Ceritasilat Novel Online

Air Mata Terakhir 1

Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle Bagian 1

COVER Kisah Para Penggetar Langit Norman Duerte Tolle AIR MATA TERAKHIR2

Kolektor E-Book

s Editing . D.A.S PDF . D.A.S3 Kisah Para Penggetar Langit AIR MATA TERAKHIR Karya. Norman Duarte Tolle4 PEMESANAN VERSI CETAK . Whatsapp 08883800313 Email normannuno@gmail.com. Rekening Penulis BCA 0183296121 a.n Norman Tolle. Official Website

https.//kisahparapenggetarlangit.blogspot.com/ Facebook

https.//facebook.com/kisahparapenggetarlangit / 5 PRAKATA Salam semua.

Akhirnya saya tergerak lagi untuk menyelesai kan kisah ini.

Sejak awal saya merencanakan KPPL untuk menjadi sebuah trilogy.

Ini adalah bagian terakhir dari trilogy itu.

Cerita ini sudah ada di kepala saya sejak lama, cuma baru menemukan mood untuk menuliskannya akhir-akhir ini.

Saya belum tahu apakah endingnya nanti Cio San berbahagia, atau malah hidupnya tragis, saya belum memutuskan.

Tapi satu yang pasti, saya berharap Tuhan memberikan saya umur dan kesehatan untuk menyelesaikan trilogy ini.

Jika di trilogy pertama bercerita tentang masa lalu Cio San, dan trilogy kedua bercerita tentang masa lalu Suma Sun, maka di trilogy terakhir ini akan menceritakan pula masa lalu Cukat Tong.

Bagaimana ia bisa menjadi Raja Maling yang terkenal dan juga memiliki kesaktian yang hebat.

Namun tentu saja tokoh utamanya tetap Cio San yang menjadi sentral cerita ini.6 Untuk Episode 2 ? Rahasia Jubah Merah, endingnya memang tidak ada di blog.

Jika berminat silahkan membeli bukunya.

Nomer kontak sudah saya cantumkan di postingan-postingan sebelumnya.

Saya sangat terinspirasi lagu Jay Chou1 yang ini, dan selalu menyetelnya saat menulis.

Semoga para pembaca pun menyukai lagu ini.

Minggu, 18 Maret 2018 Norman.

1

https.//www.youtube.com/watch?v=-gJzlOJ0Zoo7 DAFTAR ISI Kisah Para Penggetar Langit ........................................................3

https.//facebook.com/kisahparapenggetarlangit / ...........................4 PRAKATA ............................................................................................5 DAFTAR ISI..........................................................................................7 EPISODE 3 .

BABAK PERTAMA ..................................................9 Air Mata Terakhir ............................................................................9 BAB 1...............................................................................................10 JIKA TIDAK PERGI, MEMANGNYA HARUS DATANG? ....................10 BAB 2...............................................................................................36 PEMUDA YANG GAGAH................................................................36 BAB 3...............................................................................................53 SEMOGA .......................................................................................53 BAB 4...............................................................................................75 WANITA DAN RAHASIA.................................................................75 BAB 5.............................................................................................105 MENJALANKAN AMANAT ...........................................................105 BAB 6.............................................................................................133 GADIS DI DASAR JURANG ...........................................................133 BAB 7.............................................................................................160 MEMPELAJARI ILMU YANG HILANG ...........................................160 BAB 8.............................................................................................178 KISAH SI BURIK............................................................................1788 BAB 9.............................................................................................202 CINTA BERSEMI DI JURANG PATAH HATI ...................................202 BAB 10...........................................................................................224 IMPIAN DI MUSIM SEMI .............................................................224 EPISODE 3.

BABAK KEDUA........................................................246 BAB 11...........................................................................................252 MALAM JAHANAM .....................................................................2529 EPISODE 3 .

BABAK PERTAMA Air Mata Terakhir10 BAB JIKA TIDAK PERGI, MEMANGNYA HARUS DATANG? Padang rumput Mongolia.

Hamparan hijau menguning begitu luas.

Bagaikan berenang di lautan hijau tanpa batas.

Seorang lelaki berjalan sendirian.

Langkahnya sangat ringan, namun entah kenapa langkah-langkah itu seperti menanggung beban yang teramat berat.

Menurut sebagian orang, seperti inilah langkah seseorang yang sedang mencoba meninggalkan masa lalu.

Ia begitu ringan menyongsong hari esok, tapi juga belum mampu meninggalkan kenangan hari lampau.

Matahari besinar cukup terik.

Tidak banyak pohon yang tumbuh di padang rumput ini.

Peluh menetes di dahinya, tetapi lelaki ini seolah begitu menikmati terik matahari siang bolong ini.

Hari memang sudah agak beranjak sore.

Kota yang ditujunya sudah tak lagi jauh.

Mungkin saat malam, ia akan sampai di pintu gerbang kota itu.

Qara Del.

Itulah nama kota yang belum pernah didatanginya itu.11 Lucunya, setiap mendengar nama kota itu disebut di sepanjang perjalanannya, hatinya berdegup kencang.

Tentu saja hal ini hanya bisa terjadi jika seseorang yang kau sukai tinggal di kota itu.

Seseorang yang kau suka.

Kalimat ini terdengar sangat sederhana, bahkan mungkin terdengar jenaka.

Ada keriangan dan kelucuan tersendiri jika mendengarnya.

Tetapi bagi orang yang merasakan, kalimat ini mempunyai makna yang tidak bisa dijelaskan meskipun kau bercerita setiap hari sepanjang tahun.

Karena kisah tentang "seseorang yang kau suka"

Adalah kisah seumur hidup.

Orangnya dapat berganti-ganti, tetapi perasaan yang berada di hatimu tidak pernah berbeda.

Kwee Mey Lan, Khu Ling Ling, dan Syafina.

Ini adalah tiga nama yang mengisi hati lelaki yang berjalan sendirian ini.

Ia telah merelakan Kwee Mey Lan.

Ia pun baru saja bertemu dengan Khu Ling Ling dan menyembuhkan penyakit nona itu.

Kini, ia pun datang ke tempat ini untuk bertemu dengan nama yang terakhir.

Syafina, adalah seorang putri bangsawan Goan2 yang sempat mengisi hatinya.

2 Mongolia12 Dulu, nona itu telah menawarkan diri kepada nya.

Memintanya untuk tidak meninggalkannya.

Tetapi lelaki yang berjalan sendirian itu malah memintanya pergi.

Ia tahu ia tidak dapat meminta nona itu untuk hidup bersamanya, karena pada saat itu sang nona telah dijemput oleh kekasihnya.

Ia tahu rasa sakit yang timbul karena kekasih direbut orang.

Tetapi kini kenapa ia malah datang ? Ia sendiri pun tidak tahu jawabannya.

Tahu- tahu kakinya membawanya datang kemari.

Beberapa bulan yang lalu ia pergi ke Himalaya untuk datang menyembuhkan Khu Ling Ling.

Nona itu telah berkeluarga dan memiliki anak.

Tetapi ia tetap dapat melihat sinar cinta di mata nona itu.

Justru sinarnya semakin terang.

Namun ia mengerti, cinta itu lebih merupakan sebuah kekaguman daripada rasa ingin memiliki.

Karena sejak dahulu, Khu Ling Ling tahu, lelaki ini tak dapat dimilikinya seorang.

Lelaki ini adalah milik dunia.

Kadang-kadang jika cinta seseorang begitu mendalam, ia justru mampu merelakan cintanya untuk pergi.13 Begitu pulang dari Himalaya, kakinya justru berbelok dan tahu-tahu ia telah hampir sampai di Qara Del.

Ia tersenyum dan berkata kepada dirinya sendiri.

"Cio San, Cio San. Apakah penderitaanmu masih belum cukup?"

"Memangnya jika kau bertemu Syafina, kau akan melamarnya? Apakah kau akan menantang kekasihnya bertarung untuk menentukan jodoh?"

Ada kalanya, seseorang rela menempuh berbagai kesusahan hanya agar dapat bertemu seseorang untuk kali terakhir.

Mungkin ketika dulu berpisah, masih ada kata-kata yang belum terucapkan.

Mungkin masih ada kisah yang belum tuntas.

Atau juga, mungkin hanya agar ia dapat puas menatap wajah itu untuk yang terakhir kalinya.

Ia menikmati perjalanan ini dengan begitu ringan.

Karena ia telah merasa begitu damai kepada dirinya sendiri.

Ia tidak lagi menyalahkan dirinya atau orang lain.

Ia tahu bahwa semua yang terjadi di dalam hidupnya adalah bagian dari cerita kehidupan manusia.

Susah, gembira, pedih, atau bahagia, hanyalah sebuah cerita.

Pada akhirnyanya toh cerita ini akan berakhir.14 Yang bisa ia lakukan hanyalah mejalani cerita itu sampai akhirnya.

Ia akan terus melangkah sampai pada akhirnya langkah itu terhenti.

Jika belum terhenti ia tidak akan berhenti.

Bukankah hidup adalah sebuah perjalanan? Matahari telah menghilang dan bintang telah bermunculan.

Cahaya kota Qara Del telah terlihat dari kejauhan.

Sejak tadi Cio San telah berpapasan dengan para pelancong yang masuk dan keluar kota itu.

Dari jauh terlihat gerbangnya berdiri dengan gagah.

Meskipun bangsa Goan telah berhasil dikalahkan dan tidak lagi menjajah Tionggoan3, tetapi keagungan dan keangkeran bangsa ini tidaklah berubah.

Mereka telah berhasil membangun kota ini dengan megah.

Ia memasuki gerbang kota ini dengan perasaan bercampur aduk.

Apa yang harus ia lakukan nanti ? Mencari Syafina dan mengajaknya bicara? Ataukah cukup menatapnya saja dari jauh? Entahlah.

Yang pasti saat ini ingin beristirahat dulu.

Ia lalu memilih sebuah penginapan sederhana namun kelihatan bersih dan nyaman.

Ia lalu memesan kamar dan meminta agar makan diantarkan ke kamarnya saja.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selesai membersihkan diri, ia duduk 3 Cina Daratan15 menikmati makanannya sendirian di hadapan jendela yang terbuka.

Makan sendirian sambil menikmati suasana malam yang sudah terasa sunyi.

Di luar suasana masih sangat ramai, terdengar suara orang berjualan di malam hari.

Tapi di kamar itu ia merasa sangat sepi.

Tapi hatinya bahagia.

Sungguh bahagia.

Karena justru ketenanganlah yang ia cari-cari selama ini.

Tidak ada lagi rencana jahat orang untuk mencelakainya.

Tidak ada lagi peperangan.

Tapi justru ia memilih datang ke sini.

Bukankah dengan datang ke kota ini, ia malah menghancurkan sendiri ketenangan yang selama ini dicari-carinya? Manusia terkadang begitu lucu.

Itulah kenapa ia selalu banyak tertawa.

Ia merasa dirinya ini begitu lucu.

Sekarang ini ia malah tertawa terbahak-bahak.

"Hahahahahahahah. Nona, bagaimana jika kita keluar saja ke atas atap di memandang bintang di atas sana. Suasana saat ini sangat indah dan sangat rugi jika dihabiskan di dalam kamar saja,"

Entah kepada siapa ia berbicara.16 Tak tahunya, terdengar suara dari sebelah kamarnya.

"Kong-kong4, memang benar. Mari keluar!"

Hampir muncrat arak yang berada dalam genggamannya, tapi ia hanya tertawa.

Tahu-tahu tubuhnya telah menghilang melalui jendela dan telah berada di atas atap penginapan yang cukup tinggi.

Ia mencari tempat yang paling nyaman dan duduk di sana.

Tak berapa lama nona itu juga sampai dan duduk tak jauh darinya.

Semua kejadian ini hanya terjadi dalam sekedipan mata tapi seolah-olah mereka telah melakukan banyak hal.

"Kau hebat Kong-kong. Padahal aku yang bergerak duluan, kau yang malah sampai lebih dulu,"

Ujar nona itu. Si lelaki yang dipanggil kong-kong itu menatapnya dengan lembut. Nona ini usianya baru belasan tahun. Wajahnya masih sangat belia. Tapi ia sangat cantik dan terlihat sangat cerdas.

"Tadi saat kau panggil aku kong-kong, aku sempat berkaca sebentar. Ku lihat belum ada rambut atau janggutku yang memutih. Kulitku belum juga keriput, dan aku masih belum berpenyakitan. Alasan 4 Kakek17 apa kau memanggilku kong-kong?"

Tanya Cio San ambil menuangkan arak ke dalam cangkir.

"Masa aku harus memanggilmu Ang-Say5 ?"

Kata si nona sambil tertawa. Suara tawanya terdengar masih kanak-kanak. Sekali lagi hampir saja arak yang berada di tangannya tumpah. Tapi ia mampu menahan diri dan berkata dengan tenang.

"Anak seusia kau, sebaiknya tidak kabur dari rumah sejauh ini."

Nona itu cemberut, matanya membesar dan ia berkata.

"Sejak kapan kau menyadari bahwa aku menguntitmu?"

"Sejak di Himalaya,"

Jawab Cio San pendek.

"Apa? Kau sudah mengetahuinya namun membiarkan saja aku menguntitmu sejauh ini? Kenapa tidak kau undang aku untuk berjalan bersamamu? Mengapa kau tega membiarkan anak kecil berjalan sendirian? Jika ada apa-apa denganku, bagaimana kau menjawab terhadap keluargaku?"

"Eh? Kan kau sendiri yang menguntitku? Mengapa jadi aku yang salah?" 5 Suami Sayang18

"Jika orang dewasa mengetahui seorang anak gadis yang lemah seperti ini menempuh perjalanan yang berbahaya, bukankah justru orang dewasa itu yang harus mengingatkan si anak kecil? Mengapa kau begitu tidak bertanggung jawab?"

Celoteh si nona. Lelaki itu hanya tertawa. Ia tahu jika ia membuka suara, ia pasti akan kalah omongan lagi. Maka, ia berusaha mengalihkan pembicaraan lagi.

"Mengapa kau menguntitku?"

"Aku hanya ingin kabur dari rumah"

"Aku tahu kau ingin kabur dari rumah. Tapi mengapa memilih mengikutiku? Bukankah dunia begitu luas? Kau bisa ke mana saja yang kau mau."

"Mau ku adalah mengikutimu."

Ia tidak dapat berkata apa-apa selain menenggak arak.

"Sebenarnya orang yang paling diuntungkan ketika kau kabur dari rumah, adalah calon suamimu,"

Kali ini ia memberikan diri untuk menggoda nona itu.

"Heh? Kau sudah benar-benar pikun? Bagaimana mungkin dia bisa diuntungkan?"

Tanya si nona ketus. Rupanya ia paling tidak suka jika hal ini diungkit.19

"Ia beruntung karena akhirnya ia tidak jadi meminang seorang perempuan cerewet. Hahaha."

"Seorang perempuan menjadi cerewet karena laki-lakinya yang tidak becus!"

Tukas si nona. Sebenarnya ia ingin membalas ucapan nona itu, tetapi ia takut nona itu tersinggung. Ia lalu berkata.

"Aku sempat bertemu sebentar denganmu di Lembah Naga Es. Kau adalah adik dari Liong-tayhiap6. Tapi aku belum tahu namamu?.? "Kau boleh memanggil aku Liong-liehiap7."

"Hahahahahah!"

Ia tertawa lebar mendengar kata-kata nona itu yang terasa jenaka. Sudah lama ia tidak tertawa seriang ini. Nona ini pun mengetahui hal itu, kata si nona.

"Kong-kong terlalu banyak urusan. Kurang hiburan. Itulah kenapa omonganku yang tidak lucu menjadi lucu jika kau dengarkan."

"Oh, jadi kau menguntitku hanya ingin menghiburku?"

"Huh, tak sudi,"

Katanya sambil tertawa. Lanjutnya.

"Aku mengikutimu karena kau selalu memiliki petualangan yang menarik. Siapa yang tidak 6 Pendekar Liong 7 Pendekar Wanita Liong20 tahu pendekar besar, jenderal phoenix, Cio San yang terhormat?"

"Tapi kau keliru, aku datang kemari bukan untuk bertualang."

"Lalu?"

"Entahlah. Aku sendiri tidak tahu alasan apa yang membuatku datang kemari. Setelah mampir ke Lembah Naga Es dan menyembuhkan kakak iparmu, aku tidak tahu lagi harus pergi ke mana. Akhirnya aku datang ke sini,"

Jelas Cio San. Nona itu sejenak memandang Cio San, katanya.

"Aku dapat melihat kakak iparku masih mencintaimu. Tapi ia lebih memilih kakakku."

"Kau tahu alasannya?"

"Tentu saja. Hahaha. Kakakku jauh lebih tampan daripada kau."

Jika orang lain yang berbicara, mungkin Cio San akan tersinggung. Tetapi jika nona ini yang berbicara terasa ada kejenakaan tersendiri.

"Yah, ku rasa memang itu alasannya."

Si nona tersenyum dan berkata.

"Terkadang seorang wanita melakukan hal-hal yang tidak21 dimengerti lelaki. Namun pada akhirnya si lelaki akan mengerti."

Mengapa lelaki selalu terlambat memahami maksud perempuan? "Aku sudah mengerti,"

Jawab Cio San.

"Lalu mengapa masih kau tanyakan kepadaku? Ku rasa kau sudah benar-benar pikun, kong-kong."

"Hahahaha"

Mereka berdua tertawa lepas.

"Apa rencanamu besok pagi?"

Tanya si nona. Umurnya jauh lebih muda, tetapi ia berbicara kepada Cio San seperti berbicara dengan teman sebaya, padahal nona itu memanggil Cio San dengan sebutan kong-kong. Jika orang lain melihat percakapan mereka berdua, tentu akan merasa heran.

"Aku ingin mencari putri Syafina."

"Dia kekasihmu?"

"Bukan."

Si nona sudah dapat menduga.

Jika seorang laki- laki menempuh perjalanan sejauh ini demi seorang wanita yang bukan kekasihnya, tentu cintanya bertepuk sebelah tangan.

Ia tidak berkata apa-apa.22 Karena ia tahu, ada hal-hal yang tidak bisa dibuat bahan bercanda.

Lama terdiam, si nona bertanya lagi.

"Lalu apa yang akan kong-kong lakukan?"

"Aku tidak tahu."

"Ku rasa kau memang sudah benar-benar pikun, kong-kong."

Wajahnya membayangkan rasa kasihan yang ia buat-buat. Cio San tertawa melihatnya.

"Bolehkan aku mengutarakan pendapatku?"

Tanya si nona.

"Tentu saja."

Mereka bagaikan sahabat lama yang bercakap- cakap dengan akrab. Padahal baru kali inilah Cio San berbicara dengan nona itu.

"Siapa pun wanita itu, tentunya ia sudah memiliki suami atau kekasih. Menemuinya hanya akan menimbulkan luka lama di hati sang wanita, dan menumbuhkan luka baru di hati suaminya. Jalan yang terbaik adalah kau hanya bisa menatapnya dari jauh."
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa memang itulah yang harus kau lakukan,"

Tukas Cio San.23

"Ataukah ada perihal yang ingin kau sampaikan kepadanya? Aku bisa menjadi perantaranya jika kau tidak keberatan."

Cio San menatapnya. Nona ini masih belasan tahun usianya tapi sudah memiliki kematangan seorang wanita dewasa. Katanya.

"Tidak perlu merepotkan dirimu. Setelah melihat Syafina untuk terakhir kalinya, aku akan mengantarkanmu pulang ke Lembah Naga Es."

"Eh, kok enak? Aku tidak mau pulang."

"Jika keluargamu mencarimu bisa terjadi salah paham, mereka akan mengira aku telah membawa lari dirimu,"

Kata Cio San.

"Justru jika kau mengantarkanku pulang, aku akan berkata kepada keluargaku bahwa kau menculikku!"

Cio San hanya tertawa sambil menghela nafas. Katanya.

"Lalu bagaimana enaknya?"

"Ijinkan aku bertualang denganmu!"

"Aku tidak ada niat untuk bertualang. Sepulang dari sini, aku ingin menyepi di gunung dan mengundur kan diri dari dunia persilatan,"

Ada kesungguhan di24 wajah Cio San. Nona itu pun melihatnya. Ia sedikit terhenyak. Katanya.

"Betul kah?"

Cio San mengangguk.

"Mengapa?"

Tanya si nona.

"Aku hanya ingin hidup tenang."

Jika seorang lelaki berkata bahwa ia ingin hidup tenang, seorang wanita seharusnya bisa mengerti maksud kata-katanya.

"Baik."

Kata si nona pendek.

Sekejap Cio San merasakan penyesalan yang mendalam.

Entah mengapa ia berkata seperti itu.

Entah mengapa juga si nona kecil menjawab seperti itu.

Apakah ia melakukan kesalahan? Mengapa jika berurusan dengan wanita, tidak ada satu hal pun yang bisa ia lakukan dengan benar? Nona kecil itu tertawa dan menuangkan arak ke dalam cangkir.

Ia minum dengan cukup anggun.

Sejak kecil orang Tionggoan memang cukup akrab dengan arak.

Karena arak adalah minuman kesehatan dan kemakmuran.25 Kata si nona.

"Daripada kong-kong sibuk memikirkan esok hari, bagaimana jika kita saling mengenal? Aku ingin mengenalmu lebih jauh."

"Boleh. Tapi setiap pertanyaan yang kau ajukan, kau pun harus menjawabnya,"

Tukas Cio San.

"Baik, kita mulai. Apa kesukaanmu?"

Cio San berpikir sebentar, lalu menjawab.

"Aku suka arak. Aku suka suasana yang tenang."

"Oh? Jadi itu sebabnya kau tidak suka wanita? hahaha."

Cio San tertawa pula, katanya.

"Dari mana kau bisa mengambil kesimpulan seperti itu?"

"Arak kan sama-sama memabukkannya dengan wanita. Sudah ada arak, buat apa pula ada wanita? Bukan begitu? Entah dari mana pemahaman ini ku dengar,"

Jawab si nona. Tak terasa Cio San jadi teringat kepada Cukat Tong, salah seorang sahabatnya. Jika berbicara dengan Cukat Tong, sering sekali mereka mengeluar kan guyonan seperti itu.

"Hahaha. Kalau menurut sahabatku, jika tidak ada perempuan, hidup terasa sepi. Tetapi jika ada perempuan, bebek dan itik pun tidak bisa hidup tenang."26

"Pasti itu perkataan sahabatmu, Cukat Tong."

"Eh bagaimana kau tahu?"

"Aku pernah bertemu dan bercakap-cakap dengannya."

Dalam hati Cio San mengagumi kecerdasan nona cilik itu. Dan ia bisa menduga percakapan seperti apa yang terjadi dengan mereka berdua.

"Kau mengguraunya ya?"

Si nona cilik tertawa.

"Sekarang, kau yang harus menjawab pertanyaan tadi. Apa kesukaanmu?"

Tanya Cio San.

"Aku paling suka bertualang. Sayangnya ini baru pertama kali aku bertualang di luar daerah Himalaya."

"Hmmm, masih ada satu kesukaanmu yang tidak kau ceritakan kepadaku,"

Tukas Cio San.

"Eh, apa itu?"

Tanya si nona cilik dengan mimik wajah polos yang dibuat-buat.

"Kau sangat suka berjualan sari buah, menjadi pengemis, menjadi nenek tua, dan seorang tukang perahu,"

Kata Cio San sambil tersenyum.27

"Eh jadi kau tahu juga penyamaranku? Rupanya betul kata orang. Tidak ada satu hal pun yang lolos dari pengamatan Cio-hongswee! Berarti di sepanjang perjalanan saat aku menyamar, kau mengetahui semuanya!"

"Sebenarnya aku tidak sehebat itu. Ilmu menyamarmu juga sudah sangat hebat. Sayang ada bagian dari ilmu menyamar yang tak bisa ditutupi,"

Kata Cio San.

"Apa itu?"

"Kau bisa memalsukan warna rambut, kulit, atau lainnya. Kau juga bisa membuat tubuh menjadi bungkuk atau tegap. Bisa bergaya pincang atau sehat. Bisa membuat wajahmu berubah seluruhnya. Tapi satu hal yang tidak diubah adalah jarak mata kiri dan kanan. Letak mata di wajah tidak akan bisa diubah!"

"Hmmm, betul juga. Tapi apakah kau selalu memperhatikan jarak mata setiap orang?"

"Tentu saja. Karena hal-hal kecil seperti inilah yang membuat aku dapat hidup sampai sekarang."

"Tetapi hal-hal kecil seperti ini pula yang membuatmu tak dapat hidup dengan tenang, bukan?"28 Seolah nona cilik itu mampu membaca isi hatinya.

"Sebenarnya berapa sih usiamu?"

Tanya Cio San penasaran.

"Eh, perjanjian kita tadi kan adalah kau boleh bertanya persis seperti pertanyaanku. Aku kan tidak pernah bertanya berapa umurmu,"

Si nona cilik tertawa. Katanya lagi.

"Sekarang pertanyaan ke-2, apa hal yang kau rasa sebagai kekuranganmu?"

Cio San berpikir sebentar, lalu berkata.

"Aku mungkin terlalu perduli dengan orang lain. Sehingga terkadang aku mendatangkan kesusahan bagi diriku sendiri. Bagaimana denganmu? Apa kekuranganmu?"

"Kata kakak-kakakku, aku terlalu usil. Terlalu suka menggoda orang. Bagiku ini malah bukan kekuarangan, melainkan sebuah kehebatan."

"Ya, aku setuju. Dibutuhkan kepintaran tersendiri untuk mampu menggoda orang yang jauh lebih tua darimu,"

Tawa Cio San.

"Oh, jadi kau merasa sudah tua?"

Si nona cilik tertawa pula.

"Oh, jadi kau menggodaku? Anak perempuan seharusnya tidak suka menggoda lelaki. Nanti dikira yang tidak-tidak."29

"Tentu saja aku menggodamu. Memangnya kau pikir aku sedang menasehatimu? Dan kata siapa aku anak kecil? Memangnya kau tahu umurku?"

"Paling banyak umurmu baru 14 atau 15 tahun. Melihat raut wajahmu, aku merasa umurmu yang sebenarnya mungkin baru 12 tahunan."

"Hahah. Cio-hongswee8 yang maha sakti pun tidak bisa menebak umurku."

"Halah, kau pun ya tidak bisa menebak umurku."

"Bisa! Paling banyak kau berusia 30 tahunan. Hampir sama dengan kakak iparku. Lebih tua sedikit lah."

"Salah besar!"

"Memangnya berapa umurmu?"

Tanya si nona cilik. Seketika ia menyadari ia telah terjatuh ke dalam perangkap Cio San. Karena bila bertanya seperti ini kepada Cio San, maka Cio San pun boleh mengajukan pertanyaan yang sama. Si nona cilik tertawa menyadari kesalahannya.

"Usiaku 40 tahun sebentar lagi,"

Jawab Cio San dengan wajah sungguh-sungguh. 8 Jendral Hong / Phoenix30

"Heh? Sudah setua itu? Tapi wajahmu masih terlihat jauh lebih muda,"

Kata si nona cilik.

"Pada waktu kecil, aku makan sejenis jamur- jamuran yang memberikan aku kekuatan sakti dan awet muda. Kalau kau, berapa usiamu yang sebenar nya?"
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Begitukah? Kalau aku, sebenarnya usiaku pun hampir sama denganmu, bahkan aku lebih tua sedikit. Umurku sudah hampir 42 tahun."

Cio San terhenyak.

"Betul kah? Apakah kau juga memakan sejenis makanan sakti yang membuatmu tetap terlihat bagai gadis belasan tahun?"

"Aku hidup di daerah es. Tentu saja sangat berpengaruhnya kepada tubuh kami. Ditambah lagi bahan makanan dan pola makan kami, semua membuat tubuh penghuni Lembah Naga Es menjadi sedikit berbeda dengan orang lain,"

Jelas si nona.

"Masuk akal,"

Tukas Cio San.

"Tapi sebaiknya kau berhenti membohongiku,"

Tawanya.

"Dari mana kau tahu aku berbohong?"

"Gerak gerik wanita dewasa sangat berbeda dengan gerak gerik anak remaja. Ada keanggunan dan31 pembawaan tersendiri bagi wanita dewasa dan anak remaja. Untuk hal ini kau tak dapat membohongiku."

"Rupanya kau sangat paham mengenai perempuan ya?"

Tawa si nona.

"Tentu saja tidak. Tapi ada satu hal yang aku pahami."

"Apa itu?"

"Aku paham jika aku dibohongi perempuan."

"Nah, ini membuktikan bahwa kau memang sering dibohongi perempuan,"

Tawanya terdengar renyah sekali. Sepertinya ia sangat menikmati kenyataan bahwa Cio San sering dibohongi perempuan.

"Memangnya ada lelaki yang belum pernah dibohongi perempuan?"

Cio San pun ikut tertawa. Sepertinya ia pun menikmati kenyataan bahwa semua lelaki di dunia ini sudah sering dibohongi perempuan.

"Jika perempuan memang suka bohong, mengapa kaum lelaki selalu mau percaya saja?"

Tanya si nona.

"Karena jika tidak berpura-pura percaya, biasanya hidup si lelaki akan jauh lebih menderita."32

"Jadi kalian rela hidup di dalam kebohongan?"

Kali ini si nona bertanya dengan sungguh-sungguh.

"Bukan. Tapi kaum lelaki yang sudah memahami hal ini, akan hidup dengan penuh kesiapan. Bahwa kebahagiaan yang dinikmatinya sekarang ini bersama wanita yang ia cintai, suatu saat bisa menghilang dengan begitu cepat."

Si nona kecil terdiam. Entah apa yang ia pikirkan. Cio San menenggak arak. Jika sedang berbicara tentang perempuan, biasanya ia butuh lebih banyak arak. Tahu-tahu nona itu berkata.

"Kau pun membohongiku. Tadi kau bilang umurmu sudah mendekati 40. Tapi ku kira, kau memang baru sekitar 30an."

"Aku tidak berbohong. Aku bilang usiaku akan 40 sebentar lagi. Entah bagaimana kau mengartikan kata ?sebentar lagi?, itu aku serahkan sepenuhnya kepadamu,"

Tawa Cio San. Si nona tertawa.

"Urusan bohong-membohongi ternyata lelaki dan perempuan sama saja!"33 Tetapi bagi seorang lelaki, dibohongi perempuan jauh lebih menyakitkan. Begitu juga sebaliknya. Lalu sampai kapan hal ini berhenti? Kedua orang ini sama sama menghela nafas. Seorang nona mungil yang lincah, dan seorang lelaki dewasa yang mencari ketenangan hidupnya. Keduanya duduk bersama di atap genteng sebuah penginapan. Sama sama mencari jawaban atas perjalanan hidup masing-masing.

"Besok aku mau pergi,"

Tahu-tahu si nona kecil memecah kesunyian.

"Sebaiknya kau ku antar pulang."

"Jika kau mengantarku pulang, orang akan menuduh yang tidak-tidak,"

Kata si nona.

"Baiklah. Sebaiknya kau pergi tidur. Karena malam sudah larut dan kau harus menyimpan tenaga untuk perjalananmu."

"Terima kasih. Kau tidurlah juga, kong-kong. Kau sudah tua, nanti masuk angin. Hihi"

Seiring dengan tawanya, nona itu sudah masuk ke dalam kamarnya dengan ringan.

Ilmu Ginkang9 9 Meringankan Tubuh34 nona itu ternyata sangat hebat.

Tidak percuma ia menjadi anggota keluarga Lembah Naga Es.

Besok paginya, si nona sudah mengetuk pintu kamarnya.

Saat dibuka, ia ternyata sudah menyamar menjadi seorang pengemis tua.

"Begini lebih aman,"

Kata Cio San yang dibalas anggukan oleh nona itu.

"Kau pergi sekarang?"

Tanya Cio San.

"Ya. Jika tidak pergi, memangnya harus datang? Jika tidak sekarang, memangnya kapan lagi?"

Kata-kata ini diucapkan si nona cilik dengan ringan. Tapi menghujam berat di hati Cio San. Bayangan Syafina kembali mengisi relung hatinya.

"Aku pergi, ya. Ingatlah padaku jika suatu saat kita bertemu kembali,"

Kata si nona dengan riang.

"Baik. Aku berjanji akan mengingatmu. Tapi kau harus memberiku satu hal, agar kelak aku ingat padamu."

"Apa itu?"

"Namamu."

Si nona cilik tersenyum.

"Sampai jumpa. Aku pergi."35 Lalu nona itu berlalu dengan riang. Bahkan Cio San pun belum sempat mengucapkan sampai jumpa di hadapannya. Ia hanya bisa mengirimkan suara dengan menggunakan Khi-Kang10 nya yang sakti.

"Sampai jumpa. Hati-hati di jalan."

Cio San masih memandang punggung mungil itu dari kejauhan.

Seolah ia baru saja berpisah dengan adik perempuan yang tidak pernah dimilikinya.

Lalu punggung itu menoleh dari kejauhan, kemudian terdengar suara yang datang ke telinganya.

Rupanya nona cilik itu mengirimkan suara juga.

"Namaku Liong Ce Lin." 10 Ilmu Suara36 BAB PEMUDA YANG GAGAH Liong Ce Lin. Nama yang manis. Semanis orangnya yang mungil dan riang. Jika dipikir-pikir sebenarnya tingkah laku nona cilik itu sudah seperti nona dewasa. Biasanya memang anak remaja suka bergaya dewasa agar dipikir sudah dewasa. Nanti jika sudah tua, mereka sering bergaya seolah-olah masih berupa seorang nona cilik. Manusia memang penuh pertentangan. Cio San hanya bisa tertawa memikirkan hal ini. Setelah membersihkan diri, ia berniat pergi sarapan. Tapi belum sempat ia keluar kamar, tahu- tahu pintu kamarnya sudah diketok orang. Dalam hati Cio San kagum karena langkah orang itu sama sekali tidak terdengar. Tok! Tok! Tok! Ketukan itu halus namun terdengar sangat tegas. Dari ketokannya saja Cio San menduga-duga37 orang seperti apa yang berada di balik pintu.

"Apakah Cio-hongswee bersedia menerima cayhe11 ? Cayhe bernama Esen."

"Esen?"

Cio San bertanya dalam hati. Sepanjang hidupnya ia belum pernah kenal orang yang bernama Esen. Tapi suara orang ini seolah sudah dikenalnya.

"Silahkan masuk, pintu tidak dikunci,"

Seru Cio San.

Begitu pintu terbuka nampaklah sosok pemuda yang sangat gagah.

Tegap, bermata mencorong, dengan wajah yang bersenar.

Mau tidak mau Cio San merasa kagum juga.

Ia mengenal pemuda ini.

Pemuda yang menyusul Putri Syafina untuk menjemputnya pulang.

Sang kekasih yang gagah! Dulu saat bertemu pertama kali, wajah pemuda ini dirundung kesedihan dan kesusahan.

Kini segala kegelapan itu lenyap berganti cahaya terang penuh percaya diri.

"Mohon tutup pintunya kembali dan silahkan duduk, Esen-toako12."

"Cayhe memohon maaf karena mengganggu waktu Hongswee,"

Katanya sopan namun tegas. 11 Saya 12 Saudara / Kakak38 Lanjutnya.

"Penginapan ini adalah milik keluarga kami, dan begitu tahu Hongswee menginap di sini, cayhe segera datang sendiri untuk mengundang sekedar makan pagi bersama."

"Oh, tentu saja. Terima kasih sekali atas undangannya. Kebetulan saya belum makan,"

Tawa Cio San. Ia sangat suka makan. Apalagi jika tidak perlu membayar. Sungguh kebetulan.

"Mari!"

Ajak pemuda bernama Esen itu.

Mereka keluar kamar dan menyusuri lorong penginapan.

Naik tangga ke lantai atas dan masuk ke sebuah ruangan khusus yang diperuntukkan untuk tamu-tamu penting.

Para pelayan yang berada di sana terlihat sangat sungkan dan segan dengan keberadaan mereka.

Makanan pun datang cukup cepat.

Setelah menata makanan dengan rapi di atas maja, seluruh pelayan keluar dari ruangan itu.

Kini hanya tersisa mereka berdua.

"Mari silahkan dinikmati, Hongswee!"

Seru Esen dengan sopan.

"Mari!"
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka berdua saling menjura dan mulai menikmati makanan. Nampak cukup canggung juga39 Cio San makan. Akhirnya tidak tahan ia angkat suara.

"Melihat suasana yang menyenangkan di sini, sepertinya Esen-toako datang menemuiku rupanya bukan cuma untuk mengajak makan,"

Kata Cio San sambil tertawa masam.

"Eh? Hahaha. Rupanya betul kata orang, di hadapan Cio-hongswee, tiada gunanya menutup- nutupi sesuatu,"

Sebagai orang Goan, Esen pun sangat menghargai keterbukaan tanpa basa-basi.

"Para pelayan yang sangat segan, mata-mata yang tersebar di seluruh kota, beberapa orang yang membuntutiku, juga toako yang tahu-tahu datang, semua ini tentu bukan kebetulan. Aku belum sempat mencari tahu apa yang sedang terjadi di kota ini, tapi sesuatu yang besar rupanya sedang dipersiapkan,"

Kata Cio San. Esen tertawa, ia lalu bertanya dengan sopan.

"Tanpa bermaksud lancang, kalau boleh tahu, apa maksud Cio-hongswee datang ke mari?"

Cio San tahu ia tidak perlu berpura-pura di hadapan pemuda gagah ini.

"Aku datang untuk menemui Putri Syafina."

"Ada keperluan apakah?"

Pertanyaannya masih halus. Tapi ketegasannya makin menguat.40

"Tidak ada. Hanya sekedar ingin bertemu."

Hanya sekedar ingin bertemu. Bukankah ini bukanlah sebuah kalimat yang enteng? Berapa banyak orang yang datang "hanya untuk sekedar bertemu"

Namun hanya menemui penderitaan yang dalam? "Sayang putri Syafina tidak dapat ditemui untuk beberapa hari ke depan,"

Kata Esen.

"Eh?"

"Ya. Ia sedang dalam masa pingitan. Tiga hari lagi kami akan menikah."

Entah kenapa Cio San justru merasa sangat lega begitu mendengar hal ini.

Tidak ada kepedihan, tidak ada kesedihan.

Seolah segala beban yang berada di hatinya terasa diangkat seluruhnya.

Ia sendiri bahkan tidak tahu mengapa ia merasa seperti ini.

Esen melanjutkan.

"Jika Cio-hongswee memiliki pesan, biar cayhe sampaikan kepadanya."

"Baik. Tolong katakan kepadanya. Semoga berbahagia, aku selalu mendoakan."

"Hanya itu saja?"41 Tentu saja hanya itu. Memangnya apa lagi yang dapat dikatakan seorang lelaki pada saat seperti ini? Cio San mengangguk. Esen pun mengangguk. Jika dua orang lelaki berbicara dari hati ke hati, pada akhirnya mereka tidak perlu lagi berbicara. Karena masing-masing telah saling memahami. Lama mereka diam di dalam sunyi, hanya menikmati hidangan di atas meja. Lalu Cio San buka suara.

"Jika masih ada ganjalan di hati toako, mohon diungkapkan."

Esen menatapnya, lalu ia tersenyum. Lalu kemudian senyum itu menghilang. Tatapannya tajam dan semakin mencorong.

"Apakah Hongswee tidak datang kemari untuk mengajakku bertarung?"

"Mengajakmu bertarung?"

"Dalam budaya suku kami, itu salah satu cara menentukan jodoh,"

Jawab Esen. Cio San tersenyum. Katanya.

"Aku tidak berminat merebut kekasih orang."

Seseorang yang kekasihnya pernah direbut orang lain, tentu tidak akan merebut kekasih orang lain.42 Esen kini telihat yakin. Ia percaya Cio San tentu tidak akan berbohong. Tapi terlihat sesuatu yang masih mengganjal di hatinya.

"Jika toako ingin aku segera pergi dari sini, segera setelah makan aku berangkat,"

Tukas Cio San.

"Sebenarnya aku justru membutuhkan bantuan Cio-hongswee,"

Kata Esen.

"Silahkan. Jika mampu, tentu aku akan melaksanakannya."

Setelah berfikir sebentar, Esen akhirnya memutuskan untuk menyampaikannya.

"Menurut kabar yang didapatkan oleh orang kepercayaanku, pada acara pernikahanku nanti akan ada percobaan pembunuhan kepada diriku."

Mata-mata di mana-mana, suasana kota yang cukup mencurigakan, suasan penginapan, serta sikap pemuda ini sendiri, membuat Cio San mengambil kesimpulan.

"Jika boleh kutebak, toako bukanlah pemuda biasa. Toako memiliki kedudukan yang cukup tinggi di dalam kekuasaan. Karena itulah toako dapat menikah dengan seorang putri bangsawan. Persiapan pernikahan di seluruh kota juga dibarengi dengan43 bertebarannya mata-mata di berbagai penjuru, memberi petunjuk bahwa memang ada bahaya yang sedang mengintai sehingga toako mengambil langkah- langkah pencegahan. Karena itulah toako sendiri yang harus datang kemari menemuiku."

"Betul sekali, Hongswee. Ada beberapa hal yang hanya bisa kutanyakan sendiri secara langsung,"

Jawab pemuda itu.

"Mungkin sebaiknya aku bercerita."

Lanjutnya.

"Ayahku adalah adalah kepala oirat13 bernama Toghan-taishi14. Saat ini beliau sudah sakit- sakitan dan aku lah yang sementara menggantikan beliau. Di dalam bangsa Mongol, terdapat 4 persekutuan oirat besar. Ayahku ini salah satu ketuanya yang menguasai daerah selatan. Ada 3 ketua lain yang masing-masing menguasai timur, barat, dan utara. Menurut kabar rahasia yang terdengar, ada salah satu dari ketua oirat yang ingin membunuhku."

Tentu karena urusan kekuasaan. Cio San tidak perlu bertanya alasannya.

"Dengan cara apa ia akan membunuh toako?"

Tanya Cio San.

"Tidak mungkin mengirim pasukan. 13 Suku 14 Guru Besar44 Yang paling masuk akal adalah mengirimkan seorang pembunuh bayaran yang tidak membawa kecurigaan. Tapi amat sukar penembus pasukan pengawalan seorang seperti toako. Cara yang paling masuk akal adalah dengan menggunakan racun."

"Benar sekali. Menurut kabar rahasia, ia memang akan meracuni cawanku. Pada saat upacara minum anggur bersama yang hanya terdiri dari para ketua oirat."

Cio San berpikir sebentar.

"Toako ingin aku menemukan pelakunya dan mencegahnya melakukan pembunuhan itu?"

"Betul sekali, Hongswee. Sebagai balasannya, aku bersedia melakukan apa saja yang kau minta selama itu tidak melanggar kehormatanku."

"Ada beberapa hal yang ingin kuketahui dalam permasalahan ini,"

Tukas Cio San.

"Silahkan tanyakan."

"Mari kita anggap saja ada ketua 1, ketua 2, dan ketua 3. Coba ceritakan tentang mereka semua."

"Ketua 1, adalah ketua tertua setelah ayahku. Kekuasaanya meliputi daerah barat. Punya pasukan paling kuat karena ia berhadapan dengan perbatasan45 negara luar. Ia yang paling menentang keputusan ayahku untuk mengangkat aku sebagai pengganti sementara. Baginya, seharusnya kekuasaan ayah diserahkan kepada ketiga ketua lainnya untuk dijaga. Jika ayah sembuh, kekuasaan itu akan dikembalikan. Karena ia tidak mempercayai orang semuda aku untuk duduk di jabatan seperti ini. Ketua 2, menguasai daerah timur. Ia adalah ketua paling pintar secara ketentaraan. Ia berhasil menaklukan suku Jurchen di timur hanya dengan pasukan yang tidak terlalu besar. Orangnya tegas. Tapi ia tidak berpendapat apa-apa saat ayah menunjukku sebagai pengganti sementara. Jika aku mati, kemungkinan besar pasukan milik ayahku akan bergabung dengannya. Karena para tentara semua mengaguminya. Ketua3, kekuasaannya meliputi daerah utara. Suku utara tidak suka berperang. Mereka adalah suku yang cinta damai karena mereka hidup di daerah bersalju. Daerah mereka berbatasan dengan Siberia. Jika aku mati, tidak ada keuntungan apa-apa yang ia dapatkan."

Begitu penjelasan sekilas Esen. Cio San mendengar penuh seksama. Saat pemuda itu selesai46 bercerita, Cio San kemudian berkata.

"Kemungkinan besar aku sudah tahu siapa pelakunya."

"Hah?"

Esen seperti tidak percaya hanya dengan cerita itu Cio San sudah bisa menebak siapa pelakunya, tetapi ia bertanya.

"Siapa?"

"Dengarkan dulu penjelasanku,"

Tukas Cio San. Lanjutnya.

"Dari penjelasan toako, sebenarnya tidak ada satu orang pun dari ketiga ketua itu yang akan mengambil keuntungan dari kematianmu. Meski ketua 1 tidak menyukaimu, ia tidak punya kepentingan apa-apa untuk membunuhmu. Karena jika toako mati, pasukan besar milik toako akan berpindah ke ketua 2 yang menguasai daerah timur. Ketua 2 juga tidak punya kepentingan apa-apa untuk membunuhmu. Karena ia tidak membutuhkan pasukanmu. Dengan pasukannya yang kecil saja ia dapat menguasai suku Jurchen. Jika ia membutuhkan tambahan pasukan, ia cukup mengatakannya saja. Dengan serta merta para tentara akan bergabung dengannya. Dari dugaanku, ia sejenis pahlawan perang yang gagah. Jika ia mau, ia bisa menguasai seluruh pasukan yang ada baik di barat, utara, atau selatan.47 Ketua 3 pun tidak mendapatkan apa-apa dari kematianmu. Ia terlalu sibuk mengurus keperluan suku utara yang berat karena hidup di daerah bersalju. Sandang pangan rakyatnya adalah hal yang paling utama. Merebut kekuasaan bukanlah sebuah hal yang masuk akal. Jika memang mereka tidak betah hidup di daerah bersalju, mereka tidak perlu merebut kekuasan. Cukup pindah saja ke daerah yang lebih hangat. Toh kalian semua adalah sesama suku sendiri."

"Lalu menurut Hongswee siapa pelakunya di antara mereka?"

Tanya Esen.

"Pelakunya adalah orang yang memberitahukan kabar rahasia itu kepadamu!"

Esen terhenyak. Cio San melanjutkan.

"Orang itu bukan bagian dari ketentaraan, karena jika ia menguasai tentara, ia sudah melakukan pemberontakan. Orang itu ilmu silatnya jauh di bawah toako. Yang paling masuk akal, orang itu menguasai pasukan mata-mata di dalam oirat. Ia juga lah yang menasehati toako untuk datang kemari menemuiku. Jika boleh ku tebak, orang ini memiliki hubungan persaudaran dengan toako.48 Melihat perannya yang penting, boleh kutebak, ia adalah salah satu saudara dari ayah toako."

Mata Esen semakin bersinar. Sinar kekaguman yang sedari tadi tersimpan, kini menyeruak lebih terang. Cio-Hongswee adalah Cio-Hongswee! Katanya pelan.

"Benar. Pamanku adalah penasehat di dalam kekuasaan oirat ku. Ia pula yang menyuruhku datang menemui Hongswee."

"Dengan pasukan mata-matanya, ia mengetahui aku memasuki kota ini, dan menginap di sini. Kebetulan penginapan ini adalah milik keluarga toako, sehingga ia segera melaporkan ini kepada toako. Ia sebenarnya sudah berencana untuk membunuhmu adalah dengan tujuan mengadu domba ketiga ketua. Jika toako mati karena diracun saat upacara minum arak, akan terjadi kegemparan dan rasa saling curiga di antara para ketua. Hal ini akan membawa kekacauan besar yang berujung pada peperangan. Pamanmu mungkin akan mengambil keuntungan besar dalam hal ini. Ia akan menggunting dalam lipatan. Karena jika toako mati dan ayah toako dalam keadaan sakit, kemungkinan besar kekuasaan akan jatuh pada tangannya."49

"Lalu mengapa ia mengirimku untuk menemui Hongswee?"

Tanya Esen.

"Sepertinya ia mengira ia dapat mengadu cayhe dan toako. Jika kita bertarung dan toako mati, setidaknya ia tidak perlu meracuni toako."

"Tapi jika aku mati karena bertarung dengan Hongswee, bukankah ia tidak bisa memfitnah ketiga ketua dan menyebabkan peperangan?"

"Tetap saja bisa. Ia cukup menghembuskan cerita bahwa aku adalah kaki tangan dari salah seorang ketua. Di jaman ini, orang yang menguasai kabar, adalah orang yang paling berkuasa. Karena dengan kabar dan cerita, seseorang dapat mengubah pola pikiran masyarakat."

Esen menganggukan kepalanya.

"Cayhe akan mengingat selalu perkataan ini."

Cio San tersenyum.

"Sebenarnya, bukankah toako sudah tahu siapa pelaku sebenarnya? Toako kemari hanyalah untuk mengetahui pendapatku. Karena toako masih ragu-ragu dengan kesimpulan toako sendiri."

Esen tersenyum lebar.

"Memang sungguh benar perkataan orang terhadapmu, Hongswee. Di50 kolong langit ini, hanya ada satu orang Cio San. Tidak ada yang lain. Di masa lalu belum pernah ada. Di masa depan tidak akan ada pengganti."

Dengan rasa hormat yang dalam, Esen menjura. Cio San pun menjura.

"Tapi masih ada satu kecurigaanku,"
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Esen.

"Bagaimana jika justru Hongswee dan pamanku itu bersekongkol untuk membunuhku?"

Ia tersenyum tenang. Kecurigaannya ini pun sangat masuk akal. Cio San tersenyum pula.

"Kau tahu bukan, jika aku ingin membunuhmu, aku tidak perlu mengobrol panjang lebar?"

Ya, tentu saja Esen tahu.

Berlatih 20 tahun pun ia tidak akan mampu menandingi ilmu silat Cio San.

Namun mengapa ia bertanya seperti ini? "Orang seperti toako tentu tahu, aku tidak mungkin merendahkan diri untuk menghamba kepada pamanmu.

Jadi, apakah maksud toako bertanya seperti ini adalah untuk membuatku marah, lalu mengajakmu berkelahi?"

Karena di dalam suku itu, berkelahi adalah salah satu cara menentukan jodoh.51 Esen hanya tersenyum, katanya tulus.

"Di dunia ini, hanya dua orang yang paling pantas bersanding dengan Syafina. Aku dan Hongswee sendiri."

Kata-katanya berhenti.

Cio San tidak bisa memutuskan, apakah perkataan ini adalah pujian atau ancaman.

Di dalam hatinya timbul perasaan yang aneh.

Ada rasa kagum, namun juga rasa hati-hati akan bahaya.

Pemuda gagah di depannya ini bukanlah seorang pemuda biasa.

Semua perbuatan dan kata- katanya telah diatur sedemikian rupa.

Tapi meskipun hatinya gamang, di luaran, wajah Cio San tampak biasa-biasa saja.

Ia malah tersenyum dan berkata.

"Sudah ku bilang, aku tidak berminat berebut istri dengan orang lain."

Esen tertawa ramah, katanya "Tentu saja aku percaya.

Jika aku menantang Hongswee, itu sama saja bunuh diri.

Tugas di depanku masih menunggu.

Jika tidak berhati-hati, segala tugas ini tentu tak dapat aku selesaikan dengan baik.

Ku harap Hongswee dapat mengerti."

Cio San mengangguk.

"Cita-cita toako sangat besar. Entah kehidupan macam apa yang akan toako hadapi di depan. Satu hal yang pasti, jangan pernah52 lupakan ada orang-orang yang harus toako perhatikan kehidupannya."

"Tentu saja, Hongswee. Terima kasih atas segala nasehatnya. Eh, apakah toako bersedia memenuhi undanganku untuk datang ke acara perkawinanku tiga hari mendatang?"

Tentu saja tidak. Detik ini juga aku akan meninggalkan kota sialan ini. Tapi Cio San hanya mengatakan hal ini di dalam hati. Sambil tertawa ia berkata.

"Cayhe baru ingat ada keperluan yang harus cayhe selesaikan. Cukup sampaikan saja pesan cayhe pada istri toako. Cayhe akan selalu siap turun tangan jika toako dan istri membutuhkan."

Esen tertawa.

Cio San pun tertawa.

Entah kenapa tawa mereka terasa aneh.

Cawan diangkat, dan mereka pun minum bersama.

Tak lama kemudian Cio San minta diri.

Ia memutuskan untuk segera pergi dari kota ini.

Dalam beberapa hari lagi mungkin ada kejadian besar yang akan terjadi.

Ia telah memutuskan untuk tidak turut campur.

Ia hanya ingin hidup tenang!53 BAB SEMOGA Melangkah lagi.

Lagi dan lagi.

Jika seseorang memutuskan untuk menuliskan kisah hidup Cio San, tentulah hampir setiap bab akan ia mulai dengan kata "melangkah"

Ini. Sambil berjalan Cio San berfikir.

"Apakah seluruh hidupku akan aku habiskan untuk terus berjalan?"

Tetapi bukankah hidup memang adalah tentang perjalanan? Suasana kota masih sangat ramai.

Panji-panji dan bendera-bendera lambang keagungan suku Goan dipasang di hampir semua tempat dan sudut kota.

Orang-orang menyambut perkawinan ini dengan suka cita.

Di sepanjang jalan Cio San mendengar banyak sekali cerita mengenai latar belakang perkawinan ini dan mengapa rakyat sangat bersukacita menyambut nya.

Ternyata Esen bukanlah seorang bangsawan.

Ayahnya memang merupakan seorang kepala suku,54 tetapi garis keturunannya tidak berasal dari Genghis Khan.

Dalam kepercayaan bangsa Goan, hanya mereka yang memiliki nama "Khan".

Kepercayaan ini mengalir sangat dalam pada bangsa Goan, namun dalam ratusan tahun ini, para anak keturunan keluarga Khan ini saling berebut kekuasaan satu sama lain.

Perang saudara yang berkepanjangan, serta kehidupan masyarakat yang terus merosot membuat rakyat Mongolia sudah mulai kehilangan kepercayaan pada para keturunan "Khan".

Akhirnya Mongolia yang kuat, yang dulu pernah menguasai kekaisaran Tionggoan kini terpecah-pecah menjadi empat Oirat.

Tetapi di sisi lain, para bangsawan masih tetap berpegang teguh bahwa hanya keturunan Khan lah yang boleh berkuasa di Mongolia.

Hanya mereka pulah yang boleh menyatukan ke empat suku yang terpecah ini.

Lalu sosok Esen pun muncul.

Sebagai pemuda cerdas, tampan, dan mempunyai sepak terjang yang gagah, ia mampu menyelesaikan banyak sekali permasalahan di dalam masyarakat Goan.

Mulai dari panen gagal yang hampir mengancam dengan bahaya kelaparan, perdamaian dengan suku-suku luar, sampai pada masalah perdagangan yang sangat meningkatkan kesejahteraan rakyat Goan.55 Karena hal inilah, rakyat sangat menyintai Esen meskipun usianya masih sangat muda.

Hubungannya dengan Putri Syafina yang dulunya mendapat pertentangan dari berbagai kalangan, kini malah mulai mendapat restu karena dinilai sebagai upaya pemersatu kembali kaum bangsawan dan rakyat jelata yang sudah sangat terpecah belah.

Dalam hatinya, Cio San mengakui kebesaran Esen.

Jika itu adalah dirinya, tentu ia tidak punya keberanian untuk meminang seorang putri raja.

Kedatangannya ke kota ini pun untuk apa, ia sendiri pun tidak mengerti.

Untuk urusan perasaan, Cio San sendiri harus mengakui bahwa ia tidak dapat bersikap tegas.

Mungkin karena itulah ia sangat sering terluka.

Langkahnya sudah hampir sampai di gerbang kota.

Dalam beberapa jam, ia akan sampai di perbatasan kota.

Hatinya mulai berbisik.

"Jika kau pulang sekarang, selamanya tidak akan bertemu kembali dengannya. Lebih baik merasakan sakit, daripada hidup selamanya dalam penyesalan."

Tak terasa matanya mulai berair.56 Mengapa hanya untuk bertemu sekali saja terasa begitu berat ? Mengapa hanya untuk mengucapkan selamat tinggal untuk yang terakhir kali pun terasa sangat mustahil? Sejenak langkahnya terhenti.

Ia memutuskan untuk kembali ke kota itu.

Ia akan menemui Syafina.

Ia ingin mengatakan sendiri doanya untuk wanita itu.

Ia ingin memberikan sendiri restunya.

Mungkin juga ia ingin meminta maaf secara langsung, bahwa ia tidak dapat merebut wanita itu dari tangan kekasihnya.

Cio San memutuskan untuk menjelaskan semua ini kepada Syafina.

Meskipun mungkin ia harus menghadapi ketidaksukaan calon suaminya.

Walaupun ia harus menembus penjagaan pasukan yang begitu ketat, ataupaun harus melawan adat pingitan yang harus dijalani Syafina.

Cio San bukan kurang ajar, bukan pula karena tidak menghargai orang lain.

Ia hanya merasa selama ini hidupnya terlalu tunduk terhadap aturan dan tata karma.

Terlalu mencoba menjadi orang baik dan bisa disukai semua orang.

Terkadang ia mengorbankan perasaannya sendiri.

Terkadang ia melukai dirinya57 sendiri.

Kali ini, ia memutuskan untuk lebih meng- hargai dirinya sendiri.

Ia memutar balik.

Pusat kota itu sudah terlihat jauh, namun perasaannya masih terasa dekat.

Mungkinkah karena hatinya telah tertinggal di sana? Melangkah lagi.

Siapa pun yang menulis kisah hidup Cio San tentu akan merasa bosan menulis kalimat seperti itu.

Tapi apa daya, memang seperti itu jalan hidupnya.

Memikirkan hal seperti ini, Cio San tersenyum sendiri.

"Memangnya siapa yang mau menuliskan kisah hidupmu? Memangnya siapa kau kira dirimu?"

Tengah hari, matahari bersinar sangat terang, tetapi di daerah yang berjulukan Negeri Padang Rumput itu, udara terasa sejuk dan sangat menyenangkan.

Mengapa orang Goan begitu berniat menguasai dunia, padahal tanah mereka adalah tanah yang sejuk dan menyenangkan? Cio San berusaha mengosongkan pikirannya dari berbagai macam hal.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia ingin dapat menghadapi semua ini dengan tenang.

Langkahnya menjadi mantap, hatinya menjadi ringan.

Tatapan matanya58 pun mulai bersinar cerah.

Jika segala permasalahan dihadapi dengan hati yang lapang, tentunya tidak ada urusan yang terlalu buruk, bukan? Tentu saja ada.

Karena di depannya kini sudah berdiri empat orang dengan kain penutup wajah.

Hanya daerah mata mereka saja yang terlihat.

Seluruh tubuh berbalut pakaian hitam yang ringkas.

Di pundang masing-masing tersoreng pedang.

Jika tahu-tahu muncul empat orang di hadapannya tanpa ia tahu dari mana mereka datang, tentu Cio San dapat membayangkan begitu hebatnya ilmu ke empat orang ini.

Di sepanjang pengetahuan nya, belum ada tokoh persilatan manapun di Tionggoan ini yang sanggup muncul tiba-tiba di hadapannya.

Sekilas Cio San teringat akan sebuah ilmu menakutkan.

Ilmu yang berasal jauh dari Tionggoan, di sebuah negeri yang bernama Tang-ni15.

Ilmu ini bernama Jinsut.

Menurut cerita orang kuno, ilmu yang mendekati ilmu sesat ini adalah semacam ilmu yang 15 Jaman sekarang dikenal dengan nama .

Jepang59 dapat menghilangkan badan kasar sendiri secara tiba- tiba di hadapan musuh.

Untuk mempelajari ilmu ini hingga sempurna, orang harus bisa memutuskan hubungan dengan cinta asmara, perasaan, dan keinginan.

Ia harus mampu mempersembahkan jiwa raga sendiri sebagai tumbal untuk mencapai pelajaran Jinsut yang paling tinggi.

Betapa berat penderitaan dan kesengsaraan dalam mempelajari ilmu ini, sehingga tak bisa dilakukan oleh sembarang orang.

Bahkan dalam kalangan kaum persilatan di Tang-ni sendiri, tokoh yang pandai menggunakan Jinsut ini dipandang sebagai tokoh rahasia laksana hantu yang menakutkan.

Namanya bahkan tidak dikenal! Itulah penderitaan yang paling menakutkan.

Mempelajari ilmu yang begitu tinggi, tetapi tidak ada seorang pun yang mengenalnya.

Tidak ada kemahsyuran, tidak ada ketenaran, tidak ada kejayaan.

Yang ada hanyalah kegelapan hidup yang penuh dengan rahasia, dan tentu saja, kematian.

Menghadapi orang-orang ini, Cio San seperti berhadapan dengan Suma Sun.

Hanya saja, jika berhadapan dengan Suma Sun, orang akan merasakan keheningan yang khidmat dan sakral.

Menghadapi ke60 empat orang ini, yang terasa adalah kesunyian di dalam lembah neraka yang paling dalam.

Bahkan saat berhadapan saja, ke empat orang ini sudah mampu menyerang dan menghancurkan seseorang tanpa harus melakukan apa-apa! Di luaran wajahnya tenang-tenang saja, tetapi di dalam hati, Cio San sudah sangat waspada.

Bahkan mungkin di sepanjang hidupnya, inilah saat di mana ia mencapai puncak waspada! Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut ke empat orang itu.

Salah seorang hanya menunjuk gerbang perbatasan.

Perintahnya sudah jelas.

Cepat keluar dari kota ini! Cio San pun hanya menggeleng.

Ada suatu masa di hidupmu, ketika kau menghadapi keadaan di mana kau harus melakukan sesuatu, kau justru tidak melakukannya.

Diberi harta dan kenikmatan sebesar apapun, kau tak akan melakukannya.

Tetapi ada juga kala di mana, seluruh orang mengatakan agar kau tak melakukan sesuatu, kau justru pergi melakukannya.

Bahkan jika tangan dan kakimu dipotong pun kau tetap pergi melakukan nya.61 Tentu saja ia akan tetap datang ke kota itu.

Tentu saja ia akan tetap menemui Syafina.

Jika ada seribu orang yang menguasai Jinsut menghalanginya, ia tetap tidak bergeming.

Tahu-tahu pedang sudah tidak ada di sarung nya.

Tahu-tahu tenggorokannya, jantungnya, perut nya, dan selangkangannya sudah diterjang pedang.

Tidak ada suara.

Tidak ada getaran apa-apa.

Tidak ada desingan atau lentingan senjata yang dahsyat.

Hanya dengan satu langkah, Cio San sudah mampu menghindari serangan tanpa ampun itu.

Jika ada orang yang mampu melihat gerakan itu, tentu akan merasa betapa mudahnya Cio San menghindari serangan maut itu.

Tetapi hanya Cio San lah yang tahu, bahwa hampir seluruh hidupnya, pengetahuannya, dan kekuatannya, telah ia kerahkan di dalam satu langkah itu.

Ke empat pendekar bertopeng itu terperangah.

Dalam sepanjang hidup mereka, belum pernah ada seorang pun yang sanggup menghindari serangan itu.

Lelaki yang menghindarinya pun sama sekali tidak terlihat gugup, khawatir, atau kewalahan.

Ia malahan tersenyum dan mengangguk sambil berkata.

"Serangan yang bagus!"62 Pedang-pedang itu kembali bergerak. Tapi kali ini tidak menyerang Cio San. Pedang-pedang itu masuk menghujam perut masing-masing tuannya! Orang-orang Tang-ni memang terkenal dengan kegagahan dan rasa harga diri yang begitu tinggi. Jika gagal, mereka rela mati daripada hidup menanggung malu. Blaaaaaarrrrrr! Asap putih yang tebal muncul. Tahu-tahu ke empat orang itu sudah menghilang dari pandangan mata. Dug! Cio San jatuh lemas ke tanah. Seluruh kekuatannya tadi sudah ia curahkan dalam satu langkah menghindar tadi. Jika ke empat pendekar itu menyerang lagi, tentu ia tidak dapat lagi menghindar atau membalas. Untunglah siasatnya berhasil. Dengan berpura-pura tenang dan memuji serangan itu, ia memberi kesan seolah-olah para pendekar Tang-ni itu bukanlah tandingannya, padahal ia sebenarnya sudah dalam keadaan terdesak! Merasa bahwa ilmu mereka jauh di bawah Cio San, tentu saja percuma menyerang dengan cara63 apapun. Bunuh diri adalah cara yang paling baik dan terhormat. Ini adalah bentuk penghargaan terhadap musuh, dan tentu saja terhadap diri sendiri. Cio San lalu mengatur nafas dan jalan darahnya yang tadi sempat kacau dikarenakan gerakan tiba-tiba yang tadi dilakukannya sepenuh tenaga. Ia tidak mau memikirkan apa-apa dulu. Dengan bersemedi, ia memulihkan seluruh kekuatannya. Setelah dirasa cukup, Cio San membuka matanya lalu berbaring sejenak di rerumputan. Apa yag telah terjadi dengannya? Ia masih belum begitu paham. Mengapa ia bisa selemas ini? Apakah karena mengerahkan seluruh kekuatannya pada langkah itu? Ataukah karena ada alasan lain? Siapakah orang-orang ini? "Ah, sudahlah. Aku mau menemui Syafina. Mati di jalan toh tidak mengapa."

Jika kau sedang ingin menemui seseorang, terkadang cara dan hal apapun tidak mau dipikirkan.

Tetapi jika kau sedang tidak ingin menemui seseorang, terkadang segala cara dan hal pun terpikirkan.

Cio San merasa kini tenaganya sudah kembali pulih.

Akhir-akhir ini ia memang ada merasakan keganjilan pada tubuhnya, tapi ia tidak mau64 memikirkan karena memang belum ada kejadian yang mengganggu.

Ini kali pertama Cio San kehilangan tenaga secara tiba-tiba.

Mungkin saja karena ledakan tenaga yang tadi dilakukannya, tetapi seharusnya tidak membuatnya selemas itu.

Tapi hal ini hanya mampir sekilas dalam pikirannya.

Ia mau, untuk kali ini saja, ia mampu menemui Syafina dan menjelaskan perasaannya.

Dengan kemampuannya mendengarkan dan memperhatikan orang lain dan keadaan sekitar, tentu amat mudah bagi Cio San untuk menemukan kediaman Putri itu.

Rumahnya berada di sebuah bukit dengan padang rumput yang luas.

Dari kejauhan terlihat mewah dan megah, cukup berlawanan dengan suasana padang rumput yang sederhana.

Tetapi anehnya, malah membuat pemandangan menjadi sangat indah dan menawan.

Ada puluhan pasukan penjaga yang berjaga- jaga di sana.

Tentu saja rumah keluarga bangsawan akan dijaga ketat oleh pasukan pengawal.

Apalagi ini adalah rumah Putri Syafina.

Calon suaminya adalah tokoh muda yang diramalkan mampu menyatukan kembali Mongolia.65 Hari sudah menjelang sore ketika Cio San sampai di bukit itu.

Cahaya matahari sore menambah gundah di hatinya.

Ia belum pernah melihat kediaman Putri itu, tetapi seolah-olah ia telah mengenal kediaman itu sejak lama.

Cio San memanjat sebuah pohon lalu memetik buahnya dan menikmatinya.

Ia belum memutuskan apa yang harus ia lakukan.

Apakah ia harus maju menerebos ke sana, ataukah ia harus menyusup dan menemui putri itu.

Ia memilih pilihan ke-2.

Ia tidak perduli apabila ia dicap tidak tahu malu, melanggar aturan, atau binal.

Menemui calon istri orang pada kegelapan malam secara sembunyi-sembunyi tentu saja bukanlah perbuatan orang gagah atau kuncu16.

Tapi sejak dahulu Cio San memang merasa ia bukan seorang Kuncu.

Ia hanya seorang Bu Beng Siau Cut17 yang kebetulan berada dalam perputaran arus kehidupan yang tidak pernah dimengertinya.

Jika ia mendapat ketenaran, tentu saja bukan diri sendiri yang pantas dipuji.

Tetapi hanya Thian18 yang berhak menerima pujiaan itu karena Thian lah yang mengatur takdir.

16 Lelaki sejati 17 Keroco tanpa nama 18 Tuhan / Langit66 Setelah memperhatikan sekian lama, Cio San dapat menduga di mana kamar Syafina berada.

Tentu saja kamar yang paling mewah nomer 2.

Karena kamar mewah nomer 1 tentu ditempati orang tuanya.

Lampu-lampu telah dinyalakan.

Suasana semakin membawa perasaan.

Ia bergerak.

Menembus benteng musuh yang paling ketat saja bagaikan permainan anak-anak baginya.

Apalagi hanya menyusup ke rumah seorang perempuan yang pernah ada di hatinya.

Tahu-tahu saja ia sudah berada di bawah jendela kamar sang Putri.

Apakah wanita itu masih mengingatnya? Masih menyimpan kenangan tentangnya? Ia tidak tahu.

Karena tak ada seorang pun yang mengerti isi hati perempuan.

Yang ia tahu, wanita itu pernah membahagiakan dirinya.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukankah itu saja sudah cukup? "Pernah"

Bukanlah sebuah kata yang sia-sia.

"Pernah"

Adalah sebuah kata yang sangat berharga.

Ia mengetuk dengan halus.

Cio San tahu nona itu berada di dalam kamarnya.

Nona itu bukanlah seorang gadis hijau yang belum pernah bergaul dan67 tidak mengenal kehidupan.

Tentu saja ia tidak lantas membuka jendela atau berteriak bertanya siapa yang mengetuk.

Nona itu pasti sudah memiliki cara untuk menyelediki makhluk tolol mana yang berani mengetuk jendelanya di tengah malam.

Tentu nona itu pun sudah mampu menduga makhluk tolol itu mempunyai sedikit kemampuan dan keberanian untuk melakukannya.

"Rupanya kau"

Suara itu terdengar sangat halus, namun terasa sangat tajam.

Suara yang memang harus dimiliki seorang putri yang berwibawa.

Jendela tidaklah terbuka, tapi dari luar Cio San mampu melihat nona itu sedang duduk santai di atas sebuah kursi.

Kursi yang mungkin merupakan kursi kesayangannya.

Ia tidak bergerak.

Tubuhnya masih duduk dengan santai di atas kursi lembut itu.

Matanya menatap ke luar jendela.

"Jika kau ingin berbicara, silahkan bicara dari luar."

Cio San tersenyum kecut. Nampaknya ia memang pantas menerima perlakuan seperti ini.

"Pertama-tama, aku ingin meminta maaf karena menemuimu dalam suasana seperti ini, putri,"

Kata Cio San.68 Syafina tidak berkata apa-apa.

Matanya hanya memandang ke langit-langit kamarnya.

Cahaya pelita yang temaram dari kamar itu membentuk bayangan tubuh yang sangat indah.

Bahkan dalam keadaan duduk santai di dalam kamar, kecantikan nona ini masih saja dapat menembus kegelapan.

"Kedua, aku ingin menjelaskan, mengapa pada saat itu, aku menyuruhmu kembali kepada kekasih mu."

Tetap tidak ada suara dari balik jendela.

"Bahwa di dalam hidupku, aku pernah mengalami pedihnya kehilangan kekasih. Merasakan bagaimana menyakitkannya ketika kekasih direbut orang lain. Merasakan begitu pedihnya dikhianati oleh orang yang kita cintai. Oleh karena itu, aku berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku tidak akan membiarkan diriku menjadi penyebab orang lain merasakan penderitaan yang sama."

Putri itu tetap tidak berkata apa-apa. Hanya terdengar satu kali desahan nafas. Cio San mengira nona itu akan berkata sesuatu, ternyata nona itu hanya tetap diam.69 Saat Cio San akan membuka mulut, tahu-tahu malah terdengar suara nona itu.

"Sebenarnya, permasalahanmu hanya satu."

Cio San tidak berani bertanya.

"Dia,"

Sambung nona itu. Lalu daun jendela pun terbuka. Nona itu memandangnya dengan penuh kesedihan, tetapi senyum cantiknya tetap terlihat dengan anggun. Gadis itu menatapnya sambil tersenyum pahit. Katanya.

"Mungkin selama ini, tidak ada satu pun perempuan yang mampu masuk ke dalam hatimu, meskipun mereka semua cantik bagaikan bidadari, adalah karena mereka bukan Dia."

Tubuh Cio San bergetar.

"Dia?", tanyanya.

"Ya. Dia. Dia dari masa lalumu. Yang berkuasa penuh di dalam hatimu. Tak ada seorang pun yang mampu menggantikannya. Dia mungkin bukan yang paling cantik. Yang paling indah. Atau yang paling sempurna. Dia justru wanita biasa saja. Tetapi malahan hanya dia yang mampu membuatmu jatuh cinta,"

Jelas gadis itu.70 Cio San mencoba menutupi perubahan wajah nya dengan cara tersenyum. Katanya.

"Memangnya ada orang seperti Dia ini, di dalam hidupku?"

Sambil tertawa getir Putri Syafina berkata.

"Laki-laki yang paling tolol di muka bumi ini adalah laki-laki yang merasa berhasil menutupi rahasia cintanya."

Apakah perkataan nona ini benar? Apakah ada seseorang di masa lalunya yang begitu dalam menguasai relung hatinya? Siapakah Dia? Kwee Mey Lan? Khu Ling Ling? Ang Lin Hua? Bwee Hua? "Tetapi aku menghargai kedatanganmu kemari.

Kau cukup jantan untuk datang meminta maaf secara langsung,"

Kata Syafina. Senyumnya begitu indah. Tetapi terasa begitu pilu. Apakah karena gadis itu sebenarnya masih mencintainya? Tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang mengetahuinya selain gadis itu sendiri.

"Aku telah rela. Kuharap kau pun rela."71 Mau tidak rela pun, ia terpaksa harus rela. Manusia tidak dapat menolak takdir.

"Baik. Perkenankan aku meberikan restu dan doaku. Semoga kau berbahagia bersamanya. Dan mohon maaf aku tidak bisa datang pada acara pernikahanmu,"

Kata Cio San. Gadis itu mengangguk mengerti. Senyumnya masih indah seperti biasa.

"Apakah kini kau dapat pergi dengan tenang?"

"Ya. Setelah bertemu denganmu, ku rasa aku dapat pergi dengan tenang."

Syafina tersenyum. Setidaknya ada sedikit rasa bahagia di hatinya.

"Kau tahu, aku tidak dapat memaksamu untuk jatuh cinta kepadaku. Tetapi mengetahui bahwa setidaknya ada sedikit perasaan mu kepadaku hingga kau rela datang sejauh ini, setidaknya aku pun bisa pergi dengan tenang."

Jika seorang laki-laki dan perempuan dapat berpisah dan masing-masing dapat pergi dengan tenang, bukankah dunia tidak akan semuram ini? Sayangnya amat sedikit orang yang sanggup dan diberi kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan.72 Pertemuan terakhir yang begitu sakral.

Begitu dalam.

Begitu meghanyutkan.

Tidak banyak orang yang bisa menghargainya.

Terkadang mereka menghilang dengan begitu kejam.

Tidak ada pertemuan terakhir.

Tidak ada salam.

Tidak pula ada maaf.

Hanya meninggalkan rasa kehilangan yang begitu dalam.

Berbahagialah mereka yang mampu merasakan perpisahan yang sakral ini.

"Baiklah, aku pergi,"

Kata Cio San.

"Aku juga pergi,"

Jawab Syafina.

Mata mereka saling bertatapan.

Dalam kilasan yang sepersekian detik itu, ada berjuta-juta perasaan dan ungkapan hati yang saling tercurahkan.

Bagi kedua orang ini, saat yang sekilas itu sudahlah lebih dari cukup untuk saling menghargai masing-masing.

Saling menyimpan kenangan.

Saling mengerti.

Saling merelakan.

"Sampaikan salam dan maafku kepada suami mu jika kedatanganku ini tidak pantas,"

Tukas Cio San.

"Ia sudah memaafkanmu. Bahkan ia telah mengira kau akan datang kemari. Karena itulah penjagaan tidak diperketat."73 Sejenak Cio San terhenyak, namun ia segera tersenyum.

"Sesungguhnya kau tidak salah untuk memilihnya."

Syafina tersenyum.

"Semoga. Kuharap kau pun akan menemukan kekasih terbaik. Semoga."

Satu senyuman terakhir yang diiringi kata "Semoga". Ini adalah sebuah perpisahan yang indah dan memilukan. Tetapi mereka yang berpisah tentu saja telah merelakan segalanya.

"Baik. Aku pergi."

"Selamat jalan. Maaf tidak mengantar."

Mereka berdua saling menjura.

Saling tersenyum.

Ada sedikit air mata tersisa.

Tak apa.

Yang paling penting, kedua orang yang berpisah ini sudah saling mendoakan kebahagian masing-masing.

Bukankah di balik segala kesedihan di dalam perpisahan, ada sedikit terselip indahnya sebuah doa dan harapan?74 Pada akhirnya, kau akan mengerti, betapa indahnya kata "semoga"

Itu.

Pada akhirnya75 BAB WANITA DAN RAHASIA Rembulan menguning.

Langit hitam tetapi bintang bersinar terang.

Meskipun hanya berupa kelap-kelip, setidaknya masih ada cahaya di atas sana.

Meskipun hidup terasa berat dan menyedihkan, setidaknya masih ada secercah harapan untuk kebahagiaan.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jika seseorang tidak memiliki setitik cahaya seperti ini di hatinya, tentu ia tidak akan sanggup bertahan dalam pusaran kehidupan ini.

Kini ia sendirian di tengah padang rumput yang luas.

Sekilas hatinya ingin menoleh kembali ke belakang.

Berharap wanita itu menyusulnya sambil berlari dan memintanya untuk kembali.

Impian.

Selain lucu, impian itu ternyata terasa kejam pula.

Ia berusaha sekuat mungkin untuk tidak menoleh, karena ia pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.

Ia takut, jika ia menoleh, ia tidak akan sanggup pergi.

Dulu ia tidak berani menoleh saat pergi meninggalkan Kwee Mey Lan.

Kwee Mey Lan.

Apakah Mey Lan adalah Dia yang dimaksud itu?76 Dari seluruh wanita yang ada di hati Cio San, Mey Lan lah yang paling sederhana.

Tetapi ada sesuatu di wajah itu yang membuat Cio San tidak mampu melupakannya.

Apakah bibirnya yang tipis? Apakah dagunya yang meruncing lembut? Ataukah matanya yang lebar namun sipit diujungnya? Apakah tahi lalat kecil di ujung bibirnya? Ataukah pipinya yang kemerahan ketika ia tersengat sinar matahari? Tidak.

Tentu saja bukan itu semua.

Cio San lalu mencoba memahami apa yang menyebabkan ia begitu sulit lepas dari bayang-bayang Kwee Mey Lan.

Setelah lama berfikir, akhirnya ia menyadari bahwa satu- satunya alasan mengapa ia tidak mampu melupakan Mey Lan, adalah karena ia merasa terbuang.

Ada pengkhianatan, ada penghinaan, ada harga diri yang dihancurkan.

Apakah ini pertentangan di dalam hidup seorang laki-laki? Semakin laki-laki itu disia-siakan oleh seorang perempuan, terkadang cintanya justru semakin mendalam.

Apakah dia semakin cinta, justru karena tidak mampu meraih cinta itu sendiri? Ada keinginan untuk memperbaiki, untuk membuktikan diri, dan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan.77 Ketika tulus malah dihinakan.

Ketika dihinakan malah semakin cinta.

Justru ketika sudah cinta, malah kembali dikhianati.

Mungkin inilah pertentangan hidup manusia yang sebenarnya.

Lingkaran setan yang tidak kunjung usai.

Nafsu manusia tidak ada batasnya.

Hanya usia yang mampu menghentikannya.

Keinginan.

Apalah arti keinginan? Kalau toh jika sudah memiliki yang diinginkan, malah kemudian hal itu menjadi tidak berharga.

Seperti boneka kecil yang lucu.

Seorang anak akan menangis merengek sampai mendapatkannya.

Nanti ketika sudah mendapatkan, ia menjadi bosan dan merasa boneka itu tak berguna, ia lalu mencapakkannya.

Suatu saat, ia kembali merindukan boneka itu dan mencarinya sekuat tenaga.

Lingkaran setan yang tak pernah berakhir.

Malam berganti siang.

Langkah demi langkah.

Entah ia kini sudah berada di mana.

Sudah beberapa hari perjalanan pikirannya entah melayang ke mana.

Sepanjang jalan hanya menatap tanah sambil sekali- sekali mengelap airmata yang tidak terasa turun dengan perlahan.78 Manusia di muka bumi mana yang belum pernah mengalami hal seperti ini? Jika belum, tentu suatu saat akan mengalami.

Begitu menengadah, ia sudah berada di depan gerbang sebuah gedung bertingkat yang cukup megah.

Warnanya merah muda cerah.

Sekali pandang Cio San tahu ini gedung apa.

Sudah tentu ini adalah sebuah rumah bordil.

Ia tertawa terkekeh.

Nampak nya sejak beberapa hari ia berjalan seolah tanpa jiwa, rupanya jiwanya melayang ke sini lebih dahulu daripada tubuh kasarnya.

Dalam hati Cio San berkata.

"Mungkin seperti ini rasanya ilmu Jinsut dari Tang-ni itu ya?"

Begitu melangkahkan kaki di gerbang, bau harum semerbak langsung meghembus.

Berbeda dengan rumah bordil lain, tidak ada nona-nona genit yang berdiri di halamannya menggoda orang yang lewat untuk mampir.

Halaman itu sepi.

Hanya bunga- bunga berguguran yang memenuhi jalan setapaknya.

Dari dalam gedung sayup-sayup terdengar keramaian.

Suara tawa lelaki dan wanita berkumpul menjadi satu.

Ada nyanyian.

Ada suara alat musk.

Begitu meriah.

Pintu utama gedung itu cukup besar.

Tetapi tertutup seolah tidak ingin menerima tamu.

Cio San79 mengulurkan tangan hendak membuka, tahu-tahu pintu itu sudah terbuka sendiri.

Tidak ada orang yang membukanya.

Sekilas ia melihat ruangan di dalamnya pun sangat hening.

Tidak ada orang di sana.

Rupanya tawa-tawa meriah yang didengarnya berasal dari kamar-kamar yang berada di dalam gedung.

Ruang tamu utamanya sendiri malah kosong.

Begitu Cio San masuk, ternyata di sudut ruangan itu ada seorang wanita cantik yang menyapanya.

"Silahkan masuk, Hongswee."

Cio San terhenyak. Dilihatnya wajah wanita itu dengan seksama, ia yakin ia belum pernah mengenal wanita ini. Tapi kenapa wanita ini malah menyapanya dengan akrab? "Perkenalkan, namaku Lang-Lang". Ia tersenyum. Manis sekali.

"Selamat siang Lang-siocia19,"

Kata Cio San sopan. Lang-Lang tersenyum, katanya.

"Hongswee, tidak perlu canggung. Kami sudah mengenal semua tamu kami jauh sebelum tamu-tamu itu datang."

Dalam hati Cio San mengkeret juga.

Jika ada rumah bordil yang sebegini ketat dan rinci mengenal 19 Nona Lang80 tamu dan memahami pasarnya, kira-kira seberapa tinggi kemampuan mereka memuaskan para pelanggan? Lang-Lang menyongsong Cio San dengan mesra dan menggandeng tangannya.

"Ayo sini, ikut aku,"

Katanya tanpa canggung seolah sudah mengenal sejak lama.

Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah kolam pemandian air panas.

Ada banyak orang berada di sana.

Laki-laki dan perempuan bercampur menjadi satu.

Tawa bahagia dan godaan halus terdengar di sana.

"Hongswee sudah berjalan cukup jauh. Sebaiknya membersihkan diri dahulu baru beristirahat,"

Sambil berbicara begitu, Lang-Lang sudah mencopoti seluruh baju Cio San.

Dan mestinya ia pun sudah mencopoti baju sendiri.

Puluhan orang mandi di sana.

Tidak ada rasa malu.

Karena masing-masing mengerti, mereka justru datang kemari adalah untuk menghilangkan segala beban pikiran dan perasaan.

Untuk apa pula menambah beban rasa malu ke dalam hati? Cio San ditarik masuk ke dalam kolam pemandian.

Airnya hangat dan harum.

Tangan yang menariknya pun sangat lembut dan licin.

Lelaki yang81 berjulukan Jenderal Phoenix itu tak lagi bisa membedakan, apakah ia sedang ditarik masuk oleh manusia ataukah seorang peri.

Di tempat ini, manusia, peri, bidadari, dan bahkan iblis pun sudah tidak ada bedanya.

Ia tidak berani memandang ke tempat lain.

Hanya nona di hadapannya inilah yang dipandangnya terus dari tadi.

Padahal Cio San bukanlah seorang laki- laki culun yang belum pernah mampir di rumah bordil.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi memang suasana di tempat ini cukup menggetarkan perasaannya sebagai seorang laki-laki.

Tidak ada perempuan jelek di sana.

Tidak ada perempuan bertubuh biasa saja di sana.

Asalkan kau masuk ke kolam ini, ditanggung seumur hidup kau tidak bakal ingin keluar lagi meskipuan tubuhmu meleleh seperti lilin yang dilempar ke api anggun.

Lang-Lang hanya tersenyum, sambil membantu Cio San mandi.

Menggosokkan sabun, menyirami air, dan mengelapnya dengan sebuah handuk kecil.

"Sudah cukup? Atau Hongswee ingin kubasuh sekali lagi?"

"Cukup,"

Cio San menjawab pendek.

"Baik. Selesai ini kita makan dulu."82 Mereka naik dari kolam lalu mengeringkan tubuh dengan handuk yang sudah disiapkan pelayan. Lang-Lang mengeringkan tubuh Cio San dengan penuh kelembutan, seperti seorang ibu yang baru saja memandikan bayunya yang baru lahir.

"Terus terang, aku belum pernah diperlakukan seperti ini,"

Tukas Cio San.

"Tentu saja. Jika sudah pernah, kami tidak akan memberikan pelayanan semacam ini kepada Hongswee. Setiap orang yang datang kemari, akan mendapatkan pengalaman baru yang tidak pernah ia temui sebelumnya,"

Jawab Lang-Lang sambil tersenyum. Seketika melelehlah hati Cio San. Katanya.

"Baiklah. Aku tertarik. Siapa pemilik tempat ini?"

"Hongswee akan segera bertemu dengannya setelah kita makan."

Kini mereka sudah berada di ruang khusus untuk makan.

Pakaian yang dikenakkan Cio San pun kini sudah diganti dengan yang baru.

Warna dan ukurannya sangat cocok.

Entah bagaimana pula para pelayan di sana bisa mengetahui ukuran baju serta warna kesukaannya.83 Makanan yang disajikan pun adalah sebuah makanan yang belum pernah ia makan! Jika mau dipikir, tentu saja Cio San akan sangat khawatir tentang keselamatan dirinya.

Pemilik tempat ini memiliki kekuasaan yang sangat besar sampai-sampai ia mengetahui segala hal yang berkaitan dengan tamunya yang bahkan baru pertama kali datang! Jika mereka ingin membunuh orang, tentu saja amat sangat mudah karena sudah mengetahui segala rahasia dan gerak-gerik korbannya.

Jika ingin membuat perangkap terhadap seseorang, tentu bagaikan menjetikkan ujung jari.

Inti kata, kemampuan seperti ini sungguh menakutkan, apalagi hanya dimiliki oleh sebuah rumah bordil.

Sambil makan, Cio San dan Lang-Lang bercakap- cakap.

Nona ini sangat sopan dan lemah lembut.

Meskipun ia berlaku mesra terhadap Cio San, tidak sedikitpun terbesit gambaran bahwa ia adalah seorang wanita genit dari rumah bordil.

Orang yang tidak tahu akan mengira mereka sepasang kekasih dari keluarga terhormat yang sedang menikmati hidangan makan malam.84 Pengetahuan Lang-Lang tentang sastra, musik, dan dunia persilatan juga sangat luas.

Meskipun tidak mengerti segala hal dengan rinci, nona ini masih dapat mengimbangi Cio San dalam bercakap-cakap.

Mau tidak mau, kembali Cio San menganggukkan kepala dengan kagum.

"Rupanya Lang-siocia ini memang sengaja dipilih untuk menemaniku. Berapa orang yang kau sisihkan dalam penyisihan tugas ini?"

Lang-Lang tertawa. Katanya.

"Kebetulan cayhe20 tidak dipilih. Tetapi Cujin21 sudah tahu siapa orang yang paling cocok ditugaskan untuk menemani tamu."

"Aku semakin penasaran ingin segera bertemu dengannya."

"Apabila kau bertemu dengannya, kau tidak ingin bertemu dengan orang lain lagi,"

Senyum Lang- Lang. Begitu makan selesai, pelayan datang membereskan makanan. Setelah itu sang pelayan membisikkan sesuatu kepada Lang-Lang. Lalu kata Lang-Lang kepada Cio San.

"Cujin sudah siap 20 Aku / Saya 21 Majikan85 menerima anda, Hongswee. Mari kuantarkan ke kamarnya."

Mereka berdua lalu berjalan bergandengan tangan menyusuri selasar, naik tangga-tangga bundar yang indah,melewati beberapa lantai hingga sampai di lantai paling atas.

Begitu tangga bundar selesai, di ujungnya ada dua orang penjaga wanita yang terlihat lemah lembut juga.

"Eh, Hongswee sudah datang? Apakah sudah cukup istirahatnya?"

Tanya salah seorang.

Ia bertanya penuh keramahan dan perhatian, seolah benar-benar sudah mengenal Cio San.

Jika kau sering ke rumah bordil, kau akan tahu bahwa segala bentuk rayuan, cumbuan, perhatian, kasih sayang dan apapun yang berada di dalamnya haruslah dibayar dengan uang.

Semakin besar jumlah yang kau bayarkan, perlakuan yang kau terima pun semakin menyenangkan.

Ini mungkin penyebab banyak lelaki suka ke rumah bordil.

Karena berapapun uang yang mereka berikan kepada istri mereka di rumah, setiap hari masih saja kena semprot omelan, dan cerewetan yang membuat hidup tidak tenang.

Di rumah bordil, dengan sedikit uang, mereka sudah diperlakukan sebagai raja.

Toh, Cio San tetap merasa tidak tenang.86 Yang membuat ia tidak tenang saat ini adalah, ia tidak punya cukup uang untuk membayar pelayanan ini.

Dalam hati ia memutuskan, jika nanti tidak mampu membayar, ia akan rela menjadi jongos untuk beberapa tahun di tempat ini asal bisa membayar tagihan.

Bukankah ia adalah sang jenderal Phoenix? Bukankah ia tokoh muda yang paling disegani dalam dunia persilatan? Bukankah ia adalah pahlawan yang berkali-kali menyelamatkan kekaisaran ini? Semua gelar ini tidak ada gunanya jika kau tidak punya uang.

Dan Cio San tidak punya uang.

Sudah lama ia memang merasa tidak berguna.

Tapi ia memutuskan untuk tidak mau memikirkan terlalu dalam.

Apa yang terjadi hari ini, terjadi hari ini.

Apa yang akan terjadi besok, bisa ditunggu sampai besok.

"Mari silahkan masuk. Cujin sudah menunggu,"

Tukas salah seorang pengawal sambil memberi gerakan tangan menunjukkan jalan.

Wangi semerbak mengharumi tempat itu.

Di depannya ada sebuah pintu indah yang berkilau.

Sepertinya pintu itu terbuat dari emas.87 Jika pintu kamarmu terbuat dari emas, maka bisa dibayangkan perhiasan seperti apa yang bisa kau beli untuk tubuhmu.

Begitu sudah dekat, kembali pintu terbuka dengan sendirinya.

Kali ini ada orang yang membuka kan pintu.

Ia tinggi semampai.

Dadanya berisi penuh.

Tubuhnya padat.

Kulitnya bagaikan salju.

Wajahnya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Kata cantik tidak mampu melukiskan keindahan parasnya.

"Salam, cujin."

Kata Cio San sambil menjura.

Wanita di hadapannya hanya tertawa.

Tawanya membuat kecantikannya menjadi berlipat-lipat.

Telapak tangan Cio San berkeringat.

Menghadapi pertarungan melawan musuh yang tangguh, ia belum pernah merasakan keringat membasah telapak tangannya seperti ini.

"Aku bukan cujin. Cujin ada di dalam sedang menunggumu, Hongswee."

Begitu Cio San masuk ruangan itu, si nona malah menutup pintu dari luar.

Karena bingung harus berbuat apa, Cio San hanya melongo sambil memandang isi kamar itu.88 Jika pintu kamarmu terbuat dari emas, maka isi kamarmu itu seharusnya jauh lebih mentereng dan lebih megah ketimbang pintunya.

Tetapi tidak untuk kamar ini.

Kamar itu sederhana.

Hanya ada sebuah dipan dari bambu, meja kecil dari kayu lapuk, guci yang sepertinya berisi arak, serta sebuah cawan dari batu yang sudah hampir retak.

"Selamat datang, Hongswee!"

Seruan ini terdengar ramah penuh kehangatan dan keakraban. Cio San berbalik badan. Suara itu datang dari papan pemisah bilik. Orangnya sepertinya berada di dalam situ. Segera Cio San menjawab.

"Terima kasih,"

Lalu bergegas ke arah suara.

Belum sampai ke sana, orangnya malah sudah muncul keluar dari baliknya.

Sejak awal, Cio San tidak mau menebak-nebak seperti apa rupa majikan pemilik rumah bordil ini.

Ia takut kecewa.

Siapa tahu, ia tidak hanya kecewa.

Ia juga heran dan iba.

Sang majikan adalah wanita setengah tua dengan tubuh sangat gemuk, dan banyak luka menghias tubuh dan wajahnya.

Dari garis wajahnya, Cio San bisa menduga bahwa wanita ini dulunya pasti cantik sekali.89

"Selamat datang,"
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Katanya ramah.

"Kumohon kau tidak kaget melihat rupaku seperti ini."

Cio San tersenyum ramah pula.

"Justru saat ini aku harus mengakui, orang secantik cujin yang pernah kutemui malah belum terlalu banyak."

Si majikan tersenyum senang karena ia bisa melihat ketulusan di mata Cio San.

"Jika orang lain yang berkata seperti ini, pasti aku akan tahu bahwa ia cuma memuji saja. Tapi entah kenapa jika Hongswee yang berkata, aku merasa senang."

Lalu seolah baru tersadar, ia berkata "Silahkan duduk, Hongswee. Mari kutuangkan arak. Eh, aku lupa memperkenalkan nama sendiri. Namaku Tu-ji."

Tu artinya Babi.

Ji adalah panggilan kesayangan untuk seorang anak perempuan.

Nama majikan rumah bordil yang mewah ini adalah si Nona Babi atau si Babi Kecil.

Tubuhnya gendut dan besar.

Tapi ia sangat cantik.

Tawanya mempesona.

Berada di dekatnya membuat hari orang terasa senang karena ketika berbicara, si Nona Babi masih terlihat anggun dan mempesona.90 Mereka berdua duduk saling berhadapan.

Tuan rumah menuangkan arak di sebuah cawan yang terbuat dari batu.

Hanya ada satu cawan di atas meja itu.

"Mohon maaf, aku tidak bisa ikut minum. Dengan keadaan tubuhku saat ini, aku khawatir banyak penyakit yang datang. Biar kutemani saja Hongswee mengobrol ya? Hongswee pasti tidak keberatan, bukan?"

"Tentu saja tidak, nona."

"Nah. Hongswee sudah segar bukan? Apakah Lang-Lang melayanimu dengan baik?"

"Segar sekali. Lang-Lang juga baik dan cantik sekali."

"Hmmmm, semoga pelayanan kecil dari kami bisa membuat Hongswee melupakan sedikit permasalahan Hongswee,"

Tukas si Nona Babi. Apabila mereka bisa tahu apapun mengenai dirimu sebelum kau datang, tentu mereka tahu pula apa yang sedang kau alami saat ini.

"Pertama kali datang kemari, dan seluruh orang di sini malah sudah mengetahui seluk beluk diriku, jika bukan karena cujin mengelola tempat ini dengan sangat baik, dan juga memiliki orang kepercayaan di91 mana-mana, entah bagaimana cara cujin melakukan nya,"

Senyum Cio San dengan sedikit tersipu.

"Ah, Hongswee terlalu memuji. Tentu saja kami harus memperhatikan para pelanggan. Apalagi pelanggan seperti Hongswee."

"Tapi aku kan belum jadi pelanggan karena belum pernah datang kemari."

"Semua laki-laki di dunia adalah pelanggan kami. Mengenai kapan mereka akan datang, itu hanya perkara waktu saja, Hongswee,"

Jawab si Nona Babi sambil tersenyum.

"Betul juga,"

Tawa Cio San. Katanya.

"Jadi semua laki-laki di dunia ini, sudah nona ketahui semua keinginannya?"

"Keinginan laki-laki masakah ada perempuan yang tidak mengerti?"

Si nona tertawa lagi. Cio San juga ikut tertawa.

"Betul sekali. Tapi sebaliknya, keinginan perempuan, tak ada seorang laki-laki pun yang mengerti. Bukankah hal ini cukup menyedihkan?"

"Ya. Cukup menyedihkan. Padahal keinginan perempuan itu sederhana sekali. Ia hanya menginginkan 2 hal. Perhatian dan uang. Jika laki-laki92 bisa menyediakan kedua hal ini, ku tanggung seluruh perempuan yang ada di dunia ini berebutan mendapatkannya,"

Tukas Tu-Ji22.

"Nona bisa membuat sebuah perkara yang terkenal sangat ruwet menjadi sederhana sekali. Baru kali ini aku bertemu dengan orang secantik nona yang bisa berbicara jujur dan terbuka."

SI Nona Babi tersenyum senang. Katanya.

"Hidup sekian lama, mengalami berbagai hal sekian banyak, jika seorang perempuan tidak bisa berbicara jujur dan terbuka, bukankah ia sendiri yang akan menderita lebih panjang?"

Urusan perempuan, memang hanya perempuan sendiri yang lebih paham.

Cio San hanya bisa mengangguk-angguk mendengarkan.

Kini ia mengerti mengapa Lang-Lang berkata bahwa jika ia sudah bertemu dengan sang majikan, ia tidak ingin bertemu orang lain lagi.

Karena sang majikan sangat pintar berbicara.

Ia bisa meyakinkan seseorang untuk sepakat dengannya, tanpa orang itu sendiri merasakannya.

"Bolehkah aku bertanya?"

Tanya Cio San. 22 Si Nona Babi93

"Tentu saja, Hongswee."

"Apakah nona mengenal 4 orang bertopeng yang tahu-tahu muncul di depanku saat aku berada di Qara Del?"

"Oh, 4 orang yang menguasai Jinsut itu? Tidak. Aku justru penasaran tentang hal itu juga."


Hantu Hijau Dari Appleville Karya Jean Si Teratai Merah Ang Lian Li Hiap Karya Sapta Siaga 10 Misteri Biola Kuno

Cari Blog Ini