Ceritasilat Novel Online

Kumbang Penghisap Kembang 9


Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Bagian 9



"Siok Bi, tidak perlu berterima kasih dan tidak perlu minta maaf. Uang itu hanyalah uang rumah judi, bukan uangku. Dan tentang maaf, terus terang saja, akupun amat suka kepadamu, dan alangkah akan mudahnya dan senangnya kalau aku menuruti bisikan nafsu. Akan tetapi, orang harus lebih dahulu sadar, waspada dan memperhitungkan segala perbuatan, bukan membuta karena nafsu. Kalau kita menuruti nafsu sekarang, nanti kita berdua akan merasa menyesal sekali. Terutama engkau, Siok Bi. Di sudut hatimu tentu akan timbul penyesalan karena engkau telah berkhianat terhadap cinta pemuda itu. Nah, katakan ke mana aku harus menyerahkan uang itu kepada Hartawan Coa. Aku ingin urusan selesai sekarang juga.""

   "Ah, jangan sekarang, kongcu. Besok pagi saja, karena malam ini Hartawan Coa tidak berada di rumah. Dia bermalam di rumah penginapan ini!"

   "Ehhh? Di sini? Kenapa...?"

   Hay Hay bertanya heran. Gadis itu mengerutkan alisnya.

   "Aku sendiri tidak tahu. Akan tetapi dia sudah seringkali begitu, bermalam di mana saja dan itu tandanya bahwa dia memperoleh seorang korban baru, seorang gadis yang baru saja di dapatnya!"

   Tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar dan terdengar suara seorang laki-laki, suara yang parau dan dalam,

   "Di mana kamar untukku? Harus yang paling baik!"

   "Tentu saja, tentu saja"

   Tai-ya. Di sana, di kamar paling kiri, sudah kami persiapkan""

   Siok Bi menaruh telunjuk ke depan mulutnya.

   "Sttt, itu dia...!"

   Bisiknya. Hay Hay lalu membuka daun pintu dan keluar dengan tenang. Dia sempat melihat seorang laki-lakl tinggi besar bermuka hitam bopeng!

   Dia terbelalak. Kiranya pemilik rumah judi, pemimpin dan kepala dari para bandar curang itu, bukan lain adalah hartawan yang sudah ada janji rahasia dengan isteri Gui Lok, pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koan. Dia melihat pria tinggi besar itu memasuki kamar terbesar di sebelah kiri, dan dua orang tukang pukul atau jagoan yang bertubuh kokoh kekar berjaga di luar kamar itu! Isteri Gui Lok itu, yang bernama Kim Hwa, si cantik genit, berjanji akan mengantarkan puteri tirinya setelah lewat jam dua belas malam ke kamar itu! Mempergunakan obat bius pula! Dia harus mencegah terjadinya peristiwa terkutuk itu. Kasihan Ai Ling, gadis pendiam yang bagaikan bunga baru mekar itu harus dipetik secara paksa, direnggut oleh Hartawan Coa yang rakus ini! Diapun cepat masuk lagi ke dalam kamarnya.

   "Kiranya si tinggi besar muka bopeng itukah Hartawan Coa?"

   Katanya kepada Siok Bi. Pantas saja gadis jelita ini merasa menderita. Wanita muda mana yang suka menjadi selir seorang laki-laki seperti itu yang kelihatannya kasar dan bengis? Siok Bi mengangguk.

   "Siok Bi, engkau pulanglah. Besok akan kubereskan persoalanmu. Aku akan menemui dia di rumahnya dan menebus dirimu, kemudian kuantar engkau ke rumah calon suamimu."

   Siok Bi merasa gembira sekali.

   "Terima kasih, Hay Kongcu, terima kasih...!"

   Ia menghampiri dan merangkul lagi, akan tetapi tiba-tiba dia menahan diri dan menatap wajah pemuda itu. Dua pasang mata saling bertaut.

   "Bolehkah aku", kongcu...?"

   Hay Hay tersenyum, mengangguk dan menerima ciuman hangat gadis itu, sebuah ciuman yang tidak lagi dicekam nafsu birahi, melainkan ciuman yang mengandung rasa haru, sukur dan terima kasih yang amat besar. Kemudian gadis itu melepaskan rangkulannya disertai isak tertahan, lalu keluar dari dalam kamar itu. Akan tetapi Hay Hay menangkap lengannya.

   "Jangan, jangan lewat situ, lebih baik jangan terlihat bahwa engkau berada di sini."

   Katanya dan dia membuka jendela, lalu membantu Siok Bi meninggalkan kamarnya lewat jendela yang menembus ke dalam kebun yang gelap. Setelah Siok Bi, Hay Hay menutup daun jendela dari luar karena dlapun meninggalkan kamarnya untuk melakukan pengintaian dalam usahanya menyelamatkan Al Ling dari ancaman bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut! Di dalam sebuah kamar di rumah yang letaknya tepat di belakang rumah penginapan, bahkan bergandeng dengan penginapan itu. Hay Hay menemukan orang yang dicarinya, yaitu Ai Ling. Kamar gadis itu cukup rapi dan bersih dan ketika Hay Hay tiba di luar kamar, ternyata Kim Hwa, ibu tiri gadis itu telah berada di dalam kamar!

   Kalau Ai Ling berpakaian sederhana saja, pakaian tidur yang longgar, sebaliknya Kim Hwa mengenakan pakaian yang indah seolah-olah ia hendak bepergian. Mukanya juga dirias dengan pesolek sekali. Hay Hay teringat akan janji wanita genit itu untuk berkunjung ke kamarnya lewat tengah malam, dan mukanya menjadi merah. Agaknya wanita genit itu memang bersolek untuk berkunjung ke kamarnya dengan maksud yang tidak sukar untuk ditebak. Sungguh kasihan sekali ayah kandung Ai Ling mengawini seorang wanita seperti Kim Hwa. Bukan saja selalu siap untuk melakukan penyelewengan dan berjina dengan laki-Iaki lain, akan tetapi bahkan tidak ragu-ragu untuk menjebloskan puteri tirinya ke dalam lembah kehinaan, menjadikannya korban dan mangsa srigala berwajah manusia seperti Hartawan Coa!

   "Ai Ling, kenapa engkau tidak mau makan? Makanlah, agar jangan masuk angin. Engkau tahu, kita mempunyai banyak pekerjaan dan kalau engkau jatuh sakit, kami akan sibuk bukan main."

   "Aku tidak nafsu makan dan kepalaku agak pening,"

   Ai Ling mengeluh.

   "biar aku akan tidur saja, tentu besok juga sudah sembuh."

   "Mana bisa tidur dengan perut kosong? Kalau begitu, biar kau minum saja obat masuk angin. Manjur sekali obatku, pemberian Sinshe Tung. Biar kuambilkan sebentar"

   Kim Hwa lalu keluar dari dalam kamar itu dengan menyeret sandalnya. Ai Ling menarik napas panjang dan duduk di tepi pembaringan. Tiba-tiba muncul seorang pemuda di dalam kamar itu. Ai Ling yang sedang melamun, terkejut bukan main ketika melihat bahwa yang muncul seperti setan itu adalah pemuda yang tadi pagi sarapan di rumah makan dan dilayaninya, pemuda tampan yang amat ramah dan menyenangkan hatinya. Saking kagetnya, hampir ia menjerit, akan tetapi Hay Hay cepat menaruh telunjuknya di depan mulut.

   "Sssttt, tenanglah nona dan jangan berisik. Aku datang untuk membebaskanmu dari ancaman bahaya!"

   "Apa"

   Apa maksudmu, kongcu...? Aku tidak mengerti""

   Gadis itu masih takut-takut dan bingung.

   "Sstt, dengarlah baik-baik. Ibu tirimu bermaksud mengorbankan engkau kepada Hartawan Coa, dan obat yang ia berikan itu adalah obat bius. Karena itu, ingat baik-baik, kalau ia datang memberikan obat, katakan saja bahwa engkau tidak suka dan agar ia sendiri yang minum obat itu. Mengerti?"

   Gadis itu mengangguk dan masih bingung.

   "Akan tetapi""

   "Ikuti saja petunjukku kalau engkau mau selamat."

   Bisik Hay Hay dan pada saat itu terdengar bunyi sandal diseret. Sekali berkelebat, tubuh Hay Hay sudah lenyap karena dengan cepat dia sudah, menyelinap ke balik pembaringan itu, tertutup kelambu dan lemari pakaian. Daun pintu kamar terbuka dari luar dan masuklah Kim Hwa dengan langkahnya yang gemulai. Ia membawa sebuah cawan terisi cairan merah yang berbau harum.

   "Nah, ini obat masuk angin. Minumlah, Ai Ling sayang, agar tubuhmu terasa segar dan besok kau dapat bekerja dengan rajin. Minumlahl."

   Ia menyerahkan cawan itu dan Ai Ling memandang cawan itu dengan alis berkerut.

   Ia masih merasa heran akan kemunculan Hay Hay dan semua ucapan pemuda itu. Akan tetapi, apa yang ia dengar dari pemuda itu bukan hal yang tidak boleh jadi! Ia tahu bahwa diam-diam ibu tirinya ini tidak suka kepadanya, apalagi ketika pada suatu hari ia pernah menegur ibu tirinya yang suka bercanda secara keterlaluan dan berlebihan dengan pegawai-pegawai pria. Ia bahkan berani menduga bahwa ibu tirinya itu tentu mempunyai hubungan gelap dengan beberapa orang pegawai. Maka, tidak akan mengherankan kalau ibu tirinya mempunyai tipu muslihat busuk dan menjerumuskannya ke pelukan Hartawan Coa. Ia bergidik dan melihat betapa cawan itu seperti mengandung racun!

   "Tidak, aku tidak mau minum. Aku mau tidur saja, harap kau suka minum saja sendiri obat itu!"

   Katanya, teringat akan pesan Hay Hay. Kim Hwa terbelalak. Sungguh ia merasa aneh sekali mengapa ucapan puterinya itu mempunyai kekuatan mendorongnya sehingga timbul suatu keinginan aneh dalam dirinya, yaitu untuk minum "obat"

   Dalam cawan itu! Tentu saja cawan itu berisi obat pemberian Hartawan Coa yang ia campur dengan anggur merah.

   "Apa? Kuminum sendiri...?"

   Ia berkata penuh keraguan, setengah berbisik. Melihat sikap ibu tirinya ini, Ai Ling juga merasa heran dan teringat akan pesan pemuda aneh ltu, iapun menjawab.

   "Benar, lebih baik kau minum sendiri obat itu!"

   Dan kini terjadi keanehan dalam sikap Kim Hwa.

   "Baik, kuminum saja sendiri, kuminum sendiri..."

   Dan sepertl dalam mimpi, iapun lalu minum obat dalam cawan itu sampal habis!

   Setelah minum obat itu, Kim Hwa melepaskan cawan kosong yang jatuh berkerontang di atas lantai, ia berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang dan kedua matanya dipejamkan. Ai Ling memandang khawatir. Obat itu adalah obat yang mengandung bius, membuat orang kehilangan kemauan, juga mengandung obat perangsang sehingga orang yang minum obat ini dalam keadaan tidak sadar akan menjadi hamba nafsu birahinya sendiri. Kim Hwa mengeluh, lalu tanpa pamit ia keluar dari kamar itu, diikuti pandang mata Ai Ling yang masih bingung dan khawatir. Hay Hay muncul lagi, dipandang oleh Ai Ling yang masih menaruh curiga kepadanya. Akan tetapi pemuda itu tidak melakukan sesuatu yang tidak pantas, bahkan Hay Hay cepat berkata kepadanya,

   "Ai Ling, cepat kau beritahukan kepada ayahmu bahwa ibu tirimu mengadakan pertemuan dengan Hartawan Coa di dalam kamar terbesar di rumah penginapan Hok-lai-koan. Suruh ayahmu pergi sendiri menangkap basah isterinya yang menyeleweng itu dan jangan takut! Aku akan melindunginya. Kim Hwa itu harus dihukum, Ai Ling, demi keselamatan ayahmu dan engkau sendiri. Cepat!"

   Dan kembali Hay Hay berkelebat lenyap dari dalam kamar. Sejenak Ai Ling bengong dan bulu tengkuknya meremang. Apakah pemuda itu bukan manusia melainkan setan yang pandai menghilang?

   Ataukah dewa yang hendak menolong ia dan ayahnya? Ia tidak merasa heran mendengar betapa ibu tirinya menyeleweng, mengadakan pertemuan dalam kamar hotel dengan Hartawan Coa. Akhirnya ia turun dan pergi kekamar ayahnya. Bagaikan seorang yang kehilangan ingatannya, Kim Hwa melalui pintu tembusan menuju ke ruangan rumah penginapan Hok-lai-koan. Yang dlingatnya hanya dua hal. Pertama mengantarkan Ai ling ke kamar Hartawan Coa, dan kedua pergi mengunjungi pemuda ganteng yang menarik hati, yang menginap di kamar nomor tujuh belakang. Akan tetapi, tubuhnya terasa demikian ringan dan ia tidak ingat lagi mengapa ia menjadi begitu, kepalanya juga ringan dan kosong! Ketika tiba-tiba Hay Hay muncul, ia tidak terkejut dan tersenyum genit. Apalagi ketika Hay Hay berbisik,

   "Manis, aku sengaja menjemputmu! Mari kita pergi ke kamarku sayang!"

   Kim Hwa tertawa kecil dengan sikap genit lalu membiarkan dirinya digandeng oleh pemuda yang menarik hatinya itu dan ia malah menyandar dan mereka berdua berjalan sambil bergandeng tangan. Hay Hay tidak membawa wanita itu ke kamarnya melainkan diajaknya menghampiri kamar besar di mana terdapat dua orang jagoan yang berjaga. Malam sudah larut, menjelang tengah malam dan suasana sunyi. Dua orang jagoan itu duduk di atas kursi, agak melenggut. Mereka tenang saja karena siapa yang akan berani mati mengganggu majikan mereka?

   "Mari Ai Ling, marilah sayang..."

   Suara ini mengejutkan dua orang jagoan itu. Akan tetapi ketika mereka mengangkat muka, mereka melihat sekelebatan seorang pemuda bergandeng tangan dengan seorang wanita cantik.

   Anehnya, begitu mereka memandang, pemuda itu lenyap dan yang nampak adalah dua orang wanita muda yang sedang menghampiri mereka sambil saling bergandeng tangan. Ketika lampu gantung menerangi wajah mereka, dua orang jagoan ini cepat berdiri dan menyeringai senang. Mereka sudah tahu bahwa majikan mereka menanti datangnya isteri pemilik rumah penginapan itu yang akan mengantarkan puterinya, dan ternyata kini mereka benar-benar muncul! Melihat betapa gadis manis itu seperti orang mabok, tahulah mereka bahwa gadis itu telah minum obat bius, dan isteri pemilik rumah penginapan yang cantik genit itu senyum-senyum kepada mereka. Kedua orang "wanita"

   Ini menghampiri pintu dan mengetuk tiga kali. Dua orang jagoan itu tidak menghalangi mereka, hanya saling pandang dan tersenyum-senyum penuh arti.

   "Siapa mengetuk pintu?"

   Terdengar suara yang parau dan dalam, suara Hartawan Coa yang memang sejak tadi belum tidur dan dengan tidak sabar menanti datangnya Kim Hwa yang berjanji akan mengantar Gui Ai Ling, si perawan jelita.

   "Saya Kim Hwa, tai-ya, saya mengantarkan Ai Ling. Harap buka pintunya!"

   Mendengar suara ini, tentu saja Hartawan Coa menjadi girang dan dia cepat membuka daun pintu. Mula-mula ia terkejut melihat bahwa yang berdiri di depan pintu adalah seorang pemuda yang tidak dikenalnya dan Kim Hwa, isteri pemilik rumah penginapan yang genit itu, akan tetapi ketika dia berkedip dan mendengar suara Kim Hwa.

   "Saya Kim Hwa dan Ai Ling datang seperti yang saya janjikan, tai-ya,"

   Dan dia membuka mata, ternyata yang berdiri di depannya adalah Kim Hwa dan Ai Ling, gadis yang membuatnya selalu menelan air liur itu!

   "Ahhh, engkau sudah datang, manis!"

   Katanya sambil menggandeng tangan Ai Ling.

   "Mari masuk, manis!"

   Ai Ling menurut saja digandeng masuk, dan Kim Hwa tersenyum.

   "Bersenang-senanglah tai-ya dengan Ai Ling, saya harap tai-ya tidak lupa kepada saya."

   Hartawan Coa yang sudah tidak sabaran itu, hanya mengangguk dan menutup kembali daun pintu tanpa menguncinya karena bukankah di luar sudah ada dua orang pengawalnya, jagoan-jagoan yang dapat dipercaya menjaga di situ semalam suntuk? Kim Hwa lalu melenggang pergi.

   "Eih, nyonya muda. Hendak ke mana? Apakah tidak mau menemani kami di sini sebentar menghilangkan dingin dan kantuk?"

   Seorang di antara dua penjaga itu menegur dan menggoda. Kim Hwa hanya tersenyum.

   "Lain kali saja, aku mempunyai keperluan lain."

   Dan iapun mempercepat langkahnya. Setelah tiba di tempat gelap, ternyata bahwa "Kim Hwa"

   Ini bukan lain adalah Hay Hay yang tadi mempergunakan kekuatan sihirnya untuk membuat mata dua orang jagoan dan juga mata Hartawan Coa melihatnya seperti Kim Hwa, sedangkan Kim Hwa sendiri yang sudah berada di bawah pengaruh obat bius itu mereka lihat sebagai Gui Ai Ling!

   Hay Hay mengintai tak jauh dari situ. Tidak lama dia mengintai karena segera dia melihat seorang. laki-laki gendut berlari-lari melalui pintu tembusan dari rumah Gui Lok, menuju ke rumah penginapan itu. Dia bukan lain adalah Gui Lok, pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koan. Agak jauh di belakangnya dia melihat pula Ai Ling berjalan dengan muka khawatir. Gui Lok yang menerima pelaporan puterinya bahwa isterinya mengadakan pertemuan gelap dengan laki-laki di dalam kamar hotelnya, tentu saja menjadi marah sekali dan dia langsung menuju kekamar besar, kamar istimewa termahal di rumah penginapannya itu. Ketika tiba di depan kamar, dua orang tukang pukul mencoba untuk menghadangnya, akan tetapi si gendut Gui Lok berteriak lantang.

   "Ini rumah penginapanku sendiri! Siapa berhak melarang?"

   Dua orang tukang pukul itu tentu saja tahu bahwa Gui Lok pemilik rumah penginapan i tu, maka merekapun merasa sungkan, juga mereka terbelalak heran bukan main melihat Ai Ling berada di belakang si gendut itu!

   Bukankah tadi mereka melihat sendiri betapa gadis itu diantar oleh ibu tirinya memasuki kamar majikan mereka dan kini sedang dalam pelukan majikan mereka? Bagaimana kini tahu-tahu gadis itu berada di luar kamar tanpa pengetahuan mereka? Apakah tadi mereka bermimpi? Padahal mereka tidak pernah tidur. Bagaimanapun juga, melihat adanya gadis itu, hati mereka tidak khawatir. Kalau gadis itu tidak berada di dalam kamar majikan mereka, apa yang mereka khwatirkan? Biarkan si gendut itu membikin ribut, kalau majikan mereka yang kini tentu sendirian saja keluar, tentu si gendut itu yang akan mendapat kemarahan! Kiranya majikan mereka sedang tidur sendirian di kamar itu! Melihat dua orang penjaga itu tidak menghalanginya lagi, Gui Lok lalu menghampiri daun pintu kamar itu dan menggedor-gedor dengan keras.

   "Buka pintu! Kim Hwa, engkau tidak perlu sembunyi! Aku sudah tahu bahwa engkau berada di dalam bersama laki-laki lain! Engkau perempuan busuk, pelacur hina, isteri yang menyeleweng tak tahu malu!"

   Karena Gui Lok dilanda kemarahan hebat, maka dia berteriak-teriak seperti orang gila. Tentu saja teriakannya yang keras itu membangunkan semua tamu dan sebentar saja, semua kamar di rumah penginapan itu terbuka dan para tamu sudah keluar dari dalam kamar untuk menonton pertunjukan menarik itu. HayHay juga keluar dari kamarnya, bersama para tamu ikut pula menonton. Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Ai Ling yang nampak khawatir, dia berkedip dan menganggukkan kepala, seolah memberi jaminan kepada gadis itu agar tidak usah takut karena ada dia yang akan melindunginya. Dan anehnya, melihat pemuda itu, hati Ai Ling menjadi agak tenteram, tidak lagi ketakutan seperti tadi.

   "Hayo buka, kau perempuan laknat, pelacur hina tak tahu malu! Dorr-dorr-dorr!!"

   Cui Lok terus menggedor pintu dengan kemarahan meluap, apa lagi melihat munculnya banyak tamu. Semua orang melihat dan mengetahui betapa isterinya telah menyeleweng. Betapa malunya dia kalau tidak dapat membikin perhitungan dengan isterinya itu!

   Dapat dibayangkan betapa kagetnya mereka yang sedang bermesraan di dalam kamar itu. Baru saja Hartawan Coa dan Kim Hwa mendapatkan kenyataan yang mengejutkan hati mereka berdua, Kim Hwa mulai ditinggalkan pengaruh obat bius dan ketika ia sadar lalu mendapatkan dirinya dalam pelukan Hartawan Coa, hampir saja ia menjerit. Bukankah seharusnya ia berada dalam pelukan pemuda tampan yang pandai merayu itu? Kenapa kini ia berada dalam rangkulan Hartawan Coa yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa, penuh bulu kasar, mukanya hitam dan bopeng? Bukankah seharusnya Ai Ling yang berada di pelukan hartawan ini? Akan tetapi ia seorang wanita yang cerdik. Walaupun ia tidak mengerti mengapa bisa begini, namun ia pandai bersandiwara dan dengan manja ia lalu mempererat rangkulannya dan mengeluarkan suara rintihan manja.

   Sementara itu, Hartawan Coa juga sudah tidak lagi terpengaruhi kekuatan sihir yang dilepaskan Hay Hay tadi, dan kini dia melihat bahwa yang dipeluk dan digumulinya sejak tadi bukanlah gadis yang dirindukannya itu, melainkan isteri Gui Lok, nyonya muda yang cantik dan genit itu! Diapun terkejut mengapa bisa terjadi perubahan ini! Padahal tadi, jelas dia melihat bahwa yang dibimbingnya masuk adalah Ai Ling dan gadis itu tadi menurut saja tanpa melawan karena berada dalam pengaruh obat bius. Akan tetapi, mengapa kini mendadak berganti orang? Bagaimanapun juga, hartawan ini memang cocok dengan Kim Hwa dan biarpun dia terheran, dia tidak begitu perduli lagi setelah merasakan kehangatan tubuh dan kepandaian Kim Hwa merayu dan melayaninya. Diapun mendekap semakin kuat dan keduanya tenggelam ke dalam gelombang nafsu yang tak pernah mengenal puas.

   Mereka berdua sedang terlena di ambang kepulasan karena lelah ketika tiba-tiba mereka dikejutkan oleh geduran pada daun pintu kamar itu! Mendengar teriakan suaminya, tentu saja Kim Hwa terkejut setengah mati dan iapun cepat melepaskan diri dari rangkulan Hartawan Coa dan tergesa-gesa mengenakan pakaiannya. Ia lari ke jendela, hendak membuka jendela kamar itu, akan tetapi betapa heran dan khawatirnya ketika ternyata daun jendela itu macet, sama sekali tidak dapat dibukanya. Tentu saja ia menjadi panik. Melihat ini, Coa Wan-gwe lalu menghampiri jendela dan diapun mencoba untuk membukanya. Sia-sia belaka. Biarpun hartawan ini memilik tenaga yang besar, namun daun jendela itu sama sekali tidak dapat dibukanya, macet. Hal ini tidaklah aneh karena macetnya daun jendela itu bukan sewajarnya, melainkan karena perbuatan Hay Hay.

   "Sudahlah, tidak perlu gelisah. Biar aku yang bertanggung jawab!"

   Kata hartawan itu, teringat akan kedudukan dan kekuasaannya. Apa artinya seorang Gui Lok baginya?

   "Tapi"

   Tapi suamiku di depan kamar! Dia akan marah..."

   "Huh, coba saja apa yang dapat dia lakukan kepadaku! Coba dia marah kepadaku kalau berani kusuruh hajar dia sampai mampus! Hartawan itu makin besar hatinya karena bukankah di depan pintu itu selalu ada dua orang pengawal yang menjaga keselamatannya? Mendengar ucapan hartawan itu, hati Kim Hwa tidak menjadi lega, bahkan semakin khawatir. Diraihnya lengan hartawan itu dan ditahannya ketika ia hendak keluar dari kamar.

   "Kau akan dapat menyelamatkan diri dengan mudah, dia tidak berani mengganggumu, akan tetapi bagaimana dengan aku? Harap jangan tinggalkan aku di sini"!"

   Coa Wan-gwe mengerutkan alisnya dan mengibaskan lengannya sehingga wanita itu terpelanting ke atas pembaringan.

   "Huh, jangan banyak tingkah kamu! Salahmu sendiri! Bukankah engkau berjanji akan mengantarkan Ai Ling kepadaku di kamar ini? Akan tetapi, engkau sendiri yang datang menggantikan anakmu. Perempuan tak tahu malu!"

   Kim Hwa terkejut dan tidak berani bicara lagi, hanya memandang dengan mata terbelalak ketika hartawan itu membuka daun pintu kamar itu dan melangkah keluar dengan mengangkat dada. Gui Lok yang berada di depan kamar itu, sudah siap untuk marah-marah, akan tetapi begitu melihat Hartawan Coa, nyalinya menjadi kecil dan dia hanya memandang bengong seperti berubah menjadi arca.

   "Hemm, Gui Lok! Mau apa engkau lancang menggedor pintu kamarku? Bukankah kamar ini sudah kusewa? Kau tahu, rumah penginapan ini dapat kubeli, juga kepalamu dapat kubeli. Mengerti?"

   Mendengar bentakan hartawan ini, seketika keberanian dan kemarahan Gui Lok menguncup dan kakinya gemetar.

   "Maaf, tai-ya, tapi... tapi isteriku..."

   "Peduli apa dengan isterimu! Aku tidak memanggilnya ke sini! Tanyakan saja kepada isterimu sendiri! Tapi kau... yang sudah berani menggangguku, menggedor pintu kamarku secara kurang ajar, tidak dapat kumaafkan begitu saja. Kau perlu dihajar!"

   Tangan yang besar dari hartawan itu menyambar dan sebuah pukulan mengenai kepala Gui Lok.

   "Plakk!"

   Si perut gendut itu terpelanting dan jatuh. Hartawan Coa melangkah maju, siap menendangi kepala Gui Lok yang dianggapnya telah kurang ajar dan membikin malu kepadanya di depan begitu banyak orang. Maka, di depan para tamu yang sudah jadi penonton, dia hendak menghajar Gui Lok agar namanya kembali terang dan disegani orang. Kaki yang besar dan dilindungi sepatu kulit yang tebal dan keras itu menyambar ke arah kepala Gui Lok.

   "Dukkk!"

   Akibatnya, bukan kepala itu yang tertendang dan Gui Lok mengeluh kesakitan, sebaliknya malah Hartawan Coa memekik kesakitan, mengangkat kaki yang menendang, memeganginya dan kaki yang sebelah lagi jingkrak-jingkrak. Serasa patah-patah tulang kakinya ketika tadi dia menendang, kakinya itu bertemu dengan sebuah kaki lain, yaitu kaki Hay Hay. Melihat ada seorang pemuda sederhana yang tadi menyambut tendangannya dengan tangkisan kaki, yang menyebabkan kakinya terasa nyeri setengah mati, Hartawan Coa menjadi marah bukan main.

   "Hajar dia! Bunuh dia!"

   Teriaknya kepada dua orang pengawal yang sejak tadi hanya menjadi penonton. Ketika mereka melihat majikan mereka menghajar Gui Lok, mereka diam saja. Sama sekali tidak mereka sangka bahwa akan ada orang yang berani melindungi Gui Lok dan bahkan membuat kaki majikan mereka kesakitan.

   "Pemuda lancang, berani kau menentang majikan kami?"

   Dua orang tukang pukul itu meloncat ke depan, menghadapi Hay Hay yang berdiri tegak sambil tersenyum tenang.

   "Ha-ha, kalian ini dua ekor anjing yang setia kepada majikan, sungguh pandai mengonggong! Nah, lanjutkan gonggonganmu agar semua orang melihat kalian!"

   Kini semua orang yang telah keluar dari kamar masing-masing dan menonton keributan itu, terbelalak heran ketika melihat betapa dua orang tukang pukul yang tadi bersikap galak,

   Kini tiba-tiba saja mereka menjatuhkan diri berdiri di atas kaki dan tangan seperti binatang berkaki empat, dan mereka berdua segera menggonggong seperti dua ekor anjing yang sedang marah! Tentu saja gonggongan mereka tidak seperti anjing, dan mereka yang menonton, tadinya terbelalak keheranan dan mengira dua orang itu main-main atau mendadak menjadi gila. Akan tetapi keadaan yang lucu itu membuat mereka tidak dapat menahan ketawa mereka. Bahkan Hartawan Coa sendiripun lupa akan kenyerian kakinya dan diapun berdiri bengong memandang kepada anak buahnya. Apakah kedua orang pengawalnya itu mendadak menjadi gila? Sementara itu, Gui Lok yang tadi terhindar dari hajaran yang lebih hebat, sudah bangkit berdiri dan diapun melihat peristiwa aneh itu sehingga sejenak lupa kepada isterinya yang menjadi biang keladi keributan itu.

   Hay Hay tersenyum dan menghampiri dua orang tukang pukul yang masih merangkak-rangkak itu, kemudian kaki kirinya bergerak dua kali dan dua orang tukang pukul itu sudah kena ditendang, terlempar dan terbanting jatuh. Agaknya setelah jatuh, baru mereka sadar akan keadaan diri mereka. Cepat mereka meloncat dan sudah mencabut golok dari pinggang. Lalu dengan kemarahan meluap karena mereka merasa dibikin malu di depan banyak orang, mereka lalu menerjang dan menyerang Hay Hay dengan bacokan golok dari atas ke bawah, ke arah kepala pemuda itu. Semua orang melihat dengan hati ngeri betapa dua batang golok itu dengan tepat mengenai kepala pemuda itu dan dengan mudahnya, seperti agar-agar saja, kepala itu terbelah menjadi tiga potong oleh dua bacokan itu. Akan tetapi, tidak ada darah keluar ketika tubuh yang terbelah menjadi tiga buah itu terkulai jatuh, mengeluarkan suara bising.

   Akan tetapi ketika mereka semua memandang, termasuk dua orang tukang pukul itu, terdengar seruan heran melihat bahwa yang terbabat buntung mejadi tiga potong itu sama sekali bukan tubuh orang melainkan sebuah bangku panjang yang kini menjadi tiga potong! Pantas saja mengeluarkan suara bising! Ke mana larinya pemuda aneh itu tadi? Kiranya, pemuda itu telah berdiri di belakang dua orang tukang pukul itu. Kini, tiba-tiba kedua tangannya menjambak rambut dua orang tukang pukul itu dari belakang dan sekali dia menggerakkan kedua tangan mengadu dua buah kepala itu, dua orang pengawal itu mengeluh, goloknya terlepas dan ketika Hay Hay melepaskan kedua tangannya, mereka terkulai lemas seperti karung basah dan jatuh pingsan! Melihat ini, semua orang kagum dan juga terheran-heran. Hartawan Coa yang tadinya memandang bengis, kini menjadi pucat sekai. Apalagi ketika pemuda itu menghampirinya.

   "Coa Wan-gwe, engkau pulanglah dan bawa dua ekor anjingmu ini. Sebentar nanti aku akan datang berkunjung ke rumahmu, ada urusan penting yang hendak kubicarakan denganmu."

   Sekali ini Hartawan Coa tidak banyak cakap lagi. Dia maklum bahwa menghadapi pemuda ini, dia tidak berdaya. Dia harus mengerahkan semua pengawalnya kalau mau menghadapi dan menentang pemuda aneh ini. Dia lalu menendang-nendang dua orang pengawalnya. Mereka siuman dan terheran-heran, akan tetapi segera teringat akan keadaan mereka, maka ketika majikan mereka memberi isarat, merekapun seperti dua ekor anjing ketakutan, lalu mengikuti Hartawan Coa meninggalkan rumah penginapan, bahkan melupakan golok mereka. Sementara itu, begitu hartawan itu pergi, Gui Lok menyerbu ke dalam kamar. Dia melihat isterinya masih duduk ketakutan di atas pembaringan.

   "Perempuan lacur! Tak tahu malu!"

   Bentaknya dan diapun menjambak rambut isterinya. Rambut itu terurai dan diseretnya tubuh wanita itu keluar kamar.

   "Lihat semua! Lihat baik-baik perempuan ini. Ia bernama Kim Hwa dan dari pecomberan kuangkat ia menjadi isteriku, akan tetapi kini ia melakukan penyelewengan dengan laki-laki lain! Ia tiada bedanya dengan seekor babi betina, biar dibersihkan dan ditempatkan di manapun, diberi tempat yang bersih dan baik, tetap saja babi betina ini memilih pecomberan. Nah, mulai saat ini, ia bukan isteriku lagi dan kuusir ia. Pergilah kamu, perempuan laknat! Ketika kau kupungut, engkau tidak mempunyai apa-apa, sekarang engkau pergilah dan boleh kau miliki pakaian dan perhiasan yang menempel ditubuhmu!"

   Kalau saja mereka hanya berduaan, tentu Kim Hwa akan minta-minta ampun dan mempergunakan segala daya kecantikannya, segala ilmunya merayu untuk melemahkan hati suaminya dan agar dirinya diampuni. Akan tetapi apa hendak dikata, peristiwa itu terjadi didepan puluhan pasang mata yang menjadi penonton dan disana sini ia mendengar cemoohan dan celaan kepada dirinya, maka sambil menutupi mukanya dan menangis, iapun lari keluar dari rumah penginapan yang tadinya menjadi miliknya itu.

   Beberapa bulan kemudian orang sudah mendapatkan dirinya menjadi kembang dari sebuah rumah pelacuran dari sebuah kota besar dekat kota raja! Sebelum Gui Lok dan puterinya, Gui Ai Ling, sempat menghaturkan terima kasih kepadanya, Hay Hay sudah cepat menghilang dari kamar itu pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, sambil membawa buntalan uang emasnya. Dan pagi-pagi sekali itu, dia sudah berada di depan pintu gerbang pekarangan gedung Hartawan Coa! Ternyata pekarangan itu telah penuh dengan pasukan pengawal yang jumlahnya tidak kurang dari dua lusin orang bersenjata lengkap! Mereka itu telah diperingatkan oleh Hartawan Coa agar berjaga dengan ketat dan terutama sekali menjaga kalau ada muncul seorang pemuda berpakaian sederhana yang memakai caping lebar. Hartawan Coa yang semalam mengalami kekagetan itu,

   Setibanya di rumah mengumpulkan para pembantunya dan dia menjadi semakin terkejut dan khawatir ketika menerima laporan bahwa pemuda yang bercaping lebar, pemuda yang itu-itu juga, telah pula mengacau rumah judi, bahkan telah menggondol puluhan tail emas yang dimenangkan dalam permainan dadu di mana pemuda itu menggunakan ilmu yang aneh seperti sihir. Dan diapun teringat betapa dua orang pengawalnya juga disihir sehingga menggonggong seperti anjing, kemudian betapa tubuh pemuda itu kelihatan terpotong-potong,akan tetapi ternyata yang terpotong itu hanya bangku panjang! Jelas, pemuda yang itu-itu juga, pikirnya. Maka diapun mengerahkan seluruh pasukan pengawal untuk melakukan penjagaan di pekarangan, di sekeliling rumah gedungnya, bahkan ada yang berjaga di dalam gedung dan di atas atap! Barulah dia merasa aman dan dapat tidur pulas.

   Ketika Hay Hay muncul pagi-pagi sekali, hartawan itu masih belum bangun. Ketika para penjaga itu melihat munculnya seorang pemuda yang memakai caping lebar, berdiri di depan pintu gerbang, segera mereka menjadi panik. Tentu saja mereka itu gentar sekali karena mereka sudah mendengar cerita kawan-kawan mereka tentang sepak terjang pemuda itu di rumah judi, juga cerita dua orang tukang pukul yang menderita pengalaman pahit di rumah penginapan. Betapapun juga, karena kini di pekarangan itu dan di dalam rumah terdapat kepala-kepala pengawal yang merupakan orang-orang berkepandaian silat tinggi, mereka tidak menuruti hati yang gentar. Dengan memberanikan hati, mereka lalu mengikuti pimpinan mereka menyambut kedatangan pemuda itu. Kepala pengawal yang kini berjaga dirumah gedung Hartawan Coa ada tiga orang.

   Yang pertama adalah seorang jagoan dari kota raja bernama Thio Kang berjuluk Tiat-ci (Si Jari Besi), terkenal sebagai seorang yang memiliki tangan seperti besi, dapat menusuk papan tebal dan batu sampai tembus dan selain itu, pandai pula bermain sepasang pedang. Tiat-ci Thio Kang ini adalah seorang jagoan yang berasal dari kota raja, bahkan pernah menjadi jagoan di istana kaisar! Kini menjadi jagoan nomor satu dari Coa Wan-gwe, bergajih besar. Jagoan ini berusia kurang lebih lima puluh lima tahun, bertubuh jangkung kurus kering, sikapnya tinggi hati, sikap seorang yang percaya akan kemampuan diri sendiri dan memandang rendah orang lain. Jagoan ke dua berjuluk Hek-houw (Harimau Hitam) bernama Ji Sun. Hek-houw Ji Sun ini, sesuai dengan julukannya, berperawakan kokoh,

   
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
tinggi besar berkulit hitam dan dia memiliki ilmu silat harimau yang menubruk dan mencengkeram, tangkas sekali, di samping ahli bermain golok dan perisai. Usia jagoan nomor dua ini sekitar empat puluh lima tahun. Adapun jagoan nomor tiga bernama Phang Su, ju!ukannya Kang-thouw-cu (Si Kepala Baja) dan tubuhnya pendek gemuk bundar. Kepalanya yang besar dan bundar itu terkenal sekali amat kuat, kebal dan dapat membobolkan tembok, sesuai dengan julukannya. Selain keahlian mempergunakan kepala sebagai senjata, juga Kang-thouw-cu Phang Su pandai memainkan sebatang rantai besi yang berat. Tiga orang kepala pengawal ini tentu saja sudah mendengar akan sepak terjang seorang pemuda bercaping lebar yang mengacau di rumah judi dan di rumah penginapan bahkan telah mengganggu majikan mereka.

   Akan tetapi, mereka adalah jagoan-jagoan besar, terutama sekali Tiat-ci Thio Kang, tentu saja memandang rendah kepada pengacau yang katanya mau datang berkunjung ke gedung majikannya itu. Apa yang perlu ditakutkan? Dia mengandalkan kepandaian sendiri yang sukar dicari tandingnya, hampir belum pernah kalah. Selain itu, masih ada dua orang pembantunya yang juga amat lihai, dan ada pula hampir lima puluh orang pengawal di rumah itu! Setanpun takkan mampu masuk ke dalam rumah itu tanpa ketahuan penjaga yang sudah ditempatkan di seluruh lingkungan rumah itu. Dan kalau pemuda itu benar-benar berani datang, dia tentu akan menghadapi kehancuran di sini!! Akan tetapi, tidak urung jantungnya berdetak tegang ketika mendengar laporan anak buahnya bahwa pagi-pagi itu, pemuda bercaping lebar telah datang dan berada di luar pintu gerbang!

   "Tahan dia di luar pintu gerbang, aku akan menemuinya sendiri!"

   Kata Tiat-ci Thio Kang dan dia lalu mempersiapkan diri, memasang siang-kiam pedang pasangan di punggung, kemudian mengajak dua orang pembantunya untuk keluar menemui pemuda itu. Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su juga sudah siap siaga dengan senjata masing-masing. Mereka bertiga, diikuti puluhan orang pengawal, bersenjata lengkap seolah-olah mereka itu bukan hendak menyambut seorang pemuda, melainkan seperti hendak maju perang melawan banyak musuh!

   Hay Hay yang mengintai dari balik caping lebarnya, diam-diam tersenyum melihat munculnya tiga orang yang nampaknya gagah, diiringkan oleh puluhan orang pengawal yang kesemuanya bersenjata lengkap! Dia tidak merasa heran karena tentu Hartawan Coa sudah siap siaga menanti kedatangannya dan dia dapat menduga bahwa dia akan menghadapi kekerasan dari pihak Hartawan Coa yang tentu saja merasa penasaran dan marah atas terjadinya dua peristiwa yang merugikan uangnya dan namanya, yaitu dirumah judi dan di rumah penginapan. Dengan sikap angkuh Tiat-ci Thio Kang memberi isarat kepada Hek-houw Ji Sun sebagai wakil pembicara, untuk menegur pemuda itu. Si Harimau Hitam ini selain pandai bicara, juga orangnya tinggi besar dan suaranya lantang berwibawa. Hek-houw Ji Sun mengerti dan diapun maju dua langkah mendekati Hay Hay.

   "Orang muda, siapakah engkau dan apa maksumu pagi -pagi begini datang kesini?"

   Hay Hay mendorong caping bagian depan ke belakang. Caping itu merosot turun dari kepalanya dan tergantung di punggungnya, menutupi buntalan yang berada di punggung. Kini wajahnya nampak jelas, wajah yang periang, mulut yang selalu tersenyum nakal, hidung yang mancung, mata bersinar-sinar dan kadang-kadang mencorong aneh. Hay Hay tersenyum, lalu memandang ke arah orang-orang itu mencari-cari, lalu dia menggeleng kepala.

   "Hemm, tidak kulihat dia berada di sini! Aku mencari Hartawan Coa. Harap kalian sampaikan kepada majikan kalian itu bahwa aku bernama Hay Hay ingin bertemu dengan Hartawan Coa karena ada urusan penting sekali hendak kubicarakan dengan dia."

   "Hemm, orang muda, Tidak mudah bertemu dengan majikan kami. Tidak sembarang orang boleh bertemu dengan beliau, dan karena majikan kami masih tidur, maka sampaikan saja urusanmu itu kepada kami. Kami akan melaporkan dan kalau memang majikan kami berkenan menerimamu, tentu engkau dapat menghadap."

   Hay Hay tertawa.

   "Wah, seperti hendak menghadap seorang kaisar saja! Majikan kalian itu bukan raja, bukan pula orang berpangkat tinggi. Dia hanyalah hartawan yang memiliki rumah-rumah judi, dan kulihat dia semalam tidak begitu tinggi hati, bahkan mau bermalam di rumah penginapan umum dan tidur bersama isteri pemilik rumah penginapan! Mengapa sekarang tiba-tiba saja dia tidak mau menerimaku? Ingat, kedatanganku ini akan memberi untung kepadanya, akan menyerahkan uang lima puluh tail emas!"

   Mendengar ucapan itu, tiga orang jagoan itu saling pandang. Betapa beraninya pemuda ini! Setelah memenangkan perjudian sebanyak lima puluh tail emas lebih, agaknya kini dia membawa harta itu ke sini! Mata mereka segera ditujukan ke arah punggung pemuda itu di mana terdapat buntalan yang nampaknya berat.

   "Serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami! Memang sudah sepatutnya engkau mengembalikan uang yang kau rampas dari rumah judi itu, dan mohon maaf kepada majikan kami!"

   Kata pula Hek-houw Ji Sun. Hay Hay tersenyum.

   "Serahkan kepada kalian? Wah, mana bisa? Kalian adalah orang-orang yang paling tidak dapat dipercaya di dunia ini! Sudahlah, tidak ada gunanya membuang banyak waktu bicara dengan orang-orang seperti kalian ini. Bangunkan saja Hartawan Coa kalau dia masih tidur, dan katakan bahwa aku datang untuk bicara dengan dia dan aku akan menyerahkan uang lima puluh tail emas."

   Tiat-ci Thio Kang memberi isarat kepada pembantunya yang ke dua, yaitu Kang-thouw-cu Phang Su. Si gundul yang pendek berperut gendut ini lalu melangkah maju.

   "Bocah sombong, serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami, dan engkau berlututlah, menyerah!"

   Bentaknya dan tangannya menyambar. Kedua lengan yang pendek itu menyambar dari kanan kiri, mengirim pukulan dan totokan susul menyusul. Gerakannya yang cepat dan mengandung angin pukulan yang kuat itu menunjukkan betapa si pendek gendut ini memang bertenaga besar dan memiliki ilmu kepandaian yang sudah tinggi. Namun sekali ini dia bertemu dengan Hay Hay!

   Kelihatan pemuda ini tidak bergerak sama sekali, akan tetapi serangan kedua tangan Si Kepala Baja itu tidak mengenai sasaran, demikian halus dan cepatnya gerakan Hay Hay ketika kakinya membuat geseran dan tubuhnya hanya miring sedikit dan mundur selangkah. Aneh bagi mereka yang nonton, karena nampaknya si gundul pendek yang menyerang dan luput, akan tetapi mengapa si gundul itu berteriak kesakitan dan kedua lengannya seperti mendadak menjadi lumpuh? Kang-thouw-cu Phang Su memang terkejut dan merasa kesakitan karena kedua sikunya seperti disengat kalajengking dan kedua lengan itu tergantung lumpuh selama beberapa detik. Dia tidak tahu mengapa begitu, akan tetapi Tiat-ci Thio Kang, seorang ahli totok yang pandai, dapat mengerti bahwa pemuda itu telah menotok kedua siku pembantunya itu.

   "Ih, engkau kenapa sih? Datang-datang menyerang orang, lalu menjerit-jerit sendiri seperti babi disembelih?"

   Hay Hay sengaja mengejeknya sehingga Kang-thouw-cu Phang Su menjadi merah mukanya dan kemarahannya memuncak.

   Dia kini merendahkan tubuhnya, kepalanya dipasang di depan dan sikapnya seperti seekor kerbau yang siap mempergunakan tanduknya dan bahkan kedua kakinya menggaruk-garuk tanah di depannya. Sungguh sikap ini. lucu sekali dan agaknya si gundul pendek ini memang mendapatkan ilmunya dari gerakan seekor kerbau marah! Hidungnya mengeluarkan suara mendengus, akan tetapi yang menarik perhatian Hay Hay adalah kepala yang gundul licin itu. Dia melihat betapa kepala itu kini mengkilap, seperti diminyaki dan digosok, dan agak kemerahan! Tahulah dia bahwa orang ini tidak boleh dipandang ringan dan agaknya memiliki ilmu serangan dengan kepalanya yang sudan terlatih baik dan kepala itu tentu mengandung tenaga yang amat dahsyat! Benar saja dugaannya. Tiba-tiba si gundul pendek gendut itu mengeluarkan gerengan aneh dan tubuhnya lalu menerjang ke depan, dengan kepala lebih dulu, seperti terjangan seekor kerbau!

   Hay Hay tidak mau menyambut kepala itu dengan tangan atau badannya, karena dia tidak ingin membunuh orang. Pertemuan tubuhnya dengan kepala itu membahayakan nyawa lawan karena kalau sampai kepala itu terluka sedikit saja di bagian dalamnya, maka si pendek itu akan tewas! Maka, diapun lalu cepat mengelak sambil melompat ke kanan belakang. Akan tetapi, kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah membalikkan tubuh dan menerjangnya lagi. Sungguh seperti sikap seekor kerbau. Hay Hay melompat lagi, kini dia tiba di dekat sebatang pohon sebesar pinggangnya. Sengaja dia membelakangi pohon itu dan kini kembali lawannya sudah menerjang dari depan, lebih hebat dari pada tadi. Dia menanti sampai kepala itu dekat sekali, lalu tiba-tiba tubuhnya melayang ke atas melewati kepala lawan.

   "Brakkkkk!"

   Kepala itu menghantam batang pohon dan seketika pohon itu tumbang, batangnya patah dan remuk terkena terjangan kepala yang gundul itu!

   Hay Hay memandang kagum. Memang seperti yang telah dia duga. Lawannya memiliki kepala di mana terkumpul tenaga yang dahsyat. Tentu saja dia akan mampu menerima terjangan kepala itu dengan perut atau dada atau tangannya, akan tetapi akibatnya akan terlalu hebat kemungkinan besar kematian bagi orang yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak pernah bermusuhan dengan dia itu. Kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah menerjang ke depan, sepasang matanya melirik juling, persis kerbau marah atau kerbau gila. Kembali Hay Hay sengaja bergerak lambat. Begitu kepala itu menyeruduk, Hay Hay miringkan tubuhnya dan kepala itu lewat dekat sekali dengan perutnya, hanya dua sentimeter saja jaraknya dan secepat kilat menyambar, tangan Hay Hay bergerak.

   "Plakkk!"

   Tangan itu menghantam tengkuk, tidak terlalu keras akan tetapi cukup membuat Kang-thouw-cu Phang Su terjungkal dan bergulingan sambil mengaduh-aduh, kedua tangan sibuk menjangkau tengkuk yang terkena tamparan tadi. Kalau Hay Hay menambah sedikit lagi saja tenaganya, tentu si gundul pendek itu tidak akan mampu mengeluh lagi. Kang-thouw-cu Phang Su biasanya amat mengandalkan diri sendiri. Maka, biarpun lehernya terasa seperti akan patah-patah dan kepalanya berkunang, dia masih cepat melompat bangkit lagi dan memandang kepada Hay Hay yang tersenyum lebar itu dengan pandang mata merah. Seperti hendak ditelannya bulat-bulat pemuda di depannya yang sudah membuat dia malu itu.
(Lanjut ke Jilid 09)

   Ang Hong Cu (Seri ke 10 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 09
"Wuuuttt!"

   Tangan kanannya sudah memegang rantai baja yang tadi dilibatkan di pinggangnya. Rantai ini terbuat dari baja, panjangnya satu setengah meter dan cukup berat sehingga ketika diputar-putar, terdengar suara angin bersiutan. Tanpa banyak cakap lagi, dia sudah menerjang ke depan dengan serangan rantainya ke arah kepala Hay Hay. Dengan mudah saja Hay Hay merendahkan tubuh dan rantai itu lewat di atas kepala. Akan tetapi, sekali putaran rantai itu sudah menyambar lagi ke arah kakinya, dan Hay Hay kembali mengelak dengan loncatan sehingga rantai itu menyambar ke bawah kaki. Kini rantai berputar dan menyerang ke arah pinggangnya!

   Melihat datangnya rantai yang menyambar ke arah pinggangnya, Hay Hay tidak mengelak lagi, melainkan melindungi pinggang dengan sin-kang. Rantai itu datang melibat pinggangnya, cepat dan kuat sekali sehingga pinggangnya sudah dilibat dua kali. Kini, dengan wajah girang membayangkan kemenangan di depan mata, untuk menebus beberapa kali kekalahannya tadi, Kang-thouw-cu Phang Su mengerahkan seluruh tenaga yang ada dan menarik! Dia ingin membuat pemuda itu tersungkur di depan kakinya. Akan tetapi, dia merasa seolah-olah tangannya menarik sebuah karang yang amat besar dan berat. Sedikitpun tubuh Hay Hay tidak terbetot, apa lagj sampai roboh tersungkur! Kang-thouw-cu merasa penasaran sekali. Kembali dia menarik dan menarik, makin lama semakin kuat, menahan napas yang membocor sana-sini sampaj terdengar suaranya ah-ah-uh-uhh!

   "Brooottt!"

   Saking penasaran dan kuatnya dia menarik dan menahan napas, ada angin membocor dari bawah! Beberapa orang sempat tertawa karena geli dan wajah Kang-thouw-cu menjadi semakin merah.

   "Wah, tak tahu malu...!"

   Hay Hay menggunakan jari tangan kanan untuk menjepit hidungnya.

   "Bau... bau...! Pergilah!"

   Kakinya menendang.

   "Desss...!"

   Perut gendut itu kena ditendang dan tubuh itupun terlempar, terbanting dan bergulingan. Si gendut merasa mulas sekali dan diapun tidak mampu bangkit kembali, hanya menekan-nekan perut yang terasa mulas dalam keadaan setengah pingsan! Melihat rekannya tak mampu melawan lagi, Hek-houw Ji Sun marah bukan main. Kekalahan rekannya ini berarti merupakan sesuatu yang memalukan dirinya juga. Dia masih belum percaya bahwa rekannya itu kalah melawan pemuda ini. Akan tetapi kenyataan itu tidak membuat dia jerih.

   "Bagus! Pemuda sombong, kiranya engkau memiliki juga sedikit kepandaian! Pantas engkau berani membuat kekacauan di kota Shu-lu mi!"

   Dia meloncat ke depan, berhadapan dengan Hay Hay.

   "Kalau engkau mampu menandingi Hek-houw Ji Sun, barulah aku mengakui kehebatanmu!"

   "Sungguh di sini banyak harimaunya! Ada harimau gundul, ada harimau hitam, dan entah harimau apa lagi. Akan tetapi sayang, harimau-harimau di sini agaknya udah ompong dan kehilangan kukunya, sehingga hanya pantas untuk menakut-nakuti kanak-kanak saja. Hek-houw Ji Sun, aku tidak mencari permusuhan deIgan kalian atau dengan siapapun juga. Aku hanya ingin bertemu dengan Hartawan Coa, mengapa kalian menghalangi dan mencari keributan dengan aku?"

   Hek-houw Ji Sun mendelik dan dia lal mengeluarkan suara gerengan yang mengejutkan hati Hay Hay juga. Banyak anak buah para jagoan itu sendiri sampai terkulai seperti mendadak kaki mereka lumpuh ketika gerengan yang merupakan auman itu menggetarkan jantung mereka. Tahulah Hay Hay bahwa orang ini mahir sekali mempergunakan suara untuk menyerang lawan. Semacam ilmu khi-kang yang disalurkan lewat suara untuk menyerang! Pantas dia menjadi juru bicara teman-temannya.

   Hay Hay tidak pernah memandang rendah lawannya. Akan tetapi, serangan melalui auman harimau itu lewat tanpa mempengaruhinya. Kalau hanya serangan seperti itu saja tidak ada artinya bagi Hay Hay. Kalau dia mau, dia dapat membalas dengan serangan melalui suara yang seketika akan melumpuhkan lawan! Seperti kebanyakan para jagoan tukang pukul yang biasa mengandalkan kekerasan dalam hidup mereka, juga Hek-houw Ji Sun ini terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, memandang remeh orang lain. Biarpun dia tadi melihat betapa rekannya kalah oleh Hay Hay dengan mudah, namun dia masih belum mau mengakui kehebatan lawan dan kini dia menyerang dengan tangan kosong, mengandalkan keampuhan ilmu silatnya yang dia beri nama Hek-houw sin-kun (silat sakti Harimau Hitam).

   Begitu gerengannya lenyap dan tinggal gemanya saja, dia sudah menyerang. Tubuhnya melompat seperti seekor harimau menubruk, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangan itu membentuk cakar, mencengkeram ke arah leher dan ubun-ubun kepala lawan! Hay Hay sudah waspada. Dia cepat mengelak dan membiarkan tubuh lawan lewat. Kalau dia mau, alangkah mudahnya untuk menyambut serangan itu dengan serangan balasan, akan tetapi dia tidak ingin menghilangkan muka lawan ini. Memang ilmu silat dari Hek-houw Ji Sun itu hebat sekali. Cepat dan juga mengeluarkan angin pukulan yang kuat, dan jari-jari tangan itu sanggup merobek benda yang kuat dan keras, apalagi hanya kulit dan daging tubuh manusia! Namun, semua serangannya selalu dapat dielakkan oleh Hay Hay.

   Beberapa kali dia menubruk dan selalu gagal. Karena itu, dia lalu menyerang dari jarak dekat. Kedua tangannya, seperti cakar harimau, menyambar-nyambar dengan kuat sekali. Hay Hay terpaksa menangkis ketika tangan kiri lawan dengan cepat bukan main mencengkeram ke arah lambung kanannya. Tangan kanannya menangkis lengan lawan, akan tetapi tangan yang tertangkis itu cepat membalik dan kini mencengkeram lengan kanan Hay Hay dekat siku. Lengan itu kena dicengkeram dan Hek-houw Ji Sun sudah merasa girang sekali karena tentu lengan itu akan dapat dia cengkeram sampai patah dan buntung! Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika jari-jari tangannya merasa betapa lengan yang dicengkeramnya itu licin sekali, seperti batangan baja yang diminyaki sehingga cengkeramannya meleset dan hanya merobek lengan baju!

   "Breettt!"

   Tangan Hay Hay cepat sekali meraih baju orang dan sekali renggut, baju di bagian perut dan dada dari Hek-houw Ji Sun terobek lebar sehingga nampak perut dan dadanya yang berkulit hitam!

   "Salahmu sendiri, engkau merobek lengan bajuku, maka akupun harus merobek bajumu baru lunas!"

   Kata Hay Hay. Diam-diam Hek-houw Ji Sun terkejut. Kalau dia tadi merobek lengan baju, hal ini tidak disengajanya karena dia gagal mencengkeram patah lengan pemuda itu. Sebaliknya, pemuda itu sengaja merobek bajunya. Kalau pemuda itu menghendaki, tentu bukan bajunya yang dirobek, melainkan perut dan dadanya! Baru dia tahu benar bahwa ilmu silat dan gerakan pemuda ini memang hebat bukan main, maka dia tidak mau mengalami seperti rekannya tadi dan cepat dia sudah melompat ke samping, menyambar golok dan tameng (perisai) yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

   "Orang muda, keluarkan senjatamu! Mari kita bertanding senjata!"

   Tantangnya dengan garang. Hay Hay tersenyum. Dia melihat betapa lengan bajunya yang kanan sudah robek, maka dia menggunakan tangan kiri untuk merenggut putus robekan itu. Kini ada robekan kain dari lengan bajunya, hanya sehelai kain yang panjangnya setengah meter.

   "Baik, Hek-houw Ji Sun, inilah senjataku!"

   Semua orang terbelalak, dan wajah Ji Sun yang hitam menjadi semakin hitam karena darah naik banyak ke kepalanya. Dia telah dipandang rendah, dihina bah kan oleh musuhnya yang masih muda itu Bagaimana mungkin ada orang berani menghadapi golok dan perisainya yang sudah terkenal kehebatannya itu hanya dengan sepotong kain yang pendek? Pemuda ini mencari mampus! Juga semua orang memandang dengan heran, tidak percaya bahwa pemuda itu akan berani menghadapi sepasang senjata itu dengan sepotong kain!

   "Orang muda, aku bukan seorang yang suka mempergunakan kelicikan untuk mencari kemenangan. Keluarkan senjatamu agar engkau tidak mati konyol dan orang akan mentertawakan aku!"

   "Aih, engkau menantang berkelahi dengan senjata dan ini adalah senjataku! Engkau tidak percaya? Hemm, dengan senjataku yang istimewa ini aku sanggup mengalahkan sepuluh ekor harimau, apa lagi baru seekor! Majulah, Hek-houw Ji Sun dan hati-hatilah agar jangan sampai engkau kalah dalam waktu kurang dari sepuluh jurus!"

   Sepasang mata Ji Sun terbelalak, mendelik saking marahnya,

   "Bagus. Bocah sombong! Kalau aku kalah olehmu kurang dari sepuluh jurus, aku akan berlutut dan menyembahmu!"

   "Begitukah? Baik!"

   Belum juga Hay Hay menutup mulut, sudah ada sinar golok menyambar dengan kecepatan kilat.

   Hay Hay cepat mengelak sambil mundur dan diam-diam harus mengakui bahwa gerakan Hek-houw Ji Sun ini lebih hebat dibandingkan gerakan Kang-thouw-cu Phang Su dengan rantai bajanya tadi. Memang hebat permainan golok dan perisai itu. Golok itu berkelebatan menyambar-nyambar, sedangkan tubuh Hek-houw Ji Sun praktis bersembunyi di balik perisai! Sukar sekali bagi lawan untuk menyerang tubuhnya, sedangkan dia dengan enaknya dapat mengincar lawan dan melakukan serangannya dari bawah atau samping perisai yang terbuat dari baja tebal dan kuat! Akan tetapi, kini dia menghadapi seorang lawan yang jauh lebih tinggi tingkat kepandaiannya, bahkan gurunya sendiri sekalipun belum tentu akan dapat menandingi pemuda ini! Dengan mudah sekali Hay Hay dapat menghindarkan diri dari setiap sambaran golok, padahal dia seolah-olah tidak pernah mengelak lagi.

   Tahu-tahu sambaran golok itu luput. Hal ini karena dia telah mempergunakan ilmu langkah-langkah sakti Jiauw-pou-poan-san. Akan tetapi, biarpun sambaran goloknya selalu tidak pernah menyentuh lawan, Hek-houw Ji Sun menyerang terus bertubi-tubi dan dia tetap bersembunyi di balik perisainya. Diam-diam Hay Hay maklum betapa lihai dan cerdiknya lawan ini. Agaknya, Hek-houw Ji Sun kini mengetahui benar akan kelihaian lawan, maka dia teringat akan janimya dan andaikata dia harus kalah sekalipun, dia harus dapat mempertahankan diri sampai sepuluh jurus! Dan ini hanya dapat dia lakukan dengan serangan bertubi-tubi sambil bersembunyi di balik perisainya! Dan kini dia sudah menyerang selama tujuh jurus! Tinggal tiga jurus lagi dan dia dapat bertahan sampai sepuluh jurus!

   "Wirrr...!"

   Golok itu kembali menyambar. Sekali ini tubuh Hek-houw Ji Sun hampir mendekam di atas tanah, ditutupi perisai dan golok itu menyambar di atas kakmya yang nampak terjulur di bawah perisai, golok menyambar ke arah kaki Hay Hay.

   

Pendekar Mata Keranjang Eps 27 Pendekar Mata Keranjang Eps 10 Pendekar Mata Keranjang Eps 18

Cari Blog Ini