Ceritasilat Novel Online

Memburu Iblis 25


Memburu Iblis Karya Sriwidjono Bagian 25




   Sebaliknya kedua orang murid Giok-bin Tok-ong itu ternyata juga tidak kalah tangkasnya dari pada Liu Yang Kun. Bagaikan sepasang tupai mereka berjumpalitan di udara, untuk kemudian bertengger di atas dahan pohon dengan manisnya. Dan dahan itu hampir-hampir juga tidak bergoyang pula. Padahal dahan itu tidak lebih besar dari pada lengan mereka. Demikianlah, mereka pun lalu saling berhadapan pula kembali. Namun mereka sekarang benar-benar menyadari dengan siapa mereka berhadapan. Liu Yang Kun yang berhasil meloloskan diri dari kesulitan, dan bahkan bisa dikatakan menang dalam adu tenaga tadi, tampak termangu-mangu menyaksikan pengaruh dari bubuk beracun itu. Semua benda yang tersentuh oleh bubuk itu berubah menjadi gosong kehitaman. Rumput, tanah dan dedaunan menjadi layu serta kehitaman seperti bekas terbakar.

   "Tampaknya sangat sukar menundukkan mereka. Selain ilmu silat mereka sangat tinggi, mereka juga memiliki alat-alat pembunuh yang sulit diduga." ujar pemuda itu di dalam hatinya.

   Begitu pula halnya dengan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Kedua orang murid Giok-bin Tok-ong itu juga kelihatan pucat dan ngeri menyaksikan kesaktian Liu Yang Kun. Jari-jari tangan mereka serasa patah dan lengan merekapun juga masih terasa lumpuh akibat benturan kekuatan tadi. Begitu sakitnya lengan dan jari-jari mereka, sehingga rangkaian serangan beruntun yang telah mereka persiapkan sebelumnya menjadi urung mereka lakukan. Sebenarnya mereka berdua telah menyiapkan Jaring pusaka dan getah bunga Hiat-sian-hoa (Bunga Darah Dewa) untuk melumpuhkan perlawanan Liu Yang Kun. Jaring pusaka adalah jaring yang sangat kuat dan tahan senjata sedangkan getah bunga Hiat-sian-hoa dapat mengakibatkan mata menjadi buta.

   "Bagaimana... suheng?" Nyo Kin Ong berbisik kepada Kim Hong San.

   "Kita takkan menang kalau cuma mengandalkan ilmu silat kita. Kita terpaksa mempergunakan kepandaian khusus kita sebagai warga Lembah Tak Berwarna. Kau siap?"

   "Tentu saja. Tapi... apa yang harus kita lakukan? Membunuhnya atau cuma menangkapnya saja?" Nyo Kin Ong bertanya, sambil sesekali mulutnya meringis menahan rasa sakit yang masih mengeram di lengannya. Kim Hong San menghela napas.

   "Kalau bisa... kita tangkap saja dahulu. Siapa tahu suhu masih membutuhkannya? Tapi kalau tidak bisa, apa boleh buat. Kita bunuh dia!" Ternyata tersinggung juga hati Liu Yang Kun mendengar percakapan lawannya. Tapi dengan kematangan pengalamannya pemuda itu berusaha untuk menahan kemarahannya. Ia harus tetap tenang dan waspada menghadapi jago-jago dari kalangan hitam itu.

   "Aku tidak boleh terpancing dalam kemarahan, karena kemarahan akan membuatku lengah. Dan kelengahan itu akan menjebloskan ke dalam kesulitan. Aku sama sekali tidak boleh lengah menghadapi kelicikan, kecurangan dan tipu muslihat mereka. Sangat mudah menghadapi ilmu silat mereka, tapi tidak mudah menduga apa yang hendak mereka perbuat dengan racun-racun dan alat-alat pembunuh mereka yang lain itu." Oleh karena itu dengan suara dingin Liu Yang Kun berkata.

   "Nah... bagaimana pendapat kalian sekarang? Apakah kalian masih ingin memaksakan aku untuk menyerahkan buku itu? Kalau masih...hmm, marilah kita lanjutkan permainan kita tadi! Ataukah kalian ingin menunggu guru dan saudara seperguruan kalian dulu?"

   "Bangsat! Sombong benar kau! Lihat serangan...!" Nyo Kin Ong tak tahan mendengar olok-olok Liu Yang Kun. Sambil mengumpat kasar dia menerjang. Entah dari mana ia mengambilnya, tiba-tiba saja tangannya telah memegang seekor ular kecil panjang berwarna kuning kemerahan. Ular itu tampak garang dan buas! Melilit dan mengeliat-geliat di dalam cengkeramannya. Liu Yang Kun cepat mengelak. Apalagi ketika ular itu ikut menyambar dan berusaha mematuk lengannya. Dan sekilas pemuda itu mencium bau yang harum dan manis seperti harumnya bau lebah.

   "Gila! Ular itu tampaknya sangat berbisa pula...!" keluhnya tertahan. Demikianlah pertempuran dahsyat pun tak bisa dielakkan lagi. Melihat adik seperguruannya sudah maju, Kim Hong San pun segera membantu pula.

   Kedua belah tangannya tahu-tahu juga telah memegang dua ekor ular eng-leng-coa (Ular lampu merah) yang mengeluarkan sinar di atas kepalanya itu. ular yang tidak takut terhadap senjata tajam itu juga tampak buas dan ganas di tangan Kim Hong San. Di antara kesibukannya melawan lawannya Liu Yang Kun sempat menjadi kaget juga melihat ular di tangan Kim Hong San itu. Tiba-tiba pemuda itu ingat akan sebuah cerita yang pernah didengarnya dari mulut Tui Lan, isterinya. Isterinya pernah bercerita tentang seorang lelaki tua yang sangat membenci gurunya sendiri, karena guru itu telah mengganggu isteri muridnya tersebut. Lelaki tua itu bernama Ang-leng Kok-jin, tinggal di Lembah Ang-leng (Lampu Merah), yaitu sebuah lembah terasing yang banyak dihuni ular Ang-leng-coa itu. Tiba-tiba Liu Yang Kun melompat mundur.

   "Eh... tunggu sebentar!" teriaknya. Kim Hong San dan adik seperguruannya terpaksa menahan tangannya. Dengan marah mereka menatap Liu Yang Kun.

   "Ada apa? Kau telah berubah pikiran?" Kim Hong San bertanya lantang. Liu Yang Kun tidak mempedulikan pertanyaan tersebut. Sebaliknya dengan tenang dan bersungguh-sungguh ia malah ganti bertanya pula.

   "Betulkah ular yang kau bawa itu ular Ang-leng-coa? Kalau benar... hmmh, apakah hubungan kalian dengan mendiang Ang-leng Kok-jin dari Ang-leng-kok (Lembah Lampu Merah) itu?" Kim Hong San dan Nyo Kin Ong terperanjat dan saling memandang satu sama lain. Kemudian mereka berdua menatap Liu Yang Kun dengan tajamnya.

   "Kau mengenal Twa-suheng (Kakak seperguruan yang tertua) kami?" kedua orang murid Giok-bin Tok-ong itu menggeram hampir berbareng. Namun kedua orang itu menjadi heran ketika Liu Yang Kun menggelengkan kepalanya.

   "Lalu... apa hubunganmu dengan Twa-suheng? Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang dia?" Kim Hong San mendesak dengan curiga. Liu Yang Kun menarik napas panjang. Untuk yang kedua kalinya pemuda itu tidak menjawab pertanyaan lawannya.

   Pikirannya justru melayang-layang jauh ke masa lampau, ketika ia masih berada di dalam lorong gua di bawah tanah bersama Tui Lan. Bersama Tui Lan ia pernah membaca buku Im-Yang Tok-keng, pemberian Ang-leng Kok-jin itu. Di dalam buku itu tertulis berbagai macam hal tentang racun yang terdapat di dalam dunia ini. Baik yang terdapat pada alam, tumbuh-tumbuhan dan hewan, maupun pada manusia sendiri. Di dalam buku Im Yang Tok-keng itu tertulis pula tentang macam-macam ular berbisa yang hidup di dunia ini. Dan diantaranya adalah Ang-leng-coa dan ular madu lebah itu. Kedua ekor ular itu termasuk jenis ular-ular istimewa yang paling berbisa di dunia. Yang sentuhan dari sisik-sisiknya saja sudah mampu untuk membunuh manusia atau binatang lainnya. Selain itu kedua ekor ular tersebut memiliki keistimewaan-keistimewaan pula.

   Ang-leng-coa selain dapat mengeluarkan sinar di dalam gelap, kulitnya juga mampu bertahan terhadap sabetan senjata tajam. Sedangkan Ular Madu Lebah yang kini dipegang oleh Nyo Kin Ong itu, selain memiliki bisa atau racun yang sangat ganas, juga memiliki kecerdasan dan perasaan yang peka luar biasa. Bila dipelihara, binatang itu akan mengabdi dengan tulus seperti halnya kuda, anjing, kucing dan lain sebagainya. Dan oleh karena itu pula binatang tersebut dapat diajari juga dengan berbagai macam kepandaian oleh manusia. Namun demikian di dalam buku Im-Yang Tok-keng itu juga disebutkan pula kelemahan-kelemahan dari kedua ekor ular tersebut. Bahkan disebutkan juga cara-cara menundukkan mereka. Ular Ang-leng-coa itu akan mati kutu bila diserang atau disentuh pada bagian kepalanya yang mengeluarkan sinar tersebut.

   Sementara kekebalan kulitnya ternyata juga cuma di bagian punggung dan sisinya saja, karena di bagian tubuhnya yang menempel tanah sama sekali tidak kebal terhadap senjata tajam. Demikian pula halnya dengan ular Madu Lebah itu. Ular itu akan segera kehilangan bisanya bila tubuhnya terendam air. Sementara kekuatan dan kegesitannya juga akan hilang apabila dicengkeram di bagian duburnya. Selain dari pada itu, yang jelas semua ular yang ada di dunia ini tentu takut dan tunduk kepada Ceng-liong-ong raja mereka. Sebab bagaimanapun dahsyat dan hebatnya bisa atau racun mereka, mereka takkan mampu melawan Ceng-liong-ong. Racun mereka akan segera tawar bila menyentuh kulit raja ular itu, karena raja ular itu memiliki Po-tok-cu (Pusaka Mustika Racun) di dalam tubuhnya.

   "Eh...??" tiba-tiba Liu Yang Kun tersentak dari lamunannya. Mendadak Liu Yang Kun ingat akan Po-tok-cu yang didapatnya dari ular raksasa itu. Tapi bersamaan dengan saat itu pula Kim Hong San telah menyerang kembali. Murid Giok-bin Tok-ong itu benar-benar marah dan tersinggung melihat sikap Liu Yang Kun terhadapnya.

   "Keparat! Kau benar-benar sombong dan terlalu memandang rendah aku! Kubunuh kau!" jeritnya seraya mengayunkan Ang-leng-coa yang ada di tangan kanannya. Dengan tangkas Liu Yang Kun mengelak. Kaki kirinya melangkah ke samping dalam jurus Berbaring Di Pintu Bulan yaitu jurus yang pertama dari Kim liong Sin-kun warisan Bit-bo-ong almarhum. Jurus itu memang sangat mudah dilakukan oleh Liu Yang Kun, sehingga serangan ganas Kim Hong San itu gagal mengenai sasarannya. Namun sayang jurus itu dilakukan dengan kurang lengkap, sehingga kemampuannyapun lalu menjadi kurang pula. Di dalam Kim-liong Sin-kun sebenarnya harus mengenakan mantel pusaka, karena pada mantel pusaka yang tahan senjata itu pulalah letak kehebatan ilmu tersebut.

   Seperti halnya pada jurus Berbaring Di Pintu Bulan tadi, seharusnya Liu Yang Kun tidak hanya bisa mengelak saja karena dengan mantel pusaka yang membungkus tubuhnya ia akan mampu balas menyerang lawannya secara tak terduga. Bahkan menurut gerakan aslinya, gerakan mengelak itu lalu disusul dengan menggeliat, menebaskan badik (pisau) dari balik mantel pusaka. Malahan kalau serangan tersebut masih dapat juga dielakkan lawan, maka Liu Yang Kun masih bisa meneruskannya dengan jurus berikutnya, yaitu jurus Menebar Jala di Dalam Gelap. Tapi karena tidak mengenakan mantel pusaka, maka gerakan yang dilakukan oleh Liu Yang Kun juga cuma mengelak saja. Begitu lolos dari serangan Kim Hong San, pemuda itu segera mundur dua langkah, untuk kemudian membalas serangan itu dengan ilmunya yang lain. Pat-hong-sin-ciang!

   Ketika Liu Yang Kun mengibaskan kedua buah lengannya dengan disertai tenaga sakti Liong-cu i-kang maka pusaran angin dingin yang maha dahsyat seakan-akan lantas datang menggencet Kim Hong San dari segala penjuru. Begitu kuat dan dahsyatnya pusaran angin dingin tersebut, sehingga Kim Hong San yang lihai itu tiba-tiba menjadi sesak dan tersengal-sengal napasnya. Bahkan ketika ingin menghindarpun orang itu tiba-tiba juga merasa kaku dan sulit bergerak pula. Sekejap Kim Hong San menjadi ketakutan. Apalagi ketika dia memandang ke arah lawannya, tiba-tiba ia merasa sangat kecil dan lemah di hadapan pemuda itu. Ia merasa seperti seorang anak kecil yang berhadapan dengan raksasa yang kuat dan berwibawa!

   "Gila...!" ia mengumpat dan berusaha meronta dari kekuatan yang tak dimengertinya itu.

   "Kim suheng, awas...!" Dalam kekhawatirannya menyaksikan suhengnya tiba-tiba terperangkap ke dalam kesukaran, Nyo Kin Ong lalu melemparkan Ular Madu Lebahnya ke arah Liu Yang Kun. Dan bersamaan dengan waktu itu pula tangan kirinya juga melontarkan sesuatu ke tengah arena, yaitu diantara kakak seperguruannya dan Liu Yang Kun.

   "Wuuuuuah! Taaaaaaaar!" Bersamaan dengan meletusnya benda yang dilontarkan Nyo Kin Ong itu, tiba tiba Liu Yang Kun merasa lengan kirinya dibelit ular. Lalu ketika hatinya sangat kaget melihat benda yang meledak itu mengeluarkan asap tebal bergulung-gulung, sekali lagi Liu Yang Kun merasa ular itu memagut lengannya.

   "Ah! uh-huk... huk... huk!" Liu Yang Kun mengeluh kesakitan, kemudian terbatuk-batuk pula. Pada waktu yang hampir bersamaan ternyata Ular Madu Lebah itu telah menggigit lengannya, sementara asap tebal yang keluar dari benda yang dilemparkan oleh Nyo Kin Ong tadi ternyata juga hampir menggelapkan pula arena yang memang sudah gelap oleh malam itu. Dan semuanya itu ternyata telah membuyarkan konsentrasi Liu Yang Kun, sehingga otomatis juga menghentikan pemusatan ilmu Pat-hong-sin-ciang yang menggiriskan hati itu.

   "Terima kasih Nyo Sute..." Kim Hong San yang lolos dari maut itu mengucapkan terima kasih kepada adik seperguruannya.

   "Uh-huk... huk...!" Liu Yang Kun yang belum bisa mengelakkan diri dari kurungan asap tebal itu terbatuk-batuk.

   "Dia telah digigit Ular Madu Lebah dan mengisap Asap Pengantar Tidur kita, suheng!" Nyo Kin Ong berseru kegirangan.

   "Bagus! Kita tak usah mendekat dulu. Biarlah ia menjadi lemas dan mati dengan sendirinya."

   "Apa tidak kita ringkus sekalian dengan Jaring pusaka kita?"

   "Tak perlu. Racun ular Madu Lebah itu sudah cukup untuk membunuhnya. Kita nantikan saja dari kejauhan." Asap tebal yang sangat memabukkan itu akhirnya menghilang juga ditiup angin. Di tengah arena tinggallah tubuh Liu Yang Kun yang jangkung itu bergoyang-goyang mau jatuh. Tampak benar kalau pemuda itu sedang berjuang melawan rasa sakit yang menyerang badannya.

   "Lihat, Sute! Dia sedang meregang nyawa! Huh...Hebat juga daya tahannya. Orang lain tentu sudah binasa sejak tadi."
(Lanjut ke Jilid 25)

   Memburu Iblis (Seri ke 03 - Darah Pendekar)
Karya : Sriwidjono

   Jilid 25
"Heran. Aku juga merasa heran. Biasanya orang akan langsung mati begitu digigit Ular Madu Lebah kita, betapapun lihainya orang itu." Nyo Kin Ong menyahut sambil menimang-nimang Ular Madu Lebahnya yang telah berada kembali di tangannya. Asap tipis seperti mengepul dari seluruh tubuh Liu Yang Kun. Perlahan-lahan wajahnya yang pucat seperti kapas itu berubah kemerah-merahan kembali. Dan beberapa saat kemudian pemuda itu telah berdiri tegak seperti semula. Matanya kembali mencorong seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

   "Gila! Mengapa dia dapat bertahan terhadap racun yang sangat mematikan itu?" Kim Hong San tiba-tiba menggeram marah. Nyo Kin Ong menjadi pucat pula mukanya. Ia membelalakkan matanya seolah-olah tak percaya. Dan rasa kagetnya itu seperti menular pula pada ularnya.

   Ular Madu Lebah itu seperti ketakutan pula di tangannya. Sambil melingkar dan bersembunyi di dalam lengan bajunya, terasa tubuh ular itu menjadi dingin gemetaran. Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa Liu Yang Kun tidak binasa setelah menerima gigitan ular berbisa itu? Bahkan, mengapa pula pemuda itu seperti tidak terpengaruh oleh Asap Pengantar Tidur tadi? Seperti telah diketahui, di dalam tubuh Liu Yang Kun sendiri juga bersemayam kadar racun yang sangat tinggi. Bahkan racun tersebut telah menyatu dengan darah, sehingga pemuda itu merupakan manusia beracun yang sangat berbahaya pula. Namun bukan hal itu yang menyebabkan pemuda tersebut lolos dari racun Ular Madu Lebah maupun Asap Pengantar Tidur tadi, karena semenjak meminum darah Ceng-liong-ong, racun itu telah tawar atau telah hilang dari tubuhnya.

   Tapi-Po-tok-cu atau Pusaka Mustika Racun-lah yang menyebabkan pemuda itu terhindar dari maut. Dalam keadaan yang sangat berbahaya tadi, Liu Yang Kun segera teringat akan Po-tok-cu miliknya. Cepat benda itu dikulum di dalam mulutnya, lalu dikerahkannya pula Liong-cu i-kangnya, sehingga dengan cepat pula khasiat itu menyebar ke dalam tubuhnya. Dan sebentar saja khasiat dari mustika racun tersebut telah mendesak keluar semua racun yang masuk ke dalam tubuhnya. Bahkan pengerahan tenaga dalam yang sangat berlebihan itu menyebabkan badan Liu Yang Kun mengeluarkan bau yang khas, yaitu bau amis ular. Dan bau amis itu ternyata mempunyai pengaruh yang sangat hebat terhadap Ang-leng-coa dan Ular Madu Lebah.

   Ketiga ekor ular yang dipegang oleh murid-murid Giok-bin Tok-ong tersebut tiba-tiba terkulai jatuh ke tanah, kemudian merayap dengan ketakutan ke depan Liu Yang Kun. Seperti pesakitan yang sedang menunggu keputusan hukumannya, ketiga ekor ular itu tergolek lesu di depan Liu Yang Kun. Tentu saja hal itu sangat mengejutkan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Dan rasa kaget tersebut semakin bertambah menjadi-jadi pula ketika tiba-tiba mereka menyaksikan belasan, bahkan Berpuluh-puluh ekor ular dari berbagai macam jenis, tampak bermunculan dari semak-semak di sekitar mereka. Ular-ular itu menjalar berbondong-bondong mengelilingi Liu Yang Kun. puluhan ekor ular itu kelihatan agak segan dan takut kepada pemuda aneh tersebut. Mereka berderet-deret rapi dengan kepala tertunduk.

   
"Kim suheng...? A-apa apa apaan ini?" Nyo Kin Ong berseru gemetar. Mukanya pucat dan tanpa terasa kakinya melangkah mundur menjauhi arena. Ternyata Kim Hong San sendiri juga menjadi bingung melihat peristiwa yang tak diduganya itu. Namun sebagai murid tertua dari Giok-bin Tok-ong, kecerdikannya dalam merangkai sesuatu hal atau sesuatu peristiwa, ternyata juga tidak kalah dengan gurunya. Sebentar saja ia segera bisa menebak apa yang kiranya telah terjadi.

   "Nyo Sute...! Hanya ada dua orang yang mampu berbuat seperti pemuda itu di dunia ini, yaitu suhu sendiri dan... mendiang Ang-leng Kok-jin!"

   "Benar, suheng... kau be-benar. Aku pun pernah melihatnya pula. Hanya suhu dan mendiang Ang-leng Kok-jin yang mampu berbuat seperti ini."

   "Kau tahu sebabnya mengapa mereka bisa berbuat demikian?"

   "Tentu saja, suheng. Suhu ditakuti ular karena beliau memiliki Po-tok-cu. Lalu ketika Po-tok-cu itu dicuri oleh suheng Ang-leng Kok-jin, su heng pun lantas ditakuti pula oleh ular-ular itu."

   "Huh... kamu masih saja memanggil suheng kepada pengkhianat itu?" K im Hong San menghardik Sutenya.

   "Maafkan aku, suheng..." Kim Hong San lalu menghela napas dalam-dalam. Ditolehnya adik seperguruannya itu sambil berdesah perlahan.

   "Nah... sekarang apa pikiranmu setelah pemuda itu juga mampu berbuat seperti suhu dan Ang-leng Kok-jin?" Tiba-tiba mata Nyo Kin Ong terbelalak.

   "Hei? Apakah dia... dia... eh? Apakah Ang-leng Kok-jin telah memberikan Po-tok-cu itu kepadanya?" desahnya serak seakan mau berteriak. Kim Hong San mengangguk.

   "Tampaknya memang demikian. Entah diberikan atau tidak, tapi yang jelas pemuda itu tentu membawa Po-tok-cu sekarang. Dan hal itu berarti segala macam senjata beracun yang kita bawa tidak akan berguna terhadap dia."

   "Ooh... jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Lari meninggalkan dia? Lalu...bagaimana dengan buku itu? Bagaimana suhu nanti menanyakannya?"

   "Hus! Mengapa kita harus lari? Bukankah kita masih memiliki berbagai macam senjata yang dapat kita andalkan pula? Apa kau lupa pada pek-lek-tan kita?" Kim Hong San mendengus marah.

   "Oh, benar..." Nyo Kin Ong yang berangasan itu tiba-tiba tersenyum lega. Tapi senyum segera hilang tatkala matanya memandang ke arah arena lagi. Ternyata sesuatu telah terjadi pula di dalam arena. Entah bagaimana asal mulanya, namun sekarang puluhan ekor ular itu tampak mengepung Ular Madu Lebah dan Ang-leng-coa milik mereka. Bahkan dengan amat sangat garangnya ular-ular itu telah bersiap-siap hendak menyerang ketiga ekor ular mereka itu.

   "Suheng! Kita tolong ular-ular peliharaan kita! Mari...!" Nyo Kin Ong cepat berteriak, kemudian melompat ke dalam arena. Melihat adik seperguruannya telah terjun ke dalam arena kembali, maka Kim Hong San terpaksa menyusul pula. Mereka tetap berpasangan melawan Liu Yang Kun, karena dengan jalan demikian mereka bisa saling menolong dan saling melindungi satu sama lain.

   Sesekali mereka terpaksa menghindar atau menyepak kawanan ular berbisa yang berseliweran di bawah kaki mereka. Sementara itu kawanan ular yang baru datang itu benar-benar telah menyerang ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Tampaknya ketiga ekor ular peliharaan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu mereka anggap bersalah karena berani menyerang Liu Yang Kun, titisan raja mereka. Dan sebentar saja telah banyak yang bergelimpangan menemui ajal mereka. Ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu memang termasuk jenis ular yang amat berbisa. Di kalangan masyarakat ular sendiri mereka bertiga termasuk dari jenis ular istimewa yang sangat ditakuti oleh jenis-jenis ular yang lain. Dalam keadaan biasa takkan ada seekor ularpun dari jenis-jenis yang baru datang itu yang berani melawan mereka.

   Namun karena mereka sekarang seperti sedang mengemban kewajiban untuk menghukum mereka yang bersalah, maka mereka terpaksa berani melawan tiga ekor ular berbisa itu. Di dalam masyarakat ular memang ada ketentuan-ketentuan atau kebiasaan kebiasaan yang mereka junjung tinggi sebagai tata aturan di kalangan mereka. Dan salah satu diantara aturan-aturan tersebut adalah tentang hukuman bagi mereka yang dianggap berani melawan pemimpin kelompok atau berani melawan raja mereka. Mereka yang dianggap bersalah itu akan dikeroyok beramai-ramai sampai mati. Meskipun demikian, ular yang mendapat hukuman tersebut juga diberi hak untuk melawan dan membela diri. Kalau kebetulan ular yang bersalah itu dapat meloloskan diri dari hukuman, maka otomatis nyawa mereka diampuni pula.

   Itulah sebabnya mengapa ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut berusaha melawan mati matian. Sungguh beruntung bagi mereka bertiga, karena diantara pengeroyok mereka itu tidak ada seekor ularpun yang setaraf atau sebanding dengan 'kemampuan' mereka. Kawanan ular yang mengeroyok mereka itu cuma dari jenis ular biasa, yang walaupun berbisa pula, tapi tak sehebat dan sedahsyat racun atau bisa mereka. Apalagi kulit Ang-leng-coa yang keras itu tak dapat ditembus dengan taring yang bagaimanapun tajamnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila beberapa saat kemudian banyak diantara kawanan ular tersebut yang binasa oleh serangan mereka bertiga. Sementara itu pertempuran antara Liu Yang Kun dan Kim Hong San pun berlangsung semakin seru pula.

   Dengan senjata jaring atau jala yang dapat dilipat ataupun ditebarkan, Kim Hong San bekerja sama dengan Nyo Kin Ong. Nyo Kin Ong sendiri juga mengeluarkan senjatanya, yaitu sebuah pipa tembakau atau huncwe, yang panjangnya hampir sepanjang lengannya. Dan pipa tersebut mengepulkan asap yangsemakin lama semakin tebal pula. Demikianlah, setelah yakin bahwa Po-tok-cu yang berada di dalam mulutnya itu mampu melindungi tubuhnya, Liu Yang Kun tidak merasa takut atau khawatir lagi terhadap racun lawannya. Dengan sangat berani ia menangkis atau bahkan menyongsong serangan-serangan lawannya. Hanya saja ia sangat berhati hati bila harus melayani jaring Kim Hong San itu. Perasaannya memperingatkan bahwa senjata tersebut sangat berbahaya. Namun yang ternyata juga tidak kalah berbahayanya adalah senjata di tangan Nyo Kin Ong tersebut.

   Senjata aneh yang berwujud hun-cwe atau pipa tembakau itu ternyata diperlengkapi dengan berbagai macam alat rahasia yang mengerikan. Beberapa kali Liu Yang Kun hampir terkecoh dan celaka oleh senjata-senjata rahasia yang terkandung di dalamnya. Pipa itu ternyata dapat mengeluarkan jarum-jarum lembut yang bisa menembus daging dan memasuki jalan darah. Juga dapat menyemprotkan cairan cairan berbahaya yang bisa membakar rambut dan merusakkan kulit. Bahkan juga dapat menyemburkan asap-asap pembunuh yang bisa membutakan mata dan mencekik pernapasan orang. Untunglah Liu Yang Kun memiliki Bu eng Hwe-teng dan Po-tok-cu. Kalau tidak, walaupun ia mempunyai lweekang dan ilmu silat yang tinggi, ia tetap takkan bisa menghindar terus-menerus dari keganasan senjata tersebut.

   Dengan Bu-eng Hwe-tengnya Liu Yang Kun mampu bergerak cepat seperti kilat untuk menyelamatkan dirinya. Sementara dengan Po-tok-cu yang ia kulum di dalam mulutnya ia mampu bertahan menghadapi asap-asap beracun atau cairan-cairan berbahaya yang tersimpan di dalam hun-cwe tersebut. Begitulah, sepuluh jurus telah berlalu. Kemudian limabelas jurus. Dan akhirnya menginjak pula pada jurus yang ke dua puluh. Namun kedua belah pihak tetap belum juga menunjukkan bahwa mereka lebih unggul dari pada lawannya. Liu Yang Kun memang belum mengerahkan segala kemampuannya. Meski telah mempergunakan Pat-hong-sin-ciang, namun ia masih memainkan secara lumrah atau biasa. Ia belum lagi mengungkapkannya sampai ke puncaknya, yaitu dengan disertai kekuatan atau kemampuan batinnya.

   Karena untuk melakukannya ia harus mempergunakan kekuatan yang berlipat, dan hal itu benar-benar amat melelahkannya. Ya kalau ia dapat segera cepat menaklukkan lawannya. Kalau tidak? Ialah yang justru akan terjerumus ke dalam kesulitan nanti. Selain itu ia memang ingin lebih berhati-hati. Sementara itu kawanan ular yang membela Liu Yang Kun itu benar-benar telah dibabat habis oleh ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Bangkai mereka berserakan di segala tempat. Tapi beberapa ekor ular baru masih juga berdatangan ke tempat itu. Seperti kawanan ular sebelumnya, mereka itu lantas terjun pula ke arena, mengeroyok ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut. Namun seperti halnya kawan-kawan mereka yang terdahulu, mereka itu juga bergelimpangan pula menemui ajalnya.

   Beberapa waktu kemudian barulah Liu Yang Kun sadar bahwa ular-ular yang membelanya telah habis dibunuh ular-ular Kim Hong San dan Nyo Kin Ong. Tiba-tiba hatinya merasa sedih. Dan kesedihan itu akhirnya menyalakan kemarahannya. Tiba-tiba pemuda itu mengubah cara bersilatnya. Kalau semula ia bergerak dengan lincah dan gesit, sekarang mendadak pelan namun penuh tenaga. Kalau semula tubuhnya sering berloncatan dan berkelebat kian kemari seperti burung walet terbang di udara, kini kakinya hampir tidak pernah lepas dari permukaan tanah. Bahkan ia hanya menggeliat ke sana kemari sambil menggeser kakinya. Tubuhnya lebih banyak merunduk seperti hendak berbaring, sehingga sepintas lalu ia seperti ular naga yang sedang berkecimpung di permukaan laut.

   Kim Hong San dan Nyo Kin Ong menjadi kaget juga menyaksikan perubahan itu. Namun melihat gerakan lawan justru menjadi lambat dan mudah diikuti, mereka menjadi gembira malah. Mereka lalu meningkatkan serangan mereka dan berusaha mendesak Liu Yang Kun. Dengan garangnya Kim Hong San memutar-mutar jaring pusakanya dan setiap kali tampak menukik ke bawah untuk mengurung, membelit atau bahkan untuk menangkap lawannya. Sementara Nyo Kin Ong dengan hun-cwenya, tampak semakin ganas dan bernafsu pula untuk mengakhiri perlawanan Liu Yang Kun. Keduanya seolah-olah saling berlomba untuk lebih dulu membunuh lawannya. Sebaliknya Liu Yang Kun yang sekarang bersilat dengan Kim-coa-ih-coat itu justru lebih banyak menghindar dan mengelak terus menerus.

   Melihat lawannya seperti belum mengenal keistimewaan dari ilmunya, Liu Yang Kun seperti sengaja mengalah terlebih dahulu. Pemuda itu tampaknya ingin menjebak lawannya, sehingga sekaligus dapat meringkus mereka. Demikianlah beberapa saat kemudian datang pula kesempatan itu. Kim Hong San dan Nyo Kin Ong menyerang secara bersamaan, dari depan dan dari belakang. Nyo Kin Ong sambil menyemburkan asap tebal dari pipa tembakaunya menerjang dari depan. Ujung pipanya tampak bergetar dengan hebat, sehingga sulit untuk diduga arah tujuannya. Sementara itu pada waktu yang bersamaan, Kim Hong San mencegat pula dari belakang dengan tebaran jaringnya. Keduanya bekerja sama untuk mendesak Liu Yang Kun ke dalam jeratan jaring mereka. Sebuah jaring pusaka yang penuh kaitan duri tajam di dalamnya.

   Dan mereka berdua telah mulai tersenyum ketika yakin bahwa mereka akan bisa menangkap Liu Yang Kun. Tapi sekejap kemudian senyum itu tiba-tiba lenyap dari muka mereka. Dan dalam sekejap pula senyum tersebut berganti dengan rasa kaget, bingung serta tak percaya. Bahkan rasa kaget itu lalu berganti dengan rasa takut dan ngeri yang tak terhingga. Di depan mata mereka tiba-tiba Liu Yang Kun seperti berubah menjadi hantu yang sangat menakutkan.Tangan kanannya yang panjang itu mendadak terayun ke belakang dengan gampangnya, seakan-akan sebuah lengan boneka yang tak bersendi. Bahkan lengan itu kemudian memanjang terus melebihi ukurannya. Begitu cepatnya lengan itu bergerak, sehingga tahu-tahu ujung jarinya telah menotok jalan darah ci-kong-hiat di pergelangan tangan Kim Hong San.

   "Dhug...!!" Tangan itu terkulai lemas, dan jaring pusaka yang dipegangnya otomatis terlepas. Dan berbareng dengan saat itu pula Liu Yang Kun menundukkan badannya seraya menyambar ke depan untuk merebut hun-cwe Nyo Kin Ong dengan tangan kirinya. Gerakannya demikian cepat dan dengan tenaga sepenuhnya, sehingga tak heran kalau mendadak lawannya menjadi bengong dan tersengal-sengal tak berdaya. Tiba-tiba saja gerakan Nyo Kin Ong itu berhenti di tengah jalan. Murid Giok-bin Tok-ong yang lihai itu tiba-tiba menjadi lupa akan ilmu silatnya sendiri. Selain itu dadanya seperti ditindih oleh beban yang sangat luar biasa beratnya. Pada saat itulah tangan kiri Liu Yang Kun menyambar hun-cwenya. Wuuut! Dan pipa tersebut sudah berpindah tangan. Kemudian masih dengan kecepatannya yang luar biasa Liu Yang Kun menjatuhkan dirinya ke tanah.

   "Aduuuuuh...?" tiba-tiba Nyo Kin Ong yang termangu-mangu itu menjerit kesakitan, karena mendadak saja jaring pusaka yang terlepas dari tangan suhengnya tadi me luncur tepat mengenai kepalanya.

   "Sute...!" Kim Hong San berseru kaget. Tapi jaring pusaka berduri tajam itu sudah terlanjur menjerat kepala dan leher Nyo Kin Ong. Bahkan kaitan-kaitan bajanya juga sudah terlanjur mencengkeram dan melukai wajah, leher serta kulit kepala orang itu, sehingga untuk melepaskannya lagi benar-benar sangat sulit dan membutuhkan waktu. Sebab selain amat sakit, kulit dan daging yang terkenapun akan menjadi rusak pula.

   "Bukan main! Bukan main! Benar-benar sebuah kepandaian yang hebat luar biasa! Baru setahun lebih tak bertemu, ternyata kepandaian saudara telah meningkat banyak sekali!Selamat...! Selamat!" tiba-tiba terdengar suara Giok-bin Tok-ong di pinggir arena. Giok-bin Tok-ong melirik ke arah Kim Hong San dan menggeram marah.

   "Sudah kukatakan kalau anak itu lihai sekali, kalian tetap tak mau percaya, Hmmh..., kini menyesalpun tiada guna! Kalian sudah dikalahkan."

   "Suhu? Dia...?" Tang Hu yang tadi menjemput Giok-bin Tok-ong, dan kini berada di belakang gurunya tersebut menyela perkataan itu. Sekali lagi Jago Silat Nomer Empat di Dunia itu menggeram.

   "Dia adalah Chin Yang Kun atau Liu Yang Kun, orang yang tertulis diurutan ke tujuh pada Buku Rahasia itu!" katanya kemudian dengan kaku.

   "Oh... Chin Yang Kun?" ketiga orang murid Giok-bin Tok-ong itu berdesah hampir berbareng. Wajah mereka menunjukkan perasaan kaget dan tak percaya. Dalam benak mereka memang tak pernah terbayang bahwa Ching Yang Kun itu masih berusia begitu muda.

   "Sudahlah. Biarlah aku yang menyelesaikan urusan ini. Kalian katakan tadi bahwa ia benar-benar membawa Buku Rahasia itu?" Giok-bin Tok-ong memotong. Kim Hong San cepat-cepat menghampiri gurunya.

   "Be-benar, suhu... Kami lihat ia membaca buku itu tadi. Kini anak itu telah menyembunyikannya di dalam saku bajunya.Bukankah buku itu sudah tidak lengkap lagi dan tinggal bagian depannya saja?" lapornya bersemangat. Tiba-tiba wajah kakek sakti itu menjadi cerah kembali. Berita tentang bukunya yang hilang itu benar-benar sangat menggembirakan hatinya.

   "Benar," katanya pendek. Tapi ketika kakek itu hendak maju ke arena, tiba-tiba Kim Hong San memegang tangannya.

   "Suhu...?" cegahnya perlahan.

   "Hmmmh... ada apa?" Giok-bin Tok-ong menggeram pula.

   "Suhu... anak itu lihai sekali!" Giok-bin Tok-ong mengangguk.

   "Aku tahu... Oleh karena itu kau bersiaplah! Kita melawannya berdua. Biarlah Tang Hu yang menolong Nyo Kin Ong membuka jaring itu. Setelah itu dia juga dapat membantu kita pula."

   "Jadi... kita mengeroyoknya?" Kim Hong San berdesah ragu.

   "Benar. Kenapa...?"

   "Ah... tidak apa apa suhu. Marilah...!" Kim Hong San tersipu-sipu.

   "Cuma... cuma suhu harap berhati-hati menghadapinya. Dia kebal terhadap semua racun kita. Tampaknya... tampaknya dia membawa Po-tok-cu yang dicuri Ang-leng Kok-jin itu."

   "Ya... ya... Aku juga sudah melihatnya tadi."

   "Sudah melihatnya? Jadi... jadi suhu sudah datang sejak tadi?" Giok-bin Tok-ong tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya dengan langkah tenang ia mendekati Liu Yang Kun.

   "Jadi selain menemukan Buku Rahasia di reruntuhan rumah Coa In Lok, engkau juga memperoleh Po-tok-cu dari bekas muridku yang sudah meninggal itu?" tanyanya kemudian kepada pemuda itu. Tapi dengan suara dingin Liu Yang Kun menjawab,

   "Jangan main tuduh secara sembarangan! Kau kira hanya engkau saja yang memiliki Po-tok-cu di dunia ini?"

   "Hmmh!" Giok-bin Tok-ong menggeretakkan giginya. Matanya menyala merah.

   "Aku tidak sembarangan menuduh. Para penduduk yang mengurus mayat Coa In Lok itulah yang memberitahukan kepadaku tentang kau. Siapa lagi kalau bukan kau yang mengambil buku itu dari reruntuhan kamarku? Sebab engkau pulalah yang mengambil simpanan emasku dan membagi-bagikannya kepada para nelayan itu! Dan... tentang Po-tok-cu itu? Huh tampaknya kau memang telah mendapatkannya dari tangan Ang-leng Kok-jin. Hayo, kembalikan benda itu kepadaku!" Ternyata sikap Giok-bin Tok-ong yang kasar itu telah membangkitkan kemarahan Liu Yang Kun pula.

   "Bangsat! Sama sekali aku belum pernah bertemu, apalagi mengenal Ang-leng Kok-Jin itu. Apakah kau kira hanya kau dan dia saja yang mempunyai pusaka anti racun itu?"

   "Tentu saja! Karena hanya satu Ceng-liong-ong di dunia ini! Dan... akulah yang membunuhnya beberapa puluh tahun yang lalu!" hardik Giok-bin Tok-ong tak kalah sengitnya. Tiba-tiba Liu Yang Kun mendengus dan mencibirkan bibirnya.

   "Huh... kau salah! Ada sepasang Ceng-liong-ong di dunia ini! Jantan dan betina! Si betina itulah yang kau bunuh dan kau ambil mustikanya! Si jantan masih berada di dalam liangnya, jauh di dasar bumi. Dan bila engkau ingin mengetahuinya...hmmh, akulah pembunuh Si Jantan itu! Dan aku pulalah yang memiliki mustika racunnya! Paham?"

   "Oooooh...???" Ucapan Liu Yang Kun itu benar-benar mengejutkan Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya.

   "Ceng-liong-ong jantan...? Jadi... jadi... eh, masih ada Ceng-liong-ong lain di dasar bumi? Dan...kau telah berhasil membunuh dan mendapatkan mustika racunnya? Huh...bohong! Kau tentu berbohong kepadaku!" mendadak kakek sakti itu berteriak marah. Liu Yang Kun cepat mengibaskan tangannya untuk mencegah lawannya bertindak tergesa-gesa. Kemudian dengan tenang ia mengeluarkan Po-tok-cu dari mulutnya. Pusaka sebesar telur burung merpati itu ditaruhnya di atas telapak tangannya, sehingga sinarnya yang kehijau-hijauan itu memancar terang di dalam gelap.

   "Nah... kau lihat! Berbeda bukan? Apakah Po-tok-cu milikmu itu sebesar dan seterang ini sinarnya?" pemuda itu mengejek.

   "Oooooh..." sekali lagi Giok-bin Tok-ong tersentak kaget. Lalu tanpa mempedulikan keheranan dan kekagetan lawannya Liu Yang Kun memasukkan kembali mustika itu ke dalam mulutnya. Tiba-tiba tubuh Giok-bin Tok-ong menyambar ke depan dengan cepatnya. Begitu cepatnya sehingga rasa-rasanya seperti bayangan yang meluncur di dalam kegelapan. Namun ternyata Liu Yang Kun masih cepat lagi. Dengan kecepatan yang hampir tak bisa diikuti mata biasa pemuda itu telah bergerak pergi meninggalkan tempatnya, sehingga sambaran tangan lawannya itu menemui tempat kosong. Bahkan pada saat yang hampir bersamaan pemuda itu membalas menyerang dari arah samping. Sasarannya adalah pinggang dan lutut Giok-bin Tok-ong.

   "Wuuuuuuus!" Dengan tangkas pula kakek sakti itu mengelak. Tubuhnya berputar ke kanan, kemudian melenting ke atas seperti belalang. Setelah itu tangannya terayun ke arah Liu Yang Kun untuk menyebarkan jarum-jarum kecil yang berwarna keemasan. Dan di tengah-tengah arena itu pun lantas tercium bau harum yang semerbak kemana-mana.

   "Ah... kau masih juga berani main racun di depanku?" Liu Yang Kun menghindar pula sambil mengejek.

   "Racun itu memang tidak akan berpengaruh terhadapmu.Tapi kulitmu juga tidak kebal terhadap tajamnya jarum-jarum emasku. Terutama bagian-bagian tubuhmu yang lemah. Sekali jarum kecilku itu masuk ke jalan darahmu... hehe... nyawamu berada di ujung maut!"

   "Kurang ajar! Dasar manusia busuk! Lihat saja... apakah maksud busukmu itu bisa terlaksana atau tidak?" Liu Yang Kun mengumpat sambil melompat menghindar jarum-jarum halus tersebut. Sementara itu di pihak lain ular-ular yang ingin membunuh ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu benar benar telah habis binasa. Di dalam arena tinggal ketiga ekor ular piaraan Giok-bin Tok-ong tersebut, Mereka berdiri dengan pongahnya diantara bangkai bangkai korbannya. Meski tubuh mereka juga terluka pula, namun tidak akan membahayakan jiwa mereka. Tapi ketika mereka bermaksud pergi meninggalkan Liu Yang Kun yang mereka takuti itu, tiba-tiba dari dalam hutan terdengar suara mendenging tajam seperti denging suara ribuan ekor nyamuk yang mendatangi.

   Tapi suara itu sebenarnya juga tidak begitu menarik perhatian, karena sepintas lalu suara itu juga hanya seperti suara angin malam yang meniup diantara dedaunan. Buktinya suara tersebut juga tidak menarik perhatian Liu Yang Kun, Giok-bin Tok-ong maupun murid-muridnya. Namun suara itu ternyata mempunyai pengaruh yang lain kepada ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong tersebut. Suara denging yang menyerupai suara ribuan ekor nyamuk itu ternyata sangat mengejutkan, bahkan sangat menakutkan ketiga ular itu. Sikap mereka yang pongah tadi tiba-tiba hilang. Mendadak mereka menjadi lemas. Bahkan tubuh mereka seolah-olah telah menjadi lumpuh dan tak bisa bergerak sama sekali. Mereka tergolek lemas di tempat masing-masing. Dan kemudian seperti halnya ketika muncul tadi, suara itu mendadak juga lenyap begitu saja.

   Namun berbareng dengan saat itu pula tiba-tiba di dekat ketiga ekor ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu telah ada seekor binatang lain. Bentuknya mirip ular pula, namun sangat kecil. Besarnya tak lebih dari seekor induk cacing besar. Dan panjangnya pun juga tidak melebihi dari sejengkal jari tangan saja. Tapi yang sangat menakutkan atau sangat mengherankan adalah keadaannya. Ular kecil itu berwarna merah darah. Dan di dalam keremangan malam tubuhnya seperti bara api yang menyala di dalam tungku. Bersinar merah menyala seperti potongan besi terbakar. Dan asap tipis tampak selalu menyelimuti tubuhnya. Ketika ular kecil itu bergerak, maka terlihatlah dengan jelas bahwa rumput-rumput yang dilaluinya telah menjadi layu, seolah-olah rumput itu baru saja terbakar atau tersiram air panas saja.

   Dan ketika lewat di bagian yang agak basah, ular itu seperti mengeluarkan asap seperti halnya besi panas yang dicelupkan ke dalam air! Dan ketika ular kecil itu semakin mendekati lawan-lawannya, ular-ular piaraan Kim Hong San dan Nyo Kin Ong itu tampak semakin pasrah dalam ketakutan. Tubuh mereka menggigil seperti sedang kedinginan. Sementara dari bawah sisik sisik mereka juga keluar lendir yang membasahi tubuh mereka, seakan-akan keringat dingin telah membanjir keluar dari dalam badan mereka. Tiba-tiba ular kecil itu melengkungkan tubuhnya melenting cepat sekali ke arah lawan-lawannya. Mula-mula ekornya menyambar leher Ular Lebah Madu sehingga ular piaraan Nyo Kin Ong itu membuka mulutnya karena kesakitan.

   Tapi bersamaan dengan terbukanya mulut ular berbau wangi itu, mendadak ular kecil tersebut menyusup masuk dengan kecepatan yang luar biasa. Dan sekejap saja tubuhnya yang kecil itu telah menghilang ke dalam perut lawannya. Ular Madu Lebah itu meronta dan menggeliat kesakitan. Tapi cuma sekejap pula, karena sesaat kemudian tubuhnya telah terbujur kaku di atas tanah. Ular kecil berwarna merah itu dengan tenang keluar dari duburnya. Sepotong hati yang masih segar tampak tergigit di dalam mulutnya yang kecil. Hati dari si U lar Madu Lebah. Potongan hati itu kemudian dibuang begitu saja, karena di lain saat tubuh ular kecil tersebut telah melesat pula untuk menyerang lawannya yang lain. Dan seperti juga halnya dengan Ular Madu Lebah tadi, maka Ang-leng-coa piaraan Kim Hong San itupun juga binasa pula dengan cara yang sama.

   Ular kecil yang menggiriskan hati itu masuk ke dalam mulut dan keluar dari lobang dubur sambil menggigit potongan hati lawannya. Kim Hong San yang sedang asyik mengikuti pertempuran gurunya itu dan Tang Hu yang juga sedang sibuk melepaskan jaring pusaka di kepala Nyo Kin Ong itu baru menyadari keadaan tersebut setelah ular-ular piaraan mereka mati. Mereka bertiga benar-benar menjadi kaget melihat ular kecil berwarna merah darah itu. Apalagi ketika mereka menyaksikan ular itu masih menggigit potongan daging hati yang masih meneteskan darah segar. Sebagai jago-jago racun yang sering dan biasa bergulat dengan binatang-binatang berbisa, maka mereka bertiga segera mengenal ular kecil berwarna merah itu.

   "Hwee-coa (Ular Api)...???" mereka berdesah dengan mata terbelalak. Kemudian mereka bertiga saling berpandangan dengan wajah ngeri, seolah tak yakin bahwa mereka benar-benar berhadapan dengan jenis ular yang langka itu. Selama ini mereka memang belum pernah melihatnya. Mereka cuma mengetahuinya dari buku atau dari orang-orang yang pernah melihatnya. Menurut pengetahuan yang mereka terima, di dunia ini ada dua macam golongan ular. Yaitu golongan ular yang bersisik dan golongan ular yang tak bersisik. Golongan ular bersisik itu juga terdiri dari dua bagian pula, yaitu ular yang berbisa dan ular yang tidak berbisa.

   Dan masing-masing bagian itu juga terdiri dari beberapa jenis pula, yaitu jenis ular yang hidup di darat, di dalam air, dan jenis ular yang hidup di dua tempat, baik di darat maupun di air. Mereka itu terdiri dari Berpuluh-puluh bahkan mungkin be ratus- ratus macam ular. Sebaliknya, golongan ular yang tidak bersisik itu cuma mempunyai satu golongan saja, yaitu golongan ular berbisa ganas. Dan mereka juga hanya terdiri dari tiga jenis ular saja, yaitu Ular Api (Hwee-coa), Ular Berbulu (Mou coa) dan Ular Setan (Kui-coa). Meskipun cuma tiga jenis dan sangat jarang ditemui, namun ular-ular itu amat ditakuti dan disegani oleh ular-ular bersisik yang banyak jumlahnya itu. Padahal tiga jenis ular tak bersisik itu rata-rata bentuknya sangat kecil dan jauh lebih pendek dari pada mereka.

   "Kim suheng...? Mengapa... mengapa ular itu sampai di tempat ini? B-benarkah dia Hwe-coa...?" Tang Hu menegaskan dengan suara gugup.

   "Tampaknya memang benar, Sute. Tentu ada orang yang membawanya dari luar tembok besar, karena ular itu hanya terdapat di tengah-tengah Gurun Go bi saja."

   "Ada yang membawanya? Siapa...?" Tang Hu bertanya lagi dengan suara yang semakin gemetar.

   "Entah, Sute. Aku belum bisa memastikannya. Tapi hatiku merasa berdebar-debar, seakan-akan ada sesuatu yang bakal terjadi. Kalian berhati-hatilah...!" Sementara itu pertempuran antara Liu Yang Kun dan Giok-bin Tok-ong telah mencapai puncaknya pula. Kakek sakti berwajah tampan itu telah mengerahkan segala kemampuannya.

   Demikian pula halnya dengan Liu Yang Kun. Di dalam keremangan sinar bulan yang menerobos sela-sela daun, tubuh mereka berkelebatan hampir tidak bisa diikuti oleh mata lagi. Angin pukulan mereka pun terasa bersiutan menerjang pepohonan yang ada di sekeliling arena mereka. Ranting-ranting berpatahan dan daun-daun pun jatuh berguguran tanpa tersentuh oleh tangan mereka. Bahkan dahan-dahan yang agak lebih besarpun ada pula yang retak sehingga dahan-dahan itupun lantas berpatahan pula dengan suara hiruk-pikuk. Dahan-dahan berdaun rimbun itu berjatuhan menimpa arena pertempuran mereka. Tapi belum juga dahan-dahan tersebut sampai di bawah, mereka kembali tercerai-berai terkena hantaman atau dorongan angin pukulan kedua jago silat berkepandaian dahsyat tersebut.

   Sementara itu Giok-bin Tok-ong pun telah mengaduk dan mengotori arena pertempuran tersebut dengan segala macam peralatan racunnya pula. Kakek itu telah menaburkan bubuk-bubuk beracunnya, meniupkan asap-asap pembunuhnya serta mengobral berbagai macam senjata-senjata rahasianya yang mematikan. Bahkan segala macam binatang berbisa yang dimilikinya telah ia keluarkan pula, sehingga arena pertempuran itu benar-benar seperti kubangan neraka yang sangat mengerikan! Untunglah Liu Yang Kun memiliki Po tok-cu Jantan dan lweekang yang sangat tinggi. Meskipun ia harus terbatuk-batuk dan merasa mual menghadapi serangan racun-racun itu, tapi ia dapat bertahan dan melawan musuhnya dengan baik.

   Walaupun dengan demikian ia juga tidak bisa berkonsentrasi untuk mengerahkan tenaga batinnya, tapi ilmu silatnya juga telah lebih dari cukup untuk menghadapi ilmu silat Giok-bin Tok-ong. Bahkan ia masih bisa menyisakan tenaga untuk berjaga-jaga terhadap serangan Pek-lek-tan lawan yang ia ketahui sangat dahsyat itu. Demikianlah lambat-laun dapat pula Liu Yang Kun mengungguli lawannya. Sedikit demi sedikit Giok-bin Tok-ong mulai kewalahan melayani ilmu silatnya. Bahkan beberapa waktu kemudian Raja Racun itu hanya bisa bertahan saja. Segala macam peralatan senjata racunnya sama sekali tidak bermanfaat menghadapi dirinya. Giok-bin Tok-ong mulai merasa panik. Keringat dingin mulai membasahi dahinya.

   "Hong San, ayo bantu aku! Anak Goblog!" teriaknya kemudian dengan suara marah. Kim Hong San terkejut. Demikian pula dengan kedua adik seperguruannya. Dan mereka semakin kaget ketika Hwee-coa tadi sudah tidak ada lagi di tempatnya. Ular merah itu telah menghilang entah kemana. Mungkin memang telah pergi, tapi mungkin juga hanya tertutup oleh kepulan asap atau tumpukan dahan dan ranting yang berserakan di arena itu. Tapi munculnya Hwee-coa itu benar-benar sangat menggiriskan hati Kim Hong San. Seraya melompat ke arena untuk membantu gurunya, ia berteriak memberi peringatan.

   "Suhu, awas...! Siauwte melihat Hwee-coa di tempat ini!"

   "Apa kau bilang? Hwee-coa...? Huh... jangan main-main kau! Ayoh ajak semua adikmu untuk membantuku!" Giok-bin Tok-ong yang tidak percaya akan kata-kata muridnya itu menghardik. Sambil menangkis pukulan Liu Yang Kun dengan kedua buah lengannya Kim Hong San menjawab.

   "Be-benar, suhu! Siauwte tidak bohong! Baru saja ular itu membunuh Ang-leng-coa dan Ular Madu Lebah kami!" Giok-bin Tok-ong yang sedang sibuk melayani serangan Liu Yang Kun itu terdiam. Tampaknya ia mulai percaya pada ucapan muridnya.

   "Baiklah. Nanti kita urus binatang langka itu. Sekarang mari kita bereskan dulu bangsat cilik ini!" akhirnya kakek itu berseru.

   "Baik, suhu! Tang Sute, sudah selesaikah kau melepas jaring itu dari kepala Nyo Sute? Kalau sudah... cepatlah kalian kemari! Kita bersama-sama mengenyahkan bangsat ini!" Kim Hong San berteriak pula ke arah adik-adiknya.

   Begitulah, beberapa saat kemudian Liu Yang Kun telah dikepung beramai-ramai oleh Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya. Mereka semua adalah jago-jago silat tingkat tinggi, yang rata-rata telah memiliki kemampuan yang boleh dikatakan sempurna dalam perguruan mereka. Giok-bin Tok-ong sendiri telah memperoleh nama tinggi di dunia persilatan sehingga ia tertulis sebagai jago silat nomer empat di dunia di dalam Buku Rahasia. Sedangkan ketiga orang muridnya itu juga telah mewarisi hampir semua kepandaiannya, sehingga kesaktian mereka itu pun rasanya juga tidak akan kalah pula bila dibandingkan dengan para ketua persilatan, seperti Pek-i Liong-ong, Put-ceng-li-jin maupun Keh-sim Siau-hiap.

   Maka sungguh tidak mengherankan kalau akhirnya Liu Yang Kun menjadi kewalahan menghadapi mereka berempat. Tak terasa malam semakin larut. Bulan pun telah mulai condong ke barat. Dan pertempuran yang sangat dahsyat namun berat sebelah itu tetap berlangsung terus dengan sengitnya. Liu Yang Kun semakin tercecer. Meskipun pemuda itu memiliki tenaga dalam yang amat tinggi dan ilmu silat yang hebat-hebat namun lawannya juga, bukan tokoh-tokoh sembarangan pula. Dengan bekerja sama saling bahu-membahu keempat orang dari Lembah Tak Berwarna itu mampu menahan, bahkan menjinakkan tenaga dalam dan ilmu silat Liu Yang Kun yang dahsyat itu.

   Memburu Iblis Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Walaupun dalam waktu cepat mereka berempat belum segera bisa menguasai pemuda itu, tapi lambat atau cepat hal itu tentu akan terlaksana juga. Apalagi sejalan dengan bertambahnya waktu, kekuatan pemuda itu juga semakin tampak berkurang pula. Sementara itu dibalik rimbunnya semak-semak tempat empat pasang mata menonton pertempuran tersebut. Mereka terdiri dari empat orang lelaki yang rata-rata berusia empat puluh tahun atau lima puluh tahun. Wajah maupun air muka mereka kelihatan keras dan kaku, seperti halnya tokoh-tokoh persilatan yang telah biasa berkecimpung di dalam dunia kekerasan. Namun demikian sinar mata mereka yang mencorong tajam seperti mata harimau di dalam kegelapan itu menunjukkan bahwa mereka adalah tokoh-tokoh sakti yang telah sempurna dalam mempelajari ilmunya.

   "Sam-eng (Tiga Garuda), lihat...! Pemuda itulah yang bernama Ching Yang Kun, seorang tokoh muda yang telah menggegerkan dunia persilatan beberapa tahun yang lalu, sehingga namanya ikut tercantum pula di urutan ke tujuh Tokoh-tokoh Persilatan Dunia dewasa ini. Melihat permainan silatnya, tampaknya urut-urutan di dalam Buku Rahasia itu sudah tidak sesuai lagi sekarang. Kau lihat...!" seorang diantara mereka yang tampaknya sangat dihormati dan disegani oleh yang lain berbisik pelan.

   "Benar, tuanku. Bahkan ilmu silatnya tampaknya juga lebih hebat pula dari pada ilmu silat Bu-tek Sin-tong. Wah... pemuda itu sungguh berbahaya sekali!" salah seorang dari tiga orang yang disebut Tiga Garuda itu menjawab.

   "Dan... tampaknya kita juga telah keduluan pula olehnya. Pemuda itu telah merampas sebagian dari Buku Rahasia yang dibawa oleh Giok-bin Tok-ong itu. Hmm... tampaknya kita juga harus bekerja keras untuk merebut buku itu kembali. Bagaimana pendapat kalian, sam-eng?" orang yang pertama tadi berkata pula.

   "Ah... terserah tuanku saja, kami bertiga hanya menurut. Tapi kami rasa sebaiknya kita bantu dulu pemuda itu menghadapi Giok-bin Tok-ong dan murid-muridnya. Setelah itu baru kita hadapi pemuda itu untuk merampas bukunya. Mungkin jalan ini akan lebih baik dari pada kita harus menghadapi Giok-bin Tok ong nanti."

   "Benar. Pendapatmu sesuai sekali dengan apa yang terkandung di dalam hatiku. Bersama-sama dengan pemuda itu kita akan lebih mudah menundukkan Giok bin Tok-ong dari pada kita harus berhadapan sendiri dengan lblis-lblls dari Lembah Tak Berwarna itu. Bagus. Kalau begitu marilah kita sekarang terjun ke dalam pertempuran mereka!" orang yang paling disegani itu berkata gembira.

   "Silahkan, tuanku! Tapi... ehm... bolehkah kami bertiga menggunakan Hwee-coa (Ular Api) lagi untuk melawan mereka?"

   "Boleh. Tapi kalian harus berhati-hati. Ular itu sulit didapat dan sulit dijinakkan pula. Dan kalian masing-masing cuma memiliki seekor saja. Oleh karena itu sekali kalian kehilangan dia, maka akan sulit pula bagi kalian untuk mendapatkan gantinya."

   "Baik, tuanku." tiga orang yang disebut Sam-eng itu menjawab berbareng. Demikianlah, keempat orang itu lalu menampakkan diri mereka. Perlahan-lahan kaki mereka melangkah mendekati pertempuran. Kemudian mereka berpencar untuk mempersiapkan diri mereka dan mencari tempat lowong untuk segera melibatkan diri mereka di dalam pertempuran tersebut.

   Namun kehadiran mereka itu tentu saja segera diketahui oleh Liu Yang Kun dan Giok-bin Tok-ong. Tapi karena suasana pertempuran mereka memang sedang mencapai puncaknya, maka kedua belah pihak sama-sama tidak mau mempedulikannya. Baik Liu Yang Kun maupun Giok-bin Tok-ong benar-benar tidak mau memecah perhatian mereka. Apalagi bagi Giok-bin Tok-ong yang sedang berada di atas angin dan tinggal menunggu saatnya saja untuk menyelesaikan pertempuran itu. Telah beberapa kali pukulan dan tendangan Giok-bin Tok-ong serta murid-muridnya mengenai badan Liu Yang Kun bahkan telah beberapa kali pula jaring pusaka yang ada di tangan Tang Hu menyerempet dan melukai kulit Liu Yang Kun yang tidak terlindung oleh kulit Ceng-liong-ong itu.

   Sehingga kekuatan Liu Yang Kun yang telah terperas habis habisan itu menjadi semakin susut pula. Peluh semakin deras mengalir dari tubuhnya. Demikianlah, ketika empat orang asing itu mendekati arena pertempuran, keadaan Liu Yang Kun benar-benar sudah terpojok dan tinggal menantikan saatnya saja. Itulah sebabnya pemuda itu benar-benar sedang mengerahkan segala kemampuannya untuk meloloskan diri dari sergapan musuhnya. Meskipun tenaganya telah susut banyak sekali, namun Liu Yang Kun masih bisa menghindari sabetan Jaring pusaka Tang Hu. Bahkan selanjutnya pemuda itu masih mampu pula mengelakkan cakar tangan Kim Hong San dan Nyo King Ong. Tapi setelah itu ternyata ia tak bisa lagi menahan gempuran lutut Giok-bin Tok-ong yang mendarat di perutnya.

   "Duuuuuuk!"

   "Uuhh..." Liu Yang Kun melenguh pendek dan tubuhnya terlempar keluar arena pertempuran. Salah seorang dari empat orang yang baru datang tadi, yang dipanggil dengan sebutan "Tuanku" oleh yang lain, bergegas melangkah ke depan untuk menolong dan menangkap tubuh Liu Yan Kun. Tapi belum juga tangannya dapat menyentuh, ternyata Liu Yang Kun telah lebih dahulu menggeliat di udara dan melesat ke samping dengan manisnya. Dan kemudian, meskipun dengan terhuyung-huyung, pemuda itu mendaratkan kakinya dengan enteng di tempat yang aman. Giok-bin Tok-ong dan ketiga orang muridnya tak ingin membuang kesempatan lagi. Cepat mereka meloncat mengejar Liu Yang Kun.

   

Pendekar Penyebar Maut Eps 12 Pendekar Penyebar Maut Eps 25 Pendekar Penyebar Maut Eps 13

Cari Blog Ini