Ceritasilat Novel Online

Tangan Geledek 35


Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo Bagian 35




   "Hussh, bicara jangan seperti orang gila! Kau mendatangkan keributan dengan berita busukmu tentang Tiang Bu. Apa otakmu sudah miring? Lee Tai, aku sendiri tidak pernah akan dapat memaafkan kau kalau kau memfitnah Tiang Bu secara pengecut dan curang. Betulkah kau tidak bohong tentang Tiang Bu?"

   Muka Lee Tai menjadi sungguh-sungguh.

   "Biar aku mampus disambar geledek kalau aku membohong, Ang Lian. Berita itu memang betul, aku mendengar dengan kedua telingaku seadiri."

   "Tidak kau lihat dengan kedua mata sendiri?."

   "Tidak, akan tetapi betul-betul kudengarkau dengan kedua telingaku ini," jawabnya sambil menjewer kedua telinganya.

   "Siapa itu orangnya yang begitu kau percaya?" Ang Lian memancing. Gadis itu berusaha supaya Lee Tai mengaku agar ia dapat memindahkan kesalahan pemuda ini kepada sumber berita. Akan tetapi Lee Tai tentu saja tidak mengerti akan usaha gadis yang hendak menolongnya ini.

   "Hal ini.......... tak dapat kuceritakan, Ang-Lian.........."

   Ang Lian menjadi marah dan membanting-banting kakinya.

   "Kepada akupun kau tidak mau mengalah?"

   Lee Tai menarik napas panjang dan kelihatan sedih sekali.

   "Apa boleh buat, biarpun untuk kau aku sanggup terjun ke laut api, akan tetapi, aku telah bersumpah takkan membuka rahasia orang itu dan biar kau pukul mati padaku, aku tak dapat mengaku, Ang Lian."

   "Kau........... kau tolol!? Ang Lian marah-marah dan membalikkan tubuh terus pergi berlari-lari. Hatinya mendongkol sekali biar pun pada dasar hatinya terdapat rasa kagum kepada pemuda yang setia ini. Kegelisahannya karena Lee Tai merupakan biang keladi gara-garanyalah yang membuat ia merasa gemas bahwa pemuda itu tetap tidak mau mengaku dari siapa ia mendengar berita buruk itu. Akhirnya seperti diceritakan di atas, dalam berlari-lari ini ia melihat Pek Lian yang mendayung perahu pergi dari Pulau Pek-houw-to.

   Lee Tai juga berduka sekali. Orang-orang lain boleh marah kepadanya, akan tetapi kalau Ang Lian yang marah, ini hebat! Saking sedih dan bingungnya, pemuda ini tidak mau pulang ke tempat rombongan, melainkan terus sampai malam tinggal di tepi pantai itu dan melatih ilmu pedang dari kitab Soat-lian-kiam-coan-si. Dengan tekun ia mempelajari isi kitab dan saban-saban bermain silat untuk mempraktekkan pelajaran itu.

   Pemandangan malam itu indah sekali. Bulan yang besar, merah, dan bundar timbul dari permukaan air laut sebelah timur. Bukan main indah dan megahnya alam di waktu itu. Cahaya bulan merah di atas air benar-benar mentakjubkan dan sukarlah dilukiskan betapa indahnya bulan timbul di permukaan air ini. Hanya parenung-perenung yang berperasaan halus kiranya akan dapat menangkap keindahan ini.

   Akan tetapi Lee Tai sama sekali tidak dapat merasakan keindahan alam itu. Menengok pun tidak. Ia hanya girang karena ada cahaya bulan sehingga ia dapat membaca huruf dalam kitab ilmu pedang itu.

   Satelah meneliti bunyi huruf-huruf dalam kitab, ia lalu melakukan gerakannya, membaca lagi, bersilat lagi. Demikian berulang-ulang ia melatih diri dengan amat tekunnya karena pemuda ini memang berhasrat bear untuk segera menguasai ilmu silat ini untuk merohohkan penjahat besar Liok Kong Ji! Demikian asyik ia berlatih sampai-sampai ia tidak sadar bahwa semenjak tadi ada sepasang mata tajam mengintai dan memperhatikan gerak geriknya dengan penuh perhatian.

   Pengintai ini adalah Tiang Bu. Pemuda ini tanpa mengenal lelah mencari Liok Kong Ji untuk membalas dendamnya yang bertumpuk-tumpuk. Bahkan ia mendapat dugaan bahwa fitnahan yang orang-orang jatuhkan kapadanya, bahwa dia bersekongkol dengan Liok Kong Ji, tentulah juga hasil muslihat orang jahat yang amat licin itu. Entah bagaimana jalannya, tentu Liok Kong Ji yang menjadi biang keladi sehingga dia difitnah dan dibenci orang. Ia dapat menduga pula bahwa hal ini direncanakan oleh Liok Kong Ji dengan maksud memecah belah fikak musuh. Tipu muslihat yang licin dan licik sekali.

   Ketika melihat Ciu Lee Tai, ia hanya memandang sepintas lalu dengan acuh tak acuh. Pemuda itu tidak ada artinya baginya dan dalam keadaan seperti itu, ia tidak ada nafsu untuk bertemu dengan anggauta rombongan. Akan tetapi selagi ia hendak pergi mengambil jalan lain pandang matanya tertarik sekali oleh gerakan golok dan kaki pemuda yang sedang berlatih silat ini. Gerakan-gerakan itu amat dikenalnya karena mengandung dasar ilmu silat Omei-san! Ia menunda maksudnya meninggalkan Lee Tai, sebaliknya diam-diam ia menyelinap dan menghampiri lalu mengintai dari balik batang pohon. Alangkah kagetnya ketika ia mendapat kenyataan bahwa betul-betul pemuda dogol itu sedang berlatih Ilmu Padang Soat Kiam hoat dari Omei-san! Di samping kekagetannya, ia juga merasa heran bukan main.

   Akan tetapi semua perasaan ini berubah menjadi kemarahan ketika ia melihat Lee Tai mengeluarkan sebuah kitab dan membaca kitab ilmu silat itu di bawah penerangan bulan. Sekilas pandang saja Tiang Bu mengenal kitab dari Omei-san itu. Ia tidak dapat menduga dari mana Lee Tai mendapatkan kitab itu akan tetapi ia tidak perduli. Siapa yang mempunyai kitab Omei-san, berarti musuhnya dan kitab itu harus dirampasnya kembali, sesuai dengan perintah suhu-suhunya ketika hendak menutup mata. Cepat ia melompat dan membentak,

   "Dari mana kau peroleh kitab itu?"

   Bukan alang kepalang kagetnya Lee Tai mendengar bentakan ini dan melihat orang tiba-tiba melompat keluar. Akan tetapi ketika Lee Tai melihat bahwa yang muncul adalah Tiang Bu, ia teringat akan pesan orang sakti pemberi kitab bahwa ia harus berhati-hati terhadap Tiang Bu karena pemuda itu suka merampas kitab orang lain. Maka ia cepat menjauh sambil menyimpan kitabnya,

   "Kau anak iblis perduli apakah?"

   Tiang Bu marah sekali.

   "Berikan kitab itu!"

   Lee Tai juga marah. Cocok benar kata-kata orang sakti itu, pikirnya. Begitu berjumpa Tiang Bu sudah hendak merampas kitab. Ia lihai, lebih baik aku mendahuluinya. Tanpa banyak cakap lagi Lee Tai membacokkan goloknya ke arah leher Tiang Bu. Ia bertenaga besar dan gerakan goloknya cepat. Serangannya itu bukan serangan ringan, dan amat berbahaya bagi lawannya. Akan tetapi ia menghadapi Tiang Bu dan lebih hebat lagi, Tiang Bu sedang marah. Sekali Tiang Bu mengulur tangan memapaki goloknya, golok itu sudah terpukul dari samping dan terpental lepas dari tangan Lee Tai!

   Sebelum Lee Tai sempat menyembunyikan kitabnya. Tiang Bu yang marah itu sudah melompat dan menerkamnya dengan tangan kiri menyampuk tangan kanan Lee Tai sehingga kitab Soat lian-kiam-coan-si terlempar, jari tangan kanannya menyambar dengan totokan istimewa ke arah pundak Lee Tai. Si dogol merintih lemah dan roboh dengan tubuh lemas tak berdaya, lumpuh dari kepala sampai ke kaki.

