Ceritasilat Novel Online

Memburu Iblis 34


Memburu Iblis Karya Sriwidjono Bagian 34




   "Sui Nio, ada apa...?" tanyanya khawatir. Han Sui Nio menoleh sekejap, kemudian mendekap tubuh Tui-Lan kembali.

   "Anakmu! Anakmu pingsan!" Sui Nio menjerit pula sekali lagi.

   "Apaaa...? Anakku...?" tiba-tiba Giok bin Tok-ong memekik. Wajahnya menjadi tegang. Han Sui Nio menoleh lagi dengan cepat. Tiba-tiba wajahnya menjadi garang ketika menatap Giok bin Tok-ong.

   "Benar! Anak ini memang anakmu. Ayah bodoh. Cepat! Obati dia...!" bentaknya kemudian dengan keras. Air muka kakek iblis itu berubah dengan hebat. Bibirnya menjadi pucat tak berdarah, sementara matanya yang biasa liar dan ganas itu tiba-tiba terpukau diam tak bergerak.

   "Anakku...?" desahnya seperti tak percaya. Lalu kakek itu tiba-tiba menyambar ke depan. Sekejap saja tubuh Tui Lan telah berpindah dalam pelukannya.

   "Tui Laaaan...!" Han Sui Nio memekik.

   "Cici...!" Souw Lian Cu menjerit pula, kemudian menghambur dari pelukan Souw Thian Hai untuk menolong Tui Lan. Namun dengan cepat Giok-bin Tok-ong mengebutkan lengan bajunya yang lebar. Dan serangkum angin berbau amispun segera menahan langkah Souw Lian Cu dengan kuatnya.

   "Ooouuugh...!" Souw Lian Cu mengeluh pendek.

   "Lian Cu...!" Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai berteriak kaget dan bergegas menyambar tubuh puterinya itu. Kemudian sambil membawa puterinya ke pinggir, Souw Thian Hai cepat-cepat mengurut dan menotok di beberapa bagian punggungnya. Semuanya itu dia lakukan dengan tangkas dan cekatan. Sehingga napas Souw Lian Cu yang sesak segera pulih kembali seperti semula. Sementara itu Ui Bun Ting masih tetap juga berdiri bingung di luar pintu halaman rumahnya. Ketua partai Tiam-jong-pai itu benar-benar tak bisa menerka, apa sebenarnya yang telah terjadi di tempat itu sebelum dia keluar tadi.

   "A-a-apa... yang telah terjadi..." desahnya serak. Benar. Apa sebenarnya yang telah terjadi? Mengapa tiba-tiba Giok-bin Tok-ong berkelahi dengan Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee? Dan bagaimana pula tiba-tiba Tui Lan telah berpelukan dengan Han Sui Nio, serta pingsan di dalam pelukannya tersebut? Seperti telah diceritakan di bagian depan, pertempuran antara Tui Lan melawan Tiauw Li Ing telah berakhir dengan kemenangan Tui Lan.

   Kipas yang dipegang gadis bajak-laut itu telah pecah, dan pecahannya justru melukai pemiliknya sendiri. Akibatnya Lo-sin-ong dan Liu Yang Kun terpaksa datang menolongnya. Namun kemunculan Liu Yang Kun itu ternyata sangat mengejutkan hati Tui Lan. Beberapa saat lamanya gadis itu mengejap-ngejapkan kelopak matanya. Gadis itu seperti tak percaya pada penglihatannya. Baru beberapa waktu kemudian gadis itu mengeluh pendek dan tubuhnya terhuyung ke depan. Tubuh gadis itu tentu akan terbanting ke tanah kalau pada saat yang sama tidak datang Han Sui Nio, yang dengan tangkas menyambar tubuhnya. Ternyata kedatangan Han Sui Nio bersama Giok-bin Tok-ong dari dalam rumah Ui Bun Ting tadi benar-benar tepat pada waktunya. Dan kedatangan mereka tersebut ternyata juga bersamaan pula dengan kedatangan Hong-Lui-Kun Yap Kiong Lee.

   Bahkan pendekar istana itu segera menyerang Giok-bin Tok-ong begitu menyaksikan iblis tersebut keluar dari rumah Ui Bun Ting. Dan pertempuran yang baru saja mulai itu segera bubar kembali ketika terdengar jeritan Han Sui Nio. Dan seperti yang telah diceritakan pula, tubuh Tui Lan telah berpindah dengan cepat ke tangan Giok-bin Tok-ong. Bahkan Souw Lian Cu yang bermaksud menolong sahabatnya itu telah terluka dalam pula oleh pukulan iblis dari Lembah Tak Berwarna tersebut. Semuanya itu berlangsung dengan cepat sekali, sehingga Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai itu tak sempat pula menolong puterinya. Untunglah luka yang diderita gadis ayu itu tidak begitu parah sehingga Souw Thian Hai segera dapat menolongnya pula. Namun demikian semua itu telah membangkitkan amarah Souw Thian Hai.

   "Bangsat keji...!" pendekar besar itu menggertakkan giginya.

   "Kau telah melukai puteriku! Hmm... kubunuh kau!" Tapi Giok-bin Tok-ong sendiri ternyata tidak mengacuhkan ancaman tersebut. Iblis tua itu sedang sibuk dengan urusannya sendiri. Urusan Tui Lan yang tiba-tiba dikatakan sebagai anaknya oleh Han Sui Nio.

   "Heh? Apa katamu, Sui Nio? Dia... dia... anakku? Betulkah itu...? Kau... kau bohong!" sanggah iblis tua itu hampir berteriak. Matanya liar menunjukkan nafsu membunuh. Tiba-tiba Han Sui Nio tersadar bahwa ia telah mengatakan sesuatu yang amat membahayakan nyawa anaknya. Iblis itu telah bersumpah untuk membunuh semua keturunannya. Tui Lan tentu akan dihabisinya pula. Oleh karena itu dengan sangat ketakutan Han Sui Nio menjerit dan berusaha merampas tubuh Tui Lan dari tangan Giok-bin Tok-ong.

   "Tidaaaakk...! eh, aku keliru! Dia bukan anakmu! Dia... dia... anak Ang-leng Kok-jin!" Tapi perubahan sikap dan keadaan Han Sui Nio itu justru menumbuhkan keyakinan di dalam hati Giok-bin Tok-ong, bahwa Tui Lan memang anaknya.

   Dengan menyeringai kejam iblis tua itu segera mengangkat tubuh Tui Lan yang tak berdaya. Namun pada saat itu pulalah Souw Thian Hai telah berada di depannya. Dengan pengerahan tenaga sepenuhnya pendekar besar itu menyerang. Tangan kiri menyergap ke arah wajah, sedangkan tangan kanan berusaha menyambar tubuh Tui Lan! Dan serangan itu memang sangat mengejutkan Giok-bin Tok-ong. Apalagi ketika terasa olehnya udara yang terpancar dari kedua tangan Souw Thian Hai itu mempunyai pengaruh yang berlawanan. Panas dan dingin. Yang tertuju ke arah wajahnya bagaikan jilatan api yang hendak membakar kepalanya. Sementara yang terarah ke tubuh Tui Lan bagaikan siraman air es yang hendak membekukan tangannya.

   "Gila...!!!" Ketua Lembah Tak Berwarna itu mengumpat kasar. Dan kemarahannya menjadi semakin hebat pula begitu menyaksikan siapa yang telah menganggunya. Meskipun gelap ternyata ia mampu mengenali wajah Souw Thian Hai.

   "Kau...? Huh!" lanjutnya kemudian seraya melompat ke belakang. Otomatis maksudnya untuk mencekik atau membanting tubuh Tui Lan menjadi tertunda. Tetapi Souw Thian Hai tak ingin memberi kesempatan lagi kepada lawannya untuk melaksanakan niatnya itu. Menyadari sergapannya tak berhasil pendekar besar itu segera menyusulinya lagi dengan serangan berikutnya. Kali ini dengan lompatan panjang ke arah pinggang lawan. Tumit kanannya berputar dari kanan ke kiri dalam jurus Menebas Rumput Meratakan Tanah, salah sebuah jurus yang pernah mengangkat nama keluarganya di dunia persilatan. Lagi lagi Giok-bin Tok-ong terperanjat. Kali ini serangan kaki lawannya diikuti oleh hawa panas yang tak terhingga kuatnya.

   Belum juga serangan itu menghantam pinggangnya, kilatan udara panas lebih dulu menerjang bagaikan petir yang hendak menghanguskan tubuhnya. Dengan tergesa-gesa Giok bin Tok-ong meloncat lagi ke belakang. Kali ini benar-benar dengan kemarahan yang telah memuncak sampai di ubun-ubunnya. Sehingga ketika sekali lagi Souw Thian Hai memburunya, ia tak mau mengelak pula. Dengan geram tangannya yang bebas menyongsong serangan lawannya. Tapi ternyata Souw Thian Hai tak mau beradu tenaga dengannya. Pendekar besar itu menggeliat ke samping dengan gesitnya, kemudian dari samping menyerang lagi dengan kedua jari tangannya. Seleret sinar seperti kilatan petir melesat dari ujung jari-jari tersebut. Menerjang ke arah lengan Giok-bin Tok-ong, bagaikan kilatan anak panah yang terlepas dari busurnya!

   "Cuuuuss!"

   "Kurang ajar...!!!" iblis dari Lembah Tak Berwarna itu mengumpat kasar. Otomatis tangannya yang memegang tubuh Tui Lan menangkis kilatan sinar tersebut, sehingga tubuh gadis itu terlepas dari cengkeramannya. Dan kesempatan itu benar-benar tak disia-siakan oleh Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai! Dengan cepat tangannya yang lain segera mendorong tubuh Tui Lan ke pinggir! Sementara itu Liu Yang Kun yang sejak tadi hanya berdiri termangu-mangu di dekat Lo-sin-ong dan Tiauw Li Ing, tiba-tiba seperti disentakkan dari lamunannya. Pemuda itu bergegas menangkap tubuh Tui Lan yang kebetulan melayang ke arah dirinya. Sekejap ia menjadi bingung dan salah tingkah, tak tahu apa yang harus ia perbuat terhadap gadis itu.

   "Pangeran! Apa yang kau lakukan? Apa yang telah terjadi? Siapakah yang berkelahi itu?" Lo-sin-ong yang sudah selesai mengobati Tiauw Li Ing itu tiba-tiba bertanya dengan kaget dan waspada.

   "Anu... eh... anu, Giok-bin Tok-ong berkelahi dengan seorang lelaki tinggi besar bermantel hitam...!" Liu Yang Kun menjawab dengan gugup. Ternyata ia tak ingat lagi kepada Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai.

   "Giok-bin Tok-ong...?" Lo-sin-ong tersentak kaget.

   "Benar."

   "Eh, mengapa iblis tua itu sampai bisa datang kemari? Oh... sungguh gawat sekali! Kita tak boleh berlama-lama di sini! Kita harus cepat-cepat pergi...!" Kakek tua itu segera mengangkat tubuh muridnya. Namun pada saat yang sama gadis itu juga membuka matanya. Melihat Liu Yang Kun memeluk tubuh Tui Lan, gadis itu cepat melepaskan diri dari pegangan gurunya. Dengan marah gadis itu berdiri menghadapi Liu Yang Kun. Namun karena kesehatannya memang belum pulih kembali, maka tubuhnya segera terhuyung mau jatuh. Bagaikan orang yang awas matanya Lo-sin ong menyambar tubuh Tiauw Li Ing!

   "Kau...? kauuu...?" gadis itu menjerit sambil menuding 'suaminya', lalu pingsan di dalam gendongan suhunya. Tentu saja Lo-sin-ong yang buta itu menjadi bingung dan tak tahu apa yang menyebabkan muridnya bertingkah demikian.

   "Oh... dia pingsan! Apa... apa sebenarnya yang terjadi, Pangeran?"

   "A-a-aku tak tahu, Lo-Cianpwe... dia... seperti marah sekali," Liu Yang Kun tak berani berterus terang.

   "Aneh sekali! Kalau begitu kita memang harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini! Hemmh, sungguh mengherankan! Malam-malam begini, di tempat seperti ini pula, tiba-tiba muncul sedemikian banyak tokoh-tokoh persilatan yang saling berbenturan..." Kakek tua itu lalu mengangkat tubuh Tiauw Li ing dan melangkah pergi. Namun langkahnya segera terhenti kembali ketika tak didengarnya langkah Liu Yang Kun di belakangnya.

   "Pangeran. Kenapa kau masih tetap berdiri di situ? Ayolah...!" ajaknya kemudian dengan suara agak keras. Liu Yang Kun tersentak kaget, lalu menghela napas panjang. Kakinya terasa berat sekali untuk melangkah. Apalagi ketika ia menyadari bahwa beberapa orang telah datang mendekatinya. Bahkan mengepungnya. seolah-olah orang-orang itu tidak memperbolehkan dia pergi dari tempat tersebut.

   "Yap Taihiap! Nona Souw...? Ini...???" bibir Liu Yang Kun bergetar hampir tak bersuara. Matanya juga ikut bergetar pula ketika memandang ke arah kawan-kawannya itu.

   "Saudara Liu! Letakkan wanita itu baik-baik. Jangan ganggu dia! Aku bersumpah untuk membalas dendam kepadamu apabila kau sampai berani mengusiknya!" Souw Lian Cu yang biasa bersikap tenang itu mengancam.

   "Pangeran... hendak kau apakan wanita itu? Berikan...berikan dia kepada Ui Ciang bun! Gadis itu adalah anak-tiri Ui Ciang bun..." di dalam ketegangannya Yap Kiong Lee lupa menyebut "Pangeran" kepada Liu Yang Kun. Untunglah semua orang yang datang mengepung Liu Yang Kun itu juga dalam keadaan tegang pula hatinya, sehingga mereka tidak begitu memikirkan keganjilan itu.

   "Betul, Taihiap. Dia anak tiriku. Ampunilah dia..." Ui Bun Ting yang juga datang bersama Han Sui Nio ikut memohon kepada Liu Yang Kun. Seketika Liu Yang Kun menjadi sadar, bahwa teman-temannya itu mengkhawatirkan keselamatan wanita yang kini berada di dalam pelukannya. Agaknya mereka menyangka bahwa dirinya hendak mencelakakan wanita itu.

   "Oh, maaf... maaf! Inilah dia! Silahkan kalian merawatnya! Sama sekali aku tak berniat untuk mencelakakannya...! sungguh!" terbata-bata Liu Yang Kun berkata sambil menyerahkan tubuh Tui Lan kepada Yap Kiong Lee. Di lain pihak keributan kecil itu tampaknya didengar pula oleh Lo-sin-ong. Kakek tua yang belum jauh melangkah dari tempat itu tampak mengerutkan alisnya.

   "Pangeran...? Apakah kau mendapatkan kesulitan?" tanyanya dingin.

   "Oh, tidak! Tidak...! Lo-Cianpwe harap berjalan dahulu! Mereka adalah teman-temanku. Aku hendak berbicara dengan mereka sebentar," Liu Yang Kun cepat menyahut. Namun tentu saja kakek tua itu tak mau dibohongi oleh Liu Yang Kun. Begitu sulitnya dia dan Tiauw Li Ing mencari Liu Yang Kun. Kini sete lah pemuda itu dapat mereka ketemukan, bagaimana mungkin kini ia lepaskan begitu saja? Bagaimana kalau pemuda itu nanti melarikan diri lagi?

   "Hmmh! Kukira masih banyak waktu untuk berbicara dengan mereka nanti. Yang lebih penting bagi Pangeran sekarang adalah merawat isterimu. Marilah! Tinggalkan saja dahulu kawan-kawanmu itu...!"

   "Tapi...?" Liu Yang Kun berdesah bimbang. Matanya mengawasi Souw Lian Cu, seolah-olah meminta pertimbangan. Tapi Souw Lian Cu sendiri seperti tak mengacuhkan tatapan mata itu. Gadis ayu itu bahkan menyibukkan diri di samping Tui Lan yang telah dirawat oleh Ui Bun Ting dan Han Sui Nio. Yap Kiong Lee lah yang kemudian maju mendekati Liu Yang Kun.

   "Pangeran...! Jangan kau ikuti ajakan orang tua itu! Bukankah Pangeran hendak berobat kepada isteri Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai. Nah, lihatlah...! Pendekar besar itu telah datang kemari. Sebentar lagi isterinya tentu akan tiba pula," pendekar dari istana itu mencoba membujuk Liu Yang Kun. Benar saja. Pemuda itu kelihatan terkejut mendengar keterangan tersebut.

   "Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai? Betulkah orang yang bertempur dengan Giok-bin Tok-ong itu ayah nona Souw?" desah pemuda itu kaget.

   "Benar. Tanyakan saja kepada nona Souw kalau Pangeran tak percaya." Liu Yang Kun mengerutkan dahinya. Tapi sebeIum dia menjawab, tiba-tiba Lo-sin-ong telah berkelebat di depannya.

   "Pangeran! Dia berbohong! Jangan hiraukan dia! Mari kita segera pergi dari tempat ini! Isterimu itu harus cepat-cepat mendapatkan perawatan..." kakek itu memotong dengan perkataan keras. Tapi Liu Yang Kun sudah tidak bisa dibujuk lagi. Apalagi pemuda itu merasa bahwa luka-luka isterinya tidak begitu parah.

   "Lo-Cianpwe, jangan paksa aku...! lebih baik Lo-Cianpwe berjalan lebih dahulu. Aku akan tetap berbicara dahulu dengan kawan-kawanku..."

   "Pangeran! Apakah kau...?" Lo-sin-ong menggeram. Tangan sudah terangkat. Siap untuk menyerang. Namun dengan tangkas Yap Kiong Lee melompat di depannya. Melihat orang tua di depannya itu sudah mengetahui siapa Liu Yang Kun, pendekar dari istana itu juga tidak mau main sembunyi lagi.

   "Lo-Cianpwe, saya benar-benar heran menyaksikan sepak-terjang Lo-Cianpwe saat ini. Rasanya menjadi hilang bayanganku selama ini. Bayangan tentang seorang bekas ketua aliran kepercayaan terkemuka, yang selama hidupnya terkenal sebagai tokoh persilatan yang berbudi luhur dan menjunjung tinggi kebajikan serta keadilan. Yang kulihat sekarang justru kebalikannya. Tokoh itu kini ternyata telah bergaul dengan penjahat. Bahkan menjadi guru dari puteri bajak laut Tung-hai-tiauw yang terkenal itu. Malahan demi muridnya yang jahat itu tokoh tersebut hendak membinasakan putera kaisar yang tidak bersalah..." Wajah Lo-sin-ong yang buta itu menjadi pucat. Matanya yang kosong itu terbuka mengerikan, seolah-olah ingin melihat orang yang berani berkata kasar kepadanya.

   "Cukup...! Siapakah kau?" bibir yang pucat gemetaran itu akhirnya menjerit.

   "Maaf, Lo-Cianpwe. Aku yang rendah ini adalah Yap Kiong Lee, seorang hamba kerajaan yang khusus diutus oleh Hongsiang untuk menjemput Pangeran Yang Kun."

   "Yap Kiong Lee...? Aah!" tiba-tiba suara Lo-sin-ong merendah.

   "...jadi saudara ini salah seorang dari dua bersaudara Yap yang mengabdi kepada kerajaan itu?"

   "Benar. Oleh karena itu kami minta Lo-Cianpwe jangan mengganggu Pangeran Liu Yang Kun. Mengganggu dia sama saja berarti melawan kekuasaan Hongsiang." Lo-sin-ong tertegun dengan wajah merah-padam. Ia menjadi serba salah memikirkan nasib Tiauw Li Ing. Membantu salah, tidak membantu juga salah. Seperti telah dikatakan oleh Yap Kiong Lee tadi, namanya akan jatuh bila ia tetap membantu Tiauw Li Ing. Tapi bagaimana ia harus berdiam diri melihat nasib muridnya itu? Tiba-tiba kakek tua itu menghela napas sedih. Hatinya merasa menyesal sekali. Ia terlalu memanjakan Tiauw Li Ing, sehingga selama ini ia cenderung untuk selalu menuruti keinginan muridnya tersebut. Sampai-sampai ia mencarikan jalan yang kurang terpuji untuk menuruti keinginannya.

   "Baiklah. Ciangkun. Melihat ayahmu, Yap Cu Kiat, yang telah kukenal dengan baik, aku tidak akan mengganggu lagi kepada Pangeran Liu Yang Kun. Nah, aku memohon diri..." akhirnya kakek itu berkata dengan suara rendah. Selesai berkata kakek sakti itu lalu berkelebat pergi. Dari jauh masih terdengar suara tarikan napasnya yang berat.

   "Yap Taihiap...? Betulkah pemuda sakti ini Pangeran Li Yang Kun yang terkenal itu?" tiba-tiba Ui Bun Ting berseru seakan-akan tak percaya.

   "Benar, Ui Ciang-bun. Tapi kumohon kau jangan membocorkannya dahulu kepada orang lain. Aku dan Pangeran Liu Yang kun sedang mengemban sebuah tugas rahasia dari Hongsiang," Yap Kiong Lee cepat-cepat menukas dengan sedikit berbohong. Di lain pihak Liu Yang Kun hanya menggeleng gelengkan kepalanya saja. Pemuda yang selama ini tidak pernah merasa sebagai putera Kaisar Han itu beberapa kali tersenyum kecut ketika memandang kepada Yap Kiong Lee.

   "Bun Ting...! Tui Lan belum juga siuman dari pingsannya. Bagaimana ini?" tiba-tiba Sui Nio menyela pembicaraan mereka.

   "Oh! Kalau begitu kita bawa saja dia ke dalam rumah. Marilah...!"

   "Benar, Lihiap. Bawalah puterimu ke dalam bersama Ui Ciang-bun! Biarlah aku di sini bersama Pangeran Liu Yang Kun mengawasi pertempuran Souw Taihiap." Yap Kiong Lee memberi saran pula.

   "Aku juga di sini untuk melihat pertempuran ayah," Souw Lian Cu yang masih belum pulih kembali kesehatannya itu menyela juga.

   "Tapi nona baru saja keracunan..." Yap Kiong Lee memperingatkan.

   "Tidak apa-apa. Keadaanku sudah lebih baik. Ayah telah mengobati aku." Karena Souw Lian Cu berkeras untuk tinggal maka Ui Bun Ting lalu mengajak Sui Nio saja untuk membawa Tui Lan ke dalam rumahnya. Ketua Tiam-jong-pai itu berjalan melingkari arena pertempuran yang semakin dahsyat tersebut. Demikian asyiknya dia mengawasi jalannya pertempuran sehingga ia menjadi kaget ketika tiba-tiba ada dua orang lelaki yang datang menyongsongnya.

   "Ciang-bun-jin, apakah yang telah terjadi di sini?" kedua orang yang baru datang itu menyapa dengan suara khawatir.

   "Oooh...!" Ui Bun Ting berdesah lega begitu melihat siapa yang datang. Mereka adalah orang-orang Tiam-jong-pai yang tadi dijumpai Yap Kiong Lee di jalan.

   "Hmm... syukurlah kalian datang. Mari, tolonglah aku membawa gadis ini ke rumah. Nanti akan kuceritakan semuanya."

   "Baik, Ciang-bun..." Sepeninggal mereka tinggallah kini Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun bersama Souw Lian Cu di pinggir arena itu. Mereka bertiga menonton pertempuran antara Hong-Gi-Hiap Souw Thian hai melawan Giok-bin Tok-ong yang semakin seru dan menegangkan itu. Tampaknya kedua-duanya sudah mulai mengeluarkan ilmu-ilmu andalan mereka.

   Terbukti sambaran angin pukulan mereka telah mulai merusakkan benda-benda di sekeliling arena pertempuran itu. Asap maupun cairan-cairan beracun mulai tersebar memenuhi arena sehingga bermacam-macam bau yang menyengat hidung pun mulai mengganggu tempat itu pula. Bahkan pengaruh dari berbagai macam racun yang tersebar dari tangan Giok-bin Tok-ong itu mulai menyentuh para penonton juga. Meskipun demikian pengaruh racun itu tampaknya tidak terlalu menyulitkan Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai. Pendekar itu masih tampak lincah menyerang lawannya. Bahkan dengan daya perlindungan mantel pusaka warisan Bit-bo-ong itu ia mampu mendesak dan mematahkan serangan Giok-bin Tok-Ong. Malahan sedikit demi sedikit ia mulai kelihatan mengungguli lawannya.

   "Bangsat keparat! Setan! Iblis! Kau hanya mengandalkan mantel pusakamu? Kau tidak berani menyongsong serangan dengan dadamu! Kau hanya mampu berlindung di balik keampuhan mantelmu? Kurang-ajar...!" Giok-bin Tok-ong mengumpat berkali-kali, karena setiap serangannya selalu tertahan oleh mantel pusaka yang dikenakan oleh Souw Thian hai.

   "Hahaha... Kau tak perlu gusar, Tok-ong! Mantel ini memang merupakan senjataku, seperti halnya racun-racun yang kau sebar itu! Mengapa kau mesti marah terhadapku? Marilah kita tentukan di sini, siapakah sebenarnya yang berhak menyandang sebutan Jago Silat Nomer Empat atau Nomer lima itu?"

   "Setan busuk... lihat seranganku!!" Giok-bin Tok-ong menjerit marah. Ketua Lembah Tak Berwarna itu semakin menggila dengan racun-racunnya, sehingga pertempuran di pinggir jalan itupun semakin menjadi berbahaya dan mengerikan. Yap Kiong Lee bergegas menarik lengan Liu Yang Kun dan Souw Lian Cu untuk menjauhi arena. Apalagi ketika untuk mengimbangi serangan-serangan racun kakek iblis tersebut Souw Thian Hai juga semakin meningkatkan pula Tai-lek Pek-khong-ciangnya. Kilatan-kilatan sinar tajam berwarna merah dan putih, yang melesat keluar dari ujung jari-jari pendekar itu, juga tampak menggapai semakin jauh keluar arena. Dan ujung sinar-sinar itu segera menghancurkan pula semua benda-benda yang dilewatinya.

   Dan sebentar kemudian Giok-bin Tok-ong pun semakin kelihatan kewalahan menghadapi kilatan-kilatan sinar yang mematikan itu. Semua gerakannya seolah-olah selalu dicegat dan dipotong oleh sinar yang keluar dari ujung jari lawannya sehingga beberapa kali pula ia terpaksa harus mengerahkan tenaga untuk menangkisnya. Kllatan-kilatan sinar yang sangat tajam itu memang tidak dapat melukai lengan Giok-bin Tok-ong yang penuh terisi tenaga. Tapi goresan-goresannya ternyata mampu mencabik-cabik lengan baju yang dikenakan oleh kakek lblis tersebut. Namun lambat laun iblis tua itu tak sepenuhnya bisa menghindar atau menangkis semua serangan Souw Thian Hai. Ada satu dua yang terlepas dari pengamatan iblis itu dan menerobos pertahanannya, sehingga melukai kulit dagingnya.

   "Setan keparat! Kubunuh kau! Kucerai-beraikan tubuhmu...!" Giok-bin Tok-ong sudah tidak bisa mengekang kemarahannya lagi. Tiba tiba dikeluarkannya dua buah senjata pek-lek-tannya! Tapi hal itu tampaknya sudah diduga pula oleh Souw Thian Hai. Dengan gesit pendekar itu justru melompat mendekati Giok-bin Tok-ong. Sambil meloncat pendekar itu berteriak keluar arena.

   "Lian Cu! Jauhi arena ini! Cepaaaat...!!!"

   "Heh-heh-heh... tampaknya kau sudah ketakutan melihat peluru mautku ini!" Giok-bin Tok ong tertawa terkekeh-kekeh. Yap Kiong Lee terkejut. Bergegas tangannya menarik Liu Yang Kun dan Souw Lian Cu ke belakang. Mereka bertiga segera berloncatan menjauhi tempat berbahaya itu. Wajah Liu Yang Kun juga menampilkan perasaan ngerinya. Sama sekali pemuda itu sudah melupakan bahwa dirinya pernah beberapa kali menghadapi peluru maut tersebut. Melihat kawan-kawannya sudah menjauhkan diri, Souw Thian Hai merasa lega. Dengan sikap yang masih tetap tenang pendekar itu menertawakan ancaman lawannya.

   "Kau jangan salah terka, Tok-ong. Aku sama sekali tidak takut menghadapi pelurumu itu. Aku tahu cara menjinakkannya. Hahaha...!" Souw Thian Hai berdiri bertolak pinggang di depan Giok-bin Tok-ong. otomatis pertempuran mereka berhenti.Giok-bin Tok-ong melangkah mundur. Tapi dengan cepat Souw Thian Hai mendesak maju pula, seakan-akan pendekar itu memang tidak takut kepada peluru maut itu.

   "Kau bisa menjinakkan peluru ini? Bagaimana caranya...?" Giok-bin Tok-ong menjadi heran malah. Sekali lagi Souw Thian Hai tertawa,

   "Mudah saja. Asalkan aku selalu berusaha di dekatmu, kau tentu takkan berani meledakkannya, haha"! Betul tidak?" Giok-bin Tok-ong tertegun. Namun sesaat kemudian wajahnya kembali cerah.

   "Kau memang cerdik. Tapi kaupun tak selamanya bisa mengejar aku. Selain ginkangmu tidak lebih unggul dari pada aku, akupun juga mampu mencegah kau mendekati aku. Asalkan kubanjiri kau dengan racun-racunku, gerakanmu tentu terhalang..."

   "Dan dengan demikian kau akan bisa menjauhi aku. Begitukah?" Souw Thian Hai meneruskan perkataan lawannya. Pendekar besar itu masih tetap bersikap tenang.

   "Tentu saja, Setan Busuk! Dan itu berarti aku dapat dengan leluasa mempergunakan pek-lek-tan kembali, hen-heh-heh...!" Giok-bin Tok ong tertawa mengejek. Tak terduga Souw Thian Hai pun ikut tertawa pula.

   "Ah... jangan buru-buru bergembira dulu! Kalau memang demikian halnya nanti, akupun takkan membiarkan peluru itu meledak di dekatku! Akan kuledakkan peluru itu begitu terlepas dari tanganmu! Apakah kau lupa pada Tai-lek Pek-khong ciangku tadi? Nah... dengan demikian kaupun takkan bisa terlepas dari pengaruh ledakan itu! Paling tidak kita akan sama-sama terluka..." Wajah Giok-bin Tok-ong menjadi keruh dengan tiba-tiba. Matanya bergetar menunjukkan nafsu membunuh.

   "Tidak bisa!" teriaknya.

   "Kesempatan itu cuma sekilas saja! Dan bidikanmu belum tentu mengenainya!" Souw Thian Hai masih tetap tertawa juga.

   "Terserah kalau pendapatmu begitu? Kita dapat membuktikannya sekarang! Semuanya memang dapat terjadi...!"

   "Betul! Marilah kita buktikan?!" Giok-bin Tok-ong yang sudah menjadi marah itu memekik, kemudian menyerang dengan tangan kirinya. Tiba-tiba dari telapak tangan iblis tua itu meniup angin berputar yang berbau wangi. Demikian wanginya sehingga kepala Souw Thian Hai terasa pening dengan tiba-tiba. Bahkan sekejap kemudian pandangan Souw Thian Hai terasa berputar pula.

   "Gila...!" pendekar itu berdesah seraya melompat mundur. Kemudian tiba-tiba kakinya ikut bergetar seakan tidak kuat untuk menopang tubuhnya. Seketika Souw Thian Hai menjadi sadar bahwa ia telah terkena racun berbahaya.

   "Kurang ajar! Kapan iblis tua itu menebarkan racunnya? Rasanya bukan racun berbau wangi ini yang membuatku lemas. Aku baru menghirupnya sedikit saja. Itupun segera kuhembuskan keluar kembali..." sambil bertahan Souw Thian Hai berpikir keras.

   "Heh-heh-heh... Sekarang tahu rasa kau! Tanpa pek-lek-tan pun aku sekarang dapat membunuhmu! Kau telah terjebak oleh tipu muslihatku! Karena pikiranmu terlalu terpaku pada pek lek-tan ini, kau lalu menjadi lengah! Kau tidak menyadari kalau aku tadi meniupkan sian-hwa-tok (racun bunga dewa] kepadamu! Heh-heh-heh, racun sian-hwa-tok memang tidak berwarna dan berbau. Racun itu mengalir seperti hembusan angin ke hidungmu. Kalau kemudian aku tadi menyerangmu dengan angin pukulan berbau wangi, aku hanya ingin menguji apakan racun sian-hwa-tok itu telah merasuk ke dalam paru-parumu. Heheh, kini aku sudah yakin bahwa kau sudah dalam cengkeraman racun sian-hwa-tok. Tanpa kubunuhpun sebentar lagi kau akan mati dengan sendirinya. Paling-paling kau hanya bisa bertahan sampai matahari terbit nanti. Heh-heh-heh...!" Giok-bin Tok-ong mengakhiri ejekannya dengan tertawa menyakitkan.

   "Ayahhhh...!" Souw Lian Cu menjerit dengan suara parau, kemudian berlari ke dalam arena dan menubruk kaki ayahnya. Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun pun ikut melesat ke dalam arena pula. Yap Kiong Lee segera memegang lengan sahabatnya, sementara Liu Yang Kun segera menghadapi Giok-bin Tok-ong.

   "Kau...,? Kenapa kau berada di sini?" Giok-bin Tok-ong berseru kaget begitu melihat Liu Yang Kun. Otomatis kakinya melangkah mundur, kegarangannya seketika lenyap.

   "Selamat bertemu lagi, Orang tua! Tampaknya pertempuran kita di dalam jurang tadi memang belum selesai! Sekarang kau datang ke sini untuk menyelesaikannya! Begitukah...?" dengan tenang Liu Yang kun menantang. Sudah beberapa kali Giok-bin Tok-ong terlibat perkelahian melawan Liu Yang Kun. Namun selama itu pula ia tak pernah dapat memenangkannya. Pemuda itu seperti kebal terhadap racun-racunnya, bahkan ledakan pek lek-tannya juga tak bisa membunuh pemuda itu. Rasa-rasanya pemuda itu seperti iblis saja kepandaiannya. Namun demikian rasanya malu bagi Giok-bin Tok-ong untuk mengaku kalah begitu saja. Ia sudah terbiasa menjadi pemenang dan ditakuti oleh setiap orang, dimanapun dia berada. Apalagi kini lawannya sudah menantangnya.

   "Hmm! kau jangan buru-buru berbesar hati dulu dengan kemenanganmu di dalam jurang tadi. Waktu itu aku belum benar-benar mengeluarkan kemampuanku." Giok-bin Tok ong menjawab tantangan Liu Yang Kun.

   "Kalau begitu mau tunggu apa lagi? Apakah kau ingin memberikan dulu obat pemunah racun kepada Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai? Silahkan...! Aku justru akan mengampuni jiwamu kalau kau memang benar-benar memberikan obat pemunah itu."

   "Bangsat! Kau kira aku memiliki obat pemunahnya? Huh! Racun itu tidak ada obat pemunahnya. Sekali telah terkena, orang itu akan mati! Habis perkara!"

   "Kurang ajar! Kalau begitu kau akan mati lebih dahulu!" Liu Yang Kun menggeram, kemudian menerjang Giok-bin Tok-ong dengan kedua buah kepalannya. Iblis tua dari Lembah Tak Berwarna itu cepat menghindar, lalu balas menyerang pula dengan tidak kalah dahsyatnya. Mereka lalu bertempur dengan sengit. Karena masing-masing telah saling mengenal tingkat kepandaian lawannya, maka mereka tidak menjadi sungkan lagi. Masing-masing segera mengeluarkan ilmu andalannya, dan sekali lagi tempat itu menjadi ajang pertempuran yang hebat dan mengerikan.

   Sementara itu Souw Thian Hai telah dibawa Yap Kiong Lee dan Souw Lian Cu ke depan pintu halaman rumah Ui Bun Ting. Di tempat itu Souw Thian Hai dengan dibantu Yap Kiong Lee berusaha menahan pengaruh racun sian-hwa-tok. Rasa pening di kepala pendekar itu memang telah susut. Namun hal itu bukan berarti bahwa pengaruh racun tersebut telah hilang. Souw Lian Cu tidak bisa berbuat apa-apa. Gadis itu hanya berdiri sedih di belakang ayahnya. Ia tahu bahwa racun yang menyerang ayahnya sangat keji dan ganas. Lebih ganas dari pada racun yang hampir merenggut nyawanya di dalam jurang itu. Souw Lian Cu mengusap air mata yang tiba-tiba meleleh di pipinya. Kemudian matanya memandang Liu Yang Kun yang sedang bertempur melawan Giok-bin Tok-ong. Tanpa pertolongan pemuda itu nyawanya juga tidak mungkin tertolong lagi.

   "Aaah...!" tiba-tiba gadis itu berdesah. Timbul kembali harapannya. Siapa tahu Liu Yang Kun juga mampu mengobati ayahnya? Bergegas Souw Lian Cu menggamit lengan Yap Kiong Lee.

   "Yap Ciangkun...! Mengapa kita tidak meminta pertolongan... Pangeran Liu Yang Kun? Bukankah tadi Pangeran Liu Yang Kun juga mampu mengobati aku? Siapa tahu Pangeran Liu Yang Kun juga bisa mengobati ayah?" bisik gadis itu.

   "Hah? Betul! Nona... betul! Mengapa aku sampai melupakannya? Tapi..., dia sekarang baru bertempur dengan Giok-bin Tok-ong!" Yap Kiong Lee bersorak gembira.

   "Yah, kalau begitu mari kita bantu dia agar dia dapat lekas-lekas mengalahkan Giok-bin Tok-ong!" Souw Lian Cu berkata penuh semangat.

   "Jangan...!" tiba-tiba Souw Thian hai berdesah,

   "Pemuda itu takkan kalah! Lihat...! Sungguh mengherankan sekali! Dia seolah-olah tidak terpengaruh sama sekali oleh racun yang disebar Giok-bin Tok-ong! Hmm... benar-benar yang hebat! Rasanya akupun takkan menang melawannya!"

   "Bok Siang Ki pun telah dikalahkannya pula, ayah!" Souw Lian Cu melapor dengan suara bangga pula.

   "Bok Siang Ki...? Tokoh dari Gurun Gobi itu juga dikalahkannya?" Souw Thian Hai berseru heran.

   "Benar, Saudara Souw. Aku juga melihatnya pula, Pangeran Liu Yang Kun memang telah mengalahkan tokoh dari Gurun Gobi itu. Bahkan bukan cuma dia. Bu-tek Sin-tong dan Giok-bin Tok-ong itupun juga pernah dikalahkannya pula," Yap Kiong Lee ikut mengiyakan.

   "Oh, bukan main...!" Souw Thian Hai berdesah kagum. Tiba-tiba terdengar suara berdebuk yang sangat keras dari arena pertempuran. Ternyata Giok bin Tok-ong yang telah berada di bawah angin itu jatuh berdebam di atas tanah terkena pukulan Liu Yang Kun. Darah segar tampak menetes dari sudut bibir Giok-bin Tok ong. Iblis tua itu telah mendapat luka dalam yang cukup parah.

   "Bangsat busuk! Kau mempergunakan ilmu sihir untuk mengalahkan aku!" iblis tua itu menggeram penuh dendam. Liu Yang Kun menarik napas panjang seraya menyeka keringat yang mengalir di lehernya.

   "Terserah apa yang kaukatakan. Tapi yang terang ilmu silat yang kupergunakan tadi bukanlah ilmu sihir. Nah! Bagaimana maumu sekarang? Kita selesaikan terus pertempuran kita ini hingga salah seorang diantara kita mengaku kalah?"

   "Tentu saja! Aku masih memiliki senjata pamungkas yang belum kupergunakan. Aku akan menyerah dan bertekuk-lutut kepadamu apabila kau mampu menahan pek-lek-tanku!" tantang Giok-bin Tok-ong sengit.

   "Baik! Marilah..."

   "Pangeran...?" tiba-tiba Souw Lian Cu dan Yap Kiong Lee berseru khawatir. Khawatir terhadap keselamatan Liu Yang Kun. Liu Yang Kun menoleh. Bibirnya tersenyum kepada Souw Lian Cu dan Yap Kiong Lee, seolah-olah pemuda itu ingin mengatakan bahwa mereka tak perlu cemas terhadap keselamatannya. Pada saat Liu Yang Kun lengah itulah Giok-bin Tok-ong mengulangi tipu muslihatnya lagi. Tipu muslihat yang tadi ia pergunakan untuk membokong Souw Thian Hai. Tangan kirinya bergerak ke depan, seolah-olah sedang mengusap lengan kanannya, padahal tangan itu sebenarnya melepaskan racun sian-hwa-tok.Bubuk beracun itu tertiup ke wajah Liu Yang Kun. Tapi karena racun tersebut tidak berwarna mau pun berbau, maka Liu Yang Kun sama sekali tak merasakannya.
(Lanjut ke Jilid 34)

   Memburu Iblis (Seri ke 03 - Darah Pendekar)
Karya : Sriwidjono

   Jilid 34
Demikianlah, setelah menunggu sejenak Giok-bin Tok-ong pun lalu menyerang lagi. Seperti yang dia lakukan terhadap Souw Thian Hai tadi, maka sekarangpun kakek iblis itu mempergunakan pukulannya yang berbau wangi.

   "Whuuuuus!" Bau harum mewangi menyebar dari telapak tangan Giok-bin Tok-ong! Bau harum yang disertai hembusan angin berputar yang amat kuat.

   Liu Yang Kun tergagap kaget. Namun demikian dengan cepat tubuhnya berkisar ke samping, hingga angin pukulan Giok-bin Tok-ong gagal mengenai dirinya. Kemudian dengan jurus Membelah-Laut-Memutar-Kemudi pemuda itu balas menyerang Giok bin Tok ong. Sambil menyerang pemuda itu tetap waspada. Matanya selalu melirik terus ke tangan Giok-bin Tok-ong yang menggenggam pek-lek-tan. Demikianlah pertempuran berlangsung kembali dengan sengitnya.Masing-masing mengeluarkan jurus-jurus simpanannya. Mereka bertempur dengan tangkas dan cepat sehingga sebentar saja sepuluh jurus telah berlalu. Giok-bin Tok-ong mulai cemas. Apa yang dinantikannya tak kunjung terlaksana. Liu Yang Kun tetap segar-bugar. Sama sekali tak terlihat kalau pemuda itu terkena pengaruh racun sian-hwa-tok.

   "Sungguh gila! Tampaknya bocah ini kebal terhadap racun sian-hwa-tok! Satu-satunya jalan kini tinggal pek-lek-tan saja!" Giok-bin Tok-ong menggerutu. Hatinya panas bukan main sehingga tangannya yang memegang pek-lek-tan mulai gemetaran.

   "Nah! Kulihat kau sudah mulai gemetar ketakutan. Apakah kau sudah mulai berpikir untuk menyerah atau melarikan diri?" Liu Yang Kun sengaja mengejek agar supaya lawannya semakin menjadi marah dan lengah. Benar juga. Ejekan itu benar-benar membuat Giok-bin Tok-ong tak bisa mengendalikan diri lagi.

   Tanpa mempergunakan akal atau tipu muslihat lagi, kakek iblis itu lalu melontarkan pek-lek-tannya. Yap Kiong Lee, Souw Thian Hai dan Souw Lian Cu terkesiap. Otomatis mereka berloncatan menjauhi arena. Bahkan mereka melompat memasuki halaman rumah keluarga Ui Bun Ting. Untuk itu Yap Kiong Lee terpaksa harus memberi bantuan kepada Souw Thian Hai, karena pendekar sakti itu tak mampu meloncat lagi dengan baik. Racun Sian-hwa-tok itu seolah-olah telah melumpuhkan urat-uratnya. Bersamaan dengan mendaratnya kaki mereka di dalam tembok halaman rumah keluarga Ui Bun Ting, maka terdengarlah suara ledakan yang menggetarkan seluruh isi kota itu. Semburan debu dan tanah tampak menjulang tinggi ke udara. Tembok halaman rumah Ui Bun Ting yang terbuat dari susunan batu-bata merah itu bagaikan didorong oleh kekuatan yang maha dahsyat!

   Terdengar suaranya yang gemuruh ketika tembok itu roboh ke dalam! Demikianlah beberapa saat lamanya tempat itu menjadi gelap-gulita oleh debu dan asap yang tersebar kemana-mana. Sebaliknya di dalam kegelapan itu mulailah terdengar suara jerit dan tangis dari penduduk yang tinggal di sekitar tempat tersebut. Mereka berlarian keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Mereka menyangka ada gempa bumi yang hendak menghancurkan rumah tinggal mereka. Meski sudah berada di dalam tembok, namun daya hentak dari ledakan peluru Giok-bin Tok-ong tersebut masih tetap terasa oleh Yap Kiong Lee dan kawan-kawannya. Bahkan Souw Thian Hai yang keadaannya menjadi semakin lemah itu tampak terhuyung-huyung dan hampir terjatuh karenanya.

   "Ayah...?" Souw Lian Cu cepat memapah ayahnya, kemudian dibawa duduk di emper bangunan samping pendapa. Pada saat itu pula tiba-tiba sebuah benda jatuh di samping mereka. Benda itu seakan-akan jatuh dari atas langit. Berdebam keras bersama percikan barang cair yang sedikit membasahi pakaian Souw Lian Cu.

   "Lian Cu, apakah itu...?" Souw Thian Hai berseru kaget.

   "Ah, paling-paling batu atau gumpalan tanah yang terlempar akibat ledakan ini..." Yap Kiong Lee menyambung.

   "Saya kira memang... ah! Ayah!" mendadak Souw Lian Cu memekik keras sekali. Gadis itu menuding ke arah potongan kaki yang masih segar di dekatnya. Kemudian seperti orang yang terserang penyakit gatal gadis itu menggosok-gosok kulit dan pakaiannya yang terkena percikan barang cair tadi. Barang cair yang tidak lain adalah darah segar yang keluar dari potongan kaki tersebut.

   "Potongan kaki...? Oh! Oh, Pangeran!" tiba-tiba Yap Kiong Lee terbelalak dan berdesah ketakutan. Bergegas pendekar dari istana itu melesat keluar, menerobos kepulan debu dan asap yang masih bertebaran di luar tembok halaman itu. Dalam waktu yang hampir bersamaan, melesat pula di belakangnya tubuh Souw Lian Cu mengikutinya. Ternyata keduanya mempunyai perasaan yang sama yaitu mengkhawatirkan nasib Liu Yang Kun. Mereka tinggalkan begitu saja Souw Thian Hai di halaman depan Ui Bun Ting. Karena gelap keduanya terperosok ke dalam lubang yang tercipta akibat letusan tadi. Meskipun tidak begitu dalam namun cukup membuat mereka kaget.

   
Memburu Iblis Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Pangeran...! Pangeran...?" Yap Kiong Lee memanggil-manggil dengan gelisah. Tiada jawaban.

   "Dia tidak ada di dalam kubangan ini..." Souw Lian Cu berbisik di telinga Yap Kiong Lee.

   "Benar. Kita cari di luar arena...!" Yap Kiong Lee mengangguk. Mereka lalu melompat ke luar. Sementara itu tebaran debu dan asap yang menggelapkan bekas arena itu telah semakin menipis ditiup angin, sehingga mereka berdua mulai bisa menyaksikan keributan atau kegemparan penduduk yang berlarian di jalan raya itu.

   "Ah... kota ini menjadi gempar! Penduduk di kanan kiri jalan ini menjadi ketakutan! Jangan-jangan tubuh Pangeran Liu yang Kun dan Giok-bin Tok-ong, yang terlempar dari arena ini, terinjak-injak oleh kaki mereka..." Yap Kiong lee berkata gemetar.

   "Oh, jangan...!" bibir Souw Lian Cu tiba-tiba berdesah serak. Suaranya seperti tersekat di tenggorokan, sementara air matanya tiba-tiba juga meleleh membasahi pipinya. Yap Kiong Lee tertegun. Dahinya berkerut. Dipandangnya wajah Souw Lian Cu yang putih pucat itu beberapa saat lamanya. Mereka berdiri di bawah pohon peneduh-jalan yang hampir rontok seluruh daun-daunnya terkena angin ledakan tadi. Mereka terpaksa menepi karena semakin banyak orang yang keluar dari rumah dan berlarian di jalan itu.

   "Nona Souw...? Nona menangis...?" Souw Lian Cu tersentak kaget. Dengan gugup gadis itu mengusap matanya.

   "Yap Taihiap, aku..." desahnya kikuk.

   "Sudahlah, nona... Nona tak perlu bersedih dulu. Kita belum menemukan jenasah Pangeran Liu Yang Kun. Belum tentu Pangeran meninggal dunia. Mari kita cari sekali lagi!" Souw Lian Cu menghela napas panjang. Kakinya melangkah ke tengah jalan lagi. Tapi baru dua tindak ia melangkah, tiba-tiba terasa ada setetes air yang jatuh membasahi ujung hidungnya. Sekejap gadis itu terperanjat. Ia menyangka air matanya menitik lagi. Namun ketika diusapnya air itu terasa liat dan berbau amis. Otomatis gadis itu melihat ke atas, ke dahan-dahan pohon yang hampir tak berdaun lagi. Dan tiba-tiba matanya terbeliak! Tangannya otomatis mencengkeram lengan Yap Kiong Lee pula!

   "Yap Taihiap, lihat...! Tubuh siapakah yang... tersampir di atas cabang itu? Jangan-jangan..." jeritnya sesak.

   "Uoooh!" Yap Kiong Lee berseru kaget pula. Pendekar dari istana itu lalu berkelebat ke atas dahan. Tangannya cepat menyambar tubuh manusia yang nyaris hancur di atas cabang pohon tersebut. Segumpal daging terlepas dari tubuh manusia itu dan jatuh ke bawah hampir menimpa Souw Lian Cu.

   "Si-siapakah... dia?" Yap Kiong Lee bergumam seraya meletakkan tubuh manusia yang tidak utuh lagi itu di hadapan Souw Lian Cu. Mereka tidak segera bisa mengenali wajah manusia itu, karena hampir seluruh tubuh orang itu dibalut oleh gumpalan darah yang sudah mengental. Pakaian yang dikenakan orang itupun juga sudah hancur pula di sana-sini. Lengket dengan darah. Tiba-tiba tubuh yang sudah tidak keruan macamnya itu bergerak-gerak, sehingga tentu saja Yap Kiong Lee dan Souw Lian Cu kaget setengah mati! Keduanya cepat berloncatan mundur.

   "Dia... dia... masih hi-hidup...?" Souw Lian Cu berteriak, namun suaranya seperti tersangkut di kerongkongannya, ngeri.

   "Be-bangsat...! K-k-k-kubunuh k-k kauu...! K-k-kubu...kubunuh kau!" bibir yang sudah robek dan tidak utuh lagi itu tiba tiba bergumam dengan suara yang kurang jelas. Kemudian tubuh itu tampak bergetar untuk beberapa saat, lalu terdiam kembali. Tampaknya sekarang benar-benar telah mati.

   "Dia... dia... Giok-bin Tok-ong! Dia bukan Pangeran Liu Yang Kun!" mendadak Souw Lian Cu bersorak gembira.

   "Benar. Nona benar. Tapi... tapi dimanakah Pangeran Liu Yang Kun?" Yap Kiong Lee berdesah gelisah.

   "Aku ada di sini, Ciangkun!!" Sebuah bayangan tiba-tiba melompat turun dari atas pohon itu pula. Sekejap saja Liu Yang Kun telah berdiri di depan mereka. Namun keadaan pemuda itu hampir tidak ada bedanya dengan keadaan Giok-bin Tok-ong. Pakaiannya nyaris hancur pula. Dan walaupun tubuh pemuda itu masih tampak utuh namun di sana-sini juga tampak luka-luka bakar dan lepotan-lepotan darah kental di sekujur tubuhnya. Bahkan rambutnya yang panjang itu sudah tidak bisa digelung lagi sekarang. Sebagian besar telah terbakar habis di dalam ledakan pek-lek-tan itu.Namun demikian pemuda itu masih dapat tersenyum kepada Souw Lian Cu.

   "Nona Souw...?"

   "Pangeran..." Tiba-tiba Souw Lian Cu menjadi malu. Mukanya tertunduk dalam-dalam.Sementara itu di dalam kegembiraannya Yap Kiong Lee juga merasa khawatir pula menyaksikan keadaan Liu Yang Kun.

   "Pangeran, kau...kau terluka?"

   "Tidak!! Cuma sedikit luka-bakar di tanganku. Pek-lek-tan itu memang benar-benar dahsyat. Mungkin tubuhku tadi akan hancur-lebur pula kalau aku tak lekas-lekas berlindung di belakang tubuh Giok-bin Tok-ong itu," dengan tenang Liu Yang Kun menjawab seraya mengawasi tubuh Giok-bin Tok-ong yang telah binasa itu.

   "Berlindung di belakang tubuh Giok-bin Tok-ong...?" Yap Kiong Lee bertanya bingung.

   "Ya!" Liu Yang Kun mengangguk.

   "Sejak mula aku bertempur dengan dia, aku memang tak pernah melupakan kata-kata Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai, bahwa aku harus selalu menempel dia. Aku tak boleh terlalu jauh dari dia, agar dia tak berani melepaskan pelurunya. Kalaupun akhirnya ia nekad melepaskannya, maka dengan cepat pula aku dapat mengetahuinya. Itulah sebabnya aku tadi mengejek serta membakar hatinya, agar dia cepat-cepat melemparkan pelurunya tanpa perhitungan yang matang, sehingga aku dengan mudah dapat mematahkan."

   "Bagaimana cara Pangeran mematahkan lemparan pelurunya itu?" Yap Kiong Lee mendesak. Liu Yang Kun tersenyum mengingat keberanian dirinya tadi. Keberanian yang sebetulnya sangat berbahaya bagi keselamatannya. Keberanian yang bisa merenggut nyawanya.

   "Untung-untungan aku tadi menepiskan peluru itu dengan kebutan lengan bajuku. Sementara itu lenganku yang lain cepat menyambar tubuh Giok-bin Tok-ong dengan ilmu Kim-cia-ih-hoatku. Kuringkus tubuh orang tua itu dan kupergunakan sebagal perisai sehingga aku tidak langsung terkena daya-ledak dari pek-lek-tan itu..."

   "Ooh, sungguh berbahaya sekali..." Yap Kiong Lee berdesah lega, walaupun air mukanya menampilkan rasa-ngerinya. Sementara itu para petugas keamanan kota mulai berdatangan ke tempat itu. Mereka mulai mengatur orang-orang yang berlarian di tengah jalan dan menanyakan sebab-sebab keributan itu.

   "Kita tak usah berurusan dengan mereka. Kita hindari saja mereka! Marilah. Biarlah para petugas keamanan itu yang mengurus mayat Giok-bin Tok-ong..." Yap Kiong Lee cepat-cepat membisiki Liu Yang Kun dan Souw Lian Cu.

   "Bagaimana dengan ayah?" Souw Lian Cu menukas.

   "Tentu saja kita menemuinya dahulu. Mari!" Bergegas mereka bertiga meninggalkan tempat itu. Mereka bertiga menyeberang jalan dan masuk ke halaman rumah keluarga Ui Bun Ting. Souw Thian Hai masih tetap duduk di tempatnya. Pendekar besar itu segera berdiri menyambut mereka. Tampaknya dia telah berhasil mengatasi racun yang menyerang tubuhnya.

   "Saudara Yap, bagaimana...? Apa yang telah terjadi?"

   "Tidak apa-apa, Saudara Souw. Pangeran Liu Yang Kun selamat. Giok-bin Tok-ong sendirilah yang menjadi korban dari peluru mautnya itu. Sekarang kita semua harus cepat-cepat pergi dari tempat ini karena para petugas keamanan kota ini sudah mulai berdatangan kemari. Kita tak perlu berurusan dengan mereka."

   "Tapi, bukankah kau bisa memberi keterangan kepada mereka?"

   "Ya. Tapi terlalu banyak membuang waktu nanti. Apalagi aku sedang mengemban tugas penting sekarang. Marilah...! Lebih baik kita tinggalkan kota ini cepat-cepat!"

   "Kemana...?" Souw Thian Hai bertanya.

   "Tentu saja ke Cin-an! Bukankah Nyonya Souw berada di sana? Kita bawa Pangeran Liu Yang Kun ke sana agar segera mendapatkan pengobatan dari Nyonya Souw..."

   "Oh...!" Souw Thian Hai berdesah sambil mengangguk-angguk.

   "Tapi... tapi bagaimana dengan Cici Tui Lan dan Ui Ciang-bun?" Souw Lian Cu menyela.

   "Apakah kita tidak berangkat saja bersama-sama dengan mereka? bukankah mereka juga akan kembali ke Cin-an pula?" Yap Kiong Lee memandang Souw Lian Cu sekejap.

   "Nona. semakin cepat Pangeran Yang Kun memperoleh pengobatan akan semakin baik. Waktu kita tinggal sedikit saja, karena besok malam pesta perkawinan Ui Ciang-bun telah tiba. Pada saat itu semuanya akan menjadi sibuk sehingga Nyonya Souw juga tidak akan mempunyai banyak kesempatan lagi untuk mengobati Pangeran Liu Yang Kun. Akan tetapi apabila kita berangkat sekarang, maka sebelum tengah-hari besok kita akan sudah berada di Cin-an. Masih ada waktu beberapa saat untuk meminta Nyonya Souw untuk mengobati Pangeran Liu Yang Kun..." katanya kemudian. Souw Lian Cu menundukkan kepalanya. Ia memahami jalan pikiran Yap Kiong Lee. Tapi ia juga tak bisa berpangku tangan begitu saja melihat keadaan Tui Lan, sahabatnya. Apalagi ia seperti melihat sesuatu yang aneh pada diri sahabatnya itu.

   "Kalau begitu... kalau begitu... biarlah aku tinggal dulu di sini. Aku akan segera menyusul bila Cici Tui Lan sudah sehat. Boleh bukan?" gadis ayu itu akhirnya berkata seraya menoleh kepada ayahnya.

   Sebenarnya Souw Thian Hai sendiri tak tega meninggalkan puterinya. Selain ia sendiri belum hilang rasa rindunya ia juga takut anaknya itu akan pergi meninggalkan dirinya lagi. Tapi di lain pihak pendekar sakti itu juga menyadari pula akan kepentingan Yap Kiong Lee, sahabatnya itu. Tanpa dirinya mungkin Chu B wee Hong takkan bersedia mengobati Liu Yang Kun. Apa boleh buat. Pendekar besar itu terpaksa mengorbankan kepentingan pribadinya dahulu. Apalagi kalau diingat bahwa pertemuan dengan puterinya itu juga atas jasa Yap Kiong Lee pula. Oleh karena itu dengan berat hati terpaksa Souw Thian Hai meluluskan permintaan puterinya untuk tinggal lebih dahulu di kota itu.

   "Tapi kau harus cepat-cepat menyusul aku ke kota Cin-an!'" pesan pendekar sakti itu tegas. Demikianlah. Yap Kiong Lee bersama Liu Yang Kun berangkat ke kota Cin-an dengan Hong-Gi-Hiap Souw Thian Hai. Mereka bertiga menerobos keributan orang-orang di jalan-raya yang ketakutan akibat ledakan peluru pek-lek-tan tadi. Beberapa kali Pangeran Liu Yang Kun masih saja berhenti dan menoleh, seakan-akan tidak tega meninggalkan Souw Lian Cu.

   "Marilah, Pangeran! Pangeran tidak usah cemas, Souw Lian Cu bisa menjaga dirinya..." Souw Thian Hai yang sedikit banyak juga mengetahui hubungan puterinya dengan Pangeran itu beberapa kali juga menenangkan hati Liu Yang Kun.

   "Oh, maaf... maaf," pemuda itu menjawab dengan paras muka merah. Beberapa kali mereka bertiga berpapasan dengan petugas petugas keamanan kota. Bahkan di depan pintu gerbang kota sebelah barat mereka juga bertemu dengan seregu pasukan berkuda yang lengkap dengan persenjataan mereka. Mereka berbaris menjaga pintu gerbang kota yang telah ditutup rapat.

   "Mereka adalah pasukan berkuda dari Kota raja yang ditempatkan di kota ini. Sulit untuk melewati mereka." Yap Kiong Lee cepat memberi keterangan sebelum teman-temannya bertanya.

   "Kita terobos saja...?" Liu Yang Kun mengusulkan.

   "Ah, tidak enak rasanya. Mereka adalah prajurit-prajurit adikku. Lebih baik kita menghindar dan mencari jalan yang lain. Kita melompati tembok saja di tempat yang sepi." Yap Kiong Lee tidak setuju.

   "Tapi... aku belum bisa mengerahkan tenagaku, Saudara Yap." Souw Thian Hai tiba-tiba berkata. Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun terkejut.

   "Jadi..., Saudara Souw belum terbebas dari racun Sian-hwa-tok itu?" Yap Kiong Lee tersentak kaget.

   "Belum sepenuhnya. Aku hanya bisa menahan dan membatasi daya-serangnya saja. Racun itu tetap bercokol di dalam darahku." Souw Thian Hai menerangkan.

   "Oooh! Kalau begitu... eh, bagaimana ini, Pangeran?" Yap Kiong Lee berdesah seraya menoleh ke arah Liu Yang Kun.

   "Dapatkah Pangeran mengobati Souw Taihiap dulu?"

   "Tentu. Tentu saja. Marilah kita cari tempat yang baik...!'" dengan gugup Liu Yang Kun mengiyakan. Mereka lalu berbelok menyusuri jalan di samping tembok kota. Namun dimana-mana mereka bersua dengan para penduduk yang berlarian dari rumahnya.

   "Tampaknya ledakan itu benar-benar membangunkan seluruh penduduk kota ini. Rasanya sampai pagi pun kita takkan mendapatkan tempat yang sesuai dengan keinginan kita. Kita memang harus keluar dari dalam tembok kota..." akhirnya Yap Kiong Lee berkata kesal.

   "Benar. Kita bantu Souw Taihiap untuk meloncati tembok kota itu." Liu Yang Kun membenarkan,

   "bagaimana, Taihiap? Apakah Taihiap setuju?"

   "Baiklah. Aku tidak berkeberatan," jawab pendekar ternama itu kemudian.

   Yap Kiong Lee dan Liu Yang Kun merasa lega. Di tempat yang agak terlindung keduanya lalu menarik lengan Souw Thian hai untuk dibawa melompat ke atas tembok kota. Hampir saja kaki Souw Thian Hai terpeleset. Tapi dengan cepat pula tangan Liu Yang Kun dan Yap Kiong Lee menahannya. Di luar tembok mereka lalu berlari menyusup ke dalam gelap. Dengan hati-hati mereka menerobos hutan, kemudian di tempat yang agak lapang, namun cukup tersembunyi dan jauh dari tembok kota, mereka bertiga berhenti. Liu Yang Kun lalu meminta kepada Souw Thian Hai untuk duduk bersila agar dapat dia obati. Souw Thian Hai tidak menolak. Pendekar itu tampak percaya sepenuhnya kepada Liu Yang Kun. Dia cuma berdesah pendek ketika melihat ke langit yang mulai bersinar terang.

   "Sebentar lagi pagi akan tiba. Kuharap kita tidak terlalu lama di tempat ini..." katanya perlahan seperti kepada dirinya sendiri.

   "Tidak, Souw Taihiap. Pengobatan ini hanya sebentar. Tak lebih dari sepeminuman teh saja." Liu Yang Kun menerangkan. Kemudian Liu Yang Kun merogoh saku di bawah ikat-pinggangnya. Dikeluarkannya Mustika inti racunnya.

   Untunglah benda itu tidak hilang atau terlempar dari sakunya ketika terjadi ledakan tadi. Dan sungguh beruntung pula bagi dia karena benda pusaka itu tidak ia taruh di saku-bajunya. Coba kalau benda itu ia tempatkan di dalam saku-bajunya, niscaya benda tersebut telah lenyap bersama bajunya tadi. Benar juga apa yang dikatakan olen Liu Yang Kun. Dengan pertolongan Mustika Inti Racunnya maka racun yang berada di dalam tubuh Souw Thian Hai itu segera hilang. Dengan dorongan tenaga dalam Liu Yang Kun yang tersalur melalui Po-tok-cu tersebut, serta ditunjang oleh tenaga dalam Souw Thian Hai sendiri, maka racun sian tok-hwa pun segera menguap keluar dari dalam tubuh Souw Thian Hai. Meskipun demikian ternyata langit benar-benar telah menjadi terang. Dan merekapun mulai dapat melihat kawannya dengan jelas.

   Liu Yang Kun telah melepaskan telapak tangannya dari punggung Souw Thian Hai. Sementara Yap Kiong Lee memandang putera junjungannya itu dengan pandangan kagum. Namun ketika terpandang olehnya keadaan baju dan rambut Pangeran tersebut, hatinya menjadi geli. Pangeran itu kini tak lebih seperti seorang pengemis gelandangan akibat ledakan pek-lek tan tadi. Sama sekali pemuda itu tak kelihatan sebagai seorang Pangeran yang gagah perkasa. Souw Thian Hai yang telah terhindar dari keganasan racun Sian-tok-hwa itu juga telah membuka matanya pula. Perlahan-lahan ia membalikkan tubuhnya, lalu dipandangnya wajah Pangeran Liu Yang Kun yang masih amat muda itu dengan kagumnya. Dan pandangannya itu segera terhenti pada baju atau rompi kulit ular yang melekat di dada Liu Yang Kun. Sejenak matanya terbeliak heran.

   "Terima kasih, Pangeran. Tapi... ehm, bolehkah aku bertanya sedikit?" akhirnya pendekar sakti itu berkata. Liu Yang Kun menarik napas panjang. Tangannya menyeka keringat yang mengalir di atas dahinya, lalu matanya terbuka mengawasi wajah Souw Thian Hai pula.

   "Souw Taihiap hendak bertanya tentang apa?" Souw Thian Hai menunjuk ke arah Po-tok-cu dan baju kulit ular yang ada pada Liu Yang Kun.

   

Pendekar Penyebar Maut Eps 2 Pendekar Penyebar Maut Eps 54 Pendekar Penyebar Maut Eps 53

Cari Blog Ini