Ceritasilat Novel Online

Bara Api Di Dukuh Dawuan 1

Warok Ponorogo 2 Bara Api Di Dukuh Dawuan Bagian 1

*****

Bara Api Di Dukuh Dawuan

Karya Sabdo Dido Anditoru

Jilid 2 Seri Ceritera Warok Ponorogo

Penerbit Pt Golden Terayon Press Jakarta 1996

Gambar ilustrasi : Syamsudin

******

Buku Koleksi : Gunawan AJ

Edit teks dan pdf : Saiful Bahri Situbondo

Team Kolektor E-Book

*****



1 MERAJALELA KEJAHATAN

DAWUAN, nama sebuah dukuh yang terletak di bagian selatan kota Kadipaten Ponorogo, sudah lama tersohor, amat rawan dari banyak operasinya para begal yang buas-buas. Jarang orang yang berani lewat daerah ini pada malam hari, kalau bukan seorang warok yang berilmu tinggi sudah dapat dipastikan akan jadi korban para Begal. Sayangnya, daerah Dawuan ini tempat bertemunya beberapa jalan penghubung dari lima jurusan, sehingga untuk cepatnya menempuh perjalanan, maka banyak orang yang memilih melewati dukuh Dawuan itu daripada harus melingkar jauh melalui daerah pedesaan lainnya.

Khususnya pada siang hari.

banyak orang yang berani melewati dukuh Dawuan lantaran banyak teman dan ramai. Para pedagang yang kemalaman di pasar, terpaksa tidak berani pulang kembali ke daerah asalnya kalau harus melalui dukuh Dawuan ini.

Sudah dapat dipastikan, barang dagangan dan uang hasil perolehan berdagangnya akan ludes dirampas oleh para begal yang mencegat di pinggir jalan itu.

Atas banyaknya keluhan penduduk mengenai rawannya daerah dukuh Dawuan ini, sehingga telah menimbulkan keresahan masyarakat, laporan itu telah sampai kepada penguasa Kadipaten.

Maka Kanjeng Adipati telah memerintahkan petugas pengamanan, dengan mengirim punggawa yang terlatih baik guna menjaga daerah rawan begal itu.

Pada saat penjagaan punggawa Kadipaten itu diadakan, memang jarang terdengar adanya operasi begal-begal itu.

Namun lambat laun para punggawa Kadipaten itu juga saling kenal dengan para Begal itu.

Lama-lama mereka berkawan akrab.

Tidak lama kemudian punggawa yang seharusnya bertugas mengamankan daerah itu, justeru terus ikut-ikutan bersama para begal itu menyingkir ke keramaian desa terdekat.

Sehingga dukuh Dawuan yang seharusnya tiap malam dijaga, menjadi kosong dari penjagaan.

Para punggawa banyak yang kena sogok para Begal, dan tiap malam menghabiskan uang dari hasil sogokan itu untuk mencari hiburan di desa Kembang tidak jauh dari daerah dukuh Dawuan yang tersohor banyak berkeliaran perempuan cantik-cantik penari Gambyong.

Lantaran godaan perempuan cantik, dan mendapat sogokan bayaran dari para Begal, akhirnya membuat mabuk tuak para punggawa Kadipaten yang mengindahkan pada tugas pengamanan daerah tersebut.

Dengan lengahnya penjagaan itu, maka para Begal dapat beroperasi kembali .Berita santer makin ganasnya begal-begal itu ramai lagi dibicarakan masyarakat.

Mereka menganggap para punggawa itu tidak mampu lagi menghadapi kesaktian para begal yang merajalela itu.

Sehingga masyarakat menjadi was-was dibuatnya.

Bagi para pedagang, makin tidak bisa berkutik mengembangkan daerah operasi penyebaran dagangannya karena sering dibegal di jalan oleh para begal yang ganas itu.

Timbul inisiatif dari beberapa pimpinan Begal itu yang agaknya identitas namanya belum dikenal masyarakat.

Setiap sore mereka berkumpul di tempat terminal gerobak sapi dan dokar kuda untuk menawarkan jasa pengawalan keamanan menyeberangi daerah dukuh Dawuan. Ada beberapa pedagang yang nekat untuk menggunakan jasa pengawalan para jagoan pasar itu dengan tawar-menawar harga yang dianggap pantas.

Atas jasa pengawalan para jago itu ternyata selama di perjalanan mereka aman dari gangguan para begal.

Agaknya para begal juga sudah pada mengenal kawan-kawan mereka yang bekerja menjual jasa pengamanan itu, sehingga tidak enak mengganggunya sebab juga kecipratan bagian.

Lama-lama usaha jasa pengawalan itu makin ramai, dan dianggap pedagang selama ini.

Maka tidak sedikit jumlahnya para jagoan pasar ini yang kemudian menjadi berkembang pesat makin besar anggotanya.

Para juragan jasa pengawalan yang dulu merintis usaha jasa pengawalan ini, kini ia hidup santai tinggal di numah yang mewah di cara terbaik untuk memecahkan kesulitan para kota-kota kecamatan daerah sekitar dukuh Dawuan itu. Akhirnya timbullah persaingan antar pemilik perusahaan jasa pengawalan itu.

Ujung-ujungnya terjadilah permusuhan antar jagoan yang semula adalah teman akrab, kini merekajadi saling berebut rejeki.

Ada dua kubu yang dipimpin jagoan masing-masing yang oleh masyarakat sekarang dikenal sebagai Warok Surodilogo dan Warok Wulunggeni, yang sama-sama mempunyai sama-sama pengikut, sama-sama mendirikan perguruan ilmu bela diri, sama sama memiliki kemampuan olah kanuragan, dan kekuatan tenaga dalam.

