Ceritasilat Novel Online

Amanat Dari Liang Lahat 2

Raja Gendeng 17 Amanat Dari Liang Lahat Bagian 2


Puluhan senjata yang berubah hangus menghitam berjatuhan.

Kemudian datang lagi serangan senjata berikutnya.

Kejadian yang sama lagi-lagi terulang kembali.

Sampai akhirnya tidak terlihat lagi serangan senjata atau pijaran cahaya senjata yang muncul dari atas bukit.

"Hah! Sudah habis rupanya semua senjatamu Mahluk terkutuk?!"

Teriak Penghuni Perahu Setan lantang. Dari kawasan bukit yang tidak terlihat kasat mata itu terdengar suara raungan mirip lolong tapi juga menyerupai jerit kemarahan.

"Kau cuma bisa menjerit? Mengapa tidak segera menampakkan diri. Kau takut matahari? Kau pasti tidak berani muncul disiang hari. Ha ha ha!"

Seru Penghuni Perahu Setan diiringi gelak tawa.

Selagi Mahluk satu ini mengumbar tawa tiba-tiba dari seluruh kawasan bukit muncul ratusan titik hitam disertai suara bergemuruh dan dengung tak ubahnya ribuan tawon yang pindah sarang.

Penghuni Perahu hentikan tawanya.

Mata dibalik topeng tengkorak memandang ke bawah.

Dia terkejut ketika melihat ratusan mahluk berujud samar-samar.

Bersayap lebar seperti kelelawar berkepala mirip burung hantu namun memiliki tangan dan kaki selayaknya manusia.

Semua mahluk hitam itu menyerbu ke arah Perahu Setan dengan kecepatan laksana kilat.

"Mahluk Alam Arwah? Muslihat apa lagi yang dilancarkan Yang Terlaknat Dari Alam Baka?"

Pikir Penghuni Perahu Setan.

Namun dia tidak mau mengambil resiko.

Dengan cepat semua kendi berisi cairan penangkal yang bergelayut di kedua bahunya dia lemparkan ke seluruh penjuru arah.

Begitu puluhan rencengan kendi berlesatan di udara. Penghuni Perahu tekuk jari tangan kanan dan tangan kiri.

Tes!

Puluhan kendi yang terjalin dalam rangkaian putus talinya, lalu menebar ke segenap penjuru.

Penghuni Perahu Setan lakukan gerakan meremas

Daur!

Duar!

Semua kendi hancur menjadi kepingan.

Isinya bermuncratan sekaligus mengguyur mahluk-makluk alam arwah yang datang menyerbu dalam ujud kelelawar, burung dan manusia.

Cras!

Cras!

Cras!

Ketika cairan penangkal mengguyur tubuh mereka.

Ternyata tidak seluruh mahluk arwah dapat dibuat celaka.

Sebagian kecil diantaranya yang memiliki kesaktian rendah langsung menemui ajal dengan tubuh meleleh hangus.

Sebagian lainnya mengalami luka namun masih dapat melanjutkan serangan ke arah perahu dan penghuninya.

Lebih dari setengah mahluk yang berhasil lolos dari serbuan itu kini bergerak terus untuk menyerang penghuni Perahu Setan

"Mahluk jadah! Mengapa kalian semua tidak mampus saja!"

Teriak Penghuni Perahu Setan.

Tidak menunggu lama sebelum mahluk-mahluk sampai. Penghuni Perahu Setan segera masuk ke dalam bangunan di perut perahu.

Tidak berselang lama dia telah muncul kembali.

Kali ini dia tidak membekal kendi melainkan sebuah jaring berwarna merah yang dikenal dengan nama Jaring Penjerat Arwah.

Ketika mahluk-mahluk alam arwah datang tepat didekat perahunya maka Penghuni Perahu segera menebar jaring kesekeliling penjuru perahu.

Puluhan mahluk alam arwah yang tidak menyangka bahwa lawan memiliki senjata maut berupa jaring penjerat arwah jadi terkejut.

Tetapi melihat Jaring Penjerat Arwah mahluk- mahluk itu tidak merasa jerih.

Ketika tebaran jaring menggulung dan melibat tubuh maka mereka berusaha menghancurkan jaring dengan kepakkan sayap dan gigitan.

Tindakan nekat yang dilakukan mahluk itu justru berakibat fatal.

Penghuni Perahu Setan yang melihat mahluk alam Arwah banyak yang terperangkap, segera mengalirkan tenaga sakti ke seluruh jaring.

Cress!

Jees!

Laksana dihantam petir.

Mahluk-mahluk itu menjerit melolong, menggelepar meregang ajal.

Tubuh mereka hangus tidak berbentuk lalu menguap menjadi serpihan asap yang bertaburan di udara.

Karena tidak semua mahluk terperangkap dalam jaring Penjerat maka yang masih berkeliaran bebas kini menjadi murka melihat kematian teman-temannya.

Mereka pun segera membalas menyerang perahu berikut penghuninya sehingga perahu menjadi terguncang hebat dan mengalami kerusakan.

Melihat perahunya hendak dihancurkan oleh mahluk-mahluk arwah itu, maka Penghuni Perahu Setan menjadi murka bukan main.

Dan segera menghunus senjata aneh berupa kebutan dengan ujung berumbai-rumbai berwarna merah darah.

Senjata itu bukantah senjata biasa.

Kebutan ditangan Penghuni Perahu Setan dikenal dengan nama Kebutan Nyawa dan merupakan senjata ganas mematikan.

Mahluk apapun yang kena digebuk kebutan pasti bakal menemui ajal dengan tubuh hancur dipenuhi luka cabikan.


*******

Menjelang matahari condong di ufuk sebelah barat.

Setelah menempuh perjalanan melelahkan, Raja yang mengikuti larinya kuda dan Raja Pedang dengan menggunakan ilmu lari cepat yang dimilikinya, akhirnya sampai di jalan rahasia menuju Gerbang Batu Kawin Silang Madu.

Saat itu suasana di depan pintu gerbang terasa sunyi mencekam, Sang pendekar menghela nafas sambil menatap bagian atas pintu gerbang ukiran patung orang yang sedang bercinta tergantung dalam keadaan diam dalam kebekuan.

"Sungguh pemandangan yang jorok."

Tiba-tiba Raja Pedang membuka mulut setelah sadar Raja Gendeng cukup lama memperhatikan dua patung batu itu.

Sang pendekar tersenyum sambil menggaruk kepala. Enak saja dia menyahuti.

"Pada umumnya manusia suka yang jorok-jorok. Tanpa berbuat jorok tak ada lagi yang terlahir ke dunia ini!"

Raja Pedang tidak menanggapi perkataan Raja malah melompat turun dari punggung kudanya.

Setelah itu dia membisikkan sesuatu ke telinga sang kuda.

Begitu mendapat bisikan sang kuda segera memutar langkah lalu tinggalkan tempat itu.

"Apa yang kau lakukan pada kudamu?"

Tanya Raja heran.

"Aku menyuruhnya pergi menjauh dari sini. Kawasan ini sama sekali tidak aman. Banyak penjaga berkeliaran. Aku dapat merasakan keberadaan mereka."

Sang pendekar manggut-manggut

"Tapi aku tidak melihat mereka,"

Ujar pemuda itu.

Wajah yang terlindung topeng tipis berwarna hitam itu tersenyum.

"Bila gerbang kegelapan di bawah gapura itu kuncinya telah kau hancurkan, semua perisai, tabir gelap yang melindungi kawasan bukit segera terbuka. Setelah itu barulah kau dapat melihat keberadaan mereka."

"Yang jelas mereka bukanlah mahluk yang menyenangkan dan tidak sedap untuk dipandang!"

Satu suara berasal dari balik batu dibawah kelebatan pohon perdu menyahuti.

Raja Pedang segera bersikap waspada sekaligus alirkan tenaga dalam kebagian kedua tangannya.

"Siapa yang bicara. Harap tunjukkan diri!"

Perintah Raja Pedang.

Raja yang merasa mengenali suara tersebut diam di tempat namun juga berlaku waspada.

Dari balik gundukan batu besar berturut- turut bermunculan dua orang kakek dan seorang gadis berdandan menor berpakaian biru yang tak lain adalah Ratu Edan.

"Ah, kalian. Ternyata semuanya telah berkumpul di tempat ini!"

Seru Maha Sakti Raja Gendeng dengan senyum ketika melihat kehadiran mereka bertiga

"Kami semua berkumpul, tapi kami masih belum dapat menolong Dadu Sirah Ayu dari Yang Terlaknat,"

Menerangkan Raden Pengging Ambengan yang berada paling di depan.

"Mungkin kita berdua sudah tua sehingga otak menjadi pikun dan jalan pikiran cepat buntu sehingga tidak tahu cara membebaskan Dadu Sirah Ayu," kata Kelut Birawa sambil melirik ke arah Raden Pengging Ambengan.

Yang dipandang diam saja namun perhatiannya tertuju pada Raja Pedang.

"Bukankah kau datang bersama Raja Pedang?" tanya Ratu Edan tiba-tiba membuat semua orang kaget dan layangkan pandang pada Raja Pedang disertai tatap mata curiga.

Raja Gendeng 17 Amanat Dari Liang Lahat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar aku bersamanya tapi kini kami sudah menjadi sahabat dan saling membantu."

Terang pendekar. Kemudian untuk lebih meyakinkan mereka pemuda itu segera menceritakan apa yang terjadi dan setelah mendengar penuturan Sang Maha Sakti, Kelut Birawa, Raden Pengging dan Ratu Edan menarik nafas lega.

"Aku senang Raja Pedang bergabung dengan kita."

Ucap Ratu Edan polos.

"Aku juga merasa lega satu diantara kalian telah berhasil menguasai jurus kunci pembuka jalan dari kitab Pedang Darah,"

Kata Raden Pengging pula.

Kelut Birawa menggumam, matanya menerawang menatap ke langit sebelah barat. Saat itu matahari hampir tenggelam di ufuk sebelah barat. Rasa khawatir terhadap nasib gadis yang harus dia lindungi membuat kakek ini berkata.

"Rasanya waktu semakin sempit. Sekejab lagi senja berganti malam. Bagaimana bila kau segera pergunakan jurus kunci kitab Pedang Darah untuk membuka pintu rahasia kegelapan yang terdapat pada dinding di bawah gapura itu."

Si kakek sambil menatap sang Pendekar.

"Aku akan mengawal di belakang sahabat Raja Gendeng."

Kata Raja Pedang memberi tahu.

"Harap kalian bertiga mempersiapkan diri dari segala kemungkinan yang akan terjadi disini. Aku hanya ingin mengatakan setelah gerbang kegelapan terbuka, kalian harus membereskan semua pengikut dan kaki tangan Yang Terlaknat dari Alam Baka."

"Kau dan pemuda gendeng itu mau melakukan apa?"

Tanya Ratu Edan yang diam-diam lebih tertarik untuk bergabung bersama Raja dari pada bersama kakek tua yang dianggapnya sangat membosankan.

"Aku dan Raja akan mendaki ke puncak Bukit. Aku yakin bisa menemukan Dadu Sirah Ayu di altar persembahan."

Terang Raja Pedang.

"Kau bicara seolah-olah dirimu dan Raja adalah orang yang paling hebat dan bisa melakukan segalanya. Kau pikir aku tidak punya kemampuan untuk membebaskan gadis itu?"

Rutuk Ratu Edan.

"Ah, Maafkan kami. Dia pasti tidak bermaksud meragukan kemampuanmu, Ratu cantik. Nantinya kau dan dua kakek ini juga harus menyusul ke puncak bukit begitu pengikut mahluk terkutuk itu dibereskan."

Ucap Raja sambil kedipkan matanya.

Melihat kedipan mata Raja. Ratu Edan menjadi tersipu. Dengan suara manja dia menjawab.

"Kalau kau yang menghendaki aku membantu dua kakek bau ini. Aku menurut saja. Dengan senang hati aku melakukannya. Hik hik "

"Dasar gadis genit edan. Kalau dengan yang muda bisa bicara bermanis-manis. Dengan yang tua bicaranya tidak enak didengar."

Gerutu Kelut Birawa kesal.

Bukannya marah, Ratu Edan malah tertawa. Sampai kemudian Raden Pengging Ambengan yang pendiam dan jarang bergurau membuka ucapan.

"Mengapa kalian seperti anjing dan kucing? Sebaiknya segera menyingkir. Persiapkan diri kita untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk!"

Setelah mendengar perkataan Raden Pengging Ambengan, Ratu Edan dan Kelut Birawa segera melangkah mundur mencari posisi masing- masing berjaga dari setiap kemungkinan. Namun si gadis yang masih penasaran sempat-sempatnya bicara.

"Anjingnya anjing yang baik, kucingnya saja kebetulan kucing garong. Sampai kapan pun kami tidak akan bisa akur!"

Kelut Birawa tidak menjawab tetapi di dalam hati dia memaki.

"Sialan! Aku diejek sebagai kucing garong."

Raden Pengging Ambengan tidak mengindahkan ucapan Ratu Edan.

Sebaliknya saat itu dia lebih memusatkan perhatiannya pada sang pendekar yang sudah mulai melangkah mendekati dinding tebing rata setinggi lima tombak yang terdapat di belakang gapura.

Tidak jauh dibelakang Raja Pedang mengikuti Pemuda itu malah telah menghunus pedang pusaka berwarna hitam redup di tangan kanan untuk menjaga setiap kemungkinan adanya serangan mendadak.

Dua langkah di depan tebing batu berwarna kecoklatan sang pendekar hentikan langkah.

Dia menoleh menatap Raja Pedang yang berada di belakangnya.

Sang Pendekar memberi isyarat dengan anggukan kepala.

Setelah mendapat isyarat, Raja Pedang segera merapal mantra pembuka dan keselamatan.

Di depan Raja Pedang, Sang Maha Sakti ulurkan tangan ke bagian punggung.

Perlahan namun pasti dia mencabut senjata pusaka Pedang Gila dari rangkanya.

Lalu diarahkan ke tebing.

Senjata berkilau memancarkan cahaya kuning aneh.

Menyaksikan semua itu, orang-orang yang berada disekitarnya diam-diam berdecak kagum.

Raden Pengging Ambengan yang tajam penglihatan batinnya tanpa sadar memuji,

"Pedang di tangan Raja Pedang saja yaitu Pedang Penggebah Nyawa adalah pedang sakti buatan empu Balawa merupakan pedang yang hebat dari rebawa yang dipancarkannya.Namun senjata ditangan Raja Gendeng ternyata jauh lebih hebat dan menyimpan banyak keanehan.Aku dapat merasakan adanya getaran aneh pada hulu pedang sepertinya pedang itu mempunyai jiwa."

"Apakah kau telah siap?"

Tanya sang pendekar pada Raja Pedang sehingga membuat lamunan Raden Pengging Ambengan menjadi buyar dan menyadari untuk semakin meningkatkan kewaspadaannya.

"Aku sudah siap."

Menyahuti Raja Pedang tanpa keraguan.

Lalu pedang di tangannya disilangkan ke depan dada.

Tiga langkah di depannya, Sang Maha Sakti sudah selesai berkemak-kemik membaca mantra ajian pembuka tabir pintu kegelapan.

Senjata di tangannya tiba-tiba menggeletar hebat disertai suara mendengung.

Sambil mengerahkan segenap tenaga dalam yang dipadukan dengan tenaga sakti, Raja masih sempat berbisik ditujukan pada sang jiwa yang bersemayam dalam hulu pedang

"Jiwa sahabatku.Bersiaplah menghadapi segala kemungkinan terburuk. Bantu aku menyelesaikan masalah ini. Jangan pergi tanpa perintahku dan tetaplah dampingi aku!"

Pesannya, Kemudian sang pendekar mendengar suara ngiangan halus ditelinga kanannya.

"Paduka Raja. Aku akan membantu. Bersama pedang Gila aku tetap bersamamu!"

Raja anggukkan kepala.

Suasana disekelilingnya terasa sunyi diliputi ketegangan luar biasa.

Sampai akhirnya diawali dengan suara teriakan melengking tinggi dan deru Pedang Gila yang memancarkan cahaya emas menyilaukan sang pendekar lakukan sembilan babatan dan sembilan gerakan menusuk ke arah dinding cokelat yang terhampar di depannya.

Melihat sahabat barunya melakukan serangan ke arah tebing, tidak mau ketinggalan Raja Pedang segera membarengi dengan serangan susulan Pedang Penggebah Nyawa yang dilancarkan ke bagian yang sama.

Cahaya kuning keemasan dan cahaya hitam menggidikkan yang bersumber dari dua pedang berbeda menderu, menggempur laksana badai dan air bah yang meluap.

Dari bagian dinding tebing mula-mula terlihat pijaran-pijaran aneh sebagai pertanda perlawanan dari dalam.

Namun setelah berjuang sekuat tenaga sambil mengerahkan jurus-jurus kunci pembuka pintu kegelapan.

Akhirnya segala upaya yang dilakukan oleh dua tokoh muda itupun tidak sia-sia.

Diawali dengan suara jeritan-jeritan menyayat yang datang dari balik tebing.

Kemudian terdengar pula suara berderaknya ribuan tulang belulang yang hancur.

Lalu...

Byar!

Byar!

Pintu gaib yang selama puluhan tahun menutup jalan keluar masuk menuju ke puncak bukit akhirnya terbuka. Melihat ini Raden Pengging Ambengan, Ratu Edan dan Kelut Birawa segera menyerbu masuk.

Apalagi mereka melihat dari dalam sana bermunculan mahluk-mahluk menyeramkan yaitu hantu dan dedemit.

Mahluk-mahluk itu bersirebut untuk keluar dan menyerang mereka dengan berbagai senjata terhunus.

Seiring dengan terbukanya pintu kegelapan membuat keadaan di sekitarnya yang tadinya gelap gulita dengan datangnya malam segera berubah menjadi terang benderang.

Kesempatan ini segera dipergunakan oleh Raja Pedang dan Raja Gendeng merangsak maju, menembus pertahanan para pengawal itu dan melakukan pendakian ke puncak Bukit Segala Puji Segala Serapah.

Perjalanan menuju ke puncak bukit ternyata tidak mudah. Banyaknya pengawal yang menghadang membuat Raja dan Raja Pedang menjadi marah dan menghajar pengawal dengan serangan yang mematikan.

Tebasan pedang, pukulan sakti dan juga tendangan menggeledek dilancarkan oleh Raja maupun Raja Pedang.

Para Dedemit dan Hantu yang menjadi pengawal jatuh bergelimpangan menemul ajal secara bertubi tubi. Tak kurang pula para tetamu yang menjadi undangan penguasa bukit yang terdiri dari tokoh tokoh
Liang kubur itu membantu berusaha menghadang Raja dan sahabatnya.

Namun mereka semuanya dibuat tdak berdaya oleh amukan kedua pemuda itu.

"Cari dan temukan gadis itu. Biarkan aku yang akan mencari tempat terlaknat ini!"

Teriak Raja ditujukan pada Raja Pedang.

"Jangan khawatir. Aku akan melakukannya."

Sahut Raja Pedang, Kedua orang ini lalu berpisah, Raja Pedang terus merangsak bergerak kebagian puncak bukit tertinggi.

Sedangkan sang pendekar memilih mengambil mengitari bagian samping bukit sebelah atas. Bila di bukit perkelahian sengit sedang berkecamuk.

Sebaliknya di atas ketinggian, Penghuni Perahu Setan justru baru saja berhasil membantai kawanan mahluk Alam Arwah yang datang menyerang dengan mempergunakan Jaring Penjerat Arwah dan Kebutan Nyawa.

Mahluk-mahluk kiriman penguasa bukit rupanya tidak dapat berbuat banyak dengan adanya dua senjata sakti di tangan Penghuni Perahu Setan.

Sangat sulit kawanan mahluk itu untuk membunuh lawannya. Penghuni Perahu Setan hanya mengalami luka akibat sabetan dan kepakan sayap sang mahluk.

Sebaliknya dengan dua senjata ditangan Penghuni Perahu Setan secara leluasa selayaknya berada didaratan melompat kian kemari sambil hantamkan senjata ke arah lawan-lawannya. Kawanan mahluk alam arwah dapat disapu bersih dalam waktu yang singkat.

Begitu semua lawannya lenyap, Penghuni Perahu Setan julurkan kepala dan menatap ke arah kawasan bukit.

Kelihatan ada cahaya terang benderang dari arah bukit. Sementara bukit Segala Puji Segala Serapah sendiri nampaknya terlihat dengan jelas.

Penghuni Perahu Setan pun menyadari ada seseorang yang telah berhasil menjebol pintu gaib kegelapan di Batu Kawin Silang Madu.

Dari ketinggian itu Penghuni Perahu Setan melihat bangunan-bangunan dipenuhi batu nisan.

Raja Gendeng 17 Amanat Dari Liang Lahat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia juga menyaksikan adanya sebuah altar di mana seorang gadis yang terbelenggu terpasung.

Penghuni Perahu Setan alihkan perhatiannya ke langit sebelah timur.

Dia melihat munculnya bulan sabit malam ke tujuh.

Mahluk misterius ini pun tergelak-gelak

"Bukit sudah kelihatan. Acara hajatan besar baru akan dimulai. Yang Terlaknat Dari Alam Baka.Dimanakah kau? Lihatlah betapa banyaknya pengawalmu meregang ajal dibunuh orang.Mengapa kau diam saja. Aku tak akan diam sepertimu. Aku harus ikut acara ini, karena aku juga membutuhkan darah gadis itu.Ha ha ha!"

Sambil tertawa tergelak-gelak Penghuni Perahu Setan kemudian goyangkan kedua sisi perahu yang ditumpanginya.

"Lekas turun! Bawa aku ke altar itu!"

Serunya ditujukan pada Perahu Setan.

Perahu bergoyang, namun dengan cepat segera melayang turun menuju ke tempat yang diinginkan majikannya.

Sementara itu seiring dengan terbukanya pintu gaib pelindung kegelapan yang dijebol Raja dan Raja Pedang, Tidak berselang lama kemudian muncullah Gagak Anabrang.

Orang tua pendek kerdil ini tidak datang bersama Patijara, pemuda yang telah membuatnya menyadari segala kesalahan yang dibuatnya setelah kematian putrinya.

Setelah memberi masukan kepada Gagak Anabrang, Patiraja yang dapat merubah diri menjadi burung besar berbulu hitam itu tidak mau lagi mencampuri segala urusan di Bukit Segala Puji Segala Serapah.

Pemuda itu lebih memilih untuk menetap di dalam gedung milik Gagak Anabrang.

Sedangkan Gagak Anabrang yang mulai menyesali segala perbuatannya dengan menunggang seekor kuda terbaik melakukan perjalanan seorang diri menuju Bukit Segala Puji Segala Serapah.

Satu yang membuat hatinya gembira.

Sesampainya digerbang Batu Kawin Silang Madu dia dapati gerbang kegelapan abadi telah hancur dijebol orang.

Mengingat jauh sebelumnya dia pernah menjalin hubungan baik dengan penguasa kawasan bukit maka dia sudah tahu jalan rahasia menuju ke puncak bukit. Tapi sebelum Gagak Anabrang sampai di altar persembahan yang dipenuhi dengan berbagal sesajen, tiba-tiba saja di hadapannya muncul seorang laki-laki berpakaian merah, memakai kedok tipis topeng penutup muka.

Di punggung orang itu tergantung sebilah pedang, sedangkan rambutnya yang panjang riap riapan sebagian berwarna putih perak. Melihat kehadiran laki-laki bertopeng. Gagak Anabrang yang sejak kematian putri satu-satunya itu bersumpah kembali ke jalan yang benar jadi terkejut

"Siapa kau? Apakah aku pernah mengenalmu?"

Tanya si orang tua disertai tatap mata tak berkedip.

Orang yang menghadang di depannya menyeringai lalu tertawa dingin.

"Gagak Anabrang manusia paling busuk, mahluk laknat keji. Tentu saja kau mengenal dengan baik siapa diriku. Tujuh tahun yang lalu, kau telah membuat cacat wajah seorang pemuda remaja. Kau rusak wajahnya karena dia tidak melakukan perintahmu untuk menghanguskan beberapa desa dan salah satunya desa Karang Ampeng. Kau juga telah membunuh kedua orang tua pemuda itu lalu menggantungnya di pohon randu dekat sumur di belakang rumahnya. Lebih keji lagi kau hancurkan kesucian kakak dan adik perempuan pemuda itu. Setelah puas melampiaskan nafsu bejatmu adik dan kakak pemuda itu kau serahkan pada pengikutmu. Mereka kemudian dibunuh oleh pengikutmu atas perintahmu. Mayat gadis-gadis malang itu juga digantung dalam keadaan terjungkir, kaki di atas kepala ke bawah. Dan yang lebih terkutuk lagi, mereka menerima nasib seperti itu dalam keadaan tidak t?rtutup selembar benangpun. Gagak Anabrang! iblis laknat paling keji sekalipun tak mungkin tega melakukan perbuatan terkutuk seperti itu."

Kata orang bertopeng dengan suara keras. Gagak Anabrang terdiam.

Dia berusaha mengingat apa yang dikatakan laki-laki muda tersebut.

Tapi dia tidak sanggup mengingatnya karena dimasa lalu sangat banyak sekali kejahatan serupa yang dia lakukan hampir di seluruh kawasan tanah dwipa.

"Aku tidak tahu siapa kau."

Kata Gagak Anabrang terus terang, membuat orang bertopeng yang tak lain adalah si Raja Pedang jadi geram.

"Manusia jahanam! Tentu saja kau tidak bisa mengingat segala kekejian yang kau lakukan pada keluargaku karena membunuh dan berbuat keji, bagimu sudah menjadi sebuah kebiasaan. Tanganmu berlumur dosa, otakmu dipenuhi segala niat keji. Dimanapun dirimu berada, nyawa orang tidak berdosa kau buat melayang. Tapi kau tidak mungkin bisa lupa, karena kau telah memberikan sebuah kenang-kenangan yang tidak pernah bisa aku lupakan!" kata Raja Pedang.

"Sekarang buka matamu, pentang yang lebar."

Sebagaimana yang dikatakan Raja Pedang, Gagak Anabrang buka mata lebar-lebar. Menatap ke arah Raja Pedang yang sedang menanggalkan kedok yang menutupi wajahnya.

Gagak Anabrang keluarkan seruan kaget sekaligus melangkah mundur sebanyak dua tindak. Dengan mulut ternganga, mata mendelik Gagak Anabrang melihat betapa wajah yang terlindung topeng itu dipenuhi banyak luka mengerikan bekas sayatan pedang.

Walau luka-luka itu telah sembuh namun meninggalkan cacat mengerikan. Dan yang membuat Gagak Anabrang segera mengenali siapa pemuda itu adalah sebuah tanda goresan pedang berbentuk bintang tiga sudut dikeningnya.

Dulu tanda cacat torehan pedang dikening pemuda itu dibuat olehnya.

"Kkk...kau... bukankah orangnya yang bernama Saba Pendera?!"

Desis Gagak Anabrang dengan suara bergetar dan hati merasa bersalah.

Si pemuda menyeringai.

Sebelum bicara dia kembali menutup wajahnya dengan topeng tipis hitamnya.

"Bagus kau masih mengingat aku.Dengan demikian aku tidak perlu berpanjang lebar menjelaskan padamu mengapa malam ini aku menginginkan jiwa anjingmu!"

Geram Raja Pedang dingin. Sadar dengan segala perbuatannya di masa lalu Gagak Anabrang sedikitpun tidak marah mendengar ucapan Raja Pedang.
Sebaliknya dengan tenang namun dengan perasaan sedih dia berkata.

"Aku tidak akan lari dari segala tuntutanmu. Tapi ada dua hal yang ingin kukatakan padamu!"

Ucap taki-laki itu.

"Gagak Anabrang! Atas nama nurani aku mengabaikan segunung dendam di hati ini. Namun itu untuk sementara saja. Sekarang katakanlah apa yang ingin kau sampaikan."

"Aku ingin bertanya pertama-tama apakah kau orangnya yang dijuluki Raja Pedang?"

"Yang kau dengar tidak keliru, Dan mungkin empu Saladipa yang telah cacat salah satu tangannya telah mengatakan padamu."

Sahut Raja Pedang sinis.

Gagak Anabrang tersenyum sambil anggukkan kepala.

"Empu yang kemaruk kemewahan itu memang telah mengatakan padaku, namun tidak menyangka Raja Pedang itu ternyata kaulah orangnya."

"Apa pertanyaanmu yang kedua?"

Kata Raja Pedang tanpa menghiraukan ucapan Gagak Anabrang

"Yang kedua. Terus terang kedatanganku kesini yang sebenarnya adalah ingin membebaskan gadis bernama Dadu Sirah Ayu dari sekapan Yang Terlaknat Dari Alam Baka. Dia akan dijadikan tumbal oleh mahluk liang kubur itu malam ini. Aku hanya berniat menolong, tidak lebih."

Wajah yang terlindung topeng menyeringai.

"Beberapa waktu yang lalu kau sendiri menginginkan gadis itu, Gagak Anabrang. Jangan mengira aku tidak tahu!"

Dengus Raja Pedang.
Dengan tatapan menunjukkan rasa penyesalan Gagak Anabrang anggukkan kepala.

"Dulu aku bersekutu dengan Yang Terlaknat Dari Alam Baka. Tapi aku kemudian memutuskan dan mengingkari perjanjian dengannya. Aku bersumpah tidak akan melakukan kejahatan lagi. Dan keputusan itu kuambil sejak kematian putriku satu-satunya."

Jelas Gagak Anabrang dengan wajah tertunduk sedih.

"Hmm... sudah banyak yang berubah dalam diri manusia sesat satu ini,"

Membatin Raja Pedang dalam hati.

"Tapi segala dendam harus kuselesaikan dan semua piutang harus dibayar lunas."

"Ternyata kau sudah bertaubat? Setan-setan pasti menyesalkan keputusanmu itu.Dan satu kenyataan yang tidak dapat kupungkiri, aku tidak bisa memaafkanmu!"

"Seribu maaf jelas tidak dapat melenyapkan kemarahanmu. Aku bisa mengerti, juga dapat menerima. Lalu apa yang kau inginkan?"

Tanya orang tua itu sambil menatap Raja Pedang dengan tatapan lembut.

"Aku sudah mengatakan. Aku ingin mengambil jiwa busukmu!"

Teriak Raja Pedang lantang.

Mendengar teriakan pemuda itu, Gagak Anabrang tiba-tiba melangkah.

Mengira dia hendak menyerang, Raja Pedang segera angkat tangan siap lepaskan pukulan.

Tapi dugaan Raja Pedang ternyata keliru.

Gagak Anabrang maju bukan hendak menyerang, melainkan segera jatuhkan diri berlutut di depan Raja Pedang.

Laki-laki itu julurkan lehernya kepala ditunduk sedangkan mulut berkata lirih dan pasrah.

"Jika kau menghendaki nyawaku. Sekarang kau boleh mengambilnya. Kau boleh memenggal leherku dengan sekali tebasan atau kau boleh menusuk pusarku.Karena disanalah letak segala kelemahan ilmu yang kumiliki."

Jelas orang tua itu memberi tahu. Mendengar ucapan Gagak Anabrang.

Raja Pedang diam-diam menjadi kaget.

Sedikitpun dia tidak menyangka Gagak Anabrang yang selama ini dikenal sebagai orang paling ganas, paling keji dan paling jahat ternyata benar-benar telah berubah.

Sebagai seorang ksatria Raja Pedang tak sudi membunuh Gagak Anabrang yang tidak mau melawan.

Harus ada sebuah pertarungan yang adil agar kelak tidak ada orang yang mentertawakan dirinya.

"Aku tidak mau membunuh kamu dengan cara tolol seperti itu.
Gagak Anabrang!!" seru Raja Pedang.

Gagak Anabrang yang berlutut angkat kepala sedikit

"Kalau tidak mau kuberi jalan yang mudah. Cara apa lagi yang kau ingin kan?!"

Tanya laki-laki itu.

"Lekas bangkit berdiri. Jangan memandang remeh diriku. Mari kita bertempur sampai salah seorang diantara kita ada yang mati!"

Sesabar apa pun Gagak Anabrang walau dia telah menyatakan menyesali segala dosanya. Namun permintaan Raja Pedang dengan terpaksa dia kabulkan. Dengan suara getir dia berujar.

"Raja Pedang! Demi menghormatimu, aku terima tantanganmu. Tapi jangan salahkan aku bila kalau sampai terbunuh!"

Gagak Anabarang mengingatkan

"Manusia laknat! Kaulah yang harus mampus ditanganku!"

Teriak Raja Pedang.

Belum lagi teriakannya yang menggeledek lenyap Raja Pedang melesat ke arah lawan.

Sekejab dia telah berada di depan orang tua itu sambil kibaskan tangannya ke wajah juga dada si orang tua. Walau sangat berpengalaman dalam berbagai pertempuran.

Gagak Anabrang yang memiliki ilmu kesaktian tinggi tak urung terkejut juga menyaksikan betapa cepat dan ganasnya serangan yang dilakukan lawan.

Sebagaimana diketahui Raja Pedang memang dikenal sebagai tokoh muda yang memiliki gerakan cepat luar biasa dalam setiap melakukan serangannya.

Gagak Anabrang pun maklum, sambaran angin yang menerpa dada dan wajahnya yang terasa memerihkan kulit menjadi pertanda Raja Pedang memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi.

Raja Gendeng 17 Amanat Dari Liang Lahat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Secepat kilat Gagak Anabrang miringkan tubuh ke kiri sekaligus menyentakkan kepala ke belakang.

Wajah orang tua itu luput dari jotosan, namun dadanya masih kena dipukul oleh lawannya.

Walau tidak sampai terjatuh, namun pukulan yang sangat keras itu membuat tubuh Gagak Anabrang terhuyung.

Selagi orang tua ini sempoyongan. Raja Pedang kembali menghantam perut lawan dengan satu tendangan menggeledek. Hawa dingin menghantam perut mendahulul tendangan kaki, Gagak Anabrang menggerung, lalu memutar tubuh sekaligus menangkis tendangan itu

Duuk!

Benturan keras terjadi.

Raja Pedang terdorong sejauh dua langkah kebelakang.

Jatuh dengan dua kaki terlebih dulu menjejak tanah.

Pemuda ini diam-diam menjadi kaget ketika merasakan kakinya seperti menghantam seonggok batu karang.

Kaki itu seperti remuk.

Namun tanpa menghiraukan rasa sakit dikaki pemuda ini kembali menghantam lawan dengan dua pukulan kosong yang dialiri tenaga sakti. Dua larik cahaya biru terang menderu disertai suara gemuruh laksana curah hujan.

Di tengah jalan kedua cahaya itu membentuk dua alur bersilangan laksana gunting raksasa yang siap memenggal leher lawan.

Gagak Anabrang yang sempat merasakan betapa hebatnya tendangan yang mengenai perut menggeram.

Walau tubuhnya kebal terhadap pukulan dan senjata, namun pukulan tangan kosong yang dilepas Pedang merupakan pukulan paling dahsyat yang pernah dilihatnya.

Terdorong oleh rasa penasaran dan ingin menjajal seberapa hebat serangan Raja Pedang.

Dia segera angkat tangannya.

Dua tangan bersilangan di atas kepala membentuk palu.

Dan tangan itu kemudian didorong ke depan melepas pukulan sakti Palu Bumi Membelah Langit. Cahaya merah membara menebar hawa panas dan pijaran laksana luapan lahar gunung meletus menderu di udara, bergerak sedemikian rupa seperti iring-iringan kawanan kelelawar raksasa.

Melihat cahaya merah disertai tebaran hawa panas luar biasa menghantam pukulan Gunting Gaib Membelah Mayat, Raja Pedang terpaksa lipat gandakan tenaga dalam pukulan dan....

Buum!

Buum!

Dua tangan kembali didorong dan kali ini benturan keras tak dapat dielakkan.

Dua ledakan keras mengguncang lereng dan sebagian puncak bukit.

Di tempat terjadinya ledakan sebuah lubang menganga dalam disertai kepulan asap hitam, bergulung-gulung.

Bebatuan panas pasir dan debu bertabur di udara membuat keadaan menjadi gelap.

Namun kegelapan tidak berlangsung lama.

Perlahan ketika kepulan debu dan tebaran asap berangsur lenyap. Raja Pedang yang sempat terlepas sejauh lima tombak akibat benturan yang terjadi sudah bangkit berdiri dengan pakaian robek di beberapa bagian, dada berdenyut sakit sedangkan dari mulutnya terlihat ada lelehan darah segar.

Ketika pemuda ini menatap ke depan.

Dia melihat orang tua bertubuh pendek berpakaian hijau ini tegak berdiri tanpa kekurangan sesuatu sementara mulut tersenyum seperti mengejek.

"Dia tidak mengalami cidera barang sedikitpun. Mungkin sebagaimana sering kudengar. Dia memiliki ilmu kebal,"

Pikir Raja Pedang.

"Hm,untuk membunuhnya aku harus tahu di mana pusat kelemahannya. Tapi bagaimana caranya?"

Selagi Raja Pedang bicara dengan dirinya sendiri tiba-tiba saja Gagak Anabrang berkata.

"Raja Pedang! Keluarkan segala ilmu kepandaian yang kau miliki. Jika tidak sekejab lagi dirimu hanya tinggal nama yang tak akan dikenang oleh siapapun!"

"Aku memang hendak mengadu jiwa denganmu! Hiaa...!"

Jawab Raja Pedang dalam kemarahan meluap.

Sekejab kemudian dengan menggunakan serangkaian jurus-jurus maut yang menjadi andalannya, sosok pemuda itu berkelebat ke depan dan tahu-tahu lenyap berubah menjadi bayang-bayang.

Gagak Anabrang yang melihat betapa serangan Raja Pedang berlangsung cepat, ganas dan mengincar bagian-bagian mematikan menjadi maklum lawan memang berniat menghabisinya. Mendapat serangan bertubi-tubi berupa tendangan dan pukulan yang datang silih berganti, Gagak Anabrang yang dikenal tangguh sempat terdesak.

Dia bahkan sempat melompat mundur, lalu miringkan tubuh untuk hindari serangan.

Sementara walau Gagak Anabrang telah hindari serangan itu dan berhasil menangkis pukulan lawan.

Tak urung tiga tendangan Raja Pedang mendarat di tubuhnya.

Andai Gagak Anabrang tidak memiliki ilmu kebal boleh jadi tendangan ganas Raja Pedang telah menghancurkan dada dan membuat remuk bagian punggungnya. Berkat ilmu kebal yang dia miliki tendangan menggeledek itu hanya membuatnya terpelanting.

Tanpa cidera terkecuali mengalami robek pakaian di sebelah belakang lalu Gagak Anabrang segera bangkit.

Belum sempat berdiri tegak lawan kembali merangsak maju.

Kali ini seperti kesetanan Raja Pedang segera menghunus senjatanya.

Ketika senjata diputar. Pedang sakti yang dikenal dengan nama Penggebah Nyawa buatan empu Balawa itu menderu sebat disertai pancaran cahaya hitam menggidikkan , Dalam jarak yang demikian dekat Gagak Anabrang tidak sempat menghindar ketika senjata yang bergulung-gulung menyambar kepalanya tiba- tiba menukik tajam ke bawah siap membelah bahunya.

Tidak punya pilihan lain, Gagak Anabrang terpaksa tekuk kedua tangannya yang telah teraliri tenaga penuh untuk melindungi bahu.

Crak!

crak!

Ketika pedang maut berbenturan dengan lengan lawan.

Pedang itu malah membal ke atas. Raja Pedang merasa tangan yang memegang hulu pedang terasa sakit.

Kejutnya bukan kepalang ketika sadar pedangnya seperti membentur bola karet yang empuk namun keras. Pemuda ini melompat mundur.

Menatap ke depan dia melihat lawan menyeringai sambil usap-usap lengannya yang menggembung bengkak namun tak terluka sedikitpun.

"Pedang hebat! Belum pernah aku merasakan kedahsyatan pedang seperti yang kau miliki!"

Sambil berseru memuji sekonyong-konyong Gagak Anabrang jatuhkan diri.

Ketika tubuh meluncur ke bawah, dua tangan segera dikepal. Secepat kilat begitu dua lutut menyentuh tanah dua tangan yang terkepal membentuk tinju dihantamkan ke tanah sementara dari mulutnya terdengar suara teriakan keras.

"Petaka Melanda Bumi!"

Gagak Anabrang menyebut nama jurus yang menjadi andalannya.

Dher!

Dher!

Dua tinju menggebrak tanah.

Akibat yang ditimbulkannya sungguh mengerikan.

Dari dalam tanah mendadak terdengar suara bergemuruh.

Permukaan tanah bergerak laksana dilamun badai.

Uap panas disertai pancaran air mendidih menyembur dimana-mana.

Raja Pedang yang terjebak di dalam serangan Petaka Melanda Bumi sempat bergidik ngeri.

Dia menyeringai kesakitan terkena semburan air panas yang keluar dari sekitar lereng bukit.

Melompat kian kemari hindari pancaran air yang muncul pada setiap jengkal tanah malah membuatnya terjebak.

Sebagian menyambar leher dan dadanya membuat kulitnya melepuh.

Sementara dari atas ketinggian seakan datang dari langit ratusan cahaya merah redup laksana curah hujan menghantam tubuh di sebelah atas.

Tidak ada jalan bagi Raja Pedang dia pun terpaksa memutar pedang untuk melindungi diri.

Cahaya hitam menderu dari pedang itu membentuk sebuah perisai pertahanan yang kokoh.

Benturan keras antara cahaya merah redup dengan pedang terjadi berulangkali membuat pemuda ini limbung namun dia masih sanggup bertahan dari serangan ganas yang datang dari sebelah atas dan bawah.

Melihat Raja Pedang berusaha keras menghalau semburan air panas dan hujan cahaya merah maka kesempatan ini dipergunakan oleh Gagak Anabrang untuk merangsak maju.

Begitu Raja Pedang berada dalam jangkauan, Gagak Anabrang menyerang pemuda itu dengan jurus Pelindung Diri Tirai Gaib Sukma Hitam.

Tangan pendek Gagak Anabrang berkelebat menyodok perut lawan dari bawah ke atas.

Raja Pedang yang sempat melihat lima jemari tangan melabrak perutnya masih berusaha menggeser langkah sekaligus menarik tubuhnya ke belakang.

Namun karena perhatiannya terpecah terbagi dua serangan lawan masih sanggup menggebrak perutnya

Dheess!

"Arkgh.."

Pukulan ganas yang datangnya disertai tebaran kabut berwarna itu tidak hanya membuat Raja Pedang jatuh dalam keadaan jungkir balik, tapi juga membuat pemuda itu semburkan darah dari mulut dan hidungnya.

Pemuda itu terkapar.

Gagak Anabrang menyeringai.

Sambil menatap ke arah lawan yang berusaha menggapai senjatanya yang terlepas

Gagak Anabrang kembangkan dua tangan.Jemari yang dipentang dia putar ke delapan penjuru arah. Selanjutnya dua tangan disentakkan ke depan dada selayaknya menyentakkan sesuatu di udara.

Wuut!

Sreet!

Ketika tangan bersilangan di depan dada, semburan air mendidih yang mengguyur kawasan bukit serta hujan cahaya merah redup yang bersumber dari ilmu kesaktian Gagak Anabrang seketika lenyap.

Sambil tertawa mengekeh orang tua itu melangkah menghampiri Raja Pedang.

Saat itu Raja pedang telah berhasil meraih senjatanya. Namun keadaan tubuhnya yang mengalami cidera di bagian perut belum membaik walau dia telah mengalirkan hawa murni kebagian perut yang terluka

"Inilah yang aku khawatirkan. Aku telah mengatakan menyesali semua perbuatanku dimasa lalu. Namun kau tak pernah perduli. Sekarang terlanjur kalap. Aku terpaksa membunuhmu walau aku tidak menyukainya!" kata laki-laki itu sambil menatap lawannya!
Raja Gendeng 17 Amanat Dari Liang Lahat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Aku tidak takut mati!" dengus Raja Pedang dengan nafas mengengah dada serasa terbakar dan tenggorokan seperti dicekik

"Ha ha ha! Aku menghormatimu sebagai lawan yang paling tangguh yang pernah kuhadapi. Tapi segala kehebatanmu nampaknya belum bisa kau pergunakan untuk membalas segala dendam kesumat"

"Sekarang terimalah kematianmu!" teriak orang tua itu.

Teriakan Gagak Anabrang dibarengi dengan melesatnya tubuh orang tua itu. Sepuluh jari tangan berkuku runcing dan berwarna hitam pekat pertanda mengandung racun jahat dipentang.

Tangan kiri lakukan gerakan mencabik ke arah wajah sedangkan tangan kanan bergerak mencabik bagian tenggorokan lawan.

Melihat serangan ganas yang berlangsung secepat itu, Raja Pedang dengan segenap tenaga yang dimiliki segera gelindingkan diri ke kiri.

Begitu bergeser dari jangkauan jemari lawan, dia angkat kepala hingga ke punggung. Kemudian saat tubuh sebelah atas tersentak naik, dengan bertumpu pada dua kakinya pedang dia kibaskan lurus ke bagian perut lawan.

Gagak Anabrang hanya bisa delikkan mata tanpa sempat menghindar ketika melihat betapa ujung pedang itu sangat cepat sekali mengarah kebagian pusarnya.

Dia tidak sempat untuk menyelamatkan diri. Pedang kemudian amblas menembus pusar hingga kebagian punggung.

Orang tua itu hanya mampu mengangakan mulut sambil dekap perutnya yang tertembus senjata lawan, Selagi Raja Pedang bangkit tubuh limbung. Gagak Anabrang tersungkur roboh tergelimpang di tanah.

Raja Pedang silangkan senjata di depan dada untuk menghindari terjadinya serangan balasan. Tetapi Gagak Anabrang tak sanggup bangkit lagi, dia mengerang namun mulutnya malah tersenyum.

"Aku sekarat!" kata laki-laki itu dengan nafas tersengal.

"Tapi aku berterima kasih padamu. Dengan jalan seperti ini aku segera bisa bertemu dan berkumpul dengan putri dan istriku," katanya tanpa beban.

Raja Pedang terdiam.

Sambil sarungkan senjata pada tempatnya di pandanginya orang yang sangat dia benci seumur hidupnya itu.

Tapi lawan diam tidak bergerak.

Mata terpejam untuk selama-lamanya.

Tanpa bicara Raja Pedang segera jatuhkan diri. Dengan sikap duduk bersila menghimpun hawa murni untuk memulihkan luka-luka dalam.

******

Raja telah sampai di sisi puncak bukit sebelah barat. Dari balik kegelapan dibawah batu sebesar kerbau, pemuda ini dapat melihat bagaimana keadaan di puncak bukit Segala Puji Segala Serapah.

Di tengah padang yang cukup luas. Sang pendekar melihat sebuah altar batu berwarna merah dan hitam. Di pertengahan altar, di atas lingkaran bundar tergeletak seorang gadis berpakaian putih. Gadis itu dalam keadaan diam tidak bergerak. Dua tangan dan dua kaki yang dipentang dalam keadaan terikat masing-masing pada sebuah tiang pancang yang tingginya tidak sampai dua jengkal.
Walau dalam keadaan setengah sadar akibat pengaruh minuman aneh yang dicekokan penguasa bukit namun dara cantik bernama Dadu Sirah Ayu ini telah kehilangan seluruh kekuatannya. Melihat penderitaan sang dara sang Maha Sakti Raja Gendeng merasa sedih juga prihatin. Setelah memperhatikan Dadu Sirah Ayu yang diberi pakaian indah dan didandani selayaknya seorang pengantin, sang pendekar layangkan pandang kesekeliling altar persembahan.

Dia melihat sesajen dan hidangan yang lengkap. Di empat sudut altar terlihat pula masing-masing satu pendupaan besar dipenuhi bara menyala dan setiap pendupaan mengepulkan asap kebiruan menebar bau aroma stanggi.

"Aku harus menyelamatkan gadis itu. Tapi keadaan yang lengang serta suasana yang sunyi bukan berarti penguasa tempat ini tak berada disekitar altar itu." pikir Raja.

Dugaan sang pendekar ternyata memang benar.

Baru saja mulutnya terkatub. Dari sebelah selatan altar mendadak muncul satu sosok tinggi besar.

Sosok yang datang hanya bertelanjang dada, sekujur tubuh dihiasi luka bekas cambukan, rambut putih jarang meranggas laksana pohon tanpa daun. Sepasang mata merah. Sedangkan di kepalanya bertengger sebuah mahkota merah dalam keadaan dikobari api.

Keangkeran sosok Ini ditambah dengan keanehan yang terdapat di belakang punggungnya.

Punggung orang itu ditumbuhi kulit tebal keras, bergerigi seperti gergaji tapi lebih mirip dengan punggung buaya.

"Mahluk angker menjijikkan. Semoga tidak ada bayi yang dilahirkan perempuan dalam keadaan seperti dia. Ih..." tanpa sadar selayaknya perempuan yang hamil besar.

Raja mengusap perutnya.

Tapi dia kemudian tersenyum, geli pada perbuatannya sendiri.

"Aku bukan perempuan mengapa harus mengusapi perut." kata pemuda dengan senyum senyum.

Setelah memperhatikan sosok tinggi itu, Raja membatin dalam hati.

"Mahluk aneh. Tubuhnya punya kelebihan namun itu adalah cacat. Aku yakin dialah penguasa tempat ini. Mahluk yang dikenal dengan sebutan Yang Terlaknat Dari Alam Baka,"

Baru saja Sang Pendekar bicara dengan dirinya sendiri. Diketinggian dia mendengar suara berdesir halus. Lalu ada bayangan melintas tak jauh di depannya.

Pemuda ini terkejut, namun segera dongakkan kepala menatap ke atas langit. Kening pemuda itu berkerut, tanpa sadar mulut berkata,

"Perahu Setan ternyata ikut datang. Kurang ajar!" geram Raja sambil kepalkan tinjunya.

"Kehadiran mahluk misterius penghuni Perahu Setan hanya akan membuat urusan menjadi berlarut-larut!"

Walau berkata demikian Raja masih belum beranjak dari tempatnya. Dia berpikir apakah mungkin penghuni Perahu Setan punya hubungan baik dengan Yang Terlaknat Dari Alam Baka.

Jika keduanya bersahabat, Raja pasti akan mengalami kendala besar dalam menyelamatkan Dadu Sirah Ayu. Selagi sang pendekar dilanda keraguan. Dari ketinggian tempat dimana Perahu Setan berhenti bergerak dan hanya mengambang diketinggian tiba-tiba saja terdengar suara gelak tawa penghuni perahu

"Mahluk busuk yang baru saja keluar dari sarang liang lahat. Kullihat banyak hidangan. Para tamu undangan yang terdiri dari mahluk gaib tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Sayang kau tidak pernah mengajakku mencicipi hidangan.
Sungguh keterlaluan! Ha ha ha."

Mendengar ucapan disertai gelak tawa. Yang Terlaknat Dari Alam Baka segera dongakkan kepala tengadahkan wajah memandang ke atas, Walau sudah menduga siapa gerangan adanya yang bicara tak urung mahluk satu ini tersentak kaget.

"Keparat jahanam. Penghuni Perahu Setan.Kedatangannya ke bukit ini pasti membekal maksud tertentu. Mengapa selalu saja ada gangguan disaat aku sedang mengadakan perhelatan yang sangat penting begini." geram Yang Terlaknat Dari Alam Baka

"Apa yang kau inginkan, mahluk jahanam. Sesama mahluk alam gaib mengapa datang tanpa diundang!" teriak mahluk bermahkota api dengan suara lantang menunjukkan rasa tidak senang

"Ha ha ha! Diundang atau tidak bagiku sama saja. Aku sengaja datang dari tempat yang jauh ingin menjemput seorang gadis. Gadis itu ada di atas altar. Harap kau mau menyerahkan gadis itu padaku sekarang juga. Dengan demikian aku tidak bakal mengganggu pestamu dengan berbagai kekacauan yang tidak kau sukai...."

Ucapan penghuni Perahu Setan yang terus terang itu membuat Yang Terlaknat terkejut.

Tanpa sadar dia melirik ke arah Dadu Sirah Ayu yang tergolek tak berdaya di tengah altar,

"Apakah yang kudengar ini tidak salah!?"

tanya mahluk itu sambil menatap ke atas ketinggian tempat di mana perahu dan penghuninya berada.

"Kau tidak salah dengar dan aku tidak keliru berucap. Aku membutuhkan darah, daging bahkan tulang gadis itu untuk suatu keperluan yang tak bisa kuceritakan padamu, Bila kau mau serahkan gadis itu dengan suka rela maka berarti aku berhutang budi kepadamu dan kelak aku akan membalas budi baikmu itu!"

Yang Terlaknat Dari Liang Lahat menggeram, mulut terkatup, pipi mengembung. Dengan segenap kegusaran di hati dia berseru,,

"Mahluk keparat tidak tahu diri. Kekacauan besar telah kau lakukan kau sama seperti bangsat-bangsat dari golongan manusia itu. Karenanya sudah selayaknya kau juga ikut mampus!" berkata demikian Yang Terlaknat dorongkan kedua tangannya ke atas.

Satu gelombang angin disertai tebaran hawa panas menderu melesat laksana anak panah menghantam perahu. Melihat betapa ganas serangan yang dilakukan Yang Terlaknat. Sambil mengumbar tawa bergelak Penghuni Perahu Setan melesat keluar tinggalkan perahunya.

Selagi tubuhnya melayang ke bawah, Penghuni Perahu Setan sambut serangan itu dengan kedua tangan sekaligus. Hantaman Jaring Penjerat Nyawa dan kibasan Kebutan Nyawa, menderu ke bawah. Cahaya merah menggidikkan bergulung-gulung laksana ombak melabrak sekaligus menyergap dua pukulan yang dilancarkan Yang Terlaknat Dari Alam Baka.

Dua ledakan berdentum mengguncang kawasan puncak bukit. Pijaran bunga api menebar kesegenap penjuru arah membuat suasana yang terang jadi bertambah terang benderang.

Yang Terlaknat Dari Alam Baka terguncang akibat beradunya dua kekuatan sakti. Belum lagi lenyap kejut dihati mahluk yang satu ini. Dari sebelah atas Penghuni Perahu yang jungkir balik tak karuan terkena guncangan ledakan tiba-tiba tebarkan jaring maut yang berada ditangan kanannya.

Jaring mengembang melesat deras ke bawah mengurung Yang Terlaknat Dari Alam Baka dari segala penjuru.

"Jahanam licik!"

Mahluk itu menggerung.

Namun untuk menghindar agar tidak terperangkap dalam libatan jaring. Yang Terlaknat Dari Alam Baka segera berjumpalitan selamatkan diri ke belakang. Begitu jejakkan kaki dia kembali menghantam tebaran jaring itu dengan pukulan sakti yang dikenal dengan nama Di Balik Kubur Arwah Menjerit.

Serangan itu tentu menjadi sebuah serangan yang mematikan andai saja Penghuni Perahu Setan tidak bertindak cerdik. Ketika mahluk bertopeng bergambar tengkorak ini melihat ada hawa dingin memerihkan mata menyambar dari arah depan menderu siap menghancurkan jaring maut maka penghuni Perahu Setan segera sentakkan tangan yang memegang Jaring lebih ke atas.

Jaring bergulung, namun ketika serangan berkelebat melewati Jaring, Penghuni Perahu Setan sentakkan jaring ke bawah. Walau jaring tidak bisa mengembang seluruhnya, namun ujung-ujung jaring yang di banduli puluhan pisau tajam berwarna hitam salah satu diantaranya sempat menyambar dada Yang Terlaknat Dari Alam Baka.

Mahluk ini berkelit dengan menarik tubuhnya ke belakang. Sayang serangan yang demikian cepat dari ujung pisau masih sempat menggores dadanya.

Craas!

Dada Yang Terlaknat Dari Alam Baka robek besar. Darah mengucur dari goresan luka memanjang. Dan darah itu berwarna merah kehitaman menebar bau busuk menyengat.

Sang mahluk menggerung.

Sekali dia meniup ke bagian luka maka seketika luka bertaut, menutup rapat dengan sendirinya. Melihat kelebihan ilmu yang dimiliki Yang Terlaknat Dari Alam Baka, Penghuni Perahu Setan tersenyum. Baginya ilmu seperti itu bukan sesuatu yang istimewa.

Berbeda dengan Raja yang masih mendekam di balik batu yang gelap. Sambil terus mengawasi diam-diam dia membatin,

"ilmu mahluk liang kubur itu boleh juga tapi apa perduliku. Biar saja mereka saling bunuh. Jika keduanya sama-sama menemui ajal tugasku menjadi tambah ringan. Gadis itu bisa kutolong dengan mudah."

Lalu diam-diam. Raja melirik ke atas altar.

Dadu Sirah Ayu masih berada di altar itu, tergeletak di tengah lingkaran merah tanpa daya.

Setelah menatap ke arah dua tokoh sesat yang tengah terlibat perkelahian hebat, maka Raja punya kesempatan untuk membebaskan Dadu Sirah Ayu.

Sambil tetap bersikap waspada dari segala kemungkinan pemuda itu merayap dengan mengendap-endap menuju altar.

Tidak jauh dari altar. Sekali lagi Jaring Penjerat Arwah Penghuni perahu hampir saja menghantam pinggang Yang Terlaknat Alam Baka.

Tapi berkat kesigapan sang mahluk dia berhasil menghantam jaring tersebut hingga terpental kembali kepada pemiliknya.

Darah Penghuni Perahu Setan tersirap ketika dapati senjatanya hampir mencelakai diri sendiri. Beruntung Penghuni Perahu bertindak cepat. Begitu jaring yang menebar berbalik siap meringkus tubuhnya dia segera lambungkan diri ke udara.

Jaring maut menderu setengah jengkal di bawah kaki lalu menghantam tanah hingga menimbulkan ledakan disertai guncangan luar biasa.

"Oala... hampir saja aku dibuat celaka oleh senjata sendiri!" gumam Penghuni Perahu Setan sambil leletkan lidah.

Penghuni Perahu Setan jejakkan kaki. Sambil bersiap melakukan serangan selanjutnya dia menatap ke depan. Di depan sana Yang Terlaknat Dari Alam Baka menggeram. Dua tangan dipentang. Sepuluh kuku berwarna kehijauan mencuat tajam.

Bersamaan dengan itu dia berteriak

"Iblis terkutuk! Rasakan pembalasanku!"

Diiringi teriakan melengking sekonyong-konyong mahluk satu ini menyerbu ke depan. Melihat sepuluh kuku berubah menjadi bayangan hijau menderu ganas mencari sasaran di sepuluh titik mematikan yang terdapat di sekujur tubuh Penghuni Perahu Setan, dia justru keluarkan suara mendengus.

Sambil alirkan tenaga sakti ke arah kebutan ditangan kiri dan jari di tangan kanan dia sambuti serangan sepuluh kuku lawan dengan penuh keberanian.

Benturan antara kuku-kuku dengan kebutan yang didukung sergapan jaring terjadi berturut-turut.

Sekali lagi terdengar suara ledakan dan dentuman bergemuruh di tempat itu. Kawasan puncak bukit dilanda guncangan hebat. Pasir, debu dan batu dikobari api bermentalan diudara.

Diluar dugaan Yang Terlaknat Dari Alam Baka selain memiliki ilmu kesaktian sangat tinggi, terrnyata juga mampu bergerak menghindar dengan kecepatan yang sangat luar biasa.

Terbukti setelah serangan mautnya berhasil dipatahkan oleh jaring dan kebutan dia masih bisa menyusup menembus pertahanan lawan. Lalu setelah sempat lancarkan serangan tipuan berupa jotosan yang segera ditangkis oleh Penghuni Perahu Setan.

Dua tangan tiba-tiba meluncur deras ke bawah, sepuluh jemari dibuka lalu menyambar ke arah sasaran.

Yang Terlaknat Dari Alam Baka segera mengubah arah dan menarik kedua tangannya ke samping kiri.

Raja Gendeng 17 Amanat Dari Liang Lahat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sret!

Breet!

"Uargkh..."

Penghuni Perahu Setan menggerung kesakitan. Walau dia masih sempat menghantam wajah lawan dengan kebutan hingga wajah itu terluka dan mengucurkan darah.

Namun serangan Yang Terlaknat Dari Alam Baka tidak hanya berhasil merobek jubah pelindung serta pakaian di sebelah dalam Penghuni Perahu Setan, tetapi juga di bagian perut mahluk itu mengalami luka memanjang hingga membuat isi perut membusal dan darah mengucur keluar.

Dengan langkah terhuyung seolah tidak percaya dengan kenyataan yang dialaminya Penghuni Perahu Setan menatap mendelik ke arah luka diperutnya.

Tanpa menunggu tangan kiri diulur didekapkan kebagian luka diperut. Sementara mulut berkomat kamit merapal ajian penyembuh luka.

Tapi Penghuni Perahu Setan terkejut ketika dapati ilmu kesaktian penyembuh tidak berfungsi sebagaimana sebelumnya.

Sekali lagi Penghuni Perahu Setan merapal ajian penyembuh dan pelenyap luka. Sambil merapal mantra ajian tangan diusap kebagian luka.

Usaha kedua kali inipun mengalami kegagalan.

Segala upaya yang dilakukan Penghuni Perahu Setan tentu saja dilihat oleh lawannya.

Yang Terlaknat Dari Alam Baka tertawa tergelak-gelak

"Kunyuk bermantel merah Penghuni Perahu Setan. Ketahuilah, aku telah menangkal setiap ilmu aneh yang dimiliki semua orang yang datang kemari tanpa seijinku. Dalam amanatku hanya mereka yang menerima undangan dariku saja yang mendapat perlindungan dariku. Selain itu orang sepertimu akan celaka. Ha ha ha!"

"Keparat jahanam!" rutuk Penghuni Perahu Setan, Diam-diam dia menjadi sangat kaget.

"Ha ha ha! Segala caci maki dan sumpah serapah tak ada artinya. Serangan kuku dariku mengandung racun ganas, Luka itu bisa membuatmu celaka meregang ajal bila tidak segera diobati.Ketika berada diketinggian sana kau memang bisa berbuat sekehendak hati terhadap para pengikutku. Tapi dipuncak bukit ini akulah yang berkuasa. Sekarang bersiap siaplah menghadap diraja akherat!!" teriak mahluk dari Alam Baka dengan suara keras menggembor.

Tanpa menunggu lama Yang Terlaknat Dari Alam Baka kembali merentang kedua tangan yang segera diikuti dengan gerakan membuka mulut dan belalakkan mata lebar-lebar.

Melihat gelagat aneh yang dilakukan Yang Terlaknat Dari Alam Baka, Penghuni Perahu Setan diam-diam berucap.

"Celaka! Aku tahu tentang ilmunya yang satu ini. Dia pasti hendak menghabisi aku dengan cairan Sar? Mayat Racun Liang Lahat. Aku harus menyelamatkan diri!" pikir Penghuni Perahu Setan dengan rasa cemas.

Rupanya mahluk satu ini sangat mengenali ilmu aneh yang dimiliki lawannya.

Kemudian sebelum Yang Terlaknat Dari Alam Baka sempat menyerang dengan semburan racun mautnya.

Penghuni Perahu Setan tiba-tiba lambungkan tubuhnya ke udara. Sambil berkelebat dia sambitkan senjata rahasia berupa lima ekor ular berkepala merah dan bertubuh belang putih hitam ke arah lawan.

Kelima mahluk melata itu melesat laksana lima kawat baja menderu sedemikian rupa mengincar lima titik bagian ditubuh lawan.

Melihat serangan lima ular berbisa Yang Terlaknat Dari Alam Baka terpaksa melompat ke samping, selamatkan diri.

Dua tangan, mulut dan mata terpentang yang tadinya siap hendak menyerang kini terpaksa dia hantamkan ke arah ular-ular itu.

Creet!

Wuss!

Tes!

Tes!

Cairan putih mendidih tidak hanya melesat dari sepuluh ujung jemari tangan namun juga menderu dari mulut dan matanya. Empat mahluk berbisa tidak sempat selamatkan diri. Binatang binatang itu meregang ajal dalam keadaan tubuh leleh terkutung-kutung lalu jatuh di tanah dalam keadaan menjadi bubuk.

Sedangkan salah satu ular yang berhasil lolos dari semburan cairan putih terus melesat menghunjam kebagian perutnya.

"Haargkh"

Sambil meraung kesakitan dia mencengkram kepala sang ular lalu dengan penuh kegeraman dia meremas ular itu hingga hancur.

Sambil mencampakkan ular yang mati tanpa menghiraukan luka nyeri dan panas akibat gigitan. Dia segera balikkan badan menatap ke depan. Dan kemarahannya tambah meluap ketika dapati Penghuni Perahu Setan ternyata telah lenyap,

Ketika mahluk ini dongakkan kepala menatap ke atas dia melihat lawan ternyata telah berada di atas perahu menyeringai sambil lambaikan tangannya.

Perahu Setan lalu bergerak naik ke tempat yang lebih tinggi selanjutnya melesat tinggalkan tempat itu.

Dikejauhan Penghuni Perahu Setan membatin,

"Walau aku tidak bisa mendapatkan gadis itu, tetapi aku harus segera mengobati lukaku ini."

Sebaliknya dengan segenap rasa penasaran dan kegusaran Yang Terlaknat dari Alam Baka balikkan badan lalu menatap ke arah altar.

Dia berpikir malam telah larut dan bulan telah mencapai titik tertinggi. Upacara tumbal persembahan harus segera dilakukan. Walau tanpa dihadiri saksi juga tamu undangan karena sebagian tamu memilih angkat kaki mencari selamat dan sebagian diantaranya menemul ajal.

Yang Terlaknat Dari Alam Baka menatap ke arah altar, kejut di hati mahluk satu ini tiada terkira.

Sepasang mata mendelik besar. Bergegas dia melangkah mendekati bibir altar sementara dari mulutnya terdengar suara menggeram marah.

"Kurang ajar! Siapa kau yang telah berani bertindak lancang melepaskan ikatan calon istriku?1"

Mendengar bentakan orang.

Sosok berpakaian kelabu yang bukan lain adalah Sang Maha Sakti Raja Gendeng segera melompat bangkit, balikkan badan bersikap waspada dari segala kemungkinan.

Pemuda itu menyeringai sambil menggaruk kepalanya dia menatap sosok yang berada di bawah altar persembahan.

Sekali Yang Terlaknat Dari Alam Baka menggerakkan kakinya, tahu-tahu dia telah berdiri lima langkah di depan Raja.

Sekilas mahluk itu memandang ke arah Dadu Sirah Ayu yang telah terbebas dari ikatan.


"Lekas katakan siapa dirimu!" bentak mahluk itu tidak sabaran.

"Aku. Aku adalah calon suami gadis ini." jawab Raja dan tentu saja dia bergurau menyebut sang dara cantik sebagai calon istrinya.

"Aku tidak perduli kau calon suami atau kekasihnya. Aku bertanya siapa kau?"

"Oh begitu." kata Raja sambil senyum- senyum.

"Namaku Raja orang biasa memanggilku Sang Maha Sakti Raja Gendeng!"

Mendengar Raja menyebut nama dan julukannya, kening Yang Terlaknat Dari Alam Baka berkerut. Dia berusaha mengingat apakah pernah mendengar nama itu. Karena Yang Terlaknat menetap di puncak bukit dan jarang berpergian dia tak mengenal atau mendengar nama yang disebutkan pemuda itu.

"Siapapun dirimu, aku tidak perdulil, kau dan para sahabatmu yang telah membuat kekacauan di tempat ini. Karena itu kau sudah selayaknya mati di tanganku!" teriak mahluk itu.

Lalu dengan tidak terduga tiba-tiba saja tanpa bergerak dari tempatnya berdiri Yang Terlaknat Dari Alam Baka hantamkan tinjunya ke arah Raja.

"Maklum dengan tingginya ilmu kesaktian yang dimiliki lawan"

Raja segera menekuk kakh kirinya ke belakang. Dua tangan dijulur ke depan menyambut pukulan lawan dengan Jurus Tangan Dewa Menggusur Gunung.

Dua tangan berkelebat disertai melesatnya tubuh sang pendekar.

Lalu....

Duuk!

Dheer!

Dua benturan keras yang terjadi membuat Raja terhuyung kesamping. Tubuh bergetar tangan yang beradu dengan tinju lawan terasa sakit laksana diantuk ratusan lebah.

Belum lagi sang pendekar dapat mengembalikan keseimbangannya. Lawan telah melompat ke arahnya lalu lakukan sapuan kebagian tubuh sebelah bawah dengan tendangan menggeledek.

Wuut!

Sapuan yang bisa membuat kedua kakinya remuk itu hanya menghantam angin karena Raja telah melompat ke atas. Sambil melompat tangan kirinya menggebuk ke bagian kepala lawan.

Plak!

Gebukan yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi itu membuat Yang Terlaknat Dari Alam Baka jatuh terhempas dalam posisi terduduk dengan punggung menghantam batu.

Mahluk itu menggerung.

Raja yang telah jejaikan kaki berdiri tak jauh di depan lawan tertawa terkekeh sambil menunjuk- nunjuk lawannya dengan sikap mengejek

"Hei, tendanganmu tidak kena. Tapi lihatlah kepalamu! Diatas ubun-ubun kepalamu benjol sebesar telur, mahkotamu yang dikobari api kulihat miring. Aku cuma mengingatkan awas jatuh. Kalau sampai menggelinding lenyap. Berarti kau tidak pantas lagi disebut sebagai raja diraja cacing dalam liang lahat. Ha ha ha!"

Mendengar gurawan Raja ini Yang Terlaknat Dari Alam Baka menjadi marah.

Setelah membenahi letak mahkota yang dikobari api, mahluk itu melompat berdiri. Begitu bangkit dia berteriak menggembor

"Baru kau seorang bangsat dari golongan manusia yang begitu bertindak konyol di hadapanku! Hiaa!" teriak mahluk itu.

Teriakan keras disertai berkelebatnya tubuh Yang Terlaknat.

Ketika lawan berada dalam jangkauan tangan kiri sang mahluk terjulur, lima kuku bergetar siap meremas hancur wajah sang pendekar.

"Walah bisa rusak wajahku!" seru Raja.

Seruannya disertai dengan gerakan palingkan muka hindari jangkauan jemari tangan hitam lawan.

Wuss!

Serangan kebagian wajah luput, namun tak kehabisan akal, sang mahluk segera memutar tubuh sambil layangkan pukulan dengan mempergunakan tangan kanan.

Dees!

Guuraak!

"Ugkh.. kali ini aku kena!" pekik sang pendekar.

Akibat kerasnya pukulan membuat tubuhnya terkapar telentang. Sambil menyeringai menahan sakit pemuda itu segera bangkit.

Tangan kirinya sibuk mengusapi dadanya yang nyeri.
Berkat pakaian sakti pelindung diri yang melekat ditubuhnya pukulan Yang Terlaknat Dari Alam Baka yang seharusnya membuat remuk dada sang pendekar hanya menyebabkan lebam di bagian kulit

"Aku muak melihatmu!" seru mahluk itu lalu katubkan mulut sementara rahangnya keluarkan suara bergemeletukan.

"Aku juga bosan melihat tampangmu yang tidak sedap dipandang!" sahut Raja yang sudah berdiri tegak.

Dia segera melompat ke belakang sekaligus dorong kedua tangan ke arah lawan, ketika dilihatnya Yang Terlaknat Dari Alam Baka merangsak maju sambil lancarkan pukulan Neraka Liang Lahat. Deru angin dingin laksana es disertai kepulan kabut tebal yang bersumber dari pukulan Kabut Kematian melabrak ke depan.

Tapi gerakan serangan Raja yang ganas mematikan tiba-tiba tertahan oleh cahaya hitam menebar hawa panas yang dilancarkan lawannya.

Dua pukulan masing-masing mengandung kekuatan sakti bentrok di udara

Buum!
Raja Gendeng 17 Amanat Dari Liang Lahat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Satu ledakan menggelegar mengguncang puncak bukit, membuat separoh altar runtuh sedangkan tubuh Dadu Sirah Ayu yang berada di tengah altar terpental.

Beruntung pada waktu bersamaan Raja Pedang yang baru muncul dari lereng bukit sebelah selatan segera menyambar tubuh sang dara sehingga tidak sampai jatuh terhempas dengan kepala remuk akibat menghantam bebatuan.

Raja Pedang yang belum pulih benar dari luka dalam akibat bentrok dengan musuh bebuyutannya Gagak Anabrang segera menolong Dadu Sirah Ayu dari pengaruh totokan dan hawa jahat yang menguasai tubuhnya, Dengan mengalirkan hawa murni kebagian kepala, gadis ini akhirnya sadarkan diri.

"Kisanak siapa?" tanya gadis itu takut-takut

"Kau tak usah takut. Kini aku bukan orang jahat. Aku berusaha membantumu!" jawab Raja Pedang.

Dadu Sirah Ayu merasa lega. Sejenak dia menatap ke arah Raja yang melangkah dengan terbungkuk-bungkuk melihat ke arah lawan.

"Kisanak itu juga datang bersamamu?"

"Ya. Dia juga datang memberi bantuan!" jawab Raja Pedang.

Sementara itu di depan sana Yang Terlaknat Dari Alam Baka yang sempat jatuh terguling-guling akibat benturan keras segera menyadari pemuda gondrong itu ternyata bukanlah pemuda sembarangan.

Dia harus menggunakan semua ilmu yang menjadi andalannya jika ingin menghabisi Raja.

Tidaklah mengherankan. Yang Terlaknat Dan Alam Baka tiba-tiba saja menarik kedua tangan ke belakang.

Rret!

Tangan lalu dikembang dan disentakkan ke atas. Lutut dan mata dibuka lebar pada waktu bersamaan.

Melihat apa yang dilakukan lawan Raja segera menyadari sang mahluk nampaknya telah siap untuk menghabisinya.

Tidak ingin celaka, Raja segera menggeser tubuh ke samping, tangan bergerak cepat lalu tubuhnya kembali berpindah. Dengan menggunakan gerakan-gerakan aneh, Raja nampaknya telah menggunakan jurus andalan Langkah Gaib Para Dewa yang tersohor itu

Hiyaa..!

Satu teriakan keras mengawali berkelebatnya tubuh sang pendekar. Melihat Raja menyerang dengan gerakan-gerakan yang sulit terbaca. Yang Terlaknat Dari Alam Baka segera kerahkan tenaga dalam ke bagian tangan dan kaki. Dengan mengandaikan kecepatan gerak serta ilmu mengentengi tubuh pula mahluk itu hindari tendangan kaki Raja yang meliuk-liuk juga tamparan maupun jotosan keras yang dilakukan Raja.

Walau demikian ketika sang pendekar lakukan serangan beruntun dengan tubuh oleng laksana genta yang bergoyang.

Yang Terlaknat Dari Alam Baka tiba-tiba melihat tubuh lawan tiba-tiba berubah menjadi banyak. Dan ketika pukulan maut menderu menghajar tubuh mahluk itu. Yang Terlaknat terlihat mulai terdesak.

Berkali kali dia hanya bisa menangkis. Sesakali dia membalas pukulan namun serangannya mengenai tempat kosong.

Sampai kemudian Raja tiba-tiba merangsak maju, lalu susupkan lima jari tangan ketubuh lawannya.

Melihat ini sang mahluk berkelit sambil menangkis. Namun serangan Raja hanya tipuan saja. Ketika lawan gerakkan tangan dari atas kebawah lakukan satu sapuan dengan jurus Mayat Mayat Menjerit Para Iblis Berpesta. Raja segera tarik tangannya sebagai gantinya dia hantamkan satu tendangan ke pinggang mahluk itu.

Bees!

Yang Terlaknat Dari Alam Baka jatuh terpelanting.
Namun walau pinggangnya serasa remuk seperti dihajar pentungan besi, secepatnya mahluk itu bangkit. Lalu tanpa terduga selagi Raja merangsak maju siap menyerang dengan pukulan sakti Seribu Jejak Kematian, tiba-tiba saja Yang Terlaknat Dari Alam Baka dorongkan dua tangannya ke arah Raja.

Dari sepuluh ujung jari tangan Yang Terlaknat juga dari mulut dan kedua matanya tiba-tiba menyembur cairan putih menebar bau busuk luar biasa ke arah sang pendekar.

Melihat semburan cairan memancar dari tiga bagian tubuh mahluk itu. Raja hantamkan tinjunya ke depan. Serangkum cahaya biru menebar hawa panas dan dingin laksana tembok raksasa menderu ke depan.

Bentrok cairan dan pukulan sakti Seribu Jejak Kematian terjadi. Tidak terdengar suare letupan. Namun guncangan yang terjadi akibat beradunya dua kekuatan membuat puncak bukit Segala Puji Segala Serapah mengalami guncangan hebat.

Raja Pedang yang menyaksikan kejadian itu jadi tegang. Dadu Sirah Ayu yang belum pulih dari guncangan jiwa akibat berbagai pristiwa menakutkan yang dialaminya berlari berlindung di belakang Raja Pedang.

Sementara Raden Pengging Ambengan, Kelut Birawa dan juga Ratu Edan yang baru muncul di tempat itu setelah mereka membereskan para pengikut Yang terlaknat segera berlarian mencari tempat yang dapat dijadikan perlindungan

"Raja nampaknya perlu dibantu!" kata Ratu Edan merasa khawatir.

"Tenang... pemuda itu tahu apa yang seharusnya dia lakukan," menyahuti Raden Pengging Ambengan.

"Jika kita ikut turun tangan, aku khawatir si gendeng tersinggung," celetuk Kelut Birawa pula.

Dari balik batu si kakek julurkan kepala, mengintai dengan was-was. Sementara itu cairan ganas yang memancar dari, mulut, mata dan jemari tangan Yang Terlaknat Dari Alam Baka secara perlahan namun pasti ternyata mampu mengobrak-abrik tembok cahaya yang dilepaskan Raja.

Melihat sebagian cairan akan mengguyur sekujur tubuh. Raja pun segera mencabut Pedang Gila yang tergantung dipunggungnya.

"Jiwa Penghuni Pedang! Sekaranglah saatnya menghabisi mahluk itu!" gumamnya ditujukan pada mahluk gaib yang bersemayam dalam hulu pedang.

Sring!

Pedang menderu, berkelebat kesegala penjuru arah. Cahaya kuning keemasan bertaburan diantara desing dan gaung aneh suara pedang.

Semua mata yang melihat kejadian ini jadi terkesima. Dan ketika pedang berkelebat menyambar ganas laksana naga mengamuk, seluruh cairan putih yang menyembur dari tiga anggota tubuh lawan tersapu lenyap tak berbekas.

Yang Terlaknat Dari Alam Baka tidak hanya terkejut menyaksikan apa yang terjadi, Mahluk ini juga tercengang melihat kehebatan senjata di tangan Raja.

"Senjata aneh, benar-benar gila! Aku tidak percaya cairan mautku bisa disapu habis oleh senjata itu." sentak sang mahluk.
Tapi tidak ada kesempatan bagi Yang Terlaknat Dari Alam Baka untuk berpikir lama karena dalam kesempatan itu dengan menggunakan jurus Delapan Bayangan Dewa, sang pendekar telah merangsak maju. Pedang menderu, berkelebat laksana sang pencabut nyawa, membabat, menusuk sekaligus menebas.

Melihat datangnya serangan yang demikian cepat.

Mustahil bagi Yang Terlaknat Dari Alam Baka untuk selamatkan diri.

Tidak ada pilihan lain dia terpaksa angsurkan tangannya ke depan mencoba menangkap pedang yang siap menembus dadanya.

Gerakan nekat yang dilakukan sang mahluk Dari Liang Lahat. Justru membuat dua tangan yang dipergunakan untuk menangkis terbabat putus.

Mahluk itu menjerit menggerung setinggi langit. Dua potongan tangan jatuh dan menggelepar di tanah.

Darah berwarna merah kehitaman menyembur. Namun dia segera selamatkan diri dengan melompat ke belakang.

Begitu jejakkan kaki dia membuka mulut dan pentang dua matanya. Namun sebelum cairan sempat menyembur dari mulut dan matanya. Ujung senjata di tangan Raja berkelebat menembus tenggorokannya.

Yang Terlaknat tercekat dari tenggorokannya terdengar suara mengorok.

Dua mata membeliak seolah tak percaya dengan apa yang dialaminya

"Inikah yang kau minta?" gumam Raja sambil sentakkan pedang yang menghunjam ditenggorokkan lawan.

Begitu pedang ditarik, tubuh sang mahluk langsung ambruk, berkelojotan menggelepar di atas tanah lalu lenyap dari pandangan mata.

"Mahluk celaka itu." desis Raja Pedang sambil hampiri sang pendekar.

Raja masukkan senjata ke dalam rangkanya. Sementara dalam hati dia berkata,

"Terima kasih Jiwa sahabatku"

"Sama-sama paduka Raja Gendeng."

Menyahuti Sang Jiwa penghuni pedang dengan suara yang tentu saja hanya dapat didengar oleh Raja.

Tanpa menunggu dia memutar tubuh, menghadap ke arah Raja Pedang. sang pendekar segera jawab pertanyaan sahabatnya.

"Dia telah mati, mudah-mudahan tidak gentayangan lagi membuat ulah."

"Kau benar-benar seorang pendekar hebat."

"Kami semua berterima kasih atas budi pertolonganmu," kata Raden Pengging Ambengan yang tahu-tahu telah berada di depan sang pendekar.

Di samping kakek tua itu berdiri Kelut Birawa juga Ratu Edan. Sementara agak jauh di belakang Dadu Sirah Ayu yang ditolong Raja Pedang bungkukkan badan dengan malu-malu.

"Kakang.. kakang pendekar. Kau baik sekali juga tampan. Aku mau loh menjadi kekasih kakang."

ujar sang dara polos-polos saja.

Membuat hati Ratu Edan diam-diam cemberut lalu buru-buru palingkan kepala ke jurusan lain.

Mendengar ucapan gadis cantik berpikiran bocah tujuh tahun, Raja hanya senyum-senyum

"Betul kau mau menjadi kekasihku?"

"Iya, mau-mau." sahut sang dara sambil manggut-manggut.

"Kakang pendekar sakti dan hebat.." puji Dadu Sirah Ayu

"Ha ha ha. Kau betul. Aku memang hebat dalam segala hal. Ketekku saja baunya hebat," kata sang pendekar sambil tertawa tergelak-gelak.

Mendengar gurauan Raja semua orang yang ada di situ ikutan tertawa.

Terkecuali Ratu Edan. Dia hanya bersungut-sungut, bibir yang merah bagus nampak monyong. Dalam hati dia memaki

"Gadis sialan! Raja itu pantasnya jadi kekasihku.
Tidak disangka-sangka dia sudah mengutarakan isihati duluan. Kampret. Susah payah aku ikut menolongnya. Sudah ditolong malah menggolong. Lalu apakah aku harus melolong. Apa nanti kata dunia?"

"Sudahlah. Kita semua memang sudah selayaknya saling membantu."

Raja Pedang menenangkan suasana yang riuh.

"Aku sendiri telah membalaskan dendam kesumatku pada Gagak Anabrang. Segalanya telah kuanggap impas."

"Dia benar." kata Kelut Birawa.

"Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini."

Setiap orang saling pandang, lalu anggukkan kepala tanda setuju.

Bersama-sama mereka tinggalkan puncak bukit itu tanpa kata tanpa suara.

Cuma Ratu Edan gelisah tak karuan terlebih ketika melihat Dadu yang selalu ingin berjalan di samping sang pendekar.

TAMAT

Ikuti kisah petualangan baru SANG MAHA SAKTI RAJA GENDENG dalam judul:

Mutiara Tujuh Setan

Lebih seru, lucu dan asyik!!

(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)

Situbondo,23 September 2019

Sampai jumpa di episode berikutnya...

Terima Kasih

Raja Gendeng 17 Amanat Dari Liang Lahat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** Saiful Bahri Situbondo ******




Pendekar Gagak Rimang Lambang Penyebar Gento Guyon 10 Tangan Rembulan Jodoh Rajawali 13 Jejak Tapak Biru

Cari Blog Ini