Ceritasilat Novel Online

Penganugerahan Para Malaikat 5

Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien Bagian 5



"Luka To-heng baru saja sembuh,sebaiknya beristirahatlah dulu. Setelah sehat benar barulah kita gempur lagi pihak See-kie".

"Kesehatan Pinto telah pulih seperti sedia kala", kata Kong Beng.

"Inilah saat yang paling tepat bagi kita untuk menyerang lawan, jangan kita beri mereka kesempatan menyusun kekuatan kembali". Melihat tekad Kong Beng, Bun Taysu tak mencegah lebih jauh. Tio Kong Beng keluar dari perkemahan dengan menunggang macan hitamnya, menantang Jian Teng Tojin. Jian Teng Tojin menyambut tantangan musuhnya dengan naik Menjangan dan siap pula dengan pedang terhunus di tangannya. Begitu berhadapan dengan lawan, tanpa berkata lagi Tio Kong Beng menghantamkan ruyungnya. Jian Teng menangkis senjata lawan dan cepat pula balas menyerang. Setelah bertempur beberapa jurus, Kong Beng melontarkan 'Teng Hay Chu' (Mutiara Penentram Laut), yaitu untaian mutiara yang terdiri sebanyak 24 butir. Jian Teng Tojin memperhatikan senjata pusaka lawan yang tengah melayang di angkasa, memancarkan cahaya aneka warna dan menyilaukan pandang. Biarpun dia tak tahu senjata macam apa itu, tapi telah dapat menduga, pasti sangat ampuh! Tak ingin dia menyerempet bahaya, segera memacu Menjangannya ke Barat Daya. Merasa dirinya berada di atas angin, Kong Beng tak sudi melepaskan musuhnya begitu saja, terus mengejarnya sampai di sebuah bukit. Tak jauh dari bukit itu, terlihat ada dua orang yang sedang main catur di bawah pohon Siong (Pinus; Cemara); yang satu berjubah hijau, lainnya merah. Kedua orang itu berpaling ketika mendengar suara derap Menjangan menuju ke arah mereka. Setelah dekat, mereka menanyakan maksud kedatangan Jian Teng Tojin ke situ. Jian Teng tak kenal mereka, tapi dia berterus terang menyatakankeadaan dirinya dan menceritakan prihal Tio Kong Beng yang hendak menghancurkan kota See-kie.

"Menyisilah Loosu (Guru), biar nanti kami tanyakan padanya", kata mereka hampir bersamaan. Selang sesaat Tio Kong Beng telah pula tiba di situ, bertanya .

"Siapa kalian?".

"Aku Cho Po dan temanku ini Siauw Seng, kami dari Ngo Ie-san", sahut orang berjubah hijau.

"Kau terus menyudutkan Jian Teng Loosu". Tio Kong Beng tak ingin banyak bicara, langsung saja menyerang mereka dengan ruyungnya. Cho Po dan Siauw Seng cepat menangkis dengan pedang mereka. Setelah bertanding beberapa jurus, tiba-tiba Tio Kong Beng melontarkan 'Po Liong So' (Tali Pengikat Naga). Siauw Seng segera mengeluarkan sekeping uang emas yang bersayap dari dalam kantong Macan tutul. Melontarkan juga ke angkasa. Terlihat kemudian.

"Po Liong So' mengikuti keping uang emas yang jatuh ke tanah. Cho Po segera memungut benda pusaka itu. Tio Kong Beng amat marah benda pusakanya jatuh ke tangan lawan, cepat mengeluarkan Teng Hay Chu'-nya, melontarkannya ke angkasa, memancarkan sinar aneka warna yang menyilaukan pandang. Siauw Seng menimpukkan lagi keping uang emas bersayapnya. Seperti juga Tali wasiat tadi, Teng Hay Chu'-nya Tio Kong Beng mengikuti keping uang emas meluncur turun ke tanah. Cho Po bergegas memungutnya. Tio Kong Beng bertambah berang kehilangan kedua senjata pusakanya, lalu menimpukkan ruyungnya ke diri Siauw Seng, Serangan itu dilakukan begitu cepat dan di luar dugaan lawan, hingga Siauw Seng tak sempat mengelak, pecah kepalanya terkena ruyung sakti Tio Kong Beng.Jian Teng Tojin yang menyaksikan pertandingan dari tempat tinggi, segera melontarkan Kan Kun Chi' (Elo/Alat Pengukur Jagad)-nya. Tio Kong Beng yang tak bersiaga, kena dihantam oleh alat pengukur wasiat itu, yang membuatnya nyaris terguling dari binatang tunggangannya. Dia cepat-cepat melarikan diri ke Selatan sambil menahan sakit. Jian Teng Tojin turun dari Menjangan, menyoja pada Cho Po sebagai pengungkapan rasa syukurnya. Cho Po menyerahkan kedua benda pusaka milik Tio Kong Beng pada Jian Teng Tojin. Jian Teng menerima pemberian itu sambil mengucapkan terima kasihnya, kembali ke See-kie. Setelah memakamkan jenazah Siauw Seng, Cho Po menyusul Jian Teng Tojin ke See-kie, mengabdi pada Bu Ong. Jian Teng menceritakan pertemuannya dengan Cho Po dan Siauw Seng kepada para Dewa dan orang sakti yang berkumpul di panggung peristirahatan. Kemudian dia memperlihatkan 'Teng Hay Chu' pada mereka. Para Dewa dan orang suci kagum ketika melihat benda pusaka tersebut. Tio Kong Beng yang kehilangan 'Teng Hay Chu' dan 'Po Liong So', jadi uring-uringan setibanya di kemah. Kemudian dia memanggil Tan Kauw Kong dan Yao Siao Sie, meminta mereka menjaga kemah, sedangkan dia sendiri akan pergi ke Sam Sian To (Pulau Tiga Dewi) untuk meminjam pusaka pada tiga adik perempuannya yang kini telah jadi Dewi Dia bermaksud merebut kembali kedua benda wasiatnya dari tangan lawan, dengan menggunakan senjata pusaka milik adik perempuannya. Selesai memesan, dia berangkat dengan menunggang Macan hitamnya, kemudian melanjutkannya dengan naik awan.Dalam waktu relatif singkat sampailah di mulut goa 'Sam Sian Tong' (Goa Tiga Dewi). Kong Beng turun dari tunggangannya, sedianya hendak langsung masuk ke dalam goa, tapi tiba-tiba dia melihat Tan Kauw Kong dan Yao Siao Sie. Ternyata kedua muridnya itu telah mengikuti sang guru dengan menempuh jalan bawah tanah.

"Kenapa kalian ke mari juga?", tanya Tio Kong Beng.

"Kami ingin terus mendampingi Sucun", sahut Tan Kauw Kong.

"agar sewaktu-waktu siap menerima perintah Sucun". Tergerak juga hati Tio Kong Beng ketika mendengar kesetiaan muridnya.

"Tunggulah kalian di luar", kata Kong Beng.

"Tapi ingat, jangan sekali- kali ikut masuk".

"Baik Sucun". Kedua muridnya mengangguk. Tio Kong Beng masuk, di tengah goa bertemu seorang Totong.

"Aku Tio Kong Beng, ingin bertemu dengan Sam Wi Nio Nio (Tiga Dewi). Ada persoalan penting yang ingin kubicarakan". Sang Totong lantas memberitahukan kedatangan Tio Kong Beng pada ketiga Dewi. Ketiga adik perempuan Kong Beng yang telah jadi Dewi itu, segera ke luar menyambut kedatangan sang kakak. Mereka adalah In Siao Nio Nio, Kiong Siao Nio Nio dan Pek Siao Nio Nio. Tio Kong Beng disilakan masuk ke ruang dalam.

"Angin apa yang membawa kakak ke mari?", tanya In Siao Nio Nio pada Kong Beng setelah masing-masing mengambil tempat duduk.

"Angin malam yang membuatku kangen sama kalian", sahut Kong Beng sambil memaksakan diri tersenyum. Setelah berbasa-basi sebentar, barulah Tio Kong Beng menceritakan kesulitan yang sedang dihadapinya dan bermaksud ingin meminjam'Gunting Naga Emas'. Dengan senjata pusaka itu dia mengharapkan dapat merebut kembali kedua benda wasiatnya yang jatuh di tangan musuh.

"Kami tidak keberatan", kata Pek Siao Nio Nio.

"Tapi setelah berhasil usaha kakak, harus segera mengembalikannya pada kami".

"Itu pasti", Tio Kong Beng menyanggupi dengan wajah berseri Pek Siao Nio Nio memberikan gunting wasiatnya. Tio Kong Beng menerimanya, kemudian pamit pada ketiga adik perempuannya. Ketiga adiknya mengantar sampai ke luar goa. Kong Beng menunggang macan hitamnya, kemudian melayang ke angkasa dengan naik awan, menuju ke perkemahan pasukan Tiu Ong (Touw Ong). Bun Taysu menyambut gembira kembalinya. Dengan didampingi oleh Tio Kong Beng, pada esok paginya Bun Taysu keluar dari kemah, menantang Jian Teng Tojin. Na Cha melaporkan tantangan itu pada Jian Teng, Jian Teng menyambut tantangan lawan dengan naik Menjangan. Begitu berhadapan dengan Jian Teng Tojin, Tio Kong Beng meminta si Pendeta mengembalikan kedua benda pusakanya. Jian Teng menolaknya, hingga terjadi perang tanding yang sengit di antara mereka. Pertempuran telah berlangsung beberapa puluh jurus, namun masih belum dapat dipastikan siapa yang akan jaya. Tio Kong Beng tak dapat bersabar lebih lama lagi, segera melontarkan 'Gunting Naga Emas'. Gunting wasiat itu sesungguhnya adalah penjelmaan dari dua ekor Naga yang telah menyedot sari Langit dan Bumi, juga Cahaya Matahari serta Bulan. Kedua Naga itu masing-masing selalu bergerak dengan arah yang berlawanan, menyerupai gerakan menggunting. Jangankan manusia, Dewa pun akan terpotong dua olehnya. Jian Teng Tojin menyadari akan bahaya itu, maka begitu Tio KongBeng melontarkan benda wasiat tersebut, dia cepat melarikan diri dengan menempuh jalan melewati anasir kayu. Menjangannya yang jadi korban, terpotong dua! Jian Teng Tojin yang berhasil menyelamatkan diri, kembali ke panggung peristirahatan para orang suci dan Dewa, memberitahukan akan keampuhan 'Gunting Naga Emas' lawan. Mereka segera merundingkan cara menghadapi gunting wa siat tersebut. Tiba-tiba datang Na Cha memberitahukan, bahwa ada seorang Tojin yang ingin bertemu dengan Jian Teng dan lain-lainnya. Jian Teng menyilakan tamunya masuk. Tojin itu memperkenalkan diri sebagai Liok Ya, berasal dari gunung Kun Lun-san Barat. Kedatangannya khusus ingin menyingkirkan Tio Kong Beng yang telah menggunakan gunting wasiat untuk membantu pihak yang salah dan menghancurkan pihak yang benar. Keesokan harinya Tio Kong Beng menantang Jian Teng berperang tanding.

"Biar Pinto yang menghadapinya", Liok Ya majukan diri. Begitu bertemu lawan, Tio Kong Beng langsung menghantamkan ruyungnya. Liok Ya cukup waspada, menangkis dengan pedangnya. Setelah bertarung beberapa jurus, Kong Beng lantas melontarkan 'Gunting Naga Emas'-nya ke angkasa, yang secepat kilat, meluncur ke diri Liok Ya, menggunting leher Tojin itu hingga kepalanya pisah dengan tubuhnya. Namun terjadi suatu keajaiban, kepala dan tubuh yang telah pisah itu tidak jatuh, seakan ada yang menahannya pada posisi semula, malah kemudian sirna dari hadapan lawan. Perkembangan yang luar biasa itu benar-benar berada di luar dugaan Tio Kong Beng, membuatnya untuk sesaat hanya berdiam diri dengan mata terbelalak.Ternyata Liok Ya amat sakti, dia tahu akan keampuhan "Gunting Naga Emas', maka begitu melihat Tio Kong Beng melontarkan benda wasiat itu, dia langsung menciptakan duplikatnya, sedang dirinya sendiri telah berubah menjadi sinar terang, melarikan diri ke dalam kota See- kie. Kiang Chu Gie menyambut kedatangannya, menyilakannya duduk. Liok Ya mengambil keranjang bunga, dari dalamnya dikeluarkan se

Jilid buku. Di dalam buku itu terdapat 'Hu' (Kertas jimat) dan mantera, menyerahkannya pada Kiang Chu Gie.

"Pergilah kau ke gunung Kie-san, dirikan panggung di sana, letakkan sebuah boneka rumput yang bagian dadanya ditempelkan nama 'Tio Kong Beng'. Di atas kepala dan di bawah kakinya kau letakkan sebuah pelita dan bakarlah 'Hu' ini. Kau harus bersembahyang selama 21 hari di depan boneka rumput itu. Setiap harinya bersembahyang 3 kali. Aku akan datang pada hari terakhir untuk membantumu menyelesaikan persoalan. Dengan demikian Tio Kong Beng akan binasa". Kiang Chu Gie menuruti saran Liok Ya. Pek Lip yang memimpin barisan gaib 'Liat Yam Tin' (Barisan Api Membara), tak lagi dapat menahan sabar, hingga melupakan pesan Bun Taysu yang melarangnya menantang lawan. Hari itu Pek Lip dengan menunggang Menjangan keluar dari barisan gaibnya, menantang pihak See-kie. Liok Ya menyambut tantangan tersebut. Terjadilah pertarungan sengit di antara mereka. Setelah berlangsung belasan jurus, Pek Lip lari masuk ke dalam barisan gaibnya. Liok Ya tak membiarkan musuhnya lolos, terus mengejarnya. Pek Lip menggerak-gerakkan tiga panji merah, melepaskan Api Langit, Api Bumi dan Api Asli! Namun ketiga api itu tak berhasil melukai Liok Ya, sebabsesungguhnya Liok Ya termasuk dalam anasir/unsur api. Dia tetap berdiri tenang, kemudian mengeluarkan Buli-buli (Cupu), membuka penyumbatnya. Dari mulut Buli-buli keluar cahaya yang menyilaukan pandang. Dari tengah-tengah sinar itu melayang sebilah pedang, yang langsung menabas putus kepala Pek Lip. Arwah Pek Lip segera melayang ke 'Hong Sin Tay'. Liok Ya menyimpan kembali Buli-bulinya. Mendengar temannya tewas, Yao Pin yang menguasai 'Liok Hun Tin' (Barisan Pencabut Nyawa), segera ke luar dengan naik Bangau, menantang lawannya. Jian Teng Tojin menitah Phuy Siang menggempur barisan gaib musuh. Phuy Siang maju dengan bersenjatakan tombak, terjadilah pertarungan sengit dengan Yao Pin di luar barisan gaib. Yao Pin tak ingin bertarung terlalu lama, setelah beberapa jurus, dia kabur ke dalam 'Liok Hun Tin-nya. Phuy Siang memburu lawannya. Yao Pin menimpukkan pasir hitam ke diri Phuy Siang. Phuy Siang tak sempat mengelak, dagingnya hancur oleh timpukan pasir hitam tersebut. Arwahnya segera melayang ke Hong Sin Tay.. Melihat Phuy Siang tewas di tangan lawan, Jian Teng Tojin meminta Chi Ching Cu menggempur barisan gaib musuh. Chi Ching Cu maju seraya menghunus pedang. Yao Pin langsung menyerang Ching Cu dengan pedang pula. Chi Ching Cu menangkisnya, kemudian balas menyerang. Ilmu pedang Chi Ching Cu ternyata jauh lebih unggul dari ketangkasan Yao Pin, hingga tak sampai empat jurus, Yao Pin melarikan diri, masuk ke dalam barisan gaibnya. Chi Ching Cu mengejar masuk, terlihat olehnya Yao Pin telah berdiri di atas panggung, menebarkan segantang pasir hitam. Chi Ching Cu yang mengenakan jubah Pat-kwa, tak mempan ditembus pasir sakti lawan.Yao Pin penasaran, bermaksud melompat turun dari panggung, untuk melancarkan serangan berikutnya. Tapi Chi Ching! Cu telah mengeluarkan 'Im Yang Ceng (Cermin Pusaka Negatif dan Positif), menyorot diri Yao Pin. Yao Pin jatuh dari atas panggung, hingga dengan mudahnya kepalanya ditabas putus oleh Ching Cu. Chi Ching Cu meninggalkan barisan gaib itu setelah berhasil mengambil kembali gambar Thay Khek yang tempo hari jatuh di barisan gaib musuhnya, membawanya ke goa Hian-tu dan mengembalikannya pada pemiliknya. Menyaksikan kekalahan yang diderita oleh kedua temannya, sisa pemimpin barisan gaib, Ong Ek dan Thio Sao tak berani gegabah menantang lawan bertempur, segera menemui Tio Kong Beng, mengharapkan bantuannya. Tapi yang mereka dapati, justru sikap Tio Kong Beng yang amat lesu, maunya tidur melulu. Kong Beng sendiri heran kenapa dirinya jadi begitu!? Ong Ek dan Thio Sao mengajak Kong Beng melaporkan keadaan aneh tersebut pada Bun Taysu. Bun Taysu segera menujum, selang sesaat dia berseru kaget.

"Celaka! Liok Ya di gunung Kie-san bermaksud membinasakan Tio Toheng dengan kesaktian buku wasiatnya!". Tio Kong Beng amat terperanjat mendengar ramalan Bun Taysu, memohon sang Taysu membantu menyelamatkan dirinya.

"Jangan khawatir Tio Toheng", kata Bun Taysu.

"Malam nanti kita suruh Tan Kauw Kong dan Yao Siao Sie ke Kie-san untuk mencuri buku wasiat itu". Liok Ya yang sedang bersamadhi, tiba-tiba perasaannya tak keruan. Melalui kesaktiannya, terungkaplah sebab-musababnya. Dia langsung menyuruh Na Cha dan Yo Chian berangkat ke gunung Kie-san, untuk memberitahukan Kiang Chu Gie agar berhati-hati, karena akan munculmusuh yang hendak mencuri *Thian Su' (Buku Wasiat)-nya. Na Cha mendahului berangkat dengan naik 'Hong Hwe Lun' nya. Yo Chian menyusul kemudian. Sementara itu Bun Tay su telah memerintahkan Tan Kauw Kong dan Yao Siao Sie berangkat ke Kie-san untuk mencuri buku pusaka milik Liok Ya. Tan Kauw Kong berdua segera berangkat ke gunung itu dengan naik awan. Tak lama tibalah mereka di tempat tujuan. Dari angkasa mereka melihat Kiang Chu Gie sedang membaca mantera yang terdapat di buku wasiat milik Liok Ya. Kemudian dia berlutut di depan meja sembahyang. Tan Kauw Kong dan Yao Siao Sie menggunakan kesempatan itu, segera meluncur turun dari angkasa, merampas buku pusaka yang diletakkan di atas meja, lalu cepat-cepat melarikan diri. Chu Ge (Chu Gie) yang sedang sembahyang dengan khusuknya, tak tahu kalau buku tersebut telah dicuri orang. Baru setelah Na Cha datang dan memberitahukannya akan muncul orang yang bermaksud mencuri buku, Kiang Chu Gie amat terperanjat ketika tak melihat lagi buku wasiat tersebut di atas meja.

"Celaka! Buku pusaka itu telah dicuri orang", serunya. Na Cha segera naik 'Hong Hwe Lun'-nya, mengejar musuh. Belum jauh dia berlalu, dilihatnya Yo Chian tengah bertempur dengan Tan Kauw Kong dan Yao Siao Sie. Na Cha langsung terjun ke medan laga, pada suatu kesempatan dia berhasil menghunjamkan tombaknya ke tenggorokan Yao Siao Sie dan tewas seketika. Sementara itu Yo Chian telah pula berhasil menusuk iga Tan Kauw Kong, menjadikannya menyusul arwah Siao Sie ke 'Hong Sin Tay'. Yo Chian dan Na Cha kembali ke gunung Kie-san, mengembalikan buku wasiat kepada Chu Gie. Mulai saat itu Kiang Chu Gie lebih hati-hati menjaga buku pusakatersebut. Bun Taysu dan lain-lainnya menanti kembalinya Tan Kauw Kong dan Yao Siao Sie. Namun sampai dua hari, orang yang ditunggu belum juga kembali. Bun Taysu menyuruh beberapa orang pembantunya menyusul mereka. Kemudian diperoleh kabar, bahwa Kauw Kong dan Siao Sie telah tewas. Bun Taysu sangat prihatin mendengar kabar itu, langsung menyampaikannya pada Tio Kong Beng. Tio Kong Beng amat murung, sadar kalau tak lama lagi akan tiba ajalnya. Dia lalu meminta Bun Taysu untuk membungkus "Gunting Naga Emas' dengan jubahnya. Ong Ek ikut terharu menyaksikan keadaan itu, dia langsung menantang lawan untuk menghadapi 'Ang Sui Tin' (Barisan Air Merah)-nya. Jian Teng Tojin menitah Cho Po untuk menandingi Ong Ek. Cho Po segera maju, namun dia kalah sakti, hingga tewas tenggelam di Air Merah. Melihat kegagalan usahanya, Jian Teng meminta To Tek Chin Kun yang menghadapi lawan. Setelah bertanding sejenak, Ong Ek lari masuk ke dalam barisan gaibnya. Chin Kun mengejarnya. Ong Ek yang telah berada di atas panggung, segera menuang Air Merah dari dalam Buli-bulinya. Setetes saja Air Merah itu mengenai tubuh lawan, pasti akan mencair menjadi darah. To Tek Chin Kun yang berdiri di atas teratai dan di atas kepalanya keluar Mega-mega berwarna yang melindungi dirinya, membuatnya terhindar dari percikan maupun genangan Air Merah tersebut. Kemudian dia mengeluarkan 'Ngo Hwe Cit Chin Shan' (Kipas Lima Api dan Tujuh Burung), mengebutkannya ke diri Ong Ek.Seketika tubuh Ong Ek lebur menjadi debu. *** Telah 21 hari Kiang Chu Gie bersembahyang di gunung Seekie. Pagi itu Liok Ya datang menemui Chu Gie, menyerahkan busur beserta tiga batang anak panah pada Perdana Menteri Seekie itu dengan pesan, agar Chu Gie membidikkan ketiga panah itu pada boneka rumput pada jam Ngo-sie (selewat jam 11.00 sampai jam 13.00). Chu Gie menuruti petunjuk itu, begitu tiba jam Ngo-sie, dia segera membidikkan panah pertama ke mata kiri boneka rumput. Bersamaan, mata kiri Tio Kong Beng menjadi buta. Panah ke dua diarahkan ke mata kanan boneka rumput, maka mata kanan Kong Beng langsung buta. Ketika Chu Gie membidikkan panah ke tiga ke jantung boneka rumput, Tio Kong Beng langsung tewas. Arwahnya segera melayang ke 'Hong Sin Tay'. Bun Taysu sangat berduka atas kematian Tio Kong Beng.Goan Tu Toa Hoatsu Thay Siang Loo-kunENAM Thio Sao yang menciptakan barisan gaib 'Ang Sha Tin' (Barisan Pasir Merah), tampil di medan tempur menantang Jian Teng Tojin. Mendapat tantangan itu, Jian Teng berkata pada Chu Gie .

"Untuk dapat menghancurkan barisan gaib lawan, kita harus meminta bantuan orang yang memperoleh banyak karunia dari Thian".

"Siapa dia, Toyu?", tanya Chu Gie.

"Bu Ong, junjungan kita", Jian Teng Tojin menerangkan.

"Tapi Raja kita tak pandai silat", Chu Gie agak cemas.

"Kita tak boleh membuang-buang waktu", ujar Jian Teng.

"Lekaslah menghadap beliau dan mempersilakan datang ke mari". Walau agak ragu, Chu Gie terpaksa mengundang Bu Ong. Setibanya Bu Ong, Jian Teng Tojin meminta sang Raja membuka 'jubah kebesaran', menulis 'Hu' di dada dan punggung sang Raja dengan jari tangannya. Setelah itu, Bu Ong disilakan mengenakan jubahnya kembali, menempelkan selembar 'Hu' (Surat jimat) di baju kerajaannya. Na Cha dan Lui Chin Cu diminta untuk melindungi Bu Ong menggempur barisan lawan. Na Cha yang mengendarai Roda Api dan Angin, di tangannya memegang tombak 'Sinar Api', bersama Lui Chin Cu menyerang Thio Sao. Thio Sao yang menunggang Menjangan Bunga Bwe', menangkis serangan kedua lawannya dengan pedangnya. Setelah bertanding beberapa jurus, Thio Sao lari masuk ke dalam barisan gaibnya. Na Cha dan Lui Chin Cu melindungi Bu Ong memasuki 'Ang Sha Tin'. Melihat ketiga lawan mengejarnya, Thio Sao segera meraup Pasir Merah dari atas meja, menimpuk lawannya.Bu Ong bersama kudanya terperosok ke dalam lobang. Na Cha berusaha melarikan diri ke angkasa, tapi tak berhasil, karena timpukan Pasir Merah Thio Sao telah membuatnya jatuh terpelanting dari Roda Angin dan Apinya, masuk ke dalam liang. Lui Chin Cu mengalami nasib yang sama. Kiang Chu Gie jadi gugup dan prihatin atas kejadian tersebut, tak tahu apa yang harus dilakukannya.

"Bu Ong memang telah ditakdirkan harus menderita beberapa waktu dalam barisan gaib lawan, tapi janganlah kuatir", hibur Jian Teng. Sin Kong Pa datang ke Sam Sian To (Pulau Tiga Dewi), memberitahukan prihal kematian Tio Kong Beng pada ketiga adik perempuannya. Dewi Kiong Siao, Dewi Pek Siao segera berangkat ke Seekie dengan naik bangau, untuk melakukan pembalasan. Dewi In Siao mendampingi kedua saudaranya dengan naik burung Ceng-loan. Di tengah jalan mereka bertemu dua wanita pertapa, Han Cit Sian dan Chai In Siancu, yang memang diminta oleh Sin Kong Pa untuk membantu ketiga adik perempuan Tio Kong Beng menggempur pihak See-kie. Bun Taysu menyambut kedatangan mereka dengan sikap sedih, menceritakan prihal kematian Kong Beng, kemudian meletakkan bungkusan gunting pusaka di atas meja. Ketiga adik Kong Beng membuka bungkusan tersebut dan mereka tak kuasa menahan tangisnya.

"Di mana peti mati kakak kami, Taysu?", tanya Pek Siao. Bun Taysu mengajak mereka ke tempat disemayamkannya jenazah Tio Kong Beng. Ketika tutup peti mati dibuka, ketiga Dewi itu melihat kedua mata dan jantung kakaknya masih mengalirkan darah. Pek Siao menjerit, hampir pingsan dia.

"Akan kami balas perbuatan Liok Ya!", ujar In Siao penuh dendam."Tapi yang melakukannya Kiang Chu Gie", Bun Taysu menerangkan "Kiang Chu Gie hanya sekedar melaksanakan perintah Liok Ya", kata In Siao.

"Biar bagaimana kami harus membalas sakit hati ini!". Keesokan harinya, ketiga adik perempuan Tio Kong Beng menantang Liok Ya berperang tanding. Liok Ya menyambut tantangan mereka dengan bersenjatakan pedang. Begitu saling berhadapan, Dewi In Siao tak dapat lagi menahan emosi, langsung menusukkan pedang pada lawannya. Liok Ya cepat menangkis, kemudian balas menyerang. Pertempuran berlangsung seru. Biarpun telah berlangsung hampir tigapuluh jurus, In Siao Nio Nio belum juga berhasil menjatuhkan lawan. Melihat saudaranya tak dapat mengungguli lawan, Pek Siao Nio Nio ikut menyerang Liok Ya. Namun ilmu pedang Liok Ya ternyata cukup tinggi, sekalipun dikerubuti berdua, tapi dia mampu bertahan, bahkan sering melancarkan serangan balasan. Melihat keadaan yang demikian, maka Dewi Kiong Siao turut turun tangan, membantu kedua saudaranya mengeroyok Liok Ya. Sekalipun telah berlangsung beberapa puluh jurus lagi, ketiga Dewi itu tetap belum mampu mengalahkan Liok Ya. Kiong Siao Nio Nio tak sabar lagi bertanding dengan ilmu pedang, diam-diam mengeluarkan 'Kun Goan Kim Tauw' (Gantang Emas Pembuta Asal), menimpuk Liok Ya dengan senjata wasiatnya itu. Liok Ya Tojin tak sempat mengelak, jatuh terguling. Pek Siao menggunakan kesempatan itu untuk mengikat diri sang Tojin, menempelkan 'Hu' di kepalanya, agar tak dapat meloloskan diri. Kemudian tubuh Liok Ya diikat pada tiang bendera, memerintahkan 500 prajurit membidikkan panah ke diri si pendeta sakti. Biar dihujani panah, tapi tak sebatang pun anak panah yang berhasil melukai tubuh Liok Ya, karena sebelum anak panah itu mengenaisasaran, telah lebur menjadi abu! Para prajurit amat terperanjat menyaksikan keadaan luar biasa itu, melaporkannya pada ketiga Dewi. Bun Taysu terkejut pula ketika mendengar kabar itu, taktahu apa yang harus dilakukannya!? "Jangan khawatir Taysu, kami pasti dapat membereskannya", In Siao mewakili kedua saudaranya membesarkan hati Bun Taysu. Kemudian dia mengeluarkan gunting wasiatnya untuk membinasakan Liok Ya. Liok Ya Tojin terkejut melihat gunting wasiat itu, berseru.

"Lebih baik aku pergi saja!". Lalu dirinya berobah menjadi sinar, lenyap dari hadapan lawan- lawannya. Liok Ya kembali ke panggung peristirahatan para Dewa dan orang suci, menceritakan apa yang baru dialaminya. Kemudian berpamitan dan berjanji pada suatu ketika kelak akan datang membantu lagi. Pada esok harinya ketiga Dewi itu menantang pihak See-kie lagi. Tantangan mereka sekali ini disambut oleh Kiang Chu Gie dengan menunggang 'See Put Siang', didampingi oleh Oey Thian Hoa dan Yo Chian. Kiong Siao langsung melancarkan serangan begitu berhadapan dengan lawan. Kiang Chu Gie menangkisnya, Yo Chian segera membantunya menghadapi musuh. Melihat saudaranya dikeroyok dua lawan, In Siao lalu menyerang dengan menunggang burung saktinya. Namun kehadirannya langsung disambut oleh sabetan ruyung Chu Gie. In Siao tak keburu mengelak, terhajar jatuh dari burungtunggangannya. Pek Siao bergegas menolong saudaranya. Kala itu Yo Chian telah melepaskan 'Anjing Langit', yang langsungmenggigit bahu Pek Siao, sebagian dari pakaiannya koyak, namun dia tidak mengalami cidera. Chai In Siancu yang sejak semula menyaksikan pertarungan di sisi, segera melepaskan 'Lu Bhok Chu' (Mutiara Perusak Mata), berhasil melukai kedua mata Chu Gie. Kiang Chu Gie cepat melarikan diri ke panggung peristirahatan para Dewa. Jian Teng mengambil obat mujizatnya dan berhasil menyembuhkan mata Chu Gie. Di lain pihak In Siao yang terluka akibat hajaran ruyung Chu Gie dan Pek Siao yang koyak pakaiannya terkena gigitan 'Anjing Langit', sangat panas hatinya, bertekad ingin membalas dendam. Demi tercapainya maksud itu, mereka menciptakan sebuah barisan gaib, yang berhasil dirampungkan dalam tempo sehari. Barisan gaib itu mereka namakan 'Kauw Khek Huang Ho Tin' (Barisan Sungai Kuning). Hari berikutnya mereka menantang Kiang Chu Gie untuk menandingi barisan gaib tersebut. Chu Gie mengajak Kim Cha, Bhok Cha, Oey Thian Hoa, Yo Chian dan Lui Chin Cu, mendatangi barisan gaib lawan. Ketika mereka tiba, Pek Siao Nio Nio langsung menantang Yo Chian .

"Yo Chian, sekarang coba keluarkan lagi 'Anjing Langit'-mu!". Yo Chian tidak mengeluarkan 'Anjing Langit-nya, tapi menusukkan tombaknya. Pek Siao menangkis dengan pedangnya, ingin rasanya dia mencincang tubuh Yo Chian untuk melampiaskan sakit hatinya. Namun ilmu tombak Yo Chian begitu mahir, hingga sulit bagi Pek Siao untuk memenangkan pertandingan, In Siao yang sejak semula menyaksikan jalannya pertandingan, diam- diam mengeluarkan 'Kun Goan Kim Tauw', melontarkannya ke angkasa.'Gantang Emas Pembuta Asal itu memancarkan sinar keemasan, menghantam kepala Yo Chian hingga ia terguling dari kudanya, jatuh ke dalam barisan gaib 'Sungai Kuning'. Kim Cha dan Bhok Cha datang membantu, tapi mereka dibuat tak berdaya oleh kesaktian In Siao, jatuh juga ke dalam barisan gaib. Menyaksikan perkembangan itu, Chu Gie mengajak Thian Hoa cepat- cepat meninggalkan kubu lawan, melaporkannya pada Jian Teng Tojin. Jian Teng Tojin kemudian berangkat ke Kun Lun-san untuk menemui Goan Sie Tian Chun. Setiba di gunung yang dituju, Jian Teng Tojin bertemu dengan Pek Hok Tongcu yang sedang menjaga kursi pusaka Goan Sie Tian Chun, yang rupanya telah disiapkan untuk berangkat ke suatu tempat. Pek Hong Tongcu meminta sang Tojin untuk kembali lagi ke See-kie, sebab gurunya akan berangkat ke sana. Jian Teng bergegas meninggalkan Kun Lun-san.... *** Bersama dengan Kiang Chu Gie, Jian Teng memasang dupa wangi untuk menyambut Goan Sie Tian Chun, yang datang bersama Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu. Malam harinya, dari kepala Goan Sie Tian Chun memancarkan sinar lima warna, amat agung keadaannya.

"Besok aku akan melihat-lihat barisan 'Sungai Kuning lawan", katanya. Keesokan harinya Jian Teng Tojin berjalan di muka, mengajak Goan Sie Tian Chun masuk ke dalam barisan gaib lawan. Kiang Chu Gie mengiringi di belakang. Terlihat oleh mereka, bahwa di tengah-tengah barisan gaib tersebut terbaring Bhok Cha, Kim Cha dan Yo Chian, keadaan mereka mirip dengan orang yang tidur nyenyak. Goan Sie Tian Chun memperhatikan sejenak, kemudian meninggalkanbarisan gaib lawan. Chai In Siancu menimpuk Tian Chun dengan 'Lu Bhok Chu' nya, tapi sebelum mengenai sasaran, Mutiara Wasiat itu telah lebur menjadi debu! Goan Sie Tian Chun terus ke luar sambil duduk di kursi pusakanya.

"Kenapa setelah Suhu masuk ke dalam barisan musuh, tidak sekalian menghancurkannya?'', tanya Jian Teng Tojin sambil mengiringi Tian Chun.

"Aku masih menanti seseorang", sahut Goan Sie Tian Chun. Jian Teng Tojin tak bertanya lebih jauh. Belum lama mereka berada di panggung peristirahatan, datanglah laporan, bahwa Loo Cu dari istana Pat Cheng ingin bertemu Jian Teng dan lain-lainnya. Jian Teng Tojin dan Kiang Chu Gie segera berlutut sambil memasang dupa wangi dalam menyambut kedatangan Loo Cu. Sedang Goan Sie Tian Chun tetap duduk di kursi pusakanya. Loo Cu muncul dengan menunggang Kerbau Hijau, diiringi oleh Hian Tu (Touw) Toa Hoatsu. Jian Teng lalu mengajak Loo Cu dan Hian Tu Toa Hoatsu memasuki barisan gaib lawan. Begitu melihat Loo Cu masuk, Kiong Siao segera menimpukkan 'Gunting Naga Emas'-nya. Melihat dirinya diserang, Loo Cu mengangkat lengan bajunya.

"Gunting Naga Emas' tersebut meluncur masuk ke dalam lengan jubahnya, tak keluar lagi. Ketika menyaksikan senjata wasiat saudaranya lenyap di dalam lengan jubah Loo Cu, Pek Siao segera melontarkan Gantang Emasnya. Loo Cu balas menimpukkan 'Hong Hwe Po Toan' (Tikar Angin dan Api), menggulung benda wasiat lawan. Kemudian meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek Su untuk membawa 'Gantang Emas' tersebut ke istana Giok Sie.Ketiga adik perempuan Tio Kong Beng penasaran, serentak mereka menyerang Loo Cu dengan pedang. Loo Cu menitah Malaikat Oey Cheng Lek Su menangkap In Siao dan menekannya hingga mati di lembah Kie Lin di gunung Kun Lun-san. Pek Hok Tongcu menghancurkan kepala Kiong Siao dengan 'Sam Po Giok Ju Ie' (Tongkat Kumala Tiga Wasiat). Pek Siao bersama burungnya tersedot masuk ke dalam kotak wasiat milik Goan Sie Tian Chun dan dalam sekejap telah berobah menjadi darah. Sama halnya dengan Tio Kong Beng, arwah ketiga adik perempuannya juga masuk ke dalam pesanggrahan Penganugrahan Malaikat (Hong Sin Tay). Dengan demikian leburlah barisan gaib Huang Ho. Loo Cu menuding ke tanah, segera terdengar suara gemuruh. Oey Thian Hoa dan lain-lainnya terbebas dari pengaruh sihir, sehat seperti sedia kala, segera berlutut di hadapan Loo Cu. Loo Cu mengajak Goan Sie Tian Chun meninggalkan tempat itu, kembali ke tempat kediaman masing-masing. Sedangkan Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu tetap berdiam di kubu See-kie, untuk membantu Jian Teng Tojin dan Kiang Chu Gie menggempur lawan. Jian Teng Tojin berpendapat, telah tiba waktunya untuk menghancurkan 'Ang Sha Tin' (Barisan Pasir Merah). Keesokan harinya, Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu mendatangi barisan gaib, menantang lawan. Thio Sao keluar dari dalam barisan gaibnya dengan naik Menjangan. Begitu melihat Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu, dia langsung melancarkan serangan dengan pedangnya. Lam Khek Sian Ang menangkis, kemudian balas melancarkan serangan. Selang beberapa jurus, Thio Sao melompat masuk ke dalam barisangaibnya. Lam Khek Sian Ang dan Pek, Hok Tongcu mengejarnya. Thio Sao turun dari Menjangan, naik ke atas panggung, mengangkat gantang yang berisi Pasir Merah, menaburkan pasir itu ke arah kedua musuhnya. Lam Khek Sian Ang mengeluarkan 'Ngo Hwe Cit Yu San'! (Kipas Lima Api dan Tujuh Helai Bulu), mengipas ke arah pasir merah. Sungguh ajaib, pasir itu tersapu bersih. Kala itu Pek Hok Tongcu telah melontarkan senjata wasiat 'Sam Po Giok Ju Ie', yang tepat menghantam Thio Sao hingga jatuh terguling ke bawah panggung, pecah kepalanya, darah segar berbaur dengan otaknya! Lam Khek Sian Ang melepaskan gledek dari telapak tangannya. Suara gledek itu membuat Lui Chin Cu dan Lo Chia (Na Cha) sadar dari pingsangnya. Begitu sadar, Na Cha berusaha membangunkan Bu Ong, tapi ternyata Bu Ong telah meninggal. Jian Teng Tojin yang sejak tadi berdiri di luar barisan gaib, ketika melihat 'Ang Sha Tin telah berhasil dihancurkan oleh Lam Khek Sian Ang dan Pek Hok Tongcu, segera mengajak Kiang Chu Gie masuk ke dalam barisan tersebut. Kemudian ditemukannya junjungan mereka yang sudah tak bernyawa itu dan segera diangkut ke luar Tin. Setelah diberinya pil mujizat, tak lama berselang Bu Ong hidup kembali. Chu Gie menitah beberapa orang pembantunya untuk mengawal Bu Ong kembali ke istananya. Seusai menghancurkan semua barisan gaib lawan, para Dewa dan orang sakti berpamitan. Tapi Jian Teng Tojin memohon kesediaan Kong Seng Cu, Kwan Im Taysu dan Chi Ching Cu untuk sementara menunda keberangkatan mereka, sebab dalam beberapa hal, Jian Teng Tojin masih mengharapkan bantuan mereka.Jian Teng mengembalikan pedang dan cap kebesaran pada Kiang Chu Gie. Kini komando berada di tangan Chu Gie lagi. Kiang Chu Gie mulai mengatur siasat untuk menggempur kubu pertahanan kerajaan Touw. Oey Hui Houw diperintahkan membawa 5000 prajurit, menggempur sektor kiri kubu pertahanan lawan. Lam Kong Koa memimpin pasukan dalam jumlah yang sama, menggempur sektor kanan. Kim Cha, Bhok Cha, Liong Sie Houw dan lain-lainnya mendapat tugas lainnya. Serangan mendadak itu telah membuat pasukan Bun Taysu, yang memang sedang jatuh mentalnya, jadi kalang kabut. Maka tidaklah mengherankan, kalau dalam waktu singkat bobollah pertahanan pasukan kerajaan Touw. Han Cit Sian bermaksud menimbulkan angin ribut dengan menggunakan kantong anginnya, tapi dapat dimusnakan oleh 'Mutiara Penentram Angin'-nya Dewi Kwan Im. Cit Sian hendak melarikan diri setelah usahanya gagal, tapi tiba-tiba kepalanya terkena pukulan ruyung wasiat Kiang Chu Gie, tewas seketika. Di lain pihak, Chai In Siancu menemui ajalnya di tangan Na Cha. Bun Taysu terpaksa melarikan diri dengan dilindungi oleh Shin Hoan dari angkasa dan Teng Tiong di belakangnya. Mereka buron ke arah Chia Beng-koan. Tapi setiba di bukit To Hoa-leng, mereka telah dihadang oleh Kong Seng Cu.

"Kenapa kau menghadangku?", hardik Bun Taysu.

"Gara-gara ulahmu yang menentang kehendak Thian, telah mengakibatkan jatuh banyak korban". Tenang sekali sikap Kong Seng Cu.

"Itu sama sekali tak ada hubungannya denganmu!", Bun Taysu semakin marah."Pinto memang tak ingin bertikai denganmu, tapi takkan mengizinkan kalian melewati jalan ini", ujar Kong Seng Cu. Dalam keadaan seperti itu, Bun Taysu enggan untuk bertengkar, apa lagi berkelahi. Dia ingin cepat-cepat kembali ke kota-raja, untuk dapat menghimpun kembali kekuatan. Maka dia segera memutar kuda, bermaksud menempuh jalan raya lainnya yang menuju ke gunung Yan-san. Namun belum sampai dia di tempat yang dituju, di tengah jalan telah berdiri Chi Ching Cu, yang menghalangi jalan majunya.

"Ini bukan jalan yang harus kau lewati", kata Chi Ching Cu.

"Sebaiknya kau tempuh jalan semula". Bun Taysu naik pitam, segera menyerang Chi Ching Cu dengan ruyungnya. Chi Ching Cu mundur selangkah sambil menangkis dengan pedangnya. Bun Taysu tak ingin bertanding terlalu lama, maka setelah beberapa jurus, dia memutar binatang tunggangannya, melarikan diri ke lain arah. Belum jauh dia kabur, tiba-tiba di hadapannya tertancap dua panji merah. Menyusul Na Cha meluncur turun dari angkasa dengan mengendarai Roda Angin dan Apinya seraya membentak .

"Jangan harap kau bisa kabur, Bun Tiong!"

Memuncak kemarahan Bun Taysu, langsung menghantam Na Cha dengan ruyungnya.

Teng Tiong, Shin Hoan, Kie Lek dan Yu Cheng datang membantu mengeroyok Lo Chia (Na Cha).

Na Cha sama sekali tak gentar menghadapi mereka, menggerakkan 'Hwe Kong Tiang' (Tombak Sinar Api)-nya cepat sekali, dirinya seakan dikelilingi ratusan tombak, yang melindunginya dari setiap serangan lawan.

Bahkan setiap ada kesempatan, dia balas melancarkan serangan.

Akibatnya Kie Lek jatuh terjungkal dari kudanya tertusuk tombak.

Selang sesaat Na Cha telah pula menewaskan Teng Tiongdengan timpukan 'Kan Kun Choan'-nya.

Bun Tay su tak ingin melanjutkan pertarungan lebih lama lagi, dia kabur ke arah lain.

Sekali ini ingin menuju ke Huang Hoa-san.

Namun belum beberapa jauh, kembali telah dihadang oleh Thian Hoa yang duduk di atas Kie Lin kumalanya.

"Mau kabur ke mana Bun Tiong!?", ujarnya sambil menyerang Bun Taysu dengan sepasang gadanya. Bun Taysu menangkis dengan ruyungnya. Setelah pertarungan berjalan lebih dari 20 jurus, Yu Cheng dan Shin Hoan datang membantu pimpinan pasukan kerajaan Touw. Oey Thian Hoa kewalahan dikerubuti bertiga, terpaksa melarikan diri. Yu Cheng terus mengejarnya. Oey Thian Hoa memegang sepasang gadanya dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya melontarkan 'Choan Sim Teng' (Paku Penembus Jantung), tepat menancap di dada Yu Cheng. Yu Cheng roboh dari kuda tunggangannya dan tewas. Shin Hoan mengejar Thian Hoa dari angkasa. Thian Hoa kembali melontarkan 'Choan Sim Teng ke lawannya, tepat menancap disay ap Shin Hoan, yang mengakibatkannya tak lagi dapat terbang, jatuh terbanting ke bumi menemui ajalnya. Melihat kedua pembantunya tewas, Bun Taysu cepat-cepat kabur meninggalkan pertempuran. Oey Thian Hoa tidak mengejarnya. Bun Taysu terus melarikan binatang tunggangannya sampai di kaki sebuah pegunungan. Tiba-tiba terdengar dentuman meriam. Ia mendongak, terlihat olehnya Bu Ong dan Kiang Chu Gie sedang makan-minum di atas gunung tersebut. Bun Taysu menyerbu ke atas gunung, tetap duduk di atas Kie Lin hitamnya. Mendadak terdengar suara gledek, disusul dengan lenyapnya Kiang Chu Gie dan Bu Ong.Bun Taysu mengerotkan gigi, dongkol campur penasaran dan untuk beberapa saat lamanya dia duduk bengong di atas binatang tunggangannya. Tak lama kembali terdengar dentuman meriam, sang Taysu mengarahkan pandang ke bawah, terlihat olehnya banyak sekali tentara See-kie yang mengurung gunung itu. Pikirnya, pihak lawan terlalu mendesaknya. Bun Taysu amat gusar, memacu Kie Lin hitamnya menuruni gunung, hendak menggempur lawan. Baru saja dia tiba di kaki gunung, pasukan yang mengurung, gunung mendadak lenyap dan seketika itu muncul Lui Chin Cu yang langsung menghantam Kie Lin hitam sang Taysu dengan tongkatnya. Karena begitu kerasnya pukulan itu, akibatnya binatang tunggangan tersebut terbelah dua. Bun Taysu sempat melompat menyingkir, bila tidak, pasti dirinya akan binasa oleh hajaran tongkat Lui Chin Cu. Bun Taysu terpaksa melanjutkan buronnya dengan berjalan kaki, diiringi oleh beberapa puluh prajurit yang berhasil meloloskan diri dari serangan pihak See-kie. Maksudnya ingin menuju ke Cheng Liong- koan, tapi tanpa disadari, telah sesat jalan. Bun Taysu lantas menitah para prajurit pengiringnya berhenti, sementara dia mengingat-ingat arah mana yang harus ditempuhnya!? Tiba-tiba terdengar suara orang menebang pohon. Bun Taysu menghampiri asal suara itu, terlihat seorang Kiauw-hu (pencari kayu) yang sedang menebang pohon. Bun Taysu menanyakan jalan yang menuju ke Cheng Liongkoan pada si penebang kayu.

"Kira-kira 15 li dari sini", sahut Kiauw-hu sambil menuding ke Barat Daya. Sang Taysu tak mengira kalau pencari kayu itu adalah penyamaran Yo Chian, yang sengaja menyesatkan jalan Bun Taysu. Arah yang ditunjuknya bukanlah menuju ke Cheng Liongkoan, tapi ke bukit KutLiong-leng (Bukit Membunuh Naga)! Bun Tiong mengucapkan terima kasih, berjalan ke arah yang ditunjukkannya. Setelah berjalan beberapa waktu, tibalah dia di Kut Liongleng. Saat itu, tak jauh di depannya terlihat seorang Tojin berdiri di tengah jalan dan ketika ditegaskan, ternyata In Tiong Cu.

"Telah cukup lama aku menantimu di sini", kata In Tiong Cu.

"Apa maksudmu?", tanya Bun Taysu.

"Jian Teng yang memintaku berada di sini", In Tiong Cu menerangkan.

"Tempat ini bernama Kut Liong-leng dan kau tentu takkan pernah lupa akan pesan gurumu bukan? Begitu kau melihat huruf 'Kut', maka tibalah apesmu, kau akan mengalami mala-petaka. Sebaiknya kau menyerah saja!".

"Tidak!", cukup keras suara Bun Taysu, walau sesungguhnya agak gentar juga hatinya.

"Ingin kulihat, apa yang dapat kau lakukan terhadapku!?".

"Janganlah kau berkeras kepala, akan menyesal kau nanti!", In Tiong Cu memperingatkannya.

"Apapun yang terjadi, aku takkan menyesal", ujar Bun Taysu.

"Bila kau benar-benar jantan, majulah!". Tantang In Tiong Cu. Bun Taysu melangkah maju. In Tiong Cu melepaskan gledek dari telapak tangannya. Dari dalam tanah segera muncul 'Pat Ken Tong Thian Sin Hwe Chu' (Delapan Tiang Api Penembus Langit). Posisi tiang itu membentuk Pat-kawa (Delapan Trigram), yang mengurung diri Bun Taysu. Namun Bun Taysu tak gentar sedikitpun. In Tiong Cu kembali melepaskan gledek dari telapak tangannya, mendadak tiang itu terbuka, dari dalam setiap tiang mun cul 49 Naga Api, yang menyembur-nyemburkan api ke setiap penjuru. Bun Taysu membaca mantera, agar dirinya kebal terhadap api. Dia berjalan di atas api seraya berkata.

"Kau takkan dapat mencegahku berlalu dari sini". Tapi nyatanya dia tak bisa ke luar dari kurungan tiang api tersebut, sebab sebelumnya In Tiong Cu telah menyiapkan 'Kim Po' (Mangkuk Emas Wasiat) yang melayang-layang di atas 'Delapan Tiang Api Penembus Langit', setiap kali sang Taysu hendak keluar, kepalanya disambar oleh 'Kim Po', membuatnya terpaksa harus turun kembali ke dalam kurungan tiang api. Lama-kelamaan Bun Taysu merasa kepanasan, juga gelisah, akhirnya dia memaksakan diri untuk menerobos keluar. Tapi Kim Po' lantas menyambar kepalanya, yang mengakibatkan topinya jatuh dan tubuhnya terpelanting ke bawah seraya menjerit memilukan, dirinya hangus terbakar! Kesetiaan yang sangat besar terhadap Kaisar, membuat arwah Bun Taysu tidak segera melayang ke 'Hong Sin Tay', tapi lebih dulu melayang ke kota-raja. Pada saat itu Kaisar Tiu Ong (Touw Ong) terlena akibat kebanyakan minum arak. Tiba-tiba dia bermimpi bertemu Bun Taysu.

"Maaf Baginda, hamba tak sanggup menghancurkan See-kie, malah kini diri hamba telah tewas di tangan musuh. Kedatangan hamba ke mari ingin menyampaikan harapan terakhir, sudilah Baginda merobah prilaku yang sekarang. Jalankanlah roda pemerintahan sebaik-baiknya demi kemakmuran negeri dan keadilan. Carilah orang-orang yang pandai lagi bijaksana dalam membantu melaksanakan tugas pemerintahan, agar rakyat tidak merasa tertekan seperti sekarang, tapi sebaliknya merasa aman dan tenteram. Hamba tak dapat lama- lama berdiam di sini, agar tidak terlambat masuk ke dalam 'Hong Sin Tay'. Selesai meninggalkan pesan, arwah Bun Taysu yang setia itupun melayang pergi. Touw Ong segera terjaga dari tidurnya, sekujur tubuhnya basah oleh peluh. Dia khawatir mimpinya itu menjadi kenyataan. Lalumenceritakannya pada Souw Tat Kie. Tat Kie berusaha menghibur Kaisar dengan menyatakan, bahwa mimpi hanyalah sekedar 'bunganya tidur', tak perlu dicemaskan benar. Mungkin dikarenakan Touw Ong selalu memikirkan Bun Taysu, jadi bermimpi seperti itu. Agak tenang perasaan Kaisar setelah mendengar penuturan Permaisurinya. Di lain pihak, In Tiong Cu yang telah melaksanakan tugasnya, segera kembali ke tempat persemayamannya di Chong Lam-san.ie Liu SunYo ChianoTouw Heng SunTUJUH Para prajurit kerajaan Touw yang sempat meloloskan diri dari Kut Liong-leng, segera pergi ke kota Sie Sui-koan, menceritakan prihal kematian Bun Taysu pada Kolonel Han Yong, penguasa kota tersebut. Han Yong langsung berangkat ke kota-raja, untuk melaporkan pada Kaisar peristiwa tragis yang menimpa Bun Taysu. Touw Ong amat terperanjat campur sedih ketika menerima kabar buruk tersebut, kembali teringat akan mimpinya. Untuk beberapa saat Kaisar berdiam diri, tak dapat memutuskan siapa yang dianggap paling tepat menggantikan posisi Bun Taysu. Semalam suntuk sang Kaisar tak dapat tidur, menjelang pagi baru dia ingat Teng Kiu Kong, seorang perwira-tinggi yang perkasa lagi setia padanya, yang dipercayakan menjaga kota Sam San-koan. Keesokan harinya dia mengutus seorang pejabat ke Sam San-koan dengan membawa surat perintahnya. Teng Kiu Kong menyambut hormat utusan Kaisar, berlutut ketika sang utusan membacakan surat perintah Kaisar. Setelah dijamu, utusan Kaisar kembali ke kota-raja. Selagi Teng Kiu Kong bersiap-siap untuk berangkat ke Seekie, seorang pembantu memberitahukannya, bahwa ada pemuda cebol yang ingin bertemu dengannya. Teng Kiu Kong menyuruh si cebol masuk. Pemuda cebol itu, yang tingginya hanya 4,5 elo, mengaku bernama Touw Heng Sun.

"Dari mana asalmu?", tanya Teng Kiu Kong. Touw Heng Sun memberitahukannya, bahwa dia adalah murid Kie Liu Sun, lalu menceritakan juga sebabnya sampai dia menghadap Teng Kiu Kong. ------ Sesungguhnya Kie Liu Sun mempunyai tiga orang murid, yaitu HweTong, Touw Heng Sun dan Sui Tong. Pada suatu hari Kie Liu Sun turun gunung untuk suatu keperluan. Ketiga muridnya menggunakan kesempatan itu untuk keluar dari goa, sekedar menikmati keindahan panorama di seputarnya. Setelah berjalan beberapa waktu, mereka menempuh arah masing- masing. Hwe Tong (Bocah Api) berjalan ke arah Timur; Sui Tong (Bocah Air) mengambil arah Barat; sedang Touw Heng Sun tetap menempuh jalan lurus ke muka. Selagi Touw Heng Sun asyik menikmati panorama di seputarnya, telah bertemu seorang Tojin yang menunggang Macan. Tojin itu tak lain adalah Sin Kong Pa. Siapa kau, Siao To-heng?", sapa Sin Kong Pa sambil me natap tajam.

"Nama saya Touw Heng Sun".

"Siapa gurumu?"

"Kie Liu Sun". Setelah mengetahui, bahwa Touw Heng Sun murid Kie Liu Sun, Sin Kong Pa dengan maksud tertentu, memberitahukan, bahwa Heng Sun tak memiliki 'Tulang Dewa', hingga percuma saja dia ikut Kie Liu Sun, sebab biar bagaimana tekunnya dia menuntut ilmu, tak mungkin jadi Dewa.

"Lalu apa yang sebaiknya saya lakukan?", tanya Touw Heng Sun.

"Sebaiknya kau turun gunung untuk mencari pangkat dan kekayaan, dengan demikian sepanjang hayatmu akan menikmati kesenangan", sahut Sin Kong Pa.

"Benarkah itu?", tanya Touw Heng Sun lagi, mulai tergerak hatinya.

"Aku tidak berdusta", ujar Sin Kong Pa.

"Asal kau bersedia menuruti kata-kataku, hidupmu selanjutnya pasti akan bergelimang kesenangan".

"Apa yang harus saya lakukan?", tanya Heng Sun pula.

"Bawalah suratku ini pada Jenderal Teng Kiu Kong, pengua sa kota Sam San-koan. Kau akan diterimanya sebagai pembantu. Mulai saat itu akan senang hidupmu". Touw Heng Sun benar-benar terpengaruh oleh bujukan Sin Kong Pa,menerima suratnya seraya mengucapkan terima kasih. Sin Kong Pa meninggalkan pemuda cebol yang masih polos jiwanya itu sambil tersenyum luar biasa. Diam-diam Touw Heng Sun kembali ke dalam goa, terlihat Hwe Tong dan Sui Tong telah lebih dulu pulang. Kala itu mereka sedang tidur nyenyak. Girang hati Touw Heng Sun melihat keadaan itu, lalu mencuri beberapa utas 'Kun Sian So' (Tali Dewa) dan beberapa butir pil mujizat milik gurunya, diam-diam meninggalkan goa. Dia menuju ke Sam San-koan dengan menggunakan kesaktiannya berjalan di bawah tanah. Dengan mengikuti petunjuk Sin Kong Pa, tak lama tibalah dia di tempat yang dimaksud. Begitu keluar dari permukaan tanah, terlihat olehnya Teng Kiu Kong sedang menyiapkan pasukan. Touw Heng Sun tak berani langsung menemui Teng Kiu Kong pada saat seperti itu, masuk lagi ke dalam tanah, muncul di luar markas penguasa kota itu. Sesuai dengan peraturan, dia meminta pada seorang penjaga untuk menyampaikan maksudnya hendak menghadap Teng Kiu Kong. ---- Teng Kiu Kong yang telah berkenan menerimanya dan membaca surat Sin Kong Pa, selanjutnya menanyakan ilmu yang dimiliki Touw Heng Sun. Touw Heng Sun sengaja mengagulkan kepandaiannya. Namun Teng Kiu Kong yang melihat bentuk tubuh Heng Sun, kurang yakin kalau si cebol memiliki kepandaian tinggi, menempatkannya di bagian ransum. Esok paginya Teng Kiu Kong berangkat ke See-kie dengan membawa pasukan pilihan. Beberapa hari kemudian tibalah mereka di luar kota See-kie. Teng Kiu Kong memerintahkan mendirikan kemah dan setelahberistirahat semalam, pagi harinya dia membawa pasukan ke muka pintu gerbang See-kie, menantang Kiang Chu Gie berperang tanding. Kiang Chu Gie menyambut tantangan tersebut dengan menunggang 'See Put Siang', didampingi Oey Hui Houw, Na Cha dan lain-lainnya. Begitu saling berhadapan, tanpa banyak bicara lagi Teng Kiu Kong membacok Kiang Chu Gie dengan goloknya. Oey Hui Houw yang berada di sisi Chu Gie langsung menangkis serangan tersebut, hingga terjadi pertarungan sengit di antara mereka. Serangan-serangan Teng Kiu Kong amat ganas, namun Oey Hui Houw pun sangat mahir memainkan senjata tombaknya. Maka tidaklah mengherankan, biarpun telah berlangsung lebih dari 30 jurus, namun belum dapat diketahui siapa yang akan ke luar sebagai pemenang. Menyaksikan keadaan itu, Na Cha melajukan 'Hong Hwe Lun' (Roda Angin dan Api)-nya, membantu Oey Hui Houw menempur Teng Kiu Kong. Teng Sian Giok, anak gadis Teng Kiu Kong, amat gusar melihat ayahnya dikeroyok, mengeluarkan 'Ngo Kong Cio' (Batu Panca Cahaya), menimpuk Na Cha dan tepat mengenai sasaran. Na Cha terpaksa kembali ke sisi Chu Gie, bengkak mukanya. Oey Thian Hoa mengoloknya.

"Kau sih melongo saja bila menghadapi gadis cantik". Na Cha hanya tersenyum kecut. Kala itu telah gelap cuaca, kedua belah pihak menarik mundur pasukan masing-masing, menunda pertempuran. Gelisah sikap Kiang Chu Gie sekembalinya ke markas, mengajak para pembantunya merundingkan siasat menghadapi lawan .... Teng Kiu Kong kembali menantang perang pada keesokan harinya. Kabar itu segera disampaikan pada Kiang Chu Gie.

"Siapa di antara kalian yang bersedia menghadapi lawan?". tanya ChuGie kepada para pembantunya. Na Cha yang penasaran atas kekalahannya kemarin, langsung memajukan diri untuk menghadapi lawan. Chu Gie menyetujuinya. 19 Biarpun dalam perang tanding sekali ini Na Cha berhasil melukai Teng Kiu Kong dengan gelang wasiatnya, tapi dirinya kembali harus merasakan timpukan batu Teng Sian Giok, membuatnya terpaksa kembali ke induk pasukan dengan wajah matang biru. Teng Sian Giok berusaha mengejarnya, tapi telah disambut oleh Lam Kong Koa, hingga terjadi pertempuran seru, yang ke mudian memaksa Sian Giok harus menarik mundur pasukannya. Keesokan harinya Teng Sian Giok yang mewakili ayahnya, menantang pihak See-kie.

"Siapa yang bersedia menghadapinya?", tanya Kiang Chu Gie.

"Saya", sahut Oey Thian Hoa. Kiang Chu Gie mengangguk. Oey Thian Hoa memimpin pasukan ke luar pintu gerbang See-kie dengan menunggang Kie Lin kumalanya. Begitu lawan muncul, Teng Sian Giok segera menyerang dengan goloknya. Oey Thian Hoa menangkis dengan Gadanya. Setelah bertempur lebih dari 20 jurus, Teng Sian Giok memutar kudanya, melarikan diri. Oey Thian Hoa mengejarnya. Teng Sian Giok memegang sepasang golok dengan tangan kiri dan menggunakan tangan kanannya menimpuk Thian Hoa dengan 'Ngo Kong Cio'-nya. Oey Thian Hoa yang tak menyangka dirinya diserang de ngan batu Panca Cahaya, tak sempat mengelak atau menangkis, membuat wajahnya terhajar telak hingga matang biru, lebih parah lukanya dari yang diderita Na Cha, kabur meninggalkan medan tempur. Kini giliran Na Cha balas mengoloknya.Teng Sian Giok tidak mengejar lawannya, kembali ke perke mahan dengan wajah berseri. Teng Kiu Kong turut gembira ketika mendengar anak perempuannya berhasil mengalahkan Oey Thian Hoa. Hari berikutnya kembali Teng Sian Giok menantang perang. Berhubung Teng Sian Giok memiliki senjata wasiat berupa batu, maka pihak See-kie menjagoi Liong Sie Houw. Liong Sie Houw membawa sejumlah pasukan menyambut tantangan Teng Sian Giok. Segera terjadi pertarungan sengit dan setelah berlangsung lebih dari delapan jurus, Liong Sie Houw menimpukkan batu secara beruntun ke diri Sian Giok. Teng Sian Giok yang menyadari kehebatan timpukan itu, cepat-cepat melarikan diri. Liong Sie Houw mengejarnya. Tiba-tiba Teng Sian Giok membalikkan diri, menimpuk Liong Sie Houw dengan 'Ngo Kong Cio', tepat mengenai bahu Sie Houw.

"Aduh!", Sie Houw menjerit kesaktian, jatuh terguling. Teng Sian Giok memutar kuda tunggangannya, menghampiri Sie Houw, bermaksud menamatkan riwayat lawannya. Untung Yo Chian cepat datang menolong, menangkis golok Sian Giok yang nyaris menabas batang leher Sie Houw. Berlangsunglah pertarungan sengit antara Yo Chian dengan Teng Sian Giok. Pertempuran telah berlangsung lebih dari 30 jurus, tapi belum dapat dipastikan siapa yang akan unggul. Seperti juga sebelumnya, Teng Sian Giok memutar kuda, melarikan diri. Yo Chian terus memburu lawannya yang seorang itu. Tiba-tiba Sian Giok menimpukkan batu wasiatnya dan terdengar 'prang', kaca pelindung dada Yo Chian pecah, namun Yo Chianterhindar dari luka. Yo Chian segera melepaskan 'Anjing Langit-nya, yang berhasil menggigit leher Teng Sian Giok. Kalau saja leher Sian Giok tidak dilindungi selempang kulit, tentu akan terluka parah. Sekalipun demikian, selain selempang kulitnya putus, leher puteri Teng Kiu Kong agak terluka juga, membuatnya menjerit kesakitan. Cepat-cepat melarikan diri. Sesampainya di perkemahan, meledaklah tangis Sian Giok. Teng Kiu Kong gelisah, tak tahu apa yang sebaiknya dilakukan nya!? Selagi Kiu Kong tengah kebingungan, masuklah Touw Heng Sun. Sebelumnya Touw Heng Sun telah mendengar keterangan dari salah seorang prajurit, bahwa pimpinan mereka dan anak gadisnya dilukai lawan. Setelah memberi hormat, Touw Heng Sun berkata .

"Panglima tak usah khawatir, luka Panglima dan nona Sian Giok dapat saya sembuhkan". Touw Heng Sun mengeluarkan sebutir Kim Tan (Pil Emas) dari dalam Buli-buli, menghancurkannya dengan sedikit air, lalu memborehkannya ke luka Teng Kiu Kong dan anak gadisnya. Dalam waktu singkat hilanglah rasa nyeri yang mereka derita. Teng Kiu Kong amat senang, segera menyuruh pembantunya menyiapkan hidangan untuk menjamu Touw Heng Sun. Teng Kiu Kong mempercayakan Touw Heng Sun pada hari berikutnya, untuk memimpin pasukan menempur pihak Seekie. Kiang Chu Gie memerintahkan Na Cha menghadapi lawan. Begitu berhadapan, Na Cha menusuk Heng Sun dengan tombaknya. Touw Heng Sun menangkis dengan Toya (Tongkat)-nya dan terjadilah pertarungan sengit untuk beberapa waktu lamanya, belum dapat dipastikan siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Na Cha bersiap-siap hendak melontarkan 'Kan Kun Choannya, namun Touw Heng Sun telah mendahului melontarkan tali wasiatnya.Lo Chia (Na Cha) tak sempat mengelak, kena diringkus. Touw Heng Sun kembali ke perkemahan dengan kemenangan. Teng Kiu Kong memerintahkan untuk mengurung Na Cha di kemah belakang, kemudian merayakan kemenangan tersebut. Kala itu luka Teng Sian Giok telah sembuh. Ketika melihat Touw Heng Sun berhasil menawan Na Cha, dia berniat memimpin pasukan menggempur pihak See-kie keesokan harinya. Namun Teng Kiu Kong membujuk anak gadisnya, agar me nunda dulu niatnya itu sampai kesehatannya pulih benar. Touw Heng Sun tetap dipercayakan memimpin pasukan untuk menggempur kubu Chiu (See-kie). Kiang Chu Gie kembali memerintahkan Oey Thian Hoa untuk menghadapi lawan. Thian Hoa ke luar pintu gerbang kota dengan menunggang 'Giok Kie Lin' (Kie Lin Kumala), bersenjatakan sepasang Gada. Begitu saling berhadapan, tanpa banyak bicara lagi mereka langsung baku hantam. Touw Heng Sun mengimbangi serangan Thian Hoa dengan menggerak- gerakkan Toyanya. Biarpun telah berlangsung belasan jurus, belum terlihat siapa yang berada di bawah angin, maka Touw Heng Sun menggunakan siasat berpura-pura kewalahan, lalu melarikan diri. Oey Thian Hoa mengejarnya. Mengetahui lawannya terpancing siasatnya, Touw Heng Sun melontarkan tali wasiatnya. Oey Thian Hoa yang tak menyangka akan diserang dengan cara itu, tak sempat mengelak, kena diringkus. Touw Heng Sun membawa tawanannya ke perkemahan. Betapa gembiranya Teng Kiu Kong menyaksikan keberhasil an Heng Sun, kembali dia menjamu bawahannya yang perkasa itu. Sampai kentongan ketiga perjamuan itu belum juga usai. Pada saat itu Teng Kiu Kong telah setengah mabuk, berkata padaTouw Heng Sun .

"Seandainya kau dapat menghancurkan kubu pertahanan See-kie, akan kujodohkan kau dengan anak gadisku".

"Benarkah itu Jenderal?", berseri wajah Touw Heng Sun.

"Aku tak pernah menjilat ludah kembali", sahut Teng Kiu Kong. Touw Heng Sun tambah bersemangat menggempur pihak See-kie setelah mendengar janji tersebut. Keesokan harinya dia kembali menantang pihak See-kie. Sekali ini Kiang Chu Gie sendiri yang menyambut tantangan itu, ke luar pintu gerbang dengan didampingi oleh Yo Chian, Oey Hui Houw, Lam Kong Koa, Kim Cha, Bhok Cha dan lainlainnya. Begitu melihat Chu Gie, Touw Heng Sun langsung melompat maju seraya memukulkan Toyanya. Chu Gie menangkis dengan pedangnya. Menyerang dan menangkis silih berganti dilakukan kedua belah pihak. Dalam sekejap pertarungan telah berlangsung lebih dari 30 jurus, tapi belum dapat diketahui siapa yang bakal keluar sebagai pemenang. Beberapa saat kemudian, Touw Heng Sun mendadak melontarkan 'Kun Sian So' (Tali Pengikat Dewa)-nya dan berhasil meringkus Chu Gie hingga jatuh dari 'See Put Siang'. Oey Hui Houw dan lain-lainnya cepat memajukan diri, me nyelamatkan pimpinan mereka dengan membawanya kembali ke dalam kota dalam keadaan terikat. Mereka berusaha melepaskan tali wasiat yang mengikat tubuh Chu Gie, tapi semakin diusahakan, semakin erat tali itu melibat diri Kiang Chu Gie. Yo Chian meneliti tali tersebut, tapi dia tak berhasil menemukan cara untuk menguraikannya. Selagi orang-orang gagah di pihak See-kie kebingungan, tibatiba masuk seorang pembantu, memberitahukan ada seorang Totong ingin bertemu dengan Perdana Menteri. Chu Gie menyuruh pembantunya menyilakan Totong itu masuk. Ternyata yang datang adalah Pek Hok Tongcu (Bocah Bangau Putih)Begitu berada di hadapan Chu Gie, Pek Hok Tongcu memberi hormat seraya memanggil .
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Susiok (Paman guru)". Kedatangan Pek Hok Tongcu adalah atas titah gurunya, untuk membebaskan Chu Ge (Chu Gie) dari ikatan tali wasiat, Setelah menerangkan maksud kedatangannya, Pek Hong Tongcu menempelkan sehelai 'Hu' (Surat jimat) di ujung tali, kemudian menudingkan jari ke lantai. Tali wasiat itu mengendor, lalu jatuh ke lantai. Kiang Chu Gie segera berlutut ke arah gunung Kun Lun, sebagai pengungkapan rasa terima kasihnya. Pek Hok Tongcu pamit.

"Sejak semula saya telah curiga, bahwa tali ini adalah 'Kun Sian So' milik Kie Liu Sun", ujar Yo Chian sepergi Pek Hok Tongcu.

"Bagaimana mungkin?", Chu Gie ragu.

"Aku tak yakin Kiel Liu Sun ingin mencelakaiku!".

"Sebaiknya kita selidiki nanti", kata Yo Chian. Hari berikutnya Touw Heng Sun kembali menantang pe rang. Tantangannya sekali ini disam but oleh Yo Chian. Dalam pertarungan, Yo Chian sengaja membiarkan dirinya ditangkap dan diikat oleh Touw Heng Sun. Touw Heng Sun memerintahkan beberapa orang prajurit menggotong kerangkeng yang berisi tawanan ke perkemahan Tapi ketika tiba di muka kemah, kerangkeng itu mendadak jadi sangat berat, membuat para prajurit tak sanggup menggotongnya, melepaskannya. Ternyata yang berada di dalam kerangkeng bukan Yo Chian, tapi sebuah batu besar! Tiba-tiba Yo Chian muncul di hadapan mereka sambil melepaskan 'Anjing Langit'-nya. Namun Touw Heng Sun menggoyangkan tubuh dan mendadak lenyap! Yo Chian amat terperanjat, segera kembali ke dalam kota, menceritakan pengalamannya, mengharapkan Kiang Chu Gie bersikaplebih hati-hati, sebab ternyata Touw Heng Sun dapat berjalan di bawah tanah. Dia khawatir fihak lawan akan menyusup masuk ke dalam kota pada malam hari, yang dapat menim bulkan bencana bagi mereka. Kemudian Yo Chian mengemukakan niatnya untuk mene mui Kie Liu Sun, sebab dia yakin kalau tali yang digunakan Touw Heng Sun adalah 'Kun Sian So', milik pertapa sakti itu. Akan tetapi Chu Gie menyarankan agar Yo Chian menunda dulu maksudnya, sebab tenaga Yo Chian amat dibutuhkan untuk memperketat penjagaan kota. *** Walau telah berulang kali meraih kemenangan, namun sikap Touw Heng Sun agak murung, disebabkan telah kehilangan seutas tali wasiatnya ketika hendak menangkap Chu Gie. Teng Kiu Kong berusaha menghibur pendekar cebolnya, dengan mengatakan, jangan terus bersedih memikirkan barang yang telah hilang, lagi pula Heng Sun masih memiliki beberapa utas tali wasiat lainnya. Di samping itu, bila mereka berhasil menjebol pertahanan See-kie, menangkap Bu Ong dan Chu Gie hidup atau mati, Touw Heng Sun bukan saja dapat memperoleh kembali seutas tali wasiatnya, bahkan dapat mempersunting! Teng Sian Giok. Seketika hilanglah kemurungan Heng Sun.

"Saya akan menyusup masuk ke dalam kota See-kie malam ini! Akan saya bunuh Bu Ong dan Kiang Chu Gie!", katanya bersemangat.

"Lebih cepat kau rampungkan tugasmu lebih baik". Berseri wajah Teng Kiu Kong. Touw Heng Sun segera pamit, menghilang ke dalam tanah. *** Kota See-kie gempar dengan bertiupnya angin topan yang telah mematahkan tiang panji. Angin topan itu hanya berlangsung sejenak,kemudian keadaan menjadi tenang kembali. Kiang Chu Gie merasa aneh menyaksikan peristiwa yang baru saja berlangsung. Dia segera memasang dupa dan dengan menggunakan 6 keping uang emas menujumkan apa yang akan terjadi. Tahulah dia kalau Touw Heng Sun bermaksud menyusup ke dalam kota untuk membunuh dirinya, juga Bu Ong. Chu Gie segera mengundang Raja berkenan berkunjung ke rumahnya dengan menyatakan, ingin merundingkan sesuatu yang amat penting. Tak lama kemudian Bu Ong datang. Chu Gie menceritakan pada junjungannya apa yang akan terjadi, mengharapkan Bu Ong untuk sementara berdiam di rumahnya. Kemudian Chu Gie memerintahkan menggantung tiga cermin besar di muka pintu rumahnya, juga di istana. Sejumlah prajurit pilihan diperintahkan menjaga sekeliling rumahnya. Setelah itu dia membisiki sesuatu pada Yo Chian. Yo Chian mengangguk, segera meninggalkan rumah Chu Gie... *** Telah cukup lama Touw Heng Sun menunggu dalam tanah di bawah rumah Kiang Chu Gie, tapi dia tak berani masuk. Sebab penjagaan di rumah itu ketat sekali. Kemudian dia memutuskan untuk pergi ke istana Bu Ong. Penjagaan di situ ternyata tidak seketat di rumah Chu Gie. Terlihat olehnya Bu Ong sedang minum arak dengan Permaisurinya. Tak lama kemudian Bu Ong dan Permaisurinya masuk ke peraduan. Touw Heng Sun masuk ke kamar tidur Raja dan setelah menganggap tepat waktunya, dia langsung melompat ke dalam peraduan sambil mengayunkan golok, memisahkan kepala Bu Ong dari tubuhnya! Ketika Heng Sun memandang Permaisurinya, tiba-tiba saja darahnya menggelegak.Ternyata pada saat itu sang Permaisuri dalam keadaan bugil. Bukan saja cantik parasnya, menggairahkan pula tubuhnya. Sang Permaisuri mohon diampuni, bersedia diperisteri Heng Sun bila dirinya tidak dibunuh. Touw Heng Sun yang telah dikuasai hawa nafsu, segera menanggalkan pakaiannya, memeluk sang Permaisuri. Permaisuri balas merangkul si pemuda cebol, makin lama makin keras.

"Jangan keras-keras memelukku manis", kata Touw Heng Sun. Tiba-tiba dia jadi sangat terperanjat ketika mendengar suara tambur dan bertambah kaget ketika Permaisuri yang cantik menggairahkan itu mendadak berobah bentuk menjadi ....... Yo Chian! Touw Heng Sun meronta, berusaha melepaskan pelukan Yo Chian, tapi usahanya tak berhasil. Yo Chian turun dari pembaringan sambil terus mengempit Touw Heng Sun, dia tak memberi kesempatan si pemuda cebol menginjak tanah, khawatir dia melarikan diri melalui bawah tanah! Yo Chian membawa Touw Heng Sun dalam keadaan bugil ke hadapan Kiang Chu Gie.

"Teecu telah berhasil menangkap Touw Heng Sun, tapi tak dapat melepaskannya dari kempitan", kata Yo Chian.

"sebab begitu kakinya menyentuh tanah, dia akan dapat melarikan diri melalui bawah tanah". Kiang Chu Gie memerintahkan memenggal kepala Heng Sun. Tapi ketika Yo Chian hendak mencabut pedang, tiba-tiba Touw Heng Sun meronta sekuat tenaganya hingga lepas dari kempitan Yo Chian. Begitu tubuhnya menyentuh lantai, langsung sirna dari pandangan orang banyak. Yo Chian meminta izin pada Kiang Chu Gie untuk menemui Kie Liu Sun di gunung Chia Liong-san. Sekali ini Kiang Chu Gie mengizinkannya. Yo Chian segera berangkat.Beberapa waktu kemudian tibalah dia di sebuah daerah pegunungan, terlihat beberapa pelayan wanita memegang kipas bulu, mengipasi seorang Tokauw (Pertapa wanita). Yo Chian menghampiri, berlutut di hadapan sang Tokauw seraya bertanya.

"Kalau boleh saya tahu, siapa Nio Nio?".

"Aku adalah Liong Kit Kiongciu", sahut sang Tokauw, kemudian balik bertanya . ''Ingin ke mana kau?". Sesungguhnya Liong Kit Kiongciu adalah seorang Dewi, puteri dari Hauw Thian Siangtee. Suatu ketika dia dianggap me langgar peraturan Langit, karena telah menuangkan arak untuk tamu dalam pesta 'Hoan To', mengakibatkan dirinya dibuang ke dunia. Sejak itu dia berdiam di gunung Hong Huang-san dengan ditemani oleh beberapa dayang. Yo Chian memberitahukan sang Kiongciu (Puteri), bahwa dia bermaksud menemui Kie Liu Sun untuk menanyakan prihal Touw Heng Sun. Dia juga menerangkan mengenai kesaktian Heng Sun.

"Ya, sebaiknya kau meminta bantuan Kie Liu Sun, agar Touw Heng Sun tidak melakukan kesalahan lebih besar lagi", Liong Kit Kiongciu mengangguk.

"Lekaslah kau berangkat!". Yo Chian segera pamit pada sang puteri, melanjutkan perjalanan. Pada suatu hari tibalah dia di tepi sungai yang bening airnya. Yo Chian amat terpesona menyaksikan keindahan panorama di sekitar tempat itu. Tiba-tiba dari dalam sungai melompat keluar makhluk aneh, yang langsung menyerangnya. Yo Chian melompat ke sisi, kemudian balas menyerang dengan gledek yang dilepaskan dari telapak tangannya. Begitu mendengar suara gledek, makhluk aneh itu segera melarikan diri, masuk ke dalam sebuah lobang. Yo Chian mengejarnya, menyorotkan api wasiatnya, hingga keadaan di dalam lobang jadi terang benderang. Tiba-tiba dia melihat sebilah pedang yang kemilau menyilaukan pandang juga sebuah bungkusanpakaian yang gemerlapan. Yo Chian mengambil pedang dan bungkusan pakaian, membawanya ke luar.

"Berhenti!", hardik seseorang tiba-tiba. Yo Chian menghentikan langkah dan berpaling, terlihat dua orang bocah memburunya.

"Sungguh besar nyalimu, begitu berani mencuri kedua wasiat itu!", salah seorang bocah kembali menghardik, siap me nyerang.

"Sabar adik-adik, aku bukannya pencuri", Yo Chian coba menerangkan, sabar sekali sikapnya.

"Tadi, ketika aku sedang menikmati panorama di sekitar sini, mendadak telah diserang oleh makhluk aneh. Tapi ketika aku melepaskan gledek, makhluk itu kabur ke dalam lobang. Tatkala kukejar, aku mendapatkan kedua benda yang berkilauan ini". Aku tak percaya manusia dapat melepaskan gledek", kata bocah yang satu.

"yang mampu melakukan itu hanya Dewa!".

"Bagaimana kalau aku dapat melakukannya?", tanya Yo Chian.

"Kami bersedia menjadi muridmu", kata kedua bocah itu dengan suara hampir bersamaan.

"Sungguh?", Yo Chian memandang kedua bocah itu sambil senyum.

"Kami tak pernah ingkar janji", ujar bocah yang satu. Sedang bocah lainnya mengangguk.

"Baiklah", akan kubuktikan ucapanku!", kata Yo Chian sambil mengangkat tangan dan melesatlah gledek dari telapak tangannya, menyambar sebatang pohon sampai hangus. Kedua bocah itu segera berlutut di hadapan Yo Chian seraya berkata.

"Terimalah sembah sujud kami Suhu".

"Bangunlah", Yo Chian tersenyum lebar.

"Mulai sekarang! kalian harus mendengar kataku".

"Kami siap melaksanakan segala perintah Suhu".

"Siapa nama kalian?", tanya Yo Chian."Saya Kim Tongcu dan dia bernama Mo Tongcu", sahut bocah yang satu sambil menuding temannya.

"Sekarang pergilah kalian ke See-kie untuk menemui Kiang Chu Gie dengan membawa pedang dan pakaian wasiat ini", kata Yo Chian.

"Baik Suhu". Keduanya segera pamit. Yo Chian melanjutkan perjalanan ke Hui Liong Tong (Goa Naga Terbang) di gunung Chia Liong-san untuk menemui Kie Liu Sun. Beberapa waktu kemudian tibalah dia di goa yang dimaksud. Begitu bertemu dengan Kie Liu Sun, Yo Chian segera berlutut di hadapan pertapa sakti itu seraya berkata .

"Terimalah sembah sujud saya, Supek".

"Siapa kau? Apa maksudmu ke mari?", tanya Kie Liu Sun.

"Saya Yo Chian, murid Giok Teng Cin-jin", sahut Yo Chian.

"Maksud kedatangan saya sekedar ingin bertanya, apakah Supek kehilangan 'Kun Sian So'?".

"Bagaimana kau bisa tahu?". Kie Liu Sun menatap heran. Yo Chian lantas menceritakan ulah Touw Heng Sun yang te lah menggunakan tali wasiat itu menangkap orang-orang gagah dari pihak See-kie.

"Benar-benar sudah keterlaluan ulah anak itu. Dia bukan saja telah mencuri beberapa utas tambang wasiatku, malah membuat onar di luaran". Kie Liu Sun amat marah.

"Pulanglah kau duluan, nanti aku menyusul". Yo Chian mengucapkan terima kasih, segera meninggalkan pertapaan. Setiba di See-kie, Yo Chian melaporkan hasil perjalanannya pada Kiang Chu Gie. Selagi mereka berbincang-bincang, seorang pembantu Chu Gie datang melapor, bahwa di luar ada seorang pertapa bernama Kie Liu Sun ingin bertemu. Chu Gie bersama Yo Chian keluar menyambut kedatangan sang tamu agung.Setelah saling memberi hormat, Chu Gie mengajak Kie Liu Sun masuk ke ruang tamu.

"Saya merasa senang sekali Toheng sudi berkunjung ke mari", kata Kiang Chu Gie setelah masing-masing mengambil tempat duduk.

"Sebelumnya aku memang bermaksud mencari murid mur tad yang telah mencuri beberapa utas tali wasiat", kata Kie Liu Sun.

"Kebetulan Yo Chian datang memberitahukan tempat pelariannya". Lalu mereka merundingkan cara menghadapi Touw Heng Sun ........ Keesokan harinya Kiang Chu Gie mendatangi perkemahan lawan dengan naik 'See Put Siang', seakan hendak mengamati posisi pasukan kerajaan Touw. Seorang penjaga kemah langsung melaporkan pada pimpinannya. Touw Heng Sun keluar sambil membawa Toya (Tongkat). Tanpa bertanya lagi, dia langsung mengayunkan tongkatnya. Kiang Chu Gie menyambut serangan lawan dengan pedangnya. Setelah bertempur beberapa jurus, Chu Gie melarikan bi natang tunggangannya. Touw Heng Sun mengejarnya sambil melontarkan tali wa siatnya. Dia ingin cepat-cepat menangkap Kiang Chu Gie, agar dapat segera mempersunting Teng Sian Giok. Dia tak menyadari kalau sekali ini Kiang Chu Gie dilindungi secara diam-diam oleh Kie Liu Sun yang bersembunyi di balik awan. Maka begitu Touw Heng Sun melontarkan tali wasiatnya, Kie Liu Sun segera menangkapnya dari angkasa. Biarpun merasa heran talinya mendadak lenyap, tapi Heng Sun yang ingin segera menangkap Chu Gie, tak lagi menyelidiki sebabnya. Kembali dia melontarkan seutas lainnya, tapi lagi-lagi lenyap. Terbawa oleh nafsu dan penasarannya, Touw Heng Sun terus melontarkan tali wasiatnya. Setelah talinya habis barulah dia sadar, pasti ada sesuatu yang tidakberes. Pada saat itu Kiang Chu Gie mengekang 'See Put Siang', lantas memutar menyongsong lawan.

"Mari kita bermain-main lagi!", tantangnya. Touw Heng Sun langsung menghajar Chu Gie dengan Toyanya. Kiang Chu Gie cepat menangkis dengan pedangnya. Kembali berlangsung pertandingan yang cukup seru. Suatu ketika, selagi Touw Heng Sun hendak mengemplangkan Toyanya lagi, mendadak dia melihat gurunya turun dari angkasa, menjadikannya amat terperanjat. Batal dia meneruskan serangan, bermaksud melarikan diri dengan mengambil jalan bawah tanah. Namun Kie Liu Sun telah menuding tanah sambil membaca mantera. Tanah itu seakan keras sekali, tak berkuasa Heng Sun menembusnya. Kie Liu Sun melontarkan seutas 'Kun Sian So', tubuh Heng Sun terikat erat hingga tak dapat berkutik lagi, lalu digiringnya ke dalam kota See- kie. Dalam pemeriksaan di markas Kiang Chu Gie, Touw Heng Sun menerangkan asal mulanya dia bersedia membantu Teng Kiu Kong.

"Sungguh keterlaluan Sin Kong Pa", gumam Kie Liu Sun. Sedianya Chu Gie hendak menjatuhkan hukuman mati pa da Heng Sun, tapi telah dicegah oleh Kie Liu Sun, yang menyatakan, bahwa murid cebolnya akan berguna bagi pihak See-kie.

"Tapi sebelumnya, dia bermaksud membunuh Bu Ong dan saya", kata Chu Gie.

"Benarkah itu?". Kie Liu Sun terperanjat.

"Toheng dapat bertanya langsung padanya", ucap Chu Gie.

"Begitu keji kau!", Kie Liu Sun mencaci muridnya.

"Kenapa kau bermaksud membunuh Bu Ong?". Touw Heng Sun menerangkan lebih lanjut, bahwa perbuatannya itu semata-mata karena janji Teng Kiu Kong, yang akan menjodohkan anak gadisnya dengannya bila dia berhasil menangkap Bu Ong danKiang Chu Ge hidup atau mati. Daripada susah-susah menangkap, lebih baik kalau dibunuhnya saja, dengan begitu dia dapat segera mempersunting Teng Sian Giok.

"Sungguh biadab kau!", hardik Kie Liu Sun. Lalu pertapa sakti itu mulai menujum, selang sesaat dia menghela nafas. *Kenapa Toheng menghela nafas?", tanya Chu Gie, heran "Menurut ramalanku, murid murtadku ini memang berjodoh dengan anak gadis Teng Kiu Kong", Kie Liu Sun menerangkan.

"Bila perkawinan itu dapat berlangsung, tak lama lagi Teng Kiu Kong akan mengabdi pada pihak See-kie".

"Bagaimana mungkin? Teng Kiu Kong musuh kita!", ujar Kiang Chu Gie, meragukan ucapan sang pertapa sakti.

"Sebaiknya kita mengandalkan rejeki Bu Ong dan kehendak Thian!", ujar Kie Liu Sun.

"yang penting kita harus mengutus orang yang pandai bicara ke kubu lawan". Chu Gie setuju dan memilih Shan Gie Seng untuk melaksanakan tugas itu. Shan Gie Seng jadi serba salah. Dia menganggap tugas itu sulit dilaksanakan. Tapi bila dia menolaknya, tentu akan membuat Chu Gie malu. Untuk beberapa saat lamanya dia berdiam diri. Kie Liu Sun dapat menyelami kesulitan yang dihadapi Shan Gie Seng, berkata .

"Sebaiknya Toahu menerima tugas ini, usahamu pasti berhasil". Akhirnya Shan Gie Seng bersedia juga menerima tugas tersebut, ke luar kota menuju ke kubu Teng Kiu Kong. Seorang prajurit memberitahukan Kiu Kong akan kedatangan utusan See-kie. Teng Kiu Kong menyambut langsung kedatangan Gie Seng, mengajaknya masuk ke dalam kemahnya. Setelah berbasa-basi sejenak, Shan Gie Seng mulai mengung kapkanmaksud kedatangan yang sesungguhnya .

"Maksud saya ke mari ialah ingin membicarakan soal penting dengan Goanswe (Jenderal)!".

"Soal apa?", tanya Teng Kiu Kong.

"Kemarin pihak kami telah menangkap menantu Goanswe. Tetapi Perdana Menteri kami tak sampai hati untuk membunuhnya". Shan Gie Seng menerangkan.

"Siapa menantuku?".

"Touw Heng Sun", kata Shan Gie Seng.

"Dia bukan menantuku, hanya sekedar membantuku berpe rang melawan fihak See-kie", Teng Kiu Kong tetap tak sudi me ngakui.

"Maaf, mungkin tadi saya telah salah berkata". Shan Gie Seng tersenyum.

"Tapi bukankah Goanswe pernah berjanji akan menjodohkan puterimu dengan Touw Heng Sun!?".

"Benar, tapi aku baru akan merelakan puteriku dipersunting bila Heng Sun dapat menghancurkan See-kie", kata Teng Kiu Kong.

"Apa salahnya bila Jenderal menjodohkannya sekarang mumpung gurunya berada di See-kie!?", kilah Shan Gie Seng.

"Tidak bisa, selama dia belum berhasil melaksanakan tugas aku tak sudi menikahkan puteriku dengannya". Teng Kiu Kong berkeras. Bila Jenderal tidak menepati janji, akan dapat merusak wibawamu. Untuk selanjutnya orang takkan percaya lagi akan kata-katamu!", desak Shan Gie Seng. Tee Loan, perwira muda yang menjadi tangan kanan Teng Kiu Kong, tiba-tiba membisiki sesuatu pada pimpinannya Teng Kiu Kong mengangguk, kemudian berkata pada Gie Seng "Baiklah Toahu, berilah aku waktu untuk menanyakan pendapat anak gadisku. Nanti akan kukabarkan mengenai ke putusannya".

"Baik Jenderal, kami menanti jawabanmu, makin cepat ma kin baik". Shan Gie Seng pamit. Sepulang Shan Gie Seng. Tee Loan berkata pada Teng Kiu Kong.

"Sebaiknya besok Goanswe mengirim utusan ke See-kic. menyatakan bahwa puteri Goanswe setuju dipersunting Touw Heng Sun, dengansyarat agar King Chu Gia sendiri yang datang mengantarkan barang pesalin pengantin ke mari. Begitu Chu Gie datang, kita akan mudah menangkapnya Kalau dia datang bersama para pembantunya, kita pisahkan mereka, kemudian memberi isyarat pada pasukan yang telah kita siapkan untuk menangkapnya".

"Baik sekali idemu". Teng Kiu Kong tersenyum lebar. Pada pagi harinya Teng Kiu Kong mengutus Tee Loan be rangkat ke See-kie, langsung menemui Kiang Chu Gie di tempat kediamannya. Penjaga mengabarkan kedatangan Tee Loan pada Chu Gie. Chu Gie mengajak kie Liu Sun menyambut tamunya, mes nyilakannya masuk ke ruang tamu. Kemarin Shan Toahu telah datang ke tempat kami, membicarakan soal perjodohan Touw Heng Sun dengan nona Teng", Kata Tee Loan setelah masing-masing duduk.

"Saya diutus Teng Goanswe untuk menyampaikan kabar gembira, bahwa nona Teng bersedia dijodohkan dengan Heng Sun, tapi ada syarat??? ...."

Apa syaratnya?"

Tanya Chu Gie.

Bapak Menteri sendiri yang harus mengantarkan Heng Sun ke perkemahan kami", sahut Tee Loan Kung .

Kiang Chu Gie menyetujui persyaratan itu Tee Loan mengucapkan terima kasih, lalu pamit menyampaikan kesediaan Kiang Chu Gie pada Teng Kiu Kong .

Teng Kiu Kong segera memilih 300 prajurit yan benar terlatih untuk bersiaga dan bersembunyi di luar kemah .Begitu mendengar isyarat Tee Loan dengan ketukan cawan , mereka harus menyerbu masuk untuk menawan Chu Gie .Penyergapan itu akan ditopang oleh beberapa perwira gagah.

Teng Kiu Kong yakin kalau usahanya itu akan memberihasil seperti yang diharapkan Namun Klang Chu Gie juga bukan pemimpin yang mudah diperdaya, dia mengatur siasat juga.

Diperintahnya Liu Chin Cu memimpin sejumlah pasukan yang akan menyerbu sektor pertahananlawan.

Sedang Lam kong Kou ditugaskan melabrak sektor kanan.

Yo Chian dan lain-lainnya diperintahkan ikut Chu Gie dengan menyamar sebagai anggota rombongan penggotong barang pesalin.

Touw Heng Sun ditugaskan menculik Tong Siam Giok begitu mendengar bunyi petasan.

Kim Cha, Bhok Chu,dan Liong Sie Houw diminta membantu Touw Heng Sun selalu untuk membebaskan Na Cha dan Oey Thian Hoa dari tahanan Setelah segalanya siap.

Chu Gie pun berangkat ke perkemahan lawan dengan didampingi Ke Liu Sun, berhiasan kain merah, tanda bahagia Kedatangannya disambut hangat oleh Teng Kiu Kong Kiang Chu Gie memperkenalan Ke Liu Sun pada Tengku Kong Setelah berbasa-basi sejenak, Teng Kiu Kong membaca daftar barang pesalin.

Shin Chia menggunakan kesempatan itu menyulut petasan yang disembunyikan di bawah nampan (baki) Begitu petasan berbunyi, para penggotong barang pesan mengeluarkan senjata masing-masing menyerang Tong Ku Kong Teng Kiu Kong tak berdaya menghadapi mereka, terpaksa melarikan diri.

Sedang para pembantunya berusaha menahan gerak maju orang- orang gagah dari See-kie, hingga terjadi pertempuran sengit Pada saat itu, Touw Heng Sun segera menuju ke ruang belakang, berhasil menangkap Teng Sian Giok dengan tali wasiat dan melarikannya ke dalam kota Sce-kie.

Akibat serangan yang mendadak sontak itu, menjadikan Teng Kiu Kong bersama pasukannya berantakan dan melarikan diri ke gunung Kie-san.

Kiu Kong amat sedih ketika tak melihat anak gadisnya berada di antara orang-orang yang berhasil meloloskan diri Di lain fihak, begitu kembali ke kota See-kie, Kiang Chu Gie segera merundingkan soal perkawinan Touw Heng Sun dengan Teng Sian Giok.

Kemudian memutuskan, perkawinan itu akan dilangsungkanpada malam itu juga.

Pada mulanya, ketika akan dimandikan oleh pelayan dan di minta mengenakan pakaian pengantin, Teng Sian Giok menolaknya, bahkan mencaci maki.

Tapi setelah diberi pengertian, bahwa dia memang berjodoh dengan Touw Heng Sun dan perkawinan itu akan membawa kebahagiaan, juga kebaikan bagi ke dua belah fihak, akhirnya Sian Giok bersedia juga jadi isteri Touw Heng Sun ........

Keesokan harinya pasangan pengantin baru itu menemui Kiang Chu Gie dan Kie Liu Sun untuk menyampaikan rasa terima kasih mereka.

Kemudian Sian Giok menyatakan, bahwa dia akan menemui ayahnya dan membujuknya agar mengabdikan diri pada Bu Ong Kiang Chu Gie mengizinkannya.
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Teng Sian Giok berangkat menemui ayahnya dengan diiringi oleh dua prajurit.

Pertemuan ayah dan anak sangat mengharukan.

"Semua ini gara-gara janji ayah juga", kata Sian Giok sambil mengucurkan air mata.

"Sekarang saya telah resmi jadi isteri Touw Heng Sun. Saya harap sudilah ayah mengabdi pada Bu Ong yang bijaksana. Sebab bila ayah kembali ke kota-raja, ayah tentu akan dihukum oleh Touw Ong yang lalim"

"Aku memang berat berpisah denganmu nak, tapi aku malu pergi ke See-kie dan harus berlutut di hadapan Kiang Chu Gie", kata Teng Kiu Kong.

"Sebagai Perdana Menteri yang bijaksana, saya percaya Kiang Chu Gie tentu takkan menjatuhkan martabat ayah dil uka umum", Sian Giok berusaha meyakinkan ayahnya.

"Akan ya sampaikan keputusan ayah padanya dan dia tentu akan enyambut gembira kehadiran ayah di See-kie". Apa yang dikhawatirkan Teng Kiu Kong memang tidak terjadi. Kiang Chu Gie menyambut kehadirannya dengan penuh kehormatanLo SoanLiong Kie KiongcuDELAPAN Takluknya Teng Kiu Kong pada Chiu Bu Ong segera diketahui oleh Han Yong Sebelumnya Han Yong memang telah mengirim orang ke percayaannya untuk mengawasi sepak terjang Teng Kiu Kong! dalam melaksanakan tugas menggempur See-kie. Han Yong bergegas berangkat ke kota-raja untuk melapor kan prihal takluknya Teng Kiu Kong pada lawan. Tia Ong (Touw Ong) amat marah, segera memerintahkan Souw Hok, Raja-muda kichiu menggempur See-kie. Souw Hok sesungguhnya telah cukup lama jengkel terhadap ulah anak perempuannya, Souw Tat Kie, yang telah banyak mencelakai orang yang tak berdosa melalui tangan Kaisar. Dia memang sedang menanti kesempatan seperti itu untuk dapat membersihkan aib atas dirinya akibat perbuatan Souw Tat Kie. Serta merta dia menerima tugas tersebut. Souw Hok mengungkapkan isi hatinya pada isteri dan anak laki- lakinya, Souw Choan Tiong, ketika mereka makan malam bersama.

"Aku sangat malu mempunyai anak perempuan seperti Souw Tat Kie yang telah menghasut Touw Ong melakukan berbagai kekejaman, hingga aku selalu disalahkan oleh para Menteri dan Raja-muda yang jujur, dicap sebagai ayah yang! tak dapat mendidik anak. Kini di See- kie muncul seorang Raja yang bijaksana, banyak Raja-muda kerajaan Siang yang tunduk dan mengabdi padanya. Dengan adanya perintah Kaisar un tuk menggempur See-kie, telah memberi peluang yang amat baik bagiku untuk mengabdi pada Bu Ong. Besok kita sekeluar a berangkat ke See-kie, aku akan bekerja sama dengan para Raja-muda lain untuk menurunkan Kaisar yang kejam itu dari Tahtanya". Isteri maupun Souw Choan Tiong menyetujui maksud Souw Hok.Keesokan harinya berangkatlah mereka dengan membawa pasukan dalam jumlah besar. Beberapa waktu kemudian tibalah Souw Hok bersama pasukannya di luar kota See-kie, mendirikan perkemahan di situ. Kehadirannya segera diketahui pihak See-kie . Souw Hok jujur sikapnya, tak pernah menjilat Kaisar, sekali pun anak perempuannya telah jadi Permaisuri Touw Ong, bahkan sebaliknya dia membenci Kaisar yang suka berbuat sewenang-wenang". Oey Hui Houw menerangkan , ketika Kiang Chi Gie menanyakan prihal Souw Hok padanya.

"Belakangan terkandung maksud baginya untuk mengabdi pada pihak lie, Dia sering mengungkapkan maksudnya itu dalam suratnya yang dikirim padaku. Kedatangannya sekarang tentu ingin melaksanakan niatnya itu". Tapi kenapa dia tak langsung menghubungi kita?"

Tanya Chu Gie lagi. Mungkin di dalam pasukannya terdapat orang-orang yang setia pada Touw Ong, hingga dia harus menanti saat yang tepat untuk melaksanakan maksudnya itu"

Oey Hui Houw mengemukakan dugaan.

Kenyataannya, biarpun telah tiga hari berkemah di luar kota See-kie, pasukan yang dipimpin Souw Hok tidak melaku kan gerakan apa-apa, Oey Hui Houw meminta izin Chu Gie untuk menemui Souw Hok Kiang Chu Gie meluluskannya.

Ketika Oey Hui Houw mendekati perkemahan Souw Hok, kedatangannya segera disambut oleh The Lun yang menunggang binatang 'Kim Cheng Bermata Api'.

Tanpa banyak bicara lagi The Lun menyerang Hui Houw dengan senjata "Ciang Mo Chu' (Alu Penakluk Iblis).

Oey Hui Houw cepat menangkisnya, kemudian balas menyerang.

cukup seru pertarungan mereka, kendati telah berlangsung 40 jurus, belum dapat diketahui siapa yang akan ungul dalam perangtanding.

Keadaan itu membuat The Lun tak sabar untuk melanjutkan pertandingan dengan menggunakan senjata biasa, segera dia menggunakan kesaktiannya Dua sinar putih keluar dari lobang hidungnya .

Oey Hui Houw yang tak menyangka dirinya di serang dengan cara itu , taksempat mengelak .

Seketika pening kepalanyaa , jatuh dari Kerbau Saktinya, terikat pasukan musuh, di giring ke perkemahan Chu Gie terperanjat ketika menerima laporan tertangkap nya Hui Houw.

Oey Thian Hoa minta izin untuk menggempur lawan.

Chu Gie meluluskan permintaannya Namun tak lama Thian Hoa juga kena ditawan The Lam Keesokan harinya Touw Heng Sun yang mau menghadapi The Lun.

The Lun agak repot menghadapi Heng Sun yang bertubuh cebol dengan senjata Alu yang pendek sulit untuk dapat menghantam musuh.

Sebaliknya Toya Touw Heng Sun sangat leluasa untuk menyerang lawan.

membuat The Lun repot! menangkis.

The Lun tak ingin bertanding lebih lama dengan cara itu segera menyemburkan sinar putih dari lobang hidungnya, menghantam Heng Sun hingga jatuh terguling Heng Sun bermaksud melarikan diri dengan ambas kedalam tanah, tapi gagal Tamyata sinar yang dilepas The Lun menembus lapisan tanah sedalam 3 inci yang mengakibatkan permukaan tanah sekeras batu karang Para prajurit segera meringkus Touw Heng Sun Tong Sian Glok amat gugup ketika melihat suaminya ditangkap lawan segera memacu kudanya.

Melihat munculnya lawan lainnya.

The Lun menarik sinarnya Tiba-tiba saja Heng Sun lenyap Teng San Giok yang sudah kepalang mau menyerang The Lun dengangolok bergagang panjangnya The Lun menangkis dengan Alu Penakluk Iblissya Setelah pertandingan becalan beberapa uns Teng Sian Giok memutar kuda, melarikan diri The Lun mengejamya Tiba-tiba San Giok memhalikkan tubuh sambil melontarkan Batu Panca Cahaya Serangannya tepat mengenai muka The Lun.

The Lun menjerit kesakitan, melarikan diri, melaporkan kekalahannya pada Souw Hok Souw Hok yang mendengar banyak orang gagah membantu pihak See- kie , bertambah yakin kalau Chiu Bu Ong sudah ditakdirkan jadi kaisar, menggantikan kedudukkan Touw Ong.

Dia segera menyuruh anak nya untuk membebaskan Hui Houw dan Oey Thian Hoa, bersiap siap untuk takluk .

Tapi supaya tidak menyolok pandang, dia mengharapkan pihak Chiu Bu Ong menyerbu perkemahannya dan menangkapnya .

Tapi sebelum niat nya terlaksana dating seorang pembantunya melaporkan ada seorang Tojin berjubah merah bermata tiga, ingin bertemu dengannya Souw Hok menyilakan masuk Setelah saling memberi hormat, Souw Hok menanyak maksud kedatangan sang Tojin.

Tojin itu bernama Lu Gak, berasal dari Ku Liong To Tau Sembilan Naga).

Beberapa waktu yang lalu Sin Kong Pa telah datang padanya, memintanya untuk membantu Souw Hok menggempur See-kie.

Souw Hok menyilakannya duduk di dalam tenda Tiba-tiba Lu Gak mendengar The Lun yang mengerang kesakitan.

"Siapa yang merintih itu?"

Tanya Lu Gak.

"Seorang pembantuku". Souw Hok menerangkan Souw Hok lalu menyuruh seorang pembantu memapah The Lun, datang menghadapnya.Lu Gak memeriksa luka The Lun, mengeluarkan sebutir pil dari kantong kulit macan tutulnya, menghancurkan dengan sedikit air, memborehi luka The Lun. Luka The Lun sembuh seketika The Lun berlutut di hadapan Lu Gak, memohon di terima sebagai murid Lu Gak menerimanya. Souw Hok menghela nafas panjang Selama beberapa hari Lu Gak berdiam di perkemahan Souw Hok, tapi belum ada tanda-tanda kalau dia akan menyerang pihak See-kie.

"Kenapa Suhu belum juga menantang musuh?? tanya The Lun suatu ketika "Aku masih menunggu kedatangan keempat muridku "sahut Lu Gak "bila mereka telah kumpul semua, takkan sulit bagi kita untuk menghancurkan lawan"

Keempat murid yang ditunguu La Gak datang pada keesokan harinya Mereka adalah Chiu Sin.

Lie Kie, Chu Thian Lin dan Yo Bun Hui Chiu Sin berwajah biru, Lie Kie bermuka kuning, Chu Thian Lin berparas merah dan Yo Bun Hui hitam kulitnya Setelah beristirahat sejenak.

Chiu Sin mulai menantang pihak See-kie Kim Cha tampil di medan laga, menyambut tantangan itu.

Chiu Sin langsung menusukkan pedangnya.

Kim Cha cepat menangkisnya.

Setelah bertanding beberapa jurus, kemudian Chiu Sin melarikan diri.

Kim Cha terus memburunya.

Tiba-tiba Chiu Sin mengeluarkan sebuah kelen?ngan (genta) wasiat dari lengan jubahnya membunyikan sebanyak 3 ke arah Kim Cha Wajah Kim Cha langsung berobah seperti warna emas, segera masuk ke dalam kota sambil memegang kepalasya yang terasa sakit benar Hari benkutnya Lie Kie yang menantang perang Bhok Cha keluar menyambut tantangan Lie Kie.

Buru bertanding beberapa jurus, Lie Kie lari meninggalkan gelanggang pertempuranBhok Cha tak membiarkan musuhnya kabur, terus dikejar.

Tiba-tiba Lie Kie membalikan tubuh sambil menggerakkan panji ke arah Bhok Cha Seketika Bhok Cha menggigil kedinginan, pucat wajahnya dan berdebar jantungnya Cepat-cepat dia kabur dengan perasaan tak keruan.

Begitu tiba di hadapan Chu Gie, dia langsung jatuh pingan.

Dari mulutnya keluar buih putih, suhu badannya tinggi .

Kiang Chu Gie amat terperanjat, segera menyuruh seorang tabib untuk merawat Bhok Cha.

Hari ke tiganya Chu Thian Lin menantang pihak See-kie.

Kiang Chu Gie menugaskan Lui Chin Cu menghadapinya.

Seperti juga dengan kedua saudara seperguruan lainnya, setelah berperang sebentar, Chu Thian Lin melarikan diri.

Lui Chin Cu mengejarnya.

Mendadak Chu Tian Lin berhenti, membalikkan tubuh serta mengarahkan sepasang pedangnya ke diri Lui Chin Cu.

Kedua sayap Chin Cu seketika patah, jatuh terbanting ke tanah, lari masuk ke dalam kota See-kie sambil melompatlompat.

"Kenapa kau jadi begini!?"

Tanya Chu Gie terperanjat.

Lui Chin Cu hanya menggelengkan kepala, kemudian jatuh pingsan.....

Hari ke empatnya Lu Gak menyuruh muridnya yang bernama Yo Bun Hui maju ke medan laga.

Liong Sie Houw mendapat tugas menandingi lawan.

Begitu saling berhadapan muka, tanpa bertanya lagi Liong Sie Houw menghujani lawannya dengan batu, yang memaksa Yo Bun Hui melarikan diri.

Sie Houw mengejarnya.

Yo Bun Hui menghentikan langkahnya, menggerakkan ruyung wasiatnya ke diri Sie Houw.

Liong Sie Houw berlompatan sambil menimpukkan batu.

tapi sekali ini tidak menjurus ke arah Bun Hui, malah ke pihak See-kie, yangmengakibatkan banyak sekali prajurit See-kie menderita luka, Kiang Chu Gie terpaksa menyuruh beberapa anak buahnya menangkap dan mengikat Sie Houw yang sudah seperti orang kurang waras itu.

Dari mulutnya keluar buih putih dan ia tak dapat bicara.

Pada hari berikutnya Lu Gak sendiri yang maju ke medan tempur, menantang Kiang Chu Gie.

Chu Gie menerima tantangan itu dengan didampingi Na Cha, Oey Thian Hoa dan Yo Chian.

Begitu melihat Chu Gie, Lu Gak yang menunggang Kim Gan To' (Onta Bermata Emas), langsung menusuk Chu Gie dengan pedangnya Kiang Chu Gie cepat menangkisnya.

Yo Chian, Oey Thian Hoa dan Na Cha tak tinggal diam.

membantu Chu Gie menyerang lawan.

Melihat dirinya dikerubuti, Lu Gak menggoyangkan tubuh.

seketika terjadi perobahan atas dirinya, tangannya jadi 6 buah dan tiga kepalanya Tangan yang satu memegang Thian Eng' (Cap Langit); tangan satunya lagi memegang "Un Ku Cong' (Genta/Kel?n?ngan Kuman penyakit).

tangan lainnya memegang "Heng Un Kie" (Panji Pembuat Kuman).

Tangan ke empat memegang "Chi Un Kiam (Pedang Penyebar Penyakit).

Dan kedua tangannya lagi memegang Pokiam (Pedang Pusaka).

Juga wajah Lu Gak terlihat semakin menakutkan, hijau dan bertaring.

Namun Chu Gie dan para pendampingnya sama sekali tak gentar menghadapi lawan seperti itu.

Yo Chian menyuruh kedua muridnya, Kim Tongcu dan Mo Tongcu menimpuk lawan de ngan "Kim Wan (Pil Emas), tepat mengenai punggung Lu Gak Oey Thian Hoa telah pula menimpuk paha Lu Gak dengan Hwe Liong Piao (Badi-badi Naga Api)nya, tepat mengenai sasaran.

Kiang Chu Gie membarengi menimpukkan Ta Sin Pian (Ruyung Pemukul Dewa)nya menghajar keras pinggang Lu Gak yangmengakibatkannya jatuh dari "Onta Mata Emas mya, kabur dengan amblas ke dalam tanah.

Lu Gak penasaran atas kekalahan yang dideritanya.

Makin diingat semakin panas hatinya.

"Akan kumusnakan seluruh penduduk See-kie!". begitu tekadnya Menjelang tengah malam, Lu Gak menyerahkan pada keempat muridnya masing masing sebuah guci yang berisi kuman penyakit menular dan juga pil pil beracun, yang harus di sebarkan ke empat penjuru kota See-kie Lu Gak sendiri akan melakukan hal yang sama di tengah kota. Kuman dan Pil beracun ini di larutkan kedalam sungai dan sumur. Bila orang menggunakan air dari tempat itu , akan segera jatuh sakit . Dalam sekejap seluruh penduduk kota See-kie jatuh sakit, temasuk Kiang Chu Gie dan Bu Ong. Hanya Lo Chia (Na Cha) yang tubuhnya tercipta dari bunga Lotus (teratai) dan Yo Chian yang sangat sakti , luput dari wabah penyakit, kedua nya jadi sibuk mempertahankan kota. Dipihak lain , The Lun telah melaporkan pada Lu Gak , bahwa sejak pagi dia tak melihat seorang penjaga pun di atas tembok kota See-kie "Tak lama lagi seluruh penduduk kota See-Kie akan mati "

Kata Lu Gak The Lun segera memimpin pasukan untuk merebut kota itu . Na Cha terperanjat menyaksikan perkambangan tersebut , tapi Yo Chian tetap tenang , mengambil sedikit tanah dan rumput , melontarkan keatas seraya berseru " ."

Diatas tembok kota yang semula kosong , tiba tiba penuh dengan prajurit yang tegap tegap siap siaga di situ .

The Lun membatalkan maksudnya semula, menarik mundur pasukannya .

Namun para prajurit ciptaan Yo Chian hanya dapat dimunculkan selama 3Sie (6Jam) setelah itu sirna semuaSelagi Yo Chian dan Na Cha bingung memikirkan cara menghadapi lawan selanjutnya , datanglah Oey Liong Cin-jin dan Giok Teng Cin-jin.

Dengan munculnya kedua petapa sakti ini , melegakan perasaan Yo Chian dan Na Cha.

GIok Teng Cin-jin meminta Yo Chun segera pergi ke goa Hoa Intong, untuk memohon pil obat pada Sam Seng Thaysu.
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sam Seng Thaysu sesungguhnya terdiri dari tiga Kaisar yang jadi panutan dari Kaisar di Langit di Bumi dan Kaiser Kaiser di antara manusia Yo Chian berlutut di hadapan ketiga Kaisar Suci itu, memberitahukan maksud kedatangannya, Kaisar Hu Si yang duduk di tengah berkata pada Kaisar Sin Nung.

"Dengan melihat kesungguhan hatinya untuk menyelamatkan Bu Ong beserta para pembantunya, tanpa menghiraukan rintangan yang dihadapinya, sepatutnya kalau kita penuhi permintaannya". Kaisar Sin Nung menyetujui saran itu, memberikan tiga butir pil pada Yo Chian. Sebutir untuk menyembuhkan Bu Ong! beserta orang-orang di istana, yang sebutir lagi untuk Kiang Chu Gie beserta para pembantunya, sipil maupun militer dan sebutir lainnya harus dilarutkan ke dalam air, lalu air larutannya dipercikkan ke seluruh See- kie dengan memakai tangkai pohon Yang-liu, agar rakyat sembuh dari penyakit menular tersebut. Selain pil tersebut, Kaisar Sin Nung memberikan pula seikat rumput pada Yo Chian dengan keterangan, bahwa rumput itu amat manjur untuk mengobati penyakit menular. Yo Chian mengucapkan terima kasih, lalu bergegas kembali ke See-kie. Selewat seminggu, Lu Gak memperkirakan, bahwa penduduk See-kie telah meninggal semua. Souw Hok amat sedih jadinya, lalu ke luar kemahnya, memandang ke kota See-kie. Tiba-tiba saja kesedihannya berobah menjadi sukacita, sebab terlihatolehnya, bukan saja panji-panji tetap tegak teratur rapi, juga para prajurit tetap bersiap siaga di atas tembok kota. Dia memberitahukan apa yang dilihatnya pada Lu Gak. Lu Gak segera menujumkan apa yang telah terjadi sesungguhnya.

"Kiranya Giok Teng Cin-jin telah menyuruh Yo Chian meminta obat di goa Hua In-tong"

Ucapnya dongkol.

Namun dia belum berputus asa untuk menghancurkan See-kie.

Menurut pendapatnya, walaupun pihak lawan tak sampai meninggal akibat penyebaran racun dan kuman, akan tetapi keadaan fisik mereka tentu masih lemah.

Dia hendak menggunakan kesempatan itu untuk menggempur lawan.

Segera memanggil keempat muridnya.

Chiu Sin diperintahkan memimpin 3000 pasukan menggempur pintu gerbang kota Timur.

Lie Kie ditugaskan menggempur pintu gerbang kota Barat dengan membawa pasukan yang sama banyaknya.

Sedang Chu Thian dan Yo Bun Hui masing-masing memimpin 3000 prajurit juga untuk menggempur pintu gerbang kota Selatan dan Utara Lie Kie menyerbu pintu gerbang Barat dengan kekuatan 3000 prajurit.

Kedatangannya disambut Na Cha.

Ganas sekali Lie Kie menyerang Na Cha dengan pedang, yang langsung ditangkisnya dengan tombak Kepandaian Lie Kie berada beberapa tingkat di bawah Na Cha.

Dan baru saja pertandingan berlangsung tiga jurus, Na Cha melontarkan "Kan Kun Choan-nya.

Lie Kie berhasil menghindari serangan gelang wasiat, tapi tak keburu menangkis tusukan tombak Na Cha.

Ujung tombak merobek dadanya, terus menembus sampai ke punggung.

MeLayanglah nyawa Lie Kie.

Di lain pihak, Chu Thian Lin yang ditugaskan menggempur pintu gerbang kota Selatan, telah disambut oleh Yo Chian.

Terjadi pertarungan sengit dan menegangkan.

Saling serang! dan menangkis.

Walau telah berlangsung belasan jurus, belum dapat diketahui siapayang akan keluar sebagai pemenang.

Tiba-tiba Chu Thian Lin melihat Giok Teng Cin-jin datang membantu Yo Chian, membuatnya gugup dan lengah, hingga kepalanya dibabat putus oleh 'Sam Kong To' (Golok Tiga Sinarnya Yo Chian.

Arwahnya segera melayang ke 'Hong Sin Tay' pasukan yang dipimpinnya kucar- kacir.

Mendengar kedua muridnya tewas, Lu Gak lantas merobah siasat perang, dia memimpin langsung penyerbuan pintu gerbang Utara kota See-kie.

Tak tampak pasukan Chiu Bu Ong berjaga-jaga di situ, hingga dengan leluasa Lu Gak masuk ke dalam kota.

Begitu dia masuk, dari angkasa tiba-tiba terdengar bentakan.

"Lekas menyerah Lu Gak!". Lu Gak mendongak, terlihat Oey Liong Cin-jin duduk di atas bangau saktinya. Lu Gak sedikitpun tak gentar, langsung menusuk Oey Liong Cin-jin dengan pedangnya. Oey Liong Cin-jin menangkis dengan pedang juga. Lu Gak tak bersedia melayani bertempur lebih lama, meninggalkan lawan dengan mengambil jalan bawah tanah. Sementara itu, Chiu Sin dengan 3000 prajurit menggempur pintu kota Timur. Tapi di tengah jalan telah dihadang oleh Yo Chian, yang langsung membackokkan senjatanya. Chiu Sin cepat menangkis dengan pedangnya. Pertandingan itu berjalan timpang. Chiu Sin hanya mampu menangkis tanpa dapat balas menyerang, ia terus terdesak. Yo Chian yang ingin cepat-cepat mengakhiri pertarungan, melepaskan 'Anjing Langit'nya menggigit leher Chiu Sin hingga terluka. Ketika Chiu Sin hendak melarikan diri. Yo Chian telah lebih dulu membabat tubuhnya hingga tewas. Kiang Chu Gie berada di markasnya ketika mendengar "Kim Ku'(Tambur Emas)nya berbunyi. Dia langsung memerintahkan Lui Chin Cu memeriksa keadaan. Lui Chin Cu segera terbang ke angkasa, terlihat olehnya Lu Gak menyerbu masuk ke dalam kota. Melaporkan hal itu pada Chu Gie. Kiang Chu Gie menitah Kim Cha, Bhok Cha dan Liong Sie Houw menghadapi Lu Gak Begitu bertemu lawan, Kim Cha segera melontarkan Teng Liong Chun. Melihat dirinya terancam senjata pusaka itu, Lu Gak mengeprak "Kim Gan To'nya. Onta Saktinya langsung melesat ke angkasa. Namun Bhok Cha tak ingin membiarkan lawannya kabur, melontarkan pedang wasiatnya. Lu Gak tak sempat mengelak, sebuah tangannya terbabat putus. Sambil menahan sakit, melarikan diri. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan, Yo Bun Hui ikut gurunya buron. Lu Gak terus melarikan diri sampai di kaki sebuah bukit, turun dari binatang tunggangannya, mengajak muridnya beristirahat. Tiba-tiba terdengar suara orang mendehem. Lu Gak berpaling ke asal suara itu. Terlihat seorang pemuda gagah berdiri di belakangnya.

"Siapa kau?", tanya Lu Gak seraya melompat bangun saking terperanjatnya.

"Namaku Wie Hok, diperintah oleh guruku turun gunung untuk membantu See-kie", si pemuda menerangkan.

"Siapa gurumu?", tanya Lu Gak lagi.

"To Heng Tian Chun dari gunung Kim Teng-san", sahut Wie Hok.

"ketika aku tiba di daerah ini, kulihat kalian berusaha meloloskan diri dari serangan pihak See-kie --- Kini adalah tugasku untuk menangkap kalian!". Yo Bun Hui amat marah, bermaksud menyerang Wie Hok. Tapi Wie Hok telah mendahuli menghajar dengan 'Ciang Mo Chu (Alupenakluk Iblis)nya. Bun Hui berusaha mengelak, tapi tak keburu, kepalanya pecah terpukul Alu. Wie Hok bermaksud menghajar Lu Gak juga, tapi Lu Gak sempat kabur, amblas ke dalam tanah. Wie Hok melanjutkan perjalanan ke See-kie. Kedatangannya disambut hangat oleh Kiang Chu Gie Wie Hok memberitahukan maksud kedatangannya, menceritakan juga, bahwa dia berhasil membunuh Yo Bun Hui..... Pek Hok Tongcu datang ke tempat persemayaman Chi Ching Cu, menyampaikan pesan gurunya, agar Chi Ching Cu sudi membantu Kiang Chu Gie lagi. Chi Ching Cu menyanggupi permintaan itu. Pek Hok Tongcu pamit. Sepergi Pek Hok Tongcu, Chi Ching Cu segera memanggil muridnya, In Hong.

"Ada titah apa Suhu?", In Hong berlutut di hadapan gurunya. ''Sekarang sudah tiba saatnya bagimu untuk turun gunung, membantu Kiang Chu Gie mendirikan dinasti Chiu. Tapi ada satu hal yang memberatkanku. Kau anak Touw Ong, tentunya merasa berat menumbangkan kekuasaan ayah kandung sendiri". Walau benar saya anak Touw Ong, tapi Souw Tat Kie adalah musuh besar saya"

Kata In Hong.

"Seorang anak takkan dapat berbakti pada ayah yang kejam. Lagi pula telah cukup lama saya bermaksud membalas dendam pada Souw Tat Kie yang telah mengakibatkan kematian tragis bagi ibu Teecu". Chi Ching Cu puas mendengar pernyataan muridnya. Dia memberikan seperangkat pakaian wasiat pada In Hong, agar dirinya terlindung dari bahaya. Juga 'Im Yang Ceng' (Cermin Im yang).


Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Pendekar Mata Keranjang 15 Badai Di

Cari Blog Ini