Ceritasilat Novel Online

Misteri Pedang Gila 2

Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila Bagian 2



Gerakan ini agak terlambat.

Walau Bocah Ontang Anting mencoba bangkit.

Namun datangnya lintah yang menempel secara bersamaan membuatnya tidak berdaya.

Andai saja si kakek tak merasa jijik dan gampang panik melihat lintah, sebenarnya tak mudah bagi Ratu Lintah untuk memperdayainya.

Tapi itulah yang terjadi.

Ratusan lintah menyergap si kakek.

Menyerang tubuhnya dan mulai menggigit sekaligus menghisap terutama dibagian terluka yang mengeluarkan darah.

Ratu Lintah tertawa terkikik-kikik.

Sementara itu Bocah Ontang Anting kalang kabut berusaha mengenyahkan mahluk- mahluk itu.

Si kakek juga berteriak-teriak tak berkeputusan.

Beruntunglah, selagi si kakek ditertawakan dan dilanda ketakutan setengah mati, tiba-tiba saja terdengar suara orang yang disusul dengan suara orang berceloteh.

"Dasar tua bangka bodoh, katanya punya ilmu sedalam laut. Baru menghadapi lintah saja sudah kalang kabut seperti melihat hantu jelek telanjang!"

Suara itu lenyap.

Tawa Ratu Lintah berubah menjadi pekikan kaget dilanda kesakitan.

Satu bayangan putih berkelebat.

Melesat berputar-putar di atas tubuh Bocah Ontang Anting seperti liukan-liukan rajawali sakti.

Selagi Ratu Lintah menggerung kesakitan sambil memegangi mulutnya yang berdarah.

Justru si kakek merasakan ada sesuatu yang mengguyur sekujur tubuhnya.

Sesuatu berupa cairan pekat menebar bau aneh, seperti bau tembakau tapi bercampur bau pesing.

Sosok bayangan yang berkelebat diatas tubuh si kakek tertawa-tawa, sementara si kakek keluarkan suara bersin-bersin dan suara seperti orang yang mau muntah.

Sosok yang mengguyurkan cairan aneh dengan bau tak karuan malah tertawa-tawa sambil bersiul diselingi ucapan.

"Ini racun paling mujarab pengusir lintah. Mungkin kau tak pernah mandi hingga lintah suka padamu. Jadi sambil kuhalau lintah Ini kau sekalian mandi. Ha ha ha!"

Bocah Ontang Anting tak tau siapa yang bicara.

Namun dia yakin ada orang yang datang menolong.

Terbukti dia merasakan mahluk-mahluk yang mengerubutinya bertanggalan satu demi satu dari tubuhnya.

****** Wanita cantik berpakaian hijau kelabu duduk diam tidak bergerak di atas tubuh bundar yang dikelilingi oleh telaga air mendidih.

Dua kaki dalam keadaan bersila.

Dua mata terpejam, sedangkan rambutnya yang panjang menjulai hingga menyentuh tumitnya.

Duduk diam sambil memegang tongkat hitam dia tak ubahnya seperti patung.

Sesekali tongkat keramat yang telah banyak menimbulkan malapetaka ini bergetar.

Merasa tongkat di tangan bergetar wanita cantik berusia tiga puluhan yang dikenal dengan nama Kupu Kupu Putih keluarkan suara mendengus.

Lalu diam lagi dan melanjutkan semedinya yang telah berlangsung lama.

Tetapi sama seperti tadi tongkat hitam yang dipergunakan sebagai tumpuan tangan kanan lagi-lagi bergetar.

Malah kali ini getarannya terasa lebih keras.

Wanita cantik dan masih gadis Itu merasa terusik.

Dia membuka mata.

Ketika mata yang terpejam Itu terbuka, terlihat jelas bahwa sepasang mata Kupu Kupu Putih merah menyala seperti darah yang menggelegak, sedangkan di tengah mata terlihat kilauan seperti mata ular paling beracun, Wanita berambut panjang menjela ini lalu mengerjabkan matanya tiga kali.

Dan terjadi keanehan mata Itu berubah kemball seperti mata gadis cantik biasa.

Dia kemudian melayangkan pandangannya ke arah pintu gua yang terlindung mantra gaib.

Di depan pintu dua sosok kepala menyembul diatas permukaan lantai.

Dua sosok kepala hanya sebatas leher.

Sedangkan tubuhnya mulai dari bahu hingga ke kaki terpendam amblas ke dalam tanah.

Wajah kedua kepala yang menyembur dilantai satunya berwarna merah, rambut panjang riap-riapan, sedangkan satunya lagi berwajah hijau.

Keduanya saling berhadap-hadapan layaknya dua penjaga yang selalu bersiaga di depan mulut gua.

Si gadis lalu layangkan pandang ke bagian langit-langit ruangan.

Disana dalam keadaan posisi terjungkir tegak seorang laki-laki berwajah biru.

Laki-laki itu hanya memakai cawat.

Kedua kaki menempel pada langit-langit sedangkan kepala yang berambut panjang riap-riapan dalam posisi terbalik.

Keadaan orang di langit-langit ruangan tak ubahnya seperti kelelawar yang tertidur di tempat persembunyiannya.

Sebenarnya ini adalah sebuah pemandangan aneh apalagi mengingat sosok yang cuma mengenakan cawat itu tangannya tidak wajar.

Dua tangan Itu seperti capit besar layaknya capit kepiting raksasa.

Dalam posisi terjungkir dia itu tidak makan dan tidak minum selama ratusan hari.

Walau keadaan dan penampilan orang di depan mulut goa dan juga yang berada di langit-langit terkesan angker mengerikan, namun bagi si gadis pemandangan seperti itu adalah hal yang biasa.

Dia tidak takut pada ketiga laki-laki yang masing-masing berada dalam posisi aneh itu karena mereka tak lain adalah para pengawal yang selama ini dipercaya untuk menjaga keselamatannya.

Puas menatap tiga pengawalnya yang biasa dia sebut 'Anjing penjaga'.

Si gadis kemudian alihkan perhatiannya pada tongkat hitam bersimbol kepala ular yang berada di tangan kanannya.

Dengan suara lirih dia berujar pada sang tongkat.

"Wahai tongkat keramat. Tongkat Geger Gaib senjata andalan kegelapan. Kau telah mengusik tapaku, Isyarat yang kau berikan apakah merupakan hadirnya sebuah pertanda adanya sesuatu yang luar biasa?"

Seolah mengerti, sebagai jawaban atas pertanyaan Kupu Kupu Putih, tongkat Geger Gaib kembali bergetar malah kali ini dari bagian kepala tongkat keluar lagi suara desis aneh seperti desis ular.

Seiring dengan itu deretan tengkorak kepala yang bertengger di atas undakan tangga itu diseberang telaga bundar ikut bergetar, bergerak-gerak seolah hidup.

Kemudian dari seluruh penjuru sudut ruangan gua di kaki puncak Terang terdengar suara jerit dan raungan kesakitan dari arwah-arwah terbelenggu yang tewas di tangan Kupu Kupu Putih beberapa tahun lalu.

Kupu Kupu Putih menyeringai.

Rambut panjangnya melambai-lambai seperti ditiup angin padahal ruangan tak ada angin yang berhembus.

Hanya dalam waktu yang tidak begitu lama wajah cantik sang dara berubah menghitam dan sangat menakutkan.

Si gadis tertawa tergelak, dan bangkit berdiri.

Segala kelemah lembutannya sebagai seorang wanita mendadak raib.

Kini dia tak ubahnya seperti mahluk terkutuk yang paling liar.

Dia kemudian menoleh, perhatiannya kini terarah pada dua kepala yang tubuhnya terpendam di depan pintu gua.

Mulut menyeringai, kemudian berseru ditujukan pada mereka.

"Wahai dua anjing penjaga yang terkubur di depan pintu, lekas keluar dari situ dan berkumpul!"

Berkata begitu sang dara segera mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi.

Ujung tongkat kemudian ditunjukkan ke arah kepala Muka Merah dan Muka Hijau.

Begitu tongkat disentakkan ke atas dengan gerakan mencongkel, maka si Muka Merah dan Muka Hijau tubuhnya terbetot lepas dari tanah.

Kedua laki-laki yang sesungguhnya memiliki nama Kalebu dan Kalametu ini kemudian merasakan tubuhnya melayang sedemikian rupa, lalu meluncur jatuh di undakan anak tangga tak jauh dari tumpukan tengkorak.

Si gadis tertawa mengekeh begitu Kalebu dan Kalametu menghaturkan sembah sambil benturkan kepala di lantai.

Dengan sikap tidak perduli gadis ini dongakkan kepala ke langit-langit ruangan tepat ke arah pengawal ketiga yang agak lebih disayang dan bernama Kajero.

"Anjingku yang manis, apakah kau ingin kuseret dari atas sana sebagaimana dua saudaramu yang lain?"

Tanya Kupu Kupu Putih. Sosok berwajah dan bertubuh biru berambut riap-riapan bertangan aneh seperti capit kepiting ini tiba-tiba membuka mata. Lalu dia menggoyangkan kepala.

"Biarkan hamba turun sendiri yang mulia gusti ayu"

Kata laki-laki itu sekaligus menyebut panggilan kehormatan kepada Kupu Kupu Putih.

Selesai berucap, Kajero laki-laki berkulit dan berwajah biru goyang-goyangkan tubuhnya.

Setelah itu....

Wat! Wuut! Dua kaki yang menempel pada langit-langit ruangan terlepas.

Tubuhnya meluncur cepat, namun dia segera mengimbanginya dengan gerakan berjumpalitan.

Setelah itu jejakkan kaki tak jauh dari dua saudaranya yang bermuka merah dan bermuka hijau.

Sama seperti Kalebu dan Kalametu, Kajero pun lekas jatuhkan diri bersimpuh diatas lantai, menjura dengan khikmat sambil benturkan keningnya tiga kali.

"Salam dan hormat hamba untuk Yang Mulia Gusti Ayu."

Ucap Kajero. Laki-laki yang paling bungsu dari tiga saudara itu kemudian duduk bersila. Dia yang selama ini bertindak sebagai penyambung lidah dua saudaranya langsung memberi laporan.

"Mohon maaf Gusti Ayu. Saya ingin mengatakan tapa brata yang Gusti Ayu lakukan telah genap mencapai seratus hari.Selama itu kami menjaga Gusti siang dan malam. Kami selalu setia mendampingi Gusti. Tapi untuk selanjutnya hamba mohon Gusti Ayu tak memendam dua saudara saya Kalebu dan Kalametu. Saya juga mohon Gusti Ayu tidak menggantung saya di langit-langit ruangan karena bergantung dalam posisi kepala terjungkir ternyata sangat menyiksa."

Si gadis mengusap wajahnya yang menghitam menggidikkan laksana mahluk angker dari neraka. Begitu di usap, maka dia terlihat menjelma kembali ke asalnya yang berupa gadis cantik biasa. Kupu Kupu Putih tersenyum.

"Aku yang berkuasa mengapa kau memberi perintah?"
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanyanya. Suaranya lunak namun Kajero tahu isi hati gadis bengis berwatak angin-anginan ini memang tak dapat diduga. Tidaklah heran dia segera menjura sekaligus berujar.

"Maafkan saya Gusti Ayu. Saya tidak memberi perintah, saya hanya memohon kemurahan hati Gusti dan minta keringanan."

"Hi hi hi. Siapa yang tidak mengenal kalian? Siapa tidak mengenal Tiga Pembawa Maut dari tanah Malalayu? Kalian manusia setengah binatang yang memiliki Ilmu kesaktian hebat. Jika aku tidak memasung kalian dengan sihir mana mungkin kalian bersedia menjadi anjing penjagaku?"

Kata si gadis dengan senyum dingin namun mengejek. Mendengar itu Kalebu, Muka Merah yang paling sulung diantara mereka segera membuka mulut.

"Gusti Ayu, kami telah mengaku tahluk pada Gusti Ayu, kami akan membantu Gusti Ayu dengan darah dan nyawa kami."

"Yang dikatakan saudara saya itu benar Gusti."

Menimpali Kalametu laki-laki bermuka hijau.

Si gadis manggut-manggut.

Dan suara raungan dan jeritan yang terdengar diseluruh penjuru sudut ruangan juga raib.

Kupu Kupu Putih menghela nafas.

Lalu sekali kaki digerakkan tubuhnya melayang melewati telaga bundar mendidih yang dikenal dengan nama telaga Pendaman Nyawa.

Kupu Kupu Putih kini duduk anggun di atas batu.

Dua kaki disilangkan.

Sang Kupu Kupu yang memakai gaun hijau yang terbelah hingga ke pinggul ini terlihat tak perduli saat betisnya yang putih mulus sempat menjadi perhatian tiga bersaudara Tiga Pembawa Maut.

Nampaknya sikap aneh yang ditunjukkan Kupu Kupu Putih memang sesuatu yang disengaja.

Kini setelah berada di atas kedudukannya gadis ini dengan tidak sabar segera berujar.

"Menjadi penjaga perempuan cantik sepertiku tak ada ruginya. Siapa tahu aku berkenan dan punya hasrat pada kalian bertiga. Mungkin suatu saat nanti aku akan membuat kalian semua menjadi suamiku. Hi hi. hi."

Kupu Kupu Putih julurkan lidah basahi bibirnya yang kemerahan dengan sikap menantang.

Membuat ketiga bersaudara sakti itu diam-diam cuma bisa menelan ludah dan menahan gejolak liar mereka.

Kupu Kupu Putih tertawa dalam hati.

Dia kemudian melanjutkan ucapannya yang terputus.

"Kalian menjaga sedangkan aku mencari petunjuk dalam alam gaib jagad raya."

"Gusti Ayu apakah petunjuk itu telah Gusti dapatkan?"

Bertanya Kajero dengan suara lirih takluk.

"Beberapa kesalahan telah dilakukan oleh pendahuluku.Aku tak mungkin memperbaikinya. Aku sangat menyesalkan mengapa Sobo Guru dulu mau bergabung dengan Maha Iblis Dari Timur untuk menghancurkan Istana Es dan seluruh penghuninya. Karena urusan untuk mendapatkan senjata pusaka istana tak mudah diselesaikan. Sobo Guru sangat mudah diperdaya, beliau gampang diperalat, mudah termakan janji manis mulut iblis yang baru dikenalnya. Senjata itu sampai saat ini tak pernah dimiliki oleh guruku. Maha Iblis Dari Timur justru berhasil melampiaskan dendam kesumat yang sudah berkarat pada penghuni istana Es."

"Maafkan saya yang bodoh ini Gusti Ayu. Apakah ada kemungkinan senjata keramat Pedang Gila diam-diam dikuasai oleh Maha Iblis Dari Timur?"

Kata Kalametu dengan sikap hati- hati. Kupu Kupu Putih menatap sekilas pada laki-laki muka hijau tersebut. Kemudian perhatiannya dialihkan ke mulut gua. Dia berkata.

"Hal itu tak dapat kubuktikan. Saat ini Sobo Guru telah sepuh. Beliau menyerahkan semua persoalan yang belum terselesaikan kepadaku. Ketika penyerbuan ke Istana Es dilakukan aku baru berumur sembilan tahun."

Terang Kupu Kupu Putih.

"Maafkan saya Gusti Ayu. Perihal dendam apa yang disimpan Maha Iblis Dari Timur pada prabu Sangga Langit kita tak pernah tahu. Dendam itu telah terbalas. Tentu saja dengan bantuan Sobo Guru. Tapi bagaimana kita bisa tahu Maha Iblis Dari Timur datang hanya ingin membalas dendam tanpa berhasrat menguasai Pedang Gila?"

Ujar Kajero.

"Yang ini memang masih membuatku ragu. Kalau benar Maha Iblis Dari Timur datang ingin membalas dalam, kalau benar pula dia menginginkan pedang, seharusnya Pedang Gila itu telah berada ditangannya. Dia tak perlu lagi muncul di Puncak Terang menemui Sobo Guru. Dan tentunya dia sudah angkat kaki dari Pulau Es dan kembali ke Timur menuju tempat tinggalnya di Istana Kegelapan?"

Mendengar penjelasan Kupu Kupu Putih, Kalebu jadi tak dapat menahan diri sehingga dia bertanya.

"Menurut Gusti Ayu apa arti semua itu?"

"Artinya Pedang Gla memang belum didapatkan Maha Iblis Dari Timur. Guruku juga tak mendapatkan pedang itu.Mungkin inilah yang membuat Maha Iblis Dari Timur gelisah hingga dia belum berkenan meninggalkan pulau Es ini."

"Mungkin dia khawatir, takut sewaktu-waktu pedang jatuh ke tangan orang lain."

Kata Kalametu menduga-duga.

"Bisa jadi itu benar. Tapi menurut pendapatku Maha Iblis Dari Timur sebenarnya datang tidak cuma mau membalas dendam tetapi juga memang berhasrat memiliki senjata hebat yang merupakan raja dari semua senjata jenis pedang."

Terang Kupu Kupu Putih. Sejenak sunyi. Semua orang terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Si gadis termangu, dia kemudian teringat pada petunjuk dalam wangsit gaib jagat raya yang didapat selama tapanya. Gadis ini lalu berkata.

"Kita kesampingkan dulu soal pedang. Ada hal penting yang perlu kiranya kalian dengar wahai para anjing pengawalku!"

Membuat semua mata kini tertuju menatap kepadanya. Setelah mengumpulkan segenap Ingatan dia melanjutkan..

"

Dalam semediku yang seratus hari, aku sama sekali tak melihat petunjuk atau membaca tanda-tanda keberadaan pedang.

Dalam tapa itu aku melihat kemunculan burung rajawali raksasa dan juga seekor naga dari laut selatan.

Aku mengartikan petunjuk itu adalah alamat buruk bagiku."

Tiga bersaudara, Kalebu, Kalametu dan Kajero saling pandang tak mengerti.

Kupu Kupu Putih menggelengkan kepala, wajahnya muram namun dia segera meneruskan ucapannya "Disamping melihat kemunculan burung rajawali sakti dan naga besar itu, aku juga melihat seorang pemuda gondrong bertingkah aneh.

Sobo Guru pernah mengatakan padaku, bila suatu saat di alam nyata maupun di alam gaib terlihat ada burung rajawali dan seekor naga muncul secara bersamaan, semua itu merupakan pertanda bahwa di dunia ini telah lahir seorang manusia berhati jujur, pembela kebenaran, berjiwa welas asih."

"Satria yang terlahir itu adalah seorang pendekar yang memiliki Ilmu kesaktian hebat setara dengan dewa. Guruku juga mengatakan yang bakal terlahir itu dapat menjadi batu penghalang setiap kejahatan. Dia mempunyai gelar Sang Maha Sakti Dari istana Es"

Mendengar penjelasan Kupu Kupu Putih, Kajero cepat- cepat memotong.

"

Gusti Ayu! kemungkinan guru Gusti Ayu mendapat petunjuk yang salah..."

"Mengapa kau bicara seperti itu? Aku tahu siapa guruku?"

Tegur si gadis sambil unjukkan wajah tidak senang. Melihat ini Kajero buru-buru menjura sambil memohon ampun.

"

Gusti Ayu.

Saya sama sekali tidak mengabaikan ilmu sakti serta pengetahuan luar biasa Sobo Guru yang maha luas.Tapi hendaknya kita ingat bukankah Gusti Ayu pernah mengatakan bahwa seluruh penghuni Istana Pulau Es telah tewas tidak bersisa? Gusti Ayu baru saja mengatakan sesuai wangsit yang gusti terima.

Mengapa Gusti Ayu mengatakan bahwa di dunia persilatan telah terlahir seorang pendekar sakti bergelar Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es.

Sementara kita tahu semua penghuni istana Es telah tewas termasuk dua pangeran pewaris kerajaan."

Kupu Kupu Putih mengangguk membenarkan.

"Ya, termasuk dua pangeran putera raja. Bahkan permaisuri yang saat itu tengah hamil tua juga kena dilukai oleh Maha Iblis Dari Timur. Bahkan untuk lebih memastikan kematiannya Sobo Guru menghantamnya dengan senjata rahasia Kupu Kupu Beracun."

"Kerabat Istana Es memang semuanya binasa, tapi bagaimana bisa muncul seorang pendekar Maha Sakti dari Istana Pulau Es? "

Kata sang dara ragu.

Semua orang yang ada dalam ruangan gua rahasia di kaki Puncak Terang terdiam.

Tiga bersaudara Tiga Pembawa Maut yang masing-masing bergelar Maut Merah, Maut Hijau dan Maut Biru tak berani memberi tanggapan karena takut salah dan mendapat hukuman dari Kupu Kupu Putlh.

Akhirnya setelah berpikir lama si gadis pun berkata.

"Aku tidak bisa memecahkan segala teka-teki yang kuhadapi ini seorang diri. Membicarakannya pada kalian juga percuma karena kalian hanyalah penjaga, anjing penjaga yang sulit diajak berbagi"

Mendengar Kupu Kupu Putih yang terus menghina, dalam hati Kalebu memaki.

"Jahanam, kau memang hebat, tapi tanpa tongkat sihir laknat ditanganmu itu kami bertiga dapat membunuhmu?"

Sang kupu-kupu tahu apa yang ada dalam pikiran dan hati Kalebu. Namun dia berlagak bodoh. Dia kemudian berkata.

"Untuk sementara aku harus mengesampingkan semua wangsit yang kudapat. Aku harus menunggu kabar dari Sobo Guru lebih dahulu. Tetapi bila sampai menjelang tengah hari nanti Sobo Guru tidak mengirimkan kabar, maka aku akan mengutus kalian bertiga untuk mendaki Puncak Terang."

Selesai berkata gadis ini lalu menatap sekilas pada tiga orang suruhannya.

Merasa diperhatikan dengan sorot mata menyelidik.

Ketiga bersaudara itu menundukkan kepala.

Si gadis tersenyum.

Baru saja dia hendak berlalu tinggalkan ruangan itu, tiba-tiba terdengar suara pekikan keras suara burung yang sangat dikenalnya.

Suara pekikan itu datang dari mulut gua.

Kalebu dan Kalametu hendak bangkit, siap berlari menyongsong ke mulut gua itu.

Kupu-Kupu Putih mencegah dengan isyarat gerakan tangan.

Kedua orang ini urungkan niat dengan kembali duduk ditempatnya masing-masing.

Kupu Kupu Putih balikkan badan menghadap ke arah mulut gua sambil lambaikan tangannya.

Begitu tangan dilambai, di depan gua terdengar suara bergemuruh.

Pintu batu bergeser kesamping.

"Mudah-mudahan Jerit Nyawa membawa kabar bagus!"

Gumamnya menyebut nama burung yang terbang berputar-putar di mulut gua.

Setelah tirai gaib yang menutup pintu gua dibuka, untuk yang kesekian kalinya terdengar suara pekik nyaring.

Tak lama kemudian dari luar mulut gua yang terang terlihat melesat satu burung besar berbulu hitam mirip burung gagak namun paruh dan matanya sangat merah seperti darah.

Jerit Nyawa sang burung hitam yang baru datang terbang berputar-putar mengelilingi ruangan.

Tak lama kemudian hinggap bertengger di atas batu segi tiga yang terdapat di depan Kupu Kupu Putih.

Melihat kehadiran burung itu si gadis jadi gembira.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia melangkah mendekati sang burung yang sebenarnya merupakan mahluk jejadian yang dapat berganti-ganti rupa dan ujud.

"Kuyakin kau baru turun dari Puncak Terang."

Kata si gadis yang dijawab oleh sang burung dengan anggukan kepala.

Gadis itu tersenyum, dia melangkah lebih mendekat ke arah burung yang bertengger diatas batu segi tiga.

Semakin dekat si gadis dengan sang burung hidungnya mengendus aroma menyengat.

Aroma harum khas Kembang Mayat.

"Jerit Nyawa, bagaimana kabar Sobo Guru?"

Tanya si gadis sambil belai bulu lebat yang tumbuh dikepala mahluk itu.

Mendengar pertanyaan si gadis, burung mirip gagak berparuh dan bermata merah itu membuat gerakan.

Bagian ekor disonggengkan ke atas sedangkan kepala dijungkir ke bawah.

Gerakan ini membuat tiga laki-laki penjaga Kupu Kupu Putih tak kuasa menyembunyikan tawa.

Si gadis palingkan kepala, menatap ke arah ketiganya dengan mata mendelik.

Seketika suara gelak tawa lenyap.

Ketiga laki-laki itu sama tekab mulutnya.

Kupu Kupu Putih yang mengetahui makna isyarat gerakan Jerit Nyawa itu tertegun dan menggumam sendiri.

"Jadi Sobo Guru belum sembuh dari sakitnya. Aku prihatin atas kejadian ini. Tapi bisakah kita bicara secara terbuka. Rubahlah ujudmu ke ujud yang lain. Bila kau tetap dalam rupa burung sulit bagiku untuk bicara lebih banyak!?"

Jerit Nyawa mengangguk sambil keluarkan pekikan nyaring.

Suara pekikan keras itu membuat Kalebu, Kalametu Kajero yang memiliki tingkat kesaktian tinggi dan tenaga dalam luar biasa terjungkal roboh dan pingsan seketika .Kupu Kupu Putih hanya tersenyum.

Pekikan maut yang dapat membuat jantung manusia biasa berhenti berdenyut itu adalah hal yang biasa dan sama sekali tidak mengakibatkan pengaruh apa-apa bagi dirinya.

Sang burung terus memekik, tak lama kemudian burung hitam itu berputar sambil kepakkan sayapnya sebanyak tiga kali.

Byar! Byar! Maka terjadilah keanehan yang luar biasa.

Kepakan sayap sang mahluk ini disertai dengan pijaran cahaya hitam kemerahan yang menyilaukan mata.

Lalu sosok sang burung lenyap bersamaan dengan lenyapnya cahaya di atas batu segi tiga, kini duduk seorang gadis berusia sekitar dua puluh tahun berkulit dan berambut hitam legam dengan sekujur kulit ditumbuhl bulu-bulu halus.

Gadis jelmaan Ini menyeringai, mempertihatkan gigi-giginya yang runcing tajam berklau sambil menatap ke arah Kupu Kupu Putih .

Sang kupu-kupu yang mengetahui sejarah riwayat puteri gondoruwo ini ikut tersenyum sambil membelai rambutnya.

Jerit Nyawa yang sedang dibelai di manja-manja ini pun tampak menikmati perlakuan penuh kasih yang diberikan Kupu Kupu Putih.

Namun semua kemanjaan dari sifatnya yang kekanakan tak berlangsung lama.

Sejurus kemudian dia mengangkat tangannya yang ditumbuhi rambut halus lebat.

Kupu Kupu Putih kembali duduk di tempatnya.

Dia tak perlu menunggu lama karena Jerit Nyawa tiba-tiba berkata.

"Kedatanganku ke tempatmu ini tidak akan lama, wahai kakak. Aku datang ingin menyampaikan pesan Sobo Guru."

"Aku sudah tidak sabar mendengar kabar apa yang kau bawa,"

Ujar Kupu Kupu Putih.

"Sekarang katakan apa yang hendak kau katakan. Aku siap mendengar."

Jerit Nyawa terdiam sejenak sambil menghirup nafas dalam-dalam. Kemudian dia membuka mata berujar.

"Sobo Guru mengatakan Pedang Gila senjata keramat istana Es belum ditemukan hingga hari ini. Sementara Maha Iblis Dari Timur yang ikut membantu melakukan pencarian terhadap pedang itu kehilangan petunjuk. Engkau diperintahkan untuk meninggalkan tempat pertapaan. Sobo Guru juga dengan tegas memintamu untuk menemukan Rajawali Putih."

Mendengar penjelasan Jerit Nyawa, Kupu Kupu Putih jadi terdiam sambil kerutkan keningnya.

"Mencari rajawali putih? Hmm, burung itu pernah kulihat dalam wangsitku. Tidak hanya rajawali saja tapi aku juga melihat seekor mahluk besar berupa naga berwarna merah di pantai Karang Es."

Gumam Kupu Kupu Putih "Jadi kau telah mendapatkan wangsit itu, Sobo Guru akhir-akhir ini menerima petunjuk penting. Petunjuk tentang keberadaan pedang Gila."

"Lalu apa hubungannya dengan burung rajawali putih dan naga merah?"

Tanya si gadis tak mengerti. Jerit Nyawa tersenyum .Lalu dia menjawab.

"Menurut Guru sebagaimana petunjuk yang beliau dapatkan, dimana ada rajawali putih pasti ada Pedang Gila. Rajawali Putih tinggal di bukit karang es tak jauh dari pantai sebelah selatan. Kau bisa membawa serta pengawalmu kesana dan mencari tahu tempat sang rajawali."

Kupu Kupu Putih terlihat begitu lega mendengar semua penjelasan Jerit Nyawa. Tapi ada sesuatu yang menjadi ganjalan di dalam hatinya. Karena itu dia segera berkata.

"Bagaimana dengan Maha Iblis Dari Timur. Aku khawatir dia diam-diam menginginkan Pedang Gila."

"Kau tidak perlu takut. Iblis Dari Timur terikat perjanjian dengan Sobo Guru. Dia tak mungkin berkeinginan menguasai pedang itu."

"Jika tak ingin."

Ujar sang dara.

"Kenapa Maha Iblis Dari Timur tetap di pulau Es ini. Mengapa dia tak kembali ke tempat tinggainya Istana Kegelapan?"

"Aku tidak tahu, Mungkin dia hanya ingin sekedar membantu sampai pedang didapatkan."

"Baiklah, pesan telah kau sampaikan. Aku dan pengawalku segera meninggalkan gua rahasia ini. Sekarang kau hendak kemana?"

Bertanya sang dara sambil menatap gadis hitam legam di depannya.

"Aku akan kembali ke Puncak Terang."

"Bagus. Mengingat Sobo Guru dalam keadaan tidak sehat, kau memang harus menjaganya dari sesuatu yang tidak diinginkan. Sampaikan salam hormatku pada Sobo Guru."

"Katakan padanya begitu urusan selesai aku akan menyambanginya."

Kata Kupu Kupu Putih berjanji.

Jerit Nyawa anggukkan kepala tanda mengerti.

Dia lalu memutar tubuhnya tiga kali.

Kemudian bersamaan dengan bergeraknya tubuh,terlihat ada cahaya hitam kemerahan yang memancar.

Sosok Jerit Nyawa raib.

Kemudian bersama raibnya cahaya hitam di atas batu segi tiga muncul seekor burung hitam.

Burung mirip gagak berparuh dan bermata merah menyala.

Sang burung kepakan sayapnya.

Sekali sayap dikepakkan mahluk itu melesat menembus mulut gua dan lenyap dari pandangan mata.

Setelah sang burung pergi Kupu Kupu Putih segera berkata pada para pengawalnya.

"Kalian sudah ikut mendengar apa yang disampaikan oleh Jerit Nyawa. Sekarang pergilah ke Bukit Karang Es. Aku akan menyusul sesegera mungkin."

Ujar gadis itu.

Tiga laki-laki pengawal Kupu Kupu Putih yang hanya memakal cawat itu menganggukken kepala.

Dengan serentek mereka membungkukkan badan menjura pada majikannya sambil benturkan kepala ke lantai.

Begitu kepala mereka menyentuh lantal Des! Des! Des! Tiba-tiba saja sosok ketiganya raib.

Si gadis tertawa mengikik.

Dia sendiri kemudian memutar tongkat sakti ditangannya tiga kali.

Wuus! Sama seperti tiga pengawalnya, sosok Kupu Kupu Putih juga akhirnya lenyap entah kemana.

Gua rahasia tempat tapa sekaligus tempat tinggal murid Sobo Guru berubah menjadi sunyi.

Hanya suara deru aneh sesekali menyelingi kesunyian.

****** Kembali pada si kakek cebol Bocah Ontang Anting juga Ratu Lintah.

Saat itu sang ratu yang terkekeh mengumbar tawa tiba-tiba merasakan ada sebuah benda menghantam mulutnya.

Serangan benda keras luar biasa itu datang b?rsamaan dengan munculnya bayangan putih yang menolong si kakek.Tawa Ratu Lintah seketika lenyap berubah menjadi jerit kesakitan.

Sang ratu dekap mulutnya.

Begitu tangan yang mendekap mulut dikembangkan .Ratu Lintah terkesima.

Dia melihat darah dan giginya tanggal, Perempuan itu menggerung marah, namun suaranya seperti tercekik karena memang ada sesuatu yang mengganjal di dalam rongga mulutnya.

Sedikitnya empat gigi depan atas bawah tanggal.

Ratu Lintah segera mencabut benda keras yang menyumbat mulutnya.

Begitu benda keras panjang dicabut, dia melihat benda yang disambitkan orang hingga amblas memasuki mulutnya adalah sepotong tulang yang masih terbalut sisa-sisa daging membusuk .Perempuan ini meludah, semburan ludahnya bercampur darah.

Rasa perih akibat giginya yang dibuat rontok orang tidak dihiraukannya lagi.

Dengan penuh kemarahan perempuan itu memandang mendelik ke depan.

Saat itu dia melihat Bocah Ontang Anting sudah terduduk lemas dengan tubuh basah kuyup, sementara tangannya sibuk mencabuti sisa-sisa lintah yang masih menempel ditubuhnya.

Sementara itu tak jauh dari si kakek berdiri tegak seorang pemuda berambut gondrong riap-riapan berpakaian putih tebal berwajah tampan.

Pemuda itu mula-mula celingak-celinguk seperti orang bingung.

Kemudian pandangan matanya beralih dan bersitatap dengan mata Ratu Lintah.

Si pemuda yang tak lain adalah si Gendeng dan mempunyai gelar Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es malah tertawa tergelak-gelak melihat mulut Ratu Lintah yang berdarah dan giginya yang tanggal.

Tak menunggu lama begitu tawanya terhenti pemuda ini berkata.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Walah Ratu Lintah kalau tak salah mendengar itu adalah julukanmu."

Ucap pemuda itu dengan mulut dipencongkan.

"Aku tak menduga ratu sepertimu sangat doyan makan tulang. Kalau saja aku tahu tentu aku menghadiahimu tulang yang lebih besar. Tapi kau telah melakukan kekeliruan besar. Seharusnya kau menlkmati tulang hadiah dariku dengan perlahan-lahan. Sayangnya kau hendak menelan tulang itu sekaligus. Tentu saja itu membuatmu celaka. Bukan cuma gigimu yang menjadi korban, sebaliknya kau hampir ketulangan karena tergesa-gesa menikmati tulang pemberianku. Sungguh kasihan sekali!"

Merasa dihina sekaligus dipermainkan, Ratu Lintah geram bukan main.

Bukan cuma geram.

Kehilangan empat gigi depannya membuat Ratu Lintah ingin segera menghabisi Gendeng.

Dengan tatapan berapi-api dan hati diluapi kemarahan luar biasa .Ratu Lintah tiba-tiba berteriak.

"Kunyuk gila. Siapa dirimu? Berani sekali kau membuat urusan dengan Ratu Lintah?!"

"Ha ha ha. Baru menjadi Ratu Lintah saja sudah sombong, Aku bahkan tidak perduli walau kau ini ratu kesasar dari kuburan."

Kata si gondrong sambil mengumbar tawa. Dia diam sejenak lalu cepat-cepat menyambung ucapan yang terputus.

"

Eng... anu... apa yang kau tanyakan tadi?", si pemuda pura-pura berusaha mengingat pertanyaan orang. Kening dikerut-kerutkan sedangkan mulut komat kamit tak mau diam. Setelah itu wajahnya yang polos seperti orang yang tak berdosa berujar.

"Ah aku ingat. Kau bertanya siapa aku ini. Aku... kalau tak salah adalah aku, bukan dirimu bukan pula nenek moyangmu. Aku ini Gendeng, orang-orang pandai memberiku nama Raja. Aku adalah Sang Maha Sakti, aku adalah sisa dari sebuah kehidupan yang mati. Ah.... setelah melihat lintah-lintahmu aku jadi ingat!"

Ujar Gendeng.

"Kau ingat apa manusia tolol tidak waras?"

Tanya Ratu Lintah setengah berteriak tidak sabar. Si pemuda tersenyum. Dengan mata menerawang dia berujar.

"Di sebuah kedai di tepi hutan Tapal Batas. Ada orang lapar yang memesan makanan pada bapak kedai. Kemudian monyet betina jahat datang dan menyuruh bapak kedai memberi orang lapar itu dengan makanan yang tidak layak. Lebih parah lagi bapak kedai diminta untuk meracuni orang itu. Bapak kedai ternyata tak mau patuh pada perintah monyet betina. Nasibnya apes, si monyet betina membunuhnya dengan melubangi dadanya. Si monyet betina tentunya tak dilupakan orang lapar karena dia meninggalkan jejak berupa lintah yang rakus. Wahai Ratu Lintah. Tahukah kau siapa monyet betina yang kumaksudkan?"

Kata Gendeng sengaja menyindirnya.

Ratu Lintah diam-diam terperanjat.

Sekarang dia baru ingat bahwa pemuda gondrong itulah yang dia mau racuni.

Ratu Lintah kini tertawa tergelak-gelak.

Sejenak dia melupakan giginya yang dibuat rontok oleh Gendeng.

Sementara itu Bocah Ontang Anting sudah membersihkan lintah ditubuhnya.

Dia juga sudah menanggalkan pakaian atasnya yang telah terguyur cairan bau tembakau dan bau pesing.

Sejak tadi si kakek yang disibukkan lintah memang hanya diam namun dia mendengar pembicaraan orang.

Kini walau tak mengenal permuda aneh itu dia berkata.

"Anak muda. Bicaramu tidak terus terang. Namun aku menduga kau yang mau diracuni oleh betina itu."

Si pemuda manggut-manggut, lalu menyahuti.

"Sudah tahu kenapa masih bicara?"

"Ah, selain Gendeng ternyata kau sombong!"

Rungut si kakek.

"Aku cuma ingin berterima kasih atas bantuanmu. Kalau kau tak datang mungkin aku sudah pingsan atau mati jantungan karena lintah-lintah itu."

Gendeng tergelak-gelak.

"Orang tua cebol. Kau ini agaknya lebih gila dariku. Kau aneh dan keterlaluan. Telah kumandikan kau dengan sari tembakau dan air kencing kuda. Bukannya marah malah berterima kasih. Ha ha ha!"

