Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien Bagian 1
DARI PENERBIT Kisah Hong Sin ini merupakan roman sejarah Mandarin yang terkenal indah lagi mengesankan, mengisahkan mengenai akhir dinasti Siang, yang kemudian diganti dengan dinasti Chiu pada tahun 1122 Sebelum Masehi.
Kekejaman Kaisar Touw (Touw Ong atau lazim pula dieja Tiu Ong) dari dinasti Siang, amatlah terkenal dalam sejarah Tiongkok.
Sang Kaisar mulai memperlihatkan kekejamannya sejak mengambil Souw Tat Kie sebagai gundiknya.
Souw Tat Kie, anak gadis Souw Hok, memang terkenal jelita, dalam perjalanan ke kota-raja Siang dengan diantar oleh ayahnya dan tanpa diketahui oleh siapapun, Tat Kie yang sesungguhnya telah dibunuh oleh Siluman Rase (Rubah), yang langsung masuk ke jasad korban.
Dengan demikian, yang mendampingi Kaisar dari dinasti Siang sesungguhnya adalah siluman Rase yang meminjam guha-garba (jasad) Souw Tat Kie.
Di dalam cerita ini dikisahkan pula mengenai peperangan antara Bu Ong dengan Touw Ong.
Berbagai senjata pusaka dan kesaktian yang ditampilkan dalam peperangan yang maha dahsyat, hingga banyaklah orang sakti maupun perwira yangberguguran dalam membela salah satu fihak dan arwah mereka melayang ke 'Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat', sebuah tempat untuk 'menyimpan' arwah orang sakti maupun perwira yang gugur dan telah ditakdirkan untuk jadi Malaikat.
Para Dewa telah menugaskan Kiang Chu Gie untuk mendirikan Pesanggrahan tersebut, yang di dalamnya terdapat 'Daftar Penganugrahan Malaikat'.
Bagi yang gugur dalam perang dan namanya tercantum dalam daftar tersebut, arwah mereka akan diangkat sebagai Malaikat dengan berbagai tugas.
Itu pula sebabnya kemudian dikenal berbagai Malaikat.
Ada Malaikat Bintang, ada Malaikat Penjaga 'Pintu Langit', Malaikat Gunung, bahkan Malaikat yang melindungi kamar dan banyak lagi.
Seusai membaca seri Hong Sin ini, bila suatu ketika anda berkunjung ke rumah teman atau famili dan melihat ada kertas merah yang ditempel di atas pintu depan maupun pintu kamar, akan tahulah anda, apa yang tertulis di atasnya.
Memang ada -aneka makna yang tertera di kertas merah tersebut, terutama menjelang Tahun Baru Imlek, tapi mungkin sekali tulisan di atas kertas merah itu berisi pemberitahuan pada Malaikat, bahwa di dalam rumah ada Kiang Chu Gie, yang telah mengangkat dan mengaruniai kedudukan Malaikat pada banyak arwah, hingga para Malaikat menjaga dan melindungi rumah itu dari gangguan hantu atau roh jahat! Sesungguhnyalah cerita ini masih berpengaruh atas budaya dan tradisi Tionghoa, juga bagi yang hidup di Indonesia! Berhubung panjangnya cerita, kisah Hong Sin ini kami terbitkan berseri, terbagi dalam tiga episode.
Episode pertama berjudul .
Siluman Rase Souw Tat Kie' yang ada di tangan anda sekarang ini.
Episode ke dua berjudul .
Kiang Chu Gie' yang akan segera terbit dan menyusul episode lainnya lagi.
Cerita ini di samping penuh dengan kegaiban, juga sarat dengan falsafah hidup serta peri-kemanusiaan, inilah yang perlu kita resapi, bahkan mengamalkannya.
Selamat membaca.
Salam, Pustaka BennySILUMAN RASE SOUW TAT KIE ??????? Judul asli .
Feng Sen Pang(Hong Sin Pang) Penyusun .
Siao Shen Sien Penyadur .
Benny L.
Jaya saputra Hiasan sampul .
Fan Sardy Penerbit .
Pustaka Benny - Jakarta ???????????????????????????? Kisah siluman Rase Souw Tat Kie ini merupakan awal dari cerita 'Hong Sin' (Penganugrahan para Malaikat), sebuah roman sejarah yang amat memukau lagi mengesankan.
Ceritanya berkisar di penghujung dinasti Siang yang diperintah oleh Touw Ong (Tiu Ong) sampai awal dinasti Chouw (Chiu).
Demikian menawannya kisah ini, hingga kini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, antara lain Inggeris, Jepang, Jerman dan juga Belanda.
Semoga anda puas seusai membaca cerita ini.SATU Sebelum menjadi Kaisar, Touw Ong (kerap pula dieja Tiu Ong) bernama In Siu, lazim dipanggil Siu Tay cu, Pangeran Siu.
Tapi sering pula orang memanggilnya Sam Tay cu atau Pangeran ke tiga; sebab dia merupakan anak ke tiga dari Kaisar dinasti Siang.
Siu Taycu sangat kuat lagi perkasa, pernah membunuh harimau dan binatang buas lainnya tanpa menggunakan senjata.
Pernah pula dia membongkar tiang penyanggah bangunan yang patah dan menggantinya dengan balok yang baru tanpa bantuan alat atau orang lainnya, membuat banyak yang kagum akan kekuatan dan keberaniannya.
Maka tidaklah mengherankan kalau ada beberapa menteri yang mengusulkan kepada Kaisar, agar Pangeran ke tiga ini diangkat sebagai putera Mahkota.
Sebab dirinya dianggap memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan kedua kakaknya.
Pangeran Wei Chiu Kie dan Pangeran Wei Chu Yen.
Dengan demikian Siu Taycu yang dipercayakan memegang tampuk pemerintahan ketika Kaisar tua mangkat, dengan gelar Touw Ong.
Touw Ong memerintah cukup adil pada awal pemerintahannya, tapi terkadang tak dapat mengekang emosi dan spontan sifatnya.
Namun lazim di dunia ini, bagaimanapun baiknya sebuah pemerintahan, pasti ada yang pro dan kontra.
Macam-macam alasan mereka, ada yang bertentangan dengan kepentingan pribadi atau golongan, hingga tak terpenuhi ambisinya, ada pula yang tak senang terhadap sikap penguasa yang dianggapnya terlampau keras serta kaku, mengabaikan saran mereka dan sebagainya.
Ada pula yang menganggap Touw Ong tak patut menjadi Kaisar, seharusnya kakak tertuanya .
Wei Chu Kie, yang menggantikan kedudukan Kaisar Teng San.
Sebab sifat Pangeran Chu Kie ramah terhadap siapa saja, tak membedakan tingkat sosial seseorang, dengan begitu dia akan dapat memegang tampuk pemerintahan secara bijaksana.
Bila rasa tak puas dibiarkan terus berkembang, tentu akanmenimbulkan hal-hal yang tak diinginkan.
Demikianlah, pada tahun ke tujuh dalam pemerintahan Touw Ong, ada 72 raja-muda di Laut Utara yang dipimpin Gouw Hok Tong, melakukan pemberontakan.
Mereka menginginkan hak otonomi yang lebih luas, tak lagi mau membayar upeti terhadap Kaisar yang baru.
Touw Ong jadi sangat marah, segera mengutus Bun Tiong, seorang penasehat kerajaan yang terkenal jujur, memimpin pasukan kerajaan untuk menumpas pemberontakan tersebut.....
Di dalam pertemuan rutin yang diselenggarakan pagi hari antara Kaisar dengan para menterinya, Menteri Utama (Perdana Menteri) Siang Yong telah mengusulkan .
"Besok adalah Shagwe Cap-go (tanggal 15 bulan ke tiga menurut penanggalan Tionghoa), merupakan hari She-jit (Ulang tahun) dari Lie Koa Nio Nio (Dewi Lie Koa), sebaiknya Paduka bersembahyang di Kuil Dewi itu".
"Kenapa aku harus bersembahyang di Kuil itu?", tanya Touw Ong.
"Dewi Lie Koa telah banyak melakukan kebaikan. Pernah suatu ketika kepala Kong Kong-cu telah membentur gunung Put Chiu, yang mengakibatkan langit dan bumi menjadi miring. Dewi Lie Koa telah menambal langit dengan batu Pancawarna, dengan demikian sang Dewi telah menyelamatkan manusia karena langit tak sampai ambruk".
"Baiklah, aku akan ke Kuil Dewi itu besok", Touw Ong menyetujui usul menterinya. Sesuai dengan anjuran Siang Yong, keesokan paginya Kaisar Touw Ong berangkat ke Kuil bersama beberapa orang menterinya, dikawal oleh pasukan yang dipimpin oleh Oey Hui Houw. Di muka rumah penduduk yang dilewati Raja, rata-rata mereka meletakkan sebuah meja sembahyang dan menggantungkan pula kain merah di pintu rumah masing-masing, sebagai tanda hormat mereka pada sang junjungan. Upacara sembahyang itu cukup mewah tapi khidmat dan berlangsung cukup lama. Seusai sembahyang, Kaisar Touw Ong menikmati panorama seputarnya yang indah mempesona. Tiba-tiba bertiup angin yang cukup keras, yang menyingkap tirai di hadapan arca Lie Koa Nio Nioyang cantik anggun. Touw Ong terpana ketika menyaksikan wajah sang Dewi yang cantik itu, segera meminta alat tulis dan menulis sajak yang bernafaskan cinta di dinding Kuil itu. Para menteri sangat terkejut menyaksikan ulah sang Kaisar.
"Lie Koa Nio Nio adalah pelindung kerajaan kita Baginda", Siang Yong memberanikan diri memperingatkan junjungannya;
"hamba khawatir sang Dewi akan tersinggung bila membaca sajak itu".
"Aku amat terpesona oleh kecantikannya, membuatku spontan membuat sajak pujian. Kurasa dia bukan saja takkan marah, tapi malah akan senang hatinya, sebab dengan adanya sajakku, orang- orang akan mengetahui, bahkan mengagumi kecantikannya". Namun para menteri tetap khawatir ulah sang Raja itu akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan, agak lesu sikap mereka ketika mengiringi Touw Ong kembali ke istana. Pada hari She-jit (Ulang-tahun)-nya, Lie Koa Nio Nio telah pergi menemui Dewi Ong Bu. Ketika kembali ke Kuil, tampak olehnya akan sajak Touw Ong dan jadi sangat gusar setelah membacanya.
"Kau seorang Kaisar yang brengsek, In Siu", kata hati Lie Koa Nio Nio.
"akan kuajar adat, agar kau tak lagi bersikap macam-macam padaku!"
Sang Dewi segera menuju ke istana Touw Ong dengan naik awan.
Setiba di atas istana, terlihat Touw Ong sedang kumpul bersama dua puteranya.
In Kiao dan In Hong.
Dari kepala kedua Pangeran itu memancarkan sinar merah.
Lio Koa Nio Nio segera tahu kalau sang Kaisar masih akan memegang tampuk pemerintahan selama 28 tahun, maka batallah dia memberi ajaran pada Raja yang iseng itu, kembali dengan perasaan mangkel.
Sang Dewi mengambil Buli-buli (Cupu), lalu membaca mantera.
Dari dalam Buli-buli melayang keluar sehelai panji Panca warna.
Lie Koa Nio Nio memegang panji itu sambil membaca mantera kembali, serta-merta berdatangan banyak hantu dan siluman.
Dewi Lie Koa memilih tiga siluman.
Kiu Bwe Ho Li Cheng (Siluman Rase berekor sembilan), Kiu Tauw Khe Cheng (Siluman Ayam berkepala sembilan) dan Giok Cio Pi Pee Cheng (Siluman Kecapi batu kumala).Siluman dan hantu lainnya diperintahkan untuk kembali ke tempat masing-masing.
"Dengarkan baik-baik titahku ini!", sabda sang Dewi pada ketiga siluman yang berlutut di hadapannya.
"burung Hong telah memperdengarkan nyanyiannya di Kie-san (Gunung Kie), sebagai tanda kalau Thian telah menetapkan, bahwa di See Chiu (Chiu Barat) telah lahir seorang calon Raja yang arif bijaksana. Maka hapuslah hawa siluman kalian dan pergilah ke istana Touw Ong, tutuplah akal warasnya, agar dia melalaikan segala kerajaan, hingga dibenci oleh rakyat, supaya mudah diruntuhkan. Tapi ingat, jangan sekali-kali kalian membunuh orang. Bila kalian dapat melaksanakan titahku dengan baik, akan dapat meningkatkan kesaktian serta mempercepat tercapainya apa yang kalian cita- citakan. Tapi kalau kalian tidak menaati pesanku, mencelakai manusia, akibatnya akan dapat merugikan bahkan menghancurkan kalian".
"Akan kami ingat pesan Nio Nio baik-baik", ucap ketiga siluman itu hampir serentak.
"masih ada titah lainnya Nio Nio?"
"Hanya itu saja", ucap sang Dewi.
"sekarang kalian boleh pergi". Ketiga siluman itu berlalu. *** Sejak melihat patung Dewi Lie Koa, Touw Ong tak pernah dapat melupakan wajah yang cantik itu. Sering dalam tidurnya dia memimpikannya. Kecantikan sang Dewi seakan telah memudarkan seluruh isi istananya, yang membuatnya kerap uring-uringan, seakan dalam kehidupan istana tiada lagi memberinya kesenangan dan kenikmatan. Perasaannya itu diungkapkan pada Hui Tiong, orang kepercayaannya.
"Dapatkah kau berdaya memberi suasana segar lagi menyenangkan padaku?"
"Janganlah Baginda bermurung diri, asal saja Paduka menitahkan empat raja-muda agar mengirim 100 gadis cantik ke kota-raja, Baginda dapat memilih yang tercantik di antara mereka".
"Cukup baik saranmu itu", mulai terkembang lagi senyuman di wajahTouw Ong .... Dalam pertemuan dengan para menteri keesokan harinya, Touw Ong mengungkapkan maksudnya itu. Begitu mendengar hasrat junjungannya, menteri Siang Yong segera tampil ke muka. Sambil berlutut dia berkata.
"Maaf Tuanku, dapatkah kiranya Paduka mempertimbangkan kembali maksud itu?"
"Apa maksudmu?", Kaisar memandang menterinya dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Ampun beribu ampun Tuanku, bukan maksud hamba ingin menghalangi hasrat Tuanku, tapi hendaknya Paduka camkan kata- kata orang bijak, bahwa bila seorang Kaisar memerintah dengan penuh kebijaksanaan dan keadilan, hidup rakyatnya tentu tenang- damai lagi sentosa, hingga perintah apapun dari junjungannya, akan dipatuhinya". Touw Ong diam. Siang Yong telah berkata lagi .
"Sudah tiga turunan keluarga hamba mengabdi pada kerajaan, maka hamba tak dapat berpeluk tangan menyaksikan tindakan Paduka yang kurang bijaksana".
"Aku kurang jelas akan maksudmu", Kaisar belum maklum akan maksud menteri itu.
"Begini Baginda, jumlah dayang di istana lebih dari seribu orang, bila Paduka memerintahkan lagi mencari 100 gadis cantik, rakyat tentu akan merasa kecewa". Touw Ong mempertimbangkan kata-kata menterinya sejenak, selang sesaat baru berkata.
"Kata-katamu memang cukup masuk di akal, maka dengan ini kubatalkan maksud tadi". Siang Yong dan beberapa menteri lainnya merasa lega mendengar putusan akhir dari junjungan mereka ...... Bun Taysu (Bun Tiong) yang berwatak jujur dan adil, belum juga kembali dari tugasnya menumpas pemberontakan. Di kalangan istana telah muncul dua orang yang disegani, bahkan ditakuti. Mereka adalah Hui Tiong dan Yu Hun. Biarpun jabatan mereka tak begitu tinggi, tapi mereka pandai sekali mengambil hati Touw Ong, membuat mereka memperoleh kepercayaan dari Kaisar. Maka tidaklah mengherankan bila banyak raja-muda yang memberihadiah yang cukup tinggi nilainya pada mereka, dengan maksud agar diri mereka tidak dibenci oleh kedua orang kepercayaan Kaisar tersebut. Tapi ada seorang raja-muda dari Kie Chiu yang bernama Souw Hok, amat jujur dan keras wataknya, di dalam kamus hidupnya tak ada istilah sogok atau membayar upeti pada pejabat istana yang sedang menempati posisi kunci, membuatnya tidak disenangi oleh Yu Hun dan Hui Tiong. Mereka menanti saat yang tepat untuk memberi pelajaran pahit pada raja-muda yang jujur dan agak keras wataknya itu, supaya nantinya mau tunduk juga terhadap mereka. Saat yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Lazim bagi para raja-muda untuk datang mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek pada Junjungan mereka pada Cia-gwe Ce-it (Tanggal 1 bulan pertama menurut penanggalan Tionghoa). Souw Hok tak terkecuali. Touw Ong menyelenggarakan pesta bagi mereka. Kaisar memanggil kedua orang kepercayaannya, mengungkapkan maksud hatinya untuk memerintahkan para raja-muda mengirim gadis cantik ke istana. Baik Hui Tiong maupun Yu Hun kurang menyetujui hasrat Raja dengan mengemukakan alasan, bahwa sebelumnya Kaisar telah membatalkan niatnya itu atas nasehat Siang Yong, maka bila kini Touw Ong mengajukan kehendaknya itu lagi, tentu akan menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap junjungannya. Kemudian Hui Tiong memberi saran.
"Saya dengar Souw Hok, raja- muda dari Kie Chiu, memiliki anak gadis yang sangat cantik. Bila kita hanya meminta padanya seorang untuk mengantarkan anak gadisnya, tentu takkan segempar dibandingkan bila Tuanku mengharuskan setiap raja-muda mengirim wanita cantik kemari". Touw Ong menganggap saran itu cukup beralasan, segera memanggil Souw Hok dengan alasan untuk urusan kerajaan.
"Kudengar kau memiliki anak gadis yang cerdas lagi terdidik dan aku bermaksud menempatkannya dalam istana untuk merawatku. Dengan begitu kau akan jadi salah seorang anggota keluarga Kaisar --- Tidak keberatan bukan!?", tanya Raja."Anak gadis hamba bukan saja tidak cerdas, tapi kurang pula pendidikannya, hingga kurang baik rasanya untuk melayani Tuanku", sahut Souw Hok.
"lagi pula di istana telah ada Permaisuri dan sejumlah selir, maka tidak bijaksana bila sekiranya Tuanku mengambil keputusan itu. Seandainya niat Paduka atas anjuran seseorang, sebaiknya Baginda menghukum orang itu".
"Maksudku ini tidaklah berdasarkan anjuran dari siapapun", ujar Touw Ong sambil tersenyum.
"sebaiknya kau pertimbangkan permintaanku ini dan aku sangat mengharapkan jawaban yang menyenangkan darimu".
"Maaf Tuanku", Souw Hok mulai tak dapat mengendalikan emosi.
"banyak sudah kerajaan yang hancur gara-gara wanita dan arak, kenapa pula Paduka ingin mencontoh perbuatan yang tak patut itu. Bila seorang Kaisar hanya mementingkan wanita cantik dan gemar berfoya-foya, tak lama lagi kerajaan itu pasti akan runtuh".
"Jangan coba kau bantah perintahku!", Touw Ong mulai gusar.
"segala titah Raja adalah hukum dan siapa yang berani menentangnya berarti mati! --- Bila kau tidak setuju akan permintaanku, katakan saja terus terang, tak usah kau berdalih mengenai hancurnya sebuah kerajaan gara-gara wanita!". Saking dongkolnya, Touw Ong bermaksud menangkap Souw Hok, tapi telah dicegah oleh Hui Tiong dan Yu Hun.
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sebaiknya Tuanku membiarkannya kembali ke negerinya", kata Hui Tiong.
"nanti dia tentu akan menyadari kekeliruannya dan bersedia mempersembahkan anak gadisnya pada Paduka". Dengan demikian selamatlah jiwa Souw Hok, kembali ke pesanggrahannya. Para perwira yang mengiringi Souw Hok ke kota-raja, jadi sangat marah ketika mendengar perlakuan Touw Ong terhadap raja-muda mereka, mengusulkan agar Souw Hok tak lagi mengakui kepemimpinan kerajaan Siang atas wilayah mereka. Souw Hok yang sedang panas hati, mengikuti saja saran bawahannya, menulis sebuah sajak di dinding pintu-gerbang istana, yang menyatakan, bahwa dia tak lagi tunduk pada dinasti Siang, kemudian mengajak para pengiringnya kembali ke negerinya.Penjaga pintu gerbang istana memberitahukan hal itu pada Touw Ong. Sang Kaisar langsung naik pitam, serta merta memerintahkan raja- muda yang memimpin wilayah Utara - Chong Houw Houw-, dan raja- muda yang memerintah wilayah Barat -Kie Chiang-, untuk menangkap Souw Hok. Kie Chiang yang terkenal bijaksana, agak ragu untuk melaksanakan perintah itu, sebab dia tahu benar Souw Hok adalah seorang yang jujur. Tapi untuk menolak perintah Kaisar dia tak berani, maka kemudian dia bermaksud mengulur-ulur waktu dengan menyatakan ingin pulang dulu ke negerinya untuk menghimpun pasukan. Akan tetapi Chong Houw Houw yang berwatak keras, bersikap sebaliknya, dia tak ingin menunda-nunda waktu lagi, segera memimpin pasukannya yang berjumlah puluhan ribu untuk menyerbu kota Kie Chiu. Namun serangan Chong Houw Houw bukan saja gagal menghancurkan daerah pertahanan lawan, malah dia telah kehilangan seorang perwira serta prajurit dalam jumlah yang cukup besar. Bahkan pada keesokan malamnya, perkemahannya telah diobrak- abrik oleh pasukan Souw Hok, yang dipimpin oleh puteranya yang bernama Souw Choan Tiong. Kembali banyak sekali prajurit Houw Houw yang tewas berikut beberapa orang perwiranya. Houw Houw sendiri telah kena dilukai tombak Choan Tiong. Chong Eng Piao, puteranya Houw Houw, majukan diri untuk melindungi ayahnya yang terluka, namun dia pun bukanlah lawan Choan Tiong yang tangguh, dalam sekejap, lengan kirinya telah dilukai oleh ujung tombak Choan Tiong. Houw Houw mengajak anak bersama sisa pasukannya melarikan diri. Choan Tiong yang memperoleh kemenangan besar, membiarkan saja musuhnya kabur. Sepanjang hari itu Chong Houw Houw beserta anak dan sisa pasukannya melarikan diri, sebab khawatir dikejar lawan. Dia menyalahkan Kie Chiang yang belum juga datang bersama pasukan untuk membantunya menggempur kota Kie Chiu. Kala itu pasukan yang dipimpin Houw Houw hanya tinggal belasanribu saja, yang rata-rata telah kehilangan semangat juangnya, sudah loyo! Chong Houw Houw sendiri juga merasa letih benar, bermaksud memerintahkan anak buahnya beristirahat setelah berada di tempat yang dirasa aman. Tiba-tiba dari arah depan terdengar ringkikan kuda. Houw Houw yang belum tahu siapa yang datang, mengira dirinya akan dihadang lawan lagi, membuat hatinya agak keder juga. Tak lama kemudian muncul seorang yang berwajah hitam dan berjenggot, memegang sepasang kapak, menunggang seekor binatang mirip singa yang berkumis panjang serta panjang pula bulu tengkuknya. Legalah hati Houw Houw setelah melihat jelas siapa yang datang, yang ternyata adik kandungnya sendiri, yaitu Chong Hek Houw, yang menjadi raja muda di Cho Chiu. Kedatangan Hek Houw bersama tiga ribu pasukannya adalah ingin membantu kakaknya untuk menggempur daerah pertahanan Souw Hok. Tak tahunya kedatangannya agak terlambat, kakaknya telah dipaksa melarikan diri karena tak tahan oleh gempuran musuhnya.
"Kenapa Toako jadi begini?", tanya Hek Houw ketika melihat kakaknya. Houw Houw yang angkuh sifatnya, sudah barang tentu tak sudi mengakui kelemahannya.
"Souw Hok sangat licik", katanya.
"dia membokongku, menyerang dan membakar perkemahanku pada tengah malam, hingga terpaksa aku mundur untuk menyusun kekuatan kembali. Syukur kau cepat datang". Hek Houw menggabungkan pasukan yang dipimpinnya dengan pasukan yang dipimpin kakaknya, mengajak kembali menggempur kota Kie Chiu. Souw Hok mendengar kabar itu dari orang kepercayaannya yang ditugaskan untuk memata-matai pasukan Chong Houw Houw. Dia tahu, bahwa Chong Hek Houw adalah murid Kie Kiao Cinjin yang terkenal sakti, memiliki buli-buli (cupu) wasiat. Dia menunggangbinatang aneh yang mirip singa, yang dinamakan orang 'binatang bermata api dan berbiji mata emas'. Souw Hok cemas, sebab menyadari, bahwa di negerinya tak ada orang yang dapat menandingi kesaktian Chong Hek Houw ini. Keesokan harinya Chong Hek Houw yang menunggang binatang aneh itu dan memegang sepasang kapak, menantang Souw Hok perang tanding. Ketika tak dilayani, dia memaki-maki raja-muda dari kota Kie Chiu itu dengan ucapan yang kasar lagi jorok. Souw Choan Tiong yang masih muda dan berdarah panas, tak dapat mengendalikan emosi, segera ke luar menyambut tantangan Hek Houw tanpa menghiraukan lagi cegahan ayahnya, Segera terjadi perang tanding yang seru, tapi tak lama kemudian Hek Houw tampak terdesak, segera melarikan diri. Choan Tiong mengejarnya. Tiba-tiba Chong Hek Houw membuka tutup buli-buli wasiatnya sambil membaca mantera. Serta merta dari dalam benda wasiat itu mengepulkan asap hitam, disusul dengan melayang ke luar seekor burung garuda sakti. Burung itu membentangkan paruhnya yang sekeras baja, hendak mematuk diri Choan Tiong. Choan Tiong menghalau burung sakti itu dengan tombaknya. Namun sang garuda cukup gesit gerakannya, begitu gagal mematuk Choan Tiong, balik menyerang kuda tunggangan putera Souw Hok itu, berhasil mematuk sebelah mata kuda tersebut. Sang kuda meringkik kesakitan sambil mengangkat kaki depannya tinggi-tinggi, yang mengakibatkan Souw Choan Tiong jatuh dari atas pelana dan berhasil ditawan oleh Hek Houw. Chong Houw Houw sangat gembira menyaksikan adiknya dapat menawan anak lawan, segera memerintahkan memasukkan Choan Tiong ke dalam kerangkeng, menempatkannya di kemah belakang. Lalu menjamu adiknya atas keberhasilannya menawan putera lawan. Souw Hok jadi gelisah dan hampir putus asa. Bila kota ini sampai jatuh ke tangan lawan dan dirinya tertawan, tentu dia bersama keluarga akan dijatuhi hukuman mati, dipancung, di lapangan terbukadi kota-raja. Dia tak ingin hal itu sampai terjadi. Dia menganggap Souw Tat Kie, anak gadisnya, yang menjadi penyebab segalanya itu. Dari pada tertawan oleh pasukan yang setia pada Kaisar, lebih baik dia membunuh dulu anak gadisnya, kemudian keluarga lainnya dan terakhir akan membunuh dirinya sendiri. Maka dia pun segera mendatangi mereka dengan menghunus pedang. Souw Tat Kie menyambut kedatangan ayahnya, sangat terkejut menyaksikan Souw Hok menghunus pedang.
"Apa yang telah terjadi sebenarnya Thia?", tanyanya sambil menatap heran.
"kenapa Thia menghunus pedang?". Lemah hati Souw Hok setelah berhadapan dengan anak kesayangannya, batal dia melaksanakan niat semula.
"Toakomu telah ditawan musuh nak", ucapnya sedih, kota ini telah dikurung oleh pasukan yang setia pada Kaisar Touw Ong".
"Kenapa Kaisar menyerang wilayah kita, Thia?", Souw Tat Kie bertambah heran. Souw Hok terpaksa menerangkan sebab musabab sampai terjadinya peristiwa itu, kemudian menambahkan .
"Tak lama lagi Thia pasti akan ditawan mereka dan dijatuhi hukuman mati". Sebelum Tat Kie sempat berkata, telah terdengar tambur dipukul bertalu-talu. Ternyata Chong Hek Houw telah muncul kembali di muka pintu gerbang kota, menantang Souw Hok berperang tanding. Selagi Souw Hok dan puterinya cemas, tiba-tiba seorang pembantunya mengabarkan, bahwa The Lun, perwira yang bertugas mengangkut ransum ingin bertemu dengan sang raja-muda. Souw Hok segera menyuruhnya masuk. The Lun memberi hormat pada Souw Hok seraya berkata.
"Sudah lama saya mengabdi di sini, kini setelah Kongcu ditawan musuh, izinkanlah saya maju ke medan laga dan saya akan berusaha untuk menangkap Chong Hek Houw". Souw Hok tahu, bahwa kepandaian The Lun cukup tinggi, langsung mengizinkannya. The Lun menunggang binatang aneh sejenis dengan tunggangan Hek Houw, bersenjatakan 'ruyung iblis'.Dia memimpin 3000 'pasukan gagak sakti' untuk menyambut tantangan lawan. Langsung terjadi pertempuran yang seru. Chong Hek Houw langsung menghadapi The Lun dengan mengangkat sepasang kapaknya. Segera terjadi perang tanding di antara kedua pemimpin pasukan itu. Walau telah berlangsung cukup lama, tapi keadaan mereka masih tampak seimbang. The Lun adalah murid To Nie Cinjin dari Kun Lun-san, telah berhasil menyerap kesaktian sang guru. Kini, dengan senjata ruyung, dia tak berhasil menjatuhkan lawan, maka dia pun tak ingin bertempur lebih lama dengan cara itu. Dia juga tahu buli-buli Chong Hek Houw amat sakti, tak mau dia memberikan kesempatan pada lawan untuk membuka tutup buli- bulinya, telah mendahului mengeluarkan kesaktiannya, menyemburkan sinar putih dari lobang hidungnya. Begitu melihat sinar putih, sekujur tubuh Chong Hek Houw menjadi lemah dan berkunang-kunang matanya, jatuh dari binatang tunggangannya, yang segera ditangkap oleh 'pasukan gagak sakti?- nya The Lun. Begitu sang pemimpin tertangkap, pasukan Hek Houw jadi kucar-kacir dan melarikan diri. The Lun membawa Chong Hek Houw menghadap Souw Hok. Souw Hok bukan saja tidak menghukum Chong Hek Houw, malah telah langsung melepaskan tali pengikat Hek Houw sambil minta maaf akan segala perlakuan yang telah terjadi atas dirinya. Kemudian dia menyuruh orangnya menyiapkan hidangan untuk menjamu Hek Houw, memperlakukannya sebagai tamu terhormat ..... Kie Chiang yang ditugaskan Kaisar Touw Ong, telah pula tiba di luar kota Kie Chiu, menggabungkan diri dengan Chong Houw Houw. Houw Houw yang mendapat tambahan tenaga, ingin menyerang lagi kota Kie Chiu, akan segera menghancurkan daerah kekuasaan Souw Hok, sekali-gus untuk membebaskan adiknya, Hek Houw. Namun niatnya tidak disetujui oleh Kie Chiang, yang lebih condong menyelesaikan kasus ini dengan jalan damai dari pada memakaikekerasan. Maka Kie Chiang mengutus orang kepercayaannya, Shan Gie Seng, untuk menyampaikan suratnya pada Souw Hok. Walau di hati kecil Chong Houw Houw kurang setuju akan cara itu, tapi karena menyadari rapuhnya tenaga sendiri, maka dia tak berani menghalangi maksud Kie Chiang. Shan Gie Seng disambut ramah oleh Souw Hok. Gie Seng mengemukakan maksud kedatangannya, menyerahkan surat Kie Chiang pada Souw Hok. Souw Hok membaca surat tersebut. - Saudara Souw yang saya hormati, Sebelumnya saya mohon maaf telah mengganggu kesibukan saudara, tapi demi perdamaian di kerajaan kita, saya memberanikan diri untuk membuat surat ini. Saudara Souw, sesungguhnya saya kagum akan keberanian anda dalam mempertahankan prinsip dan menentang hal yang saudara anggap kurang bijaksana dari Kaisar kita. Tapi hendaknya saudara saudari, bahwa sulit bagi kita untuk menentang perintah Kaisar, sebab sebagai Thian-cu (Anak Langit), segala ucapannya adalah hukum, yang harus dipatuhi oleh orang biasa maupun oleh kita, para raja-muda. Seharusnya saudara Souw merasa gembira memiliki anak gadis yang cantik menawan lagi cukup baik pendidikannya, hingga Kaisar berkenan untuk menerimanya sebagai salah seorang pendampingnya. Adalah salah besar bila saudara menolak titah Kaisar, bahkan menulis sajak yang bernada negatif bagi junjungan kita. Sesungguhnyalah telah lama saya mendengar kesetiaan dan ketulusan hati saudara dalam mengabdi untuk kerajaan Siang, itu sebabnya saya tidak ingin berpeluk tangan dalam kasus anda. __- Saudara Souw yang baik, Izinkanlah saya mengemukakan beberapa saran di sini. Saya mengharap sudilah saudara mengantarkan puterimu ke istana Touw Ong, dengan berbuat begitu, anda sekali-gus akan memperoleh tiga keuntungan . Pertama, puteri saudara akan sangat dicintai Kaisar,yang bukan saja akan menyenangkan dirinya, juga orang tuanya. Ke dua, saudara tetap akan memerintah kota kie Chiu dan sekitarnya dan ke tiga, rakyat akan terhindar dari penderitaan akibat perang dan para prajurit tak sampai harus banyak yang binasa, demikian pula para perwiranya. Akan tetapi, seandainya saudara tetap kukuh berpegang pada prinsip semula, kemungkinan saudara sekeluarga akan mengalami mala- petaka. Sebab sulitlah bagi kita untuk dapat mempertahankan wilayah dengan kemampuan terbatas, sedangkan Kaisar memiliki kekuasaan yang amat besar dan kemampuan menghimpun kekuatan yang dapat menghancurkan wilayah para rajamuda yang membangkang perintahnya. Dengan begitu, saudara bukan saja akan kehilangan Kie Chiu, juga akan terbengkelai tempat arwah leluhur saudara dan keluarga anda juga akan turut dibinasakan. Sedangkan rakyat! akan sangat menderita akibat peperangan --- Sebagai seorang yang berjiwa besar, hendaknya saudara dapat menyingkirkan soal pribadi untuk melaksanakan tugas yang lebih mulia. Sudilah saudara mempertimbangkan secara saksama saran saya ini dan saya harap saudara bersedia membalas surat saya --- Salam bahagia, Kie Chiang. - Souw Hok berdiam sejenak seusai membaca surat Kie Chiang, seakan sedang mempertimbangkan saran itu.
"Coba dinda Hek Houw baca surat ini", Souw Hok mengangsurkan surat Kie Chiang pada Chong Hek Houw. Sejenak Hek Houw membacanya, kemudian berkata.
"Raja muda Barat ini sesungguhnya orang yang bijaksana, sebaiknya kak Souw menuruti sarannya".
"Aku sependapat denganmu", Souw Hok mengangguk. Keesokan harinya, utusan Kie Chiang pamit dari Souw Hok, kembali ke tempat atasannya berkemah dengan disertai Chong Hek Houw. Begitu kembali ke pasukannya, Hek Houw segera membebaskan Souw Choan Tiong.
"Kak Houw Houw rupanya telah termakan siasat oknum bermental buruk yang telah berhasil mempengaruhi Kaisar. Hendaknya, di masa mendatang, pikirkanlah baik-baik sebelum kakak bertindak, hinggatidak terulang peristiwa seperti sekarang ini. Sepucuk surat dari raja muda Barat ternyata lebih berhasil dari pasukan besar yang kakak pimpin, hingga menjatuhkan pamor dari keluarga kita. Untuk selanjutnya saya takkan mencampuri lagi persoalan kak Houw Houw". Selesai berkata, Hek Houw pamit pada kakaknya, berlalu bersama pasukannya.DUA Souw Choan Tiong menemui orang tuanya. Gembira dan sedih berbaur di diri Souw Hok pada saat itu. Gembira karena dapat bertemu kembali dengan anak tertuanya, sedih karena akan mengantarkan anak gadisnya, Tat Kie, ke istana Touw Ong, sekali-gus akan mempertanggung-jawabkan kesalahannya terhadap Kaisar. Dia menyerahkan soal pemerintahan wilayahnya pada anak sulungnya, memesannya agar memerintah secara adil. Choan Tiong berjanji akan mematuhi segala amanat ayahnya. Souw Hok memilih 200 prajurit untuk mengiringi keberangkatannya bersama puterinya ke kota-raja. Souw Tat Kie pamit pada ibu dan kakaknya dengan bersimbah air mata, berat baginya untuk pisah dengan orang tua dan saudara, tapi ini adalah kehendak Kaisar, yang bila dibantah, akan dapat menimbulkan akibat fatal, bukan saja bagi keluarganya, juga bagi rakyat! Tat Kie berangkat dengan naik Joli dengan diiringi oleh ayahnya dan ratusan prajurit pilihan. Mereka melakukan perjalanan pada siang hari, beristirahat bila merasa lapar serta haus! dan pada malam hari. Pada suatu senja mereka tiba di kota In-chiu. Wali Kota menyambut rombongan Souw Hok, menempatkan mereka di Wisma kerajaan. Tapi di luar tahu mereka, di Wisma itu berdiam siluman Rase yang berekor sembilan, yang telah ditugaskan oleh Lie Koa Nio Nio untuk merayu Kaisar Touw Ong agar lupa daratan, hingga tak lagi mengurus soal negaranya. Sang siluman yang tahu Souw Hok yang akan mengantarkan anak gadisnya ke istana, telah menantinya di situ. Tengah malamnya, di kala orang-orang telah tidur nyenyak, sang siluman langsung merenggut nyawa Souw Tat Kie, lalu masuk ke dalam guha-garba (jasad) si gadis .... Keesokan harinya Souw Hok melanjutkan perjalanan tanpa menyadari apa yang telah terjadi semalam, di mana badan kasar Tat Kie telah dirasuki oleh siluman Rase berekor sembilan!Rombongan raja muda ini melintasi sungai Oey Ho (Huang Ho; Sungai Kuning) dan beberapa waktu kemudian tibalah mereka di istana Touw Ong. Kedatangan Souw Hok sekali ini juga tidak membawa hadiah untuk Hui Tiong dan Yu Hun, membuat kedua orang kepercayaan Kaisar ini tambah dongkol dan bermaksud mencelakainya. Mereka memberitahukan Touw Ong, bahwa Souw Hok telah datang mengantar puterinya dan mereka sengaja menghasut agar Kaisar menghukum mati raja muda dari Kie Chiu itu. Souw Hok menghadap Kaisar dengan mengenakan pakaian orang hukuman, berlutut di hadapan sang junjungan. Kaisar yang telah termakan hasutan kedua orang kepercayaan yang berhati licik lagi serakah, langsung saja memerintahkan untuk memenggal kepala Souw Hok. Namun Menteri Utama Siang Yong telah berusaha mencegah dengan mengemukakan alasan .
"Maaf Tuanku, Souw Hok! memang patut dihukum karena telah berani menentang Paduka. Akan tetapi kini dia telah menyadari kesalahannya itu berkat surat dari raja muda Barat. Maka adalah kurang bijaksana seandainya Paduka tetap menjatuhkan hukuman mati padanya. Elok kiranya Paduka mengampuninya". Usul Siang Yong didukung beberapa menteri lainnya. Hui Tiong yang melihat gelagat kurang menguntungkan posisinya bila dia meneruskan hasutannya, segera memutar haluan dengan berkata.
"Apa yang dikatakan oleh Menteri Utama tepat sekali Paduka. Seandainya di kemudian hari anak gadis Souw Hok tak pandai melayani Paduka, masih belum terlambat bagi kita untuk menghukum mati ayah dan anak itu!". Touw Ong mempertimbangkan sejenak, kemudian menyetujuinya. Souw Tat Kie diperintahkan untuk menghadap Kaisar. Tak lama muncullah anak gadis Souw Hok itu, cantik.wajahnya, mungil dan kemerah-merahan bibirnya, lemah gemulai langkahnya dan anggun sikapnya. Touw Ong terpesona menyaksikan kedatangan gadis itu, seakan Dewi Bulan yang muncul di istananya.Souw Tat Kie berlutut di hadapan Kaisar .
"Hamba, Souw Tat Kie, anak dari pejabat berdosa, memenuhi perintah Tuanku untuk datang menghadap. Semoga Paduka dikaruniai panjang umur!"
Merdu sekali suaranya, membuat sang Kaisar semakin tertarik pada Souw Tat Kie.
"Bangunlah manis", katanya. Sang Kaisar segera menyuruh pada dayang istana untuk mengantarkan Souw Tat Kie ke istana 'Dewa Panjang Umur'. Souw Hok bukan saja dibebaskan dari segala dosanya, malah telah diangkat sebagai anggota keluarga Kaisar dan Raja menyelenggarakan pesta tiga hari tiga malam untuk menghormatinya. *** Sejak Souw Tat Kie yang cantik-rupawan berada di dalam istana, telah membuat Touw Ong mabuk kepayang, sepanjang hari dia terus mendampingi gundik kesayangannya, tak mengurus soal kerajaan. Selama dua bulan Kaisar tak pernah hadir di balairung; yang dilakukannya hanyalah makan minum sambil mendengarkan alunan suara Tat Kie. Sering sudah para menteri dan raja muda mengirim surat, yang bermaksud mengingatkan Kaisar mereka, agar jangan sampai melupakan urusan kerajaan. Namun Touw Ong tak pernah mau membaca surat-suratnya yang masuk, ditumpuk begitu saja! Sampai kemudian ada seorang menteri yang bernama Bwe Poh, yang mengusulkan pada Menteri Utama (Perdana Menteri) Siang Yong dan wakilnya, Pi Kan, agar mereka coba mengingatkan atas kealpaan Kaisar mereka. Siang Yong langsung menyetujui saran itu, segera menyuruh pembantunya memukul gong dan tambur, mengharapkan Kaisar sudi menerima para menterinya. Touw Ong terpaksa datang ke balairung, terlihat olehnya Siang Yong, Pi Kan dan para menteri lainnya telah berkumpul di situ, di tangan masing-masing pada memegang sepucuk surat yang berisi saran, ada pula yang ingin mengingatkan ulah Kaisar.Namun Touw Ong yang ingin cepat-cepat mendampingi Souw Tat Kie lagi, enggan untuk membaca surat yang disodorkan oleh para menterinya itu.
"Baginda, para raja muda masih tetap menantikan jawaban Paduka atas surat yang mereka kirimkan", kata Siang Yong.
"tapi selama beberapa bulan ini ternyata Paduka tak pernah menghiraukan urusan kerajaan dan hanya mencurahkan perhatian pada seorang wanita cantik. Kami mengharapkan, untuk selanjutnya sudilah Tuanku membuang kebiasaan yang kurang menguntungkan itu, agar rakyat dapat hidup tenang dan gembira. Ucapanmu memang cukup bijaksana, tapi kau dapat mewakiliku untuk mengurus tugasku hingga tidak terjadi hambatan dalam perputaran roda pemerintahan", sabda Touw Ong.
"bukankah selama ini, dalam setiap sidang, aku selalu mendengar pendapatmu bersama menteri lainnya?".
"Tapi Tuanku ....", namun sebelum Siang Yong sempat meneruskan ucapannya, telah datang laporan yang menyatakan, bahwa ada seorang Tojin (Pendeta dari agama To) yang bernama In Tiong Cu dari gunung Chong-lam, ingin menghadap Kaisar. Touw Ong girang mendengar kabar itu, sebab kunjungan sang Tojin akan memungkinkannya mengalihkan pokok pembicaraannya dengan para menterinya, segera menyuruh Pendeta itu menghadap. In Tiong Cu telah bertapa lebih dari seribu tahun, yang membuatnya berhasil mencapai kesaktian yang setaraf dengan Dewa. Hari itu, ketika dia sedang memetik daun obat untuk diolah menjadi pil, tiba-tiba melihat di arah Tenggara ada hawa siluman yang melambung tinggi di angkasa. Dengan kesaktiannya In Tiong Cu mengetahui, bahwa ada siluman Rase yang berhasil menempati guha- garba wanita cantik, telah menyusup ke istana Touw Ong. Bila tidak segera dibasmi, tentu akan menimbulkan bencana bagi kerajaan. In Tiong Cu segera menyuruh muridnya, Kim Shia Tongcu mengambil dahan pohon Siong (Pinus; Cemara), membuat pedang-pedangan kayu yang akan digunakan untuk membasmi siluman.Selesai membuat pedang, In Tiong Cu berpesan pada muridnya, agar baik-baik menjaga tempat pemukimannya. In Tiong Cu meninggalkan Chong-lam-san dengan naik awan, menuju ke kota-raja. Ketika dia tiba di istana, Touw Ong sedang mengadakan pertemuan dengan para menterinya. Dia segera meminta pada petugas jaga untuk memberitahukan kedatangannya pada Kaisar. Setelah disilakan masuk, In Tiong Cu memasuki ruang sidang sambil memegang sebuah keranjang bunga dan tangan lainnya sebuah kebutan. Dia tak berlutut di hadapan Touw Ong, hanya menganggukkan kepala seraya berkata.
