Ceritasilat Novel Online

Bocah Bocah Iblis 1

Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis Bagian 1


Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis

****

Karya Rahmat Affandi

Sang Maha Sakti Raja Gendeng 9 dalam episode

Bocah Bocah Iblis

*****


Team Kolektor E-Book

Buku Koleksi : Denny Fauzi Maulana

(https.//m.facebook.com/denny.f.maulana)

Scan,Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo

(http.//ceritasilat-novel.blogspot.com)

Dipersembahkan Team
Kolektor E-Book

(https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook)


*****

Dikawasan hutan rimba Ciandur yang dikenal angker ada sebuah telaga luas bernama telaga Warna.

Sesuai namanya bila siang hari warna air telaga hitam pekat seperti jelaga.

Sebaliknya bila hari beranjak malam warna hitam air telaga berubah menjadi bening berkilau seperti Mutiara.

Telaga Warna yang terletak di tengah hutan itu airnya tak pernah surut dimusim kemarau dan tidak pernah meluap dimusim penghujan.

Banyak penduduk yang berdiam diluar kawasan hutan yang tahu air telaga Warna bila diambil pada malam hari dapat dipergunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit.

Sayangnya walau air telaga Warna mempunyai khasiat luar biasa untuk menyembuhkan.

Sejauh itu tak seorang penduduk setempat yang berani datang ke telaga itu.

Jangankan mendatangi telaga di tengah hutan, memasuki bagian tepi hutan untuk sekedar mencari kayu bakar sekalipun penduduk tak punya nyali. Dulu ketika wabah melanda salah satu desa terdekat memang ada beberapa orang yang berlaku nekat mendatangi telaga Warna untuk mendapatkan air di telaga itu.

Namun tak seorang pun dari mereka yang kembali ke desa.

Orang pandai yang dimintai bantuan untuk mencari keberadaan penduduk yang hilang mengatakan, mereka telah ditawan oleh penguasa hutan yang dikenal dengan nama para Danyang.

Terlepas dari semua keangkeran yang menyelimuti kawasan hutan Ciandur dan telaga warna yang penuh misteri.

Malam itu tepat disaat bulan purnama bersinar penuh.

Tiba-tiba saja kesunyian panjang yang menggantung di kawasan telaga seakan terpecah dengan terdengarnya suara lolong keras menyayat.

Suara lolong anjing menggema seiring dengan munculnya kabut putih tipis dari seluruh sudut penjuru telaga.

Kabut putih meliuk-liuk di udara tak ubahnya seperti peri malam yang menari.

Liukan kabut lenyap diketinggian.

Namun pada waktu yang hampir bersamaan satu keanehan lain terjadi dipermukaan air telaga.

Telaga yang tenang airrnya tiba-tiba bergolak seperti mendidih.

Seiring dengan bergolaknya air telaga.

Dari kedalamannya bermunculan bunga teratai berdaun lebar dimana bunganya segera bermekaran begitu berada di atas permukaan air beraneka warna tak ubahnya seperti warna pelangi. Dikejauhan suara lolong anjing kembali terdengar begitu menghiba dan menyayat hati yang datang dari delapan penjuru dengan suara berlainan.

Air telaga sekali lagi bergolak hebat.

Seiring bergolaknya air, tepat di bagian tengah telaga Warna muncul satu pohon teratai besar berukuran raksasa berdaun lebar berjumlah tidak lebih dari empat lembar.

Empat daun teratai mengembang dipermukaan air.

Tapi tak lama kemudian diantara empat daun berwarna hijau kehitaman muncul pula sekuntum bunga teratai seukuran lima puluh kali lebih besar dari bunga teratai biasa.

Kuncup bunga teratai raksasa bergetar.

Lalu bergoyang ke kiri dan ke kanan mengikuti gelombang yang terjadi pada permukaan air.

Dengan kemunculan bunga teratai besar itu di tengah telaga maka dari balik kegelapan pohon yang mengelilingi telaga bermunculan pula delapan ekor mahluk hitam sebesar anak kuda berekor panjang bermata biru menyala. Delapan mahluk munculkan diri dengan nafas mengengah, lidahnya yang merah panjang terjulur, mulut terbuka memperlihatkan gigi-giginya yang runcing tajam.

Delapan mahluk berbulu hitam ini ujudnya mirip sekali dengan anjing besar.

Namun telinganya mencuat lebih panjang mirip sekali dengan telinga keledai. Tak lama setelah delapan mahluk munculkan diri didelapan sudut telaga.

Tiba-tiba saja terdengar suara aneh dari balik kuncup bunga teratai raksasa yang mengambang ditengah telaga.

"Delapan Penjelajah Kelam. Kalian datang sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. Tapi sebagai penjaga telaga warna, kalian tidak termasuk salah satu dari orang yang diberi izin untuk meninggalkan tempat ini. Dari dulu, sekarang bahkan sampai waktu yang tidak terbatas kalian telah ditakdirkan tetap berada disini menjadi penjaga yang setia tanpa keluh kesah."

Delapan mahluk berujud anjing yang ternyata biasa disebut Penjelajah Kelam saling pandang. Cahaya biru menyala terang dari mata masing-masing, tubuh bergetar sementara dari mulut terdengar suara lolong kecewa.

"Tak perlu kecewa, apalagi marah. Mungkin disuatu saat nanti giliran kalian akan tiba. Kalian bisa saja terbebas dari segala kutuk kemalangan yang dijatuhkan para dewa atas jalan hidup yang keliru dimasa lalu. Jangan berkecil hati. Jalani saja takdir hidup ini."

Lagi-lagi terdengar suara dari balik kuntum bunga teratai. Delapan mahluk serentak merunduk.

Seolah pasrah mereka bungkukan kepala dalam-dalam.

Lalu dari setiap mulut sama keluarkan suara lolongan panjang. Mendengar suara lolong Delapan Penjelajah Kelam, dari balik kuntum teratai di tengah telaga terdengar ucapan.

"Hormat kalian telah kuterima. Aku Danyang Sepuh, tetua dari segala peri dan Danyang yang ada di bumi mendoakan agar para dewa berkenan mengurangi masa hukuman kalian yang berat."

"Auuung!"

Delapan mahluk berbulu hitam mirip anjing menanggapi dengan lolongan panjang.

"Kalian boleh pergi. Saat ini aku ingin bicara dengan Kabut hitam pemimpin dari kalian semua. Perintahkan padanya untuk segera datang padaku sekarang juga!"

Kata suara dibalik kuntum bunga teratai raksasa.

Delapan mahluk hitam berujud anjing besar keluarkan suara menggereng. Delapan mulut sama terbuka lalu keluarkan suara lolong panjang menggidikan.

Lolongan lenyap.

Ketika semua mahluk-mahluk itu menggoyangkan tubuhnya.

Wuus!

wuust!

Delapan mahluk lenyap seketika berubah menjadi kepulan asap tipis berwarna hitam.

Kepulan asap bergulung-gulung memenuhi udara lalu menguap bagaikan embun dipagi hari.

Kesunyian mencekam kembali menyelimuti telaga.

Tapi suasana mencekam tidak berlangsung lama.

Suara raung dan lolongan merobek sunyi. Angin bertiup kencang.

Dari arah selatan telaga mendadak terdengar pula suara bergemuruh selayaknya suara mahkluk besar dan berat berlari kencang.

Semakin dekat suara langkah bergemuruh memasuki kawasan telaga ,disekeliling telaga berguncang keras. Karena guncangan pada permukaan tanah semakin menghebat, sayup-sayup terdengar suara seruan dari kuncup bunga teratai yang berada di tengah telaga itu

"Kabut hitam.Jangan membuat kekacawan d daerah kekuasaanku.Suara langkah kakimu menimbulkan rasa tidak suka dihati para danyang yang lain."

"Hauuung! Maafkan saya danyang sepuh yang berdiam menetap di kuncup bunga teratai kesayangan dewa.Saya ingin menghadap Danyang Sepuh sebagaimana yang diperintahkan!" sahut satu suara serak melengking.

"Datanglah.Aku ingin bicara. Ada sesuatu yang sangat penting hendak ku sampaikan padamu!" kata suara di balik kuncup teratai.

Secepat kilat menyambar.

Entah dari mana datangnya.

Di selatan telaga tiba-tiba muncul sosok hitam berupa seekor anjing bertubuh tinggi besar seperti kuda.

Dibandingkan delapan mahluk yang muncul sebelumnya mahluk yang kini berada ditepi telaga itu jauh lebih angker dengan mata merah laksana bara.

"Danyang Sepuh. Saya telah berada disini menunggu!"

Kata anjing hitam besar dan ternyata mahluk ini bisa bicara.

Di tengah telaga terdengar suara gumam lirih.

Empat daun teratai besar bergetar.

Bagian kuntum bunga yang berada diantara empat daun menggeliat, kuncup merekah sedangkan kelopaknya mengembang.

Ketika seluruh kelopak dari kuntum bunga teratai besar mengembang sepenuhnya.

Saat itu pula tercium bau harum bunga yang khas.

Bagian bunga yang terbuka berwarna putih berkilau.

Anjing hitam besar menguik perlahan.

Kepala dibungkuk dan dijulurkan ke depan.

Dua kaki ditekuk menjura ke arah bunga teratai di tengah telaga itu. Begitu kepala sang anjing membungkuk dalam. Pada waktu yang sama di atas teratal putih yang besarnya tidak kurang dari ukuran tampah penampi padi duduk diam seorang perempuan cantik berpakaian serba putih berambut panjang tergerai.

Perempuan cantik yang usia sebenarnya lebih dua ratus tahun itu dalam keadaan duduk bersila, mata terpejam sedangkan dua tangan dirangkapkan di depan dada.

"Nyai Watuk Uban Seribu. Saya Bulan Perindu yang juga dikenal dengan sebutan Kabut Hitam siap menerima petunjuk darimu. Terimalah hormatku!"

Kata Anjing besar itu dengan suara lebih lirih dan bergetar.

Gadis cantik di atas bunga teratai membuka matanya.

Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu kepala mengangguk dan dua tangan yang berada di atas dada diturunkan ke bagian lututnya.

Seketika itu pula dari sekujur tubuh memancarkan cahaya putih benderang menyilaukan mata.

Sang anjing yang merupakan mahluk jejadian jelmaan dari seorang gadis sakti bernama Bulan Perindu terkesiap.

Dia kembali bangkit lindungi dua matanya dari pancaran cahaya terang dengan kedua kaki depan sambil keluarkan suara raungan hebat

"Ampun Danyang Sepuh. Saya tidak akan mampu berada disini lebih lama .Tubuhku bisa hancur menjadi kepingan bila tubuhmu terus memancarkan cahaya suci Restu Dewa."

Gadis jelita yang duduk di atas bunga teratai seolah baru tersadar lalu buru-buru menghembuskan nafas dalam.

Begitu nafas dihembuskan dari lubang hidungnya yang bangir mengepul kabut tipis berwarna putih menebar bau wangi semerbak. Kabut Hitam merasakan seolah dirinya berada disebuah taman bunga yang luas.

Sementara itu cahaya yang memancar dari sekujur tubuh Danyang Sepuh meredup dengan sendirinya sesuai dengan hembusan nafas sang Danyang.

"Bagaimana perasaanmu Kabut Hitam?"

Bertanya Danyang Sepuh setelah keheningan sempat mengambang dikawasan telaga itu.

Kabut Hitam sang mahluk berujud anjing besar keluarkan suara menggereng lirih, angkat kepala lebih tinggi dan menatap ke tengah telaga sekaligus anggukan kepala.

"Saya baik-baik saja Danyang Sepuh.Aroma bunga terasa menyejukkan hati, membuatku serasa berada di swargaloka. Namun semua ketenteraman hati belumlah sempurna selama diriku berada dalam ujud seperti ini."

Terang Kabut hitam

"Apa yang kau inginkan?"

Tanya gadis diatas bunga teratai.

"Kebebasan, Kebebasan dari karma dan kutuk serta niat ingin kembali pada ujud yang sesungguhnya. Serta tidak menjadi mahluk hina dalam ujud dan rupa seperti ini."

Kata Kabut Hitam dengan suara lirih memelas.

Danyang Sepuh dongakkan kepala menatap ke langit.

Di langit bulan purnama bersinar penuh.

Langit biru diwarnai kerlip bintang.

Sang danyang menghela nafas dalam.

Perlahan perhatiannya tertuju pada anjing besar yang duduk mendekam di tepi telaga.

"Yang terlihat rendah belum tentu hina. Yang mulia bukan berarti tidak hina. Berkeluh kesah tidak menyelesaikan masalah. Jalani hidup sesuai kehendak sang takdir. Kau pasti tidak akan lupa, Kabut Hitam! bahwa karma dan kutuk yang menimpa dirimu terjadi karena ulah dan kesalahanmu sendiri. Sekarang aku ingin bertanya padamu. Apakah kau masih ingat musibah yang telah membuatmu menjadi seperti ini?"

Tanya Danyang Sepuh. Kabut Hitam tundukan kepala.

"Saya masih ingat Danyang Sepuh."

Jawab Kabut Hitam. Sang anjing diam sejenak seakan merenung namun kemudian cepat merenungkan ucapannya.

"Awalnya saya merasa sebagai orang yang paling sakti dan menjadi orang yang selalu ingin tahu segala rahasia. Kemudian dengan kesaktian yang saya miliki saya pergi ke langit, berkeinginan ingin mengetahui rahasia pembicaraan para dewa terhadap kehidupan di bumi.Para dewa mengetahui kehadiran saya. Lalu bukan keinginan yang saya dapatkan, sebaliknya saya malah menuai celaka. Bukan hanya itu. Beberapa kesaktian saya termasuk kekuatan saya terbang menembus tiga lapis langit dimusnahkan para dewa Kembali ke bumi dalam keadaan dikutuk."

"Bagi saya hanya melahirkan penyesalan yang panjang."

Kata kabut hitam dengan mata berkaca-kaca.

"Sekarang agaknya kau telah sadarkan diri diatas langit masih ada langit.Diatas ilmu diatas kesaktian masih ada kesaktian yang jauh lebih tinggi lagi. Engkau hanyalah seorang manusia. Kau telah membuktikan sendiri walau kau mempunyai ilmu serta kasaktian tak tertandingi. Menentang takdir apalagi menentang kehendak yang maha kuasa justru merupakan awal kehancuran bagi dirimu sendiri,"

Ujar Danyang Sepuh

"Ampun Danyang Seput segala yang engkau katakan kiranya kebenaran yang mustahil saya bantah. Saya telah hancur, saya merasa tidak suka dalam keadaan seperti ini. Kalau boleh meminta saya ingin menjadi diri saya sendiri. Saya merasa berat hidup dalam keadaan seperti ini."

Keluh Kabut Hitam

"Keluh kesahmu didengar. Tapi kau tidak benar-benar hancur sebagaimana yang kau katakan."

"Saya tahu. Tapi saya sangat merasakan alangkah beratnya menjalani hidup dalam rupa dan ujud berbeda."

"Setelah karma dan kutuk sumpah kau jalani sekian lamanya. Sekarang apa yang kau inginkan?"

Tanya Danyang Sepuh sambil menatap tajam pada Kabut Hitam

"Maafkan saya Danyang Sepuh. Saya ingin terbebas dari kutukan yang membuat diri saya menjadi seperti ini. Tujuh puluh tahun saya hidup dalam kutukan.Dalam ujud seperti ini berusia panjang apa gunanya?"

"Hidup selalu punya makna dan tentu saja berguna setidaknya bagi diri sendiri. Namun harus dingat, untuk kembali menjadi manusia biasa dan terbebas dari kutukan bukanlah jalan yang mudah."

"Apapun caranya jika semua itu menjadi jalan bagi saya kembali ke kehidupan saya yang dulu pasti akan saya lakukan."

"Apakah kau benar-benar ingin terlepas dari segala derita kutukan yang membuat dirimu menjadi anjing penghuni kegelapan itu?"

"Tentu saja Danyang Sepuh. Dalam rupa seperti sekarang membuat hidup saya seperti berada dalam kerangkeng baja. Walau saya ditakuti dalam keadaan seperti ini namun saya tetap menderita."

Danyang sepuh anggukan kepala. Bibirnya yang indah tersenyum, namun tatap mata memperlihatkan rasa prihatin yang mendalam. Dengan sikap yang bijaksana namun terkesan sangat hati-hati, Danyang Sepuh kemudian membuka mulut berucap.

"Untuk terbebas dari segala kutuk yang terjadi padamu. Ada sembilan syarat penting yang harus kau jalani. Disamping sembilan syarat menuju kebebasanmu kau juga harus meninggalkan tiga larangan utama."

"Sembilan syarat dan tiga larangan?" desis Kabut Hitam.

"Apakah aku boleh mengetahui apa yang sembilan dan apa tiga larangan yang harus aku jalani."

"Tentu."

Sahut Danyang Sepuh sambil anggukan kepala.

"Tiga larangan yang diwajibkan padamu. Pertama kau harus melenyapkan segala kebencian dihatimu atas segala apa yang terjadi padamu. Bila kebencian mampu kau singkirkan dari lubuk hati, maka yang kelak tumbuh dalam jiwamu adalah rasa kasih dan sayang kepada siapa saja sesama mahluk hidup. Larangan yang kedua. Hilangkan rasa sombong dan rasa tinggi hati dari dalam jiwamu. Dengan begitu kau dapat melihat kebenaran dan arti hidup yang sebenarnya. Larangan ke tiga kau tidak boleh lagi datang apalagi memasuki kawasan hutan Ciandur juga telaga warna ini, terkecuali delapan pengawal berwujud sepertimu. Sesuai dengan ketentuan nasib, mereka tetap menjadi penjaga telaga warna sepanjang sisa hidup mereka."

Mendengar larangan yang disebutkan terakhir oleh Danyang Sepuh.

Sepasang mata Kabut Hitam yang merah menyala mendelik besar.

Tanpa dapat menyembunyikan rasa kejutnya.

Anjing hitam itu membuka mulut ajukan pertanyaan.

"Mengapa saya tidak boleh lagi datang kemari. Engkau sendiri tahu selama ini hidupku sangat tergantung petunjuk darimu. Tanpa bimbinganmu mungkin aku semakin jauh dalam kesesatan. Aku menjadi buas, ganas, liar dan senantiasa haus darah."

"Kehidupan selalu mempunyai dua sisi. Sisi buruk, sisi baik, sisi gelap dan sisi terang. Kau harus pandai memilih mana yang kau anggap baik bagi dirimu juga bagi orang lain."

"Apapun alasanmu Danyang Sepuh. Bagiku pantangan yang ke tiga adalah sebuah keputusan yang sulit. Rasanya aku tidak akan menerimanya."

"Kalau begitu sampai akhir hayatmu kau tak akan bisa terlepas dar? kutukan. Padahal kau sangat ingin menjadi manusia kembali sebagaimana sebelumnya." kata Danyang Sepuh tegas.

Kabut Hitam diam membisu Seakan tidak percaya dia menatap gadis jelita yang duduk diatas bunga teratai itu.

"Aku tahu hatimu diliputi rasa ragu dan kebimbangan. Jika kau tetap merasa berat hati. Aku tidak mau memaksa."

"Tidak! Kau harus mengatakan sembilan syarat yang harus saya lakukan Danyang Sepuh. Aku tidak ragu lagi. Dan aku tetap ingin bebas dari segala kutuk yang menimpa diriku."

Danyang Sepuh menghela nafas pendek. Bibir mengulum senyum namun dengan bersungguh- sungguh dia berujar.

"Sembilan syarat yang harus kau kerjakan tidak semuanya kusebutkan saat ini. Nanti bila satu tugas berhasil kau selesaikan dengan baik, aku yang akan datang menemuimu dan mengatakan syarat berikutnya yang harus kau penuhi.Untuk sekarang ini, cukup dua syarat yang harus kau kerjakan."

Walau dalam hati Kabut Hitam merasa kurang setuju dengan penjelasan Danyang Sepuh, dia tak berani membantah.

"Katakan dua syarat yang harus kupenuhi itu?" desak Kabut Hitam tidak sabar.

"Syarat ini sebenarnya berupa dua tugas penting. Bila kau dapat melakukannya dengan baik maka kau punya hak untuk menerima syarat yang ke tiga dan seterusnya."

"Katakan saja mudah-mudahan aku bisa memenuhi tugas itu."

"Hmm, baiklah. Terus terang aku yakin kau tahu saat ini sebuah bencana besar sedang terjadi di dunia persilatan dan khususnya di istana Malingping. Bencana yang kumaksud ini ada hubungan dengan munculnya seorang pangeran sesat yang pernah mati terkubur seribu tahun yang lalu di laut dalam tak jauh dari pulau Karang Hantu... "

Sebelum Danyang Sepuh sempat menyelesalkan ucapannya. Kabut Hitam tiba-tiba memotong dengan berkata.

"Tentang riwayat Bagus Anom Aditama yang juga dikenal dengan sebutan Pangeran Durjana saya telah mengetahuinya. Danyang Sepuh. Bukankah pangeran sakti itu menemui ajalnya karena perbuatan mesumnya dengan adik kandung sendiri. Dan gadis yang kumaksudkan itu bernama Puteri Atut. Dua-duanya telah dihukum oleh Ibundanya sendiri Ratu Tria Arutama penguasa istana suci di pulau Rakata. Seribu tahun adalah waktu yang lama. Tapi sesuai dengan sumpahnya sebelum ajal merenggut nyawa sang pangeran kini telah bangkit dari kematiannya,dia tidak hanya sekedar bangkit. Bersama mahluk pengawal yang bernama Lebah Kepala Hati Berbunga, pangeran Durjana menyusun kekuatan baru. Dia ingin membalas dendam pada semua keturunan Ratu Arutama yang bukan lain adalah ibu kandungnya sendiri. Saya telah menyelidiki. Saya tahu bahwa raja istana Malingping yaitu prabu Tubagus Kasatama termasuk salah satu keturunan ratu dari istana suci itu. Semua itu tidak membuat saya merasa heran. Yang membuat saya tidak mengerti. Ribuan lebah yang menjadi pengawal Pangeran Durjana telah membunuh orang-orang yang tidak berdosa. Dan anehnya lagi setiap gadis yang tersengat oleh lebah-lebah itu. Mereka berubah menjadi linglung, hilang rasa malu dan bertingkah seperti selayaknya wanita yang ingin bercinta. Apa yang terjadi dengan mereka?"

Tanya Kabut hitam lalu menatap tajam ke arah Danyang Sepuh di tengah telaga.

"Bagus. Semua yang kau katakan memang benar adanya. Mungkin ada beberapa hal yang harus kujelaskan padamu. Bahwa semua gadis yang menjadi korban sengatan lebah aneh itu pada akhirnya akan jatuh dalam pelukan pangeran Durjana. Dengan sukarela dan penuh kepasrahan mereka menyerahkan diri pada pangeran itu untuk diajak bercinta. Dengan bantuan dan kuasa kegelapan gadis-gadis itu segera mengalami kehamilan begitu hubungan selayaknya suami istri berakhir. Para gadis hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk melahirkan. Anak-anak yang terlahir segera tumbuhnya selayaknya bocah seusia dua tahun dalam waktu dua hari. Bocah-bocah iblis itulah yang akan membantu Pangeran Durjana dalam melenyapkan setiap musuh dan orang-orang yang dia benci. Bila Bocah Bocah Iblis setiap hari terus bertambah sesuai dengan banyaknya gadis yang melahirkan, bukan cuma istana Malingping saja yang musnah. Dunia persilatan akan hancur dan seluruh permukaan bumi bisa menjadi daerah kekuasaan baru bagi Pangeran Durjana."

Terang Danyang Sepuh.

"Aku tidak perduli dengan prabu Tubagus Kasatama dan kekuasaannya. Namun aku merasa tidak rela bila dunia persilatan berada dalam cengkeraman pangeran sesat itu. Tapi mengingat betapa dahsyat kekuatan yang dimiliki oleh Pangeran Durjana, para lebah juga bocah-bocah haus darah itu. Rasanya aku sendiri tak bakal dapat memenuhi syarat yang kau ajukan Danyang Sepuh."

"Semua yang kuceritakan padamu serta apa yang kau ketahui tentang pangeran Durjana bukan syarat pertama. Melenyapkan mereka tugas kedua atau syarat kedua yang harus kau penuhi."

"Kalau begitu apa syarat atau tugas pertama yang harus aku lakukan?"

Tanya Kabut Hitam tidak sabar.

"Tugas pertamamu adalah menemukan seorang pemuda bernama Raja. Pemuda itu juga dikenal dengan sebutan Raja Gendeng berjuluk Sang Maha Sakti, Walau tingkah lakunya seperti orang kurang waras. Namun hanya dia satu-satunya orang sakti berkepandaian tinggi yang dapat membantu menyelesaikan urusan besar ini."

"Seorang pemuda bernama Raja dan gendeng pula. Bagaimana orang seperti itu bisa diharapkan bantuannya?"

Kata Kabut Hitam tampak ragu.

"Jangan memandang rendah pemuda itu .Selusin mahluk hebat sepertimu belum tentu sanggup melukainya.Dia bukan pemuda sembarangan. Selain sakti pemuda itu juga masih keturunan dara biru. ayahnya, Prabu Sangga Langit adalah seorang raja di istana Pulau Es."

"Pulau Es? Rasanya aku pernah dengar tentang pulau terpencil yang berada di tengah laut selatan itu." desis anjing hitam raksasa kaget

"Bagus. Apakah kau juga pernah mendengar sebuah senjata sakti. Senjata itu adalah raja dari segala pedang yang pernah ada di dunia persilatan ini."

Tanya Danyang Sepuh. Kabut Hitam anggukkan kepala.

"Ya. Kudengar dulu prabu Sangga Langit punya senjata sakti luar biasa berupa pedang aneh bernama Pedang Gila."

"Yang kau dengar tidak berlebihan. Senjata itu sekarang ada pada Raja Gendeng." terang Danyang Sepuh.

"Danyang Sepuh. Aku kagum padamu. Saya tahu kau tak penah pergi kemana-mana. Tapi diluar dugaan kau banyak menyirap kabar diluar sana"

"Kau tak usah memuji Kabut Hitam. Lebih baik cari pemuda itu. Temui dia."

"Bila telah bertemu apa yang harus aku lakukan?"

"Bila bertemu, kau dan dia harus saling bantu dalam melenyapkan Pangeran Durjana dan para pengikutnya."

"Tapi... aku tidak yakin dia bisa merima kehadiranku. Mahluk dalam ujud sepertiku tak pantas bertemu dengannya." kata Kabut Hitam lirih sambil tundukkan kepala.

Melihat sikap Kabut Hitam yang berubah rendah diri, Danyang Sepuh pun tak kuasa menahan tawanya. Sambil tertawa dia berujar.
Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Pemuda itu tidak pernah tahu siapa dirimu yang sebenarnya. Keadaan, ujud maupun penampilanmu masih jauh lebih baik dibandingkan dengan kura-kura atau monyet lutung.Bersahabat dengan lutung saja pemuda itu mau. Rasanya tak mungkin dia menolak kehadiranmu."

"Lalu kemana aku harus mencari pemuda itu .Bagaimana ciri-cirinya?"

"Pergilah ke arah utara, lurus-lurus saja jangan belak-belok seperti ular berjalan."

Terang Danyang Sepuh.

Selanjutnya gadis jelita itu pun menjelaskan bagaimana ciri-ciri Raja.

Tak lama setelah sang Danyang menerangkan segala sesuatunya tentang Raja. Kabut Hitam pun akhirnya berkata.

"Walau berat rasanya aku berpisah denganmu Danyang. Namun demi kebebasan diri dari segala bentuk kesengsaraan hidup yang selama ini menggangguku. Aku akan pergi memenuhi syarat pertama dan kedua. Sekarang aku mohon diri!"

Kata Kabut Hitam.

"Pergilah wahai gadis malang. Restuku kepadamu mencakup segala kebaikan yang ada di bumi. Semoga kau berhasil menjalankan setiap tugas hingga sembilan syarat yang diputuskan dewa agung kepadamu dapat kau selesaikan dengan sebaik-baiknya."

Kata Danyang Sepuh.

Kabut Hitam anggukan kepala.

Dua kaki depan bergerak turun ke bawah kepala merendah.

Begitu dagu mahluk itu menyentuh tanah.

Tiba-tiba saja.

Dess!

Dess!

Terdengar suara letupan disertai kepulan kabut hitam.

Sosok Kabut Hitam mendadak raib tidak meninggalkan bekas.

Hanya kepulan kebut yang tertinggal.

Kabut menebar kesegenap penjunu lalu lenyap dari pandangan.

Di atas kelopak bunga teratai besar itu si gadis jelita Danyang Sepuh menghela nafas panjang.

Matanya yang bening indah menerawang ke arah lenyapnya Kabut Hitam.

Kemudian dengan suara merdu menyejukkan namun bergetar Danyang Seputh menggumam.

"Gadis sakti yang malang. Kini aku tahu, sehebat dan sesakti apapun manusia tidak mungkin bisa menandingi kuasa pemilik alam semesta. Kuharap kau bisa memetik setiap hikmah dari kutukan dewa yang menimpa dirimu. Aku berdoa semoga kelak kau dapat menunaikan semua syarat yang telah ditetapkan untukmu. Hanya dengan memenuhi sembilan syarat itu kau bisa kembali pada jati dirimu sebagai manusia!"

Setelah berkata begitu bibir merah mungil Danyang Sepuh terkatub. Dua tangan yang diletakan diatas lutut bergerak naik dan dirangkapkan ke depan dada..

Dengan mata terpejam dalam dia berkata.

"Teratai Suci yang diberkati para dewa. Tutup pintu dan jendela. Kembali ke dasar telaga. Aku ingin melanjutkan tapaku"

Terdengar suara desiran halus. Aroma harum semerbak menyejukkan hati menebar kesegenap penjuru telaga. Bunga teratai besar dan empat daun yang menyertai kemunculannya bergetar.

Bunga teratai yang mekar tiba-tiba bergerak menguncup dan menutup dengan sendirinya membungkus sosok Danyang Sepuh tak ubahnya seperti bayi yang kembali ke dalam kandungan ibunya.

Begitu Danyang Sepuh terbungkus kuncup teratai itu. Secara perlahan namun pasti daun- daun dan bunga teratai raksasa menenggelamkan diri ke dalam telaga.

Blep!

Byar!

Teratai raksasa lenyap. Air diseluruh penjuru telaga bergolak hebat tak ubahnya seperti belanga raksasa yang mendidih. Tapi segala yang terjadi tidak berlangsung lama. Gejolak air di seluruh telaga perlahan menjadi surut, tenang dengan sendirinya seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Lalu kesunyian kembali menyelimuti telaga itu.

*****

Bangunan luas yang tersembunyi dibalik kerimbunan pohon daun serta semak belukar itu berbentuk bundar melengkung seperti pelangi.

Dibangun oleh kawanan lebah pekerja sekaligus pengawal Pangeran Durjana dalam waktu satu malam. Dinding yang berwarna hitam kecoklatan terbuat dari kotoran sapi dan lumpur hitam tak ubahnya seperti kawanan lebah dalam membentuk sarangnya.

Siang dan malam si bundar mirip sarang lebah dijaga oleh sekelompok lebah penjaga paling bengis dan paling mematikan. Mengingat pintu bangunan cuma satu berbentuk bulat seukuran tubuh orang dewasa.

Tidak sembarang mahluk dapat keluar masuk ke dalamnya. Pangeran Durjana sendiri memberi nama tempat tinggalnya sebagai Istana Kekuasaan dan Hasrat Cinta.

Matahari senja belum lagi beranjak ke bilik peraduannya ketika hujan gerimis turun rintik- rintik. Dalam bangunan bundar suasananya hingar bingar jauh berbeda dengan keadaan diluar yang sunyi mencekam.

Ratusan Lebah Kepala Hati Berbunga nampak sibuk membangun bilik-bilik kamar baru dalam ukuran yang sangat besar. Kegunaan bilik yang dibangun oleh kawanan lebah itu adalah untuk membesarkan setiap bayi yang baru saja dilahirkan oleh para gadis yang pernah bercinta dengan sang pangeran.

Walau Pangeran Durjana tinggal menetap di dalam bangunan yang sama. Namun kamar yang ditempatinya jauh agak terpisah dari tempat pembesaran anak-anaknya. Melihat perkembangan dan kelahiran bayi- bayi baru yang terlahir dari para gadis yang diculiknya.

Pangeran Durjana merasa lega. Tapi segala apa yang dia capai belum memuaskan hatinya. Tidaklah mengherankan. Ketika hari beranjak malam, Pangeran Durjana menemui dua orang kepercayaannya yang tak lain adalah sepasang suami istri yang dikenal dengan julukan Sepasang Naga Pamabokan.

Sebagaimana julukannya, sepasang suami istri ini memang dikenal sebagai dua tokoh sakti dari seberang, menguasai banyak ilmu serta jurus silat yang bersumber dari kitab Dewa Naga .

Walau tidak pernah menyukai tuak, namun setiap kali bicara. Sepasang Naga Pamabokan sering bicara melantur tak karuan kejuntrungannya tak ubahnya seperti orang mabok.

Berjalan disepanjang lorong dipenuhi bilik berbentuk bundar tak ubahnya seperti candi. Pangeran Durjana merasa enggan. Dia hentikan langkah. Mata jelalatan menatap keseluruh penjuru ruangan yang diterangi cahaya merah redup.

Kemudian tanpa menghiraukan lebah-lebah yang beterbangan memenuhi langit-langit ruangan dia berseru.

"Kepada dua pembantu sekaligus tawananku yang bernama Aki Kolot Raga dan istrinya Nini Burangrang. Harap segera menghadap dan menemui di ruangan pertemuan Kedipan Nyawa."

Kata sang pangeran.

Setelah berkata begitu dia balikan badan.

Tiga mahluk besar berujut sosok lebah raksasa tanpa diminta bergerak mendatang menyambar Pangeran Durjana dan menerbangkannya menuju ruangan yang disebutkan sang pangeran .Tidak berselang lama tiga lebah besar yang menggotong sekaligus membawa pemuda itu terbang ke ruangan yang dituju memasuki ruangan besar serba merah.

Setelah menurunkan junjungannya dengan gerakan yang lembut, tiga lebah raksasa bergerak keluar meninggalkan ruangan itu.

Sang pangeran menuju ke sebuah kursi besar berlapis beludru merah bersandaran tinggi. Sedangkan di kanan kiri lengan kursi terdapat masing-masing sebuah tongkat berwarna kemerahan.

Pada kepala tongkat yang satu terdapat ukiran bersimbol ratu lebah berkepala merah, bersayap dan bertubuh hitam.

Sedangkan pada tongkat yang berada disisi kiri tangan kursi terdapat ukiran bersimbol hati dan kuda jantan yang sedang meradang.

Selain kedua benda sakti itu.

Di dalam ruangan terdapat beberapa perabotan juga sebuah kolam kecil berisi madu.

Konon setiap gadis culikan yang menolak diajak bermain cinta oleh sang pangeran bila diberi madu dari kolam madu itu berubah menjadi penurut bahkan semangatnya jadi bergelora.

Seorang kakek berpakaian serba hitam bercelana selutut bersenjata tongkat, berkumis dan berambut putih memakai topi kupluk(kopiah), memasuki ruang itu.

Dia bukan lain adalah Aki Kolot Raga.

Dia tidak datang sendiri. Mengiringi dibelakang si kakek seorang nenek bertubuh bungkuk, berkulit putih bersih berambut hitam dan putih.

Nenek yang masih terlihat cantik walau usianya hampir enam puluh tahun itu memakai pakaian kebaya berwarna biru polos.

Dengan rambut disanggul, penampilannya nampak lebih muda dibandingkan kakek yang menjadi suaminya. Begitu memasuki ruangan dan duduk di depan Pangeran Durjana, pasangan aki dan nini yang juga dikenal dengan Naga Pamabokan ini tak lagi berani mengedipkan matanya.

Mereka sadar sesuai dengan namanya yaitu Ruang Pertemuan Kedipan Nyawa.

Berani mengedipkan mata berarti nyawa mereka tak bakal terselamatkan lagi. Untuk sekedar diketahui.

Ruang Pertemuan Kedipan Nyawa memang mempunyai sebuah keanehan yang sulit untuk dipahami.

Siapa saja yang berada disana termasuk Pangeran Durjana sendiri harus mementang matanya tanpa boleh berkedip sekalipun ika larangan dilanggar maka orang tersebut bakal menemui ajal secara mengenaskan.

Tubuh hangus dihantam mata bercahaya yang muncul tiba-tiba di tempat itu tanpa anggota tubuhnya yang lain.

Pangeran Durjana menyebut mata tunggal yang suka gentayangan dan sangat mematikan itu sebagai Mata Setan.

"Aku tidak punya banyak waktu untuk bicara dengan kalian!"

Kata Pangeran Durjana.

Saat itu sang pangeran ada dihadapan Sepasang Naga Pamabokan bukan dalam rupa ujudnya semasa muda gagah tampan sebagaimana saat menemui para gadis calon korbannya.

Kini sang pangeran hadir didepan Sepasang Naga Pamabokan dalam rupa seperti ketika dia bangkit dari kematiannya.

Tidak mengherankan Nini dan Aki Kolot Raga sekarang justru melihat satu sosok menyeramkan berupa seorang laki-laki berwajah pucat, bermata putih tanpa warna hitam atau coklat ditengah mata, berpipi menonjol, berambut panjang menjulai berkulit keriput bertelanjang dada dengan sekujur tubuh dipenuhi lendir berwarna putih.

Melihat penampilan Pangeran Durjana yang tidak jauh berbeda dengan mayat hidup yang baru bangkit dari pendaman, lumpur kubur.

Baik Aki Kolot Raga maupun Nini Burangrang merasakan tengkuknya mendadak menjadi dingin.

Dalam hati si nenek berkata.

"Sejak dulu sampai sekarang. Sedari muda hingga tua begini aku sering melihat pemandangan yang buruk dan jelek. Tapi pangeran yang satu ini keadaannya benar-benar tidak sedap untuk dipandang. Aku tidak perah tahu rupa aslinya seburuk itu. Yang sudah-sudah wajahnya tampan. Aku saja yang sudah karatan dan bau tanah hampir jatuh hati. Sekarang setelah aku melihat rupanya yang asli. Ah... rasanya lebih baik aku mati membunuh diri dari pada harus jatuh kepelukannya."

Baru saja si Nini bicara seperti itu di dalam hati. Tiba-tiba Pangeran Durjana palingkan kepala lalu memandang dengan mata mendelik. Dari mulutnya yang menjuntai pucat seolah mau jatuh dari atas dagunya itu berkata.

"Jangan bicara bila tidak kuminta. Meski hanya di dalam hati. Jaga sikap dan keselamatan diri. Jangan pernah berkedip bila tidak ingin celaka!"

"Nini memangnya kau bicara apa?"

Tanya si kakek kaget. Nini Burangrang mendengus lalu palingkan kepala ke jurusan lain.

"Jangan suka ikut campur urusan pe- rempuan." sahut Nini Burangrang ketus.

Patut diakui sepanjang hidup berdua sebagai pasangan suami istri.

Aki dan Nini ini memang kurang begitu akur, selalu beda pendapat dan tampak seperti orang yang saling bermusuhan.

Namun bila salah satunya tidak ada maka yang lainnya selalu merasa rindu.

Mungkin inilah yang membuat mereka tak terpisahkan.

Didamprat oleh istri.

Aki Kolot Raga tersenyum masam.

Sambil bersungut-sungut dia membelai janggutnya.

Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dasar perempuan. Tak ada disampingku mencari-cari, begitu berdekatan malah menjadi duri. Dasar apes nasib diriku ini, bidadari yang selalu kumimpi yang menjadi istri malah yang kudapat kuntilanak kubur pulang pagi."

Gerutu Aki Kolot Raga cemberut.

"Kalian dengar.Jangan lagi ada yang menggerutu walau didalam hati."

Hardik Pangeran Durjana membuat Nini Burangrang melirik pada pasangannya.

Sedangkan Aki Kolot Raga diam- diam kaget tak menyangka sang pangeran tahu apa yang dikatakan di dalam hatinya.

Buru-buru si kakek menjura.

Setelah menjura hormat Aki Kolot angkat kepala dan menatap pangeran angker yang tetap duduk di kursi kebesarannya.

"Pangeran. Apapun yang hendak pangeran sampaikan pada kami. Kami berdua sudah tidak sabar lagi untuk mendengarkannya"

"Saya juga pangeran. Setiap waktu kami siap bekerja sama denganmu. Karena itu jangan pernah sungkan, jangan pernah menganggap kami tawananmu. Kami merasa nyaman hidup di dalam Istana Kekuasaan dan Hasrat Cinta ini."

Timpal si nenek tidak mau ketinggalan.

Pangeran Durjana dongakkan kepala lalu tertawa tergelak-gelak .Begitu sang pangeran mengumbar tawa bergelak.

Aki Kolot Raga yang jauh di lubuk hatinya menyimpan sejuta amarah dan kebencian miringkan bokongnya.

Lalu...

Bess!

Bess!

Tidak ada suara aneh yang terdengar dari bagian tubuh Aki Kolot sebelah bawah.

Tapi apa yang dilakukan kakek itu membuat Nini Burangrang yang duduk menjelepok diatas permadani merah delikkan mata ke arah Aki Kolot

"Kakek keparat tak mengenal peradatan.Buang angin tidak bilang-bilang. Mana bau busuk lagi. Dasar tua bangka jorok" damprat Nini Burangrang melalui ilmu mengirimkan suara.

"Aduh,mati aku. Yang kutuju bukan kau tapi pangeran yang sedang tertawa itu. Tak kusangka kau yang kena. Maafkan aku. Lagi pula bukan cuma aku tua bangka ini saja suka yang jorok. Tidak lelaki tidak perempuan kurasa memang suka. Klek Klek Klek!"

Kata si kakek sambil tertawa di dalam hati.

Selagi Sepasang Naga Pamabokan tengah bersitegang dengan sesamanya.

Sebaliknya Pangeran Durjana tiba-tiba hentikan tawa.

Sepasang mata putih tanpa titik hitam dibagian tengahnya memandang dengan mata mendelik ke arah Aki Kolot dan Nini Burangrang

"Kakek dan nenek jahanam! Seandainya aku tahu ternyata kalian hanya dua tua bangka sinting dan konyol. Aku tidak akan menangkap kalian. Mungkin malam itu sebaiknya aku menghabisi kalian saja. Siapa yang kentut?"

Hardik sang pangeran.

Nini Burangrang tercekat, menatap ke arah sang Pangeran sejenak namun begitu melihat mata putihnya berubah merah karena marah menahan kemarahan .Nini buru-buru tundukkan kepala.

Berbeda dengan Aki kolot Raga.

sadar dirinya bersalah, tanpa rasa takut dia malah acungkan ibu Jarinya ke atas

"Maafkan saya pangeran. Saya memang lagi sakit perut. Ada angin yang terus mendesak ke bawah. Kalau tidak saya keluarkan, tubuh saya ini bisa panas dingin. Setelah keluar dari pada ribut sebaliknya pulangin."

Mendengar ucapan Aki Kolot yang terkesan mengejeknya.

Pangeran Durjana bertambah berang.

Sambil kertakan rahang dengan suara menggeram Pangeran Durjana berkata.

"Kakek tua keparat! Segala kelakuan dan ucapanmu benar- benar menguji kesabaranku. Rupanya kau ingin cepat-cepat mampus! Baiklah! Kalau itu keinginanmu aku tak segan lagi mencabut nyawamu dan mengirim jiwa busukmu ke neraka paling jahanam"

Selesai dengan ucapannya, Pangeran Durjana secepat kilat angkat tangan kanannya.

Begitu tangan diangkat dari lima ujung jari hingga sampai kesiku bergetar keras dan memancarkan cahaya merah laksana bara.

Melihat tindakan yang dilakukan Pangeran Durjana.

Aki Kolot Raga terkesiap namun diam-diam alirkan tenaga sakti yang dia miliki ke bagian tangan dan ke dua kakinya.

Sewaktu-waktu bila lawan menyerang dia sudah siap membela diri.

Pangeran Durjana menyeringai siap menghabisi si kakek.

Namun disaat menegangkan seperti itu tiba-tiba Nini Burangrang melompat ke depan si Aki.

Dengan sikap melindungi nenek cantik berkata.

"Pangeran! Saya memohon kemurahan hatimu. Jangan bunuh suamiku. Jika kau membunuhnya aku bersumpah tak akan lagi mematuhi perintahmu dan aku pasti akan membunuhmu!"

Pangeran Durjana tersenyum sinis membuat penampilannya yang dingin angker tambah menggidikkan

"Kau ingin membunuhku? Kalau kau mampu, kalian berdua tak mungkin menjadi tawananku!"

kata laki-laki itu sinis

"Aku bukannya tak mampu. Tapi kau telah berlaku curang, menyerang kami dengan menggunakan kawanan lebah. Kurasa itu perbuatan pengecut!"

Dengus si nenek.

"Ha ha ha. Kau pandai bicara orang tua. Menurutku, dalam mencapai sebuah tujuan segala cara boleh dilakukan. Walau cara yang ditempuh, kau anggap sebagai tindakan pengecut!"

Kata sang pangeran

"Apapun alasanmu, kuharap kau tidak membunuhnya!"

Pinta Nini Burangrang kesal.

"Hmm, begitu?"

Gumam Pangeran Durjana.

"Mengapa kau membelanya. Apakah kakek tua ini begitu berarti dalam hidupmu? Padahal kulihat kalian sering bertengkar. Sepertinya tidak ada kecocokan."

"Kalau tidak cocok ya dicocok-cocokan." sahut si nenek bersungut-sungut

Seakan tidak mengenal takut. Aki Kolot Raga malah berkata.

"Sebenarnya bukan itu alasan istriku. Dia meminta agar pangeran mengampuniku karena dia tahu aku adalah suaminya yang paling awet. Lima belas suaminya terdahulu mati mendelik saat menunaikan hajat. Sedangkan aku selain awet yang terpenting adalah tahan lama. Ha ha ha!"

"Tua bangka bermulut kotor. Jaga ucapanmu!"

Teriak Nini Burangrang dengan wajah merah padam menahan malu .Sementara Pangeran Durjana sendiri agaknya merasa pusing melihat tingkah kedua kakek nenek didepannya.

Perlahan dia turunkan tangannya yang siap lepaskan pukulan sakti.

Perlahan warna merah membara ditangan kanan hingga kebagian lengan meredup lalu kembali seperti semula.

Pada saat itu sambil tetap duduk di tempatnya dia membentak.

"Diam kalian semua. Kalian sudah keterlaluan bertengkar seenak sendiri!"

Aki dan Nini Burangrang terdiam. Si nenek merasa lega ketika melihat Pangeran Durjana batalkan niat untuk menghabisi suaminya.

"Pangeran, terima kasih atas kebijaksananmu!"

Kata Nini Burangrang dengan perasaan lega.

"Kau tak perlu berterima kasih dan tak usah bergembira dulu. Kapan saja aku bisa melenyapkan kalian berdua. Tapi untuk sekarang... sebaiknya kalian dengar. Aku tidak ingin kalian mati saat ini..."

"Wah, apa? Jadi kematian kami di tunda? Wah bagus sekali, Berarti masih ada kesempatan bagi kami untuk melihat matahari esok. Dan yang lebih penting ada kesempatan bagiku untuk memadu kasih dengan istriku. Wow...luar biasa.." kata Aki Kolot Raga.

Tanpa perduli dia melirik istrinya., lalu tersenyum sambil julurkan lidah basahi bibir.
"Tua bangka edan,"

Maki si nenek geram. Aki Kolot Raga tidak perduli dengan kemarahan istrinya.

"Kakek gila. Hentikan segala kegilaanmu," hardik Pangeran Durjana marah.

Aki Kolot terdiam. Sedangkan Pangeran Durjana lanjutkan ucapannya.

"Kalian dua manusia sedeng. Seperti yang kukatakan kematian kalian memang kutunda. Namun sebagai imbalan atas penundaan itu kalian harus melakukan satu tugas penting untukku."

"Tugas apakah, Pangeran. Andai kami bisa melakukannya!" ujar Nini Burangrang .

Pangeran Durjana melirik ke arah Aki Kolot

"Dibandingkan suamimu, kulihat kau sedikit lebih waras."

Kata sang pangeran dingin.

"Begini...aku ingin kalian berdua pergi ke istana Malingping.Aku ingin kalian menghabisi prabu Tubagus Kasatama.Selain itu kalian harus membawa kedua puterinya kemari. Beberapa malam yang lalu aku gagal menangkap mereka karena seorang pemuda aneh bersenjata pedang menolong mereka."

"Pemuda yang pangeran sebutkan itu apakah kami boleh tahu bagaimana ciri-cirinya?"

Tanya Aki Kolot Raga.

Pangeran Durjana tersenyum tipis membuat penampilannya tambah tidak sedap untuk dipandang. Sambil menembuskan nafas pendek, Pangeran Durjana lalu membuka mulut menjawab pertanyaan Ki Kolot.

"Walau hanya bayanganku saja yang kukirim untuk menangkap kedua puteri prabu Tubagus Kasatama, namun aku dapat mengatakan bahwa ciri-ciri pemuda itu antara lain.Dia memiliki tubuh tinggi tegap, berambut gondrong, berkulit bersih berwajah lumayan tampan tapi terlihat sinting.dia berpakaian putih bercelana hitam, dipunggungnya tergantung pedang aneh berangka emas."

"Siapakah namanya? Apakah mungkin dia punya julukan tertentu" tanya Nini Burangrang

"Soal nama dan julukan aku tidak tahu. Tapi kuakui dia sangat hebat, tenaga dalamnya tinggi, ilmu kesaktian yang dia miliki juga hebat.Dia juga menguasai jurus-jurus silat yang aneh dan sangat berbahaya. Seumur hidup sering aku mewakilkan urusanku dengan bayanganku. Selama ini segala urusan berjalan lancar. Tapi ketika bertemu dengan pemuda itu, tidak hanya kedua puteri itu yang gagal diboyong tetapi juga lima bayangan yang mewakili aku musnah."

"Dia memiliki ilmu yang dapat mengirimkan bayangannya sendiri. Aku yang pernah malang melintang di delapan penjuru angin belum pernah mendengar ada tokoh sakti yang dapat mengirimkan bayangannya sendiri untuk menghadapi lawan. Mahluk seperti apa pangeran Durjana ini? Mengapa kesaktiannya sangat tinggi sekali."

Pikir Aki Kolot. Selagi Aki Kolot Raga tenggelam dalam pikirannya. Nini Burangrang tiba-tiba bertanya.

"Selain membunuh raja, menculik kedua puterinya. Apa yang harus kami lakukan bila bertemu pemuda aneh itu, pangeran?"

"Aku ingin kalian menghabisinya. Aku tidak ingin dia menjadi batu sandungan dari semua rencanaku!"

Tegas Pangeran Durjana.

"Kalau itu keinginanmu, kami akan melakukan perintah pangeran!"

Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Nini dan Aki Kolot hampir bersamaan.

"Bagus. Jika kalian bisa melaksanakan semua tugas yang kuberikan dengan baik, kelak aku akan menjadikan kalian berdua sebagai patih dan panglima perangku!"

Kata sang pangeran.

"Oh terima kasih, kau sangat baik sekali pangeran."

Kata Nini Burangrang. Sedangkan Aki Kolot Raga dalam hati berkata.

"Pangeran culas. Siapa yang mau percaya dengan bualanmu. Aku yakin begitu tugas kami selesai, kau pasti akan menghadiahkan kami pada Bocah Bocah iblis sebagai santapan malam yang alot."

"Bagus! Kita telah mencapai kata sepakat. Sekarang kalian berdua boleh pergi!" Kata Pangeran Durjana.

"Baiklah. Terima kasih atas kepercayaan yang pangeran berikan. Kami mohon pamit!"

Kata Nini dan Aki Kolot.

Keduanya lalu bangkit.

Setelah menjura hormat pada sosok angker didepannya kakek dan nenek itu segera balikan badan dan melangkah pergi.

Sesaat setelah Aki dan Nini itu lenyap dari pandangan, Pangeran Durjana segera memanggil sekelompok lebah penyerang.

Tidak lama setelah itu dari mulut sang pangeran terdengar suara siulan.

Sedikitnya belasan lebah berukuran sebesar ibu jari datang mendekat.

Mahluk-mahluk itu berputar ditengah ruangan lalu mengapung diketinggian sambil mengepakan sayapnya.

Melihat kehadiran belasan lebah, pangeran Durjana berkata.

"Aku ini tidak bodoh sebagaimana yang diperkirakan kedua orang tua itu untuk membiarkan mereka pergi tanpa ancaman. Karena itu wahai para lebah ikuti kakek dan nenek tadi. Awasi setiap gerak-gerik mereka. Bila mereka melalaikan tugas, kalian semuanya harus menghabisi mereka! Sekarang kalian boleh pergi. Susul mereka! " kata Pangeran Durjana.

Belasan lebah ukuran besar keluarkan suara berdengung. Seakan mengerti ucapan pangeran Durjana. Tiba-tiba saja mereka memutar tubuh lalu...

Nguung!

Wuus!

Seperti kilat menyambar, belasan lebah penyerang berkelebat tinggalkan ruangan itu disertai suara berdengung aneh menyakitkan telinga.

Pangeran Durjana tersenyum.

"Semua rencana telah berjalan."

Katanya sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.

"Aku yakin dalam waktu yang tidak lama semua orang yang menjadi musuhku dapat kusingkirkan."

Sang pangeran kemudian terdiam. Dalam diamnya dia ingat dengan Bocah Bocah iblis yang dia utus untuk menghadang patih kerajaan juga Penujum Aneh Juru Obat Delapan Penjuru.

