Ceritasilat Novel Online

Kisah Pendekar Pulau Es 43


Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 43



"Brettt....!! Biarpun kulit tubuhnya belum tersayat, akan tetapi ujung bajunya terobek ujung pedang. Barulah Ceng Liong benar-benar merasa terkejut sekarang. Jarang ada lawan yang akan mampu merobek ujung bajunya dengan pedang, dan hal ini saja membuktikan bahwa lawannya benar-benar amat tangguh.

   "Tringgg....!! Tiba-tiba nampak api berpijar ketika pedang di tangan Sim Houw yang masih terus mengejar Ceng Liong itu tertangkis sebatang suling emas.

   "Nona Kam.... kau.... kenapa....?! Sim Houw terkejut sekali dan terbelalak memandang wajah Bi Eng. Biarpun gadis ini dengan resmi menjadi tunangannya, bahkan di antara mereka masih ada hubungan perguruan karena dia digembleng ayah gadis itu dan sebaliknya gadis itu menjadi murid ayahnya, namun mereka berdua tidak pernah bergaul dan Sim Houw adalah seorang pemuda pemalu yang tidak pernah bergaul dengan wanita. Oleh karena itu dia merasa sungkan dan malu dan menyebut gadis itu dengan sebutan "nona!. Tentu saja pemuda ini merasa kaget dan heran sekali melihat betapa tunangannya itu menangkis pedangnya yang hendak menyerang laki-laki yang membuat tunangannya tadi nampak bingung dan menangis!

   "Sim-koko, jangan serang dia!! kata Bi Eng dengan mata masih basah dengan air mata. Pada saat itu empat orang perajurit pemerintah datang menerjang. Pedang di tangan Sim Houw dan suling di tangan Bi Eng bergerak membentuk sinar dan robohlah empat orang perajurit itu tanpa dapat bangun maupun bergerak lagi.

   "Eng-moi, mari kita pergi....!! kata Ceng Liong. Bi Eng nampak ragu-ragu dan Ceng Liong lalu memegang tangan gadis itu, menariknya pergi dari situ. Melihat ini, Sim Houw memandang bengong dan bingung.

   Pada saat itu, terdengar teriakan ayahnya. Sim Houw cepat membalikkan tubuhnya dan terkejut bukan main melihat ayahnya dikeroyok oleh puluhan orang perwira dan perajurit pemerintah. Di antara para perwira yang rata-rata lihai itu terdapat seorang laki-laki yang gerakannya aneh dan lihai sekali, yang memainkan sebatang pedang, dan membuatnya terkejut karena dia seperti mengenal gerakan-gerakan yang mirip dengan Koai-liong Kiam-sut!

   Ayahnya bukan hanya terdesak, akan tetapi agaknya sudah terluka parah. Tubuhnya mandi darah dan biarpun pedang Pek-kong Po-kiam masih amat hebat dan merobohkan lagi beberapa orang, namun luka-luka di tubuhnya akibat anak panah dan bacokan-bacokan membuat ayahnya terhuyung-huyung. Kiranya, betapapun lihainya Sim Hong Bu, menghadapi pengeroyokan puluhan orang yang tak pernah berkurang jumlahnya karena setiap kali ada yang roboh, ada pula penggantinya yang maju, akhirnya kakek ini kehabisan tenaga dan berkurang kecepatannya sehingga dia terluka oleh beberapa batang anak panah dan senjata lawan. Apalagi ketika Louw Tek Ciang membantu belasan orang perwira yang mengeroyok pendekar ini, keadaan Sim Hong Bu benar-benar repot.

   "Ayah....!! Sim Houw berteriak dan lari menghampiri tempat dimana ayahnya terkurung ketat itu dan diapun mengamuk. Pedang di tangannya mengeluarkan suara melengking-lengking dan banyak perajurit dan perwira roboh oleh sinar pedangnya. Akibat kehebatan pemuda ini, Tek Ciang sendiri menjadi terheran-heran dan kagum bukan main. Tadipun dia sudah mengenal Kai-liong Kiam-sut. Sebagai murid keluarga Cu, tentu saja dia sudah mendengar tentang Sim Hong Bu yang dianggap murid bahkan mantu durhaka dari keluarga Cu itu.

   Maka ketika dia mengeroyok pendekar itu, dia mengenal gerakan Koai-liong Kiam-sut yang mempunyai dasar-dasar gerakan mirip dengan ilmu pedang yang dipelajarinya dari keluarga Cu, dan melihat suami Cu Pek In itu, timbul keinginan hati Tek Ciang untuk membunuhnya. Guru-gurunya sudah bercerita tentang kehebatan ilmu pedang itu dan kini dia mendapatkan kenyataan betapa lihainya pendekar itu. Akan tetapi setelah dia dan kawan-kawannya hampir berhasil merobohkan Sim Hong Bu, tiba-tiba muncul pemuda yang amat lihai itu.

   "Ayah....!! Sim Houw merangkul ayahnya ketika berhasil membuat para pengeroyok ayahnya kocar-kacir.

   "Houw-ji.... aku sudah terluka.... tinggalkan aku dan selamatkanlah dirimu.... engkau tidak boleh mati.... engkau harus melanjutkan perjuanganku kelak.... menyusun tenaga baru....! Sim Hong Bu terengah-engah menahan nyeri dan dia tetap gagah, pedangnya melintang di depan dada.

   "Tidak, ayah.... aku harus melindungimu....!

   Pada saat itu, Louw Tek Ciang yang merasa penasaran karena ingin sekali merampas pedang pusaka, sudah menghimpun pembantu-pembantu yang lihai dan mengepung lalu menerjang ayah dan anak itu. Sim Houw menyambut dan terjadilah perkelahian seru antara Sim Houw dan Tek Ciang. Sim Houw terkejut bukan main mendapat kenyataan betapa lawannya ini amat tangguh, bukan hanya mampu menahan serangan pedangnya, bahkan mampu pula membalasnya dengan amat hebat!

   Lebih terkejut lagi ketika kini dia dapat melihat semakin nyata bahwa dasar-dasar gerakan ilmu pedang dari orang ini mirip dengan Koai-liong Kiam-sut! Maka diapun memutar pedangnya dan begitu dia mainkan gabungan Koai-liong Kiam-sut dan Sin-siauw Kiam-sut, Tek Ciang mengeluarkan seruan kaget dan terdesak hebat! Suara melengking-lengking yang keluar dari pedang pemuda itu mengingatkannya akan suara tiupansuling keluarga Kam yang pernah membuatnya kalah.

   Sementara itu, keadaan Sim Hong Bu semakin payah. Karena terlalu banyak mengeluarkan darah, orang tua yang gagah perkasa ini semakin berkurang tenaganya dan menghadapi pengeroyokan para perwira, biarpun dia masih berbahaya dandapat merobohkan lawan yang terlalu dekat dengannya, namun dia menerima pula beberapa kali tusukan tombak dan tubuhnya semakin terhuyun-huyung.

   Melihat keadaan ayahnya ini Sim Houw memutar pedangnya meninggalkan Tek Ciang dan melindungi ayahnya. Pedangnya membentuk gulungan sinar yang panjang dan luas, membuat para pengeroyok Sim Hong Bu kocar-kacir lagi. Akan tetapi, tiba-tiba Tek Ciang bersama kawan-kawannya datang menyerbu. Sim Houw merangkul ayahnya dan ayah ini berkata.

   "Houw-ji, pergunakan pedang ini, pergunakan Pek-kong Po-kiam....!

   Sim Houw bertukar pedang dengan ayahnya dan begitu dia memutar Pek-kong Po-kiam, akibatnya hebat empat orang perwira terjungkal dan Tek Ciang sendiri terpaksa melompat mundur sampai jauh. Kesempatan ini dipergunakan oleh Sim Houw untuk memondong ayahnya yang sudah lemah itu dengan lengan kiri, lalu meloncat pergi.

   "Pemberontak, hendak lari ke mana kau?! Tek Ciang yang menginginkan pedang pusaka itu melakukan pengejaran. Akan tetapi Sim Houw bersama ayahnya sudah menghilang di antara banyak perajurit yang masih bertempur dengan seru itu. Tek Ciang menjadi kecewa dan marah, lalu membantu para perajurit yang masih mengepung para pendekar.

   Keluarga Bu-taihiap juga mengamuk dengan hebatnya. Pendekar yang sudah tua ini lihai bukan main, bertempur sambil tertawa-tawa gembira. Juga empat orang isterinya adalah wanita-wanita yang hebat. Tang Cun Ciu yang dahulu terkenal dengan julukan Cui-beng Sian-li (Dewi Pencabut Nyawa), bekas isteri tokoh keluarga Cu yang lihai, kini biarpun sudah berusia enam puluh tahun, masih ganas dan lihai. Juga Cu Cui Bi yang bekas nikouw itupun mengamuk di samping suaminya.

   Puteri Nandini, puteri Nepal yang menjadi seorang di antara isteri-isteri Bu-taihiap juga mengamuk dengan hebat. Wanita ini pernah menjadi panglima Nepal dan memang sejak dahulu ia bermusuhan dengan pemerintah, maka kini ia memperoleh kesempatan melampiaskan dendamnya dan mengamuk, membunuh banyak sekali perajurit yang berani mendekatinya. Isteri ke empat adalah seorang bongkok bernama Gan Cui yang juga lihai sekali. Nenek inipun mengamuk dan keluarga Bu yang terdiri dari lima orang ini telah merobohkan puluhan orang perajurit pemerintah.

   Selain keluarga Bu ini, juga para pendekar yang tadi tidak dapat dibujuk oleh keluarga para pendekar Pulau Es mengamuk. Termasuk di antara mereka ini adalah orang-orang Pek-lian-pai, Pat-kwa-pai dan Thian-li-pai yang sejak dahulu memang merupakan musuh-musuh lama pemerintah. Perang kecil itu terjadi di Hutan Cemara dan biarpun ratusan orang perajurit pemerintah roboh dan tewas, namun satu demi satu para pemberontak itu dapat dirobohkan karena kehabisan tenaga atau kehabisan darah dari luka-luka mereka.

   Mulailah sebagian dari mereka mencari jalan untuk melarikan diri. Karena melihat bahwa perlawanan mereka akan sia-sia saja, di antara mereka itupun mulai menyelinap dan mencari kesempatan menyelamatkan diri dari pembantaian para perajurit. Akan tetapi Bu-taihiap bersama empat orang isterinya tidak mau mundur selangkahpun! Bu-taihiap yang sudah tua itu agaknya tahu bahwa usianya tidak akan lama lagi dan dia memilih mati sebagai seorang pejuang yang gagah perkasa.Agaknya empat orang isterinya itn amat setia kepadanya dan juga berpendirian sama maka merekapun mengamuk di samping suami mereka itu, sedikitpun tidak ingin mundur.

   Akan tetapi, seperti juga para pendekar yang lain, tenaga keluarga Bu-taihiap ini ada batasnya. Biarpun banyak sekali perajurit yang roboh tewas di tangan mereka, akan tetapi saking banyaknya jumlah lawan, merekapun mulai kehabisan tenaga dan mulai terkena senjata lawan sehingga luka-luka. Akhirnya, seorang demi seorang dari empat isteri Bu-taihiap itupun roboh dan Bu Seng Kin sendiri akhirnyapun roboh.

   Dia dan isteri-isterinya telah mempertahankan diri sampai titik darah terakhir dan tewas sebagai pejuang-pejuang yang amat gagah perkasa. Perihal mereka ini, dan perihal pertempuran di Gunung Hutan Cemara itu akan selalu dikenang oleh para patriot di sepanjang masa. Mereka yang akhirnya berhasil lolos dari Hutan Cemara itulah yang bercerita tentang kegagahan keluarga Bu-taihiap dan pertempuran di Hutan Cemara itu terkenal dengan nama Banjir Darah Di Hutan Cemara.

   Di antara seratus lebih orang yang melawan pasukan pemerintah, hanya ada belasan orang saja yang berhasil lolos dan selebihnya tewas dengan tubuh hancur di bawah hujan senjata. Akan tetapi, korban para pejuang yang jumlahnya kurang dari seratus orang itu ditebus dengan nyawa hampir seribu orang perajurit Mancu!

   Louw Tek Ciang merasa gemas sekali melihat betapa keluarga Pulau Es berhasil menyadarkan banyak pendekar yang kemudian hanya digiring ke kota raja oleh Jenderal Cao seperti yang diminta oleh Kao Cin Liong dan Puteri Milana. Tek Ciang tidak berani membantah, bahkan dia tidak berani memperlihatkan muka di depan keluarga Pulau Es, melainkan mendahului pasukan pulang ke kota raja.

   Barulah ketika keluarga Pulau Es diperkenankan menghadap kaisar bersama para pendekar yang urung memberontak, Tek Ciang menyelinap di antara para panglima. Ketika Cin Liong dan Suma Hui melihat Louw Tek Ciang berada di antara para panglima menghadap kaisar, mereka terkejut bukan main. Juga Suma Kian Lee mengerutkan alisnya dan para keluarga Pendekar Pulau Es inipun diam-diam tahu siapakah yang menjadi pengkhianatnya sehingga pertemuan antara pendekar itu sampai diketahui kaisar dan disergap.

   Tentu iblis itulah yang menjadi biang keladinya. Akan tetapi keluarga Pulau Es tidak tahu apa yang telah terjadi dan bagaimana iblis itu memperoleh kepercayaan kaisar. Hanya seorang di antara para pendekar yang berada di situ, yaitu Kwee Cin Koan, yang mengerutkan alisnya. Ketika berada di Hutan Cemara, sebelum pasukan menyerbu, dia berkesempatan bertemu dengan wakil Kun-lun-pai dan dia mendengar bahwa kekasihnya, Can Kui Eng, terbunuh oleh susioknya sendiri. Ketika dia bertanya dengan hati hancur tentang surat titipannya yang ditujukan kepada seorang panglima di kota raja, para wakil Kun-lun-pai tidak tahu. Mereka hanya menceritakan bahwa juga sebuah kitab pelajaran lenyap dari kamar perpustakaan Kun-lun-pai.

   Ketika keluarga Pulau Es muncul dan menyadarkan para pendekar, Kwee Cin Koan dan lima orang sutenya dari Kong-thong-pai juga ikut sadar dan menggabung dengan keluarga Pulau Es, apalagi karena semangatnya telah menjadi setengah lumpuh oleh berita tentang kematian kekasihnya. Juga wakil-wakil Kun-lun-pai yang dapat melihat keadaan, ikut dalam rombongan keluarga Pulau Es. Ketika berada di dalam rombongan itu dan hanya menyaksikan terjadinya pertempuran, wakil-wakil Kun-lun-pai yang melihat Louw Tek Ciang di antara para perwira, memberi tahu kepada Kwee Cin Koan bahwa orang itu adalah seorang tamu Kun-lun-pai yang menyaksikan terbunuhnya Can Kui Eng.

   Karena itulah, ketika mereka semua dibawa menghadap kaisar, Kwee Cin Koan mengerutkan alisnya dan memandang kepada Louw Tek Ciang dengan bermacam perasaan. Orang itulah yang tahu tentang kematian kekasihnya dan agaknya hanya orang itu yang akan dapat memberi keterangan dengan jelas. Para wakil Kun-lun-pai agaknya tidak mau banyak bicara tentang kematian Can Kui Eng dan dia sendiripun merasa sungkan untuk mendesak.

   Kaisar Kian Liong merasa sedih mendengar pelaporan tentang penyerbuan di Hutan Cemara. Dia merasa penasaran sekali mendengar betapa tokoh-tokoh pendekar yang dikenalnya, bahkan tokoh-tokoh yang dikagumi dan yang pernah menolongnya ketika dia masih pangeran dahulu seperti Bu-taihiap dan isteri-isterinya, ikut pula menjadi pemberontak dan tewas oleh pasukannya.

   "Penasaran! Penasaran!! Kaisar menepuk-nepuk pahanya dengan wajah murung.

   "Mengapa mereka itu memberontak? Mengapa para pendekar yang dahulu selalu melindungiku, kini malah memberontak dan memusuhi aku?!

   "Maaf, sri baginda,! tiba-tiba Puteri Milana berkata sudah memberi hormat.

   "Sesungguhnya mereka itu sama sekali tidak memusuhi paduka secara pribadi.!

   Kaisar memandang kepada nenek itu dengan alis berkerut.

   "Bibi Milana, engkau yang termasuk pendekar, akan tetapi pernah pula menjadi panglima kerajaan, jelaskanlah apa yang menyebabkan mereka memberontak kalau mereka tidak membenci dan memusuhi aku?!

   Wanita itu kembali memberi hormat.

   "Hamba tahu benar bahwa para pendekar itu pada umumnya sayang kepada paduka, menjunjung tinggi keadilan dan memuji dengan kagum kebijaksanaan paduka di dalam pemerintahan. Akan tetapi, sejak dahulu, para pendekar itu merasa tidak senang melihat betapa tanah air mereka terjajah. Itulah sebabnya mengapa mereka memberontak.!

   Kaisar Kian Liong menjadi lemas dan menundukkan muka sampai lama, berulang kali menarik napas panjang. Jauh di lubuk hatinya dia dapat merasakan apa yang diderita oleh para pendekar itu. Dan apakah yang dapat dilakukannya? Penjajahan dari bangsanya, Bangsa Mancu, terhadap selurah Tiongkok ini dilakukan oleh nenek moyangnya dan dia hanya sebagai keturunan yang melanjutkan pemerintahan saja. Namun dia sudah berusaha untuk mendirikan pemerintahan yang baik adil dan bijaksana. Bagaimanapun juga, tidak mungkin dia menghapus rasa tidak suka karena dijajah itu dari hati para pendekar.

   "Dan bagaimana dengan para pendekar yang kalian bawa menghadap itu?! tanya kaisar kemudian, dengan sinar mata kesal memandang kepada mereka yang menghadap, berlutut di situ dan menundukkan muka.

   "Hamba dan Panglima Kao Cin Liong berhasil menyadarkan mereka dan selanjutnya terserah kepada paduka,! kata Puteri Milana.

   Kaisar menoleh kepada panglima muda Kao Cin Liong dan kaisar mengerutkan alisnya. Dia teringat akan laporan Louw Tek Ciang. Tadinya dia sendiri mencurigai Jenderal Kao ini dan keluarga Pulau Es, akan tetapi ternyata sekarang bahwa keluarga Pulau Es yang telah menyadarkan sebagian para pendekar dan karena itu maka pertempuran tidaklah sehebat kalau mereka semua memberontak. Sukar dibayangkan betapa hebatnya dan betapa banyaknya perajurit yang akan tewas sekiranya keluarga Pendekar Pulau Es ikut pula memberontak!

   "Bagaimana, Kao-ciangkun? Apa keteranganmu tentang semua peristiwa ini?!

   Cin Liong melirik ke arah Tek Ciang, lalu memberi hormat dan berkata dengan suara lantang, sedikitpun tidak kelihatan takut.

   "Harap sri baginda maafkan kalau hamba bicara secara terus terang saja. Sebetulnya, para pendekar yang mengadakan pertemuan di Hutan Cemara itu sama sekali belum melakukan perbuatan memberontak. Para pendekar itu hanya ingin mengadakan pertemuan dan memilih seorang bengcu di antara mereka. Memang, harus diakui bahwa sebagian besar dari mereka mempunyai jiwa patriot dan merasa tidak suka akan penjajahan. Akan tetapi, ketika mereka mengadakan pertemuan itu, sama sekali belum ada rencana pemberontakan atau gerakan memberontak.!

   Kaisar mengangguk-angguk.

   "Boleh jadi demikian, akan tetapi mereka telah bersekongkol dengan Jenderal Gan!!

   "Hamba tidak tahu akan hal itu, sri baginda. Yang hamba ketahui bahwa para pendekar itu mengadakan pertemuan dan begitu hamba mendengar tentang persekutuan dengan Jenderal Gan dan ditangkapnya panglima itu, hamba bersama keluarga Pulau Es segera pergi ke Hutan Cemara untuk menyadarkan mereka. Sayang bahwa sebagian dari mereka tidak mau dibujuk sehingga terjadi pertempuran itu. Akan tetapi, hamba telah berjanji kepada mereka yang sadar untuk memintakan ampun kepada paduka dan hamba percaya akan kebijaksanaan paduka untuk mengampuni saudara-saudara yang sama sekali belum memperlihatkan perbuatan memberontak ini.!

   "Hamba juga memohonkan ampun bagi mereka,! kata pula Puteri Milana dan perbuatan ini diturut pula oleh para keluarga Pulau Es.

   Kaisar Kian Liong menghela napas panjang.

   "Baiklah, kami mengampuni mereka, akan tetapi mereka akan dicatat dan kalau sampai ketahuan mengadakan persekutuan untuk memberontak lagi, kami akan bertindak dan tidak akan dapat mengampuni mereka lagi.! Para pendekar menghaturkan terima kasih atas kebijaksanaan kaisar. Mereka lalu diperkenankan keluar dari istana.

   Peristiwa di Hutan Cemara itu tidak habis sampai di situ saja. Kao Cin Liong yang merasa betapa sejak itu sikap kaisar berobah terhadap dirinya, dan karena dia sendiripun merasa betapa batinnya terpecah antara kesetiaan kepada kaisar dan setia kawan kepada para pendekar dan patriot, lalu tidak lama kemudian mengajukan permintaan untuk mengundurkan diri. Permohonan yang kedua kalinya ini tidak ditolak oleh kaisar. Bukan hanya peristiwa itu saja yang mendorong Kao Cin Liong mengundurkan diri, melainkan ada sebab lain lagi, yaitu ketika dia mendengar bahwa Louw Tek Ciang diberi anugerah oleh kaisar, diangkat menjadi seorang pembesar militer yang bertugas di utara!

   "Si keparat itu!! Isterinya, Suma Hui mengepal tinju dan wajahnya nampak membayangkan kebencian.

   "Kalau tidak membalasnya sekarang, kalau sampai dia menjadi pembesar, maka usahaku membalas kepadanya tentu akan mudah dicap pemberontak.! Demikian antara lain isterinya mengeluh dan akhirnya Kao Cin Liong memaksakan diri mengajukan permohonan kepada kaisar untuk meletakkan jabatannya. Setelah urusan itu selesai, dia bersama isterinya mulai melakukan penyelidikan dan mencari kesempatan untuk dapat menyergap Louw Tek Ciang dan membalas dendam sebelum oran itu memegang jabatannya di utara.

   "Ayah....!! Sim Houw mengeluh dengan sedih. Ayahnya terluka berat dan hampir kehabisan darah karena luka-lukanya. Kini dia meletakkan tubuh ayahnya di bawah pohon dan dia sendiri berlutut di dekat ayahnya. Dia berhasil melarikan ayahnya dari hutan di mana terjadi pertempuran dan kini berada di tempat aman, di sebuah hutan di balik bukit yang penuh hutan.

   "Ayah, bagaimana keadaanmu?!

   Sim Hong Bu membuka matanya dan memandang kepada puteranya. Mukanya pucat sekali, sepasang mata itupun sudah kehilangan sinarnya. Dia menggerakkan tangannya dan Sim Houw mendekatkan mukanya. Hatinya seperti diremas melihat ayahnya yang sudah demikian payah keadaannya. Ayahnya menggerakkan bibir dan dia mendengar bisikan-bisikan ayahnya.

   "Houw-ji, kau.... kau melihat.... Bi Eng....?!

   Sim Houw mengerutkan alisnya, teringat betapa Bi Eng membela pemuda yang dia tahu adalah seorang anggauta keluarga Pulau Es.

   "Tadi aku tahu, ayah, akan tetapi ia pergi, entah ke mana.! Hatinya tidak senang. Mengapa ayahnya yang keadaannya separah itu bicara tentang gadis itu?

   "Houw-ji.... kau melihat Suma Ceng Liong....?!

   "Siapa dia, ayah? Aku tidak tahu....!

   "Dia.... dia cucu Peudekar Super Sakti...., dia.... dia saling mencinta dengan Bi Eng.... ahh, aku menyesal sekali.... mengapa dahulu mengikatkan perjodohan antara kalian....!

   "Ayah, perlu apa bicara tentang hal itu? Aku sama sekali tidak memikirkan tentang perjodohan itu!!

   "Benarkah....? Benarkah itu, anakku? Benarkah bahwa engkau.... engkau tidak mencinta Bi Eng....?!

   Sim Houw menjadi semakin heran. Dia mengerutkan alisnya. Apakah karena luka-lukanya yang parah membuat ayahnya berobah pikiran? Kalau tidak demikian, kenapa ayahnya menanyakan hal yang bukan-bukan?

   "Ayah, kami belum sempat bergaul dan saling mengenal. Biarpun kami sudah saling bertunangan, akan tetapi tanpa saling mengenal mana mungkin ada cinta?!

   Anehnya mendengar ucapan, itu wajah orang tua itu nampak girang! "Bagus, bagus.... ah, senang hatiku mendengar ini.... Houw-ji, engkau.... engkau pergilah menemui pendekar Kam Hong dan.... terus terang saja.... kau putuskan tali perjodohan itu dengan resmi....!

   Sim Houw membelalakkan matanya.

   "Ayah, apa.... apa maksudmu?! Dia masih bingung dan heran, tidak tahu sama sekali mengapa ayahnya membicarakan hal perjodohan yang harus dia putuskan itu.Ayahnya yang sudah payah keadaannya itu memegang lengan puteranya dengan kuat untuk beberapa detik lamanya, lalu pegangannya mengendur.

   "Dengar baik-baik.... Bi Eng saling mencinta dengan Suma Ceng Liong.... aku melihat dan mendengarnya sendiri.... dan aku tidak menghendaki engkau mengalami nasib yang sama dengan ayahmu.... ingatlah, nak.... aku dan ibumu.... juga menikah tanpa rasa cinta.... dan akibatnya kau tahu sendiri kami berpisah.... sebelum terlambat, putuskan tali perjodohan itu dan.... dan jangan sekali- kali.... menanamkan permusuhan dengan.... keluarga Suma....! Kakek itu tidak kuat lagi, terkulai lemas.

   "Ayaaaahhh....!! Sim Houw menjerit dan merangkul ayahnya yang sudah tidak bernapas lagi itu. Baru detik inilah pemuda itu merasakan kedukaan yang hebat, rasa kesepian dan sendirian ditinggalkan pergi satu-satunya orang yang amat dicintanya. Ibunya tidak pernah memperdulikannya, bahkan terlalu galak terhadap dirinya dan semenjak ayah dan ibunya berpisah seperti yang didengarnya dari ayahnya, diam-diam dia merasa tidak senang kepada ibunya yang membiarkan ayahnya terbuang dari Lembah Naga Siluman.

   Dan kini ayahnya meninggalkannya untuk selamanya, bahkan meninggalkan pesan yang juga menyakitkan hatinya itu. Dia harus melepaskan ikatan jodohnya dengan puteri gurunya! Memang, dia belum pernah jatuh cinta, dan terhadap Bi Eng dia hanya merasa kagum saja, apalagi karena tadinya menganggap gadis itu sebagai calon isterinya. Akan tetapi, dia belum pernah merasa jatuh cinta kepada gadis itu.

   "Ayah....!! Kembali dia mengeluh dan menggerakkan jari-jari tangannya, dengan lembut merapatkan mata dan mulut jenazah ayahnya yang masih hangat.

   Pada saat itu teringatlah Sim Houw akan sikap Bi Eng dalam hutan cemara itu. Dan sikap pemuda yang diserangnya. Kini dia dapat menduga bahwa tentu pemuda Pulau Es yang dibela oleh Bi Eng itulah pemuda yang bernama Suma Ceng Liong dan oleh ayahnya dikatakan saling mencinta dengan Bi Eng. Mengertilah dia akan sikap Bi Eng sekarang. Tentu tunangannya itu dibujuk oleh pemuda Pulau Es untuk tidak melawan pasukan dan gadis itu berada dalam bingung dan ragu.

   "Suhu....!!

   Sim Houw menengok kaget. Karena duka dan tenggelam dalam renungan sendiri, pemuda yang lihai itu sampai tidak tahu bahwa ada dua orang menghampirinya. Kiranya Bi Eng dan Ceng Liong sudah berdiri di belakangnya, dalam jarak lima meter. Sim Houw merasa betapa seluruh tubuhnya gemetar. Rasa duka yang amat hebat bergelombang menerjang hatinya dan diapun memejamkan hatinya, lalu menunduk dan memegangi pundak ayahnya, menahan air matanya yang akan tumpah lagi.

   "Suhu....!! Sekali lagi Bi Eng berseru dan kini gadis itupun lari menghampiri, lalu menjatuhkan diri berlutut di dekat jenazah gurunya, tak dapat menahan air matanya yang menetes-netes turun membasahi pipinya. Sejenak ia terisak. Gurunya adalah seorang yang amat sayang kepadanya, maka kini melihat gurunya rebah menjadi mayat, tentu saja hal ini amat mengejutkan dan menyedihkan hatinya.

   Setelah tangisnya mereda, Bi Eng memandang kepada Sim Houw dengan mata basah.

   "Apakah yang telah terjadi? Mengapa.... suhu....!

   "Tenangkan hatimu, sumoi. Ayah telah tewas sebagai seorang patriot yang berjiwa besar, tewas dalam membela tanah air dan bangsa dari tangan penjajah!! Ucapan Sim Houw itu lantang dan memang dia sengaja bicara keras agar terdengar oleh Suma Ceng Lioug. Sebetulnya, tak perlu dia bicara keras karena sejak tadi Ceng Liong berada di situ, bahkan kini pemuda itu berlutut pula tak jauh dari jenazah itu.

   "Sim-locianpwe tewas sebagai orang besar yang gagah perkasa, sungguh makin besar rasa kagum dan hormatku kepadanya,! kata Suma Ceng Liong seperti bicara kepada diri sendiri.

   Sim Houw menoleh dan melihat pemuda itu dia bangkit berdiri dan bertanya kepada Bi Eng yang masih berlutut.

   "Kam-sumoi, aku melihat dia ini yang kau bela di Hutan Cemara. Siapakah dia? Maukah engkau memperkenalkan aku dengannya?!

   Wajah gadis itu berobah menjadi merah sekali. Akan tetapi Bi Eng adalah seorang gadis yang memang memiliki dasar watak yang amat gagah dan tabah. Ia berani berbuat dan berani bertanggung jawab, apapun resikonya ia berani menghadapinya. Maka iapun bangkit dan sejenak ia memandang kepada Ceng Liong, kemudian menghadapi Sim Houw. Ia tidak tahu mengapa Sim Houw yang biasanya menyebutnya siocia (nona) itu kini berubah menjadi sumoi (adik seperguruan), maka iapun menyebut suheng kepadanya.

   "Sim-suheng, dia ini adalah.... Suma Ceng Liong, dia dan aku adalah.... sahabat baik.!

   Sim Houw memandang kepada Ceng Liong. Keduanya saling pandang dan kini Ceng Liong juga sudah bangkit berdiri. Sinar mata Sim Houw penuh selidik, sedangkan sinar mata Ceng Liong menunduk seperti orang yang merasa bersalah.

   "Kam-sumoi, bagaimanapun juga, kita berdua oleh orang tua kita masing-masing telah ditunangkan dan sebagai orang yang dicalonkan sebagai suamimu tentu saja aku berhak mengetahui keadaan sebenarnya dari perasaan hatimu, bukan?!

   "Sim-suheng, apa maksudmu?! Bi Eng bertanya, memandang tajam.

   "Sumoi, katakanlah terus terang. Apakah engkau mencinta saudara Suma Ceng Liong ini?!

   Tentu saja pertanyaan yang merupakan serangan langsung ini amat mengejutkan Bi Eng. Tak disangkanya tunangannya itu akan mengajukan pertanyaan seperti itu, dan karena datangnya pertanyaan begitu tiba-tiba dan tak tersangka-sangka, ia menjadi terkejut dan sejenak ia bungkam tak mampu mengeluarkan jawaban!

   "Sumoi, aku berhak mengetahui, bukan?! Sim Houw mendesak, penasaran.

   Bi Eng sudah dapat menguasai lagi hatinya dan ia mengangguk.

   "Benar, suheng,! jawabnya kemudian dengan suara tegas sehingga Ceng Liong merasa terharu bukan main.

   Kini Sim Houw membalikkan tubuh menghadapinya. Ceng Liong sudah siap untuk menghadapi serangan karena dia tahu bahwa pemuda ini merupakan lawan yang tangguh. Akan tetapi Sim Houw tidak membuat gerakan menyerangnya, melainkan bertanya, suaranya tetap tenang dan tegas.

   "Saudara Suma Ceng Liong, apakah engkau mencinta sumoi Kam Bi Eng?!

   Ceng Liong mengangguk perlahan.

   "Saudara Sim, terus terang saja, dahulu, di waktu remaja kami pernah saling bertemu dan berkenalan. Baru dalam Hutan Cemara kami saling jumpa lagi dan.... dan kami saling jatuh cinta. Ya, aku memang mencintanya, saudara Sim.!

   Sim Houw menarik napas panjang.

   "Bagus, aku hargai kejujuran kalian berdua. Sekarang bereslah sudah....! dan diapun berlutut kembali dekat jenazah ayahnya.

   "Sim-suheng.... kau.... kaumaafkan aku....! Bi Eng mendekati dan berkata lirih dengan hati kasihan.

   Akan tetapi Sim Houw menoleh kepadanya dan terseyum, lalu menggeleng kepala.

   "Sumoi, tidak ada apa-apa yang perlu dirisaukan atau dimaafkan. Akupun harus jujur kepadamu. Sesungguhnya, pertalian antara kita hanya dibuat oleh orang tua kita, sedangkan di antara kita sendiri tidak pernah ada apa-apa. Kita bahkan belum pernah berkenalan atau bergaul, jadi.... bagiku tidak mengapalah kalau diputuskan juga. Akan tetapi, karena hal ini menyangkut nama orang tua, yang memutuskannya haruslah orang tua pula. Maka, aku akan mengurus jenazah ayah, setelah itu aku akan menghadap suhu atau ayahmu dan minta diputuskannya tali perjadohan antara kita.!

   Bi Eng dan Ceng Liong menjadi girang sekali.

   "Suheng, betapa bijaksana hatimu....!

   Kembali Sim Houw tersenyum pahit dan menggeleng kepala.

   "Aku bertindak biasa saja, sesuai dengan pesan terakhir ayahku....!

   "Suhu....?! Bi Eng bertanya kaget.

   "Dia melihat dan mendengar percakapan kalian, dialah yang memberi tahu kepadaku dalam pesan terakhir bahwa kalian saling mencinta dan dia pula yang menyuruh aku memutuskan tali perjodohan.!

   "Ah, suhu.... suhu.... sebelum meninggal.... dia marah kepadaku, suheng?! tanya Bi Eng cemas. Gurunya amat sayang kepadanya dan hatinya akan merasa menyesal sekali kalau sebelum meninggal dunia gurunya itu mengandung hati marah dan menyesal kepadanya. Akan tetapi, legalah hatinya ketika pemuda itu menggelengkan kepalanya.

   "Tidak, sumoi. Ayah adalah orang yang sudah mengalami penderitaan pahit dalam pernikahannya dan karena itu dia menjadi bijaksana. Dia tahu bahwa pernikahan tanpa cinta kedua pihak takkan mendatangkan kebahagiaan, oleh karena itu bahkan ayah yang menganjurkan agar aku membatalkan ikatan perjodohan ini secara resmi.!

   "Ah, suhu sungguh bijaksana, semoga arwahnya diterima oleh Thian....! kata Bi Eng terharu sekali, akan tetapi juga girang dan berterima kasih kepada mendiang suhunya.

   "Nah, pergilah, sumoi. Pergilah lebih dulu ke rumah orang tuamu, aku akan menyusul kemudian setelah selesai mengurus jenazah ayah.!

   "Tidak, suheng. Aku akan membantumu mengurus jenazah suhu.!

   "Jangan, sumoi. Pergilah dan tinggalkan aku sendiri bersama ayah.... ahh, tinggalkan aku.... sendirian bersama ayah....!! Pemuda itu menutupi kedua mukanya. Agaknya kedukaan yang mencekam hatinya sudah memuncak membuat pemuda itu tidak kuat bertahan lagi. Melihat ini, Ceng Liong menyentuh lengan kekasihnya dan memberi isyarat untuk pergi dari situ.

   Rombongan itu jelas sekali dapat dikenal sebagai rombongan pembesar. Kereta-kereta yang megah itu diberi tanda pangkat dan tiga buah kereta yang tertutup itu dikawal oleh pasukan yang jumlahnya tiga losin. Biarpun hanya tiga losin orang perajurit yang mengawal tiga buah kereta itu, namun para perajurit itu nampak tegap- tegap dan memang mereka adalah perajurit-perajurit pilihan dari kota raja yang kini bertugas mengawal Louw-ciangkun, pembesar militer yang baru diangkat oleh kaisar dan kini sedang menuju ke tempat dia bertugas, yaitu di kota Shen-yang, jauh di utara.

   Louw Tek Ciang, pembesar militer itu, adalah orang amat cerdik. Dia tahu bahwa dirinya terancam bahaya setelah dia mengkhianati para pendekar di Gunung Cemara. Oleh karena itu, sebelum berangkat ke tempat tugasnya, dia telah membuat persiapan yang dianggapnya cukup matang. Dia mengutus seorang perajurit untuk mengundang keluarga Cu ke kota raja.

   Sambil menanti kedatangan guru-gurunya, diam-diam dia juga mengadakan hubungan dengan tokoh-tokoh yang pernah menjadi persekutuan untuk mencari kedudukan. Mereka itu adalah tokoh-tokoh yang pernah bersekutu dengan Yong Ki Pok, gubernur di Sin-kiang yang memberontak. Gerombolan orang ini masih selalu menanti-nanti saat yang baik dan akhirnya mereka dapat berhubungan dengan Louw Tek Ciang yang sudah memperoleh kedudukan baik itu.

   Pembesar muda ini dapat mereka pergunakan sebagai tangga atau batu loncatan ke arah kedudukan yang lebih menguntungkan. Di lain pihak, Tek Ciang yang cerdik itu dapat mempergunakan kepandaian mereka untuk melindungi dirinya. Yang berhasil dihubungi oleh Tek Ciang dan sudah menanti di luar kota raja untuk bergabung dengannya adalah Thai-hong Lama, yaitu Lama jubah merah dari Tibet yang lihai sekali itu. Juga Pek-bin Tok-ong, tokoh Go-bi yang tidak kalah lihainya.

   Bahkan dua orang asing yang merupakan tokoh-tokoh pula dalam persekutuan itu, yakni Siwananda bekas Koksu Nepal, dan Tai-lu-cin raksasa Mongol, juga ikut serta dalam persekutuan bekerja sama dengan Tek Ciang. Empat orang tokoh lihai ini menyelundup ke dalam pasukan pengawal karena Tek Ciang cukup cerdik untuk menyembunyikan mereka, bukan hanya dari mata orang luar yang akan menaruh curiga, akan tetapi juga dari mata Cu Han Bu, Cu Seng Bu dan juga Cu Pek In yang datang memenuhi undangannya ke kota raja.

   Keluarga Cu itu merasa gembira dan bangga sekali melihat kemajuan yang dicapai Louw Tek Ciang. Dua orang tokoh keluarga Cu itu biarpun agak kecewa mendengar bahwa Tek Ciang belum sempat membalaskan kekalahan mereka kepada pendekar Kam Hong, juga merasa menyesal sekali mendengar bahwa murid baru mereka yang ke dua, yaitu Pouw Kui Lok, telah tewas.

   Akan tetapi kekecewaan ini terobati ketika Tek Ciang menjanjikan bahwa kelak dia tentu akan dapat membalas kekalahan itu karena dia sedang menyempurnakan ilmu Sin-liong Ho-kang untuk melawan lengkingan suara suling dari keluarga Pendekar Suling Emas itu. Juga hati dua orang kakek ini terhibur ketika mereka diajak oleh Tek Ciang untuk ikut pergi ke Shen-yang, tempat di mana dia akan bertugas sebagai seorang panglima baru.

   Tentu saja Cu Pek In juga gembira bukan main dan tanpa malu-malu atau ragu-ragu lagi wanita ini memperlihatkan kemesraannya terhadap Tek Ciang, kini berterang di depan ayah dan pamannya. Di antara kedua orang ini memang sudah ada hubungan cinta ketika Tek Ciang belajar ilmu di Lembah Naga Siluman. Kini, setelah Tek Ciang menjadi seorang panglima, tentu saja Cu Pek Inmengharapkan untuk menjadi isteri yang sah dari pria yang sepuluh tahun lebih muda darinya itu.

   Demikianlah, pada suatu pagi yang cerah, berangkatlah Louw Tek Ciang bersama rombongannya. Dia duduk di sebuah kereta bersama Cu Pek In dan biarpun hal ini sesungguhnya amat janggal, namun Cu Han Bu yang sudah prihatin melihat hubungan puterinya putus dengan mantunya, dan diam-diam mengharapkan puterinya itu akan dapat menjadi isteri murid barunya yang kini menjadi panglima, pura-pura tidak tahu dan diam saja. Cu Han Bu sendiri bersama adiknya, Cu Seng Bu, duduk di kereta ke dua sedangkan barang-barang mereka ditaruh di dalam kereta ke tiga. Tiga buah kereta ini dikawal oleh tiga losin pasukan pilihan yang sengaja dipilih oleh Tek Ciang dari pasukan keamanan di kota raja.

   
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ketika rombongan tiba di luar tembok kota raja muncullah empat orang tokoh petualang itu di tempat yang dijanjikan. Tek Ciang keluar sebentar dari kereta untuk menyambut mereka dan empat orang itu lalu diberi kuda-kuda pilihan yang sudah disediakan, kemudian mereka berempat ikut pula dalam pasukan pengawal, diterima sebagai "pengawal-pengawal pribadi! Louw- ciangkun!

   Lewat tengah hari, rombongan ini melalui sebuah bukit yang sunyi. Ketika mereka tiba di tanah datar yang diapit hutan, tiba-tiba mereka dihadang oleh beberapa orang yang berdiri di tengah jalan dan mereka mengangkat tangan ke atas memberi isyarat agar rombongan itu berhenti. Ketika para pengawal yang berada di depan mengenal seorang di antara mereka yang berdiri menghadang, mereka terkejut, menghentikan kuda dan memberi isyarat ke belakang agar rombongan berhenti.

   Seorang perwira pasukan pengawal segera turun dari atas kudanya dan memberi hormat kepada orang yang dikenalnya itu. Orang itu adalah Kao Cin Liong! Biarpun dia kini sudah tidak menjadi panglima lagi, sudah mengundurkan diri dan berpakaian biasa, akan tetapi para perajurit itu mengenalnya dan nama Kao Cin Liong ini amat populer di antara perajurit sebagai seorang panglima yang disegani dan dikagumi. Maka, begitu melihat bahwa yang menghadang dan menyuruh mereka berhenti itu adalah bekas jenderal itu dan beberapa orang tua yang nampak gagah, pasukan pengawal itu segera berhenti.

   Ketika kereta terpaksa dihentikan oleh kusirnya karena para pengawal di depan juga menghentikan kuda, Tek Ciang merasa heran dan diapun menjenguk keluar dari jendela. Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hatinya ketika dia melihat orang-orang yang menghadang di depan itu. Kao Cin Liong, Suma Hui, Suma Kian Lee dan isterinya, Kao Kok Cu dan isterinya, dan seorang pemuda yang tidak dikenalnya. Pemuda itu adalah Kwee Cin Koan, murid Kong-thong-pai, kekasih Can Kui Eng.

   Celaka, pikirnya. Biarpun dia sendiri memiliki kepandaian tinggi, juga dua orang gurunya she Cu yang lihai berada di situ, bersama Cu Pek In, dan masih dibantu oleh empat orang tokoh yang sakti, namun dia merasa gentar juga menghadapi para penghadang itu, terutama sekali Suma Kian Lee bersama isteri dan Si Naga Sakti Gurun Pasir bersama isteri. Maka dia lalu menoleh ke belakang, memikirkan jalan lari atau kembali ke kota raja untuk melapor dan mengerahkan balatentara menghadapi mereka itu. Akan tetapi betapa kagetnya ketika dia melihat jalan mundur sudah dipotong pula. Di situ berkumpul banyak sekali pendekar, agaknya para pendekar yang lolos dari pengepungan di Hutan Cemara!

   "Pemberontakan! Serbu mereka....!! Bentak Tek Ciang kepada pasukan pengawalnya. Teriakan ini mengejutkan Cu Han Bu dan Cu Seng Bu yang segera berloncatan keluar. Juga Cu Pek In meloncat keluar mencabut sulingnya, sedangkan empat orang kakek yang menyelinap di antara para pengawal sudah siap-siap pula. Akan tetapi, perwira dan para perajurit pengawal itu sendiri diam saja tidak bergerak!

   "Pasukan pengawal, serbu para pemberontak yang menghadang di depan!! Tek Ciang mengulangi perintahnya.

   Akan tetapi para perajurit itu tidak bergerak, dan perwiranya tidak memberi aba-aba menyerang, bahkan dia yang sudah turun dari kuda itu lari menghampiri Tek Ciang, lalu berkata.

   "Ciangkun, mereka itu bukan pemberontak, melainkan Kao-goanswe dan beberapa orang locianpwe yang hendak bicara dengan Louw-ciangkun!!

   Dua orang she Cu itu juga sudah menghampiri Tek Ciang dan mendengar pelaporan perwira itu, Cu Han Bu berkata kepada muridnya.

   "Kalau mereka ada urusan, lebih baik kita temui saja dan dengarkan apa kehendak mereka menghadang perjalanan kita.!

   Tek Ciang merasa serba salah dan karena di situ terdapat keluarga Cu, diapun tidak dapat berbuat lain kecuali menurut, akan tetapi lebih dahulu dia membakar hati kedua orang gurunya.

   "Harap suhu ketahui bahwa kita sudah terkurung dari depan dan belakang. Mereka adalah pemberontak-pemberontak yang menentang pemerintah dan mereka tentu akan mengganggu teecu yang baru saja diangkat menjadi panglima.!

   "Jangan takut, kalau memang mereka pemberontak, kita hancurkan di sini bersama pasukan pengawal!! kata Cu Han Bu.

   "Akan tetapi suhu tidak tahu siapa mereka! Mereka adalah komplotan keluarga yang hendak mencelakakan teecu. Seperti pernah teecu ceritakan kepada ji-wi suhu, isteri teecu dirampas oleh Jenderal Kao Cin Liong dan sekarang dialah yang menghadang di sana bersama bekas isteri teecu, bekas kedua mertua teecu dan juga orang tua jenderal itu. Mereka tentu akan mencelakai teecu.!

   Cu Han Bu mengerutkan alisnya. Memang pernah Tek Ciang bercerita bahwa dia pernah menikah akan tetapi isterinya itu dirampas oleh seorang jenderal muda. Isterinya, juga kedua orang mertuanya memilih jenderal itu yang berkedudukan tinggi. Karena Tek Ciang sebagai muridnya yang berbakat itu telah menjadi seorang duda, maka diam-diam mengharapkan agar murid ini dapat berjodoh dengan puterinya yang juga dapat dibilang sudah menjadi janda karena sudah berpisah dari suaminya. Maka, kini mendengar bahwa keluarga bekas isteri dan jenderal yang merampas isteri muridnya itu yang menghadang, tentu saja hatinya sudah diliputi rasa tidak senang.

   "Jangan takut, aku akan membantumu!! katanya membesarkan hati dan mereka bertiga, diikuti pula oleh Cu Pek In, segera berjalan menuju ke depan di mana tujuh orang itu berdiri di tengah jalan. Diam-diam, empat orang pembantu Tak Ciang juga sudah mendekati tempat itu, siap untuk membantu kalau diperlukan. Di antara mereka dan Tek Ciang, sudah ada persetujuan bahwa mereka tidak akan sembarangan keluar memperlihatkan diri kalau tidak dimintai bantuan. Hal ini untuk mencegah adanya kecurigaan dari siapapun juga datangnya.

   Sejak tadi, Suma Hui hanya memandang kepada Tek Ciang seorang, tidak memperdulikan lain orang yang datang bersama musuh besarnya ini. Dan begitu Tek Ciang dan rombongannya tiba di situ, Suma Hui sudah mencabut keluar sepasang pedangnya dan dengan sikap gagah wanita ini berdiri melintangkan sepasang pedang di depan dada, sambil membentak.

   "Louw Tek Ciang, kami datang untuk mengadu nyawa denganmu! Bersiaplah!!

   Menghadapi Suma Hui, tentu saja Tek Ciang tidak merasa takut sedikitpun juga. Akan tetapi dia merasa gentar menghadapi yang lain-lain, maka dia berusaha menarik sikap angkuh dan membentak.

   "Keluarga pemberontak! Beranikah engkau menghadang perjalananku? Tahukah kalian bahwa aku adalah seorang pembesar pemerintah, seorang pejabat militer yang sedang dalam perjalanan menuju ke tempat tugas?!

   "Louw Tek Ciang, tak perlu banyak cerewet. Engkau tahu bahwa urusan antara kita adalah urusan pribadi, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan pemerintah!! Suma Hui membentak dan kelihatannya wanita ini sudah marah sekali, penuh dendam yang ditahan-tahan sejak bertahun-tahun. Diam-diam keluarga Cu merasa heran sekali. Wanita ini, kalau benar bekas isteri Tek Ciang, telah melakukan perbuatan tidak mengenal malu, lari dari suami untuk menjadi isteri Jenderal Kao Cin Liong, akan tetapi wanita itu kini kelihatannya begitu marah dan penuh dendam kepada Tek Ciang, bekas suaminya yang ditinggalkan!

   Tek Ciang merasa tersudut, akan tetapi dia tersenyum mengejek dan memandang wajah Suma Hui yang belum pernah menjadi isteri yang sesungguhnya itu.

   "Hemm, Suma Hui, jangan dikira aku takut melawanmu. Akan tetapi apakah hanya engkau yang akan maju menandingiku, ataukah engkau hendak mengandalkan pengeroyokan orang-orang lain?!

   "Keparat Louw Tek Ciang! Fitnah yang kau jatuhkan kepada diriku patut kau tebus dengan nyawamu!! bentak Kao Cin Liong sambil mengepal tinjunya dan memandang marah.

   "Iblis busuk, akupun sudah terlalu lama menitipkan nyawamu kepadamu, sekarang harus kucabut nyawamu untuk perbuatanmu yang terkutuk terhadap keluarga kami!! Tiba-tiba Suma Kian Lee membentak pula dan sepasang mata pendekar ini mencorong mengeluarkan sinar berkilat.

   "Biarkan aku yang akan menghancur-lumatkan kepala iblis jahanam ini!! Kim Hwee Li membanting kakinya dengan marah.

   Melihat betapa semua orang memusuhi dan hendak membunuh muridnya, tentu saja Cu Han Bu, Cu Seng Bu dan juga Cu Pek In menjadi penasaran dan marah. Dua orang kakek Cu sudah melangkah maju dan Cu Han Bu dengan alis berkerut lalu berkata, suaranya lantang berwibawa.

   "Bagus! Sudah lama kami mendengar bahwa keluarga Pulau Es adalah orang-orang gagah dan pendekar- pendekar sejati, akan tetapi kiranya hanyalah orang-orang yang mengandalkan jumlah banyak untuk mengeroyok orang! Sungguh mengherankan sekali!!

   "Siapa mau mengeroyok dan siapa mengandalkan jumlah banyak? Cih, tak tahu malu! Lihat saja, siapa yang lebih banyak membawa kawan? Boleh kalian maju satu demi satu, akan kami tandingi satu lawan satu!! Kim Hwee Li sudah membentak dan melangkah maju.

   Akan tetapi Suma Kian Lee dapat menduga bahwa dua orang kakek itu tentu bukan orang sembarangan. Dia sudah mengenal kelicikan Tek Ciang dan dia khawatir kalan-kalau Tek Ciang mengelabuhi tokoh sakti untuk diadu domba dengan pihaknya, maka dengan tenang dia meraba lengan isterinya dan memberi isyarat agar isterinya bersabar, kemudian dia sendiri menjura kepada dua orang kakek itu.

   "Maaf, saya Suma Kian Lee adalah keturunan Pulau Es. Agar tidak terjadi kesalahpahaman, saya ingin tahu siapakah ji-wi dan hendaknya ji-wi ketahui bahwa antara kami dan iblis busuk Louw Tek Ciang ini terdapat urusan pribadi yang tidak mungkin dapat dicampuri orang lain.!

   Mendengar bahwa pria yang gagah dan bersikap tenang itu adalah Suma Kian Lee, putera Pendekar Super Sakti yang terkenal, Cu Han Bu dan Cu Seng Bu memandang penuh perhatian. Mereka berdua sudah mendengar cerita murid mereka Louw Tek Ciang, bahwa Tek Ciang menjadi murid dan kemudian menjadi mantu pendekar ini, akan tetapi betapa kemudian isterinya itu, dengan persetujuan ayahnya, menyeleweng, bahkan lalu menjadi isteri jenderal Kao Cin Liong. Oleh karena itu, biarpun diam-diam mereka kagum kepada putera Pendekar Super Sakti ini, namun di dalam hati mereka sudah terkandung rasa tidak suka. Karena itu, Cu Han Bu tersenyum pahit.

   "Ah, kiranya kami berhadapan dengan pendekar Suma yang terkenal? Maaf, kami berdua hanya orang-orang biasa saja, namaku Cu Han Bu dan ini adikku Cu Seng Bu. Biarpun antara kalian dan Louw Tek Ciang terdapat urusan pribadi, akan tetapi mengingat bahwa Tek Ciang telah menjadi murid kami, maka urusan pribadinya berarti juga urusan kami.!

   Suma Kian Lee yang tidak pernah atau jarang sekali merantau, tidak mendengar nama keluarga Cu. Akan tetapi dari sikap mereka dia dapat menduga bahwa dua orang she Cu ini tentu memiliki kepandaian tinggi dan bukan golongan orang jahat. Besar sekali kemungkinannya mereka berdua ini dikelabuhi pula oleh Tek Ciang sehingga mereka sampai mengambil murid seorang jahat macam Tek Ciang.

   "Biarkan mereka membantu murid mereka yang jahat, kami tidak takut!! Kim Hwee Li sudah membentak marah, akan tetapi kembali suaminya menyentuh lengan isterinya agar isterinya bersabar.

   "Pendapat ji-wi kami hormati, bahwa urusan pribadi murid berarti juga urusan pribadi gurunya. Akan tetapi kami kira para pendekar bijaksana tidak akan ada yang membela muridnya kalau mengetahui bahwa muridnya itu menyeleweng dan jahat, sebaliknya mereka tentu akan menghukum muridnya. Dan kami percaya bahwa ji-wi termasuk pendekar bijaksana, bukan golongan sesat yang saling membantu dalam kejahatan.!

   Dua orang kakek Cu itu saling pandang, kemudian mereka menoleh dan memandang kepada murid mereka dengan alis berkerut dan mata penuh selidik.

   "Tek Ciang, katakanlah, urusan pribadi apakah yang terjadi antara engkau dan keluarga Suma? Mengapa mereka menganggap engkau jahat? Hayo ceritakan semua sejujurnya. Kalau engkau benar, sampai matipun akan kami bela.!

   Tek Ciang memandang kepada dua orang gurunya dan jantungnya berdebar tegang. Akan tetapi wajahnya tidak memperlihatkan perobahan dan dia masih merasa yakin bahwa dua orang she Cu itu tentu akan membantu dan membelanya karena selain dia adalah murid mereka yang mereka andalkan, juga dia tahu bahwa Cu Han Bu mengharapkan dia menjadi suami puterinya yang janda itu.

   "Ji-wi suhu, tentu saja mereka menjelek-jelekkan teecu, hal itu tidaklah mengherankan sama sekali. Seperti yang pernah teecu beritahukan kepada suhu berdua, teecu pernah diterima menjadi murid Suma Kian Lee, bahkan diambil mantu, dijodohkan dengan Suma Hui, yaitu wanita itu. Akan tetapi, setelah muncul Jenderal Kao Cin Liong yang kini sudah bukan jenderal lagi, tali perjodohan kami diputuskan dan isteri teecu itu dirampas oleh Kao Cin Liong dengan persetujuan isteri dan mertua teecu sendiri. Agaknya mereka hendak membunuh teecu karena tidak ingin rahasia busuk mereka tersiar dan merusak nama besar keluarga para pendekar Pulau Es!!

   Dengan senyum mengejek Tek Ciang memandang kepada Suma Hui, Cin Liong dan yang lain-lain, lalu disambungnya.

   "Coba kalian bantah kebenaran ceritaku tadi. Bukankah Suma Hui telah dijodohkan dengan aku? Bukankah ia kini malah menjadi isteri Kao Cin Liong?! Tek Ciang yang cerdik ini merasa yakin bahwa keluarga Suma itu tidak akan mempunyai alasan lagi untuk membantahnya. Alasan satu-satunya hanyalah menceritakan tentang peristiwa memalukan yang terjadi antara Suma Hui dan dia, dan dia yakin bahwa aib itu sampai mati sekalipun pasti tidak akan diceritakan mereka kepada orang lain.

   Kini dua orang kakek Cu itu kembali menghadapi Suma Kian Lee. Dengan hati lega mereka melihat betapa keluarga itu nampak diam saja, seolah-olah menandakan bahwa keterangan murid mereka tadi benar.

   "Bagaimana sekarang, saudara Suma? Setelah mendengar keterangan murid kami, beranikah kalian menyangkal kebenarannya? Dan kalau keterangannya tadi benar, berarti kalianlah yang jahat, bukan murid kami!! demikian kata Cu Han Bu dengan sikap keren.

   Suma Kian Lee sekeluarga saling pandang, juga Kao Kok Cu yang biasanya tenang sekali itupun kini kelihatan merah mukanya. Tiba-tiba Suma Hui melangkah maju dan dengan sikap gagah ia berkata lantang.

   "Kalian hanya mendengarkan keterangan sepihak. Dengarlah keteranganku akan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Iblis busuk ini, jahanam keji ini, telah....!

   "Hui-ji....!! Suma Kian Lee berseru untuk mencegah puterinya.

   "Biarlah, ayah. Tidak tahukah ayah bahwa jahanam ini sengaja menceritakan semua itu karena dia mengira bahwa kita tidak akan berani membuka rahasia itu?! Setelah berkata demikian Suma Hui melanjutkan sambil memandang dua orang kakek Cu.

   "Kalian orang-orang tua yang mudah dikelabuhi jahanam ini, dengarlah baik- baik. Mula-mula jahanam ini mengelabuhi ayah, memikat hati ayah sedemikian rupa sehingga ayah percaya kepadanya, bahkan mengambilnya sebagai murid.

   Ayah telah mengorbankan semua ilmu dari Pulau Es untuk diberikan kepada jahanam ini. Akan tetapi tahukah kalian apa yang diperbuat jahanam ini? Ayah demikian terpikat dan tertipu sehingga ayah mengikat tali perjodahan antara aku dan dia. Ayah berniat memungut mantu kepadanya! Akan tetapi, aku tidak mencintanya karena aku sudah mencinta Kao Cin Liong. Dan pada suatu malam.... dengan bantuan tokoh sesat Jai-hwa Siauw-ok yang juga menjadi gurunya, jahanam busuk yang menjadi murid kalian ini membiusku dengan asap beracun, kemudian dia.... memperkosa diriku dan sengaja membisikkan nama Kao Cin Liong kepadaku yang berada dalam keadaan setengah sadar.!

   "Suhu, jangan percaya obrolan perempuan ini. Seorang isteri yang sudah menyeleweng meninggalkan suami dan menikah dengan pria lain, mana bisa dipercaya omongannya?! Tek Ciang membentak.

   "Diam!! Bentak Cu Han Bu kepada muridnya.

   "Biarkan ia melanjutkan penuturannya, benar maupun tidak!!!Kami sekeluarga terkena tipunya,! Suma Hui melanjutkan.

   "Sehingga kami sekeluarga memusuhi Kao Cin Liong dan hampir terjadi kesalah-pahaman antara keluarga kami. Aku sendiri bertahun-tahun memusuhi dan mendendam kepada Kao Cin Liong yang merupakan satu- satunya pria yang kucinta. Baru rahasia kebusukannya terbuka ketika kami dinikahkan. Aku melihat tonjolan daging berambut di punggungnya, sama seperti yang terdapat pada punggung orang yang memperkosa diriku! Dan diapun sudah mengaku, akan tetapi dia dapat melarikan diri karena bantuan Jai-hwa Siauw-ok, gurunya....!

   "Suhu, jangan percaya! Mereka ini adalah pemberontak-pemberontak, Jenderal Kao Cin Liong sudah berhenti dari jabatannya karena dia bersekongkol pula dengan pemberontak-pemberontak! Keluarga Pulau Es adalah pemberontak-pemberontak! Perajurit pengawal, tangkap mereka!!

   "Para perajurit yang gagah, kalian mundurlah!! Tiba-tiba Kao Cin Liong membentak dengan suaralantang .

   "Kalian sudah mengenal siapa aku, sebaliknya baru sekarang mengenal manusia jahanam ini. Biarkan kami menyelesaikan urusan pribadi, karena tidak ada sangkut-pautnya dengan pemerintah!!

   Mendengar bentakan Kao Cin Liong dan melihat bekas jenderal muda itu, para perajurit pengawal menjadi bimbang. Mereka tidak berani menentang bekas jenderal yang mereka kagumi itu.

   "Ji-wi locianpwe,! kata Kao Cin Liong kepada dua orang kakek she Cu.

   "Kami sekalian bukanlah pemberontak....!

   "Kalau bukan pemberontak, mereka itu tentu pengkhianat-pengkhianat yang menyebabkan matinya para pendekar yang mengadakan pertemuan di Gunung Hutan Cemara!! Tek Ciang berseru lantang.

   "Ji-wi suhu, ketahuilah bahwa ratusan orang pendekar dan patriot yang sedang mengadakan pertemuan di Hutan Cemara, telah dikhianati oleh keluarga Pulau Es yang menentang mereka, sehingga mereka terbasmi oleh pasukan pemerintah....!

   "Bohong! Ah, manusia keji, penyebar kejahatan dan kebohongan. Tuhan akan menjatuhkan hukuman kepadamu!! Tiba-tiba terdengar bentakan dan majulah seorang pemuda gagah perkasa. Pemuda ini adalah Kwee Cin Koan dan dia segera menghampiri kelompok orang yang sedang bersitegang itu. Tek Ciang mengenal pemuda ini yang bukan lain adalah Kwee Cin Koan, pemuda kekasih Can Kui Eng yang menyerahkan surat rahasia kepada mendiang gadis murid Kun-lun-pai itu. Dia mulai merasa khawatir, akan tetapi semua perbuatannya di Kun-lun-pai tidak diketahui pemuda ini, takut apa?

   Kwee Cin Koan memberi homat kepada mereka semua.

   "Cu-wi locianpwe yang terhormat, saya adalah Kwee Cin Koan, murid Kong-thong-pai yang telah menyelidiki dengan seksama dan tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Cu-locianpwe, saya tahu bahwa ji-wi adalah tokoh-tokoh Lembah Naga Siluman di barat, dan agaknya, seperti juga Suma-locianpwe, ji-wi telah dikelabuhi oleh iblis Louw Tek Ciang ini. Diapun dapat pula mengelabuhi para tosu Kun-lun-pai sehingga dia diberi pinjam untuk mempelajari kitab Sin-liong Ho-kang. Cu-wi locianpwe, dengarlah ceritaku....!

   

Suling Emas Naga Siluman Eps 23 Suling Emas Naga Siluman Eps 46 Suling Emas Naga Siluman Eps 42

Cari Blog Ini