

mana pun dia sekarang berada, menilaiku dari setiap sisi, me?

ngetahui aku menginginkan itu bahkan dari kejauhan. Adakah

sesuatu yang dia bisa lihat yang akan membuatnya menghentikan

kegilaan ini?

Aku meneruskan, "Maksudku, orang-orang berpikir pernikahan

kami sedang goyah, tapi sebenarnya, tepat sebelum dia menghilang,

dia menyiapkan perburuan harta karun untukku."

Amy akan menginginkan satu dari dua hal: agar aku diberi pela?

jaran dan dihukum sesuai dengan kenakalanku; atau agar aku

diberi pelajaran dan mencintainya sesuai dengan yang dia layak

dapatkan dan menjadi bocah kecil yang baik, patuh, dihukum, tak

bernyali.

"Perburuan harta karun indah ini." Aku tersenyum. Rebecca

menggeleng dengan kerut berbentuk V di wajahnya. "Istriku, dia

selalu membuat perburuan harta karun untuk ulang tahun per?

nikahan kami. Satu petunjuk mengarahkan ke tempat istimewa di

mana aku menemukan petunjuk selanjutnya, dan seterusnya.

Amy...." Aku berusaha membuat mataku penuh air mata, agar bisa

menghapusnya. Jam di atas pintu menunjukkan 00.37. "Sebelum

dia menghilang, dia menyembunyikan semua petunjuk ini. Untuk

tahun ini."

"Sebelum dia menghilang pada hari ulang tahun pernikahan

kalian."

"Dan itu yang membuatku tetap utuh. Itu membuatku merasa

dekat dengannya."

Rebecca menarik keluar kamera Flip. "Biarkan aku mewawan?

caraimu. Direkam di kamera."

"Ide buruk."

"Aku akan memberikan konteksnya," katanya. "Itu yang kau?

butuhkan, Nick, sumpah. Konteks. Kau sangat membutuhkannya.

Ayolah, hanya beberapa kata."

Aku menggeleng. "Terlalu berbahaya."

"Katakan apa yang barusan kaukatakan. Aku serius, Nick. Aku

sebaliknya dari Ellen Abbott. Anti Ellen Abbott. Kau membutuhkanku

dalam hidupmu." Dia mengangkat kamera itu, lampu merah mu?

ngilnya mengawasiku.

"Serius, matikan."

"Ayo, bantulah aku. Aku mendapatkan wawancara Nick Dunne?

Karierku akan baik. Kau sudah berbuat kebaikan selama setahun.

Tooolong? Tidak ada ruginya, Nick, semenit. Hanya semenit. Aku

bersumpah aku hanya akan membuatmu kelihatan bagus."

Dia menunjuk ke meja di dekat kami yang akan menyembunyikan

kami dari intipan orang-orang. Aku mengangguk dan kami duduk

di sana, lampu merah kecil itu diarahkan kepadaku setiap saat.

"Apa yang ingin kauketahui?" tanyaku.

"Beritahu aku soal perburuan harta karun itu. Itu kedengarannya

romantis. Semacam, aneh, keren, romantis."

Kendalikan ceritanya, Nick. Baik untuk publik huruf besar P

maupun untuk si istri huruf besar S. Sekarang, pikirku, aku adalah

pria yang mencintai istrinya dan akan menemukannya. Aku pria

yang mencintai istrinya, dan aku si orang baik. Aku orang yang

diberi dukungan. Aku pria yang tidak sempurna, tapi istriku sem?

purna, dan aku akan menjadi amat sangat patuh mulai dari seka?

rang.

Aku bisa melakukan ini lebih mudah daripada berpura-pura

sedih. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku bisa bekerja dalam

sinar matahari. Tetap saja, aku merasakan tenggorokanku menge?

jang ketika bersiap-siap mengutarakan kata-kata itu.

"Istriku, dia kebetulan gadis terkeren yang pernah kutemui.

Berapa banyak pria yang bisa mengatakan itu? Aku menikahi gadis

terkeren yang pernah kutemui."

Kaujalangkeparatkaujalangkeparatkaujalangkeparat. Pulanglah

agar aku bisa membunuhmu.

Amy Elliott Dunne

Sembilan hari hilang

Aku terbangun langsung merasa gugup. Pergi. Aku tidak bisa

ditemukan di sini, itu pikiranku ketika aku terbangun, ledakan

kata-kata, seperti kilasan di otakku. Penyelidikan ini tidak berjalan

cukup cepat dan situasi uangku tepat kebalikannya, dan antena

serakah Jeff dan Greta naik. Dan aku berbau seperti ikan.

Ada sesuatu soal Jeff dan lomba menuju ke tepian danau itu,

menuju gaunku yang ditumpuk dan sabuk uangku. Sesuatu soal

Greta yang terus membahas Ellen Abbott. Itu membuatku gugup.

Ataukah aku sedang paranoid? Aku kedengaran seperti Amy Buku

Harian: Apakah suamiku akan membunuhku atau apakah aku mem?

bayangkannya!?!? Untuk kali pertama aku benar-benar merasa

kasihan kepada si Amy Buku Harian.

Aku menelepon dua kali ke saluran bantuan Amy Dunne, dan

bicara dengan dua orang yang berbeda, dan menawarkan dua saran

yang berbeda. Sulit untuk tahu seberapa cepat mereka bisa meng?

hubungi polisi?para sukarelawan sepertinya sangat tidak tertarik.

Aku menyetir ke perpustakaan dengan suasana hati yang buruk.

Aku harus berkemas dan pergi. Membersihkan kabinku dengan

pemutih, menghapus semua sidik jariku dari semua permukaan,

membersihkan rambut dengan penyedot debu. Menghapus Amy

(dan Lydia dan Nancy) dan pergi. Kalau pergi, aku akan aman.
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahkan jika Greta dan Jeff memang mencurigai siapa aku, selama

aku tidak tertangkap basah, aku baik-baik saja. Amy Elliott Dunne

itu seperti yeti?didambakan dan melegenda?dan mereka adalah

dua penipu Ozark dengan cerita samar-samar yang akan dengan

segera dibantah. Aku akan pergi hari ini. Itu yang aku putuskan

ketika berjalan dengan kepala tertunduk masuk ke perpustakaan

yang dingin dan seringnya kosong dengan tiga kom?puternya yang

tersedia dan aku terhubung ke Internet untuk men?cari kabar Nick.

Sejak peringatan lilin itu, berita soal Nick diulang-ulang?fakta

yang ditampilkan berulang kali, terus-menerus, menjadi lebih keras,

tetapi tanpa informasi baru. Tetapi hari ini ada sesuatu yang ber?

beda. Aku mengetik nama Nick ke mesin pencari, dan blog-blog itu

menggila, karena suamiku mabuk dan melakukan wawancara

sinting, di bar, dengan sembarang gadis menggunakan kamera Flip.

Ya Tuhan, orang idiot ini tidak pernah belajar.

VIDEO PENGAKUAN NICK DUNNE!!!

NICK DUNNE, PERNYATAAN SAAT MABUK!!!

Jantungku berdetak begitu kencang, uvulaku mulai berdenyut.

Suamiku sudah menghancurkan dirinya lagi.

Video itu dimulai dan ada Nick di sana. Matanya mengantuk

seperti yang terjadi ketika dia mabuk, kelopak mata yang berat,

dan dia menyeringai miring, dan dia membicarakan soal aku, dan

dia kelihatan seperti manusia. Dia kelihatan senang. "Istriku, dia

kebetulan adalah gadis terkeren yang pernah kutemui. Berapa ba?

nyak pria yang bisa mengatakan itu? Aku menikahi gadis terkeren

yang pernah kutemui."

Perutku menggeletar dengan nikmat. Aku tidak mengharapkan

ini. Aku nyaris tersenyum.

"Apa yang keren soal Amy?" tanya si gadis di luar kamera.

Suaranya bernada tinggi, ceria seperti anak kuliah.

Nick masuk ke cerita perburuan harta karun, bagaimana itu

tradisi kami, bagaimana aku selau mengingat lelucon antarkami

yang lucu, dan sekarang hanya ini yang tersisa dariku yang dia

miliki, jadi dia harus menyelesaikan perburuan harta karun itu. Itu

misinya.

"Aku baru saja menyelesaikannya pagi ini," katanya. Suaranya

serak. Dia berusaha bicara lebih keras dari orang-orang lain. Dia

akan pulang dan berkumur dengan air garam hangat, seperti yang

selalu disuruh ibunya. Kalau aku di rumah dengannya, dia akan

memintaku memanaskan air dan membuatkannya untuknya,

karena dia tidak pernah bisa menakar garamnya dengan benar.

"Dan itu membuatku... menyadari banyak hal. Dia satu-satunya

orang di dunia yang memiliki kekuatan untuk mengejutkanku, kau

tahu? Orang lain, aku selalu tahu apa yang akan mereka katakan,

karena semua orang mengatakan hal yang sama. Kita semua me?

nonton acara yang sama, kita membaca bacaan yang sama, kita

mendaur ulang segala hal. Tetapi Amy, dia sendiri sempurna. Dia

semacam memiliki kekuatan akan diriku."

"Di mana kaupikir dia berada sekarang, Nick?"

Suamiku menatap cincin kawinnya dan memutarnya dua kali.

"Kau baik-baik saja, Nick?"

"Sejujurnya? Tidak. Aku mengecewakan istriku sepenuhnya. Aku

sudah begitu salah. Aku hanya berharap ini tidak terlambat. Untuk?

ku. Untuk kami."

"Kau berada di ujung tanduk. Secara emosional."

Nick menatap kamera lurus-lurus. "Aku ingin istriku. Aku ingin

dia ada di sini." Dia menarik napas. "Aku tidak lihai dalam menun?

jukkan emosi. Aku tahu itu. Tapi aku mencintainya. Aku hanya ingin

dia baik-baik saja. Dia harus baik-baik saja. Ada begitu banyak hal

yang ingin kutebus kepadanya."

"Seperti apa?"

Dia tertawa, tawa penuh sesal yang bahkan sekarang menarik

untukku. Di masa-masa yang lebih menyenangkan, dulu aku me?

nyebutnya tawa acara bincang-bincang: Itu lirikan cepat ke bawah,

garukan di pojok mulut dengan ibu jari dengan santai, gelak tawa

dalam yang selalu dilakukan bintang film memesona tepat sebelum

menceritakan kisah yang amat bagus.

"Seperti, bukan urusanmu." Dia tersenyum. "Aku punya banyak

hal yang harus kutebus kepadanya. Seharusnya aku bisa menjadi

suami yang lebih baik. Kami menjalani beberapa tahun yang sulit

dan aku... aku kehilangan kendali. Aku berhenti berusaha. Maksud?

ku, aku sudah mendengar frasa itu seribu kali: Kami berhenti ber?

usaha. Semua orang tahu itu artinya akhir dari pernikahan?itu

teorinya. Tetapi aku berhenti berusaha. Itu aku. Aku tidak menjadi

pria yang seharusnya." Kelopak mata Nick berat, ucapannya sudah

tidak teratur lagi hingga aksennya terdengar. Dia sudah lewat dari

sekadar sedikit mabuk, hanya satu minuman lagi sebelum mabuk

sepenuhnya. Pipinya merah muda karena alkohol. Ujung-ujung

jariku meremang, mengingat panas kulitnya ketika dia sudah mi?

num beberapa koktail.

"Jadi bagaimana kau menebusnya kepada Amy?" Kamera itu

bergoyang sebentar; si gadis mengambil minumannya.

"Jadi bagaimana aku akan menebusnya kepada Amy. Pertama

aku akan menemukannya dan membawanya pulang. Kau bisa yakin

soal itu. Kemudian? Apa pun yang dia butuhkan dariku, aku akan

memberikannya. Mulai sekarang. Karena aku sudah mencapai akhir

perburuan harta karun, dan aku dibuat berlutut. Rendah hati.

Istriku tidak pernah berkata sejelas sekarang. Aku tidak pernah

merasa begitu yakin mengenai apa yang harus kulakukan."

"Kalau kau bisa bicara pada Amy sekarang, apa yang akan kau?

katakan kepadanya?"

"Aku mencintaimu. Aku akan menemukanmu. Aku akan melaku?

kannya...."

Aku bisa menebak dia akan mengutip kalimat Daniel Day-Lewis

dari The Last of the Mohicans: "Tetap hidup... aku akan menemukan?

mu." Dia tidak bisa menahan diri mengurangi ketulusan apa pun

dengan kutipan singkat dari dialog film. Aku bisa merasakan Nick

oleng tepat ke ujungnya. Dia menghentikan dirinya.

"Aku mencintaimu selamanya, Amy."

Betapa menyentuh hati. Betapa tidak seperti suamiku.

Tiga orang kampung yang amat gemuk di atas skuter bermotor

berada di antara aku dan kopi pagiku. Pantat mereka melebar se?

perti jamur ke sisi skuter itu, tetapi mereka masih ingin satu lagi

Egg McMuffin. Sekarang sungguhan ada tiga orang, parkir di depan?

ku, di antrean, di dalam McDonald?s.

Aku sebenarnya tidak peduli. Aku anehnya merasa ceria terlepas

dari perubahan dalam rencana ini. Daring, video itu sudah menye?

bar ke mana-mana dan reaksinya hebatnya positif. Optimis yang

hati-hati: Mungkin orang ini tidak membunuh istrinya. Itu, kata

per kata, adalah komentar paling umum. Karena segera setelah

Nick melepaskan pertahanan dirinya dan menunjukkan sedikit

emosi, semua ada di sana. Tidak ada yang bisa menonton video itu

dan percaya dia berpura-pura. Itu bukan seperti pertunjukan

amatir telan-rasa-sakitnya. Suamiku mencintaiku. Atau setidaknya

semalam dia mencintaiku. Sementara aku merencanakan ke?

hancurannya di dalam kabin kecil yang buruk rupa yang berbau

seperti handuk berjamur, dia mencintaiku.

Itu tidak cukup. Aku tahu itu, tentu saja. Aku tidak bisa meng?

ubah rencanaku. Tetapi itu memberiku jeda. Suamiku sudah me?

nyelesaikan perburuan harta karunnya dan dia jatuh cinta. Dia juga

sangat khawatir: di satu pipinya aku bersumpah aku bisa melihat

tanda gatal-gatal.

Aku berhenti di kabinku menemukan Dorothy mengetuk pintuku.

Rambutnya basah karena udara panas, disisir lurus seperti para

pialang Wall Street. Dia punya kebiasaan mengelus bibir atasnya,

kemudian menjilat keringat dari jari-jarinya, jadi jari telunjuknya

ada di mulutnya seperti batang jagung bermentega ketika dia ber?

balik menghadapku.

"Itu dia," katanya. "Si pembolos."

Aku terlambat membayar kabinku. Dua hari. Itu nyaris mem?

buatku tertawa: aku terlambat membayar uang sewa.

"Aku benar-benar menyesal, Dorothy. Aku akan mampir ke kan?

tor sepuluh menit lagi."

"Aku akan menunggu, kalau kau tidak keberatan."

"Aku tidak yakin aku ingin tetap tinggal. Aku mungkin harus

meneruskan perjalanan."

"Kalau begitu kau masih berutang dua hari kepadaku. Delapan

puluh dolar, tolong."

Aku masuk ke kabinku, melepaskan sabuk uang yang tipis. Aku

menghitung uang tunai di tempat tidurku pagi ini, berlama-lama

mengeluarkan setiap lembar uang, striptis ekonomi yang meng?

goda, dan fakta besarnya adalah aku hanya punya, entah bagaimana,

8.849 dolar. Hidup itu mahal.

Ketika membuka pintu untuk menyerahkan uang tunai kepada

Dorothy (sisa 8.769 dolar), aku melihat Greta dan Jeff nongkrong

di beranda Greta, memperhatikan uang berganti tangan. Jeff tidak

memainkan gitarnya, Greta tidak merokok. Mereka sepertinya ber?

diri di beranda hanya untuk memperhatikanku lebih baik. Mereka

berdua melambai kepadaku, hei, Manis, dan aku balas melambai

lemah. Aku menutup pintu dan mulai berkemas.

Aneh melihat betapa sedikit barang yang kumiliki ketika aku

terbiasa memiliki begitu banyak hal. Aku tidak memiliki pengocok

telur atau mangkuk sop. Aku memiliki seprai dan handuk, tapi aku

tidak punya selimut yang layak. Aku memiliki gunting supaya bisa

terus membabat rambutku. Itu membuatku tersenyum karena Nick

tidak punya gunting ketika kami pindah untuk tinggal bersama.

Tidak ada gunting, tidak ada setrika, tidak ada stapler, dan aku

ingat bertanya kepadanya bagaimana dia berpikir dia bisa disebut

beradab tanpa gunting, dan dia berkata tentu saja dia tidak beradab

dan mengangkatku dalam pelukannya dan melemparku ke tempat

tidur dan rubuh ke atasku, dan aku tertawa karena aku masih si

Cewek Keren. Aku tertawa dan bukannya berpikir apa maksudnya

itu.

Orang seharusnya tidak pernah menikah dengan seorang pria

yang tidak memiliki gunting yang layak. Itu nasihatku. Itu mengarah

ke banyak hal buruk.

Aku melipat dan memasukkan pakaianku ke tas punggung

kecil?tiga pakaian yang kubeli dan kusimpan di mobil pelarianku

sebulan yang lalu jadi aku tidak perlu membawa apa pun dari ru?

mah. Melemparkan sikat gigi bepergianku, kalender, sisir, losion,

obat tidur yang aku bawa, ketika aku akan makan obat dan meneng?

gelamkan diriku. Baju renang murahanku. Berkemas butuh sangat

sedikit waktu, semuanya.

Aku mengenakan sarung tangan lateksku dan mengelap semua?

nya. Aku menarik penutup saluran air untuk mengambil rambut

yang tersangkut. Aku pikir Greta dan Jeff tidak tahu siapa aku, tapi

kalau mereka tahu, aku tidak mau meninggalkan bukti apa pun,

dan selama ini aku berkata kepada diri sendiri, Ini yang kaudapat?

kan karena bersikap santai, ini yang kaudapatkan karena tidak

berpikir setiap saat, setiap saat. Kau layak ditangkap, gadis yang

bertingkah begitu bodoh, dan bagaimana kalau kau meninggalkan
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rambut di kantor, lalu apa, dan bagaimana kalau ada sidik jari di

mobil Jeff atau dapur Greta, lalu apa, bagaimana bisa kau berpikir

kau bisa menjadi seseorang yang tidak cemas? Aku membayangkan

polisi menyelidiki kabin-kabin itu, tidak menemukan apa pun,

kemudian, seperti di film, aku akan melihat gambar close-up sehelai

rambut kecokelatan milikku, terkulai di lantai beton kolam renang,

menunggu untuk mengutukku.

Kemudian pikiranku berayun ke arah yang berbeda: Tentu saja

tidak ada yang akan datang kemari mencarimu. Satu-satunya yang

akan didapatkan polisi adalah klaim dari beberapa penipu bahwa

mereka melihat Amy Elliott Dunne yang asli di penginapan kabin

reyot murahan di antah berantah. Orang-orang kecil ingin merasa

lebih besar, itu yang akan diasumsikan polisi.

Suara ketukan tegas di pintu. Jenis ketukan yang dilakukan

orangtua tepat sebelum membuka pintu lebar-lebar: Aku pemilik

tempat ini. Aku berdiri di tengah-tengah kamarku dan berpikir

untuk tidak membuka pintu. Bumbumbum. Aku mengerti sekarang

kenapa begitu banyak film horor menggunakan alat itu?ketukan

misterius di pintu?karena rasanya separah mimpi buruk. Kau

tidak tahu apa yang ada di luar sana, tapi kau tahu kau akan mem?

bukanya. Kau akan memikirkan hal yang kupikirkan: Tidak ada

orang jahat yang mengetuk pintu.

Hei, Manis, kami tahu kau ada di dalam, buka pintu!

Aku melepaskan sarung tangan lateksku, dan Jeff dan Greta ber?

diri di berandaku, matahari di belakang mereka, wajah mereka ada

di dalam bayang-bayang.

"Hei, nona cantik, kami masuk, ya?" tanya Jeff.

"Aku sebenarnya?aku akan datang menemui kalian," kataku,

berusaha untuk kedengaran cerewet dan terganggu. "Aku pergi

malam ini?besok atau malam ini. Dapat telepon dari rumah, harus

kembali pulang."

"Rumah Louisiana atau rumah Savannah?" kata Greta. Dia dan

Jeff sudah membicarakanku.

"Lousi?"

"Tidak masalah," kata Jeff, "biarkan kami masuk sebentar saja,

kami datang untuk mengucapkan selamat tinggal."

Dia melangkah ke arahku dan aku berpikir untuk menjerit atau

membanting pintu tertutup, tetapi kurasa keduanya tidak akan

berakhir baik. Lebih baik berpura-pura semuanya baik-baik saja

dan berharap itu benar.

Greta menutup pintu di belakang mereka dan menyandar di

pintu ketika Jeff berjalan ke kamar tidur yang kecil, kemudian ke

dapur, mengobrol soal cuaca. Membuka pintu dan kabinet.

"Kau harus membersihkan semuanya; Dorothy akan menyimpan

depositmu kalau kau tidak melakukannya," kata Jeff. "Dia itu teliti."

Dia membuka kulkas, mengintip ke wadah sayuran, freezer. "Bah?

kan tidak sebotol saus tomat bisa kautinggalkan. Aku selalu ber?

pikir itu aneh. Saus tomat tidak bisa basi."

Jeff membuka lemari dan mengangkat seprai kabin yang sudah

aku lipat, menggoyang-goyangkan seprai itu. "Aku selalu, selalu

menggoyang-goyangkan seprainya," katanya. "Hanya untuk me?

mastikan tidak ada yang terselip di dalam?kaus kaki atau pakaian

dalam atau apa pun."

Dia membuka laci di nakas, berlutut, dan melihat hingga ke

belakang. "Kelihatannya kau sudah bekerja dengan baik," katanya,

berdiri dan tersenyum, menggosokkan tangannya ke celana jinsnya.

"Sudah semuanya."

Dia mengamatiku, dari leher ke kaki dan kembali ke atas. "Di

mana barangnya, Manis?"

"Apa itu?"

"Uangmu." Dia mengangkat bahu. "Jangan mempersulit. Aku dan

dia sangat membutuhkannya."

Greta diam di belakangku.

"Aku punya sekitar dua puluh dolar."

"Bohong," kata Jeff. "Kau membayar semuanya, bahkan sewa,

dengan uang tunai. Greta melihatmu dengan uang segulung besar.

Jadi serahkan kemari dan kau bisa pergi, dan kita tidak harus ber?

temu lagi."

"Aku akan menelepon polisi."

"Silakan! Aku tunggu." Jeff menunggu, lengan terlipat, jempol di

ketiak.

"Kacamatamu palsu," kata Greta. "Itu cuma kaca biasa."

Aku tidak mengatakan apa pun, menatap Greta, berharap dia

akan mundur. Dua orang ini sepertinya cukup gugup mereka bisa

mengubah pikiran mereka, berkata mereka menjailiku, dan kami

bertiga akan tertawa dan tahu sebenarnya kenyataannya tidak

begitu tetapi setuju untuk berpura-pura.

"Dan rambutmu, akarnya mulai terlihat, dan rambutmu pirang,

jauh lebih cantik dibandingkan dengan warna apa pun itu yang

kaupakai?hamster?dan potongan rambut itu buruk sekali,

omong-omong," kata Greta. "Kau bersembunyi?dari apa pun. Aku

tidak tahu apakah itu benar-benar dari seorang pria atau apalah,

tapi kau tidak akan menelepon polisi. Jadi beri kami saja uangnya."

"Jeff yang membujukmu melakukan ini?" tanyaku.

"Aku yang membujuk Jeff untuk melakukan ini."

Aku mulai berjalan ke pintu yang dihalangi Greta. "Biarkan aku

keluar."

"Beri kami uangnya."

Aku berusaha menyambar gagang pintu, dan Greta berayun ke

arahku, mendorongku ke tembok, satu tangan menghantam

wajahku, dan dengan tangan yang lain, dia menarik gaunku, me?

nyentakkan sabuk uangku hingga terlepas.

"Jangan, Greta, aku serius! Berhenti!"

Telapak tangan panas Greta yang asin ada di seluruh wajahku,

mendesak hidungku: salah satu kuku jarinya menggores mataku.

Kemudian dia mendorongku kembali ke tembok, kepalaku ter?

bentur, gigiku mengigit ujung lidahku. Keseluruhan pergulatan ini

berjalan begitu sunyi.

Aku memegang ujung gesper sabuk itu tapi aku tidak bisa ber?

kelahi melawan Greta, mataku berair terlalu banyak, dan dia dengan

cepat menyentakkan peganganku hingga terlepas, meninggalkan

luka gores yang membakar dari kuku di buku jariku. Dia men?

dorongku sekali lagi dan membuka ritsleting sabuk itu, jari-jari ke

uang itu.

"Bangsat," katanya. "Ini semacam"?dia menghitung?"lebih dari

seribu, dua, atau tiga. Bangsat. Sial, cewek! Kau merampok bank?"

"Dia mungkin sudah melakukannya," kata Jeff. "Penggelapan

uang."

Di dalam film, salah satu film Nick, aku akan mendorong telapak

tanganku ke atas ke hidung Greta, merubuhkannya ke lantai, ber?

darah dan tidak sadarkan diri, kemudian memberi tendangan

berputar ke arah Jeff. Tetapi kenyataannya adalah aku tidak tahu

caranya berkelahi, dan mereka berdua, dan itu sepertinya tidak

layak dilakukan. Aku akan berlari ke arah mereka dan mereka akan

mencengkeram pergelangan tanganku sementara aku menepuknepuk dan mengomeli mereka seperti anak kecil, atau mereka akan

menjadi sangat marah dan menghajarku habis-habisan. Aku tidak

pernah dipukul. Aku takut dilukai seseorang.

"Kau akan menelepon polisi, silakan telepon mereka," kata Jeff

lagi.

"Keparat kau," aku berbisik.

"Maaf soal ini," kata Greta. "Di tempat lain yang kautuju, lebih

berhati-hatilah, oke? Kau tidak boleh kelihatan seperti gadis yang

pergi sendirian, bersembunyi."

"Kau akan baik-baik saja," kata Jeff.

Dia menepuk lenganku ketika mereka pergi.

Hanya ada koin dua puluh lima dan sepuluh sen di nakas. Hanya

itu uangku di seluruh dunia ini.

Nick Dunne

Sembilan hari hilang

Selamat pagi!

Aku duduk di tempat tidurku dengan laptop-ku di sisi, menikmati

ulasan daring dari wawancara dadakanku. Bola mata kiriku

berdenyut sedikit, sedikit pengar karena Scotch murah itu, tetapi

badanku selebihnya terasa cukup puas. Semalam aku melempar

benang pancing pertama untuk menarik istriku kembali. Maafkan

aku, aku akan menebusnya kepadamu, aku akan melakukan apa pun

yang kauinginkan mulai sekarang, aku akan membiarkan dunia tahu

betapa spesialnya dirimu.

Karena aku tamat kecuali Amy memutuskan untuk muncul. De?

tektif Tanner (pria kurus, rapi, bukan detektif noir pemabuk yang

aku harapkan) tidak mendapatkan apa pun sejauh ini?istriku

sudah menghilangkan dirinya dengan sempurna. Aku harus me?

yakinkan Amy untuk kembali kepadaku, menggelontornya keluar

dengan pujian dan penyerahan diri.

Kalau ulasan itu menjadi indikasi apa pun, aku membuat ke?

putusan yang benar, karena ulasannya bagus. Mereka sangat bagus:

Si Manusia Es Meleleh!

Aku TAHU dia orang baik.

In vino veritas!

Mungkin dia tidak membunuhnya.

Mungkin dia tidak membunuhnya.

Mungkin dia tidak membunuhnya.

Dan mereka sudah berhenti memanggilku Lance.

Di luar rumahku, para juru kamera dan jurnalis tidak berhenti,

mereka ingin mendapatkan pernyataan dari si pria yang Mungkin

Tidak Membunuhnya. Mereka berteriak pada tiraiku yang diturun?

kan: Hei, Nick, ayo keluarlah, ceritakan soal Amy kepada kami. Hei,

Nick, ceritakan kepada kami soal perburuan harta karunmu. Bagi

mereka itu hanyalah kerut baru di sumber keuntungan bernama

peringkat, tapi itu lebih baik ketimbang Nick, apakah kau mem?

bunuh istrimu?

Kemudian, tiba-tiba mereka meneriakkan nama Go?mereka

menyukai Go, dia tidak punya wajah datar, kau tahu kalau Go sedih,

marah, cemas; pasang penjelasan di bawahnya, dan kau punya

keseluruhan cerita. Margo, apakah saudaramu tidak bersalah?

Margo, ceritakan kepada kami soal....Tanner apakah klienmu tidak

bersalah? Tanner?

Bel pintu berbunyi dan aku membuka pintu sementara ber?

sembunyi di belakangnya karena aku masih acak-acakan; rambut

mencuat dan celana pendek kusutku akan menyajikan cerita sendiri

kepada mereka. Semalam, direkam kamera, aku mabuk cinta de?

ngan menggemaskan, sedikit mabuk, semacam in vino veritas.

Sekarang aku hanya kelihatan seperti seorang pemabuk. Aku me?

nutup pintu dan menunggu dua ulasan gemilang lainnya untuk

penampilanku.

"Kau jangan pernah melakukan sesuatu seperti itu lagi," Tanner

memulai. "Apa sih yang salah denganmu, Nick? Aku merasa aku

harus memasang kekang balita kepadamu. Kau bisa menjadi setolol

apa sih?"

"Kau sudah melihat semua komentar di daring? Orang-orang

menyukainya. Aku mengubah opini publik, seperti yang kausuruh."
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tidak melakukan hal semacam itu dalam lingkungan yang

tidak terkendali," katanya. "Bagaimana kalau dia bekerja untuk

Ellen Abbott? Bagaimana kalau dia mulai menanyakan pertanyaan

yang lebih sulit ketimbang Apa yang ingin kaukatakan kepada istri?

mu, sayangku manisku?" Dia mengatakan itu dengan suara kekanakkanakan. Wajahnya di bawah semprotan warna terbakar matahari

kejinggaan memerah, memberinya tampilan warna radioaktif.

"Aku memercayai instingku. Aku jurnalis, Tanner, kau harus

memberiku sedikit kepercayaan bahwa aku bisa mengendus omong

kosong. Wartawan itu memang sungguhan manis."

Tanner duduk di sofa, menaruh kakinya di bangku yang tidak

akan pernah bisa terbalik sendiri. "Yah, begitu pun dengan istrimu

dulu," katanya. "Begitu pun Andie dulu. Bagaimana pipimu?"

Masih terasa sakit; bekas gigitannya seakan berdenyut ketika

Tanner mengingatkanku akan hal itu. Aku berpaling kepada Go

untuk mendapatkan dukungan.

"Itu tidak cerdas, Nick," kata Go, duduk di seberang Tanner. "Kau

amat sangat beruntung?wawancara itu berakhir sangat bagus,

tetapi bisa tidak begitu."

"Kalian sungguh berlebihan. Bisakah kita menikmati sedikit

momen kabar baik? Hanya tiga puluh detik kabar baik dalam sem?

bilan hari terakhir? Tolong?"

Tanner dengan gamblang menatap jam tangannya. "Oke, mulai."

Ketika aku mulai bicara, dia mengacungkan telunjuk, membuat

suara eh-eh yang diserukan orang dewasa ketika anak kecil ber?

usaha menyela. Pelan-pelan, telunjuknya diturunkan, kemudian

mendarat ke muka jam tangannya.

"Oke, tiga puluh detik. Kau menikmatinya?" Dia berhenti se?

bentar untuk melihat apakah aku akan mengatakan sesuatu?ke?

heningan tajam yang diizinkan oleh seorang guru sesudah bertanya

kepada si murid yang menganggu: Kau sudah selesai bicara?

"Sekarang kita harus bicara. Kita berada dalam kondisi di mana

pemilihan waktu amatlah penting."

"Aku setuju."

"Wah, trims." Tanner menaikkan sebelah alis ke arahku. "Aku

ingin segera pergi ke polisi dengan isi gudang itu. Sementara orang

banyak?the hoi polloi?sedang?"

Cuma hoi polloi, pikirku, tidak pakai the. Itu sesuatu yang

diajarkan Amy kepadaku.

"?menyukaimu lagi. Atau, maaf, bukan lagi. Akhirnya. Para

reporter sudah menemukan rumah Go dan aku tidak merasa aman

meninggalkan gudang itu, isinya, tidak dilaporkan lebih lama lagi.

Pasangan Elliott sekarang...?"

"Kita tidak bisa mengandalkan dukungan mereka lagi," kataku.

"Sama sekali tidak."

Jeda lain. Tanner memutuskan untuk tidak menceramahiku atau

bahkan bertanya apa yang terjadi.

"Jadi kita harus menyerang," kataku, merasa tidak bisa tersentuh,

marah, siap.

"Nick, jangan biarkan satu akhir baik membuatmu merasa tidak

bisa terkalahkan," kata Go. Dia menjejalkan beberapa pil ekstrakuat

dari tas tangannya ke dalam tanganku. "Singkirkan pengarmu. Kau

harus terjaga hari ini."

"Semua akan berjalan baik," aku memberitahu Go. Aku menelan

pil-pil itu, berpaling kepada Tanner. "Apa yang kita lakukan? Ayo

buat rencana."

"Bagus, ini intinya," kata Tanner. "Ini sangat tidak biasa, tetapi

aku memang begitu. Besok kita melakukan wawancara dengan

Sharon Schieber."

"Wow, itu... serius?" Sharon Schieber adalah hal terbaik yang

bisa kudapatkan: wartawan perempuan (untuk membuktikan aku

bisa memiliki hubungan terhormat dengan orang-orang bervagina)

jaringan (jangkauan lebih luas daripada saluran TV kabel) dengan

peringkat teratas (umur 30-55) sekarang ini. Dia terkenal sesekali

berkecimpung dalam perairan tidak suci dari jurnalisme kriminal,

tetapi ketika melakukannya, dia menjadi benar-benar adil. Dua

tahun lalu, di bawah naungan lembutnya dia mengayomi seorang

ibu muda yang dipenjara karena mengguncang-guncangkan anak

bayinya hingga tewas. Sharon Schieber menyajikan pembelaan

sepenuhnya?dan sangat emosional?selama satu seri dalam kurun

waktu berhari-hari. Wanita itu sekarang kembali ke rumahnya di

Nebraska, sudah menikah kembali, dan sedang hamil.

"Serius. Dia berkontak sesudah videonya menyebar."

"Jadi video itu memang membantu." Aku tidak bisa menahan

diri.

"Video itu memberimu kerutan yang menarik: Sebelum ada

video, jelas kau melakukannya. Sekarang ada sedikit kemungkinan

kau tidak melakukannya. Aku tidak tahu bagaimana akhirnya kau

kelihatan tulus?"

"Karena semalam video itu memberikan tujuan yang jujur: Men?

dapatkan Amy kembali," kata Go. "Itu manuver penyerangan. Se?

mentara sebelumnya itu hanya akan menjadi emosi yang lemah,

tidak layak, dan tidak tulus."

Aku memberi Go senyum penuh terima kasih.

"Yah, ingatlah terus bahwa video itu mencapai satu tujuan," kata

Tanner. "Nick, aku tidak main-main sekarang: Ini jauh di luar ke?

biasaan. Kebanyakan pengacara akan menutup mulutmu. Tapi ini

sesuatu yang sudah lama ingin kucoba. Media sudah menjenuhkan

lingkungan hukum. Dengan Internet, Facebook, YouTube, tidak ada

lagi yang namanya juri yang tidak bias. Tidak ada masa lalu yang

bersih. Delapan, sembilan puluh kasus sudah diputuskan sebelum

kau masuk ke pengadilan. Jadi kenapa tidak kita pakai?kendalikan

beritanya. Tapi ini risiko. Aku ingin setiap kata, setiap gestur, setiap

informasi direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Tapi kau harus

alami, disukai orang, atau semua ini akan berbalik menyerang kita."

"Oh, itu kedengarannya sederhana," kataku. "Seratus persen bo?

hong tapi sepenuhnya tulus."

"Kau harus sangat berhati-hati dengan pemilihan kata-katamu

dan kita akan memberitahu Sharon bahwa kau tidak akan men?

jawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Dia akan menanyakan

pertanyaan-pertanyaan itu kepadamu bagaimana pun, tetapi kami

akan mengajarimu caranya mengatakan, Karena tindakan polisi

tertentu yang menimbulkan prasangka terkait dalam kasus ini, saya

benar-benar, sayangnya, tidak bisa menjawab itu sekarang, sekalipun

saya sangat ingin menjawabnya?dan mengatakan itu dengan me?

yakinkan."

"Seperti anjing yang bisa bicara."

"Tentu, seperti anjing yang bisa bicara yang tidak mau masuk

penjara. Kita dapatkan Sharon Schieber untuk memperjuangkanmu,

Nick, dan kita berhasil. Ini semuanya sangat tidak biasa, tapi aku

memang begitu," Tanner berkata lagi. Dia menyukai kalimat itu;

itu musik pengantarnya. Dia berhenti sejenak dan mengerutkan

kedua alisnya, memeragakan gaya pura-pura berpikirnya. Dia akan

menambahkan sesuatu yang tidak akan kusukai.

"Apa?" tanyaku.

"Kau harus memberitahu Sharon Schieber soal Andie?karena

ini akan keluar, afair ini, pasti akan bocor."

"Tepat ketika orang-orang akhirnya mulai menyukaiku. Kau ingin

aku merusak itu?"

"Aku bersumpah padamu, Nick?berapa banyak kasus yang

sudah kutangani? Hal seperti ini selalu?entah bagaimana, dengan

suatu cara?selalu bocor. Dengan begini kita punya kendali. Kau?

ceritakan kepada Sharon soal Andie dan kau meminta maaf. Minta

maaf sungguh-sungguh seperti hidupmu bergantung pada hal itu.

Kau terlibat dalam afair, kau seorang pria, pria yang lemah, bodoh.

Tapi kau mencintai istrimu dan kau akan menebus itu kepadanya.

Lakukan wawancara dan itu akan disiarkan malam berikutnya.

Semua konten wawancara itu diembargo?jadi jaringan tidak akan

bisa mengindikasikan afair dengan Andie di iklan mereka. Mereka

hanya bisa menggunakan kata kejutan besar."

"Jadi kau sudah memberitahu mereka soal Andie?"

"Ya Tuhan, tidak," katanya. "Aku memberitahu mereka: Kami

punya kejutan besar yang menyenangkan untukmu. Jadi lakukan

wawancaranya dan kita punya sekitar 24 jam. Tepat sebelum wa?

wancara itu disiarkan, kita beritahu Boney dan Gilpin soal Andie

dan soal penemuan kita di gudang. Oh astaga, kami sudah meram?

pungkan semuanya untuk kalian: Amy masih hidup dan dia men?

jebak Nick! Dia sinting, cemburu, dan dia menjebak Nick! Oh, betapa

mengerikan!"

"Kenapa tidak menceritakannya kepada Sharon Schieber, kalau

begitu? Soal Amy menjebakku?"

"Alasan pertama. Kau berterus terang soal Andie, kau memohon

maaf, bangsa ini pasti akan memaafkanmu, mereka akan merasa

kasihan kepadamu?orang Amerika senang melihat para pendosa

meminta maaf. Tapi kau tidak boleh mengungkapkan apa pun yang

membuat istrimu kelihatan buruk; tidak ada orang yang ingin me?

lihat si suami pengkhianat menyalahkan istrinya untuk apa pun.

Biarkan orang lain yang melakukan itu pada satu saat keesokan

harinya: Sumber dekat dengan polisi mengungkapkan bahwa istri

Nick?yang menurut sumpahnya Nick cintai sepenuh hati?men?

jebaknya! Ini acara TV yang bagus."

"Apa alasan kedua?"

"Terlalu rumit untuk menjelaskan bagaimana Amy menjebakmu.

Kau tidak bisa melakukannya dengan potongan rekaman wawan?

cara. Itu acara TV yang buruk."

"Aku merasa mual," kataku.

"Nick, ini?" Go memulai.

"Aku tahu, aku tahu, ini harus dilakukan. Tapi bisakah kaubayang?

kan, rahasia terbesarmu dan kau harus menceritakan itu kepada

dunia? Aku tahu aku harus melakukannya. Dan itu bermanfaat

untuk kita, pada akhirnya, kurasa. Itu satu-satunya cara Amy mung?

kin akan kembali," kataku. "Dia ingin aku dipermalukan secara

publik?"

"Dihukum," Tanner menyela. "Dipermalukan membuatmu ter?

dengar seperti kau mengasihani diri sendiri."

"?dan meminta maaf secara publik," lanjutku. "Tapi itu akan

terasa amat buruk."

"Sebelum kita maju, aku ingin jujur sekarang," kata Tanner.

"Menceritakan keseluruhan ceritanya kepada polisi?Amy men?

jebak Nick?itu berisiko. Kebanyakan polisi, mereka memutuskan

siapa tersangkanya dan mereka tidak mau beralih sama sekali.

Mereka tidak terbuka untuk opsi lain. Jadi ada risiko kita memberi?

tahu mereka dan mereka menertawakan kita di kantor polisi dan

mereka menahanmu?kemudian teorinya kita baru saja memberi

mereka ulasan singkat pembelaan kita. Jadi mereka bisa meren?

canakan dengan tepat cara menghancurkannya di pengadilan."

"Oke, tunggu, itu kedengarannya amat sangat buruk, Tanner,"

kata Go. "Semacam, buruk yang tidak disarankan."

"Biarkan aku menyelesaikan penjelasanku," kata Tanner. "Satu,

kurasa kau benar, Nick. Kurasa Boney tidak yakin kau pembunuh.

Kurasa dia akan terbuka untuk teori alternatif. Dia memiliki

reputasi baik sebagai polisi yang adil. Sebagai polisi dengan insting
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagus. Aku sudah bicara dengannya. Dia punya getaran yang bagus.

Kurasa buktinya mengarahkan dia kepadamu, tapi kurasa insting?

nya mengatakan ada yang salah. Lebih penting lagi, kalau kita akan

masuk ke pengadilan, aku tidak akan menggunakan jebakan Amy

sebagai pembelaanmu bagaimana pun."

"Apa maksudmu?"

"Seperti yang kubilang, itu terlalu rumit, juri tidak akan bisa

memahaminya. Kalau bukan acara TV yang bagus, percayalah

padaku, itu bukan untuk para juri. Kita akan memakai cara yang

lebih mirip kasus O.J. Cerita yang sederhana: Polisi tidak kompeten

dan berusaha menahanmu, semuanya situasional, kalau buktinya

tidak pas, bla bla bla."

"Bla bla bla, itu memberiku banyak keyakinan," kataku.

Tanner memamerkan senyumnya. "Juri menyukaiku, Nick. Aku

salah satu dari mereka."

"Kau sebaliknya dari itu, Tanner."

"Balikkan itu: Mereka ingin berpikir mereka salah satu dariku."

Semua yang kami lakukan sekarang, kami lakukan di depan semak

berduri yang terdiri atas para paparazzi dengan lampu kilat, jadi

Go, Tanner, dan aku meninggalkan rumah di bawah kilatan lampu

dan dentingan suara-suara ("Jangan menunduk," saran Tanner,

"jangan tersenyum, tapi jangan kelihatan malu. Jangan terburu
buru, jalan saja, biarkan mereka memotret, dan tutup pintu se?

belum kau mencaci maki mereka. Kemudian kau bisa mencaci

sesuka hatimu.") Kami mengarah ke St. Louis, lokasi wawancaranya,

agar aku bisa bersiap-siap dengan istri Tanner, Betsy, mantan pem?

bawa berita TV yang sekarang menjadi pengacara. Dia Bolt satunya

dalam firma Bolt & Bolt.

Itu kelompok iring-iringan yang menakutkan: Tanner dan aku,

diikuti Go, diikuti setengah lusin mobil berita, tetapi pada saat

Gateway Arch merayap naik di kaki langit, aku tidak lagi memikir?

kan paparazzi.

Pada saat kami sampai di griya tawang hotel Tanner, aku siap

melakukan tugas yang kubutuhkan untuk menyukseskan wawan?

cara itu. Lagi-lagi aku mendambakan musik pengantarku sendiri:

montase diriku bersiap-siap menghadapi pertarungan besar itu.

Seperti apakah samsak mental?

Wanita berkulit hitam yang cantik setinggi nyaris dua meter

membuka pintu.

"Hai, Nick, aku Betsy Bolt."

Di kepalaku Betsy Bolt adalah wanita Selatan kulit putih kelas

atas cantik bertubuh mungil.

"Jangan khawatir, semua orang terkejut ketika mereka bertemu

denganku." Betsy tertawa, melihat ekspresiku, menjabat tanganku.

"Tanner dan Betsy, kami kedengaran seperti seharusnya ada di

sampul muka Panduan Resmi Sekolah Swasta, benar?"

"Buku Pegangan Sekolah Swasta," koreksi Tanner sembari men?

cium istrinya di pipi.

"Lihat, kan? Dia tahu," kata Betsy.

Wanita itu mengarahkan kami ke dalam suite griya tawang yang

mengagumkan?ruang duduk yang diterangi cahaya matahari dari

jendela yang menggantikan dinding, dengan kamar tidur terletak

di kedua sisinya. Tanner bersumpah dia tidak bisa tinggal di

Carthage, di Days Inn, karena menghargai orangtua Amy, tapi Go

dan aku sama-sama curiga Tanner tidak bisa tinggal di Carthage

karena hotel bintang lima terdekat ada di St. Louis.

Kami terlibat dalam percakapan pendahuluan: basa-basi soal

keluarga, kuliah, karier Betsy (semuanya mengagumkan, peringkat

atas, keren), dan minuman disajikan untuk semua orang (soda dan

Clamato, yang diyakini Go dan aku adalah kedok Tanner, kekhasan

yang dia pikir akan memberinya karakter, seperti memakai kaca?

mata palsuku saat kuliah). Kemudian Go dan aku terenyak di sofa

kulit, Betsy duduk di seberang kami, kedua kakinya dirapatkan ke

satu sisi, seperti garis miring. Cantik/profesional. Tanner berjalan

mondar-mandir di belakang kami, mendengarkan.

"Baiklah. Jadi, Nick," kata Betsy. "Aku akan terus terang, ya?"

"Ya."

"Kau dan TV. Kecuali video bar-blog-mu, si Whodunnit.com se?

malam, kau mengerikan."

"Ada alasannya kenapa aku masuk ke jurnalisme cetak," kataku.

"Aku melihat kamera dan wajahku membeku."

"Tepat," kata Betsy. "Kau kelihatan seperti pengurus pemakaman,

begitu kaku. Aku punya trik untuk memperbaiki itu."

"Minuman beralkohol?" tanyaku. "Itu berhasil bagiku untuk

liputan blog itu."

"Tidak akan berhasil sekarang," kata Betsy. Dia mulai mengatur

kamera video. "Kupikir kita latihan dulu. Aku akan menjadi Sharon.

Aku akan mengajukan pertanyaan yang mungkin akan dia tanyakan

dan kau menjawab dengan cara biasa kau menjawab. Dari situ kita

bisa tahu seberapa jauh dirimu dari batasan kami." Dia tertawa

lagi. "Sebentar." Dia mengenakan gaun biru yang pas badan, dan

dari dompet kulit berukuran besar dia mengeluarkan seuntai ka?

lung mutiara. Seragam Sharon Schieber. "Tanner?"

Suaminya memasangkan kalung mutiara itu untuk Betsy, dan

ketika kalung itu sudah terpasang, wanita itu menyengir. "Aku me?

ngejar yang paling autentik. Selain aksen Georgia-ku. Dan kulit

hitamku."

"Aku hanya melihat Sharon Schieber di depanku," kataku.

Dia menyalakan kamera, duduk di depanku, mengembuskan

napas, menunduk, kemudian menengadah. "Nick, ada banyak ke?

tidaksesuaian dalam kasus ini," kata Betsy dengan suara penyiar

yang kaya. "Sebagai awalnya, bisakah kau menjelaskan kepada

pemirsa tentang hari ketika istrimu menghilang?"

"Di sini, Nick, kau hanya membahas sarapan ulang tahun per?

nikahan yang kalian berdua santap," Tanner menginterupsi. "Karena

cerita itu sudah keluar. Tapi kau tidak memberikan lini masa, kau

tidak membahas sebelum dan sesudah sarapan. Kau hanya me?

nekankan sarapan terakhir menakjubkan. Oke, mulai."

"Ya." Aku berdeham. Kamera itu mengedip-ngedip merah; Betsy

memasang ekspresi jurnalis penyelidiknya. "Eh, seperti yang sudah

kauketahui, hari itu ulang tahun pernikahan kami, dan Amy bangun

lebih awal dan membuat crepe?"

Lengan Betsy tersentak dan pipiku tiba-tiba pedih.

"Apa-apaan?" kataku, berusaha memahami yang terjadi. Permen

jellybean merah ceri tergeletak di pangkuanku. Aku mengangkatnya.

"Setiap kali menjadi tegang, setiap kali kau mengubah wajah

tampan itu menjadi topeng pengurus pemakaman, aku akan me?

lemparmu dengan jellybean," jelas Betsy, seolah-olah hal itu masuk

akal.

"Dan itu seharusnya membuatku kurang tegang?"

"Itu berhasil," kata Tanner. "Itu cara dia mengajariku. Tapi kurasa

dia menggunakan batu denganku." Mereka bertukar senyum ah

kamu! khas suami-istri. Aku sudah bisa menebak: Mereka pasangan

yang selalu kelihatan seolah-olah membintangi acara bincang-bin?

cang pagi mereka sendiri.

"Sekarang mulai lagi, tapi berlama-lamalah soal crepe-nya," kata

Betsy. "Apakah itu favoritmu? Atau Amy? Dan apa yang kaulakukan

pagi itu untuk istrimu sementara dia membuatkan crepe untukmu?"

"Aku tidur."

"Hadiah apa yang kaubelikan untuk Amy?"

"Aku belum beli."

"Oh, astaga." Dia memutar bola mata ke arah suaminya. "Kalau

begitu, kau harus amat sangat memuji crepe itu, oke? Dan soal apa

yang akan kaubelikan untuk Amy sebagai hadiah. Karena aku tahu

kau tidak akan kembali ke rumah itu tanpa hadiah."

Kami memulai kembali dan aku menjelaskan tradisi crepe kami

yang sebenarnya bukan tradisi, dan aku menjelaskan betapa teliti

dan baiknya Amy dalam hal memilih hadiah (di sini satu jellybean

lain menghantam tepat di hidungku dan aku dengan segera me?

lemaskan rahangku) dan betapa aku, si pria bodoh ("Jelas mainkan

peran suami bodoh," saran Betsy), masih berusaha untuk mencari

hadiah yang memukau.

"Bukan berarti dia dulu suka hadiah mahal atau mewah," aku

memulai dan terkena lemparan bola kertas dari Tanner.

"Apa?"

"Dulu. Berhenti mengatakan dulu soal istrimu."

"Aku tahu kau dan istrimu punya beberapa masalah," lanjut Betsy.

"Beberapa tahun ini memang sulit. Kami berdua kehilangan pe?

kerjaan kami."

"Bagus, ya!" seru Tanner. "Kalian berdua memang kehilangan

pekerjaan."

"Kami pindah kemari untuk membantu perawatan ayahku, yang

menderita Alzheimer?s, dan mendiang ibuku yang terkena kanker,

dan selain itu aku bekerja amat keras di pekerjaan baruku."

"Bagus, Nick, bagus," kata Tanner.

"Pastikan kau menyebutkan betapa dekatnya kau dengan ibumu,"

kata Betsy, walaupun aku tidak pernah menyebutkan soal ibuku

kepadanya. "Tidak ada yang akan muncul untuk menyangkal itu,

kan? Tidak ada cerita Ibu Sayang atau Anak Sayang di luar sana?"

"Tidak, ibuku dan aku dulu memang sangat dekat."

"Bagus," kata Betsy. "Sebutkan itu berkali-kali kalau begitu. Dan

bahwa kau memiliki bar dengan saudara perempuanmu?selalu

sebutkan saudara perempuanmu ketika kau menyebutkan bar.

Kalau kau memiliki bar sendiri, kau seorang pemain; kalau kau

memiliki bar dengan saudara kembar tersayangmu, kau?"

"Orang Irlandia."

"Lanjutkan."

"Jadi semuanya menegang?" aku memulai.

"Tidak," kata Tanner. "Itu menyiratkan ketegangan mengarah ke

ledakan."

"Jadi kami sedikit menyimpang dari tujuan, tetapi aku meng?

anggap ulang tahun pernikahan kami sebagai waktu untuk meng?

hidupkan kembali hubungan kami?"

"Mengikat komitmen kami kembali," seru Tanner. "Menghidupkan

kembali berarti sesuatu sudah mati."

"Mengikat komitmen kami kembali?"

"Jadi bagamana meniduri seorang gadis 23 tahun muat dalam

gambaran menyegarkan ini?" tanya Betsy.

Tanner melemparkan jellybean ke arah istrinya. "Sedikit di luar

karakter, Bets."

"Maaf, teman-teman, tapi aku wanita, dan itu berbau omong

kosong, omong kosong luar biasa besar. Mengikat komitmen kami,

yang benar saja. Gadis itu masih ada ketika Amy menghilang.

Wanita akan membencimu, Nick, kecuali kau menerimanya. Terus

terang, jangan menunda-nunda. Kau bisa menambahkannya: Kami

kehilangan pekerjaan kami, kami pindah rumah, orangtuaku sekarat.

Kemudian aku mengacaukannya. Aku membuat kekacauan besar.

Aku kehilangan arah akan siapa diriku dan sayangnya, aku harus

kehilangan Amy untuk menyadari itu. Kau harus mengakui dirimu

bajingan dan semua itu adalah kesalahanmu."

"Jadi, semacam, yang harus dilakukan pria pada umumnya,"
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kataku.

Betsy melemparkan pandangan sebal ke langit-langit. "Dan itu,

Nick, sikap yang harus kauwaspadai."

Amy Elliott Dunne

Sembilan hari hilang

Aku tidak punya uang sepeser pun dan sedang dalam pelarian.

Sangat noir terkutuk. Hanya saja aku sedang duduk di dalam

Festiva-ku di ujung terjauh tempat parkir kompleks restoran hi?

dangan cepat saji di tepian Sungai Mississippi, bau garam dan

daging olahan mengambang di angin yang hangat. Sekarang malam

hari?aku sudah menghabiskan waktu berjam-jam?tetapi aku

tidak bisa bergerak. Aku tidak tahu harus bergerak ke mana. Mobil

ini menjadi semakin kecil seiring waktu berlalu?aku terpaksa

meringkuk seperti janin atau kakiku akan kram. Aku jelas tidak

akan tidur malam ini. Pintu mobil terkunci tetapi aku masih me?

nunggu ketukan di jendela, dan aku tahu aku akan mengintip dan

melihat antara pembunuh berantai bergigi tonggos, bermulut manis

(bukankah akan jadi ironis, kalau aku sungguhan dibunuh?) dan

polisi tegas yang akan meminta kartu identitas (bukankah akan

lebih buruk kalau aku ditemukan di tempat parkir seperti gelan?

dangan?). Penanda restoran yang berkilauan tidak pernah dimati?

kan di sini; tempat parkir diterangi seperti lapangan bola?aku

memikirkan bunuh diri lagi, bagaimana seorang tahanan yang

sedang diawasi agar tidak bunuh diri menghabiskan 24 jam sehari

dalam penerangan, pikiran yang mengerikan. Tangki bensinku lebih

sedikit dari tanda seperempat tangki, pikiran yang bahkan lebih

mengerikan: Aku bisa bermobil hanya sekitar sejam ke arah mana

pun, jadi aku harus memilih arah dengan hati-hati. Selatan adalah

Arkansas, utara adalah Iowa, barat kembali ke Ozarks. Atau aku

bisa ke timur, menyeberangi sungai ke Illinois. Semua arah yang

kutuju kembali ke sungai. Aku mengikuti sungai itu atau sungainya

mengikutiku.

Tiba-tiba, aku tahu apa yang harus kulakukan.

Nick Dunne

Sepuluh hari hilang

Kami menghabiskan hari wawancara berkumpul di kamar tidur

cadangan di suite Tanner, melatih kalimat-kalimatku, menyiapkan

ekspresiku. Betsy meributkan pakaianku, kemudian Go memangkas

rambut di atas telingaku dengan gunting kuku sementara Betsy

berusaha membujukku agar menggunakan riasan wajah?bedak?

untuk mengurangi kilau wajah. Kami semua bicara dengan suara

pelan karena kru Sharon sedang bersiap-siap di luar; wawancara

akan dilakukan di ruang duduk suite itu, menatap ke Arch St. Louis.

Gerbang ke Barat. Aku tidak yakin tujuan tugu itu selain menjadi

simbol bagian tengah negara ini yang tidak jelas: Anda Di Sini.

"Kau setidaknya membutuhkan sedikit bedak, Nick," akhirnya

Betsy berkata, mendatangiku dengan pemulas bedak. "Hidungmu

berkeringat ketika kau gugup. Nixon kalah dalam pemilu karena

hidung berkeringat." Tanner mengawasi semuanya seperti seorang

konduktor. "Jangan terlalu banyak di sisi itu, Go," ujarnya. "Bets,

berhati-hati dengan bedak itu, lebih baik terlalu sedikit daripada

terlalu banyak."

"Kita seharusnya memberi suntikan Botox kepada Nick," kata

Betsy. Rupanya, Botox mengatasi keringat dan keriput?beberapa

klien mereka mendapatkan suntikan di ketiak sebelum pengadilan

dan mereka sudah menyarankan hal seperti itu untukku. Dengan

lembut, dengan samar menyarankan, kalau kita harus masuk

pengadilan.

"Ya, aku butuh media mendapat kabar aku menjalani perawatan

Botox sementara istriku menghilang," kataku. "Masih menghilang."

Aku tahu Amy belum mati, tapi aku juga tahu dia begitu jauh dari

jangkauanku sehingga dia mungkin saja mati. Dia istri dalam ben?

tukan masa lalu.

"Bagus sekali," kata Tanner. "Lain kali hentikan dirimu sebelum

omonganmu keluar dari mulutmu."

Pada pukul 17.00 ponsel Tanner berdering dan dia menatap ke

layarnya. "Boney." Dia membiarkan panggilan itu masuk ke kotak

suara. "Aku akan menelepon dia sesudah ini." Dia tidak ingin

informasi baru, interogasi, gosip untuk memaksa kami merumuskan

ulang pesan kami. Aku setuju: Aku tidak mau Boney ada di

pikiranku saat ini.

"Kau yakin kita tidak perlu mencari tahu apa yang dia mau?"

kata Go.

"Dia ingin lebih mengacaukanku," kataku. "Kita akan menelepon?

nya. Beberapa jam. Dia bisa menunggu."

Kami semua menata ulang diri kami, saling meyakinkan bahwa

telepon tadi bukan sesuatu yang harus dicemaskan. Kamar itu tetap

hening selama setengah menit.

"Aku harus bilang, anehnya aku bersemangat bertemu dengan

Sharon Schieber," akhirnya Go bicara. "Wanita yang sangat berkelas.

Tidak seperti si Connie Chung itu."

Aku tertawa dan itu tujuan Go. Ibu kami dulu menyukai Sharon

Schieber dan membenci Connie Chung?ibu kami tidak pernah

memaafkan Chung karena mempermalukan ibu Newt Gingrich di

TV, sesuatu soal Newt menyebut Hillary Clinton j-a-l-a-n-g. Aku

tidak ingat wawancara aslinya, hanya saja ibu kami murka karena

itu.

Pada pukul 18.00, kami memasuki ruang duduk, tempat dua

kursi diatur berhadapan, Arch menjadi latar belakang, waktunya

dipilih dengan tepat sehingga Arch akan berbinar tetapi tidak akan

ada senja yang memancar di jendela. Salah satu momen paling

penting dalam hidupku, pikirku, diatur oleh malaikat matahari.

Produser dengan nama yang tidak aku ingat berjalan diikuti suara

klik-klik hak tinggi berbahaya dan menjelaskan kepadaku apa yang

seharusnya kuharapkan. Pertanyaan akan diajukan beberapa kali,

untuk membuat wawancaranya terlihat semulus mungkin, dan

untuk memungkinkan rekaman reaksi Sharon. Aku tidak bisa bicara

kepada pengacaraku sebelum memberikan jawaban. Aku bisa

mengganti jawaban tapi tidak mengubah substansi jawabannya.

Ini air untukmu, ayo pasang mikrofon.

Kami mulai berjalan ke kursi dan Betsy menyenggol lenganku.

Ketika aku menatap ke bawah, dia menunjukkan sekantong jelly?

bean kepadaku. "Ingatlah...." katanya, dan menjentikkan jari ke?

padaku.

Tiba-tiba pintu suite terbuka lebar dan Sharon Schieber berjalan

masuk, semulus seolah dia dibawa sekawanan angsa. Dia wanita

yang cantik, wanita yang mungkin tidak pernah kelihatan seperti

gadis remaja. Wanita dengan hidung yang mungkin tidak pernah

berkeringat. Dia memiliki rambut gelap yang tebal dan mata cokelat

raksasa yang bisa terlihat sayu atau kejam.

"Itu Sharon!" kata Go, bisikan bersemangat untuk meniru ibu

kami.

Sharon berbelok ke arah Go dan mengangguk dengan anggun,

berjalan menghampiri untuk menyapa kami. "Aku Sharon," katanya

dengan suara hangat, dalam, meraih kedua tangan Go.

"Ibu kami sangat menyukaimu," kata Go.

"Aku senang sekali," kata Sharon, berhasil terdengar hangat. Dia

berpaling kepadaku dan baru akan bicara ketika produsernya me?

langkah dengan bunyi klik-klik hak tingginya dan berbisik di

telinganya. Kemudian menunggu reaksi Sharon, kemudian berbisik

lagi.

"Oh. Oh, ya Tuhan," kata Sharon. Ketika berpaling kepadaku, dia

sama sekali tidak tersenyum.

Amy Elliott Dunne

Sepuluh hari hilang

Aku sudah menelepon: untuk membuat keputusan. Pertemuan ini

tidak bisa terjadi hingga malam ini?ini komplikasi yang terduga?

jadi aku menghabiskan waktu dengan bersolek dan berseka.

Aku membersihkan diriku di kamar mandi McDonald?s?gel

hijau di kertas tisu basah?dan berganti memakai gaun longgar

murah dan tipis. Aku memikirkan apa yang akan kukatakan. Aku

sangat bersemangat. Kehidupan busuk ini mulai membuatku lelah:

mesin cuci bersama dengan pakaian dalam basah seseorang selalu

tersangkut di bagian atas, ditarik lepas oleh jari-jari menjepit yang

enggan; pojok karpet kabinku yang selamanya entah kenapa lem?

bap; keran bocor di kamar mandi.

Pada pukul 17.00, aku mulai menyetir ke utara ke tempat per?

temuan, kasino tepi sungai bernama Horseshoe Alley. Tempat itu

muncul di tengah antah berantah, lampu neon yang berkedip-kedip,

menyentakkan tabung oksigen ke arah lampu yang terang. Yang

mengalir masuk dan keluar di dalam kelompok orang delapan pu?

luh tahunan adalah bocah-bocah lelaki penuh muslihat, berpakaian

berlebihan, yang menonton terlalu banyak film tentang Las Vegas

dan tidak sadar betapa memilukan diri mereka, berusaha meniru

kekerenan Rat Pack mengenakan setelan mu?rahan di rimba hutan

Missouri.

Aku berjalan masuk melewati papan iklan yang berkilau mem?

promosikan?untuk dua malam saja?reuni kelompok doo-wop

?50-an. Di dalam, kasino itu tidak ramah dan sesak. Mesin slot koin

berdenting dan berdentang, decit elektronik riang yang tidak serasi

dengan wajah bosan, murung orang-orang yang duduk di depan

mesin-mesin itu, merokok di atas masker oksigen mereka yang

tergantung. Koin masuk koin masuk koin masuk koin masuk koin

masuk ding-ding-ding! koin masuk koin masuk. Uang yang mereka

habiskan disalurkan ke sekolah negeri kurang dana yang menjadi

sekolah cucu-cucu mereka yang bosan dan tidak berpikir. Koin

masuk koin masuk. Sekelompok pemuda mabuk terhuyung-huyung

melintas, pesta bujang, bibir para pemuda itu basah karena mi?

numan alkohol; mereka bahkan tidak menyadari kehadiranku,

parau dan berambut seperti Dorothy Hamill. Mereka membicarakan

soal gadis-gadis, ayo kita cari cewek, tetapi selain aku, satu-satunya

gadis yang kulihat sudah lanjut usia. Para pemuda itu akan minumminum menelan kekecewaan mereka dan berusaha tidak mem?

bunuh se?sama pengemudi dalam perjalanan pulang.

Aku menunggu di bar samping di ujung kiri pintu masuk kasino

itu, sesuai rencana, dan menonton boy band lanjut usia bernyanyi

kepada kerumunan besar penonton berambut seputih salju, men?

jentikkan jari dan ikut bertepuk tangan, mengaduk-adukkan jarijari bengkok di dalam mangkuk kacang gratis. Jari-jari kurus, layu

di bawah tuksedo yang mengagumkan, berputar lambat-lambat,

hati-hati, dengan pinggang yang sudah diperbaiki, dansa kaum

yang nyaris punah.

Kasino ini sepertinya ide yang bagus pada awalnya?tepat

sesudah jalan tol, penuh dengan para pemabuk dan manula, tidak

ada yang punya pandangan yang bagus. Tapi aku merasa sesak dan

cemas, sadar bahwa ada kamera di setiap pojok, pintu-pintu yang

bisa terbanting tertutup.

Aku nyaris pergi ketika dia melenggang masuk.

"Amy."

Aku sudah menelepon Desi yang berbakti untuk membantuku (dan

bersekongkol). Desi, yang tidak pernah benar-benar putus kontak

denganku, dan yang?terlepas dari yang kukatakan kepada Nick

dan orangtuaku?sama sekali tidak membuatku takut. Desi, pria
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain di sepanjang Mississippi. Aku selalu tahu dia akan berguna.

Senang rasanya memiliki setidaknya satu pria yang bisa kauman?

faatkan untuk apa pun. Desi adalah tipe kesatria penolong. Dia

suka wanita yang bermasalah. Selama bertahun-tahun, sesudah

Wickshire, ketika kami mengobrol, aku akan bertanya soal pacar

terbarunya, dan tidak peduli siapa pun gadisnya, dia akan berkata:

"Oh, dia tidak baik, sayangnya." Tapi aku tahu itu baik untuk Desi?

masalah makan, ketergantungan obat penahan rasa sakit, depresi

yang sulit. Desi tidak pernah lebih bahagia dibandingkan ketika

dia sedang merawat. Bukan di tempat tidur, hanya duduk dekat

dengan mangkuk kaldu dan jus dan suara kaku yang lembut. Sa?

yangku yang malang.

Sekarang dia di sini, memukau dalam setelan pertengahan mu?

sim panas berwarna putih (Desi mengganti pakaian setiap bulan?

yang cocok untuk Juni tidak akan bisa dipakai bulan Juli?aku

selalu mengagumi disiplinnya, presisi kostum keluarga Collings).

Dia kelihatan menarik. Aku tidak. Aku terlalu sadar akan kacamata

lembapku, gelambir tambahan di pinggangku.

"Amy." Desi menyentuh pipiku, kemudian menarikku untuk de?

kapan. Bukan pelukan, Desi tidak memeluk, ini lebih mirip dengan

terbungkus oleh sesuatu yang dijahit khusus untukmu. "Sayang.

Kau tak bisa bayangkan. Telepon itu. Kupikir aku sudah sinting.

Kupikir aku mengkhayalkanmu! Aku sudah membayangkannya,

bahwa entah bagaimana kau hidup, kemudian. Telepon itu. Kau

baik-baik saja?"

"Sekarang ya," kataku. "Aku merasa aman sekarang. Sudah begitu

buruk." Kemudian tangisku meledak, tangis sungguhan, yang tidak

direncakan, tetapi tangis itu begitu melegakan, dan begitu cocok

dengan momennya, sehingga aku membiarkan diriku terurai se?

penuhnya. Stres dalam diriku menetes keluar: kecemasan men?

jalankan rencana ini, ketakutan tertangkap, kehilangan uang,

pengkhianatan, kekasaran, keliaran sepenuhnya karena aku sen?

dirian untuk kali pertama dalam hidupku.

Aku kelihatan cukup cantik sesudah menangis sekitar dua

menit?lebih lama dari itu hidungku akan berair, mataku mulai

bengkak, tetapi sebelum itu, bibirku menjadi lebih penuh, mataku

lebih lebar, pipiku merona. Aku berhitung selagi aku menangis di

bahu rapi Desi, satu Mississippi, dua Mississippi?sungai itu lagi?

dan aku menghentikan tangisku pada satu menit dan 48 detik.

"Maaf aku tidak bisa kemari lebih cepat, Sayang," kata Desi.

"Aku tahu betapa sibuk Jacqueline mengatur jadwalmu," kata?ku

ragu-ragu. Ibu Desi adalah subjek yang sensitif dalam hubungan

kami.

Dia menelitiku. "Kau terlihat sangat... berbeda," katanya. "Begitu

montok di wajah, terutama. Dan rambut malangmu sekarang?"

dia menghentikan omongannya. "Amy. Aku tidak pernah berpikir

aku akan merasa bersyukur untuk apa pun. Ceritakan kepadaku

apa yang terjadi."

Aku mengisahkan cerita Gotik soal rasa ingin menguasai dan

kemarahan, kebrutalan liar Midwest, kehamilan yang mengekang,

dominasi seperti binatang. Pemerkosaan dan pil dan minuman

keras dan tinju. Sepatu bot koboi runcing di tulang rusuk, ketakutan

dan pengkhianatan, orangtua yang apatis, pengucilan, dan kata-kata

tegas terakhir Nick: "Kau tidak akan pernah bisa meninggalkanku.

Aku akan membunuhmu. Aku akan menemukanmu apa pun yang

terjadi. Kau milikku."

Bagaimana aku harus menghilang untuk keselamatan diriku dan

keselamatan bayi dalam perutku, dan bagaimana aku membutuhkan

bantuan Desi. Penyelamatku. Ceritaku akan memuaskan hasrat

Desi akan wanita yang malang?aku sekarang wanita paling malang

di antara semuanya. Dulu sekali, ketika kami masih bersekolah di

asrama, aku memberitahu Desi tentang kunjungan malam ayahku

ke kamarku, aku dengan baju tidur merah muda berlipit, menatap

langit-langit hingga ayahku selesai. Desi mencintaiku sejak ke?

bohongan itu, aku tahu dia membayangkan bercinta denganku,

betapa lembut dan menenangkan dirinya ketika dia menghunjamkan

dirinya ke dalam tubuhku, mengelus rambutku. Aku tahu dia mem?

bayangkan aku menangis perlahan-lahan seraya memberikan diriku

kepadanya.

"Aku tidak akan bisa kembali ke kehidupan lamaku, Desi. Nick

akan membunuhku. Aku tidak akan pernah merasa aman. Tapi aku

tidak bisa membiarkan dia masuk penjara. Aku hanya ingin meng?

hilang. Aku tidak menyadari polisi akan berpikir Nick yang me?

lakukannya."

Aku melirik dengan manis ke arah band di panggung, di mana

seorang lansia tujuh puluhan kurus kering sedang bernyanyi soal

cinta. Tidak jauh dari meja kami, seorang pria berpunggung tegak

dengan kumis yang dipangkas melemparkan cangkirnya ke tempat

sampah di dekat kami dan lemparannya memeleset (kata yang

kupelajari dari Nick). Seandainya aku memilih tempat yang lebih

indah. Dan sekarang pria itu mengamatiku, memiringkan kepalanya,

kelihatan bingung berlebihan. Jika dia tokoh film kartun, dia akan

menggaruk-garuk kepalanya, dan gerakan itu akan membuat bunyi

wiik-wiik seperti permukaan karet digosok. Entah kenapa, aku

berpikir: Dia kelihatan seperti polisi. Aku memunggunginya.

"Nick adalah hal terakhir yang harus kaucemaskan," kata Desi.

"Berikan kecemasan itu padaku dan aku akan mengurusnya." Dia

mengulurkan tangannya, gerakan tubuh yang dulu. Dia adalah pe?

nyimpan kecemasan; ini permainan ritual yang kami lakukan ketika

kami remaja. Aku berpura-pura menaruh sesuatu di dalam telapak

tangan Desi dan dia mengepalkan tangannya dan aku benar-benar

merasa lebih baik.

"Tidak, aku tidak akan mengurusnya. Aku harap Nick mati

karena tindakannya kepadamu," kata Desi. "Di masyarakat yang

waras, Nick akan mati."

"Ya, kita ada di dalam masyarakat yang tidak waras, jadi aku

harus tetap bersembunyi," kataku. "Apakah kaupikir aku bertindak

buruk?" Aku sudah tahu jawabannya.

"Sayang, tentu saja tidak. Kau bertindak karena terpaksa. Gila

kalau kau melakukan hal yang berbeda."

Dia tidak bertanya soal kehamilan itu. Aku tahu dia tidak akan.

"Kau satu-satunya orang yang tahu," kataku.

"Aku akan mengurusmu. Apa yang bisa kulakukan?"

Aku berpura-pura menolak, menggigiti ujung bibirku, mengalih?

kan pandangan kemudian kembali memandang Desi. "Aku butuh

sedikit uang untuk hidup. Aku berpikir untuk mencari pekerjaan,

tapi?"

"Oh, tidak, jangan lakukan itu. Kau ada di semua tempat, Amy?

di semua acara berita, semua majalah. Seseorang akan mengenalimu.

Bahkan dengan ini"?dia menyentuh rambutku?"potongan pendek

barumu ini. Kau wanita yang cantik dan sulit bagi wanita cantik

untuk menghilang."

"Sayangnya, kurasa kau benar," kataku. "Aku hanya tidak ingin

kau berpikir aku memanfaatkanmu. Aku hanya tidak tahu harus

ke mana lagi?"

Si pelayan, wanita berambut cokelat bertampang biasa yang

menyamar menjadi wanita berambut cokelat yang cantik datang

ke meja kami, menaruh minuman kami di meja. Aku memalingkan

wajahku dari si pelayan dan melihat si pria berkumis yang pe?

nasaran sedang berdiri lebih dekat, mengamatiku dengan setengah

tersenyum. Aku tidak lagi lihai. Amy yang Lama tidak akan pernah

datang kemari. Pikiranku dikaburkan dengan Diet Coke dan bau

tubuhku sendiri.

"Aku memesankanmu gin dan tonik," kataku.

Desi meringis memesona.

"Apa?" tanyaku, tapi aku sudah tahu jawabannya.

"Itu minuman musim semiku. Aku minum Jack dan soda jahe

sekarang."

"Kalau begitu kita pesan satu untukmu dan aku akan meminum

gin-mu."

"Tidak, tidak masalah, jangan cemas."

Si tukang intip muncul lagi di jangkauan pandanganku. "Apakah

pria itu, pria berkumis itu?jangan lihat sekarang?sedang me?

natapku?"

Desi melirik sekilas, menggeleng. "Dia menonton para... pe?

nyanyi." Dia mengucapkan kata itu dengan ragu-ragu. "Kau tidak

hanya ingin sedikit uang. Kau akan merasa lelah dengan akal-akalan

ini. Tidak bisa menatap orang langsung. Hidup di antara"?Desi

merentangkan kedua lengannya untuk mencakup keseluruhan

kasino?"orang-orang yang kuasumsikan tidak punya banyak kemi?

ripan denganmu. Hidup di bawah standarmu."

"Seperti itulah keadaannya selama sepuluh tahun ke depan.

Hingga aku menua cukup lama dan beritanya memudar dan aku

bisa merasa nyaman."

"Ha! Kau bersedia melakukan itu selama sepuluh tahun? Amy?"

"Ssst, jangan sebutkan nama itu."

"Cathy atau Jenny atau Megan atau apa pun, jangan bersikap

konyol."

Si pelayan kembali dan Desi memberikan uang dua puluh dolar

kepadanya dan memintanya pergi. Si pelayan pergi sembari me?

nyengir. Memegang uang dua puluh dolar itu seperti sesuatu yang

baru. Aku menyesap minumanku. Si bayi tidak akan keberatan.

"Kurasa Nick tidak akan menuntut jika kau kembali," kata Desi.

"Apa?"

"Dia mampir untuk menemuiku. Kurasa dia tahu bahwa dia yang

bersalah?"

"Dia menemuimu? Kapan?"

"Minggu lalu. Sebelum aku bicara denganmu, syukurlah."

Nick sudah menunjukkan lebih banyak ketertarikan kepadaku

sepuluh hari terakhir ini ketimbang yang dia lakukan selama be?

berapa tahun silam. Aku selalu ingin seorang lelaki yang berkelahi

demi aku?perkelahian brutal, penuh darah. Nick pergi untuk

menginterogasi Desi, itu awal yang bagus.

"Apa yang dia katakan?" tanyaku. "Bagaimana keadaannya?"

"Dia kelihatan seperti bajingan kelas tinggi. Dia ingin menuduh

aku. Memberitahuku cerita gila soal bagaimana aku?"

Aku selalu suka kebohongan soal Desi berusaha bunuh diri ka?

rena diriku. Dia memang benar-benar patah hati karena kami putus

dan dia bersikap menyebalkan, menakutkan, berkeliaran di sekitar

sekolah, berharap aku akan menerimanya kembali. Jadi Desi bisa

saja sekalian mencoba bunuh diri.

"Apa yang Nick katakan soal aku?"

"Kurasa dia tahu dia tidak akan pernah bisa melukaimu karena

sekarang dunia tahu dan peduli akan dirimu. Dia harus membiar?

kanmu kembali dengan aman dan kau bisa menceraikannya dan

menikahi pria yang tepat." Desi menyesap minumannya. "Akhirnya."

"Aku tidak bisa kembali, Desi. Bahkan jika orang-orang percaya

segala hal soal penyiksaan yang dilakukan Nick. Aku masih akan

menjadi orang yang mereka benci?aku yang memperdaya mereka.

Aku akan menjadi orang paria terparah di dunia."

"Kau akan menjadi pariaku dan aku akan mencintaimu apa pun
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang terjadi, dan aku akan melindungimu dari semua hal," kata

Desi. "Kau tidak akan pernah harus berurusan dengan semua itu."

"Kita tidak akan pernah bisa bersosialiasi dengan siapa pun lagi."

"Kita bisa pergi dari negara ini kalau kau mau. Tinggal di Spanyol,

Italia, di mana pun kau mau, menghabiskan hari-hari kita makan

mangga di bawah sinar matahari. Tidur larut malam, main Scrabble,

membolak-balik buku, berenang di samudra."

"Dan ketika mati, aku hanya akan menjadi catatan kaki aneh?

orang aneh. Tidak. Aku punya harga diri, Desi."

"Aku tidak akan membiarkanmu kembali ke kehidupan jika kau

tinggal di mobil trailer. Aku tidak akan membiarkannya. Ikutlah

denganku, kita akan menyiapkan rumah danau untukmu. Rumah

itu sangat terpencil. Aku akan membawakan makanan dan apa pun

yang kaubutuhkan, kapan pun. Kau bisa bersembunyi, sendirian,

hingga kita memutuskan apa yang harus kita lakukan."

Rumah tepi danau Desi adalah istana, dan membawakan ma?

kanan adalah menjadi kekasihku. Aku bisa merasakan keinginan

itu memendar dari tubuhnya seperti hawa panas. Dia menggeliat

sedikit di bawah setelannya, ingin mewujudkan hal ini. Desi adalah

pengoleksi: Dia punya empat mobil, tiga rumah, satu suite berisi

jas dan sepatu. Dia ingin aku disimpan di balik kaca. Fantasi

kesatria penyelamat yang paling utama: Dia mencuri si putri yang

teraniaya keluar dari kondisi mengerikan dan menempatkan si

putri di bawah lindungan bersepuh emasnya dalam kastel yang

tidak akan bisa ditembus oleh siapa pun kecuali si kesatria.

"Aku tidak bisa melakukan itu. Bagaimana kalau polisi entah

bagaimana mengetahuinya dan mereka datang untuk menyelidiki?"

"Amy, polisi menduga kau tewas."

"Tidak, aku sebaiknya sendirian dulu sekarang. Bisakah aku

meminta sedikit uang darimu?"

"Bagaimana kalau aku bilang tidak?"

"Kalau begitu aku akan tahu tawaranmu untuk membantuku

tidaklah tulus. Bahwa kau seperti Nick dan kau hanya ingin me?

ngendalikan diriku, dengan cara apa pun kau bisa mendapatkannya."

Desi diam, menelan minumannya dengan rahang tegang. "Itu

hal yang buruk untuk dikatakan."

"Itu cara bersikap yang cukup buruk."

"Aku tidak bersikap buruk," katanya. "Aku mencemaskanmu.

Cobalah rumah danau. Kalau kau merasa sesak karena aku, kalau

kau merasa tidak nyaman, kau pergi. Yang terburuk yang bisa ter?

jadi kau mendapatkan beberapa hari istirahat dan relaksasi."

Si pria berkumis tiba-tiba ada di meja kami, senyum berkilau di

wajahnya. "Ma?am, saya pikir Anda berhubungan keluarga dengan

keluarga Enloe, benar?" tanyanya.

"Tidak," kataku dan berpaling.

"Maaf, kau kelihatan seperti?"

"Kami dari Kanada, permisi," bentak Desi dan si pria itu memutar

bola matanya, menggumamkan idiih, dan berjalan kembali ke bar.

Tetapi dia terus melirik ke arahku.

"Kita sebaiknya pergi," kata Desi. "Ayo pergi ke rumah danau.

Aku akan membawamu ke sana sekarang." Dia berdiri.

Rumah tepi danau Desi akan memiliki dapur yang besar, akan

memiliki kamar di mana aku bisa berkeliaran?aku bisa menari

berputar-putar di dalam kamar itu, karena ruangannya akan begitu

besar. Rumah itu akan memiliki Wi-Fi dan TV kabel?untuk semua

kebutuhan pusat kendaliku?dan bak berendam yang luas dan

jubah mandi tebal dan tempat tidur yang tidak nyaris ambruk.

Di rumah itu akan ada Desi juga, tapi Desi bisa diatasi.

Di bar, pria itu masih memelototiku, tidak terlalu ramah.

Aku mencondongkan badan ke depan dan mencium Desi dengan

lembut di bibirnya. Harus terkesan ini keputusanku. "Kau pria yang

mengagumkan. Aku minta maaf karena harus menempatkanmu

dalam situasi ini.

"Aku ingin berada dalam situasi ini, Amy."

Kami sedang berjalan keluar, melewati bar yang cukup membuat

depresi, TV mendengung di segala sudut, ketika aku melihat si

Sundal.

Si Sundal sedang mengadakan konferensi pers.

Andie kelihatan mungil dan tidak berbahaya. Dia kelihatan se?

perti pengasuh anak dan bukan pengasuh anak porno seksi, tetapi

gadis dari ujung jalan, yang benar-benar bermain dengan anakanak. Aku tahu ini bukan Andie yang sesungguhnya, karena aku

sudah membuntutinya dalam kehidupan nyata. Di kehidupan nyata,

Andie memakai atasan ketat yang memamerkan payudaranya dan

jins yang pas ke kaki, dan rambutnya panjang dan bergelombang.

Di kehidupan nyata dia kelihatan menarik untuk ditiduri.

Sekarang dia memakai terusan berlipit dengan rambutnya di?

selipkan di belakang telinga, dan dia terlihat seperti baru menangis,

kau bisa melihatnya dari bengkak merah muda kecil di bawah

matanya. Dia terlihat lelah dan gugup, tapi sangat cantik. Lebih

cantik daripada yang kuduga sebelumnya. Aku tidak pernah

melihatnya sedekat ini. Dia memiliki bintik-bintik di wajah.

"Ohhhh, berengsek," kata salah satu wanita kepada temannya,

wanita berambut merah anggur murahan.

"Oh tidaaaak, aku sebenarnya mulai kasihan pada pria ini," kata

temannya.

"Aku punya sampah di kulkasku yang lebih tua daripada gadis

itu. Dasar bajingan."

Andie berdiri di belakang mikrofon dan menatap ke bawah de?

ngan bulu mata gelap ke arah pernyataan yang bergoyang seperti

daun di tangannya. Bibir atasnya lembap, berkilau di bawah sinar

kamera. Dia mengusap dengan telunjuk untuk menghilangkan

keringat. "Em. Pernyataan saya adalah ini: Saya memang terlibat

afair dengan Nick Dunne dari April 2011 hingga Juli tahun ini, ke?

tika istrinya, Amy Dunne, menghilang. Nick adalah dosen saya di

North Carthage Junior College, dan kami menjadi akrab, kemudian

hubungan menjadi lebih jauh."

Andie berhenti untuk berdeham. Wanita berambut gelap di

belakangnya, tidak lebih tua daripada aku, mengulurkan segelas

air kepada Andie, yang dia sesap dengan cepat, gelasnya bergetar.

"Saya sangat malu berhubungan dengan pria yang sudah me?

nikah. Hal itu bertentangan dengan nilai-nilai saya. Saya benarbenar yakin saya jatuh cinta"?dia mulai menangis; suaranya

gemetar?"dengan Nick Dunne dan bahwa dia pun mencintai saya.

Dia memberitahu saya hubungannya dengan istrinya sudah selesai

dan mereka akan bercerai segera. Saya tidak tahu Amy Dunne

hamil. Saya bekerja sama dengan polisi dalam penyelidikan mereka

berkaitan dengan peristiwa hilangnya Amy Dunne dan saya akan

melakukan semua hal dalam kuasa saya untuk membantu."

Suara Andie pelan, kekanak-kanakan. Dia menengadah menatap

dinding kamera di depannya dan kelihatan terkejut, kemudian

menunduk kembali. Kedua pipi bulatnya merona merah.

"Saya... saya." Dia mulai terisak, dan ibunya?wanita itu pasti

ibunya, mereka punya mata lebar seperti tokoh kartun Jepang?

merangkul bahu Andie. Dia terus membaca. "Saya sangat menyesal

dan malu atas tindakan saya. Dan saya ingin meminta maaf kepada

keluarga Amy atas peran yang saya mainkan dalam kepedihan

mereka. Saya bekerja sama dengan polisi dalam penyelidikan me?

Oh, saya sudah membaca itu."

Dia memberikan senyum lemah, malu, dan barisan pers tertawa

menyemangati.

"Gadis kecil yang malang," kata si rambut merah.

Dia sundal kecil, dia seharusnya tidak dikasihani. Aku tidak bisa

percaya ada orang yang akan kasihan kepada Andie. Aku sungguhsungguh menolak percaya itu.

"Saya mahasiswi berusia 23 tahun," lanjutnya. "Saya hanya me?

minta sedikit privasi untuk memulihkan diri dalam waktu yang

sulit ini."

"Semoga beruntung," gumamku ketika Andie mundur dan se?

orang polisi menolak menjawab pertanyaan apa pun dan mereka

berjalan pergi dari kamera. Aku menghentikan diriku condong ke

kiri seolah-olah aku bisa mengikuti gerakan mereka.

"Gadis malang," kata si wanita yang lebih tua. "Dia sepertinya

takut sekali."

"Kurasa pria itu memang melakukannya."

"Lebih dari setahun dia bersama gadis itu."

"Bajingan."

Desi menyenggolku dan membelalakkan matanya bertanya:

Apakah aku tahu soal afair itu? Apakah aku baik-baik saja? Wajahku

itu topeng kemarahan?gadis malang, yang benar saja?tapi aku

bisa berpura-pura marah karena pengkhianatan ini. Aku meng?

angguk, tersenyum lemah. Aku baik-baik saja. Kami akan pergi

ketika aku melihat orangtuaku, berpegangan tangan seperti biasa,

melangkah ke mikrofon dengan tandem. Kelihatannya rambut ibu?

ku baru saja dipotong. Aku berpikir apakah aku harus kesal karena

dia berhenti sejenak di tengah-tengah menghilangnya diriku untuk

merawat dirinya sendiri. Ketika seseorang meninggal dan kerabat?

nya melanjutkan hidup, kau selalu mendengar mereka berkata

si-ini-itu pasti ingin hidup berjalan terus. Aku tidak ingin hidup

berjalan terus.

Ibuku bicara. "Pernyataan kami singkat dan kami tidak akan

menjawab pertanyaan sesudahnya. Pertama, terima kasih atas

curahan simpati yang begitu banyak untuk keluarga kami. Se?

pertinya dunia menyayangi Amy sebesar rasa sayang kami. Amy:

Kami merindukan suara hangatmu dan selera humormu yang me?

nyenangkan, dan kecerdasanmu dan kebaikan hatimu. Kau memang

luar biasa. Kami akan mengembalikanmu ke keluarga kita. Aku

tahu kami akan melakukannya. Kedua, kami tidak tahu bahwa me?

nantu kami, Nick Dunne, memiliki afair hingga pagi ini. Dia selama

ini, sejak awal mimpi buruk ini, kurang terlibat, kurang tertarik,

kurang peduli daripada yang seharusnya. Tidak menganggap dia

bersalah, kami menganggap perilaku itu sebagai rasa syok. Dengan

informasi baru ini, kami tidak lagi merasa seperti itu. Kami sudah

menarik dukungan kami kepada Nick. Ketika sekarang meneruskan

penyelidikannya, kami hanya bisa berharap Amy akan kembali

kepada kami. Kisahnya harus dilanjutkan. Dunia siap untuk babak

baru."

Amin, kata seseorang.

Nick Dunne

Sepuluh hari hilang

Pertunjukan sudah selesai, Andie dan pasangan Elliott menghilang

dari pandangan. Produser Sharon menendang TV menjauh dengan

ujung sepatu haknya. Semua orang di ruangan itu memperhatikanku,

menunggu penjelasan, tamu pesta yang baru saja berak di lantai.

Sharon memberiku senyum yang terlalu ceria, senyum marah yang

membuat kulit Botox-nya tegang. Wajahnya terlipat di tempat yang

salah.

"Jadi?" katanya dengan suara tenang dan dalam. "Apa itu tadi,

sialan?"

Tanner menyela. "Itu tadi kejutannya. Nick sebelumnya dan se?

karang siap untuk mengungkapkan dan membahas tindakannya.

Maafkan aku soal pemilihan waktunya, tapi di satu sisi, ini lebih

baik untukmu, Sharon. Kau akan mendapatkan reaksi pertama dari

Nick."
Yang Hilang Gone Girl Karya Gillian Flynn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebaiknya kau punya sesuatu yang menarik untuk dikatakan,

Nick." Dia melangkah pergi, berseru, "Pasang mik padanya, kita

mulai sekarang," tidak jelas kepada siapa.

Sharon Schieber ternyata sangat menyukaiku. Di New York aku

selalu mendengar gosip bahwa dia sendiri pernah berselingkuh

dan kembali ke suaminya, cerita dalam dunia jurnalisme yang di?

rahasiakan. Itu nyaris sepuluh tahun yang lalu, tetapi aku mengira

keinginan untuk menebus dosa itu mungkin masih ada di sana.

Memang benar. Dia berseri-seri, bersikap manis, dia membujuk

dan menggoda. Dia mengerutkan bibir penuh, berkilau itu kepada?

ku dengan ketulusan mendalam?tangan terkepal di bawah dagu?

nya?dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulitnya kepadaku,

dan sekali itu aku menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan

baik. Aku bukan pembohong sekaliber Amy yang mengagumkan,

tapi aku tidak buruk ketika harus melakukannya. Aku kelihatan

seperti pria yang mencintai istrinya, yang merasa malu akan ke?

tidaksetiaannya dan siap berbuat benar. Malam sebelumnya, tidak

bisa tidur dan gugup, aku menggunakan Internet dan menonton

Hugh Grant di Leno, 1995, meminta maaf kepada satu negara ka?

rena berbuat cabul dengan seorang PSK. Tergagap-gagap, terbatabata, menggeliat-geliat seakan-akan kulitnya berukuran dua nomor

terlalu kecil. Tapi tidak ada alasan: "Kurasa kau tahu dalam hidup

hal baik apa yang harus dilakukan dan hal buruk apa yang tidak,

dan aku melakukan hal buruk... dan begitulah." Sial, pria itu

jagoan?dia kelihatan malu, gugup, begitu gemetar sehingga kau

ingin meraih tangannya dan berkata, Kawan, itu bukan masalah

besar, jangan salahkan dirimu. Itu efek yang aku inginkan. Aku

menonton klip itu berulang kali, aku terancam akan meminjam

aksen Inggris.

Aku adalah pria kosong yang paling hebat: suami yang selalu

diklaim Amy tidak bisa meminta maaf akhirnya meminta maaf,

menggunakan kata-kata dan emosi yang dipinjam dari seorang

aktor.

Tetapi itu berhasil. Sharon, aku melakukan hal buruk, hal yang

tidak bisa dimaafkan. Aku tidak bisa membuat alasan untuk itu. Aku

mengecewakan diriku?aku tidak pernah menganggap diriku

sebagai seorang pengkhianat. Tindakan itu tidak beralasan, tidak

termaafkan, dan aku hanya ingin Amy pulang sehingga aku bisa

menghabiskan sisa hidupku menebus kesalahanku kepadanya, mem?

perlakukannya sesuai dengan yang layak dia dapatkan.

Oh, aku jelas akan memperlakukannya sesuai dengan yang layak

dia dapatkan.

Tetapi ini masalahnya, Sharon: Aku tidak membunuh Amy. Aku

tidak akan pernah melukainya. Kupikir yang terjadi sekarang adalah

yang kunamai selama ini [tertawa] di benakku sebagai efek Ellen

Abbott. Ini merek jurnalisme yang memalukan, tidak bertanggung

jawab. Kita begitu terbiasa melihat pembunuhan wanita-wanita ini

dikemas sebagai hiburan, dan itu menjijikkan, dan di acara-acara

ini, siapa yang bersalah? Selalu si suami. Jadi kupikir publik, dan

bahkan kepolisian hingga pada satu titik, sudah didera untuk per?

caya begitulah kebenarannya. Dari awal, pada dasarnya diasumsikan

aku sudah membunuh istriku?karena itu cerita yang dikisahkan

kepada kita terus-menerus?dan itu salah, itu salah secara moral.

Aku tidak membunuh istriku. Aku ingin dia pulang ke rumah.

Aku tahu Sharon akan menginginkan kesempatan untuk meng?

gambarkan Ellen Abbott sebagai sundal pengejar rating sensasional.

Aku tahun Sharon yang agung dengan dua puluh tahun pengalaman

jurnalismenya, wawancaranya dengan Arafat dan Sarkozy dan

Obama, akan tersinggung dengan hanya memikirkan Ellen Abbott.

Aku (dulu) adalah seorang jurnalis, aku tahu caranya, jadi ketika

aku mengatakan kata-kata itu?efek Ellen Abbott?aku menyadari

kedutan mulut Sharon, alis yang naik sedikit dengan indah,

keseluruhan roman yang menjadi cerah. Itu ekspresi ketika kau

menyadari: Aku dapat sudut pandang ceritaku.

Di pengujung wawancara, Sharon meraih kedua tanganku dalam

genggamannya?sejuk, sedikit kapalan, aku pernah membaca dia

rajin bermain golf?dan mengharapkan hal baik untukku. "Aku

akan mengamatimu, temanku," katanya, kemudian dia mencium

pipi Go dan berayun pergi dari kami, bagian belakang gaunnya

seperti medan perang jarum pentul untuk memastikan materi di

bagian depan tidak menggontai.

"Kau melakukannya dengan sempurna," ujar Go ketika dia ber?

jalan ke pintu. "Kau sepertinya berbeda dari sebelumnya. Meme?

gang kendali tetapi tidak sombong. Bahkan rahangmu kelihatan

kurang... seperti bajingan."

"Aku menghilangkan lesung di daguku."

"Nyaris, ya. Sampai ketemu di rumah." Go bahkan memberiku

pukulan menyemangati di pundakku.

Aku mengikuti wawancara Sharon Schieber dengan dua tayangan

singkat?satu di TV kabel dan satu di jaringan. Besok wawancara

Schieber akan ditayangkan, kemudian tayangan lain akan mengalir,

rangkaian domino permintaan maaf dan penyesalan. Aku meme?

gang kendali. Aku tidak lagi menyerah menjadi suami yang mungkin


Dewa Linglung 8 Pertarungan Dua Naga Fallen Too Far Karya Abbi Glines Pendekar Mabuk 040 Asmara Berdarah Biru

Cari Blog Ini