Ceritasilat Novel Online

Si Pedang Tumpul 17

Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok Bagian 17



"Untuk apa?"

Tanya Ciu Giok-hu.

"Pada pertarungan ini yang penting adalah teknik pedang, begitu ada yang menang, harus berhenti tidak diperbolehkan dengan sengaja melukai orang, maka begitu aku melihat ada yang menang, aku akan memukul simbal ini dan pertarungan harus dihentikan, bila simbal sudah dipukul tapi pertarungan masih belum berhenti, aku akan memberi hukuman."

"Dengan patokan apa kau menentukan menang atau kalau?"

"Dengan baju, rambut, atau topi, kulit yang terkena pedang sedikit tergores, bisa menjadi patokan, memang ini agak tidak adil, karena banyak pesilat yang selalu kalah untuk mendapat kemenangan, tapi pada rapat akbar kali ini adalah untuk memilih Raja Pedang, dia harus mempunyai teknik pedang yang tinggi bukan teknik yang berbahaya, maka peraturan ini ada artinya, ini adalah peraturan kesatu, kedua, bila sedang bertarung, kecuali pedang senjata lainnya dilarang digunakan, dan dilarang di bantu orang ketiga."

Syarat ini tidak ada yang tidak setuju, Ciam Giok-beng mengumumkan peraturan ketiga.

"Bila pedang terlepas berarti kalah, keempat, orang yang terjatuh ke bawah panggung berarti dia kalah."

Tidak ada yang tidak mendukung, maka semua syarat sudah selesai diumumkan. Kata Ciu Giok-hu.

"Aturannya cukup teliti, hanya ada sedikit pertanyaan, harap wasit bisa menjelaskan bila ada yang melanggar aturan ini, hukuman apa yang akan dia dapatkan?"

Ciam Giok-beng berkata.

"Kami akan melihat berat atau ringannya pelanggaran, hukuman berat berarti hukuman mati, yang ringan adalah tidak boleh mengikuti pertarungan lagi, di sisiku ada beberapa teman mereka juga akan menjadi wasit untuk membantuku, bila mereka tidak bisa menangani ketua dari 5 perguruan yang akan membantu, aku percaya tidak akan ada orang yang bisa lari dari keadilan."

"Masih ada masalah penting yang ingin kutanyakan, jujur bicara, aku tidak tertarik dengan posisi sebagai Raja Pedang, aku datang demi plakat dunia persilatan, sekarang aku ingin tanya di manakah plakat dunia persilatan itu?"

Ciam Giok-beng mengeluarkan sebuah kotak kecil.

"Ada di sini."

"Bukalah untuk diperlihatkan, sebab kami masih menyangsikan keaslian plakat itu."

Ciam Giok-beng mengangguk, dia membuka kotak itu di dalamnya ada plakat giok berbentuk persegi. Dari jauh Ciu Giok-hu melihatnya dan bertanya.

"Apakah ini yang asli atau yang palsu?"

Ketua Bu-tong, Cia Hwie Cin-jin berdiri dan berkata.

"Inilah yang asli!"

Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Plakat asli dari perguruan Anda terlalu banyak, ini adalah plakat yang ke-41!"

"Yang palsu memang banyak, tapi yang ini aku yang bawa sendiri, bukan barang palsu!"

"Apakah di dalam plakat ada petunjuk rahasia?"

Tanya Ciu Giok-hu.

"Aku tidak tahu, kami hanya diperintahkan menjaga plakat ini, tidak tahu apakah di dalamnya ada sesuatu atau tidak,"

Kata Cia Hwie.

"Lebih baik dibelah untuk diperlihatkan, kami tidak mau tertipu lagi,"

Kata Ciu Giok-hu.

"Menurut aturan generasi atas kami, hanya Raja Pedang yang berhak membelah plakat ini, aku tidak bisa menuruti permintaanmu!"

Jawab Cia Hwie Cin-jin.

"Kita tidak perlu mempertahankan pendapat masing- masing, bila plakat itu palsu, untuk apa demi barang itu kita menumpahkan darah,"

Kata Ciu Giok-hu.

"Kalau Tuan merasa tidak cocok dengan keinginan kami, Anda boleh melepaskan hak untuk ikut serta dalam ajang ini,"

Kata Cia Hwie Cin-jin. Ciu Giok-hu mulai marah.

"Apa maksudmu? Plakat dunia persilatan adalah milik semua orang, dengan alasan apa kau merasa memilikinya sendiri? Hari ini kalian harus menerangkan dengan jelas."

Dengan tenang Cia Hwie Cin-jin berkata.

"Kami tidak perlu menerangkan apa-apa, bagi kami plakat dunia persilatan hanyalah suatu simbol, simbol semangat dan mewakili nama tertinggi di dunia persilatan, kami tidak ingin mendapatkan rahasia apa pun dari plakat itu, kalau tidak sudah sejak awal kami membelah plakat itu."

Ciu Giok-hu masih akan bicara, Thio Siauw-hun berdiri dari tempat duduknya.

"Ketua, plakat dunia persilatan hanyalah simbol kemenangan dari 5 perguruan besar, kalau begitu orang yang mendapatkan plakat ini apakah dia bisa mendapatkan fasilitas khusus?"

Cia Hwie Cin-jin berdiam cukup lama baru menjawab.

"Siapa yang mendapatkan plakat dunia persilatan, dia akan menjadi pemimpin dunia persilatan, dia berhak meminta apa pun kepada 5 perguruan."

Thio Siauw-hun tertawa.

"Meminta atau memerintah?"

"Apa bedanya dari kedua kata itu?"

Tanya Cia Hwie.

"Perbedaannya sangat jauh, kalau meminta tidak menekan, kau boleh menolaknya, kalau memerintah, kalian harus melaksanakannya."

Cia Hwie Cin-jin merasa masalah ini terlalu besar, maka dia berkata.

"Sobat, tunggu sebentar, aku akan berunding dulu dengan ketua yang lain, kau akan mendapatkan jawabannya nanti."

Ketua Siauw-lim, Cu San Taysu segera berkata.

"To-heng, kita tidak perlu berunding lagi, aku bisa mewakili 3 ketua lainnya untuk menjawab, siapa yang memegang plakat dunia persilatan dia berhak memerintah kami!"

Sebenarnya sejak tadi mereka sudah sepakat, hanya karena Bu-tong, perguruan yang memegang plakat, maka Cia Hwie Cin-jin tidak buru-buru mau mengakuinya, melihat Siauw-lim sudah memberi jaminan, Cia Hwie Cin-jin segera berkata.

"Kalau Taysu sudah berkata seperti itu, aku setuju, apakah Tuan Thio merasa puas dengan jawaban kami?"

Thio Siauw-hun tertawa.

"Sebenarnya belum puas, kalau pemimpin dunia persilatan menurunkan perintah, kalian harus membubarkan perguruan dan bunuh diri, apakah kalian akan menurutinya?"

"Pemimpin dunia persilatan pasti adalah orang yang bertanggung jawab, aku percaya dia tidak akan menurunkan perintah seperti itu, tapi bila terjadi hal seperti itu, kami tetap akan menuruti kemauannya, apakah Tuan masih ada pertanyaan lagi?"

Tanya Cia Hwie Cin-jin.

"Tidak, jawaban Anda tadi sudah membuatku puas,"

Kata Thio Siauw-hun sambil tertawa. Cia Hwie Cin-jin tertawa, katanya.

"Tapi masih ada satu syarat, kami mengenal plakat bukan mengenal orang, ada plakat bisa memerintah kami, tidak ada plakat tidak bisa menurunkan perintah, apakah Tuan Ciu masih bermaksud membuka plakat untuk dilihat kejelasannya?"

Ciu Giok-hu berpikir sebentar.

"Aku hanya menginginkan rumus ilmu silat yang ada di dalam plakat, apakah plakat bisa memerintah kalian atau tidak, aku tidak peduli."

"Kalau begitu berarti Tuan Ciu ingin membuka plakat ini?"

Tanya Cia Hwie Cin-jin.

"Benar, aku ingin melihat isi plakat itu,"

Jawab Ciu Giok-hu. Lim Hud-kiam berdiri dan menjawab.

"Aku tidak setuju, 5 perguruan selalu ditekan oleh plakat dunia persilatan, mereka merasa tidak suka, mereka sangat ingin menghancurkan plakat itu."

Ciu Giok-hu melotot dan marah.

"Dengan hak apa kau berani mengeluarkan pendapat?"

"Hari ini semua orang yang datang berhak mengeluarkan pendapat,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Bocah tengik, beberapa hari yang lalu kau mempermainkan kami, aku belum membuat perhitungan denganmu, sekarang kau mencari masalah lagi."

"Mengapa kau bilang aku mempermainkanmu?"

"Karena puisimu semuanya bohong,"

Jawab Ciu Giok-hu.

"Yang membuat tipuan itu bukan aku, tapi kau sendiri, aku mengaku 5 kalimat puisi itu kuambil dari buku, puisi yang kalian pakai pun semuanya palsu."

"Tiang Toako menghabiskan waktu 10 tahun baru mendapatkan puisi-puisi dari 5 perguruan, mana mungkin itu palsu?"

"Sebab dia bodoh, puisi-puisi itu semua murid dari 5 perguruan juga bisa dan tahu, kalian harus menghabiskan waktu 10 tahun untuk mencari tahu, sedangkan aku hanya membutuhkan waktu 1 bulan, semua puisi dapat kubeli, karena kalian pelit maka harus menunggu dalam waktu lama."

"Apakah benar?"

"Pasti benar, 5 puisi itu aku ikuti dari 5 puisi dari 5 perguruan, bila ini adalah kebohongan, kalianlah yang memulainya!"

Ciu Giok-hu benar-benar malu tapi Lim Hud-kiam berkata lagi.

"Sebenarnya dari awal kau sudah tahu, puisi-puisi itu tidak benar, kau hanya tidak ingin melepaskan mimpi- mimpimu yang tidak benar itu."

"Bagaimana sekarang, Tiang Toako?"

Tanya Ciu Giok-hu.

"Aku tidak menyangka kalau 5 perguruan akan membuat jebakan seperti ini,"

Kata Tiang Leng-cu. Lim Hud-kiam tertawa, berkata.

"5 perguruan tidak menipu, sebenarnya setelah mereka memberi 5 puisi itu, mereka langsung menutup pintu, sebab itu hanya gurauan, mengapa tidak boleh bergurau? Seperti seorang ibu yang sedang mengasuh anaknya, dia mengatakan, 'Nak, jangan menangis terus, nanti harimau di hutan akan datang memakanmu!' semua tahu kalau itu hanya untuk supaya si anak tidak terus menangis. Tapi orang bodoh menganggap itu benar, lalu dia memberitahu kepada orang lain kalau di depan rumahnya ada harimau, sebenarnya siapa yang menipu?"

Ciu Giok-hu melihat Tiang Leng-cu, dia benar-benar malu, kata Tiang Leng-cu.

"Berarti 10 puisi teka-teki itu semuanya palsu?"

"Aku mengaku kalau kelima puisiku kuambil dari buku tapi 5 kalimat lagi, aku yakin itu juga palsu. Tapi lebih baik tanyakan pada mereka,"

Kata Lim Hud-kiam. Tiang Leng-cu segera bertanya kepada Cia Hwie.

"Apa pendapat kalian?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cia Hwie Cin-jin tersenyum.

"Setiap perguruan mempunyai satu kalimat, dan hanya kami berlima yang tahu, kami belum pernah mengatakannya kepada orang luar, dari mana Tuan mendengarnya?"

"Dari murid-murid kalian,"

Jawab Tiang Leng-cu.

"Murid-murid kami juga tidak tahu, mana mungkin mereka bisa memberitahunya kepadamu?"

Tiang Leng-cu baru sadar kalau dia terjebak, karena marah dia hanya duduk dan diam.

"Sebenarnya apa arti dari kalimat itu?"

Tanya Ciu Giok-hu.

"Kami berlima sudah sepakat, tidak akan mengatakan kepada siapa pun!"

Kata Cia Hwie Cin-jin. Kata Cu San Taysu dari Siauw-lim.

"Kecuali pemimpin dunia persilatan mengeluarkan perintah, kami baru akan memberitahu, kalau tidak, maaf, kami tidak bisa memberitahu."

"Kalau ingin tahu rahasia plakat dunia persilatan, harus menjadi pemimpin dunia persilatan dulu baru bisa memerintahkan mereka, kekuatan menekan mereka hanya ada pada plakat itu, aku tidak setuju kalau plakat dihancurkan, aku tidak mau kemari dengan sia-sia!"

Kata Lim Hud-kiam. Ciam Giok-beng tertawa, berkata.

"Sekarang tidak ada yang meminta untuk menghancurkan plakat, untuk melihat apakah plakat itu palsu atau asli."

Dengan aneh Ciu Giok-hu bertanya.

"Cia Hwie Cin-jin, kalian sudah beberapa kali menjadi ketua dunia persilatan, mengapa tidak terpikir untuk membelah plakat dan melihat isinya?"

"Kami 5 perguruan besar sudah berjanji, tidak boleh ikut- ikutan mencari tahu tentang rahasia di dalam plakat, ilmu silat tinggi itu kalau jatuh pada salah satu perguruan, akan tersebar luas dan kehilangan harga menegakan keadilan dan kebenaran."

"Selama beberapa tahun ini kami hanya menjaga barang ini, kami menunggu sampai bisa diberikan kepada orang yang pantas mendapatkannya, dulu kalian belum muncul, dengan ada 5 perguruan besar cukup untuk menjaga ketenangan dunia persilatan, maka kami belum pernah berniat memakai plakat itu, tapi tahun ini banyak pesilat tangguh yang berkumpul di sini, kami menyambut baik kalian untuk mengikuti rapat akbar ini, dan memilih satu orang yang berilmu tinggi, pintar, lincah, juga baik supaya bisa menanggung tugas yang berat ini, sehingga kami berlima bisa melepas tanggung jawab yang berat ini."

"Kalau begitu kalian tidak akan ikut dalam pertarungan pedang ini?"

Tanya Ciu Giok-hu.

"Kami pasti akan ikut, kalau teknik pedang kalian tidak bisa mengalahkan kami, maka kalian tidak akan kuat menanggung tugas yang berat ini, maka tetap kami yang menjaganya, rapat akbar ini diadakan 3 tahun sekali, kami menyerahkan plakat juga menyerahkan posisi sebagai pemimpin dunia persilatan, kami harap plakat jangan jatuh ke tangan kami lagi karena kami juga berharap rahasia yang ada di dalam plakat bisa dibuka,"

Kata Cia Hwie Cin-jin. Cu San Taysu dari Siauw-lim berkata lagi.

"Kalau plakat itu kembali ke tangan kami, rahasia ini akan terus dijaga, dan 3 tahun kemudian baru akan datang kesempatan lagi."

"Sudahlah, jangan banyak bicara lagi, mari kita mulai bertarung,"

Kata Ciu Giok-hu. Ciam Giok-beng berkata.

"Kalau tidak ada masalah lain, aku akan mengumumkan kalau pertarungan ini dimulai, babak pertama adalah babak percobaan maka pertarungan bisa dilakukan dengan bebas, setelah 3 kali menang baru bisa secara pasti ikut bertarung, setiap orang yang bertarung harus melawan pesilat-pesilat dari 5 perguruan, aku kira semua pasti setuju!"

Peraturan ini sangat tepat, kalau bisa menghindari satu orang untuk bertarung dengan pesilat biasa-biasa saja memang tetap ada penyisihan, tapi orang yang terpilih adalah yang terbaik, apalagi akan bertarung dengan pesilat dari 5 perguruan besar, akan mempersingkat waktu, maka semua mendukung usul ini.

Ciam Giok-beng berkata lagi.

"Pemimpin dunia persilatan kemarin ini adalah dari Bu-tong, maka harap Cia Hwie Cin-jin bisa memilih pesilat dari Bu-tong untuk bertarung."

Sin Hui-hiong segera meloncat ke atas panggung, dia memberi hormat kepada Ciam Giok-beng, kemudian memberi hormat kepada hadirin, kata Cia Hwie Cin-jin.

"Sin Hui-hiong adalah murid preman Bu-tong."

Dia adalah pemuda yang baru berusia 20 tahun lebih, wajahnya tampan, sikapnya tenang, sekali melihat langsung sudah tahu kalau dia adalah pesilat tangguh, karena ini adalah pertarungan pertama maka yang keluar pasti bukan pesilat sembarangan.

Di bawah panggung sudah terbagi menjadi 4-5 kelompok, mereka saling pandang sedang bertanya-tanya siapa yang akan keluar sekarang, akhirnya Ciu Giok-hu tidak sabar, dia menyuruh seorang pesilat yang dibawanya dari Ceng-seng untuk bertarung dengan Sin Hui-hiong.

Dia adalah seorang lelaki setengah baya, namanya adalah Ong Si-poa, dia juga teman baik Ciu Giok-hu, ilmu pedangnya lumayan bagus, di Ceng-seng posisinya berada di tingkat 8-9.

Setelah naik panggung dan saling menyebutkan nama, mereka langsung bertarung, tapi baru 20 jurus, dia sudah dipaksa Sin Hui-hiong turun dari panggung, dari sana dapat diketahui kalau ilmu pedang Bu-tong tidak main-main juga sangat terkenal.

Ilmu silat pemuda itu tidak berada jauh di bawah Cia Hui dan Cia Cing, maka dia terpilih mewakili Bu-tong.

Babak pertama sudah terlihat kekuatan Bu-tong tapi Ciu Giok-hu tetap tidak peduli, karena masih ada kesempatan lain, maka dia tidak mencoba untuk kedua kalinya.

Dua babak berikutnya diisi oleh pesilat dari luar, teknik mereka lumayan bagus, tapi tetap kalah oleh Sin Hui-hiong.

Dia sudah memasuki babak keempat.

Yang lain yang bertarung adalah seorang To-kouw muda dari Go-bi tapi nasibnya tidak sebaik Sin Hui-hiong, setelah menang satu kali, dia segera dikalahkan oleh seorang lelaki dengan wajah penuh cambang.

Lelaki itu adalah yang bertanya tadi, dia naik panggung dan memberitahu namanya, Heuw Liu-koan, dijuluki pesilat bercambang, jurus pedangnya aneh, tenaganya besar, setelah berhasil mengalahkan wakil dari Go-bi-pai, dia masih mengalahkan Thio Siauw-hun dari Thian-san.

Terakhir dia berhadapan dengan pesilat pedang Hoa-san-pai, setelah 40 jurus berlalu dia membunuh pesilat itu di panggung, terjadi pertarungan berdarah pertama.

Tapi dia tidak melanggar aturan, maka wasit Ciam Giok- beng tidak bisa berkata apa-apa.

Dalam kemarahannya dia mengumumkan kalau pesilat bercambang itu bisa masuk ke pertarungan berikutnya.

Yang lainnya hanya pesilat biasa, dari 5 perguruan ada wakil mereka yang masuk, Siauw-lim, Bu-tong, malah sudah ada dua orang yang masuk pertarungan berikutnya.

Thian- san, Thio Siauw-hun dan suami istri dari Bouw leng juga berhasil masuk babak berikutnya.

Pertarungan semakin ketat, ilmu pedang para pesilat yang datang dari 5 perguruan semakin tinggi lawan pun semakin kuat dan ilmu pedang mereka semakin cepat, kalau atau menang tidak bisa lewat dari 10 jurus.

Yang terluka atau yang mati semakin banyak, mayat-mayat bergelimpangan hanya ditutupi oleh selembar kain putih.

Hari hampir sore, babak pertama sudah usai, Tiang Leng- cu, dari Thian-san dan suami istri Thio In berhasil melewati babak pertama, tapi dua bersaudara Hie dikalahkan oleh Bun Tho-hoan.

Ciu Pek-ho berhadapan dengan Liu Hui-hui, dia melepaskan kesempatan ini dan mengaku kalah, tapi Bun Ta-cai sangat marah, karena dia dikalahkan oleh Lim Hud-kiam.

Di luar dugaan, dari pihak luar pun ada 4 orang yang berhasil masuk, yang satu adalah seorang nenek tua bernama Ma Kiu-nio, yang satu dandanannya seperti pendeta bernama Liu Ban-mong, seorang pak tua kurus bernama Wong Jin-jiu, dan seorang gadis kecil bernama Wong Han-bwee, dia adalah cucu Wong Jin-jiu.

Lim Hud-kiam, Liu Ta-su, dan Liu Hui-hui berhasil masuk dan menjadi peserta, yang lainnya tidak ikut, karena tujuan mereka bukan pertarungan ini.

Ciam Giok-beng mengumumkan waktu istirahat, sambil mempersiapkan pertarungan berikutnya, juga sekalian membersihkan mayat-mayat yang tergeletak di bawah panggung dan sekaligus mengurangi hawa menyeramkan di sana.

Di antara mayat-mayat itu selain 3 orang dari pihak luar, 16 orang adalah murid-murid dari 5 perguruan, orang-orang dari 5 perguruan membersihkan mayat-mayat itu, tampak kalau hati mereka terasa berat.

19 mayat itu kebanyakan dibunuh oleh orang-orang Ceng- seng dan Tiang Leng-cu, 5 orang mereka yang naik panggung telah membunuh 13 orang musuh.

Ciu Giok-hu, Tiang Leng-cu, dan Bun Tho-hoan tidak membunuh, Bun Ta-cai membunuh satu orang, setelah itu dia dikalahkan oleh Lim Hud-kiam.

Ciu Pek-ho juga telah membunuh 2 orang.

Saat bertemu berhadapan dengan Liu Hui-hui dia mengalah.

Dari sana dapat diketahui kalau kelompok mereka sangat kejam, gerakan mereka cepat dan selalu berniat membunuh.

Saat kosong seperti ini semua orang mengambil kesempatan untuk beristirahat dan makan, maka di atas panggung digantung ratusan lampion membuat panggung terlihat terang seperti siang hari.

Di bawah panggung pun sama lampion tampak berkilauan, orang yang datang melihat keramaian semakin banyak, keadaan seperti ini belum pernah terjadi di Tiang-jin Feng, kegilaan ini didorong oleh aura membunuh penuh darah.

Lim Hud-kiam dan lainnya tidak ada persiapan, tapi mereka pun tidak sampai kelaparan, karena dari lembah Lu-bwee, keluarga Thio mengantarkan makanan dan arak.

Dari Bu-tong pun ada yang datang mengantarkan makanan ala kadarnya.

Angin gunung mulai terasa dingin, tapi tidak bisa meredamkan hati setiap orang yang panas.

Mereka duduk sambil makan, Liu Ta-su tertawa.

"Hud-kiam, hari ini yang paling marah adalah Bun Lo-toa, dia sama sekali tidak menyangka kalau dia akan kalah di tanganmu!"

Tapi Liu Hui-hui malah menghela nafas.

"Aku benar-benar tidak mengerti, mengapa kedua Paman Bun menjadi seperti orang yang tidak kukenal, biasanya mereka tidak ganas, tapi hari ini mereka berubah menjadi seperti sepasang harimau gila, begitu mengeluarkan jurus langsung melukai orang, sebenarnya lawan mereka tidak berilmu tinggi, tidak perlu sampai membunuh mereka untuk lolos dari babak penyisihan."

Kata Liu Ta-su.

"Dekat warna merah akan menjadi merah, dekat warna hitam akan menjadi hitam, berteman dengan Ciu Giok-hu mana mungkin tidak akan berubah? Apalagi mereka sedang mengubar nafsu dan membalas dendam kepada 5 perguruan, karena kalimat puisi yang didapat Tiang Leng-cu adalah palsu, orang yang mereka bunuh kebanyakan dari 5 perguruan."

Kata Yu Leng-nio.

"Mungkin tujuan mereka tidak sesederhana ini, hari ini bila mereka tidak bisa mendapatkan plakat dunia persilatan, 5 perguruan pun tidak akan berani mengeluarkan puisi yang asli."

"Mengapa?"

Tanya Liu Ta-su.

"Maksud mereka membunuh adalah ini, bila 5 perguruan berani menyebutkan puisi yang asli, mereka akan membunuh lebih banyak orang lagi, ini adalah ancaman tanpa suara, maka mereka sama sekali tidak berperaaan."

"Apakah mereka tidak takut dengan hukuman dari pemimpin dunia persilatan?"

Tanya Liu Ta-su.

"Plakat itu memang bisa menekan 5 perguruan, tapi tidak akan berlaku untuk orang lain. Seperti Paman, bila Ciu Giok-hu menjadi pemimpin dunia persilatan, apakah Paman mau ditekan?"

"Benar juga, kalau begitu apa gunanya kita bertarung?"

Tanya Liu Ta-su.

"Ada gunanya, yang mereka perebutkan hanya rahasia yang ada di dalam plakat, bukan siapa yang akan mendapatkan plakat, mereka tidak akan peduli apa yang disebut plakat, mereka juga percaya orang lain sama tidak pedulinya dengan mereka, termasuk 5 perguruan. Bila plakat itu jatuh ke tangan orang lain, maka mereka akan menggantinya dengan yang lain."

"Apa yang akan mereka katakan kepada dunia?"

Tanya Liu Hui-hui.

"Sederhana, mereka akan mengatakan kalau itu adalah plakat palsu, yang asli sudah hilang,"

Jawab Yu Leng-nio.

"Tapi tadi mereka sudah mengumumkan kalau plakat itu adalah yang asli,"

Kata Liu Ta-su.

"Benar, begitu plakat berada di tangan pemimpin dunia persilatan, mereka diam-diam akan menutupinya di depan semua orang dan menyatakan kalau itu adalah plakat palsu, membuat orang yang mendapatkan plakat tidak bisa membantahnya sekalipun dia punya mulut, juga membuat orang curiga kalau si pemilik plakat ingin sendirian mendapatkan rahasia yang ada di dalam plakat, tapi karena pemimpin dunia persilatan bisa mengalahkan semua orang, dia pasti berilmu silat tinggi, karena itu bencana saling bunuh akan terjadi."

Dengan marah Liu Ta-su berkata.

"Cara 5 perguruan benar- benar hina!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ini adalah cara mereka bertahan hidup, pesilat-pesilat dari tempat lain ilmu pedangnya semakin tinggi dan sudah mencapai tahap di mana 5 perguruan tidak bisa menguasai keadaan, maka mereka ingin mencari alasan untuk membunuh musuh-musuh yang menghadang mereka!"

"Maksud Ciciku memberitahu hal ini kepada Paman Liu dan Nona Liu, bila kalian bertarung nanti jangan terlalu dianggap serius, dan berusaha keluar dari pertarungan itu,"

Kata Yu Bwee-nio.

"Aku dan Hui-hui hanya membantu Hud-kiam, kami tidak ingin menjadi pemimpin dunia persilatan, dan kami pun tidak akan sanggup menjadi pemimpin,"

Kata Liu Ta-su.

"Sekarang yang membantu cukup banyak, aku kira kalian berdua jangan sampai menghabiskan tenaga, pertarungan sebenarnya tidak terjadi di atas panggung, melainkan setelah menjadi pemimpin dunia persilatan, lihat, pesilat-pesilat yang dikeluarkan oleh 5 perguruan memang berilmu bagus tapi mereka bukan inti dari perguruan masing-masing, mereka hanya digunakan untuk menutupi pandangan orang-orang. Kekuatan mereka sebenarnya ada di paling belakang,"

Kata Yu Leng-nio.

"Menurut kalian, siapa yang terakhir akan menjadi pemimpin dunia persilatan?"

Tanya Liu Ta-su. Jawab Yu Bwee- nio.

"Dulu menurut perkiraan suamiku, yang melimpahkan semua kesalahan pada orang itu sehingga menjadi sasaran semua orang, tapi melihat keadaan tadi, mungkin perkiraan itu salah, maksud dari 5 perguruan akan menyerahkan plakat itu kepada salah satu kelompok yang kuat, kalau tidak terjadi sesuatu mungkin kelompok itu adalah kelompok Ciu Giok-hu."

"Orang yang masuk ke babak penyisihan sangat banyak, mana mungkin mereka bisa mengaturnya sedemikan rupa?"

Tanya Liu Ta-su.

"Mereka masing-masing sudah tahu kekuatan masing- masing, mereka yang mengatur daftar namanya, mereka akan membuat orang yang sulit diatasi di tangan mereka, kemudian akan memberikan kesempatan ini kepada Tiang Leng-cu atau Ciu Giok-hu,"

Kata Yu Leng-nio. Liu Ta-su berpikir sebentar, melihat Lim Hud-kiam yang sejak tadi tidak bersuara, dia berkata.

"Hud-kiam, mengapa kau diam saja? Apa pendapatmu?"

Lim Hud-kiam menghela nafas.

"Semua perkataan Leng-nio benar, tujuan dari 5 perguruan memang seperti itu, hanya saja tujuan mereka jadi meleset, pada pertarungan hari ini ilmu pedang yang paling tinggi bukan dimiliki Ciu Giok-hu, bukan keluarga Thio dari Thian-san juga bukan kita, melainkan 5 orang yang tiba-tiba masuk ke babak penyisihan."

"Dari mana kau bisa tahu? Mereka tidak aneh,"

Kata Yu Leng-nio.

"5 perguruan sudah tahu sampai di mana kekuatan kita, mereka mengeluarkan pesilat biasa, boleh dikatakan mereka hanya mengantarkan kematian mereka sendiri, mereka mengeluarkan pesilat inti untuk menghadapi kelima orang itu, tapi tetap saja mereka kalah."

"Aku tidak melihatnya/' kata Liu Ta-su.

"Hanya 5 perguruan yang tahu, pesilat yang mereka keluarkan belum menggunakan ilmu silat mereka tapi sudah dijaga dengan ketat, mereka sangat licin dan berpura-pura mengalah lalu turun dari panggung,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Kau bisa mengalahkan Bun Lo-toa, jadi aku mengaku kalau kau lebih pintar, siapa orang itu?"

Tanya Liu Ta-su.

"Kuharap bisa segera tahu, kelima orang itu tidak mengenalkan dirinya, tapi ilmu pedang mereka sangat dalam, ini di luar dugaanku. Mereka menjadi yang terkuat, aku khawatir sebab aku tidak tahu bagaimana caranya menghadapi mereka,"

Kata Lim Hud-kiam mengeluh.

"Untung kelima orang itu kecuali yang marga Wong, kakek dan cucu, yang lainnya datang sendiri, maka lebih mudah menghadapi mereka,"

Kata Liu Ta-su.

"Paman, kau salah, mereka satu kelompok,"

Kata Lim Hud- kiam. Semua terkejut, Liu Ta-su tidak percaya dan berkata.

"Tidak, jurus pedang mereka tidak sama, mereka tidak mungkin satu kelompok,"

"Tidak salah lagi, memang jurus mereka tidak ada yang sama, maka hal inilah yang membuatku tahu kalau mereka satu kelompok, sebab ilmu pedang mereka berjalan pada 5 arah, tepat 5 jurus. Lelaki bercambang mengarah ke Timur, satu dan dua adalah kayu. Liu Ban-mong ke arah selatan, 3 dan 4 adalah api, Ma Kiu-nio ke arah barat, 7 dan 8 adalah emas, Kakek Wong dan cucu adalah utara, 9 dan 10 adalah air, yang masih kurang dan yang terpenting adalah di bagian tengah, itulah arah ke lima, dan itu adalah tanah, maka kelima orang itu merupakan satu kelompok, mereka hanya sebagai pembantu, pemimpin mereka masih belum keluar,"

Kata Lim Hud-kiam. Mendengar Lim Hud-kiam mengatakan semuanya dengan begitu jelas, Liu Ta-su jadi percaya, dia terpaku kemudian bertanya.

"Apakah 5 perguruan melihat kejanggalan mereka?"

"Aku tidak tahu,"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Apakah kita perlu memberitahu mereka?"

Tanya Liu Ta-su.

"Ini adalah cara yang bagus, tapi aku tidak ingin memberitahu mereka, biar mereka sendiri yang menduga, ini juga sekalian mencari tahu, apakah 5 perguruan sudah tahu rahasia plakat itu atau belum,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Setelah tahu rahasia itu apakah bisa mengetahui identitas kelima orang itu? Apakah kau sudah tahu rahasia plakat dunia persilatan?"

Tanya Liu Ta-su.

"Aku tidak tahu, tapi pesilat tangguh yang tidak ingin namanya diketahui itu pernah mengatakan padaku bahwa rahasia yang ada di dalam plakat adalah sebuah ilmu silat khusus untuk mengatasi Ngo-heng-kiam-hoat (ilmu pedang 5 unsur) ini, berarti dia telah melihat rahasia plakat itu,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Dari mana kau bisa tahu kalau itu adalah Ngo-heng-kiam?"

Tanya Liu Ta-su.

"Melihat kekuatan pedang dan jurus yang dia keluarkan,"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Apakah bisa lebih jelas?"

Tanya Liu Ta-su.

"Ngo-heng-kiam jatuh ke tangan orang jahat, bila ilmu itu keluar, maka dunia persilatan akan terjadi bencana, pesilat tangguh yang tidak ingin namanya diketahui ini ingin aku menghalangi terjadinya bencana ini, yang aku tahu hanya sampai sana,"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Dia membuat orang susah, kalau bisa sekalian memberitahu isi plakat itu dan membantumu mendapatkan rahasia itu, bukankah itu akan lebih baik?"

"Dia mengatakan tidak bisa, rahasia itu hanya ada separuh, sedangkan separuhnya lagi ada di tangan 5 perguruan besar, dan kelima perguruan itu tidak akan memberitahukan rahasia itu!"

Kata Lim Hud-kiam.

"Aku benar-benar jadi bingung!"

Kata Liu Ta-su.

"Aku sendiri juga bingung, penyakit orang dunia persilatan adalah bila ada teknik rahasia tidak akan diberitahukan kepada orang lain. Lebih baik semua orang tidak mendapatkannya, plakat itu sudah lama berada di tangan 5 perguruan, tapi tidak pernah ada persetujuan untuk bersama-sama mengetahui rahasia yang ada di dalam plakat."

"Apakah pesilat yang namanya tidak ingin diketahui itu ingin memancing Ngo-heng-kiam keluar, dan menekan 5 perguruan besar supaya mereka membuka rahasia itu?"

"Aku kira seperti itu, tapi pesilat itu sudah cacat, maka dia memilihku untuk mengemban tugas ini, dia tidak ingin aku mendapatkan ilmu silat dari plakat itu, ini adalah kebaikannya, sebab orang yang berilmu tinggi akhirnya tidak ada yang bernasib baik."

"Tapi dia memaksamu menjadi hweesio, untuk apa? Apakah menjadi hweesio adalah jalan terakhir dan terbaik yang bisa ditempuh?"

Tanya Liu Ta-su.

"Dia hanya ingin membalas dendam kepadaku!"

"Balas dendam? Apakah orang itu ada dendam denganmu?"

Tanya Liu Ta-su.

"Dia tidak ada dendam, apalagi kebencian, kukira dia hanya marah saat itu, maka aku tidak melayaninya. Hanya karena dia telah mengajarkan ilmu silatnya, jadi aku harus melaksanakan sebagian perjanjianku dengannya, mengenai dia membenciku itu adalah rahasia kami berdua, harap Paman Liu jangan bertanya lebih lanjut lagi,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Baiklah, pertarungan akan dimulai kembali, Yu Leng-nio tidak perlu kita bantu, aku dan Hui-hui akan pun akan lepas tangan!"

Kata Liu Ta-su.

"Benar, jika ada kesempatan keluar dari pertarungan, harus segera keluar, demikian juga dengan Hui-hui, aku tidak butuh bantuannya sekarang, melainkan setelah menjadi pemimpin dunia persilatan, maka saat itu akan terjadi keributan, aku sendiri akan sulit menahannya, aku akan butuh bantuan kalian!"

Ciam Giok-beng naik ke panggung lagi, dia memukul simbal giok dan mengumumkan.

"Sekarang akan dimulai pertarungan berikutnya, jumlah peserta yang lolos ada 24 orang, tepat 12 pasang, 8 orangnya adalah pesilat dari 5 perguruan, 16 orang dari luar, 16 orang ini dibagi menjadi beberapa kelompok, supaya adil aku tidak menyatukan orang luar menjadi satu kelompok, aku akan mengatur seperti itu, apakah kalian setuju?"

Cara ini disetujui semua orang, maka Ciam Giok-beng mulai membagi menjadi beberapa kelompok, Ceng-seng, Tiang Leng-cu satu kelompok, Lim Hud-kiam bertiga, suami istri Thio In dan Thio Siauw-hun satu kelompok.

Lie Hoan-tay dan Ouwyang Ciauw satu kelompok, Wong Jin-jiu dan cucunya, Wong Han-bwee satu kelompok, ditambah 3 kelompok lagi tepat menjadi 8 kelompok, setiap kelompok harus mengeluarkan satu orang untuk bertarung dengan pesilat dari 5 perguruan, semua dibagi dengan rata.

Yang menang bisa beristirahat, kemudian akan terus bertarung sampai muncul satu orang yang akan disebut Raja Pedang, cara ini sangat adil.

Pertarungan pertama berlangsung antara Thio Siauw-hun dengan Sin Hui-hiong dari Bu-tong, hanya berlangsung 4 jurus pedang Thio Siauw-hun putus dan dia dinyatakan kalah.

Pertarungan kedua antara Liu Hui-hui berhadapan dengan murid Siauw-lim yang bukan hweesio, Oh Biauw-hiang, keduanya adalah perempuan, kemampuan ilmu pedang mereka hampir sama, tapi Liu Hui-hui sudah siap untuk kalah, pada jurus ke-40 dia sengaja membuat kakinya terpeleset, dan dia turun dari panggung.

Berikut 6 ronde berlanjut, memang tidak mudah, ilmu pedang cepat milik Bun Tho-hoan bergerak seperti kilat, ilmu silat Ma Kiu-nio antara asli dan palsu tidak dapat dibedakan, Wong Han-bwee memang masih kecil tapi jurusnya ganas, Liu Ban-mong sangat tinggi ilmu pedangnya, di panggung bertambah 5 mayat lagi, hanya Ouwyang Ciauw yang masih bertarung dengan Pui Cuping dari Kun-lun dan kalah.

5 perguruan sudah menyisihkan 2 kelompok, tinggal 3 kelompok lagi.

4 ronde lagi diisi oleh Tiang Leng-cu yang berhadapan dengan Cong Leng-hun, dia menang dari Cong Leng-hun, Lim Hud-kiam berhadapan dengan Ciu Giok-hu, dan membuat Ciu Giok-hu harus turun dari panggung, Liu Ta-su berhadapan dengan Wong Jin-jiu, Liu Ta-su memang tidak ingin menang, tapi pertarungan semakin panas, terakhir dia benar-benar mengeluarkan semua kemampuan ilmu silatnya yang hampir ratusan jurus, setelah itu dia baru mengaku kalah.

Pak tua Wong ini benar-benar mempunyai ilmu sangat tinggi, saat pedang melayang baju Liu Ta-su sudah disabetnya, simbal giok Ciam Giok-beng dengan cepat dipukul, membuat Liu Ta- su bisa mundur dengan cepat.

Ciu Giok-hu kalah oleh Lim Hud-kiam, setelah turun Liu Ta- su mengangguk kepada Lim Hud-kiam, tapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun, dia hanya memuji pandangan Lim Hud-kiam tapi juga mulai mengkhawatirkan Lim Hud-kiam.

Ronde ketiga belum dimulai, pada kesempatan ini Lim Hud- kiam memberikan sepucuk surat pendek kepada Thio Siauw- hun, isi surat itu memberitahu dia supaya jangan ada niat untuk mendapatkan plakat karena orang yang mendapatkan plakat tidak akan bisa hidup tenang.

Ciu Giok-hu dan lain-lain walaupun sudah tersisih tapi sepertinya mereka tidak patah semangat, kelihatannya mereka sudah punya rencana lain, sikap 5 perguruan pun patut dicurigai.

Thio Siauw-hun berturut-turut menang dua ronde, tapi gara-gara datang 5 pesilat dari luar, dia mulai melihat ada yang tidak beres, melihat sikap Ciu Giok-hu dan 5 perguruan, dia mulai mengerti.

Lim Hud-kiam mendapatkan surat dari Thio Siauw-hun yang isinya.

"Terima kasih."

Babak ketiga dimulai lagi, ronde pertama Thio Siauw-hun berhadapan dengan Sin Hui-hiong dari Bu-tong, tapi Thio Siauw-hun melepaskan pertarungan ini.

Dia mengaku kalah, ini benar-benar di luar dugaan semua orang.

Tidak perlu bertarung Sin Hui-hiong sudah langsung menang, tapi kelihatannya dia tidak senang.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepertinya di babak ini dia akan mengalah tidak disangka Thio Siauw-hun lebih pintar darinya, sejak awal dia mengambil kesempatan untuk kalah.

Berikutnya Siauw-lim berhadapan dengan Wong Han-bwee, tetap dua orang perempuan yang bertarung, mungkin terus berpura-pura sampai jurus ke-20, Wong Han-bwee dengan ujung pedangnya membabat rambut lawan, tapi tidak terjadi pembunuhan.

Lelaki bercambang yang berhadapan dengan Kun-lun-pai, kali ini tidak bersikap sungkan, dari jurus ke-10 terjadi pembunuhan, Ma Kiu-nio melawan Ouwyang Ciauw dan tangannya putus.

Liu Ban-mong kebetulan berhadapan dengan Tiang Leng-cu hingga terjadi pertarungan seru, sekarang sudah hampir mencapai ratusan jurus, ilmu pedang mereka benar-benar bagus dan banyak perubahannya, akhirnya Liu Ban-mong dengan teknik yang sangat bagus mengaku kalah, terakhir Lim Hud-kiam berhadapan dengan Wong Jin-jiu, kedua belah pihak tidak mau mengalah, jurus-jurus pedang mereka sangat bagus, tiba-tiba dengan jurus aneh dia menyerang, karena pedangnya adalah pedang tumpul maka hanya membuat lawannya terkejut, Ciam Giok-beng sudah memukul gendangnya dan Wong Jin-jiu turun ke bawah panggung.

Sekarang hanya tersisa 6 orang.

Sin Hui-hiong bertemu dengan Wong Han-bwee, gadis kecil itu sepertinya berniat membalas dendam atas kekalahan kakeknya, saat pedang mulai diayunkan, kalau bukan karena Ciam Giok-beng dengan cepat memukul gendangnya, mungkin kepala Sin Hui-hiong akan terlepas disabetnya, dia mundur dengan cepat, tapi bahunya tetap tergores, dengan malu dia turun dari panggung.

Tiang Leng-cu dan lelaki bercambang bernama Heuw Liu- koan, bersama-sama mempunyai kepandaian yang seimbang, masing-masing terluka, dahi Tiang Leng-cu tertusuk, sampai terlihat tulangnya, darah keluar seperti mata air, tapi jari Heuw Liu-koan yang memegang pedang hanya tersisa 3 jari.

Siapa yang menang sulit diputuskan, Ciam Giok-beng dengan adil mengumumkan kalau keduanya kalah, tapi masih ada kesempatan bertarung lagi, hanya tersisa 3 orang, sehingga sulit dibagi dengan rata.

Kemudian Lim Hud-kiam melawan Ma Kiu-nio, sebelum memulai pertarungan Lim Hud-kiam sudah mengetahui kalau di antara 5 orang dengan 5 jurus pedang, mereka tidak akan saling bertarung, Wong Han-bwee sudah pasti masuk babak berikutnya, tapi menurut rencana mereka siapa yang paling akhir mewakili mereka merebut plakat dunia persilatan? Semua ini harus ditentukan dengan cara bertarung dengan Ma Kiu-nio, kalau dia tidak mau kalah berarti dia yang akan menjadi wakil kelima orang itu.

Saat bertarung Lim Hud-kiam tidak ingin buru-buru menang, dia berusaha bertarung dengan tenang, Ma Kiu-nio pun seperti itu dan sengaja memperlihatkan celahnya supaya Lim Hud-kiam menyerangnya.

Semua itu membuat Lim Hud-kiam kebingungan, kelima orang itu satu kelompok, mereka sangat ingin mendapatkan plakat tapi di antara 5 orang itu 3 orang sudah kalah, sisanya hanya Wong Han-bwee dan Ma Kiu-nio, sekarang Ma Kiu-nio seperti ingin mundur, apakah mereka akan menyuruh gadis itu menjadi pemimpin dunia persilatan? Sebenarnya dia tidak ingin menang hanya ingin tahu sampai di mana kekuatan mereka setelah itu dia akan mundur.

Dan dia pun ingin tahu setelah menjadi pemimpin dunia persilatan apa rencana mereka selanjutnya.

Sekarang rencananya sudah tidak bisa dilakukan karena plakat itu bisa jatuh di tangan seorang gadis kecil maka dia akan mendapat malu yang besar dan dengan ilmu pedang yang cepat dia menotok nadi di tulang rusuk Ma Kiu-nio.

Simbal Ciam Giok-beng baru dipukul, Ma Kiu-nio segera mengaku kalah, dia tertawa pada Lim Hud-kiam.

"Aku mengaku kalah."

Semua sudah selesai kalau Tiang Leng-cu dan Heuw Liu-koan tidak mengeluarkan pendapat lain, maka hanya tinggal Lim Hud-kiam dan Wong Han-bwee. Ciam Giok-beng bertanya kepada Tiang Leng-cu.

"Bagaimana pendapat Tiang suhu? Apakah masih berniat bertarung dengan Nona Wong?"

Sejak turun dari panggung, Ciu Giok-hu membantunya membalut luka, sekarang dia berkata.

"Aku ingin mendengar pendapat Heuw suhu terlebih dulu baru bisa mengambil keputusan."

"Kau uruslah dirimu sendiri, mengapa harus menungguku?"

Tanya Heuw Liu-koan. Tanpa sungkan Tiang Leng-cu berkata.

"Kalau kau masih ingin naik, maka aku pun tidak mau kalah darimu, kalau kau takut, aku akan menunggu, karena kau tidak bisa megalahkanku maka kukira kau tidak pantas menjadi pemimpin dunia persilatan."

"Wasit, bila aku bertarung, siapa lawannya?"

Tanya Heuw Liu-koan.

"Kau boleh memilih dari dua pemenang itu,"

Jawab Ciam Giok-beng.

"Bagaimana kalau aku memilih Lim Siauya?"

Kata Tiang Leng-cu.

"Kalau Lim Hud-kiam kalah aku akan bertarung dengan gadis itu dan mengalahkan dia baru mengalahkan orang ini, kalau tidak, aku akan melepaskan pertarungan ini, karena Heuw Liu-koan tidak lebih hebat dariku membiarkan dia menjadi pemimpin dunia persilatan, aku tidak terima."

Kedua alis Wong Han-bwee berkerut, berkata.

"Pembunuh tua, kelihatannya kau menganggap remeh kepadaku, kau kira aku akan kalah begitu saja, silahkan kau naik panggung untuk mencobanya."

Tiang Leng-cu tertawa dingin.

"Anak kecil, kau hanya bernasib baik, kau hanya bertemu dengan orang bodoh maka kau bisa bertahan sampai tahap ini, kalau posisi pemimpin dunia persilatan jatuh ke tangan anak kecil sepertimu, kami yang tua-tua pasti akan bunuh diri."

"Kau ingin bunuh diri pun tidak akan ada kesempatan, kalau kau berani naik ke atas panggung, dalam 3 jurus belum tentu kau bisa melindungi kepalamu! Kalau kau mampu, kau boleh mengambil plakat yang ada di atas meja itu!"

Ciam Giok-beng mengerutkan alis.

"Nona Wong, plakat itu belum tahu milik siapa, kau tidak boleh mengambil keputusan sendiri."

Wong Han-bwee menjawab dengan dingin.

"Aku berani mengatakan demikian berarti aku sudah yakin, coba tanya kepada pembunuh tua itu, apakah dia berani naik, tidak?"

Tiang Leng-cu marah.

"Anak kecil, kau benar-benar menghinaku!"

Dia meloncat naik dan pedang sudah siap dilayangkan. Ciam Giok-beng membentak.

"Sebagai wasit, aku akan memberitahu kalau kalian harus menuruti peraturan, berapa jurus tidak ditentukan, hanya akan ada menang atau kalah, tidak menjadikan plakat sebagai barang taruhan!"

"Jangan khawatir, aku tidak akan melanggar peraturan, kalau pembunuh tua ini bisa bertarung denganku hanya dalam 4 jurus, itu sangat aneh!"

"Nona Wong, jangan berkata seperti itu, kalau...."

Kata Ciam Giok-beng.

"Kalau terjadi seperti itu, berikan kepadanya plakat itu,"

Kata Wong Han-bwee.

"Dengan alasan apa kau mengambil keputusan secara sepihak?"

"Dengan kata-kataku, jujur bicara, plakat yang diletakkan di depanmu seperti sudah berada di tanganku, siapa yang berani mengambilnya?"

"Kalau plakat sudah berada di tanganmu, baru itu menjadi milikmu,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Jangan cemas, setelah aku mengeluarkan 3 jurus, kau akan mengerti!"

Kata Weng Han-bwee.

"Tidak, aku adalah wasit, aku harus menjaga wibawa rapat akbar ini, aku tidak akan mengijinkanmu bercanda,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Han-bwee, tahan emosimu, Ciam Tayhiap punya pendirian sendiri, kau jangan merusak peraturan,"

Kata Wong Jin-jiu.

"Baiklah, Tuan Wasit, aku tarik kembali kata-kataku tadi,"

Kata Wong Han-bwee. Dia menoleh kepada Tiang Leng-cu dan berkata.

"Tapi perjanjianku kepadamu tetap berlaku, kalau kau bisa menghindari 3 jurusku, tunggulah aku di bawah panggung, begitu plakat sudah ada di tanganku, aku akan memberikannya padamu."

"Nona Wong, kalau plakat itu jatuh ke tanganku bagaimana?"

Kata Lim Hud-kiam tertawa.

"Apakah kau bisa mengambilnya?"

"Kalau aku pantas, mengapa tidak?"

"Jangan banyak bicara, nanti ada buktinya, yang penting aku sanggup, plakat tidak akan jatuh ke tangan orang lain,"

Wong Han-bwee tertawa dingin. Kemudian dia berkata kepada Ciam Giok-beng.

"Harap wasit memberi perintah!"

Ooo)d*w(ooO BAB 26 Kehidupan manusia panjang Kehidupan rumput hanya satu musim Ciam Giok-beng memukul gendangnya, Tiang Leng-cu sudah tidak sabar untuk menyerang.

Dia naik panggung memang penuh dengan emosi, tapi begitu melihat sikap tenang yang dipancarkan Wong Han- bwee, dalam hatinya dia mulai sedikit gentar, jurus-jurus pedangnya memang ganas, tapi dia hanya menyerang sekali- kali, gerakannya lebih banyak bertahan, buat dia kalah atau menang tidak menjadi masalah, yang penting bisa melewati 3 jurus, maka dia hanya mengeluarkan separuh tenaganya.

Jurus pedangnya pun hanya dikeluarkan 20%, agar kalau terjadi perubahan dia bisa menolong dirinya sendiri.

Ujung pedang sudah sampai di depan Wong Han-bwee sekitar 1 kaki lagi, dugaan Tiang Leng-cu, Wong Han-bwee pasti akan mengelak, tapi...

ternyata dia sama sekali tidak bergerak, malah Tiang Leng-cu sendiri yang menarik pedangnya kembali dan bertanya.

"Mengapa kau tidak membalas?"

"Kau sendiri mengapa tidak meneruskan seranganmu?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Apakah kau mengenalku? Aku tidak mungkin membunuh lawan yang tidak melawan, apalagi kau hanya seorang gadis kecil!"

Kata Tiang Leng-cu. Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Kau tidak perlu memuji dirimu, aku tahu apa rencanamu, kau hanya mengeluarkan 20% tenagamu, buat apa aku melayanimu?"

Kata-katanya begitu keluar, semua orang menjadi terkejut.

Sebab orang-orang yang berada dipinggir menonton adalah pesilat pedang yang hebat-hebat, mereka bisa melihat jurus- jurus Tiang Leng-cu adalah jurus pancingan, tapi tidak tahu kalau tenaga yang dikeluarkan berapa persen, tapi Wong Han- bwee malah bisa mengetahuinya.

Melihat sikap Tiang Leng-cu tidak membantah, berarti ilmu pedang gadis itu di luar dugaan semua orang, maka setelah sekali menyerang, Tiang Leng-cu tidak menyerang untuk kedua kalinya.

Alis Lim Hud-kiam berkerut, dia merasa gelisah, Liu Ta-su dengan perhatian berkata.

"Hud-kiam, kuputusan apa yang kau ambil?"

Lim Hud-kiam menghela nafas panjang.

"Aku jadi bingung, aku tidak bermaksud ingin menjadi Raja Pedang, aku hanya ingin melihat setelah mendapatkan plakat, apa yang akan mereka lakukan?"

"Kalau begitu, kau harus cepat mundur dari pertarungan ini!"

"Rencanaku hanya ingin mencoba kekuatan mereka kemudian baru mundur, dalam bayanganku, aku menduga orang yang paling kuat sekarang adalah salah satu dari 4 orang tua itu, Wong Jin-jiu kalah, Heuw Liu-koan sama kuatnya dengan Tiang Leng-cu, Ma Kiu-nio kelihatannya sudah dari awal keluar dari pertarungan ini, tadinya aku tidak percaya, aku kira dia hanya ingin mengumpulkan tenaga, hanya sebentar dia sudah mengambil kesempatan untuk mundur, maka aku baru sadar kalau aku telah tertipu, gadis kecil itu adalah orang yang terkuat dari mereka berlima."

"Memang seperti itu, tidak ada orang yang memperhatikan, sampai 5 perguruan besar pun tidak memperhitungkannya dalam pertarungan ini, setiap kali selalu memberikan lawan yang lemah, maka dengan mudah dia sampai babak terakhir,"

Kata Liu Ta-su.

"Maksud 5 perguruan membagi-bagi lawanku yang kuat supaya sebelum bertarung aku punya waktu untuk beristirahat, supaya aku bisa menjadi pemimpin dunia persilatan, kemudian melalui aku mereka mencari plakat asli, mereka mengira plakat asli berada di tanganku!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Lim Hud-kiam.

"Mereka tidak salah, sebenarnya kau sendiri yang tahu di mana plakat asli tersimpan, semua kesulitan ini kau sendiri yang menciptakannya,"

Kata Liu Ta-su.

"Tapi kalau aku tidak mendapatkan plakat asli, aku tidak akan bisa jadi pemimpin dunia persilatan."

"Kalau begitu biar gadis kecil itu yang menjadi pemimpin dunia persilatan!"

Kata Liu Ta-su.

"Tidak, sekarang masalahnya jadi lebih serius, aku sudah melihat gadis kecil itu adalah pemimpin mereka, juga orang yang sudah mewarisi Ngo-heng-kiam-hoat (Ilmu pedang 5 unsur) bagian tengah, tengah adalah tanah, itulah inti jurus Ngo-heng-kiam,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Dari mana kau bisa tahu?"

Tanya Liu Ta-su.

"Alasannya sangat jelas, kalau dia bukan pemimpin Ngo- heng-kiam, dia tidak akan berani mengatakan dalam 3 jurus dia akan memenggal kepala Tiang Leng-cu, kalau dia tidak mempunyai ilmu pedang tinggi, mana mungkin dalam 3 jurus dia bisa membunuh seorang pesilat tangguh?"

Kata Lim Hud- kiam.

"Apakah ilmunya lebih tinggi dari kakeknya?"

Tanya Liu Ta- su.

"Tampaknya hubungan kakek dan cucu mereka bukan hubungan sebenarnya, menurutku, ke empat orang lainnya adalah pembantu atau pelayannya, Wong Jin-jiu memang satu marga dengannya, mungkin dia adalah pembantu yang sudah lama mengabdi padanya, dari 5 orang itu hanya dia yang bersikap seperti seorang tuan kepada bawahannya,"

Jelas Lim Hud-kiam.

"Kalau begitu mengapa kau tidak suka dia menjadi pemimpin dunia persilatan?"

Tanya Liu Ta-su.

"Kalau dia yang mendapatkan plakatnya, dan tahu rahasia yang ada di dalam plakat sudah bocor, dia akan menjadi lebih gila lagi, karena dia tahu ilmu yang bisa mengalahkan Ngo- heng-kiam-hoat hanya ilmu yang ada di dalam plakat itu,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Kalau begitu kau harus berusaha mendapatkan plakat itu!"

Kata Liu Ta-su.

"Tapi sangat sulit, sebab aku sama sekali tidak tahu sampai di mana kekuatannya, dan semua kekuatannku sudah dikeluarkan,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Apakah semua ilmumu sudah kau keluarkan?"

Tanya Liu Ta-su.

"Masih ada beberapa jurus andalan yang belum kukeluarkan, tapi mereka sudah mengaturnya dengan sangat rapi, Heuw Liu-koan akan mencariku untuk bertarung, kali ini dia akan berusaha melawan dengan keras, supaya aku mengeluarkan semua jurus-jurusku!"

Kata Lim Hud-kiam.

"Tapi tangan Heuw Liu-koan sudah terluka, hanya mengandalkan tangan kiri, kukira itu pasti akan mudah mengalahkannya, apa yang kau khawatirkan?"

Tanya Liu Ta- su.

"Paman, kau harus tahu, Heuw Liu-koan adalah bagian timur, pertama dan kedua adalah tanah, jurus pedang pada posisi ini harus menggunakan tangan kiri untuk memegang pedang, kekuatannya belum keluar, kalau tidak dia tidak akan mencariku bertarung,"

Kata Lim Hud-kiam. Liu Ta-su terkejut.

"Mengapa bukan sejak tadi dia mengeluarkan jurusnya yang ganas malah membiarkan Tiang Leng-cu menepis 3 jarinya?"

"Sebab dia salah perkiraan, dia tidak menyangka kalau ilmu pedang Tiang Leng-cu begitu aneh, Wong Han-bwee siap dalam 3 jurus akan memenggal kepala Tiang Leng-cu karena dia ingin membalaskan putusnya jari Heuw Liu-koan dia juga ingin membangun wibawanya,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Kalau begitu, apa yang harus kau lakukan?"

Tanya Liu Ta- su.

"Hanya berusaha supaya bisa menang, begitu plakat dunia persilatan jatuh ke tanganku aku bisa minta tolong kepada 5 perguruan besar, kalau jatuh ke tangan gadis kecil itu, begitu tahu di dalam plakat sudah tidak ada rahasia lagi, dia akan memaksa 5 perguruan dan waktu itu 5 perguruan akan mengalihkan tanggung jawab ini kepadaku, keadaanku bertambah berbahaya!"

Kata Lim Hud-kiam. Liu Ta-su menghela nafas panjang.

"Hud-kiam, kau sungguh telah merusak sarang tawon, hari-hari yang bisa kau lewati dengan enak kau tidak mau, kau malah mencari kesulitan seperti ini!"

Dengan serius Lim Hud-kiam berkata.

"Kalau tidak ada pertemuan yang kebetulan itu, aku tetap menjadi orang dengan kepandaian lemah, di Ceng-seng aku tidak bisa maju, hari ini paling sedikit aku telah mengalahkan dua tetua Ceng- seng karena itu aku harus mempunyai sedikit tanggung jawab kepada orang yang telah mengajarkan ilmu silatnya dan tanpa nama ini."

Tiang Leng-cu yang berada di atas panggung memeluk pedangnya terus sambil berputar-putar, dia tidak berani menyerang, maka keringat yang mengalir membuat basah wajahnya.

Wong Han-bwee berdiri dan tidak bergerak, dia juga tidak meladeni Tiang Leng-cu, tapi mulutnya terus berhitung, setelah menghitung sampai 70 dia berhenti dan berkata.

"Pembunuh tua, teruslah berputar-putar seperti itu, begitu aku menghitung sampai 100, kalau kau tidak menyerang saat itu satu jurus pun kau tidak akan sanggup menahannya."

L'api Tiang Leng-cu terus berputar-putar dengan cemas, Wong Han-bwee masih berhitung, begitu sampai di angka 90, Ciu Giok-hu membuka suara.

"Tiang-heng, turunlah, untuk apa bertarung dengan anak kecil?"

Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Kalau dia mau turun, aku akan kagum kepadanya."

Ciu Giok-hu tersenyum, dan dia meloncat ke atas panggung, dia melayangkan pedang menyerang Tiang Leng- cu, Ciam Giok-beng segera membentak.

"Ciu Giok-hu, mengapa merusak peraturan?"

Goan Jit-hong dan Pui Ciauw-jin pada waktu bersamaan menyerang Ciu Giok-hu, hingga Ciu Giok-hu terpaksa melepaskan pedangnya, pada saat itu juga dia menarik Tiang Leng-cu ke bawah panggung.

"Wasit terhormat, aku naik panggung bukan ingin membantu, aku hanya ingin menarik Tiang-heng turun dari panggung, aku kira ini tidak melanggar peraturan bukan?"

Ciam Giok-beng tidak bisa menjawab, karena Ciu Giok-hu naik panggung dan menarik Tiang Leng-cu maka dia tidak melanggar peraturan.

Tapi dia tetap telah membuat kekacauan, maka Ciam Giok- beng mengambil keputusan yang harus diambilnya.

Kata Ciu Giok-hu.

"Rapat akbar ini hanya untuk memperkenalkan ilmu pedang, bukan untuk saling membunuh, aku mewakili Tiang-heng mengaku kalah, supaya dia tidak terbunuh walaupun melanggar peraturan aku harap wasit bisa maklum!"

Dengan terpaksa Ciam Giok-beng berkata.

"Nona Weng, lawan sudah mengaku kalah, lepaskanlah!"

"Begitu mudahkah melepaskan dia? Bagaimana dengan taruhan antara kita?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Itu urusanmu, tadi kau mengumumkan tidak jadi bertaruh dan taruhan ini aku tidak pernah mengakuinya!"

Kata Ciam Giok-beng.

"Mengapa harus kau yang mengakuinya?"

Wong Han-bwee marah. Dengan serius Ciam Giok-beng berkata.

"Aku adalah wasit rapat akbar ini, kalau kau ingin mendapatkan plakat kau harus menuruti apa yang sudah kutetapkan."

Liu Ban-mong dari kerumunan berteriak.

"Nona, masalah ini kelak bisa dibereskan, sekarang yang terpenting kita harus mendapatkan plakat dunia persilatan dulu."

Mendengar Liu Ban-mong memanggil Wong Han-bwee dengan panggilan nona, semua orang merasa terkejut, Liu Ta- su menepuk-nepuk Lim Hud-kiam.

"Dugaanmu ternyata benar."

"Apakah kau mengenal Nona Wong?"

Tanya Ciam Giok-beng kepada Liu Ban-mong.

"Tidak ada hubungan dengan pertarungan ini maka aku tidak perlu menjawabnya,"

Jawab Liu Ban-mong.

"Memang tidak perlu dijawab, aku hanya bertanya saja,"

Kata Ciam Giok-beng. Tiba-tiba Wong Han-bwee berkata.

"Aku boleh menjawabnya, Liu Ban-mong adalah kasir di keluargaku, Heuw Liu-koan adalah mandor yang mengurus pegawaiku, Wong Jin-jiu bukan kakekku, dia adalah suami dari inang pengasuh ibuku, dan Ma Kiu-nio adalah istrinya, Ma Kiu-nio adalah inang pengasuh ibuku, ilmu pedang ke empat orang ini sudah kalian lihat, dengan barisan seperti ini apakah aku berhak mendapatkan plakat?"

Semua sangat terkejut, hanya Lim Hud-kiam yang tertawa kecut. Ciam Giok-beng pun terkejut, tapi dengan cepat dia menutupinya.

"Keluarga Nona Wong memang makmur, tapi ingin mendapatkan plakat itu harus menembus satu halangan lagi."

"Aku tahu, masih ada satu lawan lagi, dia adalah Lim Hud- kiam."

"Nona, masih ada pelayanmu ini."

Jawab Heuw Liu-koan.

"Apakah kau ingin berebut denganku?"

"Pelayan tidak berani berebut dengan Nona, tapi menurut peraturan pelayan bisa mengajak Lim Hud-kiam bertarung, kalau aku bisa mengalahkan dia, bukankah Nona akan menghemat waktu dan tenaga?"

Kata Heuw Liu-koan. Wong Han-bwee tertawa, katanya.

"Tapi plakat sudah ada di tangan pun percuma, tadi aku sudah berjanji kepada pembunuh tua itu, bila dia mundur dan turun dari panggung aku akan memberikan plakat itu kepadanya, dia boleh tidak menepati janji, tapi aku tidak akan seperti itu."

Ciu Giok-hu tertawa terbahak-bahak.

"Tidak perlu, aku hanya membantu Tiang-heng memungut kembali nyawanya, dia tidak akan berani mendapatkan plakat itu!"

Liu Ban-mong tertawa dingin.

"Ciu Giok-hu, kau benar- benar orang yang paling tidak tahu malu, apakah benar kau hanya menolong Tiang Leng-cu?"

"Aku bersungguh-sungguh, dengan kesuksesan Nona Wong kami tidak berani mengajukan permintaan seperti itu."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tidak perlu menggunakan kata-kata itu untuk menyindir kami, dengan ilmu pedang nona yang dahsyat sudah tentu plakatnya akan terjatuh ke tangan kami, tapi bila nona mengatakan akan memberikannya kepada kalian, pasti dia akan memberikannya kepada kalian."

Wong Jin-jiu melotot.

"Mengapa harus memberikan kepada mereka?"

"Jangan cemas, kata-kataku belum selesai, plakat dunia persilatan diperoleh di depan para pendekar, walaupun diberikan kepada mereka, posisi pemimpin dunia persilatan tetap didapatkan oleh nona, tidak akan berubah oleh apa pun."

"Kentut, kentut, kalau begitu bukankah kita sibuk tapi tidak ada hasilnya?"

Kata Wong Jin-jiu. Wong Han-bwee tertawa.

"Kakek, kata-kata tuan kasir pasti ada alasannya, biar dia mengatakannya."

Liu Ban-mong tertawa, katanya.

"Apa yang dikatakan Nona tidak bisa ditarik kembali, karena Tiang Leng-cu turun dari panggung dalam keadaan hidup, maka plakat dunia persilatan harus diserahkan kepada mereka."

"Kalau begitu, terima kasih,"

Kata Ciu Giok-hu.

"Jangan sungkan, kalian pantas mendapatkannya, ilmu pedang kalian tidak tinggi tapi cara licik kalian benar-benar berhasil, biar kalian yang memenangkannya."

"Kami tidak berani menggunakan cara ini mendapatkan plakat dunia persilatan, untuk kami ini bukan hal mulia, tapi kalau bisa bersama-sama dengan Nona membelah plakat itu dan mendapatkan sebagian rahasia di dalamnya, itu sudah cukup,"

Kata Ciu Giok-hu. Liu Ban-mong tertawa, berkata.

"Kalau kalian sudah mendapatkan rahasia itu apa yang akan kalian lakukan?"

"Aku akan berjaga-jaga bila kalian akan membunuh-ku untuk tutup mulut, kemudian aku akan mengambil semua rahasia di dalamnya, tapi kau jangan lupa, hak plakat adalah milik kami, kapan akan kami lihat, kami berhak menentukannya, kecuali kalau kalian ingin berbuat licik dan tidak mau menyerahkannya kepada kami, aku tidak bisa berbuat apa-apa, kalau tidak aku mempunyai cara sempurna dan dijamin kalian tidak akan mendapatkan apa pun."

Wong Han-bwee tertawa pada Liu Ban-mong berkata.

"Lo Liu, apakah kau mendengarnya?"

"Aku sudah mendengarnya, Ciu Giok-hu adalah orang yang banyak akal busuk, barang sudah ada di tanganya kita tidak berhak mendapatkannya,"

Kata Liu Ban-mong tertawa.

"Kalau begitu, menurutmu harus bagaimana sekarang?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Tidak ada ide, siapa suruh Nona begitu besar mulut, sekarang ingin mengubahnya sudah tidak bisa lagi,"

Kata Liu Ban-mong. Wong Jin-jiu marah.

"Buta busuk, dari tadi kau terus bicara tetap tidak menemukan cara, kalau tahu dari tadi seharusnya kau tutup mulutmu yang bau itu!"

"Kakek, sudahlah aku yang bersalah,"

Kata Wong Han- bwee.

"Masalahnya terjadi dari Nona, kalau Nona...."

Kata Liu Ban- mong. Tanpa menunggu perkataannya selesai Wong Han-bwee sudah berkata.

"Tidak, kata-kata yang sudah keluar dari mulutku satu kata pun tidak akan berubah, rahasia yang ada di plakat dunia persilatan tidak banyak berhubungan denganku, apalagi hanya separuh yang ada di dalam plakat, kau boleh menelan separuhnya lagi!"

"Sulit, 5 perguruan banyak orang mulut pun akan banyak juga, dari pada hanya menguasai separuh lebih baik menguasai yang sudah ada di tangan,"

Kata Liu Ban-mong. Wong Han-bwee berteriak.

"Kau punya rencana apa?"

"Nona dari tadi mengatakan apa yang sudah terucap dari mulutmu tidak akan ditarik kembali, itu sangat mudah diatur, bukankah Nona sudah mengatakan dalam 3 jurus kalau kepala Tiang Leng-cu tidak jatuh Nona akan memberikan plakat dunia persilatan kepada mereka? Tapi satu jurus pun Nona belum keluarkan, kapan dia menerima 3 jurus, dan kapan plakat akan diberikan kepadanya?"

"Setan buta, kau benar-benar membikin orang panik!"

Kata Wong Han-bwee tertawa. Dengan cemas Ciu Giok-hu berkata.

"Kalian pernah mengatakan bila Tiang-heng turun, akan...."

Liu Ban-mong tertawa, katanya.

"Benar, nona pernah mengatakan seperti itu, tapi kau jangan lupa, kata-kata nona tadi tidak akan berubah, walaupun hanya satu kata, nona mengatakan dalam 3 jurus tetap 3 jurus, kecuali Tiang Leng- cu dalam 3 jurus bisa menang dari nona, itu tidak apa-apa, tapi kalau dia sendiri bisa mendapatkan plakat itu, tidak memerlukan kau di sini terus memainkan lidahmu, Ciu Giok- hu, kau ingin di depanku memainkan rencanamu, aku nasihati, kau masih jauh, lebih baik kau diam."

Ciu Giok-hu duduk kembali, dari wajahnya tampak sikapnya yang galak serta licik. Wong Han-bwee tertawa dan berkata.

"Liu-koan, sudah waktunya kau bertarung dengan Lim Hud-kiam, hati-hati jangan mempertaruhkan nyawa, kalau kalah masih ada aku, bila kau sampai mati yang rugi adalah kau sendiri!"

Heuw Liu-koan berkata.

"Tenanglah, Nona, pedang Lim Hud-kiam adalah pedang tumpul, dan pedang tumpul tidak akan bisa membunuh, maka pelayanmu ini tidak akan berada dalam bahaya."

Dia meloncat naik ke panggung, Liu Ta-su berteriak.

"Kalian satu kelompok, apakah tidak malu melakukannya pertarungan dengan cara bergiliran?"

Pleuw Liu-koan tersenyum.

"Ini adalah aturan rapat akbar kali ini, bukan aku yang membuatnya, wasit yang menentukan, jangan salahkan aku!"

Ciam Giok-beng merasa malu, dengan penuh penyesalan dia berkata kepada Lim Hud-kiam.

"Lim-heng, sebelumnya aku tidak tahu tentang ini, kalau tidak aku tidak akan mengaturnya seperti ini."

Lim Hud-kiam tertawa santai, katanya.

"Tidak apa-apa, Heuw Liu-koan hanya intin tahu jurus-jurus pedangku, supaya tuannya lebih menguasai dan mengetahui ilmuku."

"Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku harap Lim-heng berhati-hati, asal kau bisa memenangkan pertarungan ini aku bisa mengundurkan waktu setengah jam untuk pertarungan finalnya, supaya Lim-heng punya waktu untuk beristirahat dan memulihkan stamina."

"Wasit apa itu? Mana boleh pilih kasih? Kalau nona tidak mengumumkan hubungan kami, apakah kau akan tahu?"

Heuw Liu-koan berteriak. Dengan serius Ciam Giok-beng berkata.

"Bila Nona Wong tidak memberitahu aku tetap akan mengambil keputusan demikian, perebutan posisi Raja Pedang bukan masalah sepele, fisik dan pikiran harus seimbang, itu baru akan terlihat adil, pilih kasih yang Tuan ucapkan tadi sepertinya tidak sesuai."

Wong Han-bwee berteriak dari bawah panggung.

"Liu-koan, jangan cerewet! Kau sudah berada di atas panggung, kau harus menghormati wasit, apakah kau takut aku akan kalah?"

Kesombongan Wong Han-bwee benar-benar kelewatan, hal ini membuat Ciam Giok-beng mengerutkan alis, Kie Pi-sia yang berada di pinggir berkata kepada Goan Hiong.

"Walaupun aku sangat membenci Lim Hud-kiam, tapi kali ini aku berharap dia bisa menang, kalau posisi Raja Pedang jatuh ke tangan gadis itu, dunia persilatan bisa kacau!"

Kata Goan Hiong.

"Suci, kebencianmu pada Lim Hud-kiam benar-benar tidak beralasan."

"Apa katamu? Tidak beralasan? Dia terus merecoki kita, dia juga merampok barang bawaan kita, lalu memaksa perusahaan perjalanan kita tutup, bukankah itu menghina kita?"

"Dulu aku pun berpikiran seperti itu, merasa kalau dia terlalu mencampuri urusan kita, tapi sekarang aku berubah pikiran, melihat ilmu pedangnya, kalau dia benar-benar ingin merecoki kita guru pun tidak akan sanggup melawannya, apalagi kita, dia hanya satu kali mencuri barang-bawan Kie Susiok, setelah itu dia tidak pernah lagi mencari gara-gara, sebaliknya kali ini dia telah membantu kita, berarti kita sudah salah paham kepadanya,"

Kata Goan Hiong.

"Mana mungkin kita salah paham kepadanya?"

Kata Kie Pi- sia.

"Pertarungan kali ini memperebutkan plakat dunia persilatan, di dalamnya penuh dengan lika-liku, aku lihat dia banyak mengetahui tentang plakat ini, maka dia memperingati kita, harus menutup perusahaan perjalanan karena dia takut kita akan terlibat ke dalam keributan ini, coba kau berpikir dengan jernih, kecuali sekelompok orang ini setiap kelompok lainnya adalah orang misterius dan jahat!"

Kata Goan Hiong.

"Kalau tidak membuka perusahaan perjalanan, apakah kita tidak akan terkena masalah ini?"

Tanya Kie Pi-sia.

"Perjalanan dari Bu-tong ke Tai-san sebenarnya tidak perlu memutar dulu ke Kim-Ieng, tapi Bu-tong sengaja melewati Kim-leng, rupanya ini di sengaja Butong-pai untuk melibatkan kita dalam masalah ini,"

Kata Goan Hiong. Kie Pi-sia tidak terima dia berkata.

"Guru lebih pintar dari kita, kalau bukan karena ingin menegakan keadilan dia tidak akan mau menerima-nya!"

Goan Hiong menarik nafas.

"Aku percaya guru pun mulai tahu, tujuan mereka sepertinya sengaja apakah kau tidak melihat alis guru terus berkerut? Hanya saja dia tidak ingin terlalu banyak mengurusi masalah orang lain."

Kie Pi-sia melihat ke atas panggung, Ciam Giok-beng sedang berbincang-bincang dengan Lim Hud-kiam dan Heuw Liu-koan kelihatannya pertarungan akan segera dimulai.

Tadinya Heuw Liu-koan sangat sombong, setelah dimarahi Wong Han-bwee, kesombongannya jadi berkurang, setelah simbal berbunyi dia segera mengeluarkan jurus-jurusnya.

Lim Hud-kiam sangat berhati-hati, walaupun serangan Heuw Liu-koan seperti bercanda tapi dia tetap berhati-hati menghadapinya dan berusaha menjauhi pedang musuh, maka setelah beberapa jurus berlalu masih seperti itu itu juga keadaannya.

Kie Pi-sia bertanya lagi.

"Apa yang mereka lakukan?"

Kali ini yang menjawab adalah Ho Gwat-ji yang duduk di sisinya, Ho Gwat-ji sangat berpengalaman di dunia persilatan, dengan suara pelan dan kecil dia berkata.

"Apakah kau tidak melihat kalau ilmu pedang marga Heuw itu tidak begitu lihai, tapi tenaga tangannya sangat besar, dia ingin menggunakan cara asal-asalan untuk memancing lawan mengeluarkan jurus- jurusnya, lalu dia secara tiba-tiba akan menambah tenaganya, menggetarkan senjata Lim Hud-kiam hingga terlepas, tapi Lim Hud-kiam sangat pintar, dia sudah tahu maksud lawannya, maka dia selalu menghindar."

"Tapi menghindar terus bukan cara yang baik, akhirnya malah akan terluka juga,"

Kata Kie Pi-sia.

"Tidak perlu khawatir, Lim Hud-kiam sangat pintar, dia akan mempunyai cara tersendiri,"

Kata Ho Gwat-ji.

Karena Lim Hud-kiam selalu tidak membalas menyerang Heuw Liu-koan mulai tidak sabar, serangannya jadi semakin keras, Lim Hud-kiam sudah tidak bisa main-main lagi.

Pertarungan semakin seru, dua senjata dari kedua belah pihak mulai sering beradu, setelah diberitahu oleh Ho Gwat-ji, Kie Pi-sia mulai bisa melihat lebih teliti, sekarang dia bisa melihat kelincahan Lim Hud-kiam menghadapi berbagai masalah, setiap kali senjata beradu, begitu bentrok langsung ditarik, dia membuat senjatanya beradu dengan lawan bukan hanya bertahan tapi juga meminjam kekuatan pedang lawan untuk menyelesaikan jurusnya.

Geraknya harus mempunyai teknik pedang yang tinggi baru bisa melakukannya dan Lim Hud-kiam bisa melakukannya, dua pedang saling beradu, dia menarik tenaga lawan dan dalam waktu bersamaan saat tenaga lawan belum dikeluarkan dia sudah menyerang, membuat Heuw Liu-koan kalang kabut menghadapinya, Heuw Liu-koan yang tenaganya besar bertemu dengan lawan yang begitu licin, tenaganya pun tidak bisa dikeluarkan sepenuhnya.

Dalam ilmu pedang yang terpenting adalah perubahan maka pesilat pedang begitu menyerang pasti hanya menggunakan tenaga sebanyak 30% dan dia pasti akan menunggu jurus lain untuk mengalahkan musuh.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di sinilah ruginya Heuw Liu-koan, dia ingin dua pedang beradu dan saat pedang bentrok baru mengeluarkan tenaga untuk meraih kemenangan, kalau baru mulai sudah mengeluarkan semua tenaga, dia akan dikuasai lawannya, menghadapi pesilat kuat seperti Lim Hud-kiam, dalam satu jurus tidak akan mungkin bisa mendapatkan kemenangan.

Dan teknik pedang yang digunakan Lim Hud-kiam selalu menghancurkan niatnya untuk menang.

Karena itu sikapnya tidak sesantai tadi, dahinya mulai berkeringat karena cemas bukan karena kelelahan, melihat bentuk tubuhnya dia termasuk jenis orang yang tahan banting.

Ribuan atau puluhan ribu jurus tidak akan dianggapnya tapi kalau lama-lama tidak ada hasilnya dia menjadi cemas.

Tapi jurusnya tetap mantap, ini membuktikan kalau dia memang mempunyai ilmu silat yang dalam.

Kira-kira setelah 50 jurus tiba-tiba dia mendapatkan kesempatan dia membuat pedang Lim Hud-kiam menempel di pedangnya, sewaktu saling bertahan, Lim Hud-kiam ingin menarik kembali pedangnya, dari belakang mendorong ke depan, tapi tetap tidak ada gunanya, pedang Heuw Liu-koan seperti ada magnet, membuat kedua pedang itu saling menempel dan tidak bisa dilepaskan.

Lim Hud-kiam terlihat sangat tenang, dia tidak berani berhenti, pedangnya terus berputar dia ingin meng-ganti posisi supaya tarik menarik di antara kedua pedang bisa terlepas.

Heuw Liu-koan tetap dengan tenang menguasai situasi yang menguntungkannya, sekarang mereka seperti kelinci terus berputar-putar, akhirnya Lim Hud-kiam berhenti terlebih dulu, sikap tenangnya seperti biasanya dia sedang memikirkan cara berikutnya menghadapi Heuw Liu-koan.

Sedang Heuw Liu-koan sudah tidak tahan, dia tertawa terbahak-bahak.

"Bocah, kali ini kau tidak akan bisa lari lagi, cepat lepaskan pedangmu dan mengaku kalah!"

"Kiri dan kanan pasti kalah, mengapa tidak bertahan sebentar lagi? Mungkin keadaan akan berubah, sekarang kau ingin menang dariku pun tidak akan mudah,"

Kata Lim Hud- kiam.

"Kalau kau mengaku kalah dariku mungkin aku akan memberimu kesempatan hidup, bila aku marah nyawamu tidak akan bisa kau ambil lagi."

"Mana mungkin bisa seperti itu! Setelah kau menggetarkan senjataku, wasit akan memukul simbal bila kau masih ingin membunuhku, kau akan melanggar peraturan."

Heuw Liu-koan marah.

"Kentut, kalau aku ingin membunuhmu, tindakan Pak Tua Ciam tidak akan bisa menandingi kecepatanku, bunyi simbal yang dipukul oleh Pak Tua Ciam bersamaan dengan putusnya kepalamu dan menggelinding ke bawah!"

Lim Hud-kiam hanya tertawa dan tidak melayani dia, Heuw Liu-koan mulai mengerahkan tenaga tangannya, dia membentak seperti teriakan naga, kemudian pedang dilempar ke atas, tangan dibalikan untuk menyambut dan menepis ke arah Lim Hud-kiam.

Ciam Giok-beng selalu memperhatikan gerakan Heuw Liu- koan, begitu melihat pedang Lim Hud-kiam terbang ke atas, dia segera akan memukul simbal tapi jurus Heuw Liu-koan baru dikeluarkan 10%, semua berteriak, yang roboh di panggung adalah Heuw Liu-koan.

Lim Hud-kiam meloncat dengan mudahnya dia menyambut pedang yang sedang turun dari atas.

Perubahan ini di luar dugaan semua orang, Heuw Liu-koan jatuh terbaring di atas panggung dan tidak bergerak lagi, apakah dia sudah mati atau masih hidup? Wong Han-bwee meloncat ke atas panggung dia berniat menyerang Lim Hud-kiam.

Lim Hud-kiam mundur selangkah.

"Nona Wong, pertarungan di atas panggung harus menuruti aturan!"

"Dulu kau dengan cara lain melukai orang, Heuw Liu-koan adalah pelayanku aku berhak menanyakannya!"

Ciam Giok-beng dengan serius berkata.

"Nona Wong, melanggar atau tidak aku sebagai wasit lebih tahu, bila keputusanku tidak adil, kau baru boleh protes!"

Liu Ban-mong yang berada di bawah panggung berkata.

"Nona, kita dengar apa yang akan dia putuskan!"

Dengan wajah seram Wong Han-bwee turun dari panggung. Ciam Giok-beng berpikir sebentar dan berkata.

"Tuan Lim, pada ronde ini Anda yang kalah!"

"Kalah pun tidak bisa dengan cara lain dia melukai orang, pelayanku tidak boleh mati dengan sia-sia, aku harus meminta dia mengganti dengan nyawanya!"

"Dari tadi aku sudah mengumumkan kalau rapat akbar kali ini hanya boleh memperlihatkan ilmu tidak boleh membunuh, tapi pelayanmu menggetarkan pedang lawan sebenarnya dia bisa dibilang menang, tapi dia masih berniat ingin membunuh, yang pasti Tuan Lim harus membela diri."

Wong Han-bwee masih ingin membela, Liu Ban-mong berkata.

"Nona, keputusannya sangat adil, Liu-koan terlalu kejam, jangan salahkan orang lain."

"Kalau begitu berarti Liu-koan mati dengan sia-sia?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Liu-koan hanya ditotok, dia tidak mati, Lim Hud-kiam sudah kalah berarti Nona adalah pemilik plakat dunia persilatan dan menjadi pemimpin dunia persilatan, Nona harus adil, jangan mempermasalahkan hal-hal kecil!"

Wong Han-bwee berusaha menahan emosinya, dia menjulurkan tangannya kepada Ciam Giok-beng.

"Mana plakatnya? Plakat itu milikku!"

Ciam Giok-beng dengan terpaksa menyerahkan plakat dunia persilatan itu, tiba-tiba Lim Hud-kiam berkata.

"Nanti dulu, wasit mengambil keputusan kurang adil, pedang masih ada di tanganku, mengapa aku yang kalah?"

"Tapi pedang sudah terlepas dari tanganmu,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Wasit hanya melihat pedangku, mengapa tidak melihat pedang lawanku? Pedang kami bersama-sama lepas dari tangan kami,"

Kata Lim Hud-kiam. Ciam Giok-beng terpaku, dia melihat ke arah Heuw Liu-koan terlihat tangan yang memegang pedang tertindih di bawah tubuhnya. Tapi pegangan pedang masih berada dalam genggamannya, dia berkata.

"Pedang lawan masih tergenggam, kapan dia pernah melepaskannya?"

"Apakah yang dipegangnya pedang?"

Wong Han-bwee sedikit terkejut dia mengait Heuw Liu-koan dengan kakinya lalu membalikkan tubuhnya, terlihat yang digenggam oleh Heuw Liu-koan hanya pegangannya saja sedangkan pedangnya sudah tidak ada. Lim Hud-kiam tertawa, katanya.

"Tenaga yang digunakan Heuw Liu-koan adalah tenaga Yang maka pedangku tergetar lepas, sedang tenaga yang aku pergunakan adalah tenaga Im, dan aku menggetarkan pedangnya sampai patah, kami berdua pada waktu bersamaan melepaskan pedang, seharusnya meng-ganti senjata dan bertarung kembali tapi dia tidak mau menuruti aturan, diam-diam dia menyerangku, terpaksa aku membalasnya, kalau dia bisa menjatuhkan aku hingga kalah aku bisa menerimanya."

Wong Han-bwee terpaku, entah apa yang harus dia katakan, Liu Ban-mong yang ada di bawah panggung berkata.

"Lim Hud-kiam, kau jangan mengacau, pedang Heuw Liu-koan terbuat dari baja asli, mana mungkin bisa patah? Kalau benar patah mana patahan pedangnya?"

"Namamu adalah Liu Ban-mong (Marga Liu yang setengah buta), aku kira itu kurang cocok, kau harus mengganti namanu menjadi Liu Koan-mong (Marga Liu yang buta total), patahan pedang menancap di tiang lampu yang ada di sebelah kanan, apakah kau tidak melihatnya?"

Semua orang melihat ke arah yang ditunjuk Lim Hud-kiam, tampak patahan pedang menancap di tiang lampu, karena posisi menancapnya dari bawah miring ke atas, apalagi tertutup oleh bayangan maka tidak ada seorang pun yang memperhatikannya! Liu Ban-mong meloncat naik ke tiang lampu dan mencabut patahan pedang itu, dia melihatnya dengan teliti dan dia pun mencium-cium pedang itu, kemudian berteriak kepada Wong Han-bwee.

"Nona, di atas pedang tidak ada yang aneh, memang pedangnya patah karena digetarkan oleh tenaga dalam yang lembut!"

"Mengapa aku tidak mendengar suaranya?"

Tanya Wong Han-bwee. Lim Hud-kiam tertawa, berkata.

"Aku menggunakan tenaga lembut, mana mungkin bersuara? Tapi aku tidak menyalahkan kalian karena mata dan telinga kalian tidak berguna, Heuw Liu-koan sendiri pun tidak merasakannya, lihat dia masih memegang pegangan pedangnya, dia tidak tahu kalau pedangnya sudah patah, maka dia menepisku, kalau tidak mana mungkin dengan satu jari aku bisa menaklukkan dia?"

Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Lim Hud-kiam, kau memang lihai, tapi jangan sombong, kalau Heuw Liu-koan kalah masih ada aku, Lo Liu, turunkan Liu-koan dari panggung!"

"Apakah kalian tidak bisa membuka totokannya? Kalau tidak bisa jangan sembarangan melakukannya,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Jangan bergurau, kau anggap kami ini apa?"

Seru Wong Han-bwee. Tapi Liu Ban-mong yang meraba Heuw Liu-koan dan dengan gugup berkata.

"Nona, cara orang ini menotok sangat aneh, aku tidak bisa membuka totokannya."

"Bodoh, masa masalah kecil seperti ini saja kau tidak sanggup membereskannya? Biar aku sendiri yang membereskannya!"

Kata Wong Han-bwee. Wong Han-bwee terus menekan. Sambil tertawa Lim Hud-kiam berkata.

"Ilmu silat ada bermacam ragam, bukan hanya dengan memaksa bisa dilakukan, biar aku membantu kalian."

"Baiklah, aku ingin lihat apakah kau sanggup!"

Kata Wong Han-bwee. Lim Hud-kiam meraba lalu berkata.

"Apa maksudmu? Mengapa menotok nadi kematiannya?"

Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Dia tidak bisa mengalahkanmu, berarti dia sudah memutuskan jalan pilihannya yaitu mati, aku lebih memilih untuk membunuhnya dari pada meminta belas kasihan kepadamu!"

Dengan sekuat tenaga Lim Hud-kiam menendang Heuw Liu- koan hingga dia terjatuh ke bawah panggung. Liu Ban-mong marah.

"Orang sudah mati, kau masih tidak berperasaan menendangnya!"

Setelah Heuw Liu-koan jatuh terguling ke bawah, dia muntah darah dan duduk kembali. Lim Hud-kiam berkata.

"Nona Wong, bila kau ingin menghukum anak buahmu, aku tidak akan ikut campur, tapi jangan menyambung dari totokanku, totokan matimu masih belum sempurna, maka aku masih bisa membukanya, bila kau ingin membunuhnya, sekarang dia sudah sadar dan kau bisa membunuhnya."

Wajah Wong Han-bwee menjadi sangat pucat karena menahan marah, Heuw Liu-koan berusaha berdiri dan berkata.

"Lim Hud-kiam, kau tidak perlu mengadu domba, kami sangat setia kepada nona, tidak akan berubah karena kata-katamu, tadi aku tidak berhati-hati terkena tipuanmu, membuat nama nona tercemar, seharusnya aku mati untuk berterima kasih kepada nona, walaupun kau sudah menolongku aku tidak akan mengucapkan terima kasih kepadamu."

Dia mengeluarkan jarinya dan menusuk ke arah jantungnya, saat dia akan bunuh diri, Wong Han-bwee berteriak.

"Liu-koan, kau berani tidak menurut kepadaku?"

Dengan ketakutan Heuw Liu-koan berkata.

"Aku tidak berani, nadiku ditotok tapi mata dan telingaku masih bisa melihat dan mendengar, maka apa yang terjadi tadi aku sudah tahu semua."

"Yang kau tahu hanya kentut!"

Jawab Wong Han-bwee. Heuw Liu-koan tertawa kecut.

"Nona, sifatku memang kasar, hal lain mungkin aku kurang paham, tapi untuk kesetiaan aku bisa bersumpah kepada Tuhan bila Nona ingin aku mati, aku akan segera bunuh diri!"

Liu Ban-mong menendangnya.

"Kau adalah orang paling bodoh di dunia ini, bila nona ingin kau mati, apakah Lim Hud- kiam bisa membuka totokan nona?"

Wong Jin-jiu datang dan berkata.

"Liu-koan, kau benar- benar bodoh, kau adalah pelayan Raja Pedang, kalau mau mati harus mati karena pedang, nona tidak akan membunuhmu dengan totokan."

"Kalau begitu apa maksud nona tadi?"

Tanya Heuw Liu-koan sambil mengelus-elus kepalanya. Kata Liu Ban-mong.

"karena kami tidak bisa menotok maka nona sengaja dengan perlahan menusukmu, maksudnya ingin mencoba apakah Lim Hud-kiam bisa membuka totokannya? Kau malah menganggap semua ini benar."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Heuw Liu-koan berlutut.

"Nona, anak buahmu bodoh, harap Nona sudi memaafkan aku!"

Wong Han-bwee tertawa.

"Bangunlah, kali ini kami semua kalah ilmu menotok dari Lim Hud-kiam, aku tidak bisa membuka totokannya, tapi dia bisa membuka totokanku, berarti kita kalah, kita harus lebih giat belajar."

Liu Ban-mong tertawa, katanya.

"Nona, jangan terlalu merendah, Lim Hud-kiam membuka totokan Liu-koan dengan cara membuka totokan kematian, berarti dia tidak lebih pntar dari Nona, mengenai ilmu menotok, masing-masing mempunyai guru yang mengajarkannya."

"Benar, Nona benar-benar bisa menotok nadi kematian bila dia bisa membukanya, kita mengaku kalau dia memang lebih hebat dari kita,"

Kata Ma Kiu-nio. Wong Han-bwee berkata.

"Jangan bicara lagi, menotok nadi hanya masalah kecil, kita tidak perlu meributkannya, asal ilmu pedang kita tidak kalah dari orang lain, itu sudah cukup."

"Benar, bila pedang sudah ada di tangan, ilmu menotok yang sangat tinggi pun tidak akan bisa menghalangi, kita adalah anak buah Raja Pedang, ilmu pedanglah yang harus lebih kita perhatikan."

Lim Hud-kiam tertawa, katanya.

"Kalian mengaku sebagai anak buah Raja Pedang, siapa Raja Pedangnya?"

"Tuan kami!"

Dengan hormat Wong Jin-jiu menjawab.

"Siapa yang memberi julukan itu kepadanya?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Raja Pedang adalah kedudukan paling hormat di dunia ini, tidak perlu ada yang memberi julukan, dari dulu sampai sekarang yang bernama Raja Pedang harus berjuang sendiri untuk mendapatkan gelar ini."

Lim Hud-kiam tertawa dingin.

"Menutup pintu sendirian menjadi raja, saat aku kecil aku juga sering bermain permainan seperti itu, itu tidak bisa menakut-nakuti orang, haru ada yang mengakuinya baru bisa."

"Begitu aku menjadi Bengcu dunia persilatan, siapa yang berani tidak mengakuinya?"

Kata Wong Han-bwee dengan serius. Lim Hud-kiam tertawa, berkata.

"Sekarang kau belum menjadi Bengcu, kalau pun jadi ayahmu hanya menjadi ayah dari Bengcu, kedudukan Raja Pedang tetap tidak bisa diperolehnya!"

Dengan sombong Wong Han-bwee berkata.

"Rapat akbar ini hanyalah rapat kecil, aku datang ke sini pun merasa malu, ayahku adalah orang tersohor mana mungkin beliau akan datang ke sini?"

"Benar, perkataan Nona memang benar, pada rapat kecil ini tuan kami tidak akan datang, begitu rapat akbar bubar, bila kau beruntung kau tidak akan mati karena pedang nona, kau bisa mengganti ilmu silatmu menjadi ilmu sastra, kalau menang dan tuanku senang beliau akan menemuimu, waktu itu kau akan tahu siapa yang disebut Raja Pedang mulia!"

"Bila aku bisa mengalahkan nona kalian, bagaimana?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Itu tidak mungkin,"

Jawab Wong Jin-jiu.

"Jangan terlalu yakin, aku merasa dia bisa menang!"

Kata Wong Han-bwee.

"Kalau kau bisa menang dari nona, paling-paling tuan hanya mau menemuimu satu kali,"

Kata Wong Jin-jiu.

"Kecuali bertemu denganmu, hari ini yang masuk babak semifinal pun akan tuan temui, beliau juga akan mempekerjakan kalian."

Lim Hud-kiam tertawa terbahak-bahak, katanya.

"Kau kira rapat akbar ini untuk ujian masuk supaya bisa kerja di rumah kalian!"

"Seperti itulah, dulu tuan tidak peduli pada rapat akbar ini, karena selalu 5 perguruan yang ribut seperti sedang bermain, karena kali ini peserta yang ikut diperluas maka tuanku tertarik dan menyuruh kami datang kemari untuk mencoba, sekalian memilih orang berbakat untuk masuk perguruan kami dan dipekerjakan di sana."

"Pikiran kalian terlalu rendah, kalian harus tanya dulu apakah kami setuju atau tidak!"

Kata Lim Hud-kiam.

"Waktu itu kalian pasti akan setuju!"

Kata Wong Han-bwee.

"Lim Hud-kiam, tuan kami berniat baik juga sangat perhatian kepada orang-orang berbakat, beliau ingin memperluas ilmu pedang maka menyuruh nona keluar, setelah mendapatkan plakat dunia persilatan, dengan posisi sebagai pemimpin dunia persilatan beliau akan menyatukan kalian dalam perguruannya supaya tidak terjadi banyak pembunuhan, kalau kau mengerti kau harus lepas tangan dan keluar dari pertarungan untuk merebut posisi pemimpin dunia persilatan."

Lim Hud-kiam tertawa terbahak-bahak.

"Aku belum pernah mendengar lelucon begitu menggelikan!"

"Jangan banyak bicara, kita mulai bertarung, kalau kau tidak bisa menang dariku, biarlah, kalau kau bisa menang dariku kau harus lebih berpikir jernih, jangan membawa semua orang melakukan hal bodoh, membawa semua orang ke jalan kematian."

"Apa maksudmu?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Maksudku sangat sederhana, bila plakat itu jatuh ke tanganmu, kau harus benar-benar berpikir kembali, apakah kau bisa membawa semua orang bertarung dengan kami atau membawa semua orang menuruti perintah Raja Pedang."

"Kalian menyebut orang kalian Raja Pedang, kemudian menyuruh semua orang mengakuinya, sepertinya ini terlalu sederhana."

Dengan dingin Wong Han-bwee berkata.

"Aku kira aku tidak perlu menyebut nama ayahku, hanya kami yang terdiri dari beberapa orang ini akan membuat kalian menurut."

Lim Hud-kiam tersenyum.

"Hanya mengandalkan kalian ingin semua pendekar di sini bertekuk lutut kepada kalian, apakah kalian tidak merasa itu terlalu mudah? Walaupun ini perbuatan ayahmu apakah dengan nama Raja Pedang dia bisa melakukannya? Itu hanya lelucon saja!"

Liu Ban-mong yang berada di bawah panggung terus berteriak.

"Nona, kalau sekarang membicarakan masalah ini akan melelahkanmu, gara-gara mulut pak tua Wong terlalu licin, dia sudah mengatakannya padahal waktunya belum tepat, dia tidak perlu menyebut julukan tuan, karena tidak ada bukti dan saksi, maka tidak ada yang percaya, lebih baik membereskan masalah plakat dunia persilatan dulu."

"Benar, bila plakat sudah ada di tangan, Nona bisa mengeluarkan perintah, tidak perlu menjelaskan apa pun lagi, itu akan lebih menghemat waktu,"

Kata Ma Kiu-nio. Wong Han-bwee segera berkata pada Ciam Giok-beng.

"Cepatlah dimulai!"

Ciam Giok-beng tidak menyangka kalau masalah akan bertambah rumit, dia sulit mengambil keputusan. Tiba-tiba Goan Hiong mendekat.

"Guru, sekarang mundurlah, biar mereka mencari wasit lain!"

Kata-kata ini baru terucap, Ciam Giok-beng merasa terkejut dia merasa Goan Hiong telah mengambil keputusan sendiri tanpa merundingkannya terlebih dulu, ini benar-benar keterlaluan.

"Binatang, siapa dirimu berani-berani seperti itu!"

Bentak Goan Jit-hong marah. Kie Tiang-lim yang lebih berpengalaman, lebih mengerti maksud Goan Hiong, dia berkata.

"Goan Toako, keponakan Hiong benar, Ciam Suheng sudah tidak bisa menjadi wasit rapat akbar ini, sebelum pertarungan dimulai lebih baik mengundurkan diri dulu."

Kie Pi-sia berjalan menghampiri Ciam Giok-beng dan berbisik sebentar, Ciam Giok-beng menarik nafas panjang dan berkata.

"Aku juga terpikir hal ini, tapi kalau aku mundur sekarang sepertinya tidak enak."

"Tapi pertarungan antara Lim Hud-kiam dan Heuw Liu- koan. Guru sudah memberikan hukuman, untuk apa Guru terus bertahan menjadi wasit tapi ditertawakan karena salah?"

Sejak kecil Kie Pi-sia telah belajar ilmu silat kepada Ciam Giok-beng maka saat bicara dengan gurunya dia lebih tidak sungkan, alasannya membuat Ciam Giok-beng malu, tapi Ciam Giok-beng merasa tidak disudutkan, dengan sifat Kie Pi-sia yang sombong di depan orang mengaku kalau gurunya salah adalah hal yang sangat memalukan, tapi Kie Pi-sia bisa menerimanya maka alasan ini sangat penting.

Ciam Giok-beng mengangguk, dia memberi hormat kepada 5 ketua perguruan.

"Aku kira kata-kata muridku tadi pasti semua sudah mendengarnya, aku merasa malu karena sudah salah mengambil keputusan tadi, maka lebih baik kalau kalian mencari wasit yang lain."

Ketua Bu-tong, Cia Hwie Cin-jin dengan cemas berkata.

"Ketua Ciam, kalau Anda tidak sanggup, yang lain lebih-lebih tidak akan sanggup, aku kira lebih baik dicoba lagi, bagaimana?"

"Apakah Cin-jin ingin membuat kami malu di depan banyak orang baru merasa puas?"

Tanya Kie Pi-sia dengan berang. Cia Hwie Cin-jin terkejut.

"Mengapa Nona Kie berkata demikian?"

Goan Lliong dengan dingin berkata.

"Dari orang-orang yang mewakili 5 perguruan kami melihat kalau kalian sudah lepas tangan untuk merebut plakat itu, apa alasannya kami tidak ingin tahu, tapi kalian memang tidak bermaksud ingin menjaga plakat itu lalu mengapa kalian mencari kami untuk mengantarkannya kemari? Apakah Cin-jin bisa menjelaskan kepada kami?"

"Karena ilmu silat kami tidak setinggi kalian!"

Jawab Cia Hwie setelah lama berpikir.

"Mengapa Cin-jin sampai sekarang masih tidak mau jujur? Apakah Cin-jin tidak merasa malu? Kalau yang bertarung tadi adalah pesilat tertinggi dari 5 perguruan, kalian 5 ketua dari 5 perguruan benar-benar tidak berguna!"

Cia Hwie tidak bisa berkata apa-apa. Kie Pi-sia masih bicara lagi.

"Sikap kalian terhadap rapat akbar ini tidak serius. Kalian memaksa guruku menjadi wasit apakah kalian menganggap Kian-kun-kiam-pai masih baru sehingga bisa kalian permainkan?"

Kata-katanya sangat tajam, membuat orang lain tidak bisa membantah, Cia Hwie menghela nafas panjang.

"Kata-kata Nona Kie tadi membuat kami tidak bisa menjawabnya!"

Kie Pi-sia tertawa dingin.

"Plakat dunia persilatan ada di atas meja, harap Cin-jin menyuruh orang mengambilnya, kami orang-orang yang telah kau bohongi akan mengundurkan diri."

Dia menarik Ciam Giok-beng turun dari panggung, yang lain ikut turun, di panggung hanya tersisa Lim Hud-kiam dan Wong Han-bwee. Ketua 5 perguruan berkumpul untuk berunding, Wong Han- bwee berteriak.

"Hei, apa keputusan kalian!"

"Plakat dunia persilatan ada di atas meja, kami sudah kehilangan hak bertarung, kalian berdua adalah pesilat pedang tangguh, kalah atau menang kalian akan tahu sendiri jadi tidak perlu mencari wasit lagi, siapa yang menang ambillah plakat yang ada di atas meja itu."

Wong Han-bwee marah.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bicara seenaknya, rapat akbar ini kalian yang usulkan, apakah sekarang kalian akan lepas tangan?"

"Harus dengan cara apa kami dikatakan tidak lepas tangan?"

Tanya Cia Hwie.

"Apakah wibawa plakat itu masih ada gunanya?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Plakat itu melambangkan persatuan golongan lurus, orang yang mendapatkan plakat demi keadilan dunia persilatan berhak mengeluarkan perintah, kami akan menurutinya, tapi menurut kata-kata Nona tadi Nona ingin mendapatkan plakat untuk memerintahkan semua orang dan mengakui ayah Nona sebagai Raja Pedang, maaf, karena dulu kami tidak ada kesepakatan saat membuat plakat itu, maka kami tidak bisa menuruti hal ini,"

Jelas Cia Hwie.

"Apakah kata-katamu yang dulu itu hanya kentut?"

Tanya Wong Han-bwee. Dengan santai Cia Hwie menjawab.

"Kami tidak mengetahui kalau ilmu pedang ada rajanya, dan kami juga tidak tertarik mengaku Raja Pedang, ilmu pedang kami lebih rendah. Kata- kataku sampai di sini, sekarang terserah apa yang akan Nona lakukan!"

"Baiklah, kalian ingin bermain licik, begitu plakat sampai di tanganku, kita baru akan membuat perhitungan!"

Kata Wong Han-bwee dengan dingin. Kemudian dia berkata Lim Hud-kiam.

"Apa pendapatmu?"

"Bila plakat dunia persilatan sudah kehilangan artinya, dia hanya menjadi sebuah batu yang tidak bernilai, kalau Nona menginginkannya, silakan ambil saja!"

"Kau tidak ingin merebutnya?"

Tanya Wong Han-bwee terkejut.

"Betul,"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Apakah kau tahu di dalam plakat ada rahasia sebuah rumus ilmu silat?"

"Aku tahu, tapi 5 perguruan begitu mudah melepaskan, berarti rumus rahasia itu ada masalah, maka aku tidak ingin tertipu begitu saja,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Benar juga, sangat masuk akal alasanmu, tapi aku tidak takut, kalau mereka berani menipuku, jangan harap 5 perguruan ada yang hidup."

Wong Han-bwee mengambil dan melihat plakat itu, kemudian dia membelahnya, di dalam plakat benar ada secarik kertas. Dia melihat isi kertas itu satu kali, dari wajahnya terpancar tawa puas dan dia berkata.

"Lim Hud-kiam, kali ini kau pasti merasa menyesal karena mainan yang ada di dalam plakat ini adalah asli."

"Tidak mungkin!"

"Mengapa tidak mungkin?"

"Aku tahu itu tidak mungkin, karena plakat asli tidak ada di tangan 5 perguruan, maka apa yang mereka keluarkan adalah palsu."

"Mengapa kau bisa tahu?"

"Karena aku sudah bertemu dengan orang yang mendapatkan plakat asli."

"Siapakah dia?"

"Maaf, aku tidak bisa memberitahumu!"

"Orang yang mendapatkan plakat itu pasti sudah mendapatkan rumus rahasia ilmu silat itu."

"Tidak juga, karena rumus yang ada di dalam plakat hanya ada separuh, sedangkan separuhnya lagi ada di tangan 5 perguruan, kalau tidak digabung tidak ada orang yang bisa mendapatkan rumus itu."

"Apakah orang itu memberitahumu?"

"Setiap orang sudah tahu."

"Tapi kau adalah orang yang paling awal yang mengetahuinya."

"Kau salah, yang paling awal tahu adalah orang-orang dari 5 perguruan, kedua baru orang yang mendapatkan plakat asli, ketiga adalah aku."

"Tapi kau lebih banyak tahu tentang ini."

"Tidak juga, orang itu memberitahu cuma sebagian, tapi tidak memberitahu isi plakat itu, maka aku hanya tahu kulit luarnya saja."

"Paling sedikit kau tahu plakat itu palsu, itu sudah tahu cukup banyak, tapi aneh kau tahu plakat dunia persilatan itu palsu, mengapa kau masih datang kemari untuk merebutnya? Apakah kau menginginkan separuhnya lagi?"

"Aku tidak bermaksud seperti itu, apalagi tidak mungkin 5 perguruan akan memberitahu kepada siapa pun rahasia itu."

"Belum tentu, bila kau mendapatkan plakat dunia persilatan dengan wibawa plakat itu kau bisa memerintah 5 perguruan menyerahkan separuh rahasia itu."

Lim Hud-kiam tertawa dingin.

"Hari ini para pesilat yang mewakili 5 perguruan hanya pesilat lapis kedua, kelihatannya mereka sama sekali tidak menghormati wibawa plakat ini."

Wong Han-bwee mengangguk.

"Kata-katamu sangat masuk akal, kalau benar plakat ini tidak ada gunanya, untuk apa kau datang mengikuti petarungan ini?"

"Aku sendiri pun tidak tahu, mungkin karena aku ingin tahu, mungkin juga ingin tahu bagaimana sikap 5 perguruan ini."

"Bagaimana sikap 5 perguruan sekarang?"

Lim Hud-kiam berpikir sebentar.

"Aku belum tahu apa yang mereka inginkan, tapi mereka ingin mengambil kesempatan ini untuk melepaskan larangan plakat, hal ini sudah terlihat jelas, apalagi Cia Hwie Cin-jin sudah mengeluarkan kata-kata itu."

"Apakah kau ingin membaca isi surat ini?"

"Tidak, percuma saja."

"Tidak apa kalau hanya membaca, dan kita bisa mendiskusikan apa yang kau ketahui."

"Aku tidak tahu apa-apa, bagaimana bisa mencocokkannya?"

"Kau bisa kembali dan menanyakannya kepada orang itu."

"Orang itu sudah menghancurkan rahasia yang ada di dalam plakat, maka tidak ada seorang pun yang bisa mendapatkan rahasia itu lagi."

"Apakah benar? Sangat disayangkan, kalau tidak aku akan bertanya kepada 5 perguruan apa rahasia mereka dan bisa mencocokkannya dengan orang itu atau memberikan kepadanya juga tidak apa, membiarkan sebuah ilmu sakti tenggelam itu sangat disayangkan."

"Orang itu tidak akan setuju."

"Kau bukan dia, mana mungkin kau bisa mewakili dia menjawabnya!"

"Karena dia pernah mengatakan bila ilmu rahasia itu jatuh ke tangan orang jahat, akan membuat orang-orang sengsara, lebih baik dimusnahkan."

"Dia yang menyimpannya dan masih tidak tenang?"

"Tidak akan ada gunanya, karena dia berlatih ilmu silat dia menjadi tersesat, tangan dan kakinya menjadi kaku, maka dia bertekad menghancurkan rahasia yang ada di dalam plakat."

Wong Han-bwee tertawa senang.

"Ternyata seperti itu, Lo Liu, naiklah sebentar, lihat isi surat ini dan kemukakan pendapatmu."

Liu Ban-mong naik ke panggung membaca isi surat itu lalu berkata.

"Bagaimana pendapat Nona?"

"Aku tanya bagaimana pendapatmu,"

Kata Wong Han-bwee.

"Menurutku, kalau kata-kata yang tertulis di dalam kertas ini adalah benar, berarti Lim Hud-kiam bohong, antara dua hal ini salah satunya bisa dipercaya."

"Menurutmu siapa yang bisa dipercaya?"

Tanya Wong Han- bwee. Liu Ban-mong melambaikan kertas itu.

"Ini bisa kita buktikan segera."

"Aku tahu, tapi aku tidak percaya pada kata-kata orang ini, mungkin mereka menyimpan rencana busuk, kita bisa tertipu oleh mereka,"

Kata Wong Han-bwee.

"Nona terlalu khawatir, aku kira mereka tidak akan berani, karena semua orang ingin mendapatkannya dan tidak ada orang yang ingin membuktikannya sendiri,"

Kata Liu Ban- mong.

"Sebelumnya mereka tidak tahu kalau kita akan kemari, hal penting seperti ini aku kira tidak akan ada orang yang menyuruh orang lain untuk membuktikannya, asal memakai sedikit akal mereka bisa menghabisi orang yang mendapatkan plakat,"

Kata Wong Han-bwee.

"Nona terlalu banyak berpikir, hal ini bukan orang biasa yang bisa berpikir ke arah sana,"

Kata Liu Ban-mong sedikit emosi.

"Kalau begitu, kau tunggu apa lagi?"

"Maksud Nona, menyuruhku membuktikannya?"

"Kalau tidak untuk apa aku menyuruhmu naik kemari? Di panggung ini aku sendiri tidak bisa melihatnya, jadi harus kau yang membuktikannya."

Liu Ban-mong masih ragu Wong Han-bwee mulai tidak senang.

"Lo Liu, tenanglah bila terjadi sesuatu denganmu aku akan membunuh semua orang dari 5 perguruan untuk membalaskan dendammu, aku bukan sengaja menyuruhmu mengantarkan kematian melainkan kau lebih lincah dari orang lain dan lebih berpengalaman, serta lebih cepat bereaksi."

Wajah Liu Ban-mong bersimbah keringat, dia juga terlihat sangat tegang, dengan dingin Wong Han-bwee berkata.

"Kalau kau tidak mau melakukannya, aku akan menggantimu dengan orang lain."

Ma Kiu-nio baru saja mendekat dan bertanya.

"Nona, ada masalah apa? Apakah butuh bantuan ku? Bila butuh bantuanku, kita tidak perlu merepotkan Tuan Liu."

Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Surat yang ditulis oleh 5 perguruan tentang rahasia dunia persilatan ada di panggung ini."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata-kata ini menarik perhatian orang-orang, apalagi kelompok Ciu Giok-hu mereka terlihat lebih tegang.

"Kalau begitu, keluarkanlah untuk diperlihatkan,"

Kata Ma Kiu-nio.

"Tapi aku takut kalau ini hanya jebakan, kalau tempat yang dikatakan oleh 5 perguruan dipasang tombol atau lainnya untuk menghadapi orang yang mendapatkan.."

Kata Wong Han-bwee.

"Mungkin juga sebab sama sekali tidak menyangka akan jatuh ke tangan Nona, biasanya orang yang mendapatkan plakat bertujuan mencari rahasia ini,"

Kata Ma Kiu-nio.

"Benar, mereka tidak mengeluarkan pesilat tangguh mereka untuk bertarung, sepertinya sengaja ingin memberikan plakat itu mungkin mereka ingin menggunakan cara ini,"

Kata Wong Han-bwee.

"Nona tidak perlu menghadapi bahaya ini, kami berempat bisa menggantikan Nona dan membuktikan apakah 5 perguruan berbohong lagi atau tidak,"

Kata Ma Kiu-nio.

"Aku menyuruh Lo Liu tapi dia malah takut mati!"

Kata Wong Han-bwee.

"Nona, bukan aku takut mati, tapi tuan pernah berpesan kecuali Nona kami tidak boleh memegang plakat,"

Kata Liu Ban-mong.

"Aku yang menyuruhmu jadi masalahnya tidak sama,"

Kata Wong Han-bwee.

"Tuan Liu, kalau kau takut mati, biar aku yang melaksanakan tugas ini,"

Kata Ma Kiu-nio.

"Baiklah, aku juga menganggap kau lebih cocok melaksanakan tugas ini,"

Kata Liu Ban-mong. Heuw Liu-koan tidak suka dengan sikap Liu Ban-mong, dia membentak.

"Buta, apakah nyawamu begitu berharga? Apakah Ma Kiu-nio pantas mati?"

Liu Ban-mong menghela nafas panjang.

"Liu-koan, kalian selama beberapa generasi adalah pelayan tuan, maka tuan sangat percaya kepada kalian, tapi aku baru masuk perguruan tuan, sewaktu tadi akan pergi apakah kalian tidak ingat dengan kata-kata tuan?"

"Tentu ingat, kita berempat mengikuti nona untuk merebut plakat dunia persilatan dan kita tidak boleh memegang isi plakat kalau tidak kita akan dibunuh tapi keadaan sekarang sudah tidak sama, karena ada jaminan nona,"

Kata Ma Kiu-nio.

"Walaupun tuan yang memberi perintah aku tetap tidak berani, karena kata-kata tuan tadi seperti mengarah padaku, dia takut aku mempunyai niat lain,"

Kata Liu Ban-mong.

"Apakah benar kau mempunyai niat lain?"

Tanya Wong Han- bwee.

"Kalau aku berniat lain, aku akan mencobanya walaupun bisa membuatku mati tapi sekarang aku lebih memilih disalahkan aku tidak berani melihat rahasia yang ada di dalam plakat,"

Kata Liu Ban-mong. Wong Han-bwee tertawa, katanya.

"Tadi sewaktu aku menyuruhmu melihat isi surat yang ada di dalam plakat, mengapa kau tidak ingat pada larangan itu?"

"Kalau isi surat itu hanya ada satu petunjuk, aku membacanya pun tidak akan menjadi masalah, sekarang setelah tahu tempat rahasianya, maka aku tidak berani memegangnya lagi!"

Kata Liu Ban-mong. Wong Han-bwee tertawa.

"Kau memang pintar, aku hanya menguji kesetiaanmu, bila tadi kau setuju pedangku sudah menunggumu di sini."

"Aku setia kepada Nona, aku tidak bermaksud lain,"

Kata Liu Ban-mong.

"Baiklah, biar Ma Kiu-nio yang pergi, kau temani dia, begitu selesai, biar Ma Kiu-nio yang mengambil buku rahasianya."

Ma Kiu-nio terpaku.

"Apakah buku rahasia itu ada di panggung ini?"

"Di dalam surat memang tertulis seperti itu, aku tidak tahu ini benar atau tidak,"

Jawab Wong Han-bwee.

"Bukankah di dalam plakat itu hanya ada petunjuk bagian bawah saja? Mana mungkin bisa mendapatkan Pit-kip (buku rahasia)?"

Tanya Ma Kiu-nio.

"Ke bawahlah untuk melihat, kau akan mengerti,"

Kata Wong Han-bwee sambil tertawa. Liu Ban-mong membongkar papan panggung bagian tengah, segera muncul tutup besi berbentuk persegi, dia membuka tutup itu, ada pintu masuk ke bawah tanah.

"Kalian berdua turunlah untuk melihat, jangan macam- macam, harus mengikuti petunjuk kertas itu kalau keadaan tidak memungkinkan segera keluar dari sana,"

Pesan Wong Han-bwee. Mereka berdua masuk ke dalam terowongan itu, Tiang Leng-cu yang berada di bawah panggung berteriak.

"Kami mencari setengah bagiannya lagi, tidak disangka Pit-kip itu berada di sini."

"Kukira di sini tidak ada Pit-kip sakti,"

Ciu Giok-hu tertawa dingin.

"Dari mana kau tahu?"

Tanya Wong Han-bwee sambil tertawa.

"Terowongan itu ditunjukkan oleh 5 perguruan, kalau Pit- kip ada di sana mereka sudah lebih dulu mengambilnya, mana mungkin menyisakannya untuk kalian?"

Wong Han-bwee tertawa.

"Kata-katamu benar, sungguh sulit dipercaya, tapi menurut surat yang ada di dalam plakat, tertulis demikian, maka aku harus mencari tahu, begitu ada hasilnya aku baru akan mencari 5 perguruan untuk ditanya, sekarang percayakan saja dulu apa yang tertulis di dalam surat itu."

Semua terlihat tegang, sambil memperhatikan mulut terowongan dan sambil melihat ekspresi 5 perguruan, ketua 5 perguruan terlihat sangat tenang, sampai-sampai Lim Hud- kiam pun mulai merasa aneh.

Tidak lama kemudian Ma Kiu-nio keluar dari terowongan itu, dia membawa sebuah wadah terbuat dari besi, wadah itu terlihat sudah usang dan terkelupas, kelihatannya wadah besi ini sepertinya sudah lama terkubur di dalam tanah.

Melihat kalau di bawah tanah ada barang yang dimaksud, Wong Han-bwee merasa aneh dia bertanya.

"Apakah barang ini palsu atau asli?"

Liu Ban-mong keluar, lalu berkata.

"Tombol-tombol di bawah sangat banyak tapi kalau mengikuti petunjuk dari kertas ini tidak sulit membukanya, akhirnya kami mendapatkan wadah besi ini."

"Apakah di dalam wadah itu berisi Pit-kip sakti?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Aku tidak tahu, sebab kami tidak berani membuka-nya, lebih baik Nona sendiri yang melihatnya, aku sudah memeriksa wadah ini tidak ada masalah,"

Kata Liu Ban-mong.

"Baiklah, aku sendiri yang akan membukanya, pokoknya bila ada masalah kita semua akan kena, ayah pernah mengatakan kalau sampai aku terluka, kalian berempat jangan harap bisa hidup."

Dengan cemas Ma Kiu-nio berkata.

"Biar aku yang membukanya, bila ada masalah, yang terluka hanya aku sendiri, Nona tidak akan terkena bahaya."

Wong Han-bwee tertawa.

"Baiklah, bukan karena aku ingin mencelakakan kalian, kalau terjadi sesuatu padaku aku juga tidak akan mencelakakan kalian, bila ayah sudah berkata seperti itu dia akan melakukannya, bila terjadi sesuatu padamu paling sedikit suamimu tidak akan dibunuh."

Ma Kiu-nio meletakkan wadah besi itu ke bawah, dia menepis gembok dari tembaga itu dengan pedangnya, kemudian terlihat sebuah gulingan keras yang dibungkus dengan kertas minyak, dengan hati-hati dia membukanya, terlihat sebuah kertas kulit yang tipis, kemudian dia memberikannya kepada Wong Han-bwee.

Wong Han-bwee membuka gulungan kertas itu dengan teliti dia membacanya dan berkata.

"Benar, ini adalah Pit-kip sakti dan isinya juga asli."

Lim Hud-kiam merasa heran dia bertanya.

"Apakah kau sudah memastikan kalau itu adalah Pit-kip asli?"

"Kalau tidak percaya, kau boleh melihatnya,"

Kata Wong Han-bwee. Lim Hud-kiam berpikir sejenak baru menjawab.

"Aku tidak ingin melihatnya!"

"Kalau sekarang kau tidak melihatnya, kelak bila ingin melihatnya tidak akan bisa,"

Kata Wong Han-bwee.

"Nanti pun aku tidak ingin melihatnya, aku hanya merasa aneh plakat dunia persilatan sudah lama menghilang, tapi mengapa 5 perguruan bisa memberitahu tempat penyimpanannya? Ini benar-benar membuat bingung,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Apakah orang yang mendapatkan plakat itu tidak memberitahu kepadamu?"

Tanya Wong Han-bwee. Lim Hud-kiam menggelengkan kepala.

"Tidak!"

"Kalau begitu aku beritahu kepadamu, Pit-kip sakti ini dibagi menjadi dua jilid, buku pertama adalah mengenai cara berlatih ilmu silat,

Jilid kedua adalah mengenai hal-hal yang harus diperhatikan sewaktu berlatih ilmu silat dan perubahan jurus,

Jilid pertama disimpan di dalam plakat dunia persilatan bagian tengah,
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jilid kedua disimpan di sini, 5 perguruan masing- masing memegang rahasia yang diambil dari Pit-kip ini, kalau tidak mendapatkan kelima rahasia ini akan terkena jebakan- jebakan yang ada di sana dan melukai orang yang akan mengambil Pit-kip ini, juga akan membuat wadah yang menyimpan Pit-kip terbakar sendiri hingga habis...."

"Kalau begitu buku yang kau ambil adalah

Jilid kedua?"

Tanya Lim Hud-kiam. Wong Han-bwee mengangguk.

"Benar, orang itu mendapatkan Pit-kip

Jilid pertama, orangnya tidak sebaik yang kau katakan, setelah dia memperoleh Pit-kip dia tidak berlatih ilmu silat yang ada di dalamnya."

"Tidak mungkin, dia bukan orang seperti itu,"

Kata Lim Hud- kiam. Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Kau terkena tipunya, petunjuk

Jilid kedua memberi-tahu bila hanya mendapatkan jilik ke satu kemudian berlatih dia akan menjadi tersesat dan tangan serta kaki menjadi lumpuh, orang itu tidak mengerti, dia mengira sesudah mendapatkan buku

Jilid pertama dia merasa sudah mendapatkan semua Pit-kip, maka akibatnya menjadi seperti itu."

Lim Hud-kiam terpaku, lalu terbang turun dari panggung, Liu Ban-mong dan Ma Kiu-nio bersama-sama menghalanginya.

"Jangan pergi, serahkan buku


Pendekar Naga Putih 16 Kecapi Perak Dendam Asmara Karya Okt Empat Serangkai Gunung Rahasia Secret

Cari Blog Ini