Ceritasilat Novel Online

Si Pedang Tumpul 18

Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok Bagian 18



Jilid pertama kepada kami."

"Aku sama sekali tidak mendapatkan buku itu,"

Jawab Lim Hud-kiam. Wong Han-bwee tertawa, katanya.

"Aku percaya pada kata- katamu, karena bila kau sudah mendapatkan

Jilid pertama, kau akan seperti orang itu, kaki dan tangan menjadi lumpuh seperti orang hidup yang mati."

"Nona, jangan percaya pada kata-katanya, orang itu sama sekali tidak ada, dia hanya membuat-buat saja, buku

Jilid pertama pasti sudah ada di tangannya, hanya saja dia belum mendapat kesempatan belajar, kita harus memaksanya mengeluarkan buku itu,"

Kata Liu Ban-mong. Wong Han-bwee berkata.

"Orang yang mendapatkan buku

Jilid perama tidak tahu kalau itu adalah buku

Jilid pertama, lebih-lebih tidak tahu dia akan tersesat, maka kata-katanya bisa dipercaya."

"Dari mulutnya kita harus mengetahui orang yang mendapatkan buku

Jilid pertama dan kita harus mengambil buku itu, dan bila kedua buku ini digabung akan menjadi sempurna,"

Kata Liu Ban-mong.

"Tidak perlu, kita tidak perlu mencari dia karena dia akan datang sendiri mencari kita, sebab dia hraus mendapatkan buku

Jilid kedua, dan dia baru bisa menyembuhkan kesesatannya, kita tunggu saja, dia pasti akan datang."

"Kaki dan tangannya sudah lumpuh, dia tidak akan bisa datang kemari,"

Kata Liu Ban-mong.

"Jika dia tidak bisa datang, dia akan menyuruh Lim Hud- kiam datang, dia menyuruh Lim Hud-kiam datang kemari untuk mengikuti rapat akbar ini bukankah semua ini karena alasan-alasan itu?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Tapi bila Pit-kip sakti itu masih ada satu

Jilid lagi di luar, bagi kita itu tidak baik, apalagi kita hanya mendapatkan

Jilid kedua saja, itu pun tidak akan ada gunanya,"

Kata Liu Ban- mong.

"Kata siapa tidak ada gunanya? Kita menguasai

Jilid kedua berarti

Jilid pertama tidak ada gunanya, tidak akan mengancam kita, apa yang harus ditakutkan?"

Kata Wong Han-bwee. Liu Ban-mong masih ingin mengatakan sesuatu, tapi Wong Han-bwee dengan dingin berkata.

"Lo Liu, ayah menyuruhmu ikut dengan kita adalah untuk mengeluarkan ide-ide kalau menghadapi masalah yang tiba-tiba terjadi, mengenai Pit-kip dunia persilatan karena apa yang kau ketahui masih terbatas maka lebih baik kau jangan ikut campur."

Gadis itu yang tadi masih tertawa-tawa sekarang tiba-tiba marah, dan tidak memberi muka, kata-katanya penuh dengan wibawa, Liu Ban-mong mengangguk dan turun dari panggung. Wong Han-bwee tertawa kepada Lim Hud-kiam.

"Aku tidak merasa aneh mendapatkan plakat dunia persilatan, karena aku juga tahu kalau ini bukan plakat yang asli, barang yang dikeluarkan oleh 5 perguruan juga bukan barang yang asli."

"Dari mana kau bisa tahu?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Ayahku dijuluki sebagai Raja Pedang, yang pasti hal penting seperti ini dia sangat tahu, apa yang terjadi di dunia persilatan tidak akan lolos dari pandangan kami."

Lim Hud-kiam hanya bisa tertawa kecut, dengan senang Wong Han-bwee berkata.

"Dari plakat palsu bisa mendapatkan Pit-kip sakti

Jilid kedua, ini benar-benar di luar dugaanku, aku yakin kau pun sama seperti aku, tidak menduganya."

Lim Hud-kiam terdiam, Wong Han-bwee melanjutkan.

"Sekarang kau pasti merasa menyesal, mengapa tadi kau memberikan begitu saja kepadaku bukan?"

"Aku tidak merasa menyesal, sebab aku memang tidak berniat merebut plakat itu maka aku tidak merasa kecewa apalagi merasa menyesal,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Aku percaya pada kata-katamu tapi orang yang menyuruhmu kemari pasti akan merasa kecewa, dia sangat berharap kau bisa mengambil

Jilid kedua untuknya,"

Kata Wong Han-bwee.

"Tidak juga, dia tidak pernah memintaku melakukan hal ini, dia hanya ingin aku datang ke sini melihat-lihat dan jangan membiarkan plakat dunia persilatan jatuh ke tangan orang yang tidak pantas mendapatkannya!"

Kata Lim Hud-kiam.

"Apakah dia pernah memberitahu siapa yang tidak pantas mendapatkannya?"

Tanya Wong Han-bwee. Lim Hud-kiam tampak berpikir sejenak baru menjawab.

"Ada, dia mengatakan di dunia persilatan ini ada sebuah perguruan pedang, mereka adalah orang beraliran sesat dan jahat kalau orang-orang itu mendapatkan plakat itu, di dunia persilatan akan terjadi keributan, maka jangan sampai plakat itu jatuh ke tangan mereka."

Wong Han-bwee berkata.

"Dia benar-benar aneh, plakat asli dia sendiri yang mencurinya, seharusnya plakat palsu jatuh ke tangan siapa pun tidak akan menjadi masalah, untuk apa dia harus begitu tegang?"

"Aku juga pernah bertanya seperti itu, dia mengatakan kalau rahasia di plakat itu sudah tidak ada tapi dia takut kalau orang itu dengan kekuasaan plakat akan menekan 5 perguruan, mereka akan menjadi sebuah kekuatan besar untuk menguasai dunia persilatan, akibatnya bisa fatal."

"Apakah dia pernah mengatakan padamu siapa orang sesat itu?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Tidak, dia juga tidak kenal orang itu,"

Jawab Lim Hud- kiam.

"Itu lebih aneh lagi, dia tidak kenal orang itu dari mana dia tahu orang itu lurus atau sesat?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Tapi dia memberitahu sedikit informasi, orang itu sangat menguasai Ngo-heng-kiam-hoat (Ilmu pedang 5 unsur), kalau Ngo-heng-kiam-hoat muncul, orang itu pasti muncul,"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Ini sungguh aneh, sebab ayahku sangat tahu apa yang terjadi di dunia persilatan, meski sekecil apa pun kejadiannya, mengapa aku tidak pernah mendengar ada orang seperti itu dan mana ada jurus pedang seperti itu? Apakah orang itu lebih tahu banyak dari kami?"

"Kau jangan berpura-pura bodoh, anak buahmu 4 orang itu menggunakan Ngo-heng-kiam-hoat, sekarang hanya tinggal bagian tengah yaitu unsur tanah yang belum muncul, aku bisa memastikan orang tengah itu adalah ayahmu,"

Kata Lim Hud- kiam. Kata-kata Lim Hud-kiam belum selesai, orang-orang yang ada di sana terkejut, dan 5 ketua dari 5 perguruan sudah tidak tahan, mereka bersama-sama naik ke panggung, kata Cia Hwie dengan cemas.

"Tuan Lim, apakah kata-katamu itu benar?"

"Untuk apa kalian masih berpura-pura bodoh, apakah kalian tidak mengenali jurus-jurus Ngo-heng-kiam-hoat?"

Kata Lim Hud-kiam. Cia Hwie Cin-jin dengan terburu-buru menjawab.

"Kami benar-benar tidak tahu!"

Ketua Siauw-lim, Bu Seng Taysu berkata.

"Kami hanya tahu dari generasi di atas kami bahwa di dunia ini ada Ngo-heng- kiam-hoat tapi lebih jelasnya lagi kami tidak tahu, dulu tercatat di plakat dunia persilatan setelah plakat asli menghilang, kami sama sekali tidak tahu Ngo-heng-kiam-hoat itu seperti apa."

"Apa maksud kalian memberikan Pit-kip

Jilid kedua itu kepada mereka?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Plakat dunia persilatan sudah menghilang selama 20 tahun lebih, kami pun sudah menunggu selama 20 tahun lebih tapi tidak pernah ada orang berbakat yang muncul, kami percaya orang yang mendapatkan plakat itu pasti pesilat tinggi, setelah diperkirakan orang itu akan muncul maka kami menggunakan kesempatan ini memberikan kepadanya Pit-kip

Jilid kedua,"

Jawab Bu Seng Taysu "Dengan cara seperti itu?"

Tanya Lim Hud-kiam. Kata Bu Seng Taysu.

"Orang yang mendapatkan Pit-kip

Jilid pertama pasti ilmu silatnya akan maju pesat, plakat dunia persilatan pasti akan menjadi miliknya, dengan memberikan kepadanya adalah hal yang paling tepat.

Pertama, bisa membuatnya terkenal, kedua kami pun berharap dia akan memimpin dunia persilatan."

"Apakah kalian tidak tahu bahwa berlatih ilmu silat hanya menuruti

Jilid pertama akan menjadi tersesat sehingga tangan dan kakinya menjadi lumpuh?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Tidak, 5 perguruan memang diperintahkan untuk menjaga Pit-kip

Jilid kedua tapi kami belum pernah melihat isi Pit-kip itu!"

Kata Bu Seng Taysu lagi. Lim Hud-kiam terpaku, dia tidak tahu apakah yang dikatakan benar atau mereka berbohong lagi. Cia Hwie Cin-jin menghela nafas.

"Sekarang aku akan menceritakan mengenai seluk beluk Pit-kip ini kepada semua orang yang hadir di sini. Pit-kip ini dibuat dan ditinggalkan oleh seorang pesilat tinggi bernama Sun Soan-cu, kejadiannya adalah 60 tahun yang lalu, waktu itu Sun Soan-cu mengumpulkan 5 ketua dari 5 perguruan besar, awalnya dia memperagakan ilmu yang dibanggakannya, dan seorang diri bertarung dengan 5 ketua dari 5 perguruan besar, hanya dalam 10 jurus dia berhasil mengalahkan guru kami, kemudian dia memberitahukan bahwa dia hanya mempunyai seorang musuh kuat dan dia adalah ketua Ngo-heng-kiam."

"Siapa nama ketua Ngo-heng-kiam itu?"

Tanya Lim Hud- kiam.

"Sun Soan-cu tidak memberitahu, dia hanya mengatakan kalau ilmu pedang Ngo-heng-kiam sangat ganas, ketua Ngo- heng-kiam ingin menguasai dunia persilatan tapi karena ketahuan oleh Sun Soan-cu maka dia membawa pedangnya dan mengajak bertarung, setelah ribuan jurus berlalu dia beruntung bisa menang, maka dia mencegah keserakahan ketua Ngo-heng-kiam, tapi waktu itu Sun Soan-cu sudah berusia 90 tahun dan ketua Ngo-heng-kiam baru berusia 40 tahun, dengan umur manusia tidak mungkin Sun Soan-cu terus menekan orang itu supaya tidak muncul, maka dia menuliskan ilmu silat kebanggaannya menjadi sebuah buku dan menyuruh ketua dari 5 perguruan untuk mencari orang berbakat dan menurukan ilmu silatnya kepada orang itu,"

Kata Cia Hwie.

"Apakah kalian melakukannya?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanya Lim Hud-kiam. Cia Hwie Cin-jin menarik nafas.

"Tidak, karena Sun Soan-cu pernah berpesan orang yang mendapatkan warisan ilmu ini harus berbakat dan ilmu pedangnya sudah mencapai tahap yang lumayan tinggi baru bisa mempelajari ilmu yang ditulisnya, kami 5 perguruan waktu itu setiap 3 tahun sekali pasti akan diadakan rapat akbar untuk bertarung pedang, tapi tidak pernah mencapai tujuan ini."

"Kalian seharusnya lebih memperluas kalangan untuk mencarinya!"

Kata Lim Hud-kiam.

"Kami memang sudah berencana seperti itu, tapi 10 tahun kemudian yaitu 50 tahun yang lalu kami pernah menyebarkan kabar sedikit mengajak para pesilat pedang terkenal untuk bertarung tapi tetap tidak berhasil, malah kabar ini bocor, banyak orang yang datang ke tempat kami untuk mencuri Pit- kip ini, kami sudah tidak mempunyai cara lagi, maka guruku membagi Pit-kip ini menjadi dua bagian, yaitu

Jilid pertama dan kedua masing-masing disimpan di tempat yang berbeda, satu di dalam plakat sedangkan yang satu lagi dijaga oleh 5 perguruan."

Ketua perguruan Kun-lun-pai, Coh Siau-ih berkata.

"Waktu itu ketua Bu-tong-pai adalah Thian Sin Cin-jin, kami menganggap beliau adalah orang yang suci di dunia persilatan, beliau dengan sangat adil menempatkan Pit-kip itu, sampai-sampai murid yang disayanginya seperti Cia Hwie Cin- jin tidak mengetahuinya, beliau membagi Pit-kip sakti ini menjadi dua

Jilid kemudian beliau membawa

Jilid pertama dan mencari tempat tepat untuk menyimpan-nya, beliau pergi seorang diri mungkin di tempat penyimpanan Pit-kip itu akhirnya beliau meninggal."

"Mengapa begitu sungguh merepotkan?"

Tanya Lim Hud- kiam. Jawab Bu Seng Taysu.

"Karena kabar Pit-kip ini sudah tersebar ke mana-mana mereka takut ketua Ngo-heng-kiam akan datang untuk merebutnya, sedang kami tidak akan bisa melawannya, maka lebih baik dibagi seperti itu. 3 tahun sekali kami mengadakan rapat akbar berharap ilmu setiap perguruan bisa terus maju, tapi tetap tidak akan bisa mencapai tahap itu, untung dengan cara seperti itu akhirnya 20 tahun lalu plakat itu telah dicuri."

Cia Hwie Cin-jin memohon.

"Tuan Lim, apakah kau bisa menunjukkan di mana keberadaan orang itu? Kami tidak akan mencari tahu mengenai plakat yang telah dicurinya, kami hanya berharap dia bisa memberitahu di mana dia mendapatkan plakat itu karena kami ingin membawa tulang belulang guru kami kembali ke tempatnya."

Lim Hud-kiam berpikir sebentar.

"Sekarang tidak bisa karena Ngo-heng-kiam sudah muncul, bila aku memberitahu tempatnya, mereka akan ikut ke sana dan Pit-kip

Jilid pertama akan diambil mereka, kalian benar-benar ceroboh,

Jilid pertama belum tahu ada di mana, kalian sudah mengeluarkan

Jilid kedua."

"Apakah kau ingin tahu apa alasannya?"

Tanya Wong Han- bwee tersenyum.

"Apa alasannya?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Coba tanyakan kepada mereka,"

Wong Han-bwee tertawa lagi.

"Kami takut orang yang mendapatkan plakat itu sebelum menguasai ilmu silat sudah meninggal, dan ilmu silat ini selamanya akan tenggelam, karena guruku pernah mengatakan orang yang mendapatkan

Jilid pertama bila dalam waktu 20 tahun tidak mendatangkan hasil selamanya dia tidak akan sukses, tahun ini adalah tahun terakhir, kami merasa tidak bisa mundur lagi,"

Jawab Cia Hwie.

"Masih ada satu alasan lagi mengapa tidak kau ceritakan?"

Cia Hwie Cin-jin terdiam, Wong Han-bwee berkata.

"Aku yakin kau tidak berani mengungkapkannya, biar aku yang bicara, ini adalah cara mereka menyalahkan orang lain setahun lalu di masing-masing ranjang mereka berlima ada sepucuk surat isinya menyuruh mereka mengeluarkan Pit-kip kalau tidak dilakukan hukumannya adalah semua murid mereka akan dibunuh, maka mereka menurut dan mengeluarkannya."

"Apakah surat itu dari ayahmu?"

Tanya Cia Hwie Cin-jin dengan serius.

"Masalah kecil seperti itu tidak perlu ayahku yang turun tangan, kalian benar-benar terlalu percaya diri, 4 surat itu empat anak buahku ini yang mengantarkannya, aku sendiri malam-malam masuk ke Bu-tong dan membunuh 4 penjaga kalian dan sedikit pun kalian tidak mengetahuinya, dan aku meninggalkan sepucuk surat di depan."

Lim Hud-kiam berkata dengan marah.

"Kalian diancam? Tapi kalian tidak memikirkan cara mengatasinya?"

"Kami berlima baru 3 hari lalu bertemu kami baru tahu kalau keadaan kami sama, sebelumnya kami mengira...."

Jawab Cia Hwie Cin-jin.

"Kalian kira hanya kalian yang sial, karena takut malu maka kalian diam saja, justru ayahku tahu kalau kalian selalu menjaga muka kalian maka ayahku menggunakan cara ini, akhirnya rahasia kalian keluar juga,"

Wong Han-bwee tertawa. Lim Hud-kiam menggelengkan kepala dia tidak marah dengan kata-kata Wong Han-bwee malah mengagumi mereka karena bisa mengerti sifat orang. Dengan malu Cia Hwie Cin-jin berkata.

"Tuan Lim, aku tidak peduli orang itu mati atau hidup tapi aku harus bertanggung jawab kepada perguruan-ku."

"Apakah sepucuk surat tanpa nama itu dianggap begitu penting?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Orang itu sudah membunuh 4 orang murid kami yang menjaga perguruan, mereka adalah pesilat tinggi kami dari bekas luka yang tertinggal mereka bukan dibunuh dengan diam-diam, dada mereka terkena tusukan pedang dan mereka langsung mati, dari sini dapat diketahui kalau orang yang datang mempunyai ilmu pedang yang sangat tinggi, kami tidak akan bisa melawannya,"

Kata Cia Hwie Cin-jin.

"Apalagi kami menganggap orang yang mempunyai ilmu begitu tinggi pasti orang yang berhasil mendapatkan Pit-kip

Jilid pertama, karena dalam surat itu dia menginginkan dan menyuruh kami menyerahkan

Jilid kedua,"

Kata Cia Hwie lagi. Lim Hud-kiam membentak.

"Walaupun dia orang yang berhasil mendapatkan Pit-kip dengan caranya yang begitu telengas dia pasti orang yang kejam, apakah kalian tidak terpikir pada hal ini?" 5 ketua dari 5 perguruan tidak bersuara, Wong Han-bwee tertawa, berkata.

"Pasti mereka sudah terpikirkan sebelumnya kalau tidak mereka tidak akan menyerahkan

Jilid kedua, karena bila Pit-kip

Jilid pertama dan kedua jatuh ke tangan satu orang akan membuat semua orang memperhatikannya, dan ketua Ngo-heng-kiam yang sedang bersembunyi akan mencari orang itu, dia akan membiarkan orang lain secara mati-matian berebut sedangkan dia tinggal duduk sambil melihat kalian yang berebut, bukankah cara ini sangat bagus?"

Sebenarnya Lim Hud-kiam sudah terpikir akan hal ini tapi begitu mendengar Wong Han-bwee yang masih kecil bisa menjelaskan dengan sempurna, maka dia menjadi kagum dengan pola pikir gadis kecil itu, dan dia mulai tahu kalau gadis kecil itu tidak sesederhana usianya.

Cia Hwie Cin-jin dan Bu Seng Taysu menundukkan kepala, hanya ketua perguruan In-tai, Gouw Tai-cang tertawa dingin.

"Kami tidak ingin keterlaluan, seperti apa ketua Ngo-heng- kiam kami pun tidak tahu, apakah hanya mendengar kata-kata Sun Soan-cu kami akan percaya begitu saja, untuk apa kami mencari masalah sendiri?"

Lim Hud-kiam marah, berkata.

"Kalau ketua Ngo-heng-kiam menguasai dunia persilatan, yang pertama dilakukannya adalah mencari 5 perguruan karena semua masalah ini ada hubungannya dengan kalian."

Gouw Tai-cang marah.

"Ketua Ngo-heng-kiam belum mencari kami, tapi Sun Soan-cu sudah menusuk kami dengan ilmu silatnya, dia sudah mengalahkan ketua 5 perguruan, dia meninggalkan biang bencana kepada kami."

"Apa maksudnya? Kalau dia tidak mengeluarkan ilmu silatnya terlebih dulu mana mungkin dia akan tahu kekuatan Ngo-heng-kiam?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Kalau ketua Ngo-heng-kiam orang jahat, mengapa dia tidak membunuhnya malah meninggalkan bencana dan harus kami yang menanggungnya?"

Kata Gouw Tai-cang. Dengan serius Lim Hud-kiam berkata.

"Ilmu pedang adalah suatu ilmu yang penuh dengan rasa persahabatan dan perasaan, jangan karena mempunyai ilmu pedang hebat lalu digunakan untuk menghina dan membunuh."

Gouw Tai-cang tertawa dingin.

"Kami tidak percaya dengan kata-kata itu, generasi atas kami mungkin percaya pada kata- kata itu, menganggap dia sebagai orang baik tapi kami bukan orang bodoh, jujur bicara, kekalahan ketua kami terdahulu dari Sun Soan-cu merupakan suatu penghinaan besar, maka selama beberapa puluh tahun ini 5 perguruan kami selalu giat belajar dan kami pun menganggap kalau Pit-kip yang ditinggalkan oleh Sun Soan-cu untuk kami karena hatinya jahat."

"Pola pikir seperti apa itu?"

"Dia berharap kami belajar ilmunya untuk menghadapi ketua Ngo-heng-kiam tapi kami tidak tertipu maka kami berjanji tidak membuka Pit-kip

Jilid keduanya, karena ketua Ngo-heng-kiam kalah darinya bila ingin balas dendam harus mencari dia bukan mencari kami, dan bukan kami yang menahan bencana ini karena dirinya."

"Apakah semua orang berpikir demikian?"

Tanya Lim Hud- kiam. Cia Hwie Cin-jin baru bicara lagi.

"Gouw-heng terlalu fanatik, tapi kami yang berada di posisi sekarang harus berpikir dengan matang."

"Semua perguruan kami bisa berdiri di dunia persilatan membuktikan kalau ilmu silat kami sudah cukup untuk menjaga diri, ketua Ngo-heng-kiam dengan cara apa pun ingin merusak dunia persilatan, kami tidak akan pernah tahu dan mendengar, tapi Sun Soan-cu sudah menghina guru kami itu adalah suatu bukti, kami tidak mau dibohongi lagi karena satu Pit-kip menjadi sasaran semua orang!"

Karena marah tubuh Lim Hud-kiam terus bergetar.

"Apakah kata-kata ini pantas diucapkan dari mulut seorang pendekar?"

Dengan santai Gouw Tai-cang berkata.

"Apa ini salah? Kalau bukan karena ingin mendapatkan Pit-kip semua orang tidak akan datang kemari, Bu-tong sendiri sudah kehilangan 40 orang yang menjaga plakat, setiap 3 tahun sekali diadakan rapat akbar setiap perguruan ada yang terluka atau mati semua ini gara-gara plakat dunia persilatan, kami sudah mengeluarkan Pit-kip

Jilid kedua apakah ini salah?"

Yang dia katakan salah tapi kenyataannya memang seperti itu, hal ini membuat Lim Hud-kiam tidak bisa membantahnya, dia berusaha menahan kemarahannya.

"Sekarang Ngo-heng- kiam-hoat sudah muncul lagi dan akan segera menyerang kalian, bagaimana cara kalian menghadapinya?"

"Yang pasti kami sudah mempunyai cara untuk melawannya,"

Jawab Gouw Tai-cang dengan santai. Lim Hud-kiam marah lalu turun ke bawah panggung.

"Baiklah, dunia persilatan bukan milikku, kalian dari perguruan terkenal pun tidak memperhatikannya, untuk apa aku harus repot-repot?"

Kata Lim Hud-kiam. Ketua 5 perguruan telah mengurung Wong Han-bwee, Cia Hwie Cin-jin bertanya.

"Nona, apakah kau mewarisi Ngo-heng- kiam-hoat?"

"Bagaimana pendapatmu?"

Dia memang licik, sengaja membuat masalah dengan balik bertanya, hal ini membuat Cia Hwie sulit menjawabnya, setelah berhenti sejenak Cia Hwie baru menjawab.

"Kami tidak pernah melihat Ngo-heng-kiam-hoat, maka kami tidak bisa menjawabnya, Nona pasti tahu dari mana Nona belajar."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku hanya tahu kalau ayahku adalah Raja Pedang, kecuali hal ini yang lainnya aku tidak tahu, apakah jawaban ini sudah membuatmu puas?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Nama boleh saja berubah kapan waktu pun,"

Kata Cia Hwie Cin-ji.

"Kalau begitu kau mengakui kalau ayahku adalah Raja Pedang?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Ilmu pedang hanya semacam ilmu, orang bisa mengatakan dia Raja Pedang, juga yang menamakan dirinya nabi pedang, mereka boleh memilihnya sendiri, mengakui atau tidak, tidak menjadi masalah,"

Kata Cia Hwie Cin-jin.

"Tapi sekarang jadi masalah, sebab Raja Pedang adalah nama tertinggi di dunia ini, kalau kalian mengakui ayahku adalah Raja Pedang, berarti kalian adalah perdana menterinya!"

Kata Wong Han-bwee.

"Bagaimana kalau kami tidak mau mengakuinya?"

Tanya Cia Hwie. Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Sangat sederhana, ada dua jalan yang bisa kalian pilih, pertama, kalian tidak akan boleh lagi menggunakan pedang, carilah ilmu silat yang lain, kedua, keluarkanlah ilmu silat kalian, buktikan bahwa ilmu pedang kalian lebih tinggi dari ilmu pedang ayahku, di langit tidak bisa ada dua matahari, Raja Pedang tidak boleh ada dua, maka siapa pun yang menggunakan pedang dia pasti harus menuruti perintah Raja Pedang!"

"Kami tidak akan melepaskan pedang juga tidak akan mendengar perintah dari orang lain,"

Ujar Cia Hwie Cin-jin.

"Silahkan kalian coba, aku akan memberitahukan dalam waktu 3 bulan, kau akan melihat tidak akan ada orang yang membawa pedang, tidak berada di bawah pimpinan Raja Pedang,"

Kata Wong Han-bwee.

"Baiklah, kita lihat nanti,"

Kata Cia Hwie Cin-jin sambil menekan emosinya.

"Tidak perlu menunggu, sekarang kalian berlima harus mengikutiku untuk bertemu dengan ayahku dan memberikan jawaban yang pasti,"

Kata Wong Han-bwee.

"Kami tidak akan ikut,"

Jawab Cia Hwie Cin-jin.

"Mau pergi atau tidak terserah, tapi aku beritahu kepada kalian, bila hari ini kalian tidak ikut pergi, kelak kalau ingin bertemu pun sudah terlambat,"

Kata Wong Han-bwee.

"Kami tidak ingin mencari masalah, kami juga bukan penakut, sejak Sun Soan-cu menang kami tidak percaya ada ketua Ngo-heng-kiam, tapi kami juga selalu siap datangnya hari ini, Nona ingin mengancam kami, ini bukan hal mudah,"

Ucap Cia Hwie Cin-jin. Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Kalian kalau tidak melihat peti mati tidak akan menitikkan air mata, kalau tidak diberi sedikit pelajaran, kalian tidak akan tahu berapa tingginya langit itu berapa tebalnya bumi, sekarang aku beri kesempatan kepada kalian untuk berpikir, Lo Liu, kau boleh hitung, bila sudah menghitung sampai 20 dan mereka mau menurut, tinggallah di panggung dan tidak bergerak, kalau tidak mau menurut, turunlah dari panggung, aku akan mewakili ayah mengambil keputusan mengijinkan perguruan kalian tetap berdiri."

Liu Ban-mong menyahut dia mulai berhitung, 5 ketua perguruan berdiri dan sama sekali tidak bergerak di atas panggung, orang-orang di sekeliling sana merasa tegang.

Hitungan Liu Ban-mong tidak cepat juga tidak lambat, begitu mencapai angka 10, orang yang di atas panggung tidak bergerak, Lim Hud-kiam sekarang sudah kembali ke tempatnya, Liu Ta-su melihatnya dan berkata.

"5 perguruan benar-benar kurang ajar, dulu berteriak-teriak begitu gagah, tapi begitu menghadapi masalah, mereka satu per satu takut mati."

Dengan serius Lim Hud-kiam berkata.

"Ku lihat masalah ini tidak sederhana seperti yang kita pikirkan."

"Kalau begitu mengapa mereka tidak bergerak?"

Saat Liu Ta-su bertanya, hitungan Liu Ban-mong juga sudah selesai, 5 orang yang ada di atas panggung masih tetap berddiri tidak bergeming, Wong Han-bwee dengan tertawa berkata.

"Kalian sungguh bisa mengambil kesempatan!"

Dengan santai Cia Hwie Cin-jin berkata.

"Nona, kau salah, kami tidak akan tunduk kepada siapa pun."

"Mengapa kalian tidak turun?"

"Kami adalah ketua perguruan, mana mungkin kami mau diatur oleh seorang anak kecil, bila kami ingin pergi pun kami akan pergi sendiri, bila ingin tinggal kami tetap akan tinggal,"

Kata Gouw Tai-cang dengan angkuh.

"Kalau begitu keputusan apa yang kalian ambil?"

"Bila kami ingin turun kami akan turun,"

Jawab Gouw Tai- cang.

"Kapan kalian akan turun?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Bukan urusanmu!"

Jawab Gouw Tai-cang.

"Aku harus mengurusi masalah ini, kalian yang ada di panggung sudah kuanggap tunduk kepadaku, sekarang aku perintahkan kalian untuk melepaskan pedang kemudian turun dari panggung untuk bertekuk lutut, bila aku suruh bangun baru kalian bangun."

Gouw Tai-cang tertawa dingin.

Dia sama sekali tidak mempedulikan teriakan Wong Han-bwee, Wong Han-bwee mendekat dia langsung memukul wajah Gouw Tai-cang, Gouw Tai-cang segera menahan dengan tangannya tapi gerakan Wong Han-bwee sangat cepat, tangan kanannya ditahan tangan kiri sudah mencabut pedang, begitu cahaya pedang berkelebat, kedua kaki sebatas lutut Gouw Tai-cang ditebas, pedang Gouw Tai-cang yang terselip di punggungnya sudah terlepas, kemudian tangannya mendorong Gouw Tai-cang hingga terlempar ke bawah panggung dan berteriak.

"Lo Liu, sambut!"

Liu Ban-mong dengan cepat menyambut Gouw Tai-cang, kemudian dengan cepat menotok, sambil bertanya.

"Nona, orang ini mau dikemanakan?"

"Bukankah tadi aku sudah berpesan?"

Tanya Wong Han- bwee.

Kemudian kedua potongan kaki Gouw Tai-cang yang sudah putus ditendang ke bawah panggung, Liu Ban-mong segera menancapkan tubuh Gouw Tai-cang ke tanah kemudian dia memungut kedua kaki yang terakhir baru ditendang dan dipasangkan di tubuh Gouw Tai-cang, sekarang posisi Gouw Tai-cang jadi berlutut, karena nadinya ditotok maka dia sama sekali tidak bisa bergerak, hanya kedua matanya melotot, dia merasa sakit sekaligus marah, wajahnya terus bergerak-gerak, dia terlihat sangat menakutkan.

Murid-murid In-tai-pai tidak tahan melihat ketua mereka diperlakukan seperti itu, mereka segera membawa pedang dan maju, tapi Wong Jin-jiu dan Ma Kiu-nio sudah menghadang, hanya beberapa jurus beberapa mayat bergelimpangan di bawah, melihat perubahan tiba-tiba ini para pesilat yang ada di sana terpaku.

Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Akhirnya In-tai-pai mengambil keputusan, ketua mereka melepaskan pedang dan berlutut di bawah panggung, apa pendapat kalian berempat?"

Wajah 4 ketua perguruan yang masih di atas panggung terlihat berobah, ketua Kun-lun-pai, Coh Siau-ih marah, dia berteriak.

"Iblis kecil, kau benar-benar menghina kami, ayo, kita maju bersama!"

Bu Seng Taysu dari Siauw-lim berkata.

"Coh-heng, bila ingin bertarung, kau sendiri saja yang bertarung!"

"Apakah Taysu juga tunduk kepadanya?"

Tanya Coh Siau-ih.

"Mengapa Coh-heng berpikiran seperti itu? Kita 5 perguruan selalu bersatu kita juga harus sama, mana mungkin perguruan kami akan mundur sendiri? Kita adalah ketua suatu perguruan tidak boleh dengan jumlah banyak mengeroyok satu orang, bila ingin bertarung hanya bisa bertarung satu per satu bergiliran!"

"Tapi ilmu silat iblis kecil itu sangat tinggi, bila satu lawan satu kita bukan lawannya, tadi Gouw-heng belum mengeluarkan pedangnya, kakinya sudah putus."

"Coh-heng, kita adalah ketua perguruan kita harus memberi contoh baik untuk murid-murid kita, hidup atau mati jangan dibicarakan dulu, kecuali harus ada alasan yang benar baru kita bertarung, dan bertarung harus dengan adil."

Coh Siau-ih terpaku, dia merasa malu, dengan gugup dia berkata.

"Apa yang Taysu katakan memang benar tapi kalau kita mati karena pedang iblis kecil itu, masalah perguruan kita siapa yang menanggungnya?"

Bu Seng Taysu tertawa, berkata.

"Coh-heng, sejak plakat asli ghilang, kita sudah tahu akan datang bencana ini, hari ini kalau tidak mencoba apa yang telah kita atur...."

Semangat Coh Siau-ih segera terangkat.

"Apakah taysu tahu apa yang kita rencanakan sudah matang?"

Bu Seng Taysu menggelengkan kepala.

"Aku tidak tahu, dulu Gouw-heng juga ikut merencanakan, bila ada kabar Coh- heng pasti akan tahu."

"Aku mengkhawatirkan hal ini, 20 tahun sudah berlalu mengapa sedikit kabar pun tidak ada? Apakah ada masalah lain yang muncul?"

"Aku yakin tidak, tidak ada kabar bukan hal aneh, bukankah dari dulu kita sudah membicarakan hal ini? Bila kita bisa membereskan hal ini kita tidak perlu menggunakan rencana ini, begitu kita mati mereka akan tahu cara berjalan ke depan."

Coh Siau-ih menarik nafas.

"Baiklah, terpaksa kita harus mencobanya."

"Apa yang kalian rencanakan?"

Tanya Wong Han-bwee tertawa.

"Rencana yang sangat sempurna, rencana ini menyangkut bila terjadi sesuatu pada perguruan kami, yang panting bila kau ingin kami tunduk kepadamu itu tidak akan terjadi, kami memang ketua perguruan, tapi ilmu silat kami bukan yang tertinggi, walaupun kau bisa membunuh kami berlima tapi bukan berarti bisa mengambil alih perguruan kami dan digabung dengan perguruan kalian!"

"Kita boleh mencobanya!"

Kata Wong Han-bwee.

"Jangan banyak bicara, bertarunglah dulu dengan-ku!"

Teriak Coh Siau-ih.

Wong Han-bwee tidak sungkan lagi, pedangnya diangkat dan langsung menyerang, Coh Siau-ih menahan dengan pedang, kemudian membalikkan tangan membalas menyerang, jurusnya jurus andalan Kun-lun-pai, jurus ini sangat aneh.

Dia membalikkan pedang ingin menahan tapi tidak keburu, terpaksa dengan tangan kosong dia menepuk pedang Coh Siau-ih.

Dengan tangan kosong menyambut pedang, Coh Siau-ih seorang pesilat tinggi, tidak mungkin menggunakan tangan kosong mau merebut pedang, apalagi menahan pedang yang datang, walaupun tenaga dalamnya sangat tinggi tapi bacokan dahsyat Coh Siau-ih mana mungkin dilawan, apalagi Coh Siau- ih adalah ketua Kun-lun-pai yang sangat terkenal.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi begitu melihat cara Wong Han-bwee, Coh Siau-ih malah berhenti, terpikir lagi musuh begitu kuat, dia tidak boleh ragu-ragu maka dia melayangkan pedangnya lagi.

Pedang dan tangan saling beradu, terdengar suara pedang, pedang Coh Siau-ih patah menjadi dua dan lengan baju Wong Han-bwee robek, tapi tangan kirinya sudah memegang pedang pendek yang berkilau-kilau.

Coh Siau-ih terkejut dan mundur, dia telah melihat jelas apa yang terjadi, dengan marah dia berkata.

"Iblis kecil, kau licik sekali, ternyata di lengan bajumu kau simpan belati."

Wong Han-bwee tertawa sambil mengeluarkan pedang pendeknya.

"Seorang pesilat pedang membawa 2 pedang, apakah ini aneh? Kau adalah ketua Kun-lun-pai mengapa sampai begitu terkejut? Kelihatannya kau benar-benar orang yang kurang pengetahuan, apakah kau tidak mengenal pedang pendek ini?"

Pedang Coh Siau-ih memang bukan pedang sakti yang terkenal tapi pedangnya terbuat dari baja murni, sebuah senjata yang baik, tapi pedang seperti itu dengan mudah diputuskan oleh pedang pendek, karena pedang itu ada di tangan Wong Han-bwee maka dia tidak mempunyai kesempatan melihat dengan jelas, dia juga tidak tahu apakah pedang itu adalah pedang kuno yang sangat terkenal, tapi dia juga tidak mau mengaku kalah dia sudah kalah.

Coh Siau-ih tertawa dingin.

"Aku tidak pernah mendengar pedang pendek itu adalah pedang kuno yang terkenal, itu hanya sebuah pedang biasa yang kau comot dari sembarang tempat dan mengatakan kalau itu pedang sakti!"

Wong Han-bwee tertawa terbahak-bahak.

"Coh Lopek, kau adalah ketua Kun-lun-pai dan mengaku kalau dirimu adalah orang terkenal, apakah kau sudah lupa pedang-pedang kuno yang terkenal tercatat di dalam buku, ini adalah pedang bersejarah, sebab pedang ini pernah digunakan untuk membunuh raja dari sebuah dinasti, kalau kau tidak mengenalinya, lebih baik diam, tapi kau malah mengatakan tidak ada pedang pendek yang terkenal, apakah kau tidak merasa malu?"

Coh Siau-ih terpaku wajahnya menjadi merah, dulu saat membunuh raja, pedang pendek itu tersimpan di dalam perut ikan yang disajikan di atas meja, maka ikan jenis itu disebut Hie-tiang (Isi perut ikan), ada juga yang menyebut ikan itu Hie-cang (Usus ikan).

Dalam buku tentang pedang tercatat kalau pedang yang terkenal adalah pedang panjang, hanya ada sebuah pedang pendek tapi sudah lama menghilang, maka tidak ada seorang pun yang menyangka kalau pedang itu masih ada di dunia, sehingga Coh Siau-ih tidak terpikir pada pedang itu.

Begitu Wong Han-bwee menceritakan tentang pedang itu, wajahnya menjadi merah dan merasa malu juga terkejut, memang ada cerita pedang seperti itu, jika panjang bertambah satu inci, kekuatannya bertambah 10%, kalau pedang pendek ditambah satu inci akan bertambah ancaman bagi lawan, maka bila pedang panjang digunakan akan lebih percaya diri, tapi orang yang bisa menggunakan pedang pendek dia pasti tahu jurus-jurus khusus, maka orang-orang persilatan jika menghadapi orang yang bisa menggunakan pedang pendek selalu waspada, apalagi pedang pendek Wong Han-bwee adalah pedang kuno yang terkenal, tadi dia sudah membuktikan ketajamannya berarti akan lebih sulit lagi bila ingin mengalahkannya.

Tapi demi memungut kembali mukanya, Coh Siau-ih tidak mau mengaku kalah, maka dengan tertawa dingin dia berkata.

"Memang Hie-tiang-kiam tercatat di buku pedang tapi pedang itu sudah lama menghilang hampir ribuan tahun, apakah pedang milikmu itu asli atau palsu? Apalagi itu barang kuno, orang yang mendapatkannya adalah orang bijaksana, mana mungkin bisa ada di tanganmu, iblis berhati busuk, dan kau juga tidak pantas menggunakan pedang kuno itu, maka aku tidak percaya kalau pedang itu adalah asli."

Wajah Wong Han-bwee menjadi merah dan dia berkata.

"Coh Lo-pek, saat aku mau berangkat, ayahku sudah berpesan menghadapi 5 ketua perguruan harus dengan wibawa menaklukkan kalian, jangan sampai melukai kalian, apalagi mencabut nyawa kalian, maka walaupun Gouw Tai-cang terus menghinaku aku tidak sampai mencabut nyawanya, tapi kau benar-benar tidak tahu diri, memaksaku mengeluarkan Hie- tiang-kiam, pedang ini adalah pedang terjahat di dunia ini, kalau dia keluar dari sarungnya dia harus melihat darah, dan kau masih curiga kalau pedang ini palsu, aku benar-benar tidak akan memaafkanmu, sekarang katakan, kematian apa yang kau pilih?"

Coh Siau-ih tertawa terbahak-bahak, dia menepuk-nepuk lehernya.

"Kepalaku berada di sini, kalau kau bisa ambillah!"

"Sebenarnya membunuhmu itu mudah seperti membalikkan telapak tangan, yang aku tanyakan adalah kau memilih disiksa dulu atau langsung mati?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Mati tanpa disiksa seperti apa?"

Tanya Coh Siau-ih.

"Tangannya diikat, sekali tepis, kepalamu akan terjatuh kalau kau masih ingin memberontak, kau sendiri yang akan tersiksa, setiap jurusku akan mengelupas kulitmu sampai kau kehabisan tenaga, dan kau akan memberikan lehermu kepadaku,"

Jawab Wong Han-bwee.

"Di Kun-lun-pai tidak ada sejarah orang diikat lalu dibunuh,"

Kata Coh Siau-ih.

"Berarti kau lebih memilih mati disiksa, boleh juga, aku tidak akan membuatmu kecewa, tapi kau masih mempunyai kesempatan, aku tadi sudah mengatakan setiap jurus akan membuatmu terluka, jadi bila satu jurusku meleset aku akan memaafkanmu, dan tidak akan membunuhmu, aku juga akan memberikan Hie-tiang-kiam ini kepadamu untuk menggantikan pedangmu,"

Kata Wong Han-bwee.

"Tidak perlu, pedangmu bisa memotong emas dan besi, pedangku diganti pun percuma, biar dengan pedang putus ini aku menghadapimu."

"Apakah kau tidak takut dirugikan?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Walaupun pedangku sudah patah tapi tetap lebih panjang dari pedangmu, iblis kecil, gigi susumu pun belum lepas, bulu bawaan dari kandungan pun masih menempel, kau jangan terlalu sombong!"

Kata Coh Siau-ih. Wong Han-bwee tersenyum.

"Coh Lo-pek, katakan saja apa yang kau mau, jurus pertamaku akan merobek mulutmu supaya kau diam!"

Ooo)k*z(ooO BAB 27 Aturan Raja Pedang Pedang Budha yang hebat Coh Siau-ih benar-benar marah, dia sampai lupa kalau dia adalah seorang ketua Kun-lun-pai, tangannya mengayunkan pedang yang sudah patah dan langsung menyerang, bayangan Wong Han-bwee berkelebat, hanya dengan jarak beberapa inci Wong Han-bwee telah menghindar pedang Coh Siau-ih, lalu tangan Wong Han-bwee diangkat ke atas, dan kedua pipi Coh Siau-ih segera mengeluarkan darah, dari telinga sampai mulutnya telah tergores.

Orang-orang yang ada di sana merasa terkejut, sebab tidak ada seorang pun yang melihat cara Wong Han-bwee menyerang, gerakannya sangat cepat juga jaraka sangat rapat dengan Coh Siau-ih, sehingga tubuh Coh Siau-ih menghalangi pandangan orang-orang, kecuali dirinya tidak ada seorang pun yang melihat perubahan pedangnya.

Karena merasa kesakitan Coh Siau-ih berteriak mengaduh, tapi dia tetap melayangkan pedangnya untuk menyerang, Wong Han-bwee tetap menggunakan cara tadi bertarung dengan jarak dekat, begitu sinar lewat tangan kanan Coh Siau-ih sudah tinggal separuh, saat itu dia terus mengadakan perlawanan.

Cia Hwie Cin-jin menarik nafas panjang.

"Coh- heng, sudahlah, lebih baik mengaku kalah. Jangan bertarung lagi!"

Sudut mulut Coh Siau-ih sudah robek, maka dia tidak bisa bicara, dengan suara tidak jelas dia menjawab.

"Aku...."

Kata 'aku' ini sangat sulit diucapkan, maka yang keluar hanya kata 'ah' maka Cia Hwie Cin-jin berkata lagi.

"Benar, Coh-heng adalah ketua perguruan, Kau harus menahan penghinaan ini karena kekuatan kalian kalah jauh untuk apa bertahan terus, itu akan membuat malu perguruan kita sendiri bukan?"

Coh Siau-ih terus memikirkan perkataan ini, akhirnya dia mengerti pedangnya dilempar dan dia duduk di bawah, Wong Han-bwee tertawa.

"Apakah kau mengaku kalah?"

Coh Siau-ih mengangguk, Liu Ban-mong berteriak dari bawah panggung.

"Nona, jangan pedulikan dia, mereka punya rencana busuk."

Wong Han-bwee tertawa, katanya.

"Aku tahu, aku tidak bodoh seperti perkiraanmu."

Cia Hwie Cin-jin sedikit marah.

"Coh-heng adalah ketua sebuah perguruan, dia melepaskan pedang dan mengaku kalah, bisa dikatakan ini adalah penghinaan yang sangat besar, kau masih berkata seperti itu, apakah kau tidak kelewatan?"

"Apakah kalian menganggapku hanya anak-anak?"

Kata Wong Han-bwee.

"Mengapa kau mengatakan kalau kami punya rencana busuk?"

Tanya Cia Hwie Cin-jin.

"Tadi aku menyerang 2 jurus, hanya kau yang bisa melihat, kau menyuruh dia mengaku kalah, itu artinya menyuruh dia menahan emosi dan menjaga nyawanya, sekali gus juga mengingat-ingat jurusku kemudian kalian akan menciptakan jurus-jurus untuk memecahkan jurusku, apakah benar perkiraanku?"

Tanya Wong Han-bwee. Karena rencana mereka sudah ketahuan maka wajah Cia Hwie Cin-jin menjadi merah tapi dia tetap membela diri.

"Kalau kami bermaksud seperti itu juga bukan hal memalukan, karena kekalahan membuat kami mendapatkan pengalaman, kau selalu mengatakan kalau kalian adalah murid-murid Raja Pedang, kenapa takut kalau orang lain tahu ilmu pedang kalian?"

"Tadinya aku memang tidak ingin kalian tahu tapi setelah mendengar kata-katamu, aku malah menjadi malu, sekarang aku akan mengulangi jurus-jurus yang kupakai tadi, biar kalian bisa melihatnya dengan jelas, apakah kau puas?"

"Jangan, Nona!"

Teriak Liu Ban-mong.

"Takut apa? Jurus yang kugunakan adalah jurus-jurus buangan ayahku, biarlah mereka belajar, keluargaku disebut Raja Pedang, kita tidak bisa hanya beromong kosong, paling sedikit harus ada beberapa jurus boleh dipamerkan kepada mereka."

Kemudian pedang pendeknya diayunkan, di tengah udara dia menunjukkan dua jurusnya, posisi tubuhnya seperti tadi begitu juga dengan gerakannya, kecepatannya seperti kilat, setelah itu dia bertanya kepada Coh Siau-ih.

"Apakah jurusku benar?"

Kedua mata Coh Siau-ih tetap terlihat bingung, sebenarnya dia sudah melihat jurus yang dilakukan pertama kali, sekarang Wong Han-bwee melakukannya untuk kedua kali tapi dia tetap tidak mengerti, dia juga tidak tahu apa ada yang salah.

"Nona, kalau ingin memperlihatkan gerakan ilmu silat kalian, mengapa tidak dilakukan lebih lambat? Supaya semua orang di sini pun bisa melihatnya dengan jelas,"

Kata Cia Hwie Cin-jin. Dengan penuh kebencian Wong Han-bwee melihatnya.

"Apa katamu?"

"Apakah permintaanku ada yang salah?"

Tanya Cia Hwie Cin-jin.

"Tidak ada, aku hanya curiga apakah kalian pantas disebut sebagai perguruan pedang, apakah kedua jurus tadi bisa dengan pelan diperagakan?"

Kata Wong Han-bwee dengan dingin.

"Mengapa tidak bisa? Memangnya kecepatan yang diperlambat akan mengganggu kekuatan dan perubahan ini, dalam ilmu pedang semua hal berawal dari gerakan pelan setelah lancar pasti bisa menguasainya, terakhir baru masuk pada tahap ahli."

Wong Han-bwee tertawa terbahak-bahak.

"Sekarang aku baru mengerti mengapa 5 perguruan tidak mendapat kemajuan selama beberapa tahun ini, ternyata dari awal kalian sudah ketinggalan, jurus pedang yang begitu bagus kalian harus pelan-pelan mempelajarinya, seumur hidup kalian ini sudah berapa jurus yang telah kalian kuasai?"

"Apakah cara Nona belajar ilmu pedang berbeda dengan kami?"

Tanya Cia Hwie.

"Benar, sewaktu ayahku mengajar, beliau tidak pernah menjelaskan begitu mengajarkan langsung dengan kecepatan, kami pun ikut belajar, setiap jurus pedang beliau hanya memperagakannya 3 kali, di awal bulan, tengah bulan, dan akhir bulan, setelah itu harus kami sendiri yang mencari tahu bisa mendapat berapa banyak."

"Apakah hanya 3 kali diperagakan kalian sudah langsung bisa?"

Tanya Cia Hwie.

"Jika setelah 3 kali diperagakan masih tidak bisa, orang itu harus tinggal di rumahku untuk menjadi pelayan atau pembantu, hari ini yang datang kemari adalah orang-orang yang sudah melihat 3 kali jurus ayahku dan mereka sudah menguasainya."

Dengan sombong Heuw Liu-koan berkata.

"Tuanku setiap bulan mengajarkan satu set ilmu pedang, setengah tahun untuk menghafal dan di akhir tahun akan ada ujian ilmu pedang untuk kenaikan tingkat, kami memang bisa menguasainya setelah 3 kali belajar tapi kami lebih bodoh dari nona, saat diperagakan kedua kalinya nona sudah bisa, maka ilmu pedangnya paling lihai."

Ma Kiu-nio juga dengan bangga juga berkata.

"Nona bisa memimpin kami kemari dengan usianya yang masih belia bukan karena dia putri dari tuan kami, melainkan karena dia mempunyai bakat yang besar, kedua putra tuan tidak memiliki bakat sehebat nona, malah kemampuan mereka berada di bawah kami, maka kedudukan mereka pun di bawah kami, tuan tidak mementingkan bakat dan teknik silat, tidak ada pilih kasih."

Wong Han-bwee tidak sabar dan berkata.

"Ma Kiu-nio, kau benar-benar cerewet!"

"Hamba ingin memberitahu apa yang telah dikuasai tuan kami benar-benar banyak, tinggi seperti gunung dalam seperti samudra supaya mereka jangan melawan dan tidak mati dengan sia-sia."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wong Han-bwee tertawa dingin.

"Tidak berguna buat 5 perguruan, mereka mengira teknik mereka paling bagus, kalau belum diberi pelajaran, mereka tidak akan sadar-sadar, bagaimana, sekarang siapa yang akan keluar untuk menghantarkan kematian?"

Tiga ketua saling berpandangan dan tidak berkata apa pun, setelah mendengar cara Wong Han-bwee berlatih pedang dalam hati mereka tidak percaya dengan keadaan seperti itu, mereka baru tahu bahwa sebenarnya ilmu Wong Han-bwee berapa tinggi, apakah benar mereka benar-benar di bawahnya? Setelah lama diam akhirnya ketua Siauw-lim, Bu Seng Taysu dengan kedua tangan dirangkapkan berkata.

"Aku akan terima ajaran dari Nona."

Wong Han-bwee melihatnya dan berkata.

"Hie-tiang-kiam sudah kukeluarkan dari sarungnya, pedang ini adalah pedang ganas, tapi dia juga mempunyai sifat tertentu aku sendiri tidak bisa menguasainya, setelah keluar harus melihat kesenangannya!"

"Aku tahu!"

Jawab Bu Seng Taysu.

"Mengapa sudah tahu masih mau mencari mati?"

Wong Han-bwee bertanya dengan dingin.

"Karena tanggung jawabku sebagai seorang ketua mati pun tidak perlu disesalkan."

"Aku tahu rencana kalian, kalian pasti sudah mengajarkan ilmu pedang terbaik kalian kepada seseorang, dan perguruan lain pun sudah menyiapkan murid-murid muda dan berbakat untuk dipimpin orang ini, lalu pergi ke suatu tempat rahasia untuk berlatih ilmu silat, untuk menjaga kelangsungan perguruan kalian bukan?"

Wajah Bu Seng berobah dengan cepat, dia melihat Cia Hwie Cin-jin.

"To-heng, mengapa rahasia kami yang paling besar pun bisa bocor?"

"Yang merencanakan ini hanya kita berlima, apakah Taysu curiga di antara kita berlima ada yang tidak jujur?"

Tanya Cia Hwie Taysu.

"Tidak juga, hanya aku takut...."

"Taysu takut orang yang ikut berlatih membocorkan rahasia ini? itu benar-benar tidak mungkin, sebab tempat di mana mereka bersembunyi kita pun tidak tahu, dan tidak akan bisa ditemukan oleh orang lain, apalagi saat orang-orang itu akan berangkat hanya 10 orang, jadi tidak akan bisa bersengkongkol dengan orang luar...."

Ucap Cia Hwie Cin-jin sambil tertawa.

"Tapi mengapa Wong Han-bwee bisa tahu?"

Tanya Bu Seng Taysu.

"Sebab Coh-heng tadi mengatakan kalau kita adalah orang terkuat di perguruan, dengan kata-kata ini dia bisa menduganya,"

Jawab Cia Hwie Cin-jin.

"Rahasia sudah bocor mungkin kelak kita akan mengalami kesulitan!"

Kata Bu Seng Taysu.

"Ini adalah satu-satunya harapan, kita tidak bisa memilih hanya bisa berharap mereka berhasil,"

Kata Cia Hwie Cin-jin. Bu Seng Taysu terdiam lama, kemudian baru mengayunkan pedang, berkata pada Wong Han-bwee.

"Silakan!"

Dia mengayunkan pedang dengan serius, tidak menganggap lawannya seorang gadis cilik, dia malah bersikap seakan-akan meminta petunjuk. Wong Han-bwee pun mengurangi kesombongan-nya, dia juga memberi hormat.

"Taysu, apakah kita harus bertarung?"

"Benar, Nona sudah tahu bagaimana keadaan kami, maka pertarunganku ini hanya membuat generasi muda lebih mengerti jurus-jurus Nona!"

Jawab Bu Seng.

"Tidak ada gunanya, ilmu pedangku tidak ada separuh dari ayahku, kalian belajar pun tidak akan banyak membantu."

"Ada gunanya atau tidak, tidak menjadi masalah, semua akan ditentukan oleh generasi muda, tanggung jawab kami hanyalah melakukan pertarunan ini,"

Kata Bu Seng Taysu.

"Baiklah, sekalian aku beritahu kepadamu, aku hanya punya 6 jurus ilmu pedang, bila Taysu bisa menahan 6 jurus ini, aku akan pulang membawa orang-orangku, kemudian ayahku akan menyuruh orang lain datang kemari berunding lagi, bila Guru kalah dalam 6 jurus ini, Guru harus ikut aku pergi ke tempat ayahku,"

Kata Wong Han-bwee.

Kemudian terlihat kelebatan pedang berkilau-kilau, 6 jurus ini sekaligus diselesaikan hanya dalam waktu singkat, jangankan melihat perubahan 6 jurus ini, apakah benar ada 6 jurus, tidak ada seorang pun yang mampu menghitungnya, semua hanya melihat sinar berkelebatan kemudian menghilang.

Bu Seng Taysu berkata.

"Bila aku bisa melewati 3 jurus saja aku sudah beruntung!"

"Kalau Taysu tidak percaya diri, lebih baik mencari orang lain untuk mewakili Taysu, sebab bila pedang sudah di tanganku seringkali aku tidak bisa menguasainya dan bisa membunuh Taysu, padahal aku tidak ingin melukai orang lagi!"

"Kalau aku mati, akan ada orang yang mewakiliku, apakah orang itu akan bertekuk lutut kepadamu aku tidak bisa menentukannya,"

Kata Bu Seng Taysu.

"Kau adalah seorang ketua apakah kau tidak bisa menentukan sesuatu?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Posisi ketua hanya sebuah kedudukan, semangat hukum dalam perguruan kami adalah kata-kata tertinggi dan suci, maka murid-murid Siauw-lim tidak ada yang sebelum bertarung tapi sudah bertekuk lutut, ketua pun tidak bisa mengubah peraturan ini,"

Kata Bu Seng.

"Kalau kalian masih terus memegang teguh peraturang ini, mungkin generasi yang kalian harapkan tidak akan muncul, semua orang-orang Siauw-lim akan mati semua, ayah sudah berpesan, dengan cara apa pun harus membawa salah satu dari 5 ketua perguruan!"

"Biar semua Nona yang mengambil keputusan,"

Kata Bu Seng Taysu.

Selesai berkata, pedang sudah digerakkan dangan tenaga yang sangat dahsyat, Siauw-lim adalah perguruan agama Budha, jurus pedangnya lebih cenderung pasif, tapi begitu keluar sangat mantap, pedang Wong Han-bwee yang pendek sangat ringan seperti angin yang berhembus masuk, terdengar suara Wong Han-bwee sudah menggerakkan pedang dan Bu Seng Taysu pun terjatuh, keempat jarinya masih menempel di pedang dan terbabat buntung dari tangannya, hanya tersisa ibu jari karena terhalang pedang.

Wong Han-bwee tertawa.

"Taysu benar-benar seorang Budha dan sangat sabar, sampai-sampai pedang yang ada di tanganku ini ikut terharu dan mengurangi keganasannya, apakah sekarang Taysu setuju ikut aku pergi?"

"Nona, sebenarnya aku sudah bisa bertahan berapa jurus?"

Tanya Bu Seng Taysu.

"Dua jurus,"

Jawab Wong Han-bwee.

"Hanya dua jurus?"

"Taysu hanya mengeluarkan dua jurus, aku sudah mengeluarkan 5 jurus, tapi 4 jurus pertama Taysu masih bisa menahannya, ilmu dari perguruan Budha bukan ilmu biasa."

Bu Seng Taysu mengangguk.

"Tadinya aku mengira aku hanya bisa menahan 3 jurus, tidak disangka bisa bertahan 5 jurus."

"Keputusan apa yang Taysu ambil?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Pedangku terlepas, jariku putus, terpaksa aku harus mengikuti Nona pergi,"

Jawab Bu Seng Taysu.

"Kalau begitu harap Taysu tunggu sebentar, aku masih ingin mengundang ketua Bu-tong dan ketua Go-bi, bagaimana dengan kalian berdua?"

Tanya Wong Han-bwee sambil tertawa. Ketua Go-bi, Keng In Suthay berkata.

"Pinni melepaskan niat bertarung dan mengikuti Nona pergi kesana."

Mendengar keputusan Keng In Suthay, Cia Hwie Cin-jin merasa aneh dan bertanya.

"Suthay menerima kekalahan?"

Dengan santai Keng In Suthay menjawab.

"Siauw-lim menekankan ajaran Budha, Go-bi menekankan ajaran Can (agama Budha bagian duduk diam dan berpikir, ajaran Can adalah ajaran hati tidak ada yang disebut paling hina atau paling mulia), aku ikut Nona Wong bukan berarti aku bertekuk lutut kepadanya, aku pun tidak perlu dengan pertarungan memberitahu bahwa aku tidak akan bertekuk lutut!"

"Tapi kau sudah berjanji kepada kami!"

Kata Cia Hwie Cin- jin.

"Benar, In-tai, Kun-lun, Siauw-lim, 3 perguruan sudah bertarung, Nona Wong pun sudah mengeluarkan hampir 10 jurus, gerakan 10 jurusnya sudah berapa banyak di pelajari, tidak ada, bukan berhasil malah menambah masalah, maka aku kira dengan mudah akan masuk ke jalan sesat,"

Kata Keng In Suthay. Wong Han-bwee tertawa, katanya.

"Pendapat Suthay lebih bagus, dari tadi aku sudah menekankan bila kalian ingin mencari tahu apa maksud Raja Pedang, yang rugi adalah kalian sendiri."

"Bukan aku saja yang melepaskan niat bertarung, aku nasihati dirimu supaya melepaskan niat bertarung, biar generasi muda yang mencari tahu sendiri, mungkin mereka bisa menemukan jalan yang benar, bila kita membawa mereka ke jalan sesat malah akan membuat mereka mendapat bencana,"

Kata keng In Suthay.

"Tapi mereka harus tahu cara memutuskannya,"

Kata Cia Hwie Cin-jin.

"Kita hanya mempunyai satu cara untuk bertahan hidup, jangan biarkan mereka berada dalam bahaya,"

Kata Keng In Suthay.

"Kalau begitu kalian setuju ikut?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Benar, tunjukkanlah tempatnya, biar kami pergi sendiri, Nona,"

Kata Cia Hwie sambil mengangguk. Wong Han-bwee tertawa.

"Tidak ada tempat lain, kalian tinggal di sini, suruh orang lain untuk membubarkan rapat ini dan meninggalkan tempat ini, tidak boleh tersisa seorang pun, dan aku akan membawa kalian ke sana!"

"Tiga orang sudah terluka,"

Kata Cia Hwie.

"Tidak apa-apa, aku akan bertanggung jawab mereka tidak akan mati,"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jawab Wong Han-bwee. Kemudian Wong Han-bwee berteriak ke bawah panggung.

"Orang-orang yang ada di tenda boleh menyisakan seorang wakil yang lainnya turun dari gunung ini, satu jam kemudian kalian harus pergi dari sini sejauh 5 kilometer!"

"Mengapa kami harus mendengar perintahmu?"

Tanya Lim Hud-kiam dengan marah. Wong Han-bwee tertawa.

"Kelompok kalian khusus mau pergi atau tinggal boleh saja, tinggal pilih, tapi kau harus memberitahu orang itu suruh dia mengeluarkan Pit-kip

Jilid pertama."

"Aku tidak mau memberitahunya!"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Mau atau tidak, kau sendiri yang mengambil keputusan, yang penting hari ini aku tidak akan memaksa-mu, tapi bila kau ingin mencari masalah denganku tidak apa-apa, kau sendiri yang bisa mengambil keputusan,"

Kata Wong Han- bwee. Melihat sikap Wong Han-bwee seperti itu Lim Hud-kiam sulit menebak apa yang dia kehendaki, Lim Hud-kiam tidak bisa mengambil keputusan. Wong Han-bwee berkata lagi.

"Karena Kian-kun-kiam-pai menjadi wasit dalam rapat akbar ini, maka kedudukan kalian sangat khusus, jadi aku tidak akan memaksa, bila ingin pergi bisa mewakilkan satu orang, kalau tidak aku mohon tinggalkan tempat ini."

"Kalau kami tidak mau meninggalkan tempat ini, bagaimana?"

Tanya Kie Pi-sia.

"Tidak mau meninggalkan tempat ini berarti ada di sini, tapi aku nasihati, demi kebaikan kalian lebih baik tinggalkan tempat ini, kalian tidak sama dengan Lim Hud-kiam, karena dia mendapatkan tugas yang kuberikan, paling hanya anak buahku yang sungkan kepadanya, kalau kalian berbeda."

"Apa yang berbeda?"

Tanya Goan Hiong. Sambil tertawa Wong Han-bwee menjawab.

"Kalau kalian tinggal di sini dan menurut, tentu tidak akan menjadi masalah, tapi kalau kalian macam-macam, yang rugi adalah kalian sendiri, aku sudah memberi-tahu kalian terlebih dulu, kalian bisa berunding, baru mengambil keputusan."

Goan Hiong dan Kie Pi-sia tidak tahu apa maksudnya, karena Ciam Giok-beng pun hanya diam saja tidak memberi petunjuk, maka mereka terpaksa diam menunggu. Kemudian wajah Wong Han-bwee menjadi serius lalu berkata.

"Orang yang harus pergi, cepat pergi, aku harap ketua dari 5 perguruan menjadi contoh supaya aku tidak menjadi repot, meski sedikit repot tidak apa, tapi kalian harus menggantinya dengan nyawa kalian, ini adalah hal bodoh maka aku harap kalian bisa lebih pintar!"

"Tapi dari setiap perguruan ada yang mati atau terluka, apakah kami harus membiarkannya, demi keperimanusiaan aku harap Nona mengijinkan kami membereskan mereka dulu."

Kata Wong Han-bwee.

"Satu jam kemudian kalian bisa kembali untuk membereskan mayat-mayat itu, yang masih hidup tapi terluka harus dibawa pergi."

"Bila terluka parah dan susah bergerak bagaimana?"

Tanya Cia Hwie Cin-jin.

"Kalau tidak bisa dipindahkan, aku akan membereskan sendiri, ini adalah kata-kata terakhirku, aku harap kalian jangan cerewet!"

Melihat dia sudah tidak sabar, Cia Hwie Cin-jin melayangkan tangan menyuruh murid-murid Bu-tong mundur dan turun dari gunung, murid-murid Kun-lun, In-tai, tadinya tidak akan pergi, tapi setelah mendengar nasihat dari murid-murid Siauw-lim dan Go-bi, mereka pun mundur juga.

Pendekar-pendekar yang tersisa hanya Ciu Giok-hu, Tiang Leng-cu, suami istri Thio In dari Thian-san, suami istri Kim- leng, Lie Hoan-tay dari Huang-san, dua bersaudara Hie dari Lok-yang, kemudian Liu Ta-su dan beberapa orang Kian-kun- kiam-pai.

Wong Han-bwee tertawa, berkata.

"Baik, semua orang sangat menurut padaku. Orang yang tinggal sangat berbakat, Lo Liu, tutup dan bersihkan jalan!"

Liu Ban-mong segera menyahut dan bersiul, dari mulut gunung keluar sekelompok laki-laki kampung, jumlah mereka 7-8 orang, mereka membawa pedang panjang.

7-8 orang itu separuh berada di gunung untuk mengawasi orang-orang yang turun gunung, sebagian lagi memeriksa semak-semak, gerakan mereka cepat juga lincah.

Tidak lama kemudian terdengar ada teriakan yang memilukan dan berturut-turut, wajah orang-orang yang ada di lapangan segera berubah, hanya Wong Han-bwee yang bersikap tenang seperti biasa, dia tertawa dingin.

"Tadi aku sudah memberitahu tapi masih saja ada yang bersembunyi di balik semak-semak, jadi jangan salahkan aku." 5 ketua dari 5 perguruan merasa terkejut, karena yang tersisa pasti murid-murid mereka, mereka bersembunyi di tempat rahasia tapi tetap tidak bisa lolos dari mata dan telinga orang-orang Wong Han-bwee, karena dia sudah menaruh orang-orang untuk bercampur dengan pendatang untuk mengawasi gerak-gerik orang yang datang. Wajah 7-8 orang ini sangat biasa, baju yang mereka kenakan pun biasa, senjata yang tersimpan di balik baju sama sekali tidak menarik perhatian orang tapi ilmu silat mereka tinggi, dari cara mereka membunuh bisa terlihat, begitu teriakan memilukan terdengar mereka sudah pindah ke tempat berikutnya, tidak bertarung dalam waktu lama. Lim Hud-kiam marah besar.

"Apa yang kau lakukan?"

"Membersihkan tempat, aku tidak ingin dilihat orang-orang saat aku meninggalkan tempat ini. Bukankah tadi aku sudah memberitahu tapi masih ada saja yang ingin mencari mati, aku tidak bisa berbuat apa-apa."

"Banyak orang kami yang masih ada di sana,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Kalian sudah aku ijinkan tinggal,"

Jawab Wong Han-bwee.

"Bila aku ingin pergi, tidak ada orang yang bisa menghentikanku, termasuk kalian, tapi aku harus membersihkan tempat ini demi menjaga wibawaku,"

Jawab Wong Han-bwee.

Lim Hud-kiam berusaha menahan kemarahannya, beberapa lelaki yang bertanggung jawab membersihkan tempat itu sudah kembali, mereka membungkukkan badan memberi hormat dan berkata."Lapor Nona, tugas membersihkan tempat ini sudah selesai!"

"Apakah sudah beres semua?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Setiap orang bertanggung jawab mengawasi satu arah, memperhatikan orang yang datang, dan tidak ada yang tertinggal!"

Jawab seorang lelaki.

"Tersisa 1-2 orang pun tidak masalah, aku hanya ingin membuat mereka tunduk kepadaku, sekarang berikan pengobatan kepada kedua orang ini."

Dia menunjuk Gouw Tai-cang dan Coh Siau-ih, Liu Ban- mong mengeluarkan sebungkus obat bubuk, karena Gouw Tai- cang tidak bisa bergerak maka dia tidak bisa berbuat banyak, di tempat di mana kakinya dipotong dibubuhi obat itu, kemudian diletakkan di bawah, Coh Siau-ih menolak diobati, tapi jari Liu Ban-mong bergerak dengan cepat, menotok nadinya, kecepatannya membuat orang tidak sempat melakukan perlawanan.

Akhirnya Coh Siau-ih menurut menerima pengobatan ini, Wong Han-bwee tertawa dan berkata.

"Kedua orang ini masih marah, maka nadinya tidak dibuka dulu, kita bawa mereka pergi, ketiga ketua lainnya lebih tahu diri, biar mereka berjalan dengan bebas, Lo Liu, kita siap berangkat!"

Lim Hud-kiam memperhatikan gerak-gerik mereka karena di gunung ini hanya ada sebuah jalan, dan jalan ini adalah jalan yang dilalui untuk turun dan naik di gunung ini, tapi mereka sudah menutup jalan bila mereka ingin pergi diam-diam itu tidak mungkin.

Dia ingin melihat mereka akan melakukannya dengan cara apa.

Liu Ban-mong mendekati jurang lalu bersiul, terlihat muncul seseorang dari gunung sebelah sana, puncak kedua gunung itu hanya sekitar 100 meter, di tengah-tengahnya adalah lembah, selain burung tidak mungkin ada orang yang bisa terbang ke seberang gunung, apakah mereka akan melewati jalan ini? Terlihat orang yang ada di seberang gunung memasang busur dan panahnya, lalu panahnya dilepaskan ke arah gunung ini, panah itu membawa seutas tali melewati langit dan tiba di gunung sebelah sini.

Liu Ban-mong mengumpulkan tali kecil itu dan mengencangkannya, karena jaraknya terlalu jauh maka tali kecil itu terus bergoyang-goyang di tengah udara.

"Apakah kita akan melalui jalan itu?"

Tanya Cia Hwie Cin-jin dengan terkejut.

"Benar, dengan jalan pintas kita akan tiba di seberang gunung, tidak ada yang bisa menguntit kita, aku yakin kalian tidak terpikir dengan cara ini bukan?"

Kata Wong Han-bwee sambil tertawa.

"Tapi dengan mengandalkan tali kecil itu untuk menyeberangi gunung ini kami tidak akan sanggup,"

Kata Cia Hwie Cin-jin.

"Tenanglah, itu tidak akan membuatmu terjatuh hingga mati,"

Wong Han-bwee masih tertawa.

Cia Hwie Cin-jin tidak menjawab, dia segera menggeserkan tubuhnya untuk memanjat tali itu, kuda-kudanya sangat mantap tapi tali yang ada di tengah menggantung ke bawah, Ma Kiu-nio yang berada di depan terus bergoyang, tapi dia tidak memegang tali, dan pelan-pelan terus berjalan, angin berhembus, jembatan yang terbuat dari tali membuat tubuh Cia Hwie Cin-jin seperti terpaku di pagar jembatan, sama sekali tidak bergerak.

Wong Han-bwee berkata kepada Liu Ban-mong.

"Kalian lihat, ilmu pedang Bu-tong memang tidak begitu bagus, tapi tekniknya sangat mantap."

Liu Ban-mong tertawa tapi tidak mengatakan sesuatu, dia menggendong Coh Siau-ih yang merupakan orang ketiga yang akan memanjat jembatan itu.

Wong Han-bwee menunjuk Tiang Leng-cu yang akan mendapat giliran berikutnya, Tiang Leng-cu merasa takut tapi akhirnya dia tetap naik juga, dia berjalan dengan sangat hati-hati, kedua tangannya memegang erat jembatan tali itu.

Wong Jin-jiu menggendong Gouw Tai-cang, mereka kelima yang akan menyeberang, kemudian Wong Han-bwee membawa pesilat pedang satu per satu, terakhir Lie Hoan-tay yang naik, hanya tersisa Ciu Giok-hu, Heuw Liu-koan, dan Wong Han-bwee, lalu Wong Han-bwee menunjuk dan memerintah.

"Liu-koan, sekarang kau yang pergi."

"Aku yang terakhir saja, Nona,"

Jawab Heuw Liu-koan.

"Apakah kau sanggup, di sini masih banyak orang! Mereka memang tidak akan naik jembatan ini tapi tidak menjamin mereka tidak akan menyerang di tengah-tengah."

"Karena itulah hamba tidak mengijinkan Nona berada dalam bahaya,"

Kata Heuw Liu-koan. Wong Han-bwee marah, bentaknya.

"Pergilah, bila Lim Hud- kiam menyerang, apakah kau bisa menghalanginya? Jangan lupa kau bisa turun dari panggung karena tendangannya."

"Dengan cara apa pun hamba akan melindungi Nona menyeberang,"

Jawab Heuw Liu-koan.

"Kau begitu percaya diri, tapi aku tidak percaya kepadamu, di bawah sana adalah jurang yang dalamnya ratusan meter, aku tidak ingin mati di sini, cepat pergi."

Heuw Liu-koan tidak berani membantah lagi, dengan cepat dia menyeberangi jembatan yang terbuat dari tali itu, Wong Han-bwee memaksa Ciu Giok-hu naik, kemudian dia baru berkata kepada orang yang di belakangnya.

"Kalau kalian mau, kalian boleh naik jembatan ini."

Tiba-tiba Pui Ciauw-jin berkata.

"Aku ingin melihat kehebatan Raja Pedang."

Dia naik jembatan tali itu, Ho Gwat-ji pun mengikuti nya, di belakang Goan Hiong berteriak.

"Ji-siok, untuk apa ikut-ikutan keramaian ini?"

Pui Ciauw-jin yang sudah di atas jembatan berkata.

"Dari perguruan kita harus ada yang ke sana untuk melihat-lihat, kalian kembalilah ke Kim-leng, aku akan menitipkan surat kepada kalian."

Begitu semua sudah tiba di seberang gunung, Wong Han- bwee tertawa.

"Apalah tidak ada yang mau menyeberang lagi? Baiklah, tidak lewat setengah bulan orang-orang ini akan kembali, saat Raja Pedang datang semua orang akan tahu, kematian atau bertekuk lutut untuk menerima pimpinan nya, silahkan kalian sendiri memilihnya, Lim Hud-kiam, jangan lupa cari orang itu."

"Apakah Lembah Raja Pedang adalah tempat tinggal ayahmu?"

Tanya Lim Hud-kiam.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar, setengah bulan kemudian di sana adalah markas pusat Raja Pedang, di sana juga akan menjadi tempat suci bagi orang yang ingin melihat Raja Pedang."

Lim Hud-kiam menggelengkan kepala.

"Tentu bukan aku, sebab pedangku adalah pedang tumpul, namaku Hud-kiam, walaupun ayahmu Raja Pedang tapi di dunia ini ada aturan buat raja, tidak ada Budha (Hud) yang mengunjungi raja, Budha ada di atas raja."

Wong Han-bwee tertawa, berkata.

"Baik, sangat baik, setengah tahun kemudian aku harap kata-kata ini masih bisa kau ucapkan dengan lantang, segera cari orang itu, beritahu kepadanya kalau ingin menyembuhkan penyakit yang membuat tubuhnya lumpuh, dia harus mendapatkan Pit-kip

Jilid kedua, maka suruh dia datang sendiri kemari."

"Aku tidak akan kesana, dan aku pun tidak akan datang kemari,"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Apakah kau mau pergi atau tidak itu urusanmu, apakah dia akan datang atau tidak itu urusannya, kau tidak bisa mewakili dia mengambil keputusan, tapi paling sedikit kau harus memberitahu kepadanya!"

Kata Wong Han-bwee sambil tertawa.

"Memberitahu kepadanya pun percuma, karena dia sudah cacat, dengan cara apa dia bisa merebut Pit-kip

Jilid kedua dari kalian?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Asal dia mau datang kemari, kami akan memberikan buku

Jilid kedua tanpa syarat kepadanya, membantu dia mengembalikan ilmu silatnya, setelah itu baru kami akan bertarung, ilmu pedang ayahku sudah melewati apa yang tercatat di dalam Pit-kip, maka ayahku sama sekali tidak peduli padanya!"

"Kalau begitu mengapa tidak kau serahkan Pit-kip

Jilid kedua itu kepadanya?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Siapa bilang aku tidak akan memberikannya? ayahku sudah berpesan orang yang mempunyai

Jilid kedua harus menyerahkan Pit-kipnya kepada pemilik

Jilid pertama, jadi dia akan mendapatkan

Jilid kedua kecuali aku sendiri yang tidak mengijinkannya memberikan Pit-kip itu kepada orang kedua,"

Kata Wong Han-bwee.

"Kalau begitu aku tidak perlu memberitahu lagi karena dia sudah memusnahkan

Jilid pertama, selamanya dia tidak akan bisa keluar percuma saja memberitahunya,"

Kata Lim Hud- kiam.

"Apakah dia memusnahkannya di depanmu?"

Tanya Wong Han-bwee.

"Tidak, tapi aku percaya pada kata-katanya."

Wong Han- bwee berkata.

"Hal yang kita lihat, kita pun belum tentu akan percaya, apalagi kau hanya mendengar ceritanya. Dia sudah memusnahkan bukunya tapi dia tentu masih ingat isinya, lebih baik suruh dia kemari, kalau ada buku serahkan bukunya, kalau tidak ada bukunya suruh dia bacakan, dia memberi satu kalimat kami juga akan memberikan satu kalimat, kalau dia memberikan semua kami juga akan memberikan semuanya."

Lim Hud-kiam terdiam, Wong Han-bwee berkata lagi.

"Kalau tidak ada yang mau ikut lagi, aku akan memutuskan tali ini, bila jembatan sudah putus ingin ikut pun tidak akan bisa lagi."

Tidak ada yang menjawab, Wong Han-bwee berjalan ke arah jembatan tali, kemudian dengan pedangnya dia menepis tali jembatan itu, jembatan pun terputus, dan jatuh ke jurang, Wong Han-bwee bersama-sama dengan tali itu ikut jatuh ke bawah.

Tapi dia terlihat sangat tenang, kakinya menginjak tali jembatan seperti naik tangga, terus naik ke atas, tangannya sama sekali tidak memegang sesuatu.

Saat tali yang terjatuh dan sudah sampai di dinding jurang, dia sudah tiba di puncak, kemudian dia melambaikan tangan dan masuk ke puncak gunung lalu menghilang ditelan kabut tebal.

Orang-orang yang ada di sana tidak ada yang bersuara, Goan Jit-hong menarik nafas panjang.

"Menurut kata-kata orang dulu kalau naik ke Tai-san akan melihat dunia menjadi kecil, sungguh tidak salah, kali ini aku ke Tai Shan benar- benar telah terbuka mataku, selama puluhan tahun berlatih pedang semua percuma saja."

"Paman Goan, aku tidak setuju dengan pendapat mu, aku kira dia hanya berbakat saja, dan kebetulan mendapat kesempatan, ilmu pedang tetap harus mengandalkan teknik yang benar,"

Kata Kie Pi-sia.

"Apakah ilmu pedangnya tidak benar? Aku telah mengawasinya dengan lama, aku rasa dia memang punya jurus-jurus yang bagus dan jurus-jurus ini dia dapatkan dari belajar dan mengumpulkannya, yang lainnya kita tidak tahu, contohnya seperti tadi saat dia memotong tali jembatan kemudian dia menaikinya, siapa yang mampu melakukan-nya? Putrinya saja sudah hebat ini apalagi ayahnya, kurasa aku sendiri sudah tidak pantas berkelana di dunia persilatan lagi, lebih baik pulang kampung menjadi petani."

"Paman Goan, apakah Paman akan melepaskan ilmu silat paman?"

Tanya Kie Pi-sia.

"Aku tidak akan bisa mengalahkan Raja Pedang, tapi aku juga tidak mau bertekuk lutut di bawah pimpinannya, aku memilih melepaskan ilmu pedangku,"

Jawab Goan Jit-hong. Ciam Giok-beng menarik nafas dengan sedih berkata.

"Bukan Goan-heng saja, aku pun akan seperti itu, tadinya aku mengira dengan Tay-lo-kiam-hoat, meskipun tidak bisa dikatakan terbaik tapi paling sedikit tidak berbeda jauh, tapi setelah melihat kejadian hari ini aku benar-benar merasa menjadi seperti seekor katak dalam sumur, katak masih bisa melihat langit, sedangkan aku...."

"Tapi Guru aku tidak akan mengaku kalah,"

Kata Kie Pi-sia dengan marah.

"Kau tidak ingin mengaku kalah, apa yang bisa kau jadikan pegangan?"

Tanya Ciam Giok-beng.

"Tay-lo-kiam-hoat yang kita miliki,"

Jawab Kie Pi-sia.

"Tay-lo-kiam-hoat? Berapa banyak yang kau tahu mengenai Tay-lo-kiam-hoat?"

"Guru, berapa banyak yang Guru mengerti mengenai Tay- lo-kiam-hoat? Saat kakek guru mewariskan Tay-lo-kiam-hoat kepada Guru, berapa banyak yang kakek guru tahu?"

Tanya Kie Pi-sia.

"Apa maksumu, Pi-sia?"

"Saat kakek guru menciptakan Tay-lo-kiam-hoat, beliau mengira itu sudah sempurna, tapi begitu sampai di tangan Guru masih ada beberapa bagian yang harus diubah, apakah kita tidak bisa mengubahnya lagi? Aku percaya Tay-lo-kiam- hoat tidak terbatas, hanya saja kita belum berusaha semaksimal mungkin, aku mengaku kalau ilmu itu sekarang belum sebagus orang lain, tapi aku tidak mungkin selamanya akan kalah dari orang lain, kalau Guru tidak ingin meneruskannya, berikanlah perguruan ini kepada kami, dan biar kami yang mengurusnya."

"Hanya ada batas waktu sampai setengah bulan, apakah orang lain mau menunggumu pelan-pelan meneliti Tay-lo- kiam-hoat? Pikiranmu harus dewasa sedikit, Pi-sia."

"Aku bukan menginginkan semua orang pergi untuk mengantarkan kematiannya, aku hanya minta Guru tidak membubarkan perguruan, Guru bisa mundur dari dunia persilatan tapi aku harus bertahan terus sampai aku tidak bernafas, aku tidak akan bertekuk lutut."

Goan Hiong dengan hati bergejolak berkata.

"Aku pun selamanya akan ikut Suci!"

"Aku pun demikian, aku tidak akan membiarkan perguruan kita bubar dan aku tidak akan tunduk kepada siapa pun, asal semangat juang ini tidak luntur, semangat Kian-kun pasti akan abadi,"

Kata Pui Thian-hoa. Melihat ketiga muridnya begitu bersemangat, hati Ciam Giok-beng merasa senang sekaligus malu.

"Kelihatannya aku benar-benar sudah tua, kalian punya semangat seperti ini aku ikut senang, kalau kalian begitu bersemangat, apakah aku bisa tidak mempedulikan pada nyawaku yang sudah tua ini?"

Kie Tiang-lim baru berkomentar.

"Suheng, semangat anak- anak sangat tinggi, kita yang lebih tua harus mendukung mereka, tapi hal ini bukan hanya dengan semangat saja bisa diselesaikan dan dipertahankan, Kian-kun-kiam-pai tidak boleh dibubarkan tapi kita pun jangan melawan senjata dengan tubuh, kalau tidak kita bisa mati semua, akhirnya yang kita dapatkan hanya perjuangan bodoh dan sia-sia!"

Ciam Giok-beng menarik nafas panjang.

"Sute, kata-katamu percuma saja, semua orang tahu hal ini sangat penting, dalam keadaan sulit kita harus mempertahankan kehidupan!"

"Hal yang terjadi begitu tiba-tiba, aku tidak tahu apa yang bisa kita perbuat kalau kedua-duanya berjalan beriringan, sekarang masih ada waktu, kita tunggu suami istri Pui pulang, baru kita bisa mengambil keputusan,"

Kata Kie Tiang-lim. Semua orang terus berpikir, tetap tidak menemukan cara, akhirnya Ciam Giok-beng berkata.

"Masalah ini bukan hanya menjadi masalah perguruan kita, terpaksa kita harus menunggu Adik Pui pulang baru bisa mengambil keputusan, Tuan Lim, apa yang kalian putuskan?"

Semenjak Wong Han-bwee membawa semua orang pergi, Lim Hud-kiam terus mengerutkan alisnya terus berpikir, setelah mendengar pertanyaan Ciam Giok-beng dia baru menjawab.

"Sementara ini belum ada keputusan."

"Apakah Lim Toako akan pergi mencari orang itu?"

Tanya Goan Hiong. Lim Hud-kiam menggelengkan kepala.

"Aku tidak mau mencarinya, bila Pit-kip itu bisa menaklukkan mereka, maka mereka tidak akan menyerahkan

Jilid kedua, kalau tidak bisa menaklukkan mereka untuk apa mencari orang itu?"

Liu Ta-su dengan cemas berkata.

"Bukankah orang itu pernah memberitahu kalau ilmu silat yang ada dalam Pit-kip bisa menaklukkan Ngo-heng-kiam-hoat?"

"Orang itu tidak memberitahu kalau Pit-kip itu ada dua

Jilid maka aku harus memikirkan lebih teliti mengenai kata- katanya,"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Mungkin dia sendiri juga tidak tahu ada

Jilid kedua,"

Kata Liu Hui-hui. Lim Hud-kiam tertawa kecut, katanya.

"Aku harap begitu, kalau tidak aku benar-benar akan merasa sedih, kalau dia membohongiku semua perjuanganku tidak akan ada artinya lagi!"

Yu Bwee-nio dengan serius berkata.

"Suamiku, perjuangan yang kau lakukan memang suruhan orang itu tapi kejadian hari ini bukan disebabkan olehnya, kau hanya mempunyai dua jalan, demi menjaga keadilan, hancur lebur pun tidak menjadi masalah, kami dua bersaudara selamanya akan mengikutimu demi mendukung cita-cita muliamu, kedua, kakakku sudah berobah dari musuh menjadi teman, karena alasan ini Paman Liu dan Nona Liu jauh-jauh datang mendukungmu, semua karena alasan ini, mengapa hanya terjadi sedikit perubahan kau malah patah semangat?"

"Benar, Hud-kiam, aku dan Hui-hui menaruh harapan besar kepadamu, kau jangan membuat kami kecewa, jujur saja, dulu aku mendukungmu karena Hui-hui, tapi sekarang aku benar- benar suka padamu, anak muda!"

Kata Liu Ta-su. Di depan orang-orang yang mendukungnya, Lim Hud-kiam menjadi malu, lama dia terdiam baru berkata.

"Aku hanya bercerita tapi perjuanganku tetap diteruskan!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Caranya seperti apa, kami akan ikut perintahmu!"

Kata Liu Ta-su.

"Orang-orang Lembah Raja Pedang pun sudah pergi, kelihatannya Wong Han-bwee sengaja melepaskan aku, ini pasti bukan tanpa alasan!"

Kata Lim Hud-kiam sambil terus berpikir.

"Itu sudah pasti, mungkin dia sudah memasang mata-mata untuk mengawasimu dan terus menguntitmu, karena dia ingin kau mencaritahu tentang orang itu,"

Kata Liu Ta-su.

"Paman sudah tahu apakah aku harus tetap mencari orang itu?"

Tanya Lim Hud-kiam sambil tertawa.

"Tetap harus pergi, kau harus mencari tahu apa maksud orang itu tapi kau harus hati-hati, jangan sampai memancing setan datang,"

Kata Liu Ta-su.

"Orang-orang Lembah Raja Pedang selalu berada di tempat tersembunyi, ingin lepas dari pengawasan mereka tidak mudah!"

Kata Lim Hud-kiam.

"Tapi orang kita pun tidak sedikit jumlahnya, begitu banyak orang yang ingin melindungimu, pasti kalau kau pergi tidak akan diketahui mereka, apalagi kau sangat pintar, masa takut kalah dari mereka?"

Liu Ta-su tertawa.

"Bila Tuan Lim butuh bantuan, kami akan sekuat tenaga mendukung dan mendengar perintahmu, apa yang kau rencanakan kami akan melaksanakannya!"

Kata Ciam Giok- beng.

"Terima kasih, aku benar-benar berterima kasih kepada kalian,"

Sahut Lim Hud-kiam.

"Tidak perlu sungkan, sebab ini adalah masalah semua orang, kami akan sekuat tenaga membantumu, bukan karena kami ingin tahu di mana orang itu berada, dan kami rela dipimpin olehmu, kau bisa menyuruh kami pergi ke tempat lain untuk memancing perhatian musuh, kemudian kau bisa mencari orang itu!"

Kata Ciam Giok-beng.

"Aku percaya kepada Ciam Cianpwee yang bersikap terang- terangan dan tanpa pamrih,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Syukurlah kalau kau percaya, supaya tidak curiga aku harus demikian, demi plakat dunia persilatan banyak hal yang akan kami lakukan tapi kalau tidak menguntungkanmu, aku merasa malu, tapi jangan salahkan kami sebab Bu-tong telah menipu kami, karena itu aku merasa kami harus berbuat sedikit kebaikan kepadamu!"

"Apa yang dititipkan Bu-tong pada Cianpwee?"

Tanya Lim Hud-kiam. Ciam Giok-beng menghela nafas panjang.

"Sejak kau muncul di tengah perjalanan dan memberikan plakat, Cia Bu To-jin menganggap kalau kau adalah orang yang mencuri plakat itu, memang dia tidak mengatakan kalau kau yang mencurinya tapi dia menganggap kalau kau mempunyai hubungan erat dengan orang yang mencuri plakat, maka dia berusaha membuat semua perhatian pendekar ditujukan kepadamu."

"Benar, aku memang mempunyai hubungan dengan orang yang mencuri plakat,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Dan mereka tahu kalau Pit-kip dunia persilatan ada dua jilid, setelah orang itu mendapatkan Pit-kip, dia akan menjadi lumpuh tapi akan berusaha untuk mendapatkan Pit-kip

Jilid kedua,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Mereka memang berpikir seperti itu,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Dan mereka menganggap kau datang mewakili orang itu untuk mengambil

Jilid kedua, maka mereka menyimpan rahasia di plakat dunia persilatan yang palsu supaya kau bisa mendapatkannya, dan mereka menganggap kau pasti yang akan mendapatkan plakat itu,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Tapi mereka salah menduga,"

Kata Lim Hud-kiam sambil tertawa.

"Tidak juga, kalau tidak ada orang-orang Raja Pedang yang muncul di tengah-tengah, orang lain tidak akan bisa mengalahkanmu!"

Kata Ciam Giok-beng.

"Aku tidak berpikir seperti itu!"

Ciam Giok-beng menggelengkan kepala.

"Tidak, 5 perguruan sudah ada persiapan, bila pesilat perguruan mereka mengalahkanmu mereka akan berusaha mengatur pesilat lain untuk mengalahkan pesilat tangguh supaya kau bisa mendapatkan plakat dunia persilatan, tidak disangka di tengah jalan muncul orang-orang Raja Pedang, dan merusak rencana 5 perguruan!"

"Setelah aku berhasil mendapatkan Pit-kip

Jilid kedua, apa rencana mereka selanjutnya?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"5 perguruan akan menggunakan pesilat-pesilat tangguh untuk mengawasi dan membuntutimu dengan tujuan mencari orang yang mendapatkan plakat asli supaya

Jilid pertama kembali ke tangan mereka!"

"Apakah Tetua tahu rencana ini?"

"Aku sendiri yang tahu karena 5 perguruan pernah mengatakan secara rahasia kepadaku, mereka ingin aku menjadi wasit supaya rencana ini bisa terlaksana,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Apakah Guru setuju?"

Tanya Goan Hiong.

"Dari gerakan Tuan Lim, aku percaya hal ini benar maka aku setuju,"

Jawab Ciam Giok-beng. Lim Hud-kiam tertawa, katanya.

"Kecurigaan 5 perguruan tidak salah, Cianpwee tidak perlu merasa tidak enak karenanya."

"Tidak, mereka tetap sudah menipuku, mereka tidak membicarakan tentang ketua Ngo-heng-kiam, mereka hanya mencari tahu tentang plakat yang menghilang, tapi meremehkan bahaya besar yang datang, ini benar-benar tidak pantas,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Masalah ketua Ngo-heng-kiam sudah terjadi 60 tahun yang lalu, mareka mereka tidak mengikuti jadi mereka tidak percaya."

Ciam Giok-beng menghela nafas panjang.

"Dari perkataan Gouw Tai-cang, aku baru tahu kalau mereka terlalu mementingkan plakat yang hilang, sedangkan masalah Sun Soan-cu yang mengalahkan generasi atasnya, mereka merasa itu sebuah penghinaan besar, perguruan lurus dan besar hanya mementingkan kepentingan sendiri dan tidak memikirkan kepentingan banyak orang, benar-benar membuatku kecewa, sebaliknya apa yang dilakukan Tuan Lim benar-benar di luar dugaanku, kau sangat mengerti mana yang salah dan mana yang benar,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Aku tidak mempunyai sesuatu yang patut dipuji!"

Kata Lim Hud-kiam malu.

"Apakah Tuan Lim akan mengalami kesulitan bila harus merebut plakat dari tangan Wong Han-bwee?"

"Aku tidak tahu, harus bertarung dulu baru bisa memastikan."

"Tapi Tuan Lim sudah mundur sebelum bertarung dengannya, dari sini dapat membuktikan kau sama sekali tidak tahu mengenai Pit-kip kedua juga tidak bermaksud untuk mengambilnya, hal ini tidak bisa dipungkiri lagi,"

Kata Ciam Giok-beng.

"Aku mengikuti rapat akbar ini karena ingin tahu apakah ketua Ngo-heng-kiam akan muncul? Aku tahu ketua Ngo- heng-kiam adalah orang yang bisa mengancam keselamatan dunia persilatan, walaupun sebelum rapat akbar ini aku tidak yakin tapi dari kata-kata Wong Han-bwee bisa dibuktikan kalau itu tidak salah,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Maksud orang yang mendapatkan plakat itu apa aku tidak tahu, tapi maksud dari Tuan Lim sudah membuat kami mengerti, maka aku membenci 5 perguruan, demi Tuan Lim kami siap menyumbangkan sedikit tenaga, bila Tuan Lim tidak ingin menemui orang itu aku akan kembali ke Kim-leng, setelah Paman Pui kembali dari Lembah Raja Pedang kita baru menyusun rencana, bila Tuan Lim ingin menemui orang itu kami akan membantu menghadang orang-orang 5 perguruan!"

Kata Ciam Giok-beng.

"Apakah Cianpwee tahu di mana mata-mata 5 perguruan tersebar?"

"Tidak tahu, tapi aku tahu kode rahasia yang menghubungkan antara 5 perguruan,"

Jawab Ciam Giok-beng.

"Keadaan sudah berubah, mereka sudah tidak ada perhatian padaku, jadi Cianpwee tidak perlu repot-repot,"

Kata Lim Hud-kiam.

"Tidak, tujuan orang-orang itu tetap Tuan Lim dengan masalah lain, mereka tidak akan menaruh di hati dan orang- orang itu suruhan langsung ketua 5 perguruan mereka tidak akan berhubungan dengan orang-orang perguruan mereka, tugas mereka tidak akan berubah, sekarang orang-orang yang ikut rapat akbar hanya aku yang bebas menghalangi orang- orang dari 5 perguruan yang menguntitmu, hanya aku yang bisa, jadi aku harus membantu Tuan Lim."

"Guru, apakah Guru akan tertipu lagi?"

"Kali ini tidak akan, tadi kita berjanji setelah rapat akbar ini kita berenam akan pergi mencari orang yang mencuri plakat itu maka mereka memberitahu hal-hal yang begitu rahasia, mimpi pun mereka tidak menyangka di tengah-tengah rencana mereka muncul Wong Han-bwee dan menculik mereka."

Lim Hud-kiam berpikir lama baru berkata.

"Kita akan menemui orang itu."

"Siapa? Apakah orang yang mendapatkan plakat itu?"

"Benar, semua yang terjadi tidak sesuai dengan perkataannya, aku ingin bertanya lebih jelas, mungkin dia tidak akan mengaku, maka aku harap kalian bisa membantu- ku menanyakan kepadanya."

"Itu tidak baik, kalau dia benar-benar tidak tahu, bukankah akan membuat dia marah?"

Lim Hud-kiam tertawa kecut.

"Wong Han-bwee sudah jelas mengatakan walaupun kedua Pit-kip itu digabungkan, kepandaiannya tetap akan kalah dari Raja Pedang, jadi kalau keberadaannya sampai diketahui orang lain tidak akan menjadi masalah, aku harap kalian bisa sama-sama menelitinya, apakah ada cara lain untuk bisa mengalahkan orang-orang dari Lembah Raja Pedang, kalau tidak ada kita harus mencari cara lain."

"Apakah orang itu tinggal jauh dari sini?"

"Tidak, besok kita bisa sampai di sana."

"Tapi kita tetap harus bertindak sedikit rahasia, memang orang-orang Lembah Raja Pedang tidak peduli kepadanya, tapi 5 perguruan sangat peduli, mereka benar-benar membenci orang ini,"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Ciam Giok-beng.

"Orang itu hanya mencuri plakat dunia persilatan sedangkan Pit-kip yang ada di dalam plakat 5 perguruan sama sekali tidak peduli, untuk apa harus membencinya?"

"Karena plakat dunia persilatan adalah kebanggaan dan penghinaan bagi 5 perguruan dan plakatnya hilang di depan mata ketua 5 perguruan, maka mereka menganggap ini adalah penghinaan, kedua Sun Soan-cu telah menghina mereka sebelumnya, mereka ingin membersihkan nama baik mereka."

"Ketua 5 perguruan dengan terangan-terangan diculik, pukulan kali ini lebih besar, aku kira 5 perguruan harus tahu mana yang berat dan mana yang ringan."

"Bagaimana pendapat Tuan Lim?"

Tanya Ciam Giok-beng.

"Bila Cianpwee melihat orang-orang dari 5 perguruan, suruh mereka keluar dan kita akan bersama-sama mencari orang itu, ada masalah apapun kita harus membereskannya di depan semua orang!"

Kata Lim Hud-kiam.

"Baiklah, kalau begitu kita bisa mencari tahu bila mereka menguntit kita, kita akan bertambah repot!"

Kata Ciam Giok- beng.

"Baik, kita berangkat sekarang!"

Kata Lim Hud-kiam.

Maka semua pun bersama-sama turun gunung.

Baru saja keluar dari mulut gunung, murid-murid dari 5 perguruan datang mengerubungi mereka dan menanyakan tentang keadaan ketua mereka.

Ciam Giok-beng memberitahu apa yang terjadi dan berkata.

"Kalian bisa membereskan mayat-mayat yang masih ada di sana, Lembah Raja Pedang dijaga sangat ketat, lebih baik kalian menunggu ketua kalian dengan tenang, pulanglah dulu dan susunlah rencana, kalian jangan bergerak sendiri, supaya tidak bertambah banyak orang yang mati atau terluka."

Cia Bu datang bertanya.

"Kemanakah ketua pergi?"

Dengan dingin Ciam Giok-beng menjawab.

"Aku sudah diperalat satu kali, aku rasa itu sudah cukup, jadi harap To- tiang jangan bercanda lagi kepadaku."

Dengan malu Cia Bu To-jin berkata.

"Kata-kata ketua terlalu berat, sebenarnya perkiraan kami tidak salah, Lim Hud-kiam memang ada hubungannya dengan orang yang mencuri plakat."

"Tapi Lim Hud-kiam bukan orang yang To-tiang kira, dia datang demi Pit-kip

Jilid kedua, aku lebih percaya kepada Tuan Lim,"

Kata Ciam Giok-beng. Cia Bu To-jin merasa cemas.

"Dia sadar tidak bisa mengalahkan Wong Han-bwee, maka dia melepaskan rencananya."

"Saat Lim Hud-kiam melepaskan rencananya, Wong Han- bwee belum memperlihatkan kepandaiannya, dari mana To- tiang bisa tahu kalau Lim Hud-kiam akan kalah?"

Tanya Ciam Giok-beng dengan dingin.

Cia Bu To-jin tidak bisa menjawab dan Ciam Giok-beng pun tidak melayaninya lagi, dia memanggil Lim Hud-kiam dan yang lainnya, segera meninggalkan gunung itu.

Setelah meninggalkan kabupaten Tai-an, Lim Hud-kiam membawa semua orang berjalan ke arah utara.

Hari kedua mereka tiba di kota Ta-lai-bu, kemudian berjalan lurus ke Ih- san di propinsi Kang-souw.

Hari hampir sore, mereka sudah berada di Ihsan.

Kata Lim Hud-kiam.

"Gunung ini sangat tinggi, kuda tidak mungkin bisa naik, maka kita harus berjalan kaki memanjatnya."

"Apakah orang itu tinggal di atas gunung itu?"

Tanya Ciam Giok-beng. Lim Hud-kiam mengangguk.

"Benar, setelah berjalan sekitar setengah jam kita baru akan tiba di sana, jadi kita harus berusaha tiba di sana sebelum hari gelap, kalau tidak akan sulit menyusuri jalan di gunung bahkan bisa tersesat."

"Aku merasa aneh, 5 perguruan berjanji asal di selendangnya ada bulu burung berwarna putih, itu adalah orang mereka, mengapa satu orang pun tidak terlihat?"

Tanya Ciam Giok-beng.

"Apakah 5 perguruan bicara jujur kepada Ketua? Aku percaya banyak orang di belakang kita, tapi tidak ada satu pun di kepala mereka yang ada bulu burung berwarna putih,"

Kata Lim Hud-kiam sambil tertawa. Ciam Giok-beng berkata dengan marah.

"Mereka membohongiku lagi, kelak aku tidak ingin tahu apakah mereka masih mempunyai muka bertemu denganku."

"Tapi mereka bisa membantah mungkin orang yang mempunyai tanda itu tidak datang, kecuali kita menangkap 1- 2 orang untuk membuktikan, apa mereka orang dari 5 perguruan atau bukan,"

Kata Lim Hud-kiam. Goan Hiong marah katanya.

"Harus menangkap 1-2 orang untuk menutup mulut ketua-ketua perguruan."

"Kalau Goan-heng bermaksud seperti itu, mari kita berdua berjalan paling depan, biar mereka terburu-buru mengikuti kita, lalu kita akan tangkap mereka,"

Kata Lim Hud-kiam sambil tertawa.

"Baik, aku akan mencobanya,"

Kata Goan Hiong.

"Kami jalan dulu, sepanjang jalan nanti kami akan meninggalkan tanda, kalian ikuti dari belakang, di belokan jalan ini aku akan mengukir satu huruf 'Lim', kalian akan melihat huruf 'Lim' ini, dua goresan Lim ini akan menunjukkan arah, sebagian orang ikuti ini, yang lainnya ikut kepala huruf Lim maju supaya orang yang membuntuti kita tidak tahu ke mana arah kita berjalan."

Kemudian dia menarik Goan Hiong berjalan di paling depan, jalan di gunung itu sangat banyak, sambil berjalan Lim Hud- kiam terus memberi tanda, tidak lama kemudian mereka sudah berada di jalan gunung yang lebat.

Jalan bertambah rumit, Goan Hiong mengikutinya berjalan dengan lama akhirnya dia baru tahu kalau mereka tetap berada di kaki gunung.

Saat dia akan bertanya terlihat Lim Hud-kiam meloncat ke atas, dia sudah mengeluarkan pedang tumpulnya, dan memukul sebuah pohon besar, ternyata di atas pohon ada yang sedang bersembunyi.

Karena dipaksa turun oleh Lim Hud-kiam maka orang itu pun membalas serangannya, tapi karena kalah tenaga maka pedang panjang orang itu terlepas dan orang itu pun jatuh.

Goan Hiong menyerang dengan telapaknya, ilmu silat orang itu lumayan kuat dia menyambut dengan telapaknya juga, setelah beberap jurus berlalu dia baru kabur, Lim Hud-kiam mengejarnya, Pedang tumpulnya terus menyerang, akhirnya berhasil menotok pinggangnya orang itu akhirnya roboh.

Goan Hiong menarik orang itu dan terlihat kalau dia seorang lelaki yang menyamar menjadi tukang menebang kayu, dia membentak.

"Kau dari perguruan mana?"

"Dia tidak akan menjawabnya."

"Mengapa Lim Toako bisa tahu?"

Goan Hiong merasa aneh.

"Kalau orang dari 5 perguruan mereka pasti pesilat tangguh, mana mungkin kita bisa begitu cepat menaklukkan dia?"

"Belum tentu, mungkin dia hanya mencari jalan, sedangkan pesilat tangguhnya berada di belakang."

"Kalau Goan-heng tidak percaya tanyakan saja kepadanya, tapi kalau hanya bertanya seperti itu dia tidak akan memberikan jawaban, harus mempunyai cara tertentu."

"Dengan cara apa?"

"Cara orang menanyakan perkara, seperti hakim di persidangan, sebandel apa pun orang itu bila ditaruh di bawah alat siksa dia pasti akan bicara, tapi orang ini pernah berlatih silat, tampaknya alat siksaan tidak akan membuatnya takut, harus dengan cara lain."

"Itu sangat sederhana."

Tangannya dijulurkan dia menotok beberapa nadi di tubuh orang itu, ini adalah totokan memisahkan tulang dengan daging, wajah orang itu terlihat berkerut, sepertinya dia kesakitan Lim Hud-kiam segera mengangkat dagunya. Goan Hiong bertanya.

"Lim Toako, kau sedang apa?"

"Orang ini bisa saja dibunuh, tapi dia tidak mau dihina, apalagi orang ini berlatih silat, dia pasti punya sifat keras, bila tidak tahan dengan siksaan, dia akan menggigit lidahnya untuk bunuh diri, maka kita harus berjaga-jaga jangan sampai dia menggunakan cara ini."

"Tapi dengan dagu diangkat seperti itu bagaimana dia bisa bicara?"

"Tidak perlu bicara, kita yang tanya dia hanya mengangguk atau menggelengkan kepala itu sudah cukup."

Goan Hiong benar-benar mengagumi ketelitian Lim Hud- kiam, dia berkata.

"Sobat, kalau kau mau merasa lebih nyaman cepat beritahu kami apakah kalian adalah orang-orang dari 5 perguruan?"

Orang itu mengangguk, Lim Hud-kiam bertanya.

"Apakah kau dari Siauw-lim-pai?"

Lelaki itu mengangguk lagi.

"Apakah botak tua Cia Hwie Taysu yang menyuruh kalian menguntit kami?"

Tanya Lim Hud-kiam. Lelaki itu mengangguk lagi, karena marah Goan Hiong menamparnya.

"Sobat, kau masih berniat berbohong, apakah siksaan ini belum cukup bagimu?"

Kata Lim Hud-kiam.

"Sobat, kau kurang pintar, Cia Hwie adalah tosu bukab hweesio, dia adalah ketua Bu-tong bukan ketua Siauw-lim. Kalau kau ingin berbohong, seharusnya kau harus cari tahu dulu."

Dari pancaran matanya lelaki itu tampak marah, Lim Hud- kiam mengangkat dagunya.

"Sobat, Siauw-lim dan Bu-tong pun kau tidak bisa membedakannya, berarti kau bukan orang dari 5 perguruan, lebih baik kau berkata jujur."

Dengan tenang lelaki itu berkata.

"Aku adalah orang dari Lembah Raja Pedang, walaupun kalian bisa menaklukkanku, tapi aku bisa membalas dendam kepada kalian."

"Mimpi, sekarang pun aku bisa membunuhmu,"

Kata Goan Hiong dengan marah. Lelaki itu tidak peduli dia berkata.

"Bunuh saja aku, semua anggota Raja Pedang ada harganya, satu nyawa diganti 10 nyawa, aku tidak akan rugi."

Goan Hiong marah dia mencari pedang untuk membunuh lelaki itu, tapi Lim Hud-kiam menghalanginya.

"Goan-heng, aku selalu tidak mendukung bila ada pembunuhan, demi aku, lepaskanlah dia!"

"Aku tidak suka dia bersikap seperti rubah yang sedang bersembunyi di belakang harimau!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Goan Hiong. Lim Hud-kiam tertawa, berkata.

"Masih ada yang ingin kutanyakan kepadanya. Sobat, kau mengaku kalau kau adalah orangnya Raja Pedang, tapi aku tidak akan membunuhmu, tapi ada beberapa pertanyaan yang ingin kuajukan padamu, harap kau bisa menjawabnya. Apakah benar ada Raja Pedang?"

"Tentu saja ada, bukankah kalian sudah bertemu dengan nona?"

"Aku kira gadis kecil itu berbohong, tidak disangka benar- benar ada orang seperti itu, apakah Raja Pedang itu adalah ayahnya?"

Lelaki itu mengangguk.

"Siapa namanya?"

Lelaki itu tampak sedikit ragu, kata Lim Hud-kiam.

"Lambat laun kami pun pasti akan tahu, kalau kau memberitahu terlebih dulu rasanya tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu, apakah aku pernah mendengar nama ini?"

"Kau pasti belum pernah mendengarnya, tapi aku beritahu pun tidak apa, yang penting setengah bulan lagi nama Raja Pedang akan tersebar luas kemana-mana, semua pesilat pedang akan bertekuk lutut di depan Raja Pedang, namanya adalan Wong Jong-ceng."

Lim Hud-kiam melafalkan nama Wong Jong-ceng beberapa kali, wajahnya terlihat menjadi aneh. Goan Hiong merasa aneh melihat Lim Hud-kiam dan bertanya.

"Apakah Lim Toako pernah mendengar nama ini?"

"Mendengar nama ini rasanya aku jadi teringat sesuatu tapi aku tidak tahu apa dan kapan!"

"Mana mungkin, Lim Toako lebih lincah juga pintar dibanding orang lain, kau mempunyai ingatan yang kuat, mengapa kau bisa lupa pada nama ini?"

"Benar, sejak aku mendengar nama Wong Han-bwee, aku segera terpikir pada nama Wong Jong-ceng, sepertinya di antara mereka ada hubungannya, tapi aku tidak tahu mengapa nama Wong Jong-ceng ini bisa terlintas di otakku?"

"Jong-ceng hanya menunjukkan pohon cemara, Han-bwee (bunga Mei di musim gugur) Ceng-song (pohon cemara yang berwarna hijau) dan Tiok-cu (bambu hijau), ketiga tanaman ini adalah tanaman di musim dingin, apakah hubungan mereka hanya itu?"

Tanya Goan Hiong.

"Seharusnya memang seperti itu, di benakku sepertinya masih ada satu orang lagi, namanya ada kata 'Cu', tapi aku tidak ingat, yang anehnya mengapa aku bisa punya pikiran seperti ini?"

Kata Lim Hud-kiam.

"Coba Lin Toako ingat-ingat lagi, apakah waktu itu kau masih kecil?"

Lim Hud-kiam tertawa kecut.

"Masa kecilku tidak perlu diingat, Goan-heng harus tahu aku lahir di Ceng-seng posisi keluargaku tidak di bawah juga tidak di atas, aku selalu dihina, apalagi oleh Ciu Pek-ho, dia selalu menghinaku sampai aku besar seperti ini."

"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, lebih baik kita urus masalah yang ada di depan mata, orang-orang Lembah Raja Pedang sudah menguntit kita sampai sini, apakah kita masih akan menemui orang itu?"

Tanya Goan Hiong.

"Dari awal aku tidak berencana menemui orang itu,"

Jawab Lim Hud-kiam.

"Apakah dia tidak ada di sini?"

Tanya Goan Hiong.

"Dia ada di sini, di gunung ini, tapi entah ada di mananya, kecuali kalau dia ingin menemui orang kalau tidak, tidak ada seorang pun yang bisa mencarinya, Goan-heng sudah melihat jalan gunung ini begitu berliku semua disusun menurut sebuah barisan, sejak tadi kita berputar-putar dan kita masih di tengah gunung, sama sekali tidak menemukan jalan yang tepat."

"Apa maksud Lim Toako membawa semua orang ke mari?"

Tanya Goan Hiong dengan terkejut.

"Yang penting kita harus menangkap orang-orang Lembah Raja Pedang dan menanyakan di mana letak Lembah Raja Pedang kemudian kita pergi ke sana untuk melihat apa yang ada di sana."

"Untuk apa harus memutar begitu jauh?"

"Aku tidak ingin banyak orang yang pergi ke sana, karena akan menemui bahaya, bahaya bisa muncul tanpa diduga, tapi aku tidak bisa bicara terang-terangan kepada mereka, terpaksa dengan barisan yang bisa membuat orang tersesat mengurung mereka, tadinya aku hanya ingin pergi sendiri, tapi aku takut kalau kekuatanku sendiri tidak akan cukup, maka aku mengajak Goan-heng pergi bersamaku, apakah kau bersedia?"

"Tentu saja aku bersedia, mengapa Lim Toako mengajakku?"

"Karena ilmu silat dan kepintaran Goan-heng melebihi orang lain."

"Lim Toako terlalu memuji, dibandingkan dengan-mu aku masih jauh, bila Lim Toako ingin mencari orang yang bisa membantu, harus mencari yang lebih pintar."

"Sepintar apa pun tidak akan bisa menyaingi orang Lembah Raja Pedang, kali ini kita bertarung kepintaran bukan bertarung dengan keberanian, jurus Goan-heng yang sering menggunakan teknik menyamar dan mencopet akan ku pinjam nanti, apalagi kau masih mempunyai senjata rahasia aneh yang merupakan hasil penelitian Ho Cianpwee dan diwariskan kepada Goan-heng, maka mainan ini bisa beguna menghadapi orang-orang Lembah Raja Pedang."

"Lim Toako benar-benar lihai, apa yang kukuasai kau sudah tahu."

"Aku hanya memperhatikan hal-hal yang berhubungan."

"Aku tidak mengerti, di dunia persilatan Lim Toako selalu berjuang seorang diri, dari mana kau bisa tahu begitu banyak?"

"Uang, uang bisa menyuruh setan membantu kita mendorong gilingan, pepatah ini sangat cocok dengan begitu kita bisa mendapatkan kabar dan berita yang kita butuhkan."

"Tapi perguruan Kian-kun-kiam-pai tidak ada orang yang demi uang menjual berita."

"Tidak ada, aku hanya membeli berita yang kudapat dari orang ketiga kemudian kuanalisa lagi aku kira keadaannya tidak akan berbeda jauh dengan kenyataannya."

Goan Hiong tampak berpikir sebentar.

"Aku bukan takut mati hanya merasa untuk apa harus repot seperti itu, setengah bulan lagi orang-orang Lembah Raja Pedang akan muncul, kalau sekarang kita ke sana, apakah perlu?"

"Wong Jong-ceng ingin menjadi Raja Pedang dan memimpin semua perguruan pedang, rapat akbar pedang adalah tempat paling tepat untuk mengangkat dirinya, tapi dia tidak muncul hanya beberapa orang anak buah dan putrinya yang muncul, mengapa harus mengulur waktu sampai setengah bulan? Pasti bukan tanpa alasan, maka aku ingin mencari tahu mengenai hal ini."

Goan Hiong terkejut dan berkata.

"Lim Toako benar-benar teliti, aku tidak memperhatikan hal ini, setelah mendengar dari Toako, aku rasa ini masuk akal, apakah orang ini akan memberitahu di mana Lembah Raja Pedang?"

"Kita lihat apakah sobat ini mau bekerja sama dengan kita atau tidak?"

"Tidak, tidak mungkin aku memberitahu pada kalian,"

Jawab lelaki itu.

"Mengapa tidak bisa memberitahu?"

Tanya Lim Hud-kiam.

"Kami akan disiksa, bencana akan menyeret keluarga kami, istri dan anakku masih berada di Lembah Raja Pedang."

"Kau tidak perlu memberitahu, kau bisa melukiskan nya."

"Melukiskannya atau memberitahumu sama saja."

"Tidak, Raja Pedang hanya melarang kalian memberi tahu lewat mulut, kalau melukis tidak akan melanggar aturan, apalagi aku akan menjaga mulutku, aku tidak akan memberitahu kalau aku tahu dari mulutmu,"

Kata Lim Hud- kiam.

"Tidak ada gunanya, begitu rahasia bocor, kami semua akan dihukum."

"Tidak, Wong Han-bwee dan Liu Ban-mong harus bertanggung jawab, apakah Raja Pedang akan menghukum mereka juga? Dia hanya menakut-nakuti kalian!"

"Mereka adalah putri dan orang terdekat Raja Pedang, mereka tidak akan membocorkan rahasia,"

Kata orang itu.

"Aku mempunyai cara sehingga harus membuat mereka bertanggung jawab tapi kau harus bekerja sama dengan kami,"

Kata Lim Hud-kiam. Lelaki itu tampak berpikir sebentar, dia tetap menggelengkan kepala.

"Lebih baik kalian bunuh saja aku."

"Aku tidak akan membunuh orang, tapi aku percaya kau akan mengatakannya, Goan-heng, beri dia ranting, teman tidak perlu menulis alamatnya hanya melukiskan sebuah peta dari itu akan menjadi titik awal kita, dan aku akan mengerti."

Goan Hiong memberikan ranting dengan paksa kepada lelaki itu, Lim Hud-kiam mengulurkan tangannya mencengkeram ikat pinggang lelaki itu dan mengangkatnya dengan posisi terbalik, tangan lelaki itu bisa bergerak tapi tubuhnya tetap lurus.

Lim Hud-kiam membuka sepatunya, kemudian dia menggaruk kakinya, lelaki itu terus tertawa kegelian, tapi tawa itu sebenarnya tawa sakit, suaranya menusuk telinga lebih menusuk dibandingkan menangis.

Goan Hiong benar-benar kagum dengan cara Lim Hud-kiam menyiksa orang itu, dengan cara memisahkan syaraf dan tulang, siksaan ini hanya membuat orang melawan dengan kekuatan tapi siksaan Lim Hud-kiam ini walaupun dia orang yang terbuat dari besi sekalipun akan sulit menahannya.

Lelaki itu tertawa sampai seperti akan putus nafasnya, tapi Lim Hud- kiam menambah tenaga menggaruknya, bersamaan itu lelaki itu terus tertawa Lim Hud-kiam berkata.

"Sobat, kau masih terlihat kurang gembira aku akan memberikan kepadamu kesenangan yang lebih supaya kau lebih senang membantu kami, Goan-heng, bantu aku menggaruk pinggangnya, san sebelah tangan menggelitik ketiaknya."

Setelah Goan Hiong mengikuti perintah Lim Hud-kiam, lelaki itu mulai susah bernafas, dan Goan Hiong melihat lelaki itu ingin bunuh diri dengan cara menggigit lidahnya, maka dia segera berteriak.

"Lim Toako, hati-hati dia ingin bunuh diri!"

"Tidak akan, karena dia sudah kehabisan tenaga!"

Benar saja, baru saja lelaki itu akan menggigit ujung lidahnya tapi karena geli saat dia membuka mulut dia tertawa lagi, terakhir dia menyerah dan melukiskan sebuah peta dengan gambar tidak rapi dia berteriak.

"Turunkan aku! Aku sudah melukiskan apa yang kalian inginkan!"

Tapi Lim Hud-kiam belum berhenti, dia malah menggelitik di tempat lain sambil memerintah.

"Lukis sebuah peta lagi!"

"Apakah satu saja tidak cukup?"

"Gambar satu lagi!"

Bentak Lim Hud-kiam. Terpaksa lelaki itu menggambar sebuah peta lagi, Lim Hud- kiam baru menurunkan dia dan membiarkan dia mengatur nafas, dia membandingkan kedua lukisan peta itu, kemudian dengan tertawa dingin dia berkata.

"Teman, kedua lukisan ini menunjukkan dua arah yang berbeda, yang mana yang sebenarnya?"

Lelaki itu menarik nafas panjang.

"Kedua-duanya bukan arah yang sebenarnya, aku tidak kuat disiksa maka aku melukisnya dengan asal-asalan untukmu!"

Goan Hiong baru mengerti mengapa Lim Hud-kiam ingin lelaki itu melukiskan sebuah peta lagi, ternyata ingin membandingkan lukisan yang asli dan palsu, tapi dalam hati dia masih tidak mengerti dan bertanya.

"Lim Toako, bila lukisan pertama yang dia ingat, dan mengulanginya untuk kedua kali, mana kita bisa tahu yang benar yang mana."

Lim Hud-kiam tertawa, katanya.

"Saat dia melukis, dia berada dalam keadaan sangat sakit, mana dia akan ingat apa yang dia lukiskan, sekarang kalau kau menyuruhnya menggambar lagi pun dia tetap tidak ingat, kecuali kalau gambar itu benar-benar asli maka gambarnya tidak akan berubah, sobat, kalau kau tidak mau bekerja sama, aku akan mulai menyiksamu lagi."

Wajah lelaki itu tampak ketakutan dia memohon.

"Aku harap Tuan mau berbuat kebaikan dan membunuhku dengan pedang Tuan, supaya aku terbebas dari siksaan ini, kalau aku membocorkan rahasia, begitu aku kembali ke sana aku akan disiksa, teman dan keluargaku akan ikut disiksa, aku benar- benar tidak berani menggambarnya untukmu."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak ingin membunuh, kalau tetap membuat-mu mati saat pulang nanti, berarti akulah yang membunuh-mu, sudahlah, pergi sana!"

Lelaki itu sangat senang, tapi dia masih tidak percaya dan bertanya.

"Apakah benar?"

"Tentu saja benar, untuk apa aku membohongi-mu? Tapi kedua lukisan ini harus kusimpan untuk dicocokkan-nya, bila salah satu lukisan ini benar, aku percaya orang Lembah Raja Pedang tidak akan memaafkanmu."

"Lukisan itu pasti bukan yang benar, lebih baik kau jangan mencarinya, setengah bulan lagi Raja Pedang akan muncul, untuk apa terburu-buru?"

Kedua lukisan itu diukir dengan kuku di sebuah kulit batang pohon oleh Lim Hud-kiam, dia membuka totokan laki-laki itu kemudian menepuk pundaknya dan berkata.

"Kau bisa pergi sekarang."

Setelah nadinya dibuka, lelaki itu masih setengah percaya, dia takut Lim Hud-kiam akan berubah pikiran maka dia pun cepat-cepat lari.

"Lim Toako, pekerjaan kita sia-sia belaka!"

"Tidak juga, aku sudah tahu di mana letak Lembah Raja Pedang."


Pendekar Gila 37 Petaka Seorang Pendekar Pendekar Rajawali Sakti 185 Geger Di Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki

Cari Blog Ini