Ceritasilat Novel Online

Pendekar Mata Keranjang 45


Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 45



"Tidak... engkau... tidak boleh pergi.."

   Kata Sui Cin, suaranya agak gemetar.

   "Bi Nio..., apakah engkau... kau mencinta Hui Song?"

   Bi Nio yang berdiri agak membongkok sambil menangis itu, tiba-tiba saja mengeluarkan suara seperti orang tertawa, agaknya pertanyaan itu terasa lucu olehnya.

   "aku..? Mencinta dia..? Aku.. aku bersedia mati untuk kebahagiaannya..., mungkin aku tidak mampu melarikan diri dari kalian, akan tetapi aku dapat pergi dengan cara lain.."

   Tiba-tiba saja ia terkulai dan Sui Cin melihat darah membasahi baju di bagian dada wanita itu.

   "Bi Nio...!"

   Sui Cin berteriak dan bergerak ke depan, merampas sebuah pisau sepanjang dua jari, pisau berlumuran darah yang tadi dipergunakan oleh Bi Nio untuk menusuk dadanya sendiri!

   "Bi Nio...!"

   Hui Song berteriak dan sekali meloncat, dia sudah menubruk Bi Nio yang terkulai roboh. Dipangkunya tubuh isterinya itu dan diperiksanya.

   "Bi Nio...!"

   Cia Kong Liang juga berteriak dan meloncat dekat, lalu berjongkok dan ikut memeriksa. Sementara itu, Kui Bu menangis keras, seolah-olah anak kecil yang belum tahu apa-apa ini merasakan adanya suatu malapetaka yang menimpa diri ibunya.

   "Bi Nio..., ahhh, Bi Nio...!"

   Hui Song menangis dan ayahnya hanya menggeleng kepala ketika keduanya mendapat kenyataan bahwa tidak mungkin lagi menyelamatkan Bi Nio karena pisau yang ditusukkan ke dadanya itu langsung mengenai jantungnya! Bi Nio membuka matanya, berbisik-bisik,

   "Anakku..., anakku..., mana.."

   Cia Kong Liang menangkap cucunya dan didekatkan kepada Bi Nio yang segera mendekap anaknya. Tentu saja muka dan pakaian anak itu berlumuran darah segar.

   "Aku... aku pergi... tolonglah... tolong semua saja, rawat baik-baik anakku Kui Bu... kalian... kalian maafkan aku yang berdosa.."

   Bi Nio melepaskan anaknya dan terkulai lemas. Ia mati dengan bibir tersenyum, seolah-olah ia telah rela meninggalkan dunia ini, meninggalkan anaknya karena merasa yakin bahwa anaknya akan dirawat orang dengan baik.

   "Bi Nio.. Ah, Bi Nio, aku telah membunuhmu.!"

   Hui Song merintih dan terisak.

   "Aku telah membunuhmu, Bi Nio.."

   Kata Sui Cin lirih, menunduk dan merasa menyesal, dan ia memondong Kui Bu, mendekap anak yang muka dan pakaiannya berlepotan darah itu.

   "aku... aku akan merawat dan mendidik anakmu ini, Bi Nio, jangan kau khawatir..."

   "Aku yang telah membunuh Bi Nio.."

   Kakek Cia Kong Liang juga berkata dengan wajah sedih. Hui Song bangkit berdiri, dan memondong tubuh Bi Nio yang masih berlumuran darah.

   "Aku seorang suami yang tidak baik, suami yang celaka dan tidak mampu membahagiakan isteri, baik bagi Sui Cin maupun bagi Bi Nio. Aku... aku yang telah menyebabkan kematiannya, aku akan menguburnya di puncak bukit itu dan menemaninya di sana, selamanya.."

   Hui Song lalu membawa lari mayat Bi Nio, diikuti pandang mata Cia Kong Liang yang tak mampu membendung aliran air matanya, dan Sui Cin yang masih mendekap Kui Bu. Lahir dan mati merupakan awal dan akhir dari kehidupan seperti yang kita kenal ini. Kita hanya tahu akan kehidupan ini, tanpa mengetahui keadaan sebelum terlahir dan sesudah mati. Yang jelas, seorang bayi, bangsa apapun juga, kaya atau miskin, mulia maupun papa, dari "keluarga yang bagaimanapun juga, seorang bayi begitu terlahir di dalam dunia ini, dia langsung menangis"

   Tangis adalah peluapan duka, dalam bahasa dari bangsa manapun juga. Begitu memasuki alam dunia, manusia menangis.

   Awal kehidupan disambut tangis, seolah-olah bayi calon manusia itu merasa menyesal, merasa berduka bahwa dia telah dilahirkan di dalam suatu kehidupan yang penuh duka! Dan di dalam kenyataannya, hidup ini memang lebih banyak mengandung duka daripada suka. Kemudian, setelah manusia mati, hampir dapat dipastikan bahwa pada wajah si mati terdapat suatu kedamaian, wajah itu, membayangkan kelegaan, kebebasan, bahkan juga kebahagiaan, seolah-olah si mati merasa lega karena telah terlepas daripada kehidupan yang banyak duka ini! Manusia menyambut kelahiran bayi yang menangis sedih dengan gembira. Apakah ini menjadi tanda bahwa manusia merasa gembira melihat datangnya seorang rekan baru dalam kehidupan penuh derita ini, seperti sekumpulan orang dalamn penjara menyambut datangnya seorang narapidana yang baru?

   Dan manusia mengantar kematian seseorang dengan tangis sedih walaupun wajah si mati nampak demikian penuh ketenangan dan kedamaian. Apakah ini pun menjadi tanda bahwa manusia merasa berduka melihat seseorang bebas sedangkan mereka sendiri masih berada di dalam kehidupan yang penuh derita, seperti sekumpulan orang dalam penjara yang melihat seorang rekannya dibebaskan sedangkan mereka masih harus mendekam di dalam penjara. Hidup ini penuh duka yang timbul dari
(Lanjut ke Jilid 42)
Pendekar Mata Keranjang (Seri ke 09 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 42
segala perasaan kecewa, iri hati, dengki, ketakutan, kekerasan, dan iba diri. Kesenangan hanya muncul seperti kilat di antara mendung gelap, hanya sekali-kali saja. Setiap jengkal kesenangan selalu diikuti oleh sedepa kesusahan. Namun, tanpa adanya pikiran yang menimbang-nimbang, membayang-bayangkan, mengingat-ingat, tanpa adanya si aku yang menilai, membandingkan, merasakan, apakah duka atau suka itu?

   Dalam keadaan tidur, atau pingsan, selagi pikiran tidak bekerja, kita memasuki suatu alam yang tidak mengenal suka duka! Mimpi mengandung suka itu ada? Dalam keadaaan tidur, atau pingsan, selagi pikiran tidak bekerja, kita memasuki suatu alam ke dalam alam tanpa suka tanpa duka. Ini membuktikan bahwa suka duka hanya permainan pikiran belaka, permainan si aku yang selalu mengada-ada! Pria itu bersikap halus dan penuh wibawa, dan sepasang matanya menunjukkan bahwa dia seorang yang amat cerdik dan bijaksana. Usianya sekitar lima puluh tahun dan duduk di atas kursi di dalam ruangan yang lebar itu, di mana belasan orang perwira nampak amat menghormatinya, dia kelihatan semakin berwibawa walaupun pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang pembesar sipil, bukan militer.

   Tidak mengherankan kalau semua perwira demikian menghormatinya karena dia adalah Menteri Cang Ku Ceng, seorang di antara menteri-menteri yang paling setia kepada kaisar, dan satu di antara para pejabat yang berjasa besar dalam menegakkan keadilan dalam pemerintahan Beng-tiauw di bawah pimpinan Kaisar Cia Ceng itu. Sesungguhnya, hanya ada dua orang menteri yang paling terkenal dalam pemeritahan itu dan tercatat dalam sejarah sebagai dua orang yang berjasa besar. Mereka adalah Menteri Yang Ting Hoo dan Menteri Cang Ku Ceng inilah. Untuk membasmi gerakan pemberontakan di selatan, yang menurut para penyelidik dipimpin oleh datuk sesat yang bersekongkol dengan seorang bangsawan dari Birma, Menteri Cang Ku Ceng turun tangan sendiri terjun ke lapangan! Dan hal ini amatlah besar pengaruhnya, terutama sekali dalam menarik perhatian dan bantuan para pendekar.

   Sebagian besar para pendekar kagum kepada kedua menteri itu, maka mendengar bahwa Menteri Cang terjun ke lapangan, mereka pun tertarik dan banyak yang berdatangan ke Yunan untuk membantu gerakan pemerintah membasmi pemberontakan. Andaikata gerakan pembasmian itu hanya dipimpin oleh para perwira, kiranya para pendekar tidak akan demikian bersemangat membantu. Mereka sedang mengadakan perundingan di dalam ruangan itu, sebuah ruangan luas dalam pondok darurat yang dibuat di lereng gunung yang penuh hutan itu. Para perwira itu telah mempersiapkan pasukan yang cukup besar, namun pasukan mereka masih disembunyikan, berpencar dan belum berkumpul di bukit itu karena mereka khawatir kalau-kalau para mata-mata pemberontak akan melihatnya, dan akan menggagalkan penyergapan mereka.

   Adapun kehadiran Menteri Cang Ku Ceng dan para pendekar, juga belasan orang perwira di situ, tidak akan mudah diketahui orang karena hutan itu telah dikepung dan dijaga ketat, baik oleh pasukan pilihan yang berpakaian preman maupun oleh para pendekar dan anak buah mereka. Takkan ada orang asing dapat memasuki hutan di lereng bukit itu tanpa ijin. Selain Menteri Cang Ku Ceng dan belasan orang perwira, di situ sudah berkumpul pula para pendekar yang siap menyumbangkan tenaga mereka untuk membasmi pemberontakan, dan pada pagi hari itu, mereka diterima menghadap oleh Menteri Cang Ku Ceng. Di antara para pendekar itu, terdapat beberapa orang yang terkenal sekali, bukan hanya tokoh-tokoh partai persilatan besar seperti wakil dari Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, Kong-thong-pai dan Siauw-lim-pai, akan tetapi nampak hadir tokoh-tokoh persilatan perorangan yang tidak mewakili perguruan atau perkumpulan silat.

   Juga nampak Pek Kong, Ketua Pek-sim-pang yang datang bersama Song Un Tek, Ketua Kang-jiu-pang dari Cin-an. Seperti kita ketahui, terjadi ikatan perjodohan antara anak kedua orang tua yang memang bersahabat karib ini. Puteri Pek Kong, yaitu Pek Eng, telah dilamar oleh Ketua Kang-jiu-pang untuk dijodohkan dengan puteranya yang bernama Song Bu Hok dan pinangan itu diterima dengan senang hati. Akan tetapi ternyata ikatan jodoh itu bahkan membuat Pek Eng marah dan berduka, dan gadis ini minggat dari rumahnya dengan alasan untuk mencari kakak kandungnya, Pek Han Siong. Dan seperti telah kita ketahui, dalam perantauannya ini Pek Eng tertawan oleh anak buah Lam-hai Giam-lo akan tetapi berkat kecerdikannya, ia bahkan diambil murid dan anak angkat oleh bengcu itu.

   Dan mempergunakan kesempatan baik ini, Pek Eng berhasil membujuk gurunya itu untuk mengirim orang dan membatalkan ikatan jodoh antara ia dan Song Bu Hok! Lam-hai Giam-lo memenuhi permintaan Pek Eng dan Lam-hai Siang-mo, suami isteri iblis itulah yang diutus pergi ke Cin-an dan dengan kekerasan mereka menuntut agar ikatan jodoh itu dibatalkan. Tentu saja para pimpinan Kang-jiu-pang membuat perlawanan, namun mereka semua dikalahkan oleh suami isteri itu sehingga terpaksa mereka berjanji akan membatalkan ikatan jodoh! Dan setelah suami isteri Lam-hai Siang-mo pergi, dengan hati penuh rasa penasaran, Song Un Tek, Ketua Kang-jiu-pang, segera pergi berkunjung ke Pek-sim-pang dan mengadukan semua peristiwa ini kepada Pek Kong, ayah Pek Eng Ketua Pek-sim-pang!

   Tentu saja keluarga Pek terkejut bukan main mendengar akan teristiwa itu. Lebih kaget lagi ketika mendengar bahwa Pek Eng memutuskan ikatan jodoh dengan mempergunakan tokoh-tokoh sesat macam Lam-hai Siang-mo! Bagaimana Pek Eng dapat bergaul dengan orang-orang macam itu? Apalagi menurut Song Un Tek, sepasang iblis itu membatalkan ikatan jodoh atas nama Lam-hai Giam-lo! Mereka merasa khawatir sekali dan demikianlah, akhirnya Pek Kong dan Song Un Tek meninggalkan rumah mereka, pergi berdua ke selatan untuk melakukan penyelidikan dan mencari Pek Eng. Ketika mereka tiba di selatan, mereka baru mendengar akan gerakan pemberontak yang dipimpin oleh orang-orang sesat, dan pemimpin utamanya adalah Lam-hai Giam-lo! Mereka lalu pergi ke daerah Yunan untuk menyelidiki,

   Dan di perjalanan, mereka bertemu dengan para pendekar lain yang telah diundang oleh Menteri Cang Ku Ceng. Maka mereka pun bergabung untuk membantu pemerintah membasmi para pemberontak. Selain dua orang ketua ini, juga di situ nampak Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian! Kita sudah mengetahui bahwa suami isteri ini pun sedang dalam perjalanan mencari musuh besar mereka, yaitu Lam-hai Giam-lo dan mereka bahkan sudah berjumpa dengan Hay Hay di Telaga Cao-hu. Ketika mereka melakukan penyelidikan dan mendengar bahwa Lam-hai Giam-lo telah menghimpun banyak sekali datuk sesat yang lihai di samping pasukanyang cukup besar, keduanya mengerti bahwa amatlah sukar, bahkan berbahaya bagi mereka kalau mencari Lam-hai Giam-lo di sarangnya. Mereka tldak takut menghadapi musuh besar itu, akan tetapi kini Lam-hai Giam-lo bukan sendiri,

   Dan kalau mereka berdua harus menghadapi musuh besar itu yang dibantu banyak tokoh sesat yang lihai di samping anak buah yang berjumlah ratusan orang, tentu mereka akan mati konyol! Dan selagi mereka berkeliaran di sekitar Yunan, mereka bertemu dengan beberapa pendekar yang mengajak mereka untuk membantu pemerintah yang pasukannya sudah siap dan dipimpin langsung oleh Menteri Cang Ku Ceng. Suami isteri ini lalu datang menghadap dan pagi hari itu mereka ikut pula mengadakan rapat. Masih ada belasan orang-pendekar yang duduk dalam ruangan itu, dan di antara mereka terdapat pula Cia Kui Hong! Seperti kita ketahui, gadis yang gagah perkasa ini mengalami guncangan batin yang amat hebat ketika ia bersama Hay Hay tenggelam dalam lautan nafsu sampai Hay Hay tersadar dan meninggalkannya. Hal ini menghancurkan hati Kui Hong.

   Ia tahu bahwa ia telah jatuh cinta kepada Hay Hay maka ia mandah saja ketika pemuda itu memeluk dan menciumnya, bahkan ia membalas kemesraan itu dengan sepenuh hatinya. Akan tetapi ketika Hay Hay menyatakan bahwa pemuda itu tidak mencintanya dan merasa menyesal akan apa yang telah terjadi, ia merasa hatinya seperti ditusuk-tusuk pedang dan ia lari meninggalkan Hay Hay dengan hati hancur dan mengalami guncangan hebat. Dan ia melanjutkan perjalanannya seorang diri dengan hati merana, untuk mencari musuh besarnyat yaitu Ki Liong. Dalam usahanya mencarl Ki Liong inilah ia mendengar bahwa Ki Liong bergabung dengan para pemberontak dan ia pun bertemu dengan orang-orang kepercayaan Menteri Cang Ku Ceng, sehingga ia memenuhi pula undangan menteri itu dan hari itu ia berada di antara mereka yang sedang mengadakan perundingan.

   "Cu-wi Enghiong (Para Pendekar Sekalian)."

   Terdengar Menteri Cang berkata dengan suaranya yang halus namun mengandung wibawa.

   "kami atas nama pemerintah mengucapkan terima kasih dan merasa gembira sekali bahwa Cu-wi (Anda Sekalian) telah suka bergabung di sini dan membantu usaha kami membasmi gerakan pemberontakan. Memang harus kami akui bahwa pekerjaan membasmi pemberontakan adalah tugas kami. Akan tetapi pemberontakan yang timbul di Yunan ini lain dengan pemberontakan biasa. Sekali ini, pemberontakan dipimpin oleh orang-orang dari dunia hitam, golongan sesat yang memiliki ilmu silat yang tinggi, bahkan kabarnya orang-orang Pek-lian-kauw ikut bergabung dan mereka terkenal pandai ilmu silat dan ilmu sihir. Menghadapi orang-orang seperti ini, tentu saja kami tidak dapat hanya mengandalkan kekuatan pasukan saja. Tanpa bantuan orang-orang pandai seperti Cu-wi Enghiong, mungkin usaha pembasmian kami akan mengalami kegagalan, atau setidaknya, tentu akan jatuh banyak korban di antara pasukan kami. Maka kami bersukur bukan main bahwa Cu-wi sudi membantu kami dan mudah-mudahan dalam beberapa hari ini, akan datang bantuan yang lebih banyak lagi."

   Menteri ini dengan ramahnya lalu minta kepada para pendekar untuk masing-masing memperkenalkan diri dan kalau. datang sebagai wakil, menyebutkan partai atau perguruan mana yang diwakilinya.

   Ketika itu, Kui Hong duduk dekat Hui Lian dan Su Kiat. Semenjak terjadinya peristiwa di Cin-ling-pai di mana mereka bertemu, bahkan saling serang, kemudian semua peristiwa itu berakhir damai, Kui Hong menganggap Hui Lian sebagai seorang wanita yang hebat, memiliki ilmu kepandaian yang melebihi tingkatnya! Dan sebaliknya, Hui Lian juga memandang Kui Hong sebagai seorang gadis yang gagah perkasa dan mengagumkan, apalagi kalau diingat bahwa gadis ini adalah cucu dari Pendekar Sadis yang terkenal sakti. Para orang gagah itu memperkenalkan diri satu demi satu. Ketika tiba giliran Su Kiat dan Hui Lian, mereka hanya mengaku bahwa mereka mempunyai urusan pribadi dengan Lam-hai Giam-lo, akan tetapi setelah mendengar bahwa Lam-hai Giam-lo bahkan menjadi pemimpin gerombolan pemberontak, mereka lalu ingin bergabung dan membantu pemerintah.

   "Kami berdua tidak mewakili golongan mana pun, karena kami tidak terikat oleh sesuatu perkumpulan atau perguruan, walaupun kami pernah membuka perguruan silat yang tidak ada artinya, bukan merupakan perkumpulan melainkan sekedar mencari nafkah. Namun, kami siap membantu pemerintah membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin musuh besar kami, yaitu Lam-hai Giam-lo."

   Kata Su Kiat penuh semangat. Ketika tiba giliran Kui Hong untuk memperkenalkan diri, ia teringat bahwa keluarganya, baik dari ayahnya maupun dari ibunya, tidak ada yang hadir, maka la ingin mewakili mereka untuk mengangkat nama keluarganya. Setelah memperkenalkan nama, ia melanjutkan.

   "Saya mewakili Cin-ling-pai karena Ayah saya adalah Ketua Cin-ling-pai juga saya mewakili Pulau Teratai Merah karena Pendekar Sadis adalah Kakekku."

   Mendengar ini, mereka yang belum tahu tertegun dan memandang kagum, juga Menteri Cang tersenyum lebar dan wajahnya berseri.

   "Aih, sungguh tidak kami sangka bahwa di sini hadir pula wakil dari mereka yang namanya sudah lama kami dengar. Selamat datang, Nona Cia dan terima kasih. Makin besar hati kami karena dengan hadirnya seorang wanita perkasa seperti Nona, pasti usaha kami membasmi gerombolan pemberontak akan berhasil baik."

   Mereka lalu mengadakan perundingan. Menteri Cang menjelaskan bahwa menurut hasil penyelidikan mata-mata yang disebar, belum nampak gerak-gerik para pemberontak, kecuali bahwa para tokoh sesat telah berkumpul di sarang mereka.

   "Kami khawatir kalau mereka menyembunyikan pasukan di suatu tempat. Kalau kita lebih dahulu bergerak, berarti kedudukan kita akan mereka ketahui, sebaliknya kita belum mengetahui kedudukan mereka. Karena itu, sebaiknya kalau kita menanti sampai mereka itu mengeluarkan pasukan mereka dan bergerak lebih dahulu. Dengan demikian, selain dapat melihat kekuatan pasukan mereka, juga kita dapat mengatur siasat untuk menyergap mereka."

   Selagi mereka berunding, tiba-tiba ada komandan jaga datang menghadap, melaporkan bahwa ada seorang pemuda dan seorang gadis minta agar dihadapkan kepada Menteri Cang Ku Ceng.

   "Pemuda itu adalah Can-taihiap, dan Nona itu baru datang menghadap Taijin."

   Komandan jaga itu menutup laporannya. Mendengar disebutnya nama Can-taihiap, wajah Cang Ku Ceng, menteri yang bijaksana itu tersenyum.

   "Ah, silakan mereka masuk!"

   Muncullah Can Sun Hok dan Cia Ling. Begitu masuk, Kui Hong yang mengenalnya, segera berseru girang.

   "Ling Ling...!"

   Cia Ling, gadis yang masih merasakan remuk rendam hatinya karena peristiwa perkosaan. yang menimpa dirinya, terkejut dan mengangkat muka. Ketika ia mengenal Kui Hong, ia pun berseru.

   "Bibi Kui Hong.!"

   Dan ia pun lari menghampiri lalu kedua gadis itu berangkulan. Kui Hong terkejut bukan main ketika melihat Ling Ling merangkulnya sambil menangis sesenggukan!

   "Heiii Ling Ling, ada apakah? Apa yang telah terjadi?"

   Tanyanya penuh keheranan dan kekhawatiran. Barulah Ling Ling sadar bahwa ia telah terseret oleh perasaan dukanya, padahal di situ terdapat banyak orang asing! Cepat ia mengerahkan tenaga batinnya untuk menekan perasaannya, mengusap air mata dan memandang kepada Kui Hong sambil tersenyum.

   "Maafkan aku, Bibi Hong, aku... begitu girang bertemu denganmu di sini sehingga lupa diri terharu dan menangis. Maafkan aku.!"

   Biarpun lain orang di situ tidak merasa curiga akan adegan kecil ini, namun diam-diam Kui Hong merasa heran. Keponakannya, seperti yang diketahuinya setelah mereka untuk pertama kali bertemu di Cin-ling-pai adalah seorang gadis yang tenang dan halus, juga amat gagah dan tabah. Kenapa gadis ini tiba-tiba berubah menjadi seorang gadis cengeng dan lemah?

   Menteri Cang segera memperkenalkan pemuda yang baru tiba itu kepada mereka yang hadir. Tentu saja Kui Hong sudah mengenalnya dan pemuda ini pun agak terkejut dan wajahnya agak merah ketika dia mengenal Kui Hong. Teringat dia akan pertemuannya dengan Kui Hong dan ibunya, Ceng Sui Cin yang kemudian berakhir dengan tewasnya Nenek Wa Wa Lobo, pelayannya yang setia ketika Wa Wa Lobo gagal mengalahkan pendekar wanita Ceng Sui Cin untuk membalas kematian ibu kandungnya, yaitu Gui Siang Hwa. Mereka memang berpisah dengan baik-baik, dan dia sudah menyadari akan kelirunya perbuatan Wa Wa Lobo yang hendak membalas dendam, namun betapapun juga, dia merasa kikuk bertemu dengan Kui Hong, hal yang sama sekali tidak disangkanya.

   "Cu-wi Enghiong, dia ini adalah Can-taihiap, namanya Can Sun Hok. Ketahuilah bahwa dia masih berdarah bangsawan, putera dari mendiang Pangeran Can Koan Ti. Akan tetapi, kini dia telah menjadi seorang pendekar yang berkepandaian tinggi dan yang datang untuk membantu pemerintah dalam penumpasan terhadap gerombolan pemberontak. Dan Nona ini, siapakah ia, Can-taihiap?"

   Sun Hok memandang kepada Ling Ling.

   "Nona itu adalah Nona Cia Ling dan ia membawa berita yang teramat penting, oleh karena itu, tanpa membuang waktu lagi saya ajak ia untuk datang menghadap Taijin."

   "Berita apakah yang penting itu?"

   Tanya Menteri Cang sambil memandang tajam penuh selidik. Sun Hok memandang sekeliling, seolah merasa ragu untuk bicara karena di situ hadir demikian banyak orang. Melihat ini, Menteri Cang berkata lagi,

   "Katakanlah saja, Taihiap. Yang hadir ini adalah rekan-rekan dan para sahabat sendiri."

   "Taijin, ketika saya datang melakukan penyelidikan mendekati sarang para pimpinan pemberontak, saya melihat Nona Cia Ling ini sedang berkelahi dengan Saudara Tang Hay yang pernah kita bicarakan, bahkan Taijin menyatakan bahwa dia adalah orang kepercayaan Yang-taijin dan Jaksa Kwan. Saya ingin melerai, dan begitu perkelahian terhenti, Saudara Tang segera melarikan diri. Dan saya mendengar hal yang amat luar biasa dari Nona Cia ini, yaitu bahwa Saudara Tang Hay adalah seorang jai-hwa-cat!"

   "Ihhh.!"

   Seruan ini keluar dari mulut Kui Hong yang merasa terkejut bukan main mendengar itu. Juga Menteri Cang terkejut, dan heran, sementara itu Sun Hok melanjutkan.

   "Kalau berita ini benar, sungguh berbahaya sekali, Taijin. Kalau benar bahwa Saudara Tang Hay itu seorang penjahat cabul, berarti dia adalah seorang di antara tokoh sesat itu dan siapa tahu, dia sengaja menyelundup dan mengambil hati Yang-taijin dan Jaksa Kwan agar dipercaya dan sebenarnya dia adalah mata-mata dari para pemberontak. Itulah sebabnya maka saya segera mengajak Nona Cia Ling untuk menghadap Paduka."

   "Nona Cia Ling, benarkah apa yang dikatakan oleh Can-taihiap ini? Harap Nona suka ceritakan dengan jelas."

   Kata Menteri Cang setelah mempersilakan keduanya duduk. Cia Ling duduk di dekat Kui Hong dan. ia pun mengangguk memberi hormat kepada Hui Lian, yang duduk di dekat situ karena ia pun pernah bertemu dengan wanita sakti itu di Cin-ling-pai, bahkan pernah membantu Kui Hong menandingi Hui Lian.

   Tentu saja Hui Lian juga terkejut sekali dan matanya terbelalak, kedua pipinya menjadi merah karena penasaran dan marah mendengar tuduhan bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat, hal yang sama sekali tidak dipercayanya sama sekali. Ia telah mengenal Hay Hay, luar dalam! Akan tetapi berada di tempat itu, tentu saja ia tidak berani bersikap sembarangan dan hanya menanti untuk mendengar perkembangan selanjutnya. Tentu saja Ling Ling merasa yakin bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat tulen. Bukankah kekejian pemuda itu telah dirasakannya sendiri? Bukankah Hay Hay telah memperkosanya, dan hal itu membuktikan kebenaran tuduhan orang-orang Bu-tong-pai? Tehtu saja ia tidak mau menceritakan malapetaka yang menimpa dirinya akibat kejahatan Hay Hay.

   "Seperti yang telah saya ceritakan kepada Saudara Can Sun Hok ini, saya melihat Tang Hay diserang oleh orang-orang Bu-tong-pai dan dituduh bahwa dia adalah Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat yang telah memperkosa dan membunuh seorang murid perempuan Bu-tong-pai. Dan melihat betapa dia tidak mempunyai alasan cukup untuk membantah, saya percaya bahwa dia seorang jai-hwa-cat "

   "Ah, kalau begitu sungguh celaka! Di mana dia sekarang, Nona Cia?"

   Tanya Menteri Cang.

   "Dia menerima penawaran seorang tokoh pemberontak untuk bekerja sama, katanya kepadaku hal itu hanya merupakan siasat untuk dapat menyelidiki keadaan para pemberontak dari dalam."

   Jawab Cia Ling yang menjadi semakin bingung.

   "Bagaimana kalau semua itu benar dan dia memang kaki tangan pemberontak, Taijin?"

   Tanya Can Sun Hok.

   "Tidak benar!"

   Tiba-tiba Hui Lian berseru keras.

   "Saya mengenal pemuda bernama Tang Hay itu, Taijin dan saya berani sumpah bahwa dia bukanlah seorang penjahat, bukan jai-hwa-cat apalagi anggauta pemberontak!"

   "Semua keterangan itu benar!"

   Tiba-tiba terdengar suara lain.

   "Dia memang Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat dan kami berani sumpah pula untuk menyatakan bahwa hal ini benar!"

   Semua orang menengok dan yang bicara itu adalah Tiong Gi Tojin, tokoh Bu-tong-pai yang pernah bersama anak buahnya menyerang Hay Hay, disaksikan oleh Ling Ling.

   "Kamilah orang-orang Bu-tong-pai yang diceritakan oleh Nona itu. Ang-hong-cu itu pernah menculik seorang murid perempuan kami, dan kami menemukan ia telah menjadi mayat dan penjahat itu meninggalkan tanda perhiasan tawon merah persis seperti perhiasan yang berada di tangan Tang Hay itu. Dia adalah Ang-hong-cu, penjahat cabul yang suka memperkosa dan membunuh wanita!"

   Hui Lian hendak membantah, akan tetapi tangan suaminya menyentuh lengannya, dan suaminya berbisik,

   "Tak perlu ribut, lihat saja perkembangannya"

   Karena cegahan suaminya, Hui Lian kini diam saja. Hatinya mendongkol bukan main. Ia tahu bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda yang pada umumnya dikatakan mata keranjang, suka akan wanita cantik. Akan tetapi menjadi jai-hwa-cat? Tak mungkin ia dapat membayangkan itu! Hay Hay bukan penjahat, dia seorang laki-laki sejati yang gagah perkasa, yang tidak mungkin dapat melakukan hal-hal jahat, apalagi memperkosa wanita. Dia pemuda yang memuja kecantikan wanita, untuk dikagumi, untuk dipuji-puji, bukan untuk dirusak.

   "Aih, kalau begitu, sungguh berbahaya keadaan kita. Tentu dia telah membuka semua rahasia kita dan para pemberontak sudah tahu akan kedudukan kita sehingga mereka dapat bersiap-slap, bahkan akan membuat gerakan yang amat merugikan kita,"

   Kata Menteri Cang Ku Ceng. Pada saat itu terdengar suara ribut-ribut di luar ruangan itu. Para penjaga agaknya mengejar-ngejar orang dan daun pintu ruangan itu terbuka. Muncullah seorang laki-laki setengah tua, dikejar oleh belasan orang perajurit penjaga.

   "Sudah kukatakan bahwa aku hanya ingin menghadap Cang-taijin! Kenapa kalian ribut-ribut dan hendak menangkap aku seolah-olah aku seorang pencuri saja?"

   Laki-laki itu berseru ke arah para pengejarnya. Semua orang memandang dan hanya Cia Ling yang mengenalnya karena gadis ini pernah melihatnya sebagai penggembala kambing, suku bangsa Hui itu. Akan tetapi sekarang dia tidak memakai pakaian orang Hui, melainkan pakaian biasa dengan capingnya yang lebar. Melihat sikap dan mendengar suara orang itu, seorang. komandan lalu bangkit berdiri dan memerintahkan para perajurit menghentikan pengejaran mereka, kemudian dia menghadapi pendatang itu sambil bertanya dengan suara keren.

   "Siapakah engkau yang berani membikin ribut di sini? Tak seorang pun boleh masuk ke sini tanpa ijin dan agaknya engkau sudah berani masuk dengan paksa! Hayo mengaku terus terang sebelum kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk menangkapmu sebagai mata-mata pemberontak!"

   Laki-laki itu mengeluarkan suara ketawa kecil dan dia menurunkan topinya yang lebar. Kini nampaklah mukanya yang masih gagah dan tampan walaupun usianya sudah lebih dari lima puluh tahun. Kebetulan sekali dia memandang ke sekeliling, dia melihat Cia Ling dan dia pun mengenal gadis itu.

   "Aih, kiranya Nona yang gagah dan cantik telah berada pula di sini? Selamat berjumpa!"

   Dia menjura dalam ke arah Cia ling yang tidak menjawab langsung, hanya memandang penuh selidik, kemudian baru ia dapat bertanya.

   "Bukankah engkau penggembala kambing bersuku bangsa Hui itu?"

   Tanyanya. Orang itu pun tertawa lagi.

   "Mata Nona memang tajam sekalii. Benar, akulah yang menyamar sebagai penggembala kambing suku Hui. Akan tetapi, yang manakah di antara Cu-wi yang disebut Menteri Cang Ku Ceng yang mulia? Aku datang membawa berita rahasia yang teramat penting untuk beliau."

   "Akulah Cang Ku Ceng!"

   Kata menteri itu dengan suara halus.

   "Sobat, siapakah engkau dan berita rahasia apa yang kaubawa? Silakan duduk dan bicara."

   Laki-laki itu menghadapi Menteri Cang dan sejenak kedua orang yang sebaya itu bertemu pandang. Kemudian, orang bercaping yang kini sudah menurunkan capingnya itu menunduk dan memberi hormat dengan tubuh membungkuk, nampaknya dia kalah wibawa.

   "Harap Paduka suka mengampuni kelancangan saya seperti ini, Taijin. Nama saya, seperti biasa orang menyebut saya, adalah Han Lojin. Saya seorang perantau dan biarpun saya tidak berani mengaku sebagai seorang pendekar atau orang baik-baik, akan tetapi saya masih mempunyai kesetiaan terhadap tanah air dan bangsa. Mendengar akan pemberontakan yang digerakkan oleh Lam-hai Giam-lo dan kawan-kawannya, saya sengaja melakukan penyelidikan dan berhasil masuk, bahkan berhasil mengetahui rencana mereka. Saya datang menghadap Paduka untuk menyampaikan berita rahasia yang amat penting."

   "Bagus sekali, Han Lojin. Sebelumnya, kami berterima kasih kepadamu. Nah, sekarang katakanlah, berita apa yang kaubawa. Jangan khawatir, mereka semua yang hadir ini adalah rekan-rekan kita, yang bertekad untuk membasmi gerombolan pemberontak. Nah, bicaralah!"

   "Dari mulut Lam-hai Giam-lo sendiri saya mendengar bahwa rencana gerakan pemberontakan ini akan diatur oleh seorang tokoh bernama Kulana, dan dimulai nanti pada malam terang bulan kurang lebih seminggu lagi yang akan datang. Dan kini, gerombolan-gerombolan itu sudah mulai dikumpulkan dan sebelum malam terang butan, semua pasukan sudah akan dilatih dan diberi penjelasan tentang siasat yang akan mereka lakukan. Menurut rencana mereka, pasukan yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu dibagi menjadi banyak kelompok dan mereka akan berpencar menyerang dusun-dusun dan kota-kota dari selatan. Dengan siasat seperti itu, maka pasukan pemerintah akan menjadi bingung dan sibuk, bahkan mungkin terpecah-pecah pula untuk menghadapi gerakan yang dilakukan serempak di banyak tempat itu. Oleh karena itu, Taijin, satu-satunya cara untuk membasmi mereka hanyalah dengan mendahului gerakan mereka. Sebelum terang bulan, satu dua hari sebelumnya, kalau Taijin mengerahkan pasukan dan mengepung perkampungan mereka lalu mengadakan penyerbuan tiba-tiba di pagi hari selagi mereka lengah, saya yakin bahwa gerombolan itu akan dapat dibasmi semua. Di sini saya telah membuat gambar tentang keadaan dan kekuatan perkampungan itu, dan bagaimana cara sebaiknya untuk mengepung dan menyerbu mereka dari delapan penjuru."

   Han Lojin mengeluarkan segulungan kertas yang sudah digambari dan ditulisi, merupakan sebuah gambaran peta dari perkampungan pemberontak, jelas dengan keterangan tentang bukit, jurang dan hutan-hutannya. Gambar itu dia bentangkan di atas meja dan Menteri Cang Ku Ceng bersama para hadirin semua mengamatinya. Setelah mempelajari peta itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan memandang dengan gembira.

   "Sungguh baik sekali, Han Lojin. Kalau semua laporanmu itu benar, berarti engkau telah menyelamatkan kami, dan telah memberi jalan yang amat baik sehingga akan dapat membasmi gerombolan pemberontak itu."

   "Harap Taijin suka berhati-hati terhadap orang itu!"

   Tiba-tiba Tiong Gi Cinjin berseru nyaring sehingga semua orang menengok kepadanya. Juga Menteri Cang memandang kepada orang tua itu, lalu bertanya kepada tosu Bu-tong-pai yang kelihatan bersungguh-sungguh itu.

   "Apakah maksud Totiang?"

   "Seperti tadi telah diceritakan, pinto bersama beberapa orang murid berusaha menangkap Ang-hong-cu, akan tetapi tiba-tiba saja orang ini muncul dan mengacaukan keadaan. Dengan menyamar sebagai seorang penggembala, dia menggagalkan pengepungan kami dan ternyata dia memiliki ilmu kepandaian tinggi. Pinto khawatir kalau-kalau dia ini seorang kawan dari Ang-hong-cu, dan dia datang ini hanya untuk menjebak kita. Bagaimana kalau semua ini hanya suatu jebakan dan kalau kita menuruti keterangannya, kita semua masuk perangkap para gerombolan pemberontak?"

   Seorang perwira tinggi memberi hormat kepada Menteri Cang.

   "Apa yang dimaksudkan. Tiong Gi Cinjin memang benar, Taijin. Bagaimanapun juga, kita harus berhati-hati karena kita belum mengenal benar siapa adanya orang yang mengaku bernama Han Lojin ini."

   
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Menteri Cang memandang kepada Han Lojin,

   "Engkau mendengar sendiri kecurigaan yang dijatuhkan kepadamu, Han Lojin dan harus kami akui bahwa pendapat mereka itu memang benar sekali. Bagaimana pertanggungan-jawabmu seandainya kemudian terbukti bahwa semua laporanmu ini hanya suatu jebakan belaka?"

   Han Lojin tertawa.

   "Ha-ha-ha, Taijin Yang Mulia. Betapapun bodohnya, saya belumlah gila untuk mempermainkan begini banyaknya orang-orang pandai yang terkumpul di sini. Kalau saya memasang umpan perangkap, apa yang dapat saya andalkan untuk menyelamatkan diri? Saya tentu akan mati sebelum mampu lari sepuluh langkah, dan saya berani menebus kebenaran laporan saya dengan nyawa saya."

   "Bagus kalau begitu. Nah, mulai sekarang, engkau menjadi orang tahanan kami. Engkau akan ditahan di puncak bukit, dijaga dengan ketat. Kalau kemudian ternyata bahwa laporanmu benar, engkau akan berjasa besar sekali dan menerima hadiah besar dari kerajaan. Sebaliknya, kalau semua laporan ini hanya perangkap maka engkau akan menerima hukuman berat!"

   "Baik, Yang Mulia! Saya memang tidak suka perang, dan saya akan menanti dengan hati lapang karena saya percaya bahwa Paduka yang memiliki nama besar sebagai seorang menteri yang bijaksana, tentu akan memenuhi janji."

   Menteri Cang lalu memerintahkan dua orang perwira untuk membawa Han Lojin pergi dari situ, untuk ditahan di puncak bukit di mana sudah disediakan sebuah bangunan khusus untuk menahan para pimpinan musuh kalau tertawan dan dijaga dengan ketat. Dengan sikap tenang, Han Lojin bangkit dan digiring oleh dua orang perwira itu keluar. Sebelum dia keluar, Hui Lian sempat berteriak kepadanya.

   "Han Lojin, apakah engkau melihat Tang Hay di perkampungan pemberontak? Bagaimana keadaannya?"

   Mendengar pertanyaan ini, Han Lojin berhenti melangkah dan menoleh memandang kepada Hui Lian dan berseru kagum.

   "Wah, Ang-hong-cu muda itu memang hebat, di mana-mana dikagumi wanita! Dia memang di sana dan dalam keadaan sehat-sehat saja!"

   Mendengar betapa Han Lojin menyebut Ang-hong-cu kepada Hay Hay, jantung dalam dada Hui Lian berdebar tegang. Benarkah bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat?

   "Benarkah bahwa dia adalah kaki tangan pemberontak?"

   Tanyanya pula sebelum Han Lojin keburu pergi.

   "Ang-hong-cu seorang kaki tangan pemberontak? Ha-ha, yang bilang demikian itu sungguh bodoh! Ang-hong-cu boleh jadi suka memetik kembang, akan tetapi dia tidak akan merusak taman. Bahkan dia siap membela tanah air dan bangsa dengan taruhan nyawanya, ha-ha-ha!"

   Dia lalu melangkah pergi digiring oleh dua orang perwira dan di luar disambut oleh pasukan yang berjumlah dua losin orang bersenjata lengkap. Dia terus dibawa ke puncak bukit di mana terdapat sebuah bangunan yang kokoh dan terjaga ketat.

   Setelah Han Lojin pergi, Menteri Cang segera mengadakan perundingan dengan para perwira dan para pendekar. Kemudian mengambil keputusan untuk mendahului gerakan para pemberontak seperti yang diceritakan oleh Han Lojin tadi. Biarpun mereka masih belum percaya begitu saja kepada Han Lojin yang tidak mereka kenal, namun keterangan itu sungguh penting dan kalau benar para pemberontak akan mulai bergerak setelah malam terang bulan, maka jalan satu-satunya terbaik adalah mendahului mereka, menyerbu tempat yang menjadi sarang mereka itu sebelum mereka berpencar dan mulai dengan gerakan mereka. Menteri Cang adalah seorang pembesar yang amat pandai dan bijaksan. Walaupun dia seorang menteri sipil, namun dia pandai ilmu perang, dan kini dia merundingkan siasat mereka untuk menyerbu sarang pemberontak bersama para komandan pasukan,

   Juga minta pendapat para pendekar yang hadir di situ. Sikap seperti ini dari seorang pemimpin mendatangkan banyak keuntungan. Pertama, para pembantunya atau bawahannya akan merasa terangkat dan dihargai pendapat mereka sehingga mereka akan menjadi semakin suka kepada pemimpin mereka. Dan ke dua, dengan mengumpulkan banyak pendapat, maka dapat disaring dan diambil keputusan terbaik, karena bukan tidak mungkin seorang yang kedudukannya lebih rendah memiliki pendapat dan siasat yang lebih baik daripada atasannya. Setelah mengadakan perundingan serius, mendengarkan bermacam pendapat dan saran, akhirnya Menteri Cang mengambil keputusan dan berkata dengan suara lembut namun tegas kepada semua yang hadir .

   "Terima kasih atas segala saran yang kalian berikan kepadaku, dan terutama sekali saran dari para Enghiong (Pendekar) yang membantu pemerintah untuk menumpas gerombolan pemberontak. Setelah menampung dan menyaring semua saran, kami memutuskan untuk melakukan penyerbuan sekarang juga ke sarang gerombolan itu. Karena daerah itu merupakan daerah berbahaya, maka kita harus melakukan pengepungan dari enam penjuru. Harap Cu-wi (Kalian) periksa baik-baik peta yang dibuat oleh Han Lojin dengan amat teliti ini."

   Pembesar tinggi itu membeberkan peta di atas meja dan semua yang hadir mendekat, lalu sama-sama mempelajari peta itu.

   "Nah, ada enam jurusan yang dapat kita pergunakan untuk mengepung sarang pemberontak itu. Kalau gerakan kita lakukan sekarang, maka paling lambat lima hari sarang itu akan dapat kita kepung seluruhnya, jadi kurang dua tiga hari sebelum bulan purnama muncul. Pasukan akan kita bagi menjadi tujuh, enam kelompok melakukan gerakan dari enam jurusan untuk mengepung sarang musuh, sedangkan kelompok ke tujuh yang merupakan kelompok induk, akan menyerbu langsung dari depan. Enam kelompok yang mengepung, tidak akan bergerak lebih dahulu agar musuh mengira bahwa kita hanya datang dari satu jurusan. Kalau mereka mengerahkan kekuatan mereka untuk menghadapi kelompok induk, barulah enam kelompok yang lain menyerbu dari jurusan masing-masing dan tidak memberi kesempatan kepada para pemberontak untuk lolos melarikan diri. Khusus untuk para pendekar yang gagah perkasa, ketika terjadi pertempuran, kami mengharap dengan hormat dan sangat, agar Cu-wi Enghiong (Para Pendekar Sekalian) suka menghadapi para tokoh sesat yang membantu pasukan pemberontak. Pasukan pemberontak itu sendiri, menjadi bagian pasukan kami untuk menghancurkannya, jadi harap Cu-wi menghadapi saja para tokoh sesat yang lihai itu. Apakah sudah jelas? Kalau ada pertanyaan, harap diajukan sekarang. Malam ini juga kita bergerak, dan Koan-ciangkun harap nanti mengatur untuk membagi-bagi pasukan menjadi tujuh kelompok. Kelompok ke tujuh sejumlah empat persepuluh bagian, sedangkan enam kelompok yang lain sejumlah sepersepuluh bagian."

   Para pendekar mengangguk dan merasa bahwa keterangan itu sudah cukup jelas. Akan tetapi seorang perwira mengacungkan tangan untuk bertanya. Setelah Menteri Cang mengangguk, dia bertanya, suaranya lantang.

   "Harap Paduka suka memberi petunjuk bagaimana kami harus bersikap terhadap para pemberontak itu. Apakah kami harus membunuh mereka semua tanpa ampun?"

   Menteri Cang mengangguk-angguk.

   "Pertanyaan yang baik sekali dan tadi kami kurang teliti sehingga hal penting itu belum kami beritabukan. Harap Cu-wi ingat benar bahwa biarpun mereka itu memberontak, namun mereka adalah sebangsa dan mereka itu, terutama para anak buah, hanya mentaati perintah atasan saja. Oleh karena itu, kalau ternyata kekuatan kita jauh lebih besar, kita tidak boleh membantai mereka secara kejam. Hindarkan pembunuhan dan sedapat mungkin tawan saja mereka. Tentu saja hal ini tidak berlaku bagi kaum sesat yang memang patut untuk dibasmi. Nah, masih ada pertanyaan?"

   Setelah tidak ada lagi yang bertanya, Komandan Koan yang ditunjuk sebagai pimpinan untuk mengatur pembagian kelomppk, segera melaksanakan tugasnya. Dia bukan saja membagi pasukan menjadi tujuh kelompok dengan masing-masing komandannya, akan tetapi juga membagi para pendekar dalam kelompok-kelompok itu untuk membantu kalau-kalau ada kelompok yang bertemu dengan tokoh sesat. Su Kiat, Hui Lian dan Kui Hong, juga Sun Hok dan Ling Ling, ditugaskan untuk membantu dan memperkuat kelompok induk, bersama beberapa orang tokoh dari Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai.

   Malam itu, berangkatlah ketujuh kelompok pasukan itu, mengambil jalan masing-masing. Yang enam kelompok melakukan perjalanan secara rahasia, menyusup-nyusup keluar masuk hutan, adapun kelompok induk mengambil jalan besar dan memang kelompok ini dimaksudkan untuk melakukan penyerbuan secara berterang sehingga drsambut oleh musuh dan membuat lalai dan lengah sehingga enam kelompok yang lain akan dapat menyusup dan mengurung sarang gerombolan pemberontak tanpa diketahui. Tepat seperti yang telah diperhitungkan Menteri Cang, yang memimpin sendiri kelompok induk dengan menunggang kuda dan diapit-apit pengawal pribadinya, tiga hari sebelum terang bulan, kelompok induk telah berhadapan dengan sarang musuh yang berada di Lembah Yang-ce, di Pegunungan Yunan.

   Kelompok induk ini sengaja melakukan perjalanan lambat-lambatan karena hendak memberi waktu kepada enam kelompok lainnya agar mereka itu dapat lebih dahulu datang ke tempat tujuan dan melakukan pengepungan. Dan malam itu, Menteri Cang melihat luncuran panah api dari enam penjuru, sebagai tanda bahwa enam kelompok pasukan itu telah tiba di tempat masing-masing dan siap siaga sambil melakukan pengepungan. Melihat ini, menjelang pagi, Menteri Cang, memberi isarat agar pasukan induk itu melakukan penyerbuan. Munculnya pasukan ini tentu saja sudah dapat diketahui oleh mata-mata pemberontak dan telah dilaporkan kepada Lam-hai Giam-lo dan Kulana yang telah berada di situ menjadi tamu kehormatan, juga diangkat menjadi panglima tertinggi yang memimpin siasat gerakan pemberontak itu.

   "Hemm, agaknya rencana kita telah bocor dan bukan tidak mungkin pemuda bernama Tang Hay itu, atau juga Nona Pek Eng yang menjadi muridmu itu yang berkhianat, Lam-hai Giam-lo,"

   Kata Kulana mengerutkan alisnya. Lam-hai Giam-lo menggeleng kepalanya.

   "Kurasa bukan mereka, akan tetapi aku lebih mengkhawatirkan orang yang mengaku bernama Han Lojin itulah yang menjadi mata-mata musuh. Habis, bagaimana baiknya sekarang, Saudara Kulana?"

   Bangsawan Birma itu tersenyum.

   "Jangan khawatir, bahkan kebocoran ini dapat menguntungkan kita! Bukankah menurut perhitungan orang kita, jumlah pasukan itu hanya antara tujuh ratus sampai delapan ratus orang saja? Sedangkan pasukan kita yang sudah berkumpul di sini tidak kurang dari seribu dua ratus orang! Dan kita masih dibantu oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Biarkan mereka datang menyerbu, kita pura-pura tidak tahu saja. Jalan terusan menuju ke lembah ini yang terapit oleh dinding bukit itu merupakan tempat jebakan yang amat baik. Biarkan pasukan mereka memasuki jalan itu, setelah semua masuk ke jalan itu, kita tutup dari depan dan belakang dan kita serang mereka! Kita pasang barisan pendam di mulut jalan terusan. Dengan demikian, kita akan dapat membasmi mereka semua. Bunuh mereka semua, jangan beri ampun kepada seorang pun di antara mereka. Kemenangan besar ini akan membakar semangat anak buah kita dan kita akan dapat merampas persenjataan mereka yang cukup banyak dan baik."

   Kulana lalu mengadakan perundingan dengan para pembantu, mengatur siasat untuk menjebak pasukan pemerintah yang dikabarkan datang ke arah sarang mereka itu. Sementara itu, Koan-ciangkun yang memimpin pasukan induk, segera menghadap Menteri Cang Ku Ceng, memberi tahu bahwa pihak lawan agaknya diam saja, seolah-olah tidak tahu akan usaha penyerbuan tentara kerajaan.

   "Hamba khawatir kalau-kalau mereka mengatur perangkap, karena mereka itu bersikap diam saja seolah-olah tidak tahu akan kedatangan pasukan kita. Bagaimana baiknya sekarang, harap Paduka suka memberi petunjuk."

   Di malam gelap itu, Menteri Cang memeriksa peta buatan Han Lojin, mengerutkan alisnya, kemudian dia menunjuk ke arah peta dan berkata,

   "Lihat, untuk memasuki daerah sarang mereka, kita akan melalui sebuah jalan terusan yang sempit dan memanjang, diapit-apit dinding bukit di kanan kiri. Kalau memang mereka itu memasang perangkap, agaknya tidak ada tempat yang lebih baik daripada jalan terusan ini. Mungkin mereka sudah memasang barisan pendam dan membiarkan kita memasuki jalan terusan itu, baru diserbu dari depan dan belakang sehingga kita tidak akan mendapatkan jalan keluar lagi. Hemm, agaknya mereka sudah begitu yakin akan menang dan akan membasmi kita semua seperti kucing mempermainkan tikus yang terjebak dan tidak ada jalan keluar. Hal ini hanya membuktikan keberhasilan siasat kita, Koan-ciangkun. Mereka itu pasti beranggapan bahwa pasukan kita hanya ini, hanya berjumlah kurang lebih tujuh ratus lima puluh orang, dan agaknya mata-mata mereka juga tidak melihat para pendekar yang menyamar sebagai perajurit-perajurit biasa, maka mereka mengatur jebakan ini dan merasa yakin bahwa mereka akan berhasil menghancurkan kita. Biarkan mereka beranggapan begitu, dan kita tetap akan memasuki jalan terusan itu. Begitu mereka menyerbu, engkau cepat memberi isarat kepada enam kelompok kita dengan panah api agar mereka serentak menyerbu sarang dan menggencet pasukan musuh yang mengira telah dapat menjebak dan mengepung kita."

   Koan-ciangkun dan para pendekar mengangguk-angguk dan diam-diam mereka memuji ketenangan dan kematangan siasat Menteri Cang.

   "Akan tetapi, maafkan pinto, Taijin,"

   Kata Tiong Gi Cinjin, tokoh besar Bu-tong-pai yang ikut pula dalam kelompok itu.

   "Bagaimana kalau perhitungan Paduka itu keliru dan mereka mengatur jebakan yang lain lagi sifatnya?"

   Menteri Cang tidak marah dan hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk.

   "Memang sebaiknya kita selalu harus meragukan pendapat kita sendiri dan selalu waspada terhadap musuh, Totiang. Akan tetapi, jebakan apa pun yang mereka atur, kita sudah mengetahui keadaan dan kekuatan mereka. Bukankah Han Lojin sudah menceritakan bahwa kekuatan mereka hanyalah sekitar seribu dua ratus orang? Dengan kekuatan seperti itu, perangkap apa pun yang mereka pasang untuk kita, akan mampu kita hancurkan mengingat bahwa jumlah pasukan kita seluruhnya jauh lebih besar, ada dua ribu orang lebih. Dan begitu mereka bergerak menyerang, kita memberi isarat kepada kelompok-kelompok lain sehingga tetap saja pihak musuh yang akan kita kepung."

   "Maaf, akan tetapi jumlah itu hanya menurut laporan Han Lojin. Bagaimana kalau ternyata jumlah mereka jauh. Lebih besar?"

   Tiong Gi Cinjin adalah seorang tosu Bu-tong-pai yang tidak pernah mengalami perang, maka setalu bersikap hati-hati dan khawatir.

   "Bukan hanya menurut laporan Han Lojin, akan tetapi juga mata-mata kami sudah memberi laporan,"

   Jawab Menteri itu.

   "Dan laporan Han Lojin itu tidak keliru!"

   Tiba-tiba terdengar suara orang sehingga semua orang terkejut karena tiba-tiba saja di situ muncul seorang laki-laki asing. Usianya sekitar empat puluh dua tahun, tubuhnya sedang saja, akan tetapi pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang asing. Pakaiannya yang mewah seperti pakaian bangsawan dari kain sutera warna-warni, juga kepalanya mengenakan kain kepala yang berwarna indah seperti pelangi, dihiasi mainan berbentuk burung merak dari emas permata. Sikapnya anggun dan wajahnya yang tampan itu cukup berwibawa, seperti pembawaan seorang bangsawan tinggi. Akan tetapi, ketika beberapa orang perajurit mata-mata yang pernah diselundupkan ke sarang para pemberontak melihat orang ini, mereka segera berloncatan dan menghunus senjata.

   "Dia ini Kulana! Dia orang Birma yang memimpin pemberontakan itu disamping Lam-hai Giam-lo..!"

   Teriak seorang di antara mereka dan bersama teman-temannya, dia sudah siap untuk menyerang. Mendengar ini, para pendekar juga sudah berlompatan, mengepung orang itu dan siap untuk menangkapnya, sebagian lagi melindungi Menteri Cang, kalau-kalau akan diserang musuh. Akan tetapi, orang asing itu tersenyum dan sikapnya tetap tenang, bahkan dia lalu menjura dengan sikap hormat dan sopan kepada Menteri Cang.

   "Apakah Paduka Menteri Cang yang kabarnya amat bijaksana dan kini memimpin sendiri pasukan yang hendak membasmi pemberontak?"

   Menteri Cang adalah seorang yang waspada. Begitu orang ini muncul, dia sudah memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia hanya dapat menduga bahwa orang ini menderita kedukaan yang amat mendalam, sinar matanya demikian sayu dan biarpun pakaiannya indah, namun jelas bahwa dia tidak mempedulikan keadaan dirinya. Sepatunya yang dari kulit itu kotor penuh debu dan pakaiannya juga kusut. Biarpun tadi ia tersenyum namun senyumnya menyedihkan, seperti hendak menutupi kedukaannya dengan sia-sia belaka.

   "Benar, kami adalah Menteri Cang seperti yang kau katakan, orang asing. Dan siapakah engkau dan apa maksudmu muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah pasukan kami?"

   "Saya datang dengan niat baik, Taijin. Hanya satu yang menjadi dasar perbuatan saya, yaitu menentang kejahatan, baik itu dilakukan oleh siapa pun juga.."

   "Dia bohong, Taijin...!"

   Perajurit mata-mata itu berseru.

   "Dia Kulana, pemimpin pemberontak! Hamba sudah pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri ketika dia datang berkunjung ke sarang pemberontak dan diterima dengan penuh kehormatan. Hati-hati, Taijin, harap perintahkan hamba sekalian untuk menangkap atau membunuhnya!"

   Juga para pendekar kini sudah mengepung ketat dan siap menangkap, akan tetapi Menteri Cang berpendapat lain. Dia mengangkat tangan mencegah orang-orangnya turun tangan, lalu bertanya kepada orang itu dengan lembut.

   "Benarkah apa yang dikatakan anggauta pasukan kami itu?"

   Orang itu mengangguk dan kembali senyum sedihnya nampak.

   "Memang tidak keliru bahwa Kulana yang menjadi gara-gara sehingga terjadi pemberontakan. Dia menghasut dan bersekutu dengan para penjahat untuk memberontak. Saudaraku itu telah menjadi gila karena dendam.."

   "Saudaramu? Jadi engkau ini saudara dari yang bernama Kulana itu?"

   "Benar. Nama saya Mulana dan saya adalah saudara kembar dari Kulana yang dimaksudkan oleh perajurit itu. Akan tetapi, biarpun saudara kembar, kami berdua tidak bekerja sama, bahkan bertentangan dalam hal ini. Bahkan saya datang untuk membantu Paduka, kalau Paduka percaya kepada saya."

   Biarpun para pendekar masih sangsi, namun Menteri Cang mengangguk , dan kembali dia memberi isarat kepada para pembantunya, kemudian mempersilakan Mulana untuk duduk.

   "Duduklah di sana, Saudara Mulana dan ceritakan apa sebenarnya yang menjadi maksud kunjunganmu ini."

   Sebelum menjawab, Mulana, orang itu, lebih dahulu menoleh ke kiri kanan, mengamati semua orang yang hadir di tempat itu.

   Dia kelihatan heran karena di antara wajah-wajah yang disoroti penerangan obor itu tidak nampak wajah dua orang yang amat dikenalnya, yaitu Han Siong dan Bi Lian, dua orang pendekar muda yang pernah menjadi tamunya, bahkan yang telah menyaksikan kematian isterinya tercinta, yaitu Yasmina. Seperti telah kita ketahui, Yasmina membunuh diri dengan menghisap racun yang disembunyikannya pada mulut tengkorak tukang kebun bekas kekasihnya. Saking sedih dan menyesalnya, Mulana menjadi seperti gila dan akhirnya Han Siong dan Bi Lian meninggalkan laki-laki yang diracuni cemburu itu. Mulana lalu mengusir semua pelayannya, kemudian dia membakar istananya berikut jenazah isterinya. Seperti orang gila dia lalu pergi berkeliaran, kehilangan isteri, bahkan kehilangan semua harta miliknya.

   Dan akhirnya dia pun teringat akan saudara kembarnya, Kulana, maka dia pun segera mengunjungi saudara kembarnya untuk menumpahkan isi hatinya yang sedang tertekan dan amat menderita itu. Akan tetapi, Kulana sedang berkunjung Ke sarang pemberontak, maka Mulana segera menyusulnya. Akan tetapi, sungguh dia menerima Pukulan batin yang lebih parah lagi ketika tiba di sarang pemberontak itu karena dia dicurigai oleh saudara kembarnya sendiri sebagai orang yang pro pemerintah dan hendak mengkhianati gerakan saudara kembarnya sendiri. Terjadi keributan dan nyaris Mulana tewas dikeroyok kalau dia tidak cepat dapat meloloskan diri. Semakin besar jurang pemisah antara kedua orang saudara kembar ini dan Mulana merasa sakit hati. Inilah yang mendorongnya menemui Menteri Cang yang sedang memimpin pasukan induk untuk menyerbu sarang pemberontak.

   "Seperti telah saya katakan tadi, Taijin, saya sengaja menemui Paduka untuk membantu Paduka membasmi gerombolan jahat yang hendak memberontak itu."

   "Saudara Mulana, tadi engkau mengatakan sendiri bahwa laporan Han Lojin tentang jumlah pasukan pemberontak yang hanya seribu dua ratus orang itu tidak keliru. Dengan jumlah pasukan sekecil itu, kami akan dapat menghancurkan mereka. Oleh karena itu, bantuan apalagi yang dapat kau berikan kepada kami?"

   Menteri Cang memancing.

   "Akan tetapi, pasukan Paduka akan terjebak"

   Menteri Cang tersenyum dan mengibaskan tangan kanannya.

   "Ah, itu sudah kami perhitungkan! Perangkap yang dipasang di jalan terusan diapit dua dinding bukit itu, bukan? Tentu mereka akan menutup dua jalan keluar dan menyerang kami dari depan dan belakang bukan? Kami tidak takut, bahkan mereka yang akan dapat kami basmi."

   Menteri itu belum begitu percaya kepada Mulana, maka dia pun tidak mengatakan siasat yang sudah direncanakan untuk menghadapi perangkap musuh. Akan tetapi Mulana memandang kepadanya dengan wajah serius.

   

Pendekar Sadis Eps 36 Asmara Berdarah Eps 39 Asmara Berdarah Eps 14

Cari Blog Ini