Ceritasilat Novel Online

Mencari Ikan Biru 1

Naga Geni 27 Mencari Ikan Biru Bagian 1

E-Book Kollektor MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO MAHESA WULUNG *** BAGIAN I Masih terdengar jelas jeritan nyaring yang keluar dari mulut si cantik Niken Warsih, ketika ia melihat sebutir buah kelapa yang melesat deras kearah Mahesa Wulung.

"Tuan Mahesa Wulung! Awas!"

Tak ubahnya seperti sebuah peluru besi, kelapa tadi langsung menyambar kearah Mahesa Wulung dibarengi dengan desing nyaring yang berhawa dingin.

Satu hal yang tidak boleh dianggap ringan oleh Mahesa Wulung sendiri maupun seluruh orang yang ada disitu.

Seandainya ia terlambat sedikit saja, pastilah maut akan menghampiri dirinya.

Namun beruntunglah, bahwa Mahesa Wulung cukup waspada setiap saat, sehingga dengan sebatnya ia dapat menangkap datangnya bahaya.

"Hih !", desah Mahesa Wulung serentak tangan kirinya mengebas menyambut serangan tersebut, disusul dengan bunyi ledakan kecil ketika buak kelapa tadi pecah berkeping-keping.

"Draaak!"

Agaknya serangan tadi bukanlah serangan terakhir, terbukti dengan menyusulnya dua butir kelapa yang menyamber berbarengan kearah Mahesa Wulung.

Namun si Pendekar Demak ini kembali memperlihatkan ketangguhannya.

Dua gerakan segera dilakukan dengan gesit.

Tangan kanannya berkelebat, begitu pula kaki kanannya menyapu keatas mencegat datangnya dua butir kelapa yang menyambar.

"Draaak . Daaaarrrr!"

Berkeping-keping hancur dua buah kelapa tadi.

Akan tetapi telinga Mahesa Wulung segera menangkap tiga desingan beruntun mendatangi.

Dari jendela warung yang lebar memanjang itu, ia dapat melihat lagi tiga butir kelapa yang meluruk dengan derasnya secepat badai berlalu.

Sekali ini Mahesa Wulung betul-betul tercekat hatinya, sebab ia sempat melayangkan lirikan matanya, bahwa salah satu dari butir kelapa tadi meluncur kearah Niken Warsih.E-Book Kollektor 7_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Memang Niken Warsih saat itu tengah berdiri bengong tak jauh dari Mahesa Wulung, lebih-lebih setelah ia melihat betapasi pedekar muda tadi dengan cekatan telah merontokkan serangan- serangan yang aneh.

Dengan begitu seperti terpaku ia tidak menyadari bila serangan aneh berikutnya yang dahsyat tadi tengah mengancam dirinya.

"Wuuus.ngnguuuuuuungng.."

Begitulah kelapa-kelapa tadi bersambaran dengan suara nyaring menyeramkan seolah-olah suara maut yang tengah mencari mangsa dan korbannya.

Tetapi didalam detik-detik yang sangat menegangkan itu Mehesa Wulung telah terlebih dahulu menggerakkan tubuhnya.

Ia melesat lincah dengan cepatnya dan hampir-hampir sukar untuk ditangkap oleh mata.

Tiba-tiba sebelah kaki dan tangan Mahesa Wulung menyapu udara dan seketika hancurlah dua butir kelapa.

Namun itu tidak berarti bahwa bahaya telah lewat, sebab masih ada satu butir lagi yang meluncur kearah Niken Warsih.

""

"Oh bahaya!"

Desis Mahesa Wulung sambil melakukan gerakan yang sukar untuk dipercaya.

Sementara kaki kirinya menyapu butir kelapa tadi kedua tangannya bergerak kearah Niken Warsih dan menangkap tubuhnya, satu-satunya usaha untuk menghindarkan gadis itu dari serpihan batok kelapa yang sangat tajam.

Maka detik berikutnya kedua orang itupun roboh kelantai saling tindih.

Buat sesaat mereka saling melontarkan pandang, tanpa sepatah katapun yang terucapkan.

Keduanya seolah-olah menjadi bisu.

Kalau Mahesa Wulung terbengong sejenak, Niken Warsih tak ketinggalan terpengaruh oleh peristiwa ini.

Wajahnya sebentar tertampak pucat, tetapi sebentar pula kedua pipinya yang padat menjadi merah dadu, silih berganti.

Dadanya bahkan terasa sesak, dan dia tidak kuasa mengucapkan kata-kata apapun.

Sekilas kemudian Mahesa Wulung tersadar dan buru-buru ia bangkit sambal menggumam lirih kearah si pemilik warung.

"Eeeeh, maaf. Aku telah mengejutkan kau!"

"Tak mengapa tuan!"

Sahut terburu-buru dari bibir Niken Warsih.

"Kau telah menyelamatkan nyawaku dari bahaya itu".

"Nah tetaplah kamu berlindung disini agar terhindar dari bahaya berikutnya"

Bisik Mahesa Wulung kepada Niken Warsih dan sejenak kemudian iapun telah melesat keluar dari jendela warung.

Dalam pada itu rekan-rekan Mahesa Wulung segera beranjak melihat sahabatnya diserang secara beruntun.

Tetapi sebelum mereka bertindak, Mahesa Wulung telah lebih dahulu tiba diluar.E-Book Kollektor 8_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Bersamaan itu pula terlihatlah beberapa sosok tubuh dari semak-semak didepan warung dengan gerakan yang waspada dan penuh siaga.

Mahesa Wulung segera terbelalak menatap kearah para penyerang itu.

Seorang diantara mereka bersenjata pedang pendek, serta seuntai jala mengkilap terletak diatas pundak kirinya.

Yang lebih aneh, tokoh ini mengenakan baju merah dengan hiasan perisai baja pada dadanya.

Tiga orang yang lain bersenjata pedang.

Yang dua telah menghunus pedangnya dan orang ketiga masih menjinjing dua butir kelapa.

Dengan demikian segera orang-orang dapat menduga bahwa orang tersebutlah yang telah menyerang Mahesa Wulung beberapa saat lalu."

"Huahaha. Selamat berjumpa lagi sobat!"

Seru si baju perisai sambil tertawa tergelak-gelak, seolah-olah seorang anak yang menjumpai barang mainannya yang hilang.

"Kali ini kita boleh melanjutkan lagi permainan kita, seperti beberapa tahun yang lalu!"

"Surokolo *!!" (* bacalah seri Naga Geni16

"Pembalasan Rikma Rembyak") seru Mahesa Wulung dengan suara yang marah.

"Bagus! Kau telah berani lagi menongolkan dirimu yang pengecut?"

"Ha..haha..ha Kau berlagak jagoan, ha?"

Sindir Surokolo, tajam.

"Apakah kau belum lupa bahwa dirimu pernah lumpuh dibawah telapak tanganku?"

"Dunia berputar, waktu berlalu!"

Balas Mahesa Wulungtak kalah tajam.

"Memang begitu beberapa tahun yang lalu, tetapi itupun kau lakukan dengan cara mengeroyok dan siasat keji! Dan sekarang, akan kau ulangi lagi siasatmu itu?"

"Eh, apa bedanya bagimu? Maju satu persatu atau berbarengan mengeroyokmu? Yang penting engkau harus mati ditanganku!"

Sahut Surokolo dengan garangnya seraya melirik kearah seorang rekannya yang msih menjinjing dua butir kelapa. Katanya pula.

"Bedor! Berikan sisa kelapamu itu kepada si kunyuk sombong itu!"

Orang yang bernama Bedor mengangguk dan tiba-tiba kedua tangannya mengibas kedepan, disusul melesatnya dua butir kelapa yang langsung menyambar kearah Mahesa Wulung dalam jarak yang sangat dekat.

Melihat ini rekan-rekan Mahesa Wulung tercekat hatinya, lebih-lebih dengan Niken Warsih yang diam-diam telah mengintip keluar.

Pada detik berikutnya mereka menjadi ternganga penuh kagum ketika Mahesa Wulung mengerahkan tangan kanannya.E-Book Kollektor 9_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Weesss..weesss!"

Dua kali Mahesa Wulung menyabetkan tangannya kekiri kanan bolak balik dan tahu-tahu ia telah menyarungkan kembali pedangnya.

Sungguh gerakan yang sangat hebat.

Akan tetapi lebih hebat lagi ketika kedua butir kelapa tadi runtuh ketanah, masing-masing menjadi empat bagian, terbelah oleh pedang Mahesa Wulung! "Hah?"

Desis Bedor kaget. Begitu pula Surokolo dan kedua temannya yang lain seperti tidak percaya melihat pertunjukkan ilmu pedang yang dahsyat itu. Benar-benar hebat! "Kau menympan ilmu pedang yang hebat"

Ujar Surokolo.

"Tapi dihadapan kami, jangan berlagak paling jempolan! Akupun mampu melakukan pameran yang serupa! Hayo lihatlah ini, kunyuk!"

Sambil berkata jari-jari kaki kanannya tahu-tahu sudah menjentik batu ditanah yang seketika itu juga melenting diudara dan bersamaan dengan itu pula ia mengibaskan pedang pendeknya.

"Sretsret!"

"Pyur!"

Serpihan batu beruntuhan jatuh ketanah diiring dengan tertawa dinginnya dari mulut Surokolo yang merendahkan.

"Nah tidak terlalu jelek bukan, jika sekedar untuk bermain-main denganmu?"

Ujarnya.

"Hmmmmemang cukup baik!"

Sahut Mahesa Wulung.

"Justru itu aku menjadi lebih senang menghadapi lawan yang berilmu tinggi. Dengan begitu aku tidak terlalu merasa malu seandainya kalian kalah dan terpaksa roboh oleh tanganku!"

"Keparat! Ayo kawan-kawan! Kepung segera si kunyuk sombong ini!"

Teriak Surokolo dengan luapan marah. Maka serentak mereka berempat telah melompat mengepung Mahesa Wulung.

"Adi Mahesa Wulung! Aku siap-siap membantumu!"

Seru Gagak Cemani dengan lantang. Ia tidak rela dan tidak mau tinggal diam melihat sahabatnya dikeroyok oleh empat orang lawan sekaligus.

"Tidak Akang Cemani! Biarlah sementara aku hadapi seorang diri dulu para cecunguk ini. Bila ternyata aku tidak sanggup barulah Akang boleh turun tangan!"

Seru Mahesa Wulung seraya meloloskan pedang dari pinggangnya.

"Sreeeng!!"

Mendengar seruan Mahesa Wulung, Gagak Cemani cuma tersenyum mantap.

Ia telah mengenal watak sahabatnya ini dengan baik, sehingga sama sekali ia tidak merasa tersinggung oleh sikap Mahesa Wulung tadi.E-Book Kollektor 10_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Kendati demikian Mahesa Wulung tidak terlalu gegabah.
Naga Geni 27 Mencari Ikan Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia sangat berhati-hati menghadapi Surokolo dan dan kawan-kawannya itu.

Bukankah ia masih ingat bahwa Surokolo memiliki senjata jaring yang mampu melumpuhkan sasaran? Dengan begitu ia mengawasi jaring Surokolo yang tersandang diatas pundaknya.

Tapi heran..

Surokolo belum menggunakan jaring itu.

Agaknya memang ia belum merasa perlu untuk menggunakannya, atau ia lebih mengandalkan ilmu pedang pendeknya yang sekarang nampak sangat hebat itu.

"Weeesss!"

Pedang Surokolo tiba-tiba mematuk ganas kearah Mahesa Wulung.

Tetapi pedekar Demak ini secepat itu pula menangkis dan sesaat kedua pedang tadi seperti melekat.

Ternyata masing-masing telah mengerahkan tenaga saktinya sehingga siapa yang kalah, pastilah pedangnya akan tertarik lepas dari tangan dan ini sama saja seperti kekalahan! Surokolo ternganga, alangkah terkejutnya.

Mendadak saja pedang pendeknya terasa tersedot oleh suatu tenaga yang luar biasa kuatnya.

Maka seketika sadarlah ia bahwa tenaga saktinya dapat ditembus oleh tenaga sakti lawannya.

Namun ia masih sanggup bertahan untuk jangka waktu yang lama.

Melihat Surokolo berkutat melawan tenaga sakti Mahesa Wulung, Bedor dan kedua kawannya yakni Salung dan Balur segera cepat-cepat merangsek kearah Mahesa Wulung.

"Bahaya!"

Desis Mahesa Wulung begitu ia merasa pedang-pedang ketiga lawannya yang lain tengah menyambar kearah dirinya.

Ia harus bertindak! Secepat kilat ia menyodokan tangan kirinya kearah lambung Surokolo sehingga lawannya ini menjadi gelagapan disebabkan kagetnya.

Buru-buru Surokolo mengerahkan tenaganya untuk menarik pedangnya dari tarikan pedang Mahesa Wulung.

Memang si pendekar Demak ini ingin membiarkan gerakan Surokolo, sebab berbareng itu pula ia telah menyabetkan pedangnya kesamping separuh lingkaran memapaki ketiga pedang lawan yang mengancamnya.

"Traaaanggg!"

Terdengar benturan nyaring berkerontang dan bunga api memercik keudara sementara Bedor, Salung dan Balur terhenyak kebelakang dengan kaget.

Ketiga pedang mereka seolah-olah telah melanggar dinding batu yang berlapis-lapis tebalnya.

Hanya saja merekapun orang-orang yang berilmu pula, maka dengan cekatan mereka masih sanggup untukk mempertahankan pedangnya.E-Book Kollektor 11_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Huh untung aku sudah berlatih keras sebelum menginjak daerah ini!"

Pikir Bedor didalam hatinya.

"Coba seandainya tidak, pastilah aku akan terlempar akibat benturan tadi!"

Sedang si Balur telah bersiaga kembali.

"Hmmm, memang hebat juga pendekar ini. Tidak salah bila ketua Rikma Rembyak sangat mengincar dan menaruh dendam kepadanya!"

Surokolo tidak patah semangat.

Selagi Mahesa Wulung sibuk menghadapi Bedor bertiga, maka melesatlah ia dengan satu tikaman yang berbahaya dari arah samping.

Mahesa Wulung ternyata cukup berpengalaman.

Mendengar berkesiurnya angin, segera ia tahu bahwa bahaya yang tidak kecil tengah mengancamnya dari arah samping.

Karena itu ia cepat- cepat meliuk kesamping.

Dengan memutar gerakan setengah langkah ia menyapukan kakinya sangat gesit.

"Wuuuttttt..plaaak!"

Surokolo terkejut begitu kakinya terkena gempuran tadi, bahkan tubuhnya terhuyung kedepan kehilangan keseimbangan. Keruan saja tubuhnya meluncur kedepan dengan pedangnya terjulur lurus tanpa ia sadari.

"Waahhh!"

"Hah Hati-hati Akang!"

