Telaga Darah 1

Telaga Darah 1

Raja Gendeng 32 Telaga Darah Bagian 1



Raja Gendeng 32 Telaga Darah

****

Karya Rahmat Affandi

Sang Maha Sakti Raja Gendeng 32 dalam episode

Telaga Darah

*****


Team Kolektor E-Book

Buku Koleksi : Denny Fauzi Maulana

(https.//m.facebook.com/denny.f.maulana)

Scan,Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo

(http.//ceritasilat-novel.blogspot.com)

Dipersembahkan Team
Kolektor E-Book

(https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook)

Spesial thank to : Awie Dermawan

*****

Kawasan telaga itu berwarna merah. Panas matahari yang membakar membuat cairan telaga yang berwarna merah itu mendidih.

Sejauh mata memandang terlihat kepulan asap dan uap putih kelabu menebar menyelimuti seluruh permukaan telaga.

Telaga ini dikenal dengan nama TELAGA DARAH.

Tidak ada tanda-tanda kehidupan di balik gelegak cairan merah mendidih dan menebar bau amis yang menusuk itu.

Seorang kakek berkepala botak berpakaian putih selayaknya seorang biksu jejakan kakinya tidak jauh dari tepi telaga.

Dia memperhatikan sekelilingnya dan terlihat semua tanaman yang tumbuh di tempat itu dalam keadaan hangus meranggas hitam.

Si kakek menghela nafas.

Saat itu dia melindungi sekujur tubuhnya dengan pengerahan tenaga dalam berhawa dingin.

Tetapi tak lama kemudian rasa panas menjalari seluruh tubuhnya.

Keringat mengucur deras membassahi pakaian putihnya.

Si kakek yang dikenal dengan nama Ki Kura Reksa bersikap tidak perduli.

Dia terus memperhatikan seluruh kawasan Telaga Darah mengerikan dengan sesekali diselingi dengan terdengarnya suara bergemuruh menggelegak yang aneh dari dasar telaga.

"Aku tidak dapat melihat permukaan Telaga Darah ini dengan jelas. Uap panas menebar dan menghalangi penglihatanku.Cairan merah telaga yang kental seperti cairan lumpur yang dimasak di dalam tempayan raksasa.Apa yang harus aku lakukan? Bila bertahan disini menunggu murid muncul dari tapanya bisa membuat tubuhku menjadi hangus terbakar. Tidak mungkin aku terus menerus menguras tenaga sakti untuk melindungi diriku dari sengatan hawa panas yang menebar dari Telaga Darah ini."

Pikir Ki Kura Reksa sambil menggigit bibirnya yang putih pucat.

Si kakek terdiam beberapa saat lamanya.

Sekonyong-konyong terlihat adanya cahaya putih terang muncul dari tengah telaga yang bergolak hebat.

Ki Kura Reksa terkesima ketika menatap ke arah cahaya itu.

Matanya membeliak ketika melihat cahaya terang itu bergerak menuju ke arahnya.

Entah mengapa hatinya menjadi resah.

Dia menduga cahaya yang muncul dari tengah telaga itu adalah arwah jahat penghuni telaga.

Tanpa berpikir panjang Ki Kura Reksa segera membalikan badannya lalu berlari menjauhi tepi telaga.

Diluar dugaan cahaya putih terus mengejar kemanapun si kakek ini bergerak.

Ki Kura Reksa terus berlari, kemudian menyusupkan dirinya bersembunyi di balik rumput dan ilalang yang tinggi.

Dengan napas memburu dan detak jantung yang berdetak keras orangtua ini menjulurkan kepalanya.

Dengan dua mata setengah dipincingkan dia mengintai kejurusan dari mana dia datang.

Saat itu sayup-sayup terdengar ada suara berkata.

"Orang tua bernama Ki Kura Reksa. Jangan takut! Aku bukan makhluk jahat! Hatiku tidak berniat jahat untuk mencelakaimu. Aku muncul disini untuk menemuimu. Ini adalah sesuatu yang sangat jarang aku lakukan walau sekali dalam seratus tahun."

Ki Kura Reksa terdiam, kepalanya ditekuk disembunyikan diantara kedua lututnya. Walau dia telah mendengar suara itu namun dia tidak melihat wujud orang yang berbicara.

"Suaranya lirih, perlahan dan bersahabat. Namun yang bicara itu bisa saja setan atau dedemit penghuni Telaga Darah."

Pikir Ki Kura Reksa.

Seakan mengerti apa yang sedang dipikirkan Ki Kura Reksa, lagi-lagi terdengar suara ucapan,

"Ki Kura....Aku ini tidak seperti yang kau pikirkan.Diriku tidak seburuk dugaanmu.Ingat aku hanya mau berbicara kepadamu karena aku menilai kau ini termasuk salah satu dari sembilan manusia paling jujur, paling lugu yang ada di dunia persilatan ini! Sekarang keluarlah.Aku sedang berdiri tiga tombak di sebelah kiri tempatmu mendekam!!"

Sang suara memberitahu.

Ki Kura Reksa tercekat.

Walau hatinya masih terasa ragu tetapi perlahan lahan dia bangkit juga.

Setelah berdiri tegak di antara ilalang yang setinggi dada, ke dua matanya menatap ke depan di sebelah kirinya.

Ki Kura Reksa bersurut langkah ketika melihat sejarak tiga tombak berdiri berpenampilan serba putih dalam wujud sosok tinggi didepannya seperti bayang-bayang.

Sosok samar itu berkepala tetapi tanpa rambut.

Sepasang alisnya polos tidak ditumbuhi selembar rambutpun.

Kening tampak menonjol.

Matanya bulat aneh kecoklatan mirip dengan mata burung puyuh, sedangkan pipinya cekung tipis mirip pipi kempot bayi yang kurang makan.

"S...sia..pa...kau....!"

Dengan tubuh gemetar Ki Kura Reksa beranikan diri bertanya. Sosok samar penjelmaan cahaya putih itu tersenyum pias. Mata bulatnya yang laksana mata burung puyuh menatap ke arah si kakek sekejab. Setelah itu dia menjawab.

"Ki Kura Reksa. Aku adalah mahluk alam gaib penghuni asli TELAGA DARAH. Aku telah berdiam di telaga sebelum arwah dan roh sesat menjadikan tempat ini sebagai tempat mereka berkumpul, berserikat untuk melakukan kejahatan."

Menerangkan mahluk samar itu.

"Tetapi kau belum mengatakan siapa dirimu? Kau mengenaliku sebaliknya aku tidak mengenalmu!"

Berkata demikian Ki Kura Reksa memberanikan diri maju mendekati mahluk samar itu.

Setelah berada kira-kira satu tombak dari mahluk samar itu si kakek hentikan langkahnya.

Dari jarak yang sedemikian dekat barulah Ki Kura Reksa dapat melihat mahluk aneh itu yang ternyata memiliki jari-jari tangan dan kaki masing-masing sebanyak tujuh buah.

Jari jemari itu kecil beruas-ruas mirip jemari unggas.

Walau tahu dirinya diperhatikan namun sosok tinggi langsing serba putih bersikap acuh.

Lalu dia berkata.

"Di alamku aku dikenal dengan nama Kanjeng Alam Suci. Sedangkan di dunia kehidupanmu hanya beberapa orang saja yang mengenal diriku."

"Hmm, aku tidak mengenalmu. Aku datang ke Telaga Darah hanya untuk...!"

K Kura Reksa tak sempat lanjutkan ucapannya karena sosok yang mengaku bernama Kanjeng Alam Suci tiba-tiba mengangkat tangan dan menggoyangkan tujuh jemarinya agar Ki Kura Reksa berhenti berbicara. Kemudian Kanjeng Alam Suci berkata.

"Aku sudah tahu maksud kedatanganmu, tidak perlu dijelaskan. Tetapi ada yang mau kukatakan kepadamu. Semua ini ada hubungannya dengan keselamatan diri muridmu yang bernama Gagak Panangkaran."

Mendengar disebut nama sang murid wajah. Ki Kura Reksa seketika pucat dan tegang. Sambil menahan nafas dan suara bergetar Ki Kura Reksa ajukan pertanyaan.

"Muridku....muridku yang suka bertindak nekat itu. Apa yang terjadi dengannya?"

"Ketahuilah sebenarnya muridmu itu seharusnya sudah menemui ajal dengan tubuh hancur menjadi bubur dan tulang tulangnya leleh di dalam Telaga Darah yang mendidih."

"Aku sudah menduga kejadian seperti itu bakal terjadi."

Menyahuti Ki Kura Reksa dengan wajah tertunduk pasrah. Tetapi di luar dugaan Kanjeng Alam Suci gelengkan kepalanya.

"Tidak! Itu tidak terjadi. Atas kehendak Yang Maha Kuasa muridmu yang keras kepala itu ditakdirkan selamat. Atas izin dewa aku melindunginya dari panas cairan telaga yang mendidih. Kini dia sedang menjalani tapa empat puluh tiga hari sesuai ucapannya kepadamu. Namun karena perbuatannya yang nekad dan kekerasan hatinya untuk bertapa brata di dasar telaga, maka sesuai aturan yang tidak boleh dilanggar di Telaga Darah,, dia harus menjalani tapa tanpa makan dan minum itu selama tiga kali empat puluh tiga hari lagi. Itu pengorbanan yang harus dilakukannya untuk mendapat ilmu kedigdayaan Api yang sangat diimpikannya sejak dulu."

"Astaga! Gagak Penangkaran tidak mungkin bisa bertahan bila harus melakukan tapa seratus dua puluh sembilan hari. Kanjeng Alam Suci....Jika benar kau penguasa Telaga Darah, aku mohon batalkan kelanjutan tapa brata muridku itu. Dia memang murid yang bodoh.Dia tidak mau hidup dihina dan direndahkan orang lain. Sebagai gurunya memang aku tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah keinginan bodohnya itu, karena aku adalah guru yang bodoh."

"Ki Kura Reksa. Kau bukan manusia biasa karena mempunyai ilmu kesaktian tinggi. Namun ketetapan kepada muridmu telah berlaku. Dia harus menebus kesalahannya karena telah memasuki Telaga Darah tanpa izin dan melakukan tapa brata di sana. Dan sebagai gurunya kau juga harus bertanggung jawab atas perbuatan muridmu."

Tegas Kanjeng Alam Suci. Mendengar ucapan mahluk aneh itu, Ki Kura Reksa tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya.

"Aku tidak melakukan kesalahan apapun. Muridku yang telah berbuat mengapa aku yang harus menanggung kesalahannya. Aku tidak mau!"

"Jika kau tidak mau menanggungnya maka perlindunganku atas muridmu akan kucabut dan berakhir sampai di sini saja. Bila perlindungan kucabut maka dalam sekejab saja tubuh muridmu akan meleleh hancur laksana bubur yang dimasak satu hari penuh. Dan dia akan gagal mendapatkan ilmu sakti Api Abadi. Ia akan berangkat ke akherat tanpa pernah sempat berpamitan kepadamu! Jika itu yang kau mau maka perlindungan dari cairan telaga mendidih akan segera kucabut....!"

Sambil berkata demikian Kanjeng Alam Suci angkat tangannya hingga melewati kepala.

Tangan berwarna putih dalam sekejab saja telah berubah menjadi merah.

Sebelum jemari tangan meleleh seperti cairan merah yang memenuhi Telaga Darah, dalam kengerian Ki Kura Reksa berseru.

"Tunggu...! Jangan lakukan. Hukuman apa yang harus kuterima akibat dari perbuatan muridku yang bandel itu."

"Hh, jadi kau sudah siap menerima akibat dari perbuatan muridmu !"

"Ya aku siap."

Sambil berkata demikian Ki Kura Reksa tiba-tiba jatuhkan diri berlutut dengan kedua tangan dijulur ke depan dan kepala ditundukkan seolah orang yang siap menerima hukuman pancung.

Raja Gendeng 32 Telaga Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat sikap pasrah yang di tunjukkan Ki Kura Reksa, Kanjeng Alam suci tersenyum.

Seketika itu juga dia berkata.

"Ki Kura Reksa, aku memang akan menghukummu. Tetapi hukuman itu tidak berupa tindakan kekerasan yang menyakiti anggota tubuhmu."

"Kalau bukan hukuman seperti itu, lalu hukuman seperti apa?"

Tanya si kakek sambil mengangkat kepalanya dan menatap Kanjeng Alam Suci dengan perasaan heran.

"Aku adalah bagian dari alam. Alam tidak pernah bersikap kejam kepada siapapun. Penghuni alam yaitu manusialah yang tidak adil pada alam yang telah memberinya kehidupan. Sedangkan hukuman bagimu adalah hanya sebuah permintaan dariku yang harus kau laksanakan secepatnya!"

"Apa saja permintaanmu? Jika itu untuk menebus kesalahan muridku maka akan kulakukan!"

Ucap Ki Kura Reksa tanpa ragu.

"Yang harus kau lakukan hanya mencari seorang pendekar sakti yang dikenal dengan sebutan Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313."

Kata Kanjeng Alam Suci.

Makhluk berwujud aneh itu kemudian menjelaskan ciri-ciri pemuda yang dimaksudkannya.

"Kalau boleh tahu mengapa kau menginginkan pemuda itu?"

Tanya Ki Kura Reksa. Sang Kanjeng terdiam sejenak lamanya. Dia kelihatan ragu, namun kemudian menjawab.

"Pemuda itu tidak hanya memiliki ilmu kesaktian tinggi tetapi ia juga satu-satunya manusia yang dianugrahi ilmu Kebahagiaan Sejati. Ilmu yang dimilikinya sanggup menghalangi kebahagiaan sepasang calon pengantin sesat yang hendak mempergunakan darah dari telaga untuk membangkitkan pasukannya."

"Aku tidak mengerti apa maksudmu?"

"Ki Kura, saat ini makhluk yang bernama Iblis Kolot dan kekasihnya Sang Kuasa Agung tengah bersiap-siap untuk melakukan pern?kahan. Perkawinan mereka bertujuan untuk membangkitkan pasukan besar yang berasal dari patung-patung prajurit batu. Kebangkitan patung tidak bisa sempurna. Kekuatan yang dimiliki prajurit batu akan menjadi hebat luar biasa bila tubuh mereka dialiri oleh darah dari Telaga Darah."

Ki Kura terdiam, namun kemudian menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Aku ingin tahu dimana perkawinan akan dilangsungkan?"

"Sulit untuk memastikannya. Mungkin saja di tempat tersembunyi di Bukit Batu Berlumut. Tetapi bisa juga di tempat lainnya."

Ki Kura Reksa berusaha mengingat tempat yang disebutkan oleh Kanjeng Alam Suci.

"Rasanya tempat yang kau sebutkan itu jauh dari sini. Bagaimana mereka dapat mengambil darah dari Telaga Darah. Lagi pula bila darah telaga itu darah sungguhan, bagaimana caranya menggunakan darah yang mendidih itu!"

"Kau tidak perlu tahu caranya. Yang jelas kekuatan gaib dari pedang Halilintar dan kesaktian dari pasangan pengantin itu sangat luar biasa. Bila terjadi perkawinan maka darah dalam telaga akan berhenti bergolak. Mungkin mereka datang menjemput darah atau bisa pula darah dalam telaga itu yang bergerak ke mereka."

Terang Kanjeng Alam Suci.

"Kau tidak punya banyak waktu. Lekas cari pendekar 313. Bila bertemu katakan padanya untuk segera menghabisi Sang Kuasa Agung dan kekasihnya secepat mungkin!"

"Hmm, meski masih banyak ganjalan dihati ini, tetapi baiklah akan kucari pendekar 313 itu secepatnya. Sekarang aku mohon pamit. Semua yang terjadi pada muridku kuserahkan kepada Hyang Widi."

"Tidak usah mengkhawatirkan muridmu. Walau nanti dia tidak dapat keluar dari tapanya setelah hukuman berakhir. Namun jangan kecil hati sebab dia akan bangkit kelak di kemudian hari."

"Terima kasih."

Sambil berkata Ki Kura Reksa bungkukkan badan dan rangkapkan kedua tangan di depan dada sebagai tanda penghormatan.

Namun ketika dia mengangkat kepalanya ternyata Kanjeng Alam Suci telah lenyap dari hadapannya.

Si kakek gelengkan kepala, lalu segera berkelebat tinggalkan tempat itu.


*****

Suara pekikan mengguntur dengan disertai jerit tangis, raung dan lolongan menggidikkan bergema di seluruh Bukit Batu Berlumut.

Angin menderu disertai tebaran kabut merah yang panasnya luar biasa.

Tak jauh dari tempat dimana ada kuda berbulu kecoklatan, sesosok pemuda bercelana panjang biru, bertelanjang dada yang kedua matanya terlindung dua batok bulat kecil tampak tergeletak diam tidak bergerak.

Luka akibat tusukan kaki yang tajam dari lawan yang seperti mata tombak membuat pemuda ini meregang ajal.

Tetapi sebagaimana teriakannya sebelum kematian datang menjemput, maka bantuan yang diharapkan akhirnya datang juga.

Tiba tiba terdengar suara deru angin disertai dengan munculnya kabut merah laksana kobaran api.

Dari kobaran api itu muncul satu sosok bertubuh tinggi besar,berwajah angker bengis yang sekujur tubuhnya dikobari api pula.

Melihat kemunculan mahluk ini, kuda coklat tunggangan si pemuda yang bukan lain adalah Pemburu Dari Neraka segera hentikan ringkikkannya.

Binatang ini terlihat berubah menjadi jinak.

Sang mahluk yang ternyata memiliki empat tangan empat kaki ini tidak perduli dengan kuda,sebaliknya dia langsung menghampiri Pemburu Dari Neraka. Setelah berputar mengelilingi si pemuda lalu dia berjongkok memperhatikan sejenak.

Kemudian dari mulutnya yang menebar hawa panas keluar ucapan.

"Wahai penjaga tempat abadi yang paling tidak menyenangkan. Sesungguhnya kau tidak pernah akan mati. Karena takdir kematianmu bukanlah ditangan manusia mana pun. Kematianmu telah ditetapkan akan terjadi ribuan tahun yang akan datang. Yang akan mencabut nyawamu adalah mahluk yang bernama Kematian. Saat ini kau hanya tidur dalam sekejapan saja. Karena memang sebelumnya kau tidak pernah tidur. Sekarang pertolongan telah datang dihadapanmu. Lukamu akan sembuh. Kekuatanmu akan menjadi berlipat ganda. Aku Sang Pengawas datang ke sini dengan waktu yang terbatas. Ingatlah pesanku ini di bawah sadarmu sebab otak tidak dapat mengingat apa-apa. Begitu sadar kau harus segera meninggalkan tempat ini. Dan harus pergi ke Telaga Darah. Temui penguasa yang berdiam di telaga. Bersama dia kau harus membekukan darah mendidih di telaga, agar darah tidak dapat dipakai untuk kepentingan sesat yang tercela. Kau pasti mengingat pesan ini karena sebenarnya dibalik keadaanmu, kau ini dalam keadaan sadar!"

Selesai berucap, mahluk yang menamakan diri Sang Pengawas julurkan empat tangan kanannya.

Lalu disapukan ke bagian wajah, dada, perut, dan sekujur tubuh Pemburu Dari Neraka.

Hebatnya walau tangan yang dipergunakan mengusap dalam keadaan panas membara, namun tubuh Pemburu Dari Neraka tidak menderita cedera luka bakar sedikitpun.

Setelah menjauhkan tangannya dari tubuh si pemuda, maka bagian tubuh yang terluka menganga tiba-tiba memancarkan cahaya merah.

Cahaya merah kemudian menebar ke sekujur tubuh dan membuat tubuh diam menjadi bergetar.

Tubuh yang bergetar itu secara keseluruhan ikut memancarkan cahaya disertai kepulan asap tebal yang menutupi pandangan mata.

Dalam keadaan pandangan terhalang gumpalan asap bergulung, terdengar suara Sang Pengawas bergema.

"Bantuan telah diberikan. Daya hidup telah dikembalikan kepadamu sepenuhnya. Setelah selesai urusan di Telaga Darah kau harus kembali ke Alam Keabadian. Alam Keabadian Kesengsaraan bagi manusia yang perbuatannya melampaui batas. Aku pergi sekarang!"

Wuus!

Suara deru dan kabut merah yang tadinya hanya berputar-putar di sekitar kawasan bukit, kini bergerak menuju ke utara.

Semakin lama gumpalan kabut semakin tinggi bersama dengan deru angin yang meniupnya.

Kemudian kabut merah lenyap dari pandangan.

Di tempat di mana Pemburu Dari Neraka terbaring suasana terasa sunyi mencekam.

Sang kuda berbulu coklat yang matanya tertutup batok datang menghampiri si pemuda.

Setelah dekat sang kuda mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu menjilati wajah si pemuda.

Tidak lama kemudian si pemuda
membuka matanya.

Seperti orang terjaga dari tidurnya dia segera melompat bangkit.

Lalu duduk dengan sepasang mata dari dalam batok jelalatan ke sekelilingnya.

Tidak terlihat satu orangpun.

Si pemuda mencoba mengingat dengan sekuat tenaga apa yang telah terjadi terhadap dirinya.

Tanpa sadar dia meraba perutnya yang sebelumnya robek tembus sampai ke pinggang.

Ternyata perutnya dalam keadaan utuh.

"Gadis kalajengking itu?!"

Desisnya ketika sudah bisa mengingat musuh yang telah membuatnya luka parah.

"Dia tidak hanya membuatku luka parah, tetapi membuatku kehilangan nafas kehidupan. Jadi....bantuan yang kuminta telah datang. Aku dapat hidup kembali, karena sesuai dengan suratan takdir aku belum seharusnya mati."

Si pemuda lalu menatap ke pintu bukit yang tertutup, dia yakin Sang Kuasa Agung masih bersembunyi di tempat itu. Pemburu Dari Neraka bangkit berniat menghampiri pintu bukit, namun jauh dari lubuk alam bawah sadarnya terdengar suara.

"kau harus pergi ke Telaga Darah. Setelah urusan selesai kau harus kembali ke tempat tugasmu!"

"Rasanya perintah itu berasal dari Sang Pengawas."

Batin si pemuda kemudian.

Niat untuk menghancurkan pintu bukit dibatalkannya.

Pemburu Dari Neraka segera melompat ke atas punggung kudanya lalu segera memacu kudanya tinggalkan bukit itu.

Hanya beberapa saat setelah Pemburu Dari Neraka berlalu, sejarak sepuluh tombak dari Bukit Batu Berlumut, tepat dibalik lamping batu besar menyembul lima raut wajah kakek.

Kelima kakek itu tidak lain adalah Resi Amarta si kakek berjubah putih.

Disebelah kirinya terlihat kakek berpakaian hijau bernama Mandang Jati, Dan yang berpakaian biru yaitu Pendekar Langit.

Lalu di sampingnya Ki Lintang Geni yang berpakaian ungu serta seorang kakek gemuk tinggi berpakaian putih menjela serta memakal ikat kepala berupa sorban berwarna putih.

Kelima kakek yang usianya sudah ratusan tahun ini adalah lima dari Tujuh Tokoh Puncak Akherat.

Selain itu ada juga tokoh yang bernama Elang Permana yang dapat berubah menjadi elang.

Saat ini sedang menyelidiki di mana keberadaan musuh. Seperti telah diketahui dalam episode sebelumnya, Ariprahmana salah satu Tokoh Dari Puncak Akherat yang terkenal dengan sebutan Seruling Naga terbunuh. Untuk itulah maka semua Tokoh Dari Puncak Akherat turun gunung untuk mengungkap kematian Seruling Naga. Setelah menempuh perjalanan semalam penuh mereka sampai di kawasan Bukit Batu Berlumut.

Di tempat ini mereka dikejutkan dengan suatu pemandangan yang cukup mengejutkan. Mereka melihat si Jenggot Panjang terbunuh oleh Pemburu Dari Neraka. Tetapi tak lama kemudian Pemburu Dari Neraka roboh oleh seorang gadis berkaki kalajengking yang kemudian diketahui bernama Sang Kuasa Agung.

Sebelumnya mereka bermaksud membantu pemuda itu, namun si pemuda telah keburu roboh dan si gadis kalajengking langsung menghilang masuk ke dalam perut bukit. Tidak lama kemudian ketika mereka hendak melihat kondisi si pemuda, tiba-tiba saja ada kabut merah dan deru angin panas yang menghantam kawasan sehingga mereka terpaksa berlindung di balik batu sambil tetap mengawasi. Ketika mahluk berkaki dan bertangan empat muncul dengan sekujur tubuh dikobari api, ke lima kakek terkesiap.

Mereka hanya memperhatikan dengan seksama kepada mahluk yang menamakan dirinya Sang Pengawas. Melihat Sang Pengawas datang untuk menolong Pemburu Dari Neraka dan menghidupkan kembali dari kematiannya mereka berlima saling menatap dengan perasaan heran dan takjub.

"Mahluk bertangan empat itu ternyata sangat luar biasa. Walau tangannya dikobari api namun si pemuda tidak hangus gosong ketika disentuh olehnya."

Kata Ki Lintang Geni sambil mengusap jenggot putihnya.

"Mahluk yang menolong dan yang ditolong berasal dari alam yang sama."

Kata Ki Sabda Lanang. Empat kakek mengangguk membenarkan. Tetapi tiba-tiba kakek berpakaian biru yaitu Pendekar Langit keluarkan seruan sambil menunjuk ke arah mahkluk bertangan empat berada.

"Lihat! Setelah mengobati makhluk itu pergi begitu saja meninggalkan Pemburu Dari Neraka!"

Seru Resi Amarta.
Raja Gendeng 32 Telaga Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tidak ada lagi yang berbicara.

Kini semua mata memandang ke arah makhluk berkaki empat itu menghilang dari pandangan mata.

Kelima tokoh kemudian mengalihkan perhatiannya kepada Pemburu Dari Neraka.

Mereka melihat kuda pemuda itu datang mendekat dan menjilati si pemuda, lalu dia bangkit selayaknya orang baru bangun tidur.

Kemudian mereka melihat pemuda itu dalam keadaan bimbang.

Setelah itu terlihat Pemburu Dari Neraka menaiki kudanya meninggalkan bukit tersebut.

Saat itu Ki Sabda Lanang berseru memanggil Sang Pemburu Dari Neraka.

"Anak muda tunggu.....kami mau bicara denganmu!"

Anehnya walau teriakan si kakek cukup keras, namun Pemburu Dari Neraka sepertinya tidak pernah mendengar teriakan orangtua itu.

Sebaliknya si pemuda terus memacu kudanya dengan kecepatan yang luar biasa.

Ki Sabda Lanang mengangkat bahu ketika empat sahabat menatap kearahnya.

"Aku tidak tahu mengapa dia tidak mendengar seruanku. Padahal aku yakin dia tidak tuli!"

Kata si kakek kecewa.

"Mungkin dia cuma mau bicara dengan gadis cantik, bukan dengan kakek sepertimu."

Ujar Pendekar Langit.

"Mungkin dia tidak melihat kita disini."

Kata Resi Amarta pula.

"Sudah, kita tidak perlu membicarakan lagi pemuda aneh itu, karena dia lebih tahu apa yang harus dilakukannya."

Timpal Mandang Jati. Sesaat lamanya orangtua ini memandang kearah pintu batu bukit. Lalu berkata lagi.

"Gadis yang bernama Sang Kuasa Agung pasti punya hubungan dengan Iblis Kolot! Aku rasa sebaiknya kita temui dia."

"Untuk apa?"

Menyela Pendekar Langit merasa kurang setuju. Si kakek merasa lebih baik melanjutkan perjalanan mencari pembunuh sahabat mereka Ariprahmana.

"Jangan pernah bertanya untuk apa? Lewat getaran hati dan ketajaman penglihatan mata batinku, gadis berkaki kalajengking itu adalah salah satu penyebab terjadinya malapetaka. Dia berasal dari Gerbang Rahasia Pintu Selatan."

Ujar Ki Sabda Lanang membuat empat sahabatnya tercekat, saling menatap dengan wajah tegang.

"Seandainya apa yang kau katakan itu benar, maka sebaiknya kita tak perlu membuang waktu lagi. Sekarang juga kita hancurkan pintu bukit dan seret gadis berkaki kalajengking itu bersama-sama."

Kata Ki Lintang Geni tidak sabar.

"Aku mendukung! Sang Kuasa Agung harus kita paksa untuk mengaku siapa dia sebenarnya. Kalau tidak mau mengaku sudah sepantasnya kita hukum."

Ucap Pendekar Langit bersemangat

"Tunggu.....Menurut yang kudengar, di masa lalu orang yang bernama Sang Kuasa Agung itu adalah manusia yang berhati mulia, berjiwa welas asih.
Bahkan dia sangat menghormati dan membantu manusia yang paling lemah.Jika gadis berkaki kalajengking itu memang Sang Kuasa Agung yang asli, maka tidak mungkin ketika dia menyerang Pemburu Dari Neraka matanya nampak memancarkan nafsu amarah yang menggelegak. Tidak terlihat sedikitpun sifat welas asih dan kearifan yang seharusnya dimiliki oleh orang berbudi mulia."

Kata Ki Sabda Lanang.

"Sifat manusia, baik watak dan perilakunya dapat berubah dalam sekejap. Yang baik belum tentu dapat mempertahankan kebaikan selamanya. Demikian juga yang jahat kadang kala bisa berubah menjadi sangat baik."

Ujar Resi Amarta.

"Kalau begitu seharusnya kita mencari tahu siapa sebenarnya gadis berkaki kalajengking itu."

Tegas Mandang Jati.

Pendekar Langit segera bangkit.

Dengan diikuti empat kakek lainnya mereka bergegas menuju bukit Batu Berlumut.

Begitu sampai ditempat yang dituju mereka menghentikan langkah dua tombak dari depan pintu batu.

Resi Amarta tokoh pertama dari Tujuh Tokoh Puncak Akherat palingkan kepala menatap ke arah sahabatnya.

Perhatian orangtua ini kemudian tertuju kepada Ki Sabda Lanang.

Walau Resi Amarta tidak berkata apa-apa, namun Ki Sabda Lanang menyadari makna dari tatapan mata sahabatnya.

Sebagai seorang yang memiliki mata batin yang tajam dan luas Ki Sabda Lanang memang sering dibutuhkan untuk menggunakan mata batinnya dalam menghadapi situasi yang sukar dimengerti oleh manusia biasa.

Tidaklah mengherankan dan tanpa berbicara lagi Ki Sabda Lanang melangkah maju.

Dua tangan lalu dijulurkan ke depan.

Sepuluh jarinya dikembangkan.

Sambil memejamkan kedua matanya secara perlahan namun pasti Ki Sabda Lanang mengerahkan tenaga dalam ke bagian kedua belah tangannya.

Ketika tenaga dalam mengalir ke tangannya dan sebagian lagi mengalir ke bagian matanya maka, tubuh orangtua ini tiba-tiba berguncang.

Empat kakek segera mengambil tindakan dengan berdiri saling merapat dibelakang Ki Sabda Lanang.

Lalu menempelkan telapak tangan kanan masing masing ke punggung Ki Sabda Lanang.

Mereka siap membantu mengerahkan tenaga dalamnya bila sewaktu-waktu dibutuhkan.

"Apa yang kau lihat dan apa yang terasa pada tanganmu?"

Tanya Pendekar Langit

"Jari-jari tanganku seperti menyentuh tembok es. Mata batinku melihat ada ruangan besar didalam perut bukit. Ada patung-patung berpenampilan prajurit perang.Aku juga melihat gadis berkaki kalajengking sedang mengobati luka dibagian ekornya. Yang mengherankan tubuhnya dilindungi oleh semacam tabir pelindung yang berwarna biru kelabu. Terlihat juga pedang Halilintar yang dipergunakan untuk membunuh Pemburu Dari Neraka memancarkan cahaya putih terang.Pedang itu menari-nari dibagian ekor Sang Kuasa Agung yang terluka.Sepertinya pedang Halilintar ikut membantu menyembuhkan Sang Kuasa Agung. Dan .....akh....aku merasakan adanya dua kekuatan yang luar biasa dahsyat yang melindungi bukit ini bergerak menyerangku! Ohk...tanganku seperti beku dan kedua mataku.....puanaaaas.....!!!!"

Mendengar ucapan Ki Sabda Lanang keempat kakek segera membantu menyalurkan tenaga dalam masing-masing ke punggung orangtua itu.

Namun terlambat.

Ki Sabda Lanang menjerit keras.

Tubuhnya terlempar ke belakang.

Empat tokoh yang berada dibelakangnya juga ikut jatuh terjengkang.

Ki Sabda Lanang terkejut, karena tidak menyangka mendapat serangan sehebat itu.

Lintang Geni, Pendekar Langit Mandang Jati, dan Resi Amarta secepat kilat bangkit berdiri.

Jauh agak ke belakang terlihat Ki Sabda Lanang sedang berusaha duduk.

Wajah bundar berminyak si kakek terlihat pucat.

Nafasnya memburu.

Dada turun naik tidak teratur.

Sedangkan dari kedua sudut bibirnya ada darah segar meleleh pertanda si kakek mengalami cedera di bagian dalam.

Walau cedera itu tidak berat namun Resi Amarta bergegas menghampiri.

Lalu dia duduk di depan Ki Sabda Lanang yang sudah dalam keadaan bersila untuk menyembuhkan luka dalamnya.

Tanpa bicara Resi Amarta segera mengusap dada sahabatnya sebanyak tiga kali.

Berkat pengerahan tenaga dalam serta bantuan dari Resi Amarta maka dalam sekejab hawa panas yang menyerang dada dan mata lenyap.

Tak lama kemudian dari mulut si kakek gemuk ini menyembur darah kental merah kehitaman.

Melihat ini ketiga tokoh lainnya menjadi khawatir.

Mereka menghampiri dan ketika hendak menyentuh. Ki Sabda Lanang dengan isyarat memberi segera menggoyangkan jari telunjuknya

"Aku tidak apa-apa.Cuma keluar cairan merah sedikit."

Tegas orangtua ini tersenyum. Dia lalu menatap Resi Amarta yang berada di depannya dan berkata.

"Terima kasih kau telah membantu, walau sebenarnya aku bisa menyembuhkan sendiri."

"Jangan sungkan. Saat ini kita sedang menghadapi masalah yang tidak boleh dipandang ringan."

Ujar Ki Lintang Geni.

"Aku ingin tanya sebenarnya ada kekuatan apa yang melindungi pintu bukit itu.?"

Ki Sabda Lanang tidak segera menjawab melainkan hanya balas menatap Ki Lintang Gen?. Setelah melayangkan pandangannya sebentar ke arah bukit maka dia berkata.

"Bukit Batu Berlumut itu dilindungi oleh sisa-sisa kekuatan masa lalu. Kekuatan pelindung itu berasal dari patung patung perajurit yang berada di sana. Dan Sang Kuasa Agung muncul di tempat itu untuk memanfaatkan patung-patung tersebut. Jika perkawinan antara dia dan kekasihnya berlangsung aman, maka akan bisa menghidupkan patung-patung itu."

"Untuk apa dia menghidupkan perajurit patung itu?"

Tanya Pendekar Langit dengan rasa ingin tahu

"Untuk menghancurkan orang-orang seperti kita."

Jawab Ki Sabda Lanang tegas

"Apakah dia juga menggunakan kekuatannya untuk melindungi bukit?"

Tanya Resi Amarta.

"Benar!"

"Selain menyembuhkan lukanya. Apalagi yang dilakukan Sang Kuasa Agung di dalam bukit itu?"

Tanya Mandang Jati.

"Tentu saja dia menunggu calon pengantinnya yaitu Iblis Kolot yang kabarnya telah tewas ditangan muridnya sendiri."

"Mahluk laknat! Sudah matipun masih penasaran ingin jadi pengantin. Kalau begitu lebih baik kita bunuh saja dulu calon pengantin perempuannya. Bila salah satu mati maka perkawinan akan batal dan malapetaka tidak akan terjadi."
Raja Gendeng 32 Telaga Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Teriak Ki Lintang Geni tak dapat menahan diri.

"Kami sependapat denganmu!"

Kata tiga kakek lainnya memberi dukungan.

"Kalau kalian berempat sudah memutuskan demikian, maka aku menurut saja."

Ucap Ki Sabda Lanang pula. Kemudian ke lima kakek ini kembali mendekati bukit dan menyebar ke samping.

"Lebih baik kita hancurkan pintu bukit itu lebih dahulu! Bagaimana pendapat kalian?"

Tanya Resi Amarta kepada para sahabatnya.

"Kalau itu kehendakmu, kita harus menggabungkan kekuatan kita untuk menghancurkan pintu bukit bersama-sama!"

Seru Ki Sabda Lanang.

Semuanya menganggukkan kepala.

Lalu mereka masing-masing mengalirkan tenaga dalamnya ke bagian tangan.

Ki Sabda Lanang berdiri di tengah sambil silangkan kedua tangannya ke bagian dada untuk melepaskan pukulan Angin Puyuh Melanda Lautan.

Ini adalah pukulan sakti yang menjadi andalannya.

Resi Amarta menggunakan ilmu pukulan Amarah Merapi Mengguncang Langit.

Sedangkan Pendekar Langit, Ki Lintang Geni dan Mandang Jati tidak mau kalah.

Mereka masing-masing menggunakan ilmu Tombak Dewa Mendera Bumi, Bala Dari Langit dan Selaksa Gempa Melanda.

Lima tokoh Dari Puncak Akherat serentak angkat kedua tangannya tinggi tinggi.

Dan dihantamkan ke depan tepat ke pintu batu bukit.

Wuus!!

Lima pasang tangan berkiblat.

Cahaya merah, putih, biru, hijau, dan kuning terang berkiblat.

Disertai dengan suara gemuruh luar biasa, sepuluh cahaya itu kemudian menyatu membentuk satu kekuatan yang dahsyat

Glaaarr!!

Benturan keras terjadi yang membuat ledakan yang keras menggelegar. Guncangannya terasa di seluruh kawasan. Kepulan debu dan kobaran api membubung tinggi ke angkasa.

Lima kakek terdorong ke belakang sejauh tiga langkah.

Wajah mereka tampak pucat,dada berdenyut sakit.

Sedangkan tangan terasa panas seperti terbakar.

"Hebat, luar biasa. Pintu ini pasti terbuat dari lempengan baja yang berlapis. Tetapi rasanya ada celah yang dapat kita tembus."

Berkata Pendekar Langit dengan nafas mengengah dan jantung berdebar keras

"Bagaimana pendapatmu, Ki Sabda Lanang.Biasanya kau yang paling banyak akal, berwawasan luas dan berpandangan batin tajam. Aku ingin kau melihatnya agar kita tidak membuang tenaga sia-sia."

Kata Resi Amarta sambil menatap Ki Sabda Lanang.

"Aku ini bukan dukun. Bukan pula juru ramal. Tetapi demi kepentingan bersama aku akan mencobanya!"

Setelah berkata demikian, maka si kakek gemuk segera mengeluarkan ajiannya Di Balik Yang Fana Melihat Yang Gaib.

Dari sepasang mata si kakek gendut terasa adanya getaran.

Dan sudut matanya mengeluarkan asap.

Lalu...

Wuus!!

Ada cahaya putih menderu dari mata orangtua ini.

Begitu cahaya putih menyentuh pintu batu, pintu batu terlihat bergetar.

Ki Sabda Lanangpun ikut bergetar.

Sementara ke empat sahabatnya menunggu dengan perasaan cemas dan menahan nafas.

Lalu Ki Sabda Lanang menarik balik tenaga dalamnya dari mata dan mengusap kedua matanya yang terasa pedih.

Setelah itu dia menyeka wajahnya yang berkeringat.

"Bagaimana, apa yang terjadi?"

Tanya Ki Lintang Geni tidak sabar.

"Aku melihat laut dan tebing karang. Di atas tebing ada seseorang yang berjongkok, mungkin dia sedang buang hajat besar!"

Menerangkan si kakek sambil menyeringai. Menyangka si kakek bergurau, Pendekar Langit dan Mandang Jati menjadi geram,
"Tua bangka sialan! Kami bersungguh sungguh ingin mendengar, tetapi kau malahan bergurau!"

"Kau kira kita ini sedang berada di atas panggung bertindak konyol-konyolan!"

Damprat Pendekar Langit pula.

"Ee....tunggu. Aku tahu apa yang dimaksudkan oleh Ki Sabda Lanang. Dua hal yang dilihatnya itu berarti merupakan dua titik di mana letak kelemahan pintu batu. Artinya, pintu batu dapat dihancurkan dengan memakai kotoran manusia atau air kencing. Bukankah begitu Ki?"

Tanya Resi Amarta.

"Ya...tepat. Memang seperti itu, Resi Amarta hebat, tidak seperti dua orang bodoh itu!"

Kata Ki Sabda Lanang sambil melirik Mandang Jati dan Pendekar Langit.

"Tua bangka kurang ajar. Beraninya kau...!"

Mandang Jati angkat tangannya siap menggebuk si kakek gendut. Namun Resi Amarta segera mencegah dengan menggelengkan kepala.

"Kalian sesama orang gila tidak boleh berkelahi."

Damprat Resi Amarta ketus. Walau kesal dikatakan bodoh tetapi Mandang Jati membatalkan niatnya. Pendekar Langit hanya tersenyum. Dia memaklumi Ki Sabda Lanang yang suka bergurau.

"Kini saatnya salah satu diantara kita buang hajat...!"

"Hajat apa yang harus dibuang, Resi Amarta. Kita ini sudah lebih dari sepekan berpuasa, tidak makan dan minum. Dan aku cuma makan angin. Jadi kalau udara tidak sedap yang biasa keluar dari bawah aku punya."

Tukas Pendekar Langit.

"Kalau tidak bisa buang hajat besar, ya buang hajat kecil saja. Masa hanya setetes air kencing, kalian tidak punya?"

Gerutu Mandang Jati. Kelima kakek saling berpandangan. Namun kemudian semua perhatiannya tertuju kepada Ki Sabda Lanang.

Pendekar Langit senyum-senyum sambil kedipkan matanya kepada Ki Sabda Lanang dan berkata.

"Di antara kita berlima kau adalah orang yang paling suka melanggar pantangan. Yang lain berpuasa penuh selama tujuh puluh hari ,tetapi kau tidak sampai setengahnya. Bahkan tadi pagi aku melihatmu mengambil bumbung nira milik pembuat gula aren. Air nira sebumbung kau tenggak habis. Sekarang pasti hanya kaulah kakek gendut yang paling banyak cadangan air kencing. Karena kau yang tahu kelemahan pintu batu, maka kaulah yang harus mengencinginya.Ha ha ha !"

Tidak menyangka sikap buruknya diketahul oleh Pendekar Langit, Ki Sabda Lanang hanya bisa cengar-cengir sambil garuk kepala.

"Kau yang paling tua di antara kita, tetapi lagak dan kelakuan sungguh tidak patut ditiru dan sangat memalukan!"

Tegur Resi Amarta yang tidak pernah tahu Ki Sabda Lanang melanggar aturan.

"Maafkan saya, Resi Amarta. Saya juga tidak mengharap kelakuan buruk saya ini ditiru oleh sahabat lainnya."

Ucap si kakek lirih lalu tundukkan kepalanya.

"Sudahlah! Sekarang kita tidak usah membicarakan segala kekonyolan yang diperbuat oleh tua bangka ini. Ki Sabda...ayo kencingi pintu batu itu supaya kita dapat mudah menghancurkannya!"

Sela Ki Lintang Geni.

"Hmm, baik. Kau boleh melakukannya sekarang."

Ujar Resi Amarta.

"Ternyata walau banyak melakukan kesalahan, tetapi akhirnya aku juga yang harus melakukan tugas sialan ini. Awas...!! Jangan satupun dari kalian yang berani mengintip!"

Ancam si kakek gendut sambil bersungut-sungut.

"Siapa yang mau mengintip? Memangnya kau ini puteri yang cantik. Barangmu bulukan begitu, monyet saja juga pasti takut melihatnya!"

Dengus Ki Lintang Geni lalu buru-buru palingkan wajahnya ke jurusan lain. Tidak mau kalah Mandang Jati juga ikut berbicara.

"Kalau monyet saja takut, bagaimana dengan janda? Ha ha ha...."

Ki Sabda Lanang merasa kesal menjadi bahan tertawaan teman-temannya.

Namun tanpa bicara sedikitpun sambil bersungut-sungut dia segera menuju pintu bukit.

Ki Sabda Lanang hanya mengayunkan beberapa langkah untuk sampai di depan pintu bukit.

Empat sahabatnya memasang mata mengawasi.

Si kakek gendut bersikap acuh saja.

Lalu dengan enaknya dia melorot celananya ke bawah dan mencoba untuk kencing. Tetapi celaka, entah karena malu diperhatikan para sahabatnya atau memang sedang tidak ingin kencing ternyata kencingnya tidak memancar sedikitpun, walau dia sudah mengedan dengan wajah tegang.

"Sial! Mengapa jadi sulit begini? Biasanya, kentut, buang hajat besar atau kecil lancar saja. Apa ada yang salah ?!"

Gerutu Ki Sabda Lanang dalam hati. Dan sekali lagi dia berusaha. Namun lagi-lagi setetespun air kencingnya tidak bisa keluar. Melihat hal ini Resi Amarta bertanya.

"Bagaimana? Mengapa kelihatannya sulit sekali ?"

"Jangan berisik! Air tidak mau keluar mungkin malu. Coba kalian berempat jangan melotot terus ke sini. Apa kalian kira aku ini kambing betina yang mau beranak! Kalian berpalinglah ke arah lain!"

Damprat Ki Sabda Lanang kesal

"Kakek sialan! Mau kambing beranak atau kerbau beranak kek, kalau memang mau kencing tidak usah pakai segala peradatan!"
Raja Gendeng 32 Telaga Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Gerutu Ki Lintang Geni. Dan dengan wajah cemberut dia bersama tiga kakek lainnya menoleh ke arah lain. Belum lagi niat Ki Sabda Lanang terlaksana, tibatiba terdengar suara teriakan keras menggeledek.

"Para tua bangka edan tidak tahu malu! Kencing di sembarang tempat! Tololnya lagi hendak mengencingi pintu keramat tempat perlindungan. Para iblis sesat, dedemit dan raja arwah sesat bakal mengutuk kalian!"

Empat tokoh sakti Puncak Akherat terkesiap dan palingkan kepala ke arah datangnya suara. Di tempatnya berdiri Ki Sabda Lanang karena kaget tiba-tiba pancarkan air kencingnya.

Air kencing itu memancar mengguyur pintu.

"Setan alas! Siapa yang berani berteriak mengejutkanku!"

Sambil berkata dia balikkan badannya.

Belum sempat dia melihat siapa orang yang berteriak, tiba-tiba ada serangkum cahaya merah benderang menderu dari atas ketinggian.

Di tengah jalan cahaya itu memecah menjadi lima bagian.

Empat cahaya menghantam empat kakek yang berdiri tujuh tombak di belakang Ki Sabda Lanang.

Sedangkan satu cahaya menghantam Ki Sabda Lanang

"Kurang ajar! Datang tidak permisi, malahan marah-marah dan mau membunuh. Walau aku sudah bau tanah begini mana bisa aku dipaksa harus mati secepatnya!"

Lalu dia menjulurkan kedua tangannya ke bawah dan ditarik ke belakang.

Dengan kecepatan luar biasa si kakek hantamkan kedua tangannya dengan pukulan sakti Luapan Air Bah.

Dua tangan melesat ke depan dan dari kedua telapak tangan si kakek menderu suara bergemuruh laksana bendungan raksasa yang jebol.

Tidak ada cahaya sedikitpun yang terlihat.

Yang ada hanya suara deru berkepanjangan.

Ketika suara deru itu berbenturan dengan cahaya merah yang siap memanggang hangus tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara.

Cres!

Suara yang terdengar seperti segerobak bara api yang disiram air.

Di ketinggian terjadi guncangan hebat disertai kepulan asap berwarna putih kelabu.

Si kakek terhuyung.

Kedua tangannya terasa kesemutan.

Sementara dari arah depan terdengar suara makian.

Lalu makian lenyap.

Dari arah tangan empat tokoh melesat cahaya merah, biru, hijau dan putih.

Empat cahaya berhawa panas dan dingin yang bersumber dari pukulan empat kakek memapaki cahaya merah yang melesat dari tangan lawannya.

Byaar!!

Buum!

Ledakan dahsyat mengguncang kawasan bukit yang sunyi itu.

Ini membuat telinga terasa pengang dan tanah tempat mereka berpijak bergetar.

Ke empat kakek terhuyung dengan dada sesak, tangan ngilu.

Di ketinggian tampak semburan api bergulung membentuk awan yang berarakan disertai kepulan asap hitam menebar bau menyengat.Gumpalan api dan asap lenyap.

Entah seolah datang dari langit, di atas mereka melayang dengan gerakan seringan kapas sesosok tubuh pemuda belia beralis hitam tebal.

Berpakaian serba biru,berambut panjang kaku memakai ikat kepala biru pula. Dia menjejakkan kakinya di atas rerumputan kering yang sebagian telah hangus.

Gerakannya begitu ringan sehingga tidak terdengar suara sama sekali.

Melihat ini para tokoh Puncak Akherat menjadi maklum bahwa si pemuda memiliki ilmu meringankan tubuh yang telah mencapai taraf sempurna.

Empat kakek menatap si pemuda yang berdiri di depan Ki Sabda Lanang.

Dalam kesempatan itu Ki Sabda Lanang berkata.

"Oh..hanya pemuda ingusan yang dia sendiri tidak tahu dimana letak upilnya. Dan kita berlima telah menguras tenaga untuk mematahkan serangan mautnya. Puah....sungguh keterlaluan dan sangat memalukan!"

Pemuda ini yang tiada lain adalah Pura Saketi, putera Pendekar Sesat mendengus dan menatap dengan dingin.

Matanya menatap dengan silih berganti ke arah para kakek di depannya.

Mandang Jati yang tidak sengaja melihat celana Ki Sabda Lanang yang masih melorot langsung menegur.

"Orangtua konyol. Apa kau lupa memasukkan burung keramatmu ke sangkarnya atau memang sengaja dipamerkan? Kalau nanti barang bulukanmu dipatuk ular, kau akan sengsara seumur-umur!"

Melihat kakek gendut seperti itu tiga kakek lainnya menahan geli sambil gelengkan kepala.

Ki Sabda Lanang yang telah menyadarinya segera menarik celananya yang melorot.

Pura Saketi yang melihat ke arah Ki Sabda Lanang meludah.

Tetapi berbarengan dengan empat tokoh Puncak Akherat dia menoleh ke arah pintu bukit yang tampak mengepulkan asap berwarna putih.

Rupanya pintu tidak lagi berpelindung dan menjadi rapuh sehingga akan sangat mudah bila dijebol.

Tanpa memperhatikan si pemuda yang memiliki ilmu kesaktian yang hebat, Ki Sabda Lanang berniat menendang pintu agar supaya hancur.

Namun baru saja dia membalikkan tubuh sambil alirkan tenaga dalam ke kaki, saat itu juga terdengar bentakkan di belakangnya.

"Orang tua gendut bertampang selayaknya badut. Jangan mencoba menjebol pintu, jika kau tidak ingin segera menuju ke liang lahat!"

Teriak Pura Saketi dibarengi dengan pengerahan kekuatan tenaga dalamnya.

Pura Saketi tidak terlihat menggerakkan tangannya, namun Ki Sabda Lanang dapat merasakan seperti ada tangan besar luar biasa yang tidak terlihat menyentakkan bahunya hingga si kakek berbalik arah.

"Kurang ajar!"

Rutuk orang tua itu dalam hati.

Dia lalu menatap pemuda di depannya.

Ternyata pemuda itu tampak tenang-tenang saja.

Empat kakek yang tidak tahu apa yang dirasakan oleh Ki Sabda Lanang diam termangu namun hati bertanya-tanya.

Resi Amarta tak mau menunggu lama lalu bertanya.

"Anak muda siapakah dirimu ini?"

"Aku adalah Pura Saketi. Kalian ingat?"

Tanya pemuda itu disertai senyum dingin. Kelima tokoh yang sangat disegani di dunia persilatan ini saling berpandangan. Mereka mencoba mengingat siapa pemuda ini sambil memperhatikan wajah si pemuda dengan seksama.

"Aku rasanya pernah mengenalmu!"

Kata Pendekar Langit. Pura Saketi tersenyum sinis.

"Tentu saja kau dan ke empat sahabatmu mengenalku. Karena aku adalah putera Pendekar Sesat yang tewas setelah kalian keroyok secara pengecut. Aku sudah membunuh beberapa tokoh yang dulu mengeroyok ayahku. Dan apakah kalian ingat, aku adalah puteranya yang pernah kalian kejar seperti binatang buruan."

Teriak Pura Saketi. Suaranya lantang bergema merobek udara siang yang panas

"Astaga! Aku sudah menduga sejak tadi, anak muda. Kau adalah bocah yang kami kejar setahun yang lalu. Waktu itu kau terkena panah tepat dibagian paha dan perut. Setelah melompat ke jurang itu....kau seharusnya menemui ajal. Tetapi tidak disangka malah....!"

Ki Lintang Geni tidak melanjutkan ucapannya, sebaliknya malah menelan ludah. Dia tidak tahu kenapa bulu kuduknya mendadak merinding.

"Ha ha ha! Ketentuan hidup mati bukan ditangan manusia? Aku yang kalian kira sudah binasa ternyata masih hidup dalam keadaan tidak kekurangan sesuatu apapun!"

"Anak muda!"

Ucap Resi Amarta.

"Apa yang telah terjadi denganmu bukanlah disebabkan uluran tangan dewa. Nasibmu mujur dan selamat dari kematian bahkan dapat bertemu kami kembali, itu karena pertolongan makhluk laknat bernama iblis. Tapi yang mengherankan.....mengapa kau mencegah Ki Sabda Lanang untuk masuk ke dalam bukit."

Wajah Pura Saketi mendadak berubah menjadi merah kelam. Matanya yang polos membeliak lebar dan berubah merah laksana saga. Tubuhnya bergetar, pelipis bergerak gerak, pipi menggembung sedangkan kedua rahangnya keluarkan suara bergemeletukan.

Selagi Resi Amarta, Pendekar Langit, Mandang Jati, dan Ki Lintang Geni melihat perubahan sikap yang ditunjukan Pura Saketi dengan heran dan hati bertanya tanya. Pada saat itulah Ki Sabda Lanang tiba tiba berseru.

"Kalian semua hendaknya bersikap waspada. Aku melihat ada makhluk lain mendekam menumpang didalam diri pemuda itu?!"

Seruan si kakek gendut karuan saja membuat empat sahabatnya menjadi geger.

"Astaga! Apa maksud ucapanmu, Ki Sabda Lanang! Yang kau lihat itu arwah atau apa?"

Seru Resi Amarta dengan mata dipentang ke arah Pura Saketi dengan sorot mata tidak percaya.

Belum sempat Ki sabda Lanang menjawab, Pura Saketi dengan mata merah membeliak tiba-tiba mengumbar suara menggembor disertai menyeramkan.

Yang membuat orang-orang itu terkesima, suara tawa yang keluar dari mulut Pura Saketi tidak lagi suara khas pemuda itu.

Tawa yang kini mereka dengar adalah suara tawa gelak gelegar seorang kakek yang sedang dilanda marah.

"Kalian semua harus menebus dosa dosa yang kalian lakukan dimasa lalu! Kalian tidak mungkin lolos dari pembalasanku!"

KI Sabda Lanang yang telah mengetahui bahwa yang bicara itu bukanlah Pura Saketi melainkan makhluk yang menumpang di dalam tubuhnya, segera berujar.

"Suara tawamu tidak asing lagi di telingaku. Kau berada dalam tubuh pemuda itu karena telah menjadi arwah. Kalau tidak salah dan dugaanku tidak keliru kau ini adalah Iblis Kolot, makhluk paling durjana yang kerap membuat kekacawan dimasa lalu?!"

"Ha ha ha. Ternyata ingatanmu cukup kuat gendut jahanam. Kau masih bisa mengenali suaraku sehingga bisa menduga siapa diriku ini. Aku memang Iblis Kolot. Iblis yang telah menjadi arwah dan sekarang aku bersemayam di dalam tubuh seorang pemuda bernama Pura Saketi yang tidak lain adalah muridku!"

Resi Amarta terkesima. Pendekar Langit dan Mandang Jati bersurut langkah mata membelalak mulut ternganga. Ki Lintang Geni walau tak menyangka lawan bersemayam dalam tubuh Pura Saketi tetap bersikap tenang. Dalam hati dia malah berkata.

"Iblis keji jahanam! Bagaimana mungkin arwahnya bisa bersemayam di dalam tubuh pemuda itu. Hanya ada satu kemungkinan. Dia terbunuh ditangan muridnya sendiri. Tapi mungkinkah seorang murid tega menghabisi gurunya?"

Selagi Ki Lintang Geni bertanya tanya dalam hati, pada saat itu Ki Sabda Lanang tiba-tiba berujar.

"Iblis Kolot! Semasa hidup kau adalah manusia licik culas. Jika sekarang arwah busukmu mendekam dalam tubuh muridmu. Kejadian yang paling mungkin adalah kau pasti minta dibunuh oleh pemuda itu!"

Ucapan si kakek gemuk membuat tubuh Pura Saketi bergetar. Sekilas raut wajahnya berubah. Dari mulut keluar pula ucapan.

Raja Gendeng 32 Telaga Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak membunuhnya. Waktu itu dia menyaru sebagai orang lain."

Blep!

Suara asli Pura Saketi lenyap.

Didalam tubuh yang satu terjadi pertikaian arwah Iblis Kolot dengan jiwa sang murid

"Murid bodoh.Jangan menyela selagi aku bicara.Lebih baik kau mengalah. Biarkan aku yang bicara.Kita harus kompak jangan perlihatkan perselisihan kepentingan diantara kita di depan musuh."

Damprat arwah Iblis Kolot. Dari dalam tubuh yang sama terdengar lagi suara Pura Saketi.

"Memangnya orang-orang ini musuhmu juga?"

Tanya Pura Saketi.

"Kau kira mereka siapa?"

Dengus arwah Iblis Kolot.

"Mereka adalah orang orang yang pernah mengeroyokku, membuat tubuhku remuk lalu melempar tubuhku ke jurang Watu Remuk Raga!"

"Tapi mereka juga yang terlibat dalam pembunuhan ayahku!"

Pura Saketi ngotot

"Musuh kita adalah orang-orang yang sama. Bersama-sama kita bisa menghabisi mereka!"

Ujar arwah Iblis Kolot.

Sementara itu lima tokoh sempat dibuat tertegun melihat pemuda itu keluarkan suara meracau tidak karuan.

Tapi sebagai orang yang penglihatan batinnya tajam, Ki Sabda Lanang kemudian menyadari sesungguhnya si pemuda bukan meracau namun berdebat dengan arwah gurunya.

Tidaklah heran jika kemudian Ki Sabda Lanang membuka mulut dan bicara.

"Sepertinya kau dan muridmu sedang berebut kepentingan. Tapi seperti yang kau katakan, kau dan muridmu berhadapan dengan musuh yang sama. Bukankah begitu arwah Iblis Kolot?"

Tubuh Pura Saketi bergetar.

Matanya mendelik garang, menatap ke arah Ki Sabda Lanang dan empat kakek lainnya silih berganti.Arwah Iblis Kolot menyadari diantara lima kakek itu, ilmu kesaktian yang dimiliki Ki Sabda Lanang-lah yang paling sulit dijajaki.

Tapi arwah Iblis Kolot tidak ambil perduli.

Dia tidak takut dengan ilmu sakti sehebat apapun yang dimiliki oleh lawan karena saat itu muridnya telah mewarisi ilmu Aksara Iblis yang sangat dahsyat.

"Kau manusia aneh yang banyak tahu. Tapi kau juga akan mampus ditangan kami!"

Geram Iblis Kolot.

"Begitu?"

Ki Sabda Lanang tersenyum.

"Tidak mengapa aku dan yang lainnya harus mati. Tapi sebelum mencabut nyawaku, aku ingin bertanya mengapa kau mencegahku untuk menghancurkan pintu bukit?"

Tanya Ki Sabda Lanang. Pura Saketi tidak menjawab tetapi menatap kearah pintu bukit. Sambil menyeringai dia kembali berpaling pada KI Sabda Lanang. Setelah itu baru berkata.

"Di dalam bukit sedang menunggu kekasihku, calon istriku. Oh ya....aku lupa memberi tahu bahwa sebentar lagi kami bakal menikah. Sayang kalian tak kuundang dalam pesta kemeriahan ini. Ha ha ha...!"

Lima tokoh Puncak Akherat saling berpandangan. Mereka tidak mengira bahwa calon pengantin pria Sang Kuasa Agung ternyata adalah Iblis Kolot kakek renta yang telah menjadi arwah. Seakan-akan mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh ke lima kakek itu, arwah Iblis Kolot di dalam diri Pura Saketi tiba-tiba berkata.

"Kalian heran? Kalian pasti tidak pernah menyangka walau sudah menjadi arwah aku masih bisa mempersunting seorang gadis cantik. Memang selagi hidup aku sudah tua,tetapi dengan arwahku yang menumpang kepada diri pemuda yang menjadi muridku maka aku merasa menjadi muda kembali. Ha ha ha...! Nantinya aku dan pemuda muridku ini akan sama enaknya Dan kekasihku tidak bakal kecewa karena yang mendampinginya adalah pemuda gagah."

"Mahluk licik! Jadi itu sebabnya mengapa kau sengaja mengakhiri hidup di tangan murid sendiri agar bisa memenuhi keinginan nafsu bejadmu kepada perempuan aneh yang bernama Sang Kuasa Agung?"

Dengus Pendekar Langit.

"Tepat! Sejauh ini rencana berjalan sesuai dengan keinginanku."

"Sekarang aku ingin tahu, apakah kau telah membunuh sahabat kami Randu Wulih?"

Tanya Ki Lintang Geni.

"Oh..tua bangka itu? Memang aku yang membunuhnya bersama muridku."

Jawab arwah Iblis Kolot dengan senyum dingin dan mata berkedap-kedip mengejek

"Apa kalian tidak tahu bahwa Ariprahmana salah satu sahabat kalian telah aku bunuh juga!"

Sambil berkata demikian Iblis Kolot memperhatikan ke sekeliling, matanya mencari-cari.

"Hmm, aku tidak melihat satu tokoh lainnya bersama kalian. Kemana perginya Elang Permana? Apakah kakek yang pandai merubah diri itu sedang terbang?"

Tanya sang arwah, rupanya dia mengenal semua tokoh dari Puncak Akherat

"Iblis Kolot..! Kami berlima akan membalas sakit hati karena kau telah membunuh sahabat kami Ariprahmana. Akan kami cabut arwah anjing sepertimu dan juga nyawa muridmu!"

Teriak Ki Lintang Geni dengan kemarahan yang menggelegak Kakek bertubuh tinggi berkulit hitam ini segera melangkah maju lalu dia mengerahkan tenaga dalam ke kedua tangannya.

Ki Sabda Lanang yang mengetahui sahabatnya siap menyerang memberi isyarat dengan gelengan kepala.

Walau geram namun Ki Lintang Geni terpaksa menahan diri.

"Bicaramu kedengarannya sangat hebat. Tetapi mulutmu takabur dan tidak sama dengan kemampuan yang kau miliki. Kau begitu Ariprahmana tewas ditanganku. Padahal apa yang dialaminya itu sesuai dengan perbuatannya di masa lalu kepadaku."

Ucap Iblis Kolot. Lalu matanya dipejamkan. Dan mata Pura Saketipun ikut terpejam. Tak lama kemudian dia membuka matanya sambil berteriak lantang menggidikkan.

"Aku sudah muak berbicara dengan kalian! Pesta perkawinanku harus segera dilangsungkan. Tidak dapat ditunda. Tetapi sebelumnya kalian berlima harus mati terlebih dahulu! Hiyaa.."

Setelah gaung teriakan menggidikkan lenyap, Pura Saketi yang ketumpangan dan dikendalikan oleh arwah gurunya Iblis Kolot tiba-tiba membuat gerakan berputar. Tubuhnya berkelebat seperti titiran, kaki mengembang. Laksana kilat tubuh itu lalu melambung ke udara. Dari atas kaki ditendangkan ke arah Ki Sabda Lanang. Walau tendangan itu dilancarkan dari ketinggian, namun deru angin yang dahsyat menyertai tendangan. Si kakek merasakan serangan itu menghantam perut, dada dan kepalanya. Di samping deru angin yang dahsyat dari sepuluh ujung jari kaki arwah Iblis Kolot melesat pula sepuluh larik cahaya hitam pekat berusaha menabas leher Ki Sabda Lanang. Melihat serangan ganas ini si kakek gemuk segera melompat ke samping menghindari serangan. Begitu jejakkan kaki ke tanah dia segera condongkan tubuhnya ke depan. Lalu dengan secepat kilat dua tangan yang dialiri tenaga sakti disapukan ke depan dengan gerakan menghalau.

Sementara sahabatnya mendapat serangan yang dahsyat dan mengerikan, keempat tokoh lainnya tidak tinggal diam. Mereka segera melakukan tindakan. Dua kakek melesat ke udara dan yang dua lagi melompat ke depan membantu Ki Sabda Lanang. Mereka masing masing melepaskan pukulan saktinya secara berbarengan.
Tetapi sebelum serangan yang dilakukan ke empat kakek mengenai sasaran, Pura Saketi yang dikendalikan arwah gurunya telah mendahului dengan menghantamkan empat pukulan ganas sekaligus.

"Pukulan Iblis Menembus Langit...."

Resi Amarta berteriak memberitahu jurus pukulan yang digunakan lawan. Empat cahaya merah membara, menebar panas mengerikan berkiblat menghantam ke empat kakek. Dua pukulan menderu untuk melumat Ki Lintang Geni dan Mandang Jati yang menyerang dari sebelah atas. Sedangkan dua cahaya merah lainnya menyerang Pendekar Langit dan Resi Amarta yang berusaha membantu Ki Sabda Lanang. Sementara gerakan menyapu yang dilakukan Ki Sabda Lanang berhasil memusnahkan serangan sepuluh cahaya hitam pekat yang datang dari jari kaki lawan.

Tendangan jarak jauh arwah Iblis Kolot hanya menyambar perut, sedangkan yang mengarah bagian dada dan kepala dapat dihalau si kakek. Walau dapat menyelamatkan diri namun akibat bentrokan tak urung juga tubuh si kakek bergetar. Dilain pihak pukulan yang dilepaskan oleh empat kakek akhirnya beradu keras dengan pukulan sakti yang dilancarkan oleh arwah Iblis Kolot.

Gelegar suara keras seperti letusan gunung berapi mengguncang tempat itu, sehingga membuat Resi Amarta dan Pendekar Langit terdorong mundur masing-masing sejauh tiga tombak. Di sebelah atas Ki Lintang Geni dan Mandang Jati yang pukulan saktinya beradu keras dengan lawan menjadi kehilangan keseimbangan dan daya mengapungnya. Laksana dicampakkan, dari ketinggian kedua kakek itu meluncur deras ke bawah. Mandang Jati jatuh di atas tanah berbatu. Dia menggeliat, melintir dan meringis kesakitan. Sedangkan Ki Lintang Geni jatuh tepat di atas bahu Pendekar Langit yang tampak senyum-senyum. Namun segera mendamprat marah ketika Pendekar Langit dengan kesal membantingnya.

"Sialan! Sudah enak jatuh dibahumu, mengapa kau membantingku?"

Tanya Ki Lintang Geni bersungut-sungut.

"Tua bangka, kurang ajar! Kau yang enak, tetapi bahuku sakitnya seperti tertimpa batu!"

Damprat Pendekar Langit tidak kalah gusar.

Benturan keras akibat pukulan tidak hanya membuat Ki Lintang Geni dan Mandang Jati terjatuh,tetapi juga membuat Pura Saketi mengalami hal yang sama.

Walau dia berusaha mempertahankan diri dengan mengatur keseimbangan namun pemuda ini malah jatuh jungkir balik dengan kepala lebih dahulu masuk kedalam tanah.

Sambil mendamprat marah dia berusaha menarik sebagian kepalanya yang amblas ke tanah. Begitu bebas dengan terhuyung dia bangkit. Empat kakek yang melihat keadaan Pura Saketi tidak dapat menahan senyum.

"Iblis Kolot. Kalau dalam satu gebrakan saja kau sudah mau buru-buru masuk liang lahat, sebaiknya kau sendiri saja jangan mengajak muridmu untuk masuk ke dalam bumi lapis ke tujuh!"

Kata Ki Sabda Lanang menyeringai sambil menggaruk kepalanya yang terlindung sorban putih.

"Tua bangka keparat! Manusia tolol yang sukanya cuma bergurau! Aku tidak membuat liang lahat untukku dan muridku! Aku baru saja mencari tahu dimana tanah yang paling empuk untuk digali buat kuburan tubuh lima tokoh busuk yang selama ini selalu menghalangi kesenanganku!".

Teriak arwah Iblis Kolot. Teriakan keras sang iblis kemudian dibarengi dengan gerakan dua tangannya yang diangkat tinggi lalu dihantamkan kepada lima kakek yang berdiri mengepung. Melihat kedua tangan Pura Saketi bergerak menyambar berubah menjadi banyak dan langsung menghantam tubuh mereka maka baik Resi Amarta, Pendekar Langit, Mandang Jati dan Ki Lintang geni segera menyambut serangan dengan menghantamkan pula dua pukulan sekaligus. Sebaliknya di samping sebelah kiri Ki Sabda Lanang tidak melepaskan pukulan balasan. Dia hanya berkelit dengan gerakan ringan untuk menghindari pukulan sakti berhawa panas yang dilancarkan lawan. Begitu cahaya hitam merah melesat menyambar di samping pinggang, Ki Sabda Lanang lambungkan tubuhnya ke atas.

Selagi sosoknya melesat di ketinggian, orangtua ini julurkan tangan. Tangan yang terjulur dilambai dengan ujung jari melakukan totokan di leher belakang sekaligus juga mengemplang batok kepala di bagian atas. Begitu merasakan ada hawa aneh menyambar leher dan kepalanya Pura Saketi yang saat itu masih berada dalam kendali arwah Iblis Kolot sepenuhnya, tanpa menoleh segera tundukkan kepala. Sambil bungkukkan badan tangan kirinya dihantamkan ke atas menyambut serangan Ki Sabda Lanang.

Plak!!

Satu jotosan keras melanda lengan si kakek sehingga totokan di leher lawan luput namun batok kepala bagian belakang Pura Saketi masih kena dikemplangnya. Arwah Iblis Kolot yang berada di tubuh si pemuda semburkan sumpah serapah ketika tubuh Pura Saketi terhuyung nyaris tersungkur.

Tetapi kemudian dia dapat menguasai dirinya. Begitu berdiri tegak terdengar ucapan.

"Mengaku tokoh hebat terpandang. Tetapi beraninya hanya main keroyok. Aku bersumpah jika kalian tidak bisa membunuh aku dan muridku dalam waktu lima jurus, maka malapetaka yang mengerikan bakal terjadi pada diri kalian!"

Teriak arwah Iblis Kolot. Kemudian terlihat si pemuda seperti meracau karena arwah gurunya sedang berbicara dengannya.

"Murid tolol, kau jangan hanya diam saja. Mereka bukan hanya musuhku, tetapi musuhmu juga. Kita harus menghadapi mereka bersama-sama. Sudah saatnya bagi kita untuk membuka mata mereka agar mereka tahu siapa kita sebenarnya!"

"Aku tahu, tetapi guru sejak tadi tidak pernah memberi kesempatan kepadaku!"

Dengus Pura Saketi

"Hmm, aku tahu. Tubuhmu hanya satu sedangkan kita harus berbagi tempat. Kekuatan kita harus digabungkan bersamasama."

Dengus arwah Iblis Kolot.

"Baiklah! Kini giliran kita menghabisi semua tokoh Dari Puncak Akherat;"

Sahut Pura Saketi bersemangat.

Sementara itu ketika mendengar ucapan arwah Iblis Kolot, Ki Lintang Geni menyeringai dingin sambil menggeram dia berkata.

"Untuk memusnahkan makhluk arwah culas sepertimu dan muridmu tidak perlu menggunakan peradatan dan aturan !!"

Goosebumps Kutukan Ayam Hardy Boys Misteri Manusia Kera Kepalan Dewa Tanpa Tandingan Karya Kho

Cari Blog Ini