Ceritasilat Novel Online

Jodoh Si Mata Keranjang 16


Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 16



Bayangkan saja, kulitnya seperti tanpa darah, berbulu seperti monyet, rambutnya ada yang kuning ada yang putih ada yang merah, matanya ada yang biru ada coklat! Tidak wajar! Apalagi hidungnya. Seperti paruh burung dan pakaiannya juga aneh-aneh! Akan tetapi belum pernah dia melihat wanita bangsa kulit putih itu. Dan mengapa pula wanita ini menjadi tawanan? Dia tidak dapat melihat wajah wanita itu karena menenungkup dan rambut yang kuning emas itu awut-awutan dan riap-riapan menutupi pipinya yang miring. Akan tetapi melihat bentuk tubuh yang terbungkus pakaian yang ketat dari celana dan kemeja itu, dia dapat menduga bahwa wanita itu tentulah seorang yang masih muda usia. Kulit lengan dari siku ke bawah yang tidak tertutup lengan baju itu dan tergantung lemas di perut kuda, nampak lebih mulus, dengan kuku jari tangan yang terpelihara rapi dan meruncing, dicat merah muda.

   Biarpun dia tidak mau lancang mencampuri urusan si tinggi kurus yang menawan gadis kulit putih itu, namun hati Hay Hay tertarik dan karena kunjungannya ke Cang-cow memang untuk melakukan penyelidikan terhadap persekongkolan yang dilakukan oleh orang-orang yang hendak memberontak, di antaranya orang kulit putih, maka tentu saja dia merasa curiga dan diam-diam dia pun membayangi kuda yang tidak dapat lari cepat mendaki bukit yang penuh batu itu. Setelah tiba di lereng dekat puncak bukit itu, di mana terdapat banyak guha-guha di dinding batu, kuda itu berhenti. Hay Hay melihat banyak orang di sekitar lereng itu, dan guha-guha itu agaknya menjadi tempat tinggal mereka. Ada pula wanita dan kanak-kanak, dan para prianya nampak kekar dan kuat, dengan wajah bengis dan sikap kasar. Dia dapat menduga bahwa tempat ini tentu merupakan perkumpulan atau sarang gerombolan, entah gerombolan apa.

   Adakah hubungannya dengan persekongkolan yang dilaporkan dalam surat Yu Siucai? Dia semakin tertarik dan ketika melihat si tinggi kurus memanggul tubuh wanita kulit putih itu memasuki guha yang paling besar di tempat itu, dia pun menggunakan kepandaiannya untuk menyelinap masuk. Setelah memasuki guha, Hay Hay terkejut dan kagum. Kiranya guha itu adalah guha alami yang dibantu tangan manusia, menjadi ruangan-ruangan seperti di dalam rumah besar saja! Ada prabot rumah dan segala perlengkapan sehari-hari, bahkan dipasangi pintu dan tirai kain. Keadaan dalam guha ini memungkinkan Hay Hay untuk menyusup dan bersembunyi dan akhirnya dia dapat mengintai ke dalam sebuah ruangan di mana duduk lima orang yang dari sikapnya mudah diketahui mereka adalah para pimpinan kelompok orang di perkampungan guha ini.

   Si jangkung yang membawa wanita kulit putih tadi memasuki ruangan itu pula. Dia menurunkan tawanannya dari pundak dan merebahkan wanita itu ke atas lantai. Kini Hay Hay dapat melihat wanita yang telentang itu dan dia pun terbelalak kagum, bahkan terpesona sehingga dia tidak sadar bahwa matanya terbelalak dan mulutnya ternganga, matanya tak pernah berkedip. Belum pernah selama hidupnya dia melihat wanita yang seperti itu! Begitu indah mempesona, begitu cantik jelita, begitu menggairahkan akan tetapi juga mengerikan! Mengerikan karena tak pernah selamanya dia membayangkan seorang wanita seperti ini. Seperti bukan manusia saja! Dia mengagumi rambut yang terurai lepas itu, yang seperti benang-benang sutera emas berkilauan. Wajah itu memiliki garis-garis yang sempurna, bagaikan setangkai bunga teratai. Dan tubuh itu!

   Pinggangnya demikian kecil langsing, dadanya menonjol, pinggulnya besar, kakinya panjang. Tubuh yang bukan saja indah bentuknya, akan tetapi juga memancarkan kesehatan yang sempurna. Dan ketika wanita itu membuka kedua matanya, hampir saja Hay Hay mengeluarkan seruan saking kagumnya. Sepasang mata yang kebiruan, seperti dua buah batu permata saja, akan tetapi hidup, lebar dan jeli, dengan bulu mata melengkung panjang sehingga membentuk garis tepi mata dan bayang-bayang. Indah sekali! Lima orang yang berada disitu nampaknya terkejut pula melihat pembantu mereka datang membawa tawanan yang aneh ini. Mereka bangkit berdiri dan seorang di antara mereka yang tinggi besar seperti raksasa berkulit hitam, berseru dengan suaranya yang menggeledek.

   "Apauw! Apa artinya ini? Siapa perempuan bule ini dan mengapa pula kau menangkapnya dan membawanya ke sini?"

   "Apauw, sekali ini engkau lancang. Betapa besar bahayanya menangkap seorang wanita kulit putih? Tentu teman-temannya akan marah dan kalau mereka membawa pasukan dengan senjata api menyerbu ke sini, celakalah kita!"

   Kata orang ke dua yang gendut. Orang ke tiga, yang usianya paling muda, kira-kira tiga puluh tahun, tubuhnya tinggi kurus dengan muka yang tampan akan tetapi matanya kejam, tertawa.

   "Ha-ha-ha, bagus sekali, Apauw. Sudah lama aku ingin sekali mendapatkan seorang wanita kulit putih dan hari ini engkau datang membawa seorang yang begini molek untukku!"

   "Kita manfaatkan dia!"

   Kata orang keempat yang telinga kirinya buntung.

   "Kita minta uang tebusan yang besar kepada keluarganya!"

   Orang ke lima, yang kecil kurus dan nampak paling cerdik di antara mereka, mengangkat ke dua tangan ke atas.

   "Kawan-kawan, harap tenang dulu dan mendengarkan laporan Apauw, baru kita mengambil keputusan yang tepat. Nah, Apauw, ceritakan segalanya."

   Apauw yang disuruh duduk di atas kursi dekat wanita yang rebah telentang tanpa dapat bergerak itu. Hay Hay yang terus mengintai, semakin kagum ketika melihat betapa sepasang mata yang biru itu sama sekali tidak memperlihatkan perasaan takut, bahkan yang nampak adalah perasaan marah. Seorang gadis yang luar biasa, pikirnya. Gadis lain, dalam keadaan seperti itu, pasti akan ketakutan, bahkan menangis. Akan tetapi wanita ini sama sekali tidak menangis, tidak takut, bahkan marah. Seperti seorang pendekar wanita saja!

   "Saya dan kawan-kawan seaang berburu binatang di hutan bukit sebelah itu. Lalu tiba-tiba muncul dua orang penunggang kuda, wanita ini dan seorang laki-laki muda kulit putih. Kami menghadang dan pria kulit putih itu lalu mempergunakan senjata apinya, merobohkan tujuh orang kita..."

   "Ahhh! Keparat sekali, kenapa tidak kau tangkap laki-laki itu, malah wanita ini yang kau bawa ke mari?"

   Bentak si tinggi kurus hitam.

   "Maaf, Toako. Pria kulit putih itu memang tangguh. Setelah peluru pistolnya habis, saya mengerahkan teman-teman untuk mengeroyoknya dan dia mengamuk dengan pedangnya. Dia kuat sekali. Maka, saya pikir, lebih baik wanita ini ditawan agar dapat kita pergunakan sebagai sandera kalau kawan-kawannya datang menyerbu."

   Orang kecil kurus tadi mengangguk-angguk.

   "Benar sekali perbuatan itu. Dengan adanya wanita ini sebagai tawanan, kita dapat mempergunakan ia sebagai sandera, juga dapat kita mintakan uang tebusan!"

   "Akan tetapi, aku menginginkannya...!"

   Kata yang termuda tadi.

   "Itu soal nanti. Sekarang, sebaiknya ia jangan diganggu dan kita masukkan tahanan dengan penjagaan ketat sambil menanti datangnya laporan tentang pria kulit putih yang dikeroyok itu."

   Kini si tinggi besar hitam yang mengambil keputusan dan empat orang yang lain tidak berani membantah perintah kepala mereka itu.

   "Biar aku sendiri yang membawanya ke tempat tahanan,"

   Kata pula si kecil kurus dan dia pun membebaskan totokan yang membuat Sarah tidak mampu bergerak atau bersuara. Begitu dapat bergerak, Sarah bangkit berdiri dan kini Hay Hay yang berada di tempat sembunyinya menjadi semakin kagum. Gadis itu masih amat muda kalau melihat wajahnya, akan tetapi tubuhnya sudah dewasa dan selain cantik jelita, gadis itu pun amat pemberani. Begitu dapat bergerak dan bicara, ia segera bertolak pinggang dengan sikap angkuh dan suaranya terdengar lantang, cukup lancar dalam bahasa pribumi.

   "Kalian ini semua lelaki pengecut, perampok-perampok busuk yang tidak tahu malu! Hayo kembalikan pistolku, dan akan kuledakkan kepala kalian satu demi satu!"

   Si tinggi kurus yang tadi menawannya terpaksa mengeluarkan sebuah pistol yang tadinya hendak diambilnya untuk diri sendiri, dan menyerahkannya kepada si raksasa hitam.

   "lnilah senjata apinya yang sara rampas, Toako."

   Katanya. Raksasa hitam menerima pistol dengan mulut menyerlngai, nampaknya senang sekali memperoleh senjata api itu.

   "Nona, menyerah sajalah. Engkau menjadi tawanan kami dan kami tidak akan menyakitimu selama engkau menurut."

   Kata pemimpin yang kecil kurus tadi sambil menghampiri. Dia menjulurkan tangan untuk memegang siku Sarah sambil berkata.

   "Mari, ikut denganku."

   Akan tetapi Sarah menepiskan tangan itu lalu mengayun tinju tangan kanannya menghantam ke arah muka orang. Laki-laki kecil kurus itu ternyata lihai juga. Dengan tenang saja dia mengelak dan begitu sambaran tangan itu lewat, dia menangkap siku tangan Sarah dan sekali puntir, lengan itu ditekuk ke belakang tubuh gadis itu. Sarah menyeringai kesakitan.

   "Nona, sudah kukatakan. Menyerah saja dan engkau tidak akan disakiti. Apakah engkau lebih suka kalau ditotok seperti tadi? Atau dirantai kaki tanganmu?"

   Sarah seorang gadis cerdik. Dia tahu bahwa dia berada di tangan orang-orang yang tidak mengenal perikemanusiaan, dan mereka itu pun pandai berkelahi. Akan percuma kalau ia nekat melawan. Akan merugikan saja. Tentu lebih enak dibiarkan bebas begini walaupun ditawan daripada ditotok atau dibelenggu. Ia pun diam saja, hanya mengangguk dan menggigit bibir agar tidak mengeluarkan maki-makian. Suaranya juga terdengar tenang ketika akhirnya ia berkata.

   "Baik, aku menyerah. Akan tetapi ingat, kalau sampai aku diganggu, tentu ayahku akan datang dengan pasukan dan kalian semua akan dibantai seorang demi seorang. Ayahku adalah Kapten Armando, komandan benteng Portugis di Cang-cow!"

   Semua orang terkejut mendengar ini, termasuk Hay Hay. Dalam surat laporan Yu Siucai, disebut pula tentang orang Portugis di Ceng-cow sebagai anggauta komplotan, dan ternyata ayah gadis yang ditawan itu adalah komandan dari benteng orang Portugis! Dan semua pimpinan perampok itu pun terkejut dan mereka maklum bahwa mereka telah bermain api.

   "Bagus sekali kalau begitu!"

   Kata pemimpin kecil kurus yang cerdik.

   "Kami akan menganggap Nona sebagai seorang tamu kehormatan, asal Nona tidak mencoba untuk melarikan diri. Kami akan menghubungi ayahmu di Cang-cow dan kalau mereka mau memenuhi permintaan kami, tentu Nona akan kami bebaskan dengan baik-baik."

   Sarah yang maklum bahwa ia sama sekali tidak berdaya, menurut saja ketika ia dibawa oleh si kurus kecil keluar dari dalam guha itu, kemudian diajak pergi ke sebuah guha lain yang ternyata merupakan sebuah tempat tahanan istimewa!
(Lanjut ke Jilid 15)
Jodoh Si Mata Keranjang (Seri ke 11 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 15
Guha ini tidak begitu besar, akan tetapi lengkap dan pintunya terbuat daripada besi yang ada jerujinya. Segala keperluan hidup berada di guha itu. Setelah berpesan kepada anak buah untuk menjaga dan mengamati guha tahanan itu baik-baik dan bergantian siang malam, si kecil kurus lalu pergi meninggalkan Sarah. Agak lega rasa hati Sarah ketika ia memeriksa tempat tahanan itu ia mendapatkan bahwa guha itu lengkap dengan tempat membersihkan diri, dengan air yang cukup banyak, juga sebuah dipan yang terbuat dari kayu yang bersih. Ia lalu duduk di atas dipan itu, melamun. Ia mengenang kembali kegagahan Kapten Gonsalo dan mulailah ia melihat betapa sikapnya terhadap Gonsalo selama ini sungguh tidak ramah. Bagaimanapun juga, harus ia akui bahwa Gonsalo telah memperlihatkan sikap yang gagah berani. Ia kini bahkan mengkhawatirkan nasib pembantu ayahnya itu.

   Pengeroyok demikian banyaknya dan ketika ia tertawan dan dibawa pergi, ia masih sempat melihat betapa Kapten Gonsalo mulai terdesak hebat walau dia mengamuk seperti seekor singa marah. Ia mempelajari keadaan dirinya pada saat Itu. Ia tertawan gerombolan yang jahat dan juga kuat. Ia narus bersikap tenang. Yang terpenting, ia harus dapat membawa diri agar jangan sampai diganggu dan diam-diam ia harus mencari kesempatan untuk melarikan diri. Andaikata hal itu tidak mungkin, ia akan menanti karena baik Kapten Gonsalo dapat meloloskan diri atau tidak, ayahnya pasti akan mencarinya, membawa pasukan mencari di seluruh perbukitan sampai ia dapat ditemukan dan dibebaskan. Bagaimanapun juga, kini para pimpinan perampok itu sudah tahu bahwa ia puteri komandan benteng Portugis, pasti mereka tidak akan berani mengganggunya.

   Dengan hati lega Sarah menerima hidangan yang dimasukkan ke kamar atau guha tahanan itu melalui pintu besi, dan ia pun makan, kemudian membersihkan diri dan merebahkan diri di atas dipan. Karena hari itu ia melakukan perjalanan menunggang kuda cukup jauh dan melelahkan sebelum malam tiba ia sudah jatuh pulas. Sementara itu, di dalam tempat sembunyinya, Hay Hay melihat gadis itu dibawa keluar. Dia pun menyelinap keluar dan berhasil membayangi sehingga dia tahu di mana gadis kulit putih itu ditawan. Dia sudah mengambil keputusan untuk menolong dan membebaskan gadis itu. Kalau terjadi pertempuran atau permusuhan wajar antara gerombolan ini dengan orang kulit putih, dia tidak akan mau mencampuri urusan mereka, tidak akan berpihak. Akan tetapi, sekali ini urusannya lain. Seorang gadis muda ditawan gerombolan.

   Tidak perduli gadis itu bangsa apa, golongan apa, dia harus menolongnya! Hal ini ada hubungannya dengan watak seorang pendekar yang selalu akan menolong orang yang sedang dilanda malapetaka, dan menentang perbuatan yang mengandalkan kekuasaan dan kekerasan. Gerombolan itu menawan seorang gadis, tentu dia harus menolong gadis itu. Akan tetapi, dia melihat be tapa perkampungan perampok itu penuh dengan perampok-perampok yang jumlahnya lebih dari lima puluh orang. Agaknya akan sukar baginya untuk dapat menolong dan melarikan gadis itu dari kepungan lawan yang sedemikian banyaknya. Maka, dia pun tetap bersembunyi, menanti datangnya malam gelap. Dari tempat sembunyinya, Hay Hay melihat ketika rombongan perampok dari belasan orang memasuki perkampungan itu, membawa beberapa orang yang terluka.

   Bahkan di antara mereka yang luka-luka, tidak kurang dari sebelas orang banyaknya, terdapat tiga orang yang tewas. Mereka itu ternyata adalah gerombolan perampok yang tadi mengeroyok Gonsalo. Yang terluka adalah tujuh orang yang terkena tembakan, bahkan tiga di antara mereka tewas. Sedangkan empat orang yang lain adalah mereka yang terluka oleh pedang dan tinju kapten muda yang gagah perkasa itu. Hay Hay mendengar pula betapa laki-laki kulit putih yang tadinya bersama wanita tawanan itu, dapat meloloskan diri. Agaknya para pimpinan perampok marah-marah melihat tiga orang anak buahnya tewas dan delapan orang lagi luka-luka, apalagi mendengar bahwa laki-laki kulit putih yang menyebabkan anak buah mereka tewas dan luka-luka itu dapat meloloskan diri.

   "Ini sudah keterlaluan!"

   Bentak raksasa hitam yang menjadi pemimpin pertama.

   "Sekarang kita harus menggunakan gadis kulit putih itu untuk membalas dendam. Tidak saja orang kulit putih harus membayar seribu tail perak kepada kita, juga pembunuh itu harus diserahkan kepada kita untuk ditukar dengan gadis itu! Dan kalian semua harus ikut menjaga agar gadis itu tidak dapat lolos, juga tidak ada yang boleh mengganggunya!"

   Akan tetapi, satu di antara nafsu yang membuat orang kadang suka menjadi nekat adalah nafsu berahi. Kalau orang sudah dicengkeram nafsu ini, maka dia berani melakukan apa pun juga untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, untuk memuaskan nafsunya yang berkobar.

   Demikian pula dengan Ji Tang, orang ke tiga dari lima pimpinan perampok, yang termuda dan yang sejak melihat Sarah, sudah berkobar nafsunya dan dia bertekat untuk mendapatkan gadis itu, walau hanya untuk sejenak. Dia harus dapat memiliki gadis itu sebelum gadis itu dibebaskan. Lima orang pemimpin gerombolan itu adalah kakak-beradik seperguruan, dan mereka berlima memiliki kepandaian yang cukup hebat sehingga mereka diakui sebagai ketua oleh puluhan orang perampok, dikenal dengan julukan mereka Lima Harimau Cakar Besi! Biarpun usianya paling muda, namun Ji Tang dalam urusan persaudaraan seperguruan, merupakan orang ke tiga. Dia pun lihai dan terutama sekali tenaganya yang besar dan pandai sekali memainkan sepasang golok pendek yang selalu terselip di pinggangnya.

   Akan tetapi dia memiliki suatu kelemahan, yaitu diperbudak oleh nafsu berahinya. Kalau empat orang saudaranya haus akan kedudukan dan kekayaan, Ji rang selalu haus akan wanita dan dialah orangnya yang selalu menculik wanita, bahkan anak buah yang ingin menyenangkan hatinya, kalau dapat menculik wanita cantik selalu diberikan lebih dahulu kepada Ji Tang. Dan dia pun seorang pembosan. Entah berapa banyaknya wanita yang setelah dia miliki untuk beberapa hari, minggu atau bulan, dia campakkan dan dia berikan kepada anak buahnya untuk diperebutkan. Malam itu sunyi sekali. Bukan hanya sunyi karena malam itu gelap dan angin malam bertiup dingin, akan tetapi juga karena hati semua anggauta gerombolan dicekam ketegangan. Mereka maklum bahwa wanita yang ditawan itu adalah puteri komandan benteng Portugis.

   Mereka semua siap siaga kalau-kalau akan terjadi penyerbuan pasukan orang asing kulit putih itu. Tiga buah peti mati berada di ruangan dalam guha yang biasa dipergunakan untuk pertemuan atau latihan silat. Tempat ini pun dijaga, dan nampak keluargga dari tiga orang anggauta yang tewas itu berkabung di situ. Lilin-lilin sembahyang bernyala di meja-meja sembahyang yang di pasang di depan tiga buah peti mati. Biarpun semua anggauta gerombolan itu bersiap-siaga seperti yang diperintahkan oleh para pimpinan mereka, namun hanya sedikit saja yang nampak di luar guha. Malam terlalu dingin dan gelap bagi mereka untuk keluar dari dalam guha tempat tinggal mereka yang hangat. Mereka siap-siaga dalam guha masing-masing, dan hanya pasukan penjaga saja yang melakukan perondaan di luar guha.

   "Berhenti! Siapa itu?"

   Bentak kepala peronda yang terdiri dari sepuluh orang ketika mereka melihat sesosok tubuh berjalan dan berpapasan dengan mereka.

   "Aku! Jaga baik-baik!"

   Jawab orang itu. Cahaya lentera yang dibawa seorang di antara para peronda menimpa wajah orang itu dan sepuluh orang peronda itu menarik napas lega.

   "Kiranya Ji-toako."

   Orang itu memang Ji Tang. Dia melangkah dengan tenang menuju ke arah guha di mana Sarah ditahan. Para peronda melanjutkan perondaan mereka, merasa lebih aman karena seorang diantara para pimpinan mereka agaknya juga melakukan perondaan. Ji Tang kini tiba di depan guha tempat tahanan dan kembali dia ditegur enam orang penjaga yang melakukan penjagaan di depan guha itu secara bergiliran. Akan tetapi enam orang penjaga ini juga merasa lega ketika mereka melihat siapa yang datang.

   "Aku Ji Tang, aku akan melihat keadaan tawanan. Buka pintunya!"

   Perintah Ji Tang dengan suara tegas. Biarpun enam orang penjaga itu saling pandang karena tadi Coa Gu, ketua pertama yang raksasa hitam itu, telah memesan kepada mereka agar siapa saja tidak diperbolehkan memasuki guha itu.

   "Akan tetapi, Ji-toako..."

   "Diam! Aku yang datang dan kalian masih ribut? Bukakan pintunya kataku, atau harus kupukul dulu?"

   "Maaf, Ji-toako... maaf..."

   Enam orang itu ketakutan dan penjaga yang memegang kunci cepat mengeluarkan kuncinya dan membuka pintu besi guha itu.

   "Jaga baik-baik di sini dan jangan buka sebelum kupanggil dari dalam."

   Kata Ji Tang yang segera memasuki guha dan menutupkan daun pintu dari dalam.

   Penjaga itu cepat menguncinya kembali dari luar karena dengan pintu terkunci mereka merasa lebih aman. Mereka saling pandang dan tersenyum membayangkan apa yang akan terjadi di dalam kamar tahanan itu. Bagi mereka, bukan hal aneh melihat perbuatan ketua mereka yang nomor tiga ini. Hanya biasanya, peristiwa seperti itu mendatangkan tawa gembira karena mereka menganggapnya lucu, sekali ini ada perasaan khawatir karena mereka sudah dipesan dengan tegas oleh ketua pertama bahwa siapa pun tidak boleh memasuki guha itu. Mereka tahu betapa pentingnya wanita kulit putih yang menjadi tawanan. Pintu itu berlapis, dan pintu sebelah dalam berjeruji, akan tetapi yang luar rapat sehingga mereka tidak akan dapat melihat atau mendengar sesuatu yang terjadi di dalam.

   "Siapa...??"

   Mereka berenam kembali bangkit dan membentak bayangan yang muncul di depan mereka.

   "Bodoh, butakah kalian? Aku Ji Tang. Hayo cepat buka daun pintunya, aku mau masuk memeriksa tawanan!"

   Bentak orang itu. Enam orang penjaga itu berdiri melongo, memandang kepada orang yang baru muncul. Mereka merasa betapa bulu tengkuk mereka meremang. Mereka menggosok-gosok mata, memandang lagi. Akan tetapi benar. Yang berdiri di depan mereka ini adalah Ji Tang, ketua mereka yang ke tiga. Yang baru saja masuk tadi!

   "Tapi... tapi..., Ji-twako... tapi..."

   Si pemegang kunci berkata gagap, sebentar memandang kepada Ji Tang dan sebentar kepada pintu yang tertutup itu.

   "Tadi... bukankah baru saja Toako masuk...?"

   "Kau mimpi! Bicara ngacau-belao!"

   Ji Tang menggerakkan tangan kanannya menampar.

   "Plakk!"

   Penjaga itu ditamparnya dan terpelanting.

   "Hayo cepat buka, atau kalian ingin kupukul sampai mampus?"

   Kini enam orang itu yakin bahwa mereka tidak mimpi, bahkan yakin bahwa yang berdiri di depan mereka ini adalah Ji Tang aseli. Tapi siapa yang tadi masuk? Dengan tangan gemetar, penjaga yang memegang kunci lalu membuka daun pintu. Ketika Ji Tang menyelinap masuk, mereka cepat menutupkan dan mengunci lagi daun pintu itu.

   "Aku pergi melapor...!"

   Kata kepala jaga dan dia pun segera lari ke dalam kegelapan malam untuk melaporkan peristiwa yang dianggapnya tidak masuk akal dan amat aneh itu. Sementara itu, lima orang penjaga yang lain duduk berhimpitan di depan guha, di sudut dan hawa udara bagi mereka terasa semakin dingin sehingga mereka agak menggigil.

   Sarah masih tidur pulas, sama sekali tidak tahu bahwa di bawah sinar lentera yang tadi dipasang di dalam guha itu oleh penjaga, kini terdapat seorang laki-laki bertubuh tinggi kurus yang menghampirinya, lalu berdiri di dekat dipan, mengamati dirinya dengan mata yang lahap. Orang itu menjilat-jilat bibir sendiri ketika memandang ke arah tubuhnya, sikapnya semakin gelisah seperti seekor harimau kelaparan yang siap menerkam kelinci. Sarah sudah tidur lelap sejak sore tadi, cukup lama. Dan kini agaknya sinar mata orang itu yang menggerayangi tubuhnya, terasa olehnya, seperti menggugahnya. Ia membuka kedua matanya dan begitu melihat laki-laki itu berdiri dekat sekali, dengan mata yang liar, dengan mulut setengah terbuka dari mana keluar napas terengah-engah, ia pun terkejut dan cepat bangkit duduk sambil menjauhkan diri.

   "Siapa kau? Mau apa kau?"bentaknya. laki-laki itu tersenyum dan memang wajahnya cukup tampan.

   "Nona, aku Ji Tang, ketua ke tiga dari kelompok kami. Aku datang karena kasihan kepadamu, Nona. Malam begini dingin dan engkau seorang diri saja. Aku in gin menemanimu, Nona."

   "Tidak sudi! Keluar! Aku tidak membutuhkan teman. Enyah kau dari sini!"

   Sarah menudingkan telunjuk kirinya ke pintu sedangkan tangan kanannya dikepal. Dalam pandangan Ji Tang yang sedang mabuk berahi, dalam keadaan seperti itu, Sarah nampak semakin menggairahkan. Dia pun melangkah maju mendekati.

   "Aih, jangan pura-pura, Nona. Aku mendengar bahwa wanita kulit putih memiliki gairah yang besar dan selalu ingin ditemani pria. Marilah, Nona. Engkau akan senang dan akan aman kalau menjadi kekasihku. Tidak ada orang yang akan tahu..."

   Ji Tang yang sudah tidak tahan lagi, mengulurkan tangan hendak merangkul.

   "Bangsat kau! Jahanan busuk!"

   Sarah memaki dan wanita itu menggerakkan tangan kanannya memukul. Akan tetapi, sekali sambut saja, pergelangan tangan kanan Sarah sudah ditangkap oleh Ji Tang dan dia pun merangkul, lalu menarik tubuh Sarah, diraih dan hendak dicium. Sarah meronta dan memalingkan mukanya, kemudian kakinya menendang. Ji Tang menyumpah karena tulang keringnya terkena tendangan ujung sepatu yang keras. Dia gagal mencium bibir dara itu, sebaliknya tulang keringnya kena cium!

   "Brettt...!"

   Baju kemeja itu robek lebar di bagian depan ketika Sarah meronta dan berusaha melepaskan diri dari rangkulan Ji Tang sehingga nampak baju dalamnya yang berwarna merah muda. Melihat tubuh yang molek itu terbayang jelas, nafsu berahi makin berkobar dalam kepala Ji Tang. Namun, tidak mudah menguasai gadis kulit putih itu. Bahkan untuk mendapatkan sebuah ciuman pun amat sukar. Gadis itu meronta, memukul, mencakar dan menendang, tiada ubahnya seekor kucing hendak dimandikan.

   Ji Tang menjadi marah. Dua kali dia menampar pipi Sarah, namun dara itu tidak menjadi takut, malah mengamuk semakin kuat. Akhirnya Ji Tang terpaksa menotoknya dan tubuh Sarah terkulai tanpa tenaga lagi. Ji Tang memondongnya dan merebahkannya telentang di atas dipan. Pada saat itulah Hay Hay memasuki guha itu. Tentu saja dia yang tadi membuat para penjaga terkejut dan terheran-heran karena dalam pandangan mereka, pemuda ini adalah Ji Tang! Tadi Hay Hay yang bersembunyi dekat mulut guha, melihat munculnya Ji Tang yang kemudian memasuki guha tempat di mana gadis kulit putih itu ditahan. Tak lama kemudian, karena dia hanya menduga bahwa pemimpin gerombolan yang bertubuh jangkung itu, tentu mempunyai niat mesum, dia mempergunakan kekuatan sihirnya, menyamar atau mengaku sebagai Ji Tang dan berhasil memasuki guha itu.

   Begitu dia masuk, pintu guha ditutup kembali dan dikunci dari luar. Masuknya Hay Hay hanya terlihat oleh Sarah yang terlentang tak berdaya. Akan tetapi, munculnya seorang pemuda ini tidak membuatnya girang karena Sarah menganggap bahwa yang muncul ini tentulah kawan si jangkung yang kurang ajar ini. Ia tahu bahaya apa yang mengancam dirinya. Hatinya mulai dicengkeram rasa takut dan ngeri, akan tetapi ia tidak sudi memperlihatkannya. Ji Tang sendiri yang sedang diamuk nafsu berahinya, tidak melihat bahwa ada orang memasuki ruangan ini. Dia sudah tidak sabar lagi dan dia pun menerkam tubuh yang sudah telentang tak berdaya di depannya. Terjadilah keanehan yang membuat Ji Tang dan juga Sarah terkejut dan terheran.

   Ketika Ji Tang menerkan ke tubuh Sarah yang terlentang di atas dipan, tiba-tiba saja tubuhnya terpental ke belakang dan dia pun jatuh terjengkang di atas lantai. Tentu saja Ji Tang terkejut dan mengira bahwa wanita kulit putih itu yang memiliki ilmu iblis. Akan tetapi karena dia tadi merasa tubuhnya seperti dibetot dari belakang, dia segera meloncat berdiri dan memutar tubuhnya. Barulah dia tahu bahwa di situ terdapat orang ke tiga, seorang pemuda yang sama sekali tidak dikenalnya. Dia mengingat-ingat untuk mengenal siapa pemuda itu. Tubuhnya sedang clan tegap, dadanya bidang, wajahnya tampan dengan pakaian sederhana. Kepalanya tertutup sebuah caping lebar dan dari bawah caping itu mengintai sepasang mata yang mencorong, mulut yang senyum-senyum nakal. Dia tidak mengenal orang ini, bukan seorang di antara anak buah gerombolan yang dipimpinnya.

   "Siapa kau!"

   Bentaknya marah. Hay Hay tersenyum.

   "Siapa aku? Aku adalah seorang yang paling tidak suka melihat seorang laki-laki menggunakan paksaan dan memperkosa seorang gadis, biar gadis itu seorang wanita asing kulit putih sekali pun."

   "Jahanam! Kau hendak melindungi seorang wanita bangsa biadab?"

   Hay Hay tersenyum. Dia sudah mendengar bahwa sebagian besar dari bangsanya sendiri selalu menyebut bangsa asing sebagai bangsa biadab! Hal ini merupakan balas dendam karena pernah dijajah oleh Bangsa Mongol. Dan bangsa-bangsa di luar daerah kerajaan merupakan suku-suku bangsa yang suka memberontak. Oleh karena itu, muncullah sebutan bangsa biadab bagi bangsa asing. Akan tetapi tentu saja tidak semua orang berpendapat demikian, dan yang jelas dia sendiri tidak mau menyebut biadab kepada bangsa apa pun. Baginya, biadab tidaknya seseorang tidak ditentukan oleh suku atau bangsanya, melainkan oleh perbuatannya. Maka, mendengar ucapan atau pertanyaan yang sifatnya menuduh dari si jangkung itu, dia tertawa.

   "Ha-ha-ha, kalau mau bicara tentang kebiadaban, maka bagiku, orang biadab adalah orang yang melakukan perbuatan keji macam apa yang kau lakukan sekarang ini. Engkaulah yang biadab, dan tentang wanita ini, aku belum melihat ia melakukan perbuatan yang tidak benar, maka aku tidak dapat mengatakan ia biadab."

   Hay Hay menoleh ke arah Sarah yang masih telentang di atas dipan dengan baju kemeja robek lebar di bagian depan. Dia melihat betapa gadis yang amat cantik jelita itu memandang kepadanya dengan mata birunya, pandang mata penuh dengan harapan dan permohonan. Dia pada saat itu menoleh kepada gadis itu, tiba-tiba saja Ji Tang menyerang dengan dahsyat! Si jangkung yang curang ini mempergunakan kesempatan selagi Hay Hay menengok untuk melayangkan pukulan maut ke arah kepala pemuda itu segera remuk.

   "Awas, sobat!"

   Tiba-tiba terdengar Sarah berseru. Gadis ini melihat gerakan serangan itu, maka dengan kaget ia lalu memperingatkan penolongnya, atau setidaknya pria yang mengeluarkan ucapan membelanya dan mencela si jangkung. Dengan tenang Hay Hay memalingkan mukanya dan pada saat itu, pukulan tangan kanan dari atas itu telah menyambar ke arah kepalanya. Hay Hay mengangkat lengan kiri menangkis dan pada saat itu juga, pada saat lengannya bertemu dengan lengan lawan, tangan kanannya sudah menyambar ke depan, jari telunjuknya menusuk perut lawan.

   "Hekk...!"

   Si jangkung yang tiba-tiba perutnya kena disodok jari, merasa napasnya terhenti dan perutnya mulas sehingga tanpa dapat dicegahnya lagi dia menekuk tubuhnya ke depan. Ketika mukanya menurun karena perutnya ditekuk itu. Hay Hay menyambut mukanya dengan lutut kiri dan diangkat ke atas, tepat mengenai dagu lawan.

   "Dukkk...!"

   Tubuh yang tadi membungkuk itu tiba-tiba menjadi tegak kembali, bahkan condong ke belakang karena kepala itu tadi terpental ke atas pada saat tubuh bagian atas condong ke belakang, Hay Hay sudah menggerakkan kaki menyapu ke arah kedua kaki lawan yang sudah kehilangan keseimbangan.

   "Brukkk!"

   Tanpa dapat dihindarkan lagi, tubuh si jangkung terpelanting dan dia terbanting ke atas lantai. Hay Hay tidak memperdulikannya, melainkan jalan menghampiri dipan dan sekali menggerakkan tangan, totokan pada tubuh Sarah telah bebas! Gadis itu bangkit duduk, menarik baju yang terobek dan mengikatkan kemeja robek itu sedapatnya asal bisa menutupi dadanya, dan matanya memandang ke arah Hay Hay, kini dengan pandang mata bersukur dan juga penuh kagum.

   Tak disangkanya bahwa pemuda yang tubuhnya sedang itu, yang nampaknya tidak begitu kuat, mampu merobohkan si jangkung sedemikian mudahnya. Ia pun tahu bahwa orang ini tentu seorang pendekar seperti yang pernah didengarnya cerita tentang para pendekar yang memiliki ilmu berkelahi tangguh sekali walaupun nampaknya pendekar itu bertubuh lemah. Ia pun pernah melihat pertunjukan dan permainan silat, maka ia dapat menduga bahwa tentu si caping lebar ini seorang pendekar ahli silat. Pada saat itu, si jangkung yang merasa penasaran, sudah menubruk lagi dari belakang. Hay Hay tidak menangkis, melainkan meloncat ke samping untuk mengelak, dan ketika Ji Tang membalikkan tangan untuk mencengkeram ke arah lambungnya, Hay Hay memapaki tangan yang terbuka membentuk cakar itu dengan totokan jari telunjuknya.

   "Tokk! Aughhh...!"

   Ji Tang berteriak kesakitan. Telapak tangan yang ditusuk jari telunjuk itu terasa panas dan nyeri, bahkan menusuk-nusuk rasanya sampai ke jantung. Dan sebelum dia tahu apa yang terjadi, tubuhnya sudah terjengkang roboh ketika dadanya didorong ujung sepatu Hay Hay. Dan tubuhnya yang terjatuh itu menggelinding ke dekat dipan. Melihat ini, Sarah lalu memapakinya dengan tendangan sepatunya yang keras.

   "Crottt!"

   Ujung sepatu itu tepat mengenai hidung Ji Tang dan bukit hidung itu pun patah, kulitnya pecah dan darah pun mengucur! Hay Hay cepat menyambar tangan Sarah dan ditariknya ke belakang ketika kaki Ji Tang menyambar ke arah perut gadis itu.

   "Terima kasih!"

   Sarah berkata, maklum bahwa kalau tangannya tidak ditarik, tentu perutnya terkena tendangan yang amat keras itu. Kini Ji Tang melompat bangun, tangan kirinya menggosok hidung yang berdarah sehingga darahnya bahkan melumuri mukanya dan dia pun sudah mencabut sepasang pedang pendeknya, senjata yang amat diandalkan. Hay Hay menudingkan telunjuknya ke arah Ji Tang dan berkata, suaranya lantang,

   "Heii, pedangmu di kedua tangan itu saling bermusuhan. Coba hendak kulihat, siapa di antara mereka yang lebih unggul?"

   "Ehhh? Apa...? Bagaimana...?"

   Ji Tang merasa bingung, akan tetapi segera terjadi hal yang amat aneh. Kini Ji Tang menggerakkan kedua pedangnya dan kedua pedang itu seperti bertempur sendiri, digerakkan kedua tangannya dan terdengar suara berdentangan. Hay Hay memandang dengan kekuatan sihirnya, kemudian dia cepat memegang tangan Sarah dan berbisik,

   
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hayo kita cepat pergi!"

   Dia menghampiri daun pintu dan diketuknya daun pintu besi itu.

   "Buka pintu! Buka...!"

   Para penjaga di luar yang masih terheran-heran, kini membuka daun pintu itu dan begitu Hay Hay menyapu mereka dengan pandang matanya, mereka melihat Ji Tang menggandeng tawanan wanita kulit putih itu keluar. Karena tadi Ji Tang telah bersikap keras, maka para penjaga itu tidak ada yang berani menegur sehingga Hay Hay dapat dengan mudah membawa Sarah lari dan menghilang dalam kegelapan malam. Pada saat Hay Hay dan Sarah lenyap ditelan kegelapan, penjaga yang tadi melapor sudah datang beriari-lari, diikuti empat orang pimpinan gerombolan itu.

   Mereka berempat marah dan juga tidak percaya bahwa Ji Tang telah menjadi dua orang yang kata penjaga itu keduanya memasuki tempat tahanan di mana gadis kulit putih itu ditawan. Ketika mereka tiba di depan guha yang pintunya sudah terbuka, mereka melihat para penjaga itu berdiri memandang ke dalam dengan bengong. Melihat ini empat orang pimpinan itu berlompatan dan mereka pun berada di pintu guha dan memandang ke dalam. Mereka terbelalak dan bengong, terheran-heran melihat rekan mereka, Ji Tang, memainkan kedua pedang yang saling serang seperti seorang dalang wayang boneka memainkan dua peran yang sedang berkelahi! Pemimpin gerombolan yang tinggi besar hitam itu lalu meloncat ke dekat Ji Tang, menepuk pundaknya dan membentak nyaring.

   "Ji Tang, apa yang kau lakukan ini?"

   Ji Tang terkejut, kedua batang pedangnya terlepas dan jatuh berkerontangan di atas lantai, lalu memandang ke sekeliling seperti orang yang baru terjaga dari tidurnya.

   "Apa... apa yang terjadi? Dimana keparat bercaping itu dan mana... mana tawanan kita...?"

   Ji Tang memandang kepada para penjaga yang berkerumun di depan guha.

   "Heii, kalian para penjaga! Ke mana perginya tawanan kita?"

   Para penjaga menjadi panik dan takut.

   "Toako, tadi kami melihat Toako Ji Tang mengajak tawanan itu keluar dari sini!"

   "Gila kalian! Aku masih di dalam sini!"

   Teriak Ji Tang bingung.

   "Sungguh mati, kami melihat Ji-toako tadi keluar menggandeng tawanan itu dan menuju ke sana."

   Seorang penjaga menunjuk keluar guha, ke arah kiri. Raksasa hitam itu membentak.

   "Cukup semua ini! Keterangan boleh nanti diberikan. Sekarang semua harus cepat pergi mencari dan menangkap kembali wanita kulit putih itu!"

   Dipasanglah obor-obor dan gegerlah perkampungan gerombolan itu. Suasana menjadi ramai sekali dan semua orang melakukan pengejaran dan pencarian ke sana ke mari. Akan tetapi semua usaha mereka sia-sia. Tawanan itu lenyap tanpa meninggalkan bekas, pria yang menurut keterangan Ji Tang adalah seorang pemuda bercaping lebar akan tetapi menurut para penjaga adalah Ji Tang sendiri! Lima orang pemimpin itu mengadakan perundingan dan mereka yang lain mendengarkan keterangan Ji Tang yang amat aneh, juga keterangan para penjaga yang mengatakan bahwa mereka melihat Ji Tang dua kali memasuki guha, kemudian melihat Ji Tang membawa keluar tawanan wanita, akan tetapi di dalam guha terdapat Ji Tang pula yang sedang bermain-main dengan sepasang pedangnya seperti orang gila!

   "Tentu ada orang lain menyamar seperti engkau, sam-te (adik ke tiga),"

   Kata raksasa hitam.

   "Dan orang itulah yang melarikan tawanan kita. Hanya anehnya, bagaimana mereka itu dapat melarikan diri demikian cepat, di malam gelap pula?"

   "Lebih aneh lagi, orang itu dapat menyamar seperti aku, padahal ketika memasuki guha, jelas kulihat dia tidak menyamar, melainkan mengenakan caping lebar. Dan betapa aku seperti orang tak sadar bermain-main dengan sepasang pedangku. Aih, jangan-jangan dia itu bukan manusia, Toako. Ketika aku menyerangnya, aku roboh dua kali secara aneh. Hihh, dia tentu iblis sendiri yang mengganggu kita. Ataukah..., jangan-jangan wanita kulit putih itu mempunyai peliharaan setan!"

   Semua orang bergidik ngeri mendengar ini. Bukan tidak mungkin, pikir mereka. Mereka tidak mengenal benar kebudayaan dan kepandaian orang kulit putih.

   Mereka adalah orang-orang sederhana yang percaya akan tahyul, dan melihat semua keanehan ini, dan lenyapnya tawanan tanpa meninggalkan jejak, mereka yakin bahwa tentu ada setan yang menolong wanita itu! Sebagai orang-orang tahyul, mereka segera melakukan sembahyang, baik di depan peti-peti mati di guha besar, maupun di tempat-tempat yang mereka anggap keramat untuk mohon agar iblis dan setan tidak lagi mengganggu mereka. Ke manakah perginya Hay Hay dan Sarah? Ketika Hay Hay berhasil menarik tangan Sarah menyelinap dalam kegelapan, dia pun bingung ke mana harus melarikan diri. Malam itu gelap sekali dan tidak mungkin mempergunakan ilmu berlari cepat di tempat penuh batu dan gelap itu, apalagi dia tidak mengenal daerah itu, ditambah dia harus melindungi wanita kulit putih.

   "Sobat, ke mana kita dapat pergi...!??"

   Sarah juga merasa khawatir karena ia melihat guha banyak orang berlarian ke arah guha tadi dan terdengar mereka itu ribut-ribut. Kepergiannya telah diketahui orang dan tentu banyak orang akan mencarinya. Bagaimana penolongnya ini akan mampu menghadapi puluhan orang seperti itu?

   "Sttt, mari nona!"

   Kata Hay hay dan dia pun sudah tahu ke mana dia harus membawa wanita itu bersembunyi. Guha tempat berkabung, di mana tiga buah peti itu berjajar! Para penjaga di guha itu pun sudah meninggalkan tempat penjagaan mereka karena mereka pun mendengar ribut-ribut itu dan mereka berlarian menuju ke guha tempat tawanan. Yang tinggal di guha tempat berkabung tinggal keluarga tiga orang anggauta perampok yang tewas oleh peluru pestol Kapten Gansalo, terdiri dari isteri-isteri mereka dan anak-anak mereka. Tempat itu diterangi tiga buah lampu gantung dan lilin-lilin bernyala di atas meja sembahyang.

   Tiba-tiba tiga buah lentera gantung itu padam! Dan berturut-turut, semua lilin di atas meja sembayang juga padam! Suaana menjadi gelap gulita dan sibuklah mereka yang berkabung. Ada yang cepat mencoba untuk menyalankan lilin dan lampu, ada pula yang menangis dan mereka semua merasa ketakutan karena padamnya semua lampu dan lilin merupakan hal yang aneh dan juga menakutkan, apalagi di situ. terdapat tiga buah peti mati berisi mayat. Sebagian besar orang menghubungkan kematian dengan iblis dan setan, menimbulkan perasaan ngeri, seram dan takut! Rasa takut seialu timbul karena tidak mengerti, tidak mengenal apa dan bagaimana kematian itu, juga kita tidak mengenal dan tidak tahu apa yang disebut setan dan iblis itu. Oleh karena keduanya merupakan hal yang asing dan tidak kita kenal, maka muncullah dugaan yang macam-macam, khayalan yang aneh-aneh dan timbullah rasa takut.

   Membayangkan orang mati hidup kembaIi, kita merasa takut dan menghubungkannya dengan setan dan iblis, coba kita membayangkan seekor semut yang sudah mati hidup kembali, tidak ada di antara kita yang akan merasa takut, karena semut tidak merupakan ancaman bagi keselamatan kita. Berbeda dengan manusia mati yang hidup kembali, kita membayangkan betapa mayat hidup itu menjadi setan dan akan mencekik kita! Tak seorang pun di antara para keluarga si mati yang berkabung di situ tahu betapa dalam kegelapan tadi ada dua sosok bayangan menyelinap masuk ke dalam guha, terus ke dalam dan lenyap dalam kegelapan guha sebelah dalam di mana terdapat empat buah ruangan kamar yang dipergunakan untuk menyimpan senjata alat berlatih silat di ruangan besar guha itu. Juga tidak ada yang tahu bahwa yang memadamkan lentera dan lilin tadi adalah Hay Hay.

   Setelah lentera gantung dan semua lilin sudah dinyalakan kembali, para anggauta keluarga itu sibuk menyembahyangi tiga peti mati karena mereka takut kalau-kalau arwah tiga orang itu yang tadi penasaran dan "mengamuk", memadamkan semua penerangan. Asap hio yang mereka pergunakan untuk sembahyang memenuhi tempat itu, membentuk tirai asap putih yang hanya perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit keluar dari guha. Tiba-tiba semua orang, ada belasan orang keluarga tiga orang yang mati, terkejut dan cepat mereka menjatuhkan diri berlutut ketika terdengar suara di belakang tiga buah peti mati itu. Suara itu besar dan dalam, bergema dan terdengar oleh mereka seperti bukan suara manusia!

   "Kalian semua keluarlah..., keluarlah... kami ingin tenang... keluarlah atau kami akan mengajak kalian mati...!!"

   Dapat dibayangkan betapa kaget dan takutnya semua orang yang berada di situ. Biarpun tiga buah peti mati itu berisi jenazah kepala keluarga mereka, suami dan ayah mereka yang kematiannya mereka tangisi dan mereka kabungi, akan tetapi begitu ada suara dari si mati, mereka pun menjadi ketakutan! Memang aneh. Keluarga yang ditinggal akan menangisi kematian seseorang yang dicinta, berduka dan kecewa karena orang yang dikasihi meninggalkan mereka, akan tetapi begitu yang ditangisi itu, yang dianggap sudah mati, dapat bersuara atau hidup kembali,

   Mereka yang berkabung itu akan lari cerai-berai ketakutan! Sambil menjerit-jerit, mereka yang berkabung itu berhamburan keluar dari dalam ruangan guha yang besar itu. Sarah yang menyaksikan itu semua, tidak menahan suara tawanya. Baru setelah Hay Hay memberi isyarat, ia membungkam mulut sendiri dengan tangan, agar suara tidak keluar dari mulutnya. Gadis ini merasa geli bukan main melihat betapa Hay Hay mempermainkan mereka yang berada di situ sehingga mereka itu lari tunggang langgang, jatuh bangun dan mungkin juga ada yang sampai terkencing-kencing. Setelah suara tawanya mereda, Sarah menjatuhkan diri duduk di dalam sebuah di antara kamar-kamar itu, bersandar kepada dinding batu. Lantai kamar itu kering dan bersih, dan di sudut terdapat rak senjata.

   Hay Hay juga duduk bersandar dinding, berhadapan dengan gadis itu, dalam jarak tiga meter. Mereka saling pandang dan diam-diam keduanya saling mengagumi. Kini Hay Hay menanggalkan capingnya yang tergantung di punggung. Baru sekarang Sarah dapat melihat wajah penolongnya dengan jelas. Wajah yang cerah, tampan dan terhias senyum nakal. Hay Hay juga memandang kagum. Kiranya gadis ini nampak masih muda sekali, bahkan wajahnya masih kekanak-kanakan. Akan tetapi kalau dia teringat betapa tadi di dalam guha, gadis bule ini berani menentang seorang pemimpin perampok ganas, melawan mati-matian, bahkan ketika sudah bebas dari totokan, mampu menendang remuk hidung kepala perampok jangkung, sungguh dia merasa kagum sekali. Gadis ini benar-benar mempunyai watak seorang pendekar wanita!

   "Kenapa engkau tertawa, Nona? Jangan keras-keras kalau tertawa, nanti terdengar mereka, kita bisa celaka,"

   Kata Hay Hay memancing bicara. Dara itu tersenyum nakal dan jantung Hay Hay berdebar. Biarpun penerangan yang memasuki kamar itu tidak terlalu kuat, namun dia dapat melihat wajah itu dengan jelas. Ketika gadis itu tersenyum, nampak deretan gigi putih yang rapi dan amat kuat, dan senyum itu mengandung madu, begitu manisnya. Ada lesung pipi yang amat jelas dan lekuk dagu yang mempesonakan.

   "Aku tidak takut karena di sini ada engkau."

   Kata Sarah.

   "Aku tahu siapa engkau."

   Hay Hay terbelalak, memandang wajah cantik itu penuh selidik. Benarkah dara asing ini mengetahui siapa dia?

   "Ehh? Engkau tahu siapa aku? Nah, katakan siapa aku."

   "Engkau tentu seorang pendekar, ahli silat dan juga engkau seorang tukang sulap."

   "Tukang sulap? Apa maksudmu?"

   "Engkau tadi membuat si jahanam jangkung itu menari-nari dengan kedua pedangnya seperti orang gila, kemudian engkau dapat membawa aku keluar dari guha itu tanpa ada yang menghalangi, dan di sini, engkau membuat semua orang tunggang langgang setelah dengan aneh engkau memadamkan semua penerangan dan lilin. Sobat, engkau telah menolongku, sungguh aku berhutang budi besar kepadamu. Siapakah namamu?"

   "Sebut aku Hay Hay, dan engkau siapa, Nona? Bagaimana pula engkau sampai tertawan oleh para perampok itu?"

   "Panjang ceritanya, akan tetapi apakah kita hanya akan membuang waktu dengan bercakap-cakap di tempat ini? Bukankah kita harus cepat-cepat meloloskan diri dari sini, Hay Hay?"

   Hay Hay tersenyum. Dia semakin kagum dan suka kepada dara kulit putih ini. Demikian bebas terbuka dan ramah sehingga dengan akrabnya menyebut namanya begitu saja tanpa canggung-canggung, seolah-olah mereka telah lama sekali menjadi sahabat karib.

   "Kita tidak mungkin pergi sekarang. Di luar gelap dan aku tidak mengenal jalan. Juga mereka akan menghadang. Jumlah mereka banyak. Besok aku akan mencari akal dan jangan khawatir, aku akan menyelamatkanmu bebas dari tempat ini."

   Sarah menarik napas lega.

   "Aku percaya padamu, Hay Hay. Nah, namaku Sarah lengkapnya Sarah Armando. Ayahku adalah Kapten Armando, komandan benteng Portugis di Cang-cow."

   "Ahh...!"

   "Engkau mengenal ayahku?"

   "Tidak, aku bukan orang Cang-cow, aku hanya terkejut dan heran mendengar engkau puteri seorang komandan. Lalu bagaimana engkau dapat tertawan oleh para penjahat itu?"

   "Aku marah kepada ayah..."

   Kata Sarah dengan mulut cemberut. Bibirnya yang merah segar itu meruncing dan nampak lucu bagi Hay Hay sehingga dia tertawa. Dara ini seperti seorang anak kecil yang merajuk saja.

   "Hemm, Sarah, engkau marah kepada ayahmu kenapa lalu tertawan penjahat?"

   "Ayah sudah berjanji untuk mengajak aku berkuda pagi tadi, akan tetapi dia berhalangan karena harus menghadiri pelaksanaan hukuman mati terhadap pemberontak. Ayah lalu menyuruh Kapten Gonsalo mewakilinya untuk mengantar aku berkuda di perbukitan. Kapten Gonsalo adalah wakil atau pembantu utama ayah. Hatiku jengkel sekali."

   "Aih, kenapa begitu? Bukankah engkau sudah dapat pergi berkuda diantar oleh Kapten Gonsalo itu?"

   "Ya, akan tetapi aku tidak suka kepada Kapten Gonsalo."

   "Hemm, lalu apa yang terjadi?"

   "Kami berkuda di perbukitan dan karena masih marah aku lalu membalapkan kuda ke perbukitan yang penuh hutan. Kapten Gonsalo hendak melarang, akan tetapi aku nekat dan dia pun mengejarku. Setiba kami di tengah hutan, tiba-tiba muncul banyak perampok. Kapten Gonsalo menyerang mereka dengan pistolnya dan dia merobohkan tujuh orang perampok. Peluru pistolnya habis dan dia lalu mengamuk dengan pedangnya, dikeroyok banyak perampok."

   Hay Hay mengangguk-angguk.

   "Hebat juga Kapten Gonsalo itu, Sarah."

   "Dia memang seorang jagoan. Jago tembak, jago bermain pedang dan jago tinju. Kapten muda berusia tiga puluhan tahun itu di benteng kami tidak ada yang berani melawannya."

   "Hemm, dia gagah. Sungguh aneh engkau tidak menyukainya. Apakah dia kasar dan kurang ajar?"

   "Dia tampan dan gagah, keras akan tetapi terhadap aku dia amat sopan. Adalah pandang matanya yang membuat aku tidak suka padanya."

   "Pandang matanya?"

   "Matanya itu kalau memandang kepadaku mengingatkan aku akan mata seekor srigala atau harimau kelaparan!"

   Mendengar ini Hay Hay tertawa akan tetapi menahan suara tawanya agar jangan bergelak. Dia mengerti sekarang. Kiranya seorang kapten muda yang tampan dan gagah perkasa jatuh cinta kepada dara jelita ini, akan tetapi agaknya sang dara ini tidak membalas cintanya itu. Payah kalau cinta bertepuk tangan sebelah!

   "Lalu bagaimana, Sarah? Teruskan ceritamu."

   "Kapten Gonsalo mengamuk, akan tetapi aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya dengan dia. Ketika aku bersiap-siap untuk membantunya dan mencabut pistolku, tiba-tiba saja ada orang menyerangku dari belakang dan tahu-tahu aku sudah tidak mampu menggerakkan kaki tanganku yang menjadi lemas dan lumpuh. Aku ditawan seorang laki-laki tinggi kurus dan aku dilarikan olehnya di atas kuda, dibawa ke sini dan dihadapkan pimpinan penjahat. Lalu aku ditawan di dalam guha itu sampai muncui si jahanam busuk jangkung itu. Oohh, betapa inginku menembakkan pistolku sampai habis peluruku ke dalam kepalanya!"

   "Jadi, mayat-mayat dalam peti mati ini adalah korban peluru senjata api Kapten Gonsalo? Dan bagaimana dengan dia?"

   "Benar, tujuh orang roboh oleh. tembakannya dan dia memang kuat, mungkin masih ada beberapa orang lagi roboh oleh pedang dan tinjunya. Mungkin tiga orang di antara mereka tewas. Aku sendiri tidak tahu bagaimana dengan nasib Kapten Gonsalo. Akan tetapi dia seorang yang kuat dan cerdik, kurasa tidak mudah bagi penjahat-penjahat itu untuk menangkapnya."

   Hay Hay mengangguk-angguk dan dia pun berpikir dengan keras. Kebetulan sekali dia bertemu puteri komandan benteng Portugis, bahkan menyelamatkannya. Hal ini membuka kesempatan baginya untuk menyelidiki keadaan orang-orang Portugis yang di dalam surat laporan Yu Siucia disebut sebagai sekutu para pejabat di Cang-cow yang hendak melakukan pemberontakan, di samping para bajak laut Jepang dan orang-orang Pek-lian-kauw. Kalau melihat dara ini, dan mendengar ceritanya tentang Kapten Gonsalo, agaknya bangsa Portugis ini adalah bangsa yang gagah perkasa!

   "Heii, kenapa engkau melamun saja, Hay hay? Sekarang tiba giliranmu menceritakan keadaan dirimu, siapa engkau sebenarnya dan bagaimana, engkau dapat datang ke sini dan menyelamatkan aku."

   Hay Hay sadar dari lamunannya. Dia harus mempergunakan kesempatan ini untuk mendekati Sarah dan memancing keterangan apa saja yang dapat dia peroleh dari puteri komandan ini.

   "Aku? Sudah kukatakan, namaku Hay Hay dan adalah seorang perantau yang sedang berusaha mencari pekerjaan yang layak di Cang-cow. Ketika tadi aku lewat di bukit sana, aku melihat engkau dilarikan si tinggi kurus ke bukit berbatu ini. Aku merasa curiga dan aku paling tidak suka melihat wanita diperhina, maka aku lalu membayanginya dan berhasil menyelundup ke tempat ini. Ketika aku mendapatkan kesempatan, aku memasuki guha di mana engkau ditawan dan kebetulan saja aku dapat menghindarkan engkau dari penghinaan. yang akan dilakukan si jangkung itu."

   "Jahanam busuk dia!"

   Kata Sarah sambil mengepal tinju.

   "Andaikata engkau tidak muncul, Hay Hay, sudah pasti aku akan menjadi korban kebiadabannya, dan aku akan diperkosanya. Dan sisa hidupku akan kupergunakan untuk membalas dendam kepadanya, entah dengan cara bagaimanapun juga!"

   Hay Hay bergidik. Dara muda yang jelita ini memiliki kekerasan hati yang luar biasa.

   "Sarah, kukira, para pemimpin perampok menawanmu dengan maksud untuk menjadikan engkau sebagai sandera dan akan minta uang tebusan yang besar jumlahnya. Hanya si jangkung tadi sajalah yang hendak berbuat tidak senonoh dan kukira dia melakukannya di luar tahu para rekannya, yaitu empat orang pimpinan yang lain. Kulihat engkau sama sekali tidak takut menghadapi orang-orang buas itu."

   "Hemm, kenapa takut? Baik Kapten Gonsalo sudah tewas atau mampu meloloskan diri aku yakin bahwa ayah tentu akan memimpin pasukan untuk mencariku, dan kalau pasukan ayah dapat tiba di tempat ini, tentu seluruh perampok itu akan dibasmi habis!"

   "Sarah, sungguh aku merasa kagum sekali kepadamu."

   Hay Hay mengamati wajah yang jelita itu. Sarah balas memandang dan alisnya berkerut, pandang matanya berubah heran dan menyelidik.

   "Hay Hay, engkau seorang diri berani menyusup ke tempat berbahaya ini dan menolongku. Sepatutnya akulah yang kagum kepadamu atas keberanian, kegagahan dan kemuliaan hatimu. Bukan engkau yang mengagumiku. Kenapa engkau mengatakan kagum sekali kepadaku?"

   

Pendekar Mata Keranjang Eps 21 Pendekar Mata Keranjang Eps 41 Kumbang Penghisap Kembang Eps 29

Cari Blog Ini