Ceritasilat Novel Online

Jodoh Si Mata Keranjang 5


Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 5



"Kalian ceritakan apa yang telah kalian alami semalam!"

   Dua orang murid Kun-lun-pai itu mengangguk dan seorang di antara mereka yang lukanya tidak terlalu parah bercerita.

   Kiranya malam tadi, karena iseng saja, mereka meninggalkan pondok dan bahkan keluar dari perkampungan Cin-lihg-pai. Ketika mereka keluar, malam belum gelap benar. Mereka pergi ke perkampungan di lereng bukit, di mana terdapat beberapa dusun. Dua orang murid Kun-lun-pai itu adalah murid biasa, bukan tosu (pendeta To), maka mereka pergi ke dusun itu untuk bermain-main dan membeli makanan. Malam telah agak gelap ketika mereka mengambil keputusan untuk kembali ke perkampungan Cin-lihg-pai. Akan tetapi setiba mereka di luar dusun di mana mereka bermain-main tadi, mereka mendengar jerit tangis seorang wanita. Mereka cepat mengejar dan melihat lima orang laki-laki muda sedang menarik-narik seorang gadis dusun. Sebagai pendekar-pendekar Kun-lun-pai, tentu saja dua orang itu segera turun tangan menegur. Akan tetapi, lima orang itu tanpa banyak cakap lagi memaki.

   Seorang di antara mereka mengatakan bahwa sebagai tamu, dua orang itu tidak sepatutnya mencampuri urusan murid-murid Cin-ling-pai. Terjadi perkelahian dan karena dua orang itu dikeroyok, maka mereka menderita luka-luka di leher dan dahi. Mereka melawan terus dan akhirnya terpaksa melarikan diri karena lima orang yang mengaku murid Cin-ling-pai itu agaknya berkeras hendak membunuh mereka. Untung mereka dapat melepaskan diri dan lari sampai ke perkampungan Cin-ling-pai dan malam itu mereka mendapatkan pengobatan dari paman guru mereka, yaitu Yang Tek Tosu. Karena kebijaksanaannya, Yang Tek Tosu tidak mau membikin ribut di malam hari itu, menanti sampai keesokan harinya barulah pagi-pagi dia membawa dua orang murid keponakan yang luka-luka itu untuk mengadu dan memrotes kepada pimpinan Cin-ling-pai.

   "Nah, Pangcu mendengar sendiri. Apakah patut kelakuan murid-murid Cin-ling-pai itu? Mereka berlima hendak memaksa dan memperkosa seorang gadis dusun! Begitukah kelakuan para pendekar Cin-ling-pai? Ketika dua orang murid keponakanku menegur, mereka berdua malah dikeroyok secara pengecut. Kami minta pertanggungan jawab Gouw Pangcu sebagai pimpinan Cin-ling-pai saat ini!"

   Sebelum Gouw Kian Sun yang memandang terbelalak saking kaget dan herannya mendengarkan penuturan murid Kun-lun-pai itu, terdengar Tiong Gi Cinjin pimpinan rombongan Bu-tong-pai berseru dengan suaranya yang lantang.

   "Perbuatan mengeroyok dua orang murid Kun-lun-pai oleh lima orang itu masih belum berapa hebat, karena akibatnya hanya melukai dua orang murid Kun-lun-pai. Yang lebih hebat lagi adalah apa yang dialami oleh muridku sendiri! Muridku telah dikeroyok dan dibunuh oleh belasan orang murid Cin-ling-pai!"

   Semua orang terkejut, terutama sekali Gouw Kian Sun.

   "Tidak mungkin! Bagaimana mungkin murid-murid Cin-ling-pai membunuh tamu mereka sendiri?"

   "Hemm, Gouw Pangcu. Selama hidupku, aku tidak pernah berbohong! Aku tidak akan sembarangan menuduh kalau tidak ada buktinya. Mau bukti? Datanglah ke pondok kami dan lihatlah sendiri. Jenazah muridku, Gu Kay Ek, sampai sekarang masih rebah di atas dipan dan masih hangat!"

   Saking kagetnya, Kian Sun bangkit berdiri dari tempat duduknya dan hendak pergi menyaksikan sendiri bahwa ada murid Bu-tong-pai yang tewas akibat pengeroyokan murid-murid Cin-ling-pai. Akan tetapi pada saat itu, Poa Cin An bangkit berdiri dan sekali menggerakkan tubuhnya, dia sudah meloncat dan berdiri di depan Gouw Kian Sun, menghadang kepergian wakil ketua Cing-ling-pai itu.

   "Gouw Pangcu, jangan pergi dulu! Kun-lun-pai hanya menderita luka-luka kedua muridnya, Bu-tong-pai menderita kematian seorang murid yang dikeroyok. Akan tetapi aku, aku orang Go-bi-pai yang selama hidupku tidak pernah menganggap Cin-ling-pai sebagai musuh, pagi hari tadi telah menderita yang teramat hebat dan noda ini hanya dapat ditebus dengan darah!"

   Wajah Kian Sun menjadi agak pucat. Dia tahu bahwa Poa Cin An, tokoh kelas dua dari Go-bi-pai ini, datang bersama dua orang sutenya dan puterinya, seorang gadis muda yang cantik. Dan sekarang, tokoh ini hanya muncul dengan dua orang sutenya, tanpa puterinya! Dan dia bicara tentang noda yang harus ditebus dengan darah!

   "Lo-cian-pwe... apa... apa pula yang telah terjadi?"

   Tanya Kian Sun dan suaranya terdengar penuh kegelisahan.

   "Apa yang terjadi? Puteriku, Poa Liu In, pagi tadi selagi berlatih sendirian dan sedang bersiulian, telah ditotok orang, dalam keadaan pingsan dibawa ke sebuah pondok kosong dan diperkosa! Dan sekarang, Gouw Pangcu juga tidak percaya dan minta bukti? Lihat, tubuh puteriku juga masih hangat walaupun nyawanya telah melayang, ditembusi dua batang pedangnya sendiri yang ia pergunakan untuk membunuh diri! Pangcu, kalau engkau tidak menyerahkan pelaku perbuatan terkutuk itu, jangan salahkan kalau Go-bi-pai akan membasmi Cin-ling-pai!"

   Wajah Gouw Kian Sun menjadi pucat sekali. Sungguh mimpi pun tidak pernah dia bahwa murid-murid Cin-ling-pai dapat melakukan semua perbuatan yang dituduhkan oleh tiga orang pimpinan rombongan tiga perguruan besar itu. Otomatis, seperti orang mencari pembela, dia menoleh ke arah dua orang hwesio Siauw-lim-pai.

   "Omitohud...!"

   Kata Thian Hok Hwesio.

   "Tadinya pinceng (aku) mengira bahwa orang Cin-ling-pai telah menjadi kurang ajar dan suka menghina orang, tidak tahunya telah terjadi perbuatan-perbuatan yang begitu jahatnya. Hemm, apakah artinya semua ini, Gouw Pangcu?"

   "Maaf, Lo-suhu. Apakah juga terjadi sesuatu yang membuat Losuhu menjadi marah?"

   Tanya Gouw Kian Sun, semakin tidak enak perasaan hatinya dan dia seperti mendapat firasat yang amat tidak baik.

   "Omitohud, pinceng berdua menerima hidangan yang terdiri dari segala macam daging, juga arak. Sedangkan yang mengantar hidangan itu adalah murid-murid perempuan Cin-ling-pai yang genit-genit pula. Bukankah itu berarti suatu penghinaan yang disengaja untuk merendahkan pinceng berdua?"

   "Aih, mana mungkin begitu? Kami sudah mempersiapkan masakan ciak-jai (masakan bebas daging) untuk para Losuhu dan para Totiang!"

   "Hemm, Gouw Pangcu. Arak dan masakan itu masih berada di pondok kami, belum tersentuh. Apakah Pangcu tidak percaya dan ingin melihat sendiri?"

   Kian Sun menjadi lemas. Bagaimana dia dapat tidak mempercayai mereka? Mereka yang kematian murid, kematian anak, adalah tokoh-tokoh besar dari perguruan yang terkenal. Mereka pasti tidak berbohong. Akan tetapi, kalau untuk percaya begitu saja, dia pun masih ragu-ragu karena selama dia menjadi murid Cin-ling-pai sampai sekarang, belum pernah ada murid Cin-ling-pai yang melakukan perbuatan jahat seperti itu. Cin-ling-pai memegang keras peraturan, dan setiap murid yang melanggar peraturan sedikit saja pasti dihukum berat. Apalagi sampai melakukan penghinaan kepada tamu, bahkan pembunuhan dan perkosaan!

   "Cu-wi Lo-cian-pwe, bagaimana kami dapat tidak mempercayai keterangan cu-wi (anda sekalian)? Akan tetapi, beritahulah kepada kami siapa saja pelaku-pelaku kejahatan itu di antara murid kami, pasti akan kami tangkap sekarang juga!"

   "Mereka yang mengeroyok dan melukai kami tidak pernah menyebutkan nama mereka."

   Kata dua orang murid Kun-lun-pai itu.

   "Muridku Gu Kay Ek sebelum menghembuskan napas terakhir sudah pinto tanyai, akan tetapi dia mengatakan bahwa para pengeroyoknya hanya mengaku murid-murid Cin-ling-pai, tidak ada yang menyebut namanya."

   Kata pula Tiong Gi Cin-jin dari Bu-tong-pai.

   "Murid Cin-ling-pai jahanam yang melakukan perbuatan terkutuk kepada puteriku mengaku bermarga Lui!"

   Kata poa Cin An.

   "Serahkan jahanam she Lui itu kepadaku, Pangcu. Aku harus membawa kepalanya untuk dipakai sembahyang di depan jenazah atau makam puteriku!"

   Kian Sun mengerutkan alisnya,

   "She Lui? Akan tetapi, rasanya tidak ada yang she Lui di antara murid Cin-ling-pai..."

   "Maaf, Suhu. Teecu melapor. Pagi tadi teecu melihat dua orang murid yang mengganggu seorang gadis dusun. Teecu tegur dan ketika hendak menangkapnya untuk diseret ke depan Suhu agar menerima hukuman, mereka melarikan diri."

   Tiba-tiba Ciok Gun berkata, suaranya tenang namun jelas terdengar oleh semua yang berada di ruangan itu. Kian Sun terbelalak memandang kepada muridnya itu.

   "Ciok Gun! Apa maksudmu? Apa artinya keteranganmu itu? Siapa dua orang murid itu?"

   "Mereka itu Lui Ti dan Ji Kun, dua orang murid seangkatan teecu, hanya mereka lebih muda beberapa tahun."

   "Gouw Pangcu, jelas bahwa engkau hendak melindungi murid yang bersalah, ya? Tadi kau mengatakan bahwa tidak ada yang she Lui, sekarang muncul yang bernama Lui Ti!"

   Kata Poa Cin An.

   "Tentu dia yang telah melakukannya. Cepat Pangcu tangkap dan serahkan dia kepada kami!"

   Kian Sun merasa kepalanya pening. Tentu saja dia meragukan sekali keterangan yang keluar dari mulut Ciok Gun, muridnya yang kini telah menjadi seperti mayat hidup yang dikuasai oleh Pek-lian-kauw! Di dalam hatinya timbul dugaan bahwa semua peristiwa itu pasti didalangi oleh Pek-lian-kauw! Akan tetapi mengapa mereka itu melakukan semua ini? Ah, dia tahu sekarang! Kiranya Pek-lian-kauw yang hendak menguasai Cin-ling-pai adalah suatu siasat untuk mengadu domba! Antara Cin-ling-pai dengan perguruan-perguruan besar lainnya. Jantungnya berdebar keras. Otaknya dikerjakan.

   Kalau begitu, setelah pertentangan memuncak, tentu mereka akan membebaskan keluarga Cia, perlunya agar keluarga Cia mempertahankan Cin-ling-pai dari amukan para pimpinan perguruan lain itu. Akan tetapi apa yang dapat dia lakukan sekarang? Membuka rahasia itu? Semakin merugikan. Pertama, tentu para tamu tidak percaya, karena buktinya, dia yang masih duduk sebagai pimpinan di Cin-ling-pai. Dan ke dua, kalau dia membuka rahasia yang belum tentu dipercaya oleh para tamu itu, tentu keselamatan seluruh keluarga Cia terancam. Kalau siasat mereka gagal, tentu orang-orang Pek-lian-kauw takkan segan-segan melanggar janji dan membunuh semua keluarga Cia yahg sudah dipenjarakan itu. Dia menarik napas panjang. Dia harus mampu mengulur waktu, mencari kesempatan untuk menyampaikan semua itu kepada gurunya,dan kepada suhengnya, Cia Hui Song.

   "Cu-wi Lo-cian-pwe harap jangan khawatir. Kami akan menyelidiki dengan teliti dan akan mengerahkan seluruh anggauta kami untuk menangkapi mereka yang bersalah. Kami berjanji. Sekarang kami ingin melihat semua korban sebagai bukti. Dua orang murid Kun-lun-pai sudah kami lihat bahwa mereka memang luka-luka!,"

   Gouw Kian Sun diiringkan oleh Ciok Gun, bersama semua rombongan tamu itu lalu meninggalkan kamar tamu dan pertama-tama mereka berkunjung ke pondok Bu-tong-pai.

   Di sini mereka melihat Gu Kay Ek, murid dari Tiong Gi Cin-jin, telah menjadi mayat dengan tubuh penuh luka, rebah telentang di atas pembaringan. Kemudian mereka semua menyaksikan jenazah Poa Lui In, murid Go-bi-pai dan yang terakhir mereka semua menyaksikan hidangan daging dan arak di pondok kedua hwesio utama utusan Siauw-lim-pai. Setelah menyaksikan sendiri, Gouw Kian Sun kembali lagi ke ruang tamu Cin-ling-pai, diikuti oleh mereka yang kini penuh semangat untuk menuntut balas. Kembali mereka duduk di ruangan tamu yang luas itu dan wajah Gouw Kian Sun muram sekali. Dia telah menyaksikan sendiri kebenaraan semua yang laporan dan tuntutan para tamunya yang terhormat. Diam-diam dia merasa khawatir sekali, bukan mengkhawatirkan keselamatan diri sendiri, melainkan khawatir akan nama baik Cin-ling-pai.

   Kini dia dapat menduganya dan hampir yakin bahwa memang inilah yang dikehendaki Pek-lian-kauw, yaitu mengadu domba antara Cin-ling-pai dengan paraperguruan besar! Buktinya, yang terkena musibah hanyalah empat perguruan besar sehingga mereka semua merasa pehasaran kepada Cin-ling-pai. sedangkan para tamu lain, tamu biasa, tidak mengalami gangguan apa pun. Kini para tamu yang sudah duduk semua memandang kepada Gouw Kian Sun, dengan sinar mata penuh tuntutan. Wakil ketua Cih-ling-pai itu, yang sejak beberapa pekan ini telah kehilangan bobot banyak sekali sehingga nampak pucat dan kurus, berulang-ulang menghela hapas panjang. Kemudian dia mengangkat mukanya yang sejak kembalinya dari pemeriksaan tadi menunduk saja memandang kepada semua tamu.

   "Cu-wi Lo-cian-pwe dan Eng-hiong (pendekar), saya telah melihat sendiri bukti dari semua yang cu-wi ceritakan. Saya tidak dapat menyangkal lagi bahwa memang cu-wi mendapatkan gangguan-gangguan hebat di Cin-ling-pai. Akan tetapi, sekarang ini saya belum dapat mepangkap murid-murid Cin-ling-pai yang berdosa, dan saya akan menyelidikinya dengan teliti. Pula, terdapat kemungkinan bahwa ada yang sengaja hendak merusak nama baik Cin-ling-pai, karena bagaimanapun juga, rasanya tidak masuk di akal kalau murid-murid Cin-ling-pai melakukan kejahatan sekeji itu."

   "Bagus!"

   Poa Cin An bangkit dan berseru keras.

   "Jadi setelah menyaksikan dengan mata sendiri jenazah puteriku, Gouw Pangcu masih hendak melmdungi murid Cin-ling-pai? Sekarang juga kami menuntut agar jahanam she Lui murid Cin-ling-pai itu ditangkap dan diserahkan kepada kami! Akan kami penggal lehernya agar kepalanya dapat kami pakai menyembahyangi jenazah Liu In!"

   "Benar sekali itu!"

   Teriak pula Tiong Gi Cin-jin.

   "Semua murid Cin-ling-pai harus dipaksa mengaku, kalau perlu disiksa, siapa yang telah membunuh Gu Kay Ek murid pinto (aku) dan harus menerima hukuman yang adil!"

   "Sian-cai! Apa yang dikatakan para wakil Go-bi-pai dan Bu-tong-pai itu benar sekali!"

   Kata Yang TeK Tosu "Penghinaan ini harus dibayar lunas! Kalau pemimpin Cin-ling-pai hendak mengelak, akan kami hajar semua murid Cin-ling-pai untuk mengaku!"

   Berkata demikian, Yang Tek Tosu yang sudah marah sekali itu meloncat dari atas bangkunya dan berdiri dengan dua tangan terkepal.

   "Totiang, tahan bicaramu itu!"

   Tiba-tiba Ciok Gun membentak dan dia pun sudah melompat dan berdiri di depan Yang Tek Tosu.

   "Ingat bahwa engkau adalah seorang tamu yang tidak layak bersikap sembarangan dan seenaknya saja!"

   Melihat ini, Gouw Kian Sun terkjut dan heran, juga amat gelisah. Dia terkejut melihat sikap muridnya itu, dan juga heran karena muridnya ini memiliki watak yang pendiam, akan tetapi sekarang jadi pandai bicara! Dan dia pun tahu bahwa muridnya ini "dikendalikan"

   Oleh orang-orang Pek-lian-kauw, agaknya sengaja untuk memperuncing keadaan yang sudah gawat itu. Yang Tek Tosu sudah marah sekali, dan mendengar ucapan Ciok Gun, dia pun membentak,

   "Memang pinto seorang tamu seperti yang lain, akan tetapi ingat, kami adalah tamu-tamu yang diundang, tamu terhormat, bukan tamu liar! Sepatutnya kalau tuan rumah menghormati kami, bukan malah menghina dan membunuh. Apakah Cin-ling-pai kini berubah menjadi perkumpulan pembunuh dan penjahat keji?"

   "Totiang, engkau sungguh menghina kami!"

   Bentak Ciok Gun.

   "Sudah kami katakan bahwa kami hendak menyelidiki urusan ini, tapi Totiang mendesak. Kalau saat ini kami belum dapat menyerahkan mereka yang bersalah, habis Totiang mau apa? Akan menghajar kami? Hemm, aku khawatir Totiang tidak ada kemampuan untuk itu!"

   "Jahanam kau!"

   Yang Tek Tosu yang sudah marah sekali kehilangan kesabarannya lagi dan dia pun mendorongkan tangan kanannya ke arah dada Ciok Gun, dengan niat untuk membuat orang muda itu terpelanting agar dapat berurusan sendiri dengan wakil ketua Cin-ling-pai yang pada waktu itu memrupakan orang pertama di Cin-ling-pai. Akan tetapi, Ciok Gun tidak mengelak, bahkan dia pun mendorongkan tangan kanannya menyambut pukulan itu. Dua buah tangan yang jari-jarinya terbuka bertemu dengan kuatnya.

   "Dessss...!!"

   Ciok Gun terdorong mundur dua langkah, akan tetapi juga Yang Tek Tosu terdorong ke belakang dua langkah pula. Diam-diam Kian Sun terkejut. Yang Tek Tosu adalah tokoh tingkat dua di Kun-lun-pai, akan tetapi pukulan tangan kosong yang mengandung sin-kang amat kuat itu dapat ditahan bahkan diimbangi oleh muridnya! Juga Yang Tek Tosu terkejut dan semakin marah.

   "Siapakah engkau?"

   Bentaknya.
(Lanjut ke Jilid 05)
Jodoh Si Mata Keranjang (Seri ke 11 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 05
"Namaku Ciok Gun dan aku pembantu utama suhu. Yang menjadi wakil ketua Cin-ling-pai. Kalau perlu, aku dapat mewakili suhu menghadapi siapa saja yang hendak menggahggu Cin-ling-pai!"

   Tentu saja diam-diam semua orang terkejut. Tak mereka sangka bahwa wakil ketua Cin-ling-pai demikian lihainya sehingga muridnya saja mampu mengimbangi tenaga tokoh tingkat dua dari Kun-lun-pai!

   "Ciok Gun, jangan kurang ajar!"

   Tiba-tiba Gouw Kian Sun tidak dapat menahan dirinya lagi dan dia meloncat ke depan, Ciok Gun membalik dan kini guru dan murid itu berdiri berhadapan. Mula-mula Ciok Gun memperlihatkan sikap melawan, akan tetapi tiba-tiba saja, seperti ada yang membisikinya, dia mundur dan duduk kembali. Gouw Kian Sun kini berdiri di tengah ruangan itu, dan dia mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada semua tamu.

   "Saya mengerti akan kemarahan cu-wi (anda sekalian). Karena tidak mungkin bagi saya untuk cepat-cepat dapat menangkap para murid yang melakukan perbuatan keji itu, biarlah saya sebagai pimpinan Cin-ping-pai yang bertanggung jawab. Nah, cu-wi majulah dan hukumlah saya, saya tidak akan melawan. Saya mewakili dan menanggung dosa semua murid Cin-ling-pai!"

   Gouw Kian Sun memang sudah nekat. Nama baik Cin-ling-pai berada di ambang kehancuran. Permusuhan dengan perguruan-perguruan besar akan meledak, dan semua keluarga Cia masih berada dalam cengkeraman Pek-lian-kauw.

   Dia tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghindarkan keluarga Cia dari malapetaka! Maka, dia pun hendak mengorbankan diri saking putus asa. Sikapnya ini diterima salah oleh Yang Tek Tosu, Tiong Gi Cinjin dan Poa Cin An. Mereka menganggap bahwa sikap ini berarti melindungi para murid yang telah melakukan kejahatan besar. Mereka semua mengenal Cia Kong Liang sebagai ketua Cin-ling-pai yang keras dan adil, juga mengenal puteranya yang pernahmenjadi ketua Cin-ling-pai pula, yaitu Cia Hui Song yang gagah perkasa dan berjiwa pendekar. Jelas kalau ada kedua orang itu, tidak ada murid Cin-ling-pai berani melakukan kejahatan. Akan tetapi sekarang, yang menjadi pimpinan adalah Gouw Kian Sun dan terjadilah semua kejahatan itu. Agaknya Gouw Kian Sun ini pun bukan orang baik-baik!

   "Bagus, kalau murid-muridnya jahat dan keji, tentu ketuanya lebih jahat lagi dan memang pantas dihukum mati!"

   Bentak Yang Tek Tosu. Juga Tiong Gi Cin-jin dan Poa Cin An sudah maju, siap untuk menyerang Gouw Kian Sun.

   "Omitohud, harap saudara sekalian suka menahan diri, jangan menuruti nafsu amarah dan dendam."

   Tiba-tiba Thian Hok Hwesio berseru dan bersama sutenya, Thian Khi Hwesio, dia sudah melangkah maju melerai. Yang Tek Tosu memandang kepada dua orang hwesio itu dengan sinar mata yang masih diliputi kemarahan.

   "Hemm, sahabat-sahabat dari siauw-lim-pai mempunyai petunjuk yang bagaimana?"

   Ucapan ini bukan hanya mengandung pertanyaan, akan tetapi juga celaan mengapa dua orang hwesio yang juga mengalami penghinaan itu maju melerai.

   "Omitohud, pinceng (aku) tidak menyalahkan kalau cu-wi marah-marah dan hendak menuntut balas. Akan tetapi harap diingat bahwa saat ini, para tokoh besar Cin-ling-pai, yaitu keluarga Cia, tidak ada yang berada di sini. Dan bagaimanapun juga, jelas bahwa semua kejahatan dilakukan oleh para murid Cin-ling-pai, bukan oleh Gouw Pangcu. Biarpun dia harus bertanggung jawab, akan tetapi kita harus memberi waktu kepadanya. Kita tidak bisa memaksanya untuk sekarang juga melunasi hutang itu. Apalagi kita sebagai tamu harus ingat bahwa Gouw Pangcu menghadapi hari pernikahannya besok. Sungguh tidak tepat kalau kita harus mengeruhkan tempat ini dengan pembalasan dendam. Urusan ini dapat diselesaikan kapan pun juga. Maka, sebaiknya kalau kita memberi waktu kepada Gouw Pangcu untuk menangkapi murid-muridnya yang berdosa selama satu bulan. Biarlah dia melaksanakan pernikahannya dulu dan mengerahkan murid-muridnya untuk menagkapi mereka yang berdosa. Sebulan lagi, tanggal satu bulan depan, kita datang ke sini untuk minta pertanggungan jawab Gouw Pangcu. Pinceng harap cu-wi setuju dengan usul pinceng ini, karena pinceng percaya bahwacu-wi adalah orang-orang bijaksana. Bagaimanapun juga Gouw-pangcu tidak akan dapat lari dari kita, bukan?"

   Tiong Gi Cinjin, Poa Cin An, Yang Tek Tosu dan kawan-kawan mereka saling pandang, berbisik dan akhirnya mereka semua terpaksa menyetujui usul itu. Kalau mereka dapat membunuh Gouw Pangcu sekali pun, hal ini belum berarti membalaskan kematian murid dan puteri mereka. Dan memang semua peristiwa ini terjadi di luar tahu sang ketua, maka tentu membutuhkan waktu untuk membongkarnya dan menangkap yang bersalah! Selam itu mereka juga harus mengurus jenazah Poa Liu In dan Gu Kay Ek.

   "Baik, sebulan lagi kami balik ke sini!"

   Kata Tiong Gi Cinjin yang mengajak murid-murid untuk meninggalkan tempat itu.

   "Gouw Pangcu, sebulan lagi aku datang menerima pembunuh puteriku!"

   Kata pula Poa Cin An yang juga mengajak murid-murld Go-bi-pai yang lain untuk pergi.

   "Kami pun akan kembali sebulan lagi. Mari kita pergi!"

   Kata Yang Tek Tosu kepada murid keponakannya. Kini tinggal dua orang hwesio itu yang berada di situ. Gouw Kian Sun yang masih berdiri seperti patung, kini menghadapi dua orang hwesio itu. Dia memberi hormat dan berkata.

   "Terima kasih atas bantuan ji-wi Lo-suhu sehingga saya masih hidup sampai sekarang.

   "

   "Omitohud, tidak ada pertolongan, karena sebulan lagi Pangcu harus menghadapi mereka, juga kami sebulan lagi akan datang. Kalau benar Cin-ling-pai menyeleweng, kami harus menentangnya, dan kami ingin bertemu dengan keluarga Cia untuk minta penjelasan."

   Dua orang hwesio itu juga meninggalkan tempat itu dan pada hari itu juga, rombongan dari empat perguruan besar ini meninggalkan Cin-ling-pai, membawa jenazah murid masing-masing. Gouw Kian Sun menghadapi Su Bi Hwa di dalam kamar itu dengan muka merah dan mata melotot karena marahnya. Mereka hanya berdua saja dan Bi Hwa menghadapi Kian Sun dengan senyum dan kerling yang genit sekali. Kian Sun melotot dengan marah dan menudingkan telunjuknya ke arah Bi Hwa.

   "Moli, kenapa kau lakukan ini semua? Kenapa?"

   Bi Hwa mendekat dan menyentuh lengan pria itu dengan gaya yang manja dan genit.

   "Suamiku yang baik, apa yang telah kulakukan? Ingat, besok kita menikah, jangan kau marah-marah, sayangku."

   "Tak usah berpura-pura. Aku tahu engkaulah yang telah mendatangkan malapetaka itu, engkau yang menyuruh orang-orangmu memperkosa dan membunuh, dan mengaku sebagai murid-murid Cin-ling-pai! Para murid Cin-ling-pai yang aseli tidak akan sudi melakukan perbuatan terkutuk itu!"

   "Gouw Kian Sun, ingat bahwa engkau akan mentaati semua perintahku kalau kau ingin melihat keluarga Cia selamat. Dan kami pun tidak mengganggu Cin-ling-pai, kenapa engkau ribut-ribut?"

   Kini Bi Hwa bersikap dingin dan mengancam.

   "Akan tetapi engkau telah melakukan hal yang amat merusak! Engkau menjerumuskan Cin-ling-pai sehingga akan dimusuhi oleh banyak pihak. Nama baik Cin-ling-pai akan tercemar!"

   Wanita itu tersenyum lebar sehingga nampak deretan giginya yang rapi dan putih.

   "Hi-hik, suamiku yang gagah. Kenapa takut? Ada kami di sini!,"

   "Tidak! Tidak! Kau bunuh saja aku, Moli. Aku sudah tidak tahan lagi!"

   "Hemm, tidak usah banyak tingkah lagi, Kian Sun. Keluarga Cia yang kami bunuh kalau kau bertingkah, bukan engkau. Engkau akan menjadi suamiku, ingat?"

   "Aku tidak sudi menikah, biar kau paksa dan kau bunuh pun, aku tidak sudi menikah denganmu!"

   "Plakkk!"

   Tangan Bi Hwa bergerak dan pipi Kian Sun sudah ditamparnya, membuat wakil ketua Cin-ling-pai yang tidak menduga-duga itu kena ditampar dan dia pun terhuyung ke belakang.

   "Hemm, Gouw Kian Sun. Ingat, kau sudah menyebar undangan kepada semua tokoh persilatan. Kalau engkau batalkan pernikahan kita, bukankah engkau sendiri yang akan mencemarkan namamu dan nama Cin-Iing-pai, sehingga Cin-ling-pai dan pemimpinnya akan menjadi bahan ejekan dan tertawaan dunia persilatan?"

   Wanita itu tertawa dan bagi Kian Sun, dia melihat sebuah wajah yang mengerikan, seperti wajah iblis sendiri. Padahal dalam keadaan biasa, atau terlihat oleh mata umum, Su Bi Hwa adalah seorang wanita yang cantik dan memiliki daya tarik yang besar dan kuat. Mendengar ucapan itu, Kian Sun merasa tubuhnya menjadi lemas seketika dan merasa tidak berdaya. Dia pun menjatuhkan diri di atas kursi dan memandang kepada wanita itu dengan gelisah.

   "Moli, engkau memang sungguh jahat seperti iblis! Karena engkau sudah mencengkeram aku, maka sebaiknya engkau katakanlah apa yang akan kau lakukan selanjutnya dan mengapa pula kau lakukan semua ini?"

   "Engkau tidak perlu tahu mengapa aku melakukan semua itu, akan tetapi kau boleh mengetahui apa yang selanjutnya kami lakukan dengan harapan engkau tidak akan banyak bertingkah kalau engkau ingin melihat keluarga Cia selamat semua. Besok, pernikahan kita langsungkan dengan meriah, dan demi menjaga baik nama Cin-ling-pai, engkau harus memperlihatkan wajah gembira, tidak muram."

   "Hemm... lalu bagaimana tanggal satu bulan depan?"

   "Aha, kau takut akan kedatangan empat perguruan besar itu?"

   "Tentu mereka akan mengirim wakil-wakil yang tangguh, bahkan mungkin ketua mereka sendiri yang akan muncul! Bagaimana aku akanmenghadapi mereka?"

   "Haa-ha, tidak perlu takut. Ada kami yang akan menghadapi mereka."

   Diam-diam Kian Sun merasa girang. Iblis betina ini dan kawan-kawannya, yaitu orang-orang Pek-Iian-kauw, akan menghadapi para utusan empat perguruan besar. Tentu iblis betina ini dan kawan-kawannya akan dapat dibunuh!

   "Kalau begitu bagus sekali! Aku mengharapkan bantuanmu untuk menghadapi mereka1 Moli."

   Katanya girang. Wanita itu tersenyum mengejek.

   
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hai, jangan mimpi, Kian Sun! Jangan salah sangka. Aku hendak menghadapi mereka sebagai isterimu, ingat?"

   Wajah yang tadinya gembira dan penuh harapan, menjadi muram lagi. Kalau iblis betina ini menentang para utusan itu sebagai isterinya, berarti makin celaka lagi bagi nama baik Cin-ling-pai!

   "Sudahlah! Biar aku mati di tangan mereka!"

   Katanya menarik napas panjang.

   "Jangan cemas, suamiku sayang. Serahkan saja kepada isterimu ini dan semua akan berjalan dengan beres."

   Kata pula Bi Hwa dan wanita itu menjatuhkan diri di atas pangkuan Kian Sun. Pria ini tidak mampu berbuat apa-apa.

   Selain dia tahu bahwa dia tidak bisa mengalahkan wanita ini dengan mudah, juga andaikata dia mampu membunuhnya, di sana masih ada tiga orang guru wanita ini yang lebih lihai lagi, yang setiap waktu akan dapat membunuh seluruh keluarga Cia yang menjadi tawanan mereka. Dia pun lalu menyerah saja, menyerahkan segalanya kepada Tuhah. Bagaimanapun juga, dia hanya mengharapkan agar keluarga gurunya semua selamat, juga agar nama baik Cin-ling-pai tidak sampai tercemar. Untuk semua itu, kalau perlu dia siap mengorbankan nyawanya sendiri. Pada keesokan hariliya, pernikahan itu dirayakan dengan, meriah dan semua tamu memuji kecantikan pengantin wanita yang mereka memberi selamat kepada Gouw Pangcu yang dikatakan beruntung sekali, dalam usianya yang sudah empat puluh dua tahun mendapatkan jodoh seorang gadis yang masih muda dan amat cantik itu!

   Tak seorang pun di antara para tamu, tentu saja bukan tamu yang menjadi kaki tangan dan bahkan orang-orang Pek-lian-kauw yang menyamar sebagai tamu, tahu bahwa di balik wajah cantik jelita dan bentuk tubuh yang menggairahkan itu bersembunyi iblis sendiri yang amat keji, jahat dan kejam! Setelah Bi Hwa secara sah menjadi isterinya, terjadilah perubahan besar-besaran di Cin-ling-pai! Belasan orang murid Cin-ling-pai lenyap secara aneh tanpa meninggalkan bekas, dan kini Bi Hwa menerima lebih dari dua puluh orang anggauta Cin-Ung-pai baru yang bukan lain hanyalah anak buah Pek-lian-kauw yang menyelundup dan diterima sebagai anggauta baru Cin-ling-pai. Tentu saja Kian Sun menjadi gelisah bukan main. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan murid-murid Cin-ling-pai yang lenyap, dan yang lenyap itu adalah murid-murid Cin-ling-pai pilihan yang setia kepada Cin-ling-pai!

   Dia merasa dikepung musuh, tidak mempunyai seorang pun yang dapat diajak bicara dan dimintai bantuan. Bahkan Bi Hwa mengancam jika dia menghubungi seorang murid Cin-ling-pai dan bicara mencurigakan, maka murid itu akan dibunuh. Maka, Kian Sun sama sekaLi tidak berdaya. Ciok Gun yang menjadi seperti mayat hidup itu oleh Bi Hwa ditugaskan untuk memata-matainya, sehingga setiap gerak-geriknya, kalau tidak bersama Bi Hwa, tentu di amati oleh Ciok Gun yang kini menjadi orang yang sama sekali tidak dapat dia percaya itu. Kalau dia menuntut agar keluarga Cia dibebaskan seperti yang dijanjikan Bi Hwa, selalu wanita itu mengatakan urusannya di Cin-ling-pai belum selesai.

   "Tunggu sampai tanggal satu bulan depan. Sesudah itu, tentu keluarga gurumu itu akan kami bebaskan,"

   Kata Su Bi Hwa. Akan tetapi wanita ini tidak menolak kalau Kin Sun minta agar dia membuktikan dan menyaksikan sendiri bahwa keluarga gurunya masih selamat. Melalui lubang, mengintai dan melihat dengan hati lega bahwa kakek Cia Kong Liang, suhehgnya Cia Hui Song dan isteri suhengnya, Ceng Sui Cin, dan putera mereka, Cia Kui Bu, memang dalam keadaan sehat. Bahkan tiga orang tokoh Cin-ling-pai itu nampak bersiulian, mungkin untuk mengumpulkan tenaga dan menjaga kesehatan tubuh mereka.

   Waktu berjalan dengan amat cepatnya dan tanggal satu yang ditunggu-tunggu itu pun tibalah! Sejak tiga hari yang lalu Kian Sun sudah amat gelisah, tidak enak makan tidak nyenyak tidur, menanti hari itu dengan hati tegang. Dia bukan tegang akan ancarnan terhadap dirinya, melainkan merasa tegang akan nasib keluarga Cia dan juga nasib nama dan kehormatan Cin-ling-pai. Dia sendiri tidak tahu apa yang dapat dia lakukan kecuali mentaati perintah Bi Hwa yang kini telah menjadi "isterinya."

   Pagi-pagi sekali Bi Hwa telah menyuruh Kian Sun memanggil semua anggauta Cin-ling-pai hadir dan Kian Sun tahu banwa di antara mereka, sedikitnya ada dua puluh orang anggauta baru yang tentu saja merupakan anak buah Bi Hwa yang diselundupkan! Dia pun seperti telah dipesan oleh Bi Hwa yang saat itu juga berdiri di samping kanannya sedangkan Ciok Gun berdiri di samping kirinya, memesan kepada semua anak buah untuk bersiap-siap dengan senjata mereka dan ikut menyambut tamu.

   "Akan tetapi, kalian dilarang untuk bergerak, kecuali kalau ada perintah dariku!"

   Kian Sun menutup pesannya dan penutup pesannya itu keluar dari hatinya sendiri, bukan seperti yang dikehendaki Bi Hwa. Akan tetapi wanita itu hanya mengangguk-angguk saja. Sebelum matahari nampak, para murid Cin-ling-pai sudah siap siaga, dengan senjata tergantung di pinggang, mereka membentuk barisan yang berjajar dari pintu gerbang sampai ke depan bangunan induk yang menjadi pusat perkumpulan Cin-ling-pai. Sisanya membentuk barisan di belakang sang wakil ketua.

   Gouw Kian Sun yang selalu didampingi isterinya, Su Bi Hwa, dan pembantu utamanya, Ciok Gun, sudah duduk di ruangan depan, menanti datangnya tamu. Tidak lama mereka menanti. Rombongan tamu-tamu itu datang. Dan kiranya mereka Itu seperti sudah berjanji lebih dahulu, datang bersama-sama. Rombongan Go-bi-pai yang kini terdiri dari sepuluh orang, tetap dipimin oleh Poa Cin An, rombongan Bu-tong-pai terdiri dari tujuh orang dipimpin oleh Tong Gi Cin-jin, rombongan Kun-lun-pai terdiri dari lima orang tosu dipimpin oleh Yang Tek Tosu, dan rombongan dari Siauw-lim-pai, masih tetap dua orang saja, yaitu Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio. Mereka memang merupakan rombongan-rombongan tersendiri dan berkelompok,

   Namun mereka datang pada waktu yang sama dan berbondong mereka memasuki pintu gerbang yang di kanan kirinya terjaga oleh murid-murid Cin-ling-pai yang berdiri di kanan kiri seperti menyambut datangnya tamu agung. Setelah rombongan tiba di pelataran yang luas dari rumah induk Cin-ling-pai, mereka berhenti dan dari dalam keluarlah Gouw Kian Sun yang didampingi Su Bi Hwa di sebelah kanannya dan Ciok Gun di sebelah kirihya. Wajah Kian Sun nampak agak pucat dan alisnya berkerut, akan tetapi isterinya Su Bi Hwa, tersenyum dan wajahnya cerah dan nampak cantik sekali. Di sebelah kiri wakil ketua itu, Ciok Gun berdiri seperti patung yang wajahnya dingin. Gouw Kian Sun berhenti dianak tangga teratas, lalu mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada semua tamu yang berkelompok, berdiri dengan tegak di pelataran itu.

   "Selamat datang, cu-wi telah datang memenuhi janji dan terima kasih atas waktu yang diberikan kepada saya selama satu bulan..."

   "Gouw Pangcu, cukup tak perlu berpanjang lebar!"

   Bentak Poa Cin An tak sabar.

   "Kami telah memberi waktu satu bulan. Cepat keluarkan jahanam she Lui itu untuk kupakai bersembahyang depan makam puteriku!"

   "Pinto juga minta agar para pembunuh murid pinto diserahkan kepada pinto!"

   Kata Tiong Gi Cinjin.

   "Benar! Mereka yang mengeroyok dan melukai murid Kun-lun-pai juga harus cepat diserahkan sekarang juga!"

   Kata pula Yang Tek Tosu penuh semangat.

   "Omitohud! Gouw Pangcu, apakah para murid Cin-ling-pai. yang telah melakukan penghinaan terhadap pinceng berdua sudah diberi hukuman?"

   Tanya pula Thian Hok Hwesio. Kembali Kian Sun mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat. Wajahnya semakin muram, akan tetapi tidak ada jalan lain baginya kecuali bersikap dan bicara seperti yang telah dipesankan Bi Hwa kepadanya.

   "Harap cu-wi sudi memaafkan saya. Kalau ada murid Cin-ling-pai yarig bersalah, dia pasti dihukum. Pelaksanaan hukum itu hanya kami yang berhak melakukan, dan urusan para murid Cin-ling-pai adalah urusan dalam kami sendiri. Harap cu-wi tidak mencampuri dan percayalah kepada kami. Kami pasti akan menghukum murid-murid kami yang bersalah."

   "Omongan apa itu? Keluarkan mereka yang bersalah! Setidaknya, kami ingin melihat dia yang membunuh murid pinto!"

   Kata Tiong Gi Cinjin yang galak.

   "Aku pun ingin melihat macamnya dia yang telah menyebabkan kematian anakku!"

   Poa Cin An juga berseru marah.

   "Keluarkan mereka yang bersalah!"

   Yang Tek Tosu juga berkata dan anggauta semua rombongan mengacung-acungkan tangan menuntut agar para murid Cin-ling-pai yang bersalah dikeluarkan di situ.

   "Omitohud!"

   Thian Hok Hwesio berseru lantang, namun amat lembut.

   "Apakah Gouw Pangcu masih hendak melindungi mereka yang bersalah walaupun murid sendiri?"

   Kini Bi Hwa yang melihat "Suaminya"

   Tidak mampu bicara lagi, mengangkat kedua tangan depan dada lalu bersuara nyaring karena ia menggunakan tenaga khi-kang.

   "Cu-wi adalah orang-orang gagah di dunia persilatan, mengapa hendak menggunakan tekanan kepada suamiku yang tidak berdaya? Cu-wi tentu tahu bahwa suamiku hanyalah seorang wakil ketua. Sebaiknya cu-wi menanti sampai ketua Cin-ling-pai datang, yaitu keluarga Cia yang sejak turun-temurun telah menjadi ketua Cin-ling-pai. Harap jangan mendesak suamiku!."

   Sejenak semua orang diam karena dari suaranya saja mereka tahu bahwa isteri Gouw Pangcu ini juga pandai ilmu silat. Dan ucapannya itu agaknya masuk di akal dan beralasan. Juga para murid Cin-ling-pai yang aseli menganggap bahwa isteri Gouw Pangcu itu ternyata setia pula terhadap Cin-ling-pai! Akan tetapi, seperti sudah diduga sebelumnya oleh Bi Hwa yang cerdik, para pemimpin rombongan itu, terutama rombongan Go-bi-pai dan Bu-tong-pai yang kematian murid mereka, tidak mau menerima alasan itu begitu saja.

   "Kami sudah memberi waktu sebulan! Pembunuh anakku harus diserahkan sekarang juga!"

   Teriak Poa Cin An.

   "Benar, kami pun menuntut agar pembunuh murid pinto diseret ke sini sekarang. Yang bertanggung jawab adalah Gouw Pangcu, bukan para tokoh pimpinan Cin-ling-pai yang waktu itu tidak berada di sini!"

   Diam-diam Bi Hwa girang sekali karena semua berjalan sesuai dengan rencananya.

   "Hemm, cu-wi terlalu mendesak. Sebagai wakil ketua, suamiku tentu saja tidak berani mendahului ketua dan pelaksanaan hukum terhadap para murid menanti sampai ketua datang. Kalau suamiku tidak dapat menyerahkan murid-murid Cin-ling-pai, cu-wi hendak melakukan tindakan apakah?"

   Pancingan ini segera mendapat sambutan, mula-mula dari Poa Cin An sendiri.

   "Aku menuntut agar pembunuh anakku diseret ke sini dan diserahkan kepadaku. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuh semua murid Cin-ling-pai karena pembunuh anakku tentu seorang di antara mereka!"

   "Benar sekali! Kami pun akan bertindak, membasmi Cin-ling-pai yang menyeleweng!"

   Tadi Kian Sun sudah memesan kepada para murid Cin-ling-pai agar jangan bergerak sebelum dia perintahkan, akan tetapi tiba-tiba saja, belasan orang murid Cin-ling-pai sudah menghunus pedang dan mereka berlompatan ke depan. Melihat ini, Kian Sun terkejut sekali dan beberapa kali dia membentak agar para murid itu mundur. Akan tetapi, mereka tidak mau mundur bahkan maju dan bersikap hendak menyerang rombongan para tamu yang tentu saja menjadi marah dan mereka pun siap untuk melawan. Bi Hwa tersenyum. Inilah yang ia kehendaki dan memang ia yang memesan kepada anak buahnya yang diselundupkan menjadi anggauta Cin-ling-pai untuk mendahului menyerang para tamu.

   Kalau nanti terjadi pertempuran, dan akibatnya banyak murid Cin-ling-pai tentu tewas, bahkan Kian Sun juga akan ia usahakan supaya tewas, baru ia akan membebaskan keluarga Cia! Dan kalau melihat betapa Cin-ling-pai dibasmi oleh orang-orang dari empat perguruan besar itu, pasti keluarga Cia tidak akan mau sudah begitu saja dan akan terjadilah permusuhan yang semakin hebat. Inilah yang dikendaki para pimpinan Pek-lian-kauw. Sudah terlalu sering para pendekar Cin-ling-pai, juga keluarga Cia, membikin rugi Pek-lian-kauw di mana-mana, menentang dan menjatuhkan banyak tokoh Pek-lian-kauw. Melihat para murid Cin-ling-pai maju dan bersikap menantang, para murid rombongan tamu utu pun berlompatan maju dan terjadilah perkelahian yang hebat. Pada saat itu, nampak bayangan berkelebat disusul seruan nyaring melengking,

   "Tahan semua senjata! Aku ketua Cin-ling-pai datang dan dengarkan dulu kata-kataku!"

   Melihat seorang gadis berusia kurang lebih dua puluh satu tahun muncul begitu tiba-tiba dengan suara yang amat nyaring, semua orang terkejut. Rombongan tamu yang tadinya sudah mulai bertempur, ketika mendengar teriakan ini, berlompatan ke belakang menghentikan serangan mereka.

   Akan tetapi, belasan orang murid Cin-ling-pai masih belum mau berhenti bergerak, bahkan karena gadis itu menghalangi mereka, kini lima orang di antara mereka menggerakkan pedang menyerang gadis itu! Gadis itu bukan lain adalah Cia Kui Hong. Melihat lima orang yang nampaknya seperti orang-orang Cin-ling-pai menyerangnya dengan pedang, ia menjadi kaget, heran dan juga marah sekali. Gadis itu bergerak cepat laksana burung walet, tubuhnya berkelebatan di antara sinar pedang lima orang itu dan begitu kaki tangannya bergerak cepat, lima orang itu berpelantingan ke kanan kiri dan mengaduh-aduh sambil meringis kesakitan dan pedang mereka pun terlempar. Kui Hong melihat betapa masih ada belasan orang yang agaknya hendak menyerangnya, akan tetapi pada saat itu terdengar suara wanita.

   "Hentikan perkelahian!"

   Dan belasan orang itu pun berloncatan mundur, berbaur dengan para murid Cin-ling-pai yang lain. Kui Hong cepat menoleh dan melihat bahwa yang membentak tadi adalah seorang wanita cantik yang berdiri di sebelah kanan susioknya atau juga wakilnya, yaitu Gouw Kian Sun. Kian Sun cepat memberi hormat kepada murid keponakan itu, karena biarpun tingkatnya lebih muda, Kui Hong adalah ketua Cin-ling-pai.

   "Pangcu baru pulang?"

   Katanya dan suaranya menggetar karena ada keharuan, kegembiraan dan juga kegelisahan terkandung dalam suaranya itu.

   "Susiok, apa artinya semua ini? Siapa wanita itu?"

   Kui Hong menuding kepada Bi Hwa yang tersenyum manis.

   "Ia... ia ini... adalah... isteriku pangcu."

   "Isterimu...?? Hemm, dan siapa pula orang-orang yang menyerangku ini?"

   "Mereka... para murid Cin-ling-pai..."

   Kui Hong melangkah maju dan lima orang itu yang melihat betapa kini para murid Cin-ling-pai menjatuhkan diri berlutut ke arah gadis itu dan menyebut "pangcu", juga berlutut dan mereka ketakutan melihat ketua itu melangkah mendekati mereka.

   "Murid-murid Cin-ling-pai? Kenapa aku tidak pernah melihat mereka? Dan kalau murid-murid Cin-ling-pai, mengapa menyerang aku, ketua mereka sendiri? Apakah kalian sudah gila semua?"

   Kui Hong marah bukan main.

   "Maafkan mereka, Pangcu. Mereka adalah anggauta-anggauta baru, maka belum mengenal Pangcu."

   Bi Hwa sambil mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Kui Hong. Akan tetapi, dengan alis berkerut Kui Hong tidak menanggapinya, sebaliknya gadis perkasa ini meloncat ke atas serambi dan berdiri di depan Kian Sun, lalu membalikkan tubuh membelakangi wakilnya itu, menghadapi rombongan para tamu. Ia agak terkejut ketika mengenal para tokoh itu. Dengan terheran-heran ia memandang kepada mereka, lalu wajahnya yang tadinya muram itu menjadi cerah, dan ia mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada mereka.

   "Aih, kiranya ji-wi Lo-suhu (kedua guru tua) Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio dari Siauw-lim-pai, To-tiang (sebutan pendeta To) Ting Gi Cin-jin dari Bu-tong-pai, Totiang Yang Tek Tosu dari Kun-lun-pai dan juga Lo-eng-hiong (orang tua gagah) Poa Cin An dari Go-bi-pai yang hadir! Selamat bertemu dan selamat datang, cu-wi Lo-cian-pwe (para orang tua gagah) dan maafkan Cin-ling-pai yang telah bersikap tidak selayaknya terhadap cu-wi. Sebenarnya, apakah yang terjadi? Nampaknya cu-wi marah dan menuntut sesuatu!"

   "Omitohud...! Cia-Lihiap (pendekar wanita Cia), sudah lama pinceng mengenal keluarga Cia sebagai pimpinan Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan berwatak pendekar. Akan tetapi, apa yang terjadi sebulan yang lalu sungguh mengejutkan hati pinceng."

   Kata Thian Hok Hwesio.

   "Losuhu, apa yang telah terjadi?"

   "Omitohud, tanyakan saja kepada mereka dari Go-bi-pai, Bu-tong-pai, dan Kun-lun-pai. Pinceng berdua sesungguhnya lebih sebagai saksi saja karena yang kami alami tidaklah ada artinya."

   "Poa Lo-enghiong, apakah yang telah terjadi dengan Go-bi-pai di sini sebulan yang lalu?"

   Poa Cin An mengepal tinju.

   "Aihhhh... sungguh membuat orang bisa mati penasaran! Sebulan yang lalu kami datang ke sini dengan rombongan sebagai tamu atas undangan Gouw Pangcu yang akan melangsungkan pernikahannya. Akan tetapi pada pagi hari itu, sehari sebelum hari pernikahan dilangsungkan, terjadi sesuatu yang merupakan aib dan juga menghina kami, aib dan penghinaan yang hanya dapat ditebus oleh darah pelakunya!"

   Kui Hong terkejut.

   "Lo-enghiong, katakanlah, apa yang telah terjadi?"

   Poa Cin An menarik napas panjang.

   "Puteriku yang bernama Poa Liu In, telah ditangkap seorang murid Cin-ling-pai she Lui, dibawa ke pondok dan diperkosa! Lui In lalu membunuh diri setelah menceritakan malapetaka itu kepadaku. Nah, katakan, nona... eh, Pangcu, tidak pantaskah kalau aku menuntut agar jahanam she Lui itu diserahkan kepada kami?"

   Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main. Kalau bukan seorang tokoh Go-bi-pai yang dikenalnya sebagai seorang yang gagah perkasa itu yang bicara, tentu ia akan marah dan tidak percaya sama sekali, menganggap ucapan itu sebagai fitnah keji. Sejenak ia terbelalak dan tidak mampu mengeluarkan kata-kata saking terkejut dan herannya.

   "Cia-Lihiap, bukan kekejian itu saja yang dilakukan murid Cin-ling-pai, akan tetapi juga murid pinto yang bernama Gu Kay Ek telah mereka keroyok sehingga tewas ketika berada di sini sebagai anggauta rombongan kami, sebagai tamu yang seharusnya disambut dengan baik. Kami datang memenuhi undangan Gouw Pangcu, mengingat akan nama besar keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Siapa kira, baru sehari tiba di sini, kami kehilangan seorang anggauta kami yang dibunuh oleh murid-murid Cin-ling-pai! Dan sekarang kami datang menuntut Cin-ling-pai menyerahkan pembunuh-pembunuh itu setelah kami memberi waktu satu bulan kepada Gouw Pangcu."

   Kui Hong kini menjadi bingung. Murid-murid Cin-ling-pai memperkosa seorang tamu wanita dan mengeroyok sampai mati seorang tamu lain? Sungguh tak masuk di akal! Selamanya, sejak ia lahir di situ, sampai sekarang ia berusia dua puluh satu tahun, belum pernah ia mendengar ada murid Cin-ling-pai berani melakukan kejahatan seperti itu! Makin besar keinginan tahunya dan ia pun menahan desakan dalam hati untuk minta keterangan dari susioknya, Gouw Kian Sun yang bertanggung jawab selama kepergiannya. Ia harus mendengar keterangan semua pihak selengkapnya.

   "Dan apa yang terjadi dengan rombongan Kun-lun-pai, Totiang?"

   Tanyanya sambil memandang kepada Yang Tek Tosu.

   "Siancai...! Kami selalu menganggap Cin-ling-pai sebuah perguruan yang dipimpin oleh orang-orang bijaksana. Akan tetapi sekarang ternyata telah berubah sama sekali pandangan kami. Dua orang murid Kun-lun-pai ketika menjadi tamu di sini, dikeroyok oleh banyak murid Cin-ling-pai sehingga luka-luka."

   "Dan bagaimana dengan rombongan Siauw-lim-pai, Lo-suhu?"

   Tanya Kui Hong kepada dua orang hwesio itu.

   "Omitohud, sebetulnya, apa yang menimpa pinceng berdua tidak perlu pinceng ributkan. Akan tetapi karena Lihiap ingin tahu, baiklah pinceng ceritakan apa yang telah terjadi sebulan yang lalu ketika pinceng bersama sute Thian Khi Hwesio menjadi tamu di sini. Malam pertama kami berada di sini, kami disuguhi hidangan masakan daging dan arak, bahkan yang membawa hidangan adalah wanita-wanita yang genit dan tidak sopan. Biarpun urusan kecil, namun pinceng yakin bahwa kalau Lihiap berada di sini, hal yang aneh itu tidak akan mungkin terjadi."

   Mendengar ini bagaikan akan meledak rasanya dada Kui Hong. Ia membalik dan kini ia memandang kepada Gouw Kian Sun yang menundukkan mukanya yang pucat.

   "Gouw Susiok, engkau sebagai wakilku, engkau bertanggung jawab selagi aku pergi. Nah, katakan, benarkah semua laporan para Lo-cian-pwe tadi?"

   Kian Sun mengangkat mukanya yang pucat. Ingin ia berteriak bahwa semua itu dilakukan oleh orang-orang Pek-lian-kauw yang kini menguasai Cin-ling-pai. Akan tetapi dia tidak berani melakukan hal ini, tidak mampu, karena dia harus menjaga keselamatan keluarga Cia! Maka dia begitu bingung sekali. Melihat suaminya menjadi bingung dan tidak mempu menjawab, Bi Hwa lalu memegang lengannya dan mengguncangnya.

   "Sun-ko, mengapa engkau diam saja? Koko, ceritakanlah saja kepada pangcu apa yang selama sebulan ini membuat engkau bingung karena engkau tidak berhasil menangkap..."

   "Diam!"

   Kui Hong membentak. Dalam keadaan seperti ini, ketika Cin-ling-pai berada dalam bahaya, ia dapat bersikap keras terhadap siapa pun juga.

   "Susiok, jangan seperti anak kecil! Ceritakan apa yang terjadi!"

   Dibentak seperti itu, Bi Hwa mundur dan nampak gemetar, walaupun di dalam hatinya ia marah sekali kepada Kui Hong. Akan tetapi wanita cerdik ini tahu bahwa Kui Hong adalah seorang yang keras hati dan lihai bukan main. Menghadapi lawan seperti ini, harus menggunakan muslihat dan kelembutan, tidak boleh dengan kekerasan.

   "Maafkan saya, saya hanya ingin membantu suami..."

   Katanya lirih.

   "Pangcu, saya memang telah menyaksikan sendiri dan semua laporan itu memang benar. Akan tetapi, selama sebulan ini saya telah gagal menemukan mereka yang bertanggung jawab, gagal menemukan mereka yang telah melakukan semua kejahatan itu."

   Kui Hong mengerutkan alisnya, menatap tajam penuh selidik ke arah muka Kian Sun yang ditundukkan. Tidak biasanya susioknya ini bersikap selemah ini. Ia mengerling ke arah Bi Hwa, wanita cantik yang menjadi isteri susioknya. Wanita itu memandang kepada suaminya dengan pandang mata penuh kekhawatiran. Kemudian, pandang matanya menatap wajah Ciok Gun dan ia pun teringat bahwa Ciok Gun merupakan murid dan pembantu utama Gouw Kian Sun, yang boleh dipercaya akan kesetiaannya.

   "Suheng Ciok Gun!"

   Tiba-tiba ia membentak.

   "Engkau menjadi pembantu utama susiok. Apa saja yang kau kerjakan? Apakah engkau tidak ikut melakukan penyelidikan dan sama sekali tidak menemukan tanda-tanda siapa kiranya yang melakukan perbuatan keji itu?"

   Ciok Gun mengangkat muka memandang Kui Hong dan gadis ini diam-diam terkejut bukan main. Wajah itu! Ia mengenal Ciok Gun dengan baik, karena selama ini Ciok Gun amat sayang kepadanya. Akan tetapi wajah ini! Memang wajah Ciok Gun, akan tetapi wajah itu demikian dingin, seperti topeng saja, dan dia tidak menemukan lagi keramahan dan pandang mata sayang mata wajah itu.

   "Maaf, Pancu. Saya pun tidak menemukan apa-apa."

   Jawab Ciok Gun dengan suara kaku dan dingin. Ini juga bukan suara Ciok Gun yang dahulu! Diam-diam Kui Hong bergidik ngeri. Pasti telah terjadi sesuatu yang hebat, sesuatu yang belum dapat ia duga apa, akan tetapi sesuatu yang membuat sikap Gouw Kian Sun dan Ciok Gun seperti itu! Lalu ia teringat kepada kakeknya, karena ibu dan ayahnya tentu masih berada di pulau Teratai Merah.

   "Gouw susiok, apa kata kong-kong menghadapi semua peristiwa ini?"

   Mendengar pertanyaan ini, wajah Kian Sun menjadi semakin pucat. Dia mengangkat muka memandang kepada gadis itu dan menggeleng kepalanya.

   "Suhu tidak ada... beliau... beliau meninggalkan Cin-ling-pai dan hanya mengatakan bahwa beliau ingin berjalan-jalan... eh, merantau..."

   Berdebar rasa jantung Kui Hong. Kakeknya itu biasanya hanya berdiam saja di kamar, seperti pertapa. Kenapa mendadak pergi meninggalkan Cin-ling-pai yang sedang kosong? Sungguh amat mencurigakan. Akan tetapi, saat ini para tamu sedang menanti dengan tidak sabar, maka ia pun cepat menghadap ke arah para tamu.

   "Cu-wi sudah mendengar sendiri keterangan wakilku. Ada sesuatu di balik semua ini. Aku berjanji kepada cu-wi untuk membongkar rahasia ini dan menangkap semua pelaku kejahatan itu dan menyerahkan kepada cu-wi. Kuharap cu-wi suka melihat mukaku dan suka menanti selama tiga hari. Dalam waktu tiga hari tiga malam, aku akan melakukan penyelidikan dan setelah tiga hari kemudian, silakan cu-wi datang lagi ke sini!"

   Para pimpinan rombongan itu nampak tidak puas. Mereka sudah memberi waktu satu bulan dan sekarang harus menanti lagi? Agaknya, Thian Hok Hwesio dari Siauw-lim-pai yang selama, ini menjadi sahabat baik keluarga Cia, melihat hal ini dan dia pun bertanya dengan suara lembut namun terdengar oleh semua orang.

   "Cia Lihiap, pinceng ingin sekali tahu. Bagaimana kalau lewat tiga hari Lihiap juga tidak berhasil menangkap penjahat-penjahat itu, seperti halnya Gouw Pangcu?"

   Semua orang setuju sekali dengan pertanyaan itu dan mereka mengangguk-angguk dan semua orang menanti jawaban gadis itu.

   "Losuhu tentu sudah mengenal akan watak kami sebagai pimpinan Cin-ling-pai sejak turun-temurun, kami adalah orang-orang yang bertanggung jawab! Kalau dalam waktu tiga hari aku masih juga tidak berhasil menangkap mereka yang bersalah, maka wakil ketua Cin-ling-pai Gouw Kian Sun dan pembantu utamanya, Ciok Gun, harus bertanggung jawab dan aku akan menyerahkan mereka kepada cu-wi untuk diadili!"

   Semua orang saling pandang dan akhirnya mereka setuju. Dengan wajah masih penasaran empat rombongan perguruan besar itu meninggalkan Cin-ling-pai dan menuruni puncak itu. Mereka tidak mau lagi tinggal di Cin-ling-pai, tidak mau bersahabat dengan Cin-ling-pai sebelum urusan itu menjadi terang dan yang salah menerima hukuman yang adil.

   "Pangcu baru datang sudah menghadapi urusan yang menjengkelkan. Harap Pangcu beristirahat dan akan lebih baik kalau kita bicara saja di dalam. Bagaimana pendapat Pancu?"

   Kata Su Bi Hwa dengan ramah. Kui Hong mengangguk dan melangkah masuk, diam-diam mencatat bahwa wanita cantik ini mempunyai dua kemungkian. Memang ia pandai membawa diri dan mencintai suaminya, atau ia seorang yang cerdik dan berbahaya sekali, yang mempunyai rahasia di balik keramahannya. Kui Hong merasa yakin bahwa semua rahasia itu agaknya tersembunyi di dalam hati tiga orang ini. Gouw Kian Sun, Ciok Gun, dan isteri Gouw Kian Sun ini. Entah rahasia apa, ia belum bisa menduganya.

   

Kumbang Penghisap Kembang Eps 28 Kumbang Penghisap Kembang Eps 2 Kumbang Penghisap Kembang Eps 29

Cari Blog Ini