Ceritasilat Novel Online

Perawan Bayangan Rembulan 2

Raja Gendeng 21 Perawan Bayangan Rembulan Bagian 2


Jelas jiwa.

"Dan mereka dalam keadaan terburu- buru." sambung Raja.

"Saya kira juga demikian."

Sahut jiwa.

"Ada sesuatu yang mereka takuti. Kedua kakek ini jelas bukan orang biasa, mereka pasti memiliki ilmu kesaktian tinggi. Mungkinkah ada yang mengejar atau mungkin mereka diburu untuk dibunuh."

Gumam Raja.

"Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi paduka. Saya juga menduga demikian. Yang perlu kita cari tahu darimana asal mereka? Mengapa mereka sampai melarikan diri ke tempat terpencil seperti ini?"

"Kau benar jiwa. Kita harus tinggalkan tempat ini secepatnya."

Ucap murid Ki Panaraan Jagad Biru dan Nini Balang Kudu itu. Dia lalu menghampiri mayat yang anggota tubuhnya telah hancur namun masih lengkap dengan kepalanya. Melihat ini jiwa tiba-tiba ajukan pertanyaan.

"mengapa dua senjata itu gusti tidak bawa serta?"

"Aku sudah punya senjata,mahluk tolol. Dengan membawa batok dan tongkat nanti orang mengira aku ini Raja pengemis. Kau suka diriku ini menjadi tertawaan orang desa atau dikejar-kejar bocah sedusun?"

"Jangan sampai seperti itu paduka. Meminta pada orang lain boleh-boleh saja tapi bila benar benar terdesak atau kepepet ha..ha..ha.." jawab jiwa disertai gelak tawa.

"Mahluk sinting! Gelo betul."

Gerutu Raja.

Kemudian tanpa bicara lagi Raja balikan badan. Tapi belum sempat melangkah tinggalkan ruangan yang sejuk itu, tiba-tiba sang pendekar mendengar suara ngiang berupa seruan tertahan.

"Paduka lihat! Dibelakang gusti!"

Raja terkejut namun dengan cepat palingkan kepala menatap ke belakangnya.

"Astaga!"

Mata sang pendekar terbelalak, mulut ternganga tercengang ketika melihat sosok mayat berwajah hijau tempat dimana dia meletakan tongkat dan batok tiba-tiba merentak bangkit.

Sekejaban mata dengan bersusah payah mayat itu telah duduk.

Mulut yang berlumur darah mengerang sedangkan mata memandang kosong ke arah sang pendekar.

"Aku sudah memastikan tadi dia benar-benar telah mati. Lalu mengapa orang yang sudah mati dapat hidup kembali. Edan... ataukah mataku dan mata Jiwa sahabatku yang salah melihat?"

Batin Raja sambil memutar tubuh kembali berbalik kebelakang menghadap ke arah sosok mayat. Mayat dipenuhi luka mengerikan yang tak lain adalah Ragil Ijo tiba-tiba saja berucap.

"Bila dia datang kematian bisa terjadi dimana-mana.Dia lembut namun bisa berubah menjadi iblis pencabut nyawa.Wahai, kau pemuda berambut gondrong.Bantulah aku menemukan saudara tuaku yang bernama Ki Jangkung Reksa Menggala. Bila bertemu dengannya katakan Ragil Ijo dan Ki Jalung Upas adiknya tidak bisa membantu juga tidak bisa menguburkannya bila dia mati."

Kata si kakek dengan suara terbata-bata.

"Orangtua kau datang dari mana?"

Tanya Raja

"Aku berasal dari padepokan Tiga Guru di kaki bukit Talang Hijau."

Jawab Ragil Ijo.

"Apa yang terjadi? Siapa yang memperiakukanmu seperti ini. Cepat katakan!"

Bersusah payah Ragil Ijo membuka mulut hendak menjawab.

Tapi tiba-tiba saja kakek itu mendekap lehernya sendiri.

Dari mulut bukan lagi terdengar suara jawaban melainkan suara mengorok hebat.

Mata si kakek mendelik kaki melejang-lejang, tubuh menggelepar dan kedua tangan tampak sibuk menarik sesuatu yang mencekik lehernya.

Karena Raja memang tidak dapat melihat apa yang sedang dialami oleh Ragil Ijo diapun berteriak ditujukan pada jiwa sahabatnya.

"Jiwa apa yang kau lihat. Dia seperti berusaha menyingkirkan sesuatu dari lehernya. Lekas katakan padaku!"

Secepat kilat sang pendekar menyerbu kedepan. Maksudnya hendak menolong Ragil Ijo agar dapat terbebas dari penderitaan. Belum sampai pemuda ini kehadapan Ragil Ijo, Jiwa penghuni pedang berseru.

"Paduka. Jangan mendekat! Saya melihat ada satu sosok samar mencekik orang tua itu. Menjauhlah paduka. Serahkan semua ini pada saya. Biarkan saya yang akan memberi pelajaran pada sosok yang tak bisa paduka lihat itu."

Seru jiwa sahabat sang pendekar.

Terdorong keinginan untuk membantu menyelamatkan orang dari penderitaan, tanpa peduli Raja terus merangsek maju, Dua tangan yang telah teraliri tenaga dalam dengan cepat dijulur ke depan yaitu kebagian leher tempat dimana tangan yang dia perkirakan tidak terlihat itu berada.

Tapi baru saja jemari tangan sang pendekar menyentuh Ragil Ijo. Tiba-tiba saja dia merasa ada angin menyambar dari arah depan.

Dees!

Dees!

Satu pukulan tidak terlihat dengan kekuatan luar biasa menghantam kedua tangan Raja. Karena tidak melihat siapa yang menyerang, sementara Ragil Ijo sendiri terlihat terus berusaha membebaskan lehernya dari cekikan dengan wajah pucat ketakutan.

Sang pendekar pada waktu bersamaan kembali mendengar suara deru menyambar ke bagian dadanya. Tidak ingin dibuat celaka untuk kedua kalinya. Tanpa menghiraukan kedua lengannya yang sakit akibat dihajar serangan yang tak terlihat. Raja melompat kebelakang sekaligus dorongkan dua tangan kedepan.

Segulung angin menderu disertai berkiblatnya cahaya putih berkilau laksana perak. Tidak mau bersikap ayal, ternyata Raja melepaskan pukulan Badai Es kearah mana lawan dia perkirakan berada.

Sambaran cahaya putih berkilau laksana perak menghantam ke depan. Namun lawan yang tidak terlihat oleh Raja tapi dapat dilihat oleh jiwa sahabatnya dengan tidak diduga mempergunakan Ragil Ijo sebagai perisai untuk melindungi diri.

Tiba-tiba saja Raja melihat tubuh si kakek terangkat naik ke atas. Kemudian tubuh itu diputar laksana titiran. Dalam jarak sedekat itu mustahil bagi Raja untuk menarik balik serangan yang sudah terlanjur dilepaskan.

Tanpa ampun lagi Hmu Pukulan Badai Es yang dilancarkan Raja menghantam tubuh Ragil Ijo membuat si kakek menjerit.

Jeritan lenyap.

Tubuh Ragil Ijo meluncur deras ke bawah lalu ambruk dalam keadaan membeku memutih diselimuti es.

"Keparat! Mahluk pengecut! Siapapun dirimu harap unjukan diri!"

Geram Raja. Sebagai jawaban terdengar suara gema tawa mengikik disertai ucapan lirih namun dingin.

"Pemuda gondrong berpedang! Harap jangan ikut campur dengan segala urusanku! Jika kau tetap melakukannya, kelak kau akan kubuat menyesal seumur hidupmu. Hik hik hik!"

"Siapa dia? Suaranya seperti suara perempuan. Apakah mungkin dia dedemit penguasa tempat ini? Dia tidak mau unjukan diri tapi malah bicara mengancam segala!"

Geram Raja.

"Paduka! Sekarang mahluk itu ada didepanku. Sebaiknya paduka keluar tinggalkan gua. Biarkan saya yang meringkusnya!" teriak jiwa dengan suara keras membuat sang pendekar merasakan telinganya jadi pengang.

Sambil mengusapi telinga kanannya yang panas, Raja tiba-tiba berkata.

"kemana saja kau sejak tadi. Kau yang bisa melihat dia tapi bertindak lambat. Sekarang kau meminta aku keluar dari ruangan ini selayaknya pengecut yang lari meninggalkan medan laga?"

Damprat pemuda itu kesal.

"Maafkan saya paduka. Bukannya saya bersikap lalai berlaku lengah. Tapi saya hanya ingin memastikan apakah mahluk yang mencekik kakek muka hijau adalah mahluk sejenis saya atau bukan."

Jawab jiwa.

"Lalu... Ternyata dia bukan seperti saya atau seperti jiwa perempuan."

Terang sang jiwa.

"Jadi seperti apa? Seperti nenekku atau seperti kuntilanak?"

Dengus sang pendekar tambah kesal

"Dia tidak ubahnya seperti bayangan.Bayangan yang dikirimkan seseorang dalam rupa serba hitam. Tampaknya bayangan itu seperti bayangan seseorang dibawah cahaya matahari tapi dalam ujud angker menyeramkan."

Penjelasan sang jiwa karuan saja membuat sang Raja delikan matanya.

"Apa? Cuma bayangan kiriman seseorang tapi nyaris membuatku celaka. Edan! Apakah kau tidak bergurau jiwa ?"

Tanya Raja masih belum bisa percaya.

"Mana mungkin saya bergurau paduka Raja!"

Dengan masih diliputi perasaan marah juga penasaran,Raja menyela.

"Ialu tunggu apa lagi. Cepat ringkus mahluk itu. Seret dia. Kalau perlu nanti kita bisa menjadikannya sebagai pepes."

Melihat Raja bicara sendiri mahluk berupa bayangan berwarna hitam gelap namun kasat mata itu diam-diam terkejut.

Apalagi ketika mengetahui ternyata pemuda gondrong itu bicara dengan mahluk yang tidak bisa dilihatnya.

Karena tidak dapat melihat jiwa yang berdiri menghadang didepannya, mahluk gaib yang datang dari dunia kesesatan ini jadi bicara sendiri.

"Pemuda gondrong bernama Raja itu adalah manusia biasa namun memiliki ilmu serta kesaktian yang tinggi. Tapi ada mahluk yang tidak dapat kulihat yang berbeda sekali dengan si gondrong. Dia juga bukan mahluk sembarangan. Apakah aku perlu menghadapi mahluk bernama jiwa ini. Urusan ditempat ini telah kuselesaikan dengan sebaik- baiknya. Ragil Ijo bahkan telah mampus. Dia tidak bakal lagi bisa mengatakan siapa yang telah membuatnya celaka! Sebaiknya aku kembali bergabung dengan tiga sahabat di lereng Merapil"

Baru saja sosok bayangan hitam memutuskan demikian.

Tiba-tiba saja dia merasa ada sesuatu yang berkelebat kearahnya.

Bayangan hitam tersentak, tapi cepat palingkan kepala.

Tidak terlihat olehnya ada dua kepalan tangan sebesar bukit melabrak kearahnya.

Dua tinju sebesar bukit melabrak kearahnya

Sreek!

Bayangan hitam mengerang kesakitan.

Mahluk aneh dari alam gelap ini menggeliat dari himpitan tinju lalu hantamkan kedua kaki dan tangan ke arah kepalan tangan lawan.

Tetapi jangankan hancur terkena tendangan dan pukulannya, bergeserpun kepalan tangan itu tidak.

Malah kini bayangan hitam merasakan lawan menekan sosoknya dengan lebih keras.

Sang bayangan megap-megap.

Himpitan sedemikian hebat membuat sekujur tubuhnya laksana mau meledak

"Jahanam! Ilmu kesaktian apa yang dimiliki oleh mahluk dar? alam roh ini.Mengapa aku menjadi tak berdaya?!" pikir bayangan hitam.

"Sudah kukatakan kau tidak bisa lolos dariku, bayangan jelek!"
Raja Gendeng 21 Perawan Bayangan Rembulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dengus jiwa sahabat Raja.

Bayangan hitam menggeram walau tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Jiwa Pedang. Sebaliknya dalam hati dia berkata.

"Aku harus meloloskan diri. Hanya dengan ilmu Bayangan merubah Ujud aku bisa lolos!"

Selanjutnya tanpa menunggu lebih lama bayangan hitam merapal mantera ilmu sakti yang dimiliki. Hanya sekejap setelah selesai membaca mantera, jiwa sahabat Raja tiba-tiba merasakan tinju besarnya yang menindih bayangan hitam mendadak amblas melesak ke dalam tanah

"Kurang ajar! Pengecut itu melarikan diri!"

Geram jiwa.

Secepat kilat dia angkat tinjunya yang terpendam dalam tanah.

Penasaran sekali lagi jiwa memperhatikan ke tempat mana lawan tadinya berada.

Dia tidak menemukan mahluk yang dicari.

Namun dikejauhan jiwa mendengar suara gelak tawa mengejek.

Jiwa sahabat Raja menggeram. Sementara itu karena tidak dapat melihat ujud nyata jiwa sahabatnya, Raja hanya bisa melihat lantai tanah amblas berlubang dalam membentuk sebuah tinju besar.

Dan sebelum Raja sempat merasakan getaran pada lantai gua yang dipijaknya.

Tidaklah heran ketika melihat lubang berbentuk kepalan tangan dia berjingkrak kaget sedang dari mulutnya terdengar seruan.

"Pukulan siapa yang menimbulkan lubang sebesar ini? Jiwa... memangnya kau berada dimana? Mengapa kedengaran suara tawa perempuan seperti mengejek dikejauhan?"

Tanya sang pendekar dengan mata jelalatan liar menatap keseluruh penjuruh ruangan.

"Paduka, saya disini persis dihadapanmu dalam keadaan berhadap-hadapan. Gusti, lubang di lantai gua itu adalah bekas tinjuku. Saya bermaksud menghancurkan bayangan hitam tadi dengan ilmu Tinju Dewa Mendera Bumi. Tapi mahluk itu berhasil lolos dengan menggunakan ilmu bayangan merubah ujud. Setelah melarikan diri, dikejauhan dia memang mengejek saya. Bagaimana menurut paduka apakah saya harus mengejarnya?"

Tanya jiwa

"Biarkan tak usah dikejar."

Cegah sang pendekar, Kemudian sambil mengusapkan wajahnya dia berkata.

"Kau mempunyai ilmu yang hebat. Tubuhmu tidak terlihat oleh manusia, namun keberadaanmu dapat dibuktikan. Malah bekas tinjumu sebesar itu, tubuhmu sebesar apa? Bagaimana kau bisa keluar masuk dan berdiam dihulu pedang yang kecil dan sempit. Jangan-jangan kau ini seperti angin atau seperti kentut yang bisa menyelinap kemana-mana? Ha..ha.ha!"

"Paduka ada-ada saja, Tubuh halus saya tidak sebesar seperti yang gusti bayangkan. Tinju saya bisa sebesar itu karena saya menggunakan ilmu kesaktian. Jika tidak ya tinju saya biasa-biasa saja."

Jawab jiwa tersipu.

"Malah tinju saya jauh lebih besar dari tinju Jiwa sahabat paduka itu."

Tiba-tiba saja terdengar ngiang suara perempuan menimpali. Karena sebelumnya sang pendekar juga sering bicara dengan yang baru berucap maka mendengar ngiangan suaranya Raja tersenyum.

"Jiwa perempuan? Ternyata kau sudah bangun dari tidurmu?"

"Benar, Saya baru terjaga, namun bukan berarti saya seorang gadis pemalas paduka?"

Menyahuti jiwa perempuan yang saat itu telah keluar dari hulu pedang lalu dengan gerakan ringan segera melompat dan duduk

"Perempuan kurang ajar pandai bicara.Jangan berani duduk dibahu paduka rajaku!" geram jiwa sahabat Raja yang mendadak menjadi sangat marah melihat jiwa perempuan duduk uncang-uncang kaki dibahu Raja.

Walau sang pendekar sendiri tidak dapat melihat dua mahluk yang menjadi sahabatnya itu dan bukannya dia tidak merasakan kehadiran jiwa perempuan, justru dia dapat mengetahui jiwa perempuan menggunakan bahu kirinya sebagai tempat kedudukan, karena sambaran angin dan rasa hangat dibagian bahunya.

Jiwa perempuan juga tidak mempunyai tubuh kasar. Walau mahluk berambut panjang berdada bagus berpinggul menawan itu duduk Raja tidak merasa repot atau bahunya merasa terbebani oleh berat tubuh gadis itu.

Tapi demi sebuah kewibawaan dan untuk menjaga perasaan jiwa sahabatnya.

Pemuda itu tiba-tiba saja berkata sambil menatap ke bagian bahu kirinya.

"Jiwa perempuan. Kau jangan bersikap kurang ajar terhadap gusti rajamu. Biar gendeng begini aku tetap seorang raja.Menyingkirlah dari bahuku atau aku akan menyuruh jiwa sahabatku menggebukmu!"

"Paduka, tap...bukankah laki-laki senang berdekatan dengan seorang gadis seperti saya. Apalagi saya cantik paduka?"

"Paduka. Biarkan saya memberi pelajaran pada jiwa perempuan yang tidak tahu diri ini." seru jiwa pedang.

Kemudian sekonyong-konyong Raja mendengar suara deru angin berkesiuran dibahu kirinya. Sang pendekar bahkan segera merasakan ada hawa dingin luar biasa dahsyat menyambar bagian atas bahunya. Jiwa telah melakukan serangan terhadap jiwa perempuan.

Walau Raja tahu yang diincar bukanlah dirinya melainkan jiwa perempuan yang duduk diatas bahu. Namun pemuda ini rupanya khawatir juga bila dia juga ikut terkena serangan nyasar jiwa sahabatnya.

Disaat jiwa perempuan keluarkan seruan, lalu gelindingkan tubuh selamatkan diri.

"Woalah mati aku mak!"

Pada waktu bersamaan Raja yang tidak tahan gempuran hawa dingin luar biasa yang walaupun sebenarnya tidak ditujukan kepadanya segera menggerakkan tangan kanannya ke atas bahu

Plak!

Dess!

"Ugkh... tobat ampun! Maafkan saya gusti! " kata jiwa dengan suara tertahan.

Dilantai gua jiwa sahabat Raja jatuh menggelinding. Tangannya yang membentur tangan Raja terasa sakit seperti dipanggang di atas bara menyala.
Rasa sakit yang dialami sang jiwa karena Raja menggunakan tenaga dalam berhawa panas yang didukung ilmu pukulan Badai Serat Jiwa yang mempunyai sifat panas.

"Jiwa kau tidak apa-apa?"

Bertanya sang pendekar yang diam-diam khawatir dengan keselamatan jiwa sahabatnya.

Jiwa pedang bangkit berdiri, Dua tangan yang bentrok dengan lengan rajanya menjadi lunglai.

Namun tentu hanya jiwa perempuan saja yang bisa melihat jiwa pedang.

Jiwa perempuan merasa iba.

Menyesal atas segala sikapnya yang kurang santun maka mewakili jiwa pedang dia menjawab.

"Paduka. Jiwa pedang sahabat paduka sedang meringis kesakitan. Mulutnya monyong sabagai tanda tidak senang. Maafkan saya karena tidak berlaku sopan dengan duduk dibahu paduka."

"Usir saja dia paduka. Jika tetap bersama kita jiwa perempuan nampaknya akan membuat banyak masalah." dengus jiwa pedang sahabat raja.

Raja manggut-manggut tapi juga menggeleng. Sambil tersenyum dia menjawab.

"jiwa pedang sahabatku. Jiwa perempuan telah menyatakan penyesalannya. Dia juga telah menjadi sahabat kita berdua. Kita bertiga tergabung menjadi satu kekuatan. Tiga dalam satu atau satu dalam tiga. Dalam satu kebersamaan untuk memerangi kejahatan. Itulah sebabnya aku menyebut diri kita menjadi tiga satu tiga. Kalau jiwa perempuan tidak bersama kita lagi berarti kita tinggal berdua dalam mengendalikan satu pedang yaitu pedang gila. Apa kata dunia persilatan bila kita mengusir Jiwa Perempuan. Nanti dunia persilatan menjadi heboh. Tidakkah demikian jiwa sahabatku?"

Ucapan Raja ini membuat jiwa sahabatnya tak kuasa menahan tawa.

Mulut tertawa namun dua tangan tetap terkulai. Melihat ini jiwa perempuan segera jatuhkan diri di depan Raja.

Dengan tangan dirangkapkan didepan dada.

Setelah tundukan kepala sebagai tanda penghormatan, jiwa perempuan berujar.

"Gusti, saya berterimakasih atas kemurahan hati paduka. Saya juga berterima kasih pada jiwa sahabat gusti sejati. Tapi apa yang bisa saya lakukan untuk menyembuhkan tangan sobat jiwa pedang yang terkulai lumpuh?!"

"Hah, apa? Tangan Jiwa terkulai. Aku tidak melihat kalian. Aku juga tidak tahu apakah kalian berdua saat ini sedang menungging membelakangi aku. Atau mementang mulut unjukan gigi. Namun mengapa tidak seseorangpun diantara kalian yang memberi tahu.?"

Tanya Raja.

Kemudian seolah ditujukan pada diri sendiri Raja menggumam,

"aneh. Dua tangan mengalami cidera tapi dia juga masih bisa tertawa."

"Maafkan saya gusti." sahut sang jiwa sambil melangkah mendekati.

"Kami tidak sedang mengolok-olok atau mengejek gusti.Sekarang saya lebih menyadari kita adalah tiga kekuatan yang tergabung dalam satu pedang. Atau satu pedang tergabung dalam satu kekuatan. Mulai sekarang dengan penuh kerelaan saya menerima jiwa perempuan tinggal bersama dalam hulu pedang sakti. Saya menganggapnya sebagai saudara.Apakah ini lebih baik paduka?"

Kata jiwa pedang setengah bertanya.

"Itulah yang aku mau. Ternyata walau kadang suka bertindak keblinger adakalanya kau dapat berpikir lempang juga. Ha ha ha." kata Raja diiringi gelak tawa

"Gusti, terima kasih aku ucapkan." ujar jiwa perempuan.

Mahluk alam gaib ini lalu balikan badan menghadap jiwa pedang.

"Kepadamu juga kuucapkan banyak terima kasih"

"Ho ho ho. Cukup sekali saja terimakasihnya. Kalau terlalu banyak aku bisa dibuat repot membawanya."

Sambut jiwa sahabat Raja. Mendengar semua itu Raja pun lega.

"Semua persoalan diantara kita ternyata telah dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Karena masih banyak urusan yang harus kita kerjakan, kita harus tinggalkan tempat ini secepatnya. Kita akan mencari kakek yang bernama Ki Jangkung Reksa Menggala untuk menyampaikan amanat yang diberikan oleh adiknya Ragil 1jo. Nanti...bila bertemu dengannya aku juga akan bertanya rahasia apa sebenarnya yang tersimpan dibalik kematian adik-adiknya."

"Saya setuju, paduka. Tapi bagaimana dengan dua tangan jiwa pedang yang terkulai?"

Tanya jiwa perempuan prihatin.

"Oh, ya aku sampai lupa."

Kata Raja sambil menggaruk kepala.

"Jiwa sahabatku. Apakah kau mendengarku?"

Tanya Raja.

"Saya mendengar juga memperhatikan gusti." sahut jiwa melalui suara mengiang.

"Bagus. Kau dengar baik-baik. Untuk menyembuhkan kedua tanganmu yang lemas tidak bertenaga cukup kau meludahi tangan itu tiga kali. Dan jangan lupa pula kau sebut pula namaku tiga kali juga."

Ucap Raja tanpa senyum bahkan wajahnya terlihat bersungguh-sungguh.

"Ha..." jiwa perempuan berjingkrak kaget dan keluarkan seruan tak percaya. Jiwa pedang sendiri tercengang dan sempat meragu.

Kedua mahluk alam gaib itu menatap Raja dengan heran. Karena tidak melihat mereka, Raja segera balikan badan.

Sambil melangkah lebar tinggalkan gua pemuda itu menggumam.

"Orang memberi obat penawar malah tidak mau percaya. Kalau tidak segera diobati, nantinya bukan cuma dua tangan saja yang terkulai layu. Tapi senjata pusakanya pula bisa ikutan layu. Kalau sudah begitu, gadis mana yang mau denganmu! ha ha ha!"

Jiwa perempuan terperangah saking kagetnya mendengar ucapan Raja.

Jiwa pedang sendiri wajahnya pucat.

Sambil berlari mengikuti yang kemudian disusul oleh jiwa perempuan.

Jiwa pedang segera ludahi kedua lengannya sambil tidak lupa menyebut nama sang maha sakti Raja Gendeng sebanyak tiga kali.
Raja Gendeng 21 Perawan Bayangan Rembulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Setelah mendapat semburan ludah, tiba-tiba kedua tangan jiwa mengepulkan asap putih.

Ketika kepulan asap lenyap sebagaimana yang diucapkan oleh Gusti rajanya.

Kedua tangan jiwa pedang ternyata pulih sebagaimana sebelumnya.

Saking girang, jiwa berseru

"Gusti. Kedua tangan saya pulih. Saya malah merasakan tenaga tangan saya makin bertambah besar."

"Kau benar-benar sudah pulih, Jiwa pedang?" bertanya jiwa perempuan merasa lega.

"Ya,paduka Raja gendeng ternyata memang hebat." memuji jiwa pedang sambil melompat lalu melayang kembali masuk kedalam hulu pedang.

"Hebat apanya?"

Kata Raja sambil senyum senyum

"Gusti hebat dalam menentukan obat."

Yang menyahuti jiwa perempuan. Saat itu gadis berwajah jelita ini juga tengah melesat menuju ke arah hulu pedang menyusul Jiwa sahabat Raja.

Sambil terus melangkah menelusuri jalan setapak di antara dua lamping tebing enak saja sang pendekar berujar.

"Dua tanganmu sudah tidak terkulai. Sudah pulih malah tenagamu bertambah besar. Coba periksa juga bagian yang lain, apakah ikutan bangkit tidak terkulai lagi?"

Jiwa pedang yang tahu ucapan Raja tanpa sadar meraba bagian bawah tubuhnya. Dia tercengang ketika dapati bagian tubuh sebelah bawah juga ikut bangkit.

Takut juga gugup jiwa tiba-tiba berseru,

"Gusti mengapa bisa terjadi seperti ini?"

"Ha ha ha. Itu adalah akibat sampingan dari penawar yang aku berikan. Lagi pula perlu apa diributkan. Setiap laki-laki adalah normal saja bila pusakanya bangkit sewaktu-waktu."

"Hei, apa yang kalian ributkan? Saya tidak mengerti."

Tanya jiwa perempuan yang sudah berada dihulu pedang sambil tatap jiwa pedang.

"Perempuan jangan ikut campur. Ini urusan laki-laki. Lagi pula gadis yang masih perawan pasti masih belum berpengalaman. Ha ha ha,"

Sahut Raja.

"Perawan? Perawan apa maksudnya?"

Tanya jiwa perempuan tambah bingung

"Gusti! mahluk seperti kami mana mengerti arti perawan." ucap Jiwa pedang pula.

"Sebaiknya kalian mahluk-mahluk selembut kutu tak usah tahu segala kepentingan manusia normal. Lebih baik diam dalam ketololan.
Ha ha ha."

Ucap sang pendekar diiringi gelak tawa. Dua mahluk penghuni pedang hanya bisa menggeleng sambil menggumam.

"Manusia memang aneh."

******


DI suatu kawasan hutan Randu Blatung ada sebuah pohon raksasa berusia ribuan tahun.

Saking besarnya pohon berwarna kehijauan ditumbuhi lumut itu tak dapat dipeluk oleh sepuluh laki-laki dewasa.

Pohonnya berdaun rindang penuh cabang dan akar-akar bergelantungan.

Pada waktu-waktu tertentu terutama pada malam hari sering mengeluarkan suara-suara aneh.

Terkadang terdengar suara seperti lolong anjing.

Namun ada kalanya terdengar seperti suara orang menangis atau tertawa tiada henti.

Penduduk yang menetap tidak begitu jauh dari pohon tidak ada yang berani mendekati pohon berbatang hijau itu.

Mereka menganggap pohon angker tersebut dihuni oleh mahluk halus atau dedemit. Apapun pendapat penduduk dusun tentang pohon hijau.

Yang jelas ketika matahari telah bergeser ke bagian langit sebelah barat.

Di atas cabang pohon satu sosok berupa seorang kakek bertubuh kurus bercelana pendek sebatas lutut duduk diam tidak bergerak.

Yang aneh dengan penampilan kakek itu adalah dia tidak seperti manusia pada umumnya.

Sekujur tubuh orang tua ini mulai kaki hingga kepala berwarna hijau ditumbuhi lumut tebal.

Yang tidak tertutup lumut hanya bagian wajahnya saja.

Tidak ada yang mengetahui keberadaan kakek berlumut ini pada hal dia telah menghabiskan waktu bersemadi di atas pohon raksasa bercabang tiga selama lebih dari tiga puluh tahun.

Karena demikian lamanya dia melakukan tapa di tempat itu. Tidaklah mengherankan bila sekujur tubuhnya ditumbuhi lumut juga terlilit akar pohon hijau.

Tapi di sinilah awal kehebatan yang dimiliki oleh kakek yang bernama Bayu Biru namun lebih dikenal dengan sebutan Ki Lumut. Tiga puluh tahun melakukan tapa.

Si kakek bukan saja tidak pernah turun meninggalkan cabang yang dijadikannya tempat bertapa.

Tapi juga Ki Lumut tidak pernah makan.

Makan minumnya berasal dari sari akar-akaran yang melilit disekujur tubuhnya, tidak hanya akar yang memberinya makan minum.

Lumut yang tumbuh menempel diseluruh penjuru pohon juga memberikan sumbangan atas kelangsungan hidup si kakek.

Berkat keajaiban lumut itu pula dia mempunyai ilmu dan tenaga dalam yang berasal dari lumut.

Jadi tidaklah aneh bila tubuh si kakek juga diselimuti lumut. Siang itu adalah hari ketiga hari berakhirnya tapa Ki Lumut.

Kini adalah waktu yang tepat menuju dunia kebebasan.

Tapi walau hari berakhirnya tapa telah usai, namun masih belum terlihat tanda-tanda bahwa Ki Lumut mulai terjaga dari alam bawah sadarnya.

Hingga matahari semakin condong mendekat bilik peraduannya.

Ki Lumut tetap diam tidak bergeming ditempatnya.

Kemudian sesuatu yang tidak terduga pun terjadi.

Cabang pohon yang menjadi tempat kedudukan Ki Lumut yang tadinya diam tidak bergerak tiba-tiba mengeluarkan suara berderak aneh.

Terdengar suara berderak disusul dengan bergoyangnya seluruh bagian pohon mulai dari batang, cabang, ranting dan daun.

Sejenak kemudian dari arah bagian akar pohon terdengar suara deru laksana hujan yang diikuti oleh suara langkah-langkah seperti terompah yang menopang tubuh besar mahluk tinggi dan berat.

Pohon bergetar.

Ada hawa aneh bergerak, menjalar dari bagian batang sebelah bawah lalu naik ke atas menyerbu keseluruh bagian pohon.

Adanya aliran hawa aneh itu membuat dedaunan lebat yang melindungi bagian pohon rontok seketika.

Ribuan daun berguguran.

Namun herannya ketika reruntuhan daun melayang siap hendak jatuh ke tanah.

Tiba-tiba saja dedaunan yang rontok hilang lenyap tidak meninggalkan bekas.

Runtuhnya daun yang melindungi bagian pohon serta adanya sengatan hawa aneh di kedua kaki juga bokong si kakek yang bersentuhan dengan cabang pohon membuat Ki Lumut buka matanya lebar-lebar.

Setelah membuka mata.

Ki lumut memperhatikan keadaan di sekitarnya juga pohon yang dijadikannya tempat bertapa.

Mata orang tua itu terbelalak lebar ketika sadar pohon rindang yang ditempatinya selama ini ternyata telah menjadi gundul tanpa daun.

Meninggalkan ranting yang meranggas

"Oala...pantas saja aku merasakan tubuhku yang adem sejuk kepanasan.Tidak kusangka daun pohon hijau ini ternyata rontok tanpa sebab."

Kata ki Lumut sambil geleng kepala.

Sejenak orangtua ini terdiam.

Dalam diam dia memperhatikan diri sendiri.

Si kakek terkejut ketika melihat sekujur tubuhnya ternyata berwarna hijau ditumbuhi lumut

"Astaga! Apa yang menjadi hajat kaulku dulu sekarang benar-benar terbukti. Aku bertapa sampai lumutan."

Cemas bercampur takut wajahnya ikutan ditumbuhi lumut si kakek mengusap bagian mukanya.

Dia tersenyum lega ketika dapati bagian wajah licin-licin saja tanpa lumut walau penuh keriput

"Dulu orang memanggilku Ki Lumut.Sekarang aku lumutan benaran. Masih bagus wajahku tidak ikut lumutan." gumam si kakek.

Sekali lagi dia menatap sekujur tubuhnya yang hanya terbalut celana pendek yang sudah lumutan.

Menatap cukup lama kebagian celana tiba-tiba saja wajah orang tua ini berubah cemas.

"Waduh celaka.Celanaku sudah lumutan. Bagaimana kalau yang didalamnya juga ikut lumutan? Bukankah lumut lebih suka tumbuh di tempat yang sejuk.?"

Batin Ki Lumut.

Berpikir sejauh itu Ki Lumut ulurkan tangan ke bawah maksudnya hendak menyingkap celana mengintai ke bagian dalam.

Tapi pada waktu bersamaan terdengar suara membentak

"Tua bangka bernama Ki Lumut. Jangan bertindak gila selama kau berada di atas pohon ini."

Tak menyangka ada orang yang mengetahu perbuatannya dan membentaknya pula.

Ki Lumut kaget setengah mati, lalu dengan cepat jauhkan tangan ke atas

"Eeh, siapa yang bicara. Orang apa hantu? Dedemit atau setan?" sentak Ki Lumut dengan suara terbata.

"Tua bangka gila. Aku adalah pemilik, pelindung, sekaligus jiwa dari pohon yang kau jadikan tempat bertapa. Kau menetap di pohon hijau, pohon paling keramat di dunia selama tiga puluh tahun. Kau numpang makan, kencing juga numpang hajat besar ditempatku ini.Kurang ajarnya kau sampai tidak mengenalku?"

Raja Gendeng 21 Perawan Bayangan Rembulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bentak suara itu.

Ki Lumut diam tertegun.

Dalam diam dia menyadari sekaligus mengetahui suara yang didengarnya memang berasal dari dalam batang pohon.

Sadar yang bicara adalah yang empunya pohon.

Ki Lumut cepat rangkapkan dua tangan, lalu menjura kebagian batang pohon disebelah bawah dengan posisi menungging.

"Maafkan aku. Aku telah membuatmu repot. Aku mulai tahu akar-akar yang melekat ditubuhku ini yang telah memberi aku makan minum. Namun mengenai buang hajat baik yang besar maupun yang kecil aku sama sekali tidak merasakannya. Entah bila terjadi diluar kesadaranku!"

Kata si kakek dengan suara ketakutan.

"Kakek renta sialan. Kembali duduk seperti semula. Jangan menungging selayaknya orang bunting yang susah melahirkan!"

"Bb... baik."

Jawab Ki Lumut lalu cepat-cepat duduk kembali.

Setelah kembali bersila di tempatnya ki Lumut menelan ludah beberapa kali kemudian memberanikan diri ajukan pertanyaan.

"Aku tidak habis mengerti mengapa daun pohon hijau ini rontok semuanya? Adakah semua ini berhubungan dengan diriku?"

"KI Lumut, Pohon hijau ini kemungkinan sudah muak menopang tubuhmu selama tiga puluh tahun."

"Oh. Penjelasanmu itu membuatku sedih."

Kata Ki Lumut sambil tundukan wajahnya.

"Jangan bersedih hati orang tua aneh.Ingat Hari ini adalah masa berakhir waktu yang kau tentukan sesuai keinginanmu.Keinginanmu untuk melakukan tapa selama tiga puluh tahun telah terpenuhi. Tanda itu ditunjukkan dengan rontoknya daun pada pohon kehidupan ini."

"Lalu..!"

"Sudah waktunya bagimu untuk meninggalkan tempat ini. Kau tidak punya hak lagi berada di sini. Dan nantinya begitu kau pergi, pohon ini akan lenyap, sirna secara ajaib."

Terang suara dari dalam pohon.

"Hah,bagaimana bisa?"

Tanya ki Lumut tercengang

"Semesta milik yang Mahakuasa. Dia berbuat sekehendak hati dengan kasih sayangnya. Kelak seratus tahun yang akan datang pohon ini akan muncul tumbuh kembali dalam keadaan berbeda."

"Sungguh mengagumkan. Aku sendiri sudah kerasan tinggal di sini. Kalaupun harus pergi, aku harus pergi kemana? Aku tidak punya tujuan. Orang-orang di dusun Trinil kemungkinan sudah tidak mengenali diriku lagi. Aku pergi sekian lama untuk mencari pengalaman hidup. Tapi sampai tubuhku jadi lumutan begini aku merasa belum mendapatikan apa-apa."

Ujar ki Lumut suaranya sedih memelas

"Manusia tidak tahu membalas budi. Apakah kau belum menyadari dalam dirimu kini menyimpan sebuah kekuatan luar biasa.Kau telah menjadi manusia sakti. Dan ketahuilah, lumut yang tumbuh disekujur tubuhmu bukan sembarang lumut. Lumut itu dapat melindungi tubuhmu dari ancaman serangan orang yang memusuhimu."

Terang suara gaib dari dalam pohon.

"Oh begitu? Tapi... mengapa telapak kakiku juga ditumbuhi lumut?"

Tanya si kakek. Rupanya dia khawatir kalau-kalau dengan tumbuhnya lumut ditelapak kaki membuatnya tidak dapat berjalan.

"Mengapa kau mengurusi hal sekecil itu?"

Terdengar suara bentakan hingga membuat pohon hijau bergetar.

"Eeng....apakah ada masalah yang lebih besar yang patut untuk diurus?"

Ki Lumut dengan takut-takut balik bertanya.

"Tentu ki Lumut.Karena itu kau tak perlu kembali ke dusun Trinil tanah kelahiranmu. Bagi manusia tiga puluh tahun adalah waktu yang culup lama.Semua kerabatmu telah mati. Lebih baik kau melakukan sesuatu yang berguna untuk menolong sesama."

"Tunggu!"

Sergah ki Lumut."

"Tadi kau mengatakan ada masalah besar yang layak untuk diurus. Persoalan apa? Apakah menyangkut makanan lezat atau berhubungan dengan perempuan cantik?" kata orang tua itu bersemangat

"Urusan besar yang kumaksudkan adalah menyangkut keselamatan seseorang dan juga dunia persilatan."

"Aku tidak mengerti. Aku tidak tahu siapa orang yang kau maksudkan."

"Ki Lumut. Dengar baik-baik. Saat ini ada seorang kakek tua sedang menuju ke sini. Kakek itu bernama Ki Jangkung Reksa Menggala. Seseorang sedang memburunya."

Menerangkan suara gaib dari dalam pohon.

Kemudian suara itu menjelaskan segala yang terjadi di masa lalu juga semua apa yang pernah dilakukan oleh ki Jangkung Reksa Menggala.

Setelah mendengar penjelasan suara dari dalam pohon, ki Lumut diam tertegun sambil menggeleng kepala.

"Aku tidak menyangka ada manusia tega berbuat sekeji itu.Menurutku ki Jangkung Reksa Menggala memang sudah selayaknya dibunuh karena perbuatan yang telah dilakukannya. Perlu apa melindungi orang tua itu? "

"Dia memang pernah melakukan dosa kesalahan besar ki Lumut. Mengingat segala kesalahannya sudah selayaknya dia dihukum berat. Tapi ketahuilah ki Jangkung Reksa Menggala mengetahui satu rahasia besar.Bila dia sampai menemui ajal sebelum bertemu dengan orang yang tepat, maka rahasia itu akan ikut terkubur bersama dengan kematiannya."

Terang suara gaib dari dalam pohon.

"Lalu kau mau aku berbuat apa?"

Tanya si kakek

"Kau harus menemuinya. Aku sendiri pernah bicara dengannya melalui ilmu mengirimkan suara.Aku memintanya pergi meninggalkan padepokan tiga guru dan terus berjalan menuju utara. Dan seperti yang aku katakan dia sedang dalam perjalanan menuju tempat ini."

"Huh, tugas yang kelihatannya mudah namun sebenarnya tidak gampang. Aku yang sudah lumutan begini diminta melindungi orangtua juga. Tapi sekarang aku ingin tahu siapa sebenarnya orang yang ingin membunuh kakek jangkung itu?"

"Siapa yang hendak membunuhnya tidak kuketahui secara pasti. Dia muncul dimalam hari bersama sahabatnya tiga mahluk pembunuh. Satu yang patut engkau ingat ki Lumut. Orang yang terlihat baik belum tentu tidak jahat.Orang yang terlihat lemah lembut bukan berarti tidak kejam.Dia hidup dibawah bayang-bayang rembulan. Jika rembulan berlalu dia menjadi lemah. Namun ketika rembulan munculkan diri dia muncul dengan jati diri yang berbeda."

"Kau harus berhati-hati. Karena mahluk dan manusia yang kelihatannya baik bisa saja menjadi ganas melebihi binatang buas!"

Jelas suara dari batang pohon.

"Apakah kau sudah mengerti semua yang aku katakan, ki Lumut?"

Tanya suara itu setelah melihat ki Lumut berdiam diri namun dengan kepala terangguk-angguk.

"Sudah-sudah mengerti walau belum bisa memahami seluruhnya." jawab ki Lumut sambil menyeringai.

"Kau tak usah berkecil hati. Mestinya kau akan paham juga. Sekarang kau boleh turun dari pohon ini."

"Hah apa? Pohon tertalu besar, mana mungkin aku bisa turun seperti dulu. Lagi pula sekujur tubuhku terlilit begini banyak akar."

Ucap ki Lumut sambil memperhatikan akar-akaran yang melibat sekujur tubuhnya.

"Segalanya menjadi lebih mudah bila para dewa menghendaki. Sekarang pejamkan matamu. Begitu matamu terbuka kau akan berada di atas tanah. Setelah berada di atas tanah jangan hiraukan lagi apapun yang terjadi pada pohon ini."

"Memangnya apa yang hendak terjadi?"

Tanya ki Lumut penasaran.

"Sudah jangan terlalu banyak bertanya. Lakukan saja yang aku perintahkan. Sekarang pejamkan matamu!"

Sesuai dengan perintah suara gaib dalam pohon, Ki Lumut segera memejamkan matanya.

Baru saja mata dipejam.

Secepat kilat akar-akar yang melilit sekujur tubuh kakek ini memancarkan cahaya hijau sejuk.

Lalu...

Sreet!

Sreet!

Bersamaan dengan memancarnya cahaya itu, seluruh akar berubah menjadi lentur, kemudian meliuk meloloskan diri dari libatan.

Ketika semua akar terlepas.

Terdengar suara deru.

Ki Lumut dengan sendirinya terdorong ke bawah kemudian jatuh ke bawah pohon dengan dua kaki menjejak tanah terlebih dahulu.

"Buka matamu Ki Lumut. Sekarang berjalanlah lurus ke depan. Jangan pernah membelok ke kiri atau ke kanan. Semoga dewa memberimu berkah di balik setiap pertolongan yang kau berikan kepada sesama.!"

Kata suara dari dalam pohon.

Ki Lumut membuka mata sambil menghela nafas pendek.

Mata terbelalak lebar mulut berdecak kagum ketika dapati dirinya telah berada di bawah pohon itu.

Secepat kilat dia segera hendak balikan badan menghaturkan hormat sekaligus terima kasih.

Namun tiba-tiba terdengar seruan.

"Jangan berbalik. Lekas pergi. Pohon ini akan menuju kehidupannya di alam gaib.!"

Suara seruan belum lagi lenyap. Dibelakang Ki Lumut tiba-tiba terdengar suara bergemuruh laksana bendungan air bah yang jebol.

Pohon besar itu bergoyang keras dan mengamblaskan diri ke dalam tanah.

Ki Lumut yang takut kwalat bergegas tinggalkan tempat itu.

Tetapi setelah suara gemuruh aneh lenyap.

Sesampainya di kejauhan si kakek memberanikan diri menatap ke arah pohon yang baru ditinggalkannya.

"Oh Jagat Dewa Bathara!"

Ki Lumut berseru tertahan ketika dapati kenyataan pohon hijau raksasa lenyap tidak meninggalkan bekas. D tempat dimana pohon tadinya berdiri terlihat sebuah lapangan yang luas dalam keremangan matahari senja.

"Pohon hijau raib. Oh bagusnya aku tidak ikut lenyap bersama pohon itu. Kalau tidak selamanya aku hanya gentayangan tersesat di dunia kegelapan."

Gumam Ki Lumut sambil mengusap dada dan julurkan lidah.

Ki Lumut sama sekali tidak mengetahui ketika lidahnya dijulur.

Lidah itu juga berwarna kehijauan ditumbuhi lumut. Di dalam kegelapan di malam buta.


Raja Gendeng 21 Perawan Bayangan Rembulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*****


Satu sosok seorang nenek berpakaian hitam pekat melayang laksana terbang.

Bergerak cepat tanpa suara selayaknya seekor burung sedang menelusuri jurang Tawang Mangu.

Sesaat kemudian setelah memasuki ketinggian kawasan lembah, si nenek yang memakai jubah sakti yang dapat menjadikannya melayang-layang melihat hamparan kabut tebal dan udara dingin yang menyengat.

Walau tubuh menggigil akibat udara dingin yang memenuhi kawasan lembah.

Namun si nenek terus saja melayang sambil tetap mengembangkan kedua tangannya.

Saat memasuki kawasan lembah, sekali lagi orang tua ini melayangkan pandang ke segenap sudut penjuru.

Sekelumit senyum tipis menghias di wajahnya yang putih licin yang masih menyisakan kecantikan dari masa lalu.

"Batu-batu menjulang, putih bertabur cahaya laksana gumpalan intan dan mutiara. Ada pondok berdiri di antara bukit batu. Tidak salah itulah tempat ked?aman si tua Resi Cadas Angin."

Membatin si orang tua dalam hati.

Sadar tempat yang dituju telah berada di depan mata si nenek yang dikenal dengan sebutan si jubah terbang dan memiliki nama asli Nini Buyut Amukan ini segera menarik dua simpul tali jubah yang melingkar di bagian pinggangnya.

Sreet!

Ketika kedua tali ditarik lalu dibuhul kembali. Jubah hitam yang dalam keadaan terpentang lebar itu pun segera menguncup menciut dengan sendirinya.

Bersamaan dengan menguncupnya jubah.

Tubuh Nini Buyut Amukan pun meluncur lebih cepat ke bawah.

Kaki disentakan, tangan diayun ke bawah.

Wuut!

Secepat kilat tubuh Nini Buyut berputar.

Setelah berjumpalitan sebanyak tiga kali akhirnya dia jejakan kaki di halaman pondok yang bersih terawat dan menebarkan aroma harum semerbak.

Sesaat setelah jejakan kedua kaki Nini Buyut Amukan arahkan perhatian pada pondok yang sunyi.

Di depan pintu pondok dia melihat sebuah pelita yang menyala terang pancarkan cahaya putih berkilau.

"Orang tua hebat hidup di tempat yang sunyi bergemilang harta namun tetap memilih membujang di usia yang tidak muda lagi. Andai aku bukan sahabatnya, mungkin sejak dulu aku sudah jatuh hati padanya. Lalu kupinang dia untuk kujadikan suami. Hik hik!"

Gumam Nini Buyut sambil tertawa.

Tawa Nini Buyut seketika lenyap begitu ingat dengan tujuannya.

Sambil membuang jauh tentang segala kenangan indah di masa muda orang tua ini segera melangkahkan kaki mendekati pintu pondok. Sesampainya di depan pintu pondok Nini Buyut Amukan mengetuk pintu sebanyak tiga kali.

Karena tak kunjung terdengar jawaban.

Dia pun lalu berseru memanggil nama sahabatnya

"Resi Cadas Angin.Apakah kau ada di dalam? Aku sahabatmu Nini Buyut Amukan datang menyambangi.
Ada perkara yang sangat penting yang hendak aku bicarakan denganmu."

Sunyi.

Tidak terdengar jawaban.

Hanya suara desau angin sesekali memecah keheningan.

Nini buyut Amukan berpikir sebagai seorang tamu adalah tidak pantas bila dia harus sampai mendobrak pintu secara paksa.

Tidak ada jalan lain.

Si nenek pun terpaksa memutar otak memikirkan apa kebiasaan Resi itu dalam hidup kesehariannya.

"Telaga mendidih dan kobaran api bumi."

Desis Nini Buyut Amukan menyebut dua tempat yang biasa disambangi Resi Cadas Angin.

Terutama malam hari ketika pikirannya kalut dipagut berbagai masalah.

Tidak menunggu lama Nini Buyut Amukan segera memutar badan lalu berjalan menuju ke arah telaga mendidih untuk mencari sahabatnya.

Setelah melewati jalan setapak yang dipenuhi bebatuan putih berkilau.

Akhirnya Nini Buyut Amukan sampailah di tepi telaga.

Saat itu cahaya bulan memantulkan cahaya kuning sejuk.

Sambil menghela nafas Nini Buyut Amukan melayangkan pandang kesegenap penjuru telaga yang cukup luas itu.

Tapi Nini Buyut Amukan tidak melihat tanda-tanda keberadaan sahabat yang dicarinya. Sejauh-jauh mata memandang dia hanya melihat kepulan uap panas dan gelegak air mendidih diseluruh permukaan telaga itu.

"Dia tidak berada disini! Apakah mungkin dia berada di sumber Api Bumi?"

Batin Nini Buyut Amukan.

Berpikir begitu si nenek segera memutar arah.

Setengah berlari dia menuju ke arah sumber api bumi yang jaraknya cukup jauh dari telaga mendidih. Ketika orang tua ini hampir mencapai tempat yang dituju.

Dia melihat cahaya merah benderang. Cahaya yang berasal dari jilatan lidah api panas luar biasa yang menyembur dari dalam perut bumi.

Semakin dekat langkah si nenek dengan sumber api berpijar hawa panas terasa sangat menyengat.

Karena panas yang sedemikian hebatnya maka dalam jarak sepuluh tombak dari pusat semburan api, Nini Buyut Amukan hentikan langkah. Dari tempatnya berdiri dia layangkan pandang menatap ke pusat semburan api.

Si nenek terkesiap sekaligus geleng-geleng kepala ketika melihat di atas semburan api tepat diketinggian tumpukan batu membara duduk seorang laki-laki berpakaian putih berambut dan berjanggut putih.

Luar biasanya walau kakek itu duduk di atas tumpukan batu membara yang dikobari api, namun sekujur tubuh bahkan pakaian putih yang melekat ditubuhnya sedikitpun tidak hangus terbakar.

si kakek terlihat demikian tenang seolah dia berada di sebuah tempat yang sejuk dan menyenangkan.

"Orangtua hebat.Agaknya dia telah menyempurnakan ilmu Cadas Karang yang dipelajarinya selama ini. Buktinya dia sanggup berlama-lama duduk di atas batu ditengah kobaran api yang panasnya sepuluh kali lipat dari api biasa. Orang yang memiliki ilmu kesaktian tinggi sekalipun tak mungkin selamat bila berlama-lama berada di atas sumber api bumi itu."

Kata si nenek disertai decak kagum.

Baru saja si nenek selesai berucap.

Tiba-tiba saja kakek yang duduk ditengah kobaran api membuka matanya, Karena sekujur tubuh si kakek tenggelam diselimuti api.

Nini Buyut Amukan tidak melihat bahwa orang yang dikunjunginya menatap kearahnya.

Justru pada waktu bersamaan Nini Buyut Amukan tiba-tiba berseru.

"Resi Cadas Angin!"

"Harap sudahi segala kegilaan yang kau lakukan. Aku ingin bicara denganmu menyangkut urusan yang sangat penting!"

Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Pendekar Kembar 15 Tantangan Mesra

Cari Blog Ini