Ceritasilat Novel Online

Misteri Pedang Gila 1

Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila Bagian 1

Raja Gendeng Misteri Pedang Gila **** Karya Rahmat Affandi Sang Maha Sakti Raja Gendeng dalam episode 1 Misteri Pedang Gila ***** TIM

Kolektor E-Book

Buku Koleksi . Denny Fauzi Maulana (

https.//free.facebook.com/denny.f.maulana) Scan,Edit Teks dan Pdf . Saiful Bahri Situbondo (

http.//ceritasilat-novel.blogspot.com) Dipersembahkan Team

Kolektor E-Book

(

https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook) *******

Sehari setelah meninggalkan Goa Mayat Es, pemuda berambut panjang riap-riapan yang sebagian dikuncir kebelakang ini memutuskan untuk menuju ke arah sebelah timur pulau Es.

Sesuai perintah gurunya Ki Panaraan Jagad Biru, pemuda berpakaian kulit berbulu tebal berwarna putih ini harus mencari tahu keberadaan pedang warisan Istana Pulau Es yang raib sekitar dua puluh satu tahun yang lalu.

Menurut sang guru pedang keramat yang sangat sakti itu bisa menjadi malapetaka bagi dunia persilatan bila berada di tangan manusia sesat ataupun pendekar berwatak jahat.

Di samping itu dia juga punya tugas untuk mencari pembunuh keji yang telah melakukan pembantaian semua penghuni Istana Es.

Dia tidak pernah tahu bagaimana dan siapa saja yang telah melakukan pembantaian ke Istana Es.

Waktu itu bahkan dia baru saja terlahir ke dunia.

Ayah bundanya tewas demikian juga dengan dua saudara laki-lakinya yang tak lain adalah pangeran Saka Giri dan Pangeran Saka Jagad.

Dua tugas yang diberikan oleh gurunya bukan tugas yang ringan.

Namun pemuda yang oleh gurunya biasa di panggil Gendeng atau Raja ini juga harus berbakti pada orang tua dan menegakkan kebenaran.

Sayang menjelang senja perjalanan pemuda ini Ini tidak berlangsung mulus.

Tiba-tiba saja hujan turun dengan lebat.

Ia terjebak, pandangan mata jadi terhalang oleh turunnya hujan yang menggila.

Dalam cuaca yang tak menguntungkan udara dingin serasa membuat tubuhnya menjadi beku.

Gendeng lalu berteduh di sebuah kedai yang terletak tak jauh dari sebuah hutan cemara.

Ketika menginjakkan kakinya di depan pintu kedai pemuda lugu berwajah tampan namun suka bertingkah seperti layaknya orang tolol dan gila ini julurkan kepala melongok ke dalam.

Kedai itu dipenuhi oleh para pengunjung yang sedang menikmati hidangan dan minuman berbau aneh tapi harum.

Wajah pemuda ini berubah jadi cerah sumringah.

Ia tersenyum, perutnya berasa keroncongan setelah hidungnya mengendus aroma makanan lezat.

Rasa lapar membuat pemuda ini segera mengambil tempat duduk berada di sudut kedai.

Sekilas dia memperhatikan para tamu dikedai itu.

Kebanyakan tamu dalam kedai terdiri dari laki-laki berpakaian dan berpenampilan pengembara dari dunia persilatan.

Tampang mereka ada yang angker namun ada pula yang memuakkan untuk dilihat.

Tapi tidak semua pengunjung kedai makan itu semuanya laki-laki.

Di sudut kedai pada bagian ujung sebelah kanan duduk seorang gadis berpakaian serba hijau bermantel bulu warna hitam berparas cantik.

Rambutnya yang panjang digelung ke atas.

Dia nampak sangat acuh, bahkan terkesan tidak perduli walau beberapa pasang mata pengunjung kedai sering kali menatap ke arahnya.

Dan tatapan mata para lelaki itu menyiratkan niat terkutuk nafsu birahi.

Melihat pemandangan seperti ini, sambil senyum-senyum sendiri Gendeng berujar dalam hati.

"Orang-orang gila. Pantang mellhat barang bagus, wajah cantik kulit licin. Melihat wanita cantik tenggorokannya naik turun seperti orang sakit bengek. Uhk, perduli apa. Aku mau makan."

Ujar Gendeng lalu melambaikan tangan pada bapak pemilik kedai.

Pemilik Kedai adalah seoraog laki-laki tua berkepala botak licin berkumis tebal namun cuma di sebelah kiri.

Kumis diatas bibir kanan tidak tumbuh entah lenyap kemana.

Bapak yang umurnya sekitar enam puluh tahun itu dengan sikap enggan segera datang menghampiri.

Gendeng memperhatikan orang tua ini dan merasa sepertinya ada sesuatu yang tak berkenan dihati bapak pemilik kedai atas kehadirannya.

Diam-diam Gendeng melirik ke arah tamu-tamu di dalam kedai dengan ekor matanya.

Bapak kedai itu ternyata lebih sering memperhatikan tamu yang duduk di depan meja di tengah ruangan.

Tamu itu bertubuh tinggi berpakaian kuning membekal golok besar di punggung dan cambuk berduri.

Wajahnya sangat angker.

Ia dikelilingi oleh empat laki-laki lain yang adalah para pengikutnya.

Gendeng berpikir gerangan apa yang membuat si empunya kedai sepertinya jerih pada si tinggi dan teman- temannya? "Huh buat apa aku berpusing otak memikirkan mereka.

Aku sudah sangat lapar.

Udara diluar terasa kejam."

Batin Gendeng lalu palingkan wajah dan kini menatap pada bapak apay.

"Aden mau pesan apa? Tempat ini sebenarnya tidak menerima pelanggan baru. Tapi karena aden tak mengetahui aturannya, saya bisa maklum. Yang penting begitu pesanan kami penuhi, aden mohon tinggalkan kedai ini."

Jelas si orang tua.

Gendeng terdiam, namun dia kaget juga mendengar penjelasan pemilik kedai.

Keningnya berkerut, senyumnya yang biasa ramah berubah kecut dan hambar.

Tapi sebagai orang yang ditempa dengan keras dan memiliki sikap sabar Gendeng tidak marah.

Melainkan tertawa tergelak-gelak.

Dia bangkit lalu ditepuk-tepuknya bahu si bapak dengan sikap yang bersahabat.

Selanjutnya tanpa perduli pada orang-orang disekeliling yang menatap ke arahnya, pemuda ini berujar.

"Bapak kedai. Bapak menjual saya membell. Kedai ini tentunya menerima siapa saja yang ingin mengisi perutnya. Sekarang tolong sediakan makanan dan minuman yang dijual di kedaimu. Berapapun harganya saya akan bayar."

Si pemilik kedai manggut-manggut. Dia hendak mengiyakan namun kelihatan ragu. Melihat ini Gendeng segera bertanya.

"Ada apa pak? Apakah makanan di kedaimu telah habis?"

"Eng..... anu. Aden datang agak terlambat. Makanan di kedai kami hanya tinggal sayur, lauknya tinggal kepala karena daging sudah habis."

"Hah. Sayur aku suka, tapi yang bapak sebut kepala itu jenis lauk apa?"

Tanya Gendeng.

"Nanti juga aden akan tahu. Si pemuda mengangguk.

"Lalu minumannya apa?"

Tanya Gendeng sambil menatap orang tua di depannya.

"Minuman istimewa telah habis. Yang ada tinggal minuman yang bernama Gelap Mata. Gendeng yang baru saja duduk kembali merasa heran. Dengan mata setengah mendelik ajukan pertanyaan.

"Minuman Gelap mata itu apa?"

Mendengar pertanyaan si Gendeng semua orang dalam kedai mulai mentertawakannya. Gendeng acuh saja Sementara pak kedai menjawab.

"Minuman Gelap Mata cuma sekedar nama. Minuman jenis itu didatangkan dari luar pulau Es. Asalnya dari tanah Dipa bahkan kadang dari Tanah Malalayu. Kalau diminum terlalu banyak bisa membuat orang bicara melantur, kepala pusing dan tak dapat berpikir normal."

"Ah, bicara saja berbelit-belit. Kenapa tak langsung bilang minuman yang memabukkan. Aku tak begitu sering minum minuman seperti itu. Sediakan saja makanan dan air putih."

"Bb...baiklah. Aden tunggu sebentar. Pesanan segera kami antar."

Ujar si orang tua.

Setelah menjura dengan terbungkuk-bungkuk pemilik kedai meninggalkan pemuda ini.

Selagi bapak tua itu menyediakan yang diminta, gadis berpakaian hijau bermantel hitam menatap ke arahnya.

Dia tersenyum pada Gendeng.

Hanya tersenyum.

Tapi senyuman gadis membuat laki-laki tinggi berpakaian kuning agaknya merasa diabaikan kalau tak dapat dikata cemburu.

Dengan suara menggeram, tanpa menoleh laki-laki itu tiba- ditujukan pada Gendeng.

"Kedai ini hanya diperuntukan bagi orang yang berilmu tinggi, orang gagah cantik seperti gadis bermantel hitam itu. Sedangkan golongan tikus comberan, monyet butut dan kunyuk gondrong gila sebaiknya jangan pernah lagi kesini."

Berkata Misteri Pedang Gila Dan sebelum kesabaranku habis, sebaiknya yang merasa dirinya sebagai monyet gondrong angkat kaki dari sini."

Kata laki-laki itu dengan suara serak angker.

Mendengar ucapan lakl-laki itu para tamu kedai mulai gelisah.

Salah Satu diantaranya adalah laki-laki bertubuh kurus kering macam jerangkong hidup berpakaian hitam.

Si kurus bergelar Elang Mate Juling ini memang tak mengenal siapa adanya pemuda gondrong yang sebagian rambutnya dikuncir Itu.

Tapi ia mengenal siapa adanya orang yang bicara itu dengan empat anak buahnya.

Walau tak memiliki nama, namun dia yang datang dari tanah Dipa itu kabarnya sedang mencari senjata pusaka pedang Istana Es.

Dia bergelar Golok Terbang Cambuk Geni.

Meskipun belum lama menjejakkan kaki di Pulau Es yang berada di ujung paling timur laut selatan itu, tetapi dia telah menebar darah dimana-mana.

Adapun tentang gadis berpakaian hijau bermantel hitam, Jerangkong hidup belum mengenalnya namun sudah beberapa kali dia berkunjung di kedai.

Kini melihat gelagat yang tak baik, Jerangkong Hidup yang merasa ada urusannya sendiri belum diselesaikan segera tinggalkan kedai Itu.

Demikian juga dengan para tamu kedai yang lain.

Di dalam kedai hanya Gendeng, gadis berpakaian hijau dan si tinggi besar bersama anak buahnya.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gendeng tidak menapgapi ucapan laki-laki tinggi itu.

Dia hanya mengambil pesanan yang diantarkan oleh bapak kedai.

Ketika orang tua itu berlalu dan Gendeng melihat hidangan yang disediakan untuknya, pemuda ini melengak kaget.

Melihat piring tanah yang seharusnya berisi nasi justru berisi belatung hidup.

Demikian juga mangkuk ternyata berisi daun cemara dan ilalang.

Ketika ia menatap ke arah piring berisi lauk-pauk isinya kepala tikus busuk bercampur cacing.

Sungguh menjijikkan.

Dengan perasaan jengkel dan mata mendelik Gendeng segera memanggil kembali bapak pemilik kedal.

Tapi orang yang dipanggil tak kunjung muncul.

Bue Bapak kedai.

Tindakanmu sangat keterlaluan.

Aku minta makanan, mengapa kau beri aku belatung, kepala tikus, cacing dan air cucian beras tujuh hari,"

Seru pemuda itu mencak- mencak tak karuan.

Si gadis diam-diam tersenyum.

Dia yakin si Gondrong yang sebagian wajahnya terlindungi rambut panjang telah dipermainkan.

Tapi gadis ini juga tak tau siapa yang mem- permainkan pemuda itu.

Apakah pemilk kedai atau si tinggi bergolok besar yang sedang bersantap di meja tengah.

Tindakan mempermalukan orang dengan memutar ballkan kenyataan mudah saja dilakukan bagi orang yang menguasal ilmu sihir.

Tapi apakah bapak kedai atau si tinggi besar mempunyai ilmu sihir, gadis ini tidak tahu.

Selagi si gadis asyik dengan pikirannya sendiri, salah seorang pengikut si tinggi besar yang matanya cacat sebelah kanan berucap dengan nada mencemooh.

"Ketua... lihatiah monyet gondrong yang agak sinting itu. Diusir tak mau pergi. Minta makan diberi makan marah-marah. Harusnya Ia berterima kasih pada bapak kedai yang telah bermurah hati menyediakan makanan untuknya."

Si tinggi menyeringal aneh. Dari mulutnya yang tertutup kumis tebal ke luar ucapan.

"Hanya anjing yang pandai berterima kasih pada majikannya. Kalau cuma kunyuk mana kenal rasa terima kasih. Masih bagus cacing dan kepala tikus yang dihidangkan, bagaimana kalau kotoranku? Ha ha ha."

Walau jengkel si Gendeng berusaha menahan diri.

Setelah mendengar ucapan mata picak yang gamblang, rasanya tak mungkin si tinggi besar yang mempermainkannya.

Tindakan ini pasti dilakukan oleh pemilik kedal.

Karena setelah menghidangkan pesanan dia pergi terburu-buru.

Apakah orang tua itu dengan sengaja melakukannya ataukah atas suruhan orang lain? Diam- diam dia melirik ke arah si gadis.

"Tidak. Bukan dia."

Gumamnya dengan yakin. Penasaran, Gendeng melangkah menuju ke arah bagian dapur. Belum sampai ke tempat yang dituju tiba-tiba saja si tinggi besar berteriak.

"

Dasar gondrong keparat tak tahu aturan. Beraninya kau lewat di depan Golok Terbang Cambuk Geni tanpa permisi!"

Teriakan itu mengandung tenaga dalam hebat hingga membuat kedai terguncang seperti dilanda gempa besar.

Walau teriakan orang disertai pengerahan tenaga dalam hebat dan membuat dada terasa sesak.

Si gondrong ini malah cengar-cengir tersenyum cengengesan.

Bentakan tak berpengaruh.

Sebaliknya dengan sikap acuh dia malah berujar.

"Aku belum tuli, mengapa ki sanak bicara dengan suara sekeras itu? Teriakanmu membuat telingaku jadi gatal. Harusnya kisanak membantu menggaruk telingaku ini. Sayang..."

Kata Gendeng dengan mata menerawang. Dia kemudian melanjutkan.

"Urusanku belum selesai. Dan segala kekonyolan yang terjadi disini bukanlah hal yang penting. Beri aku jalan karena rajamu mau lewat"

Mendengar ucapan terakhir dari mulut si pemuda, empat kaki tangan si tinggi besar yang mengaku bergelar Golok Terbang Gambuk Geni tak kuasa menahan tawa mereka. Salah satu diantaranya bahkan menyeletuk.

"

Pemuda ingusan mengaku seorang raja. Mungkin dia raja edan alias gila alias Gendeng, ketua. Ha ha ha."

"Diam!"

Hardik laki-laki itu. Ke empat laki-laki anak buah Golok Terbang pun terdiam. Si Tinggi kini bangkit berdiri, menghadap pada pemuda di depannya dengan tatap mata mencorong talam dibakar amarah.

"Anak muda. Siapa kau. Beraninya kau mengaku raja? Memangnya kau ini raja apa?"

Si gondrong tersenyum, sambil pencongkan mulutnya dia Misteri Pedang Gila menjawab. Namaku memang RAJA. Begitu orang memanggilku, nama itu pemberian orang yang sangat kuhormati. Golok Terbang mendengus.

"Seperti yang kuduga, kau memang bukan raja. Kau bahkan hanya pantas menjadi raja kunyuk, gila. Ha ha ha"

"Ya."

Sahut Gendeng sambil manggut-manggut.

"Jika aku menjadi raja kunyuk. Kau malah lebih pantas menjadi raja anjing. Ha ha ha."

Ucapan Gendeng karuan saja membuat Golok Terbang menjadi sangat marah. Seketika tawanya terhent, mata mendelik, kumis bergerak-gerak, dua tengan terkepal erat mengeluarkan suara berkeretekan Melihat ini Gendeng malah meledek.

"Wuah ha ha ha. Ternyata raja anjing mulai marah. Bagaimana ini? Lebih baik aku kabur saja!"

Kata si Gendeng.

Kemudian dengan gerakan kalang kabut seperti orang yang sangat ketakutan pemuda in berlari menuju keluar.

Melihat ini tentu saja gadis berpakaian hijau jadi tertawa terkekeh.

Golok Terbang Cambuk Geni sebenarnya merasa tersinggung merasa dirinya ditertawaken gadis itu.

Tapi untuk sementara dia memilih mengesampingkan ejekan yang dilakukan oleh gadis itu.

Dia yang merasa telah dihina oleh si gondrong sambil mengejar berteriak ditujukan pada anak buahnya Tangkap! Jangan biarkan gondrong sinting Itu meloloskan diri!"

Teriakan disambut dengan tindakan anak buahnya. Sekali orang-orang ini menghentakkan kakinya mereka melesat menyusul si gondrong dengan kecepatan luar Sebentar saja Gendeng tersusul. Empat laki-lak mengepungnya dengan senjata terhunus di tangan.

"Hendak minggat ke mana kau, hah?"

Hardik Golok Terbang yang telah berdiri tegak tak jauh di depan pemuda itu. Gendeng bersikap acuh. Sedikit pun tidak terlihat rasa takut di wajahnya. Malah dengan seenaknya pemuda itu justru menjawab pertanyaan Golok Terbang.

"Wahai orang berkumis besar bertubuh tinggi besar macam pohon beringin. Kau keliru besar bila menduga aku berniat melarikan diri. Tidakkah kau melihat hamparan kabut ada dimana-mana. Bahkan ketika aku bernapas dari hidungku keluar uap putih. Disini dingin, aku jadi kepingin kencing. Apakah kau hendak melarang orang yang mau kencing? Jika kau larang apakah aku harus kencing di telingamu? Ha ha hal"

Merah wajah Golok Terbang mendengar Ucapan Gendeng. Dengan kemarahan luar biasa dia berteriak.

"Kunyuk hina. Sungguh kau tak memandang muka pada Golok Terbang Cambuk Geni. Tak ada hukuman yang paling setimpal buat manusia ceroboh sepertimu selain kematiant"

Bersamaan dengan terlakannya itu Golok Terbang memberi isyarat pada anak buahnya untuk menyerang.

Melihat empat anak buah Golok Terbang melakukan penyerangan secara serentak.

Pemuda ini pura-pura terkesiap unjukkan wajah keget.

Serangan ganas menderu menghantam sepuluh bagian tubuh mematikan pada diri Gendeng.

Gendeng berteriak seakan ketakutan lalu menghindar dengan gerakan kalang kabut.

Anehnya walau gerakan menghindari serangan lawan terlihat tak karuan, namun tak satupun dari serangan ganas dan sangat cepat yang dilakukan empat lawan mengenal asarannya.

Bahkan untuk menyentuh pemuda itu kelihatannya sangat sulit sekali.

Empat anak buah Golok Terbang Cambuk Geni yang menyerang pemuda sangat penasaran dan tambah beringas.

Tak ayal lagi kini mereka menyerang dengan pukulan mengandung tenaga dalam sangat tinggi dan berbahaya.

Serangan Itu semakin berbahaya karena ke empat lawan tidak cuma melepaskan tendangan dan pukulan tapi juga mulai menggunakan senjata ditangan masing-masing.

Tusukan pedang dan golok menderu, membabat, membacok bahkan melesat membabat leher si Gendeng.

Hebatnya walau diserang dengan menggunakan kekuatan penuh Gendeng justru dapat menangkis setiap serangan yang datang.

Dan ketika empat senjata menderu sebat siap menjadikan tubuhnya putus menjadi kutungan-kutungan mengerikan, pemuda ini segera menggunakan ilmu mengentengi tubuh serta kelincahan gerak yang luar biasa cepatnya.

Wuss Trang ! Traang! Empat senjata saling beradu dan menimbulkan pijaran api yang membuat empat lawannya keluarkan seruan kaget.

Gendeng mendadak raib.

Seiring dengan itu terdengar suara siulan disertai berkelebatnya bayangan putih dan berkesiuran.

Tak lama kemudian dua diantara penyerang merasakan punggung di tepuk dan kening dijitak.

Sementara dua lainnya sekonyong-konyong merasakan hawa dingin menyerang tubuh mereka.

Suara siulan lenyap berganti dengan gelak tawa.

Gendeng kini telah berdiri tak jauh di depan mereka sambil menunjuk ke arah mereka disertai tawa mengekeh.

"Ha ha ha. Orang-orang tak bermalu. Harusnya kalian membunuhku, tapi sekarang mengapa dua diantara kalian bertelanjang diri tak bermalu? Dan dua lainnya tertawalah dan lainnya terus menggaruklah sampai gila."

Kata Gendeng disertal tawa terpingkal-pingkal.

Golok Terbang Cambuk Geni terkejut bukan main.

Bahkan matanya mendelik besar seolah hendak melompat dari dalam rongganya ketika mengetahui empat anak buahnya di buat tidak berdaya dengan cara yang sangat memalukan.

Satu diantara pengikutnya yang diketuk bagian keningnya kini tertawa-tawa tak karuan kejuntrungannya.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedangkan yang diusap bagian punggungnya kini terlihat terus menggaruk sekujur tubuh seolah telah diserang penyakit gatal-gatal yang luar biasa.

Sementara dua pengikut lainnya terlihat sekujur tubuhnya sudah tidak lagi terlindung pakaian.

Pakaian tebal hitam yang melekat di tubuh hancur tercabik-cabik berserakan di atas tanah berlapiskan es seolah semua pakaian mereka disiangi oleh binatang buas.

Kedua orang ini beruntung masih menggunakan celana kolor gombrang hingga tak sampai menderita malu besar.

Lenyapnya pakaian yang melindungi tubuh sudah tidak karuan rupa membuat kedua orang menggigil kedinginan.

Tapi mereka juga menjadi sangat marah.

Celakanya ketika mereka hendak bergerak menyerang kembali, keduanya bukan cuma tak mampu menggerakkan tubuhnya tapi juga seakan baru sadar bahwa senjata mereka telah berpindah tangan dan bertengger diatas kepala lawan.

Mereka tahu bahwa dengan senjata milik mereka pemuda Gondrong itu menyiangi pakaian mereka.

Melihat keadaan yang menimpa pengikutnya si Tinggi besar agaknya mulai sadar bahwa pemuda berpenampilan aneh bertingkah seperti orang gendeng itu ternyata bukan manusia sembarangan.

Empat anak buahnya bukan orang berilmu rendah.

DI tanah Dipa mereka bahkan dijuluki Empat Macan Haus Darah, Karena ilmu kesaktian mereka yang tinggi, maka ketika Golok Terbang Cambuk Geni mengarungi laut selatan menuju pulau Es guna mencari senjata pusaka peninggalan penguasa Istana Es, ia membawa serta mereka.

Tak disangka hari ini Empat Macan Haus Darah mendapat malu besar.

Dan yang mempermalukan mereka adalah pemuda belia berprilaku kurang waras.

Sadar berhadapan dengan lawan berkepandaian luar biasa tinggi, Golok Terbang lalu berkata.

"Pemuda aneh berambut gondrong. Ternyata kau bukan pemuda sembarangan. Tak heran kau berani bertingkah dihadapanku. Kau telah menotok syaraf tawa Macan Bungsu hingga membuatnya terus tertawa. Kau juga menotok syaraf penyakit Macan Sulung itu yang membuatnya terus menggaruk seperti orang kudisan. Kemudian kau bahkan hampir membuat Macan Tengah dan Macan ketiga telanjang. Mereka bukan orang berkepandaian rendah. Ternyata bahwa kau memiliki ilmu kesaktian luar biasa. Katakan padaku siapa dirimu ini?"

Kata Golok Terbang Cambuk Geni penasaran.

Gendeng tertawa ha ha hi hi.

Setelah itu ajung jempol dipergunakan untuk menekan cuping hidung sebelah kanan lalu dia menghembuskan nafas hingga mirip orang yang membuang ingus.

Setelah menggosokkan tangannya yang kanan dengan yang kiri, pemuda ini, membuka mulut.

"Ah orang gagah berkumis tebal mirip saringan kopi. Aku ini bukan siapa-siapa. Orang malah memberiku julukan Gendeng padahal namaku Raja, entah raja apa. Mungkin RAJA GENDENG."

Ujar si pemuda. Dia lalu menyambung ucapannya.

"

Bagiku apalah artinya sebuah nama. Sedangkan mengenai Empat Macan kaki tanganmu itu kukira memang suka bersenda gurau mungkin ketika kecil mereka tak bahagia. Namun terus terang aku ingin bertanya kepadamu apakah benar kau bukan orang pulau Es ini?"

Golok Terbang diam-diam terkejut tak menyangka pemuda itu menaruh curiga kepadanya. Dia berpikir sejenak, Lalu berkata.

"Anak muda, bagaimana kau bisa tahu aku bukan penduduk pulau ini?"

Gendeng tersenyum lalu menggoyangkan kepalanya hingga rambut panjang yang menutupi wajah tersibak. Sekarang Golok Terbang dapat melihat dengan jelas bahwa wajah pemuda itu ternyata sangat tampan.

"Kisanak. Aku sudah menduga kau bukan orang sini kau mungkin datang dari tanah Dipa diseberang laut selatan. Aku tidak perduli kau datang dari mana. Yang jelas orang sepertimu mudah dikenali."

"Apa maksudmu? tanya Golok Terbang terlihat tidak sabar. Gendeng lagi-lagi mengumbar senyum, selanjutnya ia berujar.

"Manusia sepertimu tak mungkin mengarungi lautan menantang ombak jika tidak ada maksud tersembunyi dibalik perjalananmu. Nah, aku ingin bertanya apakah kedatanganmu ke Pulau Es sekedar hendak berpelesiran ataukah ingin mencari sebuah senjata pusaka milik Istana Es yang raib dicuri orang?"

Jika tadi Golok Terbang mampu menguasai diri dan dapat menyembunyikan rasa kejutnya. Kini dia menjadi kaget. Dengan mata mendelik penuh curiga Golok Terbang berkata.

"Wahai! Kau masih begini muda. Bagaimana kau bisa menebak pikiran orang. Terus terang aku datang dari jauh ke pulau Es ini memang ingin mencari Pedang Gila. Sebuah senjata maha sakti yang layak menjadi milikku."

Ujarnya dengan mata menerawang dan wajah berseri.

"Anak muda walau tingkah lakumu seperti orang Gendeng alias gila, aku yakin otakmu waras. Sekarang katakan padaku apa yang kau ketahui tentang Pedang Gila?"

"Pedang Gila bukan pusaka sembarangan. Bila jatuh di tangan manusia sesat bisa menimbulkan malapetaka. Aku tak tahu mengenai pedang yang kau maksudkan. Lagi pula seandainya aku tahu dimana pedang itu, mustahil rasanya aku memberitahukannya padamu. Ha ha ha"

Golok Terbang merasa dipermainkan.

Membuat laki-laki itu sangat murka.

Apalagi bila mengingat Empat Macan Haus Darah yang menjadi kaki tangannya telah kena diperdaya.

Tak mengherankan bila Golok Terbang tak kuasa menahan kemarahannya.

Dia melangkah satu tindak ke depan.

Dengan suara menggerung laksana raungan mahluk kegelapan yang terluka dia berseru.

"Pemuda Gendeng dan gila. Ketahuilah, sejak menjejakan kaki di pulau ini telah banyak nyawa melayang sia-sia ditanganku. Sekarang tampaknya aku juga harus memenggal kepalamu dan mencabut nyawamu! ha....!"

"Tunggu!"

Kata Gendeng sambil angkat tangannya hingga orang terpaksa mengurungkan serangan. Menyangka pemuda itu akan memberikan keterangan yang dibutuhkan, laki-laki itu dengan tidak sabar segera ajukan pertanyaan.

"Apa yang ingin kau katakan? Apa kau sudah berubah pikiran ingin memberitahu keberadaan senjata yang kucari?"

Gendeng unjukkan wajah serius, tapi mulutnya tetap terpencong. Setelah menggerutu dia lalu menjawab. Jawaban yang tak lebih dari omelan layaknya orang tua yang memarahi anaknya.

"Kalau merasa tak punya hubungan kerabat dengan Istana Es, bila tak ada pertalian darah. Mengapa mau bersusah payah menyiksa badan menyeberangi laut sejauh ini. Kau telah banyak membunuh, malah mengaku telah memenggal banyak kepala."

Ujar si pemuda lalu terdiam sejenak menunggu. Tapi setelah itu Golok Terbang cuma berdiri diam tak berkata apa apa, Gendeng pun melanjutkan.

"Tadi kudengar kau juga hendak membunuhku. Kupikir-pikir dari pada membunuh diriku yang sudah tidak berbapak dan beribu, bukankah lebih baik kau membunuh dirimu sendiri?"

Golok Terbang Cambuk Geni melengak kaget, tak menyangka jawaban pemuda itu jauh diluar keinginannya.

Dia menjadi geram, kemudian tanpa banyak cakap laki-laki itu melompat ke arah Gendeng lalu kirimkan satu tendangan menggeledek dibarengi jotosan bertenaga dalam tinggi yang dapat membuat remuk batok kepala.

Dua serangan datang disertai suara deru mengerikan mengandung hawa panas luar biasa.

Membuat gumpalan- gumpalan es di depan kedai dan yang menempel di daun pepohonan langsung leleh luruh menjadi cairan dingin.

Gendeng menunggu, dia tak bergeming seolah sudah pasrah menerima tendangan dan pukulan orang.

Sementara itu ketika menyaksikan apa yang dilakukan Golok Terbang dan melihat sikap si gondrong yang terlihat pasrah, gadis di dalam kedai yang siap meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan perjalanannya jadi terkesiap.

"Golok Terbang nampaknya ingin menghabisi si gondrong yang berpenampilan seperti orang gendeng itu. Tapi kenapa Gendeng seperti tidak berbuat apa-apa. Apakah aku harus menolong pemuda jelek itu? Jika pemuda itu kutolong Golok Terbang pasti tak dapat menerima tindakanku. Dia pasti akan memusuhiku juga. Padahal aku sedang melakukan sebuah tugas. Tapi.."

Gadis berpakaian serba hijau bermantel hitam tidak lanjutkan ucapannya begitu melihat kejadian diluar dugaan siapapun.

Si gondrong tiba-tiba lakukan gerakan aneh.

Hanya dalam sekedipan mata dia telah berpindah tempat dan tahu-tahu telah berada di belakang Golok Terbang.

Dua serangan Golok Terbang Cambuk Geni luput.

Jotosan laki-laki itu mengenal tiang penyangga atap kedai.

Sedangkan tendangan mautnya cuma menghantam angin.

Tiang penyangga hancur berkeping-keping mengeluarkan suara berderak.

Atapnya runtuh nyaris menimpa Golok Terbang.

Tapi dia luput karena segera melompat menghindari runtuhnya atap.

Baru saja Golok Terbang jejakan kaki di tempat yang aman, tiba-tiba dia merasakan sambaran angin dingin disampingnya.

Secepatnya dia miringkan tubuh sekaligus hantamkan sikunya kesamping dalam gerakan menangkis sekaligus melakukan serangan balik.

Duk! Golok Terbang merasakan sikunya membentur tubuh lawan.

Tapi dia kemudian menjerit.

Tangan dikibaskan dan kepala digoyang goyang dengan keras.

Apa sebenarnya yang terjadi? Ternyata ketika si Gendeng menyerang dari bagian Samping bersama runtuhnya atap depan kedal, pukulan yang diarahkan kebagian dada ternyata berhasil ditangkis siku lawannya.

Tapi karena Gendeng mengerahkan tenaga dalam yang disertai pengerahan ilmu Karang Es, karuan saja benturan itu membuat lawan merasa sikunya seperti dihantam palu besi.

Celakanya lagi, walau benturan itu sempat membuat Gendeng terguncang, namun tangannya yang jahil masih sempat menyentil telinga lawan dan mengemplang kepala Golok Terbang tiga kali berturut-turut.

Daun telinga menjadi merah dan panas, sedangkan kepala yang dikemplang serasa mau meledak.

Golok Terbang terhuyung sambil menyumpah serapah.

Seumur hidup mengembara di rimba persilatan belum permah dia merasa dipermainkan dan dikerjai orang seperti itu.

Apalagi orang yang mempermainkannya masih sangat muda dan tidak dikenal.

Tapi dia juga sadar, pemuda sinting itu jelas miliki tenaga dalam sangat tinggi serta ilmu meringankan tubuh luar biasa dan mempunyai kecepatan gerak selincah rajawali.

Golok Terbang mulai berpikir, dia harus mengerahkan semua kepandaian yang dimilikinya jika tidak ingin konyol dipermainkan pemuda itu.

Tidak mengherankan setelah dapat menguasai diri Golok Terbang Cambuk Geni langsung meloloskan golok besarnya yang berwarna putih mengkilap yang selalu tergantung dipunggungnya.

Sambil menggenggam gagang golok erat-erat, dengan mata mendelik besar dan pipi menggembung dia menghardik.

"Pemuda Gendeng? Tak ada waktu bagiku untuk bermain-main denganmu. Menyesal sekali aku harus membunuhmu!"

Gendeng mengusap punggung hidungnya dengan tangan kiri, dengan mulut dimonyongkan ke depan dia menjawab.

"Kau cuma tukang golok dan penggembala yang membawa pecut. Beraninya kau menentang seorang raja, walaupun aku ini cuma Raja Gendeng! Karena tindakanmu yang berani melawanku, sekarang sudah sepantasnya kau mendapat hukuman. Ha ha ha!"

Rasa jengkel, geram marah bercampur aduk menjadi satu membuat Golok Terbang menjadi gelap mata.

Tanpa ampun golok diayunkannya ke arah lawan.

Cahaya putih berkiblat membelah udara menjelang malam yang tambah dingin.

Suara deru mengerikan menyertai gerakan golok yang siap mencabik tubuh Gendeng.

Gendeng tahu bahwa lawan mengerahkan tenaga saktinya dalam serangan itu.

Pemuda ini segera mengerahkan tenaga dalamnya ke kaki dan tangan.

Lalu sebelum mata golok itu menyambar putus tubuhnya.

Dengan menggunakan jurus Tarian Sang Rajawali warisan gurunya Ki Panaraan Jagad Biru yang juga dikenal dengan julukan Manusia Setengah Dewa, pemuda ini berkelit.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wus! Serangan golok luput.

Gendeng terlihat melambung tinggi meliuk-liuk begitu rupa seperti seekor rajawali yang menari-nari di udara.

Melihat lawan lolos, Golok Terbang menggerung.

Mulutnya berkemak-kemik.

Mantra sakti selesai dibaca.

Golok di tangan bergetar, lalu melesat lepas dari genggaman pemiliknya dan melabrak Gendeng dengan kecepatan dahsyat mengerikan.

Gendeng sejenak terkesima.

Sekarang dia tahu mengapa laki-laki itu mempunyai julukan Golok Terbang.

Ternyata lawan benar-benar mempunyai golok yang dapat terbang dan menyerang dengan dashyat.

"Senjata licik dalam pengaruh mantra keji. Aku harus menghantam jatuh golok itu kalau tak ingin mati konyol menjadi serpihan daging tak berbentuk."

Gumam Gendeng dalam hati.

Diam-diam sambil terus menghindari sambaran- sambaran golok yang datang bertubi-tubi.

Gendeng menggabungkan dua tangannya.

Tak berselang lama dua tangan si pemuda berubah memutih laksana perak menyala.

Tangan itu juga mengepulkan asap dingin berwarna putih menyilaukan.

"Pukulan Topan Es. Heaa...!"

Teriak sang pendekar menyebut ilmu pukulan yang dilepaskannya.

Segulung cahaya berkiblat, menderu bergulung-gulung seperti gunung es yang runtuh ke jurang.

Seketika keadaan di sekitarnya yang dingin menjadi tambah dingin berlipat ganda.

Golok Terbang menjerit begitu menyadari pukulan itu tidak hanya menghantam senjatanya hingga terpental, tapi juga menyambar tubuhnya hingga tergontai.

Tak ada kesempatan untuk mengambil golok yang terpental jauh.

Golok Terbang dalam kaget sekaligus marah segera menghantam ke arah cahaya dingin yang melabrak tubuhnya.

Pukulan andalan yang dikenal dengan nama Genderang Larva Simeru ini memang berhasil membuyarkan serangan cahaya putih dingin membeku namun Golok Terbang yang belum sempat mengerahkan seluruh kekuatan yang dia miliki ini tak dapat melakukan tindakan lebih jauh.

Selagi tangan kirinya berusaha meraih senjata andalan satunya lagi yang tergantung di pinggang.

Dan sebelum Cambuk Geni dapat dipergunakan untuk menyerang.

Sambil terkekeh Gendeng tahu-tahu telah berada didepannya.

Dengan kecepatan seperti rajawali yang menyerang musuhnya Gendeng menghantam pusar Golok Terbang Tuiiing! Terdengar suara aneh ketika telapak tangan menepuk keras perut dibagian pusarnya.

Si tinggi besar menggeram, dia menggerakkan tangan ke depan dengan niat mencengkeram.

Tapi Golok Terbang ini jadi kaget sendiri ketika tangan dan kakinya sudah tak dapat digerakkan.

Pemuda itu telah menotoknya dengan cara yang sangat aneh.

Gendeng tergelak-gelak.

Golok Terbang hanya bisa menyumpah serapah.

Tapi segala makiannya kemudian juga ikut lenyap saat dia merasakan perutnya mendadak jadi mulas sakit panas luar blasa.

Disamping itu Golok Terbang juga kini jadi ingin buang hajat besar, kentut dan pipis.

Dalam keadaan kaku tertotok mana mungkin dia bisa membuang hajatnya.

Dengan tubuh berkeringat menahan segala rasa yang campur aduk Golok Terbang berusaha agar tidak sampai buang hajat dicelana.

Tapi yang terjadi dia malah tak kuasa menahan kencingnya.

Air kencing terpancar tersendat-sendat membasahi celana bagian depan.

Melihat ini Gendeng tambah terkekeh.

"Orang tua jorok dan konyol. Sudah tua bangka masih juga kencing di celana. Ha ha ha."

Merasa dipermalukan dengan cara sangat luar biasa Golok Terbang hanya bisa mendelik, pipi menggembung sedangkan wajah tampak merah karena menahan marah.

"Pemuda gila keparat! Aku akan mengingat kejadian hari ini sampai suatu saat tiba hari pembalasan dariku. Aku akan mempesiangi tubuhmu, mengikis setiap lembar daging di tulang belulangmu!"

Geram si Golok Terbang penuh dendam dan benci "Hust!"

