Ceritasilat Novel Online

Pecinta Dari Alam Kematian 2

Raja Gendeng 7 Pecinta Dari Alam Kematian Bagian 2


Begitu tangan kiri menancap di batu nisan, Penujum Aneh merasakan dirinya seperti dibetot oleh tangan-tangan yang tidak terliheat menuju ke sebuah tempat sunyi yang belum pernah dia lihat seumur hidupnya.

Tidak terlihat seseorangpun di tempat itu terkecuali suara deru angin, deburan ombak dan gunung menjulang. Suara debu dan deburan ombak lenyap.

Entah darimana datangnya dalam keremangan cahaya tahu-tahu di depan Penujum Aneh muncul dua buah peti mati. Kedua peti mati itu terbuat dari batu kumala dan basah kuyup seperti baru keluar dari dalam air .Lalu samar-samar si kakek melihat seorang kakek renta menjunjung pelita diatas kepala berusaha menghancurkan peti mati tersebut.

Tapi usaha si kakek renta penjunjung pelita nampaknnya tidak berhasil.

Malah orang tua yang tidak dikenalnya itu kemudian tertuka parah.

Dua peti mati terbuka, Dari dalamnya muncul seorang laki-laki dan seorang perempuan berwajah angker seperti mayat hidup.

Setelah kemunculan dua sosok yang terkubur dalam peti mati, muncul pula kawanan lebah berbisa.

Lebah berkepata merah dan lebah berkepala kuning. Apa yang dilihat Penujum Aneh kemudian raib.

Seperti dalam mimpi kini dia melihat gambaran yang lain.

Dia melihat Loh Seta perawat kuda istana.

Dia melihat pemuda itu terbuai lelap di tempat ketidurannya.

Penujum Aneh terus memperhatikan.

Sampai akhirnya dia melihat kehadiran laki-laki dalam peti mati muncul di rumah Loh Seta.

Laki-laki itu tidak sendiri. Dia datang bersama kawanan lebah berwarna merah.

Dalam penglihatan gaibnya Loh Seta dibunuh oleh laki-laki itu.

Darahnya disedot habis.

Cara orang itu menyedot darah juga terasa aneh.

Darah Loh Seta dihisap bukan menggunakan mulut melainkan dengan menggunakan jarijari tangan kanan dan juga tangan kiri

"Seperti yang telah aku duga sebelumnya .Bocah malang itu bukan tewas karena sakit.Tapi karena ada yang membunuhnya" batin Penujum Aneh.

Sebelum waktunya yang serba terbatas itu berakhir, Sang Penujum sempat melihat banyak sekali perempuan cantik berusia muda belia berjalan berbondong-bondong menuju ke sebuah tempat dalam keadaan perut buncit karena hamil besar

"Perempuan itu? Apa arti semua yang kulihat ini?" kata Penujum aneh bingung tak mengerti.

Penujum Aneh memutar otak berpikir keras .Segala gambaran gaib yang dilihatnya sebagian memang dia mengerti maksudnya tapi sebagian lagi sulit untuk dipahami.

Dan sebelum dia mendapat jawaban atas pertanyaan yang muncul dalam benaknya.

Tiba-tiba dia merasakan ada angin menderu dari arah depannya.

Penujum Aneh terkesiap. Belum sempat dia melakukan sesuatu.

Tubuhnya tersapu oleh hantaman angin dingin yang begitu keras.

Bluk!

Dalam kenyataannya Penujum Aneh memang jatuh tak jauh dari makam Loh Seta Karawuri. Pendupaan menyala yang ditusuk dengan tangan kanan hancur lebur menjadi kepingan.

Sementara batu nisan yang di tusuknya dengan tangan kiri bertaburan diseluruh penjuru makam Loh Seta dalam keadaan menjadi bubuk.

Terkejut melihat semua itu. Penujum Aneh cepat merayap bangkit.

Sambil berdiri tegak mata si kakek memperhatikan sekelilingnya. Tak ada orang lain, tidak terlihat sesuatu ataupun tanda-tanda yang mencurigakan. Sang Penujum menghela nafas lega.

Namun kelegaan yang dirasakannya tidak berlangsung lama.

Tiba-tiba saja dia mendengar suara orang bersendawa selayaknya orang yang kekenyangan makan.

Terkejut Penujum Aneth memutar tubuh balikkan badan menghadap ke arah darimana suara berasal.

Sekali lagi dia tidak melihat kehadiran seseorang terkecuali bau aroma tuak yang keras menyengat penciuman.

"Bau harum tuak? Seumur hidup aku tinggal menetap di kawasan ini. satu kalipun belum pernah aku mencium aroma tuak.Siapa yang mabuk, Siapa yang minum tuak?!" kata orang tua itu heran.

Belum lagi keheranan yang menyelimuti dini si kakek lenyap.

Tiba-tiba saja terdengar suara gelak tawa memecah kesunyian yang menggantung dikawasan pemakaman tua.

"Ada aroma harum tuak aku tak malihat ada tuaknya. Ada suara tertawa tapi aku tak melihat siapa yang tertawa. Apakah setan yang menyambangi aku?" seru Penujum Aneh .

Mendengar ucapan si kakek. Suara tawa bukannya terhenti sebaliknya malah semakin menjadi .Penujum Aneh katubkan mulutnya rapat- rapat .Sejauh itu dia tidak bisa memastikan dari mana suara tawa berasal karena suara yang terdengar oleh si kakek berpindah-pindah.

"Siapapun dia. Aku yakin monyet yang tertawa itu bukan orang biasa. Hanya orang yang memiliki ilmu kepandaian tingkat tinggi saja yang bisa menguasai ilmu Memindah Suara " batin Penujum Aneh.

Orang tua ini semakin penasaran juga marah

"Kakek jelek yang mempunyai sebutan tolol Penujum Aneh Junu Obat Delapan Penjuru. Apa yang kaulakukan dikuburan ini? Kau sedang mencari wangsit atau bicara dengan orang mati atau bagaimana? Atau kau sudah bosan hidup lalu ingin cepatan mampus juga.Ha ha ha.!"

Dihina sedemikian rupa oleh orang yang tidak dikenal bahkan tidak mau tunjukkan diri Penujum Aneh tentu saja menjadi gusar.

Apalagi saat itu dia merasa sedang menghadapi persoalan sulit. Sambil berkacak pinggang.

Dengan wajah merah dan mata mendelik orang tua ini berteriak

"Aku tidak punya waktu untuk melayani semua kegilaanmu. Apapun tujuanmu datang ke tempat ini. Cepat katakan. Sebelum aku berubah pikiran"

Tidak ada jawaban.

Tidak terdengar pula suara tawa. Hanya terdengar suara air mengucur membasahi tenggorokan

Gluk!

Gluk!

Gluk!

"Woalah sejuk dan nikmat sekali tuak ini.Sungguh tidak ada duanya di dunia ini.Ho ho ho..! "

"Keparat ternyata aku sedang berurusan dengan pemabok sialan? Huh, sialnya diriku hari ini. Hanya membuang-buang waktu saja!" geram Penujum Aneh.

Plak!

Orang tua itu menjerit kaget ketika satu tamparan tangan yang tidak terlihat mendarat di mulutnya.

Darah mengucur dari bibirnya yang pecah.

"Siapa yang menampar?" teriak Penujum Aneh sambil menyeka darah yang menetes di bibirnya. Dengan mata mendelik dia menatap ke depan.

"Aku menampar mulut busukmu yang suka bicara buruk itu!" sahut satu suara disertai tawa tergelak-gelak. Penujum Aneh yang tadinya berusaha menahan diri benar-benar tak kuasa menahan kemarahannya. Seumur hidupnya belum pernah dia diperlakukan orang seperti itu. Orang-orang di istana menaruh hormat padanya. Bahkan Prabu Tubagus Kasatama penguasa kerajaan Malingping merasa segan terhadapnya.

"Aku ingin kau datang ke hadapanku, perlihatkan dirimu sekarang juga!" teriak Penujum Aneh.

Sebagai jawaban terdengar suara gumaman disertai suara bercelegukan selayaknya orang yang meneguk tuak.

Begitu suara bercelegukan lenyap Penujum Aneh mengendus bau tuak keras yang begitu menusuk

"Untuk apa aku datang kepadamu, Penujum? Kau kira dirimu siapa? Sebagai penujum ternyata kau bukan manusia hebat seperti yang digembor- gemborkan orang. Aku tidak begitu jauh dari tempatmu berdiri.Bagaimana matamu yang melek tak melihatku.Betul-betul gila.He he he..!"

Penujum Aneh mendengar suara itu datang tak jauh dibelakangnya.

Walau terkejut, si kakek cepat balikkan badan.

Begitu berbalik dan memandang lurus ke depan orang tua ini tertegun. Dia melihat di sebelah jalan setapak di depan pintu menuju tanah pemakaman.

Tepat di bawah pohon besar berdiri menyender pada batang pohon itu seorang laki-laki bertubuh tegap tinggi berperut besar.

Bercelana hanya sebatas lutut berpakaian berupa rompi hitam tak terkancing. Laki-laki yang usia sebenarnya lebih dari tujuh ratus tahun itu selalu membawa beberapa bumbung bambu berisi tuak keras dan harum. Rupanya tuak dalam bumbung-bunmbung yang tergantung disekeliling pinggang si perut gendut inilah yang tadi tercium oleh Penujum Aneh. Beberapa saat memperhatkan orang tua ini. Kiranya si kakek tidak mengenalnya. Tidak mengherankan Penujum Aneh melangkah maju hampiri orang tua itu .Sejarak dua tombak di depan orang tua itu Penujum Aneh buka mulut ajukan pertanyaan

"Seperti yang kukatakan. Aku tidak punya waktu untuk melayani manusia sepertimu.Lebih baik kau berterus terang mengapa kau muncul di tempat ini?"

Si orang tua yang wajah serta penampilannya tak jauh berbeda dengan orang yang usianya lima puluh tahun bersikap acuh.

Tanpa menghiraukan Penujum Aneh, dia angkat bumbung tuak yang berada di tangan kanan tinggi-tinggi.

Setelah itu dia dongakkan kepala dan membuka mulut lebar-lebar. Kemudian tak ubahnya seperti orang yang kehausan dia tuang tuak dalam bumbung itu ke dalam mulutnya.

Gluk!

Gluk!

Gluk!

"Waduh enaknya."gumam si orang tua lalu seka mulutnya yang basah berselemot air tuak. Sambil turunkan bumbung tuak dan menggantungnya kembali di pinggang kanan orang ini menatap Penujum Aneh.

"Tadi kau mengatakan tak punya waktu untuk melayani manusia sepertiku. Kau juga mengatakan agar aku berterus terang .Mengapa aku muncul di tempat ini?"

Orang tua bertubuh tinggi besar itu membuka mulut. Setelah itu dia mnengusap rambutnya yang sebagian telah memutih

"Kau sudah mendengar.Aku tak mau berpanjang kata bicara dengan pembohong seperti-mu." tukas Penujum Aneh gusar

"Ah, aku ini memang hanya tua bangka pemabok. Tapi jangan mengira segala urusan yang kau katakan sangat penting itu aku tidak mengetahuinya. Percayalah aku tahu apa yang merisaukan hatimu, aku juga tahu mengapa kau datang ke kubur bocah malang yang bernama Loh Seta itu." tegas si tinggi besar berperut gendut.

Tak menyangka orang mengetahui apa yang dia lakukan, tak mengira orang yang dipinggangnya tergantung puluhan bumbung tuak itu tahu apa yang dia cari. Penujum Aneh diam-diam terkejut.

Namun dia berusaha tidak menunjukkannya pada orang yang terus menyender di batang pohon itu. Sebaliknya dengan rasa penasaran dia membuka mulut. Dengan sinis dia ajukan pertanyaan

"Kau cuma seorang pemabok. Hidup dan pikiranmu dalam kekacawan. Bagaimana kau bisa mengetahui apa yang aku cari dan apa yang aku pikirkan?"

Laki-laki itu tersenyum. Dia meraih bumbung tuak yang tergantung di pinggang sebelah depan.

Setelah membuka penutup bumbung dia kembali meneguk isinya. Wajah laki-laki itu semakin bertambah merah.

Bumbung yang telah kosong dicampakkan ke tanah. Setelah itu dia semburkan sisa tuak yang masih tertinggal dimulutnya ke arah semak-semak hijau di samping pohon.

Pruuh!

Begitu cairan tuak keras berhamburan dari mulut dan menerpa dedaunan pohon dan semak belukar.

Daun-daun itu tidak hanya dipenuhi lubang akibat semburan tapi juga segera menyala dikobari api.

Melihat pemandangan yang sangat luar biasa dan jarang dilihatnya ini. Penujum Aneh menjadi kaget.

Tanpa sadar dia tersurut mundur sejauh satu langkah.
Raja Gendeng 7 Pecinta Dari Alam Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Manusia aneh luar biasa.Dia seorang pemabuk yang hebat.Tuak yang diteguknya sangat keras.Dedaunan saja langsung terbakar terkena semburan tuaknya.Tak dapat kubayangkan bagaiamana bila semburan tuak itu mengenai tubuh?" membatin sang Penujum daiam hati

"Apa lagi yang kau pikirkan Penujum Aneh.Jangan pernah berpikir untuk menyantetku.Karena segala macam santet, tenung dan sihir tak bakal sanggup membuatku celaka."

"Tadinya karena tamparanmu yang tanpa sebab, membuatku gelap mata dan ingin membunuhmu dengan cara mengirimkan santet. Tapi setelah kupikir-pikir perlu apa aku bersusah payah menyantetmu. Tidak kusantet sekalipun kulhat perutmu sudah menggembung besar sepert perempuan hamil Ha ha ha!" kata Penujum Aneh disertai tawa tergelak-gelak. Kening laki-lak besar berperut gendut itu berkerut. Dia tak mengerti bagaimana Penujum Aneh yang gampang naik darah itu tiba-tiba berubah sikap selayaknya seorang sahabat. Tak mau pusing orang tua gendut ini pula lalu ikutan tertawa. Sambil tergelak orang tua gendut ini berkata,

"Bagus. Ternyata kau cukup tahu diri. Sekarang kau dengar baik-baik. Adapun kedatanganku di tempat tidak layak ini adalah untuik memberi tahu sesuatu yang sangat penting kepadamu"

Jelas orang tua bertubuh tegap itu bersungguh-sungguh

"Apa maksudmu?"

Tanya Penujum Aneh lalu memandang orang didepannya dengan tatapan mata tajam menusuk.

"Kau dengar. Dengan tegas kukatakan padamu. Sebaiknya kau tidak lagi memikirkan nasib bocah malang yang sudah mati itu. Aku memberimu saran lebih balk kau temui gusti prabu Tubagus Kasatama. Katakan padanya kerajaan dan seluruh penduduk negeri Malingping terutama para lelaki dan gadis-gadis mudanya ada dalam ancaman bahaya besar"

"Heh, kau bicara apa? Kau mengatakan agar aku tidak memikirkan bocah yatim piatu malang itu? Ketahuilah Loh Seta bagiku sudah kuanggap seperti anak sendiri, Itu sebabnya aku menguburkannya di pemakaman keluargaku?"

Kata Penujum Aneh dengan sikap menunjukkan rasa tidak suka

"Hua ha ha.Aku sudah tahu. Dan aku juga tahu yang kaulakukan di makam Loh Seta. Bukankah karena kau ingin tahu siapa yang telah membunuhnya?" ucap laki-laki itu sambil meneguk tuaknya.

Penujum Aneh terdiam belum sempat dia membuka mulut orang di depannya lanjutkan ucapan.

"Aku sudah melihat dengan kekuatan yang aku miliki. Kau baru saja kembali dari alam gaib. Dan dari alam yang tak mudah dimasuki oleh manusia itu bukankah kau mendengar suara deburan ombak, kau melihat dua peti mati, kawanan lebah. Kau juga melihat gadis-gadis yang dimabuk cinta. Tidak hanya itu. Aku berpikir kemungkinan kau juga melihat banyaknya perempuan muda yang hamil mendadak serta ratusan bayi yang baru terlahir ke dunia?" terang laki-laki itu .

Mendengar suara petir di siang bolong si Penujum Aneh tentu tak akan seterkejut mendengar ucapan orang di depannya.

"Bagaimana kau bisa mengetahui segalanya? Bagaimana kau bisa melihat apa yang aku lihat. Siapa kau yang sebenarnya? Hidup tak kurang dari sembilan puluh tahun rasanya aku belum pernah bertemu dengan orang sepertimu. Aku yakin kau bukan penduduk sini" desis sang Penujum dengan tatapan mata terheran-heran .Orang yang ditanya anggukkan kepala. Mulut meracau tak karuan sedangkan matanya yang merah berkedap-kedip tak mau diam.

"Benar seperti yang kau katakan aku bukan penduduk sini. Tapi aku mengenal dengan baik silsilah garis turunan raja Malingping yang sekarang. Aku bukan Penujum, tapi aku mengetahui secara langsung apa yang terjadi dimasa lalu dan masa sekarang. Aku juga tahu siapa durjana yang baru bangkit dari kematiannya itu. Aku tahu mengapa dia membunuh Loh Seta. Sebabnya tak lain Loh Seta terlahir pada malam sabtu kliwon pada bulan purnama enam belas tahun yang lalu. Darah orang yang terlahir pada malam bulan purnama sangat dibutuhkan oleh orang mati yang baru saja bangkit dari kematiannya. Para penghuni kegelapan menganggap darah Loh Seta adalah darah keramat, darah pembangkit kehidupan yang pernah terenggut oleh kematian." terang orang tua itu.

"Orang tua. Pengetahuanmu sangat luas. Tapi apakah benar seperti yang aku duga, Loh Seta dibunuh dan disedot darahnya oleh orang yang baru kembali dari kematiannya?"

Tanya Penujum Aneh

"Benar"

"Siapa dua sosok mengerikan yang kulihat bangkit dari dua peti mati itu?"

"Yang kau lihat dalam mata nujummu itu tak lain adalah seorang pangeran dan puteri dari istana kuno di pulau Rakata. Mereka adalah dua manusia laknat lagi terkutuk.Saudara sedarah yang telah menodai Istana Dewa Ruci atau istana Dewa suci. Mereka berbuat mesum di istana itu. Padahal yang mereka lakukan itu adalah sebuah pelanggaran berat tak terampuni." terang si orang tua.

Penjelasan itu membuat Penujum Aneh lagi-lagi teringat dengan peristiwa ribuan tahun yang lalu yang pernah diceritakan oleh kakeknya.

Seribu tahun lalu penguasa istana suci di pulau Rakata yang bernama Ratu Tri Anrutama.

Yaitu ratu ketiga yang menggantikan raja pertama dan kedua mempunyai seorang putri dan seorang putera.

Sang puteri yang cantik dibesarkan di istana Dewa Ruci sedangkan puteranya yang bernama Pangeran Bagus Anom Aditama yang kelak diharapkan menggantikan sang ratu setalah mangkat diasingkan ke gunung Krakatau untuk digembleng dan dijadikan satria sakti oleh seorang resi bernama Kalabat Unggul. Bertahun tahun sang pangeran dilatih limu olah kanuragan.

Dia juga diwarisi berbagai lmu kesaktian untuk dijadikan bekal dimasa yang akan datang.

Sebagai calon pengganti sang ratu ,pangeran berwajah tampan ini juga diberi kebebasan dalam menjalani hidupnya selama dalam penggemblengan sang resi. Sampai akhirnya segala ilmu sakti dan jurus jurus silat hebat yang diajarkan sang resi berhasil dikuasainya.

Pangeran Bagus Anom Aditama pun diperkenankan pulang kembali ke istana. Sekembalinya ke istana justru masalah baru yang tak pernah diduga oleh sang ratu jauh sebelumnya muncul.

Pangeran Bagus Anom yang pernah hidup jauh di luar istana selama lima tahun ternyata jatuh hati pada puteri Atut yang tak lain adalah adik kandungnya sendiri.

Begitu pula sebaliknya. Sampai akhirnya terjadilah hubungan sedarah yang terkutuk itu.

Para dewa murka.

Pulau Rakata dilanda petaka hebat.

Sebagian besar penghuni istana, para pejabat dan perajurit istana mendapat wabah berupa penyakit aneh yang sangat menular .Mula-mula serangan wabah membuat penghuni istana diserang demam tinggi dan penyakit gatal-gatal yang begitu hebatnya Sampai akhirnya mereka berubah menjadi mahluk aneh berupa sosok anjing dan akhirnya saling bunuh.

Sadar dengan murka para dewa dan malu atas perbuatan anak-anaknya.

Ratu Tri Arutama menghukum kedua anaknya.

Puteri Atut digantung.

Mayatnya dimasukkan dalam peti mati kumala kemudian dikuburkan dibelakang istana.

Sedangkan Pangeran Bagus Anom Aditama setelah dihujani seribu pedang mayatnya dimasukkan di dalam peti lalu ditenggelamkan di dalam laut sebelah selatan gunung Krakatau. Tapi sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Sang pangeran bersumpah dia akan bangkit dari kematian seribu tahun kemudian, menjadikan setiap gadis perawan sebagai budak nafsunya, lalu membangun kekuatan dan mendirikan Istana cinta dengan pengikut-pengikut yang semuanya terdiri dari keturunannya sendiri.

Setelah peristiwa yang memalukan sekaligus menggemparkan itu. Ratu Tria Arutama meninggalkan istana.

Sebagian orang berpendapat sang ratu mengasingkan diri dan menetap disebuah tempat rahasia tak jauh dari Malingping .Dia hidup hingga dua ratus tahun kemudian .Seorang pengikut yang sangat setia terus mendampingi dan melayani segala kebutuhan sang ratu sampai akhir hayatnya.

"Penujum Aneh. Apalagi yang kau renungkan. Jangan melamun nanti setan kuburan malah menyusupimu? Ha ha ha."

Suara orang tua berperut besar yang keras membuat si kakek terkejut sekaligus tersadar dari tamunannya. Masih dengan wajah diliputi rasa heran dia menatap laki-laki itu.

Kemudian dengan suara perlahan dia bertanya lagi.

"Aku melihat lebah-lebah, sebelum muncul perempuan-perempuan muda dalam keadaan hamil besar. Apakah yang kulihat di alam gaib itu punya arti tertentu?"

Yang ditanya dongakkan kepala.

Mata berputar menatap ke arah bintang-bintang yang mulai bermunculan di langit.

Setelah menghela nafas orang ini menjawab.

"Semua yang kau lihat di alam gaib jelas saling berhubungan.Lebah yang kau lihat adalah lebah yang selalu mengiringi sang pangeran durjana kemanapun dia pergi."

"Aku tak mengerti maksud ucapanmu!" kata Penujum Aneh polos.

"Ah. Sebagai Penujum ternyata kau tolol juga. Lebah-lebah itu adalah awal petaka bagi setiap orang yang diantuknya. Begitu diantuk lebah orang yang menjadi korbannya akan mengalami demam .Kemudian muncul perasaan aneh dalam dirinya. Perasaan itu berupa kasih sayang, rasa cinta serta keinginan dan hasrat tinggi selayaknya orang yang dimabuk asmara. Apakah kau sudah paham?"

Penujum Aneh anggukkan kepala tanda mengerti. Tapi masih ada pertanyaan yang mengganggu pikirannya. Kembali Penujum Aneh membuka mulut

"Apakah semua kegiatan itu tak bisa dihentikan?"

Pertanyaan Penujum Aneh membuatnya kembali tertawa. Sambil meneguk tuaknya dia menjawab.

"Dihentikan? Siapa yang sanggup menghentikannya? Kau dan rajamu mungkin tak bisa melakukannya. Di tanah Dwipa ini kurasa hanya ada satu orang yang bisa melawan pangeran durjana."

"Siapa? Katakan padaku!"

Si orang tua mengusap perutnya yang basah keringatan. Matanya menerawang menatap ke arah Penujum Aneh.

"Yang bisa menghentikan semua kegilaan pangeran durjana itu kurasa orang gila juga. Dia masih muda, datang dari sebuah pulau diseberang laut selatan. Dia bernama Raja, biasa disebut Raja Gendeng Sang Maha Sakti Istana Pulau Es. Tapi siapa yang bisa mencari dan menemukan orang seperti dia? Setan saja kurasa sulit menemukannya"

"Ah. Sang Maha Sakti Raja Gendeng. Belakang aku sering mendengar sepak terjangnya menjadi pembicaraan orang. Dia begitu hebat dan memiliki sebuah senjata aneh bernama Pedang Gila. Tapi mungkinkah orang gendeng bersenjata gila seperti dia mampu membantu menyelesaikan persoalan yang rumit ini?" gumam Penujum Aneh ragu

"Ha ha ha. Mengapa kau meragukan kehebatan yang dimiliki oleh seseorang. Kau tidak perlu merisaukannya. Yang terpenting saat ini kau temui saja prabu Tubagus Kasatama. Sampaikan apa yang kukatakan padamu dan ceritakan yang kau lihat di alam gaib. Prabu harus memberi peringatan pada seluruh rakyatnya. Setiap penduduk juga aku harapkan membuat api unggun begitu matahari hampir tenggelam."

"Untuk apa?"

"Oalah, mengapa ketololanmu tambah menjadi-jadi. Api unggun dan asap dibutuhkan untuk mengusir lebah, mencegah mahluk-mahluk jahat itu masuk ke rumah dan menyerang gadis-gadis muda. Bukankah lebah tak suka asap dan takut pada api?"

Menerangkan si orang tua dengan perasaan jengkel. Sebaliknya Penujum sendiri merasa tidak senang karena berulang kali si perut gendut menyebutnya tolol

"Orang tua. Aku berterima kasih atas petunjuk yang kau berikan. Tapi mengingat aku jauh lebih tua darimu. Aku tidak suka dengan ucapanmu yang menyebutku sebagai manusia tolol. Apakah kau tidak bisa berlaku sopan dihadapanku?"

"Ha ha ha. Tak kusangka kau marah lagi. Memangnya berapa usiamu orang tua?"

Si perut gendut balik bertanya. Walau heran, Penujum Aneh jawab juga pertanyaan itu

"Aku berusia sembilan puluh tahun."

"Sembilan puluh tahun? Kau berpikir dirimu lebih tua dariku ya?"

"Memang umurmu berapa pemabuk aneh?"

"Umurku? Ha ha ha. Aku bahkan lebih tua dari embah buyutmu. Aku sudah cukup tua bahkan sebelum kakek moyangmu terlahir ke dunia."

"Hah?!"

"Tak usah kaget Penujum Aneh. Usiaku saat ini lebih dari tujuh ratus lima puluh tahun. Kau seharusnya memanggil eyang buyut padaku. He he he...!

Kaget dihati sang Penujum bukan kepalang.

"Wajah dan penampilannya seperti orang berumur lima puluh tahun. Siapa menyangka umurnya lebih dari tujuh ratus tahun. Benar-benar gila. Apa yang membuatnya tetap awet muda?" batin Penujum Aneh takjub.

"Nah kau melamun lagi? Apa yang kau tunggu, lekas tinggalkan tempat ini. Temui raja dan sampaikan semua yang kau ketahui!"

Desak si gendut .Mendengar perintah si orang tua Penujum Aneh anggukkan kepala.

Namun sebelum tinggalkan tempat itu dia ajukan pertanyaan

"Orang tua panjang usia. Kau belum perah menjawab siapa dirimu .Aku mohon kau mau berterus terang tentang dirimu."

"Hmm, sudah lama aku lupa pada namaku sendiri. Tapi dunia persilatan memberiku julukan Dewa Mabuk.
Apakah kau puas? Ha ha ha.." jawab si gendut yang ternyata berjuluk Dewa Mabuk ini disertai tawa tergelak

"Astaga! Aku tak pernah menyangka berhadapan dengan orang sehebat dirimu Dewa Mabuk. Aku yang berilmu rendah dan tak punya ke pandaian apa-apa ini mohon maaf.Terimalah hormatku." ujar Penujum Aneh

Sambil rangkapkan dua tangan di depan dada dengan sikap segan cepat si kakek bungkukkan badan menghormat pada Dewa Mabuk. Tapi begitu dia kembali tegak, turunkan kedua tangan dan menatap ke depan.

Penujum Aneh dibuat takjub Dewa Mabuk hilang raib berubah menjadi kepulan asap.

"Aneh, Apakah benar aku bertemu dan bercakap-cakap dengin orang tua sakti itu?" desis sikakek seolah tidak percaya dengan penglihatannya sendiri.
Seakan mendengar apa yang dikatakan Penujum Aneh. Dikejauhan terdengar suara gelak tawa dan santernya aroma tuak. Lalu sayup sayup terdengar ucapan

"Kau telah bertemu dan bercakap-cakap denganku. Jadi jelas kau tak bicara dengan setan yang menyerupai diriku. Namun terus terang kau baru bertemu dengan bayanganku saja, bukan ujudku yang asli. Ha ha ha "

"Apa? Manusia yang memiliki ilmu kesaktian hebat sekalipun belum tentu sanggup mengirimkan bayangan dan bicara padaku. Aneh, edan.betul ujar-ujar yang mengatakan di atas langit masih ada langit." gumam Penujum Aneh sambil melangkah pergi.

*****

Hari kesembilan setelah berlalunya angin ribut yang memporak porandakan sebagian kawasan di pulau Rakata. Para nelayan yang menetap tinggal di kawasan pantal Carita dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang. Setelah berhari-hari mereka tidak melaut akibat terhalang ombak dan badah. Beberapa hari belakangan mereka dapat melaut lagi dengan hasil tangkapan yang sangat melimpah. Siangnya suasana di pasar dipadati oleh para pembeli. Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan terjual habis hingga para nelayan dapat menutupi kebutuhan keluarganya dari hasil menjual ikan. Waktu bergulir. Saat hari beranjak malam suasana pasar di tepi pantai itu berubah menjadi sunyi.

Tidak satupun penduduk yang berkeliaran di tempat itu. Para nelayan memilih tinggal bersama anggota keluarga sekadar bersenda gurau ataupun melepaskan lelah. Sementara itu tak jauh di ujung timur pantai.

Dua ekor kuda besar berbulu putih berlari cepat menelusuri alur pantai yang berpasir putih. Duduk diatas pelana kuda masing-masing dua orang gadis berwajah cantik rupawan. Gadis penunggang kuda di sebelah kiri berpakaian putih ringkas selayaknya pengelana dunia persilatan sedangkan gadis satunya lagi berpakaian biru dengan sebuah pedang tergantung di punggungnya. Sambil terus memacu kuda tunggangannya masing-masing. Gadis berpakaian putih yang membekal pedang di bagian pinggang membuka mulut

Raja Gendeng 7 Pecinta Dari Alam Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lihatlah! Malam ini suasana sangat cerah sekali. Langit biru, bintang bertaburan dan bulan bersinar dengan indahnya. Pemandangan indah seperti ini tidak akan pernah kita dapatkan bila tetap tinggal mengurung diri di istana kaputren."

"Kau benar kakak. Dapat bepergian dengan bebas selayaknya orang biasa bagiku memang terasa lebih menyenangkan. Tapi kita sudah terlalu jauh dari istana. Kepergian kita bahkan tidak diketahui oleh bunda dan ayahanda Gusti Prabu. Begitu ayahanda mengetahui kita tidak berada di kaputren. Beliau pasti marah besar. Dan esok begitu kita kembali, ayahanda pasti bakal menjatuhkan hukuman berat pada kita." kata gadis berpakaian biru itu khawatir.

Gadis cantik berpakaian putih berambut panjang digelung ke atas itu terdiam. Sebagai dua orang puteri raja, keduanya memang kerap kali melakukan pelanggaran-pelanggaran dari aturan ketat istana. Salah satu aturan yang sering mereka lakukan adalah pergi meninggalkan istana secara diam-diam. Walau untuk perbuatan yang mereka lakukan itu mereka sering mendapat hukuman pengurungan diri tanpa diberi makan dari sang raja.

"Aku tahu kau juga takut. Bukankah begitu kakak Arum Senggini. Tapi lebih baik jangan kau pikirkan apa yang kukatakan tadi. Sekarang mumpung kita dapat menghirup udara bebas. Aku rasa sebaiknya kita manfaatkan waktu yang kita miliki untuk menghibur diri "ujar gadis berpakaian hijau yang tak lain adalah Puteri Nila Agung

"Berkali-kali melanggar aturan. Aku tidak takut lagi dengan hukuman akibat pelanggaran yang kita lakukan, Aku lebih memilih melupakan soal itu. Satu hal yang membuatku heran, mengapa pantai ini terasa sunyi? Padahal di waktu lalu disaat bulan purnama seperti ini. Kawasan pantah Carita ini ramai dipenuhi penduduk menikmati indahnya alam dimalam hari."

"Mungkin mereka takut keluar rumah."sahut Puteri Nila Agung

"Apa maksudmu?" tanya Puteri Arum Senggini sambil menoleh pada sang adik

"Apakah kakak tidak mendengar. Seorang pangeran cinta yang biasa disebut Pangeran Durjana baru saja bangkit dari kematiannya. Pangeran itu kabarnya mencari gadis-gadis cantik untuk dijadikan pasangan bercintanya. Kabarnya pangeran durjana itu mempunyai wajah yang sangat tampan. Sehingga tak seorang gadis pun yang punya kekuatan menolak hasrat keinginannya."

"Aih. Merinding aku mendengarnya. Darimana kau mendengar kabar tentang pangeran penakluk itu?" tanya sang kakak sambil terus memacu kudanya .Puteri Nila Agung tertawa hingga terlihatlah kedua lesung pipinya yang indah. Baru kemudian menjawab.

"Paman Patih Tubagus Aria Kusuma yang mengatakan tentang itu padaku. Beliau mengetahuinya dari kakek Penujum Aneh Juru Obat Delapan Penjuru Penujum kuakui kau tahu banyak hal-hal yang belum terjadi. Tapi yang aku herankan mengapa sampai sekarang aku belum pernah mendengar tanda-tanda kehadiran pangeran durjana."

"Eh, amit-amit. Biarpun tampan aku tak bakal sudi berteman dekat dengan orang yang pernah mati." sahut sang kakak dengan tubuh bergidik dan wajah membayangkan rasa takut sekali.

Melihat ini sang adik tertawa tergelak-gelak. Tapi suara merdu sang dara mendadak lenyap, Kedua matanya membelalak lebar begitu melihat di kejauhan sana tepat di dusun nelayan itu para penduduk berlarian tak tentu arah dalam keadaan ketakutan dan menjerit-jerit seperti tak berkeputusan. Dari tempat mereka berada keduanya melihat orang-orang itu begitu sibuk menghalau sesuatu sambil mengibaskan benda apa saja yang berada di tangan mereka

"Apa yang terjadi dengan mereka?1" kata puteri Arum Senggini sambil menghentikan lari kuda sekaligus menatap heran ke arah penduduk yang berlarian menyelamatkan diri .Puteri Nila Agung yang ikut menghentikan lari kuda tidak menjawab. Sebaliknya dia menatap ke arah kejauhan di depan sana dengan mata menyipit

"Aku tak tahu apa yang mereka alami. Tapi menurutku ada sesuatu menyerang mereka. Suatu makhluk berukuran kecil namun ganas menakutkan!" sahut puteri Nila Agung

"Kita harus mencari tahu apa yang dialami penduduk itu. Mari kita pergi kesana." ujar puter Agung Senggini sambil hentakkan tali kekang kuda hingga binatang besar itu meringkik keras dan menghambur ke depan. Sambil anggukkan kepala sang adik segera menyusul sang kakak. Setelah memacu kuda beberapa saat kemudian keduanya pun sampai di tempat yang dituju.

Tetapi ketika kedua puteri itu sampai disana. Mahluk yang menyerang para penduduk desa telah pergi entah kemana. Kedua gadis ini layangkan pandang ke seluruh kawasan pantai. Mereka melihat mayat-mayat yang bergelimpangan. Mereka yang terluka maup?n yang menemul ajal umumnya terdiri dari anak laki-laki, orang tua dan juga para perempuan yang sudah berusia lanjut. Tubuh mereka menggembung bengkak seperti disengat lebah. Sementara dari mulut hidung, mata dan telinga meneteskan darah. Penasaran melihat keanehan yang terjadi. Puteri Arum Senggini cepat melompat turun dari kudanya. Tak mau ketinggalan sang adik pun segera mengikutinya. Satu demi satu tubuh yang bergelimpangan itu mereka periksa

"Banyak yang mati. Mereka tewas disengat .Aku yakin sekali kawanan lebah telah menyerang penduduk ini." gumam puteri Nila Agung yang segera saja teringat dengan cerita patih Tubagus Aria Kusuma tentang kebangkitan pangeran durjana dari kematian bersama lebah-lebahnya yang dikenal dengan nama Lebah Kepala Hati Berbunga.

"Penduduk yang menjadi korban tidak sedikit." ujar puteri Arum Senggini menanggapi ucapan adiknya.

"Berapa banyak lebah yang menyerang mereka? Lagi pula mengapa hanya para lelaki, anak dan para perempuan tua saja yang menemul nasib seperti ini? Kemana perginya para anak gadis para nelayan ini?!"

Puteri Nila Agung tersentak kaget .Jantungnya berdetak keras.

Darah berdesir. Wajahnya pucat membayangkan rasa khawatir

"Gadis-gadis Itu.Mungkin mereka mengalami nasib yang buruk. Mungkin mereka dibawa ke suatu tempat untuk dijadikan korban pelampiasan nafsu pangeran itu."

Puteri Arum Senggini menatap adiknya lekat- lekat. Sambil menelan ludah basahi tenggorokan yang mendadak kering dia membuka mulut

"Bagaimana kau bisa tahu?"

Puteri Nila Agung gelengkan kepala

"Aku hanya menduga. Dugaanku berdasarkan penjelasan paman patih kepadaku. Tapi firasatku juga mengatakan para gadis Itu berada dalam ancaman bahaya yang jauh lebih besar dari sekedar kematian."

"Hmm, tempat ini sekarang tidak aman. Menurutku alangkah lebih baik kita kembali ke istana secepatnya. Aku tidak mau menjadi budak cinta, aku juga tak sudi menjadi budak nafsu pangeran kematian."

Sambil berkata begitu puteri Arum Senggini bangkit berdiri.

"Apakah kita mau pergi begitu saja. Tanpa mau memikirkan penduduk yang menjadi korban?" tanya puteri Nila Agung menyusul bangkit.

"Siapa yang hendak kita tolong. Kita bukan tabib. Orang-orang ini hampir semuanya mati. Sisanya dalam keadaan sekarat!" sahut sang kakak jerih.

Belum sempat adiknya membuka mulut.Tiba-tiba terdengar suara rintih tertahan datang dari arah belakang mereka.

"Tolong...tolonglah aku. Putriku....putriku harus diselamatkan dari mahluk-mahluk laknat itu..."

Walau terkejut. Kedua gadis ini cepat memutar tubuh balikan badan. Begitu mereka menatap ke depan. Keduanya memekik kaget. Di depan sana sejauh satu tombak dari tempat kedua putri ini berdiri terpampang sebuah pemandangan seram menggenaskan.

Mereka melihat seorang laki-laki tua tergeletak terkapar diatas pasir. Wajah laki-laki itu lebam bengkak membiru. Sedangkan sebagian tubuhnya yang lain terdapat beberapa luka menganga bersimbah darah. Orang tua ini tidak sendiri. Dia bersama seorang bocah laki-laki benumur sekitar tujuh tahun. Bocah itu diam tidak bergerak. Ketika Arum Senggini dan Nila Agung datang menghampiri dan memeriksa keadaan si bocah dalam dekapan laki-laki tua itu. Ternyata si bocah telah kehillangan nyawanya.

"Apa yang telah terjadi disini, ki?" tanya puter Nila Agung sambil pegangi lengan si orang tua yang terasa panas.

Yang ditanya megap-megap. Mata mendelik, jelalatan dan terlihat menyimpan ketakutan yang sangat luar biasa. Dengan nafas tersengal dia berusaha membuka mulut menjawab pertanyaan sang puteri

"Iblis itu datang bersama lebah-lebah pembunuh. Dia memasuki rumah seluruh penduduk di pantai ini. Anak-anak gadis entah mengapa mendadak bertingkah aneh begitu disengat oleh kawanan lebah. Mereka pergi mengikuti iblis itu" terangnya dengan suara terbata

"Lalu apa yang membuat dirimu dan yang Lainnya terkapar? Kulihat kau menderita keracunan hebat ki..."

Puteri Arum Senggini bertanya pula.

"Yang yang menyerang kami kawanan lebah itu juga." jawab si orang tua dengan tubuh mulai bergetar.

Kedua puteri ini saling pandang .

"Serangan mahluk yang sama, tapi mengapa akibatnya berbeda?" kata Arum Senggini

"Seumur hidup baru kali ini aku menyaksikan ada kawanan lebah bisa membunuh begini banyak."ujar Nila Agung pula.

Kemudian sang puteri kembali menatap orang tua itu.

Dari keadaan luka dan beberapa dari sengatan yang parah.

Gadis sadar jiwa orang tua itu tak bakal tertolong. Tidaklah heran Nila Agung buru-buru ajukan pertanyaan.

"Ki kami akan berusaha menolong sekaligus membebaskan anak gadismu dan juga anak gadis yang lain. Tapi kami ingin tahu kemana iblis itu membawa mereka?"

Walau didera penderitaan sakit yang luar biasa.

Namun ada kelegaan di mata si orang tua setelah mendengar ucapan Nila Agung.

Dengan bersusah payah dia menjawab.

"Iblis membawa para gadis menuju ke arah timur Aku..akh"

Suara si orang tua terputus.

Dia tidak pernah sempat menyelesaikan ucapannya.

Orang tua itu menggelepar, dari mulutnya terdengar suara mengorok.

Tak lama kemudian darah menyembur dari mulut dan hidungnya.

Begitu kepala orang tua terkulai. Tidak berselang lama dari kepala hingga ke bagian kaki terlihat asap mengepul tipis berwarna hitam menebarkan bau amis menyengat.

Tubuh si orang tua meleleh. Melihat pemandangan mengerikan terjadi di depannya kedua putri ini keluarkan seruan kaget Mereka bersurut mundur, kemudian secepat kilat segera bangkit berdiri.

Dengan wajah pucat diliputi perasaan ngeri keduanya kitarkan pandang memperhatikan keadaan disekitarnya.

Mata kedua puteri ini terbelalak lebar begitu melihat semua orang yang bergelimpangan di tepi pantai itu ternyata mengalami hal yang sama.

Tubuh meleleh kepulkan asap hitam dan tebarkan bau amis yang membuat sesak pernafasan mereka .Melihat pemandangan mengerikan seperti itu hati Nila Agung bergetar, nyalinya yang pemberani kini ciut.

"Aku tak mau berlama-lama disini.Lebih baik kita kembali ke istana.Kita harus menceritakan semua yang kita lihat pada ayahanda gusti prabu."

ucapnya dengan suara tercekat. Puteri Arum Senggini ternyata nampaknya lebih tenang menyikapi malapetaka yang terjadi di tempat itu. Dengan suara tegas dia menjawab.

"Mengapa harus pulang terburu-buru? Tidakkah sebaiknya kita harus kejar iblis pembawa lebah itu. Lalu menangkapnya. Dia harus dihukum berat atas semua perbuatan yang telah dia lakukan di tempat ini."

"Walau puteri sseorang raja. Kita bukan gadis lemah. Sejak kecil kita belajar silat dan belajar ilmu kesaktian. Aku yakin dengan kekuatan yang kita miliki kita berdua pasti sanggup menyingkirkan mahluk pembawa malapetaka itu!" terang Arum Senggini.

Puteri Nila terdiam.Jauh dilubuk hatinya masih ada keragu raguan mengusik kalbu .Namun karena sang kakak terus mendesak Walau merasa kurang setuju dan dengan hati berat gadis ini anggukkan kepala

"Hmm, kita sudah sama sepaakat. Aku yakin penculik gadis-gadis itu belum terlalu jauh pergi dari sini. Dengan berkuda kita pasti bisa menyusulnya"

"Terserah apa keputusanmu, kakak.Aku mengikut saja!" sahut Nila Agung.

Tanpa membuang waktu dengan diikuti sang kakak Nila Agung bergegas menghampiri kudanya. Namun belum lagi keduanya sampai pada kuda yang mereka tuju.

Tiba-tiba saja dua kuda besar berbulu putih keluarkan ringkikan keras.

Dua kaki depan diangkat tinggi, bulu tebal dibagian leher sebelah atas berjingkrak tegak.

Dan kedua kuda itu berlari ketakutan menghambur menjauhi majikannya. Kaget dihati kedua puteri ini bukan kepalang. Mereka sadar kedua kuda putih itu tak mungkin menjauh menyadari tempat itu jika tidak ada yang mereka takuti.

"Ada orang jahat disekitar sini!" seru Arum Senggini.

Dengan sikap penuh waspada sang puteri segera mencabut pedang. Adiknya juga melakukan hal yang sama. Saling memunggungi. kedua orang ini menatap ke seluruh penjuru arah. Kesunyian menggantung di udara. Hanya gemercik air sesekali menghempas ke pantai. Tapi kesunyian tak berlangsung lama. Sekonyong-konyong terdengar suara angin menderu. Pasir putih yang menghampar disepanjang pantai berterbangan. Bersamaan dengan itu terdengar pula suara gelak tawa. susul menyusul, saling tindih memekakkan telinga

"Kurang ajar. Siapa yang menertawai kita" rutuk Arum Senggini sambil kertakan rahang.

"Eeh mungkin.mungkin setan penghuni pantai ini kak!" menyahuti Nila Agung jerih

"Setan gundulmu. Mengapa tiba-tiba saja kau berubah jadi penakut?" hardik Arum Senggini kesal

"Aku, aku bukannya takut kakak. Aku cuma kepingin pipis!"sahut Nila Agung agak terbata juga merasa malu

"Ada-ada saja. Kalau mau kencing, silahkan .Tapi jangan merubah posisi, Lebih baik kau kencing dicelana!" hardik sang kakak tambah marah

"Ah kau jangan keterlaluan. Aku sudah besar begini kau suruh pipis dicelana?"

"Perduli apa? Tidak ada yang melihat ini!"

Dengus Arum Senggini sinis.Nila Agung terdiam. Dia tidak ingin membuat saudara tuanya jadi tambah marah. Sementara suara tawa menggelegar tiba-iba terhenti.

Deru angin dingin yang membuat butiran pasir beterbangan lenyap .Kemudian ada suara orang berkata.

Yang mengejutkan suara itu datang dari balik hamparan pasir tak jauh dari tempat mereka berdiri

"Dua orang gadis cantik dan puteri raja pula. Kalian datang terlambat. Sayang lebah-lebahku terlanjur pergi jauh.Padahal seharusnya lebah lebah itu mengantuk dan menyengat kalian.Dengan begitu kalian akan menjadi pengantinku. Tapi tidak mengapa, aku datang menjemput membuang waktu menyempatkan diri menghampiri kalian. Bagiku kalian adalah sebuah karunia dewa serta hadiah yang tak ternilai harganya."

"Sayangku, apakah kalian sudah siap pergi bersamaku? Ha ha ha."

"Apa kataku kakak. Tempat ini memang ada setannya. Setannya menetap di dalam pasir. Biar aku kencingi sekalian!" kata Nila Agung tiba-tiba.

Tidak terduga gadis ini melompat ke depan. Tanpa membuka pakaian disebelah bawah dia sudah siap pancarkan air kencing.Tapi sosok yang mendekam di dalam pasir sepertinya melihat apa yang dilakukan si gadis. Sambil memaki dia melesat keluar dari tempat persembunyiannya.

"Puteri jahanam! Beraninya kau hendak mengencingi seorang pangeran terbormat sepertiku"

Suara lenyap. Timbunan pasir muncrat bertebaran di udara. Satu sosok tubuh bertelanjang dada melesat ke udara, melambung di ketinggian lalu berjumpalitan beberapa kali kemudian jejakan kaki di depan mereka. Melihat kehadiran laki-laki berambut panjang berwajah dan berpenampilan selayaknya orang yang baru bangkit dari liang kubur itu. Nila Agung segera berlari hampiri saudaranya

"Itu setannya kakak." kata Nila Agung setelah berada disamping Arum Senggini.


Raja Gendeng 7 Pecinta Dari Alam Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ario Bledek Petir Di Mahameru 02 Fear Street Sagas Iii Rahasia Rahasia Pendekar Budiman Hwa I Eng Hiong Karya

Cari Blog Ini