Ceritasilat Novel Online

Si Pedang Tumpul 13

Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok Bagian 13



"Pergilah, ilmumu masih terlalu jauh!"

Kie Pi-sia didorong hingga maju dua langkah, tapi wajahnya tidak terlihat marah, dia malah tersenyum, tangan yang dimasukkan ke dalam baju bagian dada dikeluarkan dia mengeluarkan satu tail perak dan melemparkannya lalu berkata.

"Sambutlah!"

Liu Hui-hui menyambut uang itu tiba-tiba dia merasa baju bagian pinggangnya menjadi longgar, begitu dia melihatnya ternyata rok yang dipakainya sudah melorot hingga ke lutut dia segera menariknya. Kie Pi-sia tertawa.

"Kemarin ini karena aku telah bernyanyi kau telah memberikan satu tail perak untuk membeli pita suara yang telah kupakai, sekarang aku akan memberi hadiah satu kali lipat kepadamu karena kau berani di depan umum membuka rokmu!"

Liu Hui-hui segera melihat roknya, terlihat talinya sudah terputus oleh benda yang tajam, sekarang dia baru mengerti ternyata lawan sudah ada persiapan, dia menggunakan kesempatan saat menyerang, memancing mendekati Kie Pi-sia kemudian dia memakai cara tertentu memotong tali roknya, tadinya dia hanya ingin bergurau dengan Kie Pi-sia sekarang malah dia yang mendapat penghinaan ini.

Dia benar-benar kesal, tapi dia segera menjadi tenang kembali, rok masih dipegangnya, dia membuka roknya dan terlihatlah celana panjang yang terbuat dari sutra, dan kaki Liu Hui-hui pun terlihat dia tersenyum.

"Nona Kie, sekarang kita sudah impas bukan?"

Gerakan Liu Hui-hui membuat orang-orang kaget, sampai- sampai Kie Pi-sia sendiri pun terpaku, dia tidak tahu apa yang harus dijawabnya. Liu Hui-hui tertawa dan berkata lagi.

"Kemarin ini aku memang telah kelewatan hingga membuatmu malu, hari ini kau membalasnya kepadaku, aku merasa kita sudah impas, dan kemarahan mu sekarang sudah terlampiaskan, apakah kelak kau tidak akan mencari masalah lagi denganku?"

Liu Ta-su berteriak.

"Hui-hui, mengapa kau membiarkan orang lain menghinamu? "

Liu Hui-hui tertawa, katanya.

"Ayah, ini bukan penghinaan, membuka rok adalah hal biasa, sebenarnya hari ini aku tidak siap bertarung maka aku mengenakan rok, biasanya sewaktu aku berlatih pedang aku juga membuka rokku dan itu adalah hal yang wajar, apakah ini disebut penghinaan?"

Mata Liu Ta-su membelalak, dia tidak bisa berkata apa-apa. Liu Hui-hui berkata lagi.

"Kemarin ini aku menduga Lim Hud-kiam senang kepadanya, maka aku menghinanya, sekarang dia menduga Lim Hud-kiam senang kepadaku maka dia menghinaku, sebenarnya di dalam hati Lim Hud-kiam kita berdua tidak menempati hatinya, karena hal ini kita jadi ribut, setelah dipikir-pikir kita malah tidak dewasa, aku membangunkanmu dari mimpimu tapi Kie Pi-sia masih bermimpi."

Karena marah Kie Pi-sia meneteskan air mata dan berteriak.

"Kau sembarangan bicara!"

"Walaupun aku sembarangan bicara tapi di dalam hatimu kau sebenarnya mengerti, tapi aku akan tetap menasihatimu, menjadi seorang gadis jangan terlalu kuat, kelak akan membuat orang yang mencintaimu melarikan diri, seperti orang yang kau cintai karena marah akhirnya dia pergi, aku sudah mendapat pelajaran, aku harap kau jangan meniru nasibku!"

Kie Pi-sia membawa pedangnya berniat akan bertarung lagi tapi Liu Hui-hui menggoyangkan tangannya.

"Kita jangan bertarung lagi aku tidak ingin membunuhmu, kau juga tidak mempunyai alasan untuk membunuhku, Rubah berekor 9 pernah mendengar pembicaraanku dengan 2 bersaudara Yu, dia akan mengerti aku sudah bukan orang yang pantas kau cemburui!"

Liu Ta-su mengerutkan alisnya.

"Hui-hui, apa yang kau bicarakan?"

"Ayah, aku sedang berbicara masalah pribadi antara gadis, ayah tidak boleh mendengarnya, bila ayah telah mendengarnya anggap saja angin lalu."

"Tapi sekarang kau mewakili Ceng-seng bertarung!"

Kata Liu Ta-su.

"Tidak akan mengganggu, kalah atau menang tetap diperhitungkan, siapa yang kalah siapa yang menang sekali melihat sudah tahu dengan jelas,"

Kata Liu Hui-hui.

"Kalau kau mengira kau kalah, turun dari sini, ganti dengan orang lain yang akan bertarung!"

Bentak Kie Pi-sia. Liu Hui-hui tersenyum, berkata.

"Aku tidak mau ribut denganmu, biar gurumu yang bicara."

"Pi-sia, turunlah! Ilmu pedangmu lebih maju dibandingkan kemarin dulu, tapi kau tetap tidak bisa melawan Nona Liu,"

Kata Ciam Giok-beng. Kie Pi-sia terpaku.

"Supek, apa maksumu? Aku kalah?"

Ciam Giok-beng menghela nafas.

"Untuk teknik pedang kau memang kalah, Nona Liu tidak ingin melukaimu maka kau baru mempunyai kesempatan."

"Roknya telah kupotong,"

Kata Kie Pi-sia.

"Itu tidak ada artinya, kalau lawan ingin melukai mu, tubuhmu telah terbagi menjadi dua, tapi lawan hanya perlahan menepukmu,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Karena dia terlalu ceroboh, kami bersama-sama berhasil, tapi mengapa aku yang kalah?"

Tanya Kie Pi-sia.

"Kau memutuskan tali roknya dengan sedikit tenaga, maka dia tidak marah tapi bila kau ingin membunuh, Nona Liu pasti merasakannya, hanya butuh menggeserkan tubuh sedikit dia sudah bisa menghindar, tapi pedangnya telah memukulmu mengapa kau tidak mau mengaku kalau kau kalah?"

Tanya Ciam Giok-beng. Kie Pi-sia berpikir sebentar, dia merasa semua alasan gurunya sangat masuk akal, dia benar-benar malu, dan merasa teknik pedangnya masih sangat rendah, tapi dia tidak mau mengaku kalah di depan umum, dia berteriak.

"Menang atau kalah bukan ditentukan dengan satu jurus, kita harus bertarung lagi!"

Liu Hui-hui tersenyum, berkata.

"Ilmu pedangmu untuk menjaga diri saja tidak bisa, jadi aku tidak tertarik untuk bertarung lagi."

"Aku akan memaksamu bertarung!"

Ciam Giok-beng marah.

"Pi-sia, masukan pedangmu dan kembalilah!"

Kie Pi-sia berteriak.

"Supek, aku tidak mau mengaku kalah!"

"Tay-lo-kiam harus sekaligus digunakan tapi kau malah merusaknya, maka kekuatannya jadi berkurang 10 kali lipat dengan alasan apa kau bisa menang dari orang lain?"

Tanya Ciam Giok-beng.

"Aku ingin merebut kembali kekalahan kita di Kim-leng, maka aku harus berbuat seperti itu, sekali lagi bertarung aku tidak akan berbuat seperti itu lagi!"

Kata Kie Pi-sia. Ciam Giok-beng mulai marah.

"Pi-sia, nama memang penting tapi etika lebih penting, kalah harus terima kekalahan, tidak perlu merasa malu, sikapmu yang seperti ini benar-benar tidak seperti murid Kian-kun-kiam-pai."

Melihat gurunya mulai marah Kie Pi-sia baru mundur dan berkata.

"Liu Hui-hui, dengan teknik pedang yang tinggi aku pasti akan mengalahkanmu!"

Liu Hui-hui menggelengkan kepalanya, berkata.

"Tidak perlu, aku sekarang bisa saja mengaku kalah darimu kelak aku akan melepaskan ilmu silatku dan melakukan tugas sebagai seorang perempuan ke dapur atau menyulam."

Kata Ciam Giok-beng.

"Nona Liu, kalau pada babak ini Nona yang menang apakah Nona masih akan bertarung?"

Liu Hui-hui menggelengkan kepala.

"Tidak, babak ini digunakan muridmu untuk melampiaskan kemarahannya kalau tidak aku sama sekali tidak ingin bertarung."

Dia mundur, Liu Ta-su berteriak.

"Hui-hui, apakah benar kau tidak akan berlatih pedang lagi?"

"Aku sudah malas memegang pedang kecuali ada yang memaksaku memegang pedang lagi."

Dia terus melihat ke arah Ciu Giok-hu, Liu Ta-su mengerti apa yang dimaksud oleh Liu Hui-hui, dia tertawa dengan angkuh.

"Anak, tenanglah selama aku masih hidup aku tidak akan mengijinkan ada orang menghinamu!"

"Siapa yang akan maju pada babak berikutnya?"

"Aku ingin melihat jurus-jurus Kian-kun-kiam-pai!"

Kata Liu Ta-su. Bun Ta-cai tertawa, katanya.

"Baik, dari Kian-kun-kiam-pai siapa yang akan keluar bertarung?"

Kie Tiang-lim baru akan berdiri, In Tiong-ho segera berkata.

"Toako, biar aku yang mencoba babak ini."

Putrinya saja sudah begitu lihai pasti ayahnya lebih kuat, In Tiong-ho memang sangat terkenal di Hun-lam, tapi mungkin dia bukan lawannya.

Tapi dia sudah tampil, membuat Kie Tiang-lim sangat terharu, adik angkatnya demi dia supaya bisa mengetahui jurus-jurus lawan lebih banyak maka dia siap menghancurkan nama yang telah didapatkan seumur hidupnya.

Liu Ta-su tertawa, katanya.

"Hun-lam-Tayhiap, apakah Anda akan membantu Kian-kun-kiam-pai?"

"Membantu, aku tidak pernah terpikir pada kata ini, karena di Kian-kun-kiam-pai ada Ciam Tayhiap yang sangat terkenal dan Kie Toako yang belum pernah terkalahkan juga mempunyai nama besar, sama sekali tidak perlu kubantu, hanya saja aku ingin menggunakan kesempatan yang jarang ada untuk mendapatkan pengalaman yang lebih baik."

"Tuan tidak perlu sungkan, silakan!"

Setelah memberi hormat In Tiong-ho segera menyerang, pesilat ternama bertarung memang berbeda pedang dikeluarkan dengan tidak sembarangan, yang terutama tidak membuat kesalahan, maka jurusnya pun sangat mantap kebanyakan adalah jurus bertahan.

Jurus pedang Liu Ta-su lebih tenang, dia memegang pedang tapi tidak bergerak, menghadapi serangan-serangan tipuan dari In Tiong-ho dia sama sekali tidak melayaninya, begitu serangannya dari mendekat dia hanya menggeserkan tubuhnya tidak jauh sudah menghindar serangan lawannya, satu jurus pun belum dia keluarkan, malah sepasang kakinya masih berdiri di tempat semula dan belum bergeser.

10 jurus telah berlalu, gerakan Liu Ta-su tetap seperti itu, In Tiong-ho yang sabar mulai tidak.tahan dengan keadaan yang merendahkan dirinya.

Jurusnya mulai berubah, seperti hujan dan angin, dia terus menyerang dengan 9 jurus membunuh, jurus ini adalah 9 jurus istimewa yang bernama 'Leng-ho-kiu-hwan' (Bangau lincah menari sembilan kali) membuat In Tiong-ho menjadi terkenal.

Pergelangan tangan Liu Ta-su sedikit bergetar, pedangnya segera keluar titik bintang yang dingin, di mana senjata beradu dia bisa mementahkan Leng-ho-kiu-hwan, begitu 9 jurus telah selesai di mainkan, dia pelan-pelan menyerang dua jurus, In Tiong-ho merasa di bawah ketiaknya ada sedikit rasa dingin, tahu-tahu Liu Ta-su sudah menarik kembali pedangnya dan berkata.

"Aku menerima ajaranmu!"

Berarti pertarungan sudah selesai, begitu merasa di bawah ketiaknya dingin, In Tiong-ho sadar kalau dia telah terkena serangan pedang dan lawan bertindak sangat sungkan, hanya menitik saja, dalam hatinya kecuali rasa terima kasih dia juga merasa malu karena lawannya memang sangat berat, sampai- sampai ilmu silat andalannya yaitu Leng-ho-kiu-hwan hanya butuh satu jurus langsung bisa dimentahkan, dan dua kali menyerang sudah membuatnya terluka.

Dia sudah berkelana di dunia persilatan sejak lama dan berhasil mendapatkan sedikit nama, tapi lawan hanya dalam 3 jurus berhasil mengalahkan dia, ini sangat memalukan, karena itu dia melilik ke bawah ketiaknya, pikirnya bila tempat yang terkena pedang tidak terlihat dia akan pura-pura tidak tahu, dan menyuruh lawan mengeluarkan beberapa jurus lagi, walaupun kalah tapi tidak akan membuatnya malu.

Setelah melihat ke bawah ketiaknya tidak ada yang aneh, bajunya pun masih rapi dan tidak rusak, karena itu dia merasa aneh! Tapi perasaan dingin di bawah ketiaknya berasal dari mana? Apakah dia sudah salah merasakannya? Tapi ujung pedang lawan memang melewati di bawah ketiaknya, apakah dia sudah salah menafsirkannya dan pedang lawan hanya lewat saja? Karena itu dia merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan dengan tertawa dia berkata.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ketua Liu, mengapa berhenti? Jurus Ling-ho-kiu-hwan memang bisa Anda hadapi tapi pertarungannya belum selesai."

Liu Ta-su tertawa dingin, katanya.

"Bagaimana In Tayhiap menganggap pertarungan pantas dianggap selesai?"

"Ilmu pedang Tuan sangat bagus tapi Anda hanya mengeluarkan 3 jurus aku belum melihatnya dengan jelas, paling sedikit harus membuatku kalah dengan mengerti!"

Dengan angkih Liu Ta-su berkata.

"In Tayhiap bukan baru sekarang ini belajar ilmu pedang, aku tidak perlu seperti mengajar anak kepadamu, setiap kalimat harus dibaca dengan jelas setiap kata apa artinya sehingga baru membuatmu mengerti, aku kira asal mengerti di dalam hati itu sudah cukup."

"Ketua dengan cara belajar menjelaskan ilmu pedang aku jadi lebih ingin tahu bagaimana hasilku dalam ilmu pedang, paling sedikit Tuan bisa memberi komentar."

"Aku kira kalau aku memberi komentar kepada pesilat tangguh tidak perlu secara terang-terangan."

"Aku orang bodoh, tidak mengerti maksud Anda, harap Tuan bisa memberi petunjuk."

"Apakah Pendekar Yun Zhong harus melihat luka di tubuhmu baru mau mengaku kalah? Kalau begitu kau benar- benar orang yang angkuh!"

"Aku memang bodoh, bila tidak ada tandanya aku sulit mengerti."

Liu Ta-su benar-benar marah.

"Sebenarnya aku ingin membantumu menutup mulut karena Anda telah kalah, tapi Tuan tetap bersikukuh, terpaksa aku minta maaf, ilmu pedang Tuan aku hanya bisa memberi komentar dengan 4 kata, begitu kau melihat kau akan mengerti."

"Apa 4 kata itu?"

Liu Ta-su menunjuk.

"Mungkin sekarang bisa dilihat!"

In Tiong-ho melihat tempat yang ditunjuk yajtu di bawah ketiak, dengan cepat dia menundukkan kepala untuk melihat lebih jelas, tempat di mana tadi terkena pedang sudah ada noda darah, In Tiong-ho benar-benar kaget, bila berdarah mengapa baju luarnya masih utuh? Kalau tidak terkena pedang noda darah ini datang dari mana? Bun Ta-cai segera berkata.

"Liu Toako adalah ahli pedang yang selalu menggunakan tenaga tidak terlihat dia bisa melalui kertas bagian luar memotong kayu, kertas tidak sobek tapi kayunya terputus, coba In Tayhiap lihat apakah ada luka di dalamnya?"

In Tiong-ho dengan cepat membuka baju luarnya terlihat baju dalamnya ada bercak darah, 4 kata itu sangat jelas terlihat.

"Jo-ku-sam-go" (Kambing jantan memukul gendang tiga kali), karena keempat kata itu diukir dengan ringan maka hanya terkena kulit luarnya saja dan darah yang keluar pun hanya sedikit. Dua kali serangan pedang bisa mengukir keempat kata ini, dan keempat kata ini tulisan kaligrafinya sangat sulit, yang lebih sulit adalah menggunakan tenaga pedang melewati baju dan hanya mengenai kulit, tehnik ini bukan tehnik sembarangan. Dengan nada kagum In Tiong-ho berkata.

"Ilmu Ketua Liu sudah tidak terukur, aku menerima kekalahan ini!"

Orang lain pun memuji hanya Pui Ciauw-jin dengan wajah marah berkata.

"Ketua Liu, teknik pedangmu memang sangat tinggi tapi keempat kata itu apakah tidak terlalu menghina In Tayhiap?"

In Tiong-ho terpaku, katanya.

"Pui Toako, Ketua Liu menganggap pedang adalah bahasa, ini adalah komentar biasa, tidak mengandung penghinaan."

Pui Ciauw-jin tertawa dingin.

"Apakah In-heng mengerti apa maksud kalimat itu?"

"Dulu aku sering berkumpul dengan teman-teman yang menyukai puisi, sewaktu mendapatkan puisi yang bagus panitia selalu memukul gendang satu kali kalau ada satu puisi sangat bagus akan memukul sisi gendang sebanyak 2 kali, ilmu pedangku tidak seharusnya mendapat pukulan gendang 3 kali untuk mendapat pujian."

Pui Ciauw-jin dengan dingin berkata.

"Tulisannya Jo-ku- sam-go itu adalah sejenis alat musik setiap kali bila dipukul akan berbunyi dua kali, satu kali mengeluarkan suara besar sedangkan yang kedua kalinya suara rendah, begitu suaranya keluar bunyinya Put-tong, kalau tiga kali dipukul akan menjadi Put-tong Put-tong, dan Put-tong (tidak lancar, tidak lancar, dan tidak lancar)!"

"Apakah ini yang dimaksud olehnya?"

Tanya In Tiong-ho nada bicaranya mulai berubah.

"Kalau berkumpul untuk menentukan puisi tidak pernah menggunakan kulit gendang semacam itu, coba kau pikir semua ini apa maksudnya?"

Kata Pui Ciauw-jin. Dengan sedih In Tiong-ho berkata.

"Ilmuku rendah, maka diperlakukan seperti itu, aku harus menerimanya!"

Liu Ta-su tertawa, katanya.

"Aku tidak biasa bersikap sungkan, pedang dan karangan tidak bisa dipalsukan, tadinya aku tidak mau mengatakan di depan umum, tapi kau yang memaksanya, jangan salahkan aku!"

Pui Ciauw-jin marah, katanya.

"Leng-ho-kiu-hwan milik In- heng sangat terkenal di Hun-lam, memang tidak bisa mengalahkan-mu tapi tetap banyak keistimewaannya!"

Dengan sombong Liu Ta-su berkata.

"Menurutku, 4 kata ini tidak termasuk sungkan, kalau menuruti sifatku 10 tahun yang lalu, aku pasti akan memberi Kau-ci-huang-tou (Anjing makan kacang kedelai)."

"Apa artinya?"

Tanya Pui Ciauw-jin dengan dingin.

"Makan kacang lebih mudah mengeluarkan gas dari dalam perut, sebelum makan kentutnya macet di perut, setelah makan anjing jadi terus menerus kentut!"

Kata-kata ini benar-benar sadis, semua orang tertawa terbahak-bahak. Hal ini benar-benar membuat In Tiong-ho jadi malu, dia meletakkan pedangnya dan melempar ke bawah.

"Kalau aku tidak bisa mencuci bersih penghinaan ini seumur hidup aku tidak akan memegang pedang lagi."

Liu Ta-su berkata.

"Kalau usiamu 30 tahun, berkata seperti itu aku percaya, tapi umur manusia ada batasnya, apakah kau bisa bertahan hidup sampai 30 tahun lagi?"

"Kalau begitu seumur hidup aku tidak akan memegang pedang yang penting kalau aku masih hidup dan membawa pedang mengunjungimu, kau harus berhati-hati!"

"Baik, kalau aku tidak ada, kau boleh mencari putriku, yang penting keluarga Liu akan menunggumu!"

In Tiong-ho mengenakan kembali bajunya dia memberi hormat kepada Kie Tiang-lim.

"Toako, aku tidak berguua, ingin membantu malah mendapatkan penghinaan, aku memalukan Toako, aku akan pergi dulu!"

Kie Tiang-lim merasa sedih, dengan tersendat dia berkata.

"Adik, aku yang telah membuatmu merasa malu, kau sudah tua, tidak perlu memandang menang atau kalau dengan begitu serius, tunggulah sebentar lagi, kita sama-sama pergi dari sini!"

"Tidak, aku tidak mau tinggal lebih lama lagi di sini."

"In Tayhiap, Anda sering mengajarkan kami tentang kehidupan yang kadang-kadang lancar kadang-kadang tidak, kita harus menghadapinya dengan terbuka, maka kita baru bisa hidup senang, mengapa Paman sekarang begitu serius?"

In Tiong-ho menghela nafas panjang.

"Aku kalah tidak akan merasa sedih, aku sedih karena dihina, penghinaan ini harus kutelan sampai akhir hayatku, aku tidak semuda kalian yang masih mempunyai waktu panjang dan masih bisa berusaha. Tuhan memberiku waktu tidak lama lagi, maka aku harus baik- baik menggunakan waktu yang ada ini, aku harap selagi aku masih hidup aku masih bisa bertemu dengan kalian."

Goan Hiong terkejut, katanya.

"Apakah Paman tidak mau bertemu kami lagi?"

"Benar, nama baik bagi seorang pesilat adalah nyawa, kehilangan nama baik berarti kehilangan nyawa, kecuali tidak ingin bertemu kalian lagi aku juga tidak ingin bertemu dengan siapa pun, aku harap kalian bisa memberitahukan hal ini kepada keluargaku, bila 10 tahun kemudian aku tidak pulang, berarti aku sudah mati di tempat lain, tempat untuk bersembahyang bisa ditambahkan satu plakat lagi."

Setelah berkata seperti itu In Tiong-ho pergi tanpa menoleh lagi. Semua tahu bagaimana perasaan hatinya, tidak ada yang melarangnya, mereka hanya melihat sosoknya yang semakin lama menghilang. Liu Hui-hui berkata dengan pelan.

"Ayah, untuk apa kau melakukan semua ini?"

Liu Ta-su tertawa terbahak-bahak, katanya.

"Aku paling benci melihat orang yang menggunakan nama yang didapat tanpa tahu benar atau tidak, hanya bisa beberapa jurus lalu muncul dengan sebutan pesilat tangguh, untung dia tahu diri, kalau tidak aku tidak akan membiarkan dia meninggalkan tempat ini. Tenanglah Hui-hui, jangankan 10 tahun 20 tahun pun dia tidak akan datang kemari, melihat usianya sekarang boleh dikatakan ilmu silatnya hanya begitu saja, tidak akan ada kemajuan yang berarti."

Ciam Giok-beng marah.

"Apakah teman tidak terlalu sombong?"

Liu Ta-su tertawa terbahak-bahak.

"Dari awal dia sudah salah, tulang dan nadi pun sudah tua, tubuhnya tidak bisa berubah maka ilmu pedangnya tidak akan bisa maju seperti kalian, hanya mengandalkan kekuatan sendiri untuk bisa maju tidak ada jalan lain, dengan ilmu pedangnya yang sekarang tidak mungkin dia bisa mencapai yang tertinggi, aku kira kau pun demikian!"

Ciam Giok-beng terdiam, kata-kata Liu Ta-su memang terdengar sombong tapi dengan melihat usia seperti In Tiong- ho, ilmunya tidak akan maju lagi. Pui Ciauw-jin bertanya dengan marah.

"Apakah ilmu pedangmu yang terbaik?"

Liu Ta-su tertawa.

"Paling bagus atau tidak hanya dapat dibandingkan, sebelum ada orang yang bisa mengalahkanku ilmuku tidak dikategorikan dengan ilmu tidak bagus."

"Kalau begitu aku yang sudah beberapa kali kalah dari dulu, ditempatkan di jajaran tidak bagus, tapi bila dibandingkan dengan ilmumu yang bagus itu aku rasa tidak ada bedanya,"

Kata Pui Ciauw-jin.

"Apakah Tuan ingin membandingkan ilmu silat kita?"

Tanya Liu Ta-su.

"Boleh juga, karena aku merasa ilmu silatku berada di atas Tuan, karena itu aku ingin mencobanya, bagaimana kalau Tuan menyerang dulu?"

Liu Ta-su tertawa terbahak-bahak.

"Baiklah, baik, tapi aku ingin bertanya dulu, di bagian tubuhmu yang mana aku bisa memberi komentar untuk menghukummu yang besar mulut?"

Pui Ciauw-jin tertawa.

"Tidak perlu repot-repot. Aku sudah membantumu mencarikan kata-katanya, yaitu 'Cuo-cing-kan- thian' (Duduk disumur melihat langit), ini adalah pepatah dalam bahasa Tionghoa artinya adalah katak dalam tempurung, kau ingin menulis di mana pun bisa!"

Liu Ta-su mulai marah, dia berteriak.

"Ini adalah komentarmu kepadaku, komentarku akan kutulis di tubuhmu!"

"Bila kau sanggup meninggalkan tanda di tubuhku walaupun sedikit, kau boleh memenggal kepalaku, waktu itu kau tidak perlu memberi komentar lagi!"

Liu Ta-su jadi marah, dia mulai menyerang, tapi gerakan Pui Ciauw-jin lebih cepat lagi, mereka bertarung dengan sengit.

Pedang Liu Ta-su bergerak dengan cepat, pedang Pui Ciauw-jin lebih cepat lagi, bisa dikatakan sama-sama cepat tapi jurus mereka tidak sama, pedang Pui Ciauw-jin diayunkan secara tidak teratur, bisa dikatakan serang sana juga serang sini, arahnya tidak menentu, memang hawa pedang berhembus sangat kuat tapi celah ada di mana-mana.

Liu Ta-su tidak tahu apa yang dilakukan Pui Ciauw-jin, tapi Pui Ciauw-jin bisa menahan serangan dari Liu Ta-su, kadang Liu Ta-su melihat pedang Pui Ciauw-jin akan menyerang tenggorokannya, tapi di tengah jalan berubah menyerang perutnya.

Dengan cara seperti itu Pui Ciauw-jin berhasil menutupi serangan Liu Ta-su karena Liu Ta-su selalu menyerang ke celah-celah Pui Ciauw-jin, karena tidak jelas arah serangan lawan membuat Liu Ta-su tidak berani mencoba-coba lagi.

Akhirnya Liu Ta-su mengerti apa yang dilakukan Pui Ciauw- jin, dia hanya ingin mengacaukan, jurus-jurusnya pun tidak ada yang sempurna, bisa dikatakan bila dia menyerang Pui Ciauw-jin dalam satu jurus dia akan bisa mengalahkannya.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah mengetahui jurus-jurus Pui Ciauw-jin, Liu Ta-su mulai berani, karena dia merasa Pui Ciauw-jin hanya main- main dengannya, tiba-tiba dia menyerang dengan gencar, hawa pedang mengikuti pedang yang keluar, lalu menyerang dada Pui Ciauw-jin, dengan pedangnya Pui Ciauw-jin membuat tabir pertahanan, tapi tetap tidak bisa menahan serangan Liu Ta-su yang gencar, pedang yang dipegang tergetar dan terbang ke atas, untung dia bisa bergerak dengan lincah, bisa dengan cepat berguling ke bawah, dia bisa meloloskan diri dari serangan maut itu, begitu dia bisa berdiri dengan bangga dia memukul pedang Pui Ciauw-jin yang terjatuh ke arah Pui Ciauw-jin dan dia menyambut-nya.

Liu Ta-su tertawa dingin, katanya.

"Orang she Pui, aku tidak takut kepada jurusmu yang kacau itu, kalau kau berani menyerang lagi dalam 3 jurus aku akan meninggalkan tanda di tubuhmu yang membuatmu selamanya tidak akan melupakannya!"

Pui Ciauw-jin mengeluarkan tangan kirinya dan berkata.

"Bagaimana tanda ini menurutmu?"

Ternyata di telapaknya dia melukis sebuah sumur, di dalam sumur itu ada seekor kura-kura, kura-kura itu sedang mengangkat kepalanya menatap langit yang berada di luar sumur.

Setelah Liu Ta-su melihat lukisan yang ada di telapak Pui Ciauw-jin dia terpaku.

"Apa maksudnya?"

Pui Ciauw-jin tertawa, katanya.

"Ini adalah komentarku, karena tubuhmu terus bergerak jadi aku terburu-buru melukisnya, maka aku melukis di sini, gambarnya tidak begitu mirip maka aku tidak berani memasang harga, ini hanya sebuah lukisan secara garis besar, bila aku sudah ada waktu aku akan memberi warna, setelah itu aku akan memberikannya kepadamu."

"Sembarangan bicara!"

Teriak Liu Ta-su. Pui Ciauw-jin dengan tetap tertawa berkata lagi.

"Kalau kau tidak mau menunggu lama, kau boleh membuka bajumu, dan aku akan membereskannya, aku memang bukan pelukis terkenal, tapi lukisan ini tetap bisa laku beberapa tail perak, pernah ada seorang pelukis berkata, 'Lukisanku mirip pelukis Ku-hong dari dinasti Tong dan Sung.'."

Liu Ta-su merasa telinganya seperti ditusuk-tusuk, dia bertanya.

"Apakah lukisan yang kau maksud sudah ada di tubuhku?"

"Sebenarnya lukisan itu harus diselesaikan sekali gus tapi aku membaginya menjadi 10 goresan lebih, tidak begitu bagus, semua salahmu karena tidak mau diam, jadi aku sulit melukis kepala kura-kuranya maka jadi kebesaran."

Liu Ta-su tidak mendengar apa yang dikatakan Pui Ciauw- jin, buru-buru dia membuka melihat dadanya mencari lukisan itu, tapi lukisan itu tidak ada, dengan terpaksa dia bertanya.

"Di mana lukisan yang kau maksud?"

Pui Ciauw-jin menjawab.

"Aku rasa hanya kau yang tidak bisa melihatnya, di depan tidak terlihat di belakang pasti terlihat."

Setelah Liu Ta-su membuka semua baju bagian luarnya, gambar yang dilukis dengan kapur putih terlihat di punggungnya, karena itu dia hanya bisa berdiri dengan terpaku. Liu Hui-hui melihat ayahnya hanya termangu, dengan cepat dia berkata.

"Ayah, Orang she Pui ini sering berbuat onar, ayah harus hati-hati jangan termakan tipuannya!"

"Nona Liu, untuk berbuat onar bukan hal yang mudah, apalagi dilakukan di tubuh ayahmu, harus menghabiskan waktu yang lama lukisan itu baru bisa selesai."

"Aku tidak percaya di punggung ayahku kau bisa berturut- turut menggores sebanyak 10 kali lebih dan dia tidak merasakannya,"

Kata Liu Hui-hui.

"Aku tidak berbohong, karena sudah ada buktinya, jumlahnya 17 goresan, kalau kurang aku akan mengaku kalah."

Liu Hui-hui segera menghitungnya, benar ternyata ada 17 goresan, kebanyakan adalah garis lurus, hanya ada beberapa garis bulat, setiap goresan jaraknya tidak jauh, maka dia tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Kakak Liu, ilmu pedangmu lebih bagus darinya, hanya karena ilmu pedangnya kacau balau jadi membuatmu kebingungan, kau tidak usah malu,"

Kata Bun Tho-hoan. Pui Ciauw-jin berkata.

"Yang pasti tidak akan memalukan juga tidak ada keistimewaannya, kalau aku mengganti kapur putih itu dengan pisau, nah itu baru seru!"

Kata-kata ini membuat wajah Bun Tho-hoan menjadi merah, sebenarnya dia ingin membantu Liu Ta-su menutupi rasa malunya, tidak disangka Pui Ciauw-jin akan menjawabnya seperti itu dan bukti yang ada memang seperti itu.

Kalau tadi Pui Ciauw-jin memegang pisau apakah Liu Ta-su masih bernyawa? Tapi Liu Ta-su malah tertawa,berkata.

"Pui Ciauw- jin, aku mengaku kalah, tapi kalau kau memakai pisau belum tentu akan mengenaiku, paling-paling hanya akan tergores sedikit, tapi untuk mengganti goresan ini kau harus membayar mahal."

Liu Hui-hui dengan cepat berkata.

"Tenaga dalam ayahku sejak kecil sudah kuat bisa dikatakan golok dan pedang hanya bisa melukai kulitnya saja."

Pui Ciauw-jin tertawa berkata.

"Tenaga dalam memang bisa digunakan untuk menghindari golok tapi kau harus lihat lawannya, aku tidak butuh pedang sakti pisau biasa pun ayahmu belum tentu bisa tahan goresannya."

Dari kata-katanya memberitahu kalau dia bukan orang yang tidak tahu, Liu Ta-su tertawa, berkata.

"Orang yang berlatih ilmu pedang pasti harus berlatih ilmu pernafasan, ilmu pernafasan bagi seorang pesilat digunakan untuk menjaga diri, aku mengandalkan pernafasan ini untuk menghindar dan aku akan menyerang balik, mengenai hal ini kau harus mengakuinya!"

Pui Ciauw-jin tersenyum.

"Tetua Liu memang bisa membalikkan tubuh dan menyerangku, dan aku tidak akan bisa menahannya, masalahnya apa tetua Liu bisa melancarkan pukulan?"

Liu Ta-su marah.

"Apakah Tuan tidak percaya aku sanggup melakukannya? Ini sangat mudah aku akan membiarkanmu menusuk punggungku dan kau lihat apakah aku berbohong!"

"Tidak perlu, dulu aku pasti akan mengaku kalah tapi sekarang aku sudah mempunyai istri, dia adalah rubah berekor 9, Ho Gwat-ji."

Liu Ta-su tetap marah.

"Apa hubungannya semua ini dengan istrimu?"

"Tentu saja ada hubungannya, istriku berkelana di dunia persilatan dia mempunyai semacam senjata rahasia yang paling lihai, namanya adalah 'Lok-seng-cui-hun-tan (Peluru langit jatuh mengejar roh)."

Dia mengambil sesuatu dari balik baju bagian dadanya dan mengeluarkan sebuah benda berbentuk seperti kacang berwarna hitam, kemudian dia menyentil benda itu, butiran hitam itu terbang ke arah gunung buatan, terdengar suara gemuruh gunung buatan itu menjadi berlubang terkena peluru itu.

Pui Ciauw-jin tertawa.

"Dengan menggunakan senjata rahasia ini mungkin tidak bisa mendekati tetua Liu, tapi kalau aku memakai kesempatan melempar sebutir kemudian menyentil sebutir lagi, membuat kedua butiran itu saling beradu, aku kira tenaga dalam tetua Liu tidak akan mampu menahannya!"

Melihat kekuatan butiran hitam itu Liu Ta-su tidak bisa bicara lagi, lama kemudian dia baru berkata.

"Terima kasih Tuan tidak menggunakan senjata itu, aku mengaku kalah."

"Tidak perlu, dalam ilmu pedang aku kalah darimu, kalau dari awal tetua Liu berniat membunuh, aku tidak akan bisa mendekati tetua."

Liu Ta-su adalah orang yang sangat terbuka, meski kalah dia akan mengaku kalah, dengan serius dia berkata.

"Ilmu pedang separuhnya terdiri dari teknik separahnya lagi adalah cara, tadi Tuan dengan cara serabutan menyerangku, aku tidak tahu maka jurus mematikan pun tidak berani kukeluarkan, cara dan rencana Tuan membuatku kagum."

Dia memberi hormat dan kembali ke tempatnya, Ciu Giok- hu tertawa dingin.

"Liu Ta-su, dengan mengaku kalah kau telah menghancurkan nama 3 tetua Ceng-seng."

"Aku memang kalah, kecuali mukamu tebal kau bisa menahan ledakan dari butiran hitam itu!"

Ciu Giok-hu melotot.

"Hei marga Liu, gunung Ceng-seng bukan milikku sendiri, kau sendiri adalah salah satu dari 3 tetua di sini mengapa kau bertentangan denganku?"

Liu Ta-su menjawab dengan dingin.

"Ceng-seng memang bukan milikmu sendiri tapi kenyataannya seperti milikmu sendiri, tenang saja bila aku kalah aku tidak akan membuat Ceng-seng malu, aku akan mengundurkan diri dari posisi 3 tetua Ceng-seng, dan aku juga akan keluar dari Ceng-seng, aku akan membawa putriku pindah dari sini, aku tidak sekaya dirimu, kalau ingin pergi langsung pergi, tidak perlu membawa sehelai benang pun, kau bisa makmur di sini!"

"Kakak Liu, untuk apa membicarakan tentang hal ini?"

Tanya Bun Tho-hoan. Liu Ta-su tertawa, berkata.

"Bun Lo-ji, kau sangat tahu dengan jelas Ciu Giok-hu orangnya seperti apa, bila bertentangan dengannya apakah aku masih bisa tinggal di Ceng-seng? Walau pun dijamin olehmu dan kakakmu aku tetap tidak berani tinggal di sini."

Dua bersaudara Bun terdiam, wajah Ciu Giok-hu menjadi seram, dia tidak berkata sepatah kata pun, terakhir Bun Tho- hoan menghela nafas, berkata.

"Liu Toako, apa kau harus pergi dari sini. Nanti kita bicarakan lagi sekarang kau masih berada di Ceng-seng kita harus menyelesaikan masalah kita sekarang."

"Masalah yang harus diselesaikan, sekarang harus mengandalkan kekuatan kalian, sebab aku sudah mengaku kalah, menurut aturan aku tidak bisa ikut bertarung lagi,"

Kata Liu Ta-su. Bun Tho-hoan melihat Ciu Giok-hu, berkata.

"Ciu Toako, menurut aturan memang seperti itu, sekarang yang masih bisa bertarung hanya kau dan aku."

Ciu Giok-hu segera berdiri.

"Bun Lo-toa, tidak perlu repot, Liu Ta-su sengaja berbuat seperti itu karena ingin menjatuhkan namaku, masalah datang gara-gara putraku, maka aku sendiri yang akan menanggungnya aku tidak percaya Ceng-seng akan kalah dari mereka!"

Dengan langkah besar dia keluar, kemudian dia menunjuk Pui Ciauw-jin dengan pedangnya.

"Orang she Pui, bertarunglah denganku, gunakan cara yang biasa kau gunakan untuk mencuri ayam, dan senjata rahasia milik golongan hitam yang kau peragakan tadi, aku tidak peduli!"

Pui Ciauw-jin masih bersabar, tapi dua hweesio yang mendengar perkataan ini, mereka langsung berdiri berbarengan, hweesio gemuk Liauw Kong lebih cepat mengeluarkan amarahnya, dia berteriak.

"Orang she Ciu, harap mulutmu bisa di-rem sedikit, jangan sembarangan menghina orang!"

Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Orang yang masuk golongan hitam memang tidak ada yang baik, jangankan di depan kalian di depan Biauw-eng pun aku tetap akan berkata demikian!"

Hweesio kurus Liauw Hwan ikut marah.

"Apa hebatnya Biauw-eng?"

Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Biauw-eng adalah ketua golongan hitam di darat dan di air, orang seperti kalian bisanya hanya mencuri ayam atau anjing!"

Liauw Kong benar-benar sudah tidak tahan lagi, dia membawa goloknya, segera naik ke panggung, Ciu Giok-hu langsung menggetarkan golok Liauw Kong dengan pedangnya, kemudian membacok Liauw Kong di punggung, tubuh Liauw Kong segera terbagi menjadi dua bagian.

Kejadian yang berlangsung sangat cepat, hanya dalam satu jurus Liauw Kong kalah dan langsung tewas.

Dua hweesio itu seperti saudara kandung, melihat Liauw Kong terbunuh, mata Liauw Hwan berubah menjadi merah, dia naik ke atas panggung membawa tongkatnya, kemudian dia mengayunkan tongkat itu, tapi pedang Ciu Giok-hu mengikuti gerakan tongkat itu dan menepis, untung Liauw Hwan dengan cepat melepaskan tongkatnya, tapi kelima jari tangan kirinya telah terbabat, dia memang sudah terluka tapi keberaniannya tidak berkurang, dengan satu tangan dia mengeluarkan rantai besi, dan berniat melilit kaki Ciu Giok-hu, gerakannya sangat cepat.

Begitu rantai besi melilit ke pergelangan kaki Ciu Giok-hu dan dia menarik Ciu Giok-hu supaya terjatuh, tapi perbedaan ini terletak pada kekuatannya, Ciu Giok-hu sama sekali tidak bergeser.

Liauw Hwan cemas, dia mengeluarkan sebelah tangannya lagi dengan harapan kalau menggunakan kedua tangannya supaya bisa menambah tenaganya.

Dia lupa kalau jari tangan kirinya sudah tidak ada karena tenaganya berkurang maka kaki Ciu Giok-hu bisa mengait rantai besi itu malah Liauw Hwan yang tertarik ke arah Ciu Giok-hu dalam situasi seperti itu Liauw Hwan melepaskan tangannya lalu menarik 3 simbal besi yang tersimpan di pinggangnya dan simbal itu pun mulai terbang ke arah Ciu Giok-hu.

Bersamaan dengan terbangnya simbal dia berguling ke arah Ciu Giok-hu, Ciu Giok-hu tertawa dingin, dia memukul balik ketiga simbal besi itu dengan pedangnya.

Ketika itu tubuh Liauw Hwan sedang menerjang, tidak bisa menghindar lagi kedua simbal besinya langsung menancap di tulang rusuknya, dan yang satu simbal lagi melesat memutuskan kepala Liauw Hwan, darah berhamburan, dan darah itu sebagian muncrat ke wajah Ciu Giok-hu.

Ciu Giok-hu dengan cepat membersihkan darah yang mengenai wajahnya menggunakan lengan bajunya.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tidak disangka kepala Liauw Hwan terbang ke arahnya, memang kepala itu sudah terlepas dari tubuhnya, tapi keganasannya tidak berkurang kepala itu terbang dan mendarat di pundak Ciu Giok-hu, dan menggigit pundaknya, dalam kesakitannya Ciu Giok-hu melemparkan dengan sekuat tenaga, kepala itu memang terlepas dari pundaknya tapi ada 2 baris gigi terlihat di pundak Ciu Giok-hu.

Ini adalah sebuah sandiwara kehidupan yang penuh kekejaman dan menakutkan membuat beberapa orang gadis yang berada di sana berteriak histeris, kepala Liauw Hwan berguling-guling di bawah tapi matanya masih terus menatap Ciu Giok-hu begitu melihat giginya menancap di pundak Ciu Giok-hu, wajahnya yang keriput tersenyum dengan sedih, memang tidak ada suara yang keluar tapi membuat orang yang melihatnya merasa seram dan ketakutan.

Ciu Giok-hu mencabut gigi itu satu per satu, melihat Liauw Hwan begitu membencinya, di wajahnya terlihat sinar ketakutan.

Bun Tho-hoan mengeluh.

"Ciu Toako, kau terlalu kejam!"

Ciu Giok-hu menjawab.

"Suasana tenang Ceng-seng telah dirusak oleh mereka, aku tidak akan memaafkan mereka, sekarang aku sudah mulai membunuh, orang yang datang kemari walau pun dia itu laki-laki atau perempuan, aku akan membunuh mereka tanpa sisa!"

Pendekar-pendekar yang datang mengenal dua hweesio itu belum terlalu dalam, tapi jiwa mereka yang menegakan kebenaran dan keadilan meski berada di posisi yang tidak sama tapi mereka sangat akrab.

Melihat kematian dua hweesio, mereka jadi marah, apalagi Ho Gwat-ji, dia selalu dilindungi oleh dua hweesio dan dia menghormati mereka seperti kakak sendiri, sekarang melihat mereka berdua tewas secara bersamaan dia tidak tahan dan ingin keluar untuk bertarung, tapi Goan Hiong menghalanginya, katanya.

"Bibi, dua hweesio memang sudah meninggal, tapi kekuatan Bibi tidak cukup untuk membalas dendam buat mereka, untuk apa mati secara sia-sia? Lebih baik rundingkan dengan Paman Pui!"

Ho Gwat-ji dengan marah berkata.

"Kau benar-benar kelewatan, kedua kakakku demi kalian harus mati, dan kalian tidak mau membalaskan dendam mereka sekarang malah melarangku membalas dendam!"

Goan Hiong tidak bisa berkata apa-apa, Pui Ciauw-jin memotong.

"Gwat-nio, jangan salahkan anak-anak, dia berniat baik, dendam kedua kakakmu pasti harus di balas tapi dengan terburu-buru melakukannya tidak akan bisa membereskan masalah, tadi kalau kedua kakakmu bisa bersabar mereka tidak akan mati di bawah pedang lawan, bila sekarang kau keluar kau pun akan mati sia-sia!"

Ho Gwat-ji sadar dia terlalu terburu-buru, tapi dia tidak mau mengakui kesalahannya maka dia berteriak.

"Dengan cara apa kau ingin membalas dendam? Apakah kau tidak mendengar kata-katanya, kita semua tidak akan diberi jalan hidup! Kalau kau hanya menunggu kau sendiri pun tidak akan hidup!"

Ciam Giok-beng menghela nafas dan berkata.

"Ho lihiap, orang yang kejam, akan di hukum mati oleh Tuhan, Ciu Giok- hu begitu kejam, Tuhan pasti akan menghukumnya, kau lihat Liauw Hwan Toako, meski kepalanya terputus, dia masih berusaha menggigit Ciu Giok-hu berarti rohnya tidak mau diam, sekarang walaupun kita tidak bisa membalas dendam tapi roh kedua kakakmu tidak akan melepaskan dia!"

Ciu Giok-hu memang merasa takut setelah mendengar kata-kata Ciam Giok-beng malah membuat keganasannya bertambah, pedangnya diayunkan membelah mayat kedua hweesio menjadi beberapa bagian lagi, dia tertawa sadis.

"Aku tidak takut, biar roh mereka datang mencariku!"

Sambil bicara dia melemparkan rantai besi ke arah kepala Liauw Hwan, membuat kepala Liauw Hwan hancur, semua dia lakukan karena ketakutan, menurut perkataan orang-orang roh setan selalu menempel di tubuh mayat bila mayat hancur dia tidak akan bisa menempel dan tidak akan mencelakai orang lagi.

Tindakan sadis ini membuat Ciam Giok-beng yang paling sabar di antara mereka mulai marah, dia membentak.

"Ciu Giok-hu, sungguh kau seperti binatang!"

Ciu Giok-hu tertawa sadis.

"Ciam Giok-beng, aku punya kebiasaan bila sudah membunuh mayatnya harus dihancurkan ini hanya sebagai contoh, hari ini kalian semua akan mendapatkan hukuman seperti ini, apakah kau ingin mencobanya?"

Pedang Kie Tiang-lim sudah dikeluarkan, dia pun dengan pelan berjalan ke tengah, berkata.

"Ciu Giok-hu, semenjak aku belajar ilmu pedang aku belum pernah membunuh orang, tapi untuk menghadapi orang gila seperti ini, terpaksa aku harus melanggar aturan ini!"

"Suheng, apakah kau mau bertarung? Lebih baik aku yang bertarung dulu,"

Kata Kie Tiang-lim. Ciam Giok-beng menggelengkan kepala.

"Sute, dalam ilmu pedang aku lebih dalam, kalau aku kalah kau jangan sedih, kau harus tenang membawa semua orang keluar dari sini, kau jangan terburu-buru membalas dendam, asalkan gunung masih hijau jangan takut tidak ada kayu bakar, untung ilmu perguruan kita sudah kuajarkan kepada beberapa anak muda, membalas dendam harus mengandalkan pada mereka, ingat kata-kataku ini!"

Dengan sedih Kie Tiang-lim mengangguk, Ciam Giok-beng berpesan lagi.

"Pi-sia, Goan Hiong, Toa-suheng kalian sangat baik dan mantap, hanya kurang berbakat, bila hari ini aku terbunuh, kalian berdua bertanggung jawab untuk membangun kembali perguruan kita, harap kalian ingat rasa tanggung jawab, kalian harus menyayangi tubuh kalian sendiri, jangan sembarangan mengorbankan diri, ingat itu!"

Kie Pi-sia dan Goan Hiong dengan sedih mengangguk. Ciam Giok-beng berpesan kepada Pui Ciauw-jin.

"Adik Pui, kau memang bukan murid Kian-kun-kiam-pai, tapi Goan Hiong dan putramu adalah muridku, di antara semua orang yang bersamaku kau yang paling cekatan juga bisa mengambil keputusan tepat, bagaimana pun kau harus melindungi generasi muda, dan kalian juga jangan lupa kalian harus maju, aku titip semuanya kepada kalian suami istri."

Pui Ciauw-jin dengan sedih mengangguk.

"Ciam Toako, tenanglah aku pasti akan berusaha semaksimal mungkin."

Ciam Giok-beng berpesan kepada Goan Jit-hong.

"Goan Lote, aku tidak berpesan apa-apa kepadamu, Hiong-ji adalah putramu, Pi-sia adalah putri dari Kie Sute, demi generasi penerus kalian berdua harus tahu bagaiamana membereskannya, anak muda cepat marah, kalian harus bisa menahan diri, yang terpenting jangan membawa mereka berjalan menuju kematian."

Goan Jit-hong tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Ciam Giok-beng, kau sungguh pandai, tahu tidak akan bisa melawanku, maka kau menyampaikan dulu semua pesanmu!"

"Karena aku adalah seorang pemimpin perguruan, aku harus mempersiapkan dulu segala sesuatunya, bukan berarti aku pasti akan kalah di depanmu!"

Kata Ciam Giok-beng. Ciu Giok-hu tertawa sombong.

"Tapi pesan terakhirmu percuma saja, kalau kau mati apakah yang lain tidak akan mati?"

Ciam Giok-beng tertawa dingin, katanya.

"Ilmuku tidak lebih tinggi dari Pui Ciauw-jin dan Goan Jit-hong, satu lawan satu mungkin aku bisa kalah, apakah hanya kau seorang diri, bisa membunuh kami semua? Tidak mungkin karena mereka tidak akan bertarung denganmu seperti bertarung di panggung!"

Ciu Giok-hu tertawa terbahak-bahak.

"Apakah kau kira dengan banyak orang akan ada gunanya? Orang-orang Ceng- seng lebih banyak beberapa kali lipat dari kalian, apakah kalian sanggup melarikan diri?"

Ciam Giok-beng berkata dengan tenang.

"Ciu Giok-hu, dengan kelakuanmu seperti itu aku tidak percaya di Ceng-seng masih ada orang yang mau membantumu, mereka semua tidak bergabung untuk menghadapimu itu sudah beruntung, kalau tidak percaya, silahkan tanyakan pada mereka!"

Ciu Giok-hu terpaku, dia melihat dua bersaudara Bun mereka berdua hanya diam. Liu Hui-hui segera berkata.

"Paman Bun, kalau kalian berdua membantu Ciu Giok-hu, aku akan membantu mereka, dan bertentangan dengan Ceng-seng!"

"Asal lawan tidak bergabung dan menyerang Ciu Toako kami tidak akan ikut campur,"

Kata Bun Tho-hoan. Kata Ciam Giok-beng.

"Tentu saja tidak, kalau aku tidak bisa menang, orang-orang itu akan keluar dari Ceng-seng, kelak orang yang kami cari hanya Ciu Giok-hu, kami tidak ada dendam dengan kalian, malah kami merasa sangat berterima kasih kepada kalian, tapi kalau Ciu Giok-hu mengejar kami dan tidak membiarkan kami pergi dari sini, kami akan membela diri!"

"Bagaimana pendapat Bun Toako?"

Tanya Liu Ta-su.

"Mengapa Liu Toako harus bertanya kepadaku?"

"Karena aku sudah mengambil keputusan akan meninggalkan Ceng-seng, yang pasti aku akan mengambil kesempatan ini ikut dengan mereka pergi dari sini, kalau tidak, akan sulit menjadi kenyataan, maka aku harus bertanya dengan jelas supaya ada persiapan."

"Bila Ciu Toako bertarung dengan Ciam Giok-beng, kami dua bersaudara tidak akan membantunya, tapi bila lawan mengepung dan mengeroyok Ciu Toako kami tidak akan berpangku tangan!"

Liu Ta-su tertawa, berkata.

"Kelak di Ceng-seng hanya kalian dua bersaudara yang masih tenang, Bun Toako lebih baik bersiap-siap pergi juga!"

Bun Tho-hoan tertawa, berkata.

"Aku tidak melarangmu pergi, Liu Toako, karena Hui-hui menolak menikah dan Pek-ho sangat mencintai Hui-hui, dia tidak akan berhenti sampai di sini, maka kalau kalian ayah dan anak masih di Ceng-seng tentu akan bentrok, waktu itu malah akan membuat kami kesulitan, untung kami berdua tidak mempunyai anak, maka tidak akan terjadi kerepotan, maka kami tidak perlu meninggalkan kampung halaman yang sudah kami tinggal selama beberapa generasi."

"Apalagi kami sudah lama tinggal di Ceng-seng, jarang berkelana ke dunia luar, belum tentu di luar sana kami bisa betah!"

Kata Bun Tho-hoan.

"Paman Bun, kau sudah meninggalkan Ceng-seng selama 10 tahun, bukan kau baik-baik saja?"

Tanya Liu Hui-hui.

"Di danau Seng-soat selama 10 tahun berlatih ilmu silat, selama berlatih setiap tahun dengan giat kecuali salju, gunung dan air, makan daging, tidak ada makanan lain, maka begitu aku sudah berhasil mempelajari ilmu pedang, aku buru-buru pulang, sebab aku merasa tempat yang paling indah adalah kampung halaman sendiri, orang yang paling baik adalah orang yang berasal dari kampung halaman sendiri, tempat lain tidak ada yang bisa menandinginya,"

Kata Bun Tho-hoan.

"Su-chuan dan Kang-lam ada di puisi-puisi, kalau kau benar-benar sampai di Kang-lam, ke indahan di sana benar- benar ratusan kali lebih indah dari di sini,"

Kata Liu Hui-hui. Liu Ta-su tertawa, katanya.

"Paling bagus adalah kampung halaman sendiri, orang paling baik adalah orang di kampung halaman sendiri, tapi itu belum tentu, setelah lama tinggal di Ceng-seng kau akan tahu kalau kata-kataku itu benar."

Ciu Giok-hu marah.

"Liu Ta-su, bila kau mau pergi, pergilah tidak ada orang yang mengusirmu, mengapa kau harus menghancurkan persatuan Ceng-seng?"

Liu Ta-su tertawa dingin.

"Dulu karena Hui-hui dan putramu ada ikatan akan menikah, aku terpaksa mengikuti kemauanmu, sekarang Hui-hui sudah membatalkan ikatan pernikahan ini, tidak ada orang yang tenang bila tinggal bersamamu, apalagi hari ini melihat wajah aslimu, aku sudah tahu isi hatimu, aku percaya bila aku pergi orang Ceng-seng yang akan pergi dari sini pun sangat banyak!"

Ciu Giok-hu melihat ke belakang dan bertanya.

"Apakah kalian akan meninggalkan Ceng-seng?"

Tidak ada yang menjawab. Kata Liu Ta-su.

"Bila kalian ingin meninggalkan tempat ini, hari ini adalah kesempatan yang baik, aku masih berada di sini dan bisa membantu kalian sedikit-sedikit, kelak bila kalian di tekan oleh Ciu Giok-hu dan sudah tidak tahan, kalian sudah tidak akan mempunyai kesempatan lagi."

Setengah dari orang-orang itu ingin pergi termasuk penjaga pintu masuk Ceng-seng, keluarga Liu. Liu Ta-su tertawa dingin.

"Hei orang she Ciu, apakah kau sudah melihatnya? Mereka yang tinggal sedikit banyak mempunyai hubungan denganmu selain itu tidak ada yang mau bekerja sama denganmu!"

Wajah Ciu Giok-hu terlihat sangat seram. Dia membentak.

"Baiklah, pergi saja kalian! Bukan hanya di Ceng-seng kalian baru bisa berdiri, dengan begitu aku bisa membunuh lebih banyak orang, dan mendirikan perguruan Ceng-seng-pai yang baru!"

"Ciu Toako, masalah ini tidak sama dengan keputusan kami!"

Kata Bun Tho-hoan.

"Setelah adanya perubahan ini, Ceng-seng sudah tidak mungkin tenang lagi, apalagi setelah Liu Ta-su pergi, perjanjian antara 3 keluarga kita juga sudah bubar, kalau tidak membuat Ceng-seng yang baru kita tidak akan bisa berdiri tegak,"

Kata Ciu Giok-hu.

"Paling sedikit kita bisa menjaganya seperti dulu, tinggal dengan tenang dan tidak perlu bersaing dengan dunia luar!"

Kata Bun Tho-hoan. Ciu Giok-hu tertawa dingin.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu sudah tidak mungkin, hari ini datang Kian-kun-kiam-pai, Liu Ta-su membawa setengah orang Ceng-seng pergi dari sini kalau sampai kabar ini tersebar luas, Lu-bwee-kok di Thian-san pasti yang akan datang mencari kita, karena mereka sudah lama iri pada Ceng- seng, aku melatih begitu banyak pesilat pedang bukan untuk diriku sendiri."

Dua bersaudara Bun terdiam. Ciu Giok-hu berkata lagi.

"Aku mengakui terkadang aku terlalu bersikap kuasa, tapi itu semua demi kebaikan semua orang, Bun Lo-toa, kau serba tidak mau tahu, Liu Ta-su yang dari luar selalu terlihat setuju akhirnya malah dia yang menarik kaki kita, berarti semua ini sudah dia rencanakan!"

Liu Ta-su tersenyum, berkata.

"Tidak juga, semenjak Hui- hui pulang dan dia menolak menikah dengan Pek-ho, aku sudah tahu hubungan di antara kita tidak akan bisa langgeng lagi, terpaksa aku harus bersiap-siap, Hui-hui senang merobah pendiriannya, tadinya aku pikir mungkin bisa ada kesempatan untuk mempertahankan hubungan mereka maka aku diam saja, hari ini setelah melihat tekad Hui-hui dan melihat dia begitu membenci putramu, maka hal ini sudah tidak bisa dipertahankan lagi, kau menyayangi putramu aku juga menyayangi putriku, yang salah adalah putramu yang tidak ada seorang pun yang menyukainya!"

Ciu Giok-hu marah, berkata.

"Pergi! Pergilah! Gadis bau, begitu aku sudah mendirikan Ceng-seng yang baru, akan ada banyak gadis yang ingn menjadi menantuku, waktu itu walaupun kalian merangkak memohon-mohon padaku, aku akan menendang kalian jauh-jauh!"

Liu Ta-su marah, katanya.

"Putriku tidak akan memohon- mohon kepadamu, tapi kau juga tidak berhak menyuruh kami pergi dari sini, bila aku ingin pergi semua ini karena aku yang mau, bila kau yang menyuruhku pergi tidak akan begitu mudah, aku minta kau menarik lagi kata-katamu tadi!"

Dengan sombong Ciu Giok-hu berkata.

"Bila aku sudah mengeluarkan kata-kata tidak akan kutarik kembali!"

Liu Ta-su mencabut pedangnya dan berkata.

"Kita lihat saja siapa yang keluar dari sini!"

Hati Ciu Giok-hu telah tertutup oleh keserakahan, dia juga berteriak.

"Kau yang pergi! Aku memerintahkanmu pergi dari sini!"

Pedang Liu Ta-su sudah diayunkan tapi di tahan oleh Bun Tho-hoan.

"Liu Toako, bukankah tadi kau sendiri yang mengatakan tidak akan ikut campur dalam masalah ini, mengapa tiba-tiba kau berubah pikiran?"

Dengan serius Liu Ta-su menjawab.

"Bun Lo-toa, apakah kau memihak Ciu Giok-hu?"

"Tidak, kalian berdua adalah rekanku, aku tidak akan membantu siapa pun, begitu selesai membereskan masalah kita dengan Kian-kun-kiam-pai, kalian berdua ingin bertengkar pun aku tidak akan melihatnya, tapi sekarang aku tidak akan membiarkan kalian berdua bertengkar,"

Kata Bun Tho-hoan.

"Apakah Bun Lo-toa menganggap aku yang harus pergi dari sini?"

Tanya Liu Ta-su.

"Meninggalkan Ceng-seng adalah keinginanmu, Ciu Toako salah berkata, semua ini adalah kesalahannya, kalau Liu Toako dendam kepadanya, benar-benar tidak pantas,"

Kata Bun Tho- hoan. Liu Hui-hui datang sambil tertawa.

"Ayah, Paman Bun berdiri di posisi netral, dia membereskan masalah ini dengan adil, ayah jangan salah paham!"

"Apa? ternyata kau juga berkata demikian!"

Liu Ta-su berteriak. Masih dengan tertawa Liu Hui-hui berkata kepada Bun Tho- hoan.

"Paman Bun, bila kami mengatakan kami ingin pergi dari ini kami pasti akan pergi, tapi sebelum kami pergi di antara 3 tetua Ceng-seng ada urutannya, aku kira kata 'pergi' hanya Paman Bun yang pantas mengeluarkannya, apakah Paman Bun juga bermaksud demikian?"

"Aku tidak bermaksud seperti itu!"

"Baiklah kalau begitu, kami bukan ingin membuat masalah, ayahku hanya ingin Ciu Giok-hu menarik kata 'pergi' apakah hal ini keterlaluan?"

Tanya Liu Hui-hui.

"Ciu Toako hanya keceplosan, sebenarnya dia tidak berniat seperti itu, di depan umum menyuruhnya menarik kembali kata-kata ini, sepertinya akan terlalu sulit baginya,"

Kata Bun Tho-hoan.

"Ini adalah perkataan Paman, 3 keluarga Ceng-seng ada urutannya, Ciu Giok-hu tidak menghormati Paman, tapi kami sangat menghormati Paman, kalau Paman mengira ayahku pantas menerima kata 'pergi' dari sini, aku merasa ayahku akan menerimanya demi Paman, kami sedang menunggu persetujuan Paman."

Bun Tho-hoan menghela nafas panjang.

"Mulutmu benar- benar lihai, membuatku tidak bisa memilih, Ciu Toako, bila kau masih ingin aku tetap di Ceng-seng, tarik kembali kata-katamu tadi, kalau tidak aku tidak akan membiarkanmu bentrok dengan Liu Toako, aku dan adikku terpaksa akan pergi dari sini, Hui-hui, kalau kau benar-benar menganggap aku adalah pamanmu, aku akan pergi dari sini, bila ayahmu akan pergi dari sini pun tidak akan terlalu ditekan!"

"Aku dan ayah selalu menghormati Paman Bun, asal Paman mengajak kami pergi kami pasti akan menurut, tidak perlu membuat masalah menjadi rumit!"

Kata Liu Hui-hui. Bun Tho-hoan berkata kepada Ciu Giok-hu.

"Ciu Toako, bukan aku membela Liu Toako, melainkan kata-kata Hui-hui membuatku teringat pada hak-hak di Ceng-seng, sebelum Liu Toako meninggalkan Ceng-seng dia tetap masih salah satu dari ketua Ceng-seng, bagaimana pun kau tidak boleh berkata dengan nada seperti itu, menyuruhnya pergi dari sini!"

Ciu Giok-hu tidak bisa berkata apa-apa, dalam situasi seperti ini dia benar-benar membutuhkan bantuan dari dua bersaudara Bun terpaksa dia menundukkan kepala dan berkata.

"Baiklah, aku tarik kembali kata-kataku tadi, Liu Ta- su, kau memang mempunyai putri yang hebat!"

Liu Ta-su tertawa dengan senang.

"Putramu juga lumayan, sayang dia terluka, kalau tidak dia tidak akan membiarkanmu terhimpit!"

Kata-kata Liu Ta-su baru selesai, Ciu Pek-ho yang terluka keluar dan berkata.

"Paman Liu, ayahku sudah menarik kembali kata-katanya, untuk apa Paman membuatnya marah kembali?"

Liu Ta-su dengan dingin berkata.

"Baru saja membicarakanmu, kau sudah keluar, Ciu Siau-ya, apakah kau mau mengambil kembali muka ayahmu?"

Dengan serius Ciu Pek-ho berkata.

"Tidak, sebenarnya aku datang untuk meladeni kalian kalau tadi aku ada di sini kalian dua orang tua tidak akan bentrok, Hui-hui, aku tidak akan membuat paman marah!"

Karena kata-kata Ciu Pek-ho itu Liu Ta-su jadi terdiam, hanya Ciu Giok-hu yang masih marah berteriak.

"Binatang, kau benar-benar tidak berguna, apakah kau tahu apa yang dia katakan tentangmu?"

Dengan sedih Ciu Pek-ho berkata.

"Ayah, putramu tidak akan mengecewakanmu, tapi yang lainnya merupakan penghinaan kepadaku, aku harap ayah jangan mengurusi hal ini lagi!"

"Kau adalah putraku, mana mungkin aku akan lepas tangan?"

Teriak Ciu Giok-hu. Dengan serius Ciu Pek-ho berkata.

"Ayah, selain Hui-hui dan Paman Liu, yang lainnya akan kubereskan karena telah menghinaku, tidak perlu sampai merepotkan ayah, aku tidak akan melepaskan mereka!"

Liu Ta-su diam-diam mundur, Liu Hui-hui juga terdiam, Ciu Pek-ho berkata lagi.

"Paman Liu, Hui-hui, apakah kalian harus pergi dari sini?"

"Benar, kami sudah tidak bisa tinggal di Ceng-seng lagi,"

Kata Liu Hui-hui. Ciu Pek-ho menghela nafas.

"Baiklah, aku sulit menasihati ayah, aku harap kalian bisa pergi dari sini supaya tidak bentrok dengan ayah dan membuatku serba salah!"

Dai juga berkata kepada Ciu Giok-hu.

"Ayah, kalau ayah bertarung dengan Ciam Giok-beng harus hati-hati, jurus pedangnya tidak aneh hanya mantap, dalam satu jurus bila ayah tidak bisa menang ayah harus mengganti dengan jurus yang lebih mantap untuk melawannya. Ilmu pedang memang harus matang tapi pertahanan tetap yang paling penting, ayah lebih muda darinya 20 tahun, ini adalah keunggulan ayah!"

"Apakah harus kau yang mengajariku?"

Tanya Ciu Giok-hu.

"Putramu pernah bertarung dengannya, ini adalah pengalamanku, aku harus memberitahu ayah, bila dengan cara ayah yang biasa ingin mendapatkan kemenangan, ayah akan kalah, hari ini aku kalah dari Goan Hiong karena terlalu terburu-buru!"

Bun Tho-hoan mengangguk.

"Ciu Toako, kata-kata Pek-ho benar, memang usianya masih muda, tapi dia pintar dan bisa mengumpulkan semua pengalamannya, kau harus mendengarnya!"

Ciu Giok-hu tertawa sombong, lalu berkata.

"Aku tahu, sebenarnya aku dan Bun Toako sudah mengetahui celah-celah lawan, tapi dia tidak mengatakannya, kita tidak akan kalah!"

Ciu Giok-hu berkata kepada Ciam Giok-beng.

"Pak tua Ciam, apakah kau dengar, kalau kau ingin menang kau harus mengandalkan jurus pertama, bila jurus pertama kalah, hari ini kau pasti kalah!"

Ciam Giok-beng tetap berkata dengan tenang.

"Silakan!"

Ciam Giok-beng adalah seorang guru besar, kata-kata Ciu Giok-hu memang terdengar sangat sombong, tapi dari sikap dia tetap sangat serius, setelah berkata 'silakan' mereka segera mendekat dan bersiap-siap mengeluarkan jurus pertama yang menentukan.

Mereka berdua bersama-sama menyerang, tapi juga tidak berani terus menyerang, dua pesilat terkenal bertarung.

Dalam satu jurus saja akan menentukan menang dan kalah, mendahului menyerang akan membuka kelemahan, sehingga akan membuat kalah, terlambat menyerang keadaan akan dikuasai lawan, ingin mambalas serangan pun sulit, maka yang mereka berdua inginkan adalah tidak terlalu awal juga tidak terlambat, dengan saat yang tepat mereka akan menyerang, sehingga mereka berdua tidak berani sembarangan bergerak.

Kemudian mereka seperti sudah berjanji sebelumnya, dalam waktu yang bersamaan mereka menyerang, cahaya pedang keluar seperti kilat, tapi tidak saling beradu, tidak ada yang menyerang maupun bertahan, mereka sangat memperhatikan serangan pertama.

Setelah bayangan orang lewat, mereka saling menghembuskan nafas, pundak Ciu Giok-hu lecet terkena sabetan pedang, baju Ciam Giok-beng bagian bawah tersabet dengan ukuran besar.

Kalau di nilai tempat yang terkena pedang, Ciam Giok-beng menang sedikit, karena bajunya yang tersabet dengan tubuhnya masih ada jarak, pundak Ciu Giok-hu terkena pedang, itu sudah mengenai kulitnya, tapi di pandang dari sudut lain, karena kedua belah pihak sama-sama tidak terluka, membuktikan kalau Ciu Giok-hu mengambil keputusan yang tepat, ilmunya lebih tinggi dari Ciam Giok-beng, dia berani menggunakan tubuhnya mencoba ilmu pedang Ciam Giok- beng dan mendapatkan luka ringan di pundaknya.

Tapi serangan dari kedua orang ini sama-sama mengenai sasaran, dan sama-sama sudah mencapai tahap yang tinggi, begitu menyerang langsung mengenai sasaran.

Ciu Giok-hu tersenyum, katanya.

"Berlatih ilmu pedang bisa mencapai tahap seperti Tuan sungguh tidak mudah, tadinya kukira di luar Ceng-seng tidak ada yang bisa menandingiku, ternyata ada juga, tapi kata-kata ini tidak akan bisa bertahan lama, bila jurus pertama tidak berhasil, kau sudah tidak mempunyai kesempatan lagi, begitu kau mati di bawah pedangku, aku percaya tidak ada Ciam Giok-beng yang kedua."

Ciam Giok-beng tertawa, berkata.

"Tuan terlalu sombong, kau memang sedang memujiku, tapi aku tidak berani menerimanya, sebab sejak aku belajar ilmu pedang aku tidak berani mengatakan sebagai pesilat pedang nomor satu di dunia, karena orang yang mempunyai ilmu lebih tinggi dariku masih banyak!"

"Tentu saja bukan kau yang nomor satu, di Ceng-seng banyak orang yang mempunyai ilmu pedang lebih tinggi darimu!"

"Aku belum pernah bertarung dengan pesilat disini, orang yang kumaksud tadi mungkin tidak ada di Ceng-seng!"

"Siapakah dia?"

Tanya Ciu Giok-hu.

"Di laut banyak mutiara yang tersembunyi, apalagi mutiara yang indah belum pernah ditemukan, pesilat tangguh sangat banyak, mengenai hal ini kami tidak perlu berkomentar, contohnya murid-murid Kian-kun-kiam-pai, bakat mereka berada di atasku, dan mereka mendapatkan ilmu pedang dariku selama 3-5 tahun, mereka akan lebih kuat dariku!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciu Giok-hu tertawa terbahak-bahak.

"Ternyata yang kau maksud adalah masa depan, masa depan sulit dibicarakan, apakah mereka bisa maju atau tidak apa yang kau harapkan tidak ada seorang pun yang bisa menjaminnya!"

"Tapi aku berani menjamin, kekurangan mereka hanya pengalaman dan waktu, kalau kita beri kesempatan kepada mereka, bisa muncul 5-6 orang dan akan lebih baik dariku!"

Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Kalau kata-katamu benar, apakah mereka bisa mempertahankan nyawa mereka? Setahuku Kian-kun-kiam-pai tidak akur dengan golongan hitam, sekarang masih ada pak tua Ciam, kalau kau mati murid-muridmu akan berat menghadapi hidup ini!"

Dengan serius Ciam Giok-beng berkata.

"Kian-kun-kiam-pai dengan golongan hitam hanya saling menaruh kekesalan, di antara kami tidak tersimpan dendam, apalagi golongan hitam, mereka mempunyai wilayah tersendiri, asalkan muridku tidak keluar dari Kim-leng, apakah golongan hitam akan mencari sampai di markas kami? Aku hanya mengkhawatirkan ada orang licik yang akan membasmi mereka!"

Arti dari kata-kata ini sangat jelas menunjuk kepada Ciu Giok-hu yang akan membunuh mereka dan tidak akan memberi kesempatan kepada generasi muda untuk muncul, Ciu Giok-hu pura-pura tidak mengerti dengan tersenyum dia berkata.

"Kekhawatiranmu masuk akal juga, berdirinya Kian- kun-kiam-pai terlalu mencolok sehingga membuat orang iri, kalangan persilatan banyak yang tidak suka, mereka pasti akan berusaha mencari gara-gara, kau harus hati-hati!"

Melihat Ciu Giok-hu membelokkan maksud kata-kata Ciam Giok-beng, dia tertawa dingin.

"Kalau hari ini aku tidak mati, aku tidak perlu hati-hati, bila aku mati aku tidak bisa apa-apa, tapi keadilan selalu berada di hati setiap orang, apalagi di dunia persilatan hal ini sangat diperhatikan, kalau ada orang yang mengambil kesempatan melakukan serangan kepada perguruan kami, pasti akan ada yang keluar membantu."

Ciu Giok-hu tertawa terbahak-bahak.

"Orang seperti itu sulit didapatkan, semua muridmu memang mempunyai ilmu silat tinggi, tapi orang yang membuat mereka terancam pasti orang yang sulit dihadapi, demi menegakkan keadilan tapi tidak sayang nyawa, aku kira teman seperti itu tidak ada."

Liu Ta-su merasa telinganya panas, berkata.

"Kata siapa orang seperti itu tidak ada, aku adalah salah satunya memang aku dan Kian-kun-kiam-pai bukan teman, tapi siapa pun yang berani mengancam generasi penerus mereka aku akan berhadapan dengan orang itu!"

Ciu Giok-hu sama sekali tidak menyangka kalau Liu Ta-su akan berkata seperti itu, dia terpaku lalu berkata.

"Masalah antara kau dan In Tiong-ho saja belum beres untuk apa ikut campur dalam masalah ini lagi?"

Liu Ta-su tertawa dingin.

"Itu masalah yang berbeda, hari ini aku sudah mengatakan kalau Kian-kun-kiam-pai akan maju atau mundur bersamaku, aku kira nanti pun akan demikian juga!"

"Apakah orang-orang itu akan menyambut niat baikmu? Apalagi kapur putih itu masih ada di punggungmu, itu adalah lukisan dari Pui Ciauw-jin berarti ilmumu tidak lebih tinggi darinya!"

Kata Ciu Giok-hu.

"Membela Kian-kun-kiam-pai berhutang pada kepentinganku juga, apakah mereka akan setuju atau tidak, tidak akan menjadi masalah bagiku, yang penting aku bertekad untuk mengurusnya!"

Kata-kata ini sangat jelas, yang membuat Kian-kun-kiam-pai kerepotan adalah Ciu Giok-hu, dia ingin membela Kian-kun- kiam-pai karena Ciu Giok-hu.

Kalau Ciu Giok-hu terus membela diri, hal ini akan membuat dua bersaudara Bun marah, dalam keadaan sekarang ini dia masih butuh bantuan orang lain, padahal tidak dibantu pun tidak akan membuat dua bersaudara Bun berpihak kepada lawan, maka dia tertawa dingin.

"Baiklah, orang she Liu yang keluar untuk berhubungan, paling sedikit mempunyai dukungan yang kuat, aku harus ikut senang untuk Kian-kun- kiam-pai."

Supaya tidak membuat dua bersaudara Bun marah, Liu Ta- su tidak bicara lagi, Ciu Giok-hu merasa dia harus membereskan masalahnya dengan Ciam Giok-beng, maka dia mengangkat pedangnya dan berkata.

"Ciam Giok-beng, kita teruskan pertarungan!"

Dari jurus pertama, Ciam Giok-beng mulai merasa ilmu pedang Ciu Giok-hu memang ganas dan lincah, dengan sikap serius dia berkata.

"Silakan!"

Ooo)d-e*w-i(ooO BAB 19 Apa keinginannya sulit ditebak Pedang sudah diayunkan, Ciu Giok-hu menyerang beberapa jurus tipuan, Ciam Giok-beng sudah ada persiapan, pedang belum sampai sikap bertahan pun sudah dikeluarkan, Ciu Giok- hu menyerang dengan tidak serius, maka pedang kedua belah pihak tidak beradu, hanya ada jurus-jurus kosong.

Memang semangat pertarungan dua orang itu tidak kendur, tapi orang yang melihat dari sisi tahu kalau pertarungan ini dalam waktu singkat tidak akan keluar jurus-jurus yang berbahaya, maka orang-orang yang melihat terbagi menjadi beberapa bagian, mereka sedang berunding.

Memang yang menyerang selalu Ciu Giok-hu, maksudnya hanya ingin menjajaki, Ciam Giok-beng hanya kadang-kadang menyerang balik, mereka berdua sepertinya sedang menyusun rencana bagaimana mencari celah-celah lawan supaya bisa menang.

20 jurus telah berlalu, orang-orang yang melihat masih mengira sekarang belum waktunya untuk menyerang, tiba-tiba Ciu Giok-hu menyerang tiga kali berturut-turut, serangannya sangat ganas, memang Ciam Giok-beng bertahan dengan ketat tapi karena tidak menyangka musuh akan menyerang dengan tiba-tiba, dua serangan masih bisa ditahannya, serangan ketiga yang masuk ke celah-celah pertahanannya tidak bisa dibendung lagi.

Dalam situasi berbahaya ini dia membiarkan tubuhnya terkena tusukan tapi pedangnya pun mengeluarkan jurus yang bagus.

Tidak ada orang yang menyangka kalau Ciam Giok-beng akan balas menyerang, dan dia bisa melakukannya, sebenarnya pedang Ciu Giok-hu bisa menembus tubuh Ciam Giok-beng, tapi baru saja pedangnya masuk 2 sentimeter, pedang Ciam Giok-beng sudah masuk ke sisi telinganya, mungkin pedang itu bisa membabat kepalanya terpaksa dia menarik kepalanya, dan dengan cepat mundur, pedangnya hanya lewat terasa dingin juga panas.

Kedua-dua terluka lagi, Ciam Giok-beng tertusuk di bawah ketiaknya, hanya tertusuk se dalam 2 sentimeter tidak membuatnya mengalami luka parah atau terkena organ dalamnya, tapi darahnya terus menetes.

Sebaliknya Ciu Giok-hu kehilangan separuh telinganya, darah pun menutupi separuh wajahnya membuatnya terlihat lebih seram, dia sudah terluka, tapi dia tidak berniat untuk berhenti bertarung, sebelah tangannya memegang telinga, sebelah lagi mengayunkan pedang dia terus menyerang, seranganya malah bertambah gencar, mulutnya masih terdengar tawa aneh.

"Baiklah, Ciam Giok-beng, dengan jurus tadi kau benar-benar pantas menjadi ketua sebuah perguruan kau pantas mendapat julukan guru besar pedang, tapi aku masih ingin tahu berapa jurus andalan yang belum kau keluarkan!"

Semenjak Liu Ta-su dan putrinya bertentangan dengan Ciu Giok-hu, mereka mulai dekat dengan Kie Tiang-lim dan kawan-kawan, Liu Ta-su pelan-pelan mendekati Kie Tiang-lim dan berkata.

"Kie Tayhiap, kita siap-siap melawan sambil keluar dari sini, kelihatannya ketua kalian sudah tidak bisa bertahan lama, lebih baik kita pergi dari sini sekarang juga!"

Tentu saja Kie Tiang-lim tidak akan meninggalkan Suhengnya, dia berkata.

"Dari mana kau tahu kalau Suhengku akan kalah? Sampai sekarang belum terlihat siapa yang kalah atau menang."

"Ilmu silat Ciam Tayhiap benar-benar hebat, tapi dia terlalu berbaik hati, maka Ciu Giok-hu hanya kehilangan sebelah telinganya, kalau ujung pedangnya maju 2 sentimeter lagi paling sedikit bisa membutakan sebelah matanya, karena Suhengmu kurang kejam maka dia harus mengaku kalah, kalau sekarang tidak pergi nanti kita tidak akan bisa pergi dari sini!' Kie Pi-sia tidak terima, katanya.

"Guruku terluka, begitu juga dengan lawannya, apalagi jurus-jurus pedangnya kacau, mana mungkin dia akan kalah?"

"Karena Ciam Tayhiap terluka di bawah ketiaknya dan dia harus terus bertarung maka darah akan terus mengalir, walaupun tenaga dalamnya kuat, tapi tetap tidak akan bisa bertahan lama, kau lihat wajah Ciu Giok-hu sudah berhenti mengeluarkan darah, dia terus membuat gurumu menyerangnya, dia bermaksud supaya Ciam Tayhiap kehabisan darah."

Penjelasan Liu Hui-hui ini membuat semua orang mengetahui rencana busuk Ciu Giok-hu, walaupun Ciam Giok- beng membuat lukanya berhenti mengeluarkan darah dengan bantuan tenaga dalamnya, memang darah mengalir lebih lambat tapi tidak bisa menghentikannya, lukanya masih meneteskan darah, luka Ciu Giok-hu tidak begitu meneteskan darah, kalau begitu Ciam Giok-beng yang akan dirugikan.

"Aku akan ke sana menggantikan guru!"

Teriak Kie Pi-sia. Tapi Liu Hui-hui menariknya.

"Jangan, ayahku dan Paman Bun saja tidak berani membantu, kalau kau keluar membantu, akan membuat masalah bertambah rumit."

"Kita harus berusaha! Apakah kita hanya diam melihat guru terbunuh?"

Tanya Kie Pi-sia.

"Kita tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali dari pihak kalian ada yang berilmu sama tinggi dengan Ciam Tayhiap, baru bisa mencoba, menghadapi dua bersaudara Bun, aku hanya bisa mengatasi satu sedangkan yang satu lagi tidak ada yang bisa mengatasinya, kita tetap akan kalah juga!"

"Memang kita tidak sekuat Ciam Toako, tapi untuk bertahan sementara tidak akan menjadi masalah, dalam waktu yang singkat ini bisa membuat Ciam Toako bisa menarik nafas, mungkin bisa membuat lukanya berhenti mengeluarkan darah,"

Kata Pui Ciauw-jin.

"Memang jumlah orang kalian banyak, tapi orang Ceng- seng lebih banyak lagi, apalagi sekarang orang-orang Ceng- seng masih berada di sini, semua adalah pesilat tangguh, maka jika terjadi pertarungan massal yang rugi adalah kalian!"

Kata Liu Ta-su.

"Bukankah separuh orang Ceng-seng ini akan ikut Ketua Liu meninggalkan Ceng-seng?"

Tanya Pui Ciauw-jin.

"Separuh orang ini harus meninggalkan Ceng-seng dulu baru dikatakan putus hubungan dengan Ceng-seng, sekarang istri dan anak mereka masih ada di sini, mereka tidak akan mendukung kalian, aku dan putriku juga tidak akan leluasa membantu kalian."

Pui Ciauw-jin adalah orang yang paling tenang di antara mereka, dia menghela nafas.

"Setiap tempat ada aturan mainnya, kita tidak bisa memaksa Ketua Liu membantu kita, kalau tidak kita ingin mundur pun tidak bisa, lebih baik kita memakai cara yang tadi dianjurkan Ketua Liu."

"Aku sudah mengambil keputusan akan meninggalkan Ceng-seng, masalahnya adalah yang mana yang lebih beruntung, bila sekarang bertarung massal, posisi kita tidak menguntungkan, aku sendiri sangat ingin menyelamatkan Ciam Tayhiap!"

Kata Liu Ta-su.

"Kita tidak akan menyerang, Ciam Suheng adalah ketua perguruan kalau kita menggantikan dia bertarung akan merusak citranya, aku kira dia juga tidak akan mau menerimanya,"

Kata Kie Tiang-lim.

"Benar, sebelum guru bertarung, dia sudah berpesan kepada yang lebih tua harus tenang dan bisa menguasai diri, mungkin ini yang dimaksud oleh guru, harapan kita sekarang adalah guru bisa mengeluarkan jurus aneh untuk mendapatkan kemenangan, kalau tidak pertanggungjawaban kepada perguruan akan menjadi tugas kita,"

Kata Goan Hiong.

"Benar, Ciu Giok-hu ingin mendirikan Ceng-seng-pai kalian harus mempertahankan Kian-kun-kiam-pai supaya tidak musnah, baru bisa melawan dia!"

Kata Liu Ta-su. Dengan mata berkaca-kaca Kie Pi-sia berkata.

"Bagaimana kalau kita melihat hasil akhir pertarungan, walaupun tidak bisa membantu guru tapi paling sedikit kita bisa membawa pulang mayat guru, ini adalah tanggung jawab kita sebagai muridnya!"

Liu Ta-su berpikir sebentar, katanya.

"Mungkin akan sulit tapi aku sudah berjanji kepada dua bersaudara Bun, kukira mereka akan menepati janjinya, tidak akan menyulitkan kalian, ada mereka berdua Ciu Giok-hu tidak akan berani bertindak semena-mena."

Karena itu semua hanya bisa melihat pertarungan, sejak Ciu Giok-hu dirugikan, dia selalu berhati-hati, ilmu pedangnya memang keras, tapi dia hanya mengurung Ciam Giok-beng, dia sedang menunggu kesempatan, karena dia takut Ciam Giok-beng akan mengeluarkan jurus aneh lagi maka dia tidak berani bertindak macam-macam, apalagi sekarang ini dia sudah berada di atas angin.

Luka Ciam Giok-beng terus mengeluarkan darah, darah memenuhi seluruh tubuhnya tapi pertahanan tubuhnya di luar dugaan semua orang, darah yang menetes ke tanah ada 1/3 bagian dari darah di tubuhnya tapi semangatnya masih sangat tinggi, dia tidak terlihat lelah! 200 jurus telah lewat, Liu Ta-su menghela nafas.

"Sungguh Ciam Tayhiap seorang guru besar, dengan ilmunya yang kuat kalau dari awal dia sudah menyerang Ciu Giok-hu bukan lawannya, tapi hatinya terlalu baik dia tidak berniat membunuh maka membuat dia masuk ke dalam kondisi berbahaya!"

Di antara banyak orang hanya Kie Pi-sia yang paling lama tinggal dengan Ciam Giok-beng, maka perasaan kepada gurunya lebih dalam, dengan suara tercekat dia berkata.

"Seumur hidupnya guru rajin meneliti ilmu pedang tapi beliau selalu menjaga satu peraturan, pedang tidak boleh melukai siapa pun, sebenarnya sabetan tadi bisa membuat kepala Ciu Giok-hu hilang separuh tapi guru pernah bersumpah pedangnya tidak akan mem-bunuh seorang pun, maka hasilnya menjadi seperti itu."

"Ini adalah pesan kakek guru, Siau Couwsu seumur hidupnya tidak mempunyai musuh maka pedangnya belum pernah membunuh...."

Kata Kie Tiang-lim.

"Kelak aku akan mengubah aturan ini, guru tidak mau membunuh orang tapi nyawanya sendiri bisa melayang, menghadapi musuh yang tidak mempunyai perasaan pedangku lebih tidak berperasaan!"

Seru Kie Pi-sia.

"Pedang Ciam Tayhiap penuh perasaan dan persahabatan, tapi kata-kata Nona Kie seakan ingin menegakan keadilan dan kebenaran, kedua pendapat ini tidak bisa dibaurkan menjadi satu, ini adalah contohnya, aku lebih mendukung pendapat Nona Kie, mengorbankan diri untuk melindungi orang lain, itu adalah hati Budha, dengan hati ingin menolong orang di dunia, ini memang tindakan mulia, jadi orang jangan berlatih ilmu pedang kalau pedangnya hanya digunakan untuk kekerasan, pedang harus digunakan untuk membangun persahabatan dan juga perasaan!"

Kata-katanya baru selesai, tiba-tiba ada yang menjawab.

"Belum tentu, ilmu pedang adalah ilmu persahabatan dan penuh perasaan, hati pedang adalah hati Budha, hati Budha adalah pedang, maka pedang sama dengan Budha."

Sesudah terdengar suaranya dari balik semak-semak melayang seseorang, dia seperti seekor burung besar dan dengan cepat mendarat, dan langsung menerjang ketengah- tengah lapangan, terlihat cahaya berkilauan, hanya terdengar suara pedang beradu, dia sudah menahan serangan Ciu Giok- hu yang cepat dan membuat Ciu Giok-hu mundur 3 langkah dan dalam waktu yang bersamaan Ciam Giok-beng terduduk di bawah pedangnya terkulai dengan lemas ke bawah.

Wajahnya terlihat tenang dan tidak kelelahan, tapi nafasnya sudah melemah, Ciam Giok-beng berusaha keras untuk bertahan, tenaganya sudah terkuras habis, karena telah mengeluarkan banyak darah.

Dari luar dia tidak terlihat lelah bila tadi tidak ada orang yang menahan serangan dari Ciu Giok-hu, pedang itu akan menembus dadanya, yang membuat siapa pun merasa aneh adalah bukan perubahan dari hasil pertarungan melainkan cara Ciam Giok-beng bisa begitu rapat menutupi kondisi tubuhnya.

Dalam keadaan berbahaya ini semua akan mengira kalau Ciam Giok-beng bisa terus bertahan dan tidak akan selesai bertarung sekarang ini.

Yang membuat siapa pun terkejut adalah tenaga orang itu, dalam waktu yang tepat dia bisa menahan mundur Ciu Giok- hu dan menghindarkan pembunuhan yang akan terjadi.

Dia adalah lelaki dengan wajah penuh cambang, bajunya berwarna hijau, yang pertama berteriak adalah Ciu Pek-ho.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayah, dialah orang yang muncul di Pa-tong!"

Karena Goan Hiong mengenal orang itu dia kelepasan berteriak.

"Lim Hud-kiam!"

Teriakan Goan Hiong membuat semua orang terkejut apalagi Liu Hui-hui, dia sangat tegang.

"Apakah dia adalah Lim Hud-kiam, mengapa dia jadi seperti itu?"

Tanya Liu Hui-hui dalam hati. Lim Hud-kiam tersenyum, dia menarik cambang yang dipasang di wajahnya, juga membersihkan cat warna di wajahnya, dan terlihatlah wajah aslinya, dengan nada tenang dia berkata.

"Goan-heng, tadinya aku tidak ingin muncul dengan wajah asli tapi teriakanmu tadi telah membuat semua orang tahu, terpaksa aku harus muncul dengan wajah asli!"

Liu Ta-su dengan gembira berkata.

"Hud-kiam, kau datang pada waktu yang tepat, Hui-hui mengatakan kalau kau pasti akan datang, mengapa harus mengubah penampilan?"

Lim Hud-kiam tersenyum, berkata.

"Sewaktu aku meninggalkan Ceng-seng aku pernah bersumpah tidak akan kembali lagi sekarang karena terpaksa aku harus datang kemari dan dengan terpaksa pula aku datang dengan menyamar."

Dengan suara gemetar Liu Hui-hui berkata.

"Aku sudah membatalkan pernikahanku dengan keluarga Ciu, sumpahmu tidak berlaku lagi!"

Wajah Lim Hud-kiam terlihat tenang dia berkata.

"Kau tidak perlu melakukan hal ini!"

"Membatalkan pernikahan dengan keluarga Ciu adalah masalahku bukan demi dirimu,"

Kata Liu Hui-hui.

"Aku pulang demi ibuku, bukan demi dirimu!"

Wajah Liu Ta- su terus berubah dia membentak.

"Hud-kiam, Hui-hui dulu memang pernah bersalah kepadamu, demi dirimu dia tersiksa, demi dirimu aku harus bersebrangan dengan Ciu Giok-hu, kita jangan membicarakan antara kau dan Hui-hui, kita sudah menjadi tetangga selama beberapa generasi, kau tidak pantas mengeluarkan kata-kata yang tidak mengandung perasaan, apakah kau kira kau sudah berjaya?"

"Paman Liu, keponakanmu disini masih memiliki, setiap orang harus tahu urutan generasi, apakah aku harus mengatakan demi Hui-hui aku kembali ke sini dan menomor duakan ibuku? Mungkin kalau yang bicara Paman, kau sendiri pun tidak akan sanggup mengatakannya."

Dia merasa sedikit terhibur, tapi Liu Ta-su membentak lagi.

"Aku tidak menyuruhmu menelantarkan ibumu, tapi kepada Hui-hui kata-katamu tadi tidak pantas diucapkan!"

"Dulu Paman ingin setelah aku menikah harus masuk ke keluarga Paman, bagaimana nasib ibuku? Keponakan adalah anak tunggal."

Liu Ta-su tidak bisa menjawab, saat dia bersiap-siap akan membentak, Liu Hui-hui sudah menyela.

"Ayah, dulu kita yang salah, jangan menyalahkan orang lain lagi."

Liu Ta-su menghela nafas panjang.

"Hui-hui, apa kau baik- baik saja? Ayah meninggalkan Ceng-seng demi siapa? Apakah kau tahu?"

Liu Hui-hui tertawa, berkata.

"Nanti akan kita bicarakan lagi, yang penting aku merasa tidak bersalah, dulu aku setuju menikah dengan keluarga Ciu karena aku ingin membuatnya marah suapaya dia meninggalkan Ceng-seng, di sini selamanya dia tidak akan pernah maju, sekarang dia sudah berhasil, cita-citaku sudah tercapai, kelak apa yang akan dia tempuh itu akan menjadi tanggung jawab dirinya!"

"Tapi kau harus mendengarkan penjelasannya!"

Kata Liu Ta-su.

"Untuk apa? Aku percaya aku tidak buruk, sampai tidak ada orang yang tidak mau menikah denganku, aku senang kepadanya ini adalah kenyataan sebenarnya, tapi aku tidak memintanya menikahi aku, dulu aku setuju menikah dengan Ciu Pek-ho karena aku ingin membuatnya marah dan menjadikan dia sebagai orang sukses, sekarang dia sudah sukses, rencanaku sudah berhasil mengenai masalahku menikah dengan marga Ciu itu bukan demi dirinya, ayah, apa yang harus dia jelaskan? Aku akan menjadi orang macam apa?"

Liu Ta-su menghembuskan nafas.

"Semua ini adalah rencanamu, aku tidak akan peduli lagi, aku benar-benar lelah karena perbuatanmu!"

Liu Hui-hui melihat Lim Hud-kiam kemudian berkata.

"Ayah tidak perlu mengurusi masalah ini lagi, dulu kalau ayah tidak terlalu ikut campur tidak akan terjadi hal seperti itu!"

Sebenarnya Liu Ta-su masih ingin mengatakan sesuatu, tapi dia mengurungkan niatnya. Dia hanya menghembuskan nafas panjang, tapi Ciu Giok-hu sambil marah dan sambil tertawa berkata.

"Liu Ta-su, dulu kalau kau tidak memaksa Lim Hud- kiam masuk ke keluargamu sekarang masalah kalian selesai, tapi keluarga Ciu menjadi pelampiasan kalian, mengapa harus putraku yang menerima perlakuan kalian ini?"

"Ayah, semua ini tidak ada hubungannya dengan orang lain!"

Kata Ciu Pek-ho.

"Kata siapa tidak ada hubungannya, apakah kau tidak mendengar kata-kata perempuan jahat itu, dia menganggapmu sebagai mainan, sekarang melihat si marga Lin sudah sedikit berhasil, dia ingin menikah dengan orang itu lagi, maka dia sengaja berkata seperti tadi...."

"Hei marga Ciu, apa yang kau kentutkan tadi?"

Tanya Liu Ta-su.

"Kau yang kentut, putri tersayangmu selalu mengatakan tidak ingin menikah dengan orang itu, tapi setiap kata dalam setiap kalimat selalu memamerkan kebaikan dirinya, apakah kau mengira aku adalah orang bodoh tidak mengerti apa yang dimaksud olehnya? Hanya keluarga Liu lah yang bisa melakukan hal-hal yang memalukan begitu!"

Tangan Liu Ta-su sudah berada di pegangan pedang nya, Liu Hui-hui keluar dan dengan tegas berkata.

"Ciu Giok-hu, aku mengakui apa yang kau tuduhkan barusan, sebab sejak kecil hingga dewasa aku selalu bersama Lim Hud-kiam, aku menyukai dia ini adalah benar, tapi aku tidak merasa ini hal yang memalukan, malah kau sendiri yang begitu jahat dulu aku masih memandangmu sebagai teman lama ayahku, aku malu menyebutkan kejahatanmu, hari ini kau malah mengatakan aku melakukan perbuatan yang memalukan, jadi jangan salahkan jika aku mengeluarkan kata-kata yang tidak enak didengar!"

Wajah Ciu Giok-hu menjadi pucat karena saking marahnya, dia berteriak.

"Katakan! Katakan saja!"

Dengan tenang Liu Hui-hui berkata.

"Awalnya ayahku tidak memaksa Lim Hud-kiam setelah menikah harus tinggal di rumahku, kau lah yang dari sisi terus memaksa ayah, kau bilang Ceng-seng adalah milik keluarga Liu, Ciu, dan Bun, orang lain tidak penting, masa kau harus membuat dirimu menjadi rendah menyuruh putri sendiri menikah dengan orang biasa, ayahku terpengaruh oleh kata-katamu...."

Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Ini adalah kenyataan sebenarnya, sampai sekarang aku akan tetap berkata seperti itu, pernikahan yang terjadi harus sederajat kalau tidak putraku sudah menikah dari dulu, untuk apa dia harus menunggumu mempermainkan dia?"

Liu Hui-hui tertawa dingin.

"Kau tahu kalau aku dan Lim Hud-kiam saling mencintai, dan tidak menyukai putramu, untuk membantu putramu mendapatkan cintaku, selain kau mempengaruhi ayahku dan mengajukan permintaan yang tidak masuk akal, kau masih membicarakan rencana membunuh Lim Hud-kiam!"

"Jangan sembarangan bicara! Aku tidak memikirkan hal seperti itu!"

Bentak Ciu Giok-hu.

"Jangan licik! Kau berkali-kali menyuruh putramu mencari gara-gara dengan Lim Hud-kiam, kemudian mengajaknya bertarung, kau ingin menggunakan kesempatan ini untuk membunuhnya, kalau aku tidak mengancam putramu nyawa Lim Hud-kiam sudah lama melayang!"

Liu Hui-hui melihat Lim Hud-kiam kemudian berkata lagi.

"Hud-kiam, aku sudah beberapa kali menyuruhmu meninggalkan Ceng-seng, kau selalu menolaknya, alasanmu sangat banyak, sebenarnya aku tahu alasanmu yang sebenarnya semua itu demi diriku, aku juga melihat keluarga Ciu mulai curiga kepadamu, kalau kau tidak pergi, kau akan mati di tangan mereka, maka aku terpaksa membuat kita bertengkar, kemudian menghina dan mengejekmu mengatakan kalau kau tidak berguna, pada hari kedua tiba- tiba aku mengumumkan kalau aku akan bertunangan dengan Ciu Pek-ho, akhirnya luka hatimu dan keluar dari Ceng-seng!"

Lim Hud-kiam menghela nafas panjang.

"Sebenarnya di kemudian hari aku jadi sadar."

"Apa yang belum kau ketahui masih banyak, sebenarnya kau tidak mudah meninggalkan Ceng-seng, karena kau tidak bisa melewati barisan pedang Thian-kong, aku dan Ciu Pek-ho membuat perjanjian tidak tercatat, kalau dia harus melepaskanmu, baru aku akan setuju menikah dengannya."

Lim Hud-kiam tetap dengan tenang berkata.

"Aku sudah terpikir kalau mereka memang sengaja melepaskanku, aku tidak bisa dengan mudah melewati barisan pedang Thian- kong!"

Akhirnya Liu Hui-hui dengan suara tercekat berkata.

"Kalau kau sudah tahu semua, mengapa di Kim-leng kau tidak mau bertemu denganku? Perasaanku kepadamu masih seperti dulu apakah kau sudah lupa semuanya?"

Dengan sedikti bingung Lim Hud-kiam berkata.

"Aku tidak lupa, kalau aku lupa mengapa aku takut mendengar lagu 'sebelum tua jangan pulang kampung, kalau pulang kampung akan membuatmu sedih'?"

Mata Liu Hui-hui telah berkaca-kaca.

"Beritahu kepadaku, mengapa kau tidak mau bertemu denganku di Kim-leng? Apakah karena dua gadis marga Yu itu?"

"Hui-hui, mengenai hal ini lain waktu kita akan bicarakan!"

Lim Hud-kiam berkata sambil menghela nafas.

"Boleh, asalkan kau janji memberitahu dan tidak ada yang kau sembunyikan dariku, kelak rumahku tidak di Ceng-seng lagi, kemana pun kau pergi aku akan ikut, di antara kita tidak ada halangan lagi."

Sepertinya Lim Hud-kiam ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya dia hanya menghela nafas panjang. Liu Hui-hui bertanya.

"Apakah kau mengkhawatirkan Ciu Pek-ho?"

Lim Hud-kiam menggelengkan kepala, dengan pelan berkata.

"Hui-hui, mengenai hal ini akan kita bicarakan nanti, sekarang aku harus menyelesaikan masalah ini dulu."

Keadaan Ciam Giok-beng sudah kembali normal, dia memberi hormat kepada Lim Hud-kiam.

"Siauhiap, terima kasih telah menolongku!"

Lim Hud-kiam tertawa dengan santai, berkata.

"Ciam Cianpwee, jangan sungkan, sebenarnya tadi Cianpwee tidak kalah, aku hanya mengeluarkan jurus yang membuat kedua belah pihak tidak terluka, itu saja!"

"Aku terpaksa harus mengeluarkan jurus membunuh sebenarnya aku sendiri tidak menginginkannya, tapi apakah jurus tadi akan berhasil aku sendiri tidak tahu!"

"Lawan pun tidak yakin, karena kedua belah pihak tidak merasa yakin, maka pedang sulit dikuasai, terpaksa aku keluar mengurusi hal ini."

Tapi Ciu Giok-hu marah.

"Lim Hud-kiam, kau adalah orang Ceng-seng yang sudah keluar dari sini, kau tahu aturan Ceng- seng, bila membantu musuh, kau pun akan dihukum!"

"Ketua, aku tidak membantu pihak mana pun, aku menahan jurus tadi untuk Ketua pun sama baiknya!"

"Jangan sembarangan bicara, pak tua Ciam tidak yakin, tapi aku merasa yakin, kalau bukan karena dirimu Ciam Giok-beng sudah mati oleh pedangku!"

"Belum tentu, jurus Ciam Cianpwee bisa menyerang 7 nadi pentingmu, Ketua tidak akan tahu pedangnya akan mengarah ke nadi yang mana,"

Ujar Lim Hud-kiam.

"Menyerang di nadi mana pun tidak akan jadi masalah, semua sudah direncanakan, yang kutunggu hanya datangnya kesempatan!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Ciu Giok-hu.

"Kata-kata Ketua benar-benar kelewatan, ilmu pedang Ciam Cianpwee tidak berada di bawahmu, tempat yang terkena pedang kalau tidak mati pasti akan terluka, Ketua tidak akan bisa menahannya!"

Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Kalau aku minta bukti jurus tadi tidak akan membuat nyawaku terancam, apa yang akan kau katakan!"

"Kalau begitu aku yang akan bertanggung jawab, terserah apa yang Ketua inginkan!"

Jawab Lim Hud-kiam. Wajah Ciu Giok-hu berubah.

"Baiklah, semua ini kau yang menjanjikannya!"

Dia membuka baju luarnya, mengeluarkan baju dan celana ketat, hal ini membuat semua orang terkejut.

Di baju dan celana menempel banyak kain bulat besar setiap kain bulat sebesar uang logam, terbuat dari kulit emas, berwarna hitam, bulatan-bulatan hitam ini melindungi semua nadi penting.

Ciu Giok-hu tertawa seram.

"Barang ini terbuat dari kulit rubah, setelah direndam dalam minyak baru dibuat menjadi baju pelindung ini, kulit ini bisa menahan semua tenaga dalam siapa pun, dan apakah Ciam Giok-beng bisa melukaiku?"

Ciam Giok-beng merasa aneh.

"Dengan ilmu silat yang Ketua miliki apakah masih harus menggunakan pelindung seperti itu? Sepertinya tidak masuk akal!"

"Siapa yang menentukan tidak boleh memasang ini?"

Tanya Ciu Giok-hu. Ciam Giok-beng tidak bisa menjawab. Lim Hud-kiam lama baru memberi komentar.

"Ini bukan termasuk pelanggaran, kalau senjata beradu pasti akan terluka, seseorang mempunyai hak melindungi dirinya sendiri."

Ciu Giok-hu tertawa, berkata.

"Benar, kita bukan bertarung secara persahabatan, kita bertarung untuk menentukan hidup dan mati, maka aku berhak memakai cara sendiri untuk melindungi diriku, tadi kau bernasib baik, Lim Hud-kiam telah membantumu menahan seranganku, kau harus berterima kasih kepadanya."

Kemudian dia berkata lagi.

"Bagaimana sekarang? Apa yang akan kau katakan?"

"Biar Ketua sendiri yang menentukannya!"

Jawab Lim Hud- kiam. Liu Hui-hui berteriak.

"Hud-kiam, kau sudah meninggalkan Ceng-seng aturan di sini tidak perlu kau turuti, mengapa kau membiarkan dia yang menentukan nasibmu?"

Lim Hud-kiam tertawa santai.

"Aku memang sudah meninggalkan Ceng-seng tapi ibuku masih di sini, aku tetap masih harus mendengarkan dia yang akan menentukan nasibku, supaya tidak mencelakai orang rumahku!"

Lim Cu-goan dengan cepat menjawab.

"Keponakan, aku sudah siap pergi dari Ceng-seng ikut dengan Ketua Liu, aturan di sini tidak akan berlaku bagi keluarga Lim lagi!"

"Paman, itu urusan nanti, sebelum kita keluar dari Ceng- seng kita tetap orang Ceng-seng dan harus dihukum sesuai dengan aturan di sini!"

Ciu Giok-hu tertawa senang.

"Baiklah, Lim Hud-kiam, sebenarnya kau harus dihukum dengan berat tapi aku melihat kau sangat taat kepada aturan Ceng-seng, maka aku akan memberimu kelonggaran, aku hanya akan menghukummu dengan cara memotong kedua tanganmu dan nyawamu masih bisa selamat!"

"Tidak, kalau sebelum orang-orang meninggalkan Ceng- seng aturan Ceng-seng masih harus ditaati, mengenai hukuman yang akan dijatuhi aku juga masih berhak memberikan pendapat, aku tidak setuju dengan hukuman yang diberikan kepada Lim Hud-kiam!"

"Kau sudah mengumumkan akan pergi dari sini, lepaskan hakmu!"

Teriak Ciu Giok-hu.

"Keluarga Lim juga mengumumkan akan keluar dari sini, mengapa mereka tetap harus menerima hukuman?"

Ciu Pek-ho tertawa.

"Yang pasti Paman Liu masih mempunyai hak, menurut peraturan hal ini harus dirundingkan oleh 3 tetua Ceng-seng untuk mengambil keputusan, sekarang Paman Liu dan ayahku saling bertentangan, sekarang tinggal Paman Bun yang bisa memberikan pendapat, bila Paman Bun setuju kepada pihak mana pun, berarti itu keputusan yang akan kita ambil."

Bun Tho-hoan benar-benar kesulitan, lama dia baru berkata.

"Hud-kiam, kau benar-benar keterlaluan, aku tidak bisa melindungimu, tapi hukuman yang diberikan Ciu Toako terlalu berat, aku kira dengan memotong 2 jarinya itu sudah cukup, itu untuk menghukum dia karena terlalu ceroboh!"

Karena Lim Hud-kiam telah menahan 2 jurus membunuh yang datang dari kedua belah pihak, ilmunya benar-benar sangat hebat, dalam hati Ciu Giok-hu ada sedikit gentar, maka dia ingin memotong kedua tangan Lim Hud-kiam supaya kelak Lim Hud-kiam tidak bisa menggunakan pedang.

Bun Tho-hoan tidak ingin melepaskan kedudukannya di Ceng-seng, maka dia lebih membela Ceng-seng, tapi dia juga orang yang berpandangan lurus, dia tidak tega melihat Lim Hud-kiam harus kehilangan kedua tangannya maka pendapatnya hanya memotong dua jari telunjuk Lim Hud-kiam bila Lim Hud-kiam kehilangan kedua jari telunjuknya, kelak ilmu silatnya tidak bisa maju, karena jari telunjuk adalah jari yang paling penting untuk menguasai ilmu pedang.

Ciu Giok-hu sangat mengerti maksud Bun Tho-hoan, asal Lim Hud-kiam tidak mengancam Ceng-seng dia akan setuju saja, karena itu dia langsung setuju.

"Kalau Bun Ji-ko mempunyai ide seperti itu aku setuju saja, aku akan menuruti pendapat Bun Ji-ko!"

"Ketua benar-benar menyayangiku!"

Kata Lim Hud-kiam. Bun Tho-hoan sedikit malu.

"Pertarungan antara Ciu Giok- hu dan Ciam Giok-beng menyangkut wibawa kita, kau telah merusaknya aku tidak bisa membelamu lagi."

Liu Hui-hui berkata dengan sedih.

"Paman Bun, kau sudah melihat sangat jelas bahwa Lim Hud-kiam di luaran sana sudah berhasil, sekarang kau berusaha mencelakainya!"

Wajah Bun Tho-hoan menjadi merah, dia mengakui.

"Benar, di Ceng-seng ada satu peraturan, tidak mengijinkan ilmu pedang orang luar lebih tinggi dari orang Ceng-seng, kalau ketahuan Ceng-seng akan berupaya merusaknya semua ini demi menjaga ketenangan Ceng-seng, mengenai hal ini sebenarnya kau sudah tahu, hanya saja Lim Hud-kiam belum mencapai tahap itu, untuk kebaikannya aku harus menghentikan kemajuan ilmu pedangnya, hukuman memotong dua jari telunjuk sudah sangat ringan, menurut aturan dulu nyawa akan sulit dipertahankan!"

Lim Hud-kiam memberi hormat, berkata.

"Ketua Bun, Anda adalah orang yang jujur dan berpandangan lurus, aku selalu menghormati Anda, tapi Anda belum pernah keluar dari Ceng- seng dan belum pernah melihat dunia luas, maka Anda tidak tahu keadaan dunia luas!"

Bun Tho-hoan tersenyum.

"Bocah, kau berani mengajariku? Aku memang tidak pernah keluar dari Ceng-seng, tapi apa yang terjadi di luar Ceng-seng aku tetap tahu!"

"Kalau begitu kau tentu tahu Ceng-seng tidak lebih bagus di bandingkan dengan dunia luar, di luar banyak orang berbakat pesilat tangguh pun sangat banyak, pandangan Anda sudah tidak bisa berlaku lagi!"

"Kau bergurau, jangan anggap aku tidak tahu, walaupun di luar Ceng-seng yaitu dunia persilatan sedang bergolak, tapi mereka hanyalah tikus-tikus kecil, mereka bukan orang berbakat, kalau tidak mana mungkin Kian-kun-kiam-pai bisa menjadi perguruan terkuat? Tiang-kang-cui-cai pun hanya memiliki kemampuan seperti itu saja? Apalagi pesilat lain!"

Kata Bun Tho-hoan.

"Itu karena Kian-kun-kiam-pai di luar sudah punya nama baik, mereka tidak akan menggunakan ilmu silat menghina orang-orang maka semua orang tidak mau mencari masalah dengan mereka, kalau Anda masih mempunyai sikap bahwa Ceng-seng harus yang terkuat, tidak mengijinkan orang lain lebih maju, aku kira Ceng-seng akan hancur di tangan kalian, aku memang sudah keluar dari Ceng-seng tapi di sini adalah kampung halamanku, aku tidak ingin melihat tanah yang begitu indah dan tenang, tergulung dalam keributan, maka aku memberanikan diri datang ke sini, bahkan mungkin aku akan mati untuk menghalangi terjadinya bencana persengketaan ini!"

Kata Lim Hud-kiam. Bun Tho-hoan tertawa dingin, berkata.

"Kau benar-benar sombong, dengan kemampuan apa kau berani melakukan ini?"

"Ilmu silatku tidak tinggi, hanya mengandalkan semangat dan hati yang setia, mencairkan hati yang kejam menjadi hati seperti Budha,"

Kata Lim Hud-kiam. Tidak menunggu Bun Tho-hoan bicara, Ciu Giok-hu segera berkata.

"Baik, baik sekali, kau mempunyai hati ingin menolong dunia, aku merasa kagum, tapi hari ini aku sudah membuat permusuhan dengan Kian-kun-kiam-pai, dengan cara apa kau menyudahinya?"

"Menjelajahi dunia, hanya satu kata 'kebenaran dan aturan main',"

Kata Lim Hud-kiam. Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Putraku telah membunuh dua orang perusahaan perjalanan Su-hai, aku pun telah membunuh dua hweesio kalau menuruti kebenaran dan aturan main, apakah kita harus mengganti nyawa mereka?"

Lim Hud-kiam bengong, kemudian dia berkata kepada Ciam Giok-beng.

"Ciam Cianpwee, aku ingn berunding dengan Anda, apakah hal ini bisa dianggap selesai?"

Ciam Giok-beng merasa serba salah, Kie Pi-sia mulai melotot.

"Mengapa? Apakah orang kami yang mati begitu tidak berharga? Mereka mati sia-sia!"

Lim Hud-kiam tertawa santai, katanya.

"Menjalankan usaha perusahaan perjalanan adalah mencari makan dengan taruhan nyawa, ilmu silat lebih rendah dari orang lain mati pun harus siap menerimanya, maka aku selalu menasihati kalian untuk melepaskan usaha ini, ini alasannya bila kau sanggup membalas dendam aku tidak berani melarangmu, tapi kau tahu sangat jelas, gurumu pun belum tentu sanggup menangggung beban ini...."

Kie Pi-sia masih ingin membantah, Kie Tiang-lim mulai membentak.

"Pi-sia, jangan bicara lagi, apa yang dikatakan Lim Siauhiap memang benar, kalau ilmu silatmu lebih rendah dari orang lain, kau harus menerimanya, apakah kau ingin membuat perguruan kita musnah?"

"Kematian dua orang perusahaan perjalanan membuktikan kalau kita kurang melindungi mereka, sekarang kita belum mempunyai cukup tenaga membalas dendam terpaksa kita hanya bisa diam. Tapi usaha perusahaan perjalanan tetap harus dijalankan, itu adalah jalan kita menegakan keadilan dan kebenaran, pandanganmu tidak sama, kami tidak mungkin mengubah pandangan karena Tuan,"

Kata Goan Hiong. Lim Hud-kiam tersenyum, berkata.

"Sudahlah, masalah ini bukan hanya dengan satu dua kata bisa diselesaikan, kelak bila kalian merasa tidak bisa membuka perusahaan perjalanan lagi, kalian akan berhenti dengan sendirinya, sekarang hanya butuh kalian untuk memberi pendapat."

Kata Ciam Giok-beng.

"Mengenai kematian dua orang Su- hai kami bisa mengambil keputusan, tapi dua hweesio mati demi kami, dengan alasan apa pun tidak akan bisa dibiarkan begitu saja."

Ho Gwat-ji tahu kalau Ciam Giok-beng serba salah, dengan cepat dia berkata.

"Ciam Tayhiap, kedua kakakku mati karena mereka tidak tahu diri, Anda sudah berusaha menghentikan mereka hanya saja mereka tidak mau mendengar, aku kira kedua kakakku tidak akan menyalahkan Anda, apalagi mereka dari golongan hitam, mengenai penguburan mereka pasti akan ada saudara yang datang dari golongan hitam dan membereskan semuanya!"

Kata-kata ini benar-benar membuat Ciam Giok-beng lega, Ciam Giok-beng tahu kalau Ho Gwat-ji memberi komentar dari posisinya sebagai orang golongan hitam, maka dia hanya menghela nafas panjang.

"Sungguh aku berutang budi kepada kedua teman ini!"

Ciu Giok-hu tertawa dingin, katanya.

"Lim Hud-kiam, apakah kau sudah melihat, bila hari ini aku melepaskan mereka masalah ini belum tentu akan selesai, untuk apa kau meninggalkan bisul ini?"

Lim Hud-kiam tertawa dingin.

"Ketua Ciu sepertinya kau hanya mencari-cari alasan, kekuatan golongan hitam kebanyakan dikuasai oleh Biauw-eng, aku kira tidak ada orang yang kemari mencari masalah."

"Biauw-eng tidak akan sanggup menguasai orang-orang golongan hitam yang terpencar!"

Kata Ciu Giok-hu.

"Kalau begitu lebih-lebih tidak perlu mengkhawatirkan golongan hitam yang terpencar, tapi ilmu silat mereka tidak ada yag lebih tinggi dari dua hweesio atau Ho Lihiap, apalagi hubungan mereka tidak dekat dengan Su-chuan-sam-yu (Tiga sahabat dari Sichuan), sekarang Ho Lihiap sudah mengeluarkan perjanjian, orang lain tidak akan datang untuk mengantarkan nyawa mereka."

"Baik, aku juga akan melakukan suatu perjanjian denganmu, masalah ini cukup sampai di sini, kita anggap hubungan kita sudah selesai, kelak bila mereka tidak datang mencari kemari, aku juga tidak akan mencari mereka. Bila mereka datang mencari masalah aku tidak akan memaafkan mereka."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan tenang Lim Hud-kiam berkata.

"Mengenai hal ini Ketua tidak perlu merasa khawatir, aku percaya Ciam Cianpwee bukan orang yang tidak suka menepati janji, apalagi Kian-kun-kiam-pai baru berdiri, mereka sedang mendirikan dasar untuk generasi muda, mereka tidak akan menggunakan nama perguruan dijadikan barang taruhan, bila kelak Ketua tidak mencari alasan hingga membuat mereka harus membela diri, aku percaya mereka tidak akan mencari masalah juga!"

"Apa maksudmu?"

Ciu Giok-hu marah.

"Aku bilang 'kalau', aku tidak bilang Ketua akan melakukannya, karena Ketua bukan orang seperti itu, untuk apa Ketua curiga dengan kata-kataku?"

Ciu Giok-hu tidak bisa menjawab, tapi saking marah membuat wajahnya menjadi pucat pasi, dia membentak.

"Hukuman dari Ketua Bun apakah kau bisa menerimanya?"

"Hukuman itu adil, aku pasti akan menerimanya,"

Kata Lim Hud-kiam sambil tertawa.

"Ini tidak adil!"

Bantah Liu Hui-hui.

"Hal yang telah disetujui oleh dua ketua, pasti adil!"

Kata Lim Hud-kiam sambil tertawa. Liu Ta-su marah.

"Hui-hui, dia sendiri yang ingin mencari mati, untuk apa kau menjadi begitu tegang? Kalau dari awal tahu dia begitu lemot, lebih baik biarkan dia mati!"

Lim Hud-kiam tertawa, berkata.

"Ketua Liu, ingin membunuhku tida gampang!"

"Mengapa tidak? Aku juga salah satu dari ketua, bila aku mempertahankan akan membunuhmu, tidak ada orang yang bisa melarangku!"

Kata Liu Ta-su.

"Ketua Ciu yang tidak akan setuju!"

Kata Lim Hud-kiam sambil tertawa.

"Dia? Mimpi! Dia ingin kau cepat mati, semakin cepat semakin bagus!"

Kata Liu Ta-su sambil tertegun.

"Walaupun dia ingin aku cepat mati, tapi aturannya sudah ada, dia akan menjamin kebebasanku dan tidak akan membiarkan aku mati satu kali, ketua akan memberikan bukti dan disetujui oleh yang lain. Bisa dibebaskan satu kali dari hukuman mati, Ketua Ciu berhutang budi kepadaku satu kali, maka dia harus menjamin aku lolos dari kematian satu kali,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Jangan sembarangan bicara, kapan aku berhutang budi kepadamu?"

Tanya Ciu Giok-hu benar-benar marah.

"Tadi sewaktu Ketua melawan Ciam Cianpwee, kalau bukan karena aku datang tepat pada waktunya Ketua sulit terlepas dari kematian!"

Ciu Giok-hu berteriak.

"Kentut! Pedang Ciam Giok-beng belum nentu bisa menyentuhku, sekalipun bisa, tubuhku dilindungi oleh perisai, aku tidak akan terluka!"

"Kulit dari perisai belum tentu bisa melindungimu tidak mati!"

Kata Lim Hud-kiam.

"Pedang yang tadi menyerangku, tidak akan bisa membuatku kehilangan nyawa!"

Seru Ciu Giok-hu.

"Mulut bukan benda sakti, harus ada bukti sekarang aku akan mewakili Ciam Cianpwee mengulangi kejadian tadi, aku bisa membuktikan kalau kata-kataku benar!"

Ciu Giok-hu sama sekali tidak menyangka kalau Lim Hud- kiam berani mengajukan permintaan seperti itu, dia bertanya.

"Dengan apa kau akan mewakili Ciam Giok-beng?"

"Aku tidak akan mewakilinya, karena jurusnya tadi adalah jurus Kian-kun-kiam-pai yang tidak boleh diwariskan dan sangat rahasia, Ciam Cianpwee tidak akan dengan mudah mengeluarkan jurus ini, maka aku yang harus mewakili beliau!"

Ciu Giok-hu masih ingin mengelak, tapi Ciu Pek-ho malah berkata.

"Kalau itu adalah jurus rahasia dan tidak boleh diwariskan dari Kian-kun-kiam-pai, mengapa kau bisa mengetahuinya?"

"Aku mempunyai cara tertentu mengetahuinya, hanya saja aku tidak bisa mengatakannya, aku ingin belajar jurus-jurus mereka yang handal,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Ayah, kita coba saja, kita lihat bocah ini akan melakukan tipu muslihat apa lagi?"

Ciu Giok-hu mengerti maksud putranya, dan tahu kalau Lim Hud-kiam telah mengalami kemajuan, melalui kesempatan ini mereka bisa tahu, begitu Lim Hud-kiam menahan serangan pedang, mereka akan segera mengetahuinya, musuh terkuat mereka bukan Ciam Giok-beng melainkan anak muda ini, karena dia sangat misterius, membuat orang sulit menebak keinginannya, hal inilah yang membuat Ciu Giok-hu khawatir, maka dia tidak berani mencoba-coba.

Lim Hud-kiam tertawa, katanya.

"Ilmu pedang Ketua begitu lihai, yang pasti tidak akan membuat Ketua terluka karena pedangku, apalagi pedangku adalah pedang tumpul, tidak akan melukai siapa pun."

Kata-kata ini membuat Ciu Giok-hu tidak tahan, dia berteriak.

"Apakah kau kira aku akan takut kepadaku? Hati- hati, jangan mengantarkan nyawa sendiri! "Kalau aku mati, berarti aku tadi menahan serangan pedang untuk membantumu supaya tidak terluka dan perbuatanku itu salah, maka aku pantas mati, aku siap mati oleh pedang Ketua!"

Ciu Giok-hu tidak bisa berkata-kata lagi, pedang diayunkan dan berkata.

"Apakah kita akan sama mengulangi lagi kejadian tadi?"

"Tadi aku sudah melihat dari samping, aku merasa semua kejadian sudah diatur oleh Ketua, kalau kita maju 3 jurus baru memulainya pasti akan masuk ke tahap tadi, itu tidak akan salah!"


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Goosebumps Teror Di Ruang Bawah Tanah

Cari Blog Ini