Ceritasilat Novel Online

Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan 9

Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua Bagian 9



"Apa yang kau tertawakan?"

Dengan sinis Jin Yuanbao mencemoohnya.

"Di sini kau pasti orang yang paling tak berguna".

"Omong kosong, kepandaian si tua ini paling tinggi!"

Si keroco membelalakkan matanya.

"Jangan membual". Wajah Jin Yuanbao nampak tak percaya.

"Orang yang paling tak dipandang oleh pemimpinmu adalah kau".

"Kentut!"

"Kalau kau benar-benar punya kepandaian, kenapa semua orang lain minum arak dan makan daging, dan menyuruhmu makan angin di sini?" Si keroco berpikir sejenak, lalu sambil membusungkan dadanya ia berkata.

"Si tua ini sipir penjara!"

"Sipir penjara?"

Dengan sikap menghina Jin Yuanbao memandangnya.

"Kau tahu orang macam apa yang pantas menjadi seorang sipir penjara?"

"Orang macam apa?"

Jin Yuanbao membuka mulutnya, lalu mengucapkan empat patah kata dengan perlahan-lahan.

"Orang yang tak berguna". Si keroco kontan marah.

"Kentut!"

"Kenapa kau marah?"

Jin Yuanbao tertawa dan berkata.

"Kau dan aku apa bedanya? Sama-sama kelaparan, melihat orang lain makan dan minum enak tapi hanya bisa melihat sambil meneteskan air liur. Karena kau paling tak berguna, maka kau dibuang di sini".

"Bah! Si tua ini kalau ingin minum bisa minum, kalau ingin makan bisa makan". Dengan angkuh Jin Yuanbao memandangnya.

"Kau membual, perutmu kosong tapi kau cuma bisa menelan air liur". Si keroco bangkit, lalu berpikir sejenak.

"Kau anggap si tua ini bodoh? Si tua ini tak mungkin kena tipuanmu!"

Jin Yuanbao tertawa sinis.

"Kau bukan bodoh, kau ini dungu". "Kau!"

Si keroco menerjang ke depan, ia menjambak kerah Jin Yuanbao, lalu membentaknya dengan bengis.

"Kalau kau masih beromong kosong lagi, coba lihat si tua ini memukulmu sampai mampus!"

Namun dengan santai Jin Yuanbao berkata.

"Aku diikat seperti ini, tak bisa berkutik, kalaupun aku bisa membuatmu pergi, apa gunanya? Alasan yang begitu sederhana ini dipahami oleh pemimpinmu, dan dipahami oleh orang lain, hanya kau yang tak paham. Mereka memberimu jabatan sipir sebagai hadiah, namun ini sebenarnya sama dengan memberimu tulang untuk digigit-gigit".

"Kau mengangap si tua ini anjing? Kalau aku tak menghajarmu, kau tak tahu si tua ini orang macam apa!"

Dengan gusar si sipir menerjang ke arahnya sambil mengayun-ayunkan tinjunya. Namun Jin Yuanbao menatapnya tanpa berkedip.

"Ayo mulai!"

"Menurutmu si tua ini tak berani?"

"Pemimpinmu tak berani menyentuh selembar rambutku, tapi kau berani melakukannya? Pukullah aku, kalau setelah kau memukulku nanti, kau tak usah makan tulang, itu artinya pemimpinmu yang malah makan tulangmu". Si keroco amat marah.

"Kurang ajar!"

"Bahkan maksud pemimpinmu saja kau tak paham, pantas saja, setelah mengabdi selama bertahun-tahun kau cuma keroco yang paling rendah kedudukannya, dan pantas saja kau harus mengigiti tulang, dan tulang yang sudah digigiti orang lain pula". Setelah berbicara, dengan sikap yang sangat menghina Jin Yuanbao memejamkan matanya, lalu tak menghiraukannya lagi. Melihatnya si keroco semakin naik pitam.

"Sekarang si tua ini akan mengambil daging dan arak, supaya kau bisa melihatku memakannya dan kesal setengah mati!"

Sambil berbicara si keroco memeriksa ikatan Jin Yuanbao, lalu melangkah ke mulut pintu.

Begitu berjalan sampai ke sisi pintu, ia tiba-tiba menoleh, setelah melihat bahwa Jin Yuanbao masih tak berkutik sambil memejamkan matanya, dengan lega ia melangkah keluar.

Mendengar suara langkah kaki si keroco makin lama makin jauh, Jin Yuanbao sekonyong-konyong membuka matanya, lalu menarik tangannya dari belakang punggungnya ---- sekali lagi ia mengerahkan kepandaiannya.

Dengan hati-hati ia berjalan ke mulut pintu sambil merapat ke dinding, lalu untuk sesaat memperhatikan keadaaan di luar.

Rumah yang terletak di sisi lain jalan pegunungan itu terang benderang, dari jendela dengan samar-samar dapat dilihat sosok para perampok, mereka sedang minum-minum, sama sekali tak ada yang memperhatikannya.

Dengam berjingkat-jingkat Jin Yuanbao keluar dari gubuk itu, begitu melihat di sekitarnya tak ada orang, ia cepat-cepat melarikan diri.

Sekonyong-konyong, ia menubruk seorang perampok.

Jin Yuanbao terkejut, ia cepat-cepat menghindar dan lari, namun perampok itu berhasil menangkapnya.

Sambil menggertakkan gigi Jin Yuanbao membulatkan tekadnya.

"Ayo maju!"

Si perampok membuka penutup wajahnya dan memperlihatkan sebuah wajah jelita.

"Ini aku!"

Jin Yuanbao tertegun, lalu segera menjawab, ia merasa lega dan lalu membuntutinya. Sambil berpegangan tangan dan meraba-raba, mereka berdua perlahan-lahan berjalan keluar. Dengan pelan, Jin Yuanbao tertawa dan berkata.

"Kau sudah berhasil membuka ikatanmu?"

Sebenarnya Yu Qilin sudah tak marah, akan tetapi karena sekarang Jin Yuanbao kembali menyinggung perisitiwa itu,Yu Qilin merasa agak gusar, namun sekarang keadaan tidak menguntungkan, maka ia cepat-cepat menegurnya.

"Tutup mulut!" Jin Yuanbao tertawa pelan.

"Sepertinya kau memakai batu atau semacam itu untuk memotong tali". Yu Qilin diam-diam berpaling untuk menatap Jin Yuanbao, matanya yang jeli memancarkan sinar yang berkilauan. Jin Yuanbao melambai-lambaikan tangannya dan membujuknya.

"Marah karena malu itu tidak baik".

"Kalau begitu sampai kapan kau akan tinggal di sini dan bicara tak keruan....."

Yu Qilin merasa geram. Sebelum mereka berdua berjalan jauh sambil bersembunyi, terdengar para perampok itu berteriak-teriak.

"Dia kabur, cepat kejar!"

Begitu mereka berdua mendengarnya, mereka langsung angkat kaki dan kabur. Akan tetapi, sebelum mereka sempat lari jauh, mereka telah dikepung oleh beberapa perampok.

"Dia ada di sini!"

Jin Yuanbao memandang Yu Qilin, lalu dengan tak berdaya mengangkat bahunya.

"Begini, ya, tadi aku hendak lari tapi bertemu seorang tolol, sekarang aku tak akan mencoba lari lagi". Yu Qilin tertegun, lalu bereaksi dan berkata dengan gusar.

"Siapa yang kau sebut seorang tolol itu?" "Memangnya selain kau ada orang lain?"

Para perampok itu melihat bahwa ada seorang wanita, dan bahwa mereka berdua bertengkar, untuk sesaat mereka tak paham apa yang sedang terjadi.

Jin Yuanbao melihat ada suatu kesempatan, sambil berbicara, ia mengayunkan tangannya ke belakang, lalu memukul keraskeras hidung seorang perampok yang berada di belakang dirinya.

Perampok itu segera menutupi hidungnya sambil menjerit kesakitan.

Yu Qilin yang sudah mengerti maksudnya tertawa.

"Ternyata orang yang tak tahu diri ini boleh juga!"

Ia segera membalikkan sikunya dan menyikut perut perampok yang berada di belakang dirinya.

Karena kesakitan perampok itu berjongkok.

Dengan sebuah tendangan berantai Yu Qilin menendang para perampok yang mengepung mereka, lalu lari ke depan.

Jin Yuanbao menggunakan kesempatan itu untuk menunduk dan menyeruduk seorang perampok, lalu dengan cepat menyusul Yu Qilin.

"Berlindunglah di belakangku!"

Ia menjulurkan tangannya, hendak menarik Yu Qilin dan melindunginya. Pinggang Yu Qilin berputar sentimental, cepat kabur". menghindarinya.

"Tak usah Melihatnya hendak menerjang ke tengah gerombolan itu, tanpa ragu sedikitpun Jin Yuanbao menangkapnya, lalu menariknya sehingga menghadap ke arah yang berlawanan dan lari. Akan tetapi manusia tak dapat lari secepat kuda. Begitu mendengar keributan si perampok gemuk langsung membawa kawanan perampok berkuda untuk mengejar mereka, lalu menyuruh mereka mengepung mereka berdua rapat-rapat. Mereka berdua tak bisa berbuat apa-apa, dan terpaksa hanya dapat berhenti dan berdiri sambil beradu punggung.

"Membawa perempuan kabur benar-benar merepotkan", Jin Yuanbao menghela napas.

"Kau......"

Yu Qilin menatapnya dengan gusar. Akan tetapi tak nyana, tepat pada saat ini, Jin Yuanbao dengan enteng menjulurkan kakinya dan menjegal seorang perampok yang sedang menerjang ke arah Yu Qilin sehingga perampok itu jatuh terjerembab.

"Masih marah padaku? Semua ini gara-gara kau yang lari ke arah yang salah!"

Setelah berbicara, Yu Qilin mengayunkan goloknya dan memaksa mundur perampok yang menyerang Jin Yuanbao.

Selagi saling bertengkar, ternyata mereka berdua dapat diamdiam berkerjasama dengan harmonis untuk menangkis serangan para perampok.

Si lelaki gemuk itu langsung merasa khawatir, sambil berteriak keras-keras, ia mengayunkan goloknya ke arah Yu Qilin.

"Lawan aku!"

Yu Qilin melihat bahwa ia adalah pemimpin mereka, maka sesuai dengan prinsip 'kalau mau menangkap gerombolan perampok, tangkaplah gembongnya', ia segera menyambut serangannya, sambil dengan enteng merampas golok perampok di sampingnya.

Di tengah kilau golok dan pedang, mereka berdua telah bertukar beberapa jurus.

Dan Jin Yuanbao pun seperti seekor belut, menerobos keluar masuk diantara gerombolan itu, sehingga perampok-perampok lainnya tak dapat menyerang Yu Qilin.

Melihatnya dengan menempuh bahaya mengegos kesana kemari di tengah kilau golok, Yu Qilin makin merasa cemas, ia bertarung dengan si perampok gemuk dengan makin gagah, beberapa jurus kemudian ia telah berada di atas angin, ia pun segera melancarkan sebuah tebasan kosong, lalu menerjang ke samping Jin Yuanbao dan membantunya keluar dari kepungan.

Setelah keluar dari kepungan, Jin Yuanbao segera berlari sambil memperhatikan keadaan di sekelilingnya, tiba-tiba ia melihat seekor kuda berada di sampingnya.

Dengan memanfaatkan kesempatan saat Yu Qilin berkelahi dengan kawanan itu, ia perlahan-lahan keluar dari medan pertempuran.

Begitu melihatnya, si perampok gemuk mengejek Yu Qilin.

"Gundik kecil, lakimu tak menginginkanmu lagi!"
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yu Qilin mengerutkan keningnya, namun masih bertarung dengan sengit sambil menggertakkan giginya. Jin Yuanbao segera melompat ke punggung kuda, kuda itu meringkik panjang, begitu gerombolan itu melihatnya, mereka segera berteriak.

"Hadang dia!"

Akan tetapi tak nyana, kepandaian berkuda Jin Yuanbao ternyata terlatih dengan sangat baik, ia melarikan kuda kesanakemari menghindari gerombolan itu, lalu tiba-tiba, tanpa disangka-sangka ia memutar kepala kuda, gerombolan itu tak menyangkanya, begitu melihat kaki kuda yang terangkat tinggitinggi, mereka kontan berhamburan.

Saat ini, Yu Qilin jatuh ke dalam kepungan para perampok itu, ia telah jatuh di bawah angin dan makin lama makin sulit menangkis serangan musuh.

Tepat pada saat kritis itu, Jin Yuanbao memacu kudanya ke depan, lalu menjulurkan tangannya ke arah Yu Qilin seraya berkata.

"Naik!"

Yu Qilin menerima uluran tangannya, lalu dengan lincah melompat ke punggung kuda dan duduk di belakangnya sambil berpegangan erat-erat. Jin Yuanbao memukul kuda itu keras-keras, kuda itu meringkik panjang, lalu berlari sekencang-kencangnya.

"Cepat kejar!", si perampok gemuk segera menyuruh anak buahnya yang terluka, dengan tertatih-tatih mereka mengejar kuda itu. Saat senja menjelang, Liu Wenchao buru-buru datang ke tempat itu, namun ia melihat bahwa para perampok itu berdiri di depan gubuk, kepala mereka menunduk malu. Hati Liu Wenchao seakan tenggelam, seakan terbang ia melompat turun dari kuda, lalu bertanya.

"Mana dia?"

Untuk beberapa lama si perampok gemuk nampak muram, lalu mengumam.

"Lapor pada laopan, ia baru saja melarikan diri......"

Liu Wenchao amat terkejut.

"Melarikan diri? Bagaimana ia bisa melarikan diri?"

Si kepala gerombolan mencibir dan berkata.

"Sepertinya ada orang yang datang menolongnya, mereka berdua kabur bersama!" "Menolongnya....."

Liu Wenchao mengerutkan seakan sedang merenung.

"Diakah itu?"

Keningnya, Saat itu beberapa ekor kuda berlari menghampiri mereka, penunggang mereka adalah Zeng Biao dan kawan-kawannya. Dengan sinis Zeng Biao berkata pada Liu Wenchao.

"Kenapa Liu Gongzi seorang diri datang dahulu? Apakah kau khawatir kami akan menghalangimu?"

Liu Wenchao cepat-cepat menyoja ke arahnya.

"Zeng Daren datang, bagus sekali! Barusan ini Jin Yuanbao ditolong orang hingga dapat melarikan diri".

"Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Liu Wenchao memicingkan matanya dan memandang ke kejauhan, sinar dingin di matanya nampak menakutkan.

"Kejar!" * Yu Qilin dan Jin Yuanbao berdua menungang seekor kuda, kuda itu tak kuat menanggung beban mereka berdua, makin lama larinya makin lambat, akhirnya, di depan sebuah persimpangan, kuda itu pun berhenti. Jin Yuanbao melompat turun dari kuda.

"Kuda ini sudah tak bisa berlari, cepat berjalan!"

Setelah itu ia menjulurkan tangannya untuk menarik Yu Qilin.

"Tunggu dulu!", Yu Qilin mengibaskan tangannya yang dipegang oleh Jin Yuanbao, lalu memukul pantat kuda keras-keras, kuda itu pun berlari sekuat tenaga ke kiri.

Tanpa berkata apa-apa, Yu Qilin menarik Jin Yuanbao dan berlari ke arah yang sebaliknya.

Jin Yuanbao tertawa dan berkata.

"Ternyata kau cepat sekali belajar".

"Memangnya di kolong langit ini cuma kau yang pintar?"

"Kalau begitu kenapa membuka sebuah ikatan saja kau tak bisa?"

Jin Yuanbao mengejeknya.

"Masih berani bicara! Kalau kau tak mengikatku....."

Seakan bermaksud baik Jin Yuanbao perkataannya.

"Kau yang minta diikat". membetulkan "Tutup mulutmu! Begitu banyak orang mengejarmu dan hendak membunuhmu, tapi kau meninggalkanku dan berjalan-jalan sembarangan, kau pikir kau bukuai sakti yang hebat? Apa gunanya otakmu? Sembarang perampok keroco bisa membacokmu sampai mati!"

Yu Qilin merasa bingung bercampur geram, ia menatap Jin Yuanbao dengan tajam, menunggunya mengeluarkan bantahan, akan tetapi ternyata kali ini Jin Yuanbao tak membalasnya, dan malahan mengucapkan dua kata dengan suara yang hampir tak terdengar kepadanya.

"Terima kasih".

Yu Qilin tertegun.

"Apa?"

Jin Yuanbao tertawa dan berkata dengan ketolol-tololan.

"Kataku ---- cepat kabur!"

Setelah berbicara ia menarik Yu Qilin dan lari lebih cepat.

Entah kenapa, melihat tangan mereka berdua yang saling berpegangan dengan erat, Yu Qilin malah merasa seakan sedang meninju udara kosong, hatinya terasa kosong dan sedih.

* Tak lama kemudian, Liu Wenchao dan rombongannya telah mengejar sampai ke persimpangan jalan itu, ia segera melihat jejak-jejak kaki kuda di atas tanah.

Liu Wenchao berjongkok, lalu dengan hati-hati meraba tanah di tempat itu.

Ia memicingkan matanya dan memperhatikan jejak kaki kuda itu dengan hati-hati, jejak kaki kuda itu baru, ia pun melihat ke depan mengikuti jejak kaki kuda itu, jejak kaki kuda itu terus nampak sampai jauh di jalan itu.

"Jin Yuanbao pergi ke sebelah timur, kejar!"

"Tunggu dulu!"

Zeng Biao menghalanginya. Dengan terkejut Liu Wenchao memandangnya. Zeng Biao memandang jejak kaki kuda itu.

"Walaupun jejak kaki kuda menuju ke timur, tapi mulai dari sini jejaknya bertambah dangkal, rupanya mereka berdua turun dari kuda dan berjalan kaki, lalu melepaskan kuda itu untuk mengecoh kita. Kita harus mengejar ke arah sana!"

"Menurutku tak perlu", Liu Wenchao mengumam, dari tanah ia memungut sebuah batu.

"Daren mohon lihat, tanah disini berubah menjadi keras, jejak kaki kuda ini tak dapat dipakai sebagai petunjuk, kita harus terus mengejar ke timur!"

Wajah Zeng Biao menjadi muram.

"Bagaimana Liu Gongzi dapat memastikan hal itu? Bagaimana kalau kita mengejar ke timur dan tak berhasil?"

Mendengar perkataannya itu, Liu Wenchao tersenyum hambar.

"Kalau kita menuruti Zeng Daren dan mengejar ke sebelah sana tapi tak berhasil lalu bagaimana? Apakah kau akan minta ampun pada Yang Mulia?"

"Ini....."

Zeng Biao ragu-ragu. Liu Wenchao kembali menekankan.

"Yang Mulia memberiku kekuasaan penuh untuk mengatur penangkapan Jin Yuanbao, tak ada gunanya banyak bicara, ayo kejar ke timur!"

"Kejar ke arah timur!", sambil menggertakkan giginya Zeng Biao melompat ke punggung kuda. Di bawah langit penuh bintang di tengah malam, orang-orang biasa telah memadamkan lentera dan beristirahat, wajah mereka penuh kecemasan. Nyonya Jin berjalan mondar-mandir dalam kamarnya dengan gelisah, wajahnya penuh kecemasan. Saat ini, Gu Daniang mendorong pintu hingga terbuka dan masuk ke dalam. Dengan wajah penuh harapan, Nyonya Jin memandangnya.

"Bagaimana? Apakah sudah ada kabar tentang Yuanbao?"

Gu Daniang menggeleng-geleng.

"Belum ada, Wenchao juga belum mengirim surat dari sana". Mendengarnya, Nyonya Jin dengan sedih duduk di atas kursi.

"Sebenarnya siapa yang menurunkan tangan jahat ini kepada Yuanbao?"

Di luar pintu seorang pelayan berkata.

"Pengurus Rumah Tangga Istana Liu Gonggong mohon bertemu". Mendengarnya, Nyonya Jin cepat-cepat bangkit, lalu melangkah ke sisi pintu.

"Lekas persilahkan beliau masuk". Setelah itu, tirai pintu tersibak, dan seorang lelaki tua yang berpakaian seperti seorang kasim masuk.

"Senang dapat bertemu dengan Nyonya Jin...." "Senang dapat bertemu dengan Liu Gonggong". Setelah mereka berdua selesai bertukar salam, Nyonya Jin berkata pada Gu Daniang.

"Hidangkan teh untuk Liu Gonggong". Liu Gonggong cepat-cepat menghalanginya.

"Furen tak usah banyak peradatan, ibu suri meminta zanjia untuk menyampaikan beberapa kata, setelah selesai zanjia akan segera pergi". Wajah Nyonya Jin nampak serius.

"Apa perintah ibu suri?"

"Ibu suri mendengar bahwa saat pulang ke rumah mertua, Tuan Muda Jin terkena masalah, beliau sudah memerintahkan para jago silat istana untuk berpatroli di sepanjang jalan, kita harus memastikan keselamatan tuan dan nyonya muda". Mendengar perkataannya itu, Nyonya Jin menjadi agak tenang, sambil menangkupkan kedua tangannya ia berkata.

"Kalau ibu suri memberkati, pasti putraku akan dapat bernasib baik, mohon wakili qieshen untuk mengucapkan terima kasih pada ibu suri".

"Langit akan menolong orang yang baik, mohon furen menunggu kabar baik dengan tenang. Zanjia mohon diri dulu". Sambil tersenyum Liu Gonggong mengibaskan kebutan ekor kudanya, lalu berbalik dan berlalu. Di tengah tirai malam, Yu Qilin dan Jin Yuanbao dengan tertatihtatih berlari di tengah hutan untuk menyelamatkan nyawa mereka, mereka berlari sambil tak lupa bertengkar. "Jin Yuanbao, perangaimu buruk, mulutmu beracun, sombong, suka menang sendiri dan tak punya empati, menyinggung orang tapi tak merasa. Sekarang kau tahu bahwa kau telah membuat banyak orang muak padamu, di sepanjang jalan begitu banyak orang hendak mengejar dan membunuhmu, tapi kau masih cari gara-gara saja". Jin Yuanbao menatapnya.

"Kau tahu apa? Kalau ada orang yang mengejar dan hendak membunuhku, hal ini membuktikan bahwa aku adalah orang yang penting. Begitu banyak orang berkuda yang menghabiskan banyak uang untuk mengejar dan membunuhku, ini adalah bukti bahwa aku adalah orang yang sangat penting".

"Maut sudah di depan mata, tapi masih bisa begitu percaya diri, dapat terus bersikap optimis seperti ini benar-benar sulit". Yu Qilin langsung tak tahan lagi mendengarkan perkataannya.

"Si butou ini tak terlalu kaget, aku sudah banyak merasakan angin dan gelombang, semakin banyak orang yang mengejarku, semakin banyak petunjuk bagiku untuk menyelidiki kasus ini, rencana mereka pun akan lebih cepat terungkap".

"Aiyo", sambil menyindir Yu Qilin mencecarnya.

"Kalau begitu aku hendak mohon pelajaran pada Yang Mulia Butou, kau sudah hampir mati berapa kali dan sudah mendapat berapa petunjuk? Orang-orang yang hendak mengejar dan membunuhmu ini apakah berasal dari satu gerombolan? Apa tujuan mereka?" Wajah Jin Yuanbao menjadi muram.

"Secara garis besar aku dapat menebak siapa otak di belakang peristiwa ini, namun sebelum ada bukti yang meyakinkan, aku tak dapat mengungkapkannya".

"Tak bisa mengungkapkannya? Kau tak tahu, tapi malu mengakuinya?"

Perempuan ini, benar-benar..... Jin Yuanbao melengos.

"Aku malas menjelaskannya dengan panjang lebar padamu, pendeknya kau kuberitahu, tak perduli mereka siapa, kalau mereka berani menantangku, mereka mengundang bencana bagi diri mereka sendiri".

"Kalau kau malas menjelaskannya dengan panjang lebar padaku, sebaiknya kau tak usah melibatkanku. Di sepanjang perjalanan ini entah sudah berapa keadaan berbahaya yanh kutempuh denganmu, untung saja nasibku baik. Lagipula, kalau kau tak tahu siapa otak semua ini, kalau kau tak tahu siapa yang mencelakaimu di belakang punggungmu, bagaimana kau bisa membalas dendam? Kau masih keras kepala saja dan tak mau mengakui kesalahanmu, kau hanya membual saja"

Selagi mereka berdua bertengkar, mereka tak memperhatikan jalan di bawah kaki mereka, tiba-tiba.

"Aiyo!", Yu Qilin menghilang dari muka bumi. Jin Yuanbao terkejut, secara refleks ia menjulurkan tangannya untuk menarik Yu Qilin, akibatnya keseimbangan tubuhnya terganggu dan.

"Aiyo!", ia pun menghilang dari muka bumi.... Melihat permukaan lubang yang begitu tinggi di atas kepalanya, Yu Qilin merasa cemas. Ini jelas adalah lubang jebakan binatang liar milik seorang pemburu, walaupun tak besar, namun sangat dalam, seseorang yang memandang ke atas dari sini, benar-benar dapat memahami arti perkataan 'melihat ke langit dari dasar sumur'.

"Habislah, habislah, habislah". Yu Qilin meraba-raba dinding lubang jebakan itu, akan tetapi dindingnya keras dan licin, pada dasarnya tak dapat dipanjat, oleh karenanya tak ada gunanya untuk menghabiskan tenaga untuk mencobanya. Melihatnya, Jin Yuanbao menirunya dan ikut meraba-raba dinding lubang itu dengan tangannya. Melihatnya, dengan tak berdaya Yu Qilin pun mencari sebuah sudut dan duduk.

"Aku seorang diri jatuh ke dalam lubang ini saja sudah cukup sial, kenapa kau ikut jatuh bersamaku?"
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jin Yuanbao melangkah ke sisinya.

"Bukannya kau yang melibatkanku?"

Orang ini, benar-benar......tak masuk akal! Dengan gusar Yu Qilin berkata.

"Kau selalu menyombongkan kecerdasanmu, tapi kau ini sebenarnya tolol. Seharusnya kau memperhatikan keadaan di sekelilingmu dan mencari jalan untuk menolongku, tapi sekarang kita berdua malahan jatuh ke sini". Jin Yuanbao mengangkat bahunya, ia tak nampak khawatir.

"Jatuh ke dalam sini tak ada jeleknya, paling tidak kita dapat menghindari orang-orang yang mengejarku".

"Kalaupun dapat menghindari orang-orang yang mengejar kita apa gunanya? Kita terkurung di sini, tak bisa minta tolong pada langit dan bumi, kalau tak mati kelaparan, kita tinggal menunggu dijadikan santapan lezat oleh binatang liar!"

Yu Qilin berteriak. Melihatnya, mata Jin Yuanbao perlahan-lahan memicing, sehingga menjadi seperti sepasang bulan sabit yang indah.

"Maksudmu, kau ingin terkurung bersamaku di sini seumur hidup, hendak sehidup semati denganku?"

"Karena keadaan sudah menjadi seperti ini, masa aku masih ingin bercanda?"

Dengan enteng Yu Qilin memungut sebutir batu kecil yang berada di sisinya dan melemparkannya ke arahnya.

"Karena keadaan sudah menjadi seperti ini, masa kau masih ingin melemparku dengan batu?"

Sambil tertawa Jin Yuanbao balik bertanya.

"Kau...."

Di tengah kegelapan malam, lubang jebakan itu nampak sempit dan kecil, tubuh mereka berdua berdempetan, walaupun mereka sedang bertengkar, namun mereka menjadi semakin dekat. Jin Yuanbao menelengkan kepalanya dan berbisik di telinga Yu Qilin.

"Kau kuberitahu, kalau kau ingin, si tuan muda ini tak ingin, jangan khawatir, masa lubang ini bisa mengurung si tuan muda ini?"

"Mulutmu memang lihai, namun apakah aku harus percaya padamu?"

Yu Qilin menatapnya dengan tajam.

"Kalau kita melompat, kita hanya bisa melompat tak sampai tiga chi tingginya, sedangkan lubang ini sangat dalam, aku ingin melihat bagaimana kau bisa keluar dari sini". Melihatnya, Jin Yuanbao tertawa, lalu dengan sengaja berkata.

"Lubang rusak ini hanya bisa mengurung binatang liar yang bodoh, oh, salah, binatang liar otaknya bukannya bodoh, melainkan tak punya otak". Yu Qilin geram, ia memutar tinjunya hendak memukulnya.

"Kau mengatai siapa sebagai binatang liar? Yang jatuh ke sini kan bukan cuma aku seorang?"

Lubang itu sempit, oleh karenanya pukulan Yu Qilin itu makin mirip dengan cekcok mesra sebuah pasangan muda. Jin Yuanbao menangkap tinjunya, lalu memandang matanya.

"Kau harus mengandalkan otakmu, bukan secara membabi-buta memakai kekuatan". Yu Qilin terdiam, perlahan-lahan menundukkan kepalanya. menarik tinjunya, lalu Melihatnya menjadi tenang, Jin Yuanbao memutuskan untuk tak mengodanya lagi, dengan suara lembut ia membujuknya.

"Kau mau tidur dulu? Besok pagi begitu kau bangun, aku akan menunjukkan padamu apa yang namanya lolos dari lubang jarum, kau akan melihat suatu keajaiban". Tanpa disangka-sangka, Yu Qilin menjawab.

"Baiklah, kau boleh membual, besok akan kita lihat apa yang terjadi". Akan tetapi entah kenapa, dalam suaranya terdapat suatu perasaan yang berbeda. Ia berbalik, meringkuk sambil memunggungi Jin Yuanbao, lalu perlahan-lahan memejamkan matanya. Hatinya perlahan-lahan menjadi hangat, suatu rasa aman yang tak terlukiskan pun muncul dengan sendirinya.

"Lekaslah tidur, aku ada di sini". Suara Jin Yuanbao pun terdengar. Mungkin ia benar-benar kelelahan, begitu mendengar perkataan itu, Yu Qilin langsung tertidur. Jin Yuanbao diam-diam menanggalkan bajunya dan menyelimuti Yu Qilin dengannya, setelah itu ia bangkit dan dengan seksama meneliti dinding lubang itu, dengan tangannya ia mengketukketuk dan memukul-mukul di berbagai tempat, setelah itu ia menyentuh tanah di dinding lubang dengan jarinya yang sudah dibasahi, lalu mencium-ciumnya, kemudian menempelkan telinganya di dinding lubang untuk mendengarkan dengan seksama.... Pagi-pagi keesokan harinya, Yu Qilin perlahan-lahan terbangun, setelah membuka mata, ia menemukan bahwa pakaian luar Jin Yuanbao menyelimuti dirinya, maka mau tak mau ia pun merasa tersentuh.

"Kau sudah bangun?"

Mendengar suaranya, Yu Qilin memandangnya, ternyata mata pemuda itu kemerah-merahan. Mau tak mau suara Yu Qilin melembut.

"Kau semalaman tak tidur?"

Jin Yuanbao mengangkat alisnya dan tertawa, lalu menyindirnya.

"Aku tak sepertimu yang bisa tidur dengan nyenyak di hutan belantara, tanpa ranjang kumala, selimut brokat dan bantal chenxiang ku, aku tak bisa tidur dengan nyaman". Yu Qilin tertegun. Benar, kau memang seorang tuan muda kaya yang manja.....akan tetapi, sifatmu ini benar-benar memuakkan. Wajah Yu Qilin nampak kesal, rasa tersentuh dalam hatinya pun langsung buyar.

"Kalau begitu mohon tanya pada tuan muda yang cerdas dan manja ini, apakah kau sudah punya cara untuk meninggalkan tempat sialan ini? Kalau kita tak bisa meninggalkan tempat ini, bicara apapun tak ada gunanya, seperti burung Hong yang luruh bulunya dan lebih rendah dari ayam".

"Si tuan muda ini kapan pernah mengingkari perkataannya? Aku berkata bahwa aku dapat membawamu pergi, tentu saja aku sudah punya cara untuk melakukannya. Apakah kau sudah bersiap-siap dengan baik? Waktu untuk menyaksikan keajaiban telah tiba". Sambil berbicara, Jin Yuanbao bergeser ke samping, entah sejak kapan, di belakang tubuhnya telah muncul sebuah lubang yang besarnya kira-kira sekepalan tangan, Jin Yuanbao menjulurkan tangannya ke dalam lubang itu dan mengeluarkan batu-batu kecil dan tanah. Ternyata air mengalir dari dalam lubang itu, Yu Qilin membuka matanya lebar-lebar, makin lama air itu mengalir makin deras dan masuk ke dalam lubang jebakan. Jin Yuanbao tertawa dan berkata.

"Apa kau paham sekarang? Tak berapa lama lagi, air akan memenuhi lubang ini, saat itu, tanpa harus bersusah payah, kita akan dapat keluar".

"Bagaimana kau bisa memikirkan akal ini? Maksudku, bagaimana kau bisa mencari sumber air ini?"

Yu Qilin merasa amat bersemangat. Jin Yuanbao berkata dengan penuh kemenangan.

"Tentu saja dengan mengandalkan kecerdasan, kepandaian dan wawasanku yang maha luas". Walaupun merasa kagum padanya, namun Yu Qilin masih membantah dengan keras kepala.

"Kucing buta yang kebetulan berhasil menangkap tikus mati". Setengah shichen kemudian, mereka berdua telah berhasil keluar dari lubang jebakan itu, mereka lalu berdiri di tepi lubang sambil memeras dan merapikan pakaian mereka. Yu Qilin berpaling dan memandang lubang jebakan yang sudah penuh air, dengan tak terima ia bertanya.

"Kalau tidak secara kebetulan, bagaimana kau bisa menemukan sumber air itu?"

Dengan santai Jin Yuanbao memeras ujung bajunya, lalu dengan perlahan berkata.

"Setelah kuamati dengan teliti, bagian dinding lubang yang terkena sinar matahari nampak lembab dan licin, sedangkan bagian dinding yang berada di tempat teduh malahan kering. Bagian yang lembab dan licin itupun ditumbuhi lumut, lumut semacam itu harus mendapatkan cukup air untuk dapat tumbuh, di tengah malam yang sunyi, aku menempelkan telingaku dan mendengarkan suara-suara di sekitarnya, aku dapat mendengar suara gemericik air, maka aku menduga bahwa tak jauh dari tempat itu pasti ada mata air, oleh karenanya aku segera menggali sebuah lubang, dan ternyata sebelum menggali sampai satu chi, air pun mengalir keluar".

"Tak nyana kau si bantal yang sarungnya bersulam ternyata berguna juga". ini "Masa aku disebut bantal yang sarungnya bersulam?", dengan sangat tak senang Jin Yuanbao memelototinya, setelah itu dengan amat puas diri ia tersenyum.

"Si tuan muda ini seharusnya disebut luar dalam sama, tindakanku sama dengan apa yang ada dalam pikiranku".

"Masih berapa lama lagi sebelum kita sampai?"

Jin Yuanbao mencium-cium ketiaknya sendiri, kecut sekali.....huek....ia hampir muntah.

Mereka sudah berjalan tiga hari berturut-turut, namun belum pernah melihat sebuah danau atau sungai, bahkan sebuah kolam pun tak ada, paling-paling mereka hanya dapat mengambil air dari sumur orang atau mata air.

"Ayo lekas, lekas!"

Semakin lama berjalan Yu Qilin justru makin bersemangat.

"Coba lihat!"

Ia menunjuk ke sebuah gunung biru yang dikelilingi kabut.

"Akhirnya kita tiba di Emeishan".

"Apa?"

Jin Yuanbao memandangnya sambil berjinjit, lalu tertawa dan menyindirnya.

"Kau melantur, ya? Emeishan terletak di Shu , bagaimana bisa berada di sini?"

"Emeishan yang kumaksudkan adalah yang E-nya seperti angsa tolol, kaulah angsa tolol itu" . Dengan nakal Yu Qilin mengangkat hidungnya tinggi-tinggi, rupanya suasana hatinya sangat baik. Namun Jin Yuanbao mengira ia sedang bergurau, ia segera duduk di atas tanah dan berkata.

"Aku lelah dan capai, pokoknya aku tak bisa berjalan lagi. Angsamu itu bisa dipanggang tidak? Aku ingin rasa bawang yang agak pedas". Yu Qilin segera membalasnya.

"Kulihat kau ini bercanda saja, jangankan angsa panggang, ubi panggang saja tak ada, kalau kau tak mau bangkit, kau terpaksa hanya bisa mati kelaparan atau memanggang jari-jarimu sendiri dan memakannya".

"Aku tak bisa bergerak, kalau aku tak makan, aku tak mau berjalan". Dengan keras kepala Jin Yuanbao tetap duduk di atas tanah. Yu Qilin mencoba menariknya supaya berdiri.

"Satu li di depan ada sebuah desa dan ada makanan". Jin Yuanbao memandang kaki bukit itu dengan curiga.

"Benarkah?"

"Kau percaya atau tidak, terserah". Setelah berbicara Yu Qilin mengayunkan lengannya dan seorang diri melangkah ke depan dengan langkah-langkah lebar. Setelah mereka berdua berjalan sekitar satu li jauhnya, mereka melihat bahwa di tepi jalan di depan mereka ada sebuah kedai nasi kecil, asap dapurnya nampak mengepul. Akan tetapi papan nama kedai itu sangat unik, di atasnya tak tertulis huruf apapun, namun hanya ada gambar semangkuk nasi, sepotong daging dan sepoci arak. Begitu melihat papan nama itu, mata Yu Qilin seketika itu juga berbinar-binar, ekspresi wajahnya pun menjadi bersemangat, dengan cepat ia melangkah ke depan, lalu menunjuk papan nama itu dengan bersemangat.

"Lihat, ada makanan!" Jin Yuanbao melihat ke arah yang ditunjuk oleh Yu Qilin, ia mengerutkan dahinya dan berkata.

"Apakah makanan di kedai kecil seperti ini bisa dimakan?"

Dengan kesal Yu Qilin memelototinya.

"Kalau kau tak ingin mati kelaparan, cepatlah masuk. Aku akan masuk nanti".

"Kenapa kita tak masuk bersama-sama?"

Jin Yuanbao nampak bimbang.

"Karena.....aku mau ke belakang dulu". Setelah berbicara, Yu Qilin berlari pergi.

"Benar-benar merepotkan". Jin Yuanbao mengumam pada dirinya sendiri dan masuk ke dalam kedai itu. Kedai nasi itu seluruhnya diatur seperti sebuah rumah petani di daerah utara, di dindingnya tergantung untaian cabai dan tongkol jagung, di dapur yang berada di hadapannya sepertinya sesuatu sedang direbus, dari dalamnya mengepul uap putih. Jin Yuanbao memandangnya dan mencoba bertanya.

"Apakah di sini ada orang?"

Sebuah suara terdengar "Tunggu sebentar!"

Tirai pintu tersibak, seorang nyonya sederhana berusia empat puluh tahun lebih yang berdandan seperti seorang wanita dari kalangan rakyat jelata, yang rambutnya dibungkus kain merah biasa dan tubuhnya agak gemuk serta kuat, menjawab dan menyambutnya.

"Silahkan masuk, tuan".

Entah kenapa, begitu melihat nyonya itu, Jin Yuanbao merasa bahwa dirinya telah mengenalnya.

Melihatnya, nyonya itu berdiri di tempat sambil tertegun.

Jin Yuanbao maju ke depan selangkah, namun ruangan itu sempit dan berantakan, tiba-tiba ia membentur sebuah lemari, sebuah poci tanah liat yang berada di atas lemari itu pun terjatuh, dan segera akan menimpa kepala nyonya itu.

Jin Yuanbao terkejut, ia cepat-cepat menarik wanita itu.

Poci tanah liat itu terjatuh di sebelah sang nyonya, pecahannya berhamburan ke mana-mana.

"Anda tak apa-apa?", dengan penuh perhatian Jin Yuanbao bertanya.

"Tak apa-apa, tak apa-apa....."

Nyonya itu seakan tiba-tiba tersadar. Jin Yuanbao berkata.

"

Bagus kalau kau tak apa-apa, kedaimu ini terlalu kecil, barang-barang di dalamnya juga berantakan, bagaimana kalau sampai menjatuhi orang?"

"Perkataan tuan betul", nyonya itu berkali-kali menjawab. Sambil menyapu pecahan-pecahan keramik itu, ia berkata pada Jin Yuanbao.

"Silahkan duduk!" Jin Yuanbao memandang kursi itu, ia curiga kursi itu kotor, maka ia mengerutkan dahinya dan tak duduk. Setiap tindakannya diawasi oleh nyonya itu, dengan agak jengah sang nyonya menunduk dan berkata.

"Tuan ingin makan apa?"

"Aku haus. Ada air?"

"Ada! Ada! Aku akan mengambilkan teh untukmu". Setelah berbicara, sang nyonya mengambil sebuah poci teh, lalu menuangkan teh untuk Jin Yuanbao, selagi menuangkan air teh, beberapa tetes diantaranya menetes di lengan baju Jin Yuanbao. Jin Yuanbao mengusap-usap lengan bajunya dan mundur ke belakang.

"Aiyo, mohon maaf!"

Sang nyonya mengambil lap, hendak menyeka lengan baju Jin Yuanbao, namun Jin Yuanbao cepatcepat dengan pelan mendorongnya pergi.

"Itu....."

Sang nyonya semakin malu, setelah berpikir sejenak, ia segera mengangkat semangkuk teh besar dan menyuguhkannya pada Jin Yuanbao.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silahkan minum". Jin Yuanbao menerimanya, lalu memandang air teh berwarna kuning di dalamnya, tapi tak bergerak.

"Ini teh apa?"

"Ini Teh Huangjin, tuan silahkan coba". Jin Yuanbao mengerutkan keningnya, menjulurkan jari-jemari kedua tangannya, lalu dengan enggan mengangkatnya dan menempelkannya ke sisi bibirnya, ia merasa bahwa aroma teh itu agak tak enak. Jin Yuanbao memberanikan diri untuk mencobanya, tapi langsung menyemburkan seluruh air teh yang diminumnya. Ia merasa bibirnya terasa pahit.

"Ini bukan dibuat dari daun teh!"

"Ini dibuat dari rendaman daun Huangjue kami", sang nyonya cepat-cepat menjelaskan. Jin Yuanbao memicingkan matanya dan memandang sang nyonya beberapa saat, ia menyimpulkan bahwa sang nyonya tidak bermaksud buruk, maka ia menaruh mangkuk teh itu dan berkata.

"Aku minum air putih saja"

"Itu karenanya tuan tak biasa meminumnya. Teh ini agak pahit, tapi setelah itu mulut akan terasa manis.....", sang nyonya berkata, akan tetapi setelah melihat bahwa Jin Yuanbao tak menghiraukannya, ia mengambil mangkuk teh itu dan melangkah ke samping, hendak membuang isinya, akan tetapi ia merasa sayang untuk membuangnya, maka ia pun meminumnya dengan sekali tenggak, setelah itu ia mengambil sebuah mangkuk lain dan mengisinya dengan air, lalu menaruhnya di hadapan Jin Yuanbao. Akan tetapi Jin Yuanbao memandangnya sambil mengerutkan dahinya seraya berkata.

"Apa di sini kau tak punya cawan teh?" "Kami minum air dengan mangkuk. Tuan silahkan minum". Sang nyonya tersenyum dengan lugu.

"Minum teh harus menggunakan cawan, mangkuk itu untuk makan nasi. Aturan yang paling sederhana seperti ini saja kau tak tahu. Panggilkan majikan kalian". Nyonya itu tertegun.

"Aku cuma sendirian". Jin Yuanbao memandangnya dengan curiga.

"Kau pemilik kedai ini?"

"Di kedai ini memang hanya ada aku". Nyonya itu memandang Jin Yuanbao, karena perasaan akrab yang aneh itu ia menerima kecaman Jin Yuanbao dengan sabar.

"Apakah tuan ingin makan sedikit?"

Disini, mana ada makanan enak? Jin Yuanbao menyapukan pandangannya ke dalam kedai itu, lalu berkata dengan hambar.

"Ambilkan makanan terenak di kedai kalian".

"Yang paling enak dimakan?"

Sang nyonya menganggukangguk.

"Baik, baik!"

Beberapa saat kemudian, sang nyonya datang membawakan semangkuk besar ubi, lalu menaruhnya di hadapan Jin Yuanbao.

"Tuan, makanlah ini dulu untuk menganjal perut, aku akan memasak untukmu". Jin Yuanbao menjulurkan jari-jari kedua tangannya dan mengambil sebuah ubi, lalu memandanginya, benda kuning yang begitu keras ini benar-benar bisa dimakan? "Ini kujemur sendiri, dalamnya manis, tuan silahkan coba". Sambil tersenyum ramah sang nyonya memberinya saran Jin Yuanbao mengerutkan keningnya, lalu menaruh ubi itu di bawah hidungnya dan mencium-ciumnya, setelah itu ia mencoba mengigitnya, namun langsung memuntahkannya dan membuang sisanya ke tanah.

"Kau makan ini?"

Sang nyonya memandang ubi yang jatuh itu, lalu berkata dengan lirih.

"Aiyo, sayang sekali...."

Sang nyonya berjongkok, memungut ubi itu, lalu menaruhnya di tempat sampah, setelah itu sambil tersenyum ia memandang Jin Yuanbao dan berkata.

"Tuan, aku akan memasakkan makanan untukmu, kau tunggulah sebentar". Sambil berbicara, ia keluar lewat pintu. Entah kenapa, begitu melihat punggungnya, Jin Yuanbao merasakan sebuah perasaan akrab yang sulit dilukiskan......sebuah perasaan aneh yang memaksanya membuka mulut untuk bertanya.

"Apakah kau pernah datang ke ibu kota? Kenapa aku merasa bahwa aku agak mengenalmu?"

Tubuh sang nyonya menjadi tegak, setelah lama tertegun, ia menjawab dengan tegas.

"Tak pernah".

"Kalau begitu, apakah kau punya kerabat di ibu kota?" Mendengar perkataan itu, sang nyonya tak nyana terhuyunghuyung, ia cepat-cepat berpegangan pada ambang pintu, lalu berkata dengan suara yang sangat tenang.

"Aku hanya seorang perempuan desa, ibu kota sebuah tempat yang mahal, bagaimana aku bisa punya kerabat di sana?"

Setelah berbicara, ia cepat-cepat keluar dari pintu.

Setelah nyonya itu keluar, ia memandang ke dalam melalui jendela, sebuah perasaan yang sulit dilukiskan tiba-tiba menyergap, ia berdiri tak bergeming selama beberapa lama, dan setelah itu baru menghela napas, mengambil keranjang dan pergi ke kebun sayur untuk memetik sayur.

Tak nyana, begitu ia tiba di kebun sayur, Yu Qilin melompat keluar, memeluknya dari belakang, lalu dengan bersemangat dan manja berkata.

"Ibu....."

Sang nyonya berdiri tegak dengan tenang, tak bergeming, seakan takut kalau ia bergerak Yu Qilin akan terbang pergi, namun air matanya jatuh bercucuran.

"Qilin, kau ini anak nakal, bagaimana kau bisa pergi begitu saja meninggalkan ibu tanpa berkata apa-apa? Beberapa hari ini kau pergi ke mana? Kau tahu betapa ibu mengkhawatirkanmu". Dengan amat bersemangat Yu Qilin memberitahunya.

"Ibu, aku pergi ke ibu kota dan telah mengajak putra kandungmu pulang ke rumah...." Mendengar perkataannya itu, dengan gemetar sang nyonya berbalik, lalu memandang mata Yu Qilin, dan juga memandang ke dalam ruangan itu..... Yu Qilin mengangguk-angguk.

"Ya, itulah dia. Dia ada di dalam kedai, orang itu adalah Jin Yuanbao".

"Dia.....dia....."

Nyonya Yu begitu tersentuh sehingga ia tak bisa berbicara.

"Dialah putra kandung yang siang malam kau pikirkan dan nantikan selama lebih dari dua puluh tahun...."

"Katamu orang ini Yuanbao? Apa yang kau katakan itu benar?"

"Seratus persen benar! Aku sudah melihat tanda lahir di punggungnya! Ibu, aku tak pergi dengan sia-sia! Aku benarbenar membawa putra kandungmu pulang!"

"Aku....aku....."

Air mata sang nyonya bercucuran, ia begitu terkejut hingga sekujur tubuhnya gemetar, tangannya mencengkeram Yu Qilin erat-erat, namun ia tak merasa sedang mencubitnya.

"Benar......benar-benar....."

"Seratus persen tak mungkin salah!"

Yu Qilin sekali lagi menegaskan, sepatah demi sepatah ia berkata.

"Dia! Adalah! Jin! Yuan! Bao!"

"Yuanbao....."

Sang nyonya menghempaskan keranjang sayurnya, lalu memburu ke dalam rumah melalui pintu belakang, melihatnya dengan gembira Yu Qilin ikut berlari masuk.

Namun begitu masuk ke rumah, Yu Qilin melihat sang ibu membongkar ranjang, lalu dengan tangan gemetar mengeluarkan sebuah dudou dari bawahnya.

"Ini......"

Yu Qilin perlahan-lahan berjalan mendekat.

"Milik Yuanbao?"

"Ya....."

Sang nyonya mengangguk-angguk, lalu berkata sambil tersedu sedan.

"Saat Yu shi melahirkan ada sesuatu yang aneh, muncul pertanda buruk, aku merasa malu pada leluhur-leluhur Keluarga Jin, aku diusir dari Wisma Jin dan selamanya tak boleh kembali...."

"Ibu......"

Yu Qilin mengenggam tangannya, Nyonya Yu sering mengumamkan perkataan ini di tengah malam sehingga Yu Qilin sudah menghafalnya di luar kepala.

"Aku melihat wajahnya saat dibungkus dalam selimut, aku mendengar tangisnya ketika baru lahir....."

"Tanpa bisa berbuat apa-apa aku melihatnya dibawa pergi, seakan sekerat daging dipotong dari hatiku".

"Aku memohon padanya, untuk sekali lagi mengizinkanku melihatnya......melihat putra kandungku...."

"Akan tetapi ia malahan memberitahuku, bahwa anak ini sekarang sudah sama sekali tak ada hubungannya denganku, dia adalah putra kandung Nyonya Jin, darah daging keluarga Jin". "Jin shi! Jin shi!"

Dengan sedih dan marah Nyonya Yu membuang perlengkapan ranjang ke lantai.

"Aku selir, dia istri! Aku orang biasa, dia kerabat kaisar.....aku! Aku! Aku....."

Nyonya Yu berbicara sambil terengah-engah. Yu Qilin amat terkejut, ia cepat-cepat memayangnya, lalu memeluknya erat-erat.

"Ibu! Ibu! Kau jangan memikirkannya! Jangan memikirkannya!"

"Aku....."

"Tak apa-apa, tak apa-apa", Yu Qilin menghiburnya.

"Bukankah Yuanbao sudah datang?"

"Benar....."

Nyonya Yu perlahan-lahan mengangkat kepalanya, matanya yang keruh perlahan-lahan menjadi bening.

"Benar! Yuanbao telah datang, aku akan pergi menemuinya!"

Setelah berkata, ia melangkah dengan cepat ke muka cermin, mencopot kain penutup kepalanya, lalu merapikan rambutnya.

"Lin er, cepat pergi ke sana dan petikkan beberapa kuntum bunga". Melihatnya baik-baik saja, Yu Qilin merasa gembira.

"Bunga yang mana?"

"Bunga yang paling besar dan paling merah!"

"Baik!", Yu Qilin memetik bunga itu dan memberikannya pada Nyonya Yu. Dengan tangan gemetar, Nyonya Yu meyisipkan bunga itu di kepalanya, namun bagaimanapun juga, ia tak bisa memasangnya dengan baik.

"Ibu, aku akan membantumu". Dengan hati-hati, Yu Qilin membantu Nyonya Yu memasang bunga itu. Melihat wajahnya sendiri dan wajah sang ibu yang tersenyum sambil berurai air mata di cermin, Yu Qilin menghela napas dengan penuh perasaaan.

"Akhirnya hari ini datang juga!"

"Kau.....belum memberitahunya?"

Dengan sangat hati-hati, Nyonya Yu bertanya.

"Belum". Nyonya Yu cepat-cepat menariknya.

"Beritahu dia dengan perlahan-lahan, jangan membuatnya terkejut".

"Aku tahu."

Yu Qilin memeluk lengan Nyonya Yu dengan manja.

"Ibu, kau jangan khawatir, ya". Saat ini, dari ruangan depan terdengarlah suara tak sabar Jin Yuanbao.

"Pemilik kedai! Pemilik kedai!"

"Sepertinya Yuanbao sudah tak sabar lagi! Ibu, aku akan keluar dahulu untuk menemaninya". Setelah berbicara, Yu Qilin melangkah masuk dengan cepat. Melihatnya keluar dari dalam rumah, Jin Yuanbao tertegun sesaat, lalu dengan curiga bertanya.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa kau lama sekali?" Yu Qilin tersenyum, lalu mengambil ubi di atas meja.

"Sudah lama sekali aku tak makan ini!"

Setelah berbicara ia ia memasukkan sepotong ubi ke mulutnya dan mengunyahnya.

"Harum. Harum sekali! Rasa inilah yang kucari". Jin Yuanbao memandangnya dengan curiga.

"Sebelumnya kau sudah pernah makan benda ini?"

Yu Qilin sama sekali tak menghiraukannya.

"Ya, ibuku sering membuatkannya untukku. Enak sekali!"

Setelah berbicara ia mengambil sepotong ubi lagi dan memakannya.

"Kau berkata bahwa keluarga Menteri Besar Jiang sering makan ini?"

Jin Yuanbao memandang Yu Qilin seakan sedang memandang seorang aneh. Untuk sesaat Yu Qilin tak dapat berkata apa-apa. Saat itu Nyonya Yu masuk sambil membawa baki berisi nasi dan hidangan lain.

"Silahkan makan!"

Ia menaruh mangkuk-mangkuk itu satu persatu di hadapan Jin Yuanbao.

"Roti tepung jagung, bubur labu, sayuran dingin....."

Melihat hidangan dalam mangkuk-mangkuk besar yang bibirnya pecah itu, Jin Yuanbao langsung sama sekali tak punya selera makan. Melihatnya, Yu Qilin segera menyuruhnya makan.

"Ayo cepat makan, kau tak lapar?" Jin Yuanbao menggeleng.

"Aku tak lapar".

"Kau sudah berjalan begitu jauh, bagaimana bisa tak lapar?", Nyonya Yu bertanya dengan penuh perhatian. Begitu mendengar perkataannya itu, Jin Yuanbao langsung memicingkan matanya dan memandangnya dengan curiga.

"Dari mana kau tahu kalau kami sudah berjalan jauh?"

"Oh.....kulihat dari penampilan kalian yang penuh debu...."

Dengan panik Nyonya Jin menunduk. Yu Qilin cepat-cepat menaruh sebuah mangkuk nasi di tangan Jin Yuanbao, lalu untuk melindungi Nyonya Yu, ia sengaja berseru.

"Eh, ada yang masih pilih-pilih makanan!"

Nyonya Yu menatap Jin Yuanbao tanpa berkedip, wajahnya penuh senyum, sebagai seorang ibu yang baru pertama kalimya melihat putranya setelah dua puluh tahun lebih, dalam senyumnya terkandung perasaan cinta seorang ibu, dan juga perasaan bahagia....

Akan tetapi dalam pandangan mata Jin Yuanbao, senyum itu sangat aneh, diam-diam ia merinding, mau tak mau ia pun menarik tubuhnya ke belakang.

Akan tetapi Yu Qilin yang menonton mengambil sepotong roti jagung sambil menantikan ibu dan anak itu saling mengenali, ia tersenyum dengan penuh arti.

"Kedai ini agak aneh, jangan sembarangan makan!", tiba-tiba Jin Yuanbao mendekat ke arah Yu Qilin dan berbisik.

"Hah?", Yu Qilin tertegun sesaat, lalu dengan lega mengunyah roti jagungnya.

"Kau ini jangan ketakutan tanpa alasan! Tak ada tempat yang lebih aman dibandingkan tempat ini! Lekas makan!"

Melihat wajah Yu Qilin yang santai tanpa sedikitpun menampakkan rasa curiga, Jin Yuanbao menjadi bimbang, dengan cemas ia memandang Nyonya Yu, akan tetapi melihatnya masih menatapnya tanpa berkedip sambil tersenyum, ia makin merinding, ia pun segera menarik lengan baju Yu Qilin seraya berbisik.

"Lihatlah, pemilik kedai itu terus menerus menatapku....."

Karena sudah lama tak merasakan masakan rumah, Yu Qilin masih makan dengan lahap, melihatnya menanyai dirinya, ia menggembungkan pipinya, lalu menjawab dengan asal.

"Iya, karena kau ganteng!"

Nyonya Yu memandang Jin Yuanbao, memandang putranya yang sudah dua puluh tahun lebih tak dilihatnya, gelombang dahsyat muncul dalam lautan hatinya.....ia ingin memandang dengan seksama setiap lembar rambutnya, setiap lembar bulu matanya.....ia ingin memandangnya dan menyimpan semuanya baik-baik dalam hatinya.

Setelah memandang untuk beberapa saat, Nyonya Yu tak bisa menahan diri untuk tak mengangsurkan tangannya, hendak mengelus rambut Jin Yuanbao.

Melihatnya, Jin Yuanbao cepat-cepat menghindar.

Akan tetapi, Nyonya Yu berbalik dan malahan mengelus pipinya, Jin Yuanbao makin terkejut, dan tanpa sadar mengangsurkan tangannya untuk menangkis elusan itu.

Setelah itu ia bangkit dan dengan marah berseru.

"Apa yang kau lakukan!"

Mendengarnya membentak ibunya, Yu Qilin segera dengan tak senang menegurnya.

"Yuanbao!"

Nyonya Yu tersadar bahwa ia telah lepas kendali, maka ia cepatcepat berkata.

"Oh......di wajahmu ada sesuatu yang kotor.....silahkan makan". Jin Yuanbao mengerutkan keningnya, namun masih tak bergeming.

"Aku tak mau makan". Yu Qilin melihat bahwa wajah Nyonya Yu nampak jengah, maka dengan gusar ia memerintah.

"Yuanbao, cepat makan!"

Setelah itu ia memasukkan sepotong roti jagung ke dalam mulutnya, lalu seperti sedang membujuk anak kecil ia berkata.

"Hmm, enak sekali!"

"Benar-benar lezat! Roti ini dibuat dengan susah payah, kau tak boleh terlalu pemilih! Sini, berikan padaku saja!"

Ia menjepit sayur-sayuran dengan sumpitnya dan menyodorkannya pada Jin Yuanbao. Jin Yuanbao segera memalingkan wajahnya, lalu berbisik pada Yu Qilin.

"Dasar perempuan bodoh, apa kau lupa pelajaran dari penginapan itu? Kalau kau sampai terkena racun, jangan salahkan aku". Nyonya Yu segera memberi isyarat pada Yu Qilin melalui pandangan matanya supaya ia berhenti. Setelah itu dengan ramah ia tersenyum pada Jin Yuanbao dan berkata.

"Semuanya makanan sehari-hari, mohon maklum kalau tak sama dengan yang biasa kau makan. Kau ingin makan apa, katakan padaku, aku akan membuatkannya". Jin Yuanbao mengubah air mukanya, dengan berpura-pura ramah, ia mencari tahu.

"Bibi, kenapa kau tak menyewa seorang juru masak yang baik untuk kedaimu ini?"

"Ini cuma kedai kecil di kampung, mana bisa menyewa juru masak segala. Aku sendiri sudah cukup". Nyonya Yu memberanikan diri untuk tersenyum.

"Mana bisa begitu? Kerjamu lambat, masakanmu pun tak enak, bagaimana tamu-tamu bisa datang? Kalau kau menyewa seorang juru masak, usahamu akan berkembang dengan pesat". Mendengar Jin Yuanbao menegur sang ibu, dengan gusar Yu Qilin berkata.

"Yuanbao!"

Jin Yuanbao meliriknya, lalu kembali bertanya pada Nyonya Yu.

"

Selain itu, kau sebaiknya menyewa beberapa pembantu. Kalau membuka kedai, bukankah harus memperkerjakan beberapa pelayan dan pembantu lain? Di kedaimu ada berapa pembantu?"

"Aku sendiri sudah cukup". "Suami dan anakmu juga tak membantumu?"

Jin Yuanbao terus mencecarnya.

"Aku......suamiku sudah meninggal dunia", dengan lembut Nyonya Jin memandang Jin Yuanbao sambil mengumam.

"Begitu lahir anakku dikirim ke sebuah keluarga kaya dan terpandang, dua puluh tahun lebih belakangan ini aku sendirian, sudah terbiasa".

"Selama bertahun-tahun lamanya itu, apakah anakmu pernah menjenggukmu?"

Nyonya Yu menggeleng.

"Tidak".

"Bagaimana bisa ada anak seperti itu, benar-benar keterlaluan! Sebagai seorang anak, walau bagaimanapun juga, tak boleh menelantarkan ibu kandungnya seperti itu". Jin Yuanbao merasa geram. Mendengarnya, Yu Qilin mengangguk-angguk setuju dengan bersemangat, karena merasa kesempatan yang ditunggunya sudah tiba, ia menghela napas dan berkata.

"Dengarkan kataku! Sekarang aku hendak mengumumkan suatu hal dengan khidmat....."

Dengan bimbang Jin Yuanbao memandangnya.

"Hal apa? Kedengarannya begitu misterius".

"Suatu hal penting yang menyangkut hidupmu!"

Yu Qilin tersenyum dengan puas diri, mengetuk mangkuk dengan sumpit, lalu berkata.

"Aku mengumumkan....." "Aiyo, lihat kau, di pikiranku ini ada nasi panca warna!"

Nyonya Yu memotong perkataannya, lalu kembali menggunakan pandangan matanya untuk memberi isyarat pada Yu Qilin supaya berhenti, lalu berbalik dan membawakan sebuah mangkuk berisi biji-bijian. Jin Yuanbao memandang mangkuk itu dengan enggan.

"Ini namanya nasi panca warna?"

"Di sini ada jagung, gandum, dan kacang kedelai, wanginya bisa kau cium...."

Sambil berbicara, Nyonya Yu menyuguhkan mangkuk itu pada Jin Yuanbao. Jin Yuanbao menerimanya, namun dengan waspada meliriknya.

"Aku tak mau makan!"

"Benar-benar wangi sekali, kau cobalah". Sambil berbicara, Nyonya Yu memberikan mangkuk itu kepada Jin Yuanbao, namun Jin Yuanbao mengangsurkan tangannya dan menolaknya, tangan Nyonya Yu tergelincir dan mangkuk itu pun jatuh berkeping-keping di lantai. Jin Yuanbao amat terkejut, ia melompat bangkit, ia mengira bahwa mangkuk itu adalah sebuah isyarat rahasia, dengan waspada ia memandang ke kejauhan dari jendela, setelah melihat tak ada orang, ia baru merasa lega. Saat ini Yu Qilin benar-benar tak bisa menahan diri lagi, ia mengebrak meja dan berdiri.

"Jin Yuanbao, kau....." Nyonya Yu cepat-cepat mencengkeramnya, lalu menariknya agar duduk.

"Tak apa-apa, tak apa-apa......aku akan membereskannya, ai, semuanya karena aku yang tak berhatihati....."

Sambil berbicara ia mengambil sapu dan menyapu pecahan-pecahan keramik dan nasi yang terjatuh di lantai.

"Hidangan ini tak ada dagingnya, tak cukup baik, tuan silahkan istirahat dahulu, aku akan membuatkan hidangan berdaging untukmu". Setelah melihat Nyonya Yu pergi, dengan cemas Jin Yuanbao menyelidiki ruangan itu.

"Kau terlalu curiga!"

Sambil mengunyah makanan, Yu Qilin berkata.

"Ini namanya bersikap waspada!"

Jin Yuanbao memelototinya.

"Waspada apa, kau tahu tidak....dia......"

Yu Qilin baru saja hendak berbicara ketika Nyonya Yu masuk sambil membawa semangkuk telur orak-arik.

"Tuan silahkan makan ini dulu, ayam baru saja dipotong, belum bisa dimakan, anda silahkan makan sedikit dulu".

"Apa?"

Yu Qilin tertegun.

"Kau ingin memotong ayam?"

Nyonya Yu memberinya isyarat dengan matanya, lalu menaruh masakan telur itu di atas meja, setelah itu ia berbalik, hendak meninggalkan ruangan.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah, aku akan makan ini....."

Jin Yuanbao teringat bahwa ia tak punya uang, maka ia melirik Yu Qilin, namun melihat Yu Qilin tak bereaksi, tanpa bisa berbuat apa-apa, ia duduk dan mengambil sumpit, dilihatnya bahwa sumpit itu kehitaman, setelah melihat ke kiri dan ke kanan, ia mencucinya dengan air teh, lalu baru mulai makan.

"Tak ada jeleknya, tak ada jeleknya", Nyonya Yu berkata dengan sopan.

"Aku sudah berkata tak mau maka aku tak mau!"

Jin Yuanbao berkata dengan gusar.

"Kau ini kenapa begitu merepotkan! Kau mana bisa memaksa orang untuk membeli makananmu!"

"Yuanbao!", Yu Qilin menegurnya.

"Baiklah, baiklah.....kalau begitu aku tak akan menganggu tuan makan". Setelah berkata dengan amat sabar, Nyonya Yu masuk ke dalam, setelah menunggu sesaat, ia baru diam-diam membuka tirai pintu, lalu mengintip Jin Yuanbao. Yu Qilin memuji kelezatan makanan itu keras-keras, sedangkan Jin Yuanbao sering terdengar enggan memakannya..... Yu Qilin menepuk-nepuk perutnya yang buncit, lalu dengan puas bangkit dan mengajak Jin Yuanbao masuk ke kamar sebelah. Setelah kembali ke tempat yang dikenalnya dengan baik, Yu Qilin merasa sangat santai, begitu pantatnya duduk di atas kang, dengan sudah amat terbiasa ia mengambil bantal dari dalam lemari, lalu berbaring sambil mengangkat kakinya tinggi-tinggi, setelah itu ia mengangsurkan tangannya ke sebuah keranjang di sampingnya dan mengambil beberapa butir buah bidara, memasukannya ke dalam mulutnya dan berkata.

"Ah, nyaman sekali....."

Jin Yuanbao amat terkejut melihat tingkah laku Yu Qilin, dengan curiga ia bertanya.

"Sepertinya kau sangat mengenal baik tempat ini!"

Sambil mengerutkan keningnya, Yu Qilin memandangnya.

"Kalau kau tak suka tempat ini, kau boleh mencari tempat lain untuk tidur!"

Dengan kesal Jin Yuanbao mengangkat kakinya, hendak pergi.

"Kau kuberitahu, dalam jarak sepuluh li dari sini tak ada penginapan", dengan santai Yu Qilin meludahkan biji bidara itu.

"Dari mana kau tahu?"

Dengan puas diri Yu Qilin tersenyum.

"Tentu saja aku tahu! Aku......"

Ia tertegun sesaat, lalu mengubah pokok pembicaraan.

"Aku tak mau memberitahumu!"

"Tempat ini bukan sebuah memperhatikan ruangan itu. penginapan", Jin Yuanbao Yu Qilin mengangguk.

"Benar, tempat ini adalah sebuah rumah petani, bibi itu telah berbaik hati memberikan kamarnya sendiri untuk kita tempati. Ayo istirahat dulu di sini". Jin Yuanbao memicingkan matanya.

"Apakah kau mengenal bibi pemilik penginapan ini?" Mendengar perkataan itu, Yu Qilin merasa agak canggung, ia berguling dan merayap bangkit.

"Aku keluar dulu, setelah kembali, aku akan memberitahumu!"

Sambil berbicara ia keluar dengan langkah-langkah lebar.

Melihat punggungnya yang menjauh, rasa curiga di wajah Jin Yuanbao makin bertambah pekat.

Di dapur, air mendidih sedang dimasak dalam sebuah panci, uapnya mengepul ke segala penjuru.

Nyonya Yu sedang menunduk, memusatkan perhatian pada masakan yang sedang dibuatnya, Yu Qilin melangkah masuk lalu berkata.

"Ibu, kenapa barusan ini kau tak memperbolehkanku berbicara mengenai masalah hubungan keluarga itu?"

"Jangan khawatir, jangan khawatir", Nyonya Yu memperhatikan air itu, lalu kembali menunduk dan memasak.

"Aku sangat khawatir, aku telah melakukan segala sesuatu, semuanya demi hari ini"

"Sekarang dia tak tahu apa-apa, kalau kau memberitahunya sekarang, ia bisa sangat terkejut. Biarkan dia tinggal baik-baik di sini selama beberapa hari, saat itu, dengan melihat gelagat, kita baru memberitahunya. Oh ya, Lin er, bagaimana caranya kau dapat membawanya pulang? Apa kau masuk ke Wisma Jin?"

"Tak cuma masuk, tapi aku juga menikahinya!" Nyonya Yu amat terkejut.

"Apa......katamu kau menikahinya?"

Yu Qilin berkata.

"Benar, aku ditandu masuk dengan joli yang diusung delapan orang". Nyonya Yu makin terkejut.

"Kau.....kau menikahinya?"

Melihatnya kebingungan, Yu Qilin cepat-cepat menjelaskan.

"Ibu, kau jangan khawatir, aku telah menikah, tapi belum menikah, aku justru menikah menggantikan orang lain".

"Bagaimana kau bisa melakukan perbuatan seperti ini?"

Untuk sesaat Nyonya Yu tak tahu harus berkata apa.

"Ibu, bukan seperti yang kau pikirkan, si nona yang sebenarnya tak mau menikah, maka ia kabur! Pengantin wanita melarikan diri, tahu tidak? Maka aku boleh dikatakan telah menolong orang". Setelah mendengarnya, hati Nyonya Yu sedikit lega, akan tetapi dengan khawatir ia masih berkata.

"Lin er, nyalimu terlalu besar, kalau mereka tahu, bukankah kau......"

"Ibu, kalau tidak begitu, bagaimana aku bisa mencari putra kandung ibu? Ibu, kau tak usah khawatir, putramu sudah pulang, kau seperti mendapat lotere". Sambil tersenyum Yu Qilin menghiburnya. Matahari perlahan-lahan terbenam, tirai malam pun turun. Jin Yuanbao berjalan-jalan di sekitar rumah itu, memperhatikan keadaan. Perlahan-lahan ia berjalan sampai ke halaman belakang, saat itu ia melihat Nyonya Yu sedang mengenggam sebilah pisau kecil sambil menggerak-gerakkan tangannya. Jin Yuanbao terkejut, ia cepat-cepat bersembunyi di balik tembok dan mengintip. Nyonya Yu menggeleng-geleng, ia menaruh pisau kecil itu dan mengambil pisau dapur yang bermata lebar, kilaunya berkelebat. Mau tak mau tubuh Jin Yuanbao menggigil. Nyonya Yu menaruh pisau dapur bermata lebar itu dan mengambil sebilah pisau dapur panjang, ia mencoba ketajaman mata pisau itu sambil mengumam pada dirinya sendiri.

"Agak tumpul, jangan-jangan kalau dipakai membunuh hasilnya tak baik". Jin Yuanbao menjadi tegang. Setelah itu, Nyonya Yu duduk di depan batu pengasah, menyingsingkan lengan bajunya, lalu tanpa tergesa-gesa mengasah pisau itu.

"Cring, cring, cring", pisau itu berbunyi, seakan mendesaknya, membuat Jin Yuanbao makin cemas. Setelah mengasahnya untuk beberapa saat, Nyonya Yu mengangkat pisau itu dan mencoba ketajamannya, di wajahnya muncul senyuman puas. Melihatnya, Jin Yuanbao terkejut, ia cepat-cepat berbalik dan kabur, karena tergesa-gesa, kakinya menendang sebuah guci.

"Prang!", guci itu pun pecah berkeping-keping. Nyonya Yu menghentikan gerakan tangannya, lalu melihat ke arah asal suara itu.

"Siapa itu?"

Namun Jin Yuanbao mana bisa menjawabnya? Ia cepat-cepat kembali ke rumah.

Saat makan malam, seluruh pondok beratap jerami itu dipenuhi wangi sup ayam yang pekat.

Nyonya Yu membawa sup ayam yang masih panas itu ke meja, mendorongnya ke arah Jin Yuanbao, lalu dengan lembut ia berkata.

"Tadi siang aku tak melayani tuan dengan baik....cepatlah makan sup ini". Jin Yuanbao melirik sup itu, lalu dengan tenang berkata.

"Tak usah buru-buru, taruh saja di situ dahulu".

"Sup ayam segar ini kalau dingin tak enak dimakan". Nyonya Yu mengambil mangkuk itu, mengambilkan semangkuk kecil sup untuknya, lalu menyuguhkannya pada Jin Yuanbao.

"Ini kubuat khusus untukmu, di dalamnya kutambahkan bahan-bahan khusus, setelah meminumnya kau akan dapat tidur dengan nyenyak".

"Tidur dengan nyenyak? Setelah tidur masih bisa bangun tidak?"

Jin Yuanbao tersenyum sinis. Namun Nyonya Yu sama sekali tak merasakannya, dengan penuh kasih ia berkata.

"Kalau tidur sedikit lebih lama dan tak bisa bangun juga tak apa-apa". Setiap perkataan dan tindakan Nyonya Yu, setiap kerutan dahi dan senyumnya, di mata Jin Yuanbao, jelas menyimpan maksud lain. Jin Yuanbao tak bisa menahan diri lagi, tiba-tiba ia bangkit, lalu tanpa disangka-sangka mencengkeram Nyonya Yu. Nyonya Yu kesakitan dan berseru.

"Apa yang kau lakukan?"

Jin Yuanbao menggertakkan giginya dan berkata.

"Kenapa kau ingin mencelakaiku?"

Nyonya Yu sangat terkejut.

"Apa katamu?"

"Kenapa kau ingin mencelakaiku!"

Jin Yuanbao menambah kekuatan cengkeramannya. Saat itu, Yu Qilin tiba-tiba menerjang masuk.

"Berhenti!"

Jin Yuanbao masih mencengkeram Nyonya Yu, begitu melihat Yu Qilin ia berseru.

"Rumah ini adalah sebuah penginapan hitam!"

Melihatnya masih mencengkeram sang bunda, Yu Qilin amat geram, ia segera melangkah ke depan dan menampar Jin Yuanbao.

"Jangan....."

Nyonya Yu sangat sedih. Karena terkejut, Jin Yuanbao melepaskan Nyonya Jin, ia mengelus wajahnya, lalu dengan amat tenang memandang Yu Qilin, matanya perlahan-lahan dipenuhi amarah, suaranya pun amat berat.

"Sejak kecil sampai besar, hanya ada satu orang yang pernah memukulku, yaitu ibuku!"

Mendengar perkataannya itu, lubuk hati Nyonya Yu terguncang, ia cepat-cepat bertumpu pada meja.

"Coba lihat baik-baik, siapa ibumu!"

Yu Qilin menatapnya sambil berteriak.

"Apa katamu?"

Jin Yuanbao tertegun. Nyonya Yu cepat-cepat mengatakan....."

Menarik Yu Qilin.

"Jangan Jin Yuanbao memandang Nyonya Yu, lalu mengayunkan tangannya dan menunjuk ke arah sup ayam itu seraya berkata.

"Kau masih berani berkata tak hendak mencelakaiku?"

Yu Qilin memandang sup ayam itu dan menjadi lebih memahami jalan pikiran Jin Yuanbao.

"Kau khawatir sup ayam ini beracun, baiklah, aku akan menunjukkannya padamu!"

Setelah berbicara, ia mengangkat mangkuk itu dan meminum sup di dalamnya hingga tandas. Jin Yuanbao tercengang. Melihatnya, Yu Qilin menarik Jin Yuanbao.

"Ayo, ayo ikut aku!" Dengan terpana Jin Yuanbao ditarik olehnya sampai ke halaman belakang, bulu ayam bertebaran di tanah, selain itu ada pula beberapa percik darah ayam, di sebelahnya terdapat batu pengasah dan pisau sayur. Yu Qilin menarik Jin Yuanbao, lalu berteriak dengan sedih.

"Ini adalah satu-satunya ayam penghasil telur di rumah ini, selama bertahun-tahun ia sangat enggan memotongnya, namun demi membuatkan sup untukmu, ibu mengeraskan hati dan membunuhnya!"

"Ibu?"

Jin Yuanbao tertegun.

"Kau ikut aku!", tanpa menunggunya menjawab, ia menariknya ke dalam rumah. Yu Qilin menunjuk ke arah Nyonya Yu dan berkata tanpa berpikir panjang.

"Ibu dapat mencelakaimu? Bagaimana ibu dapat mencelakaimu? Jin Yuanbao, kau benar-benar orang paling dungu di dunia!"

Dengan amat terkejut, Jin Yuanbao berkata.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ibu apa?"

Dengan tegang Nyonya Yu cepat-cepat memberi isyarat dengan matanya ke arah Yu Qilin.

"Jangan....."

"Dia ibuku!"

"Tak benar! Ibumu berada di Jiankang bisa berada di sini?" , bagaimana "Aku......"

Yu Qilin tak bisa menjawab.

"Beritahu aku, apa yang sebenarnya terjadi?"

Jin Yuanbao mengerutkan keningnya, sepasang matanya yang hitam legam bersinar-sinar menatap Yu Qilin. Jantung Nyonya Yu melonjak, dalam benaknya terngiang perkataan Gu Daniang ketika mengusirnya lebih dari dua puluh tahun yang lalu.

"Nyonya sangat toleran dan murah hati padamu, ia sudah berbicara dengan amat jelas padamu. Segera tinggalkan ibu kota, makin jauh makin baik, sejak saat ini kau tak boleh kembali. Karena kau sudah berjanji, kau harus segera melaksanakannya. Kau tentu tahu bagaimana Wisma Jin menghukum orang yang mengingkari janjinya". Air matanya bercucuran, sepasang bibirnya gemetar, setelah beberapa lama, ia baru berkata.

"Aku.....aku adalah ibu susu Qilin".

"Ibu!", Yu Qilin tercengang. Nyonya Yu memandang ke arah Yu Qilin, sinar matanya penuh permohonan.

"Aku adalah ibu susu keluarga Jiang, sejak kecil sampai besar, akulah yang membesarkannya". Hal ini tak diperlukan.....Yu Qilin tak paham maksudnya, hatinya tak senang, namun bagaimanapun juga ini adalah kemauan sang bunda. Sambil menahan kesedihan, ia perlahan-lahan berkata.

"Aku memang tumbuh besar dengan minum air susunya, ia adalah ibuku yang paling kucintai!"

Jin Yuanbao pun mengerti.

"Ternyata kau pulang ke rumah mertua kali ini karena ingin menemui ibu susumu? Ternyata kau dari dulu memang ingin pergi ke sini? Ternyata di sepanjang jalan kau melakukan segala cara untuk menipu dan menyembunyikan kenyataan dariku, bahkan sampai mengikatku, semua adalah karena kau hendak pergi ke sini untuk menemui ibu susumu?"

Yu Qilin perlahan-lahan menarik pandangan matanya dari Nyonya Yu, memandang Jin Yuanbao, lalu dengan berat hati menunduk.

"Benar!"

Jin Yuanbao marah, ternyata mereka telah menghabiskan begitu banyak waktu, dan begitu menderita, hanya untuk menemui perempuan ini? "Kalian berdua penipu!"

"Yuanbao, kau boleh memakiku, tapi kalau kau memaki ibu aku sama sekali tak bisa menerimanya!"

Yu Qilin balas menegurnya.

"Ibuku adalah ibumu!"

Mendengar perkataannya itu, dengan wajah serius Jin Yuanbao berkata.

"Ibuku hanya seorang dan dia berada di Wisma Jin". Hati Nyonya Yu bergetar, tubuhnya pun agak bergoyanggoyang, ia pun segera duduk. "Hah, kalau kau tahu kesalahan yang dahulu dibuat oleh Nyonya Jin, aku ingin tahu apa yang akan kau katakan!"

Yu Qilin memelototinya. Nyonya Yu menegurnya.

"Jangan katakan!"

"Ibuku tak mungkin berbuat kesalahan, dahulu tak mungkin dan di masa datang lebih-lebih lagi tak mungkin! Ibuku adalah orang yang paling baik di dunia ini. Kalau dia tak ada, Wisma Jin tentu tak ada, dan aku pun tak ada!"

Suara Jin Yuanbao sangat lembut, namun sangat tegas dan sangat bersungguh-sungguh.

Kalimat 'kalau dia tak ada, Wisma Jin tentu tak ada, dan aku pun tak ada' itu bagai godam berat yang menghantam hati Nyonya Yu hingga hancur berkeping-keping, ia mengelus dadanya, sekujur tubuhnya gemetar, dengan perlahan-lahan ia memejamkan matanya, tapi ia tak kuasa menahan air matanya jatuh berderai-derai.

Jin Yuanbao kembali mendekat ke arah Yu Qilin, ia memandang matanya.

"Seumur hidup aku tak akan mengampuni siapapun yang berani memfitnah ibuku!"

Begitu mendengar perkataannya itu, Nyonya Yu bangkit dan menarik Jin Yuanbao.

"Nak, kau sekali-sekali jangan marah, semua ini gara-gara kesalahanku sebagai ibu susu, sehingga gadis ini menjadi tak paham aturan sopan santun, aku mohon maaf padamu....." "Ibu!", Yu Qilin masih ingin membantah, namun Nyonya Yu kembali memandangnya dengan sinar mata yang penuh permohonan itu. Yu Qilin tak bisa berbuat apa-apa, dengan geram ia berbalik dan keluar dengan cepat. Nyonya Yu bergegas mengejarnya. Yu Qilin berlari sampai ke halaman belakang, berdiri di samping pagar bambu, memandang kandang ayam yang kosong melompong, hatinya pun terasa kosong melompong. Setelah lama memandang punggung Yu Qilin, Nyonya Yu baru memberanikan diri untuk melangkah ke sisinya dan berkata dengan pelan.

"Biarkanlah dia pulang....."

"Apa?"

Yu Qilin begitu terkejut hingga mulutnya mengangga. Dengan susah payah Nyonya Yu menahan rasa sakit dalam hatinya, dengan tersedu sedan ia berkata.

"Dia tuan besar Wisma Jin, dia putra Nyonya Jin".

"Tapi! Ibu, dia adalah putramu". Nyonya Yu menyeka air mata yang berlelehan di wajahnya.

"Justru karena itu, aku makin tak bisa mengungkapkan hal yang sebenarnya, hal ini dapat melukainya dan dapat melukai Nyonya Jin, dan lebih-lebih lagi dapat menghancurkan masa depannya.....aku tak bisa.....aku tak bisa melakukannya". "Ibu....."

Yu Qilin melangkah mendekati Nyonya Yu, lalu memeluknya.

"Sebenarnya, sejak lebih dari dua puluh tahun yang lalu sejak anakku dirampas, aku tak pernah menyangka bahwa dalam kehidupan ini aku akan dapat melihatnya. Sekarang, kau membuatku dapat melihatnya, melihat putraku hidup-hidup di depan mataku, melihat bahwa keadaannya baik-baik saja, melihatnya bahagia, hatiku sudah puas....."

"Wanita itu merampas putramu, kau tak benci padanya?"

Nyonya Yu menggeleng.

"Dahulu aku membencinya....tapi, apakah kau melihat bagaimana Jin Yuanbao membelanya?"

Nyonya Yu menghela napas dalam-dalam.

"Peristiwa itu sudah begitu lama berlalu, bagaimanapun juga ia telah membesarkan Yuanbao selama lebih dari dua puluh tahun. Mendengar Yuanbao begitu mencintai ibunya, kemungkinan besar ia telah memperlakukan Yuanbao dengan sangat baik.....ia dapat memperlakukannya seperti anak kandungnya sendiri.....aku sudah puas". Yu Qilin tertegun, untuk sesaat tak nyana ia tak tahu harus berkata apa, dan hanya dapat menyandarkan kepalanya ke bahu Nyonya Yu. Setelah beberapa lama, ia baru berkata dengan pelan.

"Ibu, pada suatu hari aku pasti akan dapat membuatnya memanggilmu ibu dengan tulus di hadapanmu!" Angin malam dengan lembut membelai pondok beratap jerami itu, menimbulkan suara bergemerisik. Sang rembulan yang telah lama menghilang memunculkan wajahnya yang sempit dan melengkung, ditemani entah berapa banyak bintang, dan juga diiringi oleh suara kodok mengorek dari dekat dan kejauhan, membuat hati mau tak mau perlahanlahan menjadi tenang. Jin Yuanbao duduk di ambang jendela, ia memandang kedua sosok yang saling berpelukan erat-erat di halaman belakang itu, hatinya mau tak mau sedikit demi sedikit melembut. Apakah dirinya benar-benar agak keterlaluan? Bagaimanapun juga, Yu Qilin telah berusaha begitu keras, hal ini tentu ada sebab musababnya..... Selagi ia berpikir seperti ini, Yu Qilin nampak melepaskan nyonya itu dari pelukannya, lalu melangkah ke arahnya. Jin Yuanbao bergegas menarik dirinya, duduk dengan tegak di samping meja, lalu memandang mangkuk berisi sup ayam itu sambil mengerutkan keningnya. Oleh karenanya, ketika Yu Qilin kembali masuk ke dalam rumah, ia melihat Jin Yuanbao sedang duduk dengan tegak, nampaknya ia telah lama menunggu. Jin Yuanbao menengadah dan memandangnya, dengan serius ia bertanya padanya.

"Kita pulang ke rumah mertua, tapi kau tak pergi ke Nanjing dan malahan membawaku ke sini untuk menemui ibu susumu, sebenarnya ada apa?"

Yu Qilin tak berkata apa-apa, ia menunduk sambil menyeka air mata.

Jin Yuanbao mengerutkan keningnya, ia sama sekali tak bermaksud menghiburnya.

Akan tetapi, sedikit demi sedikit suara tangis Yu Qilin semakin keras, selagi menangis tubuhnya gemetar.

Akhirnya Jin Yuanbao tak bisa tetap duduk, ia bangkit, menarik Yu Qilin, lalu dengan suara lembut menghiburnya.

"Jangan menangis, sebenarnya apa yang terjadi? Kalau dia adalah ibu susumu, kenapa ia tak tinggal di Wisma Jiang dan malah tinggal di desa yang terpencil ini?"

"Aku......Yu Qilin mengangkat sepasang matanya yang merah dan memandangnya, namun tak kuasa berkata apa-apa. Melihat matanya yang seperti mata kelinci, Jin Yuanbao merasa makin iba, ia memeluknya dan menghiburnya.

"Jangan menangis, jangan menangis. Kalau kau tak mau bercerita padaku juga tak apa-apa". Yu Qilin bersandar di bahunya, ia berpikir sejenak, lalu menceritakan apa yang terjadi sejak Xi er tahu bahwa Jiang Xiaoxuan telah melarikan diri dengan setengah benar dan setengah tak benar.

"Tak lama setelah aku lahir, ibuku meninggal dunia, ketika aku berusia tiga tahun, ayah menikah lagi, ibu tiriku memperlakukanku dengan sangat buruk, ayah sibuk dengan urusan negara, anak-anaknya pun banyak. Pada dasarnya ia tak memperdulikan aku anak gadisnya ini, hanya ibu susu dan aku yang saling bergantung satu sama lain, akan tetapi ternyata ibu tiri tak suka pada ibu susu, dengan alasan bahwa ibu susu mencuri, ia mengusirnya keluar wisma". Mendengar perkataannya itu, Jin Yuanbao merasa agak paham, raut wajahnya agak berubah dan ia bertanya.

"Setelah ia diusir dari wisma, kenapa ia tak tinggal di dekat Wisma Jiang, tapi malahan melarikan diri ke tempat terpencil seperti ini?"

"Aku khawatir ibu tiri akan mencarinya dan terus menyiksanya, maka aku menyuruh ibu susu pergi agak jauh". Sambil tersedu sedan Yu Qilin berkeluh kesah.

"Kau tak tahu, ibu tiriku sangat kejam, waktu kecil, saudari-saudariku yang lain boleh makan rupa-rupa makanan yang lezat, akan tetapi ia hanya memberiku nasi dan lauk dingin, saudari-saudariku yang lain mengenakan pakaian sutra dan satin, tapi yang kupakai adalah baju bekas mereka. Ibu tiri mengeluarkan banyak uang untuk memanggil guru istana untuk mengajari saudari-saudari yang lain memetik kecapi, main catur, menulis indah dan melukis, serta sopan santun, akan tetapi dengan alasan aku sakit-sakitan, ia tak pernah memperbolehkanku belajar!"

Ternyata begitu.....Jin Yuanbao sekonyong-konyong tersadar.

"Pantas saja aku selalu merasa bahwa kau sama sekali tak seperti seorang gadis dari keluarga terpandang". Setelah bercerita untuk beberapa lama, Yu Qilin teringat pada pengalamannya sendiri, sambil masih menangis tersedu-sedu ia berkata.

"Yang paling menyedihkan adalah ketika aku sakit, ibu tiri berpura-pura tak tahu dan tak memanggil tabib, untung saja ibu susu membuatkanku obat buatan sendiri, ia seorang diri pergi ke gunung untuk menggali tanaman obat dan merebusnya untukku, semalaman penuh tanpa beristirahat merawatku, tanpa dia aku tak akan bisa hidup". Yu Qilin benar-benar mengenang kebaikan Nyonya Yu kepadanya, perasaannya tersentuh dan air matanya pun jatuh bercucuran.

"Selama bertahun-tahun, demi aku, ibu benar-benar menderita! Kalau tak ada ibu susu, aku sudah lama mati, ibu susu bagiku adalah ibu kandungku, satusatunya keluargaku di dunia ini....."

"Tak nyana kau begitu banyak menderita!"

Dengan iba Jin Yuanbao membantunya menyeka air mata yang membasahi wajahnya.

"Tak heran kau harus datang ke sini untuk menemui ibu susumu!"

Dengan nanar mata Yu Qilin yang berurai air mata memandangnya.

"Sejak ibu susu meninggalkan Wisma Jiang, aku berpikir bahwa suatu hari kalau aku dapat melakukannya, aku pasti akan merawatnya".

"Baiklah, kali ini kita akan membawa ibu susu ke Wisma Jin, dan berbakti padanya". Yu Qilin tiba-tiba mengangkat kepalanya, tangisnya berubah menjadi senyuman.

"Apakah kau benar-benar mau berbakti pada ibu susu bersamaku?" Melihat senyumnya yang bagai bunga pir terkena hujan, tak nyana untuk sesaat Jin Yuanbao seakan linglung, setelah berhasil menenangkan dirinya, ia berjanji.

"Kau berkata bahwa dalam hatimu ia adalah satu-satunya keluargamu, aku adalah suamimu, tentu saja aku mau berbakti kepadanya bersamamu!"

"Yuanbao......kau benar-benar baik......"

Yu Qilin memandang ke bawah, di matanya tercermin bulan sabit yang baru terbit di balik jendela.

Jin Yuanbao mengangsurkan tangannya dan mengenggam tangan Yu Qilin, sedangkan sebuah tangannya yang lain dengan lembut mengantikan tangan Yu Qilin menghapus air matanya, dengan perasaan mendalam ia memandangnya, lalu menghela napas dan berkata.

"Setelah ini aku tak boleh membiarkanmu menderita lagi!"

Mendengar perkataannya itu, tak nyana Yu Qilin merasa hatinya tergetar, ia merasakan suatu perasaan pedih sekaligus manis, serta sedikit perasaan cinta, sekali ini, tak nyana ia tak mengibaskan tangan Jin Yuanbao.

Melihat dua sosok yang sibuk di dapur itu, Jin Yuanbao merasakan suatu perasaan yang sulit dilukiskan, ia merasa seakan dikucilkan oleh seluruh dunia.

Walaupun kemarin ia dan Yu Qilin telah membicarakan semuanya hingga jelas, bahwa semua yang terjadi ada alasannya, akan tetapi ia secara samarsamar masih merasa bahwa ada sesuatu yang tak beres, terutama pandangan mata nyonya itu yang ketika menatapnya benar-benar sangat aneh......

Jin Yuanbao merasa sangat bosan, ia bergoyang ke kiri dan ke kanan sambil memikirkan berbagai peristiwa yang terjadi beberapa hari belakangan ini, terutama tentang orang-orang yang bertato kalajengking itu, mereka pasti ada hubungannya satu sama lain, seperti sebuah rantai yang terputus, jelas bahwa mata-mata rantai itu saling berhubungan, akan tetapi hubungan diantara mereka masih belum terungkap.

Dari dapur terdengar suara tawa, sehingga rantai pikirannya terputus, Jin Yuanbao memandang ke arah dapur yang penuh uap air, sepertinya, sejak ia dan Yu Qilin pertama kalinya bertemu sampai hari ini, dirinya belum pernah mendengarnya tertawa lepas seperti itu.

Ia berpikir sejenak, lalu dengan jengah berjalan ke pintu dapur, dengan canggung ia membuka mulut dan berkata.

"Aku juga ingin membantu, kalau tidak, kapan kita bisa makan hidangan ini?"

Mendengar suaranya, Yu Qilin menatapnya, mengerutkan keningnya, lalu mengulirkan matanya. Ia menunjuk ke sebuah baskom penuh daun bawang di lantai.

"Bantulah mengupas daun bawang ini". Nyonya Yu hendak membuka mulut untuk menghentikannya, akan tetapi Yu Qilin memberinya isyarat dengan pandangan matanya, maka Nyonya Yu hanya bisa menutup mulutnya. Jin Yuanbao berjalan ke arah baskom berisi daun bawang itu, mengambil sayur berwarna hijau dan putih yang tebalnya seibu jari itu, memperhatikannya dengan seksama, lalu bertanya.

"Ini yang disebut daun bawang?"

Yu Qilin mengejeknya.

"Daun bawang saja tak tahu, bagaimana kau mau membantu?"

Jin Yuanbao mengerutkan mempelajari sebatang daun pada dirinya sendiri.

"Kalau mengenalinya, kalau masih mengenalinya?"

Keningnya, lalu dengan teliti bawang besar dan mengumam sudah matang tentu saja aku mentah, bagaimana aku bisa Ketika mendengar perkataannya ini, Yu Qilin tertawa sampai matanya menjadi sipit, saat tertawa ia sangat mirip seekor rubah cilik.

"Kalau begitu hari ini aku akan membantumu mengenalinya". Melihat senyumnya yang licik, dengan bingung Jin Yuanbao memandang daun bawang di tangannya.

"Ini harus dikupas?"
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Iya, iya, cepat kupas!"

Sambil tersenyum lebar Yu Qilin menyuruhnya.

Jin Yuanbao tak bisa berbuat apa-apa, ia berjongkok dan mengupas daun-daun bawang itu, tak lama kemudian, matanya pun terasa amat tak enak, karena terkena bau daun bawang itu, ia mulai mengucurkan air mata.

Jin Yuanbao cepat-cepat menyeka matanya, namun air matanya makin deras mengalir.

"Kenapa benda ini begitu pedas di mata?" Melihat kedua matanya kemerahan, akhirnya Yu Qilin tak bisa menahan diri lagi, ia tertawa, dan makin lama suara tawanya makin keras. Jin Yuanbao pun mengerti.

"Kau gadis nakal ini, beraniberaninya mengerjaiku? Coba lihat aku akan melepaskanmu atau tidak". Sambil berbicara ia berlari ke arah Yu Qilin, hendak mengosokkan tangannya yang pedas ke mata Yu Qilin. Yu Qilin cepat-cepat menghindar, mereka berdua berkejaran dengan asyik, seluruh dapur itu dipenuhi suara tawa mereka yang riang.

"Tak perduli kemana kau lari, aku akan menangkapmu. Coba lihat bagaimana aku akan menghajarmu!"

"Ayo lakukan, kalau kau punya kepandaian, tangkap aku".

"Aku tak akan melepaskanmu".

"Kalau begitu coba lihat menangkapku atau tidak". kau punya kepandaian untuk Mereka berdua berlari mengelilingi Nyonya Yu, Nyonya Yu terkadang membantu Yu Qilin dan terkadang melindungi Jin Yuanbao. Melihat wajah mereka berdua yang penuh senyum, perlahan-lahan di wajah Nyonya Yu muncullah rasa sayang. Ia memandang Yu Qilin, lalu memandang Jin Yuanbao, seakan tak pernah puas memandang mereka berdua. Jin Yuanbao dan Yu Qilin saling berkejaran dan berlari, kadangkadang mereka memakai air dan tepung di dapur untuk saling menyerang, mereka bermain sambil tertawa-tawa, wajah mereka nampak santai dan gembira. Makan siang ini, walaupun sederhana, adalah makan siang terlezat yang pernah disantap Jin Yuanbao, untuk pertama kalinya ia tahu bahwa memasak adalah suatu pekerjaan yang berbahaya. Memotong sayur dapat melukai tangan sendiri, menumis sayur dapat membuat diri sendiri terluka terkena cipratan minyak panas, bahkan mengupas daun bawang, sesuatu yang begitu sederhana, juga dapat mengakibatkan wajah penuh air mata...... Akan tetapi, makanan yang dimasak dengan susah payah adalah makanan yang paling lezat! Setelah makan siang, Nyonya Yu mengambil sehelai tikar dari dalam rumah dan mengelarnya di halaman, mengambil beberapa tongkol jagung dan menaruhnya di atasnya, lalu mengambil sebuah tampah dan mulai memipil jagung. Melihatnya, Yu Qilin cepat-cepat berlari menghampirinya, duduk di sampingnya, lalu membantunya. Jin Yuanbao memandang mereka, lalu perlahan-lahan ikut membantu. Sambil tersenyum Nyonya Yu melihat mereka berdua.

"Kalian berdua cepat istirahat dulu, aku tak perlu bantuan kalian, kalian tak usah mengerjakan pekerjaan kasar seperti ini".

"Ibu, tak apa-apa, sebelumnya aku juga sering membantumu melakukan pekerjaan seperti ini. Apa kau masih ingat permainan yang sering kita lakukan saat memipil jagung?"

Yu Qilin tersenyum, matanya bersinar-sinar. Sambil tersenyum, Nyonya Yu mengangguk.

"Tentu saja ingat".

"Permainan apa?", dengan penuh rasa ingin tahu Jin Yuanbao berkata.

"Sambil memipil jagung masih bisa bermain?"

"Tentu saja bisa. Saat aku dan ibu memipil jagung, kami mengenggam biji-biji jagung, lalu menyuruh lawan menebak apakah jumlah biji-biji itu ganjil atau genap".

"Lalu kalau tebakannya benar bagaimana? Bagaimana kalau tebakannya salah?"

"Kalau salah menebak, ia harus menjawab pertanyaan lawan, sedangkan kalau ia menebak dengan benar, ia dapat menanyai lawan, dan lawannya harus menjawab dengan jujur". Sambil tertawa Nyonya Yu menusuk dahi Yu Qilin dengan jarinya.

"Ketika masih kecil, ia adalah seorang anak yang jujur dan selalu bicara terus terang, tak pernah menyembunyikan apa-apa, rahasia kecilnya dapat kupancing keluar dengan permainan ini". Jawaban yang jujur? Begitu mendengarnya mata Jin Yuanbao bersinar-sinar.

"Kedengarannya permainan ini menarik". Dengan nakal Yu Qilin mengerling ke arahnya.

"Kalau begitu ayo kita main, tapi kau harus menjawab dengan jujur, tak boleh berbohong".

"Baik, aku pasti akan menjawab dengan jujur". Jin Yuanbao menyingsingkan lengan bajunya, ia bersemangat ingin mencobanya.

"Tapi, dari mana kau tahu kalau aku akan kalah?"

"Kalau begitu kita coba saja dulu. Kau bermainlah dulu dengan ibu, aku seorang jago, setelah kau mengalahkan ibu, kau baru bermain denganku". Dengan penuh rasa terima kasih Nyonya Yu memandang Yu Qilin, ia tahu maksud putrinya, yaitu memberi kesempatan baginya untuk menanyai putranya.

"Kalau begitu....kau main saja dulu". Jin Yuanbao nampak agak kecewa. Sambil tersenyum Nyonya Yu memipil beberapa biji jagung dan menaruhnya dalam genggamannya. Jin Yuanbao memandang tangannya yang mengepal erat-erat, dan juga memandang ekspresi wajahnya, lalu sambil memicingkan matanya, ia berkata.

"Kutebak jumlahnya genap". Nyonya Yu perlahan-lahan membuka tangannya, di dalamnya ada lima butir biji jagung. Begitu melihat jumlahnya ganjil, Yu Qilin langsung bertepuk tangan dengan bersemangat.

"Jin Yuanbao, kau kalah. Ibu, kau boleh bertanya". Dengan mata bersinar-sinar, Nyonya Yu memandang Jin Yuanbao, sepertinya ia berpikir begitu lama, namun pertanyaan yang diajukannya ialah.

"Bagaimana keadaanmu dalam beberapa tahun belakangan ini? Apakah kau bahagia?"

Jin Yuanbao tertegun sejenak, lalu berkata.

"Pertanyaan macam apa ini? Kau sengaja mengalah padaku dan tak memberiku pertanyaan yang sukar, benar tidak?"

Setelah itu, ia berbalik dan memandang dengan penuh kemenangan ke arah Yu Qilin.

"Lihatlah, aku adalah orang yang disukai semua orang". Akan tetapi, ketika ia berpaling dan menatap sepasang mata Nyonya Yu, ia melihat bahwa mata Nyonya Yu ternyata penuh ketulusan, seakan haus untuk mendengar jawabannya. Mau tak mau Jin Yuanbao pun bersikap serius, dengan tulus ia menjawab.

"Keadaanku sangat baik, benar-benar baik". Melihat adegan ini, hati Yu Qilin terguncang, dan juga cukup tersentuh, tak nyana hidungnya terasa gatal, ia cepat-cepat menyeka sudut matanya dengan tangannya.

"Ayo main lagi, kali ini Yuanbao yang mengenggam biji jagung dan ibu yang menebak". Jin Yuanbao mengambil beberapa biji jagung, menutup tangannya, lalu mengangkat tangannya yang tergenggam ke depan matanya, sambil memicingkan matanya, ia melihat ke dalamnya. Melihat wajahnya yang seperti anak kecil, tawa Nyonya Yu semakin hangat.

"Aku juga menebak bahwa jumlahnya genap, peristiwa bahagia datang dengan berpasangan".

"Hahaha! Salah!"

Jin Yuanbao tertawa keras-keras, lalu membuka genggamannya, ternyata di dalam tangannya sama sekali tak ada sebiji jagung pun.

"Aku menang!"

Melihat kejadian itu, Yu Qilin langsung tak senang.

"Jin Yuanbao, kau curang". Jin Yuanbao mengangkat kepalanya.

"Bukan ganjil dan juga bukan genap, jelas aku menang. Ini namanya segala siasat diperbolehkan dalam perang". Melihat perisitiwa itu, Nyonya Yu segera menengahi mereka.

"Kau boleh menanyakan sebuah pertanyaan, aku saja yang menjawabnya". Jin Yuanbao berpikir sejenak, lalu tiba-tiba menunjuk Yu Qilin.

"Aku ingin tahu gadis yang tak takut langit dan bumi ini sebenarnya takut pada apa? Kau harus menjawabku dengan jujur".

"Jin Yuanbao, kau ini!"

Yu Qilin mengacungkan tinjunya ke arah Jin Yuanbao. Jin Yuanbao mempertunjukkan sebuah senyum nakal kepada Yu Qilin.

"Kau sudah berjanji hendak menjawab dengan jujur, kau tak boleh membohongiku". Nyonya Yu berpikir sejenak, lalu tersenyum dan berkata.

"Gadis ini takut pada tikus". Dengan tak terima Yu Qilin menarik Nyonya Yu seperti seorang anak manja.

"Ibu, orang ini sangat licik, ia mempermainkan ibu".

"Baiklah, orang yang kalah harus membayar taruhan, aku tak bisa membiarkanmu begitu saja", Jin Yuanbao memandang Yu Qilin dengan pandangan mata mengoda. Yu Qilin tak sudi menanggapinya.

"Siapa yang takut padamu?"

Melihat pasangan muda itu beradu mulut, makin lama Nyonya Yu makin merasa senang.

Di tengah pertengkaran mereka berdua dan senyum Nyonya Yu, tongkol-tongkol jagung itu pun perlahan-lahan berubah menjadi biji jagung berwarna kuning keemasan.

Setelah berkerja keras memipil jagung, Yu Qilin memasukkan biji-biji jagung itu ke dalam sebuah karung goni, lalu menyimpannya dengan hati-hati di dalam gudang.

Tak nyana, ketika ia baru keluar dari pintu dan sedang hendak melangkah ke depan, tiba-tiba dari udara jatuh seekor tikus yang hampir saja menyentuh wajahnya.

"Aah!", Yu Qilin menjerit melengking, lalu mundur ke belakang beberapa langkah.

Akan tetapi, ternyata tikus itu masih berayun-ayun ke arahnya.

"Celaka!"

Sambil memegang kepalanya Yu Qilin berlari, akan tetapi tak nyana ia menubruk tubuh Jin Yuanbao. Jin Yuanbao memeluknya, lalu bertanya.

"Ada apa?"

Wajah Yu Qilin pucat pasi, ia tak kuasa berkata apa-apa.

"Tikus......tikus......"

Tanpa sadar, ia telah menyusup ke dada Jin Yuanbao. Jin Yuanbao tersenyum, mengangkat tikus itu, lalu menggoyanggoyangkannya di depan Yu Qilin.

"Ini tikusnya, ya?"

Yu Qilin semakin ketakutan, ia langsung memejamkan sepasang matanya.

"Aiyo.....bawa pergi, bawa pergi!"

Karena ketakutan, tubuhnya menyusup makin dalam ke dalam pelukan Jin Yuanbao. Dengan sebuah tangannya, Jin Yuanbao memeluknya, sedangkan tangan yang satunya lagi mengayun-ayunkan tikus itu, sambil tersenyum mengejek ia berkata.

"Hanya sebuah tikus palsu saja membuatmu ketakutan seperti ini".

"Apa? Palsu?"

Mendengar perkataannya itu, Yu Qilin tertegun.

"Buka matamu dan lihatlah". Dengan amat hati-hati, Yu Qilin membuka matanya, lalu memperhatikan benda kelabu di depan matanya itu, benar saja, ternyata benda itu adalah sebuah tikus-tikusan dari kain.

"Bagaimana, kau sudah melihatnya dengan jelas? Ini tikustikusan dari kain". Yu Qilin kembali memperhatikannya dengan sungguh-sungguh, ia mendapati bahwa tikus-tikusan itu ternyata digantung dengan sebuah tali kecil, sedangkan ujung tali itu diikatkan pada sebatang buluh bambu, dan tangan Jin Yuanbao yang satunya lagi sedang memegang buluh bambu itu. Saat itu Yu Qilin baru sadar bahwa Jin Yuanbao mempermainkannya, ia segera memukul dada Jin Yuanbao dengan tinjunya.

"Baiklah, Jin Yuanbao keparat kau, ternyata kau berani menakut-nakutiku!"

"Ternyata kau bisa ketakutan juga".

"Kau si keparat ini tak akan kuampuni!"

Dengan geram Yu Qilin memukulnya, akan tetapi Jin Yuanbao melemparkan buluh bambu itu dan mencengkeram kedua tangan Yu Qilin erat-erat.

"Kau tak takut golok menebas ke lehermu, tapi kau takut pada tikus-tikusan!"

Karena dipeluk olehnya erat-erat, wajah Yu Qilin memerah, ia menggigit bibirnya dan berkata.

"Lepaskan aku". "Aku sudah tahu kelemahanmu", dengan penuh kemenangan Jin Yuanbao berkata, ia melepaskan cengkeramannya, lalu mengayun-ayunkan tikus-tikusan itu di depan Yu Qilin. Secara refleks, Yu Qilin mundur ke belakang. Sambil tersenyum, Jin Yuanbao memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur.

"Jin Yuanbao, berhenti!"

Yu Qilin menghentakkan kakinya, lalu mengejarnya.

Nyonya Yu yang baru keluar dari gudang melihat mereka berdua membuat keramaian, mau tak mau ia tersenyum, ia mengelap tangannya di celemeknya, lalu masuk ke dalam rumah untuk mempersiapkan makan malam.

Akan tetapi saat ini, pondok Nyonya Yu sudah dikepung sebuah pasukan berkuda dengan amat ketat.

"Gongzi, suami istri Jin Yuanbao berada di sini", A Gui melapor dengan berbisik.

"Kau sudah memastikannya?"

Liu Wenchao bertanya. A Gui mengangguk membenarkan.

"Pasti". Melihat situasi itu, Zeng Biao yang berada di sampingnya menegurnya.

"Kenapa Liu Gongzi belum memberikan perintah untuk menyerang agar bisa menangkap mereka ketika mereka tak waspada? Tunggu apa lagi?" Liu Wenchao menarik napas dalam-dalam, lalu mengayunkan tangannya untuk memberi isyarat pada orang-orang di belakangnya agar bersiap untuk menyerang.

"Sampaikan perintah, tangkap Jin Yuanbao hidup-hidup......"

Mendengar perkataannya itu, dengan suara rendah Zeng Biao memperingatkannya.
Pasangan Sempurna yang Ditakdirkan Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yang Mulia memerintahkan agar mereka dibunuh tanpa ampun, tanpa menyisakan seorang pun. Janganjangan kau bermaksud untuk mengabaikan perintah ini?"

"Kalau aku melakukan sesuatu tentu ada alasannya....."

Sinar mata Liu Wenchao nampak dingin.

"Kau jangan lupa bahwa Yang Mulia....."

Ketika mereka berdua sedang berdebat, tiba-tiba sebuah pasukan berkuda muncul di hadapan mereka, setelah itu perlahan-lahan mendekati rumah kecil itu.

Liu Wenchao tertegun.

Melihat kejadian itu, Zeng Biao pun terkejut.

Setelah itu dengan waspada ia mengawasi orang-orang itu, lalu berkata dengan suara pelan.

"Melihat gerakan tubuh mereka, mereka adalah jago-jago istana, untuk apa mereka datang ke sini?"

"Tentunya mereka dikirim ibu suri untuk mencari suami istri Jin Yuanbao, rupanya masalah ini telah membuat ibu suri khawatir. Menurutku, kita lebih baik mundur dahulu, lalu mencari kesempatan untuk turun tangan nanti, supaya tak memukul rumput dan mengejutkan ular". "Tak bisa!", Zeng Biao langsung menolak mentah-mentah.

"Kalau kita sekarang mundur, dan suami istri Jin Yuanbao lalu dibawa pulang ke ibu kota oleh jago-jago istana, bukankah segala jerih payah kita sebelumnya akan sia-sia? Kalau Yang Mulia menyalahkan kita, apakah kau sudi menanggungnya?"

Mendengar perkataan itu, Liu Wenchao perlahan-lahan memandang ke arahnya, lalu bertanya.

"Bagaimana menurut pendapatmu?"

"Tentu saja kita harus memanfaatkan kekacauan untuk mencabut nyawa suami istri Jin Yuanbao, lalu kembali untuk melapor". Mata Zeng Biao penuh nafsu membunuh.

"Aku tak setuju, ini terlalu berbahaya, membunuh orang istana akan sangat merepotkan".

"Kekayaan dan pangkat selalu bisa dicari di tengah kekacauan, kalau kita pulang dengan sia-sia, Yang Mulia akan membuat kita makin susah". Setelah Zeng Biao selesai berbicara, tanpa menunggu Liu Wenchao menjawab, ia langsung memerintah anak buahnya.

"Dengar perintahku, tutup wajah kalian, sebentar lagi kita akan menyerang, kita akan meraih kemenangan di tengah kekacauan, kalau kalian berhasil membunuh suami istri Jin Yuanbao, setelah pulang nanti Yang Mulia pasti akan menyediakan hadiah besar".

"Siap!"

Begitu anak buahnya mendengar perintahnya, dengan serentak mereka menarik kain penutup wajah mereka hingga tertutup.

"Hmm, benar-benar pas", Nyonya Yu menatap Jin Yuanbao dari atas ke bawah.

Dengan angkuh Jin Yuanbao memandang pakaian dari kain katun kasar yang dikenakannya itu, dengan tak puas ia mengerucutkan bibirnya.

"Kalau memakai baju ini kau benar-benar mirip orang sini", Yu Qilin tersenyum.

"Hah!", Jin Yuanbao melengos.

"Jin Yuanbao memakai apapun tetap Jin Yuanbao!"

"Iya, iya. Babi diberi pakaian juga masih tetap babi!"

"Kau!"

Mereka berdua beradu mulut dan hendak bertengkar, Nyonya Yu cepat-cepat menghentikan mereka, lalu mengambil sepasang sepatu kain.

"Cobalah". Jin Yuanbao menerima sepatu itu, meliriknya, lalu dengan enggan memakainya, akan tetapi, tak nyana sepatu itu sangat pas dan enak dipakai. Melihat bahwa sepatu itu pas, Nyonya Yu kontan merasa girang, katanya.

"Cobalah berjalan beberapa langkah". Jin Yuanbao berjalan beberapa langkah, benar-benar di luar dugaannya, sepatu itu sangat nyaman, dengan heran ia mengangkat kakinya dan memandang sepatu dari kain kasar hitam yang sisinya berwarna putih itu, sepatu itu sama sekali tak ada hiasannya, namun jahitannya sangat rapat dan teliti, pekerjaan jahitannya sama sekali tak kalah dari jahitan para penjahit Wisma Jin.

"Sepatu ini dijahit sendiri oleh ibu, apa kau merasa bahwa sepatu ini sangat hangat dan nyaman dipakai?"

Yu Qilin tersenyum girang, tak hanya karena melihat wajah sang bunda yang bahagia, tapi juga karena melihat bahwa walaupun Jin Yuanbao mengenakan pakaian dan sepatu dari kain kasar, ia masih berjalan dengan anggun seperti seorang tuan muda, sehingga sedikit banyak ia nampak lucu.

"Eh.....", walaupun merasa enggan, namun Jin Yuanbao mengangguk-angguk.

"Sangat nyaman dipakai".

"Nah, begitu baru bagus!"

Yu Qilin tersenyum. Tepat pada saat ini, di luar terdengar suara ribut yang terkadang bercampur dengan suara dentang-denting logam. Yu Qilin mengerutkan dahinya.

"Aku akan melihat apa yang terjadi". Setelah berbicara, ia berlari keluar pintu. Di luar keadaan nampak kacau, sebuah pasukan yang berpakaian brokat bersulam dan sebuah pasukan bertopeng yang berpakaian hitam sedang berkelahi, di tengah kemilau golok dan kelebat pedang kerap terdengar suara jeritan mengenaskan. Setelah memperhatikan mereka dengan seksama, dengan terkejut sekaligus girang Jin Yuanbao memberitahu Yu Qilin.

"Orang-orang yang tak bertopeng itu, melihat dari sosok dan gerakannya, seharusnya adalah Jinyiwei , mereka tentunya dikirim ibu suri untuk menyelamatkanku".

"Hah?"

Yu Qilin tercengang. Jin Yuanbao menari-nari kegirangan sambil bersorak.

"Aku Jin Yuanbao! Cepat selamatkan aku! Kalian akan diganjar hadiah besar!"

Yu Qilin terkejut dan menutup mulut Jin Yuanbao.

"Tolol! Sekarang kita tak bisa membedakan mana musuh dan kawan. Lihat situasi dulu!"

Akan tetapi, suara Jin Yuanbao telah terlanjur terdengar di luar, yang paling dahulu mendengarnya adalah beberapa orang berbaju hitam, dalam sekejap mata, beberapa diantara mereka mendatangi dan membacok mereka! Yu Qilin cepat-cepat maju ke depan dan menangkis serangan mereka sambil menyembunyikan Jin Yuanbao di belakang tubuhnya.

Melihat pertempuran itu, dari tengah semak-semak, A Gui segera berbisik pada Liu Wenchao.

"Gongzi, sepertinya mereka Jinyiiwei?"

Liu Wenchao mengerutkan keningnya.

"Hmm......ternyata kita terlalu meremehkan Nyonya Jin, tak nyana ia bertindak dengan sangat cepat, kalau kita sekarang turun tangan terhadap Jin Yuanbao, kita harus membunuh seluruh pasukan Jinyiwei itu.....kita belum tentu bisa membunuh mereka semua, dan kalaupun kita dapat membunuh semua yang ada di sini, sesuai dengan cara kerja Jinyiwei, mereka pasti sudah menyembunyikan mata-mata di sekitar sini....."

Mata Liu Wenchao mendadak menjadi gelap, penuh sinar kekalahan, seperti seekor singa yang gagal menangkap mangsanya.

"Kalau Jinyiwei sampai bisa membawa kabar kembali ke ibu suri....."

"Kalau begitu bagaimana?"

A Gui cepat-cepat bertanya.

Mata Liu Wenchao makin lama makin gelap, seakan menjadi segelap tinta.

Karena keadaan sudah tak dapat dibalikkan lagi, maka ia harus mengubah keadaan ini menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi dirinya sendiri.....ia mengeraskan hatinya dan mendesiskan sebuah kalimat dari sela-sela bibirnya.

"Bereskan Zeng Biao!"

A Gui tertegun, namun tanpa banyak bicara, ia mengangguk, lalu berjalan ke belakang sambil merunduk.

Keadaan di luar rumah telah menjadi kacau balau.

Walaupun pasukan Jinyiwei berilmu silat tinggi, namun bagaimanapun juga jumlah mereka kalah banyak, selain itu karena mereka juga harus melindungi Jin Yuanbao, mereka agak takut bertindak karena khawatir ia akan terluka, setelah melayani kawanan perampok itu untuk beberapa saat, mereka menjadi kelelahan sehingga kedua belah pihak menjadi tak ada yang menang dan tak ada yang kalah.

Saat ini, A Gui sekonyong-konyong memerintahkan orangorangnya untuk menyerang, mereka bergabung dengan Jinyiwei untuk mengepung orang-orang berbaju hitam itu.

Setelah itu, Liu Wenchao membawa empat orang jago yang selalu menempelnya ke tepi kepungan itu.

Melihatnya, Zeng Biao amat terkejut.

"Marga Liu, kau berani berkhianat?"

Tanpa menunggunya selesai berbicara, Liu Wenchao langsung menikamnya.

Karena Liu Wenchao ikut bertempur, situasi langsung berbalik! Melihat Liu Wenchao muncul, hati Yu Qilin langsung terasa lega, sehingga tak memperhatikan dua orang yang tiba-tiba menerjang ke sisinya, seketika itu juga, ia seorang diri dikeroyok oleh tiga orang! Dua tangan saja sulit melawan empat tangan, apalagi melawan enam tangan?! Saat tak waspada, Yu Qilin hampir saja terkena tikaman salah satu dari orang-orang itu, namun Jin Yuanbao tiba-tiba menerjang ke depan dan memeluk pinggang orang itu.

"Xiaoxuan, hati-hati!". Mendadak ujung pedang orang itu berbalik dan menikam ke arah Jin Yuanbao! Akan tetapi tepat pada saat ujung pedang itu akan menembus dada Jin Yuanbao, Yu Qilin mendadak muncul! "Yuanbao, cepat menghindar!", sekonyong-konyong ia mendorong Jin Yuanbao, akan tetapi dirinya sendiri tak sempat menghindari mata pedang yang tajam itu! Namun saat ia berada di ujung tanduk, Liu Wenchao tiba-tiba muncul, jari-jarinya menjepit mata pedang itu, sedangkan tubuhnya menghadang di depan Yu Qilin. Akan tetapi, geledek seakan menyambarnya, sebuah ide muncul dalam benak Liu Wenchao, ia melepaskan tangannya dan dengan sengaja membiarkan ujung pedang itu menusuk bahu sendiri. Ketika melihat kejadian itu, Yu Qilin tak tahu bahwa Liu Wenchao sengaja melakukannya, ia mengira bahwa demi menyelamatkan dirinya, Liu Wenchao terluka, hatinya terguncang, ia menendang orang berbaju hitam itu, lalu cepatcepat memapah Liu Wenchao dengan penuh perhatian.

"Kau terluka?"

Liu Wenchao tersenyum lemah.

"Luka kecil, tak berbahaya". Melihat wajahnya yang kesakitan, Yu Qilin makin merasa bersalah, ia hendak cepat-cepat memeriksa lukanya. Dengan lembut Liu Wenchao mendorongnya pergi, lalu berkata pada semua orang itu dengan lantang.

"Lindungi tuan muda!"

Setelah itu ia kembali masuk ke dalam pertarungan sengit itu.

Situasi perlahan-lahan menjadi jelas.

A Gui dan orang-orangnya bergabung dengan Jinyiwei dan berhasil menekan Zeng Biao dan orang-orangnya hingga jatuh di bawah angin, Zeng Biao yang tak waspada berhasil ditangkap hidup-hidup oleh Jinyiwei! Melihat sang pemimpin tertangkap, para perampok lain segera lari tunggang-langgang ke segala penjuru.

Saat ini, wajah Liu Wenchao mendadak berubah, ia memandang ke arah keempat jago silat yang dibawanya dan berkata.

"Perampok-perampok ini ternyata berani menurunkan tangan jahat kepada tuan muda Wisma Jin, untung saja aku tiba tepat pada waktunya, sekarang kalian kuperintahkan untuk membunuh mereka di tempat!"

Keempat jago itu serentak turun tangan, mengepung Zeng Biao dan yang lainnya, lalu membunuh mereka.

"Liu......"

Zeng Biao telah ditendang hingga terjatuh ke tanah, ia hendak membuka mulut, akan tetapi ia hanya sempat mengucapkan satu kata saja dan setelah itu lehernya ditusuk oleh Liu Wenchao, sehingga ia tak kuasa berkata apa-apa.

"Biarkan ia tetap hidup.."

Jin Yuanbao tak sempat menghalanginya dan langsung naik pitam, ia membentak Liu Wenchao.

"Apa yang kau lakukan!"

Akan tetapi Liu Wenchao seakan tak mendengarnya, dengan wajah cemas, ia berlari ke arah Jin Yuanbao.

"Shaoye, untung saja aku datang tepat pada waktunya."

"Pergi sana.", dengan hambar Jin Yuanbao mendorongnya pergi, lalu menyindirnya.

"Memang sangat tepat pada waktunya, sampai kukira kalian telah mengikuti jejak kami sampai ke sini."

Liu Wenchao berpura-pura kesakitan, ia memegang bahunya sambil mengerutkan dahinya, lalu sambil tersenyum minggir ke samping, setelah itu ia berpaling ke arah pasukan Jinyiwei dan berkata.


Wiro Sableng 059 Peti Mati Dari Jepara Putri Bong Mini 02 Hilangnya Seorang Pendekar Rajawali Sakti 56 Pembunuh

Cari Blog Ini