Ceritasilat Novel Online

Pesta Darah Di Pantai Utara 1

Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara Bagian 1

Raja Gendeng Pesta Darah Di Pantai Utara **** Karya Rahmat Affandi Sang Maha Sakti Raja Gendeng dalam episode 3 Pesta Darah Di Pantai Utara ***** TIM

Kolektor E-Book

Buku Koleksi . Denny Fauzi Maulana (

https.//free.facebook.com/denny.f.maulana) Scan,Edit Teks dan Pdf . Saiful Bahri Situbondo (

http.//ceritasilat-novel.blogspot.com) Dipersembahkan Team

Kolektor E-Book

(

https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook) *******

Sehari setelah badai topan raksasa yang melanda kawasan Pulau Es mereda.

Di sebuah daerah perbukitan yang bentuknya aneh melingkar seperti cincin dan dikenal dengan nama bukit Cincin Setan atau Bukit Cincin Batu Kutuk muncul seorang gadis jelita berpakaian serba ungu.

Gadis itu membekal sebuah pedang berwarna kecoklatan terbuat dari kayu Harum.

Selain senjata yang menebarkan bau harum semerbak tubuh sang darah cantik ini juga menebarkan aroma harum sepanjang waktu.

Sesaat setelah jejakkan kaki di sisi luar lingkaran bukit yang porak poranda.

Si gadis jelita segera melangkah lebar menuju ke pintu gerbang utama.

Itu satu-satunya jalan keluar masuk bagi setiap orang yang berada dan menetap di bagian dalam bukit.

Si gadis makin mempercepat langkahnya begitu sadar pintu gerbang utama terbuat dari lempengan baja yang selalu dikobari api sepanjang waktu itu telah mengalami kerusakan.

Lempengan baja setinggi lima tombak berlubang besar meninggalkan sisa lelehan beku.

Sementara kobaran api abadi yang biasanya menyelimuti seluruh bagian gerbang itu padam meninggalkan sisa jelaga dan warna hitam pada setiap sudutnya.

"Celaka! Ternyata telah terjadi kekacauan besar di tempat ini. Siapa orangnya yang sanggup menjebol membuat leleh lempengan baja gerbang dan memadamkan api abadi perlindungannya?"

Desis sang dara tercengang, mulut ternganga namun otak cepat berpikir membaca setiap kemungkinan.

"Aku datang terlambat. Angin topan celaka yang mengamuk beberapa hari membuat perjalananku ke sini terpaksa harus ditunda."

Sang dara pentang telinga mencoba mendengarkan setiap suara sekecil apapun dari balik benteng pintu utama yang bolong besar.

Tidak ada suara, tidak ada orang menyanyi atau suara orang-orang berteriak melontarkan sumpah serapah.

Dara ini tambah penasaran.

Dia kemudian mendekati lubang besar selebar dua kali ukuran tubuhnya.

Dari lubang besar dia menatap ke bagian dalam lingkaran bukit.

Untuk kedua kalinya dara cantik berpakaian ungu berambut panjang digelung ini belalakkan mata.

Di bagian dalam lingkaran bukit yang biasa dipergunakan untuk mengurung sekaligus menawan orang-orang yang sering disebutnya dengan julukan "Kejahatan Dunia Persilatan"

Sunyi lengang ditinggalkan penghuninya.

Puluhan tonggak besi berikut rantai-rantai belenggu yang dipergunakan untuk membelenggu para tawanan dalam keadaan kosong.

Gadis itu menjadi cemas.

Dia berdiri tegak, nafasnya berdengus, dada yang membusung kencang terbalut pakaian ungu tipis bergerak turun naik tak teratur.

Setelah menatap sekilas pada gembok besar yang membelintang di depan pintu gerbang.

Tanpa menunggu si gadis segera acungkan telunjuk tangan kanannya ke gembok di depannya.

Cess!! Gembok besar yang tak mudah leleh walau terbakar terus menerus selama bertahun-tahun Itu kini mencair seperti gumpalan es terkena panas ketiika tersengat cahaya putih berkilau yang membersit dari ujung jari sang dara.

Sesaat setelah lelehan gembok luruh ditanah batu.

Dengan menggunakan kaki kiri pintu gerbang ditendangnya hingga terkuak lebar.

Sang dara menyerbu masuk.

Dua tangan diam-diam dialiri tenaga dalam siap menghadapi setiap kemungkinan yang tidak diinginkan.

Sesampai di dalam, seperti yang dilihatnya melalui lubang menganga di pintu gerbang.

Ruangan dalam lingkaran bukit ternyata memang kosong.

Sementara di setiap sudut dia melihat belasan tubuh dan orang-orang kepercayaannya terbujur kaku dengan tubuh menghitam gosong "Siapa orangnya yang telah menolong dan membebaskan para tawanan itu? Jika bukan dilakukan oleh manusia yang memiliki kepandaian luar biasa tinggi dan mengetahui rahasia ilmu tangkalan yang kuterapkan di sekeliling Bukit Cincin Batu Kutuk.

Mustahil ada orang sanggup menembus masuk ke bagian dalam bukit sekaligus membebaskan para orang jahat keji yang berada dalam penahananku!"

Pikir sang dara sambil kepalkan tangannya.

Rasa penasaran, kegeraman bercampur aduk menjadi satu.

Dia hampiri salah satu mayat penjaga yang berada di depannya.

Dengan tubuh membungkuk mayat laki-laki itu dibalikkan.

Setelah mayat terlentang si gadis memperhatikan keadaan mayat.

Mula-mula bagian wajah yang menjadi perhatiannya.

Setelah itu beralih ke bagian dada, tangan juga kaki mayat penjaga.

Kening dara cantik ini berkerut.

Diam-diam dia merasa kaget saat sadar penjaga itu tewas akibat serangan racun sangat kuat yang ditebarkan lewat udara.

"Kurasa ini adalah perbuatan paling keji yang pernah kusaksikan sepanjang hidup. Rasanya aku belum pernah melihat jenis racun sehebat ini. Kurang ajar! Siapapun pelaku yang telah membunuh penjaga dan membebaskan manusia-manusia liar tawananku. Orang itu pasti punya maksud tertentu dan niat busuk ingin menggunakan para tawananku untuk melakukan sebuah kejahatan besar yang mengerikan. Semua ini tak boleh terjadi. Aku harus mencegahnya."

Tegas sang dara.

Dengan hati galau pikiran kacau tak menentu si gadis memeriksa semua pengikut setia yang berkaparan dimana-mana.

Ternyata para penjaga yang jumlahnya tak kurang dari dua puluh orang semuanya menemui ajal.

Malah beberapa diantaranya dalam keadaan sangat mengenaskan tewas hangus dengan tubuh meleleh.

Ada pula yang isi perutnya membusai keluar.

Malah dua diantara mereka bagian tubuh di sebelah dada terbelah.

Isi dada berupa paru-paru remuk menghitam dan jantung hilang raib entah kemana.

Menyaksikan semua kekejian itu sekujur tubuh sang dara menggigil bergetar.

Kemarahan membakar hati memuncak hingga ke ubun-ubun.

Dalam kegeraman yang tak terlukiskan dengan kata-kata, sang dara menggerung .

"Mahluk jahanam mana yang sangat tega menghabisi para penjaga dengan cara sekeji ini? Apa mungkin para terhukum "Kejahatan Dunia Persilatan"

Yang melakukan nya?"

Mengingat para tawanan yang dia jebloskan dalam kerangkeng Bukit Cincin Batu Kutuk memang terdiri dari para penjahat rimba persilatan yang tidak lagi memiliki hati nurani, tak punya sisi kebaikan dan dapat dikatakan sebagal mahluk buas berujud manusia.

Tapi para penjahat rimba persilatan tak mungkin bisa lolos dari Gelang Rantai Bumi yang membelenggu dua tangan dan dua kaki mereka tanpa adanya pertolongan yang datang dari pihak luar.

Lagi pula setiap tiang pancang serta belenggu Rantai Bumi semuanya telah dialiri mantra ajian Jerat Jiwa.

Seseorang yang kaki tangannya telah dibelenggu dengan Rantai Bumi.

Walau memiliki ilmu kesaktian setinggi apapun tak mungkin sanggup menghancurkan rantai yang mencencang anggota tubuh mereka.

Penasaran gadis ini angkat tangannya ke atas.

Mulut berkemak-kemik, telapak tangan yang terkembang digerakkan dari kiri ke kanan dengan gerakan seperti mengusap permukaan kaca raksasa.

Kosong! Tidak ada benturan atau kilatan cahaya yang menyambar dari lingkaran atas di sekeliling bukit.

Berarti perisai gaib yang dibuatnya telah dihancurkan orang.

Dia yakin hanya manusia atau mahluk berkepandaian tinggi luar biasa yang mampu melakukannya.

Sang dara berpikir keras memutar otak.

Tiba-tiba dia ingat dengan seseorang yang paling bertanggung jawab dan diserahi tugas untuk mengawasi tempat itu.

Si gadis memutar tubuh, lalu bergegas menuju ke sebelah selatan lingkaran bukit.

Sambil melangkah dia berseru.

"Angin Pesut dimana gerangan dirimu berada? Kau harus bertanggung jawab atas semua prahara yang telah terjadi di tempat ini!"

Si gadis menunggu.

Sunyi! Tak terdengar jawaban.

Penasaran sang dara segera memasuki legukan tebing bukit yang menjorok ke dalam membentuk liang bundar menjorok dalam mirip sebuah gua.

Dalam ruangan yang gelap dara cantik ini tak menjumpai orang yang dia cari kecuali hanya sebuah tempat ketiduran luas dengan ukuran panjang luar biasa terbuat dari jerami dilapisi kulit.

"Kemana dia pergi! Tak mungkin dia berani meninggalkan tugas tanpa seizinku. Apa yang telah terjadi dengan Angin Pesut?!"

Membatin sang dara di dalam hati. Dia terus mencari, matanya yang bening bundar memikat dan indah itu berputar menatap setiap bagian ruangan dengan teliti. Si gadis tiba tiba menggerutu sambil tepuk keningnya tiga kali.

"Bodohnya aku. Angin Pesut bukan sejenis kutu busuk, kutu keledai atau sebangsa kecoak kecil yang bisa menyembunyikan diri di setiap celah. Dia manusia yang memiliki tubuh luar biasa besar. Bobotnya saja delapan ratus kati. Mustahil dia bisa menyembunyikan tubuh sebesar itu dengan menyelinap di setiap celah. Kuakui dia mempunyai ilmu aneh yang bisa menjadikan tubuhnya membesar dan mengecil. Namun merubah diri hingga menjadi sebesar kutu tak bakal dia bisa lakukan! Apa yang telah terjadi dengannya?"

Sang dara terdiam, kembali berpikir namun justru menimbulkan kebimbangan di lubuk hatinya.

Selagi dilanda keraguan.

Tiba-tiba saja diluar cekungan tebing Bukit Batu Kutuk terdengar suara menderu keras luar biasa tak ubahnya seperti luapan air bah yang menerjang jebol sebuah bendungan raksasa.

Sang dara terkesiap kaget, namun segera berkelebat keluar meninggalkan gua besar itu.

Begitu jejakkan kaki di lingkaran bukit yang luas, segulung angin luar biasa dahsyat yang datang dari atas menyambar tubuhnya.

Si gadis memekik kaget.

Dia jatuh terkapar dengan pinggul terlebih dulu terhempas ke tanah.

Dalam kagetnya karena tak mengetahui apa yang terjadi dan juga gerangan apa yang datang.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dara ini menatap ke langit sambil lindungi matanya dari debu, pasir dan bebatuan yang berpentalan ke segala penjuru.

Gadis ini terkesima, mata yang terlindung jemari tangan mendelik begitu melihat di- ketinggian sana ada sosok mahluk besar luar biasa berbulu putih terbang melintas di atas Bukit Batu Kutuk.

Walau pandangan mata sang dara agak terhalang oleh kepulan debu bercampur taburan pasir pekat.

Namun dari gerak sosok raksasa diatas sana dia mengetahui bahwa mahluk yang merentang sayap tak lain adalah seekor burung besar jenis rajawali raksasa.

Wuus! "Keaaak!"

Rajawali besar berbulu putih kibaskan sayapnya tiga kali berturut-turut.

Batu-batu bercampur gumpalan pasir menghambur bercampur gumpalan debu.

Pandangan mata sang dara menjadi gelap terhalang gumpalan.

Selagi sang dara berusaha keras lindungi diri juga matanya dari segala kemungkinan buruk yang tidak diinginkan.

Dari atas ketinggian terdengar suara menderu seperti benda berat jatuh dari langit mendekat ke tanah.

Dikejauhan terdengar suara pekik sang burung raksasa.

Kreaak! Suara pekikan lenyap.

Suara deru angin mengerikan yang ditimbulkan oleh kepakan sayap perlahan berangsur mereda.

Si gadis berusaha bangkit.

Namun belum sempat dara ini berdiri tegak.

Tiba-tiba saja....

Bruuk! Satu sosok tubuh jatuh terbanting tak jauh disamping sebelah kanannya.

Sang dara cantik tercengang kaget namun cepat balikkan tubuh dan menatap ke depan.

Saat dia mengetahui sosok yang baru jatuh di depannya adalah sosok tinggi besar, berwajah polos licin tanpa kumis dan bertelanjang dada dan bercelana hitam sebatas lutut sang dara memekik histeris menyebut nama laki-laki tinggi besar luar biasa yang terkapar tak bergerak sekitar satu tombak di depannya.

"Angin Pesut.?1"

Teriak sang dara sambil bergegas datang menghampiri.

**** Gadis cantik jelita berpakaian ungu ketat duduk bersimpuh di samping sosok tinggi gemuk besar luar biasa.

Mula-mula dia perhatikan keadaan sosok dengan bobot tak kurang dari delapan ratus kati itu.

Sepasang alisnya terangkat begitu mengetahui sosok tinggi.

Kulit tubuhnya mulai dari wajah, dada dan kaki tampak lebih hitam, lebih pucat.

Pertanda laki-laki berusia delapan puluh tahun yang memang memiliki warna kulit dua rupa yaitu hitam gelap separoh tubuh sebelah kanan dan putih separoh tubuh sebelah kiri tengah menderita keracunan.

Tidak menunggu lebih lama gadis ini dekatkan jari- jarinya di depan dua lubang hidung.

Ada hembusan udara hangat keluar menerpa jemarinya yang mungil lentik.

Ini merupakan pertanda si gemuk besar luar biasa masih hidup, masih bernafas walau tarikan nafasnya lemah dan jantung berdetak melambat "Aku harus menolongnya! Dia menderita keracunan.Terlambat sedikit nyawa si gendut bisa amblas terbang minggat ke alam baka."

Batin sang dara.

Cepat sekali jemari tangannya bergerak.

Dia melakukan dua totokan di dada kiri dan dada kanan.

Setelah itu totokan juga dilakukan dibagian tengah dada diantara paru-paru, jantung dan lambung.

Tindakan penyelamatan yang dilakukan sang dara ternyata masih belum cukup.

Dia pun lalu memiringkan tubuh laki-laki raksasa yang biasa dipanggilnya Angin Pesut namun lebih dikenal dengan sebutan Dewa Saru Saru.

Setelah tubuh Angin Pesut rebah dalam posisi miring.

Diam-diam sang dara kerahkan tenaga sakti dan hawa murni pada tangan kanannya.

Jemari tangan hingga ke pergelangan tampak memancarkan cahaya putih menyilaukan namun sejuk.

Telapak tangan kemudian diusapkan kebagian pangkal leher, punggung dan berhenti di bagian pinggul.

Selesai mengusap bagian belakang tubuh.

Angin Pesut yang rebah miring kembali ditelentangkan.

Dua totokan kembali dilakukan sang dara.

Satu di pangkal leher samping sebelah kiri dan satunya lagi di pangkal leher sebelah kanan.

Totokan yang menghubungkan antara bagian otak dan jantung ternyata mempercepat kesadaran Angin Pesut.

Mula-mula terdengar suara mengorok panjang seperti suara kerbau tidur mendengkur.

Setelah itu mata berkedap-kedip, kaki dan tangan berkelejat-kelejat.Angin Pesut mengerang.

"Waduuh, mulas perutku"

Teriaknya sambil tekab perutnya yang besar bundar.

Rasa mulas diikuti dengan rasa sakit.

Tak terduga sama sekali.

Bes! Buut! Buut! Angin Pesut keluarkan suara kentut bertalu-talu.

Dara cantik ini memaki panjang pendek dan buru-buru melompat ke belakang menghindari bau busuk menyengat.

Ketika sang dara pandangi tubuh sebelah bawah yang hanya terbungkus celana hitam besar selutut itu.

Dia tercengang.

Tubuh di bagian bawah Angin Pesut diselubungi kepulan asap kuning pekat menebar bau busuk luar biasa menyengat melebihi bau busuk bangkai manusia.

Kepulan asap membubung bergulung-gulung membentuk ulir aneh dan segera meletup setelah berada di atas ketinggian.

"Asap racun aneh. Aku belum pernah melihat ada racun sehebat itu. Tapi dia beruntung dan aku tak terlambat menolong."

Membatin sang dara lega walau di lubuk hati memendam kekesalan.

Masih berdiri ditempatnya sang dara mendengar Angin Pesut mengerang.

Tubuh bergetar keras sedangkan setiap pori-pori mengeluarkan keringat sebesar kutu babi kekenyangan.

Angin Pesut bangkit, mata setengah terpejam.

Sebelum laki-laki ini dapat duduk kepalanya terasa seperti dipalu.

Pada saat itu pula perutnya bergolak hebat.

"Hueek..hueek!"

Dari mulut laki-laki raksasa ini menghambur cairan berwarna kuning kehijauan.

"Keluarkan semua isi perutmu, kakak"

Kata sang dara yang biasa memanggil kakek delapan puluh tahun itu dengan sebutan 'kakak' sementara dia sendiri telah bersimpuh di samping Angin Pesut.

Sambil memijiti tengkuk si kakek yang besar tebal berpunuk.

Sang dara cantik salurkan tenaga dalam dan hawa sakti ke leher Angin Pesut.

Tak lama kemudian si kakek gemuk besar merasakan kepalanya menjadi enteng.

Perut yang mual menjadi sejuk dan dadanya yang terasa sesak lebih nyaman dan longgar.

Angin Pesut cepat duduk bersila.

Dua tangan ditopangkan di atas lutut.

Perlahan dia menyalurkan tenaga dalam kesekujur tubuhnya.

Hanya dengan beberapa kali tarikan nafas.

Aliran darah menjadi lancar.

Angin Pesut berseru gembira.

"Sudah bisa lagi. Ha ha ha. Semua perabotan di tubuhku kembali berfungsi normal. Walah, jagad dewa bathara! Terima kasih kupanjatkan padamu. Aku bisa selamat dan engkau beri aku umur yang panjang."

Kata kakek berambut putih gimbal ini sambil tertawa senang.

"Angin Pesut, kakak angkatku. Dewa memang memberi umur panjang padamu, tapi aku yang telah nenolong menyembuhkan dirimu dari keracunan. Lihatlah! Tubuh sebelah kananmu yang hitam kini telah kembali ke bentuk semula. Demikian juga dengan separoh tubuhmu yang putih kini nampak lebih putih."

Ujar sang dara cantik lalu buru- buru jauhkan tangannya dari tengkuk berpunuk Angin Pesut.

Seolah baru menyadari dirinya tidak sendirian.

Angin Pesut hentikan tawa dan membuka matanya.

Dia melengak kaget sekaligus terkejut begitu melihat di depannya berdiri tegak gadis cantik berkulit putih yang sangat dia kenal.

Melihat sang dara menatapnya dengan mendelik sambil berkacak pinggang.

Tak disangka-sangka kakek yang dikenal mempunyai segudang ilmu sakti dan dapat merubah diri menjadi bayang-bayang atau mahluk apa saja yang membuatnya dijuluki Dewa Saru Saru karena kepandaiannya dalam menyaru atau bersalin rupa ini jatuhkan diri berlutut sambil umbar tangis menggerung.

"Dewi Harum adik angkatku, maafkan diriku karena telah bertindak lalai dalam menjalankan tugas yang diberikan pada diri tua bangka ini. Maafkan pula karena tawanan terlepas."

Jelas Angin Pesut sambil memukul- mukul kepalanya sendiri. Walau kemarahan di hati dara jelita bernama Dewi Harum itu menggelegak menyekat rongga dadanya. Tapi melihat si kakek menangis dan unjukkan sikap penyesalan. Dewi Harum cepat-cepat berucap.

"Kakak Angin Pesut saudara angkatku.Tak perlu bersikap berlebihan, kakak tak perlu menyembah karena hanya pencipta langit bumi ini saja yang patut disembah.Tapi kau harus menjelaskan padaku gerangan apa yang telah terjadi pada puluhan tawanan kita? Aku melihat gerbang yang bolong meleleh."

"Para tawanan Kejahatan Dunia Persilatan' hilang raib tak diketahui rimbanya.Dan yang lebih menyedihkan lagi kudapati para penjaga yang berada di bawah perintahmu tewas mengenaskan.Semua ini membuatku merasa heran.Apalagi saat melihatmu jatuh dari ketinggian terjun bebas dari langit."
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebenarnya kakak baru datang dari mana saja?"

Tanya Dewi Harum sambil menatap kakek di depannya lekat-lekat. Angin Pesut berulangkali gelengkan kepala. Kemudian tanpa membuang waktu kakek ini membantah.

"Tidak! Aku tidak gentayangan kemana-mana. Ketika seseorang menyerbu tempat ini, menghancurkan perisai tabir gaib di atas bukit lalu menghancurkan gerbang baja di depan sana. Aku... aku...! "

Angin Pesut jadi gugup.

Dia tidak punya keberanian melanjutkan ucapannya.

Rupanya walau kakek bertubuh luar biasa besar dan memiliki kesaktian tinggi ini sungkan sekaligus segan pada Dewi Harum.

Sang Dewi yang sudah tahu kebiasaan buruk saudara angkatnya segera menyela ucapan si kakek.

"Tak perlu malu-malu untuk mengakui. Kau pasti hendak mengatakan ketika serbuan datang kau sedang enak-enakan tidur mendengkur dalam gua di atas kasur Jerami butut itu. Begitukah?"

Angin Pesut tundukkan kepala tak berani menatap gadis cantik di depannya. Kemudian dengan perlahan dia anggukkan kepala membenarkan. .

"Maafkan aku adikku!"

Kata Angin Pesut dengan suara mengengah.

"Jangan lagi kau panggil adik. Aku bukan adikmu!"

Pekik Dewi Harum jengkel. Mendengar ucapan gadis itu, Angin Pesut tersentak. Mata terbelalak menatap tak percaya sedangkan mulutnya ternganga.

"Celaka jagad! Kiamat dunia. Astaga. Apa yang baru saja adik katakan? Kau hendak memutuskan hubungan persaudaraan diantara kita? Tidak! Tidak! Demi bumi busuk yang sanggup kubuat porak poranda. Aku tidak punya siapa-siapa lagi terkecuali dirimu adik. Aku rela menukar jiwa ragaku dengan kematian asalkan jangan kau putus persaudaraan kita. Kesendirian membuatku menangis sepanjang masa hidupku. Aku bersalah.... aku bersalah.... Maka hukumlah aku dengan pedang ampuhmu. Tapi jangan kau hukum aku dengan kemarahan dan kau jauhi aku dengan kebencianmu!"

Angin Pesut tiba-tiba menangis menyesali diri tak berkeputusan. Melihat semua ini hati Dewi Harum terenyuh, kemarahannya luruh. Dewi Harum segera menghampiri.

"Maafkan saya saudaraku. Terkadang aku tak kuasa menahan amarah menghadapi sebuah kenyataan. Tapi jauh di hatiku tiada maksud sedikit pun untuk meninggalkanmu. Kita tetap bersaudara. Sebagai kakak dan adik. Dari sekarang hingga nanti dari hidup hingga mati. Lupakan kesalah pahaman yang terjadi diantara kita". ucap Dewi Harum dengan perasaan masgul namun lebih tegar dan lebih tabah dari saudara angkatnya. Angin Pesut kedap kedipkan matanya. Kesedihan yang membayangi wajahnya lenyap, mata berbinar, mulut mengurai senyum. Dia merasa lega sekaligus bahagia. Buru-buru dia rangkapkan dua tangan bungkukkan badan membuka mulut keluarkan ucapan.

"Para dewa terima kasih aku masih punya saudara. Terima kasih saudara angkatku tak memutuskan tali kekeluargaan."

Angin Pesut menutup ucapan dengan tawa tergelak-gelak. Walau tawa si kakek hanya asal-asalan aja, namun tawa itu membuat dinding bukit batu Cincin Setan yang berwarna hitam mengalami longsor bergugusan. Melihat ini Dewi Harum cepat berkata.

"Sudahlah kakak, jangan tertawa terus. Para tawanan yang lolos harus kita temukan sebelum membuat kerusakan besar di dunia persilatan. Di samping itu kita juga harus menemukan orang yang telah membebaskan mereka."

Seolah baru sadar ada sebuash kewajiban besar yang harus diselesaikan. Angin Pesut hentikan tawanya. Kakek itu menghela nafas, menatap sekilas pada Dewi Harum yang sudah duduk di depannya lalu bertanya.

"Apa yang bisa aku lakukan, adik?!"

"Kakak cuma harus menjelaskan padaku siapa orangnya yang telah merusak tempat ini? Kemana perginya para tawanan "Kejahatan Dunia Persilatan"

Itu setelah dibebaskan.Lalu apa yang terjadi dengan kakak? Tadi aku melihat ada mahluk besar luar biasa."

"Mahluk itu seperti seekor rajawali berbulu putih.Terbang melintas di tempat ini, lalu melepaskanmu dari cengkeramannya.Di pulau Es ini tak ada rajawali. Yang ada hanya berupa patung abadi burung raksasa itu."

"Yang kutahu patung rajawali putih berada di kaki tebing bukit karang di pantai sebelah utara .Apakah mungkin mahluk itu telah melakukan kekacauan, membebaskan para tawanan dan membunuhi penjaga?"

Angin Pesut terdiam sambil mencoba mengingat- ingat. Tak lama si kakek menggelengkan kepala.

"Kehadiran rajawali putih itu kukira sesuatu yang nyata.Dia datang beberapa saat setelah terjadi kekacawan.Tapi sang rajawali tidak menjadi penyebab kekacawan sebaliknya malah bertindak menolongku!"

Terang Angin Pesut membuat Dewi Harum terdiam namun hati bertanya- "Rajawali itu menolongmu. Mahluk seperti apa yang menyerbu tempat kita? Dan mengapa kakak harus ditolong?"

"Aku merasa Rajawali raksasa itu datang dengan niat membantu dan membawaku pergi jauh ke suatu tempat lalu mengantar aku kembali lagi ke tempat ini."

Jelas si kakek Angin Pesut perhatikan saudari angkatnya sebentar lalu si kakek menceritakan segala sesuatu yang telah terjadi.

**** Marilah kita lihat dulu keadaan di sekitar Bukit Cincin Batu Kutuk sebelum fajar menggantikan kegelapan .Beberapa malam sebelumnya sewaktu badai topan menyerang seluruh penjuru pulau Es.

Para tawanan Kejahatan Dunia Persilatan yang memang banyak mengalami gangguan kejiwaan dilamun kegelisahan.

Di sana-sini terdengar jerit, pekik makian dan raungan marah.

Para tawanan meronta berusaha membebaskan diri dari gelang rantai yang membelenggu kaki dan tangan mereka.

Walau mereka berusaha sekuat tenaga dengan kesaktian yang mereka miliki, tetapi upaya memutus dan menghancurkan rantai belenggu tak membawa hasil.

Orang-orang liar yang tingkah lakunya mirip binatang buas ini menyadari rantai belenggu diselimuti semacam penangkal gaib hingga tidak mudah dihancurkan.

Setelah serangan topan yang memporak porandakan seluruh penjuru pulau mereda.

Secara aneh para tawanan menjadi sedikit tenang.

Malam hari tepat ketiga belas hari bulan.

Angin Pesut pergi ke dalam gua yang menjadi tempat peristirahatannya.

Rasa lelah luar biasa ditambah kantuk hebat yang dia rasakan membuat si kakek pulas dalam waktu sekejab.

Demikian pula halnya dengan para penjaga yang ditugaskan untuk mengawasi para tawanan itu.

Inilah awal dari sebuah bencana.

Setelah lewat tengah malam.

Hanya tiga penjaga saja yang masih bertahan melakukan tugasnya.

Tapi ini tak berlangsung lama.

Tiba-tiba saja angin dingin berhembus disertai tebaran asap aneh mirip kabut.

Tiga penjaga yang saat itu sedang meronda di depan pintu gerbang dalam hentikan langkah.

Yang berdiri di sebelah kiri menyikut temannya yang berdiri di tengah.

Ketika sang teman menoleh menatap ke arahnya.

Yang dipandang justru dengan gerakan isyarat menunjuk ke langit sekeliling bukit.

Rupanya teman ini dapat menangkap makna isyarat itu.

Dia menggumam sendiri.

"Angin dingin berhembus. Ada kabut yang menyertai datangnya angin. Tapi mengapa warnanya kuning?"

"Husst...? Penjaga ketiga yang memiliki tubuh paling kurus tempelkan telunjuk di depan bibir.

"Kau lihat! Itu bukan kabut biasa. Aku mencium aroma aneh seperti aroma Bunga Mayat."

Penjaga ketiga terlihat kurang puas. Dia dongakkan kepala, hidung kembang kempis berusaha membaui udara berkabut kuning yang kini mulai bergerak turun menyapu seluruh penjuru lingkaran dalam bukit.

"Astaga!"

Tanpa sadar penjaga ketiga berseru. Wajahnya pucat, mata terbelalak membayangkan kecemasan luar biasa.

"Cepat bangunkan tetua. Kakek Angin Pesut harus diberi tahu. Ada orang datang menyerang dengan racun dalam kabut!?"

"Tapi beliau baru saja tertidur."

Menyahuti pengawal pertama bimbang bercampur cemas.

"Lakukan saja perintahku. Kita berada dalam ancaman bahaya!"

Berkata pengawal kedua dengan nada keras setengah membentak .Didesak dalam suasana tegang pengawal bersenjata gada itu tidak punya pilihan.

Dia segera balikkan badan lalu berlari cepat menuju gua tempat ketiduran Angin Pesut yang berada cukup jauh dari gerbang utama.

Selagi pengawal pertama pergi berniat memberi laporan.

Suara deru sekonyong-konyong muncul dari sekeliling luar penjuru bukit.

Dua pengawal yang berada di balik pintu gerbang segera menghunus senjata di tangan masing-masing.

Suara deru angin makin menghebat.

Tebaran kabut kuning menyerbu masuk ke dalam lingkaran bukit.

Seiring dengan menebalnya kabut aneh menebar aroma Bunga Mayat, dikejauhan terdengar suara lolong anjing.

Suara lolong disusul dengan suara pekik menggelegar.

Di atas ketinggian bukit Cincin Batu Kutuk ,satu bayangan hitam muncul mengambang dengan dua kaki tak berpijak di atas puncak bukit.

Dua pengawal tersentak kaget.

Sementara sosok hitam yang baru munculkan diri sambil keluarkan teriakan menggembor berkata.

"Aku membutuhkan orang, mahluk jejadian bahkan setan sekalipun untuk mendukungku.Aku menemukan orang yang kucari berkumpul terperangkap di tempat ini."

"Aku harus keluarkan mereka sebelum fajar datang."

Sosok hitam berambut panjang selutut riap-riapan menyerbu ke bawah mencoba memasuki tempat tawanan yang terikat di tiang pancang.

Di luar dugaan saat sosok hitam melesat bergerak turun memasuki lingkaran dalam.

Dengan tidak terduga dari seluruh penjuru puncak bukit membersit cahaya biru.

Ratusan cahaya biru menyerbu ke arahnya siap melumat mencabik tubuhnya.

Sosok hitam tersentak kaget namun masih sempat selamatkan diri dengan melambungkan tubuhnya lebih tinggi untuk hindari terjangan serangan ratusan cahaya.

Ratusan cahaya seperti mata tombak saling tubruk sesamanya hingga menimbulkan ledakan keras berdentum mengerikan.

Seluruh penjuru bukit terguncang seperti dilanda gempa.

Para tawanan Kejahatan Dunia Persilatan' langsung terjaga dari tidurnya terkejut oleh suara ledakan itu.

Di atas ketinggian, mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang sempurna yang membuat sosok itu dapat mengapung lama leletkan lidah sambil memaki.

"Jadah! Tempat ini ternyata dilindungi oleh tabir gaib. Pantas tak satupun kecoak busuk yang dapat menembus masuk ke dalam sana!"

Gerutu sosok serba hitam. Dia menatap ke bawah. Sadar para tawanan sudah terjaga dia berteriak ditujukan pada mereka.

"Siapa saja yang bersedia menjadi pengikut setia Maha Iblis Dari Timur maka malam ini patut mendapatkan kebebasan!"

Mendengar itu karuan saja para tawanan bersorak gembira.

Beberapa di antara mereka yang tergolong sebagai pimpinan bahkan menyahuti ucapan sosok hitam yang tak lain adalah Maha Iblis Dari Timur "Cepat bebaskan kami.Bunuh semua penjaga keparat berikut ketuanya yang bernama Angin Pesut!"
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan tawa tergelak-gelak.

Tanpa bicara dua tangan diangkat tinggi.

Tenaga sakti disalurkan hingga tangan sang iblis memancarkan cahaya hitam kemerahan.

Sambil keluarkan suara menggereng Maha Iblis Dari Timur hantamkan tangannya ke bawah ke arah perisai gaib yang melindungi bukit di bagian sebelah atas.

Segulung angin panas luar biasa, disertai kilatan cahaya merah kehitaman berukuran seperti bola raksasa menderu menghantam tirai gaib pelindung.

Tirai gaib pelindung dengan sendirinya menyambut serangan itu .

Dari setiap penjuru melesat cahaya biru terang luar biasa.

Mencuat ke atas menyambut hantaman cahaya merah kehitaman yang bergulung-gulung mirip bola raksasa.

"Edan! Bagaimana mungkin tirai pelindung dapat bekerja dengan sendirinya seolah mempunyai pikiran dan penglihatan sendiri!"

Maki Maha Iblis Dari Timur, kaget.

Dua dentuman keras terjadi.

Api bermuncratan kesegenap penjuru.

Kepulan asap hitam membubung tinggi, membuat Maha Iblis terpaksa mencari selamat menyingkir dari tempatnya mengapungkan diri.

Maha Iblis menyeringai begitu mendengar ada suara berderak sesaat setelah terjadinya ledakan.

Suara itu pertanda perisai gaib pelindung telah dapat dihancurkannya.

Sambil tertawa tergelak-gelak Maha Iblis meluncur ke bawah dan jejakan kaki di tanah di mana para tawanan terbelenggu.

Kehadiran laki laki berpakaian serba hitam berambut menjela berikat kepala hitam dan berwajah bengis itu disambut para tawanan dengan penuh suka cita.

Tapi belum lagi sempat Maha Iblis mengucap sepatah kata pun, dari arah belakang dua pengawal menyerang laki- laki itu dengan bacokan pedang dan babatan golok besar.

"Pengacau tak tahu diuntung. Jangan harap kau dapat membebaskan para terhukum yang berada di tempat ini!"

Teriak salah satu penjaga d?ngan beringas.

"Oh begitu. Kalian cuma cacing busuk. Perlu apa bicara!"

Sahut Maha Iblis dengan suara dingin.

Enak saja dia memutar tubuh.

Dua kaki digeser ke samping.

Dia melihat pedang dan golok menyambar pinggang dan membabat lehernya.

Maha lblis menyambutnya dengan dingin.

Sekali tangan bergerak.

Tahu-tahu golok dan pedang kena dirampas berpindah ke tangannya.

Dua senjata itu langsung diremas hingga hancur meleleh.

Semua tawanan berdecak kagum melihat kehebatan Maha Iblis.

Dua penjaga tercengang.

Selagi mereka dalam keadaan terkesima, Maha Iblis kembali gerakkan tangan.

Wuut! Tep! Dua penjaga terperangah melihat tangan Maha Iblis terjulur panjang menyambar ke arah mereka.

Para penjaga berusaha mencari selamat dengan membanting diri ke tanah.

Terlambat.

Kedua penjaga sudah berada dalam cengkeraman Maha Iblis.

Tak ada kata terkecuali suara geraman dingin.

Maha Iblis Dari Timur salurkan tenaga sakti ke dua tangannya yang mencengkeram tengkuk.

Dua penjaga menjerit, tubuh dan pakaian mereka hangus mengerikan terkena serangan beracun yang dilancarkan Maha lblis.

Jeritan lenyap tubuh mereka ambruk tewas seketika.

Bersikap seakan tidak terjadi apa-apa.

Maha Iblis segera menuju pintu gerbang.

Dia berusaha meruntuhkan gerbang.

Namun ternyata lak mudah dilakukan.

"Lagi-lagi penangkal gaib sialan yang menghalangi pekerjaanku!"

Geram Maha Iblis.

Laki-laki ini pandangi gerbang yang terlindung kobaran api.

Dia menyeringai, Mulut terkatub menggembung sambil membaca mantra sakti untuk memadamkan api.

Tak lama mulut yang terkatub rapat menggembung seperti mau meletus meniup.

Wuus! Tiupan pertama membuat kobaran api abadi yang melindungi gerbang dapat dipadamkan.

Sedangkan tiupan ke dua dan ketiga yang dilakukan Maha Iblis sanggup menjebol, membuat lempengan besi baja meleleh seperti gumpalan lilin yang terbakar.

Maha Iblis menyungging senyum cerdik.

"Jalan kebebasan telah kubuat. Sekarang tugasku tinggal memunahkan penangkal rantai belenggu dan menghabisi semua penjaga di tempat jahanam ini!"

Katanya dingin.

Maha Iblis balikkan tubuh, melangkah lebar hampiri para tawanan yang tercencang tak berdaya di tiang pancang.

Satu persatu perisai pengaman yang menyelimuti rantai diusap hingga mengeluarkan suara letupan-letupan dan pijaran aneh.

Para tawanan dilepas satu persatu.

Begitu semuanya terbebas mereka dikumpulkan di sudut ruangan bundar.

"Kalian semua dengar! Kebebasan telah kalian dapatkan.Sebagai imbalan kalian harus mengabdi padaku sampai batas waktu yang belum kutentukan."

"Sekarang kalian keluar melalui lubang yang kubuat dipintu gerbang."

"Wahai penolong. Kami ingin melihat dulu apa yang hendak paduka penolong lakukan pada para penjaga keparat yang berada di sini!"

Kata salah seorang di antaranya tidak puas. Maha Iblis menyeringai dingin.Dia balikkan badan dengan sikap tak perduli. Sambil melangkah hampiri para penjaga yang pulas dia mendengus.

"Begitu! Kalian semua kuizinkan mementang mata. Lihat saja apa yang bakal kulakukan pada para kurcaci tengik itu,"

Maha Iblis terus melangkah.

Dia hampiri dua penjaga yang tidur meringkuk memeluk senjatanya.

Tanpa bicara lima jari tangan kiri diacungkan.

Dari ujung jari-jari Maha Iblis membersit lima cahaya hijau menderu ke arah hidung dan dada kedua penjaga itu.

Lep! Glek! Dua penjaga masing-masing keluarkan suara seperti tersedak.

Seketika mereka terjaga sempat kaget melihat kehadiran orang, tapi baru saja angkat senjata.

Senjata terlepas, dua tangan dipergunakan untuk menekap leher.

Kedua orang ini delikkan mata, tubuh menggelepar namun tak ada kata yang terlontar dari mulut.

Sekujur tubuh berubah menjadi hijau mengepulkan asap menebar bau daging busuk.

Lalu tewas dengan lidah mencelet terjulur hangus mengerikan.

Maha Iblis menyeringai.

Mata jelalatan memperhatikan penjaga yang meringkuk di bagian lain.

Dia pun segera datang menghampiri dan membunuh mereka dengan cara yang sangat keji.

Sementara itu penjaga pertama walau sempat melihat malapetaka yang dialami oleh teman-temannya.

Tapi dia tidak punya waktu untuk memberikan pertolongan.

Laki-laki kurus tinggi ini segera menyelinap masuk ke dalam gua ketiduran yang ditempati Angin Pesut.

Ketika sampai di depan si kakek dia melihat kabut biru memenuhi ruangan itu.

"Astaga celaka! Kabut beracun Bunga Mayat menyerbu ke sini."

"Pemimpin pasti telah menghirup kabut racun tanpa disadarinya.Sedangkan aku..."

Huek...

"dua kali celaka. Aku sendiri rasanya ikut keracunan."

Desis sang penjaga sambil memegangi dadanya yang sesak.

"Dewa Saru Saru...!"

Pekiknya dengan suara tercekik.

Dia yang biasa menyebut gelaran si kakek jatuh berlutut.

Tak menghiraukan pandangan matanya yang berkunang-kunang diguncangnya tubuh besar luar biasa yang terbujur pulas mendengkur itu.

Si kakek terperangah sekaligus bangkit dari tidurnya begitu mendengar teriakan penjaga.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah terduduk Angin Pesut mengeluh sekaligus cengkeram kepalanya yang berdenyut sakit serasa dihantam bongkahan batu.

"Sakitnya biyung! Mengapa kepalaku jadi sakit begini?!"

Pekik Angin Pesut heran sekaligus kaget. Dia membuka matanya. Kejut di hati si kakek bukan kepalang saat mengetahui seorang penjaga terduduk di depannya dengan wajah pucat berwarna biru kekuningan "Apa yang terjadi denganmu, Kataran?"

Tanya Angin Pesut pada sang penjaga yang ternyata bernama Kataran.

Laki-laki itu membuka mulut hendak mengucapkan sesuatu.

Tapi nampaknya begitu sulit.

Nafas memburu, lidah terjulur keringat dingin menetes deras membasahi sekujur tubuhnya.

Melihat ini Angin Pesut berusaha memberikan pertolongan.

Jemari tangan yang besar diulur, ditempelkan ke dada Kataran.

Tenaga dalam disalurkan.

Usaha ini cukup menolong.

Tapi Angin Pesut menyadari hidup Kataran tak bakal berlangsung lama.

Angin Pesut cepat mendesak.

"Apa yang telah terjadi?"

Kataran menunjuk keluar gua. Dari mulut terdengar ucapan tersendat.

"Musuh sudah datang!"

Selesai berkata begitu sang pengawal jatuh tergelimpang, tubuh berkelojotan kemudian berubah menghitam dan tewas seketika.

Angin Pesut menggeram.

Dia bangkit, melangkah keluar tinggalkan gua dengan tubuh terhuyung dan kepala mau meledak.

Mengetahui terkena serangan beracun yang menebar melalui udara si kakek diam-diam salurkan hawa sakti ke bagian paru-paru dan jantung juga ke sekujur tubuhnya.

Tapi upayanya ini tidak cukup berhasil.

"Celaka! Racun jahanam ini telah menyebar keseluruh tubuhku!"

Geram si kakek.

Dengan langkah terhuyung dia pun sampai di halaman luas.

Saat itu Angin Pesut melihat semua tawanan telah terlepas dari rantai yang mencencang kaki dan tangan mereka.

Dia juga melihat satu sosok tinggi berpakaian hitam tebal berkulit hitam berambut panjang menjela baru saja membantai para penjaga.

Melihat segala kekejian yang dilakukan oleh laki- laki tinggi itu.Angin Pesut berteriak keras.

Sekali si kakek hentakkan kaki, laksana kilat tubuhya melesat ke arah Sang Maha Iblis.

"Manusia jahanam mana yang begini keji membunuh para pengawalku!"

Belum lagi teriakan si kakek lenyap.

Maha iblis merasakan ada angin luar biasa keras melabrak punggungnya.

Cepat sekali Maha lblis melompat ke kiri sekaligus balikkan tubuhnya.

Dia kaget luar biasa melihat kehadiran Angin Pesut yang memiliki tubuh besar luar biasa.

Walau demikian Maha iblis masih mampu selamatkan punggung dari jotosan orang "Ha ha ha! Tak kusangka ada manusia sebesar gajah berdiam di tempat ini".

Maha Iblis memperhatikan kakek di depannya.

"Orang tua berkulit aneh berbelang putih hitam. Siapa dirimu? Kau penguasa tempat terkutuk ini? Sayang kau telah menghirup Racun Bunga Mayat yang kutebar di udara."

"Manusia berpakaian hitam berkulit hitam. Siapa kau?!"

Hardik Angin Pesut berusaha menguasai diri.

Tapi dia tak kuasa bertahan.

Pengaruh racun membuatnya kehilangan kekuatan dan tenaga.

Belum lagi Angin Pesut dapat melakukan sesuatu.

Dia ambruk dalam keadaan setengah pingsan.

Melihat itu Maha Iblis Dari Timur tertawa tergelak- gelak.

"Tua bangka besar. Kau bertanya siapa aku. Kukatakan padamu aku adalah Maha Iblis Dari Timur. Aku datang untuk membawa para tawanan itu menuju ke suatu tempat. Aku yakin kau memiliki kesaktian luar biasa tinggi. Namun dalam keadaan keracunan begini kau bisa berbuat apa?"

"Lebih baik kita habisi saja dia, paduka penolong."

Kata salah seorang tawanan.

"Angin Pesut telah menimbulkan banyak kesengsaraan bagi kami"

Teriak tawanan lainnya.

"Kalian mau membunuh cepat lakukan!"

Teriak Maha Iblis.

Tentu saja para tawanan menjadi girang diberi kesempatan.

Mereka segera menyerbu Angin Pesut.

Dalam waktu sekejab si kakek sudah terkurung.

Setiap orang segera menghadiahi Angin Pesut dengan pukulan dan tendangan menggeledek.

Si kakek menjadi bulan- bulanan para tawanan yang kalap.

Melihat ini Maha Iblis tidak sabar.

"Manusia-manusia lemah. Membunuh kecoak gemuk sedari tadi tak berlangsung mulus! Minggir semuanya! Biarkan aku yang menamatkan riwayatnya."

Kata Maha Iblis.

Para tawanan menyingkir memberi kesempatan.

Maha lblis dengan sikap angkuh dan pongah berdiri tegak dua tombak di depan Angin Pesut yang tak sadarkan diri.

Dua tangan diangkat tinggi.

Dengan cepat dia mengerahkan Ilmu pukulan sakti yang dikenal dengan nama Muslihat Iblis Menipu Mata.

Maha Iblis salurkan tenaga dalam kebagian dua tangannya seketika itu juga tangan laki-laki itu hingga ke bagian siku memancarkan cahaya merah menyilaukan yang menebarkan hawa panas luar biasa.

Semua orang yang menyaksikan bergidik ngeri.

Mereka yakin Angin Pesut pasti bakal menemui ajal dengan tubuh hancur tercabik menjadi kepingan.

Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh membuat tercengang semua orang.

Begitu Maha Iblis Dari Timur hantamkan kedua tangannya ke arah Angin Pesut.

Di langit tiba-tiba terdengar suara bergemuruh mengerikan disertai suara pekikan dahsyat.

Kaget! Maha Iblis dan para tawanan itu dongakkan kepala dan menatap ke atas.

Mereka terkesima melihat sosok seekor burung putih raksasa melesat ke arah mereka dengan kecepatan laksana kilat menyambar.

Mahluk besar yang ternyata seekor burung rajawali itu kibaskan sayapnya ke arah Maha Iblis dan lain-lainnya.

Sementara kaki kanan ditendangkan ke samping mematahkan serangan Maha Iblis sedangkan kaki kiri mencengkeram tubuh besar Angin Pesut.

Blar! Brak ...

Wush Arkh.

Pukulan Maha Iblis berbalik mental menghantam diri sendiri.

Laki-laki itu menggerung namun cepat selamatkan diri bergulingan menjauh.

Pukulan menghantam bukit di belakangnya.

Bukit hancur bergugusan.

Para tawanan terpelanting terkena sambaran angin yang keluar dari kibasan sayap sang rajawali.

Mereka jatuh rebah dengan tubuh menderita cidera cukup parah.

Maha Iblis Dari Timur bangkit berdiri.

Pipinya menggembung, rahang bergemeletukan.

Tapi dia sangat terkejut ketika melihat ke depan Angin Pesut ternyata raib dari hadapannya.

Penasaran Maha lblis dongakkan kepala ke atas.

Rajawali raksasa dan si kakek tak terlihat lagi hilang lenyap di kegelapan.

Dia menggeram namun sadar tak ada lagi yang bisa dia lakukan di tempat itu.

Dengan diikuti oleh puluhan tawanan Maha Iblis Dari Timur bergegas keluar tinggalkan mayat-mayat penjaga yang bergelimpangan.

(mohon maaf satu halaman hilang.....) "kakiku seperti mau tanggal, jantung mau meletus."

"Lagi pula buat apa tergesa-gesa.Tempat yang kita tuju sudah berada di depan mata!"

Berkata orang yang mengikuti dengan nafas terengah-engah sambil julurkan lidah.

Orang ini tak lain adalah seorang kakek berusia delapan puluh tahun, berkepala botak sulah, bermata belok berpakaian aneh mirip papan catur dan membekal busur serta bumbung anak panah di punggungnya.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang yang berada di depan hentikan larinya.

Ternyata dia adalah seorang pemuda tampan berambut panjang berpakaian putih bercelana hitam.

Pemuda ini tak lain adalah Raja, biasa dipanggil Raja Gendeng pewaris Istana Es dan dikenal dengan sebutan Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es.

Sedangkan kakek yang bersamanya adalah seorang sahabat setia berasal dari Lembah Tapa Rasa bernama Ki Sapa Brata namun lebih dikenal dengan sebutan Bocah Ontang Anting.

"Pergi bersamamu tiada hari tanpa keluhan! Mengaku manusia hebat, memiliki kecepatan berlari seperti kijang talangkas. Tapi baru berjalan seperti siput saja kau sudah kelelahan!"

Gerutu Raja sambil cibirkan mulutnya. Mendengar itu si kakek bertubuh pendek kerdil ini delikkan matanya yang belok.

"Apa kau bilang? Sejak tadi aku terus mengejarmu, paduka Raja Gendeng. Kau berlari seperti setan, bagaimana kau bisa mengatakan kita sedang berjalan seperti siput?"

Tukas si kakek, mulut cemberut sambil palingkan wajah kejurusan lain. Melihat si kakek bersikap seperti anak kecil, Sang Maha Sakti Dari istana Es pun tersenyum. Enak saja dia membuka mulut berujar.

"Berkaca pada diri sendiri, memang antara dirimu dan diriku rasanya jauh beda. Aku tinggi kau pendek. Sekali aku melangkah rasanya sudah sama dengan empat kali langkah kakimu. Entah.... salah apa bunda mengandungmu kek, hingga membuatmu tak bisa tinggi ha ha!??"

"Ternyata benar. Kau cuma seorang raja gila alias gendeng. Bisamu cuma mencela diriku. Soal siapa yang salah aku tidak tahu. Mungkin juga emakku memang bersalah. Coba saja kalau emak tidur pakai celana, aku mana pernah ada di dunia ini. Ha ha ha!"

Kata si kakek sambil tertawa jengkel.

"Ha ha ha. Yaya ya... betul katamu. Pandai juga kau bergurau kek. Setiap orang tua suka berbuat iseng, terutama bapaknya ya kek. Gara-gara keisengan seorang ayah, ibu jadi masuk angin. Lalu lahirlah kita-kita sebagal hasil perbuatan iseng. Kurasa cuma kakek yang tak pernah iseng, sebab kau belum pernah kawin."

Sindir pemuda itu sambil mengumbar tawa. Si kakek tekap mulutnya. Manggut-manggut, kening berkerut seolah mengingat sesuatu. Tak disangka-sangka dia tertawa tergelak-gelak.

"Eeh, apa yang kakek tertawakan. Ada yang lucu rupanya? Kalau lagi senang hendaknya kau berbagi denganku kek?"

Ucap Raja sambil menatap Bocah Ontang Anting heran. Yang dipandang tekap mulutnya. Tapi kemudian rasa geli rupanya masih menggelitik hati. Dia tertawa lagi. Membuat Raja jadi jengkel dan membuka mulut.

"Ah, tak kusangka baru beberapa hari bersamaku kau menjadi gila sehebat itu!"

Rungutnya.

Pemuda ini kemudian memutar tubuh membiarkan Bocah Ontang Anting terus tertawa.

sementara itu dia sendiri layangkan pandang ke arah gugus perbukitan karang yang membentang dari utara ke arah selatan.

Gugus bukit karang di ujung pantai utara terdiri dari tiga bukit.

Satu bukit paling besar dengan puncak paling tinggi namun datar di sebelah atasnya.

Itulah yang disebut dengan bukit Induk.

Bukit induk ini diapit dua bukit lainnya.

Satu diujung utara dan satunya lagi di sebelah selatan.

Karena letaknya yang berhimpitan, ditambah dengan adanya bukit-bukit kecil yang menghadang jalan menuju ke bukit induk.

Seperti telah dijelaskan tidaklah mudah untuk mencapai bukit induk.

Tapi bagi mereka yang mengetahul jalan rahasia menuju ke bukit Induk tak akan mengalami banyak hambatan.

"Orang tua."

Berkata Raja setelah Bocah Ontang Anting hentikan tawanya.

"Bukit yang kita tuju sudah tidak jauh lagi. Sebelum ada yang melihat kehadiran kita di sini. Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan."

"Eh tunggu. Tak perlu buru-buru. Di sini suasananya lebih menyenangkan bila dibandingkan dengan kawasan bukit induk?"

Cegah Bocah Ontang Anting sambil tekab mulutnya agar tak terlepas tawanya. Raja menoleh, pandangi si kakek dengan heran namun hati kesal.

"Ada hal penting yang hendak kau sampaikan?"

"Kulihat kau masih memendam rasa geli luar biasa."

Dengus Raja dingin. Bocah Ontang Anting menggeleng.

"Sebenarnya tidak begitu penting. Kalau Iucu memang Iya."

Sahut si kakek. Dia turunkan tangan yang dipergunakan menutup mulut. Dengan mimik sungguhan mata menerawang dia melanjutkan ucapan.

"Begini. Kau mengatakan aku tidak pernah berbuat iseng karena aku belum punya jodoh. Tapi dengan jujur kukatakan kenyataannya tidak begitu. Dulu aku suka berlaku iseng mengintai gadis mandi dimasa mudaku."

"Dasar tua bangka mata keranjang. Perbuatan tercela saja kau ceritakan padaku. Seperti tak ada yang lain saja."

Dengus Raja lalu palingkan wajah ke lain arah.

"Hei, kau laki-laki aku juga. Jangan berlagak sesuci dewa. Aku ini manusia jujur. Kelakuanku tidak buruk sekali. Kau tahu mengapa gurumu nenek yang suka berdandan seperti mayat dan setengah tuli Itu sampai sekarang masih memendam rasa kesal kepadaku?"

Tanya Bocah Ontang Anting sambil tersenyum.

"Huh. Mungkin kau mengisenginya. Kau mengintip guruku selagi buang hajat di kali"

Sahut Raja "Ah.Tidak seperti itu kejadiannya.Waktu itu segalanya terjadi tidak sengaja."

"Aku mengunjungi gurumu untuk mengabarkan tentang Pedang Gila yang berhasil kuselamatkan di bukit Induk.Aku datang ke gua Mayat Es. Begitu sampai aku tak mendapatinya di dalam gua."

"Kucari kesana kemari tak kutemukan. Kemudian setelah lelah menunggu aku putuskan untuk mencarinya di kali. Sampai disana perutku mendadak mulas tak tertahankan.Enak saja aku menyeberang ke tanah dan nongkrong di atas batu.Pekerjaan menunaikan hajat selesai. Tiba-tiba dari bagian-hilir sungai kudengar sumpah serapah. Aku kaget."

"Cepat aku bergegas mendatangi ke arah suara. Lebih terkejut lagi ketika melihat Nini Balang Kudu gurumu marah besar sambil mendampratku karena buang hajat" (mohon maaf satu halaman hilang.....) Tapi Raja menanggapi penghormatan si kakek dengan mengeluarkan suara kentut bertalu-talu. Mendengar suara sekaligus mengendus bau kentut yang luar biasa membuat si kakek jadi kalang kabut.

"Raja sialan! Kentutmu benar-benar membuat aku mabok...!"

Maki Bocah Ontang Anting melompat menjauh hindari serangan bau menyengat sambil kipas-kipaskan jari tangannya di depan hidung.

Raja tertawa tergelak-gelak sambil dongakkan kepala dia menghirup nafas dalam- dalam, bersamaan dengan itu mulutnya menggumam.

"Tua bangka tolol. Cuma bau harum angin sorga begini mengapa diributkan? Ha ha ha!"

"Pemuda edan. Ternyata otak-otakmu betul-betul tidak lempang."

Membatin Bocah Ontang Anting dalam hati. Dia menatap Raja sambil mengusapi kepalanya yang botak sulah. Melihat ini Raja lagi-lagi membuka mulut.

"Ada apa kek. Kau sedang merasani aku ya?"

Kakek itu terkesiap.

"Aneh. Bagaimana dia bisa tahu aku sedang merasaninya. Apa mungkin dia mempunyai ilmu yang membuatnya bisa melihat isi hatiku dan isi pikiranku. Gawat. Padahal sejak dia menyembuhkan kelumpuhan senjataku yang tumpul. Kadang-kadang kepalaku ini dipenuhi pakaian dalam wanita saja. Hik hik hik"

Bocah Ontang Anting tersenyum merasa geli pada dirinya sendiri.

"Ah. Aku sudah menduga memang ada yang tidak beres telah terjadi dengan dirimu. Kau menjadi gila sejak perkututmu yang sakit kusembuhkan. Aku menyesal telah membantu memulihkan. Walau semua terjadi tak sengaja."

"Weh Jangan suka berperasangka buruk pada tua bangka sepertiku. Aku merasa baik-baik saja. Kegembiraanku terjadi karena aku merasa sekarang sudah benar-benar menjadi seorang laki-laki yang utuh. Tidak seperti yang sudah-sudah. Ha ha ha!"

"Dasar tua bangka aneh. Aku bosan bicara denganmu. Sekarang ini kurasa lebih baik kita lanjutkan perjalanan. Bukit induk sudah di depan mata. Antar aku ke tempat itu."

Pinta Raja Gendeng "Hemm, baiklah. Demi sebuah amanat dan demi menghormati para gurumu. Mau tidak mau suka tidak suka aku harus mengantarmu sampai ke tempat tujuan."

Menyahuti Bocah Ontang Anting seperti enggan. Raja tentu saja menjadi heran.

"Apa maksudmu? Kau mengatakan mau tidak mau, suka tidak suka? Katakan padaku apa yang tidak kuketahui."

"Nanti juga kau akan tahu sendiri.Sekarang ikuti aku!"

Kata Bocah Ontang Anting.

"Tunggu dulu. Aku tidak mau ada rahasia di antara kita."

Ucap Raja. Tapi Bocah Ontang Anting bersikap acuh. Tanpa menghiraukan ucapan Raja dia memasuki jalan rahasia berupa sebuah lorong diantara celah bebatuan karang yang sangat sempit dipenuhi binatang melata berbisa.

"Banyak sekali bangkai ular di tempat ini kek?"

Keluh Raja. Bocah Ontang Anting yang keburu berjalan mendahuluinya ke depan memperlambat langkah. Tanpa menoleh kakek ini menyahuti.

"Baunya memang tidak nyaman. Tapi kukira masih lebih baik dibandingkan dengan bau kentutmu, Jangan mata menipu pandangan. Ular-ular itu (maaf satu halaman hilang.....) **** Panas matahari menjelang siang di pedataran luas Batu Lintar tak begitu terasa. Angin dingin bertiup sepoi-sepoi. Di satu tempat tak jauh dari sebuah pohon besar yang tumbang dilanda badai topan beberapa waktu sebelumnya. Sebuah pondok yang keseluruhan bangunannya terdiri dari tulang belulang paus tampak sunyi. Tak jauh di sebelah utara pondok sejarak sekitar puluhan tombak tampak tergolek seorang nenek renta. Nenek yang tubuhnya kurus kering berupa kulit pembalut tulang ini berpakaian dan berambut warna kelabu. Tergeletak dalam keadaan pingsan. Si nenek berkulit hitam memiliki wajah yang sungguh mengerikan. Dia tidak mempunyai mata. Kedua mata cuma berupa rongga dalam lebar menganga hitam sedangkan hidungnya juga tinggal sebuah rongga mengerikan tembus hingga ke rongga mulut. Apa yang terjadi? Siapa pula gerangan nenek berpenampilan seperti dedemit ini? Seperti telah dikisahkan dalam episode (Maha Iblis Dari Timur) Orang tua renta yang punya kebiasaan aneh menggali dan mengumpulkan tulang belulang orang mati ini mengalami cidera dan tidak sadarkan diri setelah mendapat serangan ganas luar biasa dari mahluk alam gaib bernama Hyang Kelam. Mahluk sakti itu menjadi sangat marah melihat muridnya dibokong oleh si nenek dengan pukulan jarak jauh. Walau pukulan nenek yang dikenal dengan julukan Momok Laknat tak mengenai sasaran. Tetap saja dia dan teman pendampingnya yang baru saja mewujud dalam rupa perempuan yang tidak mempunyai kulit di sekujur tubuhnya tak luput dari murka Hyang Kelam. Serangan dahsyat berupa pusaran angin bercampur pasir itu membuat si nenek menderita cidera di bagian dalam dan tidak sadarkan diri. Hyang Kelam tinggalkan tempat itu setelah berhasil melumpuhkan sahabat pendampingnya yang bernama Puteri Pemalu .Lama tidak sadarkan diri. Sengatan cahaya matahari yang tidak terlalu panas membuat Momok Laknat tersadar dari pingsannya. Mula-mula kedua kakinya yang bergerak. Gerakan kaki diikuti dengan gerakan kedua tangan. Si nenek menggeliat sambil mengerang. Sekujur tubuhnya sakit luar biasa seperti ditusuk ratusan jarum panas. Dia juga jadi kaget ketika menghela nafas ternyata dadanya menjadi sesak bukan main. Momok Laknat bangkit, lalu duduk bersila. Walau dia tidak melihat akibat kehilangan dua matanya. Namun penglihatan mata batinnya yang tajam membuatnya tahu. Tidak berpikir lama Momok Laknat segera mengerahkan tenaga dalamnya. Tenaga dalam yang bersumber dari bagian pusar selanjutnya dia salurkan ke bagian dada. Hawa sejuk mengalir deras memulihkan luka dalam yang dia alami. Momok Laknat terbatuk lalu semburkan darah kental dari mulut. Setelah luka di bagian dada dapat disembuhkan. Momok Laknat tergetar. Keringat mengalir deras membasahi wajah dan pakaiannya. Momok Laknat tersenyum. Senyum yang tak berbeda jauh dengan sebuah seringai buruk mengerikan. Senyum lenyap. Dari mulutnya terlontar ucapan.

"Sudah siang. Seharusnya aku tidak terlambat. Semua ini gara-gara mahluk alam gaib keparat bernama Hyang Kelam itu. Aku kehilangan banyak waktu. Padahal seharusnya aku sudah sampai di pantai utara."

Berkata begitu Momok Laknat bangkit berdiri. Dia hendak melangkah kembali ke dalam pondok tulangnya. Namun gerakan kaki sang Momok jadi tertahan begitu dia ingat sesuatu.

"Astaga! Celaka! aku hampir saja kelupaan. Arwah pendamping dijelmakan menjadi manusia tak sempurna oleh para dewa dengan perantaraan tulang belulang orang mati yang kukumpulkan."

Momok Laknat tepuk keningnya tiga kali. Sepasang mata yang cuma berupa dua buah rongga hitam jelalatan menatap ke berbagai sudut penjuru. Mata batinnya tak melihat siapa-siapa terutama orang yang dia cari.

"Kemana dia? Apa mungkin dia meninggalkan aku?"

Batin Momok Laknat di hati. Setelah sempat berpikir dia menggelengkan kepala. Mustahil. Tidak mungkin.

"Dewa telah mengirim Puteri Pemalu untuk mendampingi aku. Sebelum aku ditakdirkan dapat membalas dendam atas semua petaka yang pernah kualami dan menemukan jalan hidup yang sebenar-benarnya."

Kata Momok Laknat. Sekali mengitarkan pandang. Dia tidak yakin Puteri Pemalu tewas terbunuh di tangan Hyang Kelam. Tak ada yang bisa membunuh Puteri Pemalu. Takdir kematiannya hanya terjadi bila muncul petir di tengah hari di delapan Puteri Pemalu.

"Dimana kau!"

Teriak Momok Laknat.

Sekali lagi dia memutar tubuh.

Lalu dengan mata batin dia melihat ada tumpukan pasir menggunung tak jauh di depannya.

Melihat pasir itu Momok Laknat segera teringat pada Hyang Kelam yang menyerang mereka dengan pusaran angin bercampur pasir.

"Jangan-jangan... !"

Momok Laknat tak menyelesaikan ucapan.

Sebaliknya dengan terburu-buru dia hampiri timbunan pasir yang hampir setinggi tubuh si nenek.

Rupanya dia menduga kemungkinan besar Puteri Pemalu terhimpit timbunan pasir setelah diserang oleh Hyang Kelam.

Seperti orang kesetanan, Momok Laknat lalu mengeruk sekaligus mengobrak-abrik timbunan pasir di depannya.

Sambil menggali dia terus memanggil.

Suara teriakan si nenek terhenti begitu dia mendengar suara dengus nafas tersengal di balik timbunan pasir yang makin menipis.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Puteri Pemalu. Kaukah yang berada di balik pasir,"

Tanya Momok Laknat dengan wajah membayangkan perasaan lega.

"Huk-huk-huk! Huek-huek-huek. Benar nek. Jangan lagi kau gali pasir ini. Kau mengeruk sana sini, bagaimana kalau dua biji mataku ikutan terkeruk, Aku bisa keluar sendiri!"sahut satu suara dari balik tumpukan pasir.

"Bagaimana keadaanmu?"

Tanya Momok Laknat. Walau merasa lega namun hatinya masih memendam satu kehawatiran.

"Aku... aku baik-baik saja. Mahluk alam roh Hyang Kelam mencoba menguburku hidup-hidup. Agaknya dia marah sekaligus malu karena aku bisa melihat keberdayaannya di alam halus. Hik hik hik."

"Sudah.Jangan bergurau. Kita kehilangan banyak (maaf satu halaman hilang.....) jadinya.

"Semula aku menduga cuma malam hari saja penampilan wajahmu buruk mengerikan seperti setan."

"Tak kusangka memandangmu disiang hari tetap saja tak ada yang berubah. Wajahmu tetap buruk mengerikan seperti...!"

Belum sempat Puteri Pemalu menyelesaikan ucapannya Momok Laknat cepat memotong.

"Seperti Setan. Begitu maksudmu? Gadis alam roh keparat. Kau bisanya cuma mencela kekuranganku. Apa kau tidak melihat bagaimana keadaan dirimu sendiri? Keadaanmu jauh lebih menyedihkan dan tidak lebih baik dibanding kan diriku."

Momok Laknat mendamprat. Tapi Puteri Pemalu malah tertawa tak perduli dengan ucapan si nenek.

"Nek. suratan nasibku sudah ditakdirkan seperti ini. Masih bagus dewa mengizinkan anwahku kembali ke dunia. Kalau tidak. Mana pernah ada kesempatan ke dua nek."

Kata Puteri Pemalu sambil menekab mulutnya yang tak lebih hanya berupa untaian daging tipis menggelambir menggantung seperti mau tanggal.

"Sudah! Jangan bergurau terus. Seperti yang kukatakan sekarang sudah siang. Kita harus segera berangkat.Tapi sebelum berangkat aku mau tahu bagaimana sampai kau berada dalam timbunan pasir?"

"Apa Hyang Kelam yang telah menguburmu dengan pasir itu?"

Kata Momok Laknat sambil menatap gadis di depannya dalam dalam. Merasa diperhatikan Puteri Pemalu segera tekap wajah merahnya yang mengerikan itu.

"Ah kau memandangku seperti itu nek, membuat aku malu dua kali.Pertama aku malu melihat diriku sendiri. Dan kedua aku malu padamu karena kita sama-sama jelek tidak sedap untuk dipandang. Tapi sudahlah baiknya kita sama-sama merelakan diri menerima keadaan.Bukankah begitu nek?!"

Kata Puteri Pemalu setengah bertanya.Kemudian tanpa sadar dia tekab dada dan bagian bawah perutnya.

Andai saja dua mata Momok Laknat masih utuh.

Tentu Puteri Pemalu dapat melihat bagaimana bola mata Momok Laknat mendelik besar.

Momok Laknat hanya bisa menggerutu.

Mulut yang keriput dipencongkan.

Kemudian mendamprat.

"Mahluk gila. Menyesal aku memanjatkan hajat meminta pada dewa agar diberi seorang teman pendamping. Kalau tahu yang dikirimkan cuma mahluk jelek sepertimu. Lebih bagus aku hidup sendiri gentayangan sesuka hati."

"Hi hi hi sekali lagi aku merasa malu mendengar Ucapanmu nek."

Menyahuti Puteri Pemalu disertai gelak tawa. Setelah tekab mulut hentikan tawa dia melanjutkan.

"Kurasa kalau nenek suka gentayangan itu tidak bisa di salahkan. Cuma setan dan anwah sesat yang gentayangan. Akan halnya dirimu. Walau bukan setan tapi soal tampang tak kalah dengan tampang setan "

"Pandai sekali kau bicara. Memangnya kau tidak sadar siapa dirimu?"

Bentak Momok Laknat "Diriku kurang lebih mirip denganmu nek. Kita mempunyai peruntungan buruk dan rupa yang buruk. Apalagi yang perlu disesalkan? Lebih baik kita memulai perjalanan kita yang tertunda."

Usul Puteri Pemalu.

"Huh, sedari tadi aku juga sudah akan mengajakmu pergi, tapi kau terus saja bicara melantur tak karuan."

Setelah berkata bagitu Momok Laknat membalikkan badan memutar langkah dan berkelebat tinggalkan Puteri Pemalu. Cepat sekali gerakan orang tua ini. Dalam waktu sekedipan mata saja dia telah lenyap dari pandangan mata.

"Hei nek. Tunggu aku. Jangan pergi sendiri. Katanya kau membutuhkan teman pendamping."

Seru Puteri Pemalu sambill memanggil-manggil nama Momok Laknat. Dikejauhan Momok Laknat menyahuti.

"Katanya kau adalah mahluk yang direstui para dewa. Kau punya kaki walau cuma terdiri dari darah tulang dalam daging.Sekarang tunjukkan kehebatanmu.Apakah kamu mampu menyusulku". Puteri Pemalu diam tidak menyahuti. Tapi dia tersenyum. Kemudian dia hentakkan kedua kakinya. Seketika itu juga Puteri Pemalu lenyap hilang raib seperti ditelan bumi. Dikejauhan Momok Laknat jadi gelisah khawatir Puteri Pemalu tidak mengikutinya. Sambil berlari Momok Laknat menoleh ke belekang. Dia tidak melihat sang Puteri. Namun sekonyong-konyong dia merasakan ada angin dan bayangan merah melesat di atas kepalanya.

"Eeh... Apa yang baru saja menyambar di atas kepalaku?!"

Pekik Momok Laknat kaget.Di depannya terdengar tawa cekikikan.

"tak punya mata mengapa selalu melihat ke belakang nek?"

Kata satu suara jauh di depannya.

"Aku ada di sini sekitar seratus tombak di depanmu. Kau masih hendak mengadu lari denganku? Jangan dilakukan kau bisa mati mendadak, jantungmu copot dan paru-parumu meledak. Hik hik hik.

"Setan alas."

Maki Momok Laknat sambil mempercepat larinya.

Di luar dugaan walau Momok Laknat telah mengerahkan ilmu lari cepatnya.

Tetap saja orang yang dikejar tak kunjung tersusul.

***** Matahari telah condong di ufuk langit sebelah barat.

Angin dingin berhembus sepoi-sepoi menebarkan aroma garam.

Di satu tempat.

Tepat di sebuah pedataran bukit batu karang, deburan ombak yang menghempas dinding curam tiga bukit menggemuruh laksana curahan suara air hujan.

Tidak terlihat ada siapapun di pendataran bukit yang terletak paling selatan itu.

Tapi tiba-tiba saja terdengar ada suara orang berkata.

"Yang mulia Gusti Ayu. Sudah hampir setengah hari kita mendekam bersembunyi di tempat ini. Mengapa harus takut. Tak ada yang melihat dan rasanya kita tak perlu sembunyi seperti hantu."

Tak ada suaranya namun jelas yang bicara adalah laki-laki. Tapi sejauh itu ujud dari keberadaannya tidak kelihatan. Kemudian terdengar suara lain memberi dukungan.

"Gusti ayu.yang dikatakan kakang Kalebu saya rasa benar adanya. Kita tidak perlu membuat lenyap diri kita hingga tidak terlihat. Lagi pula apa yang kita takutkan. Kami bertiga yaitu Kalebu, Kalametu dan Kajero dikenal dengan julukan Tiga Pembawa Maut.Selama hidup tidak ada yang ditakuti. Sedangkan Yang Mulia Gusti Ayu bukan gadis sembarangan.Apalagi saat ini Gusti Ayu membekal tongkat keramat Geger Gaib.Dengan tongkat itu apa lagi yang perlu ditakutkan?!"

Sunyi. Yang terdengar hanya hela nafas samar dan bau harum aroma tubuh wanita bercampur dengan bau kambing jantan.

"Kalian bertiga cuma anjing penjaga."

Kata satu Suara dan kali ini jelas suara perempuan.

"Aku yang mengatur, aku yang menentukan. Sedangkan kalian bertiga hanya mengikuti dan menjalankan perintah. Kalian semua tidak tahu apa yang tersembunyi, kalian juga tak pernah tahu apa yang aku ketahui. Tapi baiklah. Demi membuat keadaan terasa nyaman. Aku akan melenyapkan tabir pelindung hingga membuat tampang buruk kalian dapat dilihat siapa saja."

Dengus suara itu.

Tiba-tiba saja terdengar suara letupan tiga kali berturut-turut disertai pijaran cahaya merah menebar asap hitam pekat.

Ketika cahaya merah dan tebaran asap lenyap.

Di tempat itu jatuh terduduk tiga laki-laki bertampang seram berambut awut-awutan.

Ketiga laki-laki tak lain adalah tiga bersaudara.

Yang paling tua Kalebu memiliki wajah rambut dan kulit berwarna merah.

Sedangkan saudaranya yang kedua bernama Kalametu berambut hijau, wajah dan sekujur tubuhnya juga berwarna hijau.

Sedangkan yang yang bungsu bernama Kajero sekujur tubuh dan rambutnya berwarna biru dan memiliki jari tangan aneh seperti capit kepiting.

Malang melintang di rimba persilatan mereka dikenal dengan julukan Tiga Pembawa maut, Walau mereka memiliki tingkat kesaktian yang sangat tinggi dan sangat ditakuti di tanah asalnya Malalayu.

Namun sudah cukup lama mereka menjadi kaki tangan gadis yang mereka panggil dengan sebutan Yang Mulia Gusti Ayu.

Mereka tak berdaya dalam pengaruh sihir gadis itu.

"Sekarang apakah kalian senang dan merasa lebih leluasa?"

Tanya satu suara.Tiga bersaudara cepat jatuhkan diri menjura penuh rasa hormat sambil benturkan kepala ke tanah karang tiga kali.Mewakili dua saudaranya. Kalebu si Maut Merah membuka mulut.

"Kami senang karena tak akan ada yang mengatakan kami pengecut."

"Hmm, begitu. Sebagai murid Penyihir Racun Utara. Aku juga bukan manusia pengecut. Tak ada yang kutakuti. Dan aku Juga akan menampakkan diri seperti kalian!"

Selesai berkata begitu.

Belum lagi gema suaranya lenyap.

Di depan Tiga Pembawa Maut membersit cahaya terang kehijauan.

Cahaya itu membesar lalu meledak hancur menjadi kepingan bertaburan.

Kepingan cahaya hijau raib.

Di depan tiga bersaudara Maut Merah, Maut Hijau dan maut Biru berdiri tegak seorang gadis berwajah cantik jelita berkulit putih berambut panjang tergerai.

Gadis itu berpakaian berupa gaun berwarna hijau.

Bagian bawah samping sampal ke pinggul terbelah di kedua sisi- nya memperlihatkan betis hingga pangkal pahanya yang mulus.

Selain itu pakaian di sebelah atas terlalu rendah hingga belahan kedua dadanya menyembul putih menantang membuat belingsatan laki-laki yang memandangnya.

Gadis ini usianya sekitar tiga puluh tahun.

Di tangannya tergenggam sebuah tongkat hitam bernama Geger Gaib.

Dengan tongkat saktinya itu dia yang dikenal dengan nama Kupu Kupu Putih dan merupakan murid Sobo Guru Penyihir Racun Utara menjadi salah satu tokoh muda yang paling disegani di Pulau Es.

Lalu bagaimana Kupu Kupu Putih bersama tiga pengawalnya bisa sampai di pantai Utara? Sebabnya tak lain adalah seperti telah dikisahkan dalam episode 'Misteri Pedang Gila.

Sesuai petunjuk wangsit yang didapat Kupu Kupu Putih juga atas perintah gurunya Penyihir Racun Utara.

Dia diminta mencari jejak Pedang Gila pusaka sakti peninggalan istana Pulau Es.

Sang guru sendiri tidak ikut serta menemani karena sedang menderita sakit berkepanjangan.

Demi berbakti pada guru yang sangat dihormati.

Kupu Kupu Putih berangkat menuju tiga bukit yang terdapat di pantai utara.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejauh ini dia belum mengetahui bahwa Penyihir Racun Utara telah tewas terbunuh di tangan sahabatnya sendiri yang tak lain adalah Maha lblis Dari Timur.

Untuk jelasnya dapat dikuti dalam episode 'Maha Iblis Dari Timur "

"Aku telah penuhi permintaan kalian."

Berkata dara cantik jelita itu sambil menatap tiga pengawal yang duduk bersimpuh di depannya.

Tiga pengawal tundukkan kepala tak berani menatap.

Kupu Kupu Putih tersenyum.

Sekejab matanya yang indah memperhatikan keadaan di sekitarnya.

Diam-diam dia terkejut.

Tanpa sadar dia berseru.

"Ternyata kita tidak berada di bukit Induk. Kita berada di bukit sebelah selatan.Bukit induk ada di tengah dan bukit itu adalah bukit paling besar dibandingkan dua bukit yang mengapitnya.Sebagai anjing penjaga yang mempunyai penciuman tajam.Mengapa kalian memilih tempat ini?"

Tanya Kupu Kupu Putih sambil menatap tiga penjaganya satu persatu. Kajero atau Maut Biru cepat-cepat bungkukan badan. Sambil menjura dia menanggapi.

"Yang Mulia Gusti Ayu. Bukit sebelah selatan ini adalah satu-satunya tempat yang paling baik untuk melakukan pengintaian. Dari sini kita dapat melihat sebuah pendataran luas di bukit Induk. Siapa pun yang sampai di tempat itu dengan mudah dapat kita ketahui.

"Gusti Ayu."

Menyela Maut Hijau.

"seperti yang Gusti lihat di bukit Induk ada pendataran luas. Tapi untuk mencapai pendataran itu berkali-kali kami gagal menemukan jalan. Mungkin ada jalan rahasia, namun bagaimana Jika jalan rahasia itu ternyata banyak jebakan. Saya yakin tidak hanya kita saja yang datang ke tempat ini Gusti Ayu. Saya menaruh curiga tak lama lagi begitu matahari terbenam akan muncul tokoh-tokoh atau orang rimba persilatan di bukit Induk. Bila kita masuk duluan mencari keberadaan Pedang Gila. Saya khawatir kita bakal mengalami kendala besar. Kita bisa diserang...!"

"Yang mulia Gusti Ayu. Apa yang dikatakan oleh dua saudara saya itu. Saya kira memang ada benarnya."

Timpal Kalebu si Maut Merah.

"Kita harus melihat keadaan dan siapa saja yang bakal muncul di tempat Ini. Bulan purnama tak lama lagi akan muncul di langit barat.Kita cari cara yang mudah untuk mendapatkan Pedang Gila. Lagi pula untuk mencapai pendataran Bukit Induk dari sini jauh lebih mudah "

"Apa maksudmu?"

Tanya Kupu Kupu Putih dengan suara menggumam.

"Ee, maksud saya. Kita cari cara yang mudah. Biarkan orang saling bunuh memperebutkan pedang. Siapapun yang berhasil memenangkan perkelahian berdarah dan mendapatkan pedang itu. Kita tinggal menghabisinya."

Terang Maut Merah. Kupu Kupu Putih anggukkan kepala sambil mengurai senyum. Tapi dia kemudian berucap.

"Pandai benar kau menyusun muslihat. Selanjutnya kita tinggal menunggu sekaligus membuktikan apakah muslihatmu bisa berjalan mulus. Siapapun di antara kalian yang berhasil mendapatkan Pedang Gila. Aku berjanji akan memberi hadiah yang tak mungkin terlupakan seumur hidup."

Ucap Kupu Kupu Putih membuat Maut Hijau, Maut Biru dan Maut Merah tersentak kaget namun gembira.

Beberapa tahun mereka mengabdi, menjadi kaki tangan setia belum pernah Kupu Kupu Putih memberi janji apapun terkecuali caci maki sumpah serapah penghinaan.

Muncul rasa ingin tahu dihati ketiga bersaudara itu hadiah apa gerangan yang bakal diberikan oleh gadis cantik jelita itu.

Walau merasa takut, Maut Hijau memberanikan diri ajukan pertanyaan.

"Maafkan saya Yang Mulia Gusti Ayu. Bolehkah saya tahu hadiah apa yang akan diberikan pada kami bila berhasil mendapatkan Pedang Gila?"

Kupu Kupu Putih tersenyum.

Dia melangkah maju, hampiri ketiga pengawalnya sambil membungkuk hingga memperlihatkan dadanya yang putih kencang bergelayutan.

Diusapnya ketiga penjaga itu satu persatu..

Tiga bersudara itu jadi belingsatan melihat pemandangan yang tak biasanya itu.

Maut Merah menelan ludah.

Maut Biru julurkan lidah basahi bibir.

Jantung berdetak keras tubuh panas dingin diamuk gairah.

Sedangkan Maut Hijau hanya bisa mendelik.

Kupu Kupu Putih berdiri tegak.

Semua tindakan yang dia lakukan disengaja untuk membangkitkan semangat juang pengikutnya.

Malah sambil bertolak pinggang busungkan dada Kupu Kupu Putih menjawab pertanyaan Maut Hijau.

"Kalian dengar.Bila kalian berhasil mendapatkan pedang Gila. Sebagai imbalan kalian akan kuberi kesempatan mandi bersamaku, kemudian membelai tubuhku yang indah ini sampai puas. Hanya sebatas itu dan tidak boleh lebih."

Tiga bersaudara saling pandang.

Walau wajah mereka memendam sedikit rasa kecewa.

Tapi dijanjikan mendapat hadiah seperti itu mereka sangat senang sekali.

Seumur-umur mereka hanya bisa menelan ludah setiap kali melihat kecantikan Kupu Kupu Putih.

Bukankah diberi kesempatan mandi bersama dan diizinkan membelai tubuh gadis jelita itu menjadi sesuatu yang luar biasa menyenangkan.

"Bagaimana? Apakah kalian tidak suka dengan hadiah yang kujanjikan? Kalau tidak mau. Aku bisa menggantikannya dengan emas!"

Kata Kupu Kupu Putih. Karuan saja ketiga penjaga gelengkan kepala tidak setuju.

"Kami tidak inginkan hadiah emas walau banyaknya setinggi bukit. Kami lebih memilih hadiah mandi bersama juga kesempatan mengusap dan membelai tubuh indah yang Mulia Gusti Ayu."

Kata tiga bersaudara itu hampir bersamaan.

Kupu Kupu Putih tersenyum.

Dia sengaja menggeliatkan tubuhnya dengan gerakan menawan hingga membuat para penjaga itu merasa jantung berdetak keras dan sekujur tubuh panas dingin diamuk keinginan sesat.

Melihat ini Kupu Kupu Putih tertawa.

Tawanya kemudian lenyap.

Dengan tegas dia berkata.

"Kalian dengar. Hadiah masih jauh di depan mata. Sekarang lakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Lihat setiap perkembangan yang terjadi di bukit Induk. Siapapun yang muncul di tempat itu. Mereka adalah musuh yang harus diwaspadai."

"Saya dan dua saudara saya akan mematuhi setiap perintah. Kami tidak akan mengecewakanmu!"

Kata Maut Biru mewakili dua sudaranya yang lain.

Sebelum menyebar ketiganya membungkukkan badan selanjutnya kepala masing-masing dibenturkan ke tanah.

Wuus! Wus! Wus! Tiga Pembawa Maut hilang raib dari pandangan mata.

Melihat pengikutnya melenyapkan diri, Kupu Kupu Putih tersenyum.

***** Ujung lorong jalan rahasia berakhir di ujung pintu batu.

Bocah Ontang Anting menghela nafas sambil pandangi pintu tebal berat luar biasa yang menghadang di depannya.

Menatap ke arah pintu yang luasnya cuma seukuran besar tubuh laki-laki dewasa ini membuat Ingatannya melayang jauh pada masa dua puluh tahun silam.

Dulu dia datang ke tempat ini membawa benda milik prabu Sangga Langit penguasa Istana Pulau Es.

Benda berharga yang dia bawa dan harus disimpan di salah satu ruangan rahasia dalam gua Satu Pintu Empat Ruang tak lain adalah senjata pusaka berupa sebilah pedang Maha Sakti bernama Pedang Gila.

Seperti telah dikisahkan dalam episode 'Misteri Pedang Gila' dan 'Maha Iblis Dari Timur Istana Pulau Es diserbu sekaligus dihancurkan oleh Maha Iblis Dari Timur.

Seluruh penghuni kerajaan yang terdiri dari raja, permaisuri dan dua putra mahkota juga para pembesar dan para perajurit menemui ajal.

Maha Iblis tidak sendiri, dia dibantu oleh tokoh sesat yang tidak lain adalah Penyihir Racun Utara.

Sesaat setelah penyerbuan itu.

Muncul manusia setengah Dewa Ki Panaraan Jagad Biru.

Tokoh sakti luar biasa ini kemudian membawa permaisuri Purnama Sari yang hamil tua ke suatu tempat tak jauh dari Goa Mayat Es.

Atas bantuan Nini Balang Kudu bayi dalam kandungan permaisuri berhasil diselamatkan.

Sementara permaisuri yang banyak mengalami luka dan kehilangan darah tak tertolong.

Bayi yang terselamatkan itu merupakan keturunan satu-satunya dari prabu Sangga Langit penguasa Istana Pulau Es.

Ki Panaraan Jagad Biru memberinya nama Raja.

Tapi karena tingkah lakunya yang konyol angin-anginan.

Ki Panaran Jagad Biru dan Nini Balang Kudu yang mengangkatnya menjadi murid memberinya tambahan nama di belakang Raja menjadi Raja Gendeng.

Lima hari sebelum peristiwa penyerangan yang melibatkan pasukan alam gaib dilakukan oleh Maha Iblis Dari Timur terjadi.

Prabu Sangga Langit telah mendapatkan firasat buruk.

Dia merasa bakal ada malapetaka yang menimpa istananya.

Kebetulan pada saat itu Bocah Ontang Anting sebagai sahabat lama datang menyambangi Istana.

Sang prabu menuturkan kegelisahannya pada kakek kerdil itu.

Lalu meminta Bocah Ontang Anting melakukan perjalanan rahasia dimalam hari dalam upaya menyelamatkan pedang dan menyimpannya di tempat rahasia dalam gua Empat Ruang Satu Pintu yang terdapat di bukit induk di ujung pantai Utara.

Semua peristiwa yang terjadi telah lama berlalu.

Namun Bocah Ontang Anting merasa kejadiannya seperti baru beberapa hari saja.

Kini sang pewaris pedang telah dewasa.

Sebagai orang yang diserahi amanah sang prabu tugasnya adalah menunjukkan tempat penyimpanan pedang dan menyerahkan senjata itu pada yang berhak.

"Kek apa kita sudah sampai. Mengapa berhenti? Jalan ini buntu atau mungkin kita salah jalan dan kesasar ke liang lahat?"

Satu suara menegur dan itu adalah suara Raja. Bocah Ontang Anting terkesiap dan segera tersadar dari lamunannya. Dia menghela nafas lalu menghembuskannya perlahan. Tanpa menoleh dia menjawab pertanyaan Raja.

"Kita tidak tersesat, apalagi sampai gentayangan di liang lahat. Aku ingat peristiwa puluhan tahun lalu, aku pernah datang ke tempat ini di malam buta demi menjalankan amanat perintah ayahandamu yaitu gusti prabu Sangga Langit."
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau orang jujur. Atas jasamu itu kelak aku akan mengangkatmu menjadi seorang patih walau cuma patih gila. He he he."

Ujar Raja sambil tertawa mengekeh.

Bocah Ontang Anting menanggapi ucapan Raja dengan senyum.

Tanpa bicara dia segera julurkan tangan ke arah tonjolan batu yang terdapat di dinding sebelah kiri.

Telapak tangan dikembangkan kemudian dia tekankan kebagian tonjolan batu.

Terdengar suara klik yang diikuti dengan suara bergemuruh bergesernya pintu yang berat.

Batu penutup pintu bergeser ke sebelah kiri.

Setelah pintu batu terbuka, Bocah Ontang Anting lambaikan tangan memberi isyarat pada Raja untuk mengikutinya.

Di belakangnya Raja anggukkan kepala.

Setelah melewati pintu jalan rahasia mereka menaiki undakan tangga yang jumlahnya dua puluh tiga.

Pada undakan tangga terakhir sampailah mereka disebuah pendataran cukup luas yang terdiri dari hamparan karang atos.

Bocah Ontang Anting menghirup udara dalam- dalam dengan perasaan lega.

Sementara itu Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es justru layangkan pandang memperhatikan keadaan di sekelilingnya.

"Dari sini bukit di sebelah selatan dan utara terlihat lebih jelas. Namun pedataran di tebing bukit Induk ini merupakan tempat terbuka. Siapapun yang muncul dan bersembunyi diantara kedua bukit yang mengapit bukit Ini pasti dapat melihat gerak gerik kita!"

Kata Raja dengan wajah membayangkan rasa khawatir.

"Tak usah risau. Bukit Induk dan segala apa yang tersimpan di dalam Gua Empat Ruang Satu Pintu ada yang melindungi.Tujuan kita datang kemari adalah untuk mengambil senjata pusaka yang menjadi hak paduka.Siapa saja yang berani menyusup mereka tidak bakal lepas dari incaran malapetaka."

Terang si kakek membuat Raja menjadi heran.

Dengan alis berkerut Raja ajukan pertanyaan "Eeh apa maksudmu kek? Kau mengatakan Gua Empat Ruang Satu Pintu? Kau juga mengaku setiap tamu tak diundang tak terlepas dari Incaran malapetaka? Apakah tempat ini ada penjaganya?"

Bocah Ontang Anting tersenyum sambil anggukkan kepala.

"Sejak Pedang Gila disimpan di tempat Ini dua puluh tahun yang lalu.Tempat ini terus diawasi oleh satu mahluk sakti luar biasa besar yang mungkin kelak bakal menjadi sahabatmu. Adapun tentang Gua Empat Ruang Satu Pintu aku sengaja tak menceritakannya padamu. Tapi kau akan melihatnya karena tak lama lagi begitu matahari tenggelam kita menuju ke sana."

Terang Bocah Ontang Anting.

"Hmm, selalu saja ada yang kau rahasiakan."

Dengus Raja sambil menggeleng.

"Sekarang katakan padaku tentang mahluk penjaga yang kau sebutkan? Apakah mahluk itu berupa mahluk buas, jin atau sebangsa mahluk berbisa?"

Desak Raja tidak sabar.

"Nanti juga kau akan tahu."

"Tapi aku mau tahu sekarang!"

"Kau terlalu memaksa."

Sahut Bocah Ontang Anting.

"Tapi baiklah mahluk penjaga yang kumaksudkan sejenis burung."

Merasa Bocah Ontang Anting tidak bicara jujur. Raja menyela.

"Hah, burung lagi...? Burung Apa? Burung perkutut?!"

Desis Raja dengan mata mendelik.

"Bukan. Cuma seekor burung cucak rawa. Ha ha ha!"

Sahut Bocah Ontang Anting diiringi gelak tawa.

"Edan! Kau benar-benar gila kek,"

Maki Raja kesal. Sambil bersungut-sungut pemuda ini memutar tubuh. Menatap ke langit sebelah barat dilihatnya matahari yang merah nyaris terbenam diperaduannya.

"Kek... matahari hampir tenggelam. Kita harus cepat menyingkir ke tempat yang aman."

"Hh, mengapa harus tergesa-gesa. Bulan purnama belum kelihatan. Lagi pula sekitar tengah malam nanti tepat bulan di atas kepala kita baru bisa mengambil benda itu."

"Menunggu tengah malam hingga letak bulan persis di atas kepala? Mengapa begitu?"

Tanya Raja tidak mengerti.

"Ketahuilah, paduka Raja. Di dalam gua Empat Ruang Satu Pintu ada sebuah rahasia besar yang hanya aku saja mengetahuinya. Di langit-langit gua terdapat satu lubang besar lubang bundar tembus hingga ke puncak bukit Induk. Lubang itu sebagai jalan keluar masuk cahaya bulan dan matahari. Tepat di bawah lubang di bagian lantai gua ada sebuah pintu rahasia khusus berbentuk bintang empat Sudut sebagai pintu kecil tempat penyimpan pusaka yang kusembunyikan. Tak seorangpun bisa membuka pintu bintang bersudut empat terkecuali bila simbol bintang yang menghubungkan ke tempat penyimpanan disinari cahaya bulan empat hari."

Terang Bocah Ontang Anting dengan suara lirih berbisik. Raja terdiam, sambil berpikir dia mengelus dagunya yang polos.

"Menurutku cukup rumit. Aku bisa bayangkan betapa berat tugasmu dulu. Tapi kek. Lebih baik tak usah kau ceritakan segala rahasia yang kau ketahui. Kita berada di tempat terbuka. Aku khawatir apa yang kau ceritakan ini didengar oleh orang lain!"

Ucap Raja.

"Baiklah. Sebaiknya kita masuk ke dalam gua tempat penyimpanan. Sesampainya di sana aku bisa bicara banyak tanpa khawatir ada orang lain mendengar pembicaraan kita."

Raja mengangguk setuju.

Dia lalu mengikuti Bocah Ontang Anting yang berjalan cepat menuju jurusan sebelah kiri tanah pendataran bukit Induk.

Tak lama keduanya sampai di samping bukit yang dituju.

Saat itu matahari telah digantikan rembulan tanggal empat belas yang muncul di langit barat.

Udara dingin menusuk, Angin berhembus keras datang dari arah laut.

Di balik bukit Induk gemuruh ombak datang dan pergi menghempas dinding bukit.

"Di sinikah tempatnya?"

Tanya Raja sambil menatap ke depan tebing datar yang terdiri dari bebatuan karang.

Bocah Ontang Anting mengangguk.

Tanpa bicara dua tangan dirangkapkan ke depan dada.

Dua kali kepala digelengkan ke kiri dan ke kanan.

Setelah itu dengan wajah tertunduk dari mulutnya terdengar suara ucapan.

"Bentar gaib jagad gaib. Aku Bocah Ontang Anting. Terlahir dengan nama jelek Sapa Brata. Aku Sang utusan pengemban amanat orang yang telah berpulang. Aku datang untuk mengambil barang yang tersimpan, selanjutnya akan saya serahkan pada yang berhak. Orang yang punya hak menerima senjata ada bersamaku. Namanya Raja tapi ada Gendeng di belakang namanya. Dia bergelar Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es. Satu-satunya pewaris pusaka yang lolos dari pembantaian keji puluhan tahun silam. Jagad Gaib alam gaib, saya minta dibukakan pintu disingkapkan tabir yang menghalangi pandangan mata. Beri kami jalan menuju gua Empat Ruang Satu Pintu dan bimbing kami menuju ke tempat penyimpanan yang dulu."

Selesai berkata begitu Bocah Ontang Anting, jatuhkan diri dengan kaki kiri berlutut sedangkan dua tangan yang saling bertaut ditempelkan di atas kepala.

Bocah Ontang Anting menjura ke tebing datar di depannya tiga kali.

Sedangkan Raja yang berdiri di belakangnya sambil menahan senyum jadi geleng-geleng kepala.

Dalam hati Raja membatin.

"Kakek aneh. Segala tebing batu dia sembah dan diajak bicara. Dasar...! Raja Gendeng tak sempat selesaikan ucapannya. Sebaliknya kini dia diam tertegun dengan mulut melongo begitu mendengar suara gemuruh dahsyat luar biasa yang berlangsung di depannya. Raja makin tercengang ketika mengetahui dinding bukit bergeser ke kiri dan membuka di sebelah kanan. Dinding menbentuk sebuah pintu bundar empat persegi dengan lebar tidak kurang dari dua tombak. Di balik dinding pintu gua gaib yang terbuka terbentang sebuah ruangan luas namun gelap. Bocah Ontang Anting bangkit berdiri. Tanpa memandang ke belakang kakek itu berucap,.

"Cepat ikuti aku, Pintu Satu Empat Ruang telah terbuka. Begitu kita masuk pintu ini akan tertutup dengan sendirinya!"

"Di dalam gelap. Tapi tidak mengapa. Aku mengikut saja apa yang kakek minta."

Jawab Raja. Tanpa menunggu keduanya berlompatan masuk melewati pintu satu-satunya yang menghubungkan ke bagian dalam. Begitu mereka jejakkan kakinya di dalam pintu gaib itupun menutup dengan sendirinya.

"Gelap luar biasa. Aku bahkan tidak bisa melihat telingamu kek?"

Kata Raja.

"Dalam gelap ada terang!"

Menyahuti Bocah Ontang Anting.

Dan keanehan kemudian terjadi.

Baru saja Bocah Ontang Anting selesai berucap.

Di seluruh dinding ruangan yang gelap muncul cahaya.

Raja kaget sekaligus merasa kagum.Dia memperhatikan cahaya terang yang bermunculan di seluruh dinding.

Jumlah cahaya putih yang berfungsi menggantikan pelita tak kurang dari sembilan buah.

Berbentuk seperti bintang bersegi empat.

Dengan perhatikan keadaan ruangan yang luas.

Ruangan luas dibatasi empat pilar tiang penyangga dengan empat ruang bersekat setinggi dada.

Kemudian di ujung ruangan yang paling besar terdapat dua buah altar berupa batu empat persegi yang terdiri dari dua tingkat.

Penasaran pemuda ini mendekati kedua altar bertingkat itu.

Dari jarak dekat dengan jelas dia melihat dipermukaan altar pertama di bagian tengahnya yang sejajar dengan lubang menganga di langit-langit ruangan terdapat sebuah simbol bintang empat sudut berwarna putih kecoklatan.

Di sekeliling simbol dibatasi dengan sebuah garis empat persegi seluas panjang lengan orang dewasa.

Ketika Raja dongakkan kepala menatap ke langit- langit.

Dia melihat lubang bundar seukuran tubuh manusia tembus hingga ke puncak bukit induk.


Wiro Sableng 060 Serikat Candu Iblis Pendekar Gila 26 Undangan Maut Pendekar Pulau Neraka 31 Lima Setan

Cari Blog Ini