Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara Bagian 2
Dari tempat itu secara samar dia melihat cahaya bulan.
Karena bulan belum mencapai titik tertingginya.
Maka cahayanya belum masuk tembus hingga menyinari lambang bintang empat persegi di depannya.
Tanpa bicara sejurus berikutnya Raja alihkan perhatiannya ke altar kedua.
Altar kedua yang berhimpitan dengan altar pertama ukurannya jauh lebih besar.
Menatap kebagian permukaan altar Raja pun tertegun.
Dia melihat sebuah patung berbentuk seekor burung rajawali berbulu putih dengan ukuran luar biasa besar.
Patung burung raksasa itu menghadap ke arahnya dengan sayap setengah direntang dengan sikap seolah melindungi.
"Siapa yang membuat patung rajawali dengan ukuran begini besar kek?"
Bertanya Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es pada Bocah Ontang Anting yang berdiri tegak di sebelahnya.
"Yang kau lihat tidak selamanya seperti kenyataan. Rajawali itu bukanlah seperti yang kau duga. Dia mahluk ciptaan dewa. Usianya ratusan tahun. Dia hidup dalam keabadian dan menghabiskan waktu dalam pertapaan menunggu datangnya seorang sahabat yang tepat."
"Apa maksudmu? Rajawali ini bukan patung? Dia hidup seperti kita?"
Desis Raja seolah tidak percaya.
"Ya. Rajawali ini mahluk ciptaan dewa?"
Jelas si kakek.
"Bagaimana mungkin?"
Bocah Ontang Anting tersenyum.
"Kau diwarisi ilmu yang membuatmu dapat melihat sesuatu yang berhubungan dengan alam gaib, kau juga mempunyai ilmu sihir putih. Dengan kesaktian yang kau miliki, kau tidak cuma bisa mellhat keadaan yang sesungguhnya. Tapi juga bisa mengajaknya bicara".
"Hah, mana ada patung yang bisa bicara. Kau pandai membual, tapi aku akan mencoba?"
Kata Raja sambil tersenyum.
Bocah Ontang Anting tidak menanggapi, namun dia terus memperhatikan Raja.
Raja sendiri secara diam-diam kerahkan tenaga dalam ke bagian matanya.
Kepalanya bergetar, pelupuk mata berkedap-kedip sedangkan kedua bola mata terasa sejuk.
Tanpa menunggu Raja mengusap matanya tiga kali.
Wus! Setelah mata diusap.
Kini dengan jelas Raja dapat melihat betapa rajawali putih yang berdiri tegak seperti patung ternyata benar-benar hidup.
Mata berkedip-kedip, paruh bergerak membuka menutup seakan menyapa Raja.
Selain itu bagian dadanya juga tampak kembang kempis seperti sedang bernafas.
Raja merasa takjub.
Berulang kali dia mengucap puj? pada yang maha pencipta atas semua keajaiban yang dilihatnya ini.
"Dia benar-benar hidup."
Ucap Raja disertai decak kagum. Pemuda Ini mengusap matanya tiga kali. Pandangan mata kini kembali seperti biasa.
"Rajawali putih ini memang hidup. Kalau kau tidak percaya tunggulah sampai tengah malam nanti. Begitu cahaya bulan tembus menyinari ruangan ini, sang rajawali akan membantu mengatasi segala kesulitan yang mungkin bakal kita hadapi."
Kata si kakek berterus terang.
"Mudah-mudahan tidak banyak kendala. Kita berada di ruangan tertutup. Pedang gila belum bisa kita ambil sebelum cahaya purnama menyinari altar ini. Sayang walau tempat ini sepertinya aman. Namun aku merasa seperti ada beberapa mata yang mengawasi gerak gerik kita!"
Kata Raja dengan suara perlahan.
"Aku juga merasa demikian. Mungkin ada yang datang menyusup, tapi bagaimana dia bisa menembus pintu gaib."
Sahut Bocah Ontang Anting dengan rasa tegang.
"Aku tak tahu. Kita harus bersikap waspada!"
Kata Raja dengan suara lirih.
Segala apa yang dirasakan oleh Bocah Ontang Anting maupun Raja sebenarnya tidak terlalu berlebihan.
Jauh sebelum Raja dan si Bocah memasuki ruang gua Satu Pintu Empat Ruangan sesungguhnya telah hadir dua pendatang lain.
Dua pendatang tersebut bukan lain adalah gadis berwajah ayu berpakaian hijau bermantel bulu bersenjata kipas dengan rambut panjang digelung ke atas.
Gadis yang bernama Untari ini tidak datang sendiri.
Dia bersama gurunya mahluk alam roh yang bukan lain adalah Hyang Kelam.
Bagaimana murid dan guru itu bisa masuk menembus pintu gaib yang rahasianya ada di tangan Bocah Ontang Anting? Sebabnya tak lain adalah sebagai mana telah dikisahkan dalam episode 'Misteri Pedang Gila.
Hyang Kelam yang tinggal menetap di Tepi Jurang Batas Nyawa' atau Cadas Nyawa ini usianya telah mencapai ratusan tahun.
Dia termasuk mahluk alam gaib yang jarang sekali memperlihatkan ujud.
Sebagai tokoh misterius yang sangat sakti dan mempunyai ilmu sihir tingkat tinggi.
Hyang Kelam tokoh paling ditakuti di Pulau Es dan guru paling kejam yang kerap melakukan perbuatan tak senonoh pada muridnya.
Dari tujuh muridnya terdahulu yang seluruhnya terdiri dari gadis belia.
Hanya Untari saja yang selalu luput dari kebejatan mahluk alam gaib ini.
Enam saudara berbeda-beda karena tak tahan menerima perlakuan keji dari Hyang Kelam.
Tiga di antaranya malah mengakhiri hidup setelah berbadan dua.
Sebagai murid.
Untari sebenarnya tidak begitu setuju dengan keinginan sang guru bejad yang menghendaki dan berkeinginan kuat mendapatkan Pedang Gila.
Apalagi Pedang Gila adalah senjata pusaka milik kerajaan.
Dan rasanya hanya pewaris kerajaan saja yang berhak memiliki senjata itu.
Walau kehendak hati bertentangan dengan keinginan sang guru.
Untari tidak berani membantah.
Dia hanya bisa mengikuti kemauan guru karena khawatir dengan murkanya.
Beberapa tugas telah dia lakukan.
Diantaranya termasuk menyirap kabar tentang keberadaan pedang.
Tapi pertemuannya dengan Raja yang terjadi secara tak sengaja di kedai tak jauh dari Tepi Kali Pening dalam perjalanan pertamanya itu telah memberi kesan tersendiri di hati Untari.
Dia terpesona melihat Raja, hatinya bergetar ketika menatap matanya dan Untari kagum dengan jurus-jurus silat serta ilmu kesaktian pemuda itu ketika mempecundangi Golok Terbang Cambuk api dan empat anak buahnya.
Dimata Untari, Raja Gendeng adalah pemuda yang polos lugu, kocak, konyol dan aneh.
Beberapa hari setelah menemui gurunya Untari ternyata tak dapat melupakan pemuda itu.
Namun untuk sementara Untari harus mengabaikan segala perasaan serta ingatannya pada Raja.
Apalagi Hyang Kelam sang guru yang mengagumi kemolekan tubuhnya dan memendam hasrat ingin mendapatkan keperawanannya memintanya pergi ke bukit Induk di pantai utara.
Tanpa daya Untari terpaksa mematuhi perintah itu.
Dia pergi dengan diiringi Hyang Kelam.
Sesampainya di tempat tujuan setelah sempat diserang pukulan jarak jauh oleh Momok Laknat.
Tidak di sangka-sangka kesulitan baru datang menghadang.
Untari tidak menemukan gua atau tempat rahasia yang diduga sebagai tempat menyimpan senjata mustika yang dicari.
Bahkan perjalanan menuju pendataran bukit Induk sulitnya luar biasa.
Tapi gurunya dengan segenap ilmu kesaktiannya dapat menemukan jalan keluar dan kesulitan yang dihadapi muridnya.
Dalam keadaan tak terlihat kasat mata Hyang Kelam berucap memberi petunjuk "Ada pintu, ada pula sebuah gua besar di balik pintu.
Pintu Itu tepat berada di depanmu."
Ujar Hyang Kelam. Untari diam memperhatikan lamping batu datar di depannya. Dia tidak melihat celah juga tak melihat tanda- tanda adanya pintu seperti dimaksud gurunya. Seakan mengerti apa yang dipikirkan sang murid. Hyang Kelam menyambung ucapan.
"Dengan mata telanjang mustahil pintu itu bisa kau lihat. Dia gaib. Ada mantra untuk membukanya. Aku tak tahu mantra itu. Seseorang pasti tahu. Orang itu keluar masuk, menyimpan dan pernah menyembunyikan pedang dalam gua sana. Kita tak bisa menunggu kedatangan orang yang mengetahui seluk beluk pintu."
"Apakah tidak ada cara lain agar kita dapat masuk ke dalamnya?"
Tanya Untari.
"Ha ha ha. Aku berasal dari alam gaib. Jika aku sampai tidak mengetahui keadaan di alam gaib untuk apa. Kau tunggu saja disini, jangan kemana-mana. Aku akan melakukan penyelidikan. Seandainya ada lubang semut sekalipun di bukit ini yang tembus hingga ruang bagian dalam gua. Kita pasti bisa lolos dari lubang itu."
Ujar Hyang Kelam disertai tawa bergumam .Untari diam tidak menanggapi.
Dia sadar yang dikatakan gurunya bukan sesuatu yang berlebihan.
Gurunya bisa menyelinap masuk kemana saja berkat ilmu kesaktian dan Sosoknya yang gaib.
Angin berhembus di samping Untari.
Hembusan angin kemudian terus bergerak kebagian atas bukit.
Untari menunggu sambil memperhatikan keadaan di sekelilingnya.
Tidak berselang lama.
Sekali bagi dia merasakan ada sambaran angin dingin menerpa di sebelah kanannya.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sang guru telah datang.
"Bagaimana guru?"
Tanya Untari tidak sabar.
"Ada jalan masuk di puncak bukit ini. Ukurannya tidak lebih besar dari bocah lima tahun. Aku mengetahui lubang itu berhubungan langsung dengan ruangan gua."
"Lubang katamu"
Tukas Untari dengan mata berkilat.
"Ya. Ada lubang yang menghubungkan ke dalam gua di perut bukit. Kau tahu sejak dulu aku suka lubang?"
"Guru jahanam. Otakmu sungguh kotor. Aku bersumpah tak sudi kau jadikan korban nafsu bejatmu!"
Maki Untari dalam hati. Dia mengusap wajahnya yang bersemu merah. Sebaiknya Hyang Kelam malah mengumbar tawa bergelak.
"Aku tidak sedang bercanda guru.Sekarang katakan padaku bagaimana cara agar kita dapat sampai ke dalam ruangan yang guru maksudkan!"
Kata Untari "Oh ho ho ho. Mengapa sekarang kau berubah menjadi bodoh. Kau cukup memejamkan matamu. Aku akan membawamu masuk ke dalam ruangan itu."
Ujar Hyang Kelam. Seperti yang dikatakan gurunya. Untari segera pejamkan mata. Begitu mata terpejam dia merasakan ada jemari tangan memegang lengannya. Jemari itu sangat dingin luar biasa tak ubahnya seperti jemari orang yang sudah mati.
"Bersiaplah!"
Kata Hyang Kelam.
Sentuhan tangan Hyang Kelam bukan saja membuat Untari lenyap dari pandangan mnata.
Tapi juga menjadikan tubuhnya melambung tinggi hingga mencapai puncak bukit lalu amblas masuk ke dalam lubang yang menghubungkan ke bagian dalam gua.
Setelah jejakan kaki di dalam gua yang terdiri dari empat ruangan dengan empat tiang penyangga itu Hyang Kelam melepaskan tangannya.
Begitu tangan terlepas dari genggaman Untari terlihat kembali.
Gadis itu memperhatikan sekelilingnya.
Tak jauh di depan dia melihat dua altar.
Satu simbol bintang pada altar pertama juga patung.
Patung seekor burung rajawali putih.
Baik Untari maupun Hyang Kelam sampai saat itu tak pernah menyadari bahwa rajawali putih yang berdiri di altar kedua bukanlah patung tapi mahluk hidup yang bernafas dan memperhatikan gerak gerik mereka.
"Menurut saya ini adalah sebuah tempat yang aneh.Tidak terlihat tanda tanda pedang pusaka disembunyikan di tempat ini."
Ucap Untari.
"Benda yang kita cari memang ada di tempat ini. Aku yakin sekali. Sekarang aku akan melakukan pemeriksaan!"
Kata Hyang Kelam masih dalam ujud gaibnya. Angin menderu disertai suara berdesir, menyapu ke segenap penjuru ruangan lalu kembali ke tempat semula.
"Bagaimana guru?"
Tanya Untari kepada Hyang Kelam yang telah berdiri di sebelahnya.
"Aku telah memeriksa setiap sudut tempat ini. Tidak ada tanda-tanda Pedang Gila disembunylkan di tempat itu. Tapi aku yakin pedang disimpan di balik altar pertama ini!"
Sahut Hyang Kelam.
"Apa yang hendak guru lakukan?"
Tanya Untari dengan tatapan tertuju ke altar pertama "Aku akan membongkar altar ini."
Menyahuti Hyang Kelam tanpa ragu. Belum sempat Untari berbuat apa-apa. Tiba-tiba dua larik cahaya membersit di sebelahnya.
"Mata Iblis Peruntuh Langit?"
Desis Untari tercekat.
Dia mengenali serangan itu bersumber dari sepasang mata gurunya.
Dia juga tahu benda apapun yang terkena serangan ilmu Mata Iblis Peruntuh Langit bakal hancur menjadi kepingan.
Begitu hawa panas menderu ganas ke arah altar di depannya dia segera melompat ke belakang.Cahaya merah dan biru terus melesat dengan telak menghantam simbol bintang di tengah altar.
Bum ! Buum! Ledakan keras berdentum terjadi dua kali berturut turut.
Bunga api berpijar memercik bertaburan di udara.
Sekeliling perut gua mengalami guncangan keras.
Tapi altar dan simbolnya sedikitpun tak bergeming.
Untari kemudian melihat kilatan-kilatan cahaya bermunculan secara menakjubkan di sekeliling altar tak ubahnya seperti perisai pelindung.
"Edan! Belum pernah aku melihat ada altar yang bisa melindungi sendiri. Hidup selama ratusan tahun serangan dari mataku belum pernah gagal. Bagaimana bisa aku seperti itu?"
Terdengar suara rutuk sumpah serapah.
"Mungkin ada rahasianya. Dan pasti ada cara untuk membuka pintu ruang tersembunyi di dalam altar itu guru?"
Ucap Untari menimpali sumpah serapah gurunya.
"Hmm, lubang di atas itu aku yakin ada hubungannya dengan simbol di altar ini. Mungkin butuh cahaya, cahaya bulan purnama empat belas. Kita harus menunggu datangnya tengah malam nanti. Begitu bulan tepat berada di atas kepala cahayanya pasti masuk ke dalam sini melalui lubang di langit-langit gua."
"Menurut guru begitu cahaya bulan menyinari altar simbol bintang maka kunci penghalang akan membuka dengan sendirinya."
"Ya tepat seperti itu. Tapi....apakah kau mendengar sesuatu?"
Tanya Hyang Kelam. Untari tidak segera menjawab. Sebaliknya dia memasang telinga dan mendengarkan suara sekecil apapun yang muncul di tempat itu.
"Ada suara datang dari belakang kita guru. sepertinya suara orang yang sedang membaca mantra."
"Ya. Memang ada orang yang datang. Salah satu dari mereka agaknya mengenal dengan baik tempat ini. Dia yang membaca mantra pembuka pintu gaib. Lekas berlindung, pergunakan tabir gaib. Kau tahu apa yang telah kuajarkan kepadamu!"
Kata Hyang Kelam.
Tidak perlu bertanya dua kali.
Untari segera rangkapkan dua tangan di depan dada.
Mulut berkemak- kemik membaca mantra Pelenyap Jejak Menipu Pandang.
Selesai membaca mantra matapun segera dia pejamkan.
Seketika sosok Untari lenyap.
Dia dan gurunya menyingkir ke sudut ruangan yang gelap.
Dari tempat itu pintu yang bergeser.
Dua sosok tubuh berkelebat masuk.
Pintu batu menutup.
Tak lama semua pelita yang terdapat di setiap penjuru dinding ruangan menyala.
Hyang Kelam dan Untari sekarang sama-sama dapat melihat dua orang yang masuk melalui pintu gaib ternyata adalah seorang kakek bertubuh pendek berpakaian aneh mirip papan catur berkepala botak sulah.
Di punggungnya membekal busur dan bumbung anak panah.Sedangkan orang kedua yang membuat jantung Untari berdetak keras adalah seorang pemuda berpakaian putih bercelana hitam, rambut panjang sebahu berwajah tampan suka tersenyum cengengesan tapi acuh.
"Orang jelek pendek membawa busur panjang kedodoran itu? Rasanya dia tidak asing bagiku."
Gumam Hyang Kelam.
"Apakah guru mengenalnya?"
Bertanya Untari sambil memendam kegelisahan.
Dia yang pernah bertemu dengan pemuda gondrong yang tak lain adalah Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es beberapa hari yang lalu sedikitpun tak pernah bisa melupakan.
Si gendeng aneh yang mempunyai ilmu kesaktian luar biasa tinggi.
"Aku mengenal sekali juga tidak. Tapi aku tahu kakek botak itu tinggal menetap di Lembah Tapa Rasa. Namanya Ki Sapa Brata lebih dikenal dengan sebutan. Bocah Ontang Anting. Dia punya hubungan baik dengan gusti prabu Sangga Langit. Kukira dialah orangnya yang telah membawa dan menyelamatkan pusaka kerajaan di tempat ini sebelum Maha Iblis Dari Timur melakukan penyerbuan ke Istana Pulau Es"
Terang Hyang Kelam.
"Tapi aku masih belum mengerti mengapa dia membawa pemuda itu?"
"Guru. Bukankah aku telah mengatakan padamu. Pemuda gondrong yang bersama kakek kerdil itu adalah pemuda yang telah membuat Golok Terbang Cambuk Api dan empat anak buahnya jadi pecundang? Dia mengaku bernama Raja. Ya.dialah Raja Gendeng yang dijuluki Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es."
Terang Untari membuat Hyang Kelam terkaget-kaget "Murid bodoh. Mengapa waktu itu kau tidak mengatakan apa julukannya? Kau cuma mengatakan dia bernama Raja."
Geram Hyang Kelam.
"Sst. Jangan marah-marah. Nanti mereka mendengar suara kita. Lagi pula apa artinya sebuah julukan?"
Tanya sang murid.
"Mengapa takut. Kita berada di alam gaib. Mereka tak bisa mendengar suara kita walau kita menjerit keras."
D?ngus Hyang Kelam. Setelah menghela nafas Hyang Kelam melanjutkan ucapan.
"Kau masih belum mengerti juga? Jika dia mempunyai sebutan Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es. Artinya dia berasal dari Istana itu."
"Apakah mungkin dia putera prabu Sangga Langit?"
Kata Untari setengah bertanya. Hyang Kelam menggeram.
"Aku yakin sekali dia satu- satunya keturunan prabu Sangga Langit yang berhasil diselamatkan oleh seseorang."
"Lalu apa kita harus serang mereka sebelum bulan purnama berada di puncak tertingginya?"
Tanya Untari. Suara gadis itu bergetar. Entah mengapa Untari khawatir atas keselamatan Raja. Hyang Kelam terdiam lama. Dia memperhatikan sang murid. Tiba-tiba dari mulutnya meluncur ucapan.
"Jangan membesarkan keinginan apalagi menanam harap dengan orang lain. dilenyapkan.Hanya aku yang boleh mendapatkan pedang"
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar ucapan gurunya yang ketus Untari diam-diam merasa kaget. Namun dengan berpura-pura tidak tahu dia ajukan pertanyaan.
"Aku tak mengerti apa yang guru maksudkan?"
Hyang Kelam tersenyum dingin.
"Jangan kau mengira aku tidak mengetahui apa yang ada di hatimu Untari. Kau diam-diam tertarik pada pemuda gendeng itu bukan? Jangan harap aku akan berpangku tangan membiarkan cintamu tumbuh bersemi pada orang lain. Hati, cinta, jiwa raga dan kemolekan tubuhmu hanya aku yang layak memilikinya. Satu purnama mendatang bila urusan menemukan pedang selesai. Sudah selayaknya kau menyerahkan kehormatanmu padaku dan melayani aku selayaknya seorang istri pada suaminya! Ha ha ha!"
Kata mahluk yang usianya telah mencapai dua ratus lima puluh tahun itu.
Merinding tengkuk Untari mendengar ucapan gurunya.
Dia tak mau menjadi korban kebejatan nafsu sesat Hyang Kelam.
Sebagaimana yang dialami oleh saudara seperguruannya yang lain.
Dia akan memberontak bahkan kalau perlu membunuh Hyang Kelam setiap ada kesempatan.
"Mahluk jahanam terkutuk. Guru celaka tak mengenal aturan. Jika kau menyentuh tubuhku walau cuma di ujung jempol kakiku saja aku bersumpah akan membunuhmu"
Maki Untari dalam hati.
Tapi Untari memilih berdiam diri.
Perhatiannya sekarang lebih banyak terjadi pada Bocah Ontang Anting dan Raja yang sedang berbincang-bincang di depan altar.
***** Bukit karang Induk menjulang tinggi dalam kebisuan.
Malam sebelum bulan purnama tepat berada di titik tertingginya.
Tak jauh dari kaki bukit di sebelah utara.
Dalam keremangan cahaya bulan purnama yang timbul tenggelam dipermainkan awan kelabu.
Satu sosok bayangan tinggi berjubah hitam melesat cepat memasuki kawasan pendataran yang terdapat di bagian lereng bukit Induk.
Dari caranya melayang laksana terbang jelas suatu pertanda orang yang datang ini memiliki ilmu meringankan tubuh serta kecepatan gerak yang sungguh luar biasa.
Tidak lama setelah melewati batu-batu terjal sosok berjubah hitam ini melayang ke bawah dengan gerakan laksana seekor burung yang hinggap di dahan .Begitu jejakkan kaki sosok yang ternyata berupa seorang laki-laki berwajah bengis, berkumis dan bercambang bawuk lebat ini memutar tubuh sambil pandangi keadaan di sekelilingnya.
Menatap ke arah bukit sebelah selatan alisnya berkerut.
Menatap ke bukit sebelah utara matanya mendelik.
Laki-laki yang tak lain adalah Maha Iblis Dari Timur ini menyeringai.
Dalam hati dia berkata.
"Ternyata sudah ada yang mendahuluiku. Tapi apa yang perlu aku takutkan, kalau cuma tikus dan kecoak busuk dunia persilatan. Tak seorang pun yang bakal kubiarkan hidup. bila mengganggu segala kepentinganku di sini. Dua puluh tahun lebih aku mencari. Pedang Gila harus menjadi milikku. Aku akan menjamu setiap manusia yang berani menginjakkan kakinya di tempat ini dengan sebuah pesta besar. Pesta Darah paling meriah dalam sejarah kehidupanku!"
Geram Maha Iblis sinis.
Sekali lagi Maha Iblis Dari Timur memutar tubuh.
Kini dia menghadap ke arah bukit-bukit tempat dari mana Maha Iblis bersuit tiga kali.
Begitu suara suitan lenyap seketika itu juga dari balik bebukitan bermunculan puluhan kepala yang terdiri dari laki-laki berwajah dan berpenampilan serba menakutkan.
Seperti kawanan monyet mereka berlompatan menuju ke arah pedataran tempat dimana Maha Iblis berdiri.
"Kalian semua berlutut di hadapanku!"
Kata Maha Iblis dengan suara serak parau.
Puluhan pengikut bergerak mendekati dengan cara melompat dan berjalan dengan menggunakan kaki juga kedua tangannya.Setelah puluhan orang yang pernah dia bebaskan dari Bukit Batu Kutuk ini duduk bersimpuh berjejer rapi di depan Maha Iblis.
Mereka segera menjura memberi penghormatan.
"Terimalah hormat kami wahai paduka penolong. Kami semua siap menjadi pelayanmu dan patuh terhadap semua perintah."
Kata orang-orang itu sambil bungkukkan tubuh dalam-dalam. Maha iblis tertawa tergelak-gelak. Sambil mengumbar tawa dia berucap.
"Bagus! Sudah sepatutnya kalian semua membalas budi hutang nyawa kepadaku.Siapa saja yang membangkang pasti kubunuh.Jika bukan karena kemurahan hatiku kalian saat Ini pasti masih mendekam dalam tawanan gadis aneh Dewi Harum."
"Kami bisa menerima, apa yang paduka penolong katakan memang benar adanya.Maka sebagai balas budi yang telah paduka berikan pada kami.Kami semua siap berbakti dan mengabdi sampai mati."
Kata salah seorang di antara mereka mewakili teman-temannya.
Maha Iblis Dari Timur tertawa tergelak-gelak.
Tapi dia tidak percaya begitu saja dengan segala janji kesetiaan bekas tawanan Kejahatan Dunia Persilatan' itu.
Setelah tawanya terhenti Maha Iblis mengambil sebuah kantong merah dari balik kantong jubahnya.
Penutup kantong dibuka.
Isinya yang ternyata terdiri dari butiran pel berwarna merah dia tuangkan ke telapak tangan.
Orang-orang yang bersimpuh di depannya saling pandang tidak mengerti namun juga merasa was-was.
Belum sempat mereka ajukan pertanyaan apapun.
Maha Iblis berkata.
"Aku tahu kalian adalah orang yang bisa memegang janji. Tapi sekarang kita menghadapi persoalan yang tidak ringan. Dan untuk menambah semangat kalian dalam menghadapi setiap kemungkinan yang tidak diinginkan. Aku akan memberikan obat pemb?ngkit kekuatan dan keberanian. Obat ini harus kalian makan sekarang juga."
Kemudian tanpa bicara lagi Maha lblis meminta orang-orang itu membuka mulutnya.
Begitu mulut terbuka, dengan gerakan cepat luar biasa secara cepat dia menyambitkan pil ke dalam mulut setiap orang yang bersimpuh di depannya.
Tanpa dapat dicegah setiap pil amblas masuk ke dalam tenggorokan dan meluncur ke dalam perut.
Setelah obat masuk ke dalam perut.
Tak berselang lama orang- orang ini merasakan perut dan dadanya menjadi hangat.
Keberanian meningkat dan tubuh menjadi lebih ringan.
"Obat yang luar biasa?!"
Berkata bekas tawanan. Di tempatnya berdiri Maha Iblis tersenyum.
"Obat yang kalian makan bisa membuat tenaga dalam dan kekuatan menjadi berlipat ganda. Tapi aku tidak bodoh. Kalian menyangka aku percaya begitu saja dengan janji manis sumpah setia dari mulut busuk kalian? Ha ha"
Orang-orang itu tersentak kaget "Sang penolong, apa maksud ucapanmu?"
Tanya salah satu diantara mereka yang bertubuh kurus berambut panjang awut-awutan.
"Ketahuilah. Dalam obat yang kalian makan terkandung kekuatan juga racun sepuluh hari. Obat penawarnya ada padaku.Jika kalian terbukti tidak setia dan membangkang terhadap perintahku apalagi sampai melarikan diri. Dalam waktu sepuluh hari ke depan.Kalian akan menemui ajal. Tidak hanya itu sebelum ajal menjemput. kalian mengalami derita siksaan yang luar biasa. Pembuluh darah menggembung bengkak, tubuh panas seperti terbakar setelah itu darah bakal mengucur dari setiap pori-pori di tubuh kalian. Ha ha ha!"
"Licik!"
Teriak bekas tawanan itu marah.
Mereka marah tapi tetap dalam keadaan tidak berdaya.
Pembicaraan yang terjadi antara Maha Iblis Dari Timur dengan orang-orang bekas tawanan tidak cuma didengar oleh Kupu Kupu Putih serta tiga pengawalnya.
Tetapi juga didengar jelas oleh Dewi Harum yang dikenal dengan nama Puteri Pedang Harum.
Gadis berpakaian warna ungu berambut panjang digelung berkaus hitam lebat dan sering berpakaian ketat ini datang bersama saudara angkatnya si manusia tinggi besar luar biasa seorang tokoh sakti bernama Angin Pesut yang juga dijuluki Dewa Saru Saru.
Begitu datang jejakkan kaki di lamping bukit, Dewi Harum memang sengaja tidak menampakkan diri untuk tidak segera menuju tanah pendataran di lereng bukit.
Bersama kakek yang memiliki bobot lebih darl delapan ratus kati dia memilih melakukan pengintaian dengan mendekam di balik pohon besar.
Waktu itu Angin Pesut yang kulit tubuhnya memiliki dua warna yang berlainan yaitu separoh hitam dan separoh warna putih sempat ajukan pertanyaan sebagai ujud sikap tidak setuju.
"Aku tahu saudariku. Untuk sampai ke pendataran di bukit induk bukan pekerjaan mudah.Jalan kesana dipenuhi karang tajam, licin dan sulit. Salah kita melangkah tubuh kita bakal tergelincir babak belur dipenuhi luka.Tapi kau tidak perlu takut. Aku bisa mendukungmu dan membawamu berlari.Bagiku untuk mencapai pendataran bukit induk bukan masalah."
Kata Angin Pesut yang memiliki rambut putih gimbal ini tidak sabaran. Mendengar ucapan saudara angkatnya, dara berkulit putih susu ini tersenyum.
"Siapapun tidak pernah meragukan kemampuanmu kakak. Sebagai manusia juga sebagai titisan dewa walau dewa kesasar. Apakah kau tidak merasakan bahwa sebenarnya bukan kita saja yang telah berada di tempat ini. Di bukit sebelah selatan ada dua sosok mendekam memusatkan pengintaian ke arah pendataran. Kemudian ada serombongan lain orang yang baru saja sampai di tempat ini. Tidak cuma itu dikejauhan sana aku juga mendengar suara orang berlari menuju kemari. Bukit yang sunyi ini aku khawatirkan tepat tengah malam nanti bakal dibanjiri darah orang-orang tamak serakah yang menginginkan Pedang Gila"
"Perlu apa kita takutkan! Kedatangan kita kemari hanya mematuhi perintah gurumu. Tugas kita membantu agar pedang Gila dapat kembali ke tangan orang yang berhak mewarisinya."
Ucap Angin Pesut lugas.
"Aku tahu. Orang yang berhak mewarisi senjata itu adalah pewaris tahta Istana Pulau Es. Aku belum pernah bertemu orangnya. Kita hanya diberi tahu bahwa orang yang harus kita bantu bernama Raja dikenal dengan sebutan Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es. Bagaimana rupa pemuda itu kita belum pernah melihatnya"
"Ya. Siapa saja nanti yang muncul disini asalkan bernama Raja tak perduli apakah dia Raja Gendeng, Raja Gila, Raja Penyamun, Raja Pengintip atau rajanya para maling asal nama depannya Raja pasti kita dukung"
Kata Angin Pesut sambil mengulum senyum. Dewi Harum ikutan tersenyum. Tapi senyum sang dara lenyap, pandangan matanya tertuju lurus ke arah beberapa gundukan karang tak jauh dari bukit induk.
"Lihat saudaraku,"
Kata Dewi Harum dengan suara lirih sementara tangan menggamit lengan kakek berusia tiga ratus tahun itu. Angin Pesut menoleh sekaligus menatap ke arah yang ditunjuk saudari angkatnya. Bertubuh tinggi besar, berpakaian hitam berjubah hitam.
"Siapa dia?"
Gumam Angin Pesut dengan kening berkerut.Dewi Harum diam tak menanggapi.
Dia terus memperhatikan sosok hitam yang terus melesat menuju pedataran bukit induk sambil berusaha mengenali ciri-ciri orang.
Sampai kemudian sosok berjubah hitam jejakkan kaki di tanah pedataran.
Cahaya bulan yang cukup terang membantu gadis ini mengenali siapa adanya orang itu.
"Hmm, orang berjubah hitam itu ciri-cirinya sama persis sama seperti yang dituturkan oleh guruku"
"Memangnya siapa dia? Aku sendiri rasa-rasa mengenalnya!"
Kata Angin Pesut pula. Dewi Harum tiba- tiba menepuk keningnya sendiri. Dengan cepat dia menanggapi.
"Saudaraku kau jangan tolol. Bagaimana kau tidak mengenalnya. Bukankah dia yang telah meracunimu dengan kabut asap dan tawanan Kejahatan Rimba Persilatan. Manusia jahanam Itulah yang mempunyai sebutan Maha Iblis Dari Timur!"
Jelas Dewi Harum membuat Angin Pesut belalakkan mata dan menggeram marah.
"Kunyuk keparat! Jadi dia bangsatnya yang telah membantai kerabat Istana Pulau Es? Tapi aku tidak melihat kaki tangannya yang tersohor dengan sebutan Penyihir Hacun Utara?"
Desis Angin Pesut dengan jemari terkepal dan geraham bergemeletukan.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Di manapun adanya betina tua itu tak menjadi soal. Jika dia ikutan muncul di tempat ini aku akan meringkusnya hidup atau mati."
Tegas Dewi Harum.
"Aku tidak sabar menunggu.Maha Iblis harus kutangkap untuk mempertanggung jawabkan dua kesalahan besarnya. Kesalahan pertama dia telah membunuh gusti prabu sekeluarga dan kerabat kerajaan. Kesalahan kedua dia telah membebaskan tawanan bukit Cincin Batu Kutuk malah hampir membunuhku!"
Berkata begitu Angin Pesut bangkit berdiri siap melesat hampiri Maha Iblis Dari Timur. Tapi dengan cekatan. Dewi Harum mencekal kakinya yang besar.
"Eeh, apa-apaan kau ini? Orang mau membuat perhitungan kau malah menghalangi!"
Gerutu Angin Pesut sambil unjukkan rasa tidak suka "Saudaraku.
Kau ini tolol atau apa? Seharusnya kau lebih sadar kita harus mengesampingkan urusan pribadi.Kalau sekarang kau memperturutkan kata hati melabrak Maha Iblis.Urusan bisa jadi kacau.
Dengan begitu kita mengabaikan urusan yang lebih penting."
"Apa maksudmu. Apakah perbuatan jahanam itu membunuhi penjaga dan membebaskan tawanan bukan urusan penting?"
Tanya Angin Pesut dengan suara lebih lunak. Dewi Harum bangkit berdiri. Hembusan angin laut menebarkan aroma tubuhnya yang harum semerbak. Dia dekati kakek itu dengan suara berbisik berucap.
"Kau dengar saudaraku. Kita datang jauh-jauh ke sini untuk menyelesaikan urusan penting. Perbuatan Maha Iblis menghancurkan tempat penampungan tawanan jelas merupakan sebuah kejahatan. Tapi aku tidak mau mengabaikan perintah guru."
"Guru meminta aku menjadi saksi atas peristiwa besar yang terjadi di sini dan meluruskan semua perkara selurus-lurusnya. Jadi semua terpulang pada kita. Kalau kau tidak memandang guruku silahkan teruskan apa yang menjadi keinginanmu!"
Tegas Dewi Harum jengkel. Angin Pesut menjadi ciut. Baginya kemalangan terbesar dalam hidupnya adalah apabila Dewi Harum bersikap memusuhinya dan tak menganggapnya lagi sebagai saudara. Tidak heran dengan suara lirih dia berkata.
"Maafkan aku saudariku. Aku menghormati gurumu dan aku juga akan mengikut saja semua keputusanmu!"
"Bagus. Sekarang kau lihat baik-baik. Seperti yang aku duga Maha Iblis tidak datang sendiri". Angin Pesut mengusap matanya. Dengan tubuh bersandar pada pohon besar di sampingnya dia menatap ke arah pedataran bukit. Dilihatnya puluhan orang yang sangat dia kenal bermunculan dari balik kegelapan kemudian berkumpul di depan Maha Iblis.
"Apa yang dilakukan Iblis berjubah hitam itu? Dia mengeluarkan sebuah kantong dan membagi-bagikan isi kantong."
Desis Angin Pesut.
"Aku tidak tahu. Mungkin dia memberikan hadiah. Bisa juga racun kematian. Aku tak bisa mendengar apa yang dia bicarakan. Jarak kita terlalu jauh dari pedataran. Celakanya arah hembusan angin berseberangan dengan posisi kita".
"Ya sudah. Jangan mengeluh. Aku bisa saja mengetahui apa yang diucapkan Maha Iblis dengan menggunakan ilmu Menyirap Kabar Mencuri Dengar. Tapi untuk apa?"
Kata Angin Pesut menanggapi.
"Kau benar saudaraku. Jangan membuang tenaga untuk melakukan perbuatan yang tidak berguna. Sekarang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es telah berada di sini atau belum."
Angin Pesut terdiam. Mata terpejam, sedangkan mulut berkemak-kemik. Selesai membaca sesuatu dia mengetuk keningnya tiga kali. Tak lama tangan diturunkan. Mata yang terpejam dibuka.
"Aku yakin dia sudah berada disini. Aku melihat Satu seorang pemuda dan satunya lagi seorang kakek botak tubuhnya pendek."
Terang Angin Pesut yang baru saja melakukan penjajakan jarak jauh.
"Bagaimana kau yakin."
"Maksudmu?"
Tanya Angin Pesut tak mengerti "Ya. Maksudku bagaimana kau yakin orang yang kau lihat adalah orang yang kita maksud?"
"Aku cuma menduga saja. Raja pasti seorang laki-laki.Kalau perempuan sebutannya puteri atau ratu."
Dewi Harum mengangguk sambil tersenyum.
Tak lama keduanya pun terdiam sambil memperhatikan keadaan disekitarnya.
***** Menjelang tengah malam beberapa saat sebelum bulan purnama berada di titik tertingginya.
Gumpalan mendung yang menyaput langit hilang lenyap tidak meninggalkan bekas.
Langit terlihat biru dihiasi gemerlap bintang.
Cahaya bulan kuning kemilau menerangi seluruh pedataran perbukitan yang berbatasan langsung dengan Laut utara.
Di beberapa tempat kegelisahan mulai terasa.
Di selatan bukit Kupu Kupu Putih bahkan mulai tidak sabar menunggu.
Apalagi dilihatnya Maha Iblis telah hadir di tempat itu.
Kehadiran Maha Iblis yang sepertinya tidak berpihak kepadanya dan cenderung mementingkan diri sendiri.
Hal ini menimbulkan tanda tanya dihati Kupu Kupu Putih.
Gadis cantik berpakaian hijau kelabu ini menduga bukan mustahil Maha Iblis Dari Timur yang pernah dibantu gurunya berniat ingin menguasai pedang untuk dirinya sendiri.
Tidak mengherankan bila kemudian dia memanggil Maut Merah, Maut Hijau dan Maut Biru untuk segera bergabung dengannya.
Tiga laki-laki yang di tanah Malalayu dikenal dengan julukan Tiga Pembawa Maut segera datang menghadap.
"Yang mulia gusti ayu. Waktu hampir memasuki tengah malam. Saya, Maut Biru baru saja menyelidik ke seluruh penjuru bukit. Ternyata selain Maha Iblis Dari Timur dan kaki tangannya telah hadir pula beberapa kelompok kecil lainnya."
Jelas Maut Biru yang mempunyai jari tangan mirip capit kepiting ini memberi laporan.
"Tidak ada orang yang melihatmu?"
Tanya Kupu Kupu Putih sambil menggenggam tongkat hitamnya erat erat. Yang ditanya gelengkan kepala.
"Saya masih dalam pengaruh penerapan ilmu melenyapkan diri.Mana ada yang bisa melihat kehadiran saya terkecuali orang itu mempunyai jimat sihir tingkat tinggi dan penglihatan batin luar biasa tajam."
Jawab Maut Biru.
"Siapa saja yang kau lihat?"
Tanya Kupu Kupu Putih mulai tidak sabaran.
"Selain Maha Iblis dan pengikutnya.Di utara bukit di bawah pohon saya melihat kehadiran seorang gadis cantik sekali.Gadis itu berpakaian ungu tubuhnya menebar aroma harum mewangi. Di punggungnya membekal sebuah pedang berwarna hitam kecoklatan. Pedang itu seperti pedang kayu."
"Aku tahu siapa gadis itu. Dari ciri ciri yang kau sebutkan aku bisa memastikan gadis itu tak lain adalah Dewi Harum atau lebih dikenal dengan julukan Puteri Pedang Kayu Harum. Buat apa gadis sok suci itu gentayangan ke tempat ini? Bukankah kesehariannya menangkapi para penjahat dunia persilatan dan menjebloskannya ke dalam penjara Bukit Cincin Batu Kutuk? Dia orang yang tidak perduli dengan gemerlap dunia. Apa lagi berebut senjata pusaka milik orang lain. Apakah mungkin sudah berubah jalan pikirannya. Otak yang tadinya lempang menjadi bengkok, hati yang tadi putih menjadi hitam,"
Gumam Kupu Kupu Putih ditujukan pada diri sendiri.
"Soal itu saya tidak tahu. Cuma...!"
"Tunggu!"
Kupu Kupu Putih memotong sambil mengusapi tubuhnya yang berpakaian putih seronok menantang.
"Biasanya dimana ada Dewi Harum pasti ada seorang kakek berambut putih gimbal. Kakek itu memiliki tubuh besar luar biasa. Dia saudara angkat Dewi Harum. Apakah kau melihat orang yang kusebutkan ada bersama Dewi Harum?"
Tanya Kupu Kupu Putih sambil menatap tajam laki-laki bertubuh biru itu. Maut Biru cepat anggukkan kepala. - "Benar. Tapi perlu apa takut dengan dia? Dia kelihatan bodoh dan saya yakin monyet masih jauh lebih pandai dibandingkan dengannya."
Kata Maut Biru disertai senyum mencemo'oh.
Mata Indah Kupu Kupu Putih membulat besar dan melotot.
Membuat Maut Biru jadi ciut sambil mereka-reka adakah ucapannya yang tidak berkenan di hati junjungannya "Kau dengar.
Tua bangka itu bukan cuma bobotnya yang lebih dari delapan ratus kati.
Ilmu kesaktiannya lebih tinggi dari bobot tubuhnya.Dia seperti orang bodoh.
Tapi harus kau ingat, dia harus kau waspadai, Menurut cerita guruku dia adalah dewa yang sedang menjalani satu hukuman kesalahan yang pernah dia perbuat di kayangan.Jangan pernah meremehkan orang,jangan pernah pula tertipu penampilan orang."
Tegas Kupu Kupu Putih membuat Maut Biru manggut-manggut sambil rundukkan kepala. Gadis itu tak perduli. Kini perhatiannya dia alihkan pada Maut Merah.
"Yang mulia gusti ayu. Sebelumnya mewakill saudara saya, mohon kiranya gusti ayu memaafkan."
"Jangan banyak bicara. Lekas katakan bagaimana hasil penyelidikanmu!"
Tegas Kupu Kupu Putih. Walau merasa tidak suka namun Maut Merah segera membuka mulut.
"Gusti ayu. Ketika saya menyeberang ke bukit induk dan menuju ke bagian puncaknya. Saya tidak menemukan apa-apa di sana. Tapi saya merasa tanda-tanda ada kehadiran orang lain di tempat itu sebelum saya datang. Selain itu saya menemukan sebuah lubang seukuran bocah kecil, Lobang itu rasanya berhubungan langsung pada suatu tempat di perut bukit."
Menerangkan Maut Merah dengan hati-hati.
"Begitu?"
Desah Kupu Kupu Putih. Sepasang alisnya terangkat naik. Dada yang menyembul ketat di balik gaun tipisnya bergerak turun naik. Dia mondar-mandir di depan para penjaganya. Kembali ke tempat semula dara jelita ini ajukan pertanyaan.
"Lobang.. menghubungkan sebuah tempat di perut bukit?"
Gumamnya.
"Apa mungkin di dalam bukit induk ada sebuah gua tempat menyimpan senjata yang kita cari?"
"Kemungkinan itu bisa saja terjadi gusti Ayu."
Sela Maut Hijau yang sedari tadi diam saja.
"Kalau benar. Mengapa kita tidak menemukan jalan masuk menuju gua?"
Kata Kupu Kupu Putih. Maut Biru angkat wajahnya. Sepasang mata tertuju pada tongkat hitam yang mempunyai nama angker Geger Gaib. Tanpa ragu Maut Biru berucap memberi saran.
"Mengapa tidak mempergunakan tongkat sakti untuk menjajaki kemungkinan ada tidaknya gua di dalam perut bukit Induk gusti ayu?"
Kupu Kupu Putih mengangguk membenarkan, namun dia buru-buru berkata.
"Saranmu akan ku- pertimbangkan nanti. Sekarang aku ingin tahu apa yang ditemukan oleh Maut Hijau? "
Sambil berkata demikian dia alihkan perhatian pada Maut Hijau yang duduk bersimpuh di ujung kiri. Maut Hijau tak mau membuang waktu. Setelah bungkukkan badan sambil benturkan keningnya di tanah batu tiga kali sebagai tanda penghormatan dia berucap.
"Gusti ayu saya telah melakukan pengintaian sampai ke seluruh penjuru perbukitan ini. Maha Iblis tidak saja datang bersama para bekas tawanan itu. Dia juga membawa laskar gelap yang pernah diajaknya melakukan penyerbuan ke Istana Es puluhan tahun silam. Laskar gelap Itu saya kira telah mengepung seluruh bukit induk dan bakal muncul sewaktu waktu bila Maha Iblis membutuhkan mereka."
"Hmm, jadi Maha iblis membawa perajurit dari alam gaib. Jelaslah niatnya hanya untuk mendapatkan pedang gila bukan untuk membantu Sobo Guru. Pedang itu untuk dirinya sendiri."
"Tapi dugaan Gusti ayu masih dipertanyakan kebenarannya. Saya kira lebih baik gusti ayu menanyakan langsung pada Maha Iblis."
Usul Maut Biru.
"Bertanya soal apa?!"
Tanya Kupu Kupu Putih.
"Maksud saya bertanya apakah Maha Iblis datang ke tempat ini untuk membantu kita mendapatkan pedang itu?"
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku akan bertanya padanya. Tapi tunggu! Aku ingin tahu apakah Maut Hijau ada melihat kehadiran musuh yang lain?"
Berkata begitu sang dara kembali pusatkan perhatiannya pada laki-laki bertubuh serba hijau di depannya.
"Ya. Saya melihat kehadiran dua mahluk aneh. Saya katakan mahluk karena kedua orang itu keadaan tubuh maupun penampilannya sangat berbeda dengan manusia."
"Kau mengenal mereka?"
"Gusti. Jangankan mengenal, melihatnya pun baru kali ini."
Jawab Maut Hijau dengan wajah tegang dirayapi kegelisahan "Bagaimana ciri-cirinya?"
Desak Maut Merah tidak sabar.
Maut Hijau menelan ludah basahi tenggorokannya yang kering "Dua mahluk yang kusebutkan yang satu berupa seorang nenek renta berpakaian hitam berkulit hitam .Tubuhnya menebar bau bangkal dan hanya berupa kulit pembalut tulang.
Dua matanya hanya berupa rongga besar tembus ke bagian dalam rongga mulut.
Bibir seperti dicacah sedangkan yang satu lagi adalah mahluk aneh berkepala botak, bagian wajah dan sekujur tubuhnya hanya terdiri dari gumpalan daging, tulang dan pembuluh darah.
Tubuh yang merah mengerikan sama sekali tidak terbalut sepotong kulit.
Dia mempunyai mata, namun matanya menjulur keluar gondal gandil seperti mau copot dari rongganya."
"Puah! Dua mahluk menjijikkan. Mungkin saja mereka dedemit atau dayang penguasa pantai ini. Aku tidak perduli. Sekarang juga kita harus menemui Maha Iblis Dari Timur sekutu Sobo guruku"
Kata kupu kupu putih mengutarakan niatnya.
"Tapi untuk apa gusti ayu. Bukankah lebih baik kita mengikuti saja perkembangan yang terjadi. Kita tinggal mengail di air keruh, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Begitu mereka saling bunuh. Kita tinggal merampas pedang tak perduli pedang itu ada di tangan siapa?"
Kata Maut Merah.
"Hmm. Aku yang memimpin, aku pula yang pantas membuat keputusan. Jangan ada lagi yang bertanya. Sekarang juga kalian ikut denganku!"
Hardik Kupu Kupu Putih.Tak ada yang berani membantah.
Tiga penjaga katubkan mulut masing-masing.
Sementara itu Kupu Kupu Putih segera putar tubuhnya.
Sekali dia hentakkan kakinya dara cantik itu melesat menyeberangi lembah yang memisahkan bukit induk dengan bukit selatan.
Ketiga pengikutnya segera pula molakukan hai yang sama.
***** Kegelisahan menunggu saatnya bulan mencapai titik tertinggi ternyata tidak hanya dirasakan oleh Kupu Kupu Putih, Maha Iblis Dari Timur, Dewl Harum atau Momok Laknat dan Puteri Pemalu yang datang belakangan bersama si nenek.
Di dalam gua Empat Ruangan Satu Pintu yang berada dalam perut bukit Induk.
Hyang Kelam yang bersembunyi di balik pelindung gaib bersama muridnya Untari nampaknya juga sudah mulai tidak dapat menahan sabar.
Kepada sang murid Hyang Kelam yang ujud aslinya berupa seorang kakek renta bertubuh kurus kering macam jerangkong dan mengenakan pakaian aneh berupa selempang pipih mirip kulit pohon berkata.
"Muridku Untari. Bila menuruti kata hati sesungguhnya aku sudah tidak sabar menunggu bulan sampai berdiri tegak di atas kepala. Selain itu pikiranku juga tidak tenang karena aku melihat di luar sana para tamu yang tidak diundang telah berdatangan. Saat Ini aku ingin menyambut mereka dan membinasakan mereka semua yang ada di sana hingga tidak bersisa."
Untari diam membisu. Dia memperhatikan sosok samar Hyang Kelam. Dia melihat bagaimana jari-jari tangan yang ditumbuhi untaian kuku panjang bercabang nampak gemetaran. Ini merupakan pertanda Hyang Kelam sudah tidak dapat lagi menahan diri.
"
Guru.
Biarkan saja yang lain saling bantai ber- sirebut senjata yang tidak mereka ketahui keberadaannya.
Guru tetap di sini bersamaku.
Lihatlah dua orang itu.
Kita ihat apa yang mereka lakukan dan apa pula yang mereka bicarakan.
Bagaimanapun mereka tak mengetahui kehadiran kita di dalam ruangan ini."
Mahluk alam roh itu terdiam.
Dia berpikir apa yang dikatakan sang murid rasanya benar juga.
Senjata yang dia cari ada di ruangan itu.
Hanya tinggal menunggu waktu, apalagi yang harus dipikirkan.
Hyang Kelam diam-diam tersenyum menyadari kecerdikan sang murid.Tak heran tanpa ragu dia berkata memuji.
"Kau hebat. Aku rasa sebaiknya memang aku tetap berada disini."
Hyang Kelam selanjutnya terdiam, namun sepasang matanya yang cekung seolah ambles ke dalam rongga terus memperhatikan dan mengawasi Bocah Ontang Anting dan Raja.
Di tengah ruangan Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es kini menghampiri Bocah Ontang Anting.
Saat itu si kakek sudah mulai duduk di kaki altar pertama.
Dengan bersila kaki kiri disilangkan ke kaki kanan.
sedangkan dua tangan diletakkan di atas lutut.
Sesampainya di samping Bocah Ontang Anting.
Raja pun berlutut.
Dia memperhatikan sahabatnya sejenak.
Setelah itu dengan suara berbisik Raja ajukan pertanyaan.
"Aku tak tahu sampai kapan kita harus menunggu. Tapi melihat sikapmu yang tenang-tenang saja, engkau sendiri sebenarnya tahu apakah pedang Gila masih berada di tempatnya ataukah sudah diambil orang?"
Masih tetap duduk di tempatnya Bocah Ontang Anting terlihat acuh seolah tidak mendengar apa yang dikatakan Raja.
Mata tetap tertutup sedangkan mulut berkemak-kemik.
Melihat ini Raja jadi kesal.
Kali ini dia dekatkan wajah ke telinga Bocah Ontang Anting.
Untuk kedua kalinya dia kembali berbisik.
"Orang tua apakah kau telah berubah menjadi tuli?".
"Aku bertanya mengapa kau tidak menjawab??"
Kata pemuda itu.
Bocah Ontang Anting membuka mata.
Sepasang mata yang belok itu kini tampak merah seperti darah.
Tanpa bicara dia menunjuk ke langit-langit tempat ke arah lubang menganga yang menembus ke bagian puncak bukit Induk.
Tak mengerti maksud isyarat Bocah itu.
Raja dongakkan kepala menatap ke arah yang sama.
Raja terkesima begitu melihat ada cahaya kuning keemasan menembus masuk melalui lubang yang gelap.
Ini merupakan pertanda bulan purnama mulai berada di titik tertingginya "Purnama telah sejajar dengan kepala kita.
Apalagi yang kita tunggu?"
Tanya pemuda itu dengan perasaan cemas jantung berdebar.
"Jangan berisik, jangan banyak bertanya. Begitu cahaya purnama menembus masuk sepenuhnya melalui lubang itu. Cahaya akan menyentuh kunci pintu rahasia.Butuh waktu beberapa lama agar kunci rahasia mendapatkan cahaya yang cukup."
Sahut Bocah Ontang Anting- "Aku tidak melihat ada kunci di altar itu,"
Kata Raja bingung.
"Kunci rahasia yang kumaksudkan itu tak lain adalah berupa simbol bintang empat sudut yang terdapat di permukaan altar.Tapi aku harus membaca sesuatu untuk memberi isyarat pada penguasa gaib di gua ini bahwa yang datang hendak menjemput pusaka adalah orang yang dulu pernah menyimpannya di tempat ini!"
Kata Bocah Ontang Anting.
Si kakek kemudian bangkit berdiri.
Dia melompat ke atas altar bersimbol bintang yang letaknya berhimpitan dengan altar kedua tempat dimana patung rajawali berdiri.
Tiga kali Bocah Ontang Anting berputar mengelilingi tepian altar itu.
Sementara mulut terus mengeluarkan suara racau aneh seperti orang yang sedang mengigau.
Cahaya bulan terus bergerak.
Perlahan namun pasti posisinya berada di titik tertinggi peredarannya.
Seiring dengan itu cahaya yang menembus masuk melewati lubang menganga dan puncak bukit makin bertambah terang.
Cahaya kemilau terang ini jatuh tepat di tengah altar tepat di mana simbol bintang segi empat berada.
Melihat kejadian ini Bocah Ontang Anting dengan suara lantang membuka mulut berucap.
"Gua Gaib jagad gaib. Kunci gaib simbolnya berupa bintang. Bintang merindukan bulan.Bulan memancarkan cahaya kasihnya pada yang merindukan. Atas restu dewa, kunci gaib simbol gaib melebur. Pintu ruang menuju kotak penyimpanan terbuka.Kemudian atas ijin pemilik langit bumi.Kutitah pada Pedang Gila untuk keluar dari tempat penyimpanan. Seiring dengan itu hiduplah siapa saja yang menjadi sahabat. Sahabat yang muncul apapun ujud dan rupanya saling menolong dalam hal kebaikan bukan tolong menolong dalam kejahatan!"
Selesai dengan ucapannya Bocah Ontang Anting mengusap wajahnya sebanyak dua kali.
Setelah mengusap wajah, kakek ini cepat berjongkok lalu usapkan dua tangan yang dipergunakan mengusap wajah ke permukaan simbol bintang yang disinari cahaya.
Begitu usapan selesai dilakukan.
Bocah Ontang Anting melompat turun menjauhi altar.
Begitu kedua kaki menjejak lantai gua yang dingin.
Dia berseru pada Raja yang berada di sampingnya.
"Kerahkan tenaga dalam, acungkan jari tangan kananmu ke arah cahaya emas yang menyinari simbol bintang. Dengan begitu pedang Gila dapat mengenali bahwa kau adalah orang yang paling berhak mewarisinya!"
Raja semula ragu dengan saran yang di berikan Bocah Ontang Anting.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia khawatir kakek itu menyimpan niat ingin mengerjainya.
Tapi melihat Bocah Ontang Anting bersikap bersungguh-sungguh malah kembali berseru memberi perintah maka tanpa ragu lagi Raja segera kerahkan tenaga dalamnya.
Tenaga dalam kemudian disalurkan ke ujung jari telunjuk tangan kanan wush ! Selarik cahaya putih terang menyilaukan membersit dan melesat laksana ujung mata tombak lalu menyentuh simbol bintang empat persegi yang saat itu disinari cahaya bulan yang memancar dari lubang dilangit-langit ruangan.
Hanya beberapa saat setelah cahaya putih yang melesat dari ujung jari tangan menyentuh simbol di- permukaan altar.
Terjadilah guncangan.
Cahaya bulan yang kuning keemasan membaur dengan cahaya putih yang berasal dari tangan Raja Gendeng.
Telihat kepulan asap menebar dari simbol dipermukaan altar.
Simbol meleleh menjadi cairan.
Kepulan asap membubung tinggi lalu lenyap di langit-langit.
Kemudian terjadi ledakan keras.
Altar pertama terbelah .kepingan altar hancur bertebaran keseluruh penjuru.
Dalam keadaan seperti itu tak ada kesempatan bagi Raja maupun Bocah Ontang Anting menghindar dari terjangan puing-puing altar.
Mereka tercengang.
"Astaga! Selamatkan dirimu kek"
Seru Raja memberi Ingat.
Raja sendiri kemudian jatuhkan diri sama rata dengan tanah.
Tapi aneh.
Bocah Ontang Anting justru diam di tempat tidak bergeming.
Dan lebih anehnya lagi ketika puing-puing siap menghantam tubuh kakek itu.
Hebatnya seperti ada tangan-tangan yang tak terlihat bergerak cepat menepis puing-puing itu hingga tak satupun yang mencederai tubuh orang tua itu.
Raja tercengang.
Dia bangkit berdiri.
Menatap ke arah Bocah Ontang Anting dan altar silih berganti.
"Jangan memandangku seperti itu? Yang menjadi hakmu akan kembali padamu. Lihat ke altar!"
Teriak si kakek .Seketika Raja palingkan kepala dan pusatkan perhatian ke arah altar.
Dia melihat cahaya bulan masih menyinari altar yang hancur.
Tapi posisinya telah tergeser ke arah barat.
Di tengah altar yang remuk diguncang ledakan dahsyat dia melihat sebuah kotak berwarna hitam panjang memancarkan cahaya warna warni.
Di belakangnya tepat di altar kedua.
Raja juga menyaksikan bagaimana patung burung rajawali raksasa putih itu kini diselimuti cahaya kuning keemasan.
"Lekas ambil kotak itu!?"
Perintah Raja ditujukan pada Bocah Ontang Anting.
Tanpa menunggu lebih lama Bocah Ontang Anting melesat cepat dengan gerakan laksana terbang siap menyambar kotak hitam yang diselimuti cahaya.
Tapi belum lagi jari-jari tangan Bocah Ontang Anting menyentuh ujung kotak tiba-tiba saja terdengar suara deru angin dingin dari sudut sebelah kiri ruangan ke empat.
"Terkecuali diriku tidak ada seorangpun yang boleh mendapatkan Pedang Gila. Senjata itu mutlak menjadi hak milikku!"
Teriak satu suara di tengah suara deru.
Sebelum Bocah Ontang Anting mengetahui gerangan siapa adanya yang keluarkan ucapan.
Dari tempat munculnya orang yang bersuara melesat cahaya hitam menggidikkan siap menghantam tubuh si kakek.
Melihat ini Raja tidak tinggal diam.
"Kurang ajar! Bangsat mana yang baru saja bicara? Sudah datang seperti pencuri kini malah menginginkan senjata yang bukan milik moyangnya!"
Sambil berkata begitu Raja segera menghantam cahaya hitam yang siap mencelakai sahabatnya.
Tidak kepalang tanggung Raja melepas dua pukulan sekaligus.
Pertama dia menghantamkan tangan kirinya dengan pukulan sakti Badai Es sedangkan tangan kanan menghantam dengan pukulan Amukan Badai Laut Selatan.
Dua pukulan sakti yang dipergunakan Raja adalah warisan Ki Panaran Jagad Biru dan Nini Balang Kudu.
Akibatnya sungguh mengerikan.
Dari tangan Raja membersit cahaya putih bergulung-gulung mengerikan disertai suara bergemuruh dahsyat laksana luapan badai.
Udara dalam ruangan sangat dingin luar biasa.
Bocah Ontang Anting yang merasa diselamatkan keluarkan Suara raungan lalu lepaskan cekalan pada ujung kotak selanjutnya berguling menjauh selamatkan diri.
Benturan cahaya hitam dan dua pukulan yang dilepaskan Raja tak dapat dihindari lagi.
Dentuman keras di dalam gua mengguncang seluruh penjuru bukit dan menimbulkan lubang menganga lebar di seluruh lereng bukit Induk.
Pijaran api bekas ledakan memenuhi seluruh penjuru ruangan gua.
Kepulan asap menghalangi pandangan.
Raja tergontai menatap ke arah altar di antara keremangan cahaya.
Dia melihat kotak hitam bergerak- gerak dengan sendirinya.
Dan melihat Bocah Ontang Anting berusaha bangkit kembali hendak mengambil kotak hitam.
Di sudut yang gelap terdengar suara makian.
"Jadah! Menggagalkan niatku berarti kematian bagimu,"
Teriak satu suara.
"Keparat penyusup. Jangan cuma menyumpah serapah. Perihatkan dirimu agar aku bisa melihat seperti apa tampang rupamu!"
Maki Raja Gendeng sambil diam- diam siapkan pukulan maut di kedua tangannya.
"Sang penyusup cuma sebangsa pengecut tak tahu diri. Mengapa diambil perduli Raja!"
Menimpali si kakek sambil melangkah dekati kotak di depannya.
Gerakan Bocah Ontang Anting jadi tertahan begitu melihat satu bayangan serba hijau menghadang langkahnya.
Sementara itu tak jauh di depan Raja suara deru angin bukannya mereda sebaliknya makin menggebu disertai munculnya tebaran pasir bergulung-gulung.
Di tengah deru angin dan hempasan pasir muncul cahaya hitam kemerahan.
Cahaya itu makin lama makin membesar lalu membentuk ujud berupa sosok seorang kakek berwajah dan bertubuh macam jerangkong berkulit hitam memakai pakaian berupa selempang kulit kayu bercelana selutut.
Tam ! Tam! Cahaya hitam kemerahan meledak Jadi kepingan.
Di depan Raja kini berdiri tegak seorang kakek renta, mata cekung menjorok ke dalam rongga dan berkuku panjang melingkar bercabang-cabang seperti akar pohon menjuntai bergantungam.
"Mahluk jelek aneh manusia seperti apa gerangan dirimu ini?"
Desis Raja dengan mata mendelik dan suara bergetar.
Bukannya menjawab pertanyaan orang sebaliknya kakek berujud jerangkong angker tapi aneh ini justru tertawa tergelak-gelak.
**** Sementara itu di pedataran bukit Induk Maha Iblis Dari Timur mempunyai firasat bahwa kejadian penting munculnya Pedang Gila yang dia nantikan bukan berada d luar bukit melainkan bakal berlangsung di dalam bukit.
Di tempatnya berdiri Maha blis Dari Timur segera memerintahkan orang orang di depannya segera menyebar membentuk sebuah pertahanan kokoh untuk menghadapi serangan yang datang.
Dia sendiri segera dongakkan kepala.
Maha Iblis terkejut begitu melihat bulan ternyata telah berada di titik tertingginya "Waktu yang ditunggu ternyata datang sudah!"
Seru Maha Iblis dengan suara lantang bergema. Dia lalu berpaling pada para pengikutnya.
"Sekarang kalian semua harus menunjukkan bakti kepadaku. Aku memberi perintah, bunuh semua cecunguk yang datang dari luar sana bila mencoba memasuki daerah yang menjadi pengawasanku"- "Kami siap mempertaruhkan segalanya demi yang mulia penolong!"
Kata bekas tawanan Bukit Cincin Batu Kutuk penuh semangat.
"Maha iblis! Kau hendak melakukan pesta sendirian? Tidakkah paman ingat dengan janji paman yang ingin membantu Sobo Guru dalam mendapatkan Pedang Gila?"
Teriak satu suara melengking tinggi menengahi pekik sorak pengikut baru sang Maha Iblis.
Laki-laki bermantel hitam itu terkejut bukan main.
Selama menetap di pulau Es belum ada seorang pun yang memanggilnya paman.
Terkecuali murid Penyihir Racun Utara yang bernama Ni Ambar Saba Nantang namun lebih suka menggunakan nama gurunya yaitu Kupu Kupu Putih.
"Apakah mungkin dia?"
Pikir Maha Iblis Dari Timur.
Laki-laki ini palingkan kepala ke arah datangnya suara.
Sementara itu suara-suara pengikutnya yang membakar semangat seketika reda.
Memandang keselatan bukit, Maha Iblis Dari Timur melihat ada cahaya hijau kelabu membersit dan melesat cepat menuju ke arah pedataran tempat di mana dia berada.
Di belakang cahaya hijau kelabu mengikuti tiga cahaya lainnya.
Berturut-turut cahaya merah, biru dan kehijauan.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cahaya itu masing-masing berputar di sekeliling pedataran yang luas kemudian pecah menjadi kepingan.
Dari balik kepingan cahaya, berturut-turut bermunculan beberapa sosok tubuh di hadapan Maha Iblis.
Orang yang datang bukan lain adalah Kupu Kupu Putih juga tiga pengawalnya yang terdiri dari Maut Biru, Merah dan Hijau.
"Hmm, celaka urusan ini jika dia sampai tahu aku telah menghabisi gurunya penyihir Racun Utara di Puncak Terang!"
Membatin Maha Iblis Dari Timur dalam hati.
Dia menatap gadis itu.
Dilihatnya Kupu Kupu Putih tidak memperlihatkan sikap permusuhan sama sekali.
Maha iblis merasa ini pertanda bagus.
Kematian sang guru ternyata belum diketahui oleh Kupu Kupu Putih.
Itu sebabnya sambil tersenyum dia berkata.
"Wahai. Kupu Kupu Putih. Aku senang kau datang. Sayang gurumu Penyihir Recun Utara berhalangan hadir di sini. Mudah-mudahan sakitnya segera sembuh".
"Hmm. Apapun yang terjadi pada Sobo Guru rasanya bukan urusan paman. Yang terpenting paman tidak mengingkari janji. Dulu paman telah berjanji akan membantu guru mendapatkan Pedang Gila, untuk itu beliau bersedia membantu paman melakukan penyerbuan ke Istana Pulau Es!"
Ujar gadis itu sambil bertolak pinggang.
"Hmm, Janji tetap kupenuhi. Itu sebabnya aku datang kemari membawa orang banyak. Selain itu aku juga masih punya pasukan gaib yang ampuh. Bila keadaan memaksa aku bakal mengerahkan mereka!"
Ujar Maha Iblis. Kupu Kupu Putih tersenyum puas. Dia sama sekali tidak tahu dalam hati Maha lblis sesungguhnya berkata lain.
"Pedang gila. mana pantas kuberikan pada orang yang sudah mampus. Sebagai penyihir kuanggap kau sebagai orang bodoh. Andai saja kau gunakan tongkat untuk melihat keadaan gurumu. Aku yakin kau pasti berubah pikiran. Kau tidak lagi datang demi pedang tapi demi menghabisi nyawaku. Gadis cantik luar biasa. Aku akan memanfaatkanmu. Dan sesungguhnya telah lama sekali aku ingin mendapatkan kehangatan tubuhmu! "
"Saya berterima kasih karena ternyata kau memegang janji, paman."
Sahut Kupu Kupu Putih sambil tersenyum.
"Gusti Ayu, saya merasa Maha Iblis telah menyembunyikan sesuatu. Jangan percaya dengan segala bualannya."
Kata Maut Biru melalui ilmu mengirimkan suara. Sebelum Kupu Kupu Putih menanggapi kecurigaan pengawalnya itu. Tiba-tiba saja terjadi guncagan hebat di sekeliling bukit induk. Melihat hal ini Maut Hijau berseru.
"Bukit ini dilanda gempa!"
"Ini bukan gempa. Tapi ada sesuatu yang luar biasa sedang terjadi di dalam perut bukit,"
Potong Maha Iblis.
"Tenang! Jangan ada yang pergi"
Kupu Kupu Putih yang sempat merasa cemas segera memandang ke langit. Dari mulutnya terdengar seruan.
"Astaga! Bulan purnama benar-benar telah berada di atas kepala. Ini merupakan pertanda Pedang Gila sudah waktunya keluar dari tempat penyimpanannya!"
"Aku curiga Pedang yang kita cari sesungguhnya berada dalam satu ruangan rahasia di dalam bukit ini"
Kata Maha lblis Dari Timur membuat semua orang mengalihkan perhatiannya ke arah bukit di depan mereka.
Tak ada yang menjawab.
Guncangan keras yang melanda kawasan bukit sempat terhenti.namun semua itu tidak berlangsung lama.
Selagi semua orang dilanda rasa cemas bercampur tegang.
Tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh disertai guncangan hebat dan akhirnya disusul dengan suara ledakan-ledakan keras menggelegar.
Bagian lereng bukit karang Induk terbongkar jebol di seluruh penjuru tempat.
Bagian yang hancur membentuk lubang besar menganga berpentalan ke seluruh penjuru.
Membuat pengikut Maha Iblis berpelantingan tewas menjadi korban namun yang lolos dari hantaman puing reruntuhan ledakan mencari selamat dengan berlindung di tempat aman.
Kejadian yang sempat menewaskan beberapa pengikutnya itu bukannya membuat Maha Iblis menjadi ciut sebaliknya dia malah tertawa tergelak-gelak.
Dengan mata berbinar memandangi setiap lubang menganga yang ditimbulkan oleh ledakan yang datang dari dalam, Maha iblis justru berkata.
"Bagus. Semua jalan tersembunyi telah terbuka. Apapun yang terjadi di dalam bukit serta siapa saja yang berada di sana. Tetap saja aku yang paling layak mendapatkan tempat pertama menyentuh pedang itu.
"
Selesai dengan ucapannya, Maha Iblis segera menghambur siap menerobos dinding perut bukit yang bolong.
Belum lagi laki-laki Ini sempat melewati lubang di depannya.
Dari balik kegelapan kaki bukit melesat dua bayangan menghadang jalan yang hendak dilewati Maha Iblis.
"Wee... tamu tak diundang. Mahluk jahanam sepertimu mana pantas mendapatkan senjata?"
Teriak satu suara keras mengguntur.
Bukan cuma Maha Iblis Dari Timur saja yang dibuat terkejut.
Para pengikutnya juga .Kupu Kupu Putih berikut tiga pengawalnya dibuat terperangah.
Semua orang kini layangkan pandang ke lamping bukit.
Baik Kupu Kupu Putih maupun Maha lblis ter- perangah ketika melihat di depannya berdiri tegak seorang gadis berpakaian ungu ketat berambut panjang digelung dan membekal pedang di punggungnya.
Gadis itu tubuhnya menebar bau harum.
Sedangkan di sebelah sang dara berkulit putih berdiri seorang kakek berambut putih gimbal berbadan besar luar biasa berkulit belang putih bertelanjang dada memakai celana hitam selutut.
Berbeda dengan Kupu Kupu Putih yang segera mengenali kedua penghadang.
Apalagi sebelumnya Maut Biru telah menceritakan tentang kehadiran kedua orang itu.Maha Iblis yang pernah ke Bukit Cincin Batu Kutuk dan membebaskan para tawanan tiba-tiba membentak "Aku rasanya mengenal tua bangka bertubuh raksasa sepertimu.Harusnya kau sudah mampus terkena serangan racun kabutku.
Tak disangka kau masih hidup.
Datang kehadapanku dengan membawa serta seorang gadis cantik.Apakah kau masih berbaik hati ingin menyerahkan gadis itu kepadaku? Ha ha ha! "
"Maha Iblis,"berkata si kakek yang tak lain adalah Dewa Saru Saru atau Angin Pesut.
"Aku ini cuma dipercayakan menjaga amanat. Yang punya kuasa atas para tawanan itu adalah adik angkatku ini. Jadi kami datang ingin menjemput nyawamu. Apa lagi setelah kami tahu kaulah kunyuknya yang menjadi penyebab biang malapetaka bagi kerabat dan keluarga Istana Pulau Es."
"Oh begitu? Jadi aku punya dua kesalahan besar . Kesalahan pertama karena aku membebaskan para tawanan kalian. Dan yang kedua aku juga telah membantai penghuni istana Pulau Es. Kalian mau mengadili aku? Ha ha ha!"
Kata Maha Iblis Dari Timur disertai tawa tergelak- gelak.
"Dua manusia keparat tidak tahu diuntung. Bukan cuma dia yang bersalah.Kalau mau bersikap adil, mengapa kalian tidak mengadili Penyihir Racun Utara Guruku.Guruku juga punya andil besar dalam menumpas istana itu!"
Kata Kupu Kupu Putih menyela.
Si Gadis yang bersama si kakek yang tak lain adalah Dewi Harum alias Puteri Pedang Harum terkejut tak menyangka Kupu Kupu Putih mau membeberkan kesalahan gurunya.
Sambil berdecak kagum dan menatap Kupu Kupu Putih yang berjarak sejauh lima belas tombak di depannya.
Dewi Harum berucap dengan suara lantang.
"Para manusia terkutuk. Kalian semua akan aku binasakan. Tapi terus terang aku merasa kagum karena baru malam ini kudengar ada seorang murid mau mengakui kesalahan gurunya. Sayang... aku tidak melihat gurumu Penyihir Racun Utara hadir disini, Walau begitu kau cukup layak menggantikan gurumu untuk menebus dosa-dosanya!"
"Hik hik hik! Kalian punya hubungan apa dengan kerabat istana Pulau Es?"
Tanya Kupu Kupu Putih disertai tawa tergelak.
"Soal itu bukan urusanmu"
Jawab Dewi Harum. Maha Iblis menyeringai.
"Katakan memang bukan urusan kami. Tapi sadarilah kalian cuma berdua. Sedangkan kami sangat banyak sekali. Bagaimana mungkin seekor monyet gemuk dan monyet perawan bisa mengadili orang begini banyak?"
Kata Maha iblis yang sasungguhnya merasa kesal karena niatnya nemasuki gua jadi terhalang gara-gara kehadiran kedua orang itu.
Belum lagi Angin Pesut dan Dewi Harum sempat menjawab pertanyaan Maha Iblis.
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa disusul dengan melesatnya dua sosok bayangan hitam dan bayangan merah dari kaki bukit.
"Kik kik kik! Orang tua besar seperti gajah dan gadis bertubuh wangi tidak seperti kami yang berbau busuk. Mau mengadakan pesta darah mengapa tidak mengajak kami. Apa karena kami berdua orang jelek buruk rupa?"
Kemudian satu suara ikut menimpali.
"Tak dapat darah sisakan dagingnya untuk kami. Tidak diberi daging kebagian tulang-tulangnya pun tak jadi mengapa karena aku paling suka mengumpulkan tulang belulang orang mati. Hi hi hi.!"
Belum lagi suara itu lenyap.
Tak jauh di belakang Maha Iblis Dari Timur melayang turun sekaligus jejakkan kaki dua sosok aneh berpenampilan angker mengerikan.
Kedua sosok itu menghadap ke arah Kupu Kupu Putih.
Sosok pertama yang berdiri di sebelah kiri adalah seorang nenek renta bertubuh kurus tinggal berupa kulit pembalut tulang.
Berpakaian hitam kusut dipunggung si nenek membekal sebuah kantong kulit.
Memandang Wajah si nenek membuat semua orang tercekat.
Wajah itu tak ubahnya seperti tengkorak, dua mata lenyap tinggal rongga menganga hitam dan dalam sedangkan hidungnya lenyap dan hanya berupa lubang besar berbentuk segi tiga tembus hingga bagian dalam mulut.
Menatap ke sebelah kanannya yang dilihat Kupu Kupu Putih adalah sebuah pemandangan lain yang tak kalah angkernya.
Di samping nenek berpakaian hitam berdiri dengan malu-malu sosok tubuh berjubah merah berkepala polos, wajah kemerahan seperti dikuliti terdiri dari urat dan gumpalan daging serta alur pembuluh darah.
Selain itu kedua mata sosok merah ini juga menjuntai keluar seperti mau copot dari rongganya dan bergoyang gondal-gandil mengerikan.
Secara keseluruhan sosok wanita ini tubuhnya tak terbalut sepotong kulitpun.
Setelah dapat menguasai diri dan mengusapi tengkuknya yang dingin.
Kupu Kupu Putih menghardik.
"Dua mahluk jahanam. Siapa kalian!"
Si nenek yang tak lain Momok Laknat adanya melangkah maju sekaligus memperkenalkan diri "Aku yang memang udah jelek ini bernama Momok Laknat. Sesuai dengan keadaanku dan hidungku yang bolong. Asalku juga dari Bukit Sumplung. Hik hik hik!"
Kupu Kupu Putih mendengus. Dia alihkan perhatiannya pada gadis berjubah merah. Merasa di- perhatikan sambil menekan dada dan tutupi wajah gadis itu membuka mulut.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku hi hi hi ....malu mengatakannya..."
"Mahluk kurang ajar! Sebaiknya berterus terang. Mengapa harus menutupi wajahmu yang buruk saat bicara?!"
Hardik Kupu Kupu Putih tidak sabar.
"Hi hi, tambah malu aku jadinya. Tapi terus terang namaku Puteri Pemalu. Datang kemari ingin ikut pesta besar. Pesta darah, namun tentunya bukan darahku atau darah nenek cantik disampingku ini melainkan darah kalian para kecoak ". Merah padam wajah Kupu Kupu Putih mendengar ucapan gadis tak berkulit yang ternyata memang Puteri Pemalu Ini. Dia sangat marah sekali. Kemarahan yang membuat tiga pengawalnya jadi tidak sabar.
"Serahkan dedemit tak berkulit itu pada kami gusti ayu. Kau habisi saja nenek yang tidak bermata itu!"
Teriak Maut Merah yang didukung oleh dua saudaranya.
"We! Kalian cari cuma tiga anjing penjaga siapa takut!"
Kata Momok Laknat.
"Iya, kau benar nek. Siapa takut pada anjing merah anjing biru dan anjing hijau!"
Timpal Puteri Pemalu. Momok Laknat dan Puteri Pemalu tertawa cekikikan membuat Kupu Kupu Putih semakin marah bukan main. Kepada tiga penjaganya dia berseru.
"Bunuh perempuan menjijikkan berjubah merah itu! Sedangkan urusan dengan dedemit tua liang kubur ini menjadi bagianku!"
Mendapat perintah dari majikannya, Maut Biru, Maut Merah dan Maut Hijau segera menyerang Puteri Pemalu dengan serangan hebat luar biasa.
Ketiganya segera menerjang.
Maut Biru lancarkan pukulan sakti kebagian kepala lawan.
Sedangkan Maut Hijau melepaskan tendangan menggeledek ke arah perut.
Maut Merah justru mementang dua tangan lalu menyergap kedua kaki lawan dengan satu cengkeraman yang dapat membuat remuk kedua kaki Puteri Pemalu.
Tiga serangan dahsyat datang menggebu.
Hawa dingin dan hawa panas menderu silih berganti.
Rasanya Sulit bagi Puteri Pemalu dapat meloloskan diri dari serangan.
Tapi si gadis bersikap tenang.
Dia malah tertawa mengikik.
Sambil tertawa dia membuat satu gerakan aneh, tubuh berputar sambil melompat tinggi.
Wuus! Crak! Bum! Bum! Puteri Pemalu lenyap.
Serangan bersaudara Tiga Pembawa Maut mengenai tempat kosong.
Tiga Pembawa Maut geram.
Serentak mereka dongakkan kepala.
Memandang ke atas lawan raib entah kemana.
"Aku disini!"
Kata Puteri Pemalu memberi tahu.
Maut Merah, Maut Hijau dan Maut Biru balikkan badan.
Menatap ke depan mereka belalakan mata sekaligus keluarkan seruan kaget.
Di luar dugaan lawan ternyata telah berada di depan hidung mereka sedangkan dua tangan Puteri Pemalu yang berkuku panjang menyambar deras siap menghunjam di bagian wajah mereka.
"Keparat!"
Maki Maut Biru sambil cepat selamatkan wajah dengan melompat ke belakang.
"Jadah!"
Maki Maut Merah dan Hijau.
Keduanya segera jatuhkan diri ke tanah sambil melakukan sapuan kebagian kaki.
Maut Merah berhasil menyelamatkan diri.
Namun Maut Hijau menggerung marah begitu wajahnya terluka terkena sambaran tiga kuku lawannya.
Tiga luka memanjang menggores pipinya.
Darah mengucur keluar disertai rasa panas luar biasa.
Sedangkan Puteri Pemalu sendiri terpaksa melompat tinggi ketika merasakan Maut Merah menghantam ke bagian kaki.
Luput dari serangan di bagian kaki Puteri Pemalu terpaksa hantamkan kedua tangan ke depan menyambut pukulan yang dilancarkan oleh Maut Biru dan Maut Hijau.
Segulung hawa dingin menggidikkan menderu disertai membersitnya cahaya biru dan hijau dari telapak tangan lawannya.
Benturan keras tak dapat dihindari lagi begitu tiga pukulan mengandung tenaga dalam tinggi beradu di udara Bum! Buum! Pedataran bukit dilanda guncangan hebat.
Maut Biru dan Maut Hijau terlempar sejauh tiga tombak.
Maut Merah yang belum sempat berdiri jatuh rebah menelentang.
Sedangkan Puteri Pemalu meski dapat jejakkan kaki di tanah namun sempat tergontai-gontai.
Perkelahian antara Tiga Pembawa Maut dengan Puteri Pemalu berlangsung cepat dan ganas sekali.
Setiap orang ingin menghabisi lawan dalam waktu secepatnya.
Sejauh itu walau Tiga Pembawa Maut melakukan penyerangan secara bersamaan, namun sejauh itu mereka baru bisa membuat Puteri Pemalu terluka tapi belum bisa membunuhnya.
Di satu sisi mahluk Pendamping yang dikirim dewa untuk menjadi teman seperjalanan Momok Laknat ternyata merupakan lawan yang sangat tangguh.
Gerakan tubuhnya sangat cepat.
Dengan didukung oleh ilmu meringankan tubuh yang sangat sempurna.
Tak dapat dipungkiri setiap serangan yang dilakukannya sangat mematikan.
Bahkan Maut Merah dan Maut Hijau beberapa kali sempat dibuat terpelanting terkena tendangan serta jotosan sang dara.
Dua orang ini menderita cidera berat dan semburkan darah.
Melihat Puteri Pemalu nampaknya lebih unggul dan mempunyai ilmu kesaktian lebih tinggi dari tiga pengawalnya.
Kupu Kupu Putih menjadi sangat murka.
Sebagai pelampiasan kemarahannya dia segera menerjang ke arah Momok Laknat sambil babatkan senjata andalannya yang tak lain berupa tongkat sakti ke arah dada si nenek.
Walau mata tidak melihat.
Seperti diketahui Momok Laknat memiliki penglihatan batin yang cukup tajam.
Tidaklah heran begitu mata hatinya melihat ada senjata menyambar ganas mengarah ke dada disertai suara menggemuruh aneh.
Dia keluarkan seruan sekaligus selamatkan diri dengan melompat ke samping.
"Ih...tak kusangka wanita punya tongkat.Padahal seharusnya tongkat hanya dimiliki kaum lelaki.Hemm, luar biasa.Senjatamu itu ternyata bukan tongkat sakti biasa tapi tongkat yang menyimpan kekuatan gaib dan dikuasai sihir!"
Serangan Kupu-Kupu Putih luput.
Ujung tongkat hanya menyerempet pakaian di bagian bahu Momok Laknat.
Pakaian itu robek, si nenek terhuyung karena walau tidak sampai mengenai pundaknya namun hawa tongkat membuat sekujur tubuh menggigil ngilu.
Di lain pihak Kupu Kupu Putih, diam-diam terkejut tak menyangka lawan yang tidak mempunyai mata ini ternyata mengetahui dengan pasti senjata yang dipergunakannya.
Tapi dia tidak mau membuang waktu lebih lama.
Sadar Mamok Laknat lolos dari serangan maka dia memutar tubuh sambil babatkan tongkat ke arah pinggang.
Secepat itu pula dia menghantam lawan dengan pukulan dahsyat yang dikenal dengan nama Jaring Perangkap.
Ini adalah salah satu ilmu pukulan sakti yang menjadi andalan Kupu Kupu Putih.
Selama mewarisi ilmu pukulan ini belum pernah ada seorang lawan pun yang dapat meloloskan diri dari kematian.
Tidakiah aneh, begitu Momok Laknat menangkis sambaran yang menghantam pinggangnya.
Orang tua ini dibuat terkejut begitu melihat dari jari tangan kiri lawan memancar lima larik cahaya hitam kebiruan.
Lima larik cahaya ini melebar sedemikian rupa membentuk seperti untaian jaring laba-laba lalu meringkus menggulung tubuh Momok Laknat dan melibat tubuh orang tua itu hingga membuatnya sulit bernafas.
Melihat lawan terbuntal jaring cahaya yang berasal dari ujung jemari tangannya Kupu Kupu Putih tertawa tergelak-gelak.
"Tua bangka tolol! Sekarang sampailah sudah ajalmu!"
Teriak Kupu Kupu Putih sambil sentakkan tangan kirinya ke belakang.
Begitu tangan kiri disentakkan jaring cahaya yang memancar dari jari Kupu Kupu Putih mengerut.
Dengan demikian tentu saja bagian ujungnya yang lebar dan melibat tubuh si nenek ikut terbetot.
Tanpa ampun Momok Laknat terseret mendekati lawan.
Puteri Pemalu yang sempat menyaksikan apa yang dialami sahabatnya sempat tercengang namun dia tidak bisa menolong karena saat itu Maut Merah, Maut Hijau dan Maut Biru menghujaninya dengan pukulan ganas dari tiga penjuru.
Sementara Momok Laknat yang terperangkap muslihat lawan berusaha menahan daya betot yang dilakukan Kupu Kupu Putih dengan alirkan tenaga dalam ke bagian kaki.
Kaki dihentakkan hingga menancap di batu karang yang atos.
Sejenak terlihat saling tarik.
Kupu Kupu Putih lipat gandakan tenaga dalam, dalam usahanya menarik lawan.
Sementara tongkat hitam Geger Gaib di tangan dia pegang sedemikian rupa hingga begitu lawan berada dalam jangkuannya tinggal mengayunkan tongkat ke kepala Momok Laknat.
Upaya untuk menghabisi lawan ternyata memang tidak mudah.
Raja Gendeng 3 Pesta Darah Di Pantai Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Momok Laknat sendiri merasa tubuhnya yang terlibat jaring cahaya seperti mau remuk.
Tulang-tulang rusuknya terasa menciut dan nyeri sampai ke ubun-ubun.
Selain itu dan lebih celakanya lagi Kupu Kupu Putih diam- diam menyerang Momok Laknat dengan hawa panas dan dingin.
Serangan itu dia lancarkan melalui jaring cahaya.
Si nenek menggeram.
Dia merasa dikerjai oleh seorang perawan yang masih ingusan.
"Perempuan kurang ajar. Tubuhku dibuatnya panas dingin menggigil tak karuan begini rupa. Sekarang terimalah pembalasanku!"
Berkata merutuk dalam hati.
Momok Laknat segera merapal mantra ajian Memindah Jenazah Menukar Raga.
Begitu mantra selesai dibaca, sosoknya lolos dari lilitan jaring cahaya.
Hal ini ternyata tidak dilihat oleh Kupu Kupu Putih.
Dia terus saja membetot.
Satu hentakan keras dilakukannya.
Momok Laknat seperti pohon yang tercabut hingga ke akar-akarnya.
Kupu Kupu Putih menyeringai, melihat lawan terseret ke arahnya tongkat di tangan menyambut menghantam ke bagian kepala.
Prak ! Terdengar suara kepala berderak hancur.
Darah dan otak bertaburan kemana-mana.
Melihat ini Puteri Pemalu yang menyangka Momok Laknat tewas dihabisi lawan berseru tertahan.
"Aih, mati temanku."
Setelah itu dia memaki.
"Jahanam kau Kupu Kupu Putih. Aku bersumpah akan membunuh kalian"
Puteri Pemalu kemudian mengamuk membabi buta.
Tiga pengawal dibuatnya kucar kacir dan babak belur.
Sementara Kupu Kupu Putih seakan tidak menghiraukan pengawalnya malah tertawa-tawa.
Rupanya dia merasa puas dapat menghabisi Momok Laknat.
Di luar dugaan murid Penyihir Racun Utara ini.
Momok Laknat sekonyong-konyong berdiri di belakangnya dalam keadaan tidak kekurangan sesuatu apa.
Dia tersenyum sambil manggut-manggut.
Setelah itu di- sentuhnya bahu Kupu Kupu Putih.
Merasa tersentuh, si gadis balikkan badan.
Matanya mendelik, mulut yang siap mendamprat terperangah.
Belum lagi lenyap rasa kejut di hatinya.
Tinju Momok Laknat menderu menghantam wajahnya.
Buuuk! "Wuarkh...!"
Kupu Kupu Putih meraung keras.
Tubuhnya terjungkal lalu terguling-guling sejauh lima tombak.
Suasana di sekitar pedataran menjadi heboh.
Tapi saat itu setiap orang nampaknya harus berjuang keras mempertahankan nyawa masing-masing.
Apalagi saat itu Maha Iblis Dari Timur telah terlibat perkelahian sengit dengan Angin Pesut si Dewa Saru Saru.
Sementara Dewi Harum sedang menghadapi serangan orang-orang berkepandaian tinggi yang tidak lain adalah tawanannya sendiri.
Kembali pada Kupu Kupu Putih.
Dengan wajah menggembung bengkak gadis ini akhirnya bangkit berdiri.
Dia kemudian menyambar tongkat saktinya yang tercampak tak jauh dari tempatnya terkapar.
Begitu tongkat berada dalam genggaman sebuah keanehan luar biasa pun terjadi.
Hidung dan mulutnya yang mengucurkan darah kembali pulih begitu juga dengan pipinya yang menggembung kembali ke bentuk semula.
"Nenek keparat! Dengan jelas tadi aku melihat kepalamu hancur menjadi kepingan. Tapi bagaimana kau bisa hidup?"
Desis Kupu Kupu Putih. Matanya jelalatan memperhatikan sosok Momok Laknat yang terkapar dengan kepala memburai. Sekarang dengan jelas dia melihat sosok yang tewas ternyata bukan Momok Laknat melainkan seekor beruk besar.
"Ilmu gila apa yang dia miliki? Yang kuhantam hancur jelas kepalanya, mengapa yang mampus malah beruk?"
Batinnya heran tak mengerti. Momok Laknat yang tadinya mengumbar tawa cekikikan mengetahui lawan pulih dengan sangat cepat segera hentikan tawa. Dia terkejut namun hati cepat membatin.
"Tongkat jahanam itu. Andai aku bisa memisahkannya dari tongkat kukira menghabisinya menjadi perkara yang mudah segampang menyingkirkan ingus yang menyumbat hidung."
Hati berkata demikian namun mulut berucap.
"Ilmu kesaktianmu cukup lumayan tapi letak seluruh kehebatanmu tergantung pada tongkat. Kau pun tak perlu heran, kalau aku mempunyai sihir yang dapat menipu pandangan. Aku juga punya ilmu tipu-tipu yang dapat kupergunakan memperdayai manusia sepertimu. Kau menyangka dirimu hebat? Percayalah gurumu Penyihir Racun Utara tidak kupandang sebelah mata. Dan bagusnya mataku dua-duanya tidak ada."
"Tengkorak hidup. Beraninya kau menghina guruku. Aku tak bakal mengampuni nyawa busukmu!"
Teriak Kupu Kupu Putih.
Berbarengan dengan teriakannya.
Dara Cantik berpakaian tipis menantang ini angkat tongkatnya tinggi- tinggi.
Tongkat di tangan kemudian diputar sedemikian rupa hingga memancarkan cahaya hitam pekat, membentuk alur seperti kabut.
Dari balik kabut dan pusaran angin mencuat lima cahaya.
Lima cahaya membentuk lima buah tombak berwarna biru dikobari api.
Begitu arah tongkat diputar ke depan, lima tombak dikobari api menyala melesat, menderu menghantam Momok Laknat tepat di bagian leher, jantung, perut juga kedua lututnya "Hik hik hik! Permainan ilmu sihir celaka.
Tua bangka rongsokan sepertiku mana kena dikadali!"
Dengus si nenek. Berkata begitu secepat kilat Momok Laknat lambaikan tangan di udara. Entah dari mana datangnya tahu-tahu di tangan si nenek telah tergenggam sebuah tengkorak kepala berwarna hitam pekat mengepulkan bau setanggi.
"Tengkorak Iblis Dalam Pusara Kutukan!"
Teriak Momok Laknat menyebut nama tengkorak di tangannya Kemudian tanpa bergeser dari tempatnya berdiri.
Tengkorak kepala itu berturut-turut disapukan dari bagian leher hingga kedua kakinya.
Bergerak melakukan sapuan, tengkorak kepala memijarkan cahaya.
Lima batang tombak biru dikobari api tergetar di udara.
Kemudian secara aneh meluncur deras ke bagian dua lubang tempat di mana seharusnya mata berada.
Ples! Pees! Lima batang tombak tersedot amblas masuk ke dalam tengkorak hitam di tangan Momok Laknat mengeluarkan suara berdesis seperti bara terhempas ke dalam genangan air.
Momok Laknat sendiri kemudian memekik kaget ketika merasakan tengkorak hitam dalam genggamannya menjadi panas luar biasa hingga membuat telapak tangannya melepuh.
Cepat-cepat dia campakkan tengkorak di tangan ke tanah.
Momok Laknat berjingkrakan kesakitan sambil meniup-niup telapak tangan yang mengepulkan asap.
Di depannya Kupu Kupu Putih memaki tak karuan saat sadar tubuhnya ikut terbetot ke depan seiring dengan amblasnya lima tongkat yang tercipta dari tongkat sihirnya.
Dua musuh saling pandang.
Sama-sama kaget namun sama pula alihkan perhatian ke arah tengkorak hitam yang tergeletak di tanah dalam keadaan dikobari.
Sunyi di antara mereka.
Tapi di mana-mana peperangan masih berkecamuk dengan hebatnya.
Demi Pedang Gila setiap orang mempertahankan nyawa dan darah.
Darah pengikut Maha Iblis Dari Timur paling pertama membanjiri pedataran bukit Induk.
Selesai **** Gerangan apa yang terjadi selanjutrnya? Bagaimana nasib Raja, bagaimana pula nasib Maha Iblis Dari Timur.
Mampukah Hyang Kelam yang dibantu muridnya Untari dapatkan Pedang Gila.? Apakah benar patung Rajawali Putih benar benar hidup? Seperti apa nasib Kupu Kupu Putih? Apakah dia bisa membunuh Momok Laknat yang sangat dia benci? Berhasilkah Maha Iblis Dari Timur mendapatkan kegadisan Kupu Kupu Putih yang cantik mempesona? Bagaimana dengan nasib Angin Pesut, Dewi Harum juga Puteri Pemalu? Tegakah Untari membunuh Raja? Jawabnya dapat ditemukan dalam Episode berikutnya Petaka Pedang Gila (Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.
Terima kasih) Situbondo,22 Agustus 2019
Dewa Arak 69 Peti Bertuah Pendekar Rajawali Sakti 129 Pulau Dewa Arak 48 Tenaga Inti Bumi
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama