Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian Bagian 1
*****
Kemilau Asap Kematian
Karya Sabdo Dido Anditoru
Jilid 9 Seri Ceritera Warok Ponorogo
Penerbit Pt Golden Terayon Press Jakarta 1996
Gambar ilustrasi : Syamsudin
******
Buku Koleksi : Gunawan AJ
Edit teks dan pdf : Saiful Bahri Situbondo
Team Kolektor E-Book
*****
JURAGAN GENDIT.
JURAGAN Markhoni, yang dikenal dengan nama panggilan akrab sebagai Juragan Gaplek karena memiliki usaha yang bergerak dalam bidang gaplek .Pengusaha yang memiliki pabrik gaplek ini sangat beken di kampungnya, di daerah Balong Ponorogo Selatan, adalah termasuk orang kayanya di daerah tersebut.
Memiliki perkebunan singkong, kebun tembakau, kebun tebu, kebun cabe, kebun jahe, persawahan padi yang luas, dan lain-lain yang mempekerjakan banyak buruh tani sampai ke pelosok-pelosok kampung tetangga-tetanggarnya.
Sebagai orang yang merasa masih keturunan bangsawan, entah bangsawan mana yang dimaksudkan tidak ada orang lain yang tahu, hanya dia yang mengerti pokalnya itu, Juragan Markhoni ini kemana-mana sering mencantumkan nama kebesarannya, Raden MasSumodirdjo Markhoni.
Lantaran tubuhnya yang gemuk pendek dan perutnya buncit, maka orang-orang kampung pun sering memberi julukan dengan paraban Juragan Njenduk. Selain sebagai pengusaha gaplek ia pun membuka usaha sebagai bandar judi.
Kegiatan ini yang sering membuat repot penguasa Kadipaten Ponorogo.
Karena sebenarnya tidak ada izin resmi dari penguasa kadipaten.
Namun cilakanya para petugas kadipaten yang ditugasi membubarkan kegiatan judi ini selalu mengalami jalan buntu. Kalau tidak berurusan dengan para pengawal yang galak-galak, biasanya diselesaikan dengan jalan damai alias pemberian keuntungan kepada oknum petugasnya, dan membayar upeti kepada penguasa kadipaten sebagai sumber pendapatan tidak resmi penguasa kadipaten .Usaha perjudian yang ramai dikunjungi oleh banyak orang setiap malamnya di daerah Ponorogo selatan itu, membawa populer nama Juragan Njenduk di kalangan penjudi-penjudi kelas kakap yang suka datang ke daerah ini hanya perlu mau berjudi.
Tidak saja bagi kalangan masyarakat Ponorogo, bahkan banyak pedagang dari Trowulan, pusat Kerajaan Majapahit kala itu yang sudi menghabiskan uangnya untuk berjudi di daerah Ponorogo selatan ini.
Suasana tersebut telah membawa keberuntungan bagi Juragan Njenduk yang namanya makin termashur saja.
Kekayaannya sebagai bandar judi semakin berlimpah-ruah dan kekuasaannya terhadap masyarakat sekitar makin menjadi-jadi.
Hal itulah yang menjadikan diri Juragan Njenduk makin pongah tingkahnya bak seorang raja yang maunya selalu dituruti kemauannya.
Demikian juga, selain usaha maksiatnya yang berkembang pesat itu, Juragan Njenduk juga membuka semacam usaha "pegadaian gelap yang sering meminjamkan uangnya kepada petani-petani gurem, pedagang pedagang pengecer, warung-warung, toko-toko, pemilik kios-kios di pasar yang kemudian dikenai rente yang amat tinggi .Kelakuan ini sering mencekik orang-orang yang berurusan pinjam-meminjam uang dengan Juragan Njenduk dan membuat makin mundur usahanya.
Entah dengan alasan apa, banyak orang yang tidak tahu.
Namun agaknya orang-orang itu tidak pernah ada kapok kapoknya berurusan dengan Juragan Njenduk yang mata duwitan dan sering membusat celaka orang lain itu.
Para anak buahnya yang menjadi juru tagih sering memperlakukan secara kejam kepada pemimjam peminjam yang tidak segera dapat melunasi hutangnya yang sudah jatuh tempo.
Kekejaman dan kesewenangan yang dilakukan itu bertujuan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
Ia bertindak sebagai lintah darat, praktek renternir, memeras orang yang tidak berdaya, dan memperlakukan kekerasan kepada siapa saja yang berani menentang kehendaknya.
Konon di balik keangkuhannya itu, ia memiliki pengawal-pengawal pilihan yang merupakan hasil persekongkolannya dengan gerombolan Bledeg Ampar yang tersohor kejam bila menganiaya orang Juragan Njenduk ini secara rutin memberikan upetinya kepada gerombolan Bledeg Ampar.
Sebaliknya anak buah Bledeg Ampar memberikan perlindungan kekuatan kepada Juragan Njenduk yang rakus ini.
Dengan cara kerjasama kemitraan usaha ini nampaknya selama ini tidak ada orang yang berani mengganggu beroperasinya usaha-usaha bisnis yang dijalankan oleh juragan Njenduk di daerah Balonng selatan ini. Para petani yang tidak bisa membayar utang kepada Juragan Njenduk, jangan ditanya lagi dosanya, pasti akan berhadapan langsung dengan para juru tagihnya yang kejam menakutkan itu.
Demikian juga kalau ia sedang menghendaki seorang perempuan yang mau dipinang untuk dijadikan isterinya, jangan coba-coba orang tua perempuan itu berani menolak pinangannya.
Mereka akan menghadapi kesengsaraan, menerima perlakuan kasar dari anak buah Juragan Njenduk yang tidak mengenal belas kasihan itu.
Para juru kepruk ini sengaja disewa oleh juragan Njenduk, dibayar khusus untuk melakukan kekerasan itu.
Dengan demikian Juragan Njenduk dapat mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya den mampu memberikan upeti yang tinggi kepada pemimpin gerombolan Bledeg Amper sebagai pelindung keamanannya .Sebenarnya telah banyak laporan mengenai kebrutalan praktek usaha Juragan Njenduk ini yang disampaikan masyarakat kepada panguasa kadipaten.
Akan tetapi nampaknya penguasa kadipaten tidak bisa berbuat banyak mengatasinya.
Entah apa sebabnya, apakah mungkin kejelian Juragan Njenduk dalam memberikan alasan yang susah dibantah, atau kelihaiannya dalam melakukan pendekatan terhadap para petugas dengan menggunakan kekuatan kekuangannya.
Tidak ada orang yang tahu tentang itu .Juragan Njenduk juga termasuk sebagai pelanggan tetap warung-warung berlampu merah, terutama paling suka kalau mendatangi Warung Randil.
Warung yang amat beken yang sebenarnya terletak jauh dari kampungnya itu, berada di daerah Ponorogo Barat, toh ia tidak ambil pusing jauh-jauh pergi ke warung lampu merah itu untuk menyalurkan hasratnya yang suka "jajan itu.
Mbah Durjo, laki-laki tua yang doyan perempuan muda, walaupun rambutnya sudah memutih semua penuh uban itu, salah satu anak buahnya yang dulu ditugasi menjadi mandor tebu ketika Juragan Njenduk punya perkebunan tebu yang luas di daerah Randil.
Daerah Ponorogo sebelah barat.
Namun sejak ditutupnya Warung Randil itu, mulai jarang rombongan Juragan Njenduk datang-datang lagi ke daerah Randil karena ia mulai banyak musuh di sana.
Selain suka "jajan"
Di warung lampu merah, Juragan Njenduk yang berperut buncit ini juga mempunyai kesenangan menyimpang, suka kawin-cerai.
Suka mengumpulkan banyak isteri.
Perempuan-perempuan muda yang cantik dipeliharanya untuk tujuan senangsenang.
Kalau menemukan perempuan cantik yang menarik hatinya, tidak banyak cing-cong, tidak perlu bertanya ini dan itunya, langsung segera dilamar, d?kawininya.
Kemudian isteri tuanya diceraikan, diberi pesangon sebuah warung untuk modal hidup.
Pada waktu bersamaan sering terlihat isteri-isterinya itu bunting berbarengan.
Anaknya sudah terhitung hampir 90 anak dan banyak yang meninggal, dari hasil 81 isterinya yang berganti-ganti terus tiap tahun itu Kalau ia menceraikan isterinya, anak-anak yang dilahirkan itu selalu diserahkan untuk dibawa isterinya yang telah diceraikan.
Jadi tidak ada satu pun anaknya yang dipeliharanya, kecuali anak yang masih menjadi isterinya.
Semua tinggal jadi satu atap dalam rumah yang ukurannya paling besar dan mewah di kampung itu.
Nasibnya memang selalu beruntung, rejekinya nomplok, nampak terus mengalir.
Orang-orang kampung sering membicarakan kejelekannya yang tidak kepalang tanggung itu.
"Mungkin karena kegemaranya kawin itu .Suka perempuan itu lho Kang, yang membuat rejekinya nampak terus sempulur, Kang," kata Kartijo seorang petani di dusun Dukuh Balong kepada teman sesama petani pada suatu sore di ladang garapannya.
"Huss, ngawur saja kamu. Nanti kedengaran orangnya kita bisa celaka,"
Jawab teman bicaranya yang bernama Kang Bejo itu.
"Dia itu kan memelihara Jin sama Tuyul, Kang"
Kata Kartijo lagi.
"Apa benar, Di,"
Kata Kang Bejo lagi
"Tanya saja sama Ki Sutar yang ahli dalam soal gaib-gaib begitu. Mana mungkin kekayaannya terus berdatangan begitu kalau tidak ada bentuan dari para lelembut."
"Ach masak, Di" kata Kang Bejo nampak terheran.
"Kalau begitu benar juga dugaanku tadi, Kang. Dia itu kan, suka pel?hara isteri banyak, tidak lain untuk tujuan dianggremi, agar punya anak banyak."
"Apa kata kamu itu. Dianggremi. Seperti ternak saja nganggremi telurnya."
"Lho, sekarang apa bedanya Juragan Njenduk itu dengan binatang ternak. Wong dia itu kalau melihat perempuan tidak bisa membedakan mana isterinya yang syah, atau perempuan itu isterinya orang lain. Tidak hanya perawan, atau janda, tetapi juga perempuan yang masih bersuami pun ia makan. Kan sudah banyak kejadian, dia itu paling suka menggoda isteri orang lain. Kalau ada keributan dengan suaminya, paling banter para anak buahnya yang menakutkan itu yang turun tangan. Jalan damai diselesaikan dengan menggunakan uangnya yang banyak itu. Urusan jadi beres. Jadi aku rasa dia itu sudah bertingkah laku seperti layaknya seekor binatang. Sudah tidak waras lagi. Tidak ada aturan sama sekali, Kang"
"Ya, kalau kamu punya pendapat demikian jangan diomongkan kesana kemari. Nanti kamu lupa ngomong di sembarang tempat. Kalau sampai kedengaran dia atau anak buahnya, bisa membuat repot kamu, Di" Kata Kang Bejo mencoba berpikiran arif.
"Coba dengar, Kang. Sepertinya ada hubungannya antara isterinya yang banyak, anaknya yang banyak, dan kehidupan dunia lelembut. Anak yang banyak dan kemudian banyak yang mati. Itu semua untuk tumbal para Jin dan Tuyul itu. Lihat itu isteri-isterinya yang selalu terus bunting tidak ada henti-hentinya tiap tahun. Baru berapa bulan melahirkan sudah pada bunting lagi. Dan itu lihat anak-anaknya, banyak yang mati tidak jelas apa sakitnya. Itu semua pasti syaratnya untuk memberi makan kepada para jin dan tuyul peliharaannya itu,"
"Kalau soal isteri bunting terus-menerus tiap tahun itu sudah biasa, Di. Tidak ada yang aneh. Bisa saja terjadi pada orang lain. Tiap orang juga bisa begitu. Wong namanya orang kawin, jejodohan. Tiap kali ya berhubungan kelamin. Perempuannya terus bunting dan pada waktunya melahirkan anak. Ibaratnya sawah ladang kalau ditanami terus menerus kan menghasilkan. Tampang seperti Juragan Njenduk itu ya itu tadi gemar menanam benih kepada banyak sawah ladang itu. Ini perumpamaannya demikian itu. Tapi soal anak-anaknya banyak yang mati karena untuk makanan Jin dan Tuyul itu, nanti dulu. Jangan menuduh begitu kalau kita belum bisa membuktikan. Apalagi ini soal yang tidak kasat mata."
"Jangan-jangan yang membuntingi isteri-isterinya itu juga pare Jin peliharaannya itu, Kang"
"Huss, ngawur saja omongan kamu itu. Mana ada Jin bisa urusan bunting-membunting dengan manusia. Alamnya sudah lain. Apalagi anak-anaknya dikorbankan untuk makanan Jin, itu pikiran ngawur saja kamu"
"Lalu apa yang membikin dia kaya itu, Kang."
"Ya karena dia kerjanya memeras orang yang lagi susah itu."
"Ach, aku belum bisa menerima pemikiranmu itu, Kang. Aku lebih percaya kepada persoalan Jin dan Tuyul itu. Pasti semua kejadian itu ada hubungannya. Antara kelakuan jahat Juragan Njenduk yang sering memeras orang. Isteri-isterinya yang suka terus-menerus bunting .Anak-anaknya banyak yang mati. Kekayaannya yang terus melimpah. Semua itu pasti ada kaitannya dengan Jin dan Tuyul."
"Wah, Di.Sampeyan ini nekad saja kalau punya pendapat."
Pembicaraan orang-orang kampung seperti ini sering terdengar di mana-mana. Tetapi tidak ada seorang pun yang berani berlaku tidak sopan dihadapan Juragan Njenduk. Walaupun ia sering kurang ajar terhadap mereka. Bertindak seenak perutnya sendiri. Akan tetapi orang-orang kampung itu sering membiarkan begitu saja kelakuan Juragan Njenduk itu meskipun diringi dengan perasaan mendongkol.
*****
KENA BATUNYA.
PADA suatu hari, Juragan Njenduk pernah kena batunya. Ia mendapat nasib naas. Tatkala siang hari bolong, ia ketahuan sedang mengintip perempuan yang sedang berak di kali. Melihat bokong perempuan yang bulat menyembul setengah tertutup kain yang sedang berjongkok di batu pinggir kali itu, timbul birahinya. Ia berusaha mengendap-endap mendekati perempuan itu dari arah belakang. Rupanya nafsu laki-lakinya sudah tidak tertahan lagi melihat paha perempuan yang terbuka di atas air sungai mengalir itu.
