Memburu Iblis 33
Memburu Iblis Karya Sriwidjono Bagian 33
"Maaf, nona Souw"" Liu Yang Kun menyeringai kikuk. Tampaknya gadis ayu itu masih terngiang-ngiang ketika dituduh sebagai Hantu Kuntilanak kemarin dulu.
"Maaf, nona Souw. Saya memang agak penasaran dengan hantu yang dihebohkan orang itu. Diam-diam aku ingin melihatnya, sehingga aku ikut mencarinya pula. Sore tadi aku melihatnya di pintu gerbang kota. Hantu itu sedang mengejar kereta Bu-tek Sin-tong. Aku lantas mengikutinya, tapi kehilangan jejak. Aku cuma mendapatkan reruntuhan kereta itu di jurang. Hantu itu tidak ada di sana. Yang ada justru Giok-bin Tok-ong, Bu-tek Sin-tong dan Han Sui Nio, calon isteri ketua Tiam-jong-pai itu. O leh karena itu...aku...heii? Oh, benar! Wanita muda yang pingsan itu!" Tiba-tiba Liu Yang Kun berseru kaget. Dahinya berkerut, matanya bersinar-sinar, seakan-akan ingat sesuatu.
"Wanita muda...? Siapa dia? Apa maksud Pangeran?" tentu saja Souw Lian Cu menjadi bingung.
"Benar! Tentu wanita muda itu yang menjadi Hantu Kuntilanak! ingat aku sekarang! Dia menggendong bayi kecil yang masih merah! Oh nona Souw... sungguh berbahaya! Marilah kita kembali ke rumah Ui Ciang-bun (Ketua Ui)!" Liu Yang Kun berseru tertahan seraya menarik lengan Souw Lian Cu, diajak berlari ke rumah Ui Bun Ting.
"Pang...Pangeran, aku tak... Tak mengerti maksudmu! Aku tak melihat wanita muda itu di jurang sana. Dan aku... Aku juga tak melihat pula... wanita calon isteri Hek-pian-hok Ui Bun Ting itu. Mengapa... mengapa...?" sambil berlari Souw Lian Cu bertanya.
"Apakah nona tidak melihatnya ketika bertemu dengan Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee...?"
"Melihatnya? Ah! Aku hanya melihat Hong-Lui-Kun seorang saja! Pendekar istana itu tak bersama siapa-siapa..." Liu Yang Kun menoleh dengan kaget. Dan kebetulan Souw Lian Cu juga sedang memandanginya, sehingga otomatis mata mereka bentrok satu sama lain. Liu Yang Kun cepat melepaskan pegangan tangannya. Wajahnya menjadi merah. Gadis itu tampak cantik sekali. Pipinya yang putih halus itu kelihatan merona merah karena dibawa lari.
"Ahhhh...!" tiba-tiba Liu Yang Kun berdesah. Ia seperti merasa ada bara api yang menyala di dalam tubuhnya.
"Kau... Kau kenapa?" Souw Lian Cu menjerit kecil. Otomatis tangannya yang dilepas oleh Liu Yang Kun tadi menyambar ke depan untuk mencengkeram lengan pemuda itu kembali.
"Ini... Ini... eh, tidak! Aku... Aku tidak apa-apa! Marilah kita segera ke rumah Ui Bun Ting dulu! Sambil berjalan nanti kuceritakan semuanya!" Dengan halus Liu Yang Kun melepaskan tangannya, kemudian bergegas mendahului berlari.
Souw Lian Cu terpaksa berlari pula mengikutinya. Untunglah pemuda itu segera bercerita tentang Han Sui Nio dan wanita muda yang disangkanya Hantu kuntilanak itu, sehingga suasana yang kaku itu kembali normal kembali. Namun gadis ayu tidak tahu bahwa sebenarnya sambil bercerita Liu Yang Kun juga berusaha mati-matian untuk membunuh bara api yang nyaris membakar jiwa raganya itu. Di perempatan jalan mereka berbelok ke kiri, menuju ke rumah Ui Bun Ting yang ada di ujung jalan tersebut. Tapi dari arah lain tiba-tiba terlihat dua sosok bayangan menuju ke tempat mereka. Tentu saja Liu Yang Kun dan Souw Lian Cu menjadi kaget. Sudah sekian lamanya mereka menerobos jalan-jalan di kota itu, ternyata baru sekarang mereka melihat orang. Dan orang itu tampaknya memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi pula.
"Nona Souw, berhati-hatilah. Ada orang datang. Mungkin mereka petugas keamanan kota. Tapi mungkin juga bukan." Liu Yang Kun berbisik, kemudian bersama-sama Souw Lian Cu mengendorkan langkahnya. Namun yang terjadi kemudian benar-benar di luar dugaan mereka, apalagi untuk Liu Yang Kun!
"Koko...?" terdengar salah seorang dari kedua bayangan yang datang itu memanggil kepada Liu Yang Kun. Suara seorang wanita muda.
"Pangeran Liu Yang Kun? Benarkah dia itu suamimu?" bayangan yang lain segera menyahut pula. Kali ini suara lelaki, lelaki yang sudah berumur. Kalau pada saat itu ada petir menyambar, mungkin Liu Yang Kun tidak akan sekaget mendengar suara itu. Begitu kagetnya pemuda itu, sehingga untuk sesaat ia justru menjadi bengong di tempatnya. Matanya terbeliak memandang ke arah Tiauw Li Ing dan Lo-sin-ong yang tiba-tiba telah berdiri di depannya.
"Li Ing..." desahnya hampir berbisik. Kedua sosok bayangan itu memang Tiauw Li Ing dan Lo-sin-ong adanya. Kedatangan mereka di larut malam buta itu benar-benar beruntung sekali. Sebab begitu datang mereka langsung dapat berjumpa dengan orang yang mereka cari. Maka tak mengherankan bila Tiauw Li Ing segera menghambur dengan suka citanya ke depan Liu Yang Kun. Tapi wajah gadis bajak laut itu segera berubah masam dan keruh begitu memandang Souw Lian Cu yang ada di samping 'suaminya'. Tentu saja gadis itu takkan lupa kepada gadis buntung yang berwajah sangat ayu itu. Oleh karena itu pandangannya segera berubah curiga kepada Liu Yang Kun. Curiga dan cemburu!
"Kau...?" Souw Lian Cu terdengar menggeram pula begitu melihat siapa yang datang. Gadis ini tak mungkin lupa pula kepada Tiauw Li Ing yang telah membunuh Keluarga Chu Seng Kun si ahli pengobatan itu.
"Kau...!" Tiauw Li Ing balas menggeram. Giginya terkatup rapat, sedangkan matanya menantang liar dan ganas.
"Pembunuh keji! Lihat pembalasanku!" sesaat kemudian Souw Lian Cu telah menyerang sambil menjerit keras sekali. Tiauw Li Ing yang sedang dibakar api cemburu itu segera membalas pula dengan tidak kalah garangnya. Kedua tangannya yang telah memegang kipas besar dan kipas kecil itu segera menyambar nyambar pula untuk melayani serbuan lawannya. Sementara Lo-Sin-ong yang datang bersama dia tadi cepat pula menepi untuk menjaga segala kemungkinan. Semuanya berjalan dengan cepat dan di luar dugaan Liu Yang Kun, sehingga pemuda itu baru menyadari apa yang terjadi setelah kedua wanita muda itu bertarung dengan seru.
"Ini... ini... ini... eh, Lo-Cianpwe! Ba-bagaimana... ini?" pemuda itu berseru gugup ke arah Lo-sin-ong.
"Hmh!" Lo-sin-ong mendengus pendek.
"Inilah akibatnya! Pangeran telah pergi meninggalkan Li Ing tanpa pamit. Kini Pangeran berjalan bersama seorang wanita lain. Isteri mana yang tidak marah melihat itu?"
"Tapi... tapi aku...ah!" Liu Yang Kun berdesah bingung. Liu Yang Kun benar-benar bingung dan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Dia tak ingin Souw Lian Cu terluka atau kalah di dalam perkelahian ini, karena ia sangat membutuhkannya. Lahir dan batin. Ia sangat membutuhkan gadis ayu itu sebagai jalan untuk penyembuhan penyakitnya. Selain itu ia juga tak ingin kehilangan pula. Entah mengapa, diam-diam ia merasa sangat cocok dengan Souw Lian Cu. Sebaliknya ia juga merasa kurang pada tempatnya bila ia membiarkan Tiauw Li Ing kalah atau cedera. Walaupun ia kurang menyukai wanita itu, tapi kenyataannya wanita itu adalah isterinya. Maka sungguh amat tidak lucu bila ia lebih memberatkan orang lain dari pada isterinya sendiri.
"Ahh...! Hmmh, mengapa isteriku harus dia? Mengapa isteriku bukan nona Souw itu saja, sehingga aku tidak menjadi bingung karenanya?"
Liu Yang Kun merintih di dalam hatinya. Sementara itu perkelahian dua macan betina itu semakin lama semakin bertambah seru pula. Masing-masing telah mulai mengeluarkan ilmu-ilmu andalan mereka. Selain memainkan sepasang kipasnya, Tiauw Li Ing juga sudah mulai mempergunakan senjata-senjata rahasianya yang ampuh pula. Tapi sebaliknya Souw Lian Cu juga sudah mengeluarkan ilmu warisan keluarganya pula. Meskipun tangannya tinggal sebuah saja, tapi tangan itu ternyata mampu melepaskan ilmu Tai-kek Sin-ciang maupun Tai-lek Pek-khong-ciang yang dahsyat itu. Walaupun ilmunya belum setinggi ayahnya, Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai, namun ternyata juga sudah cukup untuk me layani serbuan kipas dan tembakan-tembakan senjata rahasia Tiauw Li Ing.
Ternyata suara pertempuran mereka yang berisik itu membangunkan pula para pemilik atau penghuni rumah di sekitar jalan tersebut. Meskipun mereka tidak berani keluar, namun secara sembunyi-sembunyi mereka mengintai juga dari balik pintu atau jendela rumah mereka. Dan rata-rata semuanya menjadi ketakutan menyaksikan bayangan Souw Lian Cu dan Tiauw Li Ing yang berkelebatan kesana-kemari seperti hantu itu. Apalagi ketika mereka mendengar letupan atau desau angin pukulan yang menyambarnyambar seperti amukan angin puting beliung itu. Bahkan sesekali mereka juga menyaksikan ledakan-ledakan kecil yang disertai tanah dan pasir yang berhamburan diantara kaki-kaki bayangan yang berkelebatan tersebut.
Bila diperbandingkan agaknya kepandaian Souw Lian Cu dan Tiauw Ling memang tidak terpaut banyak. Walaupun di dalam hal ilmu silat Souw Lian Cu tampak lebih unggul, namun demikian keunggulan itu ternyata juga tak berarti banyak pula. Sebab untuk menutupi kekurangannya itu Tiauw Li Ing segera mengeluarkan pula keahliannya dalam melepas senjata rahasia. Bahkan untuk sementara cara-caranya yang aneh dalam melepas senjata rahasia itu sempat membikin bingung Souw Lian Cu malah. Demikianlah untuk menghindari serangan senjata rahasia Tiauw Li Ing yang selalu berkelebatan mengancam dirinya itu, Souw Lian Cu setiap saat harus berloncatan mundur menjauhi Tiauw Li Ing. Sehingga akhirnya pertempuran mereka bergeser terus tanpa terasa.
Selangkah demi selangkah pertempuran itu bergeser mendekati rumah Hek-pian-hok Ui Bun Ting. Dan rumah Ui Bun Ting sendiri ternyata masih terang-benderang, biarpun semua pintu dan jendela sudah tertutup rapat, namun di ruang tengah masih terdengar suara percakapan orang. Bahkan dari dekat suara percakapan itu terdengar riuh dan ramai, menandakan bahwa yang sedang bercakap-cakap di dalam ruangan itu tentu lebih dari empat atau lima orang. Sebenarnyalah bahwa di dalam ruangan itu masih berkumpul seluruh keluarga Ui Bun Ting. Bahkan diantara mereka duduk pula Si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai Han Sui Nio dan Han Tui Lan yang tadi diselamatkan Liu Yang Kun dari tangan Giok-bin Tok-ong. Sambil menggendong bayinya sesekali Tui Lan menjawab pertanyaan orang-orang yang ada di dalam ruangan itu.
"Jadi... kaukah yang disebut-sebut orang sebagai Hantu Kuntilanak itu, nak?" Ui Bun Ting bertanya kepada Tui Lan.
"Benar... Anakku ini telah diculik dan dibawa pergi oleh Bu-tek Sin-tong. Katanya anakku ini akan dijadikan pewaris ilmunya kelak. Tentu saja aku tidak boleh. Tapi aku tidak bisa menandingi ginkangnya sehingga aku kehilangan jejaknya.Namun aku terus memburunya. Setiap ada tangis bayi aku tentu singgah untuk menengoknya. Siapa tahu bayi itu anakku. Tapi ternyata ulahku itu diterima salah oleh orang..." Tui Lan menjawab sambil menerawang jauh.
"Ya, kau dianggap Hantu Kuntilanak karena setiap bayi yang kau tengok tentu mati."
"Sebenarnya bukan demikian... Aku sama sekali tak berbuat apa-apa terhadap bayi-bayi itu. Mereka memang mati karena penyakit. Tampaknya ada penyakit menular yang berjangkit di kalangan anak-anak di daratan pantai timur ini. Tapi sulit untuk memberi pengertian kepada orang-orang itu. Mereka cenderung untuk lebih mempercayai kabar bohong tentang Hantu Kuntilanak itu. Dan kebetulan pula aku sedang mencari hilangnya anakku ini..."
"Benar! Lan-ji (anak Lan)... Kau memang hanya menjadi korban dari khabar bohong itu. Semuanya memang serba kebetulan. Seperti halnya pertemuan kita ini..." Han Sui Nio membenarkan ucapan Tui Lan.
"Ya... semuanya memang serba kebetulan. Rasa-rasanya kisah kita ini seperti kisah di dalam sandiwara saja. Sebelumnya aku juga tak menyangka kalau aku akan bisa bertemu dengan kau lagi..." Ui Bun Ting menyambung perkataan calon isterinya.
"...Bahkan aku juga tak mengira kalau kau sudah punya anak dan cucu pula. Hmm, tapi semua itu tak menjadi soal bagiku. Bagiku... Tui Lan juga sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Sama sekali aku tak akan mempersoalkan, apakah dia anak Ang-leng Kok-jin ataukah anak Giok-bin Tok-ong. Yang penting bagi aku sekarang adalah... kita berkumpul sebagai keluarga baru yang berbahagia! Bukankah begitu, Sui Nio? Lan-ji...?" Tui Lan saling pandang dengan wajah cerah dan bahagia bersama ibunya. Ibu yang sejak kecil ia anggap sebagai guru. Guru yang keras dan bengis dalam mendidiknya.
Tapi sekarang Tui Lan tahu, mengapa guru atau ibunya itu bersikap demikian. Dan semua itu membuat hati Tui Lan semakin bersimpati terhadap ibunya. Demikianlah, tampaknya di dalam pertemuan mereka malam itu, baik Han Sui Nio maupun Ui Bun Ting telah saling berterus-terang terhadap Tui Lan, sehingga gadis itu menjadi tahu sejarah hidupnya. Juga sejarah hidup Ui Bun Ting, calon ayah tirinya. Dan gadis itu tampaknya juga sangat bergembira melihat kebahagiaan ibunya. Baru kali ini ia me lihat sinar cerah di wajah gurunya, atau ibunya, yang dijuluki orang Si Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu. Namun sebaliknya Tui Lan sendiri tampaknya belum mau berterus-terang seperti mereka. Hal itu terlihat ketika ibunya masih saja bertanya tentang suami atau ayah dari anak yang digendongnya itu.
"Masakan sudah menjadi suami-isteri selama berbulan-bulan di lorong gelap seperti itu suamimu belum juga mau menyebut nama dan asal-usulnya?" Tapi pertanyaan Han Sui Nio itu segera dipotong oleh Ui Bun Ting. Ketua Partai Tiam-jong-pai itu juga melihat kejanggalan cerita anak tirinya, namun demikian sebagai orang yang telah arif ia segera bisa meraba bahwa tentu ada sesuatu yang masih dianggap rahasia oleh Han Tui Lan. Dan ia tak ingin calon isterinya itu tetap terus mendesakkan pertanyaannya.
"Ah, Sui Nio... sudahlah! Mengapa kau masih tetap belum percaya juga kepada Lan-ji? Kalau memang demikian halnya, mau apa lagi...? Apalagi menurut Lan-ji suaminya itu sudah mati. Dia tidak ikut terselamatkan oleh arus air yang membawanya ke Danau Tai-ouw itu. Nah! Tidak baik mencerca orang yang sudah mati, bukan?"
"Aaah!" Han Sui Nio berdesah perlahan.
"Maafkan ibu, Lan-ji...!" Kata wanita tua itu kemudian kepada Tui Lan. Tui Lan tertunduk sendu. Matanya berkaca-kaca. Sekejap terbayang wajah Liu Yang Kun, suaminya. Apalagi ketika terpandang olehnya wajah Chu Siok Eng, bayinya yang mungil itu. Wajah itu persis wajah ayahnya, bulat panjang dan berdagu runcing, sehingga wajah mungil itu tampak cantik sekali. Ah... betapa akan bangganya suaminya bila dapat melihat si mungil ini, desahnya di dalam hati.
"Ada suara perkelahian di jalan!" tiba-tiba Ui Bun Ting berseru kaget.
"Eh...? Siapa?" Tui Lan dan ibunya, Han Sui Nio, berseru pula. Dan kegugupan mereka ini segera diikuti pula oleh kepanikan para keluarga Ui yang lain. Semuanya segera menjadi pucat ketakutan. Perasaan takut dan ngeri yang diciptakan oleh Giok-bin Tok-ong ketika menculik Han Sui Nio siang tadi masih melekat di benak mereka. Ui Bun Ting bangkit berdiri, tapi Han Sui Nio cepat menahannya.
"Kesehatanmu belum pulih. Kau jangan keluar dulu. Biarlah aku saja yang melihat." Pendeta Palsu Dari Teluk Po-hai itu berkata.
"Tapi,... itu sangat berbahaya bagimu! Siapa tahu Giok-bin Tok-ong datang lagi?" Ui Bun Ting mencegah niat calon isterinya itu pula. Tiba-tiba Tui Lan maju ke depan. Sambil menyerahkan anaknya kepada ibunya, ia berkata,
"Biarlah aku saja yang melihat keluar! Kalaupun diantara mereka itu memang ada Giok-bin Tok-ong, sungguh kebetulan sekali! Aku akan berbicara dengannya! Berbicara yang banyak sekali..." Han Sui Nio cepat menerima cucunya. Tapi di lain pihak tangannya yang lain cepat menahan lengan Tui Lan pula.
"Jangan! Kalau Giok-bin Tok-ong benar-benar datang, kau akan dibunuhnya! Dia telah bertekad untuk membunuh semua keturunannya! Dia tak ingin punya anak! apalagi anaknya itu seorang perempuan. Kau tidak boleh...oh!" katanya gugup. Namun dengan tenang Tui Lan menjawab,
"Jangan khawatir, ibu. Ayah tak akan membunuh aku. Aku sudah beberapa kali berjumpa dengan dia sebelum aku terperosok ke dalam gua di bawah tanah itu. Dia justru lari ketakutan bila kusebutkan nama julukan ibu pada waktu itu."
"Tapi... Lan-ji, kau tak tahu jalan pikiran ayahmu itu. Dia benar-benar seorang iblis yang bisa membunuh darah-dagingnya sendiri. Kau...?"
"Benar, Lan-ji. Kau jangan membahayakan dirimu sendiri. Sudahlah! Lebih baik kita semua tidak usah keluar melihat keributan di luar itu! Kita bertahan saja di dalam rumah." Ui Bun Ting turut mencegah niat Tui Lan. Tapi Tui Lan sudah tidak bisa dicegah lagi. Bayangan tentang kedatangan ayahnya itu justru menambah keinginannya untuk keluar malah.
"Ayah! Ibu! Kau tidak usah mengkhawatirkan aku. Kalaupun Giok-bin Tok-ong ingin membunuh aku, emm... rasanya juga tidak gampang! Aku bisa menjaga diri. Nah, aku keluar dulu." Kemudian tanpa mengindahkan lagi cegahan ibunya, Tui Lan 'terbang' ke pintu. Membukanya, dan selanjutnya...lenyap di dalam kegelapan ma lam. Han Sui Nio dan Ui Bun Ting hanya mampu saling pandang dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bukan main! Anak-anak muda sekarang memang hebat-hebat kepandaiannya! Rasanya kita memang tak perlu mengkhawatirkan keselamatannya andaikata yang datang itu bukan tokoh semacam Giok bin Tok-ong..." Ui Bun Ting berdesah kagum.
"Ya! Kuharap saja yang datang itu bukan tokoh semacam Giok-bin Tok-ong." Han Sui Nio mengiyakan lalu membawa bayi itu ke dalam dan menidurkannya. Memang yang datang itu bukanlah Giok-bin Tok-ong. Suara perkelahian itu adalah suara perkelahian Souw Lian Cu melawan Tiauw Li Ing, yang telah bergeser sampai di tempat tersebut.
Keduanya masih bertarung dengan amat serunya. Dan oleh karena jalan di depan rumah Ui Bun Ting itu lebih besar serta luas, maka pertempuran mereka seolah-olah telah mendapatkan tempat yang cocok. Souw Lian Cu agak lebih leluasa untuk berputar-putar mengelilingi lawannya sehingga otomatis pertarungan itu berhenti di tempat tersebut. Lo-sin-ong dan Liu Yang Kun masih tetap juga mengikuti perkelahian itu dari jarak empat atau lima tombak. Dan Liu Yang Kun masih tetap juga tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan perselisihan itu. Perasaannya masih tetap bingung. Demikian kalutnya perasaan Liu Yang Kun sehingga dia tak menyadari kehadiran Tui Lan di dekat arena pertempuran Souw Lian Cu dan Tiauw Li Ing itu. Pemuda itu baru sadar ketika Lo-sin-ong menggamitnya.
"Pangeran...? Siapakah yang datang mendekati pertempuran? Aku seperti mendengar desah suara napas seseorang," orang tua itu berbisik.
"Hah? Eh-oh... ya, yaa... ada seorang wanita muda berdiri di pinggir jalan. Tapi... tapi dia hanya menonton dan...tidak berbuat apa-apa." Lo-sin-ong mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Hemm... aneh benar! Mengapa justru wanita yang keluar dari rumahnya?" Sementara itu Tui Lan melirik pula ke tempat Liu Yang Kun dan Lo-sin-ong berdiri. Tapi karena udara sangat gelap, maka ia hanya bisa melihat bayangan mereka saja. Sungguhpun apabila ia menginginkan, ia dapat mengerahkan 'kemampuannya' untuk melihat mereka dengan jelas. Namun karena yang lebih menarik perhatiannya adalah pertempuran yang berlangsung di depannya itu, maka ia menjadi kurang menaruh perhatian. Apalagi Tui Lan juga hanya menduga bahwa mereka itu cuma penduduk yang keluar untuk menyaksikan keributan tersebut, seperti halnya dirinya itu.
"Oonoh...? Souw Lihiap? Souw in-kong, kaukah itu?" tiba-tiba gadis itu menjerit kaget begitu mengenali wajah Souw Lian Cu, yang pernah menyelamatkan nyawanya itu. Bahkan yang juga menyelamatkan nyawa anaknya pula.
Lalu tanpa berpikir panjang lagi Tui Lan menghambur ke dalam pertempuran untuk membantu dewi penolongnya itu. Dengan telapak tangan kanannya yang terbuka Tui Lan mendorong ke arah Tiauw Li Ing, sementara tangan kirinya siap melancarkan serangan yang lain apabila lawannya itu tidak mau mundur. Tapi jeritan Tui Lan dan kemudian kedatangannya yang mendadak di dalam arena itu ternyata juga sangat mengejutkan, serta sekaligus juga menggoyahkan konsentrasi Souw Lian Cu. Padahal pada saat itu Tiauw Li Ing juga sedang melepaskan senjata rahasia segitiga bintangnya. Senjata rahasia terbentuk bintang berkaki tiga dan berjumlah enam buah itu menyambar dari balik kipas Tiauw Li Ing dalam formasi berurutan yaitu me luncur berjajar seperti halnya kelompok burung bangau yang terbang berbarengan di udara.
"Cici Tui Lan, kau...? Eh, awas! Iblis wanita ini lihai sekali! Kau jangan... aduuuh!" tiba-tiba Souw Lian Cu memekik kesakitan. Sebuah dari senjata rahasia yang menyambar itu menembus lengan tunggalnya. Persis di atas siku, sehingga otomatis lengan itu menjadi lumpuh dan tak bisa dipergunakan lagi untuk melawan. Dan selanjutnya Souw Lian Cu hanya mampu menghindar berloncatan atau menyerang dengan kedua kakinya.
"Souw Lihiap...!" sekali lagi Tui Lan menjerit seraya menarik telapak tangannya yang dipakai untuk mendorong tadi, untuk kemudian meIompat mengejar Tiauw Li Ing yang terus mendesak Souw Lian Cu. Tui Lan tidak tahu bahwa pada saat yang bersamaan Liu Yang Kun juga berteriak tertahan pula menyaksikan nasib Souw Lian Cu itu. Hanya saja pemuda itu tak bisa segera menolong karena dengan cepat lo-sin-ong telah menahan tubuhnya. Dengan dalih bahwa tak selayaknya bila ia membantu lawan isterinya, orang tua itu mencegah dia untuk turun ke arena.
"Ingat, Pangeran! Kau tidak boleh memusuhi isterimu sendiri! Biarkanlah mereka bertarung sepuasnya, agar isterimu puas, karena semua ini juga akibat dari perbuatanmu sendiri!" orang tua itu menasehati.
"Tapi Lo-Cianpwe, dia... dia...?"
"Jangan khawatir, Pangeran! Kawan wanitamu itu takkan mati! isterimu bukanlah seorang pembunuh! Dia anak yang baik! Anak... yang baik...! Percayalah!" orang tua itu memotong lagi dengan ucapan yang pasti, biarpun suaranya seperti gemetar dan kurang meyakinkan. Sementara itu Tiauw Li Ing menjadi kaget sekali ketika tiba-tiba ada bayangan lain yang memotong di depannya. Otomatis ia menangguhkan langkahnya untuk mengejar Souw Lian Cu. Dengan hati penasaran karena maksudnya untuk membunuh Souw Lian Cu menjadi terhalang, ia melotot sambil bertolak pinggang.
"Kurang ajar! Siapa berani mengganggu permainanku?" pekiknya tinggi.
"Hmh! Inilah aku! Tui Lan dari Teluk Po-hai! Aku adalah teman dari Souw Lihiap! Aku minta jangan kau ganggu dia! Pergilah...!" Tiauw Li Ing tersentak melihat keberanian Tui Lan. Tapi sekejap kemudian dia malah tertawa gembira. Gadis itu merasa telah mendapatkan kelinci pemainan yang lebih menyenangkan malah. Sementara itu dengan wajah pucat karena kesakitan Souw Lian Cu mendekati Tui Lan. Wajahnya masih menampilkan perasaan herannya melihat kehadiran Tui Lan di tempat itu.
"Cici, kau...? Dimana pu-puterimu itu...? Apakah kau sudah pulang ke Teluk Po-hai?"
"Belum, Lihiap. Anakku diculik orang, sehingga waktuku banyak terbuang untuk mencarinya. Tapi sekarang sudah kutemukan kembali. Malahan aku sudah berjumpa pula dengan guruku. Bahkan guruku itu ada di sini sekarang. Dia di dalam rumah seberang itu bersama anakku..." Tui Lan menunjuk ke rumah Ui Bun Ting yang masih terang benderang. Kemudian katanya lagi.
"Lalu... siapa perempuan ini, Lihiap? Mengapa kau berkelahi dengannya?" Souw Lian Cu menggeretakkan giginya. Tanpa melepaskan kewaspadaannya gadis ayu itu memberi peringatan kepada Tui Lan.
"Hati-hatilah, Cici! Inilah orangnya, jika Cici ingin tahu siapa yang telah membasmi keluarga Chu itu! Kepandaiannya hebat sekali! Oleh karena itu minggirlah! Biarlah aku saja yang melawannya. Dia terlalu berbahaya bagimu!" Tak terduga keterangan itu justru menyulut api kemarahan di dada Tui Lan!
"Apa...? Jadi perempuan inikah yanq telah membunuh Chu in-kong dan isterinya yang berbudi itu? ah, sungguh kebetulan sekali! Kita dapat membalaskan dendam itu sekarang...!"
"Cici, jangan...! Dia bukan lawanmu! Akupun sudah terluka pula olehnya! Kita tak bisa melawannya! Lebih baik kau pergi saja! Dia masih mempunyai dua orang kawan lagi yang belum turun ke arena. Lihat...I Disana masih ada guru dan suaminya!" Tapi api kemarahan benar-benar telah membakar seluruh dada Tui Lan. Tanpa menoleh sedikitpun Tui Lan tertawa dingin.
"Lihiap! Aku tak peduli dengan siapa dia datang! Dengan suaminya... gurunya... bahkan dengan kakek gurunyapun aku takkan mundur! Kau tunggulah saja di pinggir, aku akan menghadapinya!" geram Tui Lan keras.
"Cici...??"
"Hi-hi-hi, bagus... bagus! Kau sungguh bersemangat dan menyenangkan. aku sangat senang mendapatkan lawan seperti kamu!" Tiauw Li Ing tertawa semakin gembira. Kemudian sambungnya pula.
"tapi... sebelum mati, kau sebutkan dulu namamu! Dan apa hubungannya denqan keluarga Chu itu!"
"Sudah kukatakan tadi, namaku Tui Lan! Han Tui Lan! Akulah orang yang kau kejar-kejar dari danau Tai Ouw sampai ke rumah Keluarga Chu itu. Akulah orangnya yang dilindungi oleh keluarga Chu itu sehingga kau tega membasmi keluarga itu!" Tiauw Li Ing tersentak kaget.
"Ah, jadi... kaukah perempuan yang dibawa oleh kakek pencari kayu itu? Oh... sungguh kebetulan sekali kalau begitu. Kami sekeluarga dari Lautan Timur memang selalu mencari-cari kau, karena kau kami anggap mempunyai hubungan dengan binatang langka Ceng-liong-ong itu. Nah... sekarang katakan kepadaku. Bagaimanakah dengan binatang langka itu? Kalau masih hidup, dimana dia sekarang? Tapi kalau sudah mati, dimana pula barang-barang peninggalannya? Lekas katakan!"
"Cici, pergilah... Jangan berkeras kepala di sini! Ingatlah puterimu! Biarlah aku saja yang menghadapinya..." Souw Lian Cu berusaha mencegah niat Tui Lan untuk melawan Tiauw Li Ing yang ganas. Tapi Tui Lan tetap teguh pada pendiriannya. Dengan tangkas ia melepaskan diri dari pegangan tangan Souw Lian Cu, kemudian menerjang ke arah Tiauw Li Ing.
"Wuuuuuusss...!" Kedua telapak tangannya mendorong ke depan sehingga menimbulkan hembusan angin yang sangat besar! Dan hembusan angin itu menghantam tubuh Tiauw Li Ing dengan kuatnya! Namun dengan gesit pula Tiauw Li Ing melompat menghindar. Biarpun gadis itu tidak memandang sebelah mata kepada Tui Lan, tapi perasaannya juga mengatakan bahwa dia perlu berhati-hati pula. Selanjutnya mereka lalu saling serang dan saling terjang dengan hebatnya. Souw Lian Cu tak bisa mencegah lagi. Terpaksa dengan perasaan was was gadis bertangan buntung itu bersiap siaga untuk menyelamatkan Tui Lan, apabila pada suatu saat temannya itu terjerumus ke dalam kesulitan. Sama sekali ia tak menyangka bahwa temannya itu justru memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi daripada dia. Baru setelah beberapa jurus kemudian gadis buntung itu menjadi kaget.
Apalagi ketika kemudian ia seperti mengenali jurus-jurus ilmu silat yang dikeluarkan oleh Tui Lan. Dan rasa kaget tersebut ternyata juga tidak hanya dia yang merasakannya. Ternyata Liu Yang Kun pun ikut merasakannya pula. Meskipun pemuda itu sudah tidak ingat lagi akan jurus-jurus ilmu silatnya, namun nalurinya segera mengatakan bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan oleh lawan isterinya itu sama dengan miliknya. Demikianlah pada saat itu Tui Lan memang memainkan Pat-hong Sin-ciang. Maka tidaklah mengherankan apabila Souw Lian Cu maupun Liu Yang Kun merasa seperti mengenalinya. Sebagai keturunan Keluarga Souw yang memiliki hubungan khusus dengan tokoh Bit-bo-ong sedikit banyak Souw Lian Cu pernah melihat atau diberi tahu oleh ayahnya tentang ilmu-ilmu warisan Bit-bo ong.
"Ilmu silat Cici Tui Lan itu seperti... seperti ilmu silat warisan Bit-bo-cng. Aah... mengapa dia bisa memainkannya? Dari mana Cici Tui Lan mempelajarinya? Ataukah... di dunia ini ada ilmu silat lain lagi yang gerakannya mirip ilmu silat warisan B it-bo-ong?" Souw Lian Cu membatin. Sementara itu Liu Yang Kun pun menjadi sibuk pula pikirannya.
"Heran! Rasa-rasanya aku tahu semua gerakannya. Hmm... jangan-jangan dia mempunyai hubungan perguruan dengan aku. Siapa dia sebenarnya...?" Lima belas jurus segera berlalu. Bahkan dua puluh juruspun akhirnya juga telah berlangsung dengan cepat.
Tui Lan tetap bertangan kosong, sementara Tiauw Li Ing juga masih melawannya dengan kipas bajanya. Hanya saja, semakin lama mereka semakin meningkatkan tingkat kemampuan mereka masing-masing. Secara perlahan namun pasti Tui Lan meningkatkan pengerahan tenaga dalamnya. Begitu pula halnya dengan Tiauw Li Ing. Sehingga akhirnya mereka berdua benar-benar berada di dalam kondisi puncak kemampuan masing-masing. Pat-hong Sin-ciang memang merupakan ilmu iblis yang dahsyat dan mengerikan. Meski ilmu silat itu dimainkan oleh seorang wanita lembut semacam Tui Lan, namun pengaruhnya ternyata masih tetap saja mendebarkan dan menakutkan. Semakin kuat Tui Lan mengerahkan tenaga dalamnya, maka menjadi semakin kuat pula daya cekam serta daya pengaruh magisnya.
Dengan Bu-eng Hwe-tengnya yang hampir sempurna, bayangan Tui Lan berkelebatan mengeliIingi lawannya. Dan setiap ada kesempatan Tui Lan selalu menekan, mendesak dan menyerang Tiauw Li Ing dari segala arah. Akibatnya di dalam arena itu lambat-laun seperti ada semacam kekuatan besar yang menghimpit Tiauw Li Ing dari segala penjuru. Bahkan beberapa waktu kemudian di dalam arena itu seperti timbul semacam kekuatan aneh yang mampu mempengaruhi pikiran dan perasaan orang yang melihatnya. Karena Iweekang Tiauw Li Ing memang lebih rendah setingkat bila dibandingkan dengan Tui Lan, maka pengaruh serta tekanan Pat-hong Sin-ciang tersebut lambat-laun semakin terasa menghimpit dan menyesakkan dada Tiauw Li Ing.
Bahkan pengaruh magis yang ditimbulkan oleh ilmu warisan Bit-bo-ong tersebut juga mulai menyentuh pula perasaan dan pikiran Tiauw Li Ing. Selain merasa sesak dan sulit bergerak Tiauw Li Ing juga mulai terpengaruh oleh gerakan-gerakan maupun suara-suara aneh yang dilagukan Tui Lan. Misalnya saja Tiauw Li Ing mulai terhanyut pula oleh bayangan-bayangan Tui Lan yang pergi datang seperti setan di sekeliling dirinya itu. Selain itu Tiauw Li Ing juga mulai terpengaruh oleh suara angin pukulan atau hembusan angin berputar yang ditimbulkan oleh gerakan tubuh Tui Lan. Suara-suara itu lambat-laun seperti suara manusia yang tertawa atau mendengus mengejek Tiauw Li Ing.
Semakin lama semakin ribut, seolah-olah di luar arena itu menjadi semakin banyak penonton yang mencemooh dan mengejek kekalahan Tiauw Li Ing. Maka Tiauw Li Ing pun akhirnya menyadari keadaannya. Ternyata lawan yarg dia anggap enteng tersebut memiliki ilmu yang sangat mengerikan malah. Oleh karena itu sebelum dirinya benar benar jatuh dalam kesulitan, maka Tiauw Li Ing lalu mengeluarkan kantung senjata rahasianya. Seperti yang dia lakukan terhadap Souw Lian Cu tadi, ia lalu memberondong lawannya dengan peluru-peluru rahasianya.
(Lanjut ke Jilid 33)
Memburu Iblis (Seri ke 03 - Darah Pendekar)
Karya : Sriwidjono
Jilid 33
Tiauw Li Ing memang memiliki cara atau ilmu melepas amgi yang hebat dan sulit diduga. Setiap macam senjata rahasianya mempunyai keanehan keanehan khusus yang setiap saat bisa menjebak atau membingungkan lawannya.
Selain dari pada itu cara melepaskannyapun juga berbeda dengan kebiasaan umum. Maka tidaklah mengherankan bila ilmu melepas amgi warisan Lo-sin-ong tersebut sangat ditakuti di dunia persilatan. Tapi yang dihadapi Tiauw Li Ing sekarang adalah pewaris Bu-eng hwee-teng yang tubuhnya dapat bergerak secepat angin. Walaupun ilmu melepas amgi Tiauw Li Ing itu hebat sekali, namun tetap saja tak bisa menyentuh pakaian Tui Lan. Memang, kadang-kadang Tui Lan dibuat bingung pula oleh tebaran senjata rahasia Tiauw Li Ing. Tapi dengan ginkangnya yang sangat tinggi Tui Lan bisa juga menyelamatkan dirinya. Bahkan setelah itu Tui Lan lalu semakin memperberat tekanannya terhadap Tiauw Li Ing. Demikianlah, akhirnya Souw Lian Cu yang menjadi terheran-heran menyaksikan kekalahan Tiauw Li Ing itu.
"Praaaaaaak...!!!"
"Aaaaah!" Tiba-tiba terdengar suara derak yang nyaring ketika ujung lengan baju Tui Lan menghajar badan kipas Tiauw Li Ing! Selanjutnya kipas baja itu tampak pecah berhamburan ke mana-mana! Bahkan dua diantara belasan daun kipas yang terbuat dari baja pipih itu melesat melukai pundak Tiauw Li Ing sendiri. Gadis itu menjerit kesakitan! Lo-sin-ong terkejut bukan buatan. Tubuhnya yang kurus itu tiba-tiba melesat ke arena.
"Li Ing...?" desahnya ketakutan seraya menangkap tubuh muridnya yang terhuyung-huyung mau jatuh. Liu Yang Kun terkejut juga. Namun untuk sesaat pemuda itu hanya terbelalak serta termangu saja di tempatnya. Baru beberapa saat kemudian pemuda itu tersadar bahwa Tiauw Li Ing itu adalah isterinya.
"Ah!" pemuda itu tersentak dan di lain saat tubuhnya telan melenting bagaikan belalang ke tempat isterinya. Lo-sin-ong yang sedang berusaha menolong Tiauw Li Ing itu memiringkan kepalanya. Begitu mengenali yang datang di dekatnya adalah Liu Yang Kun hatinya menjadi lega.
"Pangeran...! Tiauw Li Ing terluka. Dia terkena pecahan kipasnya sendiri. Hmh... sungguh mengherankan! Siapakah wanita muda itu?" Orang tua itu berkata perlahan. Matanya yang kosong itu tampak bergerak-gerak seakan-akan berusaha untuk bisa melihat wajah Tui Lan yang telah mengalahkan muridnya. Lalu bagaimana dengan Tui Lan maupun Souw Lian Cu sendiri? Apa yang kemudian terjadi begitu Liu Yang Kun menampakkan dirinya? Bagaimana sikap Tui Lan ketika mendadak melihat Liu Yang Kun yang telah disangkanya mati itu berada di depannya?
Dan bagaimana pula sikap Liu Yang Kun yang telah kehilangan ingatannya itu? Apakah ia bisa mengenali kembali wajah Tui Lan, isterinya sendiri yang asli? Semuanya memang serba mengejutkan! Begitu pula yang terjadi pada Yap Kiong Lee pada saat itu! Beberapa saat yang lalu pendekar dari istana itu menjadi curiga tatkala Liu Yang Kun tidak juga kembali ke kamarnya, ketika dia memeriksa kamar sebelah, ternyata Souw Lian Cu juga tidak ada di tempat. Sebenarnya pendekar istana itu tak berani menuduh yang bukan-bukan terhadap mereka. Terutama terhadap Liu Yang Kun. Tapi mengingat akan tugasnya sendiri untuk membawa Pangeran itu ke istana maka tidak boleh tidak hatinya menjadi khawatir juga. Apalagi bila mengingat akan sikap Pangeran Liu Yang Kun terhadap istana selama ini.
"Ah! Apabila kali ini aku gagal lagi untuk membawa Pangeran Liu Yang Kun kehadapan Hongsiang, hanyalah hukuman mati yang menantiku di istana...!" Yap Kiong Lee lalu kembali ke kamarnya. Diambilnya sepasang pedang pendeknya yang ia taruh di bawah bantal. Kedua bilah pedang itu lalu ia ikat di lengannya, persis di bawah sikunya. Di lengan kiri maupun lengan kanan. Begitu pendeknya pedang itu sehingga lengan bajunya yang lebar segera menutupinya begitu dibawa melangkah. Di luar penginapan benar-benar gelap-gulita. Satu satunya lampu minyak yang sore tadi dipasang di pintu halaman sudah padam pula kehabisan bahan bakar. Suasana betul-betul sunyi. Sunyi dan sepi. Yap Kiong Lee benar-benar bingung, kemana ia harus mencari Pangeran Liu Yang Kun.
"Kemanakah dia pergi? Kalau cuma sekedar jalan jalan, mengapa tidak segera kembali? Apakah...?" Tiba-tiba Yap Kiong Lee teringat pada rumah Ui Bun Ting.
"Jangan-jangan dia pergi ke sana untuk melihat, apakah Han Sui Nio telah kembali atau belum? Hmm, benar... mungkin dia memang pergi ke rumah itu, B iarlah aku ke sana saja," gumamnya perlahan seraya bergegas pergi ke rumah keluarga Ui Bun Ting itu. Semakin dekat dengan rumah keluarga Ui Bun Ting, Yap Kiong Lee semakin yakin bahwa dugaannya benar. Perasaannya yang sudah sangat terlatih mengatakannya demikian. Tapi ketika ia menginjakkan kakinya di jalan besar yang menuju ke rumah keluarga Ui Bun Ting itu tiba-tiba dadanya berdebar-debar. Nalurinya seperti mengatakan bahwa ia sedang diikuti orang. Betul juga. Ketika dengan tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya, ia melihat seseorang sedang berusaha menyelinap di balik pohon di pinggir jalan.
"Siapa...?" Yap Kiong Lee berseru kaget.
"Ayoh, keluar...?"
"Ah, Saudara Yap memang awas sekali! Aku benar-benar kagum kepadamu! Nah, saudara Yap... selamat bertemu!" terdengar suara berdecak kagum dan tiba-tiba dari balik tembok halaman rumah di sebelah kiri Yap Kiong Lee muncul sesosok bayangan menghampiri. Sesosok bayangan manusia bertubuh tinggi besar mengenakan mantel lebar berwarna hitam mengkilat. Tentu saja Yap Kiong Lee terkejut bukan buatan. Sementara itu dari balik pohon yang dilihat Yap Kiong Lee tadi muncul pula dua sosok bayangan dengan langkah ragu-ragu. Keduanya menghampiri Yap Kiong Lee dengan sikap waspada.
"Saudara Souw...??" Yap Kiong Lee menegur bayangan pertama, yang mengenakan mantel hitam itu.
"Benar... akulah yang datang saudara Yap." Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai menyahut ramah. Matanya yang tajam itu melirik ke arah dua orang yang datang.Yap Kiong Lee tersenyum kecut, karena sebenarnya ia tak tahu kalau Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai ada di tempat itu. Yang ia maksudkan sebenarnya bukan pendekar sakti itu, tapi kedua orang yang baru datang tersebut. Namun untuk menghilangkan rasa kikuknya pendekar dari istana itu cepat berbisik,
"Saudara Souw...! Apakah mereka itu kawanmu?" Souw Thian Hai mengerutkan dahinya. Sambil memperhatikan kedua orang yang datang itu ia menjawab,
"Mereka...? Ah, bukan! Aku datang sendirian saja." Yap Kiong Lee menghela napas. Ditatapnya kedua orang yang baru datang itu lekat-lekat. Semuanya berusia lebih dari empat puluh lima tahun.
"Maaf... Jiwi siapa? Mengapa mengikuti langkahku?" dengan suara kaku Yap Kiong Lee bertanya. Kedua orang itu saling pandang sebentar. Yang seorang segera mengangguk kepada yang lain.
"Maaf, Yap Taihiap. Kami berdua tak bermaksud apa-apa terhadap Taihiap. Kami dari partai Tiam-jong-pai bermaksud menjumpai ketua kami di rumah keluarganya di ujung jalan ini. Secara kebetulan kami berjalan di belakang Yap Taihiap. Karena takut mengganggu kepentingan Taihiap maka kami terpaksa berjalan dengan sembunyi-sembunyi. Tak tahunya Taihiap tetap mendengar juga langkah kami..." orang yang pertama segera memberi keterangan. Ternyata kedua orang itu datang dari Cin-an. Mereka datang dari Partai Tiam-jong-pai. Bahkan mereka telah mengenal nama besar Yap Kiong Lee pula.
"Aaah!" Yap Kiong Lee berdesah lega.
"Mengapa malam-malam begini Jiwi mau menemui Ui Ciang bun?" Kedua orang itu saling pandang lagi satu sama lain. Namun yang seorang segera menjawab pertanyaan itu pula.
"Maaf, besok malam pesta perkawinan Ciang bun jin sudah harus berlangsung. Tapi hingga sekarang Ciang-bun-jin belum juga pulang ke Cin-an. Tentu saja kami menjadi khawatir sekali. Para pengurus segera mengadakan musyawarah dan memutuskan untuk mengirim kami menjemput beliau." Yap Kiong Lee mengangguk angguk,
"Hmm... memang. Ui Ciang-bun memang baru saja memperoleh halangan, tapi sekarang semuanya sudah beres. Jiwi dapat menemuinya sekarang..."
"Halangan...? Ada apa dengan ketua kami?" kedua orang Tiam-jong-pai itu berseru kaget. Souw Thian Hai tampak kaget juga.
"Eh, saudara Yap... ada apa dengan Ui Ciang bun? Apakah ada orang jahat yang telah mencelakainya? Dimanakah Ui Ciang bun sekarang?" tanyanya khawatir, karena ketua Tiam-jong-pai itu adalah kawan baiknya pula. Yap Kiong Lee tersenyum tenang.
"Cuwi jangan gelisah! Ui Ciang bun tidak apa-apa. Dia memang baru saja dilukai oleh Giok-bin Tok-ong. Bahkan calon isterinya juga diculik oleh Giok-bin Tok-ong pula. Namun mereka sekarang telah kembali dengan selamat. Silahkan kalau mau menemui mereka...!"
"Baik! Kami berdua memang ditugaskan untuk menjemput Ui Ciang bun..." salah seorang dari kedua utusan Tiam-jong-pai itu cepat-cepat menjawab, lalu bergegas mengajak temannya untuk berangkat.
"Terima kasih, Yap Taihiap..." sebelum melangkah mereka mengucapkan terima kasih kepada Yap Kiong Lee. Setelah kedua orang itu pergi Souw Thian Hai mendekati Yap Kiong Lee.
"Saudara Yap, mau kemanakah kau malam-malam begini? Apakah ada tugas rahasia dari Hongsiang?" Yap Kiong Lee tidak segera menjawab. Wajahnya kelihatan agak ragu-ragu. Tapi setelah berpikir sebentar ia lalu berkata.
"Benar, saudara Souw. Aku memang sedang memikul sebuah tugas penting dari Hongsiang. Tapi... eh, saudara Souw sendiri mau kemana pula? Tampaknya kau juga sedang mempunyai kepentingan...?" Tiba-tiba Yap Kiong Lee teringat kepada Souw Lian Cu, puteri pendekar sakti itu. Oleh karena itu sebelum Souw Thian Hai menjawab pertanyaan, ia segera meneruskan lagi pertanyaannya.
"Eh... apakah saudara Souw masih mencari puterimu itu?" Tak terduga wajah pendekar sakti itu tersentak penuh harap. Matanya menatap tegang.
"Benar, saudara Yap. Aku memang tak pernah berhenti mencarinya. Kudengar sebuah berita bahwa seorang pendekar wanita bertangan buntung berkeliaran di daerah pantai timur. Aku curiga jangan-jangan wanita itu... puteriku! Oh, apakah saudara Yap pernah berjumpa dengan dia?" Yap Kiong Lee tersenyum. Diam-diam hatinya tersentuh. Ternyata selama ini pendekar sakti itu tak pernah melupakan puterinya.
"Saudara Souw... Aku memang telah bertemu dengan puterimu. Bahkan puterimu itu telah melakukan perjalanan bersama aku. Dia memang ingin menemuimu di kota Cin-an. Tapi sekarang..."
"Saudara Yap!" Souw Thian Hai tiba-tiba mencengkeram lengan Yap Kiong Lee.
"Katakan cepat! Dimanakah dia sekarang?" seru pendekar sakti itu dengan suara serak dan gemetar. Bertahun-tahun bahkan mungkin sudah belasan tahun Yap Kiong Lee bersahabat dengan Souw Thian Hai, namun baru sekarang pendekar dari istana itu melihat pendekar besar yang disohorkan orang itu tampak gugup dan tidak bisa mengendalikan perasaannya.
"Saudara Souw, tenanglah...! Nanti akan kuceritakan semuanya, asalkan..."
"Eh-oh... maaf, maafkanlah aku. Aku... sampai tak bisa menguasai diri." Souw Thian hai tersipu-sipu. Wajahnya kelihatan sedikit merah.
Memburu Iblis Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah, tidak apa-apa. Saya bisa memakluminya, saudara Souw. Marilah...akan kuceritakan semuanya. Tapi... kuminta untuk sementara Saudara Souw merahasiakan sebagian dari ceritaku ini nanti, karena ada sebagian yang menyangkut tugasku sebagai utusan Hongsiang." Souw Thian Hai memandang sahabatnya sebentar. Pandangannya tajam menyelidik. Tampaknya pendekar itu agak tergetar juga hatinya mendengar syarat sahabatnya itu, sehingga dalam sekejap timbul berbagai macam pikiran di dalam otaknya. Namun rasa ingin tahu terhadap nasib puterinya membuat pendekar itu mengesampingkan semua pikiran tersebut. Perlahan-lahan ia mengangguk.
"Baik. saudara Yap. Silahkan kau menceritakannya...!" katanya kemudian sambil menghela napas. Yap Kiong Lee mengusap rambutnya yang sedikit basah oleh embun. Setelah itu dengan jelas dan urut ia bercerita tentang Souw Lian Cu dan Pangeran Liu Yang Kun. Sedikitpun tidak ada yang disembunyikannya. Bahkan keadaan Pangeran Liu Yang Kun yang anehpun dia utarakan pula. Juga tentang maksudPangeran itu untuk berobat kepada Chu Bwe Hong atau nyonya Souw di Cin-an nanti.
"Kata puterimu di dunia ini sudah tidak ada lagi yang mewarisi ilmu pengobatan Bu-eng Sin-yok-ong selain Nyonya Souw, karena Chu Seng Kun, kakak Nyonya Souw telah tewas di tangan putera-puteri Tung-hai-tiauw."
"Apa...? Saudara Chu tewas di tangan anak Tung-hai-tiauw? Kurang ajar!" Souw Thian Hai tiba-tiba berseru geram. Berita itu benar-benar sangat mengejutkan hati Souw Thian Hai. Selain terikat sebagai saudara ipar, Chu Seng Kun juga merupakan sahabat eratnya di masa muda. Bahkan telah banyak budi yang dilepas oleh sahabatnya itu kepadanya.
"Ya! Bahkan menurut penuturan puterimu, Keluarga Chu Seng Kun dibantai di depan hidungnya!"
"Oh, sungguh keji sekali! Lalu... apa masalahnya sehingga kawanan bajak laut itu bermusuhan dengan Chu Twako?" Yap kiong Lee menghembuskan napasnya kuat-kuat.
"Kata puterimu... semuanya itu berpangkal pada seorang wanita muda yang hendak melahirkan! Wanita muda itu ditemukan oleh seorang pembantu Chu Seng Kun di dekat rumah mereka. Karena melihat wanita muda itu hendak melahirkan, maka dia dibawa pulang oleh pembantu keluarga Chu tersebut. Eee... tak tahunya wanita muda itu ternyata adalah buronan dari keluarga Tiauw. Oleh karena itu perselisihan pun tak bisa dielakkan lagi. Apalagi Chu Seng Kun berkeras tidak mau menyerahkan wanita muda itu."
"Kurang ajar...!" sekali lagi Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai menggeram. Kedua tangannya terkepal erat-erat.
"Apapun alasannya... kawanan bajak laut itu memang patut dikutuk! Akupun akan membuat perhitungan pula apabila pada suatu saat berjumpa dengan mereka!" Yap Kiong Lee berkata penasaran pula.
"Hmm, saudara Yap...! Bagaimana pendapatmu sekarang? Kemana kira-kira Pangeran Liu Yang Kun dan puteriku itu pergi?"
"Entahlah! Tapi aku tadi bermaksud ke rumah keluarga Ui Bun Ting di ujung jalan ini. Aku ingin menengok ke sana. Siapa tahu mereka pergi ke rumah itu?"
"Ah, kalau begitu marilah kita lekas-lekas ke sana pula! Kalau di rumah itu tidak ada, kita mencarinya lagi di tempat lain..." ajak Souw Thian Hai bersemangat.
Demikianlah kedua pendekar itu lalu berlari menuju ke rumah Ui Bun Ting. Mereka tidak menyangka bahwa pada saat yang sama di dalam rumah itu telah terjadi keributan yang hampir saja merenggut nyawa ketua partai Tiam-jong-pai dan calon isterinya. Memang. Pada saat itu, ketika di tepi jalan Han Tui Lan sedang tertegun kaget menyaksikan Pangeran Liu Yang Kun tiba-tiba berdiri di depannya, maka di dalam rumahpun Ui Bun Ting beserta seluruh keluarganya juga tertegun pula tatkala tiba-tiba Giok-bin Tok-ong berdiri di depan mereka! Sambil meringis kegirangan iblis tua itu menghampiri Han Sui Nio yang baru saja selesai menidurkan bayi Tui Lan. Tak seorangpun mengetahui bagaimana iblis tua itu masuk ke dalam rumah.
"Su-moi, awas...! dia datang kembali!" Ui Bun Ting berteriak. Suaranya terdengar gemetar kaget dan ketakutan. Han Sui Nio yang baru saja menutup pintu terkejut pula. Dengan wajah pucat wanita itu bersandar pada daun pintu yang ditutupnya.
"K-k-kau... kau... kembali lagi...?" pekiknya tertahan di kerongkongan. Kakek iblis itu berhenti tiga langkah di depan Han Sui Nio.
"Benar, anak manis. Aku datang lagi untuk menjemputmu. Marilah kita pulang kembali ke Lembah tak Berwarna, kita lupakan semua ganjalan yang pernah ada diantara kita. Dan kita buka nanti lembaran yang baru..."
"Tidak...! Aku tidak mau! Kau pergilah! Kau pulanglah sendiri ke Lembah Tak berwarna! Jangan ganggu aku!" Han Sui nio berteriak. Tapi Giok-bin Tok-ong tak mempedulikan teriakan itu. Dia maju selangkah lagi, sehingga iblis tua itu dapat meraih pundak Han Sui Nio.
"Lepaskan dia!" tiba-tiba terdengar Ui Bun Ting memekik. Ternyata di puncak ketakutan dan kekhawatirannya, timbullah keberanian ketua partai Tiam-jong-pai itu. la berteriak seraya menyerang dengan kedua tangannya. Tapi dengan tenang Giok-bin Tok-ong mengibaskan lengan bajunya. Serangkum angin berbau busuk tiba-tiba menyongsong kedatangan Ui Bun Ting. Dan selanjutnya ketua Partai Tiam-jong pai itu tergetar mundur dengan sempoyongan.
"Huk... huk... huk!" ketua Tiam-jong-pai yang masih belum pulih benar sakitnya itu terbatuk-batuk sambil mendekap dadanya. Ternyata ia telah terluka dalam lagi. Sebaliknya dengan wajah puas Giok-bin Tok-ong memandang ke arah lawannya itu.
"Heheh... ternyata kau belum mati juga, heh? Siapa yang telah mengobati lukamu siang tadi? Apakah kau telah mendatangkan seorang malaikat yang bisa menghidupkan kembali nyawamu, heh?" Sambil berkata Giok-bin Tok-ong mengangkat lagi tangannya. Siap untuk melancarkan lagi serangannya.
"Jangan! Jangan bunuh dia...! Bunuh saja aku!" tiba-tiba Han Sui Nio menjerit sambil menubruk kaki Giok-bin Tok ong. Iblis tua dari Lembah Tak Berwarna itu tak mengelak. Namun dia telah mengerahkan lweekangnya, sehingga Han Sui Nio pun takkan bisa berbuat apa apa bila bermaksud jahat. Dan sementara itu para penghuni rumah itu juga tak bisa berbuat apa-apa pula. Mereka telah ketakutan sejak tadi. Bahkan beberapa orang diantara mereka telah pingsan sejak Giok-bin Tok-ong muncul.
"Hehehe... Sui Nio!" Giok-bin Tok-ong menoleh dan menunda pukulannya.
"Aku dapat mengampuninya, asal...k au mau menuruti perintahku! Nah, cepatlah kau mengambil keputusan! Kau ikut aku atau tidak?" Suasana di dalam ruangan itu menjadi tegang luar-biasa. Han Sui Nio dengan wajah pucat memandang Ui Bun Ting, sementara Ui Bun Ting sendiri dengan bibir yang semakin membiru juga menatap kekasihnya itu.
"Su-moi...?" ketua Partai Tiam-jong-pai itu berbisik lemah. Ternyata luka dalamnya semakin parah juga.
"Aku... aku sungguh bahagia bisa mati di depanmu. Oleh karena itu... jangan kau terima ajakannya! Hindarilah dia! Larilah sejauh-jauhnya!" Giok-bin Tok-ong menggeram marah. Tangannya sudah bergetar lagi. Iblis tua itu benar-benar tidak bisa menahan diri lagi.
"Kau memang sudah bosan hidup! Setan busuk...!" umpatnya keras-keras. Kemudian tangannya menyambar ke depan dengan dahsyatnya.
"Tok-ong, jangannnnn...!!! Aku ikut kau!" tak terduga Han Sui Nio memekik dan memeluk kaki Giok Bin Tok-ong erat-erat. Tangan yang sudah terayun itu mendadak berhenti. Dan desau angin yang bertiuppun lenyap pula dengan tiba-tiba. Ternyata pada kesempatan yang terakhir iblis tua itu telah membatalkan pukulannya. Sebagai gantinya iblis dari lembah Tak Berwarna itu lalu tertawa terkekeh-kekeh,
"Hehheh-heheh... ternyata kau masih dapat berpikir pula dengan baik. Bagus sekali, Sui Nio. Keputusanmu itu telah menyelamatkan jiwa kekasihmu. Nah, kalau begitu mau tunggu apa lagi? Ayolah...!" ajak kakek iblis itu kemudian. Lalu dengan kasar kakek iblis itu menarik lengan Han Sui Nio dan diseretnya kepintu.
"Su-moi...! Kau jangan pergi! Kau akan sangat menderita nanti! Biarlah aku saja yang menjadi korban...!" dari belakang Ui Bun Ting berteriak dan berusaha mengejar ke pintu. Tapi pintu itu dengan kasar telah ditutup pula oleh Giok-bin Tok-ong dari luar. Dan selanjutnya iblis tua itu telah lenyap membawa Han Sui Nio.
"Sui Nio...!" Ui Bun Ting menjerit lirih. Ketua Tiam-jong-pai itu lalu meratapi keadaannya. Hatinya benar-benar pedih. Pedih bercampur penasaran. Di depan Giok-bin Tok-ong ternyata dirinya tak lebih dari seoranq lemah yang tak mampu berbuat apa-apa. Sama sekali hilang kegarangannya sebagai seorang ketua partai persilatan terkemuka di dunia. Ui Bun Ting lalu membanting pandangannya ke tanah. Ia benar-benar merasa sedih dan malu. Malu kepada Han Sui Nio, karena ia sama sekali tak mampu melindungi calon isterinya itu. Namun wajah itu tiba-tiba terangkat kembali. Di luar tembok halaman itu terdengar suara perkelahian. Bahkan beberapa saat kemudian terdengar pula suara umpatan dan cacian. Suara Giok-bin Tok-ong!
"Oh? Dengan siapa iblis itu berkelahi? Ah, jangan-jangan iblis tua itu telah bertemu dengan Tui Lan..." Bergegas Ui Bun Ting turun ke halaman. Dia tak memikirkan lagi keadaan tubuhnya yang semakin lemah. Bahkan di dalam dadanya tumbuh kembali harapannya untuk bisa menyelamatkan Han Sui Nio. Siapa tahu ada pertolongan yang tak terduga?
Benar juga. Begitu ia membuka pintu halaman depan, matanya segera menyaksikan pemandangan yang benar-benar diluar dugaannya. Ia melihat Giok-bin Tok-ong bertempur melawan Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee. Han Sui Nio tidak berada di tempat itu. Calon isterinya itu berada di jalan raya. Wanita itu sedang memeluk Tui Lan. Dan beberapa langkah di belakang Han Sui Nio tampak pendekar besar Souw Thian Hai sedang berangkulan dengan seorang gadis berlengan satu. Pendekar itu kelihatan sangat terharu hatinya. Wajahnya tengadah memandang ke langit, sambil sesekali menghela napas panjang. Sementara itu agak jauh di seberang jalan tampak pula wajah seorang pemuda yang tak mungkin dapat dilupakannya. Liu Yang Kun! Pemuda itu tampak berdiri termangu-mangu di dekat seorang kakek buta yang sedang sibuk merawat gadis muda.
"Oh-oh... ada apa sebenarnya di tempat ini tadi? Aneh benar suasananya..." Ui Bun Ting berdesah bingung. Jalan itu tetap gelap dan sepi. Walaupun orang-orang yang tinggal di sekitar tempat tersebut juga mendengar keributan itu, namun mereka tetap tidak berani keluar untuk melihatnya. Mereka justru menutup rapat-rapat pintu dan jendela mereka, kemudian bersembunyi bersama seluruh keluarga mereka di tempat yang aman.
"Lian Cu, anakku...! Kemana saja kau selama ini? Hampir putus asa ayah mencarimu..." Souw Thian Hai berbisik di telinga puterinya. Keduanya masih berpelukan. Perlahan-lahan Souw Lian Cu melepaskan diri dari dekapan ayahnya. Wajahnya yang basah dengan air mata itu mendongak ke atas. terbata-bata ia menjawab.
"Maafkanlah aku, ayah... aku memang anak yang tak berbakti. Aku selalu... selalu membuat ayah menderita."
"Tidak, nak... kau tidak bersalah. Ayahlah yang telah menyia-nyiakanmu. Ayah terlalu mementingkan dirinya sendiri, sehingga kau menjadi kecewa karenanya. Seharusnya ayah lebih memperhatikanmu, karena sejak kecil kau tak pernah merasakan kasih sayang orang tua..."
"Ayah...!" Kedua ayah dan anak itu lalu berpelukan lagi. Pertemuan itu benar-benar sangat mengharukan, tapi juga sekaligus membahagiakan hati mereka. Sementara itu Han Sui Nio yang sedang berpelukan dengan Tui Lan tiba-tiba menjerit. Tui Lan yang ada di dalam pelukannya itu mendadak pingsan.
"Tui Lan...!!!" Jeritan Sui Nio itu tentu saja amat mengagetkan yang lain. Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai dan Souw Lian Cu tersentak kaget dari keharuan mereka. Liu Yang Kun yanq sedang termangu-mangu bingung itupun juga menoleh pula dengan cepat. Bahkan Giok-bin Tok-ong yang sedang bertempur dengan Yap Kiong Lee itu juga menjadi kaget sekali. Tanpa mempedulikan lawannya lagi iblis tua itu melesat menghampiri Han Sui Nio.
Darah Pendekar Eps 43 Pendekar Penyebar Maut Eps 34 Pendekar Penyebar Maut Eps 6