Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok Bagian 23
Tangan kiri dibalik, sebuah pisau belati sudah berada di tangannya, dan langsung ditancapkan ke arah jantung, karena yang paling dekat adalah Cin Su-sin, saat Biauw-eng memperlihatkan botol itu kepadanya, dia belum meninggalkan tempat itu, dengan cepat dia merebut pisau kecil itu.
"Biauw Hujin, kau tidak perlu berbuat demikian, kami percaya kepadamu."
Liu Ban-mong tertawa sinis tidak mengeluarkan suara lagi.
"Dengan kematian, aku ingin menyampaikan kesungguhanku, untuk apa kau menghalangiku?"
Tanya Biauw- eng.
"Kami sungguh-sungguh percaya kepada Hujin, tidak perlu melakukan cara seperti ini,"
Kata Cin Su-sin. Biauw-eng menarik nafas panjang.
"Sejak suamiku meninggal, karena aku adalah seorang perempuan, aku tidak dianggap oleh sesama golongan hitam, terpaksa aku meninggalkan kampung halaman dan berpisah dengan putra- putriku, untung Raja Pedang menolongku, beliau mengajarkan ilmu pedang kepadaku dan membantuku memperoleh kembali kepemimpinan Tiang-kang-cui-cai, budi begitu besar, aku rela mengorbankan nyawaku, aku hanya ingin membalas sedikit budi ini kepada beliau...."
"Masalahnya Hujin tidak perlu sampai harus bunuh diri, jangan sembarangan menghabisi nyawa sendiri,"
Kata Cin Su- sin. Biauw-eng menujuk Liu Ban-mong.
"Aku pernah mengatakan di dunia ini hanya aku sendiri yang bisa menangkap lalat hijau, tapi teknik ini aku dapatkan dari perbatasan Miao, aku percaya dukun-dukun yang ada di sana, mungkin ada yang sanggup melakukannya, bila nanti saat- waktu Liu Ban-mong mendapatkan cara ini kemudian dia berusaha mencelakai kalian dan menyalahkan aku, aku akan terus menyandang penghinaan ini selamanya, Raja Pedang pun akan disalahkan, maka lebih baik aku mati sekarang, kelak tidak akan ada orang yang menyalahkan ku."
"Apakah dia mempunyai kepandaian begitu hebat?"
Tanya Wong Han-bwee.
"Dia pengkhianat, tapi dia sama sekali tidak merasa takut sedikit pun, berarti dia sudah mempunyai rencana yang matang, hal-hal yang akan terjadi susah untuk ditebak,"
Kata Biauw-eng.
"Ayah, begitu beratkah masalah ini?"
Tanya Wong Han- bwee. Wong Jong-ceng menarik nafas.
"Mungkin begitu, sekarang aku sendiri yang bisa mengalahkan dia, tapi aku sudah diincar oleh orang aneh itu, maka aku tidak mempunyai waktu menghadapi dia, untung aku sudah membubarkan kaki tangannya juga berhasil mengantarkan sekelompok orang pergi, aku kira pasti akan ada orang yang sanggup membereskan dia, kalian harus jaga diri baik-baik."
Liu Ban-mong tertawa terbahak-bahak.
"Wong Jong-ceng, kau benar-benar sangat mengerti situasi, kau memang sudah membubarkan anak buahku, membuat mereka meninggalkanku, tapi kemenangan masih berada di tanganku, hari ini paling-paling hanya ada beberapa orang yang lolos dari jalaku, tapi aku masih mempunyai Ceng-seng, Huang-san, dan Ceng-hai, ketiga tempat itu mendukungku, tidak butuh 3 tahun aku jamin dunia akan menjadi milikku lagi, ingin mengalahkanku bukan hal yang gampang."
Nada bicara Liu Ban-mong penuh ancaman, membuat siapa pun yang mendengarnya merasa takut, Liu Ta-su terus mendesak.
"Bun Ta-cai, apakah kau masih belum sadar?"
Bun Ta-cai menundukkan kepala, tapi Bun Tho-hoan yang menjawab.
"Liu Toako, kami sekarang seperti naik ke punggung seekor harimau, ingin turun sudah tidak bisa kami terpaksa harus terus maju."
"Anak dan bapak marga Ciu sudah mati, aku tidak akan pulang lagi ke Ceng-seng, Ceng-seng akan menjadi milik kalian berdua, apakah itu belum cukup?"
Liu Ta-su masih terus mencoba menasihati. Kata Bun Tho-hoan.
"Liu Toako, dulu kami puas hanya dengan Ceng-seng, sebab kami mengira di dunia ini tidak ada yang lebih kuat dari kami, tapi dunia terus berubah kota Ceng- seng sekarang hanya bagian kecil, apakah kau mengira kami sudah merasa puas?"
Liu Ta-su marah, katanya.
"Kalian kira kalau kalian mengikuti Liu Ban-mong, kalian akan sukses?"
"Kalau melihat atas, mungkin merasa tidak cukup, tapi kalau melihat ke bawah, ini akan terasa lebih dari cukup, jika tidak mendapat kursi nomor satu, kursi kedua pasti akan kami dapatkan dari pada terus mengikuti kalian,"
Jawab Bun Tho- hoan. Liu Ta-su tertawa dingin.
"Berarti kalian menganggap Liu Ban-mong akan sukses?"
"Saat kami berada di Lembah Raja Pedang selama beberapa hari, kami sudah melihat kehebatan ilmu pedang Liu Toako, selain Wong Jong-ceng, kami kira tidak ada orang yang bisa menyaingi dia."
Liu Ta-su marah.
"Kalian benar-benar tidak tahu malu, aku sama sekali tidak menyangka kalau kalian 2 bersaudara akan berubah menjadi seperti ini."
Bun Tho-hoan tertawa terbahak-bahak.
"Liu Toako, kau jangan hanya bisa memarahi orang lain, sebenarnya kita orang yang sejenis, hanya saja karena kau mempunyai seorang putri dan dia menyukai Lim Hud-kiam kau berubah menjadi jadi lurus, begitu pula dengan Wong Jong-ceng kalau bukan karena dia tahu Lim Hud-kiam adalah putranya, aku yakin dia adalah orang yang sangat jahat juga sesat, untung kami tidak mempunyai putra atau menantu yang menjadi orang suci, maka kami tidak perlu banyak berpikir, lebih baik selama kita masih hidup berusaha berjuang, bila sudah tua baru berbaring di ranjang, kalau mati hanya menjadi orang biasa-biasa saja, kita benar-benar akan merasa bersalah kepada ilmu pedang yang kita pelajari selama hidup kita."
Liu Ta-su benar-benar marah, dia segera mencabut pedangnya dan ingin bertarung dengan Bun Tho-hoan, Cin Su- sin mengulurkan tangan, dari salah satu anak buah Wong Jin- jiu, dia mengambil sebilah pedang dan berkata.
"Liu Lo- enghiong, karena kami masih punya hati nurani, maka kami tidak akan menyerang Liu Ban-mong, tapi tidak ada larangan terhadap konco-konco-nya, maka beri kesempatan ini kepada kami supaya kami bisa membereskannya."
Liu Ban-mong marah, katanya.
"Cin Su-sin, apakah kau benar-benar tidak ingin hidup lagi?"
Cin Su-sin menjawab dengan lantang.
"Liu Toako, kami tidak sepertimu, kata-kata kami bisa dijadikan jaminan, kami jamin kami tidak akan berseberangan denganmu, harap kau jangan memaksa kami untuk melanggarnya."
Tiba-tiba Liu Ban-mong menyerang, untung Cin Su-sin bisa menghindar, tapi jurus pedang Liu Ban-mong benar-benar lihai, dia menyerang lagi, Cin Su-sin tidak bisa menghindar lagi, untung ada 2 Lo-sat yang menahan pedang Liu Ban- mong, membuat dia terpaksa menarik kembali jurusnya, lalu pedangnya dibalikan, 2 Lo-sat itu disabetmya menjadi 4 bagian.
Tindakan Liu Ban-mong membuat orang-orang menjadi marah, sisa Lo-sat yang berjumlah 10 orang lebih langsung mengurung Liu Ban-mong, Liu Banmong seperti tidak mempunyai perasaan, tubuhnya berputar, pedang melayang, tempat di mana dia lewat tampak darah berhamburan, hanya sebentar 4-5 orang sudah menjadi korbannya.
Wong Han-bwee dengan terkejut berkata.
"Ayah, tampaknya orang itu lebih lihai darimu."
Wong Jong-ceng menggelengkan kepala.
"Dia di bawahku sedikit, tadi saat Lo- sat menyerang panggungku, aku sengaja mengalah, apa lagi aku telah menganggap mereka adalah anak buahku, aku tidak mau membunuh mereka, sebenarnya ilmu silat mereka masih terbatas, Heuw Liu-hoan pun bisa dengan mudah membunuh mereka, apa lagi Liu Ban-mong!"
Ada 2 Lo-sat lagi yang terbunuh, sekarang Lo-sat yang tersisa hanya 4-5 orang lagi, mereka masih terus melawan, Heuw Liu-hoan dan Wong Han-bwee bersama-sama mencabut pedang ingin membantu, sekarang Wong Jin-jiu pun sudah masuk ke dalam pertarungan ini, melihat semua orang tidak bisa menahan serangan Liu Ban-mong, Lim Hud-kiam siap membantu, tapi Wong Jong-ceng dengan serius berkata.
"Hud-kiam, kau lihat saja dari pinggir."
Lim Hud-kiam dengan cemas berkata.
"Ayah, bila hanya melihat terus, orang yang mati akan terus bertambah!"
Dengan serius Wong Jong-ceng berkata.
"Berapa pun orang yang mati, kau harus menunggu sampai terakhir baru bertarung, sesudah aku bertarung kau baru bertarung, kau harus mengingat semua perubahan jurus pedangku, mungkin nanti kau bisa mencari kelemahan Liu Ban-mong, kalau tidak, Liu Ban-mong sendiri bisa menjala kalian semua, ini bukan masalah orang banyak atau sedikit, bila ilmu pedang sudah dilatih mencapai satu tingkatan seperti itu, satu pedangnya bisa melawan 10.000 orang, hanya orang yang berilmu lebih tinggi darinya yang baru bisa mengalahkannya."
Karena Wong Jong-ceng berkata begitu serius, Lim Hud- kiam tidak berani bergerak, Lo-sat pun sudah terbunuh semua, hanya tersisa Wong Han-bwee, Heuw Liu-hoan, dan Wong Jin-jiu yang masih terus bertarung, Kie Tiang-lim, Pui Ciauw-jin, Ho Gwat-ji, Goan Jit-hong, dan dari lembah Lu- bwee suami istri Thio In mulai bertarung.
Liu Ta-su masih mengajak 2 bersaudara Bun bertarung, Wong Jong-ceng segera berkata.
"Liu Toako, orang-orang itu biar berhadapan dengan Cin Su-sin dan kawan-kawannya, kau dan putrimu untuk sementara berjaga sebentar, kumpulkan tenaga untuk menghadapi Liu Ban-mong."
Cin Su-sin dan kawan-kawan mulai mengurung Bun Ta-cai, Bun Tho-hoan, Tiang Leng-cu, juga Lie Hoan-tay, mereka memungut pedang-pedang yang dijatuhkan Lo-sat, Ciam Giok- beng berkata kepada Lim Hud-kiam.
"Lim Siauya, aku sedang memusatkan pikiran untuk mempelajari jurus-jurus pedang Liu Ban-mong, kau pun harus lebih memperhatikan perubahan jurus pedang ayahmu, hidup atau mati, musnah atau bertahan, semua tergantung pada kita berdua."
Yu Bwee-nio, Yu Long, dan Biauw-eng ingin membantu, kali ini Liu Hui-hui yang menghalangi.
"Sudah cukup banyak orang, bila kita membantu malah akan mengganggu orang kita sendiri, kita tunggu saja bila ada yang terluka baru kita menggantikan mereka."
Di sana ada 9 orang dengan 10 macam senjata, mereka mengurung Liu Ban-mong, 8 orang di antaranya menggunakan pedang, hanya Ho Gwat-ji yang menggunakan sepasang golok, walaupun mereka 9 orang melawan saru, tapi tetap berada di bawah angin, pedang Liu Ban-mong seperti pelangi selalu berada di posisi yang menguntungkan.
Jurusnya tidak cepat juga tidak mengeluarkan tenaga besar, tapi perubahannya sangat cepat, setiap pedang yang menyerangnya baru saja mendekati tubuhnya, dia dengan cepat sudah membalas, dan orang yang menyerang kalau tidak di bantu oleh orang yang disamping, tentu orang itu akan terluka oleh pedang Liu Ban-mong.
Di pihak Cin Su-sin, mereka sudah berada di atas angin, karena ilmu silat Lie Hoan-tay paling rendah, dia sudah mati dibacok, 2 bersaudara Bun, Tiang Leng-cu tampak saling memunggungi, mereka membentuk pola segitiga, masing- masing melawan serangan dari anak buah Liu Ban-mong itu.
Terdengar teriakan memilukan, karena reflek Wong Jin-jiu lamban, Liu Ban-mong yang pura-pura menyerang Wong Han- bwee, memancing Wong Jin-jiu mendekat, dan pedang Liu Ban-mong sudah menembus dadanya, dia pun roboh.
Waktu tubuhnya berguling di bawah, dia melewati Ma Kiu- nio yang masih tidak bisa bergerak, dan pedangnya tepat melewati leher Ma Kiu-nio, Ma Kiu-nio digorok dengan mata melotot, saat dia akan mati dia hanya bisa berteriak.
"Kakek tua, tidak disangka aku mati di tanganmu...."
Sepasang suami istri ini kedua-duanya mati, Wong Jong- ceng menarik nafas panjang.
"Sobat, waktunya sudah tiba, dan inilah saatnya kita mulai bertarung."
Orang aneh itu tetap seperti patung, setelah Wong Jong- ceng mengangkat pedang, dia baru bereaksi, menunggu gerakan Wong Jong-ceng.
Saat itu, Kie Tiang-lim sudah terkena bacokan Liu Ban- mong di pundak kanannya, untung gerakan Wong Han-bwee cepat, dengan susah payah dia memaksa Liu Ban-mong menarik kembali pedangnya, nyawa Kie Tiang-lim pun bisa diselamatkan, tapi bajunya penuh dengan darah, saat dia memindahkan pedang ke tangan sebelahnya lagi dan ingin bertarung, Ciam Giok-beng memaksanya berhenti, dia berkata kepada Liu Hui-hui yang siap mengganti posisi Kie Tiang-lim.
"Nona Liu, belum waktunya kau turun tangan, orang di sini sudah cukup banyak, 4 orang saja sudah cukup."
Wong Jong-ceng berhenti mengeluarkan jurus dan berkata.
"Kata-katanya benar, orang banyak memang bisa saling menolong tapi bisa membuat orang sendiri sulit mengembangkan jurus masing-masing, Han-bwee dan Liu- hoan, berhenti dulu!"
"Mengapa harus kami yang berhenti?"
Tanya Wong Han- bwee. Wong Jong-ceng tertawa tipis.
"Bukan aku egois, ilmu pedang kalian Liu Ban-mong sangat hafal, dia lebih berpengalaman dibandingkan kalian, kalau kalian berada dalam pertarungan, dia akan sering menggunakan kekurangan kalian untuk memancing orang lain menyerangnya, tadi Wong Jin-jiu mati karena alasan itu, Ho Lihiap pun berhentilah dulu, sebab kedua golokmu hanya cocok bertarung satu lawan satu, kalau seperti bertarung seperti sekarang malah akan membuat orang lain menjadi terganggu, sama saja dengan membantu lawan."
Raja Pedang benar-benar menguasai ilmu yang tinggi, penelitian dan penjelasannya sangat masuk akal, ternyata benar, sesudah Wong Han-bwee, Ho Gwat-ji, dan Heuw Liu- hoan mundur, yang tersisa hanya 4 orang masing-masing menguasai satu arah, walaupun tidak bisa menang, tapi kekuatan mereka juga tidak berkurang.
Cin Su-sin sudah berhasil membacok putus sebelah tangan Bun Tho-hoan, tapi dia tidak kejam dan langsung membunuh Bun Tho-hoan, hanya mengusirnya ke pinggir, tapi saat Liu Hui-hui ingin membalut luka Bun Tho-hoan, dia malah didorong dan berteriak.
"Pergi, pergi jauh sana, aku tidak butuh bantuanmu, aku bisa mengurus diriku sendiri!!"
"Paman Bun, kita memang tidak sejalan, tapi hubungan kita dari dulu baik-baik saja, lukamu bila tidak dibalut akan kehilangan banyak darah dan kau akan mati."
Bun Tho-hoan tertawa sedih.
"Tangan kananku sudah putus, untuk apa mempertahankan nyawaku lagi? Nyawa seorang pesilat pedang adalah pedang, sekarang aku tidak bisa menggunakan pedang lagi, untuk apa bertahan hidup?"
"Kecuali pedang, Paman masih bisa melakukan banyak hal!"
Kata Liu Hui-hui. Bun Tho-hoan tertawa dingin.
"Aku masih bisa melakukan apa? Selama beberapa tahun ini aku selalu hidup di bawah bayang-bayang orang lain, saat di Ceng-seng aku berada di bawah bayang-bayang 3 ketua, aku tidak bisa menonjol, maka aku pergi ke Tibet untuk belajar ilmu pedang, sesudah kembali ke Ceng-seng aku ingin berusaha lagi, tapi kakakku terlalu lemah, kekuasaan sudah diambil oleh Ciu Giok-hu, aku terpaksa bersabar menunggu kesempatan datang, dengan susah payah aku menunggu kalian marga Liu pergi dari Ceng- seng, aku tinggal di Ceng-seng karena ingin dengan pelan mengikis kekuatan Ciu Giok-hu."
"Paman Bun, tidak disangka kau mempunyai keinginan seperti itu!"
Liu Hui-hui terkejut. Dengan dingin Bun Tho-hoan berkata.
"Kau kira aku seperti apa?"
Liu Hui-hui tidak bisa menjawab, Bun Tho-hoan berkata lagi.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sejak ada perebutan plakat dunia persilatan, aku sudah tahu kalau kesempatanku sudah datang, maka aku bergabung dengan Tiang Leng-cu, sengaja menyuruh Ciu Giok-hu ikut, kalau bukan karena tiba-tiba terjadi sesuatu, dari awal aku berhasil menghancurkan kekuatan keluarga Ciu, kemudian aku berkenalan dengan Liu Ban-mong, dan berusaha menarik Ciu Giok-hu menggunakan bermacam kesempatan, membunuh dia dan putranya, dan sepertinya Ceng-seng sudah berada di dalam genggamanku, tidak di sangka sekarang terjadi hal seperti ini, apakah nasibku sudah ditentukan, aku tidak bisa lebih kuat dari orang lain?"
"Paman Bun, sesudah Ciu Giok-hu dan putranya mati, Paman adalah penguasa Ceng-seng, mengapa Paman harus membantu Liu Ban-mong?"
Bun Tho-hoan tertawa terbahak-bahak.
"Pertanyaan yang bagus, sebetulnya aku tidak ingin membantunya, tapi aku tidak mempunyai pilihan lain, karena kalian tidak sanggup menghadapi Liu Ban-mong aku tidak ingin kekuasaan yang baru kudapat hilang lagi dari genggamanku."
Liu Hui-hui terpaku.
"Sampai sekarang kau masih menganggap Liu Ban-mong akan berhasil?"
"Betul, dia berhasil mendapatkan seseorang untuk melawan Wong Jong-ceng, maka posisinya tidak terkalahkan, jangan merasa karena jumlah kalian lebih banyak maka berada di atas angin, kemenangan ini tidak akan terlihat kalau belum berakhir...."
Sesudah mengatakan ini karena terlalu banyak darah yang keluar dia jatuh dan terduduk di bawah, karena dia terjatuh membuat perhatian kakaknya, Bun Ta-cai terganggu, dan pedang Cin Su-sin pun datang menembus lehernya, Bun Ta- cai roboh tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, sekarang hanya tersisa Tiang Leng-cu, dia memang berhasil membunuh 2 orang teman Cin Su-sin, tapi karena pesilat itu jumlahnya banyak, segera yang lain datang lagi sepertinya Tiang Leng-cu tidak akan bisa bertahan lama.
Kematian Bun Ta-cai membuat kesedihan Bun Tho-hoan bertambah, dia berusaha duduk dan berteriak.
"Liu Toako, mengapa sampai sekarang kau masih tidak mau mengeluarkan jurus-jurus mautmu?"
Walaupun Liu Ban-mong dikepung dan diserang oleh 4 orang, dia tetap tenang, dengan santai dia berkata.
"Tidak! Sebelum Wong Jong-ceng roboh, aku tidak akan mengeluarkan jurus ini, sebab bila terlihat olehnya dia segera dengan cepat akan memikirkan cara untuk mengatasinya...."
Orang aneh yang berhadapan dengan Wong Jong-ceng karena Wong Jong-ceng berhenti bergerak, dia juga berhenti, tidak menyerang dan diam menunggu, Bun Tho-hoan dengan cemas berteriak.
"Apa yang ditunggi orang aneh itu, cepat suruh dia bergerak!"
Liu Ban-mong menghembuskan nafas panjang.
"Aku pun berharap dia bisa dengan cepat menyelesaikan Wong Jong- ceng, tapi aku tidak bisa memberitahunya."
Bun Tho-hoan lebih cemas lagi, dia segera berteriak.
"Pasti ada cara untuk menyampaikannya!"
"Tidak ada cara lain, dia hanya akan berhadapan dengan Wong Jong-ceng, dia yang memilih caranya sendiri, kecuali Wong Jong-ceng menyerang dulu dia akan bergerak, kalau tidak, dia tidak akan mau menyerang."
Tiba-tiba Bun Tho-hoan mengambil sebilah pedang yang tergeletak di bawah, dengan sisa tenaga yang ada, dia menyerang Wong Jong-ceng, tidak ada yang menyangka dia akan melakukan hal ini, maka tidak ada yang siap menghalanginya, Wong Jong-ceng pun tidak menyangka, serangan itu sangat keras, terpaksa Wong Jong-ceng mengayunkan pedang untuk menahan, tapi baru saja pedangnya bergerak pedang orang aneh itu ikut bergerak, dia ikut menyerang.
Melihat situasi menjadi seperti itu, Wong Jong-ceng merasa serangan orang aneh itu lebih kuat, tapi dia juga tidak bisa menghindari serangan Bun Tho-hoan, dalam keadaan terpaksa, tubuhnya mengikuti ayunan pedang, setelah menangkis pedang Bun Tho-hoan, tangan kirinya menarik tangan Bun Tho-hoan dan mendorongnya ke depan orang aneh itu.
Orang aneh itu merasa tiba-tiba ada yang mendekatinya, dia menyambut dengan pedangnya, dengan cepat tubuh Bun Tho-hoan disabetnya menjadi 2 bagian, karena terlalu mudah berhasil, dia segera mengerti orang tadi itu bukan Wong Jong- ceng, dia berhenti sebentar, dia berteriak.
"Wong Jong-ceng, kau benar-benar kejam, kau memperalatku membunuh orang, aku tidak akan sungkan lagi kepadamu!"
Sepertinya gara-gara salah membunuh Bun Tho-hoan, dia jadi marah, sekarang dia tidak seperti tadi lagi, diam dan menunggu, sekarang dia mulai bergerak menyerang Wong Jong-ceng, cahaya pedangnya berkelebatan, serangannya benar-benar lihai, Wong Jong-ceng jadi kerepotan, dengan susah payah akhirnya dia bisa mengatasi keadaan, tapi sejak orang aneh itu mulai menyerang karena serangannya gencar membuat Wong Jong-ceng harus dengan sepenuh hati meng- hadapinya dan dia pun tidak ada waktu untuk bicara.
Kedua orang itu adalah dua orang pesilat pedang tangguh, ilmu pedang dan kehebatannya tidak terlukiskan, boleh dikatakan sudah melewati batas yang ada.
Ilmu pedang mereka berdua saat menyerang tetap siap bertahan, di saat bertahan bisa berubah menjadi menyerang secepat kilat, setiap kali mengeluarkan jurus, selalu menyerang juga bertahan, jurus pertama untuk mengatasi serangan yang datang kemudian berusaha membalas menyerang, hanya sebentar mereka sudah bertarung beberapa puluh jurus.
Pertarungan terjadi di 3 tempat, yang paling menarik perhatian adalah tempat-tempat ini, kecuali beberapa orang yang bertarung dengan Liu Ban-mong dan Tiang Leng-cu, mata semua orang tertuju pada pertarungan kedua orang itu, ilmu pedang mereka hebat, membuat yang melihat mengeluarkan pujian, memang kemampuan dan pengertian teknik ilmu pedang setiap orang tidak sama, tapi kecuali kata 'sangat bagus' tidak ada yang sanggup mengeluarkan kata- kata lain, sebab selain mereka sangat bagus, mereka tidak bisa memberikan komentar yang lain.
Yang paling merasakannya adalah Ciam Giok-beng, dia menarik nafas panjang.
"Dari kecil aku belajar ilmu pedang dari guruku, sampai sekarang sudah berlangsung 70 tahun, aku merasa aku sudah mendapatkan sedikit jalan ilmu pedang, tapi setelah melihat pertarungan ini, aku baru sadar kalau aku benar-benar masih jauh bila dibandingkan dengan mereka, seperti satu sendok air di tengah samudra, seperti sebutir batu kecil di dalam Tai-san...."
Liu Ta-su ikut berkata.
"Karena Wong Jong-ceng adalah Raja Pedang, ilmu pedangnya pasti nomor satu, tapi orang itu tiba-tiba bisa muncul, dia buta juga tuli, orang cacat yang bisa berlatih sampai tingkat seperti ini, benar-benar tidak terbayangkan!"
Tapi Lim Hud-kiam berkata.
"Paman Liu, pengamatan Anda tidak cukup cerdas, orang ini tidak buta juga tidak tuli, dia buta dan tuli oleh orang lain."
"Betul, dia bisa bicara, orang yang benar-benar tuli pasti bisu, tapi karena dia tidak bisa mendengar, maka dia kehilangan kemampuan bicara, dari sini dapat diketahui dia pura-pura bisu dan tuli."
Tapi Lim Hud-kiam malah menggelengkan kepala.
"Hui-hui, kau juga salah, sekarang dia benar-benar tidak bisa mendengar juga tidak bisa melihat, dia hanya mencocokkan pendengaran dan matanya, membuat telinga dan matanya tidak berfungsi."
"Mengapa harus seperti itu?"
Liu Hui-hui terkejut.
"Jika ilmu pedangnya menggunakan perasaan, dia berada di bawah ayahku, hanya dengan cara seperti itu, baru bisa menutupi kekurangannya dan bertarung seimbang dengan ayahku,"
Jelas Lim Hud-kiam.
"Aku tidak mengerti, ilmu pedang ada 'Sam-to' (3 hasil gerakan) yaitu Gan-to (mata), Ji-to (telinga), Sim-to (perasaan), jika mata ditutup, telinga disumbat apakah tidak akan menajamkan perasaan?"
Tanya Liu Hui-hui.
"Betul, mata melihat, telinga mendengar, hanya akan mencapai ilmu pedang biasa, awal belajar ilmu silat mata yang menjadi penunjuk, mata melihat penuh konsentrasi, ditingkatkan lagi bisa merasakan angin dan mengetahui bayangan, sampai di tingkat tertinggi semua mengandalkan perasaan saat menggunakan pedang, mengandalkan perasaan mengetahiu gerakan dan refleks musuh, ayahku sudah bisa mencapai tahap di mana mata tidak perlu melihat, telinga tidak perlu mendengar, tapi orang ini masih kurang sedikit, dia takut melihat dan telinga yang mendengar akan mengganggu gerakannya, maka dia menutup mata dan telinganya rapat- rapat supaya tidak terganggu oleh perubahan ilusi."
Liu Ta-su berkata.
"Hud-kiam, dari mana kau belajar tentang ini?"
"Ini adalah ajaran Hoan Lam-huang, saat dia membuang nama Lok Su-hoan dan dia sesudah mendapatkan rahasia dalam plakat dunia persilatan."
Ciam Giok-beng menarik nafas.
"Adik Lok benar-benar sangat berbakat dalam ilmu pedang, hanya sayang guruku tidak mengerti sifatnya dan selalu mengekangnya, membuat dia menjadi begitu fanatik, kalau dia tidak fanatik, dia bisa meneliti ilmu pedang perguruan kami dan pasti akan membuat ilmu Tay-lo meningkat menjadi lebih sempurna."
Lim Hud-kiam tertawa, katanya.
"Ciam Cianpwee, aku tidak ingin menjelek-jelekkan Sute Anda, tapi guru Anda Siau Lo- cianpwee memang kurang berjiwa besar, dia tahu Lok Su- hoan berbakat luar biasa, dia iri kepada bakatnya, maka sengaja menekan bakat-nya...."
Ciam Giok-beng tidak setuju, katanya.
"Guruku bukan orang seperti itu, dia selalu berusaha mengangkat muridnya, mungkin karena Adik Lok selalu mempunyai hawa membunuh, terpaksa Taylo-kiam-hoat tidak diwariskan kepadanya, di masa tuanya guruku selalu menyesali masalah ini, apa lagi saat beliau mewariskan Tay-lo-kiam-hoat yang tidak sempurna kepadaku, beliau sempat berkata.
"Bila Adik Lok yang mempelajarinya, pasti akan membuat Tay-lo-kiam-hoat bertambah maju, karena kau kurang berbakat maka hasilnya tidak akan sempurna...."
"Berarti Siau Lo-cianpwee sampai akhir pun tidak ingin mengajarkan Tay-lo-kiam-hoat kepadanya?"
"Itu hukumannya karena dia tidak mau mendirikan perusahaan perjalanan, sehingga guru dan Adik Lok bertengkar hebat, dia pergi tanpa pamit, dan tidak ingin bertemu lagi dengan kami, saat guruku sakit parah dan keadaannya gawat, beliau masih selalu berharap dia kembali, asal dia mau kembali, guruku akan memaafkan dia, dia tahu guru sakit parah dan sedang sekarat, tapi dia tetap tidak pulang untuk menengok guruku, maka guruku membuat wasiat seperti itu."
Lim Hud-kiam tertawa.
"Tapi pola pikir Lok Su-hoan bukan seperti itu, dia takut pulang karena takut Siau Lo-cianpwee akan mem-bunuhnya."
Ciam Giok-beng kesal.
"Kalau Adik Lok mempunyai pikiran seperti itu, itu kurang ajar namanya!"
"Tidak juga, Lok Su-hoan mendengar perkataan itu, dia tahu guru Anda bukan hanya akan satu kali memojokkan dia dan menghalanginya untuk maju."
"Bukan seperti itu,"
Kata Ciam Giok-beng.
"Ilmu pedang yang dia pelajari dari guru Anda sangat sedikit, kebanyakan dia mendapatkannya dari Ciam Cianpwee, guru Anda selalu menyuruh dia melakukan latihan yang menghabiskan waktu dan sangat melelahkah, tapi tidak berguna, sebuah jurus pedang yang sangat biasa selalu berkali-kali disuruhnya berlatih,"
Jelas Lim Hud-kiam.
"Karena guruku ingin melatih kesabarannya, aku pun sama seperti itu cara berlatihnya."
"Terhadap orang pintar dan berbakat, cara belajar seperti ini salah besar, guru Anda punya julukan Kian-kun-it-kiam, dia takut bila dia masih hidup ada orang bisa melebihi ilmu silatnya, dengan bakat Lok Su-hoan bila guru Anda mengajarinya dengan tekun, tidak perlu waktu 10 tahun dia akan segera melebihi guru Anda, guru Anda mengetahui tentang ini maka beliau sengaja menyulitkan dia, sesudah Siau Lo-cianpwee meninggal, dia pernah ke sana untuk mengucapkan bela sungkawa, saat memandikankan mayatnya, di dalam lengan baju guru Anda masih tersimpan sebuah pisau belati, apakah ini benar?"
"Memang itu adalah benda yang selalu dibawa guru."
Lim Hud-kiam tertawa.
"Sebenarnya saat Siau Lo-cianpwee sakit, Lok Su-hoan pernah pulang, dia tidak menemui guru Anda dengan terang-terangan, dia bersembunyi dan melihat, setiap kali saat tidak ada orang, guru Anda selalu mengeluarkan pisau belati itu untuk melatih sebuah jurus menusuk orang, jurus ini diciptakan untuk menghadapi Lok Su-hoan."
"Itu adalah salah satu jurus pedangnya, aku sering melihatnya, Adik Lok terlalu curiga."
"Katanya posisi untuk menusuk orang tepat berada di depan ranjang dengan jarak sekitar setengah meter, cara yang dipakai guru Anda adalah tangan dikeluarkan tapi tidak dihadang, kemudian mengangkat tangan dan menyerang, dalam jurus pedang sama sekali tidak ada jurus seperti ini, jurus ini digunkan untuk membunuh orang berlutut di depan ranjang, waktu itu Ciam Cianpwee dan Paman Ciu selalu berada di depan ranjang mengurus guru Anda, jadi tidak perlu sampai berlutut, hanya kalau Lok Su-hoan pulang dia harus berlutut, jurus ini bukankah diciptakan oleh guru Anda untuk menusuknya?"
Ciam Giok-beng terdiam, dalam ingatannya dia memang pernah melihat Siau Pek berlatih jurus ini saat tidak ada orang, hanya saja dia tidak terpikir apa maksud gurunya, sekarang mendengar cerita Lim Hud-kiam, dia merasa semua itu sangat mungkin, tapi sedari kecil dia sudah terbiasa menghormati Siau Pek, maka dia tetap tidak mau mengakuinya kalau gurunya orang seperti itu.
Lim Hud-kiam masih terus bercerita.
"Lok Su-hoan sangat membenci guru Anda, kalau bukan karena budi Ciam Cianpwee kepadanya, cara membalas dendamnya bukan hanya menyuruhku mengacaukan perusahaan perjalanan Su- hai saja, untung Kian-kun-kiam-pai didirikan oleh Ciam Cianpwee, kalau tidak, dia tidak akan mengijinkan Kian-kun- kiam-pai berdiri di dunia ini."
Ciam Giok-beng menarik nafas.
"Guruku memang sedikit kejam kepadanya, tapi ada pepatah mengatakan, satu hari menjadi gurunya, seumur hidup akan dianggap seperti ayah, Adik Lok terlalu fanatik."
"Jangan salahkan dia, sampai mati pun Siau Lo-cianpwee tidak akan memaafkan dia, karena gurunya yang terlebih dulu menurunkan wibawanya, dulu tidak terjadi tindakan murid membunuh guru, dia sudah cukup bersabar, karena saat Siau Lo-cianpwee menerimanya menjadi murid dia sudah mempunyai keinginan tidak benar, dengan bakat Lok Su-hoan, walaupun tidak masuk Kian-kun-it-kiam, tapi kelak Lok Su- hoan akan melebihi dia, guru Anda paling takut akan hal ini, maka dia terpaksa menerimanya menjadi murid dan mengekang dia untuk berkembang, sesudah Lok Su-hoan mendapatkan rahasia plakat dunia persilatan, dia bertambah benci kepada guru Anda, kalau bukan karena guru Anda membawanya ke jalan yang salah, telah menghabiskan tenaga berlatih ilmu silat yang tidak berguna, itu sudah mengkekang kemajuannya, dia pun tidak akan tersesat."
Ciam Giok-beng benar-benar tidak kuat lagi mendengar orang lain menghina gurunya, dia balik bertanya dengan marah.
"Apakah ini kata-kata Lok Sute? Atau Lim Siauya sendiri yang menebaknya?"
"Tantu saja ini kata-kata Lok Su-hoan!"
"Tapi sesudah 25 tahun aku bertemu kembali dengannya, dia tidak berkata seperti itu, dia sangat berterima kasih atas budi perguruan, dia juga berkata, 'Sekarang aku baru mengerti apa yang diajarkan oleh guru, sebenarnya apa yang telah terjadi?'."
Lim Hud-kiam terpaku.
"Apakah dia berkata demikian?"
"Aku marga Ciam bukan orang yang suka sembarangan bicara!"
"Aku pun bukan orang yang suka membuat gosip, orang ini bicara depan dan belakang saling bertolakan, apa maksudnya?"
Liu Ta-su yang berada di sisi berkata.
"Pertarungan pedang begitu sengit, kalian tidak melihatnya untuk apa terus membicarakan mengenai hal ini? Hud-kiam, bukankah ayahmu menyuruhmu melihat dengan penuh perhatian?"
"Aku sedang melihat, tapi tidak bisa terlalu perhatian, karena perubahan mereka terlalu cepat, kalau terlalu perhatian akan membuat diri sendiri tenggelam, dengan begitu kita malah tidak akan mendapatkan apa-apa, aku bicara sambil melihat, mungkin bisa ingat sedikit-sedikit."
"Aturan sesat apa ini?"
Tanya Liu Ta-su.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Paman Liu, ini adalah kenyataan, kalau tidak percaya Paman boleh mencobanya, mereka bertarung melewati apa yang sudah dikuasai manusia, kalau sekali-kali melihat masih bisa mengerti, tapi kalau terus melihat karena kita belum mencapai taraf itu, mungkin sedikit hasil pun tidak berhasil didapatkan."
Liu Hui-hui dengan cepat berkata.
"Ayah, ini sangat masuk akal, seperti anak kecil yang bersekolah, memulai sekolah membaca dan mengenal huruf, tapi kalau harus mengetahui aturan-aturan buku, mungkin seumur hidup dia tidak akan menguasainya, pertarungan kedua orang ini ilmu pedang mereka sudah berada di luar pengetahuan kita, kita hanya bisa melihat, mengingat, bila harus meneliti, itu tidak mungkin."
Setelah dipikir-pikir oleh Liu Ta-su, semua masuk akal juga, maka dia mengubah cara, hanya mengingat perubahan mereka, tidak mencari tahu mengapa, setelah 10 jurus lebih berlalu, mereka tahu perubahan ilmu pedang Wong Jong-ceng dan orang aneh itu, ada aturan tertentu mereka tidak sembarangan bertindak, pelan-pelan Lim Hud-kiam dan yang lain mulai mendapatkan sedikit jalan untuk ilmu pedang mereka, dia berkata.
"Benar, Hud-kiam, kau benar-benar pintar, apa yang kau dapatkan?"
"Tidak banyak, tapi aku sudah mengetahui arah mereka, kelak bisa pelan-pelan dipelajari, mungkin akan mendapat lebih banyak lagi,"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Menurutmu, berapa banyak kesempatan ayahmu bisa menang?"
Lim Hud-kiam menarik nafas.
"Masih terlalu awal dijawab, harus lebih dari seratus jurus baru bisa memperkirakannya."
Liu Ta-su terkejut.
"Apa? Belum sampai 100? Mereka bertarung mungkin sudah ada 200-300 jurus sudah ada."
"Betul, bertarung memang banyak gerakannya, tapi jurusnya tidak seberapa, apa lagi mereka sering mengulang jurus dan dubah sedikit, untuk menguji reflek lawan, sebenarnya jurus yang mereka pakai belum lewat dari 30 jurus."
Orang-orang yang melihat dari pinggir merasa silau matanya dan lelah, mereka pun mengira ratusan jurus sudah lewat, mendengar kata-kata Lim Hud-kiam, mereka baru sadar dan terkejut, ternyata dari tadi mereka hanya seperti menonton sebuah pertunjukan ramai, jurus yang dipakai kedua orang itu sama sekali tidak terlihat, mereka tidak bisa memberikan pendapat.
Liu Ta-su bertanya.
"Hud-kiam, kau sudah mengerti banyak jurus, apakah kau sanggup mengalahkan Liu Ban-mong?"
Lim Hud-kiam melihat ke arah Liu Ban-mong lalu menjawab.
"Belum bisa!"
"Belum bisa? Aku benar-benar tidak percaya orang itu benar-benar kuat, dia memang bisa melawan 4 pesilat tinggi, tapi ilmu silatnya tidak terlihat sangat istimewa."
Lim Hud-kiam menarik nafas.
"Jangan mengambil kesimpulan dari sini."
"Dari mana kita bisa mengambil kesimpulan kalau begitu?"
"Dari sikap Liu Ban-mong, dia memang sedang bertarung, tapi perhatiannya tetap berada di sini, sekarang dia dikepung oleh 4 orang, tapi dia tetap tenang dan tidak terlihat kacau, berarti dia sudah hafal dengan perubahan jurus ini."
"Kalau begitu kita harus membuat jurus pedangnya menjadi kacau, itu adalah celah dan kekurangannya bukan?"
Lim Hud-kiam tertawa.
"Jurus pedang Liu Ban-mong menang dari 4 orang, dia tidak akan kacau, sekarang dia hanya menggunakan kesempatan untuk menenangkan diri, dan sekalian untuk melihat-melihat, bila dia tiba-tiba menyerang dengan cepat dan ingin memenangkan pertarungan ini, berarti pertarungan di sana ada jurus pedang yang membuatnya menjadi perhatian."
Liu Ta-su tertawa.
"Aku mengerti sekarang, saat itu kita harus berusaha mengacaukan dia, tidak memberi kesempatan padanya untuk belajar."
Lim Hud-kiam mengangguk.
"Cara ini adalah cara yang sangat bagus, tapi itu sangat berbahaya bagi Paman, karena dia ingin cepat menang, maka dia tidak mau diganggu oleh orang lain."
Ciam Giok-beng berkata."Tuan Muda Lin tidak perlu khawatir, ayahmu sudah menyuruh murid-muridku pergi, maksudnya adalah meminta kami untuk membantu, Kian-kun- kiam-pai sudah ada penerusnya, maka aku tidak ada kekhawatiran lagi, dan sekarang adalah waktunya bagi kami untuk membantu."
Baru saja dia bicara, tiba-tiba pedang Wong Jong-ceng menjadi cepat, dia membentak."Hud-kiam, lihat dengan jelas beberapa jurus ini, terutama perhatikan perubahan lawan dan refleknya, ingin mengalahkan Liu Ban-mong, semua jurus berada di sini."
Wong Jong-ceng mengeluarkan beberapa jurus, jurusnya sangat cepat, perubahannya sangat aneh, orang aneh itu segera berada di bawah angin, sepertinya dia sulit untuk bertahan lagi, setiap kali dia berada dalam bahaya, dia buru- buru menghindar, bajunya sobek di beberapa tempat karena terkena angin pedang, dia juga terluka ringan, tapi dia tetap rajin mengayunkan pedang, penjagaannya mulai minim, dia mulai kehilangan kesempatan untuk menyerang.
Liu Ban-mong mulai memperhatikan ke arah sana, tiba-tiba jurusnya bertambah cepat, membuat Pui Ciauw-jin dan Goan Jit-hong, juga suami istri Zhong Yuan terus mundur, Pui Ciauw-jin dan istri Thio In terluka, yang satu terluka di tangan, yang satu terluka di pundak, tapi Liu Ban-mong tidak mengejar atau membunuh mereka, dengan tenang dia meneliti jurus-juurs Wong Jong-ceng, terlihat dia sangat senang juga terkejut.
Ciam Giok-beng dan Liu Ta-su sudah siap sedari tadi, mereka bersama-sama maju sambil membawa pedang, menggantikan posisi Pui Ciauw-jin dan istri Thio In, mereka tidak memberi waktu kepada Liu Ban-mong untuk melihat lagi.
Tadinya Liu Ban-mong tidak peduli siapa orang baru yang menggantikan orang lama, tapi sesudah beberapa jurus berbahaya terus muncul, apa lagi serangan Liu Ta-su tiba-tiba keras membuatnya kalang kabut, dia sedikit ceroboh membuat pundaknya terkena pukulan.
Karena itu dia marah besar, dia benci dengan masuknya kedua orang hingga mengganggunya perhatian kepada jurus- jurus Wong Jong-ceng, dia membentak.
"Kalau kalian mencari mati, biar aku akan membunuh kalian lebih dulu!"
Jurus pedangnya semakin kencang, dalam terpaan angin pedang terlihat titik-titik pedang berada di sana sini, seperti di dalam kegelapan menyalakan sebuah lampu besar, dari lampu berpijar kembang api dengan cepat, sulit untuk mendekat lebih-lebih sulit untuk menghindar, Liu Ta-su, Goan Jit-hong, dan Thio In terpaksa mundur, hanya Ciam Giok-beng dengan Tay-lo-kiam-hoat bisa menahan serangannya.
Orang aneh itu akhirnya kalah oleh jurus pedang Wong Jong-ceng karena tidak sempat menghindar, pedang Wong Jong-ceng menembus jantungnya, dari mulutnya keluar suara memilukan kemudian dia roboh, dengan senang Wong Jong- ceng bersiul panjang juga dengan nada gembira dia berkata.
"Sejak aku menikah dan tinggal di Lembah Raja Pedang mengganti nama menjadi Wong Jong-ceng, setiap hari saat aku meneliti ilmu pedang, aku percaya aku menjadi nomor satu di dunia ini, maka aku berani menyebut diri sendiri sebagai Raja Pedang, dan ilmu orang ini bisa bersaing denganku, bila saat terakhir aku tidak menggunakan jurus andalanku, aku benar-benar tidak akan bisa mengalahkan dia."
Lim Hud-kiam dan lain-lain segera datang menghampirinya, pertarungan Ciam Giok-beng dengan Liu Ban-mong karena kemenangan Wong Jong-ceng membuat mereka mulai tidak takut kepada Liu Ban-mong, serangan mereka mulai melonggar, hanya dari jarak jauh mengurungnya, Tiang Leng- cu dikepung oleh beberapa pesilat anak buah Liu Ban-mong, kemudian berhasil ditaklukkan, Cin Su-sin menotok nadinya juga mengikat tangannya, semua orang berkumpul dan bersyukur bahaya sudah berlalu.
Wong Han-bwee paling gembira, dia menarik kedua tangan ayahnya.
"Ayah, kau benar-benar hebat, apa lagi jurus-jurus terakhir, benar-benar hebat!"
Wong Jong-ceng menarik nafas.
"Memang beberapa jurus pedang itu bagus, tapi bila aku tidak terpikir jurus khusus ini, aku tetap tidak akan bisa mengalahkan dia."
"Ayah, cara khusus seperti apa yang kau maksud?"
Tanya Wong Han-bwee. Wong Jong-ceng tertawa sambil menunjuk orang aneh ini.
"Ilmu pedangnya tidak berbeda jauh denganku, tapi dia menutup mata dan telinganya, semua mengandalkan perasaan seorang pesilat pedang dalam bertarung, maka dia bisa mengambil keuntungan, karena itu dia bisa menghindari jurus- jurus palsu dan ilusiku, dia tidak akan kehilangan konsentrasinya, dalam jurus pedangku kebanyakan adalah jurus palsu disusul dengan jurus sebenarnya, pertama dengan jurus palsu membuat lawan salah perhitungan, baru mengambil kesempatan menyerang dengan jurus sebenarnya untuk menyerang musuh cara ini sama sekali tidak mengganggunya karena itu membuatku lelah."
"Ayah, apa cara khususmu itu?"
Wong Jong-ceng tertawa.
"Aku tahu jurus pedangku banyak kekurangan juga tahu bila bertemu keadaan seperti ini harus mempunyai cara tersendiri untuk mengatasinya, maka aku berlatih beberapa jurus pedang, sementara ini dinamakan 'Bu- eng-kiam-hoat' (Ilmu pedang tanpa bayangan)."
"Apa yang disebut dengan Bu-eng-kiam-hoat?"
"Dari namanya saja bisa tertebak artinya, yang pasti tidak ada bayangan, tidak ada jejak, juga sulit diperkirakan."
"Tapi jurus-jurus Ayah tadi terlihat ada arah ada juga yang lainnya, hanya saja perubahannya sangat cepat."
Wong Jong-ceng tertawa.
"Beberapa jurus itu, aku menciptakan sendiri, tidak ada dalam kamus juga tidak ada dalam buku perguruan mana pun, saat mengeluarkan jurus, pedang sama sekali tidak perlu mengeluarkan tenaga, kecepatannya sangat cepat tapi caranya pelan, awalnya lawan tidak merasakannya, begitu pedang mengenai tubuh baru terasa, maka dia tidak siap untuk menangkis."
"Caranya memang bagus, hanya tenaga kurang cukup..."
Kata Lim Hud-kiam. Wong Jong-ceng mengangguk sambil tertawa.
"Benar, kau benar-benar melihat dengan teliti, berarti kau sudah mendapatkan jalan, jurus pedangku ini tujuannya adalah menghancurkan pikiran musuh, bukan untuk melukai lawan, karena itu hanya akan membuat tubuhnya terluka ringan, tapi manfaatnya sangat besar, dia berkali-kali terluka, maka kehilangan kepercayaan diri pada kemampuan ilmu silatnya, membuat semangat berjuangnya hilang semua, juga hilang ketenangan yang dari awal sudah ada, akhirnya akan muncul celah-celahnya juga terkena tusukan menembus jantung itu."
Melihat orang aneh yang tergeletak di bawah dari punggungnya terus keluar darah segar, sepertinya dia sudah tidak bernafas, Wong Jong-ceng dengan aneh berkata.
"Ilmu pedang orang ini sangat tinggi, dia juga sangat hafal dengan jurus-jurus pedangku, aku percaya dia adalah orang yang kukenal."
Kemudian dia mendekati orang itu, membungkukkan tubuhnya untuk membuka kain hitam yang menutupi kepalanya, semua orang terkejut, karena dia sama sekali tidak mirip manusia, kepalanya hanya seperti bola bulat putih, hanya bagian hidungnya terdapat 2 lubang untuk bernafas dan satu lubang untuk mulut.
Wong Han-bwee terkejut, dia berteriak.
"Di dunia ini ternyata ada orang yang begitu menakutkan!"
Wong Jong-ceng melihat dengan teliti, baru tertawa.
"Jangan takut, ini bukan wajah aslinya, dia menutupi wajahnya dengan lilin, jadi dia tidak bisa mendengar juga tidak bisa melihat, kita buka lapisan lilinnya nanti kita akan tahu siapa dia."
Dia mengelupas lapisan lilin yang ada di wajah orang aneh itu dengan pedangnya, tenaganya sangat pas, dia membelah lilin tepat di tengah-tengah, kemudian mengangkat dengan pedangnya, terlihatlah wajah asli orang itu.
Paling sedikit ada 4-5 orang bersama-sama berteriak.
"Ternyata dia!"
Suara teriakan itu termasuk Wong Jong-ceng sendiri, masih ada Lim Hud-kiam, Ciam Giok-beng, Liu Ta-su, dan putrinya, karena orang itu adalah orang yang mereka kenal, dia adalah Hoan Lam-huang, adik seperguruan Ciam Giok-beng, Lam- huang-kiam-sou Lok Su-hoan, seorang pesilat pedang berbakat.
Tubuhnya bergerak, tiba-tiba tangannya melayang dari balik lengan bajunya keluar sebuah pisau kecil yang berkilau, dengan kecepatan tinggi dan dengan cara sangat aneh, dia menusuk dada Wong Jong-ceng, gerakan Wong Han-bwee sangat cepat, dia pun mengangkat tangannya dan pedang menepis, tapi dia tetap kalah cepat, dia tidak bisa menolong ayahnya, tapi berhasil membabat putus sebelah tangan Lok Su-hoan.
Jantung Wong Jong-ceng terkena tusukan, pisau menembus ke paru-parunya, dia berusaha menahan sakit dan tertawa kecut.
"Hoan Lam-huang, satu kali tusukan pedang dibalas satu kali tusukan pisau, kau tetap tidak kalah dariku."
Tangan Lok Su-hoan terbacok hingga putus, dia sepertinya tidak merasa sakit, dengan tertawa dia berkata.
"Tidak, kau tetap jadi pemenangnya, dengan plakat dunia persilatan aku mengusirmu dari Ceng-seng, tapi aku tidak bisa mendapatkan istrimu, aku menyisakan bagian yang paling penting, tapi tetap tidak bisa membuat ilmu pedangmu berada di bawahku...."
Wong Jong-ceng mulai merasa kesakitan, tapi dia masih berkata.
"Apa? Kau masih menyisakan sebagian Pit-kip dan tidak semua kau berikan kepadaku?"
Lok Su-hoan mengangguk.
"Betul, aku melihat kau benar- benar gila pada pedang dan sudah melampaui batas, aku takut dengan pedang kau akan membuat dunia persilatan menjadi kacau, maka jurus-jurus pedang yang ada di dalam plakat itu, aku berusaha memikirkan dan membuat jurus-jurus yang bisa mengatasinya, maka aku tidak takut memberikan buku itu kepadamu, tapi pada halaman terakhir aku tidak mengerti karena artinya terlalu dalam jadi aku tidak memberikannya padamu, obat bius yang kuberikan kepadamu melebihi takaran, aku hanya ingin membuatmu tertidur selama beberapa hari, begitu aku sudah mengerti jurus-jurus yang ada di halaman terakhir, aku baru akan mengajarkannya kepadamu."
Wong Jong-ceng masih bisa tertawa.
"Ternyata kau berniat seperti itu, aku kira kau ingin membunuhku dengan cara seperti ini."
Lok Su-hoan menggelengkan kepala.
"Jangan Bergurau, aku bukan orang seperti itu, bila aku benar-benar ingin membunuhmu, lebih baik aku mengganti obat bius itu dengan racun."
"Apakah kau merasa bisa membohongiku? Obat yang kau berikan itu melebihi dosis sebenarnya, sebelumnya aku sudah tahu, maka aku hanya memakan separuh nya, belum sampai pada waktu yang kau perkirakan, aku sudah siuman."
Dengan dingin Lok Su-hoan berkata.
"Bila kau sedang tidak sadar lalu aku menusukmu dengan pedang bagaimana, aku adalah orang yang mengatakan kalau satu itu pasti satu, aku sudah berjanji seperti itu, tidak akan mengingkari lalu membunuhmu."
Wong Jong-ceng mengangguk.
"Baik, untuk hal ini aku percaya kepadamu, mengenai masalah obat bius, kita anggap sudah jelas, tapi kau menyuruh Hud-kiam membunuhku, apa maksudmu?"
"Itu bukan tujuanku, tapi tujuan istrimu."
Lim Hud-kiam berteriak.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan sembarangan bicara, ibu hanya ingin aku belajar ilmu pedang padamu, karena dia selalu percaya kalau kau adalah orang baik, maka syarat sangat kejam yang kau keluarkan pun beliau tidak curiga dan menyuruhku menerimanya, tapi kau ingin aku membunuh ayah kandungku sendiri."
Lok Su-hoan menarik nafas.
"Apakah kau sanggup membunuh dia?"
Lim Hud-kiam berteriak.
"Ini masalah yang berbeda, dari sini dapat diketahui kalau hati mu benar-benar jahat dan banyak dosa."
Lok Su-hoan tertawa kecut.
"Hud-kiam, apa pun yang kau pikir tentangku, yang penting aku tidak bersalah, aku menyuruhmu menghancurkan Lembah Raja Pedang yang ingin menelan dunia persilatan tidak akan salah, apakah perilaku Lembah Raja Pedang tidak pantas dihalangi?"
Lim Hud-kiam ingin menjawab, tapi Lok Su-hoan masih terus berbicara.
"Waktuku tidak tersisa banyak lagi, biar aku bicara dulu, aku menyuruhmu datang karena aku tahu kekuatanmu tidak akan melebihi ayahmu, tujuanku adalah aku harus menepati janjiku, ilmu pedang yang berada dalam plakat dunia persilatan yang belum kuberikan kepada Wong Jong-ceng, sekarang aku akan memberikan kepadanya."
"Tidak, kau tidak perlu memberikan sesuatu untuk disampaikan kepada ayah,"
Kata Lim Hud-kiam.
"Memang aku tidak memberitahumu, tapi aku sudah mewariskannya kepadamu, aku percaya setelah Wong Jong- ceng melihatnya, dia akan mengerti, jurus-jurus pedang ini tepat bisa mengisi kekurangan dalam ilmu plakat dunia persilatan, Wong Jong-ceng, apakah kau telah menerimanya?"
Wong Jong-ceng tertawa.
"Aku tidak menerimanya, karena aku telah menyatukan ilmu Ngo-heng-kiam dengan ilmu silat plakat dunia persilatan dan membuat jurus-jurus lebih hebat juga sempurna, aku tidak butuh ilmu silatmu yang kau tambahkan terakhir."
Lok Su-hoan menarik nafas.
"Tidak masalah untukku, yang penting aku sdah berusaha memberikannya, apa yang telah kujanjikan, aku telah menepatinya."
Ciam Giok-beng dengan cepat mendekat.
"Sute, mengapa kau bisa bergabung dengan Liu Ban-mong, apakah kau tahu dia orang seperti apa?"
"Aku tahu dia serakah, tapi ilmu silatnya terbatas, aku mengubah kekurangan 'Tay-lo-kiam-hoat', Suheng bisa mengalahkan dia, dengan 'Kiu-su-lian-hoan', 'Jit-ji-tui-hoan',"
Kata Lok Su-hoan. (9 jurus berturut-turut, 7 dan 2 saling bertukar).
"Kau salah, kau benar-benar telah membuat kesalahan besar,"
Jawab Ciam Giok-beng. Tapi Lim Hud-kiam malah berkata.
"Ciam Cianpwee, dia tidak salah."
Ciam Giok-beng ingin bertanya, tapi Lim Hud-kiam dengan cepat bertanya.
"Katakan, apa yang kau rundingkan dengan Liu Ban-mong?"
Suara Lok Su-hoan sudah sangat lemah.
"Liu Ban-mong berhubungan denganku, dia memberitahu keserakahan dan keinginannya kepadaku, dengan keadaan sekarang ini tidak ada orang yang bisa menaklukkan Wong Jong-ceng, maka Liu Ban-mong memberi saran kepadaku untuk menutup mata dan telinga, mungkin masih ada kesempatan menang darinya, aku mengira cara ini bisa dicoba, maka aku menutupi kepala dan wajahku dengan lapisan lilin...."
"Belakangan apa yang terjadi, apakah kau tahu?"
Tanya Lim Hud-kiam.
"Tidak tahu dan aku tidak perlu tahu, karena tujuanku hanyalah Wong Jong-ceng, yang lain, aku percaya kau bisa mengatasinya,"
Kata Lok Su-hoan. Ciam Giok-beng masih mau membuka suara, Wong Jong- ceng menghalanginya, dia tertawa sambil bertanya.
"Tusukan terakhirmu benar-benar hebat, apakah jurus itu berasal dari plakat dunia persilatan?"
Lok Su-hoan menggelengkan kepala.
"Bukan, jurus itu adalah, jurus guruku, Siau Pek saat beliau sakit dia menciptakannya, sebenarnya jurus itu untuk membunuhku, tidak di sangka, aku menggunakan kepadamu, Hud-kiam, aku minta maaf karena aku sudah membunuh ayahmu, aku terpaksa melakukan ini karena keserakahan Lembah Raja Pedang harus dihentikan, keadilan di dunia persilatan harus dengan cara damai baru bisa bertahan lama, maafkan aku, ilmu silatmu sudah cukup kuat untuk menaklukkan Ceng-seng dan orang-orang perbatasan Tibet yang serakah, aku serahkan tanggung jawab ini kepadamu."
Ciam Giok-beng tidak tahan lagi, dia berteriak.
"Sute, kau benar-benar ceroboh dan bodoh...."
Tapi sudah terlambat, tiba-tiba Lim Hud-kiam mengangkat pedangnya, pedangnya memang tumpul, tapi dengan tenaga dalam yang terkumpul pada pedang tumpul cukup untuk memenggal kepala Lok Su-hoan. Wong Jong-ceng menghembus nafas panjang.
"Untuk apa kau melakukan ini?"
Jawab Lim Hud-kiam.
"Ayah, pertama, dia telah melukaimu, putramu wajib membalas dendam, kedua, dia termakan tipuan Liu Ban-mong, hati seorang pesilat tetap kita hormati, dia tidak perlu tahu kalau dia telah melakukan kesalahan sebelum dia mati."
Tapi Ciam Giok-beng dengan sedih berkata.
"Mengapa Adik Lok bisa ceroboh dan tidak punya pendirian seperti itu, dengan cara apa aku harus bertanggung jawab kepada kalian...."
Wong Jong-ceng tertawa pahit.
"Sudahlah, dia sudah bukan orang Kian-kun-kiam-pai lagi, dengan ilmu Kian-kun-kiam-pai dia tidak akan bisa membunuhku."
"Ayah, bagaimana lukamu?"
Tanya Wong Han-bwee.
"Tidak apa-apa, aku masih bisa bertarung satu kali lagi,"
Jawab Wong Jong-ceng.
"Dengan siapa?"
Wong Han-bwee bertanya. Wong Jong-ceng menunjuk Liu Ban-mong.
"Terhadap orang seperti dia, bila tidak dibunuh, keamanan kalian belum bisa terjamin, untung tusukan Hoan Lam-huang tidak begitu dalam, masih tersisa sedikit tenaga untuk menghadapi penjahat itu."
"Mengenai Liu Ban-mong, aku bisa mengatasi dia!"
Jawab Ciam Giok-beng. Wong Jong-ceng tertawa terbahak-bahak.
"Ciam Tayhiap, yang ceroboh adalah Hoan Lam-huang, bukan salah percaya kepada Liu Ban-mong, sebelum mati dia sudah tahu kalau Liu Ban-mong bukan orang baik, salah satunya karena dia terlalu meremehkan ilmu silat Liu Ban-mong, kalau Hoan Lam-huang bisa mengatasi Liu Ban-mong, dari tadi orang itu pasti sudah kabur, apakah dia akan tetap di sini menunggu mati?"
Dengan tenang Liu Ban-mong berdiri sambil memeluk goloknya, dia sedikit pun tidak terlihat takut, Ciam Giok-beng merasa malu.
"Jangan peduli cara Lok Sute salah atau benar, biar aku mencobanya dulu."
Wong Jong-ceng menjawab dengan tegas.
"Jangan dicoba, karena waktuku juga tidak banyak lagi, kau masih bisa menunggu, tapi aku tidak, bila aku tidak sanggup mengatasinya, kau baru bisa mencoba, tapi aku tidak bisa menaruh harapan padamu."
"Ayah, lukamu tidak mengijinkanmu bertarung lagi,"
Sambil menangis Wong Han-bwee memohon. Wong Jong-ceng tertawa kecut.
"Anak bodoh, apakah kau kira aku masih bisa tertolong? Tusukan Hoan Lam-huang masuk ke paru-paruku, aku tidak roboh karena mengandalkan tenaga dalamku, bila pisau ini dicabut, aku segera mati, sekarang aku masih ada sedikit tenaga, demi orang-orang dunia ini aku harus mengeluarkan tenaga terakhirku, ini juga memberitahukan kepada semua orang bagaimana kemampuan terakhir dari Raja Pedang."
Lim Hud-kiam dengan cepat mendekat.
"Ayah, putramu sudah mengingat beberapa jurusmu apakah aku bisa mewakilimu bertarung?"
Wong Jong-ceng berkata.
"Tidak, Liu Ban-mong sekarang bisa seperti ini karena aku, maka aku ingin aku sendiri yang membereskannya, seumur hidup aku sangat cinta akan pedang, demi pedang aku sudah berkorban banyak, demi pedang aku banyak berbuat kesalahan, untung saat terakhir aku bisa mengerti dan berubah, seorang pesilat pedang sejati mati di bawah pedang adalah hal yang paling mulia, bila aku istirahat dulu, mungkin aku masih bisa bertahan seminggu atau 2 minggu, tapi apa artinya semua ini untukku?"
Dia memberontak keluar dari papahan Wong Han-bwee, kemudian pedangnya diangkat, dia berjalan ke arah Liu Ban- mong, sikapnya gagah dan tidak takut, membuat Liu Ban- mong tanpa sadar mundur beberapa langkah. Dengan sombong Wong Jong-ceng berkata.
"Liu Ban-mong, kau menipu Lok Su-hoan supaya berseberangan denganku, ini adalah kesuksesan-mu, tapi kau sama sekali tidak menyangka bukan kalau aku masih hidup sampai sekarang dan akan menaklukkanmu?"
Liu Ban-mong terhenti langkah mundurnya, dia membentak.
"Wong Jong-ceng, aku ingin mengatakan satu kalimat adil untuk Lok Su-hoan, aku tidak membohonginya, sebetulnya kau pun orang sesat dan jahat, hanya karena dipengaruhi Lim Hud-kiam, tiba-tiba kau menjadi orang baik, sebetulnya pada kejadian hari ini semua dalam rencanamu, tapi kau menggagalkannya sendiri kalau kau tidak secara tiba-tiba mengubah rencana, kau pasti akan jatuh ke tanganku."
Kata-kata Liu Ban-mong membuat Wong Jong-ceng terpaku, pada saat dia bengong, tiba-tiba Liu Banmong seperti angin topan menggulung masuk, menyerang dengan pedangnya cepat seperti kilat.
Tapi pedang Wong Jong-ceng pun segera diayunkan, mereka bertarung dengan sengit, pertarungan mereka lebih seru dibandingkan pertarungan antara Lok Su-hoan dan Wong Jong-ceng, saat mereka berdua masih saling mencari tahu kelemahan masing-masing dan ingin bertarung, sedang sekarang adalah pertarungan antara hidup dan mati, kadang- kadang jurus mereka tidak memikirkan keselamatan sendiri, asalkan bisa mendapatkan kemenangan jurusnya-jurusnya adalah siap mati bersama.
Ilmu pedang Wong Jong-ceng berada di atas Liu Ban-mong sedikit, tapi setelah sebuah pisau menancap di dadanya, hal ini menganggu gerakannya, maka pertarungan berjalan dengan seimbang.
Jurus pedang Liu Ban-mong benar-benar ganas, membuat orang yang melihatnya merasa takut, tenaga ditangannya terus dikeluarkan, dia ingin dengan cara keras menambah luka Wong Jong-ceng.
Sesudah 10 jurus lebih berlalu, dada Wong Jong-ceng mulai mengeluarkan darah, darah keluar dari balik pisau yang menancap di dadanya, Wong Jong-ceng dengan tenaga dalam memang berusaha menghentikan aliran darah juga menjepit pisau itu supaya tidak membuat lukanya semakin membesar tapi darah terus mengalir, cara seperti itu tidak bisa berjalan, apa lagi dia harus mengeluarkan tenaga besar untuk bertarung.
Sesudah bertarung sampai 100 jurus, tenaga Wong Jong- ceng semakin kurang, jurus pedangnya pun makin kacau, Lim Hud-kiam merasa tidak bisa membiarkan hal ini lagi, tiba-tiba dia mengayunkan pedang tumpulnya memasuki pertarungan dan tepat setelah dia melihat celah-celah Liu Ban-mong, jurus yang digunakan Lim Hud-kiam adalah jurus andalan yang baru dia pelajari dari Wong Jong-ceng, jurus ini tadinya digunakan untuk mengalahkan Lok Su-hoan.
Liu Ban-mong belum mempelajari dengan dalam jurus ini karena saat Wong Jong-ceng menyerang Lok Su-hoan, tepat Ciam Giok-beng dan Liu Ta-su menyerangnya, maka dia bisa tidak melihat dengan jelas.
Saat pedang menyerang, beberapa jurus memang sudah dikeluarkan, tapi dia telah menyerang ke tempat kosong, kemudian pedang Lim Hud-kiam sudah membacok tangan kirinya.
Kalau pedang Lim Hud-kiam adalah senjata biasa, tenaga dalam Liu Ban-mong bisa menahannya, tapi pedang yang dipakai Lim Hud-kiam adalah pedang tumpul yang terbuat dari baja asli, ditambah tenaga dalam Lim Hud-kiam terkumpul di pedang itu, maka tenaganya bertambah besar lagi.
Dalam keadaan terpaksa, Liu Ban-mong mengayunkan tangan untuk menyambut serangan, pedang dan tangan beradu, terdengar suara KRAK, tulang tangannya patah, dia pun terhuyung-huyung mundur dan hampir terjatuh.
Tapi dia tidak jatuh, tubuhnya berputar, pedang di tangan kanannya digerakkan, pedang ini menyerang Wong Jong-ceng yang ada di sebelah lain, pedang menancap di pinggang Wong Jong-ceng.
Wong Jong-ceng mengeluarkan suara, dia tidak bergerak lagi, bila pedang yang menancap ditarik oleh Liu Ban-mong, akan membuat tubuh Wong Jong-ceng terbelah menjadi dua bagian, Lim Hud-kiam bisa melukai musuh tapi membuat ayahnya berada dalam bahaya, maka dia tidak berani maju.
Tidak lama kemudian, Liu Ban-mong tertawa panjang.
"Baik, baik, jurus yang baik, hanya jurus inilah yang tidak aku lihat dengan jelas, dengan jurus ini juga kau bisa mengalahkanku, tapi sayang, pedangmu adalah pedang tumpul, bila pedang ini tajam, aku, Liu Ban-mong akan mengaku kalah, tapi sekarang, yang harus mengaku kalah adalah kalian."
Lim Hud-kiam ingin maju tapi Wong Jong-ceng berteriak.
"Berhenti, sejurus pedang bagi pesilat seperti Liu Ban-mong hanya ada satu kali kemenangan, kedua kali tidak akan berguna lagi, kau tidak akan bisa mengalahkan dia."
Liu Ban-mong tertawa dingin.
"Jurus pedangmu menyerang ketika keadaan sedang sibuk, kalau tidak, jurus ini tidak akan membuatku terluka, jurus ini memang telah membuatku terluka, tapi kau juga terlambat, karena Wong Jong-ceng adalah musuhku, hei marga Wong, sekarang adalah waktunya bagimu mengakui kekalahan, posisi Raja Pedang sudah waktunya berpindah ke tanganku."
Wong Jong-ceng menarik nafas panjang, dia melempar pedang emas yang melambangkan wibawa seorang Raja Pedang lalu berkata.
"Liu Ban-mong, aku mengaku kalah, tapi aku mempunyai sebuah permintaan, biarkan aku mati dengan tubuh sempurna."
Liu Ban-mong tertawa.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau selalu menganggap pedang adalah nyawa keduamu, kau bisa mati di bawah pedang, seharusnya tidak perlu disesalkan bukan?"
Wong Jong-ceng menarik nafas lagi.
"Mati di bawah pedang adalah jalan kematian seorang pesilat pedang yang terbaik, tapi aku adalah Raja Pedang, bila mati dengan tubuh terpotong menjadi 2, ini benar-benar penghinaan terhadap kata 'Raja Pedang'."
Liu Ban-mong berpikir sebentar.
"Baiklah, aku mengakui kau menjadi Raja Pedang, aku tidak mau kau mati dengan tubuh tidak sempurna, aku percaya kau tidak sanggup hidup lebih lama lagi, asal pedangku dicabut, berdiri pun kau tidak sanggup, apakah kau mempunyai pesan terakhir?"
"Ada, sebelum kau mencabut pedangmu, aku ingin mencabut pisau yang menancap di dadaku, bila pisau ini masih ada di dadaku, mati pun aku tidak rela menutup mata."
Liu Ban-mong mengangguk.
"Masuk akal juga, memang tancapan pisau ini membuatmu terluka, tapi aku harap harus dengan pedangku kau mengakhiri hidupmu."
Wong Jong-ceng melihat ke kiri lalu ke kanan, dia tertawa sedih.
"Sesudah aku mati, kalian harus berjuang untuk hidup, karena Liu Ban-mong tidak akan lepaskan kalian begitu saja."
Kemudian dia mencabut pisau yang menancap di dada dengan sisa tenaga terakhir, pisau tercabut dari dadanya, darah seperti mata air menyembur keluar, menyemprot ke wajah Liu Ban-mong.
Secara refleks Liu Ban-mong menahan dengan tangannya tapi tangan yang sudah dibacok oleh Lim Hud-kiam sudah putus, hal ini membuat dia kesakitan, rasa sakitnya menusuk ke jantung, dia meraung, tapi pisau Wong Jong-ceng yang sudah dicabut dengan kecepatan tinggi menancap ke perut Liu Ban-mong, membuat perut Liu Ban-mong menganga lebar, tubuhnya jatuh dengan posisi ke belakang, ususnya sudah terburai ke bawah.
Pedang yang berada di tubuh Wong Jong-ceng tercabut keluar, karena darah sudah keluar dari dadanya, maka luka di pinggangnya pun membuat sedikit usus terburai.
Liu Ban-mong bergulingan di bawah, kemudian diam dan tidak bergerak lagi, Wong Jong-ceng tertawa, dia berkata.
"Han-bwee, Hud-kiam, papahlah aku, aku mau mati dengan posisi berdiri, aku tidak pernah kalah dari siapa pun."
Lim Hud-kiam dan Wong Han-bwee dengan cepat datang memapah ayah mereka, melihat lukanya Lim Hud-kiam tahu kalau hidup Wong Jong-ceng tidak akan lama lagi, dengan suara tercekat Lim Hud-kiam bertanya.
"Ayah, apakah masih ada petunjuk lain?"
Wong Jong-ceng tertawa.
"Lempar pedang tumpulmu, ambil pedangku, posisi Raja Pedang akan kuberikan kepadamu, karena dengan ilmu pedangmu kau pantas menjadi Raja Pedang, tapi jika hanya mengandalkan pedang tumpul, itu masih tidak cukup, artinya ilmu pedang ada di hati bukan pada ketumpulannya, aku percaya sesudah kau menjadi Raja Pedang bisa lebih kuat dariku juga akan lebih banyak orang yang mendukungmu."
Lim Hud-kiam tidak sanggup mengambil pedang yang melambangkan wibawa seorang Raja Pedang, Heuw Liu-hoan yang mengambil dan memberikan kepada Lim Hud-kiam, orang-orang di sana terdiam, tidak ada yang keluar suara, Wong Jong-ceng tertawa, dengan pelan dia berkata.
"Yang membuatku merasa menyesal adalah aku harus menggunakan pisau belati milik Kian-kun-kiam-pai untuk membunuh Liu Ban- mong, tapi jurus itu adalah jurus ciptaanku, aku tetap mempunyai separuh jasa...."
Suaranya semakin melemah, kedua matanya telah terpejam Raja Pedang telah pergi begitu saja, Lim Hud-kiam melihat pedang emas di tangannya dan pisau tumpul yang terjatuh ke bawah, dia terpaku seperti sebuah patung, hanya terdengar tangisan Wong Han-bwee kemudian terdengar ledakan tangis dari orang-orang di sana, sampai Ciam Giok-beng yang sudah begitu tua pun berlutut ke bawah, mereka benar-benar menghormati Raja Pedang yang telah gugur.
-o-dw-Tamat-kz-o- Bandung, 22 Nopember 2008 Salam Hormat (See Yan Tjin Djin)
Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com/
http.//ebook-dewikz.com/
Gadis Hari Ke Tujuh Karya Sherls Dewa Arak 20 Pelarian Istana Hantu Fear Street Berjalan Dalam Tidur Sleep
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama