Ceritasilat Novel Online

Jodoh Rajawali 30


Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Bagian 30



Gubernur Ho-pei cepat menghadap dan barulah sekarang dia berani melapor tentang sikap memberontak Gubernur Ho-nan. Sebelum ini, dia sama sekali tidak berani melaporkan kepada kaisar, karena maklumlah gubernur ini bahwa melaporkan akan percuma saja, sama sekali tidak akan diterima oleh kaisar, bahkan sebalik-nya akan membahayakan dia sekeluarganya karena yang dihadapi bukan kaisar melainkan para thaikam yang berkuasa seolah-olah melebihi kaisar. Ketika mendengar pelaporan Gubernur Ho-pei betapa fihak pemberontak, yaitu Gubernur Ho-nan diam-diam telah bersekutu dengan kerajaan Nepal, bahkan mendirikan benteng di perbatasan propinsi, di lembah Sungai Huang-ho, dia terkejut dan marah sekali. Dia maklum akan bahayanya perang saudara, maka pangeran mahkota ini lalu teringat akan Puteri Milana.

   Dia segera menyebar orang-orang untuk mencari Puteri Milana, karena dia tahu bahwa puteri itu adalah seorang yang paling boleh diandalkan untuk menanggulangi ancaman bahaya pemberontakan itu. Dia tidak mau sembrono mengirim pasukan, karena hal itu akan menimbulkan perang saudara yang akan membuat rakyat menderita sengsara. Di dalam Kisah Sepasang Rajawali telah diceritakan bahwa Puteri Milana bersama Pendekar Sakti Gak Bun Beng, telah meninggalkan dunia ramai. Puteri Milana adalah puteri dari Pendekar Super Sakti Suma Han majikan Pulau Es. Ibunya adalah Puteri Nirahai. Seperti telah diceritakan dalam Kisah Sepasang Rajawali, Puteri Milana meninggalkan istana, minggat setelah suaminya, yaitu mendiang Panglima Han Wi Kong, membunuh Pangeran Liong Bin Ong.

   Selain untuk membunuh seorang pemberontak dan pengkhianat, pembunuhan atas diri pangeran ini dilakukan oleh Han Wi Kong sebagai cara untuk membunuh diri karena dia ingin memberi kebebasan kepada Puteri Milana yang menjadi isterinya hanya dalam nama saja. Dia tahu isterinya itu mencinta Gak Bun Beng, maka semenjak menikah, belum pernah dia mendekati isterinya dan belum pernah mereka tidur bersama. Demikianlah, Puteri Milana akhirnya bertemu dan berkumpul juga dengan pria yang dicintanya, satu-satunya pria yang pernah dicintanya, yaitu Gak Bun Beng. Akan tetapi, atas permintaan Gak Bun Beng yang tidak ingin mendengar nama kekasihnya ini cemar dan tertimpa aib, sebagai janda bangsawan, seorang puteri istana, menikah lagi dengan dia, maka dia mengajak kekasihnya yang menjadi isterinya itu ke tempat sunyi, jauh dari dunia ramai.

   Mereka berdua meninggalkan segala kericuhan hidup di dunia ramai dan tinggal di sebuah puncak, satu di antara puncak-puncak Pegunungan Beng-san, yaitu puncak yang disebut puncak Telaga Mawar karena di situ terdapat sebuah telaga kecil yang penuh dengan pohon bunga mawar. Suami isteri ini seolah-olah hendak menebus segala kerinduan mereka bertahun-tahun yang lalu, belasan tahun penuh kerinduan ketika mereka dahulu saling berpisah. Kini mereka itu seolah-olah tenggelam dan berenang di dalam lautan madu asmara, mencurahkan seluruh perasaan cinta kasih satu kepada yang lain di tempat sunyi di pondok mereka dekat telaga, di tengah-tengah suasana tenang dan hening yang diliputi keharuman bunga-bunga mawar.

   Dalam waktu satu tahun saja, Puteri Milana yang sudah berusia tiga puluh lima tahun itu melahirkan dua orang anak kembar, dua orang anak laki-laki yang sehat dan tampan. Tentu saja mereka merasa bahagia sekali, akan tetapi Puteri Milana menjadi repot juga karena tiba-tiba saja dia harus mengurus dua orang anak! Padahal dia adalah seorang puteri istana yang lebih biasa bermain pedang daripada mengurus anak. Namun, karena Gak Bun Beng yang menjadi suaminya itu penuh kasih sayang kepadanya dan membantunya, maka kedua orang itu mengurus anak-anak mereka dengan baik, dengan cara gotong royong. Gak Bun Beng adalah seorang pendekar yang memiliki ilmu kepandaian hebat sekali. Dia memiliki bermacam-macam ilmu silat yang amat tinggi, di antaranya adalah ilmu-ilmu silat dari Siauw-lim-pai, ilmu-ilmu sinkang Swat-im Sin-kang dan Hwi-yang Sin-kang dari Pulau Es.

   Ilmu Silat Sam-po Cin-keng yang mujijat, tenaga sakti Inti Bumi yang didapatnya dari gembong Pulau Neraka yaitu Butek Siauw-jin, dan dia bahkan pernah menerima ilmu mujijat dari Koai-lojin, yaitu Ilmu Lo-thian Kiam-sut yang sukar ditemukan tandingannya. Akan tetapi Puteri Milana juga bukan orang sembarangan. Sebagai puteri dari Pendekar Super Sakti, tentu saja dia mewarisi ilmu-ilmu yang tinggi dari ayahnya dan ibunya, bahkan dia memiliki kelebihan dari suaminya yang sakti itu dalam hal ilmu perang. Dia mewarisi ilmu perang dari ibunya, bahkan ilmu ini diperdalamnya ketika dia berada di istana, dan ketika terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh dua orang pamannya, yaitu kedua orang Pangeran Liong, dia telah memimpin pasukan untuk membasmi pemberontak-pemberontak di perbatasan utara itu (baca Kisah Sepasang Rajawali).

   Memiliki ayah dan ibu seperti ini, sudah barang tentu kalau dua orang anak kembar itu semenjak kecil menerima gemblengan dari ayah bundanya sehingga mereka pun tumbuh menjadi anak-anak yang luar biasa. Selain menggembleng anak-anak mereka dengan dasar-dasar ilmu silat tinggi, juga pendekar Gak Bun Beng dan Puteri Milana tidak lupa untuk memberi pelajaran "bun" (sastra) kepada dua orang anak itu agar mereka kelak tidak menjadi orang-orang buta huruf yang hanya akan mengandalkan kekuatan badan dan menjadi orang-orang kasar. Pondok mereka yang sederhana itu, bersama sebidang tanah yang kini telah mereka olah menjadi kebun sayur dan bunga, berada di puncak, di tepi telaga dan terkurung oleh jurang dan bukit-bukit. Tempat ini aman dan tenteram sekali, dan tidak mungkin didatangi orang dari jurusan lain kecuali melalui telaga.

   Hanya dengan menyeberangi telaga itulah orang dari jurusan atau tempat lain di seberang telaga dapat mengunjungi pondok suami isteri pendekar ini. Oleh karena itu, jarang sekali ada orang datang ke tempat itu, dan hanya setelah dua orang anak kembar mereka mulai besar dan mengerti, suami isteri ini kadang-kadang mengajak dua orang anak mereka untuk mengunjungi dusun-dusun di seberang telaga agar mereka jangan sampai terasing dari hubungan antara manusia. Para penghuni dusun-dusun di seberang telaga mengenal suami isteri dan dua orang anak kembarnya ini, yang mereka anggap sebagai orang-orang luar biasa yang mengasingkan diri. Setelah Gak It Kong dan Gak Goat Kong, nama dua orang anak kembar itu, berusia enam tahun, mereka telah menjadi anak-anak luar biasa yang memiliki kepandaian jauh melebihi anak-anak biasa.

   Orang tua mereka memberi mereka nama dengan mengambil huruf Jit (Matahari) dan Goat (Bulan) untuk menunjukkan kekembaran mereka. Akan tetapi dua orang anak itu pun mulai mengerti keadaan dan mereka mulai merasa heran dan penasaran, juga tidak puas melihat betapa mereka hidup terasing di tempat itu, padahal di dusun-dusun di seberang telaga terdapat banyak manusia lain. Mereka telah pandai membaca dan dari kitab-kitab yang mereka baca, mereka tahu bahwa yang hidup mengasingkan diri hanyalah pertapa-pertapa atau orang--orang jahat yang menjadi buronan. Padahal ayah bunda mereka bukan pertapa. Apakah ayah bunda mereka buronan? Agaknya tidak mungkin. Rasa penasaran ini membuat mereka pada suatu malam, sehabis makan malam, mengajukan pertanyaan kepada ayah bunda mereka.

   "Ayah, mengapa kita hidup di tempat sunyi dan terasing ini? Mengapa kita tidak tinggal di tempat yang banyak ditinggali manusia lain seperti di dusun-dusun itu?"

   Kata It Kong.

   "Kenapa kita tidak pernah pergi melakukan perjalanan mengunjungi kota-kota besar dan kota raja seperti yang sering Ibu ceritakan? Katanya Ibu adalah cucu kaisar, kenapa sekarang tinggal di tempat sunyi begini?"

   Goat Kong menyambung. Karena It Kong lahir lebih dulu, maka Goat Kong ini terhitung adik, akan tetapi dia tidak pernah mau menyebut kakak kepada It Kong. Suami isteri itu saling pandang dan dalam pertemuan pandang mata ini Milana menyerahkan jawaban-jawaban itu kepada suaminya. Maka Gak Bun Beng lalu memegang tangan kedua orang puteranya, menarik mereka dan merangkul mereka, lalu berkata,

   "Ketahuilah, anak-anakku. Kita memang sengaja tinggal di tempat sunyi, jauh dari keramaian. Bukankah tempat ini indah sekali dan kita hidup bahagia? Di tempat-tempat ramai, terutama sekali di kota-kota besar, terdapat banyak keributan, terdapat banyak orang-orang jahat yang suka mengganggu orang lain."

   "Akan tetapi kita tidak perlu takut!"

   Jit Kong berkata.

   "Benar, perlu apa kita belajar silat kalau takut orang jahat!"

   Goat Kong menyambung. Gak Bun Beng tersenyum dan diam-diam dia bangga melihat sifat gagah itu ada pada diri dua orang puteranya.

   "Sama sekali kita tidak takut, anak-anakku. Akan tetapi perlu apakah kita mendekati tempat-tempat di mana orang-orang saling bermusuhan? Di sini kita hidup tenang dan damai."

   "Akan tetapi aku ingin melihat banyak orang di kota besar!"

   Kata Jit Kong.

   "Dan aku ingin melihat kaisar!"

   Kata Goat Kong. Melihat suaminya kewalahan menghadapi desakan dua orang anaknya, Milana lalu turun tangan membantu dan berkata,

   "Jit Kong dan Goat Kong, kalian masih terlalu kecil untuk pergi ke tempat ramai dan bertemu dengan orang-orang jahat. Belajarlah baik-baik dan kalau kalian kelak sudah dewasa, sudah memiliki kepandaian tinggi, baru tiba saatnya kalian boleh mengunjungi tempat--tempat ramai itu. Aku sendiri yang akan membawa kalian ke kota raja dan menghadap kaisar."

   "Benar, kata Ibumu,"

   Bun Beng menyambung dengan hati lega.

   "Dan ingatlah, di dunia ini banyak berkeliaran manusia-manusia jahat. Oleh karena itu, kalian pun tidak boleh mengunjungi dusun-dusun di seberang tanpa ayah ibumu. Mengertikah kalian?"

   Dua orang anak itu mengangguk, akan tetapi saling lirik karena hati mereka sesungguhnya tidak merasa puas. Betapapun juga, janji ibu mereka itu amat menarik hati dan mereka makin rajin berlatih ilmu silat sehingga ayah bunda itu merasa girang sekali. Pada suatu pagi, seperti biasa, Jit Kong dan Goat Kong bermain-main di telaga, mendayung sebuah perahu kecil. Mereka harus mencari ikan, akan tetapi karena semenjak pagi tadi mereka memancing namun belum juga memperoleh hasil, mereka lalu bermain-main dan mandi di telaga. Mereka menanggalkan pakaian mereka di atas perahu dan dari perahu itu mereka terjun ke air yang jernih, berenang ke sana-sini sambil tertawa-tawa, berkejaran, menyelam dan saling siram dengan air.

   "Hayo kita berlumba mengejar perahu!"

   Jit Kong berkata sambil tertawa-tawa dan mengusap air dari mukanya.

   "Baik, yang kalah nanti harus mendayung perahu sampai ke pinggir ketika pulang!"

   Jawab Goat Kong.
Mereka lalu berenang ke arah perahu mereka, lalu bersama-sama mereka mengerahkan tenaga menggunakan tangan mereka mendorong perahu yang meluncur cepat ke tengah telaga. Mereka lalu berenang secepatnya mengejar dan berlumba. Keduanya memang pandai renang, terlatih sejak masih kecil. Akan tetapi, sejak kecil Jit Kong memang memiliki dasar tenaga lebih besar, akan tetapi Goat Kong memiliki dasar gerakan yang lebih cepat, maka ketika berlumba mengejar perahu ini, gerakan Goat Kong lebih cepat dan kakaknya tertinggal setengah badan ketika dia lebih dulu memegang perahu dan meloncat ke dalamnya sambil berpegang kepada bibir perahu.

   "Aku menang....!"

   Soraknya, mentertawai Jit Kong.

   "Kau berenang seperti ikan saja!"

   Jit Kong kini juga meloncat ke dalam perahu. Mereka tertawa-tawa. Akan tetapi, tiba-tiba Goat Kong memegang tangan kakaknya.

   "Jit Kong, lihat! Ada perahu....!"

   Jit Kong cepat memutar tubuh dan memandang. Benar saja. Ada sebuah perahu didayung cepat ke tengah telaga, datang dari seberang dan agaknya menuju ke tempat tinggal mereka.

   "Wah, lihat pakaian mereka!"

   Jit Kong berbisik. Dua orang anak ini mendekam di atas perahu mereka dan memandang. Perahu itu ditumpangi oleh dua orang yang berpakaian seperti tentara, bertubuh tinggi besar dan mereka mendayung perahu dengan kuat sehingga perahu itu meluncur cepat sekali.

   "Pakaian mereka seperti gambar tentara...."

   Bisik Goat Kong.

   "Celaka, agaknya Ayah benar-benar seorang buruan dan mereka tentu datang hendak menangkap Ayah,"

   Kata Jit Kong. Dua orang anak itu saling pandang dengan mata terbelalak dan muka berubah pucat.

   "Kita harus halangi mereka...."

   Bisik Goat Kong. Kakaknya mengangguk dan bagaikan dua ekor ikan saja, dua orang anak yang masih telanjang itu lalu meluncur ke dalam air dan berenang cepat menghadang perahu yang meluncur dari depan itu. Ketika perahu meluncur dekat, keduanya cepat menyelam. Dua orang yang berpakaian perwira itu mendayung perahu dan memandang ke arah perahu kecil itu dengan heran. Perahu kecil itu kosong, tidak ada orangnya dan di dalam perahu terdapat tumpukan pakaian!

   "Eh, tadi seperti kulihat ada dua orang bocah di perahu itu,"

   Kata perwira yang tua, yang rambutnya sudah putih semua.

   "Benar, Souw-ciangkun, saya tadi pun melihatnya. Entah di mana mereka sekarang,"

   Kata perwira yang lebih muda, yang bertubuh tinggi besar.

   "Ehhh....!" "Heiiiii....!"

   Mereka berdua berteriak dengan kaget karena tiba-tiba saja perahu mereka itu miring! Mereka berusaha untuk menekan perahu, akan tetapi percuma saja karena tiba-tiba perahu itu terbalik dan mereka ikut terjatuh ke dalam air.

   "Tolooooonggg....!"

   Perwira tua yang disebut Souw-ciangkun tadi berteriak. Dia adalah seorang perwira yang gagah perkasa, akan tetapi di darat. Kalau di air, dia sama sekali tidak bisa apa-apa, karena berenang pun dia tidak mampu, maka tentu saja dia menjadi ketakutan dan gelagapan, kedua tangannya meraih-raih udara kosong dan mulutnya berteriak minta tolong sebelum kepalanya tenggelam. Perwira tinggi besar itu dapat berenang, akan tetapi juga tidak ahli. Maka ketika dia berenang mendekati dan mencoba untuk menolong temannya, perwira tua itu menangkap lengannya dengan panik dan hal ini menghalangi temannya untuk berenang sehingga keduanya tenggelam! Jit Kong dan Goat Kong yang sudah kembali ke perahu mereka, memandang ke arah dua orang yang sedang bergumul itu dengan mata terbelalak.

   "Kita tidak boleh membunuh orang,"

   Kata Jit Kong.

   "Ya, dan mereka itu tidak pandai renang,"

   Sambung Goat Kong.

   "Kalau dibiarkan, tentu mereka akan mati."

   "Karena itu, kita harus menolong mereka."

   Kedua orang anak itu lalu terjun ke air, menyelam dan berenang ke arah dua orang perwira yang sudah mulai lemah gerakan-gerakan mereka itu, sebentar timbul sebentar tenggelam seperti dua ekor ayam terjatuh ke air. Ketika dua orang anak itu berhasil menjambak rambut mereka dan membawa mereka berenang ke perahu kecil itu, mereka berdua sudah tidak bergerak lagi, perut mereka agak kembung dan mereka tidak sadarkan diri. Melihat mereka pingsan, Jit Kong dan Goat Kong terkejut dan ketakutan.

   "Celaka, mereka sudah mati!"

   Teriak Jit Kong.

   "Hayo cepat bawa pulang, biar diobati Ayah!"

   Kata Goat Kong.

   "Tapi.... tapi kita tentu akan mendapat marah. Kita telah membunuh orang!"

   "Biarpun begitu, kita harus berikan tanggung jawab. Seorang gagah selalu akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya."

   Semua ucapan yang keluar dari mulut dua orang anak itu adalah hasil ajaran orang tua mereka. Maka, biarpun mereka merasa sangat takut dan mengira bahwa dua orang itu telah mati sehingga mereka akan menerima kemarahan ayah mereka,

   Namun mereka tidak ragu-ragu lagi untuk cepat mendayung perahu pulang dan setibanya di tepi telaga, Jit Kong sudah meloncat dan lari secepatnya menuju ke pondok, sedangkan Goat Kong menjaga perahu di mana dua orang perwira itu masih menggeletak tak bergerak dengan wajah pucat. Tak lama kemudian Gak Bun Beng datang berlarian bersama Isterinya, mengikuti Jit Kong yang datang memberi tahu kepada mereka tentang dua orang perwira itu. Ketika melihat mereka menggeletak pingsan Bun Beng cepat menelungkupkan mereka dan memaksa air keluar dari dalam perut mereka, kemudian mengurut dada dan punggung sampai mereka siuman kembali. Begitu mereka siuman dan perwira yang sudah berusia lanjut dan rambutnya putih semua itu melihat Milana, dia segera mengenalnya dan cepat dia menjatuhkan diri berlutut di depan puteri itu.

   "Ah, sungguh beruntung sekali hamba, akhirnya dapat bertemu dengan Paduka Puteri!"

   Kakek ini memang merasa terkejut, terheran-heran dan juga girang bukan main karena sama sekali tidak disangkanya bahwa dia akan dapat bertemu dengan orang yang dicari-carinya itu! Mereka berdua adalah dua di antara para perwira yang diutus oleh Pangeran Yung Ceng untuk mencari Puteri Milana. Dari para penghuni dusun di seberang mereka mendengar bahwa di tempat itu tinggal dua orang suami isteri pertapa yang masih muda dan aneh, bersama dua orang anak mereka. Mendengar betapa suami isteri "pertapa"

   Ini mengasingkan diri selama beberapa tahun, dua orang utusan itu merasa heran dan mereka lalu menggunakan sebuah perahu untuk pergi menyelidiki. Akan tetapi mereka bertemu dengan Jit Kong dan Goat Kong sehingga hampir saja mereka mati tenggelam di telaga.

   "Siapakah kalian?"

   Milana bertanya sambil mengerutkan alisnya, sama sekali tidak menyangka bahwa ada orang yang akan mengenalnya sebagai puteri istana.

   "Maaf, hamba telah berani datang mengganggu. Hamba adalah Souw Ciat, dan dia ini adalah Ciang Sim To,"

   Kata perwira tua sambil menunjuk kepada temannya yang juga sudah menjatuhkan diri berlutut ketika mendengar ucapan Souw Ciat. Baru sekarang dia juga mengenal Milana yang berpakaian sederhana seperti seorang wanita petani biasa itu.

   "Hamba berdua adalah perwira-perwira pengawal dari istana, hamba diutus oleh sri baginda kaisar mencari Paduka Puteri Milana yang mulia."

   Mendengar ini, Gak Bun Beng lalu berkata,

   "Sebaiknya mari kita ke pondok dan di sana kita dapat bicara dengan baik."

   Dua orang perwira itu kini pun teringat kepada pendekar ini yang pernah menjadi tokoh terkenal di kota raja, maka Souw-ciangkun lalu menjura, diikuti oleh temannya, kepada pendekar itu sambil berkata,

   "Terima kasih atas kebaikan Taihiap."

   Mereka berempat diikuti oleh dua orang anak kembar, segera menuju ke pondok di mana Jit Kong dan Goat Kong menyalakan perapian sehingga dua orang perwira itu dapat menghangatkan tubuh mereka dan mengeringkan pakaian mereka. Kemudian, dua orang anak kembar yang sudah biasa bekerja membantu ibu mereka itu menghidangkan arak kepada dua orang tamu itu yang memandang kepada mereka berdua dengan sinar mata terheran-heran dan juga penuh curiga.

   "Kalau tidak berkat pertolongan dua orang Kongcu ini, tentu kami telah tewas,"

   Kata Ciang Sim To kepada Bun Beng. Pendekar itu menarik napas panjang.

   "Kami telah mendengar penuturan dua orang putera kami, Ji-wi Ciangkun, dan harap Ji-wi suka memaafkan mereka yang masih anak-anak sehingga belum dapat membedakan orang. Mereka mengira bahwa Ji-wi datang dengan niat buruk, maka mereka telah lancang menggulingkan perahu dan menangkap Ji-wi."

   "Jit Kong, Goat Kong, hayo cepat minta maaf kepada kedua Ciangkun ini!"

   Milana berkata kepada kedua orang putera kembarnya. Jit Kong dan Goat Kong cepat melangkah maju menghadap dua orang perwira itu, menjura dan mengangkat kedua tangan di depan dada, membungkuk dan berkata,

   "Harap Ji-wi Ciangkun sudi memaafkan kami berdua."

   Mereka mengeluarkan kata-kata yang sama dan hampir berbareng, tanda bahwa ucapan itu keluar dari hati mereka sendiri bukan saling mengikuti saja. Souw-ciangkun dan temannya cepat membalas dan perwira tua ini berkata kagum,

   "Ah, sungguh hebat sekali! Ji-wi Kongcu ini masih begini muda, akan tetapi telah memiliki kepandaian hebat sehingga kami dua orang perwira bangkotan telah dibuat tidak berdaya! Haha-ha, betapa bahagianya hati hamba menyaksikan putera-putera Paduka yang begini tampan dan gagah perkasa!"

   "Ji-wi Ciangkun, sekarang ceritakanlah tentang tugas Ji-wi mencari aku, dan mengapa pula kaisar mengutus Ji-wi,"

   Kata Milana. Pangeran Yung Ceng demikian bersemangat untuk menemukan dan memanggil Puteri Milana sehingga setiap rombongan tentu dibawai surat untuk Sang Puteri.

   Juga Souw-ciangkun tidak ketinggalan membawa sepucuk surat. Untung bahwa surat itu disimpannya di dalam kantung kulit sehingga tidak basah ketika dia terjatuh ke air telaga tadi. Dengan sikap hormat dia menyerahkan surat itu kepada Milana yang segera, membuka dan membacanya. Tidak salah memang. Surat itu adalah surat dari pamannya, putera kaisar yang masih amat muda itu. Biarpun Yung Ceng dan Yung Hwa jauh lebih muda daripada Milana, namun dua orang pangeran muda ini termasuk pamannya, karena mereka adalah putera-putera kaisar, sedangkan dia sendiri adalah cucu kaisar. Di dalam surat itu, jelas Pangeran Yung Ceng mengharapkan kedatangannya di istana karena di istana timbul hal-hal yang membutuhkan bantuan Puteri Milana untuk ditanggulangi. Milana mengerutkan alisnya.

   "Yang mengutus Ji-wi bukan sri baginda kaisar, melainkan putera mahkota,"

   Tegurnya.

   "Harap Paduka maafkan hamba berdua,"

   Jawab Souw Ciat.

   "Oleh karena sri baginda kaisar telah menyerahkan pedang kekuasaan kepada pangeran mahkota, maka kekuasaan beliau tiada bedanya dengan kekuasaan sri baginda kaisar, maka hamba menganggap bahwa yang mengutus hamba juga dari baginda kaisar sendiri."

   "Hemmm, apakah yang terjadi di istana maka kaisar menyerahkan pedang kekuasaan kepada Paman Pangeran Yung Ceng?"

   Souw-ciangkun lalu menceritakan keadaan di kota raja dengan jelas. Sebagai seorang panglima pengawal yang setia dia ikut merasa lega dan gembira atas tindakan pangeran mahkota itu maka dia dapat bercerita dengan jelas tentang diberantasnya penyelewengan-penyelewengan oleh Pangeran Yung Ceng, betapa para thaikam ditangkapi dan dihukum, dan banyak pula pembesar korup yang dihukum.

   "Ah, mengapa terjadi hal demikian? Apakah kesalahan para thaikam itu?"

   Tanya Milana dengan heran.

   "Mereka telah mengua-sai istana dan membujuk sri baginda kaisar melakukan pemecatan-pemecatan terhadap pembesar-pembesar yang setia. Bahkan Jenderal Kao Liang yang telah menjadi panglima besar itu pun dipecat."

   "Ehhh....?"

   Berita ini amat mengejutkan hati Milana dan Bun Beng. Mereka berdua mengenal siapa, adanya Jenderal Kao Liang, seorang yang amat setia dan tangguh, yang amat besar jasanya terhadap kerajaan yang telah berkali-kali menyelamatkan kerajaan dari ancaman pemberontakan-pemberonta kan, bahkan yang terakhir, lima enam tahun yang lalu, juga menyelamatkan negara dari pemberonta-kan dua orang Pangeran Liong.

   "Dia dipecat?"

   Milana menegaskan dengan hati penasaran.

   "Bukan dipecat begitu saja, melainkan dipensiun dan diperkenankan mengundurkan diri dan pulang ke kampung halaman. Akan tetapi semua orang tahu belaka bahwa hal itu merupakan pemecatan dan pengusiran secara halus."

   Souw-ciangkun memberi penjelasan.

   "Kalau Paman Pangeran Mahkota sudah melakukan tindakan tegas itu dan para pembesar lalim telah dibasmi, perlu apalagi menyuruh Ji-wi mencari aku?"

   Tanya Milana yang merasa enggan untuk pergi ke kota raja mencampuri urusan pemerintah. Souw-ciangkun lalu menceritakan tentang ancaman pemberontakan yang agaknya akan dicetuskan oleh Gubernur Ho-nan.

   "Maafkan hamba, sesungguh-nya hamba tidak tahu jelas akan persoalannya, dan tentu saja pangeran mahkota tidak menceritakan kepada hamba. Akan tetapi karena hamba melaksanakan tugas mencari Paduka, maka hamba memperlengkapi diri dengan pengetahuan akan hal-hal itu sehingga kalau Paduka bertanya hamba sudah dapat memberi penjelasan. Mengenai pemberontakan yang agaknya akan dilakukan oleh Gubernur Ho-nan, dimulai ketika Pangeran Yung Hwa menjadi utusan kaisar mengunjungi Propinsi Ho-nan."

   Souw-ciangkun lalu menceritakan segala yang telah didengarnya tentang peristiwa yang terjadi atas diri Pangeran Yung Hwa dan Gubernur Ho-pei. Milana dan Bun Beng mendengarkan dengan penuh perhatian.

   "Malah akhir-akhir ini terdapat berita bahwa Gubernur Ho-nan agaknya hendak bersekutu dengan mata-mata dari Nepal, dan mengumpulkan banyak orang pandai di lembah Sungai Huang-ho. Oleh karena itulah agaknya maka pangeran mahkota hendak minta bantuan Paduka."

   Milana saling pandang dengan suaminya. Mereka maklum bahwa keadaan tentu amat gawat, maka sampai Pangeran Yung Ceng mencari Milana. Biarpun mereka sekeluarga telah menjauhkan diri dan tidak mau berurusan dengan persoalan dunia, akan tetapi mendengar adanya ancaman terhadap kerajaan, tergerak juga hati Milana.

   "Baiklah, Souw-ciangkun. Kalian berdua telah berhasil menemukan aku dan telah menyampaikan surat Paman Pangeran Yung Ceng. Sekarang kembalilah kalian ke kota raja, dan permintaan dari istana itu akan kami pertimbangkan. Souw-ciangkun memandang dengan wajah berseri, lalu bertanya,

   "Apakah Paduka tidak menitipkan surat jawaban kepada pangeran mahkota melalui hamba?"

   "Tidak usah. Sampaikan saja secara lisan bahwa aku telah menerima surat beliau dan bahwa permin-taan itu akan kami pertimbangkan. Begitu saja. Sekarang, harap kalian suka pergi meninggalkan tempat ini dan jangan, memberitahukan kepada orang lain kecuali pangeran mahkota tentang kami dan tempat tinggal kami."

   Dua orang perwira pengawal itu memberi hormat, minta diri dan mereka diantar oleh Bun Beng sendiri yang menggunakan perahunya karena perahu mereka tadi entah hanyut ke mana. Mereka diantar sampai ke seberang telaga, lalu pendekar itu kembali pulang dan segera dia memperbincangkan persoalan panggilan dari kota raja. Itu bersama isterinya. Akhirnya, karena Milana berkeras untuk membela kerajaan yang terancam bahaya sebagai puteri istana, diambiliah keputusan bahwa puteri itu akan berangkat sendiri ke kota raja melihat keadaan. Gak Bun Beng tinggal di rumah bersama putera mereka. Pada keesokan harinya, berangkatlah Milana yang berganti pakaian ringkas dan membawa pedangnya sehingga kini dia berubah dari seorang wanita petani menjadi seorang pendekar wanita yang cantik dan gagah.

   "Ohhh.... hu-hu-huuuhhhhh....!"

   Dia menangis menutupi matanya dengan kedua tangan, terisak-isak dan menjatuhkan dirinya di atas rumput tebal di bawah pohon dalam hutan sunyi itu. Dia masih mengenakan pakaian pria, pakaian seorang pemuda dan dengan pakaian itu dia telah menggunakan nama Kang Swi, memasuki sayembara dan berhasil menjadi perwira pengawal Gubernur Ho-nan. Akan tetapi, sungguh dia tidak sangka bahwa rahasianya terbuka secara demikian memalukan! Dalam keadaan pingsan, pemuda yang bernama Siauw Hong itu telah meraba dadanya! Dia tahu bahwa Siauw Hong telah menolongnya, telah menyembuhkannya dari luka berat. Akan tetapi dia tidak peduli. Pemuda itu telah meraba dadanya! Dia harapkan pukulannya itu akan membunuh Siauw Hong! Kalau tidak, percuma saja dia menyamar setelah rahasianya kini terbuka.

   "Hu-hu-huuuhhhhh.... sialan....!"

   Pemuda yang ternyata adalah seorang dara itu kembali menangis. Akan tetapi, betapapun keras dia menangis, di tempat sunyi itu siapa yang akan mendengarnya atau menghiburnya? Kita mengenal pemuda itu sebagai Kang Swi, pemuda royal yang melakukan perjalanan bersama Siluman Kecil atau Kian Bu dan Siauw Hong ke kota raja Ho-nan dan bersama Siauw Hong memasuki sayembara dan berhasil diangkat menjadi perwira pengawal Gubernur Ho-nan. Akan tetapi ketika dia bertemu dengan Kim Cui Yan yang menangkap Jenderal Kao Liang dan dia menolong jenderal itu, dia berkelahi melawan Kim Cui Yan yang amat lihai dan terkena pukulan Swat-im Sin-ciang sehingga roboh pingsan. Kemudian, ketika Siauw Hong menolong bekas sahabatnya itu,

   Siauw Hong mendapatkan kenyataan bahwa "pemuda"

   Royal itu adalah seorang wanita muda! Memang demikianlah sesungguhnya. Kang Swi hanyalah merupakan satu di antara penyamaran gadis yang selain pandai ilmu silatnya, juga ahli dalam hal ilmu menyamar dan "ilmu"

   Mencuri itu! Gadis ini bukan lain adalah Ang-siocia (Si Nona Merah), julukan yang didapatnya karena dia suka berpakaian merah muda. Seperti telah kita ketahui, Ang-siocia yang cantik ini adalah murid dari Hek-sin Touw-ong yang terkenal sebagai raja pencuri yang tinggal di pantai Po-hai. Dan seperti telah kita ketahui pula, ketika Siluman Kecil atau Kian Bu bertanding melawan Sin-siauw Seng-jin, untuk menebus kekalahannya lima tahun yang lalu dan akhirnya berhasil mengalahkan kakek itu,

   Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Nona ini muncul dan mencuri barang-barang pusaka peninggalan Suling Emas yang ditinggalkan oleh Sin-siauw Seng-jin setelah dia mengakui kekalahannya terhadap Siluman Kecil. Gadis ini bukan hanya merupakan murid yang tersayang dari Hek-sin Touw-ong, akan tetapi juga anak angkatnya yang amat dicinta oleh kakek raja maling itu. Oleh karena itu, maka hampir seluruh ilmu kepandaian kakek itu diajarkan kepada Ang-siocia yang bernama Kang Swi Hwa itu. Karena terlalu disayang ini agaknya, maka setelah digembleng sejak kecil, Swi Hwa menjadi seorang gadis yang manja, keras, bicaranya tajam, dan menonjolkan sifat kewanitaannya dengan berani sehingga kelihatannya agak genit. Namun dia cantik sekali dan amat cerdas otaknya sehingga semua pelajaran yang diterimanya dapat dia kuasai, terutama sekali ilmu mencuri dan menyamar.

   Setelah menguasai ilmu penyamaran itu, di dalam saku-saku bajunya tidak pernah tertinggal alat-alat menyamar sehingga dia dapat menyulap dirinya dalam waktu singkat menjadi orang yang dikehendakinya, bahkan dengan mudahnya dia dapat menyamar sebagai pria tanpa ada yang dapat menduganya. Ketika dia mewakili ayahnya menghadiri pertemuan yang diadakan oleh Hek-hwa Lo-kwi di lembah Sungai Huang-ho, kita telah mengenal kelihaian Kang Swi Hwa atau Ang-siocia ini. Biarpun belum selihai gurunya atau ayah angkatnya, namun ilmu Kiam-to Sin-ciang yang dikuasainya amat dahsyatnya. Dalam keadaannya itu, sebagai seorang dara yang berkepandaian tinggi, mempunyai seorang ayah angkat atau guru yang amat sayang dan memanjakannya, memberinya kebebasan seluasnya sehingga dia diperbolehkan pergi ke manapun, dan tidak pernah kekurangan karena sebagai raja maling tentu saja ayahnya mampu memberikan apa pun yang diinginkannya,

   Dari perhiasan yang termahal sampai pakaian terindah atau barang apa pun yang ada di dunia ini. Apalagi setelah dia pandai, dia boleh mengandalkan kepandaiannya sendiri untuk memiliki barang apa saja yang diinginkannya, dengan jalan mencurinya, tentu saja! Akan tetapi, betapapun juga Swi Hwa adalah seorang manusia biasa, seorang dara yang mulai dewasa. Maka pada suatu saat perasaan wanita dan kedewasaannya ini bergerak dan membuat dia bertekuk lutut! Saat itu adalah ketika dia melihat Kian Bu atau Siluman Kecil bertanding melawan Sin-siauw Seng-jin. Melihat pemuda berambut putih itu, melihat sepak terjangnya ketika mengalahkan Sin-siauw Seng-jin yang demikian lihai, Swi Hwa atau Ang-siocia menjadi tertarik sekali dan dia sendiri tidak tahu apakah itu yang dinamakan cinta,

   Akan tetapi yang jelas, dia merasa kagum dan tertarik dan ingin sekali dia berkenalan dengan Siluman Kecil, mendekatinya dan mengenal pemuda luar biasa itu dari dekat! Inilah sesungguhnya yang menyebabkan gadis ini mendahului Siluman Kecil, mencuri barang-barang pusaka di dalam rumah Sin-siauw Seng-jin! Dan dia maklum bahwa dia tidak akan mungkin melawan Siluman Kecil, maka dia menggunakan nikouw tua itu untuk membuat Siluman Kecil tidak berdaya dan tidak berani menyerangnya. Dia lalu menantang agar Siluman Kecil datang ke tempatnya, yaitu tempat tinggal gurunya, di pantai Po-hai teluk sebelah utara. Maksudnya memancing Siluman Kecil ke sana adalah selain hendak menguji kepandaian pemuda itu melawan gurunya, juga dia ingin berkenalan dengan pemuda itu berdua saja, tanpa ada banyak orang.

   Akan tetapi, karena dia tidak melihat Siluman Kecil tergesa-gesa mengejarnya ke pantai Po-hai, hatinya kecewa dan dia menggunakan lain akal. Melihat Siluman Kecil atau Kian Bu melakukan perjalanan menuju ke Ho-nan dan membawa uang, hal yang tidak mungkin terlepas dari "mata malingnya"

   Yang terlatih baik, dia lalu menyamar sebagai nenek penjual sepatu! Ang-siocia inilah sesungguhnya nenek penjual sepatu rumput dahulu itu! Penyamarannya memang hebat sekali sehingga Kian Bu sama sekali tidak menyangka. Dan dengan ilmu mencurinya yang luar biasa, dia berhasil mencopet uang dari dalam bungkusan Kian Bu tanpa diketahui oleh pendekar yang memiliki kesaktian hebat dan berjuluk Siluman Kecil itu! Kemudian, Ang-siocia atau Swi Hwa cepat mengubah penyamarannya dan sekali ini dia menyamar sebagai seorang kongcu yang royal dan ramah.

   Tidak sukar penyamaran ini, karena sesuai dengan sifatnya yang memang lincah dan ramah, pandai bicara dan jenaka. Dan giranglah hatinya bahwa dia berhasil menarik hati Siluman Kecil sehingga dapat melakukan perjalanan bersama dengan pendekar itu dan juga dengan Siauw Hong. Akan tetapi, hatinya merasa amat kecewa ketika dia bertemu dengan Siluman Kecil sebagai musuh pada waktu dia membantu fihak Gubernur Ho-nan memperebutkan Pangeran Yung Hwa. Dia memasuki sayembara lalu menjadi pengawal bukan sekali-kali karena dia memihak Gubernur Ho-nan, melainkan karena pertama dia hendak mencari pengalaman dalam petualangannya meninggalkan tempat tinggal gurunya, ke dua karena dia ingin menarik perhatian Siluman Kecil dengan memamerkan kepandaiannya.

   Setelah keributan itu di mana dia berada di fihak yang bermusuhan dengan Siluman Kecil, dengan hati kecewa sekali dia lalu meninggalkan gubernuran, meninggalkan jabatannya tanpa pamit setelah dia melihat Siauw Hong, Siluman Kecil, bahkan si Gagu yang aneh itu semua pergi. Dan ketika dia mencari Kian Bu, dia bertemu dengan wanita baju hijau yang menawan Jenderal Kao Liang, kemudian dia dipukul pingsan dan rahasianya bahwa dia wanita diketahui oleh Siauw Hong! Kini Ang-siocia atau Swi Hwa telah berhenti menangis dan duduk termenung di bawah pohon. Entah mengapa, semenjak dia ditolong oleh Siauw Hong dan "diraba"

   Dadanya ketika pemuda itu menolongnya menyembuhkan lukanya dengan menyalurkan sinkang,

   Terjadi keanehan di dalam hatinya terhadap Siauw Hong, pemuda yang tadinya selalu dia anggap sebagai seorang bocah yang masih hijau itu! Membayangkan wajah tampan pengemis muda itu, sikapnya yang sederhana dan pendiam, tubuhnya yang agak jangkung, dia kini merasa malu. Semenjak Siauw Hong meraba dadanya, seolah-olah pemuda itu telah berubah sama sekali dalam pandang matanya! Sebetulnya, dara inilah yang dulu mencuri harta pusaka keluarga Jenderal Kao ketika terjadi perebutan. Ketika itu, dia melihat betapa ada tiga rombongan atau golongan orang yang seolah-olah memperebutkan pusaka itu dan menguasai keluarga Jenderal Kao, bahkan rombongan pertama yang terdiri dari pasukan kota raja yang menyamar, berusaha keras untuk membasmi dan membunuhi keluarga Kao.

   Akan tetapi di situ masih ada dua rombongan lain yang berebutan, dan bahkan seolah-olah bermusuhan sendiri, yaitu golongan dari Hek-eng-pang perkumpulan wanita-wanita liar dan Kwi-liong-pang. Di dalam pertempuran-pertempuran hebat itu di mana terjatuh banyak korban di kedua fihak, dia melihat pula serombongan orang yang dipimpin oleh orang asing menculik dan melarikan semua keluarga Jenderal Kao. Dia mengenal pemimpin rombongan itu sebagai orang Nepal kaki tangan Liong Bian Cu, Pangeran Nepal itu. Akan tetapi karena dia tidak mempunyai hubungan dengan semua itu, dia tidak mempedulikannya, dan dia hanya mempergunakan kepandaiannya untuk mencuri harta pusaka Jenderal Kao.

   Hal ini dilakukannya karena memang sebagai murid seorang "raja maling"

   Tentu saja dia tidak mau mendiamkan harta pusaka dijadikan perebutan tanpa bertindak apa-apa, dan selain itu juga dia (Lanjut ke Jilid 30)
Jodoh Rajawali (Seri ke 10 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 30
bermaksud untuk mengangkat nama. Memang dalam perebutan di antara gerombolan-gerombolan itu berarti mengangkat nama gurunya dan namanya sendiri. Makin dikenang, makin berduka, kecewa dan penasaran rasa hati dara itu. Melihat Siluman Kecil yang telah menarik perhatiannya itu tidak mengejarnya langsung ke Po-hai, dia lalu berbalik membayangi pendekar aneh itu, berkali-kali menyamar dan berusaha menarik perhatiannya. Akan tetapi Siluman Kecil agaknya sama sekali tidak tertarik kepadanya, bahkan telah memukulnya dalam keributan itu sehingga dia terluka. Dan kemudian, bukan saja dia tidak menarik perhatian pendekar itu sama sekali, bahkan akhirnya "menarik"

   Perhatian Siauw Hong yang mengetahui rahasianya!

   Yang menggemaskan, mengapa kini wajah Siauw Hong selalu terbayang di depan matanya? Setiap kali dia mencoba membayangkan wajah Siluman Kecil yang amat dipujanya, wajah aneh tampan dengan rambutnya yang putih dan matanya yang tajam bersinar-sinar itu, selalu saja wajah pendekar sakti ini berubah menjadi wajah Siauw Hong! Dengan hati penasaran Ang-siocia lalu mengambil keputusan untuk pulang ke Po-hai saja karena dia pun sudah terlalu lama meninggalkan gurunya. Dia pulang membawa banyak hasil curiannya, antara lain harta pusaka Jenderal Kao Liang, pusaka-pusaka peninggalan Suling Emas, dan sekantung uang milik Siluman Kecil. Bukan barang-barang biasa, melainkan milik orang-orang ternama dan tentu suhunya akan merasa gembira dan kagum serta bangga akan hasil karyanya itu!

   Sudah terlalu lama kita meninggalkan Ang Tek Hoat sehingga tentu banyak yang bertanya-tanya apa jadinya dengan tokoh yang hidupnya diombang-ambingkan oleh keadaan yang selalu berubah-ubah itu. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Ang Tek Hoat yang patah hati dan dirundung kecewa, penasaran dan berduka itu seolah-olah menjadi tidak peduli lagi akan hidupnya, tidak peduli lagi apakah yang dia lakukan dalam hidup selanjutnya itu benar atau salah.

   Dia dipaksa berpisah dari kekasihnya di Bhutan, kemudian kehancuran dan kepatahan hati ini ditambah lagi oleh pukulan amat hebat, yaitu kematian ibunya yang belum juga dapat dia ketahui siapa pembunuhnya. Rasa kecewa dan duka ini membuat dia mudah terseret ke dalam pergaulan yang tidak benar sehingga dia tidak ragu-ragu untuk membantu orang-orang dari golongan sesat, bahkan dia telah membantu Hek-eng-pangcu Yang-liu Nio-nio untuk menyerbu dan mencoba membasmi perkumpulan Kwi-Liong-pang yang menjadi musuh Hek-eng-pang. Dan dalam usaha inilah maka dia bertemu dan bekerja sama dengan guru ketua Hek-eng-pang ini, yaitu Mauw Siauw Mo-li Lauw Hong Kui, Siluman Kucing yang amat lihai namun jahat seperti iblis betina di balik wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang menggairahkan biarpun usianya sudah mendekati empat puluh tahun.

   Tek Hoat tidak peduli lagi apa yang diperbuatnya itu, karena dia pun tidak mengenal Kwi-Liong-pang dan tidak mau tahu akan permusuhan antara dua perkumpulan itu. Kalau dia membantu Hek-eng-pang adalah karena dia mempunyai kepentingannya sendiri, yaitu hendak minta bantuan Hek-eng-pang yang terdiri dari perkumpulan wanita untuk merampas kembali Syanti Dewi yang dia dengar terjatuh ke tangan Liong-sim-pang di puncak Naga Api. Seperti telah kita ketahui, usahanya yang dibantu oleh Hek-eng-pang itu gagal sama sekali. Syanti Dewi lenyap entah ke mana diculik oleh orang lain dari tangan Hwa-i-kongcu, ketua Liong-simpang. Ketika dia hendak meninggalkan Hek-eng-pang, dia terbujuk oleh Mauw Siauw Mo-li untuk mengadakan perjalanan bersama mencari Syanti Dewi.

   Karena Siluman Kucing itu mengatakan bahwa dia mungkin mengetahui jejak Syanti Dewi yang lenyap, terpaksa Tek Hoat mau melakukan perjalanan bersama wanita iblis yang cantik itu, tidak tahu bahwa wanita itu tentu saja bukan sekali-kali ingin membantunya mendapatkan kembali Syanti Dewi, melainkan karena merasa tertarik oleh ketampanannya, kemudaannya, dan kegagahannya! Memang Siluman Kucing itu tidak membohong ketika dia mengatakan bahwa dia melihat wanita yang bertanya-tanya tentang seorang dara cantik yang dibawa dengan paksa oleh seseorang. Wanita muda yang bertanya-tanya itu adalah Siang In. Maka dia pun mengajak Tek Hoat untuk mengikuti jejak Siang In. Namun, penyelidikannya tidak berhasil dan hanya karena kecerdikan dan kepandaian Mauw Siauw Mo-li dalam pembicaraan saja maka Tek Hoat masih percaya kepadanya dan melanjutkan perjalanannya bersama wanita cantik ini.

   Akan tetapi, akhirnya dia mulai merasa curiga karena sampai berhari-hari mereka berdua melakukan perjalanan, belum juga mereka berdua berhasil menemukan jejak Syanti Dewi yang hilang. Yang jelas adalah sikap Mauw Siauw Mo-li yang selalu ingin menarik perhatiannya dan yang selalu membujuknya dengan sikap dan kata-katanya untuk bermain cinta! Pengalaman mereka dalam rumah makan melawan lima orang kasar itu pun jelas merupakan siasat Mauw Siauw Mo-li untuk menjebak Tek Hoat dalam umpan dan pancingannya agar pemuda itu bangkit berahinya dan mau melayani hasrat nafsunya untuk bermain cinta. Akan tetapi sekali ini, Mauw Siauw Mo-li kecewa. Dahulu, lima enam tahun yang lalu, dia pernah berhasil memikat dan menjatuhkan hati seorang pendekar muda putera majikan Pulau Es,

   Yaitu Suma Kian Bu. Hal itu terjadi bukan hanya karena Mauw Siauw Mo-li ketika itu masih belum tua benar dan lebih cantik menarik, melainkan semata-mata karena Kian Bu merupakan seorang pemuda yang berwatak romantis dan masih hijau dan bodoh sehingga dia seperti seekor lebah, terpikat dan melekat dalam perangkap penuh madu. Akan tetapi Tek Hoat lain lagi. Dia memang masih muda, akan tetapi pemuda ini pernah terjerumus ke dalam dunia sesat, sudah banyak pengalaman dalam hal permainan cinta dan semenjak dia jatuh hati kepada Syanti Dewi, pemuda ini tahu benar bahwa semua permainan cinta itu hanyalah pemuasan nafsu belaka yang makin dituruti makin haus dan menghendaki lebih. Dia dapat membedakan antara cinta kasihnya yang murni dan bersih terhadap Syanti Dewi dan "cinta"

   Yang bergelimang nafsu berahi dengan wanita-wanita lain,

   Maka dia pun segera mengenal cinta kasih macam itu yang terkandung dalam hati Mauw Siauw Mo-li terhadap dirinya. Oleh karena itu, dia selalu menghindarkan diri dan setiap kali darah mudanya bergelora oleh rayuan yang lihai dari wanita matang itu, dia menggunakan kekerasan hatinya untuk menekan nafsu berahinya. Telah diceritakan betapa semenjak peristiwa di rumah makan itu, sikap Tek Hoat lebih hati-hati lagi dan dia mulai menaruh kecurigaan, akan tetapi karena dia sudah mendengar berita tentang Syanti Dewi, dia mempertahankan perasaannya dan bersama Lauw Hong Kui, yaitu si Siluman Kucing, berangkatlah dia menuju ke pantai Lautan Po-hai di timur. Setelah tiba di pantai lautan itu pada suatu pagi, mereka berdiri di pantai yang sunyi dan memandang ke teluk yang amat luas itu.

   "Pantai Teluk Po-hai begini luas, ke mana kita harus mencari mereka?"

   Kata Tek Hoat, nada suaranya penuh kegelisahan karena memang dia merasa gelisah sekali kalau memikirkan kekasihnya. Dia masih belum mengerti mengapa Syanti Dewi meninggalkan Bhutan dan terjatuh ke tangan ketua Liong-sim-pang dan mengapa pula sekarang diculik dan dilarikan orang. Gelisah dia memikirkan kekasihnya itu. Dia dapat menduga bahwa tentu kekasihnya itu melarikan diri dari Bhutan untuk mencarinya. Kalau teringat akan dugaan ini, hatinya menjadi terharu sekali dan cinta kasihnya terhadap Syanti Dewi makin mendalam, akan tetapi segera dia dihimpit oleh rasa gelisah yang hebat. Mauw Siauw Mo-li tersenyum dan menoleh kepadanya, menatap wajah yang tampan itu, lalu berkata,

   "Engkau tidak percuma melakukan perjalanan mencari puteri itu bersama-ku, Tek Hoat."

   Sudah lama dia memanggil pemuda itu dan bicara dengan sikap ramah dan akrab, seolah-olah mereka telah menjadi sahabat karib. Dan Tek Hoat pun tidak peduli akan sikap ini.

   "Apa maksudmu? Tahukah engkau ke mana kita harus mencari?"

   Lauw Hong Kui memperlebar senyumnya dan mengangguk, lalu membereskan anak rambut di dahinya yang kusut dan melambai-lambai tertiup angin laut. Memang cantik sekali dia dan pandai dia menonjolkan kecantikannya di saat yang tepat.

   "Tentu saja aku tahu, atau setidaknya dapat menduga dengan tepat. Aku tidak asing di daerah ini, Tek Hoat. Kalau dugaanku tidak meleset, dan biasanya tidak, agaknya yang melakukan penculikan itu tentulah si Raja Maling!"

   "Raja Maling?"

   Tek Hoat bertanya, memandang wajah yang cantik dan terias baik-baik itu penuh perhatian.

   "Lihat, angin begini besar membuat rambutku kusut. Rambutku awut-awutan, ya?"

   Tanyanya sambil mengatur rambut dengan jari-jari tangannya yang kecil panjang. Terpaksa Tek Hoat memandang rambut itu dan memang indah sekali rambut yang panjang halus itu melambai-lambai tertiup angin.

   "Katakan, siapa dia dan di mana tempatnya?"

   Dia berkata setelah sejenak dia tertegun. Mauw Siauw Mo-li Lauw Hong Kui tersenyum manis sehingga deretan giginya yang putih dan kecil itu nampak berkilat.

   "Engkau sungguh tidak menghargai kecantikan orang!"

   Dia menartk napas panjang.

   "Dia itu adalah Hek-sin Touw-ong, si Raja Maling Sakti Hitam, seorang kakek yang amat sakti dan yang bertapa di pantai Po-hai sebelah utara."

   Tek Hoat mengerutkan alisnya. Dia tahu bahwa memang banyak terdapat manusia-manusia yang berilmu tinggi di dunia ini, maka biarpun dia sendiri belum pernah mendengar atau berjumpa dengan kakek raja maling itu, dia percaya bahwa tentu dia seorang yang amat lihai. Tidak sembarang orang akan dipuji kepandaiannya oleh Siluman Kucing ini, yang dia tahu juga lihai sekali.

   "Bagaimana engkau dapat menyangka bahwa dia yang menculik Syanti Dewi?"

   Dia mendesak, tidak mau percaya begitu saja. Siluman Kucing itu bertolak pinggang dengan lagak dan gaya memikat sekali. Pinggangnya makin nampak ramping ka-lau dia bertolak pinggang seperti itu, apalagi angin yang nakal membuat bajunya tersingkap-singkap terbuka.

   "Tentu saja aku menduga demikian, pemuda yang tampan! Menurut jejak yang kita ikuti, puteri Bhutan itu dibawa lari seorang kakek dan larinya menuju ke pantai Po-hai, sampai di laut lenyaplah jejaknya dan tidak ada orang yang tahu biarpun kita sudah bertanya-tanya sampai mulut terasa lelah. Dan di pantai ini, hanya ada satu-satunya kakek yang berilmu tinggi, yaitu si Raja Maling. Siapa lagi kalau bukan dia yang melakukan penculikan itu? Melarikan seorang puteri dari dalam benteng Liong-sim-pang yang amat kuat itu bukanlah hal mudah, bahkan engkau yang dibantu oleh muridku dan anak buah Hek-eng-pang pun gagal. Akan tetapi kakek itu seorang diri saja mampu mencuri dan menculiknya. Siapa lagi kalau bukan perbuatan si Raja Maling?"

   Tek Hoat mengangguk-angguk, harapannya timbul kembali.

   "Kalau begitu, mari kita cepat mengejarnya ke sana, Mo-li!"

   "Hi-hik, mengapa tergesa-gesa, Tek Hoat? Takkan lari gunung dikejar, perlu apa terburu-buru?"

   "Mo-li, Raja Maling itu tentu bukan gunung, melainkan seorang maling yang dapat bergerak dan lari, dan aku khawatir kalau-kalau dia akan mengganggu Syanti Dewi!"

   "Aihhh, Tek Hoat. Kau gelisah seolah-olah di dunia ini tidak ada wanita lain saja. Apakah aku bukan wanita pula dan apakah aku tidak cantik?"

   Mauw Siauw Mo-li sudah mendesak dan merangkulkan kedua lengannya yang panjang itu ke leher Tek Hoat. Kedua lengan itu melingkar-lingkar seperti seekor ular, merayap ke atas dan membelai rambut di tengkuk Tek Hoat, lalu menjambaknya perlahan dengan gemas.

   "Mo-li, jangan begitu....!"

   Tek Hoat berkata dengan alis berkerut. Kalau dia tidak membutuhkan bantuan wanita ini untuk menemukan kembali kekasihnya, tentu dia sudah bersikap kasar dan mendorong wanita ini. Namun, Mauw Siauw Mo-li malah mendekapkan tubuhnya sehingga melekat ke tubuh Tek Hoat, menggoyang-goyang tubuhnya sehingga menggesek tubuh pemuda itu dengan gaya memikat sekali, mukanya didekatkan ke mulut Tek Hoat. Harus diakui bahwa Lauw Hong Kui adalah seorang wanita cantik yang bertubuh menggairahkan sekali. Dia sudah matang dan pandai merayu prla.

   Dan biarpun Tek Hoat bukan seorang pemuda hijau seperti Suma Kian Bu lima tahun yang lalu, namun tetap saja dia adalah seorang yang masih muda dan berdarah panas dan biarpun dia tidak sudi membalas cinta seorang wanita seperti Siluman Kucing ini, namun dipeluk seperti itu dan merasakan gesekan dan geseran tubuh yang hangat dan padat itu jantungnya berdebar juga. Sebagai seorang wanita yang sudah banyak pengalaman, debar jantung di dalam dada pemuda itu diketahui dan terasa oleh Hong Kui. Memang dia sengaja merapatkan dadanya ke dada pemuda itu untuk menangkap tanda ini. Begitu dadanya merasa denyut jantung yang mengencang itu, cepat dia meraih kepala pemuda itu, ditarik ke bawah karena Tek Hoat lebih tinggi daripada dia sehingga muka mereka bertemu dan Hong Kui lalu mencium mulut pemuda itu dengan bibirnya.

   Ciuman yang amat mesra, yang dilakukan dengan gelora nafsu berahi dan sepenuh perasaannya, ciuman yang panas dengan napas yang mendengus-dengus. Tek Hoat terkejut sekali. Harus diakuinya bahwa wanita ini menyalakan sesuatu di dalam hatinya, akan tetapi dia teringat bahwa tidak semestinya dia melayani wanita ini dan tidak menuruti gelora berahinya yang dibangkitkan oleh Siluman Kucing yang amat pandai ini.

   Akan tetapi pada saat itu, mau tidak mau dia menikmati dan merasakan ciuman hangat itu, merasa betapa sepasang bibir yang lunak itu bergerak-gerak, kemudian dia mendengar suara merintih seperti suara seekor kucing, dan terasa betapa lidah yang lunak menjilat-jilat, seperti lidah seekor kucing yang manja! Sejenak Tek Hoat terlena, akan tetapi ketika bayangan wajah Syanti Dewi berkelebat di depan matanya yang dipejamkan, tiba-tiba saja dia merenggutkan dirinya terlepas dari pelukan. Dengan muka pucat dan mata terbelalak, napas agak terengah dia memandang wanita itu. Hong Kui juga memandangnya dengan mata setengah terpejam, mulut agak terbuka, mulut yang basah merah dengan gigi putih mengintai di antara ujung lidah meruncing, napasnya tersendat-sendat, senyumnya memikat, kedua lengan dibuka menantang.

   "Tek Hoat.... Tek Hoat.... ke sinilah...."

   Suaranya tergetar dan penuh dengan daya tarik.

   "Mo-li! Aku tidak sudi memenuhi kehendakmu yang gila ini!"

   Tiba-tiba Tek Hoat yang sudah sadar itu membentak marah. Suara pemuda itu cukup untuk mengguncang Mauw Siauw Mo-li bahwa pemuda itu sudah tidak lagi dapat dikuasainya pada saat itu, maka dia pun tersadar dan dia memandang pemuda itu dengan sinar mata tajam.

   "Tek Hoat, engkau sungguh tidak mengenal budi!"

   Celanya.

   "Aku sudah payah membantumu mencari puteri itu, bahkan sekarang pun aku yang mengetahui tempat kakek itu, akan tetapi engkau sedikit pun tidak mau menyenangkan hatiku dan memberi air cinta untuk hatiku yang sedang dahaga. Engkau kejam! Dan kalau engkau menolak cintaku, aku pun tidak sudi lagi menunjukkan tempat Raja Maling itu padamu!"

   Tiba-tiba sinar mata Tek Hoat menjadi keras dan mengancam sehingga Mauw Siauw Mo-li sendiri menjadi terkejut.

   "Mauw Siauw Mo-li! Enak saja kau bicara. Kalau sekarang engkau tidak mau menunjukkan tempat itu, aku akan memaksamu!"

   "Ehhh....?"

   Wanita itu membelalakkan mata.

   "Aku sudah membantumu dan kau sekarang hendak memaksa? Sungguh tidak tahu aturan engkau ini!"

   "Mo-li, ingat. Siapa yang dulu membujuk aku untuk melakukan perjalanan bersamamu? Siapa yang berjanji akan menemukan kembali Syanti Dewi? Engkau sudah membawa aku sampai di sini, dan kalau engkau sekarang meninggalkan aku, berarti engkau telah menipuku! Dan aku bukan orang yang mudah saja ditipu tanpa membalas!"

   "Kau kira aku takut!"

   Tek Hoat tersenyum mengejek.

   "Tentu saja tidak. Aku tahu siapa adanya Mauw Siauw Mo-li. Akan tetapi, aku yakin akan dapat menghajarmu, Mo-li. Senjata rahasia peledakmu itu tidak menakutkan Si Jari Maut!"

   Sikap yang gagah, pandang mata yang tajam penuh ancaman, ditambah nama julukan Jari Maut itu mengingatkan kepada Mauw Siauw Mo-li bahwa pemuda ini memang lihai bukan main, dan kalau sudah marah, kekejamannya amat mengerikan sehingga mendapat julukan Si Jari Maut. Memang dia tidak takut, akan tetapi dia melihat bahayanya kalau sampai memusuhi pemuda ini. Dan pula, dia masih belum putus asa. Tadi, bukankah jantung pemuda perkasa ini berdebar dan bukankah ketika mulut mereka bertemu tadi, terasa olehnya betapa bibir pemuda itu membalas kecupannya? Akan tiba saatnya pemuda yang keras hati ini akan bertekuk lutut dan menyerahkan diri dalam pelukannya, dan betapa akan manis dan nikmatnya penyerahan itu setelah berkali-kali ditolaknya. Maka dia pun tersenyum kembali dan sepasang matanya kehilangan sinar kemarahannya.

   "Hemmm, kita sudah lama bersahabat, sudah jauh melakukan perjalanan bersama. Akan luculah kalau tiba-tiba kita berhadapan sebagai musuh. Baik, Tek Hoat, aku akan terus membantumu, dan kalau sampai aku membantumu berhasil mendapatkan kembali puteri itu, bagaimana sikapmu kepadaku?"

   "Aku akan menganggapmu sebagai seorang sahabat baik dan aku akan berterima kasih kepadamu, Mo-li."

   "Hanya itu saja? Apa yang akan kaulakukan untuk membuktikan terima kasihmu?"

   "Heemm... aku tidak tahu. Mungkin aku akan membalasmu dan menolongmu kalau sewaktu-waktu kau membutuhkan bantuan."

   "Aku hanya membutuhkan bantuanmu agar engkau suka bersikap manis kepadaku, Tek Hoat. Tak tahukah kau bahwa aku sangat suka kepadamu? Kalau sudah berhasil, kau balas saja dengan sikap manis dan memenuhi hasrat cintaku, ya?"

   Tek Hoat tidak sudi menjanjikan itu, akan tetapi dia tidak ingin banyak bicara tentang itu lagi, maka dia menjawab,

   "Kita lihat saja nanti, Mo-li. Yang penting sekarang, hayo kau tunjukkan tempat tinggal Raja Maling yang menculik Syanti Dewi."

   "Nanti dulu, Tek Hoat. Engkau masih muda dan engkau sembrono. Biarpun engkau memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi dalam hal ini engkau sama sekali tidak boleh sembrono. Hek-sin Touw-ong adalah seorang tua yang amat lihai. Aku sendiri sudah pernah menandinginya dan dalam hal kesaktian dia agaknya tidak kalah olehmu. Bahkan dulu suhengku, Hek-tiauw Lo-mo, pernah bentrok dengan dia dan suheng selalu memperingatkan kepada anak buahnya agar jangan sampai bentrok dengan Raja Maling itu. Suheng sendiri merasa segan untuk bermusuhan dengan kakek sakti itu, maka dalam hal ini, kita tidak boleh sembrono menyerbu ke sana begitu saja karena hal itu mungkin sekali membuat kita celaka dan puteri itu tidak akan tertolong pula."

   

Sepasang Pedang Iblis Eps 53 Kisah Sepasang Rajawali Eps 50 Kisah Sepasang Rajawali Eps 40

Cari Blog Ini