"Terimalah hormat saya Baginda"
Touw Ong kurang senang menyaksikan sikap In Tiong Cu, bertanya .
"Dari manakah asal Totiang?".
"Pinto datang dari mega dan air".
"Apa maksud Totiang?".
"Hari sebagai mega putih yang melayang-layang di angkasa dengan bebasnya; sedangkan hasrat atau keinginan bagaikan air yang mengalir bebas ke Timur dan Barat".
"Akan tetapi bila mega buyar dan air kering, ke manakah Totiang akan kembali?".
"Bila mega buyar, rembulan akan menampakkan diri, Kalau air kering, akan tampak mutiara yang berkilauan".
"Dengan sikap yang baru saja Totiang perlihatkan, hanya mengangguk tanpa mau berlutut di hadapanku, bukankah itu berarti Totiang kurang menghormati Kaisar!?"
In Tiong Cu tersenyum .
"Baginda hanya tahu kalau seorang Kaisar itu mulia, tapi Agama lebih tinggi kedudukannya". Lalu In Tiong Cu menguraikan secara panjang lebar mengenai kebaikan dan kebesaran Agama. Touw Ong amat tertarik akan uraian tersebut, kemudian bertanya .
"Kalau boleh aku tahu, siapa nama Totiang? Apa maksud sesungguhnya Totiang ke mari?".
"Nama Pinto In Tiong Cu, menetap di gunung Chonglam"
Sahut In Tiong Cu.
"Pinto melihat ada hawa siluman yang berasal dari istana,maka Pinto segera ke mari".
"Mungkin Totiang salah lihat. Bagaimana mungkin ada siluman yang bermukim dalam istana?", Touw Ong kurang percaya.
"Sekiranya Baginda mengetahuinya, siluman itu tentu takkan berani berdiam di sini".
"Lalu dengan cara apa kita dapat membasminya?", tanya Kaisar. In Tiong Cu mengeluarkan sebilah pedang yang terbuat dari dahan pohon Siong, sambil menerangkan mengenai keampuhan pedang kayu tersebut, kemudian menyerahkannya pada Touw Ong.
"Pinto mohon Paduka menggantung pedang ini di depan menara Hun Kiong", pesannya.
"Pinto jamin dalam tempo tiga hari Tuanku sudah akan melihat hasilnya". Touw Ong menerima pedang itu, bermaksud memberi hadiah pada sang Tojin. Namun In Tiong Cu menolak hadiah itu, lalu mengundurkan diri. Sepergi sang Tojin, Kaisar segera menutup sidang, membuat para menterinya jadi agak kecewa. Sesungguhnyalah masih banyak persoalan yang ingin mereka perbincangkan dengan junjungannya. Sesuai dengan pesan In Tiong Cu, Kaisar menitahkan menggantungkan pedang itu di muka menara Hun Kiong. Touw Ong bergegas menuju ke istana Dewa Panjang Umur, untuk menemui wanita kesayangannya. Namun tidak seperti biasanya, Souw Tat Kie tidak menyambut kehadirannya. Selagi sang Kaisar keheranan, datang laporan yang menyatakan Tat Kie jatuh pingsan, serta-merta Touw Ong masuk ke kamar wanita yang telah membuatnya mabuk kepayang. Kala itu Souw Tat Kie baru saja siuman dari pingsannya, begitu melihat Kaisar, dia langsung menangis.
"Kenapa sedih sayang?", tanya Touw Ong dengan penuh kasih sayang.
"Tadi, ketika saya ke luar dari istana untuk menyongsong kembalinya Tuanku dari balai-sidang, saya sempat dikagetkan oleh pedang yang tergantung di menara Hun Kiong hingga jatuh pingsan", sahut Tat Kie, lirih sedih suaranya.
"tampaknya saya tidak memiliki keberuntunganuntuk melayani Paduka lebih lama lagi".
"Akulah yang perintah untuk menggantung pedang kayu itu atas saran In Tiong Cu", Touw Ong berterus terang.
"sebab menurutnya ada siluman di istana. Tapi rupanya Tojin itu berhati dengki ingin mencelakaimu, biar nanti ku perintahkan membakar pedang kayu itu". Kaisar langsung memerintahkan untuk membakar pedang itu, dengan demikian, siluman Rase yang bersarang di guha-garba Souw Tat Kie, yang semula telah mulai merasakan kesaktian pedang In Tiong Cu, jadi terhindar dari kematian. *** Sekeluar dari istana, In Tiong Cu tidak langsung kembali ke Chong- lam-san, dia ingin menyaksikan perkembangan lebih jauh. Tak lama kemudian dia melihat hawa siluman yang berasal dari dalam istana, kembali melambung tinggi. Berkat kesaktiannya, dia langsung mengetahui kalau pedang kayunya telah dibakar.
"Tampaknya kerajaan yang diperintah Touw Ong sudah ditakdirkan runtuh", katanya sambil menghela nafas. Dia menulis sajak di dinding bangunan pengawas bintang, kemudian kembali ke tempat bermukimnya dengan naik awan. Sajak In Tiong Cu telah menarik perhatian rakyat, membuat mereka berdesak-desakan untuk membaca sajak tersebut. Touw Goan Sian, pejabat yang ditugaskan untuk mengawasi perjalanan bintang, sempat pula membaca sajak tersebut. Namun dia tak mengerti makna yang terkandung dalam sajak itu, segera menyuruh orang menghapusnya. Tapi di dalam perjalanan pulang, dia kembali mengingatingat sajak itu dan menghubungkannya dengan kunjungan orang suci itu pada Kaisar. - Aku melihat hawa siluman pada malam hari, kian lama kian membubung tinggi di angkasa. Ini merupakan alamat buruk. Kaisar terlampau mementingkan kecantikan dan kesenangan serta membiarkan diri disesatkan oleh pegawai yang tamak, dengki. Merupakan kewajibanku untuk memperingatkan Kaisar Kini jelaslah segalanya. Keesokan harinya Touw Goan Sian masuk ke istana sambil membawasepucuk surat. Girang hatinya ketika melihat hari itu sidang dipimpin oleh Menteri Utama Siang Yong. Dia menyerahkan surat itu pada sang menteri. Siang Yong meminta Touw Goan Sian menanti, sedang dia sendiri membawa surat itu ke istama Dewa Panjang Umur, menyerahkannya pada Touw Ong yang sedang beristirahat di situ. Touw Ong jadi sangat heran karena ada lagi yang mempersoalkan hawa siluman itu, untuk sementara tak tahu dia apa yang harus dilakukannya.
"Touw Goan Sian juga mengatakan, bahwa ada siluman di istana", kata Touw Ong pada Tat Kie.
"benarkah itu?".
"Sebelumnya In Tiong Cu telah menyiarkan berita bohong, yang ingin memperdaya Tuanku dan menimbulkan kecemasan di kalangan rakyat. Kini Touw Goan Sian kembali menyiarkan kabar dusta itu. Jelas kalau dia tak bermaksud baik", ucap Souw Tat Kie.
"Jadi menurutmu, apa yang harus kulakukan terhadapnya?", tanya Touw Ong, yang seakan telah butek pikirannya.
"Sebaiknya orang semacamnya dipenggal saja batang lehernya, agar orang lain tak berani lagi mencontoh perbuatannya", Tat Kie mengusulkan. Siang Yong terkejut ketika mendengar saran itu, berusaha mencegah Kaisar .
"Janganlah Baginda melaksanakan itu. Touw Goan Sian telah mengabdi di bawah tiga Kaisar dengan penuh kesetiaan, jasanya itu patut dijadikan teladan. Lagi pula dia ditugaskan untuk mengawasi perjalanan bintang dan sudah menjadi kewajibannya untuk melaporkan bila di angkasa terlihat tanda-tanda kurang baik. Dia bersedia menanggung segala resiko demi kepentingan negara --- Seandainya dia sampai dihukum mati karena laporannya yang tidak menyenangkan, hal itu akan menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan, bahkan membangun suasana ketakutan di kalangan hamba negara, yang mungkin sekali akan membuat mereka jadi tak peduli. Hal semacam itu tentu takkan menguntungkan bagi perkembangan kerajaan selanjutnya". Namun Touw Ong ternyata lebih mendengar saran wanita kesayangannya dari pada Menteri Utamanya, memutuskan untukmenghukum mati Touw Goan Sian, dengan alasan, perbuatannya dapat menggelisahkan rakyat, yang bila dibiarkan, akan menimbulkan kekacauan nantinya. Touw Goan Sian yang telah lanjut usia itu langsung ditangkap, diikat dan digiring ke luar istana untuk dihukum mati dengan dipenggal batang lehernya. Di tengah perjalanan ke tempat melaksanakan hukuman, Goan Sian berpapasan dengan Bwe Poh. Setelah tahu sebabnya, Bwe Poh segera menghadap Kaisar. Di dalam perjalanan menuju ke istana, Bwe Poh telah bertemu dengan Siang Yong, yang dicaci sebagai seorang pengecut, tak berani untuk menolong Goan Sian.
"Aku telah berusaha menolongnya, tapi tak berhasil", Siang Yong menerangkan.
"Mari kita menghadap Kaisar", ajak Bwe Poh yang panas hati karena menyaksikan keputusan yang tidak bijaksana dari Touw Ong. Mereka sama-sama menghadap Raja di istana Dewa Panjang Umur. Touw Ong sangat marah ketika melihat Bwe Poh berani sembarangan memasuki istana terlarang itu.
"Rupanya kau berkomplot dengan Touw Goan Sian, maka kau pun harus dihukum bersamanya", sabda Touw Ong.
"tapi mengingat kau telah cukup lama mengabdi pada kerajaan, tak sampai hati aku menghukum mati kau, cukup kupecat dari jabatanmu!".
"Rupanya kau telah dibutakan oleh rayuan Souw Tat Kie hingga bukan saja tidak menghiraukan pemerintahan, malah telah merusak hubungan antara Raja dengan menteri", saking marahnya, Bwe Poh jadi lupa akan posisi dirinya.
"dengan menghukum mati Touw Goan Sian, berarti kau telah menghukum seluruh rakyat. Aku tak keberatan kau pecat, tapi merasa sayang kalau dinasti Siang akan hancur di tanganmu. Seharus nya kau merasa malu pada leluhurmu atas ulahmu ini!". Touw Ong jadi sangat gusar mendengar umpat caci Bwe Poh, langsung memerintahkan untuk memenggal kepala menterinya yang jujur tapi keras wataknya ini. Souw Tat Kie mencegahnya. Menurutnya, seorang pejabat yang beranimelototi, apa lagi mencaci maki Kaisar, terlalu enak kalau dihukum mati begitu saja. Dia akan menggunakan sebuah alat, yang akan membuat orang yang berani bersikap kurang ajar itu menderita sebelum mati, agar pejabat lainnya tak berani bersikap seperti itu pada Raja mereka. Siang Yong berusaha menenangkan Kaisar dan sudi merobah hukuman Bwe Poh, tapi tidak digubris oleh Touw Ong. Kaisar malah telah bertanya pada Tat Kie.
"Dengan cara bagaimana kita menghukumnya?".
"Kita gunakan tungku api (pilar pembakaran) setinggi 10 elo dengan diameter dua elo. Dari atas ke bawah ada tiga lobang untuk tempat menyalakan api, yang akan membuat alat penghukum yang terbuat dari tembaga itu benar-benar panas. Setiap pejabat yang berkhianat atau mengajukan usul yang dianggap dapat menimbulkan keresahan disamping menghina raja, sebaiknya diikat pada tungku panas itu dalam keadaan bugil dan baru dilepaskan setelah mati terbakar --- Alat itu bernama Po Lok". Touw Ong memuji ide gundik kesayangannya itu, langsung memerintahkan memenggal batang leher Touw Goan Sian dan menjebloskan Bwe Poh ke penjara, untuk menunggu pelaksanaan hukuman di Po Lok yang segera dibuat. Menteri Utama Siang Yong hanya dapat menghela nafas mendengar keputusan yang tidak bijak itu, kemudian mengajukan permohonan meletakkan jabatannya. Touw Ong menerima permintaan Siang Yong itu. Banyak pejabat tinggi kerajaan yang mengantar kembalinya Siang Yong ke kampung halaman. Sesungguhnyalah mereka berat untuk berpisah dengan Menteri Utama yang bijaksana tersebut.
"Adalah hal yang sangat menggembirakan, bahwa bapak dapat melewati hari tua secara tenang di kampung halaman sendiri", kata salah seorang pejabat yang dekat dengan Siang Yong,"tapi sungguh disayangkan, pada saat kerajaan membutuhkan pejabat sebaik dan sebijaksana bapak, tapi justru bapak melepaskan jabatan. Saya khawatir keadaan kerajaan kita akan semakin buruk nantinya".
"Saya merasa terharu menyaksikan kesetia-kawanan saudarasekalian", kata Siang Yong terharu.
"sesungguhnyalah, saya merasa berat meletakkan jabatan pada saat seperti ini. Tapi hal ini terpaksa saya lakukan juga, sebab segala saran dan nasehat saya tidak lagi didengar oleh Kaisar yang telah dipengaruhi Souw Tat Kie, hingga sering mengambil keputusan yang tak adil terhadap para pembantunya maupun rakyat. Saya mengharapkan, setelah saya mundur, jabatan saya akan diisi oleh orang yang lebih pandai dan lebih berwibawa". Para pejabat lain tak berkata lagi, hanya memandang keberangkatan pejabat senior yang jujur itu dengan tatapan haru .......... Po Lok berhasil dirampungkan dan Souw Tat Kie menyatakan kepuasaannya setelah memeriksa alat penyiksa itu. Pada suatu pagi Touw Ong mengadakan rapat dengan para menterinya. Para menterinya sangat heran menyaksikan di balai sidang kerajaan terdapat 20 buah tungku api, tak tahu mereka, akan digunakan apa alat itu? Ada yang menduga sebagai penghangat! ruang di musim dingin. Touw Ong memerintahkan untuk mengisi bahan bakar ke salah sebuah alat itu, lantas menyalakannya. Setelah alat penyiksa mulai panas, sang Kaisar memerintahkan membawa Bwe Poh ke ruang itu.
"Hamba Bwe Poh menghadap Baginda", Bwe Poh berlutut di hadapan Kaisar.
"Kau manusia yang tak patut dikasihani", dingin suara maupun sikap Kaisar, lalu menuding ke alat penyiksa.
"perhatikan baik-baik olehmu, benda apa yang ada di sana!?".
"Belum pernah hamba saksikan benda semacam itu Tuanku", kata Bwe Poh setelah memperhatikan sejenak.
"Benda itu sengaja kubuat untukmu!", kata Kaisar.
"Untuk hamba Baginda?", Bwe Poh membelalakkan mata.
"Ya, untukmu dan untuk siapa saja yang berani membangkang perintah atau menghina Kaisar!". Bwe Poh bukannya takut, malah tak lagi dapat menahan emosi, mencaci-maki Raja, namun menyayangi juga, bahwa dinasti Siangakan ambruk di tangan Touw Ong! Sang Kaisar jadi tambah marah, langsung memerintahkan menelanjangi Bwe Poh, mengikat tangan dan kakinya dengan rantai, menyeret dan menekan tubuhnya ke tungku api yang telah panas. Bwe Poh langsung memperdengarkan jeritan yang memilukan sambil meronta-ronta ingin melepaskan diri, namun terus ditekan oleh pengawal Raja, yang membuatnya tak berkutik dan pingsan tak lama kemudian. Bau daging dibakar memenuhi seluruh ruang. Para pembesar yang hadir marah campur ngeri ketika menyaksikan kelaliman itu, banyak di antaranya yang bermaksud meletakkan jabatan. Pertemuan antara Kaisar dan menteri usailah sudah dengan matinya Bwe Poh di tungku api 'Po Lok'. Touw Ong masuk ke istana Dewa Panjang Umur. Souw Tat Kie menyambut kehadiran sang junjungan sambil tersenyum manis, mengajak Touw Ong bersantap dengan dihibur nyanyian dan tarian.
"Alat ciptaanmu hebat sekali manis", Touw Ong memuji gundik kesayangannya.
"Bwe Poh merupakan korban pertama dari alat itu. Semua menteri tampak merasa ngeri menyaksikan hukuman tersebut, untuk selanjutnya tentu takkan ada lagi yang berani bersikap kurang ajar padaku". Makan minum yang diiringi lagu dan tarian itu terus berlangsung sampai larut malam.
"Di mana orang yang mengadakan pesta?", tanya Kiang Hong-houw (Permaisuri Kiang) pada dayangnya ketika mendengar suara tetabuhan dan nyanyian. Sudah lewat tengah malam pada saat itu.
"Di istana Dewa Panjang Umur, Hong-houw", sang dayang menerangkan.
"Thian-cu (Kaisar) sedang bersenang-senang dengan Souw Bie-jin!". (Souw Bie-jin = Si cantik Souw, maksudnya Souw Tat Kie). Kiang Hong-houw jadi kurang senang mendengar kabar itu.
"Ulah wanita jalang itu makin lama tambah melewati batas, bila tidakkuajar adat sekarang, nantinya tentu akan tambah jahat dan kemungkinan Baginda takkan mau lagi mengurus soal kerajaan, tahunya hanya bersenang-senang saja dengannya; akan bertambah banyak menteri jujur yang akan jadi korbannya". Sang Permaisuri segera menyuruh para dayangnya mengantarnya ke istana Dewa Panjang Umur. Setibanya di tempat yang dimaksud, terlihat bahwa Touw Ong sudah setengah mabuk. Melihat kedatangan Permaisurinya, Touw Ong segera menyuruh Tat Kie menyambutnya. Souw Tat Kie langsung berlutut dalam menyambut kehadiran Kiang Hong-houw di ruang itu. Permaisuri Kiang menyuruhnya bangkit. Gundik Touw Ong yang cantik berdiri, mengantar Permaisuri Kiang masuk ke dalam istana. Sesuai dengan tata krama istana, Kiang Hong-houw memberi hormat pada Touw Ong. Kaisar menyilakannya duduk di sisi kanannya, sedangkan Souw Tat Kie sebagai selir Raja, hanya berdiri di samping. Touw Ong menyuruh Souw Tat Kie menari untuk Permaisurinya. Namun Kiang Hong-houw hanya menunduk, sama sekali tidak memperhatikan tarian Tat Kie. Kaisar heran melihat sikap Permaisurinya, bertanya.
"Apa yang membuatmu bermuram durja?".
"Seorang Kaisar seharusnya menghargai jasa dan pengabdian dari para pembantunya yang setia dan harus menjauhkan diri dari berfoya- foya, agar tidak melupakan tugas menjalankan roda pemerintahan dan mengatur negara dengan adil lagi bijaksana", sahut Kiang Hong- houw.
"tapi kenyataannya Tuanku selalu bersenang-senang dengan wanita cantik dan arak, segala nasehat tak Paduka hiraukan lagi. Beberapa pejabat yang setia telah Tuanku singkirkan, bahkan menghukum mati mereka. Segalanya itu Baginda lakukan karena percaya pada kata-kata dan saran wanita yang telah berhasil membuat Paduka mabuk kepayang, hingga menimbulkan benih kebencian dan dendam dari orang atau pihak yang jadi korban, yangsewaktu-waktu dapat meledak menjadi kekacauan --- Sebagai wanita, tak banyak yang saya ketahui mengenai pemerintahan, tapi saya tak dapat berdiam diri setelah mendengar dan melihat kekeliruan yang Paduka lakukan, sebab biar bagaimanapun saya isteri sah Paduka, Permaisuri. Harapan saya, setelah mendengar suara hati saya ini, Tuanku dapat memperbaiki kekeliruan itu". Seusai berkata, Kiang Hong-houw pamit dan kembali ke istananya.
"Dasar perempuan tak tahu diri!", gerutu Kaisar sepergi sang Permaisuri.
"aku telah berbaik hati menyuruh Tat Kie menari di hadapannya, tapi dia malah melontarkan kata-kata yang melukai perasaanku --- Kalau saja dia bukan Permaisuri, akan kujebloskan ke dalam penjara!". Kala itu hampir jam tiga malam, telah hilang mabuk Touw Ong, segera menyuruh Tat Kie menari lagi. Namun Souw Tat Kie bukannya menari, malah berlutut di hadapan Kaisar.
"Kenapa kau? Cape?"), Touw Ong heran menyaksikan ulah gundik kesayangannya.
"Bukan", Tat Kie menggelengkan kepala.
"Lalu kenapa?'.
"Saya tak berani menari di hadapan Baginda lagi".
"Sebabnya?", Touw Ong bertambah heran.
"Tadi Kiang Hong-houw telah memperingatkan Paduka agar tidak bersenang-senang lagi, sebab hal itu dapat mengakibatkan Tuanku melalaikan tugas negara dan Permaisuri pun mengatakan, bahwa sayalah yang menjadi penyebab segalanya itu, menyesatkan Tuanku, hingga Paduka sering melakukan keputusan yang tidak bijaksana, bahkan kejam terhadap para pembantu setia kerajaan". Tat Kie menangis sedih seakan-akan sangat tertekan batinnya.
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tak usah kau hiraukan perempuan yang tak tahu diri itu, manis", Touw Ong menghibur gundik kesayangannya, memeluknya penuh kasih sayang.
"aku kucilkan dia nanti dan akan kuangkat kau sebagai penggantinya". Mulai terkembang senyum manis di wajah Souw Tat Kie, meletakkan kepalanya di dada Kaisar. Tercium oleh Kaisar bau harum semerbak yang berasal dari rambutTat Kie, membuatnya tambah mabuk kepayang, memeluk gundiknya lebih erat lagi ..... Beberapa hari setelah peristiwa di atas, Kiang Hong-houw menyelenggarakan pertemuan antara Permaisuri dengan isteri muda dan para selir Kaisar, juga para dayang. Hadir dalam pertemuan itu Permaisuri-muda Oey Kui Hui dari istana Barat, yang merupakan adik perempuan Oey Hui Houw; juga Yo Kui Hui dan berikut selir dan dayang. Souw Tat Kie turut hadir juga, berlutut di hadapan Permaisuri. Kiang Hong-houw menyuruhnya bangun. Tat Kie bangkit dan berdiri di sisi, agak jauh. Yo Kui Hui dan Oey Kui Hui memperhatikan Tat Kie sejenak, kemudian bertanya pada Kiang Hong-houw .
"Diakah Souw Bie-jin?".
"Benar", Kiang Hong-houw mengangguk. Kemudian berkata pada Tat Kie .
"Sejak kau ditempatkan di istana Dewa Panjang Umur, sepanjang hari Baginda selalu bersenang-senang denganmu, hingga melalaikan tugas kerajaan, banyak urusan penting yang terbengkelai dan tindakan yang diambilnya sering tidak bijaksana, bahkan kejam. Kau yang selalu mendampinginya, bukan saja tidak pernah menasehati Baginda, malah sering menganjurkan mengambil keputusan yang bukan-bukan. Siang malam kau mengajak Baginda bersenang-senang sambil menghasutnya untuk menyingkirkan para pembantunya yang setia. Sikapmu itu telah melanggar peraturan mendiang Kaisar Cheng Tong. Pada kesempatan ini ingin aku memperingatimu, seandainya kau tidak merobah perangaimu yang buruk itu, akan kuhukum kau sesuai dengan peraturan yang berlaku di dalam istana!". Biarpun panas hati Souw Tat Kie dimaki oleh Hong-houw di hadapan umum, tapi dia berusaha mengekang emosi, berjanji akan berusaha memperbaiki tingkah lakunya.
"Sekarang kau boleh kembali ke tempatmu!", ujar Kiang Hong-houw berwibawa. Souw Tat Kie mengucapkan terima kasih pada Permaisuri, padahal ia merasa malu bahkan panas hatinya, kembali ke istananya dengan tekad ingin membalas dendam!Seorang pelayan yang setia melayani Tat Kie telah menyarankan, agar majikannya menghubungi Hui Tiong. Souw Tat Kie segera menyuruh pembantu kepercayaannya itu, untuk memanggil menteri yang tamak lagi licik serta keji hatinya itu, untuk menemuinya di istana Dewa Panjang Umur pada saat Touw Ong sedang mencari hawa segar di tamansari istana. Pelayan setia Tat Kie menyerahkan sepucuk surat Souw Tat Kie pada Hui Tiong di muka pintu gerbang istana Dewa Panjang Umur, memintanya untuk membacanya di rumah. Setelah membaca surat Tat Kie, Hui Tiong jadi agak gelisah, muram wajahnya. Sebab Kiang Hong-houw yang ingin dicelakai Tat Kie itu adalah puteri Kiang Hoan Chu, raja muda Timur di Tong-lo yang memiliki pasukan cukup besar. Kakak! Permaisuri juga seorang yang perkasa. Namun imbalan yang dijanjikan Tat Kie amat besar, inilah yang menggelitik hati menteri yang tamak akan harta ini. Di samping itu, Souw Tat Kie kini merupakan gundik kesayangan Kaisar, yang bila tidak diturut perintahnya, tentu dengan mudah dapat mencelakai dirinya. Buat beberapa saat lamanya Hui Tiong ragu, otaknya bekerja keras, selang beberapa waktu dia mendapat ide bagus, segera memanggil Kiang Hoan yang berasal dari Tong-lo, daerah kekuasaan ayahnya Hong-houw. Hui Tiong menjanjikan imbalan yang sangat besar bila Kiang Hoan bersedia membantunya menjalankan siasat Souw Tat Kie. Kiang Hoan yang tamak akan harta, langsung menerima ajakan itu. Hui Tiong segera mengabarkan hal itu pada Souw Tat Kie, sekalian meminta petunjuk mengenai langkah berikutnya ..... *** Keesokan harinya Souw Tat Kie memohon pada Touw Ong untuk mengadakan pertemuan dengan para menterinya. Namun di dalam perjalanan ke balairung, mendadak muncul seseorang yang menghunus pedang, bermaksud membunuh Kaisar seraya berseru .
"Kubunuh kau Kaisar lalim!". Akan tetapi si penyerang telah berhasil diringkus oleh pasukanpengawal Kaisar sebelum dia berhasil melaksanakan maksudnya. Para menteri jadi sangat terkejut ketika mendengar kabar itu.
"Siapa yang ingin mewakiliku untuk memeriksa penjahat itu?", tanya Kaisar kepada para menteri. Hui Tiong langsung menyatakan kesediaannya. Penyerang gelap itu dibawa ke ruang lain untuk diperiksa. Beberapa waktu kemudian, Hui Tiong telah kembali ke ruang sidang, melaporkan hasil pemeriksaannya.
"Tuanku, penjahat itu mengaku bernama Kiang Hoan. Dia diperintah oleh Permaisuri Kiang untuk membunuh Paduka, dengan harapan nantinya ayahnya, Kiang Hoan Chu, dapat naik Tahta setelah Tuanku tewas di tangan orang suruhannya itu. Tapi syukur Thian Maha Adil, hingga Paduka lolos dari percobaan pembunuhan itu". Kaisar yang sedang butek pikirannya, langsung saja mempercayai keterangan tersebut, segera memerintahkan Oey Kui Hui untuk memeriksa Kiang Hong-houw dalam kasus ini. Perintah Raja itu benar-benar berada di luar dugaan para menterinya, membuat mereka jadi pada bengong. Sulit dipercaya Permaisuri yang baik hati lagi bijaksana, mau melakukan perbuatan seperti itu", kata Yo Jim pada Oey Hui Houw.
"pasti ada komplotan yang ingin menjatuhkannya".
"Sebaiknya kita tak usah memberi komentar dulu, tunggu saja hasil pemeriksaan Kui Hui nanti", ucap Oey Hui Houw. Kiang Hong-houw mendengar petugas membacakan surat perintah Kaisar sambil berlutut. Setelah jelas persoalannya, sang Permaisuri pun berseru sedih.
"Sungguh kejam orang yang menfitnahku! Oh Thian, berilah saya kekuatan untuk menghadapi segala percobaan ini". Kiang Hong-houw lalu ikut petugas yang membacakan surat perintah Kaisar ke istana Barat, tempat berdiamnya Oey Kui Hui. Berbeda dengan biasanya, sekali ini Kiang Hong-houw yang berlutut di hadapan Oey Kui Hui dan memohon bantuannya untuk menjelaskan kasus itu pada Kaisar.
"Kui Hui yang baik", katanya sambil diselingi sedu sedannya, percayakah kau bahwa seorang Permaisuri bermaksud membunuhsuaminya yang jadi Kaisar, untuk kemudian mengangkat ayahnya sendiri sebagai Raja yang baru? Apa lagi aku telah mempunyai anak laki-laki, yang nantinya tentu akan mewarisi Tahta kerajaan. Selama ini, biarpun kedudukanku sebagai ibu negara, tapi aku tak pernah mencampuri urusan kerajaan, apa lagi ingin memberontak dari kekuasaan suami sendiri --- Di pihak ayahku, biarpun beliau memiliki kekuasaan dengan membawahi 200 raja muda dan memiliki pasukan lebih dari sejuta prajurit, tapi seandainya beliau berniat memberontak, tentu akan dikepung dan diserang oleh para raja muda lainnya. Dengan demikian sulit bagi beliau untuk dapat mempertahankan diri -- - Harap Kui Hui mempertimbangkan kata-kataku dan tolong sampaikan pada Kaisar akan hal ini".
"Akan saya sampaikan nanti pada Kaisar", Oey Kui Hui mengangguk.
"Terima kasih Kui Hui, aku takkan melupakan budimu", kata Kiang Hong-houw.TIGA Oey Kui Hui, sang Permaisuri muda Oey, segera menemui Kaisar di istana Dewa Panjang Umur, menceritakan bantahan Kiang Hong- houw.
"Menurut kesimpulan saya, Permaisuri Kiang telah difitnah", Oey Kui Hui mengakhiri keterangannya. Kaisar mulai ragu setelah mendengar keterangan Permaisuri mudanya. Namun Souw Tat Kie telah memperlihatkan senyum mengejek.
"Kita harus berusaha membuat Kiang Hong-houw mengakui perbuatannya, bila perlu dengan menggunakan alat penyiksa. Sebab, bila kita biarkan, perbuatannya akan ditiru oleh orang lain yang tidak senang pada Paduka". Touw Ong diam.
"Kita tak boleh menyakitinya, Tat Kie", Oey Kui Hui coba memprotes.
"biar bagaimana juga dia adalah Permaisuri, ibu dari putera mahkota! Sejak zaman dulu hingga sekarang, tak pernah ada seorang Permaisuri yang disiksa, apapun kesalahannya. Apa lagi kesalahan Kiang Hong-houw belumlah terbukti. Saya rasa, bila Baginda condong menyalahkannya, sebaiknya untuk sementara dikenakan hukuman penjara di dalam istana saja".
"Saya kira itu bukanlah merupakan pemecahan terbaik", kata Souw Tat Kie.
"orang bisa saja menyangkal perbuatannya bila diperlakukan lunak dan baru mau mengaku bila sudah disiksa". Touw Ong yang sedang mabuk kepayang, condong menuruti kata-kata Souw Tat Kie. Maka setelah diam sejenak, Kaisar memutuskan untuk menuruti saran gundik kesayangannya, memerintahkan untuk mencongkel satu biji- mata Kiang Hong-houw bila sang Permaisuri tak mau mengakui juga kesalahannya. Oey Kui Hui kembali ke istananya dengan mata berlinang dan membujuk Kiang Hong-houw untuk sebaiknya mengaku saja, agar tidak mengalami penderitaan akibat disiksa.
"Apa yang harus kuakui bila aku tidak berbuat!?", sang Permaisurimarah campur sedih.
"kasus ini menyangkut nama baik leluhurku, kesetiaan ayahku, juga kewajiban seorang isteri terhadap suami serta kedudukan anakku sebagai putera mahkota akan jadi lemah --- Aku lebih baik mati dari pada harus mengakui sesuatu yang tak pernah kulakukan. Mungkin di dalam titisan lalu aku pernah berbuat dosa, hingga kini aku mesti dihukum seperti ini".
"Saya sebenarnya ingin sekali menolong Hong-houw, tapi saya tak kuasa untuk mengatasinya", kata Oey Kui Hui dengan mata berlinang.
"Ini bukan salah Kui Hui, biarlah segalanya kutanggung sendiri", ucap Kiang Hong-houw. Petugas yang ditunjuk Kaisar terpaksa melaksanakan perintah Touw Ong. Kiang Hong-houw jatuh pingsan ketika sebelah bola matanya dikorek. Sang petugas meletakkan bola-mata itu di atas piring, membawanya ke hadapan Kaisar. Oey Kui Hui mengiringi dengan isak-tangis, kemudian berusaha meyakinkan Kaisar.
"Saya yakin Kiang Hong-houw tidak bersalah, Baginda". Touw Ong terharu juga menyaksikan akibat dari perintahnya, mulai menyalahkan Souw Tat Kie.
"Engkaulah penyebab segalanya ini --- Apa yang harus kulakukan bila para menteri pada memprotes keputusan ini?".
"Ayah Hong-houw, raja muda Timur, tentunya tak senang anaknya diperlakukan begini dan pasti akan melakukan pembalasan. Untuk itu kita membutuhkan pengakuan dari Permaisuri", tenang sekali sikap Souw Tat Kie.
"sebaiknya Baginda perintahkan untuk menjepit ke sepuluh jarinya dengan tembaga batangan yang telah dipanaskan".
"Akan tetapi menurut Oey Kui Hui, Permaisuriku tidaklah melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan", kata Touw Ong, sangsi dia.
"bagaimana mungkin aku dapat menyiksanya lebih jauh?".
"Setelah sampai ke tingkat seperti ini, hendaknya Baginda jangan bertindak kepalang tanggung, singkirkan jauh-jauh rasa iba. Kita tak boleh bersikap lemah, sebab kelemahan kita akan dimanfaatkan oleh lawan nanti, untuk dapat menjatuhkan bahkan menghancurkan kita ! Maka Baginda harus bertindak sebelum terlambat!", ucap Tat Kie,"selain itu, tanpa pengakuan dari Permaisuri, Baginda akan dituduh tidak adil oleh para menteri dan raja muda". Touw Ong menganggap kata-kata itu cukup beralasan, kembali menuruti saran gundiknya yang telah membuatnya mabuk kepayang, memerintahkan seorang petugas untuk menjepit tangan Kiang Hong- houw bila sang Ratu tak mau juga mengakui kesalahannya. *** Oey Kui Hui kembali membujuk Kiang Hong-houw agar mengaku saja, agar tidak disiksa lagi. Akan tetapi sang Ratu tetap pada prinsipnya semula. Petugas yang ditunjuk Raja terpaksa harus melaksanakan tugas yang diperintahkan, menjepit kedua tangan Ratu dengan tembaga batangan yang telah dipanaskan. Ratu Kiang jatuh pingsang akibat rasa sakit yang amat sangat. Hati Oey Kui Hui bagaikan disayat-sayat ketika menyaksikan segalanya itu, seakan ikut merasakan juga penderitaan yang dialami Kiang Hong-houw. Oey Kui Hui melaporkan perkembangan yang baru saja terjadi dengan bersimbah air mata. Touw Ong jadi serba salah, biar bagaimana juga Kiang Hong-houw adalah wanita yang telah sekian tahun mendampinginya, telah pula melahirkan dua orang putera baginya. In Kiao dan In Hong. Sesungguhnya di hati kecilnya dia merasa kasihan terhadap apa yang dialami Permaisurinya. Maka untuk beberapa saat lamanya sang Kaisar tak tahu apa yang harus dilakukannya !? Namun Souw Tat Kie yang berhati keji tak sudi bertindak kepalang tanggung, telah berkata lagi pada Kaisar .
"Sebaiknya kita padu saja Hong-houw dengan penjahat yang ingin membunuh Paduka!". Touw Ong menganggap usul itu merupakan pemecahan terbaik, langsung saja menyetujuinya, memerintahkan seorang pembantunya membawa Kiang Hoan ke tempat kediaman Oey Kui Hui di istana Barat, untuk dipadu dengan Permaisuri Kiang. Walau berat perasaan Oey Kui Hui, terpaksa ia melaksanakan juga perintah Raja.Kala itu Kiang Hong-houw telah siuman dari pingsannya dan tak lama Kiang Hoan tiba pula di istana Barat, berlutut di hadapan Oey Kui Hui. Panas hati sang Ratu ketika bertemu dengan orang yang menfitnah dirinya, sambil menahan sakit, dia langsung menghardiknya .
"Manusia iblis, siapa yang menyuruhmu mencelakai aku? Thian Maha Adil, engkau tentu akan mendapat hukuman yang lebih berat dariku nantinya!".
"Bukankah Ratu sendiri yang menyuruh saya untuk membunuh Kaisar?", kata Kiang Hoan sambil tersenyum licik, tak ada rasa gentar sedikitpun.
"Sebaiknya Ratu mengaku saja, agar hukuman kita dapat lebih ringan nantinya". Oey Kui Hui ikut panas hatinya ketika menyaksikan segalanya itu, tak lagi dapat membendung emosi, menghardik Kiang Hoan .
"Kau benar- benar manusia berhati iblis! Tidakkah kau lihat betapa menderitanya Hong-houw gara-gara fitnahmu? Thian tentu takkan mengampuni dosamu!". Baru selesai Oey Kui Hui berkata, telah terdengar suara panggilan dari luar ruang .
"Ibu!". Menyusul masuk dua orang anak laki-laki yang berusia belasan tahun. Mereka adalah kedua putera sang Ratu, In Kiao yang berusia 14 tahun dan telah diangkat sebagai putera mahkota dan In Hong yang berusia 12 tahun. Ketika Permaisuri disiksa tadi, mereka sedang bermain catur di istana Timur. Belakangan seorang Thay-kam (Sida-sida atau Kasim) yang bernama Yo Yong memberitahukan mereka, bahwa ibu mereka telah disiksa, agar mau mengakui perbuatannya yang menyuruh orang untuk membunuh Kaisar dan kini sedang dipertemukan dengan orang suruhannya itu di istana Barat.
"Tak mungkin!", seru In Kiao dan In Hong hampir bersamaan, bergegas menuju ke istana Barat. Terlihat kemudian, bahwa ibu mereka telah cacad matanya dan terluka parah tangannya. Mereka langsung memeluk Kiang Hong-houw sambil menangis.
"Apa salah ibu?", suara In Kiao amat memilukan.
"Ibu adalah Permaisuri, dosa apapun yang ibu lakukan, tak patutmereka menyiksa ibu sekejam ini". Kiang Hong-houw terbaring lemah di lantai ruang sambil memejamkan mata. Tangis kedua puteranya semakin memilukan, membuatnya membuka matanya yang tinggal satu, silih berganti mengawasi kedua puteranya.
"Semua ini gara-gara Kiang Hoan yang berhati binatang serta fitnah dari Souw Tat Kie, yang membuat ibu kehilangan s? buah mata dan sepuluh jariku pun dibakar", lemah sekali suara Kiang Hong-houw, juga mengandung kesedihan yang dalam.
"anak-anakku, kalian harus membalas sakit hati sekali-gus membersihkan nama baik ibu". Selesai berkata, Hong-houw telah menutup mata untuk selama- lamanya.
"Ibu!", jerit kedua puteranya. Namun sang Permaisuri tak dapat mendengarnya lagi. Kala itu In Kiao jadi mata gelap, langsung mengambil sebilah pedang yang tergantung tak jauh darinya, membacok batang leher Kiang Hoan yang kala itu tengah berlutut di dekat! ibunya, hingga kepala manusia keji itu pisah dari tubuhnya! Namun In Kiao masih belum puas, berlari keluar seraya berseru.
"Akan kubunuh Souw Tat Kie, untuk membalas sakit hati ibu!". Dua petugas kerajaan yang membawa kiang Hoan ke istana Oey Hui, bergegas lari ke istana Dewa Panjang Umur, untuk melaporkan perkembangan di luar dugaan itu pada Touw Ong. Sementara itu, Oey Kui Hui telah menyuruh In Hong mengejar kakaknya dan mengajaknya kembali. Setelah kakak beradik kembali, berkatalah Oey Kui Hui.
"Taycu masih terlampau muda, hingga tak mampu mengekang emosi. Dengan Taycu membunuh manusia keji itu, persoalannya akan jadi tambah ruwet". Oey Kui Hui menghela nafas, kemudian meneruskan ucapannya .
"Semula aku ingin membakar juga tangan manusia berhati binatang itu dengan alat penyiksa, agar dia mau mengaku siapa sebenarnya yang berdiri di belakangnya, tapi kini tak mungkin lagi. Di samping itu tadi Taycu mengancam hendak membunuh Tat Kie, tentu wanita licik dan kejam itu akan berusaha untuk menyingkirkan Taycu juga! ---Yang penting sekarang, Taycu berdua harus berusaha menyembunyikan diri". Mendengar penjelasan Oey Kui Hui, In Kiao jadi sangat menyesal atas perbuatannya tadi, bersama adiknya dia berlutut di hadapan Permaisuri muda yang bijaksana itu, memohon bantuannya. Kalian tak dapat bersembunyi di istana Barat ini", kata Oey Kui Hui seraya menghela nafas.
"sebaiknya kalian pergi ke istana Yo Kui Hui, bersembunyilah selama beberapa hari di sana. Nanti tentu akan ada menteri yang memohon belas kasihan pada Kaisar untuk kalian, dengan begitu akan selamatlah nyawa kalian". In Kiao dan In Hong pamit seraya mengucapkan terima kasih pada Oey Kui Hui, bergegas menuju ke istana Hiong Cheng yang dihuni oleh Yo Kui Hui. Kala itu Yo Kui Hui tengah menanti kabar perihal Kiang Hong-houw di muka pintu istananya. Dia jadi sangat terkejut ketika tiba-tiba In Kiao dan In Hong muncul dan berlutut di hadapannya. Dengan tersedu-sedu kedua Pangeran itu mengabarkan tentang meninggalnya ibu mereka yang dengan terlebih dahulu disiksa. Lebih jauh In Kiao memberitahukan, bahwa dia telah membunuh Kiang Hoan dan memohon pada Yo Kui Hui agar sudi menerima mereka bersembunyi di situ. Yo Kui Hui amat sedih mendengar kematian Kiang Honghouw, mengajak kedua putera Raja itu masuk, membiarkan mereka untuk sementara bersembunyi di situ.
"Seandainya ada utusan Raja yang mencari kalian ke mari, akan kuusir mereka", kata Yo Kui Hui. In Kiao dan In Hong mengucapkan terima kasih pada Permaisuri muda dari istana Hiong Cheng itu.... *** Tepat sekali dugaan Yo Kui Hui, tak lama kemudian telah datang ke istananya dua orang utusan Kaisar yang bernama Chiao Tian dan Chiao Lui. Kehadiran mereka membawa pedang kerajaan, sebagai tanda kalau mereka benar-benar diutus Kaisar.
"Sungguh besar nyali kalian berani memasuki istana terlarang", hardik Yo Kui Hui.
"seandainya kalian tidak membawa pedang kerajaan, sudah akan kuperintahkan pengawal istana untuk menangkap dan memenggal batang leher kalian --- Ayo lekas enyah dari sini!"
"Maaf Nio Nio", kata Chiao Tian sambil menyoja Yo Kui Hui, Kami telah diperintah oleh Kaisar untuk menangkap Taycu kakak beradik. Sebagai bukti kami dibekali Liong Hong Kiam ini oleh Baginda, jadi kami bukan ingin berlaku kurang ajar terhadap Nio Nio". Yo Kui Hui tambah marah.
"Tempat tinggal Taycu kan di Tong Kiong (Istana Timur), kenapa kalian mencarinya ke mari? Ini jelas kalau kalian ingin berbuat kurang ajar padaku! Bila kalian tak mau pergi juga, akan segera kupanggil pengawal untuk menangkap kalian!". Diancam begitu, Chiao bersaudara tak berani bersuara lagi, terpaksa meninggalkan istana Hiong Cheng untuk melapor pada Touw Ong di istana Dewa Panjang Umur. Yo Kui Hui menyadari, bahwa Touw Ong yang telah dibikin lupa daratan oleh Souw Tat Kie, sulit rasanya dapat mengambil keputusan yang bijaksana. Dia pun menyadari, kalau istananya tidak lagi aman untuk digunakan sebagai tempat bersembunyinya kedua Pangeran. Maka kemudian Yo Kui Hui menyuruh In Kiao dan In Hong pergi ke balai agung tempat berkumpulnya para menteri.
"Sebaiknya kalian meminta perlindungan pada menteri yang menjadi kerabat Raja, seperti Oey Hui Houw dan lainnya", katanya. Kedua Pangeran itu mengucapkan terima kasih, pamit pada Yo Kui Hui yang baik hati. Yo Kui Hui memandang kepergian kedua Pangeran itu dengan mata berlinang penuh haru, kemudian menggantung diri.... Beberapa waktu kemudian ada petugas istana yang melaporkan mengenai kematian Yo Kui Hui pada Touw Ong. Kaisar heran kenapa Yo Kui Hui bisa nekad menggantung diri. Tapi dia enggan untuk menyelidiki sebabnya, menyuruh pembantunyauntuk memasukkan jenazah Permaisuri mudanya ke peti mati, membaringkannya di ruang Macan Putih. Sedangkan berita mengenai kematian Kiang Hong-houw ditanggapinya secara dingin. Baru setelah Oey Kui Hui mengingatkannya mengenai hubungan suami isteri yang telah berlangsung cukup lama, Touw Ong bersedia juga mengurusi pemakaman Permaisurinya. Kemudian menyuruh Oey Kui Hui kembali ke istananya. Tak lama Chiao Lui dan Chiao Tian datang menghadap, melaporkan, bahwa mereka belum juga berhasil menemukan jejak putera mahkota beserta adiknya. Touw Ong memerintahkan kedua orang itu untuk meneruskan pencariannya ke balai agung.. *** In Kiao dan In Hong menuruti saran Yo Kui Hui, segera menuju ke istana Kiu-kian, balai agung. Setiba di sana, kedua Pangeran ini melihat Oey Hui Houw, segera menghampirinya.
"Tolonglah kami, Oey Ciangkun", kata In Kiao sambil memegangi lengan baju Oey Hui Houw.
"Apa yang telah terjadi sebenarnya, Taycu?", Oey Hui Houw heran. In Kiao menceritakan apa yang terjadi. Oey Hui Houw menarik nafas dalam-dalam, untuk sementara tak tahu apa yang sebaiknya dilakukannya!? Bersamaan dengan itu, para menteri lainnya pada berdatangan ke balai itu. Mereka ikut terharu mendengar pengalaman kedua Pangeran itu.
"Perkembangan ini sesuai dengan apa yang diramalkan oleh In Tiong Cu dari Chong Lam-san", kata Yo Jim.
"Kaisar sekarang telah dipengaruhi siluman, hingga tega membunuh putera dan Permaisuri. Dengan demikian jiwa kita pun terancam, sewaktu-waktu akan dibunuhnya juga".
"Kita harus menentang perbuatan yang menyalahi hukum Langit!", seru seorang perwira yang bernama Phuy Pek.
"akan kulindungi kedua Pangeran ini dan akan membawa mereka ke Tong-lo, kemudiandengan meminjam pasukan dari raja muda Kiang Hoan Chu, memaksa Touw Ong turun dari Tahta dan mengangkat In Kiao sebagai penggantinya!". Pendapat Phuy Pek langsung didukung oleh saudaranya, Phuy Siang. Phuy Pek segera memanggul In Kiao dan Phuy Siang menggendong In Hong. Keduanya meninggalkan ruang berkumpulnya para menteri, berlari ke luar pintu kota Selatan. Oey Hui Houw dan menteri lainnya pada berdiam diri. Tak lama Chiao Lui dan Chiao Tian datang, menanyakan prihal kedua Pangeran.
"Tadi memang kedua Taycu itu ke mari, tapi kini telah dibawa pergi oleh Phuy Pek dan Phuy Siang. Bila kalian menginginkan kedua Pangeran itu, lekaslah kejar Phuy bersaudara", kata Oey Hui Houw. Oey Hui Houw tahu kalau Chiao bersaudara bukanlah tandingan Phuy Pek dan Phuy Siang. Kenyataannya, Chiao Lui dan Chiao Tian memang menyadari hal itu, tak berani mereka mengejar Phuy bersaudara, tapi kembali ke istana Dewa Panjang Umur untuk melaporkannya pada Kaisar. Touw Ong jadi sangat gusar ketika mendengar laporan itu.
"Kenapa kalian tak kejar mereka?", hardik Kaisar.
"Maaf Tuanku, hamba berdua bukan tandingan Phuy bersaudara", Chiao Lui berterus terang.
"maka percuma saja kami mengejar mereka".
"Goblok, pengecut! Lalu menurut kalian, siapa yang mampu untuk melakukan pengejaran?", tanya Touw Ong yang sedang butek pikirannya.
"Hamba kira Oey Hui Houw, Oey Ciangkun, adalah orang yang paling tepat melaksanakan tugas itu!", kata Chiao Lui. Tanpa pikir panjang lagi Touw langsung menyetujui usul tersebut, segera memeritahkan Oey Hui Houw untuk menangkap kedua saudara Phuy serta In Kiao dan In Hong. Oey Hui Houw yang menyandang gelar raja muda Bu Cheng, tak berani menolak perintah Kaisar, terpaksa melakukan pengejaran dengan menunggang 'Kerbau sakti lima warna'-nya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 li, dia pun berhasil menyusulkedua saudara Phuy yang sedang menggendong In Kiao dan In Hong. Sebenarnya pada saat itu Phuy Pek dan Phuy Siang bermaksud beristirahat sejenak dan mereka jadi sangat terkejut ketika melihat kedatangan Oey Hui Houw yang menunggang kerbau saktinya.
"Kedatangan Oey Ciangkun pasti membawa berita yang tidak menyenangkan bagi kita, Taycu", kata Phuy Pek sambil menurunkan In Kiao dari gendongannya. Phuy Siang pun menurunkan In Hong. Dalam sekejap Oey Hui Houw telah tiba di hadapan mereka. In Kiao dan In Hong langsung berlutut pada Hui Houw. Hui Houw cepat-cepat turun dari binatang tunggangannya, membangunkan kedua Pangeran itu.
"Apa maksud kedatangan Ciangkun?", tanya In Kiao setelah berdiri.
"Saya telah diberi 'Liong Hong Kiam' (Pedang Naga dan Cendrawasih; Pedang kerajaan) oleh Kaisar untuk membunuh Taycu berdua", Oey Hui Houw menerangkan. In Kiao segera memasang lehernya seraya berkata.
"Ciangkun boleh memenggal leher saya, tapi hendaknya sudi membebaskan adik saya". Sebaliknya In Hong telah pula berkata.
"Saya mohon Ciangkun memenggal leher saya dan membebaskan kakak saya. Sebab dia adalah putera mahkota, yang nantinya dapat meminjam pasukan pada para raja muda untuk membalas sakit hati saya dan ibu kami". Kedua saudara Phuy terharu menyaksikan ulah kedua Pangeran itu, segera majukan diri .
"Ciangkun boleh membunuh kami, asal sudi membebaskan kedua Pangeran". Sesungguhnya Oey Hui Houw terpaksa melaksanakan tugas yang dibebankan Kaisar padanya, hatinya sangat terharu setelah menyaksikan keadaan mereka sekarang ini.
"Segalanya ini hanya kami berlima yang tahu", katanya kemudian.
"hal ini hendaknya jangan sampai bocor". Oey Hui Houw menyuruh Phuy Pek mengantarkan In Kiao ke tempat kediaman Kiang Hoan Chu di Tong-lo dan Phuy Siang membawa In Hong ke Ngok Tiong le, raja muda Selatan. Kelak mereka dapat meminjam pasukan pada kedua raja muda itu untuk menggempurkota-raja. Hui Houw memberi mereka beberapa perhiasan yang mahal harganya untuk dijual, yang dapat digunakan sebagai biaya di perjalanan. In Kiao dan In Hong maupun kedua saudara Phuy amat bersyukur atas kebaikan Oey Hui Houw.... *** Oey Hui Houw kembali ke kota-raja dengan tangan kosong, mengemukakan alasan pada Kaisar, bahwa dia tak berhasil menemui kedua Pengeran, biar telah cukup jauh melakukan pengejaran. Touw Ong tak mendesaknya lebih jauh. Berlainan dengan Souw Tat Kie yang ingin 'mencabut rumput sampai ke akar-akarnya', segera mempengaruhi Kaisar untuk melanjutkan pengejaran. Kaisar yang sedang mabuk kepayang, langsung saja menuruti saran itu. Sekali ini Touw Ong memerintahkan In Po Pai dan Lui Kay dengan membawa 3000 prajurit untuk mengejar Phuy bersaudara yang membawa kabur kedua puteranya. Oey Hui Houw diperintahkan menyiapkan pasukan yang dibutuhkan. Oey Hui Houw sengaja memperlambat keberangkatan mereka dan baru menyiapkan prajurit pada keesokan harinya. In Po Pai dan Lui Kay berangkat dengan pasukan yang rata-rata telah loyo, sudah tua!.... Di lain pihak Phuy Pek menyarankan pada saudaranya agar mereka berpencar saja, supaya tak mudah ditawan oleh utusan Kaisar. Setelah kedua Pangeran itu kelak dapat menyiapkan pasukan, barulah mereka bergabung kembali, untuk menggempur kota-raja. Padahal maksud Phuy Pek sesungguhnya, disamping takut ditangkap oleh utusan Kaisar, juga ingin menguasai barang perhiasan pemberian Oey Hui Houw yang bernilai sangat mahal. Diam-diam Phuy bersaudara telah bersepakat meninggalkan In Kiao dan In Hong Sungguh malang nasib kedua Pangeran cilik itu, mereka saling berpelukan, berat rasanya bagi mereka untuk berpisah, tapi apa mau dikata, keadaan yang memaksa mereka harus berbuat begitu. Phuy Pek dan Phuy Siang jalan bersama dengan menempuh jalankecil. Sedang In Hong terpaksa jalan sendiri menuju ke tempat kediaman raja muda Selatan Ngok Tiong Ie. In Hong yang sudah biasa tinggal di istana yang serba cukup dan serba dilayani, terasa berat baginya untuk melakukan perjalanan seorang diri tanpa bekal uang dan menahan lapar. Untung baginya, tak lama kemudian telah mendapatkan sebuah rumah penduduk, yang penghuninya sedang makan. Dia terpaksa harus menebalkan muka meminta makan. Orang tadi yang melihat pakaian In Hong yang indah dan sopan pula sikapnya, segera menyuruhnya masuk dan mengajaknya makan bersama. Tanpa sungkan-sungkan lagi In Hong makan sampai kenyang benar. Setelah mengucapkan terima kasih, dia pun berpamitan.
"Siapa namamu nak? Di mana rumahmu?", tanya pemilik rumah.
"Saya putera Touw Ong, bermaksud pergi ke Lam-tu untuk menemui raja muda Selatan", In Hong berterus terang. Pemilik rumah bersama anak isterinya segera berlutut di hadapan In Hong. In Hong segera meminta mereka bangun, kemudian meninggalkan tempat tinggal orang kampung yang baik hati itu. Entah telah berapa jauh dia berjalan lagi, tanpa terasa telah mulai gelap cuaca. Tak jauh dari tempatnya berada terdapat sebuah Vihara tua. In Hong tidur di kolong altar Vihara itu. Di lain pihak, In Kiao yang menempuh arah yang berlawanan dengan adiknya, setelah gelap cuaca sampailah di muka sebuah rumah yang besar. Dia memberanikan diri mengetuk pintu, bermaksud memohon menginap barang semalam di situ. Pemilik rumah itu ternyata Siang Yong, bekas Menteri Utama (Perdana Menteri). Siang Yong amat terperanjat ketika melihat yang mengetuk pintunya adalah putera mahkota, langsung berlutut di hadapannya.
"Jangan paman bersikap begini", In Kiao segera membanguninya.
"Apa yang telah terjadi sesungguhnya, Taycu?", tanya Siang Yong.In Kiao menuturkan pengalamannya sambil menangis. Panas hati Siang Yong setelah tahu duduk soalnya.
"Biarpun saya telah mengundurkan diri dari jabatan di kerajaan, tapi saya tetap mengikuti perkembangan dalam pemerintahan", katanya gemas.
"Taycu tak usah khawatir, nanti saya akan menemanimu menghadap Kaisar. Saya akan berusaha membela Taycu dengan segenap kemampuan saya". Agak tenang perasaan In Kiao ketika mendengar janji bekas menteri yang mulia hati itu. Siang Yong menyuruh pembantunya menyediakan hidangan untuk putera mahkota.EMPAT In Po Pai dan Lui Kay yang memimpin pasukan yang telah tua dan loyo, tak dapat bergerak cepat dalam melakukan pengejaran. Akhirnya mereka memutuskan untuk meninggalkan sebagian prajurit di suatu tempat, masing-masing memilih 50 prajurit yang belum terlampau tua dan cukup kuat untuk melanjutkan pengejaran secara terpisah, In Po Pai ke arah Tong-lo dan Lui Kay ke Lam-tu. Lui Kay bersama pasukannya tiba di muka Vihara tua setelah gelap cuaca. Sungguh di luar dugaannya telah bertemu dengan In Hong yang sedang bermalam di situ. Lui Kay segera membanguni In Hong yang tidur di kolong Altar dan memintanya untuk turut kembali ke kota raja. In Hong yang menyadari, bahwa ia tak mungkin kabur, terpaksa menuruti permintaan Lui Kay. Lui Kay memberikan kudanya untuk ditunggangi In Hong . Di lain pihak, In Po Pai yang memimpin pasukan lainnya, setelah berjalan beberapa waktu, dia lewat di muka rumah bekas Menteri Utama, tiba-tiba timbul hasratnya untuk singgah di rumah bekas atasannya itu. Ketika dia masuk, sama sekali tak menduga kalau akan bertemu dengan putera mahkota di situ. Wajah In Kiao jadi sangat pucat ketika melihat kedatangan In Po Pai.
"Sungguh kebetulan Taycu ada di sini", sebaliknya wajah In Po Pai jadi amat berseri.
"mari kita pulang Taycu".
"Tunggu sebentar, aku ingin membuat surat permohonan dulu, setelah itu aku akan menyertai kalian ke kota-raia"
Sela Siang Yong.
"Saya rasa, biarlah saya bersama Taycu berangkat duluan dan bapak menyusul kemudian", ujar In Po Pai.
"Begitu pun boleh". Siang Yong menyetujui.
"tapi hendaknya jagalah Taycu baik-baik".
"Jangan khawatir pak", In Po Pai berjanji. Bekas Perdana Menteri kerajaan Siang mengantar keberangkatan sang putera mahkota dengan mata berlinang, dia berfirasat kurang enak.*** Di dalam perjalanan pulang ke kota-raja, In Po Pai bertemu dengan Lui Kay yang telah mendirikan kemah di persimpangan jalan. In Po Pai mengajak In Kiao masuk ke dalam kemah. In Kiao bertemu dengan adiknya di situ. Mereka saling rangkul dengan penuh diliputi kesedihan. Mereka menyadari apa yang akan dihadapi bila kembali ke kota-raja. Lui Kay dan In Po Pai berusaha menghibur mereka, menginap semalam dalam kemah, besok baru akan melanjutkan perjalanan..In Kiao dan In Hong akhirnya pasrah, mengharapkan ada orang yang akan menolong mereka nanti. .... In Po Pai dan Lui Kay, setelah memesan para pembantunya untuk menjaga kedua Pangeran agar tidak kabur, segera masuk ke kota-raja untuk mengabarkan tentang penangkapan itu pada Kaisar. Dari kurir yang diutusnya, Oey Hui Houw diberitahu kalau putera mahkota dan adiknya telah berhasil ditangkap, maka ia segera menghubungi para kerabat Kaisar dan menteri untuk berkumpul, guna mencari daya buat menolong kedua Pangeran itu. Selagi mereka berunding untuk mencari jalan terbaik, diperoleh kabar kalau Lui Kay dan In Po Pai telah menemui Kaisar di istana Dewa Panjang Umur. Souw Tat Kie yang mendampingi Kaisar, telah menyarankan agar Touw Ong menjatuhkan hukuman mati pada kedua puteranya. Touw Ong yang sedang keruh pikirannya, bagaikan kena disihir, menuruti saja segala saran gundik kesayangannya, langsung mengeluarkan perintah tertulis untuk menghukum mati In Kiao dan In Hong. Lui Kay dan In Po Pai menerima surat perintah itu, segera pamit. Tapi baru saja mereka melangkah keluar dari pintu gerbang istana, telah dihadang oleh Oey Hui Houw dan para pembesar istana lainnya. Oey Hui Houw dan lain-lainnya jadi sangat berang ketika tahu Kaisar telah memerintahkan untuk menghukum mati kedua putera kandungnya.
"Kuucapkan selamat atas keberhasilan kalian menangkap putera mahkota dan Pangeran In Hong", kata Hui Houw dengan nada mengejek.
"semoga kalian cepat naik pangkat. Tapi aku khawatir,yang cepat naik, akan cepat pula jatuhnya". Merahlah wajah Lui Kay maupun In Po Pai, tak dapat mereka bersuara di hadapan para menteri senior itu. Sementara itu, salah seorang menteri yang bernama Tio Kie tak dapat mengendalikan emosi, segera merebut surat perintah Kaisar dari tangan In Po Pai, merobeknya seraya berkata berang.
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ingin kulihat siapa yang berani membunuh Pangeran!? Mari saudara-saudara, kita menghadap Kaisar!". Tambur dan lonceng dibunyikan, sebagai tanda ada menteri yang ingin menghadap Kaisar untuk menyampaikan sesuatu yang penting. Semula Touw Ong bermaksud menerima mereka, tapi telah dicegah oleh Souw Tat Kie dengan alasan.
"Sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menerima para menteri, segala persoalan seyogyanya Tuanku bicarakan besok pagi". Touw Ong kembali menuruti kata-kata Tat Kie, tak mau menemui para menterinya, hanya memerintahkan seorang pembantunya memberitahukan para menterinya, bahwa hukuman mati terhadap kedua puteranya tetap akan dilaksanakan pada hari itu juga dan pertemuan dengan para menteri akan dilangsungkan besok. Para menteri jadi sangat marah atas keputusan Raja yang tidak bijaksana, bahkan sangat kejam itu! Hawa amarah para menteri itu melambung tinggi ke angkasa dan sempat terlihat oleh dua Dewa yang sedang pesiar naik awan, yaitu Dewa Kong Seng Cu dari goa Toh Goan-tong di gunung Kiu-san dan Chia Cheng Cu dari goa In Siao-tong di gunung Tay Hua-san. Kedua Dewa ini memandang ke bawah untuk menyelidiki sebabnya timbul hawa amarah yang begitu hebat. Terlihat oleh mereka In Kiao dan In Hong diikat tangannya untuk menjalani hukuman mati. Dewa Kong Seng Cu dan Dewa Chia Cheng Cu langsung bersepakat, masing-masing akan mengambil seorang Pangeran ini, untuk dijadikan murid mereka. Mereka segera meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek Su untuk menyelamatkan putera mahkota dan Pangeran In Hong dari kematian, dengan menggunakan 'angin sakti'.Maka tatkala algojo hendak memancung kepala In Kiao dan In Hong, tiba-tiba telah bertiup angin kencang yang disertai bau harum semerbak. Pasir dan batu berhamburan, membuat sekitar lapangan tempat pelaksanaan hukuman mati itu jadi gelap, hingga banyak orang yang panik, menjerit-jerit ketakutan. Ketika cuaca menjadi terang kembali, kedua Pangeran itu telah lenyap. Orang yang menyaksikannya pada bengong. Mereka tak tahu kalau In Kiao dan In Hong telah diselamatkan oleh Oey! Cheng Lek Su, yang kemudian membawa mereka ke hadapan Dewa Kong Seng Cu dan Dewa Chiang Cheng Cu untuk diangkat sebagai murid mereka. In Po Pai dan Lui Kay melaporkan kejadian luar biasa itu pada Kaisar.
"Sungguh ajaib!", kata Touw Ong ketika mendengar kabar itu. Hampir bersamaan dengan itu, Siang Yong tiba di istana. Para menteri menyambut kedatangan bekas pejabat senior kerajaan, menceritakan kejadian luar biasa tadi. Legalah perasaan Siang Yong ketika mendengar berita itu. In Po Pai yang kebetulan hadir di situ, langsung saja diejeknya.
"Tak sangka, demi memperoleh bintang jasa, kau sampai hati ingin mencelakai Pangeran. Semoga kau akan segera memperoleh kenaikan pangkat atas jasamu itu". Bersemu merah wajah In Po Pai saking malunya. Dalam pada itu Siang Yong berkata kepada para menteri lainnya.
"Kedatanganku ke mari adalah ingin menasehati Kaisar, agar sadar dari kekeliruannya, supaya bila aku meninggal nanti, tidak malu kalau bertemu dengan Kaisar terdahulu di alam baqa". Kemudian dia meminta petugas istana membunyikan lonceng dan tambur. Touw Ong terpaksa keluar dan duduk di Tahtanya dengan perasaan agak dongkol, karena merasa terganggu. Kaisar segera mengenali, bahwa yang berlutut di hadapannya adalah bekas Menteri Utamanya, Siang Yong.
"Bukankah kau telah kembali ke kampung halaman? Kenapa pula datang ke mari tanpa kuundang?", tanya sang Kaisar.
"Hamba takkan dapat melupakan kebaikan kerajaan", ucap SiangYong penuh hormat.
"Kedatangan hamba sekarang adalah ingin membalas budi itu".
"Dengan cara apa kau ingin membalas budi?", tanya Kaisar, mulai hilang dongkolnya.
"Maaf Tuanku, demi kebaikan jalannya roda pemerintahan, hendaknya Paduka tidak terus membenamkan diri di pelukan wanita cantik dan minuman yang memabukkan. Sebab hal itu dapat mengakibatkan Tuanku mengambil keputusan yang bertentangan dengan tata-krama, bahkan tak bermoral dan kejam".
"Apa kau bilang?", Kaisar membuka matanya lebar-lebar, sebab ucapan Siang Yong benar-benar berada di luar dugaannya.
"Hamba rela mengorbankan jiwa-raga demi dapat memperbaiki ulah Paduka, yang hamba anggap sudah menyimpang dari rel kebijaksanaan yang seharusnya dimiliki seorang Kaisar --- Tuanku tak patut menyiksa Permaisuri sampai menemui ajalnya, juga tak pantas mengeluarkan perintah untuk membunuh putera sendiri --- Elok kiranya bila Tuanku memerintahkan Souw Tat Kie membunuh diri, sebagai tanggung-jawabnya atas kematian Hong-houw serta penderitaan kedua Taycu!". Touw Ong jadi sangat marah mendengar ucapan terakhir dari bekas menterinya, segera mengeluarkan perintah untuk menangkap dan membunuh Siang Yong. Namun tak seorang pun yang berani menangkap bekas Menteri Utama itu.
"Siapa yang berani menangkapku!?", ujar Siang Yong dengan sikap menantang.
"telah tiga turunan hamba mengabdi kepada kerajaan dan mendiang ayahanda Paduka telah pula meminta hamba untuk membimbing Tuanku --- Tapi, betapa kecewanya hamba menyaksikan sikap paduka demikian buruk dan kejam!". Kaisar langsung menggebrak meja seraya mengulangi perintahnya untuk menangkap dan membunuh bekas menteri yang telah berusia 75 tahun itu. Siang Yong tak menunggu sampai dirinya ditangkap, mendahului membenturkan kepalanya ke pilar emas hingga pecah dan tewas seketika.Touw Ong memberi perintah untuk membuang jenazah Siang Yong, melarang menguburnya. Salah seorang menteri yang hadir di situ, Tio Kie, yang memang telah lama tak menyukai ulah Kaisar, ketika menyaksikan peristiwa tragis itu, tak lagi dapat membendung emosi, mengucap lantang.
"Sikap Tuanku sudah melewati batas, selain membunuh Permaisuri dan ingin menghabisi nyawa putera sendiri, para menteri dan abdi lainnya yang setia pun telah jadi korban kelaliman Paduka, akan jadi apa nantinya kerajaan Siang ini!?". Touw Ong yang sedang marah jadi semakin naik pitam, langsung memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Tio Kie, melucuti pakaian kebesarannya dan diikat di tungku api yang panas! Kembali seorang menteri yang jujur dan setia harus jadi korban keganasan Touw Ong, hangus terbakar tubuhnya! Kaisar segera meninggalkan balairung, kembali ke istana Dewa Panjang Umur. Begitu bertemu Tat Kie, Touw Ong segera menceritakan apa yang baru dilakukannya. Berseri wajah Souw Tat Kie mendengar segalanya itu, lebih mesra melayani dan menghibur sang Kaisar, yang membuat Tiu Ong (Touw Ong) benar-benar merasa dirinya berada di Surga. ... Atas saran Hui Tiong, tak lama kemudian Kaisar telah mengangkat Souw Tat Kie sebagai Permaisuri, menggantikan kedudukan Kiang Hong-houw yang meninggal akibat siksaan keji. ... ***** Touw Ong khawatir kalau kiang Hoan Chu, ayah Kiang Hong-houw, akan membalas dendam atas kematian anaknya dengan memberontak terhadap kerajaan Siang. Baik dilakukannya sendiri maupun menghimpun bantuan para raja muda lainnya. Souw Tat Kie menyarankan pada Kaisar agar meminta pendapat Hui Tiong. Touw Ong segera memanggil menteri yang pandai menjilat lagi licik itu. Setelah berpikir sejenak, Hui Tiong mengusulkan agar Kaisar memanggil empat orang raja-muda yang besar pengaruhnya, yaituKiang Hoan Chu, Ngok Tiong le, Chong Houw Houw dan Kie Chiang, ke kota-raja, kemudian membunuh mereka. Dengan demikian Touw Ong tak perlu cemas akan terjadinya pemberontakan, sedangkan dari 800 raja muda lainnya tak perlu dikhawatirkan, sebab kecil pengaruh maupun pasukan yang mereka miliki. Kaisar langsung menyetujui usul itu, mengutus beberapa orang untuk mengundang keempat raja muda tersebut.... Hari itu utusan Kaisar tiba di tempat kediaman Kie Chiang, raja muda Barat. Kie Chiang yang lebih dikenal sebagai Chiu Bun Ong, berlutut selama utusan Kaisar membacakan surat undangan itu. Baru bangkit seusai dibacakan. Kemudian Kie Chiang menjamu para utusan Kaisar, memberi mereka hadiah juga. Para utusan Kaisar pamit setelah dijamu, untuk kembali ke kota-raja. Sepergi para utusan, Kie Chiang memanggil putera sulungnya, Peh Ip Ko dan berkata.
"Kaisar telah memintaku untuk datang ke kota raja. Menurut ramalan, selama tujuh tahun ini bintangku agak suram, bahkan kemungkinan besar diriku akan menghadapi bahaya. Selama aku pergi, kuminta kau menggantikanku memerintah See Kie, nak. Patuhilah segala peraturan dan undang-undang yang berlaku, jangan sekali-kali kau merobahnya. Di samping itu kau harus hidup rukun dengan saudarasaudaramu, setiap kali ingin memutuskan sesuatu, hendaknya kau meminta pendapat dan nasehat pejabat senior yang setia. Semua orang muda yang belum berkeluarga, anjurkanlah untuk menikah dan memberi mereka tunjangan hidup. Anak yatim dan fakir miskin harus kau bantu dengan sandang dan pangan setiap bulannya - -- Selewat 7 tahun, aku pasti akan kembali dengan selamat. Tapi kau harus ingat baik-baik, apa pun yang terjadi nanti, jangan sekali-kali kau mengutus orang untuk menjengukku!"
"Bila sedang gelap bintang ayah selama 7 tahun ini, biarlah saya saja yang menggantikan ayah pergi ke kota-raja", kata Peh Ip Ko.
"Semua ini sudah menjadi kehendak Thian, sudah merupakan garis hidupku, nak. Maka percuma saja aku coba mengelaknya", Kie Chiangmenghela nafas.
"cara yang terbaik, selama aku pergi, berdiamlah terus kau di See Kie, patuhilah segala pesan ayah, dengan demikian aku dapat kembali dengan selamat".
"Baiklah ayah", Peh Ip Ko patuh. Setelah memesan puteranya, Kie Chiang menemui ibunya untuk berpamitan sekalian memohon doa restunya. Kemudian dikemasi barang-barangnya bagi keperluan keberangkatannya besok. Shan Gie Seng, Lam Kong Koa dan beberapa pejabat penting pemerintah, tak ketinggalan pula Peh Ip Ko mengantarkan keberangkatan Kie Chiang. Setelah mengantar sejauh 10 li ke luar kota, Kie Chiang (Chiu Bun Ong) menyuruh putera dan pembantunya kembali ke kota. Sedang dia meneruskan perjalanan menuju ke kotaraja dengan diiringi beberapa puluh orang perwira dan prajurit pilihani. Pada suatu hari, tatkala rombongan Chiu Bun Ong melalui kaki gunung Yen-san, cuaca yang semula terang benderang, mendadak menjadi gelap tertutup gumpalan awan hitam, disertai kilat yang sambung menyambung. Chiu Bun Ong segera melarikan kudanya ke dalam hutan belukar, diikuti oleh para pengiringnya. Hujan turun deras sekali disertai oleh suara gledek yang memekakkan telinga. Tak lama curah hujan itu berhenti, kembali terang cuaca. Tapi pakaian Chiu Bun Ong dan para pengiringnya telah basah kuyup ketika keluar dari hutan.
"Suara gledek dan disusul dengan terangnya cuaca lagi, merupakan tanda telah lahirnya 'bintang panglima'. Coba kalian cari bayi yang baru lahir itu!", ujar Chiu Bun Ong. Maka sibuklah para pembantunya mencari bayi yang dimaksud, biarpun sebenarnya di hati masing-masing menganggap perintah itu agak aneh. Tak lama kemudian terdengar suara tangis bayi di dekat makam tua, ke sanalah mereka menuju.
Pendekar Mata Keranjang 10 Titisan Pendekar Mabuk 074 Gerbang Siluman Suro Bodong 07 Rahasia Tombak Dewa
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama