Ceritasilat Novel Online

Misteri Perahu Setan 3

Raja Gendeng 14 Misteri Perahu Setan Bagian 3


"Walah bagaimana bisa jadi begini!"

Pekik si nenek menggerendeng.

Namun dia tidak sempat berpikir lebih lama lagi ketika dia merasakan sekujur tubuhnya yang dibenamkan ke dalam mulai mengeluarkan suara berderak.

Dan keadaannya makin terjepit karena pada waktu yang sama pula dari ujung tanduk yang berada di kening dan dua siku lengan Dedemit Rawa Rontek berkiblat menderu cahaya hitam menggidikkan mengarah ke dada, kepala juga pusar si nenek. Disaat nyawa menjadi taruhan.

Si nenek segera melipat tubuhnya, tubuh itu kemudian bergelung menggelinding ke sebelah kiri

Brees!

Crees!

Walau si nenek berhasil menghindar dari himpitan tenaga yang luar biasa.

Dan tempat dimana dirinya rebah berlubang besar dihantam daya dorong lawan yang sangat luar biasa itu.

Namun tak urung bagian pinggang dari Iblis Betina Muka Dua masih kena dibuat robek oleh sambaran cahaya hitam yang melesat dari ujung tanduk dikening Dedemit Rawa Rontek.

Si nenek menyeringai.

Wajah pucat pias tegang.

Mata menatap ke arah bagian luka yang mengucurkan cairan putih berbau busuk.

Setelah itu kepalanya diputar.

Kini gantian dua mata yang menghadap ke belakang memperhatikan luka itu. Selesai menatap, mulut yang menghadap ke belakang keluarkan suara berdengus.

Posisi wajah kembali berbalik menghadap ke arah semula.

Luka itu tidak parah.

"Aku bisa menyembuhkannya!" terlak mulut yang menghadap ke belakang.

Kemudian selagi mata yang menghadap ke depan mengawasi gerak-gerik lawan.

Mulut yang berada diwajah bagian belakang membuka.

Setelah mulut ternganga lebar.

Dari mulut menjulur satu lidah panjang berwarna kemerahan dibalut lendir putih menebar bau busuk luar biasa.

Satu pemandangan yang sulit dipercaya terjadi di depan mata Dedemit Rawa Rontek.

Tidak ubahnya karet lidah yang panjang itu terus saja menjulur lalu menjilat bagian yang terluka.

Slep!

Setelah jilatan dilakukan sang lidah kembali masuk, amblas lenyap ke dalam mulut.

Lawan melihat bagian yang dijilat tampak mengepulkan asap.

Namun setelah kepulan asap berangsur lenyap.

Luka akibat serangan lenyap.

Mata tunggal di tengah kening Dedemit Rawa Rontek terbelalak lebar.

Dia tidak hanya merasa kaget namun juga takjub.

Justru memanfaatkan kesempatan selagi lawan lengah. Iblis Betina Muka Dua tiba-tiba berteriak.

"Mahluk tolol! Melihat lidahku bisa menjulur saja kau sudah heran. Mau melihat lidah satunya yang lebih panjang lagi.?"

Seakan tersadar dari segala keberkejutannya Dedemit Rawa Rontek cepat palingkan kepala menatap ke arah si nenek. Tapi laki-laki hijau itu terlambat. Belum sempat dia berbuat sesuatu untuk menyelamatian diri. Satu lidah yang ukurannya jauh lebih besar dan berwarna hitam telah melibat dua tangan, dada dan perutnya.

"Pengecut jahanam!"

Sang Dedemit menggerung murka.

Sambil berusaha membebaskan diri dari libatan lidah dia meronta.

Sementara dengan menggunakan kakinya yang bebas bergerak dia juga menghantam lawan dengan mengandalkan tendangan jarak jauh.

Walau deru angin panas akibat tendangan menghantam telak tubuh kurus nenek itu.

Namun hanya membuatnya tergontai.

Sementara mulut di wajah sebelah belakang mengumbar tawa.

Lidah yang membelit tubuh Dedemit justru terus makin kuat. Dedemit Rawa Rontek merasakan dua tangan dan tubuh dari dada ke atas seolah remuk.

Libatan itu jauh lebih keras dan lebih menyakitkan dibandingkan libatan ular piton sekalipun.

Dedemit Rawa Rontek menjadi sulit bernafas, namun dia terus berpikir untuk meloloskan diri.

Tetapi belum lagi sang Dedemit menemukan jalan keluarnya. Iblis Betina Muka Dua dengan menggunakan mulut dibelakang kepala tiba-tiba saja berkata.

"He. Dedemit. Kau pernah bermain ayunan? Tubuh dilambungkan ke langit namun dengan cepat dihempaskan ke bebatuan. Aku yakin belum pernah. Dan kau akan mendapat pengalaman ini tanpa dipungut imbalan apa-apa. Hik hik hik!"

"Apa yang hendak kau lakukan?"

Teriak Dedemit Rawa Rontek kalap juga gusar.

Sebagai jawaban atas pertanyaan itu tiba tiba lawan sentakkan lidahnya yang melilit tubuh sang Dedemit ke atas.

Begitu lidah bergerak karuan saja tubuh Dedemit Rawa Rontek ikut melambung tinggi.

Setelah berada diketinggian tubuhnya dibetot lagi ke bawah.

Wuss!

Sekuat tenaga dia berusaha mengimbangi diri agar tidak jatuh terhempas.

Namun dalam keadaan separoh badan berada dalam belitan lidah.

Sangat mustahil baginya untuk tidak terhempas.

Apalagi daya sentak lidah yang membantingnya ke bawah sungguh luar biasa besar.

Tanpa ampun

Buum!

Seperti didorong oleh ratusan tangan yang tak terlihat, Dedemit Rawa Rontek jatuh menghempas batu.

Batu hancur menjadi kepingan. Tubuhnya sendiri amblas masuk ke dalam tanah.

Tapi memang harus diakui, bahwa Dedemit Rawa Rontek ini mempunyai daya tahan yang hebat.

Lawan yang semula memperkirakan sang Dedemit menemui ajal setelah dihantamkan ke batu menjadi terbelalak tercengang

"Kau belum mampus juga? Tak kusangka tubuhmu cukup alot!"

Teriak mulut yang berada diwajah sebelah belakang.

Dedemit Rawa Rotek menggeliat mengerang.

Dia merasakan sekujur tubuhnya remuk sedangkan tubuh disebelah dalam seakan luluh lantak.

Namun segala kesengsaraan yang dia alami ternyata tidak terhenti sampai disitu saja.

Belum sempat sang Dedemit menghela nafas, tahu-tahu lidah kembali melilit tubuhnya lagi dan lalu disentakkan ke atas. Untuk yang ke dua kali tubuhnya kembali melambung di ketinggian.

Sebagaimana yang terjadi pertama kali.

Kini dia kembali dihempaskan.

Begitulah yang terjadi berulang kali.

Dalam keadaan sekujur tubuh lebam membiru hilang sudah kesabaran laki-laki itu.

Tidaklah heran ketika tubuhnya kembali disentakkan ke udara dan siap dibantingkan .Dedemit Rawa Rontek yang selalu gagal membebaskan diri dari libatan lidah jadi berpikir mengapa dia tidak mempergunakan ilmu Lumpur Minyak Rawa' sebuah ilmu langka yang dapat membuat tubuhnya sepuluh kali lebih licin dari belut. Tidak menunggu lebih lama diapun segera merapal mantra ajian yang dimilikinya itu.

Selesai membaca mantra, Dedemit rawa Rontek tiba-tiba berteriak.

"Cukup sudah segala kegilaan yang kau lakukan terhadapku!"

Set!

Semudah mengedipkan mata semudah itu pula Dedemit Rawa Rontek meloloskan diri dari belitan lidah.

Lolos dari libatan lidah sang Dedemit tak membiarkan dirinya melayang jatuh.

Sebaliknya dengan mengerahkan tenaga sakti yang didukung oleh ilmu mengentengi tubuh dia berjumpalitan ke arah lawan.

Iblis Betina Muka Dua yang sempat kaget melihat lawan tiba-tiba dapat meloloskan diri tidak punya kesempatan untuk menghindar.

Dua pukulan ganas menebarkan hawa dingin disertai pancaran cahaya biru redup menghantam batok kepala dan bahunya

Prak!

Krak!

Terdengar suara batok kepala pecah dan berderaknya tulang bahu.

Iblis Betina Muka Dua menjerit keras lalu ambruk.

Sang Dedemit menggeram dan segera jejakkan kaki di atas tanah.

Kemudian dengan pandangan sinis dia mentap lawannya. Diam-diam dia menjadi heran.

Tidak ada darah atau otak yang bertabur berceceran terkecuali belatung-belatung dan cairan putih seperti nanah.

Ketika Dedemit Rawa Rontek berdiri terhenyak menyaksikan keadaan lawan yang dianggapnya menemui ajal.

Pada saat itu tanpa dia sadari.

Sejak awal kehadirannya di tempat itu sudah ada sepasang mata yang terus-menerus memperhatikan gerak geriknya.
Raja Gendeng 14 Misteri Perahu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Pemilik sepasang mata itu mendekam tidak jauh dibelakang pohon batu hitam dibalik semak belukar, Dia hampir tiada henti berdecak. Mula-mula ketika melihat kakek kurus macam jerangkong yaitu Raden Pengging Ambengan menyibakkan batu mencari jalan masuk tembus ke dalam ruangan dalam pohon batu dengan ilmu sakt yang dimilikinya.

Sosok muda yang tak lain adalah Sang Maha Sakti Raja Gendeng itu berdecak kagum sambil belalakan mata.

"Wah hebat sekali ilmu kesaktian kakek itu. Pohon batu saja bisa dibuka dan eh, ternyata ada pintunya, Hebat-hebat...!"

Batin sang pendekar terkagum-kagum.

Lalu ketika orang yang mengikuti Raden Pengging Ambengan mengamblaskan diri masuk ke dalam pohon kening murid dari dua tokoh aneh dari pulau Es di pantai selatan itu berkerut tajam .

"Siapa kakek gendut dan gadis putih cantik itu? Aku belum pernah melihatnya. Tapi aku mendengar kakek macam jerangkong memanggil si gendut dengan nama Kelut Birawa. Sedangkan gadis cantik itu kalau tak salah namanya Dadu Sirah Ayu. Aku merasa ada sesuatu yang janggal. Si gadis walau penampilannya sudah seperti gadis dewasa aku melihat tingkah laku dan caranya bicara seperti seorang bocah. Nampaknya ada sesuatu yang mereka khawatirkan.
Terbukti mereka sampai harus menyembunyikan diri di pohon batu."

Kata sang pendekar lagi dalam hati.

Selagi dia berpikir sambil menggaruk kepala.

Tiba-tiba terdengar teriakan dan menbersitnya dua cahaya.

Dua cahaya merah kehitaman langsung menghantam lubang berbentuk pintu yang telah bergeser menutup. Ledakan dan guncangan terjadi.

Raja merasakan tanah tempat dimana dia mendekam tergetar keras laksana dilanda gempa.

Penasaran sambil menahan nafas pemuda Ini menatap ke depan. Lalu pada saat itu dia melihat kehadiran satu sosok berkulit hijau, bertubuh tinggi.

Yang membuatnya terheran-heran.

Sosok itu mempunyai tanduk, dikening, lengan dan lutut.

Mata hanya satu berukuran besar menempel di tengah kening persis di bawah tanduk.

"Mahluk apa yang satu ini? Dikata kerbau tubuhnya mirip manusia. Namun dibilang manusia tapi mengapa ada tanduknya. Aku saja cuma punya satu tanduk. Sedangkan dia punya lima. Ditambah tanduk satunya lagi berarti dia punya enam tanduk."

Pemuda ini lalu menyeringai sendiri dan mengusapi dagunya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Setelah itu dia menghela nafas. Sebelum kembali menatap memperhatikan kehadiran orang tanpa sadar dia meraba bagian bawah perutnya. Sang pendekar tersenyum lega.

"Ah tandukku tidak ke mana-mana. Sayang dia menunduk terus."

Sejurus pemuda ini diam membisu. Namun perhatiannya kembali tertuju ke arah sosok tinggi yang kemudian dia ketahui bernama Dedemit Rawa Rontek Saat itu dilihatnya Dedemit Rawa Rontek mencoba mencabut pohon batu setelah usahanya menghancurkan pohon dengan ilmu pukulan sakt tidak berhasil. Tapi seperti diketahui usaha inipun sia-sia. Lalu selagi sang Dedemit dibuat putus asa dengan kesulitan yang dihadapinya. Muncul seorang nenek aneh berwajah ganda yang akhirnya diketahui bernama Iblis Betina Muka Dua mengaku utusan Yang terlaknat Dari Alam Baka.

"Aku tidak mengenal siapa orangnya yang dijuluki Yang Terlaknat Dari Alam Baka. Namun aku tadi sempat mendengar Dedemit Rawa Rontek ada menyebut bahwa junjungannya adalah majikan Penghuni Perahu Setan. Hmm... aku telah menghabisi dua manusia kembar yang kabarnya adalah murid-murid kesayangan Penghuni Perahu Setan. Apakah penghuni perahu setan itu mahluk dedemit jejadian yang keadaannya lebih mengerikan dari Dedemit Rawa Rontek?!" pikir Raja

"Terlalu banyak teka-teki yang kuhadapi. Keinginan untuk menemui Gagak Anabarang hingga saat ini belum terlaksana. Tapi aku yakin ada hubungan erat antara orang-orang aneh yang muncul di rimba persilatan saat ini dengan Gagak Anabrang. Seharusnya aku segera berlalu dari tempat ini. Aku tidak perduli siapapun yang tewas dalam perkelahian yang sedang terjadi."

Pikir pemuda itu lagi. Merasa bulat dengan keputusannya.

Sang pendekar segera hendak tinggalkan tempat itu. Namun gerakannya tertahan begitu dia ingat dengan orang-orang yang berada dalam pohon itu

"Dua kakek dan gadis itu. Aku melihat mereka orang baik-baik.Saat ini dua orang jahat mengincar mereka. Apakah aku harus membiarkan mereka terperangkap dalam kesulitan?"

Kata sang pendekar pada dirinya sendiri.

Sesaat dia terdiam terperangkap terombang ambing dalam kebimbangan.

Tiba-tiba saja dia ingat dengan Jiwa, sahabatnya.

Mahluk alam roh yang bersemayam di dalam hulu pedang.

"Jiwa sahabatku, apakah kau mendengar?" tanya Raja lalu menoleh, melirik ke arah Pedang Gila yang tergantung dipunggungnya.

"Uahgh... ada apa paduka Raja. Kau membangunkan aku, padahal aku masih mengantup ech... maksud saya masih mengantuk."

"Apakah kerjamu hanya membesarkan belek sepanjang hari, Aku butuh teman untuk berbagi saat ini,"

Sahut Raja.

"Tidak. Saya selalu terjaga paduka. Namun adakalanya saya butuh tidur juga."

Menyahuti sang jiwa melalui ngiangan yang hanya dapat didengar sang pendekar sendiri.

"Paduka tadi mau berbagi apa"

"Hus!. Lihatlah ke depan. Sekarang apakah kau sudah melihatnya?"

Tanya pemuda itu.

Sunyi sejenak.

Namun Raja dapat merasakan ada angin berdesir lewat ditelinganya.

Setelah itu terdengar suara mengiang halus.

"Wheh. hebat sekali.Dua orang jelek itu mereka bukan manusia sebagaimana diri paduka. Mereka mahluk alam gaib, Satunya malah datang dari liang lahat. Satu lagi kacung suruhan, namun kesaktiannya sulit untuk diduga."

"Kau sudah melihat, tapi bukan mereka yang membuat hatiku risau. Sekarang aku memintamu. Apakah kau sanggup melakukannya, semua tergantung seberapa hebat kesaktian yang kau miliki"

"Paduka raja Gendeng hendak meminta saya melakukan apa?"

Tanya Jiwa.

Dengan suara lirih namun jelas Raja lalu menceritakan kejadian langka yang dilihatnya.

Setelah sang pendekar selesai menceritakan semuanya, Sang Jiwa di hulu pedang ajukan pertanyaan Paduka.

"Tiga orang masuk ke dalam batu apalagi batunya berbentuk pohon. Di dunia kehidupan manusia pemandangan seperti itu tentu saja sesuatu yang langka. Tapi di dunia kami, dunia para jiwa para roh hal itu adalah biasa-biasa saja."

"Hah apa?"

Sentak Raja.

"Apakah kau sanggup masuk menyelinap ke dalam pohon batu. Cari tahu mengapa mereka bersembunyi di sana, apa yang mereka bicarakan. Dan satu lagi yang tidak kalah pentingnya apakah mereka membutuhkan pertolongan?"

"Dengan seizin dewa yang pemurah. Dan tentu saja atas restu paduka saya akan melakukannya. Harap paduka bersabar menunggu. Saya pergi hanya sebentar, lalu kembali lagi kesini."

"Pergilah, Mudah-mudahan orang-orang jelek yang tengah berkelahi itu tidak mengetahu? kedatanganmu di pohon batu."

Ujar Raja.

Tidak ada jawaban.

Raja hanya merasakan seperti ada bayangan berkelebat melewatinya.

Lalu ketika dia menatap ke arah pohon batu terlihat ada satu titik cahaya kuning berkilau seukuran jauh lebih kecil dari kunang-kunang.

Setelah itu.

Bles!

Sosok cahaya lenyap, amblas masuk ke dalam pohon batu. Sang pendekar menghela nafas lega.

*****

Sementara di dalam ruang sejuk pohon batu Raden Pengging Ambengan, Dadu Sirah Ayu dan si gendut Kelut Birawa sedang terlibat pembicaraan.

"Keberadaan kita di tempat ini telah diketahui oleh musuh yang menginginkan Sirah Ayu. Walau aku tidak khawatir orang diluar sana sanggup menghancurkan tempat kita. Tapi aku risau orang-orang sesat lainnya akan terus berdatangan."

Ujar Kelut Birawa sambil menatap kakek jerangkong di depannya.

"Dengar,"

Raden Pengging Ambengan tiba tiba menyela.

"Perlu kau ingat.Aku membawa kalian berdua ke tempat ini bukan untuk bersembunyi, tapi untuk membicarakan tentang nasib dan keselamatan Dadu Sirah Ayu. Sama seperti dirimu, aku juga tidak ingin melihat gadis ini menjadi korban persembahan atau menjadi rebutan dari orang yang berniat memanfaatkan tubuhnya. Tempat ini tidak lagi aman karena aku sudah merasakan setidaknya ada dua orang jahat muncul di sini"

Ucap si kakek,

"Maksudmu apakah kita harus segera meninggalkan ruang dalam pohon batu ini?"

Tanya Kelut Birawa. Raden Pengging Ambengan anggukkan kepala.

"Hanya itu satu-satunya jalan yang paling baik."

"Mengapa kita berdua tidak keluar saja dari tempat ini lalu menghabisi siapa saja yang coba coba mengganggu Sirah Ayu?"

Kata Kelut Birawa menyampaikan pendapatnya.

"Aku tahu kau memiliki ilmu serta kesaktian yang hebat dan bila kita bersama kita dapat menyingkirkan mereka."

"Saya juga bisa membantu kek."

Ucap Sirah Ayu menawarkan diri.

"Aku percaya. Tapi kau tidak perlu melibatkan diri dalam perkelahian. Semua urusan yang berhubungan dengan kekerasan dan pertumpahan darah, biarkan kami sudah tua dan bau tanah ini yang mengatasinya."

Sahut Kelut Birawa disertai senyum.Tidak lama setelah senyum si kakek gendut lenyap. Raden Pengging Ambengan membuka mulut,

"Kelut Birawa. Di luar sana banyak sekali orang jahat berkeliaran. Dua orang yang saat ini tengah berkelahi itu tidak terlalu merisaukan hatiku.Tapi bagaimana bila Gagak Anabrang yang muncul atau penghuni Perahu Setan yang datang? Kita hanya bertiga Walau aku tidak merasa gentar menghadapi tokoh sesat itu namun kita harus mempertimbangkan baik buruknya. Kita masih butuh bantuan orang lain, kita butuh uluran tangan para sahabat. Dan aku punya seorang sahabat karib yang dapat membantu kita."

"Siapa sahabat yang kau maksudkan itu?"

Tanya Kelut Birawa. Dengan mata menerawang Raden Pengging menjawab.

"Namanya Ratu edan. Dia menetap di satu kawasan bernama Alas Sindang Pantangan. Tempat itu tidak jauh dari sini. Kita harus kesana, pergi secara diam-diam agar orang-orang di luar pohon batu tidak melihat atau mengetahui kepergian kita,"

Terang sang Raden.

"Tapi bagaimana caranya, kek?"

Tanya Sirah Ayu yang sejak tadi lebih banyak diam dan khawatir. Raden Pengging terdiam sambil terus berpikir. Tak lama kemudian dia berkata.

"Kita harus merubah diri menjadi kunang-kunang."

"Menjadi kunang-kunang. Aku tidak mempunyai ilmu seperti."

Tukas Kelut Birawa bingung. Raden Pengging Ambengan tersenyum.

Tanpa bicara dia masukkan jemari tangan kanan ke dalam saku celana luriknya.

Ketika jemari tangan ditarik keluar.

Dalam genggaman tangan Raden Pengging tergeletak tiga buah benda berwarna biru dengan ukuran tak lebih dari ujung jari kelingking. Terheran-heran setelah memperhatikan ketiga benda tersebut. Kelut Birawa ajukan pertanyaan.
Raja Gendeng 14 Misteri Perahu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Benda di tanganmu itu, sobatku? Apakah kotoran kambing? Mengapa warnanya biru?"

"Jangan sembarangan kau bicara. Sekarang bukan saatnya bergurau.Benda ini bukan benda sembarangan.Namanya Batu Biru Perindu Bulan. Aku akan meminjamkannya padamu juga pada Dadu Sirah Ayu. Tapi nanti bila telah sampai ke tempat tujuan kalian harus mengembalikannya padaku."

Terang Raden Pengging.

Si kakek membagikan Batu Biru Perindu Bulan masing-masing satu.

"Bagaimana cara menggunakannya kek.Apakah untuk merubah diri menjadi kunang-kunang Kakek juga akan mengajarkan mantranya pada kami?"

Tanya Dadu Sirah Ayu polos

"Tkuti perintahku.Dan jangan lupa, setelah beruhah menjadi kunang-kunang kalian harus tetap berada di belakangku."

pesan Raden Pengging Ambengan. Setelah itu dia menerangkan bagaimana caranya menggunakan batu di tangan masing masing.

Setelah sang Raden selesai menjelaskan.

Kelut Birawa tersenyum berkata.

"Mula-mula menahan nafas. Kemudian menggenggam erat batu ini sementara dalam hati berkata. Merubah ujud tiga kali. Ternyata tidak memakai mantra, tak perlu membaca apa-apa. Mudah sekali. Tidak sulit."

"Tapi harus ingat, ketika ingin kembali menjadi manusia lagi kau juga harus menahan nafas, lalu mengucapkan merubah ujud tiga kali juga."

Terang sang Raden.

Semua orang yang berada di ruangan itu anggukkan kepala.

Setelah itu sesuai dengan petunjuk yang diberikan Raden Pengging, Kelut Birawa dan Sirah Ayu segera menahan nafas, lalu jemari yang memegang batu sakti dikepalkan dengan erat dalam hati mengucapkan kata 'merubah ujud tiga kali

Ples!

Ples!

Ples!

Tiga sosok yang duduk dalam ruangan batu mendadak raib, sebagai gantinya di tempat itu kini muncul tiga kunang-kunang.

Dua kunang-kunang berbentuk kurus sedangkan satunya lagi bertubuh gemuk Tiga kali kunang-kunang terbang berputar di tengah ruangan.

Setelah itu diawali dengan gerakan kunang-kunang kurus yang tak lain penjelmaan dari Raden Pengging Ambengan.

Dua kunang-kunang lainnya melesat menembus dinding batu lenyap dari pandangan.

Semua kejadian yang berlangsung di dalam pohon batu itu kiranya tidak lepas dari perhatian sang Jiwa.

Namun kehadiran Jiwa yang tidak mempunyai tubuh kasar itu tidak diketahui oleh Raden Pengging dan yang lainnya

"Hebat luar biasa.Kakek macam jerangkong bernama Raden Pengging Ambengan itu. Selain sakti agaknya dia juga memiliki benda sakti. Salah satu diant?ranya adalah Batu Biru Perindu Bulan."

Puji Jiwa disertai decak kagum.

Setelah terdiam mahluk alam roh itu kembali berujar.

"Aku harus mengabarkannya pada paduka Raja, ketiga orang tadi butuh bantuan dan saat ini sedang dalam perjalanan menuju Alas Sindang Pantangan."

Tanpa menunggu lebih lama sang jiwa segera memutar langkah.

Dan...

Wuss!

Sekejab saja Raja yang masih mendekam ditempatnya dapat merasakan kehadiran sahabatnya itu

"Kau telah kembali.Bagaimana keadaan di dalam pohon itu." tanya pemuda itu.

Dengan hati-hati jiwa menceritakan semua apa yang didengarnya.

Setelah mendengar semua penjelasan Jiwa, Sang Maha Sakti Raja Gendeng berujar,

"gadis itu serta kedua kakek yang menjadi pelindungnya harus kita bantu. Cepat atau lambat Gagak Anabrang atau Penghuni Perahu Setan bakal menemukan mereka"

"Penghuni Perahu Setan? Bukankah dia orangnya yang menginginkan kematian paduka Raja?"

Tukas Jiwa seakan mengingatkan. Sang pendekar tersenyum. Enak saja dia menjawab.

"Aku tahu. Tidak perlu takut. Kematian akan selalu menghampiri setiap orang."

"Saya tahu paduka. Tapi mati muda apalagi sebelum punya kekasih dan belum pernah kawin rasanya bisa membuat arwah jadi penasaran."

"Kurang ajar. Mengapa kau menyindirku?" dengus Raja tapi mulut menyeringai menahan tawa.

"Saya bukan menyindir, tapi memang kenyataan."

Sahut Jiwa tak mau kalah.

"Sudah-sudah."

"Baiklah. Lalu apa yang hendak paduka lakukan?"

Tanya Jiwa lagi.

Raja berpikir sejenak.

"Kau mengatakan mereka hendak pergi ke Alas Sindang Pantangan? Kita sendiri baru meninggalkan tempat itu. Siapa Ratu Edan yang dimaksudkan oleh kakek tua itu? Apakah mungkin dia orangnya yang oleh si Jubah Sakti dan si Jubah Api disebut-sebut sebagai gusti Ratu."

Kata Raja dengan nada bertanya.

"Saya menaruh dugaan demikian paduka."

Raja manggut-manggut.

"Jadi pohon batu itu sekarang telah kosong?" kata sang pendekar seakan ditujukan pada dirinya sendiri

"Pohon memang telah kosong. Dan kita bisa menyusul tiga kunang-kunang tadi."

"Menyusul mereka bisa kita lakukan kemudian. Kedua orang ini harus segera kita singkirkan. Kalau tidak, mereka bisa menjadi batu sandungan dikemudian hari."

"Ah, biarkan saja mereka saling bunuh paduka. Rasanya paduka tidak perlu ikut campur. Coba paduka lihat, orang-orang yang perlu kita bantu sekarang sudah pergi."

"Hem, kau benar juga. Biar saja mereka saling bunuh karena memperebutkan batu atos yang sudah tidak ada apa-apanya lagi. Sekarang kembalilah ke tempatmu. Kita harus pergi"

"Terima kasih paduka."

Sahut sang jiwa.

Raja anggukkan kepala.

Dengan cepat dia bangkit berdiri.

Kemudian dengan mengendap endap dia menyelinap tinggalkan tempat itu.


******


Kembali pada Dedemit Rawa Rontek.

Tidak lama sebelah merasa berhasil menghabisi Iblis Betina Muka Dua, lakd-laki tinggi bertubuh hijau itu kemudian segera kembali menghampiri pohon.

Sesampainya di depan pohon batu.

Dia jatuhkan diri berlutut dengan tangan dirangkapkan ke depan dada lalu melakukan tali sambung rasa atau kontak batin dengan junjungannya.

Setelah mengosongkan pikiran sambil mengerahkan seluruh perhatian menuju ke satu tempat dimana Penghuni Perahu Setan berada.

Dedemit Rawa Rontek tiba-tiba berkata.

"Wahai sang junjungan. Dimana pun dirimu saat ini berada aku ingin memberikan penjelasan bahwa gadis yang junjungan inginkan telah kutemukan, Tapi saya sulit mengambilnya karena seseorang yang memiliki ilmu kepandaian aneh telah membawanya masuk menyelinap ke dalam satu pohon batu. Saya telah menggunakan segala cara. Namun saya tidak sanggup menghancurkan pohon batu itu.Selanjutnya saya akan menunggu keputusan junjungan!"

Hening dan sunyi sesaat. Dedemit Rawa Rontek yang dikenal ganas ini menunggu dengan jantung berdebar. Dan perhatiannya tidak berlangsung lama karena sekejab kemudian sayup-sayup dikejauhan yang tidak terukur jaraknya terdengar suara ngiangan marah.

"Mahluk bodoh dan tolol! Menyelesaikan satu tugas saja kau tidak mampu!"

Suara ngiang mendamprat itu membuat wajah Dedemit Rawa Rontek yang hijau bertambah hijau pekat.

Pelipis bergerak-gerak, pipi menggembung.

Mata tunggalnya yang besar berputar liar berkiblat membersitkan kemarahan.

"Mahluk jahanam! Andai kau tidak mengetahui rahasia kelemahan ilmu kesaktianku. Sudah sejak lama aku akan melenyapkanmu. Kau mengira diriku suka diperintah dan kau suruh-suruh? Aku mahluk bebas yang benci diperbudak."

Batin Dedemit Rawa Rontek dalam hati. Darahnya serasa mendidih. Hati dipenuhi murka dan kebencian. Namun dia memilih diam dan bersikap patuh

"Sekarang kau berada dimana?"

Kembali terdengar suara mengiang di telinganya.

"Saya berada di ujung sebelah barat lembah Ratu Gamping, junjungan"

Menyahuti sang Dedemit dengan sikap seakan tidak mempunyai ganjalan di hati.

"Tunggulah. Aku akan sampai di tempat itu dalam waktu tiga kali tarikan nafas!"

"Terima kasih junjungan!"

Sahut Dedemit Rawa Rontek sambil bungkukkan tubuh dalam dalam. Tepat seperti yang dikatakan penghuni Perahu Setan.

Tidak sampai tiga kali Dedemit Rawa Rontek mengedipkan mata tiba-tiba dia mendengar suara deru bergemuruh di ketinggian.

Ketika sang Dedemit menatap ke atas.

Dia melihat sebuah perahu berwarna merah keseluruhannya dengan layar terkembang melesat ke arahnya.

Hanya sekejab saja perahu aneh yang bergerak dengan cara melayang di atas ketinggian telah berada tepat diatas kepala Dedemit Rawa Rontek. Gerakan perahu yang dikenal dengan nama perahu Setan terhenti mengambang.

Lalu satu kepala muncul dari dalam perahu.

Dedemit melihat orang berjubah merah, memakai topeng tengkorak pelindung wajah

Raja Gendeng 14 Misteri Perahu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Junjungan! Itulah pohon batu yang saya maksudkan!"

Jelas sang Dedemit sambil menunjuk ke arah pohon batu berwarna hitam yang menjulang tinggi dipenuhi cabang meranggas tanpa daun.

Sosok diatas perahu layangkan pandang ke arah yang dimaksud.

Setelah memperhatikan pohon tersebut, wajah yang terlindung dibalik topeng tengkorak menyeringai

"Wahai mahluk tak berguna. Kau yakin gadis yang kucari berada dan bersembunyi di pohon aneh itu?"

Tanya penghuni Perahu Setan tanpa mengalihkan perhatian dari pohon yang ditatapnya. Dedemit Rawa Rontek cepat rangkapkan kedua tangan menjura lalu baru kemudian menjawab.

"Saya melihat dengan kepala sendiri, junjungan.Bahkan nenek yang bergelar Iblis Betina Muka Dua yang telah saya bunuh itu juga melihatnya. Dia menginginkan gadis itu juga untuk dipersembahkan pada Yang Terlaknat Dari Alam Baka!"

Wajah dibalik topeng diam-diam berubah tegang.

Kening mengernyit dalam hati berkata

"Jadi sainganku bukan cuma Gagak Anabrang dan para kunyuk dunia persilatan. Mahluk alam baka menginginkan gadis itu. Dan si renta Iblis Betina dijadikan utusannya.
Semua ini merupakan tantangan yang cukup berarti bagiku."

Batin penghuni Perahu Setan sambil melirik ke arah Iblis Betina Muka Dua yang terbujur menggeletak di atas rerumputan.

"Kau yakin nenek itu betul-betul sudah mati?"

Bertanya sang Junjungan di atas perahu seperti curiga.

"Begitulah keyakinan saya karena saya telah memecahkan batok kepala dan membuat remuk tulang bahunya, junjungan."

"Jangan percaya dengan penglihatan biasa. Apalagi kau cuma punya satu mata. Pandangan biasanya suka menipu. Dan kau harus ingat. Aku sudah sering mendengar nenek satu itu punya beragam ilmu yang menipu pandangan.Tapi aku tidak perduli. Tugasmu adalah menyingkirkan setiap penghalang yang mengganggu semua tujuanku. Sekarang aku sendiri yang akan menghancurkan pohon itu, mengambil gadis yang bersembunyi di dalamnya lalu pergi dari tempat ini."

"Tapi.."

"Tapi apa, Dedemit Rawa rontek!"

Tukas Penghuni Perahu Setan dengan sikap menunjulkan rasa tidak suka.

"Ma..maafkan saya junjungan,Saya hanya ingin mengingatkan ada dua orang berkepandaian tinggi yang menjaga dan melindungi gadis itu. Junjungan harus berhati-hati!"

"Ha ha ha. Yang kutahu pelindungnya adalah cecunguk gendut Kelut Birawa dan yang satunya lagi pastilah kecoak lapuk bernama Raden Pengging Ambengan. Aku tidak takut dengan kecoak-kecoak renta itu. Yang terpenting aku harus dapatkan keinginanku. Bila mereka menghalangi pasti kubunuh!"

Dengus Penghuni Perahu Setan disertai gelak tawa menyeramkan.

"Kalau begitu tak ada lagi yang harus saya risaukan!"

Kata Dedemit Rawa Rontek namun di dalam hatinya juga merasa kesal dengan kesombongan junjungannya. Penghuni Perahu Setan keluarkan suara berdengus.

Kemudian dengan gerakan seringan kapas dia melesat melayang tinggalkan perahu di ketinggian. Begitu jejakkan kaki sejarak tiga tombak di depan pohon batu. Sang Penghuni Perahu Setan segera kerahkan tenaga sakti ke bagian tangannya. Sekejab kemudian kedua tangan dan sekujur kuku berjingkrak tegak dan tampak mengepulkan asap tebal bergulung-gulung.

Seiring dengan mengepulnya asap.

Kedua tangannya berubah menghitam memancarkan cahaya redup menggidikkan.

Melihat orang menggunakan ilmu yang menjadi andalannya.

Dalam hati sambil melangkah mundur Dedemit Rawa Rontek berujar.

"Mahluk satu ini ternyata mengerahkan ajian Serat Karang!"

Sambil menatap tak berkedip sang Dedemit diam terpaku memperhatikan.

Sampai akhirnya diawali dengan teriakan menggelegar .Penghuni Perahu Setan segera hantamkan kedua tangannya ke arah pohon batu hitam tersebut.

Begitu tangan didorong ke arah pohon terdengar suara bergemuruh laksana amukan badai di laut.Cahaya hitam pekat berkiblat.

Lalu...

Traaat!

Geleger Cahaya hitam berkilau menghantam pohon besar itu.

Kilatan-kilatan cahaya dengan cepat menjalar keseluruh pohon dari bagian batang hingga ke cabang dan ranting.

Keadaan yang terpentang di depan mata kemudian sungguh luar biasa.

Pohon batu hancur bertebaran menjadi puing-puing tidak berbentuk. Kepulan asap dan debu membubung tinggi bergerak meliuk-liuk memenuhi udara. Namun ketika kepulan asap dan debu lenyap Penghuni perahu Setan berteriak marah sementara matanya menatap terbelalak tidak percaya.

"Jahanamf Pohon ini kosong. Kemana mereka pergi"

Seperti orang kalap, Penghuni Perahu Setan memutar badan menghadap langsung ke arah Dedemit Rawa Rontek. Merasa bersalah, sang Dedemit cepat jatuhkan diri berlutut di tanah.

Dengan gugup dia menjawab,

"Maafkan saya junjungan. Kemungkinan orang yang bersembunyi dan gadis incaran kita telah menyelinap pergi!"

"Begitu? Tapi awas bila kau berani menipuku. Aku bersumpah bakal mematahkan semua tanduk yang tumbuh di tubuhmu!"

Hardik Penghuni Perahu berang.

"Junjungan mana berani saya bicara dusta. Kalau tidak percaya tanya saja pada nenek yang sudah mati itu!"

Kata Dedemit Rawa Rontek lalu menunjuk ke arah Iblis Betina Muka Dua.

Ucapan mahluk satu ini karuan saja membuat Penghuni Perahu Setan tambah berang.

Tapi belum sempat dia mendamprat.

Tiba-tiba si nenek yang dalam keadaan rebah tak bergerak tertawa tergelak-gelak.

"Membunuh sekaligus menghabisiku bukan perkara mudah. Kalian berdua hanyalah dua mahluk tolol yang mudah ditipu bangsa manusia. Hik hik hike!"

Dedemit Rawa Rontek tersentak kaget. Demikian juga dengan junjungannya. Penasaran mereka sama menatap ke arah nenek renta yang tak jauh di depan mereka. Ketika melihat Iblis Betina Muka Dua bangkit berdiri dalam keadaan tidak kekurangan sesuatu apa.

Kagetlah sang Dedemit dibuatnya. Berbeda dengan Penghuni Perahu Setan. Dia yang sedang dilanda kecewa dan kemarahan segera melangkah mendatangi.

Tepat tiga tombak di depan Iblis Betina Muka Dua langkahnya berhenti. Sepasang mata yang terlindung topeng tengkorak menatap tajam ke arah nenek berwajah dua itu.

"Mahluk celaka tak karuan rupa!"

Hardik Penghuni Perahu Setan dengan suara keras menggeledek.

"Kau mengira ada yang lucu dan patut untuk ditertawakan? Aku mengenal cecunguk sepertimu. Dan kau masih belum sadar bertemu dan berhadapan dengan siapa? Aku tahu kau bersekutu dengan mahluk liang lahat jahanam yang biasa disebut dengan Yang Terlaknat Dari Alam Baka. Raja diraja alam kubur itu sekalipun bila ada dihadapanku tak bakal berani bersikap lancang mentertawai segala kekecewaanku! Kau betul-betul mencari mampus!"

"Ah ternyata dia mengenal sobatku Yang Terlaknat Dari Alam Baka. Siapa wajah yang bersembunyi dibalik topeng itu?"

Membatin Iblis Betina Muka Dua. Walau sempat dibuat heran tidak menyangka orang mengenali siapa dirinya. Namun nenek renta itu ternyata tidak perduli. Dia melangkah maju, lalu sambil berkacak pinggang si nenek berkata.

"Penghuni Perahu Setan. Kau menyangka dirimu siapa. Dedemit Rawa Rontek itu boleh saja merasa tahluk, tunduk terhadapmu. Tapi aku bukanlah kacung suruhan. Aku tidak takut padamu dan ini buktinya...."

Sambil membentak garang Iblis Betina Muka Dua tiba-tiba melompat ke atas. Mulut depan dan belakang dibuka menganga sedangkan kepala diputar dengan satu sentakan keras.

Set!

Ser!

Pada saat kepala bergoyang dari dua mulut menjulur keluar lidah panjang tak obahnya sepert selendang. Satu lidah yang berasal dari mulut berada di belakang kepala bergerak cepat siap melibat kaki Penghuni Perahu Setan, Sedangkan lidah yang berasal dari mulut bagian depan bergerak melibat leher dan siap menjiratnya. Bersamaan dengan meluncurnya lidah tercium bau busuk bangkal.

Sementara walau kedua lidahnya melakukan serangan. Iblis Betina Muka Dua masih bisa berucap lantang.

"Bila tadi kaki tanganmu masih bisa selamat dari libatan lidahku. Maka kini aku menggunakan racun. Begitu kau terkena serangan dua lidahku, kau segera mampus keracunan. Hik hik hik!"

"Bualan busuk. Racunmu tidak bisa berbuat banyak karena tubuhku ini sesungguhnya sangat kebal dengan berbagai racun ganas! Heaaa...!"

Sahut Penghuni Perahu Setan.

Mulut berkata begitu, namun ketika lidah menyambar kaki dia melompat ke atas.

Sementara saat tubuhnya mengapung di atas tanah, dua tangan bergerak menghantam ke dua lidah lawan.

Wuss!

Byaar!

Satu gelombang angin dahsyat menderu menghantam dua lidah yang menyerang dari sebelah bawah dan sebelah atas.

Melihat deru angin disertai pijaran hawa panas menggidikkan, Tblis Betina Muka Dua berlaku nekat dan ingin menjajagi sampai dimana kehebatan Penghuni Perahu Setan yang selama ini membuat gentar lawan-lawannya itu.

Maka tanpa keraguan sedikitpun si nenek lipat gandakan tenaga dalamnya lalu dia salurkan ke arah dua lidah.

Sepasang lidah yang tadinya bergerak lentur kini berubah kaku siap mengemplang lawan.

Sementara akibat pengerahan tenaga dalam yang berlebihan membuat lidah itu berwarna lebih merah dan menggeletar ganas.

Ketika benturan dahsyat terjadi.

Dua lidah yang siap mengemplang dan mencambuk terpental. Nenek itu sendiri terjajar, tubuh bergetar lalu jatuh berlutut dengan wajah pucat nafas megap-megap.

Menatap ke depan dengan sorot mata nanar.

Dia melihat penghuni perahu Setan tegak berdiri tidak kekurangan sesuatu apa.

Sementara tak jauh dibelakangnya si nenek juga melihat Dedemit Rawa Rontek bersikap waspada.

"Keparat jahanam.Mereka bukan mahluk biasa. Menghadapi Dedemit Rawa Rontek aku masih bisa menandingi. Tapi berhadapan dengan mahluk satu ini aku merasakan sekujur tubuhku rontok."

geram Iblis Betina Muka Dua. Tapi dia tidak punya waktu berpikir lama.

Saat itu dia melihat lawan telah menyerbu ke depan.Dua tangan diayunkan ke kanan dan kekiri dengan gerakan membabat lidah yang terjulur menjuntai di tanah.

Tidak ingin sepasang lidahnya terbabat putus Iblis Betina Muka Dua lakukan gerakan seperti menelan ludah.

Dua lidah yang terjulur laksana kilat terbetot masuk kedalam dua mulut di depan dan belakang. Serangan lawan luput.

Kibasan tangan hanya membabat tanah kosong menimbulkan lubang guratan dalam dan percikan bunga api.Penghuni Perahu Setan menggeram.

Kegagalan mendapatkan gadis yang menjadi incarannya kini dia lampiaskan pada lawannya.

Tanpa ampun dan tak dapat dihindari lagi Iblis Betina Muka Dua kalang kabut menyelamatkan dirl dari serangan yang bertubi-tubi.

"Edan! Keparat busuk itu serangannya makin menggila. Bila kuladeni terus bisa-bisa nyawaku amblas tak ketolongan.Lebih baik aku mencari selamat. Aku tidak mau mati konyol melayani segala keganasannya!"

Raja Gendeng 14 Misteri Perahu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Membatin si nenek dalam hati Walau telah mengambil keputusan demikian namun tidak mudah bagi Iblis Betina Muka Dua untuk mencari selamat.

Dalam keadaan terdesak dia berpaksa lebih mengandalkan serangan tangan dan kaki. Benturan-benturan keras akibat beradunya pukulan serta tendangan berulang kali terjadi. Sampai kemudian si nenek meraung kesakitan begitu pukulan jarak jauh yang dilepaskan lawan menghantam perutnya.

Nenek ini terhuyung.

Sementara dari arah depan dengan penuh nafsu Penghuni Perahu Setan melesat ke arahnya.Dua tangan yang terpentang berbentuk cakar terus melesat mencari sasaran di bagian dada.

"Junjungan...!"

"Aku akan menjebol dada dan mengorek jantungmu!"

Seru Penghuni Perahu Setan.

Tidak ada pilihan lain.

Ketika si nenek merasakan sambaran angin menerpa dada.

Sesaat sebelum sepuluh jemari tangan amblas masuk ke dalam tubuhnya.

Si nenek Muka Dua segera menghantam ke depan.

Selarik cahaya biru merah hijau dan kehitaman menderu menyambuti serangan ganas Penghuni Perahu Setan, namun hanya dengan menggoyangkan dua tangannya, semua cahaya yang bersumber dari pukulan si nenek dibuat hancur bertebaran.

Sepuluh jari seperti tak tercegah lagi terus melesat mengarah ke tempat yang dituju.

"Celaka!"

Geram Iblis Betina Muka Dua namun dia cepat amblaskan diri ke tanah mencari selamat.

Dua kaki dihentakan.

Sosok si nenek tiba-tiba seperti dibetot ke dalam tanah.

Penghuni Perahu Setan mencoba menggapai membetot lawan dan mencekal kepalanya.

Breet!

Tapi sang Penghuni Perahu Setan hanya sempat menyambar rambut si nenek.

Rambut yang dibetot putus berguguran.

Sementara lawan telah lenyap.Darl tempat lenyapnya si nenek, menganga sebuah lubang seukuran tubuh manusia.

Namun lubang itu kemudian menutup dengan sendirinya membuat Penghuni Perahu Setan geram juga kecewa.

"Kurang ajar! Pengecut sialan! Iimu kepandalan apa yang dimilikinya?"

Teriak Penghuni Perahu Setan sambil banting kakinya.

Hentakan kaki membuat tanah terguncang serasa dilanda gempa. Tak jauh di belakangnya, Dedemit Rawa Rontek yang melihat jalannya pertempuran sengit itu tak berani menjawab.

Dia yang sempat merasa kagum melihat kecepatan junjungannya dalam menyerang hanya rundukkan kepala

"Kau tuli? Kau kira aku bicara dengan setan?"

Hardik Penghuni Perahu Muka Setan geram. Dengan terbata-bata Dedemit Rawa Rontek menjawab.

"Maafkan saya junjungan, Saya tidak tahu ilmu kesaktian apa yang dimilikinya. Yang saya ketahui ilmu seperti itu memang dimiliki oleh beherapa tokoh sakti penghuni liang kubur."

Sahut sang Dedemit sambil menunduk tanda kepatuhan

"Hiaa... Begitu rupanya? Aku paling benci kegagalan.Orang yang kucari belum didapat.Tahu tahu ada orang yang meremehkan kehebatanku."

Geram Penghuni Perahu Setan penasaran.

Setelah berpikir lalu dia balikkan badan

"Mahluk kurang bermanfaat."

Dengusnya setelah saling berhadapan dengan Dedemit Rawa Rontek.

"Kau dengar. Karena ketidak becusanmu Kini tugasmu tidak hanya mencari gadis itu. Tapi tugasmu bertambah satu lagi."

"Junjungan. Saya mengaku salah. Saya tidak keberatan walau harus mengemban satu tugas lagi. Katakan apa tugas kedua yang hendak junjungan berikan?"

"Tugasmu adalah mencari dan membunuh seorang pemuda bernama Raja bergelar Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es..Kau dengar? Bunuh dan habisi dia. Jika gagal kau yang akan kuhabisi!"

Kata Penghuni Perahu Setan mengancam. Walau hatinya merasa tertekan, walau murka dan kemarahan Dedemit Rawa Rontek sampai ke ubun-ubun. Namun mahluk satu itu dengan patuh tetap menjawab.

"Baiklah junjungan. Sekali ini aku tidak akan membuatmu kecewa."

"Kalau begitu tunggu apa lagi. Cepat angkat kaki dari hadapanku!"

Kertak penghuni Perahu Setan .Dengan hati menggerendeng namun mulut mengurai senyum. Dedemit Rawa Rontek segera berlalu.

Selanjutnya secepat kilat dia memutar tubuh dan berkelebat tinggalkan majikannya seorang diri.

Penghuni Perahu Setan mendengus.

Kaki dihentakan, tubuhnya melesat ke atas ketinggian tempat dimana perahu Setan mengapung diam.

Setelah tubuh melesat masuk ke dalam perahu diapun berteriak tidak jelas ditujukan pada siapa.

"Ayo pergi!"

Teriakannya lenyap.

Perahu Setan tiba-tiba keluarkan suara menderu dan desir aneh. Perahu melesat laksana kilat.

Sekejab kemudian lenyap dari pandangan mata.

Segalanya berubah sunyi. Hanya semilir angin berhembus sepoi-sepoi.

Tamat.

Nantikan Kelanjutannya!


Ratu Edan


(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)

Situbondo,21 September 2019

Sampai jumpa di episode berikutnya...

Terima Kasih



Lima Sekawan Penculikan Bintang Televisi Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Animorphs 54 Awal Beginning

Cari Blog Ini