Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok Bagian 12
Melihat Lim Cu-hoan berani membantahnya, Ciu Pek-ho merasa kehilangan muka, maka dia mengeluarkan pedang dan berteriak.
"Pelayan tidak tahu diri, apakah kau tidak menginginkan nyawamu lagi? berani sekali kau berkata seperti itu kepadaku!"
Dengan tenang Lim Cu-hoan juga mencabut pedangnya, pedang Ciu Pek-ho dilibat, mereka mulai beradu tenaga dalam, saat mereka sedang bertahan tiba-tiba dari ruangan dalam muncul sesosok bayangan, dengan cepat sosok ini memisahkan mereka, dan entah dengan cara dan tenaga apa dia berhasil merebut pedang milik mereka, dia membentak.
"Ciu Pek-ho, apa yang kau lakukan?"
Melihat orang yang datang, sikap galak Ciu Pek-ho langsung menghilang, dengan sikap hormat dia berkata.
"Paman Bun, Anda pasti sudah mendengar kata-kata Lim Cu-hoan yang telah membuatku jengkel!"
Orang itu tertawa dingin.
"Kata- kata Lim Cu-hoan tidak salah, dia adalah penjaga pintu kota Ceng-seng, bukan pelayan keluarga Ciu, untuk apa dia harus bersikap sungkan dan menuruti perintahmu? Apalagi sampai saat ini Ceng-seng bukan dikuasai oleh keluarga Ciu, untuk apa kau sengaja bertingkah di sini? Cepat pergi dari sini!"
Wajah Ciu Pek-ho terus berubah, orang itu bertambah marah lagi.
"Kau mau apa? Apakah kau berani membantah perintahku?"
Ciu Pek-ho mengangkat kepalanya.
"Paman bun, aku tidak bisa pergi dari sini!"
"Siapa bilang tidak bisa? Aku akan membuatmu pergi dari sini!"
Ciu Pek-ho terkejut, dari dalam keluar banyak orang yang terdepan adalah 3 lelaki setengah baya, mereka terlihat sangat bersemangat, salah satu dari mereka tertawa dan berkata.
"Lo-ji, mengapa kau memarahi generasi yang lebih muda? Di depan orang banyak kau harus memberi Ciu Toako sedikit muka, nanti dia akan ditertawakan orang!"
Orang itu berkata dengan marah.
"Lo-toa, biasanya aku tidak mau mengurusi hal-hal kecil seperti ini, tapi hari ini aku tidak tahan, bocah ini sangat sombong, kita belum mati tapi dia sudah menganggap dirinya sebagai ketua Ceng-seng!"
Orang yang berbicara dengannya tersenyum.
"Lo-ji, kau juga sudah ada umur, tapi sifatmu masih keras, Ciu Pek-ho memang terlalu sombong tapi kelak masih ada waktu mengajarinya, jangan memarahinya di depan banyak orang, hal ini membuatnya malu!"
Orang yang berdiri di sisinya dengan wajah marah berkata.
"Benar, Bun Toako, pandanglah mukaku, putraku tidak bersikap dewasa sehingga membuatmu marah, dia harus diajar lagi, tapi dari nada bicara Bun-heng tadi tidak seperti seorang Cianpwee mengajar seorang Houwpwee malah seperti memarahi putranya sendiri!"
"Aku tidak ada hoki melahirkan seorang putra yang bersikap demikian memalukan!"
Kata orang itu. Orang yang membuka suara itu bicara lagi.
"Tunggu sampai Bun Toako mempunyai anak baru kau bisa mengajari anakmu, putraku tidak perlu repot-repot kau ajari!"
"Ciu Giok-hu, apakah kau sedang kentut?"
Ciu Giok-hu juga narah.
"Bun Lo-ji! Jangan mengira setelah menyempurnakan ilmu pedangmu di danau Seng-soat di Ceng-hai maka kau pantas mengurusi semua hal, kau belum pantas mengurusi masalah Ceng-seng!"
Sorot mata orang itu berubah menjadi aneh, dia tertawa dingin, katanya.
"Ciu Giok-hu, apakah masalah Ceng-seng putramu sudah pantas mengurusinya?"
"Memang belum, tapi sikap Lim Cu-hoan kepadanya membuktikan kalau dia memandang remeh wibawa tiga keluarga kita, putraku ingin memberi hukuman pada semua orang itu untuk menjaga wibawa 3 keluarga kita, seharusnya kau mendukung putraku!"
"Baru saja aku meninggalkan Ceng-seng 10 tahun, gunung Ceng-seng tiba-tiba sudah menjadi milik keluarga Ciu, Lo-toa, Liu Toako, bagaimana menurut kalian?"
Liu Ji-swie dengan cepat berkata.
"Paman Bun, Paman tidak perlu banyak bertanya lagi, sebab keluarga Bun dan keluarga Liu hanya memiliki sedikit keturunan sedangkan keluarga Ciu mempunyai seorang putra, maka posisi ketua Ceng-seng sudah pasti menjadi milik keluarga Ciu, dan yang lebih pasti lagi Ciu Pek-ho adalah orang yang akan ditunjuk menjadi ketua Ceng-seng!"
Ciu Giok-hu dengan cepat menyela.
"Hui-hui, mengapa bicara seperti itu? Bukankah keluarga kita akan melaksanakan pernikahan dan kau akan masuk menjadi anggota keluarga kami!"
Liu Hui-hui berkata dengan dingin.
"Paman Ciu, aku sudah menjelaskan pertunangan kemarin ini adalah hal yang salah, dan aku sudah mengumumkan kalau pernikahan kami sudah batal!"
"Pernikahan bukan hal main-main, apakah bila ingin batal bisa langsung batal? Apalagi dulu kau sudah menyetujui pernikahan ini,"
Kata Ciu Giok-hu.
"Benar, dulu aku dengan satu kalimat aku mengumumkan pertunangan sekarang apa salahnya kalau aku membatalkan pertunangan ini dengan satu kalimat juga? Tidak ada mak comblang yang menjadi saksi juga tidak ada perintah dari ayah dan ibuku, semua aku sendiri yang menentukannya!"
Ciu Giok-hu mengerutkan dahinya.
"Liu Toako, katakanlah sesuatu...."
Liu Ta-su dengan terpaksa berkata.
"Hui-hui, kau jangan keras kepala, dulu kau yang ingin menikah dengan Ciu Pek-ho itu keinginanmu sendiri tapi aku belum menyetujuinya!"
Liu Hui-hui tertawa, berkata.
"Dulu ayah belum setuju, maka sekarang pun tidak perlu mengakuinya!"
"Tapi antara aku dan Ciu Toako sudah ada kesepakatan...."
Kata Liu Ta-su.
"Perjanjian kalian adalah setelah ada keturunan, putra kedua akan diberikan kepada keluarga Liu, tapi aku rasa itu belum tentu terjadi, dari mana ayah tahu bakal ada harapan?"
Liu Ta-su menjawab.
"Aku rasa tidak masalah, sebab dulu kami terlalu rajin belajar ilmu pedang maka kami terlambat beristri jadi keturunan kami sangat sedikit, kami sudah menyelidiki dan mendapatkan sebuah cara, dengan cara yang cepat adalah semasa kalian masih muda cepatlah menikah, mungkin kalian bisa melahirkan 3-4 orang putra putri!"
Ciu Giok-hu tertawa, katanya.
"Benar, Hui-hui berwajah hoki bisa melahirkan banyak putra, waktu itu bukan kita 2 keluarga saja yang akan mempunyai keturunan, Bun Toako pun bisa mendapatkan anak yang akan mewarisi marganya!"
Liu Ta-su berkata kepada orang yang memarahi Ciu Pek-ho.
"Bun Ji-ko, aku dan Ciu Toako sudah setuju kalau nanti Hui- hui mempunyai anak lelaki ketiga kami akan memberikannya kepada keluarga Bun untuk diangkat menjadi anak!"
"Ini bukan jalan satu-satunya, sebab aku tidak akan menikah dengan Ciu Pek-ho, jadi kalian harus mencari cara lain!"
"Hui-hui, kau!"
Liu Ta-su marah. Liu Hui-hui memprotes.
"Ayah, kau boleh membunuhku tapi tidak bisa memaksaku menikah dengan Ciu Pek-ho, aku sangat membencinya!"
Liu Ta-su mengeluarkan pedangnya dan membentak.
"Kau kira aku tidak berani membunuhmu?"
Liu Hui-hui memutar pergelangan tangannya dan meletakkan sebuah pisau belati di depan dadanya.
"Ayah, kalau kau ingin aku mati, tidak perlu menggunakan tangan ayah sendiri, asal kau memintanya itu sudah cukup!"
Ciu Giok-hu dengan cepat menarik Liu Ta-su dan berkata.
"Liu Toako, Hui-hui hanya bicara saja, nanti dia akan mengerti untuk apa memarahinya seperti itu?"
Kemudian dia memegang pergelangan tangan Liu Ji-swie dan berkata.
"Anak bodoh, jangan main-main lagi, cepat berikan pisau itu kepadaku, kita rundingkan lagi cara lain!"
"Tidak, lepaskan tanganmu!"
Sambil tertawa jari Ciu Giok-hu menekan pisau kecil yang dipegang oleh Liu Hui-hui hingga terjatuh, dengan memberi isyarat melalui mata, Ciu Pek-ho datang dan menarik Liu Hui- hui, tapi Siau Ceng menghalanginya, Siau Pek segera menunjuk Liu Hui-hui dengan pedangnya dan berkata.
"Ciu Tay-ya, nona dari awal sudah tahu kau akan menggunakan kekerasan maka dia berpesan kepada kami kalau perlu kami harus membunuhnya!"
Liu Ta-su marah dan membentak.
"Siau Ceng, Siau Pek, apakah kalian sudah gila? Hayo pergi!"
Siau Ceng dan Siau Pek pura-pura tidak mendengar, Liu Ta- su mengeluarkan pedangnya dan berkata.
"Apakah kalian juga akan memberontak? Aku akan membunuh kalian dulu!"
Pedangnya akan menyerang mereka, Liu Ji-swie berteriak.
"Siau Ceng, Siau Pek, kalian mundur, aku akan menikah dengan Ciu Pek-ho!"
Ciu Giok-hu tetap memegang tangannya dan berkata.
"Apakah perkataanmu benar, Hui-hui?"
Liu Hui-hui mengangguk.
"Kali ini ada banyak saksi, kau tidak bisa menyesal dan membantah lagi, kau harus tahu dengan posisi kita 3 keluarga di Ceng-seng, jangan membuat malu kami, anak baik, tolong berjanji sekali lagi di depanku!"
Liu Hui-hui segera memasang wajah galak.
"Baiklah, di depan banyak orang, aku berjanji akan menjadi menantu keluarga Ciu dan aku juga akan memutuskan harapan kalian!"
Ciu Giok-hu terkejut dan berteriak.
"Apa maksud perkataanmu, Hui-hui?"
"Kau memaksaku melakukan hal yang tidak kusuka, aku juga akan membuatmu sedih, setelah aku menikah hal pertama yang akan kulakukan adalah membunuh putramu supaya harapanmu mempunyai keturunan terputus, supaya kau tidak perlu terus merasa khawatir lagi!"
Wajah Ciu Giok-hu berubah, Liu Ta-su pun menarik nafas dan berkata.
"Ciu Toako, Hui-hui telah berkata seperti itu dan dia akan melakukannya, lebih baik kau jangan memaksanya dan kau jangan merusak hubungan baik yang terjalin di antara kita!"
Ciu Giok-hu tertawa terbahak-bahak.
"Benar, masalah antara putra putri kita lebih baik ditunda dulu, kita harus membereskan masalah yang memang harus kita bereskan!"
Kemudian dia melepaskan Liu Ji-swie dan berkata kepada Ciam Giok-beng.
"Orang she Ciam, di Pa-tong kau berhasil mengalahkan putraku, kami sedang mencarimu dan kau sendiri yang datang kemari mencari kami, katakan dengan cara apa kau ingin meminta maaf kepada kami?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari tadi Goan Hiong melihat ketidakcocokkan di antara mereka, mendengar kata-kata ini dia berkata.
"Kami kemari bukan untuk meminta maaf, tapi untuk bertanya tentang kesalahan kalian, Ciu Giok-hu, putramu di Pa-tong telah merusak bendera kami juga telah membunuh dua pegawai kami!"
Ciu Giok-hu tertawa terbahak-bahak.
"Semua ini tanggung jawab Ceng-seng, membunuh dua orang adalah hal biasa, kalau kalian sanggup kalian boleh membunuh dua orang kami!"
Orang yang dipanggil Bun Lo-ji berteriak.
"Nanti dulu, Ciu Giok-hu, di Ceng-seng ada suatu peraturan, tidak diijinkan keluar dari sini untuk mencari masalah, putramu di luar sana telah membunuh orang kau harus menuruti perintah Ceng- seng dan menghukum putramu dengan berat bukan malah melindunginya, aturan ini kita sendiri yang membuatnya, kau adalah ketua Ceng-seng, bagaimana bisa kau sendiri yang melanggarnya!"
"Tapi putraku tidak membocorkan identitasnya di luar sana!"
Kata Ciu Giok-hu.
"Mengapa orang lain bisa tahu?"
Kata Orang itu.
"Siapa orang yang membocorkan identitas putraku? Aku sedang menyelidikinya,"
Kata Ciu Giok-hu.
"Siapa dia?"
Tanya orang itu. Mata Goan Hiong berputar, berkata.
"Siapakah Lo-cianpwee ini?"
Lim Cu-hoan menjawab.
"Dia adalah Bun Lo-enghiong, dia adalah adik dari salah satu 3 tetua Ceng-seng, Bun Ta-cai namanya adalah Tho-hoan, 10 tahun yang lalu dia meninggalkan Ceng-seng pergi ke danau Seng-Soat di Ceng-hai berlatih ilmu silat, dia baru kembali!"
Goan Hiong segera memberi hormat.
"Bun Cianpwee, sejak kedatanganku ke sini, aku sudah melihat kalau Cianpwee adalah orang yang mengerti aturan maka aku meminta Cianpwee untuk membantu kami menegakan keadilan, yang mana yang salah dan yang mana yang benar harus mengerti dengan jelas!"
Ciu Giok-hu tertawa dingin, berkata.
"Bocah, kau jangan mengadu domba kami, hubungan 3 keluarga Ceng-seng sangat akrab, caramu tadi tidak akan berhasil!"
Goan Hiong tertawa dingin.
"Kau selalu menganggap dirimu sebagai ketua Ceng-seng, di mata kami kau adalah orang yang tidak tahu aturan, kami datang kemari dengan menuruti segala aturan main, karena bertemu Bun Cianpwee maka kami ingin bicara dengan beliau, bila semua orang seperti dirimu, aku malas bicara!"
Ciu Giok-hu benar-benar marah, dia membentak.
"Bocah, dengan kata-katamu tadi, hari ini aku yakin kau tidak akan bisa hidup-hidup meninggalkan Ceng-seng!"
Bun Tho-hoan tersenyum, berkata.
"Ciu Toako, jangan menyalahkan orang lain, karena putramu memang bersikap buruk, dari sikapnya kepadaku sudah terlihat kalau di antara kita memang tidak kompak!"
"Putraku marah karena lawan dengan senjata rahasia memecah Barisan Thian-kong, perbuatan mereka kurang jujur, maka putraku marah, kau adalah orang yang lebih tua, kau tidak membantu, malah memarahinya, akibatnya dia bersikap tidak sopan kepada Bun Toako!"
Wajah Bun Tho-hoan mulai terlihat tidak suka.
"Di depan mata, putramu tidak ada niat ingin menghormati orang yang lebih tua, apakah Ciu Toako masih berpendapat kalau aku yang salah? Kalau begitu aku harus meminta maaf kepadanya!"
Kemudian dia memberi hormat pada Ciu Pek-ho.
"Ciu Siau- ya, tadi aku sudah bersalah aku sudah berbuat tidak sopan kepadamu, harap Siau-ya memaafkanku!"
Ayah dan anak marga Ciu merasa malu dan tidak bisa menjawab, waktu itu Bun Ta-cai baru bersuara.
"Lo-ji, mengapa kau bertindak seperti itu?"
Bun Tho-hoan tertawa dingin.
"Aku salah telah membentak Ciu Pek-ho, ini kesalahanku, setelah meninggalkan rumah selama 10 tahun, aku masih mengira kalau Ceng-seng masih seperti dulu, maka aku bicara dengan nada orang yang lebih tua kepada Ciu Pek-ho, kalau Toako dari awal sudah memberitahu bahwa Ceng-seng sekarang berbeda dengan Ceng-seng yang dulu aku tidak akan membuat Ciu Siau-ya marah!"
Wajah Ciu Giok-hu benar-benar terlihat marah. Dia berteriak.
"Bun Lo-ji, mengapa kau sengaja bersikap seperti itu kepadaku, kita telah bersaudara selama puluhan tahun, apa maksudmu?"
"Kepada putramu saja aku tidak berani, apalagi bermaksud lain kepadamu,"
Jawab Bun Tho-hoan. Saat Ciu Giok-hu akan membuka mulut, Liu Ta-su menyela.
"Ciu Toako, ini salahmu, Bun Lo-ji lebih tua walaupun dia membentak Ciu Pek-ho, Ciu Pek-ho harus mendengarnya, sikapnya tidak baik, masih bisa dimaafkan karena dia masih muda, tapi kalau kau bertindak seperti putramu, pasti Bun Lo- ji tidak suka!"
Karena kata-kata Liu Ta-su maka Ciu Giok-hu terpaksa diam. Sekarang Ciam Giok-beng baru membuka mulut.
"Sebelum datang kemari, aku sudah berpikir pasti akan terjadi pertarungan di antara kita, tapi setelah datang kemari, melihat keadaan kalian, aku malah sulit mengambil keputusan, aku ingin tanya apakah di Ceng-seng masih ada peraturan yang dulu?"
Bun Tho-hoan sedikit terkejut dan bertanya.
"Mengapa Ciam Tayhiap berkata demikian?"
Dengan tenang Ciam Giok- beng menjawab.
"Seperti kalau mau masuk ke sini harus menoronos, dan peraturan lainnya."
Bun Tho-hoan tertawa, katanya.
"Disini ada barisan Thian- kong, sebenarnya kedatangan kalian kemari tidak harus dilayani dengan cara seperti itu, tapi kalian juga tahu kalau Ceng-seng telah lama meneliti ilmu pedang, menghadapi pesilat pedang rendahan, kami tidak tertarik melayaninya, maka kakakku setuju dengan barisan pedang bertarung dengan kalian."
Kie Pi-sia tertawa dingin.
"Pesilat pedang rendahan bisa mengalahkan Ciu Pek-ho yang kalian anggap sebagai ketua, berarti ilmu pedang kalian ternyata tidak bagus!"
Dengan barisan pedang menolak kedatangan perusahaan perjalanan Su-hai itu adalah keinginan Ciu Giok-hu, karena kesalahpahaman yang terjadi antara Bun Tho-hoan dan Ciu Giok-hu sudah selesai, maka membuat masalah menjadi seperti itu, tapi dia tidak menyangka kalau Kie Pi-sia akan menyerang seperti itu membuatnya mereka tidak bisa menjawab.
Ciu Pek-ho berteriak lagi.
"Saat itu aku sendiri yang menahan kalian yang terdiri dari banyak orang, kalau bukan karena orang itu datang mengacaukan pertarungan di antara aku dan orang she Ciam, masih belum tahu siapa yang hidup dan siapa yang mati!"
Ciam Giok-beng tersenyum, katanya.
"Semenjak aku belajar ilmu pedang, aku hanya tahu menang dan kalah, tidak tahu ada yang hidup atau yang mati, karena aku bertarung hanya tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah, setelah itu akan berhenti bertarung, tapi Tuan dengan pedang ingin menentukan hidup dan mati, mungkin Tuan telah naik setingkat lebih tinggi lagi!"
Wajah Ciu Pek-ho menjadi merah, dia tidak bisa menjawab karena pesilat tangguh hanya bertarung sampai titik yang tepat, kalau bertarung dengan mempertaruhkan nyawa, itu adalah sikap yang buruk, sekarang dia tertangkap basah dan dia merasa malu.
Melihat dua orang itu telah kalah bicara, Bun Tho-hoan tertawa, katanya.
"Pertemuan hari ini bukan untuk bersilat lidah juga bukan untuk mengadu lidah!"
Kata Ciam Giok-beng.
"Aku tidak bermaksud beradu mulut, juga tidak ingin tahu mengenai menang atau kalah, setelah mendengar orang lain berpendapat aneh, kami datang kemari, maka kami sudah siap bertarung, hanya saja aku ingin tahu setelah masuk sini akan terjadi pertarungan seperti apa, bila ingin bertarung denganku aku akan keluar dari sini, aku datang ke sini bukan untuk bertarung, aku dihina kalian tidak apa-apa, tapi di depan perguruan aku harus menjaga wibawa perguruan kami."
Ciu Giok-hu tertawa dingin, berkata.
"Apa hebatnya perguruan di dunia persilatan? Di mata Ceng-seng tidak ada satu pun yang pantas untuk dilihat!"
Ciam Giok-beng berkata dengan nada aneh.
"Selama beberapa hari ini aku baru mendengar nama Ceng-seng, dari Ciu Pek-ho aku baru tahu tentang ilmu silat Ceng-seng, kalau hanya melihat dan mendengar lalu menjatuhkan keputusan, Ceng-seng tidak ada apa-apa yang bisa dibanggakan!"
Melihat mulut Ciu Giok-hu tertutup oleh omongan orang lain, Bun Tho-hoan segera membantu.
"Ciam Tayhiap, lebih baik kita masuk untuk beradu kepandaian, tidak perlu mengadu mulut!"
"Pertanyaanku belum dijawab,"
Kata Ciam Giok-beng sambil tertawa.
"Barisan pedang hanya untuk menghalangi orang-orang yang datang kemari, Ciam Tayhiap adalah pesilat pedang terkenal, tentu kami ingin meminta petunjuk dengan sikap rendah hati!"
Nada jawabannya terdengar sangat bersungguh-sungguh, memang tidak menjawab secara terang-terangan tapi sudah cukup lumayan.
Maka Ciam Giok-beng segera menjawab untuk menunggu pertarungan.
Tiga tetua Ceng-seng segera berjalan di depan membawa para pendekar masuk, sampai di sebuah tanah kosong, di kiri dan kanan lapangan itu sudah ada kursi-kursi.
Di tiap meja sudah ada cangkir teh, di sekeliling lapangan ada banyak pohon, dan kursi-kursi itu dipasang di bawah pohon.
Lapangan itu seperti lapangan untuk berlatih silat, tanahnya sangat padat, di bawah masih ada buluh bambu, dipasang sesuai gambar tertentu, buluh bambu tidak begitu besar maka tidak menghalangi gerakan orang di lapangan.
Bila buluh bambu itu dipasang pedang pendek, akan membentuk barisan pedang, barisan ini bisa melatih ilmu pedang berteknik tinggi.
Setelah 3 tetua Ceng-seng duduk, Bun Tho-hoan, Ciu Giok- hu dan Liu Ta-su duduk di tengah-tengah, setelah itu orang- orang Ceng-seng duduk di kedua sisi, Lim Cu-hoan pamit kepada para pendekar karena bagaimanapun dia adalah orang Ceng-seng.
Setelah Ciam Giok-beng dan Kie Tiang-lim duduk mereka memperhatikan orang-orang Ceng-seng, setiap orang yang ada di sana dilihat dengan teliti, mereka mencari saudara seperguruan mereka yang bernama Lok Su-hoan, tapi mereka tidak menemukan orang itu.
Setelah semua duduk Bun Tho-hoan segera berkata.
"Ciam Tayhiap, ada satu hal yang ingin kami tanyakan dengan jelas, saat keponakan Ciu bertarung dengan anda di Pa-tong, pernah ada seseorang yang muncul untuk menolong, siapakah orang itu? Apakah anda mengetahui orang ini?"
Ciam Giok-beng belum menjawab, Goan Hiong sudah menyela.
"Orang itu tidak memberitahukan namanya, aku yakin dia orang Ceng-seng."
Kata Bun Tho-hoan.
"Orang-orang Ceng-seng yang berilmu tinggi semuanya ada di sini, apakah Tuan tahu siapa mana orang itu? Menurut kami, dia pasti orang Ceng-seng kalau tidak dia tidak akan bisa memecahkan jurus-jurus Han-sat-su- eng milik keluarga Ciu."
Goan Hiong tertawa, katanya.
"Orang itu mengggunakan ketrampilan tangan mengubah wajahnya jadi kami tidak bisa melihat siapa sebenarnya orang itu, tapi menurut perkiraan kami dia adalah tetua perkumpulan kami yang sudah lama tidak bertemu, Lam-huang-kiam-sou, Lok Su-hoan, Lok Susiok!"
"Di Ceng-seng tidak ada orang itu!"
Kata Bun Tho-hoan. Goan Hiong menyambung.
"Semua membuktikan orang itu adalah Susiok kami, tidak mungkin orang lain. Karena orang itu bisa mementahkan jurus-jurus andalan Tay-lo-kiam yang diciptakan guruku, kecuali Lok Susiok, orang-orang Ceng-seng tidak mungkin mampu, karena Lok Susiok ada sedikit salah paham dengan perguruan kami, maka dia pergi, dia tinggal di Ceng-seng dan aku yakin dia tidak menggunakan nama aslinya!"
"Kalau begitu dia tidak mungkin berada di sini sebab Lok Su-hoan adalah murid Kian-kun-it-kiam Siau Pek, kuduga karena ilmu pedangnya tidak begitu bagus, maka posisinya tidak bisa diperhitungkan, selama 20 tahun ini Ceng-seng memang menerima banyak orang luar, mereka tidak pernah menggunakan nama aslinya, mereka dengan suka rela menjadi petani di sini untuk mempertahankan hidup, orang seperti yang kau maksud kami tidak memperhatikan mereka,"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Ciu Giok-hu. Goan Hiong mendengar dia selalu meremehkan Kian-kun- kiam-pai maka dia tertawa dingin.
"Kalau Lok Susiok berada di Ceng-seng, dia tidak akan memperlihatkan kepandaiannya, bukan karena ilmu silatnya lebih rendah dari kalian, kau jangan lupa dia bisa memecahkan ilmu pedang yang kau anggap paling hebat, Han-sat-su-eng, berapa orang Ceng- seng yang bisa mengatasi jurus ini?"
Ciu Giok-hu marah dan berkata.
"Putraku kalah karena teknik pedangnya kurang sempurna, bila yang menggunakan jurus ini adalah diriku, aku percaya tidak mungkin ada orang yang bisa memecahkannya, Kian-kun-kiam-pai kalian hanya menggunakan nama Siau Pek, mengakui dirinya adalah perguruan pedang yang hebat, di mata Ceng-seng itu tidak ada apa-apanya!"
Dengan dingin Goan Hiong menjawab.
"Kian-kun-kiam-pai tidak berani mengagulkan sebagai nomor satu di dunia ini, tapi kami menang darimu, ini adalah bukti nyata, bila kami hanya dimasukan dalam jajaran kedua, berarti kedudukan Ceng-seng di dunia persilatan ada di jajaran tiga!"
"Tidak juga, keponakan Hui-hui di Kim-leng berhasil mengalahkan kalian, dan memaksa kalian turun ke air, putraku di Pa-tong juga telah membuat kalian kocar kacir, apakah ini bukan bukti?"
"Pada akhirnya mereka berdua gagal total, ini juga bukti yang ada, dalam catatan kami Kian-kun-kiam-pai selalu menang dari Ceng-seng!"
Jawab Goan-Hiong. Ciu Giok-hu marah besar.
"Ciam Giok-beng, kau keluar! Dari pihak kami siapa pun yang keluar bisa mengalahkanmu, kau hanya bisa mengalahkan anak muda saja, apa hebatnya!"
Goan Hiong berkata.
"Kau belum pantas bertarung dengan guruku, kalau kau tidak terima perkataanku, kau boleh mencariku dulu, setelah menang dariku, guruku baru akan memikirkan apakah beliau tertarik untuk memberi pelajaran padamu, marga Ciu, kau keluar, kita coba dulu!"
Kemarahan membuat mata Ciu Giok-hu membesar, dia membentak.
"Pergilah! Anak yang tidak tahu diri, kau sudah kalah dari anakku, kau masih berani berbuat tidak sopan kepadaku?"
Goan Hiong tersenyum.
"Aku mengaku telah kalah dari anakmu, juga mengaku kalah dari Nona Liu, tapi itu 3 hari yang lalu, sekarang kau boleh lihat aku tidak akan kalah dari putramu, maka itu aku menantangmu!"
Ciu Giok-hu bertambah marah, Ciu Pek-ho berkata.
"Ayah, buat apa mara-marah? Biar aku mewakili ayah menghajarnya!"
Dia segera bersiap-siap keluar, tapi Bun Tho-hoan melarang dan berkata.
"Pek-ho, kembali! Untuk apa kau melakukan itu? Aku akan menjelaskan kepada mereka!"
Dia segera bertanya.
"Ciam Tayhiap, berapa orang dari pihak kalian yang siap bertanding?"
Ciam Giok-beng berkata.
"Orang-orang yang kami bawa tidak ada yang datang untuk menonton, setiap orang siap bertarung, silahkan anda sendiri yang mengatur susunan pertandingan ini!"
Bun Tho-hoan berpikir sebentar, katanya.
"Baiklah, kita tentukan peraturan sederhana saja, setiap orang boleh bertarung beberapa ronde, tapi bila sudah kalah satu kali, dia akan dicabut haknya untuk bertarung lagi!"
Ciam Giok-beng menjawab.
"Baik! Muridku sudah keluar harap Tuan mencarikan lawan untuknya!"
Ciu Pek-ho berebut bicara.
"Aku yang akan bertarung!"
Bun Tho-hoan membentak.
"Kau duduk dulu, bila sampai giliranmu aku akan memberitahu, ronde pertama sangat penting, bila kalah akan membuat pihak kita patah semangat!"
Ciu Pek-ho tidak terima.
"Bun Ji-siok, apakah Paman mengira aku akan kalah darinya?"
Bun Tho-hoan mengangguk.
"Aku rasa kemungkinannya sangat besar, dia pernah kalah olehmu tapi dia sudah mencari sebab kekalahannya, dan mencari kelemahan jurusmu, maka dia berani berkata dengan yakin, sebaliknya sejak kau pulang kau hanya mengagung-agungkan kesuksesanmu sendiri, kau selalu menganggap selain Ciam Tayhiap yang lain tidak perlu dikhawatirkan, orang yang sombong selalu gagal, mungkin mulai dari sekarang Ceng-seng harus menghapus cara 'menutup pintu menjaga di tempat' kau harus belajar pengalaman hidup dan ilmu di luar, tidak seperti dulu menjadi sombong dan besar mulut!"
Ciu Pek-ho tertawa, katanya.
"Ajaran Ji-siok benar, tapi aku kira kedudukan Ceng-seng tidak akan berubah secara besar, memang Ceng-seng jarang bergerak di luaran, tapi Adik Hui- hui di Kim-leng berturut-turut mengalahkan orang-orang perusahaan perjalanan Su-hai dan di Pa-tong ada yang membuka identitasku maka orang-orang dunia persilatan mulai mengenal Ceng-seng bila hari ini bisa mengalahkan Ciam Giok-beng, aku kira orang-orang yang berani datang ke Ceng-seng seperti datang untuk mencabut kumis harimau, pasti tidak banyak!"
Bun Tho-hoan menghela nafas.
"Penyakitmu yang sombong itu masih tidak bisa berubah!"
"Aku tidak sombong, apa yang kukatakan adalah kenyataan sebenarnya, Ciam Giok-beng adalah pesilat tangguh, aku mengakui hal ini, bila muridnya dalam beberapa hari bisa mengalami kemajuan pesat, aku benar-benar tidak percaya, marga Goan itu memang punya ilmu silat tinggi, dan aku pernah bertarung dengannya dan tahu jurus-jurus pedangnya, maka aku memberanikan diri bertarung dengannya, bila Bun Ji-siok yang akan bertarung atau 3 tetua Ceng-seng yang bertarung tidak menjadi masalah, tapi kalau orang lain yang bertarung itu lebih baik, aku lebih yakin bisa menang!"
Bun Tho-hoan berpikir sebentar.
"Baiklah, kalau kau menganggap dirimu bisa menang, aku tidak akan melarangmu bertarung tapi ada satu syarat, kau boleh menang tidak boleh kalah!"
Ciu Pek-ho tertawa, katanya.
"Kalau aku kalah, aku akan minta dihukum, seperti Ji-siok, 10 tahun lalu pergi ke danau Seng-soat untuk berlatih pedang selama 10 tahun!"
Bun Tho-hoan mengangguk.
"Kau sendiri yang mengajukan syarat ini!"
"Aku tidak akan merasa menyesal, bila aku menang, apakah dengan jasaku ini bisa menghapus hukuman kepada Adik Hui? Karena dia tanpa ijin telah keluar dari Ceng-seng."
Liu Hui-hui berteriak.
"Aku yang telah berbuat kesalahan aku sendiri yang akan menanggung akibatnya, kau tidak perlu ikut canpur, aku tidak terima!"
Bun Tho-hoan berkata.
"Walaupun Hui-hui tanpa ijin telah keluar dari Ceng-seng tapi dia tidak membocorkan identitasnya kalau dia adalah orang Ceng-seng, maka tanggung jawab atau hukumannya tidak akan berat, lebih baik kau sendiri yang harus berhati-hati menghadapi masalah yang akan datang!"
Ciu Pek-ho melihat sikap Liu Hui-hui begitu keras, dia sangat kecewa dan tidak berkata apa-apa lagi. Dia membawa pedangnya dan masuk ke tempat pertarungan, dengan dingin dia berkata kepada Goan Hiong.
"Saat di Pa-tong, aku melepaskanmu, kali ini kau datang sendiri ke Ceng-seng untuk mengantar kematian-mu, kali ini aku tidak akan memaafkanmu!"
Goan Hiong tertawa dengan tenang berkata.
"Sewaktu di Pa-tong, kau mewakili Tiang-kang-cui-cai bertarung dengan kami, biasanya kami yang membuka perusahaan perjalanan selalu tidak ingin membuat permusuhan dengan orang golongan hitam. Maka kami bersikap sangat sungkan kepadamu hari ini keadaan sudah tidak sama, kau tidak akan bisa berbuat sewenang-wenang!"
"Maksudmu, Ceng-seng tidak sekuat Tiang-kang-cui-cai? Biauw-eng memang ketua golongan hitam, tapi begitu bertemu dengan ayahku bernafas pun dia tidak berani kencang-kencang, apakah kau kira aku harus mengandalkan Tiang-kang-cui-cai? Kau benar-benar pandai bercanda!"
Kata Ciu Pek-ho.
"Biauw-eng dan Tiang-kang-cui-cai adalah perkumpulan golongan hitam, mereka selalu selalu mengontak sesama golongan hitam, maka kami bersikap sungkan, Ceng-seng hanya terdiri dari beberapa orang, kami tidak akan menaruh di hati!"
Kata Goan Hiong.
"Apakah kau dengar, Lo-ji, kedudukan Ceng-seng di luar sana lebih rendah dari golongan hitam, apakah kita akan membiarkannya begitu saja?"
Tanya Ciu Giok-hu. Bun Tho-hoan tertawa, katanya.
"Memang ini kenyataan sebenarnya, jumlah orang golongan hitam sangat banyak, mereka bisa membalas dendam dengan segala cara, tapi mereka sangat kompak, susah dan senang sama-sama dipikul, satu orang mengalami kesulitan, semua orang akan membantu, maka mereka bisa menjadi sangat kuat!"
"Setelah membereskan masalah sekarang, kita pun harus memberitahu keluar sampai di mana kekuatan kita, kalau Ceng-seng tidak mudah dihina!"
Kata Ciu Giok-hu. Bun Tho-hoan tertawa, katanya.
"Ciu Toako, untuk apa melakukan semua itu? Ceng-seng selalu mencari ketenangan, mencari nama dan mencari kemenangan dan bersaing dengan para perampok, apa gunanya?"
Ciu Giok-hu tertawa dingin.
"Jika Bun Lo-ji benar-benar ingin mencari ketenangan, kecuali kau tidak belajar ilmu silat Ceng-seng, baru bisa menjaga ketenangan sampai ratusan tahun dengan mengandalkan tenaga dan ilmu silat yang tinggi, coba kau pikir, banyak orang akan datang menyerang sebab di luar Ceng-seng berhasil dikalahkan, kalau tidak mana mungkin bisa menjaga ketengan lembah ini?"
"Kita belajar ilmu silat untuk membela diri, bukan untuk mencari masalah dengan orang lain!"
Kata Bun Tho-hoan.
"Tapi Kian-kun-kiam-pai sudah datang kemari membuktikan kalau penjagaan kita sudah tidak aman, maka kita hanya bisa mengatasinya dengan dua cara, pertama kita cari tempat yang lain supaya tidak usah menjadi repot, kedua, mengeluarkan kekuatan kita supaya orang luar tidak berani datang menyerang kemari, kecuali dua hal ini tidak ada cara lain lagi!"
Kata Ciu Giok-hu. Bun Ta-cai mengerutkan alisnya dan berkata.
"Giok-hu, kau selalu bersemangat dan selalu ingin keluar untuk memamerkan bahwa ilmu silatmu sangat tinggi, hal ini bertolak belakang dengan tujuan nenek moyang kita!"
Liu Ta-su ikut bicara.
"Bun Lo-toa, jaman sudah berubah, ratusan tahun yang lalu perkumpulan silat di dunia persilatan hanya ada beberapa, tidak sebanyak sekarang, aku merasa pandangan Ciu Toako sangat masuk akal, kita hanya sedikit memberitahu kepada dunia luar mengenai kekuatan kita dan membuktikan kalau Ceng-seng tidak bisa dihina begitu saja, kemudian kita kembali lagi ke sini dan membuat Ceng-seng menjadi tempat terlarang untuk dimasuki, ini adalah cara terbaik untuk mencari aman, asal kita tidak menyebut diri kita sebagai ketua dunia persilatan, dengan tujuan nenek moyang kita tidak akan bertolak belakang!"
Bun Ta-cai terdiam, Bun Tho-hoan berkata.
"Toako, sejak Kian-kun-kiam-pai datang berkunjung kemari, cara dulu yaitu menutup pintu sudah harus diubah, tapi kita juga tidak perlu cepat-cepat keluar untuk mencari jalan, kita bisa melihat dulu keadaan baru mengambil keputusan!"
"Kata-kata Lo-ji benar, setelah kita berhasil mengalahkan Kian-kun-kiam-pai kita bisa melihat apakah akan ada orang datang mengganggu Ceng-seng, kalau tidak ada orang yang secara terang-terangan datang untuk meminta bertarung dengan kita, kita tidak perlu mencari masalah, kalau tidak kita harus memberi sedikit warna kepada orang luar...."
Kata Ciu Giok-hu. Bun Ta-cai berpikir sebentar.
"Nanti baru akan kita bicarakan lagi, hal ini tidak cukup satu atau dua orang yang bisa membereskan, kita harus menanyakan pendapat banyak orang."
Ciu Pek-ho sudah tidak sabar, dia menyapa Goan Hiong, kemudian menyerang dengan pedangnya tapi Goan Hiong selalu menghindari bentrok dengan-nya, dia hanya memegang pedang untuk melindungi tubuhnya atau menghindari beberapa jurus dengan cara seperti itu.
Hal ini membuat Ciu Pek-ho menjadi terburu-buru, dia juga tidak berani menyerang habis-habisan, karena posisi Goan Hiong selalu tidak siap menyerang, maka dengan marah dia berteriak.
"Tadi kau terus memuji-muji dirimu, tapi sekarang kau hanya bisa menghindar terus!"
Goan Hiong tersenyum.
"Seorang pesilat pedang yang pintar tidak akan mau mengeluarkan tenaga secara sia-sia, dengan sedikit jurus mengalahkan musuh, ini adalah jurus pedang tertinggi, untuk apa kau terburu-buru seperti itu?"
"Pendapat yang aneh!"
Teriak Ciu Pek-ho.
"Tidak aneh, sebab inilah cara Kian-kun-kiam-pai, sebab terlalu sering mengeluarkan jurus-jurus menyerang akan terlihat banyak kelemahan, sebenarnya bertahan terus adalah cara yang bodoh, tapi cara bodoh ini bisa menyimpan kekurangan kita, orang yang bisa menyimpan kekurangan adalah orang pintar, aku kira kau tidak akan mengerti maksudku!"
Kata Goan Hiong.
"Aku memang tidak mengerti, sebab ilmu silat Ceng-seng tidak ada teori, tapi ilmu silat sejatinya bertambah maju, sekarang aku menyuruhmu melihat teori dan praktek, yang mana yang benar,"
Kata Ciu Pek-ho.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba jurus pedangnya berobah, serangannya sangat kuat ujung pedang berobah menjadi ribuan bintik datang dari seluruh penjuru, Goan Hiong tidak bisa menghindar lagi tapi dia tetap tidak berusaha untuk membalas, dia menahan dengan pedangnya atau menahan serangan lawan! Walaupun Ciu Pek-ho sangat sombong, tapi ilmu pedangnya yang dia pelajari selama beberapa tahun ini memang sangat hebat, setelah melihat strategi Goan Hiong dia pun menjadi sangat berhati-hati.
Dengan cepat dia mengambil kesempatan mengalahkan musuh, dengan jurus ganas menyerang musuh supaya bisa melindungi diri, juga membuat lawan mengeluarkan lowongan, taktik Goan Hiong hari ini memang telah direncanakan dengan sangat dalam, membuat ilmu Ciu Pek-ho tidak bisa dikeluarkan dengan sempurna, karena itu Ciu Pek-ho bertambah hati-hati.
Walaupun secara diam-diam dia bertambah hati-hati, tapi serangan tanganya tidak berhenti malah bertambah kuat, pedangnya terus diayunkan membuat Goan Hiong terkurung dalam bayangan pedang, dengan menahan serangan membuat Goan Hiong kelabakan, kecuali membalas serangan Goan Hiong tidak punya waktu untuk mengatur nafas.
Tampak Ciu Pek-ho dengan sepenuh hati menyerang, tiba- tiba Goan Hiong melihat ada kesempatan, pedang Goan Hiong langsung menyerang.
Pedang Ciu Pek-ho sudah tidak sempat ditarik kembali, gerakannya jadi terlihat gugup, hal ini membuat Goan Hiong punya kesempatan menyerang, saat pedang Goan Hiong hampir mengenai tubuhnya, tiba-tiba tangan kiri Ciu Pek-ho yang kosong mengeluarkan sebuah pedang pendek dan mengunci pedang Goan Hiong, pedang yang ada di tangan kanan segera ditarik kembali dan diletakkan di depan leher Goan Hiong, Ciu Pek-ho tertawa terbahak-bahak.
"Bocah, kau kira kau sudah tahu jurus-jurus pedangku maka kau mencari cara ini untuk melawanku? Kalau aku tidak cukup yakin apakah aku bisa mengeluarkan celah supaya kau bisa menyerangku? Apakah sekarang kau mengaku kalah?"
Dengan dingin Goan Hiong menjawab.
"Bila seorang pesilat pedang masih memegang pedang dia tidak akan mengaku kalah!"
"Maka aku memerintahkanmu untuk melepaskan pedangmu dan mengaku kalah!"
Kata Ciu Pek-ho.
"Kalau kau menjadi aku, apakah kau akan melepaskan pedangmu dan mengaku kalah?"
Dengan angkuh Goan Hiong menjawab.
"Yang pasti aku tidak akan mau, kepala boleh putus tapi pedang tidak akan kulepaskan!"
Kata Ciu Pek-ho sambil tertawa.
"Kalau begitu mengapa kau menyuruhku melepaskan pedang dan mengaku kalah?"
Tanya Goan Hiong.
"Karena mengaku kalah bagimu adalah hal biasa, di Kim- leng di Pa-tong kau pernah mengaku kalah, sekarang jika sekali lagi mengaku kalah tidak akan menjadi masalah bagimu, kau bukan orang yang serius!"
Kata Ciu Pek-ho. Goan Hiong marah.
"Kentut! Di Kim-leng aku mengaku kalah karena memang ilmu silatku tidak setinggi Nona Liu, di Pa-tong aku tidak mengaku kalah, apalagi hari ini, aku hanya kalah oleh tangan kirimu yang menyimpan pedang pendek, bukan karena ilmu pedangku kalah darimu, maka tidak ada alasan bagiku untuk mengaku kalah, kalau kau bisa bunuh saja aku!"
Ciu Pek-ho tertawa dingin.
"Kalau begitu kau ingin mati mencari nama?"
"Tidak juga, aku hanya menjaga harga diri seorang pesilat pedang!"
Sebenarnya Ciam Giok-beng ingin menyuruh Goan Hiong mengaku kalah tapi setelah mendengar kata-katanya dia menarik nafas panjang, dia melihat Goan Jit-hong pun tidak mengatakan sesuatu. Dengan hati bergejolak Goan Jit-hong berkata.
"Hiong-ji, kau benar, dalam marga Goan tidak ada pengecut yang melepas pedang untuk mempertahankan hidup, bila kau mati pasti akan ada orang yang akan membalaskan dendammu!"
Dengan santai Goan Hiong berkata.
"Ayah, tidak perlu melakukan itu, aku memang tidak bisa menjaga ayah lagi tapi tidak akan sampai merepotkan ayah untuk membalaskan dendam, hanya saja aku tidak bisa membalas budi ayah, harap ayah mau memaafkanku!"
Goan Jit-hong terkejut.
"Hiong-ji, kau tidak mau aku membalaskan dendam, apakah kau akan membiarkan dirimu mati sia-sia?"
Goan Hiong menggelengkan kepala sambil tertawa.
"Ayah, putramu tidak akan mati sia-sia, masalah balas dendam biar putramu sendiri yang melakukannya, tidak perlu merepotkan ayah!"
"Apakah kau sendiri yang akan membalas dendam?"
Tanya Ciu Pek-ho tidak percaya.
"Tentu saja, kalau kau ingin membunuhku, kau pun tidak akan hidup lebih lama dariku, memang aku mati dengan badan tidak sempurna, kepalaku akan terpenggal, tapi aku bisa membalas dengan sekali tusukan ke tubuhmu!"
Tangan kiri Ciu Pek-ho masih memegang pedang pendek yang masih mengunci pedang Goan Hiong. Dia melihat posisi berdiri mereka berdua dan tidak percaya kalau Goan Hiong masih mempunyai tenaga dan cara untuk membalas karena itu dia tertawa dingin.
"Bocah, kau jangan licik, kau ingin aku melepaskanmu?"
Goan Hiong marah, bentaknya.
"Ciu Pek-ho, kalau kau takut mati, lebih baik kau lepaskan pedangmu dan mengaku kalah, aku akan memaafkanmu, kalau tidak kau boleh mencobanya!"
Ciu Pek-ho juga marah.
"Sebenarnya aku tidak ingin membunuhmu, hanya ingin memberimu sedikit pelajaran tapi sekarang kalau aku melepaskanmu malah terlihat kalau aku takut kepadamu!"
Goan Hiong tertawa, katanya.
"Kau memang seorang penakut!"
Dari beberapa kali pertemuannya dengan Goan Hiong, Ciu Pek-ho tahu kalau dia adalah orang yang banyak akal, maka setelah mendengar kata-kata Goan Hiong dia mulai was-was dengan peringatan Goan Hiong, dia mulai percaya tapi dia pun tidak mau melayaninya begitu saja, maka dengan dingin dia berkata.
"Kau bergurau! Nyawamu berada di tanganku kau malah balik mengancamku, aku ingin tahu apa yang akan kau lakukan?"
Ciu Giok-hu sangat memperhatikan nyawa putranya, dia memang tidak bisa percaya Goan Hiong mempunyai cara untuk membalas, tapi dia pun tetap tidak bisa tenang, maka dia berteriak.
"Pek-ho, perhatikan tangannya yang kosong, kalau dia membalas pasti dia akan menggunakan tangan itu!"
Setelah pedang Goan Hiong terkunci, tangan kirinya dimasukkan ke dalam bajunya, entah apa yang akan dia lakukan, tapi Ciu Pek-ho sudah memperhatikan hal ini, dia tersenyum.
"Aku sudah tahu, pedang pendekku tersimpan di dalam lengan baju, aku pasti akan memperhatikan, begitu juga dengan dia!"
Kata Ciu Giok-hu.
"Jarak kalian begitu dekat, apalagi dia terkenal licik, belum tentu itu pedang pendek, kau harus hati- hati terhadap serangan yang lain!"
"Tenanglah ayah, aku akan hati-hati!"
Kemudian kedua tanganya mulai bergerak, pedang pendek di tangan kiri membuat pedang Goan Hiong harus terlempar, tangan kanan yang memegang pedang panjang tidak lepas dari tenggorokan Goan Hiong.
Tapi dengan cepat bisa menepis tangan kiri Goan Hiong yang tersimpan di dalam lengan bajunya, dia berpikir, Pasti Goan Hiong tidak akan menyangka dengan jurus ini, aku tidak perlu takut dia akan macam- macam lagi, dan aku bisa dengan mudah membunuhnya!"
Pedangnya bergerak menepis lengan baju Goan Hiong tapi ternyata tangan Goan Hiong ditarik ke atas, lengan baju Goan Hiong bergerak dengan cepat, pedang panjangnya dilempar dengan cara cepat merebut pedang pendek yang dipegang Ciu Giok-hu di tangan kiri, pedang pendek ditancapkan ke tulang rusuk di dada kiri kemudian dia menendang Ciu Pek-ho.
Tapi reflek Ciu Pek-ho sangat cepat, dia melihat dia tertepis, pedang segera ditarik ke atas, maksudnya adalah untuk membuat Goan Hiong mundur, tapi semua itu sudah ada dalam perhitungan Goan Hiong, dia menundukkan kepalanya untuk menghindari pedang yang datang dan waktu itu juga kakinya menendang Ciu Pek-ho, dia berguling ke bawah pedang yang dilemparnya tadi telah diambilnya kembali.
Beruntung tempat di mana pedang pendek menancap bukan di nadi penting, apalagi pedang itu adalah pedang pendek maka tidak bisa membuatnya terluka parah.
Dia meloncat dan tangannya menutup lukanya supaya darah tidak terus mengucur.
Tangan yang lainnya masih memegang pedang untuk siap siaga.
Goan Hiong melempar pedang pendek dan berkata.
"Ciu Pek-ho, sekarang kau harus tahu kalau kata-kataku bukan sekedar ancaman, apakah kau masih ingin bertarung?"
"Orang kerdil, kau dengan cara licik melukaiku, apakah kau jadi bangga karenanya? Yang pasti aku akan berjuang sampai titik darah penghabisan!"
Dia menyerang lebih ganas lagi, Goan Hiong mengayunkan pedangnya untuk menggetarkan Ciu Pek-hoi, tenaganya sangat besar, memang Ciu Pek-ho tidak kalah dari Goan Hiong untuk kekuatan tenaga pergelangannya tapi karena Ciu Pek-ho sudah terluka ditambah mengeluarkan tenaga maka lukanya terasa sakit dan darah masih mengalir.
Goan Hiong tersenyum, katanya.
"Ciu Pek-ho, lebih baik kau turun, memang lukamu tidak akan membuatmu mati, tapi bila darahmu terus mengalir kau akan kehabisan darah dan mati!"
Ciu Pek-ho meraung.
"Pergi! Apa hebatnya? Sebelum kepalamu lepas dari tubuhmu aku tidak akan mati!"
Dia memang berteriak seperti itu tapi dia tahu tubuhnya sudah terluka dan tidak akan bisa bertarung lama, maka dalam waktu singkat dia harus menyelesaikan pertarungan ini, maka serangannya bertambah cepat dan ganas.
Serangannya yang hebat membuat Goan Hiong masuk dalam keadaan berbahaya dia masih bisa menahan 2 jurus pertama tapi setelah itu dia kewalahan.
Dalam bayangan pedang tiba-tiba jurus Ciu Pek-ho berubah, tubuhnya berputar sedangkan pedangnya tidak.
Cara menyerangnya menjadi menyabet, dia menyabet ke arah pundak Goan Hiong.
Cara aneh ini membuat orang menahan nafas, orang-orang Ceng-seng menyangka Goan Hiong akan sulit menghindari jurus ini, tidak disangka Goan Hiong tetap menempel di sana dan tidak melihat bahaya yang mengancam jiwanya.
Dari serangan menusuk menjadi menyapu, dia memukul punggung Ciu Pek-ho.
Gerakan kedua belah pihak sangat cepat, masing-masing pihak jadi tidak sempat mengganti jurus, terpaksa kedua orang itu mengandalkan apa yang mereka bisa lakukan sambil bergeser tidak lupa untuk menyerang.
Bayangan manusia dan pedang terus saling tumpang tindih, tapi dalam suatu kesempatan terlihat pinggang Ciu Pek-ho tergores memang tidak terlalu dalam tapi sangat panjang, dari arah kiri ke kanan panjangnya ada satu kali sedangkan Goan Hiong hanya tergores di pundak.
Membuat baju bagian pundaknya sobek tapi tidak ada bagian tubuh lainnya yang terluka.
Ciu Pek-ho diam sejenak, kemudian dia roboh, wajah Ciu Giok-hu berubah, dia terbang ke atas seperti seekor burung besar, pedangnya sudah dikeluarkan, dia turun ke atas kepala Goan Hiong.
Gerakan Pui Ciauw-jin tidak kalah cepatnya dia seperti panah yang dilepas dari busurnya dengan cepat melaju, diiringi suara besar Pui Ciauw-jin menerima serangan yang dilancarkan dari atas.
Goan Hiong dengan tenang berdiri sambil tersenyum, dia berkata.
"Paman Pui, orang yang tinggal di gunung tidak tahu aturan, untuk apa kau ikut-ikutan seperti dia?"
Pui Ciauw-jin marah dan berkata.
"Bocah tengik, aku menolongmu, kau masih tidak tahu diri! Apakah kau tahu kalau serangan pedang tadi sangat dahsyat?"
"Aku tahu, dia melihat putranya kalah maka dia ingin membunuhku untuk menutupi rasa malunya, melihat caranya menyerang tadi aku tidak akan bisa menghindar, harus Paman yang dari sisi menahan serangannya baru bisa memusnahkan serangan dahsyat itu tapi sebenarnya tidak seperti itu, kalau Paman tidak menolong pun aku tidak akan mati, yang sial adalah putranya!"
Goan Hiong tertawa. Pui Ciauw-jin terpaku.
"Apa maksudmu, bocah tengik?"
Goan Hiong tertawa, katanya.
"Jika ingin menghindari serangan pedang tadi aku hanya tinggal berguling saja, sudah cukup!"
"Tapi orang itu menyerangmu secara berturut-turut, kau bisa berguling untuk menghindar hanya satu kali, tapi jurus kedua akan terus dilancarkan sedangkan kau belum berdiri, pedangnya pasti akan membelahmu menjadi dua!"
Kata Pui Ciauw-jin.
"Sewaktu aku berguling, aku akan berguling ke arah putranya, bila jurus kedua datang yang kena pasti putranya, aku ingin tahu apakah dia tega menyerang putranya?"
Ciu Giok-hu berteriak.
"Marga Goan, kau telah membunuh putraku lebih baik kau mati dengan tubuh tidak sempura, aku tidak akan melepaskanmu!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Goan Hiong tertawa terbahak-bahak.
"Kau begitu galak ingin membunuhku, ternyata ini alasannya, kau harus berterima kasih kepada Paman Pui, kalau bukan karena dia yang menahan seranganmu, dengan caraku tadi putramu benar-benar akan mati di tanganmu!"
Ciu Giok-hu terpaku, kemudian dengan mata penuh harapan dia bertanya.
"Apakah putraku belum mati?"
"Kami adalah pesilat pedang, dan kami tidak akan sembarangan membunuh orang, kalau tadi aku tidak cepat- cepat menarik pedangku yang melaju, baju bagian pundakku tidak akan tergores, ilmu pedang putramu masih rendah kelak kau harus menyuruh dia untuk berlatih lebih sungguh- sungguh!"
Kata Goan Hiong.
Ciu Giok-hu mendengar putranya tidak mati, dia sudah tidak mendengar kata-kata Goan Hiong yang pedas, dengan cepat dia berjongkok untuk memeriksa luka di pinggang Ciu Pek-ho.
Dia melihat bagian pusarnya ada goresan sepanjang kurang lebih 15 inci dalamnya paling-paling hanya 1 inci, hanya luka luar.
Goan Hiong tertawa dingin.
"Apakah kau sudah melihat dengan jelas? Kalau aku tidak menarik kembali pedangku pedang ini akan membuat tubuhnya terbelah menjadi dua bagian, mengeluarkan jurus memang mudah tapi untuk menariknya kembali sangat sulit, demi nyawanya aku harus mengambil keputusan berbahaya tapi putramu adalah orang yang sangat kejam, dia tidak akan bertindak seperti diriku, tadi kalau bukan karena aku cepat-cepat menghindar, pedangnya akan memotong sebelah tanganku!"
Ciu Giok-hu tahu luka di pinggang Ciu Pek-ho tidak akan membuatnya mati, tapi dia juga merasa curiga.
"Mengapa dengan luka seperti ini dia bisa roboh dan tidak bisa bangun lagi?"
Goan Hiong tertawa, katanya.
"Karena dia malu, dan dia pura-pura pingsan, kalau bukan karena jiwanya terlalu sempit, dia ingin menang tapi tidak mau kalah, kemarahan membuatnya menjadi pingsan!"
Ciu Giok-hu memeriksa nafas Ciu Pek-ho di hidungnya, dia sendiri tidak tahu apakah putranya pingsan atau hanya pura- pura karena nafasnya biasa-biasa saja, dia melotot melihat Goan Hiong kemudian menggendong Ciu Pek-ho dan langsung pergi.
Sampai di tempat duduk segera ada yang datang untuk menjemput dan membawa Ciu Pek-ho ke belakang untuk diobati, ornag-orang Ceng-seng melihat Ciu Pek-ho sudah kalah, hati mereka tidak enak apalagi Ciu Giok-hu mengingat kata-kata pedas Goan Hiong, kemarahan membuat tubuhnya gemetar.
Bun Tho-hoan menghiburnya.
"Ciu Toako, Pek-ho kalah mungkin karena tubuhnya terluka, kalau membicarakan menang atau kalah, dia belum kalah."
Goan Hiong berkata.
"Bun Cianpwee, pernyataanmu tidak adil, aku tidak akan mengaku kalah!"
"Di lehermu sudah tertempel pedang oleh Pek-ho, apakah dengan begitu kau bisa disebut menang?"
Tanya Bun Tho- hoan.
"Tidak apa-apa kalau pedang di depan leher, asal pedang tidak terlepas dari tangan dan aku masih ada tenaga untuk menyerang kembali, maka aku tidak bisa disebut kalah, bukti yang ada pun menyatakan aku memang seperti itu."
"Kau bisa menang karena kau memakai cara yang licik!"
Kata Bun Tho-hoan. Goan Hiong tertawa, katanya.
"Dalam ilmu pedang tehnik dan pikiran selalu menyatu, aku tidak menggunakan senjata lain, mana mungkin aku menggunakan cara licik?"
Bun Tho-hoan tidak sanggup menjawab, terpaksa dia berkata.
"Pedangmu terlepas dulu!"
"Tetua salah menyebutkannya, aku tidak melepaskan pedang tapi aku menggantinya dengan pedang yang lain, dari pedang panjang menjadi pedang pendek, tanganku belum pernah kosong!"
Kata Goan Hiong.
"Pisau belati bukan pedang!"
Kata Ciu Giok-hu.
"Ingat kata- kata ini keluar dari mulutmu, pisau belati ini bukan milikku, aku mengambilnya dari putramu, kalau pisau belati bukan pedang berarti dari awal putramu sudah kalah!"
Alasan ini dikemukakan oleh Goan Hiong sehingga orang- orang Ceng-seng tidak bisa membela diri lagi. Karena marah Ciu Giok-hu membentak.
"Bocah tengik, kau jangan keras kepala, hari ini kalian semua tidak akan ada yang bisa keluar dari sini hidup-hidup!"
Bun Tho-hoan mengerutkan alisnya.
"Ciu Toako, kalah dan menang adalah hal biasa, untuk apa terlalu serius memandangnya? Kita harus ada etika, jangan membuat orang lain mentertawakan kita!"
Ciu Giok-hu marah dan berkata.
"Bun Lo-ji, ini bukan masalah etika, aturan Ceng-seng semua murid Ceng-seng bila dihina di luar sana, kita harus membantunya mencari kembali mukanya, sekarang di depan kita mereka melukai murid Ceng- seng, kita harus membalasnya berkali-kali lipat!"
Bun Tho-hoan menarik nafas.
"Kekalahan Pek-ho bukan karena tehniknya di bawah orang lain. Tehnik pedangnya berada di atas orang lain, tapi dia tidak mau menggunakan jalan lurus untuk mencari kemenangan, dia selalu menggunakan jalan tidak benar, akhirnya malah membuat dia sendiri terhina, ini menjadi sedikit pelajaran untuknya dan dia akan mendapat kebaikan!"
"Kalau begitu berarti dia harus berterima kasih kepada lawan?"
Tanya Ciu Giok-hu. Bun Tho-hoan tersenyum.
"Jangan marah, tidak perlu berterima kasih tapi jangan karena masalah ini kau jadi membenci semua orang, bagaimana pun orang lain sudah memberi kesempatan, Pek-ho masih bisa hidup ini adalah hal yang patut kita syukuri!"
Ciu Giok-hu menundukkan kepalanya, Bun Tho-hoan dengan tertawa, berkata.
"Goan Siauhiap memang punya ilmu pedang yang lumayan bagus, yang membuat kami kagum adalah gerak reflekmu yang cepat, apakah kau masih berniat akan meneruskan pertarungan ini?"
Goan Hiong melihat ke arah Ciam Giok-beng, melihat gurunya tidak memanggilnya untuk turun, dia tahu kemenangan tadi tidak membuat senang, malah akan membuat masalah bertambah rumit, di antara orang Ceng- seng 4 tetua inilah yang paling kuat harus mencari tahu bagaimana caranya bisa menang dari mereka.
Karena itu dia berkata.
"Aku minta petunjuk dari Anda!"
Ciu Giok-hu marah dan berkata.
"Bocah ini terlalu sombong, dia kira di Ceng-seng tidak ada orang yang bisa mengalahkan dia, biar aku yang menghadapinya!"
Tapi Bun Tho-hoan takut gara-gara putranya terluka akan membuat Ciu Giok-hu membunuh lawan, maka sambil tertawa dia berkata.
"Ciu Toako, kalian bertiga adalah ketua Ceng- seng tidak baik awal-awal sudah bertarung, di danau Seng- soat aku berlatih ilmu pedang selama beberapa tahun, sampai saat ini tidak ada kesempatan bertarung dengan orang lain, bagaimana kalau kali ini aku yang mencobanya?"
"Paling cocok Bun Lo-ji yang keluar, kali ini dia kembali dengan membawa kepandaian seperti apa kita pun belum tahu, kesempatan ini bisa kita gunakan untuk melihat kemampuannya,"
Kata Liu Ta-su. Ciu Giok-hu terpaksa mundur, Bun Tho-hoan keluar sambil tersenyum, Goan Hiong memberi hormat.
"Terima kasih Cianpwee sudi memberi petunjuk padaku!"
Bun Tho-hoan tertawa, katanya.
"Jangan sungkan, aku adalah orang yang paling tidak berguna di antara orang Ceng- seng, dari dulu bertarung belum pernah menang, maka aku pergi ke tempat jauh untuk berlatih pedang, kali ini adalah pertama kalinya aku bertarung setelah kembali kemari, harap kau mau membantuku supaya aku tidak membuat malu!"
"Cianpwee terlalu merendah, guru pernah berkata seorang pesilat pedang yang terpenting adalah sikap setelah itu baru tehnik, kebesaran hati dan sikap Cianpwee sudah membuatku kagum aku hanya berharap bisa memperoleh pengajaran yang bagus dari Cianpwee."
Bun Tho-hoan berkata.
"Gampang! Silahkan kau dulu yang mengeluarkan serangan!"
Dengan hormat Goan Hiong berkata.
"Pedang Cianpwee belum dikeluarkan dari sarungnya!"
"Pedangku sangat cepat, begitu keluar dari sarungnya dia akan langsung menyerang, karena itu tidak dikeluarkan dulu dari sarungnya, biar kau yang menyerang dulu, begitu tanganku menyentuh gagang pedang, kau harus hati-hati, waktu itu aku tidak akan memberitahu aku akan langsung menyerang!"
Goan Hiong sedikit terkejut, dia tahu kalau Bun Tho-hoan bukan orang yang sombong, dia memberitahu dengan sungguh-sungguh, pedang tidak dikeluarkan dari sarungnya itu adalah semacam tehnik pedang yang tinggi, katanya orang yang berlatih ilmu pedang cepat, saat dia meloncat ke atas untuk menyabet burung, mayat burung dan tubuhnya akan berbarengan turun dan waktu itu pedang sudah dimasukkan kembali ke dalam sarungnya, mencabut pedang berarti keluar untuk menyerang dan memasukkan pedang hanya butuh waktu sekejap! Bun Tho-hoan sudah menjelaskan ilmu pedangnya adalah pedang kilat, pasti sudah mencapai tahap itu, ingin menang rasanya tidak mungkin, bisa menahan serangannya pada jurus pertama saja itu bisa disebut cukup bagus.
Karena itu dia menjadi sangat berhati-hati, sebelumnya dia sudah memastikan dirinya tidak akan menang, maka ujung pedangnya dikeluarkan dia ingin mencoba.
Tapi Bun Tho-hoan hanya menggoyangkan pundak kedua tangannya tetap di samping, jurus Goan Hiong mulai dikeluarkan, jurusnya memang cepat tapi tidak semuanya.
Bun Tho-hoan bergeser sedikit ke belakang menghindari serangan Goan Hiong dan berkata.
"Jangan sungkan, kalau begitu walaupun aku bisa menang itu pun tidak mulia! Kedua jurusmu tadi bila aku mengeluarkan pedang kau sama sekali tidak ada kesempatan untuk mundur, aku akan memberitahu sebuah rahasia, menghadapi pedang cepat caranya adalah kau harus lebih cepat lagi, setiap jurus semakin cepat dan semakin mantap dengan begitu akan membuat lawan menjadi takut, orang yang berlatih pedang kilat sangat kejam, dia selalu menggunakan celah-celah lawannya, kalau kau bersikap sungkan kepadaku, kau akan merasa bersalah kepada dirimu sendiri maka jangan berniat untuk mencari tahu ilmuku dulu!"
Goan Hiong berkata.
"Ilmu pedang perguruan kami lebih mendekati persahabatan, dan tidak bersifat kejam, jurusnya pun lebih banyak bertahan dibandingkan menyerang, sebelum pedang cianpwee dikeluarkan dari sarungnya, aku tidak akan menyerang."
Bun Tho-hoan berkata.
"Dengan persahabatan menahan kekejaman adalah cara yang paling bagus, tapi tetap harus melihat siapa lawanmu, bila kata-kata ini keluar dari mulu gurumu yaitu Ciam Tayhiap, aku kira dia mempunyai etika seperti itu tapi kau masih muda lebih baik kau jangan membicarakan mengenai hal ini!"
Dengan serius Goan Hiong berkata.
"Aku masih berilmu rendah tapi mengenai sikap terhadap ilmu pedang, lebih baik aku membuatnya lebih tinggi!"
"Kalau kau tetap berpendapat seperti itu, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, aku hanya ingin memberitahu pengetahuan tentang pedang dan menjadi orang baik tidak sama, menjadi orang baik harus jujur, biar kita sendiri rugi asal kita bisa memperoleh 70% itu sudah cukup, tapi di bawah pedang kita hanya bisa memberi 30%, bisa melewati 30% akan rugi sendiri!"
"Cara kita belajar tidak sama, dari awal guruku selalu memberi tahu, menggunakan pedang harus bisa memberi kelonggaran kepada orang lain berarti memberi kesempatan juga kepada kita sendiri."
Bun Tho-hoan berkata.
"Kita bisa mencobanya, pokoknya aku sudah memberitahu, bila kau dirugikan jangan salahkan aku tidak memberitahumu sebelumnya!"
Sekali lagi Goan Hiong menyerang terlihat dia sangat terburu-buru.
Bun Tho-hoan tersenyum sambil mengangkat tangannya, tanganya baru memegang pedang segera bayangan pedang mengurung, benar-benar sangat cepat.
Tapi Goan Hiong pun menarik jurusnya sangat cepat, pedang ditarik untuk menjaga dirinya, dalam dentingan suara senjata beradu mereka menempel dan langsung berpisah, Bun Tho-hoan masih berdiri di tempat tidak bergerak sedangkan Goan Hiong sudah mundur jauh.
Bun Tho-hoan melihat Goan Hiong, dia berkata.
"Jarang, jarang ada orang yang bisa mundur dengan tubuh tidak terluka, benar-benar di luar dugaanku, aku kira tadinya kau akan terluka di 3-4 tempat!"
Dengan tenang Goan Hiong berkata.
"Ini membuktikan ajaran guruku benar, seranganmu tampak sangat ganas, seperti ingin menghajar musuh supaya mundur, tapi bukan untuk melukai, maka tenaga pedangnya hanya keluar 60% dan aku masih bisa menarik pedangku untuk menjaga diriku, bila aku tidak mendengar ajaran guruku, aku tidak akan bisa menahan serangan Cianpwee tadi!"
Bun Tho-hoan tersenyum, katanya.
"Teori adalah teori, praktek belum tentu cocok dengan teori, di bawah pedang tidak ada sikap sungkan, memang tadi kau berhasil menahan seranganku, tapi itu bukan karena teori yang berhasil kalau tadi aku terus menyerangmu bagaimana dengan nasibmu?"
"Teori yang benar selalu berdiri dengan kokoh, bila tadi Cianpwee terus menyerang aku pasti punya cara yang cocok untuk menghadapinya!"
Bun Tho-hoan tertawa dingin, tiba-tiba dia menyerang dengan cepat seperti hujan.
Goan Hiong mengayunkan pedangnya untuk bertahan suara senjata terus berbunyi, tiba-tiba mereka terpisah.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di dada, pundak, dan tangan Goan Hiong lukanya bertambah, jumlahnya ada 10 lebih, memang hanya luka goresan tapi cukup membuat tubuhnya penuh bercak darah! Bun Tho-hoan tertawa, katanya.
"Apa yang akan kau katakan sekarang?"
Dengan serius Goan Hiong berkata.
"Tehnik pedang Cianpwee memang mengagumkan tapi tidak ada aturan dan etika, itu bukan jalan lurus, apalagi ilmu pedang Cianpwee memang ganas, sayang hanya mampu melukaiku seperti ini saja, luka-luka di tubuhku aku kira Cianpwee sudah melakukan dengan semaksimal mungkin, ini membuktikan kalau ilmu pedang perguruan kami yang menjaga diri juga ilmu yang sangat bagus!"
Bun Tho-hoan berkata.
"Aku mengakui untuk hal ini, setiap kali saat pedangku akan mengenai kulitmu kau langsung bisa menahannya, memang kau hanya luka ringan saja, sebenarnya aku tidak bersikap sungkan kepadamu, begitu pedangku keluar aku tidak bisa menguasainya lagi, ingin mengurangi kecepatan pun sudah tidak mungkin maka posisi seranganku tidak memilih tempat yang penting!"
"Cianpwee masih mempunyai kejujuran dan kebaikan maka masih bisa disebut pesilat pedang kalau setiap kali menyerang nadi yang penting, anda akan malu menghadapi Tuhan!"
"Tampaknya kau memandang remeh ilmu pedangku!"
Bun Tho-hoan sedikit marah.
"Kita lihat, dari dulu orang yang mempunyai ilmu pedang tanpa etika dan aturan, dia tidak akan sukses, ilmu pedang Cianpwee tidak mempunyai etika dan aturan, ini adalah suatu bukti!"
"Apakah kau ingin mencobanya lagi?"
"Tehnikku tidak begitu bagus, tapi orang yang bisa menang dari Tetua masih ada."
"Siapa? Ayahmu atau gurumu?"
"Dari pihak kami semua bisa menang dari Tetua!"
Bun Tho-hoan marah, dia berkata.
"Aku tidak percaya, kecuali gurumu, yang lainnya aku tidak sudi melayani!"
Ooo)de*wi(ooO BAB 18 Dengan pedang membabat tali gaun Kata-kata ini membuat semua orang marah.
Ho Gwat-nio dan dua hweesio merasa ilmu silat mereka tidak cukup.
Pui Ciauw-jin, Goan Jit-hong, Kie Tiang-lim, In Tiong-ho mereka berempat memegang pedang.
Mereka ingin keluar untuk bertarung, mereka melihat ilmu pedang Bun Tho-hoan memang sangat tinggi tapi kekurangannya juga banyak, dan ada banyak kelemahan yang bisa diserang.
Goan Hiong melihat 4 Cianpwee bermaksud bertarung, dia tertawa dan berkata.
"Tidak perlu sampai merepotkan Cianpwee dalam pertarungan ini, Kie Suci yang keluar untuk bertarung sudah cukup, dia lebih awal masuk perguruan dia pasti bisa menang dari Bun Cianpwee!"
Kie Pi-sia terpaku, memang dia adalah gadis angkuh, tapi dia tahu kalau ilmu pedang Bun Tho-hoan sangat tinggi, cepat, dan kuat.
Bukan dia yang bisa mengalahkan Bun Tho- hoan, memang dia tidak suka dengan kata-kata Bun Tho-hoan yang sombong, tapi dia sendiri pun tidak yakin bisa menang darinya.
Melihat Kie Pi-sia begitu kaget Goan Hiong tertawa.
"Suci, saat aku bertarung dengannya, aku sudah memperhatikan banyak kelemahannya, tapi karena Tay-lo-kiam-hoat ku masih sedikit yang kupahami maka aku merasa gerakanku belum lancar, tapi aku bisa memberitahu cara-cara untuk memenangkan pertarungan ini."
Goan Hiong turun dari lapangan, dia membisiki beberapa kalimat di telinga Kie Pi-sia. Kie Pi-sia terus mengangguk, kemudian dia membereskan bajunya lalu naik ke atas panggung.
"Bun Cianpwee, Anda pasti tidak percaya kalau aku bisa menang dari Anda, tapi aku yakin aku mampu."
Awalnya Bun Tho-hoan merasa marah, tapi gejolak hatinya kemudian bisa ditekannya, dengan tenang dia tersenyum dan berkata.
"Mungkin juga, aku tidak mengannggap ilmu pedangku nomor satu di dunia ini, di Ceng-seng aku termasuk orang yang ilmunya berada di jajaran kedua, Nona ingin mengalahkanku dengan cara apa?"
"Tentu saja aku akan menggunakan pedang!"
Jawab Kie Pi- sia. Bun Tho-hoan berkata.
"Ilmu pedang wakil ketua Goan sudah kucoba, menurutku dia memang masuk perguruan lebih lambat darimu, tapi tehniknya pasti tidak berbeda jauh denganmu."
"Mengenai ilmu pedang perguruan kami, aku lebih menguasainya, sebelum masuk perguruan dia sudah menguasai tehnik pedang lain, lalu baru ikut dengan guru, maka dia lebih menguasai tehnik pedang yang lain, tapi bila ingin mengalahkan Cianpwee lebih baik menggunakan tehnik pedang dari perguruan kami, maka aku merasa yakin aku lebih berpeluang darinya."
Bun Tho-hoan tetap tertawa.
"Aku percaya kau sanggup mengalahkan aku, tapi aku tidak percaya dalam waktu begitu singkat dia bisa melihat kekurangan pada ilmu pedangku!"
Kie Pi-sia tertawa angkuh.
"Ilmu pedang Cianpwee sangat banyak kelemahannya, semua orang bisa melihatnya, karena Goan Toako pernah bertarung dengan Cianpwee maka dia bisa melihat lebih dalam."
Bun Tho-hoan mulai marah, dia berteriak.
"Pedang kilat memanfatkan kecepatan, setiap jurus tidak ada yang sempurna, kelemahan pasti ada, aku percaya Goan Hiong bisa melihat kelemahannya tapi aku tidak percaya dia bisa memanfaatkan kelemahan ini."
"Yang dimaksud dengan kelemahan dalam tehnik pedang adalah adanya lowongan dan kelemahan ini dimanfaatkan oleh lawan, Cianpwee mengakui kalau itu kelemahannya, mana mungkin tidak dimanfaatkan oleh orang lain?"
Kata Kie Pi-sia. Goan Hiong yang berada di bawah panggung tertawa.
"Bun Cianpwee mengira karena jurus pedangnya sangat cepat maka kelemahannya bisa tertutup, karena itu dia jadi tidak peduli."
Kie Pi-sia berkata.
"Kalau begitu itu bukan kelemahan, pandangan dasar pun dia belum mengerti, dia hanya bisa disebut sebagai tukang pedang bukan pesilat pedang!"
Karena Bun Tho-hoan ditertawakan oleh seorang pesilat muda dia mulai kehilangan kesabarannya, dia membentak.
"Aku ingin tahu apa perbedaan antara tukang pedang dan pesilat pedang. Semua usaha bisa maju karena rajin, tehnik adalah seni untuk digunakan."
Kie Pi-sia tertawa, katanya.
"Cara membaginya salah, sama- sama huruf kalau ditulis dengan indah akan menjadi tulisan kaligrafi sedangkan kalau ditulis untuk mencatat akan menjadi catatan, tidak ada orang yang menyimpan catatan lalu dianggap itu adalah sebagai tulisan kaligrafi, perbedaannya adalah seni dan hal biasa. Bila Cianpwee hanya menggunakannya, itu akan menjadi sebuah catatan serba ada, walaupun ditulis dengan lancar hanya berupa tulisan ada kemajuan tapi bukan seni. Yang punya ilmu pedang bagus disebut tukang pedang, yang punya tehnik pedang yang berseni itu disebut pesilat pedang."
"Kalau begitu silakan beri petunjuk kepada tukang pedang dari pesilat pedang terkenal, aku harap ilmu pedangmu sebagus kata-katamu tadi!"
Kata Bun Tho-hoan.
"Aku tidak berani mengatakan kalau aku adalah pesilat pedang terkenal, tapi kalau ilmu pedang hanya seperti ini dan tidak ada yang lebih bagus, aku tidak akan mengecewakan Anda."
Terdengar Bun Tho-hoan menyarungkan pedangnya dan berteriak.
"Jangan banyak bacot, ayo kita mulai bertarung!"
"Apakah kita akan bertarung dari awal?"
"Tidak hanya dari awal, caranya pun sama seperti aku menghadapi Goan Hiong, supaya kau lebih mudah melihat kelemahanku!"
"Kalau begitu Cianpwee berada di pihak yang dirugikan, karena kali ini Anda tidak bisa mencabut pedang dari sarungnya, jurus pedangku khusus untuk menghalangi Cianpwee mencabut pedang dari sarungnya!"
"Jangan banyak omong, silahkan kau dulu menyerang!"
Gerakan Kie Pi-sia tidak secerewet perkataannya, sekali mengatakan permisi pedang pun sudah keluar dan menyerang kedua tangan Bun Tho-hoan.
Bun Tho-hoan berusaha menghindar, di dalam hati dia merasa cemas, dia menyesal mengapa dia begitu terburu- buru, sehingga dia ditekan oleh lawannya, mungkin kali ini dia akan dipermalukan di depan banyak orang.
Ternyata jurus Kie Pi-sia memang aneh, semua sasaran diarahkan kepada kedua tangan Bun Tho-hoan hal ini membuat Bun Tho-hoan tidak mempunyai kesempatan mencabut pedangnya, kali ini dia pasti dirugikan.
Diam-diam dia mengagumi kelincahan dan kepintaran Goan Hiong mengajarkan jurus-jurus ini kepada Kie Pi-sia, yaitu dengan segala cara membuatnya susah mencabut pedangnya.
10 jurus telah berlalu, serangan Kie Pi-sia semakin gencar, tehniknya masih seperti semula, kalau dari tadi pedang Bun Tho-hoan berada di tangannya dia sudah menang, tapi sekarang pedangnya masih berada di dalam sarung, hanya dengan gerakan Kie Pi-sia telah membuatnya tidak bisa mencabut pedang juga tidak bisa membalas.
20 jurus telah berlalu.
Bun Tho-hoan masih berada di posisi semula, pedangnya tidak bisa dikeluarkan dari sarungnya, tapi dia adalah pesilat yang berpengalaman, begitu melihat ada kesempatan tangan kirinya segera menutup dan tangan kanannya segera memegang pegangan pedang dalam satu jurus pedang telah dikeluarkan.
Tapi karena rada terburu-buru, tenaga untuk mengeluarkan pedang tidak tepat dan tidak cukup, pedang malah tersendat di dalam dan tidak bisa keluar.
Karena pedang tidak bisa dikeluarkan jurus yang dia keluarkan pun tidak ada gunanya, malah membuat gerakannya menjadi terganggu.
Gerak reflek Kie Pi-sia sangat cepat, pedang berputar di udara segera dia menepuk dengan arah horisontal tepat mengenai tangan Bun Tho-hoan yang memegang pedang, memang tenaganya tidak besar hanya terasa sedikit sakit.
Karena tergesa-gesa dia bersalto ke belakang kemudian pedang bisa dikeluarkan dari sarungnya, dengan secepat kilat dia menyerang pundak Kie Pi-sia.
Kie Pi-sia berdiri sambil tertawa dia tidak melawan, Bun Tho-hoan menaruh pedang di pundaknya dia tertawa dingin.
"Apakah Anda merasa senang?"
"Memang Cianpwee mempunyai ilmu tinggi tapi sayang Anda terlambat,"
Kata Kie Pi-sia sambil tertawa. Wajah Bun Tho-hoan menjadi merah.
"Sedikit terlambat tidak menjadi masalah, menentukan menang atau kalah bukan dari satu jurus asalkan aku bisa berbalik memang itu sudah cukup."
"Itu hanya pendapat Cianpwee, aku tidak menganggapnya seperti itu, kalau tadi aku tidak menggunakan punggung pedang apakah Cianpwee masih bisa menyerangku?"
Bun Tho-hoan terpaku, karena serangan Kie Pi-sia terlihat sangat alami, dia seperti tidak sengaja menggunakan punggung pedang hanya memukul dengan pelan dan dengan cepat bisa dihindarinya, maka Bun Tho-hoan tidak mengaku kalau dia kalah.
Sekarang pertanyaan ini dikemukakan oleh Kie Pi-sia hal ini membuatnya kembali berpikir, kemudian dia berkata.
"Dengan cara apa pun kau tidak bisa melukaiku, karena aku bisa menghindar dengan cepat, kalau tadi adalah ujung pedang yang kau gunakan paling-paling aku hanya tergores, tidak akan membuat gerakanku menjadi terganggu."
"Apakah Cianpwee berpikir demikian?"
"Dengan goresan memang keadaannya seperti itu, kalau tidak aku akan mengaku kalah, kau sendiri harus tahu serangan itu bisa mencapai taraf mana."
"Gerakan Cianpwee memang cepat tapi Anda sudah salah dalam menghitung waktu, apakah aku harus membantu Cianpwee menghitungnya lagi?"
"Pedang sudah menentukan apa yang telah terjadi untuk apa menghitungnya lagi?"
"Pedangku bergerak secara horisontal dan pedang tumpulnya membutuhkan waktu cukup lama, tenaga pedang tidak sama, bila ujung pedang yang turun terlebih dulu kecepatannya akan lebih cepat!"
Kata Kie Pi-sia.
"Itu tidak bisa dijadikan alasan, tenagamu yang menyerang dengan pedang turun secara horisontal ataupun lurus itu sama saja, kalau tidak percaya kau boleh mencobanya lagi!"
"Hal ini aku tidak ingin membantahnya! Karena aku sendiri pun tidak yakin tapi ketebalan pedangku tidak lebih dari 0.5 inci lebarnya hanya 2.5 inci, memang pada saat turun perbedaannya hanya sedikit tapi bila mengenai tangan Tetua itu akan berbeda lagi ceritanya, jarak 2 inci akan membuat tangan Cianpwee putus, apakah Cianpwee masih bisa mencabut pedang untuk menyerang balik?"
Bun Tho-hoan berpikir sebentar.
"Tidak juga, karena gerak reflekku menuruti gerak angin dari pedangmu, walaupun kau menurunkan ujung pedang tapi paling banter hanya akan membuat telapak bagian atas tergores tidak akan mengganggu gerakanku!"
"Dengan tehnik Cianpwee aku tidak berani mengatakan bahwa pembelaan Cianpwee tadi salah, kita tidak akan membicarakan hal itu lagi sekarang yang akan kita bicarakan adalah cara Cianpwee, tangan Cianpwee keluar menempel pada pedangku yaitu pada bagian punggung pedang maka Cianpwee tidak terluka, kalau diganti menjadi bagian pedang yang tajam apa yang akan terjadi? Kita bisa membuat suatu percobaan untuk membuktikan luka apa yang akan dialami Cianpwee?"
Kata Kie Pi-sia sambil tertawa.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia mencari sepotong ranting pohon sebesar jari dia meletakkan pedang di atas ranting itu dan meluncurkan pedang dari atas ke bawah belum sampai di ujung pedang ranting itu sudah putus.
Dia memberikan ranting itu kepada Bun Tho-hoan.
"Coba Cianpwee lihat ranting ini, dan renungkan kembali apa yang terjadi tadi, maka Tetua akan tahu apa yang telah terjadi."
Bun Tho-hoan tidak bisa berkata apa-apa, lama baru berkata.
"Apakah kau benar-benar menepukku dengan punggung pedang? Atau kebetulan kau memakai punggung pedang?"
Kie Pi-sia mulai tidak senang.
"Kalau Tetua tetap berkata demikian, berarti aku harus mengaku kalah, memang aku berlatih pedang tidak selama Cianpwee tapi aku tidak mendengar ada orang yang menyerang dengan punggung pedang apalagi menghadapi pesilat kuat seperti Cianpwee, apakah aku akan begitu sombong?"
"Lo-ji, kalau sudah kalah harus mengaku kalah, kau berlatih pedang selama 10 tahun di danau Seng-soat di Ceng-hai, tapi sifat tidak mau kalahmu tetap belum bisa berubah."
Bun Tho-hoan berkata dengan marah.
"Aku ke sana berlatih selama 10 tahun aku kira aku akan muncul, tapi...."
Liu Ta-su tiba-tiba tertawa.
"Bun Lo-ji, kau bilang muncul di permukaan, permukaan mana? Apakah di Ceng-seng ada yang berani menghinamu?"
Bun Tho-hoan tertawa kecut.
"Liu Toako, jangan bergurau, meski aku berlatih dengan giat tetap tidak akan bisa melawan kalian!"
"Apa maksudmu?"
Tanya Liu Ta-su. Bun Tho-hoan menghela nafas.
"10 tahun yang lalu di Ceng-seng semua orang sangat sungkan kepadaku karena aku adalah keturunan keluarga Bun, aku tahu karena nenek moyangku maka aku dihormati tapi bila teknik ilmu silatku dibandingkan dengan orang lain aku yang paling bawah."
Liu Ta-su berkata.
"Bun Lo-ji, kau terlalu merendahkan diri, Bu-cing-kiam-hoat (Ilmu pedang tanpa debu) milikmu adalah salah satu ilmu andalan di Ceng-seng, walaupun kau tidak sekuat dan sehebat Bun Lo-toa tapi kau tidak lebih rendah dari orang lain, mengapa kau bisa berkata seperti itu?"
Bun Tho-hoan melihat Bun Ta-cai, Bun Ta-cai dengan sedih berkata.
"Apa yang Lo-ji katakan itu adalah kenyataan sebenarnya, memang Bu-cing-kiam-hoat adalah ilmu andalah keluarga Bun Ta-cai di keluargaku ada suatu peraturan ilmu ini hanya boleh diwariskan kepada putra dari istri yang sah dan tidak boleh diwariskan kepada orang lain."
"Tapi Bun Lo-ji juga bukan orang lain!"
Kata Liu Ta-su.
"Karena ini adalah aturan dari nenek moyang kami maka aku tidak melibatkan dia berlatih ilmu Bu-cing-kiam-hoat tapi karena sifatnya tidak mau kalah maka aku menyuruhnya ke danau Seng-soat di ceng-haiuntuk belajar ilmu silatnya lebih dalam, di sana ada seorang temanku dulu dia juga pesilat pedang tehnik pedangnya tidak berada di bawah keluarga kami."
Bun Tho-hoan tertawa kecut, katanya.
"Heng Seng-cu sangat baik, dia mengajarkan ilmu silatnya kepadaku dan mengajariku apa yang dia bisa, sampai ilmu pedang kilat yang bernama 'Liu-seng-koai-kiam' (Ilmu pedang bintang kilat) pun diajarkan kepadaku, aku belajar dengan semangat saat aku sudah lulus dan akan kembali ke mari, dia berkata, 'Walau aku tidak bisa melampaui kalian bertiga tapi tidak akan terlalu jauh/ Tapi hari ini pertama kalinya aku bertarung dan aku sudah kalah di tangan seorang gadis!"
Bun Ta-cai berkata.
"Lo-ji, kau sendiri yang salah karena kau terlalu memandang enteng, kalau dari awal kau terus memegang pedang kau tidak akan seperti itu!"
Bun Tho-hoan menghela nafas.
"Toako, kau belum tahu Heng Seng-cu punya suatu peraturan yang tidak tertulis, begitu pedang keluar hanya boleh bertarung dengan satu orang!"
Liu Ta-su berkata.
"Bila kau dikepung oleh 5-6 orang apakah kau harus berkali-kali memasukkan pedang dulu ke dalam sarung kemudian baru menghadapi mereka pelan- pelan?"
Bun Tho-hoan dengan serius menjawab.
"Benar, menurut aturan aku memang harus berbuat seperti itu!"
"Apakah kau punya waktu cukup banyak?"
Tanya Liu Ta-su sambil tertawa. Seorang tua yang berada di sisi bertanya.
"Bun Lo-ji kali ini pulang tidak sama dengan yang dulu, kami pernah bertarung untuk coba-coba, kami mengajak 10 orang lebih mengepungnya, Tuan Bun tetap mengeluarkan dan memasukkan pedang sebanyak 10 kali lebih tapi waktunya sama dengan kami mengeluarkan 2-3 jurus."
Liu Ta-su terdiam tidak berkata apa-apa. Tapi Ciu Giok-hu bertanya.
"Bun Lo-toa, kita berteman sudah lama mengapa aku tidak tahu ada peraturan seperti itu di keluargamu?"
"Setiap keluarga mempunyai aturan sendiri, kita sudah berjanji untuk tidak saling bertanya, aku percaya di keluargamu juga ada peraturan rahasia yang tidak boleh kau beritahukan kepada orang lain."
Kata Ciu Giok-hu.
"Di keluargaku tidak ada rahasia seperti ini, asal ilmu pedang kami tidak terpurus pada generasi berikutnya tidak ada masalah atau larangan, di keluarga Bun tidak ada generasi penerus bukankah Bu-cing-kiam-hoat akan musnah jadinya? Kalau begitu Ceng-seng akan mengalami kerugian."
Bun Tho-hoan tahu apa maksud Ciu Giok-hu dengan santai dia berkata.
"Bila Pek-ho mempunyai anak lebih aku akan menjadikan dia sebagai keturunanku asal menggunakan marga Bun, Bu-cing-kiam-hoat akan kuwariskan kepada anak itu, kalau tidak ilmu pedang Bu-cing-kiam-hoat akan musnah, kami tidak bisa berbuat banyak, karena ini adalah perintah dari nenek moyang kami, harap Ciu Toako mengerti."
Wajah Ciu Giok-hu berubah, tapi hanya sebentar kembali seperti semula, dia tertawa, katanya.
"Aku sudah berjanji anak Pek-ho yang kedua akan diberikan kepada Liu Toako, aku harap Pek-ho bisa mempunyai banyak anak lagi supaya bisa diberikan kepada Bun Toako untuk meneruskan marganya!"
Dengan nada dingin Liu Hui-hui segera berkata.
"Paman Ciu, Anda tidak perlu menghitung keluarga Liu, keluarga Liu pasti ada penerusnya dan keluarga Liu tidak akan meminta- minta kepada Anda!"
Wajah Ciu Giok-hu berubah.
"Hui-hui, kau...."
"Aku sudah membatalkan perjanjian dengan putramu, maka Paman Ciu tidak perlu mengkhawatirkan kami!"
Ciu Giok-hu melihat Liu Ta-su kemudian baru berkata.
"Pernikahan harus berdasarkan suka sama suka, bila kau tidak setuju jangan merasa terpaksa, persahabatan antar dua keluarga kita sudah lama, apa yang telah kusetujui tidak akan terganggu gara-gara masalah ini."
Liu Hui-hui berkata lagi.
"Aku tidak akan menikah dengan putramu, bukan berarti seumur hidupku aku tidak akan menikah, mengenai keturunan aku pasti akan menyelesaikannya, aku bermaga Liu bila 'aku melahirkan anak aku kira akan lebih baik dan lebih akrab dibandingkan anak yang dilahirkan dari marga lain!"
"Liu Toako, mengapa kau tidak mengeluarkan pendapatmu?"
Tanya Ciu Giok-hu. Liu Ta-su tersenyum, katanya.
"Aku merasa menyesal hanya mempunyai seorang putri tapi kalau dia bisa membuat keluarga Liu ada generasi penerus aku tidak berani mengganggu Ciu Toako!"
Ciu Giok-hu dengan dingin menjawab.
"Hui-hui tetap ingin menikah dengan Lim Hud-kiam, tapi Liu Toako pernah kena getahnya Lim Hud-kiam, apakah cita-citamu bisa tercapai?"
Dengan suara besar Liu Hui-hui berkata.
"Siapa bilang aku akan menikah dengan Lim Hud-kiam? Kecuali putramu siapa pun bisa kunikahi!"
Dari luar Liu Hui-hui terlihat lembut dan penurut tapi bila marah dia tetap galak dan tidak akan memberi peluang kepada siapa pun untuk mendesaknya. Ciu Giok-hu marah besar dia berteriak.
"Entah siapa yang akan kau nikahi, tetap saja putra yang kau lahirkan adalah marga lain, apakah dia akan menggunakan margamu? Apakah kau yakin bisa melahirkan seorang anak lelaki?"
Melihat Ciu Giok-hu semakin melenceng Kata-katanya, Liu Hui-hui berkata.
"Orang she Ciu, sia-sia saja kau hidup sampai begini tua!"
Liu Ta-su dengan cepat berkata.
"Hui-hui, kau tidak boleh kurang ajar, di depan matamu apakah tidak memandang yang lebih tua? Aturan dari mana ini?"
Liu Hui-hui berteriak.
"Ayah, apakah kau sudah mendengar kata-katanya? Apakah berkelakuannya seperti seorang Cianpwee? Apakah dia pantas dihormati?"
Ciu Giok-hu yang telah mengeluarkan kata-kata tadi baru sadar kalau tadi kata-katanya keterlaluan, apalagi ditujukan kepada seorang gadis, mengeluarkan kata-kata seperti tadi sungguh membuatnya tidak pantas menjadi seorang Cianpwee, maka kemarahan Liu Hui-hui membuat wajahnya menjadi merah dan tidak bisa bicara apa-apa lagi.
Liu Ta-su tidak suka dengan sikap Ciu Giok-hu tapi demi sopan santun dia memarahi putrinya karena Liu Hui-hui yang pertama kali marah sekarang terpaksa dia pun diam! Liu Hui-hui masih terus marah-marah.
"Aku melihat kau ingin mendapatkan ilmu dari keluarga kami maka kau begitu baik kepada kami, jujur saja kau benar-benar tidak tahu malu, memaksa memasukkan putramu ke keluarga kami."
Karena sangat marah Ciu Giok-hu segera berdiri.
"Kurang ajar! Benar-benar kurang ajar!"
Liu Hui-hui ikut berteriak.
"Kau yang kurang ajar! Kau memang punya anak lelaki, melihat keadaannya sekarang mungkin dia tidak bisa menjaga diri, tapi kau mempunyai pikiran yang tidak betul, ingin menguasai ilmu pedang dari 3 keluarga seorang diri, kau harus mengerti mungkin yang tidak akan mempunyai keturunan adalah keluargamu!"
"Liu Toako, kalau kau tidak bisa menghentikan perkataan putrimu, aku yang akan mewakilimu mengajarnya!"
"Apa maksudmu, perkataannya memang tidak salah, putramu belum mau menikah, apakah dia akan punya anak lelaki? Kata-kata ini tadi kau sendiri yang mengucapkannya karena kita sudah lama berteman maka aku mengalah, tapi sekarang aku akan jujur bicara, keluarga Liu lebih memilih tidak mempunyai keturunan, kami menolak si haram jadah yang datang dari keluarga Ciu."
Pedang Ciu Giok-hu sudah dikeluarkan, pedang Liu Ta-su pun sudah dikeluarkan, mereka siap untuk bertarung. Bun Tho-hoan dengan cepat berkata.
"Apa yang kalian berdua inginkan? Ada orang luar di sini apakah kalian tidak merasa malu?"
"Bun Lo-ji, kau dengar sendiri kata-kata mereka, sungguh membuatku marah, kebaikan yang kuberikan ternyata dibalas dengan caci maki ini,"
Kata Ciu Giok-hu. Liu Hui-hui tertawa dingin.
"Rubah mengunjungi tempat ayam, apa maksudnya ini? Kau masih berani berkata kalau kau berbaik hati?"
"Gadis rendah, keluar atau aku akan membunuh mu!"
Teriak Ciu Giok-hu. Liu Hui-hui tampil tanpa rasa takut.
"Aku akan keluar sekarang, kalau kau tidak berani membunuhku, kau adalah binatang yang lebih rendah dari anjing!"
Ciu Giok-hu segera menyerang dengan pedang, Liu Hui-hui seperti tidak melihatnya. Bun Tho-hoan menahan serangan pedangnya dan bertanya.
"Atas dasar apa sehingga kau harus membunuhnya, Ciu Toako?"
"Di matanya tidak ada yang lebih tua, dia sudah berkata tidak sopan dia pantas mendapat hukuman mati."
"Kalau kau mau membunuh, bunuhlah dulu putramu, sikap Ciu Pek-ho kepada Bun Lo-ji tadi apakah itu disebut sopan?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tanya Liu Ta-su. Ciu Giok-hu berkata dengan marah.
"Aku adalah ketua Ceng-seng."
"Ketua Ceng-seng bukan kau sendiri saja!"
Kata Liu Ta-su.
"Ciu Toako, kata-katamu salah, apakah karena Lo-ji bukan ketua Ceng-seng maka putramu bisa berbuat semena-mena?"
Tanya Bun-ta. Ciu Giok-hu merasa dia telah tidak sengaja membuat Bun Tho-hoan marah, dengan terburu-buru dia berkata.
"Jangan curiga, kau harus tahu aku tidak bermaksud seperti itu!"
"Kalau kau bermaksud seperti itu pun tidak apa-apa, di luar Ceng-seng aku selalu mengaku sebagai salah satu dari 3 tetua tapi di sini semua orang tahu hanya kaulah yang berkuasa, maka putramu tidak menaruh hormat kepada Bun Lo-ji, putriku membuat marah padamu tentu dia pantas mati!"
Kata Liu Ta-su. Bun Ta-cai mengerutkan alis.
"Liu Toako, jangan berkata seperti itu."
"Apa yang kukatakan tadi adalah kenyataan sebenarnya, pendapat ini bukan hanya aku saja yang merasakannya, juga bukan baru dimulai hari ini."
Bun Ta-cai mengerutkan alis dan berkata.
"Liu Toako, teras terang Giok-hu memang senang membuat masalah dia juga cepat marah, apalagi 3 keluarga kita hanya dia yang mempunyai anak lelaki, generasi ketiga tidak perlu kita bicarakan, generasi yang akan datang yang akan menjadi ketua Ceng-seng pasti dia, maka kita selalu mengalah orang lain pun seperti itu, bukan karena Ciu Giok-hu bermaksud ingin menguasai Ceng-seng."
"Apakah dia berani melakukannya? Ilmu pedang 3 keluarga kita masing-masing ada kelebihannya, sebelum bertarung tidak ada yang tahu siapa yang lebih kuat, tapi dia memanfaatkan dua keluarga kita yang tidak memiliki anak lelaki, menyiapkan segalanya untuk putranya, dulu demi kebahagiaan Hui-hui, aku tidak ingin ribut dengannya, sekarang Hui-hui telah membatalkan pernikahannya dengan keluarga Ciu maka aku tidak perlu lagi merasa khawatir, kita harus membereskan masalah ini hingga tuntas!"
"Pendapat Liu Toako terlalu meleset!"
Kata Bun Ta-cai. Liu Ta-su tertawa dingin, katanya.
"Kita tinggal di Ceng- seng tidak berhubungan dengan dunia luar, hanya karena ingin mendapatkan ketenangan dan melewati kehidupan dengan sederhana, tapi dia memelihara banyak pesilat dan ingin menguasai Ceng-seng, kemarin ini dia menyuruh putranya pergi ke Thian-san, di Giok-kiam-kok (Lembah pedang giok) untuk mencari dukungan dari luar, semua ini adalah rencana busuknya!"
Ciu Giok-hu tahu dia tidak mendapat banyak dukungan dari orang-orang Ceng-seng apalagi tadi dia sudah mengatakan beberapa kalimat yang membuatnya semakin tidak didukung, untuk menghindari keadaan yang tidak menguntungkan, dia berusaha tidak membuka mulut tapi sekarang dia sudah tidak tahan lagi dan membentak.
"Liu Ta-su, semua yang aku lakukan sudah kalian setujui!"
Liu Ta-su tertawa dingin, katanya.
"Kami tidak setuju pun kau tetap akan menjalankan rencanamu, contohnya putramu pergi ke Thian-san aku dan Bun Lo-toa menganggap tidak perlu karena Giok-kiam-kok bukan teman akrab kami, apalagi tempatnya sangat jauh, tidak perlu berhubungan dengannya, tapi kau tetap menyuruh putramu pergi ke sana!"
Ciu Giok-hu tertawa dingin.
"Aku menyuruh Pek-ho pergi ke sana demi kebaikan semua orang, bila kalian tidak setuju aku tidak akan membela diri, kalau kelak terjadi sesuatu pada kita, itu bukan salahku."
"Kau kira aku tidak tahu, Giok-kiam-kok adalah tempat sangat miskin, mereka selalu ingin memperluas pengaruhnya ke Tionggoan, Ceng-seng adalah tempat yang cocok bagi mereka, kuduga mereka sudah berniat jahat!"
"Dari mana kau tahu?"
Tanya Ciu Giok-hu. Liu Ta-su tertawa, katanya.
"Setelah kepulangan putramu, dia terus diam, kau hanya mendapatkan kabar seperti itu, apakah kau kira kau bisa berbangga diri?"
"Di sana Pek-ho sudah membangun wibawanya, dengan pedangnya dia berhasil mengalahkan 11 orang pesilat tangguh mereka, dan menghilangkan sifat serakah mereka, aku diam karena semua masalah beres dan tidak perlu sampai merepotkan kalian, kau sudah tahu kalau mereka bermaksud tidak baik, tapi mengapa kau diam saja tidak memberitahu kami?"
Tanya Ciu Giok-hu.
"Kau mempunyai seorang putra yang bisa melakukan segala hal, semua masalah telah selesai, jadi tidak perlu memberitahu supaya aku tidak perlu khawatir, sedangkan kau sendiri sudah tahu kalau niat mereka tidak baik mengapa masih tinggal diam? Apa maksudmu?"
Tanya Liu Ta-su. Ciu Giok-hu tampak berpikir sebentar kemudian berkata.
"Mengenai masalah ini pihak Thian-san selalu menjaga rahasia setelah Pek-ho pergi ke sana dengan segala usaha dia baru mendapatkan sedikit kabar tapi sungguh aneh kau malah sudah tahu, berarti kau yang patut dicurigai!"
Bun Ta-cai mengerutkan alis, katanya.
"Ciu Toako, Liu Toako, apakah benar Thian-san mempunyai niat seperti itu? Mengapa kalian tidak memberitahuku?"
"Pek-ho hanya mempunyai perasaan seperti itu dan tidak begitu mempercayainya, maka aku tidak berani mengemukakannya, tapi Liu Ta-su mengatakannya dengan begitu yakin...."
Liu Ta-su tertawa dingin, katanya.
"Kau tidak perlu balik menyerangku, berita darimu lebih rahasia jadi tidak mungkin kau bocorkan, Bun Toako, nanti aku akan menjelaskannya padamu tapi sekarang ini bukan waktu yang tepat."
"Ceng-seng adalah usaha kita bersama, hal ini bukan hal biasa aku harap kalian berdua hilangkan dulu sikap saling bermusuhan, kita sama-sama duduk untuk mencari cara menghadapi musuh!"
"Itu adalah masalah nanti, sekarang kita sedang melawan Kian-kun-kiam-pai, apalagi aku sudah kalah bila ingin menjaga nama baik Ceng-seng, aku kira harus mengandalkan tenaga kalian bertiga, perbedaan pendapat harus ditunda dulu bila semua sudah selesai baru kita menyusun rencana!"
Bun Ta-cai mengangguk dan berkata.
"Benar! Lo-ji, kemarilah dulu!"
Bun Ta-cai lalu berkata lagi kepada Kie Pi-sia.
"Nona mempunyai ilmu pedang yang hebat aku sangat kagum kepada Nona, apakah Nona ingin bertarung terus?"
Kie Pi-sia belum menjawab Goan Hiong telah menyela.
"Tidak! Kie Suci adalah ketua Perusahaan perjalanan Su-hai dia cukup tampil dalam satu ronde saja apalagi dia sudah menang!"
Tapi Kie Pi-sia sudah mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, berkata.
"Aku belum puas, di Kim-leng Liu Hui-hui telah menghinaku, dia memberi hadiah satu tail perak padaku, dia mengatakan kalau aku adalah penyanyi yang menyanyi di rumah makan itu, apalagi di Coan-bu-ouw dia telah memaksaku turun ke danau, penghinaan ini harus diperhitungkan dengan jelas!"
Liu Hui-hui tersenyum.
"Apa yang telah terjadi di Kim-leng aku mengaku salah, aku sendiri juga dipaksa turun ke air, seharusnya kita sudah impas!"
"Apa? Apa begitu mudah penghinaan ini diselesaikan dengan cara seperti ini? Kau menghinaku karena Lim Hud- kiam, sekarang aku pun akan membuat perhitungan demi Lim Hud-kiam, kau tidak perlu lagi memikirkan hubunganku dengan Lim Hud-kiam, dari awal Lim Hud-kiam selalu membuat kami repot, melihat dia saja aku sudah sebal, maka salah paham yang terjadi di antara kita aku tidak bisa terima, mengapa tiba-tiba saja kau menghubung-hubungkan aku dengan dia?"
Liu Hui-hui berkata.
"Sikap Lim Hud-kiam memang selalu begitu, dia berbuat begitu karena pikirannya terganggu, sebenarnya dia adalah orang yang baik, jujur, dan berpandangan lurus!"
"Jangan berkata sembarangan, aku menganggap dia adalah seorang penjahat!"
Liu Hui-hui mulai emosi katanya.
"Apa pun yang kau katakan mengenai diriku tidak jadi masalah, tapi kau tidak boleh menjelek-jelekkan Lim Hud-kiam walaupun sikapnya aneh itu semua karena diriku, aku tidak akan mengijinkanmu menghinanya!"
Kie Pi-sia tertawa dingin, berkata.
"Dengan alasan apa kau melarangku?"
Liu Hui-hui mengeluarkan pedangnya dan berkata.
"Sebenarnya aku tidak ingin bertarung denganmu, tapi demi Lim Hud-kiam, pertarungan ini harus terjadi kecuali kau menarik kembali kata-katamu yang telah menghinanya!"
"Aku tidak akan menarik kembali kata-kataku!"
"Kau harus menariknya!"
Sepertinya akan terjadi pertarungan, Ciam Giok-beng membentak.
"Pi-sia, kembali, apa maksud dari pertarungan ini?"
Bun Ta-cai juga membentak.
"Hui-hui, masalah yang terjadi sekarang adalah antara Ceng-seng dengan Kian-kun-kiam-pai, bukan mengurusi masalah pribadi, masalah kalian jangan dibawa kemari!"
"Paman Bun, kau jangan memarahiku, aku tidak bisa menentukan masalah Ceng-seng, tapi masalah ini biar aku sendiri yang membereskannya!"
"Di Ceng-seng tidak ada masalah pribadi,"
Kata Ciu Giok-hu. Liu Hui-hui berkata dengan dingin.
"Paman Ciu, kau juga awasi putramu, apa yang dia perbuat di Pa-tong jangan di katakan mewakili Ceng-seng."
"Dia berbuat seperti itu karena kau!"
Teriak Ciu Giok-hu.
"Aku tidak akan berterima kasih, juga tidak akan mengakuinya, karena aku tidak menyuruhnya pergi ke sana, dia juga tidak ada alasan melakukan sesuatu di sana demi diriku!"
"Liu Ta-su, apakah kau yang mendidik putrimu menjadi seperti itu?"
Teriak Ciu Giok-hu.
"Kita semua mempunyai putra dan putri, caramu mendidik putramu kau pun tidak pernah bertanya kepada kami, maka tidak perlu merepotkanmu untuk mengajar putriku!"
Bun Ta-cai mengerutkan alis.
"Liu toako, jangan karena masalah pribadi semua jadi kacau, pertarungan Hui-hui tidak boleh terjadi di sini...."
"Aku tidak menganggap ini adalah pertarungan pribadi, Kian-kun-kiam-pai datang kemari karena Hui-hui, maka apa yang terjadi di sini harus dia sendiri yang membereskannya, bila dia tidak bisa membereskannya ada aku ayahnya yang akan membereskannya, aku tidak akan merepotkan orang lain!"
"Ayah, aku tidak mengakui semua ini, di Pa-tong Ciu Pek-ho telah membunuh dua orang Su-hai, tapi aku tidak ada hubunganya dengan hal ini!"
"Hal itu aku tidak akan mengurusnya, tapi Kian-kun-kiam- pai datang kemari karena kau, maka kau yang harus bertarnggung jawab membereskan semua ini!"
"Lebih baik begitu, kita pisahkan masalah masing-masing kalau lawan datang mencari Pek-ho, aku yang akan bertanggung jawab."
"Kalau menurut kalian pertarungan hari ini tidak ada sangkut pautnya dengan kami, maka kami bisa melepaskan tanggung jawab,"
Kata Bun Ta-cai.
"Bun Lo-toa, ini bukan ideku!"
Kata Ciu Giok-hu. Liu Ta-su tertawa dingin, katanya.
"Aku yang akan bicara, bila aku butuh bantuan dengan dasar persahabatan pribadi, aku akan meminta Bun bersaudara membantuku, tidak akan memintamu membantuku!"
Bun Ta-cai menarik nafas.
"Selama beberapa tahun ini kita telah bekerja sama dengan baik, karena perbedaan pendapat di antara kalian berdua, persahabatan kita mulai retak, apakah kalian berdua tidak memikirkannya?"
"Kukira Bun Lo-toa bisa melihat apakah kita bekerja sama? Di hati Ciu Giok-hu tidak ada orang lain, dulu demi putriku aku terpaksa bertahan, sekarang Hui-hui sudah mengumumkan pembatalan pernikahannya, maka aku tidak bisa menerima hal seperti ini lagi. Bila kau ingin bekerja sama lagi aku akan mendukung, tapi semua ada aturan mainnya, apakah Ciu Giok-hu bisa terima hal ini?"
"Menurut aturan yang berlaku putrimu yang harus dihukum,"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ciu Giok-hu tertawa dingin.
"Aku akan menerima hukumannya, mau di bunuh atau dicincang, asal kau juga menurut aturan menghukum putramu!"
Kata Liu Ta-su. Bun Tho-hoan tahu permusuhan di antara mereka sudah menjadi dalam, selama bertahun-tahun menumpuk, tidak akan bisa selesai dalam waktu singkat, maka dia berteriak.
"Kalian jangan ribut lagi, masa lalu jangan di bicarakan lagi, mulai hari ini apa yang terjadi di Ceng-seng semua orang harus bertanggung jawab, Hui-hui, pertarungan kali ini apakah pertarungan pribadi atau demi kami semua, aku akan mendukungmu!"
"Terima kasih, Ji-siok, pada pertarungan kali ini aku tidak butuh dukungan siapa pun, Kie Pi-sia adalah murid Kian-kun- kiam-pai tapi orang tua dari pihaknya tidak ada yang mendukung, maka menang atau kalah aku tidak akan mengganggu hasil pertarungan,"
Kata Liu Hui-hui.
"Bila kau terluka oleh pedang Kie Pi-sia masalah ini ada hubunganya dengan kami,"
Kata Bun Tho-hoan.
"Tenanglah, aku tidak akan melukainya, dan tidak mungkin aku akan terluka oleh pedangnya!"
Liu Ta-su dengan cepat berkata.
"Anak, jangan sombong, Ji-siokmu yang telah menguasai ilmu tinggi pun masih kalah darinya, apakah kau lebih hebat dari Ji-siokmu?"
Bun Tho-hoan dengan nada sedikit tidak senang berkata.
"Aku memang tidak bisa menang, tapi jika keponakan bisa menang dan bisa mengembalikan mukaku, aku akan senang, aku hanya khawatir...."
Liu Hui-hui masih bisa tertawa, berkata.
"Ji-siok jangan kecewa, ilmu silat keponakanmu tidak lebih tinggi darimu, tapi dalam pertarungan kali ini aku yakin aku bisa menang!"
Bun Tho-hoan terpaku, Liu Hui-hui berkata lagi.
"Tadi Paman bisa kalah bukan karena ilmu Paman lebih rendah darinya, melainkan karena Paman terkena tipuan lawan, kalau tidak mencobanya Paman bisa melihat pedangnya!"
Bun Tho-hoan mencabut pedangnya untuk dilihat.
"Tidak ada yang aneh!"
"Kesalahan Paman bukan pada pedangnya, tapi pada sarung pedangnya, tadi Paman terlambat mencabut pedang, maka Paman terkena tipuan mereka, apakah pendapatku benar?"
Tanya Liu Hui-hui.
"Benar, dulu aku dengan mudah bisa mencabut pedang, tapi tadi pedangku sulit keluar, aku harus menambah tenaga satu kali lipat, itu pun baru keluar separuh, maka gerakannya menjadi lambat, mengapa kau bisa tahu?"
Liu Hui-hui tertawa, katanya.
"Coba Paman lihat lagi sarung pedangnya maka Paman akan mengerti!"
Bun Tho-hoan menurunkan sarung pedangnya, dia menumpahkan bubuk dari dalam sarung, bubuk itu berwarna kuning, dan baunya aneh, dia berkata.
"Ini adalah getah pohon cemara, mengapa benda ini bisa berada di dalam sarung pedangku? Aku belum pernah melihat benda seperti ini."
Kata Bun Ta-cai.
"Mungkin saat pelayan membersihkan pedangmu dan saat meletakkannya kembali mungkin benda itu selalu digunakan untuk bahan pelicin, tidak ada kegunaan yang lain."
"Tidak mungkin, pedangku ini selalu aku sendiri yang membersihkannya, orang lain tidak pernah memegangnya!"
"Aku percaya Ji-siok tidak tahu permainan ini, kalau tidak Paman tidak akan tertipu, pedang Paman tidak bisa dikeluarkan semua karena permainan ini,"
Kata Liu Hui-hui. Tanya Bun Tho-hoan.
"Getah pohon cemara membuat pedang menjadi licin, mengapa bisa mengganggu saat aku mencabut pedang?"
"Bagi orang lain memang seperti itu, tapi bagi Paman tidak, sebab ilmu pedang Paman adalah ilmu pedang kilat, maka saat mengeluarkan dan memasukkan pedang membutuhkan waktu sangat singkat, karena terlalu cepat maka badan pedang tergesek menjadi panas, panas ini akan membuat getah pohon cemara meleleh, maka membuat per yang ada di pedang menjadi beku, sewaktu Paman mencabut pedang lagi otomatis akan lebih susah, dan demi mengirit waktu harus menggunakan tenaga yang pas untuk mencabut pedang, maka Paman sulit mengeluarkan pedang."
"Pasti karena ini, Hui-hui, kau memang pintar, apakah kau tahu siapa yang menaruh getah pohon cemara ini?"
"Selain Goan Hiong tidak ada orang yang patut dicurigai, karena dia paling senang bertarung dengan cara licik!"
"Aku mencabut pedang kemudian mengeluarkan jurus, lalu pedang dimasukkan ke dalam sarung, itu hanya sekejap mata, tapi dia bisa menaruh bubuk getah pohon cemara, aku benar- benar kagum kepadanya."
"Dia mencari Paman untuk bertarung, maksudnya adalah untuk mendapatkan hasil ini, karena sudah ada persiapan sebelumnya maka dia melakukannya tanpa kesulitan,"
Kata Liu Hui-hui. Bun Tho-hoan menghela nafas.
"Dia telah melakukan sesuatu tapi aku tidak sadar, maka aku kalah pun aku bisa menerimanya dengan baik!"
Goan Hiong tertawa kecut, katanya.
"Aku bisa menipu Cianpwee tapi diketahui oleh Nona Liu, berarti aku masih bukan apa-apa."
"Aku tidak melihatnya,"
Kata Liu Hui-hui sambil tertawa.
"Tapi mengapa kau mengetahuinya dengan jelas?"Tanya Bun Tho-hoan.
"Aku hanya merasa Ji-siok tidak harus dikalahkan oleh Kie Pi-sia, tapi aku tidak mendapatkan alasannya kebetulan tempat aku berdiri di bawah panggung, aku mencium ada harum biji pohon cemara, kalau terjadi pada pedang orang lain aku tidak merasa aneh, tapi itu ada pada sarung pedang Ji-siok, jadi aku merasa ini tidak biasa."
"Kalau begitu, Nona Liu belum bisa menentukan kalau aku yang menaruh bubuk itu di sana?"
Tanya Goan Hiong.
"Ji-siok hanya bertarung denganmu, hanya kau yang mempunyai kesempatan meletakkan bubuk itu di sana, apalagi ini adalah keahlianmu!"
Kata Liu Hui-hui. Bun Tho-hoan tertawa terbahak-bahak.
"Kalau begitu, berarti aku bukan kalah karena ilmu pedangku tidak baik, anak baik, terima kasih setelah kau memberitahuku, hatiku menjadi lebih lega, kalau tidak aku akan merasa sedih, selama 10 tahun berlatih pedang hasilnya sia-sia."
"Menurut aturan Cianpwee tidak boleh keluar lagi!"
Kata Goan Hiong.
"Mengapa? Aku tidak kalah dalam ilmu pedang,"
Kata Bun Tho-hoan. Dengan serius Goan Hiong berkata.
"Cianpwee, ilmu silat Anda memang tinggi tapi bukan berarti Anda bisa melawan guruku, karena ilmu pedang Anda terlalu kejam, bila guruku ingin menang dari Anda, beliau harus melukai Cianpwee, kami kemari bukan untuk mencari permusuhan yang lebih besar, maka dengan cara seperti itu aku membuat Cianpwee kalah di tangan Kie Pi-sia!"
Dia berkata kepada Liu Hui-hui lagi.
"Nona Liu, cara apa yang akan Nona gunakan menghadapi Kie Suci? Aku harap jangan memperbesar permusuhan."
"Kie Pi-sia yang memulai memperlakukanku seperti ini!"
Jawab Liu Hui-hui.
"Di rumah makan Kim-leng Nona Liu terlalu menghinanya, memang boleh dikatakan ini hanya salah paham, tapi kekesalan Suciku belum habis ini tidak bisa menyalahkannya,"
Kata Goan Hiong.
"Juga jangan salahkan aku, siapa suruh dia memamerkan tenggorokannya dengan bernyanyi?"
Jawab Liu Hui-hui. Kie Pi-sia marah.
"Aku hanya ingin membuat Lim Hud-kiam marah, apa hubungannya denganmu?"
Liu Hui-hui pun ikut marah.
"Tidak bisa, aku tidak senang dengan dua kalimat yang ada di dalam lagu itu, bila Lim Hud-kiam tidak mengubahnya aku yang akan mengubahnya, siapa yang berani menyanyikan dua kalimat itu aku akan mencari orang itu!"
"Di dunia ini ada banyak manusia, dan setiap hari ada orang yang akan menyanyikannya!"
Kata Kie Pi-sia.
"Kecuali aku tidak mendengarnya, kalau sampai terdengar olehku, aku pasti akan melarangnya,"
Kata Liu Hui-hui. Kie Pi-sia tertawa dingin.
"Kau melarang orang bernyanyi, apakah dengan cara itu kau bisa menarik kembali Lim Hud- kiam?"
Wajah Liu Hui-hui terlihat seram, dengan dingin dia berkata.
"Aku tidak mengharapkan dia kembali, tapi aku juga tidak akan mengijinkan orang lain menghinanya!"
"Aku ingin memarahinya, karena dia kurang ajar dan tidak tahu diri!"
Teriak Kie Pi-sia.
"Ini adalah permasalahannya, sejahat apa pun dia tetap ada orang yang menyukai dan mencintainya, aku benar-benar kagum kepada dua bersaudara Yu, paling sedikit mereka tidak berpura-pura, ada orang yang senang kepadanya di dalam hati tapi di luar terlihat pura-pura malah seakan membencinya!"
Kata Liu Hui-hui sambil tertawa dingin.
"Siapa yang kau maksud?"
"Siapa yang mempunyai pikiran seperti itu, dia yang akan tahu sendiri!"
Jawab Liu Hui-hui. Kie Pi-sia mulai menyerang dengan pedangnya, setiap jurus seperti gelombang laut yang datang, tapi satu per satu dihadapi dengan mudah oleh Liu Hui-hui, dia tidak membalas hanya berkata dengan santai.
"Dengan jurus seperti itu aku tidak tertarik, lebih baik kau keluarkan Tay-lo-kiam-hoatmu!"
Tapi Kie Pi-sia tetap menyerang seperti tadi, Kie Tiang-lim tidak mengerti dan berkata.
"Anak itu terlalu terburu-buru, kalau bertarung dengan cara seperti itu lawan akan dengan mudah mengalahkannya, mungkin untuk mengeluarkan Tay- lo-kiam-hoat pun tidak akan ada kesempatan, apa yang dia inginkan?"
Tapi Goan Hiong malah tersenyum.
"Paman jangan mengkhawatirkan dia, memang jurus pedang Kie Suci terlihat kacau, tapi hatinya tidak, kali ini dia memang tidak berani mengatakan kalau dia bisa mengalahkan lawan tapi paling sedikit tidak kalah seperti dulu!"
Terpaksa dengan sabar Kie Tiang-lim mengawasinya, Kie Pi- sia menyerang lagi, jurus pedangnya semakin ganas, tapi Tay- lo-kiam-hoat tetap tidak dikeluarkan, Liu Hui-hui sudah melihat kalau Kie Pi-sia menunggu satu kesempatan menunggu dia menyerang dan Kie Pi-sia akan mengeluarkan Tay-lo-kiam- hoat membuatnya tidak bisa menahan jurusnya.
Di Coan-bu-ouw, Liu Hui-hui pernah bertarung dengan Kie Pi-sia, maka sedikit banyak dia sudah mengenal Tay-lo-kiam- hoat, memang Tay-lo-kiam-hoat hebat tapi di tangan Kie Pi-sia ilmu ini belum mencapai titik kesempurnaan maka asal ada persiapan tidak akan sulit menghadapi Kie Pi-sia, karena itu dengan akal-akalan dia akan membuat Kie Pi-sia kalah.
Kedua pihak masing-masing punya rencana, masing-masing mencari kesempatan, tiba-tiba Liu Hui-hui mendapatkan kesempatan, pedangnya tiba-tiba keluar dari arah kiri, dia membiarkan Kie Pi-sia menyerang, dia tahu ada satu jurus Tay-lo-kiam-hoat yang harus menyerang dari arah kiri.
Benar saja Kie Pi-sia menghindari serangan, kemudian tangan yang memegang pedang segera menge luarkan Tay-lo- kiam-hoat, dia membacok ke pundak Liu Hui-hui dan pundak kiri.
Liu Hui-hui tersenyum, tiba-tiba tubuhnya bergerak masuk, tangan yang kosong sudah masuk, dan mengangkat pergelangan tangan Kie Pi-sia, kemudian didorong keluar, tangan kanan yang memegang pedang menepuk punggung Kie Pi-sia dan berkata.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Animorphs 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan Pendekar Rajawali Sakti 198 Iblis Wiro Sableng 061 Makam Tanpa Nisan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama