Ceritasilat Novel Online

Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan 24

Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua Bagian 24



"Tentu saja", Kepala Desa Liu berpikir sejenak, lalu kembali berkata.

"Oh, ya, benar, saat itu nyonya muda meninggalkan uang untuk Liu Wenpo agar ia dapat berobat, sekarang sakitnya sudah jauh lebih mending, pikirannya pun jernih. Katanya dua hari lagi ia ingin ikut kami kemari untuk mengucapkan terima kasih pada nyonya muda".

"Liu Wenpo itu siapa?", Liu Wenchao merasa agak heran, Yu Qilin menyembuhkan seorang nenek sinting? Kenapa ia begitu baik hati? "Dia adalah nenek yang dua puluh tahun yang lalu membantu kelahiran tuan muda".

"Oh, ya? Kenapa dia mencari nyonya muda?"

"Katanya, ia sudah ingat masalah yang waktu itu ditanyakan nyonya muda".

"Nyonya muda bertanya tentang apa padanya?"

"Xiaoren juga tak pasti, hanya tahu bahwa tentang masalah dua puluh tahun yang silam, saat itu nyonya muda sudah menanyakannya, tapi waktu itu ia sakit. Sekarang ia sudah sembuh dan berkata hendak datang, agar dapat memberitahukannya sendiri". Hati Liu Wenchao terkesiap, di wajahnya sekilas nampak rasa terkejut, namun dengan cepat ia menenangkan dirinya. Saat itu, Yu Qilin melangkah masuk.

"Biaoge, kau mencariku?"

"Kepala desa Dong Luhe mencarimu untuk suatu urusan. Kalian bicaralah, aku pergi dulu". Setelah berbicara, ia melangkah ke pintu aula.

"Banyak terima kasih, biaoge", Yu Qilin menghormat namun sama sekali tak memintanya tinggal. Begitu keluar dari pintu, Liu Wenchao menundukkan kepalanya dan mengingat-ingat, mendadak, sinar matanya berubah, ia teringat bahwa Yu Qilin pernah menanyainya tentang orangorang yang sudah tinggal dua puluh tahun lebih di wisma..... Jangan-jangan...... Sudut-sudut bibirnya terangkat membentuk seulas senyum licik. Sebuah kereta kuda berhenti di desa Dong Luhe. Liu Wenchao dan A Gui turun dari kereta, lalu memperhatikan rumah-rumah di depan mereka. A Gui melangkah ke depan, lalu berbisik dengan lirih di telinga Liu Wenchao.

"Aku sudah menyelidikinya, bidan itu tinggal di sini", tangannya menunjuk sebuah rumah yang sangat kecil di depannya, cahaya lilin bersinar dari jendelanya, samar-samar nampak sebuah sosok manusia bergerak-gerak di balik jendela itu. Dengan pelan Liu Wenchao mendorong pintu hingga terbuka dan masuk ke dalam. Dengan agak kebingungan, Bidan Liu memandang mereka berdua dan bertanya.

"Kalian adalah...."

Liu Wenchao tersenyum sambil mengangkat kue yang dibawanya.

"Kami adalah orang Wisma Jin yang dikirim nyonya muda".

"Hah? Hah?", Bidan Liu seakan tak mendengarnya dengan jelas. Melihatnya, Liu Wenchao segera berkata dengan suara keras.

"Kami dikirim oleh nyonya muda, nyonya muda Wisma Jin!"

"Oh....", setelah dapat mendengar dengan jelas siapa mereka, di wajah Bidan Liu muncul seulas senyum.

"Nyonya muda sedang menunggumu", Liu Wenchao berkata dengan suara keras di telinga Bidan Liu.

"Nyonya muda menungguku....Nyonya muda menungguku.....", sepertinya pikiran Bidan Liu belum terlalu jernih, akan tetapi begitu mendengar perkataan itu, ia amat gembira.

"Benar, nyonya muda menyuruhku menjemputmu".

"Nyonya muda....menjemputku....."

Liu Wenchao memperhatikan sekelilingnya, ia melihat sebuah mangkuk kosong diatas meja, di dalamnya masih tersisa cairan obat, Liu Wenchao mengambil mangkuk itu dan menciumciumnya.

Liu Wenchao menaruh cawan itu, berjalan ke samping perapian dan melihat mangkuk pembuat obat tergeletak di atas meja, di dalamnya masih ada sisa-sisa obat.

Ia berpaling, melihat ke arah Bidan Liu dan bertanya dengan ramah.

"Liu Popo, apakah ini obatmu?"

Bidan Liu menunjuk ke lemari.

Liu Wenchao memberi isyarat dengan matanya kepada A Gui.

A Gui berjalan mendekat, mengambil sebungkus bahan obat dari lemari, lalu memberikannya pada Liu Wenchao.

Liu Wenchao menerima bungkusan obat itu, mencium-cium dan melihat-lihatnya, lalu dengan puas mengangguk-angguk.

"Liu Popo, nyonya muda sedang menunggumu, ayo kita pergi". Setelah berbicara, dengan enteng ia mengayunkan tangannya, A Gui maju, lalu memapah Bidan Liu bersama dengan Liu Wenchao. Mereka berdua memapah Bidan Liu dengan hati-hati naik kereta, dengan seksama kusir kereta memperhatikan keadaan di sekelilingnya, setelah itu baru naik ke kursi kusir. Namun pada saat itu, di tengah semak-semak yang tak jauh dari situ, dua anak kecil berumur sepuluh tahun lebih sedang bermain-main. "Sigou, lihatlah!", salah seorang diantara mereka menunjuk ke arah Bidan Liu yang sedang dinaikkan ke kereta.

"Itu bukannya Nenek Liu?", anak yang lainnya berkata dengan heran. Saat itu, terdengar suara lecutan cambuk, kereta kuda itu perlahan-lahan mulai bergerak, lalu melaju makin cepat.

"Nenek sinting, kau pergi ke mana?"

"Ajak kami!"

Kedua bocah itu mengejar kereta itu, akan tetapi, makin lama kereta itu makin cepat jalannya, sehingga mereka tak dapat mengejarnya lagi.

Kereta itu langsung masuk ke ibu kota, berbelok beberapa kali melewati lorong-lorong kecil, lalu berhenti di depan sebuah rumah kecil yang tak menyolok.

Kusir kereta melompat turun, lalu membuka pintu rumah itu, Liu Wenchao dan A Gui membawa turun Bidan Liu, lalu memapahnya masuk ke dalam rumah.

Setelah mengatur semuanya untuk Bidan Liu, Liu Wenchao memapahnya ke tengah halaman untuk menikmati sinar matahari, lalu mengupas buah kesemek untuknya.

Sambil makan buah kesemek yang lembut dan manis, Bidan Liu menyeringai dan berkata.

"Kau orang yang baik". "Tentu saja aku orang baik", Liu Wenchao menyeka bekasbekas buah di sisi bibir Bidan Liu dengan sehelai lap.

"Aku adalah teman nyonya muda, teman baiknya".

"Teman baik.....", kata Bidan Liu dengan agak linglung.

"Benar, apapun yang hendak kau katakan pada nyonya muda, boleh kau katakan padaku".

"Oh.....", tanpa memahami maksudnya, Bidan Liu menganggukangguk.

"Bukankah kau berkata bahwa kau telah mengingat kejadian lebih dari dua puluh tahun silam itu? Kejadian apa itu?"

Mendengarnya menyebut-nyebut peristiwa itu, di wajah Bidan Liu muncul seulas senyum misterius.

"Itu adalah sebuah rahasia besar......"

"Oh, ya?", mata Liu Wenchao memicing, ia mendekat dan bertanya.

"Rahasia apa? Katakanlah".

"Rahasia ini.....hanya aku yang mengetahuinya", Bidan Liu menjilat-jilat bibirnya, namun tak berkata apa-apa lagi. Namun Liu Wenchao mengerti maksudnya, ia segera memanggil A Gui.

"A Gui, ambilkan sirup". A Gui datang membawa semangkuk sirup, lalu memberikannya pada sang bidan. Sang bidan minum beberapa teguk sirup, menyeka bibirnya, lalu dengan puas berkata.

"Lebih dari dua puluh tahun yang lalu, Jenderal Jin dan Selir Wang mempunyai seorang bocah gemuk, akulah yang membantu kelahirannya".

"Selir Wang?", Liu Wenchao terkejut.

"Selir Wang dan Jenderal Jin adalah qingmei zhuma , hubungan mereka sangat baik, namun ibu suri menganugerahkan sebuah pernikahan pada Jenderal Jin, mau tak mau ia terpaksa menurut dan menikahi putri keluarga Liu, saat itu, Selir Wang telah mengandung". Sambil berusaha menahan rasa terkejutnya, Liu Wenchao cepatcepat berkata.

"Teruskanlah".

"Pada hari itu, lebih dari dua puluh tahun yang lalu, Selir Wang bersalin, mereka secara khusus mengundangku ke Wisma Jin untuk membantu persalinan itu.....ai, sayang sekali, ketika sang bayi baru saja lahir, datang kabar bahwa Jenderal Jin gugur di medan pertempuran......anak yang malang, begitu lahir sudah tak punya ayah....."

Otak Liu Wenchao berputar dengan cepat untuk menghubungkan beberapa petunjuk.

"Setelah itu bagaimana?"

Akan tetapi, pandangan mata sang bidan mendadak kabur, dan ia tak berkata apa-apa lagi.

"Liu Popo, bicaralah, setelah itu, apa yang terjadi pada anak itu? Apa yang terjadi pada Selir Wang?" Namun pandangan mata Bidan Liu nampak nanar, sambil mengumam ia menyenandungkan sebuah lagu kanak-kanak.

"Burung layang-layang kecil, pakaian bersulam, tak punya ibu, sedih sekali....."

"Liu Popo, bagaimana dengan pertanyaanku? Jawablah dulu, nanti aku akan menemani bernyanyi".

"Burung layang-layang kecil, pakaian bersulam......"

Melihat keadaan itu, A Gui berbisik.

"Gongzi, kelihatannya sintingnya kumat". Liu Wenchao berpikir sejenak, lalu memanggil.

"Cui Hao". Kusir kereta itu maju ke depan.

"Gongzi silahkan memberi perintah".

"Perhatikan resep obat ini, lalu pergilah ke toko obat untuk memesannya dan minumkanlah padanya".

"Baik".

"A Gui, awasi dia, tak boleh sampai ada kesalahan sedikitpun".

"Gongzi jangan khawatir", dengan sikap hormat A Gui menjawab. Larut malam, namun Liu Wenchao masih tak dapat tidur, ia berjalan mondar-mandir sendirian di dalam kamar sambil berpikir keras, dahinya berkerut. A Gui mendorong pintu dan masuk, lalu melapor.

"Gongzi, semua sudah diatur. Cui Hao mengawasi nenek itu, setiap hari ia akan memberinya obat itu".

"Bagus.....", sambil berpikir keras Liu Wenchao berkata.

"Masalah itu mencurigakan, sangat mencurigakan!"

"Kenapa?"

"Sejak tiba di Wisma Jin, aku sama sekali tak pernah mendengar tentang Selir Wang itu".

"Apakah bukan hanya omong kosong seorang nenek sinting?"

"Tidak, yang dikatakannya pasti benar, Nyonya Jinlah yang dengan sengaja menghapus peristiwa masa lalu ini hingga tak berbekas", Liu Wenchao berjalan ke samping meja, lalu duduk dengan perlahan.

"Diantara para pelayan Nyonya Jin dari dua puluh tahun lebih yang lalu, hanya tersisa orang kepercayaannya Gu Daniang seorang, mengapa? Dalam hal ini pasti ada suatu rahasia".

"Perkataan gongzi benar".

"Di musim dingin dua puluh tahun yang silam, Selir Wang melahirkan seorang anak, kalau dihitung, Jin Yuanbao juga dilahirkan saat itu, kalau anak itu masih hidup, usianya kira-kira sama dengan Jin Yuanbao, akan tetapi kemana perginya anak ini sekarang?"

"Benar...." "Benar-benar sangat aneh, Yu Qilin datang dari begitu jauh ke Desa Dong Luhe ini untuk mencari seorang bidan, hanya untuk mencari tahu tentang suatu peristiwa yang terjadi dua puluh tahun yang lalu, kenapa? Yu Qilin hanya seorang gadis desa, apa hubungan Selir Wang ini dengannya? Apa hubungannya dengan anak yang dilahirkan oleh Selir Wang itu? Untuk apa ia bersusah payah mencari tahu tentang masalah ini?"

"Dua puluh tahun yang lalu, Yu Qilin belum lahir, pasti Selir Wang itu yang menyuruhnya menyelidiki hal ini", A Gui menduga-duga.

"Kalau begitu, apa hubungan Yu Qilin dan Selir Wang itu?", semakin lama Liu Wenchao semakin bingung. A Gui tak kuasa berkata apa-apa, dan tak bisa menjelaskannya. Setelah berpikir keras selama beberapa saat, api lilin di atas meja tiba-tiba melompat, mata Liu Wenchao terbuka lebar, lalu berkata ia dengan mengumam.

"Huruf Wang (?) dan Yu (?) hanya beda satu titik.....", setelah itu dengan bersemangat ia berkata.

"A Gui cepat pergi ke Emeishan. Bawa Nyonya Yu kemari".

"Maksud gongzi ibu susu Yu Qilin?"

"Benar, dialah orangnya! Pergilah dan katakan bahwa kau datang karena disuruh oleh nyonya muda, di Emeishan tak aman, maka nyonya muda ingin membawanya ke ibu kota. Waktu itu di Emeishan kau turun tangan menolongnya, ia akan mempercayaimu".

"Siap!"

"Ingat, hal ini bukan masalah kecil, sama sekali tak boleh bocor sedikitpun!"

"Mengerti!"

Liu Wenchao menarik napas dalam-dalam, dengan susah payah ia menahan gejolak dalam hatinya.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku punya firasat bahwa kita akan mengungkapkan sebuah rahasia yang amat besar, yang sebanding dengan rahasia Yu Qilin menikah dengan identitas palsu!"

Dan pada saat yang sama, Jin Yuanbao sedang mengatur bagaimana caranya agar Yu Qilin dapat menjaga rahasianya.

Di dalamnya, hal yang terpenting tentu saja adalah Yu Daniang di Emeishan itu, kalau musuh hendak menangkapnya, tentu mereka hendak mencari bukti, dan karena Yu Daniang adalah ibu Yu Qilin, mereka pasti akan mendatanginya.

Oleh karenanya, hal yang terpenting saat ini adalah mencari orang untuk melindungi Yu Daniang.

Pada hari yang sama, Jin Yuanbao menyuruh orang-orang kepercayaannya, Wang Qiang dan Ma Zhong, untuk naik ke Emeishan dan membawa Yu Daniang ke ibu kota.

Pertama, agar dapat melindungi Yu Daniang dengan baik, kedua, agar Yu Qilin dapat menemui ibunya dan melepas rindunya pada sang ibu.

Agar Yu Daniang percaya, Jin Yuanbao memberikan tusuk konde yang dipakai Yu Qilin ketika terakhir pulang ke Emeishan kepada Wang Qiang untuk dipakai sebagai barang bukti.

Setelah selesai mengatur semuanya, Jin Yuanbao pulang ke Wisma Jin, namun hatinya sukar merasa tenang.

Saat ini, orang yang mengetahui identitas asli Yu Qilin di Wisma Jin sama sekali tidaklah sedikit, di samping sang ibu yang sangat dapat dipercaya, masih ada Gu Zhangfeng, Jiang Xiaoxuan, Gu Daniang......dan bahkan Liu Wenchao yang sangat tak patut dipercaya! Sejak melihat belati Liu Wenchao, Jin Yuanbao sebenarnya telah dapat memastikan bahwa Liu Wenchao adalah orang Pangeran Kedua.....akan tetapi, entah kenapa, ia masih belum memberitahukan rahasia itu pada sang pangeran.

Akan tetapi, tak perduli apapun alasannya, selama Liu Wenchao masih ada, dan masih mengetahui rahasia itu, ia adalah sebuah bom yang berada di sisinya, dan sewaktu-waktu dapat meledak! Dengan perlahan, Jin Yuanbao berjalan mondar-mandir, ketika melangkah ke tepi kolam teratai, kilau riak air yang ditimpa mentari memantul di wajahnya, dan membuatnya mau tak mau teringat pada peristiwa itu....

Dengan kasar dirinya telah merenggut kalung itu dari leher Yu Qilin dam melemparkannya ke tengah danau....setelah itu, tanpa memperdulikan hawa dingin, ia masuk ke dalam kolam itu dan mencari kalung itu.

Jin Yuanbao memandangi air kolam itu, lalu perlahan-lahan membuka bajunya, setelah melipatnya dengan rapi, ia menanggalkan sepatunya, menyingsingkan kaki celananya, lalu melangkah masuk ke dalam air.

Air kolam di musim gugur yang telah lama berlangsung itu jauh lebih dingin dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Air sungai sampai sedengkul tingginya, walaupun dinginnya tak sampai menembus tulang, akan tetapi air itu mengandung hawa dingin yang tak baik bagi manusia.

Hawa dingin itu menyelimuti daging dan ototnya, namun tak dapat menembus ke dalam, seakan pembuluh-pembuluh darah di bawah kulitnya dapat memecahkan es, sedikit demi sedikit tubuhnya menjadi kaku.

Jin Yuanbao membungkuk dan dengan hati-hati mencari, perlahan-lahan air membasahi perutnya, lalu menyebar ke dadanya, menembus jaketnya dan masuk ke pakaian dalamnya, sehingga perlahan-lahan ia menjadi basah kuyup, akan tetapi punggungnya masih tetap kering dan terkena sinar mentari siang.

Punggungnya terpanggang, sedangkan bagian depan tubuhnya kedinginan, es dan api seakan bersatu dalam tubuhnya, membuatnya mau tak mau gemetar.

Akan tetapi Jin Yuanbao menahan perasaan tak enak itu, ia terus menyibakkan batu-batu di dasar air dengan ujung-ujung jemarinya, serta berkali-kali menyusupkan tangannya untuk menggali lumpur.

Akhirnya, setelah berusaha keras, di sela-sela sebuah batu, ia berhasil menemukan kalung itu, ia berusaha sekuat tenaga membelah batu itu, sehingga kuku jemarinya terbelah, setelah itu barulah ia berhasil mengambil kalung itu.

"Ah.....", Jin Yuanbao menghembuskan napas panjang, ia mencuci kalung itu di dalam air dan menggosok-gosokkannya ke tubuhnya, di bawah sinar mentari, kalung itu berkilauan. Jin Yuanbao mencuci wajahnya dengan air, senyum puas nampak di wajahnya, dengan sangat hati-hati ia menaruh kalung itu dalam saku dadanya, lalu baru melangkah ke darat. Namun setelah Jin Yuanbao kembali ke Taman Songzhu, ia tak langsung pergi ke kamar tidur, melainkan pergi ke kamar mandi di sebelahnya, setelah mandi, ia berganti pakaian baru yang bersih, lalu merapikan dirinya sendiri. Ketika ia masuk ke kamar tidur, Yu Qilin sedang tertegun sambil bertopang dagu, pandangan matanya kosong melompong.

"Kau sedang memikirkan apa?", Jin Yuanbao melambailambaikan tangannya di hadapannya.

"Tidak.....tidak apa-apa!", menghindarinya. dengan agak gelisah Yu Qilin Suasana hati Jin Yuanbao sedang sangat baik, ia tak memperhatikan tingkah lakunya yang luar biasa, dirinya hanya tersenyum misterius dan berkata.

"Pejamkan matamu ".

"Untuk apa?", tanya Yu Qilin dengan heran.

"Kalau kusuruh memejamkan mata, pejamkanlah matamu", kata Jin Yuanbao dengan nada memaksa.

"Baik, baik!", kata Yu Qilin dengan tak berdaya, ia memejamkan matanya, setelah itu, ia merasakan jari jemari Jin Yuanbao membelai rambutnya yang panjang, lalu mengantungkan sebuah benda di lehernya, di tulang selangkanya, ia merasakan ada sesuatu yang terbuat dari logam dan memancarkan hawa dingin.

"Sudah!"

Begitu mendengar perkataan itu, Yu Qilin membuka matanya, memandang cermin untuk berpakaian di sebelahnya dengan penuh rasa ingin tahu, lalu menemukan yuanbao mungil yang sudah akrab dengannya itu! Seketika itu juga, ia terkejut sekaligus girang.

"Kau berhasil menemukannya?"

"Ya!", Jin Yuanbao mengangkat dagunya dengan penuh rasa puas diri.

"Mudah sekali ditemukan. Siapa suruh dirimu begitu bodoh? Sudah mencari seharian tapi tak bisa menemukannya, dan membuat dirimu masuk angin". Bagaimana bisa dapat dengan sangat mudah dicari......dirinya telah mencarinya, dan sudah tahu jelas bagaimana sulitnya. Orang ini wataknya benar-benar aneh, ia jelas-jelas telah mencarinya dengan sudah payah, namun tak mau mengaku! Akan tetapi, dirinya memahaminya, maka ia pun merasa amat tersentuh, matanya pun berlinangan air mata. Melihat bahwa pandangan matanya nampak nanar, mau tak mau Jin Yuanbao menahan rasa angkuh yang barusan ini ditunjukannya, dengan perlahan ia mengandeng tangannya, lalu dengan sungguh-sungguh berkata.

"Apakah kau masih ingat perkataanku? Kalung ini, yang sebuah dipakai olehmu, dan yang sebuah lagi dipakai olehku, setelah ini, apapun yang terjadi, kita akan saling mempercayai". Begitu bertemu pandangan matanya yang berbinar-binar, mau tak mau Yu Qilin mengangguk-angguk. Sinar mentari menerobos dari jendela, wajahnya semakin jelita, dan bibir mungilnya yang semerah buah ceri membuatnya tak bisa menahan diri untuk tak menciumnya. Sepasang tangan perlahan-lahan bertautan, sepasang lengan berpelukan, semakin lama semakin erat, setelah Jin Yuanbao tersadar, ia mendapati bahwa entah sejak kapan, dirinya telah memeluknya di atas ranjang, dan baju Yu Qilin telah separuh terbuka, memperlihatkan cahaya musim semi! "Duk, duk, duk!", jantungnya melompat-lompat secepat kilat, seakan ada sebuah genderang yang dipukul bertalu-talu di gendang telinganya. Yu Qilin menengadah memandangnya, matanya penuh cahaya cinta, seakan ingin dirinya melanjutkan perbuatannya..... Tapi..... Jin Yuanbao cepat-cepat memejamkan matanya dan memaksa dirinya meninggalkan pelukannya yang hangat, perlahan-lahan ia duduk, lalu sambil memunggunginya menarik napas panjang, menahan api birahi yang berkobar dalam pikirannya.

"Aku masih berhutang sebuah upacara pernikahan denganmu".

"Upacara pernikahan?", sepasang pipi Yu Qilin merah padam, dengan tak paham ia menggumam.

"Ya!", Jin Yuanbao mengepalkan tinjunya dan berpaling, dengan wajah menghadap Yu Qilin, ia berkata dengan sungguhsungguh.

"Aula utama yang dihiasi tirai berwarna-warni dan digantungi nama Jin Yuanbao dan Yu Qilin dan dipenuhi temanteman kita, Gu Zhangfeng, Wang Qiang, Ma Zhong......"

"Dan juga ada Pang Hu, dan para penduduk desa Emeishan!", Yu Qilin membayangkan.

"Ya.....", Jin Yuanbao mengangguk.

"Wajah semua orang berseri-seri, saling menjura satu sama lain, memberi restu pada kita".

"Aku akan menghidangkan daging panggang merah dan mantou putih di atas setiap meja! Dan juga berguci-guci arak lezat....." "Di upacara itu sang pembawa acara akan berseru, Jin Yuanbao ---- Yu Qilin ---- menghormat pada langit dan bumi....."

"Menghormat pada ayah dan ibu....."

"Suami istri saling menghormat....."

Begitu mendengar perkataan itu, sambil tertawa cekikikan Yu Qilin berlutut di atas ranjang, lalu menghormat pada Jin Yuanbao. Jin Yuanbao menggunakan kesempatan itu untuk menariknya ke dalam pelukannya, lalu kembali berkhayal.

"Upacara selesai --pengantin baru masuk kemar pengantin!"

Setelah itu, ia berhenti sejenak, lalu kembali berkata.

"Aku hendak memberitahu seluruh kolong langit bahwa aku Jin Yuanbao telah menikahi wanita yang paling kucintai, Yu Qilin adalah istriku...."

"Jin Yuanbao adalah suamiku.....", namun setelah berkata demikian, Yu Qilin merasa agak jengah, dengan malu-malu kucing ia menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Jin Yuanbao, tingkahnya yang seperti seorang gadis kecil nampak mengemaskan. Jin Yuanbao membelai-belai rambutnya yang panjang, dengan perlahan, pandangan matanya beralih ke kejauhan.

"Dua hari lagi, aku akan memberimu sebuah kejutan yang menyenangkan".

"Kejutan menyenangkan apa?" "Begitu tiba saatnya, kau akan tahu". Walaupun Yu Qilin sangat ingin tahu, namun ia melihat bahwa Jin Yuanbao tak ingin mengatakannya, oleh karenanya, ia pun tak lagi mencecarnya. Hari-hari musim gugur sedikit demi sedikit makin larut, daundaun kering diselimuti embun beku, dedaunan kering berwarna keemasan jatuh berguguran dari ranting-ranting bagai kupu-kupu yang menari-nari, berputar-putar dan jatuh di atas meja tulis Jin Yuanbao, bagaikan sebuah telapak tangan yang dengan perlahan memotong lamunannya. Jin Yuanbao meletakkan gulungan dalam genggamannya, menarik napas panjang, memandang ke kejauhan, dan mendapati bahwa Ma Zhong dan Wang Qiang sedang dengan cepat melangkah menuju ke kamar bacanya. Sebuah firasat buruk muncul dalam benak Jin Yuanbao, sambil mengerutkan dahinya ia menunggu mereka berdua masuk.

"Bos.....", dengan menyesal Wang Qiang berkata.

"Kita terlambat selangkah....."

"Apa?", Jin Yuanbao agak kesal.

"Ketika kami tiba, Yu Daniang sudah dibawa pergi.....", Wang Qiang nampak muram. Jin Yuanbao mengerutkan keningnya dan tak berkata apa-apa, jarinya dengan perlahan mengetuk daun meja. Ini adalah gerakan yang biasa dilakukannya saat ia sedang berpikir keras atau kesal.

"Bos.....", Wang Qiang menunggu beberapa lama, lalu barulah dengan hati-hati berkata.

"Kami sudah mengetahui dengan jelas bahwa orang yang membawanya pergi berlogat ibu kota". Berlogat ibu kota? Jin Yuanbao memicingkan matanya, berpikir keras sejenak, lalu dengan perlahan berkata.

"Mereka sudah lewat di depan hidung kita, sekarang ia pasti telah disembunyikan di sebuah sudut ibu kota". Wang Qiang segera bertanya dengan amat khawatir.

"Bos, apa yang harus kita lakukan?"

Jin Yuanbao berpikir untuk beberapa saat, lalu berkata dengan lirih.

"Kalian segera dengan diam-diam menyelidiki keberadaan Nyonya Yu di ibu kota, masalah ini sangat penting, jangan sampai bocor sedikitpun".

"Mengerti".

"Selain itu.....", Jin Yuanbao baru saja hendak berkata, namun ia melihat Yu Qilin mendorong pintu dan masuk ke dalam, maka ia pun segera menutup mulutnya. Sambil membawa teh Yu Qilin masuk, akan tetapi ia mendapati bahwa wajah ketiga orang itu agak aneh, terutama mata Jin Yuanbao yang agak menghindari pandangan matanya sendiri, maka dengan curiga ia bertanya.

"Ada apa?" Wang Qiang dan Ma Zhong memandang Yu Qilin, mereka makin tegang, tak berani berbicara. Yu Qilin amat merasakan sikap mereka itu, maka ia kembali mencecar mereka.

"Ada apa?"

"Tak ada apa-apa, hanya kasus yamen", dengan hambar Jin Yuanbao menjawab, lalu berkata pada Wang Qiang dan Ma Zhong.

"Cepat laksanakan rencana kita".

"Siap!", mereka berdua segera pergi. Dengan agak kebingungan Yu Qilin memandang sosok mereka, lalu berpaling memandang Jin Yuanbao.

"Agaknya akhir-akhir ini ibu kota tak tenang".

"Kalau orang jahat tak dibasmi, bagaimana bisa tenang?", dahi Jin Yuanbao berkerut dalam-dalam, perkataannya itu bermakna ganda. Saat itu, A Fu mendorong pintu dan masuk, lalu melapor.

"Shao nainai, ada orang dari Desa Dong Luhe datang dan mohon bertemu". Yu Qilin segera bangkit.

"Persilahkan orang itu masuk ke ruang depan", setelah itu ia berpaling ke arah Jin Yuanbao.

"Nampaknya itu Kepala Desa Liu yang datang untuk melaporkan masalah si nenek sinting. Beberapa waktu yang lalu kabarnya keadaan si nenek sinting sudah jauh lebih baik, aku akan melihat apakah ada sesuatu yang dapat kubantu atau tidak". "Baik!", Jin Yuanbao mengangguk sambil tersenyum, namun dalam hati ia diam-diam mengecam.

"Gadis ini terlalu baik hati, bahkan seorang nenek yang sama sekali tak ada hubungannya dengannya pun diurusnya sedemikian rupa".

"Oh, ya, barusan ini ibu mengirim orang untuk menyuruhmu menemuinya, temuilah dia", ketika melangkah ke pintu Yu Qilin tiba-tiba teringat, lalu berpaling dan berkata.

"Baiklah", Jin Yuanbao mengangguk. Sambil tersenyum Yu Qilin berlalu, tanpa berayal sedikitpun, ia melangkah ke ruang depan Taman Songzhu, setelah menunggu beberapa saat, A Fu mempersilahkan Kepala Desa Liu masuk. Yu Qilin baru saja membuka mulut untuk bertanya, namun Kepala Desa Liu memandangnya dengan cemas, seakan hendak mengatakan sesuatu. Tanpa banyak pikir, Yu Qilin menyuruh A Fu pergi, lalu berkata pada Kepala Desa Liu.

"Kepala Desa Liu, kebetulan aku sedang hendak mencarimu, aku hendak memintamu untuk mengurus Liu Popo yang sakit baik-baik, kalau ada sesuatu yang kau butuhkan, jangan sungkan-sungkan mencariku". Setelah itu ia berhenti sejenak, lalu kembali berkata.

"Mengenai masalah yang pernah dibicarakan sebelumnya, mohon beritahu Liu Popo, bahwa aku tak ingin mengetahuinya".

"Ai.....", namun dengan cemas Kepala Desa Liu menghela napas. "Ada apa?"

Dengan malu Kepala Desa Liu memandangnya, setelah beberapa lama ia baru berkata.

"Ketika xiaoren hendak membicarakan masalah itu dengan Liu Popo, ia menghilang!"

"Apa?", Yu Qilin amat terkejut.

"Begini kejadiannya......", dengan perlahan Kepala Desa Liu menceritakan apa yang terjadi.

"Tiga hari sebelum ini, seperti biasa aku pergi ke rumahnya untuk meminumkan obat, namun tak menemukannya, kami khawatir ia pergi sendirian dan hilang, seluruh desa keluar mencarinya, akan tetapi setelah mencaricari di hutan belantara sekitar kami tak menemukannya. Setelah itu, Liuwa dan Sigou, dua bocah itu, memberitahu kami bahwa kemarin malamnya, ada beberapa orang asing yang membawa Liu Popo pergi dengan kereta kuda!"

"Hah? Dibawa pergi?", Yu Qilin makin terkejut.

"Xiaoren juga makin kebingungan, dibawa pergi malam-malam begitu, tentunya tidak baik bukan?"

"Seperti apa rupa orang-orang itu?"

"Bocah kecil mana bisa mengatakannya dengan jelas! Ai, usia Liu Popo sudah lanjut, dan juga menderita penyakit gila, pikirannya tak terang, dengan mudah ia dapat dibujuk orang untuk pergi, jangan-jangan orang-orang itu pedagang manusia!" "Tapi aku belum pernah mendengar ada pedagang manusia yang menculik nenek-nenek!"

"Benar, untuk apa pedagang manusia menculik seorang nenek yang sudah tua dan sinting?"

Yu Qilin makin cemas.

"Pasti ada sesuatu masalah dalam peristiwa ini, apa kau tahu mereka pergi ke mana?"

"Kedua anak itu mengikuti mereka dan melihat bahwa mereka menuju ke ibu kota".
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ibu kota?!", Yu Qilin kembali terperanjat.

"Bidan itu pasti dibawa ke ibu kota, oleh karenanya xiaoren terpaksa mohon pertolongan shao furen. Xiaoren tahu shao furen baik hati, apakah shao furen dapat membantu mencarinya?", sambil berbicara Kepala Desa Liu berlutut.

"Mohon pertolongan shao furen!"

Yu Qilin cepat-cepat menariknya berdiri.

"Cepat berdiri, Bidan Liu ditangkap orang jahat, ini suatu masalah yang sangat penting, tentu saja aku akan mengurusnya!"

"Terima kasih shao furen!"

Setelah itu Yu Qilin memanggil ke luar.

"A Fu! A Fu!"

"Shao nainai ada perintah apa?", dengan cepat A Fu berlari masuk. "Mana tuan muda?", tanya Yu Qilin.

"Kelihatannya tuan muda sudah pergi ke tempat nyonya....."

"Cepat panggil dia kesini!"

"Baik!", A Fu berbalik dan berlalu. Yu Qilin kembali berkata pada Kepala Desa Liu.

"Kau jangan cemas, aku dan Yuanbao akan segera menyelidikinya!"

"Baik, baik, terima kasih banyak shao furen, terima kasih banyak tuan muda", Kepala Desa Liu merasa amat berterima kasih. Ketika A Fu berlari sampai ke Taman Furong, Jin Yuanbao sedang menemani ibunya bercakap-cakap, sang ibu penuh kasih dan sang anak berbakti, hubungan mereka hangat dan harmonis. A Fu berlari mendekat sambil terengah-engah.

"A Fu memberi salam pada furen dan shaoye".

"A Fu, untuk apa kau datang?", Jin Yuanbao merasa kaget dan agak kesal.

"Shaoye, nyonya muda mencari anda karena suatu hal yang mendesak, mohon anda cepat datang", jawab A Fu. Begitu mendengarnya, Jin Yuanbao tak berayal lagi, ia bangkit dan minta diri pada Nyonya Jin.

"Ibu, anak minta diri dulu". "Pergilah", Nyonya Jin melambai-lambaikan tangannya.

"Terima kasih banyak, ibu!", Jin Yuanbao dengan cepat berlalu.

"A Fu, tunggu dulu". A Fu baru saja hendak ikut keluar, namun begitu dipanggil oleh Nyonya Jin, ia berbalik dan dengan hormat bertanya.

"Apa perintah furen?"

Dengan perlahan, Nyonya Jin minum seteguk teh.

"Buru-buru sekali, ada apa?"

"Lapor pada furen, Kepala Desa Dong Luhe datang, ia berkata bahwa bidan mereka hilang dan mohon pertolongan nyonya muda, lalu nyonya muda hendak minta tuan muda menyelidikinya".

"Bidan apa?", alis Nyonya Jin terangkat.

"Xiaode juga tak tahu jelas, hanya mendengar mereka berkata bahwa ia sepertinya bermarga Liu...."

"Marga Liu?", mendadak pandangan mata Nyonya Jin nampak terpana.

"Benar, marga Liu". Nyonya Jin kembali menelan seteguk teh dan berusaha menahan rasa tegang dalam hatinya.

"Oh, Nenek Liu, kabarnya ia sudah bertahun-tahun tak waras. Bagaimana ia bisa sampai ditangkap orang? Lagipula, untuk apa minta pertolongan tuan muda? Bumi dan langit begitu luas, bagaimana ia bisa tahu dimana bidan itu ditahan?"

"Kata Kepala Desa, ada dua anak yang melihat bahwa kereta kuda orang yang menangkapnya menuju ke ibu kota". Nyonya Jin terkejut, ia hampir tersedak karena air teh yang dikulumnya, dan segera batuk-batuk hebat. Dua orang gadis pelayan pribadi yang berada di sisinya segera maju dan menepuk-nepuk punggungnya.

"Furen, anda kenapa?", A Fu amat terkejut.

"Tak apa-apa......kau....pergilah dulu.....", dengan susah payah Nyonya Jin menarik napas, lalu melambai-lambaikannya tangannya untuk menyuruhnya pergi. Jin Yuanbao kembali ke Taman Songzhu, namun di kamar baca, ia tak menemukan sosok Yu Qilin, ketika ia sedang kebingungan, ia melihat berkas yang terbuka di atas meja, dan langsung tertegun, apakah Yu Qilin sudah mendengar kabar bahwa Nyonya Yu ditangkap orang? Tepat pada saat itu, dengan langkah-langkah lebar Yu Qilin melangkah masuk, Yu Qilin yang sedang berjalan berputar-putar dengan cemas seakan melihat bintang penolong, ia pun melangkah ke depan dan mencekal Jin Yuanbao. Melihatnya, Jin Yuanbao dengan santai menutup berkas itu, lalu bertanya sembari tersenyum.

"Untuk apa mencariku? Kau ingin aku membantumu memecahkan masalah pelik apa?"

"Jangan memotong perkataanku!", Yu Qilin malas bertengkar mulut.

"Kau harus membantuku mencari seseorang!"

"Mencari orang? Mencari siapa?"

Jin Yuanbao diam-diam terkejut. Yu Qilin berkata dengan cemas.

"Bidan Liu hilang, aku ingin kau membantuku mencarinya". Ternyata bukan mencari Yu Daniang......hati Jin Yuanbao jauh lebih lega, dengan heran ia bertanya.

"Bidan Liu? Bidan Liu yang itu?"

Setelah itu ia segera bereaksi.

"Dari Dong Luhe itu?"

"Ya, dialah orangnya", Yu Qilin mengangguk.

"Barusan ini kepala desa Dong Luhe mohon bertemu, katanya, beberapa hari belakangan ini penyakit Bidan Liu kumat, dan ia dibawa pergi dengan kereta kuda oleh beberapa orang yang berlogat ibu kota!"

Jin Yuanbao mendengar perkataannya, namun tak menganggapnya penting, ia menekan Yu Qilin agar duduk di kursi, lalu menghiburnya.

"Di Liushan Men aku telah banyak sekali menangani kasus nyonya tua hilang seperti itu, jangan khawatir".

"Bidan Liu hilang, bagaimana aku bisa tak khawatir?", Yu Qilin amat cemas dan sukar ditenangkan. "Kenapa?", Jin Yuanbao merasa curiga.

"Apa hubungan Bidan Liu denganmu?"

"Karena......", Yu Qilin cepat-cepat menutup mulutnya, lalu mengalihkan pokok pembicaraan.

"Di desa kita sendiri seseorang diculik di siang bolong, keamanan masyarakat sangat lemah! Bahkan kita sendiri juga diculik orang! Bagaimana kau bisa tahan melihatnya?"

"Tentu saja aku tak tahan melihatnya, tapi.....", Jin Yuanbao berpikir untuk beberapa saat, lalu berkata.

"Aneh, seorang nenek-nenek yang setengah sinting diculik orang, apa tujuan mereka?"

Yu Qilin hendak mengatakan sesuatu, namun menghentikannya.

"Kenapa?"

"Tak perduli apa sebabnya, bagaimanapun juga hal ini menyangkut nyawa seseorang, bagaimana kau bisa tak memperdulikannya?"

Mendengar perkataannya itu, Jin Yuanbao merasa agak tak senang.

"Apakah aku ini orang seperti itu?"

"Kalau begitu, cepatlah selidiki masalah ini!", Yu Qilin segera mendesaknya.

"Aku sudah tahu, namun untuk menyelidiki masalah ini, tak bisa dengan membabi-buta dan kebingungan seperti kau ini. Aku akan pergi menemui kepala desa". Dengan lembut Jin Yuanbao menahan Yu Qilin. Mendengar perkataan Jin Yuanbao itu, tak bisa tidak, Yu Qilin menghembuskan napas lega. Melihatnya, Jin Yuanbao tak bisa menahan diri untuk tak menghiburnya.

"Kau jangan khawatir, asalkan ia orang yang kau perhatikan, aku akan mencari dan membawanya pulang". Setelah itu, dengan lembut ia memeluknya untuk menenangkannya, lalu berbalik dan berlalu. Di ruangan depan Taman Songzhu, Kepala Desa Liu sedang duduk lemas dengan wajah muram. Begitu melihat Jin Yuanbao datang, ia segera bangkit. Jin Yuanbao memberinya isyarat agar kembali duduk, lalu bertanya padanya tentang peristiwa yang telah terjadi. Saat itu, Jin Yuanbao baru merasa bahwa ada sesuatu yang mencurigakan dalam peristiwa itu, sambil mengerutkan dahinya ia berkata.

"Tiga orang? Berlogat ibu kota? Dari mana kalian tahu bahwa mereka membawanya lari ke ibu kota?"

"Sigou melihat mereka dan mendengar beberapa perkataan mereka, ia mengejar kereta itu sampai ke batu penunjuk jalan, dan melihat bahwa batu itu bertuliskan ibu kota, tak mungkin salah", dengan sikap hormat Kepala Desa Liu menjawab. Jin Yuanbao berpikir sejenak, lalu bertanya.

"Seperti apa rupa orang di kereta kuda itu? Apakah sebelumnya kau pernah berjumpa dengannya? penampilannya?"

Bagaimana pakaian dan "Kata Sigou, wajahnya asing, ia tak mengenalinya, akan tetapi pemimpinnya mengenakan pakaian yang mewah, kedua orang lainnya juga berpakaian bagus, jauh lebih bagus dari pakaian kami! Kereta kuda itu pun nampaknya dibuat dari kayu yang bagus, warnanya hitam legam!"

"Kalau begitu, apakah ada orang yang mempunyai motif untuk menculik Bidan Liu?", Jin Yuanbao berpikir semakin keras.

"Setengah sakit dan setengah sinting, tak mengenali dan tak berhubungan dengan siapapun. Apa yang mereka ingin dapatkan darinya?"

"Bidan Liu ini sudah tinggal sendirian di desa lebih dari dua puluh tahun lamanya. Kalau waktu itu shaoye dan nyonya muda tak memberinya uang untuk berobat, mungkin sampai sekarang ia masih tak bisa bicara sepatah kata pun! Siapa sangka bahwa begitu ia agak membaik, ia diculik orang! Perkataan shaoye benar, untuk apa menculik seorang nenek sebatang kara sepertinya?"

Kepala Desa Liu makin kebingungan.

"Apa?", Jin Yuanbao terperanjat.

"Maksudmu, apakah akhir-akhir ini, orang luar yang berhubungan dengannya hanya aku dan nyonya muda?"

"Seperti kata shaoye, seluruh desa adalah milik anda, kalau anda dan nyonya muda dianggap orang luar, lantas kami dianggap apa?", Kepala Desa Liu cepat-cepat ikut tersenyum. Jin Yuanbao kembali berpikir beberapa saat, lalu kembali mengangguk dan berkata.

"Aku sudah tahu, kau pergilah dahulu, istirahatlah semalam dengan baik, lalu pulang. Serahkan urusan Bidan Liu padaku".

"Shaoye dan nyonya muda murah hati!", Kepala Desa Liu segera berlutut menghormat.

"Kami benar-benar tak berdaya, hanya mengandalkan shaoye dan nyonya muda!"

"Sudahlah, bagaimanapun juga kalian adalah penduduk desa milik keluarga Jin kami, kalau terjadi apa-apa, bagaimana aku bisa tak memperdulikannya?"

"Xiaoren mohon diri dulu!"

"Pergilah...."

Setelah Kepala Desa Liu berlalu, Jin Yuanbao termenung, Bidan Liu, Yu Daniang, sepertinya seetiap orang yang dekat dengan Yu Qilin satu persatu menghilang.....apakah peristiwa-peristiwa itu ada hubungannya satu sama lain? Seakan, ada seutas benang merah yang tersembunyi, yang menghubungakn semua ini, namun, benang apa itu? Ketika Jin Yuanbao sedang berpikir keras, A Fu tiba-tiba berlari masuk.

"Shaoye, celaka!"

"Ada apa?", karena proses berpikirnya terganggu, wajah Jin Yuanbao nampak kesal. "Shao furen dan nyonya....."

"Nyonya muda dan nyonya kenapa? Cepat bicara!"

Jin Yuanbao tertegun.

"Barusan ini ketika melewati kediaman nyonya, nampaknya nyonya dan nyonya muda sedang bertengkar....."

"Apa?", Jin Yuanbao terperanjat, ia cepat-cepat bangkit dan menuju ke kediaman Nyonya Jin.

"Prang!", terdengar sebuah suara keras dari Taman Furong, sepertinya sebuah benda porselen telah dibanting hingga hancur berkeping-keping. Hati Jin Yuanbao terkesiap, ia cepat-cepat berlari mendekat, nampak Yu Qilin sedang berdiri dengan wajah tak sopan, sedangkan di samping kaki Nyonya Jin tergeletak sebuah cawan teh yang pecah, dengan napas terengah-engah ia memelototi Yu Qilin. Melihat keadaan itu, Jin Yuanbao kontan murka, sang ibu sudah berulangkali mengalah pada mereka, dirinya benar-benar tak paham, mengapa Yu Qilin begitu bebal! Tanpa menanyakan alasannya, ia langsung maju dan mendorong Yu Qilin seraya berkata dengan gusar.

"Apa yang sedang kau lakukan? Cepat minta maaf pada ibu!"

Dengan tercengang Yu Qilin memandangnya.

"Kau pun tak bertanya apa yang terjadi?" Jin Yuanbao melirik ibunya, dilihatnya bahwa wajah sang bunda penuh kemarahan, namun masih menahan diri, seketika itu juga wajahnya menjadi dingin.

"Tak usah ditanyakan, ibu sukar dibuat marah, kalau ia sampai marah seperti ini, pasti kaulah yang mengatakan sesuatu yang tak pantas!"

Mendengar sang putra membela dirinya, Nyonya Jin tentu saja merasa senang, namun di wajahnya nampak sekilas rasa cemas, ia melambai-lambaikan tangannya dengan pelan, lalu berkata.

"Yuanbao, kau pergilah dulu......"

Namun mendengar perkataan itu, Yu Qilin justru merasa geram.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau beromong kosong apa? Aku mengatakan sesuatu yang tak pantas? Aku tak salah!"

"Membuat ibu marah adalah suatu kesalahan!"

Sejak pulang dari penginapan, Jin Yuanbao selalu dengan sepenuh hati berdiri di sisi sang bunda.

"Baiklah!", Yu Qilin merasa gusar.

"Aku tak mau berdebat kusir denganmu! Kau sendiri tanyai ibumu kenapa aku tak boleh mencari Bidan Liu?"

Setelah berbicara, ia memandang Jin Yuanbao dengan keras kepala.

Melihat keadaan itu, Nyonya Jin merasa cemas, ia memandang ke arah Yu Qilin dan hendak berbicara, namun tiba-tiba ia menutupi mulutnya dan jatuh terduduk di atas bangku batu, ia terus terengah-engah, nampaknya amat menderita.

Mendengarnya, para gadis pelayan segera berlari mendekat, lalu cepat-cepat berlari mengambil obat.

"Penyakit nyonya kambuh!"

Jin Yuanbao cepat-cepat memapah sang ibu.

"Ibu, kau tak apaapa?"

"Aku tak apa-apa", Nyonya Jin menggeleng.

"Yuanbao, jangan ribut dengan Qilin, bicaralah baik-baik padanya". Tak nyana, walaupun sang bunda begitu marah, ia masih dapat melindungi Yu Qilin, Jin Yuanbao makin marah, ia berbalik ke arah Yu Qilin dan berkata dengan bengis.

"Setelah pulang nanti, lihat bagaimana aku akan membereskanmu!"

"Kau!", Yu Qilin bermaksud membela diri, namun melihat wajah Nyonya Jin yang pucat pasi kesakitan, akhirnya ia tak kuasa berkata apa-apa, dan hanya menghentakkan kakinya keraskeras, lalu berlalu. Melihatnya pergi, Nyonya Jin diam-diam menghembuskan napas lega dengan pelan. Jin Yuanbao tak sempat mengejar Yu Qilin untuk minta pertanggungjawabannya, ia berbalik ke arah Nyonya Jin dan berkata.

"Ibu, Yu Qilin tak tahu urusan dan membuat ibu marah, aku mewakilinya untuk mohon maaf".

"Yuanbao, untuk apa kau minta maaf pada ibu!", dengan tak berdaya Nyonya jin melambai-lambaikan tangannya.

"Ibu khawatir melihatmu bekerja begitu keras menyelidiki berbagai kasus, namun Qilin merepotkanmu hanya untuk sebuah masalah kecil, maka ibu memberinya beberapa nasehat ---- namun tak nyana ia begitu marah".

"Ibu, ini salahku, sehari-hari aku biasa memanjakannya sehingga ia berbuat seenaknya sendiri. Tak usah hiraukan dia, aku akan membawanya untuk minta maaf".

"Bagaimana aku bisa bertengkar dengan seorang gadis kecil?", dengan tak berdaya Nyonya Jin berkata, setelah itu, ia berpikir sejenak dan kembali bertanya.

"Akan tetapi, Liu Popo hanya seorang nenek sinting, untuk apa mereka menangkapnya?"

"Peristiwa ini memang aneh, aku menduga bahwa mereka ingin mengetahui sesuatu darinya".

"Seorang nenek tua tahu apa?", rasa panik sekilas muncul di wajah Nyonya Jin. Jin Yuanbao menggeleng.

"Sekarang masih belum jelas". Mendengarnya, Nyonya Jin menghembuskan napas lega, lalu tersenyum ramah.

"Yuanbao, sekarang kau memikul tanggung jawab yang berat, kau tak bisa mengurusnya semuanya sendiri, kau tak hanya membuat lelah dirimu sendiri, namun kau tak akan dapat mengerjakannya dengan baik. Kasus-kasus kecil di luar ibu kota tak usah kau urus. Mengenai Bidan Liu itu, suruhlah orang yamen untuk mencarinya sendiri!"

"Ibu jangan khawatir, anda tak usah mengurus hal-hal di luar wisma, aku tahu apa yang harus kulakukan". "Baiklah, kalau sendiri kau putuskanlah sendiri". Jin Yuanbao hanya mendehem. Ibu dan anak itu pun bercakap-cakap untuk beberapa saat, setelah itu Jin Yuanbao baru minta diri dan berlalu. Setelah sosok Jin Yuanbao seluruhnya menghilang di balik pintu Taman Furong, Nyonya Jin baru kembali duduk dengan perlahan, matanya memancarkan rasa khawatir dan tegang yang amat sangat, setelah itu ia berjalan dengan cepat ke kamar. Barusan ini Gu Daniang berada di dalam kamar dan dapat mendengar pertengkaran diantara Yu Qilin dan Nyonya Jin dengan jelas, dengan cemas dan terkejut ia bertanya.

"Kenapa ia bertanya apakah ia dapat mengetahui peristiwa yang terjadi dua puluh tahun yang lalu itu?"

Sambil mengerutkan keningnya, dengan cemas Nyonya Jin mengangguk-angguk.

"Aku juga kenapa curiga bahwa ia telah menangkap bidan itu?"

"Furen, Xiaocui juga ingat sesuatu", dengan ragu-ragu Gu Daniang berkata.

"Cepat katakan".

"Ketika anda merayakan ulang tahun, nyonya muda banyak bertanya tentang hal-hal yang terjadi di masa silam, termasuk mengenai bidan yang membantu kelahiran tuan muda". "Apa?!", Nyonya Jin menarik napas karena terkejut.

"Kalau ia berkata demikian, pasti ada sesuatu. Selama ini aku mengira bahwa ia menjadi menantu Keluarga Jin karena suatu kesalahan, akan tetapi ternyata ia telah merencanakannya!"

"Apakah furen berkata bahwa......", rasa khawatir di wajah Gu Daniang makin nyata.

"Apakah ia datang ke desa itu demi peristiwa dua puluh tahun silam itu?"

Begitu mendengar perkataan itu, Gu Daniang terkejut, namun setelah itu ia berpikir sejenak dan menenangkan Nyonya Jin.

"Mungkin furen terlalu banyak berpikir, si gadis Qilin itu berapa umurnya? Dia tahu apa? Kemungkinan ia hanya sangat ingin tahu tentang tuan muda, hanya suatu kebetulan. Lagipula, si Bidan Liu ini saat itu terkena racun dan telah diselamatkan nyawanya, ia pasti sudah mengetahui keampuhannya dan tak akan sembarangan bicara".

"Bagaimanapun juga, ialah yang dapat berbicara, hal ini berada diluar kendali kita".

"Kabarnya ia sudah sinting, kurasa ia tak dapat mengatakan apa-apa. Kalaupun ia bicara, siapa yang akan mempercayainya?"

"Tapi sekarang Bidan Liu hilang!", suara Nyonya Jin makin rendah.

"Kata gadis kampung itu, ada orang yang menangkapnya, kalau benar demikian, masalah besar akan terjadi! Coba kau pikir, siapa yang hendak menculik seorang nenek tua sinting? Orang yang menculiknya pasti punya suatu rencana jahat, kemungkinan besar untuk membeberkan peristiwa dua puluh tahun yang lalu itu!"

"Apa yang harus kita lakukan?", Gu Daniang pun merasa bahwa keadaan genting.

"Menyelidikinya!", sinar mata Nyonya Jin nampak penuh tekad.

"Menyelidikinya dengan teliti, menemukan Bidan Liu, menyelidiki orang yang menangkapnya, dan menyelidiki sebenarnya gadis kampung itu sebenarnya ingin berbuat apa".

"Xiaocui paham!", Gu Daniang mengangguk, lalu berlalu. Dan pada saat ini, di Taman Songzhu, pasangan muda itu sedang bertengkar dengan ribut.

"Yu Qilin, mengenai perbuatanmu beberapa hari ini, apakah kau sudah melupakan kesepakatan kita di Penginapan Fuxing itu?", Jin Yuanbao menahan amarahnya.

"Demi kita berdua, ibuku bahkan rela melakukan kejahatan besar menipu kaisar. Bukankah kau berkata akan berterima kasih padanya dan menghormatinya? Tapi kau malahan masih sengaja menentang dan membuatnya marah".

"Kenapa kau tak bertanya padanya tentang perbuatan yang telah dilakukannya!", dengan keras kepala Yu Qilin membangkang. "Ibuku melakukan perbuatan apa?", menggertakkan giginya dan bertanya. Jin Yuanbao "Masalah kenapa ia tanpa alasan yang jelas melarangku menyelidiki keberadaan Bidan Liu!"

Apa? Mendengar perkataannya itu, Jin Yuanbao merasa makin geram.

"Karena ia tak memperbolehkanmu menyelidiki keberadaan Bidan Liu, kau lantas memperlakukannya seperti ini?"

"Kalau ada orang yang hilang, bagaimana ia dapat tak memperdulikannya?", Yu Qilin bertanya dengan cemas. Melihat wajahnya yang cemas, Jin Yuanbao agak memahami perasaannya, ia menghela napas, lalu dengan perlahan berkata.

"Kapan ia berkata bahwa ia tak perduli? Ia hanya berkata bahwa aku tak usah menyelidikinya sendiri".

"Tak memperbolehkanmu menyelidikinya adalah sesuatu yang tak benar, kau adalah bukuai nomor satu ibu kota, kalau bukan mencarimu lantas aku harus mencari siapa lagi?", Yu Qilin tak sudi mengalah. Mendengar perkataannya itu, amarah Jin Yuanbao seketika itu berkobar.

"Ibuku tak memperbolehkanku menyelidikinya karena ia khawatir aku terlalu sibuk. Apakah sebagai seorang ibu, kalau ia mengkhawatirkan putranya, ia bersalah?"

"Aku......", Yu Qilin tak dapat berkata apa-apa. "Kau sangat memikirkan Nenek Liu, kenapa kau tak memikirkan ibuku, dan malahan rela berbuat segalanya demi nenek itu? Seberapa pentingnya bidan itu untukmu?"

"Benar, bidan itu amat penting bagiku". Dengan keras kepala ia berkata.

"Di matamu, semua yang dilakukan ibumu benar, benar bukan?"

Begitu mendengar perkataannya, tanpa ragu sedikitpun Jin Yuanbao menjawab.

"Benar! Kalau ibuku melakukan segalanya dengan ngawur, sekarang tak akan ada Wisma Jin, dan lebihlebih lagi tak ada Jin Yuanbao sekarang!"

Tak nyana, sekarang ia dapat begitu kokoh berdiri di sisi Nyonya Jin, dengan putus asa Yu Qilin bertanya.

"Kalau pada suatu hari kau tahu bahwa ia benar-benar pernah melakukan kesalahan, lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Setelah ini lebih baik kau tak bertanya tentang hal yang konyol seperti ini padaku lagi", Jin Yuanbao benar-benar muak melihat sikap Yu Qilin.

"Orang seperti apa ibuku itu, aku lebih tahu darimu......untung saja aku selalu berbicara untukmu di hadapannya!"

"Baik! Kau sudah tahu!", Yu Qilin membelalakkan matanya, ia berbalik dan keluar sambil membanting pintu keras-keras.

"Perempuan ini!", Jin Yuanbao gusar, ia malas mengejarnya. Akan tetapi, sampai hari gelap, Yu Qilin belum juga pulang, Jin Yuanbao memandangi berkas-berkas di depannya, namun tak bisa berkonsentrasi. A Fu yang berada di sisinya memandanginya dengan seksama, lalu bertanya.

"Apakah shaoye hendak pergi keluar untuk mencari nyonya muda?"

"Tak usah", Jin Yuanbao segera memvetonya.

"Saat ini nyonya muda pasti sedang menangis sendirian", A Fu segera berbicara dengan mengiba-iba. Begitu mendengarnya, Jin Yuanbao segera memasang tampang merendahkan.

"Menangis sendirian memang pekerjaannya". Namun setelah bicara ia tak kuasa menahan dirinya untuk tak bangkit. Melihatnya, A Fu tersenyum dan berkata.

"Apakah shaoye akan mencari nyonya muda?"

"Kata siapa?"

"Kalau begitu, shaoye ingin mencarinya ke mana?", A Fu tertawa cengegesan. Melihat wajahnya yang cengegesan, mau tak mau wajah Jin Yuanbao menjadi gelap, dengan dingin ia berkata.

"A Fu, kalau kau ingin dipukul, carilah pengurus rumah tangga". "Baik.....A Fu akan menjaga lidah sendiri.....", A Fu cepat-cepat memasang tampang jeri. Jin Yuanbao duduk, lalu kembali berdiri, melihat Jin Yuanbao tak bisa duduk dengan tenang, A Fu diam-diam tertawa. Tepat pada saat itu, dengan Yu Qilin melangkah masuk dengan cepat. Melihatnya, A Fu segera menyambutnya.

"Shao furen, bagus sekali anda telah datang, shaoye baru saja hendak pergi mencari anda". Mendengar perkataannya, Jin Yuanbao segera duduk dan kembali berlagak bersikap dingin. Yu Qilin yang sangat memahami Jin Yuanbao, begitu mendengar perkataan A Fu, merasa sedikit rasa manis muncul dalam hatinya, namun ia tak tahu harus mengatakan apa, dan hanya memandangi Jin Yuanbao dengan jengah. Melihat keadaan itu, A Fu segera mengundurkan diri dan menutup pintu. Setelah beberapa saat, Yu Qilin menghimpun keberaniannya dan membuka mulut.

"Aku hendak merundingkan sebuah hal denganmu". Tak nyana Yu Qilin dapat berbicara kepadanya dengan suara yang begitu lembut, pikiran Jin Yuanbao jauh terasa lebih lega.

"Katakanlah". "Mengenai......", Yu Qilin berhenti sejenak, lalu dengan penuh tekad berkata.

"Aku hendak membawa ibu ke sini". Apa? Jin Yuanbao terkejut, untuk sesaat ia tak tahu harus menjawab apa. Melihat raut wajah Jin Yuanbao, dengan agak heran Yu Qilin bertanya.

"Apa kau tak senang?"

"Tidak! Bagaimana mungkin aku tak senang!", Jin Yuanbao segera menutupi rasa cemas dalam hatinya.

"Kita memang sudah seharusnya membawa ibu mertua ke sini".

"Kalau begitu, kapan kau akan pergi?", dengan girang Yu Qilin mencecarnya.

"Akhir-akhir ini aku sangat sibuk, setelah kesibukan selesai kita akan membicarakannya lagi", Jin Yuanbao berpura-pura sibuk membereskan berkas-berkas dalam genggamannya.

"Tak bisa, aku tak bisa menunggu!", Yu Qilin melangkah ke depan, sepasang tangannya menekan berkas-berkas di tangannya itu.

"Hanya beberapa hari lagi", Jin Yuanbao mengangkat kepalanya dan memandangnya.

"Tak bisa terlambat sehari pun!", dengan keras kepala Yu Qilin.

"Kalau kau tak punya waktu, aku saja yang pergi". Jin Yuanbao segera menghalanginya.

"Kau tak usah pergi!" "Kenapa?"

Jin Yuanbao hendak mengatakan sesuatu, namun berhenti. Melihat raut wajahnya, Yu Qilin makin kebingungan.

"Apakah kau menyembunyikan sesuatu dariku? Apakah terjadi sesuatu pada diri ibuku?"

"Tak mungkin terjadi apa-apa pada ibumu", tanpa berpikir panjang Jin Yuanbao berkata. Begitu mendengar perkataan itu Yu Qilin pun paham, dengan terkejut ia bertanya.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada apa dengan ibuku?"

"Maksudku, ibumu akan segera datang, di Emeishan tak ada apapun yang terjadi padanya, jangan begitu cemas.....", Jin Yuanbao cepat-cepat menghapus rasa khawatir di wajahnya. Akan tetapi, Yu Qilin tak bisa tidak melihat perubahan wajahnya, seberkas rasa putus asa muncul di pandangan matanya, ia tak berkata apa-apa lagi dan berbalik, lalu melangkah keluar. Jin Yuanbao segera bangkit, lalu memburu ke hadapannya, ia menghalanginya, kembali menghela napas, mengenggam kedua belah tangan Yu Qilin, lalu berkata dengan mengumam.

"Barusan ini aku mengirim orang untuk menjemputnya, namun ibumu telah menghilang".

"Apa?!", ubun-ubun Yu Qilin seakan disambar lima buah petir. Jin Yuanbao cepat-cepat menenangkannya.

"Kau jangan kebingungan, aku sudah mencari akal untuk mencarinya". Yu Qilin telah kembali tersadar, tiba-tiba, api kemarahan berkobar dalam hatinya, ia berteriak.

"Ibuku menghilang, tak nyana peristiwa yang begitu besar ini kau sembunyikan dariku! Bagaimana kau bisa tahu bahwa tak ada apa-apa! Sekarang si bidan juga hilang!"

"Apa hubungannya dengan si bidan itu?", Jin Yuanbao kebingungan. Akan tetapi, dengan napas memburu Yu Qilin mencecarnya.

"Kau menyembunyikan hal ini dariku selama berhari-hari, bagaimana kalau sampai ia berada dalam bahaya?"

"Bukankah aku melakukannya agar kau tak khawatir? Aku sudah mencarinya".

"Mencarinya? Mana orangnya? Apakah sudah ada hasilnya?"

Jin Yuanbao tak kuasa berkata apa-apa. Sambil terengah-engah, Yu Qilin tak bisa menahan diri untuk tak melampiaskan amarahnya.

"Kalau ibumu hilang, kau khawatir tidak?"

Setelah berbicara ia mendorong pintu untuk keluar, mereka berdua pun berpisah dalam kemarahan.

Suasana hati Yu Qilin sangat tak baik, sang ibu hilang, diculik orang yang tak jelas asal-usulnya, semuanya ini membuat suasana hatinya buruk.

Dengan membawa suasana hati yang buruk itu, ia keluar dari Wisma Jin, seakan linglung ia berjalan ke kedai teh yang paling dekat dari Wisma Jin.

Namun tak nyana, begitu keluar dari pintu gerbang, ia langsung melihat beberapa petugas yamen sedang menempelkan lukisan Bidan Liu, ia menghentikan langkahnya, berdiri di depan lukisan itu dan mengamatinya dengan seksama.

Nampaknya lukisan itu sangat mirip, dan juga ditempel di manamana, sepertinya Jin Yuanbao benar-benar bersungguhsungguh mencarinya.

Yu Qilin tergerak, ia memandangi lukisan itu untuk beberapa saat, lalu merenggutnya dan menyembunyikannya di dalam saku dadanya.

Ketika ia tiba di kedai teh, Pang Hu telah bertukar pakaian, kali ini ia menyaru menjadi seorang Miao dari daerah perbatasan, di wajahnya tertempel sebuah tahi lalat besar, benar-benar sebuah samaran yang menggelikan, namun Yu Qilin sama sekali tak tersenyum sedikitpun.

Melihat wajah Yu Qilin yang muram, Pang Hu agak khawatir, ia cepat-cepat mengundangnya duduk, lalu dengan penuh perhatian menuangkan secawan teh untuknya.

Dengan muram Yu Qilin memandangi cawan teh itu, lalu berkata sembari mengumam.

"Pang Hu, ibuku diculik segerombolan orang". Mendengar perkataannya itu, Pang Hu terkejut dan bangkit, lalu berkata dengan cemas.

"Bibi diculik orang? Siapa yang melakukannya? Aku akan mengobrak-abrik sarang mereka!"

"Kau tenanglah sedikit!", Yu Qilin menekannya agar duduk.

"Apakah ini saatnya untuk berlagak sebagai pahlawan?"

Pang Hu tak dapat berbuat apa-apa dan terpaksa menahan api kemarahan dalam hatinya.

"Bos, apakah kau tahu di mana bibi sekarang berada?"

"Sama sekali tak ada petunjuk", dengan tak berdaya Yu Qilin menggeleng, ia semakin cemas.

"Aku menyuruhmu datang supaya kau dapat mengawasi segala sudut ibu kota, perhatikanlah apakah ada rumah kosong yang akhir-akhir ini ditempati, desa-desa di sekitar ibu kota juga tak boleh diabaikan". Lalu Yu Qilin mengeluarkan lukisan dari saku dadanya dan meneruskan perkataannya.

"Selain itu, ada seorang bidan bermarga Liu yang juga hilang, usianya sekitar enam puluh tahun, pikirannya linglung, ini orangnya, begitu kau menemukannya, kau harus segera memberitahuku".

"Paham, aku pergi dulu", Pang Hu segera mengambil lukisan itu dan bangkit. Yu Qilin segera menasehatinya.

"Kau juga harus lebih berhatihati". Mendengar perkataannya itu, kecemasan di wajah Pang Hu berkurang, ia mengangguk seraya berkata.

"Bos, kau jangan khawatir, begitu ada kabar aku akan segera melapor".

"Baik!", Yu Qilin menenggak tandas cawan teh di atas meja.

"Kita berpisah untuk mencari mereka".

"Baik!"

Demikianlah, mereka berdua pun berpisah untuk mencari sendiri-sendiri.

Dari pagi sampai malam Yu Qilin mencari, dari berbagai penginapan di ibu kota sampai ke rumah-rumah petani di pinggiran kota, bahkan sampai ke biara pendeta Buddha di luar kota, namun sama sekali tak ada kabar sedikitpun tentang Nyonya Liu.

Sekujur tubuh Yu Qilin kelelahan, wajahnya penuh rasa putus asa dan cemas.....

Saat itu, begitu melihat bahwa sebagian besar orang di wisma telah pergi, Liu Wenchao mengajak A Gui ke rumah tempat Bidan Liu disembunyikan.

Walaupun Liu Wenchao telah menyuruh seseorang untuk mengurus Bidan Liu, namun orang-orang itu tahu bahwa Bidan Liu sama sekali tak punya kedudukan, oleh karenanya, mereka tak mengurusnya dengan telaten.

Saat itu, Bidan Liu yang sekujur tubuhnya kotor, duduk dengan linglung di lantai kamar, pandangan matanya kosong melompong, seulas senyum ketolol-tololan nampak di wajahnya, bibirnya menyenandungkan sebuah lagu kanak-kanak dengan pelan.

"Burung layang-layang kecil, pakaian bersulam. Tak punya ibu, begitu sedih....."

Begitu masuk, Liu Wenchao segera melihat wajah Bidan Liu yang linglung, mau tak mau ia mengerutkan keningnya dalamdalam.

"Apakah ia sudah lama seperti ini?"

"Sejak datang dari Dong Luhe, ia selalu sinting seperti ini", kata A Gui. Mendengar perkataannya.

"Minumkan obat padanya". Liu Wenchao merasa kesal, Bidan Liu seakan mengerti maksud perkataannya, ia memandang wajah Liu Wenchao dengan ketakutan dan menghindar ke belakang.

"Aku tak mau minum obat.....aku tak mau minum obat....."

Liu Wenchao segera memberi isyarat dengan matanya kepada A Gui.

Tanpa berkata apa-apa, A Gui mengambil sebuah cawan berisi obat hitam legam dari orang di sampingnya, melangkah ke depan, menarik rahang Bidan Liu dan memaksa mulutnya membuka, lalu dengan cepat mencekokinya dengan obat itu.

Setelah itu ia menutup mulut Bidan Liu untuk memaksanya menelan cairan obat itu.

Karena dicekoki obat, Bidan Liu terbatuk-batuk, sisa cairan meleleh dari sisi-sisi bibirnya, ia kelihatan kesusahan dan mengibakan.

Beberapa saat kemudian, sinar mata Bidan Liu sedikit demi sedikit menjadi terang, seakan telah tersadar.

Liu Wenchao menatap matanya, di bibirnya muncul seulas senyum.

"Agaknya obat pemusat dan penenang pikiran ini cukup ampuh". Setelah itu ia menarik sebuah kursi dan duduk di hadapan Bidan Liu, sambil tersenyum ia berkata.

"Nenek tua, kau jangan takut, aku orang baik".

"Orang baik......", memandangnya. dengan kebingungan Bidan Liu "Beberapa hari yang lalu aku membelikan manisan untukmu, ingat tidak?", Liu Wenchao berkata sembari tersenyum. Bidan Liu mengerutkan keningnya, lalu mengangguk dan berkata dengan girang.

"Benar.....manisan itu.....manis....."

Ketika Liu Wenchao melihat bahwa ia telah sadar, dirinya kembali bertanya.

"Nenek tua, aku hendak bertanya mengenai sebuah hal padamu, dua puluh tahun yang lalu, kau membantu kelahiran seorang bocah di Wisma Jin, kau masih ingat?"

"Ingat, ingat dengan sangat jelas", Bidan Liu meringis. Liu Wenchao kegirangan.

"Kalau begitu katakanlah".

"Bocah gemuk itu kepalanya terlalu besar sehingga tak bisa keluar, membuat ibunya sangat kesakitan.....maka aku menarik bocah itu agar dapat keluar....." "Benarkah?", makin lama mendengarkan Liu Wenchao makin girang.

"Siapa nyonya yang melahirkannya?"

Namun Bidan Liu membelalakkan matanya.

"Nyonya apa, dia seorang selir!"

"Selir?", Liu Wenchao terperanjat.

"Katamu bocah itu bukan dilahirkan oleh Nyonya Jin melainkan darah daging seorang selir?"

"Dia adalah Selir Wang!", selagi berbicara wajah Bidan Liu menunjukkan rasa simpati.

"Sekarang aku ingat, kasihan, bayi baru lahir tapi langsung diambil, Selir Wang menangis dengan sangat pilu...."

"Apa, apa?", Liu Wenchao terperanjat, lalu cepat-cepat bertanya.

"Katamu begitu lahir bayi Selir Wang langsung diambil?"

"Ya.....", tiba-tiba sekujur tubuh Bidan Liu gemetar, sinar matanya pun berubah menjadi buram.

"Burung layang-layang kecil, pakaian bersulam, tak punya ibu, sedih sekali......"

Saat yang menentukan ini bagaimana bisa terputus begitu saja? Liu Wenchao cepat-cepat mencecarnya.

"Cepat teruskan, cepat teruskan. Cepat katakan siapa yang mengambil anak Selir Wang". Akan tetapi, wajah Bidan Liu kembali nampak linglung, mulutnya terus menerus bersenandung.

"Burung layang-layang kecil, pakaian bersulam, tak punya ibu, sedih sekali....." Melihatnya, tanpa bisa berbuat apa-apa, Liu Wenchao bangkit, dengan pelan ia menghembuskan napas, lalu berbalik dan berulangkali menyuruh A Gui.

"Setiap hari teruslah meminumkan obat padanya sesuai jadwal, kuharap saat aku datang lagi, ia akan dapat mengatakan sesuatu yang lebih berarti".

"Baik, gongzi", jawab A Gui. Dengan wajah tenang, Liu Wenchao berbalik dan berlalu, akan tetapi, jantungnya melompat-lompat, seakan hendak melompat keluar dari tenggorokannya, setelah mengambil beberapa langkah, Liu Wenchao kembali menenggok dan menyuruhnya.

"Ingat, tengoklah Nyonya Yu itu, ia adalah seorang tokoh kunci, jaga dia baik-baik. Selain itu, kau juga sudah mendengar pertanyaan itu, kau sudah tahu apa yang harus ditanyakan sampai jelas".

"Baik! Xiaode mengerti", A Gui berkata dengan sikap hormat.

"Ya", Liu Wenchao mengangguk, lalu baru berlalu dengan hati lega. Malam itu, Jin Yuanbao yang telah sibuk seharian pulang ke Taman Songzhu dengan kelelahan, namun begitu masuk, ia berhadapan dengan Yu Qilin yang wajahnya dingin dan kesal. Ia pun lantas tak senang, namun ia berpikir kembali, ibu Yu Qilin hilang, kalau sekarang suasana hatinya buruk, hal ini dapat dimengerti. Setelah diam beberapa saat, Jin Yuanbao berusaha bermanismanis.

"Aku menemukan sebuah petunjuk untuk mencari bidan itu". Yu Qilin terkejut, namun dengan wajah tenang ia bertanya.

"Benarkah?"

"Bidan Liu boleh dikata adalah seorang papa, tak ada orang yang akan bermuslihat untuk menculiknya, kecuali kalau orang itu ingin mengorek suatu informasi dari mulutnya", Jin Yuanbao berkata dengan perlahan. Begitu mendengar perkataan itu, mata Yu Qilin menjadi berbinar-binar, ia berbalik menghadap Jin Yuanbao.

"Kau pun tahu bahwa saat ini Bidan Liu setengah linglung, kabarnya ketika pergi ia juga dalam keadaan linglung.Orangorang ini jika ingin berhasil harus memberinya obat penyembuh linglung ---- apakah waktu itu kau minta tabib menulis resep untuknya?"

"Ya!", Yu Qilin paham maksudnya, namun nada suaranya masih dingin. Setelah berbicara, Yu Qilin segera bangkit, mencari resep itu dan menyerahkannya pada Jin Yuanbao. Namun ketika menerima resep itu, Jin Yuanbao menggunakan kesempatan itu untuk menangkap tangan Yu Qilin, lalu dengan lembut bertanya.

"Kau masih marah padaku?"

Yu Qilin tak berkata apa-apa. "Aku tak bermaksud menyembunyikan masalah ibumu darimu, tapi aku takut membuatmu khawatir, maka aku tak memberitahumu, diam-diam, masa aku tak mencarinya?"

Jin Yuanbao menghela napas, lalu kembali berkata.

"Sekarang aku telah mempunyai suatu dugaan ---- orang yang hendak menculik ibumu hanya punya satu tujuan, yaitu untuk mengambil keuntungan dari identitasmu untuk menjatuhkan Wisma Jin. Orang ini, menurut dugaanku adalah Pangeran Kedua. Kalau benar begitu, keadaan ibumu malahan cukup aman".
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau dapat memastikan bahwa orang itu adalah Pangeran Kedua?", Yu Qilin perlahan-lahan membelalakkan matanya, lalu kembali mencecarnya dengan cemas.

"Kau dapat memastikan bahwa sekarang ia dalam keadaan aman?"

Jin Yuanbao berkata dengan suara pelan.

"Ketika Pangeran Kedua datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun, apakah kau tak melihat tanda-tandanya? Ia hendak menjatuhkan Wisma Jin kami bukan hanya sehari atau dua hari belakangan ini saja, ibumu adalah sebuah kartu yang amat penting dalam genggamannya ---- oleh karenanya keselamatan jiwa ibumu malahan untuk sementara tak berada dalam bahaya". Apa? Walaupun Yu Qilin tak berani memastikannya, akan tetapi kamar pengantin perlahan-lahan terbuka, kesuraman di wajahnya menghilang, dan perlahan-lahan berubah menjadi rasa cemas.

"Kuharap begitu......bagaimanapun juga aku harus secepat mungkin menemukan ibuku". "Tentu saja. Sekarang ini adalah hal yang terpenting bagi kita berdua. Percayalah padaku, aku tak akan sedikitpun membiarkannya jatuh dalam bahaya". Keesokan harinya, Jin Yuanbao membuat beberapa salinan resep itu, lalu membagikannya pada Wang Qiang dan Ma Zhong, setelah itu, ia menyuruh mereka untuk bertanya di semua toko obat di kota, untuk mengetahui apakah ada yang pernah melihat resep itu. Akan tetapi, sampai tengah hari, sama sekali belum ada hasil. Di depan sebuah rumah obat ada kedai teh yang juga menghidangkan beberapa makanan sederhana, Jin Yuanbao sudah tak kuat lagi, maka ia menyuruh Wang Qiang dan Ma Zhong pergi menyelidik, sedangkan ia sendiri menunggu sambil memesan makanan untuk mereka. Akan tetapi, beberapa saat kemudian, dengan bersemangat Wang Qiang menghampirinya.

"Bos, aku berhasil mencari tahu, ada seorang lelaki berusia empat puluhan yang pernah dua kali memesan obat berdasarkan resep ini, katanya untuk seorang nenek". Ma Zhong pun ikut datang dan berkata.

"Penjaga toko obat mengenali orang itu, namanya Cui Hao, ia orang kota, tapi ayah ibunya telah meninggal beberapa tahun yang lalu".

"Benar", Wang Qiang mengangguk.

"Kami menyelidiki rumahnya, di sana tak ada orang. Para tetangga berkata bahwa beberapa tahun belakangan ini, tak terlihat ada orang tua di sana".

"Yabagus sekali kalau begitu"

Jin Yuanbao mengangguk.

"Karena sudah dua kali memesan obat, mereka pasti akan memesan obat untuk ketiga kalinya.kalian selidikilah dengan jelas seperti apa rupa di Cui Hao itu, aturlah agar beberapa saudara kita mengawasinya, tapi jangan tangkap dia dulu,, yang paling penting adalah mencari petunjuk untuk menemukan Bidan Liu!"

"Siap!", jawab mereka berdua. Setelah beberapa hari mengawasi tempat itu, Jin Yuanbao mendapat kabar bahwa Cui Hao telah muncuk di toko obat dan sekarang sedang mengambil obat. Tanpa ayal lagi, ia pun segera menyuruh Wang Qiang dan Ma Zhong untuk segera datang.

"Bagaimana?", Jin Yuanbao bertanya pada petugas yang bersembunyi di sudut tembok.

"Ia belum lama masuk.", petugas itu baru saja menjawabnya, namun tiba-tiba ia cepat-cepat menyembunyikan diri.

"Ia keluar!"

Mereka berdua segera berbalik dan menghindar ke sudut tembok, menyembunyikan diri mereka.

Samabil membawa dua bungkus obat, Cui Hao keluar, sebelumnya dengan waspada ia memperhatikan sekelilingnya, setelah yakin tak ada sesuatu yang aneh, ia baru dengan lega berlalu dengan langkah-langkah lebar.

Jin Yuanbao segera memberi isyarat dengan matanya kepada Wang Qiang dan Ma Zhong, setelah itu mereka bertiga diamdiam mengikutinya.

Mereka mengikuti Cui Hao sampai ke sebuah lorong kecil di pinggiran kota, lorong kecil itu berlika-liku, sedikit saja lengah mereka akan tersesat, maka mereka bertiga pun makin memusatkan perhatian mereka.

Setelah berjalan sekitar satu jam, Cui Hao tiba-tiba berhenti, lalu menoleh ke belakang, seakan merasakan sesuatu.

Mereka bertiga segera menyembunyikan diri di sebuah sudut tembok.

Cui Hao memicingkan mata, lalu mendadak masuk ke sebuah gang yang hanya cukup dilewati satu orang yang memiringkan tubuhnya.

Ketika mereka bertiga keluar, mereka mendapati bahwa buruan mereka telah menghilang, maka mereka segera dengan cemas berlari mengejarnya, namun tak nampak sosoknya sama sekali tak nampak.

"Aneh sekali, masa ia menumbuhkan sayap dan terbang?", dengan kebingungan Wang Qiang mengaruk-garuk kepalanya. Melihat keadan itu, Jin Yuanbao berjongkok, lalu dengan seksama memperhatikan jejak kaki di atas tanah, di mulut gang yang berada di sisi mereka nampak dua jejak sepatu yang samar-samar, Jin Yuanbao membungkuk, lalu memungut beberapa ceceran tanah, ia mendapati bahwa ceceran tanah itu masih baru. Ma Zhong menghampirinya, lalu berkata.

"Ia pasti lari ke gang itu, cepat kejar!"

"Tunggu dulu!", Jin Yuanbao berseru menghentikan mereka, setelah itu dengan seksama ia meneliti keadaan di sekelilingnya, lalu menuju ke arah sebaliknya dari gang itu, tak jauh dari tempat itu, sebuah rumah pendek menarik perhatiannya. Jin Yuanbao segera berseru dengan penuh tekad.

"Wang Qiang, kejar Cui Hao!"

"Siap!", Wang Qiang segera mengejar.

"Ma Zhong, kita pergi ke sebelah sana", Jin Yuanbao menunjuk ke arah rumah itu. Mereka berdua melangkah dengan hati-hati ke rumah itu, Jin Yuanbao memperhatikan pintu rumah itu, di pintu itu tergantung sebuah gembok tembaga, setelah itu ia menempelkan telinganya di pintu itu untuk menguping, ia mendengar bahwa dari dalam rumah terdengar sebuah suara, seakan seseorang sedang menyenandungkan sebuah lagu, maka ia segera memberi isyarat pada Ma Zhong agar mendobrak pintu. Tanpa berkata apa-apa, Ma Zhong mengeluarkan golok, dengan sekali tebas, ia telah memotong gembok itu, mereka berdua pun masuk ke dalam. Bagian dalam rumah itu kosong melompong, hanya tersisa sebuah mangkuk kosong di atas lantai. Tak jauh darinya, seorang nenek tua yang kurus kering dan sakit keras duduk di atas lantai, dengan wajah tersenyum namun tak tersenyum, ia menyanyi.

"Burung layang-layang, pakaian bersulam, tak punya ibu, sedih sekali....."

Begitu melihatnya, Ma Zhong bertanya.

"Bos, diakah orangnya?"

Jin Yuanbao melangkah ke depan dan memandangi wajah sang bidan yang amat kotor, lalu menyingkapkan rambutnya, sedikit demi sedikit raut wajahnya pun terlihat, dengan terkejut bercampur girang, Jin Yuanbao berseru.

"Dialah orangnya!"

"Akhirnya ketemu juga!", Ma Zhong menghembuskan napas lega.

"Bos, kau memang sungguh cemerlang!"

"Barusan ini aku curiga Cui Hao sengaja memancing kita, ternyata benar!"

Bidan Liu tak tahu apa yang terjadi, sekonyong-konyong dengan ketakutan ia mundur ke belakang. Melihatnya, Jin Yuanbao segera menenangkannya.

"Liu Popo, jangan takut, kami datang untuk menyelamatkanmu". Bidan Liu mengangkat kepalanya dan memandangnya, sinar matanya yang buram perlahan-lahan menjadi terang, tiba-tiba dengan mata berbinar-binar ia berkata.

"Aku mengenalimu!"

"Benar, ini aku, di Dong Luhe, ingat bukan?"

"Kau datang juga....", sinar mata Bidan Liu menjadi buram, ia membuka mulutnya, lalu meringis.

"Kau harus baik padanya....."

Harus baik pada siapa? Jin Yuanbao kebingungan.

"Bos, Cui Hao sudah kabur", Wang Qiang berlari masuk. Rupanya ia tak bisa mengejarnya. Jin Yuanbao mengangguk, lalu berkata.

"Wang Qiang, kau berjaga di sini, Ma Zhong, pergilah ke yamen untuk memanggil orang, awasi Cui Hao, tapi jangan bertindak dahulu supaya ia tak melarikan diri".

"Siap!", jawab mereka berdua. Saat itu, tanpa sengaja Nyonya Jin mendengar dari mulut para pelayan bahwa sudah beberapa hari ini Yu Qilin keluar pagi dan pulang malam, dan sengaja bertukar pakaian dari kain kasar sebelum keluar, hati Nyonya Jin pun seketika itu juga penuh kecemasan, kecurigaan dan amarah. Setelah itu, ia pergi ke Taman Songzhu, menunggu Yu Qilin pulang. Selepas tengah hari, Yu Qilin barulah pulang dengan kelelahan dan putus asa, begitu memasuki taman dan melihat Nyonya Jin sedang duduk di bawah pohon sambil minum teh, ia tertegun.

"Sudah pulang?", Nyonya Jin setengah mengangkat kepalanya memandangnya.

"Untuk apa anda mencariku?", Yu Qilin merasa agak heran. Nyonya Jin perlahan-lahan menghirup teh, lalu berkata dengan tenang.

"Kabarnya beberapa hari belakangan ini kau pergi pagi dan pulang malam untuk mencari seseorang?"

Saat itu Yu Qilin sedang galau dan cemas, ditambah lagi dengan urusan di depan matanya ini, ia semakin tak ingin berbicara, maka ia hanya mengangguk seraya berkata.

"Benar".

"Oh, ya?", Nyonya Jin mengangkat alisnya dengan perlahan, lalu menyindirnya.

"Kukira kalau nyonya muda Wisma Jin kami pergi mencari seorang pelayan sendiri, ia akan dapat berhasil dengan semudah membalik telapak tangan, tak nyana masih tak ada kabarnya". Mendengar perkataan itu, Yu Qilin merasa agak kesal.

"Anda bukannya tak memperdulikan mati atau hidupnya bidan itu? Untuk apa anda berkata demikian?"

Sikap macam apa itu! Kemarahan muncul sekilas di mata Nyonya Jin, akan tetapi dengan amat cepat ia kembali tenang, dengan sekuat tenaga ia menahan amarahnya, lalu meletakkan cawan teh di atas meja.

"Di Wisma Jin ada begitu banyak urusan, untuk apa kau mengurusi seorang bidan tua yang sebentar lagi mati?"

"Kalau begitu, untuk apa kau perduli apakah aku sudah menemukannya atau belum?", dengan kesal Yu Qilin berkata.

"Yu Qilin!", melihatnya semakin lama semakin bertindak diluar kewajaran, Nyonya Jin tak bisa menahan diri untuk tak menegurnya.

"Perhatikanlah kedudukanmu sendiri! Nyonya muda Wisma Jin yang terhormat, seharian keluar masuk lorong dan memperlihatkan dirinya pada semua orang! Memalukan sekali!"

"Sesuatu yang menyangkut hidup manusia adalah hal yang terpenting, untuk apa mempertimbangkan kedudukan dan kesopanan? Orang yang menculik bidan itu sekarang tak boleh dibiarkan berpuas diri", ia menatap Nyonya Jin, wajahnya nampak keras kepala. Untuk sesaat Nyonya Jin tak sanggup berbicara.

"Apa maksud perkataanmu ini?"

"Aku berkata bahwa orang yang menculik bidan itu tak boleh dibiarkan berpuas diri!", Yu Qilin kembali berkata.

"Aku juga tak berbicara tentang anda, kenapa ibu merasa tegang?"

"Kau.", darah Nyonya Jin bergejolak, ia berusaha keras menahan dirinya.

"Apakah ada menantu seperti kau ini yang berani berbicara seperti ini pada ibu mertuanya? Aku bermaksud baik, namun kau salah paham seperti ini, apa maksudmu?" "Ibu, apa maksud anda sebenarnya, aku sudah tahu jelas, anda pun sudah lebih tahu, jangan berteka-teki denganku!"

Nyonya Jin tak kuasa berkata apa-apa, ia sudah tak bisa menhan diri lagi dan hendak melampiaskan amarahnya, namu tepat pada saat itu, dengan bersemangat A Fu berlari menghampiri mereka.

"Furen, shao furen, tuan muda membawa pulang seorang nenek yang kotor!"

"Apa?", Nyonya Jin amat terkejut.

"Benarkah?", Yu Qilin nampak terkejut bercampur girang. Dan tepat pada saat itu , Liu Wenchao datang mencari Nyonya Jin. Begitu mendengar perkataaan A Fu, ia terkejut. Tak lama kemudian, sang bidan dipapah masuk, melihat bahwa sang ibu dan Yu Qilin sama-sama berada di tempat, dan juga bahwa sikap Yu Qilin tak sopan, sedangkan wajah sang ibu tak enak dilihat, hati Jin Yuanbao makin risau. Ia menarik napas panjang dan menekan perasaannya, lalu dengan lembut menarik sang bidan ke depan, kepada Yu Qilin ia berkata.

"Orang yang ingin kau cari sudah kudapatkan untukmu". Yu Qilin terkejut sekaligus girang, ia maju ke depan dan menarik tangan sang bidan, dengan penuh perhatian ia berkata.

"Liu Popo, bagaimana keaadanmu? Apakah mereka membuatmu susah?" Namun Bidan Liu hanya meracau, tak mengerti perkataanya, jelas bahwa ia linglung. Nyonya Jin diam-diam menghembuskan napas lega. Jin Yuanbao melihat Yu Qilin yang bertanya pada Bidan Liu dengan penuh perhatian, dan juga melihat Nyonya Jin yang jelas amat marah, wajahnya menjadi suram, dengan dingin ia berkata.

"Orang yang kau cari sudah ditemukan, bukankah sekarang kau seharusnya sedikit lebih tenang?"

"Apa arti perkataanmu itu?", Yu QIlin merasa agak tak senang.

"Kapan aku tak tenang?"

Jin Yuanbao memelototinya, lalu tak lagi memperdulikannya, ia berbalik kearah Nyonya Jin dan berkata.

"Ibu, aku akan mengantar anda kembali ke kamar". Dengan raut wajah yang rumit, Nyonya Jin memandang Bidan Liu, ia bersiap untuk pergi, namun tak nyana, begitu pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata Bidan Liu, sekonyong-konyong di mata Bidan Liu muncul rasa jeri, dengan ketakutan ia berkata.

"Aku tak akan bicara..aku tak akan bicara."

Hati Nyonya Jin terkesiap.

"Tak bicara tentang apa? Tak ada orang yang ingin kau bicara!"

Akan tetapi, Bidan Liu malahan menutupi kepalanya dengan tangannya, lalu berjongkok sambil gemetaran, nampaknya sangat ketakutan.

Melihatnya, Yu Qilin memandang Nyonya Jin dengan wajah yang makin curiga.

Jin Yuanbao mengerutkan keningnya, dengan kesal ia berkata.

"Bukan ibuku yang menakut-nakuti dia, untuk apa kau melihat ibu seperti itu?"

Dengan perlahan, Yu Qilin mengalihkan pandangan matanya kearah Jin Yuanbao, dengan wajah penuh tekad ia bertanya.

"Yuanbao, bagaimana kau menemukannya?"

"Aku mendapatkan petunjuk, dan menemukan sebuah rumah kecil di pinggir kota, di sana aku menemukannya, sayang para penculiknya telah melarikan diri". Yu Qilin tentu saja tak percaya, ia melangkah ke depan dan memapah Bidan Liu sendiri, lalu dengan ramah bertanya.

"Liu Popo, beritahu aku, siapa orang yang menangkapmu?"

Dengan sinar mata yang kebingungan, sang bidan memandang semua orang di tempat itu, mulutnya mengeluarkan suara ?ah, ah? yang lirih.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liu Wenchao amat terkejut, ia cepat-cepat menekan perasaannya dan dengan diam-diam mundur ke belakang Nyonya Jin, sehingga Nyonya Jin berada di depannya.

Melihatnya, Jin Yuanbao menahan kemarahannya, melangkah ke depan, lalu berkata dengan pelan.

"Jangan khawatir, katakanlah, siapa yang menangkapmu?" Wajah Liu Wenchao amat tegang, otot-otot di wajahnya berkerenyit, tangannya terkepal erat, ia takut dikenali, dan juga khawatir kalau-kalau ekspresi wajahnya yang luar biasa mengundang kecurigaan orang, maka ia berusaha sebisanya untuk menenangkan dirinya. Sang bidan berbalik, pandangan matanya memandang ke arah Liu Wenchao, akan tetapi, dari sudut pandang orang lain, tak jelas apakah yang dipandanginya itu Liu Wenchao atau Nyonya Jin. Liu Wenchao gemetar, mau tak mau ia menunduk, menghindari pandangan mata sang bidan. Wajah Nyonya Jin pucat pasi. Dengan curiga, Yu Qilin memandang Nyonya Jin, akan tetapi, tak nyana, pandangan mata Bidan Liu beralih ke orang lain. Liu Wenchao menghembuskan napas lega. Tepat pada saat itu, mendadak sekujur tubuh Bidan Liu gemetar.

"Jangan, jangan..aku tak mau minum obat.aku tak mau minum obat.."

Sinar mata Liu Wenchao menjadi jeri! Dengan ketakutan Bidan Liu bersembunyi di belakang Yu Qilin. Semua kejadian itu dilihat oleh Jin Yuanbao, ia cepat-cepat mencecarnya.

"Minum obat apa? Siapa yang memberimu minum obat?"

Sang bidan gemetar ketakutan, ia menarik lengan baju Yu Qilin dan tak berkata apa-apa lagi. Yu Qilin melangkah ke depan sambil melindungi Bidan Liu, lalu berkata pada Jin Yuanbao.

"Kau jangan memaksanya lagi".

"Kenapa?", Jin Yuanbao tertegun.

"Kau bukannya sangat ingin tahu siapa yang menangkapnya?"

"Kalaupun ia tahu, di depan semua orang, ia tak akan berani berbicara".

"Maksudmu, orang yang menangkapnya berada diantara kita?"

Begitu mendengar perkataannya, Liu Wenchao semakin tegang. Dengan mata berbinar-binar, Yu Qilin memandang Nyonya Jin.

"Kau sudah tahu dengan jelas". Hati Nyonya Jin terkesiap, ia menegurnya.

"Qilin, kukira kau baik hati dan kasihan pada orang yang miskin dan lemah, ternyata kau punya maksud lain. Kau jangan besar kepala karena hal ini, benar-benar tak tahu aturan!"

Melihat Yu Qilin bersikap begitu tak hormat pada sang ibu, Jin Yuanbao kontan marah.

"Bagaimana kau bisa berbicara seperti itu pada ibu! Orangnya sudah kubawa pulang untukmu, apakah kau sudah puas? Kalau sudah puas, bawalah dia pergi".

"Aku akan pergi sekarang", Yu QIlin tersenyum sinis, menarik tangan Bidan Liu, lalu pergi. Dengan hati yang masih jeri, Liu Wenchao kembali ke kediamannya, melihatnya, A Gui segera mendekatinya dan berkata.

"Tak nyana, Jin Yuanbao bertindak dengan begitu cepat."

"Nenek sinting itu entah kapan akan sadar, kau dan aku telah menunjukkan muka kita di hadapannya, begitu ia bicara, habislah semuanya", Liu Wenchao amat cemas.

"Kalau begitu.hamba akan.", A Gui membuat gerakan memotong leher. Liu Wenchao merenung beberapa saat, lalu kembali berkata.

"Sekarang kita tak tahu Yu Qilin dan Jin Yuanbao tahu seberapa banyak. Aku akan mencari tahu dahulu, setelah itu lakukan apa yang kau anggap perlu".

"Baik!" * Yu Qilin membawa Bidan Liu ke Taman Songzhu. Ia menyuruh orang memandikannya sampai bersih dan mengganti bajunya, dan juga membuat bubur sarang burung panas untuk memperkuat tubuhnya. Pikiran Bidan Liu linglung, Yu Qilin menyuapinya nasi sendiri dengan amat sabar. Setelah Bidan Liu selesai makan, Jiang Xiaoxuan kebetulan datang, begitu melihat bubur tercecer di sudut-sudut bibir Bidan Liu, ia segera memberikan serbet kepada Yu Qilin. Yu Qilin menerima serbet itu dan dengan teliti menyeka mulut Bidan Liu. Melihatnya, Jiang Xiaoxuan dengan agak khawatir bertanya.

"Setelah ini, apa yang akan kau lakukan?"

Yu Qilin tertegun, lalu berkata.

"Sebelum ini aku hendak mencari Bidan Liu karena ingin ia memberitahukan apa yang terjadi sebenarnya pada Yuanbao sendiri. Ketika pulang ke rumah mertua, aku telah membawa Yuanbao ke Emeishan, ia sudah menemui ibu, namun aku tak punya cara untuk membuatnya mengenali ibu, oleh karenanya, sepulangnya dari Emeishan, aku mencari saksi dari masa silam".

"Memang sangat aneh, siapapun juga sulit percaya bahwa orang yang membesarkannya selama dua puluh tahun lebih bukan ibu kandungnya".

"Pada mulanya aku khawatir Bidan Liu tak akan sadar dan tak bisa menceritakan kejadian bertahun-tahun silam itu, tapi sekarang aku sudah tak perduli lagi, aku mencarinya hanya untuk melindungi jiwanya". "Kau tak ingin Yuanbao mengenali ibumu?", Jiang Xiaoxuan amat terkejut. Yu Qilin mengerutkan keningnya, setelah diam beberapa saat, ia baru berkata.

"Selama berada di Wisma Jin, aku mendapati bahwa Nyonya Jin benar-benar memperlakukan Yuanbao sebagai putra kandungnya, rasa sayangnya terhadap Yuanbao tak kurang dari ibuku, lagipula Yuanbao pun selalu sangat menghormati dan menyayanginya. Yuanbao pasti tak bisa menerima kenyataan ini".

"Kalau begitu, ibumu lantas bagaimana? Bagaimanapun juga, Yuanbao adalah darah dagingnya".

"Aku telah menipu Yuanbao sekali, aku tak ingin melukainya lagi, aku hanya berharap agar ia dapat hidup dengan bahagia, kupikir, ini adalah keinginan ibuku juga".

"Ai", Jiang Xiaoxuan menghela napas dengan pelan.

"Kuharap Yuanbao dapat mengetahui jerih payahmu".

"Berharaplah", dengan hati yang penuh kecemasan, Yu Qilin mengangguk.

"Kalau begitu kau harus membiarkan peristiwa dua puluh tahun yang lalu itu selamanya menjadi rahasia", Jiang Xiaoxuan menepuk-nepuk bahunya untuk menghiburnya.

"Walaupun sekarang Liu Popo telah ditemukan, namun kita harus lebih waspada, kita akan bergantian mengurusnya, jangan sampai terjadi apa-apa pada Liu Popo". "Aku tahu. Malam ini aku akan datang menggantikanmu", setelah berbicara, Jiang Xiaoxuan berdiri.

"Aku pulang dulu untuk mengatur semuanya".

"Ya", Yu Qilin mengangguk, matanya mengikuti sosok Jiang Xiaoxuan yang berlalu. Bidan Liu tertawa ketolol-tololan, mendadak wajahnya menjadi serius, lalu ia membuka mulut.

"Dua puluh tahun......semua ingin tahu......dua puluh tahun......"

Yu Qilin terkejut sekaligus girang, ia maju dan menarik sepasang bahu Bidan Liu.

"Liu Popo, kau sudah sadar?"

"Dua puluh tahun......dua puluh tahun.....", Bidan Liu menyeringai, dengan linglung ia mengumam pada dirinya sendiri.

"Apa yang terjadi dua puluh tahun yang lalu?", Yu Qilin mencecarnya.

"Liu Popo, katakanlah". Mendadak sang bidan berhenti berbicara, ia hanya tersenyum ketolol-tololan, namun tak berkata apa-apa. Tepat pada saat itu, Liu Wenchao memasuki ruangan itu. Mendengar suara, Yu Qilin berpaling, dengan terkejut ia berkata.

"Biaoge?"

Sambil tersenyum Liu Wenchao berkata.

"Aku datang untuk menengok Liu Popo". Akan tetapi, begitu melihat Liu Wenchao, Bidan Liu segera bersembunyi di sudut ranjang, tubuhnya gemetaran. Liu Wenchao berusaha sebisanya menenangkan diri, ia tersenyum getir dan berkata.

"Nampaknya ia sangat takut padaku".

"Ia bukan hanya takut padamu, tapi takut pada semua orang asing, begitu melihat orang asing, ia ketakutan", Yu Qilin berkata dengan penuh simpati. Sambil memicingkan matanya, Liu Wenchao memandang Bidan Liu, seakan dengan asal, ia bertanya.

"Apakah dia sudah mengatakan siapa yang menangkapnya?"

"Belum.....", Yu Qilin menggeleng.

"Barusan ini kukira ia telah sadar dan aku hendak menanyainya, namun ia hanya mengumam tak jelas......tapi kelihatannya, asalkan ia makan dan tidur dengan baik dan tak kaget, ia akan dapat dengan cepat berbicara seperti biasa". Berbicara seperti biasa? Nafsu membunuh berkelebat di mata Liu Wenchao, namun setelah itu dengan wajah bersyukur, ia berkata.

"Bagus kalau begitu". Yu Qilin tersenyum, lalu bangkit.

"Aku akan membuatkan obat untuknya".

"Oh, ya, aku akan pergi bersamamu", Liu Wenchao bangkit, membantu Yu Qilin memapah Bidan Liu kembali ke ranjang, menidurkannya, lalu bersama-sama meninggalkan ruangan itu. Setelah meninggalkan Taman Songzhu, beban berat di hati Liu Wenchao seakan menghilang, tubuhnya yang kaku pun perlahan-lahan berubah menjadi santai, sambil berjalan ia bertanya dengan penuh perhatian.

"Beberapa hari ini raut wajahmu tak enak, apakah kau dan Yuanbao bertengkar? Dia itu sejak kecil sifatnya begitu, mulutnya jahat tapi hatinya baik.....tapi kadang-kadang sikapnya tak masuk akal, bagaimanapun juga ia adalah putra kesayangan Wisma Jin, sejak kecil ia tak pernah kalah, kau harus memahaminya".

"Tidak, ia tak bertengkar denganku", Yu Qilin menggeleng. Liu Wenchao tersenyum.

"Bagus kalau kau tak bertengkar dengannya......"

Sembari berbicara, mereka berdua tiba di muka halaman, Jin Yuanbao sedang berjalan ke arah mereka, ia mengangkat kepalanya dan melihat Liu Wenchao, wajahnya pun langsung nampak agak kesal, dengan amat tak senang ia menarik Yu Qilin, lalu dengan suara pelan yang penuh kemarahan berkata.

"Kenapa kalian berduaan lagi?"

"Apa maksudmu berduaan?", kata Yu Qilin dengan kesal. Begitu melihat raut wajah mereka berdua yang tak enak dilihat, Liu Wenchao cepat-cepat berkata.

"Kalian berdua jangan bertengkar karena aku". Ketika mendengar perkataannya itu, Jin Yuanbao malahan tertawa, dengan sikap merendahkan ia menyindir Liu Wenchao, "Liu Wenchao, kau terlalu besar kepala. Masa kami berdua bertengkar karenamu?"

Yu Qilin benar-benar tak tahan melihat raut wajahnya, ia tak dapat menahan diri untuk tak berkata dengan gusar.

"Jin Yuanbao, apa kau tak bisa menahan mulutmu sedikit saja?"

"Kau!", Jin Yuanbao tak menyangka Yu Qilin dapat sedemikian rupa melindungi Liu Wenchao, ia pun kontan murka. Melihatnya, Liu Wenchao malahan segera menjura pada mereka berdua, tersenyum dengan anggun, lalu berbalik dan berlalu. Setelah ia berlalu, Jin Yuanbao baru kembali menoleh dan memandang Yu Qilin dengan kesal, lalu bertanya.

"Kenapa kau kembali berduaan dengannya?"

"Apa maksudmu berduaan?", Yu Qilin mengerutkan dahinya.

"Untuk apa aku berduaan dengannya? Ia kebetulan sedang datang menjenguk Bidan Liu, lalu aku berkata padanya bahwa aku hendak membuat obat, lalu kami pergi bersama". Mendengar penjelasannya, Jin Yuanbao merasa agak lega.

"Untuk apa ia datang menjenguk Bidan Liu?"

"Ia memperhatikannya, apa salahnya?", Yu Qilin menggerutu pada dirinya sendiri.

"Ia membelamu dan menyuruhku memaafkanmu. Kau ini terlalu picik".

"Apakah aku perlu dibela olehnya?", sikap Jin Yuanbao sangat merendahkan. Yu Qilin memelototinya dan tak lagi menjawabnya. Setelah berjalan beberapa saat, Jin Yuanbao tak dapat menahan diri untuk tak mencecarnya.

"Kau dapat bersikap begitu tulus pada seorang asing seperti Bidan Liu, kenapa kau tak bisa mencoba bersikap baik pada ibuku?"

Yu Qilin tertegun, akan tetapi karena berbagai sebab, ia tak dapat menjelaskannya, akhirnya ia hanya dapat berkata.

"Apa menurutmu aku orang yang suka sengaja mencari gara-gara? Memangnya aku sengaja ingin bertengkar dengan ibumu?"

Hati Jin Yuanbao sedikit melunak, ia menarik Yu Qilin, lalu dengan tenang berkata.

"Bagaimanapun juga, kita adalah sebuah keluarga, kalau kita sekeluarga harmonis, dan bersamasama menikmati kebahagiaan hidup berkeluarga, bukankah ini suatu hal yang baik?"

Yu Qilin melihat pandangan mata Jin Yuanbao yang dengan bersungguh-sungguh mengharapkan ia dan Nyonya Jin berbaikan, ia ingin membela dirinya sendiri, namun tak ingin melukai kekasihnya, ia merasa tak rela, namun akhirnya mengangguk tanpa dapat berbuat apa-apa, dengan lirih ia berbisik.

"Kau Jin Yuanbao jarang terdengar mengatakan perkataan yang lemah lembut......agaknya aku benar-benar telah membuat susah ibumu". Melihatnya mau berkompromi, Jin Yuanbao segera tersenyum bermanis-manis dan berkata.

"Baiklah, baiklah, masalah lama tak usah diungkit-ungkit. Bagaimana kalau sekarang kita menjenguk Bidan Liu?"

"Baik.....", Yu Qilin mengangguk.

"Tak ada jeleknya!"

Mereka berdua segera melangkah dengan cepat ke kamar tamu Taman Songzhu, akan tetapi, begitu membuka pintu mereka melihat sebuah pemandangan yang mengejutkan! Dengan wajah kebiruan, Bidan Liu tergeletak dengan lemas di lantai, dan di hadapannya, berdiri Nyonya Jin yang ketakutan! Melihat pemandangan itu, Yu Qilin tertegun, lalu maju dan mengangsurkan tangannya, namun ia mendapati bahwa hidung Bidan Liu sudah tak bernapas lagi! Seektika itu juga, dengan berduka dan marah, ia berpaling dan berkata pada sang dalang.

"Hatimu sungguh kejam!"

Nyonya Jin sangat terkejut, wajahnya pucat pasi, sambil terhuyung-huyung ia mundur beberapa langkah, hampir terjatuh. Jin Yuanbao segera maju dan memayang Nyonya Jin yang sedang kaget, lalu berkata dengan marah kepada Yu Qilin.

"Omong kosong apa yang kau katakan? Apa kau tak lihat ibu sedang terkejut?"

Yu Qilin memelototinya, memelototi Nyonya Jin, menggertakkan giginya dan berkata.

"Liu Popo sudah mati!" Jin Yuanbao terkejut.

"Apa?". Ia segera maju untuk memeriksanya, mencari hembusan napasnya dan memeriksa denyut nadinya, untuk memastikan bahwa Bidan Liu sudah meninggal.

"Kaulah yang membunuh Liu Popo!", Yu Qilin bangkit dan menunjuk Nyonya Jin dengan geram. Nyonya Jin yang sedang terpana, ketika tiba-tiba mendengar perkataannya, tak nyana baru tersadar setelah beberapa lama, lalu berkata dengan marah.

"Omong kosong! Waktu aku datang ia sudah mati!"
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau jangan berbohong! Waktu masuk aku jelas melihatmu sedang berdiri! Kau masih mencoba menyangkal!"

Sikap Yu Qilin sangat agresif. Begitu mendengar perkataannya itu, Jin Yuanbao langsung mendorong Yu Qilin, lalu berdiri di depan Nyonya Jin seraya berkata.

"Yu Qilin! Kau sudah gila! Untuk apa ibuku membunuh seorang nenek sinting!"

"Jin Yuanbao!", Yu Qilin memandang jasad Bidan Liu yang sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, napasnya terengah-engah, dadanya naik turun dengan cepat.

"Mohon buka matamu lebar-lebar dan lihatlah! Peristiwa ini sudah terang benderang, tapi kau masih melindunginya! Dialah yang membunuh Liu Popo!" "Kau menuduh ibuku membunuh orang?", Jin Yuanbao memicingkan matanya, sinar buas berkelebat di matanya.

"Aku tak menuduhnya, dialah yang membunuh orang!"

Dengan tenang Jin Yuanbao memandangnya, napasnya perlahan-lahan menjadi berat dan makin lama makin cepat, melihat ekspresinya, tak nyana Yu Qilin merasa agak jeri, akan tetapi, setelah itu ia merasa bahwa dirinya sama sekali tak membuat kesalahan, untuk apa takut padanya? Maka ia segera membusungkan dadanya dan kembali menatapnya.

Tiba-tiba, Jin Yuanbao meraung dengan marah.

"Tak nyana kau dapat begitu kurang ajar pada ibu! Minta maaf! Cepat minta maaf!"

"Menyuruhku minta maaf? Kenapa kau tak bertanya kenapa ia membunuh orang?"

"Yu Qilin, kau gila atau tidak?", Jin Yuanbao memandanginya seakan melihat sesuatu yang aneh.

"Malahan mencurigai ibuku? Dia terkejut, kau bukannya cepat-cepat mengurusnya, tapi malahan menuduhnya membunuh orang, di matamu apakah kau masih mengangapnya ibu? Beginikah caranya kau membalas budi ibuku yang sudah rela menanggung dosa besar demi kita? Benar-benar tak tahu berterima kasih!"

Mendengar perkataan itu, Yu Qilin kontan tak bisa bernapas.

"Di matamu dia itu benarbenar bodhisatwa hidup, benar tidak?"

"Memang dia seperti itu". "Kau tak tahu....."

"Aku tak tahu apa?"

"Kau.....", Yu Qilin baru daja hendak memberitahunya, akan tetapi, begitu ia hendak mengucapkannya, ia bimbang sesaat.

"Aku tak tahu apa? Katakanlah! Katakanlah!", Jin Yuanbao mencecarnya. Yu Qilin memandang Nyonya Jin, lalu menggertakkan giginya.

"Baik, aku akan mengatakannya....."

Justru pada saat Yu Qilin dengan bersemangat hendak membuka tabir masa lalu, mendadak.

"Aiyo!", Nyonya Jin berkata, lalu jatuh pingsan! Jin Yuanbao kontan terkejut, ia segera maju untuk memayang Nyonya Jin.

"Ibu, ibu! Bagaimana keadaanmu?"

Akan tetapi, nampaknya Nyonya Jin sudah pingsan dan sama sekali tak menjawab.

Jin Yuanbao cepat-cepat memondongnya, lalu berjalan dengan langkah-langkah lebar ke pintu, saat meninggalkan tempat itu, ia memandang Yu Qilin dengan penuh amarah, sinar matanya itu menyala-nyala, seakan hendak membakar hati Yu Qilin.

Di Wisma Jin, di dalam Taman Furong, banyak orang berdiri di luar kamar tidur Nyonya Jin, mereka semua dihentikan Jin Yuanbao di luar pintu, menunggu sampai dipanggil.

Nyonya Jin berbaring di atas ranjang, wajahnya pucat pasi, Tabib Istana Wang duduk di sebuah bangku di pinggir ranjang, memeriksa denyut nadinya.

Dengan cemas Jin Yuanbao berdiri di sampingnya, setelah beberapa saat, Tabib Istana Wang baru dengan perlahan berdiri, sama sekali tak ada yang luar biasa dalam ekspresi wajahnya, Jin Yuanbao pun segera bertanya.

"Bagaimana keadaan nyonya?"

"Nyonya telah menerima suatu kejutan yang terlalu kuat, darah dan qi nya bergejolak, akan tetapi untungnya sama sekali tak berbahaya, dengan minum beberapa obat penenang pikiran dan perawatan yang baik, ia akan sembuh". Wajah Tabib Istana Wang ramah, namun setelah mengucapkan perkataan itu, ia berhenti sejenak, lalu berkata.

"Akan tetapi....."

"Tapi apa?", dengan cemas Jin Yuanbao bertanya.

"Tapi tubuh nyonya lemah dan tak boleh terkejut lagi". Ekspresi wajah Tabib Istana Wang serius. Jin Yuanbao memandangnya, setelah beberapa saat ia baru berbicara dengan perlahan.

"Baik, mohon tuliskan resep, banyak terima kasih".

"Tak usah sungkan", Tabib Istana Wang menjura, lalu mundur. Sejak kemarin malam hingga pagi hari ini, Jin Yuanbao terus berlutut di depan ranjang Nyonya Jin sambil memegang tangannya erat-erat, sikapnya amat penuh perhatian dan bakti, selain itu, ia pun semakin menyalahkan dirinya sendiri.

"Yuanbao.....", gumam Nyonya Jin. Tiba-tiba Jin Yuanbao pun tersadar.

"Ibu, kau sudah sadar?"

"Si bidan.....", dengan cemas Nyonya Jin menatapnya. Tentu saja Jin Yuanbao tahu maksudnya, ia menjawab.

"Sudah dibawa ke yamen, pemeriksa mayat telah memeriksanya".

"Ia dibunuh?"

Jin Yuanbao mengangguk.

"Di Wisma Jin kita yang berwibawa, tak nyana ada orang yang dibunuh di depan mata kita sendiri, keterlaluan", suara Nyonya Jin agak bergetar. Melihat wajah sang bunda yang tirus dan pucat, Jin Yuanbao segera bersumpah.

"Anak pasti akan menyelidiki hal ini sampai menjadi terang benderang". Nyonya Jin membuka mulutnya, seakan hendak mengatakan sesuatu, namun akhirnya perkataan itu tak terucapkan, ia menghela napas, lalu berkata.

"Agaknya di wisma kita memang benar-benar ada seorang setan".

"Kalau ada setan pasti ada sosoknya, dia tak akan bisa melarikan diri!" "Ya.....", Nyonya Jin mengangguk, ia diam beberapa saat, lalu kembali berkata dengan perlahan.

"Aku tak menyalahkan Qilin, hatinya cemas. Kalau kau dapat menangkap pembunuh yang sesungguhnya, kau barulah dapat membantu ibu melaksanakan keadilan".

"Ibu, bagaimana ia tanpa membedakan yang baik dan jahat dapat memperlakukan anda dengan tak adil? Anda pun begitu besar hati.....", hati Jin Yuanbao terasa pedih, ia bangkit dan berkata.

"Istirahat dan tenangkan pikiran, anak akan segera menyelidiki hal ini". Ketika Jin Yuanbao yang cemas dan kelelahan baru saja masuk ke kamar tidur Taman Songzhu, ia melihat Yu Qilin sedang berjalan keluar, wajahnya pun nampak acuh tak acuh. Api amarah Jin Yuanbao kontan tersulut, ia menarik Yu Qilin agar berhenti dan berkata.

"Kau hendak lari keluar seperti seseorang yang tak berdosa?"

"Lepaskan tanganku!", dengan keras kepala Yu Qilin hendak mengibaskan tangan Jin Yuanbao. Namun Jin Yuanbao menyeret Yu Qilin kembali ke kamar mereka.

"Pagi-pagi begini, kau hendak pergi kemana?"

"Pergi mencari ibuku". Begitu mendengar perkataan itu, Jin Yuanbao tak bisa menahan diri lagi.

"Ibumu, lagi-lagi ibumu. Kau telah membuat ibuku marah hingga pingsan, apakah kau hendak cuci tangan dan tak memperdulikannya?"

"Ibumu marah dan jatuh pingsan, tapi masih di rumah, sedangkan ibuku entah disekap oleh siapa di tempat apa, semakin lama menunggu keadaannya semakin berbahaya!"

"Ibumu hilang dan aku sudah berusaha menyelidikinya. Apakah kau tak percaya padaku?"

"Benar, aku memang tak percaya padamu!", Yu Qilin gusar.

"Kau begitu melindungi ibumu, bagaimana aku dapat mempercayaimu?"

Jin Yuanbao seakan tak dapat percaya bahwa perkataan itu keluar dari mulut Yu Qilin, ia menatapnya tanpa berkedip, lalu dengan tak percaya berkata.

"Kau memang sudah sinting. Apa kau pikir hilangnya ibumu ada hubungannya dengan ibuku?"

"Apakah ada hubungannya atau tidak sekarang masih tidak jelas, tapi kematian Liu Popo pasti ada hubungannya dengannya!"

"Sampai sekarang kau masih percaya bahwa Liu Popo dicelakai ibuku? Kau benar-benar tak bisa diajak bicara!"

Amarah Jin Yuanbao berkobar.

"Memangnya kau bisa diajak bicara?", Yu Qilin tersinggung dan dengan suara keras membantah.

"Aku tanya padamu, apakah kau tahu bagaimana Bidan Liu mati?" "Dibekap orang dengan bantal hingga tewas, di mulut dan lubang hidungnya ada sisa-sisa kapas".

"Ketika aku meninggalkannya, Liu Popo masih baik-baik saja, tapi ketika kami kembali, ia sudah tewas, saat itu ibumu berdiri di sisinya, tangannya pun memegang bantal, kau masih berkata bahwa bukan ibumu yang melakukannya?"

"Tapi kenapa ibuku ingin membunuhnya? Untuk apa ibuku membunuh seorang nenek tua yang sama sekali tak bermusuhan dengannya?"

"Karena ibumu......", Yu Qilin cepat-cepat menelan kembali perkataan yang hendak diucapkannya.

"Karena apa? Katakan!"

"Dalam hatinya, ia sendiri sudah tahu jelas".

"Tak nyana kau dapat berkata seperti itu!", Jin Yuanbao makin marah.

"Ibuku tahu dengan jelas bahwa identitasmu palsu, tapi ia masih menerimamu, ia rela menanggung bahaya dengan mengambil alih kesalahanmu di hadapan ibu suri. Barusan ini, kau menuduhnya telah membunuh orang, tapi ia masih memaafkanmu. Di kolong langit ini mana ada seorang ibu yang begitu toleran dan murah hati seperti ibuku? Seorang ibu yang begitu baik, masih kau perlakukan seperti itu. Coba tanyai hati nuranimu, bukankah kau bersikap keras kepala?" "Karena kau begitu mempercayainya, aku tak punya waktu untuk beromong kosong denganmu, minggir". Suara Yu Qilin sedingin es.

"Tanpa tahu apa-apa, kau hendak mencari di mana?"

"Tak usah merepotkanmu", setelah berbicara, Yu Qilin mengibaskan tangan Jin Yuanbao, lalu melangkah dengan cepat ke pintu. Begitu meninggalkan Wisma Jin, Yu Qilin segera menuju ke yamen ibu kota, lalu meneliti daftar orang hilang di tempattempat sekitar ibu kota, akan tetapi setelah membacanya, ia tak menemukan nama yang dicarinya. Ketika para petugas yamen melihat bahwa ia cemas, dengan maksud baik mereka memberitahunya agar pergi ke tempat penampungan ibu kota, maka Yu Qilin pun segera pergi ke tempat itu. Di halaman tempat penampungan, nampak para wanita sedang berdiri atau duduk, ada yang memondong bayi, ada juga yang menangis dengan pelan, ada yang mengerang karena kesakitan, dan ada yang memandang orang-orang yang datang dengan penuh harapan, berharap bahwa orang yang datang itu adalah keluarga yang datang untuk menjemput mereka. Yu Qilin melewati mereka satu persatu, dengan seksama mencari, kalau ada orang yang rambut panjangnya terurai menutupi wajah, ia membungkuk dan menyingkapkan rambut orang itu agar dapat melihat wajahnya dengan jelas. Yu Qilin memperhatikan seseorang, orang itu bukan ibunya, maka ia melangkah maju; ia kembali memperhatikan seseorang lain, ia pun bukan yang dicarinya, maka dirinya pun terus melangkah maju..... Rasa khawatir dan putus asa di wajahnya makin lama makin nampak nyata..... Justru pada saat ia telah kelelahan dan kehilangan harapan, pandangan matanya terpaku pada sesuatu.... Nyonya setengah baya di hadapannya itu memunggunginya, di rambutnya tertancap sebatang bunga, dandanan rambut dan sosok itu sangat akrab dengannya, sangat mirip dengan Nyonya Yu. Yu Qilin merasa jantungnya seakan melompat ke tenggorokannya, dengan cepat ia melangkah ke depan, setelah tiba di belakang punggung nyonya itu, ia menarik napas dalamdalam, dengan penuh harap, dan dengan suara bergetar, ia berkata.

"Ibu". Nyonya itu tak bereaksi. Yu Qilin memperkeras suaranya.

"Ibu!"

Wanita itu dengan perlahan berbalik.

Senyum penuh harap Yu Qilin membeku di wajahnya, dia adalah seorang asing yang sedang memandanginya dengan kebingungan.

Hati Yu Qilin seakan terjatuh ke dalam lembah dalam, seketika itu juga ia tak tahu harus berbuat apa, wajah tersenyumnya berubah menjadi ekspresi putus asa yang amat sangat, setelah tertegun beberapa saat, ia berbalik dan lari menghindar.

Segala cara telah dicoba, setiap tempat telah didatanginya.....

Yu Qilin tak dapat berbuat apa-apa, ia hanya dapat memilih tempat terakhir, tempat yang sangat tak ingin didatanginya ---kamar mayat.

Sambil berjalan terhuyung-huyung, ia sampai di depan kamar mayat, akan tetapi, begitu melihat bagian dalam kamar mayat yang gelap gulita, dalam hatinya muncul perasaan jeri, sepasang tangannya mengepal erat, ia beberapa kali mengangkat kakinya namun tak kunjung masuk ke dalam.


Walet Emas 02 Danyang Delapan Neraka My Name Is Red Karya Orhan Pamuk

Cari Blog Ini