Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok Bagian 22
"Sepertinya semua ini sudah kau rencanakan dengan sempurna bukan?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Benar, demi Tuanku aku harus berbuat seperti itu dan aku tidak berani tidak setia."
Wong Jong-ceng marah.
"Kau benar-benar kurang ajar, bila aku setuju Han-bwee menikah dengan Hud-kiam, apa rencanamu terhadap Liu Ban-mong?"
"Aku kira hal ini tidak mungkin terjadi, karena Lim Hud-kiam tidak akan setuju!"
"Kalau aku bisa memaksanya supaya setuju?"
"Itu lebih baik, nyawa Liu Ban-mong berada di tanganku, dia tidak akan berani macam-macam, berarti tugasku sudah selesai."
Wong Jong-ceng membentak.
"Kiu-nio, awalnya aku masih mengingat kalau kau selalu melindungi keluarga Wong, tapi sekarang Han-bwee pun ingin kau bunuh, bila kau berani membunuh Han-bwee, jangan harap bisa hidup lagi."
Ma Kiu-nio sama sekali tidak takut.
"Memang Tuanku berilmu pedang tinggi, tapi kedua pedang kami ada di depan nona, apa lagi kakek bisa membantu menahan serangan Tuan, aku sendiri tidak takut mati, keinginan Tuan melindungi nona tidak mungkin terjadi."
Wong Jong-ceng ada beberapa meter jaraknya dari mereka, dan Wong Jin-jiu sedang memegang pedang siap bertarung, hal ini benar-benar membuat Wong Jong-ceng tidak berani bergerak, dia terpaku lama, baru berkata.
"Hud-kiam, aku benar-benar tidak berkutik, apakah kau punya ide lain?"
"Aku tidak ada ide lain, masalahnya ada pada Han-bwee,"
Jawab Lim Hud-kiam. Wong Han-bwee berteriak.
"Ayah, jangan pedulikan aku, biar kau serang mereka, jangan biarkan orang begitu jahat tetap hidup, mati pun aku rela."
"Han-bwee sudah memberi pendapat, ayah tidak perlu ragu lagi,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Sembarangan bicara, kau tidak tega membunuh tapi kau rela mengorbankan Han-bwee, jangan lupa, dia adalah adikmu!"
"Tidak apa-apa, marganya Lim, sedang margaku Wong,"
Kata Wong Han-bwee. Lim Hud-kiam menarik nafas panjang.
"Han-bwee, kita memang berbeda marga berbeda ibu, tapi aku selalu menganggapmu adik kandungku, aku tidak ingin memberi pendapat."
"Pendapat yang tidak masuk akal,"
Kata Wong Jong-ceng.
"Ayah, bukan pendapatku tidak masuk akal, tapi pendapatnya sangat benar, semenjak aku berkelana aku tidak pernah terpikir tentang diriku sendiri, nyawaku setiap saat siap dikorbankan untuk kebenaran."
"Tapi adikmu tidak ingin seperti dirimu,"
Jawab Wong Jong- ceng.
"Ayah, Han-bwee sudah memberi pendapat, kalau dia hanya memikirkan diri sendiri, aku tidak mau mengakui dia sebagai adikku."
"Bocah, kau anggap kau itu apa?"
"Aku tidak menganggap diriku tinggi, aku hanya ingin menjadi seorang pesilat biasa dan pesilat pedang sejati tidak akan dengan mudah melepaskan nyawa juga tidak takut mati, tapi bila mati di tempat yang benar, bisa membuat dunia aman itu tidak masalah, aku mempunyai cita-cita seperti itu, adikku atau keluargaku pun harus mempunyai cita-cita seperti ini!"
"Apakah aku yang jadi ayahmu juga harus belajar kepadamu?"
"Putramu tidak berani, aku tidak berani meminta macam- macam kepada generasi tua, tapi Hui-hui, Bwee-nio. Leng-nio, aku percaya mereka pasti mempunyai cita-cita seperti ini juga, tidak hanya itu, teman-temanku yang ada di Kian-kun-kiam- pai, seperti Nona Kie, Goan-heng, dan Pui-heng, mereka akan menganggap kalau mati seperti pulang ke rumah, karena itu apa yang aku minta kepada Han-bwee tidak berlebihan."
Karena ucapan yang dikeluarkan Lin Lim Hud-kiam begitu serius dan gagah, membuat orang yang disebut namanya merasa darahnya bergejolak, apalagi Wong Han-bwee, dengan gembira dia berkata.
"Ayah, cepatlah menyerang, aku bangga mempunyai kakak seperti dia."
Wong Jong-ceng menarik nafas.
"Anak, sesudah kau mempunyai kakak, ayah ditinggalkan."
Kata Wong Han-bwee dengan tegas.
"Ayah memberiku nyawa, aku paling-paling bisa hidup 100 tahun, tapi kakak memberiku nyawa puluhan ribu tahun."
Wong Jong-ceng merasa malu.
"Baiklah, anak, kau yang meminta, jangan salahkan ayah tidak punya hati, aku akan mulai menyerang."
Pedang melaju, tapi Wong Jin-jiu menahan, Ma Kiu-nio maju menusukkan pedangnya kepada Wong Han-bwee, semua terjadi begitu tiba-tiba dan singkat, tapi setiap orang dengan jelas melihatnya tiba-tiba Lim Hud-kiam menggulingkan tubuh maju, dia mengayunkan pedang tumpulnya, menahan pedang emas Wong Jong-ceng, membuat Wong Jin-jiu terhindar dari kematian, Yu Bwee-nio dan Yu Leng-nio, 2 orang dengan 4 tangan bersamaan melayang, 4 pisau terbang seperti petir melaju dengan cepat, yang satu menghantam pedang Ma Kiu-nio ke pinggir, yang satu tertancap di pergelangan tangan Ma Kiu-nio, membuat pedangnya terjatuh, dua pisau lagi masing-masing tertancap di pundak 2 Lo-sat yang sedang menahan Wong Han-bwee, karena sakit mereka pun melepaskan Wong Han-bwee, waktu itu juga Wong Han-bwee meloncat turun dari panggung.
Melihat putrinya selamat, Wong Jong-ceng merasa senang, dia mengangguk sambil tertawa kepada 2 perempuan tadi.
"Terima kasih."
"Ayah, mereka adalah menantu-menantumu, hal ini harus mereka lakukan, jadi tidak perlu sungkan kepada mereka,"
Kata Lim Hud-kiam. Wong Jong-ceng melotot kepadanya.
"Kau benar-benar kurang ajar, masih tidak malu lagi, kalau bukan karena teknik pisau terbang mereka sangat bagus, Han-bwee akan mati di tanganmu, kalau kau tidak menahan pedangku, mungkin nenek tua itu juga akan terbabat hingga habis."
Lim Hud-kiam tertawa.
"Putramu tahu ilmu pedangmu sangat bagus, tapi itu terlalu berbahaya, Bwee-nio dan Leng- nio sebelumnya sudah mendapat kode dariku, aku sangat percaya pada ilmu pisau terbang mereka."
"Kau benar-benar kurang ajar, apakah ilmu pedangku di bawah pisau terbang mereka?"
"Aku tidak bermaksud seperti itu, ayah adalah Raja Pedang tidak ada yang bisa menyaingi, karena itu, perhatian setiap orang tertuju padamu tapi pisau terbang Bwee-nio tidak akan ada yang memperhatikan, maka kita berhasil mengalahkan mereka."
Sebenarnya ini adalah kenyataan karena semua orang, termasuk Ma Kiu-nio paling takut kepada pedang Wong Jong- ceng, kalau tidak kedua pisau terbang itu tidak akan bisa melukainya. Wong Jong-ceng tidak bisa menjawab, dia tertawa.
"Penjelasanmu bisa kuterima, tapi orang ini begitu keras kepala, dia pantas mati, mengapa kau malah menolongnya?"
"Aku ingin mereka tahu kalau mereka salah besar,"
Jawab Lim Hud-kiam sambil tertawa. Ma Kiu-nio sudah mencabut pisau yang menancap di pergelangan tangannya, dia berkata.
"Bocah tengik, kami setia kepada majikan, mati pun tidak masalah, apakah itu salah?"
Lim Hud-kiam tertawa.
"Aku menghormati caramu, memang di dunia ini jarang ada orang yang setia seperti kalian, tapi kalian salah besar, kalian tidak bisa melihat orang, percaya kepada orang yang jahat hampir membuat Lembah Raja Pedang hancur."
"Apa maksudmu?"
"Kau kira kau bisa menguasai Liu Ban-mong dengan guna- gunamu? Untung semua ini belum terjadi, kalau tidak Lembah Raja Pedang akan jatuh ke tangannya."
"Kau jangan bergurau, kecuali dia tidak peduli pada nyawanya."
"Kalau kau tadi mati di bawah pedang ayahku, apakah guna-guna yang dimakan Liu Ban-mong akan ada orang bisa menolongnya?"
"Tidak ada, aku mati dia juga mati, paling-paling dia hanya bisa hidup 6 bulan lagi!"
"Apakah Liu Ban-mong mau dia hanya bisa hidup 6 bulan lagi?"
Ma Kiu-nio dengan aneh bertanya.
"Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?"
"Dia tentu tidak ingin hidup hanya 6 bulan lagi, maka dia tidak ingin kau mati, tapi tadi sewaktu kau berada dalam bahaya, dia berada di bawah panggung, dia sama sekali tidak bereaksi, ini membuktikan kalau guna-gunamu tidak membuatnya terancam."
Tiba-tiba Shang Kiu-nio berteriak dengan histeris.
"Si buta marga Liu, apakah memang benar seperti itu?"
Liu Ban-mong berpikir sebentar, tiba-tiba dia tertawa sinis.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan, sebenarnya aku ingin bekerja sama dengan kalian, tapi kau tidak percaya kepadaku, kau menggunakan guna-guna ingin menguasaiku, kau pikir apakah aku adalah orang yang bisa menerima ancamanmu?"
"Apakah kau mempunyai cara untuk menawarnya?"
"Sulit dikatakan, yang penting kau percaya pada guna- gunamu, aku percaya pada obat penawarku, sebelum mencobanya tidak ada orang yang bisa meyakinkannya sendiri, maka aku mengambil keputusan mempertaruhkan nyawaku sebagai modal."
Wajah Ma Kiu-nio berubah cepat, tiba-tiba kedua tangannya melayang, dia melemparkan sebutir pil, sesampainya di tengah-tengah udara, pil ini pecah dengan sendirinya, dari pil ini muncul titik-titik berwarna emas, kemudian terdengar suara NGENG NGENG, dan terbang ke tubuh Liu Ban-mong, lengan tangan panjang Liu Ban-mong menggulung, dari dalam lengan bajunya keluar asap berwarna merah, titik-titik emas itu tertutup oleh asap merah, kemudian semua terjatuh ke bawah, Liu Ban-mong mengambil sekepal bubuk itu dan memasukkannya ke dalam mulut segera ditelannya, dia tertawa terbahak-bahak.
"Terima kasih untuk ulat-ulat ini, kali ini aku benar-benar bisa menawarkan racun yang ada di dalam tubuhku."
Wajah Ma Kiu-nio berubah.
"Kau mempunyai pasir To-hoa- bi-ciang?" (obat). Liu Ban-mong tertawa.
"Kau punya tawon emas, terpaksa aku mencari pasir To-hoa-bi-ciang untuk membuat tawon emasmu pingsan, sesudah dimakan, bisa menawarkan racun guna-guna yang telah kuminum."
Ma Kiu-nio marah.
"Buta, ternyata kau membohongi kami."
Liu Ban-mong tertawa terbahak-bahak.
"Nenek Ma, jangan menyalahkan aku, cara-cara kalian pun sama, memang kita sedang beradu kepintaran, harus mengandalkan kepintaran sebenarnya, siapa yang lebih kejam dia bisa memakan orang lain, jadi jangan mengeluarkan kata-kata membela keadilan, karena kau tidak pantas mengucapkannya."
Ma Kiu-nio mengambil pedang dari bawah, kemudian melambaikan tangan, dia berteriak kepada sisa-sisa Lo-sat.
"Turun kalian, bunuh anjing itu!" 2 kelompok Lo-sat sangat membenci Liu Ban-mong, begitu mendengar perintah Ma Kiu-nio, mereka segera turun membawa pedang mereka, Wong Jin-jiu pun mengumpulkan pasukannya bersama-sama menyerang, Wong Jong-ceng yang berada di atas panggung berteriak.
"Liu-hoan, cegat mereka!"
Jawab Heuw Liu-hoan.
"Tuanku, dua kelompok orang itu pantas mati, biar mereka saling bunuh, bukankah itu lebih baik? Untuk apa menghentikan mereka?"
Wong Jong-ceng menggelengkan kepala.
"Aku hanya ingin mengubah adat keluarga Wong, tidak bermaksud menghancurkan keluarga Wong, aku tidak tega melihat mereka mati."
Segera Heuw Liu-hoan memerintah anak buahnya menahan Ma Kiu-nio, tapi dia sudah kehilangan akal, dia berteriak histeris.
"Minggir, jangan cari mati!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wong Jong-ceng membentak dari atas panggung.
"Kiu-nio, apakah kau sudah gila?"
Ma Kiu-nio melotot dan berteriak.
"Aku tidak gila, aku hanya ingin meneruskan adat keluarga Wong ini adalah tanggung jawabku."
Wong Jong-ceng menarik nafas panjang.
"Ternyata masalah Liu Ban-mong belum membuatmu sadar, kalau bukan kami yang memperingatkan mu, apa yang akan terjadi pada keluarga Wong?"
Ma Kiu-nio menghentakkan kaki.
"Semua yang terjadi di sini gara-gara kau, kalau kau tidak memancing orang-orang ini masuk ke Lembah Raja Pedang, nasib keluarga Wong tidak akan seperti ini."
Wong Jong-ceng marah.
"Kiu-nio, tadi aku masih kasihan kepadamu karena kau begitu setia, sekarang aku baru tahu, kau seperti yang lain, punya hati serakah yang sangat besar, kau hanya pura-pura dengan alasan peraturan nenek moyang Wong untuk mencapai tujuanmu, Liu-hoan, biarkan dia ke sana."
Heuw Liu-hoan bergeser ke pinggir, Ma Kiu-nio buru-buru melewatinya, Wong Jong-ceng berkata dengan serius.
"Jin-jiu, bila kau ingin mengikuti istrimu, aku tidak akan melarang, tapi aku tidak mengijinkanmu membawa orang-orang ini, gara- gara kalian mereka bisa mati, Koan-nio sudah menitip pesan kepadaku, semua ini demi keluarga Wong yang gila, aku sudah menikah dan diam di keluarga Wong, aku adalah majikan keluarga Wong, maka ini adalah tanggung jawabku, apa pendapatmu?"
Wong Jin-jiu berhenti sejenak, akhirnya dia berkata.
"Tuanku, hamba menerima pendapat anda."
"Baik, bawa pasukanmu mundur,"
Perintah Wong Jong- ceng. Puluhan Lo-sat yang dipimpin Ma Kiu-nio ikut mundur, mereka kebingungan, Wong Jong-ceng berteriak.
"Bila kalian masih ingin menjadi anak buah Lembah Raja Pedang, berdiri di bawah panggung untuk mendengarkan perintahku, kalau tidak, aku akan menghukum dengan tudingan menjadi pengkhianat."
"Cepat kalian mundur!!"
Bentak Wong Jin-jiu. Akhirnya semua Lo-sat mundur dan berdiri di bawah panggung, Ma Kiu-nio merasa aneh karena hanya dia sendiri yang maju, sampai suaminya pun tidak sehati dengannya, dia membentak.
"Setan tua, apakah kau lupa pada tanggung jawabmu?"
Dengan serius Wong Jin-jiu berkata.
"Kiu-nio, kata-kata Tuan benar, kau sudah terlalu setia, sikap ini bukan sikap seorang pelayan."
Ma Kiu-nio marah.
"Kentut, waktu tuan besar meninggal dan menitipkan anak yatimnya, apa yang beliau katakan kepadamu? Adat keluarga Wong tidak boleh terputus."
"Memang tuan besar berpesan seperti itu, tapi kau harus lihat dulu dengan jelas situasinya, sekarang prilakumu bukan menjaga adat keluarga Wong, tapi ingin menghancurkan keluarga Wong."
"Aku lebih memilih menghancurkan dan tidak memberikan kemudahan kepada mereka."
Dengan serius Wong Jin-jiu berkata.
"Kiu-nio, kau lebih pintar dariku, maka aku selalu menurut padamu, tapi sekarang aku rasa pendapat Tuan benar, hatimu terlalu serakah, kau melakukan semua ini bukan demi tanggung jawab, melainkan ingin menguasai semuanya, tanggung jawab yang kau maksud hanya keinginanmu, aku tidak mau mengikutimu melakukan kesalahan terus."
Mata Ma Kiu-nio mulai keluar bara api kemarahan, tiba-tiba dengan sinis dia berkata kepada Liu Ban-mong.
"Liu Ban- mong, asal kau setuju tidak mengubah adat keluarga Wong, aku akan tetap mendukungmu."
Liu Ban-mong tersenyum.
"Apakah hanya kau sendiri yang akan mendukungku?"
"Aku mempunyai cara tersendiri,"
Jawab Ma Kiu-nio.
"Seperti apa?"
"Kau tidak perlu banyak tanya, tinggal jawab siap atau tidak?"
"Mengapa harus siap? Aku sama sekali tidak membutuhkan bantuanmu, aku sudah berkeyakinan 100% bisa menguasai Lembah Raja Pedang, aku juga tidak tertarik menikah dengan bocah perempuan itu, begitu kekuasaan sudah ada di tanganku, perempuan cantik mana pun bisa kudapatkan, untuk apa aku menikah dengan perempuan galak yang masih mentah itu?"
Wong Han-bwee benar-benar marah dan ingin membunuh Liu Ban-mong, tapi dihalangi oleh Lim Hud-kiam.
"Koko, lepaskan aku, aku ingin membunuh orang itu, apakah kau tidak mendengar perkataannya tadi?"
"Apakah kau ingin bertarung dengannya? Apakah kau berharap dia memujimu?"
Wong Han-bwee berhenti memberontak dan berkata.
"Tapi dia keterlaluan, dia menghinaku, aku ingin mencabut semua giginya!"
Dengan tenang Lim Hud-kiam berkata.
"Kalau kau bisa membereskannya seorang diri, hal itu mudah diselesaikan, dia berani mengucapkan kata-kata tadi, berarti dia punya bukti."
Wong Han-bwee masih ingin mengatakan sesuatu, Wong Jong-ceng sudah berkata.
"Han-bwee, dengarkan kata-kata kakakmu, sekarang bukan waktunya untuk balas dendam, pengkhianatan Liu Ban-mong aku sudah tahu dari awal, aku benci pasangan suami istri ini yang begitu bodoh, aku menyuruh mereka berhati-hati dan berjaga-jaga, malah bersekongkol menipuku membuat situasi menjadi seperti ini."
Dengan malu Wong Jin-jiu berkata.
"Tuanku, semua gerakan Liu Ban-mong berhubungan langsung dengan nenek itu, hamba sama sekali tidak tahu, karena hamba hanya orang bodoh, hamba tidak bisa menyelesaikan pesan Tuanku."
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Jangan teruskan perkataanmu bila kau pintar Ma Kiu-nio tidak akan bisa menguasai semuanya, yang salah kau terlalu percaya kepada istrimu, dan kau masih mengira dia perempuan pintar, kau juga menganggap Liu Ban-mong orang bodoh, maka kau dipermainkan sampai berputar-putar."
Wong Jin-jiu menundukkan kepala, tiba-tiba Ma Kiu-nio bertanya.
"Liu Ban-mong, kau sudah yakin bisa menguasai semua ini, tapi mengapa masih mengajakku bekerja sama?"
"Tujuanku bukan Lembah Raja Pedang tapi posisi sebagai Raja Pedang, sesudah aku berhasil, aku membutuhkan banyak tenaga orang, kalian berdua menguasai separuh pesilat tangguh di sini, aku menganggap kalian berharga untuk diperalat, sekarang hanya tinggal kau sendiri untuk apa aku bekerja sama denganmu?"
Dengan marah Ma Kiu-nio berkata.
"Apakah kau mengira sesudah lepas dariku, kau pasti bisa menang?"
Liu Ban-mong menunjuk 100 orang pasukan sambil tertawa.
"100 orang itu kukumpulkan dari berbagai tempat, terimakasih kau telah membantuku mendapatkan kepercayaan dari Wong Jong-ceng, dia melatih mereka menjadi pesilat sangat tangguh, pesilat yang datang dari luar tidak ada yang bisa menang dari mereka, 100 orang ini menjadi dasar, apa yang kutakutkan lagi?"
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Apakah kau mengandalkan mereka untuk mengambil posisi Raja Pedang?"
Liu Ban-mong tertawa.
"Itu pasti belum cukup, karena ilmu pedang yang diajarkan olehmu untuk menghadapi orang lain sudah cukup, kecuali kau, termasuk putrimu, tidak akan ada yang bisa lolos dari kepungan mereka."
"Kalau begitu, dengan cara apa kau akan berhadapan denganku?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Aku sendiri."
Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Kalau kau bisa menang dariku, kau bisa secara terang-terangan mengambil posisi Raja Pedang, untuk apa harus pakai akal-akalan?"
"Mungkin ilmu pedangku berada di bawahmu, tapi aku masih mempunyai satu jurus ampuh, jurus ini akan membuatmu menyerah."
"Aku tidak percaya kau punya jurus ampuh,"
Wong Jong- ceng tertawa. Liu Ban-mong juga tertawa.
"Percaya atau tidak, terserah padamu, begitu tiba waktunya kau akan tahu sendiri, aku tidak ingin terlalu awal memperlihatkan jurus ampuh ini."
Ma Kiu-nio membentak lagi.
"Liu Ban-mong, apakah kau sudah mengambil keputusan?"
"Keputusan sudah diambil, sebetulnya aku ingin kalian saling bunuh dulu supaya kekuatan orangku tidak perlu keluar banyak karena aku tidak akan sekejam dirimu dalam memperlakukan anak buah, memang 100 orang ini bukan keluargaku, tapi aku menyayangi mereka.
"
Tiba-tiba Ma Kiu-nio mengeluarkan tawa aneh, dengan ujung pedang dia menusuk ke tanah lalu pedang diangkat, sebuah ring besi diangkat, ring itu terhubung oleh seuntai rantai besi kecil.
Dia menarik rantai besi itu, lalu keluar lempengan besi berbentuk persegi, dia mengangkat lempengan besi itu.
"Liu Ban-mong, apakah kau tahu apa ini?"
Liu Ban-mong terpaku.
"Apa itu?"
"Ini adalah pintu air untuk menutup air bawah tanah."
"Kau ingin membuka pintu air dan membiarkan air membanjiri tempat ini supaya kita mati terendam air? Kau benar-benar sedang bercanda, tempat ini adalah tempat tertinggi, setahuku di bawah tanah semua adalah pertambangan batu bara yang sudah digali dan kosong, air bawah tanah sudah tidak ada, kau ingin mengancam dengan cara ini?"
Ma Kiu-nio tertawa dingin.
"Memang air tidak akan bisa membuat kalian mati, tapi api bisa membakar orang sampai mati, kau sudah tahu di bawah tanah adalah pertambangan yang telah kosong, di pertambangan ini ada semacam uap, uap ini beracun, sesudah tercium akan membuat orang mati karena sesak nafas, bila uap ini bertemu dengan api akan meledak, posisi di mana kita berdiri sekarang adalah di perut gunung, bila meledak kita akan terbakar atau terkubur di dalamnya."
"Uap ini namanya gas, tapi di sini tidak ada gas,"
Kata Liu Ban-mong.
"Dari mana kau tahu di sini tidak ada gas?"
Tanya Ma Kiu- nio dengan dingin.
"Aku sudah mencari tahu dan sudah mencobanya."
"Kau ada di sini hanya 10 tahun lebih, aku lahir dan besar di sini, aku pasti tahu lebih jelas darimu, ini adalah rahasia terbesar dari Lembah Raja Pedang."
Wong Jong-ceng bertanya.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jin-jiu, apakah semua ini seperti yang dikatakannya?"
"Hamba tidak pernah dengar dan tidak tahu,"
Jawab Wong Jin-jiu.
"Pasti kau tidak tahu, karena kau orang yang tidak berguna, tuan besar tidak mempercayaimu, maka rahasia besar ini tidak beliau beritahukan kepadamu."
Wong Jong-ceng tertawa.
"Di Lembah Raja Pedang ternyata masih ada rahasia yang tidak aku tahu!"
Sikap Ma Kiu-nio menjadi sinis.
"Benar, jurus melindungi ketua bertujuan melindungi adat, rahasia ini untuk menghadapi bahaya, begitu nasib keluarga Wong sudah tidak tertolong, cara inilah yang digunakan untuk mati bersama."
"Sekarang cara apa yang akan kau pakai untuk memusnahkan semua orang di sini? Kekuatan gas tidak bisa dilawan oleh manusia, tapi di sini tidak ada gas."
Ma Kiu-nio tertawa terbahak-bahak.
"Kata siapa tidak ada? Kalian saja yang tidak tahu, di bawah ini ada sebuah gua, gua itu penuh dengan gas, gas di sini cukup banyak, asal ada api, cukup untuk meledakkan gunung ini menjadi rata, gua ini hanya mempunyai satu mulut, sekarang sudah ditutup dan ditahan oleh lempengan baja, lempengan baja ditahan oleh air bawah tanah, sekarang bila aku mencabut pintu penutup air ini akan membuat air mengalir dengan deras, lempengan baja akan didorong oleh kekuatan gas, bila gas bocor kita semua akan naik ke langit."
Wajah Liu Ban-mong berubah.
"Apa yang akan kau lakukan?"
Ma Kiu-nio tertawa sinis.
"Aku sudah memberi kesempatan padamu tapi kau melepaskannya jangan salahkan aku! Sekarang tunggu maut menjemputmu."
Liu Ban-mong terkejut, apa lagi orang-orang yang dipimpinnya, beberapa orang mulai kabur dari sana, Ma Kiu- nio tertawa terbahak-bahak.
"Begitu aku menarik pintu besi ini semua jalan keluar sudah tertutup jangan harap kalian bisa kabur, ingin kabur pun tidak akan bisa lagi."
Orang-orang yang tadi melarikan diri sudah kembali lagi, tanya Liu Ban-mong.
"Apa yang terjadi?"
Seorang anggota pasukan dengan terengah-engah menjawab.
"Jalan keluar lembah sudah ditutup."
"Mengapa bisa ditutup?"
"Dinding mulut lembah tiba-tiba menjorok keluar dan menutupi jalan keluar lembah."
Liu Ban-mong terkejut.
"Mengapa dinding gunung bisa tiba-tiba menjorok keluar?"
Ma Kiu-nio tertawa terbahak-bahak.
"Nenek moyang keluarga Wong memilih tempat ini menjadi markas, semua sudah direncanakan dan semua tombol ada di bawah air, begitu air bawah tanah mengalir sampai habis, dinding gunung semua akan kehilangan pertahanan dan dinding akan ambruk sehingga menutupi jalan keluar, sekarang hanya orang yang mempunyai sayap yang bisa keluar dari sini."
Liu Ban-mong masih terlihat tenang, dia mengumpulkan anak buahnya, 2 bersaudara Bun, Tiang Leng-cu, serta Lie Hoan-tay, suami istri dari Bauw Leng, dengan suara kecil berunding, kemudian mereka membagi jumlah mereka menjadi 2 kelompok lalu mengelilingi panggung.
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Apa yang kalian lakukan? Ini adalah tempat aneh, semua jalan keluar lembah sudah tertutup, kalian tidak akan bisa kabur."
Liu Ban-mong tidak melayaninya, dia berlari ke ujung panggung dekat gunung, karena tadi Wong Jong-ceng keluar dari sana maka di sana ada jalan bawah untuk keluar dari lembah, Goan Hiong dan Lim Hud-kiam pernah menemani Wong Jong-ceng berjalan melalui tempat itu, melihat gerak- gerik mereka, Lim Hud-kiam segera berkata.
"Ayah, mereka ingin merebut jalan keluar."
"Biar mereka saling berebut, sementara waktu belum akan terjadi ledakan, untuk apa kita menunggu kematian di sini? Bila ada jalan keluar kita sama-sama keluar."
Liu Ban-mong terlihat sangat menyayangi anak buahnya, dia tidak berebut masuk pertama malah menyuruh anak buahnya masuk terlebih dulu ke dalam gua.
2 bersaudara Bun, Tiang Leng-cu berlari ke mulut gua, sewaktu mereka akan masuk, Bun Tho-hoan menarik kakaknya, dengan sungkan dia berkata.
"Silakan, biar Tiang Toako dulu."
Tiang Leng-cu adalah orang yang banyak curiga, melihat ada yang sungkan, dia malah berhenti melangkah.
"Lebih baik suami istri itu dulu, biar aku belakangan."
Mundurnya dia membuat semua mengira kalau di dalam gua ada masalah, maka semua orang berhenti melangkah dan menolak masuk, melihat keadaan itu Liu Ban-mong segera berkata.
"Lawan semua berada di luar, tidak mungkin masih ada orang yang akan menyerang kita, bila kalian tidak ingin keluar dari sini, aku yang akan jalan dulu."
Lie Hoan-tay dari Huang-san mempunyai sifat tergesa-gesa, dia menerobos masuk, suami istri Bouw Leng mengikutinya dari belakang, tapi sewaktu mereka baru memasuki gua, dari dalam terdengar suara senjata beradu, kemudian seseorang berlari keluar dan terus batuk.
Dia adalah Lie Hoan-tay yang paling awal masuk, tubuhnya ada luka tusukan pedang, pedangnya pun masih meneteskan darah, semua orang terkejut, tanya Liu Ban-mong.
"Ada apa, Kakak Lie?"
Lie Hoan-tay masih terbatuk-batuk, dia menenangkan diri.
"Di dalam gua penuh dengan gas aku tidak bisa bernafas."
"Apakah ada yang menyerangmu?"
"Tidak."
"Tapi mengapa aku mendengar seperti ada pertarungan di dalam gua, mengapa Kakak Lie bisa terluka?"
Lie Hoan-tay menghembus nafas panjang dan berkata."Begitu aku merasa gua penuh dengan gas, aku segera mundur, tapi suami istri Bouw Leng menghalang jalanku, maka kami bertarung."
"Untuk apa?"
Kata Liu Ban-mong terkejut.
"Sewaktu baru memasuki gua belum tercium bau gas, tapi begitu melewati belokan tercium bau gas, mungkin mereka mengira aku adalah orang yang bersembunyi di sana."
"Mengapa Kakak Lie tidak menyapa mereka dulu?"
"Mulutku penuh dengan gas, suaraku tidak bisa keluar!"
Liu Ban-mong menarik nafas.
"Semua ini terjadi karena salah paham, mereka tidak menyangka Kakak Lie akan berbalik, mereka mengira ada yang bersembunyi di sana, bagaimana keadaan suami istri itu?"
"Aku tidak tahu, mereka masing-masing menusukku sekali, aku juga menusuk mereka."
Liu Ban-mong memberi perintah kepada kedua anak buahnya.
"Masuklah untuk melihat keadaan, tarik mereka keluar, gerakan kalian harus cepat, kalau terlambat, mereka tidak akan tertolong."
Kedua anak buah itu segera masuk, tidak lama kemudian mereka memapah suami istri Bouw Leng keluar dari dalam gua, pinggang suami istri itu tertusuk pedang, luka mereka tidak parah tapi wajah mereka sudah menghitam, mulut mereka menganga, mereka sudah banyak menghirup gas beracun.
Ma Kiu-nio tertawa.
"Aku sudah memberitahu kalian tidak akan bisa kabur dari sini, jalan ini adalah jalan menuju pintu keluar gas, kalau tidak mana mungkin Wong Jong-ceng diam saja dan membiarkan kalian pergi dulu? Aku sarankan kepada kalian, lebih baik diam di sini menunggu kematian."
Wajah Liu Ban-mong berubah.
"Nenek tua, kebaikan apa yang kau dapatkan bila kau melakukan hal ini?"
Ma Kiu-nio tertawa dengan senang."Tidak mendapatkan kebaikan apa pun tapi membuat kalian tidak bisa kabur dari sini, kalian ingin lepas dari genggamanku hanya akan masuk ke jalan kematian."
Wong Han-bwee marah, dia terbang menyerang Ma Kiu-nio.
Gerakan Liu Ban-mong cukup cepat, dia seperti seekor elang turun menukik dari langit untuk menyerang, dia menahan pedang Wong Han-bwee, dengan pedangnya dia juga mengancam Ma Kiu-nio, dia mengumpulkan anak buahnya.
"Semua mendekat, jangan biarkan mereka mendekat!"
Seratus orang pasukan bergerak cukup cepat, dari panggung mereka segera membentuk satu baris panjang, mereka melindungi Liu Ban-mong yang ada di tengah-tengah.
Tiang Leng-cu, 2 bersaudara Bun, dan Lie Hoan-tay pelan- pelan masuk ke dalam formasi 100 orang pasukan itu, 100 bilah pedang setiap pedang terkandung teknik perubahan yang tinggi, formasi ini seperti tembok besi yang kokoh, di sebelah sana adalah orang-orang Kian-kun-kiam-pai, Thian- san Lu-bwee keluarga Thio, dan orang-orang dari 5 perguruan, mereka bergabung dengan Wong Jong-ceng, mereka saling berhadapan.
"Kiu-nio, dari nada bicaramu sepertinya masih ada cara untuk keluar dari sini?"
Tanya Liu Ban-mong.
"Tidak ada, kita ditakdirkan mati bersama,"
Jawab Ma Kiu- nio.
"Tidak, tadi kau mengatakan bila kami mau dikuasai olehmu, bisa lolos dari kehancuran, baiklah, kami terima syarat darimu, kau benar-benar lihai,"
Kata Liu Ban-mong.
"Terlambat, aku bisa memang menolong kalian dari maut, tapi aku tidak berani mencobanya karena aku tidak percaya lagi kepada kalian."
"Asal kau ada niat, aku mempunyai cara untuk membuatmu percaya kepada kami,"
Liu Ban-mong berteriak.
"Apa jaminanmu mau mengikuti perintahku?"
"Apa jaminanmu sehingga kami bisa lolos dari bahaya ini?"
"Sangat sederhana, kalian tidak mati, itu adalah jaminanku."
Liu Ban-mong terpaku.
"Kiu-nio, apakah bisa lebih jelas menceritakan hal ini?"
"Memang ada gas beracun, tapi tempat ini sangat luas dan bukan tempat tertutup, maka gas tidak akan membuat kalian mati, gas akan meledak bila ada api, membuat semua orang terkubur, sekarang api masih ada di tanganku, asal aku tidak menyalakannya, semua tidak akan mati."
"Bagaimana cara menyalakan apinya?"
Tanya Liu Ban-mong. Ma Kiu-nio tertawa.
"Kau kira aku akan memberitahumu?"
Liu Ban-mong menggaruk-garuk kepala.
"Kiu-nio, tujuanmu adalah menguasai semua orang, mati bersama adalah jalan terakhir, aku kira kau sendiri juga tidak ingin memilih jalan itu."
"Dari mana kau bisa tahu?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Karena sampai sekarang kau belum memasang api, berarti kau masih berharap kami akan menyerah kepadamu."
"Tapi sekarang aku tahu, kau tidak akan mau menuruti perintahku."
"Tidak, Kiu-nio, kau salah, aku paling mengerti keadaan, begitu aku tahu ada orang yang lebih lihai dariku, aku akan paling cepat mengaku kalah."
Ma Kiu-nio tertawa dingin.
"Aku tidak akan tertipu oleh kata-katamu yang manis itu."
"Kali ini aku tidak berani, aku jamin,"
Kata Liu Ban-mong.
"Kau menjamin dengan apa pun, aku tidak akan percaya."
"Bagaimana bila nyawaku kuserahkan kepadamu?"
"Sekarang aku sudah menguasai nyawamu!"
"Sekarang kau hanya tinggal membunuhku, jaminanku adalah kapan pun kau bisa membunuhku, itu akan membuatmu lebih tenang."
Liu Ban-mong mendekat, Ma Kiu-nio berteriak.
"Jangan dekati aku!"
"Kiu-nio, apakah kau ingin semua orang mendengarkan pembicaraan kita?"
Ma Kiu-nio berteriak.
"Ada rahasia apa harus dilakukan dengan mengendap-endap?"
"Rahasia yang bisa membuatmu setiap saat bisa membunuhku."
"Aku tidak percaya!"
"Nyawaku masih ada di tanganmu, sesudah kau mendengarnya kau baru bisa mengambil keputusan."
"Baiklah, katakan!"
Wajah Liu Ban-mong terlihat sangat serius.
"Kiu-nio, kau harus mengerti, aku melakukan ini semua demi kebaikan semua orang, bila kau ingin aku berteriak bicara denganmu, berarti semua orang mempunyai kesempatan membunuhku, kalau begitu lebih baik aku memilih cara mati bersama."
Ma Kiu-nio berpikir sebentar.
"Baiklah, kemari kau, tapi senjatamu taruh dulu, jangan macam-macam, karena aku benar-benar sudah tidak percaya kepadamu."
Liu Ban-mong meletakkan pedangnya, dia tertawa.
"Kiu-nio, kau benar-benar banyak curiga, bila aku ingin membunuhmu, tadi aku tidak akan menolongmu."
Ma Kiu-nio tertawa dingin.
"Apa susahnya membunuhku? Aku mati, semua ikut mati."
"Karena itulah, aku tidak ingin mati, apa lagi kau butuh partner sepertiku."
Pelan-pelan Liu Ban-mong berjalan ke sana, dia berbisik- bisik kepada Ma Kiu-nio, terdengar Ma Kiu-nio dengan nada tidak percaya berkata.
"Apakah benar ada khasiatnya?"
"Kalau tidak percaya, bisa dicoba sekarang juga, tapi jangan aku yang jadi kelinci percobaannya."
"Baiklah, keluarkan barang itu,"
Kata Ma Kiu-nio. Dari balik baju bagian dada Liu Ban-mong mengeluarkan sebuah bungkusan kertas tapi Ma Kiu-nio berkata.
"Untuk sementara waktu aku tidak akan membunuh, bila uji coba sukses, aku baru berpikir apakah ini diterima atau tidak."
"Bagaimana kalau kita mengujinya? Aku tidak bisa sembarangan mencari orang untuk dijadikan kelinci percobaan, orang-orang pasti akan menolaknya dan aku pun tidak sanggup melakukannya."
"Itu adalah masalahmu, kau sendiri yang mencari caranya,"
Jawab Ma Kiu-nio. Liu Ban-mong dengan serius berkata.
"Kiu-nio, Lo-sat yang kau latih ujung-ujungnya semua mengkhianatimu, dari sini dapat dilihat kalau caramu menghadapi orang gagal total, sekarang orang yang bisa aku perintahkan adalah layaknya saudaraku, ingin aku mengorbankan mereka, aku tidak sanggup melakukannya."
"Bukankah kau mempunyai obat penawarnya?"
Ma Kiu-nio tertawa dingin.
"Obat penawarnya hanya ada satu bungkus, bila digunakan oleh orang lain, aku tidak akan kebagian, karena jumlah obatnya tepat untuk dimakan selama 20 tahun, bila ditambah satu orang dalam waktu 10 tahun obatnya akan habis dan aku tidak sanggup membuat obat penawar untuk kedua kali."
"Aku tidak percaya pada kata-katamu."
Dengan serius Liu Ban-mong berkata.
"Kalau tidak seperti itu, sulit untuk membuatnya, aku tidak akan menjadikan obat ini sebagai jaminan, obat penawar ini berjumlah 240 butir, setiap bulan pas dimakan untuk satu orang selama 20 tahun, sekurang satu butir pun tidak bisa kuserahkan, karena obat penawar kedua harus 20 tahun kemudian baru ada khasiatnya."
"Kalau aku menghancurkan sebagian obat penawarnya, bagaimana?"
Tanya Ma Kiu-nio.
"Aku akan mati,"
Jawab Liu Ban-mong.
"Apakah kau tidak takut aku akan melakukan hal itu?"
"Aku sudah terpikirkan hal itu, maka obat ini hanya aku yang menguasainya, kalau kau membunuhku anak buahku yang berjumlah ratusan orang tidak akan melepaskanmu, mereka adalah temanku yang paling setia, kecuali aku, mereka tidak akan dengar perkataan siapa pun."
Ma Kiu-nio berpikir sebentar.
"Baiklah, untuk sementara aku percaya kepadamu, tidak perlu diuji coba lagi, minum racun itu, dan berikan obat penawarnya kepadaku."
Liu Ban-mong tidak banyak berpikir, dia membuka sebuah bungkusan kertas, menelan obat yang ada di dalamnya, kemudian memberikan sebuah bungkusan lagi.
"Kau hitung dulu ada 240 butir obat penawar, tidak boleh kurang satu butir pun, aku berharap kau menyimpannya baik-baik."
Sewaktu Ma Kiu-nio mengulurkan tangan untuk mengambilnya, Liu Ban-mong berkata.
"Tunggu, aku harus mengambil sebutir penawarnya dulu, karena obat yang kutelan tadi sebentar lagi akan bereaksi."
"Apakah kau takut aku tidak akan memberikan kepadamu?"
Liu Ban-mong tertawa.
"Aku harus berjaga-jaga, kalau kau sengaja mencelakaiku, begitu obat penawar ada di tanganmu, kau akan berbalik setia lagi kepada Wong Jong-ceng, aku marga Liu tidak mau tertipu lagi."
"Kentut, apakah aku akan setia kepada Wong Jong-ceng?"
"Keadaan telah membuatku curiga, mengapa kita berebut jalan yang dia miliki, dia malah diam, membiarkan kita pergi dulu ke sana?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Karena dia lebih pintar darimu, dia juga tahu kalau jurus terakhirku keluar, tidak akan ada jalan keluar, dia hidup di Lembah Raja Pedang lebih lama darimu!"
Kata Ma Kiu-nio.
"Aku harus menyisakan obat penawar untuk bulan pertama,"
Kata Liu Ban-mong.
"Sisakan obat untuk bulan pertama, apakah kau tidak takut aku membunuh orang lain, kemudian setia lagi kepada Wong Jong-ceng?"
Liu Ban-mong tertawa terbahak-bahak.
"Aku tidak takut, karena hari ini aku sudah berniat harus mendapatkannya, jangankan satu bulan, dalam 2 jam aku akan membersihkan semua musuh."
"Apakah kau yakin?"
"Kalau aku tidak sanggup, untuk apa bekerja sama denganmu dan menerima begitu saja kau kuasai?"
"Kalau kau yakin, aku akan mencobanya, tapi kau harus menjaga tempat ini supaya tidak terjadi sesuatu."
"Tenanglah, hidup atau mati kau yang pegang, kau juga boleh menunggu di sini, melihatku membereskan mereka."
Sesudah mendapatkan jaminan ini, Ma Kiu-nio mulai mengangguk.
"Tombol peledak masih ada di tanganku, diikat dengan seuntai rantai kecil, apakah kau mau melihatku menariknya dengan luwes? Di bawah masih ada rantai yang lebih kecil lagi, ini langsung berhubungan dengan api, asal aku menariknya dengan kuat memutuskan rantai kecil ini, akan ada api besar yang muncul, begitu tanganku dilonggarkan, tutup yang diikat di rantai kecil itu akan turun dan tetap akan meledak, maka jangan coba-coba berpikiran macam-macam."
"Kalau begitu aku harus hati-hati,"
Kata Liu Ban-mong.
"Bawa obat penawarnya kemari, aku ijinkan kau menyisakan satu butir, kemudian aku ingin melihatmu, apakah kau bisa mengatasi orang-orang ini, kalau tdak bisa, aku tetap akan meledakan gunung ini dan mati bersama."
"Tidak masalah, kalau kau tidak bisa, tidak perlu menunggu kami, aku pun akan membuat gunung ini meledak, apakah dengan menarik putus rantai ini pasti akan meledak?"
"Ditarik sampai putus atau diturunkan sama saja, yang penting rantai kecil itu harus dalam keadaan longgar, sesudah itu semua masalah akan beres."
Liu Ban-mong membuka bungkusan kertas, dia mengambil sebutir obat lalu memasukkan ke dalam mulutnya kemudian dia membungkusnya kembali, dia berjalan ke arah Ma Kiu-nio.
"Lempar saja!"
Teriak Ma Kiu-nio.
"Kau benar-benar banyak curiga, bila aku berniat diam-diam menyerangmu, saat aku tadi berbisik-bisik kepadamu, sudah kulakukan."
"Tadi kau belum tahu cara memancing api untuk meledakkan gunung ini, kau tidak akan berani bertindak gegabah, sekarang semua cara sudah kuberitahu, aku sendiri harus berjaga-jaga, dalam jarak 1 tombak di sekelilingku, tidak diijinkan ada yang mendekat, kalau tidak aku akan memutuskan rantai kecil ini."
Terpaksa Liu Ban-mong melempar bungkusan itu, Ma Kiu- nio menyambutnya, Liu Ban-mong berteriak.
"Hati-hati, obat itu mudah hancur!"
Karena sebelah tangan Ma Kiu-nio memegang rantai, maka hanya sebelah tangan yang bisa bergerak, dia tidak bisa membuka bungkusan itu, dia hanya menimbang-nimbang.
"Begini ringan, apakah pasti berisi 240 butir pil?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak akan salah, bukankah ada tulisan di atas bungkusan itu, kau bisa melihatnya dengan sangat jelas, begitu melihatnya kau akan mengerti, mengapa harus 20 tahun baru bisa dibuat untuk kedua kalinya,"
Kata Liu Ban-mong. Di atas bungkusan itu memang ada tulisan, tapi sangat kecil, Ma Kiu-nio tidak bisa membacanya dengan jelas, terpaksa dia mendekatkan ke matanya, tapi belum jelas juga, dia bertanya.
"Huruf setan apa yang tertulis di atas sini?"
Liu Ban-mong menarik nafas.
"Matamu benar-benar sudah tidak berguna lagi, bukankah penciumanmu masih berfungsi, kau bisa menciumnya, kemudian kau akan tahu obat apa yang ada di dalamnya!"
Ma Kiu-nio menciumnya.
"Sepertinya sangat wangi."
"Tidak hanya wangi, masih ada wangi yang lain,"
Kata Liu Ban-mong. Ma Kiu-nio menggelengkan kelapa.
"Mengapa aku tidak bisa menciumnya."
"Coba kau dengan teliti menciumnya!"
Sewaktu Ma Kiu-nio akan mengangkat tangan untuk mendekatkan bungkusan itu ke hidung, tangannya tidak bisa diangkat, Liu Ban-mong tersenyum.
"Kau terlalu lelah, lebih baik berbaring untuk beristirahat."
Sambil tersenyum dia mendekat, Ma Kiu-nio berteriak.
"Jangan mendekat!"
Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Aku sudah berubah pikiran, dalam jangka panjang dikuasai olehmu, rasanya tidak enak, lebih baik kau memancing api untuk meledakkan gunung ini, biar kita mati bersama."
Ma Kiu-nio dengan sekuat tenaga menarik rantai kecil itu, tapi dia sendiri malah seperti besi sama sekali tidak bisa bergerak, Liu Ban-mong tersenyum, lalu mengambil bungkusan kertas dari tangannya, dia juga mencari rantai yang lebih kecil yang diikat pada rantai besi itu, pelan-pelan dia meraba ke bawah dan mendapatkan tutup yang terbuat besi, dia segera mengambilnya, di bawah ada sebuah bola kecil, sambil berdiri dia tertawa terbahak-bahak.
"Nenek tua ini benar-benar tidak bohong, bola kecil ini adalah bahan meledak, bila tutup besi itu diturunkan akan membuat bola kecil ini hancur dan memancing api, kita akan hancur semua."
Ma Kiu-nio seperti patung berdiri di sana, hanya bola matanya yang bergerak-gerak, mulutnya masih bisa berbicara, tapi kaki dan tangannya tidak bisa bergerak, dia berteriak histeris.
"Si buta yang harus dicincang, kau menggunakan akal-akalan menipu nenek tua ini, aku akan menggigitmu!!"
Liu Ban-mong tertawa terbahak-bahak, katanya.
"Nenek tua, jangan salahkan aku, salahkan dirimu, imanmu kurang kuat, bila dari awal kau sudah bertekad hanya pelan-pelan menarik rantai ini, semua akan hancur, tapi kau masih ingin hidup, aku pun begitu."
Saat mereka sedang berbincang-bincang semua orang mendengarnya, hati mereka terus berdebar-debar, sekarang mereka baru bisa bernafas lega, Tiang Leng-cu dengan senang berkata.
"Liu Toako, kau benar-benar pintar, dengan cara apa kau bisa menaklukkan nenek tua ini?"
"Bukankah tadi kau melihat dengan 2 bungkus obat itu?"
Kata Liu Ban-mong sambil tertawa.
"Apakah betul itu racun?"
Tanya Tiang Leng-cu.
"Di dunia ini, mana ada orang bodoh seperti itu, akan membuat sebuah bungkusan racun dan meracun satu orang? Apakah kalian percaya dengan kata-kataku tadi?"
Tiang Leng-cu tertawa.
"Memang sulit membuat orang percaya, obat ini sepertinya dibuat Liu Toako untuk sendiri, di dunia ini, mana ada racun untuk diri sendiri?"
"Tapi Nenek Ma terlalu polos, dia percaya pada kata-kataku ini!"
Bun Tho-hoan bertanya dengan penasaran.
"Liu Toako, sebenarnya apa itu?"
Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Obat yang kumakan pertama adalah obat penawarnya, yang terakhir kutelan adalah obat bius yang wangi, asal obat ini hancur, akan keluar wangi-wangian, sesudah tercium kaki dan tangan akan kaku dan tidak bisa bergerak, bungkusan yang aku kulempar kepada Nenek Ma sebelumnya sudah kuhancurkan beberapa butir dan menipu dia untuk menciumnya beberapa kali, dengan begitu dia pun terpancing."
"Liu Toako sungguh pintar dan bisa memperhitungkan segalanya, sekarang apa yang harus kita lakukan?"
Tanya Bun Tho-hoan. Liu Ban-mong berkata.
"Sesuai rencana kita dari awal, Nenek Ma sudah membantu kita menutup semua jalan keluar, tepat bagi kita untuk memusnahkan semua musuh."
"Apakah Liu Toako yakin bisa mengatasi musuh-musuh ini?"
Tanya Bun Tho-hoan. Dengan sombong Liu Ban-mong tertawa.
"Aku yakin, dan aku tidak perlu meminta bantuan kalian, semua musuh biar aku sendiri yang hadapi, kalian lihat saja di pinggir, begitu aku selesai mengatasi semuanya, kalian baru membantuku memberi kabar ke dunia persilatan dan menendang mereka, karena aku sudah puluhan tahun di sini, aku kurang paham terhadap dunia luar!"
"Tidak masalah, sekarang orang-orang dunia persilatan yang mempunyai nama berada di sini, maka tidak perlu khawatir akan hal ini,"
Bun Tho-hoan tertawa.
"Aku tahu, tapi di sini kurang orang, aku harus berdiam di sini untuk menjaga-jaga, kalian harus membantu aku menyebarkan kekuatan dan wibawa Lembah Raja Pedang, kalau mereka yang datang satu atau dua orang yang tidak ingin bergabung, kalian harus membantuku menaklukkan mereka, karena orang di sini masih kurang bisa membantu."
Tiang Leng-cu segera menjawab.
"Tidak masalah dengan tenaga gabungan Seng-su-hai dan Ceng-seng, cukup menaklukkan semua orang, bila Ciu Giok-hu masih hidup, dia yang paling susah ditaklukkan karena dia serakah, sekarang ayah dan anak itu sudah mati maka kekuatan Ceng-seng berada di tangan 2 bersaudara Bun mereka akan mendukung Liu Toako menguasai dunia persilatan!"
Liu Ban-mong tertawa keras, katanya.
"Aku sudah terpikir akan hal ini, makanya saat Tiang Toako membunuh Ciu Giok- hu, aku tidak menghalangimu, kalau tidak mana mungkin aku akan melepaskan pembantu yang kuat?"
Tiang Leng-cu menjilat kedua pihak berkata.
"Ayah dan anak keluarga Ciu menguasai Ceng-seng, 2 bersaudara Bun pun sering ditindas mereka, sekarang aku membantu membasmi 2 orang itu, pertama, bisa membantu Liu Toako menumpas orang yang tidak menurut, kedua, juga membantu 2 bersaudara Bun keluar dari tekanannya."
Liu Ban-mong tertawa.
"Aku memang bisa menumpas semua yang menghalangiku, tapi orang yang kuandalkan hanya seratus saudara ini, untuk menekan ke dalam tidak masalah, tapi untuk berhadapan dengan dunia luar sangat tidak cukup, maka setelah aku sukses, bagian luar harus mengandalkan kerja sama dengan kalian, asal kita bisa kompak, selagi kita hidup, tidak akan ada orang yang bisa berani membuat kekacauan terhadap kita."
Kemenangan sudah dikuasainya, maka terhadap orang- orang yang ada di depan mata dia tidak berani terlalu menonjolkan diri, dengan teknik sangat mulus dia membuat mereka senang, Tiang Leng-cu dan 2 bersaudara Bun segera terharu, sebab mereka akan didukung oleh Liu Ban-mong dan masing-masing menguasai tempat mereka, mereka akan mempunyai kekuasaan hebat.
Saat mereka sedang merasa senang, Liu Ta-su tertawa dingin.
"Bun Ta-cai, Tiang Leng-cu ditakdirkan menjadi orang tidak tahu malu, aku tidak merasa aneh melihat sikapnya yang memalukan ini, tapi kalian 2 bersaudara adalah orang yang kuhormati, mengapa kalian jadi begini?"
Wajah Bun Ta-cai terlihat malu, tapi Bun Tho-hoan membela diri.
"Liu Toako, orang yang pintar adalah orang yang bisa melihat situasi, saat di Ceng-seng kami selalu ditindas oleh Ciu Giok-hu, sekarang ada kesempatan untuk menonjol, mengapa harus menolaknya?"
"Ingin menonjol di atas semua orang harus mengandalkan kepandaian sendiri, memang Ciu Giok-hu sering menekan, tapi di Ceng-seng, kalian berdua berada pada posisi tertinggi, di bawah kekuasaan Liu Ban-mong, kalian hanya akan menjadi pelayan-pelayannya, apakah itu yang namanya menonjol di dunia persilatan?"
Bun Tho-hoan segera menjawab.
"Kau salah, kami sudah membuat perjanjian dengan Liu Toako."
"Perjanjian apa?"
Dengan nada sinis Liu Ta-su bertanya.
"Bila Liu Toako sudah menjadi Raja Pedang, dia tetap berada di sini, dunia pesilatan akan dibagi jadi beberapa bagian dan dipimpin oleh kami."
Liu Ban-mong menyambung.
"Dulu lebih banyak orang, sekarang hanya tinggal 2 kelompok, Lembah Raja Pedang akan dibagi menjadi selatan dan utara, masing-masing dipimpin oleh Tiang Toako dan 2 bersaudara Bun, ini adalah hal yang membanggakan."
Wajah Lie Hoan-tay terlihat dia sangat kecewa.
"Kalau begitu, apa pekerjaanku?"
Tiang Leng-cu tertawa, katanya.
"Hei, sebelah selatan dipimpin oleh 2 bersaudara Bun, sebelah utara hanya aku sendiri, aku tidak sanggup mengurus wilayah begitu luas sendiri, kau bisa menjadi wakilku, mana mungkin kau ditinggalkan?"
Lie Hoan-tay benar-benar terkejut juga senang.
"Aku takut aku tidak sanggup membantumu."
Tiang Leng-cu berkata.
"Lie-heng, jangan sungkan, tadinya dalam rencana ini termasuk suami istri Bouw Leng, kita dibagi menjadi timur barat selatan utara, sekarang kedua orang itu bernasib buruk dan tidak bisa menikmati hasilnya, maka wilayah ini terbagi menjadi 2 bagian, bagian barat diberikan kepada orang Ceng-seng, timur dan utara masing-masing kita yang akan bertanggung jawab, kau adalah orang timur, maka kau lebih hafal daerah sana, tentang kekuatan orang, jumlahku lebih banyak darimu, harap kau lebih gesit."
Lie Hoan-tay mengatakan tidak sanggup, tapi dari raut mukanya tidak menutupi kesenangannya. Wong Jong-ceng tertawa, katanya.
"Liu Ban-mong, aku benar-benar kagum kepadamu, aku menciptakan nama Raja Pedang, hanya nama saja, aku tidak berani mengancam orang persilatan, tapi kau berani membagi-bagi daerah, sampai- sampai pelayan-pelayan pun sudah kau siapkan."
Liu Ban-mong berkata.
"Apa yang dimiliki mu, semua sudah kurencanakan, sekarang tentu akan lebih sempurna lagi.
"Kau menyebut dirimu sendiri adalah Raja Pedang, kalau pemimpin daerah utara dan selatan kau sebut apa? Tidak mungkin disebut Raja Pedang juga bukan?"
Tiang Leng-cu tertawa.
"Kami belum berunding, posisi Raja Pedang dipegang Liu Toako, kami harus dibawahnya setingkat, sebut saja kami 'Kiam-kun'."
"Baik, baik sekali, raja adalah baginda, Kun adalah orang di bawah raja, tapi kalian sepertinya terlalu cepat bergembira, sebab aku adalah Raja Pedang dan aku belum mundur dari jabatan ini."
Liu Ban-mong tersenyum.
"Jangan terlalu sibuk mengurusi masalah ini, bila aku tidak mempunyai cara mengatasi mu, mana mungkin aku berani mengumumkan semua rencana kami?"
Pedang emas sudah dipegang, Wong Jong-ceng maju selangkah.
"Baik, aku ingin tahu cara apa yang akan kau pakai untuk berhadapan denganku?"
"Aku pasti mempunyai cara dan cara ini sangat lurus, dengan ilmu pedang mengalahkanmu, dengan cara terang- terangan mengambil kedudukan Raja Pedang darimu."
"Apakah kau pantas?"
Liu Ban-mong tersenyum.
"Bukan masalah pantas atau tidak, tapi apakah ini perlu atau tidak, aku tidak takut kepadamu, sebab ada satu orang yang bisa menghadapi dan menaklukkanmu."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wong Jong-ceng tertegun, bertanya.
"Siapa? Apakah dia anak buahmu?"
Liu Ban-mong tertawa terbahak-bahak.
"Kalau mereka bisa mengalahkanmu dari awal aku sudah menjadi pemilik Lembah Raja Pedang ini, untuk apa aku harus menunggu sampai hari ini?"
"Siapakah dia?"
"Biasanya kau senang berbelit-belit, sekarang aku harus membalasmu, maka untuk sementara aku tidak akan mengumukankannya, bila waktunya sudah tiba, dia akan muncul dengan sendirinya."
Wong Jong-ceng marah.
"Sembarangan bicara, semua gerak-gerikku belum harus kau atur siapa pun orang itu, aku tidak ingin tahu, tapi aku akan memaksanya muncul."
Saat dia maju dan akan menyerang, Liu Ban-mong tertawa.
"Belum sampai waktunya, kau tergesa-gesa juga percuma, lebih baik kau menunggu dengan sabar."
Wong Jong-ceng tidak mendengar dan tetap mendekat untuk menyerang, tapi 5 anak buah dari 100 orang sudah datang menghadang.
Kelima orang ini dengan tenang menghadang Wong Jong- ceng, tujuan mereka bukan untuk bertarung, tapi hanya untuk menghalangi, menyerang juga bertahan, 5 orang membentuk satu baris, mereka menutup dengan rapat, membuat Wong Jong-ceng tidak bisa maju, hal ini membuat Wong Jong-ceng marah, dan keluar nafsu membunuhnya, tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah jurus yang sangat dahsyat.
Ooo)-d*w-(ooO BAB 34 Masalah terus bermunculan di Lembah Raja Pedang Gerakan Liu Ban-mong sangat cepat, saat Wong Jong-ceng mengeluarkan jurus-jurus dahsyatnya, tiba-tiba dia menyerang dari belakang.
Terpaksa Wong Jong-ceng menarik kembali pedangnya, bila Liu Ban-mong tidak menyerang dari belakang, dengan mudah dia bisa membunuh 5 orang di depan yang berusaha menghalanginya, tapi serangan Liu Ban-mong membuatnya menarik kembali pedangnya dan memaksa Liu Ban-mong mundur, 5 orang tadi mulai lagi menyerangnya, Liu Ban-mong pun dengan cepat mundur.
Beberapa kali sewaktu Wong Jong-ceng akan menyerang dan membunuh, Liu Ban-mong selalu menyerang kelemahannya, membuat Wong Jong-ceng harus menarik kembali serangannya.
Liu Ta-su segera berkata kepada Lim Hud-kiam.
"Keadaan tidak menguntungkan bagi Wong Jong-ceng, Liu Ban-mong berusaha mengacaukannya, tidak ada orang lain yang datang menolong, dia hanya melakukannya dengan cara seperti itu, satu sisi tujuannya menghabiskan tenaganya ayahmu, di sisi lain memancing semua jurus-jurusnya keluar supaya Liu Ban- mong mengetahui ilmu silat ayahmu!"
"Tidak juga! Aku percaya nanti akan ada orang lain yang datang, ilmu pedang orang itu belum tentu bisa mengalahkan ayah, jadi dengan cara ini Liu Ban-mong memancing ayah mengeluarkan jurus-jurus pedangnya, supaya orang itu bisa melihat dan bisa mencari jurus ampuh untuk mengatasi jurus- jurus ayah!"
Kata Lim Hud-kiam.
"Dari mana kau bisa tahu?"
Tanya Liu Ta-su. Lim Hud-kiam menunjuk.
"Orang itu bersembunyi di dalam gua gunung di sebelah barat."
Liu Ta-su mengikuti arah yang di tunjuk Lim Hud-kiam, dia hanya melihat ada sehelai bendera, di atas bendera tersulam gambar setan dan digantung di dinding gunung, dia berkata.
"Aku tidak melihat ada gua di sana, mana mungkin dinding gunung itu bisa menjadi tempat orang bersembunyi?"
"Gua itu tertutup oleh bendera, orang itu berada di balik bendera,"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Benar, di sana memang ada gua, gua itu biasanya digunakan untuk menyimpan berbagai macam barang, panjangnya 50 meter, gua itu tidak ada jalan tembus, bagaimana Koko tahu di sana ada orang yang sedang bersembunyi?"
Tanya Wong Han-bwee.
"Karena aku merasa aneh, mengapa di sana ada bendera yang digantung,"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Tidak aneh, bendera itu digantung untuk menutupi mulut gua, gua yang ada di sekeliling sini ada 10 lebih, mulut gua selatan ditutup oleh bendera,"
Jelas Wong Han-bwee.
"Aku sudah terpikirkan pada hal itu, tapi bendera itu tidak sama dengan yang lainnya, mata setan yang ada di sulaman bendera tampak berbeda, dipasang dengan 2 butir mutiara, bendera itu mata setannya ada 2 lubang, sangat pas untuk melihat dari sana kemari."
"Mungkin mutiaranya terjatuh, karena bendera semacam itu sudah terpasang beberapa tahun lamanya."
"Hari ini adalah hari di mana ayah akan naik tahta menjadi Raja Pedang, demi kesuksesan dan kemewahan, tidak diijinkan ada kecerobohan yang terjadi bila mutiara itu sampai terjatuh harus cepat-cepat dipasang kembali, apa lagi bila sampai mutiara terjatuh, seharusnya bagian kain yang kosong adalah tempat mutiara, mengapa bisa berlubang?"
Dengan cemas Wong Han-bwee berkata.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Lebih baik kita ganti posisi supaya ayah bisa mengeluarkan jurus-jurus ampuh yang dia simpan untuk melawan orang itu."
Kemudian dia mengayunkan pedang dan maju.
"Ayah, biar aku yang menghadapi mereka, Han-bwee ingin menyampaikan hal penting kepadamu, beristirahatlah dulu!"
Wong Jong-ceng baru akan mundur, segera sekelompok orang datang mengepungnya lagi, Liu Ta-su datang menghadang mereka, tapi karena jumlah orang itu ratusan, mereka terus mengepung, Heuw Liu-hoan, Liu Hui-hui, Yu Leng-nio, Yu Bwee-nio, hingga 2 pelayan Liu Hui-hui, semua datang membantu, terakhir semua orang Kian-kun-kiam-pai, keluarga Thio dari lembah Lu-bwee Thian-san dan orang- orang dari 5 perguruan pun ikut serta, tapi tetap tidak bisa melawan mereka karena jumlah mereka terlalu banyak.
Melihat Wong Jong-ceng tidak bisa melepaskan diri, Wong Han-bwee segera memerintah.
"Jin-jiu, jangan bengong lagi, cepat bawa orangmu membantu!"
Wong Jin-jiu masih tampak ragu, tapi dia tetap membawa sisa pesilat dan 10 orang Lo-sat ikut bertarung, akhirnya mereka bisa membuat ratusan pesilat Liu Ban-mong mundur dan Wong Jong-ceng bisa berhenti bertarung.
Ratusan pesilat yang dilatih Liu Ban-mong memang bukan pesilat biasa, ada yang bertarung satu lawan satu, ada yang bertarung 2-3 orang lawan satu, membuat pesilat tinggi yang ada di sana tidak bisa berbuat apa-apa, tapi mereka masih bisa memberikan perlawanan, anak buah Wong Jin-jiu dan Heuw Liu-hoan berjumlah seratus orang sangat bersemangat dan hafal cara-cara orang Lembah Raja Pedang, maka mereka bergerak seperti angin badai menyapu daun yang berguguran, juga seperti harimau galak masuk ke dalam kerumunan kambing, teriakan memilukan terus terdengar, darah terus berceceran, mayat terus bergelimpangan, murid-murid dari 5 perguruan pun pesilat terpilih, tapi berhadapan dengan pesilat Liu Ban-mong, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, orang yang mati dan terluka sangat banyak.
Yang tidak ikut bertarung hanya Wong Jong-ceng, Wong Han-bwee, Liu Ban-mong, Tiang Leng-cu, 2 bersaudara Bun Lie Hoan-tay, pada kesempatan ini Wong Han-bwee menyampaikan temuan Lim Hud-kiam kepada ayahnya, hal ini membuat Wong Jong-ceng memperhatikan bendera itu.
Pertarungan masih terus berjalan, orang yang terluka dan mati sangat banyak, anak buah Liu Ban-mong benar-benar lihai, kecuali Tay-lo-kiam-hoat milik Ciam Giok-beng berhasil melukai satu orang, yang lainnya tidak ada yang terluka, karena lawan semakin sedikit maka kekuatan Liu Ban-mong semakin meyakinkan.
Melihat keadaan seperti itu, Wong Jong-ceng berkata.
"Han-bwee, kita harus siap bertarung lagi, orang yang mati dan terluka adalah orang-orang yang sangat setia kepada keluarga Wong, jangan biarkan mereka mati sia-sia, aku merasa bersalah kepada mereka."
"Ayah lebih baik menunggu, aku akan ke sana untuk memancing orang yang bersembunyi di balik bendera itu keluar, aku ingin tahu siapa dia sebenarnya,"
Kata Wong Han- bwee.
Wong Jong-ceng ingin melarangnya, tapi Wong Han-bwee sudah berlari menuju ke sana, anehnya pesilat Liu Ban-mong tidak ada yang menghalanginya malah memberinya jalan maka dengan lancar dia sampai di depan bendera itu, Wong Han-bwee menarik bendera itu, benar saja ada seseorang yang sedang berdiri memunggungi Wong Han-bwee, kepalanya ditutup dengan sarung kepala berwarna hitam, sarungnya panjang mencapai pundaknya.
Wong Han-bwee berteriak.
"Siapa kau? Cepat keluar!"
Orang itu berdiri seperti patung, dia tidak meladeni Wong Han-bwee, sesudah beberapa kali berteriak, orang itu sama sekali tidak bereaksi, Wong Han-bwee mulai marah, dengan gerak cepat menyerang orang itu dengan pedangnya, gerakan orang itu tidak kalah cepat, saat pedang Wong Han-bwee berada pada jarak 25 sentimeter di belakangnya, tiba-tiba dia memutar pedang Wong Han-bwee, kemudian ujung pedang terus melaju ke depan dada Wong Han-bwee, karena begitu tiba-tiba membuat Wong Han-bwee tidak bisa menarik kembali pedangnya, terpaksa dia memejamkan matanya menunggu maut menjemput.
Tapi begitu pedang orang itu tiba di depan tubuh Wong Han-bwee, tiba-tiba saja pedang berhenti, dia hanya memukul pedang Wong Han-bwee dengan pedangnya hingga terjatuh dan mendorong Wong Han-bwee, dengan suara berat dia berkata.
"Kau bukan Wong Jong-ceng, pergi dari sini!"
Orang itu begitu cepat mengeluarkan jurus-jurus, begitu dia membalikkan tubuh, sarung menutup kepalanya sampai- sampai matanya pun ditutup, Wong Jong-ceng terkejut, dia mendekat.
"Hei, siapa kau!"
Orang itu menjawab.
"Wong Jong-ceng, akhirnya kau datang juga, aku tidak akan mengijinkanmu berbuat jahat terus, keluarkan pedang mu, serahkan nyawamu!"
Wong Jong-ceng benar-benar marah.
"Kurang ajar, kau tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sebenarnya siapa yang berbuat jahat, bukalah matamu lebar-lebar dan lihatlah dengan jelas!!"
Orang itu tidak meladeninya, pelan-pelan dia keluar dari gua dia berputar untuk melihat, kemudian dengan suara berat dia berkata.
"Ciumlah bau darah di lembah ini, semua karena dosamu."
Karena marah Wong Jong-ceng berteriak.
"Lebih baik buka matamu lebar-lebar, siapa yang membuat lembah ini menjadi bau darah? Tadi aku sudah melihatmu mengeluarkan sebuah jurus, aku yakin kau adalah seorang pesilat tinggi, mengapa kau membantu orang jahat seperti Liu Ban-mong?"
Orang itu tidak bergerak, dia hanya membawa pedang semakin mendekati Wong Jong-ceng, melihat caranya memegang pedang, tampak tangannya sedikit bengkok, begitu membalikkan tubuh dalam jarak 1 tombak, sudah terasa kekuatannya, dia tahu serangan tadi mengandung banyak perubahan maka dia tidak berani menganggap enteng musuh ini, pelan-pelan dia pun mundur.
Orang itu semakin maju, begitu sampai di tengah lapangan orang itu dengan suara berat berkata.
"Semua berhenti bertarung, biar aku yang membuat perhitungan dengan Wong Jong-ceng, bila aku menang darinya, semua harus bubar jangan mengikuti dia, kalau aku kalah, berarti Tuhan telah membantu orang jahat, terserah apa yang akan kalian perbuat."
Liu Ban-mong diam-diam memberi kode, seratus pesilatnya segera berhenti bertarung, mereka berdiri membentuk setengah lingkaran berjaga-jaga dan menunggu.
Karena kemunculan orang itu, Liu Ta-su dan Lim Hud-kiam berhenti bertarung, mereka pun berdiri membentuk setengah lingkaran berhadapan dengan orang Liu Ban-mong, mereka mengelilingi Wong Jong-ceng dan orang yang wajahnya ditutup, sesudah mudur sampai tempat yang tepat, Wong Jong-ceng berhenti melangkah, pedang dipeluk di dadanya dan berkata.
"Melihat serangan pedang tadi, kau pantas bertarung denganku, lepaskan penutup wajahmu, biar kita bertarung dengan bebas dan puas."
Orang itu menjawab.
"Hati-hati, aku akan menyerang!"
Wong Jong-ceng terpaku.
"Apakah matamu buta, dari tadi aku sudah mencabut, hanya menunggumu melepaskan penutup wajahmu baru kita akan bertarung."
Wong Jong-ceng menggoyangkan pedangnya, orang itu mundur selangkah.
"Ternyata kau sudah mencabut pedangmu, mari kita mulai bertarung!"
Dia berkata kepada dirinya sendiri, hal ini membuat Wong Jong-ceng aneh.
"Bukan hanya buta ternyata kau juga tuli."
Liu Ban-mong tertawa.
"Kata-katamu benar, dia buta dan tuli, dan dia sangat jelek, maka wajahnya harus ditutup dengan kain, tapi ilmu pedangnya nomor satu, benar-benar nomor satu, jadi kau tidak perlu banyak bicara dengannya."
Dengan aneh Wong Jong-ceng berkata.
"Dari mana kau mendapatkan orang aneh ini?"
Liu Ban-mong tertawa.
"Dunia sangat luas, tentu saja banyak orang yang aneh."
Lim Hud-kiam berkata.
"Ayah, orang itu buta dan tuli, dia tidak akan bisa bicara, dia pasti pura-pura, kita harus berhati- hati."
"Apa pun bisa dipalsukan, ilmu pedang adalah ilmu pasti, tidak akan bisa dibuat pura-pura, ilmu pedang orang ini pantas kita lihat,"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Wong Jong-ceng.
"Biar putramu dulu yang bertarung dengan dia!"
Seru Lim Hud-kiam.
"Tidak, pertarungan ini bukan hanya untuk memperebutkan kemenangan, tapi juga penentuan hidup dan mati, jarak beberapa inci saja akan membuatmu mati, teknik pedang Budha mu hanya akan mengantarkan kematianmu, biar aku yang menghadapinya,"
Kata Wong Jong-ceng. Lim Hud-kiam masih ingin bicara, Wong Jong-ceng membentak.
"Jangan cerewet, aku harus konsentrasi menghadapi pertarungan ini, bila aku kalah bawa semua orang berjalan ke gua itu, itu adalah satu-satunya jalan mundur, Han-bwee tahu jalan itu."
Dengan terkejut Lim Hud-kiam bertanya.
"Bukankah di dalam gua itu ada gas?"
Wong Jong-ceng tertawa.
"Sekarang sudah tidak ada, sudah lama tertiup angin gunung, gas itu sudah berpencar."
"Apakah angin gunung bisa meniup gas itu hingga bersih?"
Tanya Lim Hud-kiam dengan aneh. Wong Jong-ceng tertawa.
"Lama kelamaan bila gas tertiup angin memang akan seperti itu udara akan menjadi bersih, jangan percaya pada kata-kata Nenek Ma."
Ma Kiu-nio yang terduduk di bawah tidak bisa bergerak, tapi mata dan mulutnya masih bisa bergerak, dengan cepat dia menjawab.
"Sembarangan bicara, gas yang ada di bawah tanah masih sangat banyak."
Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Ma Kiu-nio, coba kau pikir, sebagai majikan di lembah ini tentu aku sangat kenal tombol yang membuat gas di bawah tanah bisa meledak, aku sudah tahu sejak lama dan aku sudah lama membukanya, mungkin masih tersisa sedikit, cukup untuk mengisi gua itu, dari tadi aku tidak mau membuka rahasia ini, aku ingin tahu dengan cara apa kau mempermainkan kami lagi?"
"Tuan, apakah betul demikian?"
Wong Jin-jiu terkejut.
"Tentu saja benar, tadi Liu Ban-mong cemas seperti anjing kehilangan tuan, sedikit pun aku tidak merasa tegang, apakah karena aku tidak takut mati? Walaupun aku tidak peduli pada diriku sendiri, tetapi aku tetap harus memikirkan kalian, kalau aku tidak yakin, saat istrimu menggali tanah dengan pedangnya, aku sudah membunuhnya."
Liu Ban-mong dengan kagum berkata.
"Kau benar-benar lihai."
"Kalau tidak lihai, apakah aku berani menerimamu? Hanya sayangnya aku sudah salah tafsir kepadamu, aku terlalu meremehkanmu, tidak disangka diam-diam ternyata kau sudah membuat rencana begitu sempurna."
Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Hal lain aku tidak berani memuji diri sendiri, hanya saja kau tidak menyangka dengan keberhasilan seratus pesilat ini bukan?"
Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Sembarangan, ilmu pedang mereka aku sendiri yang mengajarkannya, seberapa kekuatan mereka, aku sangat tahu dengan jelas."
"Tapi kau sama sekali tidak menyangka kalau mereka akan mendengar perintahku saja,"
Liu Ban-mong tertawa. Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Mana mungkin aku tidak tahu? Aku ingin tanya dulu kepadamu, saat aku menyuruhmu mengumpulkan orang-orang ini untuk dilatih, apa tujuannya?"
"Untuk menghadapi 36 Lo-sat yang dipimpin oleh Ma Kiu- nio, maka kau melatih mereka begitu teliti,"
Jawab Liu Ban- mong sambil tertawa. Wong Jin-jiu terkejut, Wong Han-bwee pun bertanya.
"Ayah, apakah benar?"
"Benar, aku memang pernah berpikir demikian,"
Wong Jong-ceng tertawa.
"Kau sengaja memberikan kesempatan kepada Liu Ban- mong untuk memimpin kelompok ini,"
Wong Han-bwee menghentakkan kakinya. Kata Liu Ban-mong.
"Orang pintar melakukan sesuatu selalu berpikir beribu-ribu kali, tapi tetap saja ada satu kali meleset, kau sama sekali tidak menyangka kalau Lo-sat yang dipimpin Ma Kiu-nio memilih memihakmu, tapi seratus pesilat ini malah menjadi pasukanku."
Wong Jong-ceng tersenyum, katanya.
"Mereka memang pasukanmu, mereka tidak takut mati, biar mereka terus mengikutimu."
"Apa maksudmu?"
Liu Ban-mong terkejut.
"Karena kapan pun aku bisa membunuh mereka, aku hanya membuka mulut untuk bicara saja, itu pun sudah cukup,"
Jawab Wong Jong- ceng. Liu Ban-mong tertawa terbahak-bahak.
"Wong Jong-ceng, kau ingin menipu?"
Dengan dingin Wong Jong-ceng berkata.
"Kata-kataku belum pernah meleset, Raja Pedang bukan raja, tetapi tetap mempunyai wibawa tinggi, kalau kau tidak percaya, kita bisa mencobanya, Biauw-eng, keluarlah."
Di dalam sebuah gua yang tertutup oleh bendera muncul seseorang, dialah Biauw-eng, ketua baru Tiang-kang-cui-cai, dia membungkukkan tubuh memberi hormat.
"Aku berada di sini, ada perintah apa dari Raja Pedang?"
Lim Hud-kiam dan Goan Hiong tahu kalau Biauw-eng berada di bawah pimpinan Wong Jong-ceng, mereka mengetahuinya saat Wong Jong-ceng membawa mereka melalui jalan bawah tanah untuk sampai di tempat sini, tapi orang lain belum tahu, apa lagi Bun Ta-cai, dengan terkejut dia bertanya.
"Biauw-eng, mengapa kau jadi orang Wong Jong-ceng?"
Kata Wong Jong-ceng.
"Dia memang teman Ciu Giok-hu, tapi sebenarnya dia berada di bawah kekuasaanku, aku sangat hafal dengan Ceng-seng, semua kabar kudapatkan darinya, kalian hanya punya taktik seperti itu tapi ingin bersaing denganku, kalian masih jauh!"
Dengan setengah bergurau dan setengah serius Ciam Giok- beng berkata.
"Pantas Lim Hud-kiam begitu banyak akal aneh, membuat perusahaan perjalanan Su-hai terus diputar-putar, ternyata keturunan dari Anda, aku benar-benar kagum."
Wong Jong-ceng tersenyum, berkata.
"Ketua Ciam, masih ada banyak hal yang sama sekali tidak kau pikirkan, Biauw- eng, apakah barangmu ada di bawah?"
Biauw-eng memberi hormat.
"Perintah Raja Pedang, anak buah Anda tidak berani melupakannya."
"Baiklah, pilih 1-2 orang untuk mengujinya."
Biauw-eng melambaikan tangan, dua titik terang berwarna biru sangat kecil keluar dari lengan bajunya, kemudian berputar ke kepala salah satu dari 1-2 pasukan Liu Ban-mong, kemudian orang itu terjatuh, terdengar 2 suara teriakan memilukan, dua orang itu terjatuh, kelima indra mereka mengeluarkan darah, kematian mereka sangat mengenaskan.
Liu Ban-mong terkejut dan berteriak.
"Benda apa itu?"
Dengan santai Biauw-eng menjawab.
"Namanya adalah Thian-lui-coan-sim-ciam (Jarum langit berpetir menembus jantung) senjata ini khusus untuk menghukum orang-orang Pak-kau yang tidak setia, aku menerima perintah dari Raja Pedang, di tubuh ratusan pasukan ini aku memasukkan ilmu gaib, asal tanganku diangkat, nyawa mereka akan melayang." 90 lebih pesilat melihat kematian teman mereka, wajah mereka mulai berubah, Liu Ban-mong segera berteriak.
"Kalian jangan dengar perkataannya, di dunia ini tidak ada ilmu gaib, semua itu bohong!"
Biauw-eng tertawa dingin.
"Mau percaya atau tidak, terserah, begitu tanganku diangkat akan meminta nyawa, itu adalah bukti, apakah perlu dicoba lagi pada beberapa orang untuk bukti."
Liu Ban-mong tidak menjawab, Wong Jong-ceng yang menjawab.
"Tidak perlu, asal mereka sudah tahu dan takut, itu sudah cukup, apakah kalian masih tetap akan menjual nyawa kalian untuk Liu Ban-mong?"
Kata-kata terakhir Wong Jong-ceng ditujukan kepada ratusan pasukan itu, 90 orang melihat Biauw-eng dulu kemudian melihat Liu Ban-mong, tidak seorang pun yang menjawab. Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Kalian sungguh setia, aku tidak mau memaksa kalian, Liu Ban-mong, apakah kau masih tetap ingin mengantarkan kematian mereka?"
Liu Ban-mong berkata.
"Aku tidak percaya siluman ini mempunyai ilmu gaib, saudara-saudara, kita bersatu menyerang siluman ini, juga bunuh dia!"
Perintah sudah diturunkan, tapi kebanyakan tetap berdiri tidak bergerak, mereka yang berlari ke arah Biauw-eng, sekali Biauw-eng sekali melayangkan tangan nya, 4-5 titik terang berwarna biru menyala lagi, dan setiap titik biru ini masing- masing terbang ke arah anak buah Liu Ban-mong itu, walaupun pedang mereka digerakkan untuk menahan titik berwarna biru itu tapi sama sekali tidak berguna, beberapa teriakan terdengar, mereka mati dengan 5 indra mengalirkan darah.
"Bila ada yang tidak takut mati, kemarilah,"
Kata Biauw-eng tertawa dingin.
"Aku kira cukup sampai di sini, lempar senjata kalian dan berdiri di pinggir, kalau tidak semua akan dibunuh!"
Liu Ban-mong menarik nafas panjang.
"Lepaskan pedang kalian biar kita mengalah, sementara sabar menunggu, bila aku sudah mengalahkan Wong Jong-ceng, aku pasti akan berusaha menolong kalian."
Pesilat yang berjumlah ratusan orang itu melemparkan senjata mereka, tapi Wong Jong-ceng tertawa dingin.
"Liu Ban-mong, kau jangan mencoba memper-alat mereka lagi, Jin-jiu, suruh orang mengikat mereka dan kurung di dalam gua."
Liu Ban-mong marah dan berteriak.
"Tidak, anak buahku tidak boleh ditawan!"
Wong Jong-ceng tertawa dingin dan menurunkan perintah."Biauw-eng, awasi mereka, siapa yang berani melawan, segera bunuh, Jin-jiu, laksanakan tugasmu bersama anak buahmu."
Waktu Wong Jin-jiu dan anak buahnya siap-siap mengikat orang-orang Liu Ban-mong, Liu Ban-mong berkata kepada 2 bersaudara Bun juga yang lainnya.
"Bila kalian ingin bekerja sama denganku, sekarang adalah waktunya bagi kalian untuk bergerak, jangan biarkan mereka menawan orang-orangku."
"Tapi ilmu gaib siluman itu sangat lihai!"
Seru Bun Ta-cai.
"Aku sudah tahu ilmu gaibnya, itu bukan ilmu gaib, cahaya biru itu pasti semacam serangga, seperti serangga milik Nenek Ma, hanya butuh waktu sebentar aku akan mengeluarkan sisa obat To-hoa-bi-ciang, obat ini khusus untuk mengatasi serangga, aku tidak takut kepadanya."
Biauw-eng sedikit terpaku, Liu Ban-mong segera tertawa.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kata-kataku tidak salah, dari awal aku sudah tahu ilmu gaib dari Pak-kau hanya untuk menipu orang, cahaya biru ini separahnya adalah senjata rahasia separahnya lagi adalah obat racun Pak-kau, berasal dari Si-chuan, S-u-chuan berbatasan dengan suku Biauw, kalian belajar tekniknya bila telah tahu kelemahannya hal ini tidak akan menakutkan lagi...."
Bun Ta-cai dengan cepat bertanya.
"Apakah Liu Toako masih menyimpan obat yang bernama To-hoa-bi-ciang?"
"Ada, hanya saja aku tidak menyangka kalau anak buahku akan ditaklukkan, jadi aku hanya membawa sedikit untuk diriku sendiri, tujuanku hanya untuk berhadapan dengan Nenek Ma, di tempat tinggalku masih tersimpan banyak,"
Jawab Liu Ban-mong. Sesudah mendengar perkataan Liu Ban-mong, Biauw-eng terlihat sedikit ragu, Wong Jong-ceng segera berkata.
"Pengetahuan Liu Ban-mong memang banyak, dia sudah tahu dasar Thian-lui-coan-sim-ciam milikmu, biarlah orang-orang ini tidak perlu diikat, Biauw-eng, jaga baik-baik pintu gua ini, jangan biarkan ada yang kabur, dan juga awasi orang-orang ini, jangan biarkan mereka membantu Liu Ban-mong."
Biauw-eng segera mundur, tapi Liu Ban-mong malah tertawa.
"Wong Jong-ceng, kau bisa mengawasi gerakan mereka, tapi tidak bisa menghentikan kami yang belum terkena racun, To-hoa-bi-ciang tersimpan di rak di kamar tidurku, asal ada yang bisa mengambilnya, aku tidak takut pada siluman ini."
"Masalahnya, kalian tidak bisa meninggalkan tempat ini,"
Kata Wong Jong-ceng tersenyum.
"Kami di sini berjumlah 5 orang, bila bersama-sama keluar, siapa yang bisa menghalangi kami?"
Liu Ban-mong tertawa dingin.
"Kalian boleh mencobanya,"
Jawab Wong Jong-ceng. Liu Ban-mong mengumpulkan Tiang Leng-cu dan lain-lain, dia pelan-pelan memberi petunjuk, Wong Han-bwee dengan tidak sabar berteriak.
"Ayah, apa yang akan mereka lakukan?"
"Mereka ingin menyuruh orang mengambil To-hoa-bi-ciang untuk menolong orang-orangnya, karena kelompok orang ini menjadi dasar kekuatannya."
"Apakah Biauw-eng bisa menguasai nyawa mereka?"
Tanya Wong Han-bwee.
"Pasti bisa, racun yang dipakai Biauw-eng adalah Pi-leng- eng-cong (lalat hijau beracun), serangga ini adalah serangga beracun yang hidup di perbatasan suku Biauw, tubuhnya kecil seperti biji wijen, tapi bila bertelur bisa mencapai ribuan butir, telurnya membutuhkan waktu 5 tahun baru menetas menjadi serangga, Pi-leng-eng-cong mengandung racun yang sangat ganas, begitu telurnya matang dia membutuhkan udara positif yang keluar dari serangga jantan, baru bisa menetas dan keluar dari telurnya."
"Bagaimana kalian bisa memasukan telur serangga ini ke dalam tubuh mereka?"
Tanya Wong Han-bwee. Jawab Wong Jong-ceng.
"6 tahun yang lalu, sewaktu aku mulai melatih mereka, aku pernah memberikan semacam obat untuk memperkuat tubuh mereka, di dalam obat ini ada seekor Pi-leng-eng-cong betina yang siap bertelur, maka dia bertelur di dalam perut mereka, sesudah 6 tahun berlalu telur itu sudah matang, sekarang tinggal melepaskan jantannya, dengan naluri seekor lalat jantan, dia bisa mencari anaknya dan akan terbang ke telur lalat yang matang, telur lalat akan terpengaruh dan keluar dari telurnya, maka racun yang ada di dalam tubuh mereka akan keluar, membuat kelima indra mereka mengeluarkan darah sampai mati."
"Apakah tidak ada cara untuk menghentikannya?"
"Ada, To-hoa-bi-ciang bisa mengatasi semua ini, To-hoa-bi- ciang adalah semacam udara, di perbatasan suku Biauw apa lagi di hutannya bisa didapatkan, udara ini akan membatasi gerakan Pi-leng-eng-cong, kalau tidak, lalat ini akan terus bertelur, di dunia ini tidak akan ada manusia yang bisa bertahan hidup."
"Ayah mempunyai cara mengatasi pasukan ini, mengapa mereka tidak dibunuh saja, untuk apa memberi kehidupan pada mereka?"
Wong Jong-ceng menarik nafas.
"Saat Liu Ban-mong mengatasi racun Ma Kiu-nio dengan To-hoa-bi-ciang, aku mengira dia sudah ada persiapan, maka aku tidak berani mencobanya, karena tadi keadaan darurat, terpaksa aku mencobanya, tidak disangka masih ada khasiatnya."
"Keadaan darurat adalah saat kita bertarung tadi, ayah tidak berusaha menghentikannya membuat orang-orang kami banyak yang gugur, sekarang pertarungan sudah lewat, mengapa ayah merasa kita masih berada dalam bahaya?"
Tanya Wong Han-bwee.
"Apa yang kau mengerti? Ke seratus orang ini dilatih olehku, aku sangat tahu kekuatan mereka, tapi ada aku di sisi kalian, mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa!"
Kata Wong Jong-ceng sambil mengeluh.
"Tadi mereka sudah membunuh banyak orang, mengapa ayah tidak mencegahnya?"
"Karena aku sedang menyelidiki, aku ingin melihat selain ilmu pedang yang kuajarkan, apakah mereka masih menguasai ilmu pedang lainnya, sekarang aku sudah melihatnya, mereka memang diberi petunjuk oleh orang lain, sehingga jurus pedangku sedikit berubah, tapi aku sudah mempunyai cara untuk mengatasinya, asal aku yang bertarung dengan mereka, dalam 1-2 jurus aku sanggup mengalahkan mereka."
"Kalau begitu bahaya apa yang sedang mengancam ayah?"
Dengan wajah serius Wong Jong-ceng berkata.
"Masalahnya, aku telah dilibat oleh orang aneh ini, tidak mengijinkan aku berhadapan dengan orang lain."
Dia menunjuk orang yang wajahnya ditutup yang berada pada jarak sekitar 1 tombak dari mereka dengan mulutnya, berkata.
"Orang itu tiba-tiba muncul, aku tidak tahu dari mana asalnya, tapi dia adalah musuh paling kuat yang kuhadapi seumur hidupku, aku harus berkonsentrasi, bila bertarung siapa bisa hidup atau mati aku tidak yakin, jadi aku harus mengatur dulu keselamatan kalian dulu."
Orang yang wajahnya ditutup itu, berdiri tapi tidak bergerak dia seperti sebuah patung, melihat orang itu tubuh Wong Han- bwee pun gbergetar.
"Ayah, mengapa dia sama sekali tidak bergerak?"
Wong Jong-ceng tertawa, dia maju selangkah, orang itu ikut bergeser dan pedang diangkat bersiap-siap, Wong Jong- ceng berdiri tenang, lalu tertawa.
"Apakah kau sudah melihat? Satu-satunya musuh dia adalah aku, dia tidak melihat juga tidak mendengar, semua gerakan berdasarkan nalurinya untuk menghadapiku, bila aku tidak bergerak dia juga tidak bergerak, sewaktu aku bergerak gerakannya lebih cepat dariku."
Dengan cemas Wong Han-bwee bertanya.
"Apakah ayah bisa mengalahkannya?"
Dengan serius Wong Jong-ceng menjawab.
"Sulit untuk memastikannya, tapi kau tenang saja, dia menang atau kalah, hidup atau mati, satu-satunya musuhnya adalah aku, bahaya tidak akan mengancam kalian, orang yang harus kalian perhatikan adalah Liu Ban-mong."
"Putramu sanggup menghadap dia,"
Kata Lim Hud-kiam. Wong Jong-ceng menarik nafas panjang.
"Anak, kalau saja kita berkumpul lebih awal, mungkin kau sanggup menghadapi dia, tapi dengan keadaan seperti sekarang, belum tentu kau bisa menang, untung aku berhasil menaklukkan anak buahnya, bila benar-benar harus bertarung, kau dan Han- bwee harus bergabung menghadapi Liu Ban-mong, mungkin kalian masih bisa menahannya dan kalian berdua harus melindungi semua orang keluar melalui gua itu, dan keselamatan Biauw-eng benar-benar harus diutamakan."
Lim Hud-kiam terpaku.
"Ayah, kita mempunyai begitu banyak orang, apakah masih tidak sanggup menahan mereka?"
"Kita tidak cukup tenaga untuk menahan anak buah Liu Ban-mong, mereka telah mewarisi ilmu silatku yang asli, paling-paling kalian hanya sanggup bertarung satu lawan satu, untung To-hoa-bi-ciang Liu Ban-mong belum semua dibawa, Leng-eng milik Biauw-eng masih bisa menguasai 100 pesilat itu, jadi kalian harus menjaga keselamatan Biauw-eng dan melindungi dia, sebab hanya dia yang bisa melepaskan Leng- eng jantan,"
Jelas Wong Jong-ceng.
"Kalau begitu sekarang juga kita bereskan semua orang ini,"
Kata Wong Han-bwee.
"Kita memang bisa melakukannya dengan cara ini, tapi aku tidak menginginkannya, pertama, membunuh banyak orang adalah melanggar aturan Tuhan, kedua, mereka tetap anak buahku."
Wong Han-bwee berteriak.
"Ayah, mereka adalah pengkhianat Lembah Raja Pedang!"
Wong Jong-ceng menggelengkan kepala.
"Mereka tidak setia kepadaku, tapi aku tidak bisa membunuh mereka, seperti anak buah Wong Jin-jiu dan Lo-sat yang dipimpin Ma Kiu-nio, mereka memang pernah mengkhianatiku, tapi akhirnya mereka bisa berbalik mengerti, jadi aku harus memberi kesempatan kepada mereka."
"Orang-orang seperti mereka tidak akan bisa berbalik baik kepada kita,"
Kata Wong Han-bwee.
"Jangan berkata seperti itu, tadinya aku juga tidak percaya, tapi sekelompok Lo-sat yang dipimpin Ma Kiu-nio, karena telah dipengaruhi kakakmu mereka berbalik malah mendukung kita, hal ini benar-benar membuatku terpengaruh, jadi aku tidak percaya kelompok orang ini akan keras kepala."
Semua orang terdiam, Wong Jong-ceng berkata lagi.
"Masih ada satu alasan lagi, bila dengan lalat jantan membunuh mereka di perut mereka akan sangat banyak telur lalat, bila dijumlahkan bisa mencapai ratusan ribu, waktu itu tidak akan ada orang yang bisa menguasai mereka lagi, dan akan membuat lalat-lalat racun ini berkembang biak, hasilnya bisa dibayangkan, aku tidak ingin membuat bahaya seperti itu."
"Raja Pedang, tidak perlu Anda mengkhawatirkan tentang ini, lalat-lalat hijau yang beracun ini hanya cocok hidup di gunung tinggi, bila dibawa ke dataran rendah, mereka akan mati,"
Jelas Biauw-eng.
"Tapi mengapa lalat yang kau bawa bisa bertahan hidup?"
Tanya Wong Jong-ceng.
"Karena aku sudah memelihara mereka dengan teliti untuk dicocokkan dengan udara dataran rendah,"
Jawab Biauw-eng.
"Itulah sebabnya kau bisa membuat lalat-lalat itu cocok dengan udara dataran rendah, anak lalat yang baru lahir lebih gampang mencocokkan diri dengan udara di sini, karena telur lalat ini berasal dari tempat ini, lebih baik kau perhatikan, basmi lalat kecil yang ada di tubuh orang yang telah mati, jangan biar wabah menyerang orang-orang, kalau tidak aku tidak akan bisa memaafkan dosamu."
Biauw-eng mengangguk dengan serius Wong Jong-ceng berkata lagi.
"Hari ini yang paling kusesali adalah aku salah menafsirkan Liu Ban-mong, aku benar-benar ceroboh membiarkan dia melakukan apa pun karena aku terlalu meremehkan kepintarannya, aku malah membantunya melatih pesilat-pesilat ini, sebetulnya aku masih bisa menguasainya, aku masih mampu...."
"Bila kau masih bisa menguasainya, cepat bereskan dia!"
Kata Li Ta-su. Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Sudah terlambat, kemunculan orang aneh itu membuat gerakanku terbatas, menguasai Liu Ban-mong harus dengan teknik pedangku, kecuali ilmu pedang yang bisa menaklukkan dia, tidak ada cara lain lagi, dengan lalat, dengan racun tidak mungkin, karena dia sangat pintar, sedikit celah saja dia sanggup menebaknya, dan dengan cepat dia mempunyai cara untuk mengatasinya, hanya dengan ilmu pedang tinggi dan dalam baru bisa membuatnya tidak berdaya melawan."
Kata-kata Wong Jong-ceng membuat semua orang setuju, Liu Ban-mong yang bisa merusak racun serangga milik Ma Kiu- nio dan dengan cepat bisa tahu mengenai Biauw-eng yang menaklukkan orang dengan lalat, membuktikan kalau orang itu selain mempunyai ilmu pedang tinggi, pengetahuannya pun luas, dia pandai meneliti, pintar, juga mantap.
Wong Jong-ceng menarik nafas lagi.
"Sebelum munculnya orang aneh itu, bila aku ingin membunuh dia seperti membalikkan telapak tangan, karena terlalu }fakin inilah maka membuatku terlambat membunuhnya, aku tidak segera membunuhnya karena aku ingin tahu apa yang ingin dia mainkan, tapi ada pepatah mengatakan, 'kita berpikir beribu kali tetap akan ada melesetnya', aku tidak tahu dia sudah mengatur biji catur warna gelap, dia mencari orang tua aneh itu...."
Liu Ban-mong tertawa dingin.
"Wong Jong-ceng, kau tidak bisa melihat jelas siapa aku, tapi sebaliknya aku bisa melihatmu dengan jelas, aku tahu kau terlalu percaya diri, kau mengira bisa mengatasiku, maka kau tidak buru-buru membunuhku, terakhir setelah mengeluarkan orang ini, kegagalanmu sekaligus juga keberuntunganmu jadi terlihat, kalau kau tidak mempunyai sifat seperti itu, dari tadi kau sudah mati, aku tidak akan melakukan hal-hal berbahaya yang mengancam nyawaku."
"Jangan kira kau sudah berhasil, orang aneh itu belum tentu bisa mengatasiku, aku hanya bersiap-siap saja,"
Kata Wong Jong-ceng. Liu Ban-mong tertawa.
"Betul, aku kagum kepada ilmu pedangmu aku juga mengakui kalau kau adalah pesilat pedang terkuat, tapi aku percaya aku berada di urutan ke-3."
Wong Jong-ceng terpaku.
"Kau hanya di urutan ke-3?"
"Betul, kalau kau nomor satu, orang itu berada di urutan ke-2, dan aku urutan ke-3, kalau kalian bertarung aku yang akan menjadi urutan ke-I."
"Harus menunggu aku mati baru giliranmu,"
Jawab Wong Jong-ceng. Liu Ban-mong berkata.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak perlu menunggu begitu lama, sekarang aku bisa menentukan pertarungan antara kalian berdua, siapa yang mati atau hidup, kedua-duanya pasti akan terluka, yang hidup pasti tidak akan mempunyai tenaga untuk bertarung lagi denganku."
Wong Jong-ceng melihat orang aneh yang tidak pernah bergerak itu, dia menarik nafas, katanya.
"Hud-kiam, apakah sekarang kau mengerti bahaya yang kumaksud?"
"Putramu mengerti,"
Lim Hud-kiam menjawab dengan nada berat.
"Apa yang harus kau lakukan, apakah kau sudah tahu?"
"Aku mengerti, putramu pasti akan melindungi semua orang dan dengan selamat meninggalkan tempat ini, asal semangat seorang pesilat tidak patah, orang seperti Liu Ban-mong tidak akan berhasil dalam usahanya."
"Baik, aku benar-benar senang mempunyai seorang putra seperti dirimu, tapi Liu Ban-mong bukan orang seperti yang kau pikirkan yaitu begitu menakutkan, yang dia andalkan hanya seratus pesilat pedang itu, Biauw-eng sanggup mengatasi mereka, lalat hijau tidak akan bisa dimusnahkan, To-hoa-bi-ciang hanya bisa menguasai lalat betina, telur lalat selamanya akan hidup di dalam perut, bila mereka masih membantu Liu Ban-mong melakukan kejahatan, mereka akan mati,"
Kata Wong Jong-ceng. Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Tidak apa-apa, asal aku bisa naik menjadi Raja Pedang, tidak membutuhkan waktu 3 tahun, aku akan melatih pesilat-pesilat pedang dengan jumlah lebih banyak."
"Begitu banyak orang yang mengawasimu, mereka tidak akan mengijinkanmu memupuk kekuatan untuk kedua kali, orang yang kau latih tidak akan bisa lebih kuat dari mereka,"
Kata Wong Jong-ceng.
"Tidak perlu sampai sekuat mereka, separuh kekuatan mereka saja sudah cukup, sebab setelah kau mati, tidak akan ada orang yang bisa melebihi aku."
"Kecuali orang aneh yang kau bawa itu membunuhku terlebih dulu, kalau tidak, asal aku masih hidup, aku akan bicara 3 kata, ketiga kata ini akan membuatmu dari urutan ke- 3 turun sampai urutan ke-10 lebih, paling sedikit 10 orang bisa melebihi kehebatanmu."
"Ayah, apa ketiga kata itu?"
Tanya Lim Hud-kiam.
"Ketiga kata itu adalah nama tempat, di sana ada buku hasil penelitianku seumur hidup."
"Mengapa ayah tidak memberitahu sekarang?"
"Tidak bisa,"
Wong Jong-ceng menggelengkan kepala.
"Mengapa tidak bisa?"
Wong Jong-ceng menarik nafas panjang.
"Hud-kiam, jika hari ini aku tahu kau bukan putraku, aku tidak akan menemukan banyak masalah seperti sekarang ini, sebab aku akan seperti Liu Ban-mong mempunyai hati serakah, menginjak dunia, aku juga tidak akan peduli hidup atau matinya orang lain, karena mempunyai seorang putra seperti dirimu membuatku ingin menjadi orang baik, tapi ingin menjadi orang baik pun tetap ada batasnya, maka kecuali kau dan Han-bwee, aku tidak ingin ada orang ketiga yang mengetahuinya."
"Ayah, apa maksud ayah?"
Tanya Lim Hud-kiam.
"Di Ceng-seng karena tidak tahan dihina maka aku marah dan meninggalkan Ceng-seng, sekarang setelah mencapai posisi seperti ini, aku sudah mengorbankan banyak hal, aku tidak ingin orang lain mendapatkan hasil jerih payahku dengan gampang."
"Kalau begitu ayah bisa memberitahu kepadaku dan adik."
"Sekarang tidak bisa, bila aku memberitahu kalian, kalian pasti tidak akan dibiarkan keluar hidup-hidup dari sini oleh Liu Ban-mong, apa lagi belum tentu aku akan mati di tangan orang aneh itu, bila waktunya sudah tiba aku baru akan memberitahu kalian."
Lim Hud-kiam masih ingin bicara, tapi Wong Jong-ceng sudah membentak.
"Hud-kiam, kau kira aku pasti akan mati, sikapmu bukan sikap seorang anak yang mendukung ayahnya."
Terpaksa Lim Hud-kiam diam, Wong Jong-ceng mengeluh lagi.
"Bukan aku tidak mempunyai perasaan, sebenarnya kau dan Han-bwee bergabung pun, sulit mengalahkan Liu Ban- mong, jadi aku harus menjaga satu-satunya rahasia yang ada, begitu aku menganggap aku tidak mempunyai harapan lagi maka aku akan memberikan kesempatan ini kepada orang lain, aku kira aku tidak egois bukan?"
Lim Hud-kiam berpikir sebentar, katanya.
"Ayah, aku mempunyai sebuah permintaan."
"Apa permintaanmu?"
"Beritahu rahasia ini kepada Leng-nio, karena dia sedang hamil, anak yang dikandungnya adalah anakku, bila kami semua harus mati, ilmu pedangmu tidak akan musnah,"
Kata Lim Hud-kiam. Dengan gembira Wong Jong-ceng berkata.
"Apa? Bocah, ternyata kau sudah mempunyai keturunan."
"Laki-laki atau perempuan aku belum tahu, tapi paling sedikit dia adalah keturunan keluarga Lim, ayah harus menyetujui permintaanku."
"Ya, siapakah Leng-nio? Kemarilah, supaya aku bisa mengenalmu,"
Kata Wong Jong-ceng. Yu Leng-nio maju, Wong Jong-ceng menjabat tangan Yu Leng-nio, dia tertawa.
"Baik, memang pembawaanmu tidak seluwes gadis keluarga Lim, tapi bisa membuat keluarga Lim mempunyai keturunan, kau cukup pantas untuk menjadi menantuku, jaga dirimu baik-baik."
Dia menepuk-nepuk tangan Yu Leng-nio, Yu Leng-nio pun mundur. Dengan cemas Wong Han-bwee berkata.
"Ayah, kau belum memberitahu rahasiamu kepadanya."
Wong Jong-ceng tertawa, katanya.
"Jangan terlalu banyak mengurusi masalah. Ketua Ciam!"
"Aku ada di sini, Tuan mempunyai pesan apa?"
Tanya Ciam Giok-beng.
"Ketiga muridmu mempunyai ilmu silat yang bagus, suruh mereka melindungi Leng-nio, pertama dia yang harus keluar dari sini, kalian yang tua-tua mungkin harus bergerak cepat untuk menahan serangan,"
Kata Wong Jong-ceng.
"Mengenai hal ini, aku pasti akan melaksanakan!"
Jawab Ciam Giok-beng. Wong Jong-ceng berkata lagi.
"Ketua Thio, aku juga harus memberi keturunan kepada kalian, suruh putra putrimu mengikuti Kian-kun-kiam-pai keluar dari sini, apakah kau setuju?"
Thio In mengerti apa yang dimaksud olehnya, dia segera menjawab.
"Aku berterima kasih kepada Anda."
Wong Jong-ceng tertawa lagi.
"Leng-nio, apakah kau mengerti?"
"Aku mengerti,"
Angguk Leng-nio.
"Kalau mengerti, cepatlah pergi dari sini,"
Kata Wong Jong- ceng.
Yu Leng-nio tidak berkata lagi, dia berjalan ke mulut gua, Ciam Giok-beng memberi kode kepada Goan Hiong, Kie Pi-sia, dan Pui Thian-hoa, mereka bertiga segera datang menghampiri, Thio In pun memanggil Thio Siau-in dan Thio Siau-hun berkumpul.
Begitu mereka sudah berada di depan mulut gua, Wong Jong-ceng baru berkata.
"Bila ingin mundur, mereka yang pertama jalan, orang-orang dari 5 perguruan paling banyak berjalan tengah, Ketua Ciam dan Ketua Thio harus terakhir, berusaha menghadang musuh yang mengejar, bila perlu harus bertahan dengan nyawa, biar anak-anak muda mempunyai waktu yang cukup untuk meninggalkan tempat ini."
Yu Leng-nio mulai berbicara dengan kelima anak muda itu, kemudian mereka berjalan menuju mulut gua, melihat keadaan seperti itu, Tiang Leng-cu dengan cemas berkata.
"Liu Toako, kau harus punya cara menghadang mereka."
Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Wong Jong-ceng sedang berbuat ulah, dia belum memberitahu tempat rahasia itu, begitu dia sudah memberitahu, aku mempunyai cara untuk menghadang mereka."
"Terlambat, mereka sudah pergi,"
Wong Jong-ceng tertawa. Yu Leng-nio sudah berada di dalam gua, kakak beradik Thio Siau-in akan masuk ke gua, ketiga murid Kian-kun-kiam-pai masih berada di depan mulut gua, Wong Han-bwee berkata.
"Ayah, cepatlah!"
"Aku sudah memberitahunya."
"Apa, dari tadi aku terus memperhatikan, tapi ayah tidak mengatakan sepatah kata pun."
"Bila aku mengatakannya, Liu Ban-mong pasti tidak akan melepaskan dia, maka aku menaruh peta itu ke tangannya."
Liu Ban-mong segera berubah, dia terbang ke udara dan terus menyerang, gerakannya sangat cepat, untung Kie Pi-sia dan Goan Hiong sudah ada persiapan, dua pedang berbareng diangkat menahan serangan Liu Ban-mong, tapi mereka tetap tergetar dan mundur beberapa langkah.
Hadangan ini membuat Lim Hud-kiam yang berada di belakang segera datang, pedang tumpulnya diayunkan, dia menyambut serangan Liu Ban-mong, Ciam Giok-beng pun sudah sampai di sana, sambil menyerang dia membentak.
"Pi- sia, Hiong-ji, cepat pergi!"
Kedua anak muda itu mengetahui kelihaian Liu Ban-mong, mereka pun dengan cepat masuk ke dalam gua, Pui Ciauw-jin dan Ho Gwat-ji beserta suami istri Thio In pun sudah datang, Tiang Leng-cu dan 2 bersaudara Bun ingin membantu, tapi Liu Ta-su dan Liu Hui-hui serta Yu Bwee-nio, Yu Long, dan Yu Houw mencegat mereka.
Liu Ban-mong dengan cemas berteriak.
"Cepat, cegat kelompok itu!"
Anak buahnya ingin bergerak, tapi tangan Biauw-eng sudah melayang, 4 titik cahaya biru sudah keluar, kedahyatan lalat hijau benar-benar aneh, kekuatannya sangat hebat, 4 orang terdepan segera roboh dan muntah darah, hal ini membuat yang lain jadi terkejut, Liu Ban-mong benar-benar cemas, dia terus meloncat-loncat, pedang diayunkan lebih kencang lagi, tapi selalu dilibat oleh pedang Lim Hud-kiam dan Ciam Giok- beng maka dia tidak bisa melepaskan diri, waktu itu Wong Jin- jiu dan Heuw Liu-hoan sudah datang ke sana, Lo-sat yang dipimpin oleh Wong Han-bwee pun sudah datang, maka Liu Ban-mong terus berteriak histeris.
"Bunuh, bunuh semua, cegah sekelompok orang itu lolos!"
Dia berteriak histeris, tapi anak buahnya tidak siap untuk maju, mereka ragu karena mereka takut kepada Biauw-eng, tiba-tiba Liu Ban-mong berguling masuk ke kelompok anak buahnya, dia menyerang salah satu anak buahnya lalu membunuhnya, dia juga berteriak.
"Yang tidak dengar perintahku, akibatnya akan seperti ini!"
Karena dia menyerang orang sendiri, maka Lim Hud-kiam dan Ciam Giok-beng tidak bisa mengejarnya, mereka tetap menjaga mulut gua bersama yang lain, merasa membunuh anak buahnya tetap tidak ada gunanya, Liu Ban-mong terpaku.
Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Liu Ban-mong, dari tadi kau selalu mengatakan orang-orang ini adalah teman dan saudaramu, tapi saat menyangkut kepentinganmu, semua kebohonganmu terlihat jelas, kau tahu di depan adalah jalan menuju kematian, tapi kau masih memaksa mereka ke sana untuk mengantarkan kematian mereka."
Ooo)0d-*-w0(ooO BAB 35 Hud-kiam mengeluarkan pamornya Merebut rahasia di dalam buku Kata-kata ini benar-benar sangat berpengaruh, dari ekspresi wajah anak buahnya Liu Ban-mong sadar kalau dia telah membuat suatu kesalahan besar, selama beberapa tahun dia berusaha menarik hati orang-orang, dan sekarang semuanya hancur dalam sekejap, tapi dia adalah orang yang sangat licik, dalam keadaan seperti itu, dia bisa segera tenang kembali, wajah penuh penyesalan, dia berkata kepada seorang anak buahnya.
"Cin Su-sin, maafkan aku terlalu emosi, bila sekelompok anak muda itu pergi usaha kita akan gagal."
Lelaki yang bernama Cin Su-sin itu menjawab dengan dingin.
"Liu Toako, itu usahamu, bukan usaha kami."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Liu Ban-mong terpaku.
"Apa katamu, usahaku adalah usaha kalian juga, kita adalah saudara sehidup semati!"
Cin Su-sin menunjuk orang yang baru dibunuh Liu Ban- mong.
"Ini adalah akibat menjadi saudaramu?"
Liu Ban-mong segera menjawab.
"Tadi aku tidak bisa menguasai emosiku."
Cin Su-sin tertawa kecut.
"Kami mengkhianati Wong Jong- ceng, dia tidak marah dan tidak ingin membunuh kami, tapi kau yang begitu emosi tega membunuh anak buahmu, hal ini membuat kami takut, karena dulu kau sangat baik kepada kami, maka aku tidak akan membantu yang lain untuk melawanmu, tapi aku juga tidak ingin menjual nyawaku lagi untukmu."
Dia mencabut pedangnya dan mematahkan pedang itu menjadi 2 bagian, perbuatannya diikuti oleh teman-temannya, terdengar suara senjata berbunyi, di tanah bertumpuk pedang-pedang yang sudah patah. Cin Su-sin berkata.
"Liu Toako, pertama kalinya kami melepaskan pedang tapi kami masih percaya kepadamu, maka begitu kau menurunkan perintah, kami akan segera mengambil kembali pedang untuk bertarung, tapi kali ini kami melepaskan pedang karena kemauan kami sendiri, kami tidak akan mendengar perintahmu lagi."
Liu Ban-mong bengong, lama tidak bersuara, Cin Su-sin berkata kepada Wong Jong-ceng.
"Tuanku, apakah racun serangga yang kami makan tidak bisa ditawarkan?"
Jawab Wong Jong-ceng.
"Tidak bisa, tapi racun serangga ini tidak akan jadi dengan sendirinya, asal kalian jangan pergi ke perbatasan suku Biao, tidak akan berbahaya bagi kalian."
Cin Su-sin tertawa kecut.
"Kami orang Kang-lam, untuk apa pergi ke perbatasan suku Biao? Kalau Tuanku ada cara, lebih baik ilmu pedang yang Tuan ajarkan kepada kami, ditarik kembali, biar kami pulang ke kampung halaman kami dengan selamat dan hidup seperti orang-orang biasa."
"Tidak perlu berpikir seperti itu, ilmu pedang yang sudah kuajarkan kepada kalian tidak akan bisa ditarik kembali, kalian bisa dengan ilmu yang kalian pelajari mencari pekerjaan lain, dengan kemampuan ilmu silat kalian di dunia persilatan pasti akan ada gunanya,"
Kata Wong Jong-ceng. Cin Su-sin menggelengkan kepala.
"Tidak, kami belajar ilmu pedang pada Tuanku, tapi kami malah mengkhianatinya, jadi kami tidak pantas memanfaatkan ilmu silat ini."
"Kalian bisa terus tinggal di Lembah Raja Pedang ini sambil terus mengobati racun kalian,"
Kata Wong Jong-ceng. Cin Su-sin tetap menggelengkan kepala.
"Tidak, kami telah mengkhianati Tuanku demi Liu Ban-mong, sekarang kami juga mengkhianati dia, kami benar-benar tidak bisa...."
"Aku bisa memaafkan kalian, seperti memaafkan Wong Jin- jiu,"
Kata Wong Han-bwee. Cin Su-sin masih tertawa kecut.
"Kami tidak sama, kami datang kemari demi Liu Ban-mong, bukan demi Tuanku, kami mengkhianati Tuan, masih bisa dimengerti bila ilmu ini kami kembalikan kepada Tuan, kami benar-benar orang kerdil, Wong Jin-jiu adalah pelayan turun temurun keluarga Wong, dia bisa salah jalan tapi kembali lagi, tapi nasib kami tidak sebaik nasibnya."
Tiba-tiba Ciam Giok-beng berkata.
"Cin Su-sin, kalian sudah bersusah payah menguasai ilmu silat tingkat tinggi, bila dibuang itu benar-benar sangat disayangkan, mengapa kalian tidak berpikir untuk mencari pekerjaan untuk diri sendiri? Kalian bisa mengabdikan ilmu silat kalian kepada banyak orang, aku mempunyai sebuah cara."
"Cara apa itu?"
Tanya Cin Su-sin.
"Aku bisa memberikan kalian kesempatan bekerja pada perusahaan perjalanan Su-hai, dengan ilmu silat yang kalian kuasai pasti bisa membuat perusahaan perjalanan Su-hai maju pesat."
Lim Hud-kiam tertawa.
"Ini benar-benar cara yang bagus, kalau kalian bekerja di perusahaan perjalanan Su-hai, semua bisnis perjalanan akan jatuh ke tangan Su-hai."
Cin Su-sin berpikir sebentar.
"Bila kami keluar dari sini dan ingin mandiri, hanya bisa bekerja di perusahaan perjalanan, tapi apakah Biauw-eng akan melepaskan kami?"
"Betul! Bila mereka bekerja di perusahaan perjalananmu, saudara-saudara yang menjadi perampok akan kelaparan, kalian harus memikirkan nasib kami juga."
"Apakah kecuali merampok, tidak ada jalan mencari makan?"
Tanya Wong Jong-ceng. Biauw-eng terdiam, lama baru menjawab.
"Tidak ada yang ingin menjadi perampok, beberapa orang kami yang menjadi kepala tidak akan kelaparan, masalahnya adalah anak buah kami."
"Ada berapa orang?"
Tanya Lim Hud-kiam.
"Hanya di daerah Tiang-kang-cui-cai saja sudah ada 100 ribu saudara, mereka berkeluarga....
"jawab Biauw-eng.
"Mereka bisa mencari jalan yang benar, cari pekerjaan yang benar,"
Kata Wong Jong-ceng. Biauw-eng tertawa, katanya.
"Raja Pedang, bicara itu gampang, 100 ribu orang ditambah keluarga mereka, jumlahnya bisa mencapai 500 ribu orang, dan mereka tidak menguasai kepandaian apa pun selain merampok, harus membutuhkan biaya berapa untuk menghidupi keluarga mereka?"
Wong Jong-ceng berpikir sebentar.
"Harta di lembah ini jumlahnya ratusan ribu tail, kalian masing-masing perguruan pasti masih punya simpanan bila dijumlahkan, aku kira cukup untuk dibagi-bagikan."
"Aku masih mempunyai pertambangan emas, jumlahnya ada 100 ribu tail, kami akan menyumbangkannya, aku kira cukup untuk mereka,"
Kata Yu Long.
"Toako, bagaimana bisa warisanmu digunakan?"
Ta^a Lim Hud-kiam. Yu Long tertawa.
"Adik, uang itu tadinya kami siapkan untuk diberikan kepada kedua adikku,aku kira kau pasti tidak mau menerima uang ini, lebih baik kita pakai untuk hal yang tepat, apa lagi uang ini adalah uang hasil rampokan ayahku, untuk saudara-saudara perampok yang ingin menjadi orang baik, aku kira uang ini pantas disumbangkan, sekalian untuk menebus dosa ayahku yang sudah meninggal."
Dengan terharu Biauw-eng berkata.
"Uang sudah cukup, walaupun masih kurang sedikit, demi rasa terima kasih kepada kalian, aku pasti akan memaksa mereka menerimanya."
"Cin Su-sin, apa pendapat kalian?"
Tanya Wong Jong-ceng. Jawab Cin Su-sin.
"Kalian begitu baik, bila kami menolak, kami benar-benar bukan manusia, perusahaan perjalanan Su- hai adalah usaha Kian-kun-kiam-pai, kami tidak berani menerima pekerjaan ini, hanya berharap bisa bekerja di Su- hai, itu pun kami sudah merasa sangat puas."
Ciam Giok-beng masih ingin mengatakan sesuatu, tapi Wong Jong-ceng sudah menyela.
"Sudahlah, kita tentukan apa yang dikatakan Cin Su-sin masalah kecil akan kita rundingkan nanti, Biauw-eng, hancurkan lalat hijau jantan milikmu."
Biauw-eng masih ragu, tapi Wong Jong-ceng sudah membentak.
"Jangan melawan perintahku, hancurkan!"
Biauw-eng mengeluarkan sebuah botol terbuat dari keramik dia menggoyang botol itu kemudian menyalakan api untuk membakar botol itu, dari botol itu keluar bau yang menyengat, membuat orang-orang yang ada di sekeliling terus terbatuk- batuk.
Tidak lama kemudian api pun padam, baunya pun mulai menghilang, kata Wong Jong-ceng.
"Cin Su-sin, pantanganmu sudah tidak ada, asal kalian tidak pergi ke perbatasan suku Biao, nyawa kalian tidak akan terancam, harap kalian bisa menjaga diri."
Liu Ban-mong tertawa, katanya.
"Lalat hijau begitu lihai, apakah hanya dengan api bisa dibakar hingga mati, ilusi ini jangan digunakan untuk menipu."
Wong Jong-ceng dengan marah berkata kepada Biauw-eng.
"Bukalah botol itu dan perlihatkan kepada mereka!"
Biauw-eng membuka botol itu.
"Kalian boleh kemari untuk melihatnya, botol ini adalah botol yang kubuat secara khusus, di dalamnya terbagi lagi menjadi 100 kotak, setiap kotak tersimpan seekor lalat hijau, bila aku menusuk tutup botol ini, lalat akan keluar dengan sendiri, aku sudah menerbangkan 12 ekor lalat, di dalam masih ada 88 kotak, berarti di dalam 88 kotak ini ada 88 bangkai lalat, karena tadi terkena panas, lalat hijau paling takut kepada panas yang tinggi...."
Dia memberikan botol itu kepada Cin Su-sin, sesudah Cin Su-sin menyambutnya, dia tidak melihat malah membantingnya ke bawah, dia berkata.
"Tidak perlu dilihat lagi, aku percaya itu bukan bohong."
Liu Ban-mong tertawa dingin.
"Cin Su-sin, kau jangan terkena tipuan mereka, bila lalat tidak mati, nyawamu akan selalu dikuasai mereka."
"Kami harus menerima nasib ini,"
Jawab Cin Su-sin. Liu Ban-mong dengan marah berkata.
"Bila aku pergi ke perbatasan Biao untuk mencari lalat hijau, akibat kalian mengkhianatiku, apakah sudah terpikirkan?"
Wajah Cin Su-sin berubah.
"Liu Toako, kami memang tidak mau menjual nyawa kami kepadamu, tapi kami juga tidak mau berseberangan denganmu, jangan terus menyudutkan kami."
Liu Ban-mong tertawa dingin.
"Bukan aku yang ingin menyudutkan kalian, tapi aku mentertawakan kalian karena kalian terlalu bodoh, lalat hijau berasal dari perbatasan Biao, pasti kelak akan ada orang ke sana untuk menangkapnya lagi, kemudian digunakan untuk mengancam kalian, semua ini hanya dibuat-buat."
"Jangan sembarangan bicara, kau kira lalat hijau ini mudah didapatkan? Bila tidak tahu cara menangkapnya, sarangnya pun sulit ditemukan, walaupun bisa mendapatkannya belum tentu bisa mempertahankan ganasnya racun mereka,"
Kata Biauw-eng.
"Aku kira kau sanggup menangkapnya,"
Liu Ban-mong tertawa dingin.
"Betul, tapi aku memang sanggup, kecuali aku, tidak ada orang kedua di dunia ini yang sanggup menangkapnya, untuk membuat kalian percaya, aku bisa membuktikannya."
Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo Pendekar Mabuk 110 Persekutuan Iblis Empat Serangkai Gunung Rahasia Secret
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama