Ceritasilat Novel Online

Kitab Pedang Darah 1

Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah Bagian 1


Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah

****

Karya Rahmat Affandi

Sang Maha Sakti Raja Gendeng 16 dalam episode

Kitab Pedang Darah

*****


Team Kolektor E-Book

Buku Koleksi : Denny Fauzi Maulana

(https.//m.facebook.com/denny.f.maulana)

Scan,Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo

(http.//ceritasilat-novel.blogspot.com)

Dipersembahkan Team
Kolektor E-Book

(https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook)


*****

Di sebelah Tenggara Purworejo di kaki sebuah bukit. sinar matahari terasa sangat menyengat.

Angin yang berhembus menerbangkan debu dengan aroma tanah kering yang menyesakan dada.

Dalam suasana yang kurang bersahabat ini terlihat ada satu sosok tubuh tinggi besar, bertelanjang dada di mana sekujur tubuhnya ditumbuh bulu lebat, Sosok yang berwujud laki-laki ini tampaknya sedang berlari cepat seolah dikejar setan.

Anehnya....

sambil berlari diatas bahunya duduk bertengger seorang laki-laki yang bertubuh pendek katai, berkumis tipis berpakaian hijau dan bibirnya selalu mengulum senyum.

Laki-laki itu berusia hampir enam puluh tahun.

Dia adalah Gagak Anabrang, penguasa kaya yang kunci gudang hartanya saja tidak kuat dipikul oleh tiga kuda gemuk sekalipun. Sepanjang jalan semenjak mereka meninggalkan tepi sindang yang berada dikawasan Alas Sindang Pantangan laki-laki pendek yang bertengger di bahu si tinggi besar terus menerus berceloteh mencaci maki.

Adapun oang yang menjadi pelampiasan caci maki dan sumpah serapah laki-laki pendek diatas bahu itu adalah si tinggi besar yang selalu memanggul dan mengantarkannya kemana diapun dia pergi.

"Aku telah melakukan sebuah ketololan yang besar dengan mengharapkan seorang bekas sahabat untuk mau menolong dan bekerja sama denganku. Tetapi ketololan yang paling besar justru ada pada dirimu hai.. .kudaku. Kau tidak bisa berenang dan kelemahan dari ilmu kesaktianmu disebabkan oleh air sehingga kau kalah dari mahluk keparat bernama Orang Mati Dari Makam Setan."

Geramnya sambil kepalkan tinju. Sedangkan jemari tangan kirinya mencengkeram rambut orang yang didamprat dengan kuat-kuat. Si tinggi besar yang bukan lain bernama Lor Gading Renggana menggeram keras. Rasa sakit yang luar biasa akibat cengkeraman Gagak Anabrang membuat dia meronta dan kepalanya yang kecil digeleng-gelengkan.

"Junjungan.... Segala kesalahan bisa dilimpahkan kepada saya. Saya bisa menerima hanya bila junjungan mencaci maki. Tetapi saya mohon jangan memegang rambut saya dengan cara seperti itu. Karena sakitnya dapat membuat saya menjadi lupa diri.!"

Seakan tersadar akan pantangan untuk menyentuh kepala Lor Gading Renggana maka sambil mendengus Gagak Anabrang lepaskan cengkramannya.

"Aku masih menghormati untuk tidak menyentuh rambutmu.Semua kejadian ini. Karena aku merasa kecewa dan marah akibat kejadian yang tidak menyenangkan yang kita alami di Alas Sindang Pantangan."

Kata Gagak Anabrang dengan suara keras menggembor marah. Mendengar ucapan sang majikan laki laki tinggi besar berkepala kecil yang selalu menutup matanya dengan kain hitam itu diam tidak menjawab.

Bagaimanapun dia tidak akan melupakan kejadian yang memalukan yang dialaminya saat menyeberangi sindang menuju pulau Damai. Pulau Damai sudah dihuni oleh seorang Ratu selama puluhan tahun. Ratunya dikenal dengan nama Ratu Edan.

Sebagaimana dikisahkan dalam episode sebelumnya, kedatangan Gagak Anabrang beserta pengikut setia sekaligus tunggangannya adalah untuk meminta bantuan kepada Ratu Edan. Tetapi diluar dugaan dalam perjalanan menuju ke singgasana Ratu Edan disaat mereka diatas perahu tiba tiba muncul Mahluk Kubur yang dikenal dengan sebutan Orang Mati dari Makam Setan.

Mahluk itu membuat perahunya tenggelam. Si tinggi besar abdi setianya Gagak Anabrang yang bernama Lor Gading Renggana bahkan sempat tenggelam. Kemarahan Gagak Anabrang itu bukan karena perbuatan Orang Mati Dari Makam Setan yang telah menghadangnya.

Tetapi karena Orang Mati Dari Makam Setan meramalkan bahwa dia dan putrinya Arum Dalu akan mendapat malapetala dari perbuatannya sendiri. Sayang sebelum Gagak Anabrang melampiaskan kemarahannya. Orang Mati Dari Makam Setan telah lenyap dari hadapannya.

Tidaklah heran untuk melampiaskan segala kekesalannya, sepanjang jalan laki-laki katai ini menumpahkan kemarahannya kepada sang pengikut setianya.

Angin panas bercampur debu menderu. Lor Gading Renggana semakin mempercepat larinya. Tetapi tiba tiba saja dia menghentikan larinya ketika mendengar suara raungan menggeledek yang disertai bentakan luar biasa kerasnya.

"Manusia licik, jahanam bernama Gagak Anabrang! Dicari-cari sulit ditemukan. Tidak dicari ternyata datang sendirit Hei.. .apa kabar, keparat? Apakah kau telah siap menerima kwalat?" teriak satu suara menggelegar yang membuat merinding tengkuk orang yang mendengarnya

"Mahluk Setan darimana yang demikian berani bersikap kurang ajar. Berani bicara tidak sopan pada manusia agung seperti diriku."

"Suaranya berpindah-pindah dan ilmu memindahkan suaranya cukup hebat. Tapi dia tidak layak bicara seperti itu kepadaku."

Bisik Gagak Anabrang

"Siapapun yang bicara lancang, junjungan patut memberi ganjaran dengan merobek-robek mulutnya sampai menjadi serpihan tak terbentuk."

Timpal Lor Gading Renggana sengit.

Laki-laki ini kemudian hentikan langkahnya dan memandang sekeliling. Dia terkejut.

Panas terik yang terasa membakar mendadak lenyap, Hembusan angin terhenti.

Ketika Lor Gading dan Gagak Anabrang sama dongakkan kepala menatap ke langit.

Kedua orang ini kaget setengah mati saat mengetahui langit ternyata diselimuti mendung tebal.

Mendung itu bukan berwarna hitam sebagaimana seharusnya melainkan berwarna merah darah.

Dan rasa kaget dihati keduanya semakin menjadi-jadi ketika melihat di atas ketinggian sana sejarak seratus tombak ada sebuah benda merah besar.

Benda itu adalah sebuah perahu yang mengapung sedemikian rupa sambil bergoyang-goyang.

Lor Gading Renggana yang seumur hidupnya belum pernah melihat ada perahu bisa melayang bergerak diatas ketinggian tiba-tiba berkata.

"Astaga"!

"Apakah mungkin mataku salah melihat. Bagaimana bisa perahu yang seharusnya berada didalam air ada diatas ketinggian. Gusti junjungan. apakah engkau tahu siapa pemilik perahu itu?"

Mendapat pertanyaan demikian Gagak Anabrang tidak menjawab.Dia menelan ludah, mata terus menatap lurus kearah perahu merah berlayar lebar dan berbendera darah.

Tidak lama setelah dapat menguasai diri, Gagak Anabrang membuka mulut.

Dengan suara lirih dia menjawab.

"Apa yang kau lihat, segala yang kau saksikan saat ini bukan lain adalah sebuah benda keramat bernama Perahu Setan. Perahu itu adalah satu-satunya benda yang bisa melayang di ketinggian. Biasanya dimana perahu itu munculkan diri, penghuni sekaligus pemiliknya selalu ikut menyertai. Aku mengenal sang pemilik. Dia pernah menitipkan murid kesayangannya padaku, Sayang kedua murid penghuni perahu tewas saat menjalankan tugas di Tretes!"

"Apakah junjungan tidak mengenal siapa nama penghuni perahu setan itu?"

Tanya Lor Gading yang segera ingat dengan peristiwa lenyapnya dua saudara kembar Ayudra Bayu dan Ayudra Tirta yang terbunuh ditangan seorang pendekar aneh bernama raja dan dikenal dengan sebutan Sang Maha Sakti Raja Gendeng.

Gagak Anabrang tersenyum.

Dalam senyum diwajahnya jelas terlihat bayang-bayang rasa bersalah.

Sambil gelengkan kepala dia pun menjawab.

"Aku sering bertemu dengannya. Kejadian itu berlangsung beberapa tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah melihat wajahnya. Jangankan melihat wajahnya, namanya saja aku tidak kenal. Dia mahluk aneh misterius. Semua orang di rimba persilatan ini cuma mengenalnya sebagai penghuni perahu setan!"

Lor Gading anggukan kepala namun merasa tidak puas.

Baru saja laki-laki lugu kalau tidak dapat dikatakan bodoh ini hendak membuka mulut ajukan pertanyaan, tiba-tiba saja dari atas terdengar suara menderu.

Mendengar suara bergemuruh, Gagak Anabrang kembali dongakan kepala.

Mendadak laki-laki yang duduk diatas panggulan itu berseru.

"Menyingkir! Perahu itu sepertinya jatuh dan hendak menimpa kita!"

Mendengar teriakan sang majikan. Lor Gading Renggana segera melompat kesamping dan mencari tempat yang aman.

Gerakan cepat dan serba mendadak itu membuat Gagak Anabrang nyaris terjungkal.

Dugaan Gagak Anabrang bahwa perahu siap menghantam mereka ternyata tidak terjadi.

Setelah perahu meluncur keras dari ketinggian, sejarak dua tombak dari tanah gerakan sang perahu tiba-tiba terhenti.

Bersamaan dengan terhentinya perahu dari dalam bangunan kecil mirip pondok yang terdapat didalam perut perahu itu sekali lagi terdengar suara tawa mengguntur. Lor Gading terhuyung, pengaruh tawa membuat telinganya berdenyut sakit, sedangkan kepala serasa mau meledak.

Dengan cepat dia segera menyalurkan tenaga sakti kebagian telinganya.

Pengaruh tawa lenyap.

Sementara diatas bahu tubuh, Gagak Anabrang sempat bergetar, namun hanya dalam waktu sekejap dia telah dapat menguasai diri.

"Sahabat penghuni perahu setan!"

Berkata sipendek ini sambil memendam kemarahan dihati.

"Lama kita tak bertemu. Begitu munculkan diri kau mengumbar tawa melontarkan segala caci maki. Gerangan apa yang telah membuatmu menjadi marah?"

Tanya Gagak Anabrang risau. Dari dalam perahu terdengar suara terompah berjalan.

Kemudian satu kepala dan wajah terlindung topeng tipis berwarnah merah bergambar tengkorak muncul di bibir perahu.

Tanpa basa basi dari mulut yang terlindung topeng menyembur ucapan.

"Manusia laknat yang tak kenal balas budi. Jangan pura-pura tidak tahu sebab musabab yang menjadi pangkal kemarahanku, karena kau selama ini dikenal sebagai manusia licik culas yang pandai berpura-pura."

"Sahabat. Setiap ada masalah masih bisa kita bicarakan baik-baik. Begitu juga setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya.!"

"Manusia kerdil jahanam! Aku bukan sahabatmu! Dan kesalahanmu sudah jelas tidak dapat dicari jalan keluarnya. Terkecuali kau bersedia menggorok lehermu sendiri. Apakah kau telah siap?"

Tanya orang berpakaian serba merah dari dalam perahu. Melihat majikannya dihina sedemikian rupa, Lor Gading Renggana rupanya merasa tersinggung. Dengan perasaan geram dia berseru,

"Manusia pengecut sembunyikan wajah dibalik topeng.Siapapun dirimu kau tidak pantas mengatakan itu pada junjunganku!".

Penghuni Perahu Setan menyeringai.

Dia menatap Lor Gading Renggana beberapa jenak lamanya.

Tak lama kemudian dia mengumbar tawa dingin.

"kau hanya manusia bodoh, Dimataku kau tak lebih dari seekor keledai dungu yang rela dijadikan alat tunggangan oleh bangsat licik Gagak Anabrang. Harap kau tidak ikut campur urusan ini. Atau kau akan mati sia sia tanpa ada yang mengenalmu!" kata penghuni Perahu Setan dengan angker

"Keparat! Aku siap mengadu..."

Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum selesai Lor Gading Renggana berucap Gagak Anabrang menggebrak rusuknya dengan kaki kiri sebagai isyarat agar dirinya diam.

Dengan memendam segenap kemarahan di hati Lor Gading Renggana terpaksa katupkan mulutnya.

Melihat pengikut setianya terdiam, Gagak Anabrang segera melompat dari bahu Lor Gading Renggana.

Dengan gerakan ringan tanpa suara laki-laki itu jejakan kaki diatas batu.

"Penghuni Perahu Setan!"

Berkata Gagak Anabrang.

"Maafkan aku jika kau menganggap diriku bersalah. Sejauh ini aku hanya bisa menduga apa yang menjadi sebab kemarahanmu."

"Bagus kalau kau sudah tahu. Dengan begitu aku tidak perlu membuang waktu berlama-lama bicara denganmu!"

Dengus orang diatas perahu setan.

Gagak Anabrang menghela nafas.

Menatap sejenak kearah perahu.

Dia melihat penghuni Perahu Setan telah berdiri di haluan.

Anehnya walau orang berpakaian dan berjubah merah ini berdiri dengan sikap seenaknya sendiri perahu tidak miring kekiri apalagi terjungkir kearah pemiliknya.

"Gagak Anabrang!"

Sentak orang diujung perahu memecah keheningan. Mendengar namanya disebut, laki laki pendek itu angkat kepala dan memandang kearah lawan bicara.

"Apakah kau sudah tahu mengapa aku menemuimu?"

"Aku sudah tahu walau sekedar menduga."

Menyahuti laki laki pendek itu dengan suara serak parau.

"Bila sudah tahu berarti kau sekarang sudah bisa mengatakannya."

"Ya. Aku menaruh dugaan kuat kehadiranmu ini punya hubungan erat dengan kematian dua murid kembarmu yang bernama Ayudra Bayu dan Ayudra Tirta."

Jawabnya tanpa ragu.

Seperti telah dikisahkan dalam episode Misteri Perawan Siluman, kedua pengikut setia Gagak Anabrang yang tak lain adalah murid penghuni Perahu Setan tewas terbunuh ditangan Raja.

Sebagaimana yang telah dikisahkan pula kematian saudara kembaran itu menimbulkan kemarahan besar Penghuni Perahu Setan.

"Kedua muridku yang kutitipkan kepadamu telah tewas. Tapi mengapa kau tak pernah memberi kabar kepadaku. Kau menganggap kematian mereka sebagai angin lalu saja. Dan lebih celakanya lagi kau tidak pernah berusaha mencari sekaligus menghabisi pembunuh kedua muridku itu.Bahkan sampai hari ini sang pembunuh laknat itu berkeliaran bebas seolah tidak tersentuh tak dapat diadili."

Mendengar ucapan penghuni Perahu Setan. Gagak Anabrang buru buru rangkapkan kedua tangan, tundukan kepala dan berkata.

"Orang tua hebat yang selalu menutupi wajah.Maafkan aku jika tidak segera memberikan kabar padamu tentang kematian kedua muridmu itu.Bukannya aku melupakan pesanmu dulu bahwa aku harus menjaga murid yang kau titipkan padaku dengan sebaik baiknya. Aku tidak bisa mengabarimu karena aku tidak bisa mencapai Bukit Awan Cadas Setan. Aku tidak punya sayap, sementara tempat kediamanmu berada diatas ketinggian langit. Sedikitpun aku tidak pernah menganggap kematian dua saudara kembaran itu sebagai angin lalu. Karena selama mengabdi kepadaku telah banyak tugas yang dapat mereka selesaikan dengan sebaik baiknya. Aku juga tidak bermaksud membiarkan saja pendekar aneh yang telah menghabisi kedua muridmu.Namun kau tahu sendiri akhir akhir ini telah terjadi berbagai urusan pelik yang membuat kepalaku serasa mau pecah!"

"Begitu ? Ha ha ha. Bukankah segala masalah yang muncul dalam kehidupanmu akibat perbuatanmu sendiri? Dimasa muda kau telah banyak menabur angin. Apakah keliru bila sekarang kau menuai badai?1"

Kata penghuni Perahu Setan disertai gelak tawa dingin mengejek. Melihat orang menertawakan dirinya dalam hati sebenarnya Gagak Anabrang marah bukan main.

Namun demi mengingat siapa orang yang dia hadapi ini dia memilih untuk bersikap sabar menahan diri.

"Kesalahan yang berulang bukanlah suatu kekeliruan. Aku mengaku salah atas semua langkah yang ku tempuh dikehidupan masa laluku. Tapi nasi terlanjur menjadi bubur. Terlepas dari rasa suka tidak suka aku harus memikul segala resiko."

"Kau tidak hanya harus menanggung resiko, kau juga harus membayar hutang nyawa atas kematian kedua muridku itu, Gagak Anabrang?!"

Kata penghuni Perahu Setan dingin.

Kejut di hati Gagak Anabrang bukan kepalang.

Sedikitpun dia tidak menyangka orang diatas haluan perahu bakal bicara seperti itu.

Mana mungkin dia mempertanggung jawabkan kematian kedua saudara kembaran itu, sedangkan kematian mereka bukan akibat tindakannya melainkan karena terlibat perkelahian maut dengan sang maha sakti Raja Gendeng.

Berpikir sampai disitu,dengan mulut mengulum senyum. Gagak Anabrang pun berujar.

"Orang tua. Aku yakin kau cukup bijaksana dalam memandang kepergian murid-muridmu. Yang membunuh mereka bukan aku. Mengapa aku yang harus bertanggung jawab? Keputusanmu itu tidak adil"

"Adil?! Sejak kapan kau mengenal kata keadilan? Manusia culas sepertimu masih tidak punya malu meminta keadilan padaku?" sentak orang di atas perahu sinis.

"Junjungan! Mengapa banyak bicara? Saya tidak melihat ada jalan keluar dari tuntutannya. Kita berdua dia sendiri, bila maju bersama-sama kita pasti bisa menghabisinya."

Ucap Lor Gading Renggana lirih namun cukup jelas terdengar ditelinga majikannya.

"Jangan bertindak bodoh. Selusin manusia berkepandaian sepertimu. Belum tentu sanggup membuatnya cidera apalagi sampai dapat membunuhnya."

Jawab Gagak Anabrang melalui ilmu menyusupkan suara. Peringatan itu membuat Lor Gading Renggana terdiam. Sementara penghuni diatas perahu tidak sabar melihat kedua orang itu saling berbisik, segera berteriak menggeledek.

"Gagak Anabrang! Aku sudah berpikir dan mempertimbangkan. Anggap saja hutang nyawa diantara kita menjadi impas Asalkan....!"

Sang penghuni Perahu sengaja tidak menyelesaikan ucapannya.

Sebaliknya sepasang mata yang terlindung kedok itu menatap ke arah Lor Gading dan majikannya silih berganti.

Lor Gading ternyata sangat penasaran.

Terdorong rasa ingin tahu yang sedemikian besar, tanpa ragu diapun ajukan pertanyaan.

"Bicara jangan berbelit-belit. Sebaliknya kau berterus terang. Kami bukan manusia pengecut. Aku sendiri bahkan tidak gentar menghadapimu!"

Ucap Lor Gading dengan suara lantang.

"Manusia tolol bermulut besar. Aku menghendaki nyawamu sebagai pengganti nyawa salah satu muridku!"

Tegas Penghuni Perahu Setan.

Setelah berkata demikian dia palingkan kepala kearah Gagak Anabrang.

Pada laki-laki itu dia berucap.

"Hutang nyawa yang kau tanggung baru kuanggap lunas bila kau bersedia memotong kedua kakimu yang tidak berguna itu. Apakah kau siap?"

Tak pernah menduga orang bakal bicara seperti itu. Gagak Anabrang diam-diam menjadi kaget.

Namun orang seperti dia mana mau merelakan kedua kakinya menjadi buntung.

Dia bahkan tidak rela bila harus kehilangan sepotong jemarinyapun. Gagak Anabrang terdiam.

Dalam diam otaknya berpikir cepat.

Setelah itu tanpa ragu lagi dia pun berkata,

"Majikan Penghuni Perahu kramat.Tidak satupun manusia di dunia ini yang sanggup menghidupkan orang yang sudah mati.Aku tahu kematian kedua muridmu sulit dicari gantinya. Tetapi sebagai tanda penyesalanku.Bagaimana bila aku memberikan sebagian harta yang dimiliki kepadamu. Tidak hanya sekedar harta yang melimpah, aku juga sanggup mencarikan selusin gadis cantik untukmu."

Mendengar tawaran yang diajukan Gagak Anabrang sekujur tubuh Penghuni Perahu Setan bergetar hebat. Mata mendelik besar, sedangkan darahnya serasa menggelegak sampai ke ubun- ubun.

"Kau mengajak menukar nyawa muridku dengan gadis cantik dan emas. Bagaimana bila aku lebih berbaik hati dengan memberikan hidangan emas mendidih? Ha... ha...?"

Teriak Penghuni Perahu Setan dengan suara lantang diselingi gelak tawa.

Selagi gelak tawa Penghuni Perahu mengguncang seluruh penjuru perbukitan, perahu yang yang ditumpanginya tiba-tiba bergerak cepat, meluncur deras kearah kedua orang dibawahnya.

Kemudian secepat kilat menyambar.

Perahu Setan lakukan gerakan menjungkir ke bawah.

Dari dalam perahu sekonyong-konyong terdengar suara gemuruh disertai suara gelegak seperti cairan mendidih. Gagak Anabrang dan Lor Gading yang belum tahu apa yang akan dilakukan Penghuni Perahu cepat menatap ke atas.

Wajah kedua orang ini berubah pucat tegang.

Mata Lor Gading yang terlindung kain hitam terbelalak lebar.

Ketika melihat ada cairan berwarna kuning keemasan mengepul asap panas dan kobaran api turun dari atas. Gagak Anabrang menyadari agaknya cairan itulah yang dimaksudkan lawan sebagai hidangan emas mendidih.

"Menyingkir! Selamatkan dirimu!"

Teriak laki-laki itu ditujukan pada pengikut setianya.

Dia sendiri dengan gerakan cepat luar biasa segera berkelebat menjauh hindari guyuran cairan emas yang menderu laksana curah bendungan yang jebol.

Lor Gading yang mempunyai kecepatan luar biasa dalam setiap gerakan tidak mau mengambil resiko.

Sambil melompat tinggi hindari guyuran dia hantamkan kedua tangannya ke arah curahan cairan lengket luar biasa panas dan mematikan itu. Dari telapak tangan Lor Gading menderu segulung angin dasyat laksana topan mengamuk. Angin itu seperti benteng raksasa yang terus bergerak melabrak ke depan menyongsong datangnya curahan cairan mendidih.

Wuus!

Tak dapat dihindari lagi dua pukulan sakti yang dikenal dengan nama Selaksa Topan Melanda Bumi dilepaskan Lor Gading melabrak cairan yang dimuntahkan perahu.

Satu dentuman keras menggelegar di udara.

Cairan panas membara muncrat tercerai berai bertaburan diudara.

Perahu sempat terguncang, terdengar suara caci maki sang pemilik.

Namun perahu yang mengapung diketinggian itu tidak mengalami kerusakan sedikitpun, Dalam sekejab posisi perahu kembali seperti semula.

Perahu meluncur ke depan mengejar Lor Gading.

Sementara orang yang dikejar sang perahu dalam keadaan kalang kabut hindari muncratan cairan yang bertaburan di segenap penjuru.

Cairan emas mendidih yang berjatuhan begitu menyentuh tanah langsung menyala membakar apa saja yang terdapat disekitarnya.

"Keluar dari tempat itu. Pindah ke tempat yang lebih aman!"

Seru Gagak Anabrang ketika menyaksikan betapa Lor Gading terpaksa melompat hindari Jilatan api yang bermunculan disekitarnya.

Lor Gading lakukan apa yang diperintahkan junjungannya.

Namun pada waktu yang sama dari atas perahu Setan tiba-tiba terdengar suara teriakan keras disertai melesatnya sang penghuni perahu

"Apakah kau hanya mampu berteriak? Jahanam kecil terimalah ajalmu"

Gagak Anabrang terkesiap. Menatap ke arah datangnya suara dia melihat perahu Setan kini bergerak sendiri menyerang Lor Gading.

Sementara dari arah depan dia melihat lawan telah melesat deras ke arahnya.
Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dua tangan terjulur, sepuluh jari tangan berkuku panjang berwarna merah terang siap menghantam ke lima bagian tubuh yang mematikan.

Melihat betapa bagian jari hingga pangkal lengan lawan yang terlindung lengan jubah berubah merah mengerikan.

Gagak Anabrang menyadari Penghuni Perahu telah mengerahkan tenaga dalam sekaligus ilmu sakti pada kedua tangannya itu.

Sambil mendengus dia berkata.

"Kau hendak merampas nyawaku dengan ilmu keji Seribu Bala Merampas Nyawa? Siapa takut!"

Berkata demikian Gagak Anabrang segera geser kaki kiri ke samping. Dua tangan cepat ditariknya ke belakang. Kemudian ketika melihat sepasang tangan menyambar lima titik mematikan dibagian wajah dan leher, dia pun segera menghantamkan kedua tangan sambuti serangan lawan. Dua larik cahaya hitam menggidikkan menderu berputar meliuk mencuat ke depan tak ubahnya soperti mata bor yang siap menembus lempengan baja.

"Hmm, Masih juga kau mempergunakan ilmu rongsokan Keris Cahaya Menembus Langit Tujuh?"

Seru lawan mengejek. Tidak menyangka orang mengenali jenis ilmu sakti yang dipergunakannya untuk menyerang, Gagak Anabrang segera lipat gandakan tenaga dalam didalam serangannya.

Cahaya hitam redup yang berputar lurus siap menjebol tangan menembus dada lawan membersitkan cahaya terang.

Suara deru disertai kilatan cahaya menyambar ganas ke arah Penghuni Perahu Setan.

Hawa panas dan dingin menerpa silih berganti.

Tapi penghuni perahu setan berlaku cerdik.

Sesaat sebelum dua cahaya hitam yang bergerak berputar menembus kedua tangan dan mencelakai bagian tubuhnya yang lain, dia sentakan dua tangannya ke samping sekaligus hentakan kepala ke belakang.

Ketika kepala ditarik kebelakang bagian tubuh sebelah bawah tentu saja mengikutinya.

Dua serangan menyambar dan lewat di atas dada sang penghuni Perahu.

Gagak Anabrang terkejut bukan main tak menyangka lawan dapat meloloskan diri dari serangannya.

Dua cahaya hitam terus melesat ke atas lalu meledak setelah mencapai ketinggian.

Melihat serangannya gagal. Gagak Anabrang segera siap menyerang lawan dengan ilmu andalan yang lain.

Tapi baru saja dia kepalkan tinju tangan kanan dan dorongkan tangan kiri.

Dengan tidak terduga dua kaki lawan yang mengapung di udara melesat menyambar menghantam dada dan bahu kirinya.

Mendapat serangan secepat itu sehebat apapun gerakan Gagak Anabrang untuk menghindar tetap saja kalah cepat dengan datangnya serangan.

Buuk!

Dess!

Dua tendangan dengan telak menghantam tubuhnya, membuat Gagak Anabrang yang bertubuh kecil jatuh terpelanting, lalu terguling-guling sambil keluarkan suara menggerung kesakitan.

Melihat lawan terjatuh, Penghuni Perahu Setan meluncur ke bawah.

Begitu kedua kaki menjejak tanah dia menatap ke arah perahu.

Pada benda merah angker yang selalu melayang diudara itu dia berseru sekaligus memberi perintah.

"Perahu keramat perahu pembawa tuah pengukir bala. Habisi mahluk tolol berkepala kecil itu!"

Perintah bersambut. Sang perahu yang tadinya menyerang Lor Gading dengan kecepatan biasa mendadak berubah menjadi beringas, bergerak tidak teratur menyerang lawan dengan membenturkan diri ke tubuh yang menjadi sasaran. Tanpa menghiraukan perahu angker miliknya. Penghuni Perahu Setan cepat palingkan kepala menatap ke arah Gagak Anabrang

"Luar biasa! Orang lain yang terkena tendangan Geledek Hitam pasti sudah mampus atau setidaknya tubuh menjadi hangus dan bakal menderita cacat cidera seumur-umur. Ternyata kau sanggup menahan seranganku. Hebat... benar-benar hebat!" puji Penghuni Perahu Setan.

Mulut memuji namun hati memaki. Gagak Anabrang menyeringai. Diam-diam dia harus mengakui, walau sebelumnya dia telah melindungi diri dari gempuran dengan pengerahan tenaga dalam keseluruh tubuh. Tetapi tendangan lawan benar-benar membuat tubuh dibagian dalam serasa rontok bertanggalan.

Bahu dan dada yang kena ditendang bahkan sempat mengalami patah serta cidera parah.
Namun berkat ilmu kesaktian yang dia miliki. Hanya dalam waktu tak sampai sekedipan mata patahan tulang dibahu juga dibagian rusuknya sembuh. Kini sambil menyeringai dan sikap menantang. Gagak Anabrang berkata,

"Mahluk kurang ajar. Walau ilmu kesaktianmu selangit tembus. Tapi aku telah membuktikan ternyata kehebatan ilmumu itu kosong belaka."

"Kau akan menyesali segala ucapanmu itu. Aku bersumpah kau tidak bakal lolos dari kematian!"

Teriak Penghuni Setan marah bercampur geram.

Tidak menunggu lama laki-laki berpakaian serba merah ini segera angkat kaki kanannya.

Bersamaan dengan gerakan kaki, dua tangan menderu ke atas.

Kedua siku ditekuk.

Sejurus kemudian dengan tangan terpentang tak ubahnya seperti rajawali yang siap mengepakkan sayapnya, tangan dan sekujur tubuh lalu bergetar.

Asap tebal berwarna merah seperti darah menebar dari sekujur tubuh disertai aroma harum stanggi.

Lalu....

Kik-kik-kik...

Wuus!

Diawali dengan suara lengkingan aneh tubuh Penghuni Perahu Setan tiba-tiba memudar lalu raib menyatu dengan kepulan asap merah.

Mula-mula tebaran asap yang menyatu dengan tubuh penghuni Perahu Setan berputar,lalu meliuk bergulung gulung menerjang ke arah Gagak Anabrang

"Mahluk licik!"

Si pendek kerdil mendamprat begitu asap menderu siap menggulung tubuhnya.

Namun dengan cepat dia segera lambungkan diri ke udara.

Saat tubuhnya melambung dia juga kibaskan dua tangannya ke bawah mencoba memusnahkan serangan asap dengan Ilmu Sakti Kipas Neraka Mendera Bumi.

Seketika itu juga dari sepuluh jemari tangan Gagak Anabrang menderu cahaya hitam kemerahan berbentuk dua kipas raksasa menebar hawa panas luar biasa.

Kedua kipas itu melabrak asap merah yang bergulung berbentuk jaring raksasa.

Bum!

Bum!

Tam!

Tam!

Terdengar suara dentuman menggelegar bertubi-tubi.

Hamparan asap merah serta merta musnah menjadi tebaran asap yang tercerai berai.

Tempat di sekitar terjadinya ledakan mengalami guncangan hebat luar biasa.

Namun aneh.

Tidak terdengar suara raung atau jerit kesakitan lawannya.

Gagak Anabrang melayang ke bawah,jejakan kaki tak jauh dari tempat terjadinya ledakan.

Dia melihat dua buah lubang menganga dalam berwarna hitam menebar bau busuk. Tapi dia jadi heran sendiri ketika menyadari lawan yang diserang dan ternyata hilang.

"Dia bukan hantu atau setan. Mana mungkin bisa menghilang?!" desis laki-laki itu.

Tanpa menunggu lebih lama dia segera memutar kepala edarkan pandangan. Belum lagi sempat menemukan orang yang dicari. Tiba-tiba saja dia mendengar suara desir halus datang menyambar dari arah sebelah kirinya.

Secepat kilat dia menoleh. Wajah Gagak Anabrang sontak berubah pucat. Kejut dihatinya bukan kepalang melihat penghuni Perahu Setan ternyata telah berada semakin dekat dengan dirinya.

Sementara dua tangan yang telah berubah sebesar batang kelapa menderu mencari sasaran dibagian perut dan kepalanya. Gagak Anabrang sadar. Jika kepalan tangan berbentuk tinju itu sampai menghantam salah satu bagian tubuhnya. Dapat dipastikan bagian yang menjadi sasaran bakal remuk mengerikan.

Tidak ada lagi waktu untuk berpikir lebih lama. Gagak Anabrang selamatkan diri dengan menghindar kesamping, kepala dimiringkan, Secepat kilat kaki digeser membentuk kuda-kuda.

Sambil mengalirkan kekuatan sakti yang dibarengi pengerahan tenaga dalam ke bagian tangan dan kaki, laki-laki itu kerahkan ilmu ajian ganas yang dikenal dengan nama Petaka Melanda Bumi.

Dua tangan tergetar. Cahaya hitam kelabu memancar dari kedua tangannya, menebarkan hawa aneh yang membuat darah tersirap dan jantung berhenti berdetak, Penghuni Perahu Setan sempat merasakan pengaruh serangan setan itu.

Namun dia tidak gentar. Dua tangan terus berkelebat mengincar sasaran di dada.

Wuuk!

Tinju sebesar batang kelapa melabrak, namun dengan gerakan gesit lawan berhasil berkelit menghindar. Penghuni Perahu Setan menggeram, tangan kiri menukik tajam kebawah siap menggetok batok kepala lawan. Melihat serangan itu Gagak Anabrang sadar kali ini ia tak mungkin sempat mengelakan serangan itu.

Tidak ada pilihan lain. Dua tangan digerakan keatas, kemudian dengan posisi bersilangan tangan itu dipergunakan untuk menangkis.

Cahaya redup disertai tebaran hawa aneh menyesakkan dada menebar dari kedua tangan Gagak Anabrang. Penghuni Perahu Setan tampaknya hanya sesaat saja sempat terpengaruh pancaran hawa aneh itu.Namun sekejap kemudian dia telah dapat menguasai diri dan terus menyerang.

Satu benturan luar biasa keras tak dapat dihindari lagi. Gagak Anabrang meraung kesakitan. Tubuhnya yang pendek amblas kedalam tanah hingga sebatas leher. Kedua lengan yang bersilangan dan beradu keras dengan tinju lawan menggembung bengkak. Laki-laki itu terkulai nafasnya megap-megap namun dia masih berusaha membebaskan diri dari himpitan tanah yang menjepit tubuhnya.

Tak jauh didepan,Penghuni Perahu Setan sempat terhuyung, tangan tergetar wajah dibalik topeng pelindung nampak pucat. Namun mulut menyeringai. Dengan sikap mengancam, Penghuni Perahu Setan mendekati. Sekejap kemudian dia telah berdiri di depan Gagak Anabrang. Dengan tatapan dingin dia berkata.

"Harusnya kau sudah mampus ditanganku. Namun diluar dugaanku Iimu kesaktianmu ternyata hebat juga. Kau sanggup menahan pukulan Tinju Iblis Melanda Matahari. Seumur hidup baru kau seorang yang dapat bertahan. Tapi sekarang tidak ada lagi harapan bagimu. Ajal bagimu cuma sekedipan mata." dengusnya dingin.

Gagak Anabrang tidak menjawab. Dua tangannya yang bengkak membiru masih bebas bergerak. Dan dengan sekuat tenaga sambil bertumpu kepada kedua tangannya dia mencoba keluar dari pendaman.

Pada saat itu Penghuni Perahu Setan telah mengangkat kedua tangannya. Tangan yang telah kembali keukuran normal nampak memancarkan cahaya merah redup berkilau. Melihat datangnya serangan dalam hati Gagak Anabrang membatin.

"Celaka! Dia hendak menghabisi aku dengan pukulan Neraka Memanggil."

Desisnya dalam hati.

Gagak Anabrang agaknya menyadari betapa dahsyatnya ilmu serangan lawan.

Dia sadar dalam keadaan bebas bergerak sekalipun dia tidak sanggup menahan serangan ilmu yang satu ini.

Apalagi kini dirinya dalam keadaan terjepit di tanah.

Ingat dengan ajal yang ada di depan mata.

Diam-diam Gagak Anabrang lindungi diri dengan ajian sakti Tirai Gaib Sukma Hitam.

Terdengar suara desis.

Satu selubung tak terlihat kasat mata muncul melindungi diri Gagak Anabrang.Dalam keadaan seperti itu diam-diam dia memanggil Patijara.

Seperti di- ketahui, Patijara adalah mahluk setengah manusia yang dapat berubah menjadi burung hitam besar.

Mahluk Sakti itu bertugas memata-matai beberapa tokoh sakti yang dianggap bakal menjadi saingan bagi Gagak Anabrang untuk mendapatkan Dadu Sirah Ayu.
Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Kelebihan lain yang dimiliki Patijara dia juga dapat memberi bantuan disaat Gagak Anabrang berada dalam ancaman besar sebagaimana yang dialaminya saat itu.

"Patijara dimanapun dirimu berada kuharap segera datang kemari. Aku butuh bantuanmu!" batin Gagak Anabrang dalam hati.

Sunyi.

Tidak ada jawaban.

Di udara juga tidak terdengar suara pekikan burung jejadian yang dikenalnya. Tak jauh didepannya Penghuni Perahu Setan tiba-tiba berseru

"Inilah kematian yang kujanjikan!"

Seruan itu dibarengi dengan kibasan dua tangan yang menggeletar hebat.

Lalu..

Wreet!

Wuuus!

wuuus!

Desss!

Cahaya merah redup menggidikan berkiblat menderu disertai suara gemuruh luar biasa.

Melihat serangan luar biasa ganas itu, walau telah lindungi diri dengan ajian pelindung diri Tabir Gaib Sukma Hitam.

Namun Gagak Anabrang masih juga dorongkan tangan keatas mencoba menahan serangan lawan dengan pukulan sakti Palu Bumi Membela Langit

Buuum!

Satu ledakan keras berdentum mengguncang tempat itu.

Pelindung perisai gaib robek hancur menjadi kepingan asap.

Tanah disekeliling Gagak Anabrang terbongkar.

Laki-laki itu merasakan kepala hingga sebatas pinggang seakan remuk hancur menjadi kepingan.

Wajah panas seperti diberangus kobaran api.

Sementara tiga tombak dari tempatnya berada, Penghuni Perahu Setan berdiri sempoyongan.

Pakaian disebelah depan robek terkena serangan Palu Bumi Membelah langit yang dilancarkan lawan.

Walau sempat merasakan betapa hebatnya pukulan Palu Bumi Membelah Langit. Namun Penghui Perahu Setan tidak menderita cedera sedikitpun.

Sambil menggerung marah karena pakaian kesayangannya dibuat rusak oleh lawan, dia segera hendak melompat ke depan untuk menghabisi Gagak Anabrang dengan satu serangan jahat yang benar-benar dapat menamatikan riwayatnya.

Sayang belum sempat niatnya terlaksana tiba- tiba saja terdengar suara menggelegar.

Dalam keadaan lemah, Gagak Anabrang menoleh menatap kearah terjadinya ledakan.

Dia menyeringai ketika mengetahui ledakan itu ternyata berasal dari serangan pengikutnya yang menghantam bagian sisi depan perahu setan.

Melihat perahunya dibuat retak dan dua tiang penyangga layar patah hancur bergugusan,murka sang penghuni Perahu Setan bukan kepalang

"Keledai dungu sialan! Beraninya kau rusak perahuku! Sekarang terimalah ajalmu!"

Raung penghuni Perahu Setan.

Seketika itu juga dia melompat kearah Lor Gading Renggana. Serangan maut yang tadinya untuk menghabisi Gagak Anabrang kini dia hantamkan kearah Lor Gading.

"Pukulan keji. Menyingkir!"

Seru Gagak Anabrang dengan suara tersendat wajah pucat tegang.

Diluar dugaan.

Seruan peringatan dengan segala khawatirannya itu tidak dihiraukan oleh Lor Gading. Dia sebelumnya kewalahan menghadapi serangan perahu setan yang dapat menyerang dengan sendirinya malah balikan badan.

Ketika melihat cahaya biru gelap disertai berkelebatnya bayangan-bayangan aneh berbentuk sosok tangan bayangan.

Lor Gading yang selalu yakin dengan ilmu yang dimilikinya malah tekuk kaki depan.

Dua tangan dia tarik kebelakang, lalu dengan kecepatan laksana kilat menyambar dia dorong tangan itu kedepan menghantam dengan ilmu pukulan paling sakti bernama Senandung Maut Bisu.

Tidak ada gemuruh tidak ada deru angin.

Hanya satu bayangan membentuk tembok sepanjang dan setinggi tiga tombak melesat ke lawan.

Terk!

Teet!

Teet!

Terdengar seperti suara-suara hancur ketika cahaya seperti tembok membentur cahaya biru redup.

Penghuni perahu setan keluarkan suara lolong sekaligus lipat gandakan tenaga sakti ketika merasakan ada satu dorongan keras melabrak kearahnya.

Cahaya redup berpijar.

Penghuni Perahu Setan goyangkan kepala.

Begitu kepala bergoyang sosok-sosok bayangan berbentuk tangan melesat berpencar mencari jalan sendiri-sendiri melewati cahaya hitam berbentuk tembok dan terus melesat menghantam Lor Gading Renggana.

Dalam keadaan pikiran terpusat pada serangan kearah penghuni Perahu Setan.

Lor Gading tentu saja tidak mungkin sanggup menghindari serangan puluhan tangan bayangan itu.

Dengan telak sedikitnya lima bayangan hitam menghantam tubuhnya.

Buk!

Buk!

Pyar!

"Huaarkh....."

Lor Gading Renggana menjerit setinggi langit ketika lima bayang-bayang membentur tubuhnya.

Sedikitpun dia tidak menduga kelima bayangan tangan ternyata hancur menjadi air saat membentur beberapa bagian tubuhnya.

Dan air adalah merupakan pantangan dari segenap ilmu yang dimiliki Lor Gading.

Air itu pula yang membuat kesaktiannya lepas musnah.

Tanpa ampun Lor Gading terhuyung.

Darah menyembur dari lima luka di tubuhnya.

Belum sempat laki-laki ini mengembalikan keseimbangan.

Cahaya biru menyapu tembok hitam cahaya ilmu sakti miliknya.

Tembok cahaya musnah.

Sisa serangan lawan terus melabrak menghantam tubuhnya.

Des!

Byar!

Lor Gading Renggana sekali lagi menjerit.Namun jeritannya lenyap bersamaan dengan ambruknya tubuh yang besar itu. Dia berkelojotan sekejap dengan seluruh tubuh dipenuhi luka.Sampai akhirnya terdiam selamanya.

Kematian Lor Gading Renggana ternyata membuat lawan masih belum puas.

Teringat pada perahu yang mengapung dalam keadaan miring ditinggian membuat kemarahan penghuni Perahu Setan makin menjadi.

Mulut dibalik kedok menyeringai ketika dia ingat masih ada satu orang lagi yang harus dihabisi.

Cepat dia balikan badan. Namun dengan mata mendelik wajah dibalik topeng tercengang ketika melihat betapa Gagak Anabrang yang dalam keadaan cedera berat didalam lubang telah lenyap.

Selagi penghuni Perahu Setan mencari dan menatap beberapa penjuru.

Diketinggian dia mendengar suara pekikan keras.

Tidak menunggu dia mendongakkan kepala.

Kejut dihati penghuni Perahu Setan bukan kepalang begitu menyaksikan diatas langit melesat dengan kecepatan luar biasa seekor burung hitam besar.

Dikedua kaki burung yang tidak dikenalnya menggantung sosok yang dicarinya.

"Gagak Anabrang!"

Serunya dengan suara menggeledek.

"Mahluk sialan itu. Tak pernah kusangka ternyata kau banyak pengikut banyak kaki tangan."

Dalam keadaan terluka. Gagak Anabrang yang terus dibawa menjauh oleh manusia jejadian berupa burung besar menjawab.

"Kau bukan Dewa pencabut nyawa. Aku masih hidup dan pasti kematianku bukan ditanganmu Hek hek hek !"

Penghuni Perahu Setan menggeram saking marahnya kaki dihentakkan sehingga membuat tanah tergetar seperti dilanda gempa.

"Bangsat kerdil.Hari ini kau lolos,namun ingat kau masih berhutang satu nyawa lagi padaku!" teriaknya lagi.

"Mahkluk kentut bau.Tak usah mengancam tak usah menagih hutang apapun padaku.Kedua muridmu itu hanya manusia tolol yang tidak berguna. Buat apa kau meratapi kematian mereka? Bukankah kau lebih baik membunuh diri. Hua... hua... hua..."

Ucapan bernada ejekan itu membuat penghuni Perahu Setan tambah gusar. Namun dia tidak mungkin mengejar. Pertama Gagak Anabrang dan burung yang membawanya telah jauh. Sedangkan yang kedua kalaupun dia dapat mengejar dengan Perahu Setan, Kecepatan yang tinggi selama dalam pengejaran bisa memperparah kerusakan perahunya.

Tidak ada pilihan lain.

Dengan ilmu kesaktiannya Penghuni Perahu Setan harus memperbaiki kerusakan perahu secepatnya. Sambil menahan segala kejengkelan dihati,Penghuni Perahu Setan akhirnya balikan badan menghadap kearah perahu.

Perahu itu masih mengapung, namun karena ada beberapa bagian yang rusak membuat perahu miring oleng. Pada benda merah angker itu Penghuni Perahu Setan berkata.

Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Perahu keramat perahu kesayanganku. Turunlah kebawah. Orang yang membuatmu rusak telah kubuat mampus. Sekarang aku akan memperbaiki kerusakanmu!"

Seakan mengerti bahasa manusia.

Seolah mempunyai nyawa dan telinga.

Perahu bergerak sesuai permintaan penghuninya.

Tak lama Perahu Setan pun berada dihadapan pemiliknya.


******


Kembali pada sebuah padang yang sempat porak poranda akibat datangnya serangan badai hitam.

Sebagaimana telah diceritakan pada episode Ratu Edan. Ketika sang Ratu berhasil keluar melewati terowongan tembus jalan rahasia dari pulau Damai.

Kakek muka jerangkong yang dikenal dengan Raden Pengging Ambengan minta diberi kesempatan untuk melihat keadaan diluar mulut terowongan.

Kakek sakti yang mempunyai penglihatan mata batin tajam itu lalu memeriksa keadaan diluar mulut terowongan rahasia.

Raden Pengging menyimpulkan keadaan aman-aman saja.

Entah apa yang dialami oleh sikakek. Yang jelas dia tidak menyadari bahwa penglihatan batinnya ternyata tidak sanggup memantau atau menembus segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

Kejadian ini diperkuat oleh sebuah kenyataan.

Keadaan dipadang hijau itu sebenarnya tidak betul betul dalam keadaan sebagaimana yang diduganya.

Karena beberapa saat sebelum sang Raden munculkan diri, di tempat itu telah hadir beberapa orang yang di antaranya Raja Pedang,Dedemit Rawa Rontek, juga pendekar namun Sang Maha Sakti Raja Gendeng.

Disalah satu sudut tersembunyi .Raja sebenarnya merasa senang melihat kemunculan kakek yang sebelumnya dia ketahui sempat bersembunyi bersama dua orang lainnya dipohon Batu Hitam.

Tetapi sang pendekar, yang mengetahui kehadiran dua orang yang tak dikenalnya yaitu Raja Pedang dan Dedemit Rawa Rontek, menjadi gelisah. Apalagi Raja telah merasakan adanya sesuatu yang tidak wajar sedang melanda kawasan disekitar padang rumput.

Ketidak wajaran yang sempat dilihat oleh Raja Gendeng itu tak lain berupa munculnya tebaran asap aneh dari sebuah pohon beringin besar yang terdapat disebelah kiri padang rumput.

Walau Raja tidak dapat memastikan apakah rombongan kecil Raden Pengging saat itu ada bersamanya.

Namun dia khawatir sesuatu yang mengerikan bakal terjadi.

Mengingat jauh sebelumnya Raja memang berniat ingin membantu sekaligus memberikan pertolongan bagi Raden Pengging juga pada gadis malang bernama Dadu Sirah Ayu serta kakek gendut bernama Kelut Birawa. Pemuda ini sebenarnya hendak memberi tahu tentang keanehan serta kehadiran orang lain ditempat itu pada sikakek.

Sayang belum lagi apa yang menjadi niatnya dapat terlaksana,Raden Pengging Ambengan menghilang.

Tak lama kemudian orang tua itu telah muncul kembali bersama tiga orang lainnya. Pada saat itulah sesuatu yang menjadi kekhawatiran Raja terjadi.

Dedemit Rawa Rontek kaki tangan Penghuni Perahu Setan tiba-tiba keluar dari persembunyiannya begitu melihat Dadu Sirah Ayu berada diantara dirombongan kecil itu.

Mahkluk hijau tinggi besar yang sebelumnya sempat dilihat Raja sempat berusaha menghancurkan pohon batu, kini berusaha keras menangkap Dadu Sirah Ayu.

Kejutan besar yang dialami si kakek dan para sahabatnya ternyata tidak sampai disitu saja.Selagi mahluk berkulit hijau Dedemit Rawa Rontek menyerang.

Dari balik pohon besar,muncul penunggang kuda merah berpakaian hitam bertopeng.

Begitu munculkan diri bersama kudanya yang dapat mencetuskan api.Sang penunggang kuda yang tak lain adalah Raja Pedang menyerbu kearah Dadu Sirah Ayu dan rombongan.

Pendekar Naga Putih 36 Misteri Desa Pendekar Mabuk 96 Tawanan Bermata Nakal Pendekar Mabuk 045 Pertarungan Tanpa

Cari Blog Ini