Pendekar Sakti 31
Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 31
Napas yang memasuki paru-parunya, kemudian dia melakukan pengintaian.
Dan dia melihat pemandangan yang amat aneh di dalam sebuah kamar di Kuil itu. Setelah Bian Ti Hosiang dan Bin Hong Siansu sadar dari pingsannya, mereka merasa betapa kepala mereka seperti akan pecah. Karena totokan yang membikin tubuh Bian Ti Hosiang lumpuh telah bebas dan ikatan tangannya juga telah dilepaskan orang, maka dia bisa mengerahkan Lweekang dan alangkah terkejutnya ketika dia merasa kepalanya sakit sekali. Sebagai seorang ahli silat tinggi, tahulah dia bahwa dia telah menderita luka yang luar biasa hebatnya dan bahwa nyawanya takkan tertolong lagi. Demikian pula dengan Bin Hong Siansu! Tiba-tiba masuklah Siok Tek Tojin, sebelah tangan kirinya lumpuh dan dia masuk terpincang-pincang.
"Aduh, Ji-wi Bengyu, celaka...
"
Katanya terengah-engah.
"Hampir saja Pinto sendiri tewas oleh dua orang Siluman itu! Entah apa sebabnya Kiu-Bwe Coa-Li dan Pak-Lo-Sian Siangkoan Hai datang menyerbu dan menyebar kebinasaan!"
"Kau... bertemu dengan mereka"?"
Tanya Bian Ti Hosiang yang masih merasa ragu-ragu sambil menahan sakit.
"Tentu saja! Lihat, pundak kiriku ditotok dan sampai sekarang Pinto masih belum dapat membebaskannya dan separuh tubuhku lumpuh. Pak-Lo-Sian yang melakukan ini sambil berkata bahwa dosa Pinto tidak terlalu besar maka Pinto diampuni. Kesalahan Pinto hanya karena berani menerima Ji-wi sebagai tamu!"
"Apakah mereka bilang mengapa mereka menyerang kami?"
Tanya Bin Hong Siansu penasaran sambil memegangi kepalanya yang seperti mau pecah itu. Kemudian tiba-tiba dia muntahkan darah hitam dan jatuh pingsan pula! Siok Tek Tojin menjadi bingung dan dengan tangan kanannya dia mencoba menyadarkan Tosu dari Kim-San-Pai. Akhimya dengan napas terengah-engah Bin Hong Siansu dapat sadar juga, akan tetapi sudah tidak kuat duduk lagi. Adapun Bian Ti Hosiang sambil meramkan mata bersandar pada tiang pembaringan, lalu berkata terengah-engah,
"Lekas ceritakan... apa yang mereka katakan...
"
Dengan suara hampir menangis Siok Tek Tojin berkata,
"Kiu-Bwe Coa-Li yang berkata bahwa Ji-wi harus dibunuh karena Ji-wi mengadakan perhubungan dengan Kiam Ki Sianjin di istana."
Akan tetapi kedua orang pendeta itu sudah payah sekali. keadaan mereka sehingga sukar untuk mendengarkan dengan jelas. Hal ini diketahui pula oleh Siok Tek Tojin, maka pendeta ini cepat-cepat pergi mengambil kertas, Pit dan tinta bak lalu berkata,
"Ji-wi, harap sudi menuliskan sedikit kata-kata keterangan tentang peristiwa pembunuhan ini agar Pinto dapat membawanya ke Kim-San-Pai dan Bu-Tong-Pai. Tanpa ada penjelasan Ji-wi, Pinto khawatir sekali kalau-kalau ada salah sangka terhadap diri Pinto."
Kedua orang pendeta ini maklum akan maksud Siok Tek Tojin ini. Karena luka yang diderita oleh Bin Hong Siansu lebih hebat daripada Bian Ti Hosiang, maka Hwesio Bu-Tong-Pai itulah yang menggerakkan tangan menerima Pit itu dan dengan pelayanan Siok Tek Tojin, dia lalu menuliskan beberapa huruf di atas kertas dengan tangan gemetar.
"Teecu murid berdua diserang oleh Kiu-Bwe Coa-Li dan Pak-Lo-Sian."
Kemudian tulisan itu ditandatangani oleh Bian Ti Hosiang dan Bin Hong Sian-su.
Setelah menandatangani surat itu, keduanya lalu mengeluh dan roboh pingsan tidak pemah siuman kembali! Adapun Kwan Cu yang mengintai dari luar, melihat dan mendengar semua ini. Dari jauh dia pun tahu bahwa dua orang pendeta yang terluka itu takkan tertolong lagi, karena sinar mukanya sudah suram, tidak ada cahaya lagi. Ia teringat akan Hwesio tinggi kurus yang berpakaian hitam tadi, maka dia tidak menanti sampai Bian Ti Hosiang menuliskan keterangan, cepat dan tanpa terdengar oleh siapapun juga dia lalu meloncat keluar dan mengejar ke arah bayangan hitam yang telah melarikan diri. Pemuda ini merasa terheran-heran. Ia mengenal dua orang pendeta itu yang pernah dijumpainya di rumah Kiam Ki Sianjin.
Memang mereka itu mencurigakan dengan kunjungan mereka di rumah Kiam Ki Sianjin, pembantu Kaisar Penjajah, akan tetapi mengapa Kiu-Bwe Coa-Li dan Pak-Lo-Sian membunuh mereka? Ia sudah mengenal watak dua orang tokoh besar itu, yang kebesaran namanya, berendeng dengan mendiang Suhunya, yang termasuk dalam Lima Tokoh Besar di dunia kang-ouw, mengapa mereka melakukan pembunuhan secara curang? Mengapa pula mereka mempergunakan asap beracun? Bagaikan kilat menyambar masuklah dugaan di dalam hati Kwan Cu bahwa agaknya ada orang yang hendak merusak nama baik Kiu-Bwe Coa-Li dan Pak-lo-sian dan kalau dugaannya benar, maka yang hendak merusak nama mereka itu bukan lain adalah Hwesio berjubah hitam tadi! Ia harus dapat mengejar dan menyusulnya untuk mencari keterangan lebih jelas!
Akan tetapi dia telah tertinggal jauh. Selain malam gelap sekali, dia juga tidak tahu arah mana yang kemudian diambil oleh Hwesio aneh itu. Sampai fajar menyingsing Kwan Cu mengejar cepat, namun sia-sia. Ia tidak melihat bayangan Hwesio aneh itu dan dengan putus asa dia menghentikan pengejarannya. Ketika dia mengenangkan kembali apa yang telah terjadi dan dilihatnya di dalam Kuil tua itu, dia terkejut. Tosu yang menjadi tuan rumah itu berkata bahwa dia menjadi saksi dan telah bertemu dengan Kiu-Bwe Coa-Li dan Pak-Lo-Sian! Bahkan dia sendiri juga ditotok oleh Pak-Lo-Sian. Inilah aneh sekali! Benar-benarkah hal itu terjadi? Kalau tidak benar, ini hanya berarti bahwa Tosu itu juga menjadi komplotan Hwesio jubah hitam yang sengaja berpura-pura dan memperkuat usaha memburukkan nama dua orang tokoh besar itu!
Mendapat pikiran ini, Kwan Cu tidak mempedulikan bahwa tubuhnya sudah mulal lelah, bukan karena setengah malam mengejar-ngejar bayangan yang tidak tentu arahnya, akan tetapi karena dia kurang tidur. Ia berlari-lari lagi, kini lebih cepat, kembali ke Kuil di mana dia menyaksikan peristiwa yang aneh itu. Setelah tiba di Kuil dan masuk ke dalam kamar yang pernah dilihatnya, dia hanya mendapatkan jenazah Bian Ti Ho-siang dan Bin Hong Siansu, sudah dingin dan dengan wajah membayangkan penasaran. Adapun Tosu yang menjadi pengurus Kuil tidak kelihatan mata hidungnya. Ia memasuki kamar-kamar lain, memanggil-manggil, namun tidak seorang pun menjawab.
Ketika dia melakukan pemeriksaan, temyata bahwa semua pakaian Tosu itu tidak ada di kamar, tanda bahwa Tosu itu telah pergi membawa semua pakaiannya. Ini berarti bahwa Tosu itu bukan sekedar pergi keluar di tempat dekat, tapi tentu akan melakukan perjalanan jauh. Tentu untuk menyampaikan warta pembunuhan ini ke Bu-Tong-Pai dan Kim-San-Pai! Kwan Cu menghadapi urusannya sendiri yang dianggap lebih penting daripada urusan ini. Urusan ini hanya merupakan teka-teki yang membingungkannya dan tidak ada sangkut-pautnya dengan dia. Maka dia lalu mengurus dua jenazah itu, mengubur mereka dengan baik-baik di halaman Kuil, kemudian dia melanjutkan perjalanannya sambil mengenangkan tugas-tugasnya yang amat berat yang masih harus dilaksanakannya.
Pertama-tama dia harus mencari musuh besar kong-kongnya yang hanya tinggal seorang lagi saja, yakni An Kai Seng, keturunan An Lu Shan yang masih belum dia ketahui di mana tempat tinggalnya. Adapun musuh besar Gurunya adalah Jeng-Kin-Jiu, Hek-I Hui-Mo, dan Toat-Beng Hui-Houw, tiga orang tokoh besar yang tidak boleh dipandang ringan dan yang masih selalu meragukan hatinya apakah dia akan mampu menghadapi dan mengalahkan mereka. Di antara tiga orang tokoh besar ini, dia merasa paling benci kepada Toat-Beng Hui-Houw. Tidak saja Kakek yang seperti Siluman ini mengeroyok dan ikut membunuh Ang-Bin Sin-Kai, akan tetapi juga dia mendengar akan kejahatan Kakek ini dan terutama sekali karena dia masih ingat betapa Pek-Cilan Thio Loan Eng, wanita gagah yang dia kasih sayangi seperti kepada Ibu sendiri, telah menjadi korban keganasan Kakek itu.
Ia harus membalas dendam dan membunuh Toat-Beng Hui-Houw, tidak saja untuk membalaskan kematian Suhunya, akan tetapi juga untuk membalaskan dendam Pek-Cilan Thio Loan Eng. Teringat akan Pek-Cilan Thio Loan Eng, terbayanglah wajah Sui Ceng di depan matanya dan Kwan Cu menghela napas. Otomatis kedua kakinya mogok berjalan dan dia menjatuhkan diri di bawah pohon, beristirahat dan melanjutkan lamunannya tentang Sui Ceng. Selain mencari musuh-musuh besar Gurunya, kong-kongnya dan Pek-Cilan Thio Loan Eng, juga dia masih menghadapi urusan ini yang baginya tidak kalah pentingnya. Ia harus mencegah berlangsungnya perjodohan antara Kun Beng dan Sui Ceng. Ia harus melakukan ini demi kebaikan Sui-Ceng, demi kebaikan Kui Lan yang disia-siakan oleh Kun Beng dan demi kebaikan... dirinya sendiri.
"Aku cinta kepadanya... ah, gila benar, aku cinta mati-matian kepada Bun Sui Ceng!"
Kwan Cu menggaruk-garuk kepalanya. Dahulu tidak mempunyai perasaan seperti ini, akan tetapi semenjak dia bersumpah di depan gadis Raksasa secara main-main untuk menghindarkan desakan gadis itu,
Bahwa dia sudah mempunyai seorang gadis pujaan, yakni yang bernama Bun Sui Ceng, semenjak itu entah mengapa dia selalu terkenang kepada Sui Ceng. selalu terbayang gadis cilik yang lincah, jenaka dan manis itu. sekarang, setelah dia bertemu muka dengan Sui Ceng yang sudah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik jelita, hatinya jatuh betul-betul. Akan tetapi helaan napasnya makin berat ketika dia teringat bahwa gadis itu bagaimanapun juga sudah bertunangan dengan Kun Beng pertunangan yang sah karena disahkan oleh mendiang Pek-Cilan Thio Loan Eng Ibu dari Sui Ceng dan Pak-Lo-Sian Siang-koan Hai Guru dari Kun Beng! Menghalangi perjodohan itu berarti dia akan berhadapan dengan Pak-Lo-Sian Siangkoan Hai, dan mungkin juga dengan Kiu-Bwe Coa-Li yang tentu akan melindungi nama baik muridnya!
"Beraaaaat..."
Pikir pemuda ini sambil menarik napas panjang dengan wajah berduka.
"Mengapa begitu memasuki dunia ramai aku harus berhadapan dengan tokoh-tokoh besar yang dahulu pun sudah membikin susah padaku ketika aku masih kecil?"
Lamunannya makin menjauh, kenangannya membawanya kepada masa kecilnya dan ketika dia teringat betapa Jeng-Kin-Jiu Kak Thong Taisu, Kiu-Bwe Coa-Li, Pak-Lo-Sian Siangkoan Hai, dan Hek-I Hui-Mo Thian Seng Hwesio mengurungnya, mendesaknya dan memaksanya serta menghinanya, Kwan Cu tersenyum gembira dan matanya bersinar-sinar.
"Biarlah, biar aku mencoba kepandaian mereka semua itu, hitung-hitung untuk menagih hutang mereka dahulu ketika aku masih kecil. Hitung-hitung aku mengangkat nama Suhu Ang-Bin Sin-Kai yang patut disebut jago nomor satu di antara Lima Tokoh Besar dunia kang-ouw!"
Dengan adanya pikiran ini, Kwan Cu menjadi gembira kembali dan dia lalu melanjutkan perjalanannya, mencari keterangan tentang An Kai Seng, musuh besar Gurunya atau keturunan terakhir An Lu Shan, Pemberontak yang sudah banyak menghancurkan kehidupan Rakyat jelata itu.
Kota Jeng-Tauw terletak di pesisir laut Timur. Kota ini adalah sebuah kota besar di Propinsi Shan-tung, juga amat ramai karena selain kotanya besar dan penduduknya banyak, letaknya di pinggir laut maka merupakan pusat perdagangan. Kapal-kapal besar keluar masuk ke dalam pelabuhan dan banyak pedagang besar mendapat penghasilan baik sekali. Oleh karena itu, makin lama kota ini menjadi makin ramai dan banyaklah dibuka orang Hotel-Hotel dan restoran-restoran besar. Toko-toko penuh dengan barang-barang dari lain daerah dan selalu dikunjungi banyak orang. Di antara sekian banyaknya orang Hartawan yang tinggal di kota Jeng-Tauw, kiranya yang paling terkenal adalah Tan-Wangwe (Hartawan Tan) atau yang nama lengkapnya Tan Kai Seng.
Ia tidak saja terkenal karena memang amat kaya, memiliki banyak gedung-gedung besar dan memiliki pula rumah-rumah penginapan dan perahu-perahu yang disewakannya untuk mengangkut barang dari perahu-perahu besar yang berlabuh jauh dari pelabuhan, juga dia terkenal sekali karena Hartawan Tan ini memiliki kepandaian ilmu silat yang kabamya amat tinggi. Sudah tentu saja sebagai seorang Hartawan dia tidak pernah memperlihatkan kepandaiannya itu, akan tetapi semua orang kang-ouw yang datang di kota itu tentu mendengar dan menyaksikannya sendiri. Di samping ini semua, Hartawan Tan yang masih muda itu menjadi lebih terkenal karena dia telah menikah dengan seorang wanita yang telah lama menjadi sebutan orang sebagai bunga kota Jeng-Tauw.
Wi Wi Toanio, demikian nama wanita ini, adalah seorang gadis berusia delapan belas tahun ketika dikawin oleh Tan Wangwe, Seorang gadis yang memiliki kecantikan luar biasa dan banyak orang membandingkannya dengan Permaisuri Yang Kui Hui yang tersohor cantik jelita, kekasih daripada Kaisar Kerajaan Tang yang telah roboh oleh An Lu Shan. Selain memiliki kecantikan luar biasa, juga Wi Wi Toanio tidak seperti gadis Han umumnya, yakni malu-malu dan tidak berani memperlihatkan wajah di depan umum. Sebaliknya, Wi Wi Toanio yang mempelajari ilmu silat tinggi dan berkepandaian lihai berkat latihan dari seorang Nikouw (paderi wanita) dari Thian-San, sering kali keluar dari rumah menunggang kuda berbulu merah. Semenjak belum menikah, dia sudah mempunyai lagak yang amat genit, akan tetapi karena yang berlagak genit ini seorang gadis cantik jelita yang berkepandaian tinggi pula,
Maka dalam pandangan orang-orang lelaki ia bahkan kelihatan makin cantik dan menarik! Orang-orang pada tahu bahwa Wi Wi Toanio masih berdarah Tartar, karena Ibunya adalah seorang Tartar Bangsawan, akan tetapi tak seorang pun berani membicarakan hal ini. Yang sama sekali tidak diduga orang adalah Tan-Wangwe sendiri. Dia ini sebenamya adalah An Kai Seng, cucu dalam dari An Lu Shan sendiri, akan tetapi tidak ada orang yang mengetahuinya dan mereka menerimanya sebagai seorang Han yang kaya raya. Memang An Kai Seng orangnya cerdik sekali. Biarpun dia keturunan An Lu Shan pemah menjadi Kaisar, boleh dibilang dia keturunan Bangsawan tinggi. Akan tetapi An Kai Seng tahu bahwa kedudukan keluarga Kakeknya itu berbahaya sekali. Oleh karena itu setelah dia berada di istana, diam-diam dia mengumpulkan harta-harta rampasan dari Rakyat dan bekas pemerintah Tang,
Kemudian dia keluar dari istana, menyatakan kepada semua keluarganya bahwa dia lebih suka menjadi pedagang! Padahal bukan begitu keadaannya. Ia keluar dari istana membawa harta benda yang besar sekali untuk mencari kebebasan, agar dia jangan terlibat oleh urusan pemerintahan yang tidak menarik hatinya. Setelah hidup di luar keluarga Kaisar, An Kai Seng lalu mengumbar hawa nafsunya. Ia seorang pemuda, tampan, memegang uang banyak sekali, tentu saja dia seperti kuda tanpa kendali. Di samping berfoya-foya, dia pun memperdalam kepandaiannya di dalam ilmu silat, belajar dari Guru-guru silat yang ternama. Kemudian dia mendengar berita tentang kekacauan di istana, tentang pembunuhan terhadap An Lu Shan oleh puteranya sendiri, kemudian tentang pembunuhan yang dilakukan oleh Si Su Beng terhadap putera mahkota.
Diam-diam An Kai Seng memuji diri sendiri yang sudah lari dari istana dan mulailah dia berhati-hati menjaga harta bendanya. Mulailah dia berdagang dan mendapatkan untung besar sekali karena dia memang semenjak kecil mempelajari ilmu surat sehingga terhitung seorang Bun-Bu-Coan-Jai (pandai ilmu silat dan surat). Alangkah kaget dan takutnya ketika dia mendengar berita tentang terbunuhnya An Lu Kui dan An Kong, dan mendengar pula bahwa ada seorang musuh besar keluarga An hendak membasmi semua keturunan dan keluarga An Lu Shan! An Kai Seng ketakutan hebat. Ia cepat-cepat pindah dari kota yang dekat dengan Kota Raja, mengangkut semua barang dan harta bendanya, dan pindah ke Jeng-Tauw dengan nama sudah diganti, yakni Tan Kai Seng. Karena dia memang pandai sekali bicara Han dan mukanya juga tampan seperti muka orang Han biasa,
Dia diterima oleh masyarakat di Jeng-Tauw sebagai Hartawan Tan Kai Seng yang masih muda dan masih bujang. Maka tenanglah hatinya, apalagi setelah dia bertemu dengan Wi Wi Toanio dan berhasil mengawininya, Kai Seng merasa hidupnya bahagia dan aman. Siapakah yang tahu bahwa dia adalah keturunan An Lu Shan? Dan andaikata ada orang yang tahu, apa yang ditakutinya? Ia Hartawan, berkuasa dan mempunyai banyak kawan ahli-ahli silat, bahkan boleh dibilang dengan secara diam-diam, semua buaya darat di kota itu adalah kaki tangannya! Semua pembesar di kota itu menjadi pelindungnya, dan selain dia sendiri telah memiliki ilmu silat tinggi, juga isterinya terkenal dengan ilmu Pedangnya yang hebat! Siapa dapat mengganggunya? Iblis sendiri pun akan gentar untuk mengganggunya! Akan tetapi kekhawatiran hatinya membuat dia tidak tinggal diam.
Ia menyebar kaki tangannya untuk menyelidiki tentang pembunuh An Lu Kui dan An Kong dan mendapat keterangan bahwa pembunuh mereka itu adalah seorang pemuda murid Ang-Bin Sin-Kai yang amat lihai, bernama Lu Kwan Cu. Juga untuk menjaga keamanannya, selain dia dan isterinya memperdalam ilmu silat mereka dari Guru-guru pandai, dia pun membeli dua batang Pedang yang bagus dengan harga mahal sekali. Setiap hari dia dan isterinya tidak pernah berpisah dari Pedang ini. Selain itu, dia pun memelihara Guru-guru silat yang berpakaian sebagai pelayan, yang jumlahnya ada tujuh orang dan mereka ini menjadi pengawal pribadinya! Berkat kekuasaan uangnya yang mampu membayar setiap mata-mata dan penyelidik, An Kai Seng dapat mengumpulkan keterangan tentang Lu Kwan Cu sehingga biarpun dia belum pernah bertemu muka dengan musuh besar ini,
Dia dapat menggambarkan keadaan pemuda itu, dari bentuk badannya, pakaiannya dan wajahnya. Sekali saja bertemu, tentu dia akan mengenal pemuda yang mengancam keluarga An itu. Dalam hal ilmu silat, Kai Seng memang sudah memiliki tingkat yang cukup tinggi, bahkan sebelum dia meninggalkan istana, dia sudah menerima warisan ilmu Pedang yang cukup lihai dari Coa-Tok Lo-Ong (Raja Racun Ular) yang baru saja datang dari Tibet. Coa-Tok Lo-Ong adalah Sute (adik seperguruan) dari Hek-I Hui-Mo, maka dapat dibayangkan betapa hebat kepandaiannya. Ilmu Pedang yang dipelajarinya itu adalah ilmu Pedang Pat-Coa Kiam-Hoat (Ilmu Pedang Delapan Ular). Selain ilmu Pedang dari Coa-Tok Lo-Ong ini, Kai Seng masih mempelajari banyak ilmu silat dari Guru silatnya yang pandai, di antaranya dia mempelajari pula ilmu gulat dari Mongol.
Akan tetapi, setelah dia bertemu dengan Wi Wi Toanio, dia mendapatkan orang yang melebihinya dalam segala-gala, kecuali dalam kekayaan. Tidak saja kecantikan dan kegenitan gadis ini merampas semangat dan hatinya, juga ilmu silat Wi Wi Toanio temyata masih mengatasi kepandaiannya! Sebagai murid dari Thian-San-Pai, Wi Wi Toanio telah mempelajari Ilmu Silat Thian-San Kiam-Hoat sampai hampir sempurna sehingga ketika secara main-main Suami isteri ini mengadu ilmu Pedang, Pat-Coa Kiam-Hoat masih tidak dapat menandingi Thian-San Kiam-Hoat! Tentu saja Kai Seng menjadi girang sekali karena selain sebagai seorang isteri yang amat cantik dan tercinta, juga dalam diri isterinya dia mendapatkan seorang pembantu dan pelindung yang boleh diandalkan.
Biarpun tujuh orang pengawal pribadinya terdiri dari orang-orang yang berilmu tinggi, namun tingkat mereka itu masih belum dapat menandingi tingkat kepandaian Kai Seng sendiri, apalagi kalau dibandingkan dengan tingkat ilmu Pedang Wi Wi Toanio. Karena itu, tujuh orang pengawal ini amat tunduk dan menghormati majikannya, tidak hanya karena majikannya lebih pandai, terutama sekali karena Kai Seng amat royal terhadap para pengawalnya ini. Pada suatu hari, ketika Kai Seng sedang bercakap-cakap dengan isterinya di ruang dalam sambil menikmati kue-kue yang mereka beli dari seorang pedagang dari Selatan, tiba-tiba seorang pelayannya datang menghadap dan melaporkan dengan muka pucat.
"Siauwya (Tuan Muda), menurut para pembantu di rumah penginapan, di kota ini kedatangan seorang pemuda yang mencari keterangan tentang Siauwya!"
An Kai Seng dan isterinya saling pandang dan seketika itu juga kue yang tadinya amat enak itu seakan-akan berubah pahit.
"Selidiki apa kehendaknya dan coba panggil tujuh Kauwsu (Guru Silat) ke sini!"
Pelayan itu keluar kembali dan cepat menjalankan perintah itu. Sebelum keluar untuk melakukan tugasnya, lebih dulu dia mencari tujuh orang pengawal pribadi dari majikannya dan memanggil mereka.
"Cu-wi Kauwsu dipanggil oleh Siauwya."
Tujuh orang pengawal yang berpakaian sebagai pelayan akan tetapi bajunya digulung dan amat ringkas, lebih mirip pakaian Guru silat itu, segera masuk ke dalam, di mana Kai Seng dan Wi Wi Toanio telah menanti. Segera mereka mengadakan perundingan yang sungguh-sungguh. Tak lama kemudian, pelayan yang tadi keluar datang lagi dengan wajah bangga, karena dia telah mendapatkan keterangan yang lebih jelas tentang pemuda yang mencari-cari majikannya itu.
"Siauwya, ternyata dia adalah pemuda biasa saja. Hamba melihatnya sendiri dan dia bukanlah orang yang perlu dikhawatirkan. Namanya adalah Lu Kwan Cu, demikian dia tuliskan di Buku Hotel."
"Cukup, keluar kau!"
Bentak Kai Seng dan pelayan itu keluar dengan mengomel panjang pendek. Ia mengharapkan hadiah, akan tetapi ternyata majikannya kelihatan terkejut dan bahkan kelihatan pucat, mendengar omongannya tadi. Memang, mendengar bahwa nama pemuda yang dicurigainya itu adalah Lu Kwan Cu, pemuda yang telah membunuh An Lu Kui dan An Kong, yang dikabarkan berkepandaian tinggi sekali, bukan main kagetnya hati Kai Seng. Akan tetapi dia menjadi lega kembali setelah isterinya menghiburnya.
"Mengapa kau gelisah? Belum tentu kalau kabar tentang pemuda itu benar. Betapapun lihainya, kita takut apakah? Aku sendiri sanggup memenggal lehernya dengan Pedangku. Mustahil dia akan dapat menangkan kita. Apalagi, kita sudah mengatur siasat sehingga andaikata dia memang lihai sekali, dia tidak akan dapat mencari kita."
Malam hari itu Kai Seng tak dapat tidur dan nampak gelisah sekali, sehingga Wi Wi Toanio menjebikan bibirnya yang merah dan mencelanya sebagai seorang penakut.
"Orang macam apakah adanya Lu Kwan Cu sehingga kau begitu takut? Kalau kau tidak berkeras melarang, aku ingin pergi ke Hotel itu dan mengusirnya dengan Pedangku,"
Kata isteri yang cantik jelita dan genit akan tetapi berani itu.
"Jangan, isteriku, jangan berlaku sembrono. Menurut kabar dari istana dari orang-orang yang mengetahui, Kakek luarku An Lu Kui dan pamanku An Kong yang sudah terkenal lihai sebagai murid dari Jeng-Kin-Jiu Kak Thong Taisu masih dapat terbunuh olehnya. Hal ini saja sudah membuktikan bahwa dia lihai sekali."
"Hemmm, aku belum menyaksikan seberapa lihainya kong-kong dan pamanmu itu. Akan tetapi aku masih percaya kepada Pedangku dan aku tidak takut andaikata pemuda yang bemama Lu Kwan Cu itu berkepala tiga dan bertangan delapan!"
Kai Seng tidak berani membantah karena dia takut kalau-kalau isterinya marah. Memang, Suami ini kalah oleh isterinya, kalah tinggi kepandaiannya dan juga kalah pengaruh. Namun sampai hampir pagi barulah dia dapat tidur. Berbeda dengan isterinya yang sore-sore sudah tidur dengan nyenyaknya. Akan tetapi pada keesokan harinya, Kai Seng harus bangun lagi ketika pintu kamamya digedor pelayan dari luar.
"Siauwya... lekas bangun...!"
Wi Wi Toanio dan Kai Seng melompat dari tempat tidur dan Kai Seng segera membuka pintu.
"Ada apa?"
Tanyanya dengan muka pucat, karena memang hatinya selalu merasa tidak enak. Yang menggedor pintu adalah pelayan yang kemarin memberi laporan padanya. Pelayan itu kelihatan gugup ketika mewartakan.
"Pemuda Lu Kwan Cu itu benar-benar berani mati datang ke sini, sekarang sedang dihadapi oleh tujuh Kauwsu."
Muka Hartawan muda itu makin pucat.
"Lekas kau beritahukan kepada semua pelayan agar supaya apabila ditanya menyatakan bahwa aku dan Toanio tidak ada di rumah. Awas, jangan ada yang membocorkan hal ini. Kemudian kau cepat-cepat mengundang semua sahabatku yang pandai ilmu silat, minta bantuan mereka dan katakan bahwa di rumahku kedatangan seorang penjahat yang mengacau."
"Baik, Siauwya!"
Kata pelayan itu yang cepat berlari pergi, dan di dalam hatinya kembali pelayan ini mengomel panjang pendek.
"Kedatangan seorang seperti pemuda yang lemah itu saja sudah ribut bukan main seperti kedatangan setan!"
"Wi Wi, lekas kau tukar pakaian pelayan, lepaskan semua perhiasanmu itu!"
Kata Kai Seng yang cepat-cepat menanggalkan pakaian dan memakai pakaian pelayan yang memang sudah disediakan sejak kemarin.
Saking gugupnya, dia sampai terbalik memakai celana dan baju, sehingga dalam terburu-buru ingin cepat itu, dia bahkan makin lambat mengenakan pakaian samarannya itu. Inilah hasil perundingannya dengan tujuh orang pengawalnya kemarin. Dalam perundingan itu diambil keputusan bahwa kalau Lu Kwan Cu benar-benar datang menyerang Kai Seng dan Wi Wi Toanio akan menyamar sebagai pelayan dan kemudian melihat perkembangan selanjutnya. Dengan senyum sindir berkembang di bibirnya yang manis, Wi Wi Toanio memandang kelakuan suaminya itu. Yang dipandang melirik dan merahlah wajahnya karena memang dari kegugupannya mengenakan pakaian ini saja sudah merupakan pengakuan dirinya bahwa dia benar-benar merasa bingung, takut, dan gugup.
"Eh, kau senyum-senyum saja, tidak lekas-lekas mengganti pakaian?"
Katanya menegur untuk menutupi rasa malunya. Wi Wi Toanio mainkan bibirnya.
"Mengapa aku harus berganti pakaian sebagai pelayan? Aku bukan pelawak yang hanya membikin para pelayan kalau melihatku pada tertawa geli. Tidak, aku akan menghadapi musuh besarmu itu dengan pakaian ini."
Kai Seng menggeleng-geleng kepalanya.
"Wi Wi, Jangan berlaku sembrono, lebih baik kita berhati-hati, siapa tahu Lu Kwan Cu itu benar-benar amat lihai!"
"Biarpun dia lihai, akan tetapi bukankah yang dia cari adalah engkau? Padaku dia tidak kenal dan tidak mempunyai urusan sesuatu, mengapa aku takut-takut menghadapinya? Dia tidak akan mengapa-apakan aku."
"Bukankah kau isteriku?"
Kai Seng berkata jengkel. Wi Wi Toanio tersenyum dan berkata menghibur,
"Siapa bilang aku bukan isterimu? Akan tetapi mustahil kalau Lu Kwan Cu mengerti bahwa aku isterimu!"
Kai Seng merasa kalah dan tidak berani mendesak. Lagi pula apa yang diucapkan oleh isterinya itu memang tidak salah. Yang dicari oleh Lu Kwan Cu hanya dia, keturunan An Lu Shan. Isterinya tentu takkan diganggu oleh musuh besar itu.
"Kalau begitu, marilah kita keluar, lihat apakah para Kauwsu dapat mengusimya."
Kai Seng tidak lupa membawa Pedangnya, sedangkan Wi Wi Toanio masih berlaku ayal-ayalan.
"Kau keluarlah dulu, aku tidak mau keluar sebelum berhias dan tukar pakaian. Masa baru saja bangun tidur, belum cuci muka belum apa-apa sudah disuruh keluar bertemu orang?"
Kai Seng makin mendongkol. Baginya sehabis bangun tidur, isterinya bahkan makin cantik saja. Akan tetapi dia tidak berani membantah karena memang bagi seorang wanita, sukarlah untuk di suruh keluar dari kamar sehabis bangun tidur sebelum berhias dan mengganti pakaian.
"Jangan terlalu lama!"
Katanya dan dia bergegas keluar. Ketika Kai Seng tiba di luar, dia melihat tujuh orang jagonya itu sedang menghadapi seorang pemuda dan melihat pemuda ini, timbullah ketabahannya. Tidak disangkanya bahwa laporan pelayannya kemarin itu benar belaka. Pemuda ini berpakaian buruk dan miskin sekali, tubuhnya tidak begitu besar dan nampaknya lemah. Namun dia tidak berani berlaku sembrono dan hanya berdiri dan mendengarkan dari jauh.
"Sudah kukatakan berkali-kali, orang muda, bahwa majikan kami bukan orang yang kau cari itu. Dia benar bernama Kai Seng, akan tetapi nama keturunannya adalah Tan, bukan An,"
Kata Kauwsu tertua yang masih mencoba untuk mengusir pemuda itu dengan alasan.
"Siapapun juga yang kau cari, bagaimana kau berani berlaku kurang ajar dan berani mati mencari keributan di rumah Tan-Wangwe?"
Bentak seorang Kauwsu termuda yang kasar karena dia merasa berani dan marah melihat pemuda yang dipandangnya ringan ini.
Pemuda itu yang bukan lain adalah Kwan Cu, tertawa mengejek. Ia telah menemukan jejak musuh besarnya dan dia bukanlah seorang pemuda yang suka bertindak sembrono. Telah dicarinya keterangan yang jelas tentang An Kai Seng dan biarpun dia mendengar bahwa Hartawan bernama Kai Seng di kota ini seorang ber-she Tan. Namun dia masih tetap curiga dan menduga bahwa dia tentulah An Kai Seng yang mengubah namanya. Apalagi dia telah mendapat keterangan tentang wajah dan keadaan musuh besarnya itu, dan ketika dia mempergunakan waktu sehari semalam di kota Jeng-Tauw untuk menyelidik, dia mendengar bahwa wajah, dan bentuk badan Hartawan Tan Kai Seng ini sesuai benar dengan keterangan yang dia dapat tentang musuh besarnya, yakni An Kai Seng. Memang dia berlaku sangat teliti dan tidak buru-buru turun tangan, hendak mencari kepastian lebih dulu.
"Aku tidak peduli apakah majikanmu itu she Tan, she An atau she Boan, akan tetapi aku hendak bertemu dengan majikanmu yang bernama Tan Kai Seng itu!"
Jawab Lu Kwan Cu atas pertanyaan para Kauwsu yang berpakaian sebagai pelayan-pelayan itu.
"Hm, kau berkeras kepala hendak bertemu dengan majikan kami, padahal kami sudah berkali-kali memberi tahu padamu bahwa majikan kami sedang ke luar kota!"
Kata Kauwsu tertua.
"Aku tidak percaya! Lekas panggil dia keluar, kalau tidak terpaksa aku akan mencarinya sendiri di dalam rumah ini."
Kauwsu termuda marah sekali dan menudingkan telunjuknya ke arah muka Kwan Cu.
"Kau ini bocah ingusan yang tidak tahu diri! Kau hendak mencari majikan kami dan hendak memasuki rumah secara paksa, apakah kehendakmu? Apakah kau hendak merampok?"
Kwan Cu tersenyum sindir dan masih berlaku sabar dan tenang.
"Kalian hendak mengetahui apakah kehendakku? Dengarlah baik-baik. Kalau majikanmu itu benar-benar Kai Seng yang kucari-cari, memang benar aku hendak merampok. Akan tetapi bukan harta benda yang hendak kurampok, melainkan kepalanya!"
"Bangsat rendah, kau terlalu sombong!"
Seru Kauwsu termuda dan karena dia memandang rendah secepat kilat dia mengirim serangan dengan pukulan tangan kanannya.
"Bagus, seorang pelayan memiliki kepandaian silat yang lumayan juga!"
Sindir Kwan Cu yang cepat mengelak ke kiri dan sekali dia menggerakkan kaki, dia telah menendang pantat Kauwsu termuda itu sehingga tubuh Kauwsu yang tinggi besar itu terlempar dua tombak lebih lalu jatuh mengeluarkan suara keras. Debu mengebul dan makin banyak lagi debu mengebul ketika dengan meringis kesakitan, Kauwsu itu bangun berdiri dan menepuk-nepuk pantatnya, bukan hanya utuk menghilangkan debu dari celananya, akan tetapi juga untuk memijit-mijit tulang belakang yang terasa sakit sekali! Melihat betapa segebrakan saja Kauwsu itu dapat dilemparkan dengan mudah oleh pemuda ini, semua Kauwsu mengerti bahwa lawan ini benar-benar berkepandaian tinggi. Serentak terdengar suara senjata dicabut dari sarungnya dan gemerlapanlah golok dan Pedang yang berada di tangan tujuh orang Kauwsu itu.
"Hm, hm, hm, bagus sekali. Para pelayan di sini tidak memegang sapu dan Kee-Mo-Cing (Kebutan Bulu Ayam), melainkan memegang golok dan Pedang!"
Kata Kwan Cu menyindir lagi. Akan tetapi dia tidak diberi kesempatan untuk membuka mulut lebih banyak lagi karena dengan gerakan berbareng, tujuh orang Kauwsu itu sudah menubruknya dan menghujankan senjata mereka di tubuh Kwan Cu. Melihat gerakan mereka, makin curigalah hati Kwan Cu. Sambil mempergunakan ginkangnya mengelak, meloncat, dan kadang-kadang mempergunakan tangan kaki untuk menangkis serangan, dia berkata lagi.
"Aha, tidak saja pelayan-pelayan bergolok berpedang, bahkan ilmu silat kalian sudah tinggi. Benar-benar Hartawan majikanmu itu aneh sekali, seperti Bangsawan-Bangsawan di Kota Raja saja yang memelihara tukang-tukang pukul untuk melindungi dirinya!"
Para Kauwsu itu terkejut melihat betapa pemuda itu berkelebat ke sana ke mari seperti Burung saja gesitnya.
Mereka mendesak makin rapat dan mainkan senjata mereka main gencar. Adapun Kai Seng yang melihat dari jauh, menjadi kecil hatinya karena pemuda itu benar-benar gesit sekali. Akan tetapi dia masih mengharapkan salah seorang di antara para Kauwsunya akan berhasil melukai pemuda itu. Namun sebentar saja harapannya ini lenyap dan diterbangkan angin kenyataan. Pada saat semua senjata merangsangnya, Kwan Cu melompat tinggi melalui kepala para pengeroyoknya ke kiri, kira-kira setombak jauhnya dari mereka. Kauwsu itu cepat membalikkan tubuh dan mengejarnya. Kauwsu termuda yang berdiri paling dekat, cepat menubruk dan menggunakan gerak tipu Sian-Jit-Tit-Lou (Dewa Menunjuk Jalan) menusuk ke arah dada Kwan Cu. Gerakan ini cepat dan kuat sekali.
Alangkah girangnya hati Kauwsu muda ini ketika dia melihat Pedangnya amblas kedalam dada Kwan Cu sampai dekat gagangnya! Akan tetapi sebentar saja dia membelalakkan matanya penuh keheranan karena dada itu tidak mengucurkan darah, bahkan pemuda itu tersenyum-senyum mengejek. Ketika dia melihat dengan jelas, tahulah dia bahwa Pedangnya amblas antara dada dan lengan, tegasnya Pedang itu dikempit dengan lengan oleh lawannya. Ia tadi tidak melihat hal ini dan mengira bahwa tusukannya berhasil karena pemuda itu tidak mengelak sama sekali dan gerakannya ketika mengempit Pedang itu begitu cepat sehingga tidak kelihatan olehnya! Kai Seng yang berdiri dan melihat dari jauh, karena dia memiliki kepandaian lebih tinggi daripada Kauwsu muda itu, dapat melihat akan hal ini dan siang-siang dia sudah terkejut sekali.
Itulah gerakan yang banyak persamaannya dengan gerak tipu Khai-Ciang-Kiap-Kiam (Membuka Tangan Mengempit Pedang), sebuah gerakan yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang karena selain gerakan ini amat berbahaya sehingga salah sedikit saja dada dapat tertembus Pedang, juga gerakan ini memerlukan ketajaman mata dan tenaga Lweekang yang sudah sempurna! Kauwsu muda itu mengerahkan seluruh tenaganya untuk mencabut Pedangnya yang terjepit oleh lengan Kwan Cu, akan tetapi usahanya sia-sia belaka. Kwan Cu tersenyum-senyum dan tidak segaris pun urat mukanya memperlihatkan bahwa dia mengerahkan tenaganya. Ketika melihat para pengeroyok lain sudah mengejar dan menggerakkan senjata, Kwan Cu tiba-tiba melepaskan kempitannya dan membarengi mengayun tangan menjamah dagu Kauwsu muda itu.
"Aduuuh... awaaaaaaas, jangan tusuk aku!"
Kauwsu muda itu tubuhnya terlempar ke arah para kawannya sendiri.
Para Kauwsu lainnya terkejut sekali dan cepat mereka menurunkan senjata agar jangan sampai menusuk kawan sendiri yang melayang ke arah mereka. Dengan cepat mereka melompat ke kanan kiri dan kasihan sekali, Kauwsu muda itu tidak jadi menubruk kawan-kawannya dan...
"Ngek!"
Ia terbanting ke atas tanah, untuk kedua kalinya pantatnya beradu dengan tanah. Akan tetapi kali ini amat kerasnya sehingga pecahlah kulit pantatnya, menimbulkan rasa sakit dan perih. Akan tetapi Kauwsu ini kebingungan karena dia tidak dapat memilih mana yang kurang sakitnya, dagu atau pantatnya. Dagunya yang tadi dijamah oleh lawannya terasa sakit bukan main sehingga dia merasa seakan-akan dagunya itu kini menjadi tebal seperti baru saja di sengat oleh dua puluh lima tawon berbisa!
Karena kedua-duanya sakit sekali, tangan kanannya mengaruk-garuk dagu, tangan kirinya memencet-mencet pantat, lakunya seperti seekor kera kepanasan! Enam orang Kauwsu yang lain menubruk dan marah sekali melihat seorang kawan mereka dirobohkan. Akan tetapi Kwan Cu sudah siap sedia dan pemuda ini tidak mau membuang banyak waktu lagi. Ia memang tidak ingin membunuh secara serampangan saja. Yang dicarinya adalah An Kai Seng seorang, orang-orang lain tidak masuk hitungan pembalasan dendamnya. Apalagi para pelayan ini dianggapnya tidak bersalah apa-apa, hanya menurut perintah majikan seperti boneka-boneka yang harus dikasihani karena tidak punya kebebasan. Melihat datangnya enam orang itu, cepat-cepat Kwan Cu mainkan Ilmu Silat Kong-Ciak Sin-Na,
Kedua tangan dan kakinya bergerak aneh dan cepat sekali seperti sepak terjang seekor merak sakti sedang marah. Dalam beberapa gebrakan saja dia sudah berhasil merampas semua senjata dan tidak lupa pada saat merampas senjata, dia mengirim totokan, tendangan atau pukulan siku yang membuat enam orang Kauwsu itu terlempar ke kanan kiri, terbanting dan roboh seprti keadaan Kauwsu termuda. Tujuh orang Kauwsu itu hanya dapat mengaduh-aduh bahkan ada yang tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali, yakni mereka yang terkena totokan siku di bagian ulu hati sehingga sesak napas. Kwan Cu melemparkan semua senjata yang dirampasnya dan cepat melompat ke arah ruangan depan untuk melakukan pemeriksaan dan hendak mencari orang yang menjadi majikan para pengeroyok tadi.
Akan tetapi, sebelum melewati pintu ruangan depan, tiba-tiba dia mendengar sambaran angin dan cepat-cepat dia mengelak sambil mengerahkan tenaga, mengulur tangan kanan, mempergunakan sebuah gerak tipu dari Kong-Ciak Sin-Na untuk merampas Pedang yang ditusukkan kepadanya dengan cepat itu. Akan tetapi dia terkejut melihat Pedang itu cepat sekali ditarik kembali dan tidak dapat dirampasnya, bahkan Pedang itu kini menyerangnya lagi dengan bacokan ke arah paha! Kwan Cu melompat mundur memandang. Penyerangnya adalah seorang pelayan pula yang masih muda dan yang memegang sebuah Pedang yang berkilauan cahayanya. Ia tercengang dan diam-diam memuji bahwa Hartawan yang bernama Kai Seng itu benar-benar amat hati-hati dan mempunyai banyak jago-jago yang tidak boleh dipandang ringan.
"Ahhh... masih ada lagi kaki tangan jahanam she An yang begini lihai?"
Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kwan Cu berseru.
"Majikan kami she Tan, bukan she An. Kau orang kurang ajar lebih baik lekas minggat kalau tidak ingin mampus!"
Bentak pelayan itu yang sebenarnya bukan lain adalah An Kai Seng sendiri! Sedikitpun Kwan Cu tidak menduga bahwa pelayan muda yang lihai ilmu Pedangnya ini, adalah An Kai Seng, orang yang dicari-carinya. Kalau saja sebelumnya dia tidak dikeroyok oleh Kauwsu-Kauwsu yang berkepandaian tinggi dan juga berpakaian sebagai pelayan, tentu dia akan bercuriga terhadap pelayan muda itu. Tidak pantas seorang pelayan berkepandaian setinggi itu. Akan tetapi, melihat kepandaian tujuh orang Kauwsu yang mengeroyoknya, dia tidak merasa aneh lagi akan kepandaian pelayan muda berpedang ini.
Agaknya memang musuh besarnya, An Kai Seng, sudah mendengar tentang usahanya membalas dendam dan telah siap sedia menjaga diri, memelihara jago-jago silat yang pandai. Ketika pelayan muda itu memutar Pedangnya dan menyerangnya dengan hebat sekali, diam-diam Kwan Cu terkejut. Ia tidak boleh menyamakan pelayan ini dengan tujuh orang pelayan yang tadi mengeroyoknya, karena ilmu Pedang yang dimainkan pelayan muda ini benar-benar lihai sekali dan terang bahwa itu adalah ilmu Pedang yang di ajarkan oleh seorang ahli silat tinggi kelas satu. Diam-diam Kwan Cu merasa bersyukur bahwa dia telah mempelajari ilmu silat dari Im-Yang Bu-Tek Cin-Keng, karena kalau saja dia hanya menerima latihan dari Ang-Bin Sin-Kai, agaknya belum tentu dia dapat mengalahkan pemuda ini, apalagi kalau hanya bertangan kosong.
Baru berusaha untuk mencari musuh besar kong-kongnya saja dia sudah menjumpai orang-orang demikian lihai, apalagi kalau dia kelak bertemu dengan musuh-musuh Suhunya. Tugasnya tidak ringan dan mudah, baiknya dia telah mempelajari ilmu silat tinggi dari kitab Im-Yang Bu-Tek Cin-Keng, sehingga dia boleh merasa tenang menghadapi lawan-lawannya. Karena maklum bahwa kalau dia hanya mempergunakan tangan kosong dan mainkan Kong-Ciak Sin-Na dan Pek-In Hoat-Sut saja agaknya akan memakan waktu lama sebelum dia mengalahkan pelayan ini, Kwan Cu segera mencabut Sulingnya. Ia tidak mau membuang banyak waktu menghadapi segala macam pelayan, betapapun pandainya pelayan ini. Tenaga dan waktunya harus dihemat untuk kelak menghadapi musuh-musuhnya, karena dia tidak ingin membinasakan orang-orang yang tidak mempunyai permusuhan dengannya.
"Jangan kau mengorbankan nyawa untuk Bangsat An Kai Seng, keturunan orang Tartar yang sudah banyak membikin sengsara Rakyat itu,"
Kata Kwan Cu sambil memutar Sulingnya. Setelah kini dia mempergunakan senjata, benar saja pelayan muda itu menjadi sibuk sekali. Gerakan Pedangnya kacau-balau karena Suling lawannya bagaikan berubah menjadi banyak sekali dan mengurung serta mendesak dirinya dari segala jurusan. Setelah Kwan Cu dapat menangkap inti sari ilmu Pedang lawannya yang amat ganas itu, tiba-tiba dia melakukan serangan kilat, menangkis Pedang lawan dengan Sulingnya dibarengi dengan gerakan menggaet, sedangkan tangan kirinya memukul ke arah pangkal lengan kanan lawan yang memegang Pedang.
"Lepaskan senjata!"
Serunya nyaring sambil mengerahkan tenaganya.
Pedang dan Suling bertemu di udara dan betapapun pelayan muda itu mengeluarkan seluruh tenaganya, dia tidak mampu menarik kembali Pedangnya yang seakan-akan berakar pada Suling itu. Tiba-tiba dia merasa pangkal lengannya sakit dan lumpuh dan terpaksa Pedangnya dia lepaskan! Akan tetapi pelayan itu adalah An Kai Seng yang tentu saja merasa khawatir kalau-kalau pemuda ini akan terus menurunkan tangan maut kepadanya, oleh karena itu, dia cepat mempergunakan tangan kirinya memukul dada Kwan Cu sambil mengerahkan tenaga Lweekangnya. Tadinya Kwan Cu hanya akan merasa puas setelah merampas Pedang saja, akan tetapi melihat lawannya tlba-tiba memukul dengan pukulan maut yang amat berbahaya, dia lalu berseru,
"Pergilah!"
Pukulan tangan kiri ke arah dadanya itu sama sekali tidak ditangkisnya, hanya dengan tangan kirinya dia menyampok sambil mengeluarkan tenaga Pek-In Hoat-Sut. Pelayan muda itu menjerit dan tubuhnya terpental dua tombak dan jatuh bergulingan sampai tiga tombak lebih! Baiknya Kwan Cu memang tidak berniat mencelakakannya, maka dia hanya jatuh dan terbanting babak belur saja, tidak mengalami luka di dalam tubuhnya. Akan tetapi, pukulan pada pangkal lengannya tadi membuat lengannya kaku dan tubuhnya yang terbanting terasa sakit-sakit.
"Bangsat kecil jangan kurang ajar!"
Tiba-tiba terdengar suara merdu dan sinar yang berkeredepan menyambar ke arah tenggorokan Kwan Cu. Pemuda ini terkejut sekali karena gerakan Pedang yang menyerangnya ini bahkan lebih gesit, cepat, dan kuat dari pada Pedang pelayan muda yang baru saja dikalahkannya tadi. Bukan main, benar-benar musuh besar kongkongnya telah memelihara banyak sekali orang pandai, pikirnya sambil mengelak cepat dan menangkis Pedang itu dengan Sulingnya. Terdengar suara nyaring dan Kwan Cu merasa betapa tenaga Lweekang dari penyerang ini bahkan lebih besar daripada tenaga si pelayan muda tadi! la cepat memandang dan seketika itu juga dia melongo.
Di depannya berdiri seorang wanita muda yang berpakaian indah dan ketat, cantik jelita bukan main, seperti seorang bidadari turun dari kahyangan. Tidak saja wajahnya yang putih halus kemerah-merahan itu mempunyai tarikan yang amat menarik hati dan memikat sedangkan potongan tubuhnya juga menggairahkan, juga sepasang mata wanita ini berkilauan penuh gairah hidup, bibirnya yang manis itu tersenyum simpul dan Kwan Cu mencium bau harum yang membuatnya berdebar. Memang wanita ini cantik sekali lebih cantik daripada Gouw Kui Lan, bahkan masih lebih cantik daripada Bun Sui Ceng sekalipun! Belum pernah Kwan Cu melihat gadis secantik ini, maka biarpun dia bukan seorang mata keranjang, namun dia tetap seorang pria dan melihat seorang wanita demikian cantik manisnya setidaknya dia menjadi tertegun.
"Eh, mengapa kau memandang saja kepadaku begitu kurang ajar? Siapakah kau dan mengapa kau membikin kacau di sini?"
Wanita cantik itu menegur, akan tetapi dengan mata berkedip-kedip bangga dan mulut tersenyum manis sekali. Kwan Gu menjadi merah sekali mukanya. la menahan napas untuk menenteramkan hatinya yang terguncang, lalu tanpa berani memandang langsung agar tidak terpesona oleh wajah itu, dia menjawab,
"Namaku Lu Kwan Cu dan aku datang untuk mencari An Kai Seng. Akan tetapi para pelayan itu menyerangku, terpaksa aku merobohkan mereka."
Tiba-tiba Kwan Cu mengangkat muka dan memandang pula, kini bukan karena kagum dan untuk menikmati wajah cantik itu, melainkan karena dia teringat akan keterangan orang bahwa musuh besarnya An Kai Seng itu mempunyai isteri yang amat cantik. Inikah isterinya itu? "Siapakah kau dan di mana adanya An Kai Seng?"
Wanita itu tertawa kecil sehingga giginya yang seperti mutiara berderet itu tampak sebentar lalu tertutup kembali oleh sepasang bibirnya yang merah dan halus.
"Aku tidak kenal dengan segala An Kai Seng, dan tidak tahu dia berada di mana."
Baru bicara sampai di sini, wanita itu melirik ke arah pelayan muda tadi yang sudah berdiri lagi sambil meringis kesakitan. Aneh sekali, wanita ini tersenyum geli dan memandang pula kepada Kwan Cu.
"Hm, kau malah sudah mengalahkan pelayanku itu?"
Sambil berkata demikian, wanita itu menudingkan telunjuknya ke arah pelayan tadi. Otomatis Kwan Cu ikut menengok ke arah pelayan muda tadi yang kini sudah berjalan terhuyung-huyung keluar dari pekarangan rumah. Akan tetapi, gerakan lehernya untuk menengok itu mendatangkan kesempatan baik bagi wanita tadi yang terus saja menusuk dengan Pedangnya ke arah lambung Kwan Cu! Pemuda ini terkejut sekali dan cepat dia menggerakkan lengan, miringkan tubuh dan cepat pula menyampok Pedang dengan Sulingnya. Kembali terdengar suara keras dan Pedang itu terpental kembali.
"Kau curang!"
Kwan Cu menegur dengan hati mendongkol kalau saja dia kurang hati-hati, serangan menggelap tadi tentu akan mendatangkan bahaya besar baginya.."Siapakah kau?"
Wanita itu tersenyum mengejek dan sepasang matanya bergerak genit. Melihat sepasang mata ini, hati Kwan Cu berdebar dan dia mengaku bahwa sepasang mata ini lebih tajam dan lebih berbahaya daripada sepasang Pedang mustika! Maka dia cepat-cepat mengalihkan pandang tidak berani menatap secara langsung!
"Kau datang ini hendak mencari orang atau hendak berkenalan dengan aku? Mengapa tanya-tanya nama segala macam?"
Celaka, pikir Kwan Cu. Perempuan ini tidak saja memiliki gaya dan kecantikan luar biasa yang dapat merobohkan hati laki-laki, juga lidahnya amat tajam dan pandai sekali bicara. Kwan Cu yang masih amat muda dan belum berpengalaman dalam menghadapi wanita, masih belum tahu bahwa seorang wanita seperti ini memiliki kecerdikan dan muslihat yang lebih pandai daripada seorang ahli perang. Dengan muka merah sekali sampai ke telinga-telinganya, Kwan Cu membentak,
"Jangan sembarangan bicara! Aku datang hendak menghancurkan kepala An Kai Seng dan kau lebih baik lekas menyingkir karena aku tidak suka menjatuhkan tangan kepada seorang wanita, apalagi kalau kau tidak mempunyai hubungan sesuatu dengan An Kai Seng."
"Sudah kukatakan bahwa aku tidak kenal An Kai Seng, yang ada, di sini hanya Tan-Wangwe, akan tetapi kau tidak percaya. Habis apa yang hendak kau lakukan?"
Tanya wanita itu sambil menatap wajah Kwan Cu yang tampan dan tenang.
"Aku harus melihat dulu orang yang bernama Kai Seng itu, hendak kulihat apakah dia orang yang kucari-cari ataukah bukan?"
"Jadi kau mau apa?"
Wanita itu berkata menantang.
"Aku akan masuk dan memeriksa seluruh isi rumah ini."
Wanita itu tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang putih mengkilap.
"Kau.. kau mengagumkan!"
Kwan Cu melengak dan tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh wanita ini, akan tetapi wanita ltu cepat menyambung kata-katanya, kini dengan bentakan keras dan dengan Pedang dilintangkan di depan dadanya.
"Dan kau sombong! Kau mau menggeledah rumah orang begitu saja? Baru dapat kau lakukan kalau kau sudah dapat mengalahkan Pedangku!"
Ucapan ini ditutup dengan tusukan Pedang yang amat lihai, dan tusukan ini disusul oleh serangan-serangan lain yang cepat sekali. Kwan Cu sudah dapat menduga akan kehebatan ilmu Pedang wanita ini maka dia tidak berlaku ayal dan cepat menggerakkan Sulingnya menangkis dan mengelak. Serentetan serangan dari enam jurus dengan amat mudahnya telah dapat dihindarkan oleh Kwan Cu.
"Kau hebat!"
Wanita itu memuji.
"Coba kau tahan yang ini!"
Dengan gerakan tubuh yang amat indah seperti orang menari, ia lalu menggerakkan Pedangnya pula, kini melakukan serangan dengan Pedangnya. Serangan ini memang istimewa, dalam sejurus serangan ini terdapat tiga bagian yang dilakukan dengan tenaga berlainan dan dengan tujuan berlainan pula. Tusukan pertama dilakukan dengan pengerahan tenaga mengikat, babatan ke dua yang menyusul dengan tenaga mengait, dan serangan ke tiga adalah tusukan ke arah kening di antara mata dengan dibarengi oleh pukulan tangan kiri dan lanjutan pemUtaran Pedang di depan mata lawan untuk mengacaukan lawan sehingga andaikata lawan dapat menghindarkan diri dari tiga kali serangan Pedang, dia akan terkena oleh pukulan tangan kirinya!
"Hm, inilah In-Liong Sam-Hian (Naga Awan Muncul Tiga Kali)! Kalau begitu kau murid Thian-San!"
Seru Kwan Cu yang cepat sekali mengerahkan ginkangnya untuk menghindarkan diri dari serangan yang susul-menyusul dan dia tahu amat berbahaya ini. la pernah mendengar dari Ang-Bin Sin-Kai tentang ilmu-ilmu silat yang paling ampuh dan berbahaya dari berbagai cabang persilatan dan justeru ilmu Pedang yang ini dia pernah mendengar dari Suhunya.
Kalau dahulu dia hanya mendengar teorinya saja, setelah dia mempelajari ilmu kesaktian dari Im-Yang Bu-Tek Cin-Keng, sekali melihat saja tahulah dia bahwa ini adalah ilmu silat dari Thian-San-Pai. Wanita itu pun nampak terkejut dan kagum ketika Kwan Cu selain dapat menghindarkan diri dari serangannya yang dipilihnya paling hebat itu, juga dapat menduga tepat bahwa dia adalah anak murid Thian-San-Pai. Akan tetapi ia hanya tertawa mengejek dan cepat melakukan serangan bertubi-tubi! Kwan Cu merasa tidak perlu membuang waktu melayani wanita ini, akan tetapi karena ilmu Pedang dari wanita itu memang lihai sekali, maka dia menjadi bingung. Kalau dia tinggalkan, memang mudah saja baginya untuk melompat dan terus lari ke dalam rumah. Akan tetapi, lawannya ini tentu akan mengejarnya sehingga dia tidak leluasa melakukan penggeledahan.
Di samping ini, dia pun harus berlaku hati-hati karena siapa tahu kalau-kalau di dalam rumah dipasangi perangkap, karena ternyata bahwa pemilik rumah ini adalah seorang yang menjaga diri baik-baik sehingga di situ terdapat banyak ahli silat yang pandai. Lagi pula, salahnya adalah karena dia tidak mau melukai perempuan ini, bukan hanya karena dia tidak enak hati untuk melukai seorang perempuan yang belum diketahuinya siapa dan dianggapnya tiada dosa, juga dia merasa tidak tega. Tak dapat disangkal pula bahwa kecantikan dan gaya wanita ini sedikit banyak telah menarik hatinya. Kalau dia mau, memang agaknya dalam sepuluh jurus saja dia dapat merobohkan tanpa melukainya adalah hal yang tidak begitu mudah. Akhirnya dia mendapatkan akal. Dengan Sulingnya dia melakukan serangan kilat dan,
"Breeettt!"
Robeklah baju wanita itu di bagian pinggang! Wanita itu terkejut sekali karena Suling lawannya seakan-akan telah mengenai tubuhnya, akan tetapi ternyata bahwa lawannya tidak mau melukainya, dan Suling itu diselewengkan sedikit sehingga bukan kulitnya, melainkan bajunya yang robek. Akan tetapi serangan tadi benar-benar hebat karena amat dekat dengan kulitnya sehingga bukan hanya baju luarnya, malah baju dalamnya ikut robek dan kulit pinggangnya yang putih itu kelihatan!
Karena mengalami kekagetan hebat, wanita itu menjadi tertegun dan Kwan Cu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Tangan kirinya bergerak dengan Ilmu Silat Kong-Ciak Sin-Na, sedangkan tangan kanan menggerakkan Suling menotok ke arah pinggang. Dalam sekejap mata saja Pedang wanita itu sudah dirampasnya dan kedua kaki wanita itu menjadi kaku tak dapat digerakkan lagi akibat totokan Suling tadi! Sambil tersenyum Kwan Cu melemparkan Pedang itu ke atas dan sambil mengeluarkan bunyi nyaring, Pedang itu menancap pada langit-langit rumah. Sampai setengah lebih tergantung di situ sambil bergoyang-goyang saking kerasnya tenaga sambitannya. Wanita itu menangis! Tangan kiri menutupi pinggang yang terbuka pakaiannya dan tangan kanan diremas-remasnya, akan tetapi kedua kakinya tak dapat bergerak.
"Kubunuh kau manusia kurang ajar "
Teriaknya berkali-kali. Akan tetapi Kwan Cu tidak melayaninya dan hanya tersenyum sambil berlari memasuki rumah.
la merasa kasihan dan juga geli. Akan tetapi, setelah melakukan pemeriksaan dengan cepat, teliti dan hati-hati, Kwan Cu menjadi kecewa. Semua pelayan yang ditemuinya di dalam gedung itu mengatakan bahwa majikan mereka yang bernama Tan Kai Seng dan pada saat itu sedang keluar rumah Kwan Cu tidak suka berlaku kejam kepada para pelayan ini akan tetapi untuk memuaskan hatinya yang kecewa dia memilih seorang pelayan laki-laki yang berwajah bodoh. Cepat dia mencabut Pedangnya, yakni Pedang Liong-Coan-Kiam yang selama itu hanya disembunyikan di balik baju. Sekali sabet saja meja besar dan tebal di ruang dalam terbabat dan terbelah menjadi dua. Kemudian dia memegang leher baju pelayan itu dan menempelkan Pedangnya di atas hidung.
"Kalau kau tidak menjawab sejujurnya, Pedang ini akan memutuskan hidungmu. Tidak itu saja, aku akan membikin semua kaki tanganmu buntung agar selama hidup kau tidak akan dapat bekerja dan akan menjadi Pengemis yang tidak dapat makan sendiri!"
"Ampun... Siauwya..."
Kata pelayan itu sambil menggigil ketakutan.
"Nah, katakan siapa sebetulnya majikanmu itu!"
"Hamba tidak membohong, Siauwya majikan hamba bernama Tan Kai Seng..."
Pendekar Kelana Eps 11 Jodoh Si Mata Keranjang Eps 23 Pendekar Kelana Eps 14