Walau sudah curiga tapi si kakek tidak menduga. Dia juga tak menyangka pemuda itu mengerjainya. Karuan saja dia mendamprat.

"Benar-benar edan. Kau sangat keterlaluan."

Si kakek gelengkan kepala berulang kali, namun dia sendiri dengan suara yang lebih lunak meneruskan ucapannya.

"Hmm, memang sudah nasib. Tapi tak mengapa kau memandikan aku dengan tembakau campur kencing kuda dari pada kau mandikan aku dengan kencing Ratu Lintah. Aku yakin kencingnya lebih pesing karatan juga mengandung penyakit. Terima kasih! Terima kasih banyak. Ha ha ha...! "

"Bagus! ucapan terima kasihmu kuterima. Walau tubuhmu pendek. Semoga kau panjang umur dan panjang semuanya kek. Ha ha hal"

Sahut si Gendeng pula diiringi tawa tergelak. Untuk sesaat lamanya suasana ditempat itu dipenuhi gelak tawa. Merasa disindir dan merasa tak dipandang sebelah mata, Ratu Lintah tiba-tiba menggeram. Sambil menggeram dia juga berteriak.

"Manusia keparat. Kullhat kalian bagai dua pasangan yang gila. Kau dan kakek itu ternyata sama edan dan sama tidak warasnya". geram sang ratu.

"Aku tahu, kau menyindirku. Aku yakin monyet betina yang kau maksudkan adalah diriku. Berani sekali kau menghina Ratu Lintah?"

"Ah, kalau kau tidak merasa kunyuk betina kenapa tersinggung? Kalau tak merasa merancuni kenapa marah. Apa salahku hingga kau berbuat keji terhadapku?"

Tanya Gendeng, kali ini dia menunjukkan wajah serius.

"Salahmu? Kau muncul pada waktu yang tidak tepat.Dan kau kuanggap sebagai ancaman."

"Ancaman apa? Aku merasa tidak mengancam siapa- siapa ketika berada di kedai itu ?"

Jawab si pemuda polos.

"Kau ini bodoh sekali. Tentu saja dia merasa kecantikannya tersaingi oleh ketampananmu."

Celetuk si kakek.

"Atau mungkin dia takut kau bakal menjadi saingannya dalam mendapatkan pedang itu."

"Pedang apa? Aku sudah mempunyai pedang, walau pedang itu cuma pedang tumpul."

Jawab pemuda itu dengan mimik serius.

"Benar-benar bocah gelo. Yang kumaksudkan adalah pedang pusaka Istana Es"

Terang si kakek.

Walau sudah menduga, namun Gendeng malah tertawa- tawa.

Sebaliknya Ratu Lintah merasa darahnya menggelegak sampai ke ubun-ubun.

Hanya satu yang terpikirkan olehnya sampai saat itu.

Dia harus membunuh kakek dan pemuda di depannya.

Tidak menunggu lebih lama.

Diawali dengan teriakan melengking Ratu Lintah tiba-tiba melakukan gebrakan dengan satu serangan yang sangat dahsyat.

Ratu Lintah sengaja menyerang Gendeng karena sebelumnya dia sudah menjajal sejauh mana kehebatan yang dimiliki Bocah Ontang Anting.

Dia sadar kakek cebol tak dapat dipandang sebelah mata, dia tahu Bocah Ontang Anting hanya takut dengan lintahnya.

Sekarang dia menyerang Gendeng.

Harapannya pemuda itu dapat dia jatuhkan dalam beberapa jurus saja.

Tidaklah heran ketika melancarkan serangannya Ratu Lintah langsung menggunakan kekuatan penuh, mengerahkan jurus andalan yang disertai pukulan dan tendangan mematikan.

Diserang dengan kecepatan luar biasa baik Bocah Ontang Anting maupun Ratu Lintah sendiri merasa yakin Gendeng tak mungkin bisa menghindar.

Itulah sebabnya sebagai orang yang merasa ditolong diam-diam si kakek siapkan pukulan untuk membantu.

Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh membuat si kakek berdecak kagum dan Ratu Lintah menjadi terperangah.

Serangan berupa pukulan dan tendangan menggeledek yang dilakukan Ratu Lintah dengan mudah dapat dihindari oleh Gendeng.

Serangan-serangan ganas itu hanya mengenai angin, tendangannya menghantam batang kayu hingga hancur berkeping-keping dikobari api.

Ratu Lintah menggerung.

Seketika dia balikkan badan.

Matanya mendelik memandang tak percaya pada Gendeng.

Mulut perempuan itu terkancing rapat sedangkan hatinya berkata.

"Aku tidak boleh gagal, karena biasanya tak ada seorang lawan pun yang bisa tolos dari serangan sakti Menjemput Roh Mematikan Raga. Tak kusangka pemuda berprilaku aneh ini ternyata mempunyai jurus-jurus yang mampu menghindar dari serangan. Agaknya sebuah jurus langkah mirip tarian burung besar. Dia tak boleh mempermalukan aku, aku akan menggempurnya dengan serangan Bala Menggusur Nyawa."

Setelah berkata begitu.

Ratu Lintah kembali melakukan gebrakan.

Tidak tanggung-tanggung.

Mula-mula dia mengecoh lawan dengan melepaskan lintah-lintahnya.

Melihat Ratu Lintah menggunakan senjata rahasia, pemuda ini tersenyum, namun cepat-cepat katubkan bibir.

Sekejab saja mulutnya menggembung besar seperti balon mau meledak.

Begitu puluhan lintah melesat deras menghantam sepuluh titik mematikan di tubuhnya pemuda ini pun meniup.

Tiupan yang dilakukan Gendeng bukan sembarang tiupan.

Tiupan itu berupa ilmu langka yang disertai pengerahan tenaga sakti dikenal dengan nama Mulut Dewa Mengirim Badai.

Akibatnya sungguh luar biasa.

Tidak hanya lintah-lintah itu saja yang dibuat rontok hancur menjadi kepingan.

Deru angin dahsyat yang menyembur keluar dari mulut Gendeng membuat Bocah Ontang Anting jatuh terjengkang.

Sementara Ratu Lintah sendiri merasakan pakaian dan tubuhnya seperti dicab?k-cabik laksana dihantam topan prahara.

Gelungan rambut wanita ini lepas terurai, sanggulnya mencelat menggelinding entah kemana.

Ratu Lintah hampir terpelanting kalau tidak cepat alirkan tenaga sakti ke kaki.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walau sempat terkejut tak menyangka bakal mendapatkan perlawanan yang luar biasa hebatnya, namun Ratu Lintah yang memiliki pengalaman luas cepat melakukan sesuatu.

Tiba-tiba saja dengan menggunakan ajian sakti yang dikenal dengan nama Ratu Lintah Mengulur Badan, perempuan ini meliukkan tubuhnya.

Tubuh, tangan hingga kaki mendadak dapat menjulur panjang.

Sedangkan sambil menjulur ke dua kakinya menancap di tanah agar tidak tersapu deru angin yang keluar dari mulut lawan.

Tindakan yang dia lakukan cukup berhasil.

Kini tangan dan tubuh yang dapat menjulur memanjang laksana karet itu merangsak ke depan.

Dua tangan menghantam pada waktu bersamaan.

Serangan itu sungguh diluar dugaan Gendeng.

Segera dia memakai dua tangannya menggunakan jurus Tangan Dewa Menggusur Gunung.

Namun hantaman dua tangan terpentang yang dilancarkannya dapat dihindari lawan.

Wuus! Serangan dua tangan si Gendeng malah menghantam pohon dibelakang Ratu Lintah.

Pohon ambruk hancur menjadi kepingan.

Sedangkan pukulan lawan menderu mengenai dadanya.

Des! Des! Gendeng yang telah melindungi diri dengan tenaga sakti pun terjungkal, segera bangkit sambil dekap dada kirinya yang serasa amblas remuk dibagian dalam.

Cepat dia alirkan hawa murni ke bagian dada, lalu bangkit tegak dengan tubuh masih menghuyung.Ratu Lintah terkesima melhat lawan seolah tidak terpengaruh oleh pukulan saktinya.

Padahal pukulan sakti yang dilancarkannya sanggup membuat hancur benteng cadas sekeras apapun.

"Ha ha ha. Pukulanmu boleh juga Ratu Lintah. Aku hampir mati karena sulit bernafas. Tapi Itu belum apa-apa."

"Apakah kau masih punya yang lebih hebat lagi?"

"Manusia keparat! Terimalah kematianmu!"

Teriak Ratu Lintah.

Sambil berteriak melengking tinggi, perempuan itu lambungkan tubuhnya ke udara.

Dia kemudian melakukan gerakan berputar sedemikian cepat.

Dengan tubuh mengapung di udara Ratu Lintah melepaskan pukulan bertubi-tubi disertai pengerahan tenaga sakti.

Pijaran-pijaran cahaya mirip bola api raksasa menderu dari atas ke bawah, menyerang Gendeng secara beruntun hingga membuat pemuda itu terpaksa mengerahkan ilmu meringankan tubuh dan kecepatan gerak yang sangat luar biasa.

Kemanapun pemuda ini menghindar serangan dahsyat berupa cahaya bundar berkobar terus mengejarnya.

Disana sini terdengar suara ledakan.

Gendeng nampak kalang kabut.

Tapi apa yang dialami si Gendeng ternyata tidak berlangsung lama.

Sekejab kemudian dia yang diam-diam menghimpun tenaga dan mengalirkannya ke bagian kedua tangan ini segera menekuk kedua kakinya.

Dua tangan kemudian dihantamkan ke arah Ratu Lintah yang mengapung diketinggian sambil berteriak keras menyebut nama pukulan sakti yang dilepaskannya.

"Cakra Halilintar!"

Tangan didorong, teriakan lenyap.

Dari sepuluh jari tangan Gendeng melesat sepuluh kilatan cahaya biru meliuk- liuk seperti kilat menyambar.

Kilatan cahaya Itu anehnya mengepung Ratu Lintah dari segala penjuru, kemudian dengan serentak menghantamnya.

Walau tak percaya dengan kenyataan yang dilihatnya tetapi Ratu Lintah masih sanggup menghantam hancur dua dari kilatan cahaya berbentuk aneh seperti cakra itu.

Namun dia tak dapat menghindari serangan delapan kilatan cahaya lainnya.

Tak ada pilihan lain, dia terpaksa menjatuhkan tubuhnya ke samping untuk menyelamatkan diri dari kilatan cahaya berhawa panas luar biasa itu.

Wus! Wus! Krelap! Buum! Walau telah berusaha menyelamatkan diri, ternyata dua kilatan cahaya dari yang delapan itu masih saja menyambar tubuh Ratu Lintah.

Tanpa ampun Ratu Lintah menjerit keras.Tubuhnya tersengat kilatan cahaya yang bersumber dari pukulan sakti Cakra Halilintar yang dilancarkan Gendeng dan nampak hangus setelah mengepulkan asap menebarkan bau hangus daging terbakar.

Hebatnya Ratu Lintah masih bertahan hidup.

Dalam keadaan separuh hidup separuh mati, perempuan ini bangkit.

Dia berteriak dan berlaku nekad.

Apalagi melihat lawan berdiri tak jauh di depannya, dia segera lakukan lompatan.

Tubuhnya melayang sebat, dua tangan terjulur untuk bergerak mencengkeram.

Melihat serangan ganas mematikan itu Bocah Ontang Anting yang sempat dibuat sibuk oleh hantaman dari konde Ratu Lintah yang terlepas jadi terkesiap.

"Ilmu Penjerat Sukma!"

Desisnya setengah berteriak.

Gendeng pencongkan mulut, namun segera menyadari sekujur tubuhnya seperti kaku terpantek terkena pengaruh sirapan.

Dia tak mau celaka.

Sambil meracau tak karuan dia menggoyangkan seluruh tubuhnya hingga pengaruh sirapan lawan lenyap.

Kemudian dengan sebelah tangannya dia menghantam ke samping Rat! Rat! Wuss! Angin putih menggebubu melesat dari telapak tangan Gendeng.

Hawa dingin mematikan menderu melanda Ratu Lintah.

Sang ratu yang dalam keadaan setengah mati terkesima.

Dia tak sempat memyelamatkan diri.

Tak ayal ketika sambaran angin putih yang disertai luapan uap dingin itu mengenai tubuhnya.

Ratu Lintah jatuh bergedebukan tanpa sempat menjerit.

Dia tewas seketika dengan tubuh kaku mengeras laksana patung.

Melihat lawan tewas dengan cara seperti itu Bocah Ontang Anting yang mengenali ilmu sakti yang dilepaskan Gendeng pun berseru kaget? "ilmu Sakti.

Badai Es?! Ilmu langka dan di dunia ini hanya satu saja yang mempunyai ilmu Itu,"

Ujar si kakek. Dia cepat-cepat bangkit lalu berjalan menghampiri Gendeng. Dua langkah di depan pemuda gondrong itu dia hentikan langkah. Si kakek pandangi pemuda di depannya. Dia heran dan takjub namun juga bertanya-tanya. Siapa gerangan pemuda itu.

"Hanya manusia Separoh Dewa bernama Ki Panaraan.Jagad Biru yang mempunyai ilmu pukulan Badai Es. Hei bocah aneh, punya hubungan apa kau dengan kakek sakti penghuni Goa Mayat Es itu?"

Pemuda yang ditanya tidak menjawab, sebaliknya malah cibirkan mulut. Dia lalu tersenyum-senyum sementara tatapannya tertuju pada kakek mata belo berkepala botak sulah berbadan aneh yang terbengong-bengong di depannya. Setelah itu Gendeng berkata.

"Apa hubunganku dengan orang tua yang kau sebutkan. Dia tentu saja orang yang bersusah payah membesarkan aku."

"Aku mengenalnya, dia gurumu? Aku yakin dia gurumu,"

Ujar Bocah Ontang Anting. Si kakek nampaknya masih kurang puas. Dia menggaruk kepalanya yang botak lalu berkata lagi.

"Tadi aku sempat melihat kau menggunakan jurus Tarian Sang Rajawali, Kau juga menggunakan ilmu pukulan sakti Cakra Halilintar. Mungkin kau juga menguasai ilmu Amukan Badai Laut Selatan atau jurus Senandung Sang Maha Dewa. Setelah kulihat semua ini aku jadi semakin heran bagaimana kau bisa menguasai jurus dari semua pukulan sakti yang kusebutkan. Sedangkan pukulan serta jurus itu sesungguhnya adalah ilmu-ilmu langka yang dimiliki oleh nenek aneh namun sangat sakti yang berdiam di dasar laut Selatan. Punya hubungan apa kau dengan nenek tuli bermuka mayat itu?"

"Walah pertanyaanmu banyak.Sudah kutolong mengapa kau tak menghormati tamu? Apa di pondok bututmu itu kau tak punya air buat minum?"

Kata si pemuda tanpa menghiraukan pertanyaan si kakek.

Sementara dia sendiri unjukkan wajah cemberut.

Bocah Ontang Anting menyeringai mendengar pertanyaan si pemuda.

Dia ingat telah ditolong sekaligus dikerjai oleh si Gendeng.

Karena itu si kakek menjawab.

"Ah maafkan aku. Hari ini aku sebenarnya sedang berkabung. Seorang sahabatku meninggal dibunuh Ratu Lintah."

"Aku sudah tahu."

Kata pemuda itu dengan acuh.

Dia lalu berjalan menuju ke arah pondok si kakek.

Dengan gerakan lambat dia menaiki undakan tangga pondok panggung itu.

Tak lama, begitu berada di dalam ruangan pondok pemuda ini langsung duduk menjelepok seenaknya seolah pondok itu adalah tempat tinggalnya sendiri.

Setelah duduk dia melayangkan pandang, menatap kesegenap penjuru ruangan.

Dia melihat tungku perapian yang masih menyala.

Kemudian perhatiannya ditujukan pada mayat laki-laki kurus berpakaian hitam.

Si pemuda tak lupa mayat itu memang pernah dikenalnya.

Sebelum meninggal Gendeng sempat melihat orang ini di kedai.

Namun dia buru-buru pergi setelah melihat tanda-tanda bakal terjadi keributan besar dikedai.

Pemuda itu lalu menoleh, menatap pada si kakek cebol yang telah duduk tak jauh di depan pintu.

"Inikah sahabatmu?"

Tanya si Gendeng. Kakek itu anggukkan kepala.

"Dia sudah mati."

Menerangkan si kakek sambil menangis sesunggukkan.

"Memang sudah mati. Siapa bilang dia tidur. Mengapa tak segera kau makamkan?"

Si kakek bertampang bocah merengut.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau sudah gila? Mana mungkin aku menguburnya karena Ratu Lintah tiba-tiba datang."

"Ya sudah. Jangan menangis. Laki-laki pantang menangis tahu?"

Si kakek manggut-manggut.

Dia menghentikan tangisnya lalu cepat-cepat hapus sisa air matanya.

Tak lama kemudian dia meletakkan busur dan bumbung bambu berisi anak panah.

Selanjutnya tanpa berkata dia mengambil sebuah kendi berisi air hangat.

Sambil meletakkan kendi di depan pemuda itu dia berkata.

"Ada cangkir tapi pantang kusediakan untuk tamu di saat aku berkabung seperti ini."

"Ha ha ha. Kiranya temanmu ini begitu berarti. Siapa namanya?"

Tanya Gendeng sambil menggosok-gosokkan tangan yang kanan dengan yang kiri. Tangan itu lalu dikepal. Si kakek memperhatikan diam-diam sambil menjawab pertanyaan orang.

"Dia sahabatku satu-satunya. Namanya Ki Omang Sakukurata."

Jelas si kakek membuat si Gendeng kerutkan keningnya.

"Nama aneh, mengingatkan aku pada nama orang dari tanah matahari terbit"

Kata si pemuda.

Dia sendiri lalu membuka telapak tangannya yang terkepal.

Bocah Ontang Anting belalakkan mata sekaligus keluarkan seruan kaget saat melihat ditelapak tangan si Gendeng entah dari mana datangnya tiba- tiba muncul dua buah cangkir terbuat dari batu putih licin yang indah.

"Hei, bagaimana kau bisa melakukannya? Kau....ah, aku yakin kau menguasai ilmu sihir?"

Desis si kakek .Gendeng tertawa namun terlihat acuh. Isi kendi dituangkan ke dalam cangkir diserahkan pada si kakek cebol. Namun kakek itu ragu untuk menerimanya.

"Ambillah dan minum. Ini adalah minuman yang paling baik yang pernah ada di pulau Es ini."

Dengan ragu kakek itu mengambil cangkir yang diberikan si Gondrong.

Bocah Ontang Anting dekatkan mulut cangkir ke hidungnya.

Dia makin tambah berani.

Seingatnya tadi dia memberikan kendi berisi air hangat biasa pada pemuda gondrong itu.

Lalu bagaimana dengan tiba-tibs saja air biasa bisa berubah menjadi minuman lezat seperti yang terdapat di Istana Es? "Kau telah merubah minuman ini? Bagaimana kau melakukannya?"

Kata si kakek makin tambah heran. Lagi-lagi si pemuda bersikap acuh, dia menggeleng baru menjawab pertanyaan orang.

"

Biar gendeng-gendeng begini aku mempunyai selera dan cita rasa yang tinggi.

Minuman ini memang dari sananya sudah enak.

Mungkin saja kau salah mengambil.

Tadinya berniat menyuguhkan air minum yang tidak enak tapi yang terambil malah yang paling enak."

Ujar Gendeng. Dengan enteng dia meneguk minuman dalam cangkir itu. Setelah itu dia menyeka mulutnya.

"Kau tak mau minum, kau takut aku meracuni minuman itu. Atau kau curiga aku menjadikan kencing kuda sebagai minuman?"

Sindir pemuda itu membuat si kakek tersipu malu buru-buru teguk minuman dalam cangkir.

Melihat si kakek meneguk habis minumannya si gondrong pun tersenyum.

Sementara Bocah Ontang Anting merasakan setelah meneguk minuman dalam cangkir perut dan dadanya menghangat, jantung berdetak lebih kencang sedangkan aliran darah menjadi lebih lancar.

Namun kemudian dia terkejut sendiri.

Dua tangan langsung didekapkan ke bawah perut begitu merasakan perubahan luar biasa pada bagian Anunya.

Mata si kakek mendelik, lalu membentak Gendeng.

"Hei, minuman apa itu? Kenapa aku jadi begini?"

Gendeng pura-pura unjukkan wajah kaget. Padahal jelas- jelas tanpa dapat dilihat mata Gendeng baru saja mengerjai si kakek dengan mencampurkan ramuan sehat sejati dalam minuman kakek itu. Ramuan Itu tentunya tak dicampur dalam minumannya sendiri.

"Eeh, kau ini kenapa orang tua, Kita sama-sama minum kenapa sekarang kau malah marah-marah? Apa yang terjadi padamu?"

"Kurang ajar!"

Si kakek mendamprat.

"Kenapa Ituku jadi kaku seperti kayu begini? Padahal."

Bocah Ontang Anting tak meneruskan ucapannya.

Justru wajahnya bersemu merah.

Sambil tergelak-gelak Gendeng justru yang meneruskan ucapan si kakek "Padahal sebelumnya pusaka keramatmu mengalami kelumpuhan total seumur-umur bukan.

Perkutut tidak bisa berbunyi, sepanjang tahun tidur terus tak pernah terjaga.

Sekarang perkutut sudah terjaga, kenapa kau malah marah.

Kenapa bukannya berterima kasih.

Ha ha ha!"

Si kakek menggeram, sambil menunjuk pada si Gendeng dia berteriak.

"Pemuda kurang ajar, pemuda gendeng.Bukannya cuma gendeng tapi gila keblinger. Belum lama kita bertemu tapi sudah dua kalli kau mengerjaiku."

Kata si kakek gugup. Melihat ini tawa si pemuda makin menjadi. Tapi kemudian dia hentikan tawanya. Dengan mimik bersungguh-sungguh dia berucap.

"Sudahlah kek. Jangan marah-marah terus. Kau pasti mengakui yang kukatakan memang benar."

"Benar apa maksudmu?"

Damprat si kakek sambil mendelik.

"Ah jangan berpura-pura. Kau sebenarnya lebih tahu perkututmu itu sudah lama tak bisa bernyanyi. Nah aku sudah dapat membuatnya berkicau. Semua ini berkat ramuan mujarab Badak Kedaton Babat Segala. Kau Juga tak usah gelisah. Dengan keadaan yang seperti itu kau bisa mencari jodoh."

"Dasar gendeng gelo.... aku tak mau seperti ini."

Protes si kakek.

"Aku bilang biarkan saja. Nanti juga dia bakal tidur sendiri."

Jelas pemuda itu.

"Tapi berapa lama?"

Tanya si kakek was-was. Si pemuda berdiri, namun mulut dimonyong-monyongkan pura-pura menghitung. Lalu seperti bocah yang mendapat mainan bagus dengan wajah sumringah dia menjawab.

"Ya...paling juga tiga purnama dari sekarang. Tiga purnama berarti selama sembilan puluh hari lebih melek terus tidak pernah tidur. Makanya kusarankan kau cepat-cepat mencari jodoh. Dari pada kedinginan kau bisa repot. Carilah perempuan yang sepadan."

"Kalau tak dapat juga kambing betina juga tak menjadi soal yang penting kan masih ada nafasnya. Ha ha hal"

Bocah Ontang Anting menjadi berang.

Diam-diam dia salurkan tenaga saktinya ke kaki.

Hawa sakti yang mengalir deras ke kaki kemudian dia alirkan ke lantai pondok dan diarahkan pada Gendeng.

Pemuda bernama Raja namun lebih akrab dengan panggilan Gendeng tiba-tiba terperangah.

Mulut yang tertawa kehilangan suara, hanya terpentang membuka.

Sedangkan perutnya terasa mulas tak karuan.

Tak tertahankan lagi karena sesuatu yang mendesak ke bawah.

Segalanya jadi tak terbendung.

Gendeng ini kemudian keluarkan suara kentut bertalu- talu.

Si kakek yang hampir bisa mengendalikan keanehan di bawah perutnya menjadi tak dapat menahan tawa.

"Kau rasakan pembalasanku. Memangnya cuma kau saja yang bisa mengerjai orang. Ha ha ha!"

Si pemuda tak menghiraukan.

Dia berusaha menguasai diri dan melenyapkan pengaruh serangan diam-diam yang dilakukan oleh Bocah Ontang Anting.

Setelah melejang-lejang seperti cacing terpanggang, pemuda ini pun akhirnya dapat melenyapkan segenap pengaruh serangan dan duduk kembali di tempatnya seolah tidak terjadi apa-apa.

Sebaliknya kegegeran kini dialami oleh si kakek cebol .Tiba-tiba saja dia keluarkan suara mau muntah.

Lubang hidung ditekab dan untuk yang kesekian kalinya mata yang belok itu mendelik melotot.

Bersikap seolah tidak tahu apa yang terjadi.

Malah dia pura-pura bertanya.

"Hei ada apa lagi? Sudah tua jangan bercanda terus, aku masih ada urusan."

Tukas pemuda itu.

"Huh, huek. Apa penciumanmu sudah mati. Ini bau apa? Baunya seperti telur busuk campur kemenyan."

Gerutu si kakek sambil mengusapi tenggorokannya. Sementara lidah terjulur-julur, namun muntahan dari dalam perut tak kunjung keluar. Si Gendeng terkekeh.

"Dasar tua bangka bodoh. Yang tercium olehmu itu bukan bau harum bidadari surga, Yang terendus hidungmu itu adalah bau kentutku. Baunya pasti enak karena sudah seminggu aku tidak pernah ke belakang. Ha ha!"

Pengakuan Gendeng karuan saja membuat Bocah Ontang Anting tambah marah.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun dia berusaha menahan diri.

Orang tua ini kemudian mengambil kipas besar.

Kipas yang tergenggam di tangan kemudian dia kebutkan untuk menghalau hawa busuk yang berputar diseluruh ruangan.

Wuus! Wuus! Dua kali kipas dikebut.

Dua kali sosok tubuh terpelanting keluar pondoknya, Sosok pertama adalah mayat Sakukurata dan sosok ke dua adalah Si Gendeng sendiri "Oalah, dasar tua bangka tolol.

Mau mengipas kenapa tak bilang-bilang.

Kau lihat akibat ketololanmu itu, mayat temanmu jatuh menyungsep digundukan tanah dan aku sendiri kau perlakukan layaknya tamu yang tak berguna"

Mengomel Gendeng. Dia bangkit. Kemudian balik lagi masuk ke dalam pondok. Si kakek melongo, kipas dicampakkan dilantai. Ketika hendak mengambil mayat sahabatnya .Gendeng justru mencegahnya.

"Sudah! Aku hendak bicara denganmu bukan dengan orang yang sudah mati. Jadi tak usah kau berpayah-payah membawanya masuk ke pondok butut ini?"

Kata pemuda itu tampak bersungguh-sungguh. Sikakek menghela nafas, dia melipat kedua kakinya yang pendek. Lalu pandangi wajah pemuda itu dengan membuka mulut.

"Kau hendak bicara apa?"

"Hmm, sebenarnya aku sedang dalam perjalanan mencari sebuah tempat bernama Lembah Tapa Rasa."

Jelas pemuda itu menegaskan keinginannya. Si kakek tersenyum, lalu berkata dengan mencemooh.

"Walah, dasar bocah Gendeng. Apa kau tidak sadar sekarang ini sebenarnya kau sudah berada di lembah yang kau maksudkan?"

Mendengar pengakuan si kakek, mata pemuda itu nampak berbinar. Seakan tak percaya dia berucap.

"Apa benar?"

Yang ditanya anggukan kepala.

"Jadi ini tempatnya?"

"Tidak salah."

Jawab Bocah Ontang Anting tanpa ragu.

"Hm, kalau demikian betapa lega hatiku ini. Tapi... apakah kau mengenal seseorang yang bernama Sapa Brata?"

Bertanya begitu Gendeng pandangi kakek itu. Bocah Ontang Anting mengangguk.

"Ya. Tentu saja aku mengenal orang yang kau maksudkan.

"Syukurlah. Kalau begitu kuharap kau mau tunjukkan padaku dimana tempat tinggalnya."

"Oh tempat tinggalnya tidak jauh."

"Kau bisa mengantarku kesana?"

Kakek menggaruk kepalanya yang botak.

"Kau tidak mau?"

"Bukannya tidak mau. Aku mau saja. Tapi kau jawab dulu pertanyaanku yang tadi!"

"Pertanyaanmu yang mana?"

Tanya pemuda itu. Keningnya berkerut. Dia berusaha mengingat. Si kakek merasa sikap yang ditunjukkan Gendeng sebagai suatu kepura-puraan saja.

"Jangan pura-pura. Kau belum pikun, kau cuma gendeng"

"Aku benar-benar lupa, aku tak ingat pertanyaanmu yang harus kujawab karena tadi kurasa pertanyaanmu banyak sekali."

Si kakek geleng-gelengkan kepala. Dia menggerutu, namun segera berujar.

"Tadi aku bertanya padamu apa hubunganmu dengan seorang nenek aneh rada tuli bernama Nini Balang Kudu nenek sakti yang kerap menetap di dasar laut selatan."

Gendeng menepuk keningnya.

"Ah nenek itu. Nenek itu adalah guruku."

Jawab Gendeng polos. Bocah Ontang Anting menghela nafas lega.

"Aku sudah menduga. Kulihat sebagian jurus dari pukulan sakti yang kau pergunakan untuk menghadapi Ratu Lintah memang mirip dengan ilmu simpanan nenek itu. Namun dalam hatiku masih ada ganjalan."

"Jadi pertanyaanmu belum habis. Selagi aku bermurah hati dan mau bersikap seadanya katakan saja apa pertanyaanmu."

Kata pemuda itu tak sabar.

"Hh, begini. Tadi ketika menyerang Ratu Lintah kau juga kulihat menggunakan ilmu pukulan sakti Badai Es. Pukulan itu yang membuat lawanmu menemui ajal. Setahuku ilmu pukulan Badai Es hanya dimiliki oleh Ki Panaraan Jagad Biru yang dikenal dengan julukan Manusia Separuh Dewa. Apakah kau mengenalnya lalu belajar ilmu pukulan langka pada kakek itu?"

"Aduh. Pertanyaanmu berputar-putar membuat pusing kepalaku, kek. Terus terang saja kakek yang kau maksudkan itu juga guruku."

"Hah..."

Bocah Ontang Anting terperanjat.

"

Jadi kau mempunyai dua orang guru yang sangat sakti luar biasa? Bagaimana kau bisa menjadi murid dua tokoh sakti yang mempunyai sifat dan kelakuan yang berbeda?"

Tanya si kakek seakan tidak percaya. Gendeng menghela nafas. Dengan perassan enggan dia berujar.

"Panjang ceritanya kek. Kukira masa laluku tidaklah penting."

"Tapi bagiku sangat penting."

Tukas si kakek bersikeras.

"Kau terlalu keras kepala. Nanti saja aku akan ceritakan padamu tentang masa laluku. Sekarang tolong antarkan aku menemui orang tua yang bernama KI Sapa Brata!"

Desak pemuda. Walau penasaran keingintahuannya tak dituruti, namun Bocah Ontang Anting tidak mau memaksa. Sambil senyum-senyum kakek cebol ini berujar.

"Sekarang kau telah berada di dalam pondok orang yang kau cari."

"Apa?!"

Sentak Gendeng tercengang. Dengan mulut melongo terbuka dia bertanya.

"Kau ini siapa? Mana Ki Sapa Brata?"

Tanya pemuda itu bingung tak mengerti.

"Ki Sapa Brata orang yang kau cari itu telah berada dihadapanmu malah sedang bercakap-cakap dengan kau! Ha ha ha!"

Gendeng menepak kepalanya.

Wajahnya merah menahan malu.

Dia sendiri sekarang merasa diperdaya oleh si kakek.

Dalam hati dia mengomel pada orang yang telah memberi perintah untuk menemui Ki Sapa Brata.

Cuma memberi nama dan tempat tapi tak pernah menerangkan ciri-ciri orang yang hendak ditemuinya.

Kesal bercampur gemas Gendeng pun menukas.

"Oh Jadi kakek bertampang bocah bertubuh pendek katai berkepala botak mirip pemukul tetabuhan ini yang bernama Ki Sapa Brata?"

"Kalau saja aku tahu mahluk jelek sepertimu yang harus ketemui.Buat apa aku berpayah-payah melakukan perjalanan jauh?"

Gendeng gelengkan kepala, namun cepat lanjutkan ucapannya.

"Aku datang dengan membawa sebuah tujuan penting. Dan semus Itu atas perintah orang yang sangat kuhormati."

"Orang yang kau hormati Itu apakah guru-gurumu?"

Tanya Bocah Ontang Anting yang memiliki nama asli Ki Sapa Brata itu. Pertanyaan itu dijawab dengan anggukkan kepala oleh Gendeng. Setelah mendengar jawaban pemuda itu. Si kakek cebol tampak lebih bersemangat. Dia pun lalu bertanya.

"Jadi benar kau murid Ki Panaraan Jagad Biru dan murid nenek budek Nini Balang Kudu manusia setengah gaib yang tinggal di dasar laut selatan?"

Ditanya terus menerus membuat Gendeng menjadi kesal. Sambil berteriak dia menjawab.

"Benaaaar... yang kau tanyakan itu semuanya benar apakah kau sudah puas?"

Teriakan keras si pemuda membuat si kakek terjengkang .Telinganya pengang berdenging sakit.

Jantungnya seperti mau copot.

Tapi masih bagus dia tak jatuh pingsan atau mati.

Sambil menggerutu sekaligus mengusapi telinga kiri kanan kakek itu pun bangkit.

Dia duduk ditempat semula sambil menggeleng-geleng.

"Pemuda kampret. Aku belum tuli seperti nenek gurumu itu. Kau tak perlu berteriak-teriak seperti orang gila!"

"Ha ha ha. Habisnya kau bertanya terus."

Kata pemuda itu polos. Dia lalu diam. Mengingat-ingat. Baru melanjutkan.

"Kedua guruku memintaku datang menemuimu. Sekarang aku ingin tahu apakah kau mengenal mereka?"

Tanya pemuda itu. Walau masih merasa kurang senang namun si kakek juga segera menjawab.

"Aku kenal Ki Panaraan Jagad Biru, namun aku kurang akrab dengan nenek muka mayat itu."

"Lalu mengapa mereka memintaku menemuimu?"

Tanya si gondrong tak mengerti. Si kakek menghela nafas. Dalam hati dia berkata.

"Rupanya dua tokoh sakti sekaligus manusia paling aneh di dunia itu tak pernah memberi tahu bocah gendeng ini tentang rahasia sebuah senjata sakti yang kusimpan di bukit karang es di pantai utara. Aku tidak tahu apakah pemuda ini adalah keturunan terakhir sekaligus pewaris Istana Es yang sah. Kakek dan nenek yang menjadi gurunya tak pernah menceritakannya padaku prihal Gendeng. Karena bocah ini sudah menemuiku, maka tugasku adalah mengantarnya menuju bukit karang Es di pantai utara. Kukira ini bukan tugas yang ringan. Mudah-mudahan saja kecemasanku tentang munculnya orang-orang yang tidak kukehendaki tak terbukti. Tugasku hanya mengantar dan mengambil senjata yang telah lama tersimpan disana."

"Hei, kenapa kau malah terdiam. Mengapa tidak segera kau jawab pertanyaanku orang tua."

Tanya pemuda itu.Si kakek tersadar dari lamunannya Dia kemudian menatap pemuda didepannya sekaligus berkata.

"Guru-gurumu meminta engkau menemuiku tentu dengan satu tujuan, Aku tahu tentang sesuatu yang selama ini dicari-cari orang. Kau harus ikut denganku. Namun sebelum pergi menuju ke tempat itu. Harap kau mau membantu aku menguburkan jenazah Ki Omang Sakukurata atau juga dikenal dengan julukan Elang Mata Juling."
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si kakek kemudian segera hendak beranjak bangkit dari tempat duduknya, tapi Gendeng buru-buru berucap.

"Eit tunggu dulu. Jangan harap aku mau membantu menguburkan jenazah temanmu selama kau tak mau berterus terang.kau hendak mengajakku pergi ke mana dan untuk tujuan apa?"

Si kakek kembali mengusapi kepalanya yang botak.

Dia jengkel namun harus juga mengakui Gendeng memang layak mengetahui mau diajak kemana.

Si kakek pun kemudian berterus terang.

Setelah Bocah Ontang Anting menjelaskan semuanya Gendeng tiba-tiba membuka mulut dan berkata.

"Pedang Gila.Raja dari semua pedang yang pernah ada di dunia. Apakah mungkin aku berjodoh dengan senjata aneh peninggalan Istana Es itu?"

"Aku tidak tahu. Kalau kau keturunan prabu Sangga Langit kemungkinan pedang itu berjodoh denganmu. Apakah gurumu mengatakan kau keturunan siapa?"

Si pemuda menggeleng.

"Guru tidak berkata apa-apa. Setiap kali katanya beliau- beliau mengatakan aku keturunan bapak emakku."

Jawab pemuda itu polos. Mendengar jawaban itu. Sambil menahan senyum Bocah Ontang Anting menyeletuk.

"Masih bagus garis keturunanmu jelas. Apa jadinya kalau gurumu mengatakan kau keturunan monyet gila? Ha ha ha "

"Aku bersungguh-sungguh. Kau malah bercanda."

Kata Si kakek buru-buru tekab mulutnya, lalu berujar.

"Sudahlah. Kalau gurumu tak ada yang mau berterus terang ya tidak mengapa,sekarang yang penting kita kuburkan saja jenazah Elang Mata Juling dulu. Setelah itu kita pergi ke bukit karang Es disebelah pantai utara. Biarkan Pedang Gila menentukan jodohnya. Siapa yang berjodoh dengan pedang itu. Maka dengan sendirinya pedang akan datang kepadanya dengan cara yang tidak di sangka-sangka!"

Menerangkan si kakek yang sudah mengetahui tentang sifat-sifat pedang peninggalan Istana Es itu.

Gendeng manggut-manggut.

Kakek cebol sendiri lalu membawa mayat sahabatnya keluar dari dalam pondok.

Sambil menggendong jenazah sahabatnya dia menuruni anak tangga.

Si kakek baru saja melewati undakan anak tangga paling bawah dan Gendeng baru saja hendak menyusulnya ketika tiba-tiba saja Bocah Ontang Anting berteriak keras keluarkan seruan kaget.

"Owalah celaka! Gusti yang agung. Pertanda buruk petunjuk buruk. Langit merah, awan merah dan lihatlah."

"Pedataran di pulau ini ternyata semuanya telah menjadi merah...!"

Teriak si kakek dengan suera serak terputus seperti tercekik.

Di dalam pondok Gendeng yang tak tahu apa yang dimaksudkan si kakek segera menyusul turun ke bawah.

Sekali bergerak dia telah berada di depan kakek itu.

Pemuda ini pandangi orang tua di depannya.

Kakek kerdil itu wajahnya pucat pasi seperti tak berdarah lagi.

Mata melotot, mulut ternganga.

Mata dan wajah itu menyiratkan perasaan cemas luar biasa.

Mungkin saking kagetnya mayat sahabat dalam pondongannya terlepas, jatuh menggelinding diatas permukaan es yang juga berwarna merah darah.

Merasa tidak tahu apa yang terjadi, merasa tak memahami arti semua perubahan yang terjadi Gendeng menepuk bahu si kakek hingga membuat tersadar dari semua keterkejutan yang dialaminya.

"Apa yang kau ingat. Mengapa kau sepertinya sangat ketakutan sekali?"

Tanya pemuda itu. Jari-jari tangannya masih menempel dipundak si kakek. Gendeng diam-diam salurkan hawa murninya ke tubuh Bocah Ontang Anting hingga membuatnya lebih tenang. Si kakek mengusap wajahnya yang keringatan, lalu berucap dengan suara lirih.

"Kau lihat langit, lihat pula sekelilingmu."

Pinta si kakek. Gendeng tarik tangannya menjauh dari bahu kakek berwajah bocah itu. Dia dongakkan kepala. Dia melihat langit dan awan yang berwarna merah darah. Dia juga melihat hamparan tanah yang dilapisi es tampak merah pekat.

"Semuanya jadi merah kek. Pertanda apakah ini?"

Tanya pemuda itu tak mengerti. Bukannya menjawab pertanyaan orang, sebaliknya Bocah Ontang Anting mengajukan pertanyaan.

"Sekarang sebelum segalanya menjadi terlambat. Sebaiknya kau bicara jujur dan suka berterus terang."

Pinta si kakek masih juga terlihat cemas.

"Apakah aku bicara bengkok dan tidak jujur padamu kek? Sejak tadi bicaraku sudah lempang-lempang saja."

"Jangan konyol ini bukan waktunya bercanda. Sekarang jawab pertanyaanku apakah kau putera terakhir gusti prabu Sangga Langit?"

"Apakah pertanyaanmu perlu kujawab?"

Tanya pemuda itu ragu-ragu.

"Sangat. Sangat perlu..."

"Hmm, baiklah aku memang satu-satunya keluarga Istana Es yang lolos dari rencana keji terhadap pembantaian yang dilakukan oleh Maha Iblis Dari Timur. Aku dalam perjalanan mencari pedang Gila milik ayahanda prabu yang hilang juga punya tugas untuk mencari iblis pembunuh itu,"

Terang si Gendeng. Mendengar itu si kakek jatuhkan diri berlutut di depan si Gendeng, kemudian buru-buru menjura dengan segala hormat.

"Memang ini bukan waktunya untuk berbasa-basi. Tapi sebagai pangeran putera prabu Sangga Langit perlu kiranya seorang kawula menghormat pada gusti pangerannya. Terimalah hormat hamba pangeran Raja."

Bocah Ontang Anting membungkuk tiga kali. Gendeng tercengang namun buru-buru membuka mulut.

"Apa ini?"

"Mengapa kau menghormat padaku? Aku tak suka ini. Lekas bangun kek dan jangan memanggilku pangeran atau Raja.Panggil saja aku Gendeng."

"Tapi pangeran engkau adalah...!"

Si kakek masih juga berlutut. ini membuat Gendeng yang memang keturunan terakhir prabu Sangga Langit jadi tidak sabar "Bangun kataku!"

Teriak pemuda itu karena melihat tepi lembah Tapa Rasa tempat dimana mereka berada mulai mengalami guncangan seperti dilanda gempa.

"Lekas bangun. Hilangkan semua rasa dan perbedaan. Kau dan aku sama saja, sama-sama manusia biasa dan tolol. Lekas terangkan padaku arti semua keanehan ini!"

Desak Gendeng tidak sabar.

Si kakek nampaknya menyadari apa yang diucapkan Gendeng keluar dari lubuk hati yang tulus.

Dia merasa lega.

Cepat kakek ini berdiri memandang sekelilingnya dengan cemas lalu perhatiannya tertuju pada Gendeng.

Setelah itu dia berkata.

"Pangeran, eh anak muda,"

Ujar si kakek tampak rikuh.

"Ah, kau ini. Kau boleh memanggilku Gendeng atau namaku. Namaku adalah Raja. Mau panggil Raja Gendeng juga tak mengapa."

"Baiklah. Aku lebih suka memanggilmu Raja."

Kata Bocah Ontang Anting sambil menelan ludah.

"Terus terang sudah lama aku membaca tanda-tanda yang kudapat dari alam gaib. Bahwa pada saat hari dimana kau dipertemukan denganku, pada hari ini akan bakal muncul sebuah batu sandungan besar yang bakal merintangi jalanmu untuk mendapatkan warisan pedang yang menjadi hakmu. Batu sandungan yang kumaksudkan adalah berupa munculnya mahluk Bahala bernama Raka Langitan."

"Mahluk itu mempunyai dendam permusuhan dengan ayahmu sejak lama."

"Guru tak pernah menceritakan hal ini padaku. Aku tak tahu permasalahan apa yang terjadi antara ayahanda prabu almarhum dengan Raka Langitan."

"Semuanya bermuasal dari pedang Gila. Memiliki Pedang Gila menjadi impian setiap orang."

Menerangkan si kakek.

"Seperti yang kau lihat dia telah mengirimkan tanda-tanda kehadirannya. Mungkin dia tahu masih ada keturunan prabu yang selamat dalam peristiwa penyerbuan yang dilakukan Maha Iblis Dari Timur. Dia ingin mencegahmu mendapatkan pedang itu"

Gendeng menggigit bibir.

"Lalu apa yang akan kita lakukan."

Tanya pemuda itu bimbang. Si kakek tersenyum, walau hatinya resah.

"Rencana sudah diatur sejak lama. Aku dan gurumu dulu sudah sama sepakat. Sekarang aku tetap akan mengantarmu ke Bukit Karang Es di pantai utara."

Tegas si kakek.

Bocah Ontang Anting untuk sementara terpaksa melupakan pemakaman sahabatnya Elang Mata Juling.

Si kakek lalu memberi isyarat pada Gendeng untuk mengikutinya.

Tapi belum lagi ke duanya sempat angkat kaki tinggalkan lembah, tiba-tiba terdengar suara raungan mengerikan seperti lolong mahluk-mahluk buas penghuni kegelapan.

Dua orang ini terkesima.

Mereka layangkan pandang memperhatikan sekitarnya, si kakek tercekat ketika melihat warna merah darah yang menyelimuti langit dan alam sekitarnya mendadak raib.

Disana sini guncangan terjadi.

Bukit-bukit dan pendataran es bergugusan.

Tiba-tiba saja terdengar suara bergemuruh seperti suara kaki raksasa berlari mendekat ke arah mereka.

Baik Gendeng maupun Bocah Ontang Anting balikkan badan lalu sama-sama memandang ke arah datangnya suara langkah kaki.

Suara langkah kaki lenyap.

Gumpalan es berpelantingan di udara.

Si kakek yang pertama melihat tiba-tiba berseru.

"Astaga!"

Gendeng cepat menoleh, memandang ke arah jurusan yang menjadi perhatian kakek itu.

Dia tercengang ketika melihat sekitar sepuluh tombak di depannya tahu-tahu telah berdiri tegak sosok tinggi angker berwajah ganda berpakaian kulit penuh tambalan.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sosok tinggi itu berambut panjang menjela dan yang aneh wajahnya sebentar-sebentar berubah menjadi wajah laki- laki lalu bersalin lagi menjadi wajah perempuan.

Jadi apa jenis kelamin mahluk aneh tinggi tak ada yang tahu.

Apakah dia laki- laki ataukah perempuan.

"Inikah dia yang kau sebut sebagai bahala?"

Tanya Gendeng heran bercampur takjub. Si kakek menganggukkan kepala. Wajah orang tua itu terlihat pucat pasi pertanda si kakek merasa jerih "Mahluk menjijikkan! Bahkan jenis kelaminnya pun tak jelas."

Gumam pemuda itu dingin.

Di depan sana mahluk berpakaian dan berkulit hitam berambut riap-riapan, berhidung besar dengan jari-jari tangan dipenuhi bulu itu menatap tajam pada kedua orang di depannya.

Sepasang mata terus mengawasi, sementara wajahnya terus berubah bersalin rupa antara rupa laki-laki bermuka buruk dan rupa perempuan berwajah cantik jelita.

Tidak menunggu lebih lama sosok yang tak dapat dikatakan sebagai manusia yang sempurna ini pun berkata dengan suaranya yang berat, mulut keluarkan asap panas seperti luapan lahar gunung.

"Aku tahu selain kalian berdua. Yang kerdil pendek tentulah cecunguk sahabat prabu Sangga Langit yang telah mampus. Dan yang muda gondrong bertampang polos seperti orang sedeng kuyakin adalah putera prabu Sangga Langit."

"Putera yang lolos dari musibah berdarah."

"Kau sendiri siapa mahluk yang suka bersalin rupa? Apakah kau dedemit kesasar di pulau ini?"

Tanya Gendeng dengan mulut terpencong.

"Aku.... apakah temanmu itu tak memberi tahu siapakah aku ini?"

Tanya sosok yang tingginya tiga kali lipat dari tinggi Gendeng. Pemuda yang ditanya melengos namun kemudian tertawa tergelak gelak. Dengan sikap konyol seenaknya sendiri Gendeng menjawab.

"Dia sudah memberi tahu. Kalau tak salah tadi dia mengatakan kau ini kakek dan nenek moyangnya segala kunyuk yang baru bangkit dari kematian. Ha ha ha!"

Melihat Gendeng tertawa Bocah Ontang Anting jadi cemas. Sebaliknya mahluk tinggi itu berkata.

"Aku adalah Bahala. Namaku Raka Langitan. Sayang ayahmu sudah mampus. Kalau dia masih hidup, kau boleh bertanya padanya tentang siapa aku ini. Aku musuh dari semua keluargamu. Karena sejak lama aku menginginkan Pedang Gila senjata sakti lambang kebesaran Istana Es. Tapi keinginan itu tak pernah terlaksana. Belum sempat aku tahu di mana prabu Sangga Langit menyimpan Pedang Gila dia telah tewas dibunuh orang."

Terang Bahala.

"Hm, senjata itu ternyata menjadi incaran mahluk jelek sepertimu. Lalu mengapa sekarang kau muncul disini?"

Tanya si Gendeng.

Mahluk tinggi dongakkan kepala, lalu tertawa terkekeh.

Suara gelak tawanya sungguh menyeramkan membuat daun- daun rontok dan pondok Bocah Ontang Anting terguncang prabu keras.

Si bocah sadar bahaya mengancam dia dan Gendeng.

Maka diam-diam-diam dia menuju pondok mengambil panah Asmara Gama untuk menjaga setiap kemungkinan yang tidak diinginkan.

Melihat si kakek cebol ambil senjatanya .Bahala cuma tersenyum dingin.

Kini Bahala mengusap wajahnya.

Sekali ini usapan wajah itu tidak mengalami perubahan lagi.

Dia sengaja menampilkan diri dengan wajah laki-laki angker dan keji "Bocah ingusan.

Aku tahu segalanya, Kau dan kakek itu menjadi penunjuk jalanku menuju kepada pedang yang selama ini disembunyikan."

Tegas Bahala. Gendeng cuma senyum-senyum saja ketika Bahala menyebutnya sebagai 'bocah ingusan.' Pemuda ini lalu berpaling pada si kakek. Pada orang tua itu Gendeng berkata dengan suara sengaja dikeraskan.

"Kau sudah mendengar sendiri. Dia menginginkan kita menjadi penunjuk jalan menuju ke tempat pedang yang menjadi incarannya. Bagaimana pendapatmu? Apakah kau mau menjadi budaknya?"

"Hmm, bertahun-tahun aku menjaga sebuah rahasia. Sekarang aku harus menjadi penunjuk jalan mahluk terkutuk seperti dia. Kurasa lebih baik aku mati!"

Jawab si kakek tanpa ragu.

"Ha ha ha. Aku senang mendengar keputusanmu."

Sambut Gendeng disertai tawa tergelak-gelak.

Mendengar ucapan si kakek meka murkalah mahluk dua wajah ini.

Dia menggeram sambil kepalkan tangannya.

Bersamaan dengan itu dia juga berteriak "Kalau itu keputusanmu, maka kau dan bocah keparat itu memang sudah selayaknya mati ditanganku!"

Teriakan kemarahan Bahala atau Raka Langitan disusul dengan tindakan.

Tiba-tiba saja dia membuka mulut lebar-lebar.

Dari mulut manusia setengah mahluk itu keluar gumpalan api.

Gumpalan api menyembur menghantam Gendeng dan si kakek yang dapat memanggang mereka hingga menemui ajal.

Tapi Gendeng melompat ke samping menyelamatkan diri setelah sebelumnya mendorong si kakek agar selamat dari jilatan api.

Semburan api yang keluar dari mulut mengenai tempat kosong.

Gagal dengan serangan Nafas Apinya Bahala melangkah maju.

Walau Bahala tinggi besar namun gerakannya sangat enteng.

Tahu-tahu kakinya menghantam, menyambar si kakek sekaligus melesat menghantam tubuh Gendeng.

Gendeng sadar jika tendangan kaki itu sampai mengenainya atau menghantam Bocah Ontang Anting mereka bisa celaka.

Tidak menunggu serangan datang begitu melihat si kakek lolos dari tendangan, pemuda itu lambungkan tubuhnya.

Tubuh melambung tinggi, Gendeng membuat gerakan aneh.

Tubuhnya tiba-tiba ralb.

Tahu-tahu dia telah bertengger diatas bahu lawan dan menghantam wajah angker itu dengan menggunakan ilmu pukulan Kabut Kematian.

Lima pukulan ganas ini adslah warisan gurunya Ki Panaraan Jagad Biru kakek sakti setengah dewa yang mendidiknya sejak kecil.

Bagi Bahala pukulan yang dilakukan lawan semula dia anggap sebagai serangan yang tidak ada artinya.

Tidaklah heran, ketika melihat kepulan asap putih keluar dari telapak tangan Gendeng yang berubah hitam pekat dia malah tertawa tergelak-gelak.

Malah sambil berusaha menginjak dada si kakek yang bergulingan di atas tanah dia kibaskan tangannya ke arah Gendeng yang kakinya bertengger diatas bahu Bahala.

Dan sungguh celaka.

Kibasan tangan Bahala dengan mudah dapat dihindari oleh Gendeng.

Sebaliknya pemuda itu sambil melompat ke belakang masih sempat sarangkan pukulan ke tengkuk Bahala.

Tak ayal lagi mahluk setengah manusia ini langsung jatuh terjungkal.

Bahala merasakan tengkuknya seperti patah, kepala laksana tanggal namun dia segera bangkit.

Terhuyung-huyung dia dapat tegak berdiri.

Sementara si kakek memaki dan mengumpat karena hampir saja dia tertimpa tubuh raksasa lawan yang ambruk seperti pohon tumbang.

Melihat si kakek marah-marah Gendeng pun berseru pada orang tua itu.

"

Makanya memyingkirlah ke tempat yang aman. Sudah tahu tubuh pendek katai seperti mahluk terjepit bumi masih juga bersikap semberono"

Bocah Ontang Anting menggerutu namun dia segera menyingkir sambil bersiap siap dengan panahnya.

Sementara itu melihat lawan dapat menghantamnya hingga jatuh Bahala Raka Langitan menjadi sangat gusar.

Setelah mampu menguasai diri dia menyerang Gendeng dengan semburan api dari mulutnya.

Sekejab saja tempat itu berubah menjadi lautan api.

Permukaan tanah yang dilapisi es, meleleh mencair.

Cairan itu dengan cepat mendidih menghantam segenap sudut penjuru hingga membuat Bocah Ontang Anting kalang kabut selamatkan diri dari amukan api dan luapan air panas bergolak.

Melihat kenyataan ini.

Gendeng terpaksa menggunakan jurus-jurus yang menjadi andalannya.

Dengan menggunakan meringankan tubuh pemuda ini melesat tinggi melewati kobaran api, Tapi begitu dia mengapung di udara lawan segera melepaskan pukulan maut dan cengkeraman yang dahsyat sekali.

Sambaran angin pukulan dan cengkeraman lawan membuat Gendeng pontang panting kewalahan.

Walau sempat jatuh terpelanting akibat menghindar serangan lawan, pemuda ini segera bangkit.

Dia pun lalu silangkan tangan ke depan dada.

Mulut berkemak-kemik merapal mantra aji yang dipadukan dengan ilmu sihir putih.

Tak berselang lama ketika melihat Bahala Raka Langitan menyerbu ke arahnya dengan suara langkah bergemuruh pemuda ini sejenak menunggu.

Tangan Bahala Raka Langitan yang besar kokoh itu menderu siap menghantam remuk batok kepalanya.

Melihat ini Gendeng menghantamkan tangan kanannya melepaskan pukulan sakti Seribu Jejak Kematian yang disusul dengan pukulan Kepakan Sayap Rajawali.

Kedua pukulan itu masing-masing warisan Ki Panaraan Jagad Biru juga Nini Balang Kudu manusia setengah gaib yang menetap di dasar laut selatan.

Apa yang dilakukan Gendeng bukan serangan biasa.

Manusia sakti berkepandaian tinggi sekalipun bila sampai terkena pukulan itu pasti tewas seketika dengan-tubuh hangus.

Sebaliknya walau Bahala Raka Langitan sadar pukulan itu mengandung kekuatan sakti luar biasa dia malah tertawa tergelak-gelak.

Sekonyong-konyong sambil tertawa dua tangan yang dipergunakan untuk menjotos kini dia kibaskan menangkis serangan, Gendeng.

Blep! Blep! Buum! Terjadi ledakan-ledakan dahsyat menggelegar ketika tangan Bahala yang kuat kokoh berbenturan dengan pukulan Gendeng.

Manusia tinggi yang memiliki dua wajah hanya tergontai.

Sebaliknya Gendeng jungkir balik terdorong oleh hawa serangannya sendiri yang sempat berbalik menghantamnya.
Raja Gendeng 1 Misteri Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu Gendeng berusaha berdiri.

Sebaliknya Bahala kibaskan tangan ke arah pemuda itu.

Ketika tangan dikibaskan dari telapak tangan Bahala Raka Langitan menggebubu segulung angin dahsyat yang disertai hawa aneh yang bukan olah-olah dinginnya.

Hawa aneh laksana topan dingin luar biasa melabrak tubuh Gendeng.

Si kakek cebol keluarkan seruan keras memberi peringatan.

Sementara dia sendiri segera memanah tangan Bahala dengan anak panah yang berwarna merah terang.

Panah melesat mengeluarkan suara deru sekaligus memancarkan cahaya merah menyilaukan.

Bahala terkejut dia yang siap melepaskan pukulan saktinya lagi terpaksa batalkan niatnya.

Kini dia melindungi diri dari serangan panah sakti si kakek dengan memutar tangan yang dipergunakan menyerang Gendeng.

Tak berselang lama terdengar suara jeritan berturut-turut.

Jeritan pertama keluar dari mulut Bahala Raka Langitan yang tertusuk panah pada telapak tangannya.

Sedangkan jeritan kedua keluar dari mulut Gendeng yang tersapu pukulan sakti Bahala yang pertama tadi.

Pemuda itu jatuh menyerangsang dengan kaki tergontai- gontai.

Tubuhnya meluncur dari cabang pohon dan jatuh dengan kaki tertekuk.

Dengan nafas megap-megap dia berusaha menguasai diri.

Memandang ke depan terlihat lawan sedang berusaha menarik anak panah kakek cebol yang menancap dalam di telapak tangannya.

Menggunakan kesempatan ini Gendeng hantamkan tangan kirinya yang berisi mantra sihir putih.

"Jaring Roh. Ringkus mahluk aneh itu dan jangan biarkan lolos!"

Serunya.

Sekonyong-konyong dari segala penjuru arah bermunculan benda putih aneh mirip jaring raksasa.

Jaring Itu langsung menyergap dan menggulung Bahala Raka Langitan.

Lawan yang baru saja berhasil mencabut lepas anak panah ditelapak tangan setelah gagal mematahkannya dengan sekuat tenaga berusaha menghancurkan jaring aneh yang menggulung tubuhnya.

Berbagai pukulan sakti dilepaskan untuk menghancurkan jaring namun usaha itu sia-sia.

Melihat ini Gendeng lagi-lagi berteriak.

"Jaring Roh.Jatuhkan dia hingga tak dapat berbuat apa-apa."

Seruan itu disambut oleh gerakan jaring yang semakin mengetat membungkus Bahala Raka Langitan hingga membuat tubuh yang tinggi besar tersebut ambruk seperti pohon tumbang.

Bahala Raka Langitan tak dapat berkutik.

Dia hanya bisa meronta sambil menyumpah serapah.

Gendeng tersenyum sambil mendekatinya.

Sementara itu Bocah Ontang Anting setelah memungut panah yang tergeletak diatas genangan air mendidih segera pula ikut mendekat.

Dia memperhatikan Bahala Raka Langitan sekilas, kemudian perhatiannya beralih pada Gendeng.

"Kau sungguh hebat. ilmu pukulan saktimu bukan saja aneh-aneh tapi luar biasa. Tak kusangka pula kau mempunyai ilmu sihir,"

Ujar si kakek.

"Kau kelewat memuji kek. Mari kita lanjutkan perjalanan yang tertunda."

Kata pemuda itu. Si kakek kaget. Tiba-tiba dia menjadi ragu.

"Bagaimana dengan mahluk satu ini. Tidakkah lebih baik kita habisi saja dari pada menjadi malapetaka dikemudian hari?"

Ujar si kakek khawatir.

"Dia sudah tidak berdaya. Masa kita membunuh orang yang sudah tak dapat berbuat apa-apa. Tak mudah baginya membebaskan diri dari Jaring Roh itu. Setidaknya dibutuhkan waktu beberapa purnama."

Terang si Gendeng acuh. Sedikit pun wajahnya tidak membayangkan rasa khawatir pada Bahala.

"Ah kau tidak tahu. Dia Itu paling berbahaya di pulau ini?"

Jelas si kakek. Belum sempat si Gendeng menjawab, Bahala Raka Langitan sudah berteriak.

"Bocah Gendeng. Benar seperti yang dikatakan kakek kerdil itu. Bila kau tak membunuhku kali ini.Kelak aku akan membunuhmu!"

Ancaman itu membuat ciut hati si kakek kerdil namun tidak demikian halnya dengan Gendeng.

Malah dia tertawa terkekeh.

Sambil tertawa dia memberi isyarat pada si kakek untuk tutup hidungnya.

Walau tak mengerti apa niat dibalik perintah Gendeng.

Bocah Ontang Anting dekap hidungnya.

Gendeng dekati Bahala Raka Langitan.

Dia membungkuk, bokong yang sejajar dengan kepala orang disonggengkan.

Lalu...

Beees! Terdengar suara seperti ledakan besar.

Kepulan asap hitam kebiruan memenenuhi seluruh penjuru lembah.

Penciuman bau aneh menyengat.

Bahala Raka Langitan terbatuk-batuk sambil menyumpah serapah setelah mengendus bau menyengat itu.

Namun suaranya lenyap, kepalanya berat, mata jadi gelap nafas menyesak dan dia jatuh pingsan.

Dalam kegelapan yang diselimuti asap terdengar suara si kakek.

"Pemuda Gendeng apa yang kau lakukan? Kenapa semuanya jadi gelap begini?"

Si pemuda tergelak-gelak. Dia sambar tangan si kakek lalu membawanya keluar dari kepulan asap pekat. Begitu sampai di tempat yang aman si Gendeng berbisik.

"Jangan bilang siapa-siapa. Bahala Raka Langitan barusan kubuat pingsan dengan kentutku."

"Hah! Bagaimana kau bisa membuat kelenger mahluk sesakti dia?"

Tanya si kakek heran namun tak dapat menahan tawa.

"Aku... aku punya ilmu langka yang bernama Maha Dewa Membuang Angin. Makanya jangan heran tak ada satupun manusia yang dapat menahan kentut dewa. Ha ha ha."

Si kakek geleng-gelengkan kepala.

Banyak benar tingkah aneh Gendeng itu.

Pikir si kakek lalu ikutan tertawa.

Tamat Kita jumpa lagi dalam Serial Raja Gendeng Episode berikutnya.

Maha Iblis Dari Timur (Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..

mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.

Terima kasih) Situbondo,29 Juli 2019






Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman A Song For Alexa Karya Cynthia Isabella Prabarini Karya Putu Praba Darana

Cari Blog Ini