"Harusnya bocah-bocah itu sudah kembali. Aku tahu mereka telah berhasil melakukan tugasnya. Rombongan kecil itu tewas terbantai. Hanya Penujum Aneh saja yang selamat. Tapi umurnya pasti tidak akan lama.Dia bakal mati akibat luka gigitan dan cabikan kuku beracun dari anak-anakku. Ha ha ha...!"


******


Duduk di depan Sang Maha Sakti Raja Gendeng.

Kakek berwajah merah berpakaian berupa rompi hitam tak terkancing dan bercelana hanya setinggi lutut terus saja meneguk tuaknya. Tindakan yang dilakukan si kakek berperut besar ini sudah barang tentu membuat Raja jadi tidak sabar.

Dengan mulut terpencong pemuda itu membuka mulut,

"Orang tua yang biasa disebut Dewa Mabok. Sebagai tamu rasanya kurang pantas bagiku bersikap tidak sopan, apalagi bila sampai mengatakan apakah aku harus menungguimu menghabiskan semua tuak dibumbung yang bergelantungan disekeliling pinggangmu. Seumur hidup aku tidak pernah melihat orang doyan minum tuak sehebat dirimu. Tapi aku tidak punya banyak waktu menemanimu minum sampai pagi dan pagi lagi..."

Si kakek yang sejak tadi asyik meneguk tuaknya tertegun.

Sambil memperhatikan Raja yang duduk dihadapannya, orang tua yang bukan lain adalah Dewa Mabok jauhkan bumbung tuak dari mulutnya.

Dengan lagak seperti orang bingung, Dewa Mabok ajukan pertanyaan.

"Eh orang gila. Aku sudah lupa apa sebenarnya yang ingin kau tanyakan.Seingat ku kau datang dan ingin menemani aku disini. Sayang...kau tak doyan tuak yang lezat ini. Sekarang tolong terangkan apa tujuanmu datang kesini?!"

"Kakek pikun. Mejajal ilmu kesaktian sudah kita lakukan. Lalu kau mengundangku masuk ke dalam pondok bututmu ini. Kukira kau mau mengatakan suatu rahasia penting yang berhubungan dengan Pangeran Durjana." kata Raja Gendeng kesal.

"Pangeran Durjana." gumam Dewa Mabok dengan kepala terangguk-angguk.

Kening si kakek berkerut seolah mengingat sesuatu. Tak terduga sambil tertawa dia menepuk keningnya.

"Ah...ya aku ingat. Aku tahu kau ingin mengetahui keinginan masa lalu pangeran yang pernah mati itu bukan?"

"Bukan cuma masa lalunya saja yang ingin kuketahui. Aku juga ingin tahu bagaimana mungkin orang yang sudah mampus bisa hidup kembali ?! " dengus Raja tambah kesal.

"Oh ya-ya-ya. Aku juga heran mengapa orang yang sudah mati bisa hidup lagi." kata si kakek.

Lalu sambil memandang heran pada Raja, Dewa Mabok malah ajukan pertanyaan.

"Orang gila, apakah kau tahu rahasia apa yang membuat Pangeran Durjana bangkit dari kematian."

"Ah, kau ini bagaimana sih kek. Kalau aku tahu, buat apa aku datang menemuimu dan bertanya padamu?"

"Kau betul juga. Kalau kau sudah tahu pasti kau tidak bertanya padaku. Rasanya aku yang tahu. Tapi bagaimana caranya mengatakan semua itu padamu. Banyak kejadian dimasa lalu yang ingin kulupakan. Tidak sedikit kenangan yang ingin kukubur. Aku tak mau mengingat kehidupan yang pahit. Aku mau yang enak dan yang manis-manis saja. Tiba-tiba saja pangeran jahanam itu bangkit dari kematiannya, membuat banyak kekacauan, ingin membalas dendam bahkan berniat menjadi penguasa di seluruh jagat. Mengapa dunia ini tidak pernah aman, orang gila. Mengapa selalu ada kekacauan?"

Katanya dengan nada bertanya.

"Mana aku tahu. Sebelum aku lahir dunia memang sudah kacau." dengus Raja bersungut- sungut.

Sambil menatap kakek di depannya dia melanjutkan.

"Orang tua, sekali lagi kuperingatkan padamu, jangan suka memanggilku orang gila. kau sudah tahu namaku!"

Geram pemuda itu

"Ha ha ha. Aku berada di rumahku sendiri. Aku bebas memanggil tamuku dengan sebutan apa saja. Mengapa harus marah? Bukankah kau sendiri dikenal dengan nama Raja Gendeng. Atau mungkin kau lebih suka aku memanggilmu si Gendeng?" ejek Dewa Mabok disertai tawa bergelak.

Merasa kesal, Raja menanggapi.

"Terserahmulah monyet tua. pemabok sialan."

Maki pemuda itu. Diluar dugaan, bukannya marah. Mendengar ucapan Raja. Dewa Mabok sebaliknya malah tertawa terkekeh-kekeh.

"Tak kusangka seorang pendekar hebat bisa terpancing amarahnya hanya karena aku memanggilnya orang gila. Dalam kemarahanya dia memanggilku monyet tua pemabok sjalan. Ha ha ha."

Celetuk si kakek sambil pegangi perutnya yang terguncang.

"Aku suka. Julukan yang kau berikan padamu, kurasa sesuai dengan keinginanku. Tapi apakah kau tahu, hidup tujuh ratus tahun tidak pernah sekalipun ada raja edan yang berani bicara kurang ajar kepadaku?!"

Hardik Dewa Mabok dengan mata mendelik.

"Cuma pemabukan sepertimu apa yang harus kutakuti. Ketahuilah, seujung kukupun aku tidak takut kepadamu. Kau mau apa? Berkelahi lagi sampai salah satu diantara kita ada yang mampus?1"

Kata Raja geram. Walau hatinya panas sebenarnya Sang Maha Sakti diam-diam terkejut tak menyangka. Dewa Mabok ternyata telah berusia tujuh ratus tahun. Dalam hati diam-diam dia berkata.

"Aku sama sekali tidak menyangka usianya sepanjang itu. Padahal biasanya pemabuk lebih cepat mati. Memang makanan sakti apa yang pernah dia makan hingga membuatnya tetap awet hidup dan berumur panjang?"

Merasa diperhatikan Dewa Mabok yang tadinya marah, manggut-manggut tersenyum sambil mengelus bulu jenggotnya yang panjang.

"Sampean merasani aku kan?" ucapnya seolah lupa beberapa saat yang lalu dia sempat marah mendengar ucapan Raja. Bukannya menjawab, Raja malah palingkan wajah ke jurusan yang lain.

"Tak usah malu-malu. Tak perlu lagi marah-marah. Benarkan kau baru saja merasani aku .Kau bertanya ilmu kesaktian atau makanan apa yang membuatku berumur panjang. Ha ha ha!"

Kata Dewa Mabok diiringi tawa. Karena yang-ditanya tak kunjung memberi jawaban. Si kakek pun melanjutkan ucapannya.

"Kalau kau ingin berumur panjang sepertiku. Syaratnya mudah. Tidak harus sakti, tapi perbanyaklah makanan yang serba panjang. Seperti kacang panjang, ular, pohon bambu juga pohon rotan."

"Walau kaget tak menyangka kau bisa tahu apa yang kukatakan dalam hati, tapi segala saranmu itu sama sekali tidak lucu, kakek " kata Raja masih saja menatap ke jurusan lain.

"Oh ya-ya... aku tahu. Aku juga merasa ucapanku tidak lucu. Lalu apa yang kau inginkan?" kata si kakek.

Baru saja Raja hendak menjawab pertanyaannya. Lagi-lagi Dewa Mabok berkata

"Hm, tunggu dulu. Sekarang aku sudah ingat. Aku tahu maksud dan tujuan kedatanganmu. Bukankah kau ingin tahu siapa Pangeran Durjana itu bukan?"

"Orang tua, adapun tentang riwayat Pangeran Durjana aku telah mengetahuinya dari kakek penjaga makam raja-raja di pulau Rakata bernama Ki Lara Saru Saru. Seperti yang telah aku ceritakan ketika pertama kali sampai kesini. Sebelum menemui ajalnya Ki Lara memintaku agar menemuimu. Menurut orang tua itu kau tahu lebih banyak sepak terjang serta riwayat hidup Pangeran Durjana. Kini aku mohon penjelasan darimu tentang seorang pangeran yang pernah dikutuk oleh ibu kandungnya sendiri akibat berbuat mesum dengan adik kandungnya sendiri. Entah oleh sebab dan musabab apa bisa bangkit dari kematiannya. Padahal menurut yang saya dengar Pangeran Durjana telah terkubur di dalam laut selama seribu tahun."

Ketika berkata begitu, Raja terus menatap wajah si kakek. Dia melihat raut wajah Dewa Mabok tampak berubah-ubah. Bagi Raja rasanya sulit untuk mengetahui gerangan apa yang menjadi ganjalan di hati Dewa Mabok. Namun melihat si kakek seperti memendam sesuatu. Raja hanya bisa menduga kemungkinan besar Dewa Mabok mengenal dekat pangeran yang ditanyakannya. Setelah mendengar semua yang diucapkan Raja, Dewa Mabok menghela nafas berat. Sepasang matanya yang merah menatap kosong ke arah pintu pondok yang terbuka lebar. Kemudian dengan suara berat disertai gelengan kepala, Dewa Mabok membuka mulut

"Raja... siapapun dirimu aku tidak perduli. Tapi kau bertanya orang mati itu, lalu bagaimana bisa hidup kembali. Kurasa itu adalah persoalan lain. Satu yang patut kiranya kau ketahui. Dulu aku bukanlah seorang pemabok seperti sekarang ini. Aku tinggal di istana Dewa Ruci yang juga dikenal dengan nama lain Istana Suci. Aku bukan seorang Dewa. Tapi perbuatan dan tingkah lakuku begitu terpuji, lurus lempang tanpa cacat dan cela."

"Jika kau tinggal di Istana Suci, berarti kau mengenal Ratu Tria Arutama?"

Potong Sang Maha Sakti.

"Bukan cuma kenal, gusti ratu Tria Arutama sudah kuanggap sebagai adik sendiri. Aku membantu beliau menjalankan roda pemerintahan beberapa tahun setelah suaminya u mengasingkan diri di Malingping .Walau wanita, beliau adalah seorang pemimpin yang bijaksana.Sama bijaksananya dengan prabu Kalijati yaitu suami dari gusti ratu."

"Lalu apa yang terjadi orang tua?"

Tanya Raja tidak sabar.

"Lima tahun kemudian setelah Pangeran Anom Aditama yang punya seorang adik perempuan bernama puteri Atut kembali dari menuntut ilmu dan belajar berbagai ilmu olah kanuragan di gunung Krakatau. Sang pangeran itu yang sekarang kau ketahui bernama Pangeran Durjana entah kerasukan iblis mana jatuh hati pada adiknya sendiri yaitu puteri Atut. Yang membuatku tidak mengerti bagaimana gusti puteri bisa mempunyai perasaan yang sama pada sang pangeran yang dia tahu adalah kakak kandungnya sendiri. aku cemas, begitu juga gusti ratu. Hubungan sedarah itu jelas ditentang oleh gusti ratu. Tapi mereka sepertinya sudah lupa daratan. Hingga hubungan layak suami istri yang terkutuk itupun terjadi. Istana Suci yang dikenal paling bersih di delapan penjuru angin dilanda guncangan hebat. Laut murka, langit mengamuk dengan mengirimkan petaka dan rakyat tidak berdosa menemul ajal dengan tubuh hancur lebur menjadi debu. angin panas. Banyak perajurit mati. Gusti Ratu menyadari sesuatu yang sangat terkutuk telah dilakukan oleh putera dan puterinya. Ketika dpanggil menghadap, Pangeran Bagus Anom dan puteri puteri Atut tanpa malu-malu mengaku perbuatan mereka. Kenyataan ini menimbulkan kemurkaan luar biasa bagi diri ratu. Aku telah mengabdi di Istana Dewa Suci cukup lama. Belum pernah aku melihat gusti ratu semurka itu. Beliau kemudian memutuskan untuk menghukum kedua darah dagingnya sendiri. Disaksikan para dewa langit. Puteri Atut dihukum penggal. Mayatnya dikuburkan di alun-alun istana. Melihat sang adik sekaligus kekasih yang dicintai mendapat hukuman berat. Pangeran Anom Aditama menjadi marah. Dia mengamuk dan membunuh senopati juga patih kerajaan. Para abdi dalem juga tak luput dari kematiannya. Dengan kesaktian yang kumiliki aku turun tangan meringkus gusti pangeran. Begitu dapat kulumpuhkan, gusti segera menggantungnya di alun-alun. Mayatnya kemudian dimasukan ke dalam peti mati lalu ditenggelamkan tak jauh dari pulau Karang Hantu. Aku masih ingat sebelum digantung pangeran bersumpah dia akan bangkit dari kematiannya dan menuntut balas terhadap semua orang yang bertanggung jawab saat itu. Pangeran juga bersumpah kelak dalam kebangkitannya akan menghabisi semua keturunan ratu Tria dan gusti prabu Kalijati."

"Kau termasuk orang yang terlibat dalam kematian pangeran Durjana itu bukan?"

Tanya Raja.

"Hal itu tak bisa kupungkiri."

"Lalu mengapa Pangeran Durjana sekarang juga menghendaki nyawa raja Malingping?"

Tanya pemuda itu heran juga tidak mengerti. Dewa Mabok terdiam sejenak lamanya. Sepasang mata menatap ke langit-langit pondok, namun kemudian beralih pada Raja yang duduk didepannya

"Aku lupa mengatakan padamu. Setelah memutuskan untuk mengasingkan diri ke sebelah barat tanah Dwipa ini, Gusti prabu yang semula berniat menjadi seorang pertapa terrnyata berubah pikiran lalu jatuh hati dengan seorang puteri dari sebuah istana kecil di Malingping. Dari perkawinannya yang ke dua ini beliau dikaruniai keturunan. Begitulah seterusnya. Dan yang kutahu, prabu Tubagus Kasatama serta patihnya termasuk keturunan generasi ke tujuh dalam silsilah keluarga prabu Kalijati dengan istri ke dua." terang Dewa Mabok.

"Hmm, pantas." sela Raja sambil anggukkan kepala.

"Pantas Pangeran Durjana sangat ingin menghancurkan istana Malingping. Selain itu dia juga berhasrat menjadikan kedua puteri gusti prabu Tubagus Kasatama sebagai calon korban kebejatan nafsunya."

Mendengar ucapan Raja. Tanpa terduga Dewa Mabok tersentak kaget. Mata dipentang dan menatap tak percaya pada Raja

"Itu harus dicegah" tegas Dewa Mabok dengan nafas memburu dan wajah membayangkan kehawatiran.
Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Sikap si kakek membuat Raja jadi heran.

"Memangnya ada apa orang tua?"

"Oang gila, ketahuilah. Bila Pangeran Durjana berhasil mendapatkan kedua puteri Malingping apalagi bila sampai tidur bersama dan mendapatkan kesucian kehormatan kedua gadis itu, maka tidak akan ada lagi manusia sakti di rimba persilatan ini yang sanggup mengalahkannya."

"Bukankah dulu kau sanggup meringkus dan melumpuhkannya. Apakah setelah bangkit dari kematiannya kau tidak dapat menghabisinya?"

Tanya Sang Maha Sakti disertai senyum mencibir.

Dewa Mabok mula-mula mengangguk, namun kemudian cepat menggelengkan kepala. Dengan tatapan tajam wajah bersungguh- sungguh dia berkata.

"Waktu yang dulu sangat berbeda dengan sekarang, orang gila. Saat itu walau ilmu kesaktian serta tenaga dalamnya sangat sempurna. Tapi aku masih mampu menghadapinya."

"Jadi sekarang kau tidak sanggup lagi mengalahkan orang yang baru bangkit dari kematiannya? Mungkinkah karena kau sudah tua, tulangmu jadi rapuh dan loyo tak bertenaga?" sindir pemuda itu disertai seringai mengejek

"Jangan memandang enteng diriku. Mungkin kau tidak tahu saat ini Pangeran Durjana bukan lagi seperti yang dulu. Sebagaimana sumpah sebelum tewas ditiang gantungan. Begitu bangkit dari kematian sang pangeran dibantu penuh oleh suatu kekuatan yang berasal dari kuasa kegelapan .Kesaktiannya maju pesat. Saat ini menurut dugaanku kekuatannya menjadi sepuluh kali lipat dari kekuatan lama yang dia miliki."

"Bagaimana dengan mahluk-mahluk pembunuh yang dikenal dengan sebutan Lebah Kepala Hati Berbunga?"

Tanya Sang Maha Sakti.

"Lebah-lebah itu? Bukan hanya membunuh tetapi juga menjadi pengawal sang pangeran. Dan bila Lebah Lebah itu mengantuk para gadis perawan, maka seketika gadis itu akan kehilangan kesadaran serta rasa malunya. Mereka akan berubah menjadi orang yang kasmaran dan akan mencari Pangeran Durjana lalu menyerahkan diri seutuhnya pada pangeran."

"Enak betul Pangeran Jahanam itu. Setiap saat dia bisa tidur dengan gadis perawan tanpa harus menikahinya."

"Memangnya kenapa? Kau merasa iri ya?"

Dengus Dewa Mabok sambil menyeringai

"Iri? Untuk apa kek? Aku justru merasa kasihan pada gadis-gadis itu."

"Akupun merasa demikian. Namun perlu kau ketahui Pangeran Durjana melakukan semua itu bukan cuma untuk mencari kesenangan kepuasan nafsu. Dia lakukan itu untuk membangun kekuatan baru."

"Aku tidak mengerti apa maksudmu!"

"Ah, ternyata kau hanya seorang raja yang bodoh. Apakah kau tidak tahu begitu para gadis bercinta dengan pangeran Durjana mereka segera mengalami kehamilan. Mereka hamil dalam tiga hari Begitu anak-anaknya terlahir bocah-bocah itu sudah tumbuh besar dalam waktu tak sampai tiga hari." penjelasan Dewa Mabok membuat Raja berjingkrak kaget.

Night In Turkistan Karya Najib Al Pendekar Hina Kelana 20 Banjir Darah Di Goosebumps Kamar Hantu

Cari Blog Ini