Kedua jagoan itu bersaing ketat untuk berebut pasar, serta penguasaan daerah kekuasaan operasinya di daerah dukuh Dawuan ini. Berita mengenai persaingan dua warok dan pengikutnya itu sampai ke telinga Kanjeng Adipati .Kemudian kedua warok sebagai pemimpin masyarakat itu diminta datang bermusyawarah ke Kadipaten.

"Dengar Suro dan Wulung", kata Kanjeng Adipati membuka pertemuan musyawarah penghulu Kadipaten pada siang hari bolong itu.

"Kamu berdua sudah dikenal masyarakat sebagai warok. Jagoan yang memiliki keunggulan keilmuan kanuragan tinggi. Pandai bertarung .Apalagi kalian berdua sudah lama saling mengenal dan berteman baik. Oleh karena itu tidak baik bagi kalian berdua berseteru untuk berebut rejeki di daerah yang sama dukuh Dawuan", ujar Kanjeng Adipati berwibawa memimpin musyawarah antar kedua warok itu.

"Kanjeng Adipati", kata Warok Surodilogo.

"Hamba mendirikan jasa pengaman kepada para pedagang itu dengan tujuan benar-benar ingin menolong pengamanan mereka dari gangguan para begal di tengah jalan dengan imbalan ala kadarnya. Tidak pernah kami menetapkan tarif khusus. Tetapi pokal Wulunggeni macam-macam. Orang-orang yang bekerja untuk dia itu sebenarnya ya para begal yang bikin gangguan di jalan-jalan itu. Para begal itu sebelumnya adalah juga terdiri dari orang-orang dia sendiri itu. Para pedagang yang mau bayar mahal kepada dia akan selamat di jalan. Jelas saja wong yang selama ini membikin gangguan di jalan juga orang-orang dia. Jadi ini namanya akal-akalan saja. Kejadian seperti ini membuat diri hamba tidak terima, kemudian hamba menghimpun parajagoan setempat dengan maksud untuk memberikan perlindungan pengawalan secara bayaran ala kadarnya. Tetapi si Wulung ini malah marah kepada anak buah hamba. Akhirnya hamba pun ikut turun tangan untuk merantasi masalah ini", ujar Warok Surodilogo mantab.

"Apa benar demikian, Warok Wulunggeni", tanya Kanjeng Adipati

"Sama sekali tidak benar kata-kata si Suro itu, Kanjeng Adipati. Ia itu yang mau bikin gara-gara. Dia itu mau merebut usaha saya dengan cara membikin keributan ini", jawab Warok Wulunggeni kelihatan berangasan.

"Jadi siapa yang sebenarnya memulai keributan ini"

Tanya Kanjeng Adipati itu

"Ya, Si Suro itu yang memulai bikin ribut.
Dia yang semulajadi Jogoboyo kelurahan, belakangan ikut-ikutan bikin usaha tandingan saya.Mau menyaingi usaha saya. Begitu lo ceritera yang sebenarnya, Kanjeng Adipati", ujar Warok Wulunggeni memperlihatkan sikap tidak senangnya kepada Warok Surodilogo.

"Bukan saya Kanjeng Adipati. Dia yang mengusir dan mengganggu orang-orang saya", kata Warok Surodilogo menyela.

"Baik kalau demikian. Supaya adil, aku akan tetapkan pembagian daerah operasi kalian menurut kediaman kalian masing-masing. Kamu nanti akan mempunyai daerah operasi masing-masing", kata Kanjeng Adipati berusaha mencarikan jalan pemecahan.

"Suro, karena rumah kamu di daerah kulon, maka kamu hanya boleh beroperasi di pasar kulon beserta tempat mangkal gerobak kelutuk dan dokar di situ. Sedangkan kamu, Wulung, karena rumah tinggal kamu berada di daerah wetan, maka kamu hanya boleh beroperasi di sebelah pasar wetan saja. Masing-masing tidak boleh melanggar daerah yang sudah aku tetapkan ini"

"Matur nuwun, Kanjeng Adipati. Hamba setuju dengan pembagian ini", jawab Warok Surodilogo bersemangat. Kanjeng Adipati agaknya kurang menguasai masalah, sebab yang menjadi pangkal perseteruan antara kedua warok itu adalah lantaran memperebutkan para pedagang yang banyak mangkal di pasar kulon, sebabnya pasarnya lebih besar, dan ramai, juga langsung menuju jalan ke arah dukuh Dawuhan, sehingga banyak mengeruk penghasilan bagi para jasa pengawalan itu.

Maka, keputusan Kanjeng Adipati itu segera mendapat protes keras dari Warok Wulunggeni.

"Saya rasa keputusan Kanjeng Adipati kurang adil. Sebab, saya adalah orang yang pertama kali merintis usaha ini sebelum si Surodilogo ikut-ikutan membuka usaha ini, dan dulu saya memulai operasi dari pasar kulon itu. Kemudian, Surodilogo ikut-ikutan mengerahkan orangorangnya untuk mencampuri urusan saya di situ. Selain itu, usaha saya juga tidak liar. Saya sudah lapor dan minta izin kepada Penggede Pasar yang Kanjeng Adipati tunjuk untuk daerah itu. Malahan saya mendapatkan tempat mangkal ruangan sebelah kantor Penggede Pasar. Jadi saya masih menganggap itu adalah menjadi urusan saya. Dan kalau si Suro mau ikut buka usaha, sebaiknya tidak bersaing dengan usaha yang sudah saya rintis dan jalani ini. Tapi cukup bergabung dengan saya, menjadi anak buah saya saja. Akan saya bayar dia dari penghasilannya ikut membantu usaha saya. Demikian, kan baik, Kanjeng Adipati", kata Warok Wulunggeni mengakhiri kalimatnya nampak geram.

"Walah... walah...wadalah, ketiwasan pisan, Leeee. Kamu mau menjadikan aku anak buahmu, begituuuuu. Apa bisa kamu ngatur aku, Leeee."

Komentar Warok Surodilogo merasa tersinggung dengan ucapan terakhir Warok Wulunggeni yang meremehkan akan menjadikan dia anak buahnya.

Kanjeng Adipati rupanya kesulitan untuk mengambil keputusan mengenai pemecahan rebutan rejeki ini.

Setelah merundingkan dengan para pengggede Kadipaten lainnya, akhirnya Kanjeng Adipati, mengeluarkan keputusannya.

"Setelah aku rundingkan dengan para penggede Kadipaten, dan setelah aku mendengar pula uraian kalian berdua.
Nampaknya kalian masing-masing tidak ada yang mau mengalah dan merasa benar sendiri-sendiri.
Maka tidak ada jalan lain.
Penyelesajannya, menggunakan jalan tengah dengan cara Adu Tanding. Dengan ketentuan, siapa yang kalah, atau menyatakan kalah, maka para pengikut yang kalah harus juga bersedia menyerah dan tidak ada permusuhan berlanjut antar pengikut."

"Kita mengenal tradisi, yang berselisih hanya pemimpinnya, maka yang menanggung risiko ya juga permimpinnya itu sendiri. Anak buah tidak perlu ikut menanggung risiko, alias tidak perlu menjadi korban kesalahan pemimpinnya.
Apa kalian semua sudah mengerti yang aku uraikan ini? Mengerti semuaaaa", begitu Kanjeng Adipati mengakhiri wejangannya dengan berwibawa.

"Mengertiiii, Kanjeng Gusti", jawab semua yang hadir hampir serentak.

"Sedangkan mengenai, waktu dan tempat pelaksanaan Adu Tanding akan ditentukan dan diatur oleh Kyai Patih Brojosento", begitu Kanjeng Adipati mengakhiri pembicaraannya, dan nampak yang hadir pada memanggut manggutkan kepala tanda maklum. Setelah diambil kemufakatan oleh Patih Brojosento. Maka semua yang hadir kemudian diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri menghadapi acara adu tanding yang akan datang.


******

ADU TANDING.

PAGI hari ini, udara masih terasa segar. Suasana alun-alun Kadipaten Ponorogo tidak sebagaimana mestinya. Kalau biasanya sepi, dan hanya sekali-kali dilewati orang yang berjalan kaki, tapi sekarang banyak orang datang berbondong-bandong. Tidak terkecuali laki-laki, banyak para perempuan, anak-anak, yang menyukai pertunjukan seperti ini di daerah ini. Banyak orang berkerumun di keteduhan pepohonan, untuk menyaksikan peristiwa yang jarang terjadi. Pertarungan antar Warok yang ingin mengadu kedigdayaannya masing-masing Dalam peristiwa seperti ini, dianggap sebagai kejadian langka. Merupakan kesempatan yang baik untuk ikut mengadu untung. Bertaruh untuk menjagokan salah satu dari Warok yang diunggulkan.

Pertaruhan ini seperti lazimnya permainan judi, atau pertaruhan menyaksikan adu ayamjago yang sedang bersabung di arena pertarungan. Sebutan Warok bagi masyarakat Ponorogo dikenal sebagai sosok laki-laki jantan, tinggi besar, kumis tebal, mata melotot lebar memancar, jampang panjang melintang, alis hitam, kepala diikat dengan udeng , berpakaian serba hitam, celana hitam gombyor, baju bagian dadanya terbuka terlihat bulu dadanya yang lebat, dengan disertai kolor putih panjang yang disebut usus-usus welang kira-kira sebesar lengan diujungnya dipasang gombyok menggelantung, mengandung kesaktian untuk senjata bela diri. Penampilan mereka ini merupakan perwujudan yang diidentikkan sebagai jagoan silat yang memiliki kemampuan ilmu kanuragan tinggi, dan keteguhan bathin yang mendalam. Hari ini akan diadakan adu tanding antara Warok Surodilogo melawan Warok Wulunggeni. Kedua warok itu sebenarnya semula masih bersahabat dekat, akan tetapi kemudian masing-masing mempunyai pendirian sendiri-sendiri. Warok Wulunggeni lebih berpribadi rendah hati, hormat kepada penguasa pemerintahan Kadipaten Ponorogo, dan pernah bekerja menjadi pengawal Kadipaten, atau lebih tepatnya sebagai mantan punggawa Kadipaten yang kemudian mengundurkn diri.

Warok Surodilogo, masih tergolong lebih muda usia, berwatak brangasan', kurang 'unggah-ungguh', hidup bebas di masyarakat, menghimpun banyak jagoan-jagoan yang ditaklukkan untuk menjadi pengikutnya dan memiliki perguruan silat, di daerah luar kota, di pedesaan masih termasuk daerah Ponorogo Selatan. Di kampungnya dikenal sebagai jagoan yang diandalkan dan ditakuti. Ia terbiasa mengumpulkan upeti dari penduduk untuk membiayai para jago jago silat yang dikumpulkan itu .Penonton sudah berjubel memenuhi sekeliling arena. Banyak orang berteriak-teriak menjagokan pilihannya. Suasana gaduh di antara penonton yang berebut cari lawan untuk diajak bertaruh dalam jumlah besar maupun kecil-kecilan.

Perimbangan suara seimbang, tidak ada yang berani memberikan tawaran esktra rata-rata 1 banding 1 untuk memberi nilai masing-masing jagonya. Suasana yang gemuruh oleh suara orang yang berkerumun tidak karuan itu, tiba-tiba menjadi sunyi-senyap, ketika dari kejauhan, muncul di pendopo kadipaten seorang tua yang masih terlihat perkasa, meskipun rambutnya mulai memutih, keluar dari dalam serambi keraton diiringi oleh para penggede dan punggawa, ia sudah sangat dikenal penduduk sebagai Patih Brojosento yang dikenal memiliki kesaktian, sanggup melawan musuh yang mengeroyoknya cukup hanya menggunakan senjata pedang pendek yang dinamakan motek, senjata khas arang-orang Ponorogo. Setelah Patih Brojosento naik di atas panggung, segera berbicara lantang dengan suaranya yang menggelegar.

"Hai para warga Kadipaten. Dengarkan aku. Hari ini, kalian kumpul di sini akan mendapat tontonan seperti yang sudah kalian ketahui, akan bersabung dua orang warok andalan di daerah Kadipaten ini yaitu, Warok Surodilogo melawan Warok Wulunggeni. Kedua jago ini diunggulkan oleh para kawulo untuk diputuskan adu tanding, karena ada masalah yang tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Sudah dimusyawarahkan tetapi tidak membawa hasil damai. Jadi, karena masyarakat kita mempunyai cara untuk menyelesaikan perkara yang tidak bisa dimusyawarahkan, atau mengalami jalan buntu. Maka satu-satunya cara, bagi kedua orang yang berperkara itu harus di adu tanding. Sabung. Bebas menggunakan kekuatan masing-masing. Bebas mengeluarkan keunggulan ilmunya sendiri-sendiri. Begitulah. Apakah kalian sudah jelas?."

Kalimat pendek Patih Brojosento itu mengakhiri uraiannya yang terdengar lantang ke seluruh pelosok alun-alun.

"Jelasss", disambut keras pula secara berbarengan oleh orang orang yang berkerumun di alun-alun itu.

"Apa kalian ada yang mau tanya", kata Kyai Patih Brojosento. Suasana hening, tidak ada suara yang menyahut. Tibatiba, di tengah kerumunan itu ada orang yang mengangkat tangannya sambil berkata.

"Mau tanya Kyai Patih"

"Yah. Mau tanya apa", Jawab Kyai Patih Brojosento.

"Apakah adu tanding ini akan sampai mati bagi yang kalah", tanya orang itu.

"Mati atau tidak, yang akan memutuskan mereka sendiri yang akan bertanding. Aku sebagai pamong hanya akan memutuskan bagi yang kalah sudah mengaku kalah, berarti ia itu sudah kalah, dan lawannya jelas saja yang menang. Tetapi kalau terus-terusan tidak ada yang berani mengaku kalah, mengakui secara jantan keunggulan lawannya, ya nasibnya ia sendiri yang menentukan. Apakah ia akan cari mati, atau masih pengin hidup, bukan aku yang putuskan, tapi mereka sendiri yang bertanding itu. Aku hanya akan hentikan adu tanding ini, kalau salah satu di antara mereka sudah ada yang mengaku kalah. Begitu. Jadi, apa masih kurang jelas penjelasanku ini. Dan apa kamu bukan orang dari warga Kadipaten, kok belum tahu peraturan adu tanding di sini". Kata Kyai Patih Brojosento dengan keras menggelegar.

"Sudah jelas Kyai Patih, dan terima kasih", jawab orang itu agak gemetaran.

"Ya, sudah. Apa masih ada yang mau tanya. Mumpung adu tanding belum dimulai". Tanya Kyai Patih Brojosento kembali.

Dan nampaknya sudah tidak ada orang yang mau tanya lagi.

"Kalau sudah tidak ada yang mau tanya, baiklah adu tanding bisa segera dimu?ai. Kamu Warok Surodilogo, dan kamu Warok Wulunggeni, naiklah ke atas panggung". Kata Kyai Patih Brojosento memberi perintah kepada dua warok yang sedari tadi sudah bersiap diri di bawah panggung dikerumuni oleh pendukungnya masing-masing.

Setelah kedua warok itu berdiri berhadapan di atas panggung, Kyai Patih Brojosento memberi isyarat kepada kedua jagoan itu untuk bersiap diri mengadu kedigdayaannya. Kyai Patih Brojosento memberi aba-aba kepada punggawa yang memegang 'Bende' untuk membunyikan tiga kali pukulan.

Gung gung...gung.

Suara bende menggeletar memecahkan kesunyian. Kedua jagoan yang sedari tadi matanya saling menatap tajam kepada lawannya, segera memberi hormat kepada Kyai Patih Brojosento, masing-masing segera memasang kuda-kuda untuk memperkuat kedudukan bagi dasar pertahanan bela dirinya, dan siap melancarkan serangan. Satu dua langkah telah digerakkan, tetapi belum ada yang memulai membuka serangan. Mereka masih saling putar memutar panggung, mencari posisi serang .Warok Wulunggeni mulai memutar-mutar tubuhnya yang kekar itu sambil mengambil jarak untuk memasang kembangan dengan cekatan mulai mendekati posisi Warok Surodilogo yang masih terus memperbaiki posisi kuda-kudanya dengan menyalurkan daya tahan di telapak kakinya. Dan, rupanya Warok Wulunggeni sudah tidak sabar lagi, segera memulai serangan setelah melemparkan tipuan gerak langkah bajing loncat, kaki kanannya melepas tendangan samping yang diarahkan ke lambung Warok Surodilogo. Rupanya gerak tipu bangau meliuk Warok Wulunggeni yang kemudian disusul oleh jurus tendangan berpubar itu terbaca oleh Warok Surodilogo, maka dengan cepat pula Surodilogo meliukkan tubuhnya menggeser beberapa langkah menghindari serangan tendangan Warok Wulunggeni. Namun rupanya serangan Warok Wulunggeni itu tidak datang sekali, disusul dengan jurus bajul lompat berentet, gerakan tipuan untuk mengelabui pandangan lawan yang didahului dengan serangan tangan yang menyambar kian kemari. Di balik sambaran serangan tangan itu disusul dengan melepas tendangan gajulan lurus menjulur ke depan mengarah ke ulu hati lawan. Menghadapi serangan tendangan maut itu membuat Surodilogo makin terpojok surut beberapa langkah ke belakang berusaha menjauh secepatnya dari terjangan ujung kaki Warok Wulunggeni yang datang tidak diduga sebelumnya.

Untung Warok Surodilogo berhasil menghindarkan dari terjangan tendangan maut yang hampir saja mengenai ulu hatinya itu. Untuk menghentikan datangnya serangan yang bertubitubi itu, Warok Surodilogo kehabisan taktik bertahan nya, dan satu-satunya untuk menghadapi serangan beruntun itu, Warok Surodilogo berusaha pula membuka serangan tandingan dengan jurus benturan naga intan.

"Blaer"

Terdengar suara beradu keras antara siku kaki kanan Warok Surodilogo dengan telapak kaki Warok Wulunggeni.

Keduanya terpental keras beberapa langkah surut ke belakang, namun tidak sampai terjatuh.

Warok Ponorogo 2 Bara Api Di Dukuh Dawuan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka sama-sama dapat mengatur keseimbangan kedudukan kuda-kudanya kembali sehingga masih mampu berdiri tegak .Agaknya Warok Wulunggeni tidak terlalu merasakan sakit akibat benturan yang keras itu, ia dengan cekatan berusaha menerjang kembali dengan serangan kembang setaman yang disusul dengan jurus harimau menerjang mangsa.

Dan pada saat itu pula, Warek Surodilogo juga telah siap dengan jurus perangkapnya bangau berkelit.

Maka ketika serangan Warok Wulunggeni berusaha menyerang pelipis kanan Warok Surodilogo, kemudian disusul dengan tendangan putar yang diarahkan ke ulu hati dengan diikuti serangan patuk ular sanca yang diarahkan kekedua mata Warok Surodilogo, hampir saja membawa celaka bagi Warok Surodilogo apabila ia tidak segera mengembangkan pertahanan untuk membabat kedudukan kuda-kuda Warok Wulunggeni dengan menggunting kedua kaki Warok Wulunggeni.

Dan rupanya jurus sambaran elang menukik itu berhasil merobohkan kedudukan kuda-kuda Warok Wulunggeni, sehingga membuatnya terguling ke samping kiri sambil terus berusaha surut ke belakang menjauh.

Maka kembali kedua jagoan itu berhadapan dalam posisi semula, dan belum memperlihatkan kelelahan keduanya walaupun telah sekian lama berbagai jurus-jurus silatnya dilontarkan.

Penonton bersorak-sorai melih?t ketangguhan atraksi adu tanding yang memperlihatkan keuletan serta kekayaan perbendaharaan jurus jurus yang dimiliki masing-masing jagoan itu.

Nampaknya kedua warok andalan ini telah banyak mengerahkan daya upaya untuk menjatuhkan lawannya.

Nampak keringat deras membasahi sekujur tubuh dua jagoan itu.

Kaki bertemu kaki, tangan beradu dengan tangan, atau sebaliknya kaki ditangkis dengan tangan, dan sabetan kaki yang terus menukik kian kemari mencari sasaran yang melemahkan lawan.

Gerakan liukan-liukan untuk menghindar dari serangan lawan, berputar ke samping kiri, balik ke kanan, maju menyerang, mundur menghindar, dan berbagai variasi gerak yang kadang sulit ditangkap indera mata bagi orang awam lantaran begitu cepat gerakannya yang terus berubah-ubah.

Senjata andalan usus usus lawe juga sudah beberapa kali digunakan untuk menyerang dan bertahan oleh masing-masing warok itu, suara benturan antar usus-usus lawe itu sering terdengar keras di udara.

Warok Wulunggeni mencoba mengembangkan serangan bertubi dengan jurus andalannya patukan ular keling, tubuhnya meliuk-liuk berputar cepat mendekati lawannya, sambil kedua tangannya tertelungkup memberikan juluran patukan yang mematikan bila mampu menerkam mangsanya.

Melihat gelagat datangnya serangan Warok Wulunggeni yang makin memanas, Warok Surodilogo segera membuka jurus terjangan naga puyuh yang melingkar menyambar dengan kelebat juluran kaki bertubi-tubi mengejar letak detak jantung musuh.

Kilatan cahaya yang berwarna-warni berkeliaran di panggung sebagai tanda kedua warok jagoan itu telah sama-sama mengerahkan tenaga dalamnya.

Tibatiba terdengar

"Blam"

Dua sinar tajam ungu dan merah menyala itu beradu di permukaan kedua sosok jagoan itu, rupanya kedua warok itu telah melemparkan kekuatan aji-aji tarungannya untuk segera mengalahkan lawannya.

Namun belum ada tanda-tanda yang lebih unggul di antara dua petarung yang makin nampak emosional dan terkuras tenaganya itu sama sakti tidak tedas bacok.

Perkelahian model warok srudak srudukan.

Jurus andalan patukan gagak sempat mengubah posisi tanding bergeser pada keunggulan kedudukan Warok Surodilogo .Melalui pecahan jurus patukan gagak yang sulit ditangkap indera telah berhasil mendorong Warok Wulunggeni terjepit ke sudut arena.

Untuk menghindari cidera akibat serangan bertubi itu, Warok Wulunggeni mencoba memberikan perlawanan imbalan dengan melayangkan jurus gebrakan yang menjadi andalannya, kilatan beledek.

Namun sebelum jurus itu dipasang agaknya rencana itu telah diketahui Warok Surodilogo yang segera mengembangkan jurus-jurus ular kelibat, disusul dengan jurus terjangan cupit urang yaitu jurus untuk menyerang bagian tengkuk dan menerjang bagian leher sehingga menimbulkan sengatan panas.

Percikan api seketika keluar dari tubuh Warok Wulunggeni

"Achhhhhh aduh...mat .mati aku..."

Teriak Warok Wulunggeni kesakitan. Kemudian disusul percikan darah, terlihat darah merah muncrat dari lehernya. Tubuh Warok Wulunggeni terjungkal ke belakang.

"Blukkk"

Suara keras terdengar berbarengan terhimpitnya tubuh Warok Wulunggeni mengenai papan kayu panggung yang semula nampak kokoh itu kini pecah berantakan.

Warok Surodilogo agaknya tidak lagi sudi memberi kesempatan untuk segera Warok Wulunggeni membangun kedudukan kuda-kuda barunya.

Dengan menggunakan aji-aji samodro sumpyur dihujankan ke arah perut Warok Wulunggeni yang tidak siap menerima serangan maut itu.

'Blam'

suara menggelegar telah membuat tubuh Warok Wulunggeni terlempar sampai ke luar panggung pertandingan.

Jatuh terhempas jauh di tengah-tengah penonton.

Warok Wulunggeni sudah tidak nampak bergerak lagi di kerumunan penonton.

Kyai Patih Brojosento segera memberi isyarat menghentikan pertarungan, dan memerintahkan Dukun Ki Sentono Santanu, ahli pengobatan Kadipaten agar memeriksa kondisi Warok Wulunggeni.

Dalam beberapa saat didapat berita Warok Wulunggeni terkena luka parah, dalam keadaan pingsan, tapi untung belum mati.

Suara penonton gemuruh menyaksikan atraksi berbahaya yang baru saja lewat itu dengan berdebar-debar.

Dan tidak lama kemudian muncul Ki Patih Brojosento di atas panggung.

"Para warga Kadipaten Ponorogo, seperti telah kita saksikan bersama jalannya adu tanding antara Warok Wulunggeni dan Warok Surodilogo. Dan setelah dilakukan pemeriksaan Dukun Ki Sentono mengenai keadaan Warok Wulunggeni, maka mengingat parahnya lukaluka di tubuhnya, dan sampai sekarang belum sadar, maka aku mengambil keputusan, adu tanding ini dimenangkan oleh Warok Surodilogo", begitu selesai pengumuman Ki Patih Brojosento itu, suara penonton riuh memenuhi alun-alun Ponorogo. Agaknya mereka telah melakukan transaksi antar mereka yang bertaruh. Yang jagonya kalah harus bayar, dan yang menang menerima pembayaran bersorak gembira. Setelah beberapa saat terdengar suara bende berbunyi sepuluh kali

Gung...gang...gung....gung.

Tanda acara adu tanding telah dibubarkan. Penonton yang riuh memadati alun-alun itu mulai terlihat bergerak sedikit demi sedikit meninggalkan alun-alun yang luas itu. Di perjalanan pembicaraan ramai antar para penonton itu masih terus terdengar.

******

KEKERASAN DI LEMBAH DANGKAL.

KEJADIAN naas yang menimpa Warok Wulumggeni telah menimbulkan pergeseran dalam situasi perniagaan para penjaja jasa pengamanan di daerah dukuh Dawuan. Warok Surodilogo makin naik pamornya. Ia kini yang memiliki kewenangan lebih luas atas pengamanan daerah dukuh Dawuan itu. Sedangkan nasib Warok Wulunggeni setelah beberapa bulan menjalani pengobatan yang dilakukan oleh Dukun Sangguling yang terkenal ahli dalam ketabiban tradisioanal di daerah dukuh Dawuan itu. Dukun itu berusaha keras untuk menyembuhkan segala luka diri Warok Wulunggeni akibat benturan dalam perkelahian, juga sebagian terkena tenung guna-guna, dan sebagainya, yang macam luka, baik luka luar maupun dalam pada disebar di arena pertarungan oleh para pengikut setia Warok Surodilogo. Untung juga bagi Warok Wulunggeni, ia sebelumnya pernah belajar ilmu pengobatan secara Cina dari Koh Tiong pemilik rumah makan Kangkung Ca yang kemudian bersahabat baik dengannya waktu itu. Oleh karena itu selama ia berbaring sakit, ia dapat bertukar pandangan mengenai pengobatan dengan Dukun Sangguling, sehingga dengan cepat dapat membantu proses penyembuhan Warok Wulunggeni yang nyaris tewas di tangan Warok Surodilogo yang amat terkenal bertarung amat buas itu.

Sejak peristiwa kekalahan Warok Wulunggeni dalam adu tanding dengan Warok Surodilogo itu, Warok Wulunggeni lebih banyak berdiam diri, tinggal di rumah. Ia merasa malu, namanya tercemar sebagai jagoan yang diagul-agulkan pengikutnya, harus mengakui kalah tanding dengan musuhnya Warok Surodilogo. Dalam hati ia memendam dendam kesumat kepada Warok Surodilogo yang merasa telah merebut tempat kerjanya yang selama ini merupakan sarana untuk mencari rejeki. Ia pun juga dendam kepada Kanjeng Adipati yang telah memutuskan untuk adu tanding di muka umum sehingga telah menjatuhkan martabat dirinya itu .

Timbul niat pada diri Warok Wulunggeni, pada suatu saat nanti ia akan berontak terhadap kepemimpinan Kanjeng Adipati dan menantang kembali adu tanding Warok Surodilogo yang telah mempermalukannya itu. Namun sejahat-jahatnya dia, masih tersimpan juga jiwa waroknya, sebagai warok sejati ia harus bersikap ksatria. Dalam hati kecilnya ia tetap harus mengakui keunggulan musuhnya itu, dan bersedia menyerahkan lapangan kerja yang dirintisnya itu kepada musuh yang memenangkan adu tanding terhadapnya itu. Karena telah dinyatakan kalah, maka ia pun bersedia menyingkir. Para anak buah Warok Wulunggeni banyak yang meninggalkannya. Mereka yang meninggalkan dia itu terpaksa dilepaskan juga tanpa harus diancam agar mau terus menjadi pengikutnya. Sebab bagi mereka, kalau pimpinannya tidak bisa diandalkan lagi, mereka pun bisa bebas pindah mengabdi kepada warok lain yang lebih digdaya daripada warok sebelumnya. Akan tetapi masih ada juga beberapa di antara pengikutnya yang memberikan kesetiannya kepada warok yang diagul-agulkan itu walaupun ilmunya masih kalah daripada warok lainnya.

Setelah kekuatan fisiknya pulih kembali, diam-diam Warok Wulunggeni meningalkan kampung halamannya itu, untuk pergi mencari keunggulan ilmu kanuragaan kepada guru yang dipandang memiliki simpanan banyak ilmu dari daerah lain. Tujuannya untuk mempertahankan pamornya sebagai warok sejati yang diagungagungkan penduduk setempat .Warok Wulunggeni selama ini dikenal sebagai warok yang menjalani hidup wajar Artinya ilmu kanuragan yang dianutnya tidak mengharuskan berpantangan untuk tidak punya istri. Ia hidup berkeluarga, beranak istri dan menjauhi gemblakan. Hanya memang ia sangat menghindari bermain dengan perempuan pelacur agar ilmu kanuragannya tidak punah. Setelah berpamitan dengan isterinya, Mbok Rukmini, ia seorang diri pergi berkelana menuju ke timur. Tujuannya mengarah ke daerah Blitar Selatan, berada di sekitar pesisir laut kidul.

Waktu itu, perjalanan untuk menuju ke daerah Blitar tidak gampang. Harus melalui hutan belukar yang ganas. Sering berhadapan dengan binatang buas yang siap menerkam di tengah jalan. Belum lagi harus dapat menaklukkan begal-begal yang siap menghadang di tengah jalan memperebutkan harta. Lagi pula, banyak daerah yang dilalui termasuk tempat yang angker, jarang orang biasa yang berani lewat tempat-tempat yang pingit seperti itu. Konon daerah-daerah yang akan dilaluinya nanti merupakan tempat berkumpulnya mahkluk halus yang setiap saat siap mengganggu manusia yang berani lewat daerah kerajaan Jin itu.

Warok Wulunggeni rupanya tekadnya sudah mantab. Pergi untuk memburu ketinggian ilmu. Oleh karena itu, ketika di perjalanan menghadapi berbagai rintangan keras, bukan warok lagi kalau mundur menemui halangan, pikirnya dalam benakn?a. Setelah berpamitan dengan isterinya, Mbok Rukmini, Wulunggeni pagi-pagi buta ini sudah meninggalkan kampung-halamannya di Dawuan. Ia berangkat pagi agar kepergiannya itu tidak terlihat orang-orang kampung .Sejak perjalanannya dari pagi hari, hingga siang hari ini Warok Wulunggeni yang mengendarai kuda hitamnya itu baru melewati gunung pegat. Kemudian jalannya terus menanjak naik ke perbukitan. Pohon-pohon hutan lebat sering menjadi gangguan dalam memperlancar perjalanannya. Dua hari, dua malam, perjalanan itu tidak pernah berhenti, Hanya beberapa kali untuk istirahat tidur atau untuk mencarikan makan minum kudanya, rumput-rumput, atau dedaunan yang ditemui di jalan. Perbekalan yang dibawa yang disiapkan oleh isterinya nampaknya telah habis termakan selama dua hari ini. Ia merasa lapar pagi ini. Tidak ada yang bisa dimakan. Buah maupun singkong tidak ditemui. Adanya hanya daun-daun. Setelah ia memacu kudanya menanjak sampai di atas perbukitan, Warok Wulunggeni memperhatikan lembah lembah di bawahnya, barangkali ada kampung di dekat sana. Perlunya hanya untuk mencari tempat makan. Terlihat samar-samar seperti ada perkampungan kecil di dekat lembah itu, dengan hati-hati Wulunggeni memacu kudanya menuru menuju perkampungan itu. Setelah memasuki gapura kampung itu, Wu?unggeni pandangan matanya memutar ke seluruh pelosok sudut kampung itu, ke kanan-kiri barangkali ada warung penjual nasi. Kampung ini pagi hari kelihatan ramai orang. Banyak orang-orang hilir-mudik. Kelihatan juga banyak pendatang dari luar daerah yang sengaja berdatangan ke kampung ini untuk berdagang. Tidak jauh dari perjalanannya itu terlihat makin banyak kerumunan orang. Ternyata sebuah pasar di kampung itu yang nampak ramai dikunjungi orang. Para pedagang menawarkan dagangannya dan pembeli asyik menawar harga. Pasar hewan rupanya, melihat ramainya orang mungkin sedang hari pasaran.

Banyak dijual binatang ternak, lembu, sapi, kuda, kambing, kerbau, babi hutan, burung-burung beraneka rupa, kelinci, dan juga banyak orang menjual sayur, buhan-buahan, peralatan rumah tangga, sampai senjata tajam, golok, tombak, keris, pisau, dan lain-lain. Pasar yang ramai dan lengkap terletak di lembah yang dikelilingi perbukitan itu merupakan titik temu dari beberapa kota yang menuju ke Trenggalek, Ponorogo, Tulungagung, dan menuju ke gunung Wilis.
Di sebelah sudut pasar itu terlihat ada warung. Nampaknya banyak juga orang yang berkunjung, atau berteduh di warung itu sambil menikmati makan siangnya. Setelah Wulunggeni mengikat kudanya di bawah pohon trembesi yang rindang itu, perlahan-lahan ia jalan memasuki warung itu. Di dalam warung yang cukup besar itu, kebanyakan pengunjungnya adalah lakilaki. Pelayannya empat orang, semuanya perempuan muda yang nampak kenes-kenes memakai gincu merah tebal dengan ramah melayani para tamunya.

"Mari silahkan duduk, Pak", sapa salah seorang perempuan pelayan warung itu ramah, sambil menarik sebuah kursi yang berada di ujung ruangan itu.

Rupanya suara perempuan yang sedang menyilahkan Wulunggeni itu telah membuat perhatian para laki-laki di situ, sehingga banyak yang mengalihkan perhatiannya kepada kedatangan Wulunggeni yang dianggapnya sebagai orang asing di daerah itu. Mata beberapa laki-laki yang terlebih dahulu telah duduk-duduk di situ memelototi Wulunggeni yang merasa mendapatkan perlakuan istimewa dari pelayan perempuan warung itu.

"Mau pesan apa, Pak", tanya perempuan muda itu kepada Wulunggeni yang baru saja mengambil tempat duduk di pojok.

"Untuk masakan makan hari ini, yang tersedia apa"

"Sayur lodeh, sayur asem, ikan mujahir, ikan lele, ikan wader, kulupan, sambel tomat, gorengan, dan lain-lain".

"Yah. Tolong dibawakan kemari yang ada ?ayur lodeh itu", kata Wulunggeni.

Dengan sigapnya perempuan muda yang berpakaian kebaya ketat itu mengambilkan sebakul nasi dan sebaki lauk-pauk yang disuguhkan di meja Wulunggeni.

"Hae, bedebah. Mengapa aku tidak dilayani lebih dulu Apa istimewanya laki-?aki yang baru datang itu kamu dahulukan", tiba-tiba seorang laki-laki tegap yang duduk bersama rombongannya di sudut meja tak terima pelayan perempuan yang baru saja melayani Wulung geni itu.

"Habis bapak belum pesan. Sejak tadi hanya dudukduduk saja. Saya kan sudah tanya kepada bapak, mau pesan apa. Bapak diam saja. Jadi aku melayani yang lain yang sudah pesan...", jawab perempuan itu agak gemetaran .

"Cerewet. Diam, kamu. Bawa makanan itu semua di mejaku", perintah laki-laki kasar itu sambil menggebrak meja.

"Masak semua makanan disuruh bawa. Di sini harus pesan, Pak", kata perempuan pelayan warung itu.

"Jangan banyak bacot. Hayo ikuti saja perintahku"

Rupanya seorang laki-laki yang duduk di seberang meja Wulunggeni itu merasa terganggu oleh gebrakan suara kasar laki-laki yang membentak-bentak pelayan perempuan warung itu.

Lalu ia menegornya

"Hae kawan.
Kalau ngomong suaranya jangan keraskeras, ke sana-kemari menggangu orang yang lagi makan"

"Apa. Apa pedulinya kamu. Ini urusanku sendiri. Kamu tidak perlu ikut campur", bentak laki-laki kasar itu kembali membentak lakilaki yang duduk di meja sebelah Wulunggeni, nampak tersinggung atas tegoran itu.

"Aku hanya minta tolong, jangan keras-keras kalau ngomong. Di sini kan semua tamu"

"Hae kamu yang seharusnya keluar sana kalau memang merasa terganggu. Jangan cari gara-gara dengan saya, yah", perintah laki-laki kasar itu.

"Aku di sini kan bayar, Pak. Apa peduli Bapak mengusir aku keluar".

Pendekar Pulau Neraka 04 Cinta Berlumur Vampire Academy Karya Richelle Mead 04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng

Cari Blog Ini