Kumbang Penghisap Kembang 11
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Bagian 11
Oleh karena itu, atas persetujuan Hwee Lan yang juga melihat ancaman bahaya ini, Tang Gun mempergunakan ketampanannya untuk merayu A Sui. Dan dayang inipun hanya seorang gadis yang tidak jauh bedanya dengan Hwee Lan, haus akan belaian dan kasih sayang pria, apa lagi kalau prianya setampan dan segagah Tang Gun. Iapun menyerah dalam dekapan Tang Gun. Maka amanlah hubungan mereka karena kesemuahya terlibat. Nafsu tak pernah merasa puas. Bahkan makin dituruti, nafsu menjadi semakin ganas, semakin kelaparan dan selalu menghendaki lebih! Maka, pertemuan antara Tang Gun dan Hwee Lan yang ditemani A Sui yang berakhir dengan permainan cinta gelap sepanjang malam itu tidak berhenti sampai di situ saja. Pertemuan demi pertemuan diatur dan diadakan antara mereka, makin lama semakin sering seperti orang kecanduan!
Dua bulan telah lewat dan pada malam yang amat dingin itu, Tang Gun tidak undur oleh dinginnya hawa udara dan dia sudah menanti kekasihnya di dekat pondok Sarang Madu. Malam itu adalah malam yang penting sekali bagi mereka bertiga, karena malam itu mereka sudah mengambil keputusan untuk melarikan diri dari dalam istana! Atau lebih tepat, Hwee Lan akan dibantu kekasihnya melarikan diri keluar istana. Sejak sore tadi Tang Gun yang menjadi komandan pengawal telah mengatur sedemikian rupa sehingga ada jalan terbuka yang tidak dijaga. Dan agaknya hawa udara yang dingin membantu mereka para pengawal lebih suka bersembunyi di dalam gardu penjagaan menghangatkan diri.
Karena ia sendiri juga terlibat, maka tentu saja A Sui juga ikut pula melarikan diri. Tang Gun bukan seorang bodoh. Dia tidak berani melarikan dua orang wanita yang sudah menjadi kekasihnya itu ke rumahnya yang maslh berada di dalam lingkungan istana. Tidak, dia tidak setolol itu. Dengan bantuan keuangan dari Hwee Lan, menjual barang-barang perhiasan yang mahal, Tang Gun telah membeli sebuah rumah di kota Yu-sian, jauh di sebelah barat kota raja. Rencana mereka, kalau dua orang wanita itu sudah dilarikan ke Yu-sian, kemudian setelah keributan karena pelarian mereka itu mereda, Tang Gun akan melepaskan jabatannya dan mnyusul ke Yu-sian di mana mereka akan hidup baru, dengan berdagang menggunakan modal yang sudah mereka kumpulkan.
Tak lama kemudian, muncullah dua orang wanita muda itu, membawa buntalan. Tang Gun menyambut mereka dengan rangkulan, mereka berciuman mesra, lalu ketiganya menyelinap diantara pohon-pohon dan rumpun bunga di taman, melarikan diri melalui jalan yang sudah di atur oleh Tang Gun. Sesuai rencana, mereka dapat keluar dari lingkungan istana tanpa diketahui orang. Seorang paman, sanak ibunya, telah menanti di luar tembok istana dengan sebuah kereta. Dua orang wanita itupun naik ke dalam kereta. Setelah mereka berangkulan sejenak dengan Tang Gun di dalam kereta untuk mengambil selamat berpisah, kereta lalu dilarikan dan Tang Gun menyelinap kembali ke dalam tembok istana, kembali ke gardu penjagaan seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.
Pada keesokan harinya, barulah para selir dan dayang menjadi ribut karena mereka tidak melihat adanya Hwee Lan dan A Sui. Setelah melapor kepada Tang-ciangkun dan komandan ini mengerahkan semua anak buahnya mencari-cari di dalam konlpleks istana tanpa hasil, barulah laporan disampaikan kepada kaisar tentang menghilangnya selir dan dayang itu. Bagi kaisar, kehilangan seorang selir dan seorang dayang tidak ada artinya karena dalam sehari saja dia mampu mendapatkan sepuluh orang penggantinya yang lebih muda dan cantik. Akan tetapi yang membuat kaisar marah adalah karena peristiwa itu merupakan tamparan dan merupakan hal yang memalukan. Seolah-olah larinya mereka itu memberi kesan bahwa para selir dan dayang merasa tidak beruntung hidup di dalam istana. Karena itu, kaisar memanggil Tang Gun dan mernarahinya.
"Tang Gun! EngKau lah yang menjadi komandan jaga, komandan pengawal di bagian dalam istana. Bagaimana sampai engkau dan pasukanmu kebobolan dan tidak tahu adanya dua orang wanita yang meloloskan diri dari istana?"
Tang Gun berlutut dan memberi hormat sampai dahinya menyentuh lantai.
"Mohon seribu ampun, Sri Baginda. Hamba telah mengerahkan seluruh pasukan pada malam tadi untuk berjaga-jaga, bahkan hamba sendiri melakukan ronda. Akan tetapi, malam tadi hawa udara demikian dinginnya sehingga para pengawal banyak yang berlindung di dalam gardu, Bahkan para pengawal di bagian luar istanapun banyak yang berada di dalam gardu sehingga tidak ada seorangpun yang melihat dua orang wanita itu keluar dari dalam istana. Hamba menerima salah, dan hamba siap menerima hukuman dari paduka, bahkan hamba akan menerima andaikata hamba dihukum mati, buang atau dihentikan dari jabatan hamba sekalipun."
Ucapan terakhir itu bukan hanya untuk pemanis bibir atau untuk pengakuan salah belaka. Tang Gun akan bersukur sekali kalau memang dia dihentikan dari jabatannya karena dia akan dapat segera menyusul kekasihnya, ke kota Yu-sian. Akan tetapi, kaisar mengampuninya karena kaisar masih teringat akan jasa perwira muda itu. Kaisar lalu memerintahkan Tang Gun untuk menghubungi para komandan pasukan pengawal di dalam dan di luar istana untuk melakukan penyelidikan dan mencari dua orang wanita yang lolos dari istana itu.
Untuk merangsang mereka, kaisar menjanjikan kenaikan pangkat dan hadiah besar kepada siapa yang dapat berhasil membawa kembali dua orang wanita itu ke istana. Semua ini dilakukan kaisar bukan karena dia sayang kepada dua orang wanita itu, melainkan karena dia ingin menghapus kesan buruk dan akan menghukum mereka. Tentu saja usaha ini sia-sia. Tidak mudah mencari dua orang wanita yang sudah pergi jauh itu, apa lagi ada Tang Gun yang selalu mengelabuhi dan menyesatkan arah penyelidikan dan pengejaran. Malam itu kembali Tang Gun berdinas jaga. Dia duduk termenung di dalam gardu jaga. sebulan telah lewat semenjak kekasihnya pergi melarikan diri. Selama itu, baru satu kali dia sempat menengok ke kota Yu-sian, dengan dalih mencari jejak mereka yang melarikan diri, sekalian cuti.
Hatinya lega bahwa Hwee Lan dan A Sui telah tiba di tempat tujuan dengan selamat. Kedatangan mereka sebagai penduduk baru, dengan pamannya sebagai tuan rumah, tidak menimbulkan kecurigaan. Akan tetapi, hanya sehari semalam saja dia dapat melepaskan rindunya kepada Hwee Lan dan A Sui. Dia harus cepat mengundurkan diri dari jabatannya, pikirnya. Akan tetapi tidak sekarang, karena sekarang akibat pelarian itu masih menjadi buah bibir, juga kaisar masih belum melupakan peristiwa itu dan seringkali menanyakan berita pencarian dua orang wanita itu. Tang Gun merasa gelisah. Dua orang kekasihnya di Yu-sian itu terlalu cantik. Mereka masih muda dan mereka sampai nekat melarikan diri dari istana adalah karena mereka merasa kesepian dan ingin menikmati hidup bersama dia.
Sekarang, kembali mereka kesepian di Yu-sian dan hal itu amat berbahaya kalau dibiarkan berlarut-larut. Siapa tahu akan muncul. penggoda di sana, seorang pemuda yang ganteng! Hatinya dipenuhi rasa cemburu dan dia semakin gelisah. Dia bangkit dan memesan kepada anak buah yang berada di pintu agar waspada. Dia sendiri lalu meninggalkan gardu, memasuki taman. Dia ingin mencari angin dan hawa sejuk untuk menenangkan hatinya. yang gelisah. Tanpa disengaja, langkah-langkah kakinya membawanya menuju taman barat dan tibalah di depan pondok Sarang Madu. Dia berhenti sejenak dan membayangkan semua pengalaman yang amat menyenangkan di pondok itu bersama Hwee Lan dan A Sui. Terkenanglah dia kepada mereka dan timbul perasaan rindu.
"Tang-ciangkun..."
Suara merdu seorang wanita yang memanggilnya itu membuat Tang Gun tersentak kaget. Hampir dia berseru memanggil nama A Sui ketika melihat munculnya seorang gadis berpakaian dayang dari balik semak-semak. Teringat bahwa A Sui telah pergi bersama Hwee Lan, dia menahan suaranya dan memandang penuh perhatian. Kiranya wanita itu adalah A Cui, seorang dayang lain, pelayan dari selir ke lima kaisar. Karena banyaknya dayang di istana, tentu saja Tang Gun tidak mengenal mereka semua dan biarpun dia tahu bahwa wanita yang manis inipun seorang dayang, dia tidak tahu siapa namanya.
"Ada apakah? Siapakah engkau dan mengapa memanggilku di sini?"
Tanyanya, pura-pura alim. Kalau saja tidak pernah terjadi peristiwa larinya Hwee Lan dan A Sui, tentu sikapnya berbeda dan dia akan
lebih ramah dan manis terhadap dayang ini.
"Sttt, Ciangkun, aku A Cui dan aku akan membicarakan urusan penting denganmu. Mari kita masuk ke dalam pondok dan bicara di dalam "
Kata wanita itu sambil melepas kerling tajam disertai senyum manis menentang. Pada saat itu, Tang Gun sedang berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan setiap kecurigaan tentang menghilangnya selir kaisar dan dayangnya itu dari dirinya, maka biarpun dengan hati menyesal, terpaksa dia tidak berani melayani tantangan yang menggairahkan itu.
"Aih, nona A Cui. Jangan main-main. Mana aku berani?"
Katanya menolak.
"Tang-ciangkun, tak usah berpura-pura. Aku mau bicara tentang rahasia pondok Sarang Madu. Hayolah!"
Ia melangkah menuju ke pintu depan pondok. Tang Gun mengerutkan alisnya.
"Rahasia pondok Sarang Madu?"
Jantungnya berdebar tegang.
"Apa maksudmu?"
"Maksudku... hemm, apa lagi kalau tidak mengenai Hwee Lan dan A Sui? Nah, maukah engkau ikut masuk? Atau engkau lebih suka kalau aku membicarakan urusan itu dengan orang lain?"
Seketika pucat wajah Tang Gun mendengar ucapan itu.Tak perlu di jelaskan lagi, sudah cukup jelas, sudah terlalu jelas bahwa dayang ini mengetahui semua rahasia pelarian Hwee Lan A Sui! Maka, tanpa banyak cakap lagi, dia lalu melangkah masuk mengiringkan wanita itu kedalam pondok Sarang Madu. Setelah mereka tiba di dalam pondok Tang Gun segera bertanya lirih,
"A Cui, apakah sebetulnya yang kau inginkan?"
A Cui membalik dan mendekati Tang Gun,matanya mengerling tajam dan mulutnya tersenyum.
"Perlukah engkau bertanya lagi, orang muda yang tampan? Aku tidak membutuhkan apa-apa kecuali apa yang di butuhkan Hwee Lan dan A Sui dan aku tidak menginginkan apa-apa darimu kecuali apa yang telah kau berikan kepada mereka."
Wanita itu lalu melingkarkan kedua lenganya ke leher Tang Gun. Dua buah lengan itu melingkari leher sekuat dua ekor ular dan yang terdengar kemudian hanya dengus dan rintih, disusul napas tersendat-sendat dalam kegelapan di pondok Sarang Madu itu. Baik A Cui maupun Tang Gun tidak tahu betapa sejak tadi ada sepasang mata tajam mencorong yang mengintai perbuatan mereka, sejak mereka saling jumpa di luar pondok. Pemilik mata ini adalah seorang laki-laki setengah tua, berusia sekitar lima puluh lima tahun, bertubuh sedang masih tegap, pakaiannya istana, tentu saia Tang Gun tidak mengenal mereka semua dan biarpun dia tahu bahwa wanita yang manis inipun karena ia adalah Tang Bun An, atau yang berjuluk Ang-hong-cu Si Kurnbang Merah!
Seperti telah kita ketahui, Tang Bun An pergi ke kota raja untuk memulai hidup baru karena dia merasa sudah tua dan bosan dengan kehidupan petualangan seperti yang selama ini dialaminya. Dia terlalu banyak musuh, bahkan akhir-akhir ini dia dikejar-kejar orang-orang pandai sekali, termasuk puteranya sendiri yang bernama Tang Hay. Dia mengambil keputusan untuk pergi ke kota raja dan mencari kedudukan, untuk dapat mengembalikan kedudukan dan kemuliaan yang pernah dimiliki ayah kandungnya dahulu, yaitu mendiang Tang Siok yang menjadi pejabat tinggi di kota raja. Dia harus mampu meraih suatu kedudukan yang lebih tinggi dari pada yang pernah dimiliki ayahnya dan satu-satunya jalan untuk dapat memperoleh kedudukan tinggi itu hanyalah membuat jasa, kalau mungkin langsung terhadap Kaisar!
Biarpun dia pandai ilmu silat dan mengerti juga ilmu sastra, namun tanpa memlliki hubungan yang baik dengan para pejabat tinggi, akan sukarlah memperoleh kedudukan. Apa lagi bagi seorang setua dia. Ketika berada di kota raja, Tang Bun An segera mendengar berita yang amat menarik hatinya, yaitu tentang adanya seorang perwira pengawal muda yang menyebar berita bahwa perwira itu adalah putera dari Ang-hong-cu! Hal ini dirasakannya amat aneh. Bukankah selama ini namanya dianggap jahat dan buruk, dibenci oleh para pendekar dan ditakuti di dunia kang-ouw? Bahkan andaikata dia mempunyai anak kandung, seperti halnya Tang Hay, maka anak itu tentu akan malu mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Akan tetapi kenapa orang ini, seorang perwira pengawal pula, menyebarkan berita bahwa dia putera Ang-hong-cu. Seolah-olah hal itu membanggakan hatinya?
Tadinya dia hanya tersenyum saja mendengar berita itu, dan dianggapnya perwira itu seorang pemuda yang tolol dan suka membanggakan diri meminjam ketenaran orang lain. Akan tetapi setelah dia mendengar bahwa perwira muda itu bernama Tang Gun, dia terkejut! She Tang? Dunia kang-ouw sudah mengenal nama julukan Ang-hong-cu, akan tetapi tidak ada atau amat jarang sekali orang mengetahui bahwa Ang-hong-cu memiliki she (nama keturunan) Tang! Berita itu amat menarik hati Tang Bun An. Apa lagi ketika dia mendengar bahwa perwira bernama Tang Gun itu bekerja sebagai seorang komandan pengawal dalam istana, sebuah kedudukan yang diterimanya sebagai hadiah dari kaisar karena Tang Gun pernah menolong rombongan kaisar dari gangguan pemberontak dua tiga tahun yang lalu!
Ah, siapa tahu, dari orang yang mengaku puteranya inilah datang kesempatan baginya untuk meraih kedudukan! Dan memang dia harus dapat mendekati istana, tempat tinggal kaisar kalau dia ingin memperoleh pangkat yang tinggi. Demikialah, setelah melakukan penyelidikan tentang keadaan istana, Tang Bun An lalu mempergunakan ilmu kepandaiannya dan dengan tidak betapa sukar dia berhasil melewati pagar tembok dan masuk ke dalam taman bunga di bagian barat, dan kebetulan sekali dia dapat melihat dan mendengar pertemuan antara perwira Tang Gun dan seorang dayang. Dia belum sempat menyelidiki perwira yang mengaku puteranya itu, maka tadinya dia tiak tahu siapa perwira yang mengadakan pertemuan dengan seorang dayang istana itu.
Akan tetapi setelah mendengar dayang itu menyebut "Tang-ciangkun"
Dia terkejut dan juga merasa gembira sekali. Tak salah lagi, pikirnya. Inilah perwira yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu itu! Dan dari penerangan yang tidak begitu cerah, cukup baginya untuk bernapas lega. Setidaknya orang muda itu tidak mengecewakan untuk menjadi puteranya. Jangkung, tegap, tampan dan gagah. Apa lagi setelah dia mendengar percakapan antara mereka, hatinya bangga. Pemuda yang mengaku puteranya ini ternyata seorang pria yang disukai wanita! Buktinya, dayang itu juga memikat cintanya, dan mempergunakan semacam rahasia pondok Sarang Madu sebagai alat untuk memeras agar perwira muda itu suka memuaskan nafsu birahinya! Diam-diam Tang Bun An tersenyum bangga, dan melihat pemuda itu mengikuti si dayang memasuki pondok,
Diapun cepat meloncat ke atas genteng untuk melakukan pengintaian. Di dalam kamar pondok itu hanya diterangi dua buah lilin, namun cukup bagi mata Tang Bun An yang tajam dan terlatih baik. Mula-mula dia hendak melihat apakah orang yang mengaku puteranya itupun cukup jantan melayani wanita dalam bercinta. Akan tetapi, ketika dia mengintai dari atas dan mula-mula hanya terdengar bunyi dengus napas dan rintihan disusul pernapasan yang tersendat-sendat, dia terbelalak! Perwira muda yang mengaku puteranya itu, sama sekali tidak mencumbu rayu, tidak membelai mesra, melainkan mencekik leher gadis itu menggunakan ikat pinggang dayang itu sendiri! Betapa gilanya! Sayang kalau gadis muda semanis itu dibunuh begitu saja! Kalau perwira muda itu telah menikmatinya, mau di bunuh atau tidak dia tidak akan perduli.
Akan tetapi jelas bahwa mereka itu baru saja saling bertemu, mengapa perwira itu membunuhnya tanpa membelai atau mencumbu sedikitpun? Akan tetapi dia menahan diri, tidak mau mencampuri karena ia ingin sekali tahu perkembangan selanjutnya. Keadaan perwira muda yang mengaku puteranya itu tentu saja baginya jauh lebih menarik dan lebih penting daripada nyawa seorang gadis dayang istana! Melihat cara perwira itu membunuh dayang, yang memakan waktu cepat sekali, Tang Bun An dapat menduga bahwa perwira muda itu sedikit banyak memiliki tenaga yang lumayan juga. Kini Tang Gun melepaskan ikat pinggang dayang itu, mengikat ujung ikat pinggang ke atas tihang dan menggantung mayat dayang itu pada lehernya, mengatur sedemikian rupa sehingga sekali lihat saja orang akan menduga bahwa dayang itu mati membunuh diri dengan cara menggantung.
Dia membalikkan sebuah bangku di bawah mayat. Dengan cermat dia mengukur dan memperhitungkan. Kalau gadis itu membunuh diri, tentu mempergunakan bangku itu untuk berdiri dan mengikat ujung ikat pinggang ke tihang, mengikatkan ujung yang lain di lehernya kemudian menendang bangku itu sehingga tubuhnya tergantung dan mati tercekik. Tepat sekali. Setelah merasa puas, dia lalu menup padam api lilin dan keluar dari dalam pondok, menutupkan daun pintu pondok itu. Kemudian, dengan tenang diapun kembali ke pos penjagaan seperti tidak pernah terjadi sesuatu. Pada keesokan harinya, kembali istana kaisar menjadi gempar ketika mayat A Cui ditemukan dalam keadaan menyedihkan. Ia mati tergantung dalam Pondok Sarang Madu, lidahnya terjulur panjang, matanya melotot dan tubuhnya kaku!
Akan tetapi karena keadaannya jelas menunjukkan bahwa ia telah menggantung diri sampai mati, maka tidak ada persoalan lain kecuali mengurus mayatnya dan selanjutnya tidak ada apa-apa lagi. Biarpun dia telah berhasil membunuh A Cui yang mengetahui rahasianya tanpa meninggalkan jejak, tetap saja hati Tang Gun merasa tidak tenteram. Dia dapat menduga bahwa kalau sampai A Cui mengetahui rahasia itu, berarti A Sui, dayang yang menjadi pelayan Hwee Lan itulah yang bermulut panjang dan membocorkan rahasia. Mungkin hanya untuk pamer dan membanggakan diri bahwa ia telah berhasil menjadi kekasih perwira Tang yang banyak dikagumi para puteri itu! Yang membuat dia gelisah, siapa saja yang sudah mengetahui akan rahasia itu? Apakah hanya kepada A Cui saja A Sui bercerita? Ataukah celotehnya didengar lebih banyak dayang lagi? Celakalah kalau begitu!
Dia harus cepat pergi ke kota Yu-sian untuk minta keterangan A Sui, dan dayang yang panjang mulut itu perlu ditegur, atau bahkan dihajar agar lain kali tidak berani lagi berlancang mulut menyebarkan rahasia yang seharusnya dipegang teguh karena amat berbahaya kalau sampai terdengar oleh istana. Pada keesokan harinya, Tang Gun mohon diri dari kaisar untuk keluar dari istana dalam usahanya menyelidiki sendiri kehilangan selir Hwee Lan dan pelayannya, A Sui. Untuk itu, dia minta cuti selama sebulan. Tentu saja permohonannya dikabulkan karena kaisar juga masih merasa amat penasaran dengan menghilangnya selir dan dayangnya itu, dan memang merupakan tanggung jawab Tang Gun sepenuhnya sebagai perwira pengawal dalam istana untuk dapat menangkap selir yang melarikan diri itu.
Kedatangan Tang Gun di kota Yu-sian dilakukan secara diam-diam. Bagaimanapun juga, dia tidak berani secara terang-terangan memperlihatkan diri kepada umum ketika dia mengunjungi ke kasihnya, yaitu Hwee Lan dan A Sui yang kini sudah membuka sebuah toko kain di kota itu. Dia datang pada malam hari, melalui genteng rumah seperti seorang pencuri! Akan tetapi kedatangannya itu disambut dengan mesra dan manis oleh Hwee Lan dan A Sui yang sudah merasa rindu sekali kepada pria ini. Akan tetapi, kemesraan itu diliputi mendung. Tang Gun juga merasa rindu kepada mereka, nampak diam dan murung. Tentu saja hal ini membikin dua orang wanita itu menjadi khawatir.
"Koko, apakah yang menyebabkan engkau nampak murung dan tidak senang?"
Hwee Lan merangkul dan duduk di atas pangkuan kekasihnya. Tang Gun menghela napas.
"
Aku telah membunuh dayang A Cui..."
"A Cui...?"
A Sui terkejut sekali mendengar bahwa kekasih majikannya, juga kekasihnya sendiri itu, telah membunuh A Cui, seorang dayang istana yang menjadi sahabat baiknya.
"Membunuh A Cui? Kenapa...?"
Hwee Lan juga berseru kaget dan ia turun dari atas pangkuan kekasihnya, akan tetapi masih merangkulnya dan mengamati wajah yang tampan itu dengan khawatir .
"Ia telah mengetahui rahasia kita, dan ia memerasku untuk melayaninya. Karena itu, aku lalu membunuhnya."
Diceritakannya peristiwa dalam taman itu kepada dua orang wanita yang mendengarkan dengan wajah berubah pucat.
"Dan kalau sampai A Cui mengetahui rahasia kita itu, sudah pasti bahwa seorang di antara kalian yang telah membocorkannya dan menceritakannya kepada A Cui. Hayo, siapa yang telah bicara dengan A Cui? Mengaku saja!"
Hwee Lan memandang kekasihnya yang sudah bangkit berdiri itu dengan mata terbelalak, lalu ia menggeleng kepalanya.
"Tidak, aku sama sekali tidak pernah bicara tentang hubungan kita kepada siapapun juga. Aku cukup mengetahui betapa berbahayanya kalau hal itu kulakukan. Akan tetapi A Sui...! Engkau..., tentu engkau yang telah bicara dengan A Cui, bukan? Aku tahu bahwa engkau adalah sahabat karib A Cui!"
Bekas selir kaisar yang cantik jelita itu kini memandang kepada pelayannya. A Sui menjadi semakin pucat. Ia menundukkan mukanya, kemudian ia berlutut di atas lantai dan menangis.
"Ampun... saya kira... hal itu tidak ada bahayanya, karena ia... ia adalah seorang sahabat baik yang biasanya setia... dan..."
"Goblok! Engkau lancang mulut!"
Tang Gun dengan marah lalu menggerakkan kakinya menendang.
"Bukk!"
Tubuh selir yang mungil itu terlempar dan menabrak dinding lalu terbanting jatuh. Ia menangis dan pipinya yang tertabrak dinding membiru, mulutnya berdarah.
"Kau... kau akan membikin celaka kita semua!"
Tang Gun membentak lagi dan kemarahannya masih berkobar.
"Ampun... ampunkan saya..."
Bekas dayang itu merintih ketakutan. Sebelum Tang Gun turun tangan lagi menghajar atau mungkin membunuh bekas dayang yang menjadi kekasihnya itu, tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dibarengi suara seorang laki-laki,
"Tang Gun, apakah engkau hendak membunuh pula wanita ini seperti engkau membunuh dayang A Cui?"
Tentu saja tiga orang itu terkejut, terutama sekali Tang Gun. Dia membalikkan tubuhnya dan ternyata di ruangan itu telah berdiri seorang laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Seorang pria yang usianya sudah lima puluh lima tahun, pakaiannya rapi, tubuhnya sedang dan setua itu masih nampak tampan menarik. Melihat bahwa pria itu hanya orang biasa saja, tidak membawa senjata, Tang Gun bersikap garang. Sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka pria itu, ia membentak lantang,
"Heh, siapakah engkau yang datang memasuki rumah kami tanpa diundang?"
Biarpun suara dan sikapnya garang, namun hatinya berdebar tegang mendengar betapa pria ini telah tahu akan rahasianya yang ke dua, yaitu membunuh A Cui! Pria setengah tua itu tersenyum mengejek dan sepasang matanya mengeluarkan sinar tajam.
"Aku adalah utusan kaisar yang datang untuk menangkap kalian bertiga dan membawa kalian kembali ke istana!"
Wajah Tang Gun seketika pucat mendengar ucapan ini. Akan tetapi melihat betapa orang itu hanya seorang diri saja dan tidak bersenjata, diapun menjadi nekat. Dia harus membunuh orang ini kalau ingin selamat. Secepat kilat dia sudah mencabut pedangnya dan tanpa banyak cakap lagi dia sudah menerjang dengan tusukan pedangnya ke arah dada orang itu.
"Singgg...!"
Pedang berdesing saking cepat gerakannya, namun hanya meluncur lewat karena orang itu sudah dapat mengelak dengan amat mudahnya. Akan tetapi begitu dia dengan lompatan ke kanan, Tang Gun sudah cepat membalikkan tubuh dan pedangnya menyambar ganas,
Kini membacok ke arah leher, dan gerakan pedang ini di susul tendangan kaki kirinya ke arah bawah pusar lawan. Hebat serangan ini karena Tang Gun telah memainkan jurus Li-kong-sia-ciok (Li Kong Memanah Batu), gerakannya selain cepat juga mengandung tenaga yang dahsyat. Namun, ternyata lawannya adalah seorang yang lihai sekali. Dia tidak pernah mimpi bahwa lawannya itu adalah orang yang sejak dia kecil dia cari-cari, yaitu ayah kandungnya sendiri yang berjuluk Ang-hong-cu! Ang-hong-cu Tang Bun An menghadapi serangan dahsyat itu dengan amat tenang. Dia melangkah mundur sehingga bacokan tidak mengenai lehernya, dan ketika tendangan itu menyambar lewat, tangannya cepat bergerak menyentuh bawah kaki dan sekali dia menggerakkan tenaga ke arah tumit itu, tubuh Tang Gun terlempar dan terjengkang ke belakang!
"Brukkk!"
Tubuh Tang Gun terbanting, akan tetapi orang muda inl sudah cepat meloncat bangun lagi dan menyerang lebih ganas. Dia kini dapat mengerti bahwa lawannya amat pandai, maka dia menjadi nekat. Dia harus dapat mengalahkan orang itu, atau dia akan celaka! Pedangnya menyambar-nyambar, berubah menjadi sinar yang bergulung-gulung, yang menyambar-nyambar bagaikan maut kelaparan mencari nyawa.
Namun, tingkat ilmu kepandaian silat yang dikuasai Tang Gun jauh berada di bawah tingkat Ang-hong-cu yang selain ilmunya tinggi, juga sudah memiliki pengalaman luas, maka semua sambaran pedangnya tidak pernah mengenai sasaran. Bahkan kalau Si Kumbang Merah itu menghendaki, dalam beberapa jurus saja. Tang Gun tentu sudah roboh dan dikalahkan. Agaknya, mengingat bahwa perwira muda ini adalah puteranya sendiri, seperti yang diakui oleh Tang Gun dan yang dipercayanya pula, agaknya Si Kumbang Merah ingin menguji sampai di mana ketangguhan orang yang mengaku anaknya itu. Setelah puas mempermainkan Tang Gun dengan elakan-elakan yang membuat tubuhnya berubah menjadi bayangan yang berkelebatan di antara sinar pedang, tiba-tiba Si Kumbang Merah mengeluarkan seruan nyaring.
"Heiiiittt!"
Kedua tangannya bergerak, yang kiri menotok ke arah siku kanan lawan, yang kanan mencengkeram pundak dan di lain saat, tubuh Tang Gun telah menjadi lemas dan pedangnya dengan mudah berpindah tangan! Si Kumbang Merah menyusul dengan totokan ke arah jalan darah thian-hu-hiat dan tubuh perwira itupun terkulai lemas, tidak mampu bergerak lagi! Dua orang wanita itu menjadi ketakutan sampai hampir terkencing-kencing. Namun, Si Kumbang Merah tersenyum ramah dan berkata kepada mereka.
"Hayo kalian berdua ikut bersamaku. Kereta sudah menanti di luar. Jangan sampai aku harus mempergunakan kekerasan terhadap kalian dua orang nona manis!"
Hwee Lan dan A Sui tidak berani membantah puJa waJaupun mereka ketakutan dan maklum bahwa malapetaka menanti mereka. Ang-hong-cu menarik tubuh Tang Gun bangun. Lalu memapahnya keluar, menggiring dua orang wanita itu yang berjalan dengan tubuh menggigil ketakutan. Ternyata di luar sudah tersedia sebuah kereta yang ditarik dua ekor kuda!
Ang-hong-cu yang membayangi Tang Gun dan mengetahui tempat persembunyian perwira dengan dua orang kekasihnya itu, sudah mempersiapkan kereta untuk memboyong para tawanan itu kembali ke kota raja! Setelah tiga orang itu berada di dalam kereta, Tang Gun tertotok lemas dan dua orang wanita itu menangis lirih, Ang-hong-cu lalu melarikan keretanya menuju ke kota raja. Penangkapan terhadap tiga orang itu merupakan peristiwa yang aneh karena tidak ada orang lain yang mengetahuinya! Dua orang wanita itupun merasa tidak berdaya, hanya mampu menangis ketakutan karena mereka dapat membayangkan bahwa mereka tentu akan menerima hukuman. Orang yang mereka percaya kini telah duduk setengah rebah didalam kereta, tidak mampu bergerak lagi dan hanya mampu memandang kepada mereka dengan sinar mata putus asa dan ketakutan.
"Cepat laksanakan penangkapan itu kalau benar engkau mampu melakukannya! Selama ini, seluruh pasukan pengawal tidak mampu menangkap dua orang perempuan itu. Maka, Tang Bun An, kalau engkau melanggar janji kesanggupanmu dan mengecewakan kami, kalau engkau gagal melakukan penangkapan, kami akan memberikan hukuman berat! Sebaliknya, kalau engkau memenuhi janji, yaitu dalam waktu sehari akan mampu menghadapkan dua orang wanita itu dan biang keladinya yang membuat mereka minggat dari istana, kami akan mengangkat kamu menjadi kepala seluruh pasukan pengawal, baik yang di dalam maupun yang di luar istana!"
Demikianlah kata kaisar ketika Tang Bun An diperkenankan menghadapnya.
Tang Bun An menyatakan kesediaannya untuk menangkap dan menyeret dua orang wanita, yaitu selir Hwe Lan dan dayang A Sui, kembali ke istana dalam waktu satu hari saja. Bahkan juga dia bersedia menangkap orang yang telah melarikan dua orang wanita itu dari dalam istana. Mendengar ini, tentu saja semua pengawal menjadi terkejut dan heran. Bagaimana mungkin orang setengah tua ini akan mampu menangkap buronan itu dalam waktu sehari saja, pada hal para pengawal yang pandai telah gagal sama sekali? Tentu saja hal itu tidaklah terlalu mengherankan kalau saja mereka ketahui bahwa ketika Tang Bun An menghadap kaisar, tiga orang jtu telah menjadi tawanannya dan dia sembunyikan dalam sebuah kuil tua di dalam hutan sebelah utara kota raja! Dengan sikap hormat dan gagah Tang Bun An menolak ketika kaisar menawarkan bantuan pasukan pengawal.
Diapun berangkat dan tepat pada keesokan harinya, pagi-pagi dia sudah kembali ke istana membawa tiga orang tawanan itu yang telah dibelenggu kedua tangan mereka, dan dirantai kaki mereka.. Semua orang tentu saja menjadi bengong dan terkejut bukan main melihat bahwa komandan pengawal muda itu menjadi tawanan, apa lagi ketika mereka mendengar bahwa yang melarikan Hwee Lan dan A Sui adalah Tang Gun, perwira pengawal yang amat dipercaya kaisar itu. Gegerlah seluruh penghuni istana mendengar bahwa Tang Gun tidak hanya melarikan selir dan dayangnya itu, akan tetapi juga dia yang telah membunuh A Cui yang disangka mati membunuh diri di Pondok Sarang Madu. Kaisar sendiri tentu saja menjadi marah bukan main. Dengan muka merah dan mata melotot dia mendengarkan pengakuan tiga orang tawanan itu, kemudian dengan suara lantang kaisar menjatuhkan hukumannya.
Hwee Lan dan A Sui dijatuhi hukuman menjadi nikouw (pendeta wanita), mencukur gundul rambut mereka dan selanjutnya mereka diharuskan menjadi nikouw, hidup di kuil untuk menebus dosa selama hidup mereka. Adapun Tang Gun, mengingat akan jasanya yang pernah dilakukannya terhadap kaisar, perwira pengawal ini dihukum buang setelah menerima cambukan sebanyak lima puluh kali! Tentu saja Tang Bun An menerima hadiah seperti yang dijanjikan kaisar. Dia diangkat menjadi komandan seluruh pasukan pengawal! Suatu kedudukan yang tinggi! Akan tetapi tentu saja kedudukan itu tidak diterimanya dengan begitu mulus dan mudah. Seorang di antara para menteri, yaitu menteri bagian keamanan, memperingatkan kaisar bahwa menerima seseorang untuk menjadi komandan pasukan pengawal istana, tidak semestinya dilakukan semudah itu.
"Ampun, Sri Baginda,"
Demikian antara lain menteri itu mengemukakan pendapatnya.
"Memang sudah terdapat bukti akan kesetiaan dan jasa dari Tang Bun An dan sudah sepantasnya kalau dia menerima anugerah dari paduka. Akan tetapi, akan lebih bijaksana kiranya kalau dia diuji lebih dulu. Bagaimanapun juga, tingkat kepandaian seorang komandan haruslah lebih tinggi dari pada tingkat semua perwira pasukan itu sehingga tidak akan menimbulkan perasaan iri di antara para prajurit maupun perwira! Juga hal ini akan mempertebal ketaatan para anak buah terhadap komandannya."
Kaisar dapat menerima pendapat ini dan demikianlah, sebelum menerima pengangkatannya sebagai seorang panglima, kepala seluruh pasukan pengawal istana, Tang Bun An diharuskan melewati ujian. Pengujinya adalah seorang yang amat disegani di seluruh pasukan pengawal, yaitu Coa-ciangkun (Perwira Coa) yang tadinya menjabat kepala pasukan pengawal dan kini harus menjadi orang ke dua setelah Tang Bun An!
Coa Ciangkun ini terkenal memiJiki tenaga gajah dan juga ilmu silatnya tinggi, maka boleh dibilang dia merupakan jagoan istana nomor satu yang selama ini sukar dicari tandingannya! Dia baru berusia empat puluh tahun dan tubuhnya tinggi besar menyeramkan. Kaisar sendiri tertarik ketika melihat sikap Tang Bun An yang sedikitpun tidak menyatakan ketakutan ketika dikabarkan bahwa dia akan diuji oleh Coa Ciangkun yang terkenal itu. Maka, kaisar berkenan hendak menyaksikan sendiri ujian atau adu kepandaian itu. Mendengar bahwa kaisar sendiri hendak menyaksikan, legalah hati Tang Bun An. Kalau junjungan itu sendiri menyaksikan, sudah pasti perwira Coa itu tidak akan berani melakukan kecurangan dan tentu adu kepandaian itu akan berlangsung dengan jujur dan adil.
Hal ini melegakan hatinya yang tadinya merasa ragu-ragu dan khawatir kalau-kalau dia akan dicurangi oleh para pembesar istana yang tentu akan merasa iri hati kepadanya. Dan diapun maklum betapa lihainya para jago istana sehingga kalau sampai dia dikeroyok, hal itu akan berbahaya juga baginya. Pada hari dan waktu yang sudah ditentukan, sebuah lian-bu-thia (ruang berlatih silat) telah dipersiapkan dan kaisar sudah hadir bersama beberapa orang selir dan dayang yang suka akan ilmu silat. Juga para pembesar militer hadir untuk menilai hasil ujian itu. Setelah memberi hormat dengan berlutut di depan kaisar, Tang Bun An dan lawannya menuju ke tengah ruangan. Tang Bun An memandang kepada calon lawan itu dengan penuh perhatian. Seorang raksasa berusia empat puluh tahun dan biarpun tubuhnya tinggi besar, namun gerak-geriknya nampak gesit. Seorang lawan yang tangguh, pikirnya, akan tetapi sedikitpun dia tidak merasa gentar.
Dia percaya kepada kemampuan dirinya. Sekelebatan saja dia tahu bahwa menghadapi lawan seperti itu, amat bodoh kalau dia harus mengadu tenaga. Jelas bahwa orang itu memiliki tenaga yang amat kuat, baik tenaga otot maupun tenaga dalam. Maka, satu-satunya cara untuk menghadapinya hanyalah mengandalkan kecepatan dan dia merasa yakin akan dapat mengatasi lawannya dalam hal kecepatan. Memang dia terkenal sekali sebagai seorang ahli gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat dan karena mengandalkan gin-kang inilah maka selama puluhan tahun ini, tidak ada yang mampu menangkap Ang-hong-cu! Pertandingan ujian itu segera dimulai dan mentaati perintah kaisar yang mengkhawatirkan kalau dua orang yang amat berguna baginya itu mengalami cidera, pertandingan dilakukan dengan tangan kosong.
Begitu mereka bergebrak saling serang, tahulah Si Kumbang Merah bahwa lawannya memang amat tangguh, dan memiliki ilmu silat yang pada dasarnya adalah aliran silat Siauw-lim-pai. Akan tetapi, gerakannya bercampur dengan silat dari utara dan barat, dan yang amat merepotkannya adalah kekuatan yang dahsyat dari lawan itu. Biarpun dia sendiri memiliki sin-kang yang kuat, namun setelah beberapa kali mencoba tenaga lawan dan mengadu tenaga, lengannya terasa agak nyeri karena dia kalah muda, dan tulang-nya kalah kuat! Maka, mulailah Si Kumbang Merah Tang Bun An mempergunakan kecerdikannya. Tubuhnya berkelebatan amat cepatnya dan benar seperti dugaannya. biar si raksasa itupun memiliki gerakan yang cepat, namun jauh kalah cepat dibandingkan dia.
Coa Ciangkun mulai merasa pening karena lawannya lenyap, berubah menjadi bayangan yang berkelebatan di sekeliling dirinya! Lawannya itu bagaikan seekor kumbang yang beterbangan mengitarinya, membuat Coa Ciangkun kini terdesak dan repot sekali. Setelah lewat lima puluh jurus dan membuat lawan benar-benar pening, dengan kecepatan kilat ketika tubuhnya berkelebat di belakang lawan, tang Bun An mempergunakan ujung kakinya meendang cepat mengarah tekukan lutut kedua kaki Coa-ciangkun. Tidak keras tendangan itu, namun karena yang ditendang adalah bagian yang lemah, maka tanpa dapat dipertahankan lagi, kedua kaki perwira raksasa itupun tertekuk dan dia berlutut! Tang Bun An yang cerdik tidak ingin mendapatkan musuh, maka cepat dia menjura kepada perwira itu sambil berkata,
"Ciangkun, engkau sungguh hebat, maafkan aku."
Perwira Coa bangkit berdiri dan balas menjura. Hatinya kagum. Orang ini amat lihai, pikirnya, akan tetapi pandai pula merendahkan diri. Biarpun dia tadi kalah, namun lawannya sengaja tidak membikin malu padanya. Dia tahu bahwa kalau lawan yang amat lihai itu menghendaki, dia dapat dikalahkan dalam cara yang lebih keras lagi.
Kaisar merasa puas dan para pembesar militer juga menyatakan kekaguman mereka. Semua orang tahu belaka bahwa pria setengah tua yang ganteng dan simpatik itu. memang memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan boleh diharapkan menjadi komandan pengawal yang boleh dipercaya. Mulai hari ini, resmilah Tang Bun An menjadi Tang-ciangkun, dan kedudukannya bahkan jauh lebih tinggi dari pada Tang Gun. Lalu bagaimana dengan nasib Tang Gun? Bagi dua orang kekasihnya sudah jelas. Hari itu juga mereka digunduli dan diserahkan kepada para nikouw pengurus kuil, dan dua orang wanita muda itu dipaksa menjadi nikouw, setiap hari kerjanya hanya berdoa dan mempelajari kitab-kitab agama untuk menebus dosa mereka! Sedangkan Tang Gun sendiri, dengan punggung yang masih penuh babak belur dan terasa perih,
Lehernya dikalungi papan berlubang, dan dia dikawal oleh dua orang petugas penjara, dibawa keluar dari kota raja dalam perjalanannya ke tempat pembuangan, jauh ke utara,di mana terdapat tempat pembuangan dan di sana para terhukum itu dijadikan pekerja rodi, memperbaiki tembok dari Tembok Besar yang rusak, melayani pasukan penjaga dan lain-lain pekerjaan kasar, sampai mereka itu mati atau habis masa hukumannya. Pada malam harinya setelah Tang Gun dikawal dua orang petugas penjara keluar dari kota raja, Tang Bun An gelisah di dalam kamarnya. Dia terkenang kepada Tang Gun, terkenang akan percakapan antara Tang Gun dan Hwee Lan di dalam kuil, sebelum mereka dia serahkan kepada kaisar. Dua orang itu bertangisan dan dalam keluh kesahnya itulah dia mendengar Tang Gun berkata dengan suara penuh duka.
"Aih, aku telah melupakan pesan ibuku, dan seperti juga ibuku, aku menjadi korban nafsu. Ibuku pernah bercerita bahwa karena terbuai oleh nafsu, ibuku telah menyerahkan diri kepada seorang pria. Ibuku mengandung dan pria itu pergi begitu saja. Ibu melahirkan aku dan hidup merana dan itu semua. adalah korban nafsu yang hanya beberapa waktu saja! Aku lupa akan pengalaman ibu, dan akupun tergoda oleh nafsu sehingga kita melakukan hubungan dan kini akibatnya sungguh pahit, sama sekali tidak sepadan dengan kesenangan sejenak yang kita nikmati..."
"Akan tetapi, koko. Kita saling mencinta...,"
Bantah Hwee Lan.
"Hemm, benarkah itu? Kalau kita saling mencinta, tentu kita tidak akan melakukan hubungan yang akibatnya hanya mencelakakan kita sendiri. Kita saling mencelakakan. Yang mendorong hubungan kita bukanlah cinta, melainkan nafsu birahi! Sungguh tepat peringatan ibu. Kita harus senantiasa waspada terhadap nafsu kita sendiri karena nafsu kita yang akan menyeret kita ke lembah kesengsaraan. Kalau kita lengah, nafsu menerkam kita. Untuk kenikmatan yang hanya beberapa saat kita rasakan, mungkin akan menyeret kita ke lembah kesengsaraan selama hidup!"
Pemuda itu menangis dan merintih-rintih memanggil ibunya! Itulah yang selalu mengiang di dalam telinga Si Kumbang Merah pada malam hari itu. Dia sendiri tidak tahu siapa ibu pemuda itu, namun dia percaya bahwa Tang Gun adalah puteranya. Sudah terlalu banyak wanita dia permainkan sehingga dia tidak ingat lagi, wanita yang mana yang menjadi ibu pemuda itu! Dan diapun tidak mempunyai hasrat untuk mengetahuinya. Bagaimanapun juga, Tang Gun adalah anak kandungnya! Dia tidak memiliki rasa cinta kepada pemuda itu, akan tetapi, mengingat bahwa Tang Gun tidak bersalah kepadanya, dan juga tidak mengecewakan menjadi puteranya, pandai menjatuhkan hati wanita, maka hatinya merasa tidak tega.
Demikianlah, pada keesokan harinya ketika Tang Gun dan dua orang pengawalnya tiba di jalan sunyi di lereng sebuah bukit, tiba-tiba muncul seorang yang berpakaian serba hitam dan memakai kedok hitam pula. Tanpa banyak cakap, si kedok hitam ini menyerang dua orang pengawal itu. Mereka mencabut golok melakukan perlawanan. Namun percuma saja, hanya dalam beberapa jurus keduanya sudah terjungkal tewas dan si kedok hitam menendangi mayat mereka sampai terlempar ke dalam jurang yang amat dalam. Setelah itu, masih tanpa bicara, si kedok hitam membikin pecah "kang" (alat papan berlubang mengalungi leher), mematahkan semua rantai, kemudian menyerahkan sebuah buntalan kain kuning kepada Tang Gun. Buntalan kain itu ternyata berisi uang emas! Tang Gun terheran-heran dan si kedok hitam meloncat pergi. Pemuda itu hanya dapat berteriak,
"Kedok hitam, aku Tang Gun tidak akan melupakan pertolonganmu ini selama hidupku!"
Si Kedok Hitam itu tentu saja bukan lain adalah Si Kumbang Merah Tang Bun An. setelah menolong dan membebaskan putera kandungnya dan memberi emas yang cukup untuk bekal hidup pemuda itu, dia lalu kembali ke kota raja dan hatinya merasa lega dan puas. Tang Gun seorang anak keturunannya yang patut dibanggakan! Hanya sayang ilmu silatnya tidak begitu tinggi, tidak seperti Hay Hay atau Tang Hay itu. Teringat akan Tang Hay, diam-diam Si Kumbang Merah bergidik. Anak itu luar biasa sekali. Amat lihai dan memiliki ilmu sihir yang mengerikan pula. Dan timbul kekhawatiran di dalam hatinya bahwa anak kandungnya yang satu itu sekali waktu akan dapat menemukannya! Akan mampukah dia menandingi anaknya itu? Akan mampukah dia menyelamatkan dirinya?
"Aku tidak perlu takut!"
Akhirnya dia mengeluh. Bukankah tidak seorangpun di antara mereka, juga Tang Hay sendiri tidak, mengetahui bahwa dia kini telah menjadi seorang panglima di istana? Panglima, komandan seluruh pasukan pengawal yang amat kuat! Apa artinya musuh-musuh dari golongan para pendekar itu? Dalam kedudukannya sekarang, mereka takkan mampu berbuat sesuatu! Dan mulailah Si Kumbang Merah Tang Bun An menikmati kehidupannya yang baru. Seorang panglima yang ditakuti dan disegani, yang memiliki kekuasaan di istana, luar dan dalam. Dialah pengatur semua penjagaan, dialah yang bertanggung jawab akan keamanan dan keselamatan istana, akan keamanan dan keselamatan kaisar sekeluarganya! Dia berkedudukan.tinggi dan terhormat, juga hidup dalam kemewahan.
Sebentar saja dalam gedungnya yang megah dimeriahkan dengan adanya belasan orang pelayan wanita yang muda-muda, yang cantik-cantik. Bahkan karena pengalamannya dalam urusan wanita, Si Kumbang Merah memilih gadis-gadis yang cantik dan dengan segala macam sifat dan pembawaan, ada sesuatu yang khas dan menjadi daya tarik bagi setiap para pelayan itu. Dipilihnya dengan teliti sehingga sebentar saja para pejabat tinggi di kota raja mendengar atau melihat sendiri bahwa panglima baru ini mempunyai gadis-gadis pelayan yang hebat, yang tidak kalah dibandingkan dengan para dayang di istana kaisar! Sudahkah Si Kumbang Merah Tang Bun An merasakan bahagia dalam hidupnya? Apakah dia kini sudah puas dengan keadaan hidupnya yang baru, di mana dia bergelimang dengan kehormatan, kekayaan dan kemuliaan?
Orang-orang menghormatinya, rumahnya besar dan dilayani pelayan-pelayan wanita yang muda-muda lagi cantik, dijaga pasukan pengawal dan hidup sebagai seorang pembesar yang otomatis menjadi bangsawan yang kaya raya. Bahagiakah hidupnya? Senang memang. Namun, kesenangan bukanlah kebahagiaan. Kesenangan hanya merupakan keadaan sepintas saja, selewat saja, bahkan ada kesenangan yang umurnya amat pendek. Setelah saat senang itu lewat, maka muncullah kebosanan dan kekecewaan. Kesenangan hanya sekedar pemuasan nafsu keinginan. Setelah tercapai, maka kepuasan itupun hanya sekelumit dan! baru terasa bahwa apa yang dicapainya itu, kesenangan yang diidamkannya itu, tidaklah sebesar ketika dikejarnya. Kesenangan hanyalah muka yang lain dari kesusahan, ada suka tentu ada duka, ada puas tentu ada kecewa. Kesenangan hanya merupakan permainan perasaan yang dikuasai nafsu.
Adapun kebahagiaan bukanlah keadaan badan, melainkan keadaan jiwa! Keadaan jiwa yang bebas dari pada cengkraman nafsu. Jiwa yang tidak lagi terbungkus dan tertutup nafsu, jiwa yang sudah terbuka, sudah bersatu dengan Tuhan! Dan hanya kekuasaan Tuhan saja lah yang akan mampu membersihkan jiwa dari kurungan nafsu! lkhtiar manusia melalui pikiran dan akal budi tidak mungkin menundukkan nafsu, karena pikiran dan akal budipun sudah bergelimang nafsu. Tidak mungkin nafsu menundukkan nafsu. Hanya kekuasaan Tuhan yang akan mampu membersihkan jjwa yang bergelimang nafsu, atau jiwa yang tertutup oleh kekuasaan gelap, kekuasaan nafsu yang memikat manusia dengan segala macam bentuk kesenangan badani atau kesenangan pikiran dan hati. Panca indera, pikiran, hati dan akal budi hanyalah alat pelengkap hidupnya jiwa dalam badan.
Namun sungguh sayang, karena badan diperalat nafsu dan daya rendah, maka jiwa seperti tertutup dan terbungkus. Bagaimana mungkin kita membersihkan jiwa kita, betapa mungkin kita menundukkan nafsu kalau "kita"
Ini sudah bergelimang dengan nafsu? Hanya kekuasaan Tuhan yang akan mampu membersihkan jiwa kita, dan satu-satunya ikhtiar yang dapat kita lakukan hanyalah menyerah kepada Tuhan Yang Maha Kasih! Penyerahan yang berarti keimanan yang mutlak, penyerahan total, dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan ketawakalan. Orang seperti Si Kumbang Merah Tang Bun An adalah manusia yang tidak mau mengenal Tuhan, tidak mau mengakui bahwa ada Yang Maha Kuasa di alam semesta ini. Dia mengira bahwa dirinya adalah sang penentu bagi dirinya sendiri, baik buruk berada di telapak tangannya.
Orang seperti inilah yang akhirnya akar terpeleset, tersesat ke dalam lembah ke-jahatan, tanpa merasa bahwa dia tersesat. Baru kalau sudah tertimpa malapetaka sebagai akibat dari perbuatannya sendiri, orang seperti ini mengeluh, mencari-cari sasaran untuk dijadikan biang keladi malapetaka itu, untuk dijadikan kambing hitam melempar kesalahannya. Orang yang tidak mau mengakui kekuasaan Tuhan, selalu menyombongkan diri sendiri kalau berhasil, dan melemparkan kesalahan kepada pihak lain kalau gagal. Sebaliknya, orang yang percaya kepada kekuasaan Tuhan, dalam keadaan berhasil dengan rendah hati dia berterima kasih atas berkah Tuhan, dalam keadaan gagal dia mohon pengampunan atas segala kesalahannya kepada Tuhan. Si Kumbang Merah Tang Bun An hanya sebentar saja merayakan kemenangan dan keberhasilannya, seolah-olah mabok dalam keberhasilannya.
Namun, segala kesenangan yang diraihnya melalui nafsu yang dilampiaskan tanpa batas lagi, hanya sebentar saja terasa nikmat olehnya. Dalam waktu beberapa bulan saja dia sudah mulai merasa bosan! Belasan orang pembantu wanita, gadis-gadis cantik jelita dan manis itu sudah kehilangan daya tarik baginya, bagaikan sekumpulan bunga yang sudah tidak menarik lagi bagi seekor kumbang yang sudah menghisap madu bunga-bunga itu sampai sepuasnya. Mulailah matanya menjadi jalang mencari-cari bunga lain! Si kumbang Merah yang tadinya merasa bosan dengan cara hidupnya yang liar, dan merindukan kekuasaan dan kedudukan yang akan mendatangkan kemuliaan dan kemewahan, kini setelah memperoleh semua itu, bahkan rindu akan cara hidupnya yang lalu! Dan sekali ini, dia tidak perlu lagi mencari-cari ke kota-kota atau dusun-dusun seperti dahulu lagi.
Kini wanita-wanita cantik seolah-olah berserakan di depan hidungnya! Betapa tidak? Dia adalah panglima yang mengepalai pasukan pengawal istana, baik di dalam maupun di luar istana. Oleh karena itu, para thai-kam pengawal yang selalu berjaga di sebelah dalam istana, di bagian para puteri, juga menjadi anak buahnya. Dan di dalam istana bagian para puteri itu terdapat banyak wanita pilihan, wanita-wanita tercantik di seluruh negeri! dan mulailah si kumbang merah beraksi. Tang Bun An, biarpun usianya sudah lima puluh lima tahun, namun dia menjadi seperti muda kembali, menjadi seekor kumbang merah yang beterbangan di antara bunga-bungan yang sedang mekar dengan indahnya di taman istana, hinggap dari satu ke lain kembang untuk menghisap madu manis sepuas hatinya!
Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, tentu saja dengan mudah Si Kumbang Merah menyelinap ke dalam kamar seorang selir atau dayang tanpa di ketahui orang lain. baginya, tidak peduli wanita itu selir kaisar, atau bahkan puteri kaisar, atau dayang, asal muda dan cantik, tentu akan di rayunya. dia memang pandai merayu wanita, rayuan maut yang membuat setiap orang wanita menjadi lemas dan bertekuk lutut, menyerahkan diri tanpa melawan lagi, bahkan dengan suka rela, dengan kehausan seorang wanita yang menjadi isteri atau selir kaisar dengan puluhan orang saingan! Dalam waktu beberapa bulan saja, hampir seluruh selir dan dayang telah membiarkan diri dihisap oleh Si kumbang Merah. Bahkan banyak pula gadis puteri kaisar yang menyerah!
Namun, Si Kumbang Merah Tang Bun An adalah seorang pria yang berpengalaman dan cerdik sekali. Dia tidak lagi berani melakukan paksaan atau pemerkosaan terhadap wanita di dalam istana seperti dahulu seringkali dia lakukan ketika dia masih liar sebagai Ang-hong-cu yang ditakuti orang. Tidak, dia tidak ingin mengorbankan kedudukannya. Dia berlaku hati-hati dan hanya merangkul wanita yang menanggapi rayuannya sehingga selalu terjadi hubungan yang suka sama suka. Dia kini dapat menjaga pula agar jangan sampai ada puteri kaisar yang masih gadis menjadi hamil karena perjinaan mereka. Dan diapun tidak mau jatuh cinta seperti Tang Gun yang dianggapnya bodoh. Hubungannya dengan para wanita itu hanyalah hubungan nafsu semata, saling meminta dan memberi, setelah itu, habis sudah, tidak ada kaitan dalam hati.
Tidak lama kemudian, para selir dan dayang yang menjadi kekasihnya telah menjadi sekutunya. Mereka itu beramai-ramai selalu melindungi dan menyembunyikan rahasia Si Kumbang Merah. Bagi mereka, Tang-ciangkun yang satu ini sungguh merupakan seorang pria yang amat menyenangkan! Dan, mereka semua tahu bahwa sekali rahasia itu terbuka, bukan hanya panglima jantan itu yang, celaka, akan tetapi mereka semuapun akan menjadi korban. Mereka masih teringat akan nasib selir Hwee Lan dan dayang A Sui, dan mereka tidak ingin menjadi nikouw! Karena hampir semua selir dan dayang terlibat, maka Si Kumbang Merah merasa aman. Bunga-bunga harum itu bukan hanya menyerahkan madu manis kepadanya, bahkan melindunginya pula. Betapapun juga, masih ada juga satu hal yang kadang mengkhawatirkan hati Si Kumbang Merah, yaitu permaisuri!
Berusia empat puluh tahun lebih yang masih nampak cantik dan amat berwibawa ini merupakan ganjalan dan juga merupakan ancaman bahaya bagi dia dan semua kekasihnya di dalam harem kaisar itu. Permaisuri ini anggun dan juga angkuh. Sebagai seorang pria yang berpengalaman dia maklum bahwa tidak mungkin merayu dan menundukkan hati seorang wanita seperti permaisuri itu. Kalau saja tarikan mulutnya tidak sekeras itu, atau pandang matanya tidak setajam dan sedingin itu, mau rasanya dia mencoba merayu sang permaisuri. Walaupun usianya sudah empat puluh tahun lebih, namun ia juga merupakan seorang wanita yang amat menarik, setangkai bunga yang sama sekali belum layu. Namun, Ang-hong-cu Tang Bun An tidak berani mencoba hal ini karena sekali gagal, dia akan celaka.
Walaupun dia mampu melarikan diri andaikata terjadi sesuatu, yang jelas dia akan kehilangan kedudukannya dan akan menjadi seorang buruan pemerintah. Berat! Kekhawatiran Ang-hong-cu memang tidak meleset. Diam-diam, permaisuri yang juga memiliki kecerdikan itu telah dapat "mencium"
Bau rahasia ketidakberesan yang terjadi di dalam istana bagian puteri itu. Biarpun para selir dan dayang, juga para thai-kam (pria kebiri) pengawal yang bertugas di sana semua membantu Ang-hong-cu, namun ada beberapa orang thai-kam yang menjadi orang-orang kepercayaan sang permaisuri! Mereka inilah yang membocorkan rahasia itu kepada permaisuri! Ketika permaisuri mendengar bahwa banyak selir dan dayang yang telah "mengotori"
Istana dengan perbuatan jina mereka dengan Panglima Tang, diam-diam permaisuri marah bukan main.
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hemm, pelacur-pelacur itu...!"
Ia mengepal tangannya.
"Awas, akan kubongkar semuanya!"
Sang permaisuri tidak berani melapor begitu saja kepada suaminya, yaitu kaisar, tanpa adanya bukti yang nyata. Kaisar harus dapat menangkap basah mereka itu, dan hal itu tentu saja dapat diatur, dengan bantuan para thai-kam pengawal yang menjadi para pembantunya yang setia!
Demikianlah, diam-diam permaisuri yang cerdik ini telah mengatur siasat bersama para pembantunya yang setia. Dan bagaikan seekor laba-laba betina, ia telah menenun sarang yang penuh jebakan dan perangkap. Hal ini dilakukan penuh rahasia sehingga sama sekali tidak mencurigakan Si Kumbang Merah dan para wanita yang menjadi kekasih Ang-hong-cu itu. Pada suatu malam, seperti biasa Si Kumbang Merah berada di kamar seorang selir kaisar. Selir itu masih muda, tidak lebih dari tiga puluh tahun usianya, cantik jelita dan amat menarik, juga merupakan seorang di antara para selir yang tersayang oleh kaisar. Seperti biasa pula, dayang selir itu yang juga sudah menjadi kekasih Si Kumbang Merah, melayani mereka berdua yang berpesta pora di dalam kamar.
Asmara Berdarah Eps 37 Pendekar Mata Keranjang Eps 33 Asmara Berdarah Eps 31