Gendeng menyela dengan suara lirih. Jemari telunjuk ditempelkan di mulut Golok Terbang.

"Jangan berisik. Dan jangan pula berpikir soal pembalasan. Aku masih ada urusan. Aku mau tau siapa yang telah berbuat jahil memberiku makan cacing dan kepala tikus busuk. Selain itu aku juga ingin berkenalan dan berbincang dengan gadis cantik di dalam kedai.Siapa tahu peruntunganku kali ini bagus. He he he."

Selesai dengan ucapannya.

Pemuda gondrong ini lalu balikkan langkah kemudian berjalan menuju kedai dengan slkap acuh.

Seperginya pemuda sakti luar biasa berprilaku seperti orang gendeng ini Golok Terbang berusaha membebaskan totokan aneh dipusarnya.

Tapi walau dia telah mengerahkan tenaga saktinya, totokan tak bisa di punahkan.

Sebaliknya perutnya tambah mulas panas laksana terbakar.

Laki-laki ini menatap ke arah anak buahnya.

Salah seorang anak buah yang ditotok dibagian punggung masih menggaruk-garuk tubuhnya hingga berdarah.

Sedangkan yang tertotok di bagian syaraf tawanya malah pingsan karena kehabisan nafas akibat tertawa terus.

Dua lagi yang pakaiannya dibuat rontok jadi serpihan malah tegak mematung tak bergerak-gerak lagi sambil mendekap bagian bawah perutnya.Jelas kedua orang yang kehilangan pakaian pingsan bahkan mungkin mati karena kedinginan.

Golok Terbang memanggil mereka.

Tak satupun yang menjawab.

"Bangsat sialan Mengapa hari ini peruntungan nasibku jadi buruk seperti Ini?"

Geram si Golok Terbang hampir putus apa. Sementara di dalam kedai Gendeng mendapati suasana yang sunyi. Ruangan kedai kosong. Bahkan gadis baju hijau tak terihat lagi.

"Aku tahu gadis itu melihatku ketika aku terlibat perkelahian dengan Golok Terbang dan anak buahnya. Sekarang dia pergi kemana? Aku yakin dia bukan gadis biasa .Kemunculannya punya tujuan tertentu"

Dia berpikir sejenak Lalu ingat dengan bapak pemilik kedai.

Gendeng lalu melangkah kebagian dapur.

Dia melihat pintu belakang yang terbuka, langkahnya jadi terhenti saat melihat ada sesosok tubuh tergeletak tak jauh di depan tungku perapian.

Sosok tubuh itu dalam keadaan menelungkup.

Gendeng membungkuk, julurkan tangan dan membalikkan tubuh orang.

Dia tercengang ketika mengetahui sosok yang terbujur kaku itu adalah bapak pemilik kedai.

Dan telah tewas dengan leher berlubang.

Anehnya ketika Gendeng melakukan pemeriksaan dia melihat mahluk-mahluk hitam berupa lintah besar menyelimuti semua luka yang terdapat di tubuh orang tua malang itu.

Kening Gendeng berkerut.

Dia menyibak rambutnya yang menutupi wajah lalu menghapus muka yang berkeringat.

"Siapa yang membunuhnya? Mengapa dia dibunuh? Apakah mungkin perbuatannya menghidangkan makanan yang tak pantas padaku itu suruhan seseorang? Siapa orang itu dan mengapa pula membunuhnya?"

Kata Gendeng sambil terus berpikir dan berpikir.

Namun tak ada petunjuk apalagi jawaban seperti yang dia inginkan.

Setelah terdiam cukup lama akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan kedai itu dari pintu belakang.

**** Gadis berpakaian hijau sama sekali tak menduga Kehadirannya di kedai makan di tepi rimba kaki bukit Kali Pening itu bakal mendapatkan petunjuk baru.

Adapun petunjuk itu berupa munculnya Golok Terbang Cambuk Geni dari tanah seberang laut selatan.

Dia pun menjadi tahu bahwa kehadirannya semata-mata ingin mencari jejak pedang pusaka Istana Es yang lenyap dua puluh tahun lalu.

Senjata sakti mandraguna Pedang Gila itu adalah raja dari semua senjata pedang di dunia persilatan.

Hilangnya senjata itu bersamaan dengan penyerbuan sekaligus pembantaian yang dilakukan oleh Maha Iblis Dari Timur .Menghilangnya Pedang Gila hingga kini masih menjadi tanda tanya bagi tokoh-tokoh sakti penghuni pulau Es dan juga tokoh-tokoh dari seberang pulau .Kenyataannya pedang yang hilang itu menjadi incaran banyak orang merupakan sesuatu hal yang terjadi diluar dugaan.

Hal lain yang mengganggu pikiran dara cantik itu adalah kehadiran pemuda gondrong tampan.

Pemuda berpenampilan sederhana bertingkah dan berlagak seperti orang tak waras itu juga ternyata bukan pemuda sembarangan.

Dia yang semula dianggap gila, lemah dan tak punya kepandaian apa-apa.

Diluar dugaan ternyata dapat mempecundangi Golok Terbang dan empat kerabatnya.

Padahal sepak terjang Golok Terbang selama beberapa hari di pulau Es telah membuat geger penghuni pulau.

"Apa yang kusaksikan dan semua perkembangan terbaru yang kutemukan di luar sana harus segera kukabarkan pada guru Hyang Kelam. Sayang... tadi aku terlalu terburu-buru meninggalkan kedai. Padahal seharusnya aku menyaksikan perkelahian pemuda Gendeng yang mengaku bernama Raja dengan Golok Terbang sampai akhir."

Gumam sang dara menyesal. Saat itu dia berjalan dibawah kerimbunan pohon yang memutih diselimuti es.

"Golok Terbang yang terus kuikuti selama dua hari ini sebetulnya bukan manusia sembarangan. Dia bahkan telah membunuh beberapa tokoh penting di pulau ini. Diantaranya adalah Suma Barata saksi kunci satu-satunya kerabat istana yang lolos dari penyerbuan maut itu. Tak pernah kusangka orang sehebat Golok Terbang masih kena dipecundangi pemuda aneh berpakain putih itu? Pemuda itu kelihatannya seperti orang gendeng. Aku... aku rasanya..."

Dara berpakaian hijau ini tak menyelesaikan ucapan.

Wajahnya merona merah, senyum terkembang namun dalam keraguan.

Entah apa yang dipikirkannya.

Mungkin dia tertarik dengan si gondrong yang baru pertama kali dilihatnya.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahkan dia sempat mengkhawatirkan keselamatan Gendeng ketika terlibat perkelahian dengan Golok Terbang.

Ini dia rasakan aneh mengingat tak pernah mengenal pemuda itu dan tak punya hubungan apa-apa.

Si gadis menggelengkan kepala lalu menarik topi mantelnya lebih ke depan hingga wajahnya terlindung dari guyuran air hujan yang turun.

Di satu tempat terbuka gadis ini menghentikan langkah.

Dia mengangkat wajah, dongakkan kepala menatap langit.

Langit kelam bersaput kegelapan.

Tak terlihat bulan apalagi bintang.

Namun dia menyadari saat itu malam bertambah larut .Udara tambah dingin menggigit.Walau sudah terbiasa menghadapi cuaca buruk di pulau Es, tak urung gadis ini menggigil.

Perjalanan sudah tidak jauh lagi.

Sementara dikejauhan lolongan anjing penghuni sudut gelap pulau Es terdengar bersahut-sahutan.

Si gadis yang terbiasa membaca tanda-tanda alam segera tahu bahwa lolongan anjing yang didengarnya adalah pertanda alamat yang tak baik.

Tapi dia tak perlu takut karena sejak kecil dia memang tinggal menetap di pulau itu.

Dengan menggunakan ilmu lari cepat yang telah mencapai taraf sempurna si gadis berkelebat melewati pedataran es yang sangat luas.

Tak berselang lama sampailah gadis ini disebuah jurang.

Dia Julurkan kepala menatap ke dalam jurang dipenuhi bebatuan menonjol.

Si gadis bersuit tiga kali.

Bukit-bukit es serta jurang tempat gadis ini berdiri mendadak lenyap.

Terdengar suara bergemuruh.

Kabut dan asap putih dingin luar biasa muncul memenuhi tempat itu.

Tidak lama setelah kepulan asap dan gemuruh lenyap.

Gadis berpakaian serba hijau tahu-tahu telah berada dalam sebuah ruangan luas berpenerangan redup yang sejuk.

Adapun ruangan tempat si gadis sekarang berada adalah ruangan rahasia tersembunyi.

Tempat itu menjadi kediaman gurunya selama ratusan tahun.

Tempat itu tidak cuma tersembunyi namun juga dilindungi semacam tabir gaib dan sebuah kekuatan sihir hebat.

Setelah menjejakkan kaki dilantai ruangan batu merah, gadis ini segera jatuhkan diri berlutut menghadap ke arah kursi dimana diatas kursi itu tak terlihat siapapun dan tampak kosong.

"Guru... murid datang menghadap. Semoga guru berkenan menemui muridmu ini?"

Kata si gadis dengan kepala menunduk dan dua tangan dirangkapkan di depan dada.

Sunyi.

Tak terdengar jawaban.

Si gadis menunggu sampai kemudian terdengar suara beterbangannya butiran-butiran pasir.

Butiran pasir menuju ke arah kursi berkumpul dan berputar-putar diatas kursi itu kemudian butiran-butiran pasir menggumpal membentuk satu sosok tubuh seperti patung.

Si gadis sama sekali tak terkejut, wajahnya tidak mengesankan takut.

Mungkin karena dia sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu.

Sampai kemudian timbunan pasir di atas kursi merah itu membentuk sosok yang sempurna.

Dari langit-langit ruangan yang terbuat dari lapisan batu merah muncul kilatan cahaya menyambar onggokan pasir di kursi.

Kilatan cahaya menyebar ke seluruh penjuru onggokan pasir mulai dari timbunan berupa kepala hingga ke bagian kaki.

Cahaya putih kemerahan lenyap.

Di atas kursi sekonyong- konyong duduk sesosok tubuh dalam rupa seorang kakek tua renta bertubuh kurus kering macam jerangkong.

Kakek itu mengenakan celana sebatas lutut.

Di sebelah atas berselempang benda pipih mirip akar.

Yang aneh jari tangan maupun jari kaki kakek berwajah hitam menggidikkan ini ditumbuhi kuku panjang bercabang-cabang mirip dengan akar-akaran merambat.

Dilihat secara keseluruhan dia tidak tampak sebagaimana seharusnya ujud manusia.

Kakek ini penampilannya sebagian mirip mahluk aneh juga mirip dengan pohon hitam dengan akar-akar menjuntai.

Muncul di atas kursi kebesaran dengan caranya yang ganjil.

Orang tua ini diam sejenak.

Hanya matanya yang cekung seakan amblas terbenam dalam rongganya yang besar menatap sekilas pada sang dara.

Si gadis menunduk dan merasakan betapa tatap mata kakek itu serasa menembus dada hingga ke jantung dan melongok rahasia apa yang tersimpan dalam hatinya.

Walau sadar orang diatas kursi adalah guruny?, namun sang dara tahu benar siapa guru yang dihadapinya.

Orang didepannya adalah guru yang amat kejam, telengas, tak mengenal aturan tata krama dan suka berbuat nista walau terhadap murid sendiri.

Si gadis tak akan pernah lupa gurunya yang kejam juga pernah menistakan dua saudara seperguruannya yang lain lalu membunuhnya hanya karena kesalahan yang kecil.

Hanya karena sikap patuh dan selalu waspada yang membuat si gadis masih mendapatkan kepercayaan hingga hari ini.

"Untari... ternyata kau sudah kembali?"

Berkata si kakek angker. Suaranya yang serak seperti orang tenggelam memecah kesunyian. Si gadis yang ternyata bernama Untari mengangkat kepala, memandang pada gurunya yang tak sedap dipandang mata.

"Guru! Saya memang telah kembali. Murid kembali untuk menyampaikan kabar bahwa telah datang beberapa orang dari luar pulau Es ini. Kedatangan mereka membawa keinginan sama seperti keinginan kita."

Kemudian dengan gamblang dia juga menceritakan tentang munculnya seorang tokoh muda bernama Raja dan dijuluki Gendeng.

Penjelasan muridnya tentang pemuda gendeng itu tenyata lebih menarik perhatian si kakek yang bernama Hyang Kelam.

Daripada tentang kehadiran Golok Terbang Cambuk Geni dan sepak terjangnya.

Malah sejenak kemudian seusai muridnya memberi penjelasan, kakek angker ajukan pertanyaan.

"Muridku Untari.Berapa kira-kira usia pemuda gendeng yang kau temui itu?"

Sang murid cepat membungkuk sambil berujar.

"Saya hanya melihatnya di kedai belum sempat menemui belum sempat bicara. Tapi menurut hemat saya umurnya sekitar dua puluh satu atau mungkin lebiih sedikit."

Entah mengapa setelah mendengar jawaban muridnya.

Hyang Kelam tiba-tiba terlihat resah.

Seumur hidup dalam didikan Hyang Kelam belum pernah Untari melihat gurunya seresah itu.

Setelah melepas mantel hitamnya, gadis cantik inipun jadi tak dapat menahan diri untuk bertanya.

"Guru. Apakah murid salah berucap hingga membuatmu gelisah seperti ini?"

Si kakek gelengkan kepala. Dia ialu tersenyum. Walau tersenyum namun wajahnya tetap terlihat angker. Hyang Kelam menghela nafas. Tarikan nafasnya mengeluarkan suara deru bergemuruh. Dia lalu berkata.

"Penyelidikanmu tentang raibnya pedang belum mencapai harapan yang kita Inginkan. Dua ratus tahun umurku kini. Aku mengenal dengan jelas siapa saja yang masih bertahan hidup di pulau ini.Misteri jejak pedang belum terungkap. Pedang Itu jatuh ditangan siapa kita tidak tahu. Nanti aku ingin membicarakan tentang kehadiran pemuda aneh yang kau lihat dikedai. Sekarang aku ingin tahu apakah kau pernah mendengar nama Ratu Lintah disebut-sebut orang diluaran sana?"

Tanya si kakek.

"Nama itu jarang kudengar. Justru nama Kupu Kupu Putih atau yang lebih dikenal dengan julukan Penyihir Racun Utara yang kerap dibicarakan orang, Menurut kabar yang berhasil saya serap kemungkinan besar Penyihir Racun Utara mengetahui hal raibnya Pedang Gila Pusaka istana Es."

Terang si gadis. Mendengar Itu si kakek tertawa tergelak-gelak. Setelah mengumbar gelak tawa melengking hingga membuat langit-langit ruangan seperti mau runtuh, kakek ini hentikan tawa, seraya berujar.

"Penyihir Racun Utara? Perempuan jahanam genit Itu ternyata masih hidup? Tak kusangka umurnya panjang."

Geram si kakek. Untari diam terpaku. Dia melihat kemarahan di wajah Hyang Kelam. Gerangan apa yang disembunyikan oleh kakek itu. Apakah menyangkut masa lalu hidupnya. Terdorong rasa Ingin tahu Untari lalu ajukan pertanyaan.

"

Guru apakah kau mengenal perempuan satu Itu?"

Hyang Kelam anggukkan kepala. Matanya yang amblas ke dalam tengkoraknya mencorong tajam. Sambil anggukkan kepala dia menjawab.

"Aku tidak begitu mengenal siapa kunyuk betina bergelar Ratu Lintah.Tapi aku pernah mengenal perempuan keparat berjuluk Penyihir Racun Utara."

Jelas si jerangkong hitam. Dia lalu melanjutkan ucapan tanpa menjelaskan pernah punya hubungan apa dengan perempuan yang baru disebutnya.

"Muridku.. Ketahuilah yang melakukan penyerbuan ke istana Es dua puluh satu tahun lalu adalah seorang tokoh sesat luar biasa bergelar Maha Iblis Dari Timur. Dia seorang tokoh misterius. Malah sampai hari ini tak seorangpun yang pernah mellhat bagaimana rupanya Iblis itu. Dia yang juga bergelar Maha Sesat Dari Timur tidak menjalin hubungan sahabat dengan satu orang pun tokoh yang tinggal di pulau ini. Aku juga tidak yakin Maha Iblis Dari Timur melakukan penyerangan ke istana Es seorang diri. Pasti ada yang membantu mungkin pasukan yang dibawanya dari neraka. Mengingat prabu Sangga Langit penguasa Istana Es adalah manusia sakti dan mempunyai perajurit tangguh. Mustahil semuanya tewas terbantai dalam satu malam. Maha Iblis Dari Timur jelas menggunakan kekuatan lain. Tapi Siapa?"

"Guru. Guru adalah salah seorang mahluk paling sakti dan ahli nujum pula. Dengan menggunakan kekuatan sihir Pelacak Jejak apakah guru tak dapat mencari tahu siapa yang telah menjadi sekutu Maha iblis Dari Timur yang merontokkan kekuasaan prabu Sangga Langit?"

Si kakek menyeringai.

"Siapa yang membantu dan kekuatan apa yang dipergunakan Maha Iblis Dari Timur saat ini tak penting untuk dibicarakan muridku. Yang jelas pagi harinya ketika aku sampai di Istana Es. Aku tidak menemukan para penyerang. Aku cuma mendapati lautan darah dan mayat-mayat bergelimpangan."

Ujar si kakek. Kemudian dengan mata menerawang seolah mengenang kejadian puluhan tahun yang silam Hyang Kelam melanjutkan ceritanya.

"Dalam hatimu kurasa kau bertanya mengapa aku muncul ke istana itu? Sebenarnya kedatanganku ke istana Es ingin menanyakan keberadaan seorang nenek aneh dari dasar laut pantai selatan pada gusti prabu. Mengingat aku tahu gusti prabu punya hubungan baik dengan nenek bernama Nini Balang Kudu. Yang kudengar si nenek sering muncul ke istana saat kandungan permaisuri Purnama Sari semakin tua."

"Bukankah prabu Sangga Langit mempunyai dua putera?"

Tanya Untari. Si kakek mengangguk.

"Ya. Puteranya pangeran Sakagiri berusia enam belas dan pangeran Saka Jagat berusia empat belas waktu itu.Permaisuri mengandung putera ketiga dengan jarak terpaut jauh dengan dua putranya yang lain,"

Terang si kakek "Mengapa kau ingin menemui nenek aneh Nini Balang Kudu?"

Mendapat pertanyaan seperti itu si kakek melengak dan terlihat gelisah.

Sebagai seorang guru walau mempunyai sifat kejam dan berwatak keji, namun dia tak ingin berbohong pada muridnya.

Tapi dia juga tak berniat berterus terang karena apa yang dia rahasiakan menyangkut urusan pribadi.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena itu Hyang Kelam kemudian berkata.

"Apa pun urusanku dengan nenek penghuni dasar laut selatan itu tak perlu kuceritakan padamu. Yang jelas seperti pernah kuceritakan padamu ketika aku sampai di Istana Es semua penghuninya telah tewas. Dua pangeran putera Prabu Sangga Langit menemui ajal di taman kaputeraan, Patih Selo Kaliangan tewas di Balairung istana. Prabu Sangga Langit terkapar tak jauh dari singgasana kebesarannya. Sedangkan permaisuri Purnama Sari sekarat dengan luka dileher dan dada.Luka itu menganga. Darah membasahi tempat peraduan. Kecil kemungkinan bagi permaisuri untuk bisa selamat. Aku berusaha untuk menolong, tapi tak bisa. Permaisuri benar-benar tewas.Namun aku meninggalkannya ketika aku mendengar suara gaduh mencurigakan datang dari halaman belakang istana. Aku melakukan pemeriksaan. Ketika aku sampai di halaman belakang, aku mendapati seorang perwira terkapar dengan lukanya yang mengerikan. Luka itu seperti luka gigitan suatu mahluk buas, Dia juga seperti ingin menyampaikan sesuatu.Tapi suranya tidak jelas. Karena tak mungkin ditolong dan kasihan melihat penderitaannya dengan terpaksa aku mempercepat kematiannya..."

Terang si kakek. Semua penjelasan itu membuat Untari terdiam. Tapi dia juga ternyata masih penasaran dengan nasib yang dialami oleh keluarga kerajaan. Terdorong rasa ingin tahu, Untari bertanya lagi.

"

Guru... aku ingin tahu bagaimana halnya dengan permaisuri. Kalau benar permaisuri tewas tentunya anak dalam kandungannya ikut terbawa mati?"

Si kakek manggut-manggut. Matanya yang cekung menjorok amblas ke dalam rongga menatap Untari dengan sorot yang sulit diduga. Hyang Kelam menghela nafas sambil dongakan kepala lalu berucap.

"Permaisuri saat itu hamil besar. Menurut perkiraan sekitar sembilan bulan kurang. Seorang bayi dalam kandungan bila ibunya tewas maka dia pun ikut mati.Saat itu dari halaman belakang aku kembali ke ruang peraduan permaisuri. Aku terkejut. Permasuri yang kuketahui telah menghembuskan nafasnya ternyata raib. Aku yakin ada seseorang yang datang lalu membawanya pergi. Penasaran aku melakukan pengejaran. Permaisuri tak kutemukan. Aku tak tahu hendak diapakan permaisuri yang telah meninggal. Aku juga tak tahu siapa yang membawanya pergi."

"Kemudian apa yang terjadi? Apakah guru bertemu dengan orang-orang yang melakukan penyerbuan ke istana Es?"

Tanya Untari. Si kakek menggeleng.

"Aku yakin yang menyerbu istana Es kemungkinan satu atau dua orang saja. Dua orang ini dibantu oleh kekuatan gaib yang sangat kuat. Aku tak pernah menemukan mereka. Di dinding dekat kursi singgasana raja kutemukan sebuah petunjuk aneh berupa tulisan darah. Tulisan itu menyebutkan nama sang pembantai."

"Apakah saat itu guru tidak segera mencari senjata pusaka milik kerajaan?"

Tanya sang dara sambil menatap gurunya.

Hyang Kelam tersenyum aneh "Melihat kekejian yang berlangsung saat itu tak terpikirkan olehku untuk mengambil pedang.

Belakangan baru terpikir, jika dapat menguasai pusaka milik kerajaan aku bisa menjadi seorang raja atau setidaknya menjadi penguasa tunggal di dunia persilatan.

Aku sendiri telah kembali ke istana Es begitu usiamu menginjak tujuh tahun.

Seluruh penjuru istana sampai tempat rahasia telah kuteliti.

Tapi pedang Gila telah raib."

"Apakah mungkin senjata jatuh ke tangan Maha Iblis Dari Timur?"

Tanya Untari.

"Aku tak tahu. Kalau benar engkau harus mencari tokoh paling sesat satu ini. Tapi mengingat kehebatannya yang luar biasa kemungkinan aku akan ikut ambil bagian dalam pencarian kali ini."

Tegas si kakek.

Diam-diam Untari terkejut.

Dia berpikir bila gurunya ikut serta maka sang dara merasa tidak akan leluasa bergerak.

Dia tak bisa main-main, Untari Juga tak mungkin dapat mencari tahu tentang pemuda Gendeng yang menarik perhatiannya itu.

Tak terduga seakan mengetahui apa yang dipikirkan muridnya si kakek tiba-tiba berujar.

"Aku akan membiarkanmu berjalan sendiri, namun aku akan mengawasimu. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."

Terang si kakek dengan mimik aneh menyembunyikan muslihat. Untari menganggukkan kepala, namun dia tidak memberikan tanggapan aps-apa. Melihat itu Hyang Kelam melanjutkan.

"Aku harus menjaga, walau tak harus bersamamu."

Si kakek terdiam lagi.

Kini dia teringat dengan pemuda aneh yang diceritakan muridnya.

Untari telah mengatakan pemuda itu usianya sekitar dua puluh satu tahun.

Mengingat kejadian yang menimpa Istana Es dan permaisuri Purnama Sari yang tewas terbunuh pada saat mengandung.

kakek ini jadi khawatir.

Seandainya bayi yang dikandung permaisuri saat itu berhasil diselamatkan oleh seseorang tentu usianya kini sekitar dua puluh satu tahun.

Si kakek menjadi resah.

Keresahan yang dapat dirasakan oleh muridnya.

Untari pun lalu berujar.

"Guru kalau memang ingin mengawasi saya. Murid tidak berkeberatan. Adapun sikap diam saya jangan guru salah artikan."

Hyang Kelam menggeleng. Disertai senyum buruk dia menjawab.

"Bukan itu muridku. Saat ini aku teringat dengan pemuda gendeng yang kau lihat dikedai. Aku ingin kepastian apakah pemuda itu berkata tentang asal usulnya?"

Untari terdiam, matanya berbinar dan terlihat lebih bersemangat. Melihat ini diam-diam Hyang Kelam berujar dalam hati.

"

Untari, dunia luar rupanya telah merubah cara pandangmu terhadap laki-laki.

Agaknya kau tertarik pada lawan jenis.

Tapi kau harus ingat jiwa dan ragamu hanya pantas kau persembahkan padaku.

Kau tak boleh jatuh cinta pada laki-laki manapun, jika aturanku kau langgar.

Maka hidupmu kelak akan menuai malapetaka."

Untari memang tak tau apa yang gurunya katakan dalam hatinya, tapi kemudian dia menjawab pertanyaan sang guru.

"Pemuda Gendeng itu tak menyebut asal usulnya.Namun dia mengatakan namanya Raja. Cuma Raja, tidak ada nama lain dibelakang nama itu. Mungkin.dia raja Gendeng guru! mengingat tingkah laku dan tabiatnya mirip orang gendeng. Si kakek manggut-manggut. Dia lalu menggumam.

"Kita nampaknya harus bersikap waspada. Aku khawatir dia adalah orang yang dikandung permaisuri Purmama Sari dua puluh satu tahun yang lalu."

"Akh!"

Untari melengak kaget. Dia menatap gurunya dengan heran.

"Bukankah guru mengatakan permaisuri tewas terbunuh saat sedang mengandung tua,"

Kata Untari tak mengerti. Senyum dingin si kakek semakin sinis Dengan suara parau seperti tercekik dia menukas.

"Jangan pernah lupa. Aku juga sudah mengatakan padamu mayat permaisuri lenyap dari bilik peraduannya. Seseorang telah mengambilnya dan pasti punya rencana untuk menyelamatkan bayi dalam kandungan permaisuri malang itu."

"Apakah bisa?"

"Tentu saja bisa walau kemungkinannya sangat kecil."

Terang si kakek. Dengan lebih berapi-api Hyang Kelam melanjutkan ucapannya lagi.

"Siapapun pemuda gendeng itu aku tidak perduli. Dia muncul begitu saja dan bila kehadirannya ingin mengambil Pedang Gila maka aku harus menyingkirkannya."

Tegas si kakek. Untari menyambuti.

"Walaupun orang itu pewaris istana Es yang sah?!"

"Ya."

Jawab Hyang Kelam ketus.

"Keinginanku untuk mengambil Pedang Gila sudah bulat, Dengan pedang itu aku bisa menjadi penguasa sejagat. Dan kau harus mendukungku,"

Terang si kakek dengan suara meninggi. Melihat gurunya mulai terbakar amarah Untari tak mau mengambil resiko mencari bahaya. Dia cepat mengangguk disusul ucapan memberi dukungan.

"Sebagai murid yang berbakti saya akan bersamamu guru. Sekarang sudah saatnya bagi saya untuk kembali melanjutkan tugas."

Si kakek merasa lega. Kini suaranya kembali melunak.

"Kalau kau pergi. Pergilah ke Puncak Terang.Mungkin disana kau akan mendapatkan sesuatu yang lebih berarti. Menurut penglihatanku melalui kekuatan nujum rasanya aku melihat Maha Iblis Dari Timur pada waktu tertentu suka muncul di sana. Aku tak tau apa yang dia lakukan, mungkin ada sesuatu yang disembunyikan di tempat itu."

Penjelasan si kakek membuat Untari kerutkan keningnya. Gadis cantik ini pun cepat berujar.

"Guru, bukankah kau mengaku belum pernah melihat atau bertemu muka dengannya.Bagaimana guru bisa mengatakan yang sering muncul di Puncak Terang adalah Maha Iblis Dari Timur?"

Tanya Untari.

"Hmm, memang aku tak pernah bertemu dengannya. Tapi pada terawangan pertama yang kulakukan di istana Es aku melihat ciri-ciri orang berpenampilan dan berpakaian sama seperti yang kulihat di Puncak Terang. Itu merupakan sebuah bukti bahwa pembantai keluarga istana Es masih berada di pulau Es. Bila dia berada di pulau Es, artinya Pedang Gila juga berada di tangannya."

"Tapi kita masih belum tau apakah senjata itu benar- benar ada padanya atau justru berada di tangan orang lain?"

Kata Untari.

"Ya. Untuk membuktikannya kita harus menyelidik dan kalau perlu menangkap Maha Iblis Dari Timur,"

Tegas si kakek.

Untari mengangguk setuju.

Dia kemudian berpamitan pada gurunya.

Setelah menjura hormat Untari memejamkan matanya.

Sessat setelah mata terpejam tiba-tiba terdengar suara bergemuruh.

Suara gemuruh disertai hembusan angin dingin luar biasa.

Untari merasakan tubuhnya terangkat naik lalu..

Sang dara cantik merasa bokongnya kini menyentuh sesuatu yang sangat dingin luar biasa.

Ketika dia membuka matanya kembali tenyata sekarang dia telah berada diatas pedataran es yang luas tak jauh dari bibir dinding tempat pertama kali dia menjejakkan kaki.

Si gadis tahu apa yang harus dia lakukan.

Dipedataran es yang luas Untari mempunyai tempat peristirahatan sementara.

Sambil menunggu datangnya pagi tanpa banyak pikir dia melesat ke arah tempat peristirahatannya itu.

***** Di dalam pondok buruk tersembunyi dibalik kerindangan daun pohon yang lebat, kakek berumur sembilan puluh tahun bertubuh kerdil cebol ini sedang asyik menikmati sarapan paginya.

Saat itu kakek berkepala botak sudah duduk ditepi perapian sambil menghangatkan badan.

Kakek cebol di dunia persilatan khususnya di wilayah pulau Es dikenal dengan julukan Bocah Ontang Anting.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bocah tunggal tak berkerabat dan bersaudara ini memang jarang sekali menampakkan diri di kehidupan ramai.

Hampir sepanjang waktu dia lebih suka menyendiri, mengasingkan hidup di tempat pertapaan atau berdiam di dalam pondok buruknya sambil membaca Kitab Sapa Brata.

Kitab itu adalah kitab langka yang didalamnya mengajarkan kebenaran dan jalan lurus hingga orang bisa mencapai tempat kekal bernama Omang atau Surga.

Dulu sekitar belasan tahun yang lalu Bocah Ontang Anting memang lebih banyak bergaul dan membaur dengan kehidupan orang banyak.

Tetapi sejak Istana Es runtuh kakek botak bertampang layaknya seorang bocah Ini lebih banyak mengasingkan diri di Lembah Tapa Rasa yaitu lembah tempat dimana pondoknya berdiri sekarang ini.

Bocah Ontang Anting sesungguhnya termasuk manusia aneh.

Bila lagi banyak pikiran dia bisa diam membisu selama berhari-hari.

Tapi bila pikirannya sedang senang dia juga bisa menghabiskan waktu tertawa selama berhari-hari demikian juga ketika sedang dilanda sedih, dia bakal mengucurkan air mata sepanjang hari.

Setiap kali menangis, tangisnya tak pernah terdengar.

Hanya air matanya saja berderai-derai mengalir laksana curah hujan gerimis.

Anehnya air mata itu sengaja dia tampung untuk diminum kembali.

Si kakek percaya air mata kesedihan dapat mengingatkan manusia untuk lebih mawas diri hingga tidak lupa daratan dan eling bahwa hidup itu intinya adalah penderitaan dan perjuangan panjang.

Tak banyak yang tahu bahwa sesungguhnya Bocah Ontang Anting ini sebenarnya punya hubungan Istimewa namun rahasia dengan prabu Sangga Langit.

Sejak dulu hingga sekarang rahasia hubungan sahabat itu tak pernah diketahui orang lain.

Makanya tidaklah mengherankan ketika mendengar kabar istana Pulau Es diserbu orang dan prabu Sangga Langit bersama seluruh kerabat istana menemui ajal dengan mengenaskan si kakek pun secara diam-diam datang kesana.

Hatinya jadi terguncang begitu mengetahui Istana Es banjir darah.

Mayat-mayat bergelimpangan hingga tak satupun penghuninya yang tersisa.

Dia tak mungkin menguburkan jenazah sebanyak itu dan juga takut kehadirannya diketahui oleh penyerbu istana itu.

Ketika dia kembali ke Lembah Tapa Rasa, si Bocah Ontang Anting menangis histeris selama empat puluh hari empat puluh malam.

Tangisnya itu menggugah para penghuni langit, hingga suatu malam Bocah Ontang Anting menerima sebuah petunjuk berupa wangsit yang memberi gambaran kejadian di masa depan.

Juga bagaimana nasib penerus Istana.

Atas dasar wangsit yang diterima.Bocah Ontang Anting pun menyimpan rapat-rapat rahasia kepercayaan yang diberikan oleh gusti prabu Sangga Langit ketika mereka bertemu dua hari sebelum Istana Es diserbu.

Kini kakek cebol bertampang bocah telah menyelesaikan sarapannya.

Orang tua ini kemudian mematikan tungku perapian lalu duduk menyender pada tiang tengah penyangga pondok sambil mengusap perutnya yang bundar penuh lemak.

SI bocah menguap lebar, dia menggerutu karena rasa kantuk selalu menyerang setiap kali dia usai makan.

Dia gelengkan kepala, mulutnya yang cuma dihiasi beberapa helai kumis selayaknya ikan lele bergerak-gerak.

Kemudian dari bibirnya terlontar ucapan bercampur keluhan.

"Menunggu dan terus menunggu. Itu yang dapat aku lakukan setiap hari hingga bertahun-tahun. Yang ditunggu tak kunjung datang. Yang selalu muncul Justru para setan yang tak pernah diharapkan. Aku ini cuma bocah tua yang tolol. Yang namanya mulut tergantung pada suasana hati. Dia tak mau datang ataukah petunjuk wangsit yang kuterima palsu adanya?"

Bocah tua memperbaiki posisi duduknya yang miring.

Akibat terlalu kekenyangan membuat mata orang tua ini tak bisa diajak bermufakat.

Dia mengantuk berat.

Perlahan mata yang belo itu terpejam.

Tapi belum sempat tidur si kakek diusik mimpi.

Tiba-tiba kepalanya yang sulah itu terasa dingin.

Seperti ada cairan yang merembes masuk ke dalam pondok menembus atap ijuk berlapis kulit.

Si kakek membuka matanya.

Dia mengusap kepala yang terkena tetesan cairan.

Ketika tangan diusapkan ke kepala Bocah Ontang Anting ini terkesiap terkesima.

Cairan yang menetes membasahi kepala bukanlah air.

Cairan itu berwarna merah dan menebar bau amis.

Si kakek bangkit.

Kepala mendongak keatas, mata menatap ke langit-langit.

Dia melihat memang ada cairan merah berupa darah merembas diatapnya.

Bocah Ontang Anting menundukkan kepala, perlahan dia menatap ke arah pintu yang terbuat dari jalinan tulang ikan paus itu.

Pintu tertutup rapat, sejak tadi pondokya juga tidak bergoyang.

Seandainya ada orang yang hadir di pondok atau bertengger diatas atap tentu Bocah Ontang Anting dapat merasakan kehadirannya.

Belum sempat kakek ini berpikir banyak.

Tiba-tiba terdengar suara menggerung disertai suara aneh bergedebukan seperti sebuah benda jatuh di depan pondoknya.

"Siapa diluar ?!"

Tanya Bocah Ontang Anting.

Tak menunggu jawaban dia menghambur ke arah pintu.

Cekatan sekali jemari tangannya yang mungil membuka pintu pondok.

Pintu terbuka, si kakek bertampang layaknya bocah ini menghambur.

Dia jejakkan kaki ditanah dan tampak terkejut ketika melihat sosok tubuh kurus kering berupa seorang laki- laki berpakaian kuning cokelat.

Laki-laki itu tak lain adalah sahabatnya Sitir Langi atau yang lebih dikenal dengan julukan Elang Mata Juling.

Melihat sahabat satu-satuny terkapar tanpa nyawa, si kakek segera ingat dengan tetesan darah yang merambas di atas pondoknya.

Dia menduga siapapun pembunuhnya kemungkinan masih bertengger diatas atap.

Tanpa bicara diam-diam dia alirkan tenaga sakti ke tangan kini.

Siap melepaskan pukulan maut.

Lalu si kakek lambungkan tubuhnya keudara.

Setelah berjumpalitan di udara beberapa kali dis jejakkan kakinya distas atap pondok.

Jelalatan mata orang tua ini memperhatikan sekelilingnya.

Di atas atap tidak terlihat siapa pun, terkecuali genangan darah.

Tak ada petunjuk tak terlihat jejak kaki yang ditinggalkan diatas atap yang berlapis es tebal itu.

Si kakek menggeram.

Kemudian dia melesat turun dengan cara menggelundungkan tubuhnya.

Setelah berada di bawah dia duduk bersila.

Lalu menangis sambil meratap.

"Oalah, ternyata buruk nian nasibmu Elang Mata Juling sahabatku. Apa yang terjadi? Kau habis dari mana saja hingga menemui ajal begini rupa?"

Sedu kakek layaknya anak kecil yang kehilangan orang tuanya.

Tangis si kakek tak berlangsung lama.

Sejenak lamanya dia sudah dapat menguasai diri.

Setelah menyeka air mata yang menggenang dimatanya dia segera memperhatikan Sitir Langi dari kepala hingga ke kaki.

Si kakek tidak puas.

Kemudian dia membuka pakaian sebelah atas sahabatnya.

Ketika pakaian dibuka dari dada tersingkap Bocah Ontang Anting melihat sebuah luka ber?pa lubang menganga.

Sementara yang membuat alisnya berkerut disekitar luka terdapat beberapa ekor mahluk menjijikkan benwarna hitam kecoklatan dengan tubuh menggembung kekenyangan.

Mahluk-mahluk itu segera disingkirkan lalu diremasnya hingga hancur.

Darah segar muncrat kemana-mana membasahi jemari.

Dengan mata nyalang dia menggeram.

"Lintah-lintah jahanam. Mahluk terkutuk tak berbeda seperti majikannya. Dimana kau Ratu Lintah keparat."

Teriak Bocah Ontang Anting dengan suara lantang.

Sambil menabahkan hati menyabarkan diri, dia memindahkan mayat Elang Mata Juling ke dalam pondoknya.

Setelah mayat sahabatnya dipindahkan ke tempat yang dianggapnya cukup layak lalu kakek ini keluar lagi.

Sebelum keluar dia tidak lupa menyambar busur sekaligus anak panah.

Senjata panah adalah pusaka yang menjadi andalannya.

Dan panah keramat yang dimiliki Bocah Ontang Anting bukan panah sembarangan melainkan panah sakti bernama Panah Asmara Gama.

Kelebihan panah itu dapat mengejar lawan kemanapun lawan bersembunyi.

Kini si kakek telah berada dihalaman pondoknya.

Sambil menenteng busur keramat yang panjang kedodoran dan bumbung anak panah di punggungnya kakek ini kembali layangkan pandang.

Tidak terlihat tanda-tanda keberadaan sang pembunuh.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia diam.

Dalam diamnya Bocah Ontang Anting yakin pembunuh itu pastilah masih berada disekitar pondoknya.

Mungkin dia bersembunyi sambil mentertawakan kemarahannya.

Si kakek merasa muak untuk berteriak.

Dia tak mau menghamburkan nafas dengan percuma .Sambil menggerutu dengan mulut terpeletat-peletot si cebol mengambil anak panah lalu memasang dibusurnya.

Sengaja yang dia ambil anak panah berwarna hitam.

Anak panah warna hitam kegunaannya untuk memburu lawan bersembunyi.

Selain anak panah warna hitam dalam bumbung terdapat anak panah dengan warna putih, merah dan hijau.

Anak panah berwarna putih bila sampai mengenal lawan akan membuat wanita jatuh cinta, bila lawannya laki-laki akan berbalik menjadi takluk sedangkan anak panah merah kegunaannya untuk merontokkan kekuatan lawan yang memiliki ilmu kebal sementara anak panah Warna hijau dapat membuat lawan tercerai berai.

Busur kini di rentang, anak panah pada busur siap dilepas.

Tapi sebelum panah hitam melesat si kakek memberi bisikan pada panahnya.

"Temukan siapapun bangsatnya yang telah membunuh sahabatku Elang Mata Juling. Begitu kau dapatkan seret dia kemari, mengerti!"

Kata si kakek.

Seolah mempunyai nyawa, telinga, pikiran dan hati.

Anak panah ini bergoyang-goyang ke atas dan ke bawah tiga kali berturut-turut .Panah pun kemudian dilepas.

Anak panah menderu, melesat berputar-putar lalu melabrak kemana saja tak tentu arah.

Sampai kemudian anak panah lenyap tak terdengar suara apa-apa lagi.

Si kekek cebol menunggu.

Tak lama kemudian terdengar suara deru lagi.

Anak panah hitam datang layaknya seekor burung terbang lalu hinggap di tangan si kakek.

"Mana hasilnya?"

Tukas sl kakek dengan mulut melongo. Dia memperhatikan mata anak panah. Bocah Ontang Anting menggerutu ketika melihat diujung mata anak panah tertembus seekor lintah seukuran jari telunjuk.

"Cuma lintah, jadi benar dugaanku bahwa yang membunuh Elang Mata Juling adalah betina terkutuk Ratu Lintah? Heh.... panah pemburu. Mengapa hanya lintahnya yang kau bawa kemari. Mengapa tidak betina itu yang kau tembus bokongnya lalu seret kemari?"

Damprat si kakek merasa tak puas sambil merengut.

Lintah di mata panah dia renggut hingga terlepas.

Si kakek baru hendak memberi perintah lagi.

Namun tiba-tiba saja dari balik gundukan batu tinggi meledak tawa mengikik.

Si kakek urungkan niat batalkan keinginan.

Anak panah segera disimpan didalam bumbung penyimpanan.

Dia memutar tubuh balikkan badan menghadap ke arah tawa yang terdengar.

Suara tawa tak berlangsung lama.

Sekejab setelah tawa menggeledek lenyap dari balik batu melesat satu sosok tubuh berkelebat dengan kecepatan luar biasa.

Dan tahu-tahu di depan Bocah Ontang Anting berdiri tegak seorang wanita bertubuh agak bungkuk berusia sekitar empat puluh tahun.

Wanita Itu berpakaian hitam, rambutnya yang panjang digelung ke atas seperti sarang tawon.

Namun sebagaimana keadaan tubuhnya yang lain.

Rambutnya itu yang tak kelihatan dipenuhi kawanan lintah hitam dengan ukuran yang besar.

Lintah-lintah itu menggeliat bangkit, menjulur kian kemari begitu mengendus keberadaan si kakek.

Bocah Ontang Anting memandang melotot ke arah perempuan itu.

Yang ditatap justru malah tertawa.

Puluhan lintah yang bergelayutan di pipi dan sekujur wajah tampak bergoyang goyang, gondal gandil menjijikan.

Setelah menatap wajah berlintah yang tak sedap dipandang itu, kakek cebol ajukan pertanyaan.

"Sering mendengar gelar busukmu, tapi aku tak pernah bertemu denganmu. Apa benar bahwa kau adalah orangnya yang bergelar Ratu Lintah?"

Mendengar pernyataan kakek berwajah bocah lugu perempuan itu tersenyum sambil menanggapi pertanyaan orang.

"Kalau sudah tahu mengapa bertanya? Kenapa pula kau tidak segera bersujud di depan ratumu ini? Hik hik hik...!"

Kakek cebol leletkan lidah sekaligus meludah tiga kali.

Dia ingat dengan sahabatnya Elang Mata Juling yang telah menjadi mayat.

Ini yang membuatnya tak dapat manahan keinginan untuk mendamprat "Perempuan busuk.

Kau cuma ratu gila kesasar yang tak perlu dihormati.

Tapi kalau kau tetap memaksa agar aku bersimpuh dikakimu, harap kau mencium bokongku.

Setelah itu ambil tali dan bunuh diri!"

Sepasang mata wanita ini mendelik besar. Dia sangat marah mendengar cibiran si kakek yang dianggapnya tak memandang nama besarnya. Perempuan ini lalu melangkah maju. Sebaliknya Bocah Ontang Anting malah melangkah mundur.

"Kakek sialan bertampang bocah. Nampaknya kau harus mendengar dari mulut manisku sendiri. Bahwa kedatanganku ini ingin mendapatkan sebuah penjelasan darimu jika kau menolaknya maka nasibmu tak bakal berbeda dengan yang dialami Elang Mata Juling!"

Ancam Ratu Lintah dingin.

Si kakek tersenyum, dia menatap ke arah bibir Ratu Lintah sekilas kemudian dalam hati dia berujar! "Uh dasar bibir dower seperti sarang lebah mau jatuh begitu dia bilang mulut manis.

Bagaimana kalau bibirnya menawan? Tentu dia akan memuji bibirnya sangat indah."

Hati berkata begitu, namun si kakek kemudian berkata.

"Kau mau membunuhku aku tidak perduli. Mengapa tak segera kau lakukan?"

Ratu Lintah tersenyum. Cepat-cepat dia berkata.

"Aku belum mau membunuhmu Bocah Ontang Anting. Setidaknya saat ini belum,"

Ujar perempuan itu dengan seringai bengis.

"Dari mana dia bisa tahu julukanku? Padahal baru kali ini aku bertemu dengannya."

Membatin si kakek heran. Sementara itu Ratu Lintah segera menyambung ucapannya.

"

Seperti yang kukatakan aku punya keperluan juga punya hajat denganmu."

"Heh, kau punya hajat atau punya hasrat denganku? Sayang aku tak berminat untuk melayani hajatmu. Kusarankan lebih baik kau membuang hajat di tempat lain saja. Kalnu bisa yang jauhan biar tidak bau..."

Kata si kakek mengejek.

Ratu Lintah tahu si kakek bukan cuma konyol, tap bicaranya juga ngelantur, ngawur penuh canda.

Dan Ratu Lintah bukan orang yang suka bercanda, apalagi mengingat sekerang dia mempunyai kepentingan yang tak dapat ditunda.

Ratu Lintah menggerung, wajahnya yang angker digelayuti lintah terlihat semakin bertambah angker.

Dia lalu membentak.

"Tua bangka cebol. Aku datang kemari untuk mengajukan satu dua pertanyaan padamu?"

"Puah. Kau hendak bertanya apa setelah membunuh Elang Mata Juling?"

Bentak si kakek tak kalah sengitnya. Melihat Bocah Ontang Anting mulai terpancing kemarahannya, Ratu Lintah pun tertawa tergelak-gelak. Dengan suara angker dia menyela.

"Aku terpaksa membunuh sahabatmu karena dia tak mau menunjukkan tempat tinggalmu. Tidak hanya itu. Aku juga membunuh bapak kedai karena dia tak mau menaruh racun dalam makanan seorang pemuda."

Terang perempuan itu .Bocah Ontang Anting berubah sikap, dia berpura-pura tunjukkan wajah kaget dan tampang ketakutan.

Melihat ini Ratu Lintah merasa ancamannya telah berhasil membuat jerih si kakek itu.

Dan dia merasa sekarang telah berada diatas angin.

Kakek cebol tidak menghiraukan ucapan Ratu Lintah yang berniat meracuni seorang pemuda melalui bapak permilik kedai.

Ratu Lintah sudah pernah melihat adanya gelagat kemunculan orang-orang tak dikenal yang mencari pedang pusaka kerajaan Es lalu berkata.

"Kakek berwajah bocah, aku tak suka bicara banyak. Terus terang kedatanganku kemari adalah ingin bertanya padamu tentang sesuatu yang sangat penting."

Bocah Ontang Anting keluarkan suara mendengus.

"Kudengar kau mengucapkan kata yang sama berulang kali.Sebelum aku muak melihat tampangmu lekas katakan apa yang ingin kau tanyakan?!"

Seru si kakek.Ratu Lintah tersenyum, namun dia cepat berkata.

"Yang kudengar. Kau adalah satu-satunya orang luar kerajaan yang menjalin persahabatan rahasia dengan almarhum gusti prabu Sangga Langit. Aku yakin kau pasti bakal menyangkalnya. Kemudian kau akan mengaku bahwa kau tak punya hubungan apa apa dengan prabu."

Bocah Ontang Anting tak menyangka, orang akan ajukan pertanyaan seperti itu.

Yang membuatnya kaget dari mana perempuan sarang lintah itu tahu dia menjalin persahabatan diam-diam dengan prabu Sangga Langit.

Walau sempat kaget, Bocah Ontang Anting menyembunyikan rasa kagetnya dengan tertawa.

"Ratu Lintah!"

Ucap si kakek.

"Kau bicara ngaco dipagi hari. Katakanlah yang kau ucapkan itu benar. Lalu niat apa yang tersemburnyi dibalik pertanyaan itu? "Bagus kau mau bersikap jujur bicara terus terang.Sekarang aku ingin tahu. Sebagai sahabatnya tentu kau mengetahui dimana sang prabu menyimpan senjata itu?"
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si kakek menggeleng. Wajahnya berubah sedih. Dia teringat dengan kematian sang prabu yang mengenaskan. Tapi si kakek berusaha menguasai dirh hingga tidak membuatnya sedih.

"Kau bertanya tentang sebuah senjata sakti mandraguna, pusaka ampuh raja dari semua pedang yang pernah ada di dunia? Ratu Lintah.... tahukah kau siapa yang telah melakukan penyerbuan ke Istana Es puluhan tahun yang silam?"

Bocah Ontang Anting balik bertanya. Ratu Lintah terdiam, berpikir sejenak lalu menjawab.

"Yang kudengar pelaku penyerbuan itu seorang tokoh misterius.Dia tokoh maha sesat bergelar Maha Iblis Dari Timur. Selain dia kemungkinan ada tokoh lain dibelakangnya tapi aku tidak tahu,"

Si kakek mengangguk Dia kemudian berujar.

"Aku bisa saja bersahabat dengan gusti prabu. Tapi sebagai sahabatnya tak mungkin aku mengetahui apa yang prabu rahasiakan. Karena kau sudah tahu siapa yang telah melakukan penyerbuan ke Istana Es. Aku hanya bisa menyarankan sebaiknya kau carilah Maha Iblis Dari Timur.Pedang itu pasti ada bersamanya. Kalau nasib peruntunganmu baik, dan Maha Iblis Dari Timur tertarik padamu. Mungkin dia akan memberikan pedang rampasan itu padamu. Malah tak tertutup kemungkinan Maha Iblis Dari Timur dengan rela memberi pedangnya yang lain. Ha ha ha!"

Ratu Lintah tentu saja tahu apa maksud ucapan Bocah Ontang Anting. Dia juga tahu apa arti pedang yang lain seperti yang dimaksud si kakek. Perempuan ini pun kertakkan rahangnya. Marah karena merasa di permainkan membuat dia membentak.

"Orang tua bermulut cabul. Pandai sekali kau menipu dan mempermainkan kata. Aku yakin kau mengetahui sesuatu termasuk juga tentang rahasia dimana pedang itu. Lekas katakan padaku sebelum kesabaranku lenyap?!"

Hardikan Ratu Lintah sama sekali tidak mempengaruhi si kakek. Malah sambil mengusap dagunya yang ditumbuhi beberapa lembar rambut si kakek menjawab.

"Sebelum diserang prabu Sangga Langit tak pernah cerita tentang senjata pusaka, dia juga tak menitipkannya padaku. Sekarang apakah kau sudah puas?"

Ratu Lintah diam gelisah.

Matanya menatap tajam pada si kakek.

Seolah mata itu berusaha mencari kebenaran dibalik pengakuan Bocah Ontang Anting.

Tapi dia merasa tidak puas.

Dia merasa si kakek tidak menceritakan semua yang dia ketahui.

Ada yang masih dirahasiakan oleh Bocah Ontang Anting.

Inilah yang membuat Ratu Lintah tidak segera tinggalkan tempat itu.

Melihat sikap keras kepala Ratu Lintah yang memilih tetap bertahan, kakek cebol ini kemudian berkata.

"Penjelasan telah kuberikan. Sekarang kulihat kau tetap berdiri di sini. Aku menyangka kau tertarik padaku tapi kemudian aku menyadari bahwa sekarang kau pasti mau mengakui perbuatanmu."

"Perbuatan apa?"

"Perbuatanmu membunuh sahabatku Elang Mata Juling?"

"Hik hik! Aku lupa menjelaskan padamu bahwa aku telah mematahkan lehernya. Sekarang apa yang hendak kau perbuat? Kau mau menghukumku?"

"Menghukum dirimu? Oh tidak. Hutang nyawa dibayar nyawa. Maka sekarang serahkan nyawa busukmu sebagai ganti nyawa Elang Mata Juling yang telah kau rampas!"

Teriak si kakek.

Berbarengan dengan teriakannya itu si bocah tiba-tiba lakukan gerakan tak terduga.

Tubuh si kakek melambung.

Tangan terjulur ke arah batok kepala Ratu Lintah siap menjebol bagian ubun-ubun dan membongkar isinya.

Si nenek yang selalu menganggap remeh kakek kerdil ini sempat dibuat terkesiap.

Dia merasakan ada hawa panas mengerikan menyertai sambaran tangan kakek bertampang bocah ini.

Selain itu dia juga melihat ada cahaya ungu menyergap bagian tubuhnya dari dada hingga keujung kepala.

Sadar lawan memiliki ilmu kesaktian tidak rendah, Ratu Lintah melompat mundur sambil dorongkan kedua tangan menangkis serangan kilat lawannya.

Dua tangan bergerak dari arah berlawanan dan berusaha saling mendahului.

Benturan keras tak dapat dihindari..

Plak Des! "Wuah...."

Benturan itu membuat Ratu Lintah terhuyung dengan tubuh bergetar.

Sementara lengannya yang beradu keras dengan jemari tangan lawan terasa sakit, panas seperti dibakar.

Sesaat setelah benturan keras, Bocah Ontang Anting jungkir balik di udara tak karuan rupa.

Jari-jarinya sakit mendenyut seolah bertanggalan.

Tapi rasa sakit segera lenyap begitu si kakek alirkan tenaga sakti kebagian tangan.

Dia juga membagi kekuatan ke arah kedua kaki.

Hanya sekali si kakek menjejak tanah, sesudah itu tubuh kerdilnya melambung lagi.

Sepasang tangan dan kedua kaki kiri pancarkan sinar kuning bergermelap menyilaukan pertanda Bocah Ontang Anting telah mengerahkan ilmu ajian andalan yang dikenal dengan nama Rembulan Jatuh Bintang Berguguran.

Ini adalah salah satu ilmu andalan yang dimiliki oleh si kakek cebol.

Ratu Lintah kini menyadari kakek berwajah seperti bocah itu ternyata bukan orang sembarangan.

Dibalik tampangnya yang kekanakan dia memiliki berbagai ilmu sakti yang tak terduga.

Ratu Lintah menggerung sekaligus melompat kesamping ketika melihat sepasang tangan si kakek terjulur memanjang siap membetot lepas kepala sang ratu.

Sebaliknya dua kaki menyambar bersamaan meluncur deras kebagian perut dan rusuknya, Dengan menggunakan jurus Lintah Mengintai Dibalik Air, sang ratu menghindari dua serangan yang dilakukan si kakek.

Tubuh disentakkan ke belakang kaki tetap terpacak di tanah.

Aneh luar biasa.

Tubuh Ratu Lintah tiba-tiba terjulur panjang seperti lintah yang berenang, mulur sedemikian rupa mengikuti gerakan kepala dan kedua bahunya.

"Weleh-weleh. Bagaimana mungkin betina jelek ini bisa mengulur tubuh hingga sepanjang itu?"

Pikir Si kakek ketika pukulan dan tendangannya hanya mengenai tempat kosong.

Ledakan berdentum mengguncang halaman pondok Bocah Ontang Anting.

Pijaran api dan gumpalan es bertabur di udara.

Si kakek terus memburu, kali ini yang diincarnya adalah bagian kaki Ratu Lintah yang terpacak di tanah.

Hawa panas menggebubu, segulung cahaya kuning melesat laksana kilat menyambar, bergerak demikian cepat menghantam kaki Ratu Lintah.

Sang Ratu keluarkan suara raungan aneh.

Seolah benang karet yang ditarik keras kemudian dilepaskan lagi.

Sekonyong-konyong tubuh yang menjulur panjang mengkeret, memendek dengan daya pantul sedemikian rupa.

Sebelum tendangan orang bersarang dikakinya, kepala Ratu Lintah menghantam tubuh Bocah Ontang Anting dengan satu gerakan seperti kerbau menyeruduk.

Des! Bocah Ontang Anting memang sempat terpental.

Namun sebelum terjatuh, tendangannya yang luput mengenai kaki menghantam dada Ratu Lintah.

Perempuan Itu menjerit, suaranya seperti tercekik.

Tubuh terhuyung, dada terasa panas seperti terbakar.

Ratusan lintah besar yang bergelayutan di dadanya rontok bertanggalan.

Sebagian malah menemui ajal dalam keadaan hangus terpanggang.

Di depan sana sejauh lima tombak kakek cebol berusaha bangkit sambil dekap perutnya yang seperti hancur.

Terhuyung kakek ini tapi mampu berdiri.

Dia menggelengkan kepala seperti orang bingung.

Kepala si kakek terasa sakit hampir mau meledak.

Setelah mengatur nafas dan alirkan hawa murni keseluruh tubuhnya, barulah orang tua itu mendapatkan keseimbangannya kembali.

Dia memandang ke depan.

Bocah Ontang Anting melihat lawan telah menyilangkan kedua tangan di depan dada.

Mulut perempuan itu komat-kamit mengingatkannya pada pantat ayam.

Dia tersenyum malah nyaris tak dapat menahan tawa.

Namun segala rasa geli serta merta raib berubah menjadi rasa kaget begitu dia menyadari lawan ternyata sedang merapal mantra yang membangkitkan semua mahluk piaran yang menempel disekujur tubuhnya.

Tercengang dengan mata terbelalak, Bocah Ontang Anting melihat sebagian besar lintah itu terutama yang bergelung memenuhi kepala Ratu Lintah tegak berdiri.

Tubuh mahluk menjijikkan itu sontak menjadi kaku.

Si kakek melangkah mundur.

Saat itu lintah-lintah piaraan sang ratu siap menyerang ,rasa jijik mengalahkan perasaan takutnya.

Dia memang tak takut pada Ratu Lintah, namun Ia merasa jijik pada mahluk-mahluk yang menjadi piaraannya.

Belum lagi jelas apa yang hendak dilakukan orang.

Ratu Lintah seusai merapal mantranya tiba-tiba berseru.

"Bangsat kerdil tak tahu diri. Kau mau menjadi santapan mahluk piaraanku?"

Teriaknya dingin. Setelah itu sang Ratu Lintah berteriak ditujukan pada Mahluk piaraannya.

"

Para sahabat, santapan telah tersedia kalian bebas menyedot darahnya, masukilah setiap lubang yang terdapat ditubuhnya. Hancurkan tubuhnya dari bagian dalam, setelah kenyang kalian boleh kembali!"

Bocah Ontang Anting terkesima, mukanya yang polos pucat pasi. Dia mendekap mulut dan hidung. Tapi ketika sadar begitu banyak lubang yang lain dalam tubuhnya dia menjadi bingung.

"Mana yang mau kudekap, lubang mana yang paling utama harus kulindungi mengingat banyak lubang ditubuhku!"

Membatin orang tua itu.

Selagi Bocah Ontang Anting kebingungan seperti itu Ratu Lintah tiba-tiba keluarkan teriakan menggembor.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gaung suaranya membuat bebukitan dan es yang menempel di ranting dan dedaunan pohon berguguran.

Di luar dugaan perempuan ini tiba-tiba saja memutar tubuhnya.

Tubuh yang berputar disertai getaran hebat itu merontokkan semua lintah di tubuhnya.

Celakanya lintah-lintah yang terpental kini seperti curah hujan melesat sebat ke arah Bocah Ontang Anting.

Meremang kuduk kakek ini.

Dia nyaris pingsan akibat rasa jijik atas kehadiran mahluk-mahluk itu.

Dibalik ketakutannya yang mencapai ubun-ubun, dia tidak mau mati konyol atau menerima nasib celaka diserang mahluk mahluk itu.

Dia harus berbuat sesuatu.

Tak punya pilihan lain, sambil menjerit dan berjingkrak tidak karuan si kakek segera memutar kedua tangannya.

Putaran tangan membentuk tameng atau perisai yang sangat kokoh.

Terdengar suara menderu seperti gunung runtuh.

Si kakek lenyap terbungkus oleh gulungan cahaya putih yang memancar dari kedua tangannya.

Putaran tangan mengakibatkan udara yang dingin semakin bertambah dingin luarbiasa.

Bocah Ontang Anting ketika itu menggunakan ilmu ajian sakti yang dikenal dengan nama 'Tameng Sakti Dewa Ngantuk.

Walau nama ajian Bocah Ontang Anting terlihat konyol.

Namun di mata Ratu Lintah.

Perisai yang dibuat oleh lawan jelas bersumber dari sebuah ilmu sakti yang langka.

Belum pernah dia melhat lawan dapat membentengi diri dengan cara sehebat itu.

Melihat perisai benteng diri Bocah Ontang Anting sehebat itu, Ratu Lintah menyadari bahwa makluk-mahluk piaraannya tak bakal sanggup menembus pertahanan orang apalagi mencelakai si kakek.

Dia yang baru jejakkan kakinya diatas tanah sambil menggeram berkata.

"Kakek bertampang bocah lugu hanya bisa dijadikan korban mahluk piaraanku bila kuhancurkan konsentrasinya. Hem...!"

Ratu Lintah katubkan mulutnya.

Diam diam begitu melihat sebagian lintah tersapu mental oleh sambaran angin yang Bersumber dari tangan si kakek sang ratu kerahkan ilmu sakti yang membuatnya sangat disegani di rimba persilatan.

ilmu sakti yang dimiliki oleh Ratu Lintah tak lain adalah ilmu 'Menyedot Darah Menjemput Nyawa'.

Segera saja perempuan tua itu alirkan tenaga sakti ke bagian tangannya.

Tangan itu berubah menghitam, mengepulkan asap tebal menebar bau busuk, Dibalik asap tebal sekonyong-konyong mencuat jemari tangan-tangan hitam panjang.

Sepuluh jari tangan menjuntai, terjulur memanjang dan bergerak lurus siap menjebol dada dan perut Bocah Ontang Anting.

Hebatnya walau si kakek telah melindungi diri dengan perisai ilmu sakti, namun jemari tangan itu terus bergerak menjebol pertahanan lawan.

Terdengar letupan-letupan disertai guncangan hebat pada jemari tangan yang menjulur dan guncangan tubuh kakek itu sendiri.

Bocah Ontang Anting kaget luar biasa begitu melihat jemari tangan yang berubah aneh itu ternyata sanggup menembus perisai yang dibuatnya.

Bahkan jari-jari itu kini terus meluncur deras siap menjebol dada dan bagian perutnya.

Tak ingin tubuhnya berlubang menjadi sasaran jemari maut orang.

Sambil menghantam Ratu Lintah dengan tangan kiri, si kakek membanting tubuhnya kesamping.

Bret! Walau gerakan menyelamatkan diri yang dilakukan Bocah Ontang Anting terbilang sangat cepat ternyata kalah cepat dengan gerakan jari tangan orang.

Tak urung pakaian dibagian dada robek besar, kulit dibalik pakaian terkelupas luka dan meneteskan darah.Ratu Lintah tertawa mengikik.

Dia tarik balik kedua tangannya.

Tangan itu berubah memendek kembali.

Sementara sang ratu berseru ditujukan pada mahluk-mahluk piaraannya yang berlesatan di udara "Pertahanan gila telah dijebol.

Sekarang nikmatilah tubuhnya!"

Teriakan Itu dibarengi dengan gerakan telunjuk yang diarahkan ke tubuh si kakek.

Seakan dituntun ratusan lintah kini melesat ke arah si kakek.

Orang tua ini menjerit panik, lalu berusaha menggelindingkan tubuhnya menjauh dari mahluk- mahluk Itu.


Suro Bodong 08 Tumbal Mahkota Ratu Pendekar Rajawali Sakti 8 Iblis Pangeran Perkasa Pangeran Srigala

Cari Blog Ini