Terdengar seruan kaget dari mulut Bedor, Salung dan Balur sebab hampir-hampir saja pedang Surokolo menembus badan mereka.

Dengan gerakan serabutan, mereka membuyar menghindari ujung pedang Surokolo, sedangkan Surokolo sendiri cepat-cepat menahan gerakan tangannya yang menggenggam pedang, agar tidak sampai mengenai tubuh keempat rekannya.

"Kurang ajar! Kau memang pandai bermain tikus-tikusan. Kiranya memang pendekar Demak diajar jurus-jurus pengecut seperti itu!"

Begitu gumam jengkel meluncur dari mulut Surokolo, seraya mengawasi Mahesa Wulung.

Ejekan tadi samasekali tidak digubris olehnya, sebab ia harus waspada menghadapi setiap siasat lawannya! Pedang ditangannya sebentar melintang serong didepan dada, sedang sebentar lagi membentang kesamping seolah-olah seperti sayap seekor garuda yang lagi menantang.

"Hiaaaaat!"

Bedor, Salung dan Balur menyerbu berbarengan bagaikan singa-singa garang yang kelaparan kearah Mahesa Wulung.

Pedang-pedang mereka berkeliaran bagai kilatan maut, tersapu oleh sinar matahari.E-Book Kollektor 12_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Hih ! Jangan tergesa-gesa sobat!!"

Desis Mahesa Wulung bersamaan itu ia menerobos kedepan sambil menggerakkan pedangnya, membuat lingkaran kesana-kemari.

"Traaang..traaaang.traaaang."

Benturan nyaring beruntun terdengar, disamping tubuh Mahesa Wulung mencelatE-Book Kollektor 13_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO BAGIAN II Mahesa Wulung makin merasa, bahwa serangan yang dilancarkan oleh Surokolo dan ketiga pengikutnya tadi hanyalah serangan-serangan pembukaan saja.

Makin menginjak jurus-jurus berikutnya ia melihat berlipat-lipat tenaga gabungan mereka berempat.

"Aku harus mengeluarkan jurus-jurus Sigar Maruta!"

Gumam Mahesa Wulung, sambil memulai jurus awalnya. Ia melintangkan pedangnya didepan dadanya kemudian bergeser kekanan sampai lurus dengan garis hidung.

"Hiaaat..!"

Tiba-tiba ia berseru lantang berbareng tangan kanannya bergerak.

"Wuuuus . wuuuussss!"

Mata pedang Mahesa Wulung terlihat membelah-belah udara dengan suara menggaung, sehingga Bedor, Surokolo, Balur dan Salung yang tengah bersiap-siap mengurung, kembali terbuyar dengan kagetnya.

"Ah, masak aku tak sanggup melayani pendekar Demak ini?"

Gumam Surokolo seraya meliukkan tangannya dan pedang pendeknya sebat mematuk lambung Mahesa Wulung.

Namun Mahesa Wulung terlalu cepat baginya.

Mendadak saja sebelum pedang pendeknya Surokolo bertindak lebih dekat, tanpa terduga tangan kiri Mahesa Wulung yang menggenggam sarung pedang, lalu menyapu kekiri.

"Plaaak!"

Mata pedang Surokolo tergetar jadinya.

Dasar memang ia terpilih sebagai pendekar andalan Rikma Rembyak, begitu serangannya gagal, sipedang meluncur kearah kepala Mahesa Wulung.

Dalam pada itu Bedor bertiga telah menerjang kearah Mahesa Wulung juga.

Selintas saja terlihat bahwa Surokolo dan pengikutnya mulai mendesak lawannya dan agaknya pula mereka berempat telah berkeyakinan dapat mengalahkan Mahesa Wulung.

Cepat Mahesa Wulung menyabetkan pedangnya keatas dan kurang dari sejengkal pedang Surokolo menyambar kepalanya, tiba-tiba pedang tadi terhenti karena tangkisan Mahesa Wulung.

Bersama itu pula pendekar Demak ini cepat mengambangkan dirinya dan langsung kedua kakinya menerjang pundak Bedor.

"Plaaaak!"E-Book Kollektor 14_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Tak ampun lagi Bedor terpelanting merobohi kedua temannya sehingga ketiga-tiganya rebah saling tindih menindih ditanah. Keruan saja Bedor menjadi merah padam mukanya. Rasa malu dan jengkel saling silih berganti. Ia melototi Mahesa Wulung dengan hati mendongkol.

"Hei lekas bangun! Mengapa terus-terusan saja kau menduduki perut kami?"

Tiba-tiba Bedor tersadar oleh seruan yang didengar dari bawah. Maka cepat-cepat ia bangun sambil menggerutu.

"Maaf Adi Balur dan Salung, aku tak sengaja merobohi kalian. Mahesa edan itulah penyebabnya."

Dengan tergesa-gesa mereka bangkit dan bersiaga kembali. Ketiganya mengawasi Surokolo beberapa saat, seakan-akan mengharapkan suatu pertimbangan dari pemimpinnya.

"Gunakan jurus rantai empat pasang!"

Seru Surokolo keras disambut oleh ketegangan wajah ketiga pengikutnya.

Mengambil jarak dan siap-siap, Bedor melompat kesamping Surokolo, sedangkan Balur dan Salung bergerak berpasangan.

Mahesa Wulung tidak kehilangan akal, walaupun ia melihat perubahan tata berkelahi dari keempat lawannya.

Kalau semula mereka hanya menyerang dengan tenaga terpisah-pisah, kini tenaga mereka betul-betul terhimpun.

Oleh sebab itu Mahesa Wulung kian berhati-hati dan ternyata memang kali ini serangan dari keempat lawannya itu bertambah hebat, tak ubahnya sambaran-sambaran dari serigala yang mengamuk.

Kalau Surokolo dan Bedor menerjang maju maka Balur dan Salung mencari pertahanan yang lowong dari Mahesa Wulung untuk kemudian menerjang berbareng, sementara Bedor dan Surokolo pasti telah lebih dahulu mengundurkan diri.

Agaknya memang inilah yang disebut jurus "rantai empat pasang".

Tidak ubahnya setiap mata rantai mereka selalu sambung menyambung menjadi satu serangkaian serangan yang tak terhentikan.

Bahkan kadang-kadang tiap ujung dan pangkal serangannya tidak bisa ditebak kesimpulannya.

Bila orang biasa menebak sesuatu gerak adalah permulaan ternyata bagi mereka justru adalah akhir dari sebuah gerakan dari jurus tertentu, itulah anehnya.

Mereka memang melatih satu jurus yang bertentangan dengan pikiran lumrah dan sesungguhnya pula selama lebih dari satu tahun mereka telah khusus mempelajari jurus tersebut dibawah petunjuk-petunjuk Ki Rikma Rembyak dari pulau Bukit Kepala Singa.

Serangan-serangan tadi datangnya seperti kilat yang mengurung Mahesa Wulung.

Pedang- pedang mereka saling bergantian mematuk dan menyambar.E-Book Kollektor 15_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Para penonton yang mengawasi pertarungan ini diam-diam mereka cemas akan keselamatan Mahesa Wulung.

Mahesa Wulung sendiri ia masih sanggup bertahan dengan menggunakan ilmu pedang "Sigar Maruta"nya.

Maka yang terlihat kemudian adalah kilatan-kilatan sinar pedang yang saling berkejaran, berpapasan atau saling sambar menyambar, sedangkan tubuh merekapun bergerak cepat, melompat-lompat kesana kemari.

"WuuusWeeerrrr"

Senjata Surokolo dan Bedor menyambar arah kaki dan lambung membuat Mahesa Wulung melesat keudara. Tidak tahunya selagi ia melesat keudara, tiba-tiba telah dicegat oleh Balur dan Salung dengan pedang-pedang terjulur mengancam.

"Benar hebat, orang-orang ini!"

Desah Mahesa Wulung memuji.

Hatinya tercekat kaget, tetapi ia tidak sudi membiarkan tubuhnya terluka oleh senjata-senjata mereka.
Naga Geni 27 Mencari Ikan Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karenanya ia sengaja tidak menghindari papasan pedang diudara ini.

Pedangnya tiba-tiba menyabet datar.

Tidak lama kemudian terdengarlah bentrokan nyaring disusul dengan suara rentetan lemah.

Balur dan Salung berseru kaget.

Begitu mereka mendarat ketanah didapatinya ujung lengan baju mereka telah robek tersayat.

Hal ini memang tidak membuat rugi apapun bagi Balur dan Salung, tetapi bukankah ini sebagai petanda kekurangwaspadaan dalam lawan? Dalam pada itu Bedor bersama Surokolo ganti menerjang Mahesa Wulung.

Dengan gesitnya mereka menyambut tubuh pendekar Demak yang baru menginjak tanah.

Ternyata Mahesa Wulung telah tahu akan datangnya bahaya, maka begitu kakinya menyentuh tanah secepat kilat ia melenting keudara, menyongsong terjangan Surokolo berdua, sungguh gerakan yang mengangumkan setiap orang, karena tak bedanya dengan gerakan bola karet yang selalu mental setiap membentur benda keras.

Bedor dan Surokolo seperti melihat hantu.

Yang terlihat adalah bayangan tubuh yang melenting, lalu melewati kepala mereka dan tahu-tahu terdengarlah suara berdebuk bersama tubuh Bedor yang kegemukan itu terhenyak roboh sambal mengaduh maraba-raba pundaknya.

Sedang Surokolo sendiri merasa pedih pada dahinya yang ternyata ketika diraba dirasakan bahwa dahinya telah tergores dan meneteskan darah segar, inilah mengagumkan.

Rupanya sambal lewat diudara Mahesa Wulung berhasil mendupakkan kakinya kepundak Bedor sementara pedangnya menggores dahi Surokolo dengan cepatnya.

"Keparat kita dipermainkan olehnya!"

Teriak Surokolo jengkel.

"Ayo, tingkatkan serangan kita!"E-Book Kollektor 16_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Selesai teriakan itu, mereka berempat semakin garang melanjutkan serangannya. Namun seperti semula, Mahesa Wulung tidak tinggal diam, lebih-lebih setelah ia berhasil mematahkan serangan keempat lawannya. Jurus-jurus "Sigar Maruta"

Makin menginjak pada jurus-jurus yang tinggi sehingga angin tebasan dari pedangnya cukup menimbulkan rasa nyeri yang hebat.

Itu sudah cukup membahayakan bagi Surokolo berempat, meski mereka telah menggunakan pula jurus-jurus yang tidak kalah hebatnya.

Setahun lebih mereka melatih ilmu tersebut, namun ketika sekarang digunakan, ternyata masih belum mampu untuk merobohkan Mahesa Wulung dengan sekali gebrak.

Apakah mereka masih belum cukup mampu atau lawannyakah yang jauh lebih hebat.

Surokolo menjadi kian risau hatinya, sebab tahulah ia bahwa bersama ketiga rekannya mereka harus bekerja keras untuk melawan Mahesa Wulung.

"Suiiittttt"

Tiba-tiba Surokolo bersiul keras disusul meloncatnya keluar enam orang bersenjata dari balik semak-semak diseberang warung!! Keenam orang itu rata-rata berperawakan kekar dengan menggenggam golok-golok mengkilat.

Sedang seorang diantara mereka bersenjata sepucuk buluh pengail lengkap dengan tali dan mata kailnya yang besar.

"Haha..ha sudah sejak tadi aku tidak sabar menanti panggilanmu Kang Surokolo"

Begitu ujar si pengail dengan suara diumbar penuh kegirangan tak ubahnya seorang anak kecil yang mendapatkan kesempatan untuk bermain.

Dari gerakan melompat yang lincah dan gesit ketika keluar dari semak belukar, lalu ikat kepalanya yang merah menyala berkembang-kembang dapatlah diukur segera bahwa tokoh yang baru muncul ini terbilang tokoh pilihan.

Mahesa Wulung sangat terkejut melihat munculnya orang-orang tersebut.

Tak kalah kagetnya adalah rekan-rekan Mahesa Wulung yang saat itu telah berdiri di halaman warung Niken Warsih.

Kini Mahesa Wulung dapat memaklumi mengapa Surokolo berempat berani bertingkah ditempat itu.

Tak tahunya bahwa dibelakang mereka telah siaga beberapa orang pengikut yang lainnya.

Dalam pada itu sebelum mereka bergerak apapun, dengan gesitnya keenam orang tersebut telah melesat mengurung Mahesa Wulung, sehingga saat itu pula Mahesa Wulung telah dikeroyok oleh sepuluh orang.

Pertempuran berkecamuk lagi dengan sengitnya dan didalam waktu yang singkat itu terlihatlah Mahesa Wulung menjadi kerepotan, tak ubahnya seekor banteng yang dikepung oleh macan- macan kelaparan.E-Book Kollektor 17_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Tokoh yang bersenjata alat pancing itu memiliki gerakan aneh dan terperinci.

Ia tidak terlalu banyak bergerak seperti kawan-kawannya yang lain.

Paling-paling ia hanya menggeser kaki saja beberapa langkah seperlunya sambal sekaligus menggerakkan tangkai kailnya.

Secepat itu pula maka menyambarlah mata kail yang besar kearah Mahesa Wulung, disusul dengan bunyi desingan yang sangat nyaring.

Memang kelihatan aneh senjata itu.

Bahkan agak berkesan terlalu sepele untuk ditakuti.

Namun bila mata kail tadi telah menyambar-nyambar maka tak seorangpun berani memandang rendah.

Apalagi setelah terbukti dengan berhamburan rontoknya daun-daun pohon ketika tersambar oleh senjata aneh tersebut.

Tentu saja Mahesa Wulung semakin berhati-hati menghadapi kesepuluh orang pengeroyoknya.

"Haaah! Aku bisa bermain-main disini!"

Tiba-tiba terdengar seruan lantang mengiringi sesosok tubuh yang berjubah yang serentak turun ditengah-tengah arena pertempuran.

Begitu turun, begitu pula si bayangan tadi memutar goloknya mematahkan setiap serangan yang datang dari segala arah.

Sesungguhnya orang tak perlu heran, sebab si bayangan tadi adalah tak bukan dari Gagak Cemani, si pendekar dari daerah timur.

"Adi Mahesa Wulung! Aku membantumu!"

Begitu teriak Gagak Cemani ketika telah berada didekat rekannya, sementara si pengail dan kelima rekan-rekannya segera meluruk sebagai serigala-serigala kelaparan.

Mahesa Wulung tersenyum mantap melihat kedatangan Gagak Cemani, sebab sesungguhnya iapun telah merasakan satu kerepotan yang luar biasa.

Betapapun saktinya seseorang, tetapi bisa dikerubuti lawan sebanyak itu dan lasi terhitung tokoh-tokoh sakti, maka dapatlah dipastikan bahwa ia akan kerepotan luar biasa.

Orang seperti Surokolo, Balur, Salung dan Bedor adalah pengikut-pengikut gemblengan dari Rikma Rembyak.

Sedangkan si pengail dan kelima rekannya yang baru muncul, adalah tergolong orang-orang hebat.

* * *E-Book Kollektor 18_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO BAGIAN III Gagak Cemani sigap memutar golok hitamnya ketika si pengail dan kelima rekannya mulai gencar melancarkan serangannya.

Ia begitu merasa kagum oleh serangan keenam lawannya, terutama si pengail yakni pimpinan dari rombongan tersebut.

Senjata mata kail terbang menyambar-nyambar mengancam pertahanan golok Gagak Cemani.

Memang sesungguhnya senjata tersebut cukup aneh.

Dengan sekali sentak saja, mata kail yang besar dan tajam itu sanggup meluncur dengan kecepatan angin sambil mengeluarkan bunyi desingan yang amat nyaring.

"Ha ha ha. Kau tak akan menang menghadapi Sendal Pancing!"

Seru si pengail dengan tertawa lebar sambil terus-menerus menggerakkan tangkai kailnya.

Dengan begitu maka mata kail tersebut tetap mengurung Gagak Cemani dengan serangan-serangan maut.

Gagak Cemani terhenyak sejenak oleh nama lawannya yang bersenjata kail, Sendal Pancing, nama begini belum pernah didengarnya selama ia mengembara dari daerah timur.

Begitu pula dengan Mahesa Wulung sendiri, iapun belum pernah mendengar cerita tentang tokoh tersebut.

Tapi Gagak Cemani maklum bahwa Rikma Rembyak agaknya telah menyiapkan tokoh-tokoh pilihan untuk menyateroni daerah ini, lebih-lebih untuk menghadapi musuh lamanya, yakni Mahesa Wulung!! "Jangan bermulut besar!"

Sahut Gagak Cemani lantang.

"buktikan dahulu sebelum engkau mengumbar suara!"

"Bagus suaramu memang jantan! Engkau akan segera mendapatkannya!"

Balas si pengail Sendal Pancing sambal memperhebat serangannya.

Seketika itu pula, senjata mata kailnya seolah-olah telah berubah menjadi puluhan, bahkan ratusan banyaknya, menyambar diudara serta berkilapan ditimpa sinar matahari, menambah keseraman suasana.

Saat itu memang Gagak Cemani dapat merasakan bahwa serangan tersebut sungguh-sungguh hebat.

Ia seakan-akan tidak sempat untuk melontarkan serangan balasan, melainkan semata-mata bertahan diri belaka.

Senjata mata kail lawannya itu seperti mengurung dan melibat dirinya terus menerus tanpa memberi sedikit kesempatan untuk bernapas baginya.E-Book Kollektor 19_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Hanya dengan kegesitan dan kelincahan yang gerak yang telah terlatih saja, Gagak Cemani sanggup bertahan menghadapi serangan seganas itu.

Sebentar ia melompat kesamping, kadang pula kedepan atau mengambang diudara sama cepatnya dengan serangan yang mendatangi tubuhnya.

Mulut-mulut para penonton didepan warung Niken Warsih sama-sama ternganga bisu menyaksikan dua lingkaran pertempuran yang hebat ini.

Mereka seperti tidak mau percaya menghayati peristiwa didepannya yang serba mempesona, meski hal itu bukan sekedar impian kosong saja.

Terlebih lagi bagi si kecil Mundong yang belum pernah merasakan garam persilatan, menjadi terbengong-bengong tidak menentu.

Gerakan serangan dari rombongan Surokolo dan Sendal Pancing serta pertahanan Mahesa Wulung dan Gagak Cemani, benar-benar sangat berkesan didalam hatinya yang masih sangat haus akan pengalaman serta pengetahuan baru.

Sebegitunya Mundong melongo kagum, sampai seandainya seekor lalat terbang menyelonong kemulutnya pasti ia tidak sempat mencegahnya! Gagak Cemani terus bertarung dengan gigihnya, meskipun untuk itu ia harus mengerahkan segenap tenaga dan ilmunya.

Tubuhnya berlompatan lincah dicelah-celah libatan senjata mata kail dan golok-golok berkilat lawannya.

"Celaka ! Mereka rata-rata memiliki ilmu yang tinggi. Lebih-lebih dengan yang bersenjata mata kail itu!"

Desis Gagak Cemani penuh kagum.

"Seandainya aku tidak turun ke gelanggang boleh jadi adi Mahesa Wulung akan kerepotan. Dalam pada itu, Mahesa Wulung sendiri menjadi berlega hati, ketika sebagian dari lawannya yakni si mata kail berenam telah beralih kepada Gagak Cemani. Tapi itu bukan berarti bahwa bahaya telah lewat dari sisinya, sebab Surokolo berempat juga semakin hebat melancarkan serangannya. Kalau Bedor, Salung dan Balur bergerak berpasangan, maka Surokolo lebih banyak melancarkan gerak pencegatan. Inilah bahaya sesungguhnya bagi Mahesa Wulung. Tidak jarang ketika Mahesa Wulung berhasil menghindari dari serangan Bedor bertiga, tahu-tahu tubuh Surokolo telah meluncur dengan pedangnya terjulur dalam tikaman maut kearahnya.E-Book Kollektor 20_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Mampus kau!"

Seru Surokolo begitu pedannya menebas kelambung Mahesa Wulung, yang dengan cekatan berputar diudara. Tentu saja si pendekar Demak ini kembali lolos, membuat keempat lawannya semakin penasaran.

"Kalianlah yang harus mampus!"

Balas Mahesa Wulung sekaligus menebaskan pedang Sigar Marutanya.

"Breeet!"

Buat kesekian kalinya Bedor bertiga terhenyak kaget ketika mereka mendapati ujung ikat kepalanya terputus.

Satu hal yang sangat luar biasa bagi mereka.

Hal itu sesungguhnya telah merupakan petunjuk bahwa tataran ilmu mereka berada dibawah tingkatan Mahesa Wulung.

Hanya saja jumlah mereka lebih banyak, maka mampu bertahan sampai saat ini.

"Keparat! Kau makin bertingkah saja!"teriak Surokolo tidak sabar sambal menarik jaring yang tersampir dipundaknya untuk kemudian dikembangkan seperti lingkaran jamur berpusing.

"Coba kau hadapi ini, jika masih mampu!"

Begitu ancaman Surokolo selesai maka jaring yang terkembang pada tangan kirinya segera berputaran untuk kemudian menyambar kearah Mahesa Wulung.
Naga Geni 27 Mencari Ikan Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wuuuss!!"

"Haaaaaiiiit!"

Seru Mahesa Wulung waspada seraya mengendap sekaligus menebaskan pedangnya kearah jaring yang tengah menyambar itu, akan tetapi jaring tersebut tidak bergeming sedikitpun. Tidak sobek maupun tersayat.

"Celaka!"

Desis Mahesa Wulung cemas.

"Apakah sejarah lama akan terulang kembali? Beberapa masa yang lalu aku pernah terlumpuh oleh jala tersebut dan jugakah seperti sekarang, tidak pernah berhasil merobek jala itu dengan pedangku?"

Senjata jala atau jaring milik Surokolo itu memang bukan senjata yang sepele.

Selain sukar untuk dirobek oleh senjata tajam, juga mengandung lumuran racun yang sangat ampuh dan bisa melumpuhkan lawan.

Hal ini sudah pernah dirasakan sendiri oleh Mahesa Wulung.

Karenanya iapun menjadi cemas bila peristiwa tersebut terulang kembali.

Agaknya pula Surokolo telah meraba kecemasan lawannya, sehingga serangannya makin diperhebat.

Pedang ditangan kanannya berputaran menyambar, begitu pula jaring ditangan kirinya berputaran menyambar, begitu pula jaring pelumpuhnya tidak ketinggalan menyerang.E-Book Kollektor 21_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Haha ha ha.

Kau akan mampus menghadapi senjataku ini!"

Ujar Surokolo seraya tertawa nyaring dengan girangnya.

"Kau masih ingat tahun yang lalu? Sekarang aku akan menangkapmu lagi!!"

Oleh ancaman itu, Mahesa Wulung kian berhati-hati. Begitu jala berbisa itu mengancam, cepat- cepat ia menangkis dengan sarung pedangnya"breeettt"

"Haahhh?"

Desis Mahesa Wulung kaget.

Jala Surokolo tahu-tahu telah melibat sarung pedangnya.

Bahkan tidak itu saja! Jari-jarinya telah tersentuh oleh jala tersebut, membuat Mahesa Wulung terkejut, rasa panas seperti dialiri api menyerang jari-jemarinya.

Dalam waktu yang bersamaan, tiba-tiba Surokolo menebaskan pedangnya kedepan dengan beringas, sebab itulah satu-satunya kesempatan untuk merobohkan Mahesa Wulung, musuh lamanya.

"Hiiih ! Craaanngggg!"

Surokolo terperanjat, sebab pedangnya tidak sempat menembus dada Mahesa Wulung melainkan terhalang oleh mata pedang Mahesa Wulung yag digerakkan melintang dengan tiba- tiba.

Maka terjadilah benturan hebat, apalagi Mahesa Wulung telah pula memberikan tangkisan tersebut dengan pemusatan tenaga saktinya.

"Taaaaannnng"

"Ooooh . Patah keparat!"

Gerundel Surokolo ketika pedang ditangan kanannya terpatah menjadi dua bagian.

Cepat ia membuangnya kemudian mencabut belati panjang yang berlekuk- lekuk bentuknya.

Mahesa Wulung tidak mau membuang kesempatan baik, ia melontarkan dirinya berputar diudara dengan membetot sarung pedangnya.

Tentu saja Surokolo tidak menduga akan gerakan tersebut, sehingga terlepaslah sarung pedang si pendekar Demak itu dari libatan jalanya.

Diam-diam Niken Warsih, Tuntari dan lain-lainnya menahan napas ketika mengikuti adegan- adegan yang setegang itu.

Sedang Gagak Cemani sendiri masih sibuk menghadapi Sendal Pancing dan kelima rekannya.

Beberapa kali tubuhnya nyaris terkena gaetan mata kail lawannya, bia ia tidak lekas-lekas menghindarkan diri.

Sedangkan untuk hal inipun ia terpaksa harus mengerahkan seluruh kepandaiannya.E-Book Kollektor 22_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Wuuuunnnngggwuuuunnng..wuunngg"

Mata kail tersebut makin hebat gerakannya. Melingkar dan menyambar kesegala arah, dimana Gagak Cemani berpijak, tidak ubahnya dikepung oleh percikan air hujan.

"Sreeetwuukk"

Tiba-tiba mata kail tadi menggaet kain jubah dipunggung Gagak Cemani diiringi ketawa Sendal Pancing yang cekakakan ketika merasa serangannya berhasil.

"Huaah ha ha ha, kali ini aku mendapat ikan yang besar! Ikan berkaki dan bertangan serta bertelinga pula! Haha.. ha , ikan tolol! Sebelum kubelah dan kuringkus, lebih dahulu harus kuputar-putar diudara!"

Begitulah ujar si Sendal Pancing sambil menggerakkan tangannya dan akibatnya sungguh diluar dugaan, tubuh Gagak Cemani ikut berputar diudara bagaikan kitiran.

"Ha, hahaha..! Rekan-rekan siaplah dengan senjata kalian. Bila ikan bertelinga ini telah kuhempaskan ketanah, cingcanglah tubuhnya dengan senjata, sampai hancur menjadi abon!"

Gagak Cemani tidak berdaya untuk sesaat.

Tubuhnya dibuat seperti mainan oleh lawannya.

Akan berakhirkah riwayat pendekat dari timur ini diujung senjata para lawan-lawannya? Tetapi tidak! Gagak Cemani bukan orang yang mudah berputus asa.

Satu kilatan pikirannya yang jitu telah membersit di otaknya, justru didalam saat-saat dirinya terancam bahaya.

Maka tak heran bila mulutnya tersenyum dengan diam-diam.

Sendal Pancing merasa puas ketika berhasil memutar-mutar tubuh Gagak Cemani.

Dengan penuh semangat ia terus menerus menggerakkan tangkai kailnya.

Beberapa saat kemudian Sendal Pancing agak terkejut sewaktu ia merasa bahwa tubuh lawannya kian lama semakin menjadi ringan seolah-olah tidak mempunyai bobot lagi.

Sekilas memang ia menjadi curiga, tetapi sekilas pula ia berkesimpulan bahwa Gagak Cemani telah lumpuh dan kehilangan bobot, setelah diputar-putar diudara sekian lamanya.

"Bersiaplah rekan-rekan! Pusatkan senjata kalian untuk membuat abon!"

Teriak Sendal Pancing seraya menggerakkan tangkai kailnya kebawah.

Dengan demikian maka bayangan hitam diujung mata kailnya ikut terhempas ketanah dan sementara itu kelima rekan Sendal Pancing telah bergegas melancarkan bacokan-bacokan yang mematikan kearah tubuh Gagak Cemani.

"Hiiiaaaat!!!"

Begitulah kelimanya melancarkan bacokan mematikan kearah bayangan tubuh Gagak Cemani yang terhempas ketanah.E-Book Kollektor 23_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "CaapCaapcrrrraaaak!"

Terdengar suara bacokkan bertubi-tubi penuh kegemasan serta keganasan dan selintas dapatlah dibayangkan bahwa tubuh Gagak Cemani telah tercincang hancur oleh senjata-senjata tersebut.

Akan tetapi sayang!!! Kenyataan tidak selalu sama dengan apa yang kita semula bayangkan, seperti halnya dengan Sendal Pncing dan kelima rekannya.

Mereka serentak pada melongo dan melotot tak ubahnya patung-patung bisu.

Apa yang tampak didepan mereka benar-benar mengejutkan hati dan seperti sukar untuk dipercaya oleh akal sehat.

Yang tergeletak ditanah ternyata hanyalah kain jubah milik Gagak Cemani dengan berlubang- lubang bekas bacokkan senjata-senjata mereka.

Jadi bukan tubuh Gagak Cemani seperti yang dikira oleh mereka.

Keruan saja Sendal Pancing berenam menjadi bergidik, tidak ubahnya melihat setan gentayangan.

Bahkan mereka hampir berbarengan berseru.

"Ilmu Siluman!!"

Begitulah kesimpulan mereka penuh tanda tanya dan rasa ngeri.

Sedangkan sesungguhnya Gagak Cemani cukup melepaskan tali simpul jubah tersebut dari lehernya, sehingga ketika dihempaskan oleh Sendal Pancing, terlihatlah seolah-olah tubuh Gagak Cemani yang sesungguhnya.

Sedangkan Gagak Cemani sendiri telah melesat entah kemana.

"Kurangajar!!"

Kita telah ditipunya!"

Seru Sendal Pancing dengan geram. Matanya berjelilatan mengawasi sekeliling mencari lawannya yang telah menghilang itu. Begitu pula kelima rekan- rekannya menebar pandangan dengan perasaan jerih dan cemas.

"Ha..ha..ha.. Maaf sobat. Aku terpaksa mempermainkan kalian!"

Terdengar satu suara dari sebelah atas.

"Aku sedang beristirahat sejenak, kalian terlalu beringas tampaknya!"

Sendal Pancing terpaksa menatap keatas kearah sumber suara dan terlihatlah oleh mereka satu pandangan mengejutan untuk dapat dipercaya.

Diatas batang bambu yang sedikit melengkung, berdirilah Gagak Cemani dengan termanggu, tak ubahnya seperti seekor burung pipit yang hinggap diatas batang padi.

Satu pertunjukkan ilmu peringan tubuh yang sangat sempurna.

Mata Sendal Pancing melotot dan bibirnya bergemetaran menahan amarah.

Ujarnya dengan suara berat dan gugup.".kkau! Setan!"E-Book Kollektor 24_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Hiiiiiaaaatttt!"

Sekonyong-konyong tubuh Gagak Cemani meluncur turun dengan satu terkaman gesit kearah lawan-lawannya. Satu gerakan yang sama sekali diluar dugaan mereka dan sesaat kemudian terdengarlah jeritan Panjang melengking.

"aarrrrgh..!"

Dua orang rekan Sendal Pancing terjengkang roboh dengan dada terbelah mengucurkan darah sedangkan yang seorang lagi melolong-lolong karena terputus tangannya oleh golok hitam Gagak Cemani.

Si pendekar daerah Timur ini berdiri diatas tanah dengan tegap seraya mengusap golok hitamnya dari noda-noda darah dengan beberapa lembar daun bambu.

Namun Sendal Pancing tidak tinggal diam begitu melihat tiga orang rekannya telah roboh, ia segera melecutkan tangkai kailnya bertubi-tubi kearah Gagak Cemani.

"Wuuuswuuussswuuusss!"

Hampir saja leher si pendekar dari daerah Timur ini tergaet oleh mata kail lawannya jika ia tidak cepat-cepat menggulingkan diri diatas tanah sesudah mengendap menghindari serangan maut tersebut.

Makin beringas Sendal Pancing menyabet-nyabetkan senjata kailnya kearah Gagak Cemani yang lagi bergulingan ditanah.

Para penonton bersama-sama menahan napas melihat adegan yang menegangkan itu.

Keadaan Gagak Cemani memang sangat gawat, jika ia kurang cepat atau salah gerak pastilah tubuhnya bakal menjadi sasaran mata kail si Sendal Pancing.

Sayang bagi Sendal Pancing yang kurang mengetahui kemampuan lawannya.

Gagak Cemani sesudah bergulingan meletik seperti ikan gurami dan melancarkan satu serangan yang sangat sukar ditangkap oleh mata.

"Sreet..Sreet!"

"Aaaddduuhhh"
Naga Geni 27 Mencari Ikan Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua orang lagi dari pengikut Sendal Pancing terhuyung sambil mendekap leher dan pundaknya, lalu tersungkur ketanah dengan berlepotan darah,E-Book Kollektor 25_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Nah, kita sekarang berhadapan satu lawan satu!"

Seru Gagak Cemani sambil tangan kirinya memungut kain jubahnya yang tergeletak ditanah.

"Bagus! Mari kau buktikan bahwa golokmu sanggup mengalahkan kailku ini!"

Seru Sendal Pancing seraya menerjang kedepan dengan garangnya.

Maka sebentar itu pula berlangsunglah pertempuran yang sangat dahsyat.

* * *E-Book Kollektor 26_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO BAGIAN IV Mahesa Wulung masih senantiasa gigih menghadapi Surokolo berempat.

Biarpun jala sakti Surokolo telah ikut campur tangan, Mahesa Wulung tidak menjadi gentar karenanya.

Memang ia harus hati-hati menghadapi jala tersebut dan pertempuran mereka telah berjalan puluhan jurus lamanya.

Masing-masing telah mengerahkan segala kepandaiannya.

Hanya Mahesa Wulung belum menggunakan pukulan mautnya "Angin Bisu"

Lantaran Surokolo berempat bergerak lincah dan berputar-putar. Ketika Mahesa Wulung merasa bahwa serangan-serangan jala Surokolo semakin berbahaya maka iapun mulai mengerahkan ilmu pukulan saktinya.

"Hiiiaaat!"

Tiba-tiba Surokolo berteriak seraya menerjangkan jalanya kearah Mahesa Wulung yang sejak tadi telah bersiaga sepenuhnya.

"Haaait!"

Dengan sebat Mahesa Wulung menyambut terkaman jala Surokolo dengan jurus pukulan Angin Bisu melalui tangan kirinya.

Satu tenaga lontaran angin yang hebat segera menerjang jala sakti Surokolo dan menyebabkan senjata aneh itu terpental kesamping terguncang angin pukulan dan hampir-hampir saja Surokolo sendiri terpental karenanya.

"Kurang ajar!! Kau telah menunjukkan pukulan yang bagus. Kau tahu, akupun memiliki ilmu yang cukup hebat dengan jalaku ini. Hadapilah!"

Teriak Surokolo seraya mulutnya berkomat-kamit mengucapkan susunan kata-kata yang cepat, kemudian ia memutar-mutar jalanya diatas kepala.

Sungguh mentakjubkan! Jala tadi lalu mengembang lebih luas dari aslinya dan para penonton yang berada didepan warung menjadi ternganga penuh kecemasan.

Surokolo, Balur, Salung dan Bedor sama-sama menyeringai senang melihat Mahesa Wulung juga terkejut sesaat ketika menatap perubahan dari senjata lawannya.

Jala tadi seolah-olah berubah menjadi cakar garuda yang siap menerkam tubuhnya.

"Hiaaat"

Benar juga dugaan Mahesa Wulung.

Begitu Surokolo berteriak seraya menggerakkan tangannya, maka jala tersebut menyambar tubuhnya dengan dahsyat.

Dengan cepat Mahesa Wulung mengelakkan diri, meski angin sambaran jala Surokolo masih tetap menyerempet dirinya dan satu rasa nyeri merambat lewat kulitnya.E-Book Kollektor 27_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO "Luar Biasa! Benar-bear ia memiliki ilmu yang tinggi!"

Desis Mahesa Wulung seraya bersiaga kembali.

"Kalau sampai terkena jala maut itu, aku bisa celaka!"

Dengan segera ia melancarkan serangan pukulan Angin Bisu kearah jala tersebut, namun karena jala itu telah mengembang, maka pukulan tersebut seolah-olah menembus melewati celah-celah mata jala yang kian melebar itu.

Karenanya jala tersebut tidak bergeming apapun.

Bahkan sejurus kemudian Surokolo makin memperhebat serangannya dan jala itu semakin menggila menyambar-nyambar tubuh Mahesa Wulung.

Dengan begini si pendekar Demak ini sedikit demi sedikit terdesak.

Sementara Bedor, Balur dan Salung terus menerus melancarkan serangan tekanan kepada Mahesa Wulung sehingga tidak mengherankan kalau ia tampak kerepotan sekali.

Lawan-lawan yang harus dihadapi rupanya tambah sakti daripada lawan-lawan yang terdahulu.

Ketika Surokolo melihat Mahesa Wulung masih saja sanggup bertahan maka hatinya seakan-akan mau meledak marah.

Ia lalu memberi aba-aba kepada ketiga rekannya "Gunakan Asap Pencabut Sukma!"

Mahesa Wulung terkejut, tetapi terlambat Bedor, Salung dan Balur tiba-tiba membanting butiran-butiran sebesar kelereng keatas tanah sekitar Mahesa Wulung berdiri, lalu terjadilah ledakan-ledakan kecil diiringi asap mengepul menyerang si pendekar Demak.

"Auuggghhhuhuhhh."

Mahesa Wulung terbatuk-batuk ketika dadanya merasa pepat, bagaikan dihimpit oleh batu-batu.

Maka cepat-cepat ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk menolak hawa beracun tadi.

Kendati demikian, sebagian asap tadi telah terisap kedalam dadanya dan pengaruhnya tidak sedikit untuk dirinya.

Mula-mula pandangan matanya mulai bergoyang- goyang disusul dengan rasa pusing yang menyerang dengan hebat.

Itulah sesungguhnya saat-saat yang berbahaya bagi Mahesa Wulung.

Surokolo dan ketiga rekannya menyeringai puas dan tertawalah mereka terkekeh-kekeh kegirangan, bagaikan iblis- iblis.

"Curang!!"

Teriak para penonton dengan tegangnya.

Saat itu pula jala Surokolo segera menyambar kearah Mahesa Wulung, sementara si pendekar Demak inipun telah berkurang kegesitannya.

Dapatlah dipastikan bahwa sebentar lagi tubuhnya akan lumpuh terjerat oleh Jala maut itu.

Saat-saat itu adalah saat yang paling menegangkan bagi setiap orang yang berada disitu.

Tuntari telah bersiaga untuk melompat dan menolong Mahesa Wulung.

Begitu pula Palumpang danE-Book Kollektor 28_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Tungkoro.

Sedangkan si kecil Mundong agak kebingungan menyaksikan adegan tersebut.

Mahesa Wulung yang kini dikenalnya sebagai kakak seperguruan berada dalam bahaya dan apakah ia hanya berpangku tangan saja melihatnya? Tanpa diduga justru saat jala maut Surokolo menyambar dan menerkam kearah Mahesa Wulung, berkelbatlah satu bayangan menuju kearah mereka.

Bayangan itu memegang satu benda yang diputar-putar pada tangan kanannya yang mirip seperti sebuah baling-baling yang berputaran dan menimbulkan suara desingan yang nyaring.

Surokolo sangat terkejut dan tidak menyadari seberapa besarkah bahaya yang tengah dihadapinya sekarang.

Tahu-tahu benda yang tengah berputar ditangan bayangan manusia itu menyambut jala mautnya dan sungguh mengejutkan bagi setiap orang disitu.

Tanpa dapat dicegah lagi jala tersebut melibat dan terjirat-jirat pada benda yang berputar tadi yang tidak lain adalah sebatang tongkat besi yang ampuh!! Selanjutnya si pendatang ini lalu menyentakkan tongkat besinya seraya berteriak seru.

"Hyaaaaat.Lepas!"

Surokolo terbengong begitu tiba-tiba jala mautnya yang telah terlibat pada tongkat tersebut terputus dan dapat terbetot lepas dari tangannya.

"Wisamala!"

Desis Gagak Cemani ketika ia dapat mengenal wajah si penolong Mahesa Wulung. Sedangkan Mahesa Wulung sendiri dengan pandangan yang setengah kabur itu dapat pula mengenal si pendatang yang telah menyelamatkan jiwanya dari jala maut Surokolo.

"Oh..Wisamala!"

Desis Mahesa Wulung lemah.

"Setan alas! Kau turut campur disini? Apa pula kepentiganmu?"

Teriak Surokolo marah.

"Ha..ha..ha..!"

Tertawa Wisamala seraya merampas jala Surokolo dari tongkat besinya, kemudian dicampakkannya ketanah.

"Mengapa aku tidak boleh turut campur, bila engkau berbuat curang dengan asap beracun? Dan jala mautmu ini tidak ada artinya apa-apa bagi Wisamala!"

Serta berkata Wisamala mencampakkan jala tadi ketanah lalu diinjak-injaknya dengan kedua kakinya.

"Dan sekarang kau dapat meneruskan pertempuran tanpa jala ini. Hari ini kau harus membayar hutangmu!"

Ketika Mahesa Wulung kemudian melambaikan tangannya keudara, meluncurlah satu bayangan lain mendatangi arena itu. Wisamalapun berkata kepada Surokolo yang sesaat masih terbengong.

"Nah, kau akan segera mengenal siapakah pemuda ini. Kau pernah memenggalE-Book Kollektor 29_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO tangan kirinya beberapa masa yang silam. Inilah dia Pakerti!" (Lihatlah Seri Naga Geni ke 16.

"Pembalasan Rikma Rembyak") "Pakerti?"

Desis Surokolo seperti tidak percaya, begitu bayangan tadi berhenti disamping Wisamala. Pemuda ini hanya bertangan satu yakni tangan kananya saja. Ia menggenggam sebilah parang mengkilat.

"Sekarang aku akan membuat perhitungan dengan kamu!"

Seru Pakerti geram.

"Kau pernah berlaku kejam dan semena-mena terhadap diriku! Nah sekarang buktikan bahwa engkau sanggup menghadapi diriku, menghadapi seorang yang telah cacat"

Habis berkata itu Pakerti segera melesat menyabetkan parangnya dan terjadilah pertempuran yang dahsyat! Bedor, Salung dan Balur berusaha turun tangan untuk membantu Surokolo tetapi mereka terhenyak surut ketika Wisamala memutar tongkat besinya kearah mereka.

Dalam pada itu Palumpang dan Tungkoro segera menolong Mahesa Wulung.

Untunglah si pendekar Demak ini tidak begitu berat cederanya.

Tak jauh dari mereka terlihatlah tiga lingkaran pertempuran yang seru.

Ketiganya berkisar tak ubahnya tiga lingkaran angin lesus yang lagi mengamuk.

Gagak Cemani dengan golok hitamnya menghadapi Sendal Pancing yang bersenjata kail, sementara Wisamala yang bertongkat besi dengan gesitnya melawan Bedor, Salung dan Balur.

Tak jauh dari mereka, Pakerti bertarung mati-matian menghadapi Surokolo yang bersenjata belati panjang berlekuk.

Bukan main panas hati si Bedor bertiga dengan munculnya Wisamala sitongkat besi itu.

Dengan mengandalkan ilmu pedangnya yang berpasangan mereka mengerubut Wisamala dari segala arah.

Wisamala tidak banyak geraknya, ia lebih suka bertindak tenang sedang tongkat besinya senantiasa siap menghadapi lawannya.

Namun apabila tongkat tersebut bergerak maka cukup untuk mementalkan setiap sasaran yang terhajar.

Sebaliknya Bedor, Salung dan Balur senantiasa berputaran mengelilingi Wisamala.

Serangan mereka berantai susul-menyusul tanpa memberi kesempatan kepada lawannya untuk mengatur napas.

Memang siasat yang begini mesti memerlukan banyak tenaga.
Naga Geni 27 Mencari Ikan Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karenanya tidak mengherankan kalau tubuh mereka sudah mandi keringat.E-Book Kollektor 30_54 MENCARI IKAN BIRU ? WH WIBOWO Dengan gerakan yang gesit, Gagak Cemani memutar golok hitamnya untuk menghalau sambaran- sambaran mata kail dari Sendal Pancing.

Si Pengail ini memang bukan lawan yang ringan bagi Gagak Cemani.

Mata kail itu berkali-kali mengancam keselamatannya.


Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Pendekar Mabuk 092 Darah Pemuas Ratu

Cari Blog Ini