Ceritasilat Novel Online

Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan 28

Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua Bagian 28



Liu Wenchao sadar bahwa Yu Qilin sedang menyinggung kepedihan hatinya karena kejadian di Wisma Jin itu, ia segera menaruh pikulan dan berjalan ke sisi Yu Qilin, lalu menghiburnya.

"Tak usah bersusah hati, tak lama lagi, Wisma Jin sudah tak akan ada lagi, hanya ada Wisma Liu. Kau dan ibumu akan hidup dengan bahagia di Wisma Liu, aku akan mengurus kalian dengan baik, percayalah padaku".

"Benar, aku dan ibuku seharusnya sama sekali melupakan Wisma Jin", dengan hambar Yu Qilin mengangguk-angguk, setelah tertegun beberapa saat, ia menyadari bahwa dahi Liu Wenchao bermandikan berkeringat, maka ia segera mengambil sapu tangan dan menyekanya sambil mengubah pokok pembicaraan.

"Nampaknya kau begitu kelelahan hingga kepalamu penuh keringat, cepat keringkan". Seketika itu juga, Liu Wenchao terpana, sapu tangan di tangan Yu Qilin dengan lembut mengusap-usap wajahnya, jarak diantara mereka berdua tak sampai satu chi, sehingga ia bahkan sampai dapat merasakan setiap hembusan napasnya...... Matanya memandang ke arah bulu matanya yang bergetar, memandang batang hidungnya yang lurus dan indah, memandang bibir mungilnya yang bagai buah ceri, sedikit demi sedikit, tenggorokannya menjadi kering..... Sebuah perasaan hangat muncul dalam hatinya, ia merasa bahwa dirinya seakan berdiri di atas awan, ringan seakan hendak melayang-layang. Tanpa terasa ia mengangkat sepasang lengannya, lalu mengangsurkannya ke arah tangan langsing dan putih yang sedang memegang sapu tangan itu, begitu ujung jari jemarinya menyentuh kulit yang sehalus beledu itu, sebuah perasaan panas membara pun menyebar dari ujung-ujung jari itu, hati Liu Wenchao terkesiap, seketika itu juga, ia seakan disambar geledek. Akan tetapi, tepat pada saat itu, Yu Qilin yang tak tahu apa-apa menggunakan kesempatan itu untuk menaruh sapu tangan itu ke dalam tangan Liu Wenchao, seketika itu juga, perasaan panas membara itu pun sirna, yang tertinggal hanyalah sapu tangan lembut di dalam genggamannya.....

"Aku ke kamar dulu menengok ibu", Yu Qilin berbalik dan masuk ke dalam kamar. Di dalam kamar, Nyonya Yu sudah tertidur. Dengan lembut, Yu Qilin membetulkan selimutnya, lalu menutup kelambu. Liu Wenchao berdiri di samping pintu, tanpa bersuara ia menatap Yu Qilin tanpa berkedip, wajahnya penuh rasa cinta. Saat Yu Qilin keluar, hari sudah menjelang senja, maka Liu Wenchao pun minta diri dan pergi. Yu Qilin mengantarnya sampai ke ambang pintu, mereka berdua terpaku di mulut pintu.

"Aku pergi dulu, besok pagi aku akan datang menenggokmu lagi", Liu Wenchao berkata sembari tersenyum. Yu Qilin mengerutkan keningnya.

"Aku dan ibu baik-baik saja tinggal di sini, kau tak usah setiap hari datang kemari menenggok kami, kau begitu sibuk, terlalu merepotkan".

"Aku tak merasa kerepotan, setiap hari kalau berpikir bahwa kau menungguku, begitu membuka mata, aku langsung ingin mempunyai sayap dan terbang kemari". Ketika mendengar perkataan itu, dahi Yu Qilin berkerut semakin dalam.

"Aku tak menunggumu, sejak saat ini, aku tak akan menunggu siapapun lagi".

"Akan tetapi beberapa hari belakangan ini aku merasakan suatu kehangatan, karena di ibu kota yang begitu besar ini ada orang yang menungguku, lalu mengantarku pergi, aku sangat menyukainya dan sudah menjadi terbiasa". Yu Qilin perlahan-lahan berbalik, lalu berpaling memandangnya.

"Kalau begitu, cepat lupakan kebiasaan itu, aku dan ibu tak akan terlalu lama merepotkanmu".

"Aku bersedia direpotkan oleh kalian, paling baik kalau untuk seumur hidup, kita hidup bersama sebagai sebuah keluarga", dengan penuh harapan Liu Wenchao bertanya.

"Bagaimana?" Yu Qilin memandanginya tanpa berkata apapun. Setelah beberapa saat, ia barulah berkata.

"Aku paham". Liu Wenchao sangat terkejut sekaligus girang. Akan tetapi, tak nyana pokok pembicaraan Yu Qilin berubah.

"Wenchao, kau orang yang baik, kau melihat bahwa kami ibu dan anak ini patut dikasihani, dan ingin mengurus kami. Tapi kami ingin pulang ke Emeishan, kau cepatlah pulang ke Wisma Jin, ada begitu banyak masalah yang tak dapat kau tinggalkan". Setelah berbicara, ia berbalik dan kembali masuk ke dalam rumah. Keesokan harinya, Yu Qilin merasa girang karena akan meninggalkan ibu kota, namun juga merasa sedih. Ia berjalan di jalanan tanpa tujuan yang jelas, setiap bangunan di depan matanya semua sudah begitu dikenalnya, namun juga begitu asing. Ketika ia sedang berjalan, sekonyong-konyong ia melihat bahwa tak jauh di depannya, segerombolan berandal sedang menganiaya seorang pengemis, suara pukulan dan tendangan terdengar semakin menusuk telinga di lorong yang tenang itu. Namun pengemis itu tak menjerit atau berteriak, ia hanya meringkuk, melindungi kepala dengan sepasang tangannya, gemetar karena dipukuli. Pemandangan seperti itu, jika masuk ke dalam pandangan siapapun juga, akan membuat orang itu merasa bersimpati, apalagi terhadap Yu Qilin yang berjiwa ksatria. Dengan amarah yang meluap-luap, ia segera menerjang maju, lalu berseru keras-keras.

"Kalian segerombolan orang menganiaya seorang pengemis, apa bagusnya? Rasakan kelihaian tinju nenekmu ini". Kawanan berandal itu melihat gadis kecil itu, namun mereka tak perduli, tanpa menghiraukannya, mereka terus memukuli pengemis itu. Akan tetapi, begitu mendengar suara Yu Qilin, pengemis itu berusaha untuk bangkit dan pergi, hal itu tentu saja mengundang makin banyak pukulan dan tendangan. Ketika melihat peristiwa itu, Yu Qilin segera menerjang maju, lalu menghajar kawanan berandal itu! Begitu sang pengemis melihat bahwa para berandalan itu telah pergi, dengan susah payah ia bangkit, lalu pergi dengan terhuyung-huyung. Yu Qilin melihat bahwa tubuh pengemis itu penuh luka, tanpa memperdulikan penampilan si pengemis yang kotor, ia segera menghampirinya dan memayangnya seraya bertanya dengan suara pelan.

"Kau tak apa-apa? Lukamu parah tidak?"

Akan tetapi, begitu ia menyelesaikan perkataanya, Yu Qilin tertegun dengan panik, dengan tercengang ia memandang pengemis di hadapannya itu, ia tak berani mempercayai matanya sendiri! Raut wajah yang sudah begitu akrab dengannya itu, bibir yang tipis itu, dan sikap angkuh itu......jelas bahwa ia adalah Jin Yuanbao.

Ia sama sekali tak dapat menghubungkan orang di depan pandangan matanya ini dengan Jin Yuanbao, si tuan muda kaya raya yang anggun dan angkuh itu, namun orang ini benar-benar adalah Jin Yuanbao.

"Kau ini.......", Yu Qilin tak berani memastikan. Jin Yuanbao segera menghindar.

"Nona, anda salah mengenali orang".

"Kenapa kau berubah menjadi seperti ini?", Yu Qilin menariknya, setelah wajahnya menghadap dirinya sendiri, ia kembali memastikan.

"Jin Yuanbao!"

Jin Yuanbao separuh membuka matanya dan melirik Yu Qilin, seperti seorang asing.

"Aku bukan Jin Yuanbao". Setelah berbicara, Jin Yuanbao menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya, lalu sambil menutupi dadanya yang masih sakit, ia melangkah ke depan. Yu Qilin segera menahannya, dengan sedih ia bertanya.

"Yuanbao, kau ini kenapa?"

Sadar bahwa ia tak dapat menghindar, dengan malu Jin Yuanbao berkata.

"Seperti keinginanmu, sekarang aku bukan lagi Jin Yuanbao". Setelah berbicara, ia mengibaskan tangan Yu Qilin, lalu berjalan ke depan dengan terhuyung-huyung. Seperti keinginanku? Yu Qilin tertegun, ia tak tahu apa yang telah terjadi, tapi secara samar-samar ia merasa bahwa hal itu pasti ada hubungannya dengan dirinya, mau tak mau ia merasa bersalah dan segera mengejar Jin Yuanbao, lalu menariknya.

"Ayo pergi, ikut aku pulang!"

"Pulang ke mana?", Jin Yuanbao kembali mengibaskan tangannya, lalu tertawa sinis.

"Aku tak punya rumah". Setelah berbicara, ia kembali berjalan ke depan dengan langkah-langkah lebar. Yu Qilin tercengang, lalu segera mengejarnya dan kembali menahannya, namun tanpa berbelas kasihan sedikitpun, Jin Yuanbao mendorongnya keras-keras, namun kali ini Yu Qilin telah waspada dan terus mencengkeram pergelangan tangannya erat-erat.

"Lepaskan!", Jin Yuanbao meronta-ronta sekuat tenaga.

"Kau menjalankan segala tipu muslihat, bukankah agar aku meninggalkan Wisma Jin? Sekarang, sesuai dengan keinginanmu, aku telah meninggalkan Wisma Jin dan bukan Jin Yuanbao lagi. Kau mau apa lagi denganku?"

"Aku.....", Yu Qilin tak kuasa berkata apa-apa, untuk sesaat ia tak tahu harus berkata apa dan hanya dengan perlahan melepaskan pegangannya, lalu mengikutinya dengan diam. Dengan terhuyung-huyung, Jin Yuanbao berjalan ke sebuah kuil rusak di pinggir kota, Yu Qilin terus mengikutinya sampai melihatnya masuk ke dalam kuil yang rusak itu, lalu pergi dengan wajah penuh kekhawatiran. Setelah kembali, ia membawa semangkuk mi panas. Ia menaruh mi itu di hadapan Jin Yuanbao, berjongkok, lalu dengan suara lembut membujuknya.

"Ini mi babi, cepat makanlah. Ibuku berkata, kalaupun menghadapi masalah sebesar gunung, yang terpenting adalah makan kenyang dahulu....."

Akan tetapi, ketika ia baru separuh menyelesaikan perkataannya, ia menyadari bahwa dalam keadaan seperti ini, menyinggung ibunya yang juga ibu kandung Jin Yuanbao, adalah sesuatu yang kurang patut, maka ia pun segera menghentikan perkataannya.

"Aku tak akan bicara lagi, kau makanlah".

"Bawa pergi!", Jin Yuanbao berkata dengan amat dingin.

"Yuanbao......", Yu Qilin hendak kembali berbicara, namun Jin Yuanbao mendorongnya keras-keras! Seketika itu juga kuah mi menciprat berhamburan dan mangkuk mi itu pun pecah berkeping-keping.

"Cepat pergi! Tak usah banyak omong, aku tak mau makan apapun", dengan geram Jin Yuanbao berkata.

"Kau......", melihat tangannya yang kemerahan terkena kuah panas, dalam hati Yu Qilin muncul perasaan kesal, akan tetapi, begitu melihat bahwa di kepala Jin Yuanbao tergantung sehelai mi, ia mengangsurkan membersihkannya. tangannya untuk membantunya Namun Jin Yuanbao mendadak duduk dan mendorong tangannya.

"Enyahlah! Aku tak ingin menemuimu lagi!"

Setelah berbicara, ia kembali berbaring dan memunggunginya, tak lagi menghiraukan Yu Qilin.

Melihat punggungnya, air mata yang bening pun meleleh dari mata Yu Qilin.

Pagi-pagi keesokan harinya, Yu Qilin masuk ke dalam kuil rusak itu sambil membawa beberapa bungkus makanan lezat, dilihatnya bahwa Jin Yuanbao sedang meringkuk di sudut ruangan.

Jin Yuanbao sedang memeluk sepoci arak dan menenggak isinya dengan lahap, begitu Yu Qilin mendekat, ia segera mencium bau arak yang menusuk hidung, ia pun segera maju dan menarik Jin Yuanbao, lalu membujuknya.

"Yuanbao, jangan minum lagi, coba lihat, apa yang kubawakan untukmu. Lihatlah, ada ayam goreng, daging sapi, kaki babi, semuanya makanan kesukaanmu". Sambil berbicara, dengan penuh perhatian ia membuka bungkusan-bungkusan yang dibawanya. Akan tetapi, Jin Yuanbao tak memandang Yu Qilin dan hidangan-hidangan yang dibawanya, dan terus menenggak arak.

"Jangan minum lagi, minum seperti ini akan membunuhmu", Yu Qilin merampas poci arak dalam genggaman Jin Yuanbao. Jin Yuanbao mengibaskan tangannya, ia terbatuk-batuk hebat sambil terus minum, nampaknya ia sama sekali tak memandangnya. Melihat penampilannya yang menyedihkan, mau tak mau Yu Qilin merasa iba, sambil mendorong bungkusan-bungkusan itu ke hadapannya, ia menasehatinya.

"Jangan minum lagi, cepatlah makan".

"Kau anggap aku ini siapa, sampai perlu kau urus!", Jin Yuanbao mendadak mengangkat tangannya dan melemparkan bungkusan-bungkusan itu ke lantai.

"Kau......", Yu Qilin tercengang, tak tahu harus berkata apa. Jin Yuanbao berbalik dan memungunginya, lalu kembali menenggak arak, kali ini ia minum terlalu cepat hingga tersedak dan tak bisa bernapas. Yu Qilin cepat-cepat maju dan menepuk-nepuk punggungnya.

"Kau juga kenapa berbuat seperti ini, kenapa merendahkan dirimu sendiri".

"Aku sudah berkata, kau tak usah urusi aku, cepat enyah, enyahlah jauh-jauh, kalau tidak, jangan salahkan aku kalau aku tak sungkan-sungkan lagi".

"Aku tak mau pergi!"

Begitu mendengar perkataan itu, Jin Yuanbao segera memungut sebatang ranting dari tanah dan memukulkannya ke arah Yu Qilin, akan tetapi, tanpa disangka olehnya, Yu Qilin sama sekali tak menghindar, dan malahan sengaja menerima pukulan itu! Jin Yuanbao tertegun.

"Yuanbao......", dengan sangat enggan, Yu Qilin hendak mengatakan sesuatu.

"Cepat enyah! Aku tak ingin menemuimu!", Jin Yuanbao memotong perkataannya.

"Aku selamanya tak ingin menemuimu!"

"Aku tak akan meninggalkanmu", dengan keras kepala Yu Qilin memandangnya. Jin Yuanbao menatapnya tanpa berkedip untuk beberapa saat, lalu dengan perlahan bangkit.

"Baik, kalau kau tak pergi, akulah yang akan pergi". Jin Yuanbao memungut poci araknya dan berjalan dengan terhuyung-huyung, dengan sembarangan, dari waktu ke waktu ia menenggak arak dari poci itu, Yu Qilin hanya dapat dengan diam mengikutinya dari belakang sambil dengan hati-hati mengawasinya. Akhirnya, Jin Yuanbao mabuk dan terjerembab di tepi jalan, lalu meringkuk di sudut tembok dan tertidur. Yu Qilin melangkah maju, lalu dengan hati-hati menyingkapkan rambut yang menutupi dahi Jin Yuanbao, dengan lembut ia menyeka sudut-sudut bibirnya yang berlumuran arak. Kenapa kau merendahkan dirimu sendiri seperti ini? Andaikan melihatmu seperti ini, betapa sedihnya ibu! Tahukah kau? Aku juga merasa amat sedih! Tak apa kalau kau marah padaku, atau benci padaku, tapi jangan berbuat seperti ini pada dirimu sendiri..... Pagi-pagi keesokan harinya, Jin Yuanbao terbangun, dengan heran ia mendapati bahwa dirinya telah kembali berada di kuil rusak di pinggir kota itu, ia berusaha keras untuk mengingat apa yang terjadi, dan samar-samar teringat bahwa kemarin malam Yu Qilin telah dengan susah payah menyeretnya pulang ke kuil rusak itu. Ketika berpikir sampai di sini, ia memperhatikan pakaiannya, ternyata pakaiannya telah robek di beberapa tempat , ia tak kuasa menahan senyumnya, perempuan ini masih begitu bodoh.....ia masih mengasihani dirinya, sebentar lagi musim dingin akan tiba, namun masih tak punya pakaian tebal untuk dipakai. Ketika Jin Yuanbao sedang berpikir-berpikir, terdengar sebuah suara yang sudah diakrabinya, yang seperti suara burung bulbul, berkumandang.

"Yuanbao, coba lihat apa yang kubawakan untukmu". Jin Yuanbao tertegun, namun berusaha menekan rasa girang dalam hatinya, ia masih tak bergeming, tak sudi melihat Yu Qilin. Yu Qilin menaruh sebuah mangkuk sapo di lantai, lalu mengeluarkan sebuah mantel dan hendak memakaikannya padanya.

"Kemarin kulihat pakaianmu sudah compang-camping, maka aku membawakan mantel ini untukmu". "Aku tak menginginkannya. menghindar. Bawa pergi". Jin Yuanbao Namun Yu Qilin memaksanya memakai mantel itu, sambil tersenyum ia berkata.

"Mantel ini dijahit ibu untukmu, ia semalaman menjahitnya". Jin Yuanbao agak gemetar, ia tak lagi meronta-ronta dan menerima mantel itu tanpa berkata apa-apa.

"Benar-benar pas untukmu, malam di sini dingin, tapi kalau kau memakai mantel jahitan ibu kau tak akan kedinginan lagi", Yu Qilin berkata dengan girang seraya tersenyum. Jin Yuanbao meliriknya, dan melihat bahwa di ujung jari Yu Qilin ada sebuah luka kecil bekas tertusuk jarum, ia membuka mulutnya, namun akhirnya tak berkata apa-apa, dia masih begitu bodoh, bahkan berbohong saja masih tak becus..... Yu Qilin sama sekali tak merasakan bahwa sikapnya luar biasa, ia hanya sibuk mengambil mangkuk sapo dan mendorongnya ke hadapannya.

"Coba lihat, apa ini? Masih panas, makanlah selagi panas". Dengan ragu Jin Yuanbao menerima mangkuk sapo itu, lalu membuka tutupnya, aroma wangi pun masuk ke dalam hidungnya, namun begitu melihat makanan di dalamnya, wajahnya langsung menjadi gelap.

"Dari mana ini?"

"Ini.....aku.....", Yu Qilin terbata-bata, tak bisa menjawab. "Aku bertanya padamu, dari mana kau mengambil hidangan ini?", suara Jin Yuanbao meninggi. Yu Qilin mengerutkan keningnya.

"Aku tak mencurinya, dan juga tak merampasnya, kau makan sajalah...."

"Hidangan ini hanya ada di Wisma Jin, ini adalah hasil karya dapur Wisma Jin, aku kenal baik rasanya, apakah kau hendak menipuku?"

"Aku...."

Sekonyong-konyong, Jin Yuanbao melihat sebuah sosok berkelebat di balik pintu, nampaknya sosok itu adalah Liu Wenchao, amarah Jin Yuanbao pun kontan meledak, ia membanting mangkuk sapo itu keras-keras sehingga kuahnya menciprat kemana-mana.

"Kaulah yang memberitahuku dengan mulutmu sendiri bahwa Nyonya Jin bukan ibu kandungku, kaulah yang melakukan segala cara untuk membuatku meninggalkan Wisma Jin, semua tujuanmu telah tercapai, kenapa kau masih terus menerus melukaiku? Aku sudah tak punya hubungan apa-apa lagi denganmu, enyahlah! Selama hidup ini aku tak mau melihatmu lagi!"

"Yuanbao.....", tangan Yu Qilin terluka terkena kuah panas.

"Enyah! Enyahlah dari hadapanku!" Ketika melihat pakaian dan barang keperluan sehari-hari lain yang tertata dengan rapi di bawah ubin pecah itu, mata Jin Yuanbao berbinar-binar, kemarim barang-barang itu diantar oleh Nyonya Yu. Kain birunya biasa, jahitannya rapi dan teliti, selain itu masih ada sepasag sepatu hitam, solnya tebal, sederhana namun kuat. Raut wajah Jin Yuanbao nampak agak rumit, dengan dahi berkerut, ia menjauh dan berbaring di sampingnya. Tak lama kemudian, sebuah bau harum menyeruak ke dalam dunia Jin Yuanbao yang tenang, ia mengangkat kepalanya dan melihat Nyonya Yu yang sedang membungkuk menaruh sebuah bungkusan kertas minyak di samping tumpukan barang itu. Gerakannya saat dengan sangat hati-hati mengeluarkan sesuatu dari saku dadanya, dan sikapnya yang tegang, khawatir akan membangunkan dirinya, seakan sebuah setrika panas membara yang mengilas hati Jin Yuanbao. Setelah selesai menaruh barang-barang itu, Nyonya Yu memandangi dirinya untuk beberapa saat, lalu dengan enggan mengangkat keranjangnya dan berlalu. Jin Yuanbao perlahan-lahan duduk dan memperhatikan hidangan yang lezat mengoda itu, berbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya. Tepat pada saat itu, seorang lelaki pengangguran yang bajunya juga compang-camping masuk ke dalam kuil rusak itu, begitu masuk ia segera mengangkat hidungnya dan memandang ke sekelilingnya. Ia memandangi Jin Yuanbao, lalu bertanya.

"Punyamu?"

Jin Yuanbao tak menghiraukannya.

Si lelaki pengangguran tak banyak bicara lagi, tanpa sopan santun sedikitpun, ia segera maju, membuka bungkusan dan melahap isinya.

Dengan apatis Jin Yuanbao memandangnya, pandangan matanya hampa.

Si penganggur makan sambil mengawasi sekelilingnya, mendadak ia melihat barang-barang yang diletakkan di samping ubin rusak itu, matanya berbinar-binar, sambil terus makan, ia mengambil pakaian itu untuk dirinya sendiri.

"Lepaskan". Sebuah suara yang amat dingin dan keras terdengar. Dengan heran si penganggur mengangkat kepalanya, ternyata suara itu berasal dari pengemis yang berada di hadapannya, dengan sikap merendahkan ia mendengus, lalu kembali mengambil barang-barang itu.

"Lepaskanlah", suara Jin Yuanbao sedikit meninggi. Si penganggur mengerutkan keningnya, dengan curiga ia memandang Jin Yuanbao, janggut dan rambut Jin Yuanbao kusut masai, akan tetapi sinar matanya penuh ancaman. Si penganggur ragu-ragu sejenak, lalu mendorong barang-barang itu ke arah Jin Yuanbao, namun ia masih enggan mengembalikan mangkuk nasi di tangannya. Melihatnya, Jin Yuanbao mendadak bangkit, sosoknya tinggi besar dan berwibawa, si lelaki pengangguran itu pun mengkerut ketakutan.

"Kau.....kau...."

Jin Yuanbao seakan tak mendengar apapun, ia langsung mengambil bungkusan kertas minyak dari tangan lelaki itu, lalu kembali memandang lelaki yang perutnya keroncongan itu, ia pun memberikan sebuah bungkusan kepadanya, sedangkan ia sendiri berbalik dan melangkah ke samping.

Jin Yuanbao meletakkan bungkusan itu di lantai, lalu memeriksa barang-barang yang berada di bawah ubin pecah itu.

Setelah ragu sejenak, ia menukar sepatunya dengan sepatu kain hitam itu, sepatu itu kurang lebih cocok untuknya.

Melihat sepatu yang dipakainya itu, Jin Yuanbao menangis dalam hati, ia mengangkat kepalanya dan memandang keluar kuil, seakan dapat melihat sosok yang bungkuk itu dengan perlahan berjalan selangkah demi selangkah.

Perlahan-lahan ia menunduk dan mengambil makanan dalam bungkusan kertas minyak itu, lalu perlahan-lahan mengunyahnya, seakan sedang berpikir keras.

"Jin Yuanbao!", sebuah suara yang sudah sangat akrab sekaligus sangat asing terdengar di pintu kuil. Jin Yuanbao meletakkan makanan di tangannya, sambil memicingkan matanya ia memandang orang itu, sinar mentari menerobos masuk dari balik pintu, sebuah sosok jelita berdiri di ambang pintu. Jin Yuanbao tertawa sinis, lalu meraih poci arak di sampingnya dan menenggak seteguk besar arak, sama sekali tak menghiraukannya. Sambil membawa sebuah bungkusan, Yu Qilin melangkah ke hadapannya, lalu menatapnya dengan geram, ia hendak mengatakan sesuatu, namun begitu melihat penampilan Jin Yuanbao yang menyedihkan, amarah dalam sinar matanya perlahan-lahan berubah menjadi rasa sedih. Jin Yuanbao meliriknya, lalu langsung berbaring dan memejamkan matanya.

"Pergi sana, jangan halangi aku berjemur". Yu Qilin mengigit bibirnya.

"Ikut aku pulang". Jin Yuanbao memandangnya dengan kemalas-malasan.

"Kau ini siapa? Kau istriku pun bukan, atas dasar apa kau mengajakku pulang?" Begitu mendengar perkataan itu, si penganggur di sampingnya tertawa. Yu Qilin marah dan memukul poci arak di tangan Jin Yuanbao hingga melayang.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hei, kau kuberitahu lagi, kau menghalangi sinar matahari", Jin Yuanbao setengah bangkit, lalu meraup arak dari poci itu.

"Jin Yuanbao, apa kau tahu sekarang kau seperti apa?", dengan amat kecewa Yu Qilin berkata.

"Seperti apa?", Jin Yuanbao tertawa dengan puas diri.

"Sekarang aku seperti ini sangat bagus, kalau ingin makan tinggal makan, ingin minum tinggal minum, ingin tidur tinggal tidur". Sekujur tubuh Yu Qilin terasa ngilu, ia menarik Jin Yuanbao, Jin Yuanbao mendorongnya keras-keras, namun tak nyana, ia mendorongnya di bekas luka Yu Qilin. Yu Qilin terhuyunghuyung, lalu cepat-cepat menutupi bekas lukanya. Melihat wajah Yu Qilin, Jin Yuanbao kembali tertawa sinis, lalu berpaling dan kembali minum arak. Ketika si penganggur melihat bahwa suasana diantara mereka tegang, dengan tahu diri ia cepat-cepat bangkit, memungut bungkusan makanan di lantai yang belum dimakan Jin Yuanbao, menepuk-nepuknya bagai sebuah harta karun, lalu keluar dari kuil itu. Setelah mendengar bahwa suasana menjadi sepi, Jin Yuanbao membuka matanya dan memperhatikan orang itu sampai ia berjalan jauh, lalu baru kembali menghadap ke arah Yu Qilin dan berkata.

"Kau bukannya pernah menanyaiku, andaikan aku tak lahir di sebuah keluarga terpandang, melainkan di sebuah keluarga miskin seperti dirimu, aku akan seperti apa?"

Yu Qilin mengerutkan dahinya tanpa berkata apa-apa.

"Sekarang kau sudah melihatnya, seperti inilah aku", Jin Yuanbao berbicara dengan lugas.

"Kau menggunakan dirimu sebagai umpan, bukankah karena ingin agar aku tahu, bahwa aku bukan Jin Yuanbao yang dilahirkan di tengah kemewahan, dan bahwa aku adalah anak selir yang sudah meninggalkanku? Sekarang aku sudah tahu, dan juga sudah menerima hal itu, kenapa kau belum puas juga?"

Setiap perkataan itu bagai angin dingin yang mengiris kulitnya, yang menerobos ke dalam lubuk hati Yu Qilin dan membuatnya kedinginan, ia pun tak dapat menahan dirinya untuk tak meluapkan kemarahannya.

"Kau tak berhasil menjadi Jin Yuanbao, lantas menjadi manusia pun tak sudi? Kalau melihatmu sekarang ini, kemana perginya Jin Yuanbao yang pemberani dan penuh semangat dahulu itu?"

Menghadapi cecaran Yu Qilin itu, Jin Yuanbao terdiam selama beberapa saat, lalu melontarkan sepatah kata.

"Enyahlah". Begitu dingin, begitu tak berperasaan, seakan sedang mengatakan sesuatu yang tak ada hubungannya dengan dirinya sendiri. Air mata berlinangan di mata Yu Qilin, dan dengan pelan meleleh, sambil menangis ia memandang Jin Yuanbao, namun sama sekali tak menyerah.

"Aku tak akan pergi, aku ingin kau ikut pulang denganku".

"Oh", Jin Yuanbao tertawa sinis, ia bangkit, namun berbalik dan pergi. Yu Qilin segera mencengkeramnya.

"Jin Yuanbao! Kau tak bisa seperti ini! Cepatlah sadar!", sambil berbicara, ia memukuli Jin Yuanbao dengan kepalannya, seakan hendak memukulinya hingga tersadar. Akan tetapi, Jin Yuanbao membiarkannya memukulinya, ia terus tertawa dan sama sekali tak menghiraukannya.

"Yuanbao! Kau tak boleh merusak dirimu sendiri seperti ini!"

Yu Qilin merasa amat sedih, ia tahu bahwa memukulinya tak ada gunanya, maka ia terpaksa hanya memeluknya erat-erat dengan tak berdaya, air matanya pun meleleh.

"Semuanya ini kesalahanku, akulah yang melukaimu, apapun yang membuatmu tak senang, lampiaskanlah padaku. Kau boleh memukul atau memakiku, tapi jangan sekali-kali berbuat seperti ini pada dirimu sendiri! Asalkan kau dapat menemukan kembali semangat hidupmu, aku rela melakukan apa saja!" Ketika mendengar perkataan itu, dalam hati Jin Yuanbao muncul rasa muak yang pekat, ia mencengkeram tangan Yu Qilin, hendak mendorongnya pergi, namun tiba-tiba, sepasang tangan yang renta menahannya. Jin Yuanbao berpaling dan melihat wajah Nyonya Yu yang tenang dan penuh kasih sayang bermandikan air mata.

"Ibu", Yu Qilin merasa terkejut sekaligus girang. Seketika itu juga, wajah Jin Yuanbao menjadi pucat pasi, melihat Nyonya Yu, mau tak mau ia melepaskan Yu Qilin, lalu mundur. Dengan penuh kasih Nyonya Yu membelai kepala Yu Qilin, lalu terus berjalan ke arah Jin Yuanbao, pandangan matanya penuh kasih sayang, dan juga samar-samar menyimpan rasa duka, akan tetapi sikapnya tetap tenang dan lembut. Jin Yuanbao menghindari pandangan matanya dan terus mundur sampai punggungnya menyentuh dinding dan ia tak bisa menghindar lagi. Nyonya Yu melangkah ke hadapan Jin Yuanbao dan memperhatikan keadaan sang putra yang menyedihkan dengan seksama, ia membantu Jin Yuanbao membersihkan potongan jerami yang menempel di rambutnya, mengancingkan mantelnya, lalu dengan penuh kasih sayang membelai rambutnya seraya berkata dengan lembut.

"Yuanbao, mari kita pulang". Dibawah sinar lentera yang kekuningan, Jin Yuanbao yang mengenakan baju biru yang dijahit Nyonya Yu dengan tenang duduk di atas kang sambil menunduk, di bawah rambutnya yang setengah basah, muncul wajah putih bersihnya yang sudah lama tak terlihat, nampaknya ia baru mandi hingga bersih. Nyonya Yu mengambil sebuah sisir, berdiri di belakang Jin Yuanbao, lalu dengan perlahan menyisir rambutnya yang panjang. Wajah Nyonya Yu nampak penuh konsentrasi, setiap gerakan menyisirnya sangat seksama, seakan sedang merawat sesuatu yang amat berharga.

"Yuanbao, kau tahu tidak kalau di rambutmu sendiri ada dua pusaran?", Nyonya Yu berkata pada dirinya sendiri dan sama sekali tak menunggu jawaban Jin Yuanbao.

"Satu pusaran berarti anak baik, dua pusaran berarti pintar, dua pusaran berarti anak yang sangat cerdas....."

Sambil berbicara, dengan perlahan ia mengelung rambut Jin Yuanbao.

"Apakah kau menyalahkanku karena memberimu nama Yuanbao yang kampungan ini? Salahkan aku, saat kecil aku sangat miskin, maka begitu tahu aku mengandung aku berkata, tak perduli lelaki atau perempuan, aku akan menamainya Yuanbao, nyonya mengangguk, ia berkata akan menurutiku dan tak mengubah nama itu....." Tanpa kenal lelah, Nyonya Yu terus berbicara tentang masa lalu, ia sama sekali tak mendendam atau marah, hanya nampak lemah lembut dan tenang. Akhirnya, ia telah selesai mengelung rambut Jin Yuanbao, untuk sesaat ia kebingungan, namun ia tak bergeming dan hanya memandangi punggung sang putra tanpa berkata apa-apa, akhirnya, di wajahnya muncul rasa sedih.

"Selama dua puluh tahun ini aku entah sudah berapa kali berpikir, dalam mimpi pun aku terus berpikir, seperti apa rupa Yuanbao sekarang, apakah seperti jenderal atau sepertiku, apakah nyonya membesarkannya dengan baik, hidupnya bahagia atau tidak......akulah yang terlalu banyak berpikir, ketika Qilin melihatnya, tanpa berkata apa-apa ia masuk ke ibu kota, datang mencarimu......Yuanbao, kau tak boleh menyalahkan Qilin, usianya masih terlalu muda, ia hanya ingin berbuat baik padaku, ia tak paham bahwa mengungkit masalah ini akan membuat banyak orang menderita....."

Punggung Jin Yuanbao menjadi kaku, namun ia tak lagi bergerak-gerak. Sambil tersedu sedan Nyonya Yu berkata.

"Yuanbao, jangan membuat dirimu seperti ini. Kau adalah seorang anak yang baik, kalau kau menghancurkan dirimu sendiri seperti ini, Qilin merasa sedih, nyonya pun sedih. Aku......melihatmu juga merasa sedih. Nyonya begitu baik padamu, dialah ibu kandungmu, pikirkan hal ini dengan baik, hal ini bukan masalah besar.....dengarkanlah perkataanku, pulanglah". Kepala Jin Yuanbao menunduk makin dalam, sekujur tubuhnya tegang, seakan sedang menahan rasa sakit yang tak terperi.

"Yuanbao......dengar perkataanku". Tiba-tiba, tubuh Jin Yuanbao gemetar, seakan sedang mengigil. Ketika Nyonya Yu merasakannya, ia tak lagi berbicara, dan hanya memeluknya dengan lembut. Setelah ditenangkan oleh sang bunda, Jin Yuanbao perlahanlahan menjadi tenang. Dengan lembut ia melepaskan diri dari pelukan Nyonya Yu, di bawah pandangan mata Nyonya Yu yang penuh perhatian, ia berbaring, menyelimuti dirinya sendiri dengan selimut dari kain kasar, lalu memejamkan matanya. Untuk beberapa lama Nyonya Yu memandangi putranya itu, lalu membetulkan selimutnya, ia pun menghela napas dan berkata.

"Anak baik, tidurlah dulu, semuanya akan baik-baik saja......"

Setelah itu ia berbalik dan pergi. Di balik pintu, Yu Qilin jelas telah lama duduk di halaman, begitu melihat Nyonya Yu keluar dan menutup pintu, ia segera memburu ke arahnya, sambil berbisik ia bertanya.

"Dia......tidur?"

Nyonya Yu mengangguk, ia menghela napas dan hendak mengatakan sesuatu, akan tetapi sebuah sosok muncul di halaman itu, begitu melihat orang itu, tanpa banyak bicara, Nyonya Yu kembali masuk ke kamarnya sendiri.

Mata Yu Qilin masih berlinangan air mata, ia mengikuti pandangan mata Nyonya Yu, lalu menjadi tertegun, dengan jengah ia berkata.

"Kau datang?"

"Aku datang menjengukmu. Barusan ini kau pergi ke mana?", dengan penuh perhatian Liu Wenchao bertanya.

"Tidak......tidak pergi kemana-mana", dengan agak jengah Yu Qilin mundur beberapa langkah, mau tak mau ia melirik pintu kamar Jin Yuanbao.

"Kau kenapa?", raut wajah Liu Wenchao agak muram, begitu melihat bahwa di sudut tembok ada setumpuk pakaian compang-camping, wajahnya langsung menjadi gelap.

"Maafkan aku, Wenchao, hari ini aku agak lelah sehingga tak mempersilahkanmu masuk, pulanglah dahulu", dengan jengah Yu Qilin mundur dan menghadang di depan pintu.

"Qilin", Liu Wenchao mencengkeram lengan Yu Qilin.

"Kalau kau ingin bicara, besok saja, aku benar-benar sangat lelah", Yu Qilin segera menghindar. Liu Wenchao merasakan ketegangannya, maka ia pun memperhatikan kamar itu, matanya memicing, lalu ia mencengkeram Yu Qilin, dengan sikap serius ia berkata dengan lantang.

"Qilin, aku hendak menikahimu, menikahkah denganku". "Apa?!", untuk sesaat Yu Qilin terkejut, lalu kembali memandang kamar di belakangnya itu, dengan panik ia menggeleng seraya berkata.

"Kau tahu bahwa hal ini tak mungkin".

"Kenapa tak mungkin?", Liu Wenchao menarik tangan Yu Qilin, lalu dengan amat lembut dan penuh perasaan berkata.

"Aku mencintaimu dan ingin bersamamu seumur hidup".

"Wenchao, aku sama sekali tak pernah berpikir seperti ini, apakah diantara kita ada sesuatu yang membuatmu salah paham?", dengan terpana Yu Qilin menatapnya tanpa berkedip.

"Aku tak salah paham, aku tahu dengan sangat jelas maksud hatiku", Liu Wenchao tersenyum.

"Qilin, apakah kau ingat perkataan yang pernah kau katakan padaku itu?"

Wajah Yu Qilin nampak kebingungan. Di wajah Liu Wenchao muncul rasa kecewa, setelah itu ia menghela napas dan berkata.

"Saat kita pertama kali bertemu, kau menasehatiku agar tak menganggap enteng nyawa sendiri, setelah itu, ketika menjenggukku saat aku terluka, kau terus menyuruhku agar dengan hati-hati menyembuhkan lukaku. Mungkin kau tak tahu bahwa sepuluh tahun belakangan ini aku selalu bertindak dengan hati-hati demi membangkitkan kembali keluarga Liu, dalam hidupku hanya ada beban berat dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan, tak ada sedikitpun kegembiraan, dan tak ada orang yang benar-benar memperhatikanku. Akan tetapi, kau, karena bibiku menghukumku merasa bahwa aku diperlakukan dengan tak adil, dan karena aku terluka sengaja mengatur makan minumku, dan juga menghiburku dengan mengatakan bahwa aku hanya akan sementara saja hidup bergantung pada orang lain. Qilin, aku rela mengorbankan segalanya untuk membahagiakanmu seumur hidup, menikahlah denganku!"

Mendengar penuturannya, Yu Qilin pun perlahan-lahan menjadi paham, dalam hatinya muncul penyesalan, namun ia masih berkata dengan tegas.

"Wenchao, cintamu yang mendalam dan persahabatanmu yang murah hati tak bisa kubalas, aku sudah menikah dengan Jin Yuanbao".

"Yang menikah dengan Jin Yuanbao bukan kau, tapi Jiang Xiaoxuan!", Liu Wenchao memotong perkataannya. Untuk sesaat Yu Qilin tak kuasa berkata apa-apa.

"Nama yang tertulis di surat nikah bukan namamu, yang dianugerahi pernikahan oleh ibu suri juga bukan kau, Qilin sebenarnya ini bukan masalah! Dari dulu aku sudah tahu bahwa kau Yu Qilin, yang ingin kunikahi pun adalah kau, Yu Qilin!"

Melihat wajahnya yang berubah-ubah penuh kegelisahan, Yu Qilin terpaksa berkata.

"Tapi aku tak ingin menikah denganmu". Seketika itu juga Liu Wenchao terdiam, tak bergeming.

"Aku tak perduli siapa yang dianugerahi pernikahan oleh ibu suri, aku tak perduli nama siapa yang tertulis di surat nikah, aku ini sudah menikah dengan Jin Yuanbao.....", Yu Qilin tersenyum, lalu dengan tegas dan penuh kebahagiaan berkata.

"Lagipula, aku memang bersedia menikah dengannya".

"Karena Yuanbao, kau tak bersedia menikah denganku?", wajah Liu Wenchao menjadi pucat pasi.

"Kalaupun tak ada Yuanbao, aku juga tak akan bersedia menikah denganmu".

"Apakah semua yang kukorbankan, dan begitu banyak waktu yang kulewatkan untuk menemanimu, sama sekali tak berbekas dalam hatimu?"

"Kau tahu bukan seperti itu! Aku selalu menganggapmu teman yang paling dapat diandalkan!"

"Kau benar-benar menolakku demi Yuanbao yang tak berguna itu?"

Liu Wenchao menatap Yu Qilin seakan tak mengenalinya.

"Kau bicara apa!", Yu Qilin merasa agak marah.

"Jin Yuanbao bukan orang yang tak berguna! Aku sudah berkata bahwa masalah ini tak ada hubungannya dengan dia! Kau adalah sahabat terbaikku, kita terus menjadi sahabat saja, apa jeleknya?"

Namun Liu Wenchao seakan tak mendengarnya dan terus mencecarnya.

"Jin Yuanbao memang anak haram yang hina, dahulu ia dapat menganiaya orang dengan mengandalkan kedudukan keluarganya, sekarang ia sudah hancur, kau masih bersedia bersama orang seperti ini?" "Kau!", Yu Qilin menarik napas dalam-dalam, berusaha menekan api amarah dalam hatinya.

"Dia putra ibuku, bukan anak haram yang hina! Kau tak boleh berkata seperti itu lagi! Dia juga suamiku, tak perduli apakah ia Jin Yuanbao atau pengemis, di hatiku hanya ada dia!"

"Walaupun ia memakimu, memukulmu dan tak mengkehendakimu?"

Urat-urat biru muncul di dahi Liu Wenchao. Dengan perlahan, Yu Qilin mengangguk, suaranya terdengar dengan jelas.

"Walaupun ia memakiku, memukulku dan tak mengkehendakiku, aku akan mengikutinya!"

Liu Wenchao merasa putus asa, dengan sedih ia tertawa dan berkata.

"Qilin, kau pasti pernah tersentuh olehku, benar tidak? Kau pasti pernah sedikit menyukaiku, benar tidak?"

Ia membalikkan bahu Yu Qilin, lalu memohon.

"Aku tak perduli apa yang telah terjadi diantara kau dan dia, asalkan kau bersedia menikah denganku, tak perduli siapa yang saat ini berada dalam hatimu......setelah beberapa lama, dalam hatimu akan ada aku. Menikahlah denganku, aku akan menyayangimu seumur hidup, membahagiakanmu seumur hidup....."

"Tak bisa", dengan tegas Yu Qilin memotong perkataannya.

"Aku selamanya akan menganggapmu seorang teman, seorang sahabat yang paling dapat diandalkan. Maaf, diantara kita selamanya tak akan ada apapun!"

"Aku tak perduli kalau dalam hatimu ada dia". "Tapi aku perduli", Yu Qilin tersenyum.

"Kalau bisa bersamanya, aku baru dapat merasa bahagia".

"Kau......"

Yu Qilin tak lagi ingin mendengar perkataannya, ia menunduk, lalu dengan sangat tulus memohon maaf.

"Maafkan aku, Wenchao". Liu Wenchao tak bergeming bagai sebuah patung. Yu Qilin kembali menghela napas, lalu berbalik hendak pergi, namun tak nyana, Liu Wenchao menariknya sehingga ia terjatuh ke belakang. Dengan cepat Liu Wenchao memeluknya, hendak mencium bibirnya, Yu Qilin langsung meronta-ronta dan mendaratkan sebuah tamparan keras. Liu Wenchao tertegun, ia hanya merasakan berdenging, untuk sesaat ia tak bereaksi. telinganya "Liu Wenchao, jangan membuatku merasa muak padamu!", dengan tegas Yu Qilin mundur, masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu rapat-rapat. Melihat pintu rumah yang tertutup rapat, wajah Liu Wenchao perlahan-lahan menjadi bengis, otot-otot wajahnya nampak berkerenyit, setelah beberapa saat ia barulah pergi. Yu Qilin menutup pintu dan menguncinya, setelah itu, ia baru menghembuskan napas lega sambil bersandar pada pintu, ia melirik Jin Yuanbao yang tak bergerak-gerak di atas ranjang, sepertinya telah tertidur. Yu Qilin kembali menghembuskan napas panjang dengan pelan, ia mengintip dari sela-sela pintu, setelah melihat Liu Wenchao berlalu, ia baru merasa lega, membuka pintu dan keluar. Akan tetapi, begitu ia menutup pintu, orang di atas ranjang itu perlahan-lahan membuka matanya. Liu Wenchao membawa api cemburu dan kemarahan yang memenuhi dadanya pulang ke Wisma Jin, begitu memasuki gerbang ia tahu bahwa Nyonya Jin mencarinya, maka setelah kembali ke kamarnya dan bertukar pakaian yang bersih dan tak berdebu, ia segera melangkah ke Taman Furong.

"Guma mencariku?", tanya Liu Wenchao. Nyonya Jin memandangnya, dahinya sedikit berkerut, setelah itu ia menunjuk ke sebelahnya, menyuruhnya duduk. Dengan santai Liu Wenchao duduk, lalu menuang secawan teh untuk dirinya sendiri dan menghirupnya.

"Apakah akhir-akhir ini tubuh guma sudah sehat?"

Nyonya Jin bersikap tenang, ia hanya dengan hambar berkata.

"Wenchao, apakah kau ingin memberitahukan sesuatu padaku?" "Apa maksud guma?", mata Liu Wenchao berbinar-binar, ia menuang secawan teh, lalu memandang Nyonya Jin dengan wajah tak tahu apa-apa. Untuk sesaat, Nyonya Jin memandanginya, lalu baru menarik tangannya, dengan pelan ia menghela napas, lalu kembali berbicara.

"Wenchao, kau sudah dewasa......aku ingat ketika kau pertama kalinya tiba di Wisma Jin, kau hanya setinggi ini......", sambil berbicara, ia menggerakkan tangannya untuk menunjukkan seberapa tingginya Liu Wenchao saat itu.

"Sekarang kau sudah menjadi seorang tuan muda yang tampan dan anggun. Semasa kecil kau sangat penurut, penakut dan sering menangis, kalau malam kau tak berani tidur sendirian dan selalu tidur dalam pelukanku....."

Perlahan-lahan, sinar mata Liu Wenchao menjadi suram, dengan pelan ia minum secawan arak, lalu memotong perkataan Nyonya Jin.

"Guma, kau tentunya salah ingat, saat itu yang kau peluk adalah Jin Yuanbao, setiap kali ada hidangan lezat, kau selalu menyuruhnya makan terlebih dahulu, setiap kali ada mainan baru, kau selalu menyuruhnya memainkannya terlebih dahulu......"
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wenchao, bagaimanapun juga Yuanbao adalah putraku, tapi guma juga benar-benar menyayangi kau dan Qianqian, kalau guma bersalah, jangan kau masukkan ke dalam hati".

"Benar, dalam segala hal kau selalu mendahulukan Yuanbao, kau memberinya segalanya, tapi aku hanya dalam mengambil benda-benda yang disisakan olehnya. Dengan semudah membalik telapak tangan, Jin Yuanbao dapat memperoleh segala yang dengan susah payah berusaha kudapatkan, namun tak bisa kudapatkan. Adilkah ini? Pada mulanya aku menerima keadaan itu, dia putramu, sedangkan aku hanya keponakanmu, sudah sepantasnya kalau kau lebih condong padanya". Liu Wenchao tertawa sinis.

"Akan tetapi sekarang aku tahu bahwa sebenarnya ia bukan putramu. Ia sama sekali tak punya hubungan darah denganmu! Kenapa kau hendak memberikan segalanya pada orang yang sama sekali tak punya hubungan darah denganmu ini? Kenapa?"

Nyonya Jin sama sekali tak menyangka bahwa ia akan berkata seperti itu, tiba-tiba ia bangkit, lalu membalikkan cawan teh di tangannya. Akan tetapi Liu Wenchao bangkit dan menekan bahu Nyonya Jin, senyumnya amat ramah.

"Guma, anda duduklah baik-baik. Yuanbao bukan putra kandungmu, anda sudah tahu, aku pun sudah tahu, kenapa harus kaget begini?"

"Kau.....bagaimana kau bisa tahu?", bibir Nyonya Jin bergetar, wajahnya kelabu.

"Bagaimana aku tahu tidaklah penting", senyum Liu Wenchao makin lebar.

"Aku hanya ingin melihat, sampai kapan guma hendak mengelabuhi aku, keponakan kandungmu ini.....aku menunggu dan terus menunggu, tapi bibir guma masih terkunci rapat. Guma, kau benar-benar baik pada Yuanbao, sampai rela menipu kaisar dengan pernikahan palsu itu, semuanya rela kau tanggung deminya". Setelah Nyonya Jin duduk sambil bertumpu pada kasur, Liu Wenchao berjalan mondar-mandir dengan santai di kamar itu, sambil berjalan ia tersenyum.

"Sebelum ini aku berpikir bahwa Jin Yuanbao ini selalu menekanku, di wisma ini, segala sesuatu, entah makanan, pakaian atau mainan, pasti ialah yang memilih yang terbaik dahulu; di hadapannya, aku si kakak sepupu ini selamanya hanya dapat mematuhi perintahnya, semua hamba di wisma ini tahu bahwa walaupun aku bos, tapi sebenarnya aku hanya pengurus rumah tangganya saja, para hamba......semua ini kusadari. Nasibnya memang baik, benih sang jenderal tua disebar di tempat anda sang istri sah ini, dia adalah putra anda, sedangkan aku keponakan anda, kalau anda lebih menyanyangi putra kandung sendiri, siapa yang berani melarang?"

Nyonya Jin berbicara sambil menggeleng-geleng.

"Wenchao, apakah kau benar-benar merasa bahwa selama bertahun-tahun ini aku memperlakukanmu dengan buruk?"

"Aku tak mungkin berpikir seperti itu, guma!"

Liu Wenchao kembali menghela napas.

"Setelah itu aku tahu bahwa Jin Yuanbao ini ternyata hanya seorang hina yang dilahirkan oleh seorang selir! Tapi anda, nona besar keluarga Liu yang terhormat ternyata, demi putra seorang selir kecil, selalu menekan dan meremehkanku, bahkan sampai rela melakukan penipuan terhadap kaisar yang menyeret seluruh isi wisma ini.....aku bermarga Liu, anda juga bermarga Liu, katakanlah, kenapa anda begitu mengecewakan ayahku dan mengecewakan diriku?" Mendengar perkataan itu, hati Nyonya Jin menjadi sedingin es, perlahan-lahan ia bangkit, lalu merapikan pakaiannya, perlahanlahan, raut wajahnya pun menjadi tenang.

"Menurutmu, bagaimana aku harus menebus perlakuanku yang buruk terhadap dirimu, keponakanku ini?"

Begitu mendengar perkataan itu, Liu Wenchao langsung tertawa keras, setelah itu ia mendadak berbalik dan memandang Nyonya Jin dengan bengis.

"Tentu saja anda harus memberikan harta keluarga ini kepadaku, dan menyerahkan pabrik senjata kepadaku! Anda tak punya putra kandung, maka aku adalah kerabat terdekat anda! Anda tidak menyerahkan harta keluarga ini padaku, tapi malahan memuji Jin Yuanbao yang sama sekali tak berharga itu setinggi langit! Dalam tubuhnya tak mengalir setetes pun darah anda!"

Setiap perkataan itu bagai godam yang berulangkali menghunjam, namun membuat seluruh ruangan itu sunyi senyap. Melihat wajah Liu Wenchao yang hampir menjadi buas, Nyonya Jin malahan semakin tenang.

"Jin Yuanbao adalah darah daging suamiku Jenderal Jin, ia punya hati dan kecerdasan, ia adalah ahli waris sah keluarga Jin".

"Benarkah?", mendadak Liu Wenchao tersenyum.

"Kalau begitu, aku ingin bertanya pada guma, kenapa hari itu guma masih ingin menyembunyikan masalah itu dari ibu suri?" "Ibu suri punya pertimbangan tersendiri, aku mau tak mau harus mematuhi kehendaknya, akan tetapi Yuanbao adalah darah daging keluarga Jin, walaupun ia dilahirkan oleh seorang selir, bagaimanapun juga aku tak bisa mengubah kenyataan ini", untuk sesaat Nyonya Jin termenung, lalu kembali meneruskan.

"Hati Yuanbao bersih, wataknya kuat, segala sikap aneh dan angkuh itu hanya penampilan luarnya saja, namun hatinya baik dan rendah hati, hanya orang yang penuh perhatian dan mempunyai hati nurani sajalah yang dapat melihatnya....."

"Penuh perhatian dan mempunyai hati nurani....."

Tanpa menunggu Liu Wenchao menyelesaikan perkataannya, Nyonya Jin langsung berkata.

"Kau, Liu Wenchao justru orang yang tak punya hati nurani. Selama bertahun-tahun kau tak pernah mengatakan apa-apa, tapi barusan ini kau memperhitungkan satu demi satu segala perlakuan buruk yang kau peroleh di rumahku ini sambil menggertakkan gigi penuh kebencian, sehingga membuat guma takut. Kalau kau punya ambisi seperti itu, jangan-jangan dimanapun kau berada, kau akan selalu merasa diperlakukan secara buruk? Di sini, seberapa banyak kau benar-benar diperlakukan secara buruk, dan seberapa banyak disebabkan karena Mara dalam lubuk hatimu? Kau harus memeriksa hatimu sendiri, dan menanyai dirimu sendiri....."

Ditegur secara keras oleh Nyonya Jin, amarah Liu Wenchao sekonyong-konyong meledak, telapaknya menyapu perabotan minum teh di atas meja hingga melayang.

"Tutup mulut!" Namun Nyonya Jin tak bergeming.

"Kau kuberitahu, dalam hatiku, ia adalah putra kandungku, aku tak pernah menyesal telah membesarkannya, aku bangga akan dirinya".

"Benarkah?", Liu Wenchao tertawa sinis, mendadak dengan bengis ia memburu ke hadapan Nyonya Jin.

"Bahkan kalau sekarang ia bersama segerombolan pengemis di jalanan, dan berkelahi memperebutkan mantou yang jatuh ke dalam got, ia hidup seperti seekor anjing, dan kau masih bangga akan dirinya?"

Nyonya Jin menarik napas panjang, lalu perlahan-lahan menegakkan punggungnya, akan tetapi sepasang tangannya mau tak mau gemetar.

"Aku bukannya sedang bergurau, gumaku yang baik, semuanya ini kulihat sendiri, putramu Jin Yuanbao yang paling anda banggakan, sekarang sedang berguling-guling di lumpur seperti seekor anjing! Apakah anda ingin melihatnya sendiri? Tidak jauh kok, hanya di kuil dewa gunung!"

Hati Nyonya Jin terasa amat pedih, ia mengelus-elus dadanya, lalu menarik napas panjang.

"Tak perduli ia berubah menjadi seperti apa, tak perduli apakah ia pulang atau tidak, ia adalah putraku". Setelah berbicara ia mengangkat kepalanya dan menatap Liu Wenchao dengan tajam, setelah itu ia berkata dengan terputus-putus.

"Mengenai harta keluarga Jin, seumur hidup ini kau jangan membayangkan dapat menguasainya". "Hehehe", Liu Wenchao tertawa pelan.

"Guma, aku khawatir hal ini tak berada dalam kekuasaanmu. Jin Yuanbao adalah anak selir, Yu Qilin menikah dengan identitas palsu, Jin Yu Liang Yuan yang kau banggakan tak ada satu katanya pun yang benar. Menurut anda, kalau ibu suri tahu, apakah anda akan masih dapat hidup? Apakah mereka masih dapat hidup? Guma, kalau aku keponakanmu ini tak masih sedikit mengingat hubungan kekeluargaan diantara kita, anda sudah lama masuk ke dalam sel!"

Nyonya Jin mengangkat kepalanya dan menatap Liu Wenchao tanpa berkedip, Liu Wenchao tersenyum dengan acuh tak acuh, Nyonya Jin pun tersenyum.

"Kau bukannya baik hati, kau tak punya bukti". Liu Wenchao tak kuasa berkata apa-apa, wajahnya sedikit demi sedikit menjadi gelap.

"Yang kau perlukan hanya kesaksian seorang saksi, akan tetapi, demi putranya, ibu kandung Yuanbao lebih suka mati daripada memberikan kesaksian; istri Yuanbao Yu Qilin sangat mencintainya, hal-hal ini, masakan kau sendiri tak memahaminya? Mereka berdua tak akan mengkhianati Yuanbao, selain itu, jangan-jangan ibu suri dan putra mahkota pun jauh lebih mempercayaiku daripada mempercayaimu".

"Anda rela bunuh diri untuk melindungi orang hina itu, sayang sekali, anda tak benar-benar meninggal". "Kau!", dengan tak percaya Nyonya Jin membuka matanya lebar-lebar.

"Apakah kau benar-benar memalsukan surat untuk memaksaku bunuh diri?"

"Benar, guma", wajah Liu Wenchao nampak tak bersalah. Nyonya Jin mengamati Liu Wenchao untuk beberapa saat, lalu memejamkan matanya dan berkata.

"Kau sudah gila".

"Aku sudah gila? Mungkin wisma jenderal ini adalah sebuah sangkar gila! Hanya orang yang paling gilalah yang dapat memilikinya!"

Setelah berbicara, Liu Wenchao bertepuk tangan, dari luar segera masuk beberapa lelaki kekar yang berpakaian seperti pelayan. Liu Wenchao memandang Nyonya Jin sambil tersenyum.

"Beberapa hari ini suasana hati nyonya tak baik, ia tak mau keluar kamar, kalian jaga kamar ini, mengerti?"

Dua lelaki itu mengiyakan dengan nyaring.

"Liu Wenchao, beraninya kau!", tiba-tiba Nyonya Jin membuka matanya, terperanjat.

"Kalau ada pelayan yang banyak omong, segera bereskan dia", setelah selesai memberi perintah, Liu Wenchao berpaling ke arah Nyonya Jin dan berkata.

"Guma, kau tunggulah dengan tenang. Aku akan membawa pulang putra anda yang baik itu!" Setelah berbicara, ia menengadah dan tertawa panjang, lalu keluar. Mendengar suara tawa yang makin jauh itu, dan melihat begundal-begundal Liu Wenchao yang bengis, hati Nyonya Jin makin lama makin dingin. Para gadis pelayan dan wanita pelayan setengah baya merasa terkejut, namun Nyonya Jin makin lama semakin tenang, wajahnya pun menjadi kalem, hanya sepasang matanya yang memancarkan sinar risau. Saat mentari terbenam, Liu Wenchao kembali ke kamarnya, dengan gesit ia bertukar pakaian pendek hitam, setelah berpikir sejenak, ia pun mengambil sehelai kain hitam dan menutupi mulut dan hidungnya, setelah itu ia mengambil sebilah pedang dan melangkah dengan jumawa keluar dari pintu, akan tetapi, tak nyana ia berpapasan dengan Liu Qianqian. Ketika melihat sang kakak berpakaian seperti itu, Liu Qianqian menjadi begitu terkejut hingga wajahnya pucat pasi, ia cepatcepat menghadangnya seraya berkata.

"Gege, kau hendak pergi ke mana?"

"Kembali ke kamarmu, tutup pintu rapat-rapat, jangan keluar", Liu Wenchao mendorongnya. Akan tetapi, tanpa menghiraukannya, Liu Qianqian tetap mencengkeramnya dan kembali bertanya.

"Gege, kenapa di wisma ini begitu banyak orang asing? Apa yang kau lakukan pada guma? Sekarang kau hendak pergi untuk melakukan apa?"

"Orang-orang ini adalah bawahanku. Mereka tak akan melakukan apapun padamu. Kau ini seorang nona, jangan campuri urusanku! Kembali ke kamarmu!", dengan kesal Liu Wenchao menjawab. Liu Qianqian memandang pedang dalam genggamannya, lalu menarik napas panjang, dengan suara bergetar ia berkata.

"Apakah kau hendak mencari Yuanbao Gege?"

Mendengar perkataan itu, mata Liu Wenchao berkilat-kilat, dengan suara parau ia berkata.

"Qianqian, aku memberitahumu untuk yang terakhir kalinya, urusanku dan Jin Yuanbao tak usah kau campuri. Kembalilah ke kamarmu dan tunggulah dengan manis, nanti gege pasti akan memberi penjelasan padamu!"

Setelah berbicara, ia tak berkata apa-apa lagi, ia pun mendorong Liu Qianqian dan pergi.

Melihat punggungnya yang menjauh, wajah Liu Qianqian semakin lama semakin pucat, ia pun menggertakkan giginya, lalu berlari dengan penuh tekad ke Taman Furong.

Akan tetapi, Taman Furong dipenuhi para penjaga yang tak memperbolehkannya masuk.....

Nyonya Jin pun berteriak padanya dari balik jendela untuk menyuruhnya pergi dan tak usah ikut campur.

Hati Liu Qianqian begitu cemas hingga seakan diiris-iris pisau, tanpa ragu lagi ia segera berlari ke pintu gerbang Wisma Jin, menarik kekang seekor kuda, lalu berusaha sebisanya menungganginya Akan tetapi, kepandaian berkudanya sama sekali tak bagus, kuda itu tak menuruti perintahnya dan hanya berputar-putar di tempat saja, beberapa kali ia nampaknya akan terjatuh, sehingga para pengawal dan pelayan di pintu gerbang pucat pasi karena cemas.

Liu Qianqian menarik tali kekang dengan sekuat tenaga, akhirnya ia berhasil duduk dengan teguh di punggung kuda, lalu ia segera mengayunkan cambuk dan memacu kuda itu.

Datangnya senja sama sekali tak mengurangi keramaian di kota, namun senja di kuil dewa gunung itu sunyi senyap.

Jin Yuanbao berbaring di ambang pintu kuil, memandangi mentari yang perlahan-lahan tenggelam di angkasa, berbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya.

Begitu mendengar suara Liu Wenchao, ia tahu apa maksudnya, saat ini, rasa cemburu dalam hatinya seakan membakarnya hingga hangus.

Ia terkenang akan kasih sayang Nyonya Yu dan kelembutan Yu Qilin, namun bagaimana ia dapat menerimanya? Ia bukan siapasiapa dan tak dapat memberikan apapun pada mereka! Oleh karenanya, ia kembali menghindar jauh-jauh, dan pulang ke kuil rusak yang dirasakannya paling cocok dengan dirinya itu.

"Duk, duk, duk!", terdengar suara kaki kuda, Jin Yuanbao memandang ke arah asal suara itu dan melihat sebuah sosok tinggi besar melompat turun dari punggung kuda, orang itu berpakaian hitam, wajahnya ditutupi topeng hitam, tangannya mengenggam sebilah pedang, dengan penuh nafsu membunuh ia melangkah ke arah dirinya.

Jin Yuanbao menengadah dan melihat sepasang mata yang penuh api cemburu, ia pun tersenyum merendahkan, lalu membuka mulut.

"Apakah kau tahu kenapa sejak kecil hingga dewasa aku selalu menganggap rendah dirimu?"

Liu Wenchao terkejut dan menghentikan langkahnya. Jin Yuanbao memandang Liu Wenchao yang bersenjata lengkap, senyum mengejek di wajahnya pun bertambah lebar.

"Kau selamanya hidup di balik topeng, tak berani menunjukkan wajah aslimu pada orang, bahkan hari ini saat kau hendak membunuhku pun kau masih memakai sehelai topeng yang tak bisa menyembunyikan jati dirimu ini, kepalamu tersembunyi namun ekormu terlihat, sia-sia berusaha menyamar ---- Liu Wenchao, kau benar-benar seorang pengecut". Setelah ditelanjangi sedemikian rupa oleh Jin Yuanbao, Liu Wenchao pun menarik topengnya hingga terlepas, wajahnya nampak bengis, dengan otot-otot wajah yang seperti tertarik, ia memaksa dirinya untuk tersenyum. Ia mengambil pedangnya dan menunjuk ke kuil rusak itu sambil menyindir.

"Jin Yuanbao, kau jatuh miskin hingga seperti ini, tinggal di kuil rusak dan menjadi pengemis, jangan-jangan keadaan ini tak pernah terpikir olehmu?"

"Tinggal di kuil rusak dan menjadi pengemis memangnya kenapa? Lebih baik daripada kau serangga hina ini yang selamanya tak pernah melihat cahaya. Liu Wenchao, aku hendak bertanya padamu, seumur hidup ini, apakah kau pernah melewatkan sehari pun dengan gembira?"

Liu Wenchao seakan dilecut cambuk.

"Demi hari ini, kau sudah berapa lama menderita?", Jin Yuanbao berkata dengan kemalas-malasan.

"Aku tahu kau selalu memendam dendam dan merasa bahwa aku selalu memandang rendah dirimu ----- kau tak salah, aku memang memandang rendah dirimu, kau tahu kenapa?"

Secara naluriah Liu Wenchao membuka mulut hendak menjawab, namun ia mengurungkan niatnya, ia begitu malu hingga menjadi marah.

"Karena kau Jin Yuanbao selalu merasa benar sendiri dan selalu memandang rendah orang lain!"

"Salah, aku selalu memandang rendah dirimu karena pikiranmu picik, tapi malahan berlagak berpandangan luas, sangat ambisius, tapi berlagak tak tertarik pada kekuasaan dan harta, jelas-jelas membenciku setengah mati, tapi setiap hari berlagak menjadi saudara yang baik.....", Jin Yuanbao berhenti sejenak, lalu tertawa dan berkata.

"Jelas-jelas suka pada Yu Qilin, akan tetapi masih mempergunakannya, bahkan sampai menggunakan ibunya sebagai bidak catur.....Liu Wenchao, kau seorang palsu, patut ditertawakan dan tak punya hati nurani, kau memang seorang manusia rendah".

"Manusia rendah?", Liu Wenchao tersenyum, ia menodongkan pedang ke arahnya.

"Memangnya kenapa? Aku palsu, patut ditertawakan dan tak punya hati nurani, namun si pemenang hari ini adalah aku! Dan kau, Jin Yuanbao, kata orang kau berbakat dan cerdas, semua orang iri akan segala yang kau miliki, tapi sebenarnya kau hanya seorang rendah yang beruntung! Muntahkan semua yang kau telan!"

"Benarkah? Apa kau begitu suka makan muntahanku?", sindir Jin Yuanbao.

"Kau!", Liu Wenchao menggertakkan giginya, wajahnya yang pucat pasi berubah menjadi merah padam, lalu berubah lagi menjadi gelap, setelah itu ia tertawa terbahak-bahak.

"Harta keluarga Jin, pabrik senjata dan Yu Qilin semuanya adalah milikku, kau percaya tidak?"

Mendengar nama Yu Qilin, sudut-sudut mata Jin Yuanbao terangkat.

"Kau dan Yu Qilin, kabarnya belum bermalam pengantin? Terima kasih banyak atas jasamu!"

Dengan puas diri Liu Wenchao tertawa terbahak-bahak.

Mendengar perkataannya itu, Jin Yuanbao tak bisa menahan api amarah dalam dadanya lagi, ia segera melompat bangkit, namun dirinya yang sudah lama minum arak dan tak beristirahat dengan baik mana bisa melawan Liu Wenchao? Ia pun segera ditendang hingga terjatuh oleh Liu Wenchao.

Melihat Jin Yuanbao memuntahkan darah dan nampaknya sama sekali tak berdaya melawan, hati Liu Wenchao girang, dengan lantang ia berkata.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa kau tak puas diri? Kenapa tak bersikap angkuh? Tuan besar Jin, apakah kau tak menyangka bahwa ilmu silatku pun seratus kali lipat lebih tinggi darimu?"

Jin Yuanbao memuntahkan darah dalam mulutnya, lalu memandang Liu Wenchao yang berwajah bengis dengan hambar seraya berkata.

"Turun tanganlah, aku bersumpah, kalaupun aku mati, hal-hal yang kau inginkan, Wisma Jin, pabrik senjata dan juga Yu Qilin tak akan kau dapatkan", ujung-ujung bibirnya terangkat membentuk seulas senyum.

"Kau tak pantas mendapatkannya". Perkataan Jin Yuanbao itu dipenuhi sikap menghina, ketiga kata itu bagai pedang tajam yang menikam dada Liu Wenchao, amarahnya pun kontan berkobar, dan pedangnya tanpa ragu menikam ke arah Jin Yuanbao. Tepat pada saat mata pedang itu hampir menembus dada Jin Yuanbao, terdengarlah sebuah suara yang sudah sangat akrab.

"Gege, jangan!"

Liu Wenchao tak sempat menarik pedangnya, dengan tak berdaya ia melihat Liu Qianqian menerjang ke depan Jin Yuanbao, mata pedang pun menembus punggung Liu Qianqian dalam-dalam.....

Melihat pedang menembus punggung sang adik, untuk sesaat Liu Wenchao kehilangan kesadarannya, ia berdiri dengan mulut ternganga, tak bergeming.

"Qianqian!"

Sampai teriakan mengenaskan Jin Yuanbao terdengar, Liu Wenchao barulah seakan tersadar dari mimpi, secara naluriah ia menarik keluar pedang, dan darah segar pun menyembur dari punggung Liu Qianqian.

"Trang!", pedang terjatuh ke lantai. Jin Yuanbao segera membalikkan tubuh Liu Qianqian, ia melihat bahwa ujung pedang muncul dari punggungnya, rasa pedih, terkejut dan berduka muncul dalam hatinya, ia hanya dapat secara refleks menutupi mulut lukanya. Mata Liu Wenchao terbelalak, seakan hilang ingatan, ia berlutut di hadapan Liu Qianqian seraya bertanya dengan lirih.

"Qianqian?"

Napas Liu Qianqian bagai sehelai benang sutra, ia memandangi Liu Wenchao sambil memaksa dirinya tersenyum.

"Meimei?", Liu Wenchao kembali memanggil.

"Gege......", Liu Qianqian menarik napas panjang, lalu dengan gemetar mengangkat tangan kanannya yang bersimbah darah, dengan lembut ia membelai wajah Liu Wenchao, seketika itu juga, darah pun melumuri wajahnya, lalu mengalir di lengan Liu Qianqian yang putih bersih.

"Gege, kumohon agar kau tak membunuh Yuanbao Gege, kumohon padamu......", Liu Qianqian tak berdaya menyelesaikan perkataannya, matanya memandang Liu Wenchao dengan sinar mata memohon, setelah Liu Wenchao mengangguk pelan, ia barulah tersenyum puas, setelah itu, ia berusaha sekuat tenaga berpaling ke arah Jin Yuanbao, Jin Yuanbao pun segera bergerak ke hadapannya.

"Yuanbao Gege.......kumohon padamu, agar tak mencelakai kakakku". Hati Jin Yuanbao seakan diiris-iris pisau, ia tak dapat menahan air matanya berlinangan hingga akhirnya meleleh.

"Aku tahu. Aku berjanji......adik yang baik, aku tahu semuanya". Liu Qianqian tersenyum, senyumnya penuh rasa terima kasih, penuh kebahagiaan, ia seakan tak merasakan rasa sakit di tubuhnya. Ia mengangsurkan tangannya, menumpuk tangan Jin Yuanbao dan Liu Wenchao berdua, lalu dengan puas tersenyum.

"Bagus......benar-benar bagus". Akan tetapi, sepasang mata yang tersenyum itu perlahan-lahan berubah menjadi kabur, sinar matanya pun mendadak menjadi gelap. Tangan mungil yang dengan erat mengenggam tangan mereka berdua semakin lama semakin dingin, hingga akhirnya jatuh tergelincir dan tergantung, tak bergeming...... Sinar mentari tenggelam yang kekuningan menerobos masuk melalui pintu kuil, seakan hendak menyelimut Liu Qianqian dengan sehelai kain sutra tipis keemasan. Jin Yuanbao memeluknya tanpa bergerak-gerak, bagai sebuah patung. Liu Wenchao perlahan-lahan bangkit, seakan mati rasa, ia memandangi sepasang tangannya sendiri, darah segar melumuri telapak tangannya, dengan perlahan ia berjalan mondar-mandir di dalam kuil itu, seakan gila ia mengangkat sepasang tangannya dan menatapnya dengan seksama, perlahan-lahan sudut-sudut bibirnya tertarik, seakan ia menangis atau tersenyum, sesekali tertawa panjang dan sesekali berpaling lalu menangis meraung-raung.

"Aargh -----", terdengar ia menangis mengenaskan sambil meraung, seperti seekor hewan liar. Perlahan-lahan, raungan Liu Wenchao berubah menjadi tangis tersedu-sedan, tiba-tiba, ia memungut pedang dan menikam kearah Jin Yuanbao sambil memeluk jasad Liu Qianqian.

"Qianqian, aku ini kenapa? Kenapa? Gege baru saja akan memberimu harta dan kedudukan, kita kakak beradik akan segera merasa bangga dan bahagia......Qianqian, kenapa kau ingin membelanya sampai mati? Kenapa kau ingin mati demi Jin Yuanbao?"

Setelah berbicara, ia menudingkan pedangnya ke arah Jin Yuanbao dengan bengis.

"Adik kandungku malahan mati demi dia, kenapa?"

Melihat Liu Wenchao yang seakan gila dan kehilangan akal, amarah dalam hati Jin Yuanbao semakin berkobar-kobar.

"Liu Wenchao! Kau binatang! Kau telah membunuh adik kandungmu!"

"Bukan aku! Bukan aku! Kaulah yang membunuh Qianqian!", tiba-tiba Liu Wenchao melompat bangkit, lalu dengan secepat kilat mengangkat pedang dan menikam ke arah Jin Yuanbao.

"Aku ingin kau ----- menukar nyawanya ----- dengan nyawamu!"

"Berhenti!"

Dengan secepat kilat, sosok Yu Qilin masuk ke dalam kuil, ia melompat dan menendang pedang Liu Wenchao hingga melayang, lalu menghadang di depan Jin Yuanbao! Setelah itu, matanya memandang Liu Qianqian yang terbaring di tengah kolam darah, ia begitu terkejut hingga tak kuasa berkata apa-apa, ia membuka mulutnya, namun setelah beberapa lama barulah dapat bertanya dengan suara parau.

"Liu Wenchao ---kau membunuh Qianqian?"

"Bukan aku, tapi dia! Jin Yuanbao!"

Seakan gila, Liu Wenchao menunjuk ke arah Jin Yuanbao dengan pedangnya. Mata Yu Qilin menatap pedang Liu Wenchao yang berlumuran darah, lalu memandang mulut luka Liu Qianqian, ia pun paham dan berkata.

"Kau hendak membunuh Yuanbao, namun Qianqian membelanya hingga tewas?"

Ujung pedang Liu Wenchao bergetar, ia menatap Yu Qilin tanpa berkedip, tak menjawab. Dengan tak percaya Yu Qilin menatap Liu Wenchao.

"Wenchao, kau sebenarnya kenapa? Apakah kau begitu membenci Yuanbao hingga sampai melakukan hal seperti ini?"

Mendengar perkataan itu, Liu Wenchao mendadak menjadi tenang.

"Tak salah, aku membencinya, aku selalu membencinya". Pedangnya tergantung ke bawah hingga menyentuh lantai.

"Aku membencinya karena kau tak mau menikah denganku". Sinar mata Jin Yuanbao nampak berubah.

"Akan tetapi, sebelumnya aku sudah membencinya.....", Liu Wenchao berkata dengan hambar.

"Aku membencinya karena ia dilahirkan berbakat dan dicintai semua orang, membencinya karena dalam bersekolah dan bekerja ia lebih baik dariku, membencinya karena ia memonopoli cinta guma......adikku mencintainya, sampai rela menjadi seorang selir, dan kau, Yu Qilin, juga mencintainya, dan tak mencintaiku......"

Liu Wenchao berhenti dan memandangi Yu Qilin, lalu meneruskan.

"Ia seorang anak haram, tapi ternyata dicintai banyak orang, coba membencinya?"

Katakan, bagaimana aku bisa tak "Liu Wenchao, justru karena kau membencinya, kau jadi membunuh Qianqian, tak nyana kau membunuh adik kandungmu sendiri", Yu Qilin tak berani percaya bahwa orang yang berada di hadapannya ini adalah Liu Wenchao yang dikenalnya.

"Qianqian bukan dibunuh olehku! Ia dibunuh Jin Yuanbao! Kalau bukan karena Yuanbao, semua ini tak akan terjadi, Qianqian tak akan mati!"

"Kau sudah gila!"

"Tidak! Kalau saja Qianqian tak menerima tikaman pedang demi dirinya, ia tak akan tewas!"

Sambil berbicara, Liu Wenchao mengalihkan pandangannya ke arah Jin Yuanbao.

"Aku ingin membunuhnya untuk membalas dendam bagi Qianqian!"

Liu Wenchao mendadak menikam, gerakannya luar biasa sebat, dengan amat terkejut, Yu Qilin menegakkan tubuhnya dan menangkis tikaman itu, gerakannya persis dengan gerakan Liu Qianqian barusan ini.

Pikiran Liu Wenchao penuh menghentikan gerakannya.

rasa duka, ia cepat-cepat Yu Qilin menghadang di depan Jin Yuanbao, lalu memandang Liu Wenchao, dengan sedih namun tegas, ia berkata.

"Kalau kau hendak membunuhnya, bunuh aku dahulu!" Liu Wenchao memandanginya sambil tertegun, setelah beberapa lama, ia barulah berkata dengan amat sedih.

"Kau pun rela mati deminya?"

Yu Qilin memandangnya sambil mengerutkan dahinya, tanpa berkata sepatah kata pun.

"Bagus! Bagus sekali!", Liu Wenchao menatapnya, lalu kembali memandang Liu Qianqian yang tergeletak di lantai, tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak.

"Karena kalian masing-masing rela mati demi dirinya, maka aku malahan tak akan membunuhnya, aku akan membiarkannya hidup dengan sejahtera!"

Malam sepekat tinta, tak nyana, tak seperti biasanya, Wisma Jin pun sunyi senyap.

Sekonyong-konyong, terdengarlah suara ribut di luar gerbang Wisma Jin, setelah itu suara ribut itu pun melaju mengikuti jalan setapak yang berliku-liku sampai ke depan Taman Furong.

Nyonya Jin duduk dengan tenang di depan ranjang, ketika tibatiba mendengar suara keributan itu, hatinya penuh rasa khawatir.

"Bruk!", pintu kamar itu pun ditendang hingga terbuka. Dengan bengis Liu Wenchao melangkah masuk dengan jumawa, ia membawa sebilah pedang, tubuhnya penuh bercak darah. Begitu melihatnya, air muka Nyonya Jin berubah, ia serta merta bangkit, dengan tercengang ia memandang pedang yang berlumuran darah itu, ia merasa kepalanya pusing, setelah beberapa saat, dengan sekuat tenaga ia baru dapat menguasai dirinya, dengan suara bergetar ia bertanya.

"Ini darah siapa? Yuanbao?"

"Mana lingpai itu?", dengan penuh kebencian Liu Wenchao menatap Nyonya Jin, dengan perlahan, ia mengangkat pedangnya.

"Berikan lingpai pabrik senjata kepadaku!"

Wajah Nyonya Jin semakin pucat pasi.

"Apa yang kau lakukan pada Yuanbao?"

"Yuanbao! Lagi-lagi Yuanbao!", akhirnya amarah Liu Wenchao meledak, ia menegadah dan mengerang, lalu berteriak dengan bengis.

"Kenapa? Kenapa kalian semua hanya mengurus dia! Bahkan keluarga sendiri, kebebasan, semuanya rela dicampakkan, bahkan adik kandungku sendiri rela mati deminya! Beritahu aku, kenapa!?"

Seakan gila, Liu Wenchao mengayun-ayunkan pedangnya, mata pedang yang tajam menebas kelambu ranjang Nyonya Jin, suara sutra yang robek pun terdengar dan kelambu itu terjatuh ke lantai.

"Qianqian?", hati Nyonya Jin terkesiap, lalu ia mencecarnya.

"Apa yang kau lakukan pada Qianqian?"

"Adikku sudah mati.....", wajah Liu Wenchao sangat suram.

"Demi putramu, mati di ujung pedangku". Sambil tertawa dingin ia memandangi pedang dalam genggamannya.

"Yang seharusnya tak mati, mati, sedangkan yang seharusnya mati, masih hidup".

"Dosa besar! Qianqian.....Qianqianku!"

Nyonya Jin terkejut, air matanya bercucuran.

"Qianqian mati demi Yuanbao. Yuanbao berhutang selembar nyawa padaku", dengan bengis Liu Wenchao berkata. Mendengar perkataannya, Nyonya Jin menghapus air mata di sudut-sudut matanya, menegakkan tubuhnya, lalu dengan dingin menatap Liu Wenchao.

"Liu Wenchao! Kau gila, membunuh adikmu sendiri! Kau bukan keponakanku lagi!"

"Kau bermimpi di siang bolong. Wenchao, kalaupun aku mati, kau tak akan mendapatkan lingpai itu".

"Mimpi di siang bolong?", Liu Wenchao tertawa sinis, ia berbalik dan melihat keluar, lalu berseru.

"Bawa Jin Yuanbao masuk!"

Seketika itu juga, Jin Yuanbao yang tangannya diikat di belakang punggungnya didorong masuk dengan kasar.

Melihat rambut Jin Yuanbao berantakan, dan bajunya compang camping, Nyonya Jin merasa amat sedih, ia langsung hendak memburu ke depan, namun pedang Liu Wenchao melintang menghadangnya, ia berkata.

"Guma, cepat lihat putramu dengan sepasang matamu, mungkin sebentar lagi ia sudah tak ada". Setelah berbicara, tanpa menunggu Nyonya Jin menjawab, ia menendang dada Jin Yuanbao, karena bekas lukanya terkena tendangan, Jin Yuanbao pun mengeliat kesakitan.

"Yuanbao......", Nyonya Jin hendak memburu ke depan, akan tetapi dihalangi oleh kedua tangan Liu Wenchao, maka ia hanya dapat melihat Jin Yuanbao berguling-guling kesakitan tanpa dapat berbuat apa-apa. Begitu melihat kejadian itu, di wajah Liu Wenchao muncul seulas senyum bengis, ia kembali menendang Jin Yuanbao.

"Guma, dalam hatimu, diantara lingpai pabrik senjata dan Yuanbao, mana yang lebih penting?"

Jin Yuanbao kembali mengeliat kesakitan. Melihat putranya nampak kesakitan, hati Nyonya Jin seakan diiris pisau, dengan susah payah ia menahan tangisnya, lalu dengan tegas berkata.

"Yuanbao, kau adalah keturunan keluarga Jinku, kau dapat menikmati keberuntungan keluarga Jin dan juga dapat menelan pil pahit keluarga Jin.....jangan salahkan ibu kalau ibu bertindak dengan kejam". Setelah terengah-engah beberapa saat di lantai, Jin Yuanbao barulah menengadah memandang sang bunda yang dirindukannya siang dan malam, berbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya, perlahan-lahan seulas senyum muncul di wajahnya.

"Ibu, jangan berikan apapun pada binatang ini".

"Baik. Aku ingin melihat mana yang lebih keras, mulut kalian ibu dan anak ini, atau tulang belulang si barang palsu ini". Ekspresi kejam dan keras muncul di wajah Liu Wenchao, ia kembali melayangkan sebuah tendangan.

"Liu Wenchao, aku sudah berkata bahwa aku tak akan memberikan lingpai pabrik senjata kepadamu, kau mimpi di siang bolong!"

Nyonya Jin menahan perasaan sedihnya dan berkata dengan dingin.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jin Yuanbao yang berada di sisinya dengan susah payah bangkit, lalu mendongak dan memandang Liu Wenchao dengan sikap merendahkan, senyuman menghina muncul di sudut-sudut bibirnya.

Melihat raut wajahnya itu, amarah Liu Wenchao semakin berkobar, ia kembali menendang, kali ini, Jin Yuanbao terhuyung-huyung beberapa langkah, namun ia lalu menahan rasa sakit dan memaksa dirinya untuk tetap berdiri tegak, dan terus menatap Liu Wenchao dengan tajam.

"Anak yang baik", Nyonya Jin berkata dengan pelan, namun matanya berlinangan air mata. Melihatnya, Liu Wenchao kembali menendang seraya berseru.

"Jin Yuanbao! Ayo berlutut di hadapanku!"

Alis Jin Yuanbao terangkat, lalu ia berkata seraya tersenyum.

"Seorang lelaki tak gampang berlutut, aku Jin Yuanbao hanya berlutut pada langit, berlutut pada bumi, berlutut pada leluhur dan berlutut pada ayah ibu, aku mana bisa berlutut padamu, si binatang ini?" Liu Wenchao langsung menjadi beringas.

"Pukul dia! Pukul sampai ia berlutut di hadapanku!"

Para begundal sewaannya segera datang berkerumun dan melayangkan pukulan dan tendangan, namun, walaupun tendangan dan pukulan itu jatuh bagai hujan di sekujur tubuhnya, Jin Yuanbao sama sekali tak menyerah, ia hanya tertawa sinis seraya memandangi orang-orang itu dengan angkuh.

Liu Wenchao begitu malu hingga menjadi marah.

"Karena kau tak sudi berlutut, kakimu itu tak ada gunanya, patahkan kakinya!"

Seketika itu juga, para begundal bersenjatakan tongkat kayu melangkah maju.

"Guma, selama sisa hidupnya putramu akan berjalan dengan merayap", Liu Wenchao melirik Nyonya Jin. Mulut Jin Yuanbao masih penuh darah, namun ia masih berkata dengan keras kepala.

"Walaupun berjalan dengan merayap aku masih manusia, tapi walaupun berdiri tegak, kau seekor binatang. Ibu, tak usah perdulikan aku, jangan berikan lingpai itu padanya".

"Apa yang kalian tunggu! Patahkan kakinya!", Liu Wenchao memberi perintah. Para begundal segera mengangkat tinggi-tinggi tongkat mereka, lalu memukul keras-keras ke arah kaki Jin Yuanbao. "Berhenti!", jeritan Nyonya Jin yang mengenaskan terdengar, setelah itu dengan sedih ia berkata.

"Aku akan menyerahkan lingpai itu".

"Baiklah. Berhenti", Liu Wenchao mengangkat tangannya, dan para begundal pun segera melepaskan tongkat mereka. Nyonya Jin berbalik dan mengeluarkan lingpai dari sebuah tempat rahasia di pinggiran ranjang. Liu Wenchao berjalan dengan perlahan menghampirinya.

"Ternyata dalam hati guma, si barang palsu ini masih lebih berharga".

"Ibu! Jangan berikan padanya!", dengan lemah Jin Yuanbao berkata, sekarang suaranya terdengar begitu tak berdaya. Liu Wenchao langsung berjalan ke arah lingpai itu dan merampasnya, wajahnya penuh rasa girang yang luar biasa.

"Akhirnya lingpai jatuh ke dalam tanganku! Akhirnya aku mendapatkannya!"

Nyonya Jin terduduk di atas ranjang, sinar matanya semakin suram, setetes air mata meleleh dari sudut matanya......

Perlahan-lahan, kecemasan memenuhi dada Yu Qilin, ia dikurung di kamar Liu Wenchao, barusan ini, dengan tak berdaya ia melihat Jin Yuanbao dibawa pergi oleh Liu Wenchao, namun dirinya sendiri ditahan oleh beberapa begundal dan sama sekali tak dapat melawan, hal ini membuatnya sangat tertekan dan geram.

Seandainya ilmu silatnya sedikit lebih tinggi, seandainya sebelumnya ia lebih waspada, seandainya ia tak datang ke Wisma Jin......

Benar, akulah yang menghancurkan kehidupan mereka yang aslinya harmonis dan tenang, dirinyalah yang menyeret sang tuan muda dari tempat yang mulia ke bawah.....

Tiba-tiba Yu Qilin jadi menyalahkan dirinya sendiri, ia mulai memeriksa tindakannya sendiri, apakah benar atau tidak.

Tepat pada saat itu, pintu kamar mendadak didorong hingga terbuka, dengan wajah penuh semangat Liu Wenchao masuk dan menghentikan pikirannya.

Begitu melihatnya, mau tak mau Yu Qilin mundur beberapa langkah.

Liu Wenchao melangkah dengan cepat ke hadapannya, lalu membuka telapak tangannya, sebuah lingpai berwarna keemasan pun meluncur keluar, lalu tergantung sambil terayunayun di udara.

"Qilin, coba lihat, apa ini?", Liu Wenchao berkata dengan wajah berseri-seri. Benda itu tentu saja dikenal baik oleh Yu Qilin, ia langsung merasa terkejut.

"Kau merampas lingpai Yuanbao?" "Sebenarnya ini milikku, sekarang hanya kembali ke sang empunya saja", Liu Wenchao sangat tak menyukai nada bicara Yu Qilin itu. Melihat senyum Liu Wenchao yang ganjil, hati Yu Qilin terasa jeri sekaligus dingin.

"Liu Wenchao, kau sudah gila". Namun Liu Wenchao seakan tak mendengarnya dan malahan berkata dengan kegirangan.

"Qilin, kau tahu barusan ini aku pergi ke mana?"

Melihat Yu Qilin tak menjawab, ia tak tersinggung dan terus berbicara pada dirinya sendiri.

"Barusan ini aku pergi ke pabrik senjata, dengan lingpai dalam genggamanku, kedua pengawal itu langsung berlutut begitu melihatku.....akhirnya aku bisa masuk melalui gerbang utama dan melihat tempat yang telah kuimpikan selama sepuluh tahun itu". Setelah berbicara, dengan penuh harap ia memandang Yu Qilin, akan tetapi, yang menjawabnya hanyalah dahi Yu Qilin yang berkerut. Dengan agak tak senang Liu Wenchao berkata.

"Kenapa? Kau tak ikut senang untukku?"

Yu Qilin memandangnya dengan hambar.

"Akhirnya kau memperoleh benda yang kau idam-idamkan, selamat atas kesuksesanmu". Liu Wenchao langsung tersenyum girang.

"Apakah kau tahu, seberapa besar jerih payah yang kulakukan demi benda ini? Deminya, selama sepuluh tahun lebih aku menjadi hamba di Wisma Jin, dan menjadi kacung Pangeran Kedua, akan tetapi, akhirnya jerih payahku terbayar lunas. Apakah kau tahu, lingpai ini menandakan apa? Dengan memilikinya, aku menjadi majikan pabrik senjata, sejak saat ini, siapapun tak bisa memandang rendah diriku, sejak saat ini, aku Liu Wenchao bukan lagi Pengurus Rumah Tangga Liu atau Tuan Muda Liu, mulai sekarang aku adalah Yang Mulia Liu. Aku tak lagi tergantung pada Wisma Jin, aku dapat berdiri dengan tanpa takut di kolong langit ini". Yu Qilin berkata dengan dingin.

"Aku hanya tahu bahwa demi lingpai ini kau membunuh adik kandungmu Qianqian, dan mengecewakan bibi yang telah membesarkanmu selama belasan tahun, kau telah bertahun-tahun berjerih payah, dan akhirnya tinggal kau sebatang kara, apakah kau tak merasa bahwa dirimu sangat patut dikasihani?"

"Qianqian......", begitu mendengar nama itu, Liu Wenchao seakan disambar geledek, mendadak ia maju ke depan, lalu tiba-tiba berhenti seraya berkata.

"Qianqian bukan dibunuh olehku, melainkan oleh Jin Yuanbao. Guma tak mencintaiku, di matanya hanya ada Jin Yuanbao, selain itu......aku juga bukan seseorang yang sebatang kara, aku masih punya dirimu, kau akan menemaniku".

"Menemanimu?", Yu Qilin tertawa sinis, suara tertawanya amat kejam dan dingin.

"Tak perduli apakah Qianqian, Nyonya Jin atau diriku, kami semua mencintai Yuanbao, semua bersedia menemaninya, bahkan sampai rela mati deminya, karena ia pantas mendapatkan semua yang kami lakukan untuknya itu". Mendengar perkataannya itu, dahi Liu Wenchao berkerut makin dalam, ia menghela napas panjang, lalu dengan amat lembut memandang Yu Qilin.

"Kau benar-benar tak mengerti, aku akan membuatmu paham bahwa Jin Yuanbao tak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu darimu".

"Apa yang akan kau lakukan?", Yu Qilin merasa tegang.

"Bukan apa-apa, hanya membuktikannya padamu". Liu Wenchao tersenyum, lalu kedua tangannya bertepuk, seketika itu juga, dua orang lelaki kekar membawa masuk Jin Yuanbao yang tangannya diikat di belakang punggungnya. Melihat Jin Yuanbao yang sekujur tubuhnya penuh memar dan bajunya compang-camping, Yu Qilin sukar menahan rasa pedih dalam hatinya, akan tetapi, ketika ia sadar bahwa Liu Wenchao sedang mengamatinya dengan seksama, ia segera menekan rasa sedih dalam hatinya dan berusaha sebisanya untuk menenangkan diri. Tak boleh bertindak, tak boleh bicara, dan tak boleh merasa sedih! Bukankah saat ini hal-hal itulah yang ingin dilihat oleh Liu Wenchao? Tak boleh menuruti kehendaknya! Yu Qilin berpikir seperti itu sambil menarik-narik lengan bajunya, dengan pelan ia duduk di kursi yang berada di sampingnya, lalu memalingkan kepalanya dan tak lagi melihat Jin Yuanbao. Bagaimana Jin Yuanbao tak merasa amat cemas? Akan tetapi, ketika ia melihat bahwa pakaian Yu Qilin rapi dan sikapnya tenang, hatinya terasa agak lega. Liu Wenchao memandangi mereka berdua, lalu duduk di sisi Yu Qilin, setelah itu ia tertawa dan berkata pada Jin Yuanbao.

"Jin Yuanbao, mulai hari ini aku adalah majikan di sini! Ambilkan aku teh!"

Begitu perkataannya terdengar, seseorang segera maju dan membuka ikatan Jin Yuanbao. Jin Yuanbao menggerakkan lengannya yang mati rasa karena diikat, ia melirik Liu Wenchao, lalu berkata.

"Liu Wenchao, kau menganggap dirimu majikan? Menurutku kau adalah seorang hamba yang besar kepala, penampilanmu masih seperti seorang kacung. Lebih baik aku mengajarimu menjadi seorang majikan!"

Setelah berbicara, tiba-tiba Jin Yuanbao melangkah ke depan dengan jumawa, dengan kasar ia menarik Liu Wenchao hingga bangkit, sedangkan ia sendiri duduk di kursi, seketika itu juga, nampaklah sikap seorang bangsawan yang sudah mendarah daging dan alami.

"Ambilkan teh!"

Kedua kata itu diucapkan dengan lantang dan kuat, Liu Wenchao yang berada di sisinya tak sempat berjaga-jaga, untuk sesaat ia terpana, secara tak sadar ia mengangsurkan tangannya untuk mengambil teh, setelah menuangkannya, ia barulah tersadar, dan lalu dengan geram melemparkan poci teh ke lantai.

Melihatnya kerepotan, Jin Yuanbao tersenyum dan berkata.

"Liu Wenchao, apakah kau tahu kenapa kau selalu tak bisa mengangkat kepalamu di hadapanku? Karena kau dilahirkan sebagai seorang rendah! Setelah mendapatkan lingpai pabrik senjata, kau tak sabar untuk segera memamerkannya? Setelah sepuluh tahun bermuslihat akhirnya kau berhasil, tak heran kalau kau sekarang kegirangan seperti ini".

"Kau.....", untuk sesaat, Liu Wenchao tak kuasa berkata apaapa, dengan geram ia memburu ke hadapan Jin Yuanbao, menariknya turun dari kursi, lalu menamparnya keras-keras dua kali. Kali ini, Yu Qilin tak kuasa menahan dirinya lagi, tiba-tiba ia berdiri, namun tak nyana, ia ditekan keras-keras oleh begundal yang berada di sisinya, ia hanya dapat memaki dengan penuh amarah.

"Liu Wenchao, keparat kau!"

Liu Wenchao berpaling memandangnya, lalu tersenyum ramah, dengan wajah tak berdosa ia berkata.

"Qilin kau memang kurang ajar, jangan salahkan aku". Jin Yuanbao meludahkan darah dan busa keluar dari mulutnya, lalu menyindir.

"Ada yang disebut monyet bertopi pejabat, yaitu orang rendah yang banyak lagak, tapi masih tetap rendah". Perkataan itu bagai cambuk yang melecut tubuh Liu Wenchao keras-keras, seketika itu juga wajahnya berubah, dengan gusar ia berkata.

"Jin Yuanbao, mungkinkah kau masih menyombongkan diri, menganggap dirimu tuan muda yang dijunjung tinggi orang? Ibu kandungmu hanya seorang budak hina, kau sendiri pun hanya anak hina seorang selir! Kau anjing yang berguling-guling di comberan! Aku ingin melihat, siapa sebenarnya yang hina, bawa Nyonya Jin kemari!"

Seketika itu juga, Jin Yuanbao dan Yu Qilin menjadi amat gusar.

Dengan amat cepat Nyonya Jin dibawa masuk, begitu ibu dan anak itu saling menatap, mereka segera berpelukan dan saling memperhatikan dengan penuh kasih sayang.

Sambil tersenyum sinis Liu Wenchao menyela pertemuan kembali mereka.

"Adegan ibu yang penuh kasih dan anak berbakti yang indah, sangat menyentuh". Ketika Nyonya Jin mendengar nada bicaranya yang penuh ancaman, ia menyembunyikan Jin Yuanbao di belakang tubuhnya, dengan amat geram ia berkata.

"Liu Wenchao, apa yang hendak kau lakukan?"

"Aku tak ingin berbuat apa-apa, hanya saja putramu sepertinya tak tahu adat, sekarang aku majikan wisma ini dan hendak mengajarinya menghidangkan teh, ternyata ia kurang ajar, maka aku hendak mohon guma memberi contoh padanya, supaya ia dapat melihat, bagaimana caranya seorang kacung menghidangkan teh pada tuannya!" "Liu Wenchao, dia bibimu!", Yu Qilin terkejut bukan kepalang.

"Liu Wenchao, beraninya kau!"

Amarah Jin Yuanbao pun telah mencapai puncaknya.

"Apa yang tak berani kulakukan?!", setelah berbicara, Liu Wenchao melangkah ke hadapan Jin Yuanbao, lalu melayangkan dua tamparan keras kepadanya. Nyonya Jin segera menghalangi Liu Wenchao dan melindungi Jin Yuanbao.

"Aku datang! Aku datang menghidangkan teh untukmu!"

"Ibu! Jangan!", Jin Yuanbao hendak menghalanginya, akan tetapi, tak ada gunanya, begundal di sampingnya telah terlebih dahulu maju menghadangnya.

"Sekarang tindakanmu barulah masuk akal!"

Liu Wenchao tertawa terbahak-bahak, lalu duduk dengan angkuh. Melihatnya, Jin Yuanbao berdiri tanpa berkata apa-apa, ia mengambil cawan teh di tangan Nyonya Jin, menarik napas panjang, lalu berkata.

"Anak tak berbakti sehingga membuat ibu menderita". Setelah berbicara, Jin Yuanbao membawa teh itu, berjalan selangkah demi selangkah ke hadapan Liu Wenchao, lalu berkata dengan lantang.

"Liu Gongzi, silahkan minum teh!"

Liu Wenchao meliriknya, lalu berkata.

"Kau berdiri begitu tinggi, bagaimana aku bisa meminumnya? Barusan ini bukankah kau berlutut dengan sangat baik? Berlututlah dan mohon aku minum teh!"

Jin Yuanbao mengerutkan keningnya, tanpa memperdulikan larangan Nyonya Jin dan Yu Qilin, dengan patuh ia berlutut dan mengangkat cawan teh itu tinggi-tinggi di atas kepalanya.

"Liu Gongzi, silahkan minum teh!"

"Mohonlah padaku! Keraskan suara sedikit! Aku tak bisa mendengarnya!"

"Liu Gongzi, kumohon anda sudi minum teh!"

Liu Wenchao kembali tertawa puas, ia menerima cawan itu dan minum seteguk teh. Akan tetapi, tak lama kemudian ia menyemburkan teh dalam mulutnya itu ke wajah Jin Yuanbao.

"Terlalu dingin!"

Jin Yuanbao perlahan-lahan memejamkan matanya, dengan tak bergeming, ia membiarkan air teh perlahan-lahan mengalir turun dari wajahnya.

Ketika Yu Qilin melihat kejadian itu, air matanya pun bercucuran, tiba-tiba ia melepaskan diri dari pegangan si begundal, menerjang ke depan, berlutut di sisi Jin Yuanbao, lalu menyeka air teh yang berlumuran di wajahnya hingga kering.

Melihatnya, Liu Wenchao menatik Yu Qilin, walaupun sikapnya amat kasar, namun nada suaranya amat lembut.

"Kau sudah melihat betapa rendahnya dia, pada dasarnya ia tak pantas mendapatkan cintamu". Sinar rembulan menerobos masuk ke dalam kamar dengan miring dari kisi-kisi jendela, begitu terang, namun juga begitu dingin, lantai seakan diselimuti lapisan es. Jin Yuanbao berlutut di tengah aula utama Wisma Jin, ia berlutut, dengan seksama membersihkan lantai. Celananya telah basah kuyup, di tangannya pun banyak bekas luka tergesek, namun Jin Yuanbao sama sekali tak menghiraukannya dan terus memasukkan tangannya yang terluka ke dalam air kotor untuk mencuci kain pel dalam genggamannya. Liu Wenchao adalah seorang rendah yang tiba-tiba berkuasa, ia hendak menimpakan sepuluh kali lebih banyak 'penderitaan' dari yang pernah diterimanya kepada Jin Yuanbao. Selain itu ia juga memakai Yu Qilin dan Nyonya Jin untuk mengancam Jin Yuanbao, sehingga Jin Yuanbao terpaksa tunduk padanya. Begitu mendengar kabar itu, Yu Qilin segera memburu ke aula, dari jauh ia melihat Jin Yuanbao meringkuk di lantai, hatinya bagai diiris pisau, tanpa ragu sedikitpun ia segera merampas kain pel itu dari tangan Jin Yuanbao, lalu mulai mengantikannya mengepel lantai. Jin Yuanbao tertegun, lalu bereaksi, ia merebut kain pel itu dari tangan Yu Qilin, namun Yu Qilin menarik tangannnya, sehingga Jin Yuanbao hanya mencengkeram udara kosong.

"Berikan padaku!", Jin Yuanbao kembali merebut kain pel itu.

"Yuanbao...."

Dari jarak dekat, makin terlihat betapa kurus dan pucatnya ia, dan tangannya yang penuh luka, wajah Yu Qilin pun memerah.

"Kubantu kau".

"Kau sedang membantuku?", Jin Yuanbao mendengus dan tertawa.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau kau pergi menjauh sedikit, aku akan sangat terbantu". Akan tetapi, kali ini, apapun yang dikatakannya, tak dapat mengoyahkan tekad Yu Qilin. Dengan amat teguh, Yu Qilin menatapnya matanya, lalu dengan perlahan berkata.

"Aku akan menemanimu". Setelah berbicara, Yu Qilin kembali membungkuk dan mengepel lantai, karena tubuhnya bergerak-gerak, liontin yuanbao yang tergantung di dadanya tergelincir keluar dari bajunya. Jin Yuanbao terpana, pandangan matanya tertarik ke arah kalung itu dan untuk sesaat ia termenung.

"Bagus, bagus, bagus....." Sebuah suara yang amat tak cocok dengan keadaan saat itu terdengar, Yu Qilin tertegun, ia menengadah dan melihat mata Liu Wenchao yang seakan tertawa namun tak tertawa. Entah apa yang hendak diperbuat olehnya, tanpa sadar, Yu Qilin menghadang di depan Jin Yuanbao saambil memandang Liu Wenchao dengan waspada. Sudut-sudut bibir Liu Wenchao terangkat, ia tersenyum sinis, membungkuk dan menarik Yu Qilin hingga bangkit, lalu merebut kain pel di tangannya dan melemparkannya ke wajah Jin Yuanbao. Setelah itu, ia berjongkok dan mengelap noda-noda kotoran di lutut Yu Qilin, dengan amat lembut ia berkata.

"Aku mana bisa menyuruhmu melakukan pekerjaan kasar seperti ini". Yu Qilin mundur selangkah dan membebaskan dirinya dari cengkeraman Liu Wenchao, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Jin Yuanbao, akan tetapi Jin Yuanbao tak bereaksi, ia mencelupkan tangannya ke dalam air kotor dan kembali mengepel. Perasaan pedih kembali menjalar dalam dada Yu Qilin dan mau tak mau membuat sinar matanya menjadi sedih. Melihat sinar mata Yu Qilin, Liu Wenchao menjadi gusar dan menarik Yu Qilin.

"Ia seorang hina, memang sudah seharusnya hidup seperti ini". Perlahan-lahan, Yu Qilin mengalihkan pandangan matanya, memandang Liu Wenchao.

"Kau sudah mendapatkan Wisma Jin dan lingpai itu, tapi kau masih menyiksanya sedemikian rupa, kalaupun kau hendak membalas dendam padanya, atau hendak melampiaskan kemarahanmu padanya, sudah cukup".

"Hutangnya padaku, masih jauh dari terbayar". Setelah berbicara dengan marah, secara tak sengaja, Liu Wenchao melihat kalung yang tergantung di dada Yu Qilin, amarahnya kontan berkobar, ia merengut kalung itu, sebelum Yu Qilin sempat bereaksi, ia telah melemparkan kalung itu ke wajah Jin Yuanbao. Dengan tak berdaya, Yu Qilin hanya dapat melihat kalung itu menimpa wajah Jin Yuanbao disertai bunyi gemerincing. Jin Yuanbao duduk diam untuk beberapa saat, lalu dengan perlahan memungutnya, saat kalung itu menyentuh jarinya, sebuah sepatu kotor menginjak punggung tangannya keraskeras.

"Apa yang kau lakukan!", sambil menjerit melengking, Yu Qilin menerjang ke depan untuk mendorong Liu Wenchao, akan tetapi dirinya malahan didorong Liu Wenchao hingga terjerembab di lantai. Liu Wenchao tertawa dingin, tenaga yang dikerahkannya semakin besar, makin lama injakan kakinya semakin keras, akhirnya ia mengilas tangan Jin Yuanbao dengan penuh tenaga. Keringat dingin karena kesakitan muncul di wajah Jin Yuanbao, akan tetapi ia masih berkeras tak hendak membuka tangannya, tangannya pun mengeluarkan darah. "Yuanbao, lepaskanlah", kata Yu Qilin sambil tersedu sedan. Akan tetapi Jin Yuanbao seakan tak mendengarnya, dengan semakin angkuh ia menengadah memandang Liu Wenchao, Liu Wenchao pun semakin mengerahkan tenaganya.

"Kumohon supaya kau melepaskannya, kumohon padamu". Akhirnya Yu Qilin tak bisa menahan dirinya lagi, dengan air mata bercucuran, ia berlutut di hadapan Liu Wenchao.

"Kumohon kau melepaskannya". Demi Jin Yuanbao, ia ternyata bersedia berlutut di hadapan dirinya? Liu Wenchao merasa hatinya terhempas dengan amat cepat, seakan tenggelam di dalam sebuah jurang tak berdasar.

"Katakan sekali lagi".

"Kumohon kau melepaskannya". Yu Qilin kembali berkata. Dengan hati yang dipenuhi kesedihan, Liu Wenchao perlahanlahan menarik kakinya, lalu mundur selangkah, setelah memandangi Yu Qilin dari ketinggian beberapa saat, ia tersenyum, menarik Yu Qilin hingga bangkit, menghembuskan napas dengan pelan, lalu dengan amat lembut menghapus air mata di wajah Yu Qilin, dengan lembut ia berkata.

"Kenapa kau selalu mencucurkan air mata karenanya!"

Melihat sikap lembutnya yang luar biasa itu, Yu Qilin tercengang, akan tetapi, tepat pada saat itu, sebuah tamparan keras mendarat di wajahnya! Yu Qilin merasa telinganya berdenging, bahkan pandangan matanya sampai berkunang-kunang, ia terhuyung-huyung dan hampir terjatuh, namun ditarik keras-keras oleh Liu Wenchao.

Wajah Liu Wenchao yang barusan ini bampak lembut sekarang bagai kesetanan.

"Ternyata demi dia, kau menangis memohonmohon padaku?!"

Setelah berbicara, tanpa kenal ampun ia menyeret Yu Qilin keluar dari aula Wisma Jin.

Jin Yuanbao duduk di lantai sambil membelai liontin yuanbao yang berkilauan itu, perlahan-lahan ia mengepalkan tangannya, setelah telapaknya terasa sakit terkena yuanbao yang keras itu ia barulah membuka tangannya.

Saat itu, ia baru menyadari bahwa darah segar telah menetes dari sela-sela jarinya, dan di lantai nampak bercak-bercak darah.

Tak nyana, ia berani memukul Yu Qilin....

Ternyata ia berani memukul Yu Qilin di hadapan dirinya! Liu Wenchao, aku Jin Yuanbao akan memaksamu membayar mahal untuk perbuatanmu ini! Liu Wenchao yang amat marah langsung menyeret Yu Qilin dengan cepat ke kamarnya sendiri, begitu sampai di muka pintu, ia mendorongnya keras-keras ke dalam kamar, lalu mengunci pintu.

Yu Qilin terhuyung hingga terjatuh, melihat Liu Wenchao yang penuh amarah, Yu Qilin segera duduk dan bertanya dengan gusar.

"Apa yang kau lakukan?" Liu Wenchao merasa dadanya sesak penuh amarah, seakan mengambil napas pun sulit, sambil berjalan ke arah Yu Qilin, ia menarik kerahnya, seakan dengan cara demikian ia akan dapat membuat napasnya menjadi lega.

"Apa yang kulakukan? Aku justru tak paham, Yu Qilin, apa bagusnya Jin Yuanbao? Ia memukulmu, menusukmu dengan pedang, dan bahkan menyapumu keluar pintu seperti sampah, dalam pandangan matanya pada dasarnya tak ada kau, kenapa kau masih begitu baik padanya seakan ia permata yang paling berharga di dunia, kenapa?"

Melihat sikapnya, dalam hati Yu Qilin muncul sebuah firasat buruk, perlahan-lahan ia bangkit, lalu diam-diam bergerak ke arah pintu.

"Aku telah melakukan begitu banyak hal untukmu, bahkan demi dirimu aku tak menginginkan segalanya! Setiap kali aku minta diri padamu, aku selalu berdiri di luar pintu dan berharap agar pada suatu hari kau akan berbalik memandang diriku, akan tetapi, aku tak pernah mendapatkan pandangan mata itu! Setiap kali kau terluka atau bersedih karena dirinya, kau harus tahu bahwa aku pun sangat bersusah hati! Jin Yuanbao hanya bisa melukaimu, namun aku Liu Wenchao adalah orang mencintaimu dengan tulus!"

Semakin lama Liu Wenchao berbicara, gerakan tangannya semakin liar, hingga akhirnya ia mulai membuka ikat pinggangnya sendiri, sambil berbicara ia mendesak ke arah Yu Qilin.

Yu Qilin makin merasa panik, sedikit banyak ia sudah paham maksud Liu Wenchao, akan tetapi pintu telah ditutup rapat-rapat olehnya, apa yang harus ia lakukan? Liu Wenchao yang cerdas segera menyadari keanehan tindakannya dan segera menariknya, sepasang lengannya melingkari bahu Yu Qilin dan memeluknya erat-erat.

"Kau hendak pergi ke mana!"

Yu Qilin merasa panik.

"Lepaskan aku".

"Kau rela mati demi Jin Yuanbao, tapi tak sudi melihatku, apakah dalam hatimu aku begitu hina? Begitu memuakkan?"

Sambil menggertakkan giginya Yu Qilin berkata.

"Yuanbao dalam hatiku benar-benar sebuah permata yang paling berharga, karena ia seratus, seribu kali lebih baik hati darimu, kau tak boleh melukai orang lain lagi karena keegoisanmu, di hadapannya, kau selamanya seorang pecundang". Tak nyana, Yu Qilin dapat mengucapkan perkataan yang mengiris hati bagai sembilu seperti itu, Liu Wenchao tertegun dan mau tak mau mundur selangkah.

"Kenapa begini? Kenapa? Yang menang jelas-jelas aku". Melihatnya, Yu Qilin merasa bahwa ia harus mencari kesempatan, dan sengaja makin mengundang amarah Liu Wenchao.

"Liu Wenchao, kau menganggap dirimu menang, tapi sebenarnya apa yang kau dapatkan? Apakah kau punya kerabat? Apakah kau punya teman? Apakah kau punya orang yang mencintai dirimu? Demi kemenangan, kau bahkan sampai membunuh adik kandungmu!"

Setiap perkataan itu bagai pisau yang menikam hati Liu Wenchao, selangkah demi selangkah ia mundur ke belakang sambil tak terus menerus berpaling, seakan untuk mencari tempat bersandar, namun sama sekali tak ada apapun.

"Tidak seperti ini, tidak seperti yang kau katakan". Mendadak ia tertegun dan menghentikan langkahnya.

"Aku tak melakukan sesuatu yang salah! Sejak kecil ayah ibu sudah meninggal dan aku tinggal di Wisma Jin, aku selalu patuh dan bersikap hormat, sangat hati-hati dalam segala hal, aku sama sekali tak berani mengambil langkah yang salah! Akan tetapi setelah bertahuntahun lamanya aku tak mendapatkan apapun, tapi tanpa melakukan apapun, Jin Yuanbao dapat memperoleh segalanya......"

Tiba-tiba Liu Wenchao mengangkat tangannya dan mencengkeram dagu Yu Qilin.

"Bahkan kaupun menjadi miliknya, apakah karena aku tak dapat bersikap angkuh dan kurang ajar sepertinya, aku malahan tak pantas mencintai seseorang, dan tak patut dicintai?"

Yu Qilin hendak menghindar jauh-jauh dari wajah Liu Wenchao, namun karena dagunya dicengkeram erat-erat, ia hanya dapat mengalihkan pandangannya dan tak lagi memandangnya.

Akan tetapi, pemandangan seperti itu di mata Liu Wenchao berubah menjadi tanda kemuakan Yu Qilin yang mendalam terhadap dirinya, ia pun menjadi murka.

"Beberapa hari belakangan ini, aku berusaha sekuat tenaga menahan perasaan rinduku. Aku memberitahu diriku sendiri bahwa aku harus menahan diri, namun tak ada gunanya! Kupikir asalkan aku baik padamu, kau akan dapat menyukaiku, akan tetapi tak perduli apa yang kulakukan, aku tak dapat mendapatkan cintamu. Sudah cukup! Aku sudah tak sabar lagi! Aku akan memilikimu! Saat ini aku akan memilikimu!"

Pandangan matanya mendadak menjadi liar, tangannya menjulur ke arah Yu Qilin dan menekan pundaknya, memaksanya mundur.

Yu Qilin merasa panik, secara naluriah ia hendak mundur dan dipaksa olehnya untuk mundur selangkah demi selangkah ke kamar tidur, ketika Yu Qilin tersadar, ia telah berdiri di tepi ranjang, seketika itu juga, rasa takut memenuhi hatinya, dan seberkas perasaan dingin yang menembus tulang menyelimutinya.

Liu Wenchao mengangkat tangannya, lalu dengan enteng mendorong Yu Qilin yang sedang linglung ke ranjang.

Tiba-tiba Yu Qilin tersadar dan segera meronta-ronta, dengan sekuat tenaga melawan, akan tetapi kungfunya yang bagai kucing berkaki tiga itu mana bisa menandingi Liu Wenchao, dua tiga jurus kemudian ia telah berhasil ditangkap oleh Liu Wenchao, yang lalu mengikat tangan dan kakinya dengan seprai! Namun semakin sengit Yu Qilin melawan, nafsu binatang Liu Wenchao makin berkobar, tanpa memperdulikan apapun lagi, ia langsung menerjang ke arah Yu Qilin! Yu Qilin merasa putus asa, sebuah gelombang pasang hitam seakan menenggelamkannya.

Dan suara pakaian yang robek itu seakan bagai suara setan yang memaksanya, dan membuatnya ketakutan dan gemetar, bagai sehelai daun kering yang akan ditiup hingga jatuh oleh angin puting beliung, begitu lemah dan tak berdaya.

Dari sudut matanya meleleh sebutir air mata putus asa, terpikir olehnya untuk bunuh diri dengan mengigit lidahnya, sehingga dengan kematian semuanya akan berakhir.....akan tetapi, kalau dirinya tewas, bagaimana dengan Nyonya Yu? Selain itu, bagaimana dengan Yuanbao? Tiba-tiba, pintu kamar itu ditendang hingga terbuka, suara barang porselen pecah pun terdengar di atas kepala Liu Wenchao, ia mengerang dan terjatuh ke samping.

Yu Qilin memandang lelaki yang datang bagai dewa penolong itu dengan mata terbelalak, air mata haru pun membanjir keluar bagai air yang menjebol tanggul.

"Kau tak apa-apa?", Jin Yuanbao cepat-cepat mengurai seprai yang mengikatnya, akan tetapi semakin terburu-buru, ia semakin tak bisa mengurai ikatan itu. Barusan ini, ketika ia sedang mengepel di aula utama, ia memikirkan ekspresi Liu Wenchao yang luar biasa dan pikirannya semakin lama semakin cemas, tanpa memperdulikan apapun lagi ia segera memburu ke tempat ini, dan untung saja belum terlambat. Liu Wenchao yang pingsan terkena hantaman vas bunga perlahan-lahan tersadar, begitu melihat Jin Yuanbao menelungkup di samping Yu Qilin yang pakaiannya tak lengkap sambil berusaha membuka ikatannya, api cemburu pun membakar hatinya, ia segera mengambil pedang yang tergantung di dinding dan menikam ke arah Jin Yuanbao! Begitu Yu Qilin yang bermata tajam melihatnya, ia segera menjerit dengan suara melengking.

"Kalau kau membunuhnya, aku akan segera bunuh diri dengan mengigit lidahku!"

Liu Wenchao tertegun, pedang di genggamannya pun perlahanlahan mengarah ke bawah, ia memandanginya Yu Qilin, perlahan-lahan tersenyum, lalu berkata.

"Baik, aku tak akan membunuhnya". Setelah berbicara, Liu Wenchao mencengkeram gelung rambut Jin Yuanbao, lalu menyeretnya keluar. Ketika Yu Qilin melihat kejadian itu, ia segera menggunakan salah satu tangannya yang telah dibebaskan Jin Yuanbao untuk membuka ikatan yang tersisa, menyampirkan baju Liu Wenchao yang tergantung di tepi ranjang ke tubuhnya sendiri, lalu segera berlari keluar. Akan tetapi, begitu ia berlari ke taman, Jin Yuanbao telah diikat erat-erat di tiang kayu yang dipergunakan Liu Wenchao berlatih silat, Liu Wenchao sedang berdiri di depannya sambil mengenggam sebuah cambuk yang amat panjang, dan mencambukinya dengannya.

"Tar!"

"Tar!"

Setiap lecutan diikuti suara erangan dan percikan darah...... Jin Yuanbao mengigit bibirnya agar tak menjerit kesakitan di depan Liu Wenchao, dengan keras kepala ia terus menatapnya.

"Berhenti!", melihat Jin Yuanbao yang sedang sekarat, hati Yu Qilin bagai diiris-iris pisau, matanya berlinangan air mata, ia pun segera memburu menghampirinya.

"Kalau kau mendekat selangkah lagi saja, aku akan melecutnya sepuluh kali lagi", suara Liu Wenchao dingin menusuk tulang. Yu Qilin segera berhenti dan berpaling memandang Liu Wenchao dengan penuh kebencian.


Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Dewa Arak 75 Racun Kelabang Merah Pendekar Mabuk 113 Tabib Sesat

Cari Blog Ini