   Tiang Bu mengambil kitab itu dan mendapat kenyataan bahwa itulah kitab Soat-lian-kiam-coan-si, sebuah di antara kitab-kitab Omei-san yang lenyap dicuri orang ketika Omei-san diserbu beramai-ramai oleh orang-orang kang-ouw. Ia menyimpan kitab itu di dalam saku bajunya dan hendak meninggalkan Lee Tai. Akan tetapi ia teringat bahwa Lee Tai adalah anggauta rombongan. Akan tidak enak sekali terhadap Wan Sin Hong kalau ia morobohkan Lee Tai tanpa mengakui alasan-alasannya. Pula keadaan pemuda ini mencurigakan sekali. Bagaimana kitab Omei-san itu bisa terjatuh ke dalam tangannya. Dan mengapa pemuda ini mengasingkan diri dari rombongan untuk mempelajari kitab secara diam-diam?

   Pikiran ini membuat ia tanpa ragu lagi menyambar tubuh Lee Tai yang sudah seperti kain lapuk lemasnya, mengempit tabuh itu dan membawanya lari ke tempat rombongan berkumpul.

   Kedatangannya disambut oleh rombongan dengan penuh pertanyaan dalam pandang masa mereka. Ang Lian lari maju ketika melihat Lee Tai dikempit oleh Tiang Bu. Gadis ini merasa khawatir melihat keadaan Lee Tei yang sudah seperti orang tak bertulang itu. Ia mengira bahwa Lee Tai sudah bertempur melawan Liok Kong Ji dan dikalahkan.

   "Apa dia dilukai oleh Liok Kong Ji?" tanya Ang Lian.

   Melihat Ang Lian, Tiang Bu teringat kepada Pek Lian dan menjadi tidak enak sekali. Ia hanya menggeleng kepala dan hatinya agak lega ketika melihat ke kanan kiri, ia tidak melihat gadis berpakaian pria itu. Dengan langkah lebar ia menghampiri Wan Sin Hong yang berdiri tegak sambil memandangnya penuh perhatian. Di depan Wan Sin Hong, Tiang Bu melepaskan tubuh Lee Tai yang masih segar namun tak dapat bergerak itu.

   "Dia kenapa, Tiang Bu?" tanya Sin Hong, matanya tajam memandang.

   "Maaf, Wan pek-pek. Aku melibat dia berlatih ilmu Omei-san dan melihat pula dia membawa-bawa kitab ini." Tiang Bu mengeluarkan kitab Soan-lian-kiam-coan-si dari sakunya.

   "Ketika kutegur, dia menyerang. Terpaksa aku merobohkannya dan merampas kitabnya. Tentu pek-pek tahu akan tugas siauwtit, siapa yang membawa kitab Omei-san dialah musuh, dan kitab Omei-san harus kurampas kembali. Sekarang terserah kepada pek-pek." Cepat Tiang Bu menggerakkan tangan dan dalam sekejap mata Lee Tai terbebas dari totokan. Pemuda dogol ini merayap bangun dan mengeluh perlahan.

   Wan Sin Hong menerima kitab itu, memeriksanya dan keningnya berkerut. Tanpa diketahui oleh orang lain karena pendekar ini pandai sekali menekan perasaannya, di dalam hati ia terkejut bukan main. Bagaimana Lee Tai bisa mendapatkan kitab Omei-san? Dari siapakah mendapatkannya?"

   "Lee Tai! Sekarang kau harus bicara terus terang, sesuai dengan kejujuranmu. Darimana kau mendapatkan kitab ini?" tegurnya, suaranya keren berpengaruh.

   Lee Tai sudah merayap bangun dan berdiri dengan kepala menunduk, sikapnya mendatangkan rasa kasihan dalam hati Ang Lian. Mendengar bentakan Wan Sin Hong ini, ia menjawab lirih.

   "Wan-bengcu, teecu mendapatkannya dari locianpwe itu.."

   "Locianpwe yang mana?" hati Sin Hong makin tidak enak karena ia sudah hampir dapat menduganya. Kekhawatirannya terbukti ketika pemuda itu menjawab.

   "Locianpwe yang teecu jumpai.."

   "Aha Kau maksudkan orang yang berjumpa denganmu, yang bercerita kepadamu akan persekutuan Tiang Bu dengan Liok Kong Ji?"

   Dengan muka merah Lee Tai mengangguk. Sekarang tahulah Tiang Bu bahwa yang membawa berita yang memfitnahnya itu bukan lain adalah Ciu Lee Tai inilah! Ia menggigit bibir menahan kegemasan hatinya. Ingin ia menampar muka pemuda dogol itu.

   "Dan selain menceritakan berita itu iapun memberi hadiah kepadamu kitab ilmu pedang ini?" tanya pula Sin Hong mendesak.

   "Dia berkasihan kepada teecu memberikan kitab Ilmu pedang agar teecu dapat mengalahkan Liok Kong Ji. Teeeu ingin sekali merobohkan Liok Kong Ji dengan kedua tangan teecu sendiri, Wan-bengcu."

   Lee Tai melirik ke arah Ang Lian yang memandang dengan hati tidak karuan. Ada rasa mendongkol, gemas, dan juga girang. Untuk ke sekian kalinya, pemuda dogol ini membuktikan kesetiaan dan cinta kasih kepadanya. Mendengar ini, Wan Sin Hong membanting kakinya.

   "Bodoh betul! Kalau begitu, orang itu adalah Liok Kong Ji!!" Lee Tai terkejut sekali seperti disambar petir.

   "Tidak mungkin...?" batahnya perlahan.

   "Bukankah dia itu lebih tua sedikit dari pada aku, bertubuh kurus tinggi, pakaiannya mewah, jenggotnya sedikit dan meruncing, matanya mengandung sinar aneh?"

   Makin pucat muka Lee Tai mendengar ini dan ia hanya bisa mengangguk-angguk, bingung dan takut.

   "Betul Liok Kong Ji orang itu" Sin Hong berseru "Lee Tai, kau telah tertipu oleh Liok Kong Ji yang menyebar berita perpecahan melalui kau dan telah menyuapmu dengan kitab ilmu pedang. Lee Tai,
sekarang kau harus memberi tahu di mana tempat sembunyinya penjahat itu"

   Dengan suara gemetar Lee Tai menjawab.

   "Wan-bengcu. Baru sekarang mata teecu terbuka dan teecu sungguh bodoh sekali kena tipu orang. Akan tetapi, teecu sudah bersumpah takkan membuka rahasia persembunyianya dan mana bisa teecu melanggar sumpah sendiri! Lebih baik teecu mati dari pada melanggar janji."

   Wan Sin Hong, Huang-ho Sian-jin, Bu Kek siansu, Pang Soan Tojin dan yang lain-lain tertegun dan tak dapat bilang apa-apa lagi mendengar kata-kata Lee Tai ini. Sin Hong maklum betul akan watak Lee Tai yang amat jujur dan setia. Pemuda berwatak seperti ini akan memegang kata-katanya dan andaikata ia dibujuk maupun diancam sampai dibunuh sekalipun, takkan mungkin mengaku dan melanggar sumpah dan janji yang sudah dikeluarkan di depan Liok Kong Ji tanpa disadarinya itu!

   Tiba-tiba dalam kesunyian yang tidak enak itu, terdengar suara Tiang Bu,

   "Wan-pek pek, memang tidak bisa kita menyalahkan Ciu-twako. Dia berjanji kepada orang yang tidak ia duga Liok Kong Ji adanya. Tentu saja seorang laki-laki gagah takkan melanggar janjinya. Akan tetapi sebagai laki-laki gagah pula, kiranya Ciu twako takkan mau sudah begitu saja diingusi (ditipu) mentah-mentah oleh Liok Kong Ji dan tentu Ciu twako akan membalas dendam. Ataukah, barangkali Cui twako jerih menghadapinya? Hal ini terserah kepada Ciu-twako karena dialah yang dipermainkan. Bagi kita yang lain, lebih baik kita mencari lebih giat karena sudah nyata bahwa Liok Kong Ji masih tetap berada pulau ini."

   Ketika Wan Sin Hong memandang kepadanya, Tiang Bu diam-diam memberi isyarat dengan matanya. Sin Hong dapat menangkap maksud Tiang Bu, maka ia menarik napas panjang dan berkata kepada Lee Tai,

   "Sudahlah, kalau kau tidak mau mengaku kamipun tidak dapat memaksa. Aku hanya merasa menyesal sekali mengapa kau sampai dapat diperemainkan demikian mudahnya oleh musuh kita itu."

   Huang-ho Sian-jin, tokoh yang sudah berpengalaman luas di dunia kang-ouw, tentu saja dapat menangkap maksud hati Tiang Bu dan Sin Hong. Iapun berkata dengan keras,

   "Seorang laki-laki tertipu oleh manusia iblis penuh muslihat seperti Liok Kong Ji, masih tidak aneh dan dapat dimaafkan. Akan tetapi seorang yang tertipu dan dipermainkan seperti itu diam saja tidak membalas benar-benar dia tidak patut menjadi laki-laki, lebih pantas disebut banci!"

   Panas perut Lee Tai mendengar ini semua, telinganya merah. Kalau calon mertuanya berkata demikian, benar-benar terlalu sekali kalau dia diam saja.

   "Liok Kong Ji jahanam keparat, awas kau!" sambil berkata demikian, ia lalu lari pergi dari situ tanpa pamit lagi. Bayangan ke dua berkelebat cepat sekali dan Tiang Bu sudah lenyap dari situ mengikuti Lee Tai dengan diam-diam.

   Sin Hong cepat berkata kepada kawan-kawannya.

   "Siasat Tiang Bu termakan olehnya. Di luar pengertiannya dan tanpa sengaja, Lee Tai akan membawa kita ke tempat persembunyian Liok Kong Ji. Hayo kita kejar dan ikuti dia. Akan tetapi, hanya Tiang Bu, aku sendiri, Huang-ho Sian-jin dan kedua locianpwe saja yang boleh mendekat, yang lain-lain mengikuti dari jauh. Lee Tai tentu tidak tahu dirinya diikuti orang, akan tetapi Liok Kong Ji lihai sekali. Kalau dia tahu Lee Tai diikuti orang lain, tentu dia tidak mau muncul."

   Demikianlah, ramai ramai mereka lari mengejar. Sin Hong, Huang-ho Sian-jin, Bu Kek Siansu dan Pang Soan Tojin di depan, yang lain-lain mengikuti dari belakang. Bayangan rombongan ini bergerak-gerak di bawah sinar bulan purnama, seperti setan-setan penghuni pulau itn karena gerakan mereka cepat dan ringan.

   Siasat yang dijalankan oleh Tiang Bu dan Sin Hong memang tepat sekali. Ucapan-ucapan Tiang Bu, Sin Hong, dan yang dibumbui oleh Huang-ho Sian-jin itu berhasil membakar hati Lee Tai yang memang berdarah panas. Dengan hati mengandung dendam hebat Lee Tai melarikan diri di sepanjang pantai, mencari tempat pertemuannya dengan Liok Kong Ji kemarin. Akan tetapi karena ia sedang marah dan bingung, terutama sekali oleh karena bulan sudah mulai bersembunyi di ujung barat, ia kehilangan jalan dan semalam suntuk ia berputar putar saja keluar masuk hutan tanpa berhasil menemukan kembali tempat itu. Tentu saja Tiang Bu yang membayangi di belakangaya menjadi bingung dan mendongkol sekali. Ada sebuah hutan yang sudah dimasuki sampai dua kali oleh pemuda dogol itu. Juga Sin Hong dan kawan-kawannya yang mengikuti dari jarak agak jauh menjadi bingung.

   "Jangan-jangan ia tidak berani menjumpai kembali iblis itu," gerutu Huang-ho Sian-jin.

   "Lee Tai tak mengenal takut," Sin Hong berkata menghibur.

   "agaknya ia sudah lupa lagi tempat itu dan kini sedang mencari-cari."

   "Liok Kong Ji amat keji dan penuh muslihat. Kalau Ciu sicu bertemu dengan dia, pinto khawatir Ciu-sicu akan terancam bahaya," kata Pang Soan Tojin yang sudah mengenal baik kekejaman hati Liok Kong Ji.

   "Belum tentu," jawab Sin Hong.

   "Liok Kong Ji tidak akan membunuh sembarang orang yang ia anggap tidak penting. Juga Lee Tai sudah sepatutnya menghadapi resiko itu untuk menebus kesalahan dan kebodohannya. Pula, bukankah kita dapat menolongnya dan terutama sekali Tiang Bu berada tidak jauh darinya. Kalau Tiang Bu melindungi, Kong Ji takkan mampu mengganggu Lee Tai."

   Bu Kek Siansu menarik napas panjang.

   "Orang muda itu patut dikagumi, berbeda jauh dengan ayahnya. Hanya masih diragukan, setelah ia difitnah sedemikian keji oleh Ciu-sicu, apakah ia mau memperdulikan kaselamatan Ciu-sicu."

   "Biarpun putera Liok Kong Ji, aku yakin Tiang Bu sedikitpun tidak mewarisi kekejian hati ayahnya sebaliknya anak itu seperti mendiang ibunya," kata Sin Hong dengan suara sungguh-sungguh.

   "Biarlah kesempatan ini kupergunakan untuk menguji pribadinya, kuharap saja dugaanku tidak meleset."

   Sementara itu, Tiang Bu menjadi mendongkol ketika menjelang pagi, Lee Tai menghentikan lari-larinya yang tidak keruan tujuannya itu dan pemuda dogol itu malah duduk mengaso di bawah pohon! Tiang Bu memang sedang marah dan gemas terhadap Lee Tai yang mendatangkan semua keributan dan prasangka buruk terhadap dirinya. Kalau saja ia tidak ingat bahwa Lee Tai adalah seorang pemuda anggauta rombongan Wan Sin Hong, tentu ia akan turun tangan memberi hajaran. Ia tahu bahwa Wan Sin Hong adalah seorang pendekar besar yang selain sakti, juga memiliki kewaspadaan. Tak mungkIn Wan Sin Hong mau membawa-bawa seorang dogol seperti Ciu Lee Tai kalau pemuda itu tidak memiliki apa-apa yang baik.

   Sambil berlari cepat mempergunakan ginkangnya sehingga gerakannya menjadi amat ringan dan sama sekali tidak kelihatan atau terdengar oleh orang yang diikutinya, Tiang Bu memikirkan tentang (Lanjut ke Jilid 35 - Tamat)
Tangan Geledek/Pek Lui Eng (Seri ke 03 -Serial Pendekar Budiman)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 35 (Tamat)
diri Ciu Lee Tai. Diam-diam ia harus mengatakan bahwa pemuda dogol itu memiliki kepribadian dan kesetiaan yang patut dipuji. Biarpun terhadap seorang jahat seperti Liok Kong Ji, Lee Tai tetap tidak mau melanggar janji sendiri dan rela mengorbankan nama dan nyawanya.

   Dan sekarang, pemuda yang sudah tahu bahwa ia takkan mungkin mampu mengalahkan Liok Kong Ji, dengan nekat hendak mencari Liok Kong Ji dan diajak bertanding. Benar-benar seorang pemuda yang bernyali besar, biarpun dogol dan bodoh.

   Melihat Lee Tai beristirahat sambil menyusuti peluh, terpaksa Tiang Bu juga berhenti, bersembunyi di balik pohon dan memperhatikan gerak-gerik Lee Tai. Pemuda dogol ini bersungut-sungut dan terdengar ia berkata seorang diri.

   "Liok Kong Ji jahanam keparat! Kalau kali ini aku tidak dapat menghancurkan kepalamu, lebih baik aku Ciu Lee Tai pulang tak beryawa lagi!"

   Tiang Bu tersenyum geli. Baru kata-katanya saja sudah dogol dan menggelikan. Kalau sudah tak bernyawa, bagaimana bisa pulang? Ketika Tiang Bu menggerakkan kepala ke belakang, ia tersenyum. ia melihat bayangan empat orang tua dan ia bisa menduga siapa adanya mereka itu. Memang, Sin Hong dan tiga orang kawannya terpaksa berherti karena Lee Tai dan Tiang Bu berhenti pula. Dan jauh di belakang mereka, rombongan kedua juga berhenti. Hal ini memang kebetulan sekali bagi rombongan ke dua yang terdiri dari Ang Lian dan Siok Li Hwa yang menggendong Leng Leng.

   Mereka mendapat kesempatan beristirahat karena Leng Leng yang digendong dan dibawa berlari-lari itu merasa lelah dan ingin menangis. Khawatir kalau-kalau Leng Leng menangis, maka Li Hwa mengajak Ang Lian mengikuti dari jauh saja. Hal ini sebetulnya mengecewakan hati Ang Lian. Gadis ini diam-diam amat mengkhawatirkan keadaan Lee Tai dan ingin ia mengejar sampai dekat agar dapat melihat apa yang sedang dilakukan oleh pemuda dogol yang memikat hatinya itu.

   Ia sekarang dapat mengerti mengapa Lee Tai merahasiakan orang yang menjadi sumber berita yang memfitnah Tiang Bu. Kiranya orang itu, yang bukan lain adalah Liok Kong Ji sendiri, menggunakan kebodohan Lee Tai untuk menjalankan siasat buruk memecah belah fihak musuh. Tentu Lee Tai dibujuk didiberi kitab pelajaran ilmu silat untuk dapat melawan Liok Kong Ji, dan di dalam hatinya Ang Lian tahu mengapa Lee Tai mati-matian berusaha mengalahkan Liok Kong Ji. Sebabnya hanya satu, dia sendiri! Ucapannnya dahulu yang mengajukan syarat supaya pemuda itu mengalahkan Liok Kong Ji, rupanya termakan betul oleh Lee Tai dan menjadi cta-cita pemuda itu! Semua itu hanya mencerminkan betapa besar kasib sayang Lee Tai kepadanya, betapa besar hasrat hati Lee Tai untuk dapat memperisterikannya! Ang Lian menjadi terharu sekali kalau memikirkan hal ini.

   Kalau orang-orang yang diam-diam mengikuti jejaknya melamun dalam alam pikiran masing-masing, adalah Lee Tai yang duduk mengaso itu mengorok dalam tidurnya. Memang, orang seperti Lee Tai ini berjiwa babas. Betapapun duka dan masgul hatinya, kalau mata sudah mengantuk iapun tidurlah!

   Orang yang melihat dia tidur hanya Tiang Bu saja, karena yang lain-lain berada di tempat jauh. Dapat dibayangkan betapa mendongkolnya hati Tiang Bu. Dia sendiri merasa tegang dan gemas, ingin lekas-lekas dapat bertemu dengan Liok Kong Ji. Eh, orang yang diharapkan membawanya ke tempat persembunyian Liok Kong Ji, enak-enak tidur! Ketika matahari sudah naik tinggi tetap Lee Tai belum juga bangun. Tiang Bu tidak sabar lagi, Diambilnya tanah lempung dan sekali lontar, tanah lempung itu mengenai hidung Lee Tai.

   "Plak!" Lee Tai melompat bangun, tersentak kaget. Cepat mencabut goloknya yang sudah ia ambil kembali ketika ia mulai pergi mencari Liok Kong Ji tadi, membolang-balingkan goloknya dan berseru.

   "Liok Kong Ji, kalau berani jangan menyerang di waktu aku tidur! Keluarlah dan mari kita bertanding selaksa jurus!" Seruannya keras, sampai terdengar dari tempat di mana Ang Lian dan Li Hwa beristirahat, Siok Li Hwa menggeleng-geleng kepalanya.

   "Bocah itu bernyali besar, sayang dogol amat." Ang Lian diam saja, mukanya kemerahan.

   Kalau tanah lempung itu disambitkan oleh orang belum tentu akan dapat terasa oleh Lee Tai. Akan tetapi sambitan Tiang Bu membuat hidungnya menjadi merah dan terasa pedas sekali. Seperti kebiasaan ahli silat yang sudah agak "matang" biarpun dalam keadaan tidur, namun urat syarafnya selalu bersia siap begitu merasa ada sesuatu yang menggangu, seluruh urat syarafnya bekerja. Inilah sebabnya maka begitu hidungnya tercium oleh senjata lempung itu Lee Tai terus saja melompat dan mencabut golok siap menyerang!

   Sin Hong yang berada di tempat agak jauh dan tidak melihat perbuatan jahil Tiang Bu tadi hanya saling pandang dengan kawan-kawannya. Akan tetapi mereka segera bangkit dan mulai bergerak maju karena mereka melihat Tiang Bu sudah bergerak pula mengikuti Lee Tai yang sudah berlari-lari ke depan.

   Setelah matahari naik makin tinggi, baru Lee Tai mendapatkan kembali tempat di mana ia bertemu dengan Liok Kong Ji. Seperti juga kemarin, pemuda ini berdiri di dekat batu karang. Betapapun dogolnya ia masih mampu menggunakan pikiran bahwa kalau ia bersikap kasar, Liok Kong Ji tentu takkan mau keluar. Oleh karena itu, ia lalu duduk di atas sebuah batu karang kecil dan berkata dengan suara keras.

   "Locianpwe yang sakti! Teecu mohon locianpwe suka keluar lagi untuk memberi penjelasan!"

   Lee Tai memang tidak pernah membohong, juga tidak bisa membohong. Maka ia sengaja menggunakan kata kata "untuk memberi penjelasan" karena memang ia hendak meminta penjelasan dari orang tua itu. Kata-katanya yang jujur ini ternyata malah kebetulan sekali. Tentu saja Liok Kong Ji yang sedang bersembunyi di dalam gua rahasia. mendengar suaranya. Liok Kong Ji tadinya menjadi curiga dan mengintai ke luar dari sebuah lubang rahasia. Akan tetapi ia tidak melihat orang lain kecuali Ciu Lee Tai yang duduk di atas batu sambil mengebut ngebut leher dengan ujung lengan baju mengusir panas. Pemuda itu tidak memegang kitab tanda bahwa pemuda itu memperhatikan pesannya, tidak sembarangan mengeluarkan kitab itu. Juga pemuda itu minta ia ke luar memberi penjelasan. Tak salah lagi, tentu ia mengalami kesulitan dengan pelajaran Soat-lian kiam hoat, pikir Kong Ji. Ahh dogolnya orang ini!

   Kalau aku tidak keluar, tentu ia akan membuka mulut menimbulkan gaduh, jangan jangan malah menarik perhatian Wan Sin Hong atau Tiang Bu. Lebih baik aku ke luar dan mencari akal supaya ia jangan datang lagi, pikir Lio Kong Ji. Setelah sekali lagi mengintai dan melihat keadaan di luar betul-betul aman, ia menekan alat rahasia dan sebuah pintu terbuka.

   Untuk kedua kalinya Lee Tai tersentak kaget ketika melihat Liok Kong Ji tahu-tahu sudah berdiri di depannya, entah dari mana seperti baru muncul dari muka bumi di depannya saja. Ini adalah karena gerakan Kong Ji amat ringan dan cepatnya. ia tidak memberi kesempatan kepada Lee Tai untuk melihat pintu rahasia dari gua persembunyiannya. Akan tetapi, alangkah heran hati Liok Kong Ji ketika melihat Lee Tai tidak segera menjatuhkan diri berlutut, malahan pemuda itu mencabut golok, berdiri tegak dil depannyat lalu mangeluarkan suara bentakan.

   "Kau sebenarnya siapakah? Apakah kau Liok Kong Ji?"

   Kalau tidak sudah luas pengalaman dan tinggi ilmunya, tentu Liok Kong Ji akan menjadi pucat mukanya "ditodong" seperti ini oleh Lee Tai. Akan tetapi Kong Ji malah menarik muka terheran-heran, lalu tersenyum.

   "Orang muda, apa kau sudah mabok? Kan tahu aku bukan Liok Kong Ji. Bagaimana kau bisa berkata demikian?"

   Sikap yang sewajarnya dari Liok Kong Ji kembali telah menipu pandangan Lee Tai yang memang betul-betul bodoh dalam hal ini. Dia terlalu jujur dan iapun menganggap bahwa orang lain juga tentu jujur seperti dia, karena menurut anggapannya, mengapa orang harus membohong?

   Mendengar kata kata Liok Kong Ji ini, Lee Tai menjadi bingung. Memang amat sukar, bagaimana bisa menentukan apakah orang ini Liok Kong Ji atau bukan? Dia selama hidupnya belum pernah bertemu dengan Liok Kong Ji dan orang ini begitu bertemu sudah memberi hadiah kitab pelajaran ilmu pedang, bagaimana ia bisa bersikap tak tahu terima kasih? Akan tatapi, teringat akan kitab, ia mendapat pikiran. Segera ia bertanya.

   "Kitab itu milik Liok Kong Ji, bagaimana kau bisa memberikannya kepadaku kalau kau bukan Liok Kong Ji?" Kembali di dalam hatinya Liok Kong Ji terkejut sekali. Kalau pemuda ini tahu bahwa kitab Soat-tian-kiam-coan-si itu milik Liok Kong Ji, berarti bahwa kitab itu tentu terlihat oleh Tiang Bu atau Wan Sin Hong!

   "Orang muda, apa kau melanggar janji dan memberi tahu tentang kitab kepada mereka?"

   "Tidak, sama sekali tidak! Hanya......... ketika aku mempelajarinya, Tiang Bu melihatnya dan.......... dan.......... oh, kalau begitu kau betul Liok Kong Ji?"

   "Babi hutan! Dasar kau berotak udang bodoh, goblok dan tolol! Aku memang Liok Kong Ji dan kau boleh bawa nama ini ke mereka! Hayo katakan, sekarang mereka baru apa?" bentak Liok Kong Ji yang sudah tidak mau main sandiwara lagi.

   Akan tetapi Lee Tai tidak takut. Ia menggerakkan goloknya dan membentak.

   "Bagus! Kalau kau Liok Kong Ji, itulah yang kucari-cari dan kutunggu tunggu! Mari kita bertempur selaksa jurus, kalau bukan kau yang kupenggal lehermu, tentu aku yang menggeletak di sini tak bernyawa. Goloknya menyambar cepat sekali ke arah leher Liok Kong Ji.

   Serangan Lee Tai ini boleh jadi akan membahayakan lawan lain, akan tetapi sekarang berhadapan dengan Liok Kong Ji. Sekali menggerakkan tubuh ke samping, golok itu menyambar tempat kosong. Golok Lee Tai menyambar lagi dengan kecepatan kilat, kenekatan dan kemarahan Lee Tai membuat gerakan-gerakannya cepat sekali dan serangannya susul-menyusul bagaikan air hujan. Juga ia melakukan serangan sekuat tenaga sampai goloknya mengeluarkan suara berdesing.

   Betapapun ia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, selalu goloknya menyambar tempat kosong dan pada jurus ke delapan, ketika tangan kiri Kong Ji melakukan gerakan menyentil dari samping, terdengar suara nyaring golok itu terlepas dari pegangan Lee Tai, terlempar jauh. Sebelum Lee Tai sempat memperbaiki kedudukannya, kaki kanannya kena dicium ujung sepatu Kong Ji, membuat ia roboh terguling dengan sambungan lutut terlepas!

   Namun pemuda ini amat bandel dan nekat. Ia melompat bangun lagi, dan biarpun sudah terpincang-pincang, ia menyerang lagi tanpa mengeluarkan keluhan sedikitpun!

   "Iblis keji!" terdengar bentakan nyaring dan sebatang pedang menyambar ke arah punggung Liok Kong Ji, akan tetapi dapat dielakkan dengan mudah oleh Kong Ji.

   "Ang Lian........." seru Lee Tai, girang dan kaget.

   "Jangan dekat-dekat, dia berbahaya!"

   "Ciu-twako, aku membantumu!" jawab Ang Lian sambil menyerang lagi.

   Kejadian ini amat mengejutkan hati Tiang Bu, juga Sin Hong dan yang lain-lain. Tanpa diduga-duga, ketika menyaksikan betapa Lee Tai tidak berdaya menghadapi Liok Kong Ji timbul kekhawatiran hati Ang Lian dan gadis ini segera melompat dan mati-matian membantu pemuda dogol itu. Dengan ilmu pedang warisan ayahnya, penyerangan gadis ini hebat juga. Akan tetapi tentu saja semua penyerangan ini bukan apa-apa bagi Liok Kong Ji yang jauh lebih tinggi tingkat kepandaiannya. Melihat munculnya gadis ini. Kong Ji makin gelisah. Tak salah lagi, tentu yang lain akan segera muncul.

   "Bagus kau datang," serunya dan cepat tubuh Liok Kong Ji bergerak. Sebelum Ang Lian dan Lee Tai tahu apa yang terjadi, karena tiba-tiba bayangan Liok Kong Ji lenyap dari depan mereka, tahu tahu mereka telah roboh tak berdaya, terkena totokan lihai dari manusia iblis itu.

   Liok Kong Ji mempunyai siasat bagus untuk menyelamatkan diri. Melihat dua orang muda itu, ia segera merobohkan mereka dan hendak mempergunakan mereka sebegai perisai, atau sebagai tebusan bagi keselamatan dan kebebasannya.

   Akan tetapi, sama sekali di luar persangkaannya bahwa Tiang Bu sudah dekat tempat itu, karena tiba-tiba hawa pukulan keras menyambar hebat ketika ia hendak menghampiri Ang Lian dan Lee Tai yang sudah menggeletak di atas tanah dan hendak menawan mereka. Hawa pukulan ini biarpun datang dari jarak jauh, hebatnya bukan main dan hawanya panas seperti api menyambar.

   Link Kong Ji sendiri adalah seorang ahli lwee-keh dan ia memiliki dua macam pukulan lweakang istimewa, yaitu Hek-tok-ciang dan Tin-san-kang, yang dapat merobohkan lawan dari jarak jauh. Oleh karena itu, tentu saja ia maklum bahwa ia sedang diserang oleh seorang lawan yang berilmu tinggi ia tidak berani berlaku gegabah, terpaksa ia mengurungkan niatnya menawan Lee Tai dan Ang Lian. Sebaliknya ia cepat membalikkan tubuh, menggerakkan kedua tangan untuk menyampok pukulan lawan ini. Tubuhnya terhuyung ketika dua tenaga raksasa bertemu membuat Liok Kong Ji makin terkejut terpaksa ia melompat jauh ke belakang.

   Ketika ia memandang, ternyata bahwa yang menyerangnya dan yang menolong Lee Tai dan Ang Lian tadi bukan lain adalah Tiang Bu! Kemudian bermunculanlah Wan Sin Hong, Huang-ho Sian-jin, Bu Kek Siansu, Pang Soan Tojin, dan nampak juga Siok Li Hwa yang memondong Leng Leng. Mereka sudah berdiri di hadapannya, sikap mereka rata-rata garang dan penuh kemarahan!

   Muka Liok Kong Ji menjadi pucat, lalu kehijauan, akan tetapi ia dapat menekan perasaannya, meringis dalam senyum buatan. Ia hanya dapat memandang saja ketika Tiang Bu membebaskan totokan yang membuat Ang Lian dan Lee Tai tak berdaya. Dua orang muda in segera mengundurkan diri di belakang orang orang tua, karena mereka maklum bahwa mereka sama sekali bukanlah lawan Liok Kong Ji yang jagoan itu.

   "Ha-ha-ha." Kong Ji tertawa mengejek "Wan Sin Hong sudah menjadi pengecut, tidak berani datang sendiri dan membawa seregu pembantu. Apakah kalian ini tua-tua bangka hendak mengeroyok aku?" Sebelum orang lain menjawab, Tiang Bu sudah membentak marah,

   "Perlu apa mengeroyok? Aku sendiri dengan dua tanganku cukup untuk mengakhir riwayatmu yang busuk!" Pemuda ini dengan muka merah sudah bersiap siaga menerkam musuhnya ini. Ia makin membenci Liok Kong Ji kalau teringat akan Bi Li kekasihnya yang tadinya menjadi buntung lengannya oleh Liok Kong Ji, kemudian tewas di laut oleh Liok Cui Kong.

   Liok Kong Ji menengok ke arah pemuda ini, nampaknya gentar, akan tetapi ia memperlebar senyumnya ketika ia menoleh kembali kepada Wan Sin Hong.

   Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Hemmm, bagus sekali, Sin Hong. Kau tahu bahwa bocah ini adalah keturunanku, anak Soan Li. Dan kau sengaja menyuruh dia melawanku? Tentu saja aku tidak bisa bersungguh-sungguh dan tidak leluasa kalau harus melawan puteraku sendiri, putera tunggal dan??."

   "Tutup mulutmu yang busuk!" Tiang Bu membentak lagi dan tubuhnya berkelebat, di lain saat ia telah mengirim pukulan ke arah dada Liok Kong Ji! Kong Ji menangkis, keduanya terhuyung ke belakang, akan tetapi kalau Tiang Bu tidak merasa sesuatu, adalah diam-diam Liok Kong Ji mengeluh karena lengannya terasa panas dan linu.

   "Tiang Bu!" Sin Hong mencegah ketika melihat Tiang Bu hendak menyerang lagi.

   "Tunggu sampai dia habis bicara!"

   Tiang Bu mentaati perintah ini dan ia melangkah mundur, berdiri tegak dengan mata mencorong, mata yang serupa benar dengan mata Kong Ji, tajam dan bersinar aneh. Kong Ji maklum bahwa kali ini tidak ada jalan lari lagi bagiaya, maka dengan sikap keren berkata,

   "Sekarang aku sudah terkepung, akan tetapi aku menuntut hak seorang kangouw, aku ingin menghadapi kalian seorang demi seorang. Ini kalau kalian berani. Pertama-tama aku menantang musuh besarku sejak kecil. Wan Sin Hong. Majulah kalau kau masih memiliki sifat jantan!" Sambil berkata demikian, Liok Kong Ji melangkah maju setindak ke depan Sin Hong.

   Wan Sin Hong menjadi merah mukanya dan iapun melangkah tiga tindak ke depan Liok Kong Ji. Dua orang musuh besar sejak kecil ini akhirnya berhadapan muka, satu lawan satu! Teringat mereka akan riwayat dahulu ketika mereka masih sama-sama kecil, lalu ketika mereka sama-sama muda menjadi musuh, juga berhadapan seperti ini. Teringat akan ini, tak tertahan lagi Wan Sin Hong berkata, suaranya tenang namun mengandung kebencian besar,

   "Kong Ji, teringatkah akan riwayat hidupmu yang penuh dosa? Hidupmu penuh noda darah orang-orang tak berdosa. Kekejianmu melebihi iblis dan akhir-akhir ini dalam usia tua kau bukan menjadi kapok dan menebus dosa-dosa di waktu muda. malah menambah lagi dosa dosamu dengan dosa-dosa baru, kau benar-benar manusia berhati iblis! Sekarang tibalah saatmu untuk menebus dosa-dosamu itu, tidak hanya di dunia akan tetapi juga di depan Giam-kun." Mendengar kata-kata ini, Liok Kong Ji malah tertawa bergelak.

   "Wan Sin Hong, di dunia ini mana ada dosa? Dosa hanya pandangan orang yang merasa dirugikan. Aku membunuh untuk mendahului jangan sampai aku yang dibunuh. Kalau aku tidak pandai menjaga diri, apakah aku tidak kau bunuh dari dulu? Ha-ha, Sin Hong. Aku membunuh orang kau anggap berdosa, apakah kalau kau berhasil membunuh aku, kau tidak berdosa? Aku melakukan perbuatan demi ketenangan hatiku dan orang hidup harus bersenang-senang, apa itu kau anggap dosa? Ha-ha-ha!" Semua orang tertegun mendengar omongan itu, dan Sin Hong marah sekali.

   "Liok Kong Ji, manusia macam kau ini sama dengan iblis. Mana kau tahu tentang dosa.? Kau melakukan perbuatan-perbuatan keji, berlawanan dengan kebajikan, berlawanan kehendak Thian. Kau tentu tidak mengenal Tuhan kau menurutkan hawa nafsu iblis belaka. Perlukah kau kuingatkan akan kedosaanmu yang dulu-dulu? Kau diperlakukan baik-baik oleh gihu (ayah angkat) Lie Bu Tek, akan tetapi kau membalas dengan menabas buntung lengannya. Ini kaulakukan ketika kau masih kecil. Kau menipu orang orang yang menolongmu, mendidiknya bahkan manipu guru-gurumu. Kau melakukan perbuatan keji terhadap orang baik-baik, termasuk Gak Soan Li, perbuatanmu ini saja sudah terkutuk oleh Thian. Lupakah kau akan semua itu? Berkali-kali kau lolos dari tanganku karena siasat-siasat burukmu, kau tidak berani menghadapi segala tantangan seperti orang laki-laki, melainkan mempergunakan tipu muslihat. Akhir-akhir ini kau membunuh Pek thouw-tiauw-ong Lie Kong suami isteri dan puteri mereka, kau menyuruh anakmu yang menjadi iblis cilik itu menyebar maut di Kim bun-to, membunuh sutitku dan suaminya, kau membuntungi lengan tangan Wan Bi Li. Pendeknya, terlalu banyak kau membikin sengsara orang dan terlalu lama kau mengotorkan dunia. Bersiaplah untuk menghadap Giam-kun dan menebus dosa-dosamu di neraka!"

   Wan Sin Hong sudah memasang kuda-kuda dan bersiap untuk melakukan sarangan. Akan tetapi Liok Kong Ji masih bersikap biasa saja, malah ia tersenyum mengejek.

   "Wan Sin Hong, kau pandai mencatat dan membacakan daftar kesalahan orang lain, akan tetapi kau menutupi kekejianmu sendiri. Lupakah kau akan perbuatan kejimu membuat aku bercacad seumur hidupku?"

   Sin Hong terheran-heran mendengar ini. Sepanjang ingatannya, belum pernah ia melakukan perbuatan itu. Memang betul ia sering kali merobohkan Liok Kong Ji dan melukainya, akan tetapi bukan luka yang mendatangkan derita dan cacad.

   "Omongan bohong apa yang kau keluarkan ini?" bentaknya.

   "Ha-ha-ha, seorang laki-laki tidak berani mengakui perbuatannya, apakah layak disebut gagah? Kau telah membuat lengan kiriku bercacad selama hidup, apa masih tidak mau mengaku? Kau lupa ini? Lihatlah baik-baik, macam apa lenganku sekarang setelah dahulu kau bikin remuk!"

   Liok Kong Ji maju mengulurkan lengan kiri sambil menyingsingkan lengan bajunya yang kiri, memperlihatkan lengannya yang barkulit putih, lengan yang kurus dan nampak kehitaman totol-totol di dekat sambungan siku.

   Sikap wajar Liok Kong Ji ini membuat Sin Hong kurang waspada. Ia dahulu memang pernah mematahkan tulang lengan Kong Ji ketika ia merampas pedang Pak-kek-sin-kiam dari musuh ini, akan tetapi tidak mengira bahwa perbuatannya itu membuat lengan Kong Ji bercacad selamanya. Karena ingin tahu melangkah makin mandekat dan melihat lengan itu.

   "Wan-pek-pek, awas......!!" Tiang Bu berseru keras.

   Akan tetapi terlambat! Langan kiri Liok Kong Ji yang disingsingkan lengan bajunya dan sedang dilihat oleh Sin Hong itu, tiba-tiba meluncur ke depan. menghantam dada Wan Sin Hong dengan pukulan Tin-san-kang yang luar biasa lihainya!

   "Buukk!!" Tubuh Wan Sin Hong terpental sampai dua tombak lebih terkena pukulan itu dan terdengar Siok Li Hwa menjerit melihat suaminya terlempar dalam keadaan berdiri akan tetapi memuntahkan darah segar! Siok Li Hwa melompat mendekati suaminya, akan tetapi Sin Hong memberi tanda supaya isterinya mundur, kemudian ia berjalan tegap menghampiri Liok Kong Ji lagi sambil menyusut darah dari bibirnya! Tiang Bu yang sudah hendak menerjang Liok Kong Ji. terpaksa mundur ketika dengan tangannya Sin Hong memberi isyarat supaya ia juga mundur.

   "Pengecut jahanam!" maki Siok Li Hwa dengan muka pucat, gelisah memandang suaminya.

   "Iblis tak tahu malu? Ang Lian juga memaki marah.

   "Wan-bengcu, mundurlah. Biar aku yang melabraknya!" Lee Tai berteriak-teriak, akan tetapi segera menutup mulut ketika Ang Lian mendelik kepadanya.

   Wan Sin Hong tersenyum memandang Kong Ji yang terheran-heran. Kong Ji tadinya memang mengharapkan dapat memukul mati kepada lawannya ini, akan tetapi Sin Hong tidak roboh, hanya muntah darah. Hal ini benar-benar tidak diduga-duganya. Ia tidak tahu bahwa memang Sin Hong selamanya tidak percaya kepadanya dan tadipun pendekar ini sudah mengerahkan tenaga sinkangnya menjaga diri. Sayangnya, Sin Hong tertarik untuk memeriksa lengannya, maka terlambat mengelak atau menangkis sehingga terkena pukulan yang biarpun tidak membabayakan nyawanya, namun telah mendatangkan luka dalam yang cukup hebat.

   "Kong Ji, apa perbuatanmu tadi patut dibanggakan?" sindir Sin Hong.

   "Kau berlaku curang."

   "Apa yang curang? Kau sudah memasang kuda-kuda, sudah siap kita mengadakan pertandingan. Perbuatanku tadi termasuk taktik pertandingan, apanya yang salah? Hanya kau yang terlalu goblok, berotak kerbau." Setelah berkata demikian, Liok Kong Ji terus menyerang bertubi-tubi dengan pukulan-pukulan Hek-tok-ciang dan Tin-san-kang. Penyerangannya hebat sekali, gerakan-gerakannya jauh lebih sempurna dari pada beberapa tahun, bahkan beberapa bulan yang lalu. Hal ini adalah karena semenjak ia mampelajari kitab Delapan Jalan Utama ilmu silatnya bertambah lihai dan mendapat kemajuan pesat sekali.

   Diam-diam Sin Hong terkejut dan kagum. Harus ia akui bahwa ilmu kepandaian Liok Kong Ji telah memperoleh kemajuan yang jauh di luar sangkaannya. Biarpun dia sendiri juga selalu berlatih dan memperdalam ilmunya, akan tetapi ia harus mengakui bahwa ia kaLah maju. Karena dahulu memang tingkatnya sudah lebih tinggi, maka kemajuan yang luar biasa dari kepandaian Kong Ji, hanya membuat lawan ini sekarang memiliki tingkat yang seimbang dengan dia.

   Sin Hong berlaku hati-hati, mengerahkan semua kepandaian untuk melawan musuh yang tqngguh ini. Betapa pun juga Pak-kek Sin-ciang ternyata masih tahan uji dan dapat dibanggakan, dapat menangkis semua terjangan Liok Kong Ji. Sayangnya Sin Hong sudah menderita luka dalam akibat penyerangan gelap tadi, maka di dalam pertandingan mati-matian ini kadang-kadang ia merasa dadanya sesak dan terpaksa ia sering kali mengalah dalam hal adu tenaga, mengalah untuk menghindarinya dan mengelak.

   Tentu saja hal ini diketahui baik oleh Liok Kong Ji. Dia malah berusaha mengadu lwee-kang agar luka di dalam dada Sin Hong makin menghebat dan parah. Biarpun ia akhirnya akan roboh di tangan Tiang Bu dan kawan-kawannya, kalau ia sudah dapat menewaskan Sin Hong, ia sudah puas.

   "Ha ha, Sin Hong. Kau dulu bukan kau sekarang dan Liok Kong Ji dulu berbeda dengan Liok Kong Ji sekarang!" ejeknya untuk memanaskan hati lawan.

   "Tentusaja kau berbeda dengan dulu. Kau sekarang lebih pengecut dan lebih keji." balas Sin Hong yang mengelak dari sebuah pukulan lalu membalas dengan totokan kilat dari ilmu silatnya Pak-kek Sinciang yang lihai. Akan tetapi Liok Kong Ji sempat juga menangkis sambil mengerahkan tenaga dan sekali lagi dua lengan saling bentur dengan hebat.

   Baiknya Sin Hong adalah ahli tenaga dalam lm yang Sin-kang. Ia dapat menyalurkan tenaga kasar atau lemas menurut kehendak hatinya dan dapat mengatur harus mempergunakan tenaga apa untuk menyambut serangan Kong Ji agar lukanya di dalam dada tidak bertambah parah.

   Akan tetapi, setelah lima puluh jurus lewat dan keadaan Liok Kong Ji bertambah kuat dan ganas, Sin Hong yang sudah menderita luka itu terpaksa mengakui bahwa ia takkan dapat bertahan lebih lama lagi. Peluh telah memenuhi dahinya dan ia maklum kalau pertempuran tangan kosong ini dilanjutkan, ia akan menderita kekalahan. Liok Kong Ji terlalu cerdik sehingga tidak mau mengadu kecepatan ilmu silat, melainkan selalu mempergunakan Tin-san-kang atau Hek-tok-ciang untuk mengadu tenaga dalam, maklum bahwa lawannya sudah terluka parah.

   "Kong Ji, hadapilah Pak-kek-sin-kiam yang akan mengantar nyawamu ke dalam neraka!" Berkelebat sinar menyilaukan dan di lain saat pedang Pak-kek-sin-kiam sudah berada di tangan Wan Sin Hong!

   Liok Kong Ji tertawa bergelak.

   "Belum apa apa sudah mengeluarkan pedang!? Iapun mencabut pedangnya dan di dalam otaknya terbayang sesuatu yang menyenangkan hati. Kalau saja aku dapat merampas Pak-kek-sin-kiam, pikirnya. Di antara mereka semua, yang paling harus dikhawatirkan hanya Tiang Bu seorang. Yang lain-lain tak masuk hitungan, kecuali Wan Sin Hong. Akan tetapi kalau aku berhasil menewaskan Sin Hong dan merampas Pak kek-sin-kiam, aku sanggup menghadapi Tiang Bu dan terbukalah jalan keluar ke arah pembebasan!

   Dengan pikiran ini, Liok Kong Ji menggerakkan pedangnya dan memegang pedang itu melintang di depan dada. Ia memasang kuda-kuda miring dan matanya memandang tajam ke arah lawan. Juga Wan Sin Hong sudah memasang kuda-kuda, tangan kanan memegang pedang melintang di depan, tangan kiri dimiringkan melintang dada pula, seperti orang bersidekap. Sikapnya tenang, matanya tajam waspada, akan tetapi peluh di keningnya menandakan bahwa ia telah lelah.

   Melihat dua orang musuh besar berdiri barhadapan dengan pedang di tangan, diam tak bergerak laksana patung itu, bagaikan dua ekor jago yang sedang menanti saat baik untuk menerkam, benar-benar menegangkan hati. Semua orang maklum bahwa keduanya siap untuk mengadu nyawa, untuk menentukan siapa menang siapa kalah dengan aliran darah.

   Siok Li Hwa memberikan Leng Leng kepada Ang Lian dan nyonya ini berdiri dengan kaki gemetar siap dengan senjata rahasia Cheng-jouw-ciam ( Jarum Rumput Hijau ) di tangan untuk melindungi suaminya apabila terancam bahaya maut. Tiang Bu berdiri paling dekat, tegak dengan kedua kaki terpentang dan kedua tangan tergantung di kanan kiri, setiap urat syarafnya pun siap untuk menolong Sin Hong bila mana perlu. Adapun tiga orang kakek Huang-ho Sian-jin, Bu Kek Siansu dan Pang Soan Tojin berdiri menonton dengan penuh ketegangan hati. Mereka bertiga maklum bahwa dua orang yang berilmu tinggi dan sakti sedang berhadapan untuk mengadu nyawa dan mereka sendiri tak kuasa berbuat sesuatu karena tingkat mereka lebih rendah.

   Kalau dulu, tentu Kong Ji merasa gentar menghadapi Sin Hong dengan Pak-kek-sin-kiam di tangan. Pedang itu sendiri sudah merupakan pedang pusaka yang ampuh apa lagi di tangan Sin Hong yang menjadi ahli waris Pak-kek-sin-kiam-hoat, benar-benar merupakan lawan berat. Akan tetapi sekarang Liok Kong Ji sudah mempelajari banyak ilmu pedang yang ampuh-ampuh, di antaranya Soat-lian Kiam-hoat dan Soan-bong Kiam hoat, keduanya dari kitab-kitab Omei-san yang tentu saja mengandung ilmu pedang kelas satu. Di samping itu ilmunya sudah dipermasak oleh pelajaran dalam kitab Delapan Jalan Utama.

   Sampai lama dua orang lawan ini saling berhadapan tanpa bergerak. Kemudian Kong Ji berkata mengejek.

   "Kau memegang Pak kek sin-kiam, tentu saja kau dapat menang dengan mudah mengandalkan ketajaman pedangmu. Anak kecilpun bisa menang seperti itu."

   Watak Sin Hong adalah menjunjung tinggi kegagahan. Biarpun ia maklum bahwa ucapan Kong Ji ini merupakan siasat, akan tetapi mengandung kebenaran juga. Maka ia menjawab.

   "Jangan khawatir, aku takkan mematahkan pedangmu. Kalau patah aku takkan menyerangmu, dan kau boleh berganti pedang. Seorang di antara kita akan mati dengan pedang di tangan!"

   Tentu saja ucapan ini amat menggembirakan hati Kong Ji. Sekarang ia tidak takut lagi menghadapi Pak-kek-sin-kiam dan begitu Sin Hong menghentikan ucapannya, ia mengeluarkan seruan seperti binatang menjerit dan menerkam ke depan dengan tusukan kilat. Tusukan ini ia susul dengan ujung pedang diguratkan ke atas menyerang leher sehingga dalam segebrakan saja pedangnya telah melakukan dua macam tusukan maut.

   Sin Hong berlaku tenang. Ia mengelak dari tusukan pertama dan tusukan ke dua ia tangkis dengan pedangnya dimiringkan sehingga bagian yang tajam tidak merusak pedang lawan. Biarpun demikian Kong Ji merasa padangnya tergetar dan diam-diam ia mengaku bahwa ilmu pedang lawannya ini benar-benar kuat. Ia lalu berseru keras dan mulai mainkan Ilmu Pedang Soat-lian Kiam-hoat dari Omei-san.

   "Huh, tak tahu malu. Ilmu curian dipakai bertempur!" Tiang Bu mencela gamas. Tentu saja ia mengenal gerakan-gerakan dari ilmu silat Omei-san dan dapat menduga bahwa tentulah ilmu yang dipelajari dari kitab curian.

   Adapun Sin Hong ketika menghadapi pedang ini, merasa ada hawa dingin sekali menyusup tulang. Hawa ini timbul dari sambaran pedang Kong Ji. Maklumlah ia bahwa inti dari ilmu pedang ini berdasarkan tenaga Im-kang yang dalam, sehingga hawa pukulan pedang mengandung hawa dingin yang cukup dahsyat untuk merobohkan lawan yang lweekangnya kurang kuat.

   Menghadapi Soan-lian Kiam-hoat ini, terpaksa Sin Hong juga mengerahkan Im-kangnya untuk menahan hawa dingin. Dari Pak-kek sin-kiam juga menyambar hawa yang dinginnya tidak kalah oleh hawa pedang Liok Kong Ji. Bukan main hebatnya Im-kang dari dua orang jago tua ini sampai-sampai mereka yang menyaksikan pertempuran itu merasa dingin sekali. Lee Tai dan Ang Lian yang ilmu kepandaiannya paling rendah di antara mereka semua, sampai menggigil kedinginan.

   Setelah lewat tiga puluh jurus, Kong Ji merobah permainan pedangnya dan sekarang pedangnya bergerak bagaikan angin taufan lenyap menjadi gulungan sinar pedang yang mendatangkan hawa panas sedangkan tangan kirinya mulai melakukan pukulan Tin san-kang dan Hek-tok-ciang secara gencar dan bertubi-tubi. Inilah Ilmu Pedang Soan-hong Kiam-hoat, juga ilmu pedang yang ia curi dari Omei-san, yang ia pelajari dari kitab yang dibawa oleh Lo Chian-tung Cun Gi Tosu.

   Kembali Wan Sin Hong terpaksa harus mengubah saluran lweekangnya, dan ia sekarang mengerahkan tenaga Yang kang untuk melawan musuhnya. Ia dipaksa main adu tenaga dalam oleh Liok Kong Ji yang cerdik dan diam-diam Sin Hong mengeluh. Dalam ilmu pedang ia tidak mungkin kalah oleh lawannya, akan tetapi kalau lawannya main adu ilmu lweekang, ia payah oleh lukanya di dalam dada tadi Ia sudah mulai merasa mual dan ingin muntah lagi, karena luka di dalam dadanya yang terdesak oleh pergantian tenaga itu kini menjadi makin parah.

   Celakanya, ia tadi sudah berjanji takkan mematahkan pedang Liok Kong Ji, maka ini berarti ia sudah kalah selangkah. Percuma saja ia memegang pedang pusaka, malah lebih baik memegang pedang biasa saja, tidak usah menjaga agar pedangnya tidak menabas putus pedang lawan.

   Kong Ji makin bersemangat, menyerang mati-matian. Terpaksa Sin Hong mengeluarkan ilmunya, pukulan Tin-san-kang yang menyambar datang ia tangkis dengan tenaga lweekang sedangkan pedangnya membacok pundak Li Kong Ji dengan gerakan miring, Kong Ji terkejut sekali dan menangkis.

   "Traang...........!" Pedang di tangan Liok Kong Ji putus menjadi dua! Dia melompat mundur dan kesempatan yang amat baik ini tak dapat dipergunakan oleh Sin Hong yang sudah berjanji takkan mau mengambil kemenangan dengan ketajaman pedangnya.

   "Aku sudah tak berpedang lagi. Mari lanjutkan dengan tangan kosong!" Kong Ji menantang, tahu bahwa dengan tangan kosong akan ia akan lebih mudah memancing adu tenaga untuk memperoleh kemenangan terakhir.

   Dengan sikap tenang Sin Hong manyarungkan pedangnya, agaknya siap untuk melayani Kong Ji selanjutnya. Siok Li Hwa melompat ke dekatnya dan berkata perlahan penuh khawatiran.

   "Kau sudah terluka, lebih baik mengaso dulu, biar yang lain melayani jahanam ini.? Yang dimaksudkan dengan "yang lain" tentu saja Tiang Bu, karena Li Hwa juga maklum bahwa selain Tiang Bu atau suaminya, tidak ada yang akan sanggup melawan Liok Kong Ji.

   Kong Ji tertawa keras.

   "Ha-ha-ha! Wan Sin Hong, nyonyamu khawatir kau akan mampus dalam pertandingan. Lekas kau turut dia pulang dan sembunyi di kamar bersama dia!"

   Inilah hinaan hebat sekali. Tidak ada hinaan yang lebih menyakitkan hati bagi seorang gagah dari pada dikatakan takut mati dalam pertandingan. Memang sengaja Kong Ji menghina demikian supaya Sin Hong merasa malu untuk mengundurkan diri. Dan ia berhasil.

   Sin Hong menyuruh iasterinya mundur, lalu mju menghadapinya.

   "Kong Ji, jangan sombong. Aku bukan orang yang takut mati, apa lagi takut padamu. Majulah!"

   Sambil berseru keras Kong Ji menubruk, mengirimkan pukulan dahsyat. Sin Hong mengelak dan membalas dengan pukulan yang tak kalah hebatnya. Dua orang musuh lama ini kembali bertempur hebat dengan tangan kosong. Daun-daun pohon rontok dan batu-batu kecil berhamburan terkena sambaran hawa pukulan mereka.

   Tiang Bu menonton penuh perhatian. Dari wajah Sin Hong ia maklum bahwa pendekar itu benar-benar sudah berkurang tenaganya, akan tetapi tadi ia melihat Sin Hong menelan tiga butir pil, maka ia mengerti bahwa luka di dalam dada pendekar itu biarpun melemahkan tubuh, tidak berbahaya lagi. Ia percaya penuh akan kepandaian Sin Hong mengobati luka sendiri.

   Kong Ji juga tahu bahwa biarpun ia akhirnya dapat menewaskan Sin Hong, namun ia harus lebih dulu menghabiskan tenaga sendiri dan kalau terjadi pertempuran terlalu lama, ia akan menjadi terlalu lemah untuk menghadapi yang lain. Oleh karena itu ia segera mengambil jalan nekat dan cepat. Soalnya bagi dia hanya dua, hidup atau mati.

   Pada saat Sin Hong menggunakan kepalan kanan memukul dadanya, Kong Ji sengaja bar-laku lamban, mengerahkan lweekang untuk menahan hawa pukulan dahsyat itu, kemudian bagaikan ular menyambar, lengan kirinya bergerak menangkap pergelangan lengan Sin Hong dan membarengi saat itu memukulkan kepalan kanannya ke arah kepala lawan.

   Sin Hong terkejut sekali, tidak mengira bahwa lawannya akan mengambil jalan nekat. Kalau ia menggunakan pukulan kirinya, tentu Kong Ji akan tewas, akan tetapi dia sendiri terancam oleh pukulan kanan lawannya yang menyambar bagaikan geledek. Cepat ia mengambil jalan yang sama karena untuk menyingkir tidak ada waktu lagi, untuk menangkis masih berbahaya. Dengan gerakan tepat tangan kirinya mencengkeram dan di lain saat pergelangan lengan Kong Ji yang kanan juga dapat ia tangkap!

   

Pendekar Budiman Eps 17 Pendekar Budiman Eps 19 Pendekar Pedang Pelangi Eps 24

Cari Blog Ini