Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila Bagian 2
Setiap kali tewas terbunuh mereka dapat hidup kembali, dan mengembar menjadi dua.
Ini membuat Angin Pesut saudara angkatnya serta Momok Laknat dan teman pendampingnya jadi kerepotan.
Ketika perkelahian antara Maha Iblis Dari Timur dan Raja terjadi.
Mahluk-mahluk itu juga ikut mengamuk.
Perajurit alam gaib sangat beringas.
Mereka menyerang lawan dengan jurus-jurus serta pukulan mematikan.
Tetapi walau mahluk-mahluk menyerupai kera ini mempunyai kelebihan dapat menggandakan diri.
Namun Angin Pesut ternyata mengetahui kelemahan mereka.
Dengan segala kelebihan yang dimiliki si kakek mengambil bumbung emas dari dalam mulutnya.
Tabung itu berisi sejenis kutu ganas dan biasa menyerang bagian telinga tembus sampai ke otak.
Di dalam otak lawan sang kutu membuat berbagai kekacawan dan kerusakan.
Tanpa ampun di saat kawanan perajurit alam gaib semakin mengganas hingga membuat empat lawannya jedi sangat kewalahan.
Di saat seperti itu sang kutu yang oleh Angin Pesut diberi nama Kutu Gila menyelinap masuk ke dalam telinga para mahluk.
Mula-mula mahluk-mahluk berujud kera berwarna coklat dan hitam merasakan telinga masing masing terasa gatal luar biasa di bagian liang dalam.
Setelah itu rasa gatal menjalar kesekujur tubuh hingga membuat mereka terpaksa menggaruk.
Dalam keadaan yang demikian membuat daya serang para perajurit alam gaib ini mengendur karena mereka terganggu dan disibukkan menggaruk tubuh.
Tapi serangan sang kutu terus berlanjut.
Rasa gatal tiba-tiba berganti menjadi panas luar biasa di sekujur tubuh.
Kawanan perajurit alam gaib, semakin kelimpungan.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Angin Pesut dan kawan-kawan.
Dengan bebas dia dapat membunuh mahluk-mahluk Itu.
Satu demi satu.
Sementara perajurit yang tewas sejak mendapat serangan Kutu Gite ternyata tak dapat bangkit hidup kembali apalagi menjadikan dia mereka mengembar.
Kekacawan mulai terjadi ketika Kutu Gila yang menyerang telinga telinga terus bergerak menembus ke bagian otak mereka.
Otak yang diserang menjadi rusak.
Jalan pikiran menjadi kacau.
Mahluk-mahluk itu tidak dapat lagi membedakan mana kawan mana lawan, lalu mereka berbalik saling serang sesamanya bahkan mulai saling bunuh.
Rupanya kejadian aneh dan mengerikan itulah yang membuat Momok Laknat, Angin Pesut, Dewi Harum dan Puteri Pemalu tak kuasa menahan geli.
Apa yang terjadi pada para prajurit alam gaib ini kiranya sempat dilihat Maha Iblis Dari Timur.
Laki-laki itu terkejut bukan main.
Dalam kagetnya Maha Iblis yang hanya mampu memulihkan sembilan luka di bagian luar tapi belum sanggup memulihkan luka bagian dalam merasa sulit bertahan dalam situasi yang seperti itu.
Make begitu dia berhasil menghantam dada Raja, diam-diam dia segera angkat kaki dari tempat itu.
Dalam perjalanan meninggalkan bukit induk Maha iblis Dari Timur tidak hentinya melontarkan sumpah serapah.
Karena keangkuhan dan memandang rendah lawan membuatnya kena dilukai.
Di samping itu dia juga melontarkan sumpah serapah pada para perajuritnya yang tiba-tiba menjadi aneh dan saling bunuh sesamanya "Para perajuritku itu.
Dua puluh tahun lalu aku menggunakan mereka untuk membunuh.
Tapi sekarang mengapa mereka malah saling bunuh berteriak tak karuan seperti hilang kewarasannya."
Pikir Maha Iblis sambil terus berlari. Dia memutar otak dan memikirkan setiap kejadian yang ada.
"Hmm, aku yakin kakek bertubuh besar seperti gajah itulah yang membuat mereka seperti itu. Aku sempat melihat dia mengeluarkan sesuatu dari dalam mulutnya."
Maha Iblis kesal.
"Lalu dari dalam tabung dia keluarkan sesuatu. Aku tak dapat melihatnya karena terlalu jauh. Sekarang aku dapat menduga benda dari dalam tabung itu yang menyerang para perajuritku lewat hidung mungkin juga telinga. Hingga menjadikan yang mati tidak dapat mengembar atau hidup lagi sedangkan yang hidup malah saling bunuh. Keparat jahanam! Manusia gendut itu kelak harus mendapatkan balasan menyakitkan dariku. Gara- gara dia dan kawan-kawannya keinginanku untuk mendapatkan Pedang Gila jadi tertunda untuk kali yang kedua.Sekarang yang terpenting aku memulihkan lebih dulu sembilan luka dalam di tubuhku."
Kata Maha Iblis.
Di satu tempat dia memperlambat larinya.
Tiba-tiba saja dia ingat dengan Kupu Kupu Putih.
Gadis cantik jelita berpakaian seronok yang dibawa pergi oleh pengawalnya Maut Biru.
Membayangkan kemolekan tubuh gadis itu Maha Iblis Dari Timur menyeringai.
Sudah lama dia memendam hati menaruh hasrat pada Kupu Kupu Putih.
"Gurunya Penyihir Racun Utara telah mampus terbunuh di tanganku. Gadis itu tak ada lagi yang melindungi. Aku ingat Maut Biru memanggul Kupu Kupu Putih ke arah utara. Lebih baik aku menyusulnya ke arah itu."
Batin Maha Iblis.
Tanpa banyak pertimbangan dia berbelok ke arah utara lalu berlari dengan kecepatan laksana terbang.
***** Di tempatnya berdiri beberapa jenak lamanya Raja cuma mematung.
Setelah melihat para perajurit dari alam gaib bergelimpangan tewas dalam keadaan tak karuan akibat saling bunuh sesamanya.
Pemuda itu menghampiri Angin Pesut.
Setelah memandang pada orang tua itu dan alihkan perhatiannya pada Dewi Harum serta Momok Laknat dan Puteri Pemalu dia berkata.
"Kalian semua sungguh merupakan empat sahabat yang tak mungkin kulupakan. Atas semua bantuan saya mengucapkan terima kasih.
"Ha ha ha! Tak perlu paduka Raja Gendeng berterima kasih pada kami. Apa yang kami lakukan anggap saja sebagai sebuah pengabdian."
Sahut Angin Pesut.
Raja terdiam.
Dalam hati dia terkejut juga mendengar Angin Pesut menyebut namanya.
Sementara Dewi Harum hanya manggut-manggut membenarkan apa yang di- katakan saudara angkatnya.
Di pedataran selatan yang hanya dipisahkan oleh gundukan bukit kecil Momok Laknat tiba-tiba menyela.
"Paduka Raja, walau cuma rajanya para orang gendeng. Sebagai pewaris tahta mungkin kelak paduka perlu kiranya mengangkat diriku menjadi seorang maha patih di Istana Es"
"Nenek yang berada di seberang.Soal tahta dan Istana saya belum memikirkannya.Tapi bila kau berhasrat menjadi patih.Rasanya kau pantas memangku jabatan sebagai patih.Dan mengingat aku hanya seorang raja Gendeng kemungkinan kau layak menjadi patihnya orang gila". Ucapan Raja Ini tentunya mengundang gelak tawa bagi yang lain-lainnya. Sambil bersungut-sungut si nenek berujar.
"Menjadi patih orang gila Juga tidak mengapa paduka. Aku rasa Raja Gendeng patut berpasangan dengan patih gila. Hik hik hik."
"Aku menghargai usul itu. Tapi mengapa kau dan sahabatmu puteri Pemalu tidak mau datang kemari bergabung bersama kami,"
Tanya Raja .Puteri Permalu melangkah maju. Dengan malu-malu dan tutupi wajahnya dia membuka mulut.
"Paduka Raja.Kami bukannya tak ingin bergabung berbincang bersama yang lainnya.Tapi melihat rupa buruk dan tampang mengerikan yang kami miliki.Rasanya kami sangat malu bertatap muka dengan semuanya yang ada di situ.Bukankah begitu nek?"
Kata Puteri Pemalu sambil melirik pada Momok Laknat yang ada di sebelahnya "Ya.Yang dikatakan gadis tak berkulit ini betul adanya paduka.Kami orang- orang buruk untuk sementara harus menyingkir sebentar lagi malam digantikan pagi.Sebelum semuanya jatuh pingsan melihat tampang buruk kami.Mohon dimaafkan bila kami harus berlalu dari sini."
Ujar Momok Laknat. Setelah berkata begitu si nenek dan Puteri Pemalu segera balikkan badan dan berkelebat pergi.
"Hei...tunggu!"
Teriak Raja berusaha mencegah.
Tapi sia-sia saja dia berseru karena dua perempuan bertampang angker mengerikan itu telah lenyap di balik kegelapan.
Raja garuk garuk kepala.Dia lalu berpaling pada Angin Pesut dan Dewi Harum "Ah aku senang karena kalian tidak ikutan pergi.
Saya berharap kalian berdua masih mau menunggu di sini sambil berjaga-jaga.
Saya masih ada urusan di dalam."
"Jadi..pedang itu belum kau dapatkan paduka?"
Tanya Angin Pesut. Raja menggeleng "Belum kek"
"Kau yakin pedang masih di dalam sana."
Tanya Dewi Harum dengan suara kaku.
"Ya. Sahabatku Bocah Ontang Anting sedang berusaha mengambilnya."
Jawab pemuda itu.
"Kalau begitu lekas selesaikan urusanmu,kami akan berjaga-jaga di sini hingga matahari terbit."
Ujar Angin Pesut dan Dewi Harum hampir bersamaan. Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es anggukkan kepala.
"Sekali lagi aku berterima kasih pada anda berdua."
Kata Raja sambil melangkah memasuki ruangan gua ***** Merasa berhasil mendapatkan kotak berisi pedang Hyang Kelam bersama muridnya angkat kaki tinggalkan gua Empat Ruang Satu Pintu.
Mereka terus melesat ke arah timur menuju tempat yang tidak lain adalah sebuah bangunan tua yang biasa dijadikan tempat tinggal Hyang Kelam.
Bangunan itu terletak di ujung sebuah lembah, terlindung pepohonan menjulang tinggi di mana setiap cabangnya ditumbuhi akar-akar gantung menjuntai yang berfungsi sebagai akar nafas dari setiap pepohonan yang ada di situ.
Sesampainya di halaman bangunan batu beratap ijuk, Hyang Kelam yang saat Itu berjalan cepat dengan menampakkan ujudnya hentikan langkah.
Dia menoleh ke belakang.
Dilihatnya sang murid telah berhasil menyusulnya.
"Tak ada tanda tanda ada orang yang mengikutimu kemari?"
Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bertanya kakek angker bermata cekung seakan amblas ke dalam rongganya ini pada sang murid.
Gadis yang ditanya gelengkan kepala.
Snat itu malam sudah menjelang pagi.
Keadaan terang-terang tanah, sedangkan di timur semburat merah sebagai pertanda bakal munculnya sang fajar sudah mulai kelihatan.
Hyang Kelam menyeringai.
Kotak hitam panjang terus dikepitnya.
Sejurus kemudian dia menatap ke arah bangunan tua yang terdapat di depannya.
Dia berpaling pada muridnya lalu memberi isyarat agar mengikutinya.
"Mengapa kita tidak kembali saja ke Tepi Jurang Putus Nyawa guru."
Berkata Untari sambil mengikuti Hyang Kelam.
Adapun tempat yang disebutkan gadis berpakaian hijau bermantel hitam ini bukan lain adalah tempat tinggal tetap Hyang Kelam.
Tempat itu terletak dalam sebuah gua di bawah tanah yang bagian atasnya merupakan hamparan pasir tak ubahnya seperti sebuah gurun.
"Hmm, kalau ada tempat tinggal yang paling dekat dengan bukit Induk, mengapa kita harus menempuh perjalanan jauh hingga berhari-hari menuju gua itu?"
Mendengar jawaban gurunya Untari pun diam.
Setelah mendapatkan kotak berisi pedang dalam hati Untari berdoa agar gurunya yang bejad budi pekerti tidak melakukan sesuatu yang bisa mendatangkan petaka berupa aib seumur hidupnya.
Apalagi mengingat dalam beberapa kali pertemuan dengan gurunya Untari mulai mencium tanda-tanda gelagat tidak baik.
"Apa yang kau pikirkan?"
Tak terduga Hyang Kelam tiba-tiba mengajukan pertanyaan suaranya tak ubahnya seperti guntur di pagi buta di telinga Untari.
Walau terkejut dara cantik ini berusaha berlaku tenang, Kemudian segera membuka mulut menjawab "Tidak! Aku tidak sedang memikirkan apa-apa."
Hyang Kelam tertawa dingin. Kini dia dan muridnya telah sampai di depan pintu. Tanpa banyak cakap pintu di dorongnya. Terdengar suara berderit, pintu terbuka. Di balik pintu suasana gelap gulita menyambut kehadiran mereka. Melihat ini Untari berkata.
"Biarkan aku menyalakan pelita di dalam lebih dulu"
Gadis ini bergegas melewati gurunya masuk ke dalam ruangan mendahului.
Karena pernah beberapa kali diajak ke tempat ini tentu saja Untari tahu di bagian mana pelita terletak.Tak urung tengkuknya merinding saat gadis ini ingat dengan nama bangunan tua dan apa saja yang pernah terjadi di tempat itu "Rumah Kawin Tiga Hari Pemecah Perawan Satu Malam,"
Batin Untari.
Nama itu membuat tengkuknya jadi merinding.Tapi segera menghalau segala pikiran buruk yang sempat hinggap di dalam kepalanya.
Maka diraihnya pelita yang tergeletak di atas meja batu bundar.
Belum lagi sempat gadis ini menyalakan pelita.
Tiba-tiba dia mendengar suara benda diletakkan.
Untari tertegun, jantungnya berdetak keras.
"Guru engkaukah itu!"
Tanya gadis ini dengan suara bergetar.
Tak ada jawaban.
Namun dia mendengar suara dengus nafas mengengah.
Untari berjingkrak mundur.
Sementara sepasang mata jelalatan memperhatikan segenap penjuru ruangan yang gelap.
Belum lagi hilang rasa heran sekaligus kejut di hati gadis berpinggul indah ini tiba-tiba dia merasakan ada sepasang tangan kokoh memeluknya dari belakang.
Dipeluk sedemikian erat oleh tangan dingin kokoh namun dipenuhi keriput membuat Untari merasakan nyawanya lepas meninggalkan badan.
Diapun meronta.
Mulut bergetar berucap mengingatkan.
"Guru apa yang kau lakukan?"
Terdengar dengus dan tawa terkekeh Hyang Kelam "Apakah kau lupa kita berada dimana?"
Tanya Hyang Kelam.
Tanpa ampun jari tangannya yang ditumbuhi kuku-kuku bercabang menjuntai panjang itu merabai sekujur tubuh Untari.
Karuan saja Untari menjerit ketakutan.
Melihat muridnya melakukan perlawanan Hyang Kelam menjadi sangat marah.
Dia lebih marah lagi karena Untari berhasil meloloskan diri dari dekapannya "Untari.Inikah baktimu pada seorang guru yang telah berjasa membesarkan dan mendidikmu?"
Hardik Hyang Kelam.
Untari tidak bergeming.
Sebaliknya dia menyalakan tiga pelita yang terdapat dalam ruangan itu sehingga membuat kegelapan yang menyelimuti jadi terang benderang.
Dalam keadaan terang Untari melihat betapa gurunya menatap tajam dengan mata nyalang.
Untari sadar gurunya tengah berada dalam cengkeraman keinginan terkutuknya.
"Maafkan aku guru. Bukannya aku tidak berbakti. Tapi aku ingin hidup wajar dan tak ingin hidupku berakhir sebagaimana yang dialami oleh lima saudari seperguruan- He he he!"
Hyang Kelam tertawa dingin.
"Apakah kau lupa setiap muridku harus memberikan bakti penuh kepadaku. Melayani segala kebutuhanku juga termasuk menyerahkan jiwa dan raganya padaku juga. Seluruh hidupmu hanya milikku. Menolak perintah sama saj dengan pembangkangan. Membangkang perintah guru berarti kematian baginya."
Untari menyeringai.
"Jika aku disuruh memilih, menerima kematian kuanggap sebagai pilihan terbaik daripada harus menjadi pelayan nafsu rendahmu guru."
Tegas Untari hingga membuat wajah angker yang cuma dibalut kulit tipis pembungkus tulang itu berubah menjadi kelam.
"Kau murid durhaka tak patuh pada perintah.Apa yang terjadi padamu.kau berdusta padaku.Aku tahu diam diam hatimu sebenarnya terpikat pada pemuda jahanam yang bernama Raja Itu.Bukankah demikian?"
Kata Hyang Kelam sambil menatap lekat-lekat mata muridnya. Untari menggeleng walau dalam hati tak membantah apa yang dituduhkan Hyang Kelam "Lagi-lagi kau berdusta.Kau ingat apa nama bangunan ini?"
Untuk yang kedua kali si kakek ulangi pertanyaan yang tak pernah dijawab muridnya. Untari mengigit bibir. Dia berpikir bila terpaksa dia akan mengadu jiwa dengan orang tua terkutuk itu.
"Jawab pertanyaanku!"
Desak Hyang Kelam dengan suara menggembor.
"Rumah ini bernama Rumah Kawin Tiga Hari Pemecah Perawan Setu Hari."
Jawab Untari dengan perasaan marah dan muak. Hyang Kelam menyeringai. Dia menarik kursi, lalu duduk di kursi kayu menghadap meja di mana kotak hitam berisi pedang tergeletak di atasnya. Dengan sikap mengancam dia berujar.
"Lima saudari seperguruanmu, semuanya menunjukkan bakti, berserah diri menyerahkan raga kepadaku. Mereka rela menjadi pengantinku selama tiga hari dan menyerahkan kehormatannya padaku."
"Dan setelah Itu hidup mereka berakhir dengan membunuh diri."
Sahut Untari marah. Hyang Kelam tertawa.
"Aku tidak membunuh mereka. Mereka sendiri yang memilih mati. Hal yang sama tidak akan terjadi padamu bila kau bersikap bijak tidak berlaku tolol seperti mereka."
"Guru menganggap mereka mengambil tindakan tolol. Sebenarnya mereka merasa tidak layak hidup lebih lama karena sudah kehilangan harga diri dan kehormatannya. dan mereka tidak bersalah,"
Sahut Untari. Dalam hati dia melanjutkan ucapannya.
"Kau cuma mahluk busuk bejat.Demi langit dan bumi aku bersumpah sampai kapan pun aku akan membalaskan kematian mereka."
"Jika kau menganggap aku yang bersalah.Mengapa kau berkata seperti itu.Kau sudah mengetahui sejak lama hati diri serta tubuhmu tak boleh diserahkan pada laki-laki manapun selain diriku.Tapi mungkin kau lelah hingga tidak mau menjadi pengantinku di pagi ini.Karena aku menyayangimu aku masih bisa memberimu maaf.Tapi sikap serta penolakanmu tak akan berlaku pada kali yang kedua"
Walau masih merasa terancam, namun sedikitnya Untari merasa lega.
Dia masih punya kesempatan untuk melarikan diri dari gurunya.
Hanya Raja saja yang bisa menolongnya dari semua kemelut ini.
Tapi bagaimana caranya bicara dengan Raja.
Mengingat dia murid Hyang Kelam.
Raja pasti menganggapnya sebagai musuh.
"Kau masih tidak suka dengan kemurahan yang kuberikan?"
Tanya Hyang Kelam.
Suaranya serak memecah keheningan.
Melihat sang guru telah bersikap biasa, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka Untari segera melangkah maju dan berdiri tegak sejarak tiga tombak di depan Hyang Kelam.
Mahluk alam roh bercelana selutut dan berpakaian selempang dari lempengan kulit pohon tersenyum.
Dia menatap ke arah kotak dan berkata.
"Raja dari semua pedang telah berada di tanganku. Mendapatkan pedang ini membuatku merasa Jadi sepuluh tahun lebih muda.Kelak aku akan memberikan pedang ini padamu Untari!"
"Aku sudah punya kipas. Aku selalu menyukai senjata berupa kipas. Pedang Gila sedikitpun aku tidak ingin memilikinya. Lagi pula pedang itu bukan milik guru, tapi senjata pusaka Istana Pulau Es."
Mendengar ucapan Untari, wajah Hyang Kelam yang tertunduk terangkat ke atas. Dipandanginya gadis di depannya dengan perasaan heran.
"Kau tidak menyukai senjata curian. Sungguh diantara kita ada perbedaan besar layaknya bumi dengan langit."
Tukas Hyang Kelam. Untari terdiam. Suasana menjadi hening. Tapi keheningan tidak berlangsung lama. Sekejab kemudian Untari membuka mulut dengan keraguan.
"Guru... apakah kau benar-benar yakin. Pedang Gila benar-benar berada di dalam kotak?"
Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hyang Kelam terkejut.Dia menatap Untari dengan heran.
"mengapa kau berkata begitu?"
Tanya si kakek tidak mengerti.
"Entahlah. Entahlah, aku hanya merasa heran.Bila kotak berisi pedang mengapa pemuda dan kakek itu tak melakukan pengejaran pada kita?"
Hyang Kelam seolah baru sadar yang dikatakan Untari kemungkinan benar.
Secepat kilat dia bangkit berdiri.
Kotak di atas meja diraihnya.
Penutup kotak berusaha dia buka.
Karena kesulitan bagian atas kotak kemudian dihancurkan .Penutup kotak hancur menjadi kepingan.
Hyang Kelam julurkan kepala, mata dipentang memandang ke bagian dalam kotak.
Kosong! Kotak yang berat itu ternyata kosong tidak berisi pedang melainkan berisi seperangkat pakaian dalam wanita dan selembar daun lontar.
Daun Itu ternyata berisi pesan.
Dengan penuh kemarahan Hyang Kelam sambar daun lontar dan segera membacanya.
"Kotak ini hanya bisa didapatkan oleh orang yang mempunyai pikiran busuk, jiwa sesat dan suke menginginkan benda yang bukan menjadi haknya.Cuma dia yang berhati keji, jiwa serakah kepala tegak baik yang di atas maupun kepala lainnya. Orang yang ciri-cirinya sesuai dengan yang disebutkan ini sangat dianjurkan untuk membunuh diri"
Tertanda wakil mahadiraja Gendeng Bocah Ontang Anting. Selesai membaca pesan tersebut kemarahan Hyang Kelam meluap- luap. Tulisan itu benar-benar menghinanya. Dengan mata nyalang jelalatan dia menggeram.
"Kakek kerdil keparat. Ternyata dia yang telah mengelabuhi aku. Hmm, aku harus kembali ke bukit Induk mencari pedang sekaligus membuat perhitungan dengan dua manusia terkutuk itu."
Melihat gurunya murka, Untari menjadi heran.
Tapi dia memilih berdiam diri.
Hyang Kelam sendiri meremas hancur daun lontar di tangannya.
Setelah Itu balikkan badan.
Sambil berkelebat pergi ,dikejauhan dia berkata "Jangan pergi kemana mana.
Kau diam di situ.
Aku akan kembali kesana untuk mengambil senjata yang tertinggal."
"Ini kesempatan bagiku"
Untari tersenyum.
Sudah lama dia selalu berencana untuk melarikan diri.
Sang dara dekati kotak, dia tidak sempat membaca tulisan pada daun lontar karena telah dihancurkan gurunya.
Namun ketika dia melihat pakaian dalam teronggok di dalam kotak gadis ini pun tak kuasa menahan tawanya.
"Guru terkutuk. Dia merasa tersinggung kebejatannya diketahui orang lain."
Pikir Untari terus tertawa.
***** Bulan telah tergelincir jauh di ufuk langit sebelah barat.
Sussana di pedataran bukit Induk terasa sunyi dingin mencucuk.
Tak ada lagi denting senjata atau jerit pekik mereka yang meregang nyoba.
Di dalam gua Empat Ruang Satu Pintu tempat di mana pedang Gila tersimpan.
Bocah Ontang Anting sedang berusaha mengambil pedang yang tersimpan di balik ruang tersembunyi dialtar ke dua.
Mula-mula kakek cebol pendek ini meminta rajawali putih raksasa bergeser dari tempatnya.
Karena rajawali itu terus saja berdiri di atas altar sulit bagi Bocah Onteng Anting untuk menggeser penutupnya.
Tak mau bergeser dari tempatnya, mahluk langka Itu justru geleng-geleng kepala sambil keluarkan suara menguik keras.
"Apa yang salah atau mungkin ada yang kurang. paman wali?"
Bertanya si kakek selayaknya bicara dengan manusia biasa. Rajawali yang dikenal dengan nama Pelintas Samudera tak disangka-sangka malah anggukkan kepala.
"Oh begitu. Katakan apa yang kurang?"
"Keaaak"
Sekali lagi Pelintas Samudera keluarkan suara pekik nyaring.
Dua sayap dikembang dan ditutup, sementara kedua kaki berjingkrak-jingkrak dengan gerakan seperti orang menari.
Melihat Isyarat yang ditunjukkan oleh Pelintas Samudera, Bocah Onteng Anting tepuk keningnya lalu dari mulut menyembur tawa mengekeh.
Sambil tertawa-tawa Bocah Ini berucap.
"Ah maafkan aku paman. Puluhan tahun yang lalu aku pernah berjanji padamu kelak bila datang kemari aku akan memperagaken tarian padamu sebagai rasa terima kasihku karena kau telah menjaga Pedang Gila dengan sebaik-baiknya. Jadi kau masih ingat dan sekarang kau menagih Janji Itu?"
Kata Bocah Ontang Anting. Pelintas Samudera manggut-manggut mengiyakan.
"Tapi.... tua bangka sepertiku mana bisa menari."
Dia menggaruk kepala sementara Sang Rajawali memperlihatkan sikap tidak suka mendengar ucapan Bocah Ontang Anting.
Tak ingin mahluk besar itu menjadi murka.
Dengan gerakan kaku terkesan seadanya mulailah Bocah Ontang Anting menari.
Pelintas Samudera tampak berjingkrak-Jingkrak kegirangan melihat gerakan tarian si kakek yang terkesan ngawur dan asal-asalan ini.
Bocah Ontang Anting diam- diam tidak dapat menahan geli di hati.
Rasa geli ditahan agar tidak meledak menjadi tawa membuat perutnya mulas.
Tanpa ampun setiap kali dia menggerakkan tubuh dari bagian bawah perut terdengar suara pret bertalu-talu.
Bocah Ontang Anting terhuyung seperti orang mabuk.
Dia mabuk dari bau kentutnya sendiri.
Merasa kelelahan orang tua ini jatuhkan diri terduduk di lantai dingin dengan nafas megap-megap.
"Sudah! Aku tak sanggup meneruskan menari. Aku lelah dan cuma itu tarian yang dapat kupersembahkan sebagai janjiku dulu."
Ucap Bocah Ontang Anting.
Sang Rajawall menganggukkan kepala.
Mahluk itu nampak puas.
Setelah Itu disertai tatapan mata Bocah Ontang Anting sang rajawali mengeser tubuh melangkah menjauh meninggalkan altar ke dua yang selama ini dia jadikan sebagai tempat berpijak .Melihat rajawali bergeser Bocah Ontang Anting dengan langkah terbungkuk-bungkuk bergegas menuju altar.
Rangka pedang terbuat dari emas berukir naga dan rajawali segera dia letakkan di samping altar.
Sambil duduk berlutut di depan altar tangan segera dijulurkan ke sisi kiri altar di mana terdapat sebuah alat rahasia berupa tonjolan batu berwarna hitam.
Begitu alat diputar ke kiri satu kali, Bocah Ontang Anting memutarnya ke kanan juga sebanyak dua kali.
Orang tua ini menunggu hingga terdengar suara riuh disertai dengan suara bergemuruh dan bergesernya bagian permukaan altar.
Permukaan altar terus bergeser ke sebelah kiri hingga kemudian berhenti diam.
Bocah Ontang Anting bangkit berdiri, melangkah maju dekati lubang kecil berukuran empat persegi yang dalam keadaan gelap gulita.
Dalam pengawasan Pelintas Samudera, Bocah Ontang Anting rangkapkan dua tangan di depan dada.
Setelah menjura hormat tiga kali.
Dari mulutnya terdengar Ucapan.
"Yang bertuah hanya pedang keramat. Raja dari seluruh pedang yang ada di rimba persilatan. Aku si tua Bocah Ontang Anting, anak tunggal yang tak bersaudara datang menyambangi dan Ingin menjemputmu. Pewaris pedang yang paling berhak telah berada di tempat ini, ia tak lain adalah putera terakhir almarhum gusti prabu Sangga Langit dengan ibundanya ratu Purnama Sari. Wahai pedang keramat Pedang Gila. Izinkan aku mempertemukanmu dengan pendampingmu yang baru"
Setelah berkata begitu Bocah Ontang Anting menatap ke depan.
Dia terkejut ketika tiba-tiba dari dalam lubang kecil yang gelap memancar cahaya terang benderang berwarna kuning berkilauan.
Si kakek yang melihat cahaya keluar dari pedang pusaka yang hendak diambilnya segera julurkan tangan siap menggapai bagian hulu pedang.
Tapi sebelum hulu pedang tersentuh olehnya.
Tiba- tiba dia merasakan ada satu tangan yang tidak terlihat menepis tangannya hingga membuat Bocah Ontang Anting memekik kaget dan membuatnya nyaris terbanting.Melihat itu Pelintas Samudera geleng-geleng kepala sambil keluarkan suara berisik.
Cepat Bocah Ontang Anting bangkit.
Dia menatap tercengang mulut ternganga.
"Dulu ketika aku membawa dan menyimpannya ke sini tidak ada masalah. Mengapa sekarang Pedang Gila seperti membuat ulah?"
Batin Bocah Ontang Anting dalam hati. Seakan mengerti apa yang baru saja dikatakan kakek itu. Dari dalam tempat penyimpanan pedang tiba-tiba terdengar suara membentak.
"Anak manusia yang tubuhnya tidak pernah besar sampai tua.Jangan suka menyalahkan pedang.Pedang ini tidak membuat ulah. Ketahuilah, kau sama sekali tidak menyebut siapa nama pemuda yang akan berdampingan dengan Pedang Gila.Kau cuma mengatakan nama ayah juga nama ibunya.Apa pemuda itu tidak punya nama atau sebutan yang mudah diingat?"
Kaget di hati kakek ini bukan main.
"Siapa yang blcara? Ataukah Pedang Gila yang baru saja bicara,"
Bertanya si kakek tak mengerti.
"Siapa yang bicara, siapa yang bertanya itu tidak menjadi soal.Kau punya mulut.maka kewajibanmu menjawab saja apa yang aku tanya!"
"Kampret sialan. Mengapa aku dilarang bertanya? Kalau bukan karena sedang membantu paduka Raja Gendeng aku tak bakal sudi mengikuti larangan dedemit yang cuma terdengar suaranya saja."
Gerutu Bocah Ontang Anting dalam hati.
"Kurang ajar. Orang memintamu menerangkan siapa pemuda itu, kau malah mengumpat memaki diriku kampret sialan. Apa kau ingin aku merobek dadamu membongkar hatimu agar tidak lagi bicara sembunyi dalam hati?!"
Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Damprat suara yang datang dari balik cahaya dalam lubang tempat menyimpan senjata. Kejut dihati Bocah Ontang Anting tak terkira. Sedikitpun dia tidak menyangka orang yang bicara dapat mengetahui isi hatinya.
"Lekas katakan siapa nama pemuda itu dan dimana Orangnya?"
Lagi-lagi terdengar suara membentak tidak sabar.
Bocah Ontang Anting mencoba menguasai diri.
Dia menghela nafas dalam-dalam sambil mengusap tengkuknya yang dingin.
Karena tidak ingin kesalahan bicara walau di lubuk hati masih memendam rasa kesal.
Akhirnya kakek ini membuka mulut berucap.
"Pemuda itu bernama Raja. Gurunya biasa memanggilnya Raja Gendeng atau si Gendeng saja. Tapi dia lebih dikenal dengan sebutan Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es."
Terang si kakek "Hm, apakah dia murid kakek aneh manusia setengah dewa bernama KI Panaraan Jagad Biru?"
Tanya suara itu.
"Betul. Dia juga murid seorang nenek sakti dari dasar laut pantai selatan."
Bocah Ontang Anting menambahkan. Sunyi sejenak. Tapi kesunyian tak berlangsung lama dan kakek itu dalam kegelisahan.
"Nenek yang kau maksudkan itu apakah perempuan muka mayat tapi setengah tuli yang punya mahluk piaraan berupa seekor naga putih?"
"Eh, bagaimana kau bisa tahu? Tapi yang kau katakan itu betul."
Jawab Bocah Ontang Anting.
"Ternyata apa yang kau katakan tentang ciri-ciri pemuda itu sesuai dengan garis suratan nasib. Pemuda itu nampaknya memang berjodoh dengan Pedang Gila..."
Bocah Ontang Anting sambil senyum senyum cepat memotong.
"Ya, aku setuju.Orang gila pantasnya memang berpasangan dengan orang gendeng."
"Jangan suka menyela bila orang belum selesai bicara.Apa kau ingin aku menyumpal mulutmu hingga membuatmu tak mampu bicara seumur hidup atau kau ingin aku membuatmu sakit perut selama satu purnama?"
Tanya suara tak berujud Itu membuat Bocah Ontang Anting melengak kaget sambil mendekap mulut dan perutnya.
"Jangan! Aku mohon siapapun dirimu adanya jangan suka menyiksa orang lemah seperti aku.Dulu aku pernah dibuat sengsara oleh seseorang.Setelah disembuhkan masakan kau tega membuatku sengsara lagi?"
Kata si kakek dengan suara memelas . Terdengar suara tawa terkekeh. Di tengah suara tawa dan ketakutan yang dialami Bocah Ontang Anting terdengar ucapan.
"Baik. Aku tidak menyakitimu tapi sekarang katakan di mana pemuda itu?"
"Oh ya aku lupa tadi aku belum sempat menjawab pertanyaanmu itu.Dia....dia sedang berada di luar.Dia sedang menghadapi orang-orang yang menginginkan pedang.Aku yakin sebentar lagi dia pasti kemari.Aku sendiri atas permintaannya terpaksa mewakili mengambil pedang."
"Hmm, begitu.Disaksikan langit bumi, disaksikan para dewa dan para arwah suci.Kami merestuimu, tapi apa kau mampu mengambilkan pedang Gila untuk kau berikan pada Raja Gendeng Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es?"
"He he he. Dulu atas restu almarhum prabu Sangga Langit dengan mudah aku bisa mengantar Pedang Gila kemari.Masakah sekarang aku tidak bisa?"
"Orang tua sombong. Tidak tahukah kau karena terlalu lama berada di tempat penyimpanan bisa saja Pedang menjadi linglung tak mengenali dirimu lagi. Ha ha ha!"
Kata suara tak berujud itu disertai tawa tergelak-gelak.
Suara itu akhirnya lenyap.
Seiring dengan lenyapnya suara tak berujud maka cahaya yang memancar dari dalam ruang sempit tempat penyimpanan pedang ikut lenyap tak berbekas.
Bocah Ontang Anting menarik nafas lega.
Dia nenoleh menatap pada Pelintas Samudera.
Dilihatnya Rajawali terus memperhatikan dan mengawasinya.
Orang tua ini bersikap acuh karena dia sangat mengenal Rajawali Itu.
Tanpa bicara Bocah Ontang Anting segera dekati ruang sempit empat persegi yang terletak di tengah altar.
Baru saja orang tua Ini hendak julurkan tangan ke dalam lubang.
Sekonyong-konyong dari dasar lubang terdengar suara menderu.
Suara deru disertai hembusan angin dingin dan tebaran hawa panas luar biasa.
Bocah Ontang Anting terkesiap, mata yang belok memandang melotot tak percaya sedangkan hati bertanya gerangan apa yang terjadi.
Belum lagi dia mendapat jawaban atas pertanyaannya sendiri, dari dalam lubang rahasia tempat menyimpan pedang melesat keluar satu benda berwarna kuning keemasan.
Benda itu berputar bergulung-gulung di udara disertai pijaran cahaya kemilau menyilaukan.
Tak lama setelah berputar di udara membuat gerakan aneh sedemikian rupa benda panjang yang memancarkan cahaya kemilau itu melayang ke bawah lalu Jatuh ke lantai.
Cahaya berkilauan lenyap, Bocah Ontang Anting menatap ke depan.
Dia menarik nafas lega ketika melihat benda yang menancap di lantai ruangan itu ternyata memang pedang Gila.
"Warna pedang tidak mengalami perubahan tetap berwarna kuning keemasan. Pedang itu sangat tipis, kedua sisinya tajam. Di pertengahan badan pedang menggelembung dikedua sisi yaitu sisi kiri dan sisi kanan. Dekat dengan bagian pangkal terdapat lekukan aneh seperti luk keris dan jumlahnya tidak lebih dari dua. Sedangkan tepat di tengah badan pedang terdapat sebuah cekungan panjang membentuk sebuah garis yang menghubungkan bagian ujung pedang hingga ke pangkalnya. Gagang berbentuk seorang pertapa memakai mahkota, terbuat dari batu pualam biru. Jelas yang kulihat ini adalah Pedang Gila. Pedang yang sama yang pernah kubawa dari Istana Pulau Es atas titah Prabu Sangga Langit. Tapi... tapi mengapa pedang sekarang banyak bertingkah berbuat ulah. Dia bersikap selayaknya manusia yang tidak mau kudekati apalagi kusentuh?"
Kata orang tua ini bimbang.
bingung juga heran.
Dia berpikir keras.
Menatap ke sebelah kanan, pandangannya membentur sarung atau rangka pedang yang juga terbuat dari emas.
Rangka pedang kemudian diambilnya.
Selintas akal muncul.
Bocah Ontang Anting tersenyum.
Sambil menyodorkan mulut rangka kearah pedang yang berdiri tegak.Si kakek dengan tegas berucap.
"Wahai Pedang Gila. Yang ada di tanganku ini adalah rangkamu sarung yang hangat bila kau berada didalamnya.Masuklah dalam rangkamu.Jangan terlalu lama berada di luar, kau bisa kedinginan dan masuk angin. Cepatlah tempati sarungmu karena aku tidak bisa menjamin apakah tempat ini sekarang sudah aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang selalu menginginkanmu"
Kata-kata Bocah Ontang Anting Ini tak ubahnya seperti orang yang sedang bicara dengan manusia biasa.
Tapi apa yang terjadi.
Pedang tetap tak beranjak dari tempatnya menancap.
Malah kini seolah mengejek orang tua itu sang pedang yang lentur meliuk, melenggang lenggok selayaknya orang yang menari.
Penasaran, Bocah Ontang Anting datang mendekat sambil angsurkan rangka pedang ke arah senjata mustika itu.
Tuiing! Pedang malah melenting berpindah tempat, lalu melompat turun naik tak ubahnya seperti anak kecil yang sedang bermain-main.
"Edan! Benar-benar pedang Gila! Sama seperti pewarisnya paduka Raja Gendeng"
Menggerutu si kakek sambil geleng-geleng kepala.
Di luar tahu Bocah Ontang Anting.
Raja telah berada di dalam ruangan itu.
Ketika pertama kali masuk ke dalam ruangan Gua Empat Ruang Satu Pintu.
Pemuda Ini tertegun melihat Sang Pelintas Samudera telah bergeser jauh meninggalkan altar kedua.
Kemudian dia juga melihat pedang Gila yang telah keluar dari tempat penyimpanannya.
Raja menjadi heran saat mengetahui sang pedang ternyata dapat bergerak dengan sendirinya menghindar menjauh dari si kakek.
Setelah merasa puas memperhatikan.
Begitu mendengar suara gerutuan Bocah Ontang Anting, Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es ini segera mendekati dan menanggapi ucapan si kakek.
"Orang tua. Mengaku pernah membawa dan menyimpan pedang itu kemari atas perintah ayahanda almarhum gusti prabu Sangga Langit. Tak disangka kau sekarang mengalami kesulitan. Ha ha ha!"
Sadar siapa yang bicara. Bocah Ontang Anting cepat balikkan badan, cepat jatuhkan diri dan menjura ke arah pemuda itu.
"Paduka Raja Gendeng. Ampun.... beribu ampun. Pedang Gila ternyata sudah tak mengenalku lagi. Pedang itu sudah menjadi linglung. Sekarang aku menyerah dan semua urusan aku serahkan padamu!"
Kata si kakek. Dia bungkukkan tubuh tiga kali. Kemudian sarung pedang dia ulurkan untuk diserahkan pada Raja. Tanpa keraguan sedikitpun Raja segera menerimanya. Sambil menggenggam rangka pedang di tangan kanan Raja berkata.
"Kek... kau telah banyak membantu. Maka aku berterima kasih padamu. Ada pun sebab apa pedang Gila tak mau menghampirimu. Aku yakin karena kau jarang mandi, ketiakmu bau dan tubuhmu sudah bau tanah. Ha ha ha!"
Bocah Ontang Anting menggeram, tapi dia tidak marah. Sebaliknya dia malah mencium ketiak sebelah kiri dan sebelah kanan. Setelah itu si kakek manggut-manggut.
"Kau tersenyum dan mengangguk sendiri, ada apa kek?"
Tanya Raja sementara diam-diam dalam hati dia berkata ditujukan pada pedang.
"Wahai Pedang Gila, raja dari seluruh raja pedang yang pernah ada di rimba persilatan.Aku adalah putera almarhum Prabu Sangga Langit. Sebagai pewaris tahta, jika kau memang berjodoh denganku maka jangan banyak tingkah.Sekarang Juga masuklah kau ke dalam rangkamu!"
Tidak seperti yang dialami Bocah Ontang Anting.
Begitu mendengar ucapan Raja walau cuma diucapkan dalam hati pedang itu tiba-tiba melambung ke atas, berputar beberapa kali di udara lalu meluncur deras memasuki rangkanya.
Semua apa yang terjadi ternyata luput dari penglihatan dan pendengaran Bocah Ontang Anting.
Sementara itu si kakek dengan malu-malu menjawab pertanyaan Raja.
"Tidak... aku tidak apa-apa. Teryata kau benar ketiakku kanan kiri memang bau asem. Pantas pedang Gila tak mau mendekat padaku."
"Pedang itu sekarang telah masuk ke dalam rangkanya kek. Kau tak usah khawatir?"
"Hah?"
Bocah Ontang Anting tersentak kaget.
Seketika dia menoleh.
Menatap ke arah dimana pedang menancap sudah tidak ada lagi.
Dia memutar kepala.
Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Memandang ke arah rangka pedang yang tergenggam di tangan Raja.
Matanya jadi terbelalak "Astaga.Pedang Gila...ternyata dia memang menghendaki dirimu yang menjemputnya.Dia tak mau padaku karena memang bukan aku pewarisnya."
Gumam si kakek dengan mulut ternganga.
"Ha ha ha! Pasti bukan karena itu kek. Saya yakin pedang ini tak suka dengan bau tubuhmu."
Celetuk Raja disertai gelak tawa. Mata yang belok itu mendelik besar.
"Selain bau asem memangnya tubuhku ini bau apa?"
Damprat Bocah Ontang Anting jengkel.
"Mm, kurasa bau bandot. Bandot yang sudah tua Ha ha ha!"
"Raja Gendeng sialan! Tapi. aku akui tubuhku memang sedikit bau kambing. Ha ha ha!"
Sahut orang itu.
Seakan mengerti apa yang diucapkan orang Sang Pelintas Samudera juga memekik ribut sambil berjingkrak kegirangan.
Tapi tawa mereka tak berlangsung lama.
Dari sebelah barat bukit Induk mendadak terdengar suara ledakan.
Ruangan dalam gua mengalami guncangan hebat.
Ledakan menghancurkan dinding bukit hingga membentuk sebuah Lubang yang besar.
Dari balik lubang yang menganga terdengar suara deru dan suara mendamprat "Orang-orang yang mau mampus.
Tangguhkan semua tawa dan kegembiraan yang tidak perlu.Kalian mengira pesta darah telah berakhir? Segalanya masih berlanjut.Kalian harus menyerahkan Pedang Gila kepadaku bila tidak ingin menuai malapetaka?!"
Mendengar suara mengguntur di tengah suara deru angin yang menyerbu masuk ke dalam ruangan membuat Sang Pelintas Samudera jadi gelisah. Sementara itu Raja dan Bocah Ontang Anting sama menatap saling berpandangan.
"Ada orang yang datang!"
Kata si kakek melalui ilmu menyusupkan suara.
"Ya. Dan aku rasa-rasa mengenal pemilik suara iblis ini."
Menyahuti Raja melalui ilmu menyusupkan suara pula.
******* Berlari jauh meninggalkan pendataran bukit induk Maut Biru yang tengah mengalami cidera di bagian dalam akibat pukulan Puteri Pemalu akhirnya merasa perlu untuk melepas lelah.
Apalagi dalam pelariannya Maut Biru membawa serta majikannya yang tak lain adalah Kupu Kupu Putih yang aslinya bernama NI Ambar Sabanantang dan merupakan murid Penyihir Racun Utara.
Selama melarikan diri sambil memanggul Kupu Kupu Putih di bahu kanan.
Beberapa kali Maut Biru yang telah kehilangan saudara tuanya Maut Merah dan Maut Hijau sengaja mengambil jalan sulit.
Tindakan ini terpaksa dia lakukan karena khawatir ada musuh atau pihak-pihak tertentu yang mengamatinya.
Kini setelah cukup lama berlari, laki-laki yang sekujur tubuh serta rambutnya berwarna serba biru itu memperlambat larinya.
Di suatu tempat ketinggian tak jauh dari deretan pepohonan besar yang tertutup semak belukar Maut Biru hentikan langkah.
Sambil memegang tongkat hitam bernama Geger Gaib milik sang majikan di tangan kiri dia menatap ke belakang.
Sunyi.
Hanya suara desir angin pagi memecah kesunyian.
"Tidak ada yang mengikuti. Aku butuh istirahat untuk memulihkan cidera dalam akibat serangan mahluk jahanam tak berkulit. Baru setelah itu aku akan menolong Yang Mulia Gusti Ayu."
Membatin Maut Biru yang mempunyai jari tangan mirip dengan kepiting itu dalam hati.
Sekali lagi dia layangkan pandang ke belakang.
Setelah yakin merasa aman dari pengejaran musuh-musuhnya.
Maut Biru memutuskan untuk mencari tempat beristirahat sementara waktu.
Setelah matanya jelalatan mencari kian kemari akhirnya dia menemukan sebuah tempat yang dia anggap cocok untuk memulihkan diri sekaligus bersembunyi dari penglihatan orang lain.
Yang dipilihnya adalah semak berdaun lebat berada tepat di belakang sebuah pohon besar yang sangat teduh yang mana bagian tanahnya tertutup timbunan dedaunan kering.
Maut Biru melangkah cepat menuju kesana.
Setelah sampai di balik pohon terlindung semak.
Dia segera meletakkan tongkat Geger Gaib, tongkat yang menyimpan kekuatan sihir jahat yang selama berada di tangan Kupu Kupu Putih membuat dia dan dua saudaranya tidak berdaya.
Setelah meletakkan tongkat Maut Biru bungkukkan badan lalu turunkan gadis cantik jelita berkulit putih yang berada di atas bahunya.
Maut Biru yang mempunyai nama asli Kajero segera menyentuh leher Kupu Kupu Putih.
Batang leher sang dara terasa dingin, wajah cantiknya nampak pucat.
Namun walau detak jantungnya terasa lambat dan lemah.
Maut Biru yakin sekali Kupu Kupu Putih masih hidup .Cidera berat yang dialami gadis itu akibat bentrok pukulan sakti dengan Momok Laknat membuat isi tubuhnya di sebelah dalam terguncang.
"Yang Mulia Gusti Ayu, aku akan berusaha menyembuhkan lukamu.Tapi sebelum itu dapat dilakukan rasanya aku harus memulihkan diri terlebih dahulu."
Kata Maut Biru seorang diri.
Laki-laki Ini kemudian segera tempelkan kepala tongkat ke bagian kepala Kupu Kupu Putih.
Yang dia lakukan itu untuk berjaga-jaga dari segala sesuatu yang tak diinginkan.
Tidak berselang lams, Maut Biru segera duduk bersila.
Dua tangan dia letakkan di atas lutut, sedangkan mata segera dia pejamkan.
Perlahan dia mulai menghimpun tenaga dalam sambil mengerahkan hawa murni yang bersumber dari bagian pusarnya.
Setelah tenaga dalam terkumpul, Maut Biru segera menyalurkannya kebagian dada, bahu, kepala juga kaki kirinya yang serasa beku .Tubuh laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun ini mula-mula bergetar.
Keringat mengucur deras membasahi tubuh telanjangnya.
Semakin lama Maut Biru mengerahkan tenaga dalam berhawa panas dari bagian ubun-ubunnya mengepulkan asap tipis berwarna merah.
Maut Biru terus bertahan, perutnya menjadi mual sedangkan dadanya terasa sesak seperti ada sesuatu yang mendesak hendak keluar.
Tak tertahankan lagi, Maut Biru akhirnya semburkan muntah.
Muntahnya tak lain adalah gumpalan darah merah yang membeku.
Maut Biru terus saja muntahkan semua darah beku yang membuat sesak dadanya.
Sampai kemudian muntahan darah tidak terjadi lagi.
Dia merasa lega, nafasnya kembali teratur tapi sekujur tubuh terasa lemas.
Laki-laki ini mengambil bungkusan kecil yang tersembunyi di balik lipatan celananya yang berapa cawat yang dililitkan menutupi aurat.
Dari lipatan pakaian sederhana dia mengeluarkan sebuah tabung kecil terbuat dari batang padi.
Penutup tabung dibuka.
Isinya berupa benda berbentuk bulat gepeng berwarna merah yang tak lain adalah pil penyembuh luka dalam sekaligus pemulih tenaga yang terkuras.
Dua butir pil langsung dimasukkan kedalam mulut.
Perlahan seiring dengan peredaran darah yang mengalir lancar.
Tubuh Maut Biru menjadi hangat.
Tapi seiring dengan menghangatnya tubuh dan sembuhnya luka parah yang dia alami.
Maut Biru merasa ada yang aneh terjadi dalam dirinya.
Dia menatap ke depan.
Dia melihat tubuh Kupu-Kupu Putih yang tergolek diam tidak berdaya.
Darahnya jadi berdesir.
Jantung berdetak lebih cepat.
Dia ingat bertahun-tahun lamanya memendam dendam pada si gadis.Selama itu dia dan saudaranya dijadikan anjing penjaga karena tidak mampu melawan karena Kupu Kupu Putih mempunyai sihir hebat.
"Apakah aku harus menolong? Bukankah selama Ini aku terpaksa menjadi kaki tangannya? Dia tidak memperlakukan aku sebagai manusia tapi hanya sebagai anjing penjaga."
Pikir Maut Biru.
Dengan seksama sambil berpikir Maut Biru memperhatikan sosok gadis didepannya.
Dia menatap wajah yang cantik luar biasa itu, dia juga memandang ke arah dada membusung yang hanya terbalut gaun tipis berwarna hijau kelabu.
Dada yang putih dan sebagian menyembul dari belahan gaun tipis ketat.
Membuat Maut Biru jadi belingsatan.
Maut Biru menelan ludah .Sekujur tubuhnya menggeletar.
Dia menjadi lupa diri.
Hasrat begitu menggebu hingga membuatnya hilang kewaspadaan.
Maut Biru sama sekali tidak menyadari di tempat itu baru saja ada orang yang datang.
Orang yang sengaja menguntitnya sejak dari pendataran bukit Induk "Anjing penjaga jahanam! Berani sekali kau hendak berbuat aib pada calon istriku!"
Satu bentakan menggelegar merobek kesunyian.
Maut Biru terkesiap.
Dia tidak sempat melihat siapa yang datang.
Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tahu-tahu semak belukar terkesingkap, sebuah kaki terbalut celana hitam terjulur.
Sambaran kaki disertai suara deru angin dingin.
Maut Biru terkesima namun cepat jatuhkan diri ke samping begitu satu tendangan bertenaga dalam tinggi melesat siap menghantam remuk batok kepalanya.
Wuus! Buuk! Argk! Walau kepalanya lolos dari serangan, namun tendangan orang tetap menyambar bagian dada kiri membuat Maut Biru terpelanting terguling-guling sejauh tiga tombak sambil keluarkan jerit tertahan.
Sambil dekap dadanya yang serasa remuk terhuyung-huyung dia bangkit berdiri.
Begitu dapat berdiri tegak dia menatap ke depan.
Di depannya tak jauh dari Kupu Kupu Putih yang masih tergeletak tak sadarkan diri dia melihat seorang laki laki tinggi berkulit hitam, berjubah hitam panjang juga memakai lkat kepala hitam berdiri tegak berkacak pinggang.
Laki-laki itu menatapnya dengan sorot mata dingin angker.
Tapi Maut Biru yang merasa kesenangannya terganggu sedikitpun tidak merasa gentar.
"Aku rasa-rasa mengenalmu Hmm... ya, aku ingat bukankah kau orangnya yang bergelar "Maha Iblis Dari Timur? Kau sahabat Penyihir Racun Utara guru Yang Mulia Gusti Ayu Kupu Kupu Putih,"
Kata Maut Biru ketus.
"Kalau sudah tahu mengapa kau tidak segera berlutut dan membunuh diri di hadapanku, wahai anjing penjaga?"
Kata laki-laki berambut panjang menjuntai itu marah.
Sampai saat Itu Maut Biru memang tak pernah mengetahui bahwa Penyihir Racun Utara sebenarnya telah tewas terbunuh di tangan Maha Iblis Dari Timur.
Kepalang tanggung, Maut Biru memilih menghadapi si Maha Iblis Dari Timur.
"Aku harus berlutut padamu minta ampun?"
Maut Biru tersenyum mencibir. Belum lagi Maha Iblis segera menanggapi, dia segera melanjutkan ucapannya.
"Aku baru mendengar Kupu Kupu Putih hendak kau jadikan istri.Dia masih muda sedangkan kau pantas menjadi kakeknya. Apakah mungkin? Aku yakin kau berdusta, matamu menyimpan maksud jahat.Dan aku jadi curiga sebenarnya kau sendiri punya maksud buruk terhadapnya". Mendengar ucapan Maut Biru, Maha Iblis yang terpaksa menyingkir dari pendataran bukit Induk akibat terluka oleh serangan Raja Gendeng menggeram. Sambil mengepalkan tangannya dia berucap.
"Manusia anjing, pandai sekali kau menggonggong. Mulutmu penuh racun, lidah berbisa. Tapi aku tidak memungkiri segala apa yang kau tuduhkan padaku. Aku menyukai gadis itu. Aku ingin menjadikannya sebagai pengantinku walau cuma satu malam. Ha ha ha!"
"Keparat terkutuk, manusia culas. Apakah kau tidak malu dengan gurunya? Kau telah menghianati sebuah persahabatan!"
Teriak Maut Biru geram. Mendengar ucapan Maut Biru tawa Maha Iblis justru makin menggeledek. Setelah puas mengumbar tawa,dengan suara dingin dia berkata.
"Tak ada cinta sejati dan tak ada pula persahabatan abadi. Kau dengar! Aku tak perlu merasa malu pada Penyihir Racun Utara karena sekarang dia telah berpindah tempat dari dunia ke alam baka, Ha ha ha!"
Maut Biru tercengang. Andai saja Kupu Kupu Putih mendengar semua pengakuan Maha Iblis tentu dia sangat berduka.
"Apa yang terjadi? Kau membunuh nenek tua itu?"
Tanya Maut Biru sambil menatap ke arah Maha Iblis dengan tidak berkedip. Diluar dugaan Maha Ibils anggukkan kepala.
"Benar.Aku telah membunuh gurunya Kupu Kupu Putih.Dengan tewasnya Penyihir Racun Utara.Bukankah berarti gadis jelita rupawan ini sudah selayaknya menjadi istriku?!"
Tanya Maha Iblis sementara matanya melirik kearah kupu kupu putih. Maha iblis menelan ludah. Jantung berdebar sedangkan darah mengalir deras ke sekujur tubuh.
"Aku harus cepat-cepat menghabisi anjing satu itu. Begitu dia tak lagi menjadi penghalang. Dengan leluasa aku bisa bersenang-senang dengan perawan jelita ini."
Membatin Maha Iblis dalam hati.
Maut Biru sadar Maha Iblis Dari Timur sangat ditakuti juga disegani baik oleh kawan maupun lawan.
Dia mempunyai ilmu kesaktian tingkat tinggi.
Bahkan Kupu Kupu Putih pernah mengatakan Maha Iblis mempunyai mata ke tiga.
Mata yang terletak di tengah kening dan selalu tertutup ikat kepala warna hitam itu tidak hanya sanggup memancarkan cahaya yang dapat memusnahkan lawan.
Tapi dari mata itu juga dapat mengeluarkan mahluk alam gaib berupa pasukan berujud manusia kera dalam jumlah besar dan masing-masing mempunyai kesaktian hebat.
Pasukan alam gaib itu pula yang pernah dipergunakan untuk menyerbu Istana Pulau Es.
Ketika melihat Maha Iblis sedang memperhatikan Kupu Kupu Putih maka Maut Biru segera mengerahkan tenaga dalam ke tangan dan kakinya.
Begitu dua tangan dan kaki memancarkan cahaya biru terang.
Dia melompat ke arah Maha Iblis melepaskan dua pukulan sekaligus lancarkan tendangan menggeledek ke bagian pinggang.Empat cahaya biru terang berkiblat dari tangan dan kaki Maut Biru.
Dua serangan yang berasal dari tangan menghantam dada dan kepala Maha Iblis sedangkan dua serangan lain yang berasal dari kakinya menghantam pinggang dan membabat kedua kakinya.
Hawa panas menyengat menyambar tanpa suara deru.
Maha Iblis tercekat.Sama sekali dia tak menyangka dia akan mendapat serangan seperti itu.
"Pengecut sialan!"
Maha Iblis keluarkan suara menggembor marah.
Dia tidak tinggal diam.
Sadar serangan lawan sangat mematikan, dia memutar tubuh.
Sambil berputar rambutnya yang tergerai dikibaskan, sementara ujung jubah hitam dia kebutkan menghalau serangan ganas Maut Biru.
Segulung angin dingin menderu dahsyat dari ujung jubah.
Sementara ratusan helai rambut Maha Iblis yang panjang sepinggang berubah kaku seperti kawat baja menghantam sekaligus mencari sasaran di bagian dada Maut Biru.
Empat cahaya yang berkiblat dari tangan dan kaki Maut Biru akhirnya bentrok di udara dengan deru angin yang menyambar dari ujung jubah Maha iblis.
Terjadi dentuman dahsyat menggelegar.
Empat cahaya biru meledak hancur menjadi kepingan cahaya tak ubahnya seperti kembang api.
Maut Biru terguncang.
Tubuhnya yang masih mengapung terpelanting ke belakang hingga membuatnya jatuh terguling-guling.
Maut Biru masih beruntung, walau benturan keras membuat sekujur tubuhnya seperti remuk.
Tapi serangan ratusan ujung rambut lawan tidak satupun yang melukai tubuhnya.
Sambil bangkit berdiri Maut Biru alirkan tenaga dalam ke bagian tangan.
Kaki kiri ditarik ke belakang, sedangkan tangan dipentang begitu rupa siap menghantam dengan pukulan sakti Sang Maut Menjemput Nyawa .
Melihat ini Maha iblis Dari Timur menyeringai sambil melangkah maju dengan suara sinis dia berkata.
"Apa yang terjadi denganmu? Kau kehilangan nyali untuk menyerangku lagi?"
Maut Biru diam tidak menanggapi. Sikap yang ditunjukkan Maut Biru membuat Maha Iblis menjadi kalap "Manusia jahanam! Sekarang bersiap-siaplah kau untuk mampus!"
Teriak Maha Iblis.
Sambil berteriak dia melesat ke depan.
Dua tangannya yang berubah berwarna hitam pekat mengepulkan asap tipis menebar bau busuk berkelebat siap menghantam dada dan menjebol perut Maut Biru.
Laki-laki berkulit biru terkesiap melihat serangan.
Namun Maut Biru telah bertekat ingin menjajaki sampai di mana kehebatan Maha Iblis yang tersohor Itu.
Maut Biru sama sekali tidak mengetahui bahwa Maha iblis menyerangnya dengan salah satu pukulan paling dahsyat yang dikenal dengan nama Sang Iblis Murka Bumi Menjerit.
Selama malang melintang di rimba persilatan jarang sekali ada yang dapat meloloskan diri dari ilmu pukulannya itu.
Melihat Maut Biru menyambuti jotosan keras yang siap mendera dada serta yang mengarah ke bagian perut, Maha Iblis keluarkan suara menggembor dan senyum dingin.
Bentrok antara dua pasang tangan terjadi membuat keduanya terjajar.
Maut Biru merasakan tangan kirinya seperti terbakar di atas kobaran api sedangkan tangan kanan berubah menghitam kaku dan tak dapat lagi digerakkan.
Sementara Maha Iblis Dari Timur sempat tergontai.
Jari-jari tangan serta bagian tangan yang terkepal seakan meleleh dan panas bukan main.
Sambil mengernyit menahan denyut dadanya yang sakit.
Laki-laki itu segera menghimpun hawa sakti dan alirkan kesekujur tubuh.
Tidak lama rasa sakit yang dia rasakan lenyap, tubuhnya menjadi segar kembali.
Maha Iblis Dari Timur menatap ke depan.
Dia melihat wajah lawan yang biru berubah kehitaman pertanda racun yang mengenai tubuhnya telah menjalar kemana-mana.
Melihat ini Maha Iblis Dari Timur kembali tertawa mengekeh.
"Racun pukulan Sang Iblis Murka Bumi Menjerit nampaknya telah merayapi seluruh pembuluh darah di tubuhmu! Sebentar lagi jantungmu akan hangus dan kau tewas dengan tubuh meleleh! Ha ha ha!"
Sadar apa yang dikatakan lawan memang ada benarnya. Maut Biru akhirnya bertindak nekad "Kalau aku mati, maka kaupun harus ikut mampus agar menemaniku di neraka!"
Teriak Maut Biru.
Belum lagi suara teriakannya lenyap, secepat kilat menyambar Maut Biru berkelebat.
Tahu-tahu telah berada di depan hidung Maha iblis.
Tangan bergerak menyambar menghantam dagu dan perut lawan.
Serangan yang dilakukan Maut Biru adalah serangan paling ganas yang dikenal dengan nama Sang Maut Menjemput Saling Bersusulan.
Serangan lawan demikian ganas Maha Iblis berusaha menghindar dengan berkelit ke samping.
Tapi dua tangan dan kaki lawan terus mengejarnya kemanapun "Anjing keparat! Sudah mau mampus ternyata masih berbahaya juga!"
Teriak laki-laki itu.
Dia hantamkan sikunya ke samping hingga terjadi bentrok yang membuat bagian siku menggembung bengkak.
Sementara Maut Biru dengan ganas masih sempat susupkan jemari tangan siap menghunjam ke bagian leher Mahs Iblis.
Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak punya pillihan lain demi menyelamatkan leher dari serangan lawan dia terpaksa kibaskan rambutnya ke arah Maut Biru.
Melihat serangan ratusan rambut yang berubah kaku seperti kawat, Maut Biru ternyata tak mengendorkan serangannya.
Sekali tangan diputar, rambut lawan kena dicengkeram dijambak sedemikian rupa hingga kepala Maha Iblis tersentak ke belakang.
Selagi Maut Biru siap memutar untaian rambut lawan dengan maksud membanting tubuhnya.
Maha Iblis bertindak nekat.
Dengan kaki ditekuk dan tubuh setengah menelentang dua tangan berkelebat dikibaskan ke belakang.
Des! Des! Ratusan rambut panjang berputusan.
Namun Maha Iblis Dari Timur mampu menyarangkan pukulan ganasnya ke bagian dada Maut Biru.
Tanpa ampun cekalan Maut Biru pada rambut awan terlepas, tubuhnya terpental sejauh lima tombak dan dia jatuh terkapar dengan mulut semburkan darah sementara di bagian dada terdapat sepuluh bekas jemari tangan menghitam.
Dada Maut Biru hangus gosong.
Dia meregang ajal dengan mata mendelik.
Maha Iblis menyeringai melihat lawannya tewas.
Dia kemudian meludah sedangkan dari mulut terdengar ucapan.
"Manusia keparat! Ternyata kau bukan lawan mudah bagiku.Gara-gara perbuatanmu jadi rusak rambutku!"
Maha Iblis kemudian menyisir rambut panjangnya yang awut-awutan dengan jemari tangan.
Dia merasa puas dapat menghabisi Maut Biru.
Ingat pada Kupu Kupu Putih Itu Maha Iblis Dari Timur segera memutar tubuh dan berjalan cepat menuju ke arah di mana dara cantik tergeletak tak sadarkan diri.
Tetapi ketika sampai di tempat yang dituju.
Kejut dihati laki-laki bukan main melihat Kupu Kupu Putih hilang lenyap dari tempatnya terbaring.
Seakan gadis itu menghilang di telan buml.
"Keparat terkutuk! Bagaimana bisa terjadi seperti ini!"
Teriak Maha Iblis marah.
Jelalatan mata laki-laki itu memperhatikan sekitarnya.
Dua tangan terkepal, rahang menggembung dan keluarkan suara bergemeletukkan.
Dia tidak yakin Kupu Kupu Putih bisa menghilang secepat itu.
Apalagi sang dara menderita luka dalam dan dalam keadaan pingsan.
"Pasti ada yang menolong.Pasti ada seseorang yang menyelamatkan.Tapi siapa?"
Batinnya dalam hati. Penasaran dia pun mengobrak-abrik kawasan hutan yang ditumbuhi semak belukar itu. Tetap saja dia tidak menemukan gadis yang dicari.
"Siapapun yang telah menolongnya. Aku bersumpah bakal menghabisinya!"
Geram Maha Iblis Dari Timur dengan nafas mengengah dibuncah amarah yang bergelora.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan Kupu Kupu Putih? Ketika Maha lblis Dari Timur muncul di tempat itu .Sebenarnya dara cantik itu mulai sadarkan diri.
Dia pura-pura tidak sadar, mata terpejam, namun telinga tetap dipasang.
Sampai kemudian dia mendengar pengakuan dari mulut Maha Iblis tentang pembunuhan yang dia lakukan pada Penyihir Racun Utara yang tak lain adalah guru Kupu Kupu Putih.
Gadis ini menjadi sangat marah.
"Iblis licik dan culas. Tak kusangka dia tega menghabisi Sobo Guru yang selama ini telah memberikan banyak bantuan terhadapnya. Aku bersumpah kelak akan menuntut balas atas kematian guruku."
Batin Kupu Kupu Putih.
Dan kebenciannya pada Maha Iblis makin menggunung begitu mendengar laki-laki hendak menjadikannya pengantin satu malam.
Dalam keadaan diri tidak berdaya.
Segala kemarahan harus dia redam.Sampai kemudian dia melihat ada kesempatan untuk meloloskan diri.
Kesempatan itu datang di saat Maut Biru dan Maha Iblis terlibat perkelahian sengit.
Merasa aman dari pengawasan Maut Biru maupun Maha Iblis.
Dengan bersusah payah dan dengan pakaian yang masih tidak karuan Kupu Kupu Putih bangkit.
Sambil meraih tongkatnya dia menyelinap pergi mencari selamat.
Setelah cukup jauh meninggalkan semak belukar di balik pepohonan besar.
Kupu Kupu Putih merasa sekujur tubuhnya semakin lemah, pandangan berkunang-kunang sedangkan kepala berdenyut sakit.
Sebelum akhirya tidak sadarkan diri.
Sayup-sayup Kupu Kupu Putih mendengar ada suara orang tertawa mengikik disusul dengan ucapan.
"Weleh... nenek Momok Laknat. Musuhmu ternyata sudah gentayangan sampai kemari. Apa yang terjadi dengannya. Pakaiannya tak karuan. Agaknya ada seseorang hendak berbuat cabul padanya. Aku malu melihatnya. Tapi apa yang kita lakukan? Membunuhnya atau menelanjangi tubuhnya? Hi hi hi"
"Apa? Jangan dibunuh. Aku melihat luka dalamnya belum sembuh. Aku mendengar suara orang berkelahi di balik pohon itu. Aku yakin yang berkelahi sama-sama menginginkan tubuhnya yang molek. Bagusnya kita bawa saja menjauh dari tempat Ini. Kita sembuhkan. Setelah sembuh kita bunuh. Hik hik hik!"
Sahut orang ke dua.
Dengan kondisi tubuh yang makin melemah Kupu Kupu Putih mencoba memperhatikan siapa yang datang.Yang muncul ternyata seorang nenek berpakaian hitam berwajah seangker setan.
Dua mata cuma berupa dua rongga menganga hitam, hidung hanya berupa rongga besar tembus ke rongga mulut.
Dan sekujur tubuhnya dipenuhi bekas luka seperti dicacah.
Sedangkan orang ke dua tak lain adalah seorang wanita sekujur tubuhnya berwarna merah darah memperlihatkan untaian daging tanpa kulit, berkepala botak seperti tengkorak dengan dua mata menjuntai keluar seperti mau tanggal.
Kupu Kupu Putih tentu saja mengenal dua orang ini yang tak lain adalah nenek bernama Momok Laknat dan gadis bernama Puteri Pemalu, Merekalah yang berkelahi dengannya.
Puteri Pemalu membunuh Maut Merah Dan Maut Hijau serta mencederai Maut Biru.
Sedangkan Momok Laknat yang telah membuatnya mengalami cidera hebat.
Untuk lebih jelas baca episode Pesta Darah Di Pantai Utara.
Melihat kehadiran musuh-musuhnya ciut hati Kupu Kupu Putih dibuatnya.
Dia cepat berkata memohon.
"Jangan Jangan bunuh aku. Tolong... selamatkan aku dari dua laki-laki jahanam yang hendak menodaiku itu."
"Hik hik hik! Perempuan berpakaian mesum. Dandananmu mengundang selera lelaki, tapi mengapa takut diperkosa?"
Dengus Momok Laknat.
"Bukankah tu enak, Hi hi hi!"
Timpal Puteri Pemalu pula sambil ketawa.
"Kumohon. Tolong aku. Aku bersedia melakukan apa saja bila kalian mau menolongku,"
Kata Kupu Kupu Putih meratap. Momok Laknat menatap ke arah Puteri Pemalu.
"Bagaimana menurutmu?"
Tanya si nenek pada sahabat pendampingnya.
"Hmm, baiklah kita bawa saja. Kita tolong dia, lalu kita sembuhkan. Setelah sembuh aku punya pekerjaan untuknya sebagai balas budi yang kita berikan."
Ujar Puteri Pemalu. Walau sempat ragu. Namun ketika melihat Kupu Kupu Putih tidak sadarkan diri lagi Momok Laknat segera menyambar tubuh si gadis.
"Cepat kita minggat dari sini. Aku tak mau dua kunyuk jantan yang sedang berkelahi itu melihat kita. Aku takut mereka menyerang kita dengan pedang tumpul! Hik hik hik!"
"Pedang tumpul apaan nek?"
Tanya Puteri Pemalu.
"Dasar bodoh. Pedang tumpul termasuk pedang gila juga! Hik hik hik!"
Berkata begitu sambil memanggul Kupu Kupu Putih di bahu kirinya Momok Laknat berkelebat .Puteri Pemalu segera mengikuti. Di tengah jalan dia jadi tertawa begitu mengetahui maksud ucapan Momok Laknat.
"Dasar tua bangka edan. Sudah bau tanah masih ingat dengan pedeng gila.Hi hi hi!" ****** Kembali pada Raja dan Bocah Ontang Anting yang masih berada di dalam gua Empat Ruang Satu Pintu. Seperti diketahui ketika terjadi ledakan besar yang menghantam dinding bukit Induk yang dibarengi jebolnya dinding gua. Sang Maha Sakti Dari istana Pulau Es baru saja mendapatkan Pedang Gila milik almarhum prabu Sangga Langit. Pemuda ini diam-diam mempererat cekalannya pada rangka pedang. Saat itu suara menderu menerobos masuk menyerbu ke arahnya. Raja melompat mundur sekaligus lepaskan pukulan Cakar Sakti Rajawali menyambuti kedatangan lawan. Lima cahaya menggidikan membersit keluar dari setiap ujung jemari pemuda ini. Tak ubahnya seperti sambaran ganas kuku rajawali. Kelima cahaya menghantam deru angin yang disertai suara ancaman dan gelak tawa. wuut! wutt! Glar! Glar! Sambaran lima cahaya berhasil membuat buyar sambaran angin ganas yang siap menggulung Raja dan Bocah Ontang Anting. Tapi begitu ledakan terjadi di balik deru angin melesat satu bayangan ke arah Raja. Melihat Ini Bocah Ontang Anting tidak tinggal diam. Dia tahu orang yang baru datang siap hendak merampas pedang di tangan Raja. Secepat kilat dia melompat menghadang sambil hantamkan dua tangan ke depan. Wuus! Segulung angin disertai berkiblatnya cahaya kelabu menghantam ke depan. Hawa panas luar biasa menghampar. Tapi yang diserang ini malah mendengus sambil lambungkan tubuh lebih tinggi. Pukulan Bocah Ontang Anting menyambar sejengkal di bawah kaki orang itu. Pukulan terus menderu hingga membentur dinding gua di depannya disertai ledakan dahsyat. Celakanya. Lolos dari serangan si bocah, lawan ternyata memutar tubuhnya ke bawah. Tangan kiri dengan kuku-kuku panjang bercabang menghantam menyambar bahu Bocah Ontang Anting hingga membuat si kakek jatuh terpelanting. Orang tua itu megap-megap. Pakaian dan bahunya robek, darah mengucur. Sambil mendekap luka dan berusaha menyembuhkannya. Dia hanya bisa menatap ke arah Raja dengan mata terbelalak saat lawan menyerbu ke arah pemuda itu. Mendapat serangan yang berlangsung cepat sedemikian rupa. Ternyata Raja masih bisa berlaku tenang sambil berusaha memutar tubuh, kaki bergerak lincah seperti orang menari. Ketika lawan menghantam kepala sambil berusaha merebut pedang di tangan kirinya. Tangan cepat menyusup ke bagian perut.
"Jurus tangan Dewa Menggusur Gunung!"
Teriak Raja menyebut nama jurus serangannya.
Slep! Des! Serangan cepat yang datang dengan tidak terduga ini tenyata tak sempat dihindari oleh lawannya.
Dengan telak telapak tangan Raja menghantam perut lawan hingga membuatnya terjengkang terguling-guling.
Lawan segera bangkit berdiri.
Raja tersenyum.
Sama seperti Bocah Ontang Anting dia segera menatap ke depan.
Keningnya berkerut, mata dipentang lebar ketika mengenali siapa orang yang menyerangnya.
Tak kalah sengit yang dipandang balas menatap.
Tapi Raja bersikap acuh.
Malah sambil tersenyum dia berkata.
"Jadi yang datang hanya seorang penyusup. Kini kau datang sendiri. Dimana muridmu? Mengapa kau datang lagi, bukankah kau telah mendapatkan kotak tempat menyimpan Pedang Gila?"
Kakek muka jerangkong berpakaian selempang seperti kulit kayu bercelana selutut berkuku panjang bercabang-cabang seperti akar kayu menggeram. Dia memandang Raja dan Bocah Ontang Anting silih berganti. Dengan suara menggeledek dia membentak.
"Pemuda gila! Kau dan sahabatmu telah bertindak keterlaluan. Kotak Itu jelas tidak berisi pedang yang kucari. Isinya sebuah pesan gila dan seperangkat pakaian dalam, Siapa pun yang telah meletakkan pakaian wanita dalam kotak serta pesan di dalamnya. Dia layak mampus sekarang juga!"
Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar penjelasan si kakek jerangkong.
Raja tak kuasa menahan tawanya.
Berbeda dengan Bocah Ontang Anting yang merasa telah mengelabui orang dengan perbuatan isengnya.
Kakek ini diam-diam tidak merasa tenang.
Apalagi dia sudah merasakan kehebatan Ilmu kesaktian yang dimiliki oleh Hyang Kelam.
Tidak mengherankan sambil menyembuhkan luka menganga di bahunya.
Bocah Ontang Anting beringsut menjauh sambil berjaga-jaga dari segala kemungkinan.
Sementara itu Raja hentikan tawanya.
Sekali melirik pada sahabatnya dia segera tahu pasti Bocah Ontang Anting yang telah berlaku jahil dengan meletakkan pakaian dan benda-benda di dalam kotak.
Walau demikian dia tetap berkata.
"Mahluk alam roh bertubuh seperti tengkorak dan batang pohon. Aku tidak merasa telah meletakkan benda atau sepotong tulisanpun dalam kotak yang kau bawa lari. Kalaupun itu dilakukan oleh sahabatku. Maka kukira semuanya wajar. Temanku mungkin tahu kau suka dengan pakaian dalam wanita. Jadi apa salahnya bila temanku Bocah Ontang Anting memberimu tanda kenang- kenangan?"
Hyang Kelam keluarkan suara seperti kerbau disembelih.
Matanya yang cekung menjorok ke dalam rongga mendelik besar.
Tubuhnya yang hanya berupa kulit pembalut tulang bergetar hebat pertanda kemarahannya sudah sampai ke ubun-ubun .Selagi Hyang Kelam diamuk amarah.
Bocah Ontang Anting dengan agak ragu-ragu membuka mulut.
"Hyang Kelam, Mahluk jelek sedunia. Aku tahu siapa kau, aku juga tahu bagaimana kebiasaanmu. Bukankah kau orang yang kesasar bejad budi pekerti. Terang terang aku tidak bisa memberimu hadiah seorang wanita. Jadi kalau aku cuma mampu menghadiahimu pakaian dalam. Seharusnya kau tidak marah seperti ini. Sebaliknya kau harus berterima kasih ke padaku karena aku masih menghargai selera rendahmu!"
"Ha ha ha! Sebagai seorang Raja walau cuma Raja Gendeng aku memberi dukungan pada kakek sahabatku. Kau sudah menerima hadiah, lalu mengapa kembali lagi?"
Tanya Raja dengan mulut dipencong sementara mata kiri sengaja dikedipkan.
Saking marahnya Hyang Kelam hentakkan kakinya ke lantal gua.
Kaki kakek renta in? amblas hingga sebetis.Ruangan gua bergetar seperti dilanda gempa.
Sementara rajawali putih yang mengawasi keluarkan pekikan sebagai pertanda ketidaksukaannya atas kehadiran Hyang Kelam.
Setelah menarik lepas kaki yang amblas dengan mata berkilat dia membentak.
"Dua manusia gua. Pandai sekali kalian bergurau. Ketahulah, aku datang kembali yang pertama adalah untuk mengambil pedang pusaka itu. Sedangkan yang ke dua aku ingin mencabut nyawa busuk kalian berdua!"
"Ah aku takut. Tapi kuperingatkan jangan coba-coba menyerangku karena aku bisa memanahmu!"
Ancam Bocah Ontang Anting. Si kakek bangkit berdiri lalu mengambil busur dan anak panah. Melihat ini Raja memberi isyarat agar Bocah Ontang Anting mundur.
"Sial. Aku hendak membantu dia malah melarang."
Gerutu si bocah dalam hati. Raja tersenyum. Tanpa menghiraukan sahabatnya kini dia berbalik menghadap ke arah Hyang Kelam. Dengan bersungguh-sungguh pemuda ini kembali berucap.
"Mahluk alam arwah apakah otakmu sudah terbalik.senjata ini bukan milikmu.Akulah yang paling berhak mewarisi pedang ini karena pedang gila adalah milk ayahku!"
"Tak perduli senjata itu milik setan aku tetap akan mengambilnya! Jadi serahkan Pedang Gila kepadaku secara baik-baik atau aku akan mengambilnya secara paksa!"
Ancam Hyang Kelam habis kesabarannya. Tak perduli kemarahan orang sambil terkekeh Raja menjawab.
"Kau begitu bersemangat. Apakah kau sanggup mengambil pedang ini dari tanganku?"
Tanya Raja.
"Dia pasti tidak bisa paduka Raja Gendeng. Aku yakin kebisaannya cuma merampas kehormatan murid-muridnya. Ha ha ha!"
Celah Bocah Ontang Anting hingga membuat Hyang Kelam jadi naik pitam.
"Dua manusia tolol dan sombong. Rasakan segala akibat kebodohan kalian!"
Teriak Hyang Kelam.
Sekali dia mengangkat tangannya.
Maka dua ujung kuku bercabang seperti akar itu melesat ke arah Bocah Ontang Anting.
Celakanya lima kuku jari bercabang-cabang itu kemudian berubah menjadi akar, bergerak memanjang sedemikian rupa lalu menggulung tubuh Bocah Ontang Anting laksana ular piton yang membelit mangsa.
Kakek kerdil segera jatuhkan diri hindari libatan akar-akar yang mencoba meringkusnya.
Tetapi walau tubuh sebelah atas berhasil lolos, namun pergelangan kakinya masih kena dilibat salah satu akar yang berasal dari jari kelingking.
Selagi si kakek berusaha membebaskan kaki dari libatan.
Hyang Kelam angkat tangan kirinya.
Lalu dengan kecepatan luar biasa tangan diputar.
Dengan demikian Bocah Ontang Anting terpelanting berputar tak karuan mengikuti gerakan tangan Hyang Kelam "Kurang ajar! Kalau begini aku bisa muntah!"
Maki si bocah lalu cepat hantamkan pukulan sakti ke bagian akar yang melibat kakinya.
Wush! Dher! Hyang Kelam menggeram.
Sambaran cahaya biru laksana mata pedang yang memancar dari telapak tangan Bocah Ontang Anting tak mampu membabat putus akar yang melibat kakinya.
Malah apa yang dia lakukan membuat Hyang Kelam bertambah murka.
Dengan cara aneh tangannya terjulur lebih panjang.
Hingga Bocah Ontang Anting terkesima ketika sadar tubuhnya yang diputar sebat kini hampir bersentuhan dengan dinding gua.
Selagi rasa cemas dan keheranan menyelimuti diri kakek ini.
Hyang Kelam menyentakkan tangannya ke atas.
Kemudian dari atas tangan dihentakkan ke bawah.
Tanpa ampun Bocah Ontang Anting terbanting.
Si kakek menjerit keras.
Kepala yang terbentur lantai seperti remuk, sedangkan punggungnya laksana berpatahan.
Bocah Ontang Anting terkulai tak berdaya sambil muntahkan darah.
Hyang Kelam menarik tangannya.
Tangan itu kembali berubah pendek.
Begitu juga dengan akar yang muncul di setiap ujung kukunya ikut menjadi pendek.
Dan apa yang dialami oleh Bocah Ontang Anting sebenarnya tidak luput dari perhatian Raja.
Tapi ketika dia hendak bergerak ingin memberikan bantuan pada sahabatnya.
Hyang Kelam membentak.
"Kau hendak kemana? Aku sudah punya rencana tersendiri untuk mempercepat kematianmu! Terimalah!"
Berkata begitu Hyang Kelam julurkan tangan kanannya ke arah Raja.
Sama seperti yang dialami sahabatnya.
Begitu tangan Hyang Kelam terjulur memanjang.
Dari setiap kuku jarinya yang berubah menjadi akar merambat hidup.
Akar-akar aneh yang bercabang-cabang itu langsung menyerang leher dan berusaha melibatnya juga berusaha menggelung dua tangan dan kaki Raja.
Pemuda ini terkesima.
Tapi segera lambungkan diri ke udara.
Tak disangka akar-akar itu terus mengejar kemana pun dirinya bergerak.
Dengan kecepatan gerak yang sangat luar biasa, Raja berjumpalitan tiga kali lalu jejakkan kaki di atas gundukan batu tinggi di ujung gua.
Ketika melihat akar-akar menyambar ke arahnya.
Berturut-turut dia melepaskan pukulan Seribu Jejak Kematian dan Cakra Halilintar .Untuk diketahui, pukulan sakti Seribu Jejak Kematian adalah warisan gurunya Ki Panaraan Jagad Biru.
Sedangkan Cakra Halilintar adalah warisan nenek Nini Balang Kudu .Menggunakan salah satu ilmu pukulan sakti itu saja akibatnya sudah sangat mengerikan.
Apa lagi ketika Raja menggunakan dua pukulan sakti sekaligus.
Dari telapak tangan kiri sang pendekar mencuat cahaya hitam bergulung susul menyusul.
Sedangkan dari telapak tangan kanan menyambar lidah api raksasa dengan panas luar biasa.
Suara menggemuruh ditingkahi deru dan hawa panas tak tertahankan.
Bocah Ontang Anting dengan bersusah payah terpaksa merangkak bersembunyi di balik batu Sedangkan Pelintas Samudera terpaksa kepakkan sayap besarnya untuk lindungi diri dari sengatan hawa panas yang datang tindih menindih.
Di depan Raja, Hyang Kelam sempat terkesiap.
Melihat dua serangan lawan dia segera melindungi diri dengan tabir biru.
Tak ada pilihan, tangan yang tadi dipergunakan untuk menyerang kini terpaksa dia putar membentuk perisai pelindung diri.
Sepasang tangan Hyang Kelam memijarkan cahaya biru.
Cahaya itu seperti tameng raksasa yang terus bergerak ke depan menyongsong sambuti serangan lawan.
Bum! Buum! Dua kekuatan dahsyat beradu keras menimbulkan suara ledakan berdentum.
Raja terjajar, Hyang Kelam jatuh terpelanting.
Bukit Induk mengalami guncangan laksana dilanda selaksa gempa, sebagian ruangan gua runtuh.
Raja Gendeng 4 Petaka Pedang Gila di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hyang Kelam mengalami cidera berat.
Belum lagi sempat mahluk alam roh ini bangkit.
Reruntuhan langit-langit gua menimpa menimbuni tubuhnya.
Hyang Kelam menjerit setinggi langit.
Raja mendongak ke atas dan melihat bagian langit-langit gua yang lain siap hendak runtuh.
Pemuda ini tercengang namun cepat ambil tindakan.
Sambil berseru ditujukan pada sang rajawali.
Dia berlari menyambar tubuh Bocah Ontang Anting.
"Paman Wali cepat keluar. Gua ini mau runtuh!"
Teriakan tersebut di sambut dengan pekikan Sang Rajawali.
Makhluk raksasa Ini ternyata jauh lebih tahu adanya bahaya yang mengancam.
Sekali dia mengepakkan sayapnya tubuhnya melesat seperti anak panah.
Kibasan sayap menimbulkan suara menderu.
Begitu sebagian gua runtuh mahluk inipun telah berhasil meloloskan diri dari lubang besar di lereng bukit.
Untuk beberapa saat lamanya rajawali berputar-putar mengelilingi bagian atas puncak bukit.
Mata tajamnya liar mencari-cari saat melihat Raja berhasil lolos dari ruangan gua yang runtuh sambil memanggul Bocah Ontang Anting.
Sang Rajawali yang dikenal dengan nama Pelintas Samudera menukik ke bawah lalu bergerak merendah untuk selanjutnya hinggap tak Jauh dari tempat dimana Raja dan Bocah Ontang Anting berada.
"Paman wali! Syukurlah kita semua selamat."
Ujar Raja dengan nafas tersengal. Pelintas Samudera keluarkan pekikan nyaring sambil anggukkan kepala. Raja tersenyum, tapi kemudian perhatiannya tertuju pada Bocah Ontang Anting? "Bagaimana keadaanmu kek?"
Bertanya Raja dengan perasaan cemas.
"Seperti yang kau lihat.Aku sedang duduk bersila, berusaha menyembuhkan luka dalam akibat bantingan mahluk aneh dari alam roh itu.Tapi aku tidak apa-apa. Sebentar lagi pasti pulih, apalagi kalau aku bisa membuang angin.Pasti segalanya menjadi beres."
Jawab Bocah Ontang Anting tanpa senyum.
"Ah kau ada-ada saja. Sebagian tugas telah selesai. Semua ini atas bantuanmu juga bantuan paman wali". ujar Raja.
"Ya. Tugasmu selanjutnya adalah mencarikan jodoh untukku. Bukankah begitu?"
Sindir si kakek mengingatkan.
"Itu tidak sulit."
Sahut Raja lagi. Sementara itu matanya mencari kian kemari.
"Pedang sudah ada ditanganmu. Matamu jelalatan seperti maling kesiangan. Apa yang kau cari?"
Tanya Bocah Onteng Anting.
"Tidak kek. Anu..tadi sebelum memasuki gua aku meninggalkan dua orang yang ikut membantu kita. Mereka memilih menunggu di luar sini."
Terang Raja. Mata si kakek dibuka sedikit, dari celah mata dia mengintai sekaligus bertanya.
"Siapa orang itu ?"
"Yang satu seorang kakek bernama Angin Pesut. Dia mempunyai gelar sebutan Dewa Saru Saru. Sedangkan temannya gadis berpedang kayu bertubuh harum...."
"Tunggu."
Bocah Ontang Anting cepat memotong.
"Ada apa? Kau mengenal mereka?"
Tanya Raja sambil menatap kakek itu. Yang ditanya manggut-manggut sekaligus menjawab.
"Tentu. Aku mengenal mereka. Gadis yang kau maksudkan Dewi Harum atau lebih dikenal dengan sebutan Puteri Pedang Harum. Dan Angin Pesut memang sahabatnya. Kakek besar berbobot lebih delapan ratus kati itu biasanya lebih suka mendekam di Bukit Cincin atau Batu Kutuk, Ah, mereka semua orang baik."
Puji Bocah Ontang Anting takjub.
"Mereka orang yang baik. Agaknya pergi diam-diam. Tapi apakah kau mau kujodohkan dengan Dewi Harum kek?"
Tanya Raja tampak bersungguh-sungguh. Bocah Ontang Anting tersipu.
"Ah kau sudah gila apa? Dia pantas menjadi cucuku". jawab si kakek malu malu.
"Namanya jodoh siapa tahu kek."
"Kau mungkin gendeng betulan tapi aku belum gila. Kalau sudah jodoh dan memang terpaksa aku mau saja berjodoh dengan gadis secantik dia. Jangankan dengan dia. Dengan nenek-nenek peot yang sudah keriput asal masih ada nafasnya aku pasti mau, Raja."
Kata orang tua itu. Mendengar itu Raja tersenyum.
"Kau sudah mau.Dia mungkin juga mau"
Gumam Raja.
"Ya. Dia pasti mau denganku. Dia mau...mau muntah. Ha ha ha!"
Dengus Bocah Ontang Anting, disertai tawa berderai, Raja pun tak kuasa menahan tawa.
Mereka tertawa terkekeh-kekeh sambung menyambung seperti selayaknya dua orang yang kehilangan kewarasannya.
TAMAT.
Ikuti episode berikutnya dalam kisah Dendam Manusia Kutukan.
(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.
Terima kasih) Situbondo,25 Agustus 2019
Pendekar Rajawali Sakti 84 Tujuh Mata Pedang Siluman Darah 23 Bocah Kembaran Furinkazan Angin Hutan Api Gunung Karya
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama