Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok Bagian 3
Kata Kie Tiang-lim.
"Paling susah kalau kita hanya bisa menunggu, sedangkan orang lain bisa menyerang kita setiap saat!"
Souw Thian-sia menarik nafas.
"Inilah risiko membuka perusahaan perjalanan kali ini kalau barang sudah diantar dengan selamat aku akan membubarkan perusahaan perjalanan Su-hai dan beristirahat."
Semua orang merasa terkejut, Kie Tiang-lim berkata lagi.
"Setelah melihat 2 bersaudara Ma sampai berani bersekongkol dengan Lan-tiang-siang-sat menyerang kita, aku baru sadar kalau kita terlalu menonjol dan membuat iri orang yang seprofesi dengan kita, kita memang tidak mengandalkan perusahaan perjalanan ini untuk mencari makan, untuk apa kita harus berebut rejeki dengan orang-orang seprofesi? Maka aku tidak akan menyalahkan mereka."
"Tapi bagaimana dengan pesan kakek guru?..."
Tanya Souw Thian-sia.
"Aku sudah mengobrol dengan Susiokmu, Sucouw memang berpesan bahwa kita harus membela keadilan dan kebenaran, membuka perusahaan perjalanan adalah jalan terang- terangan, maka kita membuka perusahaan perjalanan ini, tapi kata-kata Lim Hud-kiam masuk akal juga, orang seperti Thio Yan-to adalah pejabat korupsi, dia mencari kita untuk mengantarkan barangnya, kalau menurut aturan yang ada, kita tidak mungkin akan bisa menolaknya, malah kita jadi pelindungnya, bukankah ini jadi melanggar tujuan kita yang tadinya ingin membela keadilan dan kebenaran...."
Kata Ciam Giok-beng.
"Kalau begitu berarti kita tunduk begitu saja kepada Lim Hud-kiam? Aku tidak mau, kalau kalian bermaksud akan menutup perusahaan perjalanan ini, biar aku yang meneruskannya,"
Kata Kie Pi-sia.
"Kita tunduk kepada kebenaran, bukan tunduk pada seseorang, apakah seorang perempuan bisa membuka perusahaan perjalanan?"
"Mengapa tidak, membuka perusahaan perjalanan mengandalkan ilmu silat yang kita miliki, tidak memandang jenis kelamin, di dunia persilatan banyak pengurus perusahaan perjalanan di kuasai perempuan.."
Kata Kie Pi-sia. Souw Thian-sia tertawa, katanya.
"Sumoi punya cita-cita aku pasti akan mendukung, aku anggap mengantar barang titipan orang lain adalah jalan terbaik untuk seorang pesilat, Susiok ingin pensiun, aku mendukung, Susiok sudah puluhan tahun berkelana di dunia persilatan, jika beliau sudah mengundurkan diri disaat sekarang-sekarang ini adalah hal yang baik, kita masih muda, masih tahan banting, tapi Guru tidak...."
In Tiong-ho berkata.
"Kata-kata Adik Souw benar, Kie Toako mundur di saat namanya masih terkenal, itulah perbuatan yang pintar, orang-orang harus menerima kalau dia sudah tua dan harus mengalihkan tugasnya kepada generasi yang lebih muda!"
Kie Tiang-lim berkata.
"Nanti kita bicarakan lagi, paling sedikit kali ini jangan ada masalah yang muncul, di luar sepertinya suara gaduh, mungkin perahu pasukan pemerintah sudah kemari."
Begitu mereka melihat keluar, ada 4-5 perahu pasukan air yang mendekat, para pasukan yang ada di perahu mengeluarkan golok dari sarung, panah pun siap dipasang di busur, benar-benar sangat berwibawa. Seorang kapten menyapa.
"Apakah Kie Enghiong ada di sini?"
"Akulah Kie Tiang-lim!"
Kapten itu memberi hormat.
"Aku diperintahkan oleh atasan untuk melindungi perahu Anda!"
Kie Tiang-lim balas memberi hormat.
"Terima kasih, aku adalah orang yang membuka perusahaan perjalanan maka apa yang terjadi di perahu, kami yang akan bertanggung jawab, untuk bagian luar kami minta Tuan komandan ikut membantu, jangan ijinkan orang yang tidak bersangkutan datang mendekati perahu kami, itu sudah cukup!"
"Tuan Thio sudah memberitahu kami, di perahu Kie Lo- enghiong yang mengurus, Tuan Thio masih berada di rumah atasan kami sedang minum-minum, mungkin tidak bisa pulang malam ini, tapi sebelum berangkat besok pagi, dia pasti sudah berada di sini lagi."
"Baiklah aku tahu! Sungguh merepotkan kalian!"
Kata Kie Tiang-lim. Sesudah mengobrol beberapa kalimat Kie Tiang-lim baru kembali ke dalam perahu, kata Ciam Giok-beng.
"Dua kotak perhiasan ditaruh di sini, membuat semua orang tidak bisa tidur, benar-benar sangat melelahkan, malam ini ada pasukan pemerintah datang berjaga, Thian-sia dan lain-lainnya bisa tidur nyenyak malam ini."
Dua kotak selalu ditaruh di depan perahu, Ciam Giok-beng, Kie Tiang-lim, dan In Tiong-ho selalu tidur bertiga di sana, tapi supaya keadaan lebih hati-hati setiap malam selalu dijaga oleh Kim-leng-su-seng dibagi menjadi dua shift sesudah lewat 7-8 hari mereka merasa cukup lelah, pagi hari kembali ke perahu sendiri karena berlayar di laut mereka selalu dalam keadaan bergoyang goyang, mereka tetap bisa tidur tidak nyenyak, mereka berempat benar-benar merasa lelah, begitu mendengar Ciam Giok-beng berkata demikian, melihat prajurit pemerintah berjaga begitu ketat mereka bisa dengan tenang kembali ke perahu masing-masing untuk tidur.
Pukul tiga dini hari, tiba-tiba di darat terjadi kegaduhan, ternyata keluarga Thio Yan-to sudah kembali dengan bantuan cahaya lampu yang redup, Kie Tiang-lim mendengar mereka berbicara dengan pasukan yang berjaga malam dan tahu bahwa Thio Yan-to sedang bermain kartu bersama teman- temannya, karena takut mengganggu keberangkatan besok pagi, maka dia menyuruh kedua istri mudanya dan sebagian keluarganya kembali dulu, karena perahu Kie Tiang-lim dan perahu keluarga Thio Yan-to tidak sama, maka Kie Tiang-lim dengan tenang tidur lagi! Sewaktu tertidur nyenyak, di perahu keluarga Thio Yan-to ada yang berteriak, Kie Tiang-lim dengan cepat keluar untuk melihat keadaan, In Tiong-ho dan Ciam Giok-beng juga ikut terbangun! Di perahu itu keadaan kacau balau, putra Thio Yan-to dengan gugup berteriak sambil mendatangi mereka.
"Kie Lo- eng-hiong, di perahu kami ada 2 perampok yang wajahnya ditutup, mereka mengancam kedua ibu tiriku dengan pedang, tolong Kie Lo-enghiong membereskan mereka!"
"Dimana pasukan pemerintah?"
Tanya Kie Tiang-lim. Thio Siau-ya menjawab.
"Mereka berdua sangat ganas, prajurit-prajurit yang naik ke perahu dipukul hingga terjatuh ke air, kedua ibu tiriku diancam, maka para prajurit tidak berani memanah mereka, harap Kie Enghiong bisa ke sana menolong mereka!"
Souw Thian-sia dan lain-lain juga terbangun, mereka membawa pedang dan siap naik ke perahu, Thio Siau-ya berkata lagi.
"Kedua ibu tiriku ditelanjangi oleh mereka, kalian tidak pantas kesana, lebih baik Kie Enghiong sendiri yang ke sana!"
"Aku juga tidak pantas ke sana!"
Ucap Kie Tiang-lim.
"Kie Enghiong lebih tua satu kali lipat usianya dari kedua ibu tiriku, pasti tidak akan menjadi masalah, kalau Pengurus Souw yang ke sana bagaimana kelak ibu tiriku bisa bertemu dengan orang-orang?"
Kie Tiang-lim menghentakkan kaki.
"Thio Siau-ya, ini adalah akal-akalan para penjahat, mereka ingin menipu supaya aku yang ke sana, waktu itu mereka akan merampok harta kalian di perahu ini!"
Kata Thio Siau-ya.
"Harta adalah masalah kecil kalau sampai hilang akulah yang akan bertanggung jawab, tapi kedua ibu tiriku adalah istri ayahku, kalau terjadi sesuatu pada mereka ayahku pasti marah, apalagi adik perempuanku juga ada di sana...."
"Kau pergilah ke sana, di sini masih ada aku!"
Kata Ciam Giok-beng.
"Biar aku yang akan pergi!"
Teriak Kie Pi-sia sambil membawa pedang.
Dia terbang ke perahu itu dan masuk ke dalam perahu, terlihat dari kertas jendela ada bayangan orang yang terus bergerak, mungkin mereka sedang bertarung, kemudian terdengar teriakan Kie Pi-sia, sepertinya dia terluka, Kie Tiang- lim tidak tahan lagi dia pun terbang ke perahu itu sambil membawa pedangnya.
Ciam Giok-beng mendengar juga teriakan Kie Pi-sia, begitu Kie Tiang-lim masuk ke perahu itu terdengar lagi suara orang berkelahi, hal ini membuktikan bahwa lawannya sangat kuat, maka dia merasa khawatir dan dia berkata kepada In Tiong- ho.
"In Lo-te, aku akan ke sana melihat keadaan."
"Ciam Tayhiap jangan sembarangan meninggalkan tempat ini, semua barang yang dibawa Kie Toako berada di perahu ini, keluarga Thio tidak berada dalam lindungan kita, kalau di sini terjadi sesuatu nama perusahaan perjalanan Su-hai akan hancur,"
Ujar In Tiong-ho.
"Tidak apa-apa, semua pesilat tangguh berada di perahu itu, di sini ada In Lo-te, aku kira tidak akan terjadi masalah, mungkin aku akan menyuruh Thian-sia serta empat orang lainnya untuk membantu, di sekeliling sini juga ada pasukan pemerintah, lawan tidak mungkin akan benar-benar datang merampok, keluarga Thio memang tidak berada dalam lindungan kami, tapi kalau terjadi sesuatu pada mereka kami tetap tidak bisa berpangku tangan begitu saja!"
Kata Ciam Giok-beng.
"Betul, ayahku pernah mengatakan uang dan harta bisa dicari asalkan sekeluarga aman dan tenteram,"
Kata Thio Siau- ya.
Ciam Giok-beng terbang ke perahu itu, begitu membuka tirai dia terpaku, karena dua orang yang ada di dalam perahu yang sedang bertarung adalah Yu Ji-tong dan Yu Sam-tong, Kie Tiang-lim dan Kie Pi-sia terjala oleh 2 jala besar, mereka terbaring di bawah di perahu tidak ada orang lain lagi, apa lagi yang dimaksud dengan 2 istri muda Thio Yan-to, sama sekali tidak terlihat, 2 bersaudara Yu begitu melihat Ciam Giok-beng masuk mereka segera berhenti bertarung, pertarungan mereka tadi hanya pura-pura.
Yu Ji-tong tersenyum dan berkata.
"Ciam Tayhiap pun tertipu datang kemari!"
Ciam Giok-beng menunjuk mereka dengan pedangnya.
"Apa yang kalian lakukan?"
Yu Ji-tong tersenyum.
"Inilah akal untuk memancingmu kemari, sebetulnya di tengah perjalanan kami sudah menangkap Thio Yan-to, kami mengancam dan menyuruh keluarganya memasang perangkap ini...."
Ciam Giok-beng marah.
"Apakah dengan cara ini kalian bisa merampas barang-barang yang kami bawa?"
Sambil bicara dia mencari cara untuk mengatasi keadaan ini, Yu Sam-tong berkata.
"Asal Ciam Tayhiap tidak berada di perahu sana, kami pasti mempunyai cara."
Pedang Ciam Giok-beng bergerak seperti angin, Yu Sam- tong yang hanya memiliki sebelah tangan sama sekali tidak bisa melawannya, dan Yu Sam-tong terus mundur, Ciam Giok- beng tidak mengejarnya dia mencoba dengan pedangnya memotong tali dan jala yang mengikat Kie Tiang-lim, tapi anehnya tali itu tidak bisa dipotong dan begitu Yu Ji-tong menarik tangannya, dia bisa menarik Kie Tiang-lim ke arah sana, kemudian dia berkata.
"Jala ini terbuat dari benang sutra mentah, sangat hebat belum tentu pedang atau golok bisa dengan mudah memotongnya, tapi sayang jala ini hanya terdiri dari 2 lembar, kalau tidak mungkin Ciam Tayhiap juga tidak bisa lolos dari sini?"
Melihat Kie Tiang-lim tidak bergerak, Ciam Giok-beng marah.
"Apakah kalian telah membunuh Suteku?"
"Belum, kami menutupi dia dengan jala ini, tapi kami tidak sanggup mengalahkan dia, terpaksa kami menggunakan bubuk obat bius, akhirnya ayah dan anak ini bisa diam juga!"
Hati Ciam Giok-beng agak tenang, dia membentak.
"Cepat lepaskan mereka!"
Yu Ji-tong berkata.
"Kami menuruti pesan Lim Kongcu, kami tidak akan membunuh orang, begitu barang sudah berada di tangan, kami akan melepaskan dia, begitu kami pergi dari sini, siram mereka dengan air dingin dan mereka akan segera sadar!"
"Apakah kalian sanggup menahan pedangku?"
"Ciam Tayhiap adalah pesilat pedang yang hebat, kami tidak berani melawan Anda, tapi kalau Tayhiap ingin membawa pergi kedua orang ini, sepertinya tidak mudah!"
Cahaya pedang berkelebat, hanya sekejap sudah berada di tenggorokan Yu Ji-tong, tapi Yu Sam-tong yang berdiri di sisi sudah mengeluarkan senjata rahasia, dia berteriak.
"Apakah Ciam Tayhiap akan memaksa kami menggunakan senjata rahasia?"
Pedang Ciam Giok-beng masih berada di tenggorokan Yu Ji- tong, dia menjawab.
"Biarpun kalian mengeluarkan senjata rahasia kalian tidak akan membuatku takut."
"Mainan kami memang tidak akan membuat Ciam Tayhiap terancam, tapi 2 orang yang ada di bawah ini, mereka tidak akan bisa menahan serangan kami!"
Yu Ji-tong tertawa dingin. Tangannya mendekati Kie Tiang-lim dan putrinya, Ciam Giok-beng berteriak.
"Awas, kalau kalian berani berbuat sembarangan, kalian akan tahu akibatnya!"
"Semua rencana sudah disusun oleh Lim Kongcu, dia melarang kami melukai orang, kami pun tidak berdaya tapi kalau Ciam Tayhiap yang mau melukai kami, terpaksa kami pun harus membela diri!"
Kata Yu Sam-tong. Yu Ji-tong tertawa sinis.
"Kalau Ciam Tayhiap menyerang kami dulu, kami jadi punya alasan bisa membunuh Kie Tiang- lim dan ditukar dengan nyawaku, aku tidak akan merasa rugi!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukan hanya satu nyawa, aku menginginkan kedua nyawa kalian!"
Teriak Ciam Giok-beng dengan marah.
"Tidak apa, 2 nyawa ditukar dengan satu nyawa, tetap tidak akan rugi!"
Yu Sam-tong tertawa dingin. Ciam Giok-beng tidak ingin diancam begitu saja, dia bersiap-siap menyabet sebelah tangan Yu Ji-tong, kemudian membacok tangan Yu Sam-tong yang tinggal sebelah. Tapi Yu Ji-tong sudah tahu rencana ini, dia tertawa dingin.
"Ciam Tayhiap, tanganku menggenggam obat Cui-hun, bila salah satu dari kami ada yang terluka yang satu lagi akan membereskan ayah dan anak ini, kecuali kalau kau sekaligus membunuh kami berdua, walaupun ilmu pedangmu sangat tinggi tetap tidak bisa membagi tubuhmu menjadi dua!"
Ciam Giok-beng terpaku, waktu itu perahu di mana In Tiong-ho berada terjadi keributan lagi, Ciam Giok-beng membuka jendela perahu dengan pedangnya terlihat Yu Leng- nio dan Yu Bwee-nio seperti seekor burung terbang ke atas perahu, mereka sedang bertarung dengan Souw Thian-sia, dan dari barisan pasukan pemerintah ada yang berteriak.
"Di atas perahu ada 2 perampok perempuan, cepat lepaskan panah!"
Sesudah suara teriakan selesai, panah seperti serangga terus berdatangan, sebetulnya tidak masalah Kim-leng-su- seng dan In Tiong-ho bertarung dengan kedua gadis itu, tapi karena panah terus berdatangan mereka kalang kabut menghindari panah, In Tiong-ho berteriak.
"Cepat hentikan siapa yang menyuruh kalian melepaskan panah, kami sendiri sanggup menangkap perampok itu."
Teriakan tetap teriakan, panah tetap berdatangan tanpa berhenti panah-panah dilepaskan oleh pasukan pemerintah sangat tepat mengenai sasaran, kuat dan tepat, maka hanya sebentar tangan Bu Ta-kuang sudah terkena panah, golok terlepas dari tangannya, kemudian In Tiong-ho terkena panah, Souw Thian-sia melihat keadaan ini panah-panah yang dilepaskan dari prajurit pemerintah diarahkan kepada mereka berlima, Yu Bwee-nio dan Yu Leng-nio berdiri menonton keramaian, Souw Thian-sia berteriak.
"Pasukan pemerintah itu palsu!"
Baru saja dia berteriak, seorang pengawal naik ke perahu, dia membentak.
"Jangan sembarangan bicara, kau menghina pasukan pemerintah, benar-benar harus dihukum!"
Perkataannya baru selesai, orang itu datang menyerang tapi ditahan oleh Souw Thian-sia, jurus orang itu sangat aneh, dia sanggup menahan dan menggeserkan pedang Souw Thian-sia, kemudian menusuk Souw Thian-sia membuat dia roboh tertotok, kemudian menyerang Kie-seng Lim Piauw-leng dan juga merobohkannya.
Yu Bwee-nio dan Yu Leng-nio masuk ke dalam perahu, kemudian mereka keluar sambil membawa 2 kotak, orang itu merobohkan mereka dan berteriak.
"Tangkap 2 perampok perempuan ini dan bawa mereka ke kantor polisi!"
Beberapa orang pasukan pemerintah itu menang kap Yu Leng-nio dan Yu Bwee-nio berikut dengan 2 kotak kayu, mereka dibawa ke perahu pasukan pemerintah dan siap akan pergi, Ciam Giok-beng melihat dengan jelas kalau orang yang naik ke perahu itu adalah Lim Hud-kiam, tapi dia tidak berani menghalangi, begitu dia membalikkan kepala, Yu Ji-tong, Yu Sam-tong sudah menghilangkan jejak.
Ciam Giok-beng dengan cepat mengambil air dingin lalu menyiram Kie Tiang-lim dan Kie Pi-sia, untung mereka segera sadar, setelah tali dan jala dibuka, Kie Tiang-lim meloncat bangun dan bertanya.
"Bagaimana keadaan Suheng?"
Ciam Giok-beng menggelengkan kepala dan menarik nafas, tapi tidak mengatakan sesuatu, Kie Tiang-lim melihat ke arah perahunya tampak kacau balau, dengan cepat dia meloncat naik, untung In Tiong-ho, Bu Ta-kuang, dan Oh Yan-cauw hanya terluka di pergelangan tangan, Lim Piauw-leng dan Souw Thian-sia ditotok, begitu dibuka totokannya mereka tidak terluka.
Dengan terburu-buru mereka langsung diberi obat, di darat terlihat ramai lagi ternyata Thio Yan-to datang dengan tandu dia diantar oleh sebarisan pasukan.
Melihat perahu tampak begitu kacau, dengan aneh dia bertanya.
"Apa yang telah terjadi?"
Ciam Giok-beng tertawa dingin.
"Tuan sendiri pasti mengerti keadaan ini!"
Thio Yan-to terpaku.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi."
"Untuk apa Tuan berpura-pura, kau diancam oleh penjahat dan kau bersekongkol dengan keluargamu untuk menipu kami, demi keselamatan nyawa sendiri kau melakukan hal seperti itu, aku nemaafkanmu, tapi untuk apa kau pura-pura bertanya lagi?"
Ciam Giok-beng marah. Thio Yan-to terkejut dan bertanya.
"Apa maksud Tuan, aku baru selesai menjamu teman-teman, dia masih sempat menyuruh prajuritnya mengantarku pulang, kapan aku diculik?"
Melihat dia tidak seperti berbohong, Kie Tiang-lim menyuruh orangnya memanggil Thio Siau-ya untuk ditanyai.
"Kata anakmu, dua ibu tirinya diancam oleh perampok...."
"Itu benar, aku ditarik hingga terbangun dari ranjang, aku melihat kedua ibuku di telanjangi, aku berusaha melepaskan diri dan lari minta tolong pada kalian...."
"Waktu aku masuk ke perahu, aku tidak melihat ada seorang pun, kemudian dari atas turun sebuah jala sebelum aku sempat memberontak, aku mencium bau amis...."
Kata Kie Tiang-lim.
"Aku juga merasa seperti itu, aku masih sempat berteriak!"
Kata Kie Pi-sia.
"Aku bicara kenyataan...."
Kata Thio Siau-ya.
"Apakah perampok itu membawa kabur keluargaku?"
Thio Yan-to tergesa-gesa mencari keluarganya.
Dia buru-buru kembali ke perahunya, Kie Tiang-lim dan Ciam Giok-beng juga ke sana, keadaan perahu seperti sedia kala, tapi di belakang perahu terdengar ada yang merintih, begitu melihat di sana ternyata yang merintih adalah keluarga Thio, kedua istri muda Thio Yan-to tampak telanjang bulat, mereka sedang merintih, Kie Tiang-lim dan Ciam Giok-beng dengan cepat keluar.
Thio Yan-to pun keluar dan berkata-kata.
"Semua orang pingsan, kedua istriku tidak apa-apa, tapi mereka tidak bisa bicara...."
"Yang lain mungkin terkena obat bius, begitu disiram air akan segera sadar, kedua istrimu sepertinya ditotok, nanti anak perempuanku akan membuka totok mereka."
Kie Pi-sia dipanggil dan Kie Tiang-lim segera menceritakan apa yang terjadi tadi, mengenai pasukan yang menahan orang perusahaan perjalanan, Thio Yan-to terkejut dan berkata.
"Itu tidak mungkin! Mereka adalah anak buah Jenderal Sie, temanku, mereka tidak mungkin bersekongkol dengan perampok."
Thio Siau-ya memberi saksi.
"Ini adalah sebenarnya, sewaktu bertarung, aku jongkok di bawah, aku melihat dengan jelas, salah satu prajurit menyerang Souw Thian-sia dan Lim Piauw-leng."
Kata Kie Tiang-lim.
"Orang yang bisa membuat mereka tertusuk hanya Lim Hud-kiam karena pedangnya tidak tajam maka tidak sampai terluka...."
Thio Yan-to terkejut.
"Kalau Kie Enghiong berkata seperti itu, itu pasti benar, tapi mengapa para prajurit negara bersekongkol dengan perampok, ini benar-benar membuat siapa pun tidak mengerti, aku harus bertanya kepada Jenderal Sie...."
Tiba-tiba di darat terdengar suara kuda berlari, ternyata yang datang adalah Jenderal Sie, Thio Yan-to menyambutnya naik ke perahu, Sie Jin-gouw pelan-pelan berkata.
"Thio Toako, aku ingin bertanya apakah orang lain bisa meninggalkan tempat ini dulu?"
"Apakah karena terjadi sesuatu pada anak buah Jendral....?"
Tanya Ciam Giok-beng. Sie Jin-gouw terkejut, Thio Yan-to segera berkata.
"Sie Toako, aku memang ingin bertanya, prajurit yang diperintahkan Toako kemari bersekongkol dengan perampok...."
"Apakah benar?"
Tanya Sie Jin-gouw terkejut.
"Putraku sendiri yang melihatnya."
Sie Jin-gouw menggebrak meja.
"Mereka benar-benar pantas mati, sekarang masa depanku hancur di tangan mereka."
Dia terus menarik nafas, Kie Tiang-lim segera berkata.
"Jenderal Sie, apakah anak buahmu benar-benar telah bersekongkol dengan perampok?"
"Mana mungkin? Mereka juga tertipu oleh perampok itu!"
Jawab Sie Jin-gouw.
"Apa yang telah terjadi?"
Tanya Ciam Giok-beng.
"Aku diminta bantuan oleh Thio Toako, maka aku menyuruh empat perahu datang ke sini untuk melindungi kalian, sewaktu mereka meninggalkan pelabuhan beberapa orang berbaju hitam segera naik ke perahu, tangan mereka melayang dan mengeluarkan bau wangi aneh kemudian mereka segera pingsan, keadaan di empat perahu seperti ini, tidak lama kemudian mereka baru ditolong oleh perahu patroli, begitu perahu berlabuh mereka dilempar ke bawah perahu, baju mereka semua dilepas dan dilempar, sesudah disiram air dingin mereka baru sadar, sesudah bangun mereka masih tidak tahu apa yang telah terjadi, sesudah aku mendapat kabar ini aku buru-buru datang kemari untuk bertanya lebih jelas...."
Kie Tiang-lim menarik nafas.
"Pasti perampok itu mengambil perahu kalian, kemudian pura-pura menjadi prajurit sesudah mendapatkan barang yang mereka inginkan, semua baju seragam prajurit dilepas, kemudian meninggalkan perahu dan segera pergi, rencana ini benar-benar sempurna!"
Souw Thian-sia marah.
"Perampok itu benar-benar sangat berani, mereka berani mengambil perahu pemerintah, berani menyamar menjadi prajurit, benar-benar pemberontak, Jenderal Sie, Anda harus menelusuri masalah ini dengan serius...."
Wajah Sie Jin-gouw pucat, dia terus mengangguk.
"Betul, hal ini harus ditelusuri, tapi sulit juga...."
"Apa sulitnya?"
Tanya Thio Yan-to. Sie Jin-gouw menarik Thio Yan-to ke pinggir, lalu membisikkan sesuatu terlihat wajah Thio Yan-to ikut menjadi pucat, terakhir dia menjawab.
"Pasti, pasti, aku mengerti tentang hal ini...."
"Sesudah aku kembali, semua prajurit akan diperiksa apakah mereka bersekongkol atau tidak, tentang kerugian yang dialami Thio Toako, aku akan menyuruh orang mengantarkan sebagian ganti rugi...."
Thio Yan-to terus menggelengkan kepala.
"Tidak perlu, di kampung halaman aku masih mempunyai sawah dan lain-lain, kerugian ini tidak seberapa, Sie Toako jangan menaruh masalah ini di hati...."
"Tentang beberapa Enghiong ini...."
Tanya Sie Jin-gouw.
"Tidak masalah, aku akan menjelaskannya, tidak akan membuat Sie Toako repot,"
Kata Thio Yan-to pelan-pelan.
"Kalau begitu, aku pamit dulu untuk membereskan masalah ini!"
Kata Sie Jin-gouw. Thio Yan-to mengantarkan Jenderal Sie ke darat, sesudah kembali ke perahu, dia menarik Kie Tiang-lim ke pinggir dan berkata.
"Kie Lo-enghiong, kau pasti tahu kalau pasukan pemerintah bersekongkol dengan perampok, Jenderal Sie harus diam-diam menelusuri masalah ini maka harap kalian bantu menjaga rahasia ini."
"Hal begitu penting mengapa masih ingin ditutup-tutupi, aku yakin dia pasti bersekongkol dengan perampok,"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Kie Pi-sia. Thio Yan-to menarik nafas berkata.
"Itu tidak mungkin, kalau rahasia ini sampai bocor, masa depannya akan hancur, bisa-bisa kepalanya pun berpindah tempat!"
"Asal dia tidak bersekongkol dengan perampok dan tidak bersalah, untuk apa merasa khawatir?"
Tanya Kie Pi-sia.
"Dia adalah seorang jenderal, semua prajuritnya diculik tanggung jawab ini sangat berat, lebih baik jangan sampai rahasia ini bocor, apa lagi di sini tidak terjadi keributan, paling- paling hanya kehilangan harta benda, sudahlah, lebih baik jangan sampai bocor."
"Kalau dia takut bertanggung jawab, apakah harus melakukannya dengan cara seperti itu?"
Kie Pi-sia marah. Thio Yan-to dengan tidak senang menjawab.
"Jenderal Sie adalah pejabat pemerintah, dia mendatangkan prajurit untuk melindungiku, ini hanya hubungan persahabatan pribadi, kalau sampai membocorkan rahasia ini, semua orang harus ikut bertanggung jawab...."
Kie Pi-sia ingin membantah, tapi Kie Tiang-lim sudah menengahi.
"Mengantar barang adalah tanggung jawab perusahaan perjalanan, sekarang barang yang kami antar sudah hilang, itu harus menjadi tanggung jawab kami mana mungkin kami mencari pemerintah untuk bertanggung jawab?"
"Tapi mengambil perahu pemerintah lalu berpura-pura menjadi prajurit pemerintah adalah tindakan pemberontakan, apakah harus kita yang bertanggung jawab?"
Tanya Kie Pi-sia.
"Mengundang prajurit melindungi kita adalah ide Kie Enghiong, aku dan Jenderal Sie boleh dikatakan membantu ayahmu, kalau Nona ingin menyebarkan masalah ini, kami terpaksa tidak akan mengaku!"
Kie Pi-sia ingin membantah lagi, Kie Tiang-lim membentak.
"Pi-sia, apakah kau bisa diam, apakah belum cukup mempermalukan ayahmu?"
Kie Pi-sia terdiam, lalu kata Kie Tiang-lim.
"Tuan Thio, tenanglah, kami sudah berjanji akan mengantar barang Anda, meski sekarang barang itu hilang, kami akan bertanggung jawab dan mengganti kerugian!"
Thio Yan-to tertawa, katanya.
"Tidak perlu begitu, barang yang hilang kalau bisa diambil kembali, itu paling baik, tapi kalau tidak bisa, anggap saja kita sedang sial, aku hanya rugi 50%, Jenderal Sie akan mengganti 200 ribu tail, perusahaan perjalananmu hanya mengganti 300 ribu tail, tapi dalam 300 ribu tail perak itu 200 ribu tailnya adalah ongkos kirim yang pantas kalian dapatkan, uang ganti rugi hanya 100 ribu tail saja, bukankah syarat ini sangat ringan?"
Souw Thian-sia menghitung-hitung, dia tertawa kecut.
"Memang 100 ribu tail perak bagi Tuan Thio adalah jumlah yang sedikit, tapi bagi perusahaan perjalanan kami merupakan modal kami!"
"Aku tidak mau menerima 100 ribu tail dari kalian, aku hanya minta terhadap kegagalan Jenderal Sie, kalian harus membantuku...."
Kata Thio Yan-to.
"Hal ini tidak ada hubungannya dengan kami maka kami tidak akan banyak bicara, barang yang hilang akan kami ganti 100%,"
Kata Kie Tiang-lim.
"Susiok, apakah kita sanggup mengganti kerugian ini?"
Tanya Souw Thian-sia.
"Tentu saja kita sanggup menggantinya, jujur bicara kali ini kecuali ada 3 orang kita yang terluka ringan, kita tidak rugi apa-apa!"
Jelas Kie Tiang-lim. Semua orang terkejut, Kie Tiang-lim berkata lagi.
"Aku sudah berpikir lawan akan merampok, supaya tidak terjadi sesuatu aku sudah menyimpan uang itu dan menyuruh orang lain mengantarnya, kedua kotak yang diambil perampok tadi hanya berisi batu bata...."
"Apakah betul?"
Kie Pi-sia tertawa senang.
"Sudah pasti betul, aku berkelana di dunia persilatan selama puluhan tahun, sudah melalui banyak peristiwa, maka aku bisa mendapatkan pengalaman ini."
"Sute, aku sungguh kagum padamu, ternyata diam-diam kau sudah mengatur semua ini!"
Kata Ciam Giok-beng.
"Susiok, sesudah para perampok itu mengetahui barangnya palsu, mereka pasti akan datang lagi!"
Kata Souw Thian-sia.
"Itu pasti, mereka pasti menganggap kalau uang dan perhiasan masih berada di dalam perahu ini, kali ini kita gagal karena ceroboh, kelak kita harus sangat berhati-hati, sekarang semua orang bersiap-siap, kita jalankan perahu lagi sesudah terjadi peristiwa ini strategi kita harus berubah!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Sute, lawan kita sangat cepat mendapatkan kabar, apa lagi ada Lim Hud-kiam yang banyak akal di sana, kita benar-benar harus sudah berjaga-jaga, kecuali rencana uang dan perhiasan yang sudah dipindahkan, yang lainnya kita selalu gagal,"
Kata Ciam Giok-beng.
"Betul, seperti sekarang, gerakan lawan selalu tiba-tiba, Thio Yan-to mengunjungi temannya dan meminta supaya kita dilindungi pasukan, semua adalah rencana tiba-tiba, sebenarnya lawan tidak akan menyangkanya tapi mereka bisa menggunakan situasi yang ada, dalam waktu singkat dan bersih melakukan sesuatu, berarti mereka benar-benar lihai!"
"Tidak, aku menganggap gerakan mereka penuh rencana, dan rencana ini sudah lama disusun!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Mana mungkin? Apakah Thio Yan-to yang mengunjungi temannya dan meminta perlindungan dari pasukan pemerintahan adalah rencana mereka?"
Tanya Souw Thian-sia. Kie Tiang-lim mengangguk.
"Boleh dikatakan demikian, mereka sengaja bersikap terang-terangan, membuat kita tegang juga stres, apa lagi Tuan Thio takut membuat kita tidak keluar dari perahu, karena terkunci di perahu selama beberapa hari, begitu ada kesempatan untuk bersantai pasti dia akan diam-diam keluar dari perahu!"
"Apakah mereka sudah memperhitungkan kalau hari itu Thio Yan-to akan keluar?"
Tanya Souw Thian-sia.
"Mereka sudah mencari tahu kalau di kota Ciu-kang dia mempunyai teman akrab, di pemerintahan saling mengunjungi adalah hal penting!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Apakah pura-pura jadi pasukan pemerintah juga sudah mereka rencanakan!"
Tanya Souw Thian-sia.
"Betul, ini termasuk dalam rencana mereka, karena Jenderal Sie adalah seorang jenderal bila ada teman yang melewati propinsi ini, dia pasti akan menyuruh anak buahnya melindungi temannya, ini adalah hal biasa dan sering terjadi di pemerintahan, maka dari awal mereka sudah membuat rencana ini!"
Jelas Kie Tiang-lim.
"Artinya, kalau tidak minta pasukan pemerintah datang untuk melindungi kita, mereka akan tetap menyamar menjadi pasukan pemerintahan untuk melakukan hal itu?"
Tanya Souw Thian-sia. Kie Tiang-lim mengangguk.
"Betul, sebab Tuan Thio mengunjungi pejabat di sini dan itu adalah aturan pemerintah, Jenderal Sie menyuruh anak buahnya datang melindungi kita itu juga adalah aturan, karena itu mereka sudah mengatur semua ditambah permintaanku minta dilindungi, benar-benar cocok dengan rencana mereka."
"Sute, dengan bukti apa kau bisa menebak seperti itu?"
Tanya Ciam Giok-beng.
"Menyamar menjadi pasukan membutuhkan banyak orang, ini bukan hal yang mudah dan bisa tiba-tiba dilakukan, dan pasukan ini menguasai teknik perang, berarti mereka sudah lama disiapkan, apa lagi dalam waktu singkat dan tenang mereka bisa mengambil empat perahu, maka aku menebak di dalam perahu pasukan ada orang mereka...."
Thio Yan-to mengangguk.
"Kata-kata Kie Enghiong masuk akal, memang aku sudah pensiun, tapi aturan mengunjung harus tetap dilakukan, aku pasti akan mengunjungi Sie Toako dan dia akan menyuruh anak buah melindungi kita ini adalah aturan yang tidak tercatat, maka begitu Kie Enghiong mengeluarkan pendapat minta perlindungan, aku langsung setuju, kalau begitu di dalam pasukan pasti ada teman-teman perampok, Sie Toako pasti dengan ketat akan memeriksanya...."
"Aku kira tidak, karena Jenderal Sie tidak ingin membesarkan masalah ini, maka dia tidak akan menelusurinya sampai tuntas, lebih-lebih dia tidak akan mengaku kalau hal ini telah terjadi!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Betul, di antara para prajurit itu ada mata-mata ini adalah hal yang berat, Jenderal Sie tidak berani bertanggung jawab akan hal ini, tapi sebetulnya dia harus tahu!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Aku kira dia tahu, hari ini orang yang berpura-pura menjadi prajurit adalah para perampok yang sangat kuat, orang-orang semacam ini bersekongkol dengan prajurit merupakan rahasia umum!"
"Apakah betul?"
Tanya Thio Yan-to terpaku.
"Pasukan laut di Ciu-kang bertugas menumpas dan menjaga keamanan di Tiang-kang, tapi perampoknya tetap sangat banyak dan aktif, bukankah tadi sangat jelas di antara prajurit ada yang bersekongkol dengan perampok? Asal jangan muncul masalah besar, angkatan laut malah suka karena kalau perompak ditumpas habis, tidak perlu lagi ada angkatan laut, Jenderal Sie juga tidak akan dibutuhkan lagi, masa depan Jenderal Sie akan suram!"
Memelihara perampok adalah kebiasaan orang-orang bagian angkatan perang di pemerintahan, Thio Yan-to sangat tahu hal ini karena itu dia hanya tertawa kecut, Kie Tiang-lim berkata lagi.
"Sebetulnya pihak angkatan laut perlu mata-mata di dalam pasukannya, jadi kalau diperintahkan menumpas perampok, mereka sudah membocorkan terlebih dulu, dan perampok-perampok itu pasti bersembunyi untuk menghindari serangan, maka pasukan pemerintah setiap kali pasti akan sukses kembali, kalau tidak perampok di Tiang-kang tidak akan banyak seperti bulu kerbau, umpama harus berperang, beberapa perahu berperang dengan ratusan orang mereka tidak akan bisa melawan perampok, karena itu pedagang- pedagang mencari perusahaan perjalanan, kalau aman-aman saja siapa yang mau mengeluarkan uang yang begitu banyak?"
"Apakah kerajaan tidak tahu ada hal-hal seperti ini?"
Tanya Kie Pi-sia.
"Kerajaan tahu, hanya saja tidak bisa berbuat banyak, tingkat atas pura-pura mengatakan semuanya aman/tingkat bawah tidak berani bergerak sendiri, hal ini membuat semua orang senang...."
Kata Kie Tiang-lim.
"Lebih baik kita tidak mengobrolkan masalah politik, kita obrolkan apa yang sedang kita hadapi sekarang, uang dan perhiasan tidak hilang, apa rencana kita sekarang?"
Tanya Thio Yan-to.
"Lan-tiang-siang-sat tadinya adalah perampok, tidak akan sanggup memikirkan cara ini, semua ini adalah rencana Lim Hud-kiam...."
Kata Kie Tiang-lim.
"Apakah betul orang itu begitu berbakat?"
Tanya Kie Pi-sia dengan nada tidak percaya.
"Dia adalah orang sekolahan, pengetahuannya mengenai pelajaran lebih banyak dibandingkan kita, itulah asal kepintarannya,"
Kata Kie Tiang-lim.
"Berkelana di dunia persilatan harus mempunyai ilmu silat tinggi, banyak mendapat pengetahuan dari buku untuk apa?"
Tanya Kie Pi-sia.
"Betul, kita bisa menghadapi Lan-tiang-siang-sat dengan ilmu silat, tapi menghadapi sastrawan bukan seperti itu, apa lagi ilmu silat dan sastra Lim Hud-kiam menguasainya dengan baik, dia benar-benar musuh yang kuat."
"Aku mengaku kalau pemuda Lim Hud-kiam itu memang banyak akal, tapi ilmu silatnya belum tentu lebih tinggi dari Tuan Ciam,"
Kata Thio Yan-to.
"Bagaimana Tuan Thio bisa tahu?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tanya Ciam Giok-beng. Thio Yan-to berkata.
"Aku tidak mengerti ilmu silat, aku hanya menebak, kalau ilmu silatnya berada di atas kalian berdua, untuk apa harus menggunakan kedua istri mudaku sebagai umpannya untuk menipu Kie Enghiong supaya pergi ke sana, kemudian mengurung Kie Enghiong dengan jala dan tali."
"Dia takut kepada kalian berdua, maka dia menyiapkan 2 jala untuk menghadapi kalian, tapi karena Kie Sute yang masuk terlebih dulu, satu jalanya jadi terpakai, terakhir dengan nyawa Susiok mengancam guru supaya guru tidak bisa menolong mereka,"
Kata Souw Thian-sia.
"Aku setuju dengan pendapat Thian-sia, kita tidak melihatnya tapi Tuan Thio sudah, dari sini ketahuan kalau orang sekolah kecerdasannya lebih tinggi dibandingkan orang biasa, apakah Pi-sia meng-akui hal ini?"
"Lim Hud-kiam memang orang terpelajar, tapi kita juga tidak buta huruf,"
Kata Kie Pi-sia.
"Hanya menguasai beberapa kata bukan berarti orang itu adalah sastrawan, banyak membaca tapi tidak dipraktekkan juga bukan orang yang punya pengetahuan, kali ini kecuali kita tidak kehilangan barang yang kita bawa, boleh dikatakan kita pulang dengan kegagalan, kelak kita harus banyak belajar dari pengalaman ini untuk menghadapi masa depan!"
Kata Ciam Giok-beng.
"Aku belum mempunyai cara yang bagus, karena aku sama sekali tidak bisa menebak gerak-gerik mereka, hal ini membuatku serba salah!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Susiok, aku mempunyai akal supaya bisa mengetahui gerakan mereka saat ini,"
Kata Souw Thian-sia sambil tertawa.
"Apa caranya?"
Tanya Kie Tiang-lim.
"Kita lihat perahu perusahaan perjalanan Kim-leng, di sini terjadi keramaian tapi di sana malah tidak terjadi apa-apa, di sana pasti ada sesuatu!"
Kata Souw Thian-sia.
"Aku kira ini tidak akan berhasil!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Lebih baik kita coba dulu, pertama kita tanyakan mengapa mereka tidak datang untuk membantu kita, apa yang akan mereka jawab, kedua kita sebarkan kabar palsu supaya mereka menyebarkan kembali keluar...."
Kata Souw Thian-sia. Kie Tiang-lim mengangguk.
"Baiklah, kita berdua ke sana untuk melihat!"
Sesampainya di perahu perusahaan perjalanan Kim-leng, di perahu itu sangat terang tapi tidak ada suara sedikit pun, begitu melihat dengan teliti ternyata di sana banyak orang yang berbaring, Souw Thian-sia tertawa dingin.
"Mereka pandai berpura-pura."
"Mereka harus seperti itu, kalau tidak pasti akan dicurigai dan mereka memang terkena obat bius mereka bukan pura- pura."
Souw Thian-sia mencari ke sekeliling perahu, tapi tidak melihat Yu Liong dan Yu Houw yang sudah menyamar, Kie Tiang-lim membawa seember air lalu menyiram Ma Hiong-hui dan Ma Hiong-seng, sesudah mereka sadar Kie Tiang-lim bertanya-tanya kepada mereka ternyata sesudah mereka makan malam semua tertidur pulas.
Kie Tiang-lim menceritakan apa yang terjadi pada mereka, Ma Hiong-hui bertanya.
"Sesudah dirampok, apa rencana kalian berikutnya?"
"Tidak perlu khawatir, Susiok sudah mengatur semuanya, karena barang yang harus kita bawa tidak ada di perahu, mereka hanya merampok 2 kotak berisi batu saja!"
Kata Souw Thian-sia.
"Kalian benar-benar beruntung, tapi perampok tidak akan bertindak sampai di sini saja, apa yang akan Kie Cianpwee lakukan nanti?"
Tanya Ma Hiong-seng.
"Jalan sungai terlalu berbahaya, karena di depan sana adalah Tiang-kang-sam-sia, tempat itu paling berbahaya aku berencana akan segera berangkat ke Ie-tiang kami akan melalui jalan darat saja!"
Jawab Kie Tiang-lim.
"Itu rencana yang bagus, para perampok pasti sudah memasang perangkap di sungai dengan mengubah rute perjalanan menjadi jalan darat akan buat mereka kalang kabut!"
Kata Ma Hiong-hui. Tanya Kie Tiang-lim.
"Apakah kalian berdua masih tetap akan ikut kami melalui jalan darat atau meneruskan perjalanan lewat sungai? Kalau kalian sudah mengambil keputusan aku bisa bersiap-siap."
"Tentu saja kami akan ikut Tuan Kie, memang barang yang kami bawa nilainya tidak seberapa, tapi kalau sudah dirampok, kami tidak bisa menggantikannya!"
Kata Ma Hiong-hui memberi alasan.
"Tidak, kalau kalian berdua ingin mencari aman, lebih baik berjalan lewat sungai, karena tujuan perampok-perampok itu adalah kami, melihat kami mengganti rute, mereka pasti akan mengarahkan semua kekuatan mereka ke darat, kalian akan aman tiba di tujuan."
"Kami mengikuti Tuan Kie karena kesatu kami juga ingin terkenal, kedua kalau terjadi sesuatu pada Anda kami bisa membantu, sekarang sudah terjadi hal seperti ini, kami benar- benar merasa malu...."
Kata Ma Hiong-hui.
"Kalian jangan berkata demikian, memang para perampok itu terlalu licik, tidak ada yang menyangka kalau mereka akan menggunakan obat bius. Kalian berdua lebih baik berjalan sendiri,"
Kata Kie Tiang-lim.
"Kalau Tuan Kie berpesan seperti itu kepada kami, kami akan menuruti perintah Tuan Kie, sesampainya Ie-tiang kita akan berjalan masing-masing,"
Kata Ma Hiong-hui. Kie Tiang-lim masih berbincang-bincang dengan mereka, dia memberitahu satu jam lagi mereka akan berangkat, setelah sampai di darat Souw Thian-sia berkata.
"Susiok, mengapa kau memberitahu rencana kita kepada mereka? Bukankah dengan begitu rahasia kita akan bocor?"
"Aku mempunyai alasan tersendiri!"
Kie Tiang-lim tertawa.
"Apa alasannya?"
Souw Thian-sia terus bertanya tapi Kie Tiang-lim hanya menjawab.
"Kalau sudah berada di perahu aku baru akan menceritakannya kepadamu, aku percaya rencanaku tidak akan meleset!"
Sesampainya di perahu, semua orang berkumpul di dalam, Souw Thian-sia bertanya tentang alasan Susioknya sesudah Ciam Giok-beng mengetahui keadaan ini, dia juga menganggap Kie Tiang-lim sudah membocorkan rahasia mereka karena 2 bersaudara Ma dan Lan-tiang-siang-sat bersekongkol, kabar ini akan segera disampaikan mereka, semua orang pasti akan mencegat mereka di jalan darat.
Tapi In Tiong-ho berkata.
"Kie Toako sengaja berkata seperti itu supaya musuh memindahkan kekuatan mereka ke darat, tapi kita tetap tidak mengubah rencana semula tetap melalui sungai, dengan cara seperti itu bukankah kita bisa menghindari musibah?"
Thio Yan-to juga ikut mengobrol, dia tertawa.
"Rencana ini memang bagus, tapi kurang sempurna kalau menipu Lan- tiang-siang-sat sepertinya masih bisa, tapi tidak bisa membohongi Lim Hud-kiam!"
"Apa pendapat Tuan Thio?"
Tanya Kie Tiang-lim. Thio Yan-to berkata.
"Souw Thian-sia dan Bu Ta-kuang mencuri dengar pembicaraan antara 2 bersaudara Ma dengan Lan-tiang-siang-sat, Lan-tiang-siang-sat belum tahu mengenai hal ini, setelah mereka mendapat kabar ini, mereka pasti akan mencegat di jalan darat, tapi Lim Hud-kiam tentu tahu kalau Lo-enghiong sengaja membocorkan rahasia ini hanya untuk menjebak mereka, dia pasti akan menjaga di jalan sungai...."
Kie Tiang-lim berkata.
"Aku sudah memikirkan hal ini, maka aku sengaja membocorkan kabar ini, biar dia menduga-duga!"
"Lo-enghiong, sebenarnya Anda memilih jalan yang mana?"
Tanya Thio Yan-to.
"Menurut pendapat Tuan Thio, sebaiknya kita memilih jalan yang mana?"
Kie Tiang-lim balik bertanya. Thio Yan-to berpikir sebentar baru menjawab.
"Menurutku, Lim Hud-kiam tahu ini kalau semua ini adalah akal-akalan Lo- eng-hiong untuk menghindar dari mereka, dia pasti akan memasang jebakan di sungai, aku rasa lebih baik kita jalan darat, itu akan lebih aman!"
Wajah Kie Tiang-lim sedikit berubah, dia menarik nafas dan berkata.
"Tuan Thio memang penuh perhitungan, pemikiranku tidak bisa membohongi Tuan Thio, kita berdoa saja mudah- mudahan Lim Hud-kiam tidak seperti Tuan Thio begitu berpengalaman!"
Thio Yan-to menarik nafas.
"Memakai rencana yang benar atau yang palsu itu tidak mudah, sekarang kita harus mencoba ke mana peruntungan kita memihak?"
Kie Tiang-lim berkata.
"Lim Hud-kiam hanya ingin merampok barang bawaan kita tapi tidak ada uang di kapal kita, kalau bisa menghindarinya yang lain kita tidak perlu takut, kalau tidak bisa menghindar darinya terpaksa kita harus melawan dengan keras, sangat beruntung bila ada dia, tidak akan terjadi pembunuhan atau perdarahan, tidak akan berat untuk kita!"
Thio Yan-to tertawa, katanya.
"Rencana Lo-enghiong adalah rencana yang bagus, tapi dengan cara apa Lo-enghiong membawa uang itu?"
"Ini adalah rahasia, aku tidak enak untuk memberitahukannya...."
Jawab Kie Tiang-lim.
"Sepanjang jalan nanti kita akan berhenti hanya untuk membeli makanan, tidak perlu membawa beras berkarung- karung,"
Kata Thio Yan-to tertawa.
"Mata Tuan Thio benar-benar jeli,"
Kata Kie Tiang-lim. Semua orang terpaku, Souw Thian-sia dengan cepat berkata.
"Susiok, itu sangat berbahaya, sebab setiap hari perahu selalu kosong, tidak ada yang menjaga...."
Thio Yan-to tertawa.
"Sungguh cara yang paling bagus, kalau Lo-enghiong dari awal sudah mengumumkan hal ini, semua orang tidak akan membiarkan karung beras itu berada di sana dan perampok dari awal sudah mengambilnya."
Kie Tiang-lim berkata.
"Sebuah rahasia jika sudah ada 3 orang yang mengetahuinya, ini bukan rahasia lagi, tampaknya aku harus mencari tempat lain."
"Sebetulnya aku tidak ingin mengatakannya, tapi karena Lo- enghiong tidak melewati jalan sungai lagi, tentu karung- karung beras itu tidak akan dibawa, maka aku coba-coba menduga, ternyata dugaanku benar!"
"Tuan ternyata sangat berpengalaman, kelak kalau ingin menyimpan barang-barang berharga, lebih baik meminta pendapat dari Tuan Thio!"
Kata Kie Tiang-lim. Karena dipuji, Thio Yan-to bertambah senang, dia berkata.
"Pekerjaanku berhubungan dengan garam, tapi mengenai cara-cara berperang aku sangat suka, jadi kadang-kadang aku sering mengeluarkan pendapat membantu teman, makanya aku bisa akrab dengan Jenderal Sie, kami berdua sangat berbeda, yang satu komandan prajurit yang satu pejabat pemerintah, dulu masalah menumpas perampok aku sering membantunya menyusun rencana sebanyak 2 kali, kedua- duanya membuat dia berhasil, hingga karirnya jadi maju, sekarang dengan sedikit siasatku dan pengalaman dari Kie Lo- enghiong, kita bergabung untuk menghadapi Lim Hud-kiam, kita nanti lihat siapa yang lebih lihai."
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jahe tua tetap lebih pedas, pengetahuan Tuan Thio seperti laut, mana mungkin seorang pemuda bisa menang dari Tuan Thio!"
Kata Kie Tiang-lim. Thio Yan-to terlihat lebih senang dia berkata.
"Baiklah! Kita susun rencana, tapi aku harap tidak ada 6 telinga lain yang mendengar, lebih baik kita berunding di perahuku, karena aku ikut dalam rencana ini maka aku juga harus ikut bertanggung jawab, bila terjadi sesuatu aku akan menerimanya."
"Tuan ingin memberikan pendapat, itu sangat baik, tapi untuk masalah tanggung jawab...."
"Aku rugi harta benda, Enghiong rugi nama baik seumur hidup tercemar, ini lebih berat dibandingkan aku, Lo-enghiong jangan merasa sungkan, kita bergabung untuk memenangkan pertarungan ini."
"Kalau Tuan Thio berkata demikian, kita akan bergabung, nanti aku ke perahu Tuan untuk berunding."
Dengan senang Thio Yan-to pamit kembali ke perahunya. In Tiong-ho tertawa lalu berkata.
"Kie Toako, orang tua ini memang sangat lihai, tapi dia tetap masih jauh darimu, hanya dengan beberapa kalimat bagaimana bisa membuatmu percaya, kelak kalau terjadi sesuatu kita tidak perlu mengganti kerugian!"
Kie Tiang-lim menarik nafas panjang.
"Pikirannya memang lihai, tapi kali ini tanggung jawabku tetap sangat berat, seperti katanya, bila terjadi sesuatu dia hanya rugi harta, sedangkan aku kehilangan nama, dan Suheng pun terbawa dalam gelombang air ini, perguruan kami akan jatuh kali ini!"
Semua orang terdiam, akhirnya Ciam Giok-beng berkata.
"Nama yang mengambang tidak perlu di jaga, kalau bisa dijaga itu lebih baik, kalau tidak ya sudah, asal kita tidak salah jalan itu sudah cukup, sesudah mati kita bisa bicara dengan kepala tegak di depan Couwsu, itu sudah cukup!"
Kie Tiang-lim berpesan supaya Souw Thian-sia siap memberangkatkan perahu, dan berpesan agar semua orang berkumpul di perahu ini, untuk karung-karung beras tidak perlu diperhatikan, dia sendiri segera pergi ke perahu Thio Yan-to, Thio Yan-to sudah menyuruh orang menunggu di sana, mereka berdua menyusun rencana dengan rahasia, perahu pun mulai berangkat.
Ooo)d*e(ooO BAB 4 Munculnya penyebab kecelakaan Dari Ciu-kang sampai Ie-tiang, menghabiskan waktu 4 hari, tapi sepanjang jalan tidak terjadi sesuatu, tapi dari hari pertama berhenti di kota Thian-kia, Souw Thian-sia dan Bu Ta- kuang sudah menyamar, mereka berbaur dengan barisan tukang perahu lalu membeli makanan diam-diam di darat, tapi mereka tidak kembali lagi ke perahu, mereka pergi ke Ie-tiang terlebih dulu.
Begitu perahu tiba di Ie-tiang, mereka sudah siap mengatur semuanya, 10 lebih kereta kuda dan beberapa puluh kuda yang membawa barang-barang semua turun dari perahu, mereka segera berjalan melalui darat.
Semua keluarga Thio Yan-to naik kereta kuda, pengawal perusahaan perjalanan menunggang kuda, Kie Tiang-lim, Ciam Giok-beng, dan In Tiong-ho ikut naik kereta Thio Yan-to, sepanjang jalan Thio Yan-to dan Kie Tiang-lim selalu saling pandang dan tersenyum, yang lain merasa aneh, tidak ada yang tahu kalau dua bungkusan besar perhiasannya berada di mana, dan dengan cara apa membawanya.
Tapi setiap orang tahu tanggung jawab ini sangat berat, mereka tidak ingin bertanya lebih jauh, mereka tidak berani bertanya, juga tidak perlu bertanya, karena kalau bertanya tidak akan ada jawabannya.
Yang membuat siapa pun jadi kesal adalah keluarga Thio mempunyai anggota perempuan terlalu banyak, 2 istri muda, satu anak perempuan, pembantu dan lain-lain sangat banyak, mereka menempati kereta kuda sampai hampir 7-8 buah.
Membawa begitu banyak perempuan dalam perjalanan sangat merepotkan, hal-hal kecil dan tetek bengek yang terjadi sangat banyak, barisan kereta dan kuda tidak bisa berhenti karena 1-2 orang, apa lagi keluarga Thio adalah pejabat, mereka tidak bisa sembarangan membuang air besar atau air kecil maka kereta terakhir adalah kereta kosong, khusus untuk dijadikan kamar kecil sampai-sampai kusir keretanya adalah seorang nenek tua.
Membawa barisan seperti itu otomatis tidak bisa berjalan cepat, meski kereta tidak berhenti, setiap hari mereka tetap berjalan, mereka sudah melakukan perjalanan sejauh 50-60 li, Kie Tiang-lim juga tampak tidak terburu-buru, sebelum gelap mereka sudah berhenti untuk menginap, pagi-pagi sudah berangkat, semua sangat teratur.
Setiap tempat selalu diatur oleh salah satu dari Kim-leng-su- seng, karena sebelumnya mereka sudah sampai terlebih dulu, sepanjang jalan semuanya diatur dengan teliti.
Kie Pi-sia paling senang karena Kie Tiang-lim berada dalam satu kereta, dan salah satu dari Kim-leng-su-seng pasti akan menemaninya di samping untuk menjelaskan apa yang harus dia perhatikan, sepertinya Kie Tiang-lim bermaksud nanti menyuruhnya meneruskan usaha perusahaan perjalanan ini, dia pun sangat puas kalau bisa menjadi ketua perusahaan perjalanan Su-hai walaupun hanya beberapa hari.
Dia tidak ingin perjalanan ini tanpa masalah, dia ingin agar terjadi masalah-masalah kecil, supaya dia bisa mengatasinya untuk mencuci bersih penghinaan yang diterimanya di Ciu- kang.
Tapi semua yang terjadi membuatnya kecewa, selama mereka berjalan hampir 15 hari dan hampir tiba di perbatasan Su-chuan, tidak ada masalah yang muncul.
Ketika rombongan kereta sudah sampai di kota Ta-tung, mereka mencari tahu, ternyata perahu perusahaan perjalanan Kim-leng yang melalui sungai sudah mendahului di depan, memang berjalan melalui air lebih cepat dibandingkan jalan darat, tapi Kie Tiang-lim tidak menyesal, Thio Yan-to juga senang, diam-diam dia merasa puas karena rencananya sukses.
Malam ini mereka menginap di sebuah penginapan, sewaktu mereka sedang mengobrol, Thio Yan-to datang mengikuti obrolan ini, Kie Pi-sia berkata.
"Ayah, sepertinya kita sudah aman dan berhasil mengecoh mereka."
Ciam Giok-beng memotong.
"Kalau aman, bukankah lebih baik, kita bisa selamat sampai di tempat tujuan!"
Tapi Souw Thian-sia berkata.
"Dua hari lagi kita baru akan sampai di kota Ban-sian, kalau berhasil melewati Tiang-kang- sam-sia, kita naik perahu lagi untuk melakukan perjalanan lewat sungai, itu akan lebih baik."
Tapi Kie Tiang-lim malah berkata.
"Propinsi Su-chuan adalah tempat di mana Lan-tiang-siang-sat tinggal, mereka punya hubungan erat dengan perampok-perampok, aku tetap merasa tidak tenang, apa lagi mereka berada di depan kita, mereka pasti akan membawa orang untuk merampok kita lagi."
Thio Yan-to membuka peta dan berkata.
"Dari kota Ban- sian ke kota Seng-touw ada tiga jalan, yang satu berjalan memutar ke Tong-kian terus turun, yang satu lagi terus berjalan lurus, yang satu lagi jalan melalui sungai melewati Sungai Beng, dari 3 jalan mana yang akan kita pilih dan mana yang lebih aman?"
Kie Tiang-lim menjawab.
"Setiap arah bisa dikatakan aman, juga bisa dikatakan tidak aman, yang terpenting adalah di jalan mana mereka akan memasang perangkap, asal mereka tidak tahu kita akan menempuh jalan mana, kita akan aman-aman saja."
"Menurut Kie Enghiong, jalan yang mana yang akan kita pilih?"
Tanya Thio Yan-to sambil tertawa.
"Rencanaku di kota Tan-ciu kita akan berbelok dari sungai ke jalan darat, kemudian melewati kota Gong-tiang, Cu-tong, kemudian ke Seng-touw,"
Jawab Kie Tiang-lim.
"Kalau berjalan melalui rute ini, kita akan berjalan ratusan li!"
Kata Thio Yan-to sambil bengong.
"Memang lebih jauh, tapi sepanjang jalan banyak kota besar, perampok tidak akan berani secara terang-terangan merampok, dan sepanjang jalan banyak murid Go-bi-pai dan murid Kiong-lai-pai, mereka sangat akrab denganku, kalau terjadi sesuatu pada kita, mereka akan membantu, kalau kita ingin mencari tahu tentang sesuatu pun lebih mudah,"
Kata Kie Tiang-lim.
"Betul, aku juga kenal dengan 2 perguruan ini, temanku juga banyak, mereka tahu mengenai para perampok!"
In Tiong-ho ikut memberi komentar.
"Kalau kalian berdua berkata demikian, berarti ini adalah pendapat kalian berdua!"
Kata Thio Yan-to. Hanya Kie Pi-sia yang tidak senang dan berkata.
"Buat apa kita minta tolong kepada orang lain?"
Dua orang tua itu melotot, membuatnya terdiam tidak berani berkomentar lagi.
Dengan tenang dan lancar mereka berjalan 4-5 hari lagi, akhirnya sampai di kota Ban-sian, mereka beristirahat semalam, dan pagi-pagi sudah berangkat lagi, baru jalan sekitar 30 li, di sebuah kota kecil karena harus melewati sebuah jalan gunung maka mereka mulai berteriak.
"Su- hai....yang terkenal...."
In Tiong-ho cepat berkata.
"Kie Toako, apakah kau pernah lewat jalan ini, kalau belum jangan berteriak seperti itu!"
Kie Tiang-lim sedikit terkejut;
"Dulu saat ke Su-chuan selalu melewati jalan besar dan tidak melalui jalan ini, mengapa sekarang tidak boleh berteriak?"
"Karena di kota ini tinggal seorang pendekar aneh, kalau menuruti generasi, dia adalah paman gurunya ketua perguruan Kiong-lai, dia sangat sombong, hanya karena masalah kecil dia sampai bertengkar dengan perguruan Kiong- lai dan keluar dari perguruannya, di daerah sini dia membuat lapangan untuk mengajar murid, orang yang terkenal di dunia persilatan selalu memberitahu dia kalau akan lewat disini, kalau tidak dia akan membuat ulah, karena dia sudah tua maka semua orang tidak ingin membuat kerewelan dengannya, kecuali sangat penting kalau tidak orang-orang lebih suka memutar ke jalan lain, hari ini anak buahmu berteriak sambil lewat sini akan membuat salah paham,"
Kata In Tiong-ho. Kie Tiang-lim segera menyuruh Souw Thian-sia melarang anak buahnya berteriak, dia juga bertanya.
"Mengapa ada orang begitu aneh, siapa dia?"
"Dia she Goan, namanya Jit-hong, dijuluki Tuan Tiat-kiam!"
Jawab In Tiong-ho.
"Aku belum pernah mendengar nama ini!"
Kata Kie Tiang- lim.
"Sifatnya aneh, dia sudah keluar dari perguruan Kiong-lai, jarang berkelana di dunia persilatan, yang pasti Toako tidak akan mengenalnya,"
Kata In Tiong-ho.
"Mengapa bukan dari awal kau memberitahu?"
Tanya Kie Tiang-lim.
"Aku sudah lama tidak kemari, hingga aku lupa ada orang tua ini, begitu mendengar anak buahmu berteriak, aku baru ingat...."
Waktu mereka sedang berbincang-bincang, terdengar teriakan lebih keras lagi.
"Su-hai....jaya dan terkenal...."
Suaranya lebih besar, Kie Tiang-lim marah.
"Apa yang dilakukan Souw Thian-sia, aku menyuruhnya supaya anak buahnya berhenti berteriak, mengapa suaranya malah bertambah besar!"
Souw Thian-sia menunggang kuda dia sudah balik lagi dan berkata.
"Susiok, Sumoi tidak ingin berhenti berteriak, Oh Toako juga begitu!"
Kie Tiang-lim benar-benar marah.
"Pi-sia benar-benar keterlaluan, mengapa Oh Yan-cauw juga ikut-ikutan?"
"Kata Oh-toako, berteriak itu seperti menyapa, kita tidak ada perselisihan dengan perguruan Kiong-lai, maka mereka tidak ada alasan melarang kita lewat disini!"
Kie Tiang-lim, dan In Tiong-ho dengan cepat turun dari kereta, mereka mencari dua ekor kuda, dengan cepat mereka berlari ke depan terlihat barisan perusahaan perjalanan Su-hai sudah berhenti, Kie Pi-sia sedang mengayun-ayunkan pedang, dia seperti sedang bertengkar dengan seorang pemuda, dari jauh terdengar teriakan melengking.
"Kalian bukan perampok, mengapa tidak mengijinkan kami lewat?"
Kie Tiang-lim sudah sampai di sana, dia membentak Kie Pi- sia, sambil memberi hormat dia berkata.
"Apakah kalian adalah anak murid Goan Suhu?"
Seorang pemuda tinggi besar menjawab.
"Betul, namaku adalah Goan Hiong, Tuan Tiat-kiam adalah ayahku!"
"Aku Kie Tiang-lim, di Kim-leng aku membuka perusahaan perjalanan, namanya Su-hai!"
Goan Hiong tertawa dingin.
"Aku tahu, di bendera tulisannya sangat jelas, aku tidak buta huruf!"
"Perusahaan perjalanan kami untuk pertama kalinya melewati jalan ini, tadi aku baru mendengar dari In Toako, ternyata Goan Suhu tinggal di sini, kami baru saja ingin mengunjung beliau!"
Goan Hiong berkata.
"Tadi ketua sudah menyapa, ayahku sudah mendengar teriakan perusahaan perjalanan kalian dari rumah, maka beliau menyuruhku datang untuk melayani kalian!"
Kie Tiang-lim tetap dengan rendah hati berkata.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Putriku tidak tahu aturan, dia berteriak-teriak di tempat kalian, aku minta maaf!"
Goan Hiong tertawa dingin.
"Tidak berani, ayahku sudah lama tidak berkelana di dunia persilatan, maka beliau menyuruhku keluar untuk melihat Enghiong mana yang lewat di sini!"
"Itu adalah kata-kata biasa, Su-hai....jaya, kami tidak berani mengagulkan diri di depan Goan Suhu, harap Heng-te bisa menyampaikan permintaan maaf kami kepada ayahmu!"
"Ayahku mengundang ketua mampir ke rumah!"
Kata Goan Hiong.
"Kami harus mengantarkan barang, belum ada waktu bisa datang ke rumahmu!"
Jawab Kie Pi-sia. Kie Tiang-lim membentak putrinya, kata In Tiong-ho.
"Toako Tuan Tiat-kiam sangat ternama, kita harus mengunjungi beliau!"
Supaya tidak menimbulkan masalah, Kie Tiang-lim mengangguk.
"Betul, kita harus mengunjungi Tuan Tiat-kiam, Thian-sia, kau bawa rombongan kereta ini berjalan perlahan, aku akan mengunjungi Tuan Tiat-kiam untuk minta maaf, apakah Heng-te bisa membawa jalan untuk kami?"
"Kami bukan perampok, kami tidak berhak menghadang kalian, tapi bendera perusahaan perjalanan kalian harus diturunkan dulu...."
Kata Goan Hiong. Menyuruh menurunkan bendera itu adalah penghinaan, Kie Tiang-lim mulai marah, In Tiong-ho dengan cepat berkata.
"Untuk apa kau menyuruh kami melakukan ini? Kie Tayhiap sudah minta maaf kepadamu dan siap datang ke rumahmu untuk minta maaf pada ayahmu...."
Goan Hiong tertawa dingin.
"Perusahaan perjalanan kalian terkenal di mana-mana, dan kami selalu tinggal di gunung, maka kami tidak tahu karena itu kami berharap bendera kalian diturunkan dulu, setelah bisa membuktikan kalau perusahaan perjalanan kalian pantas dan terkenal, kalian baru bisa memasang bendera kembali."
Melihat pemuda itu begitu sombong, dia tidak mau terpancing maka Kie Tiang-lim mengeluarkan perintah.
"Turunkan benderanya, belum pernah aku bertemu dengan orang yang begitu tidak sopan, rombongan perusahaan perjalanan berhenti dulu disini, sesudah bertemu dengan ayahmu, kita akan mengadakan pertarungan untuk merebut bendera supaya bisa dipasang kembali, bagaimana?"
"Tidak perlu bertemu ayahku, tapi bendera tetap harus diturunkan, ini adalah pesan ayahku!"
Kata Goan Hiong.
"Aturan dari mana?"
In Tiong-ho mulai marah.
"Ini adalah aturan yang berlaku di sini, kalian datang dari jauh, kalian memasuki daerah yang berbeda, harus menuruti aturan di sini!"
"Aku tinggal di Hun-lam, tapi aku sering bolak-balik ke Su- chuan, teman-temanku dari dunia persilatan juga banyak tinggal di Su-chuan, tapi aku tidak pernah mendengar ada aturan seperti ini,"
Kata In Tiong-ho marah.
"Sekarang kau sudah mendengarnya bukan?"
Tanya Goan Hiong. Melihat Goan Hiong tidak mau mendengar perkataan dan alasan mereka, Kie Tiang-lim segera memerintah.
"Thian-sia, bawa rombongan untuk meneruskan perjalanan, kita tidak ada waktu untuk bergurau dengan orang seperti ini!"
Goan Hiong juga marah.
"Semua boleh pergi, kecuali yang membawa bendera tetap harus tinggal di sini, kalau ketua perusahaan tidak ada waktu, tinggalkan benderanya di sini, sama saja!"
Souw Thian-sia langsung berpesan kepada rombongan.
"Kita berangkat sekarang, dan mulai dengan teriakan Su- hai....terkenal....dan jaya...."
Baru saja orang berteriak.
"Su-hai!"
Tiba-tiba sebuah panah yang datang menyerang, dengan cepat dia menghindar ke samping, panah bisa dihindari tapi bendera yang ada di tangannya sudah diambil lawan, Kie Pi-sia langsung meloncat, menendang orang yang merebut bendera di tengah udara, benderanya berhasil direbut kembali.
Orang yang merebut bendera itu adalah pemuda yang satu lagi, begitu dia berguling di bawah, dia segera berdiri dan mengangkat pedangnya, dia berniat menyerang Kie Pi-sia.
Goan Hiong membentak.
"Seng Cung, seorang perempuan pun tidak sanggup kau taklukkan, lebih baik kau menyingkir istirahat!"
Pemuda yang bernama Seng Cung itu berkata.
"Suheng, dia menyerang di saat aku sedang tidak siap, aku pasti bisa merebut kembali bendera itu!"
Kie Pi-sia tertawa dingin.
"Kau merebut bendera harus sudah siap, seorang laki-laki sudah kalah tapi tidak berani mengakuinya, kau benar-benar memalukan!"
Seng Cung marah, dia membawa pedangnya siap menyerang.
Dengan sebelah tangan memegang bendera, sebelah tangan memegang pedang, Kie Pi-sia sangat tenang, Seng Cung sudah menyerang 7-8 jurus, tapi selalu dihindari dengan mudah oleh Kie Pi-sia.
Wajah Goan Hiong mulai berubah, tiba- tiba dengan dia masuk ke dalam pertarungan, Oh Yan-cauw mengira dia akan masuk membantu, pecutnya dikeluarkan, bentaknya.
"Dua lawan satu, apakah kau tidak malu?"
Tapi dengan telapaknya Goan Hiong pelan melemahkan ayunan pecutnya, sedangkan satu tangan lagi mencengkeram Seng Cung, lalu melemparnya, karena Kie Pi-sia mengira dia ingin merebut bendera maka dia terus menyerang dengan pedangnya, Goan Hiong sama sekali tidak melayaninya, begitu Kie Pi-sia tahu lawan tidak bermaksud membantu kawannya, dia menarik kembali pedangnya, tapi ujung pedangnya sudah menggores pundak Goan Hiong! Serangan pedang itu tidak hebat, maka hanya menggores bajunya hingga robek dan darah yang keluar hanya sedikit, Goan Hiong melihat Kie Pi-sia dengan dingin dan berkata.
"Terima kasih Nona tidak membunuhku, aku kagum pada Nona, bisa menyerang dan menarik pedang sama-sama cepat!"
Kie Pi-sia tahu Goan Hiong sedang menyindir, tapi dia tetap dengan wajah merah berkata.
"Itu karena kau sendiri yang salah!"
"Betul, ini memang salahku, tapi kau belum tahu apa yang akan kulakukan kau malah menyerangku, kenapa kau begitu tegang?"
Sesudah Seng Cung terlempar dia merangkak dan berteriak.
"Suheng, mengapa kau memukulku?"
Karena dia berteriak, semua orang baru memperhatikannya, ternyata wajahnya terlihat ada bekas telapak tangan berwarna merah, tanda itu didapatkan saat Goan Hiong melemparnya keluar sekaligus menamparnya.
Sekarang Kie Tiang-lim dan In Tiong-ho ikut terkejut, gerakan pemuda itu benar-benar cepat, dalam sekejap dia telah menggunakan telapaknya menggetarkan pecut, melempar orang, serta menampar, 3 gerakan ini dilakukan dalam waktu bersamaan, Kie Tiang-lim yang berpengalaman pun tidak melihat kapan dia menampar Sutenya.
Goan Hiong masih membentak Seng Cung.
"Kau masih berani bertanya, apakah kau tidak merasa malu, menamparmu adalah hukuman ringan, kalau ayah berada di sini, matamu yang akan dicungkil sebelah!"
Seng Cung tetap tidak mengerti, dengan bengong dia bertanya.
"Suheng, apa salahku? Aku memang tidak bisa mengambil bendera, tapi aku tidak kalah...."
Goan Hiong marah dan membentak.
"Kurang ajar, kau masih berani membantah, dengan kemampuan ilmumu yang hanya sedikit ingin mengambil bendera dari tangan orang lain, kau menyerang orang lain 7-8 kali, tapi orang lain tidak membalas satu jurus pun, kapan keluarga Goan pernah melakukan hal yang memalukan seperti ini?"
Seng Cung berkata.
"Itu karena dia tidak berani membalas, kalau tidak dari tadi aku sudah mendapatkan bendera itu, karena dia tidak balas menyerang, maka jurus-jurus yang guru ajarkan tidak bisa kugunakan!"
Goan Hiong tertawa dingin.
"Kalau Ketua Kie yang membawa benderanya, apa mungkin kau masih mempunyai kesempatan karena dia harus menjaga wibawa dan malu untuk membunuhmu, tapi perempuan ini tidak sama, dia tidak punya otak hanya mengandalkan tenaga, kau ingin mengalihkan perhatiannya mungkin nyawamu akan melayang!"
Kie Pi-sia marah.
"Kentut, siapa yang tidak punya otak?"
Dengan dingin Goan Hiong menjawab.
"Tentu saja kau, kalau kau punya pengalaman bertarung aku tidak akan sampai digores, aku masuk ke arena pertarungan dengan tangan kosong, aku juga tidak menyerangmu, kalau pesilat pedang yang hebat dia tidak akan melakukan hal ceroboh begitu."
Kie Pi-sia yang dimarahi, wajahnya menjadi merah, karena malu Kie Pi-sia berteriak.
"Kau jangan sombong, kalau kau punya ilmu silat tinggi, seharusnya kau bisa menghindari seranganku!"
Goan Hiong tersenyum.
"Aku malas bicara denganmu, kalau kau tidak terima, kau boleh bertanya kepada ayahmu kalau aku tidak bisa menghindari seranganmu, aku akan segera pulang menyiapkan meja untuk sembahyang, dan aku akan berlutut mengantarkan kalian melewati tempat kami, kau belum pantas membawa bendera, lebih baik cari orang yang lebih pintar untuk bicara."
Kie Pi-sia dihina lagi, dia merasa malu, sebetulnya semenjak melihat bekas tamparan di muka Seng Cung dia sudah tahu kalau orang ini mempunyai ilmu silat yang tinggi, dan sebetulnya Goan Hiong tidak menghindar maksudnya adalah ingin mempermalukan Kie Pi-sia, karena Kie Pi-sia tidak berpengalaman, maka hal ini membuatnya bertambah malu lagi.
Dia belajar ilmu pedang kepada Supeknya, tahun ini baru lulus dan dia kembali ke rumah, tadinya dia bercita-cita tinggi, dia ingin meneruskan usaha ayahnya.
Tapi begitu sampai di rumah, dia sudah bertemu dengan Lim Hud-kiam, di Ciu-kang dia dipermainkan, sekarang dia dihina, dia tidak pernah lancar melakukan tugas, maka rasa marah membuat air matanya terus menetes, dia berteriak.
"Kentut! Kalau kau sanggup, rebutlah kembali bendera ini dari tanganku, kalau tidak kau yang pergi dari sini!"
Goan Hiong berkata dingin.
"Ketua Kie, apakah kau siap memberi tugas kepada putrimu menjaga bendera ini sampai tujuan?"
Kie Tiang-lim belum menjawab, putrinya sudah menjawab.
"Betul! Ayahku sudah pensiun, perusahaan perjalanan ini aku yang mengurusnya sekarang!"
Goan Hiong tertawa terbahak-bahak.
"Baiklah, baiklah, Ketua Kie yang terkenal nama baiknya sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia, sekarang putrinya lebih hebat lagi, aku percaya nama baik perusahaan kalian akan lebih terkenal dan sukses lagi, orang she Goan tidak berani berbuat macam- macam, tadi aku sudah membuatmu marah, aku minta maaf, aku beserta ayahku akan datang ke kantor kalian untuk minta maaf, aku tidak akan mengganggu lagi perjalanan kalian, silakan!"
Sesudah itu, dia mundur ke pinggir, Kie Pi-sia sama sekali tidak menyangka lawan akan mundur begitu saja dan tidak mengerti maksudnya, dia terus melihat Kie Tiang-lim. Kie Tiang-lim menarik nafas.
"Anak Sia, sekarang kau harus mengerti mengelola perusahaan perjalanan bukan hal yang mudah, berikan bendera itu kepada Suhengmu!"
"Mengapa? Aku memegang bendera ini dengan baik!"
Kie Pi-sia berteriak. Souw Thian-sia melihat Sumoinya masih tidak mengerti, terpaksa dia maju dan mengambil bendera itu lalu berkata.
"Sumoi, membuka perusahaan perjalanan bukan hanya mengandalkan ilmu silat saja, masih banyak hal yang harus kau pelajari."
Kie Pi-sia melotot.
"Aku tidak mengerti, bukankah lawan sudah mengalah? Apakah aku telah melakukan kesalahan?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Souw Thian-sia tertawa kecut.
"Lawan tidak kalah mana mungkin dia akan mundur?"
"Dia sendiri yang berkata demikian!"
"Betul, dia memang berkata demikian, tapi bukan berarti dia mundur, dia meremehkanmu, kalau kita lewat begitu saja, kelak bendera ini tidak perlu dipasang lagi!"
Kie Pi-sia melotot dan berkata.
"Dia berani meremehkanku? Hei orang she Goan, keluar kau, aku harus menghajarmu!"
Goan Hiong tidak meladeninya, Kie Tiang-lim pelan-pelan membentak.
"Pi-sia, jangan bicara lagi, kalau kau mau meneruskan usaha ayah, kau belajar dari samping!"
Dia menoleh dan berkata kepada Goan Hiong.
"Putriku untuk pertama kalinya melakukan perjalanan jauh, mengenai aturan dunia persilatan dia sama sekali tidak mengerti, kalau Toako sependapat dengannya, sepertinya tidak pantas."
Goan Hiong tertawa dingin.
"Aku selalu minta pendapat Ketua Kie untuk setiap hal, tapi Ketua Kie selalu diam, semua pendapat diucapkan oleh putrimu...."
Kie Tiang-lim tetap dengan ramah berkata.
"Aku memang berencana akan pensiun dan akan menyerahkan perusahaan perjalanan ini kepada putriku untuk dikelola olehnya, hal ini memang belum diputuskan, aku harap dia bisa berlatih dulu dari pengalaman bukan dalam satu hari lalu bisa mendapatkan semuanya kalau dia salah mengambil keputusan, pasti aku tidak akan membenarkannya, mulai sekarang semua urusan tetap aku yang memutuskan, kalau Heng-te ada petunjuk? Boleh langsung tanyakan kepadaku!"
"Tetap seperti tadi, tinggalkan bendera!"
Perintah Goan Hiong.
"Itu tidak mungkin, kami lewat wilayah kalian tapi tidak mengunjungi Goan Suhu, itu adalah kesalahanku, selain meninggalkan bendera, aku bisa menerima syarat apa saja darimu untuk minta maaf!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Aku tidak berani meminta Ketua Kie minta maaf, tapi Anda tetap harus meninggalkan bendera, kalau Ketua Kie tidak meninggalkan bendera kami akan mengambilnya sendiri!"
Ucap Goan Hiong. Wajah Kie Tiang-lim berubah.
"Terserah dengan cara apa kau ingin bertarung, satu lawan satu, atau satu lawan semua?"
Goan Hiong tertawa.
"Kami keluarga Goan bukan perampok, kami juga tidak ingin merampok barang kalian, hanya ingin mencoba pedang sakti Ketua Kie!"
Kie Tiang-lim mengangguk.
"Baiklah, diberi kebaikan kau tidak mau terima, kesabaranku sudah habis, kalau aku berbuat salah aku akan memberitahu hal sebenarnya kepada dunia persilatan!"
Pedangnya sudah dicabut, Souw Thian-sia dengan cepat berkata.
"Susiok, kalau bertarung dengan Goan Lo-enghiong, murid tidak berani melarang, sekarang dia hanya generasi muda, biar murid yang menerima tantangan dia!"
"Di dunia persilatan tidak membedakan generasi, Tuan jangan sembarangan memilah-milah generasi!"
Kata Goan Hiong. Souw Thian-sia tersenyum.
"Tuan kurang berpengalaman, masa di dunia persilatan tidak ada perbedaan generasi, siapa yang lebih awal lulus dari perguruannya generasinya lebih tinggi, oleh sebab itu Tuan belum pantas bertarung dengan Susiokku, bagi perusahaan perjalanan kami kalau pengurus masih bisa menangani masalah yang muncul, tidak perlu ketua yang turun tangan!"
"Apakah kau menganggap kau sendiri bisa mengatasi masalah ini?"
Tanya Goan Hiong.
"Kalau belum dicoba, aku tidak akan bisa menjawabnya, bila betul-betul tidak bisa mengatasinya, baru Susiokku akan membantu,"
Kata Souw Thian-sia.
"Betul juga, aku dengar perusahaan perjalanan kalian mempunyai Kim-leng-su-seng, mereka sangat terkenal di dunia persilatan, kalau aku tidak mencoba kemampuan kalian berempat, langsung mencari Ketua Kie untuk bertarung, aku memang tidak tahu diri!"
Kata Goan Hiong.
"Kalau kami berempat kalah, kau masih harus melewati Sumoi baru bisa bertarung dengan Susiok!"
Seru Souw Thian- sia. Goan Hiong melihat Kie Pi-sia.
"Apakah Sumoimu yang kau maksud adalah Li Enghiong ini? Aku sudah mencoba ilmu silatnya!"
Dengan santai Souw Thian-sia berkata.
"Sumoi memang kurang berpengalaman di dunia persilatan, tapi ilmu silatnya berada di atas kami berempat, kalau tidak, Susiok tidak akan membiarkan dia menjadi penanggung jawab perusahaan perjalanan kami, Tuan bisa menang darinya itu hanya ucapan di mulut, itu tidak aneh kalau bisa menang dari ilmu silatnya, itu baru benar-benar bisa dibanggakan, mari kita bertarung sekarang!"
Karena kata-kata Souw Thian-sia tadi, membuat Kie Pi-sia senang, dia berteriak kegirangan.
"Souw Toako benar, kalau kau bisa menang dariku, kau baru boleh menyombongkan diri."
Souw Thian-sia menggelengkan kepala dan berkata.
"Sumoi, kalau hari ini kau benar-benar mewakili perusahaan perjalanan kita, jurus yang tadi kau keluarkan kau sudah kalah, orang yang akan memimpin perusahaan perjalanan besar tidak boleh melakukan kesalahan, harap kau rajin belajar, kurangi bicara yang tidak penting, jangan sembarangan menyerang, yang penting harus mempunyai lapang dada luas dan jangan sombong, sebetulnya kata-kata ini harus disampaikan Susiok kepadamu, Susiok ingin kau belajar dari kegagalan untuk mendapat pengalaman, tapi aku adalah Suhengmu, aku tidak mau kau dihina, maka aku menasehatimu...."
Kie Pi-sia membalikkan tubuh dan berkata kepada Goan Hiong.
"Silakan, Tuan!"
Goan Hiong melihat Souw Thian-sia begitu bijak dengan kata-katanya, semua kata-katanya masuk akal, maka dia tahu Souw Thian-sia mempunyai kepribadian yang kuat, dia pun tidak berani bertindak ceroboh pedangnya dicabut dan dia masuk ke arena, tiba-tiba seorang pemuda mendekatinya.
"Lak-ko, lawan begitu banyak, kau tidak bisa bergiliran bertarung dengan mereka, biar aku yang bertarung pada pertarungan pertama ini!"
"Baiklah, tapi kau jangan seperti Seng Cung, begitu memalukan!"
Goan Hiong sambil mengangguk. Pemuda itu tertawa, dia membawa pedang.
"Aku Pui Thian- hoa, di perguruan kami aku adalah murid ke-9, tapi ilmu silatku sebaliknya, mohon beri petunjuk!"
Souw Thian-sia pun menyebutkan namanya. Pui Thian-hoa berkata.
"Kau adalah Kim-leng-kiam-seng, aku baru belajar ilmu pedang dari guru, maka aku tidak berani mengatakan bisa menang darimu, tapi tangan kosongku juga tidak akan tinggal diam kalau kebetulan tangan kosongku mengenai Tuan, aku minta maaf!"
"Mengenai ilmu telapak, aku sangat gersang, tapi aku juga memberitahumu, aku akan menganggap tangan kosongmu itu adalah sebuah senjata!"
Kata Souw Thian-sia.
"Itu sudah pasti, Tuan bisa menepisku, lebih baik menepis tangan kosong ini hingga putus, setelah putus aku akan belajar pedang dengan sungguh-sungguh, kalau tidak aku selalu mengandalkan tangan kosong ini berbuat licik, setiap hari guru selalu marah, aku tidak benar-benar belajar ilmu silat kelak susah jadi orang sukses, silakan!"
Mereka berdua masing-masing mengeluarkan pedang dan mulai berhitung, jurus pedang Pui Thian-hoa sangat aneh, jurusnya lebih bagus dibandingkan Seng Cung, tadi dia mengatakan ilmu pedangnya adalah sebaliknya ternyata tidak bohong, kalau tidak Goan Hiong tidak akan mengijinkan dia bertarung terlebih dulu.
Kedua belah pihak sangat memperhatikan pertarungan ini Souw Thian-sia bertahan dengan ketat, menyerang pun tidak sepenuh tenaga, karena sebelah tangan Pui Thian-hoa selalu bergoyang-goyang, seperti sedang mencari kesempatan menyerang, dan jurus pedangnya sangat serasi dengan sebelah tangannya, menyerang cepat dan dengan jarak dekat pula! Souw Thian-sia berusaha menarik jarak hingga jauh, tidak memberi kesempatan pada tangan kosong Pui Thian-hoa menyerangnya, memang bertarung dengan cara seperti itu sangat merugikan karena harus sering mundur.
Kie Tiang-lim pelan-pelan berkata kepada In Tiong-ho.
"Bocah-bocah ini dasar ilmu pedangnya sangat kuat, tampaknya kemampuan Goan Suhu dengan Tetua-tetua Kiong-iai-pai tidak berbeda jauh."
Kata In Tiong-ho.
"Ilmu silat Goan Jit-hong berbeda dengan orang lain, kecuali jurus-jurus perguruannya yang dulu, dia masih menambah dengan jurus-jurus lain, ilmu silatnya lebih hebat dari ilmu silatnya yang dulu, karena tidak bisa menjadi ketua perguruan, dia membuat perguruan baru, dia memilih banyak pemuda berbakat lalu dilatih, selama beberapa tahun ini dia tidak pernah muncul di dunia persilatan, tapi melihat kemampuan murid-muridnya kelihatannya dia sangat sukses!"
Sewaktu mereka sedang berbincang-bincang, Kie Pi-sia datang dan berkata.
"Ayah, mengapa Souw Toako mundur terus, tidak menyerang?"
"Dia harus mantap dulu baru menyerang, sebab kecuali dengan pedang, tangan lawannya pun ikut menyerang, kalau tidak berhati-hati, akan mendapat kerugian!"
Kata Kie Tiang- lim.
"Jurusnya sangat rendah!"
Kata Kie Pi-sia.
"Ilmu silat tidak ada yang rendah, apa lagi sebelumnya dia sudah memberitahu, bertarung dengan ilmu silat masing- masing, tidak memberi batasan dengan ilmu apa dia akan menyerang."
"Tapi Souw Toako terlalu monoton, lebih baik bertanding tangan kosongnya dulu!"
Kata Kie Pi-sia.
"Tidak bisa, sebelum lawan menggunakan tangan itu, kita tidak bisa menyerang kelemahan orang lain, ini adalah aturan dunia persilatan,"
Jelas Kie Tiang-lim.
"Menyerang dengan tangan kosong tidak melanggar aturan, sebab tangan termasuk bagian tubuh, dia diijinkan menyerang, bukankah dari awal sudah dibicarakan?"
Tanya Kie Pi-sia. In Tiong-ho mengangguk sambil tertawa.
"Kata-kata Hiantit tidak salah, tapi Souw Hiantit selalu bertahan dan tidak menyerang, itu juga ada alasannya, tangan lawan mungkin salah satu tipuan, kalau hanya memperhatikan tangan kosongnya, tapi kendur dengan jurus pedangnya, kerugian Souw Hiantit akan bertambah besar, Souw Hiantit sungguh berpengalaman, ilmu pedangnya lebih rendah dari Pi-sia, tapi pengalaman bertarungnya berada di atasmu, apa yang kau pikirkan dia pasti terpikir, malah dia berpikir yang tidak kau pikirkan, kita lihat terus, kemungkinan ada gunanya untukmu!"
Pertarungan masih terus berjalan, keadaan tetap sama, Ciam Giok-beng mulai tidak tenang, dia berlari mendekat untuk melihat, tiba-tiba jurus pedang Pui Thian-hoa menjadi sangat lihai, mungkin setelah lama bertarung tidak ada hasil, tangan kosongnya tidak ada kesempatan untuk mengeluarkan jurus, akhirnya dia melepaskan kesempatan menyerang dengan tangan kosong dan berkonsentrasi pada jurus pedang.
Melihat tangan kosongnya diturunkan, segera Souw Thian- sia bertambah semangat, bukan hanya bertahan dengan ketat dia mulai menyerang, Pui Thian-hoa bertarung sambil tertawa- tawa.
"Itu baru Kim-leng-su-seng yang terkenal, kalau hanya bertahan tidak menyerang, siapa pun akan jadi bosan, aku pun tidak semangat bertarung!"
Mereka bertarung dengan sengit, Ciam Giok-beng berkata.
"Ilmu pedang lawan tidak lemah, kalau Souw Thian-sia tidak berpengalaman, dia akan kalah!"
"Supek, apakah Souw Toako akan menang!"
Tanya Kie Pi- sia.
"Ilmu pedang kita bukan nomor satu di dunia ini, tapi bocah itu tidak akan sanggup mengalahkan Thian-sia!"
Kata Ciam Giok-beng tertawa. Benar saja Souw Thian-sia menyerang dengan semangat, dengan cepat membuat pedang Pui Thian-hoa bergeser, dan ujung pedang dengan cepat menunjuk kepada jantung Pui Thian-hoa, dan membentak.
"Lepaskan!"
Karena pedang Pui Thian-hoa tidak sempat ditarik kembali dia malah dengan tenang melihat ujung pedang yang menunjuk kepadanya dan berkata.
"Mengapa aku harus melepaskan pedang?"
Souw Thian-sia marah.
"Apakah kau mau berbuat licik?"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pui Thian-hoa tetap tertawa.
"Apa yang disebut licik, kita bertarung dengan pedang, kalau pedangku dilepas itu berarti kau menang, tapi sekarang pedangku tidak lepas dari tanganku!"
Souw Thian-sia sama sekali tidak menyangka Pui Thian-hoa akan berkata demikian, dia marah.
"Kalau ujung pedangku maju lagi 1 inci, akan kutusuk jantungmu, apakah kau belum mau mengaku kalah?"
Pui Thian-hoa tertawa dingin.
"Apakah seperti itu baru dihitung kalah, kalau pedangmu bisa menusuk ke dalam, aku akan mengaku kalah tapi pedangmu belum tentu bisa menembus ke dalam!"
Souw Thian-sia benar-benar marah, ujung pedang maju tadinya dia akan memperlihatkan sedikit kelihaian kepada Pui Thian-hoa, ujung pedang masuk ke dalam baju, segera terkena sebuah benda keras, sepertinya Pui Thian-hoa menggunakan pelindung dada, maka pedang segera ditarik kembali pada kesempatan ini pedang Pui Thian-hoa datang menyerang Souw Thian-sia.
Karena tidak menyangka, maka pedang yang ada di tangan Souw Thian-sia terjatuh, Pui Thian-hoa tertawa terbahak- bahak.
"Ini baru benar-benar kalah!"
Souw Thian-sia marah.
"Kau benar-benar tidak tahu malu, di balik baju kau menggunakan pelindung!"
Pui Thian-hoa tersenyum.
"Menggunakan pelindung tidak tahu malu, kau yang berkata seperti itu, tapi aku tidak punya pikiran demikian, kalau tidak aku sudah menang dari tadi!"
Souw Thian-sia terpaku, karena semenjak perahu diserang oleh perampok yang berpura-pura menjadi pasukan pemerintah, Kie Tiang-lim memerintahkan semua orang memakai pelindung di depan jantung, pelindung berupa lempengan baja, di tubuhnya juga terpasang pelindung tapi mengatakan orang lain tidak tahu malu, dengan wajah menjadi merah dia berkata.
"Kami adalah orang perusahaan perjalanan menggunakan pelindung itu diharuskan, karena sering kali diserang secara tiba-tiba, tapi jurus pedangku berada di atasmu, jadi aku kurang waspada dan pedangku terpukul hingga jatuh!"
Pui Thian-hoa berkata.
"Aku bukan orang kantor perusahaan perjalanan, maka tidak perlu ada pelindung dada, tapi aku akan memperlihatkan pelindung dadaku, supaya kau bisa menerima kekalahanmu."
Dari depan dadanya dia mengeluarkan sebuah lempengan baja, dan melemparnya ke depan Souw Thian-sia, di atas tidak ada tanda.
"Barang ini adalah milikmu, kau pasti hafal barang ini."
Souw Thian-sia memungut lempengan baja itu, kemudian wajahnya terus berubah.
"Kapan kau mengambilnya dari tubuhku?"
Pui Thian-hoa berkata.
"Yang pasti saat bertarung jarak dekat, aku tidak bisa mengambil barang melalui udara, maka tidak mungkin barang itu akan berpindah tempat?"
Wajah Kie Tiang-lim dan lain-lain terus berubah, karena mereka terus memperhatikan gerakan lawan, tapi tidak melihat jelas kapan Pui Thian-hoa bisa mengambil lempengan baja itu dari balik dada Souw Thian-sia dan lempengan baja itu ada beberapa lubang di pinggirnya, lubang itu untuk menjahit benang di pakaian dalam, dia bisa memutus benang dan mengambil lempengan baja, tapi tidak ketahuan oleh Souw Thian-sia, cara ini benar-benar mengejutkan, Pui Thian- hoa berkata lagi.
"Dari tadi aku sudah memberitahu, tangan kosongku akan bergerak, kau harus hati-hati!"
Souw Thian-sia tidak bisa berkata apa-apa, dengan sedih dia mengambil pedangnya yang terjatuh.
"Aku mengaku kalah, sebetulnya sewaktu kau mengambil pelindung dadaku, kau sudah menang, untuk apa harus terus bertarung lagi?"
"Tidak bisa, karena kau adalah Kim-leng-kiam-seng, dengan cara aku tadi menang darimu, itu tidak membanggakan aku harus memukul pedangmu dulu hingga jatuh, itu baru benar- benar dikatakan menang!"
Souw Thian-sia diam tidak bisa menjawab, Kie Pi-sia keluar dan berkata.
"Kau hanya mengandalkan siasat kecil untuk menang dari Toakoku, itu bukan ilmu yang benar!"
"Sewaktu aku mengambil lempengan baja lalu menotok nadinya, apakah artinya aku punya ilmu silat yang tinggi!"
"Tidak! Dalam ilmu pedang kau tetap kalah!"
Kata Kie Pi-sia. Pui Thian-hoa tertawa terbahak-bahak.
"Nadinya tidak terlindung, punya ilmu pedang tinggi untuk apa?"
Kie Pi-sia tidak bisa menjawab, dia menghentakkan kaki.
"Kalau kau bisa mengalahkanku, aku akan mengaku bahwa kau memang adalah pesilat tangguh!"
"Aku tidak berani, karena kau adalah seorang perempuan, aku tidak bisa meraba tubuhmu!"
Tapi Kie Pi-sia sudah menyerangnya, Pui Thian-hoa menghadang dengan pedang dan berkata.
"Apakah kau mengerti aturan?"
Kie Pi-sia tetap menyerang, terpaksa Pui Thian-hoa dengan pedang menghadangnya dan berkata.
"Kalau kau tidak mau dengar, maafkan aku kalau aku melakukan sesuatu!"
Kata Kie Pi-sia.
"Mau dengan pedang atau dengan tanganmu asalkan bisa memegang bajuku, aku akan tunduk!"
"Baiklah, aku akan mengajarmu, gadis yang tidak tahu aturan!"
Pedang dan telapak terus menyerang, tapi Pui Thian-hoa masih sangat sopan, ilmu pedang dan ilmu telapaknya menyerang secara terang-terangan, Kie Pi-sia kalang kabut menahan serangannya, kelihatannya Kie Pi-sia akan kalah, tapi dia nekat dia mengeluarkan jurus Tay-lo-kiam-hoat yang baru diajarkan oleh Ciam Giok-beng.
Ciam Giok-beng terus berteriak.
"Tidak diijinkan menggunakan jurus itu, sebab kau belum betul-betul menguasainya, kau tidak akan bisa mengendalikannya...."
Tapi teriakan Ciam Giok-beng sudah terlambat, Tay-lo- kiam-hoat yang hebat membuat Pui Thian-hoa tidak bisa bertahan, pertama pedang tergetar hingga terbang, kemudian tampak cahaya hijau berkilau, darah sudah muncrat, Pui Thian-hoa memang bisa menghindar dengan cepat, tapi pundaknya tergores oleh pedang Kie Pi-sia.
Ciam Giok-beng marah.
"Mengapa anak ini tidak pernah mau mendengar kata-kata orang tua?"
Melihat saat dia menyerang berhasil melukai lawan, Kie Pi- sia merasa tidak enak, pelan-pelan dia berkata.
"Sesudah mengeluarkan jurus, aku tidak sanggup menghentikannya!"
Pui Thian-hoa berdiri dari bawah, dia tertawa dingin.
"Ilmu pedang yang dahsyat!"
"Aku tidak ingin melukaimu, tapi kau memang keterlaluan!"
Pui Thian-hoa melihat Kie Pi-sia dan berkata.
"Kalau tahu kau begitu kejam, tentu aku akan menyobek sebelah telingamu, apakah kau kira kau bisa menang?"
Kemudian dia membuka telapaknya dan melempar sebuah anting-anting, dengan cepat Kie Pi-sia meraba telinganya, dia terpaku.
Ternyata sebuah anting emas dan mutiara yang terpasang di telinganya sudah berada di tangan Pui Thian-hoa, kalau memang Pui Thian-hoa ingin merobek telinganya, pasti bisa dia lakukan, tapi dia tidak melakukannya sedangkan pedang Kie Pi-sia sudah melukainya, hal ini membuat Kie Pi-sia serba salah! Setelah lama Kie Tiang-lim baru mencabut bendera perusahaan perjalanan dari bawah, dia memberikannya kepada Goan Hiong.
"Kalian berilmu tinggi, aku sangat kagum pada kalian, Heng-te boleh membawa bendera ini, tapi aku tetap akan menemui ayahmu."
Goan Hiong tertawa terbahak-bahak.
"Tidak perlu, aku tidak akan bisa menang dari putrimu, aku malu menahan bendera ini, silakan, kalian boleh pergi!"
Kie Tiang-lim merasa aneh, dia memberi hormat lagi.
"Terima kasih kalian sudah membiarkan kami lewat, tapi aku tetap ingin bertemu dengan ayahmu untuk minta maaf...."
"Terus terang saja, ayahku sedang tidak ada di rumah."
"Goan Enghiong tidak ada di rumah?"
Kie Tiang-lim terpaku.
"Betul, menahan bendera kalian adalah ideku, bukan ide ayahku, tapi kalau ayah ada di rumah, beliau pasti akan melakukannya dengan cara seperti ini juga, nasib kalian memang sedang bagus, kalau tidak mana mungkin bisa begitu mudah lewat dari sini!"
Kie Tiang-lim tidak berniat bertengkar mulut dengannya, dia berkata.
"Putriku terlalu kasar, dia sudah melukai Pui Heng-te, aku minta maaf, ayahmu tidak ada di rumah, aku juga masih ada hal yang lain yang harus dilakukan, jadi kami tidak bisa berlama-lama di sini, begitu aku selesai menyerahkan barang bawaan ini, aku akan kemari lagi untuk mengunjungi ayahmu!"
Goan Hiong tertawa dingin.
"Aku memang tidak ingin bendera ini ditinggal di sini, tapi aku kira kalian pasti akan malu memasang bendera ini, kata-kataku sampai di sini, apakah kalian mau berkunjung lagi atau tidak, terserah kalian, silakan! Sesudah memberi hormat, Kie Tiang-lim memimpin barisan perusahaan perjalanan melanjutkan perjalanan, Goan Hiong dan lain-lainnya kembali ke gunung, dia menunjuk sebuah batu dan berkata.
"Di atas adalah rumah keluarga Goan, jalan di sini tidak bercabang, aku kira Ketua Kie tidak akan tersesat!"
Kie Tiang-lim yang sudah berada di atas kuda berkata.
"Heng-te tenang saja, kalau Orang she Kie tidak kemari, bendera Su-hai tidak akan muncul di dunia persilatan lagi."
Sesudah berjalan 1 li lebih, Kie Pi-sia tetap menundukkan kepala karena dia sadar telah berbuat kesalahan, Souw Thian- sia berkata.
"Sumoi tidak melakukan kesalahan, bila senjata beradu pasti ada yang terluka, apa lagi dia sengaja mencari gara-gara, kalau tidak dibereskan kita tidak akan bisa melewati gunung ini!"
Kie Tiang-lim melotot kepada dia.
"Thian-sia, mengapa kau berkata demikian, apakah dengan kemenangan hari ini kau merasa bangga?"
"Dia hanya mengambil sebelah anting Sumoi, walaupun dia bisa menarik sebelah telinga Sumoi, tapi kita berhasil membacoknya, maka tidak bisa mengatakan kalau kita kalah!"
Kata Souw Thian-sia. Kata Kie Tiang-lim.
"Pi-sia membacoknya, semua orang melihatnya, Pi-sia kehilangan sebelah anting tidak ada orang yang melihatnya, maka biarpun kalah atau menang, kita sudah di buat malu."
"Lalu kita harus bagaimana, apakah betul bendera kita harus kita tinggalkan di sana, kalau begitu itu akan lebih memalukan lagi!"
Kie Tiang-lim menarik nafas.
"Tangannya sangat aneh, tapi ilmu pedangnya tidak begitu sulit dihadapi, kalau aku dan Toako menyerang bersama, mungkin bisa menang darinya, juga bisa mengurangi banyak kesulitan, sekarang karena dirimu, ingin menyerang pun tidak ada kesempatan."
"Nanti kalau pulang, kita cari ayahnya untuk membuat perhitungan!"
Kata Kie Pi-sia.
"Kita membuka perusahaan perjalanan untuk mengantarkan barang orang lain, bukan bertengkar dengan orang lain, kalau tadi kita bisa membereskan masalah, kelak kita tidak perlu kemari lagi!"
Kata Souw Thian-sia.
"Walaupun tadi Paman bisa menang darinya, untung ayahnya tidak ada di rumah, kelak kita tetap akan repot!"
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Thian-sia, kau sudah lama berkelana di dunia persilatan, tapi percuma saja, Goan Jit-hong memang ada di rumah, hanya saja dia sengaja tidak mau muncul!"
Jelas Kie Tiang-lim.
"Mengapa dia tidak mau muncul?"
"Sebab ilmu pedang Pi-sia yang bernama Tay-lo-kiam-hoat membuat mereka terkejut, sebelum dia yakin menang dari kita, dia tidak akan muncul ke permukaan!"
"Apakah saat kita pulang nanti, apa dia sanggup melawan kita?"
"Kalau tidak bisa, dia akan terus bersembunyi dan kita tidak bisa tinggal di rumahnya untuk terus menunggu, kalau masalah belum selesai, bendera Su-hai tidak akan bisa kita keluarkan, kali ini dia sudah menang dari kita!"
Souw Thian-sia terpaku. Kie Tiang-lim berkata.
"Dia tahu aku tidak bisa Tay-lo-kiam- hoat, hari ini dia hanya diam karena ada Suheng di sini, tapi Suheng tidak bisa selamanya bersama kita, begitu Suheng pergi, dia akan datang, aku tidak yakin bisa menang darinya, semua masalah muncul gara-gara Pi-sia."
Ciam Giok-beng menarik nafas.
"Aku tidak menyangka dunia persilatan ternyata begitu berliku-liku, demi apa dia melakukan semua ini?"
"Karena namaku terlalu besar di dunia persilatan, pasti ada yang merasa iri, yang menyimpan dendam ingin membalas dendam, yang tidak ada dendam ingin membuatku jatuh, perusahaan perjalanan kita dibangun karena perintah guru, semua orang tahu tentang hal ini, tapi kalau bendera Su-hai tidak boleh dikibarkan lagi walaupun mengandalkan tenaga Suheng, kalau kita membangun kembali, tetap saja nama kita akan tercemar,"
Kata Kie Tiang-lim.
"Tay-lo-kiam-hoat yang dikuasai Pi-sia aku yang mengajarinya, sekarang dia membuat masalah, aku harus bertanggung jawab, nanti kalau pulang aku akan menemanimu menemui Goan Jit-hong, kalau bisa membereskan masalah, itu paling bagus, kalau tidak, kita akan meninggalkan pesan kita tunggu dia selama setengah tahun di Kim-leng, bila dalam waktu setengah tahun dia tidak datang, baru kita akan mulai membangun kembali usaha kita, waktu itu dunia persilatan tidak akan ragu lagi kepada kita!"
Papar Ciam Giok-beng.
"Itu ide yang bagus, tapi Suheng harus tinggal di Kim-leng selama setengah tahun!"
Kata Kie Tiang-lim.
"Tidak masalah bagiku, Pak-hai juga bukan rumahku itu adalah rumah peninggalan guru, kalau aku tidak pulang, masih ada dua anak kecil di sana, mereka bisa mengurus rumah, setelah melihat kalian bertarung, aku merasa dasar ilmu pedang Thian-sia tidak kuat, aku akan mencari waktu untuk mengajarinya!"
Kata Ciam Giok-beng. Dengan senang Kie Tiang-lim berkata.
"Suheng bisa tinggal di Kim-leng, aku benar-benar merasa senang, bukan hanya Thian-sia yang bisa bertambah ilmunya, aku juga ada kesempatan untuk belajar dari awal!"
Ciam Giok-beng tertawa, katanya.
"Sute, kau sudah ada umur sudah mempunyai nama, kita berkumpul untuk berbincang-bincang saja sudah cukup, tidak perlu mencari yang baru lagi, yang penting generasi muda, ilmu silat generasi muda kita harus diperkuat, kalau tidak nama guru akan sulit dipertahankan! Dan aku merasa murid kita terlalu sedikit, begitu kita meninggal, hanya tinggal Pi-sia dan Thian- sia, kalau terjadi sesuatu, tidak ada yang bisa membantu, harus bertarung sendiri...."
"Aku juga punya pikiran seperti itu hanya belum disetujui oleh Suheng, maka aku tidak berani sembarangan menerima murid,"
Kata Kie Tiang-lim memberi alasan.
"Dulu aku tidak pernah berpikir tentang hal ini, hari ini sesudah melihat murid-murid Goan Jit-hong, aku baru terpikir, kelak kita bisa memilih beberapa pemuda yang kelakuannya baik dan melatih mereka...."
Kata Ciam Giok-beng. In Tiong-ho berkata.
"Kalau kalian bermaksud menerima murid baru, aku kira teman-teman dunia persilatan akan berebut mengantarkan putra mereka untuk dijadikan murid kalian, aku yang akan mendaftar pertama!"
Kie Tiang-lim berkata.
"Lo-te jangan bergurau, keempat putramu sudah sangat terkenal di dunia persilatan...."
"Bukan bergurau, umur keempat putraku sudah berada di atas 20 tahun, mereka ikut ayahnya yang tidak berguna, itu sangat menghambat perkembangan mereka, walaupun pindah perguruan juga belum tentu bisa mendapatkan ilmu yang bagus, sebab mereka tidak berbakat, tapi aku mempunyai 2 keponakan sedarah, umur mereka baru 15-16 tahun, aku kira mereka masih bisa dibentuk, apa lagi mereka sangat tertarik belajar pedang, karena aku tidak hafal dengan jurus pedang, maka hanya mengajarkan gerakan dasar kepada mereka, kalau kalian berdua mengijinkan dan mau menerima mereka menjadi murid, aku akan merasa sangat berterima kasih...."
Kata In Tiong-ho.
"Kalau In Tayhiap yang mengenalkan, pasti tidak akan menjadi masalah, karena kita sudah berada di wilayah Su- chuan, maka kami berharap In Tayhiap bisa mengantar mereka kemari, kami juga minta bila ada orang yang tepat, In Tayhiap bisa mengantar mereka kemari juga...."
"Aku pasti akan mencarikan yang terbaik, kelihatannya Ciam Tayhiap siap melebarkan sayap perguruan kalian."
Ciam Giok-beng menarik nafas.
"Peristiwa tadi membuatku banyak berpikir, kecuali putra Goan Jit-hong begitu gagah dan berilmu tinggi, beberapa pemuda tadi adalah orang yang sangat berbakat, 10 tahun kemudian orang-orang itu pasti akan berjaya, mungkin waktu itu dunia persilatan akan dikuasai oleh keluarga Goan."
"Betul, walaupun kita berilmu tinggi, tapi paling-paling kita hanya bisa mengalahkan mereka 1-2 orang, kalau mereka berjumlah 5-6 orang, kita akan bertekuk lutut di bawah kaki mereka, seperti Lan-tiang-siang-sat, mereka dengan telaten melatih 2 keponakan mereka, 2 anak angkat perempuan, kalau mereka bergabung, aku tidak akan bisa mengalahkan mereka,"
Ucap Kie Tiang-lim.
"Betul, karena itulah aku merasa cara kita yang dulu salah, dengan sekuat tenaga kita hanya mendidik satu orang!"
Kata Ciam Giok-beng. Kie Tiang-lim menjawab dengan suara besar.
"Betul! Tapi kita sudah terlambat mengetahuinya."
Ciam Giok-beng tertawa, katanya.
"Sute, kita belum terlambat, memang kita melangkah lebih lambat dibandingkan orang lain, tapi masih keburu, yang kutakuti adalah kita tidak tahu kesalahan kita, begitu murid-murid orang lain sudah berjaya, kita masih bengong, itu baru disebut terlambat, malah mungkin membuat dunia persilatan lupa pada nama kita!"
Ooo)d*e(ooO BAB 5 Meski pintar tapi tetap kehilangan barang Walau sudah melewati pertarungan yang tidak menyenangkan, tapi karena dua bersaudara ini sudah mengambil keputusan yang sangat bijak, maka mereka tetap merasa senang, sambil berjalan mereka menarik In Tiong-ho untuk mengobrol, tidak terasa mereka sudah berada di paling depan, Kie Pi-sia tetap tidak bersuara, karena di hadapan Goan Hiong dia dijatuhkan lagi.
Malam harinya mereka beristirahat di kabupaten Tong-liang, mereka mencari penginapan yang agak besar dan menurunkan keluarga besar Thio Yan-to di sana tiba-tiba salah satu dari pembantunya berteriak.
"Tay-ya, tempat untuk buang air besar berkurang 2!"
Wajah Thio Yan-to berubah dan bertanya.
"Mana yang hilang?"
"Yang biasa dipergunakan oleh Tay-ya dan Siau-ya!"
Jawab pembantu itu.
Thio Yan-to hampir pingsan, untung Kie Tiang-lim tetap tenang, dengan cepat dia memapah Thio Yan-to, Ciam Giok- beng datang untuk menanyakan apa yang telah terjadi.
Ternyata kereta terakhir adalah kereta yang menyimpan wadah-wadah untuk buang air besar, Thio Yan-to adalah orang yang patuh kepada aturan dan adat istiadat jaman itu, dia mempunyai tempat untuk buang air besar pribadi, demikian juga dengan putranya, tempat buang air besar ini diperuntukkan bagi laki-laki dan perempuan tidak diijinkan menggunakan tempat itu secara bersama-sama, tapi entah mengapa dua tempat untuk buang air besar untuk mereka berdua hilang begitu saja.
Kata Ciam Giok-beng.
"Tempat itu bukan barang berharga, mengapa Tuan begitu cemas?"
Thio Yan-to terus menarik nafas, kata Kie Tiang-lim.
"Kita masuk dulu, baru menceritakan yang sebenarnya terjadi, tenanglah, Tuan! Aku pasti akan mencari kembali barang Tuan yang hilang."
Sesampainya mereka di kamar, Ciam Giok-beng segera bertanya.
"Apakah ada perhiasan yang hilang lagi?"
"Betul, kali ini mereka diam-diam telah merampoknya!"
Jawab Thio Yan-to.
"Apakah perhiasan itu disimpan di dua tempat di mana kau menyimpan kotoran?"
Tanya Thio Yan-to.
"Betul, itu adalah ideku dan ide Tuan Kie, siapa yang menyangka perampok akan tertarik pada tempat menyimpan kotoran!"
"Tidak ada yang terpikir pada tempat itu, sepanjang jalan aku pun tidak mengetahuinya tapi para perampok bisa tertarik pada tempat menyimpan kotoran!"
Kata Ciam Giok-beng.
"Apakah ada pembantu yang membocorkan rahasia ini?"
Tanya In Tiong-ho.
"Tidak mungkin, karena aku tidak mengijinkan kedua tempat itu dibersihkan pembantu, biasanya hanya diurus oleh seorang pelayan kecil, karena di dalam sana ada perhiasan, maka kedua tempat itu belum pernah digunakan, pelayan kecil ini pun tidak akan tahu!"
Jawab Thio Yan-to.
"Itulah penyebabnya, sepanjang jalan Tuan buang air kecil juga buang air besar tapi tempatnya belum pernah dicuci, tentu akan dicurigai oleh siapa pun."
Jawab Kie Tiang-lim.
"Tidak mungkin, setiap kali sampai di tempat tujuan untuk beristirahat, aku selalu menyuruh pelayan kecil itu menurunkan tempat Itu dan mengantarkannya ke tempat Thio Siau-ya, kemudian dengan bermacam-macam alasan menyuruh pelayan kecil itu pergi, hari kedua Thio Siau- ya akan memberitahu kalau tempat itu sudah dicuci oleh orang lain, maka segera dikembalikan ke kereta, aku kira tidak akan membuat siapa pun curiga!"
"Kedua wadah itu disatukan dengan wadah lain maka pembantu-pembantu tidak akan mengetahuinya.."
"Aturan keluarga Thio sangat ketat, jangankan pembantu, dua istri mudaku pun tidak berani memegang kedua wadah itu apa lagi sepanjang jalan aku selalu menyuruh Lim Piauw-leng memperhatikannya, perampok tidak ada kesempatan sama sekali untuk mendekati kereta,"
Kata Kie Tiang-lim.
"Kie Tay-ya sudah berpesan kepadaku untuk melindungi keluarga Thio, maka begitu kereta itu berhenti aku selalu menjaganya di dekat sana dan tidak ada orang asing yang mendekat...."
"Apakah kau tidak pernah meninggalkan tempat itu?"
Tanya Ciam Giok-beng. Lim Piauw-leng berpikir kemudian menjawab.
"Hanya hari ini, saat kalian sedang bertarung dengan keluarga Goan, karena aku ikut memperhatikan pertarungan maka aku tidak begitu mengawasi!"
"Perampok itu pasti bertindak saat itu,"
Kata Thio Yan-to.
"Aku tidak tahu di dalam sana tersimpan perhiasan, sewaktu bertarung aku menyuruh pelayan-pelayan mengelilingi keluarga Thio dan menyuruh mereka jangan meninggalkan tempat, maka kupikir aku tidak perlu melindungi kereta!"
"Tentu ini bukan salahmu, Piauw-leng, aku tidak memberitahu ada perhiasan di sana, justru takut kalau tahu, kau akan terlalu memperhatikan kereta itu."
"Kalian berdua boleh dikatakan sangat pintar, tapi ternyata perampok itu juga sama pintarnya dengan kalian...."
Kata Ciam Giok-beng.
"Tampaknya Goan Hiong bersekongkol dengan perampok, maka dia sengaja mencari gara-gara untuk memancing kita, dan perampok itu bisa mengambil barang,"
Ucap Souw Thian- sia.
"Tidak ada bukti, juga sudah terlambat, kita tidak mempunyai alasan untuk meminta kembali perhiasan Tuan Thio kepada keluarga Goan,"
Kata Kie Tiang-lim.
"Goan Jit-hong memang aneh, tapi dia orang lurus, kalau bersekongkol dengan perampok itu tidak mungkin, aku takut dia diperalat oleh perampok...."
Kata In Tiong-ho.
"Betul, mungkin perampok itu lewat menggunakan bendera Su-hai, membuat Goan Jit-hong merasa tersinggung, maka mereka menjaga di sini dan mencari-cari alasan, kalau tidak mengapa mereka sudah berada di gunung itu?"
Tanya Ciam Giok-beng.
Si Pedang Tumpul Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mungkin benar juga, barang yang dibawa hilang, kita harus mencarinya kembali, terpaksa kita harus mencari tahu hal ini dari keluarga Goan,"
Jawab Kie Tiang-lim. Sikap Thio Yan-to sangat tidak tenang, katanya.
"Karena perhiasan itu aku selalu merasa waswas, aku kira perhiasan itu bukan barang penting, sekarang perhiasan itu sudah hilang, kita tidak perlu mencarinya kembali, asal bisa sampai di rumah dengan selamat itu sudah cukup!"
"Tenanglah Tuan, besok aku akan menyuruh Lim Piauw- leng mengantar Tuan pulang, begitu selesai tugas ini, kita baru akan mencari barang yang hilang...."
Kata Kie Tiang-lim. Thio Yan-to sangat takut.
"Kalau hanya diantar oleh 2 orang, aku merasa tidak tenang, karena aku yang memberi ide ini untuk disimpan di sana, maka kalian tidak perlu mengganti kerugian!"
"Itu terserah Tuan, tapi karena aku menerima pekerjaan ini, maka aku akan membereskannya!"
Kata Kie Tiang-lim. Thio Yan-to terus menghela nafas.
"Harta hilang tapi orang selamat, sudahlah, kalau harta itu diambil, aku takut dirampok lagi, lebih baik tidak sambil kembali, di desa aku masih mempunyai banyak sawah, masih bisa hidup untuk sehari- hari...."
Kie Tiang-lim tersenyum.
"Kalau Tuan menolaknya Tuan bisa menyumbangkan untuk fakir miskin, kesatu bisa mendapatkan nama, kedua bisa mengumpulkan pahala untuk anak cucu kelak, barang yang hilang tetap harus didapatkan kembali, Tuan punya sawah dan lain-lain, tapi kami orang dunia persilatan harus menjaga nama baru bisa berdiri tegak di dunia persilatan, kalau tidak, mungkin kami akan menjual ilmu di jalan untuk mencari makan!"
Dengan penuh kekhawatiran Thio Yan-to berkata.
"Sesudah sampai di kota Seng-touw, baru Lo-enghiong pergi mencari barangku yang hilang, itu pun belum terlambat, yang penting aku tidak berani meminta anda mengganti kerugian!"
"Tuan jangan merasa takut dengan keamanan Tuan, yang merampok adalah Lim Hud-kiam, dia sudah mendapatkan barangnya, maka dia tidak akan mengganggu Tuan lagi, keluarga Yu dan Lan-tiang-siang-sat hanya mencariku untuk membalas dendam, kalau Tuan masih bersama denganku, malah tidak aman, dari sini ke kota Seng-touw tidak jauh lagi, ada Lim Piauw-leng dan Bu Ta-kuang mereka akan mengantar Anda pulang, itu sudah cukup!"
Tapi Thio Yan-to tetap merasa takut, terpaksa Kie Tiang-lim mengantarnya sampai di kota Ciu-yang, perjalanan ke kota Seng-touw hanya membutuhkan waktu satu hari perjalanan, dan walikota Ciu-yang adalah murid Thio Yan-to, kalau Thio Yan-to takut, dia bisa minta pasukan walikota Ciu-yang untuk mengantarnya, akhirnya Thio Yan-to setuju dengan cara ini.
Dengan was-was Thio Yan-to melewati malam itu, hari kedua pagi mereka siap berangkat, Kie Tiang-lim meminta Thio Yan-to jangan mengumumkan bahwa barang yang dibawa ada yang hilang Thio Yan-to setuju, tapi terhadap perhiasan seharga ratusan ribu tail perak menghilang dia berharap bisa diambil kembali.
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau Berislam Dengan Senyum Karya Ali Gadis Hari Ke Tujuh Karya Sherls
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama