Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle Bagian 3
Ketika kecil ia tidak bisa berlatih ilmu silat karena tubuhnya lemah.
Ketika dewasa, ia terkena panah yang melukai jantungnya sehingga ia pun diramalkan tak akan mampu menggunakan ilmu silatnya lagi.
Kini ia dihadapkan pada keadaan yang sama.
Bukankah dulu aku tetap hidup, dan semua berjalan baik-baik saja? Manusia mengalami berbagai macam persoalan tetapi mampu untuk terus hidup dan bertahan.
Karena penderitaan hidup manusia bukanlah datang untuk menghancurkannya, tetapi justru untuk membuat manusia itu sendiri menjadi lebih kuat.183 Apa yang ia takutkan, apa yang ia hindari, apa yang ia lari menjauhkan diri darinya, ternyata hanya begitu saja.
Ketika sebuah penderitaan lama dijalani, ternyata penderitaan yang pedih dan panjang itu terasa menjadi ringan dan sekejap.
Kata yang menghujam, hinaan yang merendahkan, perpisahan yang menyakitkan, penderitaan yang menyiksa, pada akhirnya terasa "hanya begitu saja".
Hanya begitu saja.
Bukankah kau pun pernah mengalami ?hanya begitu saja?? Melihat Cio San sudah sehat dan segar, mau tak mau si Burik senang juga.
Selama beberapa waktu ini ia yang terus menjaga dan merawat Cio San tanpa pamrih.
"Aku ingin berterima kasih kepadamu, nona. Jika tidak ada engkau maka aku yakin aku sudah mati sejak beberapa bulan yang lalu,"
Ujar Cio San dengan tulus. Nona Burik tersenyum dibalik cadarnya. Katanya.
"Di sini cuma ada aku dan kau. Sudah sewajarnya kita saling membantu."184 Jawabannya datar meskipun ia tersenyum. Matanya membayangkan kehangatan yang manis. Cio San, Cio San, apakah kini kau jatuh cinta kepadanya? Mengapa kau begitu mudah jatuh cinta? Apakah karena itu pula kau pun mudah terluka? Banyak borok di wajahnya. Baunya pun amis. Tapi mata nona ini bersinar indah. Senyum tulus pun terasa meskipun tersembunyi di balik cadar. Sang nona memalingkan wajah karena ia merasa Cio San memandangnya dengan aneh. Kaget karena baru sadar, Cio San pun memalingkan wajah.
"Nona, apa sudah bertekad untuk tinggal di sini selamanya?"
Tanyanya membuka obrolan.
Tanpa menoleh si nona Burik mengangguk.
Persoalan apa yang membuat seorang wanita memilih mengasingkan diri ke dalam jurang? Apakah karena orang menghina wajahnya yang buruk rupa?185 Cio San tidak berani bertanya.
Selamanya ia tidak pernah menanyakan hal yang tidak ingin diceritakan orang lain.
"Kau, apakah kau sendiri akan pergi dari sini?"
Tanya si nona. Berpikir sebentar, Cio San kemudian menjawab.
"Dengan keadaanku sekarang, keluar dari sini adalah bunuh diri."
"Kau punya banyak musuh?"
Tanya si nona lagi.
"Aku tidak punya musuh, tetapi herannya orang yang memusuhiku malah jauh lebih banyak daripada yang berteman denganku."
"Setidaknya orang yang berteman denganmu kini bertambah satu,"
Ujar si nona Burik.
"Menambah satu orang sahabat, tentu jauh lebih baik. Malahan jauh lebih baik daripada berkurangnya satu orang musuh,"
Tukas Cio San sambil tertawa bahagia. Nona itu pun tertawa dari balik cadarnya, namun segera wajahnya berubah menjadi tawar dan sikapnya menjadi dingin kembali.186
"Jika kau sudah sembuh, tentu kau akan pergi dari sini."
Pernyataan ini tidak perlu dijawab karena bukan sebuah pertanyaan. Tapi Cio San dengan tegas malah menjawab.
"Aku telah berhutang nyawa kepadamu, dengan hal apapun selama tidak melanggar kehormatan, aku siap membayarnya."
Nona itu menatapnya lekat-lekat. Matanya bersinar sebentar, tapi segera sinar itu pun redup.
"Kau tidak pernah berhutang apa-apa kepada ku. Saat ini juga aku membebaskanmu dari hutang apapun. Jika sudah sembuh, kau boleh segera pergi. Hanya satu permintaanku, jangan pernah kau beritahukan kepada orang lain mengenai tempat ini,"
Ujar si nona dengan tawar.
Cio San balas menatapnya pula.
Ingin ia memegang tangan nona itu, menenangkan hatinya dengan berkata bahwa.
kau akan baik-baik saja, percayalah!, namun ia sendiri mengerti bahwa jika hati seseorang sudah pernah terluka, maka perlu keajaiban untuk kembali memulihkannya.187 Karena apabila sebuah luka yang dalam telah tergores di batin dan jiwa seseorang, kata-kata apapun tidak akan mampu menyembuhkan luka itu.
Hanya dirinya sendirilah yang mampu mengobati luka itu.
Hanya dirinya sendiri yang mampu membuatnya bangkit untuk kembali menjalani kehidupan.
Karena dirinya sendiri adalah keajaiban itu sendiri.
Manusia, dengan segala kemampuan dan kemauannya, adalah sebuah keajaiban tersendiri.
Yang bisa Cio San lakukan adalah berharap semoga nona itu segera menjadi keajaiban.
Ulat bulu dapat berubah menjadi kupu-kupu.
Mengapa kisah yang buruk tidak dapat pula berubah menjadi cerita yang manis? "Maukah kau mendengar sebuah cerita?"
Tanya Cio San tiba-tiba. Kaum perempuan di mana pun, sangat menyukai cerita. Meskipun perempuan itu hidup di dasar jurang sekalipun, sedikit banyak ia suka mendengar cerita. Si nona burik menata duduknya, ia bersiap mendengar cerita itu.188
"Pada jaman dahulu kala, hiduplah seekor siluman rase33. Ada yang bilang siluman ini adalah seorang perempuan yang cantik, ada juga yang bilang ia adalah seorang lelaki yang tampan. Tidak ada yang tahu pasti. Tapi satu hal yang pasti, pekerjaan siluman ini adalah mencuri dan selama hidupnya selama ratusan tahun, ia telah mengumpulkan harta yang sangat banyak di dalam sarangnya. Ada emas permata, ada pula kitab-kitab ilmu tinggi, serta pusaka-pusaka sakti yang dikumpulkan nya. Menurut berita juga, siluman ini sangat ganas. Ia tidak segan-segan membunuh korbannya dengan mencabik-cabik daging dan tulang mereka. Karena hal inilah, banyak orang gagah yang menghabiskan usianya untuk memburu siluman ini. Selama puluhan tahun, tidak ada satu orang pun yang berhasil. Para pendekar dan orang gagah, laki dan perempuan, tua dan muda, dari aliran lurus ataupun sesat, semua berlomba-lomba menemukan siluman itu dan menumpasnya,"
Tutur Cio San.
"Padahal mereka menguber harta karun siluman itu,"
Sela si nona. 33 Rubah189 Cio San hanya tersenyum dan mengangkat bahu. Lanjutnya.
"Karena banyak sekali orang yang memburunya, keadaan siluman itu semakin tersudut. Ia akhirnya terdesak sampai ke puncak gunung Thay- san. Para pendekar dan orang gagah semua menuju ke sana. Berlomba-lomba sampai ke puncaknya. Berusaha untuk lebih dulu membunuh siluman yang bersembunyi di puncak gunung itu. Tersebutlah seorang pendekar muda, sebut saja namanya Oey Man. Ilmu silatnya cukup tinggi. Tapi bukan kelas satu. Ia pun bukan dari perguruan ternama. Hanya murid seorang guru silat di kampung. Tetapi bakatnya cukup besar, dan tenaganya kuat, sehingga meskipun ilmu silatnya pas-pasan, ia masih sanggup berkelana di dunia persilatan. Oey Man ini pun turut melakukan perburuan terhadap siluman ini. Di suatu malam, saat bersembunyi untuk mengintai jejak siluman itu, tahu- tahu di belakangnya muncul seorang nona. Awalnya Oey San kaget, namun setelah memperhatikan dengan seksama, yakinlah ia bahwa nona itu bukan jelmaan siluman. Malahan nona itu berada di sana untuk mengejar siluman itu.190 Si nona bertanya, apakah silumannya sudah muncul. Oey Man menjawab bahwa ia sudah bersembunyi di sana selama 3 hari 3 malam, dan melihat sekelebatan bayangan siluman itu. Sayang nya, ia belum sanggup menangkapnya. Si nona meminta ijin untuk turut bersembunyi di situ karena ia pun curiga si siluman memang berada di sekitar sana. Tentu saja Oey Man mengijinkan. Sejak beberapa hari ia sendirian menahan panas dan dingin cuaca, juga menahan lapar. Jika ada teman seperjuangan, tentu perburuan ini akan jauh lebih ringan. Mereka berdua kemudian menjadi teman berburu. Mereka membuat tempat persembunyian yang terdiri dari tumpukan tanam-tanaman, bambu, dan alang-alang. Dilihat dari luar, tidak akan ada seorang pun yang menyangka bahwa di dalamnya ada dua orang yang bersembunyi. Mereka dapat memasak, bercengkerama, dan saling bercerita. Singkat kata, dalam beberapa hari, mereka berdua saling jatuh cinta. Lelaki dan perempuan jika berkumpul lama dan merasa ada kecocokan, biasanya akan mudah untuk saling jatuh cinta. Apalagi keduanya pun masih lajang dan tidak ada ikatan. Bercintalah mereka dengan penuh kasih sayang di dalam tempat persembunyian itu.191 Setiap malam, mereka mencium bau yang sangat wangi sekali yang berhembus di daerah itu. Bersama dengan desahan angin, aroma wangi yang aneh ini tercium. Tidak hanya itu, juga terdengar suara raungan rubah yang pilu. Karena bosan menunggu, mereka berdua memutuskan untuk mencari sumber asal bau wangi dan suara lolongan rubah itu. Dengan penuh ketelitian dan kerja keras, akhirnya mereka menemukan sebuah goa kecil yang tersembunyi di balik rerimbunan pepohonan. Awalnya Oey Man ragu-ragu untuk masuk. Ilmu silatnya kelas menengah, jika terjadi sesuatu ia tidak yakin ia mampu melindungi kekasihnya itu. Tetapi justru kekasihnya yang menenangkannya dan memberikannya keberanian untuk masuk bersama. Kau masuk, aku pun masuk. Kita terjang bersama. Begitu kata si nona itu. Akhirnya mereka berdua pun masuk bersama ke dalam goa yang sempit itu. Tangan Oey Man bergetar berkeringat lebat. Tangan si nona juga berkeringat dingin. Tapi pegangan mereka semakin erat. Sepasang tangan bergandengan, tangan lain si nona memegang192 obor, tangan lain si lelaki memegang pedang. Oey Man berjalan di depan, sedangkan kekasihnya di belakang. Di tengah jalan di dalam goa, obor itu mati tertiup angin. Keadaan menjadi gelap gulita. Bahkan melihat tangan sendiri pun tidak bisa. Mau maju takut, mau mundur pun tidak berani. Si nona masih berani maju. Si lelaki masih tetap takut, tetapi ia sudah berjanji untuk melindungi nona itu selamanya, karena itu ia menguatkan dirinya. Dengan berani ia menggenggam tangan nona. Kata si nona, di depan sana ada cahaya kecil. Mungkin di sana sumber aroma dan suara itu. Akhirnya, mereka berdua pun menguatkan langkah untuk maju kesana. Langkah demi langkah, dengan penuh kegalauan, buta dalam kegelapan, hanya bermodalkan saling percaya dan saling melindungi, kedua orang ini bergandengan tangan maju menyongsong bahaya yang tidak mereka sadar. Sampai akhirnya mereka semakin dekat dengan cahaya kecil itu. Jalur dalam goa juga semakin luas. Kini tidak lagi sempit, semakin ke dalam, semakin terasa longgar. Tahu-tahu cahaya kecil yang tak jauh di depan mata itu berubah menjadi panah api. Panah api193 yang sangat banyak. Meluncur dengan cepat dan sangat ganas! Oey Man tidak dapat menangkis seluruh panah itu. Dengan gagah, ia munggunakan dirinya sebagai tamengnya. Belasan panah menancap di tubuhnya. Panah yang tajam dan juga panas membara. Ia mengaduh kesakitan tetapi tangannya masih menggenggam tangan kekasihnya. Tidak sekali pun ia melepas tangan itu. Tahu-tahu cahaya berpijar di seluruh ruangan. Goa itu menjadi terang benderang. Oey Man dapat melihat begitu banyak kepingan emas permata dan pusaka-pusaka yang berhamburan membanjiri tempat itu. Tapi ia tidak dapat kagum dan keheranan, karena saat itu orang yang ia pegang tangannya, justru bersinar sangat terang. Malahan terang itulah yang menyinari seluruh ruangan dalam goa itu. Tahu-tahu si nona berubah menjadi sosok aneh. Rambutnya seluruhnya berubah menjadi putih, Timbul taring di mulutnya. Matanya bersinar mencorong. Sekujur tubuhnya dipenuhi bulu putih keperakan. Dari bagian belakang, muncul ekor yang jumlahnya ada 9.194 Kata si nona, akulah siluman yang kau cari! Sekarang juga kubunuh kau! Tak tahunya Oey Man malah tersenyum bahagia. Katanya, syukurlah kau selamat. Lalu lelaki gagah itu jatuh tersungkur karena kekurangan darah akibat luka-lukanya yang parah. Melihat ketulusan itu, luluhlah hati sang siluman rubah. Ia merawat Oey Man sampai sembuh. Bahkan memindahkan kekuatan saktinya dan tenaga dalamnya kepada Oey Man."
Si nona burik berkata.
"Oh jadi akhirnya mereka hidup bahagia?"
"Tidak,"
Cio San menggeleng.
"Karena pada suatu malam, saat mereka bercinta, Oey Man memotong putus 9 ekor siluman itu, dan menggorok lehernya. Dalam satu malam, seluruh harta dalam goa itu hilang tak berbekas."
"Mengapa ia membunuhnya? Bukankah mereka saling cinta?"
Tanya si nona Burik setengah marah, air mata ternyata sudah mengalir di pipinya. Cio San tidak menjawab. Kata si nona.
"Dari mana Oey Man tahu bahwa kekasihnya adalah siluman rubah?"195
"Coba nona tebak,"
Tantang Cio San sambil tersenyum.
"Oh pasti, pada saat si nona menunjukkan wujud aslinya, Oey Man tahu bahwa ia pasti akan mati, maka ia berpura-pura tulus, sehingga siluman itu menjadi tega."
Cio San tersenyum puas. Katanya.
"Hampir benar. Tetapi sebenarnya sejak awal Oey Man sudah tahu bahwa nona itu adalah siluman. Karena itu ia bisa menyusun siasat, berpura-pura tulus sejak awal, bersikap seolah takut tapi berani, seolah melindungi si nona meski ia berilmu rendah. Semua sandiwara ini bertujuan untuk menjatuhkan hati sang siluman."
"Dari mana ia bisa menduga bahwa si nona adalah siluman itu sejak dari awal?"
Tanya si burik.
"Tentunya ia tidak menduga pada awalnya. Kecurigaannya baru muncul setelah ada aroma dan suara yang muncul di daerah sana, tetapi tidak ada seorang pun yang datang ke sana."
"Artinya?"
"Artinya semua orang yang berada di sana sudah mati seluruhnya."196
"Dari mana ia bisa yakin bahwa nona itu yang membunuh mereka semua?"
Tanya si burik penasaran.
"Selama berhari-hari tidak ada yang muncul, malah nona itu saja yang muncul. Kau sendiri pasti akan curiga,"
Jawab Cio San. Si burik mengangguk mengakui. Lantas ia bertanya lagi.
"Apa tujuan siluman itu membunuh banyak orang?"
"Entahlah. Tapi dari cerita ini, kita bisa melihat bahwa siluman itu tidak membunuh Oey Man sejak awal. Malah berkenalan dan mengikat hubungan. Apakah siluman itu selalu melakukan hal itu sebelum membunuh orang? Kemungkinan besar begitu. Mungkin sebenarnya ia memang mencari cinta, mencari kekasih. Ia membawa masuk korbannya ke dalam goa adalah untuk menguji mereka. Ia akhirnya harus membunuh para korban, karena begitu tahu wujud siluman yang sebenarnya, mereka jadi jijik dan ingin membunuhnya. Hanya Oey Man yang menunjukkan ketulusan hati."
"Masuk akal juga,"
Kata si burik. Ia lalu bertanya.
"Apakah sejak awal kemunculan si nona siluman, Oey Man sudah mulai bersandiwara?"197
"Ya,"
Jawab Cio San.
"Tujuannya ada 3. Jika nona itu manusia, maka ia beruntung mendapatkan teman seperjalanan. Jika nona itu adalah siluman, maka ia bisa meluluhkan hatinya dan dapat membunuhnya jika saatnya tiba."
"Apa tujuan yang ke 3?"
"Tujuan yang ke-3 adalah memang ia menyerah. Karena ia tahu, dengan kungfunya ia tidak dapat mengalahkan siluman itu. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah pura-pura tidak tahu jati diri nona itu."
"Jadi dengan satu langkah, ia dapat mematikan 3 langkah musuh,"
Tukas si burik.
"Kau rupanya paham permainan catur,"
Tawa Cio San. Si nona tidak tertawa. Wajahnya malah semakin sendu. Air matanya memang sudah berhenti mengalir. Tapi kesedihan justru semakin tampak di wajahnya. Katanya.
"Aku pun paham, bahwa kau baru saja mengarang cerita ini."
Cio San sedikit terhenyak. Ia tidak berani buka mulut.
"Aku memang buruk rupa. Aku pun tidak perdulian. Tapi aku bukan orang tolol,"
Kata si nona. Lanjutnya.
"Kau mengarang cerita ini untuk merebut198 hatiku. Agar aku mau membuka diri dan menceritakan kisah hidupku padamu. Karena kau tidak punya keberanian untuk menanyakan sendiri."
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jika orang tidak mau bercerita, aku pun tidak mau bertanya,"
Jelas Cio San sambil menatap mata si nona burik.
"Kau tahu, aku menghargai usahamu ini. Aku pun menghargai sikapmu yang tidak ingin mengorek luka lama. Karena itu, sebaiknya aku bercerita. Toh, tidak ada salahnya kau mengetahui kisah hidupku,"
Tandas si nona burik.
Sudah dua orang wanita yang menghargai sikapnya yang seperti ini.
Rupanya untuk membuat wanita senang kepadamu, cara yang paling mudah adalah menjadi orang yang tidak terlalu bawel urusan orang lain.
Sekarang, Cio San menata duduknya, siap untuk mendengarkan.
"Aku lahir dari sebuah keluarga berada di daerah Kang Lam. Ayahku meninggal saat aku masih kecil. Mungkin usia 5 atau 6 tahun. Harta peninggalan ayah cukup banyak. Tapi istrinya banyak, dan anaknya pun banyak. Ibuku adalah istrinya yang paling muda. Jadi aku sendiri pun merupakan anak yang paling kecil.199 Harta warisan yang banyak membuat keluarga yang tersisa saling memperebutkannya. Di umur tahun, ibukku meninggal. Aku yakin ia diracun. Umur 9 tahun, aku sudah dinikahkan pada seorang juragan kaya raya. Para ibu tiriku menjualku kepadanya dengan harga yang lumayan. Saat itu pun aku menjadi istrinya yang paling muda. Sudah melayaninya sejak aku masih 9 tahun sampai aku berumur 15 tahun. Kehidupanku cukup menyenang kan. Prahara tiba, ketika ternyata suamiku terbelit hutang. Ia tega menjualku ke pelacuran, dengan imbalan seluruh hutangnya dilunasi. Aku bekerja sebagai pelacur sampai usiaku 21 tahun. Karena tidak tahan lagi, aku melarikan diri dan dikejar-kejar. Dalam pelarianku, aku akhirnya terdampar sampai ke tempat ini. Saat itu keadaanku sudah tersudut, para pengejar sudah berada di hadapanku. Di belakangku hanya ada tebing maut ini. Aku memilih mati daripada harus kembali melacur. Dengan menutup mata aku melompat ke dalam jurang. Cerita akhirnya, kau tentu sudah mengerti. Sudah 5 tahunan aku hidup di sini."
Cio San tidak berkata apa-apa. Malah si nona yang melanjutkan.
"Kau tahu mengapa aku dapat200 menduga bahwa kau baru saja mengarang cerita tentang siluman itu? Karena aku melihat ada sedikit kesamaan cerita itu dengan cerita kita. Seorang laki- laki yang berkelana, bertemu dengan perempuan asing dalam keadaan yang asing pula. Menghabiskan waktu bersama-sama. Si lelaki terluka, yang perempuan merawatnya sampai sembuh."
Si nona tersenyum. Matanya berair. Katanya.
"Yang membuatku sedih, lelaki di dalam ceritamu, akhirnya membunuh kekasihnya begitu melihat wujud aslinya. Apakah wujud siluman itu begitu buruk rupa, sehingga si lelaki tega membunuhnya karena jijik?"
"Tidak. Malah wujud asli siluman itu jauh lebih cantik dari samarannya. Sama denganmu, jika kau membuka cadarmu, dan menghapus riasan daging ikan busuk yang kau tempelkan di wajahmu, tentu wajah aslimu terlihat jauh lebih cantik dari yang sekarang,"
Tukas Cio San. Sekarang si nona yang terhenyak. Katanya.
"Jadi kau sudah tahu?"
Nona itu lantas tertawa dan membuka cadarnya.
Tempelan daging ikan busuk di wajahnya ia kelupas dengan tangannya.
Wajah aslinya.201 Di sepanjang hidup Cio San, ia tidak pernah menduga bahwa langit menciptakan makhluk seperti ini untuk diletakkan di muka bumi.202 BAB CINTA BERSEMI DI JURANG PATAH HATI "Sebenarnya sejak kapan kau menyadari penyamaranku ini?"
Tanya si nona penasaran.
"Aku adalah tukang masak. Tentu aku dapat membedakan daging ikan dan daging manusia,"
Tawa Cio San.
"Oh kau adalah tukang masak? Berarti mulai saat ini kau harus memasak untukku."
"Baiklah. Sebenarnya sejak awal aku sudah ingin memasak. Sayang tubuhku masih belum terlalu kuat. Semoga besok sudah enakan, aku akan memasak untukmu."
"Dari awal kau sudah ingin memasak? Apakah karena masakanku tidak enak?"
Matanya tetap dingin tapi di suaranya ada kehangatan.
"Masakanmu sangat enak. Tapi memangnya kau ingin memasak untukku seumur hidup?"
Senyum Cio San.203
"Ih, enak saja."
"Nah, seumpama aku mau memasak untukmu selamanya, masa kau tidak mau?"
"Boleh saja asal masakanmu enak,"
Sahut si nona.
"Kalau tidak enak, kau tidak usah makan. Hahaha."
Dengan gemas, si nona melempar cadarnya ke arah Cio San.
Saat nona ini tersenyum, seluruh jiwa Cio San seolah terbetot dari raganya.
Sinar matanya seperti Syafina, hidungnya seperti Khu Ling Ling, dagunya seperti Kwee Mey Lan, lekuk tubuhnya seperti Bwee Hua, sifat dinginnya seperti Ang Lin Hua, kerlingan matanya seperti Bu Cin Lian, dan kemesraannya seperti Lang-Lang.
Apakah ini hanya perasaannya saja atau nona ini memang merupakan penggabungan dari mereka semua? Nasib mujur apa yang membawanya ke dalam jurang ini? Bukankah langit sangat suka bermain dengan nasib manusia? Jika sekarang kau kecewa, jangan kau pikir kau tak akan bahagia.204 Jika saat ini kau bahagia, jangan pikir pula bahwa kau tak akan kecewa.
Cio San sudah amat mengerti pemahaman ini.
Karena itu ia tidak berani berpikir, tidak berani berandai-andai, tidak berani berkhayal, tidak berani merasa.
Saat ini ia bahkan tidak berani bernafas, karena nona itu sudah tersenyum lagi kepadanya.
"Kau kenapa melongo seperti ini? Menyesal karena aku tak secantik yang kau kira?"
"Ya aku menyesal. Menyesal mengapa tidak menceritakan tentang kisah siluman kepadamu sejak awal bertemu,"
Tawa Cio San menutupi rasa malunya karena ketahuan melongo menatap si nona.
Kaum perempuan di mana pun ingin dipuji.
Tetapi jika kau hanya mengatakannya cantik, hal itu akan sangat membosankan baginya.
Karena sudah pasti banyak orang yang mengatakan hal itu sebelum nya kepadanya.
Lelaki yang berpengalaman, tentu tahu cara mengatakannya secara tersirat.
Cio San adalah lelaki yang berpengalaman.
Jika kau sering disakiti perempuan, kau akan menjadi berpengalaman.205 Seumpama ada Cukat Tong di sini, tentu hal itu yang akan dikatakannya sambil tertawa.
"Besok aku ingin makan ikan panggang,"
Tahu- tahu si nona mengalihkan pembicaraan.
"Baik. Besok pagi-pagi aku akan memasakkan nya untukmu."
"Sekarang aku mau tidur."
Cio San paham, kini saatnya ia harus mengelesot di lantai.
*** Pagi-pagi, harum ikan panggang sudah semerbak memenuhi ruangan dalam goa.
Cio San menangkap beberapa ikan yang ada di dalam sungai yang melewati goa itu.
Si nona ada menyimpan banyak dedaunan dan tumbuh-tumbuhan yang biasa ia gunakan sebagai bumbu.
Meski masih tertatih-tatih, tubuh Cio San sudah cukup kuat untuk sekedar bergerak di dalam ruangan goa itu.
Cahaya matahari yang masuk ke dalam melalui celah-celah di langit-langit goa membuat seisi ruangan206 terang dan penuh semangat.
Ia memang mengawali pagi hari itu dengan penuh semangat.
Seseorang jika sudah menemukan tujuan hidup, mestinya ia akan penuh semangat.
Cio San telah memutuskan jika tubuhnya tidak pulih, ia akan selamanya menetep di dalam jurang itu.
Semua yang ia butuhkan ada di sini.
Bahan makanan, alam yang indah, tempat tinggal yang nyaman, bacaan yang menarik, ketenangan yang tak terusik.
Mungkin juga ia menemukan cinta.
Siapa pula yang dapat memahami perasaannya? Jika sepanjang hidupmu engkau selalu dikecewakan oleh cinta, sering orang mengira perasaanmu telah mati.
Mengira kau menjadi jera dan putus asa.
Tetapi sebenarnya cintamu semakin mendalam.
Perasaanmu semakin berkobar.
Ketika perasaan sudah mati, hati ternyata masih hidup.
Ketika cinta sudah mengering, rasa sayang ternyata mengalir semakin dalam.
Ketika manusia seolah kehilangan harapan, semangat justru berkobar semakin membara.207 Ia kini hampir lumpuh, kehilangan tenaga dalamnya, kehilangan ilmu silatnya, kehilangan seluruh kehidupannya di luar sana.
Tetapi ia kini memiliki hidup yang tenang.
Memiliki seorang kawan yang menemani di dalam suka, duka, dan kesunyian.
Apa guna nama yang harum, jika kau tidak dapat hidup dengan tenang? Cio San sudah memutuskan.
Ia ingin hidup tenang.
Itulah tujuan hidupnya.
"Wangi sekali! Hmmm, perutku jadi lapar,"
Si nona burik sudah bangun.
Ia bergegas menuju ke tempat di mana Cio San memasak.
Sebuah tempat kecil di pojok goa paling belakang, di mana terowongan sungai mengalir terus ke dalam.
Ada air terjun kecil yang berada di sana.
Asap yang dihasilkan dari masakan, tertangkap air dan terbawa masuk ke dalam terowongan kecil itu, tembus ke bawah tanah.
Membuat tempat tingal mereka di dalam goa terbebas dari asap yang mengganggu jika mereka menyalakan api anggun, atau sekedar memasak.
Tanpa ragu si nona burik sudah mencomot daging ikan yang masih hangat.
"Mmmmmm, enak sekali. Ternyata gelar tukang masak memang bukan sebuah nama kosong."208 Ia belum mandi, bahkan mencuci muka pun belum. Dengan santai dan cuek ia gegares sarapan pagi itu. Cio San tersenyum saja melihat kelakuan nona ini.
"Eh, kau tidak makan?"
"Aku masih belum lapar,"
Jawab Cio San.
"Ya sudah, kuhabiskan saja ikan ini. Nanti jika kau lapar, silahkan memasak lagi,"
Ia tertawa dengan polos. Tentu saja ia hanya menggoda Cio San.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa rencanamu hari ini?"
Tanya si nona.
"Aku mau melanjutkan membaca kitab-kitab yang ada di pojok sana."
"Setiap hari membaca, apa kau tidak bosan?"
"Kau sendiri mengurusi lebah dan kupu-kupu setiap hari. Apa kau tidak bosan?"
Cio San malah balas bertanya. Si nona merenung sebentar. Katanya.
"Bosan juga. Tapi apa mau dikata, kehidupan di sini jauh lebih tentram dan lebih aman."
Seumpama kau memiliki wajah secantik nona ini, tempat yang paling baik untuk menghabiskan hidup tentu saja adalah jurang ini.209 Karena di luar sana, tidak akan sedetik pun hidupmu tenang.
Memang bunga yang cantik, paling sering dipetik orang.
Tanaman yang buruk, berdiri di sampingnya saja orang sudah merasa malu.
"Eh, bagaimana jika kita berlatih silat bersama?"
Usul si nona tiba-tiba.
"Kau kan tahu aku masih belum bisa berlatih silat,"
"Halah, tidak usah sok manja. Kau bisa bergerak, bisa berjalan, bahkan bisa memasak pula. Berolah-raga sedikit kan malah lebih bagus. Supaya kau cepat sembuh."
Melihat Cio San masih ragu, si nona kemudian berkata.
"Katamu kau tidak bisa mengerahkan tenaga dalam. Nah, aku pun tidak bisa tenaga dalam. Berarti kita tidak perlu menggunakan tenaga dalam. Cukup berlatih gerakan-gerakannya saja. Bagaimana?"
"Usul yang bagus. Aku sendiri tak pernah terpikirkan."
Si nona terlihat senang saat Cio San memuji usulnya ini. Matanya bersinar cerah. Katanya.
"Baik, tunggu aku cuci tangan dan berganti pakaian yang ringkas."210
"Kau tidak mandi dulu?"
"Setiap hari mandi, apa kau tidak bosan?"
Katanya sambil berlalu. *** "Nah, kira-kira ilmu apa yang akan kita pelajari hari ini?"
Tanya si nona.
"Kau sempat mempelajari kitab yang mana?"
Nona itu memilih-milih buku di antara tumpukan kitab-kitab.
"Ini!"
Tunjuknya dengan riang.
"Jurus Pedang Hati Suci"
Cio San membuka kitab itu dan membaca sebentar.
"Wah, menurut penjelasan di bagian pembuka, ilmu ini lebih cocok dipelajari perempuan."
"Ya makanya ku pelajari. Kau pikir aku mampu mempelajari ilmu kasar menjagal sapi yang hanya bisa dikuasai kaum lelaki?"
Ejek si nona.
Cio San masih membuka-buka kitab itu sebentar.
Secara tidak sengaja, ia membaca keterangan di bagian paling belakang kitab itu,211 -Ilmu ini ternyata sangat unik.
Bukan hanya dipakai untuk menaklukan jurus pedang perguruan Coan Cin, tetapi apabila dipakai bersama dengan ilmu pedang perguruan itu, kedua ilmu ini malah saling menyempurnakan.
Ternyata meski nenek guru mengaku membenci pendiri perguruan Coan Cin, rasa cintanya yang dalam kepada pendiri perguruan itu merasuk ke dalam ilmu pedang Hati Suci ini.- "Wah menarik! Rasanya aku pernah sekilas melihat kitab pedang Coan Cing di antara,"
Kata Cio San sambil mencari-cari di tumpukan kitab.
"Aha. Ini dia!"
"Mengapa kau senang sekali?"
Tanya si nona.
"Menurut catatan di kitab Ilmu Pedang Hati Suci, jika ilmu itu dimainkan bersama dengan ilmu Pedang Coan Cin, maka hasilnya akan sangat hebat."
"Yuk kita coba!"
Dengan riang mereka berlatih ilmu silat.
Karena masing-masing tidak bisa menggunakan tenaga dalam, mereka hanya berlatih gerakan-gerakannya saja.
Kedua ilmu pedang ini jurus-jurusnya sangat indah dan saling mengisi.212 Sepanjang hari mereka begitu semangat berlatih.
Kadang dipenuhi canda dan tawa.
Cio San yang suka guyon, ternyata menemui lawan yang sepadan pada diri si nona.
Gayanya yang cuek dan dingin, namun seketika bisa terasa hangat dan mesra saat ia melontarkan candaan.
Tak terasa sore sudah menjelang.
Gerakan mereka berdua sudah saling mengisi, saling menyatu.
Padahal baru mempelajari beberapa jurus awal di kitab masing-masing.
Konon katanya apabila dua orang tinggal bersama-sama pada waktu yang cukup lama, maka detak jantung dan kerja tubuh mereka akan menjadi seirama.
Hal ini pula yang terjadi kepada mereka.
Waktu berlalu, dan dalam sebulan saja, mereka sudah menguasai seluruh gerakan dalam kitab yang mereka pelajari masing-masing.
Cio San lalu mengusulkan untuk saling menukar kitab.
Kini ia yang mempelajari kitab Pedang Hati Suci, dan si nona yang mempelajari Ilmu Pedang Coan Cin.
Berhubung kedua ilmu ini diciptakan oleh sepasang kekasih, maka inti dasar dan pemahaman ilmu ini sebenarnya sangat sama.
Tidak diperlukan waktu yang lama bagi keduanya untuk menghafal213 seluruh gerakan yang ada pada kitab masing-masing pula.
Dalam 3 bulan, ilmu hafalan mereka sudah sempurna.
Dalam 3 bulan, banyak tawa, keceriaan, canda dan bahagia.
Dalam 3 bulan, bukankah perasaan manusia dapat terguncang dengan indahnya? Meskipun sudah hampir setahun mereka hidup bersama di dalam sebuah tempat yang sepi, tidak sekalipun mereka melakukan hal yang tidak senonoh.
Walaupun setiap hari berlatih, tubuh mereka saling bersentuhan, pandangan mata saling bertatapan, aroma tubuh saling bertukar, tetapi masing-masing mampu menjaga diri.
"Kau apakah benar-benar sudah memutuskan untuk tetap tinggal di sini?"
Tanya Cio San pada suatu hari saat mereka beristirahat dari latihan.
"Aku masih belum bisa mempercayai dunia luar,"
Jawaban si nona sudah jelas. Melihat Cio San diam saja, si nona balas bertanya.
"Mengapa kau menanyakan ini?"214
"Hidup sekian lama di sini, dan hidup sekian lama di luar sana, aku bisa mengerti mengapa kau ingin tetap tinggal di sini,"
Ujar Cio San.
"Jika kau ingin pergi, aku tidak melarang. Jika kau ingin tinggal pun aku tidak melarang. Keputusan berada di tanganmu."
Cio San tidak membuka mulut. Bagaimana cara aku mengatakannya? "Apa yang mau kau katakan?"
Tanya si nona seolah telah mengerti isi hatinya.
Terasa kata-kata itu telah berada di ujung bibirnya.
Tapi ada sesuatu di hatinya yang menarik kata-kata itu kembali.
Sejak dahulu, untuk masalah cinta, ia adalah seorang peragu.
Ia mengumpulkan keberanian.
Sekarang, atau nanti terlambat dan menyesal.
"Aku suka padamu!"
Hanya 3 kata itu yang terucap. Tapi berapa banyak orang yang hidupnya menderita karena tidak mampu mengucapkan kata-kata itu? "Ya?"215
"Ya, aku suka padamu!"
Cio San menegaskan.
"Ya, lalu kenapa jika kau suka padaku?"
Si nona bertanya dengan dingin.
Untuk kali ini, Cio San tidak mampu menjawab pertanyaan itu.
Memangnya kenapa jika kau suka pada seseorang? Meskipun itu hal besar untukmu, kebanyakan hal ini hanya merupakan perkara sepele bagi orang yang kau sukai.
Seumur hidup Cio San belum pernah merasa terdesak dan terpojok seperti ini.
Dalam pertarungan manapun, ia pasti menemukan cara untuk mengatasi nya.
Tapi tidak kali ini.
Di hadapan perempuan yang disukainya, laki-laki dapat berubah menjadi tolol dan kikuk.
"Memangnya kau ingin aku pun suka padamu?"
Tanya si nona tiba-tiba.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ehm.., ti..tidak,"
Jawab Cio San terbata-bata. Si nona menunjukkan wajah masam.
"Jadi kau tidak mau kalau aku suka kepadamu?"
"Eh, maksudku.,"216
"Maksudmu iya atau tidak?"
Tanya si nona dengan gemas.
"Iya,"
Akhirnya.
"Lalu kenapa tadi kau jawab tidak?"
"A... a... aku malu,"
"Jadi hanya karena rasa malu, kau lebih memilih menyimpan semua perasaanmu?"
Bukankah semua orang pun seperti ini? Cio San sudah tidak bisa apa-apa lagi. Akhirnya ia memilih tertawa. Si nona kaget juga melihatnya.
"Kenapa kau tertawa?"
"Aku baru menyadari satu hal."
"Katakan."
"Perduli apa, kau suka atau tidak kepadaku, aku tidak perduli. Bagiku yang paling penting adalah aku suka padamu."
"Jadi menurutmu, perasaanku tidak penting?"
"Perasaan manusia hanya penting terhadap dirinya sendiri,"
Tukas Cio San.
"Jawaban yang bagus! Aku suka,"217
"Jadi kau suka?"
"Ya! Aku suka!"
"Terhadap jawabanku, atau terhadap aku?"
"Rahasia!"
Jawab si nona sambil tertawa.
Ia berdiri dan berlalu.
Begitu saja.
Perempuan yang berdiri dan berlalu di dalam hidup seorang lelaki memang bukan hanya ia seorang.
Setiap lelaki di dalam hidupnya pasti pernah bertemu dengan perempuan yang berdiri dan berlalu.
Begitu saja.
*** Di suatu malam, sinar bulan yang lembut masuk melintasi langit-langit goa.
Cahaya api unggun menerangi ruangan itu.
Saat itu musim gugur.
Udara sejuk dan menenangkan.
Tetapi ada perasaan sendu yang tiba bersama gugurnya dedaunan.
Musim gugur selalu membawa perasaan tersendiri.218 Cio San dan Si nona burik sedang menikmati hidangan makan malam.
"Katakan padaku,"
Kata si nona tiba-tiba.
"Apakah kau masih suka padaku?"
Cio San sudah hidup cukup lama dengan nona itu untuk memahami sifatnya yang penuh kejutan, dingin, dan tak mudah ditebak. Ia sudah tidak kaget lagi.
"Ya. Masih."
"Jika kita menikah, kau harus tetap tinggal di sini, menemaniku."
"Jika kita menikah, kau harus ikut keluar menemaniku,"
Tukas Cio San.
"Mengapa tahu-tahu kau yang membuat syarat?"
"Mengapa pula harus kau saja yang boleh membuat syarat?"
Tanya Cio San.
"Aku perempuan. Perempuan menentukan dengan siapa ia menikah."
"Kau keliru. Justru laki-laki yang menentukan dengan siapa ia menikah. Perempuan hanya bisa mengiyakan atau menolak."219 Si nona berpikir sebentar. Agaknya ia setuju dengan perkataan Cio San.
"Apa yang membuatmu ingin keluar? Bukankah banyak musuhmu? Bukankah di sini jauh lebih indah daripada di luar sana? Bukankah ketenanganlah yang kau cari?"
"Karena aku pernah berjanji pada seorang perempuan. Jika aku menyelesaikan tugasku, aku akan datang menjemputnya."
Si nona terbelalak. Katanya.
"Kau pernah berjanji kepada perempuan lain, dan kini berani melamarku?"
"Ya."
"Siapa dia?"
"Dia seorang pelacur."
"Mengapa kau berjanji kepada seorang pelacur?"
"Karena laki-laki yang berjanji kepada seorang pelacur, ada jutaan jumlahnya. Tapi tak ada seorang pun yang pernah datang kembali memenuhi janjinya itu."
"Kenapa kau harus memenuhi janjimu?"
"Karena aku Cio San."220
"Memangnya siapa Cio San?"
"Pada akhirnya kau akan mengerti siapa Cio San."
"Kapan?"
"Jika kau menghabiskan hidup dengannya."
Cahaya di mata nona itu semakin berbinar.
Karena yang dipandangnya kini bukan lagi seorang lelaki sakit-sakitan yang tidak dapat menentukan sikap.
Yang dipandangnya kini adalah laki-laki yang jujur dan memegang kata-katanya.
Siapa pun kau, meskipun kau kaisar, pejabat, hartawan, orang suci, orang terhormat, jika kau tidak dapat memegang kata-katamu, maka harga dirimu tiada artinya.
Si nona telah hidup cukup ama menjadi pelacur.
Ia telah mengalami hinaan, siksa, dan derita.
Ia pun mengerti, betapa sunyi dan sepinya kehidupan menjadi pelacur.
Meskipun bergelimang kesenangan, ruang hampa di hati seorang pelacur, hanya pelacur sajalah yang bisa memahaminya.
"Baik. Aku setuju menikah denganmu, asalkan kau memenuhi janjimu kepada pelacur itu!"221 Di dunia ini, kejadian aneh tapi nyata sering terjadi. Dalam hiduo Cio San, keanehan seperti ini bukanlah hal yang langka. Ada seorang perempuan cantik mau menikah denganmu asalkan kau menikahi perempuan lain, jika ini bukan hal aneh, entah apa kau menyebutnya. Tapi perempuan seperti si nona ini telah melalui berbagai kesedihan dan pergulatan hidup. Percobaan ini membuat batinnya mengerti dan mampu melihat hikmah di balik persoalan. Ia tahu, lelaki yang bisa diandalkan bukanlah lelaki yang tampan, kaya raya, atau yang berpangkat. Lelaki yang bisa diandalkan adalah lelaki yang memegang kata-katanya. Yang jujur sejak dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Karena semakin tampan seorang lelaki, semakin mudah ia menaklukan wanita. Semakin tinggi jabatannya, kemungkinan ia berbuat serong pun semakin besar. Semakin banyak uangnya, semakin banyak pula wanita yang ingin kenal dengannya. Tetapi lelaki yang memegang kata-katanya, jika sekali ia berjanji kepadamu, maka jika ia harus menempuh lautan api dan jurang pedang yang terjal pun ia akan menepati janjinya. Jika sekali ia berjanji222 untuk membahagiakanmu lahir dan batin, maka itulah yang akan dilakukannya meskipun kau memotong putus tangan dan kakinya. Ketika si nona menjadi pelacur, lelaki yang berjanji kepadanya mungkin tak dapat dihitung lagi. Mereka berjanji akan membawa ia keluar dari kenistaan itu. Berjanji untuk menikahinya dan memberikan kehidupan yang layak. Tetapi ketika mereka kembali, mereka kembali untuk pelayanan nya. Kembali untuk tubuhnya. Keluarga, jabatan, nama baik, dan kehormatan mereka tidak akan mereka gadaikan demi seorang pelacur. Jika bisa mendapatkan tubuhnya dengan harga yang murah, kenapa pula mereka harus menikahinya dan menghidupinya? Jika kau bisa beli daging asap, kau tidak perlu memelihara sapi. Rumus ini sangat sederhana. Kaum lelaki di seluruh dunia pun memahaminya. Karena itu si nona sangat menghargai perbuatan Cio San. Karena ia pernah menjadi pelacur. Ia pun pernah menunggu janji laki-laki yang tidak pernah datang.223 Cio San mengangguk dengan tegas. Katanya.
"Kau tak akan menyesal."
Si nona tersenyum.
"Aku tahu."
Lelaki yang memegang janji.
Perempuan yang percaya kepadanya.
Hanya itu rahasia bahagianya sebuah perkawinan.224 BAB 10 IMPIAN DI MUSIM SEMI Di atas Pusaka Giok Es, Cio San dan si nona mendirikan altar penghormatan.
Untuk keluarga dan untuk pendekar Yo Ko serta istrinya, Siauw Lionglie.
Di depan altar itu mereka mengucapkan janji menikah.
Cio San menuntun si nona berjalan ke hadapan altar.
Tidak ada permadani merah.
Tidak ada baju pengantin.
Yang ada hanya dua hati yang tulus saling menerima keadaan.
Mereka berlutut dengan khidmat di depan altar sebanyak 3 kali.
Cio San memegang tangan si nona di sampingnya.
Di hadapan altar itu, ia mengucap janji.
"Cayhe Cio San, bersumpah untuk menikahi nona ehm,."
Si nona tertawa.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ci Sian Lie"
"Cayhe Cio San, bersumpah untuk mengangkat Ci Sian Lie sebagai istri, menjaganya seumur hidup, melindunginya, menghidupinya, dan menemaninya225 dalam susah dan senang. Langit dan bumi menjadi saksi."
"Cayhe Ci Sian Lie, menerima Cio San sebagai suami, berbakti kepadanya seumur hidup, dan menemaninya dalam susah dan senang. Langit dan bumi menjadi saksi."
Cahaya matahari di musim gugur, seperti warna dedaunan, kuning kecoklatan.
Kicau burung di pagi hari menyambut sepasang kekasih yang baru melangsungkan pernikahan mereka.
Tidak ada suara musik, tidak ada suara petasan, tidak ada suara tamu memberi selamat.
Tidak ada saudara, handai taulan, atau sahabat.
Orang yang sudah ternama meliputi langit dan bumi, jika melakukan sesuatu terkadang penuh kesunyian dan ketenangan.
Mungkin ketenaran telah menghancurkan mereka.
Pujian dan nama besar pada akhirnya hanya sebuah kesemuan belaka.
Mungkin inilah penyebab Cio San memutuskan menikah di dasar jurang.
Yang tertinggal hanya cinta sejati.
Kini mereka berada di luar goa.
Di tempat di mana Ci Sian Lie memelihara lebah dan kupu-kupu.226
"Kini aku paham mengapa kau begitu suka lebah dan kupu-kupu,"
Tukas Cio San masih sambil menggenggam tangan istrinya. Sian Lie tertawa, jengeknya.
"Kau mau bilang bahwa sifat kedua makhluk ini sama denganku?"
Cio San tertawa karena tidak jadi menjawab. Jengek si nona.
"Aku tidak seperti lebah yang suka menyengat orang, aku juga tidak ingin seperti kupu-kupu yang hidup indah hanya sehari saja."
"Haha. Padahal barusan aku mau bilang, kau seperti ratu lebah yang cuma beranak sedangkan laki- lakinya yang disuruh pergi bekerja."
Sian Lie menabok lengan Cio San. Ia memasang wajah cemberut dan berkata.
"Belum satu hari menikah kau sudah menggoda istrimu sedemikan rupa. Bayangkan seumur hidup aku diperlakukan seperti ini."
Tawa Cio San.
"Seperti lebah, seumur hidup kau menjadi ratu. Apa yang harus kau sedihkan?"
"Memangnya kau akan menjadi raja?"227
"Tidak. Aku tetap menjadi lebah. Bekerja sepenuh hati untuk melayanimu. Jika ada orang yang mengganggumu aku akan menyengatnya."
Sian Lie berpikir sebentar, ia lalu mengganguk.
"Baiklah. Jika kau sudah berjanji, aku percaya."
"Tapi kau harus berjanji satu hal kepadaku,"
Kata Cio San.
"Katakan."
"Apapun yang terjadi, kau tidak boleh meninggalkan aku."
"Aku tadi sudah mengucapkannya di depan altar."
"Aku ingin mendengarnya sekali lagi,"
Ia menggenggam tangan istrinya dengan penuh harapan. Karena ia tahu, janji seperti ini amat ringat diucapkan, tetapi pelaksanaannya amat sangat sulit. Begitu banyak kehidupan manusia hancur karena tak dapat memegang janji ini.
"Baik. Aku berjanji, apapun yang terjadi, aku tak akan meninggalkanmu,"
Sian Lie menatap mata Cio San dalam-dalam.
Ia mengerti suaminya itu sangat menghargai janji itu begitu tinggi.228 Cinta dapat pudar seiring dengan waktu.
Sepasang kekasih dapat berubah menjadi musuh bebuyutan.
Karena perasaan manusia selalu terombang-ambing.
Satu-satunya hal yang dapat mempertahankan hubungan ini adalah jika keduanya menepati janji.
Menepati janji bukanlah hal yang sederhana.
Sebaliknya, ia sangat sukar.
Ada berapa manusia yang benar-benar bisa dipegang janjinya? Jika kau mau memperhatikan dirimu sendiri, kau akan menemukan bahwa setiap hari, kau telah menyalahi janji yang kau ucapkan sendiri.
Lalu jika janji kecil saja tidak dapat kau pertahankan, maka apakah kau pikir kau dapat mempertahankan janjimu yang besar? Cio San mengecup bibir Sian Lie.
Ciuman pertama.
Ciuman pertama selalu penuh keajaiban.
Karena dalam ciuman itu, seluruh jiwamu telah kau serahkan kepadanya.
Ciuman pertama jauh lebih berharga dari apapun di dalam kehidupan cinta sepasang kekasih.229 Apabila kau pernah bertemu dengan pelacur, kau akan tahu bahwa seorang pelacur rela menjual seluruh tubuhnya, tetapi ia sangat jarang memberikan bibirnya untuk dicium orang.
Karena ciuman sesungguhnya jauh lebih dalam, jauh lebih tulus, jauh lebih indah dari kenikmatan semu.
Ia hanya akan memberikannya kepada orang yang benar-benar ia cintai.
Kau dapat membaca isi hati seseorang dari ciumannya.
Kau dapat mengetahui bahwa ia masih menyayangimu, atau ia telah menemukan seorang yang lain.
Sian Lie balas mencium suaminya.
Jiwanya telah terbawa pergi, seluruh hidupnya kini milik suaminya seorang.
Segala kepedihan, segala kehinaan, segala penderitaannya telah terhempas pergi bagai dedaunan kering yang tertiup angin musim semi.
Ia menutup matanya.
Membiarkan kecupan ini menghantarkannya ke dalam dunia impian.
Impian di musim semi.
Meskipun saat itu merupakan musim gugur, kenangan dan impian tentang musim semi tetap hadir di hati dan harapan manusia.
Harapan adalah keinginan.
Apakah keinginan perempuan?230 Keinginannya hanyalah ada seorang lelaki baik- baik yang menggenggam tangannya di kala berjalan.
Melindunginya di kala hujan dan panas terik.
Memberinya makanan yang ia suka, dan mencintainya setulus hati.
Lelaki yang memiliki tekad untuk bekerja keras membahagiakannya.
Yang tersenyum saat kekasihnya membuat kebodohan.
Yang membelainya saat kekasihnya tidak enak hati.
Yang memperhatikan pita kecil di rambutnya.
Yang menyukai pilihan warna bajunya.
Yang berusaha keras menelan sup buatannya yang keasinan.
Yang menenangkannya di kala ia marah.
Memeluknya di kala ia bersedih.
Lelaki yang rela menjadi bahan omelannya saat segala hal berlangsung tidak sesuai harapan.
Yang berpura-pura kesakitan saat ia menaboknya.
Yang bangun lebih pagi darinya.
Yang mengecup keningnya saat ia masih setengah tertidur.
Yang masakannya jauh lebih enak, tetapi lebih suka makan masakan istrinya, karena ia menghargai jerih payah istrinya.
Apa keinginan lelaki? Keinginannya hanyalah bahwa perempuan itu menghormatinya sebagai suami.
Itu saja.
Mengapa keinginan wanita begitu banyak, sedangkan keinginan lelaki begitu sedikit? Itulah yang231 namanya keadilan langit.
Karena langit tahu bahwa perempuan diciptakan untuk menerima.
Ia dapat menerima kebahagian, dapat pula menerima penderitaan.
Ia dapat menerima keagungan, dapat pula menerima kenistaan.
Perempuan yang sudah melupakan kodratnya ini, akan memiliki kehidupan yang menyedihkan.
Karena di sepanjang hidupnya, ia akan mengejar sesuatu yang ia sendiri tak mengerti.
Yang tak akan memuaskan dirinya.
Malahan seperti meminum air laut, semakin diminum semakin haus pula dirinya.
Karena kodrat wanita adalah menerima dengan tulus.
Apapun yang diberikan kepadanya, ia mampu berterima kasih.
Jika ia menerima kesenangan ia bersyukur, jika ia menerima penderitaan ia bersabar.
Hanya dengan cara inilah ia mampu bertahan dalam janji setianya kepada suaminya.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena langit telah memberikan kemampuan yang amat besar untuk menerima keadaan.
Dan kodrat lelaki adalah memberi.
Memberikan yang terbaik, sesuai dengan kemampuannya berdasar kan kerja kerasnya.
Berdasarkan ketulusan dan rasa tanggung jawab.
Menyayanginya dengan penuh kelembutan dan mencurahkan cinta tanpa batas.232 Sepasang suami istri ini belum melepaskan ciuman pertama mereka.
Karena ciuman pertama begitu indah.
Begitu dalam.
Begitu tulus.
Langit cerah, tak ada mendung.
Hanya awan putih berarak yang memberi keteduhan.
Pepohonan hijan dan taman bunga yang indah.
Sungai yang mengalir jernih dengan kesegarannya.
Seolah langit dan bumi mengiringi ciuman pertama mereka.
Ikut menyanyikan lagu bahagia.
Nanti di akhir hayat mereka, tentulah yang akan mereka ingat adalah ciuman pertama ini.
*** Musim dingin telah lewat.
Cio San dan Sian Lie menikmati pemandangan di luar goa.
Salju telah mencair seluruhnya.
Kuncup-kuncup tanaman telah kembali tumbuh.
Hewan-hewan liar kembali berkeliaran di tempat itu.
Ia duduk memeluk istrinya dari belakang, di atas sebuah batu besar.
Memainkan rambut istrinya yang wangi beraroma kembang plum.233
"Ada sebuah pertanyaan yang sejak dulu ingin kuajukan, tapi aku takut kau tersinggung,"
Tukas Sian Lie.
"Kalau begitu tidak usah kau tanyakan saja. Jika aku tersinggung, aku tidak mau duduk dekat-dekatmu lagi,"
Senyum Cio San. Sian Lie pun ikut tertawa. Katanya.
"Hidup sekian lama denganmu, belum pernah sekalipun ku lihat kau bermuka masam kepadaku. Untuk kali ini, aku harus berani mengambil resiko."
"Tanyakanlah."
"Apa kau tidak takut dunia luar mengetahui bahwa 2 orang istrimu adalah bekas pelacur?"
Ia mengatakan 2 orang, karena ia menghitung Lang-Lang pula.
"Mengapa aku harus perduli kata orang lain?"
"Aku tahu kau tidak perduli. Tapi aku perduli. Aku tidak mau ada orang lain menyakiti hatimu karena aku."
"Dalam pandanganku, pelacur justru lebih terhormat daripada sementara perempuan."
"Bagaimana mungkin?"234
"Karena pelacur lebih jujur. Ada uang, ada cinta. Itu sudah mereka katakan sejak awal. Jika kau tidak punya uang, jangan harap pelacur akan melayanimu. Tapi coba kau bandingkan dengan sebagaian perempuan. Ada dari mereka yang berjanji sehidup semati. Berjanji akan setia dalam susah dan senang. Tetapi jika uang bulanannya kurang sedikit, ia sudah berani memaki suaminya. Mengatainya tidak berguna. Bersikap kasar kepadanya. Mereka sendiri pun juga mengejar uang. Tak ada uang, tak ada cinta. Tetapi mereka menutupinya dengan janji setia sehidup- semati. Menurutmu, mana yang lebih berharga?"
Tentu saja Sian Lie tidak perlu menjawab.
"Ada satu hal juga yang kutemukan darimu,"
Kata Sian Lie kemudian.
"Apa itu?"
"Kau sangat mengagungkan kesetiaan."
Seseorang yang mengagungkan kesetiaan, tentu pernah mengalami pengkhianatan.
Ia pernah merasakan kepedihan dan penderitaan yang begitu besar karena pengkhianatan itu.
Karena itu berjanji kepada dirinya sendiri, seumur hidup tidak akan mengkhianati orang lain.
Seumur hidup pun tidak akan membiarkan diri dikhianati orang.235 Karena itulah orang-orang seperti ini sangat sulit untuk percaya kepada orang lain.
Mereka pun lebih suka hidup sendirian.
Lebih baik mereka hidup kesepian, daripada merasakan kembali pengkhianatan orang lain kepadanya.
Apa salahnya? Bukankah setiap orang memiliki hak untuk menjalani hidup sesuai kata hatinya? Bukankah kesepian jauh lebih baik daripada ditinggal pergi? Cio San tersenyum.
Tentu saja ia tidak perlu menjawab pula.
Masing-masing Cio San dan Sian Lie menemukan bahwa dalam berbagai hal, mereka tidak perlu saling menjawab dan saling menjelaskan.
Karena seolah masing-masing sudah memahami isi hati yang lain.
Meskipun udara masih dingin, kehangatan telah menyebar di sana.
Di atas batu, cinta berpadu.
Dua orang manusia yang saling cinta, siapa pula yang dapat memisahkan mereka? ***236 Hampir 2 tahun Cio San tinggal di dasar jurang bersama istrinya.
Pengetahuan ilmu silatnya semakin meningkat, tetapi ia masih belum menemukan cara untuk mengembalikan lagi tenaga dalamnya yang semula.
Terkadang ia bisa mengerahkannya, tapi begitu mencapai puncak, segera ia merasa dadanya seolah akan meledak, dan kepalanya seperti akan pecah.
Apabila merasa seperti itu, ia segera menghentikan pengerahan tenaganya dan segera bersemedhi mengatur nafas.
Sian Lie sendiri sudah mulai menguasai beberapa ilmu silat.
Seperti Ilmu Hati Suci, Pedang Hati Suci, Tapak Kecantikan, Ilmu mengendalikan lebah, serta Tapak Kiri Kanan.
Ia pun sudah mulai berlatih tenaga dalam dan pernafasan.
Sayangnya karena ia mempelajari ilmu kungfu secara terbalik, maka perkembangannya agak terhambat.
Sian Lie mempelajari jurus dulu baru mempelajari pengerahan tenaga dalamnya, sehingga di beberapa bagian pengaliran tenaga dan jurus ia mengalami kesulitan.
Seharusnya seseorang belajar dasar pernafasan tenaga dalam dulu, baru mempelajari gerakan silatnya.
Untunglah berkat petunjuk Cio San, ia sedikit demi sedikit mampu mengatasi kesulitannya.237 Sian Lie sendiri juga tidak suka belajar dari buku karena ia tidak begitu suka membaca, ia lebih suka Cio San menjelaskan kepadanya.
Hal ini malah semakin menguntungkan bagi Cio San, karena saat menjelaskan, ia harus lebih membaca kitab-kitab itu dengan seksama dan terperinci agar mampu menjelaskannya kepada istrinya.
Hasilnya justru pemahamannya bertambah dalam.
Setiap hari Cio San juga melatih gerakan- gerakan ilmu silatnya.
Tapak Ular Derik, Thay Kek Koen, 18 Tapak Naga, Jurus pedang pemberian Pendekar Pedang Kelana, Jurus Tongkat Pemukul Anjing, serta beberapa ilmu lain yang ia ciptakan sendiri secara tidak sengaja saat menghadapi musuh- musuhnya.
Meskipun ia tidak dapat mengerahkan tenaga dalamnya, setidaknya gerakan-gerakannya menjadi jauh lebih hebat berkat latihan keras dan petunjuk dari tulisan-tulisan Yo Ko dan Siauw Lionglie.
Terkadang istrinya turut pula berlatih bersama meskipun ia tidak terlalu suka mempelajari ilmu silat.
Apalagi kungfu milik Cio San terlalu tinggi baginya.
Ia lebih suka melatih ilmu-ilmu milik Siauw Lionglie yang baginya lebih cocok bagi perempuan.
Walau begitu, ia sangat menikmati waktu-waktu menemani suaminya berlatih.238 Kini Cio San sudah dapat memainkan ilmu-ilmu ini dengan sempurna.
Ia pun dapat menggabungkan dan merangkum seluruh jurus yang ia kuasai menjadi hanya beberapa jurus utama saja.
Gerakannya sangat hebat dan sukar dibayangkan.
Sayangnya ia tidak bisa mengalirkan tenaga dalam untuk mengisi gerakan- gerakan itu dengan kekuatan dahsyat.
Namun, setidaknya masih ada dua hal yang menguntungkan baginya.
Pertama, adalah ginkangnya.
Cio San masih menggunakan ginkangnya.
Meskipun tidak bisa secepat dulu, setidaknya ginkangnya masih sangat berguna.
Yang kedua adalah tenaga luar.
Cio San masih bisa menggunakan tenaga luar.
Ilmu silat yang menggunakan tenaga luar adalah 18 Tapak Naga, sayangnya Cio San hanya menguasai beberapa jurus.
Itu pun tidak belajar langsung dari aslinya melainkan hanya menangkap inti sarinya saja.
Sisi buruknya dari hal ini adalah, kekuatannya cepat habis apabila digunakan.
Karena tenaga luar merupakan tenaga yang dihasilkan dari latihan dan tempaan berat pada tubuh manusia.
Sedangkan tenaga dalam lahir dari pernafasan dan semedhi.
Dikarenakan Cio San sangat jarang menempa tubuhnya, maka tenaga luarnya sangat cepat habis jika digunakan.
Dahulu ia lebih suka melatih tenaga dalam239 dan pernafasan, kini ia merasa sedikit menyesal terlalu mengandalkan tenaga dalam.
Dalam ilmu silat, sebenarnya tenaga luar juga sangat terpengaruh dengan tenaga dalam.
Karena orang yang memiliki tenaga dalam yang besar, pastinya akan memiliki tenaga luar yang besar pula.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi orang yang punya tenaga luar yang besar, belum tentu memiliki tenaga dalam yang besar pula.
Sebab itulah kini Cio San memutuskan untuk melatih tenaga luarnya.
Karena harapannya kini hanya pada tenaga luar.
Sayangnya juga, kitab-kitab dan tulisan di tembok goa ini sangat sedikit membahas tenaga luar.
Cio San harus memutar otak dan memecahkan rahasia agar mampu melatih tenaga luar ini.
Gwa Kang34 adalah kekuatan yang dipandang sebelah mata dalam ilmu silat Tionggoan.
Karena dayanya terbatas dan melatihnya pun membuang waktu.
Tetapi pola pikir ini terlahir dari perkembangan dunia persilatan yang saat itu begitu menekankan diri pada Lwee Kang35.
Karena dengan Lwee Kang, cukup berlatih pernafasan dan semedhi maka tenaga akan 34 Tenaga Luar 35 Tenaga Dalam240 meningkat sangat pesat, asal caranya benar.
Sedangkan untuk Gwa Kang, berlatih bertahun-tahun pun belum tentu dapat memecahkan batu.
Kelebihan lain Lwee Kang adalah, semakin tinggi Lwee Kang-nya, semakin tinggi pula Gwa Kang-nya.
Kebalikannya, ketinggian Gwa Kang tidak berpengaruh kepada Lwee Kang.
Padahal ketika menciptakan ilmu kungfu di jaman dulu, bhiksu Tat Mo36 menciptakan Gwa Kang lebih dulu.
Selain berguna untuk melindungi diri saat menyebarkan agama, latihan Gwa Kang memberi kesehatan dan kebugaran bagi para penggunanya.
Berpuluh tahun kemudian barulah Bhiksu Tat Mo memasukkan Lwee Kang dalam ilmu kungfunya secara perlahan.
Tetapi berhubung para Bhiksu sudah terlanjur mengembangkan ilmu kungfu mereka berdasarkan Gwa Kang, perkembangan ilmu para Bhiksu ini akhirnya lebih menekankan kepada Gwa Kang.
Ketika kemudian para bhiksu mendirikan kuil Siau Lim37 pertama kali, ilmu-ilmu silat berdasarkan Gwa Kang sudah sangat pesat.
Karena para bhiksunya setiap hari berlath menempa diri sampai pada titik 36 Bodhidharma 37 Shaolin241 puncak tubuh manusia.
Saat berkelana di dunia persilatan, ilmu Gwa Kang mereka mampu bersaing dengan ilmu perguruan lain yang baru mengembang kan Lwee Kang.
Secara sejarahnya, Lwee Kang sendiri pun berasal dari negeri India, sama seperti dasar ilmu kungfu yang juga berasal dari India.
Orang pertama yang menggabungkan Gwa Kang dan Lwee Kang adalah bhiksu Tat Mo sendiri.
Tetapi ia baru melakukannya di masa-masa akhir hidupnya.
Ketika ia meninggal, banyak sekali dari pemahamannya dan ilmu ciptaannya yang tidak sempat diturunkan dengan sempurna.
Entah karena murid-muridnya belum terlalu paham, atau karena memang tidak sempat ia turunkan karena tutup usia.
Akhirnya ketika ilmu kungfu berkembang di Tionggoan, banyak sekali aliran Lwee Kang yang dicampurkan karena tidak ada dasar yang pasti untuk landasan Lwee Kangnya.
Orang menggabungkan Lwee Kang dengan caranya dan pengetahuannya sendiri- sendiri.
Tetapi justru karena itulah ilmu kungfu berkembang dengan pesat.242 Manusia mempunyai kemampuan menghasilkan hal- hal yang mengagumkan dalam keadaan apapun.
Inilah pula yang terjadi dengan Cio San.
Kini di saat ia tidak mampu mengerahkan Lwee Kang, ia malah memusatkan diri untuk memperdalam tenaga dalam.
Latihannya ini semakin memperkuat tubuhnya dan memberikannya tenaga luar yang sangat hebat.
Kini tubuhnya menjadi lebih besar, lebih berotot, lebih sehat karena setiap hari ia berlatih mengangkat beban, lari, berenang, dan segala macam tempaan tubuh lainnya.
Melihat bentuk tubuh Cio San yang kekar tegap dan gagah, mau tidak mau Sian Lie berkata.
"Melihat kau seperti ini, aku semakin memaksamu untuk tetap tinggal di tempat ini."
"Kenapa?"
"Karena perempuan-perempuan yang melihatmu akan langsung kelepek-klepek jatuh cinta. Aku tidak mau bersaing dengan mereka."
Cio San hanya tersenyum. Sian Lie melanjutkan.
"Kau seharusnya berhenti berlatih. Jika kau semakin tampan, aku kan semakin bingung."243 Jawab Cio San.
"Aku seperti ini bukan karena berlatih."
"Tapi karena?"
"Karena kau mengurusku dan melayaniku."
Sian Lie tersenyum senang, tapi ia menjengek.
"Selain tampan, suamiku juga pintar merayu orang. Entah jika istrinya tidak ada, siapa pula yang akan dirayunya."
"Jika si istri merasa takut suaminya merayu orang, suaminya sendiri malah lebih takut lagi jika istrinya dirayu orang. Oleh karena itu si suami tidak berani merayu orang."
Sian Lie tertawa senang. Katanya.
"Kau takut aku dibawa kabur orang lain?"
Cio San mengangguk sungguh-sungguh. Sian Lie memegang tangan suaminya. Katanya dengan lembut.
"Aku sudah berjanji kepadamu."
Cio San tersenyum bahagia.
Tetapi di dasar hatinya ia tahu, wanita yang pernah berjanji namun kemudian pergi, jumlahnya amat sangat banyak.244 Betapa hidup manusia tidak pernah dapat ia tentukan sendiri.
*** Malam telah menjelang.
Cio San baru selesai menyelesaikan latihannya di dalam goa.
Ia juga sudah selesai menyiapkan makam malam untuk istrinya.
Biasanya setiap petang istrinya sudah pulang dari kebiasaannya merawat lebah dan kupu-kupu.Tahu- tahu hatinya merasa tidak enak karena tidak biasanya istrinya belum pulang segelap ini.
Segera ia meloncat ke dalam sungai dan menyusuri jalan rahasia keluar dari goa itu.
"Sayangku, kau di mana?"
Berkali-kali Cio San mengucapkan ini, bahkan semakin lama ia semakin berteriak.
Sebuah cahaya kecil di kejauhan.
Cio San mendekatinya.
Lilin menyala masih panjang.
Ada surat kecil yang diletakkan di dekatnya.
Kertas yang masih baru dan wangi.
Ada batu kecil yang menindis surat itu agar tidak tertiup angin.245
"Meminjam sebentar istri yang cantik. Datanglah ke kota Siang Yan pada tanggal 23 bulan depan."
Seketika lemas tubuh Cio San.
Ia baru saja bahagia.
Baru saja menikmati kehidupan yang tenang.
Kini masalah kembali mencarinya.
Hidup manusia, bukankah seperti impian di musim semi? Impian itu indah.
Namun harus berakhir.
Karena musim semi juga ada batasnya.
Musim gugur segera tiba.
Musim dingin yang menusuk tulang pun tak lama lagi akan datang.
-- AKHIR BABAK PERTAMA --246 EPISODE 3.
BABAK KEDUA Puluhan tahun yang lalu.
Bwee Hua melayang turun.
Kejadian besar di Himalaya baru beberapa hari yang lalu terjadi.
Sebuah kejadian yang tak diduga-duga, bahwa sang pemetik bunga berjulukan Si Jubah Merah Li Hiang, ternyata merupakan adik dari pendekar besar Suma Tian.
Bahwa ilmu Tapak Buddha yang selama ini dikatakan telah hilang, muncul kembali melalui Hong Tang- thaysu yang namanya tidak pernah menjulang di kalangan bhiksu Siau Lim Pay38.
Jubahnya melambai-lambai indah tertiup angin.
Wangi tubuhnya yang lembut terbawa angin dingin.
Di sebuah lembah yang sunyi, sinar matahari sore bersinar dengan indah.
Meninggalkan jejak kemerah- merahan di ujung langit.
Bunga-bunga bersemi dengan cantiknya.
Meski bunga-bunga dan langit terlihat begitu indah, namun siapakah yang sanggup mengalahkan kecantikan Bwee Hua? 38 Shaolin247 Anggrek tengah malam.
Bunga yang menjadi incaran kaum persilatan ini telah ia kuasai sepenuhnya.
Bahkan satu kebun penuh.
Ditatapnya bunga-bunga itu dengan senyum puas.
*** Malam gelap.
Tiada setitik bintang pun di angkasa.
Bwee Hua baru saja bersemedhi selama lebih dari 12 jam.
Ada ilmu baru yang ingin dikuasainya.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Konon katanya, ilmu ini bisa membuat seseorang hidup abadi.
Cantik selamanya.
Muda tanpa pernah tua.
Ilmu rahasia yang ia temukan dalam perjalanannya menguasai dunia persilatan.
Ilmu yang baru bisa sempurna jika ia memiliki anggrek tengah malam.
Saat ia keluar dari kamar semedhinya, muridnya sudah menunggu di depan kamar dengan penuh khidmat.
Murid kesayangannya yang selalu ia percaya untuk menjalankan tugas-tugas penting.
Murid yang mewarisi sebagian ilmu-imunya.
"Sim Lan, kau sudah datang?"248 Sim Lan bersoja kepada gurunya. Jawabnya.
"Sudah subo39."
"Bagaimana lukamu? Aku memukulmu terlalu keras?"
Tanya Bwee Hua sambil tertawa kecil seolah anak-anak yang menertawakan kenakalannya sendiri.
"Sudah sembuh, subo. Berkat ramuan yang biasa teecu40 bawa dari subo, tulang rusuk teecu sudah menyambung. Dalam beberapa hari akan pulih seluruhnya."
"Bagus. Aku punya tugas untukmu."
"Teece mendengarkan,"
Sambil berkata begitu Sim Lan menjatuhkan diri berlutut dan menjura.
"Beberapa tahun yang lalu, mungkin saat kau sendiri belum lahir, tersebutlah sebuah keluarga yang sangat kaya. Kekayaan mereka begitu terkenal sampai-sampai mereka mampu mengikat persahabatan dengan kaisar. Nama keluarga itu adalah Liok."
"Suatu malam sekitar 15 tahun yang lalu, malapetaka menimpa keluarga Liok. Ceng41 mereka 39 Guru wanita, Ibu guru. 40 Saya, Murid 41 Kompleks rumah keluarga249 diserbu orang. Semua penghuninya mati. Ceng itu terbakar dan ludes, rata dengan tanah. Tidak ada satu pun yang selamat. Seluruhnya ada 247 orang penghuni Ceng itu mati menggenaskan terbakar gosong. Hanya 2 orang yang tidak ditemukan. Yaitu satu pembantu laki-laki yang bernama A Pan, dan bayi laki-laki keluarga itu yang bernama, Liok Nan Hui. Usia 5 tahun."
Sim Lan mendengarkan penjelasan gurunya dengan seksama.
"Menurut penuturan para saksi, sejak sore sebelum kejadian, Liok-cengcu (majikan) menerima beberapa tamu. Antara lain Bouw Sim, pejabat daerah itu. Lalu ada Kwee Guan Lok, tokoh jagoan di kota itu, serta kakak angkat Liok-cengcu sendiri yang bernama Kongsun Jiu."
"Kongsun Jiu? Apakah beliau yang berjulukan Bu Tek Sin To42 ? Yang mati saat kejadian, ah teecu pernah mendengar."
"Benar. Dialah Kongsun Jiu. Yang mati menjadi korban pembantaian di rumah keluarga Liok."
Sim Lan mengangguk-angguk. 42 Golok Sakti Tanpa Tanding250
"Menurut catatan, 247 bangkai ditemukan semua dalam keadaan gosong. Mereka hanya bisa dikenali dari perhiasan yang mereka pakai.Liok-cengcu tentu bisa dikenali dari perhiasan dan yang ia pakai, begitu juga istrinya, dan anak-anaknya. Kongsun Jiu pun hanya bisa dikenali melalui beberapa perhiasan serta Golok Emasnya yang tetap berada di dalam genggamannya meskipun ia hampir menjadi abu gosok,"
Kisah Bwee Hua. Sim Lan mendengarkan sambil membuat gambaran-gambaran di dalam pikirannya. Ia sudah mulai menduga-duga apa yang terjadi.
"Ada banyak saksi yang melihat seorang laki-laki berbaju pelayan yang membawa lari seorang bayi. Diduga laki-laki itu adalah A Pan, dan bayi itu adalah si kecil Liok Nan Hui."
"Apa penyebab pembantaian itu, siapa pelakunya, dan kemana 2 orang yang selamat itu menyembunyikan diri, tidak seorang pun yang bisa menjawabnya. Bahkan ketika kaisar membentuk satuan khusus untuk menyelidiki rahasia ini pun, sampai sekarang belum berhasil."
"Tugasmu sekarang, adalah menyelidiki rahasia ini dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi."251 Sim Lan tidak mungkin bertanya mengapa gurunya memerintahkan ia menjalankan tugas ini. Ia hanya boleh menjawab.
"Teecu siap melaksanakan perintah suhu."
"Satu petunjuk yang ku berikan, adalah kau dapat memulai dengan menyelidiki seorang pendekar tua bernama Tok-Hong siansing, dan muridnya yang bernama Cukat Tong."
"Baik subo."
"Apa kau ada pertanyaan?"
Tanya Bwee Hua.
"Apakah Cukat Tong sekarang berumur sekitar 20 tahunan?"
"Betul sekali. Kau cerdas. Sudah bisa mengerti maksudku."
"Baik, subo. Teecu segera berangkat."
"Lakukan apa saja yang kira-kira kau rasa perlu. Segala keperluan, dan petunjuk yang kau butuhkan akan kau temukan sepanjang perjalanan. Berangkat lah.
"
"Siap, laksanakan perintah!"252 BAB 11 MALAM JAHANAM Sepuluh tahun sebelumnya. Kota Pek Hong memang seperti namanya, angin putih. Selain memang memiliki angin yang cukup kencang, kota yang berada di pesisir pantai ini memiliki pasir yang sangat putih. Banyak tebing-tebing putih tinggi menjulang di atas laut. Keluarga Liok memiliki Ceng besar yang berada di sebuah tebing di pinggir laut. Ceng ini terlihat hampir dari sudut manapun dari kota Pek Hong. Apalagi jika dilihat dari laut, rumah milik keluarga Liok ini bagaikan istana kaisar yang luas dan megah. Ceng ini terdiri dari sebuah bangunan induk yang megah di mana anggota utama keluarga Liok tinggal, dan beberapa bangunan lain di mana para pelayan dan pekerja tinggal. Keluarga Liok terkenal sangat ramah dan gemar membantu orang lain. Bahkan kota Pek Hong sendiri bisa menjadi begitu hidup perdagangannya dikarenakan usaha dagang253 keluarga Liok yang sangat maju. Sudah 4 turunan keluarga Liok yang tinggal di kota ini. Liok Bun Sing adalah kepala keluarga Liok saat ini. Usianya 53 tahun. Memiliki 3 istri, serta 12 anak. Sore ini Liok Bun Sing sedang menerima tamu di paviliun timur rumahnya. Paviliun ini berhadapan langsung dengan laut timur yang indah. Bouw Sim, pejabat daerah itu. Kwee Guan Lok, sahabat lamanya, serta kakak angkatnya sendiri, Kongsun Jiu, yang baru saja datang mengunjunginya.
"Ah, memang tiada yang paling nikmat selain menikmati arak yang hangat sambil menikmati suasana sore hari yang cerah,"
Tukas Bouw Sim. Kwee Guan Lok yang tinggi besar dengan janggut lebat menimpali.
"Apalagi jika ditemani sahabat-sahabat baik."
Mereka semua saling bersulang dan menenggak arak masing-masing.
"Kakak, bagaimana tentang petualanganmu yang terakhir ini? Ku dengar kau menumpus para perampok di hutan kaki gunung Hoa San?"
Tanya Liok Bu Sing kepada kakak angkatnya, Kongsun Jiu.254 Kongsun Jiu hanya tertawa. Selamanya ia malu menceritakan kisah kehebatan dirinya sendiri. Ia cuma berujar.
"Syukurlah aku masih bisa pulang dengan selamat, adikku."
"Jika Bu Tek Sin To (Golok Sakti Tanpa Tanding) pulang dengan selamat, musuhnya tentu mati berkalang tanah,"
Tandas Liok Bu Sing dengan bangga.
Ketiga orang itu bersulang kepada Kongsun Jiu yang tersipu malu.
Ia memang seorang pendekar yang rendah hati.
Usianya tepaut 2 tahun dengan adik angkatnya itu.
Nama besarnya terdengar di seluruh pelosok dunia.
Orangnya sendiri pemalu, dan tidak suka mengagulkan diri sendiri.
Sudah hampir 10 tahun ia mengikat saudara dengan Liok Bu Sing.
"Kakak, memang semua sudah berlalu cukup lama, namun kejadian dulu saat kau menyelamatkan aku dari perampokan, adalah sebuah kejadian yang tak akan ku lupa selamanya. Berkat kejadian itulah kita mengangkat saudara. Untuk itu, sekali lagi aku berterima kasih."
"Adikku, itu kejadian yang sudah lampau. Bukankah tidak perlu diungkit kembali? Yang penting kita semua sudah selamat. Sehat tanpa kurang suatu apa. Bisa duduk berkumpul di sini sambil meminum255 arak, bukankah adalah sebuah nikmat yang pantas kita syukuri bersama?"
Semua bersulang kembali.
"Ucapan yang baik sekali. Memang ku akui, jika kau datang berkunjung ke mari. Hatiku sangat senang. Sangat bahagia. Tidur pun jauh lebih nyenyak, karena aku tahu ada kau yang ikut tidur di sini. Ada Bu Tek Sin To di sini, langit runtuh pun aku akan tetap tidur dengan nyenyak."
"Ah, aku kan hampir selalu rutin mengunjungimu, adikku. Dalam 6 bulan ini, sudah lebih dari 3 kali aku kemari."
"Aku tidak sabar supaya Nan Hui cepat besar. Agar ia bisa belajar ilmu golokmu yang hebat, kakak! Bahkan masih kecil saja, kegagahannya sudah mirip denganmu!"
"Yah. Sekarang ia berumur 5 tahun bukan? Tunggu 2 tahun lagi ia sudah bisa memegang golok. Anak itu punya tulang yang bagus sekali, adikku. Dia punya bakat besar dalam ilmu silat!"
Mereka bersulang kembali.256 *** Hari sudah gelap.
Dua orang tamu meminta diri untuk pulang.
Kongsun Jiu tentu menginap di rumah itu.
Biasanya jika ia mampir ke sana, ia memang selalu menginap selama beberapa hari.
Setelah menyantap makan malam dan mengobrol sebentar membahas perkembangan kehidupan, kedua orang saudara angkat itu berpisah untuk beristirahat.
Liok Bu Sing masuk ke kamarnya, istri mudanya yang paling cantik sudah menunggu di sana.
"Eh, kau langsung tidur?"
Tanya istrinya itu.
"Iya. Mengantuk sekali. Mungkin capek tadi siang mengurus pekerjaan,"
Jawab Liok Bu Sing.
"Hmm, baiklah. Mau ku pijiti?"
"Tentu saja, sayang."
Pijatan lembut nyona muda Liok membawa suaminya terbang kea lam mimpi.
Segala kepenatan, segala beban berat dalam pikirannya, melayang hilang entah ke mana.257 *** Kongsun Jiu pun beristirahat di kamarnya.
Ia sudah membersihkan diri.
Kini ia menggunakan pakaiannya yang terbaik.
Mesti sudah berusia hampir 55 tahun, Kongsun Jiu masih terlihat 15 tahun lebih muda.
Mungkin karena ia adalah seorang pendekar sehingga tubuhnya tegap dan sehat.
Tidak terlihat uban di rambut yang panjang terurai atau di jenggotnya yang ia potong pendek.
Di lihat dari sudut manapun, Kongsun Jiu memang pantas disebut tay- tiang-hu43.
Ia menanti.
Apa yang dinantinya? Di tengah malam pekat.
Di rumah orang.
Siapa yang dinantinya? Tengah malam menjelang.
Suara kentongan peronda yang meneriakkan waktu tengah malam baru saja lewat.
Kamarnya sudah ia bakarkan dupa wangi.
Tahu-tahu pintu kamarnya terbuka sedikit.
Tak ada suara, hanya bayangan sesosok tubuh 43 Pendekar gagah258 perempuan.
Tahu-tahu perempuan itu sudah masuk ke dalam selimutnya.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau sudah membius obat jamunya?"
Tanya Kongsun Jiu.
"Sudah. Tapi kulihat ia tidak meminum jamunya. Ia sangat kelelahan hingga sekarang ngorok sangat keras,"
Jawab perempuan itu.
Ternyata perempuan itu adalah istri muda Liok Bun Sing.
Sudah beberapa tahun ini ia menjalin hubungan asmara rahasia dengan Kongsun Jiu.
Bahkan sejak masih gadis pun, ia sudah tertarik dengan Kongsun Jiu.
Sayangnya justru Liok Bun Sing yang melamarnya.
Kini meskipun sudah menikah, ia malah tetap menggoda Kongsun Jiu.
Tentu saja Kongsun Jiu tergoda.
Laki-laki yang mampu menahan diri dari godaan perempuan cantik, amat sangat sedikit jumlahnya.
Dan Kongsun Jiu tidak termasuk di dalamnya.
Karena itulah Kongsun Jiu sangat sering mampir di kota Pek Hong.
Selain karena kota ini adalah kota pelabuhan, sehingga menjadi tujuan banyak kapal-259 kapal penyebrang, juga merupakan tempat tinggal kekasih rahasianya.
Istri dari adik angkatnya sendiri.
Di malam yang pekat, hanya ditemani lilin kecil, dua jiwa menyatu.
Menyalurkan hasrat dan kerinduan yang terpendam.
Entah sudah berapa lama, entah sudah berapa kali.
Hanya mereka sendiri yang mengerti.
Nafsu telah menyelimuti seluruh kamar ini, sehingga mereka begitu lupa diri.
Lupa keadaan.
Lupa sekitar.
Sampai-sampai tanpa mereka sadari, seseorang telah berada di ujung pintu kamar itu.
Liok Bun Sing berdiri terpaku.
Tidak percaya apa yang ia lihat dibalik pintu yang tadi terbuka sedikit itu.
Tadi anaknya, Liok Nan Hui menangis.
Tidak ada ibunya yang datang menenangkannya.
Karena ibunya sedang memadu kasih dengan orang lain.
Sedangkan Liok Bun Sing sendiri terbangun karena suara tangisan itu, lalu mencari-cari ke mana istrinya.
Istrinya ternyata sedang bermain cinta dengan kakak angkat yang sangat dipuja dan dibanggakannya.
Liok Bun Sing masih dapat menahan amarah nya, ia keluar sebentar mengambil sebuah pedang260 yang tergantung di dinding.
Dengan tenang ia melangkah kembali ke kamar itu.
Sang istri masih terbuai asmara, sedang menindih kakak angkatnya yang berada dibawah.
Kedatangan Liok Bun Sing tidak diketahui mereka berdua.
Pedang melayang menebas kepala si nyona muda.
Darah muncrat menciprati wajah Kongsun Jiu.
Pedang melayang sekali lagi.
Tapi kali ini Kongsun Jiu lebih cepat.
Goloknya sudah menembus tenggorokan Liok Bun Sing.
Selama ini memang belum penah ada orang yang goloknya lebih cepat daripada Kongsun Jiu.
Semua ini terjadi dalam sekejapan mata.
Kongsun Jiu bangkit dari tempat tidur.
Masih mencoba memahami apa yang terjadi.
Seorang anak kecil sedang berdiri di ujung pintu pula.
Anak tak berdosa yang masih belum mengerti betul apa yang sedang terjadi.
Anak yang bagi Kongsun Jiu sangat mirip dengan dirinya.261 Apakah ini anaknya? Ia belum berani memastikan.
Tetapi dalam sekejap, ia sudah mengambil keputusan.
Dalam satu kali gerakan, ia telah keluar dari kamar itu.
Dengan Gin Kang 44, ia melesat bagai hantu.
Seluruh penerangan di dalam rumah itu telah mati seketika.
Dalam satu malam, seluruh isi Ceng itu telah mati dengan leher tergorok.
Ada satu orang pelayan yang perawakannya mirip dengannya.
A Pan yang berkepala botak.
Setelah menggorok lehernya, Kongsun Jiu menukarkan bajunya dengan baju pelayan itu.
Memakaikan perhiasan yang sering ia pakai.
Dan meletakkan golok di tangan A Pan yang sudah menjadi mayat.
Malam itu, Bu Tek Sin To yang namanya terkenal di seluruh langit dan bumi, mati dengan menggenaskan.
Bersama seluruh isi rumah keluarga Liok.
Hanya A Pan yang selamat membawa lari bocah kecil Liok Nan Hui.
44 Ilmu meringankan tubuh262 Kongsun Jiu telah mencukur seluruh rambutnya, dan memakai pakaian pelayan milik A Pan.
Ia juga menguras seluruh harta kekayaan keluarga itu dan diletakkannya dalam beberapa kereta kuda.
Kereta-kereta itu di angkatnya dengan menggunakan tenaga dalam yang tinggi, dan dibuangnya ke dalam laut, melalui tebing yang tak jauh dari situ.
Ia lalu menarik Liok Nan Hui pergi.
Diajaknya bocah itu keliling beberapa tempat agar orang-orang bisa melihat bahwa bocah itu dibawa lari oleh seorang botak berseragam pelayan keluarga Liok.
Lalu ia mencuri sebuah kapal kecil dan pergi ke tempat di mana tadi ia membuang harta karun.
Malam itu adalah malam jahanam.
*** Sejak saat itu, Kongsun Jiu berubah menjadi Tok Hong-siansing.
Pendekar siluman yang mengunakan kesaktiannya untuk mencuri dari yang kaya dan membagikannya kepada orang miskin.
Tidak ada yang tahu bagaimana rupa pendekar itu sebenarnya.263 Beberapa tahun kemudian ia memiliki murid yang bernama Cukat Tong.
Bwee Hua turun langsung untuk menyelidiki persoalan ini.
Ia yakin bahwa ada rahasia yang tersembunyi di balik pembantian satu keluarga itu.
Ada banyak hal yang aneh di dalam kejadian ini.
Misalnya para penjaga yang dapat dilumpuhkan dengan mudah.
Ini membuktikan bahwa pelakunya pastilah orang yang dikenal betul oleh para penjaga.
Juga keadaan mayat yang seluruhnya terbakar menjadi mayat gosong.
Alasan paling masuk akal kenapa mereka dibakar, adalah karena si pelaku ingin menutupi jejak.
Untuk memeriksa ini, Bwee Hua bahkan sempat memeriksa luka tusukan di tenggorokan para korban.
Walaupun mayat-mayat itu hangus gosong, bekas lukanya masih bisa diperiksa.
Luka tebasan secara serampangan.
Dibuat oleh orang yang tidak terlalu tinggi ilmu pedang atau goloknya.
Tapi justru hal inilah yang membuatnya curiga.
Jika orang itu tidak terlalu tinggi ilmu golok atau pedangnya, tentu tidak akan mudah ia membunuh para penjaga dan pengawal yang ilmunya cukup tinggi itu.
Ia yakin pelakunya pasti menyembunyikan ilmu264 silatnya yang sesungguhnya karena khawatir orang dapat melacak si pelaku dari luka tebasan yang dibuatnya.
Karena luka dan tebasan dalam ilmu silat sangatlah unik.
Masing-masing ilmu memiliki bentuk- bentuk dan tempat tebasan yang khas.
Dalam kesimpulannya, tentulah pelaku adalah seorang yang berilmu tinggi sehingga bisa menghabisi semua pengawal rumah itu.
Juga ia harus dikenal dekat oleh mereka, agar dapat membunuh mereka tanpa menimbulkan kecurigaan atau keramaian.
Yang paling masuk akal tentulah Kongsun Jiu pelakunya.
Ilmunya sangat tinggi, dekat dengan keluarga Liok, dan berada di sana pula saat kejadian.
Karena jika pelakunya berilmu rendahan, harusnya ia sudah mampus berhadapan dengan Kongsun Jiu.
Kenyataan bahwa mayat-mayat dibakar untuk menghapus jejak, membuat keyakinan Bwee Hua semakin kuat bahwa Kongsun Jiu lah pelakunya.
Air Mata Terakhir Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kelompok penyelidik yang dibentuk oleh kaisar saat itu juga tidak dapat bekerja sempurna karena saat itu adalah awal-awal berdirinya kekaisaran Beng sehingga pemerintah lebih sibuk menumpas sisa-sisa265 perlawanan kekaisaran Goan yang sebelumnya berkuasa.
Selama beberapa tahun kemudian, Bwee Hua melacak semua pendekar yang memiliki murid seumuran dengan Liok Nan Hui yang hilang kala itu.
Dari hasil penyeldikiannya ia menemukan beberapa orang, namun yang paling cocok dengan kecurigaannya adalah tentu saja Tok Hong-siansing.
Karena pendekar itu bergerak dalam bayang-bayang.
Pula, jarang ada orang yang melihat wajah asli pendekar ini.
Dan yang paling penting, nama pendekar ini belum pernah terdengar sebelum kejadian pembantaian keluarga Liok.
Bwee Hua menghabiskan waktu cukup lama mengejar pelaku pembunuhan ini, karena ia sendiri bersahabat dengan keluarga itu.
Dulu suaminya adalah kaisar sebelum digulingkan.
Dan keluarga Liok sering mengirimkan hadiah yang bagus-bagus untuknya, sang selir kesayangan kaisar.266 Ia juga mendengar, harta simpanan keluarga Liok yang ditimbun di tempat rahasia, jumlahnya sangat banyak.
Bwee Hua suka dengan harta yang banyak.
Hartanya sendiri sudah banyak, tapi ia masih haus.
Baginya, harta itu seperti kebahagiaan.
Semakin banyak, semakin baik.
< bersambung >267 DONASI Para pembaca yang budiman, terima kasih sudah mau membaca, dan bergabung dalam petualangan para penggetar langit.
Saya banyak menerima pujian, masukan, saran, kritik, bahkan hujatan mengenai cerita ini.
Hal ini menandakan ternyata banyak sekali orang yang tertarik, bahkan perduli dengan kisah ini beserta tokoh-tokohnya.
Hujatan dan kritik yang paling sering saya terima adalah bahwa cerita ini lama sekali updatenya.
Memang ini saya akui karena hampir seluruh waktu saya adalah untuk bekerja sehingga tidak cukup waktu dan tenaga untuk terus aktif menulis.
Kali ini saya menemukan solusi untuk hal ini.
Saya membuka pintu selebar-lebarnya untuk donasi dari pembaca sekalian.
Jika donasi memenuhi target dalam seminggu, maka saya akan mengupdate bab baru setiap seminggu sekali.
Donasi berapa pun boleh setiap minggunya, boleh seribu rupiah, sepuluh ribu, dua puluh ribu, dst.
Setiap minggu akan saya update bab terbaru setiap hari sabtu/minggu malam.268 Semoga para pembaca yang budiman bisa mengerti kesulitan saya untuk mencurahkan waktu dan tenaga untuk menulis, karena terus terang sangat sulit mencari uang dari tulisan novel silat seperti ini.
Jika pembaca yang budiman tertarik untuk berdonasi, bisa melalui rekening BCA atas nama Norman Tolle 0183296121.
Juga bisa menghubungi saya lewat nomer WA 08883800313 untuk konfirmasi atau sekedar ngobrol dan curhat .) Sekali lagi terima kasih untuk pembaca sekalian!
Komplotan Perampok Bank Karya Enid Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama