Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok Bagian 21
Kata Wong Jong-ceng.
"Mati bersama musuh, apakah itu tidak termasuk menang?"
"Kau salah, kau selalu memikirkan hidup atau mati, sedangkan yang aku pikir adalah ilmu silat, kau menaruh hidup atau mati pada urutan nomor satu maka kau selalu ketakutan, sedangkan aku sudah menyatu dengan pedang, ini adalah etika seorang pesilat pedang, kalau tidak ada semangat ini kau akan selalu berada di belakang pesilat pedang dan selamanya tidak akan bisa menguasai ilmu pedang Raja Pedang."
"Apakah ilmu pedang Raja Pedang selalu berada dalam bahaya untuk mendapatkan kemenangan?"
"Berani menghadapi kematian baru bisa mengalahkan kematian, di matamu hanya melihat bahaya, di hatiku hanya ada kemenangan, bahaya seperti bayangan, bila kau menghindar dia akan selalu mengikutimu, bila kau tidak melihatnya, dia tidak akan ada."
Liu Ban-mong menundukkan kepala, Wong Jong-ceng tertawa.
"Hanya mengandalkan etika saja masih tidak cukup, harus mempunyai tehnik tinggi dan keputusan yang benar, ditambah jurus-jurus aneh baru bisa menjadi pesilat pedang sejati, aku belum mengajarkan jurus-jurus itu kepada kalian, karena kalian belum mencapai tarap itu, mempelajarinya pun percuma karena kalian tidak berbakat menjadi Raja Pedang, jadi tidak perlu berkhayal lagi."
"Aku tidak pernah berkhayal seperti itu!"
Liu Ban-mong menjawab dengan ketakutan.
"Kalau tidak ada, itu lebih baik, ronde ke-3 apakah Ciam Giok-beng yang akan maju?"
Dari tadi Ciam Giok-beng mendengar dia membicarakan ilmu pedang, dia sangat tertarik begitu mendengar ada yang bertanya dia baru menjawab.
"Betul, marga Ciam berharap diberi petunjuk."
"Katanya ilmu Tay-lo-kiam-hoat diciptakan oleh Siau Pek, begitu sampai ditangan mu diperbaiki lagi, aku kira pasti hasilnya sangat bagus."
Dengan serius Ciam Giok-beng berkata.
"Aku tidak berani mengatakan kalau Tay-lo-kiam-hoat adalah ilmu pedang nomor satu, tapi ilmu pedang ini guruku yang menciptakannya, dulu aku belum mengerti kebaikan ilmu ini, malah membuat ilmu Tay-lo yang bagus menjadi tidak berkembang, baru setelah aku mendapat petunjuk dari seorang teman lama, aku mulai mengerti keistimewaan ilmu pedang ini, hanya saja ilmu ini terlalu dalam dan luas, apa yang kukuasai hanya 10-20% dari keseluruhan ilmu pedang."
"Bagus, mendengar kata-katamu tadi kemampuanmu pasti lebih bagus dibandingkan beberapa orang bodoh yang baru bertarung denganku, silakan, aku benar-benar ingin menyaksikan Tay-lo-kiam-hoat yang hebat itu."
Pelan-pelan Ciam Giok-beng berjalan mendekati panggung, dia tidak langsung meloncat keatas panggung malah berjalan memutar melewati tangga panggung, lalu naik selangkah demi selangkah.
"Untuk apa berjalan memutar? Panggung tingginya hanya sekitar 6 meter, apa kau tidak sanggup meloncatinya?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Satu kali lipat lebih tinggi pun aku masih sanggup meloncatinya, tapi ilmu pedangku dasarnya adalah diam mengalahkan gerak, maka harus menghindari gerakan seperti itu, apa lagi umurku sudah tua, darah yang mengalir sudah kurang lancar, kita harus bisa mengirit tenaga, semakin irit semakin bagus."
Wong Jong-ceng mengangguk, memang tidak bisa dilihat wajahnya tapi bisa merasakan kalau sikapnya lebih serius, dia memeluk pedang dan memberi hormat.
Pelan-pelan Ciam Giok-beng mencabut pedangnya, sarung pedang dilemparnya, dia pun memeluk pedang dan balik kembali untuk memberi hormat.
"Begitu pedangku keluar dari sarung, berarti aku sudah mengeluarkan serangan, Tay-lo- kiam-hoat hanya untuk menjaga diri dan memperbaiki diri, tidak untuk melukai orang maka aku tidak ingin menyerang dulu, lebih baik Tuan lebih dulu, silakan."
Wong Jong-ceng berturut-turut menyerang 3 kali, setiap jurus menyerang Ciam Giok-beng dengan jarak yang tipis, tapi Ciam Giok-beng seperti tidak merasakannya, tubuhnya tidak bergerak sedikit pun.
Penonton yang ada di bawah panggung terlihat sangat tegang, juga merasa khawatir melihat Ciam Giok-beng, karena bila pedang Wong Jong-ceng maju 1 inci saja bisa mengenai Ciam Giok-beng, mengapa dia tetap diam? Apakah dia sedang main-main dengan nyawanya sendiri? Bila lawan adalah pesilat biasa, cara Ciam Giok-beng masih bisa dipergunakan, tapi lawannya adalah seorang Raja Pedang.
Sampai-sampai Liu Ta-su pun tidak tahan dengan cemas berkata.
"Apa yang dilakukan oleh pak tua Ciam?"
Hanya Lim Hud-kiam terlihat sangat bergejolak, dia terus bertanya.
"Paman Liu, apakah kalian menemukan orang yang kumaksud itu?"
"Tidak! Kau meninggalkan kami di sana, membuat kami menunggu seharian, akhirnya Ciam Giok-beng mencari kami dan membawa kami keluar dari barisan itu,"
Jawab Liu Ta-su.
"Berarti Ciam Giok-beng sudah bertemu dengan dia,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Dari sikapnya yang terlihat sangat jelas, kalau belum bertemu dengan orang itu, dia tidak mungkin bisa begitu tenang juga tidak akan terlihat begitu mantap."
"Apakah ini yang disebut mantap? Lawannya adalah Raja Pedang, caranya bertarung sekarang seperti mengantarkan kematian."
Lim Hud-kiam tertawa.
"Karena lawan adalah pesilat tangguh, menyerang pun pasti tidak akan sembarangan, Ciam Giok-beng tahu kalau 3 jurus pertama ini tidak akan membuatnya terluka, maka dia tidak melayaninya, sepertinya dia sudah bertemu dengan adik seperguruannya."
"Apa? Orang itu adalah adik seperguruannya?"
"Benar, dia mengubah namanya menjadi Hoan Lam-huang, tapi aku tahu itu adalah nama palsu, singkatnya menjadi Lam- huang-kiam-sou Lok Su-hoan."
"Hoan Lam-huang, bukankah dia adalah Lo Hoan dari keluargamu?"
"Benar, saat dia terlantar dan sampai di Ceng-seng, ibuku menolong dan mengobatinya sampai sembuh, dia menjadi pelayan keluargaku untuk membalas budi kepada keluargaku, tapi keluargaku tidak menganggap dia sebagai pelayan, kami selalu memanggilnya dengan sebutan Paman Hoan."
"Ternyata sejak ayahmu meninggal, dia juga menghilang karena orang ini tidak begitu menarik perhatian maka kami pun tidak begitu memperhatikan dia, tidak di sangka dia yang mendapat plakat dunia persilatan, mengapa kau tidak memberitahukan hal ini dari awal?"
"Aku sama sekali tidak tahu menghilangnya dia karena alasan apa, waktu itu aku masih kecil, terakhir ibuku menyuruhku mencarinya untuk belajar ilmu pedang, barulah aku tahu tentangnya, tapi dia tidak mengijinkan aku bicara, jadi aku harus menjaga rahasianya."
"Tapi mengapa sekarang kau mengatakannya?"
"Dia sudah bertemu dengan Ciam Giok-beng, aku kira tidak perlu menjaga rahasia ini lagi, aku hanya ingin tahu apakah dia sudah datang kemari atau belum, bila dia sudah datang aku ingin bertanya apa hubungannya dengan Wong Jong- ceng, aku merasa di antara mereka ada banyak rahasia."
"Apakah antara Wong Jong-ceng dan Lok Su-hoan saling kenal? "Betul, mereka adalah kenalan lama dan kelihatannya mereka kenal di Ceng-seng, karena Wong Jong-ceng pernah mampir ke Ceng-seng."
Liu Ta-su merasa aneh.
"Apakah Wong Jong-ceng adalah orang yang keluar dari Ceng-seng?"
"Betul, dia tahu namaku saat aku masih kecil, dan tatanan yang ada di Lembah Raja Pedang pun sangat mirip dengan Ceng-seng."
"Pantas dia tahu kalau Ciu Pek-ho saat kecil adalah anak bloon, entah bagaimana Ceng-seng bisa ada orang aneh seperti dia,"
Kata Liu Hui-hui.
"Siapakah dia, aku tidak ingat ada orang Ceng-seng yang mirip dengannya,"
Kata Liu Ta-su.
"Dia adalah orang yang tidak menarik perhatian seperti Hoan Lam-huang, siapa yang menyangka kalau dia adalah Lam-huang-kiam-sou,"
Kata Liu Hui-hui.
"Apa hebatnya Lam-huang-kiam-sou, di kota Ceng-seng dia hanya menjadi seorang pelayan, hanya saja tidak menyangka dia adalah orang yang mendapatkan plakat dunia persilatan, aku hitung-hitung dulu, berarti saat dia datang ke Ceng-seng, dia sudah mempunyai plakat dunia persilatan."
"Betul, dia sudah mempunyai plakat dunia persilatan dan ingin mencaritahu tempat untuk berlatih silat, tapi karena sakit berat membuatnya harus menunda rencananya,"
Jelas Lim Hud-kiam.
"Sewaktu dia datang ke Ceng-seng, kau belum lahir, dia adalah seorang lelaki setengah baya yang luwes dan tampan, tapi dia menumbuhkan cambang lebat, dia sangat cocok dengan ayahmu juga akur dengan ibumu, ibumu percaya pada agama Budha, pengertian agama Budha juga sangat dalam."
"Betul, namaku diganti menjadi Hud-kiam juga adalah idenya,"
Jawab Lim Hud-kiam.
Ketika mereka mengobrol, keadaan di atas panggung semakin tegang, Wong Jong-ceng menyerang 3 kali, Ciam Giok-beng sama sekali tidak merespon hal ini membuat Wong Jong-ceng menjadi berhati-hati, mereka memegang pedang dan berhadapan juga tidak bergerak.
Sekarang Wong Jong-ceng menggeser kaki, dia berjalan mengikuti tubuh Ciam Giok-beng, Ciam Giok-beng tetap berjaga-jaga dengan posisi seperti tadi, hanya kakinya sedikit bergerak, dia selalu berusaha berhadapan muka dengan Wong Jong-ceng, bila dibanding-bandingkan dia terlihat lebih tenang.
Begitulah Wong Jong-ceng berputar beberapa putaran, dia mulai menyerang, SRAT, SRAT, SRAT, 10 jurus lebih dia sudah melancarkan serangan, pedangnya meneluarkan suara seperti guntur karena dipenuhi dengan tenaga dalam, serangan jurusnya aneh dan dahsyat, membuat semua orang terpaku.
Tapi Ciam Giok-beng memang seorang pesilat terkenal, dia selalu bertahan, dia sudah memperagakan Tay-lo-kiam-hoat dan membuatnya terlindung penuh seperti ada tabir pedang, dengan begitu dia bisa menggetarkan kembali setiap jurus yang menyerangnya.
Liu Hui-hui terus berteriak menyaksikan pertarungan ini, pelan-pelan dia berkata.
"Setahun yang lalu sewaktu aku mengajak Ciam Giok-beng bertarung di Kim-leng di Coan-ouw, Ciam Giok-beng kalah dariku, tidak disangka setahun kemudian dia bisa berlatih sampai pada tarap seperti itu."
Lim Hud-kiam menarik nafas.
"Waktu itu kau mengandalkan teknik yang memiliki kekuatan yang tepat dan perubahan aneh untuk menang, apa lagi waktu itu Tay-lo-kiam-hoat belum matang, dengan pengalaman selama beberapa puluh tahun, begitu mengetahui teknik yang tepat, kemajuannya tidak bisa kita bayangkan."
"Dalam pertarungan ini kira-kira siapa yang akan menang?"
Tanya Liu Ta-su.
"Wong Jong-ceng,"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Bagaimana kau bisa tahu? Melihat keadaan yang sedang terjadi Wong Jong-ceng berada di bawah angin, lihat petutup wajahnya sudah basah oleh keringat."
"Tay-lo-kiam-hoat tidak terlawankan tapi jurusnya lebih banyak bertahan dibandingkan menyerang, sedangkan ilmu pedang Wong Jong-ceng campuran ilmu plakat dunia persilatan dan Ngo-heng-kiam, jurus intinya lebih mementingkan serangan, Tay-lo-kiam-hoat bisa juga tidak akan kalah, tapi untuk mendapatkan kemenangan tidak akan gampang."
"Bisa bertahan selamanya tidak akan kalah berarti menang."
"Memang bisa dikatakan seperti itu, tapi semua hal yang terjadi di dunia ini selalu berubah, penjagaan Tay-lo-kiam-hoat memang ketat tapi kekurangannya adalah kurang agresif dalam menyerang, menghadapi pesilat biasa masih bisa tapi menghadapi pesilat tangguh seperti Wong Jong-ceng, Tay-lo- kiam-hoat akan kalah."
"Aku tidak mengerti penjelasanmu,"
Kata Liu Ta-su.
"Tetesan air bisa membuat batu berlubang, tapi membutuhkan waktu yang lama, dijamin pasti berhasil, orang biasa mungkin tidak akan bisa menunggu begitu lama, tapi Wong Jong-ceng sangat hafal dengan perubahan jurus pedang, begitu tangan keluar sudah bergerak satu jurus dan berobah-robah, tapi tidak ada satu jurus yang pernah dipakainya, memang Tay-lo-kiam-hoat milik Ciam Giok-beng tidak terbatas, tapi pasti akan ada celah."
"Apakah Ciam Giok-beng tidak bisa menyerang?"
Tanya Liu Ta-su.
"Bisa saja, tapi Tay-lo-kiam-hoat dengan diam selalu mengalahkan yang bergerak, begitu dia membalas maka akan kehilangan makna ilmu pedang ini, kecuali dia bisa bertahan sampai lawan kelelahan, baru ada harapan untuk menang, masalahnya usianya sudah tua, tenaganya terbatas, dibandingkan dengan Wong Jong-ceng yang masih setengah baya, dia tidak bisa bertahan sampai waktu itu tiba."
"Aku tidak setuju, Ciam Giok-beng sangat mantap, lihat, setetes keringat pun tidak ada, tapi Wong Jong-ceng malah terlihat sangat tegang,"
Kata Liu Hui-hui.
"Manusia bila sudah ada umur, semua fungsi organ tubuhnya akan mundur, Ciam Giok-beng bukan tidak mengeluarkan keringat, tapi tidak ada keringat untuk dikeluarkan, pesilat tangguh bertarung separuhnya bersaing dalam teknik, separuh lagi tenaga, mana ada yang tidak mengeluarkan tenaga."
Liu Ta-su melihat sebentar baru menarik nafas.
"Hud-kiam, apa yang kau katakan tadi tidak salah, Ciam Giok-beng tidak mengeluarkan setetes keringat pun, tapi tangannya mulai gemetar itu karena tenaganya sudah mulai habis, sepertinya kau lebih mengerti dibandingkan aku."
"Pengertianku tidak lebih banyak dari Paman, hati Paman hanya untuk berlatih pedang, tidak untuk memikirkan hal lain,"
Kata Lim Hud-kiam.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Betul, dulu aku hanya tahu berlatih ilmu pedang harus rajin, setelah menempuh perjalanan ini, aku baru tahu banyak hal yang terjadi di dunia ini, bisa menambah banyak pengalaman juga bisa membuat ilmu pedang kita bertambah maju, berjalan puluhan ribu li, membaca puluhan
Jilid buku, ini syarat menuju ilmu pedang yang tinggi,"
Kata Liu Ta-su.
"Dulu, cara Ceng-seng adalah menutup pintu untuk belajar, cara berlatih pedang seharusnya masa kecil harus polos, masa muda harus mantap, usia setengah baya harus luas pengetahuan, masa tua harus berkosentrasi,"
Jelas Lim Hud- kiam. Liu Ta-su terpaku.
"Ucapanmu tadi adalah cara terdalam untuk mempelajari ilmu pedang, siapa yang berkata seperti itu?"
Dengan sedikit tertawa malu Lim Hud-kiam berkata.
"Kata- kata ini aku dapat setelah melihat kemajuan Ciam Giok-beng, apakah harus menunggu Paman yang memperbaikinya?"
Liu Ta-su tertawa terbahak-bahak, katanya.
"Sudah betul, Wong Jong-ceng menyebut dirinya sebagai Raja Pedang, walaupun ilmunya hebat belum tentu dia bisa mengeluarkan pendapat seperti ini."
Wong Jong-ceng yang ada di atas panggung mulai menyerang lagi, setelah pedangnya ditahan dan dikesampingkan, celahnya terlihat, semua gerakan tubuhnya jadi berada dalam ancaman lawan, Ciam Giok-beng tidak melepaskan kesempatan ini, tangannya berbalik mengangkat, 3 jurus serangan yang paling dahyat dari Tay-lo-kiam-hoat sudah dikeluarkan.
Wong Jong-ceng dengan bersusah payah menghindari jurus pertama dan kedua, tapi pedang terus melaju ke dadanya dan dia tidak bisa menghindar lagi, tapi tiba-tiba tangan kosongnya keluar, dua jarinya menjepit, dengan cara sangat cepat dia menjepit ujung pedang Ciam Giok-beng, bayangkan tenaga dalam mereka hampir sama dengan 2 jari mana mungkin bisa menahan serangan lawan yang begitu kuat? Karena itu Ciam Giok-beng sama sekali tidak banyak berpikir lagi, dia mengikuti arah di mana Wong Jong-ceng menjepit, tapi posisinya tidak berubah, dan terus ikut mendorong ke depan, karena kedua jarinya sedang menjepit pedang, paling tenaga yang ada hanya mendorong ke depan, dia ingin mengubah sedikit arahnya supaya bisa membuat ancaman lebih besar dan serangannya lebih kuat.
Jari Wong Jong-ceng sedikit bertenaga itu pun hanya bisa membuat dorongan Ciam Giok-beng sedikit melamban, tapi ujung pedang tetap melaju ke dada, tiba-tiba Ciam Giok-beng merasa ada yang tidak beres.
Lawan adalah pesilat tangguh nomor satu, kesempatan yang mereka rebut adalah waktu yang sangat singkat, saat pedangnya terhadang ini adalah kesempatan baik untuk musuh, tadi dia lupa kalau pedang Wong Jong-ceng ada di posisi mana, walaupun 3 jurus dikeluarkan dengan gerakan cepat, tapi itu hanya sebentar.
Dalam waktu beberapa detik ini, bagi pesilat tangguh seperti Wong Jong-ceng banyak hal yang bisa dia lakukan dengan tenang, terpikir akan hal itu pedangnya tiba-tiba berhenti dengan jarak 3 sentimeter di depan dada Wong Jong- ceng, begitu melihat tangan Wong Jong-ceng yang memegang pedang, dia segera mengerti pedang Wong Jong-ceng berada di mana dan pada posisi seperti apa.
Begitu melihat, dia benar-benar terkejut, karena tangan Wong Jong-ceng yang memegang pedang sedang diturunkan, ujung pedang pun diturunkan seperti dia tidak siap untuk melawan.
Ciam Giok-beng tidak mengerti apa maksud lawan juga tidak tahu apa artinya, maka dia hanya bisa terpaku.
Wong Jong-ceng tertawa, katanya.
"Tuan sudah berada di ambang kemenangan, mengapa tiba-tiba berhenti?"
Ciam Giok-beng berhenti sebentar baru berkata.
"Ada satu hal di mana aku tidak mengerti, saat jarimu menjepit ujung pedangku, sebetulnya kau bisa membalasku, mengapa...."
Belum selesai Ciam Giok-beng bicara, Wong Jong-ceng tertawa.
"Begitu kau merasa, sudah terlambat, saat kau menyerangku 3 kali, aku sudah membalas 3 kali, setiap jurusku sudah menandai tubuhmu, kalau tidak percaya kau boleh mmeriksanya."
Begitu Ciam Giok-beng memeriksa, dia baru melihat di depan dadanya sudah ada lubang kecil, lubang ini berasal dari ujung pedang, posisinya berbaris ke pinggir, 3 serangan ini sangat rata, hanya merobek baju saja tapi kulit tidak terluka sedikit pun, jadi Ciam Giok-beng tidak merasakannya, tapi Ciam Giok-beng tahu, Wong Jong-ceng tidak ingin membunuhnya.
Melihat titik yang diserangnya dan tenaga yang seimbang, membuktikan kalau lawan menyerang 3 jurus ini dengan keadaan tenang dan lawan tidak merasa, sehingga menarik kembali dan menurunkan pedang ke bawah, bila lawan ingin membunuhnya, setiap serangan sanggup dilakukannya.
Mungkin dia sudah mati 3 kali, maka dengan menghela nafas panjang Ciam Giok-beng berkata.
"Ilmu pedang Tuan benar-benar hebat, julukan anda sebagai Raja Pedang memang bukan asal bicara saja, aku menerima kekalahan ini dengan hati iklas."
"Anda terlalu memuji, penjagaan Tuan benar-benar kokoh, kau adalah musuh terkuatku yang pertama kutemui, bila Tuan tidak menyerang belum tentu aku bisa menang."
Ciam Giok-beng kali ini benar-benar kalah dan menerima sepenuhnya, walaupun Wong Jong-ceng memuji penjagaannya sangat kuat, tapi dia mengerti tenaganya sudah terkuras banyak, memang pertarungan mereka begitu kena langsung berhenti, tapi setiap sentuhan tenaga dalam dua pihak sangat kuat, saling berhadapan dan saling memecahkan, pedang saling beradu, memang suara yang dihasilkan tidak terlalu besar, tapi tenaga yang mereka keluar sebenarnya cukup untuk membuat batu berlubang.
Wong Jong-ceng masih mempunyai sisa tenaga, tapi dia sudah terlihat sangat lelah, paling-paling hanya bisa bertahan 7-8 jurus, tidak perlu bertarung pun dia akan roboh dengan sendirinya, membalas menyerang karena terpaksa ternyata malah membuat lawan mendapat kesempatan, dalam teknik pedang dia memang berada di bawah Wong Jong-ceng, maka Ciam Giok-beng menerima kekalahan dengan suka rela.
Apalagi melihat sikap Wong Jong-ceng, dia benar-benar kagum, dia merasa Wong Jong-ceng tidak sekejam yang dibayangkan semua orang, yaitu senang membunuh, 3 jurus berturut-turut yang dilakukan hanya memberi tanda saja, terakhir dia malah mencoba pedang menggunakan tubuhnya, dengan 2 jari menjepit laju pedang menuju dadanya membuatnya terlihat ada celah dan hal ini bertujuan supaya musuh menyerangnya, bila dia berhati jahat dan terus mendorong ke depan, bukankah dia sendiri pun akan berada dalam bahaya? Berjiwa besar dan pemurah tidak sembarangan orang bisa melakukannya, maka tidak sengaja Ciam Giok-beng mengucapkan kata 'Raja Pedang' dengan nada penuh kekaguman.
Dia menarik kembali pedangnya, sambil memberi hormat dia berkata.
"Sikap Tuan benar-benar pantas disebut sebagai Raja Pedang, Tuan tidak ingin melukai orang lain dengan pedang Tuan, padahal bila aku meneruskan serangan tadi, bukankah Tuan sendiri pun berada dalam keadaan sangat berbahaya?"
Wong Jong-ceng tertawa.
"Dari jurus pedang terlihat sifat orang, jurus pedang Tuan sama sekali tidak mengandung hawa membunuh, maka aku percaya Tuan tidak akan melakukan hal itu."
Dengan malu Ciam Giok-beng berkata.
"Pujian Anda malah membuatku malu, saat aku bertarung, aku hanya berniat membasmi kejahatan, tiba-tiba berhenti bertarung bukan karena aku tidak ingin melukai melainkan terpikir Tuan tidak mungkin begitu mudah kalah."
Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Walaupun begitu, itu bukan masalah besar, karena dengan cara kasar aku menghadapi orang dunia persilatan, hal ini memang membuat siapa pun sulit untuk menerimanya, tapi Tuan tidak perlu merasa bersalah, mataku bisa melihat pedang, aku percaya perasaanku tidak akan salah, 3 jurus serangan itu memang galak, tapi tidak mengandung hawa membunuh, aku percaya sampai terakhir pun Tuan tidak akan sanggup membunuh."
Ciam Giok-beng menarik nafas.
"Aku tidak biasa membuat orang terluka, maka 3 jurus membunuh orang itu pun kugunakan dengan ragu-ragu, tapi balik lagi walaupun aku berniat untuk membunuh, aku kira tidak mudah melakukannya."
"Boleh dikatakan seperti itu, perasaan sudah mencapai pedang dan hati telah menyatu, bila hawa membunuhmu timbul, pedangku akan lebih cepat beraksi dari pedang Tuan."
Ciam Giok-beng berpikir sebentar baru berkata.
"Aku tetap harus menasehti Anda, karena pada dasarnya sifatku tidak senang menggunakan jurus-jurus ganas, kalau orang lain mungkin akan menyerang lebih sadis."
"Aku tahu, 3 jurus terakhir tidak cocok dengan semangat Tay-lo-kiam-hoat, aku kira itu pasti bukan jurus asli dari Tay- lo-kiam-hoat,"
Kata Wong Jong-ceng. Ciam Giok-beng mengangguk dan mengaku.
"Betul, ada orang yang mengubah jurus pedang itu membuat kekuatan menyerangnya bertambah beberapa kali lipat."
"Orang itu pasti adik seperguruanmu Lok Su-hoan, dia juga mengganti namanya menjadi Hoan Lam-huang, dari namanya Lam-huang-kiam-sou, apakah benar?"
Ciam Giok-beng mengangguk.
"Dia yang menyuruh kalian datang kemari bukan? Dan dia adalah orang yang mencuri plakat dunia persilatan dari 5 perguruan bukan?"
Ciam Giok-beng mengangguk lagi.
"Apakah dia sudah ada di sini?"
"Aku tidak tahu."
"Mengapa Anda tidak tahu? Saat Anda mengajak bertarung, Anda pernah mengatakan jumlah orang yang akan bertarung denganku adalah 4, kecuali kau, Ciu Pekho, dan pelindung bendera dari 5 perguruan, orang ke-4 pasti dia, dia pasti sudah berada di sini."
"Dia memang siap datang kemari, tapi belum tentu dia akan bertarung dengan Tuan, karena dia mengatakan kalau Tuan adalah musuh yang dikenalnya maka dia menyuruhku merubah 3 jurus untuk menyerang, 3 jurus ini bila tidak sanggup membunuh Anda, paling sedikit bisa membuat Anda terluka, dengan kondisi Anda seperti itu dia baru akan keluar untuk bertarung, tapi sekarang 3 jurusku berhasil Anda pecahkan, dia tidak akan bertarung."
"Mengapa?"
"Karena Anda bukan orang yang dia perkirakan selama ini."
"Dari mana Anda tahu?"
"Karena orang yang dia perkirakan itu tidak akan sanggup menahan 3 jurus ini."
Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Aku harap dia bisa datang kemari, aku pun ingin dia tahu kalau dia telah membuat kesalahan besar, karena aku adalah orang yang dia perkirakan."
"Siapa Tuan sebenarnya?"
"Apakah dia tidak memberitahu Tuan?"
"Tidak, dia tidak ingin memberitahuku, sebelum memastikannya dia tidak akan mengatakannya."
Wong Jong-ceng berpikir sejenak.
"Kalau begitu untuk sementara waktu aku pun tidak akan bicara panjang lebar, begitu aku naik tahta, aku akan muncul dengan wajah asli di depan umum, di sini banyak teman lamaku, mereka pasti akan mengenaliku."
Liu Ta-su pelan-pelan berkata kepada Lim Hud-kiam.
"Hud- kiam dari nada bicara Wong Jong-ceng, dia seperti orang yang keluar dari Ceng-seng, siapakah dia?"
Lim Hud-kiam dengan bingung menjawab.
"Aku benar- benar tidak tahu, kalau benar dia orang yang keluar dari Ceng- seng, Paman saja tidak tahu, apa lagi aku!"
Liu Ta-su masih terus berpikir, tiba-tiba Wong Jong-ceng berteriak lagi dari atas panggung.
"Lim Hud-kiam, orang yang mengajarimu ilmu pedang dan menyuruhmu selalu melawanku adalah Lok Su-hoan bukan?"
"Aku hanya tahu namanya adalah Hoan Lam-huang, Lam- huang-kiam-sou Lok Su-hoan itu hanya dugaanku saja."
"Tapi Ciam Giok-beng sudah memberikan bukti."
"Berarti dugaanku benar,"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Orang itu seperti apa?"
Tanya Wong Jong-ceng tertawa.
"Aku tidak begitu akrab dengannya, maka aku tidak bisa berkomentar banyak,"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Aku akan memberitahu padamu, dia adalah orang kerdil yang sangat jahat, apakah kau setuju dengan pendapatku?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Hanya mengandalkan ucapan Anda tadi, aku tidak setuju,"
Jawab Lim Hud-kiam setelah berpikir. Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Aku akan memberikan bukti yang kuat kepadamu, sejak kau berkelana di dunia persilatan selalu membuat perusahaan perjalanan Su-hai repot, apakah dia yang memberi petunjuk seperti itu?"
"Betul, tapi dia tidak ingin aku benar-benar berlawanan dengan mereka, hanya menyuruhku membuat perusahaan perjalanan mereka berhenti berusaha,"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Itu sudah cukup, karena Siau Pek memaksanya harus bekerja sebagai pengantar barang perusahaan perjalanan, itu tidak cocok dengan kesenangannya, maka dia marah dan membenci perguruannya, sesudah Siau Pek meninggal dia tetap tidak melepaskan perilaku ini, dia memaksa Kian-kun- kiam-pai berhenti membuka perusahaan perjalanan, orang ini jiwanya sangat sempit, dari sini kau bisa mengetahuinya,"
Kata Wong Jong-ceng. Ciam Giok-beng dengan cepat membela.
"Adik Lok bukan orang seperti itu, dia tidak setuju membuka perusahaan perjalanan, dia memang marah kepada guruku, tapi dia tidak lupa diri, dia memperalat Lim Hud-kiam untuk menghalangi kami, supaya ilmu pedang kami bisa maju, dia malah menyuruh Lim Hud-kiam membenarkan beberapa jurus ilmu pedang perguruan kami."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dia juga menyuruhku harus sering-sering membantu Kian- kun-kiam-pai, dari sini dapat diketahui kalau dia masih sangat mencintai perguruannya,"
Kata Lim Hud-kiam. Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Kalau begitu kalian menganggapnya orang baik?"
Lim Hud-kiam dan Ciam Giok-beng menundukkan kepala dan tidak menjawab, sebenarnya mereka juga tidak tahu apakah kelakukan Lok Su-hoan salah atau benar, jadi mereka tidak bisa menjawab.
"Lim Hud-kiam, dia mengajarimu ilmu pedang, kecuali menyuruhmu membuat perusahaan perjalanan Su-hai repot, tugas berikutnya adalah mengurusi aku, apakah benar?"
"Bukan menghadapi dan menentangmu, tapi menghadapi dan menentang kepada Ngo-heng-kiam, dari plakat dunia persilatan dia mengetahui tentang ketua Ngo-heng-kiam, dan dia tahu kalau orang itu mewariskan perguruan pedang ini kepadamu untuk mencelakai orang, dia ingin aku membasmi bencana ini,"
Jelas Lim Hud-kiam.
"Mengapa tidak dia sendiri saja yang melakukan tugas ini?"
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Bukankah aku sudah memberitahu, karena dia berlatih ilmu silat dari plakat dunia persilatan dia menjadi tersesat, dan tubuhnya lumpuh total,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Ciam Giok-beng, saat kau bertemu dengan Lok Su-hoan, apakah kondisinya seperti itu?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Tidak, dia sudah bisa bergerak, ini hal yang baru terjadi, seperti dirimu, kau adalah orang yang disebutnya, kau juga belajar ilmu silat dari plakat dunia persilatan, aku percaya kau pun dalam waktu dekat ini baru bisa sembuh kembali,"
Kata Ciam Giok-beng.
"Bukan seperti itu, ilmu silat dari plakat
Jilid pertama memang akan membuat kita tersesat, tapi bukan berarti tidak bisa disembuhkan, juga tidak akan membuat orang menjadi lumpuh total, hanya akan tersiksa rasa sakit selama 2 jam setiap hari, aku menemukan cara untuk mengatasi rasa sakit ini, aku percaya dia pun sudah menemukan, kalau tidak, dia tidak akan begitu cepat pulih dari kelumpuhan total, kedua mata menjadi buta, semua ini hanya bohong belaka, dia menyuruh Lim Hud-kiam mewakili dia melakukan semua ini, pasti ada sebuah rencana busuk yang lebih besar lagi,"
Kata Wong Jong-ceng.
"Rencana busuk apa?"
Tanya Lim Hud-kiam.
"Begitu aku naik tahta menjadi Raja Pedang, aku akan memberitahunya kepadamu, waktu itu kau akan tahu orang ini liciknya sampai tahap seperti apa."
Karena tidak mau memberitahu, Lim Hud-kiam terdiam. Wong Jong-ceng bertanya lagi kepada Ciam Giok-beng.
"Orang ke-4 dari pihakmu mungkin tidak akan muncul, kalau tidak ada masalah lain, aku akan mulai mengumumkan kalau aku akan menjadi Raja Pedang."
Ciam Giok-beng terdiam, lama, lalu berkata.
"Mengenai teknik ilmu silat, Tuan memang nomor satu, aku mengakui kalau Tuan adalah Raja Pedang, tapi bila ingin kami berlutut kepada Tuan, aku tidak setuju."
"Apakah Tuan tidak takut kalau aku akan membunuh?"
Dengan suara lantang Ciam Giok-beng berkata.
"Dengan posisi sebagai Ketua aku mengumumkan, siapa yang menjadi murid perguruanku berhak untuk memilih, ingin keluar atau tetap di perguruan Kian-kun-kiam-pai, yang memilih tinggal di Kian-kun-kiam-pai tidak diijinkan berlutut!"
Goan Hiong, Kie Pi-sia, dan Pui Thian-hoa bersama-sama menjawab.
"Murid akan mendukung keputusan Guru, memilih lebih baik menjadi setan, daripada menjadi orang hidup tapi dihina."
Mereka bertiga dari awal sudah berunding, maka mulut mereka bersama-sama mengucapkan kata-kata yang sama. Wong Jong-ceng tertawa, katanya.
"Baik, kalian ingat, setelah aku naik tahta aku akan mulai berhadapan dengan kalian, siapa lagi yang tidak mau mengikuti aturanku? "Aku."
Jawab Lim Hud-kiam segera. Wong Jong-ceng mengangguk.
"Apakah hanya kau sendiri?"
"Kami berdiri di posisi yang sama dengan Lim Hud-kiam."
Wong Jong-ceng tertawa dan bertanya kepada Liu Ta-su.
"Kau lebih tua, mengapa tidak mengeluarkan pendapat, dari tadi membiarkan anak-anak yang terus bicara? Apakah kau selalu mendengarkan pendapat mereka dulu?"
Liu Ta-su tertawa terbahak-bahak.
"Generasi muda mempunyai sifat begitu jelas, mereka lebih baik dari kami, untuk apa aku harus banyak bicara? Mereka punya masa depan yang cerah, tapi mereka selalu dengan nyawa melawan kekejaman, aku kira nyawaku yang sudah tua ini tidak perlu dipikirkan atau disayangkan!"
"Baik, baik, siapa lagi?"
Dia bersaudara Thio dari Thian-san menjawab.
"Kami!"
"Ayah dan ibumu sudah menjadi tawanan kami, apakah kalian tidak peduli hidup atau mati orang tua kalian?"
Tanya Wong Jong-ceng. Thio Siauw-hun berteriak.
"Ayah dan ibu kami bertindak seperti itu mungkin untuk keselamatan kami, maka dari tadi mereka diam dan tidak mengemukakan pendapat, kalau kami menjaga semangat seorang pesilat pedang, aku percaya orang tua kami pasti setuju."
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Karena kami dari kecil mendapat didikan dari orang tua seperti mereka."
Thio In dengan hati bergejolak berkata.
"Baik, anak yang baik, kalian adalah putra putri terbaik dari lembah Lu-bwee, aku dan ibumu pasti akan melawan dengan sisa tenaga kami dan bahu membahu bersama kalian untuk berjuang."
"Apakah masih ada yang lain? 5 perguruan bagaimana dengan kalian? Kalian selalu membicarakan semangat seorang pesilat, mengapa sekarang menjadi penakut?"
Ketua Bu-tong, Cia Hwie Cin-jin berkata.
"Kami tidak takut mati tapi juga tidak ingin membawa bencana ini kepada murid-murid kami yang jumlahnya banyak, 10 tahun kemudian pasti akan ada seorang pelindung bendera dan bertarung demi kami, itu adalah perwakilan dari 5 perguruan, asalkan cara ini tidak berhenti, semangat kami pun tidak akan mati, satu perguruan tidak sama dengan perorangan, kadang demi perguruan kami harus tahan dihina, kami tidak bisa hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, hari ini kau bisa menaklukkan kami, tapi bukan perguruan kami, apakah kau sadar?"
"Kata-kata yang bagus, cara yang digunakan oleh 5 perguruan dihina tapi kelak akan balas dendam, ini adalah semangat seorang pesilat, sekelompok anak muda menahan gengsi sebagai seorang pesilat pedang, semua ini akan kuberikan kepada kalian, Ban-mong, mainkan musik, paling sedikit aku naik ke jenjang Raja Pedang, semua orang mendukungku."
Liu Ban-mong dengan cepat melambaikan tangan, musik mulai dimainkan, musik yang gagah dan sangat megah, pelan- pelan Wong Jong-ceng berjalan menuju kursi yang melambangkan kekuasaan terhadap pesilat-pesilat yang berada di bawah, dia duduk dengan pelan dan serius.
"Apakah sekarang kau bisa membuka penutup wajahmu?"
Kata Liu Ta-su terburu-buru. Wong Jong-ceng terdiam kemudian mengangguk, dia melihat sekeliling dan berkata.
"Aku sangat berharap Hoan Lam-huang atau Lok Su-hoan bisa berada di sini, melihat saat- saat yang begitu berpengaruh, tapi sepertinya dia tidak akan berani kemari."
Sesudah itu dia membuka penutup wajahnya, munculan seraut wajah tampan berumur sekitar 50-60 tahun, kumis di dagunya mulai memutih, tapi dia terlihat sangat gagah dan bersemangat, terdengar dari kerumunan orang banyak yang berteriak.
Ooo)od*wo(ooO BAB 32 Menceritakan dari awal mengenai cinta masa lalu Lim Hud-kiam merasa dia mengenali orang itu tapi di mana dan kapan? Dia melihat bibir Liu Ta-su terus bergetar dan berkata.
"Tidak mungkin."
"Paman Liu, apakah Paman mengenalnya?"
Tanya Lim Hud- kiam dengan terburu-buru. Dengan suara bergetar dia berkata.
"Aku... aku mengenalinya, tapi aku tidak percaya semua ini, karena hal ini tidak mungkin terjadi."
Bun Ta-cai dan Bun Tho-hoan pun terkejut mereka terus melotot dan tidak bisa bicara. Goan Jit-hong yang berada di sebelah sana pun, mulutnya tampak menganga dan tidak sanggup bicara. Wong Jong-ceng mulai membuka suara.
"25 tahun memang waktu yang sangat panjang, tapi aku yakin tidak akan membuat semua orang melupakannya, apakah kalian mengenaliku?"
Lim Hud-kiam terus bertanya.
"Paman Liu, siapa orang itu?"
Setelah mengumpulkan tenaga Liu Ta-su baru sanggup menjawab.
"Apakah kau tidak bisa mengenalinya?"
"Aku merasa aku kenal dengannya, tapi aku tidak ingat siapa dia. Dia hanya mengatakan dia meninggalkan Ceng-seng 25 tahun yang lalu, berarti waktu itu aku usiaku baru 4 tahun."
"25 tahun yang lalu aku baru lahir, tapi aku juga merasa mengenalinya, dia mirip dengan pamanmu, tapi tidak seperti Lo Hoan yang pernah bekerja di rumahmu,"
Kata Liu Hui-hui. Lim Hud-kiam terpaku.
"Betul, dia mirip dengan Hoan Lam- huang, tapi rasanya tidak mungkin, aku berpisah dengan Hoan Lam-huang baru 2 tahun yang lalu, Hoan Lam-huang lebih tua banyak darinya."
Tiba-tiba Yu Leng-nio berkata.
"Siangkong, dia sangat mirip denganmu."
Lim Hud-kiam terkejut.
"Mirip denganku? Tapi aku tidak merasa seperti itu."
Yu Bwee-nio ikut bicara.
"Karena kau jarang berkaca jadi tidak tahu wajah sendiri seperti apa, tapi kau benar-benar mirip dengannya, hanya saja kau lebih muda."
"Memang kalian sangat mirip, 25 tahun yang lalu saat ayahmu meninggal, penampilannya seperti dirimu sekarang, aku yakin dia adalah ayahmu Lim Su-kun."
"Ayahku? Tidak mungkin, ayahku telah meninggal."
"Begitulah, saat ayahmu meninggal kami semua berada di sana, kami menyaksikan upacara penutupan peti lalu dikebumikan, tapi orang itu benar-benar ayahmu, Lim Su- kun."
Wong Jong-ceng mulai bicara.
"Apakah kalian kenal aku?"
Liu Ta-su dengan cepat menjawab.
"Apakah kau Lim Su- kun?"
Wong Jong-ceng tertawa, berkata.
"Ingatan Ketua Liu benar-benar bagus, hanya saja Ketua Liu jangan lupa, Lim Su- kun sudah meninggal."
"Betul, kami sendiri yang menyaksikan Lim Sukun dikebumikan, tapi aku percaya kalau kau adalah Lim Su-kun, kecuali itu tidak ada yang lain lagi."
Lama Lim Su-kun baru menjawab.
"Lim Su-kun sudah mati dan tidak pernah hidup kembali, aku adalah Wong Jong-ceng, tidak ada yang bisa merubahnya."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semua orang terpaku, tiba-tiba Wong Jong-ceng dengan senang berkata.
"Hud-kiam, naiklah ke panggung, apa yang kau rasa aneh kau boleh menanyakan dan aku akan menjawabnya."
Lim Hud-kiam meloncat naik karena hatinya terus bergejolak langkahnya tidak mantap, setelah maju dua langkah dia baru bisa berdiri tegak, hal itu membuat jaraknya semakin dekat dengan Wong Jong-ceng.
"Kau kurang tenang, seorang pesilat pedang dalam keadaan sesulit apa pun harus bisa menjaga ketenangan, kau harus tenang, walaupun Tai-san akan runtuh di depan matamu kau harus tetap tenang, apakah kau bisa? Kau harus meneruskan posisi Raja Pedang, jadi kau harus banyak belajar,"
Kata Wong Jong-ceng. Lim Hud-kiam tidak memperhatikan apa yang dikatakan Wong Jong-ceng, tapi Wong Han-bwee mendengarkannya, dia ikut naik ke panggung dan berkata.
"Ayah, apakah penerus Raja Pedang adalah dia?"
"Benar, aku tetap Wong Jong-ceng, hanya terhadap dia, aku tidak bisa menghapus masalahku karena dia adalah putraku."
Lim Hud-kiam terpaku, lama berkata.
"Apakah benar kau adalah ayahku?"
Dengan misterius Wong Jong-ceng berkata.
"Wong Jong- ceng bukan Lim Su-kun, tapi aku adalah ayahmu, ayah kandungmu."
Lim Hud-kiam mengusap-usap kepalanya.
"Aku benar-benar tidak mengerti."
"Kalau aku tidak menjelaskan, tidak ada seorang pun yang akan mengerti, sebelum Lim Su-kun mati, dia adalah Lim Su- kun, sesudah Lim Su-kun mati aku tidak mempunyai nama, setelah aku datang kemari baru aku menjadi Wong Jong- ceng."
Akhirnya masalah ini terjawab, Wong Jong-ceng adalah Lim Su-kun, tapi bagaimana dia bisa hidup kembali? Dan mengapa dia bisa menjadi Wong Jong-ceng? orang semua menjadi bingung.
Tapi keadaan tidak memberi kesempatan kepada orang- orang untuk bertanya juga tidak ada waktu bagi Wong Jong- ceng untuk menjelaskannya, karena Wong Jin-jiu dan Ma Kiu- nio bersamaan meloncat naik panggung, dengan marah Ma Kiu-nio bertanya.
"Tuanku, apakah Anda ingin mewariskan kedudukan Raja Pedang kepada Lim Hud-kiam?"
"Benar, dia adalah putraku, bakatnya cukup untuk meneruskan ilmu pedangku, apa ada masalah?"
Tanya Wong Jong-ceng. Wong Jin-jiu berteriak.
"Ada yang tidak benar, Tuanku jangan lupa, sebelum masuk ke keluarga Wong, apa yang telah Anda janjikan yaitu usaha milik keluarga Wong tidak akan diwariskan kepada orang luar."
"Tidak, aku mewariskannya kepada putraku, dia bukan orang luar,"
Kata Wong Jong-ceng.
"Waktu itu Tuanku tidak memberitahu kalau Tuan mempunyai seorang putra,"
Tuduh Wong Jin-jiu.
"Waktu itu aku sendiri tidak tahu kalau aku mempunyai seorang putra,"
Jawab Wong Jong-ceng.
"Tuanku masuk ke keluarga Wong baru 20 tahun ini, mengapa Tuanku tidak tahu kalau Tuan mempunyai seorang putra?"
"Benar, sewaktu aku meninggalkan Ceng-seng, Lim Hud- kiam sudah berusia 4 tahun, sekarang usianya 29 tahun, tapi waktu itu aku tidak menyangka kalau dia adalah putraku."
Lim Hud-kiam terpaku.
"Ayah, apa maksudmu?"
Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Masalah ini kau harus tanyakan kepada Hoan Lam-huang."
"Mengapa harus bertanya kepadanya?"
Wong Jong-ceng menarik nafas panjang.
"Begini ceritanya, 30 tahun yang lalu, secara tidak sengaja ibumu menolong seorang laki-laki yang sakit berat, dia adalah Hoan Lam- huang, sesudah dia sembuh dari sakit berat karena ingin berterima kasih kepada ibumu yang telah menolongnya maka dia tinggal di rumah kita menjadi seorang pelayan, dia sangat berbakat juga mirip denganku, aku menganggapnya seperti saudara kandung sendiri, aku tidak menganggapnya orang luar, dia juga sangat akrab dengan ibumu."
"Aku mengerti, kau curiga kalau ibu jatuh cinta kepadanya,"
Kata Lim Hud-kiam. Wong Jong-ceng menarik nafas lagi.
"Bukan curiga tapi ini kenyataan sebenarnya, ibumu sendiri yang mengaku kalau dia sangat menyukainya."
"Kau salah paham, ibu memang menyukai Hoan Lam- huang, tapi ini hanya sebatas perasaan murni seperti seorang kakak kepada adik."
Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Hud-kiam, kau bukan anak kecil lagi dan aku tahu dalam cintamu pun kau mengalami banyak rintangan, aku pikir perasaan suka antara laki-laki dan perempuan apakah bisa murni seperti kakak beradik?"
Lim Hud-kiam berhenti sebentar baru berkata.
"Masalah ibu dan Hoan Lam-huang, ibu pernah menceritakannya, dia mengaku kalau dia memang mempunyai perasaan sayang kepada Hoan Lam-huang, tapi dia juga mengerti posisinya, dan perasaan ini selalu ditekannya supaya tidak melewati dan melanggar aturan atau tidak melampaui batas."
"Sekarang aku percaya, tapi mengapa dia tidak berniat untuk menjelaskannya?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Ayah ingin ibu menjelaskan hal apa?"
"Saat kau masih berusia 4 tahun, aku pernah bertanya kepadanya sebenarnya kau anak siapa, dia malah menyuruhku berpikir dan menebaknya."
Lim Hud-kiam protes.
"Ayah tidak pantas bertanya seperti itu, kau benar-benar telah menghina ibu, apakah ayah masih tidak mengerti kesetiaan ibu?"
Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Bila aku tidak percaya kepadanya, aku tidak akan membiarkan Hoan Lam-huang tinggal di rumahku selama 5 tahun, dan sewaktu kau masih kecil, kau benar-benar mirip Hoan Lam-huang."
"Itu tidak aneh, sebab ayah dan Hoan Lam-huang pun memang sangat mirip, ayah tidak bisa melihat wajah ayah sendiri, tapi berpikir yang tidak-tidak,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Aku merasa aku cukup berlapang dada, kalau orang lain mungkin 5 bulan pun tidak akan tahan, tapi aku bertahan sampai 5 tahun,"
Kata Wong Jong-ceng. Lim Hud-kiam merasa menceritakan masalah keluarga di depam umum adalah hal yang kurang baik, maka dia mengalihkan topik pembicaraan.
"Lalu terakhir bagaimana?"
"Di depan ibumu aku tidak mendapatkan jawaban yang pasti, aku bertanya kepada Hoan Lam-huang, tapi orang itu lebih kurang ajar lagi!"
Kata Wong Jong-ceng.
"Apakah dia menjelekkan kesucian ibuku?"
Lim Hud-kiam mulai marah. Weng Chang tertawa dingin.
"Lebih licik dari ini, dia tidak menjawab pertanyaanku, malah balik memarahiku dia mengatakan aku telah menghabiskan banyak waktu untuk berlatih ilmu silat sehingga membuat ibumu kesepian."
"Ini memang bukti yang ada, aku pernah mendengar dari paman, dari dulu ayah menyukai pedang, seperti sudah gila, tiap hari bisa dikatakan terkubur bersama pedang, kecuali pedang hal lainnya sama sekali tidak dipikirkan,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Anak, kau tumbuh besar di Ceng-seng, kau tahu bagaimana keadaan di sana, bila ilmu pedangmu di bawah orang lain, apa yang akan kita dapatkan? Sifatku tidak bisa terus dihina oleh orang lain, maka aku berusaha berlatih ilmu pedang, ingin menguasai ilmu pedang lebih tinggi dari orang lain dan mendapatkan posisi yang lebih tinggi, apakah itu salah? Aku percaya pada ibumu, maka aku tidak melarangnya berhubungan dengan Hoan Lam-huang, tapi terakhir sudah banyak gosip masuk telingaku, maka aku bertanya langsung kepada mereka, apakah itu salah?"
Wong Jong-ceng masih menarik nafas panjang. Lim Hud-kiam ingat sewaktu dia masih di Ceng-seng, dia juga dihina, ternyata saat itu ayahnya pun mendapat penghinaan, dia sangat mengerti bagaimana perasaannya, pelan-pelan dia menarik nafas.
"Aku tahu seperti apa persaan itu, tapi ibu tidak, waktu itu ibu masih muda dia merasa posisinya tidak sepenting pedang yang ayah latih, setiap kali setelah ayah selesai berlatih pedang dan sedang membersihkan pedang, dia menangis sendiri, kalau ayah bisa memberikan 1/10 dari perhatian pedang ayah kepadanya, dia tidak akan kesepian dan pergi mencari Hoan Lam-huang untuk mengobrol."
"Waktu kita masih muda, kita selalu mengejar cita-cita setinggi langit dan tidak tahu kalau rumah tangga adalah surga. Semua laki-laki akan seperti itu,"
Ucap Wong Jong- ceng.
"Mengapa ayah setelah meninggal bisa hidup kembali?"
Lim Hud-kiam bertanya lagi.
"Inilah salah satu kekurangajaran Hoan Lam-huang, sesudah dia marah kepadaku, dia memberikan plakat dunia persilatan, dia mengatakan karena aku begitu peduli pada ilmu pedang, maka dia akan membantuku berlatih, kemudian dia memberikan ide dan mengatakan ilmu pedang yang ada di dalam plakat dunia persilatan adalah tidak terkalahkan, tapi tidak diijinkan berlatih di Ceng-seng."
"Mengapa?"
"Masa kau tidak mengerti, karena ilmu pedang Ceng-seng dikuasai oleh keluarga Ciu, Bun dan Liu, mereka tidak ingin ada orang yang melampaui mereka, bila aku masih di Ceng- seng, belum selesai berlatih pasti mereka sudah membunuhku."
Liu Ta-su berteriak di bawah panggung.
"Tidak seperti itu!!"
Wong Jong-ceng tertawa, katanya.
"Ini adalah aturan yang kalian ciptakan."
"Aturan itu dibuat untuk orang luar, bila masih ada di Ceng- seng tidak ada aturan seperti ini, kami memberi semangat kepada semua orang supaya bisa lebih maju lagi dalam ilmu pedang."
"Aku percaya Paman Liu berlapang dada seperti itu, tapi Ciu Giok-hu tidak, jadi apa yang dikatakan Hoan Lam-huang masuk akal juga,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Betul, aku tahu semua yang ada di Ceng-seng dikuasai oleh Ciu Giok-hu, setiap hari waktu aku berlatih pedang selalu ada yang mengawasi, ingin menghindar perhatiannya dan berlatih ilmu pedang yang lebih tinggi, rasanya tidak mungkin, maka aku harus meninggalkan Ceng-seng, tapi Ceng-seng tidak memberi ijin kepadaku untuk terus tinggal, maka aku memilih cara dengan pura-pura mati,"
Jelas Wong Jong-ceng.
"Mati pura-puramu benar-benar siasat tinggi,"
Kata Liu Ta- su. Kata Wong Jong-ceng.
"Hoan Lam-huang mempunyai obat, sesudah memakan obat itu tubuhku akan kaku seperti orang mati, tapi harus menunggu 7 hari kemudian baru bisa siuman dengan sendirinya."
"Pantas mayatmu hanya disemayamkan selama 5 hari, kemudian dengan tergesa-gesa dikebumikan,"
Kata Liu Ta-su. Dengan marah Wong Jong-ceng berkata.
"Untung aku sudah ada persiapan terlebih dulu menghadapi Hoan Lam- huang, obat yang dia berikan kepadaku, kalau semua diminum selamanya aku tidak akan siuman lagi."
"Masa dia begitu jahat?"
Tanya Lim Hud-kiam.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku hanya minum separuhnya, akhirnya hari ke-8 aku baru siuman, untung aku sendiri yang memesan peti matiku, aku membuka tutup peti mati, lalu diam-diam meninggalkan Ceng- seng dan berkelana sampai 5 tahun, sesudah selesai berlatih ilmu pedangku, aku tahu di dalam plakat dunia persilatan ada catatan mengenai ketua Ngo-heng-kiam, maka aku ingin mencari ketua Ngo-heng-kiam untuk mencoba ilmu pedangku, akhirnya aku sampai di tempat ini."
Lim Hud-kiam berteriak.
"Keluarga Wong mewariskan jabatan ketua Ngo-heng-kiam-nya kepadamu?"
"Ketua Ngo- sudah ada beberapa generasi, dan sudah kehilangan nama aslinya, ilmu pedang mereka maju pesat, aku mengandalkan ilmu pedang yang ada di dalam plakat itu tapi aku tidak bisa menang dari mereka, keluarga Wong hanya mempunyai seorang putri, maka mereka menyuruhku menikah tinggal di sini lalu masuk ke keluarga Wong, setelah menikah aku berganti nama menjadi Wong Jong-ceng."
"Ayah melupakan ibuku!"
Kata Lim Hud-kiam. Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Jawaban ibumu, ditambah lagi Hoan Lam-huang begitu jahat kepadaku, aku tidak membalas dendam saja itu sudah cukup bagus, dalam kesempatan ini aku pun berniat menjodohkan mereka, maka sejak aku menjadi Wong Jong-ceng, aku sudah melupakan kalau aku adalah Lim Su-kun, 15 tahun yang lalu ketika Han- bwee lahir, ibunya meninggal setelah melahirkan, dan aku pun menjadi keluarga Wong, saat itu aku baru ingat pada Ceng- seng, dengan bersusah payah aku mencari tahu, ternyata ibumu tidak menikah lagi, Hoan Lam-huang pun sudah meninggalkan Ceng-seng entah pergi ke mana, aku tidak bisa mengetahui lebih dalam lagi, maka aku mengalihkan perhatianku membangun Lembah Raja Pedang ini."
Akhirnya semuanya jelas, kata Wong Jin-jiu.
"Tuanku, kami tidak tahu ada hal seperti itu, tapi Anda harus ingat apa yang telah Anda janjikan dulu kepada nyonya, Lembah Raja Pedang tidak boleh diwariskan kepada orang lain."
"Lim Hud-kiam adalah putraku."
"Apakah Tuanku sudah bisa memastikannya?"
Lim Hud-kiam marah.
"Kurang ajar, apa maksudmu?"
Tapi Wong Jong-ceng tertawa angkuh.
"Sekarang aku sangat pasti, Hoan Lam-huang hanya sedikit mirip denganku, tapi Lim Hud-kiam jelas sangat mirip denganku, saat aku muda dulu apa lagi sikapnya yang angkuh itu tidak dimiliki Hoan Lam-huang, maka kecuali bisa memastikan kalau dia adalah putraku, dia juga adalah satu-satunya penerus Raja Pedang."
Kata Wong Jin-jiu.
"Tidak bisa, hamba dan yang lain sudah mendapat pesan terakhir nyonya sebelum meninggal, Lembah Raja Pedang tidak diijinkan diwariskan kepada marga lain, bila Lim Hud-kiam ingin menjadi pemilik Lembah Raja Pedang hanya ada satu jalan, yaitu menikah dengan nona dan masuk ke keluarga Wong."
Liu Ta-su tertawa terbahak-bahak, berkata.
"Lim Hud-kiam, kau seperti sepotong daging yang harum, semua orang ingin merebutmu, dulu aku memaksamu masuk ke keluargaku dan kau menolaknya, sekarang ternyata ada yang mempunyai ide itu lagi, Raja Pedang lebih berjaya dari pada menjadi Ketua Ceng-seng, kau boleh pikir-pikir dulu."
Dengan serius Lim Hud-kiam berkata.
"Paman Liu, paman tidak perlu menggunakan kata-kata itu mengujiku, aku bukan orang seperti itu, dulu seperti itu, sekarang pun sama."
Tapi Wong Jong-ceng mulai marah.
"Jin-jiu, apakah kau sudah gila, Hud-kiam dan Han-bwee adalah kakak beradik satu ayah berbeda ibu, mana boleh ada aturan seperti itu?"
"Seumur hidup hamba menjadi pelayan di keluarga Wong, adat istiadat keluarga Wong tidak boleh dirusak, ayah dan ibu nyonya adalah kakak beradik, tapi teknik tuan besar tidak sebagus kakak perempuannya, demi lembah ini tidak jatuh ke tangan orang lain akhirnya kakak beradik ini menikah."
"Pantas Koan-nio begitu lemah, menikah satu darah akan mengganggu kepada generasi penerus berikutnya, aku tidak menginginkan hal ini terjadi."
"Kalau begitu Tuanku harus mewariskan kepada nona,"
Kata Wong Jin-jiu.
"Dengan alasan apa kau campur tangan pada masalahku?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Sebab hamba pengurus keluarga Wong,"
Jawab Wong Jin- jiu. Lim Hud-kiam tidak menunggu Wong Jong-ceng membuka suara lagi, dia langsung berkata.
"Ayah, aku tidak ingin menjadi Raja Pedang."
"Masalahnya bukan kau akan menjadi Raja Pedang atau tidak, aku menurunkan posisi ini kepadamu tapi bila kau tidak menginginkannya kau boleh menarik diri, tapi aku harus melakukan seperti itu, demi ilmu pedang aku meninggalkan rumah dan istri semua itu karena aku ingin maju."
"Han-bwee pun putrimu, wariskan saja kepadanya, bukankah sama saja? Aku hanya berharap ayah melepaskan cara yang selalu memaksa."
Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Jangan menyangka aku sangat kejam, aku hanya menakut-nakuti mereka dan menguji semangat mereka."
Wong Han-bwee terkejut.
"Ayah, kau mengubah rencana yang dari awal sudah disusun?"
"Aku tidak berniat memaksa, semangat yang paling penting, membuat seorang pesilat pedang maju, kemampuan kakakmu tidak perlu diragukan lagi, Kian-kun-kiam-pai juga lumayan, Thian-san Lu-bwee keluarga Thio masih bisa membuat kita kagum, 5 perguruan memang kalah tapi mereka tidak loyo, orang-orang seperti ini pantas disebut sebagai pesilat pedang yang baik, orang-orang yang akan berlutut malah akan kumusnahkan ilmu silatnya dan mematahkan pedang mereka, serta melepaskan mereka pulang, aku mematahkan pedang mereka karena mereka tidak pantas menggunakan pedang, mereka juga telah menghina semangat pesilat pedang."
"Apa arti Raja Pedang bagi kami?"
Tanya Wong Han-bwee.
"Kita harus menggunakan teknik pedang tinggi untuk mendapatkan penghormatan dari pesilat-pesilat pedang sejati, kesuksesan ini lebih berarti dibandingkan apa pun, apa lagi kita akan membuat sebuah jaringan, menyisihkan orang yang tidak pantas menjadi pesilat pedang, inilah usaha yang akan sangat berarti."
"Tapi itu bukan rencana awal dari Lembah Raja Pedang? Cita-cita kita adalah mendirikan suatu kekuatan di mana orang lain belum pernah melakukan-nya,"
Kata Wong Han-bwee.
"Sekarang aku adalah keluarga Wong, tapi aku harus mengatakan kesalahan ibumu dan nenek moyang keluarga Wong, mereka tidak mempunyai kekuatan yang bisa bertahan lama, hujan lebat dan angin ribut hanya akan menyisakan yang sangat sedikit, di dunia ini waktu terang lebih banyak, maka tenaga angin dan hujan tidak akan pernah bisa menaklukkannya, dunia indah penuh dengan bunga dan burung. Anak, aku percaya, kau sendiri juga punya perasaan seperti itu."
Wong Han-bwee jadi tenggelam dalam pikira-nya, dia tidak bersuara, tapi Wong Jin-jiu berkata.
"Tuanku, apa pun pandangan Anda mengenai posisi Raja Pedang, terserah Anda, tapi Anda harus mengambil keputusan, siapa yang menjadi penerus posisi Raja Pedang?"
"Aku sudah mengambil keputusan,"
Jawab Wong Jong- ceng.
"Lim Hud-kiam bukan keluarga Wong,"
Ucap Wong Jin-jiu.
"Kalian sudah melewati batas dan mengurusi masalahku!"
Wong jong-ceng mulai marah.
"Hamba hanya tahu keluarga Wong, yang lainnya tidak,"
Jawab Wong Jin-jiu. Wong Jong-ceng bertambah marah.
"Kalian harus tahu satu hal, posisi Raja Pedang yang aku dapatkan hari ini sudah menghabiskan tenagaku, aku tidak menggunakan ilmu pedang keluarga Wong."
"Tuanku tidak salah, ilmu pedang Tuan diambil dari plakat dunia persilatan, tapi bila tidak digabungkan dengan ilmu Ngo- heng-kiam milik keluarga Wong, Tuan sudah menjadi tersesat, dan Tuan akan lumpuh, jadi keberhasilan Tuanku tetap milik keluarga Weng, apa lagi Tuanku menggunakan Lembah Raja Pedang milik keluarga Wong sebagai dasar, maka Anda bisa mencapai kesuksesan seperti sekarang, ini adalah bukti yang kuat,"
Kata Wong Jin-jiu.
"Ayah, pandangan ayah mengenai posisi Raja Pedang sangat tepat, hal ini membuatku senang, asalkan bisa menjadi Raja Pedang, menjaga prilaku dan lapang dada seperti yang ayah katakan, siapa pun yang menjadi Raja Pedang sama saja, biar keluarga Wong yang bertanggung jawab atas posisi ini,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Tidak, Koko, aku tidak bisa, pilihan dan keputusan ayah sangat tepat, posisi Raja Pedang tidak cocok dipegang oleh seorang perempuan, lebih baik Lim Koko yang memegangnya,"
Kata Wong Han-bwee. Lim Hud-kiam tertawa.
"Adik, aku bukan keluarga Wong, kaulah orang yang pantas menjadi pengurus Raja Pedang, bila kau khawatir masih belum sanggup melakukannya, Kakak akan membantumu."
Wong Han-bwee dengan senang berkata.
"Kalau begitu kau akan tinggal di Lembah Raja Pedang?"
Lim Hud-kiam mengangguk.
"Ya, di tempat lain aku tidak mempunyai rumah, ayah berada di sini jadi aku pun akan tinggal di sini, masih akan ada banyak orang yang akan tinggal di sini juga."
"Siapakah mereka?"
"Paman Liu, Cici Liu, dan 2 Cici Yu."
Kata Wong Han-bwee.
"Koko, kisah pencintaanmu aneh, apakah 3 kakak ini adalah enso-ensoku?"
Lim Hud-kiam tertawa.
"Masalahnya sudah selesai dengan sempurna, aku kira tidak akan ada masalah lain lagi."
Tiba-tiba Ma Kiu-nio datang bertanya.
"Nona, apakah Anda setuju?"
"Pastinya aku setuju, dari kecil aku tumbuh selalu di dalam lingkungan latihan pedang yang ketat, sebetulnya aku kesepian, sekarang tiba-tiba mempunyai seorang kakak laki- laki, 3 kakak ipar menemaniku, itu benar-benar bagus!"
Kata Wong Jong-ceng.
"Han-bwee, kau jangan terlalu senang dulu, bila kau menjadi penerus Raja Pedang, kau harus menerima latihan yang lebih melelahkan dan lebih ketat."
"Aku tidak takut, aku hanya takut sesudah berlatih ilmu silat, aku hanya akan sendiri, sampai mencari orang untuk diajak bicara pun tidak ada,"
Kata Wong Han-bwee.
"Apakah kami tidak pernah menemani Nona?"
Tanya Ma Kiu-nio.
"Aku tidak mau kau yang menemaniku, kau dan Wong Jin- jiu selalu cerewet dan selalu mengingatkan tanggung jawabku, memberitahu adat istiadat dingin keluarga Wong, aku sudah bosan,"
Kata Wong Han-bwee.
"Tapi Nona tetap harus mendengarkannya, selain ini masih harus menerima tugas berat dan harus dilakukan,"
Kata Ma Kiu-nio.
"Tugas apa?"
"Membunuh Lim Hud-kiam."
"Mengapa?"
"Karena dia adalah putra tuanku, kecuali dia mau masuk ke keluarga Wong dan menjadi suamimu, kalau tidak dia harus mati, karena aturan Lembah Raja Pedang tidak mengijinkan saudara lain marga."
"Aku tidak terima, aku juga tidak mau melakukannya,"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wong Han-bwee berteriak.
"Ini adalah adat istiadat keluarga Wong, bila Nona tidak mau melakukannya, hamba akan mewakili Nona melakukannya,"
Kata Wong Jin-jiu. Wong Han-bwee segera melotot.
"Kalian berani? Apa kalian mau memberontak?"
"Kami hanya bersikap setia kepada keluarga Wong, yang lainnya kami tidak peduli, demi adat istiadat keluarga Wong, apa pun akan kami lakukan,"
Kata Wong Jin-jiu. Wong Han-bwee mencabut pedangnya.
"Aku akan membunuh kalian!"
"Setelah tugas kami selesai, kami akan meminta pengampunan kepada Nona, akan dibunuh atau dicincang, terserah Nona, tapi sekarang kami akan membuat Nona tidak enak,"
Kata Wong Jin-jiu. Sesudah itu dia memberi kode pada Ma Kiu-nio.
"Nenek Tua, apa yang kau tunggu?"
Tangan Ma Kiu-nio diangkat, 30 perempuan setengah baya yang dipimpinnya segera naik ke panggung dan mencabut pedang.
Bersamaan waktu itu Wong Jin-jiu pun membawa sekelompok pesilat berbaju kuning, Wong Han-bwee marah, pedang panjang segera digerakkan, 2-3 orang yang paling depan roboh, tapi perempuan-perempuan setengah baya yang dipimpin Ma Kiu-nio sangat lihai, mereka sudah mengurung Wong Han-bwee, membuat ilmu pedang Wong Han-bwee tidak bisa berkembang, dia berteriak.
"Ayah, Koko, mengapa kalian masih berdiri, bantu aku membunuh pengkhianat ini!!"
Dengan sangat tenang Wong Jong-ceng menjawab.
"Han- bwee, mereka tidak akan melukaimu, pengkhianat sebenarnya bukan mereka, aku harus memperhatikan gerak-gerik mereka."
"Siapakah mereka?"
Wong Han-bwee terpaku. Karena bicara perhatiannya terpecah, segera ada 4 pedang datang menyerangnya, membuat pedang Wong Han-bwee tertekan, dua perempuan dengan gerakan cepat menangkap kedua tangannya, Ma Kiu-nio segera membentak.
"Tidak boleh, nona adalah pemilik lembah masa depan, dia sangat mulia mana mungkin dia diserang oleh pelayan?"
Perempuan itu dengan cepat menarik kembali tangannya, ada 2 orang yang mengikat Wong Han-bwee tidak memberi kesempatan baginya untuk bergerak, dengan dingin Wong Jong-ceng berkata.
"Kiu-nio, kau pintar juga, orang yang kau ajari ilmu silatnya lebih tinggi dari Han-bwee."
"Ini adalah rahasia ilmu pedang keluarga Wong yang bernama, 'ilmu pedang melindungi ketua', ilmu ini adalah ilmu rahasia dari pelayan-pelayan lama, mereka harus menguasai teknik ini, gunanya untuk menghadapi marga lain, setelah dia menikah dan tinggal di lembah ini, bila mereka berniat macam-macam, ilmu ini juga satu-satunya ilmu di mana Tuanku tidak mempelajarinya,"
Kata Ma Kiu-nio. Wong Jin-jiu berkata.
"Hamba tidak berani, sebab Tuanku belum lupa diri dan masih bermarga Wong, dan Anda tetap ketua lembah, hanya saja hamba harus melakukan tugas ini yaitu membunuh Lim Hud-kiam, maka harap Tuanku mau membantu."
"Kalian ingin aku membunuh putraku?"
Tanya Wong Jong- ceng.
"Tuanku tidak perlu bergerak sendiri, asal menurunkan perintah, itu sudah cukup."
"Apakah aku sudi menurunkan perintah ini?"
"Bila Tuanku tidak menurunkan perintah, hamba terpaksa mengikuti perintah nenek moyang marga Wong untuk melakukan semua ini, harap Tuanku jangan menghalangi hamba, kalau tidak hamba akan melakukan hal yang tidak menyenangkan terhadap Tuanku."
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Apakah kalian berani?"
Tiba-tiba Ma Kiu-nio menyerang dan Wong Jong-ceng menghalangi dengan pedang, 4 perempuan itu pun menyerang seperti kilat, menutupi perubahan jurus pedang Wong Jong-ceng, kemudian 2 orang lainnya ikut menyerang, sungguh aneh, mereka ternyata dengan gampang bisa mengikat kedua tangan Wong Jong-ceng, jurus-jurus mereka benar-benar aneh, hanya sebentar saja bisa meringkus Raja Pedang, Wong Jin-jiu mulai mengatur anak buahnya menyerang Lim Hud-kiam, tiba-tiba Wong Jong-ceng berteriak.
"Tunggu sebentar, aku ingin bertanya lebih jelas, aku tidak percaya di lembah ini semua orang adalah konco-koncomu dan dikuasai olehmu, Ban-mong, Liu-hoan."
Liu Ban-mong dan Heuw Liu-hoan berada di bawah panggung dengan bersama-sama menjawab dengan hormat.
"Hamba ada di sini."
Wong Jong-ceng berteriak.
"Kalian berada di pihak mana?"
Jawab Heuw Liu-hoan.
"Secara turun temurun kami adalah pelayan Lembah Raja Pedang dan aku selalu diberi nasehat dan diangkat oleh Tuanku, yang pasti aku akan dengar perintah Tuanku."
Tapi Liu Ban-mong menjawab.
"Aku mendukung Nona."
"Baik! Baik! Cepat bunuh 2 pengkhianat ini,"
Perintah Wong Han-bwee. Liu Ban-mong tertawa.
"Yang aku dukung adalah nona anak ketua Lembah Raja Pedang, karena itu aku tidak bisa menuruti perintah, harap Nona memaafkan aku."
Wong Han-bwee marah.
"Kau benar-benar kurang ajar, kau adalah orang yang diangkat ayah!"
Liu Ban-mong mengangkat bahu dan berkata.
"Aku berterima kasih kepada Tuanku yang sudah mengangkatku, dan selamanya tidak akan melupakan budinya, tapi aku juga tahu, minum air harus ingat mata airnya, maka aku harus mementingkan Lembah Raja Pedang."
Wong Han-bwee benar-benar marah, dia berteriak.
"Kau binatang lupa diri! Wong Jin-jiu dan Ma Kiu-nio adalah pelayan ibuku, bila mereka mengkhianati ayah, masih bisa dimaafkan, tapi kau orang kerdil yang mengikuti arus, sesudah aku menjadi Raja Pedang, orang yang pertama kubunuh adalah kau, aku tidak akan membiarkan orang seperti dirimu hidup di dunia ini."
Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Nona, aku adalah orang yang paling berjasa di lembah ini, kalau bukan karena aku memberi peringatan sebelumnya, Jin-jiu Toako tidak akan bisa membereskan semuanya dengan begitu sempurna."
"Jin-jiu, dia memberi peringatan apa?"
Tanya Wong Jong- ceng.
"Liu Ban-mong adalah pengurus lembah, dia sangat tahu keadaan di luar Lembah Raja Pedang, dia melihat susunan lembah dan lain-lain sangat mirip dengan Ceng-seng, dia menebak tuanku adalah orang yang keluar dari Ceng-seng, apa lagi tuanku begitu melindungi Lim Hud-kiam, maka dia sudah bisa menebak hubungan kalian,"
Jawab Wong Jin-jiu.
"Sembarangan, orang-orang Ceng-seng semua tahu kalau aku sudah mati, mengapa dia tahu kalau Lim Hud-kiam adalah putraku?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Wajah Tuan sangat mirip dengannya, ini adalah bukti yang paling kuat, maka aku menyuruh Kakak Jin-jiu waspada, mungkin pengurus Raja Pedang akan berubah, ternyata semua berada dalam dugaanku, berarti aku bukan orang bodoh seperti yang Tuanku pikirkan,"
Liu Ban-mong tertawa. Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Di dunia ini hanya ada satu orang yang tahu aku tidak mati, dia adalah Hoan Lam-huang, kau pasti ada hubungan dengannya, jangan berbohong, ilmu pedang Ciu Pek-ho, kau yang ajarkan kepadanya dengan diam-diam, Ciu Giok-hu kau bunuh untuk tutup mulut, Tiang Leng-cu bisa menjadi saksi, kau diam-diam ingin membuat Lembah Raja Pedang ini menjadi milikmu sendiri."
Liu Ban-mong berkata.
"Kata-kata Tuanku hanya benar separuh, Hoan Lam-huang pernah kontak denganku, tujuannya hanya ingin menentang Tuan saja, aku tidak berniat menjadi pemberontak lembah ini, aku benar-benar mendukung nona."
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Han-bwee hanya anak kecil, kau punya hati serakah, ingin Lembah Raja Pedang menjadi milikmu, Jin-jiu, begitu sikap kalian melindungi ketua?"
"Asal bisa menjaga adat istiadat keluarga Wong, yang lainnya aku tidak peduli,"
Jawab Wong Jin-jiu.
"Kau benar ceroboh dan bodoh, caramu hanya membantunya merebut harta kekayaan keluarga Wong dan membuat posisi Raja Pedang menjadi milik marga Liu,"
Kata Wong Jong-ceng. Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Adat istiadat keluarga Wong tidak akan berubah, aku masih belum berkeluarga jadi aku bisa melepaskan marga Liu, dan masuk menjadi keluarga Wong."
Wong Jong-ceng marah.
"Kentut! Apakah Han-bwee mau menikah denganmu?"
"Aku yang masuk ke keluarga Wong dan menjadi marga Wong."
Dengan dingin Wong Jong-ceng berkata.
"Wong Jin-jiu, apakah ini adalah rencana kalian?"
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa melakukan hal ini, sebab Tuan pasti menolak Lim Hud-kiam menikah dengan Han-bwee, apa lagi kalau kakak dan adik kandung menikah, keturunannya akan timbul banyak masalah, maka kami berusaha menghindari terjadinya ini,"
Jawab Wong Jin-jiu.
"Kurang ajar, dia lebih tua dari Han-bwee 30 tahun."
"Umur tidak jadi masalah, sewaktu Tuanku masuk ke keluarga Wong dan menikah dengan nyonya, nyonya baru berusia 17 tahun, umur kalian pun jauh, tapi bukankah kalian sangat akur dan akrab."
"Dia serakah, wajahnya saja terlihat kalau dia cabul, apakah dia pantas mendapatkan Han-bwee? "Lembah Raja Pedang memilih menantu tidak pernah berapatokan pada wajah, punya hati serakah sangat cocok untuk menjadi menantu keluarga Wong, bukankah dulu Tuanku juga serakah, maka hamba tidak memikirkan tentang ini, aku membantu Tuan menjodohkan Han-bwee, satu- satunya syarat adalah lepaskan marga dulu dan masuk ke keluarga Wong, dan menjadi orang Wong."
"Apakah Han-bwee setuju?"
Tanya Wong Jong-ceng dengan marah.
"Nona adalah keluarga Wong, terhadap suami yang ingin menikah dengan mereka belum tentu setuju, tapi aku ada cara dan cara ini selalu manjur,"
Kata Wong Jin-jiu.
"Siapa sebenarnya Tuan di keluarga Wong?"
Tanya Wong Jong-ceng marah. Dengan serius Wong Jin-jiu berkata.
"Kalau mau jujur bicara, tidak ada Tuan bermarga Wong, karena tuan asli marga Wong adalah nenek moyang yang membuat semua aturan ini, tapi beliau sudah meninggal, demi melaksanakan perintah yang beliau tinggalkan, keluarga Wong harus mengandalkan pelayan-pelayan setia ini untuk menjalankan aturan secara terus menerus."
"Kalian baru Tuan asli dari keluarga Wong,"
Kata Wong Jong-ceng. Wong Jin-jiu tertawa kecut.
"Kecuali masalah ini, hamba bisa mengambil keputusan, yang lainnya kami tetap menghormati Tuan, hamba sudah membuat nona susah, sesudah mereka menikah, kami sudah siap dihukum mati."
Wong Jong-ceng tertawa, dia menoleh kepada Wong LIan- bwee lalu berkata.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Anak, saat ibumu masih hidup, hal seperti ini sudah dia bicarakan dengan ayah, maka dia sangat berharap bisa melahirkan seorang putra, tapi kau lahir sebagai seorang perempuan, karena itu dia terlalu sedih dan akhirnya meninggal, sebab itu dia berupaya supaya aku bisa merobah aturan ini, ayah harap kau bisa memaafkan ayah."
"Betul, ayah, aku sangat mengerti, kalau dari awal aku tahu ada adat seperti ini, aku sudah bunuh diri,"
Kata Wong Han- bwee. Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Apa gunanya kau mati? Mereka akan mencarikan aku seorang istri lagi dan melahirkan anak untuk keluarga Wong, aku sudah mati rasa, maka setelah kau lahir, aku tidak mau menikah lagi."
"Ayah, dari dulu seharusnya kau merobah adat turun temurun ini, ibu sudah meninggal lama, kau punya banyak kesempatan untuk membubarkan Lembah Raja Pedang ini."
Wong Jong-ceng menarik nafas panjang.
"Aku egois, semua ini demi kau, juga Hud-kiam."
"Demi Koko, bukankah dulu ayah masih menganggap...."
Wong Han-bwee terkejut. Wong Jong-ceng terkejut.
"Dulu aku menganggap Hud-kiam adalah putra Hoan Lam-huang dan In- nio, dia bukan anakku tapi In-nio adalah istriku, perempuan yang pernah kucintai, karena ibunya aku ingin menjodohkan kalian."
Wong Han-bwee terkejut.
"Ayah ingin aku menikah dengan kakak?"
"Kalau dia bukan putraku apa salahnya? Dan kalian berdua sangat kusayangi, aku ingin semua ini kuwariskan kepada kalian, maka sewaktu rapat akbar di Tai-san aku selalu menyuruhmu bersikap lebih sungkan kepadanya dan tidak boleh melukainya, begitu aku melihat dia dan aku tahu kalau dia adalah putra kandungku, maka aku mengurungkan niat ini, tapi aku tetap ingin kalian berdua menerima apa yang ada di lembah ini."
"Tapi ayah harus ada persiapan terlebih dulu bukan?"
Tanya Wong Han-bwee.
"Aku sudah mempunyai persiapan, aku selalu menjaga sifat serakah Liu Ban-mong, hanya sama sekali tidak menyangka kalau Jin-jiu dan Kiu-nio sepasang orang pikun ini bisa mengeluarkan keputusan begitu bodoh, aku benar-benar ingin menggigit mereka,"
Kata Wong Jong-ceng. Wong Han-bwee berpikir sebentar.
"Ayah, tenanglah, aku tidak akan menerima permainan ini begitu saja dan aku akan menghukum mereka."
Liu Ban-mong berkata.
"Nona, itu sudah terlambat."
Dengan serius Wong Jong-ceng berkata.
"Belum terlambat, kalian hanya menguasai kami berdua, kakakmu masih sanggup membereskan mereka, kita masih cukup orang, Heuw Liu-hoan adalah anak buahku yang setia."
"Apa yang Tuanku pesan, aku akan melaksanakannya,"
Jawab Heuw Liu-hoan.
"Liu-hoan, kau punya berapa anak buah?"
"Prajurit baju putihku berjumlah 100 orang lebih, cukup untuk bertempur,"
Jawab Heuw Liu-hoan.
"Kau bawa mereka jaga di bawah panggung, untuk membantu Ketua Liu menahan prajurit 100 lebih yang dipimpin Liu Ban-mong, aku percaya itu sudah cukup,"
Kata Wong Jong-ceng.
"Kian-kun-kiam-pai akan membantumu,"
Jawab Ciam Giok- beng.
"Aku tidak berani, apa yang terjadi hari ini adalah perbuatan adik seperguruanmu, Hoan Lam-huang, kalau dia tidak memberikan plakat dunia persilatan kepada Liu Ban- mong, tidak akan membuatnya begitu sombong dan gila."
Dengan malu Ciam Giok-beng berkata.
"Mungkin Lok Sute tidak akan bertindak begitu ceroboh!"
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Contoh lain, ilmu silat Ciu Pek-ho maju pesat, aku tidak mau menjelekkan dia, tapi kelicikan dia bisa dibayangkan, dia mengajar ilmu silat kepada Lim Hud-kiam, dia juga menyuruh Lim Hud-kiam membunuhku, dari sini sangat jelas kalau dia kerdil jahat, serta licik."
"Dia hanya tahu kau adalah Ketua Ngo-heng-kiam, tidak tahu kalau kau adalah Lim Su-kun, dia hanya ingin membasmi kejahatan demi keselamatan banyak orang,"
Jawab Ciam Giok- beng.
"Di dunia ini hanya dia yang tahu aku belum mati dan juga tahu bahwa Lim Hud-kiam adalah putra kandungku, tapi sekarang Liu Ban-mong juga tahu kalau bukan dia yang membocorkan rahasia ini, siapa lagi? Untuk apa kau masih terus membelanya?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Kita tidak bercerita tentang ini, Lok Sute sudah bersalah kepadamu, biar perguruannya membantumu melawan musuh untuk menebus kesalahannya, apakah diijinkan?"
Tanya Ciam Giok-beng.
"Sisakan tenagamu untuk menjaga dirimu, kalau Liu Ban- mong mendapatkan kekuasaan, dia pasti tidak akan melepaskan kalian,"
Kata Wong Jong-ceng tertawa.
"Thian-san lembah Lu-bwee dengan sekuat tenaga akan mendukung Tuan,"
Kata Thio In. Cia Hwie Cin-jin pun ikut berkata.
"5 perguruan dengan sekuat tenaga akan mendukung Lim Kongcu."
"Kalian tidak membenciku lagi?"
Wong Jong-ceng tertawa. Cia Hwie Cin-jin tertawa kecut.
"Perilaku Tuan dulu membuat 5 perguruan kami menjadi benci kepada Tuan, tapi perubahan yang terjadi belakangan membuat kami punya pandangan lain kepada Tuan."
"Tidak perlu, aku memberi sedikit pelajar pada kalian supaya perilaku kalian bisa berubah, dari perbuatan kalian yang menitipkan plakat dunia persilatan kepada perusahaan perjalanan Su-hai bisa terlihat kalau kalian adalah perguruan lurus, apa lagi belakangan ini kalian mau mengeluarkan
Jilid kedua plakatnya, lebih-lebih membuktikan niat baik kalian, apakah kalian hanya berniat balas dendam, terhadap pernghinaan Sun Soan-cu, apakah sedikit hati menjaga pun tidak ada?"
Cia Hwie Cin-jin dengan wajah malu berkata.
"Kami memperalat perusahaan perjalanan Su-hai adalah tindakan salah, tapi kami mengeluarkan
Jilid kedua benar-benar rela, karena kalian mengatakan akan ada pembunuhan di rapat akbar Tai-san, 5 perguruan tidak sanggup mencegahnya hanya bisa menyerahkan
Jilid ke-2 kepada kalian supaya orang yang punya
Jilid ke-I akan mencari kalian untuk bertarung, 2 hari menjelang pertarungan pasti akan ada yang terluka, ini adalah satu-satunya cara untuk menjaga ketenangan di dunia ini."
Wong Jong-ceng tertawa.
"Baik, tidak disangka,
Jilid ke-I ada di tanganku, benar-benar seperti harimau ditambah dengan 2 sayap bukan?"
"Kami kira hal ini tidak mungkin terjadi, tapi Lim Kongcu mengenal ilmu pedang kalian sebagai jurus-jurus dari Ngo- heng-kiam, Ketua Ngo-heng-kiam dan plakat dunia persilatan tidak bisa bekerja sama."
"Kalian harus tahu bila hanya berlatih
Jilid ke-I akan tersesat, harus mengandalkan
Jilid ke-2 untuk menolongnya, kalian memberikan
Jilid ke-2 kepada Ketua Ngo-heng-kiam, bukankah akan menutup jalan kalian sendiri, mana mungkin bisa menolong bahaya dunia ini?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Memang berlatih ilmu
Jilid ke-I akan tersesat, tapi
Jilid ke-2 ada cara untuk menolongnya, kami sudah melihatnya, itu tidak susah dengan cara lain juga bisa mendapat kembali kekuatan sampai 90%, maka kami mengambil keputusan akan menyerahkan plakat itu, kami percaya orang yang mendapatkan plakat itu pasti sudah mempunyai kekuatan 90%, untuk menjadi sempurna dia masih harus menambah 10% lagi, mereka akan mencari kalian, kami yakin kau sudah mendapatkan ilmu Ngo-heng-kiam juga plakat dunia persilatan."
Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Memang Tuanku mendapatkan
Jilid ke-2, dan dalam waktu singkat sudah berlatih sisa 10% ilmu itu, tapi Anda tetap tidak bisa menahan rahasia keluarga Wong yang dinamakan melindungi ketua, berarti semua perubahan yang ada di dunia ini tidak bisa ditentukan oleh manusia, Jin-jiu, Kiu-nio, kalian berdua cepat ke sana untuk membereskan Lim Hud-kiam."
Liu Hui-hui bersiap-siap naik panggung untuk membantu, sepasang pelayannya Siau Ceng dan Siau Pek pun sudah mencabut pedangnya, tapi Wong Jong-ceng malah berkata.
"Jangan kemari, Hud-kiam sendiri pun sanggup melayani mereka."
Liu Ta-su berteriak.
"Lim Su-kun, kau jangan berbuat ceroboh lagi, kau pun sudah kalah, apa lagi Hud-kiam, dia hanya sendiri!"
Wong Jong-ceng tertawa.
"Aku bilang dia sanggup pasti dia akan sanggup, kalau banyak orang malah sulit untuk bergerak, kalian menjaga saja di bawah panggung, Tiang Leng-cu dan 2 bersaudara Bun satu komplotan, Kakak Liu jaga mereka, karena ilmu pedang mereka kau lebih paham, jangan biarkan mereka datang mengacau."
Kemudian dia berkata kepada Lim Hud-kiam.
"Anak, kau tenanglah menghadapi mereka, jangan mengingat jurus yang diajarkan Hoan Lam-huang, sekarang jika kau tidak mau melukai orang, kau yang akan dibunuh." 36 orang anak buah Ma Kiu-nio, 6 orangnya diantaranya mengawasi Wong Jong-ceng dan Wong Han-bwee, sisanya yang 30 orang dibagi menjadi 5 kelompok, mereka mengelilingi Lim Hud-kiam dan mulai menyerangnya. Tangan Lim Hud-kiam memegang pedang tumpulnya, dengan tenang dia melawan membuat 6 pedang yang menyerangnya tidak bisa masuk, tapi dia tetap bertahan, tidak mau menyerang. Dengan cemas Wong Jong-ceng berkata.
"Kau tetap tidak mau mendengar kata-kata ayah, apakah sekarang kau masih begitu sungkan, baik kepada musuh berarti kejam kepada dirimu."
"Ayah, aku mengganti nama menjadi Hud-kiam (Pedang Budha) sebenarnya adalah kehendak ibu, tidak melukai orang itu pun ajaran ibu, aku rasa ilmu pedang penuh dengan persahabatan, aturannya ada di sini."
Wong Jong-ceng menarik nafas.
"Inilah rasa cinta seorang perempuan, Liu-hoan, kau jaga di bawah panggung, orang yang terjatuh dari panggung sekalian saja kau bunuh, tidak boleh terlewat satu orang pun."
Ooo)dw*de(ooO BAB 33 Semangat pedang adalah hati penuh damai Heuw Liu-hoan berjalan ke bawah panggung, di atas panggung pertarungan semakin sengit, 30 orang terbagi menjadi 5 kelompok, bergiliran menyerang, setiap kelompok terdiri dari 6 orang, ilmu pedang mereka benar-benar bagus, sepertinya Lim Hud-kiam mulai kelelahan dan tidak kuat lagi.
Tiba-tiba Wong Jong-ceng berteriak.
"Ciam-liong-tan-jiauw, Ya-hwee-siau-tan!" (Naga bersembunyi menggunakan cakar, api liar membakar langit). Itu adalah 2 nama dari jurus ilmu pedang, Lim Hud-kiam mengerti dan ternyata sangat pas dengan jurus-jurus pedangnya, maka dia menggunakan jurus ini dengan tenang, tapi dia juga mendengar ada suara senjata menyerang, maka jurus pertama dia menghindari serangan, jurus kedua dia mendekat dan melambaikan pedangnya, sekelompok penyerang yang terdiri dari 6 orang bersamaan terkena sabetan pedang di pinggangnya. Tapi Lim Hud-kiam tidak membunuh mereka, karena pedangnya adalah pedang tumpul, hanya memukul mereka hingga terjatuh ke bawah panggung, Heuw Liu-hoan sudah mengayun tangan, belum sampai ke tanah 4 orang yang terjatuh sudah dibabatnya di bagian pinggang, yang kedua terjatuh ke bawah belum sempat berdiri dengan benar kepalanya sudah dipenggal oleh Heuw Liu-hoan. Melihat keadaan seperti itu, semua orang terkejut juga kebingungan. Wong Jong-ceng tertawa.
"Jin-jiu, ilmu rahasia tidak bisa membuatku takut, asal aku sudah melihatnya satu kali, aku akan segera mencari cara mengatasinya, kalian tidak akan bisa mencuri dan mempelajari ilmu silat Raja Pedang!"
Wong Han-bwee dengan senang berkata.
"Ayah, kau begitu hebat, mengapa ayah bisa ditaklukkan mereka?"
Wong Jong-ceng tertawa.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ini bukan disebut ditaklukkan, mulutku masih bisa bergerak dan masih bisa mengajari kakakmu, hasilnya akan sama, dulu aku tidak menyangka mereka berani menyerangku, aku salah menduga membuat mereka bisa menangkapku, asalkan kakakmu masih bergerak kita tetap bisa membereskan mereka."
Orang yang tersisa hanya ada 24 orang, tapi serangan mereka tetap sengit, Wong Jong-ceng terus melihat keadaan itu, tiba-tiba dia berteriak.
"Hui-liong-cai-thian, It-yap-cu-ciu!" (Naga terbang di langit, selembar daun mengetahui musim gugur). Jurus pertama adalah jurus menjelaskan, Lim Hud-kiam menuruti dan memperagakannya, tapi pada jurus kedua dia mengubahnya, hanya dengan pedang menyapu ke atas udara, menjadi 'Ciu-hong-jut-lim' (Angin musim gugur masuk hutan) dia tidak ingin melukai orang, hanya ingin memukul jatuh senjata mereka, tapi sesudah pedang dilayangkan 6 orang itu tetap terguling jatuh ke bawah panggung dan mati oleh pedang Heuw Liu-hoan. Ternyata begitu ke enam perempuan ini mendengar teriakan Wong Jong-ceng, tahu jurus berikutnya adalah It-yap- cu-ciu jurus itu bisa menyerang kelemahan mereka, maka mereka dengan cepat melepaskan serangan dan diam untuk menjaga diri mereka, karena jurus pedangnya sama, cara mereka sekarang pun sama, maka saat mereka menahan It- yap-cu-ciu dengan pedang, mereka sama sekali tidak mengira Lim Hud-kiam bisa mengubah jurus pedangnya, maka pedang Lim Hud-kiam tetap masih bisa memukul kelemahan mereka, Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Hud-kiam, sekarang kau harus mulai belajar ilmu pedang teknik tinggi, pedang akan menyatu dengan jiwa, menaklukkan musuh harus tahu musuh, aku bisa menebak isi hatimu juga bisa menebak hati musuhmu, aku tahu kau tidak akan ikut kata- kataku untuk mengeluarkan jurus, maka aku dengan jurus It- yap-cu-ciu memancing jurusmu yang Ciu-hong-jut-lim, perubahan jurus seperti yang kuinginkan."
Karena Lim Hud-kiam terus melukai orang, hal ini sudah berlawanan dengan kehendaknya, maka dia berteriak.
"Ayah, jangan suruh aku melukai orang lagi."
"Tidak, yang membunuh adalah Heuw Liu-hoan."
"Tapi kematian orang-orang itu ada hubungannya dengan aku."
"Maksudmu, memaafkan mereka lalu membiarkan mereka membunuhmu, membunuhku, atau membunuh adikmu atau bahkan membunuh semua orang?"
Lim Hud-kiam tidak bisa menjawab, lama dia baru berkata.
"Mungkin tidak akan seperti itu!' "Kecuali kau bisa menaklukkan mereka satu per satu, kalau tidak perempuan-perempuan gila itu sangat berbahaya, mereka dilatih untuk membunuh, apakah kau mempunyai cara supaya mereka tidak membunuh orang?"
"Aku tidak sanggup,"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Kau tidak sanggup, aku juga tidak sanggup, mereka hanya mendengarkan kata-kata Nenek Ma, sekelompok perempuan gila itu adalah perajurit berani mati, mereka dilatih oleh seorang gila menjadi pembunuh, pekerjaan mereka hanya ada dua, membunuh atau dibunuh, ingin mencegah mereka membunuh, cara satu-satunya adalah membunuh mereka."
Wong Han-bwee juga berteriak.
"Koko, apa yang ayah katakan benar, kedudukan 36 perempuan itu sangat istimewa, hanya Ma Kiu-nio yang bisa memerintah mereka, ayah dan aku pun tidak sanggup menghadapi mereka, jadi kau tidak boleh merasa tidak tega membunuh mereka."
Lim Hud-kiam terpaku.
"Cara apa yang digunakan untuk mengurusi Lembah Raja Pedang? Benar-benar saling bertolak belakang!"
Wong Jong-ceng berkata.
"Tidak saling bertolak belakang, prajurit berani mati ini selalu begitu, hanya ada satu orang yang bisa menyuruh mereka melakukan apa saja, tapi kami yang menjadi tuan hanya bisa menyuruh mereka melakukan satu hal, yaitu menuju kematian."
Lim Hud-kiam terpaku.
"Bisa menyuruh mereka mati, tapi tidak bisa memerintah mereka?"
"Benar, bila kita merasa tidak senang pada seseorang dan menurunkan perintah hukum mati, kecuali hal ini, hal yang lainnya harus diperintah oleh Ma Kiu-nio mereka baru menurut."
"Kalau begitu, ayah turunkan perintah suruh menghukum mati kepada mereka, untuk apa menyuruhku menjadi pembunuh?"
Tanya Lim Hud-kiam. Wong Jong-ceng menarik nafas.
"Saat aku masih menjadi tuan mereka, aku mempunyai hak ini, sekarang aku dan Han- bwee sudah jadi tawanan, tidak berhak menurunkan perintah lagi."
Ma Kiu-nio menjawab dengan dingin.
"Bila Tuanku melaksanakan adat keluarga Wong, kapan pun Tuanku bisa mendapat kekuasaan, hamba pun bisa diperintah kembali oleh Tuanku."
"Aku tidak melanggar adat keluarga Wong,"
Jawab Wong Jong-ceng.
"Tuanku bermaksud akan memberikan jabatan Raja Pedang kepada Lim Hud-kiam ini sudah melanggar adat keluarga Wong, kecuali Tuanku menyuruh Lim Hud-kiam menikah dengan nona."
Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Aku tidak akan mengijinkan kegilaan kalian terlaksana, walaupun aku setuju, tapi Lim Hud-kiam tidak akan setuju, karena Lim Hud-kiam adalah putra Lim Su-kun, bukan putra Wong Jong-ceng, aku tidak berhak memerintah dia untuk melepaskan marganya masuk menjadi menantu keluarga Wong."
"Kalau begitu Tuanku harus menerima syarat kedua, mengakui posisi Liu Ban-mong."
"Kurang ajar, apakah putriku pantas berjodoh dengan tikus itu!!"
"Tuanku, nona adalah putri keluarga Wong, bukan putri Anda, hamba menghormati Anda, maka harap Anda menyetujuinya, bila Anda tidak setuju, hamba berhak menentukan langkah selanjutnya."
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Apa pendapatmu, 36 orang Lo-sat (Pembunuh perempuan) 1/3 nya sudah mati, bila aku memberi 4 kalimat petunjuk lagi semua akan mati."
Ma Kiu-nio menjawab dengan dingin.
"Bila Tuanku tidak menutup mulut, hamba akan berbuat salah kepada Tuan."
Sorot mata Wong Jong-ceng berubah menjadi galak.
"Berani sekali kau menyuruhku tutup mulut?"
"Hamba tidak berani, tapi tuanku bisa menutupnya sendiri."
"Kecuali aku mati."
"Bila terpaksa, aku harus menjalankan tugas ini."
Wong Jong-ceng marah.
"Kau berani membunuh pemimpinmu?"
Dengan tenang Ma Kiu-nio berkata.
"Bukan hamba yang akan membunuh Tuanku, tapi aku harus melaksanakan pesan- pesan nenek moyang keluarga Wong."
"Kalau kau berani, coba saja!"
"Hamba sedang menunggu keputusan terakhir dari Tuanku,"
Jawab Ma Kiu-nio.
"Keputusan sudah kuambil dan tidak akan berubah."
"Kalau begitu maafkan hamba."
Tangan Ma Kiu-nio melambai, perempuan yang memegang pedang menjaga Wong Jong-ceng segera menyerang ke depan, tapi baru saja pedangnya bergerak, Wong Han-bwee dan Lim Hud-kiam bersama-sama berteriak.
"Hentikan!"
Pedang berhenti melaju, kata Lim Hud-kiam.
"Ayah, putramu sudah mulai mengetahui cara-cara mereka, ayah tidak perlu memberi petunjuk lagi, putramu bisa menghadapinya sendiri."
"Tidak, Koko, kau tidak akan sanggup, hatimu terlalu baik, kau tidak akan bisa melawan sekelompok pembunuh ini, mereka satu selompok lebih gila dibandingkan kelompok lain, yang paling ganas adalah orang yang menyandera kami, mereka bisa berperang perorangan, kecuali ayah, tidak ada yang bisa menaklukkan mereka,"
Kata Wong Han-bwee. Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Bila ada sebilah pedang di tangan, mungkin masih bisa menahan, tapi sekarang aku sudah jadi tawanan, hanya menunggu dibunuh atau dihina."
"Tuanku, asal Anda tidak melanggar adat keluarga Wong, Anda tetap ketua lembah,"
Jawab Ma Kiu-nio. Tiba-tiba Wong Han-bwee berkata.
"Baiklah, ibu asuh, aku setuju menikah dengan Liu Ban-mong."
"Adik, jangan!"
Lim Hud-kiam berteriak.
"Mengapa tidak, aku adalah tuan asli dari keluarga Wong, ayah tidak bisa mengambil keputusan, aku bisa, ibu asuh, aku terima Liu Ban-mong menjadi suamiku, tapi aku akan tetap menjadi ketua Lembah Raja Pedang ini."
Ma Kiu-nio segera menjawab.
"Itu pasti, Liu Ban-mong yang akan mengganti marga masuk ke keluarga Wong, bukan Nona yang mengikuti dia, maka Tuan yang sebenarnya tetap Nona."
"Kalau begitu suruh mereka lepaskan aku,"
Perintah Wong Han-bwee.
"Sekarang belum bisa,"
Jawab Ma Kiu-nio.
"Mengapa tidak bisa? Apakah aku sebagai Tuan kalian tetap harus disekap seperti ini?"
"Betul, Nona harus menunggu kami menyelesaikan satu hal baru bisa menjadi Tuan sebenarnya dan akan mempunyai hak penuh,"
Jawab Ma Kiu-nio.
"Mengenai apa?"
"Membunuh Lim Hud-kiam!"
"Mengapa? Dia adalah kakakku, walau satu ayah berbeda ibu."
"Karena itulah dia harus mati, di langit tidak ada 2 matahari, dalam satu negara tidak bisa ada 2 raja, di Lembah Raja Pedang hanya ada satu Tuan yang benar-benar menguasai lembah ini."
"Lepaskan aku, biar aku sendiri yang membunuhnya."
"Tidak perlu, asal Nona memberi pesan kami yang akan melaksanakannya."
"Kurang ajar, apakah masalahku harus kalian yang atur juga?"
"Hanya hal ini saja, sesudah Lim Hud-kiam mati, Nona berhak penuh di sini, begitu menikah dengan Liu Ban-mong tanggung jawab hamba pun akan selesai, apakah Nona akan membunuh atau mencincangku, hamba tidak akan melawan."
"Kalian begitu licik, apakah aku akan percaya kepada kalian?"
Dengan serius Ma Kiu-nio berkata.
"Kata-kata Nona terlalu berat, membunuh Lim Hud-kiam tetap harus dilaksanakan, walaupun Nona tidak membuka mulut tapi hal ini tetap akan dijalankan, maka hamba minta Nona menurunkan perintah."
"Aku tidak akan menurunkan perintah tidak normal ini!"
Seru Wong Han-bwee.
"Dari sini dapat diketahui bahwa kata-kata Nona tadi tidak serius, Nona hanya ingin bebas, terpaksa hamba yang akan mengambil keputusan sendiri."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian dia memerintah perempuan itu.
"Letakkan pedang di leher tuan, bila dia masih memberi petunjuk kepada Lim Hud-kiam, tusuk tenggorokannya, bukan karena kami berniat membunuh tuan, melainkan untuk menjaga dan melindungi adat keluarga Wong supaya tidak musnah, jadi kami tidak akan disalahkan, kelompok 3, serang!"
Lo-sat (pembunuh perempuan) kelompok ke-3 mulai menyerang, terpaksa Lim Hud-kiam melayangkan pedang untuk menahan serangan, benar saja kelompok ini lebih lihai dari kelompok tadi, angin pedang terdengar menderu dengan kencang membuat Lim Hud-kiam sulit melawan, keadaan semakin gawat.
Melihat keadaan seperti itu, Liu Hui-hui mulai cemas, dia ingin membantu, tapi Wong Jong-ceng dengan cepat berpesan.
"Jangan kemari, jaga kelompok orang-orang Liu Ban-mong!!"
Liu Ta-su berteriak.
"Wong Jong-ceng, apakah kau akan membiarkan Hud-kiam terbunuh?"
Wong Jong-ceng menarik nafas.
"Dulu aku melindungi putraku, tapi hati putraku selalu ingin menjaga kebenaran dan keadilan, aku tidak bisa membuatnya terjebak pada hal tidak benar, aku juga berharap semua orang akan mendukungnya, mementingkan keamanan dunia persilatan, sisakan sedikit kekuatan, bagaimana pun jangan biarkan Liu Ban-mong mendapatkan kekuasaan, kalau tidak, akibatnya tidak akan bisa kita bayangkan."
"Aku tidak tahu sebenarnya kau orang macam apa?"
Kata Liu Ta-su sambil menarik nafas. Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Kau dan aku bukan orang suci, kau mendapatkan seorang menantu suci, terpaksa kita harus belajar menjadi orang suci, lihat putraku, di waktu seperti sekarang ini dia masih tidak ingin melukai orang, apa yang bisa kukatakan?"
Jurus Lim Hud-kiam terhadang, sebenarnya dia mempunyai tenaga untuk membalas, tapi dia tidak ingin melakukannya dia hanya cukup menjaga diri. Karena itu Wong Han-bwee menangis.
"Koko, apa maumu? Mengapa kau tidak membalas?"
Dengan terengah-engah Lim Hud-kiam menjawab.
"Mereka bukan batu dan kayu, mereka juga punya perasaan, aku pasti bisa mempengaruhi mereka sekalipun nyawaku harus hilang, tidak apa."
"Apakah kau bisa mempengaruhi mereka? Kau hanya menyia-menyiakan nyawamu sendiri."
"Aku merasakan mulai ada hasilnya."
Wong Jong-ceng mengangguk.
"Betul, bocah itu memang mempunyai hati Budha, tadi dia sudah melakukan 6 kali kesalahan, tapi perempuan-perempuan itu pun tidak mengambil kesempatan membunuhnya."
Sambil bertarung Lim Hud-kiam berteriak.
"Tidak, ayah, jumlahnya 9 kali kesalahan."
"Aku tidak akan salah lihat, kau sudah 3 kali memberi celah kepada mereka, tapi mereka tidak mengerti maksudmu dan tidak berani sembarangan menyerang."
"Mereka seharusnya tahu aku tidak berniat jahat,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Mereka sudah biasa curiga pada orang, maka mereka tidak berani menaruh kepercayaan kepadamu."
Wong Han-bwee berteriak.
"Koko, apakah kau sengaja membiarkan dirimu dibunuh mereka?"
"Betul, Adik, aku percaya kau bisa mengubah semua keburukan di Lembah Raja Pedang ini, sekarang biang keladi semua masalah ini adalah aku, begitu aku mati, kau tidak akan mempunyai beban lagi."
"Mengapa kau masih menahan diri? Taruh senjata mu supaya kau bisa langsung dibunuh."
Dengan serius Lim Hud-kiam menjawab.
"Aku hidup dengan pedang, maka aku harus mempunyai semangat seorang pesilat pedang, mati dalam pertarungan adalah hal mulia aku tidak akan menyerang, tapi tetap harus bertahan."
Wong Han-bwee terdiam, Ma Kiu-nio mulai melihat 6 Lo-sat menjadi kurang bersemangat, maka dia membentak.
"Apakah kalian sedang berpura-pura, aku beri patokan, dalam 10 jurus kalian harus membereskan dia, kalau tidak, tuduhan bersekongkol dengan musuh aku akan menghukum kalian, biar kelompok ke-4 yang akan menggantikan kalian."
Kata-katanya baru selesai, segera ada 3 orang dari 6 orang menarik pedang mundur, sedangkan 3 orang lagi berhenti dengan sendirinya, Ma Kiu-nio benar-benar marah, dia membentak.
"Apa yang kalian lakukan?"
Dengan kepala terangkat, seorang perempuan menjawab.
"Kiu-nio, kami tidak sanggup membunuhnya, karena ilmu pedang Tuan Muda Lim lebih tinggi dari kami, sebelum dia mengeluarkan 6 kali celah, dia mempunyai 60 kali kesempatan membunuh kami, siapa yang tega membunuh orang seperti dia?"
Wajah Ma Kiu-nio berubah.
"Apakah kalian tidak ingin bertarung lagi?"
"Benar, silakan Kiu-nio mengganti kami dengan kelompok lain."
"Apakah kalian tahu, bila Lo-sat diganti dengan kelompok lain, ada syaratnya!"
"Kami tahu, harus mati dan tidak boleh melawan."
"Apakah kalian tidak ingin hidup lagi?"
"Benar, kami menunggu dihukum."
"Demi orang jahat itu, kalian mau mengorbankan diri?"
"Betul, tugas kami adalah membunuh orang atau dibunuh, kami belum pernah bertemu lawan seperti itu, beberapa kali kami seharusnya sudah terbunuh, tapi dia tidak membunuh kami mana mungkin kami tega membunuh orang yang tidak tega membunuh kami?"
Wajah Ma Kiu-nio berubah dengan cepat.
"Baiklah, aku akan melaksanakan kehendak kalian."
Perempuan itu dengan santai berkata.
"Kami terima hukuman Kiu-nio karena ilmu pedang kami jauh berada di bawah Tuan Muda Lim, seharusnya kami mati di bawah pedangnya, tapi bila sekarang kami dihukum mati, kami kira itu sama saja."
Ma Kiu-nio berteriak-teriak seperti orang gila.
"Kelompok 4 naik, bunuh Lim Hud-kiam." 6 orang perempuan keluar, tiba-tiba Ma Kiu-nio berteriak.
"Bunuh pengkhianat terlebih dulu!!"
Tapi keenam perempuan ini tidak bergerak, Ma Kiu-nio berteriak histeris.
"Apakah kalian juga akan menjadi pengkhianat?"
Seorang perempuan menjawab.
"Kiu-nio, aku belum pernah belajar membunuh teman sendiri."
"Kurang ajar, mereka bukan orang sendiri lagi, mereka adalah pengkhianat keluarga Wong!!"
Perempuan itu berkata.
"Kiu-nio, kau memang berjasa kepada keluarga Wong, tapi kami tidak."
Wajah Ma Kiu-nio terus berubah, kemarahan membuat tubuhnya gemetar. Wong Jin-jiu mendekat.
"Kalian dari kecil sudah tinggal di Lembah Raja Pedang, belajar ilmu pedang juga menikmati semua kekayaan keluarga Wong, mengapa kalian bisa berkata-kata seperti itu?"
"Tapi kami pun mengorbankan kehidupan kami seumur hidup."
"Pekerjaan kalian adalah membunuh!"
Lanjut perempuan itu.
"Atau dibunuh."
"Betul, sekarang tugas kalian adalah membunuh."
"Kiu-nio, kami bisa menjadi pembunuh, tapi bila menyuruh kami membunuh teman sendiri, lebih baik kami dibunuh saja, karena selain teman sekelompok, kami tidak mempunyai keluarga lagi."
Karena marah, kedua kaki Ma Kiu-nio terus dihentakkan, Wong Jin-jiu tetap lebih berpengalaman sambil menahan emosi Ma Kiu-nio, dia menasehati.
"Nenek tua, kata-kata mereka benar, 36 orang Lo-sat dari kecil sudah berada di lembah Lo-sat, mereka tidak berhubungan dengan dunia luar, kehangatan yang mereka dapatkan yaitu dari teman mereka sendiri, mana mungkin mereka akan membunuh orang sendiri? Sudahlah, biar aku yang mengatur semuanya."
Ma Kiu-nio berusaha menahan emosinya.
"Dengan cara apa kau akan mengaturnya?"
"Kelompok ke-3 sudah kehilangan semangat untuk bertarung, jadi mereka tidak perlu bertarung lagi, kelompok ke-4 yang akan meneruskan tugas ini membunuh Lim Hud- kiam, apakah kalian sanggup?"
"Kami sanggup!"
Jawab perempuan-perempuan itu.
"Baiklah, segera laksanakan, melawan perintah adalah kesalahan besar, bila kalian menuruti perintah dan berhasil, kalian bisa menghapus kekalahan kelompok ke-3." 6 Lo-sat dari kelompok ke-4 segera mengurung Lim Hud- kiam dan mulai menyerang, serangan keenam orang itu benar-benar hebat, tapi Lim Hud-kiam tetap menggunakan jurus bertahan, hawa membunuh mereka terlalu kental, karena mereka ingin menebus kekalahan kelompok ke-3, maka Lim Hud-kiam sangat berhati-hati supaya tidak sampai ada celah yang keluar. Ma Kiu-nio menarik nafas.
"Kakek, kau lebih pintar, aku tidak menyangka orang yang kulatih akan menimbulkan masalah seperti ini."
"Jangan salahkan mereka, kau melatih mereka menjadi pembunuh, kau lupa kalau mereka adalah manusia yang mempunyai dasar sifat seorang manusia, karena latihan ketat mereka bisa diperintah, tapi kalau bertemu dengan orang seperti Lim Hud-kiam, mereka akan kebingungan dengan keadaan yang tidak pernah mereka alami, kelak kita latih mereka lagi, kita harus memperhatikan mengenai hal ini."
"Tidak ada nanti, setelah aku menguasai Lembah Raja Pedang, hal pertama yang akan kulakukan adalah menyingkirkan orang-orang gila seperti kalian."
Wong Jin-jiu tertawa.
"Tidak apa kalau aku akan dibunuh karena aku sudah bosan dengan pekerjaan ini, hanya karena budi ini terlalu berat dengan terpaksa kami melaksanakannya, hamba berharap Nona bisa mengubah adat keluarga Wong."
Ma Kiu-nio terpaku.
"Kakak, apa maksudmu? Apakah kau juga mengagumi Lim Hud-kiam?"
Wong Jin-jiu tertawa.
"Aku sudah banyak melihat, aku melayani 4 generasi tuanku, setiap majikan yang belum mendapatkan kekuasaan selalu tidak suka adat keluarga Wong! Tapi setelah mendapat kekuasaan mereka tetap menjalankan adat keluarga Wong, kadang- kadang menambah kekurangan nenek moyang mereka, Nona adalah turunan langsung keluarga Wong, Nona tetap akan memilih jalan seperti ini, maka aku sama sekali tidak khawatir."
"Kita lihat saja, apa yang akan terjadi nanti!"
Wong Han- bwee tertawa dingin. Wong Jin-jiu hanya tertawa dan tidak menjawab, pertarungan semakin ketat, Lim Hud-kiam mulai terluka ringan. Dengan cemas Wong Jong-ceng berteriak.
"Anak bodoh, bila ingin mempengaruhi orang kau harus melihat seperti apa dulu orangnya, 6 nenek ini tidak seperti kelompok tadi, apakah kau ingin terbunuh?"
Lalu dia berteriak.
"Tiang-kin-gin-coan!" (Ikan panjang minum air sungai) Betul, lalu Thiat-soat-heng-kang (Gembok besi mengalir horisontal)."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lim Hud-kiam mendapat jurus-jurus dari ayahnya, tapi dia tetap tidak menyerang, tapi petunjuk Wong Jong-ceng tetap membuat penyerangan 6 orang itu berhenti sejenak, membuat Lim Hud-kiam bisa menghindari sabetan yang bisa membuatnya terbunuh, Ma Kiu-nio membentak.
"Tuanku, aku sudah mengeluarkan pemintaan, kali ini jangan salahkan hamba membunuh."
Ujung pedang yang ada di depan tenggorokan Wong Jong- ceng melaju, Wong Jong-ceng bersiul panjang, ujung pedang berhenti di dekat tenggorokan, seperti ada tenaga besar yang menahan dan menggetarkan, membuat ujung pedang perempuan itu melaju ke pinggir kemudian 2 tanganya bergerak dan bergetar, perempuan itu memegang tangannya segera terlempar ke bawah, Heuw Liu-hoan mulai mengayunkan senjatanya lagi dan membacok tubuh mereka menjadi 2 bagian, kemudian dia melempar pedang ke atas panggung dan berteriak.
"Tuanku, sambut pedang ini!!"
Sebilah pedang terbang menuju atas panggung, gerakan Wong Jiu-jiu dan Ma Kiu-nio tidak kalah cepat, yang satu mengeluarkan pedang menahan pedang yang datang, yang satu menyerang Wong Jong-ceng, tapi Wong Jong-ceng tidak menyambut pedang yang dilempar Heuw Liu-hoan, dia hanya menggulingkan tubuhnya ke bawah, dengan begitu dia bisa menghindari serangan Wong Jin-jiu yang datang tiba-tiba, selain itu dia bisa mengambil pedang berwarna kuning perlambang wibawa Raja Pedang, kemudian tubuhnya bergerak seperti angin menggulung, mengeluarkan cahaya berkilau, Lo-sat yang sedang menyerang Lim Hud-kiam segera terpisah kepala dan tubuhnya, Wong Jin-jiu dan Ma Kiu-nio masih akan memerintah anak buahnya untuk menyerang, tapi begitu melihat kegagahan Wong Jong-ceng yang memegang pedang emas, dari wajahnya yang tampan memancarkan wibawa yang luar biasa, mereka terpaku, Lo-sat yang mereka pimpin berjumlah 36 orang satu kelompok telah kehilangan semangat, hanya tinggal kelompok 4 dan 3 orang yang sedang menjaga Wong Han-bwee, tapi wajah mereka terlihat berobah, mereka tidak berani bergerak.
Wong Jong-ceng memegang pedang, dia tertawa terbahak- bahak.
"Kalian sepasang pembunuh tua, kalian kira dengan mengandalkan 36 Lo-sat kalian bisa menaklukkan aku? Dari tadi aku pura-pura berhasil kalian taklukkan, aku ingin lihat sejauh mana kalian bisa menyombongkan diri dan tidak tahu aturan, tidak disangka kalian begitu sombong dan berani, lempar pedang kalian dan akui kesalahan!"
Yang paling senang adalah Wong Han-bwee, dia berteriak.
"Ayah, kau sanggup mengalahkan mereka, mengapa harus membuat dirimu jatuh dalam bahaya?"
Wong Jong-ceng tertawa, katanya.
"Apakah kau kira ayahmu berada dalam bahaya? Kau terlalu meremehkan ayah, memang aku terlihat berhasil mereka taklukkan, sebenarnya aku tidak berada dalam bahaya, aku tahu jurus-jurus mereka semua, setiap saat setiap waktu aku mempunyai kekuatan untuk menyerang kembali."
"Tapi Ayah tidak perlu menurunkan wibawamu, sampai- sampai kedua tangan dipegang dan dijaga dengan pedang bukan?"
Tiba-tiba Wong Jong-ceng menarik nafas.
"Ini adalah permintaan ibumu, dia seorang perempuan sejati yang baik hati, dia tahu adat nenek moyangnya tidak adil, tapi dia tidak ingin menghukum sepasang pembunuh tua ini, begitu dia melahirkanmu, dia takut kau akan terkekang dengan adat ini, maka dia memberitahuku kelemahan jurus pelindung ketua ini."
Wong Jin-jiu terpaku.
"Nyonya sama sekali tidak tahu ada jurus-jurus pedang pelindung ketua."
"Kalian salah besar, tubuh Koan-nio memang sangat lemah, sama sekali tidak mempunyai keistimewaan dalam ilmu pedang, tapi dia mempunyai bakat lain yang luar biasa, apa yang dia telah lihat, tidak akan bisa dilupakan begitu saja, saat dia masih kecil dia pernah melihat kalian berlatih ilmu pedang pelindung ketua yang kalian ajarkan kepada Lo-sat, dia pura- pura tidak mengerti, sebenarnya setiap jurus sudah dia ingat, sampai-sampai cara untuk memecahkannya pun sudah dia pikirkan, sebelum dia menghembuskan nafas terakhir, dia memberitahuku, tapi dia juga meminta bila tidak terpaksa jangan menggunakan jurus ini, aku memandang kebaikan Koan-nio, selalu menelan kelakuan kalian yang tidak adil, sekarang kalian telah memperlihatkan wajah kalian yang ganas dan sadis."
Wong Jin-jiu dan Ma Kiu-nio tidak bisa menjawab, Wong Jong-ceng membentak.
"Cepat berlutut, akui kesalahan, apakah harus aku yang membunuh kalian?"
"Kakek, apa yang harus kita lakukan?"
"Nenek, kalau ini adalah kata-kata terakhir nyonya, apa yang bisa kita lakukan? Yang penting kita sudah melakukan hal yang terbaik bagi ketua kita."
Ma Kiu-nio marah.
"Kentut, tanggung jawab kita adalah kepada tuan besar, sekarang dia sudah melanggar adat keluarga Wong, maka dia bukan Tuan kita lagi, kita tidak bisa mendengar dan menuruti perintahnya lagi."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Tanya Wong Jin- jiu. Tiba-tiba Ma Kiu-nio membalikkan tubuh, dia menunjuk Wong Han-bwee dengan pedangnya.
"Nona, kau adalah generasi terakhir Wong, apa rencanamu?"
"Jangan sembarangan bicara, ayah masih ada, belum waktunya aku yang mengambil keputusan,"
Jawab Wong Han- bwee.
"Memang dia bermarga Wong, tapi sekarang dia sudah kehilangan kedudukan sebagai seorang Tuan, sekarang aku hanya mengakui nyonya sebagai majikan, asal Nona membuka suara, semua bahaya bisa hamba atasi."
"Dengan cara apa aku membuka suara?"
Tanya Wong Han- bwee.
"Setuju menikah dengan Liu Ban-mong, meneruskan adat keluarga Wong."
Wong Han-bwee marah.
"Kurang ajar, dengan alasan apa kalian berani mengambil keputusan untukku?"
Ma Kiu-nio menarik nafas.
"Mungkin Nona menganggap Liu Ban-mong tidak cocok untukmu, tapi ini adalah satu-satunya cara untuk meneruskan adat keluarga Wong karena dia mempunyai kesanggupan."
"Matipun aku tidak akan setuju!"
Wajah Ma Kiu-nio terlihat marah.
"Kalau begitu, terpaksa hamba akan menjalankan cara terakhir, lebih baik keturunan Wong terputus di sini saja, tapi nama tetap harus dijaga."
Wong Han-bwee terpaku.
"Apa maksudmu?"
"Terpaksa Nona harus hamba bunuh, kemudian menyuruh Liu Ban-mong menikah dengan batu nisan Nona lalu menyelesaikan upacara masuk keluarga Wong, dan Liu Ban- mong akan meneruskan turunan keluarga Wong."
Wong Jong-ceng tertawa.
"Apakah ini kehendak Liu Ban- mong?"
"Tidak, ini adalah kehendak kami, tapi Liu Ban-mong sudah menyetujuinya."
Kata Wong Jong-ceng.
"Kebodohan kalian benar-benar keterlaluan dan sudah terlewat batas, terang-terangan Liu Ban-mong memperalat kalian, apakah kau yakin sesudah dia mendapatkan kekuasaan, dia akan menepati janjinya?"
"Aku tidak takut dia ingkar janji, sesudah kami menyusun rencana, dia sudah meminum guna-guna yang kubuat dengan rahasia, bila dia ingkar janji, setengah tahun kemudian racun itu akan bereaksi dan dia akan mati."
Wong Jong-ceng tetap tertawa, katanya.
"Apakah dengan cara ini kau bisa menaklukkan dia?"
"Guna-gunaku bukan guna-guna biasa, dia sama sekali tidak tahu guna-guna apa yang kupakai, jadi tidak akan ada obat penawarnya, begitu guna-gunanya mulai bekerja dia akan tahu, tapi itu pun sudah terlambat, aku yakin aku bisa menguasainya."
Pendekar Gila 30 Dewi Ratu Maksiat Goosebumps 4 Bergaya Sebelum Mati Raja Petir 02 Empat Setan Goa Mayat
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama