Ceritasilat Novel Online

Kitab Pedang Darah 2

Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah Bagian 2


Melihat ini tentu saja Sang Maha Sakti pewaris tahta istana pulau Es tidak tinggal diam.

Sambil melesat keluar dari tempat persembunyian dia menyerang Raja Pedang dengan dua pukulan sakti sekaligus.

Raja Pedang pun terlempar dari kuda.

Namun pada saat itu muncul pula kekacauan yang lain.

Tiba-tiba saja dari arah pohon beringin muncul tebaran asap dan kabut yang kemudian disusul dengan deru pusaran angin hitam laksana badai.

Kegelapan muncul menyelimuti seluruh penjuru tempat.

Semua orang yang ada di padang rumput tak dapat lagi melihat dimana kawan dimana lawan.

Di tengah kekacauan setiap serangan yang dilakukan oleh orang yang berada ditempat itu sangat mustahil mengenal sasaran yang dapat menolong atau melindungi Dadu Sirah ayu.

Si mahluk yang datang bersama badai akhirnya berhasil melarikan Dadu Sirah Ayu dari tempat itu. Kini di tengah padang rumput yang porak poranda untuk yang kedua kalinya. Raja segera menghampiri si kakek jerangkong Raden Pengging Ambengan.

Ketika Raja duduk bersimpuh di samping orang tua itu, dia melihat si kakek belum juga siuman.

Sementara disudut yang lain si gendut Kelut Birawa dan gadis cantik berdandan menor yang tak lain adalah Ratu Edan masih saja meratap tangisi Dadu Sirah Ayu

"Dua orang yang disana masih juga meratap seperti orang gila.Sedangkan yang satunya disini pingsannya lama sekali. Jangan-jangan kakek ini nyawanya amblas ke akhirat."

Ucap Raja bersungut-sungut. Sambil pasang wajah asam pemuda itu ulurkan tangan. Dengan jemari tangan disentuhnya urat nadi dileher si kakek. Dia geleng kepala sambil berucap.

"Darah masih berdesir, jantung masih berdenyut.Rupanya pencabut nyawa masih enggan menjemput nyawanya. Hmm.. sebaiknya aku segera menolong."

Tanpa berpikir lama,Raja segera melakukan totokan dibagian rusuk kiri dan rusuk kanan.

Tak lupa pemuda ini kemudian menotok bagian dada tepat kearah jantung si kakek.

Setelah totokan dilakukan tiba-tiba saja terdengar suara degupan jantung yang sangat keras.

Pemuda ini tersentak, beringsut mundur menjauh.

Mata memandang melotot kearah Raden Pangging sedangkan mulut berkata.

"Walah degup jantungnya bertalu-talu seperti suara gendang. Orang tua kurus kerempeng begini bagaimana suara jantungnya sekeras itu?!"

Sebelum segenap keheranan dihati Raja lenyap.

Dia melihat sepasang mata si kakek yang menjorok kedalam rongga berkedip-kedip. Sejurus kemudian dengan gerakan kaku selayaknya orang mati dia bangkit.

Wuus!

Bleg!

Sang Maha Sakti Raja Gendeng melongo.Dia bahkan hampir tidak dapat menahan geli saat melihat, dari kedua telinga hidung dan mulut orang tua itu mengepulkan asap hitam tebal.

"Aduh biyung. Sakit sekali dada dan kedua ketiakku ini.Rasanya seperti ditusuk tombak." keluh si kakek dengan pandangan bingung.

"Baru sakit seperti tertusuk tombak sudah mengeluh. Bagaimana kalau sakitnya seperti dinjak gajah.Mungkin kau sudah melolong seperti anjing.Ha ha ha!"

Sahut sang pendekar disertai gelak tawa. Kaget bercampur heran Raden Pengging palingkan kepala menatap kearah Raja. Melihat pemuda gondrong berpakaian kelabu duduk tak jauh di sebelahnya dia menjadi heran sekaligus curiga.

"Kau? Siapa dirimu ini?"

"Saya? Ah aku cuma seorang pengembara."

"Pengembara?" desis si kakek lalu pandangi pemuda itu dengan tatapan tajam menyelidik.

"Kau agaknya yang telah membantu aku?"

"Ya.Aku mengetuk dada dan ketiakmu yang bau itu kek." sahut Raja seenaknya sendiri.

Anehnya Raden Pengging tidak merasa tersinggung mendengar ucapan Raja. Sebaliknya dia berujar.

"Untuk segala kebaikanmu aku ucapkan terima kasih!"

"Ha ha ha. Orang tua aneh. Aku mengetuk tubuhmu dengan keras. Bahkan kuda sekalipun pasti menemui ajal kalau kuketuk seperti itu. Bukannya marah kau malah berterima kasih,"

Lagi-lagi sang pendekar mengumbar tawa tergelak. Mendengar suara gelak tawa Sang Maha Sakti Raja Gendeng, tangis Ratu Edan dan Kelut Birawa pun berhenti.

Kedua orang ini menoleh ke jurusan dimana Raja dan Raden Pengging berada. Kemudian kedua orang itu saling berpandangan. Sementara Raden Pengging tiba-tiba ajukan pertanyaan.

"Anak muda. Apapun yang telah kau lakukan. Sebelumnya aku sudah melihat kau bermaksud menolong kami. Siapa namamu?"

"Nama? Orang jelek yang ada didepanmu ini bernama Raja. Orang-orang dirimba persilatan mengenalku dengan sebutan Sang Maha Sakti Raja Gendeng."

"Nama dan julukan aneh. Seorang raja,sakti dan gendeng pula. Agaknya kau cocok bersahabat dengan gadis berpakaian biru itu ?" gumam si kakek sambil arahkan pandang pada Ratu Edan.

"Gadis yang riasan wajahnya babak belur menyedihkan itu ? Memangnya siapa dia?"

"Dia biasa disebut Ratu Edan, Penguasa alas Sindang Pantangan. Namaku sendiri Raden Pengging Ambengan. Sedangkan kakek bertubuh gendut yang disana itu bernama Kelut Birawa."

Menerangkan si kakek.

Raja manggut-manggut.

Dia lantas saja ingat dengan Si Jubah Sakti dan Jubah Api dua pengikut Sang Ratu yang pernah memberikan pertolongan sekaligus ingin membunuhnya.

Ketika Raja menanyakan tentang kedua orang itu.

Sang Pendekar itu justru mendapatkan jawaban yang mengejutkan.

"Benar Jubah Sakti dan Jubah Api adalah pengawal setia Ratu Edan sahabatku itu. Tapi keduanya telah tewas dalam menjalankan tugas " terang Raden Pengging.

Si kakekpun lalu menceritakan musnahnya singgasana Ratu Edan dan terbunuhnya dua pengawal setia yang kemungkinan dihabisi oleh Penghuni Perahu Setan.

Raja diam tertegun. Dia tak lupa betapa hebat dan ganasnya Penghuni Perahu Setan saat terlibat bentrok dengan Iblis Betina Muka Dua.Diapun bahkan selalu ingat mahluk misterius itu yang juga menghendaki nyawanya. Sebagai pengganti nyawa dua muridnya yang terbunuh ditangan Raja. Penghuni Perahu Setan telah mengirim Arwah Kaki Kuda dan Singa Tetua untuk menghabisi sang pendekar. Tapi sebagaimana telah diketahui kedua utusan yang keadaan sebenarnya dua mayat yang dibangkitkan dari kematian menemui ajal ditangan Raja.

Selagi Raja tercenung mengingat berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Tiba-tiba saja Raden Pengging keluarkan seruan kaget.

"Astaga ! Gadis lugu itu ? Kemana dia pergi?" desis si kakek

"Badai hitam yang menyerang kita telah membawanya pergi entah kemana."

Menerangkan Raja namun masih ragu.

Dia ragu apakah benar ada seseorang yang mempunyai ilmu kepandaian hebat datang bersama badai Hitam untuk menculik Dadu Sirah Ayu, gadis jelita dambaan para siluman

"Badai...mungkin kau benar.Penculik datang bersama Badai ciptaannya sendiri.Badai muncul, menyerang tempat ini bukan atas kehendak dewa.Jelas seseorang menggunakan Badai untuk mengambil Dadu Sirah Ayu dari kami." ucap Raden Pengging Ambengan dengan suara parau bergetar.

"Orang tua."

Sela Raja.

"Aku yakin kau memiliki pengetahuanmu dan pengalaman luas. Menurut sepengetahuanmu apakah ada orang di dunia persilatan ini yang memiliki ilmu yang bisa mendatangkan badai Hitam?"

Raden Pengging Ambengan terdiam,kening berkerut dan dia terlihat berusaha keras untuk mengingat-ingat. Belum sempat si kakek jerangkong menjawab, tiba-tiba terdengar suara seseorang.

"Langit menurunkan rahmat dan hujan. Bumi menumbuhkan segala sesuatu yang menjadi harapan. Badai asalnya dari laut, didaratan satu- satunya mahluk yang dapat menciptakan Badai, lalu datang dan pergi atau membuat kekacawan dengan badai badai itu kuyakin dialah orangnya...!"

Sang pendekar dan Raden Pengging Ambengan tercekat hampir bersamaan mereka palingkan kepala dan sama menatap kearah datangnya suara.

Raden Pengging anggukkan kepala.

Sementara Raja tercengang melongo begitu melihat gadis berpakaian biru yang tadinya bertangisan dengan si kakek gendut kini telah berdiri tegak tak jauh di depannya.

Dibelakang gadis cantik berdandan medok itu berdiri pula si gendut Kelut Birawa.

Karena sadar yang baru bicara itu adalah gadis berpenampilan aneh itu.

Tanpa menungggu lama sang pendekar pun membuka mulut ajukan pertanyaan.

"Kalau tidak salah dengar, tadi kau ada mengatakan tahu orangnya. Siapakah orang yang kau maksud itu perempuan aneh?!"

Ditanya begitu rupa. Ratu Edan bukannya menjawab, sebaliknya malah menatap Raja dengan sorot mata menyelidik. Diluar dugaan tiba-tiba saja dia berkata,

"Eeh...kau sendiri siapa? Enak saja kau bicara sembarangan kepadaku. Apa kau tidak mengenal tata krama dan peradatan. Harusnya kau menghormat pada ratumu, lalu memperkenalkan diri sambil berlutut dibawa kakiku tiga kali.Baru kemudian aku putuskan apakah orang jelek sepertimu layak bicara denganku!"

Sang pendekar menyeringai sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dalam hati dia merasa geli juga gemas melihat tingkah si gadis.

Belum lagi sang pendekar membuka mulut, tiba-tiba si gendut yang berada di belakangnya melangkah maju.

Setelah berdiri di samping Ratu Edan si kakek berkata,

"Lihatlah Ratu...dia malah cengar-cengir mengejekmu.Sikap yang ditunjukannya itu menjadi suatu pertanda bahwa sebenarnya dia tak memandang muka pada Ratu secantik dirimu. Sudah jangan banyak tanya, lebih baik kita gebuk saja dia beramai-ramai.Lagi pula aku curiga,tidak tertutup kemungkinan dia sebenarnya kaki tangan orang yang telah menculik Dadu Sirah Ayu."

Tuduhan tidak beralasan yang dilontarkan si gendut membuat telinga Raja jadi merah,wajah tegang namun dia segera mengumbar tawa tergelak

"Lihatlah betapa kurang ajarrnya dia. Kita hendak menggebuk dia malah tertawa."

Kata Kelut Birawa sambil delikan mata.

Ratu Edan menyeringai. Sambil menatap tajam pada Raja gadis itu angkat tangan kanannya tinggi-tinggi bersikap seolah hendak melepaskan satu pukulan berbahaya.

Namun setelah menyadari bahwa pemuda gondrong itu ternyata memiliki wajah tampan,dalam hati dia berkata.

"Dia masih sangat muda,wajahnya tampan pula. Kalau aku buru-buru membunuhnya atau membuatnya cidera aku yang rugi sendiri. Nanti aku tidak bisa kenalan. Padahal kalau aku bersikap baik padanya, siapa tahu dia menjadi kekasihku!"

"Ratu, tunggu apa lagi. Hantam saja pemuda aneh ini dengan satu pukulanmu yang paling sakti. Kujamin urusan jadi beres 1"

Tegas Kelut Birawa memanasi

"Hik hik!"

Ratu Edan cepat turunkan tangan batal menghantam. Sambil tertawa enak saja dia menjawab.

"Bagaimana pukulan keras ku ganti dengan pukulan lunak lembut?!"

Kata gadis itu sambil kedipkan mata pada si Gendut.

"Eeh,apa maksudmu? Memangnya kau memiliki pukulan yang lemah dan lembut?"

Tanya sikakek melongo. Tawa Ratu Edan makin bertambah keras. Setelah tawanya berhenti, gadis ini lanjutkan ucapannya.

"Kakek bodoh.Setiap perempuan pasti punya pukulan lembut.Kalau kupukul dia dengan dadaku. Aku yakin dia tak bakal mengalami nasib celaka.Hik hik!"

"Oh kalau dipukul memakai yang satu itu. Jangankan dia aku mau sekali" sambut si gendut sambil ulurkan lidah basahi bibir.
Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Tua bangka bau liang kubur. Memukulmu dengan dada bisa membuatku mendapat sial selama seratus hari...!"

"Orang-orang gila. Bukannya memikirkan nasib orang yang harus dilindungi, sebaliknya malah bicara yang tidak-tidak!"

Dengus Raja.

"Apa? Kau berani memaki tua bangka ini. Memangnya siapa kau? Rupanya kau sudah bosan hidup?"

Hardik Kelut Birawa dengan mata mendelik.

"Aku bosan melihat tampangmu gendut!"

Rungut sang pendekar. Kelut Birawa tambah gusar. Dia melangkah maju dengan sikap mengancam. Melihat sikap pongah yang ditunjukan Kelut Birawa, kakek pertapa dari Kaliwungu ini membentak.

"Kau hendak berbuat apa pada pemuda yang jelas-jelas unjukan itikat baik hendak membantu kita Kelut? Jangan bertindak tolol! Pemuda yang mengaku bernama Raja ini ada dipihak kita. Sama sekali dia bukan kaki tangan mata-mata musuh. Apa yang dikatakannya memang benar. Kita harus memikirkan nasib Dadu Sirah Ayu, gadis yang menjadi incaran para siluman dan selama ini berada dalam perlindunganmu!"

Orang yang dibentak melengak kaget seolah baru menyadari dia telah kehilangan orang yang menjadi tanggung jawabnya.

Kelut Birawa pandang kakek jarangkong yang duduk di depan Raja.Dia melihat tatapan mata Raden Pengging yang angker namun tertuju pada Raja.

"Maafkan saya,sahabatku."

Kata si gendut.Dia lalu menoleh ke belakang, memberi isyarat pada Ratu Edan untuk bergabung. Setelah ke empat orang duduk saling berhadap-hadapan, Raden Pengging kemudian memperkenalkan si gendut dan Ratu Edan pada Raja demikianpun sebaliknya.

"Anak muda.Maafkan tua bangka ini juga Ratu Edan karena banyak bergurau dan tak memandang muka padamu." kata Kelut Birawa bersungguh- sungguh.

"Tidak dipandang muka oleh orang sepertimu aku juga tidak merasa rugi. He he he."

Sahut sang pendekar disertai tawa.

"Sudah jangan bergurau," sergah Raden Pengging.

Orang tua ini lalu alihkan perhatian pada Ratu Edan. Pada gadis ini si kakek bertanya.

"Tadi kau belum menjawab pertanyaan sahabat muda yang satu ini."

"Maksudmu?"

Tanya Ratu Edan yang sudah sangat lama menjalin ikatan sahabat dengan Raden Pengging Ambengan.

"Apakah kau lupa, Ratu. Tadi kau mengatakan satu hanya ada satu mahluk didunia ini yang mempunyai ilmu dapat mendatangkan badai hitam."

"Yang aku katakan memang benar, orang tua"

Jawab Ratu Edan tanpa ragu.

"Dapatkah kau jelaskan pada kami siapa orang yang kau maksudkan itu?"

Tanya Kelut Birawa tidak sabar.

"Ya. Orang yang telah menyerang kita dan yang membawa kabur Dadu Sirah Ayu adalah mahluk alam arwah,raja dari seluruh arwah tersesat diseluruh penjuru liang lahat. Dunia persilatan mengenalnya dengan sebutan Yang Terlaknat Dari Alam Baka!"

Jawaban yang diberikan oleh Ratu Edan karuan saja membuat Kelut Birawa dan Raden Pengging Ambengan tersentak kaget.

Keduanya saling tercengang, saling pandang diliputi ketegangan. Melihat ini Ratu Edan jadi heran.

"Kakek berdua. Kalian ini kenapa? Mendengar jawabanku kalian seperti orang melihat iblis menakutkan?"

Tanya si gadis heran.

"Jika mengetahui sesuatu sebaiknya kakek berdua mau berterus terang."

Kata Raja tidak sabaran.

Kelut Birawa menghela napas.

Wajahnya masih membayangkan kekhawatiran mendalam. Menatap kearah Raden Pengging Ambengan dilihatnya orang tua itu justru melihat kearahnya, Seakan mengetahui apa yang ada dibenak masing-masing. Kelut Birawa membuka mulut.

"Kau saja yang mewakili aku bicara. Kalau aku yang menyampaikan,aku khawatir ucapanku malah melantur karuan."

"Lebih baik kakek berterus terang, jangan terlalu banyak membuang waktu. Aku takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada gadis malang itu." desak Raja.

Raden Pengging Ambengan anggukkan kepala tanda membenarkan. Kemudian sambil menatap orang-orang disekitarnya dia berkata,

"Mahluk Yang disebutkan oleh sahabat Ratu Edan bukan lain adalah mahluk paling jahat yang menguasal alam kesesatan liang lahat. Gagak Anabrang dulu pernah mengikat perjanjian dengan Yang Terlaknat Dari Alam Baka hingga membuatnya menjadi kaya raya. Sebagai imbalan Gagak Anabrang harus mengorbankan putri satu-satunya pada Yang Terlaknat. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi aku menaruh dugaan besar, kemungkinan Gagak Anabrang hendak mengingkari janjinya karena rasa cinta, kasih sayang pada anak tunggalnya. Gagak Anabrang mencari gadis pengganti untuk dipersembahkan pada Yang Terlaknat pada malam sabtu kliwon bulan sabit ke tujuh. Pilihan jatuh pada Dadu Sirah Ayu karena hari kelahirannya sama persis dengan hari kelahiran putri Gagak Anabrang yang bernama Arum Dalu."

Terang si kakek.

Tidak lupa orang tua ini juga menceritakan betapa malapetaka baru bakal menimpa dunia persilatan bila niat Yang Terlaknat berhasil menjadikan gadis itu sebagai tumbalnya.

"Orang tua." sergah sang pendekar begitu Raden Pengging menjelaskan segala sesuatunya.

Si kakek menoleh, dua orang lainnya juga menatap Raja.

"Yang kudengar.Orang yang menginginkan Dadu Sirah Ayu tidak hanya Gagak Anabrang maupun Yang Terlaknat saja. Aku melihat Penghuni Perahu Setan juga sangat menginginkan Dadu Sirah Ayu. Apakah mungkin penghuni Perahu Setan punya hubungan tertentu dengan mahluk terlaknat itu?"

Raden Pengging dengan tegas gelengkan kepala.

Sebelum sempat menjawab, Ratu Edan tiba-tiba menyela

"Gagak Anabrang menginginkan Dadu Sirah Ayu karena dia terikat perjanjian dengan Yang Terlaknat Dari Alam Baka.Sedangkan Yang Terlaknat menginginkan Arum Dalu dan Dadu Sirah Ayu sekaligus. Aku tahu pasti Penghuni Perahu Setan tidak punya kaitan apapun dengan dua orang yang kusebutkan.Walau dia juga berusaha mendapatkan Dadu Sirah Ayu.Keinginan untuk mendapatkan gadis perawan itu semata-mata untuk kepentingan diri sendiri."

"Kemungkinan dia tahu manfaat hebat yang bisa didapat bila bisa mendapatkan darah, daging maupun tulang belulang Sirah Ayu. Penghuni Perahu Setan tidak ingin punya saingan. Dia menganggap dirinya paling hebat. Dan satu-satunya masalah besar yang bakal dia hadapi adalah bila Yang Terlaknat berhasil menjadikan Dadu Sirah Ayu sebagai tumbalnya. Dan rupanya pula dia tahu Yang Terlaknat dari Alam Baka bisa menjadi tidak terkalahkan!"

Terang Kelut Birawa.

"Malam sabtu kliwon bulan sabit ke tujuh masih satu hari ke depan. Waktu yang kita miliki sangat sempit. Gadis itu harus kita selamatkan. Satu- satunya cara adalah kita harus mengejar Yang Terlaknat yang pergi bersama badai Hitam"

Kata sang pendekar.

"Yang dikatakannya benar. Namun kita tidak tahu kemana mahluk terkutuk itu membawa Dadu Sirah Ayu pergi."

Sahut Ratu Edan.

"Mungkin dia membawanya ke liang lahat!"

Kelut Birawa menduga.

"Tidak. Aku tahu sebuah tempat rahasia yang menjadi satu-satunya jalan bagi Yang Terlaknat untuk melakukan upacara tumbal. Tempat itu terletak antara langit dan bumi."

"Antara langit dan bumi? Maksudmu tempatnya menggantung di awan sahabat Pengging?"

Tanya Ratu Edan ingin kepastian.

"Aku tidak mengatakan demikian. Tapi keberadaannya memang seperti itu tidak diatas tidak juga terlalu dibawah. Jadi ditengah-tengah."

Sang Ratu kemudian memperhatikan diri sendiri. Setelah itu dari mulutnya yang kemerahan meluncur ucapan.

"Kalau yang ditengah-tengah pastilah ada. Apakah kau hendak menyebut sebuah bukit?" tanya gadis itu menahan geli.

Kelut Birawa tertawa bergelak mendengar ucapan polos Ratu Edan. Sementara Raja hanya senyum-senyum lalu cepat palingkan kepala ke jurusan lain. Sementara Raden Pengging Ambengan wajahnya bersemu merah, namun mata mendelik penuh teguran.

"Kalian dengar! Tidak ada yang lucu, tak ada pula yang pantas untuk ditertawakan."

Mendengar ucapan si kakek yang penuh wibawa semua orang jadi terdiam. Tidak berlama-lama Raden Pengging Ambengan segera lanjutkan ucapan.

"Aku memang hendak menyebutkan adanya sebuah bukit. Tapi bukit yang dimaksud sama sekali tidak kembar dan tak ada hubungannya dengan benjolan bisul didadamu, Ratu. Bukit yang menjadi tempat suci itu tak lain adalah bukit Segala Puji Segala Serapah!"

Mendengar nama aneh yang disebutkan si kakek semua orang terdiam melongo tapi hati diliputi tanda tanya.

"Aku baru mendengar ada bukit dengan nama seaneh itu. Dipuji juga disumpah serapah." desis sang pendekar lalu menatap pada Raden Pengging dalam-dalam.

"Dimanakah tempat itu berada?"

Tanya Raja lagi.

Raden Pengging diam sejenak kedua mata dipejam.

Dada yang terlindung pakaian lurik cokelat nampak kembang kempis.

Tak lama kemudian setelah mata terbuka, sambil mengusap janggutnya yang panjang memutih dia menjawab.

"Bukit Segala Puji Segala Serapah terletak di Timur Purworejo. Dari sini kita bisa berjalan lurus menuju ke arah matahari tenggelam.
Siang hari bukit yang dimaksudkan tak dapat dilihat kasat mata. Pada malam hari orang yang hendak memasuki Bukit Segala Puji Segala Serapah harus melewati celah batu aneh yang dikenal dengan nama Batu Kawin Silang Madu."

"Andai tak melewati batu yang kau sebutkan apakah tidak ada jalan lain untuk mencapai bukit tersebut."

"Tidak. Hanya Batu Kawin Silang Madu satu-satunya jalan untuk mencapai bukit tersebut. Tapi jalan di celah batu itu sulit ditembus terkecuali oleh sesorang yang menguasai inti sebuah kitab sakti Pedang Darah."

Menerangkan si kakek hingga membuat tiga orang lainnya menjadi tercengang. Ratu Edan gelengkan kepala, namun per-hatiannya kemudian tertuju pada Raja juga pedang yang tergantung dipunggungnya.

Tiba-tiba saja si gadis berseru.

"Hei.... lihat ! Bukankah sahabat aneh kita ini ada membekal pedang. Kulihat pedang dipunggungnnya juga bukan pedang sembarangan. Ada rebawa aneh juga yang menyelimuti senjata itu. Kita tinggal memastikan apakah dia pernah belajar jurus-jurus pedang yang berasal dari Kitab Pedang Darah!?"

Raden Pengging dan Kelut Birawa ikut menatap kearah raja. Si Gendut tiba tiba saja membuka mulut.

"Mengenai bekal membekal pedang, aku sendiri malah sudah membawa pedang sedari lahir. Tapi pedangku tumpul tak banyak berguna karena aku memang belum kawin. Jadi soal kitab pedang darah aku tak tahu apa isinya. Ha. ha... ha!"

"Kakek bermulut mesum. Kau tak perlu membicarakan senjata karat tak berguna milikmu,"

Dengus Ratu Edan.

"Masih bagus dijadikan sebagai pajangan. Atau kalau perlu berikan saja kepada anjing hutan Ha..ha..ha..!" sambung Raja sambil tertawa.

"Ternyata kau sama saja gilanya dengan tua bangka yang satu ini."

Kata Raden Pengging Ambengan sambil ikutan menahan geli

"Tentang kegilaan mungkin saja bisa sama, tapi soal senjata punyaku masih lebih bagus dan mulus."

Sahut Raja lagi lagi diringi gelak tawa berderai

"Hmm, pantas kau dijuluki Raja gendeng. Ternyata otakmu memang tidak beres."

Gumam Ratu Edan sambil unjukan wajah marah padahal diam-diam dia mulai merasa suka pada pemuda itu

"Kembali pada kitab pedang darah."

Ujar Raden Pengging.
Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Aku yakin kau tidak mengetahui ilmu sakti yang terdapat dalam kitab Pedang Darah."

"Apakah benar demikian Raja Gendeng?"

Tanya Kelut Birawa sambil tatap wajah sang pendekar dengan sorot mata mengejek.

"Semuanya memang betul. Aku memang tidak mengenal kitab Pedang Darah apalagi menguasai jurus-jurus yang terkandung di dalamnya. Jurus pedang yang kumiliki pasti berbeda dengan jurus jurus pedang yang terkandung dalam Kitab Pedang Darah."

"Kalau demikian kesulitan besar masih belum teratasi. Kita tak dapat mencapai Bukit Segala Puji Segala Serapah, bila kita tak mampu membuka pintu gaib pembuka jalan Batu Kawin Silang Madu." gumam Raden Pengging bingung.

"Lalu dimana dan bagaimana caranya menemukan kitab Pedang Darah?"

Tanya kelut Birawa.Orang tua ini diam-diam semakin cemas memikirkan nasib Dadu Sirah Ayu.

"Tak ada yang tahu. Kabarnya kitab Pedang Darah selalu muncul satu hari sebelum datangnya malam bulan sabit ketujuh. Orang yang berjodoh dengan kitab itu adalah orang yang sangat menguasai ilmu pedang."

Terang Raden Pengging Ambengan

"Kalau begitu mungkin saja Raja Pedang orangnya."

Sentak Ratu Edan kaget

"Bisa saja dia, atau mungkin Raja.Tapi Raja Pedang sangat mustahil mau bekerja sama dengan kita.Sebelum munculnya Badai Hitam bukankah kita semua sama melihat Raja Pedang berniat ingin mencelakai Dadu Sirah Ayu,"

Kata Ratu Edan.

"Ya."

"Kemudian aku berusaha menghadang menghalangi maksud keinginannya. Tapi cobaan datang bertubi-tubi, aku dapat membuatnya terjatuh dari kuda.Lalu dia pergi secara diam-diam dan terburu-buru.Aku yakin ada sesuatu yang sangat merisaukannya.Karena alasan itu sekarang aku ingin mengejarnya!"

Tegas sang pendekar.

"Apakah kau tidak punya keinginan pergi bersama kami menuju ke Bukit Segala Puji Segala Serapah?"

Tanya Ratu Edan sambil memendam kekecewaan dihati. Pemuda itu tersenyum lalu bangkit berdiri.

"Aku merasa senang bisa menyertaimu juga sahabat yang lain. Tapi tanpa jalan keluar yang pasti aku tak bisa menolong gadis malang itu. Raja Pedang harus kutemukan karena aku yakin dia mengetahu rahasia tentang kitab Pedang Darah."

Raden Pengging, Kelut Birawa dan Ratu Edan saling melempar pandang. Mewakili dua sahabatnya, Kelut Birawa akhirnya berkata.

"Baiklah karena niatmu untuk membantu kami adalah tulus semata, mudah mudahan kau bisa bertemu dengan Raja Pedang. Bila rahasia kitab Pedang Darah telah kau dapatkan aku mohon kau segera menyusul kami ke timur Purworejo."

"Jika demikian aku tidak akan mengecewakan harapan kalian semua."

Setelah berkata begitu, sang Pendekar rangkapkan dua tangan di depan dada sebagai tanda penghormatan.

Begitu kepala dibungkukkan.

Dess..!

Terdengar suara desis panjang disertai lenyapnya Sang Maha Sakti Raja Gendeng dari hadapan mereka.

Melihat semua ini, Kelut Birawa tercengang.

Ratu Edan melongo.

Sedangkan Raden Pengging diam-diam berkata.

"Pemuda sakti luar biasa. Dibalik keluguan dan tingkahnya yang aneh, ternyata dia mempunyai ilmu kesaktian yang luar biasa hebat."

Pujinya tanpa sadar.

"Kalau begini aku jadi malu."

Celetuk Ratu Edan sambil tutupi wajahnya dengan jemari tangan.

"Kau malu apa suka."

Gurau Kelut Birawa sambil tersenyum.

"Segala sesuatu menyangkut isi hati dan perasaanku buat apa kau perduli!"

Dengus gadis itu sinis

"Sudah. Tak perlu berbantahan. Sudah waktunya kita tinggalkan tempat ini!"

Raden Pengging kemudian berdiri.

Dua sahabatnya pun mengikuti. Kemudian tanpa bicara lagi mereka tinggalkan padang rumput yang porak poranda itu.


*****


Laki-laki bertopeng hitam, berpakaian hitam yang terlindung jubah berwarna merah itu duduk diam di tepi sebuah sumur tua.

Dalam kegelapan menjelang pagi, angin dingin berhembus membuat rambut panjangnya yang berwarna separuh hitam separuh putih berkibar-kibar.

Tidak jauh dari tempat di mana laki-laki bertopeng itu duduk, ada seekor kuda berbulu hitam yang matanya tertutup kain dengan pelana warna merah keluarkan ringkikan lirih. Kuda yang warna bulunya dapat berubah merah bila sedang dilanda kemarahan itu bukanlah kuda sembarangan.

Mahluk satu itu termasuk satu- satunya kuda yang mampu berlari dengan kecepatan kilat.

Di samping kehebatannya dalam berlari, kaki kuda juga dapat mencetuskan api.

Sang pemilik kuda ini bukan lain adalah Si Raja Pedang.

Dia dikenal dengan sebutan Topeng Hitam Selaksa Maut dan memiliki nama asli Saba Pendera. Kudanya diberi nama Kuda Sakti atau kuda Kroya.

Lalu gerangan apa yang dilakukan oleh Raja Pedang di depan sumur tua itu?

Sebagaimana telah diketahui dalam episode'Ratu Edan'.

Sebelumnya Raja Pedang yang menyimpan dendam kesumat mendalam terhadap Gagak Anabrang sempat berada di padang rumput yang tak jauh dari mulut jalan rahasia yang menghubungkan antara Pulau Damai tempat kediaman Ratu Edan dengan kehidupan dunia luar.

Keberadaannya di tempat itu ternyata bukanlah karena kebetulan semata.

Sehari sebelumnya dia telah berada di tepi sumur tua yang dikenal dengan nama sumur Penentuan Kehendak.

Tapi selagi Raja Pedang menunggu datangnya petunjuk tentang tanda-tanda kemunculan Kitab Pedang Darah, tiba-tiba dia melihat mahluk tinggi berkulit hijau yang mempunyai lima tanduk di lima titik tubuhnya, melintas di tempat itu.

Mahluk hijau tidak mengetahui keberadaan Raja Pedang di depan Sumur itu.

Sang mahluk yang di kenal dengan sebutan Dedemit Rawa Rontek dan merupakan salah satu pengikut Penghuni Perahu Setan ternyata hanya melintas dikawasan sumur. Selanjutnya sang mahluk terus menuju ke sebuah padang rumput yang letaknya tidak jauh dari sumur Penentuan Kehendak.
Kehadiran Dedemit Rawa Rontek menarik perhatian si Raja Pedang. Untuk lebih memastikan gerangan apa yang dilakukan mahluk itu. Raja Pedang diam-diam mengikutinya.

Seperti telah dikisahkan dalam episode sebelumnya.

Ternyata Dedemit Rawa Rontek datang ke padang rumput untuk merampas Dadu Sirah Ayu dari para sahabat gadis itu. Raja Pedang pada akhirnya juga tahu di padang rumput itu hadir seorang pemuda lain yang hingga saat ini belum dia ketahui apakah pemuda gondrong berpedang itu juga punya kepentingan terhadap gadis yang menjadi calon tumbal persembahan.

Bentrok yang sempat terjadi antara dirinya dengan si gondrong berpedang yang bukan lain adalah Sang Maha Sakti Raja Gendeng telah membuatnya bisa menarik kesimpulan, bahwa pemuda berpakaian kelabu jelas bukan pemuda sembarangan.

Ilmu kesaktian serta tenaga dalamnya luar biasa tinggi.

Satu yang belum dia ketahui apakah pemuda aneh itu sangat ahli dalam menggunakan pedang?

Tidaklah heran setelah merasa gagal membunuh Dadu Sirah Ayu serta munculnya badai hitam aneh, Raja Pedang akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan kembali ke sumur tua.

Dalam perjalanan kembali ke sumur tua, Raja Pedang sempat bertanya-tanya dalam hati siapa pemuda berpedang itu.

Apakah dia orangnya yang akhir-akhir ini sering menjadi pembicaraan tokoh- tokoh rimba persilatan termasuk juga empu Balawa sang pembuat pedang untuknya.

Walau penasaran ingin menjajal sekaligus ingin mengetahui kehebatan Raja.

Namun Raja Pedang harus mendahulukan tujuan utamanya yaitu untuk mendapatkan sebuah petunjuk penting yang tersimpan dalam kitab Pedang Darah.

Sementara waktu terus berlalu.

Kegelapan disekitarnya berangsur sirna.

Di ufuk langit sebelah timur semburat merah jingga muncul sebagai pertanda datangnya sang fajar.

Dikejauhan sayup-sayup terdengar suara kokok ayam hutan.

Raja Pedang tetap duduk diam ditempatnya.

Sesekali diantara hela nafas, bibirnya berkemak kemik membaca mantra-mantra penghubung sekaligus penyambung dengan kehidupan alam bawah penghuni sumur. Setelah itu dari mulutnya terdengar suara ucapan perlahan namun cukup jelas

"Aki sabda Aki penunjuk. Kepada waktu yang mendatangkan juga yang mengakhiri. Berkah para dewa melimpah ruah. Kelebihan diberikan dewa pada sumur tua bernama sumur Penentuan Kehendak. Aku datang membawa harap juga rasa kecewa Kepada dunia. Jalan lurus menuju yang Satu. Tapi aku memilih banyak jalan karna aku tak berdaya menentang kata jiwa panggilan hati. Wahai kitab dalam genggaman jemari Gaib. Petunjuk kunanti sebagai bekal jalan pembuka menuju bukit Terjanji. Langkahku adalah langkah keliru berbalut salah. Karena asaku telah lenyap binasa dalam harap cinta. Aku melebur dalam sukma amarah. Kemarahan kubina dalam nafsu celaka memperdaya. Tapi aku menjadi lebih tak perduli karena yang kuinginkan hanya tinggal sepotong asa nyanyian darah."

Suara sang Raja Pedang yang meratap menghiba lalu lenyap, Sejenak sunyi menggantung dikawasan sumur tua.

Tapi penantiannya tidaklah berlangsung lama.

Dari dalam sumur yang gelap tiba-tiba terdengar suara menderu disertai tebaran angin panas yang mencuat keluar dari bagian dasar sumur tua ke permukaan.

Wajah terlindung dibalik topeng tercekat.

Mata dibuka lebar menatap kearah sumur tua. Sekonyong konyong dia melihat ada cahaya terang berwana biru memancar dari bagian dasar sumur yang tidak terukur dalamnya.

Kemudian suara deru angin lenyap.

Namun cahaya biru terang tetap memancar dari dalam sumur.

Raja Pedang terus memandang ke permukaan sumur tua.

Dia mendengar suara gema langkah kaki yang demikian jauh seolah-olah berasal dari perut bumi.

Tapi tak berselang lama suara langkah kaki semakin bertambah jelas.

Bersamaan dengan terdengarnya suara langkah itu kilau cahaya biru yang berasal dari dasar sumur naik kepermukaan.

Semakin lama cahaya biru semakin medekat ke permukaan sumur.

Seiring dengan itu Raja Pedang tetap arahkan perhatian ke arah sumur.

Wuuuss!

Apa yang ditunggu tunggu akhirnya hadir ke permukaan persis dihadapan Raja Pedang.

Cahaya biru yang datang ternyata bukan berasal dari sebuah benda maupun kitab sakti.
Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Sang cahaya kiranya berbentuk satu sosok tubuh yang tak dapat dilihat baik wajah ataupun ujud kasarnya.

Walau Raja Pedang hanya melihat satu sosok samar dalam cahaya.

Namun pemuda ini segera rangkapkan tangan didepan dada lalu bungkukkan badan tiga kali sebagai tanda penghormatan.

"Saya ucapkan selamat datang wahai yang diutus dan yang dipercaya. Aku siap menerima petunjuk. Aku ingin menuju bukit terjanji."

Kata Raja Pedang.

Dia lalu angkat kepala.

Menatap kedepan dia melihat cahaya biru berujud sosok tubuh itu bergetar dan berkeredut pada setiap tepinya.

Tidak lama kemudian tangan dibalut cahaya benderang terlihat terangkat naik sampai dibahu tubuh dalam cahaya itu.

Pelan namun jelas terdengar suara bergemuruh seperti suara ribuan tawon pindah sarang.

Suara gemuruh seperti suara kawanan lebah lenyap.

Kini terdengar ucapan.

"Raja Pedang terlahir dengan nama Saba Pendera.Setelah melihat masa lalumu yang pedih dan juga tidak menyenangkan, aku sebagai mahluk penghuni alam bawah bisa memaklumi mengapa kau penuh rasa kecewa dibalik semua harapan yang kau bangun. Tapi perlu kiranya kau ketahui, Bukit terjanji yang kau maksudkan tak lain adalah sebuah tempat yang juga dikenal dengan nama Bukit Segala Puji Segala Serapah."

"Bukit Segala puji Segala Serapah?"

Desis Raja Pedang tersentak kaget.

Dengan tatap mata tak percaya dia kembali membuka mulut,

"Bukankah Bukit Segala Puji Segala Serapah merupakan sebuah kawasan yang selama ini menjadi tempat bersemayamnya mahluk jahanam dengan sebutan yang Terlaknat Dari Alam Baka? Tempat itu juga biasa dijadikan tempat pemujaan, sesaji dan tumbal persembahan?"

"Kau benar Raja Pedang. Pujian datang dari manusia. Sumpah serapah juga datang dari manusia. Bila manusia punya banyak peruntungan ,mereka selalu memuji dewa. Namun bila kemalangan, musibah ketidakberuntungan menghampiri kehidupan manusia, prasangkanya pada dewa menjadi buruk, mulut melontarkan cerca kemarahan dan sumpah serapah. Mereka tidak sadar bahwa penderitaan,kebahagian,kesenangan serta kesengsaraan semua itu adalah cobaan dewa semata."

"Lalu apa artinya aku ada disini? Jika kebaikan tidak bisa saya dapatkan disana? Perlu apa aku diberi tahu tentang rahasia yang tersimpan dalam kitab Pedang Darah?"

Kata Raja Pedang tak kuasa menahan rasa kecewanya.

"Raja Pedang. Bukit terjanji adalah sebuah tempat untuk membuat dan mengikat sebuah perjanjian. Perjanjian apapun boleh dilakukan ditempat itu. Jika kau ingin bertemu dengan arwah orang- orang yang kau cintai tempatnya bukan disana. Tempat itu bukan juga tempat yang damai. Tapi kau patut mengetahui rahasia dalam kitab untuk sampai dibukit terjanji atau Bukit Segala Puji Segala Serapah." ujar sosok dalam cahaya.

"Mengapa?"

"Kau harus didampingi seseorang. Untuk mencapai bukit terjanji hanya ada satu jalan gaib yang terkunci. Kunci untuk membuka jalan itu hanya bisa diketahui di dalam Kitab Pedang Darah."

"Jika disana tidak ada kebahagiaan. Bila disana aku tidak dapat bertemu arwah ayah ibu, adik dan juga kekasihku yang terbunuh ditangan Gagak Anabrang, aku tak perlu kesana. Dengan begitu aku tak lagi membutuhkan kunci petunjuk dalam kitab Pedang Darah."

Sahut Raja Pedang.

Rasa kecewa membuat setiap ucapannya berapi-api.

"Raja pedang. Aku hanyalah mahluk yang diutus. Kau tidak bakal pernah mencapai kebahagian apapun jika kau tidak peduli dengan nasib orang lain. Kau juga tak bakal bisa melihat apalagi bertemu dengan arwah orang-orang yang kau cintai bila kau tetap memperturutkan hawa napsu, amarah dan dendam kesumat."

Ujar sosok arif dalam cahaya.

"Terserah apa katamu. Aku tidak perduli. Jika aku tak dapat melihat arwah keluargaku, maka sekarang aku lebih baik mencari Gagak Anabrang. Aku harus membunuhnya.!"

"Jangan. Seperti yang kukatakan kau harus membantu seseorang menembus pintu gelap bernama Batu Kawin Silang Madu."

"Pintu aneh apa itu? Baru kali ini aku mendengarnya!"

Dengus Raja Pedang tidak puas

"Nanti kau akan tahu sendiri."

"Aku sudah katakan tidak peduli. Aku batalkan niat pergi ke Bukit terjanji!"

Kata Raja Pedang sambil berusaha menindih kegusarannya

"Hhm, begitu. Lalu apakah kau tetap bersikeras hendak mencari Gagak Anabrang?"

"Tentu aku tidak pernah ragu untuk melakukannya."

"Kau menjadi sombong karena kemarahanmu Raja Pedang. Kau mengira dirimu hebat."

"Aku tidak terkalahkan. Semua orang di rimba persilatan tahu tentang kelebihan serta kecepatanku dalam menggunakan pedang.!"

"Manusia picik, pikiran gelap hati gelap, Kau lupa diatas langit masih ada langit. Aku baru mengakui kehebatanmu bila kau bisa mengalahkan seorang ahli pedang juga.!"

Raja Pedang tercekat sekaligus merasa tertantang. Dengan mata mendelik dia berkata.

"Tidak ada yang sanggup mengalahkan aku. Hadapkan orang itu padaku. Dan aku berjanji akan menghabisinya dalam waktu tidak lebih dari sepuluh jurus."

"Bagaimana kalau kau tak bisa mengalahkannya?"

Tanya sosok dalam cahaya.

Raja Pedang meludah karna merasa direndahkan

"Aku bersedia mematuhi segala perintahnya dalam waktu dua kali bulan purnama!" sahut Raja Pedang penasaran

"Kau lihat keatas.
kebetulan sekali orangnya memang tengah mencari dirimu."

Terdorong oleh rasa penasaran maka tanpa ragu Raja Pedang segera dongakan kepala menatap kearah yang ditunjuk sosok dalam cahaya.

Belum lagi dia sempat melihat sesuatu diketinggian tiba- tiba terdengar suara menggelegar omelan.

"Hoei!.... orang yang punya niat ingin menculik Dadu Sirah Ayu kekasihku. Beberapa saat yang lalu kau mengancam ingin mencari dan mengadu pedang denganku. Kau kira dirimu hebat ya? Kini aku sudah datang. Walau kau ahli pedang.. aku tidak takut dengan orang bermulut angkuh sepertimu. Kau mau mengadu pedang yang mana? Yang atas atau yang bawah? Mengadu pedang yang atas jelas kau kalah hebat, sedangkan bila menggunakan pedang yang dibawah kujamin kau cepat loyo. Ha.ha.ha..!"

Raja Pedang terdiam, Mata dibalik topeng terus memperhatikan.

Akhirnya dia melihat satu sosok berpakaian kelabu meliuk-liuk, melesat tak karuan juntrungan.

Sementara tangan bergelayut pada sebuah benda yang memancarkan cahaya kuning berkilauan.

Walau sosok yang barusan bicara berada diatas ketinggian, namun Raja Pedang diam-diam terkejut ketika menyadari orang yang melayang diketinggian ternyata dibawa melesat oleh pedang dalam genggaman.

"Seumur hidup aku belum pernah melihat ada senjata hebat yang bisa membawa terbang pemiliknya. Orang satu ini siapa dia? Caranya bicara melantur tak karuan, seenaknya sendiri. Seolah langit bumi merupakan milik bapak moyangnya. Betul-betul edan sulit dipercaya."

Membatin Raja Pedang dalam hati.

Tapi sebagai satu satunya orang yang mewarisi jurus-jurus pedang sakti dari seorang guru bernama Dewa Pedang, Raja Pedang merasa tertantang.

Dengan suara lantang dan tanpa menghiraukan sosok dalam cahaya yang masih berada di depannya Raja Pedang tiba-tiba berteriak,

"Orang gendeng yang berada di ketinggian. Memangnya gadis incaran mahluk gaib itu benar-benar kekasihmu?!"

"Sudah tahu mengapa bertanya?"

Jawab orang diatas yang tak lain Raja Gendeng.

Dan tentu ucapan sang pendekar hanya dusta belaka karena dia sendiri sebenarnya belum sempat berkenalan dengan Dadu Sirah ayu

"Oh. Kasihan sekali nasib kekasihmu itu. Aku sama sekali tidak bermaksud menculiknya seperti yang dilakukan oleh mahluk-mahluk sialan itu. Aku cuma ingin membunuhnya! ha.ha.ha."

Tukas Raja Pedang disertai gelak tawa

"Apa?! Bukan mau menculik tapi hendak membunuh. Ternyata kau lebih kurang ajar lagi. Mengapa kau hendak membunuhnya?"

Tanya Raja Gendeng.
Sementara itu ia tidak lagi berputar meliuk diketinggian melainkan berdiri mengapung sambil silangkan pedang Gila didepan dada.

"Rupanya kau sama tololnya dengan pengawal pelindung gadis itu. Kau ingin tahu mengapa aku berniat membunuhnya?"

"Cepat katakan saja jangan membuat aku jadi penasaran."

"Sebabnya tak lain aku tak ingin gadis itu jatuh ketangan mahluk-mahluk iblis yang hendak menjadikannya sebagai tumbal persembahan. Karena aku tahu jika hal itu sampai terjadi, maka para iblis akan menguasai dunia persilatan."

"Gadis itu tak bersalah. Dia juga tidak ingin mendapat celaka, Bila ada cara lain untuk menolongnya, mengapa harus dibunuh?"

Tanya Raja.

"Dasar Goblok. Karena aku tidak tahu cara lain maka aku harus membunuhnya. Tapi gara-gara ulahmu itu semua niatku jadi tak kesampaian,"

"Setelah keinginanmu tak tercapai kau mau apa?"

Tanya sang pendekar sengaja memanasi

"Jangan banyak mulut. Cepat kau turun kemari!"

"Kau meminta aku mengabulkan!"

Jawab Raja.

Kemudian pada senjata dia berkata.

"Pedang Gila. Kau sudah mendengar. Bawa aku turun kesana. Jangan sampai dia mengira aku pengecut!"

Sebagaimana yang diinginkan sang pendekar, Pedang Gila pun membuat gerakan. Ketika pedang bergerak tentu saja tangan rajapun ikut pula bergerak

Set!

Wuut!

Jlik!

Dengan gerakan tanpa suara. Raja jejakan kaki tak jauh didepan Raja Pedang.

Cahaya pedang meredup.

Dengan acuh sang pendekar masukan pedang ke dalam rangkanya.

"Pedang itu? Apakah dia dapat bergerak sesuai dengan perintahmu?"

Tanya Raja Pedang.

"Kalau benar memangnya kenapa? Apakah Pedangmu tak bisa kau perintah atau kau suruh untuk melakukan sesuatu?"

Tanya pemuda itu sambil tersenyum mengejek. Raja Pedang tidak menjawab. Tentu saja dia harus mengakui pedang sakti miliknya yang dikenal dengan nama Penggebah Nyawa buatan ahli pedang empu Balawa tidak dapat bergerak sendiri. Walau demikian senjata saktinya tetap saja punya banyak kelebihan.

Raja Gendeng 16 Kitab Pedang Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anak muda. Sejak tadi kau berbicara sesuka hati kepadaku. Apakah kau tidak tahu dengan siapa kau berhadapan?"

"Aku seorang Pendekar. Namaku Raja sedangkan kau sendiri siapa?"

Tanya sang pendekar.

"Pemuda tolol. Kau buka telingamu lebar-lebar. Akulah orang yang dijuluki Raja Pedang."

Dengus laki-laki itu.

Tidak disangka sangka tiba-tiba Raja tertawa tergelak-gelak

"Raja Pedang? Jadi kau orangnya yang sempat membuat geger dunia persilatan beberapa waktu belakangan? Kupikir kau raja monyet atau raja topeng. Ha.ha.ha.!"

Tawa sang pendekar mendadak terhenti karena sekonyong konyong dia merasakan ada hawa hangat menerpa telinga kanannya.

Terkejut sang pendekar segera menoleh menatap kearah datangnya tiupan angin.

Dia menyaksikan sejarak setengah tombak diatas permukaan mulut sumur tua berdiri mengambang sesosok tubuh tak jelas bentuk, rupa, maupun wajahnya karena dilingkupi cahaya biru terang berkilau.

Tanpa sadar sang pendekar melompat mundur, kaget.

Saat berada diketinggian bersama Pedang Gila yang membawanya melayang sebetulnya Raja sudah melihat cahaya biru sekaligus keberadaan Raja Pedang.

Namun dari atas sang pendekar hanya bisa menduga cahaya biru yang dilihatnya kemungkinan adalah sebuah pelita yang dimiliki Raja Pedang.

Sedikitpun dia tidak menduga cahaya itu berujud sosok tubuh manusia.

"Kau takut melihatnya?"

Tanya Raja Pedang begitu melihat sang pendekar menatap kearah sosok bayangan tubuh dalam balutan cahaya. Seakan tersadar dari lamunanya. Sang maha sakti gelengkan kepala,mulut tersenyum sekaligus berujar.

"Cahaya bagus. Sayang matahari sudah hampir terbit. Coba kalau gelap gulita aku merasa tidak perlu bersusah payah membuat api unggun ."

"Edan, Baru kali ini aku bertemu manusia tolol sepertimu. Yang kau lihat itu bukan manusia sepertimu atau sepertiku. Dia adalah utusan yang dipercaya dari alam bawah,"

Pendekar Mabuk 045 Pertarungan Tanpa Shogun Karya James Clavell Shogun Karya James Clavell

Cari Blog Ini