Ceritasilat Novel Online

Pecinta Dari Alam Kematian 3

Raja Gendeng 7 Pecinta Dari Alam Kematian Bagian 3


"Diam. Dia sama sekali bukan setan. Dia mengaku seorang pangeran? Pangeran apa? Tampangnya buruk sekalii seperti hantu kuburan?!"

Kata Arum Senggini dengan suara lirih pula.

Melihat kedua puteri itu bicara berbisik-bisik. Laki-laki tinggi berambut panjang riap-riapan bercelana hitam lusuh bertubuh putih pucat jadi tidak sabar .Sambil melangkah maju dia berkata,

"Aku adalah Pangeran Bagus Anom Aditama putera mahkota istana Dewa Ruci di pulau Rakata. Orang menjuluki aku Pangeran Durjana, namun aku lebih suka disebut Sang Pecinta Dari Alam Kematian. Kalian berdua sebaiknya ikut bersamaku. Aku akan memberikan kesenangan tiada taranya pada kalian. Disamping itu kalian juga akan memberikan keturunan padaku. Kalian akan hamil, akan mengandung dalam waktu tak begitu lama.Cukup sepekan setelah kehamilan, kalian segera melahirkan.Ha ha ha..."

Kejut dihati Arum Senggini bukan kepalang begitu melihat lelaki yang mengaku bernama Pangeran Bagus Anom Aditama atau pangeran durjana tahu-tahu telah berada begitu dekat dengan mereka.

Sekali tangan dikembang dan digerakkan ke depan, tangan itu menjulur panjang siap memeluk sekaligus meringkus Arum Senggini dan Nila Agung. Tak ingin celaka ditangkap orang.

Sambil keluarkan seruan kaget Arum Senggini dorong adiknya ke samping sebelah kiri.

Sementara dia sendiri melompat ke sebelah kanan, hingga gerakan Pangeran Durjana hanya menangkap angin. Walau sempat jatuh terguling-guling. Sementara pakaian dan kulit tubuhnya yang putih halus dipenuhi pasir.

Namun Nila Agung merasa bersyukur karena lolos dari sergapan. Sedangkan sang Pangeran Durjana sendiri yang menyadari bahwa dua gadis cantik yang menjadi incarannya lolos hanya menyeringai walau di dalam hati sebenarnya marah dan penasaran

"Wahai, gadis-gadisku.Calon pengantinku Ternyata kalian cukup lincah, Aku sangat suka dengan gadis lincah. Aku yakin kalian pasti sangat luar biasa bila bersamaku Ha ha ha!"

"Mahluk menjijikkan. Wajah buruk, bermulut busuk. Kau sama sekali tak punya daya tarik sebagai laki-laki .Makanlah pedangku!" geram Arum Senggini sambil melompat ke depan sekaligus babatkan pedang ditangan ke bagian wajah dan leher Pangeran Durjana .Melihat serangan ganas datang mengancam bagian tubuh yang mematikan sang Pangeran bukannya selamatkan diri. Sebaliknya sambil tertawa dia songsong datangnya pedang sementara itu mulut berkata

"Wajah buruk ini mungkin tidak menarik bagimu. Tapi bagaimana nanti bila aku memperlihatkan rupaku yang sebenarnya? Kalian pasti jatuh hati, tak mau jauh dariku dan selalu meminta aku ajak bercinta!" berkata begitu tangan yang kokoh besar dan diselimuti lendir puth lengket berkelebat

Wuus!

Trang!

Terdengar suara berdentrang disertai pjaran bunga api begitu lima ujung jari Pangeran Durjana yang berkuku hitam panjang membentur pedang di tangan Arum Senggini .Sang puteri keluarkan seruan kaget.

Tubuhnya terdorong mundur.

Tangan yang memegang pedang bergetar dan terasa membeku .

"Ternyata dia memiliki ilmu kesaktian tak berada di bawahku.Jika sampai beberapa jurus ke depan aku tak sanggup membunuhnya.Aku harus beri tahu adikku agar angkat kaki secepatnya dari tempat ini"

Kata sang dara begitu jejakan kaki di tanah .Sementara itu melihat sang kakak tak mampu membuat cidera lawannya. Nila Agung tiba-tiba berkata.

"Kakak..mari kita habisi mahluk jelek ini bersama-sama."

Belum lagi gema suara gadis berlesung pipit ini lenyap.

Tahu-tahu dia telah jatuhkan diri di atas pasir.

Selanjutnya seperti batangan kayu Nila Agung gelindingkan tubuhnya ke arah Pangeran Durjana .Melihat lawan menyerang dengan cara yang aneh.

Pangeran Durjana sempat dibuat tertegun.

Dia tak tahu kalau Nila Agung yang sangat menguasai jurus sakti Inti Bumi ini tengah mengerahkan jurus-junerus yang menjadi andalannya

"Aku hantam dia dari bawah, Kalau benar tubuhnya alot, kebal dengan senjata begitu dia lambungkan diri kau serang dia dari atas. Aku yakin saat tidak menyentuh tanah dia menjadi mudah untuk dilukai." kata Nila Agung melalui ilmu ngiangan suara. Arum Senggini anggukan kepala.Dalam hati dia memuji kecerdikan adiknya.

"Hiat.... Putus kedua kakimu!" teriak Nila Agung.

Sambil berguling tak ubahnya ombak yang bergulung-gulung pedang ditangan sang puteri berkiblat membabat ke arah kedua kaki Pangeran Durjana dengan kecepatan luar biasa. Cahaya putih terang menyilaukan berpijar di udara. Hawa panas menebar memberangus kedua kaki sang pangeran yang menjadi sasaran. Tak menyangka ternyata gadis ini memiliki jurus serta senjata lebih hebat dari sang kakak.

Pangeran Durjana kali ini tidak mau berlaku gegabah dengan menyambuti serangan pedang itu Dengan gerakan cepat sulit diikut kasat mata dia lambungkan diri ke udara.

Serangan Nila Agung luput, namun pijaran cahaya yang memancar dari pedang Nila Agung sempat menyambar betisnya

"Bangsat! Cahaya pedang gadis itu membuat kakiku panas!" makinya diketinggian. Sementara melihat lawan berada diatas ketinggian. Kesempatan ini di segera dipergunakan oleh Arum Senggini untuk menyerang lawannya. Dengan menggunakan jurus Serangan Walet Biru yang didukung ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna, si gadis tiba-tiba lambungkan diri menyusul lawannya .Seperti walet menyambar pedang di tangan Arum Senggini berkiblat. Suara deru dan kilatan cahaya merah berkiblat ganas menghantam bagian perut juga bahu Pangeran Durjana. Merasakan ada sambaran hawa dingin serta kilatan pedang siap menembus tubuhnya lawan tak mau mengambil resiko. Dia segera berjumpalitan ke belakang selamatkan diri.Sementara dua tangan secara bersamaan lepaskan pukulan ke arah Arum Senggini. Tidak terdengar suara menderu, tidak terlihat pula kilatan cahaya yang memancar dari kedua tangan laki-laki itu.

Tetapi di depannya Arum Senggini tiba tiba merasakan tubuhnya seperti dihantam gunung es yang teramat dingin luar biasa, sementara pedang yang seharusnya membabat menjebol bagian perut seolah membentur batu tembok tebal yang sulit ditembus.

Sungguhpun gadis ini berusaha bertahan sambil melipat gandakan tenaga dalam ke bagian tangan kanan kiri. Tapi himpitan gunung es yang tak terlihat dan bersumber dari serangan Pangeran Durjana makin menjadi-jadi, membuat sekujur tubuhnya serasa membeku dan sulit digerakkan. Tak dapat dicegah lagi Arum Senggini meluncur deras ke bawah dan jatuh terbanting .Segala kesulitan yang dialami sang kakak ternyata tidak terlepas dari perhatian adiknya. Kelihatan Arum Senggini jatuh terjengkang setelah terkena hantaman serangan yang tidak terlihat itu, Nila Agung hentakkan kakinya ke tanah. Gadis itu tiba-tiba melambung. Tubuhnya berputar tak ubahnya titiran. Demikian pula dengan pedang yang berada dalam genggaman tangannya.

Dengan gerakan cepat tak terduga ujung pedang kemudian menembus telapak kaki

Jes!

Bret!

Pangeran Durjana menjerit keras. Dari ketinggian tubuhnya meluncur deras ke bawah. Lalu jatuh di atas pasir dengan suara bergedebukkan. Sedangkan mulut meraung kesakitan .

Nila Agung sebenarnya siap hendak menghabisi lawan. Namun gerakkannya untuk melakukan serangan susulan mendadak urung begitu mendengar suara erangan saudaranya .Bergegas dia balikkan badan. Lalu melangkah lebar datangi Arum Senggini. Begitu sampai di depan saudaranya. Gadis ini langsung jatuhkan diri begitu melihat sekujur tubuh sang kakak nampak pucat kebiruan, dari mulut dan hidung mengucurkan darah. Sedangkan ketika Nila Agung menyentuhnya Tubuh Arum Senggini terasa dingin luar biasa.

"Astaga! Tubuhmu dingin seperti es. Nampaknya kau menderita cidera di bagian dalam. Kita harus kembali ke istana. Serangan mahluk jahanam itu walau tak terlihat ujudnya ternyata sangat ganas sekali." desis Nila Agung cemas juga tegang.

"Kerajaan Malingping sangat jauh dari sini. Aku tak mungkin selamat. Tinggalkan aku! Lebih baik kau selamatkan dirimu sendiri. Cari bantuan ! Iblis p?rusak masa depan wanita itu harus dihentikan!"kata Arum Senggini dengan suara bergetar dan sekujur tubuh menggigil kedinginan.

Nila Agung gelengkan kepala. Apa yang dialami saudaranya bagi gadis jenaka ini merupakan sebuah pukulan telak baginya.

"Aku memang harus pergi, namun kau juga harus ikut serta. Mari kugendong."ujar Nila Agung berusaha bersikap tabah.

Dengan cekatan gadis itu membantu kakaknya bangkit berdiri.Hati Nila Agung sedikit lega ketika melihat kuda mereka ternyata tak jauh dari tempatnya berada. Namun ketika Arum Senggini berada dalam gendongan di punggung belakang. Tiba-tiba saja terdengar suara getak tawa. Nila Agung terkesima. Dia menoleh ke samping.

Sang puteri tercekat begitu sadar orang yang mentertawainya ternyata adalah Pangeran Durjana. Yang membuat sang puteri tercengang. Sang pangeran kini tidak sendiri. Disampingnya berdiri tegak empat laki-laki lain berpenampilan dan mempunyai bentuk wajah sama persis dengan laki-taki itu.

"Ha ha ha! Gadis jenaka dan cerdik. Dengan hanya melubangi tumitku, bukan berarti kau sudah mengalahkan aku? Kau tihat sekarang aku tidak sendiri. Aku punya kembaran yang lain." kata Pangeran Durjana disertai tawa dingin.

"Bagaimana mungkin tiba-tiba dia bisa menjadi lima orang!" desis Arum Senggini dengan mata setengah terpejam dan menahan sakit luar biasa.

"Aku juga tidak tahu."

Lirih Nila Agung menjawab.

"Apakah mungkin dia mempunyai saudara kembaran?" gadis itu balik bertanya pula.

"He he he. Kalian tidak usah bingung memikirkan kami. Ketahuilah, saudara tuamu itu telah terkena pukulan Selubung Gaib Mayat Es. Lebih baik kau serahkan dia padaku. Hanya aku yang bisa mengobatinya! Kalau tidak segera ku tolong dia pasti mati." ucap sang Pangeran ditujukan pada Nila Agung

"Aku tak akan menyerahkan saudaraku pada mahluk busuk sepertimu!" jawab gadis itu sengit.

Belum sempat Pangeran Durjana membuka mulut tanggapi ucapan puteri Nila Agung. Tiba-tiba terdengar suara tawa cekikikan selayaknya suara kuntilanak. Nila Agung tertegun. Dia berusaha mencari tahu darimana suara tawa berasal. Sebaliknya Pangeran Durjana dan empat laki-laki lain yang mirip dengannya nampak gelisah dan wajah tegang. Suara tawa mirip perempuan lenyap. Lalu terdengar ucapan.

"Bagaimana jadinya kalau aku juga ternyata sanggup menyembuhkan puteri cantik itu? Ilmu pukulan sakti Selubung Gaib Mayat Es memang sangat hebat. Tapi di tempat asalku ilmu pukulan seperti itu tidak laku. Ha ha ha! " kata suara itu.

Lagi lagi terdengar suara bergelak. Namun kali ini suara tawa itu jelas suara laki-laki. Kelima laki-laki itu saling pandang sesamanya. Ada yang tidak beres. Hati mereka jadi gelisah. Pangeran Durjana balikkan badan menatap ke arah datangnya suara. Sementara empat lainnya diam menunggu namun meningkatkan kewaspadaan

"Monyet mana berani bicara ngacok di tengah malam indah begini? Sebaiknya tunjukkan diri dan jangan campuri segala urusanku!" kata sang pangeran sambil bertolak pinggang.

"Ah beraninya kau bicara seperti itu di hadapan raja? Pangeran cabul mayat hidup sepertimu tak layak bicara sembarangan, Kau layak digantung jika berani membuat celaka kedua puteri itu!"

Sahut satu suara.

Seiring dengan terdengarrnya suara itu di atas wuwungan atap rumah penduduk terlihat satu bayangan putih berkelebat cepat ke arah mereka.

Tak sampai sekedipan mata tahu tahu di depan sang pangeran dan puteri Nila Agung telah berdiri tegak seorang pemuda gagah berwajah tampan berambut gondrong sebahu berpakaian putih dengan sebilah pedang tergantung di punggungnya. Sambil tersenyum cengengesan si pemuda memperhatikan orang -orang yang berada di sekitarnya. Melihat kehadiran pemuda yang tak lain adalah sang Maha Sakti Raja Gendeng, Pendekar dari Istana Pulau Es Empat laki-laki kembaran Pangeran Durjana segera berpencar menyebar mengepung pemuda itu. Si pemuda bersikap tenang dan acuh.

Sebaliknya dia malah memusatkan perhatiannya pada puteri Arum Senggini yang berada dalam gendongan adiknya.

Sekali melihat Raja Gendeng segera menyadari gadis itu memang mengalami cedera berat.

Bila dia tidak segera menolong gadis itu, kemungkinan besar jiwanya tak akan terselamatkan

"Gadis cantik " ucapnya ditujukan pada Nila Agung

"Aku sudah tahu dan mendengar siapa kalian.Sekarang turunkan saudaramu itu dari gendongan. Aku akan melihat bagaimana keadaannya?"

Sejenak Nila Agung terlihat ragu-ragu.

Tapi kemudian setelah merasa yakin pemuda tampan itu benar-benar hendak menolongnya dia segera menurunkan kakaknya dan merebahkan Arum Senggini di atas pasir. Begitu rebah, Raja datang menghampiri.

Ketika pemuda itu bersimpuh disamping Arum Senggini segera meneliti keadaan si gadis.

Pangeran Durjana yang merasa tidak dipandang sebelah mata bersama empat saudara kembarnya segera mempersempit pengepungan

"Sungguh pemuda gila tak tahu diri!"

Geram Pangeran Durjana marah. Melihat sang pangeran marah.

Empat saudara lainnya juga ikutan marah.

Tapi Nila Agung tidak tinggal diam. Selagi Raja berusaha alirkan tenaga sakti ke tubuh saudaranya.

Gadis ini dengan senjata terhunus mengambil tindakan untuk melindungi sang kakak dan juga penolongnya

"Berani mendekat kalian semua kubunuh!"

Teriak Nila Agung penuh ancaman.

Sang Pangeran sadar dibandingkan Arum Senggini. Nila Agung memang memiliki jurus silat serta kesaktian dua tingkat diatasnya.

Namun dia tidak merasa khawatir atau gentar menghadapi gadis itu.

Apalagi kini dia telah membagi diri menjadi lima kembaran.

Tidaklah heran, sambil menyeringai dingin dia anggukkan kepala memberi isyarat pada empat kembarannya.

Mendapat isyarat menyerang empat kembaran segera bergerak.

Sambil berlompatan mereka menyerang Nila Agung dari sisi sebelah kiri dan sebelah kanan.

Melihat serangan ganas yang datang dalam waktu bersamaan Nila Agung berseru lantang

"Mahluk-mahluk tak tahu diri!"

Secepat kilat menyambar, pedang di tangannya berkiblat.

Cahaya putih menyambar disertai suara deru menggidikkan.

Meliha gadis ini berusaha melindungi diri dengan babatan pedang empat saudara kembaran Pangeran Durjana malah merangsak maju.

Satu diantaranya lancarkan totokan di dada sebelah kiri.

Dua yang menyerang dari sebelah kini berusaha menggebuk pinggang dan punggung si gadis.

Sementara satunya lagi menghantamkan kepala gadis itu. Totokan didada kiri yang dilancarkan kembaran pertama itu bukan totokan sembarangan.

Seseorang yang memiliki ilmu kesaktian dan tenaga dalam yang belum sempurna bila diserang tubuhnya menjadi kaku sementara jantungnya bakal mengalami kerusakan. Nila Agung sadar benar akan hal itu.

Itu sebabnya sambil berkelit hindari dua gebukkan. Nila Agung menangkis pukulan yang mengarah kebagian kepala.
Raja Gendeng 7 Pecinta Dari Alam Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Sementara pedang ditangan kanan dipergunakan untuk membabat lima jari tangan yang siap menyambar dadanya.

Wuuues!

Sret!

Ces!

Kembaran pertama menjerit.

Tangan yang dipergunakan untuk menotok terbabat putus. Kutungan jemari bertebaran di tanah.

Laki-laki itu melompat mundur hindari tebasan pedang yang ke dua. Sementara tindakan penyelamatan diri yang dilakukan sang puteri ternyata tidak berlangsung mulus.

Walau dia berhasil selamatkan kepala dari pukulan orang namun punggungnya masih kena ditendang oleh kembaran ke tiga.

Gadis ini jatuh terjengkang namun segera bangkit dan menatap ke arah lawan-lawannya. Dia melihat darah mengucur dari tangan kembaran satu.

Tapi matanya menyipit, kening berkerut heran melihat darah yang keluar dari luka kembaran pertama tidak berwarna merah melainkan berwarna kehijawan. Ketika Nila Agung layangkan pandang ke arah Sang Pecinta Dari Alam Kematian.

Pangeran Durjana ini rupanya sejak tadi diam ditempat sambil mengawasi Raja dan jalannya perkelahian itu.

"Kau cukup tangguh puteri Cantik. Namun kau tak bakal sanggup menghadapi kami semua" dengus Pangeran Durjana sambil cibirkan mulut.

Belum sempat sang puteri menjawab, sang pangeran telah alihkan perhatiannya pada sang Maha Sakti Raja Gendeng. Merasa diperhatikan Raja yang baru saja salurkan hawa sakti kesekujur:tubuh Arum Senggini menanggapinya dengan senyum. Sambil tersenyum Raja berkata ditujukan pada gadis itu.

"Aku telah menguras habis hawa jahat yang mendekam dalam tubuhmu. Kau segera sembuh. Sebaiknya kau segera duduk. Tarik natas dalam-dalam. Himpun tenaga dalam. Nanti bila kau sudah buang angin dengan lancar. Kurasa itu sebagai pertanda kau betul-betul pulih." kata Raja sambil kedipkan matanya.

Arum Senggini merasa heran melihat tingkah Raja yang dia anggap tak punya santun itu. Tapi dia merasa maklum karena pemuda itu telah menyelamatkannya dari kematian. Gadis itu menggeliat. Seolah baru tersadar. Raja cepat-cepat angkat dan jauhkan tangannya yang menempel di perut sang puteri.

"Terima kasih atas segala budi pertolonganmu."

Ujar Arum Senggini lirih.

Lalu tanpa bicara apa-apa dia turuti apa yang dikatakan Raja.

Dia duduk bersila dan mulai menghimpun kekuatannya kembali.

Sementara itu sambil anggukkan kepala Raja menyahuti.

"Terima kasih kembali kasih. Melihat kau pulih kini hatiku berbunga-bunga. Semoga kau bersuka hati melihat kehadiranku, gusti puteri." kata Raja sambil bungkukkan badan pura-pura menjura hormat

"Bagaimana keadaannya? Apakah kakakku benar-benar dapat disembuhkan?" tanya Nila Agung sambil melirik kearah Raja.

Yang dilirik mesem-mesem saja lalu anggukkan kepala

"Saudari tua gusti puteri kujamin baik-baik saja" ucap pemuda itu

"Di hadapanku kuharap kau tidak memakai segala peradatan saudara. Tapi aku tetap menghaturkan terima kasih atas bantuanmu pada kami." kata si gadis.

Suaranya lirih dan tatapan matanya yang indah penuh arti

"Ah. Maafkan aku. Namaku bukan saudara .Namaku Raja. Kau boleh memanggilku Raja..." terang Sang Maha Sakti

"Apakah kau seorang raja betulan?"

"Aku rajanya orang gila. Itu sebabnya orang memberiku julukan Raja Gendeng. Tapi... di tempat lain mungkin saja aku memang seorang raja sungguhan. Ha ha ha.. "

Nila Agung tertegun. Kemudian dia tersenyum. Belum lama dia bertemu dengan pemuda itu, namun dari tingkah lakunya Nila Agung merasa ada kesamaan sifat diantara mereka. Sementara itu tak jauh di depan mereka, Pangeran Durjana menjadi gusar melihat percakapan akrab yang berlangsung diantara Raja dan sang puteri. Dia semakin yakin kehadiran pemuda yang tidak dikenalnya itu hanya membuat urusannya membawa kedua gadis itu semakin sulit. Apalagi setelah sang Pangeran tahu, pemuda gondrong itu sanggup menyembuhkan Arum Senggini dari luka dalam akibat pukulan Selubung Gaib Mayat Es. Dia yakin pemuda bersenjata pedang bersarung emas itu pastilah bukan manusia sembarangan.

Sang Pangeran pun kemudian melangkah maju. Dengan wajah bengis dan tatapan mata angker dia membentak.

"Gadis cantik dan kunyuk gondrong keparat. Kau kira dunia ini hanya milikmu dan milik puteri itu hingga kalian mengabaikan kehadiranku dan tidak memandang muka padaku?"

Mendengar ucapan lawan, Nila Agung menatap Raja. Raja kemudian anggukkan kepala selanjutnya berujar.

"Pangeran muka setan berpenampilan seperti orang mati. Memangnya engkau ini siapa? Siapa suka memandang muka padamu. Menurutku wajahmu itu memang tidak layak dan tak sedap dipandang. Maka jangan salahkan aku jika lebih sering menatap wajah kedua puteri cantik yang mulus itu. Mengapa kau harus marah, mengapa pula kau merasa iri, Menurutku alangkah baiknya jika kau bunuh diri saja ya. Ha.. ha. ha.."

Walau hatinya panas seperti terbakar, walau jantungnya berdetak keras menahan kemarahan, Pangeran Durjana berusaha menahan diri. Dia harus mencari tahu siapa pemuda gondrong gila itu baru kemudian memutuskan untuk menghabisinya.Tapi empat saudara kembarnya ternyata sudah tidak dapat menahan kesabaran lagi. Kembaran ketiga membuka mulut. Dengan suara lantang dia berkata.

"Orang menghina mengapa pangeran diam saja?"

"Lebih baik kita habisi pemuda gila itu!"

Tak sabar kembaran kedua ikut menimpali

"Kalian harus bersabar.Membunuhnya adalah perkara semudah membalikkan telapak tangan. Tapi aku harus menanyainya dulu " sahut sang Pangeran

Setelah berkata begitu kini dia kembali menatap ke arah Raja

"Gondrong berpedang.Kuharap kau mau berterus terang dan mau mengatakan siapa dirimu. Dengan begitu aku bisa memberikan jalan kematian padamu dengan cara yang mudah."

"Begitu" sahut Raja tersenyum lalu manggut- manggut.

"Mendengar ancamanmu aku menjadi takut. Rupanya kau malaikat maut yang baru datang dari neraka? Tapi jangan salah duga dan mengira aku manusia paling tolol sekolong langit. Aku sudah mendengar semua yang kau katakan. Aku juga sudah mengetahui apa yang terjadi walau memang belum semuanya..."

Ucapan Raja terputus karena tiba-tiba Pangeran Durjana memotong.

"Aku tidak menyuruhmu bicara tak karuan kejuntrungannya. Aku hanya ingin mengetahui siapa kau yang sebenar nya!" hardik Pangeran marah.

"Walah, kau galak sekali, tapi teriakanmu seperti suara kentut gusti puteri Arum Senggini yang bertalu-talu. Ha ha ha.."

Tak terduga. Selesai Raja berucap. Tak tertahankan lagi puteri Arum ternyata keluarkan suara kentut bertalu-talu membuat tawa Sang Maha Sakti semakin menjadi.

Puteri Nila Agung ikut tersenyum, sedangkan Arum Senggini sendiri yang merasa membuang angin tersipu malu dengan wajah kemerahan. Karuan saja apa yang terjadi membuat sang pangeran dan empat kembarannya bertambah berang

"Nah apa kataku. Seperti puteri buang angin itulah suara teriakanmu."

Lalu Raja dekap mulutnya agar tak tertawa lagi.

Darah sang pangeran terasa menggelegak mendidih hingga ke ubun-ubun.

Mata yang pucat mendelik besar.

Sedangkan wajahnya berubah merah kekuningan

"Apapun ucapanmu" ucapnya dengan suara mengguntur.

Membuat Arum Senggini yang baru pulih dari derita luka yang dialami berjingkrak kaget.

Sedangkan Nila Agung terpaksa menutup kedua telinga dengan pengerahan tenaga dalam. Hanya Raja yang terlihat tenang tenang saja.

"Kau hendak berkata apa? Kau kuberi kesempatan untuk melanjutkan ucapanmu!"

Berkata pemuda itu sambil julurkan tangan kanan sebagai isyarat mempersilahkan.

"Katakan padaku siapa dirimu ini?"

"Hmm, baiklah. Karena kau terus mendesak .Sekarang sudah waktunya bagiku untuk memperkenalkan diri. Kau buka telinga lebar-lebar. Aku yang gagah ini bernama Raja. Kedua guruku sering memanggilku dengan sebutan Raja Gendeng. Aku berasal dari istana Pulau Es dan satu-satunya pewaris istana megah dari paku es. Orang sering menyebutku sang Maha Sakti." terang pemuda itu membuat sang Pangeran terkejut.

Sementara Nila Agung diam-diam merasa takjub sekaligus kurang begitu percaya atas pengakuan Raja.

"Apakah betul kau ini seorang Raja?" tanya Arum Senggini yang sedari tadi hanya diam mendengarkan sambil menatap pemuda itu.

"Begitulah kenyataannya. Aku bisa saja duduk di istanaku kapan saja aku mau .Tapi gentayangan seperti setan rasanya jauh lebih menyenangkan daripada duduk diatas tahta seperti orang lumpuh."

"Sungguh tak kusangka kau keturunan Raja. Pantas sejak kau datang kau kurang menaruh hormat pada kami." sindir Nila Agung Raja tersenyum

"Aku tidak bermaksud merendahkan kalian .Bukankah perempuan biasanya ada di bawah laki- laki. Ha ha ha."

"Pemuda edan, pantas kau diberi nama Raja Gendeng." gerutu Nila Agung dengan wajah cemberut.

Sementara itu sang pangeran sempat terdiam beberapa jenak lamanya setelah mendengar pengakuan Raja. Dia memutar otak dan berusaha mengingat-ingat Tapi dia tak dapat mengingat apapun. Bahkan dia tak tahu dimana adanya pulau es sebagaimana yang disebutkan Raja

"Perlu apa aku memeras otak memikirkan asal usul pemuda gendeng ini. Lebih baik kuhabisi saja. Begitu nyawanya dapat kukirim ke neraka. Membawa kedua puteri itu ke tempat kediamanku yang baru bukanlah pekerjaan yang sulit." membatin sang Pangeran dalam hati.

Sekali ini dia melangkah maju, hampiri Raja sehingga jarak diantara mereka terpaut tiga langkah saja. Dua tangan diangkat, kaki membentuk kuda kuda siap menyerang. Melihat lawan berada di depannya. Sang Maha Sakti Raja Gendeng cepat-cepat berkata,

"Kau hendak menyerangku ya? Mengapa terburu-buru? Bukankah aku belum selesai memperkenalkan diri? Kau tidak mau berkenalan dengan pedang yang menjadi sahabatku ini? Kau pasti bakal menyesal tak mau mengenalnya."

"Kita bisa melanjutkan perkenalan kita setelah berada di neraka. Sekarang aku meminta nyawamu dulu!"

Sang Pangeran mengakhiri ucapannya sambil lancarkan satu jotosan yang disusul dengan pukulan tangan kiri ke bagian perut raja.

Serangan itu berlangsung cepat, sulit diikuti kasat mata.

Bahkan Nila Agung sendiri yang memiliki ilmu kepandaian sempat dibuat terperangah, Dia khawatir Raja tak punya kesempatan menyelamatkan diri .Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh luar biasa.

Hanya dengan meliukkan tubuh dan menarik sebelah kakinya ke belakang Raja Gendeng selamat dari serangan dahsyat. Tak menyangka lawan dapat meloloskan diri dari serangannya yang ganas.

Sang Pangeran menggeram, menoleh sekaligus menatap pada empat kembarannya dia lalu berteriak

"Kalian semua. Mengapa cuma diam disitu. Lekas tangkap kedua gadis itu. Bawa pergi dari sini. Aku akan menghabisi pendekar gendeng ini"

Empat saudara kembaran merangsak maju.

Mereka bergerak cepat menyerang Nila Agung.

Namun kemudian keempatnya terpecah menjadi dua begitu Arum Senggini yang baru pulih dari cideranya ikut bergabung menyerang empat kembaran Pangeran Durjana itu.

"Serahkan kembaran ketiga dan keempat untukku adik. Mereka sudah selayaknya mendapat-kan ganjaran dariku." seru Arum Senggini penuh semangat.

"Berhati-hatilah, mereka ternyata sangat tangguh!" sahut Nila Agung.

Sambil menerjang gadis ini ayunkan pedangnya ke arah kembaran satu dan dua.

Sementara itu kembaran ketiga dan yang keempat kini mulai menghujani Arum Senggini dengan pukulan dan serangan-serangan ganas.

Sejauh itu sang puteri masih dapat menghalau setiap serangan yang datang. Malah dengan kecepatan yang tak terduga dia berbalik menyerang dengan kekuatan berlipat ganda.

Mendapat serangan balasan bertubi-tubi kembaran keempat dan ketiga nampak kewalahan juga.

Sambil bergerak mundur dan keluarkan pekikan menggembor mereka melipat gandakan tenaga dalam dan segera mengalirkannya kebagian kaki dan tangan.

Begitu tenaga sakti mengalir deras ke bagian tangan kembaran ketiga dan keempat kembali lakukan gebrakan dengan gerakan yang cepat dan sulit diduga.

Melihat serangan datang dari dua penjuru arah dan mengincar dibagian dada dan kakinya, Arum Senggini pun langsung melepaskan pukulan ganas kearah lawan.

Cahaya merah pekat berkelebat dari telapak tangan gadis itu.

Raja Gendeng 7 Pecinta Dari Alam Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia segera membarenginya dengan bacokkan dan tusukkan pedang yang tertuju langsung ke bagian jantung kembaran keempat

Wuus!

Byar!

Arum Senggini melihat satu pemandangan luar biasa namun sulit dipercaya yang terjadi di depan matanya.

Begitu bacokan yang dilakukan luput.

Tusukan yang mengarah kebagian jantung ternyata tepat mengenai sasaran.

Dan begitu jantung tertusuk pedang.

Kembaran keempat tiba-tiba saja hancur menjadi kepingan.

Tidak terdengar suara jerit atau lolong kesakitan.

Kepingan tubuh yang bertebaran di pantai kemudian berubah menjadi kepulan asap dan langsung lenyap ditiup angin.

Melihat kembaran ke empat lenyap kembaran ke tiga menjadi marah

"Kau telah menghabisinya? Kau harus menerima pembalasan dariku!" teriak kembaran ke tiga lalu menerjang sang puteri dengan serangan ganas.

Sambil menghindar dari pukulan dan serangan yang dilakukan lawan, Arum Senggini yang merasa heran melihat kehancuran lawannya diam- diam berkata.

"Mengapa tubuhnya hancur lebur tertusuk pedangku. Aku yakin aku tidak berhadapan dengan manusia. Aku rasa merekse semua hanya bayangan yang dibuat oleh pangeran Durjana."

Sementara itu perkelahian antara Pangeran Durjana dengan Raja masih berangsung dengan sengitnya.

Beberapa kali sang Pangeran lepaskan pukulan dan serangan dahsyat mematikan.

Dia juga menghantam Raja dengan ilmu pukulan Selubung Gaib Mayat Es yang kemudian disusul dengan pukulan Ajian Remuk Jiwa .Mendapat serangan seperti itu Raja segers menyambutnya dengan ilmu Pukulan Sakti Cakra Halilintar.

Tak ayal begitu Sang Maha Sakti kibaskan tangannya ke depan.

Dari telapak tangannya menderu dua gulung cahaya raksasa berbentuk bundar pipih seperti lingkaran.

Hawa dingin luar biasa menderu disertai tebaran cahaya putih biru kemerahan.

Dari arah depan lima cahaya putih yang dikuti sambaran hitam pekat menyambar ke arah Raja dengan kecepatan seperti kilat.

Benturan keras tak dapat dihindari

Buum!

Buum!

Pyar!

Terdengar suara ledakan berdentum tiga kali berturut-turut, Guncangan dahsyat mengerikan melanda seluruh penjuru kawasan pantai itu.

Bunga api, pasir dan bebatuan bertaburan di udara.

Asap tebal mengepul.

Sang pangeran jatuh terpelanting tercebur ke dalam laut .

Sementara Nila Agung.
Arum Senggini dan lawan-lawan yang dihadapinya jatuh berpelantingan tak tentu arah.

Dengan tubuh bergetar dan mulut menyeringai menahan sakit akibat guncangan ledakan kedua puteri ini secepatnya bangkit berdiri.Kepulan asap dan tebaran pasir yang memenuhi udara lenyap.

Ketika mereka layangkan pandang menatap ke arah Raja.

Kedua gadis itu melihat Sang Maha Sakti masih tetap berdiri di tempatnya.

Dua kaki amblas kedalam pasir.

Pakaian menghitam di sebelah dada sedangkan rambut panjangnya riap riapan menutupi wajah.

Mereka merasa lega karena Raja ternyata tidak kekurangan sesuatu apapun

"Bagaimana keadaan kalian." tanya Raja tiba- tiba

"Kami tidak apa-apa." jawab kedua gadis itu hampir bersamaan.

Raja Gendeng menghela natas lega. Dia kemudian layangkan pandang ke depan, tepat ke arah jatuhnya sang Pangeran. Di depan sana dia melihat sang Pangeran bangkit berdiri. Terhuyung-huyung dengan tubuh dan pakaian basah kuyup. Sambil dekap dadanya yang serasa remuk.

Pangeran itu melangkah lebar hampiri lawannya. Sejarak dua tombak di depan Sang Maha Sakti, sang Pangeran hentikan langkah. Dia menatap ke arah Raja dengan sorot mata dengan penuh rasa benci

"Tak kusangka kau sanggup menghancurkan seranganku. Kau bahkan sanggup membuatku cidera!" dengusnya penasaran.

Raja tersenyum. Enteng saja dia menjawab.

"Aku melihat ada sesuatu yang lain di dalam dirimu. Kau bukan manusia. Apakah kau ini Setan? Mengapa aku seperti menghadapi bayangan?"

"Kau takut padaku?"

Kata sang Pangeran disertai senyum mengejek.

"Takut? Kalau aku bisa membunuhmu, mengapa harus takut?" kata pemuda itu lalu umbar tawa bergelak.

Selagi Raja tertawa tergelak-gelak. Kesempatan itu dipergunakan lawan untuk menyerangnya. Dua tangan sang Pangeran tiba-tiba berkelebat, terjulur memanjang menyambar leher lawannya. Melihat sepuluh jari tangan berkuku panjang menyambar lehernya .Raja menjadi tercekat, cepat katubkan mulutnya lalu jatuhkan diri. Sepuluh jemari tangan yang bergerak laksana gunting menghantam tempat kosong. Melihat serangannya luput sang Pangeran segera gerakan kakinya dan tahu-tahu dia telah berada di depan Raja.

Wuut!

Satu tendangan kilat dilakukan laki-laki itu. Angin dingin menyambar menyertai tendangan. Raja yang baru saja duduk melompat ke kiri. Tapi tak urung serangan kaki lawan masih menyambar rusuknya .Pemuda ini mengeluh tertahan, namun juga tidak tinggal diam. Begitu sang Pangeran lancarkan serangan susulan.

Dalam keadaan setengah berjongkok dia miringkan tubuhnya kesamping

Wuus!

Serangan luput. Lawan segera memutar tubuh. Dengan menggunakan tangan kanan dia menjotos kepala pemuda itu. Tapi dengan menggunakan Jurus Tangan Dewa Menggusur Gunung yang kemudian disusul dengan jurus Delapan Bayangan Dewa. Raja berhasil menghantam dada lawan dengan pukulan telak.

Pangeran Durjana terpental sejauh dua tombak. Namun dia terjatuh dalam keadaan tegak berdiri. Tak percaya dengan apa yang dialaminya. Merasa heran dengan jurus-jurus yang dilancarkan pemuda itu. Dengan perasaran tanpa menghiraukan rasa sakit yang mendera dada dia kembali menerjang sambil lancarkan tendangan-tendangan menggeledek. Mendapat tendangan bertubi-tubi, Raja memang pempat kewalahan juga. Apalagi saat itu dia mengkhawatirkan keselamatan Nila Agung dan Arum Senggini. Tak ingin berlama-lama sambil menangkis dan hindari tendangan lawan dia mengepalkan kedua tangan dan diadunya.

Begitu kedua tangan yang terkepal beradu keras, tba-tiba saja mencuat cahaya hitam kelabu. Cahaya hitam tak ubahnya seperti ular raksasa dengan gerakan meliuk-liuk menerjang ke arah sang Pangeran. Hawa panas bercampur hawa dingin luar biasa menghantam sang Pangeran. Laki-laki itu tercekat, dalam terkejut dia masih berusaha menyelamatkan diri. Secepat kilat sang Pangeran banting tubuhnya ke tanah.

Namun begitu menyentuh tanah justru pukulan Seribu Jejak Kematian' yang dilancarkan Raja menghantam punggungnya. Terdengar suara ledakan menggelegar disertai jerit menyayat. Tubuh Sang Pangeran dijilat kobaran api. Dia menggelepar dan berguling-guling untuk memadamkan api. Namun tak disangka-sangka tubuh itu meledak menjadi kepingan asap Begitu sosok Pangeran Durjana lenyap maka saudara kembarnya yaitu kembaran ke satu, ke dua dan ke tiga yang sedang menyerang kedua puteri itu ikut meledak hancur dan berubah menjadi asap.

Melihat kenyataan yang sulit dipercaya ini, Raja Arum Senggini dan Nila Agung saling pandang.

"Siapa mereka," desis Nila Agung terheran-heran.

Gadis ini segera masukkan pedang dalam rangkanya yang tergantung di pinggang.

"Kalau mahluk jejadian mana mungkin mereka bisa menjadi asap?" ucap Arum Senggini pula.

Raja menggelengkan kepala. Dia hanya bisa menduga bahwa sang pangeran hanyalah bayangan yang dikirimkan oleh seseorang untuk menculik kedua puteri itu.

Belum lagi sang Maha Sakti sempat menjawab .Tiba-tiba saja terdengar ada orang berkata,

"Yang menyerang kalian bukan mahluk jejadian apalagi hantu gentayangan. Yang kalian hadapi adalah bayangan Pangeran Durjana alias Pangeran Bagus Anom Aditama yang juga dijuluki Sang Pencinta Dari Alam Kematian"

Terkejut ketiganya segera balikkan badan menatap ke arah pantai. Mereka terkesima ketika melihat di pinggir pantai itu duduk seorang kakek renta berwajah macam jerangkong, berpakaian putih, berambut putih panjang. Dada orang tua itu bertubang besar tepat dibagian jantung. Wajah pucat seolah tidak berdarah. Yang membuat Raja dan kedua puteri ini heran diatas kepala si kakek bertengger sebuah pelita menyala berwarna merah. Melihat orang tua itu sepertinya dalam keadaan terluka parah maka Raja, Arum Senggini dan Nila Agung bergegas menghampiri. Sesampainya di depan si kakek mereka tercengang melihat luka di dada si kakek yang begitu mengerikan

"Manusia biasa pasti sudah menemui ajal bila mengalami luka seperti ini "desis Nila Agung.

Raja anggukkan kepala. Namun dia segera hampiri orang tua itu. Lalu mengangkat dan membawanya ke daratan. Sesampainya di tempat yang kering orang tua ini segera didudukkan. Raja tidak berani membaringkan si kakek karena khawatir pelita diatas kepala si orang tua yang tidak dia ketahuh kegunaannya terguling.

"Kau terluka parah. Dan nampaknya juga dalam keadaan tertotok? Bagaimana kau bisa sampai ke tempat ini kek?"

Si kakek membuka matanya yang setengah terkatub.

Dia menatap orang-orang disekitarnya.

Dengan suara tersendat dia menjawab,

"Pelita ini yang membawaku kemari.Aku memang terluka parah, aku dalam keadaan sekarat. Tapi tak usah peduli. Umurku tak begitu lama lagi.Kalian dengar baik-baik. Saat ini di tanah Dwipa bagian barat ini sedang berada dalam ancaman bahaya besar yang disebabkan kehadiran Pangeran Bagus Anom Aditama atau Pangeran Durjana." terang si kakek dengan nafas mengengah.

"Pangeran Durjana bukankah yang telah menyerang kami bersama kembarannya tadi?" kata Nila Agung.

"Aku juru kunci makam kuno keluarga raja di pulau Rakata bersumpah, yang kalian hadapi bukan sang pangeran yang sebenarnya. Pangeran Durjana hanya mengirimkan bayangannya saja...."

"Cuma bayangan yang dia kirimkan tapi bagaimana bisa sangat hebat?" tanya Arum Senggini

"Kalau hanya bayangan mengapa bisa kembar?" tanya Raja terheran-heran

"Itulah hebatnya Pangeran Durjana. Dia bisa merubah bayangan sebanyak apapun yang dia inginkan. Sementara dia sendiri saat ini sedang menuju ke suatu tempat bersama gadis culikannya."

"Bagaimana kau bisa tahu kek." tanya Raja.

"Aku tahu segala kejahatannya, aku mengetahui hari kematiannya dan aku melihat hari kebangkitannya dari kematian. Tap...ehk, aku tak kuasa mencegah, aku tak kuasa menghalangi. Malah tindakanku utuk menghabisi pangeran bejat itu berakibat seperti ini" kata si kakek tampak semakin lemah.

"Kek, biarkan kami menolongmu. Biarkan aku bebaskan totokan dipunggungmu"

Kata Raja merasa iba

"Ukh, lakukanlah. Masih banyak hal penting yang harus kalian ketahuhe tentang mahluk satu itu. Cepat bantu aku! Turunkan pelita Keramat dari atas kepalaku!" pinta si kakek Walau agak takut dan ragu-ragu.

Arum Senggini dan Nila Agung segera mengambil pelita yang bertengger diatas kepala si kakek. Sementara Raja segera bersimpuh di belakang si kakek.

Beberapa saat dengan jemari tangan kanan Raja berusaha mencari bagian punggung yang tertotok.

Begitu letak bekas totokan dia temukan pemuda ini segera salurkan tenaga sakti ke ujung jemari tangan kanannya.

Ujung jemari ditempel lalu diletakkan ke punggung.

Gerakkan ujung jemari lalu dilanjutkan dengan gerakan menyapu.

Wuus!

Totokan lenyap. Tapi si kakek malah menjerit lalu terkulai tak sadarkan diri. Kedua gadis yang berada disamping Raja terkejut.

Mereka menatap kearah sang pendekar.

Namun yang ditatap terlihat tenang.

"Apakah dia tewas?" tanya Arum Senggini khawatir juga penasaran.

Raja Gendeng 7 Pecinta Dari Alam Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Totokan dipunggungnya telah terjadi beberapa hari yang lalu. Dia hanya pingsan begitu jalan darahnya terbuka."

"Bagaimana kalau kakek ini mati? "tanya Nila Agung cemas.

Raja Gendeng tersenyum

"Kalau mati ya dikubur. Tapi dia tidak mati .Dan kurasa dia tak akan mati"

"Kau yakin?" kata Nila Agung.

"Ya. Bukankah dia belum memperkenalkan nanamnya. Dia hanya menyebut tempat dan tugasnya. Lagi pula dia telah berjanji untuk menceritakan segala sesuatu yang diketahuinya kepada kita. Bukankah begitu?"

"Ah, kau bergurau. Sang Pencabut nyawa mana perduli kakek ini sudah memperkenalkan diri apa belum atau sudah bercerita atau belum."

Gumam Arum Senggini sambil menatap tajam Raja Gendeng.

Yang dipandang malah tertawa walau merasa prihatin melihat keadaan si kakek Lagi-lagi dia bergurau

"Aku kenal baik dengan Sang Penyabut Nyawa .Nanti bila dia datang kesini dan hendak mengambil nyawa orang tua ini. Aku akan meminta padanya untuk menundanya dulu.Ha ha ha..."

"Dasar Gendeng" kata kedua gadis itu.

Tak tertahan lagi keduanya pun ikut tertawa.

TAMAT.


Episode Berikutnya

Bangkitnya Sang Titisan



(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)

Situbondo,15 September 2019






Ikat Pinggang Kemala Sabuk Kencana Sweet Enemy Karya Santhy Agatha Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi

Cari Blog Ini