Ia sudah tidak bisa membedakan, apakah perempuan itu isterinya sendiri ataukah isteri orang lain. Langsung saja perempuan itu dirangkulnya dari arah belakang. Mau diperkosanya. Merasa ada orang yang membelenggu dari belakang lehernya, perempuan yang sedang asyik-asyik melepaskan hajat itu dibuat kaget setengah mati. Lalu menjerit ketakutan berusaha melepaskan diri dari terkaman Juragan Njenduk. Begitu dilihatnya, laki-laki yang akan menidurinya itu seseorang yang bertubuh gendut besar, spontan saja perempuan itu berontak sejadinya minta tolong. Namun usahanya itu rupanya sia-sia. Hanya teriakannya yang terus meraung-raung lepas di udara bebas. Juragan Njenduk itu sudah melepas celananya, dan nafsu syahwatnya sudah sampai ubun-ubun. Rupanya sudah tak tertahankan lagi. Nafasnya mendengus tajam, begitu rakusnya. Darahnya seakan mengalir cepat begitu mencium bau keringat perempuan yang sedang meronta-ronta keras itu, membuat nafsu birahinya semakin menjadi-jadi.
Sudah kebelet berat. Bersamaan waktu itu, kebetulan Warok Surodilogo sedang lewat di kampung itu dari bepergian jauhnya dengan mengendarai kuda. Ia semula sengaja ingin singgah mencari warung makan di dekat kampung ini. Ketika ia melewati daerah dekat sungai itu ia terperanjat, seperti mendengar suara orang minta tolong.
"Ada perempuan teriak, meronta-ronta minta tolong" pikirnya dalam hati.
Warok Surodilogo kemudian berusaha mencari arah datangnya suara itu. Ketika sudah dekat, ia melihat ada laki-laki gendut yang berusaha meniduri perempuan setengah baya yang sedang memberikan perlawanan keras. Segera saja Warok Surodilogo mendekati laki-laki gendut yang sudah tidak memakai celana itu kemudian dipeganglah manuk laki-laki gendut itu dari arah belakang. Kemudian manuk orang itu di tarik keras-keras. Juragan Njenduk yang merasa manuknya ada yang memlintir dari belakang, berteriak kesakitan .Seketika itu juga ia pun terjatuh terpental ke belakang sambil kedua tangannya memegang manuknya yang lecet itu.
"Aduh mak ampun," keluh Juragan Njenduk kesakitan.
"Syokor kamu. Dasar laki-laki bau babi. Doyan perempuan,"
Teriak perempuan itu dengan muka bersungutsungut sambil buru-buru membetulkan kainnya yang kedodoran mau copot yang hampir saja mendapatkan perkosaan dari Juragan Njenduk itu.
Kemudian segera berlalu menjauhkan diri dari Juragan Njenduk, meninggalkan tempat becek itu untuk mencari selamat
"Hae, bedebah Kamu siapa.
Kurang ajar.
Berani mengganggu aku,"
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teriak Juragan Njenduk kepada laki-laki setengah baya yang teiah berani-beraninya memencet burung perkutut Juragan Njenduk itu.
"Namaku Surodilogo. Kepala pengamanan daerah Dawuan."
"Kamu orang Dawuan. Apa urusan kamu mengganggu kesenangan orang di kampung sini. Ini tidak termasuk daerah kekuasaarmu, bukan."
"Aku hanya ingin menolong Ibu ini dari nafsu hewanmu itu."
"Ini bukan soal urusan penguasaan daerah. Kurang ajar. Rasakan pukulanku ini orangsok lancang," teriak Juragan Njenduk itu langsung menyerang Warok Surodilgo dengan geramnya. Beberapa pukulan diarahkan ke muka Warok Surodilogo, tetapi dengan mudah dapat dihindarkan. Juragan Njenduk terjungkal beberapa kali ke depan terdorong oleh tenaganya sendiri yang keras penuh nafsu itu. Namun ia terus menghantam membabi buta terhadap posisi berdiri Warok Surodilogo yang hanya menghindar ke kiri dan ke kanan dengan enteng mudah dielakkan oleh Warok Surodilogo, dan sekali tendang dikenakan tepat tengah pas menghantam manuk juragan gendut yang gelantungan itu.
"Aduh, kurang ajar kamu,"
Teriak juragan Njenduk itu sambil menahan sakit memegangi manuknya itu.
"Di tempat manukmu itu bersarang banyak lelembut, banyak setan yang membuat nafsu hewanmu itu memuncak terus.
Maka akulah yang akan menghajarmu," kata Warok Surodilogo setelah menyarangkan tendangan ringannya tepat di pangkal kemaluan Juragan Njenduk itu.
Berbarengan dengan itu terdengar teriakan anak-anak kecil pada tertawa cekikikan bersurak gembira menyaksikan Juragan Njenduk yang berkelahi tidak memakai celana itu.
Rupanya adegan pertarungan yang tidak imbang itu sempat mengundang tawa anak-anak kampung yang sedang bermain di sawah itu sebagaimana melihat tontonan gratis, Dianggap sebagai lelucon yang menggelikan.
Orang-orang dewasa yang melihatnya justeru tidak ada yang berani mentertawakan, takut di kemudian hari kena getahnya berurusan dengan anak buah Juragan Njenduk yang terkenal bengis-bengis itu. Mendengar suara cekikikan anak-anak itu, Juragan Njenduk baru menyadari dirinya.
Ia menjadi merasa malu dan berusaha mencari celananya yang ternyata tidak ada.
Menghilang entah dimana.
Nampaknya celana itu telah disembunyikan oleh anak-anak itu.
Maka tanpa pikir panjang ia berlari tanpa celana dengan telanjang sambil badannya penuh kotoran.
Rupanya ketika tadi ingin memperkosa perempuan yang sedang berak itu, ia tidak melihat kotoran yang baru dikeluarkan perempuan itu, sehingga mengenai tubuh Juragan Njenduk itu. Lagipula perempuan itu belum cebok, sehingga kotorannya mengenai pangkal paha Juragan Njenduk yang keburu nafsu itu.
Ketika Juragan Njenduk itu berlari-lari tanpa celana melewati kampung, semua orang yang melihatnya pada heran, lalu ketawa terbahak-bahak, sambil menyuraki.
Sesampainya di rumah yang besar itu, isteri-isterinya yang mendengar kegaduhan diluar rumah pada berlari keluar halaman ingin mengetahui ada apa gerangan orang-orang kampung pada gaduh. Alangkah kagetnya mereka, ketika begitu melihat suaminya, Juragan Njenduk yang berlari tergopoh-gopoh dari kejauhan tanpa celana dan badannya penuh kotoran manusia itu.
Sejak peristiwa itu, isteri-isteri Juragan Njenduk minta cerai berbarengan. Sedangkan harta gono-gininya diminta dibagi rata kepada semua isterinya.
Para isterinya itu menuntut agar Juragan Njenduk, tidak mendapatkan pembagian apa-apa, begitu menurut keputusan Kyai Naip yang memutuskan terhadap perkara gugatan cerai itu di pengadilen Kadipaten Ponorogo.
Akhirnya Juragan Njenduk jatuh miskin.
Anak buahnya pada meninggalkan juragannya yang bangkrut itu.
Dan semua perempuan menjauh darinya.
Para penduduk kampung yang selama ini sering mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari para anak buah Juragan Njenduk pada senang atas kejatuhan martabat dan usaha Juragan Njenduk yang terkenal kejam itu.
Mereka kini sering mengejek Juragan Njenduk seenaknya sendiri tanpa takut-takut lagi karena ia tidak lagi dikuti oleh serombongan pengawal yang biasanya waktu dulu selalu menyertai kemana juragan Njenduk itu pergi. Hanya saja waktu ada kejadian naas di kali itu, karena Juragan Njenduk pengin sendirian mau menggoda perempuan yang sudah lama diincarnya, maka ia tidak mau membawa pengawal agar tidak ketahuan orang. Dan perempuan yang diincarnya sedang berak di pingir kali itu tidak mengetahui kedatangan Juragan Njenduk yang datang mengintip seorang diri itu.
Dan cilakanya pula, biasanya penduduk di dukuh itu tidak ada yang berani melawan terhadap Juragan Njenduk walaupun ia sering berbuat tidak senonoh terhadap isteri orang, Namun kali itu ia sedang bernasib naas, kena batunya, kebetulan Warok Surodilogo orang perantawan yang sedang lewat dukuh itu dari bepergian memergokinya, maka hal itu telah mengubah suratan nasib bagi Juragan Njenduk Sekarang ini ia mendapatkan julukan baru sebagai Juragan Bangkrut.
*****
MENYONGSONG KEMATIAN.
SUDAH lama tidak terdengar lagi berita mengenai kegiatan Begal Bledeg Ampar yang dahulu di masa pemerintahan Kanjeng Raden Adipati Sampurnoaji Wibowo Mukti dikenal sebagai perusuh ulung, pembuat onar, perampok, dan tukang begal. Tetapi sejak Warok Sawung Guntur membuat kesepakatan damai dengan Bledeg Ampar atas restu Kanjeng Adipati, maka tidak terdengar lagi kerusuhan yang dilakukan oleh gerombolan Bledeg Ampar ini. Ia rupanya tiap bulan mendapatkan tunjangan keuangan dari Penguasa Kadipaten yang diatur lewat Warok Sawung Guntur untuk menjalankan missi pencarian tombak pusaka peninggalan Kerajaan Wengker itu. sejak saat itu gerombolannya berhenti melakukan kegiatan pengacawan di daerah Ponorogo, entah kalau melakukan di luar daerah lain, tidak ada yang tahu.
Begal Bledeg Ampar nampaknya mulai mengarahkan perhatiannya khusus untuk kegiatan pencarian tombak pusaka itu sejak ia telah menerima surat pengampunan dari penguasa Kadipaten.
Ia tidak lagi dinyatakan sebagai buron.
Sudah dihapuskan dari daftar penjahat yang harus ditangkap.
Surat pengampunannya itu telah ditandatangani sendiri oleh Kanjeng Adipati yang baru, yaitu sebagai pengganti Kanjeng Raden Adipati Sampurnoaji Wibowo Mukti, sekarang putranya yang menjabat menjadi Adipati bernama Kanjeng Adipati Raden Mas Sumboro Wibowo Mukti yang ketika masih muda bernama Raden Mas Sumboro.
Oleh karena itu sejak saat itu Bledeg Ampar begitu merdeka dan leluasa muncul di tengah-tengah masyarakat karena bukan lagi menjadi penjahat buronan.
Melihat periiaku Bledeg Ampar yang simpatik sehari harinya, maka ia di mata masyarakat sekeliling tempat tinggalnya, di kampung halamannya dinilai sebagai orang baik yang berilmu tinggi.
Daerah Pulung yang menjadi tempat tinggalnya menjadi aman tenteram tidak ada orang yang berani menggangggu.
Bahkan Bledeg Ampar sering menolong orang yang lagi susah.
Melihat penampilan Bledeg Ampar yang begitu simpati di depan masyarakat sekeliing itu, maka kemudian ia mendapatkan predikat sebagai Warok Bledeg Ampar.
Namun, apa yang sesungguhnya terjadi pada diri Warok Bledeg Ampar ini, diam-diam ia mengembangkan model usahanya bukan secara terang-terangan menjadi perampok atau begal, tetapi ia menjadi backing, menjadi centeng, ompleng-ompleng pelindung keamanan begi para pengusaha lintah darat yang beroperasi di daerah lain di luar daerah kediamannya. Sehingga namanya tetap harum dihadapan masyarakat sekelilingnya sebagai sosok warok yang disegani.
Pengusaha lintah darat seperti Juragan Njenduk itu adalah orang yang memang dipasang oleh Warok Bledeg Ampar sebagai sumber penghasilannya .Tetapi ia tidak pernah tampil yang muncul para anak buahnya yang nampak sudah terorganisir rapi dan sangat loyal kepada pemimpin mereka, Warok Bledeg Ampar itu.
Ketika berita mengenai kebangkrutan Juragan Njenduk itu sampai ke telinga Warok Bledeg Ampar, membuat ia marah besar.
Apalagi mendengarkan laporan dari para anak buahnya yang mengatakan bahwa kebangkrutan Juragan Njenduk itu akibat polah Warok Surodilogo yang berahi-beraninya mengganggu usaha dagang Jurngan Njenduk sebagai mitra usahanya.
Sumber pendapaten keuangan bagi Warok Bledeg Ampar juga ikut terganggu sejak kebangkrutan Juragan Njenduk itu, lantaran tidak adanya setoran upeti dari Juragan Njenduk.
Sehingga membuat kesulitan keuangan Warok Bledeg Ampar untuk mengurusi hidup peara pengikutnya.
Padahal selama ini sebegian besar penghasilannya diperoleh dari operasi usaha yang dijalankan oleh Juragan Njenduk itu.
Oleh karena itu, kejadian yang menimpa Juragan Njenduk itu telah menimbulkan kemarahan besar bagi pemimpin perusuh Bledeg Ampar.
la segera memerintahkan kepada anak buahnya mencari Warok Surodilogo.
"kalian semua bawa anak buah kalian yang tangguh untuk segera berangkat ke Dukuh-Dawuan memberi pelajaran kepada Si Surodilogo yang telah berani-berani mengganggu pekerjaan Juragan Njenduk.
Ini berarti juga menampar mukaku.Akan mengurangi Penghasilan kita" kata Bledeg Ampar yang terkenal memilik anak buah dimana-mana itu dengan pandangan sorot matanya yang berapi-api tanda kemarahannya memuncak. Para anak buah yang dikirim untuk menghadapi Warok Surodilogo ternyata tidak ada satu orang pun yang dapat mengalahkan Warok Surodilogo yang perkasa itu.
"Hayo habiskan.tenaga kalian, Sobat.
Itu belum seberapa,"
Ejek Wagok Surodilogo ketika berhasil membabat pertahanan pengeroyok yang tidak diundang itu.
Namun rupanya para suruhah Warok Bledeg Ampar itu tidak tinggal diam. segera mereka meng?rahkan kekuatannya untuk terus menyerang Warok Surodil?go yang tersohor memiliki kesaktian tinggi itu. Akhirnya karena kesal Warok Surodilogo menahgkap salah seorang laki laki pengeroyok itu.
"Hae bajingan siapa namamu, dari mana asalmu, dan siapa pemimpinmu," bentak Warok Surodilogo setelah menangkap salah seorang laki-laki yang sudah terkapar itu.
"Hayo ngaku, kalau tidak ingin aku bunuh. Jawab pertanyaanku"
"Ak...ak...aku bernama Supar. Asal Pulung..." jawab laki-laki yang tertangkap tidak berkutik itu.
"Siapa pemimpinmu."
"Aku tid...tidak...punya pemimpin."
"Bohonggg Hayo jawab kalau tidak pingin mati,"
Bentak Warok Surodilogo sudah menunjukkan amarahnya yang memuncak sambil membenturkan kepala Supar pemimpin rombongan itu di atas kayu balok besar
"Ad...aduhhh sakitttt.."
"Hayo jawab, siapa pemimpinmu."
"An.anu...War...Warok Bledeg Ampar."
"Bagus."
Kata Warok Surodilogo sambil melemparkan tubuh Si Supar yang babak belur itu
"Hae, kalian. Bajingan. Katakan kepada pemimpin kalian si Bledeg Ampar itu. Kalau dia mau bikin gara-gara sama aku jangan kirim orang cecunguk macam kalian ini. Datang sendiri secara jantan kalau memang sekarang dia sudah puunya panggilan warok. Sampaikan kepada pemimpin kalian pesanku ini. Hayo, sekarang bubarr."
Teriak Warok Surodilogo keras dengan amarah yang tidak tertahan menyuruh pergi semua orang yang baru saja mengeroyoknya itu. Mereka dengan kaki pincang, dan menahan sakit di bagian bagian tubuhnya dengan susah payah berusaha pergi meninggalkan Warok Surodilogo yang sudah kalap itu. Mendengar laporan para anak buahnya mengenai kekalahannya menghadapi Warok Surodilogo itu, maka tidak ada jalan lain, akhirnya Warok Bledeg Ampar dibantu oleh anak buah andalannya, turun tangan sendiri menantang tarung Warok Surodilogo.
"Kurang ajar si Suro. Ini sama saja menantang aku," teriak Warok Bledeg Ampar menunjukkan ketidaksenangannya menerima pesan yang disampaikan melalui anak buahnya itu. Keesokan harinya mereka kemudian berangkat kembali mencari Warok Surodilogo untuk menghadapi adu tanding. Pertarungan sengit antara Warok Bledeg Ampar dan Warok Surodilogo itu akhirnya tidak terhindarkan lagi. Berlangsung seru di lembah Kedokan Kali Jenes. Warok Bledeg Ampar meloncat menerjang posisi Warok Surodilogo yang nampak sedari tadi sudah siap memasang kuda-kuda untuk menghadapi segala sesuatunya.
"Pranggs". terdengar motek jagoan itu beradu keras.
Dengan sigap pula Warok Surodilogo memutar-mutarkan motek senjata golok khas Ponorogo yang siap menerima serangan dari Bledeg Ampar yang nampak menyerang dari segala arah dengan penuh variasi jurus-jurus yang mematikan itu. suara keras kedua Serangan Warok Bledeg Ampar itu secara bertubi-tubi dapat dipatahkan oleh gerakan-gerakan lincah Warok Surodilogo yang sudah banyak makan garamnya pertarungan dahayat. Warok Bledeg Ampar nampak mulai terdesak mundur oleh serangan balasan yang dilancarkan Warok Surodilogo yang kelihatan penuh perhitungan matang itu. Warok Surodilogo kelihatannya mulai berhasil memojokkan terus posisi Warok Bledeg Ampar yang terus mengambil gerakan mundur sampai beberapa langkah jauh ke belakang. Dalam beberapa langkah murndur yang dilakukan Warok Bledeg Ampar nampak ia makin sulit menandingi kehebatan jurus-jurus serang yang dilancarkan oleh Warok Surodilogo yang nampak dengan cekatan menghantam tubuh Warok Bledeg Ampar yang gempal itu bertubi-tubi mengenai tengkuk, dada, pelipis, dan perutnya. Dalam keadaan terdesak terus itu tiba-tiba terdengar suara parau yang jelas tajam yang datangnya dari Warok Bledeg Ampar yang maksudnya memberi isyarat perintah menyerbu kepada para anak buahnya agar menyerang serentak ke arah posisi Warok Surodilogo. Tidak berapa lama beberapa sosok laki-laki perkasa menyerang posisi Warok Surodilogo secara buas dan brutal. Melihat gelagat yang menyulitkan itu Warok Surodilogo berusaha melepaskan jurus-jure gerakan beruntun Ia kemudian menggeser langkahnya mundur kembali untuk menata irama jurus-jurus mautnya sampai beberapa bertahannya. Dalam menghadapi serangan bertubitubi yang dilancarkan serentak dari berbagai jurusan oleh para anak buah Warok Bledeg Ampar yang mengeroyoknya itu, Warok Surodilogo mengembangkan jurus bunga teratai menundukkan tangkai yang melambai-lambai luwes sehinga banyak sabetan senjata tajam lawan itu terlepas dari sasarannya. Dalam gerakan mundur sambil melepaskan serangan itu terrnyata dua orang anak buah Warok Bledeg Ampar itu ada yang terkena sabet motek Warok Surodilogo. Melihat situasi yang demikian itu, sisa para anak buah Warok Bledeg Ampar itu kemudian melakukan gerakan surut ke belakang untuk menata posisi serang kembali secara beruntun. Namun kemudian Warok Bledeg Ampar yang sedari tadi mengamati gerak para anak buahnya itu, kini ia kembali masuk ke arena pertarungan yang langsung menyerang kembali posisi Warok Surodilogo sambil memberi isyarat kepada para anak buahnya untuk mundur meningalkan arena pertarungan. Warok Bledeg Ampar sebenarnya cukup kerepotan melawan Warok Surodilogo, karena ternyata ia lebih unggul daripadanya, namun ia mempunyai banyak tipu muslihat yang bisa mengecoh gerakan-gerakan Warok Surodilogo sehingga ia kemakan oleh tenaganya sendiri yang begitu dahsyat itu. Namun tidak berapa lama Warok Surodilogo mengeluarkan jurus andalannya patukan gagak, sehingga sempat mengubah posisi tanding yang bergeser pada keunggulan kedudukan Warok Surodilogo.
Melalui pecahan jurus patukan gagak yang sulit ditangkap indera telah berhasil mendorong Warok Bledeg Ampar mundur kembali. Untuk menghindari cidera akibat serangan bertubi itu, Warok Bledeg Ampar mencoba memberikan perlawanan imbalan dengan melayangkan jurus gebrakan yang menjadi andalannya, kilatan bledeg yang menyambar-nyamber kian kemari dengan gesit. Namun sebelum jurus bledeg itu mengenai sasaran, agaknya gebrakan serangan itu arahnya telah diketahui Warok Surodilogo yang segera mengembangkan jurus-jurus ular kelibat, disusul dengan jurus terjangan cupit urang yaitu jurus untuk menyerang bagian tengkuk dan menerjang bagian leher sehingga menimbulkan getaran hebat. Namun tidak disangka, ternyata Warok Bledeg Ampar mempunyai gerakan tipuan yang mampu mengelabuhi indera Warok Surodilogo yang semula sudah merasa di atas angin. Warok Surodilogo lengah, sebuah sambaran tendangan balik yang rupanya telah dilambari dengan tenaga dalam yang sangat kuat telah menerjang tepat pada ulu hati Warok Surodilogo yang kosong dari pertahannya sehingga membuatnya ia terjungkal ke belakang.
Brugggg
suara keras terdengar berbarengan terhimpitnya tubuh Warok Surodilogo mengenai padas keras di gundukan kerikil tajam itu.
Tanpa memberikan kesempatan lebih lanjut, Warok Bledeg Ampar dengan cekatan segera memutar tubuhnya yang kekar itu kemudian mendekati posisi Warok Surodilogo dan dengan tiba-tiba ia melakukan gerakan tipuan menyapu posisi kuda-kuda Warok Surodilogo yang kelihatan lengah ketika ia sedang berusaha mau berdiri tanpa mengindahkan dukungan kepada kedua telapak kakinya itu. Kali ini, gerakan sapuan Warok Bledeg Ampar untuk kedua kalinya mampu berobohkan kedudukan kuda-kuda Warok Surodilogo. Gerakan Warok Bledeg Ampar ini membuat Warok Surodilogo terguling ke samping kiri kehilangan lantaran keseimbangan tubuhnya. Ketika Warok Surodilogo hendak berusaha bangkit kembali, segera Warok Bledeg Ampar menyarangkan tendangan kaki kanannya tepat mengenai tengkuk Warok Surodlogo yang kemudian kembali jatuh sempoyongan ke belakang. Belum puas dengan gerakannya itu, Warok Bledeg Ampar sekali lagi melepaskan tendangan samping yang diarahkan ke leher Warok Surodilogo. Rupanya gerak samping Warok Bledeg Ampar itu kali ini segera dapat ditangkap oleh Warok Surodilogo sehinga dengan cepat Warok Surodilogo meliukkan tubuhnya menggeser beberapa langkah menghindari serangan tendangan samping Warok Bledeg Ampar itu yang kemudian ia melakukan gerak putaran disusul oleh jurus tendangan membabit sengit yang membuat kewalahan Warok Bledeg Ampar yang tidak mengira datangnya serangan balasan yang begitu cepat itu.
Namun rupanya serangan Warok Bledeg Ampar itu tidak datang sekali, ia kemudian menyusulkan jurus gerakan tipuan untuk mengelabui pandangan mata Warok Surodilogo yang didahului dengan serangan tangan yang menyambar kian kemari. Di balik sambaran serangan tangan itu disusul dengan melepas tendangan pengkalan kuda binal begitu menyulitkan posisi gerak Warok Surodilogo. Beberapa tendangan maut yang dilepaskan Warok Bledeg Ampar itu telah membuat kebingungan Warok Surodilogo yang makin terpojok mundur terus ke belakang berusaha menjauh secepatnya dari terjangan ujung kaki Warok Bledeg Ampar yang datang tidak diduga sebelumnya. Untung Warok Surodilogo berhasil menghindarkan dari terjangan tendangan maut yang hampir saja mengenai tengkuknya itu. Untuk menghentikan datangnya serangan yang bertubi-tubi itu, Warok Surodilogo kehabisan taktik bertahannya, dan satu-satunya untuk menghadapi serangan beruntun itu, Warok Surodilogo berusaha pula membuka serangan tandingan dengan jurus gebrakan maut.
"Glaam"
Terdengar suara beradu keras antara siku kaki kanan Warok Surodilogo dengan telapak kaki Warok Bledeg Ampar.
Kedua jagoan yang perkasa itu terpental keras beberapa langkah surut ke belakang, namun tidak sampai terjatuh.
Mereka sama sama dapat mengatur keseimbangan kedudukan kuda kudanya kembali sehingga masih mampu berdiri tegak. Agaknya Warok Bledeg Ampar tidak terlalu merasakan sakit akibat benturan keras itu.
Warok Bledeg Ampar sekali lagi berusaha menerjang kembali dengan membuka serangan buaya kelibat yang disusul dengan jurus singa jantan menerjang mangsa.
Nampaknya Warok Surodilogo pun telah menerima isyarat gelagat yang kurang beres akan menimpa dirinya, maka ia mencoba memasangjurus perangkap teratai mengembang.
Ketika tiba-tiba Warok Bledeg Ampar melepas serangan serangannya yang bertubi mengarah pada pelipis sebelah kiri. Warok Surodilogo, kemudian disusul dengan tendangan putar yang diarahkan ke kening dengan diikuti serangan patuk ular sanca yang diarahkan ke kedua mata Warok Surodilogo, hampir saja membawa celaka bagi Warok Surodilogo apabila ia tidak segera mengembangkan pertahanan untuk membabat kedudukan kuda-kuda Warok Bledeg Ampar dengan menggunting kedua kaki Warok Bledeg Ampar yang kokoh itu.
Rupanya jurus sambaran yang menggunting itu berhasil merobohkan kedudukan kuda-kuda Warok Bledeg Ampar, sehingga membuatnya terguling ke samping kiri sambil terus berusaha surut ke belakang menjauh.
Maka kembali kedua jagoan itu berhadapan dalam posisi semula dan keduanya belum memperl?hatkan kelelahan walaupun telah sekian lama berbagai jurusjurus silatnya dilontarkan.
Mereka berdua itu nampak masih memperlihatkan keuletan serta kekayaan perbendaharaan jurus-jurus yang mereka miliki masing-masing jagoan itu.
Nampaknya kedua jagoan ini telah banyak mengerahkan daya upaya untuk menjatuhkan lawannya.
Nampak keringat deras membasahi sekujur tubuh dua jagoan itu.
Kaki bertemu kaki, tangan beradu dengan tangan, atau sebaliknya kaki ditangkis dengan tangan, dan sabetan kaki yang terus menukik kian kemari mencari sasaran yang melenmahkan lawan.
Gerakan liukan-liukan untuk menghindar dari serangan lawan, berputar ke samping kiri, balik ke kanan, maju menyerang mundur menghindar, dan berbagai variasi gerak yang kadang sulit ditangkap indera mata bagi orang awam lantaran begttu cepat gerakannya yang terus berubah ubah.
Senjata andalan usus-usus lawe yang dimiliki Warok Surodiligo itu sudah beberape kali digunakan untuk menyerang dan bertahan oleh masing-masing warok itu, suara benturan antar usus-usus lawe terdengar keras di udara.
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Warok Bledeg Ampar mencoba mengembangankan serangan bertubi dengan jurus andalannya sambaran gagak hitam.
Tubuhnya meliuk-liuk berputar cepat mendekati lawannya, sambil kedua tangannya tertelungkup memberikan juluran patukan yang mematikan bila mampu menerkam mangsanya.
Melihat gelagat datangnya serangan Warok Bledeg Ampar yang makin memanas, Warok Surodilogo segera membuka jurus terjangan naga puyuh yang melingkar menyambar dengan kelebat juluran kaki bertubi-tubi mengejar letak detak jantung musuh. Kilatan cahaya yang berwarna-warni berkeliaran di panggung sebagai tanda kedua warok jagoan itu telah sama-sama mengerahkan tenaga dalamnya.
Tiba-tiba terdengar "Jegam dua sinar tajam ungu dan merah menyala itu beradu di permukaan kedua sosok jagoan itu, rupanya kedua warok itu telah melemparkan kekuatan aji-aji seiring tarungannya untuk segera mengalahkan lawannya.
Namun belum ada tanda-tanda yang lebih unggul di antara dua petarung yang makin nampak emosional dan terkuras tenaganya itu.
Warok Bledeg Ampar agaknya tidak lagi sudi memberi kesempatan pada Warok Surodilogo, segera membangun kedudukan kuda-kuda barunya.
Dengan menggunakan aji-aji Buron Gunung yang dihujankan ke arah perut Warok Surodilogo yang tidak siap menerima serangan maut itu.
Blugggg
suara menggelegar telah membuat tubuh Warok Surodilogo terkapar kaku.
Warok Surodilogo terkena sambaran aji aji Buron Gunung milik Warok Bledeg Ampar yang terkenal sakti mandraguna itu sehingga lapisan susuk yang dipasang dalam tubuh Warok Surodilogo itu tidak mampu menahan badai serangan mautnya Warok Bledeg Ampar itu.
Pertempuran maut ini akhirnya telah membawa kematian bagi Warok Surodilogo.
******
WAROK WULUNGGENI.
BERITA kematian Warok Surodilogo telah sampai ke telinga Warok Wulunggeni.
Mendengar berita kematian itu, perasaan Warok Wulunggeni jadi galau antara senang dan sedih.
Senangnya, karena musuh bebuyutnya itu kini telah tiada.
Sedihnya, kematian Warok Surodilogo itu tidak mati ditangannya.
"Mengapa musti si Bledeg Ampar yang mencabut nyawa si Surodilogo, bukannya aku."
Keluhnya dalam hati Warok Wulunggeni agak menyesal karena selama ini ia terlalu banyak pertimbangan untuk menantang adu tanding ulang dengan Warok Surodilogo.
Akhirnya sampai ajal Warok Surodilogo itu, Warok Wulunggeni belum sempat memperkenalkan kemajuan ilmu bela dirinya akhir-akhir ini, terutama ilmu aji-aji macan loreng yang kini menjadi senjata andalannya.
Beberapa bulan sudah direncanakan untuk menebus hutang kekalahannya dalam adu tanding yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu, ia akan menantang adu tanding lagi dengan bersandar pada ilmu ajian macan loreng itu.
Kini impian itu musna bersama ajal kematian Warok Surodilogo ditangan Warok Bledeg Ampar.
Kemudian, Warok Wulunggeni mengirim utusan untuk menemui Warok Bledeg Ampar dengan maksud hendak mengucapkan selamat atas kemenangannya melawan Warok Surodilogo lawan beratnya di masa lalu itu.
Dan ia menawarkan kemitraan, kerjasama menggaiang kekuatan.
Permintaan Warok Wulunggeni untuk bersatu melawan penguasa Kadipaten itu ditolak mentah mentah oleh Warok Bledeg Ampar, lantaran ia masih merasa mempunyai perjanjien tersendiri dengan Warok Sawung Guntur yang selama ini mengabdi kepada penguasa Kadipaten, menjaga kewibawaan Kanjeng Adipati di keraton Kadipaten Ponorogo.
Warok Sawung Guntur telah berjanji akan memberikan upah besar dan pengampunan kepadanya kalau dapat mendapatkan Tombak Pusaka peninggalan kerajaan Wengker yang hingga kini belum jelas keberadaannya itu.
Ia tidak bisa ingkar janji untuk memusuhi Penguasa Kadipaten Ponorogo tanpa sebab-sebab yang jelas.
Bahkan pekerjaannya yang lama sebagai begal dan perampok telah lama ditinggalkan, berganti pekerjaan sebagai backing yang melindungi pemeras-pemeras atau pengusaha siluman seperti Juragan Njenduk itu.
Dengan cara memelihara hubungan kemitraan bersama para penguasaha siluman seperti Juragan Njenduk itu, Warok Bledeg Ampar mendapatkan penghasilan besar untuk membiayai para anak buahnya yang berjumlah cukup banyak tersebar dimana-mana.Penolakan oleh Warok Bledeg Ampar terhadap ajakan Warok Wulunggeni untuk penggalangan kekuatan itu, tidak membuat amarah Warok Wulunggeni, ia bahkan tetap menjaga persahabatan dengan Warok Bledeg Ampar yang dianggapnya suatu saat kelak pasti bisa diajak kompromi apabila keadaan memungkinkan.
"Tunggu saja pada saatnya nanti, si Bledeg itu pasti akan mau menerima ajakan penggalangan kekuatan ini"
Pikir Warok Wulunggeni dalam hati.
Warok Bledeg Ampar bahkan menyempatkan diri menemui Warok Wulunggeni seorang diri.
Mereka bertemu di pinggir hutan.
Ketika Warok Bledeg Ampar mengunjungi rumah Warok Wulunggeni di Dukuh Jabung, mendapat berita dari isteri Warok Wulunggeni kalau Warok Wulunggeni sedang mencari daun-daun di hutan untuk bahan racikan pengobatan.
Lalu, Warok Bledeg Ampar menyusulnya dan ketemu di jalan.
"Wah, wah, yang datang ini kan Bledeg Ampar," Warok Wulunggeni ketika melihat yang berlalu di situ Warok Bledeg Ampar.
"Hae, Wulung. Wah, wah, rajin amat kamu. Kerja terus cari rejeki. Seharian kamu berada di hutan kok betah" kata Warok Bledeg Ampar sambil menambatkan kudanya di bawah pohon aren. Lalu kedua warok itu bersalaman ramah, kemudian duduk-duduk di atas rumput. Sambil udud, membagi rokok tengwe, terus jagongan nampak guyub.
"Kepriye kabarmu, Bledeg. Apa selamat saja," kata Warok Wulunggeni membuka pembicaraan.
"Ya, selamat. Ini begini Iho, Wulung. Aku sudah terima suratmu. Aku perlukan datang kemari menemui kamu karena kepengin menjelaskan kepada kamu agar kamu tidak sajah paham, tidak sakit hati atas ketidaksediaanku membantu kamu. Soalnya, aku ini baru mendapat surat pengampunan dari Kanjeng Adipati. Aku sudah lama tidak jadi buron lagi. Lah, apa aku ini jadinya, wong sudah dikasih hati. Diberi pengampunan secara baikbaik, kok aku berkhianat mau melawan dia.. Aku ini nanti apa tidak dicap orang yang tidak benar. Jadi, sebenarnya aku setuju-setuju saja kalau kamu bermusuhan dengan penguasa kadipaten, tapi jangan ajak-ajak aku. Soalnya aku tidak enak sama kebaikan mereka akhir-akhir ini. Itu saja penjelasanku, Wulung."
"Achhhhhh, tidak apa kok, Bledeg. Aku tidak sakit hati sama kamu. Aku hanya perlu mau bermitra sama kamu saja kok, Bledeg Jangan pikiran soal itu. Kita coba cari hubungan lain yang dapat membuat kesejahteraan kita bersama. Itu lho yang penting kan"
"begitu tho, Bledeg Orang-orang sudah menjelang tua macam kita ini apa yang dicari kalau bukan ketenteraman."
"Ach, kalau begitu aku akur saja dengan pendapatmu Wulung. Selama ini aku sudah mendengar perihal kamu. Aku juga butuh orang semacam kamu Iho, Wulung"
Kedua warok yang duduk-duduk nglesot di atas tanah berumput itu kemudian terdengar tawa lepasnya tanda keakraban mereka.
"Ngomong-ngomong Wulung. Aku dengar menantumu itu jadi Senopati di Kadipaten. Apa itu tidak merepotkan kamu, padahal kamu memusuhi orang-orang kadipaten."
"Itu sudah terlanjur, Bledeg. Waktu kawin dengan anakku aku sedang tidak ada di Ponorogo. Baru tahu ketika aku pulang. Ya, mau bagaimana. Wong anakku sudah terlanjur hidup sebagai suami-isteri. Sebagai orang tua akhirnya kan hanya bisa tut wuri handayani. Walaupun ini membuat repot aku."
"Ya, sudahlah. Kita ambil baiknya saja," kata Bledeg Ampar sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Aku pun bersikap begitu. Aku memusuhi kadipaten bukan terhadap orang-orangnya, tetapi kepada keberadaan kekuasaan kadipaten itu. Wong orang tidak ada juntrungnya, tidah ada trah turun raja kok berkuasa terhadap rakyat Ponorogo. Mengatur kita semua ini. Hanya itu yang aku persoalkan. Selebihnya aku tidak ada kepentingannya. Aku akur sama pandangamu itu, Wulung. Tetapi maafkan aku tidak bisa berbuat banyak untuk mendukung pertentanganmu soal keberadaan kekuasaan kadipaten. Itu, aku ini orang bodoh, bekas perjahat, jadi tidak tahu soal politik-politikan, tidak seperti kamu yang rajin berguru mendalami macam-macam ilmu. Yang bisa aku pikirkan hanya mencari makan, cari duwit,, dapat upahan, dan senang-senang. Begitu lho aku ini, Wulung, ha...ha.. .ha..." kata Warok Bledeg Ampar yang disambut ketawanya yang did?kuti tawa Warok Wulunggeni pula.
"Wah, sampeyan ini mikirnya yang pendek-pendek saja. to."
"Ha..h...habis bagaimana lagi tho, Wulung. Aku memang adanya ya begini ini ha.ha."
"Ya, aku senang saja sama kamu, Bledeg. Memang semua orang punya pandangan hidup sendiri-sendiri, mempunyai cara sendiri-sendiri pula, jadi kita tidak bisa mencampuri urusan pribadi masing masing"
"Ya. Aku senang kita bisa berbiincang agak lama dengan kamu, Wulung. Selain itu Wulung aku mau merepotkan kamu."
"Repot bagaimana, Bledeg"
"Aku mau titip orangku. Ia dulu itu pengusaha sukses. Orang ini dulu sebagai sumber penghasilanku yang utama. Melalui orang ini aku mendapat uang banyak untuk membiayai hidup anak buahku. Nah, lantaran orang ini sekarang sedang bangkrut, dan aku dengar kamu orangnya pandai berdagang, banyak kenalan pedagang-pedagang. Aku titip, tolong ajaklah orangku ini untuk bergabung dengan usahamu. Kalau orang ini bisa berhasil bangkit lagi, aku kan ikut sempulur."
"Siapa orangmu itu, Bledeg."
"Namanya Juragan Markhoni. Berhubung bentuk tubuh orang itu gemuk pendek, bulat. Banyak orang mengasih parapan dengan sebutan Juragan Njenduk atau Si Gendut."
"Ha...ha...ha..ada-ada saja. Orang dari mana dia itu."
"Aslinya dari Dukuh Balong."
"Ya, bolehlah. Suruh menemui aku, nanti bisa kita atur."
"Terima kasih sebelumnya atas kebaikanmu, Wulung. Nah, sekarang karena hari hampir sore, aku mau minta pamit dulu, Wulung" kata Warok Bledeg Ampar dengan muka cerah merasa mendapatkan kecocokan dengan sahabat barunya itu.
"Terima kasih, Bledeg atas kesediaanmu datang kemari."
"Ya, sama-sama, aku juga terima kasih sama kamu."
Kemudian kedua warok perkasa itu saling bersalaman. Dan masing-masing menaiki kudanya menuju arah yang berlawanan pulang ke rumah sendiri-sendiri.
*****
KEMITRAAN.
SEPENINGGAL Warok Surodilogo, keadaan perimbangan kekuatan di Dukuh Dawuan bergeser kembali. Kalau semula sangat didominasi oleh kekuatan Warok Surodilogo dan kelompok bisnisnya. Kini Warok Wulunggeni yang masih mempunyai rumah di Dukuh Dawuan itu merencanakan untuk membangun kembali dan mengaktifkan kembali jaringan dagangnya di perkampungan yang ramai ini. Ia bahkan telah berusaha merintis jalur perdagangan antara Dukuh Dawuan dengan kota Trenggalek melalui perkampungan Dukuh Sawo dimana di situ berada rumah mitranya, Warok Tanggorwereng, sebagai kota perantaranya. Kesulitan keamanan melalui jalur perjalanan panjang ini yang selama ini merupakan halangan bagi para pedagang yang ingin menjalin hubungan dagang dengan kota Trenggalek. Namun kini telah diusahakan oleh Warok Wulunggeni untuk diatasi. Soal pengamanannya dapat diatur melalui jasa pengawalan milik Warok Wulunggeni yang kelihatan mulai berkembang kembali itu.
Bekas kenalan lamanya, Raden Mas Poerboyo yang orang asli Trenggalek itu, kini setelah dihubungi kembali oleh Warok Wulunggeni. Ia nampaknya juga mulai tertarik terhadap ajakan Warok Wulunggeni untuk mengembangkan usaha dagangnya bergabung bersama dengan para pedagang di Ponorogo, Ia merasa aman di perjalanannya setelah mengontrak jasa pengamanan dengan usaha yang dirintis kembali oleh Warok Wulunggeni itu. Apalagi orang seperti Warok Tanggorwereng dan gerombolannya itu yang mempunyai daerah operasi di sekitar hutan menuju Blitar, Tulungagung, dan Trenggalek bisa diajak damai oleh Warok Wulunggeni. Bagi para pedagang yang mengenakan tanda pengenal dari usaha jasanya Warok Wulunggeni biasanya akan aman selama di perjalanan. Selamat sampai tujuan. Terutama akan terbebas dari gangguan gerombolan para anak buah Warok Tanggorwereng yang berkeliaran dimana-mana.
Sejak saat itu hubungan dagang antara daerah Ponorogo dan Trenggalek menjadi ramai. Selain Raden Mas Poerboyo kenalan lama Warok Wulunggeni itu, masih terdapat pedagang-pedagang lainnya yang ikut-ikutan mengikuti jejak keberhasilan Raden Mas Poerboyo itu. Demikian juga bagi Warok Wulunggeni makin dapat mengembangkan daerah Dukuh Dawuan ini menjadi daerah pasar yang ramai. Ia pun ikut mendapatkan untungnya, selain jasa pengawalannya yang makin laris dibutuhkan oleh para pedagang itu, ia juga memperdagangkan ramuan racikan bahan-bahan pengobatan dari dedaunan, terutama untuk pengobatan luka-luka yang sangat dibutuhkan oleh para penduduk daerah Ponorogo yang suka bertarung, dan sering terjadi keributan perkelahian yang membawa luka oleh goresan benda-benda tajam senjata mereka.
Animorphs 45 Revelation Malam Sejuta Bintang Karya Michelle Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama