Ceritasilat Novel Online

Maha Iblis Dari Timur 2

Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur Bagian 2



Sementara itu Raka Sywa menjadi sangat murka melihat dua pengawal yang melindunginya meregang ajal.

Namun dia segera menolong enam pengawal pelindung yang tersisa.

Walau mereka menderita cidera berat.

Hanya dengan usapan tangan yang dilakukan Raka Syiwa di bagian dada.

Dalam waktu sekejab ke enam pengawal itu sembuh dari cideranya.

Satu persatu para pengawal bangkit berdiri mengelilingi majikannya.

Bersikap melindungi diri dari segala ancaman yang datang.

Pada saat itu Bocah Ontang Anting yang sempat jatuh menyerangsang di atas pohon ternyata sudah mampu bangkit kembali.

Benturan keras yang terjadi membuatnya mengalami cidera di perut juga dua tangannya seolah lumpuh.

Sadar dirinya tersangkut di atas pohon si kakek meluncur ke bawah begitu saja lalu jatuh bergedebukan.

Diam-diam Bocah ini segera sembuhkan luka dengan pengerahan tenaga sakti ke bagian tangan, perut serta sekujur tubuhnya.

Apa yang dialami si kakek tentunya tidak luput dari perhatian Raja.

Merasa khawatir pemuda ini segera menghampiri.

"Bagaimana keadaanmu! Kau tidak apa-apa?"

Raja ajukan pertanyaan. Bocah Ontang Anting menggeleng, mulut bersungut-sungut namun wajuh sudah tidak pucat "Aku tidak apa-apa. Hanya bokongku yang terasa nyeri, mungkin akibat terjun bebas tadi."

Jawab si kakek. Raja merasa lega. Dia yang masih dalam penerapan ilmu Mata Dewa Menembus Bumi Kelam kembali membuka mulut berkata memuji.

"Kau sangat luar biasa orang tua. Kau telah berhasil membunuh dua dari delapan pengawal gaib Raka Syiwa."

Penjelasan Raja justru membuat Bocah Ontang Anting melongo bengong.

"Aku... aku tak punya ilmu yang bisa melihat mahluk alam gaib. Aku hanya mengandalkan perasaan saja. Aku menyerang mereka dengan membabi buta. Ya, pokoknya kuhantam saja."

"Perasaan ternyata lebih tajam dari pada ilmu menembus alam gaib yang kumiliki, Sekali lagi aku berterima kasih, kau telah membantu bahkan menolong aku dari bencana."

Si kakek tertawa mengekeh. Sambil tertawa dia menggumam.

"Sama-sama kasih. Ha ha ha..."

Ucapan si kakek membuat Raja yang siap balikan tubuh jadi kaget.

"Apa? Kau mengatakan aku kekasihmu? Apa kau sudah gila. Aku jadi curiga jangan-jangan kau punya kelainan."

"Oh, dasar Raja Gendeng bodoh. Maksudku terimakasih sama sama.Kau cuma salah menduga dan masih sedikit pengalaman,"

Omel Bocah Ontang Anting.

Si pemuda manggut-manggut tanda mengerti.

Pada saat itu Raka Syiwa berdiri tegak dengan sorot matanya yang angker, tajam menusuk.

Dia merasa dua lawan telah mengabaikan dan bersikap memandang dengan sebelah mata terhadapnya.

Ini yang membuatnya marah.

Tapi kemarahan serta dorongan ingin cepat menghabisi lawan jauh lebih besar dibandingkan kegusaran di hati.

Tak mengherankan saat melihat Raja Gendeng melangkah tenang dan acuh saja padanya Raka Syiwa berteriak menggembor.

"Pemuda edan keparat. Tadi kau selamat karena tua bangka bangsat kerdil itu datang membantu. Tapi sekarang siapa yang akan menolongmu."

"Mahluk sialan keparat. Yang bangsat itu sebenarnya adalah dirimu. Kau bukan cuma keparat tapi juga pengecut. Sedangkan aku orang tua mulia lapang dada lapang semua."

Sembur Bocah Ontang Anting yang saat itu duduk menjelepok selayaknya orang yang tengah bersantai menikmati pemandangan indah.

Rupanya si kakek merasa tak terima dimaki orang begitu rupa.

Melihat ini Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es cuma bisa menarik nafas sambil geleng kepala.

"Mahluk Pohon Raja Syiwa. Hidupku seluruhnya kupasrahkan pada yang memberi hidup.Setiap saat para dewa pasti melindungiku, jadi aku tak membutuhkan pertolongan. Tidak sepertimu, diam-diam menggunakan pengawal yang takbisa dilihat mata telanjang. Tapi sekarang aku punya saran untukmu. Sebelum segalanya jadi terlambat sebaiknya kau kembalilah kepangkuan keluargamu, kau boleh kembali ke kandang atau kembali ke tanah tempat tubuhmu dan lanjutkan hidup seperti biasa."

Saran Raja sambil bertolak pinggang.

"Jadah! Kau tak perlu memberi aku nasehat.Aku lebih tahu mana yang harus kukerjakan dan mana yang harus ditinggalkan! Bila aku kembali ke Tanah Batikai kampung halamanku tanpa melakukan tugas, maka tetua Karma Diraga bisa membunuhku!"

Ujarnya cemas. Raja melihat ada kebimbangan dalam diri Raka Syiwa ini. Namun tak ada waktu lagi baginya untuk membujuk. Dengan masih bertolak pinggang Raja Gendeng berucap ketus.

"

Terserah apa maumu. Jika kau hendak membunuhku lakukan sekarang."

"Pertama akan kuhabisi dulu enam pengawal gaib yang melindungimu. Setelah itu giliran tubuhmu yang bakal kupereteli seperti kayu bakar satu persatu."

Dengus Raja. Mendengar ucapan Raja di bawah pohon yang daunnya rontok berguguran Bocah Ontang Anting tersenyum sambil bicara sendiri.

"Raja tolol. Memangnya dia mau memasak atau membakar apa? Masa tubuh orang hendak di- pesiangi. Lagi pula mengapa dia bertolak pinggang terus? Apa mungkin keteknya sedang bisulan. He he he. Di depan raja, Raka Syiwa rupanya sudah tidak sabaran untuk segera menyelesaikan tugasnya. Dia melangkah ke depan. Enam pengawalnya ikut ke depan pula. Gerak-gerik sang pengawal yang terus diawasi raja berkat ilmu Mata Dewa Menembus Bumi Kelam itu akhirnya membuat Raja sadar para pengawal gaib itu cuma bisa bergerak berpindah tempat bila Raka Syiwa bergerak atau berpindah. Ini berarti enam pengawal tak bisa bertindak s?ndiri sesuka hati mengikuti jalan pikiran masing-masing.

"Aku mulai tahu ada suatu keterikatan batin antara para pengawal dengan Raka Syiwa. Karena mereka bertindak sebagai pelindung, Maka aku harus lenyapkan enam pengawalnya dulu."

Membatin sang pendekar dalam hati.

Tidaklah heran.

Ketika Raka Syiwa melompat ke arahnya sambil hantamkan dua pukulan maut yang terarah ke dada dan wajah.

Pemuda ini berdiri tak bergeming di tempatnya.

Dua tangan yang telah dialiri tenaga sakti siap menghantam dan melepaskan pukulan Badai Serat Jiwa yang dahsyat itu.

Namun Raja sadar harus menunggu waktu yang tepat.

Tak lama, begitu dilihatnya enam pengawal Raka Syiwa melesat ke depan mendahului Raka Syiwa dan lancarkan pukulan sebagaimana yang dilakukan majikannya.

Kesempatan ini tak disia- siakan Raja Gendeng.

Dua tangan menyambut, bergerak bersilangan seperti gunting, menyapu ke arah ke enam pengawal Raka Syiwa yang begitu bernafsu membunuhnya.

Gerakan menggunting sekaligus gerakan menyapu bersih yang dilakukan Raja ternyata menimbulkan akibat yang luar biasa dahsyat.

Enam larik cahaya menderu disertai hawa panas bukan main.

Sambil melesat cahaya itu mengembang, melebar sedemikian rupa menyambar ke arah enam pengawal gaib di depan sekaligus menghantam Raka Syiwa yang berada di belakang pengawalnya.

Raka Syiwa terkejut bukan kepalang.

Terlebih saat mengetahui pukulan jarak jauh yang dia lancarkan tersapu lenyap, Dia membanting tubuhnya ke tanah sambil berseru ditujukan pada para pengawal gaibnya.

"Menyingkir! Kalian tak bakal sanggup menghentikan serangan pemuda gendeng itu!"

Pekik Raka Syiwa.

Enam pengawal pelindung seakan baru menyadari bahaya yang datang.

Seperti yang dilakukan mahluk yang mereka lindungi.

Para pengawal ini juga bermaksud jatuhkan diri sama rata dengan tanah.

Tapi tindakan yang mereka lakukan sangat terlambat.

Enam cahaya aneka warna yang berubah membesar menggunting.

Cret! Rreeet! Weer! Terdengar suara jerit bercampur lolong mengerikan.

Raka Syiwa memekik histeris saat melihat enam pengawalnya tergunting cahaya membakar hingga membuat tubuh mereka terpotong terbagi dua.

Potongan tubuh baik tubuh bagian atas maupun tubuh sebelah bawah jatuh bergelimpangan dan dikobari api begitu menyentuh tanah.

Bocah Ontang Anting memang tak dapat melihat para pengawal Raka Syiwa bertumbangan seperti pohon dibabat pedang.

Tapi dia melihat bagaimana api tiba-tiba muncul berkobar di dua belas tempat.

Kobaran api itu menebarkan aroma seperti daun dan batang pohon basah yang terbakar.

Si kakek pun menjadi maklum sekaligus lega saat sadar Raja telah berhasil menyingkirkan pengawal pelindung Raka Syiwa.

Kini si kakek menatap kedepan.

Dilihatnya selain menggerung menangis sejadi-jadinya.

Raka Syiwa juga rupanya sedang sibuk memadamkan api memadamkan reranting yang ada di kepalanya.

Rupanya walau mahluk pohon ini berhasil menyelamatkan diri dari ilmu pukulan Badai Serat Jiwa yang dilakukan musuhnya.

Namun sebagian pukulan masih tetap menyambar kepala sebelah atas.

Reranting yang menggantikan fungsi rambut di kepala dan ini disadari Raka Syiwa namun tak diketahui Raja menjadi malapetaka bagi mahluk itu sendiri bila dia tetap berlaku nekat melanjutkan perkelahian.

Hanya Raka Syiwa sendiri yang tahu bahwa reranting yang tumbuh di kepalanya merupakan kelemahan dari semua ilmu yang dia miliki.

Bila ranting di kepala kena dibuat cedera oleh lawan.

Sama artinya semua ilmu yang dipergunakan untuk menyerang lawan menjadi lemah.

Tidak mengherankan walau hatinya sangat marah dipenuhi dendam kesumat melihat pengawal pelindungnya tewas terbantai.

Raka Syiwa memilih menyelamatkan diri dari pada melanjutkan pertempuran itu.

"Aku tidak ingin mati menghadapi pemuda gila sakti luar biasa itu. Setidaknya sekarang aku belum siap. Aku harus pergi. Tapi kelak setelah ranting- ranting dikepalaku tumbuh kembali. Aku akan datang lagi untuk membalas dendam."

Pikir Raka Syiwa. Mahluk pohon segera rangkapkan dua tangan di depan dada. Raja terheran-heran melihat apa yang dilakukan Raka Syiwa.

"Dia hendak menggunakan ilmu kesaktian apa?"

Gumam Raja.

"Dia bukan sedang mengerahkan ilmu kesaktian. Dia hendak minggat dari sini. Tahan! Jangan biarkan mahluk kesasar itu lolos!"
Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Teriak Bocah Ontang Anting.

Secepat kilat dia bangkit, berlari mengejar ke arah Raka Syiwa sambil lakukan pukulan Bulan Terbelah Bidadari Meringis.

Selarik cahaya kuning berkilau membersit dari tangan si kakek.

Tak mau kalah Raja juga menghantam Raka Syiwa dengan pukulan sakti Kabut Kematian.

Satu ledakan dahsyat yang disusul dengan ledakan lain mengguncang tempat itu.

Si kakek dan Raja Gendeng sama berpandangan.

Sunyi.

Tak terlihat tanda-tanda Raka Syiwa menemui ajal.

Hanya ada sebuah lubang menganga dalam seperti kubangan kerbau yang sudah dikobari api.

Si kakek menggaruk kepalanya yang botak sulah dengan perasaan kecewa.

"Ah sialan. Ternyata dia masih lolos juga."

Gerutunya.

"Apa yang membuatnya melarikan diri?"

Tanya Raja tak mengerti. Bocah Ontang Anting diam berpikir sambil mengetuk-ngetuk kepalanya.

"Ah... kukira karena ranting di kepalanya terbakar. Sedari tadi aku menduga ranting itu sebagai sumber dari kesaktiannya. Karena ranting di kepala terbakar dia jadi kehilangan nyali untuk melanjutkan per- tempuran."

"Tak kusangka."

Gumam Raja sambil menghela napas.

"

Tapi biarlah. Sebaiknya kita lanjutkan saja perjalanan kita."

Si kakek mengangguk setuju.

***** Bukit menjulang tinggi terdapat di ujung sebelah utara Istana Pulau Es.

Tanggal tiga belas bulan satu hari menjelang datangnya bulan purnama suasana terasa terang benderang dari sebelumnya.

Di atas bukit menjulang yang lebih dikenal dengan nama Puncak Terang yang tandus gersang dan sering dilanda topan bercampur es.

Tak banyak yang tahu di sana tinggal menetap tokoh sesat aliran hitam, berusia lanjut dan dikenal sebagai seorang ahli sihir sekaligus tokoh ahli racun yang sangat ganas.

Ketika malang melintang di rimba persilatan, tokoh sakti wanita yang dikenal dengan julukan Penyihir Racun Utara ini memang sangat disegani baik oleh kawan maupun lawan.

Sebagian orang baru mendengar namanya saja sudah menyingkir lari menjauh.

Kini sudah puluhan tahun sang ahli sihir mengasingkan diri di dunia persilatan.

Dia memilih menetap tinggal dipuncak terang sejak dua puluh tahun yang lalu.

Ini bersamaan dengan petualangan terakhir yang dilakukannya bersama tokoh maha sesat yang dikenal dengan sebutan Maha Iblis Dari Timur.

Setelah melakukan pembantaian, pembersihan di Istana Pulau Es dan berhasil menumpas kerabat prabu Sangga Langit berikut pembesar kerajaan dan semua perajuritnya.

Si nenek lanjut usia yang selalu memakai pakaian hitam gelap ini memang sering sakit-sakitan.

Dia tidak pernah mengalami sehat walau dalam sepekan.

Dengan keadaannya yang seperti itu secara praktis hubungannya dengan dunia luar dia putuskan.

Satu-satunya hubungan yang masih terjalin dengan baik adalah dengan muridnya yang bermama Kupu Kupu Putih seperti telah dikisahkan dalam episode Misteri Pedang Gila.

Kupu Kupu Putih menetap dikaki Puncak Terang.

Tapi gadis cantik berpakaian hijau kelabu berusia tiga Puluhan itu jarang sekali naik ke puncak Terang guna menemui nenek yang biasa dia panggil 'Sobo Guru itu.

Setiap ada pesan yang ingin disampaikan kepada sang murid.

Penyihir Racun Utara biasanya mengutus burung jejadian yang sangat dipercaya.

Burung hitam itu biasa dia panggil dengan sebutan Jerit Nyawa.

Segala urusan menyangkut kehidupan dunia memang telah lama ditinggalkan.

Malah kini sebagian urusan yang tertunda diwakilkan pada muridnya.

Namun di usianya yang semakin senja di mana kesehatan sudah tak mendukung lagi nenek bungkuk dan suka mengunyah daun sirih ini ternyata masih juga dilanda kegelisahan.

Kegelisahan itu terjadi karena dia masih belum mendapatkan Pedang Gila.

Senjata pusaka milik kerajaan yang menjadi pangkal sebab bagi si nenek dalam mengambil keputusan ikut serta melakukan penyerbuan ke Istana Es yang dipimpin oleh Maha Iblis Dari Timur.

Malam semakin larut.

Di atas pembaringan di dalam pondok berdinding batu bersusun beratap sayap kelelawar besar yang direntang dijalin menyerupai atap si nenek terlihat gelisah.

Orang tua ini terbatuk-batuk sambil mendekap dadanya yang terasa nyeri.

Tertatih-tatih si nenek bangkit.

Perlahan si nenek beringsut menuju tepi pembaringan yang terbuat dari jalinan anyaman bambu apik dilapisi kapuk dan jerami.

Sampai di tepi pembaringan si nenek julurkan kedua kakinya yang kian hari bertambah kurus digerogoti penyakit..

Si nenek hela nafas perlahan.

Rambut putih awut-awutan yang menutupi wajah disingkirkan ke samping dan disangkutkan pada sisi daun telinga yang lebar.

Begitu rambut disingkirkan menjauh dari wajah maka terlihatlah tampangnya yang dingin angker dengan hidung mancung bengkok sementara dua bola matanya menjorok ke dalam rongga.

Si nenek melirik ke arah pelita minyak yang tergeletak menyala di atas batu marmer merah memantulkan cahaya karena pelita minyak wadahnya terbuat dari batu kaca bening, maka minyak dalam wadah lampu terlihat dengan jelas.

Minyak dalam pelita tinggal setengah.

Berarti malam benar-benar sudah larut dan sebentar lagi bakal digantikan pagi.

Si nenek bangkit menuju sudut ruangan dengan terbungkuk-bungkuk.

Dari sana dia mengambil sebuah benda berwarna merah darah setinggi manusia dewasa yang tak lain adalah sebuah tongkat.

Tongkat yang diambil nenek itu bukan tongkat sembarangan.

Tongkat yang terbuat dari batu kumala merah berkepala tengkorak berupa mahluk bertanduk di tangannya itu adalah senjata sakti paling beracun yang kerap dia pergunakan untuk melakukan serangan-serangan yang berhubungan dengan sihirnya.

Si nenek sendiri tidak tahu entah mengapa malam ini dia ingin berdekatan dengan tongkat sakti yang selalu menemani kejahatannya dahulu.

Mungkin kegelisahan itu pula yang membuat perasaannya tambah tak tenteram.

Beberapa jenak Penyihir Racun Utara hanya mondar-mandir di dalam kamarnya yang pengap.

Tapi langkahnya terhenti begitu teringat pada Kupu Kupu Putih murid tunggalnya.

Orang tua ini berdiri diam terpaku dengan tangan kanan bertumpu, berpegangan pada tongkat.

Dalam hati Penyihir Racun Utara jadi bicara sendiri.

"Sebelumnya aku tidak pernah mengkhawatirkan keselamatan muridku. Apalagi mengingat Kupu-kupu Putih telah mewarisi hampir seluruh ilmu kesaktian termasuk juga ilmu sihir yang kumiliki. Tapi.... kini Kupu Kupu Putih tengah melakukan tugas yang kuberikan. Perjalanan menuju bukit karang di pantai utara sangat jauh sekali. Walau dia disertai tiga pengawal setia yang sering disebutnya Anjing Penjaga namun aku tetap khawatir terhadap gadis itu."

Orang tua ini diam sejenak.

Matanya menerawang ke langit-langit ruangan.

Karena atap pondoknya terbuat dari jalinan sayap kelelawar raksasa yang telah dikeringkan.

Tentu dari tempatnya berdiri dia dapat melihat bayang-bayang rembulan yang telah bergeser di langit sebelah barat.

"Ingin rasanya aku menyusul muridku dan memberikan bantuan padanya untuk mengatasi setiap kesulitan. Pasti perjalanan untuk mendapatkan Pedang Gila menjadi sulit karena kuyakin banyak tokoh yang menginginkan senjata aneh sakti mandraguna itu."

Kata si nenek. Dia terdiam lagi, namun tangan kirinya tiba-tiba terkepal. Dia terlihat begitu marah, tak jelas kesalahannya ditujukan pada siapa.

"Semuanya gara-gara Pedang Gila. Aku bersusah payah, rela mengambil resiko besar juga karena Pedang Gila. Kalau tidak buat apa dulu aku mau membantu Maha Iblis Dari Timur melakukan penyerbuan ke Istana Pulau Es!"

Pikir nenek renta Si nenek terdiam lagi.

Dia memutuskan kembali ke tempat pembaringannya.

Sayang baru saja setindak dia melangkah.

Sekonyong-konyong kesunyian di Puncak Terang pecah terbelah oleh pekikan burung hitam jejadian Jerit Nyawa.

Burung yang biasa tidur, bertengger di sebelah atas pintu depan pondok tidak hanya keluarkan suara riuh, tapi juga melesat terbang berputar di atas atap pondok sambil sesekali hantamkan sayapnya ke atap yang tipis seolah memberi tahu.

Penyihir Racun Utara diam-diam dibuat kaget.

Seumur hidup mahluk jejadian menampakkan ujud sebagai burung hidup bersamanya.

Selama itu belum pernah Jerit Nyawa bertingkah gelisah, panik begitu rupa.

si nenek bersuit panjang sang burung mengetahui bahwa isyarat suitan adalah tanda dari Si nenek agar dia tidak ribut menimbulkan kegaduhan.

Tapi Jerit Nyawa tidak perduli.

Dia terus saja keluarkan suara pekik dan terbang berputar berulang kali melewati atap sayap kelelawar yang tembus pandang.

Si nenek dengan jelas melihat bayangan mahluk piaraannya yang terbang melintas di atas atap pondok.

Dia yang sedang tidak sehat, jadi gusar.

"Mahluk keparat! Aku sudah meminta diam tak menimbulkan keributan. Tapi suara teriakanmu malah menjadi-jadi. Diam kataku!"

Hardik si nenek dengan suara keras bergema merobek sunyi.

Sang burung yang gelisah agaknya takut dengan amarah si nenek.
Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia terbang menjauhi pondok lalu hinggap di ujung dahan tak jauh dari tepi jurang Puncak Terang.

Orang tua ini sejenak merasa lega, tapi dia juga jadi berpikir.

Jerit Nyawa tak mungkin bertingkah aneh dan gelisah kalau tidak ada sesuatu mencurigakan datang ke Puncak Terang.

Bukankah Jerit Nyawa adalah burung tanda.

Burung yang selalu membawa kabar buruk yang selalu datang dan pergi dalam kehidupannya? Ingat dengan semua itu.

Si nenek pun segera meraih mantel hitam tebal yang teronggok di kaki tempat ketiduran.

Setelah mengenakan mantel dan sembunyikan senjata di balik mantel hitam dia menuju ke pintu.

Kunci dibuka, daun pintu yang reot ditarik menimbulkan suara berkreketan.

Saat pintu terbuka angin luar biasa dingin datang menyambutnya.

Penyihir Racun Utara yang sudah terbiasa dengan keadaan di Puncak Terang bersikap acuh.

Cahaya bulan sangat terang waktu itu.

Si nenek layangkan pandang ke seluruh penjuru halaman pondoknya.

Tidak terlihat seorangpun atau tanda-tanda kehadiran orang lain di tempat itu.

Si nenek merasa lega.

Tapi tak berlangsung lama.

Sekejab kemudian dia melihat halaman pondok dan sekitarnya mendadak gelap.

Seolah di langit tiba-tiba muncul sekumpulan mendung hitam yang menutupi cahaya bulan.

Kaget sekaligus penasaran Penyihir Racun Utara dongakkan kepala menatap ke langit sebelah barat.

Si nenek beliakan mata.

"Astaga! Ternyata bukan awan atau mendung yang menghalangi cahaya bulan, sampai ke puncak bukit ini. Tak disangka ada sekelompok kelelawar besar terbang melintasi langit dalam jumlah ratusan malah mungkin ribuan. Rombongan kelelawar raksasa terbang dari arah barat menuju timur. Ada rombongan kelelawar berpindah? Pemandangan seperti ini belum pernah terjadi. Apakah mungkin sebagai isyarat atau pertanda tertentu?"

Batin si nenek.

Sebagai seorang ahli sihir yang tahu tentang banyak perkara.

Ternyata si nenek tidak mampu membaca tanda-tanda yang datang tiba-tiba.

Ini karena keterbatasannya sebagai manusia.

Di tempatnya berdiri Penyihir Racun Utara terus menatap ke langit.

Dalam suasana hiruk pikuk dikejauhan langit.

Tiba-tiba saja terdengar langkah berat dari Puncak Terang sebelah utara.

Si nenek palingkan wajah lalu menatap ke jurusan itu saat dia merasakan puncak bukit bergetar dilanda keguncangan.

"Siapa yang datang?"

Desis sang penyihir bimbang. Segenap keraguan lenyap seketika begitu dari lereng bukit sebelah utara terdengar suara teriakan memanggil nama sebutannya.

"Penyihir Racun Utara sobatku. Aku datang tepat pada waktu rombongan kelelawar berpindah sarang. Aku tidak membawa hadiah atau oleh-oleh untuk bisa kupersembahkan padamu. Tapi mengingat kau menyukai atap dari kulit sayap kelelawar raksasa. Tak ada salahnya kuhadiahi engkau dengan mahluk-mahluk itu."

Kata satu suara.

Belum lagi lenyap kejut di hati si nenek.

Dari balik bukit di sebelah utara terlihat kilatan cahaya melesat ke langit tepat menuju ke arah kawanan kelelawar raksasa yang terbang diketinggian.

Hebatnya lagi ketika cahaya hitam putih kemerahan menderu dahsyat menuju ke arah mahluk-mahluk itu.

Cahaya membelah menjadi puluhan.

Puluhan cahaya laksana mata panah terus melesat mengejar kawanan kelelawar raksasa.

Melihat serangan puluhan cahaya aneh itu rombongan kelelawar menjadi panik.

Mereka berserabutan menyelamatkan diri hingga membuat rombongan besar ini terpecah belah tak karuan rupa.

Yang sangat mengagumkan walau ratusan kelelawar berusaha selamatkan diri, namun yang telah menjadi incaran sasaran cahaya tak bisa lolos dari maut.

Tanpa ampun puluhan cahaya menembus tubuh mahluk-mahluk malam itu.

Kelelawar yang menjadi korban keluarkan suara pekik mengerikan.

Mereka melayang jatuh jungkir balik dalam keadaan meregang ajal dan darah bercucuran.

Terdengar suara berdebum berkali-kali.

debu beterbangan, di halaman tempat Penyihir Racun Utara berdiri puluhan kelelawar yang menemui ajal jatuh bertumpuk tumpang tindih tak karuan.

Tumpukan bangkai kelelawar menggunung.

Darah meleleh dari setiap luka di tubuh sang mahluk, mengalir kemana-mana menggenang memenuhi halaman menimbulkan bau amis anyir membusuk.

"Siapa yang telah melakukan semua ini? Dia menyerang para kelelawar raksasa dengan pukulan bersumber dari inti cahaya. Aneh! Walau jaraknya sangat jauh serangan itu semuanya tepat menembus di bagian jantung kelelawar."

Pikir si nenek.

Heran bercampur takjub dia kembali menatap ke arah sebelah utara bukit.

Tak lama dari balik tonjolan batu bukit tersembul satu sosok kepala hitam ditumbuhi rambut kasar panjang menjela hingga ke bagian betis.

Meski kehadiran sosok yang menghadiahinya kelelawar dalam ujud mahluk raksasa.

Tapi Penyihir Racun Utara masih mengenali orang itu dengan mudah.

Wuas! Sosok tinggi raksasa yang datang ke Puncak Terang dengan cara merayapi lamping bukit terjal melesat dan jejakkan kaki tak jauh di hadapan si nenek.

Sosok yang datang ternyata memang seorang laki-laki, bertampang angker bengis bermata hitam mencorong.

Dia mengenakan pakaian hitam tebal dengan ikat pinggang aneh dan juga ikat kepala berwarna hitam.

"Maha Iblis Dari Timur sobatku! Kau datang tak disangka-sangka dan membawa kejutan pula?"

"Mengapa tidak melewati jalan yang biasanya?"

Tanya si nenek lega.

Si tinggi raksasa cuma menyeringai.

Dia lalu memutar tubuh dengan kecepatan laksana gasing berputar.

Seiring dengan berputarnya tubuh laki- laki tinggi yang ternyata memang Maha Iblis Dari Timur adanya.

Seketika itu pula sosoknya yang besar seperti raksasa mengalami perubahan berupa penyusutan diri hingga ukuran besar dan tingginya kembali normal selayaknya manusia.

Maha Iblis yang usianya sekitar tujuh puluh tahun sedikit lebih muda dari si nenek tatap perempuan renta di depannya.

Dia yang biasa memanggil Penyihir Racun Utara dengan nama kecil si nenek segera membuka mulut.

"Linuk Kantili!! Sengaja aku datang tidak melewati jalan Angin satu-satunya jalan yang menghubungkan tempatmu ini karena aku ingin memberikan kejutan padamu!"

Penyihir Racun Utara tersenyum, memperlihatkan sebagian giginya yang hitam angker.

Tapi dia tak habis mengerti mengapa kali ini sahabatnya itu berprilaku aneh.

Puluhan tahun dia menjalin persahabatan dengan Maha Iblis belum pernah laki-laki itu muncul di hadapannya dengan memanjat tebing dan dalam rupa raksasa besar.

"Linuk apa yang kau pikirkan?"

Tanya Maha Iblis disertai tatapan tajam menusuk.

Belum sempat si nenek menjawab pertanyaan orang.

Di atasnya melesat mahluk hitam menyambar si nenek seolah memberi peringatan.

Mahluk yang tak lain adalah burung Jerit Nyawa ini keluarkan suara pekik keras.

Beberapa kali burung itu menyambar, kemudian melesat lenyap di balik kegelapan pohon.

Si nenek tidak lagi marah pada sang burung sebaliknya mulai berpikir tentang kemungkinan buruk yang bakal terjadi.

Tapi mengapa dia harus khawatir? Bukankah Maha Iblis Dari Timur terhitung masih sahabat dekatnya.

Walau bimbang si nenek segera membuang jauh segala kecurigaannya terhadap kemunculan Maha Iblis.

Perempuan renta ini tersipu mendengar orang menegurnya.

Tapi dia buru-buru menjawab.

"Eh, tidak. Aku tak memikirkan apa-apa. Aku hanya merasa heran mengapa kau menghadiahi aku dengan kelelawar raksasa sebanyak ini. Atap pondokku masih bagus, mulus dan kokoh. Mungkin masih lama baru kuganti lagi!? Maha Iblis tersenyum aneh.

"Ah, aku baru tahu. Tapi dengan begini banyak sayap baru kau bisa mengganti atap kapan saja atau barangkali kau punya keinginan membuat pondok baru lagi yang jauh lebih baik dan lebih kokoh!"

"Hmm, begitu? Terima kasih atas perhatianmu."

"Lama kau tak muncul kemari menjambangi diriku."

"Lalu tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba kau datang, ada maksud keperluan apa?"

Maha Iblis mengusap dagunya yang di- tumbuhi bulu kasar lebat meranggas .Sambil turunkan tangannya dia berucap.

"Maafkan aku lantaran tak sempat menjenguk keadaanmu yang sakit. Terus terang kedatanganku kemari menyangkut prihal senjata mustika yang kau idamkan sejak dulu."

Diingatkan tentang senjata yang telah lama dia cari, mata si nenek menatap laki-laki di depannya dengan sorot menyelidik.

"Apakah kau telah mendapatkan titik terang tentang keberadaan Pedang Gila? Di mana? Lekas beri tahu aku!"

Desak si nenek tanpa mengatakan dia sebenarnya telah mengutus muridnya menuju perbukitan karang di pantai utara. Maha Iblis mengangguk namun cepat menjelaskan.

"Aku tidak percaya kau tidak mengetahui atau mendengar kabar bahwa pedang yang kau cari selama puluhan tahun ternyata oleh seseorang disembunyikan disuatu tempat di pantai utara."
Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si nenek pura-pura terbatuk sambil mengusap dada.

"Maha Iblis kau jangan keterlaluan. Aku yang sakit tak pernah jauh dari pembaringan. Jangankan menyirap kabar mencari tahu keberadaan Pedang Gila, sedang untuk tersenyum sambil buang hajat saja pun tak sanggup."

Tukas si nenek ketus. Maha Iblis Dari Timur menyeringai.

"Keadaanmu ternyata cukup parah. Tapi apapun yang kau alami selama ini rasanya tidak cukup untuk membuka mata kenyataan bahwa saat ini banyak sekali tokoh-tokoh ternama sedang berusaha mendapatkan senjata aneh itu."

"Diantaranya ada pula beberapa tokoh yang datang dari tanah Dwipa malah ada pula yang berasal dari Tanah Melayu. Aku sendiri tak mengkhawatirkan para cecunguk rakus itu. Yang aku cemaskan adalah munculnya seorang pemuda sakti luar biasa bernama Raja dikenal dengan nama lain Raja Gendeng karena sifatnya yang urakan."

"Dia menyebut dirinya Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es."

Ketika Maha Iblis Dari Timur menyinggung soal kehadiran para tokoh dari luar pulau Es Penyihir Racun Utara menanggapi penjelasan sahabatnya dengan dingin dan biasa-biasa saja.

Dia tidak khawatir dengan mereka semua.

Namun sewaktu Maha Iblis menyebut seorang pendekar dari Istana Pulau Es, tak dapat di- sembunyikan si nenek kaget bukan kepalang.

Orang tua ini berjingkrak sedangankan matanya "Apa? Apa katamu.

Seorang tokoh muda bergelar Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es muncul di dunia persilatan?!"

Tukasnya tak percaya.

Maha Iblis anggukkan kepala, air mukanya nampak bersungguh-sungguh membuat Penyihir Racun Utara mau tak mau mempercayai.

Sebelumnya dia sendiri sudah menyirap kabar dari muridnya Kupu Kupu Putih tentang kemunculan tokoh sakti dari Istana Pulau Es tapi waktu itu si nenek kurang begitu percaya.

Cukup lama Penyihir Racun Utara diam tertegun, saat sadar dia menelan ludah basahi tenggorokannya yang kering lalu cepat berujar.

"Bila pemuda aneh itu mengaku dari Istana Pulau Es. Apakah mungkin dia masih keturunan prabu Sangga Langit?"

"Aku tidak tahu."

Menjawab Maha Iblis dengan suaranya yang dingin. Dia menatap nenek di depannya sekilas lalu melanjutkan.

"Waktu itu semuanya kita bantai habis. Aku bahkan melukai permaisuri Purnama Sari yang sedang hamil besar.Dia terluka parah dan kau kemudian yang mengakhiri riwayat hidupnya."

"Yang kau katakan benar. Aku menghantam perempuan malang itu dengan senjata rahasia berupa kupu-kupu beracun. Dia mati, lalu kita melanjutkan penyerbuan ke bagian belakang istana. Setelah sisa prajurit Istana Es kita bunuh, aku kembali lagi menuju ke ruang peraduan permaisuri. Tapi permaisuri lenyap, tubuhnya yang terbujur hilang raib entah kemana? Aku yakin seseorang pasti menyelamatkannya."

Maha Iblis Dari Timur tidak sabar memotong.

"Tidak hanya menyelamatkan. Orang yang telah membawa pergi permaisuri pasti berhasil menyelamatkan calon sang jabang bayi dalam kandungan permaisuri. Lalu anak itu dibesarkan dan dia didik dalam berbagai ilmu olah kanuragan dan kesaktian."

Terang sang Maha Iblis.

"Seandainya yang kau katakan benar. Siapa tokoh sakti yang telah membesarkan pewaris satu- satunya Istana Es itu?"

Tanya Penyihir Racun Utara cemas.

"Siapa orang itu tidak penting. Yang pasti kehadiran Maha Sakti Dari Istana Es menjadi ancaman tersendiri bagiku juga bagimu."

Terang Maha Iblis. Penyihir Racun Utara terdiam. Dia sadar yang dikatakan sahabatnya benar adanya. Pemuda itu muncul bukan untuk mendapatkan pedang Gila namun juga bakal mencari para penyerang sekaligus pembunuh kerabatnya.

"Bagaimana menurutmu? Kurasa aku tidak bisa memberi bantuan yang layak seperti dulu.Pahadal munculnya Sang Maha Sakti dari Istana Pulau Es jelas menjad? ancaman berat bagi kita."

Ujar si nenek. Rupanya dia juga bingung terlebih saat sadar dirinyalah yang berlaku paling kejam pada permaisuri sang prabu. Melihat kecemasan si nenek Maha Iblis Dari Timur tersenyum penuh arti. Laki-laki itu segera berujar.

"Kau tak perlu cemas. Aku telah mengirim seseorang untuk menghabisi pendekar gendeng itu. Aku tidak tahu apakah utusanku berhasil melakukan tugas atau malah gagal. Aku cuma bisa menunggu sampai besok pagi. Bila sampai besok pagi dia tidak muncul juga di tempat yang kami sepakati kemungkinan dia tewas terbunuh."

"Kemudian apa rencanamu? Mengingat kondisiku aku sendiri sebenarnya merasa perlu menyingkir ke tempat yang aman. Namun bila nantinya kesehatanku telah pulih kembali aku akan cari dan habisi pemuda itu dengan tanganku sendiri!"

"Kedengarannya cukup masuk akal sahabatku Linuk Kantili!"

Sambut Maha Iblis dengan senyum aneh tersungging di bibir. Setelah dongakkan kepala menatap bulan yang hampir tenggelam pertanda datangnya pagi. Maha Iblis Dari Timur lanjutkan ucapannya.

"Cukup masuk akal namun kau tak perlu menyingkir ke tempat yang aman. Aku bisa membuatmu merasa nyaman selamanya bahkan dapat pula membebaskanmu dari derita sakit berkepanjangan!"

"Apa maksudmu?"

Tanya si nenek kaget sekaligus melangkah surut dua tindak kebelakang. Lagi-lagi Maha Iblis sunggingkan senyum. Sementara burung Jerit Nyawa kembali muncul, terbang mengitari si nenek sambil keluarkan suara aneh sebagai pertanda peringatan.

"Kau tak tahu maksudku. Dua puluh tahun aku bertahan di pulau ini. Kau mengira cuma kau yang menginginkan Pedang Gila setelah kuhabisi seluruh kerabat istana?"

Tanya Maha Iblis dingin. Si nenek tercengang.

"Apakah kau menginginkan Pedang Gila juga?"

Sentak perempuan renta itu marah namun juga masih tidak percaya.

Bukannya menjawab, Maha Iblis dari Timur sebaliknya malah tertawa tergelak-gelak.

Maha Iblis Dari Timur tiba-tiba tersedak hingga tawanya terhenti.

Sambil mengusap air mata karena terlalu banyak tertawa lagi laki itu pandang Penyihir Racun Utara.

"Sobatku Linuk Kantili, Ketahuilah, menurutku kau sudah terlalu tua dan tak membutuhkan pedang itu lagi. Selain tua kau juga digerogoti penyakit. Jadi kuanggap kau tak membutuhkan senjata mustika"

Kata Maha Iblis dengan suara perlahan namun jelas. Mata si nenek berkedap-kedip.

"Apa maksudmu? Aku memang sudah tua dan hampir mampus digerogoti penyakit. Tapi muridku Kupu Kupu Putih pasti membutuhkannya."

Ujar si nenek. Maha Iblis menggeleng.

"Tidak. Muridmu tak memerlukan pedang Gila."

"Hanya laki-laki yang patut mempunyai pedang yang mungkin kelak bila aku berjodoh dengan muridmu itu bisa saja aku memberinya pedang yang lain. Ha ha ha!"

Penyihir Racun Utara tersentak sekaligus tercengang. Sama sekali dia tak menyangka Maha Iblis yang telah banyak dia bantu dan selama ini dia anggap sebagai sahabat dekat ternyata berani bicara kurang ajar.

"Maha Iblis! Kupu Kupu Putih pantas menjadi Cucumu. Gerangan apa yang membuatmu berbalik pikiran dan bicara tak karuan?"

Geram si nenek. Dengan hati mulai dibakar kemarahan, orang tua ini lanjutkan ucapannya.

"Kau bukannya membantu aku mendapatkan pedang itu sebagaimana janjimu dulu saat membujuk aku untuk membantumu melakukan penyerbuan di Istana Es. Sebaliknya melihat gelagat dan setelah mendengar ucapanmu aku menaruh curiga sebenarnya kau mencari Pedang Gila untuk dirimu sendiri."

"Ha ha ha ! Yang kau katakan itu benar Linuk, aku berubah pikiran, Kini aku justru berhasrat ingin mendapatkan Pedang Gila. Bukan cuma itu aku juga tiba-tiba memiliki keinginan untuk mempersunting muridmu!"

Terang Mata Iblis tanpa malu-malu.

Mendengar petir di siang hari Penyihir Racun Utara barangkali tidak bakal sekaget itu.

Ucapan Maha Iblis baginya merupakan sebuah tamparan keras yang membuatnya marah besar.

Dengan tubuh bergetar, pipi menggembung dan rahang bergemeletukan Penyihir Racun Utara mendamprat.

"

Jahanam tak tahu diri, Kau mengIngkari janji yang dulu kau ucapkan sendiri. Menyesal aku telah membantumu!"

Maha Iblis dongakkan kepala, lalu tertawa tergelak. Tawanya lenyap, dia mengusap wajahnya yang hitam dingin angker. Baru setelah itu menyahuti.

"

Kukira penyesalanmu bakal berlipat ganda begitu kau tahu aku juga datang untuk membunuhmu!"

Kata laki-laki itu dingin. Penyihir Racun Utara terkesima. Dia tak menduga Maha Iblis bakal berucap seperti itu.

"Maha Iblis inikah budi balasan yang kau berikan padaku. Kau mengira aku takut padamu?"

"Walau kau memiliki ilmu kesaktian tinggi luar biasa, aku sama sekali tak takut kepadamu!"

Dengus si nenek dengan mata mendelik garang. Maha Iblis tersenyum. Dia anggukkan kepala tanda setuju dengan pengakuan perempuan itu. Sambil basahi bibir, Maha Iblis menyela.

"Aku percaya kau tak takut padaku. Tapi saat ini kau berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan.Ilmu kesaktianmu boleh hebat, kekuatan sihirmu tak kuragukan. Namun kau tak bakal lolos dari kematian."

"Manusia jahanam. Kalau saja aku tahu kau telah memuslihati aku, buat apa aku membantumu."

"Aku telah melakukan sebuah pengorbanan besar dan semua itu tak disangka-sangka menyulitkan kedudukanku sendiri. Sekarang aku yakin Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es mencariku. Dia tak akan tinggal diam atas kematian orang tuanya."

"Jahanam! Semua ini gara-gara tipu muslihatmu Maha Iblis!"geram si nenek sambil kepalkan kedua tangannya.

"Kau tak usah kuatir apalagi memikirkan pendekar aneh itu. Aku berani menjamin kau tak bakal bertemu dengannya dan dia juga tak mungkin bisa menemukanmu."

Ucap Maha Iblis disertai seringai penuh arti. Kening Penyihir Racun Utara berkerut. Heran. Juga tak mengerti nenek ini dengan tidak sabar ajukan pertanyaan.

"Apa maksud ucapanmu itu? Kau hendak membunuhku? Kukira dengan membunuhku aku tak bakal bertemu dengan pewaris istana Pulau Es."

"Ha ha ha ha! Sudah tahu mengapa masih bertanya. Aku tak punya banyak waktu. Masih banyak yang harus aku kerahkan. Sekarang juga serahkan nyawamu!"

Teriak Maha Iblis Dari Timur.

Berkata begitu tangan kiri Maha Iblis melesat ke depan dengan kecepatan sulit dilihat.

Tangan dengan jari terpentang dengan kuku runcing berwarna kehitaman pertanda mengandung racun jahat terarah ke bagian dada tepat dibagian jantung.

Walau serangan Maha Iblis dikenal sangat cepat dan datang tak terduga.

Si nenek yang sudah puluhan tahun mengenal laki-laki itu segera berkelit lakukan gerakan menghindar.

Sambil menghindar teringat olehnya akan peringatan bahaya yang diberikan Jerit Nyawa sebelum kehadiran bekas sahabatnya itu.

Dalam hati Penyihir Racun Utara memuji burung jejadian itu.

"Mahluk pintar. Dia lebih jeli dibandingkan aku. Semula aku mengira mahluk itu berniat hendak melakukan kekacawan saat Maha Iblis datang, tak disangka-sangka Jerit Nyawa tahu Maha Iblis Dari Timur datang menemuiku dengan membekal maksud yang jahat!"

Wuss! Serangan lima jari tangan berhawa dingin penuh racun itu luput, lewat begitu saja di atas bagian bahu kiri si nenek.

Perempuan itu menggerung, jatuhkan diri kemudian dengan gerakan luar biasa cepat kakinya menyapu menghantam kaki Maha Iblis.

Laki-laki tinggi itu terkejut sekali, namun dia langsung lambungkan tubuhnya ke atas.

Selagi tubuhnya mengapung diudara dia lepaskan pukulan maut yang dikenal dengan nama Sang Iblis Murka Bumi Menjerit.

Serangkum hawa dingin luar biasa mendera disertai berkiblatnya cahaya hitam menggidikkan.

Burung Jerit Nyawa mahluk piaraan si nenek keluarkan suara melengking tanda peringatan bahaya.

Si nenek tidak bodoh.
Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat lawan benar- benar ingin menghabisinya.

Dia dorongkan dua tangan yang telah dialiri tenaga sakti menyambut datangnya serangan.

Serangkum cahaya merah menebar hawa panas mengidikkan menderu ganas, melesat ke atas sambuti pukulan yang dilancarkan Maha Iblis.

Benturan keras terjadi.

Tidak terdengar adanya ledakan.

Dua tangan masing-masing saling mendorong.

Maha Iblis lipat gandakan tenaga dalamnya.

Cahaya hitam terus melabrak menekan ke bawah dan mulai dapat menembus cahaya merah panas yang melesat dari tangan.

Penyihir Racun Utara menyadari bila cahaya hitam berhasil lolos melewati cahaya merah yang dilepaskan olehnya.

Besar kemungkinan dia bakal menemui ajal atau paling tidak dia bakal menderita cidera berat.

Dia tahu pukulan Sang Iblis Murka Bumi Menjerit adalah salah satu dari beberapa ilmu andalan yang dipergunakan lawan terutama di saat genting.

Maha Iblis Dari Timur rupanya sadar lawan yang dia hadapi bukan lawan sembarang.

Terbukti begitu menyerang dia pergunakan ilmu andalan.

"Hepkh.. !"

Penyihir Racun Utara coba lipat gandakan tenaga dalam dan susul pukulan pertama yang dia lepaskan..

Tapi upayanya itu terlambat.

Hawa dingin dari serangan cahaya hitam tiba-tiba menderu ke arahnya setelah berhasil menembus dua pukulan si nenek.

Selagi ada kesempatan mencari selamat, tanpa menghiraukan tubuhnya yang menggigil kedinginan nenek ini pergunakan kekuatan sihirnya.

Tangan kiri meluncur ke bawah meraba bagian bawah pusarnya.

Slep! Buum! Sebuah ledakan berdentum menguncang Puncak Terang.

Membuat burung Jerit Nyawa cemas sekaligus mengkhawatiran keselamatan majikannya.

Mahluk itu kini tak dapat berdiam diri lagi.

Jerit Nyawa melesat membubung tinggi.Terbang melayang berputar-putar siap menyerang Maha Iblis guna membantu majikannya.

Sementara itu dimata Maha Iblis pukulan yang dilepaskannya dengan jelas dia lihat berhasil mengenai sasaran.

Dia juga melihat cabikan dan potongan tubuh membiru beku bertebaran di udara.

Sedangkan di tempat dimana Penyihir Racun Utara bertahan tadi Maha Iblis melihat sebuah lubang bekas ledakan menganga cukup dalam.

Dia yang sempat terguncang akibat ledakan kini meluncur ke bawah lalu jejakkan kaki tak jauh dari lubang sambil mengusap janggutnya dan keluarkan tawa bergelak-gelak.

"Ha ha ha ! Ternyata tidak sulit menghabisi riwayatmu tua bangka! Tadinya aku menyangka bakal mengalami hambatan besar saat menghadapimu"

Dengus Maha Iblis Dari Timur diiringi tawa bergelak.

Tapi tawa Maha Iblis mendadak lenyap, kening berkerut matanya jelalatan tak mengerti.

Dia melihat potongan tubuh yang bertaburan itu ternyata secara perlahan namun pasti berubah ujud menjadi kepingan kayu yang berserakan.

"Bagaimana mungkin? Dia telah menipu dengan sihirnya!"

Desis Maha Iblis sambil memutar tubuh.

Mata laki-laki itu menatap liar memperhatikan sekelilingnya.

Si nenek tak dia temukan.

Sebaliknya dari langit temaram burung Jerit Nyawa menyambar kepalanya, menyerang Maha Iblis dengan patukan paruh dan cakaran kaki yang kokoh.

Ces! Sret! Sret! Terdengar seperti suara kulit kepala robek kena dicakar.

Maha Iblis meraung keras sambil dekap kepala yang kucurkan darah.

"Mahluk jahanam terkutuk"

Teriak sang Iblis.

Seketika setelah mengusap bagian kepala yang terluka hingga luka-lukanya bertaut kembali Maha Iblis dongakkan kepala ke atas sekaligus lepaskan pukulan ganas.

Cahaya biru kehitaman menderu sebat, meluncur laksana anak panah mengejar ke arah perginya Jerit Nyawa.

Melihat itu si nenek yang lolos dari kematian segera berteriak pada mahluk piaraannya.

"Terbanglah yang tinggi. Pergi dari sini cari muridku dan ceritakan semua apa yang kau saksikan!"

Jerit Nyawa seakan mengerti. Terbangnya semakin tinggi. Tapi walaupun demikian tetap saja pukulan Maha Iblis masih sempat menyerempet tubuhnya. Wuees! "Kreek! Kaaak!"

Jerit Nyawa meraung keras. Belasan helal bulunya lepas bertanggalan. Berhamburan sedemikian rupa melayang ke bawah hingga membuat Penyihir Racun Utara cemas.

"Mahluk itu terluka di bagian dada. Gerak terbangnya oleng tak beraturan."

Tapi dia terus melayang terbang, makin lama makin menjauh dari Puncak Terang.

Mengetahui mahluk suruhan itu lolos, Maha iblis jadi gusar.

Dia memutar langkah dan menatap lurus ke arah si nenek.

Maha Iblis tercengang.

Saat menyadari lawan ternyata telah menggunakan tongkat sakti batu Kumala Merah.

Tongkat keramat yang dapat menghadirkan berbagai malapetaka di tangan si nenek berputar sebat.

Dari ujung tongkat di tangan si nenek melesat puluhan ular berbisa berwarna merah seukuran jempol kaki.

Sedangkan dari ujung tongkat yang berputar seolah menggeliat hidup bermunculan puluhan benda halus berwarna kemerahan yang ternyata merupakan puluhan benang liat panas yang bagian ujungnya dipenuhi jarum membara.

Puluhan ekor ular merah berbisa mematikan menyerang bagian tubuh mulai dari perut hingga ke kaki.

Sedangkan puluhan benang merah membara berujung jarum yang sangat panas menyerang dada, leher dan kepalanya.

Mendapat serangan sedemikian hebat Maha Iblis terkesiap dan sempat merasa ciut.

Namun dia tidak kehabisan akal.

Segera laki-laki itu melepas pakaian hitamnya yang tebal.

Sambil keluarkan suara menggerung dia memutar jubah hitam yang telah dialiri tenaga dalam.

Suara menderu disertai kilatan cahaya hitam.

Di tempatnya berdiri Penyihir Racun Utara sempat tergontai.

Tapi dengan tongkat sakti ditangan dia tidak merasa gentar.

Malah sekarang dia kerahkan tenaga saktinya hingga berkali lipat.

Si nenek merangkak maju.

Dia melihat puluhan ular yang keluar dari ujung tongkat tersapu mental.

Namun satu diantaranya berhasil lolos dari sergapan jubah hitam Maha Iblis, Ular itu langsung menggigit bagian paha laki-laki tersebut.

Marah bercampur geram sambil tetap putar jubah membentuk perisai diri.

Dengan tangan kiri sang ular direnggut lepas.

Kepala ular diremas hingga hancur mengerikan.

Ular dicampakkan namun Maha Iblis segera merasakan betapa bagian pahanya mulai terasa panas akibat racun gigitan luka.

"Manusia bangsat terkutuk. Dengan perbuatanmu ini aku akan membuat kematianmu lebih sengsara!"

Geram laki-laki itu, Si nenek tidak menanggapi.

Dia tetap terpusat pada tongkat.

Saat itu puluhan benang panas berjarum membara yang keluar dari hulu kepala tongkat telah melabrak ke arah Maha iblis.

Puluhan jarum menderu siap menghujani lawan.

Tapi Maha Iblis dengan sekuat tenaga berhasil menghalau serangan jarum-jarum itu, malah sebagian berbalik menyerang si nenek sedangkan sebagian lagi menancap pada batang dan cabang pohon di belakang Maha Iblis Dari Timur.

Pohon hangus dilalap api.

Sambil jatuhkan diri si nenek sentakkan tongkat ditangan.

Puluhan ujung benang yang menempel pada kepala tongkat lepas.

Sebagian jarum berbenang yang berbalik menyerang lolos di atas kepala si nenek.

Dengan penuh kemarahan Maha Iblis melesat ke arah lawan, Tangan kiri yang terkepal siap meninju kepala si nenek sedangkan tangan kanan dihantamkan ke bagian dada.

Gerakan kilat yang dilakukan Maha Iblis ternyata disambut Penyihir Racun Utara dengan serangan senjata rahasia berupa kupu-kupu yang terbuat dari untaian besi beracun.

Maha Iblis tercengang, namun jaraknya yang begitu dekat dengan lawan tak memungkinkannya untuk menghindar.

Tak ayal lagi dua tangan yang semula untuk menyerang kini dijadikan pelindung diri.

Wuuk! Dua tangan didorong ke depan.

Segulung angin panas menebar cahaya hijau menyilaukan menderu menghantam rontok serangan senjata rahasia yang dilontarkan si nenek.

Di luar dugaan laki-laki itu.

Satu dari senjata rahasia lolos dari tepisannya.

Senjata itu menyambar pangkal lengan dekat dengan bahu.
Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Membuat Maha Iblis yang sebelumnya telah cidera akibat gigitan ular merah terhuyung.

Menggunakan kesempatan selagi Maha Iblis tengah mengurusi bahunya yang terluka.

Si nenek melompat sambil pukulkan hulu tongkatnya ke kepala lawan.

Sekali hantam dengan tongkat saktinya itu dapat dipastikan Maha Iblis bakal menemui ajal dengan kepala remuk dan isi kepala berhamburan.

Kilatan cahaya merah menggidikkan menderu.

Hawa panas dan dingin menyembur silih berganti dari tongkat si nenek.

Walau belum kena terpukul Maha Iblis merasakan tubuh terutama di bagian kepalanya seperti dihimpit batu sebesar gunung.

Laki-laki itu mengerang.

Tangan didorongkan ke atas.

Sebelum kepala tongkat menghantam remuk kepalanya.

Dia melompat kesamping sekaligus menghantam dada si nenek dengan pukulan Iblis Murka Kegelapan Musnah.

Pukulan ini adalah salah satu ilmu pukulan sakti yang dimiliki Maha Iblis dari Timur dan sangat jarang dipergunakan.

Si nenek tercengang.

Jarak yang begitu dekat tak memberinya waktu untuk menyelamatkan diri.

Tak dapat dihindari Penyihir Racun Utara jatuh terpental.

Dari mulutnya terdengar jerit mengerikan disertai semburan darah kental.

Nenek itu tewas, tongkat di tangan terpental Jatuh ke jurang sedangkan sekujur tubuh terutama di bagian dada hangus menghitam seperti arang.

Maha Iblis mendengus garang.

Penuh dendam kesumat dia menendang tubuh si nenek hingga ikut terpental masuk ke jurang.

Laki-laki itu menyeringai.

Dia mengusap paha dan bahunya yang terluka.

Saat itu akibat serangan racun ganas sang ular dan senjata rahasia si nenek membuat tubuhnya menggigil kedinginan.

Sambil meringis dia merogoh sakunya.

Dia mengambil bungkusan kecil kemudian menelan dua butir obat pemunah racun.

Setelah menelan obat berwarna hitam kecoklatan Maha Iblis Dari Timur berucap sendiri.

"

Nenek celaka nyawanya alot juga."

"Hmm, sekarang aku akan menyingkirkan tokoh lain yang inginkan Pedang Gila. Aku juga akan meringkus murid Penyihir Racun Utara untuk kujadikan istri sesaat. Ha ha ha"

Sambil mengumbar tawa Maha Iblis Dari Timur berkelebat tinggalkan Puncak Terang.

Saat itu fajar telah menyingsing dan rembulan tak lagi terlihat di langit sebelah barat.

***** Kembali pada nenek renta tak berhidung, tak bermata bernama Momok Laknat.

Tak lama setelah menyelinap keluar dari pondok tulang bersama gadis tak berkulit berkepala botak tak berambut bernama Puteri Pemalu.

Dia dan gadis berpakaian merah itu bersembunyi di sudut sebelah kiri pondok yang gelap.

Dari tempat itu si nenek tak bermata namun mempunyai penglihatan batin yang tajam segera layangkan pandang ke arah datangnya suara bergemuruh.

Setelah menunggu sekian lama suara bergemuruh semakin mendekat, tapi aneh mata batin si nenek yang selama ini sering diandalkan mengganti fungsi dua matanya yang hilang tidak melihat apa-apa.

Kejut di hati Momok Laknat makin menjadi-jadi ketika mendengar suara gemuruh langkah kaki lewat di depannya lalu lenyap menjauhi menuju ke sebelah utara pulau Es.

"Ada suara orang berlari, tapi aku tidak melihatnya. Suara langkah kaki malah sudah lewat dan aku tetap tidak melihat ada orang berlalu. Apa telingaku salah mendengar?"

Menggumam Momok Laknat di dalam hati.

Keluhan si nenek didengar oleh gadis yang sekujur tubuhnya cuma terdiri dari rangkaian tulang terbungkus daging tanpa kulit.

Gadis yang matanya gondal-gandil seperti mau tanggal itu tertawa mengikik namun cepat dekap mulutnya yang merah dipenuhi urat-urat darah.

"Mendengar ucapanmu aku jadi malu. Nek..."

"biar telingamu sudah lumutan dimakan usia, kurasa pendengaranmu masih bagus. Suara langkah kaki yang kau dengar itu benar adanya. Benar pula di tempat ini tiga tombak dari tempat kita berdiri, belum begitu lama lewat beberapa orang aneh serta seorang wanita muda berpakaian hijau kelabu berwajah cantik berambut panjang menjela membawa tongkat hitam aneh berhulu kepala ular warnanya hitam. Mereka sepertinya tergesa-gesa nek."

Terang Puteri Pemalu sambil dekap wajah, dada dan bagian tubuh sebelah bawah. Momok Laknat tertegun. Kening berkerut namun cepat dia membuka mulut.

"Aneh. Sungguh aku tak mengerti. Aku tahu biar mataku lenyap dirampas orang, namun penglihatan batinku sangat tajam. Jangankan melihat belek di pelupuk matamu yang gondal gandil itu, melihat dedemit penghuni laut pun aku bisa. Lalu mengapa bila orang-orang yang kau sebutkan itu manusia sepertiku, mengapa aku tak melihatnya?"

Tanya si nenek ditujukan pada Puteri Pemalu. Si gadis yang berdiri di samping si nenek tersenyum malu-malu namun lekas menjawab pertanyaan Momok Laknat.

"Nek aku hadir di hadapanmu atas kehendak para dewa. Dalam hal ini menyangkut segala pertanyaan itu agaknya aku bisa memberikan penjelasan. Empat orang yang lewat tadi dapat kupastikan sedang dalam perjalanan menuju ke perbukitan karang di pantai utara..."

"Heh, tunggu!"

Momok Laknat tiba-tiba memotong ucapan Puteri Pemalu.

"Kau mengatakan mereka ada empat orang?"

Desis si nenek bengong tak percaya.

"Ya empat orang. Tiga laki-laki satu perempuan muda bertongkat. Yang laki-laki semuanya memakai cawat, wajah angker rambut awut-awutan. Yang satu penampilannya serba merah, satunya yang berlari di tengah bertubuh hijau sedangkan yang ketiga sekujur tubuhnya berwarna biru. Aku sempat mendengar perempuan itu menyebut ketiga laki-laki yang berlari di depannya dengan Tiga Anjing Penjaga. Ini berarti wanita muda itu majikannya atau bisa jadi pemimpin dari tiga laki-laki berpenampilan aneh tersebut."

"Eeh, tunggu. Kau mengatakan mendengar perempuan itu bicara pada tiga laki-laki aneh yang menjadi pembantunya. Bagaimana bisa? Aku sendiri tak mendengar ada suara perempuan bicara?"

Kata Momok Laknat heran.

"Maafkan aku nek. Walau ditakdirkan menjadi pendampinginu untuk waktu yang tak kuketahui lamanya. Tapi dewa bermurah hati padaku dengan memberiku pendengaran luar dalam."

"Luar dalam bagaimana? Aku tak mengerti maksudmu."

"Makanya dengar dulu penjelasanku jangan kesusu tak usah tergesa-gesa. Beri kesempatan padaku untuk bicara,"

Ujar Puteri Pemalu. Momok Laknat terdiam siap mendengarkan. Puteri Pemalu lanjutkan ucapannya.

"Pendengaran luar yang kumaksud adalah pendengaran alam nyata. Artinya aku bisa mendengar mahluk biasa sepertimu saat bicara. Sedangkan pendengaran dalam erat kaitannya dengan pembicaraan yang terjadi di alam gaib. Semua mahluk tak terlihat suaranya dapat kudengar bila aku menghendaki."

Momok Laknat terkesima, dia merasa kagum dengan kelebihan gadis yang sangat pemalu ini.

"Tapi empat orang yang kau sebutkan itu, tidakkah mereka manusia yang masih hidup sama seperti diriku?"

"Memang benar."

"Lalu mengapa aku tak mendengar pembicaraan mereka?"

Kata Momok Laknat tambah tak mengerti. Puteri Pemalu tersenyum malu-malu.

"Nek, satu yang mungkin tak kau ketahui.Keempat orang tadi melakukan perjalanan dengan menggunakan ilmu Selubung Tirai Gaib. Dengan ilmu itu kau tak bisa mendengar suara saat mereka saling bicara, kau bahkan tak kuasa melihat mereka meski kau menggunakan penglihatan batin. Dalam keadaan berada dalam selubung Tirai Gaib keadaan mereka tak berbeda dengan mahluk yang hidup di alam gaib. Kau manusia biasa tak akan mengetahui keberadaan mereka, kau juga tak bisa mendengar percakapan mereka."

Terang Puteri Pemalu. Membuat Momok Laknat menjadi maklum. Nenek ini berpikir sejenak, mata yang bolong menerawang dalam gelap.

"Siapa mereka itu? Melakukan perjalanan dengan cara sembunyi- sembunyi. Maksudnya bisa aku menduga agar mereka tak mengalami banyak rintangan. Berpakaian hijau kelabu mempunyai tiga begundal biasa di sebut Anjing Penjaga. Sekarang aku tahu. Yang suka membawa tongkat kemana-mana hanyalah tua bangka jahat gila bergelar Penyihir Racun Utara."

"Tapi yang ini masih muda, tidak salah lagi dia pasti murid penyihir itu. Dia bernama Kupu-Kupu Putih."

"Rupanya dia mendapat perintah gurunya untuk ikut ambil bagian dalam Pesta darah Di Pantai Utara."

"Gila betul....!"

Gumam Momok Laknat. Puteri Pemalu bergidik ngeri.

"Apa nek, Pesta Darah? Ihhh, menjijikan sekali. Kalau begitu aku tidak pergi menyertaimu!' kata Puteri Pemalu lalu dekap wajahnya. Si nenek tertawa mengekeh namun cepat melanjutkan.

"Tidak ikut. Apa kau lupa dewamu telah menakdirkan engkau untuk ikut serta denganku."

"Apa yang bakal terjadi kau harus tetap ikut."

Tegas Momok Laknat.

Puteri Pemalu tidak bisa membantah.

Dia diam sambil menganggukkan kepala.

Selanjutnya hening terasa begitu mencekam.

Kedua orang yang berdiri dibawah atap pondok tulang tenggelam dalam pikiran masing- masing.

Tapi keheningan tidak berlangsung lama.

Sekejab kemudian terlihat di antara pohon yang bertumbangan berkelebat satu sosok tubuh berpakaian serba hijau bermantel bulu dan memegang sebuah kipas ke arah mereka sambil tertawa berhaha-hihi.

Sosok yang datang ternyata seorang gadis berwajah jelita.

Di bawah atap pondok Momok Laknat dan Puteri Pemalu sama berpandangan.

Mereka menatap ke arah gadis yang baru datang.

si gadis hentikan langkah begitu melihat ada dua sosok berdiri di bawah atap.

Dengan langkah lebar gadis jelita murid tokoh misterius bernama Hyang Kelam ini datang menghampiri.

Begitu dekat dan dapat melihat jelas rupa Momok Laknat dan Tampang Puteri Pemalu si gadis yang bernama Untari ini berjingkrak kaget, melangkah mundur dua tindak mulut keluarkan seruan.

"

Aih, dua mahluk jelek. Tampang kalian sungguh mengerikan sekali. Kalian ini manusia sungguhan atau mayat-mayat yang baru bangkit dari liang lahat?"

Tanya Untari dengan tengkuk merinding.

Puteri Pemalu dekap wajahnya yang kemerahan terbalut untaian daging.
Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia melangkah maju dengan malu-malu.

Gerakan gadis itu diikuti oleh si nenek.

Sekali lagi Untari berjingrak setelah mengetahui lebih jelas betapa tampang kedua orang yang tak dikenalnya lebih mengerikan di bawah siraman cahaya rembulan.

"Hantu... kalian ternyata hantu. Kalian mahluk mengerikan yang baru bangkit dari liang kubur. Aku tak mau berurusan dengan kalian. Melihat kalian berdua saja sudah membuatku kaget."

Kata Untari. Dia melangkah mundur, lalu mundur lagi. Selanjutnya dengan tidak terduga Untari balikkan badan menghambur pergi. Cepat sekali Untari berlari. Sekejaban saja dia sudah sangat jauh. Melihat ini Puteri Pemalu berteriak.

"Hei tunggu. Aku manusia sepertimu. Kami ingin bicara denganmu."

Teriakan Puteri Pemalu tidak digubris. Orang yang dipanggil terus menjauh membuat Momok Laknat murka lalu hantamkan pukulan jarak jauh ke punggung Untari. Pukulan itu tak mengenai sasaran. Untari lenyap seperti ditelan bumi. Si nenek memaki.

"Keparat pengecut. Orang hendak bertanya dia malah minggat."

"Sudahlah nek. Mengapa marah-marah. Dia cantik kita jelek, mana mau dia bicara dengan kita."

"Malam-malam begitu tampang kita mirip hantu."

"Padahal bila siang hari...!"

Puteri Pemalu tidak selesaikan ucapannya. Sebaliknya malah tertawa Si nenek yang kesal jadi penasaran.

"Memang bila siang hari tampang kita seperti apa?"

"Bila siang tanmpang kita seperti setan nek.Hik Hik"

"Mahluk tidak berkulit sialan. Orang bersungguh-sungguh kau malah bercanda."

Rutuk Momok Laknat tambah jengkel.

"Jangan membuatku marah. Sekarang lebih baik kita susul orang-orang yang melewati kita tadi."

"Aku setuju. Karena aku pendamping aku mengikut saja apa maumu!"

Sahut Puteri Pemalu. Belum lagi Momok Laknat dan Puteri Pemalu sempat beranjak dari tempatnya berdiri. Tiba-tiba muncul angin berkesiuran melanda tempat itu. Munculnya angin aneh disertai dengan suara bentakan menggelegar.

"Siapa yang telah membokong muridku Untari? Apakah kalian berdua?"

Tanya suara yang berasal dari balik deru angin.

Puteri Pemalu dan Momok Laknat terkesiap.

Momok Laknat menatap ke depan.

Mata batinnya tak melihat apa-apa terkecuali suara menderu dan pasir beterbangan meliuk-liuk membubung tinggi lalu bertabur berserakan kesegala penjuru.

Berbeda dengan Puteri Pemalu yang dua matanya gondal gandil seperti hendak jatuh itu.

Dengan jelas dia melihat betapa dibalik deru angin dan pasir berterbangan ada sosok besar tinggi bertubuh seperti tanah bertangan menjuntai dan berkaki aneh mirip akar-akaran yang biasa menyembul dipermukaan tanah.

Sosok itu hanya berupa bayang-hayang yang dilindungi tebaran pasir.

Ketika Puteri Pemalu memberitahukan tentang apa yang dilihatnya ini pada Momok Laknat.

Kejut di hati si nenek bukan olah-olah.

Dari ciri-ciri yang disebutkan oleh Puteri Pemalu, Momok Laknat mengenali dengan pasti bayang-bayang yang dilihat pendampingnya itu bukan lain adalah ujud semu tokoh keji yang menetap dalam dua pasir terpendam di tepi Jurang Putus Nyawa.

Dan tokoh satu ini tak lain adalah Hyang Kelam.

Manusia yang selalu menampakkan ujud aslinya dengan menggunakan perantaraan pasir.

"Celaka. Malam ini kita betul-betul apes. Tak kusangka yang kita hantam dengan pukulan sakti tadi ternyata adalah murid.Hyang Kelam."

Desis Momok Laknat kecut.

"Apa? Jadi mahluk yang kulihat itu bernama Hyang Kelam?"

Tanya Puteri Pemalu dengan berbisik.

"Benar. Dia mahluk paling sakti yang pernah kujumpai. Dia tak pernah mati wal?u berkali-kali dikabarkan menemui ajal."

Jelas Momok Laknat yang tahu banyak tentang Hyang Kelam. Sementara itu deru angin dari pusaran pasir berputar telah berada dekat dengan mereka. Dari balik suara deru lagi-lagi terdengar bentakan.

"Bangsat kurang ajar. Aku bertanya siapa diantara dua mahluk buruk yang telah menghantam muridku?"

Tanya Hyang Kelam yang hanya terdengar suaranya Raja.

"Aku Momok Laknat yang melakukannya. Kau mau apa Kelam? Kau sengaja mengawal muridmu kemanapun dia pergi,"

Tanya Momok Laknat dengan seringai mengejek. Walau terkejut, orang mengenali kehadirannya. Namun Hyang Kelam tetap mendamprat.

"Hmm. Momok Laknat. Kau tahu kehadiranku."

"Tapi aku tak perlu merasa heran. Terus terang aku memang sedang mengawal muridku Untari dalam perjalanan menuju ke Utara. Apa kabarmu? Masih juga kau hidup dalam dendam penyesalan Panjang,"

Kata suara di balik deru angin dan pasir itu.

"Soal urusan pribadiku perlu apa kau tahu.Jauh-jauh kau meninggalkan gua pasir terkutuk di Tepi Jurang Putus Nyawa apakah masih berkaitan dengan senjata pusaka yang menjadi incaran banyak orang itu!"

Tanya Momok Laknat sambil meludah.

"Aku tak layak menjawab pertanyaanmu. Kau telah mengganggu muridku. Karena itu kau dan temanmu layak mampus sekarang juga!"

Teriak Eyang Kelam marah. Kemudian dengan tidak diduga-duga sekonyong-konyong deru angin bercampur pasir melabrak ke arah Puteri Pemalu dan Momok Laknat dengan kekuatan dahsyat. Melihat ini Puteri Pemalu berseru ditujukan pada Momok Laknat.

"Awas! Dia menyerang kita dengan pukulan ganas!"

Hyang Kelam kaget tak menduga gadis berpakaian merah yang matanya gondal gandil seperti mau tanggal itu dapat melihat dirinya dengan jelas. Padahal dia tidak muncul dalam ujud seutuhnya.

"Dia yang harus kuhabisi lebih dulu."

Batin Hyang Kelam.

Deru Angin pasir membelah terbagi dua.

Satu melabrak Momok Laknat sebagian lagi menghantam Puteri Pemalu.

Melihat serangan ganas menyerang dirinya, Momok Laknat segera menyambut dengan pukulan Menggali Kubur Sukma Merintih Dalam Tangis.

Dua tangan dihantamkan ke depan menyongsong serbuan angin pasir yang begitu cepat.

Sambil melepaskan pukulan si nenek jatuhkan diri berguling menjauh.

Tapi walau telah menyingkir sambil lepaskan pukulan sakti.

Tak urung nenek ini menjerit.

Pukulan yang dilepaskannya tersedot amblas tergilas deru angin dahsyat.

Momok Laknat lepaskan pukulan susulan lagi, tapi seperti yang pertama pukulan itu juga ikut amblas pula.

Lebih celaka deru angin pasir terus melabrak Momok Laknat.

Bres! Disapu angin dahsyat dengan posisi tubuh terjongkok membuat Momok Laknat jatuh terjengkang.

Sekujur tubuhnya terasa sakit, kulit perih luar biasa dihantam ribuan pasir.

Si nenek berdiri dengan kalang kabut.

Angin yang melabraknya berputar menjauh membuat ancang-ancang penyerangan kedua.

Mata batin Momok Laknat yang melihat gelagat itu segera mendorongnya mengambil tindakan.

Dia kerahkan tenaga sakti ke tangan dan kaki.

Tak lama kemudian baik kaki maupun tangan Momok Laknat berubah biru terang.

Hyang Kelam yang membagi serangan pada dua lawan sekaligus rupanya sadar Momok Laknat siap menghajarnya dengan pukulan maut.

Hyang Kelam tertawa bergelak.

"Selama kau belum mengetahui titik kelemahanku, seribu manusia berkepandaian sepertimu ditambah sepuluh orang berkepandaian seperti temanmu itu.Kau tak bisa berbuat apa-apa terhadap diriku!"

Teriak Hyang Kelam dengan suara menggelegar namun tetap tak menampakkan ujud.

Dia kembali melabrak si nenek.

Kekuatan yang dia kerahkan berlipat ganda.

Ketika sadar angin pasir menyerbu ke arahnya dengan kekuatan dua kali lipat dari sebelumnya.

Momok Laknat lambungkan tubuh ke udara lalu melesat sambil hantamkan dua tangan ke arah angin pasir yang mendera.

Wuus ! Wuus! Blar! Cahaya biru berkiblat, mencuat di udara disertai pancaran cahaya terang benderang.

Dari arah yang berlawanan deru angin bercampur pasir tidak terus melabrak.

Benturan yang terjadi menimbulkan suara ledakan berdentum.

Pusaran angin buyar, pasir menghambur bermentalan.

Si nenek terkapar dengan mulut semburkan darah.

Pusaran angin yang buyar bertaut kembali.

Membentuk gulungan besar dan melindas Momok Laknat yang tidak berdaya.

Orang tua itu menjerit setinggi langit.

Lalu diam tak berkutik.

Hyang Kelam tertawa tergelak-gelak.

Kini perhatian mahluk dari alam gaib itu tertuju sepenuhnya pada Puteri Pemalu.

"Kali ini kau tak bakal lolos dari kematianmu!"teriak Hyang Kelam. Dia yang tadi membagi serangan dan membagi diri saling mendekat. Dua pusaran angin bertaut. Puteri Pemalu yang tadi sempat merasakan ganasnya serangan Hyang Kelam. Kini terbeliak begitu mengetahui setelah dua pusaran angin pasir bersatu ternyata menjadikan tubuh Hyang Kelam yang hanya berupa bayang- bayang tak terlihat mata biasa tambah membesar dua kali lipat. Walau sempat ciut melihat penampilan Hyang Kelam yang menakutkan namun Puteri Pemalu yang tak tahu nenek yang dia dampingi mati atau sekarat segera berkata.

"
Raja Gendeng 2 Maha Iblis Dari Timur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mahluk busuk pengecut. Aku tidak takut padamu. Sekarang kau terimalah manisan api dariku!"

Berkata begitu Puteri Pemalu membuka mulut lebar-lebar.

Setelah itu dia meniup sekaligus hentakkan kedua tangan ke depan.

Dari mulut menderu api yang panas luar biasa.

Lidah api membesar sepuluh kali lipat dan segera mengurung pusaran angin pasir tempat di mana Hyang Kelam berada.

Sementara itu dari kedua tangan Puteri Pemalu melesat cahaya merah seperti darah yang menyembur dari sebuah luka.

"Gadis aneh celaka! Ilmu kesaktiannya ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata!"

Rutuk Hyang Kelam.

Namun dia tidak perduli.

Mahluk yang selalu berlindung di balik pusaran angin bercampur pasir itu lipat gandakan kekuatannya.

Tangan dan kaki yang menjuntai disapukan kesegenap penjuru.

Akibatnya sungguh luar biasa.

Deru angin dan pasir yang berterbangan makin berlipat ganda membentuk sebuah gugus aneh mirip awan putih dilangit.

Kobaran api yang menyerang di sekeliling Hyang Kelam buka? saja dengan mudah dibuat padam, tapi juga pukulan yang dilancarkan Puteri Pemalu tersapu amblas bertebaran diudara dalam bentuk serpihan udara.

Melihat serangannya dapat dimusnahkan lawannya.

Puteri Pemalu kembali menghantam dengan pukulan Belulang Berserakan Jiwa Merana Dalam Penantian.

Ketika tangan dikibaskan ke depan.

Dari telapak tangan sang puteri yang tak terbalut kulit membersit cahaya warna warni seperti kunang- kunang.

Cahaya itu melesat bertebaran kesegala penjuru menghantam ke arah pusaran angin raksasa hingga membuat laju gerakan angin pasir tersendat-sendat.

"Keparat kurang ajar!"

Maki sang kelam dengan suara tertahan.

Tapi tidak disangka-sangka pusaran angin melambung ke atas lalu menukik ke bawah menyergap Puteri Pemalu.

Tak ada kesempatan bagi gadis ini selamatkan diri.

Pukulan yang dilancarkannya musnah hancur berkeping-keping.

Sementara dia sendiri kini menjadi sasaran yang empuk.

Bress! Braak! Angin dan pasir melabrak tubuh si gadis membuatnya amblas ke dalam tanah.

Setelah itu timbunan pasir dingin menguruk tubuhnya.

Puteri Pemalu hilang lenyap tanpa suara.

Melihat lawan dapat ditahlukkan Eyang Kelam tertawa tergelak- gelak.

"Kalian berdua memang patut mampus!"

Teriak Hyang Kelam dengan suara menggelegar.

Mahluk alam gaib itu tak menunggu lama.

Setelah merasa dapat menghabisi lawan-lawannya dia lanjutkan perjalanan kembali.

Angin dan pasir kembali berputar, menderu dengan suara lembut seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Tamat Kita jumpa lagi dalam Serial Raja Gendeng Episode berikutnya.

Pesta Darah Di Pantai Utara (Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..

mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.

Terima kasih) Situbondo,8 Agustus 2019






Pendekar Naga Putih 88 Bayang Bayang Goosebumps Mesin Tik Hantu Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya

Cari Blog Ini