Kisah Pendekar Pulau Es 11
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 11
Mendengar kata-kata ayahnya yang diucapkan dengan nada sungguh-sungguh itu, Suma Hui mengangguk. Ia belum memperoleh kepastian dari ibunya tentang sikap ayahnya terhadap urusannya dengan Cin Liong, maka ia berpendapat bahwa sebaiknya, sebelum urusan pribadinya itu dibikin terang, ia tidak membuat ayahnya marah. Bagaimanapun juga, hatinya seperti merasa tidak rela ayahnya mengangkat seorang murid.
Ketika Tek Ciang muncul dengan buntalan pakaiannya dan menjatuhkan diri berlutut di depan ayah ibunya dan menyebut mereka suhu dan subo dengan sikap amat menghormat, Suma Hui terkejut. Tak disangkanya bahwa murid yang diangkat oleh ayahnya itu ternyata adalah seorang pemuda dewasa yang lebih tua darinya! Seorang pemuda yang cukup ganteng dan gagah, dan sikapnya amat sopan. Pemuda itu sedikitpun tidak pernah melirik kepadanya dan hanya menunduk ketika memberi hormat kepada suami isteri pendekar itu.
"Bangkitlah, Tek Ciang. Perkenalkan, ini adalah puteri kami yang bernama Suma Hui,! kata Kim Hwee Li yang sudah diberi tahu oleh suaminya tentang "siasat! suaminya untuk mendekatkan kedua orang muda itu. Hwee Li menyuruh pemuda itu bangkit untuk dapat melihat lebih jelas wajah dan perawakan pemuda yang oleh suaminya telah dipilih untuk menjadi calon mantunya ini.
"Terima kasih, subo,! kata Tek Ciang sambil memandang kepada suhunya dengan ragu-ragu, seolah-olah dia tidak berani bangkit sebelum menerima perintah suhunya. Melihat ini, diam-diam Suma Kian Lee menjadi girang. Bocah ini sungguh amat taat dan bijaksana, berhati-hati dalam sikap agar tidak menyinggung hati gurunya, menandakan bahwa dia amat teliti dalam melakukan tindakan dan menentukan sikap!
"Bangkit dan duduklah, Tek Ciang,! katanya halus. Baru pemuda itu bangkit dan menjura kepada suhu dan subonya.
"Terima kasih, subo.! Kemudian dia baru menoleh kepada Suma Hui, akan tetapi hanya sekelebatan saja dia berani menatap wajah itu, wajah yang membuat jantungnya berdebar kencang walaupun baru melihat sekelebatan saja, kemudian diapun cepat menjura kepada dara itu.
"Suma-siocia (nona Suma), saya Louw Tek Ciang yang bodoh menghaturkan hormat kepada siocia.!
Sepasang alis Kim Hwee Li berkerut sebentar. Pemuda ini terlalu sopan, pikirnya, begitu amat sopan sehingga berkelebihan dan cenderung kepada sikap bermuka-muka dan menjilat. Tentu saja ia segera menekan perasaannya karena dugaan itupun masih membuat ia ragu. Sebaliknya, Suma Hui merasa canggung juga diperlakukan dengan sikap yang sedemikian merendah dan menghormatnya. Ia cepat membalas penghormatan itu.
"Terima kasih, Louw-kongcu (tuan muda Louw),! katanya.
"Hemm, buang saja cara panggilan yang sungkan- sungkan itu!! Suma Kian Lee berkata sambil tersenyum.
"Hui-ji, dia adalah murid ayahmu dan biarpun dia murid baru, akan tetapi dia lebih tua darimu dan juga engkau puteriku, bukan muridku. Maka, biarpun sebagai murid tingkatmu lebih tinggi, namun sepatutnya engkau menyebutnya suheng dan engkau Tek Ciang, engkau harus menyebut sumoi kepada Hui-ji.!Kembali Louw Tek Ciang menjura kepada Suma Hui dan tetap saja dia tidak berani mengangkat muka memandang langsung, dan suaranya halus sopan merendah ketika dia berkata.
"Maafkan saya, sumoi (adik perempuan seperguruan), saya hanya mentaati perintah suhu, walaupan sesungguhnya saya tidak berani lancang.!
Bagaimanapun juga, sikap pemuda ini menyenangkan hati Suma Hui. Pemuda ini jelas tidak kurang ajar, dan matanya juga tidak jelalatan ketika memandang kepadanya, tidak seperti mata laki-laki lain yang kalau memandang kepadanya seperti mata seekor singa kelaparan. Maka iapun menjura dan berkata manis.
"Tidak mengapa Louw-suheng, kurasa ayah benar sekali dan panggilan ini terasa lebih mudah, bukan?!
"Tek Ciang, dalam beberapa hari ini aku dan subomu akan pergi merantau untuk beberapa lamanya. Karena itu, sebelum aku pergi, aku akan menurunkan beberapa latihan dasar untuk mempelajari sin-kang dan samadhi. Harus kau perhatikan baik-baik karena dasar latihan sin-kang ini adalah pokok dari pada ilmu-ilmu yang akan kuturunkan kepadamu. Kalau latihan dasar keliru, maka kelak dalam mempelajari ilmu-ilmu dariku engkau pun tidak akan dapat menguasainya dengan sempurna. Karena itu, engkau harus selalu tekun berlatih dan teliti, jangan sampai keliru. Di sini ada sumoimu yang akan dapat memberi petunjuk sewaktu-waktu kalau engkau merasa ragu-ragu.!
"Baik, suhu. Sumoi, saya mengharapkan petunjuk- petunjuk dari sumoi, untuk itu sebelumnya saya menghaturkan banyak terima kasih kepadamu.!
"Aku bersedia membantumu, suheng. Harap jangan sungkan bertanya,! jawab Suma Hui yang mulai merasa suka kepada pemuda yang sopan dan halus budi ini. Hanya Kim Hwee Li yang sejak tadi tidak berkata apa-apa, karena nyonya ini masih merasa tidak puas melihat sikap pemuda itu yang dianggapnya tidak wajar dan terlalu sopan, seperti dibuat-buat. Ia hanya mengharapkan bahwa sikap itu adalah sikap yang sewajarnya dan bahwa pemuda itu memang seorang yang sopan dan halus budi, bukannya dibuat-buat karena di baliknya terkandung suatu pamrih tertentu.
"Sekarang pergilah ke kamarmu dan simpan pakaianmu, kemudian kita pergi ke lian-bu-thia (ruangan berlatih silat) untuk mulai dengan teori-teori dasar latihan sin-kang,! kata pula Suma Kian Lee.
"Hui- ji, suruh pelayan datang untuk mengantar suhengmu ke kamarnya yang sudah disediakan untuknya itu.!
"Baik, ayah.! Melihat sikap ayahnya yang gembira, hati Suma Hui juga menjadi gembira. Ayahnya tidak kelihatan marah, padahal ibunya tentu sudah menyampaikan kepada ayahnya itu perihal urusannya dengan Cin Liong dan ini berarti bahwa ayahnya itu tidak menjadi marah atau menentang. Hal itupun mendatangkan kegembiraan dalam hati Suma Hui dan ia melakukan perintah ayahnya dengan hati senang pula.
Demikianlah, dalam beberapa hari itu dengan sungguh-sungguh Suma Kian Lee memberi dasar latihan sin-kang kepada Tek Ciang. Biarpun pemuda ini pernah mempelajari samadhi dan latihan sin-kang dari ayahnya, akan tetapi dasar latihan yang diberikan oleh suhunya itu amat berbeda, juga amat sukar sehingga dia harus bersungguh-sungguh kalau dia ingin mengerti benar- benar.
Memang pemuda ini cerdik dan berbakat sekali sehingga biarpun latihan itu tidak mudah dan membutuhkan perhatian dan pengerahan semua kemauan dan kejujuran hati, akhirnya dia dapat juga mengerti. Selagi ayahnya memberi petunjuk, Suma Hui juga hadir dan gadis ini diam-diam harus memuji ketekunan murid ayahnya ini dan iapun yakin bahwa seorang murid seperti Tek Ciang ini pasti kelak akan menjadi seorang ahli silat keluarga Pulau Es yang baik dan belum tentu akan kalah tinggi tingkatannya dibandingkan dengan dirinya sendiri.
Seminggu kemudian, berangkatlah suami isteri itu meninggalkan rumah mereka, memulai dengan perjalanan mereka yang tanpa tujuan tempat tertentu, seperti orang meraba-raba di dalam kegelapan. Bagaimanapun juga, sungguh amat sukar mencari seorang anak yang hilang di tengah lautan yang demikian luasnya. Setelah memberi pesanan banyak nasihat kepada puterinya dan muridnya, Suma Kian Lee dan isterinyapun berangkatlah dengan menunggang dua ekor kuda.
Louw-kauwsu seringkali lewat di depan rumah keluarga Suma dan karena kakek ini ingin sekali agar puteranya jangan sampai "gagal! menjadi mantu pendekar sakti Suma Kian Lee, maka berlawanan dengan kekerasaan hatinya sendiri diapun diam-diam membisikkan urusan pertalian jodoh itu kepada puteranya!
"Tek Ciang, engkau harus pandai-pandai membawa diri. Ketahuilah, engkau bukan saja telah diangkat menjadi murid oleh Suma-taihiap, akan tetapi juga bahkan telah diangkat menjadi calon mantu, berjodoh dengan Suma-siocia. Akan tetapi hal ini masih belum diresmikan, maka engkau pun pura-pura tidak tahu sajalah. Aku menceritakannya kepadamu agar engkau pandai-pandai membawa diri.! Demikianlah bisikannya dan mendengar ini tentu saja Tek Ciang menjadi semakin girang.
Dan pemuda ini memang terlalu amat cerdik untuk dapat terpeleset oleh tindakan yang kurang hati-hati maka dia selalu bersikap penuh hormat dan sopan terhadap Suma Hui sehingga tidak ada alasan sedikitpun juga bagi dara ini untuk merasa tidak suka kepada suhengnya ini. Maka dengan sungguh-sungguh Suma Hui juga memberi petunjuk-petunjuk kepada suhengnya ini sehingga Tek Ciang dapat melatih dasar sin-kang itu dengan baik.
"Hyaaaaatttt, ahh! Hyaaaaatttt, ahh!!
Lengkingan ini terdengar berkali-kali, menggema di sekeliling tempat yang amat sunyi itu, dari bagian belakang sebuah pondok yang berdiri terpencil di bukit rimbun itu. Itulah bukit Pegunungan Ci-lian-san yang terdapat di perbatasan Sin-kiang dan Cing-hai. Sebuah pondok kayu yang nampaknya masih baru di antara puing-puing banyak bangunan yang pernah kebakaran. Dan pondok ini memang baru saja dibangun oleh Hek-i Mo-ong yang dibantu oleh muridnya yang baru, yaitu Suma Ceng Liong!
Puing-puing itu adalah bekas sarang Hek-i-mo-pang, yaitu Perkumpulan Iblis Baju Hitam yang pernah dipimpinnya akan tetapi yang dihancurkan oleh tiga orang pendekar pada waktu itu, ialah Bu Ci Sian, Kam Hong, dan Sim Hong Bu (baca kisah Suling Emas dan Naga Siluman), bahkan kemudian bekas sarang itu dibakar oleh rakyat yang tinggal di bawah gunung.
Karena tempat itu sunyi dan indah, Hek-i Mo-ong mengajak muridnya tinggal di situ, membangun sebuah pondok kayu yang cukup kuat biarpun sederhana dan mulailah dia melatih ilmu-ilmu yang dahsyat kepada muridnya yang baru berusia sepuluh tahun lebih itu.
Lengkingan nyaring berulang-ulang yang terdengar dari belakang pondok itu adalah lengking suara Ceng Liong! Dan kalau ada orang yang berani melongok ke dalam tanah daratan di belakang pondok itu, tentu dia akan bergidik. Akan tetapi siapa berani mengunjungi tempat itu? Sebelum Hek-i Mo-ong pulang ke situpun tidak ada orang yang berani mendekat.
Rakyat yang membakar sarang itu hanya melampiaskan dendam mereka terhadap gerombolan yang sudah banyak mengganggu mereka itu. Akan tetapi setelah membakar, merekapun cepat- cepat pergi, tidak berani berlama-lama di situ apalagi ketika mereka mendengar berita bahwa Hek-i Mo-ong sendiri tidak nampak mayatnya di antara anak buahnya, berarti bahwa iblis itu masih belum mati. Maka yang tinggal di tempat mengerikan itu hanyalah puing bersama tulang-tulang dan tengkorak anak buah Hek-i-mo-pang yang berserakan di tempat yang kini menjadi tanah datar, di belakang pondok batu itu.
Apakah yang sedang dilakukan oleh guru dan murid di belakang pondok itu? Mereka sedang berlatih dengan cara yang aneh dan mengerikan. Hek-i Mo-ong sendiri nampak sedang bersamadhi dengan cara yang aneh, yaitu dengan jungkir balik. Samadhi jungkir balik ini memang tidak mengherankan dan sudah banyak dilakukan orang, yaitu dengan kepala di atas tanah, kedua kaki lurus ke atas, kedua tangan menopang kepala. Samadhi seperti ini amat baik untuk melancarkan jalan darah, untuk memperbanyak dan memperlancar jalannya darah ke dalam kepala untuk memulihkan kembali ketidakseimbangan antara hawa Im dan Yang di dalam tubuh.
Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh Hek-i Mo-ong itu lain daripada yang lain. Kepalanya memang di bawah dan kedua kakinya tegak lurus ke atas, akan tetapi kepalanya itu, tidak berada di atas tanah, melainkan di atas sebuah tengkorak! Dan kedua lengannya bersedakap di depan dadanya, dan diapun tidak berjungkir balik dengan diam saja, melainkan tubuhnya yang berjungkir balik itu berloncatan!
Kepalanya itu meloncat dan hinggap di atas sebuah tengkorak lain dan demikian seterusnya, berpindahan dari tengkorak yang satu ke tengkorak yang lain. Semua terdapat sembilan buah tengkorak yang diletakkan di atas tanah dengan membentuk garis bintang Sim-seng (Bintang Hati) yang terdiri dari tiga titik dengan tiga buah tengkorak dan bintang Jui-seng (Bintang Mulut) yang terdiri dari enam buah tengkorak. Dia berpindah-pindah dengan berloncatan seperti itu, terdengar suara dak-duk-dak-duk ketika kepalanya bertemu dengan sebuah tengkorak berikutnya, seperti seorang anak kecil bermain loncat-loncatan.
Tak jauh dari situ, Ceng Liong juga berlatih dengan ilmu pukulan yang diajarkan gurunya. Setiap kali berteriak "hyaaaaaatt!! dia berlari menyerbu ke arah sepotong tulang, baik itu tulang kaki atau tengkorak atau tulang-tulang lainnya, dan begitu tiba dia berteriak "ahh!! dan tangannya dengan jari-jari terbuka, agak melengkung seperti cakar, mencengkeram ke arah tulang-tulang itu. Dan tulang-tulang itupun berlubang!
Nampak lubang-lubang kecil bekas cengkeraman jari-jari tangannya! Itulah Ilmu Coan-kut-ci (Jari Penusuk Tulang) yang amat keji karena selain jari-jari tangan itu dilatih untuk dapat menembus tulang, juga serangan jari itu membawa hawa beracun yang lama-lama terkumpul dari hawa dalam tengkorak-tengkorak dan tulang-tulang mayat itu ketika berlatih! Biarpun masih kecil, Ceng Liong adalah putera Pendekar Siluman Kecil dan cucu Pendekar Super Sakti, sejak kecil sudah digembleng dengan hebat dan lebih dari itu, dia telah menerima warisan sumber tenaga sakti dari mendiang kakeknya.
Oleh karena itu, kini mudah saja bagi Hek-i Mo-ong untuk menggerakkan sumber tenaga sakti itu dan mempergunakannya untuk memmpelajari ilmu-ilmu sesat darinya. Tentu saja Ceng Liong belum tahu apa artinya ilmu bersih dan ilmu kotor, hanya merasa suka kalau diberi pelajaran ilmu-ilmu baru yang aneh dan dahsyat.
Agaknya kakek iblis itu telah merasa cukup berlatih dengan loncatan-loncatan itu, maka tiba-tiba tubuhnya meloncat agak tinggi dan membuat poksai (salto), terus turun dan kini dia berdiri dengan biasa sambil tersenyum memandang kepada muridnya yang berlatih itu. Kakek itu nampak mengerikan sekali. Tubuhnya yang tinggi besar seperti raksasa itu nampak kuat dan kokoh, pakaiannya serba hitam sampai ke sepatunya sehingga rambutnya yang putih nampak menyolok.
"Cukup, Ceng Liong. Sekarang engkau harus membantuku melakukan latihan yang amat penting.! Berkata demikian, kakek ini lalu mengumpulkan tengkorak-tengkorak di tempat itu dan mulai menumpuki tengkorak-tengkorak itu dengan cara-cara tertentu, bersusun teratur dengan tengkorak-tengkorak itu seperti saling mengisap tengkuk tengkorak di atasnya dan semua terlentang. Paling bawah diatur sepuluh buah, lalu di atasnya sembilan buah, terus delapan buah, dan seterusnya setiap tingkat berkurang satu sampai paling atas hanya sebuah tengkorak saja.
"Latihan bagaimana, Mo-ong ?! Ceng Liong bertanya. Memang anak ini tidak menyebut suhu kepada gurunya, melainkan menyebut Mo-ong (Raja Iblis) begitu saja karena dia memang sudah berjanji bahwa dia mau menjadi murid akan tetapi tidak mau menyebut suhu dan tidak mau mempelajari kejahatan. Dan bagi seorang datuk kaum sesat yang berwatak aneh seperti Hek-i Mo-ong, sebutan Mo-ong sebaliknya daripada suhu ini bahkan menggembirakan hatinya. Makin aneh keadaannya, makin sukalah datuk ini, dan dia akan berbangga kalau orang-orang lain mendengar bahwa muridnya menyebutnya Mo-ong begitu saja, tanda keanehan mereka yang lain daripada orang lain!
"Aku hendak berlatih Ilmu Tok-hwe-ji (Hawa Api Beracun) bagian yang paling akhir. Selama aku berlatih, keadaan diriku kosong dan sama sekali tidak berdaya andaikata ada musuh datang menyerang. Dengan pukulan sederhana saja aku bisa mati! Oleh karena itu, engkau harus berjaga-jaga dan engkau lindungi aku selama aku berlatih. Ingat, selama hawa api itu masih di luar badan dan belum kutarik kembali, berarti aku masih tak berdaya dan engkau harus melindungiku dari serangan lain dari luar.!
"Tapi, siapakah yang akan berani menyerangmu, Mo-ong?!
"Memang tidak ada, akan tetapi siapa tahu? Di dunia ini lebih banyak musuh daripada sahabat. Dan siapa tahu malapetaka datang selagi aku berlatih. Kau jagalah baik-baik dan hentikan latihanmu.!
"Baik, Mo-ong. Aku akan menjagamu,! anak itu berjanji, ia lalu dia berdiri di bawah pohon tak jauh dari timbunan tengkorak itu, memandang dengan hati tertarik sekali karena dia tahu bahwa gurunya itu memang amat lihai dan memiliki banyak ilmu yang aneh-aneh.
"Nah, kau siaplah!! kata Hek-i Mo-ong. Dia sendiri lalu mengatur pakaiannya, menggulung lengan bajunya, mempererat ikat pinggang, membetulkan ikatan pita rambutnya, kemudian dia berdiri tegak dan mengambil napas dalam-dalam sampai beberapa lamanya. Kemudian, tiba-tiba saja tubuhnya itu meloncat ke atas tumpukan tengkorak, berjungkir balik dan kepalanya hinggap di atas tengkorak yang berada di tumpukan paling atas. Karena tengkorak ini, seperti tengkorak-tengkorak yang lain, menghadap ke atas, maka mulut tengkorak itu seperti mengecup tengkuknya.
Setelah tubuhnya yang berjungkir balik itu tegak lurus dan sedikitpun kakinya tidak bergoyang, kedua lengannya lalu bersedakap seperti tadi. Terdengar dia bernapas dalam dan keras, makin lama suara napasnya semakin keras mendesis-desis dan tak lama kemudian, Ceng Liong melihat betapa ada uap putih perlahan-lahan keluar dari mulut kakek itu yang terbuka! Dan dia yang berdiri di sebelah kiri gurunya dalam jarak hampir tiga meter sudah mulai merasakan adanya hawa panas! Uap putih itu ternyata tidak melayang pergi, melainkan berkumpul di depan mulut, perlahan-lahan melayang maju dan makin memanjang ada kalanya tertarik kembali mendekati mulut.
Ceng Liong memandang dengan penuh perhatian. Biarpun dia masih kecil, namun sudah banyak melihat ilmu-ilmu yang tinggi, bahkan diapun telah mempelajari teori-teori ilmu yang tinggi lari Pulau Es. Dia tahu bahwa ilmu-ilmu keluarganya juga amat tinggi dan di antara ilmu-ilmu itu terdapat pula penggunaan hawa sin-kang yang panas, yaitu Hwi-yang Sin-kang yang dapat membakar dan mencairkan es. Akan tetapi, hawa tenaga sakti itu hanya dipergunakan melalui gerakan pukulan. Dan Raja Iblis ini menggunakan hawa sakti itu melalui pernapasannya, dikeluarkan dari dalam tubuh berupa uap panas yang langsung dipergunakan untuk menyerang musuh!
Kini, uap putih yang tebal itu makin lama semakin tebal dan semakin panjang, sampai melayang lebih dari satu meter dari mulut, akan tetapi tidak pernah terlepas dari mulut yang terbuka itu. Kalau uap itu sampai dapat mencapai dua meter lebih, baru akan menjadi senjata yang amat berbahaya bagi lawan. Dan agaknya, dalam latihan ini, Hek-i Mo-ong mengerahkan banyak tenaga. Tubuhnya mandi peluh dan napasnya mulai terengah. Padahal, uap itu baru melayang sejauh satu setengah meter. Terpaksa dia menghentikan dorongan dari dalam itu dan uap itu kini berhenti dan tidak bergerak, nampak aneh karena seperti benda keras saja.
Pada saat itu, tiba-tiba telinga Ceng Liong mendengar gerakan ringan dari belakangnya dan munculah seorang kakek berpakaian seperti tosu dengan rambut digelung ke atas. Tosu ini membawa pedang di punggungnya dan mukanya merah sekali. Usianya ada enam puluhan tahun. Selain tosu ini, Ceng Liong masih melihat berkelebatnya banyak bayangan orang di sekitar tempat itu. Tentu saja dia bersikap waspada dan siap sedia melindungi gurunya.
Mula-mula tosu itu nampak kaget dan heran, akan tetapi setelah dia mengenal muka Hek-i Mo-ong, matanya segera mendelik, mulutnya mengeluarkan seruan tertahan dan tiba-tiba saja dia mengirim serangan, pukulan yang dahsyat dilayangkannya ke arah punggung Raja Iblis itu!
"Desss....!! Tubuh tosu itu terhuyung ke belakang dan dia memandang terbelalak kepada anak berusia sepuluh tahun yang tiba-tiba menangkis pukulannya tadi dan membuatnya terhuyung! Hampir saja dia tidak dapat percaya kalau tidak mengalaminya sendiri. Dia adalah seorang yang memiliki sin-kang kuat, dan ketika anak kecil tadi menangkis, dia merasa adanya hawa sakti yang amat kuat menolaknya.
Dia terhuyung dan anak itu hanya mundur dua langkah, tanda bahwa dia kalah kuat! Tentu saja dia menjadi penasaran dan marah, dan menduga bahwa tentu anak ini murid Hek-i Mo-ong. Tidak terlalu mengherankan kalau Raja Iblis itu memiliki murid kecil yang sudah begini lihai, dan sebelum membunuh iblis itu dia harus lebih dulu menyingkirkan anak ini. Akan tetapi, bagaimanapun juga, di depan banyak orang dia masih merasa malu untuk mempergunakan pedangnya. Maka tanpa banyak cakap, dia lalu menerjang maju dan menyerang Ceng Liong.
Ceng Liong mengelak, menangkis dan membalas, dan dia mainkan Iimu Silat Sin-coa-kun yang pada waktu itu merupakan satu-satunya ilmu silat dari keluarganya yang sudah agak matang dilatihnya. Maka, untuk berkali-kali, tosu itu terheran-heran karena serangannya luput dan tertangkis, bahkan anak itu dapat mengirim serangkain balasan yang cukup cepat.
Bagaimanapun juga, Ceng Liong hanya seorang anak kecil berusia sepuluh tahun. Gerakannya belum mantap, lengannya masih terlalu pendek dan biarpun dia mudah mewarisi tenaga sakti kakeknya, namun dia belum menguasainya benar-benar sehingga belum dapat mempergunakan sumber tenaga itu dengan baik. Maka, belasan jurus kemudian, dia mulai dihajar tunggang-langgang oleh tamparan, pukulan dan tendangan tosu itu.
"Plakkk!! Keras sekali pukulan sekali ini yang mengenai dada Ceng Liong, membuat tubuhnya terjengkang dan terbanting keras. Akan tetapi, bulu tengkuk tosu itu meremang ketika dia melihat anak itu meloncat bangun kembali. Padahal pukulannya tadi amat keras dan akan dapat mencabut nyawa seorang lawan yang cukup tangguh! Akan tetapi, Ceng Liong merasa agak pening dan tahulah anak ini bahwa keadaan gurunya terancam bahaya. Kalau orang-orang lain yang kini sudah berdiri mengepung tempat itu turun tangan, tak mungkin dia dapat melindungi gurunya.
"Mo-ong, sadarlah, bantulah! Sadarlah kalau engkau tidak ingin mati!! Ceng Liong mulai berteriak-teriak menyadarkan gurunya. Teriakannya itu tentu saja membuat si tosu dan orang-orang lain merasa terheran-heran. Tosu itupun meragu mendengar seruan anak itu. Tidak mungkin murid si raja iblis kalau menyebut kakek itu Mo-ong begitu saja. Bagaimanapun juga, dia khawatir kalau-kalau Raja Iblis itu sadar dan tentu tidak akan mudah menyerangnya maka dengan gemas tosu inipun melakukan serangan dahsyat sekali.
"Bresss....!! Tubuh Ceng Liong kini terlempar sampai empat meter lebih terkena tendangan kilat tosu itu. Tubuhnya terbanting keras dan sebelum anak itu sempat bangkit, tosu tadi telah tiba di depannya dan dengan ganas tosu itu mengirim pukulan ke arah kepala Ceng Liong!
Anak itu maklum akan datangnya bahaya maut, maka diapun teringat akan ilmu yang baru saja dilatihnya, yaitu Coan-kut-ci, maka dia mengangkat tangan kanannya menyambut pukulan itu dengan cengkeraman tangannya.
"Crottt....! Aughhh....!! Tosu itu terkejut bukan main. Karena dia kuat, maka jari-jari tangan Ceng Liong tidak sampai melubangi tulang lengannya, akan tetapi kulitnya robek dan dagingnya terluka sedikit mengeluarkan darah. Bukan main marahnya dan diapun mencabut pedangnya. Akan tetapi pada saat itu nampak sinar berkelebat dan sebuah tengkorak menyambar ke arah kepalanya dengan kecepatan dahsyat dan mendatangkan angin menyambar kuat.
"Trakkk....!! Tosu itu mengggerakkan pedangnya menangkis. Dia berhasil menangkap tengkorak itu yang runtuh ke atas tanah, akan tetapi dia sendiripun hampir saja terjengkang saking kerasnya tenaga sambitan tadi ketika bertemu dengan tangkisannya. Diapun terkejut dan memandang ke arah Hek-i Mo-ong yang ternyata kini telah berdiri di atas tumpukan tengkorak dengan kaki di bawah dan tadi dia mengunakan kakinya untuk menendang sebuah tengkorak yang melayang ke arah tosu itu.
Akan tetapi, Hek-i Mo-ong tidak memperhatikan tosu itu, melainkan memandang kepada beberapa orang yang memimpin pengepungan itu dan berdiri menghadapinya. Sementara itu, Ceng Liong juga sudah menghampiri gurunya dan berdiri di dekat tumpukan tengkorak.
"Huh, bukankah Thong-ciangkun yang datang ini? Dan juga bersama Thai Hong Lama dari Tibet, Pek-bin Tok-ong dari Go-bi dan agaknya tokoh-tokoh penting lainnya yang belum kukenal. Hemm.... hemm.... tokoh-tokoh besar berkumpul di sini dan mendatangi aku secara begini, ada keperluan apakah?! Hek-i Mo-ong menatap wajah mereka satu demi satu dan diam-diam diapun terkejut karena banyak di antara mereka itu adalah orang-orang yang berilmu tinggi. Mau apa begini banyak orang sakti yang dia tahu adalah dari golongan sesat berkumpul?
Kalau mereka ini terdiri dari para pendekar, tentu dia akan merasa khawatir karena kedatangan mereka tentu akan memusuhinya. Akan tetapi mereka ini jelas datang dari golongan hitam bercampur dengan orang-orang yang menduduki jabatan penting seperti Thong-ciangkun, maka hatinya pun tenang.
"Hek-i Mo-ong, aku datang sebagai utusan pribadi yang rahasia dari Gubernur Yong untuk mengundang para tokoh ini menghadap ke gedung beliau. Dan engkau termasuk seorang di antara para undangan itu untuk membicarakan urusan penting sekali. Maka dengan resmi aku atas nama Gubernur Yong mengundangmu, Hek-i Mo-ong, agar ikut bersama kami ke gedung gubernur.!
"Hemm, mana bisa begitu? Kalau ada urusan, katakanlah sekarang dan di sini. Tak mungkin aku pergi menghadiri suatu undangan tanpa kuketahui urusannya, biar yang mengundang itu gubernur sekalipun!!
Thong-ciangkun, perwira tinggi yang menjadi pembantu gubernur dan panglima pasukan di wilayah barat ini adalah seorang perwira yang usianya sudah enam puluh tahun dan sudah lama dia mengenal Hek-i Mo-ong. Dahulu sebagai ketua Hek-i-mo-pang, Raja Iblis ini memang sudah memiliki pengaruh yang besar di kalangan pembesar, bahkan ada hubungan baik antara dia dan Gubernur Yong, maka kini perwira itu maklum bahwa menghadapi seorang seperti Hek-i Mo-ong ini dia harus berhati-hati. Sambil tersenyum dia lalu berkata.
"Hek-i Mo-ong, saudara-saudara ini datang dari Go-bi-san, dari Tibet, dari Nepal dan dari Mongol. Mereka ini adalah sahabat-sahabat atau sekutu dari Yong-taijin. Maka engkau diundang untuk meramaikan dan memperkuat persekutuan ini agar kelak dapat memperoleh kemuliaan bersama.!
Diam-diam Hek-i Mo-ong terkejut, akan tetapi juga girang. Memang sudah menjadi niatnya untuk menentang kekuasaan Kaisar Kian Liong dan dia tahu bahwa kalau dia tidak mempunyai sekutu yang kuat, niat itu tidak akan mungkin berhasil. Baru menyerbu Pulau Es saja, biarpun dia sudah mengajak empat orang datuk lain yang lihai, dia telah kehilangan kawan-kawannya itu, yang tiga orang tewas yang seorang lagi entah lari ke mana!
Kini terbukalah kesempatan baginya dan tentu saja dia tidak mau melewatkannya begitu saja. Akan tetapi, dia adalah Hek-i Mo-ong dan di dalam persekutuan itu, dia harus dapat menjadi yang nomor satu atau setidaknya, menjadi pembantu gubernur yang paling berpengaruh dan lihai. Maka, dia harus pula memperlihatkan kelihaiannya di depan semua orang ini. Dia tersenyum kepada Thong-ciangkun.
"Baik, aku akan ikut menghadap. Akan tetapi ada satu syarat yang harus dipenuhi, yaitu aku akan membuat perhitungan dengan tosu bau itu. Sebelum itu, aku tidak akan mau pergi.! Dia menudingkan telunjukya ke arah tosu yang tadi menyerangnya dan berkelahi dengan Ceng Liong. Tosu itu berdiri dengan muka pucat, akan tetapi sepasang matanya berapi-api penuh kebencian.
Thong-ciangkun memandang ke arah tosu itu dan alisnya berkerut. Tosu itu adalah Yang I Cinjin, seorang tosu perantau pertapa di daerah Pegunungan Himalaya, bukan dari golongan kaum sesat akan tetapi memiliki ambisi besar untuk membantu dan kelak memperoleh kedudukan tinggi yang mulia. Karena kepandaiannya tinggi maka Gubernur Yong menghubunginya dan ingin menarik tenaganya untuk membantu, di samping pengetahuannya yang luas menguasai daerah Himalaya dari sekitar Tibet.
"Sungguh kami tidak tahu bahwa antara Yang I Cinjin dan engkau ada suatu urusan, Hek-i Mo-ong. Cinjin, mengapa engkau tadi menyerang Hek-i Mo-ong dan anak itu?!
"Iblis ini pernah membunuh guru dan suheng pinto, dan memaksa isteri suheng menjadi selirnya. Maka, apapun akibatnya, hari ini pinto harus menebus hutang itu!! kata Yang I Cinjin.
Mendengar keterangan itu, mengertilah Thong-ciangkun bahwa dia tidak dapat turun tangan melerai atau mendamaikan. Permusuhan itu agaknya terlampau mendalam sehingga satu-satunya yang dapat mengakhiri hanyalah adu nyawa! Maka diapun melangkah mundur dan berkata.
"Kami mempunyai urusan penting, tidak akan mencampuri segala urusan pribadi.! Mendengar ucapan ini, para tokoh lainnya juga melangkah mundur dan hanya menonton dari jauh. Bagaimanapun juga demi untuk suksesnya persekutuan mereka, tentu saja mereka berpihak kepada orang yang lebih kuat, yang tentu akan merupakan tenaga yang lebih berharga bagi persekutuan mereka.
Hek-i Mo-ong menghampiri tosu yang untukanya pucat itu.
"Ha ha, kiranya engkau adalah sute dari Yang Heng Cinjin dan murid dari Thian-teng Losu. Tidak ada perlunya menerangkan sebab-sebab urusan lama. Kalau engkau hendak menggali urusan lama dan membalas, majulah!!
Yang I Cinjin mencabut pedangnya dan nampak sinar berkelebat. Jelas dapat diduga bahwa pedangnya itu tentu sebatang pedang pusaka yang ampuh. Akan tetapi, Hek-i Mo-ong tertawa mengejek dan menoleh kepada Ceng Liong yang juga melangkah mundur dan menonton dengan jantung berdebar tegang dan gembira melihat gurunya akan bertanding dengan tosu yang sudah diketahui kelihaiannya itu.
"Heh, Ceng Liong, Coan-kut-ci yang kaumainkan tadi sudah baik akan tetapi kurang kuat. Kau lihat baik-baik bagaimana harus mainkan Coan-kut-ci dan mengalahkan tosu bau ini!!
"Iblis busuk lihat pedang!! Tiba-tiba tosu itu membentak dan pedangnya diputar sedemikian cepatnya sehingga lenyaplah bentuk pedangnya, berobah menjadi sinar bergulung-gulung. Semua orang memandang kagum. Memang tosu ini adalah seorang ahli pedang yang kenamaan dan kalau tadi dia tidak menggunakan pedang adalah karena sebagai seorang ahli pedang dia enggan menghadapi seorang bocah berusia sepuluh tahun dengan senjata yang ampuh itu.
Akan tetapi sekali ini, ahli pedang itu berhadapan dengan Hek-i Mo-ong, seorang datuk kaum sesat yang memiliki kepandaian amat tinggi. Sebelum menghadapi pedang lawan, Hek-i Mo-ong menggulung kedua lengan bajunya dan kini dengan kedua lengan telanjang dia menandingi pedang lawan. Hek-i Mo-ong menangkis, mengelak dan mempermainkan. Terdengar bunyi tak-tok-tak-tok ketika kedua lengan itu menangkis pedang dan setiap kali menangkis dan pedang bertemu dengan lengan telanjang, tosu itu merasa betapa tangannya tergetar hebat dan hanya dengan pengerahan tenaga sajalah dia masih berhasil mempertahankan pedangnya sehingga tidak terlepas dari pegangannya.
Setelah membiarkan lawan menghunjamkan serangan sampai tiga puluh jurus tanpa dibalasnya, seolah-olah memperlihatkan kepada semua yang menonton bahwa serangan-serangan itu sama sekali tidak ada artinya baginya, dan menyatakan pula bahwa dia sudah banyak memberi "hati! dan kelonggaran kepada lawan, juga untuk mendemonstrasikan keunggulan dan kepandaiannya, tiba-tiba kakek itu berseru.
"Ceng Liong, lihat Coan-kut-ci ini!! Maka mulailah kakek ini mengerahkan tenaga dan kedua tangannya membentuk cakar, persis seperti ketika Ceng Liong berlatih tadi.
"Haaaiiiiittt.... ah....!! Tangan kirinya bergerak mencengkeram ke depan, ke arah pedang yang menusuk lambungnya. Lengan itu meluncur ke depan dan ketika tangannya yang membentuk cakar itu bertemu pedang, pergelangan tangannya bergoyang kuat, tangannya mencengkeram dibarengi bentakan "ahh!! tadi.
"Krekkk!! Ujung pedang itu kena dicengkeram dan patah!
"Haaiiiiittt, ahh!! Tangan kanan menyambar ke depan, sebelum dapat dihindarkan oleh tosu yang terkejut setengah mati melihat betapa pedang pusakanya dicengkeram patah itu, tangan kanannya sudah mencengkeram pergelangan tangan kanan lawan yang memegang pedang.
"Krakkk....!! Tosu itu mengeluh dan ketika dia meloncat ke belakang, lengan kanannya terkulai karena tulang lengan itu sudah patah dan remuk, hanya tinggal kulit saja yang menahan sehingga lengan itu tidak buntung. Pedangnya terlepas dan jatuh ke atas tanah.
Kini tubuh Hek-i Mo-ong bergerak ke depan, mulutnya melengking.
"Haiiiiitttt, ah!! Dan cengkeraman tangan kiriya menyambar ganas ke arah perut. Tosu itu maklum akan hebatnya cengkeraman tangan yang mengandung hawa mujijat Coan-kut-ci itu, cepat mengelak ke samping. Cengkeraman itu luput, akan tetapi ternyata cengkeraman itu hanya merupakan pancingan karena kini cengkeraman tangan kanan sudah menyambar ke arah kepala lawan.
"Haiiiiittt! Ahhh!! Dan cengkeraman tangan kanan itu menyambar dahsyat, tak dapat dielakkan lagi.
"Crotttt....!! Lima jari tangan kanan Hek-i Mo-ong amblas ke dalam kepala tosu itu. Tosu itu membalik, mulutnya terbuka dan mengeluarkan pekik aneh dan ketika Hek-i Mo-ong mencabut jari-jari tangannya, tubuh tosu itu mengejang lalu terkulai, jatuh terguling ke atas tanah. Terdapat lima lubang di kepalanya dari mana mengucur darah bercampur otak dan tosu itu tewas seketika.
Semua orang yang menyaksikan perkelahian itu bergidik ngeri. Bukan oleh pembunuhan itu karena mereka semua adalah orang-orang yang sudah biasa melihat perkelahian dan pembunuhan. Akan tetapi mereka ngeri menyaksikan ilmu cengkeraman maut yang mengerikan itu. Mereka yang mengenal betapa lihainya pedang dari Yang I Cinjin, lebih-lebih merasa kagum bukan main dan tahu bahwa Raja Iblis itu memiliki tingkat kepandaian yang amat tinggi. Tentu saja, orang-orang seperti Thai Hong Lama, Pek-bin Tok-ong dan beberapa orang lagi dalam rombongan itu tidak menjadi heran. Bahkan Pek-bin Tok-ong tertawa sambil mengacungkan ibu jarinya.
"Ha-ha-ha, bukan main hebatnya Coan-kut-ci itu, Mo-ong. Engkau semakin tua menjadi semakin lihai saja!!
"Omitohud!! kata Thai Hong Lama sambil merangkap jari-jari tangannya di depan dada seperti orang bersujud.
"Coan-kut-ci itu memang ilmu yang hebat!!
Hek-i Mo-ong tertawa.
"Hah, pujian kalian itu kosong belaka, untuk menutupi kalian mentertawakan pukulanku tadi. Mana bisa dibandingkan dengan Hun-kin Coh-kut-ciang (Tangan Pemutus Otot dan Pelepas Tulang) dari Pek-bin Tok-ong dan ilmu pukulan Cui-beng Sin-ciang (Tangan Sakti Pengejar Arwah) dari Thai Hong Lama?!
"Heh-heh, itu masih harus dibuktikan, masih harus dibuktikan!! kata Pek-bin Tok-ong sambil terkekeh.
"Omitohud, mana yang lebih hebat, sukar untuk dapat dikatakan!! kata pula Thai Hong Lama dan ucapan itupun mengandung arti bahwa dia tidak atau belum menerima kalah.
Thong-ciangkun lalu melangkah maju dan menjura.
"Hek-i Mo-ong, setelah utusan pribadi selesai, kami mengundang dengan resmi untuk bersama kami berkunjung ke tempat pertemun. Bagaimana, dapatkah undangan kami terima?!
Hek-i Mo-ong mengangguk-angguk.
"Baik, akan tetapi aku harus datang berdua dengan muridku ini. Bukankah begitu, Ceng Liong muridku?!
Ceng Liong mengangguk. Dia merasa bangga akan kemampuan gurunya yang demikian mudah dan dia merasa kagum akan kelihaian gurunya.
"Memang harus begitu, Mo-ong. Aku tidak sudi ditinggal di sini sendirian saja!! Tentu saja semua orang merasa heran sekali mendengar ucapan bocah itu terhadap gurunya, demikian kasar tanpa hormat, bahkan menyebut gurunya Mo-ong begitu saja.
"Kalau begitu, marilah kita berangkat!! kata pula Thong"ciangkun.
Hek-i Mo-ong mengangguk dan menyuruh Ceng Liong berkemas membawa pakaian. Pada saat itu terdengar teriakan dan tangis orang. Kiranya seorang pemuda tanggung yang usianya tidak akan lebih dari tiga belas tahun telah berlutut dan menangisi mayat Yang I Cinjin, kemudian memondong mayat itu dan pergi dari situ. Sebelum pergi dia menoleh dan memandang kepada Hek-i Mo-ong dan Ceng Liong. Peristiwa ini mengejutkan semua orang dan seorang di antara mereka yang berada di situ berkata.
"Itu adalah muridnya....!
Mendengar ini, Hek-i Mo-ong tertawa bergelak.
"Hei, anak tikus, lihat dan ingat baik-baik muka Hek-i Mo-ong dan Ceng Liong muridku ini. Aku tidak akan membunuhmu, memberi waktu dan kesempatan kepadamu untuk kelak datang mencari aku atau muridku ini, ha-ha-ha!!
Di dalam hatinya, Ceng Liong sungguh tidak setuju dengan sikap gurunya itu, akan tetapi karena ucapan itu sudah terlanjur dikeluarkan, diapun hanya memandang kepada anak itu dengan penuh perhatian agar dia tidak akan mudah melupakannya kelak. Dia melihat sebuah tahi lalat hitam di ujung bawah telinga kiri anak itu dan ini menjadi tanda yang takkan pernah dilupakan oleh ingatan Ceng Liong yang tajam. Setelah menatap wajah Hek-i Mo-ong dan Ceng Liong, anak itu sambil menangis melanjutkan perjalanan memondong jenazah gurunya dan pergi dari tempat itu.
Bagaimanapun juga, peristiwa ini membuat Thong-ciangkun merasa tidak enak dan diapun cepat merobah suasana dengan memperkenalkan tokoh-tokoh yang lain kepada Hek-i Mo-ong.
"Karena akan menjadi rekan seperjuangan, maka kami ingin memperkenalkan sahabat-sahabat ini kepadamu, Mo-ong. Ini adalah saudara Siwananda, dialah wakil koksu (guru negara) Kerajaan Nepal yang baru dan yang telah memperoleh kekuasaan mutlak dari Raja Nepal untuk menghadap Yong-taijin.!
"Hemm, Koksu Nepal? Aku pernah mengenal Sam-ok Bun Hwa Sengjin....! kata Hek-i Mo-ong.
"Saudara Lakshapadma? Dia memang pernah menjadi Koksu Nepal, akan tetapi karena mengalami kegagalan tidak berani pulang ke Nepal. Kami pernah mendengar bahwa dia bekerja sama denganmu sampai menemui kematiannya di tangan Jenderal Muda Kao Cin Liong.!
Hek-i Mo-ong mengangguk-angguk. Kiranya orang-orang Nepal ini telah mendengar segalanya dan dia percaya bahwa tentu orang inipun lihai seperti juga Sam-ok Ban Hwa Sengjin dahulu. Seperti diceritakan dalam kisah Suling Emas dan Naga Siluman , Sam-ok Ban Hwa Sengjin adalah orang ke tiga dari Ngo-ok (Lima Jahat) dan pernah menjadi Koksu Nepal. Akhirnya, ketika Sam-ok bersekutu dengan Hek-i Mo-ong dan bentrok dengan para pendekar muda, Sam-ok tewas di tangan Jenderal Muda Kao Cin Liong.
"Dan saudara ini adalah kepala Suku Tailu-cin dari Mongol. Dia mewakili sukunya untuk berunding dengan Gubernur Yong.!
Hek-i Mo-ong dan orang Mongol bertubuh raksasa itu saling memberi hormat. Kemudian mereka berangkat menuju ke kota Li-tan yang letaknya di dekat perbatasan antara Tibet, Ching-hai dan Propinsi Uighur yang kemudian menjadi daerah yang disebut Sin-kiang (Daerah baru). Pasukan pengawal Thong-ciangkun mengiringkan mereka sehingga mereka itu dianggap sebagai tamu-tamu pemerintah dan tidak menimbulkan kecurigaan pada rakyat.
Di dalam sebuah gedung di kota Li-tan ini telah menanti Guberur Yong. Pembesar ini bernama Yong Ki Pok peranakan Uighur yang memperoleh kedudukannya melalui ketentaraan. Karena Kaisar Kian Liong paling benci akan kecurangan para pembesar, maka pembersihan diadakan sampai ke daerah ini dan Gubernur Yong merasa tersinggung ketika menerima teguran dari para pejabat pemeriksa.
Maka, diam-diam gubernur ini lalu mengadakan hubungan dengan pihak-pihak lain yang menentang kekuasaan kaisar. Apalagi ketika dia mendengar pergerakan pasukan Nepal yang melakukan penyerbuan ke Tibet, dianggapnya itulah kesempatan baik untuk bersekutu dengan pasukan asing agar kedudukanya menjadi lebih kuat. Maka dia lalu mengutus Thong"ciangkun, orang kepercayaannya untuk menghubungi pihak-pihak itu dan pada hari ini diadakan pertemuan antara wakil-wakil semua pihak dan dengan Gubernur Yong sendiri.
Mereka sudah berkumpul di dalam ruangan itu, sebuah ruangan besar yang cukup mewah. Meja besar diatur memanjang sehingga semua orang dapat duduk di sekelilingnya. Agak lucu melihat Ceng Liong, anak berusia sepuluh tahun itu, duduk pula semeja dengan gubernur dan tokoh-tokoh kaum persilatan yang berilmu tinggi itu. Lucu dan janggal. Akan tetapi ini merupakan syarat kehadiran Hek-i Mo-ong, yang tidak mau berpisah dari muridnya. Tak ada seorangpun di antara mereka itu pernah menduga seujung rambutpun bahwa bocah itu adalah cucu dalam dari Pendekar Super Sakti dari Pulau Es! Entah apa akan menjadi reaksinya kalau hal ini mereka ketahui. Hek-i Mo-ong sendiri duduk dengan tenang sambil memandang dan memperhatikan orang-orang yang duduk semeja dengannya itu.
Dengan sinar matanya yang tajam, Hek-i Mo-ong memperhatikan tokoh-tokoh yang hadir dan sinar matanya seperti menilai dan mengukur kelihaian mereka itu. Yang hadir di tempat itu memang merupakan tokoh-tokoh yang amat lihai. Panglima Thong Su adalah tangan kanan Gubernur Yong dan panglima yang usianya sudah enam puluh tahun ini, yang tubuhnya tegap dan terlatih, adalah seorang ahli perang yang berpengalaman. Biarpun ilmu silat atau kekuatan pribadinya tidaklah demikian hehat, namun dalam gerakan perang, orang seperti dia amat diperlukan untuk memimpin pasukan dan mengatur siasat pertempuran.
Thai Hong Lama, pendeta dari Tibet yang kepalanya gundul dan jubahnya merah itu nampak menyeramkan. Tubuhnya tinggi besar dan nampak kokoh kuat, sepasang telinganya lebar sekali dan tangan kirinya memutar-mutar biji tasbeh dengan sikap alim seperti sepatutnya menjadi sikap seorang pendeta. Sebatang suling terselip di pinggang, tertutup jubah. Akan tetapi, di balik sikap alim ini tersembunyi ambisi yang amat besar. Pada waktu itu, Tibet termasuk wilayah yang tunduk kepada pemerintah Ceng yang dikendalikan oleh Kaisar Kian Liong dan sebagai kepala-kepala daerah, ditunjuklah beberapa orang pembesar yang bekerja sama dengan para pendeta Lama yang berpengaruh.
Thai Hong Lama tidak kebagian tempat karena pendeta ini, biarpun memiliki kepandaian tinggi, telah dicap sebagai seorang penyeleweng ketika beberapa tahun yang lalu dia tertangkap basah memperkosa seorang wanita di kuilnya. Maka, diam-diam dia merasa sakit hati dan bercita-cita untuk menggulingkan mereka yang berkuasa di Tibet dan agar dia dapat terangkat menjadi orang nomor satu yang paling berkuasa di daerah itu. Ilmu silatnya tinggi dan sin-kangnya sudah sedemikian kuatnya sehingga dengan tenaga khi-kang kalau dia meniup sulingnya, dia dapat menyerang lawan dengan suara suling itu! Juga tasbeh yang selalu dipermainkan oleh jari-jari tangan kirinya seperti orang bersembahyang membaca mantera setiap saat itu sesungguhnya merupakan senjata yang ampuh.
Kemudian Hek-i Mo-ong memperhatikan Pek-bin Tok"ong. Dia sudah tahu akan kelihatan orang ini. Pek-bin Tok-ong (Raja Racun Muka Putih) adalah seorang kakek berusia enam puluh lima tahun, seorang tokoh Pegunungan Go-bi-san yang luas itu. Dia berpakaian pertapa, serba putih dan longgar, rambunya putih panjang dan kadang-kadang dibiarkan terurai, kadang-kadang digelung ke atas secara sembarangan saja. Tubuhnya kurus tinggi dan mukanya putih seperti kapur, karena muka yang putih itulah maka dia dijuluki Raja Racun Muka Putih.
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari julukannya saja orang sudah dapat menduga bahwa tokoh ini adalah seorang ahli yang lihai sekali dalam hal racun. Akan tetapi, bukan dalam urusan mengenai racun saja dia lihai, juga ilmu silatnya amat tinggi dan lebih berhahaya lagi adalah ilmu-ilmunya yang semua dilatih dengan hawa beracun sehingga pukulannya bukan saja kuat, melainkan juga mengandung racun mengerikan. Satu di antara ilmu-ilmunya yang amat hebat, seperti yang disebut oleh Hek-i Mo-ong tadi, adalah ilmu pukulan Hun-kin Coh-kut-ciang (Tangan Memutuskan Otot Melepaskan Tulang).
Orang lain yang diperhatikan oleh Hek-i Mo-ong adalah Siwananda dan Tailucin. Siwananda berusia enam puluh tahun lebih, seorang Gorkha yang berkulit kehitaman, tinggi besar dan tubuhnya berbulu, mukanya brewok dan rambut kepalanya yang masih hitam itu dibalut kain kuning. Wakil Koksu Nepal ini juga amat lihai dan tenaganya dapat dilihat dari keadaan tubuhnya. Walaupun dia kurus, namun nampak tinggi besar karena tulang-tulangnya memang besar dan kokoh kuat. Dia bukan hanya pandai ilmu silat Nepal, akan tetapi juga ahli gulat dan pandai pula ilmu sihir.
Biarpun tubuh Thai Hong Lama dan Siwananda dari Nepal itu termasuk tinggi besar, akan tetapi mereka itu nampak sedang-sedang saja kalau dibandingkan dengan Tailucin, tokoh Mong ol itu. Tailucin ini, yang mengaku sebagai keturunan Jenghis Khan, itu Raja Mong ol yang amat termasyhur, bertubuh raksasa. Diapun lihai sekali dan bertenaga gajah. Juga dia pandai berlari sangat cepat seperti larinya kuda dan juga amat pandai menunggang kuda, bahkan pandai menjinakkan kuda-kuda liar.
Tentu saja di samping itu semua, dia ahli pula dengan ilmu silat dan gulat Mong ol. Seperti diketahui, Bangsa Mong ol pernah menjajah daratan Tiong kok dan mendirikan Dinasti Goan-tiauw, mengoper sebagian besar kebudayaan Tiong kok, termasuk ilmu silatnya. Maka raksasa Mong ol inipun tidak asing dengan ilmu silat yang telah dipelajarinya semenjak dia masih kecil. Kalau senjata dari Siwananda berupa sebatang tong kat pikulan yang berat, maka senjata Tailucin ini lebih dahsyat lagi, yaitu sebuah tong kat penggada yang besar dan lebih berat, terbuat dari pada kayu dari batang semacam pohon yang dinamakan pohon besi.
Hek-i Mo-ong sudah pernah mendengar banyak mengenai kelihaian Thai Hong Lama dari Tibet dan Pek-bin Tok-ong dari Go-bi, akan tetapi dia belum pernah mendengar tentang Siwananda dan Tailucin, maka diapun hanya dapat menduga-duga saja sampai di mana kehebatan kedua orang ini.
"Kami merasa gembira sekali melihat betapa lo-sicu (orang tua gagah) Hek-i Mo-ong suka memenuhi undangan kami dan dapat hadir dalam pertemuan ini. Kami harap saja bahwa kehadiran lo-sicu ini berarti bahwa lo-sicu telah sanggup untuk membantu kami, bukan?! Demikian antara lain Gubernur Yong berkata kepada Hek-i Mo-ong .
Hek-i Mo-ong menatap wajah pembesar itu dengan berani dan tajam seperti hendak menjenguk isi hatinya, kemudian dengan suara lantang diapun menjawab.
"Taijin, terus terang saja tadinya saya sedikitpun juga tidak mempunyai niat atau minat untuk mencampuri urusan pergerakan dan pemberontakan terhadap pemerintah. Resiko dan bahayanya terlampau besar menentang pemerintah yang amat kuat. Akan tetapi, karena saya sejak dahulu tidak suka kepada Kaisar Kian Liong dan melihat adanya sahabat-sahabat dari Tibet, Nepal, dan Mongol yang bekerja sama, saya sanggup membantu, akan tetapi hanya dengan satu syarat....!
Hek-i Mo-ong menghentikan kata-katanya dan menatap wajah mereka yang hadir satu demi satu, seolah-olah hendak melihat apakah ada yang menentang atau merasa tidak setuju dengan ucapannya itu. Akan tetapi semua orang hanya mendengarkan tanpa reaksi pada wajah mereka, hanya Gubernur Yong mengerutkan alisnya karena pembesar ini diam-diam mengkhawatirkan bahwa syarat yang diajukan oleh Raja Iblis ini akan terlampau memberatkan dirinya.
"Syarat apakah itu? Kalau memang pantas dan dapat dilaksanakan, apa salahnya? Harap lo-sicu suka memberitahu.! Gubernur Yong yang pandai mempergunakan tenaga orang-orang kuat ini berkata dengan nada suara ramah.
"Taijin, sudah menjadi watakku bahwa satu kali saya bekerja, saya akan melakukannya dengan pencurahan seluruh tenaga dan pikiran, dan akan saya bela sampai mati. Oleh karena itu, tanpa imbalan yang pantas, tentu saja saya segan untuk melakukannya. Imbalan atau syarat itu adalah bahwa taijin akan mengangkat saya menjadi penasihat utama dan kalau kelak taijin berhasil, saya diangkat menjadi koksu.!
Semua orang terkejut mendengar ini. Jabatan koksu adalah jabatan yang amat tinggi dalam sebuah pemerintahan karena koksu memiliki kekuasaan yang amat besar, hanya di bawah kekuasaan raja. Bahkan sang raja akan selalu bertindak setelah memperoleh nasihat dan persetujuan dari koksu. Akan tetapi, Gubernur Yong tertawa gembira.
"Ah, tanpa syarat itupun kami akan merasa berterima kasih dan bergembira sekali kalau lo-sicu suka menjadi pembantu dan penasihat utama kami. Tentu saja syarat itu kami terima dengan segala senang hati!!
Tiba-tiba Thong-ciangkun, panglima yang sudah belasan tahun mengabdi kepada gubernur itu dan menjadi kepercayan utama, berdehem lalu berkata dengan lembut dan sopan.
"Harap taijin dan cu-wi yang hadir suka memaafkan saya. Terutama sekali harap Mo-ong suka memaafkan karena sesungguhnya saya bukan bermaksud menentang, melainkan sudah menjadi kewajiban saya untuk mengingatkan Yong -taijin yang menjadi atasan saya. Begini, taijin. Jabatan calon koksu adalah jabatan yang amat penting sekali. Seorang koksu bukan saja harus pandai mengatur siasat dan menasihati atasannya, akan tetapi juga harus memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, lebih tinggi daripada kepandaian orang-orang lain yang membantu taijin. Oleh karena itu saya kira sudah amat tepat kalau kita semua melihat sampai di mana kehebatan ilmu kepandaian Mo-ong agar kita semua dapat menilai apakah memang dia sudah cukup pantas untuk menjadi seorang calon koksu.!
Wajah Hek-i Mo-ong berobah merah ketika dia menatap tajam kepada panglima itu.
"Hemm...., Thong-ciangkun, agaknya engkau sendiri juga menginginkan kedudukan calon koksu? Kalau begitu, majulah dan mari kita memperebutkan kedudukan itu!! berkata demikian, Hek-i Mo-ong sudah bangun dari tempat duduknya.
Thong Su juga bangkit lalu menjura kepada Hek-i Mo-ong sambil tersenyum.
"Ah, satu di antara syarat menjadi koksu haruslah dapat menahan kesabaran hati, Mo-ong. Bukan sekali-kali aku bermaksud memperebutkan kedudukan koksu. Aku seorang perajurit, seorang perwira, sama sekali tidak pandai bersiasat, kecuali siasat perang. Dalam hal perang, tentu saja aku berani melawanmu, akan tetapi dalam hal ilmu silat, sedikitpun aku tidak akan menandingimu.!
Hek-i Mo-ong tersenyum "Kalau engkau tidak ingin menjadi koksu, mengapa engkau mengusulkan agar aku diuji? Nah, kalau engkau hendak menguji, majulah!!
Kembali Thong Su mengangkat kedua tangan memberi hormat.
"Jangan salah sangka, Mo-ong. Bukan sekali-kali aku hendak mengujimu, dan bukan sekali-kali aku tidak percaya akan kepandaianmu. Akan tetapi, tanpa memperlihatkan kepandaian, kedudukan jabatan penting itu berarti kau peroleh terlalu mudah dan tidak mengesankan. Karena itu, engkau harus memperlihatkan kepandaianmu di depan gubernur.!
"Dengan cara bagaimana? Siapa yang akan mengujiku?! tanya Hek-i Mo-ong dengan sikap takabur karena tokoh ini memang sudah biasa memandang rendah semua orang dan mengangkat diri sendiri di tempat tertinggi.
"Aku sendiri tidak begitu pandai ilmu silat, akan tetapi di sini hadir ahli-ahli yang pandai, yaitu Thai Hong Lama, Pek-bin Tok-ong, saudara Siwananda dan saudara Tailucin. Sebagai para pembantu dan sekutu dari taijin, maka saya kira mereka berempat tidak keberatan untuk membantu taijin menguji kelihaian orang yang pantas menjadi calon koksu. Kelirukah pendapat hamba ini, taijin?!
Gubernur Yong tersenyum lebar dan mengangguk-angguk.
"Sungguh bagus sekali usul itu! Memang sudah lama aku mendengar akan kelihaian cu-wi lo-sicu yang terhormat. Dan sekarang, setelah kita memperoleh kesempatan berkumpul, agaknya sayang kalau aku menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyaksikan dengan mata sendiri kehebatan para pembantu dan sekutuku. Tentu saja kalau cu-wi tidak berkeberatan.!
Hek-i Mo-ong segera menjawab.
"Saya tidak berkeberatan, kalau saja keempat orang saudara yang gagah ini melakukan ujian terhadap diri saya.! Ucapan ini setengah merupakan tantangan kepada empat orang yang hadir itu!
Pek-bin Tok-ong adalah tokoh dunia persilatan yang sepeti kebanyakan para tokoh kang-ouw selalu "haus! akan ilmu silat dan mempunyai kesukaan mengadu ilmu untuk menguji kepandaian masing-masing. Kini mendengar usul Thong-ciangkun yang sudah disetujui oleh gubernur dia menjadi gembira sekali.
"Kalau hanya merupakan ujian kepandaian, apa salahnya? Pibu untuk menguji seseorang merupakan hal yang biasa saja dan saya sungguh merasa setuju sekali!! Tokoh ini baru saja merampungkan ilmunya Hun-kin Coh-kut-ciang yang dahsyat, maka diam-diam diapun ingin sekali mengadu ilmunya dengan Ilmu Tok-hwe-ji yang dikuasai Hek-i Mo-ong!
Tailucin mengerutkan alisnya. Dengan bahasanya yang kaku dan asing diapun berseru.
"Akan tetapi, saya sama sekali tidak mengenal ujian kepandaian berkelahi yang tidak akan mendatangkan cedera, bahkan mungkin kematian kepada seseorang. Kalau sekali saya maju memperlihatkan kepandaian, maka akibatnya hanya dua, yaitu saya menang atau kalah. Kalau memang, tentu pihak lawan cedera atau mati dan demikian sebaliknya kalau saya kalah, saya cedera atau mati. Bukankah hal ini akan merugikan sekali bagi persekutuan kita?!
Siwananda hanya tersenyum saja. Dia hanya akan menurut bagaimana keputusan teman-temannya yang hadir di situ. Wakil Koksu Nepal ini adalah seorang cerdik dan tidak mau mengambil tindakan sembrono. Dia tidak mau menyinggung hati seorang di antara mereka yang dianggap menjadi sekutunya, yang akan menguntungkan negaranya dalam pergerakan negaranya.
Thai Hong Lama masih memutar tasbehnya ketika dia berkata.
"Omitohud....! Kekerasan tidak akan mengatasi persoalan! Masalah ujian kepandaian ini dapat saja dilakukan tanpa kekerasan, yaitu dengan jalan menguji ketangkasan yang menjadi inti dari ilmu kepandaian silat. Entah Hek-i Mo-ong setuju ataukah tidak dengan pendapat pinceng ini.!
Suling Emas Naga Siluman Eps 32 Suling Emas Naga Siluman Eps 23 Suling Emas Naga Siluman Eps 9