Ceritasilat Novel Online

Bocah Bocah Iblis 2

Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis Bagian 2


Dengan mata melotot penuh rasa tak percaya dia berucap.

"Bagaimana mungkin seorang wanita mengandung anaknya dalam waktu sesingkat itu dan membesarkannya dalam waktu yang singkat pula? Kalau tidak melihat sendiri rasanya aku tidak percaya."

"Nanti kau pasti bakal melihatya. Apa yang terjadi memang diluar kewajaran. Dan semua itu bisa terjadi atas kuasa dan bantuan kegeLapan." terang si kakek.

"Lagi-lagi kuasa kegelapan ikut campur tangan." gumam Raja.

Dia terdiam sebentar. Sementara mata memandang pada Dewa Mabok.

"Apakah kau tahu bagaimana caranya menghancurkan dedemit dari kematian itu orang tua?"

"Sayang aku tidak tahu."

"Hmm, jadi percuma saja jauh-jauh aku datang menyambangimu. Ki Lara Saru Saru seharusnya tak usah memintaku datang menemuimu."

"Jangan berkata begitu. Aku tahu bagaimana cara mengusir lebah pembunuh itu?"

"Memangnya bagaimana ?"

"Dengan api. Musnahkan mereka dengan pukulan sakti yang mengandung hawa panas. Mereka pasti hangus terpanggang. Tapi..."

"Tapi mengapa?"

"Walaupun kau sanggup menghancurkan lebah-lebah pembunuh itu. Namun bila kau tak tahu bagaimana caranya menyingkirkan bayi-bayi buas putera puteri juga pengikut Pangeran Durjana maka kau bakal kesulitan menghadapi Pangeran Durjana."

"Bayi lagi. Memangnya apa yang bisa diperbuat seorang bayi?"

Kata Raja bingung.

Dewa Mabok menyeringai.

Sekali tenaganya bergerak sebuah bumbung bambu yang tergeletak disebelah kirinya berada dalam genggaman.

Setelah membuka penutupnya, Dewa Mabok menegak isi bumbung dengan lahap.

Gluk!

Gluk!

Terdengar suara bercelegukan saat cairan tuak keras mengalir deras membasahi tenggorokannya.

Setelah meletakkan bumbung dan menyeka sisa tuak yang menempel di kumisnya.

Orang tua ini berkata.

"Orang gila, kuharap kau tidak marah lagi aku memanggilmu seperti itu. Kau harus tahu, bayi-bayi itu usianya dua hari, namun bukanlah bayi lemah. Dalam usia hitungan hari mereka tak ubahnya seperti yang telah berusia beberapa tahun. Mereka kuat, kuku tumbuh pesat .Giginya tumbuh berkembang dan sangat tajam. Mereka haus darah, mereka gila membunuh. Bahkan mereka membunuh dan memakan ibu yang telah melahirkan mereka." terang Dewa Mabok

"Edan. Betul-betul gila. Belum pernah aku mendengar kekejian sehebat itu.Kalau ibunya sendiri mereka makan bagaimana dengan orang lain.?"

Desis Raja. Tengkuknya mendadak merinding. Namun dia kepalkan tangannya. Dia marah juga merasa geram dengan pekerjaan yang dilakukan Bocah Bocah Iblis.

"Jadi tidak mudah menghabisi Pangeran durjana?"

Berkata pemuda itu beberapa saat kemudian.

"Memang benar. Sebelum bertemu pangeran Durjana kau harus bisa menyingkirkan lebah pembunuh dan Bocah Bocah Iblis .Tapi kau tak perlu khawatir. Sesuai petunjuk alam gaib yang kudapatkan, akan ada seorang gadis cantik yang bakal membantu. Gadis itu bukanlah gadis sembarangan. Bocah Bocah Iblis akan merasa jerih terhadapnya."

"Siapa dia? Apakah aku boleh mengetahui namanya?"

Tanya Raja tak sabar. Dewa Mabok menghela nafas sambil geleng kepala.

"Sayang aku tidak bisa memberi tahu."

"Kenapa orang tua? Apakah gadis itu kekasihmu,atau mungkin istri simpananmu. Kau takut memberi tahu namanya karena khawatir begitu mengenalku dia langsung jatuh hati dan meninggalkanmu."

Ucap Raja sambil tersenyum.

"Bukan itu maksudku orang gila."

Sahut Dewa Mabok kesal.

"Aku tak bisa memberi tahu namanya karena aku memang belum bertemu muka apalagi mengenal namanya tolol! Ha ha ha!"

"Kakek gila. Bertemu belum,mengenal namanyapun tidak. Bagaimana kau bisa tahu gadis itu bakal membantuku."

"Kau harus percaya dengan ucapan tua bangka ini. Jelek-jelek begini aku selalu mendapat bisikan dan bocoran dari para dewa."

"Kurasa setan yang membisikimu. Dan bocoran yang kau maksudkan kalau bukan telinga atau kepalamu yang bocor bisa saja mulutmu yang bocor, Ha.ha ha...! "

"Orang gila,kau sangat keterlaluan. Tapi aku suka dengan sikapmu. Dan kau harus percaya padaku." ujar Dewa Mabok dengan mimik bersungguh-sungguh.

"Kau memang akan mendapat dukungan dari gadis itu."

"Kalian bisa menjadi pasangan serasi. Percayalah padaku."

Kata Dewa Mabok tanpa berkedip.

Raja manggut-manggut.

Bibir menyeringai pertanda dia masih belum percaya dengan kesungguhan Dewa Mabok.

"Jangan pernah bicara soal pasangan, orang tua. Katakan saja bagaimana ciri-ciri gadis itu."

Desak Raja.

Sang Maha Sakti rupanya tidak ingin berlama-lama berada di pondok si kakek. Ditanya tentang ciri-cirinya Dewa Mabok justru melongo.

Tapi kemudian dia cepat-cepat pejamkan matanya.

Tidak lama mata terbuka lalu dari mulut Dewa Mabok meluncur ucapan.

"Ciri-diri gadis itu pokoknya semua serba hitam."

"Nah,apa?"

Raja tersentak dan tercekat.Mulut ternganga mata mendelik

"Kau jangan mengada-ada orang tua. Mana ada sesorang yang penampilannya serba hitam seperti itu. Kuharap kau tidak hendak memberi tahu aku bahwa gadis itu mempunyai wajah hitam,mata hitam kulit hitam,gigi hitam dan semuanya serba hitam .Memangnya gadis itu siapa? Apakah dia anaknya tukang penjual arang. Atau dia baru kembali dari neraka?"

"Tentang keadaan gadis itu mana aku tahu. Tapi begitulah ciri-ciri yang kudapatkan sesuai wangsit yang kuterima."

Mengakui si kakek

"Ha ha ha. Aku tidak tahu apakah saat ini kau sedang mabuk atau malah mengigau. Aku benar-benar heran,bagaimana mungkin seorang pemabok sepertimu dengan mudah mendapatkan wangsit. Memangnya wangsit itu kau dapat dari mana? Dari kubangan kerbau ataukah saat kau buang hajat di kali."

"Ha ha ha. Dasar pemuda gendeng. Tentu saja wangsit itu kudapat dari langit."

Kata si kakek lalu ikutan tertawa tergelak-gelak.

"Nah,entahlah.
Apapun katamu aku belum mempercayai sepenuhnya.Sekarang aku harus pergi. Apakah kau ingin ikut serta denganku?"

Tanya Raja.

Tanpa menunggu jawaban si kakek pemuda itu segera bangkit.

Sebelum berlalu dia menjura hormat sambil songgengkan pantatnya.

Dari tubuh sebelah bawah terdengar suara duut satu kali.

Dewa Mabok tidak mendengar.

Tapi kemudian dia merasa heran saat mengendus bau durian busuk memenuhi pondoknya.

Melihat pada Raja ternyata pemuda itu bersikap wajar saja.

Malah kini sudah melangkah keluar dari pondoknya.

Dewa Mabok bergegas menyusulnya.

Sesampai dihalaman dia berseru,

"Orang gila. Maafkan aku rasanya aku tidak bisa ikut pergi bersamamu saat ini."

"Aku sudah menduga,tapi aku juga tidak mau memaksa."

Jawab Raja sambil tersenyum..

"Aku harus pergi sendirian orang tua."

"Kau hendak menuruni bukit emas ini dengan merayap seperti kadal buntung lagi?"

Ejek Dewa Mabok

"Aku punya senjata yang bisa membawaku terbang."

Sahut Sang Maha Sakti lalu menoleh ke belakang melirik ke arah pedang gila yang tergantung di punggungnya.

Dewa Mabuk ikutan melirik ke senjata berangka emas itu.

Begitu melihat. mata yang seperti orang mengantuk tampak menyipit.

Diam-diam dia merasa kaget

"Pusaka hebat, senjata yang sangat langka. Aku berdiri sekitar empat tombak dibelakang si gondrong ini tapi dari sini aku bisa merasakan perbawa pedang. Ada hawa panas dan dingin terpancar dari pedang membuat tubuhku jadi ikutan panas dingin seperti orang meriang. Edan betu!."

Batin si kakek .Walau si kakek telah merasakan rebawa aneh dari pedang Raja, namun si kakek tetap tersenyum lalu melangkah maju tanpa mau berdekatan dengan Raja dia berbisik.

"Aku punya cara yang paling tepat yang bisa membuatmu lebih cepat sampai ke tempat tujuan tanpa menggunakan pedang. Sebab aku merasa kasihan saja melihat pedangmu berhimpitan dengan pedang yang ada dipunggungmu."

Kata Dewa Mabok lalu mengulum senyum

"Apa maksudmu?"

Tanya Raja, Sepasang alis matanya mengernyit.

"Tak usah banyak bertanya.Syaratnya pejamkan saja matamu."

"Apa benar kau bisa mengantar aku ke sebuah tempat hanya dengan memejamkan mata." kata Raja.

Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku harus berhati-hati, jangan- Jangan dia hendak memperdayai aku."

Batinnya lagi. Seolah mengerti apa yang terlintas dalam benak Raja,Dewa Mabok tiba-tiba berkata,

"Orang bermaksud baik kau malah curiga. Lakukan saja yang aku perintahkan. Pejamkan mata,sebut namaku tiga kali.Kau pasti segera tinggalkan tempat ini."

Walau dihatinya masih dilanda keraguan, namun karena Dewa Mabok terus saja mendesaknya, Sang Maha Sakti ikuti juga perintah si kakek. Dia pejamkan matanya.

Kemudian mulut berucap menyebut nama Dewa Mabok tiga kali sebagaimana yang diminta si kakek.Tiga kali menyebut nama,tiba-tiba Raja merasakan ada tangan yang menepuk punggungnya.

Seiring dengan itu...

Wuus!

Seketika itu pula Sang Maha Sakti Raja Gendeng merasakan ada satu kekuatan dahsyat berupa hembusan angin luar biasa kencang menyambar tubuhnya.

Raja merasakan seperti ada yang membawanya terbang.

Takut,kaget juga penasaran.

Pemuda itu menggerakan kedua kakinya yang terlindung kasut tipis berwarna hitam kelabu.

Dia tercekat begitu sadar kedua kakinya tidak lagi menyentuh tanah dihalaman pondok.

"Oei, orang tua itu membuatku seperti terbang sungguhan. Tapi, aduh biyung udaranya terasa dingin sekali. Membuat aku ingin pipis."

Raja lalu meraba wajah,dada dan perutnya. Semuanya terasa dingin. Penasaran dia ulurkan tangan meraba di bagian bawah perut. Lalu dengan perasaan lega sambil senyum-senyum dia berucap.

"Ternyata tidak. Tidak semua anggota tubuhku jadi dingin seperti es. Satu yang dibawah tak disangka-sangka masih hangat. He he he...!

Sepeninggalnya Raja Gendeng,Dewa Mabok yang terus memperhatikan kepergian Sang Maha Sakti tiba-tiba saja mendekap perutnya yang mendadak mulas. Rasa mulas makin lama makin menjadi,membuatnya menyeringai kesakitan. Sambil terbungkuk-bungkuk memegangi perutnya si kakek melangkah cepat menuju pondok.

Dalam hati dia berkata.

"Aku tidak pernah merasa sakit seperti ini. Ada apa dengan diriku. Apakah mungkin aku salah makan?"

Pikir Dewa Mabok sambil mengingat-ingat. Dia gelengkan kepala.

"Tak ada yang salah dengan apa yang aku makan. Sekarang aku ingat,bukankah sebelum pergi orang gila tadi sempat mengusap perutku juga. Usapan itu yang membuat perutku jadi begini. Sungguh gila. Baru perut yang dia usap sudah membuatku sengsara. Bagaimana kalau bagian tubuhku yang lain. Ternyata dalam kelihaian mengusap aku masih kalah hebat darinya." gerutu orang tua itu,geli ada kesal pun ada.

Si kakek lalu lalu duduk di dalam pondok. Begitu dia merebahkan diri terdengar suara bes

Aneh. Mulas diperutnya mendadak lenyap. Sebagai gantinya Dewa Mabok kini mengendus bau durian busuk.

"Aku tak pernah makan durian. Belum pernah seumur hidupku. Aku cuma minum tuak, panggang cacing,ular dan kelabang. Mengapa angin yang keluar baunya malah bau buah busuk. Aku yakin, semua ini ulah gondrong kurang ajar itu."

Gerutu Dewa Mabok merasa ciut.

Sama sekali dia tak pernah menyangka.

Tindakannya menepuk punggung dibalas dengan usapan aneh yang membuatnya menderita.

Wajah merah si kakek yang merah makin bertambah merah saat dia ingat.

Bahwa sebelumnya saat Raja hendak meninggalkan pondok juga tercium bau durian busuk

"Hmm,sekarang aku tambah mengerti.Aroma tak sedap yang terendus olehku saat dia berada disini pasti karena dia buang angin. Tapi dia pintar berpura-pura. Dia telah mengerjai aku. Dan tololnya lagi aku merasa benar-benar tak tahu dari mana asal bau itu.Kurang ajar...!"

Teriak si kakek.

Dia melompat bangkit.

Lalu bergegas ke luar.

Sesampainya dihalaman pondok Dewa Mabok menatap ke jurusan sebelah utara ke arah dimana Raja pergi.

Tapi si kakek memang sudah tidak melihat apa-apa.

Hanya kerlip bintang bertabur di langit.

"Bocah ingusan sialan! Beraninya kau mengerjai tua bangka sepertiku. Awas! Segala keisengan yang kau lakukan malam ini,kelak bila bertemu lagi pasti akan mendapat balasan dariku!"

Sekali lagi Dewa Mabok berteriak. Sia-sia orang tua ini berteriak karena tak seorang pun yang mendengarnya.

Dengan kedongkolan dihati, Dewa Mabok akhirnya memilih duduk di atas balai di depan pondoknya.

Malam menjelang pagi yang sunyi dan dingin.


****


Bersamaan dengan waktunya bagi Raja meninggalkan puncak bukit emas tempat tinggal Dewa Mabok .

Disebuah kawasan hutan kepis tak jauh dari Jati Kulon.

Di bawah sebatang pohon terlindung rumput dan semak tinggi. kakek berpakaian hitam penuh luka cabikan dan bersorban hitam dengan bagian ujungnya hangus terbakar,duduk bersender dalam keadaan tidak berdaya.

Kakek berterompah dengan janggut putih panjang menjuntai yang kedua matanya sering berkedip ini memang merasa tak mungkin bisa mencapai kota raja.

Istana Malingping jaraknya cukup jauh dari hutan kepis.

Membutuhkan waktu tak kurang setengah hari berjalan kaki.

Sedangkan si kakek yang bukan lain adalah Penujum Aneh Juru Obat Delapan Penjuru keadaannya sangat mengenaskan.

Selain tubuh dipenuhi luka gigitan dan cakaran,dia juga kehilangan banyak darah.

Disamping itu sang penujum juga menderita keracunan akibat gigitan dan cakaran Bocah Bocah Iblis .Sebagaimana telah dikisahkan dalam (episode, Bangkitnya Sang Titisan).

Penujum Aneh bersama rombongan kecil kerajaan yang dipimpin langsung oleh gusti Patih Tubagus Aria Kusuma melakukan penyelidikan sesual dengan perintah gusti prabu Tubagus Kasatama. Tugas yang diberikan raja Malingping antara lain adalah mencari tahu keberadaan sekaligus tempat persembunyian Pangeran Durjana.

Untuk mengetahui keberadaan Pangeran Durjana yang melakukan penculikan dan pembantaian dimalam hari bersama lebah mautnya, bukanlah sebuah pekerjaan mudah.

Setelah menjelajah dan menyisir berbagai tempat, dua malam berikutnya rombongan itu melihat satu cahaya aneh yang berasal dari sebuah tempat tersembunyi dibawah kelebatan pohon.

Untuk mencapai tempat itu mereka harus menyeberang padang pasir yang cukup luas.

Pada saat mereka bersiap melewati padang pasir itulah,tiba-tiba bencana datang tak terduga.

Dari balik kedalaman pasir muncul serangan mematikan.

Serangan itu bukan dilakukan oleh kawanan lebah.

Sebaliknya dilancarkan oleh bocah-bocah seusia dua tahun.

Patih tewas,puluhan perajurit juga ikut menemui ajal dengan tubuh tinggal menyiksakan tengkorak dan tulang belulang.

Penujum Aneh yang mengalami luka parah dalam serangan itu dapat menyelamatkan diri setelah melepaskan asap Pelepas Jejak Penghilang Petaka.

Dengan menggunakan seekor kuda yang telah terluka dia melarikan diri .Niatnya ingin melaporkan kejadian yang dia alami kepada raja.

Namun dalam perjalanan
, kuda yang terluka menemui ajal.

Si kakek meninggalkannya dan meneruskan perjalanan dengan menggunakan ilmu lari cepat yang dia miliki.

Akibat banyak bergerak, racun yang mendekam dalam luka disekujur tubuhnya membuat sang penujum tidak berdaya.

Kini Penujum aneh dalam keadaan sekarat

"Gusti prabu Tubagus Kasatama.Maafkan diriku karena tidak dapat menjalankan tugas sesuai dengan yang gusti harapkan.Gusti patih dan semua perwira serta perajurit yang ikut serta bersama kami menemui ajal. Bahkan saya sendiri menemui nasib konyol seperti ini. Gusti.Saya yakin umur saya tidak akan panjang lagi. Dan yang membuat saya menyesal,saya tak mungkin menjelaskan pada gusti bahwa saat ini ada bahaya sangat besar mengancam keselamatan gusti dan keluarga. Bahaya itu bahkan jauh lebih mengerikan dari yang kita perkirakan sebelumnya. Saya tidak sanggup pulang,saya tak dapat kembali ke istana."

Kata sang penujum dengan nafas tersengal, mata menerawang dan berlinangan air mata.

Penujum aneh terdiam. Mulut menyeringai ketika rasa sakit di sekujur tubuhnya makin menghebat. Tapi tanpa menghiraukan rasa sakit yang luar biasa yang dialaminya. Sang Penujum lagi-lagi berucap.

"Andai ada cara untuk menyampaikan kabar ini pada gusti prabu...?"

Belum lagi sempat si kakek menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki bergedebukan seperti suara dua orang yang yang berlari namun tiba-tiba berhenti .Penujum Aneh terkejut. Belum hilang rasa kaget dihatinya terdengar suara orang mendamprat yang disusul dengan omelan

"Nasib kita memang selalu apes.Bagusnya Pangeran keparat itu tidak mengajak bicara sampai pagi. Kalau tidak mataku mungkin sudah lamur karena tidak boleh berkedip,"

Lalu ada suara lain menyahuti.

"Berani berkedip berarti mampus,tubuh hancur lebur.

"Apa kau lupa istriku,ruangan pertemuan itu bernama Ruang Pertemuan Kedipan Nyawa. Ada mata setan yang selalu mengawasi. Aku sendiri merasa lebih beruntung, walau mata ini perih karena dipantang berkedip.Namun aku tidak takut celaka."

"Kau tidak takut celaka,suamiku? Aneh,ada yang tidak wajar." sahut satu suara.

Dan Penujum Aneh dapat memastikan pemilik suara itu adalah seorang perempuan tua.

"Tidak wajar bagaimana maksudmu? Tak ada yang kurahasiakan, aku biasa bersikap wajar-wajar saja padamu!"

"Bukan begitu. Aku melihat waktu berada di ruangan pertemuan celaka itu matamu mendelik seperti mata ikan kering terjemur matahari. Oh itu."

Menyahuti si kakek lalu tertawa.

"Mataku bisa melotot terus menerus karena pelupuk mataku atas bawah kiri kanan kuganjal."

"Dasar Aki licik. Pantas kulihat matamu tegar sekali." kata si nenek yang tak lain adalah Nini Burangrang dan suaminya Aki Kolot Raga.

Sementara itu di bawah pohon tempat dimana Penujum Aneh sandarkan tubuhnya. Merasa khawatir orang tua ini segera gelindingkan diri berlindung dibalik semak belukar. Dari tempatnya bersembunyi dia menatap ke arah datangnya suara.

Saat itu malam sudah berganti pagi. Matahari belum terlihat,namun semburat merah sebagai pertanda kemunculan sang surya sudah terlihat di langit sebelah timur. Setelah berusaha memperhatikan dengan seksama. Penujum Aneh akhirnya dapat melihat tak jauh di depannya sejarak tujuh tombak terhalang beberapa pohon seukuran paha orang dewasa seorang kakek dan seorang nenek yang tidak dikenalnya.

"Yang satu kakek tua bersenjata tongkat. Satunya lagi nenek-nenek bertubuh bungkuk. Aku tidak mengenal kakek berkupluk itu. Nampaknya mereka adalah pasangan suami istri. Siapa perduli. Mereka menyebut-nyebut pangeran. Apakah mungkin orang yang mereka maksudkan adalah Pangeran Durjana?" membatin sang Penujum dalam hati.

Dia diam sambil terus mengawasi. Telinga dipentang siap mendengarkan apa saja yang dibicarakan oleh Aki-Nini yang tak lain adalah Sepasang Naga Pamabokan.

Pada saat itu, Ki Kolot Raga tiba-tiba berkata,

"Sebenarnya ini adalah kebebasan kita. Kita tak perlu melakukan semua yang diperintahkan Pangeran Durjana itu pada kita."

Nini Burangrang menyahuti.

"Tidak melakukan perintah Pangeran Durjana bukankah berarti kematian bagi kita,Aki?"

"Kematian apa? Pangeran Durjana membiarkan kita pergi begitu saja. Dia menyangka kita bakal patuh pada perintahnya. Padahal tidak demikian yang ada dalam benakku. Aku sudah punya rencana,begitu kita bisa lolos dari istana berbentuk sarang lebah milik pangeran itu. Sesuai dengan keinginan sekaligus niat kita meninggalkan Andalas. Kita segera menuju ke ujung timur tanah Dwipa ini. Menuju ke ujung timur,mencari lalu menemukan benda bertuah yang kita cari adalah sebuah kemenangan yang tiada bandingnya."

Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Namun harus diingat dia bukan manusia bodoh sebagaimana yang kau sangkakan,Aku yakin dia mengirimkan utusan untuk mematai-matai kita. Kalau kita tidak melakukan tugas yang dia berikan,mata-mata itu pasti siap menghabisi kita." kata Nini Burangrang ketus

"Mata-mata? Mana? Aku tidak melihat siapa-siapa. Aku juga merasa tidak ada yang mengikuti? Lagi pula kau harus ingat istriku. Menghabisi sekaligus membunuh kerabat serta penguasa kerajaan Malingping bukanlah perkara yang mudah Apalagi kita juga ditugaskan untuk menculik kedua puteri prabu Arum Senggini dan Nila Agung."

Ujar si kakek

"Jadi sekarang kau ragu-ragu?"

Tanya Nini Burangrang sambil menatapkan suaminya dengan mata mendelik

"Bukan ragu. Aku hanya bimbang."

Sahut si kakek.

"Apa bedanya bimbang dengan keraguan. Sejak dulu kau selalu begitu. Kau tidak punya pendirian yang mantap. Aku yakin inilah salah satu sebab mengapa kita tidak punya keturunan."

Mengomel si nenek sambil mondar mandir di depan suaminya.Aki Kolot menyeringai

"Jangan menyalahkan aku. Soal keturunan kukira kesalahan ada pada dirimu."

Kata si kakek lalu tersenyum.

"Apa? Mengapa kau malah menuduh aku yang bersalah?"

"Tentu saja. Bagaimana tidak salah. Setiap kali tidur kau selalu memakai celana Manik Sura. Celana itu terbuat dari lempengan besi. Konyolnya lagi celana kau pasangi gembok, lalu anak kuncinya kau simpan di mulut Naga Wulung. Dengan memakai pakaian seperti itu apa yang bisa kuperbuat. Aku hanya bisa tidur memeluk mimpi."

"Hik hik hik! Kau betul juga Ki. Dalam urusan yang satu itu mungkin aku yang salah. Aku minta maaf, tapi kuharap jangan bicarakan lagi hubungan rahasia diantara kita."

Kata si nenek tersipu malu.

"Maumu apa?"

Tanya Aki Kolot dengan wajah cemberut. Si nenek terdiam, berpikir sejenak namun sepasang matanya jelalatan menatap kesegenap penjuru sudut.

"Aku sependapat denganmu, Ki. Baiknya kita pergi secara diam-diam. Tapi lihatlah di pepohonan itu."

Ujar Nini Burangrang berbisik dengan pelan.

Tanpa bicara Aki kolot ikut menatap ke arah dia melirik ke arah pepohonan yang dimaksud.

Diam-diam orang tua ini dibuat terkejut begitu mengetahui diatas cabang pepohonan dan daun-daun menghijau mendekam mahluk-mahluk bersayap berwarna hitam berkepala merah gelap,

"Lebah Kepala Hati Berbunga? Astaga! Jadi Pangeran Durjana diam-diam mengirimkan Lebah Kepala Hati Berbunga untuk mengawasi kita."

Desis Aki Kolot Raga seakan tidak percaya.

"Dasar tua bangka pikun. Yang kau lihat saat itu bukan Lebah Kepala Hati Berbunga. Lebah- lebah yang diutus Pangeran Durjana untuk mengikuti kita adalah lebah pembunuh. Lebah itu sepuluh kali lebih mematikan dibandingkan Lebah Kepala Hati Berbunga,"

Terang si nenek yang ternyata lebih banyak tahu jenis binatang mematikan itu dibandingkan suaminya. Si kakek menggigit bibir, lalu menggaruk kepala. Wajahnya terlihat bingung walau dia telah berusaha bersikap tenang.

"Apa yang kita lakukan."

"Perintah Pangeran Durjana mungkin tak bisa kata abaikan? "

"Kemungkinannya cuma satu. Bila kita mampu menghindar dari kawanan lebah pembunuh itu. Kita dapat meloloskan diri lalu kembali pada tujuan kita datang ke tanah Dwipa ini."

"Lolos bagaimana? Lebah-lebah itu sedikit. Kita bisa saja menghindar dari mereka bila kita mampu menghalaunya. Kalau tidak jangan harap. Selamanya hidup kita berada dalam cengkeraman Pangeran Durjana!"

Ucap Aki Kolot Raga.

Baru saja si kakek berkata seperti itu di atas ketinggian pohon terdengar suara berdengung.

Aki Kolot dan Nini Burangrang terkejut.

Secepat kilat mereka sama dongakkan kepala menatap ke atas pepohonan. Wajah mereka berubah pucat, hati diliputi ketegangan begitu menyadari kawanan lebah pembunuh yang tadinya hinggap diam di atas cabang dan dedaunan tiba-tiba saja melayang berterbangan, berputar-putar diatas kepala suam istri ini dengan sikap siap hendak menyerang.

"Istriku. Mereka sepertinya tahu apa yang kita bicarakan. Mahluk-mahluk itu tampaknya siap menghabisi kita!"

Seru si kakek.

Berbeda dengan suaminya yang terlihat tegang. Nini Burangrang sebaliknya tampak lebih tenang. Dengan isyarat tangan dia memberi aba aba agar Aki Kolot Raga jangan bersuara.

"Aku bisa mengatasi masalah ini. Apalagi mereka tahu bahasa manusia" ujar Nini Burangrang melalui ilmu menyusupkan suara.

Setelah berkata begitu selanjutnya diapun berseru ditujukan pada kawanan lebah tersebut.

"Kalian jangan menyerang dan tak perlu membunuh kami. Kami akan menjalankan tugas yang diberikan oleh Pangeran Durjana. Bukankah begitu Ki..?!" berucap begitu Nini Burangrang melirik sekaligus kedipkan mata pada suaminya.

Si kakek mengangguk.

"Ya...ya...kami pasti akan melakukan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Sekarang pun kami mau berangkat!"

Sahut si kakek .Ucapan kedua kakek dan nenek ini ternyata berpengaruh besar pada kawanan lebah pembunuh.

Terbukti para lebah yang awalnya beterbangan dalam kemurkaan kini bersikap lunak tanpa memperdengarkan suara dengungan yang keras. Mereka bahkan hanya berputar-putar mengeliling Sepasang Naga Pamabokan. Aki Kolot menghela nafas lega.

Nini Burangrang menyeringai.

Dia memberi isyarat pada sang suami untuk mengikutinya.

Tanpa bicara Aki Kolot langkahkan kaki menyusul Nini Burangrang.

Kawanan lebah Pembunuh tak membiarkan keduanya pergi begitu saja.

Mereka terus mengiringi dari jarak yang dekat.

Kepergian sepasang Naga Pamabokan memang membuat Penujum Aneh merasa lega.

Namun disisi lain mendengar apa yang hendak dilakukan oleh Aki dan Nini Burangrang itu juga menimbulkan kehawatiran tersendiri dihati Penujum Aneh.

Walau dia telah mengetahui sepasang Naga Pamabokan adalah kaki tangan Pangeran Durjana namun Aki, Nini Burangrang itu melakukan tugas yang dibebankan sang pangeran karena terpaksa dan adanya ancaman.

Penujum Aneh yang tengah didera sakit hebat akibat luka-luka ditubuhnya tak akan lupa.

Salah seorang diantara kakek dan nenek itu berkata.

"sebenarnya ini adalah kebebasan kita. Kita tak perlu melakukan semua yang diperintahkan pangeran Durjana itu."

Ucapan mereka itu berarti sepasang Naga Pamabokan sebenarnya tidak mau melakukan tugas, karena mereka bukan pengikut atau kaki tangan sang pangeran.

Mungkin saja mereka tawanan.

Dugaan Penujum ini diperkuat lagi dengan ucapan Nini Burangrang

"Menuju ke ujung timur,berusaha menemukan benda bertuah yang kita cari adalah sebuah kemenangan yang tiada bandingnya...Jadi sebenarnya mereka punya tujuan. Mereka sedang berada dalam sebuah perjalanan menuju ke sebuah tempat di ujung timur tanah Dwipa"

"Kemungkinan besar Pangeran Durjana menghadang mereka,melumpuhkan lalu menawan mereka. Dua kakek dan nenek itu bukan manusia sembarangan. Jika mereka bisa tertawan, pangeran keparat satu ini pasti kekuatannya luar biasa,kesaktiannya sangat tinggi. Dan...istana yang disebut-sebut oleh mereka tadi?"

Gumam Penujum Aneh. Mata si kakek yang kerap berkedip namun kini kehilangan cahaya kehidupan itu menerawang

"Apakah mungkin dalam waktu hanya dalam hitungan hari setelah jejakan kaki di tanah Pasundan Pangeran Durjana telah membangun sebuah istana?"

Batin Penujum dalam hati.

Orang tua ini terdiam,otaknya yang semakin lemah mencoba berpikir,tapi belum lagi dia dapat mengambil kesimpulan dari semua yang dipikirkannya tiba-tiba dia kaget mendengar suara pekik datang dari sebelah atas pucuk pepohonan tinggi.

"Oalah...begini repotnya kalau tidak punya sayap. Bisa melayang diudara sayang tangan tidak dapat dikepakkan. Waduuh... celaka, rasanya aku mau jatuh..."

Belum lagi suara pekik di atas pohon lenyap. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh berkerosakan seperti ada benda berat jatuh dari langit.

Krosak!

Bluk!

Dua tombak dari tempat dimana sang Penujum tergeletak mendekam,satu sosok tubuh terjatuh. Begitu terhempas di tanah sosok yang ternyata sang Maha Sakti Raja Gendeng ini menggeliat melintir kesakitan. Sambil meringis, tangan kiri sibuk mengusap bagian punggung yang terlebih dahulu menyentuh tanah.

Sementara si kakek yang melihat kehadiran pemuda berambut gondrong berpakaian putih itu terus mengawasi sambil bersikap waspada. Tak lama pemuda itu pun bangkit. Setelah berdiri tegak dia segera kibaskan tangan singkirkan dedaunan yang menempel mengotori pakaiannya. Setelah seluruh daun yang menempel dipakaian menjadi bersih, Raja layangkan pandang memperhatikan sekelilingnya.

"Tidak ada siapa-siapa di tempat ini.Lalu mengapa Dewa Mabok mengirimku ke tempat ini?"

Kata Raja. Pemuda ini terdiam sejenak, lalu berjalan mundar-mandir seperti orang bingung. Tiba-tiba dia ingat dengan Dewa Mabok yang dengan ilmu kesaktiannya sanggup mengirim Raja dan menerbangkannya dengan hembusan angin. Raja tertawa.

"Kakek hebat. Tapi masih juga bisa aku kerjai. Aku yakin sekarang orang tua itu perutnya mulas masuk angin karena usapan tanganku. Biar dia tahu rasa. Ha ha ha!"

Kata pemuda terus mengumbar tawa geli.

Tapi tawa Sang Maha Sakti seketika lenyap begitu dia mendengar suara keluhan sakit.

Pemuda itu terkejut lalu memandang ke arah datangnya suara.

Kening Raja berkerut dalam, mulut ternganga begitu melihat tak jauh disebelah kirinya tergeletak satu sosok berupa kakek tua dalam posisi menelungkup sementara disekujur punggungnya dipenuhi luka bekas cabikan.

"Ternyata ada orang disini? Bagus tadi aku tidak jatuh menimpanya. Tapi siapa kakek ini,apa yang terjadi padanya?"

Tanya Raja Gendeng seakan di tujukan pada dirinya sendiri.

Tanpa ragu Raja lalu bergegas melangkah menghampiri si kakek. Sesampainya di depan orang tua itu dia segera berjongkok.

Beberapa jenak lamanya dia memperhatikan luka diseluruh punggung dan belakang orang tua itu.

"Luka ini seperti luka akibat gigitan dan cakaran kuku,namun luka ini sangat beracun. Dia juga kehilangan banyak darah. Apa yang terjadi?"

Batin Raja.

Penasaran Raja segera balikan tubuh Sang Penujum. Ketika orang tua itu berhasil dibuat terlentang, Raja justru lebih kaget lagi. Dia melihat luka-luka dibagian tubuh sebelah depan ternyata jauh lebih parah dari luka dibagian punggung.

Penasaran ingin mengetahui keadaan Penujum Aneh, Sang Maha Sakti julurkan kepala ke bagian dada.

Telinga kiri didekatkan ke dada itu. Dia mendengar suara detak jantung.

Namun detak jantung Penujum Aneh begitu lemah

"Racun ganas telah menyebar ke seluruh tubuh dan merusak bagian jantungnya. Dia tak mungkin selamat dalam keadaan seperti ini"

Kata pemuda itu lagi. Raja berpikir cepat.

Dia harus bertindak agar si kakek dapat sadar sehingga dia bisa tahu apa yang telah dialami oleh si Penujum Aneh yang tidak dikenalnya ini.

Tapi baru saja Sang Maha Sakti hendak julurkan kepala dan alirkan hawa sakti melalui dada sang Penujum.

Tiba-tiba saja terdengar suara mengorok keras dari mulut orang tua itu. Raja tertegun, menatap ke arah sang Penujum dengan perasaan heran.
Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Putera terakhir almarhum prabu Sangga Langit dari Istana Pulau Es itu sedikitnya merasa lega begitu dia melihat sang Penujum membuka matanya

"Orang tua siapa dirimu. Katakan padaku apa yang terjadi denganmu?"

Tanya Raja ingin tahu. Penujum Aneh tidak menjawab, matanya berkedip memperhatikan Raja yang duduk di sampingnya. Raja melihat ada keraguan dimata si kakek, membuatnya kembali berucap.

"Aku bermaksud baik. Aku ingin membantu."

Penujum Aneh tersenyum pias .Kepala menggeleng,namun mulut berucap lirih.

"Aku Penujum Aneh...Juru Obat Delapan Penjuru. Sebagai ahli obat aku tak sanggup menghentikan racun yang mengalir diseluruh tubuhku.Siapapun dirimu,aku mohon. Pergilah ke Malingping. Sampaikan pada gusti prabu Tubagus Kasatama untuk sesegera mungkin mempersiapkan bala pasukan dan kekuatan perangnya.Pangeran Durjana dan para pengikutnya telah melakukan persiapan untuk menyerang istana. Bahkan aku sempat mendengar dari mulut dua kakek nenek yang lewat di tempat ini. Sang pangeran juga menginginkan kedua puteri prabu.."

"Dia menginginkan kedua puteri prabu Arum Senggini dan Nila Agung? Aku sudah tahu maksud dan tujuan dibalik niat busuknya."

Kata Raja sambil kepalkan jari-jari tangannya. Mendengar Raja menyebut nama kedua puteri prabu, Penujum Aneh terlihat heran.

"Kalau mengenal nama kedua puteri itu? Siapa kau?" bertanya sang Penujum dengan suara lirih

"Saya bernama Raja, kek. Saya sebelumnya pernah bertemu dengan kedua gadis itu."

Menerangkan Raja. Tak lupa dia juga menceritakan apa yang dialami oleh kedua gadis tersebut sampai akhirnya mereka berpisah, Nila Agung dan Arum Senggini kembali ke istana. Sedangkan Raja sesuai dengan pesan Ki Lara Saru Saru sebelum menghembuskan nafas terakhir segera pergi menemui Dewa Mabok. Setelah mendengar semua penjelasan Sang Maha Sakti. Walau terlihat begitu menderita akibat didera rasa sakit disekujur tubuhnya, Penujum Aneh terlihat lega

"Aku... aku bersyukur bisa bertemu denganmu, Aku rasa kau adalah orang yang tepat untuk membantu kerajaan keluar dari segala kesulitan yang terjadi."

Kata Penujum Aneh dengan suara makin tersendat.

"Jangan pikirkan soal itu. Katakan saja apa yang kau alami. Siapa yang telah menyerangmu?"

Desak Sang Maha Sakti yang sadar keadaan si kakek semakin payah.

"Bayi-bayi itu? Mereka muncul dimalam buta, menyerang tanpa ampun. Bila kau bertemu dengan mereka. Jangan diberi hati,jangan pula mengenal rasa belas kasih. Kau harus membunuh. Kalau kau tidak tega melakukannya, maka... maka dia akan menghabisimu "

"Bocah Bocah Iblis? Apakah mereka yang kau maksud?" tanya Sang Maha Sakti. Bukannya jawaban yang didapat pemuda itu. Diluar dugaan Penujum Aneh tiba-tiba menjerit,meraung setinggi langit. Dua mata mendelik besar, sekujur tubuh menegang, lalu menggelembung besar dalam waktu yang singkat

"Kek..kau..."

Raja berseru kaget sekaligus berusaha menolong Penujum Aneh.

Belum sempat dia melakukan apa-apa, didahului dengan jeritan menyayat hati sekujur tubuh Penujum Aneh meledak menjadi kepingan mengerikan.

Sebaran tulang bertanggalan dari setiap persendiannya,serpihan daging merah yang luluh lantak menjadi kepingan berhamburan kesegenap penjuru arah.

Karena jaraknya yang begitu dekat dengan Penujum Aneh saat ledakan terjadi.

Tanpa ampun serpihan daging dan percikan darah memenuhi pakaian dan wajah Sang Maha Sakti.

Bau amis dan anyirnya darah membuat Raja terhuyung,mulut bergelung mual dan dia keluarkan suara seperti orang mau muntah.

Tapi dia merasa sedikit lebih beruntung karena tidak jauh dari tempatnya berada ternyata terdapat sumber mata air yang sangat bening.

Dengan langkah lebar Raja menuju ke arah mata air itu,lalu membasuh wajahnya yang merah bercampur darah dan serpihan daging.

Setelah itu dia juga berusaha membersihkan pakaian putihnya yang disebelah atas.

Belum lagi Sang Maha Sakti selesai membersihkan noda menjijikkan yang menempel pada pakaian,wajah juga rambutnya.

Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara kegaduhan yang terjadi dibelakangnya.

Dengan gerakan cepat pemuda ini melompat bangkit,lalu balikkan badan dan menatap ke arah dimana Penujum Aneh yang jadi serpihan berada.

Raja tercekat.

Sepasang mata mendelik menatap tak percaya terhadap apa yang dilihatnya.

Dia melihat entah dari mana datangnya puluhan bocah bocah kecil bertelanjang dada berpakaian ala kadarnya disebelah bawah sedang berebut potongan daging Penujum Aneh.

Sambil merangkak kesana kemari layaknya anjing-anjing yang kelaparan bocah bocah itu memunguti daging dan menjilati darah dengan mulut dan lidahnya .Menyaksikan pemandangan yang begitu mengerikan tanpa sadar Raja mengusap tengkuknya yang terasa dingin sambil telan ludah basahi tenggorokan yang mendadak kering.

"Aku tidak pernah melihat kekejian menjijikkan seperti yang kusaksikan saat ini. Mereka inikah yang disebut-sebut oleh Dewa Mabok sebagai Bocah Bocah Iblis?"

Batin Raja.

Sementara itu para bocah yang jumiahnya tidak kurang dari tiga puluh orang tampaknya mulai kehabisan santapan.

Setelah menjilati tangan masing-masing yang berlumur darah,para bocah itu kemudian saling pandang sesamanya.

Sambil menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang runcing tajam berwarna kemerahan.

Bocah-bocah itu dongakkan kepala.

Dan mereka sama keluarkan suara.

Yang terdengar bukanlah suara selayaknya bocah.

Suara mereka tak ubahnya seperti suara raung dan lolong anjing gila kelaparan di malam buta.

"Mahluk mahluk terlaknat. Kalian tidak pantas disebut sebagai anak manusia. Kebiadaban yang kalian lakukan melebihi mahluk dan binatang buas manapun yang ada di dunia ini!"

Geram Raja dengan wajah merah padam menahan kemarahan.

Suara erang dan teriakan Raja ini membuat puluhan bocah yang seakan tengah mengumandangkan raung kematian bagi calon korbannya berhenti melolong.

Tidak terlihat rasa kaget di wajah-wajah bocah yang seharusnya polos dan lugu itu. Melihat Raja mereka justru menyeringai senang, lidah terjulur, mulut membuka dan menutup sedangkan air liur meleleh seolah di mata mereka ada seonggok santapan yang lezat

"Benar-benar bocah gila.. calon celaka. Memandang kalian sungguh tidak membuat aku merasa iba. Menyaksikan kekejian yang kalian lakukan membuat aku semakin yakin bahwa kalian bukanlah anak manusia, melainkan bocah-bocah Iblis yang harus dimusnahkan."

Geram pemuda itu .Diam-diam Sang Maha Sakti salurkan tenaga sakti ke kedua tangan.

Tangan kiri siap menghantam dengan pukulan sakti Badai Es warisan kakek gurunya Ki Panaraan Jagad Biru.

Sedangkan tangan kanan siap pula melepas pukulan dahsyat Cakar Sakti Rajawali warisan Nini Balang Kudu.

Sebagaimana telah dikisahkan dalam episode Misteri Pedang Gila,nenek bawel yang berdiam di dasar laut di tengah pantai selatan tak lain adalah guru Raja yang kedua.

Dimasa kecil Nini Balang Kudu selalu muncul di pulau Es dengan menunggang seekor naga besar berwarna putih.

Sedangkan Ki Penasaran Jagad Biru juga punya mahluk piaraan berupa seekor rajawali raksasa yang dikenal dengan nama Sang Pelintas Samudera.

Ketika Sang Maha Sakti mengerahkan ilmu Badai Es di tangan kirinya, seketika itu pula dari tangan tersebut memancarkan cahaya putih redup menebar hawa dingin luar biasa.

Sedangkan dari tangan kanan terlihat pancaran cahaya hitam kemerahan berbentuk sebuah cakar berukuran sepuluh lebih besar dari tangan Raja.

Dari tangan yang memancarkan cahaya berbentuk cakar itu pula menyebar hawa panas menghanguskan.

"Majulah! Aku yakin kalian yang telah membuat Penujum Aneh celaka. Tangan dan gigi kalian itu membuat seorang juru obat seperti Penujum Aneh tak dapat menyelamatkan nyawa sendiri. Tunggu apa lagi! Jika kalian ingin tubuhku yang pahit dan penuh racun itu lekas serang. Kalau tidak, aku akan membuat kalian jadi patung beku dan puntung neraka!"

Dengus Raja dengan sikap garang.

Tak jauh di depannya tiga puluh bocah iblis sama keluarkan suara menggeram.

Walau mereka tak bisa bicara sebagaimana seharusnya anak manusia.

Namun mereka mengerti segala apa yang dikatakan Sang Maha Sakti.

Bocah-bocah ini saling memberi isyarat dengan anggukan dan tatap matanya yang berubah merah seperti bara api.

Hebatnya dengan cerdik mereka menyebar,mengepung Raja dari berbagai penjuru membentuk pertahanan berlapis bahkan beberapa diantaranya langsung melesat ke atas pohon, mendekam diatas sana menunggu kesempatan untuk melakukan serangan mematikan. Segala muslihat yang dilakukan oleh beberapa bocah iblis tak luput dari perhatian Raja.

Tapi biasanya pemuda yang bersikap konyol ini,sekarang justru menyeringai.
"Segala tindakan yang kalian lakukan tak mengenal ampun tanpa belas kasih Mengapa?"

Tanya Raja. Bocah-Bocah Iblis menggereng. Namun Raja dengan tenang menjawab pertanyaannya sendiri.

"Karena aku tak tahu sesungguhnya kalian hanyalah mahluk sesat yang didatangkan dari neraka yang paling terkutuk!"

Begitu Raja menyebut kata "neraka"

Para bocah lagi-lagi menyeringal sambil menggerung.

Secepat kilat delapan bocah yang berada dibagian yang paling depan melakukan serangan secara serentak .Delapan bocah melesat, mulut yang bergigi tajam ternganga siap menghujam,delapan pasang tangan yang didukung kaki berkuku tajam mencuat berwarna kehitaman menyambar di delapan titik terlemah tubuh pemuda itu.

Melihat serangan datang mengancam di sekujur tubuh, menderu dari arah depan,belakang dan samping kiri kanan.

Raja berada pada pilihan yang sulit.

Bila jatuhkan diri tentu dia akan kena diterkam oleh dua bocah dari arah sebelah bawah.sebaliknya bila Raja lambungkan tubuh keatas, maka yang berjaga di atas pohon siap menerkamnya.

Tanpa banyak membuang waktu apalagi untuk berpikir.

Mengandalkan jurus Tarian Sang Rajawali pemuda ini meliukkan tubuh.

Gerakkan cepat namun lembut ini membuat penyerang dari arah depan terkecoh. Tapi Raja segera memutar tubuh, lalu begitu tubuh berputar dua tangan dihantamkan kesegenap penjuru arah.

Dari tangan kiri cahaya putih berkiblat,hawa dingin menderu menghantam lawan dengan ganasnya, sedangkan dari telapak tangan kanan sedikitnya melesat tiga larik cahaya hitam kemerahan berbentuk cakar yang semakin membesar saat melesat di udara.

Delapan bocah iblis yang tadinya merasa yakin dapat mencidrai lawannya sempat tercekat .Mata yang merah mendelik, namun sambil melindungi tubuh dengan tangan tangan kiri,tangan yang lain terus melancarkan serangan menyambut dua pukulan yang dilepaskan Sang Maha Sakti.

Benturan keras menimbulkan dentuman ledakan luar biasa dahsyat.Tiga bocah terpental, jatuh bergedebukan membeku menjadi es.

Dua bocah lainnya jatuh terpelanting dengan dada jebol berlubang.

Dari bagian dada yang jebol langsung langsung menyemburkan darah dan tampak hangus menghitam.

Tapi bocah itu dalam waktu singkat bangkit kembali.Melihat lima temannya tewas menemui ajal.

Teman-temannya yang lain mengerung.

Mereka tidak hanya marah tapi juga sangat kalap.

"Uuung..."

Satu yang bertindak sebagai pimpinan bertubuh gelap bermata lebih merah keluarkan suara raungan. Teman -temannya yang lain juga ikut meraung.

Lalu sayup-sayup terdengar suara teriakan bernada perintah dikejauhan.

"Bunuh..."

Raja menggeram.

Dia sadar ilmu kesaktian pun yang dipergunakan lawan-lawannya ini dapat membuatnya celaka.
Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tak ingin mengalami nasib konyol menjadi korban serangan bocah-bocah iblis.Kedua kaki Raja bergerak lincah,sedangkan tangan berkali-kali lakukan gerakan mendorong sekaligus menangkis. Sambil menggunakan jurus aneh Tenaga Dewa Menggusur Gunung,pemuda ini berjumpalitan keatas hindari pukulan.

Lima serangan ganas luput hanya menyambar sejengkal di bawah kakinya.

Walau begitu lima serangan lain terus menderu mengincar dada,perut juga pinggangnya.

Tak ingin celaka terkena hantaman cahaya hitam panas menghanguskan. Raja lambungkan tubuhnya lebih keatas.Kemudian dengan mengandalkan pukulan Sakti Badai Serat Jiwa, kibaskan tangan kanannya dari arah depan kebelakang

Wuus!

Werr!

Dari arah tangan Sang Maha Sakti menggemuruh suara aneh laksana badai topan yang melanda bumi.

Hawa dingin luar biasa disertai hamparan kabut putih bergulung-gulung melabrak lima cahaya hitam yang datang menghantam dari lima penjuru.

Dentuman menggelegar serasa merobek langit,menimbulkan guncangan hebat luar biasa. Lima bocah iblis jatuh bergedebukan.

Berguling guling di tanah namun mereka segera bangkit tanpa cidera sedikitpun. Sementara itu Raja yang berada diketinggian tanpa berpijak pada apapun nampak terguncang keras.

Walau dia mampu memusnahkan lima cahaya panas namun pecahan cahaya panas yang di- buatnya porak poranda sebagian masih bertebaran di udara.

Sisa cahaya itu seakan memberangus tubuhnya membuat matanya menjadi perih sedangkan sekujur tubuh serasa digoreng diatas kobaran api.

Sambil keluarkan suara menggereng tak ubahnya harimau terluka, pemuda ini alirkan tenaga dalam kebagian kaki.

Pengerahan tenaga yang dilakukannya itu membuat tubuhnya lebih berat disebelah bawah.

Tanpa ampun Raja meluncur ketanah berbatu sejarak dua tombak diluar jangkawan bocah-bocah yang mengepungnya.

Namun baru saja kakinya menjejak tanah.

Dibagian bawah belasan tangan datang menyambut, membabat sekaligus menghujamkan gigi- giginya kebetis serta paha pemuda itu. Raja terkesima melihat lawan lawannya.Dan dia menjadi lebih terkejut ketika merasakan ada sambaran angin dahsyat menyambar tengkuk dan kepala sebelah atas.

Walau tak melihat Raja mengetahui bahwa bocah-bocah yang berada diatas pohon itulah yang memyerangnya. Tanpa ampun dia segera memutar tubuh sekaligus tendangkan kakinya dengan gerakan berputar.

Begitu gerakan kaki lakukan sapuan keras kearah lawan-lawannya yang menyerang di sebelah bawah, juga segera hantamkan tangannya ke atas kepala.

Wuus !

Duuk!

Tiga bocah yang menyerang datang dari atas pohon dapat dibuat terpental.Namun sambaran cakaran kuku-kuku salah satu diantara ketiga bocah itu membuat pukulan di bagian bahu sebelah atas hingga ujung lengan robek tercabik. Selain itu dilengan Raja juga terdapat luka bekas cakaran.

Walau tidak dalam namun dia tahu cakaran kuku lawan mengandung racun jahat.

Raja menggeram.Diam-diam dia alirkan hawa sakti yang dapat menghentikan aliran darah juga melenyapkan racun yang mendekam di bagian luka tersebut. Tapi apa yang dialami Raja hanyalah sebuah awal karena ketika dia memutar tubuh sambil lepaskan tendangan beruntun kearah kepala dan tubuh bocah-bocah iblis yang menyerangnya dibagian bawah.

Sebagian bocah yang tahu kehebatan Sang Maha Sakti menarik serangan,lalu berlompatan hindari tendangan.

Tapi beberapa teman sang bocah rupanya berlaku nekat.

Mereka malah menyambut tendangan menggeledek itu dengan jari-jari tangan yang dipentang laksana cakar baja.

Duuk!

Buk!

Raak!

Cess!

Terdengar suara bergedebukan bertalu-talu.

Satu lawan kena di tendang hingga jatuh terpelanting dengan kepala remuk akibat terbentur batu.

Dua lainnya kuku dan lengannya hancur berpatahan.

Sedangkan dua bocah yang berhasil berkelit hindari tendangan sebaliknya berhasil hujamkan kuku-kukunya yang tajam kebagian paha dan kaki sebelah bawah pemuda itu.

Tidak hanya celana Sang Maha Sakti saja yang robek tercabik-cabik. Sebaliknya dibagian sebelah tubuh sebelah bawah pemuda itu dipenuhi luka goresan.

Ada darah yang mengalir.

Membuat para bocah semakin bersemangat begitu mengendus bau amis darah.

Seperti kumpulan lalat hijau yang mengendus bangkai busuk, bocah-bocah itu kembang kempiskan hidungnya, lalu merangkak, merayap dengan mengendap-endap membuat Raja terpaksa lesatkan diri dan jejakkan kakinya di atas pohon.

Begitu Raja jejakan kaki,dua bocah yang mendekam di sana menyambutnya dengan serangan ganas.

Satu menyerang dari belakang satunya lagi melesat dengan tangan berjulur siap menjebol perut Sang Maha Sakti.

Bagi Raja serangan kedua bocah walau berbahaya namun tak begitu berarti.Dan dia menghantamkan sikunya kebelakang dan jotoskan tinjunya kedepan.

Terdengar suara berderak patahnya tulang leher bocah yang menyerang dari belakang.Bocah itu melolong, tubuhnya mencelat terpelanting lalu jatuh menimpa teman-temannya yang berada di bawah sementara begitu melihat tinju menderu dan berhasil menerobos pertahanannya, bocah iblis yang lakukan serangan dibagian depan nampaknya tidak mau mengambil resiko.

Bocah ini segera membantingkan tubuh kesamping dan jatuh dengan kaki serta tangan menjejak tanah .Puluhan bocah bocah iblis yang berada di bawah nampaknya semakin murka.

Terlebih ketika mereka melihat kenyataan beberapa diantara mereka terbunuh.

Sementara Raja yang hendak mereka jadikan santapan justru masih bertengger diatas pohon sambil memperhatikan tubuh dan pakaiannya yang tercabik-cabik menjadi serpihan.

"Kurang ajar dan sangat keterialuan. Nampaknya mereka bukan cuma menginginkan diriku. Bocah-bocah itu juga menghancurkan pakaianku. Hmm....baiklah. Aku harus mengabaikan pakaianku yang nyaris telanjang Asalkan disini tidak ada perempuan.Dengan pakaian seperti ini kurasa masih bagus."

Pemuda itu menyeringai .Memandang kebawah.Dia melihat semua lawannya menatapnya dengan sorot mata garang. Ketika memperhatikan dirinya sendiri dan melihat luka itu dia tak mau menunggu lebih lama.

"Walau tubuhku kebal terhadap berbagai jenis racun, namun aku tak mau berlaku ayal. Aku harus melenyapkan racun dari luka-luka itu."

Batin Raja .Menggunakan kesempatan yang sangat singkat itu, Sang Maha Sakti segera alirkan hawa sakti ke bagian luka-luka dibagian kakinya.

Begitu hawa hangat mengalir deras kebagian tubuh sebelah bawah dan lengan sebelah kanannya.

Dari bagian luka-luka itu terlihat mengepul asap tipis berwarna hitam kemerahan menebar bau busuk luar biasa.

Lalu seiring dengan mengepulnya asap terlihat ada cairan hitam mengalir keluar dari setiap bagian luka.

Ketika tebaran asap lenyap dari pandangan.

Bagian tubuh yang terluka itu secara menakjubkan kembali bertaut hilang lenyap dengan sendirinya.

Orang lain yang melihat keanehan itu pasti akan tercengang kagum menyaksikan kehebatan Raja.

Tapi bagi Sang Maha Sakti sendiri, tindakan menyembuhkan luka dalam waktu yang singkat itu tentunya bersumber dari ilmu yang didapatnya dari sang guru Ki Panaraan Jagad Biru.

Dan ilmu itu dikenal dengan "Menutup Luka Keselamatan Jivwa."

Tidak lama setelah luka-luka lenyap.

Sekali lagi dia menatap ke bawah.

Dia melihat belasan bocah kini bergerak cepat menyusulnya ke atas pohon.

Seperti binatang kelaparan mereka berlomba dan berebutan naik dengan cara memanjat dan merayap.

Sementara dari setiap mulut mengeluarkan suara aneh seperti orang meracau menyeramkan.

"Bagus! Datanglah kalian semua kepadaku. Aku akan memberikan satu pelajaran penting yang tak akan kalian lupakan seumur hidup."

Kata Raja.

Berkata begitu dengan tatapan dingin. Raja segera merapal mantra ajian ilmu kesaktian lainnya yang dikenal nama, Alot Raga Pembalik Rasa.

Selesai mulutnya berkemak-kemik.

Dia menyapukan telapak tangannya kebagian wajah.

Wuus!

Begitu telapak tangan menyapu wajah.

Ada hawa dingin aneh merayapi sekujur tubuhnya hingga membuat semua yang tumbuh diseluruh tubuh Raja berjingkrak tegak. Sekali lagi Raja menyeringai.

Tapi sekonyong dia teriak ditujukan pada semua lawannya.

"Siapa yang menginginkan diriku,cepat maju.Aku punya hidangan lezat yang bisa mengantar kalian ke akherat!"

"Ui.... haling...!"

Puluhan mulut keluarkan suara aneh, lidah terjulur dan

wuus!

Seperti kawanan lebah murka yang keluar dari sarangnya.

Secara berbarengan para bocah iblis yang kini jumlahnya tak kurang dari dua puluh orang itu menyerang berkelebat ke arah Raja.

Dan tahu-tahu mereka semuanya telah bergelayutan disekujur tubuh Sang Maha Sakti.

Sambil berpegangan menempel di tubuh pemuda itu, mereka mulai menggerogoti,menggigit dan hujamkan kuku-kuku mereka yang tajam keseluruh tubuh Raja.

Tapi apa yang terjadi kemudian benar-benar membuat para bocah itu tercengang.

Serangan mereka sama sekali tidak dapat menembus tubuh lawannya.

Jangankan menembus, melukai kulit Sang Maha Sakti pun tidak sanggup.

Hanya sia-sia dan pakaian yang menempel di tubuh pemuda itu malah yang terenggut habis.

Sementara karena begitu banyaknya para bocah yang bergelantungan di tubuh Raja membuat pemuda ini merasa berat.

Sambil menggeram dan keluarkan suara seperti tercekik. Raja menggoyangkan tubuh ke kanan dan kiri.

Begitu tubuh digoyang sebagian lawan jatuh terpental.

Sedangkan yang lainnya malah berjatuhan akibat terkena pukulan dan hantaman siku pemuda itu.

Bocah Bocah Iblis ternyata sangat penasaran sekali.

Beberapa temannya terjatuh, namun yang lainnya merangsak maju.

Raja Gendeng 9 Bocah Bocah Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lagi-lagi mereka menyerang dengan cara mengeroyok.

Sementara akibat beratnya beban yang ditanggung salah satu dahan yang menjadi tempat berpijak Raja patah berderak.

Tanpa ampun karena sulit bergerak maka Raja pun meluncur deras ke bawah lalu jatuh bergedebukkan bersama bocah bocah yang menggelayuti tubuhnya.

Karena jatuhnya dalam keadaan terlentang tentu saja diantara bocah yang menempel ketat dipunggungnya jadi tergencet.

Mereka yang tertindih Raja ada yang pingsan ada pula yang tewas. Berusaha keras membebaskan diri dari sergapan, Raja Gendeng segera berusaha bangkit.

Namun sebelum dia dapat bangkit berdiri kini Bocah Bocah Iblis yang berada di bawah dan menunggunya sudah menyerang.

Serangan yang mereka lakukan kini tidak hanya berupa gigitan dan cakaran ganas tapi juga menggunakan pukulan sakti.

Karena dirinya terlindung ilmu ajian Alot Raga Pembalik Rasa, maka yang terjadi tubuh Raja tak dapat dilukai.

Sebaliknya ketika mereka menghantam pemuda itu dengan pukulan sakti,serangan yang mereka lancarkan malah berbalik kembali menghantam diri mereka sendiri. Beberapa bocah tak menyangka serangannya bakal berbalik seperti itu tak punya kesempatan menyelamatkan diri.

Mereka tewas dengan tubuh dipenuhi luka mengerikan.

Raungan mengerikan terdengar disana-sini.

Sang Maha Sakti Raja Gendeng semakin bertambah marah.

Setelah bersusah payah menghalau bocah-bocah yang menggelayuti tubuhnya,pemuda ini kemudian bangkit berdiri.

Begitu bangkit dan menyadari tubuhnya nyaris tak tertutup selembar benang pun dia menggerutu.

"Bocah bocah terkutuk. Belum pernah aku mengalami hal seperti ini. Untung aku memakai pelapis celana bagian dalam dari kulit. Kalau tidak,wah....burung perkutut bisa gondal-gandil tak karuan. Keterlaluan...!

Baru saja Raja berkata demikian, lagi-lagi pukulan ganas menghantam tubuhnya. Raja malah tertawa terkekeh sambil bertolak pinggang.

"Hantam terus! Semakin keras kalian menyerangku dengan pukulan, makin keras serangan itu berbalik menghantam diri kalian sendiri!"

Kata Sang Maha Sakti, Apa yang diucapkan Raja ternyata memang benar.

Terbukti para bocah itu kemudian jatuh berpelantingan sambil menjerit kesakitan.

Sementara pada kesempatan itu, tiba-tiba saja Raja mendengar suara ngiangan datang dari hulu pedang yang tergantung di punggungnya.

"Sahabatku yang mulia Raja Gendeng. Keadaanmu sungguh memalukan."

"Sudah tahu mengapa kau tidak memberi aku pakaian?"

Dengus Raja acuh.

"Maafkan aku paduka,mana mungkin aku memberi pakaian untukmu. Sebagai Jiwa aku sendiri selalu kedinginan karena hampir tak berpakaian. Lebih baik kau perintahkan aku untuk melakukan yang lain." kata Jiwa dalam Pedang Gila.

"Puah. Sejak tadi aku sudah repot. Kau diam saja. Sekarang kuperintahkan padamu. Singkirkan bocah-bocah iblis itu dariku!"

Seru Sang Maha Sakti.

"Perintah paduka Raja Gendeng dengan senang hati saya lakukan."

Sahut jiwa yang bersemayam di hulu Pedang Gila.

Trek!

Wuut!

Terdengar suara berkerotakan dibagian rangka pedang yang disusul dengan menderunya angin disertai berkiblatnya cahaya kuning berhawa dingin menggidikkan.

Cahaya kuning keemasan menderu membabat ganas ke arah bocah-bocah itu dengan dahsyat.

Para bocah Iblis walau memperhatikan namun tidak pernah tahu gerangan apa senjata yang menghantam mereka.

Yang jelas walau mereka berusaha menghancurkan pedang yang menyerang mereka.

Tetap saja mereka bergelim-pangan dengan tubuh ternganga terluka ditembus pedang. Serangan Pedang Gila yang dapat menyerang dengan sendirinya walau pun tidak berada dalam genggaman tangan Raja berlangsung tidak lama.

Ketika sebagian besar bocah iblis menemui ajal, beberapa sisanya berserabutan selamatkan diri tinggalkan tempat terjadinya pertempuran.

Pedang Gila terus mengejar.

Tapi Raja tiba-tiba berseru.

"Sahabatku Pedang Gila! Jangan dikejar. Biarkan anak-anak iblis itu pulang ke kandang melaporkan pada ayahnya!"

Belum lenyap suara teriakan Sang Maha Sakti, dikejauhan terdengar pula seruan mengguntur. Tapi seruan itu jelas ditujukan pada sisi-sisa Bocah Iblis yang selamat

"Anak-anak! Pulang! Akan ada waktu yang tepat untuk menghabisi Raja Gendeng jahanam yang telah membunuh saudara-saudara kalian itu!"

"Kurang ajar! Pangeran terkutuk aku tahu kau yang bicara. Lekas unjukkan diri kalau benar punya nyali. Jangan mewakilkan segala urusanmu kepada anak keturunanmu!"

Kata pemuda itu dingin.

"Ha ha ha! Anak manusia yang bernama Raja. Bergelar Sang Maha Sakti Raja Gendeng. Nanti giliran bagimu akan tiba. Kau tak perlu mencariku. Tapi aku dan seluruh pasukankulah yang akan mencarimu. Sekarang ini lebih baik kau urusi dirimu sendiri. Cari pakaian yang layak. Tutupi barang keramat bulukan milikmu itu agar tidak kedinginan. Ingat kau telah membunuh anak turunanku. Kelak aku akan menjawabmu dengan siksaan yang amat pedih.Ha ha ha...!"

Walau merasa geram.Tak urung Raja cepat tekap bagian bawah perutnya yang terlindung celana kulit tipis berbentuk perahu dengan kedua tangannya. Sambil celingukan memperhatikan pedangnya yang berputar diudara dan siap kembali ke rangkanya,Pemuda itu berkata,

"Sialan. Anu bagus dan mulus begini dia bilang bulukan.Memangnya dia pernah melihat aku mandi, aku yakin dia tidak melihat anuku sedangkan anu-anu...Kurang ajar. Aku yakin dia cuma merasa iri. Mungkin anunya lebih kecil dari anu bajing. Tapi mengapa anak-anaknya begitu banyak?"

Raja geleng kepala. Mulut cemberut wajah tampak masam. Selagi pemuda ini merasa serba salah. Dibelakangnya terdengar suara ....

Trek!

Pemuda itu tahu Pedang Gila telah masuk kembali ke dalam rangkanya. Tanpa melihat ke belakang dia berkata;

"Terima kasih kau telah membantu. Pangeran Durjana baru saja memanggil pulang anak anaknya. Tapi...aku bingung..."

Kata Raja sambil tetap mendekap bagian bawah perut dengan keduua tangannya.

"Paduka tak usah bingung. Disini tidak ada perempuan. Mengapa terus di dekap?"

Kata Jiwa Pedang.

"Ah aku tahu. Tapi aku takut si anu terbang. Kalau dia meninggalkan aku bagaimana? Mana mungkin aku hidup tanpa dia. Biarpun aku seorang raja dan kaya raya. Kalau tak punya yang satu ini perempuan mana yang mau menjadi istriku."

Celetuk pemuda itu cemas.

Terdengar disusul ucapan

"Baru begitu saja sudah repot. Mengapa tidak segera paduka carikan sarangnya biar dia tak pergi kemana-mana."

"Sarang? Gila betul. Kau kira yang satu ini perkutut yang bisa kentut. Mana mungkin dimasukkan dalam sarang?"

"Mengapa paduka jadi bodoh. Tentu saja yang saya maksudkan paduka harus mencari baju dan celana."

"Aku tahu. Tapi disini hutan. Mana ada tukang baju tukang celana."

Sahut Raja sambil menyeringai. Jiwa dalam pedang terdiam. Namun kemudian terdengar ucapan.

"Rasanya dewa bermurah hati. Menurut hemat saya sebaiknya paduka Raja Gendeng berjalan saja lurus ke depan. Mungkin di tempat itu paduka bisa mendapatkan apa yang paduka butuhkan."

Saran jiwa pedang.

"Mungkin katamu,jadi belum pasti? Kau jangan membuatku malu atau sengaja hendak mempermalukan aku."

"Saya tidak mempermalukan paduka. Lagi pula yang dapat membuat malu paduka kan sedang paduka dekap. Berjalanlah lurus ke depan paduka. Yang paduka butuhkan ada disana."

Saran Jiwa pedang. Setelah terdiam dan berpikir,akhirnya Raja anggukan kepala tanda setuju. Selanjutnya sambil langkahkan kaki dan dua tangan Raja terus memegangi perut disebelah bawah dan berkata,

"Salama hidup baru kali ini aku dibuat malu begini. Bagusnya guru-guruku tak melihat. Jika mereka ada disini. Walah mau ditaruh dimana mukaku ini?"

"Letakkan saja wajah paduka diketiak.Ha ha ha..." kata Jiwa pedang disertai tawa bergelak.

Raja bersungut-sungut. Dia tidak menanggapi. Sebaliknya malah mempercepat langkah.

TAMAT.

Episode Selanjutnya

Rahasia Pangeran Durjana


(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)

Situbondo,16 September 2019



Wiro Sableng 149 Si Cantik Dari Raja Gendeng Asmara Pedang Halilintar Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut

Cari Blog Ini