Ceritasilat Novel Online

Jodoh Si Mata Keranjang 17


Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 17



Hay Hay tersenyum. Dia tidak sekedar merayu. Dia memang kagum kepada gadis kulit putih ini, kagum akan kecantikannya, kagum akan keberaniannya.

   "Kenapa? Sikapmu begini gagah berani, sedikit pun engkau tidak penakut dan tidak cengeng seperti kebanyakan wanita. Dan engkau begini cantik jelita dan manis. Belum pernah selama hidupku aku bertemu dengan seorang gadis sejelita engkau, Sarah. Rambut di kepalamu seperti mahkota emas, seolah-olah mengeluarkan cahaya. Dan wajahmu amat manis, terutama sekali sepasang matamu. Bagaikan dua buah bintang kejora dan warnanya demikian penuh rahasia, kebiruan seperti lautan yang dalam. Bentuk dahimu, pipimu, hidungmu, dagumu dan terutama bibirmu! Bukan main, seperti engkau inilah kiranya wajah bidadari dari dongeng. Dan bentuk tubuhmu! Engkau wanita yang sempurna kecantikanmu. Sarah, dan aku kagum bukan main."

   Kerut di alis itu semakin mendalam dan kini sepasang mata itu menyinarkan kemarahan.

   "Hay Hay, kelirukah penilaianku terhadap dirimu? Tadi aku menilaimu sebagai seorang pendekar, seorang yang gagah perkasa dan berbudi mulia! Apakah engkau ternyata hanya seorang laki-laki mata keranjang dan kurang ajar!"

   "Hemmm, kenapa engkau menganggap aku mata keranjang dan kurang ajar, Sarah?"

   "Engkau mencoba untuk merayu aku, ya? Hay Hay, biarpun kuakui bahwa engkau telah menolongku, akan tetapi jangan kira bahwa setelah menolongku, engkau dapat berbuat sesuka hatimu, dapat merayu dan menggodaku!"

   "Wah, sungguh sayang, Sarah. Pujianku kepadamu tetap. Engkau cantik jelita dan gagah perkasa, akan tetapi sekarang setelah engkau bicara, sayang sekali harus kukatakan bahwa engkau berprasangka buruk dan karenanya bodoh sekali!"

   Bagaimana pun juga, Sarah tetap seorang wanita. Tidak ada wanita yang tidak haus akan pujian. Baik pujian itu sejujurnya atau pun hanya rayuan, tetap saja segala macam bentuk pujian membesarkan hati seorang wanita, dan mengangkat harga dirinya. Biarpun tadi marah-marah, tetap saja di sudut hatinya, Sarah merasa senang dan bangga mendengar pujian pria yang dikaguminya, yang telah menyelamatkannya dari ancaman bahaya yang amat hebat. Kini, mendengar pemuda itu mengatakan ia berprasangka buruk dan bodoh, tentu saja ia menjadi kecewa.

   "Hay Hay...!"

   "Ssttt..., jangan berteriak..."

   Sarah teringat,

   "Hay Hay,"

   Katanya, kini lirih.

   "Engkau sombong! Engkau mengatakan aku berprasangka buruk dan bodoh? Betapa sombongnya engkau!"

   Hay Hay tersenyum.

   "Nah, itulah bukti kebodohanmu. Ketika aku memujimu, engkau marah dan menganggap aku merayu dan menggoda, mata keranjang. Ketika aku mengatakan engkau berprasangka buruk dan bodoh engkau mengatakan aku sombong."

   "Tentu saja! Engkau seorang laki-laki, dan baru saja menolongku. Sekarang engkau memuji-muji kecantikanku dengan kata-kata yang muluk, bukankah itu rayuan gombal namanya?"

   "Sarah, rayuan hanya dikeluarkan oleh orang yang ingin menjilat dan menyenangkan ia yang dirayunya, dengan pamrih tertentu. Akan tetapi aku sama sekali tidak merayumu. Kau lihat, aku mempunyai sepasang mata yang sehat dan tidak cacat, bukan?"

   Sarah memandang heran.

   "Tentu saja, biar bentuk matamu agak sipit, namun sinarnya mencorong seperti mata naga."

   "Eh, engkau sudah melihat mata naga?"

   "Dalam dongeng yang kubacanya. Nah, ada apa dengan matamu?"

   "Aku mempunyai sepasang mata yang sehat. Aku melihat engkau dan pandang mataku melihat betapa wajahmu cantik jelita. Aku mengatakannya dengan terus terang, karena memang aku menyukai keindahan. Aku menggambarkan kecantikanmu seperti kalau aku melihat setangkai kembang yang indah dan mengaguminya. Apakah ini yang kau namakan aku mata keranjang dan merayu? Aku hanya mengemukakan pendapat secara jujur. Engkau memang cantik jelita dalam pandanganku. Apakah aku harus mengatakan bahwa engkau buruk? Apakah kejujuranku ini kau anggap sebagai rayuan gombal?"

   Kini pandang mata gadis itu menjadi terbelalak. Agaknya ia bingung. Belum pernah ia mendengar pendapat seorang pria seperti yang baru saja didengarnya.

   "Engkau ini... aneh, Hay Hay! Benarkah pujianmu tadi bukan rayuan, melainkan pernyataan yang jujur? Apakah di balik pujian itu tidak ada suatu pamrih, suatu dorongan berahi? Apakah engkau tidak ingin menyentuhku, memeluk dan menciumku?"

   Tiba-tiba Hay Hay merasa betapa mukanya panas dan dia tahu bahwa tentu kulit mukanya berubah merah. Untung bahwa sinar penerangan yang memasuki kamar batu itu pun kemerahan sehingga perubahan warna pada wajahnya tidak akan nampak. Dia menjadi salah tingkah mendengar pertanyaan-pertanyaan itu. Dia harus bersikap sejujurnya. Gadis ini berbeda dengan gadis-gadis bangsanya. Demikian terbuka dan agaknya tidak pantang bicara tentang berahi. Dia harus menarik napas panjang beberapa kali untuk mengumpulkan keberaniannya sebelum bicara.

   "Kau ingin aku jujur, bukan? Jangan marah kalau jawabanku yang jujur akan menyinggung perasaan hatimu."

   "Kalau engkau tidak jujur dan membohongiku, barulah aku akan tersinggung, Hay Hay."

   "Baiklah. Terus terang saja, kalau engkau bertanya kepadaku apakah aku tidak ingin menyentuhmu, memeluk dan menciumi, jawabnya sama dengan kalau engkau bertanya kepadaku apakah aku tidak ingin menyentuh, meraba dan mencium setangkai bunga yang indah mengharum? Aku akan berbohong kalau aku mengatakan tidak, Sarah. Engkau begini cantik jelita seperti setangkai bunga, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa aku mempunyai niat tidak senonoh kepadamu. Aku menyayangi keindahan. Aku akan menyentuh dan mencium setangkai bunga karena mengaguminya, akan tetapi aku tidak akan memetiknya dan merusaknya. Engkau mengerti?"

   Hay Hay menduga bahwa gadis itu akan tersinggung dan marah. Akan tetapi, dara itu sama sekali tidak marah, bahkan tersenyum manis sekali!

   "Aku mengerti, Hay Hay, dan aku semakin kagum kepadamu. Engkau jujur dan jantan. Nah, kalau memang engkau ingin menyentuh, memeluk dan menciumku, kenapa tidak kau lakukan itu?"

   "Ehhh...!"

   Hay Hay terbelalak mengamati wajah gadis itu. Mengejekkah gadis itu?

   "Kenapa, Hay Hay? Bukankah engkau ingin memeluk dan menciumku? Nah, aku akan girang sekali kalau kau lakukan itu. Ataukah ucapanmu itu hanya basa-basi belaka dan engkau tidak berani melakukan apa yang kau katakan?"

   "Aku takut engkau akan marah kalau kulakukan itu, Sarah."

   "Kenapa marah? Kalau memang engkau jujur, aku tidak akan marah bahkan aku akan merasa bangga dan girang sekali. Atau engkau hanya pura-pura jujur saja?"

   Bukan main! Hay Hay tercengang. Belum pernah dia bertemu seorang gadis seperti ini. Kalau dia tidak yakin akan kejujuran Sarah, tidak yakin akan kesucian hatinya dan melihat betapa Sarah mati-matian mempertahankan kehormatannya, bahkan akan membalas dendam secara mengerikan kalau sampai kehormatannya dicemarkan, tentu dia akan mengira gadis ini murahan! Begitu saja menantang seorang laki-laki untuk memeluk dan menciumnya untuk menimbulkan kekagumannya dan kejujurannya! Namun, Hay Hay tahu bahwa menghadapi gadis seperti ini, dia pun harus berani membuktikan kejujurannya. Apalagi, bukti itu akan amat menyenangkan!

   "Kalau begitu, maafkan aku!"

   Katanya dan dia pun bangkit, menghampiri Sarah, duduk di dekatnya dan dia pun merangkul dengan perasaan sayang, lalu dengan lembut dia mencium dahi yang kulitnya putih seperti susu itu. Ciuman yang hangat dan mesra. Dalam sentuhan antara hidung dan bibir Hay Hay dengan kulit dahi yang halus dan harum aneh oleh bedak dan keringat itu terkandung perasaan sayang dan kagum dari hati Hay Hay, mendatangkan kehangatan pada hidung dan bibirnya. Kedua lengannya merangkul pundak dan leher dengan lembut namun kuat, seolah dia hendak melindungi wanita asing yang membuatnya kagum ini.

   Ketika tadi Hay Hay mendekatkan mukanya, Sarah sudah memejamkan mata dan membuka bibir, menanti ciuman hangat. Ia masih memejamkan mata ketika ciuman itu jatuh ke dahinya dan ia pun teringat kepada ayahnya yang biasanya juga mencium dahinya dengan kasih sayang. la membiarkan dirinya dipeluk ketat, membiarkan pemuda pribumi itu sejenak menempelkan bibir dan hidung didahinya, dengan pasrah. Hay Hay menarik kembali mukanya dan melepaskan rangkulannya dengan lembut, memandang wajah ayu yang masih memejamkan mata.

   Dahulu, kalau dia mencium seorang gadis, maka gadis itu akan tersipu malu, membuang muka ke samping atau menunduk. Akan tetapi, Sarah masih tetap tengadah, memejamkan mata dan mulutnya tersenyum dengan bibir setengah terbuka. Sama sekali tidak nampak canggung atau malu-malu. Perlahan-lahan Sarah membuka matanya memandang. Dua pasang mata bertemu pandang, bertaut sejenak dan pesona itu pecah ketika Sarah tertawa! Tawanya juga lepas walaupun suaranya hanya lirih karena ditahan. Deretan giginya yang rapi dan putih hampir nampak semua ketika sepasang bibir yang merah itu merekah. Hay Hay mengerutkan alisnya, wajahnya terasa panas sekali. Dia merasa diejek! Apanya yang salah pada ciumannya? Kenapa Sarah menertawakannya? Tawa itu jelas tawa yang mengandung arti, seperti orang melihat sesuatu yang amat lucu.

   "Sstt, jangan keras-keras tertawa, Sarah. Katakan, kenapa engkau menertawakan aku?"

   Sarah berhenti tertawa dan memegang lengan Hay Hay.

   "Tentu saja aku tertawa karena engkau lucu. Engkau mengingatkan aku kepada ayahku."

   Katanya sambil menahan tawa dengan senyum lebar. Kerut di antara alis Hay Hay masih belum lenyap.

   "Hemm, sudah begitu tuakah aku? Kenapa aku mengingatkan engkau kepada ayahmu? Usiaku baru dua puluh lima tahun!"

   Mendengar ucapan ini, Sarah kelihatan semakin geli dan kini kedua tangannya memegang kedua tangan Hay Hay, matanya menatap dengan terbuka dan bibirnya menahan senyum geli,

   "Tentu saja engkau mengingatkan aku kepada ayahku karena engkau menciumku seperti kalau ayah menciumku. Dan engkau bukan ayahku. Ha, engkau sungguh sama sekali tidak pandai mencium, Hay Hay."

   Kini Hay Hay yang tersipu. Gadis ini segalanya begitu terus terang, begitu polos dan sadar, ada yang ada dalam hati dan pikirannya, ceplas-ceplos saja dikatakan melalui mulutnya tanpa ada rikuh, tanpa khawatir menyinggung perasaan orang karena memang sama sekali tidak ada niat untuk menyinggung. Biarpun tersipu, Hay Hay tersenyum dan semakin kagum.

   "Maafkan aku, Sarah. Terus terang saja, aku memang bukan ahli dalam hal itu, mungkin kurang pengalaman karena jarang memperoleh kesempatan. Nah, kau beritahu padaku, bagaimana sih seharusnya mencium seorang gadis seperti engkau ini?"

   Tentu saja Sarah merasa heran dan geli. Seorang pemuda yang usianya sudah dua puluh lima tahun, bertanya kepadanya tentang cara mencium seorang gadis! Hal ini terdengar janggal dan aneh baginya, tentu saja karena bangsanya sudah pandai berpacaran sejak usia di bawah dua puluh tahun! Melihat cara Hay Hay tadi menciumnya, ia percaya bahwa Hay Hay tidak berpura-pura.

   "Ada tiga cara mencium, Hay Hay. Pertama, ciuman sayang orang tua kepada anaknya, yaitu ciuman di dahi seperti yang kau lakukan tadi. Kedua, ciuman sayang antara saudara atau sahabat baik, di pipi kanan atau kiri atau keduanya. Dan ke tiga adalah ciuman tanda cinta seseorang kepada kekasihnya yaitu ciuman bibir dengan bibir. Nah, engkau sekarang sudah tahu. Perbaikilah ciumanmu yang salah tadi."

   Setelah berkata demikian, gadis itu dengan sikap manja menengadahkan mukanya yang cantik, dengan mata terpejam dan bibir sedikit terbuka. Melihat wajah yang dekat itu, hidung yang mancung dan bibir yang menggairahkan dan menantang, ingin sekali Hay Hay mengecup bibir itu. Akan tetapi dia tidak berani melakukannya.

   Biarpun aneh dan bebas, dia tahu bahwa Sarah adalah seorang gadis yang terhormat, seorang gadis yang memiliki harga diri yang tinggi. Dia tidak ingin menyinggung hati gadis yang mendatangkan perasaan kagum di hatinya itu. Maka, dia pun mendekatkan mukanya, kemudian mencium gadis itu pada kedua pipinya, dengan hidung dan bibirnya. Ciuman yang mengandung perasaan sayang dan kagum. Dan dia merasa betapa gadis itu pun tanpa canggung-canggung membalas ciumannya. Setelah Hay Hay melepaskan rangkulannya dan menatap wajah Sarah, mereka saling pandang dan gadis itu tersenyum. Dan Hay Hay merasa betapa terjadi perubahan dalam suasana dan hubungan mereka. Terasa akrab sekali dan seolah-olah mereka telah menjadi sahabat baik sejak bertahun-tahun. Lenyaplah perasaan asing di antara mereka.

   "Nah, sekarang kita telah benar-benar menjadi sahabat baik, Hay Hay. Dan aku berterima kasih sekali kepadamu, karena selain engkau telah menolongku, juga ternyata engkau seorang gentlemen sejati."

   "Gentlemen? Apa itu?"

   Sarah tersenyum lebar.

   "Gentlemen itu kalau menggunakan bahasamu adalah seorang jantan, seorang ksatria, seorang laki-laki sejati yang dapat dipercaya, yang gagah perkasa, lembut hati. Pendeknya, seorang laki-laki pilihan, begitulah!"

   "Dan engkau seorang gadis yang cantik jelita, gagah perkasa, berbudi baik, dan terus terang saja, juga begitu amat aneh. Belum pernah selama hidupku aku bertemu dan bersahabat dengan gadis yang hebat seperti engkau ini."

   Gadis itu memandang dengan wajah berseri gembira.

   "Dan aku pun tidak pernah mimpi akan dapat berkenalan dengan seorang pendekar seperti engkau. Kukira tadinya bahwa semua orang pribumi..."

   Sarah menghentikan ucapannya dan menatap wajah pemuda itu dengan ragu. Bagaimanapun, dara ini tidak ingin kalau ucapannya akan membuat sakit hati orang yang dikagumi ini.

   "Kau kira semua orang pribumi bagaimana, Sarah? Lanjutkanlah dan jangan ragu. Aku pun mengagumi kejujuranmu."

   "Baik aku akan berterus terang saja. Karena terpengaruh oleh pendapat bangsaku, tadinya aku mengira seperti juga mereka bahwa semua orang pribumi di sini kasar, sombong, kotor dan jahat, tidak dapat dipercaya. Setelah aku bertemu dan berkenalan denganmu, sekarang aku melihat bahwa pendapat itulah yang sombong!"

   Hay Hay tersenyum dan sikapnya membuat Sarah merasa lega karena pemuda itu tidak tersinggung seperti yang dikhawatirkannya tadi.

   "Sarah, apakah engkau belum melihat kenyataan bahwa manusia ini, bangsa apapun juga, dari manapun juga, hanyalah makhluk yang lemah dan banyak di antara manusia terlalu sering melakukan kesalahan. Manusia hanya berbeda pada lahirnya saja, berbeda warna kulit, mata, rambut dan kebudayaan karena pengaruh alam lingkunganya. Akan tetapi jiwanya datang dari satu Sumber. Tidak ada satu Bangsa yang orangnya baik semua, atau jahat semua. Kalau ada yang buruk, pasti ada yang baik dan demikian sebaliknya, karena baik dan buruk memang sudah merupakan pasangan yang tak terpisahkan. Di antara bangsaku terdapat banyak orang jahat, kurasa tiada bedanya dengan bangsamu. Dan kalau di antara bangsamu terdapat banyak orang baik, demikian pula dengan bangsaku. Jahat tidaknya seseorang bukan tergantung dari bangsanya, agamanya, atau
(Lanjut ke Jilid 16)
Jodoh Si Mata Keranjang (Seri ke 11 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 16
keadaan lahiriahnya. Bukankah demikian, Sarah?"

   "Ya Tuhan! Di samping kegagahanmu, ketampananmu, keramahan dan semua kebaikanmu, kiranya engkau masih mempunyai kehebatan lain. Engkau seorang filsuf yang bijaksana!"

   Sarah berseru kaget, heran dan kagum sehingga lupa untuk melunakkan suaranya.

   "Stttt, jangan berteriak-teriak, Sarah..."

   Kata Hay Hay dan dia memberi isyarat kepada gadis itu agar tidak mengeluarkan suara lagi sambil membuat gerakan menunjuk ke arah luar ruangan itu. Sarah memandang keluar dan mereka pun cepat menyelinap ke belakang peti-peti mati sambil mengintai keluar. Terdengar suara banyak orang di luar guha. Tahulah Sarah bahwa orang-orang yang tadi ketakutan, kini telah datang kembali dan agaknya disertai para pimpinan gerombolan itu.

   "Heii, iblis mana yang bermain-main dengan kami? Iblis jahat, ini aku Ma Kiu sudah datang, keluarlah dan jangan membikin takut keluarga mereka yang mati!"

   Terdengar teriakan raksasa hitam yang menjadi orang pertama dari lima pemimpin gerombolan. Tiba-tiba dari dalam guha itu terdengar suara tawa yang mengerikan. Tawa perempuan yang terkekeh-kekeh, kedengarannya aneh dan menyeramkan sekali karena datangnya dari peti-peti mati itu! Semua orang yang berada di luar guha hanya berani memandang ke dalam, ke arah tiga buah peti mati yang tertutup kabut asap tipis dari hio-hio yang masih terbakar.

   "Siluman betina..."

   Mereka berbisik-bisik ketika mendengar suara tawa wanita itu. Akan tetapi, karena lima orang pemimpin berada di situ, mereka tidak lari tunggang-langgang. Dan Ma Kiu raksasa hitam itu pun nampak tidak takut. Hal ini karena dia datang bersama empat orang saudaranya dan di situ berkumpul pula puluhan orang anak buahnya. Andaikata dia harus menghadapi guha itu sendirian saja, tentu dia sudah lari ketakutan sejak tadi! Ma Kiu biasanya amat galak, pemberani dan tidak takut menghadapi lawan yang mana pun juga, biasa membunuh orang dengan kejam dan dengan darah dingin. Akan tetapi, semua kegalakannya dan kegagahannya terbang entah ke mana kalau dia harus menghadapi setan dan iblis.

   "Roh jahat yang berada di dalam guha! Keluarlah perlihatkan diri kalau memang berani, atau pergilah dari sini, jangan mengganggu kami lagi!"

   Dengan suara yang digalak-galakkan Ma Kiu berteriak lantang. Melihat lagak Ma Kiu, orang-orang yang berkumpul di situ timbul keberaniannya dalam hati mereka. Seperti juga Ma Kiu yang sudah mengamang-amangkan goloknya, mereka mencabut senjata masing-masing dan mulailah mereka berteriak-teriak.

   "Siluman betina, pergilah dari sini!"

   "Iblis, jangan ganggu kami!"

   Seperti rasa takut yang mudah menular, maka keberanian pun dapat mudah menular. Orang yang tadinya ketakutan, kalau melihat semua orang berlagak berani, rasa takutnya akan lenyap dan timbullah keberaniannya. Mereka kini mengamangkan senjata dan berteriak-teriak sehingga suasana gaduh sekali. Juga tempat di depan guha itu menjadi terang benderang karena banyak obor bernyala.

   Melihat ini, hati Sarah menjadi gentar juga. Bagaimana mungkin Hay Hay akan mempu melawan orang sebanyak itu? Ia memegang lengan kiri Hay Hay dengan kedua tangannya. Tadi ia telah mengeluarkan suara tawa seperti yang diminta Hay Hay, yang membisikkan agar ia mencoba untuk tertawa seperti setan agar menakut-nakuti mereka. Ia pun tadi tertawa seperti sedang main-main saja, seperti seorang anak kecil menakut-nakuti anak-anak lain, dan ia pun gembira sekali. Akan tetapi, melihat orang-orang itu mencabut senjata dan siap menyerbu ia mulai ketakutan. Biarpun mulut gadis itu tidak mengeluarkan perasaan takutnya, akan tetapi merasa betapa kedua tangan Sarah yang memegang lengannya terasa dingin dan gemetar, tahulah Hay Hay bahwa gadis pemberani ini mengenal juga perasaan ngeri dan gentar.

   "Tenanglah, aku tanggung mereka tidak akan dapat mengganggumu, Sarah. sekarang, kau lihat baik-baik apa yang akan kulakukan kepada mereka!"

   Kata Hay Hay dan dia lalu mengangkat ujung peti mati yang berada di tengah-tengah, mendorong ujung peti itu ke atas sehingga peti itu bangkit berdiri, seolah-olah mayat yang berada di dalam peti hidup kembali dan bangkit bersama petinya! Dan Hay Hay mengeluarkan suara menggereng yang membuat seluruh guha itu tergetar, disusul kata-kata yang suaranya terdengar parau dan menyeramkan.

   "Hemmm, kalian berani mengganggu kami? Akan kami cabut nyawa kalian satu demi satu kalau tidak segera pergi meninggalkan kami. Kami ingin tenang mengerti?"

   Suara itu bergema dan menyeramkan sekali. Apalagi ketika dengan tangan kirinya Hay Hay rnenggoyang-goyangkan peti di sebelah kiri sedangkan tangan kanan masih tetap menahan peti tengah agar berdiri. Ditambah lagi peti yang kanan mulai bergoyang-goyang karena Sarah membantu Hay Hay dan mengguncang peti itu dengan kedua tangannya sambil mengerahkan seluruh tenaganya. Orang-orang yang berada di depan guha terbelalak. Siapa orangnya tidak akan takut melihat peti mati dapat bangkit berdiri dan yang dua buah lagi bergoyang-goyang. Tiga rnayat itu agaknya benar-benar telah hidup kernbali! Raksasa Hitam Ma Kiu terbelalak, wajahnya pucat dan seluruh bulu di tubuhnya meremang, tengkuknya terasa dingin seperti ditempeli es. Di kanan kirinya, orang rnenahan napas, ada yang rnenggigil, bahkan ada yang terkulai lemas karena pingsan saking takutnya.

   Ma Kiu dan empat orang saudaranya yang biasanya amat kejam dan dapat mernbantai banyak orang tanpa berkedip, kini melihat mayat-mayat dalam peti hidup kembali, menjadi gemetar ketakutan dan nyali mereka pun terbang entah ke mana. Apalagi mendengar kata-kata yang diucapkan dengan suara menyeramkan tadi. Mereka tak dapat lagi menahan rasa takut mereka dan Ma Kiu yang lebih dulu membalikkan tubuh dan melangkah pergi dari situ dengan langkah lebar. Dia malu untuk lari, akan tetapi langkahnya lebar dan cepat melebihi lari cepatnya! Empat orang saudaranya mengikuti jejaknya dan gegerlah semua anak buahnya, berebut dulu melarikan diri. Mereka saling tabrak dan melarikan diri cerai-berai, tunggang-langgang dan jatuh bangun. Ada yang menyeret kawan yang jatuh pingsan dan terdengar tangis di sana-sini, membuat suasana menjadi semakin menyeramkan.

   Melihat tingkah puluhan orang itu, Sarah tidak mampu menahan geli hatinya dan ia pun tertawa terkekeh-kekeh, bukan lagi tawa buatan melainkan tertawa bebas dan wajar. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sudah hampir gila oleh rasa takut itu, suara tawa yang wajar ini, suara tawa seorang wanita yang merdu, membuat mereka semakin menjerit-jerit, lari terkencing-kencing seolah-olah suara tawa itu mengejar mereka dan yang tertawa berada di dekat tengkuk mereka! Melihat Saran tertawa geli dan terpingkal-pingkal, Hay Hay ikut pula. tertawa. setelah tawanya reda, Sarah mengusap beberapa butir air mata yang ikut terloncat keluar ketika ia tertawa, lalu matanya mencari-cari wajah pemuda itu dalam keremangan cuaca karena setelah semua orang melarikan diri dan tidak ada lagi cahaya obor-obor bersinar dari luar, cuaca menjadi gelap.

   "Hay Hay..."

   Katanya, dalam suaranya,terkandung keheranan dan keraguan sehingga Hay Hay balas memandang dengan sinar mata menyelidik.

   "Ada apakah, Sarah?"

   "Katakanlah sebenarnya kepadaku. Apakah engkau ini benar-benar seorang... manusia biasa...?"

   Kini Hay Hay yang membelalakkan kedua matanya, kemudian dia tertawa.

   "Ha-ha-ha, apakah engkau sudah ketularan mereka tadi, mengira bahwa aku ini siluman, setan atau iblis, Sarah?"

   "Aku bukan orang picik yang percaya tahyul, Hay Hay. Akan tetapi aku melihat engkau melakukan hal-hal yang tidak lajim dapat dilakukan manusia biasa. Peti ini berat sekali. Aku mengguncang sekuat tenaga pun hanya dapat membuatnya bergerak-gerak. Padahal, biar aku wanita, tenagaku tidak kalah dibandingkan pria biasa. Tapi engkau dengan sebelah tangan, mudah saja mendorongnya sampai bangkit berdiri dan tanganmu sebelah lagi mengguncang peti yang lain. Dan tadi engkau mengeluarkan gerengan yang membuat seluruh guha tergetar, bahkan aku merasa jantungku terguncang dan bulu tengkukku meremang. Seorang manusia biasa tidak mungkin dapat melakukan hal itu."

   Hay Hay tersenyum.

   "Sarah, aku mendengar bahwa pada diri siluman terdapat tiga tanda. Pertama, dia tidak mempunyai lekuk bibir di bawah hidungnya, dia tidak memiliki tumit, dan yang ke tiga, kalau dia berdiri, kedua telapak kakinya tidak menyentuh tanah. Nah, sekarang lihatlah aku,"

   Dia meraba bawah hidungnya.

   "Di sini terdapat lekukan biasa, dan lihat kakiku."

   Dia bangkit berdiri dan memperlihatkan kakinya.

   "Kedua tumitku masih utuh, dan kalau aku berdiri, lihat kaki kananku ini, menyentuh tanah ataukah tidak?"

   Hay Hay sengaja mengangkat sedikit kaki kanannya sehingga tidak menyentuh tanah. Sarah mengikuti semua ucapan Hay Hay, tadi memperhatikan bawah hidung, lalu tumit kaki dan ketika ia memandang ke arah kaki kanan yang tidak menyentuh tanah, ia terbelalak, akan tetapi ketika ia melirik ke arah kaki kiri Hay Hay yang tentu saja berpijak di atas tanah, ia pun tertawa dan tahu bahwa pemuda itu sengaja mempermainkan ia.

   "Hemm, engkau memang bukan manusia biasa, Hay Hay. Engkau seorang manusia yang luar biasa, engkau seorang pendekar yang tidak saja gagah perkasa, akan tetapi juga jujur, baik budi, jenaka dan... mata keranjang.

   "Aih, kenapa ujungnya menjadi tidak enak? Engkau ini memuji, merayu atau mencela, Sarah?"

   "Bukan merayu bukan mencela, melainkan bicara sejujurnya, seperti engkau. Ahh, aku lelah sekali, dan mengantuk."

   Sarah merebahkan diri begitu saja, miring di belakang peti mati.

   "Tidurlah, Sarah, biar aku yang menjagamu."

   "Bagaimana aku dapat tidur bersama orang-orang mati begini, Hay Hay? Aku hanya ingin merebahkan diri, akan tetapi tempat ini agak kotor, ihh...!"

   Ia bangkit dan mengebut-ngebutkan bajunya. Lantai itu memang tidak bersih, terdapat banyak debu dan abu hio di situ.

   "Kalau kau mau, rebahlah di sini, Sarah."

   Kata Hay Hay menepuk kedua pahanya. Dia bicara setengah main-main, akan tetapi diam-diam dia terkejut karena tanpa banyak bicara lagi Sarah lalu merebahkan diri di atas pangkuannya dan menyandarkan kepala di dadanya! Hay Hay bersikap biasa saja dan merangkul pinggang itu, seperti seorang ayah memangku anaknya.

   "Sarah, aku heran sekali mengapa engkau tidak suka kepada Kapten Gonsalo itu. Menurut keteranganmu, dia seorang kapten pembantu ayahmu yang tampan dan mendengar ceritamu tadi, dia cukup gagah dan pemberani, bahkan amat mencintamu. Pandang matanya kepadamu itu adalah tanda bahwa dia mencintamu, Sarah. Bukankah dia akan menjadi pasanganmu yang cocok dan baik sekali?"

   Hay Hay setengah memaksa diri untuk bercakap-cakap, karena kelembutan tubuh yang dipangkunya itu, kehangatannya, dan keharuman rambut yang berada di dadanya, membuat dia tidak tenang. Dengan percakapan, tentu perhatiannya akan terpecah. Mendengar pertanyaan itu, Sarah menarik napas panjang.

   "Dia memang gagah dan tampan, bahkan aku tahu bahwa dia menjadi rebutan para gadis bangsa kami. Dia telah berjasa besar ketika berhasil menghadap kaisar bangsamu dan diterima dengan baik ketika mewakili bangsa kami menyerahkan hadiah kepada kaisar. Namanya terkenal dan dia dipuji-puji. Akan tetapi, aku...aku tidak mencintanya, Hay Hay."

   Hay Hay mengerutkan alisnya. Ada suatu kejanggalan di sini, pikirnya. Kalau Kapten Gonsalo itu demikian tampan dan gagah, menjadi rebutan para gadis bangsanya, kenapa Sarah tidak tertarik kepadanya? Tentu jawabnya hanya satu, yaitu bahwa Sarah mencintai pria lain! Seorang dara yang "panas"

   Seperti Sarah ini rasanya tidak mungkin kalau tidak mempunyai seorang kekasih.

   "Sarah, aku yakin bahwa engkau tentu telah mempunyai pilihan hati sendiri, mempunyai seorang kekasih."

   Tubuh yang bersandar di dada itu bergerak, membalik ketika Sarah menengok ke arah Hay Hay dengan matanya yang biru itu terbelalak. Indah sekali.

   "Heiii, bagaimana engkau bisa tahu, Hay Hay?"

   Hay Hay tersenyum, untuk menangkis serangan keindahan mata yang menembus jantung itu.

   "Bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa aku bukan manusia biasa? Nah, katakanlah terus terang. Engkau sudah mempunyai seorang kekasih, bukan?"

   Sarah menghela napas dan bersandar kembali.

   "Benar, namanya Asron, berusia dua puluh lima tahun. Kami saling mencinta..."

   "Lalu kenapa bukan yang mengantar engkau berkuda, akan tetapi Kapten Gonsalo?"

   "Ah, bagaimana mungkin? Dia hanya seorang perajurit biasa saja. Karena itu, ayah tidak menyetujui hubungan kami. Padahal, aku tahu dan yakin benar, Asron tidak kalah gagah perkasa dibandingkan Kapten Gonsalo. Hanya dia kalah pendidikan sekolah, maka dia hanya perajurit biasa, tidak seperti Gonsalo. Hay Hay, aku sungguh sedih kalau mengingat Asron. Hanya karena cintanya kepadaku maka dia masih bertahan menjadi perajurit, sejak dahulu tidak dinaikkan pangkatnya oleh ayah, walaupun jasanya sudah banyak sekali. Kalau dia tidak ingat padaku, dia sudah berhenti menjadi perajurit. Aku menyesal sekali..."

   
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tubuh di pangkuannya itu terguncang. Sarah menangis! Aneh, pikir Hay Hay. Betapa seorang wanita berhati singa ini dapat juga menangis, Cinta memang bisa membuat orang bersikap aneh, bisa menghancur luluhkan hati yang sekeras baja, juga bisa mengeraskan hati yang tadinya lemah. Dia membiarkan Sarah menangis. Setelah agak reda, dia menggunakan tangan untuk mengusap air mata dari pipi gadis itu.

   "Sarah, benarkah engkau ini Sarah yang tadi begitu berani menghadapi penjahat, bukan seorang anak perempuan yang cengeng?"

   Hay Hay sengaja berkelakar. Sarah membalikkan mukanya, menghapus air mata dari mukanya ke baju Hay Hay! Lalu ia membalik dan bersandar lagi.

   "Hay Hay, jangan mengejek. Engkau tidak merasakan betapa duka dan perihnya hatiku kalau teringat kepada Asron. Aku kasihan kepadanya."

   "Bagus, kasihan memang menjadi bunganya cinta. Akan tetapi mengapa berduka, Sarah? Hidup ini memang merupakan perjuangan. Hidup ini berarti menghadapi segala macam bentuk tantangan. Setiap kesukaran dalam hidup merupakan tantangan yang harus kita hadapi dengan tabah, yang harus kita perjuangkan agar kita dapat mengatasinya, memenangkannya. Justeru perjuangan menghadapi dan mengatasi setiap tantangan itulah seninya kehidupan! Tanpa adanya tantangan berupa segala bentuk kesukaran, alangkah akan hampanya hidup ini, tidak ada gairah lagi. Jadi, jangan melarikan diri ke dalam kesedihan dan menenggelamkan diri ke dalam lautan air mata. Bangkit dan hadapi kesukaran itu dengan tabah, dan berusaha sekuatnya untuk mengatasinya. Itu baru pantas bagimu, Sarah."

   Sarah menarik napas panjang.

   "Luar biasa! Engkau seorang pemuda aneh yang luar biasa, Hay Hay. Hemm, andaikata di sana tidak ada Asron, betapa akan mudahnya bagiku untuk jatuh cinta kepadamu."

   "Heii, benarkah itu? Bukankah tadi engkau mengatakan aku mata keranjang?"

   Sarah menjebikan bibirnya yang merah basah.

   "Hemm, laki-laki manakah di dunia ini yang tidak mata keranjang? Tentu saja mata keranjang dalam arti kata suka sekali kepada wanita cantik, mudah tertarik dan suka menikmati keindahan seorang wanita melalui pandang matanya. Semua laki-laki mata keranjang dan dia akan mengakui hal ini kalau dia jujur. Hanya bedanya ada yang berterus terang seperti engkau, bahkan engkau memperlihatkannya tanpa tedeng aling-aling lagi, mengaku terus terang sehingga kalau wanita kurang kuat batinnya, ia akan mudah saja bertekuk lutut terhadap pujian dan kata-katamu yang bermadu. Ada pula yang pura-pura menunduk akan tetapi matanya melirik ganas, dan yang model inilah yang amat berbahaya, seperti seekor kucing yang diam-diam melirik tikus, tanpa bergerak, tahu-tahu menubruk saja! Untung batinmu bersih dan tidak menjadi hamba nafsu, Hay Hay. Kalau engkau seperti itu, alangkah banyaknya wanita yang menjadi korbanmu. Engkau akan menjadi seorang perusak wanita nomer satu, banyak wanita akan hancur binasa dalam pelukanmu akan tetapi dengan mulut tersenyum karena mabuk oleh rayuanmu."

   Hay Hay mengerutkan alisnya. Apa yang digambarkan gadis bule itu persis keadaan mendiang ayahnya. Ayahnya ada lah Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah), seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang terkenal. Entah berapa puluh atau ratus wanita yang sudah menjadi korbannya, termasuk di antaranya adalah ibu kandungnya! Ayahnya itu dahulu tampan, perayu dan menjatuhkan wanita dengan ketampanannya, rayuannya, kepandaiannya, bahkan tidak segan-segan memperkosa! Dan agaknya, kesukaan yang agak keterlaluan dari hatinya terhadap wanita merupakan warisan ayahnya. Untungnya, seperti yang dikatakan Sarah, dia tidak memiliki niat jahat, tidak menjadi hamba nafsu sehingga dia mampu mengendalikan nafsunya. Dia tidak tega merusak wanita, tidak tega menyengsarakan dan mematahkan hatinya, apalagi memperkosanya.

   "Sudahlah Sarah. Sekarang tidurlah. Engkau perlu beristirahat karena besok pagi-pagi sekali, setelah di luar tidak segelap ini, kita harus cepat meninggalkan tempat ini dan pelarian itu tentu membutuhkan tenaga."

   "Baik, Hay Hay, aku memang sudah mengantuk sekali. Biar kubersihkan dulu lantai ini agar dapat tidur enak..."

   "Lantainya kotor, tidur sajalah di sini, Sarah."

   "Hemm, engkau tentu akan lelah sekali kalau kusandari sampai pagi."

   "Tidak, engkau ringan sekali bagiku."

   "Terima kasih, engkau memang baik sekali, aku merasa seperti engkau ini kakakku sendiri,"

   Kata Sarah dan ia pun menyandarkan kembali kepalanya di dada Hay Hay dan tak lama kemudian napasnya sudah menjadi lembut dan panjang,

   Tanda bahwa ia telah jatuh pulas. Hay Hay merangkulnya dan ketika dia melihat wajah di dadanya itu, dia segera memejamkan matanya. Terasa benar olehnya timbulnya berahi. Timbulnya dari pandang mata lalu dikembangkan dalam benak. Pikiran membayangkan hal-hal yang menggairahkan dan nafsu berahi pun mulai bangkit dan kalau nafsu ini dikipasi dengan bayangan dalam pikirannya, nafsu itu tentu akan semakin berkobar. Ketika dia memejamkan mata dan mengosongkan pikiran, hal yang sudah dilatihnya sejak dia masih remaja dan mempelajari ilmu dari See-thian Lama, kemudian dilanjutkan dari Ciu-sian Sin-kai, Pek-mau San-jin, kemudian Song Lojin, maka seketika pikirannya menjadi tenang dan bagaikan air yang diam, pikiran menjadi jernih dan bayangan yang menimbulkan nafsu berahi pun lenyap.

   Tentu saja lain halnya kalau wanita itu seorang wanita sesat yang telah menjadi hamba nafsu yang tidak mengenal susila lagi, hamba nafsunya sendiri yang telah menjadi seperti buta. Akan tetapi Sarah bukanlah wanita seperti itu. Sama sekali bukan! Ia mempertahankan kehormatannya mati-matian, kalau perlu dengan taruhan nyawa. Jelaslah bahwa bagi bangsa Sarah, hubungan antara pria dan wanita jauh lebih bebas dan berdekatan seperti ini bukan merupakan hal yang buruk bagi Sarah. Hay Hay tidak berani tidur, maklum bahwa di luar guha terdapat banyak musuh yang tentu telah berjaga-jaga, menanti datangnya pagi, Setelah mereka tidak ngeri lagi terhadap siluman, tentu mereka akan menyerbu guha. Dia tidak berani tidur, dan sambil memangku tubuh Sarah, dia hanya menghimpun tenaga murni dan membiarkan tubuhnya melepas lelah.

   "Sttt, Sarah, bangunlah..."

   Hay Hay berbisik di dekat telinga kiri gadis itu. Sarah menggerakkan bulu matanya, menggeliat dan ketika ia mengangkat kedua lengannya ke atas, tangannya menyentuh muka Hay Hay dan ia pun membuka mata dengan kaget dan heran. Akan tetapi, ketika kedua matanya yang biru dan masih mengantuk itu menatap wajah Hay Hay, ia segera teringat dan tersenyum.

   "Selamat pagi, Hay Hay."

   "Selamat pagi. Bersiaplah, kita akan pergi sekarang. Kau tunggu dulu di sini, aku akan mencari kuda untuk kita."

   Setelah ingatannya segar kembali, Sarah segera berbisik.

   "Kalau bisa, tolong ambilkan kudaku, Hay Hay. Berbulu kelabu dengan keempat kaki dan ekornya putih."

   Hay Hay mengangguk.

   "Kau tetap bersembunyi saja di kamar paling belakang tempat menaruh senjata-senjata itu dan jangan keluar dari kamar sebelum aku kembali. Jangan pula mengeluarkan suara, Sarah."

   "Aku tahu, Hay Hay,"

   Kata Sarah dan ia pun bangkit, melangkah masuk ke dalam kamar di bagian belakang guha itu. Semalam ia dan Hay Hay tetap bersembunyi di balik tiga buah peti mati. Setelah mengantar gadis itu memasuki kamar, sekali berkelebat, Hay Hay lenyap dari depan Sarah. Gadis itu terbelalak, menjenguk keluar kamar, ke arah ruangan depan di mana nampak tiga buah peti mati dari situ. Akan tetapi tidak nampak lagi bayangan Hay Hay. Ia menghela napas panjang. Pernah ia mendengar cerita tentang pendekar pribumi, akan tetapi tak pernah disangkanya ada yang sehebat Hay Hay, yang agaknya memiliki ilmu aneh, ilmu menghilang! Seperti bukan manusia saja, pikirnya.

   Hay Hay menyelinap ke belakang batu di depan guha dan menghilang keluar. Benar saja dugaannya, dia melihat gerakan di sana-sini, di balik batu-batu dan nampak rambut kepala orang-orang tersembul di balik batu. Tentu banyak orang berjaga-jaga, pikirnya, dan tentu mereka memperhatikan mulut guha ini. Dia lalu melepas kancing bajunya, dan membalikkan bajunya ke atas, menutupi caping dan seluruh mukanya. Dari celah-celah baju dia dapat melihat keluar. Kemudian dia bangkit dan berloncatan dengan gerakan aneh keluar dari situ. Tentu saja anak buah gerombolan yang mengintai dari kanan-kiri dan depan guha, melihat mahluk aneh itu muncul dari dalam guha tempat tiga buah peti mati ditaruh. Dan mereka gemetar ketakutan. Mahluk apakah yang keluar dengan loncatan-loncatan aneh, miring dan ke kanan-kiri itu? Seperti loncatan katak mabuk.

   Mahluk itu berkaki seperti manusia, akan tetapi tubuh atasnya berkerobong sehingga tidak nampak kedua tangan maupun kepalanya. Hanya dalam kerobongan itu, nampak bagian kepala yang luar biasa besarnya. Itulah caping yang terbungkus baju! Tentu. saja mereka yang masih merasa ngeri, ketika melihat "mahluk"

   Aneh itu keluar, menjadi semakin gentar. Hari masih pagi sekali, kabut masih menggelapkan cuaca. Sinar matahari belum sepenuhnya muncul. Mereka tidak berani bergerak, akan menanti sampai cuaca terang, baru mereka berani mendekati guha atau memasukinya, tergantung perintah lima orang ketua mereka yang sejak pagi sekali sudah berada pula di tempat persembunyian para penjaga. Melihat mahluk aneh itu, lima orang pimpinan gerombolan juga termangu dan gentar, tidak berani memberi perintah apa-apa karena mereka berlima juga hanya orang-orang sederhana yang amat tahyul.

   Mereka adalah orang-orang kejam yang tidak segan membunuh orang, dan mereka tidak takut menghadapi orang lain, akan tetapi mereka gentar untuk melawan setan. Apalagi mahluk aneh itu dengan loncatan yang mengerikan, memiliki gerakan yang amat ringan dan beberapa kali loncatan saja dia menghilang! Suasana makin menyeramkan. Dengan mudah Hay Hay menemukan kuda milik Sarah yang dikat dalam sebuah guha kosong. Tidak ada orang berjaga di situ. Agaknya semua orang berkumpul, suasana yang menyeramkan dan rasa takut terhadap "mayat hidup"

   Membuat mereka tidak berani menyendiri. Mereka merasa lebih aman untuk berkumpul dengan teman-teman. Akan tetapi Hay Hay tidak melihat kuda lain. Seekor pun sudah cukup, pikirnya. Kuda untuk Sarah, sedangkan dia sendiri tidak membutuhkan kuda.

   Kedua kakinya lebih dari cukup dan untuk berlari cepat, dia tidak mau kalah oleh kuda yang mana pun! Dia menuntun kuda itu dan ditambatkannya kuda itu di tempat yang lain. Setelah mengenal benar jalan dari tempat dia menyembunyikan kuda itu ke guha perkabungan, dia lalu kembali. Seperti tadi, dia menutupi kepala berikut capingnya dengan baju yang dibalik ke atas, akan tetapi sengaja sekali ini dia bergerak cepat sekali sehingga orang-orang yang mengintai di sekeliling tempat itu hanya melihat bayangan yang aneh bentuknya, kepala besar tanpa muka, berkelebat memasuki guha. Tentu saja semua orang menjadi ketakutan. Ma Kiu, raksasa hitam kepala gerombolan itu tidak sabar lagi. Dia mendorong rekannya yang ke lima dan ke empat untuk menjadi pelopor.

   "Kalian berdua majulah. Beri contoh kepada yang lain. Pengecut!"

   Bentaknya akan tetapi dengan suara lirih tertahan. Kepala ke empat yang tubuhnya gendut perutnya besar dan ke lima yang kurus kering, saling pandang dengan muka pucat. Mereka takut kepada pimpinan pertama mereka, juga malu kepada para anak buah karena mereka dimaki pengecut. Mereka memberanikan diri dan keduanya segera muncul dari balik batu. Mereka memegang sebatang golok besar di tangan kanan dan sebuah perisai baja di tangan kiri. Di antara rnereka berlima, yang memegang senjata cakar besi di tangan kiri dan golok di tangan kanan hanyalah Ma Kiu, pemimpin pertama. Karena cakar besinya inilah maka mereka berlima dijuluki Lima Harimau Cakar Besi. Narnun, dua orang yang bergolok dan berperisai ini pun lihai bukan main.

   "Haii, siluman, keluarlah dan lawanlah kami berdua!"

   Teriak si gendut dengan sikap gagah akan tetapi suaranya jelas terdengar gemetar dan parau!

   "Setan iblis yang berani mengganggu kami! Keluarlah dan rasakan tajamnya golokku!"

   Teriak pula si kurus kering.

   Dia ini bersuara lantang dan tidak gemetar, akan tetapi kalau orang melihat ke arah kakinya, jelas bahwa dua buah kakinya itu menggigil! Dua orang pemimpin ini sebenarnya ketakutan sekali, akan tetapi mereka memaksa diri dan keduanya lalu melangkah maju menghampiri mulut guha. Setelah tiba di mulut guha dan melihat tiga buah peti mati itu terletak seperti biasa, timbullah keberanian mereka. Mereka memutar golok ke atas kepala dengan sikap gagah dan menantang. Akan tetapi, mereka yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, terbelalak kaget dan terheran-heran ketika mereka melihat betapa dua orang pemimpin itu, si gendut dan si kurus kering, kini mulai saling serang dengan mati-matian! Saling serang dengan golok, ditangkis dengan perisai dan terdengarlah bunyi trang-tring-trang ketika mereka saling serang dengan ganasnya.

   "Mampus kau, setan!"

   Teriak si gendut.

   "Rasakan golokku, iblis!"

   Bentak si kurus. Pada saat semua orang terheran-heran, nampak dua sosok bayangan melesat keluar dari dalam guha. Dua orang tanpa kepala, atau lebih tepat, kepalanya tidak nampak karena tubuh bagian atas merupakan kerobongan. Dua orang itu lari dengan cepat, seperti saling melekat. Melihat ini, Ma Kiu menjadi curiga karena cuaca sudah semakin terang dan dia dapat melihat bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita yang mengerobongi tubuh atas mereka dengan baju yang dibalik ke atas!

   "Kalian cepat kejar mereka!"

   Teriaknya kepada pemimpin ke dua dan kepada Ji Tang, pemimpin ke tiga sedangkan dia sendiri sudah meloncat ke arah dua orang pembantunya yang saling serang itu.

   "Berhenti!"

   Teriaknya sambil menggerakkan golok menangkis.

   "Trang-trang!" "Berhenti, apakah kalian berdua sudah gila, saling serang sendiri?"

   Si gendut dan si kurus saling pandang, terbelalak dan bingung.

   "Aku tadi menyerang setan!"

   Kata si gendut.

   "Aku pun menyerang iblis!"

   Kata si kurus. Tentu saja ulah yang aneh itu akibat pengaruh sihir Hay Hay. Sekarang karena Hay Hay telah pergi mereka sadar kembali dan Ma Kiu dapat menduga bahwa tentu ada musuh yang menggunakan ilmu sihir. Tentu peristiwa semalam yang menggegerkan karena disangka tiga buah mayat dalam peti mati hidup kembali juga merupakan perbuatan musuh itu. Musuh itu dan wanita bule telah melarikan diri, yaitu dua bayangan tadi. Dia segera mengajak si gendut dan si kurus untuk melakukan pengejaran agar dapat membantu dua kawan terdahulu yang telah melakukan pengejaran. Mereka mendengar derap kaki kuda dan ke sanalah mereka berlari. Akan tetapi mereka hanya menemukan Ji Tang dan orang ke dua mengerang kesakitan dengan dahi terluka.

   "Di manakah mereka? Apa yang terjadi?"

   Tanya Ma Kiu penasaran.

   "Ahh, si keparat itu!"

   Ji Tang mengepal tinju mengamangkan tinju itu ke arah bayangan yang kini nampak sudah jauh sekali, dan bunyi derap kaki kuda juga tinggal sayup sampai saja.

   "Kiranya yang melarikan gadis bule itu adalah seorang laki-laki yang mengenakan caping lebar. Tentu dia yang semalam mempermainkan kita semua, dan agaknya dia pandai ilmu sihir. Ketika tadi kami mengejar sampai di sini, mereka melompat ke atas kuda milik gadis itu, dan si caping lebar menyambit kami dengan batu, mengenai dahi kami."

   Ma Kiu menyumpah-nyumpah, memaki kawan-kawan dan anak buahnya penakut dan tolol, akan tetapi tentu saja mereka tidak berani melakukan pengejaran kedalam kota. Keterangan yang diberikan Ji Tang memang benar. Hay Hay yang tadi menggunakan sihir membuat dua orang pimpinan gerombolan itu saling serang di depan guha, kemudian, menggunakan kesempatan itu dia mengajak Sarah untuk lari keluar dari guha dengan membalikkan baju ke atas menutupi muka mereka. Di balik baju, dia menggandeng tangan Sarah dan dia seperti menarik tubuh Sarah dibawa berlari cepat, menuju ke tempat dia menyimpan kuda.

   "Cepat naiklah kudamu, aku mengikuti dari belakang."

   Kata Hay Hay.

   "Tidak!"

   Sarah berkukuh.

   "Aku tidak mau naik kuda kalau engkau berjalan kaki."

   "Habis, bagaimana? Aku hanya mendapatkan seekor kuda, tidak terdapat kuda lain, entah mereka sembunyikan di mana."

   "Kudaku ini kuda pilihan yang kuat. Kita menunggang kuda bersama, berboncengan, atau bersama pula kita berlari!"

   Karena khawatir dikejar puluhan orang dan Sarah tentu terancam bahaya, Hay Hay tidak mau banyak berbantah lagi.

   "Baik, kita berboncengan!"

   Katanya dan dia sudah melihat datangnya dua orang yang berlari cepat ke arah mereka. Tanpa banyak cakap lagi dia memeluk pinggang Sarah dan mengangkatnya naik ke atas kuda, kemudian dia memungut dua buah batu sebesar telur ayam dan menyambit dua kali ke arah dua orang yang berlari menghampiri. sambitan tepat mengenai dahi dan dua orang itu pun terpelanting dan mengaduh-aduh. Hay Hay meloncat ke atas punggung kuda, di belakang Sarah dan gadis itu yang sudah memegang kendali kuda lalu membalapkan kudanya meninggalkan tempat itu.

   Mereka menunggang kuda tanpa pelana karena ketika Hay Hay menemukan kuda itu, pelananya tidak ada, entah disimpan di mana. Untung bahwa kendali kuda masih dipasang. Kini kuda dilarikan kencang dan mereka duduk tanpa pelana. Tubuh Sarah tegak dan lentur, tanpa tahu bahwa ia memang ahli menunggang kuda,,Hay Hay juga biasa menunggang kuda, akan tetapi belum pernah dia menunggang kuda tanpa pelana, apalagi berboncengan seperti itu. Ketika kuda dilarikan kencang, dia terpaksa memeluk pinggang gadis itu dengan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan badannya dan tubuhnya merapat dengan tubuh belakang Sarah. Dia memejamkan mata dan mengerahkan kekuatan batinnya untuk membayangkan yang bukan-bukan, tidak merasakan tubuhnya yang merapat dengan tubuh Sarah. Setelah mereka keluar dari daerah bukit yang berguha-guha itu, Hay Hay berkata,

   "Cukup, Sarah. Kita sudah keluar dari daerah mereka dan kulihat tidak ada yang mengejar. Kasihan kudamu kalau disuruh membalap terus."

   Diam-diam hatinya mengeluh. Akulah yang patut dikasihani, seperti tersiksa oleh bisikan setan! Sarah menahan kendali kuda dan membiarkan kudanya berjalan congklang. Ketika kuda itu berjalan congklang seperti itu, Hay Hay merasa semakin tersiksa. Tubuhnya terangkat angkat seperti diadu dengan tubuh Sarah! Dia tidak dapat bertahan lagi dan melompat turun.

   "Eh, kenapa?"

   Tanya Sarah sambil menahan dan menghentikan kudanya. Wajah Hay Hay seperti kepiting direbus.

   "Tidak apa-apa, aku... aku hanya kasihan kepada kudamu... lebih baik aku berjalan saja."

   Sarah menatap wajah Hay Hay penuh perhatian, dan tiba-tiba ia tertawa, tawa yang bebas lepas. Hay Hay mengerutkan alisnya, dan dari pandang mata gadis itu dia dapat menduga bahwa agaknya Sarah tentu dapat mengerti apa yang menyiksanya dan yang memaksanya turun. Dia semakin tersipu.

   "Sarah, kenapa engkau tertawa? Apakah engkau mentertawakan aku, Sarah?"

   Sarah menghentikan tawanya dan tersenyum kepadanya.

   "Engkau memang lucu, Hay Hay. Lihat, kudaku tidak apa-apa, kenapa engkau yang ribut-ribut? Kudaku ini kuat sekali. Naiklah, mari kita lanjutkan perjalanan dengan naik kuda. Kalau engkau berjalan kaki, aku pun akan berjalan kaki. Kenapa sih kalau berboncengan dengan aku? Apakah engkau malu?"

   Hay Hay tersenyum, di dalam hatinya mengeluh. Gadis ini memang aneh, agaknya memang tidak akan sungkan-sungkan lagi dengannya. Tentu saja dia malu untuk mengaku betapa himpitan tubuh di antara mereka tadi membuat dia tidak dapat menahan gejolak berahinya.

   "Tidak apa-apa, Sarah, hanya... tidak enak dilihat orang kalau kita menunggangi seekor kuda berdua, akan dianggap tidak mempunyai perasaan kasihan kepada kuda ini."

   Tiba-tiba Sarah tertawa lagi.

   "Aih, Sarah, benar-benarkah engkau mentertawakan aku?"

   Sarah menggeleng kepalanya.

   "Hay Hay, ucapanmu itu mengingatkan aku akan dongeng kuno yang pernah diceritakan pelayan kami kepadaku,"

   Katanya menahan tawa.

   "Dongeng apa?"

   Hay Hay cepat menyambut karena dia mendapatkan bahan percakapan lain untuk mengalihkan urusan berboncengan itu.

   "Dongeng tentang dua orang, seperti kita ini, yang hanya mempunyai seekor kuda, mereka adalah suami isteri yang melakukan perjalanan, seperti kita pula. Nah, si suami mendesak agar isterinya naik kuda sendirian, dan dia yang menuntun kuda. Di tengah perjalanan, mereka bertemu seorang laki-laki setengah tua. Melihat suami isteri itu, laki-laki tadi mengomel, mengatakan betapa isteri itu tidak tahu diri, tidak kasihan kepada suami, enak-enak nongkrong di atas kuda sedangkan suaminya berjalan sampai bermandi peluh. Nah, mendengar omelan itu, sang isteri segera turun dan mendesak agar suaminya saja yang kini menunggang kuda. Sang isteri kini yang berjalan menuntun kuda. Tak lama kemudian mereka berpapasan dengan seorang wanita setengah tua yang menggeleng-geleng kepala melihat suami isteri itu, lalu mencela betapa kejamnya suami itu membiarkan isterinya berjalan kaki sedangkan dia sendiri enak-enak menunggang kuda dan mengatakan betapa tidak pantasnya sikap suami itu. Mendengar ini, sang suami lalu menarik isterinya ke atas punggung kuda dan mereka berdua kini berboncengan, seperti kita tadi. Akan tetapi kembali mereka bertemu seorang kakek tua yang menyumpah-nyumpah dan dengan marah menegur mereka sebagai suami isteri yang berhati kejam, membiarkan kuda mereka tersiksa menanggung beban dua orang. Mendengar celaan terakhir ini, suami lsteri itu menjadi jengkel. Mereka turun dan mencari bambu, mengikat empat buah kaki kuda itu, lalu memikul kuda mereka dengan kaki ke atas dan tubuh di bawah. Mereka tidak perduli lagi walaupun di sepanjang jalan mereka disoraki dan ditertawakan orang!"

   Sarah mengakhiri ceritanya dengan tertawa geli. Hay Hay juga tertawa.

   "Hay Hay tidakkah sama benar keadaan Itu dengan keadaan kita kalau engkau menolak untuk berboncengan? Kalau engkau jalan kaki, aku tidak mau naik kuda, sebaliknya kalau aku yang berjalan kaki, jelas engkau tidak mau naik kuda. Dan sekarang engkau menolak untuk berboncengan. Apakah sebaiknya kita mencari bambu dan memikul kuda ini seperti suami isteri itu? Heh-heh-hi-hik, alangkah akan lucunya!"

   Kata Sarah. Hay Hay juga tertawa.

   "Sarah, rasanya tidak pantas kalau aku sebagai laki-laki harus membonceng."

   "Kalau begitu aku yang membonceng!"

   Hay Hay menghela napas. Sukar untuk membantah gadis yang lincah dan pandai berdebat ini.

   "Baiklah engkau yang membonceng."

   Dia pun melompat ke atas punggung kuda, ke depan Sarah yang sudah menggeser duduknya ke belakang. Mereka melanjutkan perjalanan dan biarpun tubuh Sarah menempel ketat di belakangnya dan kedua lengan gadis itu merangkul pinggangnya,

   Namun Hay Hay tidak merasa begitu tersiksa seperti tadi. Bagaimanapun juga, setan seperti berbisik-bisik, mengingatkan dia akan perasaan aneh di tubuh belakangnya yang berhimpitan dengan tubuh Sarah, sehingga terpaksa dia harus mengerahkan kekuatan batinnya untuk melawan. Untuk membuyarkan perhatiannya yang selalu terarah kepada perasaan di punggungnya, Hay Hay mengajak Sarah bercakap-cakap. Dia tahu bahwa setelah berhasil dengan penyelidikannya, dia akan ke kota raja menyerahkan surat laporan Yu Siucai kepada Menteri Yang Ting Hoo atau Cang Ku Ceng. Dan tentu pemerintah di kota raja akan merigirim pasukan untuk menggempur Cang-cow dan mengusir orang-orang Portugis. Akan tetapi perang menumpas para pemberonrak. Dia amat mengkhawatirkan Sarah.

   "Sarah, setelah engkau kembali kepada ayahmu, kita akan saling berpisah."

   Kedua lengan yang memeluk pinggangnya itu semakin kuat, seolah gadis itu tidak ingin berpisah darinya.

   "Akan tetapi, bukankah engkau hendak mencari pekerjaan, Hay Hay? Aku dapat membantumu, aku dapat minta kepada ayah agar engkau diberi pekerjaan. Dengan demikian, kita akan dapat selalu berdekatan. Aku ingin persahabatan kita ini dapat berlanjut selamanya..."

   

Kumbang Penghisap Kembang Eps 2 Kumbang Penghisap Kembang Eps 17 Pendekar Mata Keranjang Eps 19

Cari Blog Ini